Gambar 1. Anatomi ginjal (Eroschenko, 2000)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Gambar 1. Anatomi ginjal (Eroschenko, 2000)"

Transkripsi

1 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Anatomi dan Histologi Sistem Urinaria Sistem urinaria terdiri atas dua ginjal dan dua ureter bermuara pada satu vesika urinaria kemudian keluar dengan satu uretra. Organ ginjal berbentuk seperti kacang letaknya retroperitoneal dinding posterior cavum abdomen. Di atas setiap ginjal terdapat kelenjar adrenal yang terbenam dalam jaringan ikat. Tepi medial ginjal yang cekung adalah hilus, terdapat arteri (renalis), vena renalis dan pelvis renalis berbentuk corong. Irisan sagital ginjal, bagian luar disebut korteks, bagian dalam disebut medula, medula terdiri atas piramid renal berbentuk kerucut. Dasar setiap piramid menyatu dengan korteks, apeks bulat setiap piramid disebut papila renalis, dikelilingi kaliks minor berbentuk corong. Kaliks minor bergabung membentuk kaliks mayor, dan akhirnya bergabung membentuk pelvis renalis. Setiap pelvis renalis keluar sebagai ureter (Guyton dan Hall, 1995 ; Eroschenko, 2000). Gambar 1. Anatomi ginjal (Eroschenko, 2000) 6

2 7 Nefron merupakan unit fungsional terkecil ginjal. Setiap ginjal terdapat kurang lebih satu juta nefron (Guyton dan Hall, 1995; Eroschenko, 2000). Tiap nefron terdiri dari : a) Korpuskula renal terdiri atas glomerolus merupakan anyaman kapiler dan dibungkus oleh kapsul glomerular (Bowman) b) Tubuli renal terdiri atas : Tubulus kontortus proksimal, Ansa henle dan Tubulus kontortus distal. Glomerulus terletak di korteks kemudian menyambung tubulus kontortus proksimal masih berada di korteks, selanjutnya menjadi ansa henle terletak di medulla, menyambung tubulus kontortus distal terletak di korteks kemudian menyambung ke tubulus koligens (Guyton dan Hall, 1995; Eroschenko, 2000). Gambar 2. Nefron (Eroschenko, 2000)

3 8 Bila glomerolus dipotong melintang akan terlihat gambaran endotel pembuluh darah dengan Fenestrae sebagai lubang untuk filtrasi, sel mesangial terletak di bagian sentral, sel visceral yang berbatasan langsung dengan endotel dibatasi oleh membran basalis. Bagian tepi dari sel visceral membentuk kaki podosit. Kaki podosit bersama sama dengan dinding endotel membentuk Fenestrase. Sebelah luar dari sel visceral terdapat parietal. Antara sel visceral dan sel parietal merupakan suatu ruangan untuk memproses terjadinya urin yang akan bermuara pada lumen tubulus proksimal (Robbins dan Cotran, 2005). Gambar 3. Penampang Glomerolus (Robbins dan Cotran, 2005) Gambaran histologi pada ginjal normal baik bagian korteks maupun medula. Bagian korteks terdiri dari glomerolus, tubulus proksimal, tubulus

4 9 distal sedangkan bagian medula terdiri dari ansa henle dan tubulus koligens yang akan bermuara ke dalam pelvis ginjal. Pembuluh darah yang masuk ke dalam glomerolus disebut vasa aferen kemudian bercabang cabang membentuk kapiler kemudian bersatu lagi membentuk vasa aferen akan mengelilingi tubulus proksimal ansa Henle, tubulus distal (Guyton dan Hall, 1995; Eroschenko, 2000). Gambar 4. Histologi Ginjal (Eroschenko, 2000) 2. Nefritis Lupus Systemic lupus erythematosus adalah penyakit autoimun yang heterogen, mempengaruhi 1 dari individu di Amerika Serikat

5 10 diantaranya 90% adalah kaum perempuan. Hal ini ditandai oleh produksi autoantibodi terhadap antigen nukleus dan mempengaruhi beberapa organ dan jaringan (Rahman dan Isenberg, 2008). Di Amerika, prevalensi SLE adalah 1 kasus per penduduk pada populasi umum. Karena kesulitan diagnosis dan kemungkinan banyak kasus tidak terdeteksi, sebagian besar peneliti menyarankan bahwa prevalensi mungkin lebih mendekati ke 1 kasus per populasi (Askanase dkk, 2012).Data prevalensi SLE di Indonesia sampai saat ini belum ada. Jumlah penderita SLE di Indonesia menurut Yayasan Lupus Indonesia (YLI) sampai dengan tahun 2005 diperkirakan mencapai orang. Nefritis lupus merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pasien SLE. Berdasarkan konsensus secara umum 60% pasien SLE akan berkembang menjadi nefritis lupus (Appel dkk.,2007). Nefritis lupus tampak jelas secara histologis pada kebanyakan pasien dengan SLE, bahkan mereka yang tidak menunjukkan manifestasi klinis penyakit ginjal. Sehingga pengenalan dan terapi dengan segera penyakit ginjal sangat penting, karena respon awal terapi berkaitan erat dengan outcome yang baik (Bertsias dkk,2008). a. Patogenesis nefritis lupus Nefritis lupus diprakarsai oleh deposisi kompleks imun di glomerulus yang memicu kaskade kejadian inflamasi termasuk aktivasi reseptor Fc dan komplemen, perekrutan sel inflamasi dan akhirnya terjadi fibrosis. Kompleks imun juga mengaktifkan sel ginjal melalui Toll-like receptors (TLRs) untuk menghasilkan mediator inflamasi. Kerusakan mikrovaskuler ginjal dan trombosis juga terjadi, terutama pada pasien dengan antibodi anti-fosfolipid (Schwartz,2007). Beberapa jenis sel ginjal termasuk sel-sel endotel, podosit, sel interstitial dan sel dendritik ginjal menjadi fokus kajian baru pada nefritis(gambar 5). Migrasi dari sel-sel inflamasi di ginjal membutuhkan aktivasi sel endotel. Hipoksia, karena hilangnya glomerulus dan kapiler

6 11 peritubular berkontribusi terhadap stres sel dan kematian sel dan menginduksi molekul yang selanjutnya mengaktifkan reseptor imun alamiah. Molekul yang melindungi endotelium dari hipoksia, seperti sensor oksigen yang mengatur kebocoran endotel dan pembentukan mikrotrombus dan reseptor yang mengatur kelengketan endotel meningkat. Pasien dengan SLE aktif meningkatkan kadar angiopoietin-2, antagonis dari reseptor Tie2, yang mempertahankan integritas endotel dan mencegah perekrutan leukosit ke ginjal, angiopoietin-2 mungkin menjadi penanda lebih spesifik keterlibatan ginjal daripada vascular cell adhesion molecule-1 terlarut. Sinyal dikirim melalui saraf vagus pada reseptor nicotinic acetylcholine mungkin memberikan suatu efek renoprotektif dengan mengurangi kadar sitokin inflamasi dan menjaga integritas endotel. Semua jalur ini merupakan target terapi yang potensial untuk lupus nephritis. Selain itu, sel endotel sirkulasi dan reseptor protein C endotel merupakan biomarker potensial untuk disfungsi dan kerusakan endotel (Ferraccioli danromano,2008; Izmirly dkk,2009). Peran podosit dalam peradangan ginjal semakin diakui, dan kehilangan podosit pada penyakit kronis menyebabkan glomerulosklerosis. Podosit membentuk penghalang penting untuk proteinuria dan melindungi endotelium dengan cara memproduksi membran basal glomerulus dan faktor pertumbuhan endotel vaskular. Aktivasi reseptor angiotensin pada podosit menginduksi pelepasan mediator inflamasi dan kematian sel, blokade reseptor angiotensin melindungi podosit dan mungkin bermanfaat bagi lupus nephritis (Michaud dan Kennedy,2007). Infiltrasi sel interstitial, atrofi tubular yang mengikuti vaskular, aktivasi sel miofibroblas otot polos dan fibrosis interstisial semuanya merupakan prediktor prognosis yang buruk dan/atau perkembangan untuk menuju stadium akhir penyakit ginjal pada lupus nephritis (Faurschou dkk,2006). Aktivasi intrinsik sel dendritik ginjal pada LES berhubungan dengan peningkatan ekspresi sitokin inflamasi, proteolisis, dan caspase-1 dan aktivitas upregulation molekul permukaan sel, termasuk CD11b (Schiffer

7 12 dkk,2008). Sehingga penelitian lebih lanjut tentang mekanisme yang terlibat dalam aktivasi intrinsik sel ginjal, radang ginjal interstisial dan perekrutan jalur fibrosis mengarah pada strategi-strategi baru untuk perlindungan ginjal dari konsekuensi deposisi antibodi. Nefritis lupus terjadi ketika antibodi (antinuclear antibody) dan komplemen terbentuk di ginjal yang menyebabkan terjadinya proses peradangan. Hal tersebut biasanya mengakibatkan terjadinya sindrom nefrotik (eksresi protein yang besar) dan dapat progresi cepat menjadi gagal ginjal. Produk nitrogen sisa terlepas kedalam aliran darah. LES menyerang berbagai struktur internal dari ginjal, meliputi nefritis interstitial dan glomerulonefritis menbranosa. Nefritis lupus mengenai 2 dari 10 ribu orang. Pada anak dengan LES, sekitar setengahnya akan mengakibatkan terjadinya progresifitas menjadi gagal ginjal. LES paling sering terjadi pada wanita usia tahun (Lee dkk.,2010). Gambar 5. Patogenesis nefritis lupus(davidson dan Aranow,2010). Deposisi autoantibodi di ginjal, paparan mediator inflamasi sirkulasi dan aktivasi kaskade komplemen memulai program inflamasi yang melibatkan peningkatan regulasi molekul adhesi pada sel endotel, aktivasi sel ginjal intrinsik, induksi kemokin dan perekrutan sel inflamasi yang merilis sitokin dan molekul lain. Hasil cedera podosit berupa proteinuria dan penurunan produksi membran basalis

8 13 glomerular, yang merusak pembuluh darah.trombosis mikrovaskular dan kematian sel endotel berkontribusi terhadap hipoksia ginjal, yang pada gilirannya menyebabkan atrofi tubulus.peradangan yang progresif semakin meningkatkan beragam mediator inflamasi yang memperkuat cedera.aktivasi sel endotel dan aktivasi sel dendritik ginjal reversibel pada nefritis tahap awal, namun aktivasi jalur fibrosis dan sel miofibroblas otot polos, dan hilangnya podosit yang progresif akhirnya mengakibatkan kerusakan ginjal ireversibel.jalur ini semua bisa untuk intervensi terapeutik. Gambaran klinik kerusakan glomerulus berhubungan dengan letak lokasi terbentuknya deposit kompleks imun. Lokasi kompleks imun ditentukan oleh spesifisitas, afinitas, dan aviditas antibodi yang terbentuk, kelas dan subkelas, ukuran dan valensi kompleks. Deposit kompleks imun dapat terletak pada mesangial, subendotel atau subepitel (terkadang pada ketiga lokasi tersebut secara simultan). Deposit pada mesangial dan subendotel terletak proksimal terhadap membran basalis glomerulus sehingga mempunyai akses ke pembuluh darah. Deposit pada daerah ini akan mengaktifkan komplemen, yang kemudian membentuk kemoatraktan C3a dan C5a. Selanjutnya terjadi influks sel netrofil dan sel mononuklear. Deposit pada mesangium dan subendotel secara histopatologis memberikan gambaran mesangial, proliferatif fokal, dan proliferatif difus, secara klinis memberi gambaran sedimen urin yang aktif (ditemukan eritrosit, lekosit, silinder sel dan granuler), proteinuria, dan sering disertai penurunan fungsi ginjal. Sedangkan deposit pada subepitelial tidak mempunyai hubungan dengan pembuluh darah karena dipisahkan oleh membran basalis glomerulus sehingga tidak terjadi influks netrofil dan sel mononuklear. Secara histopatologis memberikan gambaran nefropati membranosa dan secara klinis hanya memberi gambaran proteinuria (Dooley,2007; Rus dkk,2007). b. Terapi Nefritis Lupus Prinsip dasar pengobatan adalah menekan reaksi inflamasi lupus, memperbaiki fungsi ginjal atau setidaknya mempertahankan fungsi ginjal agar tidak bertambah buruk. Pengobatan sebaiknya diberikan setelah didapatkan hasil pemeriksaan histopatologi dari ginjal (Dooley, 2007).

9 14 Medikamentosa berupa kortikosteroid dan agen imunosupresif. Dialisis dapat dilakukan untuk mengontrol gejala gagal ginjal. Transplantasi ginjal juga direkomendasikan (pasien dengan lupus yang aktif tidak boleh dilakukan transplantasi ginjal) (McPhee dan Papadakis, 2011). Perjalanan penyakit nefritis lupus bervariasi antar pasien LES, bahkan pada mereka yang memiliki tipe histologis yang sama. Agen imunosupresif dapat menginduksi remisi pada sebagian besar pasien dengan nefritis lupus proliferatif, tetapi sebagian proporsi dari mereka- berkisar antara 27-66% pada berbagai studi-akan mengalami flare. Flare merupakan masalah karena bahaya kerusakan kumulatif yang dapat menurunkan fungsi ginjal dan juga toksisitas akibat imunosupresi tambahan. Terapi rumatan dengan azathioprine, mycophenolate mofetil atau pulse siklofosfamid biasanya direkomendasikan. Flare renal dapat dikategorikan sebagai nefritik atau nefrotik dan bisa ringan atau berat. Mayoritas pasien yang mengalami flare dapat pulih fungsi ginjalnya, bila didiagnosis dan diobati segera (McPhee dan Papadakis, 2011). 3. N-Asetil Sistein N-Asetil Sisteinbekerja sebagai direct antioxidant karena mempunyai gugus thiol (SH) bebas yang dapat berinteraksi langsung dengan elektron dari ROS. Interaksi N-Asetil Sisteindengan ROS menyebabkan pembentukan radikal N-Asetil Sistein thiol dan N-Asetil Sistein disulfid sebagai produk akhir utama. Selain itu N-Asetil Sistein juga berperan sebagai antioksidan tidak langsung di mana N-Asetil Sistein akan dimetabolisme sebagai sistein yang merupakan prekursor gluthatione intrasel sehingga akan meningkatkan aktifitas enzim gluthatione S-transferase mensuplai gluthatione untuk gluthatione peroksidase (Marcelo dkk, 2010).

10 15 Sistein N-Asetil Sistein (NAC) Gambar 6. Struktur molekul N-Asetil Sistein (Heloisa dkk, 2005) Antioksidan melindungi DNA didalam gen dari serangan radikal bebas. Pertahanan antioksidan yang kuat dapat menghentikan radikal bebas sebelum mereka dapat menyerang DNA (Hayakawa dkk, 2003). Farmakodinamik N-Asetil Sistein: 1. N-Asetil Sistein sebagai pre-cursor Glutation (GSH) atau indirect antoxidant, direct antioxidant menetralisir oxidant (ROS dan RNS) menghilangkan keadaan stress-oksidatif dan membaiki disfungsi sel (Oikawa, 2005). 2 N-Asetil Sistein mengontrol pelepasan mediator pro-inflamasi sistemik seperti kemokin, sitokin agar bekerja tidak berlebihan sehingga menyebabkan inflamasi kronik (Borras dkk., 2004). 3. N-Asetil Sistein bekerja sebagai immune-booster(meningkatkan sistem imunitas) dengan meningkatkan aktivitas sel imunitas (T-limfosit, makrofag, neutrofil) untuk memfagositosis dan melisis bakteri atau benda asing sehingga memperbaiki daya tahan terhadap infeksi, meningkatkan kemampuan antioksidan, mengembalikan keseimbangan redox (reduced and oxidized) glutathione selular. Mengembalikan keseimbangan redox ini sangat penting dalam mengatur respon terhadap inflamasi (Hansen dkk, 2004). 4. N-Asetil Sistein mencegah kerusakan membran sel dan lipid peroksidasi sehingga tidak terjadi dampak berlebihan dari leukotrein

11 16 seperti vasokontriksi dan bronkokontriksi. Sebagai hasil akhir kerja N- Asetil Sistein sebagai immune booster dapat mengurangi frekuensi dan keparahan infeksi (Voghel dkk, 2008). 5. N-Asetil Sistein memperbaiki struktur, bentuk dan fungsi sel darah merah sebagai pembawa oksigen sehingga memperbaiki keadaan hipoksemia (Voghel dkk., 2008). 6. N-Asetil Sistein bekerja sebagai true-mucolytic pada bronkhitis dan penyakit paru sudah banyak digunakan (Cuzzocrea dkk, 2001). Gambar 7. Farmakodinamik N-Asetil Sistein (Nolin dkk, 2010) Setelah pemberian N-Asetil Sistein perinjeksi, N-Asetil Sistein akan akan diserap plasma dan konsentrasi plasma puncak mg/ L dicapai dalam 1-2 jam sedangkan distribusi volume mengikat protein plasma berkisar L/ kg. N-Asetil Sisteinakan mencapai waktu paruh 4 jam setelah injeksi intravena. Klirens ginjal L/ h/ kg dan sekitar 70% dari pembersihan tubuh total nonrenal (Nolin dkk, 2010). 4. Peran TGF-β1 pada nefritis lupus Fibrosis ginjal ditandai dengan akumulasi fibroblas dan protein matriks yang berlebihan bersama dengan hilangnya fungsi nefron merupakan ciri patologis utama penyakit ginjal progresif. Banyak penelitian menunjukkan

12 17 bahwa fibrosis ginjal progresif dimediasi oleh beberapa mediator termasuk faktor pertumbuhan, sitokin, toksin metabolisme, dan molekul stres melalui beberapa mekanisme dan jalur. Di antara mereka, TGF-β1 telah diakui sebagai mediator kunci dalam patogenesis fibrosis ginjal (Lan, 2011). Pada penyakit glomerulus, seperti pada focal and segmental glomerulosclerosis (FSGS), nefropati IgA, glomerulonephritis, lupus nefritis dan nefropati diabetik, TGF-β1 merupakan molekul vital yang berkontribusi untuk terjadinya glomerulosklerosis. Dalam penyakit tersebut, dicirikan oleh akumulasi ECM yang berlebihan, secara bermakna terjadi peningkatan ekspresi TGF-β1 dan reseptor TGF-β1 pada glomerulus dan tubulointerstitiil.kadar TGF-β1 dalam urin meningkat pada pasien dengan penyakit ginjal, seiring dengan meningkatnya derajat proteinuria, fibrosis interstisiil dan matriks mesangial. TGF-β1 menginduksi penebalan membran basal melalui stimulasi sel ginjal untuk menghasilkan lebih banyak ECM. Induksi perubahan patofisiologi sel ginjal, seperti hipertrofi, apoptosis dan kelainan Podosit, menyebabkan berkurangnya filtrasi glomerulus dan hilangnya kapiler glomerulus dan interstitial, fibrosis tubulointerstitial dan atrofi tubular, sehingga terjadi disfungsi ginjal permanen (Loeffler dan Wolf, 2013). Transforming growth factor-beta (TGF-β) adalah regulator multifungsi yang memodulasi proliferasi sel, diferensiasi, apoptosis, adhesi dan migrasi berbagai jenis sel dan menginduksi produksi protein ECM. TGF-β superfamili, ditandai dengan 6 residu sistein, dikodekan oleh 42 kerangka terbuka dan terdiri dari >30 anggota pada mamalia, termasuk 3 TGF-β, 4 activin dan lebih dari 20 bone morphogenetic protein (BMP). Tiga isoform mamalia dari subfamili TGF-β (TGF-β1, TGF-β2, TGF-β3) disusun oleh 70-82% asam amino homolog dan melakukan aktivitas kualitatif serupa dalam sistem yang berbeda. Bentuk aktif dari sitokin TGF-β1 adalah dalam bentuk dimer distabilkan oleh interaksi hidrofobik, yang diperkuat oleh jembatan disulfida intersubunit. TGF-β1 adalah peptida dari 112 residu asam amino yang diperoleh melalui pembelahan proteolitik dari C-terminal protein

13 18 prekursor. Protein ini berinteraksi dengan reseptor permukaan sel golongan kinase protein serin/treonin, dan menghasilkan sinyal intraseluler menggunakan Smads. Mereka memainkan peran penting dalam regulasi proses biologis dasar seperti pertumbuhan, perkembangan, homeostasis jaringan dan regulasi sistem imunitas tubuh (Loeffler dan Wolf, 2013). TGF-β1 disintesis oleh berbagai sel, termasuk sel haematopoietik imatur, sel T dan B aktif, makrofag, neutrofil dan sel dendrit, serta semua jenis sel ginjal dan dikeluarkan sebagai kompleks prekursor laten (latent TGF-β1) dengan latent TGF-β binding proteins (LTBP). TGF-β1 menjadi aktif ketika TGF-β1 dibebaskan dari latency-associated peptide (LAP) dan dipisahkan dari LTBP melalui pembelahan proteolitik oleh plasmin, ROS, thrombospondin-1, dan asam. TGF-β1 aktif kemudian terikat pada reseptornya dan berfungsi sebagai autokrin dan parakrin untuk mengerahkan aktivitas biologis dan patologis melalui jalur sinyal yang tergantung dan tidak tergantung Smad. Namun, mekanisme Smad-dependent dianggap sebagai jalur utama dalam banyak proses patofisiologi penyakit ginjal (Lan, 2011; Loeffler dan Wolf, 2013). TGF-β1 memainkan peran penting dalam memodulasi respon inflamasi dan proses biologis lainnya seperti remodelling jaringan dan perkembangan kanker melalui pengaturan produksi MMP, yang produksinya diatur melalui lintas jalur antara Smad dan Nf- B (Bambang, 2010; Lan, 2011).

14 19 Gambar 8. Mekanisme Fibrosis(Robbins dan Cotran, 2005) Pengikatan TGF-β1 ke reseptor TGF-β tipe II (TβRII) dapat mengaktifkan reseptor TGF-β tipe I (TβRI)-kinase, sehingga terjadi fosforilasi Smad2 dan Smad3. Selanjutnya, Smad2 dan Smad3 yang terfosforilasi berikatan dengan Smad4 dan membentuk kompleks Smad, yang bertranslokasi ke inti untuk mengatur transkripsi gen sasaran, termasuk Smad7 (Gambar 2.9). Smad7 adalah penghambat Smad sebagai regulator negatif aktivasi dan fungsi Smad2 dan Smad3 dengan sasaran untuk degradasi TβRI dan Smads melalui mekanisme degradasi proteasomeubiquitin (Lan, 2011). Selain itu, angiotensin II juga merangsang penyerapan protein yang di ultrafilter ke dalam sel tubular dan meningkatkan produksi sitokin proinflamasi dalam sel. Terjadi migrasi makrofag dan sel inflamasi lainnya ke tubulo-interstitium. Peningkatan sintesis dan penurunan protein matriks ekstraselular dalam sel-sel tubular dan fibroblas interstisial berkontribusi pada fibrosis interstisial. Selain itu, konsentrasi angiotensin II dan TGF- 1 yang tinggi menyebabkan sel-sel tubular

15 20 dapat mengubah fenotipenya dan menjadi fibroblas melalui suatu proses yang disebut EMT yang berkontribusi pada fibrosis interstitial dan atrofi tubular karena sel-sel epitel menghilang (Ziyadeh dan Wolf, 2008). Perkembangan penelitian terbaru, didapatkan bahwa bone morphogenic protein-7 (BMP-7) yang diekspresikan pada sel-sel tubulus distal ginjal. BMP-7 merupakan superfamili dari TGF- 1, yang memiliki efek berlawanan (antagonis). Dari hasil berbagai penelitian pemberian BMP-7 akan mengurangi aktivitas TGF- 1 sehingga mencegah terjadinya glomerulosklerosis dan interstisial fibrosis (Motazed dkk, 2008; Zeisberg dan Kalluri, 2008). Gambar 9. Jalur crosstalk TGF-β/Smads pada fibrosis dan inflamasi ginjal. Setelah mengikat TβRII, TGF-β1 mengaktifkan TβRI-kinase yang memfosforilasi Smad2 dan Smad3. Smad2 dan Smad3 yang terfosforilasi kemudian mengikat

16 21 Smad4 dan membentuk kompleks Smad, yang translokasi ke dalam inti dan mengatur transkripsi gen sasaran, termasuk Smad7. Smad7 adalah penghambat Smad yang berfungsi untuk memblokir aktivasi Smad 2/3 dengan mendegradasi TβRI dan Smads dan menghambat respons inflamasi yang digerakkan NF-kB dengan menginduksi IκBα (penghambat NF-kB).Perhatikan bahwa Ang II dan AGEs dapat mengaktifkan Smads yang tidak tergantung TGF-β1 melalui jalur crosstalk ERK/p38/MAPK. Garis biru (simbol) menunjukkan jalur regulasi negatif atau pelindung, sedangkan panah merah (simbol) merupakan jalur regulasi positif atau patogenik (Lan, 2011). Semakin banyak bukti menunjukkan bahwa TGF-β1 merupakan mediator kunci dalam patogenesis fibrosis ginjal karena TGF-β1 sangat ditingkatkan pada penyakit ginjal dengan fibrosis ginjal berat. TGF-β1 menjadi perantara fibrosis ginjal progresif dengan merangsang produksi sekaligus menghambat degradasi ECM. Selain itu, TGF-β1 juga menjadi perantara fibrosis ginjal dengan menginduksi transformasi sel epitel tubular menjadi miofibroblas melalui EMT. Peran fungsional TGF-β1 dalam EMT dan fibrosis ginjal ditunjukkan oleh kemampuan pemblokiran TGF-β1 dengan antibodi TGF-β1 untuk mencegah atau memperbaiki fibrosis ginjal baik secara in vivo dan in vitro. Bukti langsung peran TGF-β1 pada fibrosis ginjal berasal dari penelitian bahwa tikus yang mengekspresikan bentuk aktif TGF-β1 dalam hati akan berkembang fibrosis hati dan ginjal yang progresif (Huangdkk., 2008; Lan, 2011).

17 22 Gambar 10. Inflamasi dan TGF-β mendorong transisi mesensimal Epithelial-mesenchymal transition (EMT) berlangsung selama perkembangan, dan berperan dalam invasi kanker dan pembentukan miofibroblas yang berkontribusi terhadap fibrosis. Sebagai respons terhadap cedera, sel-sel inflamasi dan fibroblas aktif menghasilkan faktor pertumbuhan seperti TGF-β1 dan FGF-2, serta MMP dan kemokin. TGF-β1 dan faktor-faktor lain memicu kaskade sinyal pada sel epitel yang menyebabkan perubahan dari epitel ke fenotipe mesensimal (Lopez-Novoa dan Nieto, 2009). 5. Mikroalbuminuria Albuminuria merupakan petanda dini (marker) terjadinya disfungsi endotel secara umum meliputi pembuluh darah renal, kardial, maupun serebral. Adanya albuminuria yang secara mudah dapat diteksi lewat urin, dapat menjadi marker disfungsi endotel pembuluh darah di seluruh tubuh. Dengan mengetahui albuminuria yang dimulai dengan mikro-albuminuria, kita menjadi lebih dini mengetahui disfungsi endotel tersebut sehingga prognosisnya lebih baik karena disfungsi endotel tersebut masih reversibel (Weir, 2007; Loscalzo, 2009). Albuminuria sesuai dengan hukum homeostasis akan direabsorbsi oleh sel-sel tubulus proksimal. Albuminuria yang terus menerus akan menyebabkan sel-sel tubulus proksimal bekerja keras mereabsorbsi protein tersebut akibatnya sel-sel tubulus proksimal mengalami stresor dan akan mengeluarkan sitokin pro-inflamasi (TNF-α, IL-1β, IL-6 dan TGF-β1). Sitokin-sitokin tersebut akan merusak ginjal baik melalui mekanisme fibrosis. apoptosis, onkosis, maupun nekrosis (Robbins dan Cotran, 2005; De Zeeuw dkk, 2006; Loscalzo, 2009).

18 23 Robbin, 2005 Gambar 11. Fenestra (Robbins dan Cotran, 2005). Tabel 1. Klasifikasi Ekskresi Albumin Urin (Weir, 2007). Albuminuria Albuminuria Spot Urine 24 jam (mg/24 jam) overnight (mg/24 jam) Albumin Albumin/Creatinine Ratio Gender mg/mmol mg/g Normal <15 <10 <10 M <1.25 <10 F <1.75 <15 High Normal 15 to <30 10 to <20 10 to <20 M 1.25 to < to <20 F 1.75 to < to <30 Microalbuminuria Macroalbuminuria 30 to < to < to <200 M 2.5 to <25 20 to <200 F 3.5 to <35 30 to <300 >300 >200 >200 M >25 >200 F >35 >300 B. Penelitian yang relevan Transforming growth factor-beta1 (TGF-β1) memiliki peran besar dalam pengendalian autoimunitas. Produksi TGF-β1 oleh limfosit berkurang pada LES. Penurunan kadar TGF-β1 mungkin berkaitan dengan kerentanan

19 24 penyakit, aktivitas dan kerusakan organ pada LES. Jumlah total kadar TGFβ1 berkorelasi negatif dengan laju endap eritrosit dan berkorelasi positif dengan trombosit darah. Total kadar TGF-β1 lebih rendah pada pasien LES dengan aktivitas penyakit yang tinggi dan kerusakan organ yang parah. Tingkat keparahan kerusakan ginjal dikaitkan dengan penurunan kadar TGFβ1 serum, hal ini menunjukkan bahwa TGF-β1 terlibat dalam pathogenesis kerusakan ginjal yang disebabkan oleh lupus nephritis (Jin dkk., 2012). Selain itu, hasil penelitian Hammad dkk, 2006 didapatkan kadar TGFβ1 serum pada anak dengan penyakit aktif secara signifikan lebih rendah daripada kontrol. Kadar TGF-β1 serum berkorelasi negatif dengan Systemic Lupus Erythematosus Disease Activity Index (SLEDAI). Sebaliknya, kadar TGF-β1 urin pada anak dengan penyakit aktif secara signifikan lebih tinggi dibandingkan kontrol. Kadar TGF-β1 urin berkorelasi positif dengan titer anti-ds DNA dan berkorelasi negatif dengan kadar C3 serum. Pasien nefritis simptomatis secara signifikan kadar TGF-β1 urin lebih meningkat dibandingkan dengan nefritis asimptomatis. Dari data ini kita menyimpulkan bahwa penurunan kadar TGF-β1 menggambarkan disfungsi imunitas sistemik pada anak dengan lupus aktif sementara peningkatan produksi TGF-β1 ginjal tampaknya memiliki peran dalam presentasi klinis lupus nephritis (Hammad dkk, 2006). Hasil laporan kasus dan telaah pustaka dari Tewthanom dkk (2010), memperlihatkan pemberian N-acetylcysteine (NAC) yang memiliki aktivitas antioksi dan kuat dapat memberikan hasil yang memuaskan ketika ditambahkan pada terapi standar. Dilaporkan kasus seorang pasien lupus nefritis 46 tahun yang diberikan mg NAC secara oral, menunjukkan kadar glutation yang lebih tinggi, dan kadar malondialdehid yang normal. Selain itu, kadar protein urin, jumlah sel darah lengkap dan pemeriksaan fisik dari organ yang terkena menunjukkan perbaikan. Namun, masih perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengkonfirmasi nilai manfaat NAC dosis tinggi pada pasien lupus nefritis (Tewthanom dkk., 2010). C. Kerangka konseptual

20 25 Pristan TLR-4 APC Fagositosis IKK M NAS Th2 Nf B Sel B Kompleks antigenautoantibodi TGF-β LUPUS NEFRITIS Sel mesangial Epitel Viseral Podosit Sel endotel Sel tubulus proksimal Fibroblas ECM ECM Glomerulosklerosis Fibrosis tubulointerstisiil Mikroalbuminuria Penyakit ginjal kronis Gambar 12. Kerangka konseptual peran NAS pada penatalaksanaan lupus nefritis induksi pristan Keterangan: : mengaktivasi : meningkatkan(efek Pristan) : menghambat : menurunkan(efek NAS) : nefritis lupus : variabel yang diteliti

21 26 APC : antigen presenting cell AT1 : angiotensin-1 CRP : C-reactive protein ECM : extracellular matrix IKK : inhibitor of κb kinase IL-6 : interleukin-6 M : makrofag MHC : major histocompatibility complex NADPH : nicotinamide adenine dinucleotide phosphate NAS : N-Asetilsistein NF-κB : nuclear factor kappa-light-chain-enhancer of activated B cells ROS : reactive oxygen species TGF-β1 : transforming growth factor Beta1 Th2 : T helper 2 TLR-4 : toll like receptor-4 TNF-α : tumor necrosis factors-α Penjelasan (Narasi) Kerangka Konseptual: Pristan(2,6,10,14-Tetramethylpentadecane) adalah alkana isoprenoid yang awalnya diisolasi dari minyak hati ikan hiu, kini sintesis pristine diproduksi untuk menggantikannya dalam penelitian. Pristane digunakan untuk menginduksi plasmasitoma pada mencit model multiple myeloma, nefritis lupus, ataupun penyakit-penyakit autoimun (Reeves dkk.,2009), dan rheumatoid arthritis (Hoffmann dkk.,2010). Untuk membuat mencit model lupus, bisa digunakan dengan single injeksi 0,5 ml pristan intraperitoneal (Chowdhary dkk.,2007). Injeksi pristan akan menginduksi terjadinya aktivasi NF β yang berada pada makrofag intraperitoneal untuk memproduksi sitokin proinflamasi. Sitokin IL-6 akan menginduksi endotelin, endotelin akan mengaktifkan NADPH dan terbentuklah ROS. Selain itu, TNF-α juga akan mengaktifkan NADPH untuk membentuk ROS.

22 27 Aktivasi NF βjuga akan meningkatkan produksi faktor pertumbuhan termasuk TGF- 1. TGF- 1 akan merangsang sel target, yaitu sel fibroblas, sel mesangial, podosit, sel tibulus dan sel endotel. Aktivasi sel-sel target ini akan memicu terbentuknya ECM. Sel fibroblas akan mengekspresikan kolagen tipe-i dan akhirnya menyebabkan terjadinya fibrosis interstisial pada ginjal. Sedangkan sel mesangial yang terletak pada glomerulus akan mengekspresikan kolagen tipe-iv, selanjutnya akan menyebabkan terjadinya glomerulosklerosis (Bambang, 2010; Loeffler dan Wolf, 2013). Aktivasi TGF- 1 pada sel podosit, menyebabkan produksi ECM, abnormalitas prosesus podosit, apoptosis sel, dan transisi sel epitel menjadi mesensimal, selanjutnya menyebabkan terjadinya glomerulosklerosis. TGF- 1 juga akan mengaktivasi sel endotel untuk memproduksi ECM, proliferasi sel, apoptosis sel dan transisi sel endotel menjadi mesensimal, selanjutnya menyebabkan terjadinya glomerulosklerosis dan fibrosis interstisial pada ginjal. Aktivasi TGF- 1 pada sel tubulus ginjal, menyebabkan produksi ECM, proliferasi sel, apoptosis sel dan transisi sel epitel menjadi mesenkimal, selanjutnya menyebabkan terjadinya fibrosis interstisial pada ginjal. Produksi TNF-α, juga akan menyebabkan terjadinya apoptosis yang berlebihan dari sel mesangial, podosit, sel tubulus dan sel endotel (Loeffler dan Wolf, 2013). Injeksi pristan i.p. juga akan menyebabkan tersekresinya autoantibodi, selanjutnya akan terbentuk kompleks antigen-autoantibodi. Kompleks antigen-autoantibodi yang berada di sirkulasi akhirnya akan terdisposisi pada sel target, termasuk sel mesangial, podosit, sel tibulus dan sel endotel di glomerulus. Kompleks ini akan menyebabkan terjadinya glomerulosklerosis dan fibrosis interstisial pada ginjal, selanjutnya menyebabkan kerusakan pada ginjal dan terjadilah mikroalbuminuria. Disamping itu, terjadinya disfungsi endotel pada pembuluh darah, juga akan terjadi disfungsi endotel kapiler glomerulus yang akan mengurangi negatifitas sehingga terjadi albuminuria. Reaksi inflamasi akibat bahan-bahan kimiawi (pristan) dan fragmentasi sel ataupun molekul damage-associated molecular pattern (DAMP) akibat proses apoptosis dapat menimbulkan aktivasi makrofag, selanjutnya Nf B

23 28 menjadi lebih aktif sehingga akan mengekspresikan sitokin-sitokin proinflamasi antara lain TNF-, IL-1 maupun IL-6. Selain itu juga akan mengekspresikan TGF- 1. TNF- bersifat proteolitik, akan merusak glikoprotein sehingga muatan negatip permukaan podosit menjadi berkurang. Keadaan ini akan menyebabkan daya tolak-menolak antara podosit dan albumin berkurang, akhirnya albumin mudah menembus membran filtrasi dan akan terjadi mikroalbuminuria (Bambang, 2010). D. Hipotesis Penelitian 1 Ada pengaruh N-asetil sistein terhadap ekspresi TGF-β1 pada mencit model nefritis lupus induksi pristan. 2 Ada pengaruh N-asetil sistein terhadap kadar mikroalbuminuria pada mencit model nefritis lupus induksi pristan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lupus Eritematosus Sistemik (LES) merupakan penyakit multisistem yang disebabkan kerusakan jaringan akibat deposisi kompleks imun berupa ikatan antibodi dengan komplemen.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. vesika urinaria kemudian keluar dengan satu uretra. Organ ginjal berbentuk

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. vesika urinaria kemudian keluar dengan satu uretra. Organ ginjal berbentuk BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Anatomi dan Histologi Sistem Urinaria Sistem urinaria terdiri atas dua ginjal dan dua ureter bermuara pada satu vesika urinaria kemudian keluar dengan satu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Transplantasi ginjal merupakan pilihan pengobatan untuk pasien yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Transplantasi ginjal merupakan pilihan pengobatan untuk pasien yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Transplantasi ginjal merupakan pilihan pengobatan untuk pasien yang memiliki penyakit ginjal stadium akhir, pasien dengan transplantasi ginjal mempunyai harapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Gagal ginjal adalah masalah kesehatan dunia. Prevalensi yang semakin meningkat, tingginya biaya, dan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Gagal ginjal adalah masalah kesehatan dunia. Prevalensi yang semakin meningkat, tingginya biaya, dan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Gagal ginjal adalah masalah kesehatan dunia. Prevalensi yang semakin meningkat, tingginya biaya, dan buruknya prognosis gagal ginjal kini merupakan masalah yang menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Cedera ginjal akut (Acute Kidney Injury / AKI) memiliki insidensi yang terus meningkat setiap tahunnya

BAB I PENDAHULUAN. Cedera ginjal akut (Acute Kidney Injury / AKI) memiliki insidensi yang terus meningkat setiap tahunnya 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Cedera ginjal akut (Acute Kidney Injury / AKI) memiliki insidensi yang terus meningkat setiap tahunnya (Cerda et al., 2008). Berbagai macam strategi pencegahan telah

Lebih terperinci

GASTROPATI HIPERTENSI PORTAL

GASTROPATI HIPERTENSI PORTAL BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS 3.1 Kerangka konseptual VIRUS SEL KUFFER SIMVASTATIN NFkβ IL 6 TNF α IL 1β TGF β1 HEPATOSIT CRP FIBROSIS ECM D I S F U N G S I E N D O T E L KOLAGEN E SELEKTIN inos

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit beragam (Perhimpunan Reumatologi Indonesia, 2011). Manifestasi klinis SLE

BAB I PENDAHULUAN. penyakit beragam (Perhimpunan Reumatologi Indonesia, 2011). Manifestasi klinis SLE BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Systemic Lupus Erythematosus (SLE) adalah penyakit inflamasi autoimun kronis yang belum jelas penyebabnya dengan gambaran klinis yang luas serta tampilan perjalanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Adanya kelainan struktural atau fungsional pada. ginjal yang berlangsung selama minimal 3 bulan disebut

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Adanya kelainan struktural atau fungsional pada. ginjal yang berlangsung selama minimal 3 bulan disebut BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Adanya kelainan struktural atau fungsional pada ginjal yang berlangsung selama minimal 3 bulan disebut sebagai gagal ginjal kronis (Tanto, et al, 2014). Di Amerika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pada pria dan 21,6% pada wanita (Zhu et al., 2011). Data tahun 2012 pada populasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pada pria dan 21,6% pada wanita (Zhu et al., 2011). Data tahun 2012 pada populasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prevalensi hiperurisemia pada populasi manusia cukup tinggi. Studi di Amerika tahun 2011 menunjukkan bahwa prevalensi hiperurisemia sebesar 21,2% pada pria dan 21,6%

Lebih terperinci

I. BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. cukup tinggi menyebabkan kematian penduduk dunia dan sekarang ini jumlah

I. BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. cukup tinggi menyebabkan kematian penduduk dunia dan sekarang ini jumlah I. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Gagal ginjal kronis merupakan salah satu penyakit tidak menular yang cukup tinggi menyebabkan kematian penduduk dunia dan sekarang ini jumlah kasusnya terus meningkat.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) telah dikategorikan sebagai penyakit yang terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan jumlah pasien yang terus meningkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekrutan dan aktivasi trombosit serta pembentukan trombin dan fibrin 1. Proses

BAB I PENDAHULUAN. perekrutan dan aktivasi trombosit serta pembentukan trombin dan fibrin 1. Proses BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hemostasis adalah proses yang mempertahankan integritas sistem peredaran darah setelah terjadi kerusakan vaskular. Dalam keadaan normal, dinding pembuluh darah yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak tiga jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis,

Lebih terperinci

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI rina_susilowati@ugm.ac.id Apakah imunologi itu? Imunologi adalah ilmu yang mempelajari sistem imun. Sistem imun dipunyai oleh berbagai organisme, namun pada tulisan ini sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Asam urat merupakan produk akhir dari degradasi purin. Pada monyet asam

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Asam urat merupakan produk akhir dari degradasi purin. Pada monyet asam BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Asam urat merupakan produk akhir dari degradasi purin. Pada monyet asam urat akan didegradasi menjadi alantoin oleh urikase. Kadar serum asam urat diatur melalui sintesis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gastritis adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan peradangan pada lapisan lambung. Berbeda dengan dispepsia,yang bukan merupakan suatu diagnosis melainkan suatu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penurunan jumlah ookista dalam feses merupakan salah satu indikator bahwa zat yang diberikan dapat berfungsi sebagai koksidiostat. Rataan jumlah ookista pada feses ayam berdasarkan

Lebih terperinci

BAB 2 TERMINOLOGI SITOKIN. Sitokin merupakan protein-protein kecil sebagai mediator dan pengatur

BAB 2 TERMINOLOGI SITOKIN. Sitokin merupakan protein-protein kecil sebagai mediator dan pengatur BAB 2 TERMINOLOGI SITOKIN Sitokin merupakan protein-protein kecil sebagai mediator dan pengatur immunitas, inflamasi dan hematopoesis. 1 Sitokin adalah salah satu dari sejumlah zat yang disekresikan oleh

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronis (Chronic Kidney Disease / CKD) merupakan

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronis (Chronic Kidney Disease / CKD) merupakan BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penyakit ginjal kronis (Chronic Kidney Disease / CKD) merupakan masalah kesehatan baik di negara maju maupun negara berkembang (Prodjosudjadi & Suhardjono, 2009).

Lebih terperinci

FAKTOR IMUNOLOGI PATOGENESIS ENDOMETRIOSIS

FAKTOR IMUNOLOGI PATOGENESIS ENDOMETRIOSIS FAKTOR IMUNOLOGI PATOGENESIS ENDOMETRIOSIS FATMAWATI MADYA SP2FER S ENDOMETRIOSIS Telah banyak hipotesa diajukan untuk menerangkan patogenesis endometriosis, tapi hingga kini belum ada satupun teori yang

Lebih terperinci

HISTOLOGI URINARIA dr d.. K a K r a ti t k i a a R at a n t a n a P e P r e ti t w i i

HISTOLOGI URINARIA dr d.. K a K r a ti t k i a a R at a n t a n a P e P r e ti t w i i HISTOLOGI URINARIA dr. Kartika Ratna Pertiwi 132319831 SISTEM URINARIA Sistem urinaria terdiri atas - Sepasang ginjal, - Sepasang ureter - Kandung kemih - Uretra Terdapat pula - Sepasang arteri renalis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkat menjadi 300 juta. Jumlah tertinggi penderita diabetes mellitus terdapat

BAB I PENDAHULUAN. meningkat menjadi 300 juta. Jumlah tertinggi penderita diabetes mellitus terdapat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Berdasarkan penelitian epidemiologi, Word Healty Organitation (WHO) memperkirakan bahwa pada tahun 2000 jumlah penderita diabetes mellitus di atas umur 20 tahun berjumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. buruk, dan memerlukan biaya perawatan yang mahal. 1 Jumlah pasien PGK secara

BAB I PENDAHULUAN. buruk, dan memerlukan biaya perawatan yang mahal. 1 Jumlah pasien PGK secara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ginjal kronik (PGK) merupakan masalah kesehatan yang mendunia dengan angka kejadian yang terus meningkat, mempunyai prognosis buruk, dan memerlukan biaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan jumlah penyandang diabetes cukup besar untuk tahun-tahun

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan jumlah penyandang diabetes cukup besar untuk tahun-tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan angka insidens dan prevalensi diabetes melitus (DM) tipe 2 di berbagai penjuru dunia. WHO

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN Pengaruh pemberian ekstrak etanol daun salam terhadap kadar GDS. absolut (DM tipe 1) atau secara relatif (DM tipe 2).

BAB VI PEMBAHASAN Pengaruh pemberian ekstrak etanol daun salam terhadap kadar GDS. absolut (DM tipe 1) atau secara relatif (DM tipe 2). 53 BAB VI PEMBAHASAN 6.1. Pengaruh pemberian ekstrak etanol daun salam terhadap kadar GDS Diabetes melitus (DM) merupakan gangguan metabolik kronik, progresif dengan hiperglikemia sebagai tanda utama karena

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hiperglikemia merupakan manifestasi penyakit diabetes mellitus (DM). Pada saat ini prevalensinya makin meningkat di negara maju. Penyakit ini menempati peringkat empat

Lebih terperinci

Di seluruh dunia dan Amerika, dihasilkan per kapita peningkatan konsumsi fruktosa bersamaan dengan kenaikan dramatis dalam prevalensi obesitas.

Di seluruh dunia dan Amerika, dihasilkan per kapita peningkatan konsumsi fruktosa bersamaan dengan kenaikan dramatis dalam prevalensi obesitas. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini studi tentang hubungan antara makanan dan kesehatan memerlukan metode yang mampu memperkirakan asupan makanan biasa. Pada penelitian terdahulu, berbagai upaya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. mencit terinfeksi E. coli setelah pemberian tiga jenis teripang ditunjukkan pada

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. mencit terinfeksi E. coli setelah pemberian tiga jenis teripang ditunjukkan pada BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Data hasil penelitian jumlah netrofil yang menginvasi cairan intraperitoneal mencit terinfeksi E. coli setelah pemberian tiga jenis teripang ditunjukkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kreatinin serum pada pasien diabetes melitus tipe 2 telah dilakukan di RS

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kreatinin serum pada pasien diabetes melitus tipe 2 telah dilakukan di RS BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Hasil Penelitian Pelaksanaan penelitian tentang korelasi antara kadar asam urat dan kreatinin serum pada pasien diabetes melitus tipe 2 telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kematian ibu, disamping perdarahan dan infeksi. Dari kelompok hipertensi

BAB I PENDAHULUAN. kematian ibu, disamping perdarahan dan infeksi. Dari kelompok hipertensi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hipertensi dalam kehamilan merupakan penyebab 3 besar kematian ibu, disamping perdarahan dan infeksi. Dari kelompok hipertensi dalam kehamilan, syndrom preeklampsia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lupus Eritematosus Sistemik (SLE) adalah penyakit autoimun yang kompleks ditandai oleh adanya autoantibodi terhadap inti sel dan melibatkan banyak sistem organ dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ginjal mempunyai peran yang sangat penting dalam mengaja kesehatan tubuh secara menyeluruh karena ginjal adalah salah satu organ vital dalam tubuh. Ginjal berfungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis merupakan penyakit kulit yang penyebabnya sampai saat ini masih belum

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis merupakan penyakit kulit yang penyebabnya sampai saat ini masih belum 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Psoriasis merupakan penyakit kulit yang penyebabnya sampai saat ini masih belum diketahui. Penyakit ini tidak mengancam jiwa, namun lesi kulit yang terjadi menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jumlah penderita diabetes mellitus (DM) di Indonesia menurut World Health

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jumlah penderita diabetes mellitus (DM) di Indonesia menurut World Health BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jumlah penderita diabetes mellitus (DM) di Indonesia menurut World Health Organizaton (WHO) pada tahun 2000 diperkirakan sekitar 4 juta orang, jumlah tersebut diperkirakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sepsis merupakan kondisi yang masih menjadi masalah kesehatan dunia karena pengobatannya yang sulit sehingga angka kematiannya cukup tinggi. Penelitian yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya stres oksidatif pada tikus (Senturk et al., 2001) dan manusia

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya stres oksidatif pada tikus (Senturk et al., 2001) dan manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Latihan fisik merupakan pergerakan tubuh yang dilakukan oleh otot dengan terencana dan berulang yang menyebabkan peningkatan pemakaian energi dengan tujuan untuk memperbaiki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. banyak ditemukan. Menurut Coresh et al. (2007), sekitar 13% populasi dewasa di

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. banyak ditemukan. Menurut Coresh et al. (2007), sekitar 13% populasi dewasa di 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penyakit ginjal merupakan salah satu masalah kesehatan yang semakin banyak ditemukan. Menurut Coresh et al. (2007), sekitar 13% populasi dewasa di Amerika Serikat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. membuat kadar kolesterol darah sangat sulit dikendalikan dan dapat menimbulkan

BAB 1 PENDAHULUAN. membuat kadar kolesterol darah sangat sulit dikendalikan dan dapat menimbulkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola makan modern yang banyak mengandung kolesterol, disertai intensitas makan yang tinggi, stres yang menekan sepanjang hari, obesitas dan merokok serta aktivitas

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa kadar NO serum awal penelitian dari

BAB VI PEMBAHASAN. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa kadar NO serum awal penelitian dari BAB VI PEMBAHASAN VI.1. Pembahasan Hasil uji statistik menunjukkan bahwa kadar NO serum awal penelitian dari kedua kelompok tak berbeda bermakna. Kadar NO serum antar kelompok berbeda bermakna. Kadar NO

Lebih terperinci

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Mekanisme Pertahanan Tubuh Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. DM yaitu DM tipe-1 dan DM tipe-2. Diabetes tipe-1 terutama disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. DM yaitu DM tipe-1 dan DM tipe-2. Diabetes tipe-1 terutama disebabkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ulkus diabetikum (UD) adalah luka terbuka pada permukaan kulit yang disebabkan oleh adanya komplikasi kronik berupa mikroangiopati dan makroangiopati akibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Penyakit ginjal kronis (Chronic Kidney. Disease/CKD) merupakan epidemi di seluruh dunia.

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Penyakit ginjal kronis (Chronic Kidney. Disease/CKD) merupakan epidemi di seluruh dunia. BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Penyakit ginjal kronis (Chronic Kidney Disease/CKD) merupakan epidemi di seluruh dunia. Prevalensi penyakit ini terus bertambah dengan peningkatan jumlah populasi sebesar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. struktur parenkhim masih normal. Corpusculum renalis malpighi disusun oleh komponen

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. struktur parenkhim masih normal. Corpusculum renalis malpighi disusun oleh komponen BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Perubahan pada Parenkhim Ginjal 4.1.1 Perubahan pada Copusculum Malphigi Ginjal Gambaran kualitatif corpusculum malphigi ginjal pada kelompok tikus normal tanpa

Lebih terperinci

BAB 5 PEMBAHASAN. penelitian terdiri atas pria sebanyak 21 (51,2%) dan wanita sebanyak 20

BAB 5 PEMBAHASAN. penelitian terdiri atas pria sebanyak 21 (51,2%) dan wanita sebanyak 20 70 BAB 5 PEMBAHASAN Telah dilakukan penelitian pada 41 penderita stroke iskemik. Subyek penelitian terdiri atas pria sebanyak 21 (51,2%) dan wanita sebanyak 20 (48,8%). Rerata (SD) umur penderita stroke

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang Masalah. Fibrosis merupakan pembentukan jaringan parut yang berlebihan

BAB I. PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang Masalah. Fibrosis merupakan pembentukan jaringan parut yang berlebihan BAB I. PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Masalah Fibrosis merupakan pembentukan jaringan parut yang berlebihan terutama pada organ paru, pembuluh darah, jantung dan ginjal (Sakai et al., 1996). Di Amerika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Organisasi kesehatan dunia, World Health Organization (WHO)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Organisasi kesehatan dunia, World Health Organization (WHO) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Organisasi kesehatan dunia, World Health Organization (WHO) memperkirakan lebih dari 180 juta orang di dunia mengalami diabetes melitus (DM) dan cenderung

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil uji tantang virus AI H5N1 pada dosis 10 4.0 EID 50 /0,1 ml per ekor secara intranasal menunjukkan bahwa virus ini menyebabkan mortalitas pada ayam sebagai hewan coba

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dunia sekarang mengalami penderitaan akibat dampak epidemik dari berbagai penyakit penyakit akut dan kronik yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Penyakit penyakit

Lebih terperinci

Struktur Ginjal: nefron. kapsul cortex. medula. arteri renalis vena renalis pelvis renalis. ureter

Struktur Ginjal: nefron. kapsul cortex. medula. arteri renalis vena renalis pelvis renalis. ureter Ginjal adalah organ pengeluaran (ekskresi) utama pada manusia yang berfungsi untik mengekskresikan urine. Ginjal berbentuk seperti kacang merah, terletak di daerah pinggang, di sebelah kiri dan kanan tulang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Glomerulonefritis akut masih menjadi penyebab. morbiditas ginjal pada anak terutama di negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Glomerulonefritis akut masih menjadi penyebab. morbiditas ginjal pada anak terutama di negara-negara BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Glomerulonefritis akut masih menjadi penyebab morbiditas ginjal pada anak terutama di negara-negara berkembang meskipun frekuensinya lebih rendah di negara-negara maju

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Analisis jumlah limfosit T CD4+ pada penelitian ini dijadikan baseline yang juga

BAB VI PEMBAHASAN. Analisis jumlah limfosit T CD4+ pada penelitian ini dijadikan baseline yang juga 54 BAB VI PEMBAHASAN Analisis jumlah limfosit T CD4+ pada penelitian ini dijadikan baseline yang juga berperan sebagai Immunological recovery pada saat memulai terapi ARV sehingga dapat memaksimalkan respon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kardiovaskuler merupakan suatu penyakit yang diakibatkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kardiovaskuler merupakan suatu penyakit yang diakibatkan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kardiovaskuler merupakan suatu penyakit yang diakibatkan oleh adanya gangguan pada jantung dan pembuluh darah. Data World Heart Organization menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

SOAL UTS IMUNOLOGI 1 MARET 2008 FARMASI BAHAN ALAM ANGKATAN 2006

SOAL UTS IMUNOLOGI 1 MARET 2008 FARMASI BAHAN ALAM ANGKATAN 2006 SOAL UTS IMUNOLOGI 1 MARET 2008 FARMASI BAHAN ALAM ANGKATAN 2006 1. Imunitas natural :? Jawab : non spesifik, makrofag paling berperan, tidak terbentuk sel memori 2. Antigen : a. Non spesifik maupun spesifik,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Parasetamol merupakan obat antipiretik dan analgetik yang telah lama

I. PENDAHULUAN. Parasetamol merupakan obat antipiretik dan analgetik yang telah lama I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Parasetamol merupakan obat antipiretik dan analgetik yang telah lama digunakan di dunia. Parasetamol merupakan obat yang efektif, sederhana dan dianggap paling aman sebagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah World health organization ( WHO ) telah mengumumkan bahwa prevalensi diabetes mellitus ( DM) akan meningkat di seluruh dunia pada millenium ketiga ini, termasuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat dikeluarkan dari tubuh melalui berbagai organ ekskresi dalam bentuk asalnya atau dalam bentuk metabolit hasil biotransformasi. Ekskresi di sini merupakan hasil

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. STZ merupakan bahan toksik yang dapat merusak sel ß pankreas secara langsung.

BAB V PEMBAHASAN. STZ merupakan bahan toksik yang dapat merusak sel ß pankreas secara langsung. BAB V PEMBAHASAN STZ merupakan bahan toksik yang dapat merusak sel ß pankreas secara langsung. Mekanisme diabetogenik STZ adalah alkilasi DNA oleh STZ melalui gugus nitroourea yang mengakibatkan kerusakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan penyebab kematian kesembilan di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan penyebab kematian kesembilan di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1. Perumusan masalah Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan penyebab kematian kesembilan di Amerika Serikat dan bertanggung jawab terhadap 1,2% seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diikuti oleh kompensasi anti-inflamasi atau fenotip imunosupresif yang

BAB I PENDAHULUAN. diikuti oleh kompensasi anti-inflamasi atau fenotip imunosupresif yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Trauma pembedahan menyebabkan perubahan hemodinamik, metabolisme, dan respon imun pada periode pasca operasi. Seperti respon fisiologis pada umumnya, respon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara karena serangan Jantung. Salah satu penyakit yang menyebabkan kematian

BAB I PENDAHULUAN. negara karena serangan Jantung. Salah satu penyakit yang menyebabkan kematian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit kardiovaskular adalah penyebab kematian tertinggi di dunia. Hal ini disebabkan oleh karena meningkatnya populasi kematian usia produktif di banyak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masa kanak-kanak, yang mengakibatkan kelainan signifikan dan gangguan pada

BAB 1 PENDAHULUAN. masa kanak-kanak, yang mengakibatkan kelainan signifikan dan gangguan pada BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Autisme adalah gangguan perkembangan yang biasanya didiagnosis awal pada masa kanak-kanak, yang mengakibatkan kelainan signifikan dan gangguan pada interaksi sosial,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat. Peningkatan ini terjadi salah satunya karena perubahan pola

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat. Peningkatan ini terjadi salah satunya karena perubahan pola 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akhir-akhir ini insiden kanker sebagai salah satu jenis penyakit tidak menular semakin meningkat. Peningkatan ini terjadi salah satunya karena perubahan pola hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit menular utama di sebagian wilayah Indonesia seperti di Maluku Utara, Papua Barat, dan Sumatera Utara. World Malaria Report - 2008,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Patofisiologi Selama kehamilan normal, sitotrofoblas vili menginvasi hingga ke sepertiga bagian dalam miometrium, dan arteri spiralis kehilangan endotelium dan sebagian besar

Lebih terperinci

ABSTRAK. Sandra, Pembimbing utama: Caroline Tan Sardjono, S.Ked, PhD

ABSTRAK. Sandra, Pembimbing utama: Caroline Tan Sardjono, S.Ked, PhD ABSTRAK MEKANISME KERJA OBA T IMUNOSUPRESAN DALAM TRANSPLANTASIGINJAL Sandra, 2004. Pembimbing utama: Caroline Tan Sardjono, S.Ked, PhD Transplantasi ginjal merupakan salah satu bentuk tindakan yang banyak

Lebih terperinci

PATOFISIOLOGI SINDROM NEFROTIK

PATOFISIOLOGI SINDROM NEFROTIK PATOFISIOLOGI SINDROM NEFROTIK Reaksi antara antigen-antibodi menyebabkan permeabilitas membran basalis glomerulus meningkat dan diiukti kebocoran protein, khususnya akbumin. Akibatnya tubuh kehilangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker kolorektal merupakan keganasan pada usus besar dan rektum. Gangguan replikasi DNA di dalam sel-sel usus yang diakibatkan oleh inflamasi kronik dapat meningkatkan

Lebih terperinci

11/28/2011 SISTEM URINARIA. By. Paryono

11/28/2011 SISTEM URINARIA. By. Paryono SISTEM URINARIA By. Paryono 1 KOMPONEN SISTEM URINARIA GINJAL Bentuk seperti kacang Terletak retroperitoneal cavum abdomen (antara dinding dorsal badan dan peritoneum parietal) pada daerah lumbal superior.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan agen penyebab Acquired

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan agen penyebab Acquired BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan agen penyebab Acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) dan AIDS merupakan tahap akhir dari infeksi HIV. AIDS didefinisikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Preeklampsia merupakan komplikasi kehamilan yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah disertai proteinuria pada wanita hamil dengan umur kehamilan 20 minggu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Ginjal merupakan organ yang sangat penting untuk. mengekskresikan produk-produk yang sudah tidak

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Ginjal merupakan organ yang sangat penting untuk. mengekskresikan produk-produk yang sudah tidak BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Ginjal merupakan organ yang sangat penting untuk mengekskresikan produk-produk yang sudah tidak dibutuhkan lagi oleh tubuh. Selain itu, ginjal juga berfungsi untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling. mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling. mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200.000 wanita didiagnosa dengan kanker ovarium di seluruh dunia dan 125.000

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Endometriosis merupakan salah satu penyakit ginekologi yang sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan (sel-sel kelenjar dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dewasa ini paling banyak mendapat perhatian para ahli. Di. negara-negara maju maupun berkembang, telah banyak penelitian

BAB I PENDAHULUAN. yang dewasa ini paling banyak mendapat perhatian para ahli. Di. negara-negara maju maupun berkembang, telah banyak penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Endometriosis merupakan salah satu penyakit jinak ginekologi yang dewasa ini paling banyak mendapat perhatian para ahli. Di negara-negara maju maupun berkembang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konsumsi rokok sudah menjadi gaya hidup baru bagi masyarakat di seluruh dunia. Menurut laporan WHO yang ditulis dalam Tobacco Atlas tahun 2012, konsumsi rokok terus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kardiovaskular dan penyebab utama end stage renal disease (ESRD). Kematian

BAB I PENDAHULUAN. kardiovaskular dan penyebab utama end stage renal disease (ESRD). Kematian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kerusakan ginjal merupakan komplikasi yang serius pada diabetes melitus (DM), diperkirakan terjadi pada sepertiga pasien DM di seluruh dunia. Diabetes melitus dihubungkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya (American Diabetes

BAB I PENDAHULUAN. sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya (American Diabetes BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Diabetes Melitus (DM) adalah merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin

Lebih terperinci

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 1. Sistem Ekskresi ManusiaLATIHAN SOAL BAB 1

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 1. Sistem Ekskresi ManusiaLATIHAN SOAL BAB 1 1. Perhatikan gambar nefron di bawah ini! SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 1. Sistem Ekskresi ManusiaLATIHAN SOAL BAB 1 Urin sesungguhnya dihasilkan di bagian nomor... A. B. C. D. 1 2 3 4 E. Kunci Jawaban : D

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator dibanding respons imun yang didapat. Inflamasi dapat diartikan

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN Pengaruh Jus Noni terhadap Jumlah Total Leukosit. kontrol mempunyai rata-rata 4,7x10 3 /mm 3, sedangkan pada kelompok

BAB VI PEMBAHASAN Pengaruh Jus Noni terhadap Jumlah Total Leukosit. kontrol mempunyai rata-rata 4,7x10 3 /mm 3, sedangkan pada kelompok BAB VI PEMBAHASAN 6.1. Pengaruh Jus Noni terhadap Jumlah Total Leukosit Jumlah total leukosit sebelum diberikan perlakuan pada kelompok kontrol mempunyai rata-rata 4,7x10 3 /mm 3, sedangkan pada kelompok

Lebih terperinci

serta terlibat dalam metabolisme energi dan sintesis protein (Wester, 1987; Saris et al., 2000). Dalam studi epidemiologi besar, menunjukkan bahwa

serta terlibat dalam metabolisme energi dan sintesis protein (Wester, 1987; Saris et al., 2000). Dalam studi epidemiologi besar, menunjukkan bahwa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam tubuh manusia, sistem imun sangat memegang peranan penting dalam pertahanan tubuh terhadap berbagai antigen (benda asing) dengan memberantas benda asing tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hanya dari segi medis namun juga psikososial, sedangkan bagi masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. hanya dari segi medis namun juga psikososial, sedangkan bagi masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kusta merupakan salah satu penyakit infeksi kronis yang hingga saat ini masih menimbulkan permasalahan yang bersifat kompleks baik bagi penderita maupun masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) ditingkat dunia AKB berkisar sekitar 37 per 1000

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) ditingkat dunia AKB berkisar sekitar 37 per 1000 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka angka kematian bayi (AKB) pada saat ini masih menjadi persoalan di Indonesia. Menurut World Health Organization (WHO) ditingkat dunia AKB berkisar sekitar 37

Lebih terperinci

PENGATURAN JANGKA PENDEK. perannya sebagian besar dilakukan oleh pembuluh darah itu sendiri dan hanya berpengaruh di daerah sekitarnya

PENGATURAN JANGKA PENDEK. perannya sebagian besar dilakukan oleh pembuluh darah itu sendiri dan hanya berpengaruh di daerah sekitarnya MAPPING CONCEPT PENGATURAN SIRKULASI Salah satu prinsip paling mendasar dari sirkulasi adalah kemampuan setiap jaringan untuk mengatur alirannya sesuai dengan kebutuhan metaboliknya. Terbagi ke dalam pengaturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Makanan adalah sumber kehidupan. Di era modern ini, sangat banyak berkembang berbagai macam bentuk makanan untuk menunjang kelangsungan hidup setiap individu. Kebanyakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2006). Pasien dengan penyakit ginjal kronik (PGK)mempunyai risiko lebih besar

BAB I PENDAHULUAN. 2006). Pasien dengan penyakit ginjal kronik (PGK)mempunyai risiko lebih besar BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversibel, dimana pada suatu derajat sehingga memerlukan terapi pengganti

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Kebiasaan merokok berhubungan dengan peningkatan angka kesakitan dan

BAB I. PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Kebiasaan merokok berhubungan dengan peningkatan angka kesakitan dan BAB I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kebiasaan merokok berhubungan dengan peningkatan angka kesakitan dan kematian (Stirban et al., 2012). Merokok telah menjadi gaya hidup tidak sehat hampir di seluruh

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Atopi berasal dari bahasa Yunani yaitu atopos, yang memiliki arti tidak pada

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Atopi berasal dari bahasa Yunani yaitu atopos, yang memiliki arti tidak pada 4 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Atopi dan uji tusuk kulit Atopi berasal dari bahasa Yunani yaitu atopos, yang memiliki arti tidak pada tempatnya dan sering digunakan untuk menggambarkan penyakit yang diperantarai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Subyek Penelitian Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan penurunan kadar HsCRP dan tekanan darah antara pemberian

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. respon terhadap stres adalah hippocampus. Hippocampus merupakan bagian dari

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. respon terhadap stres adalah hippocampus. Hippocampus merupakan bagian dari 14 BAB I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tantangan yang terjadi di masyarakat pada saat ini dapat mengakibatkan stres pada manusia(garciá et al., 2008). Organ yang berperan penting dalam respon terhadap

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Rata-rata penurunan jumlah glomerulus ginjal pada mencit jantan (Mus

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Rata-rata penurunan jumlah glomerulus ginjal pada mencit jantan (Mus IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil. Jumlah Penurunan Glomerulus Rata-rata penurunan jumlah glomerulus ginjal pada mencit jantan (Mus musculus L.) setelah diberi perlakuan pajanan medan listrik tegangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi kronik memiliki peranan penting dalam patogenesis terjadinya kanker. Salah satu penyakit inflamasi kronik adalah Inflammatory Bowel Disease (IBD) yang dipicu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) dan sepsis merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di Intensive Care Unit (ICU). Tingginya biaya perawatan,

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Bangsa-bangsa itik lokal yang ada umumnya diberi nama berdasarkan

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Bangsa-bangsa itik lokal yang ada umumnya diberi nama berdasarkan II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Itik Cihateup Bangsa-bangsa itik lokal yang ada umumnya diberi nama berdasarkan tempat asalnya. Itik Cihateup berasal dari Desa Cihateup, Kecamatan Rajapolah, Kabupaten Tasikmalaya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan pembedahan ekstremitas bawah,dapat menimbulkan respons,

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan pembedahan ekstremitas bawah,dapat menimbulkan respons, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindakan pembedahan ekstremitas bawah,dapat menimbulkan respons, mencangkup beberapa komponen inflamasi, berpengaruh terhadap penyembuhan dan nyeri pascabedah.sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia (Musher, 2014). Penumonia komunitas merupakan penyakit infeksi saluran

BAB I PENDAHULUAN. dunia (Musher, 2014). Penumonia komunitas merupakan penyakit infeksi saluran 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pneumonia kerap kali terlupakan sebagai salah satu penyebab kematian di dunia (Musher, 2014). Penumonia komunitas merupakan penyakit infeksi saluran napas bawah yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma 3 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma tajam, tumpul, panas ataupun dingin. Luka merupakan suatu keadaan patologis yang dapat menganggu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasien dewasa dengan penyakit jantung bawaan menunjukkan insidensi

BAB I PENDAHULUAN. Pasien dewasa dengan penyakit jantung bawaan menunjukkan insidensi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasien dewasa dengan penyakit jantung bawaan menunjukkan insidensi yang meningkat. Secara umum sekitar 5 10% dari pasien tersebut berkembang menjadi Hipertensi Arteri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Artritis Reumatoid Artritis reumatoid adalah penyakit autoimun dengan karakteristik adanya inflamasi kronik pada sendi disertai dengan manifestasi sistemik seperti

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Terjadinya diabetes melitus ini

BAB 1 PENDAHULUAN. metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Terjadinya diabetes melitus ini 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Diabetes melitus (DM) yang juga dikenal di Indonesia dengan istilah penyakit kencing manis adalah kelainan metabolisme yang disebabkan oleh banyak faktor dengan gejala

Lebih terperinci