BAB I PENDAHULUAN. mendukung peningkatan perekonomian nasional. Pembangunan industri meliputi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. mendukung peningkatan perekonomian nasional. Pembangunan industri meliputi"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan industri sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi dalam pembangunan nasional telah dapat dirasakan di sebagian wilayah Indonesia terutama kota-kota besar. Industri merupakan salah satu sektor yang diharapkan mampu untuk mendukung peningkatan perekonomian nasional. Pembangunan industri meliputi aspek-aspek perubahan struktur ekonomi, perluasan kesempatan kerja, pemerataan kesempatan berusaha, pengurangan ketergantungan pada impor, peningkatan ekspor hasil-hasil industri, peningkatan kemampuan perangkat lunak termasuk rancang bangun dan perekayasaan, pengembangan pusat-pusat pertumbuhan industri di daerah-daerah dan pemanfaatan sumberdaya alam dan energi, serta sumberdaya manusia. Pembangunan industri di Daerah Istimewa Yogyakarta untuk mendorong investasi dalam industri yang bertumpu pada ilmu pengetahuan, industri-industri besar, UKM, dan pertanian. Letak Yogyakarta yang berada di tengah pulau Jawa memiliki keuntungan dalam hal akses pasar. Perkembangan investasi di bidang perdagangan dan jasa menyebabkan terjadinya penggunaan lahan dari pertanian ke fungsi bukan pertanian yang sangat pesat di daerah perkotaan Yogyakarta yang meliputi wilayah Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta, dan Kabupaten Bantul. Dalam kondisi demikian ketersediaan ruang untuk kegiatan produksi seperti sector industry di wilayah perkotaan semakin berkurang. Secara spasial wilayah perkotaan Yogyakarta tidak memungkinkan lagi untuk lokasi industri. Diperlukan pemusatan lokasi industri di suatu area tertentu yang tidak terlalu jauh dari pusat kegiatan perdagangan dan jasa dan didukung oleh ketersediaan sarana dan prasarana yang memadai (Anonim, 2005) 1

2 Usaha-usaha untuk memanfaatkan sumberdaya alam dan energi serta sumberdaya manusia, mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan industri yang menunjang pembangunan daerah, dan memeratakan kesempatan berusaha, pada dasarnya merupakan kegiatan yang saling kait-mengkait. Kegiatan-kegiatan tersebut akan memberikan sumbangan yang besar terhadap terciptanya struktur industri yang semakin sehat dan kuat selanjutnya akan memberikan dampak yang nyata terhadap perubahan struktur ekonomi nasional. Tersedianya sumberdaya alam yang cukup melimpah secara tersebar di seluruh wilayah tanah air adalah merupakan potensi penyediaan bahan mentah dan tenaga untuk dapat diolah menjadi bahan baku dan energi bagi keperluan industri. Dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara dikemukakan bahwa sumberdaya alam merupakan modal dasar pembangunan yang harus diamankan di dalam penggunaannya, baik untuk saat ini maupun untuk masa yang akan datang. Oleh karena itu, pemanfaatan sumberdaya alam harus dilakukan dengan cara-cara yang rasional, dengan tanpa merusak tata lingkungan hidup manusia, serta dengan kebijaksanaan yang menyeluruh dengan memperhitungkan kebutuhan generasi-generasi yang akan datang. Pada dasarnya sumberdaya alam yang potensial untuk diolah dalam usaha kegiatan industri bertumpu pada sumberdaya pertanian, kehutanan, laut, mineral dan minyak/gas bumi. Hasil dari sumberdaya alam tersebut di atas merupakan bahan mentah untuk industri pengolahan yang produksinya dapat berupa bahan baku industri, barang setengah jadi atau barang jadi. Kebijaksanaan yang harus diupayakan adalah mempertahankan dan meningkatkan perkembangan industri yang dapat memperhatikan potensi dan mutu lingkungan. Perkembangan industri yang seperti ini mungkin dilaksanakan dalam sebuah kawasan tertentu yang disebut kawasan industri, sehingga upaya pengendalian dan pencegahan terhadap kerusakan lingkungan dapat dilaksanakan 2

3 dengan mudah dan efisien. Untuk itulah pemerintah memandang perlu untuk mengusahakan kawasan industri, yaitu kawasan tempat pemusatan kegiatan industri pengolahan yang dilengkapi dengan prasarana, sarana dan fasilitas penunjang lainnya yang disediakan dan dikelola oleh perusahaan kawasan industri. Pemilihan lokasi penelitian di Kecamatan Sentolo dilatarbelakangi adanya pertimbangan-pertimbangan bahwa daerah ini merupakan wilayah yang potensial dari segi sumberdaya alam, serta didukung oleh potensi sumberdaya manusiadalam memanfaatkan dan mengolah sumberdaya yang terdapat di daerah ini. Selain itu mengacu pada kebijakan Pemerintah Propinsi DIY berdasarkan Perda No. 5 Tahun 1992 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi (RTRWP), mengalokasikan lahan untuk fungsi kegiatan perindustrian. Kawasan ini berada di wilayah Sentolo, dimana kawasan ini sebagian merupakan tanah kering (tegalan), yang nilai gunanya amat rendah, baik dari segi produktivitas maupun pajaknya. Didukung dengan letaknya yang berada di tepi Sungai Progo, maka masalah air dan limbah bagi suatu kegiatan industri sudah banyak dikurangi bebannya. Selain itu, di Kecamatan Sentolo juga telah berkembang kegiatan perindustrian. Pembangunan kawasan industri di daerah yang mempunyai sumberdaya alam cukup akan mengakibatkan perubahan lingkungan, yaitu berupa berkembangnya bangunan/gedung industri yang biasanya relatif lebih menonjol daripada daerah sekitarnya. Keberadaan bangunan/gedung industri tersebut di satu pihak memberikan dampak positif terhadap lingkungan dan masyarakat, seperti tersedianya jaringan jalan/telekomunikasi/listrik/air minum. Akan tetapi di pihak lain, bangunan/gedung industri juga akan mempengaruhi potensi, kondisi dan mutu sumberdaya alam dan lingkungan, merugikan daya dukung lingkungan dan menimbulkan masalah pencemaran lingkungan yang dalam kurun waktu panjang dapat mengakibatkan potensi dan mutu lingkungan menurun bila pemanfaatan dan pengelolaan bangunan/gedung industri tersebut tidak diarahkan dengan baik dan bijaksana. 3

4 Untuk menghindari berbagai dampak negatif pembangunan kawasan industri, dalam hal ini bangunan/gedung industri diperlukan suatu metode yang tepat untuk menentukan lokasi pembangunan yang sesuai dengan kondisi lingkungan setempat. Metode yang digunakan harus dapat memberikan informasi yang akurat akan tumbuh dan berkembangnya suatu penggunaan lahan serta informasi ketersediaan lahan untuk mendukung peningkatan penggunaan lahan tersebut. Untuk meminimalisir kemungkinan dampak negatif tersebut diperlukan suatu studi untuk menentukan lokasi suatu kawasan industri yang sesuai dengan persyaratan tertentu. Penilaian suatu kawasan untuk dapat dijadikan daerah industri perlu memperhatikan beberapa faktor fisik yang berpengaruh antara lain geomorfologi, litologi, hidrologi, tanah, iklim dan penggunaan lahan (Sutanto BR, 1991). Dalam menentukan kajian fisik lahan diperlukan informasi mengenai kondisi lahan tersebut dengan berbagai variabel yang diperlukan sesuai dengan rencana peruntukannya. Untuk pemilihan lokasi kawasan industri dengan menggunakan teknik penginderaan jauh akan menghemat banyak waktu, tenaga dan biaya karena menurut Sutanto (1995) bahwa penginderaan jauh memungkinkan perolehan data dengan lebih cepat dan lebih murah daripada cara terrestrial, dan dengan ketelitian yang dapat diterima. Penggunaan teknik penginderaan jauh memiliki peran yang sangat besar dalam penyadapan informasi yang berkaitan dengan potensi lahan yang ada. Penggunaan foto udara dan citra satelit yang merupakan teknik penginderaan jauh selain cakupan daerah yang relatif luas, perolehan data hasil interpretasinya dapat membantu dalam berbagai masalah penentuan lokasi. Interpretasi penggunaan lahan dapat membantu dalam mengenali obyek yang mengalami perubahan penggunaan lahan. Pengenalan obyek penggunaan lahannya dapat melalui penutup lahan yang terlihat pada citra yang digunakan. Interpretasi penutup lahan dan bentuk lahan dapat digunakan untuk mengenali kondisi fisik lahannya. Faktor aksesibilitas yang 4

5 merupakan salah satu faktor yang penting dalam pemilihan lokasi dapat diidentifikasi melalui foto udara dengan bantuan peta-peta tematik yang merupakan data sekunder. Identifikasi faktor aksesibilitas apabila dilakukan secara terestrial akan banyak memakan waktu, tenaga dan biaya, maka kelebihan-kelebihan inilah yang dipakai sebagai acuan seorang perencana dalam penentuan lokasi Perumusan Masalah Seiring dengan laju pertumbuhan di sektor industri, kebutuhan lahan untuk penyediaan lokasi akan semakin meningkat selaras dengan pembangunan yang semakin pesat. Terbatasnya lahan untuk perindustrian menyebabkan bangunan didirikan pada lokasi yang tidak menguntungkan. Oleh karena itu diperlukan perencanaan yang baik untuk kegiatan industri tersebut. Perencanaan dan pemanfaatan ruang yang kurang tepat dapat mengurangi efisiensi kegiatan sosial ekonomi dan dapat menyebabkan penurunan kualitas dan daya dukung lingkungan. Kecamatan Sentolo merupakan sebagian wilayah dari Kabupaten Kulon Progo Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kulon Progo tahun tertuang bahwa kawasan peruntukan industri berdasarkan studi kesesuaian lahan berada di Kecamatan Sentolo dan Lendah. Dalam penelitian ini dipilih Kecamatan Sentolo dengan pertimbangan kedekatan dengan jalur transportasi ekonomi antar kota, kemudahan akses menuju pemerintah daerah, dan kondisi topografi wilayah. Kecamatan Sentolo dilalui oleh jalan raya yang berfungsi sebagai jalan arteri dan merupakan penghubung DIY dengan Kabupaten Porworejo dibagian barat dan dilalui jalan kolektor yang menghubungkan Yogyakarta dengan Muntilan lewat Kalibawang. Kondisi yang demikian ini menempatkan Kecamatan Sentolo sebagai kawasan yang dilewati arus transportasi regional dan dapat memanfaatkan kondisi tersebut untuk berkembang. Apalagi dengan adanya potensi jalur kereta api yang membelah wilayah ini. 5

6 Pemilihan lokasi kawasan industri di daerah tersebut selain didasari oleh peraturan daerah Kulon Progo tentang Rencana Tata Ruang Wilayah juga mengingat bahwa pembangunan kawasan industri di wilayah yang padat penduduk sangat tidak efisien, karena berkaitan dengan tingkat polusi (baik udara maupun limbah cair/padat) yang dihasilkan dari kawasan tersebut, meskipun pembangunan di daerah perkotaan memiliki kemudahan aksesibilitas dan fasilitas. Oleh karena itu pembangunan kawasan industri dititikberatkan pada daerah di pinggiran kota. Selain jauh dari permukiman, pembangunan kawasan industri di daerah ini akan merangsang pertumbuhan di daerah sekitarnya. Banyak pertimbangan yang membuat lokasi di daerah pinggiran kota makin menarik. Industri di jaman modern ini memerlukan ruang yang makin banyak. Tidak hanya untuk proses produksi, tetapi juga untuk kegiatan lain seperti pergudangan dan parkir. Dengan demikian, maka tanah yang diperlukan semakin banyak. Bahkan dapat dikatakan bahwa tanah merupakan aset utama. Sebaliknya, alternatif penggunaan tanah di daerah perkotaan yang makin banyak untuk permukiman, perkantoran, rekreasi dan taman mendorong harga tanah makin tinggi. Gejala ini yang mendorong lokasi industri ke pinggiran kota yang harga tanahnya relatif rendah (Djojodipuro, 1992 dalam Sri Utari, 2003). Bertambahnya jumlah penduduk merupakan salah satu permasalahan dalam pembangunan nasional yang berakhibat pula pada peningkatan aktivitas kegiatannya untuk memenuhi kebutuhan hidup. Meningkatnya intensitas kegiatan penduduk dan industri perlu dikendalikan untuk mengurangi kadar kerusakan lingkungan di banyak daerah antara lain pencemaran industri. Pembuangan limbah yang tidak memenuhi persyaratan teknis dan kesehatan sehingga mengabaikan daya dukung dan daya tampung lingkungan. Untuk pemilihan lokasi kawasan industri digunakan data penginderaan jauh yang berupa foto udara. Teknik penginderaan jauh mempunyai peran yang sangat 6

7 besar dalam penyadapan informasi mengenai kesesuaian lahan. Pemilihan lokasi yang dilakukan secara terestrial akan banyak memakan waktu, tenaga dan biaya. Dengan menggunakan teknik penginderaan jauh hal ini dapat diminimalkan. Karena selain cepat, penggunaan foto udara mampu mencakup daerah yang cukup luas. Dalam penelitian ini digunakan foto udara pankromatik hitam putih skala 1 : Film pankromatik merupakan bagian spektrum tampak, yaitu bagian dari panjang gelombang yang langsung diterima oleh mata manusia. Spektrum ini berkisar antara 0,4 0,7 µm, merupakan bagian paling sempit dari semua panjang gelombang yang ada. Keunggulan lain foto udara pankromatik yaitu di samping kesan rona obyek yang dimunculkan sesuai dengan kesan mata yang memandang obyek aslinya, juga karena kepekaan filmnya yang dibuat sama dengan kepekaan mata manusia. Pengolahan data dari hasil interpretasi foto udara maupun dari data lainnya dapat dilakukan dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis. Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan salah satu bentuk dari teknologi sistem informasi. Input dasar sistem ini berupa data-data geografi baik spasial maupun non spasial, yang berasal dari peta yang sudah ada, foto udara, citra satelit maupun pengukuran langsung di lapangan dan didukung oleh seperangkat pengorganisasian data berupa komputer. Komputer berperan sebagai tempat menyimpan, mengolah data dan menampilkan kembali data geografi lapangan dengan cepat, efektif, dan efisien guna keperluan analisis maupun kelengkapan informasi geografisnya. Berdasarkan hal tersebut di atas maka dapat dirumuskan permasalahan yang melatarbelakangi penelitian ini, yaitu : 1. Seberapa jauh manfaat foto udara dan sistem informasi geografis untuk mengambil informasi/data karakteristik fisik lahan yang digunakan untuk penentuan lokasi kawasan industri sekunder, seperti bentuk lahan, penggunaan 7

8 lahan, kemiringan lereng dan faktor yang berpengaruh untuk penentuan kawasan industri, seperti aksesibilitas dan faktor fisik lahan yang lain. 2. Seberapa perlunya model spasial untuk dapat memberi alternatif lokasi kawasan industri sekunder yang secara fisik lahan memenuhi syarat. Berdasarkan uraian dan permasalahan serta alasan-alasan di muka, maka penulis mencoba melakukan penelitian dengan judul : Pemanfaatan Foto Udara Pankromatik Hitam Putih dan Sistem Informasi Geografis untuk Menentukan Lokasi Kawasan Industri Sekunder di Kecamatan Sentolo Kabupaten Kulon Progo 1.3. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui kemampuan foto udara dan SIG untuk pemilihan lokasi kawasan industri sekunder di Kecamatan Sentolo. 2. Menentukan prioritas kesesuaian lahan untuk kawasan industri sekunder ditinjau dari aspek fisik lahan serta Rencana Umum Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kulon Progo sebagai bahan pembanding Kegunaan Penelitian 1. Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukkan dalam merencanakan pembangunan di Kabupaten Kulon Progo, terutama untuk pembangunan industri. 2. Sebagai bahan pertimbangan bagi pihak lain yang mempunyai perhatian terhadap usaha pengembangan kegiatan industri di Kabupaten Kulon Progo. 3. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai evaluasi sekaligus sebagai dasar dalam penyusunan rencana pembangunan bidang industri selanjutnya. 8

9 1.5. Sasaran Penelitian 1. Menilai sejauh mana kemampuan penginderaan jauh dan sistem informasi geografi dalam pemilihan/penentuan letak suatu kawasan industri. 2. Mengevaluasi kesesuaian lahannya dan merekomendasikan pemilihan letak kawasan industri yang berdasarkan aspek fisik lahan, sarana dan prasarana terhadap faktor jalan, penggunaan lahan yang ada dan rencana tata ruang wilayah dengan menggunakan aplikasi penginderaan jauh dan sistem informasi geografi Tinjauan Pustaka Penginderaan Jauh Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu obyek, daerah atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan obyek, daerah atau fenomena yang dikaji (Lillesand dan Kiefer, 1990). Sistem penginderaan jauh memiliki komponenkomponen yang berinteraksi satu dengan yang lainnya. Komponen dalam sistem penginderaan jauh terdiri dari sumber energi, efek atmosfer, interaksi antara tenaga dan obyek, sensor, perolehan data dan penggunaan data (Sutanto, 1989) Penginderaan jauh terdiri dari penginderaan jauh fotografik dan penginderaan jauh non-fotografik. Dalam penelitian ini penginderaan jauh fotografik digunakan sebagai sumber data utama. Oleh karena itu dalam bab ini akan dibicarakan mengenai penginderaan jauh sistem fotografik. Penginderaan jauh fotografik yaitu sistem penginderaan jauh yang di dalam merekam obyek menggunakan kamera sebagai sensor, menggunakan film sebagai detektor dan menggunakan tenaga elektromagnetik yang berupa spektrum tampak dan atau perluasannya (Sutanto, 1994). 9

10 Apabila tenaga elektromagnetik mengenai suatu kenampakan di muka bumi, terdapat tiga kemungkinan pokok interaksi tenaga dengan benda yaitu tenaga tersebut akan dipantulkan, diserap dan/atau ditransmisikan. Tenaga yang dipantulkan, diserap dan ditransmisikan tergantung pada obyek di muka bumi (jenis materi dan kondisinya) dan panjang gelombang yang digunakan Foto Udara Pankromatik Hitam Putih Citra foto dapat dibedakan berdasarkan atas spektrum elektromagnetik yang digunakan, sumbu kamera, sudut liputan kamera, jenis kamera, warna yang digunakan dan sistem wahana penginderaannya. Berdasarkan spektrum elektromagnetik yang digunakan citra foto terdiri atas foto ultraviolet, foto ortokromatik, foto pankromatik dan foto inframerah asli. Foto pankromatik dapat dibedakan menjadi foto udara pankromatik berwarna dan foto udara pankromatik hitam putih. Penelitian ini menggunakan foto udara pankromatik hitam putih, yaitu foto yang dibuat dengan menggunakan spektrum tampak, yaitu bagian dari panjang gelombang yang langsung diterima oleh mata manusia. Spektrum ini berkisar antara 0,4 0,7 µm, merupakan bagian paling sempit dari semua panjang gelombang yang ada. Keunggulan lain foto udara pankromatik yaitu di samping kesan rona obyek yang dimunculkan sesuai dengan kesan mata yang memandang obyek aslinya, juga karena kepekaan filmnya yang dibuat sama dengan kepekaan mata manusia. Foto udara pankromatik peka terhadap panjang gelombang 0,3 μm hingga 0,72 μm. Kepekaannya hampir sama dengan kepekaan mata manusia sehingga kesan rona yang diperoleh sama dengan kesan mata manusia. Keunggulan foto udara pankromatik hitam putih adalah : a. Kesan rona obyek serupa dengan kesan mata yang memandang obyek aslinya karena kepekaan film sama dengan kepekaan mata manusia. 10

11 b. Resolusi spasialnya halus. Resolusi spasial yang halus memungkinkan pengenalan obyek yang berukuran kecil. c. Stabilitas dimensional yang tinggi sehingga banyak digunakan dalam bidang fotogrametri. d. Film pankromatik telah lama dikembangkan sehingga orang telah terbiasa menggunakannya. (Colwell, 1976 dan Lo, 1976 dalam Sutanto, 1987) Interpretasi Foto Udara Interpretasi citra atau foto udara merupakan pembuatan mengkaji foto udara dan atau citra dengan maksud untuk mengidentifikasikan obyek dan menilai arti pentingnya obyek tersebut (Estes dan Simonett dalam Sutanto, 1994). Menurut Lintz Jr. dan Simonett dalam Sutanto (1994), ada tiga rangkaian kegiatan yang diperlukan dalam pengenalan obyek yang tergambar pada citra, yaitu : (1) Deteksi, adalah pengamatan adanya suatu obyek, misalnya pada gambaran sungai terdapat obyek yang bukan air. (2) Identifikasi, adalah upaya mencirikan obyek yang telah dideteksi dengan menggunakan keterangan yang cukup. Misalnya berdasarkan bentuk, ukuran, dan letaknya. (3) Analisis, yaitu pengumpulan keterangan lebih lanjut. Misalnya dengan mengamati jumlah penumpangnya sehingga dapat disimpulkan bahwa perahu tersebut perahu motor yang berisi dua belas orang. Pengenalan obyek merupakan bagian paling vital dalam interpretasi citra. Foto udara sebagai citra tertua di dalam penginderaan jauh memiliki unsur interpretasi yang paling lengkap dibandingkan unsur interpretasi pada citra lainnya. (Sutanto, 1994). Unsur interpretasi citra terdiri dari : (1) Rona dan warna. Rona ialah tingkat kegelapan atau tingkat kecerahan obyek pada citra, sedangkan warna ialah wujud yang tampak oleh mata dengan menggunakan spectrum sempit, lebih sempit dari spectrum tampak. (2) Bentuk, merupakan variable kualitatif yang memberikan konfigurasi atau kerangka suatu obyek. (3) Ukuran, ialah atribut obyek yang antara 11

12 lain berupa jarak, luas, tinggi, lereng, dan volume. (4) Tekstur, ialah frekuensi perubahan rona pada citra atau pengulangan rona kelompok obyek yang terlalu kecil untuk dibedakan secara individual. (5) Pola, yaitu susunan keruangan merupakan cirri yang menandai bagi banyak obyek bentukan manusia dan bagi beberapa obyek alamiah. (6) Bayangan, disamping bersifat menyembunyikan detail atau obyek yang berada di daerah gelap, tetapi juga merupakan kunci pengenalan yang penting bagi beberapa obyek yang justru lebih tampak dari bayangannya. Pola, tinggi dan bayangan dikelompokkan kedalam tingkat kerumitan tersier. (7) Situs, menurut Estes dan Simonett, situs adalah letak suatu obyek terhadap obyek lain di sekitarnya. Situs juga diartikan sebagai letak obyek terhadap bentang darat, seperti situs suatu obyek di rawa, di puncak bukit yang kering, dan sebagainya. Itulah sebabnya, site dapat untuk melakukan penarikan kesimpulan (deduksi) terhadap spesies dari vegetasi di sekitarnya. (8) Asosiasi, merupakan keterkaitan antara obyek yang satu dengan obyek yang lain. Karena adanya keterkaitan ini maka terlihatnya suatu obyek pada citra sering merupakan petunjuk bagi adanya obyek lain Sistem Informasi Geografi SIG secara sederhana dapat diartikan sebagai sistem manual atau digital (dengan menggunakan komputer sebagai alat pengolahan dan analisis) yang digunakan untuk mengumpulkan, menyimpan, mengelola, dan menghasilkan informasi yang mempunyai rujukan spasial atau geografis. Pengertian SIG ini sekaligus mengandung pengertian yang luas karena SIG merupakan suatu sistem informasi seperti sistem informasi lainnya, misalnya Sistem Informasi Manajemen. Perbedaan mendasar diantara keduanya adalah bahwa SIG memiliki rujukan spasial (keruangan) yang dapat berujud lokasi (titik, garis, area), distribusi, serta segala data atribut yang berkaitan dengan tiga unsur penting geografis tersebut secara keruangan. 12

13 Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah suatu sistem yang dirancang untuk mengerjakan atau menganalisis data spasial yang terdiri atas subsistem masukan data, penyimpanan data, pengolahan data, serta tayangan keluarannya (Star dan Estes, 1990 dalam Ria 2003). Subsistem masukan data dimaksudkan sebagai upaya mengumpulkan dan mengolah data spasial dari berbagai sumber (peta, data lapangan, data penginderaan jauh, maupun basis data lain). Subsistem penyimpanan dan pemanggilan kembali data dilakukan untuk mengorganisasi data dalam bentuk yang mudah dan cepat dapat diambil kembali, dan memungkinkan pemutakhiran serta koreksi cepat dan akurat. Subsistem manipulasi dan analisis data melakukan berbagai tugas seperti mengubah data sesuai permintaan pengguna atau membuahkan estimasi parameter dan hambatan bagi berbagai optimasi atau pemodelan menurut ruang dan waktu. Subsistem pelaporan keluaran mampu menayangkan sebagian atau seluruh basis data asli maupun data yang telah dimanipulasi serta keluaran dari model spasial dalam bentuk table atau peta. Peta merupakan cara tradisional untuk merekam dan menayangkan data spasial. Peta dapat disimpan dan dipanggil kembali saat diperlukan. Dari beberapa jenis peta yang digambarkan pada bahan transparan (tembus pandang) dapat dilakukan dengan cara tumpang susun (overlay) untuk menghasilkan keluaran sesuai tujuan. Setiap lembar atau jenis peta dinamakan lapis. Misalnya untuk menentukan jalur jalan, jalur kabel listrik, atau jalur kabel telepon suatu tempat dapat dilakukan dengan membuat tumpang susun empat lapis peta yang terdiri atas peta jenis tanah, peta topografi, peta hidrologi, dan peta harga lahan (Mc Cloy, 1993 dalam Sutanto, 1997). Proses penumpangsusunan peta-peta tersebut dapat dikatakan sebagai proses pembuatan SIG, karena tumpang susun merupakan tugas terpenting di dalam SIG. Proses pembuatan SIG dapat dilakukan secara manual maupun otomatis dengan memanfaatkan teknologi komputer. 13

14 Manfaat utama SIG dengan menggunakan sistem digital/komputer adalah : (1) memperkecil kesalahan manusia; (2) kemampuan memanggil kembali dan menyimpan data SIG secara cepat; (3) menggabungkan tumpangsusun; (4) memperbaharui data dengan memperhatikan perubahan lingkungan, data statistik, dan area yang nampak. Briggs (1999) dalam Sumarto, dkk (1999) menyebutkan bahwa pemanfaatan SIG di masa yang akan dating lebih ditekankan pada kegiatan analisis data, meskipun pekerjaan pengumpulan data tetap harus dilakukan secara terus menerus dengan kapasitas yang lebih kecil untuk tujuan pendinian (updating) data yang sudah ada. Penekanan akan lebih diutamakan kearah analisis yang dinamis dan aktif seperti pemodelan dan visualisasi dari data yang dimiliki. Karena SIG menggunakan data dari berbagai sumber, maka perpaduan antara teknologi penginderaan jauh dan SIG merupakan keterpaduan yang sangat ideal. Penginderaan jauh yang merekam data lingkungan dan sumberdaya secara spasial dan cepat, dapat diolah secara cepat dengan cara digital untuk membuahkan informasi yang dapat dipakai sebagai masukan data SIG dan diolah secara cepat pula. Pada perkembangannya sebagai suatu sistem informasi spasial, aplikasi SIG telah berkembang ke berbagai bidang, misalnya sistem informasi sumberdaya alam, sistem informasi sensus, sistem informasi evaluasi lahan hutan, sistem informasi kadaster, sistem informasi pertanahan, dan sebagainya. Semua sistem informasi tersebut merupakan usaha pemanfaatan SIG dalam mengolah data spasial untuk masing-masing kajian tersebut Evaluasi Kesesuaian Lahan Kesesuaian lahan diartikan sebagai penggambaran tingkat kecocokan sebidang tanah untuk penggunaan tertentu (Sitorus, 1985). Dasar pemikiran utama dalam prosedur evaluasi kesesuaian lahan ini adalah kenyataan bahwa berbagai penggunaan 14

15 lahan membutuhkan persyaratan yang berbeda-beda. Oleh karena itu dibutuhkan keterangan-keterangan tentang lahan tersebut yang menyangkut berbagai aspek sesuai dengan rencana peruntukan yang dipertimbangkan. Proses untuk menentukan potensi sumberdaya lahan untuk berbagai penggunaan disebut evaluasi kesesuaian lahan. Proses evaluasi lahan terdiri dari tiga tahap, yaitu : (1) tahap pengumpulan karakteristik atau kualitas lahan, (2) tahap penentuan kebutuhan dari jenis penggunaan lahan, dan (3) tahap evaluasi kesesuaian dengan membandingkan karakteristik atau kualitas lahan dengan kebutuhan dari jenis penggunaan lahan (Sys et al, 1991). Tahap pertama terdiri dari penjabaran karakter unit lahan dalam konteks karakteristik lahan atau kualitas lahan. Tahap kedua meliputi pembuatan criteria kebutuhan lahan untuk penggunaan tertentu yang akan menjadi pedoman dalam pertimbangan, dan tahap ketiga adalah membandingkan karakteristik atau kualitas lahan dengan kebutuhan dari jenis penggunaan lahan tersebut. Metode yang digunakan dalam evaluasi kesesuaian lahan adalah metode matching dan metode parametrik (Sys et al, 1991). Metode matching adalah metode evaluasi lahan dengan membandingkan karakteristik lahan dengan kebutuhan lahan, dan kelas kesesuaian lahan ditentukan berdasarkan tingkat pembatas yang paling kuat. Kelas kesesuaian lahan pada metode matching dapat ditentukan dengan dua cara, yaitu berdasarkan karakteristik lahan yang kurang menguntungkan atau dengan memperrtimbangkan jumlah dan intensitas pembatas. Pada metode parametric, sejumlah harkat dikaitkan dengan tiap-tiap karakteristik lahan, masing-masing harkat tersebut lalu digunakan untuk menghitung suatu indeks kesesuaian lahan. Indeks kesesuaian lahan ditentukan dengan menggunakan model tertentu, misalnya penjumlahan atau pengalian nilai komponen yang mempengaruhi kesesuaian lahan. Kelas kesesuaian lahan terdiri dari dua orde yaitu sesuai (S) dan tidak sesuai (N). 15

16 Studi Industri Sekunder Dalam Undang-undang Perindustrian Nomor 5 Tahun 1984 yang dimaksud dengan industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi dan atau barang jadi menjadi barang yang bernilai lebih tinggi untuk penggunaannya ternasuk rancang bangun dan rekayasa industri. Adapun kawasan industri adalah suatu tempat pemusatan kegiatan industri pengolahan yang dilengkapi dengan prasarana sarana dan fasilitas penunjang lainnya yang disediakan dan dikelola oleh perusahaan kawasan industri (Keppres Nomor 53 Tahun 1989 pasal 1 ayat 1). Industri adalah berbagai usaha untuk mendapatkan nilai tambah. Mohs dalam John Bale (1983) membagi industri atas 4 macam industri, antara lain : 1. Industri primer (raw material) : material diperoleh langsung dari dalam bumi atau laut, tidak mengalami proses lewat pabrik. Misal jenis raw material, yaitu : coal (batu bara), kayu (trees), perikanan (fishing), dll. 2. Industri sekunder (manufacture) : biasanya ditandai oleh berbagai variasi dari lokasinya, bergantung pada pembeli, letak dan raw material yang tersedia. Industri sekunder berorientasi pada hasil produksi pabrik. 3. Industri tersier (service) : berorientasi kepada pemberian servis serta cenderung ke arah mana servis itu dibutuhkan dengan memperhatikan pasar yang ada. 4. Industri kwarter (expertise) : berorientasi kepada keahlian yang dimiliki serta diidentifikasi sebagai suatu aktivitas group, misal : universitas, thing & thanks dan research. Biasanya berorientasi pasar tetapi lokasinya dapat di mana saja karena adanya media elektronika. Industri yang dipilih dalam penelitian ini adalah industri sekunder. Hal yang melatarbelakangi pemilihan lokasi industri sekunder adalah lokasi industri tersebut dapat berdampingan dengan perkembangan permukiman, tidak menimbulkan dampak polusi yang berat yang dapat mengganggu masyarakat sekitar dan dapat 16

17 mendukung sektor pertanian yang merupakan mata pencaharian sebagian besar masyakarat. Selain itu adanya pertimbangan-pertimbangan bahwa di daerah Sentolo Kabupaten Kulon Progo merupakan suatu wilayah yang potensial dari segi sumber daya alam serta didukung oleh potensi sumber daya manusia dalam memanfaatkan dan mengolah sumber daya yang terdapat di daerah tersebut Definisi dan Prasyarat Kawasan Industri Dalam Keppres No. 5 tahun 1983, memberikan definisi mengenai kawasan industri yang merupakan suatu kawasan tempat pemusatan kegiatan industri pengolahan yang dilengkapi dengan prasarana, sarana dan fasilitas penunjang lainnya yang disediakan dan dikelola oleh perusahaan kawasan industri. Persyaratan penggunaan lahan untuk kawasan industri sangat penting diperhatikan. Berdasarkan Keppres No. 53 tahun 1989 dan Keppres No 33 tahun 1990, persyaratan kawasan industri adalah : 1. Kawasan yang memenuhi persyaratan lokasi industri. 2. Tidak boleh terletak di kawasan lindung. 3. Tidak boleh terletak di kawasan tanaman pangan lahan basah yang beririgasi dan potensi untuk dibangun jaringan irigasi. 4. Tersedia sumber air yang cukup. 5. Adanya sistem pembuangan air limbah. 6. Tidak menimbulkan dampak sosial yang berat. 7. Sesuai dengan tata ruang wilayah yang ditetapkan oleh Pemda. Sutanto BR (1991) dalam makalahnya yang berjudul Evaluasi Kesesuaian Lahan untuk Kawasan Industri mengemukakan bahwa keberadaan industri disuatu tempat tergantung pada faktor lingkungan yang akan menentukan kelangsungan industri tersebut. Faktor lokasi industri yang berpengaruh adalah lahan, pasar dan transportasi. Fungsi lahan dalam hal ini mencakup : 17

18 a. Letak industri Lahan dipergunakan oleh banyak macam industri dimana di suatu pihak ada yang membutuhkan wilayah yang luas, dilain pihak ada yang membutuhkan beberapa meter persegi tergantung jenis industri yang dikembangkan. b. Faktor keserasian lingkungan Dimana perlu diperhatikan letak penimbunan bahan bakar (oil), limbah, gas dan lain-lain dan pengaruhnya terhadap penduduk sekitarnya (daerah pertanian/ perkampungan). c. Lahan sebagai sumber kekayaan alam Adanya bahan mineral yang dihasilkan untuk bahan industri diperhitungkan bila harus mengambil raw material dari daerah lain, karena dimungkinkan bahan yang diperoleh kurang sesuai dengan yang diharapkan. d. Lahan sebagai sumber tenaga Dalam hal ini sebagai contoh adalah air yang merupakan unsur dari alam yang dibutuhkan oleh suatu industri Penelitian Sebelumnya Penelitian yang dilakukan oleh Sanjoto (1996) mengkaji tingkat kesesuaian lahan untuk kawasan industri beserta agihannya berdasarkan foto udara pankromatik hitam putih skala 1 : di Sub Wilayah Pembangunan I Kabupaten Kendal Jawa Tengah menggunakan satuan lahan sebagai satuan pemetaan dan satuan evaluasi kesesuaian lahan untuk kawasan industri. Satuan lahan diperoleh dari hasil tumpangsusun (overlay) peta bentuklahan, peta lereng dan peta penggunaan lahan. Ketiga peta tersebut diperoleh melalui interpretasi foto udara. Metode analisis yang digunakan untuk menilai tingkat kesesuaian lahan untuk industri yaitu dengan pengharkatan terhadap parameter fisik di setiap satuan lahan yang terdiri dari lereng, penggunaan lahan, kualitas air, kuantitas air, bahaya erosi, banjir, dan gerakan massa. 18

19 Irene Riana Pramudiwati (1998), melakukan penelitian dengan tujuan untuk melakukan zonasi kawasan industri dasar berdasarkan interpretasi foto udara pankromatik hitam putih skala 1 : Metode yang digunakan adalah integrasi antara teknik penginderaan jauh dan sistem informasi geografis berbasis data raster dan sistem informasi geografis berbasis data vektor. Data sekunder yang diperlukan meliputi : daya dukung tanah, jaringan listrik, jaringan telepon, dan fasilitas kesehatan. Foto udara digunakan untuk interpretasi medan secara rinci setelah didahului oleh interpretasi citra satelit untuk mengetahui kondisi medan secara umum. Kerja lapangan dilakukan untuk menguji kebenaran hasil interpretasi dan untuk mengambil data yang tidak dapat diperoleh dari interpretasi foto udara. Metode adalisis dilakukan dengan cara menumpangsusunkan peta-peta yang berisi berbagai informasi fisik lahan dan aksesibilitas. Pengolahan data dilakukan dengan bantuan SIG. Rekomendasi zonasi kawasan industri dasar dengan cara matching hasil evaluasi lahan dengan penggunaan lahan saat ini, sedangan RUTRK digunakan sebagai pembanding. Dari kajian tersebut di atas terlihat bahwa untuk menentukan lokasi yang sesuai untuk kawasan industri harus tetap memperhatikan penggunaan lahan saat ini. Yuniantoro (1999), melakukan penelitian dengan tujuan untuk evaluasi kemampuan lahan pesisir antara Sungai Donan dan Sungai Serayu di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah menggunakan data penginderaan jauh dan SIG. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penginderaan jauh yang menggunakan pendekatan multitingkat yaitu citra satelit SPOT XS dan foto udara inframerah berwarna serta kerja lapangan dan uji ketelitian untuk perencanaan penggunaan lahan pesisir dengan dasar analisisnya adalah kemampuan lahan. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah a) data penentu satuan medan berupa : bentuk lahan, macam tanah dan kemiringan lereng, b) data penentu kemampuan lahan, seperti : lereng, tingkat erosi, kedalaman efektif tanah, tekstur tanah, drainase, kerikil/batuan, 19

20 ancaman banjir, salinitas dan permeabilitas, c) data sosial ekonomi berupa : jumlah penduduk, kepadatan penduduk, tingkat pendidikan, jumlah fasilitas pendidikan, mata pencaharian, fasilitas kesehatan, fasilitas umum dan jasa, jaringan jalan, sarana perdagangan, industry serta rencana tata ruang wilayah kabupaten. Dwiyanto Joko S (2003) melakukan penelitian yang berjudul Aplikasi Penginderaan Jauh untuk Evaluasi Kesesuain Lahan Kawasan Industri di Sebagian Kabupaten Cilacap Jawa Tengah. Tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk mengetahui kesesuaian lahan sebagian Kabupaten Cilacap untuk lokasi kawasan industri yang memanfaatkan foto udara pankromatik berwarna sebagai sumber data dan sistem informasi geografi sebagai alat dalam pengumpulan, pengolahan dan analisis data. Daerah penelitian meliputi sebagian Kabupaten Cilacap. Tujuan penelitian ini selain untuk mengetahui kesesuaian lahan lokasi kawasan industri adalah untuk mengetahui ketelitian hasil interpretasi. Pada penelitian ini informasi fisik lahan diperoleh melalui interpretasi foto udara, data sekunder, peta tematik terkait dan kerja lapangan. Kegiatan pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan denagn interpretasi mozaik foto udara secara visual melalui screen digitizing dan diperoleh dari peta tematik terkait dilanjutkan dengan pengolahan data secara digital dengan bantuan SIG. Metode yang digunakan untuk penilaian kesesuaian lahan adalah metode pengharkatan yaitu dengan memberikan harkat pada tiap parameter lahan yang digunakan. Pengharkatan dilakukan secara berjenjang tertimbang yaitu dengan memperhatikan faktor penimbang pada setiap parameter lahan yang digunakan. Fauzi Nurrahman (2003), melakukan penelitian dengan tujuan untuk menentukan lokasi industri sekunder di kota Semarang bagian timur dengan menggunakan foto udara pankromatik hitam putih skala 1 : Parameter lahan untuk menentukan lokasi industri sekunder yang diambil dari foto udara antara lain : bentuklahan, kemiringan lereng, penggunaan lahan, kedalaman air tanah dan 20

21 aksesibilitas. Penelitian ini dilakukan secara kualitatif. Metode perolehan data yang digunakan adalah interpretasi foto udara dan menggunakan SIG sebagai alat untuk menganalisis, memanipulasi dan mengolah data. Hasil interpretasi dibantu dengan kerja lapangan dan peta tematik dipergunakan sebagai masukan data dalam SIG. Semua komponen lahan didigitasi sebelum dilakukan pengharkatan, tumpangsusun dan pengkelasan untuk arahan lokasi industri sekunder. Hasil yang diperoleh berupa lima kelas kesesuaian lahan yang diperioritaskan sebagai lokasi industri sekunder. Dari kajian tersebut terlihat bahwa parameter fisik lahan yang diperoleh melalui hasil foto udara dan kerja lapangan dapat digunakan untuk menentukan lokasi industri sekunder dengan menggunakan pengharkatan dengan sistem informasi geografi sebagai analisis. Sutanto BR, 1992, dalam tulisannya yang berjudul Evaluasi Kesesuaian Lahan untuk Kawasan Industri menyatakan bahwa permasalahan industri tidak dapat dipisahkan dengan lahan, oleh karena itu untuk menilai suatu lahan yang dapat dipergunakan untuk industri tidak dapat langsung mengadakan suatu batasan wilayah yang selanjutnya didirikan suatu industri atau dijadikan daerah industri. Penilaian suatu kawasan untuk dapat dijadikan daerah industri tidak hanya mengadakan batasan wilayah tetapi perlu diperhatikan beberapa faktor yang mencakup faktor-faktor fisik dan faktor-faktor sosial. Dalam hal ini adalah alam dan manusia. Faktor-faktor alam mencakup antara lain : - Unit geologi dan geomorfologi - Tanah - Tata air (hidrologi) - Iklim - Penggunaan lahan 21

22 Faktor-faktor sosial mencakup antara lain : - Penduduk - Mata pencaharian (sosial-ekonomi) - Pemerintah (adat-istiadat) Banyak faktor yang mempengaruhi industri di suatu tempat, di mana faktorfaktor tersebut dapat berupa faktor langsung dan faktor tidak langsung. Keberadaan industri di suatu tempat juga tergantung pada faktor lingkungan yang akan menentukan akan kelangsungan industri itu. Beberapa faktor industri yang berpengaruh terhadap kelangsungan industri sehubungan dengan faktor lahan di suatu daerah antara lain : Faktor lokasi : 1. Lahan (land) 2. Pasar (market) 3. Transport (transportation) Faktor dalam : 1. Pengusaha (koordinator + control) 2. Kapital (capital) 3. Buruh (labour) Tabel 1.1 Perbandingan Beberapa Penelitian yang Pernah Dilakukan No Peneliti Th Lokasi Tujuan Metode Hasil 1. Sanjoto 1996 Kendal Evaluasi kesesuaian lahan untuk kawasan industri berdasarkan foto udara pankromatik hitam putih Skoring terhadap parameter fisik kesesuaian lahan kawasan industri Peta kesesuaian lahan kawasan industri 22

23 No Peneliti Th Lokasi Tujuan Metode Hasil 2. Irene Riana P Semarang Zonasi kawasan industri dasar berdasarkan foto udara pankromatik hitam putih dan SIG Integrasi penginderaan jauh dan SIG Peta rekomendasi kawasan industri dasar 3. Singgih 1999 Cilacap Evaluasi Multitingkat Peta arahan Yuniantoro kemampuan SPOT XS, FU penggunaan lahan pesisir inframerah lahan pesisir dengan data berwarna, dan penginderaan SIG jauh dan SIG 4. Dwiyanto 2003 Cilacap Mengetahui Interpretasi FU Peta prioritas Joko S. kesesuaian lahan pankromatik pengembangan untuk kawasan berwarna dan kawasan industri uji lapangan industri menggunakan data FU pankromatik berwarna 5. Fauzi 2003 Semarang Menentukan Integrasi FU Peta prioritas Nurrahman bagian lokasi industri dan SIG lokasi industri timur sekunder dengan sekunder FU pankromatik hitam putih dan SIG 23

24 No Peneliti Th Lokasi Tujuan Metode Hasil 6. Aris 2013 Sentolo Menentukan Integrasi Peta prioritas Widarsih lokasi kawasan penginderaan kesesuaian industri jauh dan SIG lahan yang sekunder diusulkan menggunakan FU pankromatik untuk kawasan industri H/P dan SIG Sumber : Studi Pustaka Berdasarkan tabel 1.1 perbandingan penelitian penulis dengan penelitian sebelumnya dapat diketahui bahwa yang membedakan secara tegas penelitian yang dilakukan penulis dengan penelitian sebelumnya adalah tahun dan lokasi penelitian. Untuk tujuan dan metode yang digunakan walaupun esensinya sama dengan yang dilakukan penulis, tetapi bobot dan kedalaman materi berbeda dengan penelitian sebelumnya Kerangka Pemikiran Perencanaan penggunaan lahan yang baik mutlak dilakukan sejalan dengan meningkatnya kebutuhan penduduk akan lahan. Dengan perencanaan penggunaan lahan yang baik diharapkan masalah yang muncul di kemudian hari yang berkaitan dengan lahan menjadi sekecil mungkin. Demikian halnya penggunaan lahan untuk kawasan industri harus memperhatikan kondisi lahan yang terdapat pada suatu wilayah karena tidak semua lahan sesuai untuk kawasan industri. Berdasarkan uraian tersebut di atas ada dua hal penting yang dilakukan dalam penelitian ini, yaitu : 1. Penggunaan data penginderaan jauh guna memperoleh data karakteristik fisik lahan pada daerah penelitian. 2. Mengetahui kesesuaian lahan daerah penelitian untuk menentukan lokasi kawasan industri dengan melakukan evaluasi kesesuaian lahan menggunakan foto udara dan SIG. 24

25 Kawasan industri dalam hal ini bangunan/gedung memerlukan ruang atau lahan untuk tumbuh dan berkembang. Dalam kenyataannya lahan di permukaan bumi sangat bervariasi akibat adanya sifat-sifat fisik lahan yang mempengaruhi proses terbentuknya lahan tersebut. Oleh karena itu untuk memanfaatkan lahan menjadi bangunan/gedung industri sebaiknya disesuaikan dengan kondisi fisik lahan tersebut. Salah satu upaya tersebut adalah dengan melakukan evaluasi kesesuaian lahan. Kesesuaian lahan diartikan sebagai penggambaran tingkat kecocokan sebidang lahan untuk penggunaan tertentu. Oleh karena itu dibutuhkan informasi tentang kondisi fisik lahan yang menyangkut berbagai aspek sesuai dengan peruntukan penggunaan lahannya. Proses untuk menentukan potensi sumberdaya lahan untuk berbagai peruntukan penggunaan lahan disebut evaluasi kesesuaian lahan. Dari pengertian tersebut maka evaluasi kesesuaian lahan untuk lokasi kawasan industri berarti merupakan proses untuk menentukan potensi sumberdaya lahan untuk digunakan sebagai bangunan/gedung industri. Sebagian informasi yang berkaitan dengan kondisi fisik lahan yang digunakan dalam menilai kesesuaian lahan untuk kawasan industri dapat diperoleh dari tehnik penginderaan jauh. Citra penginderaan jauh yang digunakan dalam penelitian ini adalah foto udara pankromatik hitam putih. Citra ini dipilih karena foto udara pankromatik mempunyai keunggulan yaitu di samping kesan rona obyek yang dimunculkan sesuai dengan kesan mata yang memandang obyek aslinya, juga karena kepekaan filmnya yang dibuat sama dengan kepekaan mata manusia. Dengan menyadap informasi yang diperoleh dari foto udara akan dapat membantu dan mempermudah tahap survey dan inventarisasi faktor-faktor yang dibutuhkan terutama faktor fisik lahan dalam penentuan lahan untuk lokasi kawasan industri. Pengolahan data dilakukan dengan memanfaatkan SIG, dimana dengan SIG memberikan kemudahan untuk menangani data spasial dalam jumlah besar, dimana data dapat diolah untuk menghasilkan informasi baru yang akan digunakan dalam menganalisis dan mengevaluasi lahan serta menentukan kesesuaian lahan tersebut bila dimanfaatkan sebagai lahan untuk lokasi bangunan/gedung industri. 25

26 Untuk mengetahui kesesuaian lahan untuk kawasan industri maka masingmasing parameter fisik lahan yang digunakan dalam kelas kesesuaian lahan diberi harkat, sehingga dapat diketahui daerah-daerah yang sesuai dan tidak sesuai untuk kawasan industri. Tingkat kesesuaian lahan untuk kawasan industri diwujudkan dalam suatu nilai total dalam pengharkatan dimana nilai tersebut merupakan hasil total penjumlahan dari proses pengharkatan parameter yang digunakan. Hasil pengharkatan tersebut ditapis dengan menggunakan rencana Pemda yang tertuang dalam RTRW. RTRW digunakan dalam penelitian ini sebagai bahan pertimbangan karena pemerintah daerah sudah menentukan penggunaan lahan yang dapat dialihfungsikan sebagai kawasan industri dan penggunaan lahan yang tidak dapat diubah penggunaannya. Hal ini dikarenakan terdapat beberapa jenis penggunaan lahan yang mempunyai fungsi sosial ekonomis maupun fungsi kelestarian sosial. Penggunaan lahan tersebut antara lain sawah irigasi, kawasan militer, situs purbakala, dan kawasan terbangun lainnya. Secara skematis kerangka pemikiran tersebut dapat diwujudkan dalam bentuk diagram alir berikut ini. Peta RBI Foto Udara Skala 1 : Peta Tanah Parameter Lokasi Kawasan Industri Data lapangan dan sekunder Proses evaluasi lahan RTRW Peta Kesesuaian Lahan Untuk Kawasan Industri Sekunder Peta Rekomendasi Lokasi Kawasan Industri Sekunder Gambar 1.1. Skema Kerangka Pemikiran 26

27 1.9. Batasan Istilah Aksesibilitas : Menunjukkan kemudahan bergerak dari suatu tempat ke tempat lain dalam suatu wilayah. Aksesibilitas ini ada sangkut pautnya dengan jarak (R. Bintarto dan S. Hadisumarno dalam Endang Surjati, 1999) Evaluasi Kesesuaian Lahan : Adalah proses penafsiran potensi lahan untuk tujuan tertentu yang meliputi kegiatan survei bentuklahan, vegetasi, tanah, iklim dan lainnya untuk membandingkan bentuk-bentuk penggunaan lahan yang iusulkan dengan tujuan evaluasi (FAO, 1976 dalam Santoso, 2003) Industri : Adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri. (UU RI no. 5, 1984) Industri Sekunder : Adalah industri yang biasanya ditandai oleh berbagai variasi dari lokasinya, bergantung pada pembeli, letak dan raw material yang tersedia. Industri sekunder berorientasi pada hasil produksi pabrik (Mohs dalam John Bale, 1983). Lahan : Suatu daerah di permukaan bumi dengan karakteristik tertentu yang agak tetap atau pengulangan sifat-sifat dari biosfer secara vertikal di atas maupun di bawah daerah tersebut termasuk atmosfer, tanah, geologi, geomorfologi, hidrologi, tumbuhan dan binatang serta hasil aktivitas manusia di masa lampau maupun sekarang, dimana sifat-sifat ini berpengaruh terhadap penggunaan lahan saat ini maupun masa yang akan dating oleh manusia (FAO, 1976 dalam Prima, 2003) 27

28 Penggunaan Lahan : Adalah segala campur tangan manusia baik secara siklik maupun permanen terhadap sumberdaya buatan secara keseluruhannya disebut lahan dengan tujuan mencukupi segala kebutuhan baik material maupun moril ataupun keduanya (Malingreu, 1981). Kawasan Industri : Adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan industri pengolahan yang dilengkapi dengan prasarana, sarana dan fasilitas penunjang lainnya yang disediakan dan dikelola oleh perusahaan kawasan industri (Keppres RI No. 53, 1989) Penginderaan Jauh : Adalah ilmu dan seni untuk memeperoleh informasi tentang obyek, daerah dan fenomena dengan jalan menganalisis seluruh data yang diperoleh dan tanpa kontak langsung dengan obyek, daerah atau fenomena yang sedang diselidiki (Lillesand dan Kiefer, 1979) Sistem Informasi Geografis (GIS) : Adalah alat yang dapat digunakan untuk pengumpulan, penyimpanan, mendapatkan kembali transformasi dan menampilkan suatu data untuk tujuan tertentu, data tersebut dapat berupa data spasial atau atribut. Data spasial merupakan data yang mencerminkan aspek keruangan sedangkan data atribut adalah data yang menggambarkan suatu atribut tertentu (Borrough, 1987 dalam Fauzi N, 2003) Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah : Adalah sebagai pedoman bagi perumusan kebijakan pokok pemanfaatan ruang daerah dalam rangka menjaga konsistensi dan kesinambungan daerah serta mewujudkan peningkatan kualitas lingkungan dan kehidupan dalam mencapai kesejahteraan sesuai dengan aspirasi masyarakat (Peraturan Daerah Kabupaten Kulon Progo tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah, 2003) 28

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan Pengertian Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan Pengertian Lahan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan 2.1.1 Pengertian Lahan Pengertian lahan tidak sama dengan tanah, tanah adalah benda alami yang heterogen dan dinamis, merupakan interaksi hasil kerja

Lebih terperinci

Tabel 1.1 Tabel Jumlah Penduduk Kecamatan Banguntapan Tahun 2010 dan Tahun 2016

Tabel 1.1 Tabel Jumlah Penduduk Kecamatan Banguntapan Tahun 2010 dan Tahun 2016 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Tempat tinggal merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan karena merupakan salah satu kebutuhan primer manusia. Tempat tinggal menjadi sarana untuk berkumpul,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penginderaan jauh didefinisikan sebagai proses perolehan informasi tentang suatu obyek tanpa adanya kontak fisik secara langsung dengan obyek tersebut (Rees, 2001;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota besar akan mengalami perkembangan, dimana perkembangan tersebut berdampak pada daerah disekitarnya. Salah satu dampak yang terjadi adalah munculnya istilah kota

Lebih terperinci

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2011-2031 I. UMUM 1. Faktor yang melatarbelakangi disusunnya Rencana Tata Ruang

Lebih terperinci

INTERPRETASI CITRA IKONOS KAWASAN PESISIR PANTAI SELATAN MATA KULIAH PENGINDERAAN JAUH OLEH : BHIAN RANGGA J.R NIM : K

INTERPRETASI CITRA IKONOS KAWASAN PESISIR PANTAI SELATAN MATA KULIAH PENGINDERAAN JAUH OLEH : BHIAN RANGGA J.R NIM : K INTERPRETASI CITRA IKONOS KAWASAN PESISIR PANTAI SELATAN MATA KULIAH PENGINDERAAN JAUH OLEH : BHIAN RANGGA J.R NIM : K 5410012 PENDIDIKAN GEOGRAFI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS

Lebih terperinci

ULANGAN HARIAN PENGINDERAAN JAUH

ULANGAN HARIAN PENGINDERAAN JAUH ULANGAN HARIAN PENGINDERAAN JAUH 01. Teknologi yang terkait dengan pengamatan permukaan bumi dalam jangkauan yang sangat luas untuk mendapatkan informasi tentang objek dipermukaan bumi tanpa bersentuhan

Lebih terperinci

ISTILAH DI NEGARA LAIN

ISTILAH DI NEGARA LAIN Geografi PENGERTIAN Ilmu atau seni untuk memperoleh informasi tentang obyek, daerah atau gejala dengan jalan menganalisis data yang diperoleh dengan menggunakan alat tanpa kontak langsung terhadap obyek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini kota-kota besar di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat dalam bidang industri, sarana transportasi, perluasan daerah pemukiman dan lain sebagainya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa pada tahun 2006 memberikan konsekuensi pada perlunya penyediaan perumahan yang layak huni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan daerah memiliki peranan penting dalam menunjang pembangunan nasional. Pada masa Orde baru pembangunan nasional dikendalikan oleh pemerintah pusat, sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jumlah penduduk di Indonesia terus bertambah setiap tahun. Laju pertumbuhan penduduk Indonesia tidak menunjukkan peningkatan, justru sebaliknya laju pertumbuhan penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di bumi terdapat kira-kira 1,3 1,4 milyar km³ air : 97,5% adalah air laut, 1,75% berbentuk es dan 0,73% berada di daratan sebagai air sungai, air danau, air tanah,

Lebih terperinci

Interpretasi Citra dan Foto Udara

Interpretasi Citra dan Foto Udara Interpretasi Citra dan Foto Udara Untuk melakukan interpretasi citra maupun foto udara digunakan kreteria/unsur interpretasi yaitu terdiri atas rona atau warna, ukuran, bentuk, tekstur, pola, bayangan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Lahan merupakan unsur penting dalam kehidupan manusia. Lahan sebagai ruang untuk tempat tinggal manusia dan sebagian orang memanfaatkan lahan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada waktu sekarang dalam perekonomian manapun di permukaan bumi ini tumbuh dan berkembang berbagai macam lembaga keuangan. Semua lembaga keuangan tersebut mempunyai

Lebih terperinci

LOGO Potens i Guna Lahan

LOGO Potens i Guna Lahan LOGO Potensi Guna Lahan AY 11 Contents 1 Land Capability 2 Land Suitability 3 4 Ukuran Guna Lahan Pengantar Proses Perencanaan Guna Lahan Land Capability Pemanfaatan Suatu lahan untuk suatu peruntukan

Lebih terperinci

PERBEDAAN INTERPRETASI CITRA RADAR DENGAN CITRA FOTO UDARA

PERBEDAAN INTERPRETASI CITRA RADAR DENGAN CITRA FOTO UDARA PERBEDAAN INTERPRETASI CITRA RADAR DENGAN CITRA FOTO UDARA I. Citra Foto Udara Kegiatan pengindraan jauh memberikan produk atau hasil berupa keluaran atau citra. Citra adalah gambaran suatu objek yang

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS,

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS, Integrasi GISdan Inderaja Penginderaan jauh (remote sensing) adalah ilmu dan ketrampilan untuk memperoleh informasi tentang obyek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Jumlah Penduduk Kabupaten Bantul

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Jumlah Penduduk Kabupaten Bantul BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan lahan saat ini semakin meningkat akibat bertambahnya jumlah penduduk. Bertambahnya jumlah penduduk tidak hanya dari dalam daerah, namun juga luar daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan lahan merupakan hasil kegiatan manusia baik yang berlangsung secara siklus atau permanen pada sumberdaya lahan alami maupun buatan guna terpenuhinya kebutuhan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Menurut Arikunto (1988), metode penelitian adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data penelitiannya. Data yang dikumpulkan bisa berupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi di Indonesia telah mampu meningkatkan taraf hidup penduduknya. Peningkatan pendapatan di

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi di Indonesia telah mampu meningkatkan taraf hidup penduduknya. Peningkatan pendapatan di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi di Indonesia telah mampu meningkatkan taraf hidup penduduknya. Peningkatan pendapatan di wilayah ini ditunjukkan dengan pertumbuhan kegiatan produksi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan Lahan adalah suatu wilayah daratan yang ciri-cirinya menerangkan semua tanda pengenal biosfer, atsmosfer, tanah geologi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan seluruh satuan lahan yang menunjang kelompok vegetasi yang didominasi oleh pohon segala ukuran, dieksploitasi maupun tidak, dapat menghasilkan kayu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Seiring dengan berkembangnya permintaan akan pemetaan suatu wilayah dalam berbagai bidang, maka semakin berkembang pula berbagai macam metode pemetaan. Dengan memanfaatkan

Lebih terperinci

RINGKASAN MATERI INTEPRETASI CITRA

RINGKASAN MATERI INTEPRETASI CITRA Lampiran 1 Ringkasan Materi RINGKASAN MATERI INTEPRETASI CITRA 1 Pengertian Intepretasi Citra Inteprtasi Citra adalah kegiatan menafsir, mengkaji, mengidentifikasi, dan mengenali objek pada citra, selanjutnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bahan organik merupakan komponen tanah yang terbentuk dari jasad hidup (flora dan fauna) di tanah, perakaran tanaman hidup maupun mati yang sebagian terdekomposisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan bagian bentang alam (landscape) yang mencakup komponen fisik yang terdiri dari iklim, topografi (relief), hidrologi dan keadaan vegetasi alami (natural

Lebih terperinci

BAB 11: GEOGRAFI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI

BAB 11: GEOGRAFI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI 1. Sistem Informasi Geografi merupakan Sistem informasi yang memberikan gambaran tentang berbagai gejala di atas muka bumi dari segi (1) Persebaran (2) Luas (3) Arah (4) Bentuk 2. Sarana yang paling baik

Lebih terperinci

KOMPONEN PENGINDERAAN JAUH. Sumber tenaga Atmosfer Interaksi antara tenaga dan objek Sensor Wahana Perolehan data Pengguna data

KOMPONEN PENGINDERAAN JAUH. Sumber tenaga Atmosfer Interaksi antara tenaga dan objek Sensor Wahana Perolehan data Pengguna data PENGINDERAAN JAUH KOMPONEN PENGINDERAAN JAUH Sumber tenaga Atmosfer Interaksi antara tenaga dan objek Sensor Wahana Perolehan data Pengguna data Lanjutan Sumber tenaga * Alamiah/sistem pasif : sinar matahari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan penduduk daerah perkotaan di negara-negara berkembang,

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan penduduk daerah perkotaan di negara-negara berkembang, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertambahan penduduk daerah perkotaan di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, masih cukup tinggi. Salah satu penyebab adanya laju pertambahan penduduk

Lebih terperinci

Peranan Aplikasi GIS Dalam Perencanaan Pengembangan Pertanian

Peranan Aplikasi GIS Dalam Perencanaan Pengembangan Pertanian Peranan Aplikasi GIS Dalam Perencanaan Pengembangan Pertanian Disusun Oleh : Adhi Ginanjar Santoso (K3513002) Pendidikan Teknik Informatika dan Komputer Fakultas Keguruan dan Ilmu Pengetahuan Universitas

Lebih terperinci

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 1 A. PENGERTIAN PENGINDERAAN JAUH B. PENGINDERAAN JAUH FOTOGRAFIK

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 1 A. PENGERTIAN PENGINDERAAN JAUH B. PENGINDERAAN JAUH FOTOGRAFIK GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 08 Sesi NGAN PENGINDERAAN JAUH : 1 A. PENGERTIAN PENGINDERAAN JAUH Penginderaan jauh (inderaja) adalah cara memperoleh data atau informasi tentang objek atau

Lebih terperinci

PENGINDERAAN JAUH. --- anna s file

PENGINDERAAN JAUH. --- anna s file PENGINDERAAN JAUH copyright@2007 --- anna s file Pengertian Penginderaan Jauh Beberapa ahli berpendapat bahwa inderaja merupakan teknik yang dikembangkan untuk memperoleh data di permukaan bumi, jadi inderaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk khususnya di wilayah perkotaan dipengaruhi dari berbagai faktor-faktor yang menyebabkan suatu daerah menjadi padat penduduknya. Hal ini akan menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjangkau oleh daya beli masyarakat (Pasal 3, Undang-undang No. 14 Tahun 1992

BAB I PENDAHULUAN. terjangkau oleh daya beli masyarakat (Pasal 3, Undang-undang No. 14 Tahun 1992 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Transportasi jalan diselenggarakan dengan tujuan untuk mewujudkan lalu lintas dan angkutan jalan dengan selamat, aman, cepat, tertib dan teratur, nyaman dan efisien,

Lebih terperinci

Contents 11/11/2012. Variabel-variabel Kemampuan Lahan. Land Capability

Contents 11/11/2012. Variabel-variabel Kemampuan Lahan. Land Capability LOGO Contents Potensi Guna Lahan AY 12 1 2 Land Capability Land Suitability Land Capability Klasifikasi Potensi Lahan untuk penggunaan lahan kawasan budidaya ataupun lindung dengan mempertimbangkan faktor-faktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Air merupakan sumberdaya alam yang terbarukan dan memiliki peranan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Air merupakan sumberdaya alam yang terbarukan dan memiliki peranan 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Air merupakan sumberdaya alam yang terbarukan dan memiliki peranan penting pada pemenuhan kebutuhan makhluk hidup untuk berbagai keperluan. Suplai air tersebut dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya pertumbuhan penduduk dan pembangunan pada suatu wilayah akan berpengaruh terhadap perubahan suatu kawasan. Perubahan lahan terbuka hijau menjadi lahan terbangun

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.3.

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.3. SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.3 1. Data spasial merupakan data grafis yang mengidentifikasi kenampakan

Lebih terperinci

BAB II METODE PENELITIAN

BAB II METODE PENELITIAN BAB II METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan dalam analisis tingkat kekritisan lahan kawasan budidaya pertanian yaitu dengan menggunakan metode analisis data sekunder yang dilengkapi dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Septi Sri Rahmawati, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Septi Sri Rahmawati, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Lahan merupakan salah satu faktor penunjang kehidupan di muka bumi baik bagi hewan, tumbuhan hingga manusia. Lahan berperan penting sebagai ruang kehidupan,

Lebih terperinci

MATERI 4 : PENGENALAN TATAGUNALAHAN DI GOOGLE EARTH

MATERI 4 : PENGENALAN TATAGUNALAHAN DI GOOGLE EARTH MATERI 4 : PENGENALAN TATAGUNALAHAN DI GOOGLE EARTH 1. Tata Guna Lahan 2. Identifikasi Menggunakan Foto Udara/ Citra Identifikasi penggunaan lahan menggunakan foto udara/ citra dapat didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini perkembangan fisik penggunaan lahan terutama di daerah perkotaan relatif cepat dibandingkan dengan daerah perdesaan. Maksud perkembangan fisik adalah penggunaan

Lebih terperinci

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi 3.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis dan kamera digital. Dalam pengolahan data menggunakan software AutoCAD, Adobe Photoshop, dan ArcView 3.2 serta menggunakan hardware

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi

Lebih terperinci

Kesesuaian Lahan dan Geographic Information System (GIS)

Kesesuaian Lahan dan Geographic Information System (GIS) Kesesuaian Lahan dan Geographic Information System (GIS) Kompetensi Utama: Kompetensi Inti Guru: Kompetensi Dasar: Profesional Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1.LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1.LATAR BELAKANG Ilmu geografi memiliki dua aspek penting dalam penerapannya yaitu aspek ruang dan aspek waktu. Data spasial merupakan hasil dari kedua aspek yang dimiliki oleh geografi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penginderaan jauh yaitu berbagai teknik yang dikembangkan untuk perolehan dan analisis informasi tentang bumi. Informasi tersebut berbentuk radiasi elektromagnetik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat kenyamanan permukiman di kota dipengaruhi oleh keberadaan ruang terbuka hijau dan tata kelola kota. Pada tata kelola kota yang tidak baik yang ditunjukkan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Indonesia memiliki kurang lebih 17.508 pulau (Indonesia.go.id). Wilayah Indonesia didominasi laut dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. listrik harus bisa men-supplay kebutuhan listrik rumah tangga maupun

BAB I PENDAHULUAN. listrik harus bisa men-supplay kebutuhan listrik rumah tangga maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi listrik merupakan energi utama yang digunakan hampir diseluruh sisi kehidupan manusia saat ini dimana semua aktifitas manusia berhubungan dengan energi listrik.

Lebih terperinci

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP LAMPIRAN II PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada akhir tahun 2013 hingga awal tahun 2014 Indonesia dilanda berbagai bencana alam meliputi banjir, tanah longsor, amblesan tanah, erupsi gunung api, dan gempa bumi

Lebih terperinci

BAB I. I.1.Latar Belakang PENDAHULUAN

BAB I. I.1.Latar Belakang PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN I.1.Latar Belakang Salah satu dari sekian banyak sumber daya alam yang diciptakan oleh Allah SWT untuk kelangsungan hidup manusia adalah tanah atau lahan. Pengertian tanah menurut Sumaryo

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh : MUHAMMAD TAUFIQ

SKRIPSI. Oleh : MUHAMMAD TAUFIQ APLIKASI TEKNIK PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) UNTUK ESTIMASI KOEFISIEN LIMPASAN PERMUKAAN SUB DAS PADANG JANIAH DAN PADANG KARUAH PADA DAS BATANG KURANJI KECAMATAN PAUH KOTA PADANG

Lebih terperinci

Jurnal Gea, Jurusan Pendidikan Geografi, vol. 8, No. 2, Oktober 2008

Jurnal Gea, Jurusan Pendidikan Geografi, vol. 8, No. 2, Oktober 2008 PEMANFAATAN TEKNIK PENGINDERAAN JAUH UNTUK MENGIDENTIFIKASI KERENTANAN DAN RISIKO BANJIR Oleh : Lili Somantri, S.Pd. M.Si ABSTRAK Banjir adalah bencana alam yang sering terjadi setiap musim hujan. Bencana

Lebih terperinci

PEMANFAATAN TEKNIK PENGINDERAAN JAUH UNTUK MENGIDENTIFIKASI KERENTANAN DAN RISIKO BANJIR. Oleh : Lili Somantri*)

PEMANFAATAN TEKNIK PENGINDERAAN JAUH UNTUK MENGIDENTIFIKASI KERENTANAN DAN RISIKO BANJIR. Oleh : Lili Somantri*) PEMANFAATAN TEKNIK PENGINDERAAN JAUH UNTUK MENGIDENTIFIKASI KERENTANAN DAN RISIKO BANJIR Oleh : Lili Somantri*) Abstrak Banjir adalah bencana alam yang sering terjadi setiap musim hujan. Bencana ini tidak

Lebih terperinci

Gambar 3. Peta Orientasi Lokasi Studi

Gambar 3. Peta Orientasi Lokasi Studi BAB III METODOLOGI. Lokasi dan Waktu Kegiatan studi dilakukan di Dukuh Karangkulon yang terletak di Desa Wukirsari, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan luas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rumah merupakan kebutuhan manusia yang tidak dapat dihindari. Kebutuhan rumah bahkan termasuk ke dalam kebutuhan primer selain makanan dan pakaian. Dengan semakin

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,

Lebih terperinci

Karena tidak pernah ada proyek yang dimulai tanpa terlebih dahulu menanyakan: DIMANA?

Karena tidak pernah ada proyek yang dimulai tanpa terlebih dahulu menanyakan: DIMANA? PENGUKURAN KEKOTAAN Geographic Information System (1) Lecture Note: by Sri Rezki Artini, ST., M.Eng Geomatic Engineering Study Program Dept. Of Geodetic Engineering Permohonan GIS!!! Karena tidak pernah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan menegaskan bahwa air beserta sumber-sumbernya, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jakarta. Kata Bandung berasal dari kata bendung atau bendungan karena

BAB I PENDAHULUAN. Jakarta. Kata Bandung berasal dari kata bendung atau bendungan karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bandung merupakan kota kecil yang terletak di sebelah selatan Ibu Kota Jakarta. Kata Bandung berasal dari kata bendung atau bendungan karena terbendungnya sungai citarum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pantai adalah wilayah perbatasan antara daratan dan perairan laut. Batas pantai ini dapat ditemukan pengertiannya dalam UU No. 27 Tahun 2007, yang dimaksud dengan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN PENGEMBANGAN PERUMAHAN KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tiap-tiap negara mempunyai pertimbangan berbeda mengenai penetapan suatu wilayah yang disebut kota. Pertimbangan itu dipengaruhi oleh beberapa variasi kewilayahan

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI GEOGRAFI. Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster.

SISTEM INFORMASI GEOGRAFI. Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster. GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 14 Sesi NGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI A. MODEL DATA SPASIAL Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster. a. Model Data Vektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Kepariwisataan merupakan salah satu dari sekian banyak gejala atau

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Kepariwisataan merupakan salah satu dari sekian banyak gejala atau 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kepariwisataan merupakan salah satu dari sekian banyak gejala atau peristiwa yang terjadi di muka bumi yang timbul dari aktifitas manusia untuk memenuhi kebutuhannya,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR 11 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Geografi Dalam seminar dan lokakarya yang diadakan tahun 1988 / 1989 di Semarang, para ahli geografi Indonesia sepakat untuk

Lebih terperinci

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 10 SUMBERDAYA LAHAN Sumberdaya Lahan Lahan dapat didefinisikan sebagai suatu ruang di permukaan bumi yang secara alamiah dibatasi oleh sifat-sifat fisik serta bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penginderaan jauh merupakan teknologi penyadap dan produksi data citra digital permukaan bumi telah mengalami perkembangan sejak 1960-an. Hal ini dibuktikan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas, karena Indonesia merupakan Negara kepulauan dengangaris pantai mencapai sepanjang 81.000 km. Selain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penginderaan jauh merupakan ilmu yang semakin berkembang pada masa sekarang, cepatnya perkembangan teknologi menghasilkan berbagai macam produk penginderaan jauh yang

Lebih terperinci

BAB 4 SUBSTANSI DATA DAN ANALISIS PENYUSUNAN RTRW KABUPATEN

BAB 4 SUBSTANSI DATA DAN ANALISIS PENYUSUNAN RTRW KABUPATEN BAB 4 SUBSTANSI DATA DAN ANALISIS PENYUSUNAN RTRW KABUPATEN Bab ini menjelaskan aspek-aspek yang dianalisis dalam penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten dan data (time-series) serta peta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Dalam kerangka perencanaan wilayah, yang dimaksud dengan ruang wilayah adalah ruang pada permukaan bumi dimana manusia dan makhluk lainnya dapat hidup dan beraktivitas.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Indonesia dikenal sebagai sebuah negara kepulauan. Secara geografis letak Indonesia terletak pada 06 04' 30"LU - 11 00' 36"LS, yang dikelilingi oleh lautan, sehingga

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pendekatan penelitian dengan judul Dampak Pembangunan Jalan Arteri

BAB III METODE PENELITIAN. Pendekatan penelitian dengan judul Dampak Pembangunan Jalan Arteri 32 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan Penelitian Pendekatan penelitian dengan judul Dampak Pembangunan Jalan Arteri Primer Tohpati-Kusamba Terhadap Penggunaan Lahan di Desa Gunaksa Kecamatan Dawan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. lukisan atau tulisan (Nursid Sumaatmadja:30). Dikemukakan juga oleh Sumadi (2003:1) dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. lukisan atau tulisan (Nursid Sumaatmadja:30). Dikemukakan juga oleh Sumadi (2003:1) dalam II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Geografi Dari asal katanya, geografi berasal dari kata geo yang berarti bumi, dan graphein yang berarti lukisan atau tulisan (Nursid Sumaatmadja:30).

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi

TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi TINJAUAN PUSTAKA Defenisi Lahan Kritis Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : a. Lahan yang tidak mampu secara efektif sebagai unsur produksi pertanian, sebagai media pengatur tata air, maupun

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN DATA DAN INFORMASI TATA RUANG KABUPATEN/KOTA BERBASIS CITRA SATELIT DAN GIS PENGANTAR Pesatnya perkembangan teknologi informasi membawa perubahan yang besar di berbagai bidang termasuk bidang

Lebih terperinci

Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG)

Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG) Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG) 24/09/2012 10:58 Sistem (komputer) yang mampu mengelola informasi spasial (keruangan), memiliki kemampuan memasukan (entry), menyimpan

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN. Oleh: Dyah Respati Suryo Sumunar

LAPORAN PENELITIAN. Oleh: Dyah Respati Suryo Sumunar LAPORAN PENELITIAN KAJIAN KUALITAS LINGKUNGAN PERMUKIMAN KOTA YOGYAKARTA BAGIAN SELATAN DENGAN FOTO UDARA PANKROMATIK HITAM PUTIH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Oleh: Dyah Respati Suryo Sumunar Penelitian

Lebih terperinci

ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KECAMATAN SEWON KABUPATEN BANTUL TAHUN 2006 DAN 2014 BERDASARKAN CITRA QUICKBIRD

ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KECAMATAN SEWON KABUPATEN BANTUL TAHUN 2006 DAN 2014 BERDASARKAN CITRA QUICKBIRD ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KECAMATAN SEWON KABUPATEN BANTUL TAHUN 2006 DAN 2014 BERDASARKAN CITRA QUICKBIRD NASKAH PUBLIKASI Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan Mencapai derajat Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang mempunyai permasalahan dalam mengelola tata ruang. Permasalahan-permasalahan tata ruang tersebut juga timbul karena penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperbarui adalah sumber daya lahan. Sumber daya lahan sangat penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. diperbarui adalah sumber daya lahan. Sumber daya lahan sangat penting bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk di Indonesia sekarang masih tergolong tinggi berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) yaitu 1,49 % per tahun, akibatnya diperlukan usaha

Lebih terperinci

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.797, 2015 KEMEN PU-PR. Rawa. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Totok Gunawan (2004) geografi pada dasarnya merupakan kajian mengenai geosfera serta komponen-komponennya secara terpadu, holistik dan sistematis dalam konteks

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN Aplikasi teknologi penginderaan jauh dan sistem informasi geografis semakin meluas sejak dikembangkan di era tahun 1960-an. Sejak itu teknologi penginderaan jauh dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Berdasarkan UU No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pasal 6 ayat (1), disebutkan bahwa Penataan Ruang di selenggarakan dengan memperhatikan kondisi fisik wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era Teknologi merupakan era dimana informasi serta data dapat didapatkan dan ditransfer secara lebih efektif. Perkembangan ilmu dan teknologi menyebabkan kemajuan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah harus dipandang sebagai upaya pemanfaatan sumberdaya ruang agar sesuai dengan tujuan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (UU No.5 Tahun 1960). Penataan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Pengembangan Potensi Kawasan Pariwisata. berkesinambungan untuk melakukan matching dan adjustment yang terus menerus

BAB II LANDASAN TEORI. A. Pengembangan Potensi Kawasan Pariwisata. berkesinambungan untuk melakukan matching dan adjustment yang terus menerus 5 BAB II LANDASAN TEORI A. Pengembangan Potensi Kawasan Pariwisata Pada dasarnya pengembangan pariwisata adalah suatu proses yang berkesinambungan untuk melakukan matching dan adjustment yang terus menerus

Lebih terperinci

berbagai macam sumberdaya yang ada di wilayah pesisir tersebut. Dengan melakukan pengelompokan (zonasi) tipologi pesisir dari aspek fisik lahan

berbagai macam sumberdaya yang ada di wilayah pesisir tersebut. Dengan melakukan pengelompokan (zonasi) tipologi pesisir dari aspek fisik lahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Indonesia adalah negara bahari dan negara kepulauan terbesar di dunia dengan keanekaragaman hayati laut terbesar (mega marine biodiversity) (Polunin, 1983).

Lebih terperinci

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 5. A. IDENTIFIKASI CITRA PENGINDERAAN JAUH a. Identifikasi Fisik

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 5. A. IDENTIFIKASI CITRA PENGINDERAAN JAUH a. Identifikasi Fisik GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 12 Sesi NGAN PENGINDERAAN JAUH : 5 A. IDENTIFIKASI CITRA PENGINDERAAN JAUH a. Identifikasi Fisik 1. Hutan Hujan Tropis Rona gelap Pohon bertajuk, terdiri dari

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penutupan Lahan dan Perubahannya Penutupan lahan menggambarkan konstruksi vegetasi dan buatan yang menutup permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya

Lebih terperinci

BAB PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah merupakan tubuh alam yang menyelimuti permukaan bumi dan merupakan sumberdaya yang sangat penting bagi makhluk hidup. Tanah mempunyai kemampuan untuk mendukung

Lebih terperinci