BAB I PENDAHULUAN. jalanan. Pasal 34 ayat 1 UUD 1945 yang berbunyi Fakir miskin dan anak-anak

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. jalanan. Pasal 34 ayat 1 UUD 1945 yang berbunyi Fakir miskin dan anak-anak"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fenomena anak jalanan bukan lagi menjadi fenomena yang baru. Fenomena anak jalanan telah banyak didiskusikan entah itu oleh pemerintah, komunitas, maupun kelompok masyarakat. Namun seringkali pemerintah yang seharusnya mengurusi warganya tidak sanggup menyelesaikan fenomena anak jalanan. Pasal 34 ayat 1 UUD 1945 yang berbunyi Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara sepertinya tidak dilaksanakan secara sungguh-sungguh dan konsisten. Anak Indonesia adalah potensi dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa Indonesia yang memiliki peran strategis dalam pembangunan bangsa dan negara. Namun kenyataannya pembangunan sumber daya manusia khususnya terhadap anak dirasakan masih sangat rendah dan kurang mendapat perhatian. Hal ini terbukti dari semakin maraknya permasalahan yang ditemukan mengenai anak-anak seperti kurangnya perhatian akan pendidikan dan kesehatan, meningkatnya kasus kekerasan, diskriminasi, pekerja anak, anak jalanan dan lainlain dimana dalam kondisi seperti ini anak-anak dijadikan sebagai korban. Kondisi seperti ini memicu untuk timbulnya fenomena anak-anak jalanan di berbagai daerah termasuk di Yogyakarta. Banyak kebijakan yang menertibkan anak jalanan setelah mereka muncul atau turun ke jalanan bukan membuat 1

2 kebijakan yang seharusnya mencegah mereka turun ke jalanan. Hal-hal seperti ini perlu ditekankan untuk mengurangi volume anak yang turun ke jalanan. Keberadaan anak jalanan selalu dihubung-hubungkan dengan hal negatif seperti membuat kumuh, berandalan, dan lain-lain. Seringkali masyarakat menganggap anak yang berpakaian kumuh, terlihat gembel dan kotor atau anak-anak yang mengamen dan berjualan di jalanan dan tempat umum merupakan sampah masyarakat 1. Di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sendiri setidaknya terdapat 312 anak jalanan yang tersebar pada empat Kecamatan dan satu wilayah Kota. Tabel 1.1 Data Anak Jalanan Provinsi DI Yogyakarta No KABUPATEN LAKI- LAKI ANAK JALANAN PEREMPUAN 1 KULONPROGO BANTUL GUNUNGKIDUL SLEMAN KOTA YOGYAKARTA Jumlah Sumber Dinas Sosnakertrans Kota Yogyakarta, Tahun 2011, Tahun 2011 Fenomena di atas memaksa Pemerintah berpikir untuk mengatasi masalah anak jalanan. Pemerintah harus mengeluarkan kebijakan dimana kebijakan tersebut diharapkan dapat menekan angka anak jalanan yang ada. Pada tahun 1 Wawancara dengan Nurmaniati, Staf Dinas Sosnakertrans Kota Yogyakarta, 17 Desember

3 1995/1996, Departemen Sosial bekerjasama dengan UNDP melakukan profil terhadap anak jalanan di Kota Jakarta dan Surabaya. Hasil dari profil tersebut adalah adanya 3 model uji coba penanganan anak jalanan, yaitu open house, mobil unit (mobil keliling/mobil sahabat anak), dan boarding house (panti persinggahan). Ketiga model tersebut diuji coba di tujuh kota besar di Indonesia, yaitu DKI Jakarta, Surabaya, Bandung, DI Yogyakarta, Semarang, Medan, dan Ujung Pandang selama tiga tahun. Namun cara dengan rumah singgah ini masih belum dianggap efektif karena justru cenderung memberdayakan anak jalanan. Dalam rangka memberikan pelayanan kesejahteraan sosial khususnya terhadap anak jalanan maka diperlukan kerja sama antara Pemerintah, masyarakat, Organisasi Sosial, Organisasi Masyrakat, dan LSM yang kegiatannya berkaitan erat dengan dengan pengelolaan penyandang masalah kesejahteraan khususnya anak jalanan agar terbentuk kesatuan gerak dan langkah dalam melaksanakan usaha-usaha kesejahteraan sosial. Sejauh ini kebijakan-kebijakan yang diambil oleh Pemerintah banyak yang bersifat top down dimana Pemerintah langsung menerapkan sebuah kebijakan tanpa tahu bagaimana sebenarnya kondisi yang ada di lapangan. Itu yang menjadi sebab banyaknya kebijakan Pemerintah yang tidak mampu mengatasi masalah sosial yang ada. Banyak dari kebijakan Pemerintah yang tidak sesuai dengan kondisi di lapangan. Pemerintah hendaknya bisa mendengarkan keluhan masyarakat dan menjadikan itu semua sebagai bahan pertimbangan dalam membuat sebuah kebijakan. Pada saat ini peran Pemerintah dalam mengatasi 3

4 masalah sosial yang terjadi, kasus anak jalanan, tidaklah cukup. Pemerintah merasa kewalahan dalam hal ini. Untuk itu diperlukan kerjasama antara Pemerintah dengan pihak lain dalam menyelesaikan masalah sosial. Kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah tidaklah cukup bila tidak mendapat dukungan dari pihak lain, dalam hal ini adalah masyarakat. Masyarakat sebagai kumpulan massa yang besar memiliki kekuatan yang besar dalam membantu Pemerintah dalam menyelesaikan masalah sosial. Kesepahaman pandangan antara masyarakat dan Pemerintah bahwa anak jalanan perlu ditangani menjadi modal bagi Pemerintah untuk menjalin kerjasama dengan masyarakat. Masyarakat dan Pemerintah dapat berbagai peran dan fungsi dalam menangani anak jalanan yang ada. Dan berkaca dari kebijakan-kebijakan sebelumnya maka Pemerintah Kota Yogyakarta khususnya Dinas Sosnakertrans Kota Yogyakarta selalu berinovasi dalam kebijakan mereka. Program pengentasan anak jalanan yang paling terbaru yang dilakukan oleh Dinas Sosnakertrans Kota Yogyakarta adalah Program Penanganan Anak Jalanan Berbasis Masyarakat. Program ini awalnya merupakan sebuah konsep dari Dinas Sosnakertrans Kota Yogyakarta dalam menangani anak jalanan. Berdasarkan Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 75 Tahun 2008 tentang Fungsi, Rincian Dan Tata Kerja Dinas Sosial, Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kota Yogyakarta maka mereka merancang konsep ini. Konsep ini merupakan gagasan dari Seksi Rehabilitasi Masalah Sosial Dinas Sosnakertrans Kota Yogyakarta. 4

5 Program yang melibatkan masyarakat ini dilakukan oleh Dinas Sosnakertrans Kota Yogyakarta karena mereka tidak bisa melakukan penanganan anak jalanan sendiri, mereka membutuhkan aktor-aktor lain di dalam program ini. Keterbatasan sumber daya yang dimiliki oleh Dinas Sosnakertrans menginspirasi mereka untuk lebih melibatkan masyarakat dalam penanganan anak jalanan. Di Kota Yogyakarta sendiri ada kelompok dari masyarakat FK-PSM yang bertugas untuk melakukan pendekatan terhadap anak jalanan. Kelompok FK-PSM ini bekerja bedasarkan Keputusan Kepala Dinas Sosnakertrans Kota Yogyakarta. Mereka mendapat memiliki rincian tugas seperti yang tercantum pada Perwal Yogyakarta Nomor 75 tahun 2008 tersebut dalam Pasal 10. Kelompok ini tersebar di setiap Kelurahan yang ada di Kota Yogyakarta. Kelompok ini merupakan mitra dari Dinas Sosnakertrans dalam Program Penanganan Anak Jalanan Berbasis Masyarakat. Awalnya kelompok FK-PSM ini bekerja hanya di tingkat Kelurahan saja. Namun dengan diimplementasikannya Program Penanganan Anak Jalanan Berbasis Masyarakat maka Dinas Sosnakertrans meminta FK-PSM untuk bekerja pada tingkat Kecamatan yang ada di Kota Yogyakarta. Dinas Sosnakertrans menantang FK-PSM untuk menciptakan setiap Kecamatan yang ada di Kota Yogyakarta menjadi nyaman dan bersih dari Penyandang Masalah Sosial seperti anak jalanan. 2 Peran aktif masyarakat dalam penanganan anak jalan menjadi tujuan dari program ini. Namun timbul masalah apakah masyarakat mau ambil bagian dalam penanganan anak jalanan yang selama ini mereka anggap sebagai trouble maker di 2 Wawancara dengan Nurmaniati, Staf Dinas Sosnakertrans Kota Yogyakarta, 17 Desember

6 daerah mereka. Masyarakat terlanjur memberikan penilaian yang negatif terhadap anak jalanan. Dan juga pendapat dari anak jalanan menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam menyusun sebuah program. Anak jalanan dan kelompok sasaran lainnya hendaknya diikutsertakan dalam perumusan masalah sehingga dalam mencari solusi tidak merugikan salah satu pihak. Anak jalanan, masyarakat, dan pemerintah merupakan aktor yang mempunyai peranan penting di dalam program ini. Mereka adalah aktor yang saling berhadapan langsung di lapangan dalam kehidupan sehari-hari. Kehadiran anak jalanan yang selama ini dianggap sebagai masalah oleh aktor lainnya akan mempengaruhi bagaimana mereka berinteraksi dalam program ini. Aktor-aktor ini akan saling berinteraksi di dalam program tersebut karena hanya dengan interaksi dari ketiga aktor ini lah tujuan dari implementasi program dapat dicapai. Program Penanganan Anak Jalanan Berbasis Masyarakat ini bersifat bottom-up karena dalam pelaksanaan program ini berasal dari level bawah yaitu masyarakat. Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa program ini merupakan sebuah konsep dari Dinas Sosnakertrans Kota Yogyakarta. Ini menjadi hanya sebuah konsep karena pada awal pelaksanaannya pada tahun 2009 Kota Yogyakarta belum memiliki Perda Penanganan Anak Jalanan sehingga Dinas Sosnakertrans tidak dapat berbuat banyak dalam mengatasi anak jalanan. Yang berikutnya yang menjelaskan bahwa program ini bersifat bottom-up adalah saat ini pemerintah melibatkan FK-PSM yang berkerja menangani anak jalanan. Sekarang mereka berkerja sama dengan Dinas Sosnakertrans Kota Yogyakarta 6

7 dalam menangani anak jalanan. Mereka selama ini dianggap memiliki informasi mengenai anak jalanan dan kebutuhannya bila dibandingkan dengan Dinas Sosnakertrans Kota Yogyakarta. Untuk itu semua konsep kerja dari program penanganan anak jalanan ini merupakan konsensus dari FK-PSM dengan pemerintah. 3 Menarik untuk diteliti mengingat setiap aktor dalam memiliki kepentingan tersendiri di dalam pelaksanaan program penangan anak jalanan ini. Anak jalanan memiliki kepentingan agar dimana mereka bisa mendapatkan hak-hak mereka sebagai anak jalanan karena banyak dari mereka, anak jalanan, belum mendapatkan hak mereka sebagai anak seperti kehidupan yang layak, kesehatan, pendidikan, dan lain-lain. 4 Pemerintah sendiri juga memiliki kepentingan dalam penanganan anak jalanan. Mereka berusaha untuk menciptakan suasana Kota Yogyakarta yang bebas dari anak jalanan. Mereka berusaha untuk mengurangi jumlah anak jalanan yang ada agar Kota Yogyakarta bebas dari anak jalanan dan menjadikan Kota Yogyakarta nyaman bagi para wisatawan yang ada. Mereka juga berusaha agar anak-anak yang berada di Kota Yogyakarta mendapatkan hak mereka sebagai anak. 5 Sedangkan untuk masyarakat sendiri yang dalam hal ini diwakili oleh FK- PSM memiliki kepentingan agar anak-anak yang berada di jalanan mendapatkan 3 Wawancara dengan Nurmaniati, Staf Dinas Sosnakertrans Kota Yogyakarta, 16 Februari Wawancara dengan Ir. Mohammad Wahban pimpinan Rumah Singgah Anak Mandiri, 21 Maret Nurmaniati, Ibid, 17 Desember

8 hak mereka sebagai anak. Mereka memperjuangkan hak-hak yang seharusnya di dapat oleh anak. Mereka juga berusaha untuk menciptakan kondisi dimana anak jalanan itu bukan sebagai masalah sosial namun sebagai korban dari kegagalan pemerintah dalam pemenuhan kebutuhan anak. 6 Kepentingan-kepentingan tersebut akan mempengaruhi bagaimana mereka berinteraksi dalam program tersebut. Menjadi menarik untuk diteliti bagaimana kepentingan-kepentingan tersebut mempengaruhi interaksi yang terjadi. Akan dilihat apakah kepentingan-kepentingan tersebut dapat disatukan sehingga interaksi mereka dapat menunjang keberhasilan program atau justru malah sebaliknya yaitu kepentingan yang ada justru menghambat tujuan dari program penanganan anak jalanan tersebut berbasis masyarakat tersebut. Dalam penelitian ini akan dilakukan di Kecamatan Umbulharjo, Kota Yogyakarta. Menurut data Dinas Sosnakertrans Kota Yogyakarta angka anak jalan di Kecamatan Umbulharjo paling tinggi bila dibandingkan dengan kecamatankecamatan lain yang berada di Kota Yogyakarta. Di Kecamatan Umbulharjo ini juga dilaksanakan Program Penanganan Anak Jalanan Berbasis Masyarakat Kota Yogyakarta, melihat tingginya angka anak jalanan di Kecamatan Umbulharjo ini maka diharapkan Program Penanganan Anak Jalanan Berbasis Masyarakat berhasil dilaksanakan di daerah ini untuk mengurangi anak jalanan yang ada. 6 Wahban. Ibid 8

9 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, bisa didapatkan rumusan masalah dari penelitian ini. Rumusan masalah dari penelitian ini sebagai berikut Bagaimana interaksi antara Dinas Sosnakertrans Kota Yogyakarta, FK-PSM, dan anak jalanan di dalam implementasi Program Penanganan Anak Jalanan Berbasis Masyarakat yang dilakukan di Kecamatan Umbulharjo? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan bagaimana interaksi yang terjadi antara aktor-aktor di dalam implementasi Program Penanganan Anak Jalanan Berbasis Masyarakat Kota Yogyakarta. Penelitian ini akan menjelaskan bagaimana aktor-aktor tersebut bekerja sama di dalam sebuah kerangka kerja sama dalam mencapai tujuan dari program tersebut. Interaksi antar aktor dalam Program Penanganan Anak Jalanan Berbasis Masyarakat Kota Yogyakarta akan melihat peran dan tanggung jawab yang dilakukan oleh setiap aktor di dalam implementasi program dan juga akan menjelaskan bagaimana hasil dari implementasi program ini. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti Memberikan informasi dan pengetahuan yang lebih mendalam bagi peneliti mengenai pelaksanaan Program Penanganan Anak Jalanan Berbasis Masyarakat melalui Dinas Sosnakertrans Kota Yogyakarta 9

10 2. Bagi Masyarakat Penelitian ini bermanfaat dan memberikan informasi kepada masyarakat bagaimana pelaksanaan Program Penanganan Anak Jalanan Berbasis Masyarakat sehingga masyarakat lebih paham bagaimana seharusnya menangani anak jalanan yang berada di daerah mereka 3. Bagi Pemerintah Manfaat yang diberikan dari penelitian ini bagi pemerintah ialah sebagai acuan evaluasi terhadap realita yang ada di lapangan dalam implementasi Program Penanganan Anak Jalanan Berbasis Masyarakat 4. Memberikan referensi bagi pihak-pihak yang melakukan penelitian sejenis 10

BAB VI PENUTUP. tahun diimplementasikan di Kecamatan Umbulharjo dan kecamatan-kecamatan

BAB VI PENUTUP. tahun diimplementasikan di Kecamatan Umbulharjo dan kecamatan-kecamatan BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan Program Penanganan Anak Jalanan Berbasis Masyarakat ini sudah empat tahun diimplementasikan di Kecamatan Umbulharjo dan kecamatan-kecamatan lain di Kota Yogyakarta yaitu dari

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. Dinas Sosial Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan. Rumah Singgah Anak Mandiri

BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. Dinas Sosial Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan. Rumah Singgah Anak Mandiri BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN Dinas Sosial Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Rumah Singgah Anak Mandiri A. Dinas Sosial Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Dinas Provinsi merupakan unsur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertuang dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945 yakni melindungi

BAB I PENDAHULUAN. tertuang dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945 yakni melindungi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara berkembang seperti Indonesia, secara berkelanjutan melakukan pembangunan baik fisik maupun mental untuk mencapai tujuan negara yang tertuang dalam pembukaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang didalam

I. PENDAHULUAN. Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang didalam 1 A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang didalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Mereka bersih seperti kertas putih ketika

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Gambaran Umum Dinas Sosial Kota Bandar Lampung. Fungsi, dan Tata Kerja Dinas Sosial Kota Bandar Lampung

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Gambaran Umum Dinas Sosial Kota Bandar Lampung. Fungsi, dan Tata Kerja Dinas Sosial Kota Bandar Lampung IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Gambaran Umum Dinas Sosial Kota Bandar Lampung 1. Dasar Hukum terbentuknya Dinas Sosial - Peraturan Wali Kota Bandar Lampung Nomor 15 Tahun 2008 tentang Tugas, Fungsi,

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. 1. Sejarah Pembentukan Dinas Sosial Kota Bandar Lampung

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. 1. Sejarah Pembentukan Dinas Sosial Kota Bandar Lampung 46 IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Dinas Sosial Kota Bandar Lampung 1. Sejarah Pembentukan Dinas Sosial Kota Bandar Lampung Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 24 Tahun 1996 tentang Pembentukan Organisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yakni melindungi

BAB I PENDAHULUAN. tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yakni melindungi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara berkembang seperti Indonesia, secara berkelanjutan melakukan pembangunan, baik fisik maupun mental untuk mencapai tujuan Negara yang tertuang dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak asing lagi melihat anak-anak mengerumuni mobil-mobil dipersimpangan lampu

BAB I PENDAHULUAN. tidak asing lagi melihat anak-anak mengerumuni mobil-mobil dipersimpangan lampu BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan kerap kali menjadi persoalan yang tidak kunjung selesai, mulai dari kesadaran masyarakat sampai kemampuan pemerintah dalam menganalisis masalah dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pengadaan Proyek

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pengadaan Proyek BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek Indonesia memiliki angka kependudukan yang besar jika disandingkan dengan negara-negara besar di dunia. Penduduk Indonesia menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menyandang predikat sebagai Kota Layak Anak (KLA) merupakan suatu kebanggaan bagi Kota Solo, sekaligus menjadi tantangan bagi pemerintah Kota Solo. Hal ini karena

Lebih terperinci

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2015 DINAS SOSIAL PROVINSI SULAWESI SELATAN

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2015 DINAS SOSIAL PROVINSI SULAWESI SELATAN PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2015 DINAS SOSIAL PROVINSI SULAWESI SELATAN NO SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA TARGET (1) (2) (3) (4) 1 2 Berkontribusinya menurunkan jumlah Penyandang Masalah Kesejahteraan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ekonomi merosot hingga minus 20% mengakibatkan turunnya berbagai. jumlah masyarakat penyandang masalah sosial di daerah perkotaan.

I. PENDAHULUAN. ekonomi merosot hingga minus 20% mengakibatkan turunnya berbagai. jumlah masyarakat penyandang masalah sosial di daerah perkotaan. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 telah membawa dampak yang luas bagi masyarakat sampai saat ini. Pertumbuhan ekonomi merosot

Lebih terperinci

IV.B.22. Urusan Wajib Sosial

IV.B.22. Urusan Wajib Sosial 22. URUSAN SOSIAL UUD 45 telah mengamanatkan bahwa Negara wajib memberi perlindungan dan jaminan kesejahteraan sosial. Beberapa masalah yang masih perlu mendapat perhatian diantaranya masih rendahnya kualitas

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MERANGIN DINAS SOSIAL, TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI

PEMERINTAH KABUPATEN MERANGIN DINAS SOSIAL, TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI PEMERINTAH KABUPATEN MERANGIN DINAS SOSIAL, TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI JALAN PEMUDA KOMPLEK IBRD KM. 2 NO. 01 TELEPON/FAX. ( 0746) 21185 BANGKO Kode Pos 37314 PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 Dalam rangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Setiap organisasi pemerintah dituntut untuk dapat mengoptimalkan sumber

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Setiap organisasi pemerintah dituntut untuk dapat mengoptimalkan sumber BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap organisasi pemerintah dituntut untuk dapat mengoptimalkan sumber daya manusia dan bagaimana sumber daya manusia tersebut dikelola guna mencapai tujuan bersama.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan yang telah dan sedang dilaksanakan oleh suatu negara pada

I. PENDAHULUAN. Pembangunan yang telah dan sedang dilaksanakan oleh suatu negara pada I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang telah dan sedang dilaksanakan oleh suatu negara pada hakekatnya bertujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat, memperluas kesempatan kerja dan peluang

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI TOLITOLI NOMOR 10 TAHUN

PERATURAN BUPATI TOLITOLI NOMOR 10 TAHUN SALINAN BUPATI TOLITOLI PERATURAN BUPATI TOLITOLI NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KESEJAHTERAAN SOSIAL KABUPATEN TOLITOLI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TOLITOLI, Menimbang

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA DINAS SOSIAL KABUPATEN BANGLI NOMOR : 460/750/DINSOS TENTANG STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR DINAS SOSIAL KABUPATEN BANGLI

KEPUTUSAN KEPALA DINAS SOSIAL KABUPATEN BANGLI NOMOR : 460/750/DINSOS TENTANG STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR DINAS SOSIAL KABUPATEN BANGLI PEMERINTAH DINAS SOSIAL Jalan Brigjen Ngurah Rai No. 85 Bangli Telepon No. (0366) 93640 PAX No. (0366) 91045 Email : disos@banglikab.go.id KEPUTUSAN KEPALA DINAS SOSIAL NOMOR : 460/750/DINSOS TENTANG STANDAR

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 54 Tahun : 2016

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 54 Tahun : 2016 BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 54 Tahun : 2016 PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 54 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS,

Lebih terperinci

halnya lansia yang bekerja di sektor formal. Hal ini menyebabkan semakin kompleksnya permasalahan yang dihadapi oleh lanjut usia terlantar.

halnya lansia yang bekerja di sektor formal. Hal ini menyebabkan semakin kompleksnya permasalahan yang dihadapi oleh lanjut usia terlantar. digilib.uns.ac.id 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesejahteraan sosial merupakan suatu keadaan terpenuhinya kebutuhan hidup yang layak bagi masyarakat, sehingga mampu mengembangkan diri dan dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rendah. Kinerja organisasi sebagian besar dipengaruhi kinerja para pegawai,

BAB I PENDAHULUAN. rendah. Kinerja organisasi sebagian besar dipengaruhi kinerja para pegawai, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lingkungan persaingan yang semakin tajam dan bersifat global menuntut organisasi meningkatkan mutu dan keunggulan daya saing yang dipengaruhi oleh dua faktor

Lebih terperinci

BUPATI BANTUL PERATURAN BUPATI BANTUL T E N T A N G

BUPATI BANTUL PERATURAN BUPATI BANTUL T E N T A N G BUPATI BANTUL PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 46 TAHUN 2011 T E N T A N G PERUBAHAN ATAS PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 81 TAHUN 2007 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS SOSIAL KABUPATEN BANTUL

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Fenomena kaum perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga di

BAB 1 PENDAHULUAN. Fenomena kaum perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga di BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fenomena kaum perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga di daerah Yogyakarta cukup memprihatinkan dan tidak terlepas dari permasalahan kekerasan terhadap perempuan.

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN PELAYANAN KECAMATAN BUAHBATU KOTA BANDUNG. 2.1 Tugas, Fungsi, dan Struktur Organisasi Kecamatan Buahbatu Kota Bandung

BAB II GAMBARAN PELAYANAN KECAMATAN BUAHBATU KOTA BANDUNG. 2.1 Tugas, Fungsi, dan Struktur Organisasi Kecamatan Buahbatu Kota Bandung 214-218 BAB II GAMBARAN PELAYANAN KECAMATAN BUAHBATU KOTA BANDUNG 2.1 Tugas, Fungsi, dan Struktur Organisasi Kecamatan Buahbatu Kota Bandung 2.1.1. Struktur Organisasi Kecamatan Buahbatu Kota Bandung Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kesejahteraan (welfare state). Itulah konsep

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kesejahteraan (welfare state). Itulah konsep BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kesejahteraan (welfare state). Itulah konsep negara yang dianut oleh bangsa Indonesia sebagaimana pernyataan Jimly Ashiddiqie (dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah generasi penerus cita-cita perjuangan bangsa, yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah generasi penerus cita-cita perjuangan bangsa, yang memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah generasi penerus cita-cita perjuangan bangsa, yang memiliki peran strategis dan ciri serta sifat-sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi

Lebih terperinci

PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN ORGANISASI DINAS DAERAH KOTA SERANG

PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN ORGANISASI DINAS DAERAH KOTA SERANG PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN ORGANISASI DINAS DAERAH KOTA SERANG DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI MANAJEMEN RETRIBUSI PERSAMPAHAN. Uraikan situasi yang ada sebelum inovasi pelayanan publik ini dimulai

SISTEM INFORMASI MANAJEMEN RETRIBUSI PERSAMPAHAN. Uraikan situasi yang ada sebelum inovasi pelayanan publik ini dimulai PROPOSAL SISTEM INFORMASI MANAJEMEN RETRIBUSI PERSAMPAHAN Tanggal pelaksanaan inovasi pelayanan publik Wednesday, 01 February 2017 Kategori inovasi pelayanan publik Pelayanan langsung kepada masyarakat

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Gambaran Umum Anak Jalanan, Gelandangan dan Pengemis di Kota

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Gambaran Umum Anak Jalanan, Gelandangan dan Pengemis di Kota IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Gambaran Umum Anak Jalanan, Gelandangan dan Pengemis di Kota Bandar Lampung Selain merupakan pusat kegiatan pemerintahan, sosial, politik, pendidikan dan kebudayaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jalan maupun di berbagai tempat umum. Padahal dalam Pasal 34 Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. jalan maupun di berbagai tempat umum. Padahal dalam Pasal 34 Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang tergolong dalam negara berkembang. Infrastruktur yang terus berkembang hingga sarana dan prasarana yang menunjang kehidupan masyarakat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. diperkirakan mencapai anak dan pada tahun 2012 meningkat menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. diperkirakan mencapai anak dan pada tahun 2012 meningkat menjadi BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fenomena anak jalanan di Indonesia adalah isu yang memerlukan perhatian khusus semua elemen masyarakat. Jumlah anak jalanan di Indonesia meningkat dari tahun ke tahun.

Lebih terperinci

Panti Asuhan Anak Terlantar di Solo BAB I PENDAHULUAN

Panti Asuhan Anak Terlantar di Solo BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang eksistensi proyek Bangsa Indonesia yang mempunyai tujuan untuk menyejahterakan rakyatnya seperti yang tercantum dalam UUD 1945, disebutkan bahwa Dan perjuangan pergerakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dampak negatif bagi pihak-pihak tertentu. adalah Yayasan Lembaga Pengkajian Sosial (YLPS) Humana Yogyakarta.

BAB I PENDAHULUAN. dampak negatif bagi pihak-pihak tertentu. adalah Yayasan Lembaga Pengkajian Sosial (YLPS) Humana Yogyakarta. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) merupakan suatu wadah yang dibentuk dan digunakan oleh masyarakat untuk menyampaikan suatu aspirasi ataupun gagasan di dalam

Lebih terperinci

INSTRUKSI WALIKOTA SURABAYA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG

INSTRUKSI WALIKOTA SURABAYA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG INSTRUKSI WALIKOTA SURABAYA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PEMUTAKHIRAN DATA PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL (PMKS) DAN POTENSI SUMBER KESEJAHTERAAN SOSIAL (PSKS) TAHUN 2013 WALIKOTA SURABAYA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. publik terhadap kehidupan anak anak semakin meningkat. Semakin tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. publik terhadap kehidupan anak anak semakin meningkat. Semakin tumbuh dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia, dalam beberapa tahun terakhir ini perhatian pemerintah dan publik terhadap kehidupan anak anak semakin meningkat. Semakin tumbuh dan berkembangnya organisasi

Lebih terperinci

IV.B.22. Urusan Wajib Sosial

IV.B.22. Urusan Wajib Sosial 22. URUSAN SOSIAL Perlindungan dan kesejahteraan sosial diperlukan bagi seluruh rakyat Indonesia sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945. Meskipun telah banyak dicatat beberapa keberhasilan, beberapa masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Tentunya

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Tentunya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dikatagorikan sebagai salah satu Negara berkembang berupaya meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya, hal ini sudah menjadi amanah

Lebih terperinci

BUPATI SUMBAWA BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BUPATI SUMBAWA BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT BUPATI SUMBAWA BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN BUPATI SUMBAWA BARAT NOMOR 29 TAHUN 2017 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBAWA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA TANGERANG

PEMERINTAH KOTA TANGERANG RINGKASAN RENJA DINAS SOSIAL KOTA TANGERANG TAHUN 2016 Dinas Sosial Kota Tangerang di bentuk berdasarkan Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 13 Tahun 2014. Organisasi dan tata kerja Dinas Sosial Kota

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN PELAYANAN KECAMATAN KIARACONDONG KOTA BANDUNG. 2.1 Tugas, Fungsi, dan Struktur Organisasi Kecamatan Kiaracondong Kota Bandung

BAB II GAMBARAN PELAYANAN KECAMATAN KIARACONDONG KOTA BANDUNG. 2.1 Tugas, Fungsi, dan Struktur Organisasi Kecamatan Kiaracondong Kota Bandung BAB II GAMBARAN PELAYANAN KECAMATAN KIARACONDONG KOTA BANDUNG 2.1 Tugas, Fungsi, dan Struktur Organisasi Kecamatan Kiaracondong Kota Bandung 2.1.1. Struktur Organisasi Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor

Lebih terperinci

BAB IV DESKRIPSI SETTING PENELITIAN

BAB IV DESKRIPSI SETTING PENELITIAN BAB IV DESKRIPSI SETTING PENELITIAN A. Gambaran Umum Lingkungan Pondok Sosial (Liponsos) Gelandangan dan pengemis (gepeng) dapat tumbuh subur, seirama dengan pertumbuhan dan perkembangan kota. Fenomena

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PEMERINTAHAN KOTA YOGYAKARTA DAN BADAN LINGKUNGAN HIDUP YOGYAKARTA

BAB II GAMBARAN UMUM PEMERINTAHAN KOTA YOGYAKARTA DAN BADAN LINGKUNGAN HIDUP YOGYAKARTA BAB II GAMBARAN UMUM PEMERINTAHAN KOTA YOGYAKARTA DAN BADAN LINGKUNGAN HIDUP YOGYAKARTA 2.1 Profil Kota Yogyakarta 2.1.1 Deskripsi Wilayah Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta yang meliputi daerah Kasultanan

Lebih terperinci

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 55 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemberdayaan masyarakat (community empowerment). Dalam program

BAB I PENDAHULUAN. pemberdayaan masyarakat (community empowerment). Dalam program BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian ini menganalisis kapasitas pendamping KUBE dan faktor penghambat pendampingan dengan mengambil studi kasus pendampingan Kelompok Usaha Bersama (KUBE) di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyandang Masalah Kesejahteraan sosial (PMKS) merupakan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. Penyandang Masalah Kesejahteraan sosial (PMKS) merupakan seseorang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Penyandang Masalah Kesejahteraan sosial (PMKS) merupakan seseorang, keluarga atau kelompok masyarakat yang karena suatu hambatan, kesulitan atau gangguan tidak dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan Negara Republik Indonesia adalah: melindungi segenap bangsa

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan Negara Republik Indonesia adalah: melindungi segenap bangsa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembukaan UUD 1945 Alinea IV menegaskan bahwa tujuan dibentuknya Pemerintahan Negara Republik Indonesia adalah: melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh

Lebih terperinci

Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Sosial Kota Bandung A. Kepala Dinas B. Sekretariat

Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Sosial Kota Bandung A. Kepala Dinas B. Sekretariat Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Sosial Kota Bandung Berdasarkan Peraturan Walikota Bandung No. 475 Tahun 2008 tentang Rincian Tugas Pokok Dan Fungsi Satuan Organisasi pada Dinas Daerah Kota Bandung, Tugas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan paradigma pembangunan pada masa orde baru, dari sistem sentralistik ke sistem desentralistik bertujuan untuk memberikan pelimpahan wewenang kepada otonomi daerah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. merealisasikan hak-hak asasi manusia lainnya. Pendidikan mempunyai peranan

BAB 1 PENDAHULUAN. merealisasikan hak-hak asasi manusia lainnya. Pendidikan mempunyai peranan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah sebuah hak asasi sekaligus sebuah sarana untuk merealisasikan hak-hak asasi manusia lainnya. Pendidikan mempunyai peranan sangat strategis

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA INSTRUKSI WALIKOTA SURABAYA NOMOR 02 TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA SURABAYA INSTRUKSI WALIKOTA SURABAYA NOMOR 02 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN WALIKOTA SURABAYA INSTRUKSI WALIKOTA SURABAYA NOMOR 02 TAHUN 2016 TENTANG PEMUTAKHIRAN DATA PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL (PMKS) DAN POTENSI SUMBER KESEJAHTERAAN SOSIAL (PSKS) TAHUN 2016

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gender yaitu suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun

BAB I PENDAHULUAN. gender yaitu suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembicaraan tentang gender sudah semakin merebak. Konsep gender yaitu suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia adalah tenaga kerja, pegawai atau karyawan. Karyawan atau pegawai

BAB I PENDAHULUAN. manusia adalah tenaga kerja, pegawai atau karyawan. Karyawan atau pegawai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam melaksanakan pembangunan, dua aset pokok yang harus dimiliki, yakni sumber daya alam dan sumber daya manusia. Dari dua aset pokok ini, sumber daya manusia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menarik orang mendatangi kota. Dengan demikian orang-orang yang akan mengadu nasib di

BAB 1 PENDAHULUAN. menarik orang mendatangi kota. Dengan demikian orang-orang yang akan mengadu nasib di BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehidupan kota yang selalu dinamis berkembang dengan segala fasilitasnya yang serba gemerlapan, lengkap dan menarik serta menjanjikan tetap saja menjadi suatu faktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimana terjadi kekurangan hal-hal yang biasa untuk dipunyai, seperti makanan,

BAB I PENDAHULUAN. dimana terjadi kekurangan hal-hal yang biasa untuk dipunyai, seperti makanan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan adalah salah satu masalah sosial, karena kemiskinan telah menjadi sebuah persoalan dalam kehidupan manusia. Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang tidak dapat dipisahkan dari realitas kehidupan. masyarakat. Pengaturan tentang Fakir mskin dan anak-anak terlantar

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang tidak dapat dipisahkan dari realitas kehidupan. masyarakat. Pengaturan tentang Fakir mskin dan anak-anak terlantar BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Gelandangan merupakan bagian dari fenomena dalam masyarakat yang tidak dapat dipisahkan dari realitas kehidupan masyarakat. Pengaturan tentang Fakir mskin dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Badan Pusat Statistik. Data Penduduk Indonesia Per Maret Diakses 14 Februari 2011

BAB I PENDAHULUAN. Badan Pusat Statistik. Data Penduduk Indonesia Per Maret Diakses 14 Februari 2011 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan kemiskinan merupakan permasalahan yang sangat kompleks. Kemiskinan dapat dilihat dari dua sudut, yaitu material dan kultural. Dua sudut pandang tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Istilah gelandangan berasal dari kata nggelandang yang artinya selalu

BAB I PENDAHULUAN. Istilah gelandangan berasal dari kata nggelandang yang artinya selalu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah gelandangan berasal dari kata nggelandang yang artinya selalu berkeliaran, atau tidak pernah mempunyai tempat kediaman yang tetap. Seda ngkan pengemis adalah

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO

PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 48 TAHUN 2010 TENTANG URAIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS SOSIAL KABUPATEN SITUBONDO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SITUBONDO, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN AGAM NOMOR 8 TAHUN 2004 T E N T A N G SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS SOSIAL,PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN PEREMPUAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN AGAM NOMOR 8 TAHUN 2004 T E N T A N G SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS SOSIAL,PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN PEREMPUAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN AGAM NOMOR 8 TAHUN 2004 T E N T A N G SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS SOSIAL,PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN PEREMPUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI AGAM, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 73 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI SIDOARJO PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 73 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI SIDOARJO PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 73 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS SOSIAL KABUPATEN SIDOARJO DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 01 TAHUN 2010 T E N T A N G PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 01 TAHUN 2010 T E N T A N G PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 01 TAHUN 2010 T E N T A N G PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang

Lebih terperinci

TATARAN PELAKSANAAN KEBIJAKAN ASPEK TINGKAT CAPAIAN KINERJA PENYELENGGARAAN URUSAN WAJIB DAN URUSAN PILIHAN

TATARAN PELAKSANAAN KEBIJAKAN ASPEK TINGKAT CAPAIAN KINERJA PENYELENGGARAAN URUSAN WAJIB DAN URUSAN PILIHAN TATARAN PELAKSANAAN KEBIJAKAN ASPEK TINGKAT PENYELENGGARAAN URUSAN WAJIB DAN URUSAN PILIHAN NO URUSAN INDIKATOR KINERJA KUNCI URUSAN WAJIB 1 Pendidikan Pendidikan Luar Biasa (PLB) jenjang SD/MI 1. Jumlah

Lebih terperinci

Latar Belakang KLA. Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA) adalah suatu pembangunan kabupaten/kota yang mengintegrasikan komitmen dan

Latar Belakang KLA. Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA) adalah suatu pembangunan kabupaten/kota yang mengintegrasikan komitmen dan Latar Belakang KLA 1. Definisi dan Tujuan KLA Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA) adalah suatu pembangunan kabupaten/kota yang mengintegrasikan komitmen dan sumber daya pemerintah, masyarakat dan dunia usaha

Lebih terperinci

KEPALA DINAS UPTD SEKRETARIAT BIDANG PARTISIPASI SOSIAL DAN MASYARAKAT BIDANG REHABILITASI SOSIAL BIDANG PELAYANAN SOSIAL

KEPALA DINAS UPTD SEKRETARIAT BIDANG PARTISIPASI SOSIAL DAN MASYARAKAT BIDANG REHABILITASI SOSIAL BIDANG PELAYANAN SOSIAL DINAS SOSIAL KOTA BANDUNG INFORMASI BERKALA A. Profil Kedudukan SKPD 1. Kedudukan Kedudukan Dinas Sosial yaitu penyelenggara pelayanan dalam bidang kesejahteraan 2. Struktur Struktur Organisasi Dinas Sosial

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan kepribadiannya. Sebagai bentuk pengembangan diri

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan kepribadiannya. Sebagai bentuk pengembangan diri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prinsip utama yang telah disepakati oleh pakar pendidikan adalah bahwa setiap warga negara seharusnya mempunyai kesempatan untuk mengembangkan kepribadiannya. Sebagai

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI,TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI,TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI,TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN A. Visi Visi adalah rumusan umum mengenai keadaan yang diinginkan pada akhir periode perencanaan. Dengan demikian visi merupakan gambaran keadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat penyembuhan dan pemulihan

BAB I PENDAHULUAN. menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat penyembuhan dan pemulihan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang harus dilindungi dan diperhatikan oleh Pemerintah. Di samping itu kesehatan juga merupakan salah satu indikator kesejahteraan

Lebih terperinci

WALIKOTA MAKASSAR PROVINSI SULAWESI SELATAN

WALIKOTA MAKASSAR PROVINSI SULAWESI SELATAN WALIKOTA MAKASSAR PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN WALIKOTA MAKASSAR NOMOR 89 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b perlu ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b perlu ditetapkan dengan Peraturan Daerah. PEMERINTAH KABUPATEN BREBES Lembaran Daerah No. 11 Tahun 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. data-data keluarga sejahtera yang dikumpulkannya. Menurut BKKBN yang

BAB I PENDAHULUAN. data-data keluarga sejahtera yang dikumpulkannya. Menurut BKKBN yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masalah angka kemiskinan ini menjadi lebih banyak diperdebatkan oleh ekonom dan non-ekonom ketika BKKBN mengumumkan angka kemiskinan dari data-data keluarga

Lebih terperinci

PENGUATAN PERAN LEMBAGA SOCIAL DEVELOPMENT CENTER FOR CHILD (SDC) DALAM PENGENTASAN KASUS SEXUAL CRIME TERHADAP ANAK JALANAN

PENGUATAN PERAN LEMBAGA SOCIAL DEVELOPMENT CENTER FOR CHILD (SDC) DALAM PENGENTASAN KASUS SEXUAL CRIME TERHADAP ANAK JALANAN PENGUATAN PERAN LEMBAGA SOCIAL DEVELOPMENT CENTER FOR CHILD (SDC) DALAM PENGENTASAN KASUS SEXUAL CRIME TERHADAP ANAK JALANAN Oleh: Wahyu Beny Mukti Setiyawan ABSTRAK Menjadi bangsa yang beradab merupakan

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Pedoman Wawancara

LAMPIRAN. Pedoman Wawancara 94 LAMPIRAN Pedoman Wawancara 1. Wawancara Kepala Seksi Rehabilitasi Masalah Sosial Dinas Sosnakertrans Kota Yogyakarta Nama : Tanggal wawancara : Waktu : Tempat : 1. Program penanganan apa sajakah yang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SALATIGA DAFTAR INFORMASI PUBLIK RINGKASAN RENCANA KERJA DINAS SOSIAL KOTA SALATIGA TAHUN 2017

PEMERINTAH KOTA SALATIGA DAFTAR INFORMASI PUBLIK RINGKASAN RENCANA KERJA DINAS SOSIAL KOTA SALATIGA TAHUN 2017 PEMERINTAH KOTA SALATIGA DAFTAR INFORMASI PUBLIK RINGKASAN RENCANA KERJA DINAS SOSIAL KOTA SALATIGA TAHUN 2017 1 BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA A. PERENCANAAN STRATEGIS 1. VISI DAN MISI a. Pernyataan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. 1.1. Latar Belakang Dewasa ini, permasalahan perumahan dan permukiman di kota-kota di Indonesia semakin kompleks dan sulit diselesaikan. Beberapa permasalahan utama yang muncul mulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpotensi untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Tujuan bangsa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpotensi untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Tujuan bangsa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk sangat banyak dan sumber daya alam yang sangat melimpah ruah. Hal tersebut sangat berpotensi untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persoalan kecenderungan meningkatnya permintaan dan kurangnya penyediaan di

BAB I PENDAHULUAN. persoalan kecenderungan meningkatnya permintaan dan kurangnya penyediaan di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perumahan menjadi salah satu kebutuhan dasar manusia, dimana perkembangannya menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari sejarah perkembangan wilayah perkotaan. Pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan untuk menciptakan kesejahteraan dan kemakmuran bagi seluruh rakyat

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan untuk menciptakan kesejahteraan dan kemakmuran bagi seluruh rakyat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan yang sedang dilaksanakan dewasa ini adalah dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya. Oleh karena itu, pembangunan tersebut dilaksanakan

Lebih terperinci

BUPATI GRESIK PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI GRESIK PROVINSI JAWA TIMUR p BUPATI GRESIK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI GRESIK NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS SOSIAL KABUPATEN GRESIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2015

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2015 WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYALURAN BANTUAN KEUANGAN KHUSUS DARI GUBERNUR TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO

PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 49 TAHUN 2008 TENTANG URAIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS SOSIAL KABUPATEN SITUBONDO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SITUBONDO, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kesejahteraan (welfare state). Itulah konsep negara

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kesejahteraan (welfare state). Itulah konsep negara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kesejahteraan (welfare state). Itulah konsep negara yang dianut oleh bangsa Indonesia sebagaimana pernyataan Jimly Ashiddiqie (dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diukur berdasarkan kenaikan Produk Domestik Bruto (PDB) berdasarkan hasil survei oleh Badan Pusat Statistik (bps.go.id:

Lebih terperinci

TUGAS DAN FUNGSI DINAS SOSIAL

TUGAS DAN FUNGSI DINAS SOSIAL TUGAS DAN FUNGSI DINAS SOSIAL (Berdasarkan Peraturan Bupati Sigi Nomor 28 Tahun 2016 tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi serta Tata Kerja Perangkat Daerah) A. Kepala Dinas Kepala Dinas

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 55 2012 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 55 TAHUN 2012 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG SOSIAL KOTA BEKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BEKASI,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang tua mereka, meskipun mereka telah dewasa. tercantum dalam pasal 1 ayat (2) yang berbunyi :

BAB I PENDAHULUAN. orang tua mereka, meskipun mereka telah dewasa. tercantum dalam pasal 1 ayat (2) yang berbunyi : BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Anak adalah seorang laki-laki atau perempuan yang belum dewasa atau belum mengalami masa pubertas. Anak juga merupakan keturunan kedua, dimana kata anak merujuk pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Konteks Masalah Emansipasi wanita telah memberikan semangat dan dorongan bagi kaum perempuan untuk tampil secara mandiri dalam mencapai segala impian, cita-cita dan memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

Tabel 1.1 Target RPJMN, RPJMD Provinsi dan kondisi Kota Depok. Jawa Barat. Cakupan pelayanan air limbah domestic pada tahun 2013 sebesar 67-72%

Tabel 1.1 Target RPJMN, RPJMD Provinsi dan kondisi Kota Depok. Jawa Barat. Cakupan pelayanan air limbah domestic pada tahun 2013 sebesar 67-72% BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sanitasi merupakan salah satu sektor yang memiliki keterkaitan sangat erat dengan kemiskinan tingkat pendidikan, kepadatan penduduk, daerah kumuh dan akhirnya pada

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 29 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS SOSIAL

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 29 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS SOSIAL SALINAN NOMOR 29/2016 PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 29 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN PERMAKANAN

Lebih terperinci

7. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Banyuasin di Provinsi Sumatera Selatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

7. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Banyuasin di Provinsi Sumatera Selatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 70 Menimbang : Mengingat : PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUASIN, a. bahwa setiap warga

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan data dan hasil analisis yang telah dipaparkan di atas, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Terdapat pengaruh langsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Panti asuhan merupakan institusi dengan memiliki tugas menangani

BAB I PENDAHULUAN. Panti asuhan merupakan institusi dengan memiliki tugas menangani BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Panti asuhan merupakan institusi dengan memiliki tugas menangani kesejahateraan sosial dan memiliki peran dalam melayani kesejahteraan sosial kepada anak-anak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai negara yang berpaham walfare state, Negara Republik Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai negara yang berpaham walfare state, Negara Republik Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai negara yang berpaham walfare state, Negara Republik Indonesia mempunyai kewajiban untuk mensejahterakan rakyatnya. Dasar konstutisional bahwa Indonesia sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi tingkat kalangsungan hidup. Menurut World bank (2004), salah

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi tingkat kalangsungan hidup. Menurut World bank (2004), salah 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kemiskinan muncul ketika seseorang atau penduduk yang tidak mampu mencukupi tingkat kebutuhan dan kemakmuran yang dimana itu dianggap sebagai kebutuhan yang minimal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan dan psikis seseorang. (Tarwoto dan Wartonah, 2003). Personal

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan dan psikis seseorang. (Tarwoto dan Wartonah, 2003). Personal 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari hari, kebersihan merupakan hal yang sangat penting dan harus diperhatikan karena kebersihan akan mempengaruhi kesehatan dan psikis seseorang.

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR 94 TAHUN 2016 TENTANG TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS SOSIAL KABUPATEN SRAGEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR 94 TAHUN 2016 TENTANG TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS SOSIAL KABUPATEN SRAGEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 SALINAN PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR 94 TAHUN 2016 TENTANG TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS SOSIAL KABUPATEN SRAGEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SRAGEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PEMBERDAYAAN GELANDANGAN DAN PENGEMIS DI KABUPATEN SIDOARJO (Studi Kasus di UPTD Liponsos Sidokare)

PEMBERDAYAAN GELANDANGAN DAN PENGEMIS DI KABUPATEN SIDOARJO (Studi Kasus di UPTD Liponsos Sidokare) PEMBERDAYAAN GELANDANGAN DAN PENGEMIS DI KABUPATEN SIDOARJO (Studi Kasus di UPTD Liponsos Sidokare) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Administrasi Negara pada Fakultas

Lebih terperinci

8. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 57 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penataan Organisasi Perangkat Daerah.

8. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 57 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penataan Organisasi Perangkat Daerah. PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 4 TAHUN 2008 PEMBENTUKAN, SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PERANGKAT DAERAH KABUPATEN BULELENG DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan

BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Sekolah Dasar Kristen 03 Eben Haezer Salatiga dan Sekolah Dasar Negeri 01 Salatiga disimpulkan memiliki berbagai upaya untuk meningkatkan lima karakteristik sekolah bermutu

Lebih terperinci