HIDROLIKA FLUIDA PEMBORAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HIDROLIKA FLUIDA PEMBORAN"

Transkripsi

1 HIDROLIKA FLUIDA PEMBORAN Disusun oleh : Nama :Ceqy Tribagaskara NIM : Kelas : Teknik Perminyakan NonReg B S1 TEKNIK PERMINYAKAN SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI MINYAK DAN GAS BUMI BALIKPAPAN 2014

2 HIDROLIKA LUMPUR PEMBORAN Lumpur pemboran merupakan cairan yang berbentuk lumpur, dibuat dari pencampuran zat cair, zat padat dan zat kimia. Zat cair disini sebagai bahan dasar agar lumpur yang terjadi dapat dipompakan. Zat padat ada dua macam, yaitu untuk memberikan kenaikan berat jenis dan untuk membuat lumpur mempunyai kekentalan tertentu. Sedangkan zat kimia dapat berupa zat padat maupun zat cair yang bertugas untuk mengontrol sifat-sifat lumpur agar sesuai dengan yang diinginkan. Sifat-sifat lumpur harus disesuaikan dengan kondisi lapisan yang ditembus. Karena sifat lapisa-lapisan atau formasi yang akan ditembus dan dilalui oleh lumpur bervariasi, maka kita selalu mengubah sifat lumpur dengan menambahkan zat kimia yang sesuai. Untuk itu sifat-sifat lumpur harus selalu diukur, baik lumpur yang mau masuk ke dalam lubang maupun lumpur yang baru keluar dari lubang sumur Komponen Lumpur Pemboran Pada mulanya orang hanya menggunakan air saja untuk mengangkat serpih pemboran (cutting). Lalu dengan berkembangnya pemboran lumpur mulai digunakan. Untuk memperbaiki sifat-sifat lumpur, zat-zat kimia ditambahkan dan akhirnya digunakan pula udara dan gas untuk pemboran walaupun lumpur tetap bertahan. Lumpur pemboran memiliki beberapa komponen-komponen yang terbagi menjadi tiga fasa dasar, yaitu : air, padat dan kimia. Proporsi dari masing-masing fasa tersebut memberikan berbagai variasi sifat-sifat lumpur, sehingga komponenkomponennya merupakan faktor kunci dalam mengontrol fungsi lumpur pemboran. Dimana formulasi komponen yang akan digunakan untuk lumpur tegantung pada daerah operasi dan tipe formasi yang akan ditembus.

3 Fasa Cair Fasa cair diidentikan dengan air, yang merupakan fasa kontinyu dari fresh water maupun salt water, tergantung pada tersedianya air yang akan digunakan di lapangan. Fungsi utama dari fasa kontinyu cair adalah memberikan inisial viskositas yang selanjutnya dapat dimodifikasi untuk mendapatkan sifat rheologi lumpur yang diinginkan. Pada kondisi standard, yaitu pada 14.7 psi dan 60 F, viskositas air sama dengan 1.1 cp. Fasa cair dari lumpur pemboran merupakan fase dasar dari lumpur yang mana dapat berupa air atau minyak atau pun keduanya yang disebut dengan emulsi. Emulsi ini dapat terdiri dari dua jenis yaitu emulsi minyak didalam air atau emulsi air didalam minyak. Fasa cair lumpur pemboran meliputi : 1. Air Lebih dari 75% Lumpur pemboran menggunakan air, disini air dapat dibagi menjadi dua, yaitu air tawar dan air asin, sedangkan air asin sendiri dapat dibagi menjadi dua, air asin jenuh dan air asin tak jenuh. Untuk pemilihan air hal ini tentu disesuaikan dengan lokasi setempat, manakah yang mudah didapat dan juga disesuaikan dengan formasi yang akan ditembus. 2. Emulsi. Invert emulsions adalah pencampuran minyak dengan air dan mempunyai komposisi minyak 50-70% (sebagai fasa continyu) dan air 30-50% (sebagai fasa discontinyu) emulsi terdiri dari dua macam, yaitu : Water in oil Emulsion dan Oil in water emulsion. o Oil in Water Emulsion. Disini air merupakan fasa yang kontinyu dan minyak sebagai fasa yang terelmusi. Air bisa mencapai 70% volume sedangkan minyak sekitar 30% volume. o Water in Oil Emulsion. Disini yang merupakan fasa kontinyu adalah minyak sedangkan fasa yang terelmusi air. Minyak bisa mencapai sekitar 50-70% volume sedangkan air 30-50% volume.

4 3. Minyak. Kalau fasa cair ini berupa minyak, maka minyak yang digunakan merupakan minyak yang diolah (refined oil). Minyak disini harus mempunyai sifat: - Aniline Number yang tinggi. Aniline number merupakan suatu angka yang menunjukkan kemampuan untuk melarutkan karet. Makin tinggi aniline number suatu minyak maka kemampuan melarutkan karet makin kecil. Dalam operasi pemboran banyak peralatan yang dilewati Lumpur berupa karet, seperti pada pompa Lumpur, packer, plug untuk penyemenan dan lain-lain. - Flash Point yang tinggi. Flash Point adalah suatu angka yang menunjukkan dimana minyak akan menyala. Makin rendah flash point suatu minyak, maka penyalaan akan cepat terjadi, atau minyak makin cepat terbakar. - Pour Point yang rendah Pour Point adalah suatu angka yang menunjukkan pada temperature berapa minyak akan membeku. Jadi kita tidak menginginkan Lumpur yang cepat membeku. - Molekul minyak yang stabil, dengan kata lain tidak mudah terpecahpecah. - Mempunyai bau serta fluorencensi yang berbeda dengan minyak mentah (crude oil). Kalau tidak demikian maka akan sulit nanti untuk menyelidiki apakah minyak berasal dari formasi yang dicari atau berasal dari bahan dasar dari lumpur. Viskositas air merupakan fungsi dari temperatur, tekanan dan konsentrasi larutan garam. Dengan meningkatnya temperatur, maka volume akan mengembang dengan ditandai friksi molekul yang rendah sehingga terjadi resisten alirannya kecil, viskositas air menurun. Efek temperatur terhadap viskositas air dapat dilihat pada Gambar 3.1. dibawah ini. Sedangkan air jika mendapatkan tekanan, maka kenaikan resitansi aliran, akibat berkurangnya volume total, dapat diabaikan. Secara umum pengaruh temperatur dan tekanan pada fasa kontinyu cair sangat kecil sehingga normal diabaikan. Sedangkan viskositas air asin naik selain

5 dipengaruhi temperatur dan tekanan, juga dipengaruhi oleh kenaikan konsentrasi garam, dimana biasanya viskositasnya lebih besar 1.7 kali dari fresh water pada temperatur yang sama. Gambar 3.1. Pengaruh Temperatur Terhadap Viskositas Air 4) Fungsi kedua fasa cair adalah sebagai suspensi reactive colloidal solid, seperti bentonite, dan inert solid, seperti barite. Air juga bekerja sebagai media transfer hydraulic horsepower dari permukaan untuk bit yang berada di bawah lubang sumur, disebut sebagai fungsi ketiga fasa cair yang dikenal dengan istilah jetting action. Air juga berfungsi sebagai penyerap (absorbing) panas massif yang terjadi di borehole selama proses pemboran. Selain itu juga sebagai media pelarut semua kondisi kimiawi yang ditambahkan dalam lumpur pemboran, terutama sifat ph dan salinitas air sangat berpengaruh terhadap efektifitas kimia yang ditambahkan. Beberapa fungsi lumpur pemboran merupakan fungsi dari air sebagai fasa cair. Seleksi dari tipe fasa cair yang digunakan untuk mengontrol lumpur adalah sebagai berikut :

6 1. Ketersediaan air (availability). Ketersediaan air sangat tergantung pada lokasi, seperti keberadaan fresh water yang berlimpah pada suatu daerah yang tidak tersedia di daerah yang lainnya. Misalnya pada pemboran offshore, air asin sangat sering sekali digunakan untuk menggantikan fresh water, karena memerlukan biaya dan peralatan yang banyak jika menggunakan fresh water. 2. Tipe formasi geologi. Karena beberapa tipr formasi yang dibor sangat sensitive terhadap fresh water, maka jika penggunaan fresh water masih terus digunakan akan menyebabkan kerusakan formasi dan memperbesar kerusakan lubang sumur. Filtrate fresh water juga menyebabkan partikel clay mengalami swelling dan bermigrasi sehingga dapat mengurangi permeabilitas permanent. 3. Tipe kimiawi. Kelarutan dan efektifitas kimiawi merupakan ukuran uatama untuk mempetimbangkan efisiensi mud conditioning. Salinitas dan ph dari fasa kontinyu cair yang berpengaruh besar tehadap kelarutan kimiawi mud conditioning. 4. Tipe sebagai media data-collecting. Beberapa peralatan logging umumnya bereferensi pada fasa kontinyu cair lumpur sebagai media operasi, seperti SP dan elektrik log. Akurasi dari hasil yang didapatkan adalah fungsi dari salinitas dan temperatur, sehingga kehatihatian dalam menyeleksi fasa kontinyu cair sangat penting. Kriteria seleksi diatas harus berhati-hati dalam mempertimbangkan agar tidak saling mengganggu. Faktor keekonomian merupakan faktor yang paling memainkan peranan seleksi air dalam tipe lumpur Fasa Solid Fasa solid merupakan fasa padatan yang ditambahkan dalam lumpur yang berfungsi untuk memberikan kenaikan berat jenis dan untuk membuat lumpur

7 mempunyai kekentalan tertentu. Secara garis besar, berdasarkan daya kerekatifannya terhadap komponen-komponen dalam lumpur dan kondisi formasinya, fasa solid lumpur pemboran dikelompokkan menjadi dua, yaitu : inert solid dan reactive solid Inert Solid Inert solid merupakan komponen padatan dari lumpur yang tidak bereaksi dengan fasa cair lumpur pemboran. Didalam lumpur pemboran inert solid berguna untuk menambah berat atau berat jenis lumpur, yang tujuannya untuk menahan tekanan dari formasi. Inert solid dapat pula berasal dari formasi-formasi yang di bor dan terbawa oleh lumpur seperti chert, pasir atau clay-clay non-swelling, dan padatan seperti ini bukan disengaja untuk menaikkan density lumpur dan perlu dibuang secepat mungkin (biasanya menyebabkan abrasi dan kerusakan pompa dll). Dengan alasan bahwa berat clay ditambah air dalam lumpur pemboran dianggap kurang mampu untuk menahan dan mengontrol tekanan formasi, maka berat material yang terkandung dalam lumpur harus ditambah untuk memperoleh berat lumpur yang diinginkan. Material pemberat adalah material yang secara kimiawi memilki berat jenis atau densitas cukup untuk mengimbangi tekanan hidrostatik yang berkembang. Beberapa material pemberat inert solid harus memberikan harga berat jenis yang tinggi dan memiliki watabilitas terhadap air. Material pemberat yang digunakan dalam lumpur harus water-wet sesuai dengan suspensi fasa kontinyunya. Lapisan film tebal yang terbentuk pada permukaan water-wet, seperti barite, akan meningkatkan daya melumasi (lubricant) lumpur. Penambahan material pemberat juga meningkatkan volume total lumpur yang merupakan fungsi berat jenis material tertentu. Berkembangnya volume total, hasil dari penambahan berat jenis lumpur yang besar, akan memerlukan penanganan lumpur di permukaan sehingga perhitungan dalam penambahan material pemberat merupakan prioritas permulaan yang harus diperhatikan. Inert solid yang memberikan kontribusi terhadap kandungan padatan dalam lumpur akan sangat berpengaruh terhadap sifatsifat lumpur pemboran.

8 Sebagai contoh yang umum digunakan sebagai inert solid dalam Lumpur bor adalah : - Barite (BaSO 4 ). Keuntungan menggunakan barite adalah murah harganya, barit jenis 4,2 bersih, tidak reaktif mengadung impurities silica sedikit, berwarna putih dan mempunyai kekerasan 2,5-3,5 skala mohs. - Oksida Besi (Fe 2 O 3 ). Mempunyai sifat yang kurang sempurna bila dibanding dengan barit, karena barasif dan berwarna merah, selain itu biaya transportasi dan pengolahan selama proses pembuatannya mahal. - Calcium Carbonat (CaCO 3 ). Digunakan terutama pada oil base mud dan mengakibatkan settling ratenya rendah, mempunyai berat jenis 2,7 dan dapat diperoleh dari kulit kerang atau shell yang dihaluskan kemudian dicuci dan dikeringkan. - Galena (PbS). Pada formasi yang mempunyai tekanan abnormal umumnya menggunakan galena, karena mempunyai berat jenis yang lebih besar yaitu 6,8 sehingga diharapkan dapat untuk mengimbangi tekanan normal formasi Reactive Solid Reactive solid atau fasa padatan yang bereaksi dengan sekelilingnya membentuk koloid yang merupakan suspensi yang reaktif terdispersi dalam fasa kontinyu (sifat koloid lumpur yang merupakan lembaran clay yang berukuran Amstrong dan terdispersi dalam fasa kontinyu air). Dalam hal ini clay akan menghisap fasa cair air dan memperbaiki lumpur dengan meningkatkan densitas, viskositas, gel strength serta mengurangi fluid loss. Mud engineer biasanya membagi clay yang digunakan ntuk lumpur menjadi tiga, yaitu : montmorillonite, kaolinite dan illite. Montmorillinite yang paling sering digunakan karena kemampuannya yang mudah swelling menghasilkan clay yang homogenous bercampur dengan fresh water. Dalam literature pemboran manual, montmorillonite direferensikan dengan bentonite, karena bentonite identik dengan

9 clay montmorillonite. Montmorillonite merupakan material berbentuk seperti plat atau lempengan tipis dengan ukuran partikelnya lebih kecil dari 0.1 mikron. Semakin kecil ukuran partikelnya, maka semakin luas bidang kontak antara partikel solid dengan media cairannya, sehingga interconnected properties (sifat saling berhubungan) dengan medianya besar, maka reaktifitasnya menjadi lebih tinggi terhadap fasa cair lumpur pemboran. Seperti yang dijelaskan oleh Roger, bentonite merupakan koloid yang sangat reaktif yang mempengaruhi sifat fisik dan kimiawi lumpur pemboran. Sedangkan clay attapulgite, yang dapat swelling dalam air asin, biasanya digunakan dalam kondisi lumpur salt water. Clay yang merupakan reactive solid dapat didefinisikan sebagai padatan yang diameternya kurang lebih 2 mikron yang mampu menyerap air sehingga mempunyai kemampuan swelling. Kemampuan swelling ini dipengaruhi oleh gaya differensial yang bekerja pada partikel clay, yang merupakan hasil dari gaya tolak-menolak antara ion-ion sejenis dan gaya tarik-menarik antara ion-ion tak sejenis di permukaan plat clay. Distribusi gaya-gaya tersebut ditentukan oleh sifat water-base mud yang dikontrol oleh jenis elektrolit yang terlarut dan derjat ph pada fasa gas, yaitu dengan menambahkan zat-zat additive lumpur pemboran. Kemampuan bentonite untuk hidrasi kemudian terdispersi akan mengurangi keberadaan elektrolit dalam air. Seperti yang ditunjukkan oleh Baroid, ketika bentonite ditambahkan fresh water terjadi empat kondisi kesetimbangan antara bentonite dengan air, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.2., yaitu: aggregation (penggumpalan), flocculation, dispersion (menyebar), dan deflocculation.

10 Gambar 3.2. Kondisi Kesetimbangan antara Clay Montmorillonite dengan Partikel Air 4) Lantaran bentonite kurang begitu mampu menghidrasi pada kondisi dimana air mengandung elektrolit yang tinggi, maka clay jenis lainnya harus digunakan untuk memberikan sifat rheologi lumpur. Larutan elektrolit menghambat pertukaran antara ion-ion positif dengan negatif pada fasa gas. Clay attapulgate dipakai sebagai pengganti bentonite untuk memperbaiki sifat rheologi lumpur saat menemui air dengan kandungan elektrolit yang tinggi. Jenis clay ini berbeda dengan bentonite dalam hal bentuk partikel-partikelnya, yang kecil silindris dan menyerupai jarum daripada menyerupai plat. Viskositas yang dibentuk attapulgite sepenuhnya tergantung pada pertalian jalinan dari partikelpartikel menyerupai jarum tersebut. Pada permukaan formasi yang porous deposisi partikel tersebut akan mencegah pergerakan air. Karena dari beberapa jenis clay difungsikan untuk memberikan sifat rheologi lumpur, maka yield point clay mutlak diketahui untuk melakukan klasifikasi dan kualitas lumpur. Yield point clay didefinisikan sebagai sejumlah berat dalam barrel dari lumpur yang memiliki viskositas tertentu, biasanya memilki standard sebesar 15 cp, yang dibutuhkan oleh satu ton clay (bbl mud/ton clay). Penambahan clay akan menyebabkan kenaikan viskositas, sehingga

11 menaikkan harga yield pointnya. Umumnya clay digolongkan menjadi tiga, yaitu : high-yield clay (Na-montmorillonite, attapulgate dan asbestos), medium-yield clay (Ca-montmorillonite) dan low-yield clay (dry lake clay). Berdasarkan standard yang dipakai, high-yield bernilai 45 bbl mud/ton clay atau lebih besar dari 15 cp, medium-yield bernilai bbl mud/ton claya dan low-yield bernilai 20 bbl mud/ ton clay. Persamaan berikut akan memudahkan dalam menentukan yield point : 2000 Yield( bblmud / tonclay) = Wt γ (3.1.) f m. dimana : Wt f = berat fraksi clay dalam lumpur. γ m = berat jenis lumpur, lb/cuft. Secara terperinci spesifikasi bentonite sebagai berikut : Tabel 3.1. Spesifikasi Bentonite dari API Requirement Viscometer Dial Reading at 600 RPM Yield Point, lb/100ft2 30 cp minimum API Standard 13A 3X plastic viscosity maximum Filteate Wet screen analysis Residu on US Sieve No 200 Moisture Yield 13.5 ml maximum 2.5 % maximum 10 % maximum as shipped from point of manufacture 91.8 bbl of 15 cp mud per ton of dry bentonite Fasa Kimia

12 Lumpur secara konvensional terdiri dari dua komponen fasa seperti yang telah disebutkan diatas, namun hingga sekarang telah dibuatkan formulasi secara kimawi dengan tujuan-tujuan tertentu, yang terdiri dari organic dan inorganic. Fasa kimia ini lazim dikenal dengan zat-zat additive untuk lumpur pemboran. Didalam lumpur pemboran selain terdiri atas komponen pokok lumpur, maka ada material tambahan yang berfungsi mengontrol dan memperbaiki sifat-sifat lumpur agar sesuai dengan keadaan formasi yang dihadapi selama operasi pemboran. Berikut ini akan disebutkan beberapa bahan kimia tersebut, yaitu untuk tujuan : menaikan berat jenis lumpur menaikkan filtration loss, dan lain-lain. 1. Bahan menaikkan berat jenis adalah sebagai berikut : - Barite (BaSO 4 ). Mempunyai specific gravity antara 4,25-4,35. Biasanya digunakan untuk operasi pemboran yang melewati zona gas yang bertekanan tinggi yang dangkal. - Galena (PbS). Mempunyai specific gravity antara 6,7-7,0 fungsi utamanya adalah untuk usaha mematikan sumur apabila tekanan dari formasi yang besar. - Calcium Carbonat (CaCO 3 ). Mempunyai specific gravity sebesar 2,75 material ini digunakan untuk lumur jenis oil base mud. Calsium carbonate biasanya dipergunakan untuk operasi pemboran yang dalam. 2. Bahan untuk menaikkan visikositas sebagai berikut : - Wyoming bentonite, merupakan matrial tambahan berfungsi utnuk menaikkan viscositas Lumpur jenis fresh water mud, dimana tiap penambahan material ini kedalam air sebanyak 20 lb/bbl akan dapat memberikan viscositas sebesar kurang lebih 36 detik marsh funnel. - Attapulgite, merupakan clay yang berfungsi untuk menaikkan viscositas pada Lumpur jenis salt water base mud. - Extra high yield bentonite - High yielding clay 3. Bahan-bahan untuk menurunkan viscositas antara lain :

13 - Calsium ligno sulfonat, sangat baik untuk dipersant pada calcium treated muds ataupun lime treated muds. - Phosphat, dipakai sebagai thinner pada low ph muds dimana temperature tidak lebih dari F, karena pada suhu tersebut phosphate akan pecah menjadi orthophosphate dan sering juga dipakai untuk keadaan Lumpur yang terkontaminasi dengan semen. - SAPP (Sodium Acid Pyrophosphat), mempunyai ph kurang lebih 4, fungsinya utnuk memperbaiki keadaan Lumpur yang terkontaminasi dengan semen serta dapat digunakan untuk menurunkan viscositas lumpur. - Quebracho, dengan penambahan 2% dari volume Lumpur dapat memperbaiki lapisan dan menurunkanviscositas Lumpur. - Bahan penurun viscositas yang lainnya antara lain : Chrome ligno sulfonate, Processed lignite, Alkaline. 4. Bahan-bahan untuk menurunkan filtration loss - Pregelatinized starch Sodium poly crylate - Sodium carboxymethyl cellulose 5. Bahan untuk mengatasi lost sirkulasi - Mica, merupakan matrial mica yang tidak mengikis peralatan dan mempunyai bentuk yang kasar - Kwik seal, matrial yang sangat efektif untuk mencegah hilangnya Lumpur pada formasi porous - Mill-plug, merupakan matrial yang berbentuk butir yang mempunyai strength yang sangat tinggi yang berfungsi untuk menutup formasi yang pecah. - Bahan material loss yang lain seperti : fiber, wood fiber, Ground walnut hull. 6. Bahan-bahan chemical additive - Gypsum (CaSO 4 ), berupa material kering yang halus dipakai untuk persiapan pembuatan gypsum base mud.

14 - Sodium Bicarbonat (NaHCO 3 ), material yang berfungsi menyingkirkan atau mereduksir ion calcium dari Lumpur yang mempunyai ph 9, terutama yang terkontaminasi oleh semen. - Caustic Soda (NaOH), mempunyai kadar alcohol yang tinggi dan berfungsi mengontrol ph pada water base muds. - Soda Ash, adalah material kering yang dipergunakan untuk mengendapkan ion Ca ++ pada water base muds. 7. Corrosion Control additive. - Noxygen, berfungsi sebagai katalisator sodium sulfide yang berupa tepung, digunakan untuk membersihkan oksigen yang dapat menimbulkan korosi. Material ini biasanya dipakai secara menerus dalam operasi pemboran. - Noxygen L, mempunyai fungsi sebagai pembersih oksigen yang terdapat dalam Lumpur, adapun bentuk dari noxygen ini berupa larutan dengan konsentrasi 11,2 lb/bbl ammonium bisulfide. 8. Detergen additive Additive ini berfungsi untuk membersihkan endapan-endapan shale pada bit atau balling up, baik untuk Lumpur yang menggunakan bahan dasar air tawar maupun air asin. Contohnya : DD Compound dengan pemakaian normal antara 2-3 gallon tiap 100 barrel. 9. Bahan-bahan untuk emulsifier Elmusifier adalah fasa kimia untuk emulsi minyak dan air. Antara lain: - Mogco Mul (buatan agcobar) - Trimulso (buatan Baroid) - Atlasol (buatan Mil White) - Imco-Ceox (buatan IMC) 10. Bahan-bahan sebagai Flocculant. Flocculan adalah fasa kimia yang berfungsi untuk mempercepat pengendapan serbuk bor. Fasa kimia tersebut adalah :

15 - Floxit (buatan agcobar) - Baroflac (buatan Baroid) - Separan (buatan Mil White) - Imco floe (buatan IMC). Tabel III-3. Bahan-bahan Additif Lumpur Pemboran 25) BAHAN ADITIF Bentonit Barite Sodium Acid Pyrophosphate Caustic Soda (larutan alkali) Lignosulfonate; Quebracho Polyacrylates (CMC) Gypsum Garam Sodium Chlorida Minyak (emulsi) FUNGSI Menaikkan viskositas. Menaikkan berat jenis. Menghambat kecepatan pengendapan bahan-bahan padat dari lumpur. Menstabilkan dan mengatur lumpur pemboran. menaikkan ph alkalinitas. Mengencerkan dan mengatur filtrasi lumpur pemboran. Polimer organik yang berat Mengatur dan menstabilkan lumpur pemboran. Dipakai dalam pengeboran lapisan-lapisan garam. Mencegah kesulitan-kesulitan pelumasan pada temperatur yang tinggi, pipa sticking, pengelupasan shale dan mencegah pembasahan lapisan yang pekat terhadap air Sifat Fisik Lumpur Pemboran Komposisi dari lumpur pemboran akan menentukan sifat-sifat fisik dan performance dari lumpur itu sendiri. Tiga sifat fisik dasar yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan suatu operasi pemboran adalah densitas, viskositas dan gel strength lumpur pemboran. Sifat-sifat tersebut memerlukan perhatian dalam pemonitoran dan pengontrolan untuk menjaga fungsi-fungsi tertentu dalam operasi pemboran Densitas

16 Densitas lumpur pemboran atau berat lumpur didefinisikan sebagai perbandingan berat per unit volume lumpur. Sifat ini berpengaruh terhadap pengontrolan tekanan subsurface dari formasi, sehingga dalam operasi pemboran densitas lumpur harus selalu dikontrol terhadap kondisi formasinya agar diperoleh performance atau kelakuan lumpur yang sesuai dengan fungsi yang diharapkan terhadap formasi yang dibor. Pengaturan densitas lumpur merupakan faktor penunjang keberhasilan pemboran. Densitas lumpur yang relatif terlalu berat bagi suatu formasi memungkinkan terjadinya lost circulation, sebaliknya densitas lumpur yang relatif terlalu kecil akan menyebabkan terjadinya blow out. Pengontrolan densitas lumpur dapat dilakukan dengan jalan penambahan zat-zat aditif yang umum dipakai untuk memperbesar harga densitas antara lain yaitu : barite (SG = 4.3), limestone (SG = 3.0), galena (SG = 7.0) dan bijih besi (SG = 7.0). sedangkan untuk memperkecil atau mengurangi densitas lumpur pada umumnya dipakai aditif seperti air dan minyak. Cara lain untuk memperkecil densitas adalah dengan jalan pengurangan kadar padatan lumpur di pemukaan. Penambahan densitas lumpur dilakukan pada satu siklus sirkulasi viscositasnya harus kecil karena dengan penambahan berat lumpur ini akan terjadi kenaikan viscositas. Densitas lumpur dipengaruhi oleh temperatur, densitas akan tururn jika temperaturnya naik. Satuan densitas dapat pula dinyatakan dalam gradient tekanan dengan satuansatuan yang umum dipakai adalah : o Pounds per gallon, ppg lb/gallon o Pounds per cubic feet lb/cuft o Psi per 100 feet depth psi/1000ft o Specific gravity (SG) Tiga jenis denistas lumpur yang biasa digunakan dalam perhitungan lumpur yaitu : static, equivalent circulating dan annular. Static atau densitas permukaan ditentukan pada kondisi permukaan dengan peralatan mud balance. Sedangkan densitas equivalent circulating mengacu pada berat kolom lumpur pada saat disirkulasi. Densitas ini pada kedalaman tertentu merupakan fungsi kehilangan tekanan di annular yang berkaitan dengan faktor circulation rate dan

17 kondisi lubang lumpur. Perhitungan densitas equivalent circulating sebagai berikut : annularpressuredrop equivalentcirculationweight = mudspecificweight +...(3.2) depth Densitas quivalent circulating biasanya akan lebih besar lb/gal daripada densitas static, tergantung dari besarnya annular pressure drop. Densitas annular merupakan total tekanan actual bottomhole pada formasi yang dibor. Densitas annular memiliki harga paling besar dibandingkan dua densitas lainnya, khususnya ketika laju pemboran tinggi dan kedalaman sumur yang mengandung cutting yang tinggi. Densitas annular didefinisikan sebagai berikut : annularspecificweight = annularpressuredrop staticspecificweight + depth + additionalpressureweightofcutting ( 1/ depth)...(3.3) Perbedaan jenis lumpur pemboran memiliki range dalam penggunaan densitas yang merupakan fungsi densitas dasar lumpur dan sifat gelstrenght pada pencampuran mixture lumpur. Gel stenght mempunyai hubungan secara langsung dengan kemampuan fluida dalam menahan berat material dan cutting pemboran ketika sirkulasi dihentikan. Besarnya densitas akan menentukan tekanan hidrostatik kolom lumpur pemboran seperti ditunjukkan pada persamaan berikut : dimana : P P P m ρ m D Dan ρm = 0 433Depth...(3.4) m. = ρm Depth...(3.5) m = tekanan hidrostatik kolom lumpur, psi. = densitas lumpur, ppg. = Depth, ft. ( ppg ) ( ppg ) Wmud SGmud =...(3.6) W freshwater

18 karena densitas air tawar adalah konstan, yaitu 8.33 ppg maka persamaan diatas dapat berubah menjadi : W mud = SG mud...(3.7) Pengontrolan densitas lumpur pemboran tergantung pada maksud tujuan jenis lumpur tersebuat akan digunakan dalam operasi pemboran Viskositas Viskositas didefinisikan sebagai tahanan lumpur pemboran untuk mengalir saat dipompakan yakni perbandingan tegangan (shear stress) dengan regangan (shear strain) yang diukur dengan Marsh funnel atau rational viscometer. Viskositas merupakan sifat penting bagi lumpur karena berpangaruh terhadap efisiensi kemampuan pengangkatan. Karena cutting maupun material lainnya secara kontinyu terproduksi bersama dengan lumpur selama operasi pemboran sehingga diharapkan sesampainya di permukaan dapat dibersihkan sebelum disirkulasikan kembali dengan perlatan mud screen, desanding devices, centrifugal concentrator dan sebagainya yang sengaja dipasang untuk membersihkan solid dalam lumpur. Viskositas juga melibatkan perhitungan kehilangan tekanan (pressure drop) di annulus pada aliran laminar dengan menggunakan persamaan Bingham. Viskositas merupakan fungsi dari empat faktor, yaitu : 1. viskositas lumpur dasar. 2. ukuran, bentuk dan jumlah partikel solid per unit volume. 3. gaya antar partikel. 4. derajat emulsifikasi oil in water atau water in oil dan kestabilan emulsi. Temperatur berpengaruh terhadap viskositas lumpur dasarnya, yaitu : minyak, air atau keduanya. Disebabkan spasi ruang antar molekul kecil sedangkan kohesi molekul sangat kuat, maka dengan adanya kenaikan temperatur, kohesi molekul menurun sehingga menurunkan viskositas lumpur. Temperatur sangat berpengaruh terhadap viskositas minyak dibandingkan dengan air yang memiliki viskositas lebig rendah dari minyak.

19 Besaran area kontak antara partikel solud dengan fasa cair mempengaruhi plastic viskositas akibat friksi mekanik. Plastik viskositas meningkat dengan naiknya daerah permukaan yang dibasahi fasa cair. Total daerah yang dibasahi meningkat dengan penurunan ukuran partikel, meningkatnya jumlah partikel solid per satuan volume, dan perubahan bentuk partikel dari membulat menjadi flat. Viskositas lumpur pemboran yang terlalu tinggi menyebabkan : o Penetration rate menurun kerana viskositas yang tinggi memilki kohesi partikel yang kuat sehingga menghalangi efektifitas penembusan oleh bit. o Pressure loss karena sebagian distribusi tekanan digunakan untuk memompakan dan menentang resistansi lumpur. o Lumpur sukar melepaskan gas, cutting dan pasir dalam sirkulasi di permuakaan. o Beban pompa bertambah dengan bertambahnya luas kontak dengan partikel sehingga efek friksi dan resistansi lumpur menjadi sangat besar. Sebaliknya viskositas yang terlalu kecil dapat menimbulkan : o Pengangkatan cutting menjadi tidak efektif karena lifting capacity partikelpartikel lumpur terlau kecil untuk menahan berat cutting. o Terjadinya flokulasi padatan. Treatment lumpur yang dilakukan untuk mengontrol viskositas lumpur pemboran dilakukan dengan penambahan zat-zat aditif. Untuk mempertinggi viskositas lumpur, zat-zat aditif yang digunakan antara lain : bentonite pada water base mud dan asphalt pada oil base mud. Sedangkan untuk menurunkan viskositas lumpur pemboran digunakan zat-zat aditif seperti air atau thinner yang berfungsi untuk mengencerkan lumpur Gel Strength Gel strength merupakan sifat statik lumpur pemboran yang merupakan suatu bentuk padatan dalam lumpur yang sirkulasinya dihentikan. Faktor penyebab terbentuknya gel strength yaitu adanya gaya tarik-menarik dari partikelpartikel plat clay sewaktu tidak ada sirkulasi. Gel strength didefinisikan sebagai

20 gaya dalam gram yang diperlukan untuk memecah standard gel menjadi lumpur. Sistem satauan yang umum yang digunakan untuk gel strength adalah : o Gram dyne/cm 2, gr dyne/cm 2. o Gram pound/sgft, gr lb/ft 2. Komponen-komponen pembentuk atau komponen aktif pembentuk lumpur yang dapat menyebabkan gel strength antara lain : clay, shale dan bentonite yang sudah memilki gaya tarik-menarik partikel platnya. Dalam suatu operasi pemboran, gel strength dikontrol agar mendapatkan suatu performance lumpur yang sesuai dengan fungsi yang diharapkan terhadap formasi yang dibor. Untuk standarisasi pengukuran gel strength dilakukan dua kali, yaitu pda initial time yaitu 0 menit atau tepat pada saat setelah sirkulasi lumpur dihentikan dan yang kedua yaitu setelah 10 menit sirkulasi dihentikan. Hubungan gel dengan thixotropic, yaitu sifat adanya gejala gel yang pecah dan menjadi lumpur pemboran kembali, kondisi ini bersifat reversible. Untuk mengetahui gel strength dalam lumpur pemboran dapat dipakai persamaan sebagai berikut : G KT G = '...(3.8) 1 + KT dimana : G = gel strength pada waktu T, gr lb/sgft. G = gel strength maksimum, gr lb/sgft. T = waktu, menit. K = konstanta rate. Adapun fungsi gel strength dalam lumpur adalah untuk menahan cutting dan material solid dalam suspensi serta melepaskannya di permukaanya, sehingga gel strength merupakan faktor penting dalam mekanisme pengangkatan cutting. Ketidaknormalan yang relatif besar dari harga gel strength akan mengganggu jalannya operasi pemboran, karena menyebabkan masalah-masalah seperti : o Terganggu pompa untuk memulai sirkulasi karena membutuhkan tenaga pompa yang besar.

21 o Kecenderungan dari lumpur untuk lost circulation. o Pelepasan cutting, material solid dan pasir ke permukaan akan tidak efektif lagi sehingga dapat mempertinggi abrasifitas lumpur terhadap peralatan di permukaan, seperti pompa lumpur. o Filtration loss merupakan kehilangan fasa cair lumpur yang masuk ke formasi permeable yang diukur dengan peralatan standard filter press yang merupakan hasil pada kondisi statik (sirkulasi dihentikan) Sifat Kimia Lumpur Pemboran Sifat kimia lumpur pemboran merupakan tingkat reaktifitas lumpur terhadap kondisi formasi yang ditembus, terutama berkaitan dengan kandungan kimiawi partikel-partikelnya. Seperti sifat fisik lumpur, sifat kimia juga sangat menentukan fungsi lumpur, karena performance lumpur dapat berubah dengan adanya pengaruh dari efek kimia partikelnya. Perubahan sifat kimia yang tidak sesuai maksud tujuan pemboran akan menyulitkan pengontrolan lumpur sehingga treatment terhadap sifat kimia harus selalu diperhatikan selama sirkulasi dilakukan. Semua sifat kimia diharapkan mempu memberikan keuntungan yang menunjang fungsi lumpur pemboran. Cara penanggulangan kerusakan lumpur yang diakibatkan oleh ion chlor antara lain adalah : o Jika mud cake terlalu tebal dan filtration loss terlalu besar dapat diperbaiki dengan menambah organic koloid. o Jika ph dibawa dibawah 8, maka perlu preserfatif untuk menahan fermentasi starch. o Jika padatan sukar dicapai karena fluktuasi oleh clay suspensi dapat diperbaiki dengan penggunaan attapulgite sebagai pengganti bentonite Jenis Lumpur Pemboran Penamaan lumpur pemboran yang diberikan oleh Zaba dan Doherty (1970) merupakan klasifikasikan berdasarkan fasa fluidanya, yaitu :

22 1. Water Base Drilling Mud 2. Oil Base Drilling Mud 3. Emulsion Drilling Mud 4. Gasseous Drilling Mud Gasseous drilling mud masih belum umum digunakan sangat sulit dalam penggunaan dan perawatannya Water Base Mud Bila bahan dasar lumpur adalah air maka lumpur disebut dengan water base mud. Air yang digunakan dapat berupa air tawar mauouan air asin. Lumpur yang mempunyai bahan dasarnya air disebut dengan Fresh Water Mud dan jika bahan dasarnya adalah air asin lumpur tersebut disebut Salt Water Mud Fresh Water Mud Fresh water muds adalah lumpur yang fase cairannya adalah air tawar dengan (kalau ada) kadar garam yang kecil (kurang dari ppm = 1 % berat garam). Fresh water mud dapat dibedakan menjadi beberapa jenis antara lain : o Spud Mud Spud mud digunakan untuk membor formasi bagian atas bagi conductor casing. Fungsi utamanya mengangkat cutting dan membuka lubang dipermukaan (formasi atas). Volume yang diperlukan biasanya sedikit dan dapat dibuat dari air dan bentonite (yield 100 bbl/ton) atau clay air tawar yang lain (yield bbl/ton). Tambahan clay atau bentonite perlu dilakukan untuk menaikkan viscositas dan gel streght bila membor pada zone-zone loss. Kadang-kadang perlu lost circulation material. Density yang diperlukan harus kecil. o Natural Mud Natural mud dibentuk dalam bentuk pecahan-pecahan cutting dalam fase air. Sifat-sifatnya bervariasi tergantung dari formasi yang dibor. Umumnya tipe

23 o o lumpur ini digunakan untuk pemboran yang cepat seperti pemboran pada surface casing (permukaan). Dengan bertambahnya kedalaman pemboran sifat-sifat lumpur yang lebih baik diperlukan dan natural mud ini di treated dengan zat-zat kimia dan additive-additive koloidal. Beratnya sekitar ppg, dan viscositasnya detik. Bentonite Treated Mud Lumpur jenis ini mencakup hampir semua jenis lumpur air tawar. Bentonite adalah material yang paling umum digunakan untuk membuat koloid inorganis untuk mengurangi filter loss dan mengurangi ketebalan mud cake. Bentonite juga menaikkan viscositas dan gel strength yang dapat dikontrol dengan thinner. Phospate Ttreated Mud Mengandung polyphospate untuk mengontrol viscositas dan gel strength. Penambahan zat ini akan berakibat terdispersinya fraksi-fraksi clay cooid padat sehingga densitas lumpur cukup besar tetapi viscositas dan gel strengthnya rendah. Ia mengurangi filter loss dan mud cake dapat tipis. Tannim biasa ditambahkan bersama-sama polyphospate untuk pengontrolan lumpur. Polyphospate tidak stabil pada temperatur tinggi (sumur-sumur dalam) dan akan kehilangan efeknya sebagai thinner (polyphonspate akan rusak pada kedalaman ft dan temperatur o F, karena berubah ke orthophospate yang malah menyebabkan terjadinya flokulasi). Phospate mud juga sulit dikontrol pada densitas lumpur tinggi (yang sering berhubungan dengan pemboran dalam). Dengan penambahan zat-zat kimia dan air, densitas lumpur dapat dijadikan 9-11 ppg. Polyphospate mud juga menggumpal jika terkena kontaminasi NaCl, Calcium sulfate dan kontaminasi semen dalam jumlah cukup banyak. o Organic Colloid Treated Mud Terdiri dari penambahan pregelatinized starch atau Carboxy Methyl Cellulose pada lumpur. Karena organic colloid tidak terlalu sensitif terhadap flokulasi

24 seperti clay, maka kontrol filtratnya pada lumpur yang terkontaminasi dapat dilakukan dengan organic colloid ini baik untuk mengurangi filtration loss pada fresh water mud. Dalam kebanyakan lumpur penurunan filter loss lebih banyak dilakukan dengan organic colloid daripada inorganic. o Red Mud Red mud mendapatkan warnanya dari warna yang dihasilkan dari treatment dengan cautic dan guobracho (merah tua). Istilah ini tetap digunakan walaupun nama-nama colloid yang dipakai mungkin menyebabkan warna abuabu kehitaman. Umumnya istilah ini digunakan untuk lignin-lignin tertentu dan hunic thinner selain untuk tannim di atas. o Suatu jenis lumpur lain ini adalah alkaline tannate treatment dengan penambahan polyphospate untuk lumpur-lumpur dengan ph di bawah 10. perbandingan alkaline, organic dan polyphospate dapat diatur dengan kebutuhan setempat. Alkaline-tannate treated mud mempunyai range ph Alkaline-tannate dengan ph kurang dari 10 terhadap flokulasi karena kontaminasi garam. Dengan menaikkan ph maka sukar untuk flokulasi. Untuk ph lebih dari 11.5, pregelatinized starch dapat digunakan tanpa bahaya fermentasi. Di bawah ph ini, preservative harus digunakan untuk mencegah fermentasi (meragi) pada fresh water mud. Jika diperlukan densitas lumpur yang tinggi lebih murah bila digunakan treatment yang menghasilkan calcium treated mud dengan ph 12 atau lebih Calcium Mud Lumpur ini mengandung larutan calcium (disengaja). Calcium bisa ditambah dengan slaked lime (kapur mati), semen plaster (CaSO 4 ) dipasaran atau CaCl 2, tetapi dapat pula karena pemboran semen, anhydite dan gypsum. a. Lime Treatted Mud Komposisi lumpur ini terdiri dari cautic soda, organic dispersant, lime dan fluid loss additive. Lumpur ini menghasilkan viscositas dan

25 gel strength yang rendah, baik digunakan untuk pemboran dalam serta untuk memperoleh densitas yang besar. Tetapi lumpur ini mempunyai kecenderungan untuk memadat pada temperatur tinggi, sehingga tidak boleh tertinggal dalam annulus casing dan tubing pada saat dilakukan penyeleseaian sumur (well completion). Maka diperlukan zat kimia tertentu untuk mengurangi efek dari padatan lumpur tersebut. b. Gypsum Treated Mud Digunakan untuk membor formasi gypsum dan anhydrite, terutama bila formasinya inter bedded (selang-seling antara garam dan shale). Treatmentnya adalah dengan mencampur base mud (lumpur dasar) dengan plaster (CaSO 4) sebelum formasi anhydite dan gypsum di bor. viscositas dan gel strength yang berhubungan dengan formasi ini dapat dibatasi, yaitu dengan mengontrol rate penambahan plaster. Setelah clay di lumpur bereaksi dengan ion Ca, tak akan terjadi pengentalan lebih lanjut pada pemboran gypsum dan garam. Filter loss pada penggunaan gypsum treated mud ini dapat dikontrol dengan organic colloid dan karena ph-nya rendah, preservative harus ditambahkan untuk mencegah fermentasi. Suatu modifikasi dari gypsum treated mud yaitu dengan penggunaan chrome lignosulfonate deflocullant yang memberikan kontrol pada karakteristik flate gel pada lumpur tersebut. Lumpur gypsum chrome lignosulfonate ini mempunyai sifat yang sama baik dengan lime treated mud, karena itu dapat digunakan pada daerah yang sama baik dengan lime treated mud. Penggunaan non-ionic surfactant dalam gypsum chhrome lignosulfonate mud menghasilkan pengontrolan yang lebih baik pada filter loss dan low propertiesnya. Selain toleransinya yang besar terhadap kontaminasi garam. c. Calcium Salt Selain hydrate salt dan gypsum telah digunakan tetapi tidak meluas, juga zat-zat kimia yang memberi suplai kation multivalent

26 untuk base exchange clay (pertukaran ion-ion pada clay) seperti Ba (OH) 2 telah digunakan Salt Water Mud Lumpur ini digunakan untuk membor garam massive (salt dome) atau salt stringer (lapisan formasi garam) dan kadang-kadang bila ada aliran garam yang terbor. Filtrate lossnya besar dan mud cakenya tebal bila tidak ditambah organic colloid. PH lumpur dibawah 8, karena itu perlu dipresentative untuk mencegah fermentasi starch. Jika slat mudnya mempunyai ph yang lebih tinggi, fermntasi terhalang oleh basa. Suspensi ini dapat diperbaiki dengan penggunaan antapulgate sebagai pengganti bentonite. o Unsaturated Salt Water Mud Air laut dari laut lepas atau teluk sering digunakan untuk lumpur yang jenuh kegaramannya (unsaturated salt water mud). Kegaraman (salinity) lumpur ini ditandai dengan : 1. Filtrate loss besar kecuali ditereated dengan organic colloid 2. Medium sampai tinggi pada gel strength kecuali ditreated dengan thinner. 3. Suspensi yang tinggi kecuali ditreated dengan attapulgite atau organic colloid Lumpur ini biasa mengalami foaming, yaitu berbusa (gas menggelembung) yang bisa diredusir dengan : 1. Menambah soluble surface active agent 2. Menambah zat kimia untuk menurunkan gel strength Lumpur yang terkena kontaminasi garam juga ditreated seperti pada sea water ini. o Saturated Salt Water Mud Fasa cair lumpur ini dijenuhkan dengan NaCl. Garam-garam lain dapat pula berada disitu dalam jumlah yang berlainan. Saturated salt water mud

27 dapat digunakan untuk membor formasi-formasi garam dirongga-rongga yang terjadi karena pelarutan garam dapat menyebabkan hilangnya lumpur, dicegah dengan penjenuhan garam terlebih dahulu pada lumpurnya. Lumpur ini juga dibuat dengan menambahkan air garam yang jenuh untuk pengenceran dan pengaturan volume. Filtrate loss yang rendah pada saturated salt organik colloid mud menyebabkan tidak perlunya memasang casing di atas salt beds (farmasi garam). Filtrate lossnya bisa dikontrol sampai 1 cc API dengan organic colloid. Saturated salt water mud dapat dibuat berdensitas lebih dari 19 ppg. Dengan menambahkan organic colloid agar filtration lossnya kecil, lumpur ini bisa untuk membor formasi dibawah salt beds, walaupun restivitinya yang rendah buruk untuk electical log. Gabungan dari non-ionic surfactant menyebabkan pengontrolan filtrasi dan flow propertiesnya lebih mudah dan murah, terutama pada densitas tinggi. Saturated salt water mud dapat pula dibuat dari fresh water atau brine mud. Jika dari fresh water mud maka paling tidak separoh dari lumpur harus dibuang, diperlukan untuk pengenceran dengan air tawar dan penambahan lebih kurang 125 Ibs garam/bbl lumpur. Jika dikehendaki pengontrolan filtration loss, suatu organic colloid dan presentative dapat ditambahkan. o Jika lumpur dibuat dari saturated brine (air garam yang jenuh) sekitar 20 Ib/bbl attapulgite ditambahkan bersama dengan organic colloid dan mungkin presentative. Densitas lumpur ini 103 ppg dan akan naik sekitar 11 ppg selama pemboran berlangsung. Pemeliharaannya jenis lumpur ini, termasuk penambahan air asin untuk mengurangi viscositas, attapulgite untuk menambah viscositas, gel dan filtrasi dapat diperoleh dengan penambahan alkaline-tannate solution atau sedikit lime (kapur). Sodium Silicate Mud

28 Fasa cair Na-Silicate mud mengandung sekitar 65% volume larutan Na silicate dan 35% larutan garam jenuh. Lumpur ini digunakan untuk pemboran heaving shale, tetapi telah terdesak penggunaannya oleh lime treated mud, gypsum lignosilfonate, shale control dan surfactant muds (lumpur yang diberi DAS dan DME) yang lebih baik, murah dan mudah dikontrol sifat-sifatnya Oil in Water Emulsion Mud Untuk lumpur jenis ini minyak merupakan fase tersebar (emulsi) dan air sebagai fasa contiou. Jika pembuatannya baik, filtratnya hanya air. Sebagai dasar dapat digunakan baik fresh maupun salt water mud. Sifat-sifat fisis yang dipengaruhi emulsifikasi hanyalah berat lumpur, volume filtrat, tebal mud cake dan pelumasan. Segera setelah emulsifikasi, filtrate loss berkurang, filter cake menjadi tipis dan torque putaran drillstring benyak berkurang. Keuntungannya adalah bit yang lebih tahan lama, penetration rate baik, pengurangan korosi pada drill string, perbaikan pada sifat-sifat lumpur (viscositas dan tekanan pompa boleh/dapat dikurangi, water loss turun, mud cake turun (mud cake tipis) dan mengurangi bailling (terlapisnya alat oleh padatan lumpur) pada drill string. Viscositas dan gel lebih mudah dikontrol bila emulsifiernya juga bertindak sebagai thinner. Umumnya oil in water emultion mud dapat bereaksi dengan penambahan zat dan adanya kontaminasi sama seperti lumpur aslinya. Semua minyak (crude) dapat digunakan, tetapi lebih baik bila digunakan minyak refinery (refinery oil) yang mempunyai sifat-sifat sbb : 1. Uncracked (tidak perpecah-pecah molekulnya) supaya stabil 2. Flash point tinggi, untuk mencegah bahaya api 3. Aniline number tinggi (lebih dari 155) agar tidak merusakan karet-karet dipompa/circulation system 4. Pour point rendah, agar bisa digunakan untuk bermacam-macam temperatur

29 Keuntungan lainnya adalah bahwa karena bau serta fluorecensinya lain dengan crude oil (mungkin yang berasal dari formasi), maka ini berguna untuk pengamatan cutting oleh geolog dalam menentukan adanya minyak di pemboran tersebut. Adanya karet-laret yang rusak dapat dicegah dengan penggunaan karet sintesis Fresh Water in Water Emulsion Mud. Fresh water oil in water emultion mud adalah lumpur yang mengandung NaCl sampai sekitar ppm. Lumpur emultion ini dibuat dengan menambahkan emulsifier (pembuat emulsi) ke water base mud diikuti dengan sejumlah minyak yang biasanya 5-25% volume. Jenis emulsifier bukan sabun lebih disukai karena ia dapat digunakan dalam lumpur yang mengandung larutan Ca tanpa memperkecil emulsifiernya dalam hal efesiensi. Emulsifikasi minyak dapat bertambah dengan agitasi (diaduk) dan penjagaannya secara periodic ditambahkan minyak dan emulsifier. Maintenancenya terdiri dari penambahan minyak dan emulsifier secara periodik. Jika sebelum emulsifikasi lumpurnya mengandung persentase clay yang tinggi, pengenceran dengan sejumlah air perlu dilakukan untuk mencegah kenaikan viscositas. Karena keuntungan dalam pemboran dan mudahnya pengontrolan maka lumpur ini disukai orang Salt Water Oil in Water Emulsion Mud Salt water oil in water absorption mud mengandung paling sedikit ppm NaCl dalam fasa cairnya. Emulsifikasi dilakukan dengan emulsifier agentorganik. Lumpur ini biasanya mempunyai ph dibawah 9, dan cocok untuk digunakan pada daerah dimana perlu dibor garam massive atau lapisan-lapisan garam. Emulsi ini mempunyai keuntungan-keuntungan seperti juga pada fresh water emultion : pertama densitasnya kecil, kedua filtration loss sedikit dan mud cake tipis dan lubrikasi lebih baik. Lumpur demikian mempunyai tendensi untuk foaming yang bisa dipecahkan dengan penambahan surface active agent tertentu.

30 Maintenance lumpur ini sama dengan salt mud biasa kecuali perlunya menambah emulsifier, minyak dan surface active defoamer (anti foam) Oil Base and Oil Base Emulsion Mud Lumpur ini mengandung minyak sebagai fasa kontinunya. Komposisinya diatur agar kadar airnya rendah (3-5% volume). Relatif lumpur ini tidak sensitif terhadap kontaminant. Tetapi airnya adalah kontaminan karena memberi efek negatif bagi kestabilan lumpur ini. Untuk mengontrol viscositas, menaikan gel strength, mengurangi efek kontaminan air dan mengandung filtare loss, perlu ditambahkan zat-zat kimia. Fungsi oil base mud didasarkan pada kenyataan bahwa filtratnya adalah minyak karena itu tidak akan menghidratkan shale atau clay yang sensitif baik terhadap formasi biasa maupun formasi produktif (juga untuk kompletion mud). Fungsi terbesar adalah pada completion dan work over sumur. Kegunaan lain adalah untuk melepaskan drill pipe yang terjepit, mempermudah pemasangan casing dan liner. Oil base mud ini harus ditempatkan pada suatu tanki besi untuk menghindarkan kontaminasi air. Rig harus dipersiapkan agar tidak kotor dan bahaya api berkurang. Oil base emultion dan lumpur oil base mempunyai minya sebagai fasa kontinu dan air sebagai fasa tersebar. Umumnya oil base emulsion mud mempunyai faedah yang sama seperti oil base mud, yaitu filtratnya minyak dan karena menghidratkan shale/clay yang sensitif. Perbedaan utamanya dengan oil base mud bahwa air ditambahkan sebagai tambahan yang berguna (bukan kontaminasi). Air yang teremulsi dapat antara 15-50% volume, tergantung density dan temperatur yang diinginkan (dihadapi dalam pemboran). Karena air merupakan bagian dari lumpur ini, maka lumpur-lumpur ini mempunyai sifat-sifat lain dari oil base mud yaitu ia dapat mengurangi bahaya api, toleran terhadap air, dan pengontrolan flow propertisnya dapat seperti pada water base mud Gaseous Drilling Fluid

31 Digunakan untuk daerah-daerah dengan formasi keras dan kering dengan gas atau udara dipompakan pada annulus, salurannya tidak boleh bocor. Keuntungan cara ini adalah penetration rate lebih besar, tetapi adanya formasi air dapat menyebabkan bit bailing (bit dilapisi cutting/padatan-padatan) dan pipe sticking yang merugikan. Juga tekanan formasi yang besar tidak membenarkan digunakannya cara ini, tapi sebaliknya formasi dengan tekanan kecil cocok dengan cara ini. Penggunaan natural gas membutuhkan pengawasan yang ketat pada bahaya api. Lumpur ini juga baik untuk completion pada zonezone dengan tekanan rendah. Telah dibuktikan dengan data-data dari lapangan dan laboratorium, bahwa udara dan gas merupakan drilling fluid yang lebih baik dari pada cairan seperti lumpur, daam hal penetration rate, mupun dalam menanggulangi lost circulation dan untuk well completion. Penetration rate dapat naik, terutama disebabkan oleh tidak adanya kolom lumpur yang besar pada formasi yang mana menyebabkan formasi menjadi liat dan sulit dibor, selain itu penggunaan udara menyebabkan formasi mudah menjadi pecah serta cutting mudah dibersihkan, hanya cara ini tidak dapat digunakan pada pemboran wild cat atau eksplorasi. Suatu cara pertengahan antara lumpur cair dengan gas adalah aerated mud drilling dimana sejumlah besar udara (lebih dari 95%) ditekan pada sirkulasi lumpur untuk memperendah tekanan hidrostatik (untuk lost circulation zone), mempercepat pemboran dan mengurangi biaya pemboran Fungsi Lumpur Pemboran Meskipun hingga sat ini sangat banyak diperoleh berbagai merek lumpur pemboran yang dikomersilkan untuk tujuan pemboran dalam berbagai kondisi, fungsi utama lumpur adalah sebagai fluida yang berperan untuk keberhasilan suatu program penyelesaian sumur. Sifat-sifat lumpur pemboran harus dapat memberikan keamanan dan rate pemboran serta mampu mencapai komplesi sumur dengan kapasitas produksi maksimum. Penggunaan lumpur dikontrol oleh sifat-sifat yang sering dijumpai di lapangan yang akan menjadi obyek untuk

32 proyek pemboran dengan pertimbangan tersedianya biaya yang akan dianggarkan untuk penggunaan dan perawatan lumpur. Dimana pengeluaran harus sesuai dengan perencanaan dan efisien jika dilakukan penggunaan lumpur dengan fungsi yang dibutuhkan. Dengan penilaian demikian dapat diperoleh faktor yang harus dicapai agar fungsi lumpur dapat berjalan secara optimal. Walaupun semua lumpur memiliki fungsi yang sama, sifat-sifat lumpur sangat dipengaruhi oleh pertimbangan untuk memfasilitasi keperluan rate, keamanan dan program penyelesaian suatu sumur. Fungsi lumpur meliputi : o o o o o o o o o o Mengangkat cutting ke permukaan Mendinginkan dan melumasi bit dan drillstring Memberi dinding pada lubang bor dengan mud cake Mengontrol tekanan formasi Membawa cutting cutting dan material pemberat pada susupensi jika sirkulasi lumpur dihentikan sementara Melepaskan cutting dan pasir di permukaan Menahan sebagian berat drillpipe dan casing Mengurangi efek negative pada formasi Mendapatkan informasi dari mud logging Media logging Diharapkan semua fungsi lumpur diatas dapat berjalan sesuai dengan yang tujuan pemboran dan kondisi formasi yang akan dibor, karena program pemboran dikatakan berhasil jika fungsi lumpur bisa memberikan hasil optimum dan dapat mengatasi segala kendala selama proses pemboran. Tabel III-2. Sifat Fisik Beberapa Jenis Clay 4) Jenis Montmorillonite Illite Kaolinite Chlorite Luas Permukaan (surface area) (m 2 /gram) Rentang Cation Exchange Capacity (CEC)

33 Kemampuan mengembang (swelling) yang besar diantara tipe lempung yang lainnya, Montmorillonite clay akan membentuk suatu larutan dengan viscositas yang cukup besar, hal ini penting untuk pembersihan dasar. Fresh water sebagai fasa kontinyu dalam water base mud, invasi mud filtrat menyebabkan lempung mengembang di dalam pori batuan sehingga poripori batuan mengalami clay blocking. Telah dijelaskan sebelumnya, jika dengan fresh water akan bereaksi. Untuk ini maka diperlukan pengertian dan lempung. Lempung (clay) adalah material dan tanah dengan ukuran colloid yang mengembang bila basah dan bersifat mengabsorbsi terhadap air. Oleh karena itu disebut hydrophilic. Sedangkan perbedaan clay dengan shale adalah kalau clay bersifat hydrophilic sedangkan shale bersifat hydrophobic yang kurang bisa menghidrat. Bentuk partikel lempung adalah mirip timbunan dan plat-plat datar yang tipis yang bentuknya menyerupai mika. Plat-plat ini terdiri atas lapisan molekul yang terikat satu di atas lainnya. Kisi-kisinya terikat secara kovaleri dan sulit terputuskan. Untuk berbagai kation Na dan Ca atau ion-ion lainnya terikat lemah diantara plat-plat tersebut. Ikatan antar ion terjadi karena adanya gaya Van Der Wall yang begitu lemah dan mudah berputar sehingga menyebabkan molekul-molekul air masuk ke dalam ruang antar plat-plat. Hal ini menyebabkan partikel-partikel clay akan terdispersi bila bertemu dengan air. Proses ini menyebabkan terhidrasi dan mengembang pada clay. Air yang terperangkat di antara plat-plat, begitu terikat akan mengandung sebagian besar dari total air yang ditahan oleh sistem colloid clay. Banyaknya air yang diserap oleh pertikel clay tergantung pada sifat-sifat ikatan ionnya. Na adalah kation monovalen oleh karena itu, ion-ion ini terikat begitu lemah pada batasbatas permukaan sehingga memungkinkan masuknya air lebih banyak bila ikatan lebih kuat seperti ikatan divaleri pada kalsium.

34 3.9. Kondisi-kondisi yang Mempengaruhi Lumpur Pemboran Kondisi-kondisi disini merupakan suatu keadaan yang mungkin timbul dan sangat mempengaruhi proses pemboran, terutama yang berkaitan dengan perencanaan lumpur pemboran. Dengan kata lain dapat disebut sebagai jenis-jenis permasalahan pemboran yang disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain bisa disebabkan oleh pengaruh karakteristik batuan dan kondisi formasi atau bisa juga disebabkan oleh proses-proses pemboran itu sendiri. Sehingga sebelumnya diperlukan suatu study secara menyeluruh tentang sifat-sifat maupun perilaku formasi yang akan ditembus juga akibat-akibat yang mungkin timbul selama dilakukannya proses pemboran dalam rangka optimasi dari fungsi lumpur pemboran yang sesuai dengan kondisi-kondisi lapangan yang sebenarnya. Berdasarkan pada pengaruh utama dari kondisi yang berperan terhadap perencanaan lumpur pemboran, maka dapat dikelompokkan menjadi dua jenis kondisi, yaitu yang dipengaruhi oleh karakteristik batuan dan yang dipengaruhi oleh proses pemboran Temperatur Tinggi Temperatur bottom-hole memiliki range antara 80 sampai 460 F. Umumnya temperatur akan naik dengan bertambahnya kedalaman sumur, meskipun gradient temperatur sangat bervariasi. Kehilangan panas lumpur ke atmosfer selama di permukaan menyebabkan lumpur menjadi lebih dingin daripada batuan formasi dan hal ini berlangsung terus selama proses sirkulasi. Sifat rheologi lumpur pemboran pada kondisi bawah permukaan akan sangat berbeda dengan temperatur terukur di permukaan. Temperatur sangat bergantung pada gradient geothermal, dan akan mungkin berharga lebih dari 500 F atau 260 C saat berada di bawah permukaan selama dilakukan kegiatan round trip. Dan meskipun temperature layak untuk dipertimbangkan terhadap rheologi lumpur, namun sulit sekali diprediksi signifikasi efeknya. Temperatur yang tinggi disebabkan oleh meningkatnya daya tarik-menarik antar partikel, yang ditunjukkan dengan meningkatnya harga gel strength, sedangkan viskositas efektif lumpur dipengaruhi oleh tenaga antar partikel

35 tersebut. Semakin besar daya tarik antar partikel, sedangkan luas ruang untuk partikel tetap, maka gesekan-gesekan pertike-partikel akan semakin intens pula sehingga menyebabkan kenaikan temperature jenis materialnya. Tingginya temperature dapat mempengaruhi rheologi lumpur pemboran antara lain : 1. Secara fisik, naiknya temperature akan menurunkan viskositas fasa cair (air) lumpur pemboran, seperti yang ditunjukkan pada Gambar Secara kimiawi, semua hidroksida akan bereaksi dengan mineral clay pada temperature diatas 200 F, tetapi dengan menggunakan lumpur yang mengandung alkalinitas yang rendah, seperti lignosulfonate, efek terhadap rheologi lumpur dapat direduksi. 3. Secara elektro-kimiawi, dengan bertambahnya temperature akan meningkatkan aktifitas ion elektrolit, dan solubilitas salt akan naik pula jika terdapat dalam lumpur; sehingga besarnya perubahan dari efek elektro-kimiawi sangat bervariatif terhadap rheologi lumpur. Kenaikan temperatur formasi menimbulkan efek yang mengganggu kinerja lumpur pemboran. Fluid filtration yang lolos dari mud cake adalah berbanding terbalik dengan viskositas lumpur, sedangkan viskositas akan turun dengan bertambahnya temperatur. Bertambahnya temperatur juga dapat meningkatkan sifat-sifat reaktif kimiawi lumpur pemboran, sperti semen, gypsum dan garam. Untuk mengatasi permasalahan tingginya temperature, diperlukan pengontrolan lumpur berdasarkan fungsinya yaitu mengurangi efek negative yang ditimbulkan formasi. Secara fisik, efek negative temperature yang tinggi, dapat direduksi dengan menentukan jenis atau tipe lumpur pemboran yaitu dengan menggunakan oil-base mud, karena jenis lumpur ini mempunyai kemempuan yang baik tahan terhadap pengaruh temperature, viskositasnya tidak mudah berubah-ubah atau lebih konsisten dibandingkan dengan water-base mud. Secara kimiawi, dapat dilakukan dengan membuat lumpur dengan alkalinitas rendah, dengan menambahkan caustic tannate atau lignosulfonate, karena sifatnya yang dapat mengurangi reaksi antara hidroksi dengan meniral clay pada temperature tinggi.

36 Gambar Pengaruh Temperatur terhadap Viskositas Air 20) Efisiensi pengangkatan dan pelepasan cutting atau pasir ke permukaan harus memperhatikan sifat-sifat lumpur pemboran terutama berkaitan dengan sifat berikut ini : 1. Densitas lumpur pemboran, dengan menaikkan densitas lumpur maka akan menaikkan gaya buoyancy, yaitu gaya pertikel yang berlawanan dengan arah gravitasi, sehingga menaikkan kemampuan mengangkat material ke permukaan dengan syarat lumpur mempunyai tekanan pompa di permukaan yang besar untuk sirkulasi lumpur ditambah volume padatannya. 2. Viskositas dan gel strength, lumpur yang memiliki viskositas dan gel strength yang rendah akan memberikan persen berat partikel yang besar dengan waktu sirkulasi yang sama, sehingga partikel akan cenderung mengendap (settling) kembali di bottomhole. Sehingga viskositas dan gel strength perlu dinaikkan untuk mencegah pengendapan kembali oleh partikel dengan diimbangi tekanan pompa lumpur yang memadai untuk mengangkat partikel-partikel padatan yang besar.

37 Pengaruh Proses-proses Pemboran Dalam operasi pemboran, berbagai problem berkaitan dengan sifat-sifat lumpur pemboran muncul. Beberapa problem tersebut musti harus diperhatikan dan tidak mungkin dihindari, hanya bisa dilakukan meminimalisasikan efek-efek yang lebih merugikan berakibat fatal. Hal ini lebih disebabkan karena lumpur pemboran tidak mampu memberikan fungsinya dalam mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan akibat negatif suatu kegiatan pemboran, dimana bukan teknis pemborannya yang perlu dikoreksi, tapi cukup hanya memperbaiki dan mengatur sifat-sifat lumpur pemboran Pemeliharaan Lumpur Pemboran Maksud dari pemeliharaan lumpur pemboran adalah mempertahankan lumpur dengan baik sesuai dengan fungsinya dalam operasi pemboran agar diperoleh produksi minyak yang optimal tanpa mengalami hambatan-hambatan, oleh karena itu perbaikan tidak harus menunggu lumpur mengalami kerusakan atau tidak berfungsi secara maksimal. Perawatan disini tidak harus emnggunakan metode tertentu, karena biasanya zona-zona pemboran mempunyai pengaruh yang berlainan satu dengan yang lainnya. Salah satu cara adalah melakukan kontrol lumpur, sehingga secara ilmiah yang dikombinasikan dengan pengatahuan dari pengalaman diharapkan dapat mengatasi gejala-gejala adanya perubahan-perubahan sifat lumpur pemboran. Hal tersebut perlu diperhatikan karena perubahan-perubahan sifat lumpur dapat menimbulkan kerusakan-kerusakan yang sangat merugikan, baik yang berasal dari pengaruh karakteristik batuan dan kondisi formasi ditembus maupun dari pengaruh proses-proses pemboran. Biasanya lumpur pemboran sering dipengaruhi oleh lapisan-lapisan batuan formasi yang pda saat itu dibor. Beberapa contoh langkah yang dapat dijadikan pedoman untuk merawat lumpur pada suatu daerah yang sudah pernah dilakukan pengeboran adalah sebagai berikut : o Memasukkan additif pengencer lumpur pemboran pada waktu akan menembus lapisan kapur.

38 o Memasukkan additif pengental lumpur pemboran jika akan menembus lapisan tanah liat. o Memasukkan caustic soda kedalam lumpur pemboran jika akan menembus lapisan tanah liat. o Memasukkan additif untuk mengurangi filtration loss pada waktu membor lapisan yang mengandung minyak. Intinya jika suatu pemboran akan menembus suatu lapisan formasi tertentu, maka lumpur pemboran sebaiknya dikontrol dengan menambahkan zat-zat additif sesuai dengan fungsi lumpur yang diinginkan dan sesuai dengan kondisi lapangan yang akan dobor agar tidak terjadi kerusakan akibat kesalahan perencanaan lumpur pemboran untuk suatu formasi tertentu, berikut beberapa additif sesuai dengan fungsinya yang berkaitan dengan sifat-sifat lumpur pemboran. Jika terjadi hal-hal bersifat mendadak (accidental) dan tidak terduga sebelumya serta mengakibatkan perubahan sifat pada lumpur pemboran maka lumpur lumpur harus segera diberikan treatment dengan tepat agar lumpur tidak rusak sama sekali sehingga diperlukan biaya besar, misalnya : o Lumpur pemboran yang terkena pengaruh kapur akan mendadak mengental dan harus dilakukan treatment dengan memeberikan additif pengencer. o Lumpur yang terkena pengaruh semen akan terjadi penggumpalan harus segera diberikan additif natrium bicarbonate. o Lumpur yang terkena pengaruh air akan menjadi encer dan merusak air tapisan, maka harus dilakukan treatment dengan additif pengental emulsi minyak. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam treatment lumpur pemboran antara lain sebagai berikut : o Bentonite biasa dimasukkan langsung kedalam lumpur pemboran sedikit demi sedikit. o Minyak (emulsi) dimasukkan terlebih dahulu kedalam bak lumpur.

39 o Calgon harus dihancurkan dan dilarutkan dahulu dalam air, kemudian sedikit demi sedikit kedalam lumpur di bak. o CMC dimasukkan kedalam lumpur dalam bak lumpur dengan takaran tertentu. o Myrtan dihancurkan dahulu dalam larutan NaOH, kemudian dimasukkan kedalam bak lumpur. o Calcium carbonat dapat rusak oleh asam sehingga harus diketahui bahwa lumpur tidak asam. o Bahan-bahan seperti : sodium axid phyrophospate dan sodium hexa methaphospate, sodium tetraphospate dan sodium phyrophospate tidak stabil pada temperatur yang tinggi. o Additif yang tahan terhadap temperatur yang tinggi adalah minyak lignite yang dimasukkan bersama-sama caustic soda. o Memasukkan additif selama sirkulasi dan diaduk terus-menerus dengan lumpur yang ada pada bak lumpur, dimana hal ini dimaksudkan agar pengaruh dari additif yang ditambahkan tersebut merata. Pengendalian additif saat persiapan dan selama operasi pemboran berlangsung harus terus dilakukan.

40 Tabel 1.1 Koefisien Rate Tabel 1.2 Koefisien Loss Peralatan Permukaan

41 Tabel 1.3 Koefisien Loss Drill Collar

42 Tabel 1.4 Koefisien Loss Drill Pipe

43

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN:

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: STUDI LABORATORIUM PENGARUH PENAMBAHAN KONSENTRASI KCL DAN NACL TERHADAP SIFAT FISIK LUMPUR POLIMER PAPH DI DALAM TEMPERATUR TINGGI SETELAH ROLLER OVEN Frijani Fajri AL Lail, Bayu Satiyawira Jurusan Teknik

Lebih terperinci

HALAMAN PENGESAHAN...

HALAMAN PENGESAHAN... DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii HALAMAN PERSEMBAHAN... v PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH... vi RINGKASAN... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR GAMBAR...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab pendahuluan ini, akan diuraikan latar belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab pendahuluan ini, akan diuraikan latar belakang masalah BAB I PENDAHULUAN Pada bab pendahuluan ini, akan diuraikan latar belakang masalah berkaitan dengan kondisi sistem pengeboran yang telah berkembang di dunia, khususnya penggunaan fluida dalam industri minyak

Lebih terperinci

Cahaya Rosyidan*, Irfan Marshell,Abdul Hamid

Cahaya Rosyidan*, Irfan Marshell,Abdul Hamid EVALUASI HILANG SIRKULASI PADA SUMUR M LAPANGAN B AKIBAT BEDA BESAR TEKANAN HIDROSTATIS LUMPUR DENGAN TEKANAN DASAR LUBANG SUMUR Cahaya Rosyidan*, Irfan Marshell,Abdul Hamid Teknik Perminyakan-FTKE, Universitas

Lebih terperinci

HERMIKA DIAN LISTIANI

HERMIKA DIAN LISTIANI STUDI LABORATORIUM EFEK PENAMBAHAN ADDITIVE XCD-POLYMER, SPERSENE, RESINEX DAN DRISPAC TERHADAP SIFAT FISIK LUMPUR BERBAHAN DASAR AIR PADA TEMPERATUR SAMPAI 150 0 C SKRIPSI HERMIKA DIAN LISTIANI 113060036

Lebih terperinci

STUDI LABORATORIUM PENGUJIAN FIBER MAT SEBAGAI LOSS CIRCULATION MATERIALS DAN PENGARUHNYA TERHADAP SIFAT RHEOLOGI LUMPUR BERBAHAN DASAR MINYAK.

STUDI LABORATORIUM PENGUJIAN FIBER MAT SEBAGAI LOSS CIRCULATION MATERIALS DAN PENGARUHNYA TERHADAP SIFAT RHEOLOGI LUMPUR BERBAHAN DASAR MINYAK. STUDI LABORATORIUM PENGUJIAN FIBER MAT SEBAGAI LOSS CIRCULATION MATERIALS DAN PENGARUHNYA TERHADAP SIFAT RHEOLOGI LUMPUR BERBAHAN DASAR MINYAK Oleh : Pradirga Grahadiwin* Ir. Lilik Zabidi, MS** Cahaya

Lebih terperinci

ANALISIS LUMPUR BAHAN DASAR MINYAK SARALINE DAN SMOOTH FLUID PADA TEMPERATUR TINGGI DALAM PENGUJIAN LABORATORIUM

ANALISIS LUMPUR BAHAN DASAR MINYAK SARALINE DAN SMOOTH FLUID PADA TEMPERATUR TINGGI DALAM PENGUJIAN LABORATORIUM Seminar Nasional Cendekiawan 215 ISSN: 246-8696 ANALISIS LUMPUR BAHAN DASAR MINYAK SARALINE DAN SMOOTH FLUID PADA TEMPERATUR TINGGI DALAM PENGUJIAN LABORATORIUM Iqbal Hanif, Abdul Hamid Program Studi Teknik

Lebih terperinci

STUDI LABORATORIUM PENGARUH PENAMBAHAN LIGNOSULFONATE PADA COMPRESSIVE STRENGTH DAN THICKENING TIME PADA SEMEN PEMBORAN KELAS G

STUDI LABORATORIUM PENGARUH PENAMBAHAN LIGNOSULFONATE PADA COMPRESSIVE STRENGTH DAN THICKENING TIME PADA SEMEN PEMBORAN KELAS G STUDI LABORATORIUM PENGARUH PENAMBAHAN LIGNOSULFONATE PADA COMPRESSIVE STRENGTH DAN THICKENING TIME PADA SEMEN PEMBORAN KELAS G Bagus Ichwan Martha, Lilik Zabidi, Listiana Satiawati Abstrak Semen pemboran

Lebih terperinci

PENELITIAN SIFAT-SIFAT RHEOLOGI LUMPUR FILTRASI RENDAH PADA TEMPERATUR TINGGI

PENELITIAN SIFAT-SIFAT RHEOLOGI LUMPUR FILTRASI RENDAH PADA TEMPERATUR TINGGI PROCEEDING SIMPOSIUM NASIONAL IATMI 2001 Yogyakarta, 3-5 Oktober 2001 PENELITIAN SIFAT-SIFAT RHEOLOGI LUMPUR FILTRASI RENDAH PADA TEMPERATUR TINGGI Luqman Arif 1, Aris Buntoro 1, Sudarmoyo 1, Rudi Rubiandini

Lebih terperinci

PENGARUH FRESH WATER TERHADAP PENURUNAN PERMEABILITAS ABSOLUT PADA PENJENUHAN SHALLY SAND CONSOLIDATED CORE (STUDI LABORATORIUM) SKRIPSI

PENGARUH FRESH WATER TERHADAP PENURUNAN PERMEABILITAS ABSOLUT PADA PENJENUHAN SHALLY SAND CONSOLIDATED CORE (STUDI LABORATORIUM) SKRIPSI PENGARUH FRESH WATER TERHADAP PENURUNAN PERMEABILITAS ABSOLUT PADA PENJENUHAN SHALLY SAND CONSOLIDATED CORE (STUDI LABORATORIUM) SKRIPSI Oleh : MOHAMMAD RAEZAL FALAQ 113070115 PROGRAM STUDI TEKNIK PERMINYAKAN

Lebih terperinci

STUDI LABORATORIUM PEMILIHAN ADDITIF PENSTABIL SHALE DI DALAM SISTEM LUMPUR KCL-POLIMER PADA TEMPERATUR TINGGI

STUDI LABORATORIUM PEMILIHAN ADDITIF PENSTABIL SHALE DI DALAM SISTEM LUMPUR KCL-POLIMER PADA TEMPERATUR TINGGI STUDI LABORATORIUM PEMILIHAN ADDITIF PENSTABIL SHALE DI DALAM SISTEM LUMPUR KCL-POLIMER PADA TEMPERATUR TINGGI Zakky, Bayu Satyawira, Samsol Program Studi Teknik Perminyakan Universitas Trisakti Abstrak

Lebih terperinci

OPTIMASI HIDROLIKA LUMPUR PEMBORAN PADA SUMUR X PERTAMINA D.O. HULU JAWA BAGIAN TIMUR

OPTIMASI HIDROLIKA LUMPUR PEMBORAN PADA SUMUR X PERTAMINA D.O. HULU JAWA BAGIAN TIMUR OPTIMASI HIDROLIKA LUMPUR PEMBORAN PADA SUMUR X PERTAMINA D.O. HULU JAWA BAGIAN TIMUR PROPOSAL TUGAS AKHIR Oleh : I MADE DWI SURYADINATA 11301001/ TM JURUSAN TEKNIK PERMINYAKAN FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL

Lebih terperinci

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN:

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: EVALUASI PENGGUNAAN OIL BASE MUD SMOOTH FLUID (SF 05) TERHADAP FORMASI SHALE PADA SUMUR B DI LAPANGAN R Bonita Riany, Abdul Hamid, Listiana Satiawati Jurusan Teknik Perminyakan, Universitas Trisakti Abstrak

Lebih terperinci

BASE OIL BARU BUATAN DALAM NEGERI YANG TIDAK BERSIFAT TOKSIK UNTUK LUMPUR BERBAHAN DASAR MINYAK (OBM)

BASE OIL BARU BUATAN DALAM NEGERI YANG TIDAK BERSIFAT TOKSIK UNTUK LUMPUR BERBAHAN DASAR MINYAK (OBM) IATMI 2005-53 PROSIDING, Simposium Nasional Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI) 2005 Institut Teknologi Bandung (ITB), Bandung, 16-18 November 2005. BASE OIL BARU BUATAN DALAM NEGERI YANG

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh : DITTO ADIANSYAH

SKRIPSI. Oleh : DITTO ADIANSYAH STUDI LABORATORIUM MENGENAI EFEK PENGGUNAAN WATER BASE MUD TERHADAP KERUSAKAN FORMASI BATU PASIR LEMPUNGAN PADA BERBAGAI KONSENTRASI LEMPUNG DENGAN LAMA PENJENUHAN 5 MENIT, 15 MENIT DAN 30 MENIT SKRIPSI

Lebih terperinci

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN:

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: PENGARUH TEMPERATUR TINGGI SETELAH HOT ROLLER TERHADAP RHEOLOGI LUMPUR SARALINE 200 PADA BERBAGAI KOMPOSISI Ardhy Agung Abdul Hamid, Program Studi Teknik Perminyakan Universitas Trisakti Abstract In the

Lebih terperinci

JENIS DAN SIFAT FLUIDA BOR. Kelompok I

JENIS DAN SIFAT FLUIDA BOR. Kelompok I JENIS DAN SIFAT FLUIDA BOR Kelompok I FUNGSI FLUIDA BOR 1. Fungsi Pembuatan Lubang (Mendinginkan Mata bor, membersihkan mata bor dan dasar lubang, melumasi stangbor dan mata bor, menghambat proses korosi

Lebih terperinci

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN:

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: PENGARUH PENAMBAHAN ACCELERATOR KCl, Na2SiO3, DAN CAL- SEAL SEBAGAI ADDITIVE SEMEN KELAS A TERHADAP THICKENING TIME, COMPRESSIVE STRENGTH, DAN RHEOLOGY BUBUR SEMEN DENGAN VARIASI TEMPERATUR (BHCT) DI LABORATORIUM

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL...i. HALAMAN PENGESAHAN...ii. KATA PENGANTAR...iii. HALAMAN PERSEMBAHAN...iv. PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH...

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL...i. HALAMAN PENGESAHAN...ii. KATA PENGANTAR...iii. HALAMAN PERSEMBAHAN...iv. PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...i HALAMAN PENGESAHAN...ii KATA PENGANTAR...iii HALAMAN PERSEMBAHAN...iv PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH...v RINGKASAN...vi DAFTAR ISI...vii DAFTAR GAMBAR...xi DAFTAR TABEL...xiii

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL...i. HALAMAN PENGESAHAN...iii. PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH...iv. KATA PENGANTAR...v. HALAMAN PERSEMBAHAN...

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL...i. HALAMAN PENGESAHAN...iii. PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH...iv. KATA PENGANTAR...v. HALAMAN PERSEMBAHAN... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...i HALAMAN PENGESAHAN...iii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH...iv KATA PENGANTAR...v HALAMAN PERSEMBAHAN...vii RINGKASAN...viii DAFTAR ISI...ix DAFTAR GAMBAR...xiii DAFTAR TABEL...xv

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Semua hasil pengujian pengaruh temperatur tinggi pada sifat-sifat fisik

BAB V PEMBAHASAN. Semua hasil pengujian pengaruh temperatur tinggi pada sifat-sifat fisik BAB V PEMBAHASAN Semua hasil pengujian pengaruh temperatur tinggi pada sifat-sifat fisik lumpur surfaktan yang telah diuji di laboratorium Universitas Trisakti seperti yang tertulis di bab IV akan dibahas

Lebih terperinci

BAB V SQUEEZE CEMENTING. Pada umumnya operasi penyemenan bertujuan untuk:

BAB V SQUEEZE CEMENTING. Pada umumnya operasi penyemenan bertujuan untuk: BAB V SQUEEZE CEMENTING 5.1. Pengertian Salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas konstruksi lubang sumur adalah sejauh mana kualitas semen yang digunakan. Maka untuk kepentingan tersebut perlu dilakukan

Lebih terperinci

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: ANALISA DAN EVALUASI LABORATORIUM PENGGUNAAN SF-05 DI LAPANGAN SUKOWATI

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: ANALISA DAN EVALUASI LABORATORIUM PENGGUNAAN SF-05 DI LAPANGAN SUKOWATI ANALISA DAN EVALUASI LABORATORIUM PENGGUNAAN SF-05 DI LAPANGAN SUKOWATI Budiarto Eddy Widodo Jurusan Teknik Perminyakan FakultasTeknologi Kebumian Dan Kebumian Universitas Trisakti Abstrak Adanya tantangan

Lebih terperinci

PK.TEKNIK PENGEBORAN MIGAS LUMPUR DAN HIDROLIKA LUMPUR PEMBORAN

PK.TEKNIK PENGEBORAN MIGAS LUMPUR DAN HIDROLIKA LUMPUR PEMBORAN PK.TEKNIK PENGEBORAN MIGAS LUMPUR DAN HIDROLIKA LUMPUR PEMBORAN DIREKTORAT PENDIDIKAN MENENGAH KEJURUAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL TAHUN 2013 KATA

Lebih terperinci

PK.TEKNIK PENGEBORAN MIGAS HAMBATAN PENGEBORAN DAN PEMANCINGAN

PK.TEKNIK PENGEBORAN MIGAS HAMBATAN PENGEBORAN DAN PEMANCINGAN PK.TEKNIK PENGEBORAN MIGAS HAMBATAN PENGEBORAN DAN PEMANCINGAN DIREKTORAT PENDIDIKAN MENENGAH KEJURUAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL TAHUN 2013 KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN:

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: PENGARUH PENAMBAHAN ACCELERATOR CaCl 2, NaCl, DAN NaNo 3 SEBAGAI ADDITIVE SEMEN KELAS B TERHADAP THICKENING TIME, COMPRESSIVE STRENGTH, DAN RHEOLOGY BUBUR SEMEN DENGAN VARIASI TEMPERATUR (BHCT) DI LABORATORIUM

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR PENULIS

KATA PENGANTAR PENULIS PENULIS i KATA PENGANTAR PENULIS Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, atas rahmat dan karunianya penulis dapat menyelesaikan buku siswa ini tepat pada waktunya, walaupun ada beberapa

Lebih terperinci

Teknik Pemboran. Instruktur : Ir. Aris Buntoro, MSc.

Teknik Pemboran. Instruktur : Ir. Aris Buntoro, MSc. Teknik Pemboran Instruktur : Ir. Aris Buntoro, MSc. TEKNIK PEMBORAN Mengenal operasi pemboran dalam dunia minyak dan gas bumi Mengenal 5 komponen peralatan pemboran dunia minyak dan gas bumi, yaitu : Power

Lebih terperinci

Petro sudah di index oleh Google Scholar dan ipi

Petro sudah di index oleh Google Scholar dan ipi Petro sudah di index oleh Google Scholar dan ipi DAFTAR PUSTAKA EVALUASI PENGGUNAAN SISTEM LUMPUR SYNTHETIC OIL BASE MUD DAN KCL POLYMER PADA PEMBORAN SUMUR X LAPANGAN Y Abdul Hamid, Apriandi Rizkina Rangga

Lebih terperinci

Hambatan dalam Pemboran

Hambatan dalam Pemboran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia 2015 HALAMAN JUDUL Hambatan dalam Pemboran SMK / MAK Kelas X Semester II Hambatan dalam Pemboran i DISKLAIMER (DISCLAIMER) Penulis : Editor Materi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN MESA off grade merupakan hasil samping dari proses sulfonasi MES yang memiliki nilai IFT lebih besar dari 1-4, sehingga tidak dapat digunakan untuk proses Enhanced Oil Recovery

Lebih terperinci

STUDI KESTABILAN BUSA MENGENAI PENGARUH SUHU DAN ELEKTROLITSERTA KONSENTRASI SURFAKTAN DENGAN DAN TANPA MINYAK

STUDI KESTABILAN BUSA MENGENAI PENGARUH SUHU DAN ELEKTROLITSERTA KONSENTRASI SURFAKTAN DENGAN DAN TANPA MINYAK Seminar Nasional Cendekiawan ke 3 Tahun 2017 ISSN (P) : 2460-8696 Buku 1 ISSN (E) : 2540-7589 STUDI KESTABILAN BUSA MENGENAI PENGARUH SUHU DAN ELEKTROLITSERTA KONSENTRASI SURFAKTAN DENGAN DAN TANPA MINYAK

Lebih terperinci

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN:

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: ANALISIS PENGGUNAAN COMPLETION FLUID GARAM BERAT NITRAT SEBAGAI HOLE CLEANING DAN PENGARUHNYA TERHADAP ZAT ADITIF Indriani Agustina, Bayu Satiyawira, Mulia Ginting Fakultas teknologi kebumian dan energi,

Lebih terperinci

Lumpur dan Hidrolika Lumpur Pemboran

Lumpur dan Hidrolika Lumpur Pemboran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia 2015 HALAMAN JUDUL Lumpur dan Hidrolika Lumpur Pemboran SMK / MAK LUMPUR DAN HIDROLIKA LUMPUR PENGEBORAN i DISKLAIMER (DISCLAIMER) Penulis : Editor

Lebih terperinci

Kriteria Agregat Berdasarkan PUBI Construction s Materials Technology

Kriteria Agregat Berdasarkan PUBI Construction s Materials Technology Kriteria Agregat Berdasarkan PUBI 1987 Construction s Materials Technology Pasir Beton Pengertian Pasir beton adalah butiranbutiran mineral keras yang bentuknya mendekati bulat dan ukuran butirnya sebagian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Proses Industri Kimia dan Laboratorium Operasi Teknik Kimia, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik,,

Lebih terperinci

EVALUASI PENANGGULANGAN LOST CIRCULATION PADA SUMUR M-1 DAN M-2 LAPANGAN X PHE WMO

EVALUASI PENANGGULANGAN LOST CIRCULATION PADA SUMUR M-1 DAN M-2 LAPANGAN X PHE WMO EVALUASI PENANGGULANGAN LOST CIRCULATION PADA SUMUR M-1 DAN M-2 LAPANGAN X PHE WMO Marinna Ayudinni Nakasa Jurusan Teknik Perminyakan Fakultas Teknologi Kebumian Dan Energi E-mail: marinnaayud@gmail.com

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sistem Penunjang Keputusan (SPK)

TINJAUAN PUSTAKA. Sistem Penunjang Keputusan (SPK) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sistem Penunjang Keputusan Sistem penunjang keputusan adalah konsep spesifik yang menghubungkan sistem komputerisasi dengan para pengambil keputusan sebagai penggunanya (Eriyatno,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Surfaktan Surfaktan (surface active agent) adalah senyawa amphiphilic, yang merupakan molekul heterogendan berantai panjangyang memiliki bagian kepala yang suka air (hidrofilik)

Lebih terperinci

BAB IV BAHAN AIR UNTUK CAMPURAN BETON

BAB IV BAHAN AIR UNTUK CAMPURAN BETON BAB IV BAHAN AIR UNTUK CAMPURAN BETON Air merupakan salah satu bahan pokok dalam proses pembuatan beton, peranan air sebagai bahan untuk membuat beton dapat menentukan mutu campuran beton. 4.1 Persyaratan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI (Lanjutan)

DAFTAR ISI (Lanjutan) DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... I HALAMAN PENGESAHAN... IV HALAMAN PERSEMBAHAN.... V KATA PENGANTAR... VI RINGKASAN...VIII DAFTAR ISI... IX DAFTAR GAMBAR...XIII DAFTAR TABEL... XV DAFTAR LAMPIRAN... XVI BAB

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat, karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat, karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Pengenalan Air Air merupakan suatu sarana utama untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam penularan,

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 KUISIONER. 1. Menurut anda, apakah perangkat ajar ini menarik dari segi penampilan? a. Sangat menarik b. Cukup menarik c.

LAMPIRAN 1 KUISIONER. 1. Menurut anda, apakah perangkat ajar ini menarik dari segi penampilan? a. Sangat menarik b. Cukup menarik c. L1 LAMPIRAN 1 KUISIONER 1. Menurut anda, apakah perangkat ajar ini menarik dari segi penampilan? a. Sangat menarik b. Cukup menarik c. Kurang menarik 2. Bagaimana penyajian materi dalam perangkat ajar

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI. [CO 2 ] = H. pco 2 (2.1) pco 2 = (mol % CO 2 ) x (gas pressure) (2.2)

BAB 2 DASAR TEORI. [CO 2 ] = H. pco 2 (2.1) pco 2 = (mol % CO 2 ) x (gas pressure) (2.2) iv BAB 2 DASAR TEORI Sistem produksi minyak dan gas terutama untuk anjungan lepas pantai memerlukan biaya yang tinggi untuk pemasangan, pengoperasian dan perawatan. Hal ini diakibatkan faktor geografis

Lebih terperinci

OPTIMASI PENGGUNAAN POLYMER ULTRAHIB DALAM SISTEM WATER BASE MUD DI SUMUR RRX-11 LAPANGAN RRX

OPTIMASI PENGGUNAAN POLYMER ULTRAHIB DALAM SISTEM WATER BASE MUD DI SUMUR RRX-11 LAPANGAN RRX OPTIMASI PENGGUNAAN POLYMER ULTRAHIB DALAM SISTEM WATER BASE MUD DI SUMUR RRX-11 LAPANGAN RRX Rizky Ramadhan 1). 1). Jurusan Teknik Perminyakan Fakultas Teknologi Kebumian dan Energi Universitas Trisakti

Lebih terperinci

II. DESKRIPSI PROSES. Precipitated Calcium Carbonate (PCC) dapat dihasilkan melalui beberapa

II. DESKRIPSI PROSES. Precipitated Calcium Carbonate (PCC) dapat dihasilkan melalui beberapa II. DESKRIPSI PROSES A. Macam - Macam Proses Precipitated Calcium Carbonate (PCC) dapat dihasilkan melalui beberapa proses sebagai berikut: 1. Proses Calcium Chloride-Sodium Carbonate Double Decomposition

Lebih terperinci

Lampiran 2. Prosedur Uji Kinerja Formula Surfaktan APG untuk Enhanced Water Flooding

Lampiran 2. Prosedur Uji Kinerja Formula Surfaktan APG untuk Enhanced Water Flooding LAMPIRAN 52 Lampiran 2. Prosedur Uji Kinerja Formula Surfaktan APG untuk Enhanced Water Flooding 1. Tegangan Antar Permukaan Metode Spinning Drop (Gardener and Hayes, 1983) Cara kerja Spinning Drop Interfacial

Lebih terperinci

: Komposisi impurities air permukaan cenderung tidak konstan

: Komposisi impurities air permukaan cenderung tidak konstan AIR Sumber Air 1. Air laut 2. Air tawar a. Air hujan b. Air permukaan Impurities (Pengotor) air permukaan akan sangat tergantung kepada lingkungannya, seperti - Peptisida - Herbisida - Limbah industry

Lebih terperinci

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN:

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: ANALISIS PENGGUNAAN LUMPUR PEMBORAN PADA FORMASI GUMAI SHALE SUMUR K-13, S-14 DAN Y-6 TRAYEK 12 ¼ CNOOC SES Ltd. Abstrak Fadillah Widiatna, Bayu Satyawira, Ali Sundja Program Studi Teknik Perminyakan,

Lebih terperinci

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN:

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: EVALUASI DAN OPTIMASI PERENCANAAN CASING PADA OPERASI PEMBORAN SUMUR X-9, PRABUMULIH PT. PERTAMINA EP Feldy Noviandy Jurusan Teknik Perminyakan, Fakultas Teknologi Kebumian dan Energi, Universitas Trisakti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia memiliki hasil perkebunan yang cukup banyak, salah satunya hasil perkebunan ubi kayu yang mencapai 26.421.770 ton/tahun (BPS, 2014). Pemanfaatan

Lebih terperinci

I. Pendahuluan. A. Latar Belakang. B. Rumusan Masalah. C. Tujuan

I. Pendahuluan. A. Latar Belakang. B. Rumusan Masalah. C. Tujuan I. Pendahuluan A. Latar Belakang Dalam dunia industri terdapat bermacam-macam alat ataupun proses kimiawi yang terjadi. Dan begitu pula pada hasil produk yang keluar yang berada di sela-sela kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Lateks karet alam didapat dari pohon Hevea Brasiliensis yang berasal dari famili Euphorbia ceae ditemukan dikawasan tropikal Amazon, Amerika Selatan. Lateks karet

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK 1 PEMISAHAN KOMPONEN DARI CAMPURAN 11 NOVEMBER 2014 SEPTIA MARISA ABSTRAK

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK 1 PEMISAHAN KOMPONEN DARI CAMPURAN 11 NOVEMBER 2014 SEPTIA MARISA ABSTRAK LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK 1 PEMISAHAN KOMPONEN DARI CAMPURAN 11 NOVEMBER 2014 SEPTIA MARISA 1113016200027 ABSTRAK Larutan yang terdiri dari dua bahan atau lebih disebut campuran. Pemisahan kimia

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. yaitu sumur AN-2 dan HD-4, kedua sumur ini dilakukan treatment matrix acidizing

BAB V PEMBAHASAN. yaitu sumur AN-2 dan HD-4, kedua sumur ini dilakukan treatment matrix acidizing BAB V PEMBAHASAN Pada lapangan FRY kali ini dipilih 2 sumur untuk dianalisa dan dievaluasi yaitu sumur AN-2 dan HD-4, kedua sumur ini dilakukan treatment matrix acidizing guna memperbaiki kerusakan formasi

Lebih terperinci

PENGARUH TEMPERATUR DAN TEKANAN TERHADAP DESAIN PARAMETER HIDROLIKA PADA MANAGED PRESSURE DRILLING JENIS CONSTANT BOTTOM HOLE PRESSURE TUGAS AKHIR

PENGARUH TEMPERATUR DAN TEKANAN TERHADAP DESAIN PARAMETER HIDROLIKA PADA MANAGED PRESSURE DRILLING JENIS CONSTANT BOTTOM HOLE PRESSURE TUGAS AKHIR PENGARUH TEMPERATUR DAN TEKANAN TERHADAP DESAIN PARAMETER HIDROLIKA PADA MANAGED PRESSURE DRILLING JENIS CONSTANT BOTTOM HOLE PRESSURE TUGAS AKHIR PENGARUH TEMPERATUR DAN TEKANAN TERHADAP DESAIN PARAMETER

Lebih terperinci

ISBN

ISBN ISBN 978-979-98831-1-7 Proceeding Simposium Nasional IATMI 25-28 Juli 2007, UPN Veteran Yogyakarta STUDI KEMUNGKINAN PENGGUNAAN FIBER SEBAGAI SARINGAN PASIR DI INDUSTRI MIGAS Oleh : Suwardi UPN VETERAN

Lebih terperinci

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: Evaluasi Perencanaan Desain Casing Pada Sumur SELONG-1 Di Lapangan Selong

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: Evaluasi Perencanaan Desain Casing Pada Sumur SELONG-1 Di Lapangan Selong Evaluasi Perencanaan Desain Casing Pada Sumur SELONG-1 Di Lapangan Selong Hendri Kurniantoro, Mu min Prijono Tamsil Program Studi Teknik Perminyakan, Universitas Trisakti Abstrak Perencanaan casing merupakan

Lebih terperinci

II. DESKRIPSI PROSES. Precipitated Calcium Carbonate (PCC) dapat dihasilkan melalui beberapa proses

II. DESKRIPSI PROSES. Precipitated Calcium Carbonate (PCC) dapat dihasilkan melalui beberapa proses II. DESKRIPSI PROSES A. Macam- Macam Proses Precipitated Calcium Carbonate (PCC) dapat dihasilkan melalui beberapa proses sebagai berikut: 1. Proses Calcium Chloride-Sodium Carbonate Double Decomposition

Lebih terperinci

PENYISIHAN KESADAHAN dengan METODE PENUKAR ION

PENYISIHAN KESADAHAN dengan METODE PENUKAR ION PENYISIHAN KESADAHAN dengan METODE PENUKAR ION 1. Latar Belakang Kesadahan didefinisikan sebagai kemampuan air dalam mengkonsumsi sejumlah sabun secara berlebihan serta mengakibatkan pengerakan pada pemanas

Lebih terperinci

ANALISA PENENTUAN OPEN END PADA PELAKSANAAN SQUEEZE CEMENTING DI ZONA POROUS SUMUR A LAPANGAN B

ANALISA PENENTUAN OPEN END PADA PELAKSANAAN SQUEEZE CEMENTING DI ZONA POROUS SUMUR A LAPANGAN B ANALISA PENENTUAN OPEN END PADA PELAKSANAAN SQUEEZE CEMENTING DI ZONA POROUS SUMUR A LAPANGAN B Rexnord Samuel Simanungkalit Jurusan Teknik Perminyakan Fakultas Teknik Kebumian dan Energi Universitas Trisakti

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Radiator Radiator memegang peranan penting dalam mesin otomotif (misal mobil). Radiator berfungsi untuk mendinginkan mesin. Pembakaran bahan bakar dalam silinder mesin menyalurkan

Lebih terperinci

PEMISAHAN MEKANIS (mechanical separations)

PEMISAHAN MEKANIS (mechanical separations) PEMISAHAN MEKANIS (mechanical separations) sedimentasi (pengendapan), pemisahan sentrifugal, filtrasi (penyaringan), pengayakan (screening/sieving). Pemisahan mekanis partikel fluida menggunakan gaya yang

Lebih terperinci

UPAYA ATASI JEPITAN DI ZONA LOSS DENGAN METODE PEMOMPAAN RATE TINGGI DI SUMUR-SUMUR PANASBUMI KAMOJANG

UPAYA ATASI JEPITAN DI ZONA LOSS DENGAN METODE PEMOMPAAN RATE TINGGI DI SUMUR-SUMUR PANASBUMI KAMOJANG ASOSIASI PANASBUM I INDONESIA PROCEEDING OF THE 5 th INAGA ANNUAL SCIENTIFIC CONFERENCE & EXHIBITIONS Yogyakarta, March 7 10, 2001 UPAYA ATASI JEPITAN DI ZONA LOSS DENGAN METODE PEMOMPAAN RATE TINGGI DI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Absorpsi dan stripper adalah alat yang digunakan untuk memisahkan satu komponen atau lebih dari campurannya menggunakan prinsip perbedaan kelarutan. Solut adalah komponen

Lebih terperinci

Kinerja Kuat Tekan Beton dengan Accelerator Alami Larutan Tebu 0.3% Lampiran 1 Foto Selama Penelitian

Kinerja Kuat Tekan Beton dengan Accelerator Alami Larutan Tebu 0.3% Lampiran 1 Foto Selama Penelitian Lampiran 1 Foto Selama Penelitian Gambar L.1 Uji Kuat Tekan Silinder Gambar L.2 Benda Uji Normal 7 hari Gambar L.3 Benda Uji Normal 14 hari Gambar L.4 Benda Uji Normal 28 hari Gambar L.5 Benda Uji Sukrosa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Tinjauan Umum Pelaksanaan penelitian ini dimulai dari tahap perencanaan, teknis pelaksanaan, dan pada tahap analisa hasil, tidak terlepas dari peraturan-peraturan maupun referensi

Lebih terperinci

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: EVALUASI PIPA BOR TERJEPT PADA SUMUR KIRANA LAPANGAN BUMI

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: EVALUASI PIPA BOR TERJEPT PADA SUMUR KIRANA LAPANGAN BUMI EVALUASI PIPA BOR TERJEPT PADA SUMUR KIRANA LAPANGAN BUMI 2014-1 Yopy Agung Prabowo, Widrajdat Aboekasan Jurusan Teknik Perminyakan, Universitas Trisakti Abstrak Operasi pemboran yang dilakukan tidak selalu

Lebih terperinci

ELEKTROKIMIA DAN KOROSI (Continued) Ramadoni Syahputra

ELEKTROKIMIA DAN KOROSI (Continued) Ramadoni Syahputra ELEKTROKIMIA DAN KOROSI (Continued) Ramadoni Syahputra 3.3 KOROSI Korosi dapat didefinisikan sebagai perusakan secara bertahap atau kehancuran atau memburuknya suatu logam yang disebabkan oleh reaksi kimia

Lebih terperinci

EVALUASI PENYEMENAN CASING LINER 7 PADA SUMUR X-1 DAN Y-1 BLOK LMG

EVALUASI PENYEMENAN CASING LINER 7 PADA SUMUR X-1 DAN Y-1 BLOK LMG EVALUASI PENYEMENAN CASING LINER 7 PADA SUMUR X-1 DAN Y-1 BLOK LMG Abstrak Faisal E. Yazid, Abdul Hamid, Amanda Nurul Affifah Program Studi Teknik Perminyakan, Universitas Trisakti Penyemenan primer merupakan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Umum. Beton non pasir atau sering disebut juga dengan no fines concrete merupakan merupakan bentuk sederhana dari jenis beton ringan, yang dalam pembuatannya tidak menggunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mortar Menurut SNI 03-6825-2002 mortar didefinisikan sebagai campuran material yang terdiri dari agregat halus (pasir), bahan perekat (tanah liat, kapur, semen portland) dan

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Aktivasi Zeolit Sebelum digunakan, zeolit sebaiknya diaktivasi terlebih dahulu untuk meningkatkan kinerjanya. Dalam penelitian ini, zeolit diaktivasi melalui perendaman dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada industri minyak dan gas di sektor hulu terdapat beberapa tahap yang dilakukan dalam proses eksplorasi hingga produksi sumber minyak dan gas. Berawal dari pencarian

Lebih terperinci

KERUSAKAN REFRAKTORI

KERUSAKAN REFRAKTORI Dr.-Ing. Ir. Bambang Suharno Kerusakan Refraktori Refraktori memiliki peranan penting dlm proses temp. tinggi Akibat kondisi operasi yang tak terkendali service life refraktori tidak maksimum produksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juga menjadi bisnis yang cukup bersaing dalam perusahaan perbajaan.

BAB I PENDAHULUAN. juga menjadi bisnis yang cukup bersaing dalam perusahaan perbajaan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Pipa merupakan salah satu kebutuhan yang di gunakan untuk mendistribusikan aliran fluida dari suatu tempat ketempat yang lain. Berbagi jenis pipa saat ini sudah beredar

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, S A L I N A N PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PENGELOLAAN AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN HULU MINYAK DAN GAS SERTA PANAS BUMI DENGAN

Lebih terperinci

METODE PEKERJAAN BORE PILE

METODE PEKERJAAN BORE PILE METODE PEKERJAAN BORE PILE Dalam melaksanakan pekerjaan bore pile hal-hal yang harus diperhatikan adalah : 1. Jenis tanah Jenis tanah sangat berpengaruh terhadap kecepatan dalam pengeboran. Jika tipe tanah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perlakuan Awal dan Karakteristik Abu Batubara Abu batubara yang digunakan untuk penelitian ini terdiri dari 2 jenis, yaitu abu batubara hasil pembakaran di boiler tungku

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang mengandung bahan polutan yang memiliki sifat racun dan berbahaya dikenal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang mengandung bahan polutan yang memiliki sifat racun dan berbahaya dikenal BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Limbah Industri 2.1.1. Pengertian Limbah Industri Limbah adalah buangan yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungannya karena tidak mempunyai

Lebih terperinci

Mn 2+ + O 2 + H 2 O ====> MnO2 + 2 H + tak larut

Mn 2+ + O 2 + H 2 O ====> MnO2 + 2 H + tak larut Pengolahan Aerasi Aerasi adalah salah satu pengolahan air dengan cara penambahan oksigen kedalam air. Penambahan oksigen dilakukan sebagai salah satu usaha pengambilan zat pencemar yang tergantung di dalam

Lebih terperinci

Sintesis Silika Gel dari Geothermal Sludge dengan Metode Caustic Digestion

Sintesis Silika Gel dari Geothermal Sludge dengan Metode Caustic Digestion Sintesis Silika Gel dari Geothermal Sludge dengan Metode Caustic Digestion Oleh : Khoirul Anwar A. (2307 100 132) Afifudin Amirulloh (2307 100 156) Pembimbing : Ir. Minta Yuwana, MS Prof. Dr. Ir. Heru

Lebih terperinci

MODIFIKASI PENGESETAN LINER DAN PEMBERSIHAN LATERAL SECTION DALAM PENYELESAIAN SUMUR HORIZONTAL PRP-CC5

MODIFIKASI PENGESETAN LINER DAN PEMBERSIHAN LATERAL SECTION DALAM PENYELESAIAN SUMUR HORIZONTAL PRP-CC5 PROCEEDING SIMPOSIUM NASIONAL IATMI 2001 Yogyakarta, 3-5 Oktober 2001 MODIFIKASI PENGESETAN DAN PEMBERSIHAN LATERAL SECTION DALAM PENYELESAIAN SUMUR HORIZONTAL PRP-CC5 PERTAMINA DOH Rantau Kata Kunci :

Lebih terperinci

PERANCANGAN POMPA TORAK 3 SILINDER UNTUK INJEKSI LUMPUR KEDALAMAN FT DENGAN DEBIT 500 GPM

PERANCANGAN POMPA TORAK 3 SILINDER UNTUK INJEKSI LUMPUR KEDALAMAN FT DENGAN DEBIT 500 GPM PERANCANGAN POMPA TORAK 3 SILINDER UNTUK INJEKSI LUMPUR KEDALAMAN 10000 FT DENGAN DEBIT 500 GPM Setiadi 2110106002 Tugas Akhir Pembimbing Prof. Dr. Ir. I Made Arya Djoni, M.Sc Latar Belakang Duplex double

Lebih terperinci

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: EVALUASI TERJEPITNYA RANGKAIAN PIPA PEMBORAN PADA SUMUR JH-151 LAPANGAN X DI PT.

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: EVALUASI TERJEPITNYA RANGKAIAN PIPA PEMBORAN PADA SUMUR JH-151 LAPANGAN X DI PT. EVALUASI TERJEPITNYA RANGKAIAN PIPA PEMBORAN PADA SUMUR JH-151 LAPANGAN X DI PT. PERTAMINA EP Kalfin Ramanda Situmorang, Bayu Satiyawira, Ali Sundja, Program Studi Teknik Perminyakan,Universitas Trisakti

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian sampel tanah asli di laboratorium didapatkan hasil :

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian sampel tanah asli di laboratorium didapatkan hasil : IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pemeriksaan Sampel Tanah Asli Pengujian sampel tanah asli di laboratorium didapatkan hasil : 1. Hasil Pengujian Kadar Air (ω) Kadar air didefinisikan sebagai perbandingan

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. 1. Pada pengukuran densitas lumpur terjadi penurunan nilai densitas yang di

BAB VI KESIMPULAN. 1. Pada pengukuran densitas lumpur terjadi penurunan nilai densitas yang di BAB VI KESIMPULAN Bedasarkan percobaan untuk mengetahui pengaruh temperatur tinggi terhadap sifat rheologi lumpur surfaktan maka dapat diambil kesimpulan bebagai berikut : 1. Pada pengukuran densitas lumpur

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN UMUM LAPANGAN PT PERTAMINA EP ASSET 1 FIELD

BAB II. TINJAUAN UMUM LAPANGAN PT PERTAMINA EP ASSET 1 FIELD HALAMAN JUDUL...i HALAMAN PENGESAHAN...ii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH...iii HALAMAN PERSEMBAHAN...iv KATA PENGANTAR...v RINGKASAN...vi DAFTAR ISI...vii DAFTAR GAMBAR...xii DAFTAR TABEL...xiv DAFTAR

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA 17 BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 PENDAHULUAN Dalam bab ini akan di bahas alur proses pencucian membran mesin pengolahan air minum osmosis terbalik (Reverse Osmosis, R.O). Bahan yang gunakan dalam pencucian

Lebih terperinci

Pembuatan Koloid, Denaturasi Protein dan Lem Alami

Pembuatan Koloid, Denaturasi Protein dan Lem Alami Pembuatan Koloid, Denaturasi Protein dan Lem Alami I. Tujuan Pada percobaan ini akan dipelajari beberapa hal mengenai koloid,protein dan senyawa karbon. II. Pendahuluan Bila garam dapur dilarutkan dalam

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN. II.1. Electrorefining

BAB II PEMBAHASAN. II.1. Electrorefining BAB II PEMBAHASAN II.1. Electrorefining Electrorefining adalah proses pemurnian secara elektrolisis dimana logam yangingin ditingkatkan kadarnya (logam yang masih cukup banyak mengandung pengotor)digunakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. panas. Karena panas yang diperlukan untuk membuat uap air ini didapat dari hasil

BAB II LANDASAN TEORI. panas. Karena panas yang diperlukan untuk membuat uap air ini didapat dari hasil BAB II LANDASAN TEORI II.1 Teori Dasar Ketel Uap Ketel uap adalah pesawat atau bejana yang disusun untuk mengubah air menjadi uap dengan jalan pemanasan, dimana energi kimia diubah menjadi energi panas.

Lebih terperinci

MODUL 1.04 FILTRASI LABORATORIUM OPERASI TEKNIK KIMIA JURUSAN TEKNIK KIMIA UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA CILEGON BANTEN

MODUL 1.04 FILTRASI LABORATORIUM OPERASI TEKNIK KIMIA JURUSAN TEKNIK KIMIA UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA CILEGON BANTEN MODUL 1.04 FILTRASI LABORATORIUM OPERASI TEKNIK KIMIA JURUSAN TEKNIK KIMIA UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA CILEGON BANTEN 2008 2 Modul 1.04 FILTRASI I. Tujuan Praktikum: Mahasiswa dapat memahami tentang

Lebih terperinci

12/3/2015 PENGOLAHAN AIR PENGOLAHAN AIR PENGOLAHAN AIR 2.1 PENDAHULUAN

12/3/2015 PENGOLAHAN AIR PENGOLAHAN AIR PENGOLAHAN AIR 2.1 PENDAHULUAN Air adalah salah satu bahan pokok (komoditas) yang paling melimpah di alam tetapi juga salah satu yang paling sering disalahgunakan Definisi Water Treatment (Pengolahan Air) Suatu proses/bentuk pengolahan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. untuk bangunan gedung, jembatan, jalan, dan lainnya baik sebagai komponen

BAB III LANDASAN TEORI. untuk bangunan gedung, jembatan, jalan, dan lainnya baik sebagai komponen BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Beton Beton merupakan salah satu bahan konstruksi yang telah umum digunakan untuk bangunan gedung, jembatan, jalan, dan lainnya baik sebagai komponen struktural maupun non-struktural.

Lebih terperinci

Evaluasi Penggunaan Rig 550 HP Untuk Program Hidrolika Pada Sumur X Lapangan Y

Evaluasi Penggunaan Rig 550 HP Untuk Program Hidrolika Pada Sumur X Lapangan Y Evaluasi Penggunaan Rig 550 HP Untuk Program Hidrolika Pada Sumur X Lapangan Y Ryan Raharja, Faisal E.Yazid, Abdul Hamid Program Studi Teknik Perminyakan, Universitas Trisakti Abstrak Pada operasi pemboran

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI.1. KLASIFIKASI FLUIDA Fluida dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bagian, tetapi secara garis besar fluida dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian yaitu :.1.1 Fluida Newtonian

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN WATERGLASS PADA SIFAT MEKANIK BETON. Oleh: Anita Setyowati Srie Gunarti, Subari, Guntur Alam ABSTRAK

PENGARUH PENAMBAHAN WATERGLASS PADA SIFAT MEKANIK BETON. Oleh: Anita Setyowati Srie Gunarti, Subari, Guntur Alam ABSTRAK PENGARUH PENAMBAHAN WATERGLASS PADA SIFAT MEKANIK BETON Oleh: Anita Setyowati Srie Gunarti, Subari, Guntur Alam ABSTRAK Berbagai penelitian dan percobaan dibidang beton dilakukan sebagai upaya untuk meningkatan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. ALAT DAN BAHAN Peralatan yang digunakan adalah jangka sorong, destilator, pompa vacum, pinset, labu vacum, gelas piala, timbangan analitik, tabung gelas/jar, pipet, sudip,

Lebih terperinci

Kinerja Operasi Aerated Drilling Pada Sumur N di Lapangan Panas Bumi K

Kinerja Operasi Aerated Drilling Pada Sumur N di Lapangan Panas Bumi K Kinerja Operasi Aerated Drilling Pada Sumur N di Lapangan Panas Bumi K Riviani Kusumawardani, Bambang Kustono, Kris Pudyastuti Program Studi Teknik Perminyakan, Universitas Trisakti Abstract Well N is

Lebih terperinci