BAB II KAJIAN TEORI. A. Kemampuan Berpikir Kreatif dalam Matematika

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN TEORI. A. Kemampuan Berpikir Kreatif dalam Matematika"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN TEORI A. Kemampuan Berpikir Kreatif dalam Matematika Ruggiero berpendapat bahwa berpikir merupakan suatu kegiatan mental yang dilakukan seseorang ketika dihadapkan pada suatu permasalahan yang harus dipecahkan (Siswono, 2008). Kegiatan berpikir ini dapat dibedakan menjadi 5, yaitu berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif. Berpikir kreatif adalah suatu aktivitas mental yang membuat hubungan-hubungan yang kontinu sampai ditemukan kombinasi yang benar atau sampai seseorang tersebut menyerah. Berpikir kreatif mengabaikan hubungan-hubungan yang sudah ada dan menciptakan hubungan-hubungan baru (Evans, 1994). Dalam memandang kemampuan berpikir kreatif terdapat dua pandangan, yang pertama menurut Johnson dan yang kedua menurut De Bono (Barak dan Doppelt, 2000). Johnson berpendapat bahwa berpikir kreatif bersifat intuitif yang berbeda dengan berpikir kritis (analitis) yang didasarkan pada logika. Pandangan ini cenderung dipengaruhi oleh pandangan terhadap dikotomi otak kiri dan otak kanan yang memiliki perbedaan fungsi. Pandangan kedua menurut De Bono yaitu berpikir kreatif merupakan kombinasi berpikir yang analitis dan intuitif. Pandangan kedua melihat bahwa kedua belahan otak bekerja secara sinergis dan tidak terpisah. Isaksen et al (Mahmudi, 2008) mendefinisikan berpikir kreatif sebagai proses menghasilkan ide yang menekankan pada aspek kefasihan (fluency), 10

2 11 fleksibilitas (flexibility), keaslian (originality), dan elaborasi (elaboration) dalam berpikir. Komponen-komponen tersebut sama dengan komponen kreativitas secara umum. Oleh karena itu, berpikir kreatif dan kreativitas sering dianggap sama. Dua istilah tersebut saling berkaitan karena tidak akan ada kreativitas tanpa proses berpikir kreatif dan sebaliknya proses berpikir kreatif akan menghasilkan produk kreatif yang sering diasosiasikan sebagai kreativitas. Biasanya kreativitas berarti produk kreatif yang berwujud nyata secara fisik (touchable), sedangkan berpikir kreatif merujuk pada produk kreatif yang untouchable atau tidak berwujud fisik seperti jasa layanan baru atau rumusrumus matematika. Bishop berpendapat seseorang memerlukan 2 model berpikir berbeda yang komplementer dalam matematika, yaitu berpikir kreatif yang bersifat intuitif dan berpikir analitik yang bersifat logis (Pehkonen, 1997). Pandangan ini lebih mengacu bahwa berpikir kreatif bukan merupakan suatu tindakan yang logis tapi lebih berdasar pada intuisi. Pemikiran yang kreatif merupakan pemikiran yang tiba-tiba muncul, tidak terduga, dan di luar kebiasaan. Pehkonen (1997) memandang bahwa berpikir kreatif merupakan kombinasi dari berpikir logis dan divergen berdasarkan intuisi tetapi masih dalam kesadaran. Ketika berpikir kreatif diterapkan dalam suatu pemecahan masalah, maka pemikiran divergen yang intuitif akan menghasilkan banyak ide untuk menyelesaikannya. Hal ini berarti berpikir logis dan intuitif merupakan hal penting dalam berpikir kreatif sehingga keseimbangan otak kiri dan otak kanan sangat diperlukan. Jika deduksi logis terlalu banyak, maka ide-ide kreatif

3 12 akan terabaikan. Hal tersebut dikarenakan kreativitas bisa muncul jika terdapat kebebasan berpikir yang tidak di bawah kontrol/tekanan. Pandangan ini sesuai dengan pandangan kedua dalam pengertian berpikir kreatif. Definisi kemampuan berpikir kreatif matematis menurut Krutetskii (Park, 2004) yaitu kemampuan dalam menemukan solusi terhadap suatu masalah matematika secara mudah dan fleksibel. Pemecahan masalah menurut Guilford (Evans, 1994) erat kaitannya dengan pemikiran kreatif. Pemikiran yang kreatif memberikan hasil yang baru dan pemecahan masalah menggunakan hasil tersebut sebagai tanggapan terhadap situasi yang baru. Dengan demikian pemecahan masalah memiliki aspek kreatif, sedangkan menurut Kneeland (2001) pemecahan masalah tidak berhubungan dengan kecerdasan melainkan dengan pemikiran langsung dan penggunaan proses secara benar. Pemikiran kreatif akan membantu seseorang dalam menghasilkan pemecahan masalah yang lebih berkualitas dan efektif. Summers dan White (Evans, 1991) menyimpulkan bahwa teknik pemecahan masalah yang kreatif akan: 1. meningkatkan sejumlah informasi yang relevan bagi pemecahan masalah, 2. meningkatkan alternatif potensial sehingga memperbaiki kesempatan untuk menemukan pemecahan masalah yang lebih baik, 3. meningkatkan keuntungan kompetitif karena menghasilkan penyelesaian yang luar biasa, 4. menyimpan sumber daya kritis karena mengurangi revisi ketika penyelesaian telah dilaksanakan,

4 13 5. meningkatkan efisiensi penggunaan keterampilan individual. Menurut Silver (1997) untuk mengidentifikasi dan menganalisis tingkat kreativitas dalam pemecahan masalah umumnya digunakan tiga aspek kreativitas yang merupakan komponen utama dalam Torrance Test of Creative Thinking (TTCT), aspek kefasihan (fluency), fleksibilitas (flexibility), dan kebaruan (novelty). Kefasihan dalam pemecahan masalah mengacu pada beragam ide yang dihasilkan dalam merespon sebuah perintah. Fleksibilitas mengacu pada perubahan-perubahan pendekatan ketika merespon perintah, sedangkan kebaruan mengacu pada keaslian ide yang dibuat dalam merespon perintah. Dalam masing-masing komponen jika respon sesuai, tepat, atau berguna dengan perintah yang diberikan, maka indikator kelayakan/kegunaan sudah dipenuhi. Indikator keaslian dapat ditunjukkan atau merupakan bagian dari kebaruan. Haylock (1997) mengatakan bahwa berpikir kreatif selalu melibatkan fleksbilitas. Bahkan Kiesswetter (Pehkonen,1997) menyatakan berdasarkan pengalamannya bahwa berpikir fleksibel merupakan salah satu komponen penting dari kemampuan berpikir kreatif. Menurut Haylock (1997), dalam konteks matematika kefasihan tampak kurang berguna dibanding dengan fleksbilitas karena fleksibilitas lebih menekankan pada banyaknya ide-ide berbeda yang digunakan. Jadi dalam matematika, untuk menilai produk divergensi digunakan kriteria fleksibilitas dan keaslian ditambah kriteria lain yaitu kelayakan (approriateness). Respon matematis mungkin menunjukkan keaslian yang tinggi, tetapi tidak berguna jika tidak sesuai dalam kriteria

5 14 matematis umumnya. Jadi, berdasar pada beberapa pendapat tersebut kemampuan berpikir kreatif dapat ditunjukkan dari fleksibilitas, kefasihan, keaslian, kelayakan atau kegunaan. Indikator tersebut dapat disederhanakan menjadi fleksibilitas, kefasihan, dan keaslian. Kelayakan/kegunaan sudah tercakup dalam ketiga aspek tersebut. Dalam penelitian ini berpikir kreatif dipandang sebagai satu kesatuan atau kombinasi dari berpikir logis dan berpikir divergen untuk menghasilkan ide baru. Dengan mengacu pada pengertian berpikir kreatif secara umum dan indikator kemampuan berpikir kreatif matematis yang digunakan oleh Krutetskii (1976), Haylock (1997), dan Silver (1997), maka berpikir kreatif matematis diartikan sebagai suatu kegiatan mental yang digunakan seseorang untuk membangun ide atau gagasan baru yang menekankan pada aspek kefasihan, fleksibilitas, dan kebaruan. Ide yang dimaksud adalah ide dalam memecahkan masalah matematika dengan tepat atau sesuai dengan perintahnya. Indikator atau komponen berpikir kreatif yang digunakan dalam penelitian ini meliputi kefasihan, fleksibilitas, dan kebaruan (Haylock, 1997; Silver, 1997). Kefasihan berarti memberikan beragam jawaban yang lengkap dan benar, fleksibilitas berarti memberikan cara penyelesaian yang berbeda dan logis atau perubahan pendekatan ketika merespon perintah, dan kebaruan berarti menghasilkan jawaban yang tidak biasa dilakukan oleh siswa pada tingkat pengetahuannya (ditinjau dari kejarangan siswa yang menjawab demikian).

6 15 B. Aktualisasi diri Aktualisasi diri adalah keinginan untuk memperoleh kepuasan dari dirinya sendiri (self fulfillment), untuk menyadari semua potensi dirinya, menjadi apa saja yang bisa ia lakukan, dan menjadi kreatif serta bebas mencapai puncak potensinya (Alwisol, 2009). Maslow mengungkapkan bahwa aktualisasi diri merupakan suatu motivasi yang melampaui ide tentang dorongan. Menurutnya, motif yang paling tinggi bukanlah dorongan. Dengan kata lain seseorang tidak perlu didorong-dorong untuk mengaktualisasikan dirinya karena tujuan mencapai aktualisasi diri bersifat alami yang dibawa sejak lahir. Di samping itu, manusia memiliki potensi dasar jalur perkembangan yang sehat untuk mencapai aktualisasi diri. Jadi orang yang sehat adalah orang yang mengembangkan potensi positifnya melalui jalur perkembangan yang sehat dan mengikuti hakikat alami dari dalam dirinya daripada mengikuti pengaruh lingkungan di luar dirinya (Alwisol, 2009; Baihaqi, 2008). Aktualisasi diri adalah bagian dari Teori Kebutuhan Maslow. Teori tersebut meliputi lima kebutuhan yang bersifat hierarkis, yaitu kebutuhan fisiologis (physiological needs), kebutuhan akan rasa aman (safety needs), kebutuhan akan memiliki dan cinta (love needs/belongingness needs), kebutuhan-kebutuhan akan penghargaan (esteem needs), dan kebutuhan untuk mencapai aktualisasi diri (self actualization needs) (Alwisol, 2009). Hirarki kebutuhan Maslow dapat dijelaskan dalam tabel berikut.

7 16 Tabel 2.1. Hirarki Kebutuhan Maslow (Alwisol, 2009) Jenjang Need Deskripsi Self actualization Kebutuhan untuk menjadi yang needs (metaneeds) seharusnya sesuai dengan potensinya. Kebutuhan kreatif, realisasi diri, pengembangan diri. Kebutuhan harkat kemanusiaan untuk mencapai tujuan, terus maju, dan menjadi lebih baik. Esteem Needs (1) kebutuhan kekuatan, penguasaan, kompetensi, kepercayaan diri, kemandirian. (2) kebutuhan prestise, penghargaan dari orang lain, status, ketenaran, Love dominasi, menjadi penting, needs/belongingness kehormatan, dan apresiasi. Kebutuhan kasih sayang, keluarga, sejawat, pasangan, anak. Safety needs Kebutuhan bagian dari kelompok, masyarakat. Kebutuhan keamanan, stabilitas, proteksi, struktur, hukum, keteraturan, batas, bebas dari rasa takut dan cemas. Dapat berupa: (1) kebutuhan pekerjaan dan gaji yang mantap, tabungan dan asuransi (askes dan taspen), (2) praktek beragama dan keyakinan filsafat tertentu dapat membantu orang Physiological needs untuk mengorganisir dunianya menjadi lebih bermakna dan seimbang. Kebutuhan homeostatik: makan, minum, gula, garam, serta kebutuhan seks, dan istirahat. Empat kebutuhan dasar adalah kebutuhan karena kekurangan atau D- Kebutuhan berkembang (meta need) Kebutuhan karena kekurangan (basic need) needs (deficiency needs), sedangkan kebutuhan meta atau kebutuhan aktualisasi diri adalah kebutuhan karena ingin berkembang, ingin berubah, ingin bertransformasi menjadi lebih bermakna atau disebut B-needs (being

8 17 needs). Kebutuhan dasar berisi kebutuhan konatif, sedang kebutuhan meta berisi kebutuhan estetik dan kebutuhan kognitif (Alwisol, 2009). Metaneeds merupakan dorongan yang berbeda dari D-needs. D-needs ialah dorongan untuk membereskan suatu kekurangan dalam organisme, sedangkan metaneeds tidak diusahakan untuk memperbaiki kekurangankekurangan atau mereduksi tegangan. Tujuannya ialah memperkaya dan memperluas pengalaman hidup, meningkatkan kesenangan dan kegembiraan yang luar biasa dalam hidup. Cita-citanya ialah meningkatkan tegangan melalui bermacam-macam pengalaman baru yang menantang (Schultz, 1991). Pemisahan kebutuhan tidak berarti masing-masing bekerja secara eksklusif, tetapi secara tumpang tindih sehingga seseorang bisa dimotivasi oleh dua kebutuhan atau lebih. Tidak ada orang yang basic need-nya terpuaskan 100%. Menurut Maslow (Alwisol, 2009), rata-rata orang terpuaskan kebutuhan fisiologisnya sampai 85%, kebutuhan keamanan terpuaskan 70%, kebutuhan dicintai dan mencintai terpuaskan 50%, self esteem terpuaskan 40%, dan kebutuhan aktualisasi terpuaskan sampai 10%. Dikatakan oleh Maslow (Goble, 1987) bahwa pribadi yang teraktualisasi dirinya dilukiskan sebagai pribadi yang menggunakan dan memanfaatkan bakat, kapasitas, dan potensi yang dimilikinya secara penuh untuk memenuhi dirinya dan melakukan yang terbaik yang dapat dilakukannya. Aktualisasi diri oleh Rogers (Schultz, 1991) diartikan sebagai proses menjadi diri sendiri dan mengembangkan sifat-sifat serta potensi psikologis yang dimiliki individu yang unik. Keunikan potensi psikologis membuat proses

9 18 dan pencapaian aktualisasi diri setiap individu berbeda antara individu yang satu dengan yang lain. Pencapaian dari aktualisasi diri diperoleh dengan melakukan dan mengembangkan berbagai macam kegiatan yang menyenangkan dan bermakna. Pengalaman dan belajar khususnya pada masa kanak-kanak menjadi faktor yang mempengaruhi perkembangan seseorang dalam melakukan aktualisasi diri. Seiring berjalannya waktu, aktualisasi diri mengalami pergeseran dari fisiologis ke psikologis karena aktualisasi diri merupakan proses yang akan terus berlangsung dan berjalan dinamis. Pencapaian aktualisasi diri merupakan penggambaran yang optimistis dari corak kehidupan yang ideal. Meskipun mencapai aktualisasi diri memerlukan banyak syarat yang tidak mudah untuk memenuhinya, Maslow menyebutkan bahwa syarat utamanya adalah terpuaskannya kebutuhankebutuhan dasar dengan baik. Sebagai patokan atau standar untuk mengukur kemajuan diri, Maslow menjelaskan 15 ciri orang yang sudah mengaktualisasikan dirinya (Kuswara, 1991). 1. Mengamati realitas secara efisien Ciri yang paling menonjol dari orang-orang yang telah mencapai aktualisasi dirinya (self-actualized) adalah kemampuannya dalam mengamati realita dengan cermat dan efisien, melihat realitas apa adanya tanpa campuran keinginan atau harapan pribadi. Oleh karena itu, orang yang self-actualized bisa menemukan kebohongan, kepalsuan, dan kecurangan pada diri orang lain dengan mudah. Pengamatan-pengamatan tersebut juga tidak dipengaruhi oleh kecemasan, prasangka, atau

10 19 optimisme dan pesimisme yang baru. Mereka juga mampu meramalkan kejadian-kejadian yang akan datang dengan tepat dan bisa mentoleransi ambiguitas dan ketidaktentuan dengan lebih baik daripada orang lain pada umumnya. 2. Penerimaan atas diri sendiri, orang lain, dan kodrat Orang-orang yang self-actualized menaruh hormat terhadap dirinya sendiri dan orang lain, serta mampu menerima kodrat dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Mereka juga bebas dari perasaan malu yang tidak beralasan dan rasa cemas yang melemahkan. Penerimaan juga dicerminkan dalam tahap fisiologisnya. Orang-orang yang self-actualized biasanya memiliki cita rasa, makan, dan tidur dengan baik, serta menikmati kehidupannya tanpa hambatan. Proses-proses biologis seperti kehamilan, menstruasi, menjadi tua, dll mereka terima dengan lapang dada sebagai bagian dari kodrat. 3. Spontan, sederhana, dan wajar Spontanitas, kesederhanaan, dan kewajaran orang-orang yang selfactualized bersumber dari dalam dirinya dan bukan sesuatu yang hanya terlihat dari luarnya saja. Mereka adalah orang-orang yang hidup dan bekerja dalam kerangka acuan yang luas, melampaui batas-batas aturan dan ketentuan lingkungan. Oleh karena itu, mereka akan menunjukkan otonominya bila mereka merasa terhambat dalam pengerjaan proyek vitalnya. 4. Terpusat pada masalah

11 20 Maslow menemukan bahwa orang-orang yang self-actualized adalah orang-orang yang selalu terlibat secara mendalam pada tugas, pekerjaan, atau misi yang menurut mereka penting. Hal ini bukan berarti mereka egosentris, tetapi mereka berorientasi pada masalah melampaui kebutuhankebutuhan mereka sendiri karena dedikasi mereka terhadap tugas atau pekerjaan sangat tinggi. Orang-orang yang self-actualized juga memperhatikan masalah-masalah filsafat dan etika secara mendalam sehingga menjadikan mereka hidup dalam kerangka acuan yang seluasluasnya serta tidak mudah risau oleh hal remeh temeh yang tidak berarti. 5. Pemisahan diri dan kebutuhan privasi Kebutuhan privasi orang-orang self-actualized lebih besar daripada orang pada umumnya. Mereka tidak membutuhkan orang lain dalam persahabatan biasa karena mereka pecaya sepenuhnya atas potensi-potensi dan otonomi yang mereka miliki. Oleh sebab itu, orang yang selfactualized sering dianggap memisahkan diri, hati-hati, sombong, dan dingin. Namun dibalik kebutuhan privasinya, mereka memiliki keramahan yang tulus dan kemampuan konsentrasi yang kuat dibandingkan rata-rata orang. 6. Kemandirian dari kebudayaan dan lingkungan Orang-orang self-actualized tidak menggantungkan kepuasankepuasannya kepada lingkungan dan orang lain karena mereka lebih bergantung pada potensi mereka sendiri bagi perkembangan dan pertumbuhannya. Mereka juga mampu mempertahankan ketenangan

12 21 jiwanya dalam situasi yang bisa menjatuhkan orang lain. Kemandirian orang-orang orang-orang self-actualized menjadikan mereka memiliki kadar arah diri yang tinggi, mereka memandang diri mereka sebagai agen yang aktif, merdeka, bertanggung jawab, dan pendisiplin diri untuk menentukan nasibnya sendiri. Mereka cenderung menghindarkan diri dari penghormatan, status, prestise, dan popularitas karena kepuasan yang berasal dari luar diri itu mereka anggap kurang penting. 7. Kesegaran dan apresiasi Orang-orang self-actualized menghargai hal-hal yang pokok dalam kehidupan dengan rasa kagum, gembira, dan bahkan heran, meski bagi orang lain hal-hal tersebut membosankan. Bagi orang-orang self-actualized, kehidupan yang rutin akan tetap menjadi fenomena baru yang mereka hadapi dengan keharuan, kesegaran, dan apresiasi. 8. Pengalaman puncak atau pengalaman mistik Pengalaman puncak adalah menunjuk pada momen-momen dari perasaan yang mendalam dan meninggikan tegangan yang diperoleh dari kreativitas, pemahaman, penemuan, dan penyatuan diri dengan alam. Maslow menegaskan bahwa pengalaman puncak tidak harus berupa pengalaman keagamaan atau spiritual karena pengalamn puncak bisa didapatkan melalui buku, musik, dan kegiatan-kegiatan intelektual. 9. Minat sosial Orang-orang self-actualized mengalami ikatan perasaan yang mendalam dengan sesamanya. Mereka memiliki hasrat yang tulus untuk

13 22 membantu memperbaiki sesamanya. Bagi orang-orang self-actualized, bagaimanapun cacat atau bodohnya, manusia adalah sesama yang selalu mengundang simpati dan persaudaraan. 10. Hubungan antar pribadi Orang-orang self-actualized menciptakan hubungan antarpribadi yang lebih mendalam dibandingkan dengan kebanyakan orang. Mereka cenderung membangun hubungan dekat dengan orang-orang yang memiliki kesamaan karakter, kesanggupan, dan bakat, maka dari itu lingkup persahabatan mereka relatif kecil. Apabila mereka dipaksa masuk ke dalam pergaulan yang menyulitkan, mereka akan tetap tenang sambil berusaha untuk menghindar sebisanya. 11. Berkarakter demokratis Orang-orang self-actualized memiliki karakter demokratis yang terbaik karena mereka terbebas dari prasangka dan cenderung menaruh hormat kepada semua orang. Mereka mau belajar dari siapa saja tanpa memandang derajat, pendidikan, usia, ras, ataupun keyakinan-keyakinan politik. Orang-orang self-actualized tidak pernah berusaha merendahkan, mengurangi arti, atau merusak martabat orang lain, tetapi pada saat yang sama mereka juga memiliki penilaian mengenai benar-salah dan baikburuk yang tegas mengenai tingkah laku sesamanya. 12. Perbedaan antara cara dan tujuan Dalam kehidupan sehari-harinya, orang-orang self-actualized jarang menunjukkan kekacauan, ketidakkonsistenan, dan konflik-konflik dalam

14 23 hal benar-salah atau baik-buruk karena ereka memiliki standar moral dan etika yang tegas. Mereka memiliki kemampuan membedakan antara cara dan tujuan dan mereka pada umumnya terpusat pada tujuan. Orang-orang self-actualized bisa menjadikan suatu kegiatan kecil yang rutin menjadi kegiatan yang menyenangkan. 13. Rasa humor yang filosofis Ciri lain yang umum pada orang-orang self-actualized adalah memiliki rasa humor yang filosofis (sense of phylosophical humor). Dengan rasa humornya yang filosofis, mereka menyukai humor yang mengekspresikan kritik atas kebodohan, kelancungan, atau kecurangan manusia daripada humor yang bertolak dari kelemahan dan penderitaan orang lain yang banyak disukai kebanyakan orang. 14. Kreativitas Maslow mengartikan kreativitas pada orang-orang self-actualized sebagai suatu bentuk tindakan yang asli, naif, dan spontan seperti yang sering dijumpai pada anak-anak yang masih polos dan jujur. Kreativitas ini pada umumnya dimanifestasikan dalam kegiatan-kegiatan mereka dalam bidang seni atau ilmu pengetahuan. Kreativitas menurut Maslow tidak harus selalu berupa penciptaan karya-karya seni, penelitian buku, atau penciptaan karya-karya ilmiah yang berat dan serius, tetapi bisa juga berupa penciptaan sesuatu yang sederhana. Pada dasarnya kreativitas itu berkisar pada daya temu dan penemuan hal-hal baru yang menyimpang atau berbeda dari gagasan lama.

15 Penolakan enkulturasi Orang-orang self-actualized merupakan orang-orang otonom yang bisa dan berani membuat keputusan sendiri meskipun keputusannya itu berbeda atau bertentangan dengan pendapat umum. Hal ini bukan berarti mereka adalah pembangkang, melainkan mereka adalah orang-orang yang selalu berusaha mempertahankan pendirian-pendirian tertentu dan tidak begitu terpengaruh oleh kebudayaan masyarakatnya. Mereka bisa menyesuaikan diri dengan kebudayaannya, juga bisa patuh pada kebiasaan-kebiasaan yang berlaku di lingkungannya, tetapi bagaimanapun mereka akan menunjukkan diri sebagai orang yang independen dan tak terikat secara ekstrem pada hal-hal yang mendasar. Secara umum, Maslow (Schultz, 1991) mengemukakan sifat-sifat pengaktualisasi diri terdiri atas: (1) Individu telah terpuaskan kebutuhankebutuhan pada tingkat sebelumnya, yaitu kebutuhan fisiologis, rasa aman, cinta dan rasa memiliki, serta penghargaan; (2) Individu terbebas dari psikosis, neurosis, atau gangguan-gangguan patologis lain karena hal-hal tersebut akan menghambat dalam mengaktualisasi diri; (3) Individu tersebut merupakan model pematangan dan kesehatan serta memenuhi diri dengan menggunakan kapasitas dan kualitasnya secara penuh; (4) Individu tersebut mengetahui tentang dirinya dan mengetahui tujuan hidupnya sehingga ia lebih terarah dalam mengaktualisasi dirinya; (5) Pengaktualisasi diri pada umumnya adalah orang yang telah setengah tua atau lebih tua. Orang yang lebih muda dianggap tidak mengembangkan perasaan yang kuat akan identitas dan otonomi, serta

16 25 pengabdian diri karena orang yang lebih muda sedang menuju ke arah kematangan. Walaupun demikian, orang yang lebih muda mempunyai kecenderungan untuk tumbuh dengan baik ke arah aktualisasi diri yang memungkinnya untuk mencapai aktualisasi diri pada usia yang lebih tua. Sifat-sifat pengaktualisasi diri juga dikemukakan oleh Rogers (Schultz, 1991; Baihaqi, 2008) yaitu: (1) Keterbukaan pada pengalaman, lawan dari sikap defensif sehingga seorang bebas untuk mengalami semua perasaan dan sikap tanpa adanya suatu hala yang harus dilawan karena tidak ada yang mengancam; (2) Kehidupan eksistensial, yaitu kecenderungan seseorang untuk hidup sepenuhnya dalam setiap momen kehidupan sehingga ada kegembiraan pada setiap pengalaman tersebut karena setiap pengalaman dirasa segar dan baru; (3) Kepercayaan terhadap diri sendiri karena data yang digunakan untuk mencapai keputusan adalah tepat dan seluruh kepribadian mengambil bagian dalam proses pembuatan keputusan tersebut; (4) Perasaan bebas untuk memilih dan bertindak. Seseorang akan melihat adanya banyak pilihan dalam kehidupannya dan merasa mampu melakukan sesuatu yang diinginkannya; (5) Kreativitas. Adanya perasaan yang bebas membuat orang yang mengaktualisasikan diri akan bertingkah laku yang spontan, berubah, tumbuh, dan berkembang sebagai respon atas stimulus-stimulus kehidupan yang beraneka ragam. Berdasarkan uraian di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa aktualisasi diri adalah proses perkembangan dan penggunaan bakat, kapasitas, serta potensi psikologis yang dimiliki individu dengan melakukan yang terbaik

17 26 yang dapat mengembangkan kemampuan lainnya. Peneliti menggunakan sifatsifat pengaktualisasi diri dari Maslow dan menyimpulkan bahwa sifat-sifat pengaktualisasi diri antara lain: mengamati realitas secara efisien; penerimaan atas diri sendiri, orang lain, dan kodrat; spontan, sederhana, dan wajar; terpusat pada masalah; pemisahan diri dan kebutuhan privasi; kemandirian dari kebudayaan dan lingkungan; kesegaran dan apresiasi; pengalaman puncak atau pengalaman mistik; minat sosial; hubungan antar pribadi; berkarakter demokratis; perbedaan antara cara dan tujuan; rasa humor yang filosofis; kreativitas; dan penolakan enkulturasi. Pada penelitian ini, aspek-aspek tersebut akan diperingkas menjadi tujuh aspek tanpa mengurangi maksud dan pengertian aspek-aspek tersebut. Alasan peringkasan adalah untuk menghindari tumpang tindih antara item satu dengan item yang lain dari aspek yang berbeda sehingga aspek-aspek yang pengertiannya hampir sama peneliti jadikan satu aspek. Ketujuh dari ringkasan aspek-aspek tersebut yaitu: (a) Pengamatan realitas secara efisien dan kepercayaan terhadap organisme orang sendiri; (b) Berfungsi secara otonom dan resistensi terhadap inkulturasi serta memiliki perasaan bebas; (c) Minat dan hubungan sosial yang baik; (d) Kreatif dan humoris; (e) Spontan, wajar, dan demokratis; (f) Fokus terhadap masalah di luar dirinya dan dapat membedakan sarana dan tujuan; (g) Menjalani pengalaman puncak dan apresiasi yang mendalam dan keterbukaan pada pengalaman.

18 27 C. Penelitian Relevan Menurut penelitian yang dilakukan oleh Nurmasari, Kusmayadi, dan Riyadi (2013), dapat disimpulkan bahwa bahwa siswa laki-laki memenuhi empat indikator berpikir kreatif yaitu pada indikator kelancaran, keluwesan, keaslian, dan menilai; serta kurang memenuhi satu indikator berpikir kreatif yaitu pada indikator penguraian. Dari siswa perempuan disimpulkan bahwa siswa perempuan memenuhi tiga indikator berpikir kreatif yaitu pada indikator kelancaran, keluwesan, dan keaslian; serta tidak memenuhi dua indikator berpikir kreatif yaitu pada indikator penguraian dan menilai. Persamaan dengan penelitian yang telah dilaksanakan adalah sama-sama mendeskripsikan kemampuan berpikir matematis siswa. Perbedaannya adalah kemampuan berpikir matematis siswa tersebut dianalisa berdasarkan gender. Rahmatina, Sumarmo, dan Johar (2013) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa siswa yang bergaya kognitif reflektif memenuhi ketiga indikator berpikir kreatif yang ditetapkan, yaitu kefasihan, fleksibilitas, dan kebaruan. Siswa yang bergaya kognitif impulsif cukup fasih tetapi tidak fleksibel dalam menyelesaikan masalah dan tidak bisa memberikan solusi yang baru. Persamaan dengan penelitian yang telah dilaksanakan adalah sama-sama mendeskripsikan kemampuan berpikir matematis siswa. Perbedaannya adalah kemampuan berpikir matematis siswa tersebut dianalisa berdasarkan gaya kognitif reflektif dan impulsif. Penelitian Ingkansari (2006) menyimpulkan bahwa prestasi belajar matematika siswa yang memiliki aktualisasi diri tinggi lebih baik dibandingkan

19 28 siswa yang memiliki aktualisasi diri sedang dan rendah sedangkan siswa yang memiliki aktualisasi diri sedang dan rendah mempunyai prestasi belajar matematika yang sama baik. Persamaan dengan penelitian yang telah dilaksanakan adalah sama-sama melihat pengaruh aktualisasi diri. Perbedaannya adalah aktualisasi diri digunakan untuk mendeskripsikan kemampuan berpikir matematis siswa. Berdasarkan kajian peneliti terdahulu, maka peneliti mengangkat judul Deskripsi Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis dan Aktualisasi Diri Siswa di SMP Ma arif NU Paguyangan. D. Kerangka Pikir Berpikir kreatif dipandang sebagai satu kesatuan atau kombinasi dari berpikir logis dan berpikir divergen untuk menghasilkan ide baru. Berpikir kreatif matematis diartikan sebagai suatu kegiatan mental yang digunakan seseorang untuk membangun ide atau gagasan baru yang menekankan pada aspek kefasihan, fleksibilitas, dan kebaruan. Ide yang dimaksud adalah ide dalam memecahkan masalah matematika dengan tepat atau sesuai dengan perintahnya. Mengembangkan berpikir kreatif bukan hanya ditujukan untuk meningkatkan prestasi belajar matematika tetapi juga untuk menunjang aspek kehidupan lainnya. Kemampuan berpikir kreatif tidak hanya meningkatkan kecakapan akademik tetapi juga kecakapan personal, meliputi kesadaran diri dan keterampilan berpikir, serta kecakapan sosial.

20 29 Kreativitas dan aktualisasi diri saling berhubungan karena aktualisasi diri merupakan proses perkembangan dan penggunaan bakat, kapasitas, serta potensi psikologis yang dimiliki individu dengan melakukan yang terbaik yang dapat mengembangkan kemampuan lainnya. Aktualisasi diri perlu dimiliki setiap orang karena dengan aktualisasi diri seseorang akan mengembangkan potensi yang dimilikinya secara maksimal, menjadi kreatif, terus mengembangkan diri, dan menjadi lebih baik. Perbedaan cara berpikir siswa dalam pembelajaran matematika di sekolah perlu mendapatkan perhatian dari guru. Setiap siswa di kelas juga memiliki berbagai perbedaan motivasi dalam mencapai keberhasilan dalam pembelajaran. Hal ini dikarenakan aktualisasi diri masing-masing siswa yang berbeda. Salah satu sifat pengaktualisasi diri adalah kreativitas. Oleh karena itu, siswa dengan aktualisasi diri yang berbeda-beda akan mempunyai kemampuan berpikir kreatif yang berbeda-beda pula.

21 30

TEORI HIRARKI KEBUTUHAN

TEORI HIRARKI KEBUTUHAN 7 TEORI HIRARKI KEBUTUHAN Motivasi : Teori Hirarki Maslow menyusun teori motivasi manusia, dimana variasi kebutuhan manusia dipandang tersusun dalam bentuk hirarki atau berjenjang. Setiap jenjang kebutuhan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB II KAJIAN TEORITIK BAB II KAJIAN TEORITIK A. Pengertian Berpikir Kreatif Kreatif merupakan istilah yang banyak digunakan baik di lingkungan sekolah maupun di luar sekolah. Umumnya orang menghubungkan kreatif dengan sesuatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang muncul, seseorang dituntut untuk memiliki pemikiran yang out of the box

BAB I PENDAHULUAN. yang muncul, seseorang dituntut untuk memiliki pemikiran yang out of the box BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era globalisasi sekarang ini, kita menghadapi berbagai macam tantangan baik dalam ekonomi, politik, teknologi, lingkungan, kesehatan, maupun dalam bidang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB II KAJIAN TEORITIK BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Proses berpikir kreatif berhubungan erat dengan kreativitas. Setiap manusia pada dasarnya memiliki kreativitas, namun

Lebih terperinci

PENGANTAR KEBUTUHAN DASAR MANUSIA MASLOW. 02/02/2016

PENGANTAR KEBUTUHAN DASAR MANUSIA MASLOW. 02/02/2016 PENGANTAR SEKITAR TAHUN 1950, ABRAHAM MASLOW (PSIKOLOG DARI AMERIKA) MENGEMBANGKAN TEORI TENTANG KEBUTUHAN DASAR MANUSIA YANG DIKENAL DENGAN ISTILAH HIERARKI KEBUTUHAN DASAR MANUSIA MASLOW. 1 HIERARKI

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Berpikir adalah memanipulasi atau mengelola dan mentransformasi informasi dalam memori. Ini sering dilakukan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Oleh karena itu peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan hal yang

BAB I PENDAHULUAN. Oleh karena itu peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan hal yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan manusia sepanjang hidup dan selalu berubah mengikuti perkembangan zaman, teknologi dan budaya masyarakat. Pendidikan dari masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu ilmu yang sangat penting. Karena

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu ilmu yang sangat penting. Karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika merupakan salah satu ilmu yang sangat penting. Karena pentingnya, matematika diajarkan mulai dari jenjang Sekolah Dasar (SD) sampai dengan perguruan tinggi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu kebutuhan yang harus dipenuhi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Maju mundurnya suatu bangsa banyak ditentukan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIK

BAB II KAJIAN TEORETIK BAB II KAJIAN TEORETIK A. Kajian Teori 1. Deskripsi konseptual a. Berpikir kreatif Santrock (2011) mengemukakan bahwa berpikir adalah memanipulasi atau mengelola dan mentransformasi informasi dalam memori.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dibutuhkan oleh semua orang. Dengan pendidikan manusia berusaha mengembangkan dirinya sehingga

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dibutuhkan oleh semua orang. Dengan pendidikan manusia berusaha mengembangkan dirinya sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dibutuhkan oleh semua orang. Dengan pendidikan manusia berusaha mengembangkan dirinya sehingga mampu menghadapi setiap perubahan yang terjadi akibat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis. suatu makna (Supardi, 2011).

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis. suatu makna (Supardi, 2011). 6 BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Teoritik 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis a. Berpikir Kreatif Kemampuan berpikir adalah kecakapan menggunakan akal menjalankan proses pemikiran/kemahiran berfikir.

Lebih terperinci

Teori-teori Belajar. Teori Humanistik. Afid Burhanuddin. Memahami teori toeri belajar dan implementasinya dalam proses pembelajaran.

Teori-teori Belajar. Teori Humanistik. Afid Burhanuddin. Memahami teori toeri belajar dan implementasinya dalam proses pembelajaran. Teori-teori Belajar Afid Burhanuddin Belajar Mengajar Kompetensi Dasar Memahami teori toeri belajar dan implementasinya dalam proses pembelajaran Indikator Memahami hakikat teori pembelajaran Memahami

Lebih terperinci

Fenomenologi Intuitif Carl Rogers: Psikolog (Aliran Humanisme) D. Tiala (pengampu kuliah Psikoterapi dan Konseling Lintas Budaya)

Fenomenologi Intuitif Carl Rogers: Psikolog (Aliran Humanisme) D. Tiala (pengampu kuliah Psikoterapi dan Konseling Lintas Budaya) Fenomenologi Intuitif Carl Rogers: Psikolog (Aliran Humanisme) D. Tiala (pengampu kuliah Psikoterapi dan Konseling Lintas Budaya) Carl Ransom Rogers lahir pada tanggal 8 Januari 1902 di Oak Park, Illinios,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengetahuan baru. Hasil dari proses belajar tersebut tercermin dalam prestasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengetahuan baru. Hasil dari proses belajar tersebut tercermin dalam prestasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam pendidikan formal, belajar menunjukkan adanya perubahan yang sifatnya positif sehingga pada tahap akhir akan didapat keterampilan, kecakapan dan pengetahuan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Deskripsi Konseptual. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis. Berpikir merupakan aktivitas mental yang disadari dan diarahkan

BAB II KAJIAN TEORI. A. Deskripsi Konseptual. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis. Berpikir merupakan aktivitas mental yang disadari dan diarahkan 2 BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Berpikir merupakan aktivitas mental yang disadari dan diarahkan untuk maksud tertentu. Maksud yang dapat dicapai dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fery Ferdiansyah, Penerapan Model Pembelajaran Osborn Untuk Meningkatkan Literasi Dan Disposisi Matematis Siswa SMP

BAB I PENDAHULUAN. Fery Ferdiansyah, Penerapan Model Pembelajaran Osborn Untuk Meningkatkan Literasi Dan Disposisi Matematis Siswa SMP BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi perkembangan dan perwujudan dari individu, terutama bagi pembangunan bangsa dan negara (Munandar, 2009:

Lebih terperinci

Motif Ekstrinsik. Motif yang timbul dari rangsangan luar. Contoh : pemberian hadiah jika seseorang dapat menyelesaikan tugas dengan baik.

Motif Ekstrinsik. Motif yang timbul dari rangsangan luar. Contoh : pemberian hadiah jika seseorang dapat menyelesaikan tugas dengan baik. M o t i f Motive motion Gerakan; sesuatu yang bergerak; menunjuk pada gerakan manusia sebagai tingkah laku. Rangsangan pembangkit tenaga bagi terjadinya tingkah laku. Keadaan dalam diri subyek yang mendorong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berpikir secara umum diartikan sebagai proses yang intens untuk memecahkan masalah dengan menghubungkan satu hal dengan yang lain, sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh manusia dalam mempertahankan keseimbangan fisiologis maupuan psikologis, yang tentunya bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertujuan agar siswa memiliki pengetahuan, keterampilan dan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. bertujuan agar siswa memiliki pengetahuan, keterampilan dan kemampuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Matematika merupakan salah satu bidang studi yang diajarkan di sekolah bertujuan agar siswa memiliki pengetahuan, keterampilan dan kemampuan intelektual dalam bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika sangat berperan penting dalam upaya menciptakan Sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika sangat berperan penting dalam upaya menciptakan Sumber daya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan matematika sangat berperan penting dalam upaya menciptakan Sumber daya manusia yang berkualitas. Matematika bukan pelajaran yang hanya memberikan pengetahuan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis 6 BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Teoritik 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis a. Pengertian Berpikir Kreatif Proses berpikir merupakan urutan kejadian mental yang terjadi secara alamiah atau terencana

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. mau dan mampu mewujudkan kehendak/ keinginan dirinya yang terlihat

BAB II LANDASAN TEORI. mau dan mampu mewujudkan kehendak/ keinginan dirinya yang terlihat BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Tentang Kemandirian 2.1.1 Pengertian Kemandirian Pengertian mandiri berarti mampu bertindak sesuai keadaan tanpa meminta atau tergantung pada orang lain. Mandiri adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kreativitas diperlukan setiap individu untuk menghadapi tantangan dan kompetisi yang ketat pada era globalisasi sekarang ini. Individu ditantang untuk mampu

Lebih terperinci

PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF METODE SAKAMOTO UNTUK MENINGKATKAN KREATIVITAS SISWA PADA PELAJARAN MATEMATIKA (PTK

PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF METODE SAKAMOTO UNTUK MENINGKATKAN KREATIVITAS SISWA PADA PELAJARAN MATEMATIKA (PTK PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF METODE SAKAMOTO UNTUK MENINGKATKAN KREATIVITAS SISWA PADA PELAJARAN MATEMATIKA (PTK Pembelajaran Matematika Kelas VIII E SMP Negeri 3 Patebon Kendal Pokok Bahasan Balok

Lebih terperinci

Kebutuhan Dasar Manusia Menurut Abraham Maslow Abraham Maslow membagi kebutuhan dasar manusia ke dalam lima tingkat berikut: 1. Kebutuhan fisiologis

Kebutuhan Dasar Manusia Menurut Abraham Maslow Abraham Maslow membagi kebutuhan dasar manusia ke dalam lima tingkat berikut: 1. Kebutuhan fisiologis Abraham Maslow membagi kebutuhan dasar manusia ke dalam lima tingkat berikut: 1. Kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan paling dasar, antara lain pemenuhan oksigen dan pertukaran gas, kebutuhan cairan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIK. memiliki ide atau opini mengenai sesuatu (Sudarma, 2013). Selain itu,

BAB II KAJIAN TEORETIK. memiliki ide atau opini mengenai sesuatu (Sudarma, 2013). Selain itu, 6 BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 1. Berpikir Kreatif Matematis a. Berpikir Kreatif Proses berpikir merupakan suatu pegalaman memproses persoalan untuk mendapatkan dan menentukan suatu gagasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Apakah pengertian dari konsep aktualisasi diri? 2. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi aktualisasi diri?

BAB I PENDAHULUAN. 1. Apakah pengertian dari konsep aktualisasi diri? 2. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi aktualisasi diri? BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Abraham Maslow adalah salah satu penganut aliran humanistic, ia terkenal dengan aktualisali diri, diamana aktualisasi diri adalah kebutuhan yang tertinggi, sebelumnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dan bangsa yang dicita-citakan, yaitu masyarakat yang berbudaya dan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dan bangsa yang dicita-citakan, yaitu masyarakat yang berbudaya dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sarana dan alat yang tepat dalam membentuk masyarakat dan bangsa yang dicita-citakan, yaitu masyarakat yang berbudaya dan dapat menyelesaikan

Lebih terperinci

SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S1 Program Studi Pendidikan Ekonomi Akuntansi

SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S1 Program Studi Pendidikan Ekonomi Akuntansi PENGARUH MOTIVASI BELAJAR, SIKAP BELAJAR DAN AKTUALISASI DIRI TERHADAP PRESTASI BELAJAR MAHASISWA PENDIDIKAN EKONOMI AKUNTANSI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SKRIPSI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Sebelumnya Pada penelitian sebelumnya sudah ada penelitian mengenai teori motivasi tindakan Abraham Maslow, yaitu penelitian yang ditulis oleh Setyawan Budi Jatmiko

Lebih terperinci

TEORI MASLOW. Oleh: TRIA FAJAR R, S.Pd.

TEORI MASLOW. Oleh: TRIA FAJAR R, S.Pd. TEORI MASLOW Oleh: TRIA FAJAR R, S.Pd BIOGRAFI TOKOH Abraham Maslow dilahirkan di Brooklyn, New York, pada tahun 1908. Selepas SMU, Ia mengambil studi hukum di City College of New York (CCNY). Pada tahun

Lebih terperinci

PERAN GURU DALAM MENGEMBANGKAN KREATIVITAS ANAK SEKOLAH DASAR

PERAN GURU DALAM MENGEMBANGKAN KREATIVITAS ANAK SEKOLAH DASAR PERAN GURU DALAM MENGEMBANGKAN KREATIVITAS ANAK SEKOLAH DASAR Murhima A. Kau Universitas Negeri Gorontalo Email : murhimakau@ymail.com ABSTRAK Permasalahan kreativitas menjadi sangat penting untuk dibicarakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia dianugerahi kemampuan dan kekuatan berpikir. Berpikir

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia dianugerahi kemampuan dan kekuatan berpikir. Berpikir 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dianugerahi kemampuan dan kekuatan berpikir. Berpikir merupakan suatu kegiatan mental yang dialami seseorang jika mereka dihadapkan pada suatu masalah atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan sehari-hari serta dalam kemajuan ilmu pengetahuan dan

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan sehari-hari serta dalam kemajuan ilmu pengetahuan dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Matematika sebagai salah satu ilmu mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari serta dalam kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena

Lebih terperinci

HUMANISME PENDIDIKAN. A. Humanisme Pendidikan

HUMANISME PENDIDIKAN. A. Humanisme Pendidikan Humanisme dalam pendidikan itu perlu agar para peserta didik mampu membangun empati dan simpati atas penderitaan orang lain. Pendidikan harus lebih mampu menggali kearifan lokal dan ajaran agama yang mendukung

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB II KAJIAN TEORITIK 7 BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Pembelajaran Treffinger Model pembelajaran Treffinger adalah model pembelajaran yang mengarah pada kemampuan berpikir kreatif. Model pembelajaran ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perwujudan diri individu terutama bagi pembangunan bangsa dan negara. Fungsi pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. perwujudan diri individu terutama bagi pembangunan bangsa dan negara. Fungsi pendidikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pendidikan mempunyai peran yang amat menentukan bagi perkembangan dan perwujudan diri individu terutama bagi pembangunan bangsa dan negara. Fungsi pendidikan pada umumnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran adalah proses komunikasi transaksional yang melibatkan guru, siswa, media, bahan ajar dan komponen lainnya sehingga tercipta proses interaksi belajar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak dengan tiba-tiba. Pengetahuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak dengan tiba-tiba. Pengetahuan 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Konstruktivisme merupakan landasan berpikir pendekatan kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG MASALAH

A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Berpikir merupakan kemampuan alamiah yang dimiliki manusia sebagai pemberian berharga dari Allah SWT. Dengan kemampuan inilah manusia memperoleh kedudukan mulia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada hakekatnya tidak dapat dipisahkan dari kehidupan setiap manusia karena dengan pendidikan manusia dapat berdaya guna dan mandiri. Selain itu pula

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berpikir merupakan suatu kegiatan mental yang dialami seseorang jika

BAB I PENDAHULUAN. Berpikir merupakan suatu kegiatan mental yang dialami seseorang jika BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berpikir merupakan suatu kegiatan mental yang dialami seseorang jika mereka dihadapkan pada suatu masalah atau situasi yang harus dipecahkan. Proses berpikir diperlukan

Lebih terperinci

ANALISIS KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH PADA MATERI SEGITIGA DI SMP

ANALISIS KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH PADA MATERI SEGITIGA DI SMP ANALISIS KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH PADA MATERI SEGITIGA DI SMP Lisliana, Agung Hartoyo, Bistari Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Untan Pontianak Email: lisliana05@yahoo.com

Lebih terperinci

MAKALAH TERAPAN. Penerapan Teori Hierarki Kebutuhan Abraham Maslow dalam Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa

MAKALAH TERAPAN. Penerapan Teori Hierarki Kebutuhan Abraham Maslow dalam Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa MAKALAH TERAPAN Penerapan Teori Hierarki Kebutuhan Abraham Maslow dalam Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah teori Belajar dan Pembelajaran Dosen Pengampu: Imron

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Munandar (1987) menyatakan bahwa berpikir kreatif (juga disebut berpikir

II. TINJAUAN PUSTAKA. Munandar (1987) menyatakan bahwa berpikir kreatif (juga disebut berpikir 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Munandar (1987) menyatakan bahwa berpikir kreatif (juga disebut berpikir divergen) ialah memberikan macam-macam kemungkinan jawaban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dapat ditingkatkan, baik di kalangan nasional maupun. agar mutu kehidupan masyarakat dapat meningkat. Melalui pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dapat ditingkatkan, baik di kalangan nasional maupun. agar mutu kehidupan masyarakat dapat meningkat. Melalui pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kualitas pendidikan merupakan aspek terpenting dalam usaha pembangunan yang sedang dilaksanakan di Indonesia. Hal ini sangat erat hubungannya dengan tujuan pembangunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Motivasi Motivasi berasal dari kata Latin movere yang berarti dorongan atau menggerakkan. Motivasi (motivation) dalam manajemen hanya ditujukan pada sumber daya manusia

Lebih terperinci

Deskripsi Kemampuan Berpikir Kreatif pada Materi Trigonometri Ditinjau dari Tingkat Kemampuan Matematika Siswa Kelas XII MIPA 6 SMA Negeri 8 Makassar.

Deskripsi Kemampuan Berpikir Kreatif pada Materi Trigonometri Ditinjau dari Tingkat Kemampuan Matematika Siswa Kelas XII MIPA 6 SMA Negeri 8 Makassar. Deskripsi Kemampuan Berpikir Kreatif pada Materi Trigonometri Ditinjau dari Tingkat Kemampuan Matematika Siswa Kelas XII MIPA 6 SMA Negeri 8 Makassar. Agency Wai Rinda 1), Rahmat Syam 2) Ilham Minggi 3)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan kehidupan manusia yang merupakan bagian dari pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan kehidupan manusia yang merupakan bagian dari pembangunan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan sebagai bagian dari usaha untuk meningkatkan taraf kesejahteraan kehidupan manusia yang merupakan bagian dari pembangunan nasional. Menghadapi proses

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 21 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Berpikir Kreatif Kreativitas sebagai kemampuan umum untuk menciptakan sesuatu yang baru, sebagai kemampuan untuk memberikan gagasan-gagasan baru yang diterapkan dalam

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S- 1. Pendidikan Guru Sekolah Dasar UMI CHASANAH A 54A100106

NASKAH PUBLIKASI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S- 1. Pendidikan Guru Sekolah Dasar UMI CHASANAH A 54A100106 PENINGKATAN MINAT BELAJAR PKn MELALUI PEMANFAATAN MEDIA KARTU KUIS WHO AM I BAGI SISWA KELAS IV SD NEGERI 01 BOLONG KARANGANYAR. TAHUN PELAJARAN 2012/2013 NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. teknologinya. Salah satu bidang studi yang mendukung perkembangan ilmu

BAB I PENDAHULUAN. teknologinya. Salah satu bidang studi yang mendukung perkembangan ilmu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu pengetahuan dan teknologi saat sekarang ini berkembang sangat pesat. Pendidikan merupakan salah satu aspek dalam kehidupan yang memegang peranan penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rumusan fungsi dan tujuan pendidikan nasional dalam Undang-undang. pada pasal 3 menyebutkan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi

BAB I PENDAHULUAN. Rumusan fungsi dan tujuan pendidikan nasional dalam Undang-undang. pada pasal 3 menyebutkan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Rumusan fungsi dan tujuan pendidikan nasional dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 3 menyebutkan

Lebih terperinci

PP No 19 Tahun 2005 (PASAL 19, AYAT 1)

PP No 19 Tahun 2005 (PASAL 19, AYAT 1) KARAKTERISTIK SISWA PP No 19 Tahun 2005 (PASAL 19, AYAT 1) proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai peranan penting dalam memajukan bangsa dan negara Indonesia. Pendidikan merupakan sarana yang penting untuk meningkatkan dan mengembangkan

Lebih terperinci

LANDASAN SOSIOLOGIS. Ruang lingkup yang dipelajari oleh sosiologi pendidikan meliputi empat bidang :

LANDASAN SOSIOLOGIS. Ruang lingkup yang dipelajari oleh sosiologi pendidikan meliputi empat bidang : LANDASAN SOSIOLOGIS PENGERTIAN LANDASAN SOSIOLOGIS : Sosiologi pendidikan merupakan analisis ilmiah tentang proses sosial dan pola-pola interaksi sosial di dalam sistem pendidikan. Ruang lingkup yang dipelajari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Berpikir merupakan suatu kegiatan mental yang dialami seseorang jika

BAB 1 PENDAHULUAN. Berpikir merupakan suatu kegiatan mental yang dialami seseorang jika BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berpikir merupakan suatu kegiatan mental yang dialami seseorang jika mereka dihadapkan pada suatu masalah atau situasi yang harus dipecahkan. Ruggiero (1998)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan manusia lainnya. Ketika seorang anak masuk dalam lingkungan sekolah, maka anak berperan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dengan adanya perkembangan dunia yang semakin maju dan persaingan

BAB I PENDAHULUAN. Dengan adanya perkembangan dunia yang semakin maju dan persaingan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dengan adanya perkembangan dunia yang semakin maju dan persaingan yang terjadi semakin ketat, individu dituntut untuk memiliki tingkat pendidikan yang memadai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup sehingga pendidikan bertujuan menyediakan lingkungan yang memungkinkan

BAB I PENDAHULUAN. hidup sehingga pendidikan bertujuan menyediakan lingkungan yang memungkinkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan anak usia dini sebagai fase pertama sistem pendidikan seumur hidup sehingga pendidikan bertujuan menyediakan lingkungan yang memungkinkan anak didik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang berarti tidak dapat hidup tanpa orang lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, baik terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana digariskan dalam Pasal 3 Undang-Undang Republik. RI No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas).

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana digariskan dalam Pasal 3 Undang-Undang Republik. RI No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan hal pokok yang dapat menunjang kecerdasan serta keterampilan anak dalam mengembangkan kemampuannya. Pendidikan merupakan sarana yang paling tepat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang diperkirakan akan semakin kompleks. 1

BAB I PENDAHULUAN. yang diperkirakan akan semakin kompleks. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Situasi kehidupan dewasa ini sudah semakin kompleks. Kompleksitas kehidupan seolah-olah telah menjadi bagian yang mapan dari kehidupan masyarakat, sebagian demi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kemandirian 2.1.1. Pengertian Kemandirian Menurut Masrun, dkk (1986), kemandirian adalah suatu sikap yang memungkinkan seseorang untuk berbuat bebas, melakukan sesuatu atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga kelangsungan hidup manusia akan berjalan dengan lancar dan optimal.

BAB I PENDAHULUAN. sehingga kelangsungan hidup manusia akan berjalan dengan lancar dan optimal. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan kebutuhan dasar bagi manusia dan mempunyai peran yang sangat penting dalam menjamin perkembangan dan kelangsungan kehidupan manusia. Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Matematika merupakan bidang pelajaran yang ditemui diberbagai jenjang pendidikan, mulai dari pendidikan dasar sampai perguruan tinggi. Matematika mengajarkan kita untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam menghadapi era globalisasi, diperlukan sumber daya manusia (SDM) yang handal yang memiliki pemikiran kritis, sistematis, logis, dan kreatif serta berkemauan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak memiliki kharakteristik tertentu yang khas dan tidak sama dengan orang dewasa, mereka

BAB I PENDAHULUAN. Anak memiliki kharakteristik tertentu yang khas dan tidak sama dengan orang dewasa, mereka BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Anak adalah manusia kecil yang memiliki potensi yang masih harus dikembangkan. Anak memiliki kharakteristik tertentu yang khas dan tidak sama dengan orang dewasa, mereka

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB II KAJIAN TEORITIK 8 BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi konseptual 1. Kreativitas Matematika a. Kreativitas Pada berbagai literatur terdapat banyak definisi kreativitas diantaranya menurut Silver ada dua pandangan tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan bahwa pembentukan Pemerintah Negara Indonesia untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Perwujudan dari amanat itu, yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan ini berguna untuk menghasilkan ide-ide baru yang kreatif.

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan ini berguna untuk menghasilkan ide-ide baru yang kreatif. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tidak ada manusia yang hidup tanpa mengalami masalah dan rintangan yang harus dicari jalan keluarnya. Sama halnya dalam dunia pendidikan yang selalu berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan manusia karena dengan pendidikan setiap manusia bisa belajar berbagai ilmu pengetahuan dan dengan ilmu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. yang representatif dalam suatu alur atau suatu keadaan yang agak kacau atau kusut.

BAB II LANDASAN TEORI. yang representatif dalam suatu alur atau suatu keadaan yang agak kacau atau kusut. BAB II LANDASAN TEORI A. Konsep. 1. Pengertian Novel. Novel atau sering disebut sebagai roman adalah suatu cerita prosa yang fiktif dalam panjang yang tertentu, yang melukiskan para tokoh, gerak serta

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 5 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Kreativitas a. Pengertian Kreativitas Kreativitas adalah kemampuan seseorang untuk menciptakan hal yang baru. Hal ini senada dengan James J. Gallagher dalam Rachmawati

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Kemampuan Berpikir Kreatif Kreativitas seringkali dianggap sebagai sesuatu keterampilan yang didasarkan pada bakat alam, dimana hanya mereka yang berbakat saja yang bisa menjadi

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. A. Berpikir Kreatif Siswa Berkemampuan Matematika Tinggi Mapel. Kreatif pada Tingkat 4 (Sangat Kreatif)

BAB V PEMBAHASAN. A. Berpikir Kreatif Siswa Berkemampuan Matematika Tinggi Mapel. Kreatif pada Tingkat 4 (Sangat Kreatif) BAB V PEMBAHASAN A. Berpikir Kreatif Siswa Berkemampuan Matematika Tinggi Mapel Lingkaran 1. Siswa dengan Kemampuan Matematika Tinggi Memiliki Tingkat Berpikir Kreatif pada Tingkat 4 (Sangat Kreatif) Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang

BAB I PENDAHULUAN. Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang pesat saat ini, banyak pula masalah dan kendala yang dihadapi oleh masyarakat baik individu

Lebih terperinci

2.1.2 Tipe-Tipe Kepemimpinan Menurut Hasibuan (2009: ) ada tiga tipe kepemimpinan masing-masing dengan ciri-cirinya, yaitu:

2.1.2 Tipe-Tipe Kepemimpinan Menurut Hasibuan (2009: ) ada tiga tipe kepemimpinan masing-masing dengan ciri-cirinya, yaitu: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepemimpinan 2.1.1 Pengertian Kepemimpinan Menurut Wukir (2013:134), kepemimpinan merupakan seni memotivasi dan mempengaruhi sekelompok orang untuk bertindak mencapai tujuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kerja Terhadap Kinerja Pegawai Bagian Produksi Pada Perusahaan Rokok

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kerja Terhadap Kinerja Pegawai Bagian Produksi Pada Perusahaan Rokok 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Landasan Penelitian Terdahulu Hasil penelitian Hamid (2010) dengan judul: Pengaruh Kemampuan Kerja Terhadap Kinerja Pegawai Bagian Produksi Pada Perusahaan Rokok Gandum Malang.

Lebih terperinci

KEMITRAAN SEKOLAH. Prof. Dr. Sodiq A. Kuntoro

KEMITRAAN SEKOLAH. Prof. Dr. Sodiq A. Kuntoro KEMITRAAN SEKOLAH Workshop Strategi Pengembangan Mutu Sekolah Bagi Kepala Sekolah dan Pengawas Sekolah diselenggarakan Prodi S2 Manajemen Pendidikan dan S3 Ilmu Pendidikan, Program Pascasarjana Universitas

Lebih terperinci

Gambar 1. Maslow s Hierarchy of Human Needs (http://webspace.ship.edu/cgboer/maslow.html)

Gambar 1. Maslow s Hierarchy of Human Needs (http://webspace.ship.edu/cgboer/maslow.html) HIERARKI DARI KEBUTUHAN MANUSIA MENURUT MASLOW Abraham Maslow dikenal sebagai pelopor aliran psikologi humanistik. Maslow percaya bahwa manusia tergerak untuk memahami dan menerima dirinya. Salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan di Indonesia dihadapkan pada tantangan era globalisasi yang semakin berat, yaitu diharapkan mampu menghasilkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas.

Lebih terperinci

MOTIVASI DALAM BELAJAR. Saifuddin Azwar

MOTIVASI DALAM BELAJAR. Saifuddin Azwar MOTIVASI DALAM BELAJAR Saifuddin Azwar Dalam dunia pendidikan, masalah motivasi selalu menjadi hal yang menarik perhatian. Hal ini dikarenakan motivasi dipandang sebagai salah satu faktor yang sangat dominan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. selalu hidup dalam lingkungan. Manusia tidak bisa dipisahkan dengan. memberikan keakraban dan kehangatan bagi anak-anaknya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. selalu hidup dalam lingkungan. Manusia tidak bisa dipisahkan dengan. memberikan keakraban dan kehangatan bagi anak-anaknya. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pola Asuh Orang Tua 2.1.1 Pengertian Pola Asuh Orang Tua Sejak seorang anak lahir, remaja, dewasa sampai tua, manusia akan selalu hidup dalam lingkungan. Manusia tidak bisa

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. pada bab-bab terdahulu, terdapat tiga kesimpulan pokok yang dapat diungkapkan

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. pada bab-bab terdahulu, terdapat tiga kesimpulan pokok yang dapat diungkapkan BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. Kesimpulan Dari kajian teoretis dan temuan penelitian sebagaimana telah disajikan pada bab-bab terdahulu, terdapat tiga kesimpulan pokok yang dapat diungkapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup perusahaan. Orang (manusia) merupakan elemen yang selalu

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup perusahaan. Orang (manusia) merupakan elemen yang selalu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era globalisasi ini, perusahaan menyadari akan pentingnya sumber daya manusia. Keberhasilan suatu perusahaan ditentukan oleh sumber daya yang ada di dalamnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Manusia memiliki kebutuhan-kebutuhan selama kehidupannya. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Manusia memiliki kebutuhan-kebutuhan selama kehidupannya. Menurut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Manusia memiliki kebutuhan-kebutuhan selama kehidupannya. Menurut Maslow (dalam Robbins, 1998) kebutuhan manusia dibagi menjadi lima bagian, yakni kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyelidiki sebuah proyek dari sudut pandang yang tidak biasa.

BAB I PENDAHULUAN. menyelidiki sebuah proyek dari sudut pandang yang tidak biasa. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ditinjau dari seluruh aspek kehidupan, kebutuhan akan kreativitas sangatlah penting. Seperti yang dikatakan oleh Munandar dalam bukunya (1999:6) kreativitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Kepuasan Kerja Kepuasan kerja (job satisfaction) menurut Handoko (1996) adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan bagaimana para pekerja memandang

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN INSTRUMEN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS UNTUK SISWA SMP

PENGEMBANGAN INSTRUMEN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS UNTUK SISWA SMP PENGEMBNGN INSTRUMEN BERPIKIR KRETIF MTEMTIS UNTUK SISW SMP Nuni Fitriarosah Pendidikan Matematika Sekolah Pascasarjana UPI nuni.frose@gmail.com BSTRK. Seiring dengan diberlakukannya ME (Masyarakat Ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berbeda-beda. Jika kemampuan berpikir kreatif tidak dipupuk dan

BAB I PENDAHULUAN. yang berbeda-beda. Jika kemampuan berpikir kreatif tidak dipupuk dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Individu setiap manusia memiliki tingkat kemampuan berpikir yang berbeda-beda dan tidak ada yang sama persis baik dari tingkat berpikir kreatif secara keseluruhan

Lebih terperinci

Kreativitas Siswa dalam Pembuatan Model Struktur 3D Sel pada Pembelajaran Subkonsep Struktur dan Fungsi Sel

Kreativitas Siswa dalam Pembuatan Model Struktur 3D Sel pada Pembelajaran Subkonsep Struktur dan Fungsi Sel Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013 Kreativitas Siswa dalam Pembuatan Model Struktur 3D Sel pada Pembelajaran Subkonsep Struktur dan Fungsi Sel Siti Gia Syauqiyah Fitri, Vina Septifiana

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB II KAJIAN TEORITIK 7 BAB II KAJIAN TEORITIK A. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis 1. Pengertian Berpikir Kreatif Berpikir dapat diartikan sebagai alur kesadaran yang setiap hari muncul dan mengalir tanpa kontrol, sedangkan

Lebih terperinci

IMPROVING PERSONAL, INTERPERSONAL, & ORGANIZATIONAL COMMUNICATIONS

IMPROVING PERSONAL, INTERPERSONAL, & ORGANIZATIONAL COMMUNICATIONS IMPROVING PERSONAL, INTERPERSONAL, & ORGANIZATIONAL COMMUNICATIONS Part 6 Edy Prihantoro Universitas Gunadarma Pokok Bahasan Understanding your communication style Building high self esteem (self esteem

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat cepat,

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat cepat, BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat cepat, tidak terlepas dari peran matematika sebagai salah ilmu dasar. Perkembangan yang sangat cepat itu sebanding

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Teori konstruktivisme dikembangkan oleh Piaget pada pertengahan abad 20.

TINJAUAN PUSTAKA. Teori konstruktivisme dikembangkan oleh Piaget pada pertengahan abad 20. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Konstruktivisme Teori konstruktivisme dikembangkan oleh Piaget pada pertengahan abad 20. Piaget (Sanjaya, 2008) berpendapat bahwa pada dasarnya setiap individu sejak kecil

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan pembelajaran ialah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan pembelajaran ialah 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoritis 1. Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan pembelajaran ialah menentukan model atau metode mengajar tentang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Kompetensi Interpersonal 1. Pengertian Kompetensi Interpersonal Menurut Mulyati Kemampuan membina hubungan interpersonal disebut kompetensi interpersonal (dalam Anastasia, 2004).

Lebih terperinci