PENDAHULUAN Masa remaja merupakan masa yang penting dan rawan dalam perkembangan kehidupan seseorang. Pada masa ini, dorongan seksual seorang anak

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENDAHULUAN Masa remaja merupakan masa yang penting dan rawan dalam perkembangan kehidupan seseorang. Pada masa ini, dorongan seksual seorang anak"

Transkripsi

1 8 PENDAHULUAN Masa remaja merupakan masa yang penting dan rawan dalam perkembangan kehidupan seseorang. Pada masa ini, dorongan seksual seorang anak yang memasuki usia remaja akan meningkat. Hal ini disebabkan karena remaja sedang mengalami perubahan dalam hal seksual, yaitu matangnya kelenjar hipofisis yang merangsang pengeluaran hormon kelamin (Monks et. al., 1996). Hormon inilah yang menyebabkan tingginya libido atau dorongan seksual pada remaja. Remaja memiliki rasa ingin tahu yang sangat besar dan banyak minat yang berkembang. Hurlock (1990) mengungkapkan bahwa pada masa remaja, seseorang mulai peduli dengan daya tarik seksual dan mulai merasakan campuran antara cinta dan nafsu birahi. Akibatnya remaja mulai sensitif dengan hal-hal yang berkaitan dengan seksualitas. Ada lima topik yang diminati remaja dalam upaya memenuhi rasa ingin tahunya mengenai masalah seksual, yaitu pembicaraan tentang proses hubungan seksual, pacaran, kontrol kelahiran, cinta dan perkawinan, serta penyakit seksual (Luthfiedalam Fitriansary dan Muslimin, 2009). Remaja adalah anak usia tahun yang merupakan usia antara masa kanak kanak dan masa dewasa dan sebagai titik awal proses reproduksi, sehingga perlu dipersiapkan sejak dini (Suryati, 2010) Menurut Undang Undang No 4 tahun 1979 mengenai kesejahteraan anak, remaja adalah individu yang belum mencapai 21 tahun dan belum menikah. Istilah remaja berasal dari bahasa Latin yaitu adolescere (kata bendanya, adolescentia yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa (Wirawan, 2008). Dalam bahasa Inggris remaja disebut adolensence yang dalam bahasa Arab disebut at-tadarruj (berangsur angsur). Jadi artinya adalah berangsur angsur menuju kematangan fisik, akal, kejiwaan, dan sosial serta emosional (Al- Mighwar, 2006). Menurut pendapat Root, masa puber adalah suatu tahap perkembangan saat terjadi kematangan alat alat seksual dan tercapai kemampuan reproduksi. Tahap ini disertai dengan perubahan dalam pertumbuhan somatis dan perspektif

2 9 (Wilis, 2010). Sedangkan menurut pendapat Hurlock, masa puber adalah fase dalam rentang perkembangan ketika anak anak berubah dari makhluk aseksual menjadi makhluk seksual. (Al-Mighwar, 2006). Masa remaja akhir ialah masa ketika seseorang individu berada pada usia 1718 tahun sampai dengan tahun, dimana saat usia ini rata-rata setiap remaja memasuki sekolah menengah tingkat atas (Santrock, 2003). Ketika remaja duduk dikelas terakhir biasanya orang tua menganggapnya hampir dewasa dan berada diambang perbatasan untuk memasuki dunia kerja orang dewasa. Masa remaja akhir adalah masa transisi perkembangan antara masa remaja menuju dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia tahun. Pada masa ini terjadi proses perkembangan meliputi perubahan-perubahan yang berhubungan dengan orang tua dan cita-cita mereka, dimana pembentukan cita-cita merupakan proses pembentukan orientasi masa depan. (Hurlock, 2005) Adolessense berasal dari kata adolescere yang artinya: tumbuh, atau tumbuh menjadi dewasa untuk mencapai kematangan, kematangan adolessense mempunyai arti luas mencakup kematangan mental, emosional, seksual dan fisik. Pada masa adolessense ini adalah masa terjadinya proses peralihan dari masa remaja atau pemuda ke masa dewasa. Jadi masa ini merupakan masa penutup dari masa remaja atau pemuda. Masa ini tidak berlangsung lama, oleh karena itu dengan kepandaiannya, seseorang yang dalam waktu relatif singkat sekali telah sampai kemasa dewasa. Banyak pendapat tentang masa adolescence ini akan tetapi pada umumnya, berkisar / tahun. Pada masa adolescence ini sudah mulai stabil dan mantap, ia ingin hidup dengan modal keberanian, anak mengenal akunya, mengenal arah hidupnya, serta sadar akan tujuan yang dicapainya, pendiriannya sudah mulai jelas dengan cara tertentu. sikap kritis sudah semakin nampak, dan dalam hal ini sudah mulai aktif dan objektif dalam melibatkan diri ke dalam kegiatan-kegiatan dunia luar. Juga dia sudah mulai mencoba mendidik diri sendiri sesuai pengaruh yang diterimanya. Maka dalam hal ini terjadi pembangunan yang esensial terhadap pandangan hidupnya, dan masa ini merupakan masa berjuang dalam menentukan bentuk/corak kedewasaannya.

3 10 Adapun sifat-sifat yang dialami pada masa adolescence ini adalah sebagai berikut (Santrock, 2003): a. Menunjukkan timbulnya sikap positif dalam menentukan sistem tata nilai yang ada. b. Menunjukkan adanya ketenangan dan keseimbangan di dalam kehidupannya. c. Mulai menyadari bahwa sikap aktif, mengkritik, waktu ia puber itu mudah tetapi melaksanakannya sulit. d. Ia mulai memiliki rencana hidup yang jelas dan mapan. e. Ia mulai senang menghargai sesuatu yang bersifat historis dan tradisi, agama, kultur, etis dan estetis serta ekonomis. f. Ia sudah tidak lagi berdasarkan nafsu seks belaka dalam mentukan calon teman hidup, akan tetapi atas dasar pertimbangan yang matang dari berbagai aspek. g. Ia mulai mengambil atau menentukan sikap hidup berdasarkan system nilai yang diyakininya. h. Pandangan dan perasaan yang semakin menyatu atau melebar antara erotik dan seksualitas, yang sebelumnya (pubertas) antar keduanya terpisah. Sebagian kelompok remaja mengalami kebingungan untuk memahami tentang apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan olehnya, antara lain boleh atau tidaknya pacaran, melakukan onani, nonton film porno, atau berciuman. Kebingungan ini akan menimbulkan suatu perilaku seksual yang kurang sehat di kalangan remaja. Pemahaman yang benar tentang seksualitas manusia amat diperlukan khususnya para remaja demi perilaku seksualnya di masa dewasa sampai mereka menikah dan memilki anak (Soetjiningsih, 2007) Menurut Soetjiningsih (dalam Prajaningtyas, 2009) faktor-faktor yang memengaruhi perilaku seksual pranikah pada remaja yaitu faktor individual (self esteem dan religiusitas), faktor keluarga (hubungan orang tua-remaja), faktor diluar keluarga (pergaulan dengan teman sebaya dan media pornografi). Salah satu faktor yang memengaruhi perilaku seks pranikah yaitu faktor religiusitas. Faktor religiusitas menjadi penting guna menanggulangi perilaku seks bebas karena ideologi agama menjadi pokok pemecahan dalam penanganan seks bebas.

4 11 Hal yang mendasari terjadinya seks bebas salah satunya adalah kurangnya pemahaman tentang agama. Sifat dari agama ialah mengatur, menjadi pendorong, penggerak serta pengontrol bagi tindakan-tindakan manusia agar tetap sesuai dengan nilai-nilai kebudayaan di masyarakat. Ajaran moral yang diajarkan agama dapat menjadi pegangan utama bagi para pemeluknya, sehingga dengan agama itulah manusia akan menahan diri dari perilaku seks bebas. Apabila rasa cinta kepada Tuhan tertanam pada diri seseorang, diharapkan seseorang akan takut serta menghindari segala perbuatan yang dilarang oleh agamanya. Religiusitas diartikan sebagai pengalaman religius yaitu pengalaman emosi yang diperoleh melalui interpretasi religius atau spiritual. Pengalaman spiritual menurut Maslow (dalam Jaenudin, 2012) adalah puncak tertinggi yang dapat dicapai manusia serta merupakan peneguhan dan keberadaaanya sebagai makhluk spiritual. Sedangkan Allport (1967) mendefinisikan religiusitas sebagai kematangan beragama. Kematangan beragama adalah sebuah karakter utama yang dilandasi tiga faktor, yaitu kemampuan memahami sifat kepribadian, melalui objektivikasi diri atau memahami filsafat kehidupan. Menurut Delamater (dalam Widyastuti, 2009) orang yang tekun dalam beribadah cenderung lebih rendah perilaku seksualnya dibandingkan yang kurang tekun dalam beribadah. Delamater juga mengungkapkan bahwa institusi yang terorganisasi salah satunya agama sangat berperan dalam membentuk nilai dan standard pada diri seseorang. Sedangkan menurut Hewatdan Baets (dalam Theresia, 2012) agama tidak menjamin seseorang untuk tidak melakukan kejahatan. Hanya dengan rajin sembahyang atau berdoa belum tentu seseorang tidak akan berbuat dosa. Banyak orang yang rajin sembahyang hanya sekedar untuk mengikuti arus saja, banyak juga yang menggunakan agama hanya sebagai sebuah identitas yang tertera pada kartu penduduk (KTP). Namun tidak menutup kemungkinan bila seseorang sungguh-sungguh dalam mengamalkan ajaran agamanya kejahatan akan menurun. Sebab tidak ada satu agamapun yang membenarkan perilaku pencurian, perampokan, dan perilaku kejahatan lainnya. Beberapa penelitian telah dilakukan diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Indriastuti (2005) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa ada

5 12 hubungan negatif dan signifikan antara tingkat religiusitas dengan kecenderungan untuk melakukan hubungan seks pada remaja. Penelitian yang dilakukan oleh Bhakti (2010) mendukung penelitian Indriastuti (2005) yaitu ada hubungan negatif antara tingkat religiusitas dengan perilaku seks bebas pada remaja di lokalisasi Bawen. Namun, dalam penelitian Theresia (2012), menunjukkan hasil yang bertentangan yaitu tidak ada hubungan antara tingkat religiusitas dengan perilaku seksual pada remaja. Dari studi/ survei pendahuluan yang diperoleh penulis melalui wawancara terhadap 15 mahasiswa Fakultas Psikologi UKSW yang didapatkan bahwa 5 orang mahasiswa pernah menonton film porno dari telepon genggamnya, situs internet, dan melalui kaset hasil rekaman. Di samping itu juga menyatakan bahwa perilaku berpacaran mahasiswa yang melibihi batas seperti berciuman dan meraba bagian tubuh. Adanya perbedaan pendapat dan hasil penelitian yang dilakukan oleh para peneliti terdahulu mengenai tingkat religiusitas dengan perilaku seksual pranikah pada remaja, maka penulis tertarik untuk mengkaji ulang apakah ada hubungan antara religiusitas dengan perilaku seksual pranikah pada remaja. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Perilaku Seks Pranikah Perilaku seksual pranikah adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual yang dilakukan oleh dua orang, pria dan wanita diluar perkawinan yang sah (Sarwono, 2005). Lebih lanjut Sarwono mengatakan bahwa perilaku seksual pranikah merupakan perilaku seksual yang dilakukan tanpa melalui proses pernikahan resmi menurut agama dan kepercayaan masing-masing. Semantara Luthfie (dalam Amrillah dkk, 2001) mengungkapkan bahwa perilaku seksual pranikah adalah prilaku seks yang dilakukan tanpa melalui proses pernikahan yang resmi menurut hukum maupun menurut agama dan kepercayaan masing-masing individu. Simanjuntak (dalam Prastawa & Lailatushifah, 2009) menyatakan bahwa perilaku seksual pranikah adalah segala macam tindakan seperti bergandengan tangan, berciuman sampai dengan bersenggama yang

6 13 dilakukan dengan adanya dorongan hasrat seksual yang dilakukan sebelum ada ikatan pernikahan yang sah. Berdasarkan definisi-definisi yang dikemukakan diatas, dapat disimpulkan bahwa perilaku seksual pranikah adalah segala perilaku yang didorong oleh hasrat seksual seperti bergandengan tangan, berciuman, bercumbu dan bersenggama yang dilakukan oleh pria dan wanita tanpa melalui proses pernikahan yang resmi menurut hukum dan agama. Tahap Perilaku Seks Pranikah Tahap perilaku seksual remaja pada diagram group dalam buku Sex: A user s Manual yang dimodifikasi Soetjiningsih (dalam Prajaningtyas, 2009) dapat dirinci sebagai berikut: (a). Berpegangan tangan; (b). Memeluk/dipeluk bahu; (c). Memeluk/dipeluk pinggang; (d). Ciuman bibir; (e). Ciuman bibir sambil pelukan; (f). Meraba/diraba di daerah erogen (payudara, alat kelamin) dalam keadaan berpakaian; (g). Mencium/dicium di daerah erogen dalam keadaan berpakaian; (h). Saling menempelkan alat kelamin dalam keadaan berpakaian; (i). Meraba/diraba di daerah erogen dalam keadaan tidak berpakaian; (j). Mencium/ dicium di daerah erogen dalam keadaan tidak berpakaian; (k). Saling menempelkan alat kelamin dalam keadaan tidak berpakaian; (l). Berhubungan seksual. Pengertian Religiusitas Glock dan Stark (2003) menyatakan bahwa religiusitas merupakan sistem timbul, nilai, keyakinan dan sistem perilaku yang terlembaga yang semuanya terpusat pada persoalan-persoalan yang dihayati sebagai yang paling maknawi. Hawari menyatakan bahwa religiusitas merupakan penghayatan keagamaan atau kedalaman kepercayaan yang diekspresikan dengan melakukan ibadah sehri-hari, berdoa dan membaca kitab suci. Religiusitas diwujudkan dalam berbagai sisi kehidupan berupa aktivitas yang tidak tampak dalam hati seseorang (Djamaludin Ancok dan Fuad Nashori Suroso, 2005 dalam Kurniawan, 2008). Jadi, dapat disimpulkan bahwa religiusitas adalah ketaatan, kesolehan perilaku, dan

7 14 keyakinan seseorang di dalam menjalankan ajaran agamanya, yang diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan ibadah. Aspek-aspek Religiusitas Menurut Glock dan Stark (dalam Prajaningtyas, 2009)dimensi religiusitas meliputi lima hal yaitu: a. Ideologis atau keyakinan yang menunjuk pada tingkat keyakinan atau keimanan seseorang b. Ritualistik atau peribadatan menunjuk pada seberapa tingkat kepatuhan seseorang dalam mengerjakan kegiatan-kegiatan ritual yang diperintahkan oleh agamanya. c. Eksperiensial atau pengalaman menunjuk pada seberapa jauh tingkat kepekaan seseorang dalam merasakan pengalaman-pengalaman religiusnya. d. Intelektual atau pengetahuan menunjuk pada tingkat pengetahuan dan pemahaman seseorang terhadap ajaran-ajaran agamanya. e. Konsekuensial atau penerapan menunjuk pada seberapa jauh seseorang mampu menerapkan ajaran-ajaran agamanya dalam perilaku kehidupan sehari-hari. Pengertian Remaja Akhir Menurut Stanley Hall (dalam Santrock, 2003) masa remaja akhir ialah masa ketika seseorang individu berada pada usia 18 tahun sampai 23 tahun, dimana saat usia ini rata-rata setiap remaja memasuki sekolah menengah tingkat atas atau perguruan tinggi. Ketika remaja duduk dikelas terakhir biasanya orang tua menganggapnya hampir dewasa dan berada diambang perbatasan untuk memasuki dunia kerja orang dewasa. Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa remaja menuju dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia tahun. Pada masa ini terjadi proses perkembangan meliputi perubahan-perubahan yang berhubungan dengan orang tua dan cita-cita mereka, dimana pembentukan cita-cita merupakan proses pembentukan orientasi masa depan. (Hurlock, 2005)

8 15 Adolessense berasal dari kata adolescere yang artinya: tumbuh, atau tumbuh menjadi dewasa untuk mencapai kematanga, kematangan adolessense mempunyai arti luas mencakup kematangan mental, emosional, seksual dan fisik. Pada masa adolessense ini adalah masa terjadinya proses peralihan dari masa remaja atau pemuda ke masa dewasa. Jadi masa ini merupakan masa penutup dari masa remaja atau pemuda. Masa ini tidak berlangsung lama, oleh karena itu dengan kepandaiannya, seseorang yang dalam waktu relatif singkat sekali telah sampai kemasa dewasa. Banyak pendapat tentang masa adolescence ini akan tetapi pada umumnya, berkisar atau tahun. Pada masa adolescence ini sudah mulai stabil dan mantap, ia ingin hidup dengan modal keberanian, anak mengenal aku-nya, mengenal arah hidupnya, serta sadar akan tujuan yang dicapainya, pendiriannya sudah mulai jelas dengan cara tertentu. sikap kritis sudah semakin nampak, dan dalam hal ini sudah mulai aktif dan objektif dalam melibatkan diri ke dalam kegiatan-kegiatan dunia luar. Juga dia sudah mulai mencoba mendidik diri sendiri sesuai pengaruh yang diterimanya. Maka dalam hal ini terjadi pembangunan yang esensial terhadap pandangan hidupnya, dan masa ini merupakan masa berjuang dalam menentukan bentuk/corak kedewasaannya. Adapun sifat-sifat yang dialami pada masa adolescence ini adalah sebagai berikut (Santrock, 2003): a. Menunjukkan timbulnya sikap positif dalam menentukan sistem tata nilai yang ada. b. Menunjukkan adanya ketenangan dan keseimbangan di dalam kehidupannya. c. Mulai menyadari bahwa sikap aktif, mengkritik, waktu ia puber itu mudah tetapi melaksanakannya sulit. d. Ia mulai memiliki rencana hidup yang jelas dan mapan. e. Ia mulai senang menghargai sesuatu yang bersifat historis dan tradisi, agama, kultur, etis dan estetis serta ekonomis. f. Ia sudah tidak lagi berdasarkan nafsu seks belaka dalam mentukan calon teman hidup, akan tetapi atas dasar pertimbangan yang matang dari berbagai aspek.

9 16 g. Ia mulai mengambil atau menentukan sikap hidup berdasarkan system nilai yang diyakininya. h. Pandangan dan perasaan yang semakin menyatu atau melebar antara erotik dan seksualitas, yang sebelumnya (pubertas) antar keduanya terpisah. Hubungan Religiusitas dengan Perilaku Seksual Pranikah pada Remaja Akhir Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa dewasa. Perubahan pada masa remaja mencakup perubahan fisik, kognitif, dan sosial. Perubahan secara kognitif pada remaja meliputi peningkatan idealisme dan penalaran logis. Secara sosial, jika dikaitkan dengan arah perkembangan dapat dilihat adanya dua macam gerak yaitu berkurangnya ketergantungan remaja dengan orang tua, sehingga remaja biasanya akan semakin mengenal komunitas luar melalui interaksi sosial yang dilakukannya di sekolah, pergaulan dengan teman sebaya maupun masyarakat luas. Perubahan fisik yang terjadi pada masa remaja yaitu semakin matangnya organ-organ tubuh termasuk organ reproduksi dan seksualnya yang menyebabkan munculnya minat seksual dan keingintahuan remaja tentang seksual (Santrock, 2003). Suatu fenomena yang menarik adalah bahwa hubungan seksual sebelum nikah justru banyak dilakukan oleh remaja yang berpacaran, meskipun tidak semua remaja berpacaran melakukan hal tersebut, tetapi fakta menunjukkan kecenderungan yang mengkhawatirkan dan memprihatinkan. Ironisnya, bujukan atau permintaan pacar merupakan motivasi untuk melakukan perilaku seksual dan hal ini menempati posisi keempat setelah rasa ingin tahu, lingkungan keluarga yang negatif bagi remaja, agama atau keimanan yang kurang kuat serta terinspirasi dari film dan media massa (Kosmopolitan dalam Mayasari, 2000). Sarwono (2005) mengemukakan ada beberapa faktor yang memengaruhi perilaku seksual pada remaja yaitu yang pertama, hubungan keluarga dimana kurangnya dukungan keluarga seperti kurangnya perhatian orangtua terhadap anak, kurangnya kasih sayang orangtua, banyaknya konflik dalam keluarga dapat memicu munculnya perilaku seksual pranikah. Kedua, Pengaruh penyebaran

10 17 informasi dan rangsangan melalui media dan teknologi yang canggih sering kali diimitási oleh remaja dalam perilakunya sehari-hari. Ketiga, Adanya kecenderungan yang semakin bebas antara pria dan wanita dalam masyarakat juga memicu perilaku seksual pranikah pada remaja. Keempat, Perubahan-perubahan hormonal yang meningkatkan hasrat seksual remaja menyebabkan remaja membutuhkan penyaluran dalam bentuk tingkah laku tertentu. Kelima, Perbedaan jenis kelamin, dimana remaja laki-laki cenderung mempunyai perilaku seksual yang lebih agresif, terbuka, serta sulit menahan diri dibandingkan remaja perempuan. Keenam, Norma-norma agama dimana seseorang dilarang untuk melakukan hubungan seksual sebelum menikah. Norma-norma agama yang berlaku, yang merupakan mekanisme kontrol sosial akan mengurangi kemungkinan seseorang melakukan perilaku seksual diluar batas ketentuan agama. Faturrochman (dalam Rahmawati, 2002) juga menyatakan bahwa sumber utama dari faktor eksternal yang memengaruhi perilaku seksual pranikah adalah adanya kontrol sosial berupa agama, keluarga, teman dan masyarakat. Individu yang rajin beribadah akan semakin sering menerima pesan-pesan yang melarang hubungan seks sebelum menikah sehingga individu akan cenderung kurang permisif dalam sikap dan perilaku seksual. Hal senada juga dinyatakan oleh Pratiwi (dalam Sinuhaji, 2006) yang mengatakan bahwa perilaku seksual remaja disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah pemahaman dan penghayatan nilai-nilai keagamaan, dimana remaja yang memiliki penghayatan yang kuat mengenai nilai-nilai keagamaan, integritas yang baik juga cenderung mampu menampilkan perilaku seksual yang selaras dengan nilai yang diyakininya serta mencari kepuasan dari perilaku yang produktif. Penelitian yang di lakukan Shirazi dan Morowatisharifabad, (2009) menggunakan 2 metode yaitu kualitatif dan kuantitatif. Pada penelitian kualitatif, peneliti melakukan wawancara semi-terstruktur dengan 15 mahasiswa yang bertujuan untuk mengetahui pandangan mereka tentang Human Immunodeficiency Virus (HIV) Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS), data yang didapat

11 18 menunjukkan bahwa rata-rata dari mereka cukup baik didalam menerima informasi tentang cara mencegah HIV AIDS. Sebagian besar dari partisipan setuju bahwa keterlibatan agama memiliki peran penting dalam mencegah AIDS. Partisipan memiliki sikap yang positif didalam melakukan perilaku seks yang aman. Sekitar 50% dari partisipan meyakini bahwa seorang laki-laki yang belum menikah tidak boleh berhubungan seks. Semua partisipan adalah Muslim Syiah dan rata-rata berusia 23 tahun, dilaporkan bahwa mayoritas dari mereka yaitu sebanyak 55% memiliki nilai religiusitas yang tinggi, dan 20% dari mereka memiliki hubungan seksual. Dari hasil penelitian ditunjukkan bahwa mahasiswa yang belum pernah berhubungan sex memiliki sikap yang lebih mendukung terhadap norma-norma untuk tidak melakukan hubungan sex sebelum menikah dibanding mereka yang aktif secara seksual. Selain itu, partisipan yang sudah melakukan seks memiliki self-efficaccy yang lebih rendah didalam menolak hubungan seks. Selanjutnya, Shirazi dan Morowatisharifabad (2009) ditemukan bahwa skor religiusitas yang lebih tinggi berkorelasi dengan kontak seksual yang lebih rendah, self-efficay yang lebih tinggi, serta sikap yang lebih positif untuk tidak melakukan hubungan seksual sebelum menikah. Mahasiswa yang memiliki religiusitas tinggi 5 kali lebih mungkin untuk tidak berhubungan seksual sebelum menikah. 3,04 kali lebih mungkin memiliki self-efficacy untuk menolak seks sampai mereka menikah, dan 4,55 kali lebih mungkin untuk memiliki sikap positif untuk tidak melakukan seks sebelum menikah. Penelitian lain juga membahas tentang pengaruh religiusitas, peran orang tua, dan teman sebaya terhadap perilaku seksual beresiko pada remaja. Di dalam penelitian yang di lakukan oleh Landor, Simons, Brody, dan Gibbons (2011) dipaparkan bahwa perilaku seksual beresiko di kalangan remaja adalah sebuah masalah sosial yang sering mengakibatkan berbagai hasil negatif pada kesehatan. Hasil negatif yang mungkin saja ditimbulkan dari perilaku seks beresiko ini antara lain seperti Infeksi Menular Seksual (IMS), HIV/AIDS, dan kehamilan yang tidak diinginkan.

12 19 Menurut Landor, Simons, Brody, dan Gibbons (2011) salah satu faktor yang dapat mengurangi perilaku seks beresiko adalah agama. Pada penelitian ini sampel berjumlah 612 orang yang di dalamnya adalah remaja dan orang tua keturunan Afrika Amerika yaitu 277 berjenis kelamin laki-laki dan 335 perempuan. Di dalam penelitian ini menunjukkan bahwa sekitar 89% dari orang tua menganggap pentingnya sebuah agama dan keyakinan spiritual dalam kehidupan sehari-hari mereka. Pada penelitian ini ditunjukkan bahwa komitmen beragama pada orang tua berhubungan positif terhadap meningkatnya pola asuh otoritatif dan religiusitas remaja. Landor, Simons, Simons, Brody, dan Gibbons (2011) juga menemukan bahwa remaja yang religius cenderung berafiliasi dengan kelompok sebayanya yang menolak perilaku seksual yang beresiko. Pada akhirnya penelitian ini menunjukkan bahwa religiusitas orang tua berfungsi sebagai faktor pelindung dan kontrol sosial bagi para remaja di dalam mengurangi kemungkinan melakukan perilaku seksual beresiko. Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan negatif antara religiusitas dengan perilaku seksual pranikah pada remaja akhir di Fakultas Psikologi UKSW METODE PENELITIAN Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasional dengan variabel bebas Religiusitas dan variabel tergantung perilaku seksual pranikah pada remaja. Dengan teknik korelasional, peneliti dapat mengetahui hubungan variasi dalam sebuah variabel dengan variabel lain. Besar atau tingginya hubungan tersebut dinyatakan dalam bentuk koefisien korelasi.

13 20 Subjek Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Mahasiswa Psikologi UKSW yang aktif sebanyak 553 orang. Dengan sampel penelitian Mahasiswa Psikologi UKSW mulai dari angkatan 2010 sampai angkatan Dalam melakukan pengambilan sampel, dilakukan dengan cara purposivesampling yaitu pengambilan sampel dengan ciri atau sifat tertentu. Adapun ciri-ciri sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Remaja yang berusia antara tahun 2. Sedang menjalani hubungan dengan pacar 3. Belum menikah Instrumen Penelitian Dalam pengumpulan data, peneliti menggunakan skala penilaian, yaitu dengan menggunakan daftar pertanyaan yang berisi karakteristik dan aspek yang diukur dan harus dijawab oleh orang yang menjadi subyek penelitian. Skala penilaian yang digunakan ada dua buah, untuk mengukur religiusitas berdasarkan kisi-kisi dari Glock dan Stark (2003). Sedangkan skala penilaian yang satunya mengukur perilaku seksual pranikah berdasarkan kisi-kisi Soetjiningsih (dalam Prajaningtyas, 2009). Pengujian validitas untuk kuesioner religiusitas, dari 40 butir item yang diujikan kepada 56 responden, diperoleh 36 butir item kuesioner dinyatakan valid, sedangkan 4 butir item tidak valid, yaitu item soal nomer 9, 23, 25 dan 27. Azwar (2012) menjelaskan batas valid item butir > 0,30, dikarenakan item soal nomer 9, 23, 25 dan 27 memiliki nilai r hitung dibawah 0,30 maka dianggap gugur. Pada kuesioner religiusitas, koefisien korelasi bergerak dari 0,376 sampai dengan 0,654.

14 21 Tabel 1. Item Valid dan Gugur Pada Skala Religiusitas No. Aspek Favourable Unfavourable 1. Ritual Involvement (Praktek Agama) 2. Ideological Involvement (Keyakinan) 3. Intelectual Involvement (Pengetahuan beragama) 4. Experential Involvement (Pengalaman Beragama) 5. Consequential Involvement (Pengamalan) Item Valid 1, 11, 21, 31 6, 16, 26, , 18, 28, 38 2, 12, 22, *, 19, 29, 39 3, 13, 23*, , 20, 30, 40 4, 14, 24, , 15, 25*, 35 7, 17, 27*, 37 6 Jumlah Sedangkan untuk uji validitas kuesioner perilaku seks pranikah, didapatkan 12 butir kuesioner semuanya dinyatakan valid, artinya keduabelas item butir angket tidak ada yang gugur karena nilai r hitung lebih besar dari 0,30. Pada kuesioner perilaku seks pranikah, koefisien korelasi bergerak dari 0,543 sampai dengan 0,849.

15 22 Tabel 2. Blue Print Skala Perilaku Seksual Pranikah No. Aspek Sudah Belum 1. Berpegangan tangan 2. Memeluk/ dipeluk bahu 3. Memeluk/ dipeluk pinggang 4. Ciuman bibir 5. Ciuman bibir sambil pelukan Meraba/diraba di daerah erogen (payudara, alat kelamin) dalam keadaan berpakaian Mencium/dicium di daerah erogen dalam keadaan berpakaian Saling menempelkan alat kelamin dalam keadaan berpakaian Meraba/diraba di daerah erogen dalam keadaan tidak berpakaian Mencium/dicium di daerah erogen dalam keadaan tidak berpakaian Saling menempelkan alat kelamin dalam keadaan tidak berpakaian 12. Berhubungan seksual Jumlah 12 12

16 23 Tabel 3. Blue Print Skala Perilaku Seksual Pranikah No. Aspek Indikator F UF Item 1 Ritual Involvement (Praktek Agama) 2 Ideological Involvement (Keyakinan) 3 Intelectual Involvement (Pengetahuan beragama) 4 Experential Involvement (Pengalaman Beragama) 5 Consequential Involvement (Pengamalan) a. Berdoa sebelum melakukan sesuatu b. Mengikuti upacara keagamaaan c. Membaca kitab suci setiap hari d. Menjalankan kewajiban agama e. Meluangkan waktu untuk berdoa a. Percaya akan adanya surga/neraka b. Percaya akan kebenaran firman c. Meyakini bahwa setelah kehidupan ada kehidupan yang kekal d. Meyakini bahwa Tuhan memberikan petunjuk e. Meyakini adanya hari kiamat a. Mengikuti pengajian/khotbah keagamaan b. Mempelajari kitab suci c. Membaca buku rohani d. Mengikuti acara keagamaan e. Memahami ajaran agama yang dianut a. Merasa Tuhan mendengar doanya b. Merasa Tuhan menyayangi c. Merasa pernah mendapat anugrah dari Tuhan d. Merasa Tuhan ada dalam hidupnya a. Memaafkan orang lain yang berbuat salah b. Mendoakan orang lain

17 24 c. Mengucap syukur dalam segala situasi d. Menolong orang lain Jumlah Pengujian reliabilitas alat ukur menggunakan patokan Azwar (2012) yang menyatakan minimal koefisien internal paling tidak setinggi 0,80. Sesuai dengan standar reliabilitas menurut Azwar maka dari kedua tabel dapat diambil kesimpulan bahwa Skala Religiusitas dan Skala Perilaku SeksualPranikah adalah reliabel dengan koefisien konsistensi internal sebesar 0,927 untuk Skala Religiusitas dan 0,921 untuk Skala Perilaku Seksual Pranikah. Untuk menganalisa data dalam penelitian ini menggunakan perhitungan statistik, yaitu uji korelasi Spearman karena menguji keeratan pengaruh antara dua variabel yang datanya ordinal. Alasan digunakannya analisis Spearman dikarenakan salah satu skala penelitian memiliki data yang tidak normal. Pada pengujian normalitas data, Skala Religiusitas dengan nilai signifikansi 0,918 dan Skala Perilaku Seksual Pranikah dengan nilai signifikansi 0,017. Data dikatakan normal jika nilai signifikansi p > 0,050, oleh karena Perilaku Seksual Pranikah di bawah 0,050, yaitu 0,07 < 0,050 maka data dikatakantidak normal. Sedangkan untuk pengolahan data dilakukan dengan program komputer SPSS for Windows Release Prosedur Pengambilan Data Sebelum dilakukan penelitian, penulis melakukan ujicoba angket terlebih dahulu demi kelancaran proses sebelum angket tersebut benar-benar disebarkan, dan hasilnya dari sepuluh angket yang di uji cobakan kepada sepuluh mahasiswa laki-laki dan perempuan, mereka rata-rata memiliki perilaku seksual yang cukup tinggi dengan tingkat religiusitas yang relatif rendah. Penelitian dilaksanakan pada Mahasiswa Fakultas Psikologi UKSW dari angkatan 2010 sampai dengan angkatan Populasinya adalah mahasiswa Fakultas Psikologi UKSW. Sedangkan sampel yang diperoleh sebanyak 56 orang responden yang ditemui secara purposive sampling, yaitu mahasiswa fakulas Psikologi yang ditemui dan memenuhi kriteria dalam fase remaja dijadikan

18 25 sebagai sampel penelitian. Peneliti melakukan pengambilan data dengan cara menyebar angket religiusitas dan perilaku seksual pranikah pada tanggal 17 juli HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Penyebaran data dilaksanakan tanggal 17sampai 21bulan Juli tahun 2014, di area sekitar Fakultas Psikologi UKSW. Penelitian dilakukan dengan teknik purposivesampling, yaitu pengambilan sampel dengan ciri mahasiswa psikologi UKSW berusia tahun. Populasi adalah seluruh mahasiswa psikologi UKSW, dengan sampel yang berjumlah 56 orang berstatus aktif berkuliah yang terdiri dari mahasiswa angkatan 2010 sampai angkatan Berdasarkan uji validitas, koefisien korelasi yang bergerak dari 0,376 sampai dengan 0,654 pada Skala Religiusitas dan koefisien korelasi bergerak dari 0,543 sampai dengan 0,849 pada Skala Perilaku Seksual Pranikah.Skala penelitian dikatakan valid jika nilai r hitung yang diperoleh melebihi r tabel 5% yaitu 0,361. Oleh karena Skala Religiusitas dan Skala Perilaku memiliki nilai r hitung di atas 0,361 maka dinyatakan valid. Kemudian pengujian reliabilitas alat ukur menggunakan patokan Azwar (2012) yang menyatakan minimal koefisien internal paling tidak setinggi 0,80. Sesuai dengan standar reliabilitas menurut Azwar maka dari kedua tabel dapat diambil kesimpulan bahwa Skala Religiusitas dan Skala Perilaku SeksualPranikah adalah reliabel dengan koefisien konsistensi internal sebesar 0,927 untuk Skala Religiusitas dan 0,921 untuk Skala Perilaku Seksual Pranikah. Berdasarkan Analisa Deskriptif Statistik, didapatkan kategori tingkat religiusitas sebagai berikut, 1 mahasiswa berada pada rentang 36 < x 63 dengan tingkat religiusitas sangat rendah. Sedangkan pada tingkat religiusitas rendah dengan rentang 64 < x 90 yang berjumlah 11 mahasiswa. Pada rentang 91 < x 117 dengan tingkat religiusitas Tinggi berjumlah 20 orang. Tingkat religiusitas sangat tinggi dengan rentang 118 < x < 144 yang berjumlah 24 mahasiswa.

19 26 Dengan demikian 78,6% atau 44 Mahasiswa Psikologi UKSW memiliki tingkat religiusitas sangat tinggi sampai tinggi pada rentang 91 < x < 144. Tabel 4 Kategorisasi Tingkat Religiusitas Mahasiswa Psikologi UKSW No. Interval Kategori N Prosentase Kumulatif Prosentase 1. Sangat Tinggi (118 < x < 144) Tinggi (91 < x 117) Rendah (64 < x 90) Sangat Rendah (36 < x 63) Min: 36 Max: 144 Total Sedangkan pada kategorisasi perilaku seksual pranikah didapatkan hasil sebagai berikut, 3 mahasiswa berada pada rentang 1 < x 3 dengan perilaku seksual pranikah yang sangat rendah. Sedangkan pada perilaku seksual pranikah yang rendah dengan rentang 4 < x 6 berjumlah 3 mahasiswa. Pada rentang 7 < x 9 dengan perilaku seksual pranikah tinggi berjumlah 16 orang. Perilaku seksual pranikah sangat tinggi berada pada rentang 10 < x < 12 yang berjumlah 34 mahasiswa. Dengan demikian 89,2% atau 50 Mahasiswa Psikologi UKSWmemiliki perilaku seksual pranikah sangat tinggi sampai tinggi pada rentang7 x 12.

20 27 Tabel 5 Kategorisasi Perilaku Seksual Pranikah Mahasiswa Psikologi UKSW No. Interval Kategori N Prosentase Kumulatif Prosentase 1. Sangat Tinggi (10 x 12) Tinggi (7 x 9) Rendah (4 x 6) Sangat Rendah (1 x 3) Min: 1 Max: 12 Total Hasil penelitian menunjukkan bahwa Religiusitas signifikan berkorelasi dengan Perilaku Seksual Pranikah dengan r = 0,286 dengan p = 0,033 < 0,05. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan pula sumbangan efektif Perilaku Seksual Pranikah sebesar 0,082% (didapatkan darir 2 = 0,286 2 )pada Tingkat Religiusitas Mahasiswa Psikologi UKSW. Sedangkan 99,918% pada Tingkat Religiusitas Mahasiswa Psikologi UKSW dipengaruhi oleh variabel-variabel lain. Spearman's rho Skor Religiusitas Skor Perilaku Seksual Pranikah Tabel 6 Uji Spearman Correlations Skor Religiusitas Skor Seksual Correlation Coefficient * Sig. (2-tailed)..033 N Correlation Coefficient.286 * Sig. (2-tailed).033. N *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

21 28 Pembahasan Berdasarkan hasil uji spearman yang diperoleh bahwa nilai koefisien korelasi Spearman menunjukkan nilai korelasi sebesar 0,286 dengan signifikansi p = 0,033< 0,05. Dengan demikian dinyatakan dalam penelitian ini yaitu H 1 ditolak dan H 0 diterima yang artinya menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif dan signifikan antara religiusitas dengan perilaku seksual pranikah remaja akhir di Fakultas Psikologi UKSW. Dari hasil penelitian ini mengejutkan bagi peneliti, dikarenakan penelitian oleh Theresia (2012) mengungkapkan hal yang sebaliknya ada hubungan negatif dan signifikan antara religiusitas dengan perilaku seksual pada remaja yang berpacaran. Hasil penelitian ini juga bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan oleh Indriastuti (2005) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa ada hubungan negatif dan signifikan antara tingkat religiusitas dengan kecenderungan untuk melakukan hubungan seks pada remaja. Begitu pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Bhakti (2010) mendukung penelitian Indriastuti (2005) yaitu ada hubungan negatif antara tingkat religiusitas dengan perilaku seks bebas pada remaja di lokalisasi Bawen. Lebih lanjut, adanya hubungan yang positif dan signifikan antara tingkat religiusitas dengan perilaku seksual pranikah pada remaja akhir di Fakultas Psikologi UKSW diduga disebabkan oleh beberapa alasan, pertama prinsipprinsip religiusitas yang tertanam dalam diri remaja akhir di Fakultas Psikologi UKSW sudah terinternalisasi dengan baik, namun tidak menjadi acuan atau pedoman dalam berprilaku. Karena dalam kenyataannya remaja akhir di Fakultas Psikologi UKSW masih tetap melakukan perilaku seksual pranikah dan tidak ragu untuk melanggar norma-norma dan aturan agama. Hal ini dikuatkan Koentjoro (dalam Wijayanto, 2003) yang berpendapat bahwa agama belum bisa dimanfaatkan sebagai benteng pertahanan moral secara maksimal oleh remaja dalam mengatur sikap dan tingkah laku. Kedua, rangsang lingkungan yang buruk dan terbuka dalam hal seksualitas seperti lingkungan kost atau rumah kontrakan sangat memengaruhi tingkat religiusitas remaja akhir terhadap hal-hal yang berkaitan dengan perilaku

22 29 seksual pranikah serta memberikan dampak yang negatif bagi perkembangan kepribadiannnya, mengingat remaja akhir merupakan pihak yang mudah terpengaruh dan sedang berada pada periode ingin tahu serta ingin mencoba apa yang dilihat dan didengarnya tanpa menghiraukan norma-norma dan aturan agama yang berlaku (Masrun dalam Kusumaningrum, 2002) Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa dewasa. Perubahan pada masa remaja mencakup perubahan fisik, kognitif, dan sosial. Perubahan secara kognitif pada remaja meliputi peningkatan idealisme dan penalaran logis. Secara sosial, jika dikaitkan dengan arah perkembangan dapat dilihat adanya dua macam gerak yaitu berkurangnya ketergantungan remaja dengan orang tua, sehingga remaja biasanya akan semakin mengenal komunitas luar melalui interaksi sosial yang dilakukannya di sekolah, pergaulan dengan teman sebaya maupun masyarakat luas. Perubahan fisik yang terjadi pada masa remaja yaitu semakin matangnya organ-organ tubuh termasuk organ reproduksi dan seksualnya yang menyebabkan munculnya minat seksual dan keingintahuan remaja tentang seksual (Santrock, 2003). Periode remaja merupakan masa yang telah matang dari segi biologis dan dapat menjalankan fungsi seksualnya. Sesuai dengan kematangannya itu maka muncul pada diri remaja yaitu dorongan-dorongan ingin berkenalan dan bergaul dengan lawan jenis. Rasa ketertarikan pada remaja kemudian diwujudkan dalam bentuk berpacaran di antara mereka (Sarwono, 2005). Adanya rasa cinta membuat remaja ingin selalu dekat dan mengadakan kontak fisik antara remaja dengan pacar. Kedekatan fisik maupun kontak fisik yang terjadi antara remaja yang sedang pacaran akan berbeda dengan kedekatan fisik atau kontak fisik antara remaja dengan teman dan keluarga. Kedekatan fisik inilah yang akhirnya akan mengarah pada perilaku seksual pranikah dalam pacaran Rahman dan Hirmaningsih (dalam Mayasari, 2000). Sarwono (2005) menyatakan bahwa perilaku seksual pranikah adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual yang dilakukan oleh dua orang, pria dan wanita diluar perkawinan yang sah. Kasus mengenai perilaku seksual pada remaja dari waktu ke waktu semakin mengkhawatirkan. Sementara

23 30 di masyarakat terjadi pergeseran nilai nilai moral yang semakin jauh sehingga masalah tersebut sepertinya sudah menjadi hal biasa, padahal perilaku seksual pranikah merupakan sesuatu yang harus dihindari oleh setiap individu. Penelitian ini juga didukung oleh hasil Baseline survei Lentera-Sahaja PKBI Yogyakarta memperlihatkan, perilaku seksual remaja mencakup kegiatan mulai dari berpegangan tangan, berpelukan, berciuman, necking (berciuman sampai ke daerah dada), petting ( hubungan seksual dengan melibatkan kontak badan antara dua orang dengan masih menggunakan celana dalam (alat kelamin tidak bersentuhan secara langsung), sampai hubungan seksual (Potret remaja, 2002). Penelitian yang dilakukan oleh Centra Mitra Remaja (CMR) Medan, Sumatra Utara, diperoleh ada lima tahapan yang sering dilakukan oleh remaja yaitu: dating ( berkencan), kissing(berciuman), necking (berciuman sampai ke daerah dada), petting (hubungan seksual dengan melibatkan kontak badan antara dua orang dengan masih menggunakan celana dalam dan alat kelamin tidak bersentuhan secara langsung) dan coitus (hubungan seksual secara langsung). Data yang diperoleh bahwa hampir 10 % remaja sudah pernah melakukan hubungan seks. Penelitian PKBI DI Yogyakarta selama tahun 2001 menunjukkan data angka sebesar 722 kasus kehamilan tidak diinginkan pada remaja. Menurut Fakta HAM 2002 data PKBI Pusat menunjukkan 2,3 juta kasus aborsi setiap tahun dimana 1 % diantaranya dilakukan oleh remaja (belum menikah). Faktor penyebab dari perilaku tersebut antara lain yaitu informasi tentang seks yang terbatas, melemahnya nilai-nilai keyakinan terhadap agama serta lemahnya hubungan dengan orang tua(dalam Amrillah, 2005). Penelitian sahabat remaja (2002) menunjukkan bahwa 3,6% remaja di kota Medan, 8,5% remaja di kota Yogyakarta, 3,4% remaja di kota Surabaya dan 31,1% remaja di kota Kupang telah terlibat melakukan hubungan seks pranikah. Angka-angka tersebut sekaligus menunjukkan seberapa besar remaja terancam penyakit menular HIV, atau AIDS, kehamilan yang tidak diinginkan dan tidak kalah pentingnya adalah tanggung jawab moral yang tidak hanya ditanggung oleh remaja itu sendiri tapi juga keluarga, pendidik, dan masyarakat.

24 31 Suatu fenomena yang menarik adalah bahwa hubungan seksual sebelum nikah justru banyak dilakukan oleh remaja yang berpacaran, meskipun tidak semua remaja berpacaran melakukan hal tersebut, tetapi fakta menunjukkan kecenderungan yang mengkhawatirkan dan memprihatinkan. Ironisnya, bujukan atau permintaan pacar merupakan motivasi untuk melakukan perilaku seksual dan hal ini menempati posisi keempat setelah rasa ingin tahu, lingkungan keluarga yang negatif bagi remaja, agama atau keimanan yang kurang kuat serta terinspirasi dari film dan media massa (Mayasari, 2000). Sarwono (2005) mengemukakan ada beberapa faktor yang memengaruhi perilaku seksual pada remaja yaitu yang pertama, hubungan keluarga dimana kurangnya dukungan keluarga seperti kurangnya perhatian orangtua terhadap anak, kurangnya kasih sayang orangtua, banyaknya konflik dalam keluarga dapat memicu munculnya perilaku seksual pranikah. Kedua, Pengaruh penyebaran informasi dan rangsangan melalui media dan teknologi yang canggih sering kali diimitási oleh remaja dalam perilakunya sehari-hari. Ketiga, Adanya kecenderungan yang semakin bebas antara pria dan wanita dalam masyarakat juga memicu perilaku seksual pranikah pada remaja. Keempat, Perubahan-perubahan hormonal yang meningkatkan hasrat seksual remaja menyebabkan remaja membutuhkan penyaluran dalam bentuk tingkah laku tertentu. Kelima, Perbedaan jenis kelamin, dimana remaja laki-laki cenderung mempunyai perilaku seksual yang lebih agresif, terbuka, serta sulit menahan diri dibandingkan remaja perempuan. Keenam, Norma-norma agama dimana seseorang dilarang untuk melakukan hubungan seksual sebelum menikah. Norma-norma agama yang berlaku, yang merupakan mekanisme kontrol sosial akan mengurangi kemungkinan seseorang melakukan perilaku seksual diluar batas ketentuan agama. Faturrochman (dalam Rahmawati, 2002) juga menyatakan bahwa sumber utama dari faktor eksternal yang memengaruhi perilaku seksual pranikah adalah adanya kontrol sosial berupa agama, keluarga, teman dan masyarakat. Individu yang rajin beribadah akan semakin sering menerima pesan-pesan yang melarang hubungan seks sebelum menikah sehingga individu akan cenderung kurang

25 32 permisif dalam sikap dan perilaku seksual. Hal senada juga dinyatakan oleh Pratiwi (dalam Sinuhaji 2006) yang mengatakan bahwa perilaku seksual remaja disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah pemahaman dan penghayatan nilai-nilai keagamaan, dimana remaja yang memiliki penghayatan yang kuat mengenai nilai-nilai keagamaan, integritas yang baik juga cenderung mampu menampilkan perilaku seksual yang selaras dengan nilai yang diyakininya serta mencari kepuasan dari perilaku yang produktif. Menurut Dradjat (1978), keyakinan beragama menjadi bagian integral dari kepribadian seseorang. Keyakinan itu akan mengawasi segala tindakan, perkataan, bahkan perasaannya, pada saat seseorang tertarik pada sesuatu yang tampaknya menyenangkan, maka keimanannya akan cepat bertindak menimbang dan meneliti apakah hal tersebut boleh atau tidak boleh oleh agamanya. Mangunwijaya (1982) membedakan antara istilah religi atau agama dengan istilah religiusitas. Agama menunjuk pada aspek formal yang berkaitan dengan aturan-aturan dan kewajiban-kewajiban, sedangkan religiusitas menunjuk pada aspek yang telah dihayati oleh individu. Hal ini selaras dengan pendapat Dister (1990) yang mengartikan religiusitas sebagai keberagamaan, yang berarti adanya unsur internalisasi agama itu dalam diri individu. Orang-orang yang mempunyai nilai religiusitas yang tinggi akan selalu mencoba patuh terhadap ajaran-ajaran agama, menjalankan ritual agama, meyakini doktrin-doktrin agama, beramal dan selanjutnya merasakan pengalaman-pengalaman beragama. Pola pergaulan bebas bertentangan dengan agama, oleh karena itulah orang yang mempunyai tingkat religiusitas yang tinggi akan takut melakukan hal-hal yang dilarang oleh agama. Makin tinggi religiusitas remaja, makin dapat pula remaja mengatur perilaku seksual sejalan dengan nilai dan norma yang ada (Jalaludin, 1996).Setiap agama memiliki hukum dan nilainilai yang mengatur tentang kehidupan. Keyakinan seseorang terhadap hukum dan nilai-nilai agama tersebut dapat menjadi benteng moral karena nilai-nilai moral yang datang dari agama bersifat tetap dan universal. Individu akan menggunakan pertimbanganpertimbangan berdasarkan nilai-nilai moral yang datang dari agama, dimanapun individu tersebut berada dan pada posisi apapun, ia akan tetap

26 33 memegang prinsip moral yang telah tertanam (Drajat, 1991). Benteng moral inilah yang akan diterapkan oleh individu tersebut dalam setiap aspek kehidupannya termasuk perilaku seksualnya. Dapat dikatakan apabila remaja dapat mengubah cara berpikir dan merasakan nilai-nilai agama serta kemudian mengamalkannya dalam perilaku terutama perilaku seksualnya, diharapkan dapat menghindari perilaku seksual pranikah. Remaja juga sedang mengalami perubahan pada aspek religiusitas. Menurut teori Piaget bahwa perkembangan kognitif remaja sudah mencapai taraf formal operasional, Taraf ini sudah menjadikan remaja untuk berpikir secara abstrak, teoritik dan kritis sehingga pada masa remaja ada kecenderungan untuk mengubah cara berpikir dan merasakan nilai-nilai agama sesuai dengan taraf perkembangan intelektualnya. Ide dan dasar keyakinan tentang agama yang diterima remaja dari masa kanak-kanak sudah tidak begitu menarik lagi bagi mereka. Sifat kritis terhadap ajaran agama mulai timbul dan membuat remaja mengalami keraguan terhadap ajaran agamanya (Rahmawati, 2002). Perilaku seksual pranikah yang biasa disebut zina dalam Islam secara nyata dilarang keras, bahkan perbuatan tersebut disetarakan dengan perbuatan keji dan terkutuk. Islam, sebagai salah satu dari lima agama yang diakui di Indonesia, sangat mengatur hubungan antara laki-laki dan perempuan sampai pada permasalahan yang sangat detail. Periode remaja merupakan masa yang telah matang dari segi biologis dan dapat menjalankan fungsi seksualnya. Sesuai dengan kematangannya itu maka muncul pada diri remaja yaitu dorongan-dorongan ingin berkenalan dan bergaul dengan lawan jenis. Rasa ketertarikan pada remaja kemudian diwujudkan dalam bentuk berpacaran di antara mereka (Sarwono, 2005). Adanya rasa cinta membuat remaja ingin selalu dekat dan mengadakan kontak fisik antara remaja dengan pacar. Kedekatan fisik maupun kontak fisik yang terjadi antara remaja yang sedang pacaran akan berbeda dengan kedekatan fisik atau kontak fisik antara remaja dengan teman dan keluarga. Kedekatan fisik inilah yang akhirnya akanmengarah pada perilaku seksual pranikah dalam pacaran Rahman dan Hirmaningsih (dalam Mayasari, 2000).

27 34 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah dilakuakan, maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Dari hasil Uji Spearman diperoleh nilai koefisien korelasi Spearman menunjukkan nilai korelasi sebesar 0,286 dengan signifikansi p = 0,033 < 0,05. Dengan demikian dinyatakan dalam penelitian ini yaitu H 1 ditolak dan H 0 diterima yang artinya menunjukkan terdapat hubungan positif dan signifikan antara religiusitas dengan perilaku seksual pranikah pada remaja akhir di Fakultas Psikologi UKSW Salatiga. 2. Tingkat Religiusitas Mahasiswa Fakultas Psikologi UKSW berada dalam kategori tinggi dengan prosentase 78,6% atau 44 Mahasiswa. Dengan kata lain sebagian besar mahasiswa Fakultas Psikologi UKSW mempunyai religiusitas yang tinggi. 3. Tingkat Perilaku Seksual Pranikah Mahasiswa Fakultas Psikologi UKSW berada dalam kategori tinggi yaitu dengan prosentase sebesar 89,2% atau 50 Mahasiswa. Dengan kata lain sebagian besar mahasiswa Fakultas Psikologi UKSW mempunyai perilaku seksual pranikah yang tinggi. Saran Berdasarkan kesimpulan di atas dapat dikemukakan saran-saran sebagai berikut: 1. Bagi mahasiswa pemahaman terhadap nilai-nilai agama yang tinggi perlu ditunjukkan dalam berbagai aktivitas agar dengan tingginya tingkat religiusitas tersebut diharapkan dapat dijadikan sebagai pedoman atau benteng agar hasrat yang timbul untuk melakukan perilaku seks pranikah semakin menurun. 2. Bagi orangtua hendaknya membekali anak dengan nilai agama dan pengawasan yang baik sehingga tidak timbul permasalahan berkaitan dengan perilaku seks pranikah. Pendidikan seks dalam keluarga hendaknya diterapkan sehingga anak mengetahui nilai dan norma agama serta orangtua memiliki kepedulian terhadap pendidikan anak-anaknya. 3. Untuk penelitian selanjutnya

28 35 Bagi peneliti lain yang tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang religiusitas dan perilaku seksual pranikah hendaknya menyertakan variabelvariabel lain yang belum disertakan dalam penelitian ini serta memperluas ruamg lingkup penelitian ini yang terkait dengan beberapa faktor seperti usia, tempat tinggal, dan jenis kelamin.

29 36 DAFTAR PUSTAKA Allport, G. W. & J. M, Ross. (1967). Personal religious orientation and prejudice. Journal of personality and social psychology. Diakses di Al-Mighwar, M. (2006). Psikologi Remaja. Bandung: Pustaka Setia Ashar, Rizky. (2011). Pentingnya agama dalam penanganan seks bebas. Artikel. Diakses darihttp://akudanaids.blogspot.com, 29 Oktober Azwar, S. (2012).Penyusunan skala psikologi edisi 2. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Bhakti, A.K. (2010). Hubungan antara tingkat religiusitas dengan perilaku seks bebas pada remaja tengah di lokalisasi bawen(skripsi). Salatiga:Fakultas PsikologiUniversitas Kristen Satya Wacana. Dewi, W. (2010). Teori & Pengukuran Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Manusia. Yogyakarta: Nuha Medika Fitriasary, Endah. & Muslimin, Z.I. (2009). Intensitas mengakses situs porno dan perilaku seksual remaja (Skripsi). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana. Diakses 25 Oktober Hana, B.( 2009). Ayo ajarkan anak seks. Jakarta: Elex Media Komputindo Hasan, S. (2008). Let s talk about love. Solo: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri Hurlock, E. B. (1990). Psikologi perkembangan: suatu pendekatan sepanjang rentangkehidupan.erlangga:jakarta. Indriastuti, M. (2005). Hubungan antara tingkat religiusitas dengan kecenderungan untuk melakukan hubungan seksual pada remaja yang berpacaran(skripsi). Salatiga:Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana. Irianto, Koes Memahami seksologi. Bandung: Sinar Baru Algensindo Jalaluddin. (1997). Psikologi agama. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada Kurniawan, Helmi. (2008). Hubungan antara tingkat religiusitas dengan tingkat kecemasan siswa dalam menghadapi ujian nasional (Skripsi).

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa dewasa. Perubahan pada masa remaja mencakup perubahan fisik, kognitif, dan sosial. Perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa remaja ini disebut sebagai masa penghubung atau masa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa remaja ini disebut sebagai masa penghubung atau masa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja ini disebut sebagai masa penghubung atau masa peralihan antara masa kanak-kanak ke masa dewasa. Pada periode ini terjadi perubahan-perubahan besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Cinta dan seksual merupakan salah satu permasalahan yang terpenting yang dialami oleh remaja saat ini. Perasaan bersalah, depresi, marah pada gadis yang mengalami

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perilaku Seksual Pranikah 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah Menurut Sarwono (2005) perilaku seksual pranikah adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya.

BAB I PENDAHULUAN. jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja adalah masa peralihan antara tahap anak dan dewasa yang jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya. Dengan terbukanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. atau keinginan yang kuat tentang perubahan-perubahan yang terjadi pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. atau keinginan yang kuat tentang perubahan-perubahan yang terjadi pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dunia remaja merupakan dunia yang penuh dengan perubahan. Berbagai aktivitas menjadi bagian dari penjelasan usianya yang terus bertambah, tentu saja karena remaja yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL KAJIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL KAJIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL KAJIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Subjek Penelitian 4.1.1 Lokasi Penelitian SMA Kristen 1 Salatiga merupakan salah satu SMA Swasta favorit yang ada di kota Salatiga. SMA Kristen 1 Salatiga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka waktunya berbeda bagi setiap orang, tergantung faktor sosial dan budaya. Dengan terbentuknya

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI. Skripsi

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI. Skripsi HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan oleh : Putri Nurul Falah F 100

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja dikenal sebagai masa peralihan dari anak-anak menuju

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja dikenal sebagai masa peralihan dari anak-anak menuju BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja dikenal sebagai masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa. Pada masa remaja tidak dapat dikatakan sebagai orang dewasa dan tidak dapat pula dikatakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Statistik (BPS) Republik Indonesia melaporkan bahwa Indonesia memiliki

BAB 1 PENDAHULUAN. Statistik (BPS) Republik Indonesia melaporkan bahwa Indonesia memiliki BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Berdasarkan sensus penduduk terbaru yang dilaksanakan pada tahun 2010, Badan Pusat Statistik (BPS) Republik Indonesia melaporkan bahwa Indonesia memiliki

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Analisis Deskriptif Penelitian ini dilakukan di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan Desember 2016. Subjek dalam penelitian ini adalah seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa peralihan yang terjadi pada remaja melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa dewasa dimana remaja menjadi labil

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam proses kehidupan manusia mengalami tahap-tahap perkembangan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam proses kehidupan manusia mengalami tahap-tahap perkembangan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam proses kehidupan manusia mengalami tahap-tahap perkembangan yang akan di laluinya, dan salah satu adalah periode masa remaja. Masa remaja ini di sebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Remaja adalah mereka yang berusia diantara tahun dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Remaja adalah mereka yang berusia diantara tahun dan merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Remaja adalah mereka yang berusia diantara 10-24 tahun dan merupakan salah satu kelompok populasi terbesar yang apabila dihitung jumlahnya berkisar 30% dari jumlah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa terjadinya perubahan-perubahan baik perubahan

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa terjadinya perubahan-perubahan baik perubahan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa terjadinya perubahan-perubahan baik perubahan yang terjadi pada dirinya maupun akibat perubahan lingkungan seperti perubahan intelektual,

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PENALARAN MORAL DAN GAYA PACARAN DENGAN KECENDERUNGAN MEMBELI KONDOM PADA REMAJA SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA PENALARAN MORAL DAN GAYA PACARAN DENGAN KECENDERUNGAN MEMBELI KONDOM PADA REMAJA SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA PENALARAN MORAL DAN GAYA PACARAN DENGAN KECENDERUNGAN MEMBELI KONDOM PADA REMAJA SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat S-1 Diajukan oleh : Rita Sugiharto Putri

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Perilaku Seks Pranikah Menurut Sarwono (2007) perilaku seks pranikah adalah perilaku yang didorong oleh hasrat seksual dengan lawan jenis maupun sesama jenisnya. Bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. topik yang menarik untuk dibicarakan. Topik yang menarik mengenai masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. topik yang menarik untuk dibicarakan. Topik yang menarik mengenai masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sampai dengan pertengahan abad-21, masalah seksualitas selalu menjadi topik yang menarik untuk dibicarakan. Topik yang menarik mengenai masalah seksualitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ekonomi. Remaja akan mengalami transisi dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Pada

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ekonomi. Remaja akan mengalami transisi dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Pada BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari segi biologi, psikologi, sosial dan ekonomi. Remaja akan mengalami transisi dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketergantungan sosial-ekonomi secara total ke arah ketergantungan yang

BAB I PENDAHULUAN. ketergantungan sosial-ekonomi secara total ke arah ketergantungan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja usia (13-21 tahun) sebagai masa ketika perubahan fisik, mental, dan sosial-ekonomi terjadi. Secara fisik, terjadi perubahan karakteristik jenis kelamin sekunder

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah perilaku seksual pada remaja saat ini menjadi masalah yang tidak dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih menganggap tabu untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian 1 A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Masa remaja dimulai sekitar usia 10 hingga 13 tahun sampai 18 hingga 22 tahun (Santrock, 2007, hlm. 20). Pada masa remaja, individu banyak mengalami perubahan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. produktif. Apabila seseorang jatuh sakit, seseorang tersebut akan mengalami

BAB 1 : PENDAHULUAN. produktif. Apabila seseorang jatuh sakit, seseorang tersebut akan mengalami BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang menjadi sebuah kebutuhan dan paling penting dalam hidup seseorang agar dapat menjalani kehidupan secara aktif dan produktif. Apabila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Masa remaja ditandai dengan perubahan-perubahan fisik pubertas dan emosional yang kompleks,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasional. Menurut Arikunto (2010), penelitian korelasional merupakan penelitian untuk mengetahui ada atau tidak

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Perilaku Seksual Pranikah. 1. Perilaku Seksual. Sarwono (2003), mendefinisikan perilaku seksual remaja sebagai

BAB II KAJIAN TEORI. A. Perilaku Seksual Pranikah. 1. Perilaku Seksual. Sarwono (2003), mendefinisikan perilaku seksual remaja sebagai 8 BAB II KAJIAN TEORI A. Perilaku Seksual Pranikah 1. Perilaku Seksual Sarwono (2003), mendefinisikan perilaku seksual remaja sebagai segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan

Lebih terperinci

, 2015 GAMBARAN KONTROL DIRI PADA MAHASISWI YANG MELAKUKAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH

, 2015 GAMBARAN KONTROL DIRI PADA MAHASISWI YANG MELAKUKAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya perilaku seksual pranikah di kalangan generasi muda mulai mengancam masa depan bangsa Indonesia. Banyaknya remaja yang melakukan perilaku seksual pranikah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perilaku seksual khususnya kalangan remaja Indonesia sungguh

BAB I PENDAHULUAN. Perilaku seksual khususnya kalangan remaja Indonesia sungguh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perilaku seksual khususnya kalangan remaja Indonesia sungguh memperihatinkan, berbagai survey mengindikasikan bahwa praktik seks pranikah di kalangan remaja semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada perkembangan zaman saat ini, perilaku berciuman ikut dalam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada perkembangan zaman saat ini, perilaku berciuman ikut dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada perkembangan zaman saat ini, perilaku berciuman ikut dalam mempengaruhi perilaku seksual berpacaran pada remaja. Hal ini tentu dapat dilihat bahwa hal-hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, yang disertai dengan berbagai perubahan baik secara fisik, psikis, maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perilaku remaja dalam pergaulan saat ini. Berbagai informasi mampu di

BAB I PENDAHULUAN. perilaku remaja dalam pergaulan saat ini. Berbagai informasi mampu di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengaruh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah menggeser perilaku remaja dalam pergaulan saat ini. Berbagai informasi mampu di akses kapanpun tanpa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mempunyai hak yang sama dengan orang dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mempunyai hak yang sama dengan orang dewasa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan suatu tahap kehidupan yang penuh tantangan dan terkadang sulit dihadapi, karena pada masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat diwujudkan dalam tingkah laku yang bermacam-macam, mulai dari

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat diwujudkan dalam tingkah laku yang bermacam-macam, mulai dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perilaku seksual merupakan segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual baik yang dilakukan pada diri sendiri, lawan jenis maupun sesama jenis yang dapat diwujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa. Dalam masa ini, anak mengalami masa pertumbuhan dan masa perkembangan fisiknya maupun perkembangan

Lebih terperinci

SKRIPSI. Proposal skripsi. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S-1 Kesehatan Masyarakat

SKRIPSI. Proposal skripsi. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S-1 Kesehatan Masyarakat SKRIPSI HUBUNGAN SUMBER INFORMASI DAN PENGETAHUAN TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN PERILAKU SEKS BEBAS PADA REMAJA DI SMP MUHAMMADIYAH 7 SURAKARTA TAHUN 2011 Proposal skripsi Skripsi ini Disusun untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanan menuju masa dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanan menuju masa dewasa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia mengalami proses perkembangan secara bertahap, dan salah satu periode perkembangan yang harus dijalani manusia adalah masa remaja. Masa remaja merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan orang lain, perubahan nilai dan kebanyakan remaja memiliki dua

BAB I PENDAHULUAN. dengan orang lain, perubahan nilai dan kebanyakan remaja memiliki dua BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan suatu masa perubahan. Pada masa remaja terjadi perubahan yang cepat baik secara fisik maupun psikologis diantaranya peningkatan emosional, kematangan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian : Penelitian ini merupakan korelasional. Arikunto (2002) menyatakan bahwa penelitian korelasional merupakan penelitian untuk mengetahui ada dan tidak adanya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam bab ini akan diuraikan rancangan penelitian yang dianggap relevan

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam bab ini akan diuraikan rancangan penelitian yang dianggap relevan 30 BAB III METODE PENELITIAN Dalam bab ini akan diuraikan rancangan penelitian yang dianggap relevan dengan permasalahan yang diteliti, untuk menjelaskan hubungan antara religiusitas dengan sikap terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan salah satu tahap dalam kehidupan manusia. Tahap ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan salah satu tahap dalam kehidupan manusia. Tahap ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan salah satu tahap dalam kehidupan manusia. Tahap ini merupakan tahap yang kritis, karena merupakan tahap transisi dari masa kanakkanak ke masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dewasa yang meliputi semua perkembangannya yang dialami sebagai. persiapan memasuki masa dewasa (Rochmah, 2005). WHO mendefinisikan

BAB I PENDAHULUAN. dewasa yang meliputi semua perkembangannya yang dialami sebagai. persiapan memasuki masa dewasa (Rochmah, 2005). WHO mendefinisikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak ke masa dewasa yang meliputi semua perkembangannya yang dialami sebagai persiapan memasuki masa dewasa (Rochmah,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Asumsi dari penelitian kuantitatif ialah fakta-fakta dari objek penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Asumsi dari penelitian kuantitatif ialah fakta-fakta dari objek penelitian 35 BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Pendekatan penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif, karena dalam penelitian ini lebih menekankan pada data yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang merupakan salah satu faktor yang memiliki peran besar dalam menentukan tingkat pertumbuhan penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perilaku seks dapat diartikan sebagai suatu perbuatan untuk menyatakan cinta dan menyatukan kehidupan secara intim. Sebagai manusia yang beragama, berbudaya, beradab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa. reproduksi sehingga mempengaruhi terjadinya perubahan perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa. reproduksi sehingga mempengaruhi terjadinya perubahan perubahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa, dimana pada masa ini terjadi pertumbuhan yang pesat termasuk fungsi reproduksi sehingga mempengaruhi

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan. Hasil Analisis Deskriptif. Deskripsi data dilakukan untuk mengkategorikan kelompok

Bab IV Hasil dan Pembahasan. Hasil Analisis Deskriptif. Deskripsi data dilakukan untuk mengkategorikan kelompok 51 Bab IV Hasil dan Pembahasan Hasil Penelitian Hasil Analisis Deskriptif. Deskripsi data dilakukan untuk mengkategorikan kelompok subjek penelitian atau mengetahui karakteristik data yang berkaitan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tampak pada pola asuh yang diterapkan orang tuanya sehingga menjadi anak

BAB I PENDAHULUAN. tampak pada pola asuh yang diterapkan orang tuanya sehingga menjadi anak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa yang sangat penting dan krisis sehingga memerlukan dukungan serta pengarahan yang positif dari keluarganya yang tampak pada pola asuh yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. mana kaitan (koefisien korelasi) antara suatu variabel dengan variabel lainnya.

BAB III METODE PENELITIAN. mana kaitan (koefisien korelasi) antara suatu variabel dengan variabel lainnya. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian korelasional. Menurut Azwar (2010) penelitian korelasional yaitu penelitian yang bertujuan menyelidiki sejauh

Lebih terperinci

Riska Megayanti 1, Sukmawati 2*, Leli Susanti 3 Universitas Respati Yogyakarta *Penulis korespondensi

Riska Megayanti 1, Sukmawati 2*, Leli Susanti 3 Universitas Respati Yogyakarta *Penulis korespondensi GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG SEKS BEBAS PADA MAHASISWA TINGKAT I TAHUN AJARAN 2013-2014 FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS RESPATI YOGYAKARTA Riska Megayanti 1, Sukmawati 2*, Leli Susanti

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Y, 2009). Pada dasarnya pendidikan seksual merupakan suatu informasi

BAB 1 PENDAHULUAN. Y, 2009). Pada dasarnya pendidikan seksual merupakan suatu informasi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi yang ditandai oleh adanya perubahan fisik, emosi dan psikis. Masa remaja, yakni antara usia 10-19 tahun, adalah suatu periode masa

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa yang BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa yang berada pada masa yang potensial, baik dilihat dari segi kognitif, emosi maupun fisik. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Remaja adalah suatu masa transisi dari masa anak ke dewasa yang ditandai dengan perkembangan biologis, psikologis, moral, dan agama, kognitif dan sosial

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. karena kehidupan manusia sendiri tidak terlepas dari masalah ini. Remaja bisa dengan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. karena kehidupan manusia sendiri tidak terlepas dari masalah ini. Remaja bisa dengan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian A. 1 Perilaku Seks Sebelum Menikah Masalah seksual mungkin sama panjangnya dengan perjalanan hidup manusia, karena kehidupan manusia sendiri tidak

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa dimana pada masa ini akan terjadi perubahan fisik, mental, dan psikososial yang cepat

Lebih terperinci

KUESIONER GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG PERILAKU SEKSUAL DI SMK PENCAWAN MEDAN TAHUN 2014

KUESIONER GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG PERILAKU SEKSUAL DI SMK PENCAWAN MEDAN TAHUN 2014 KUESIONER GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG PERILAKU SEKSUAL DI SMK PENCAWAN MEDAN TAHUN 2014 I. Identitas Responden No.Responden : Jenis kelamin : Umur : Alamat rumah : Uang saku/bulan : II.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa.

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa. Kehidupan remaja merupakan kehidupan yang sangat menentukan bagi kehidupan masa depan mereka selanjutnya.

Lebih terperinci

BAB I. perkembangan, yaitu fase remaja. Remaja (Adolescence) di artikan sebagai masa

BAB I. perkembangan, yaitu fase remaja. Remaja (Adolescence) di artikan sebagai masa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam proses perkembangan dan pertumbuhan sebagai manusia ada fase perkembangan, yaitu fase remaja. Remaja (Adolescence) di artikan sebagai masa perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dimasyarakat pada saat ini melalui media-media seperti televisi, koran, radio dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dimasyarakat pada saat ini melalui media-media seperti televisi, koran, radio dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada zaman sekarang, kehidupan seksual dikalangan remaja sudah lebih bebas dibanding dahulu. Terbukanya saluran informasi seputar seks bebas beredar dimasyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terjadinya peningkatan minat dan motivasi terhadap seksualitas. Hal ini dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terjadinya peningkatan minat dan motivasi terhadap seksualitas. Hal ini dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu fenomena kehidupan remaja yang sangat menonjol adalah terjadinya peningkatan minat dan motivasi terhadap seksualitas. Hal ini dapat terjadi, karena

Lebih terperinci

HUBUNGAN KEINTIMAN KELUARGA DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI D3 KEBIDANAN POLTEKKES BHAKTI MULIA

HUBUNGAN KEINTIMAN KELUARGA DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI D3 KEBIDANAN POLTEKKES BHAKTI MULIA HUBUNGAN KEINTIMAN KELUARGA DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI D3 KEBIDANAN POLTEKKES BHAKTI MULIA ABSTRACT Chusnul Chotimah Dosen Prodi D3 Kebidanan Politeknik Kebidanan Bhakti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai tantangan dan masalah karena sifatnya yang sensitif dan rawan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai tantangan dan masalah karena sifatnya yang sensitif dan rawan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja ialah suatu waktu kritis seseorang dihadapkan pada berbagai tantangan dan masalah karena sifatnya yang sensitif dan rawan menyangkut moral, etika, agama,

Lebih terperinci

Hubungan Persepsi Kesehatan Reproduksi Dengan Sikap Terhadap Perilaku Seksual Pranikah Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma.

Hubungan Persepsi Kesehatan Reproduksi Dengan Sikap Terhadap Perilaku Seksual Pranikah Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma. Hubungan Persepsi Kesehatan Reproduksi Dengan Sikap Terhadap Perilaku Seksual Pranikah Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma. Riski Tri Astuti Dr. Awaluddin Tjalla Fakultas Psikologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khusus remaja seakan-akan merasa terjepit antara norma-norma yang baru

BAB I PENDAHULUAN. khusus remaja seakan-akan merasa terjepit antara norma-norma yang baru BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fenomena perubahan yang terjadi dalam masyarakat dewasa ini khususnya bagi remaja merupakan suatu gejala yang dianggap normal, sehingga dampak langsung terhadap perubahan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konformitas Negatif Pada Remaja 2.1.1 Pengertian Konformitas Negatif Pada Remaja Konformitas dapat timbul ketika seseorang berinteraksi dengan orang lain. Apabila seseorang menampilkan

Lebih terperinci

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN SEKSUAL TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP SEKS BEBAS PADA REMAJADI SMK NEGERI 1 BANTUL YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN SEKSUAL TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP SEKS BEBAS PADA REMAJADI SMK NEGERI 1 BANTUL YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN SEKSUAL TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP SEKS BEBAS PADA REMAJADI SMK NEGERI 1 BANTUL YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI Disusun Oleh: DELYANA 201410104149 PROGRAM STUDI BIDAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan suatu fase hidup manusia dimana fase ini terdapat banyak perkembangan pesat baik fisik, psikologis dan sosial. Perkembangan fisik ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran

Lebih terperinci

BAB 2 Tinjauan Pustaka

BAB 2 Tinjauan Pustaka BAB 2 Tinjauan Pustaka Dalam bab ini, akan dibahas mengenai tinjauan pustaka yang digunakan peneliti terkait dengan penelitian yang dilakukan, dan dapat menjadi landasan teoritis untuk mendukung penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. belahan dunia, tidak terkecuali Indonesia. Tahun 2000 jumlah penduduk

BAB I PENDAHULUAN. belahan dunia, tidak terkecuali Indonesia. Tahun 2000 jumlah penduduk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sekarang ini tengah terjadi peningkatan jumlah remaja diberbagai belahan dunia, tidak terkecuali Indonesia. Tahun 2000 jumlah penduduk remaja Indonesia sekitar 43,6

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang paling mengesankan dan indah dalam perkembangan hidup manusia, karena pada masa tersebut penuh dengan tantangan, gejolak emosi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan salah satu fase krusial dalam

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan salah satu fase krusial dalam BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan salah satu fase krusial dalam perkembangan manusia. Dalam masa remaja terjadi banyak perubahan, baik secara fisik maupun psikis. Perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena perilaku seksual yang tidak sehat dikalangan remaja Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena perilaku seksual yang tidak sehat dikalangan remaja Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena perilaku seksual yang tidak sehat dikalangan remaja Indonesia khususnya remaja yang belum menikah semakin meningkat dan sangat memprihatinkan, bahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada masa transisi yang terjadi di kalangan masyarakat, secara khusus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada masa transisi yang terjadi di kalangan masyarakat, secara khusus 16 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada masa transisi yang terjadi di kalangan masyarakat, secara khusus remaja seakan-akan merasa terjepit antara norma-norma yang baru dimana secara sosiologis, remaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam tubuh yang mengiringi rangkaian pendewasaan. Pertumbuhan organ-organ

BAB I PENDAHULUAN. dalam tubuh yang mengiringi rangkaian pendewasaan. Pertumbuhan organ-organ 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya perubahan fisiologis pada manusia terjadi pada masa pubertas. Masa Pubertas adalah suatu keadaan terjadinya perubahan-perubahan dalam tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perilaku seksual yang tidak sehat di kalangan remaja khususnya remaja yang belum menikah cenderung meningkat. Hal ini terbukti dari beberapa hasil penelitian bahwa yang

Lebih terperinci

PERSEPSI MASYARAKAT MENGENAI HUBUNGAN SEKSUAL PRANIKAH DI KALANGAN REMAJA (Studi Kasus di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan)

PERSEPSI MASYARAKAT MENGENAI HUBUNGAN SEKSUAL PRANIKAH DI KALANGAN REMAJA (Studi Kasus di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan) PERSEPSI MASYARAKAT MENGENAI HUBUNGAN SEKSUAL PRANIKAH DI KALANGAN REMAJA (Studi Kasus di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan) NASKAH PUBLIKASI KARYA ILMIAH Untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. Mahasiswa masuk pada tahapan perkembangan remaja akhir karena berada pada usia 17-

Bab I Pendahuluan. Mahasiswa masuk pada tahapan perkembangan remaja akhir karena berada pada usia 17- Bab I Pendahuluan Latar Belakang Masalah Mahasiswa masuk pada tahapan perkembangan remaja akhir karena berada pada usia 17-21 yaitu dimana remaja tumbuh menjadi dewasa yang mencakup kematangan mental,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. anggota keluarga merasa bahagia yang ditandai oleh berkurangnya ketegangan,

BAB II LANDASAN TEORI. anggota keluarga merasa bahagia yang ditandai oleh berkurangnya ketegangan, BAB II LANDASAN TEORI II.A. Keharmonisan Keluarga II.A.1. Definisi Keharmonisan Keluarga Menurut Gunarsa (2000) keluarga harmonis adalah bilamana seluruh anggota keluarga merasa bahagia yang ditandai oleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam istilah asing yaitu adolescence yang berarti tumbuh kearah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam istilah asing yaitu adolescence yang berarti tumbuh kearah BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Remaja a. Pengertian Remaja Menurut World Health Organization (WHO) (2014) remaja atau dalam istilah asing yaitu adolescence yang berarti tumbuh kearah kematangan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. negara-negara Barat, istilah remaja dikenal dengan adolescence yang berasal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. negara-negara Barat, istilah remaja dikenal dengan adolescence yang berasal 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja sebagai periode tertentu dari kehidupan manusia (Desmita, 2012). Di negara-negara Barat, istilah remaja dikenal dengan adolescence yang berasal dari kata dalam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

BAB III METODE PENELITIAN. Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah 65 BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif. Sedangkan metode yang digunakan adalah metode deskriptif dengan teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. data BkkbN tahun 2013, di Indonesia jumlah remaja berusia tahun sudah

BAB I PENDAHULUAN. data BkkbN tahun 2013, di Indonesia jumlah remaja berusia tahun sudah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penduduk remaja adalah bagian dari penduduk dunia dan memiliki sumbangan teramat besar bagi perkembangan dunia. Remaja dan berbagai permasalahannya menjadi perhatian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah Jelia Karlina Rachmawati, 2014

BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah Jelia Karlina Rachmawati, 2014 BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa yang melibatkan perubahan-perubahan biologis, kognitif, dan sosio-emosional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk memiliki. Pada masa ini, seorang remaja biasanya mulai naksir lawan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk memiliki. Pada masa ini, seorang remaja biasanya mulai naksir lawan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah pacaran tidak bisa lepas dari dunia remaja, karena salah satu ciri remaja yang menonjol adalah rasa senang kepada lawan jenis disertai keinginan untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perilaku seksual merupakan segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perilaku seksual merupakan segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perilaku seksual merupakan segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun sesama jenis. Perilaku seksual dapat diwujudkan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja merupakan kelompok umur yang memegang tongkat estafet pembangunan suatu bangsa. Untuk itu, remaja perlu mendapat perhatian. Pada masa remaja seseorang mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang potensial adalah generasi mudanya. Tarigan (2006:1)

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang potensial adalah generasi mudanya. Tarigan (2006:1) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan salah satu golongan masyarakat yang termasuk dalam kategori generasi muda, dikaitkan dengan pembangunan suatu negara, sumber daya manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi dari anak menuju dewasa, dimana masa perkembangan ini berlangsung cukup singkat dari rentang usia 13 18 tahun. Pada masa ini remaja

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai pengenalan akan hal-hal baru sebagai bekal untuk mengisi kehidupan

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai pengenalan akan hal-hal baru sebagai bekal untuk mengisi kehidupan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja adalah masa yang penuh gejolak, masa yang penuh dengan berbagai pengenalan akan hal-hal baru sebagai bekal untuk mengisi kehidupan mereka kelak. Kehidupan

Lebih terperinci

RELATION BETWEEN KNOWLEDGE AND ADOLESCENT POSITION ABOUT HIV-AIDS WITH BEHAVIOR OF SEX BEFORE MARRIEDINDIUM SMA PGRI 1 SEMARANG ABSTRAK

RELATION BETWEEN KNOWLEDGE AND ADOLESCENT POSITION ABOUT HIV-AIDS WITH BEHAVIOR OF SEX BEFORE MARRIEDINDIUM SMA PGRI 1 SEMARANG ABSTRAK RELATION BETWEEN KNOWLEDGE AND ADOLESCENT POSITION ABOUT HIV-AIDS WITH BEHAVIOR OF SEX BEFORE MARRIEDINDIUM SMA PGRI 1 SEMARANG 7 ABSTRAK Di era globalisasi, dengan tingkat kebebasan yang longgar dari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasional. Menurut Arikunto (2010), penelitian korelasional merupakan penelitian untuk mengetahui ada atau tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan zaman yang semakin pesat, menuntut. masyarakat untuk bersaing dengan apa yang dimilikinya di era

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan zaman yang semakin pesat, menuntut. masyarakat untuk bersaing dengan apa yang dimilikinya di era BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan zaman yang semakin pesat, menuntut masyarakat untuk bersaing dengan apa yang dimilikinya di era globalisasi. Hal tersebut membuat banyak nilai-nilai dan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PENDIDIKAN SEKS DENGAN TINGKAT PERILAKU PACARAN REMAJA SISWA KELAS XI IPA SMA NEGERI 1 ADIPALA CILACAP ARTIKEL SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA PENDIDIKAN SEKS DENGAN TINGKAT PERILAKU PACARAN REMAJA SISWA KELAS XI IPA SMA NEGERI 1 ADIPALA CILACAP ARTIKEL SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA PENDIDIKAN SEKS DENGAN TINGKAT PERILAKU PACARAN REMAJA SISWA KELAS XI IPA SMA NEGERI 1 ADIPALA CILACAP ARTIKEL SKRIPSI Oleh Indi Yunita 132012002 PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ketertarikan mereka terhadap makna dari seks (Hurlock, 1997). media cetak maupun elektronik yang berbau porno (Dianawati, 2006).

BAB 1 PENDAHULUAN. ketertarikan mereka terhadap makna dari seks (Hurlock, 1997). media cetak maupun elektronik yang berbau porno (Dianawati, 2006). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seksualitas merupakan topik yang sangat menarik bagi remaja. Hal tersebut dikarenakan remaja mengalami perubahan-perubahan hormonal seksual di dalam diri mereka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi

BAB I PENDAHULUAN. atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Notoatmodjo (2007) masa remaja merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia. Masa ini merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk dibicarakan. Hal ini dimungkinkan karena permasalahan seksual telah

BAB I PENDAHULUAN. untuk dibicarakan. Hal ini dimungkinkan karena permasalahan seksual telah BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Masalah Sampai saat ini masalah seksualitas masih menjadi hal yang menarik untuk dibicarakan. Hal ini dimungkinkan karena permasalahan seksual telah menjadi sesuatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa remaja.

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa remaja. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa remaja. Masa ini harus dilalui oleh setiap orang. Namun ternyata tidak mudah dan banyak terdapt

Lebih terperinci