Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan"

Transkripsi

1 Kata Pengantar Puji dan Syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan YME karena atas karunia dan berkahnya lah studi dengan judul Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan ini dapat terlaksana dengan baik. Studi ini dilaksanakan berdasarkan Kerangka Acuan Kerja (KAK) yang telah kami terima. Kegiatan penyusunan konsep standar di bidang prasarana transportasi jalan ini dilaksanakan sebagai langkah dalam meningkatkan pelayanan prasarana transportasi jalan khususnya yang terkait dengan penyelenggaraan prasarana teminal penumpang, uji berkala kendaraan bermotor, dan prasarana bengkel umum, dan terminal barang, yang juga menjadi latar belakang dilaksanakannya kegiatan ini yang juga dijelaskan dalam Bab I. Untuk mendapatkan acuan dalam penyusunan konsep standar ini, seperti dijelaskan bagian metodologi (Bab III) akan dilakukan kajian akademis, kajian dasar hukum, kajian lapangan, hingga dilakukan pembandingan dengan kondisi pelayanan prasarana transportasi jalan di negara lain. Beberapa kajian tersebut, pada laporan pendahuluan ini akan dibahas secara umum dalam pembahasan Bab II. Sedangkan gambaran umum penyelenggaraan prasarana transportasi jalan di wilayah studi akan kami sampaikan pada pembahasan Bab IV. Konsep standar prasarana jalan akan dijelaskan pada lampiran laporan ini, sedangkan analisis dan evaluasi hasil survey akan disampaikan pada Bab V dan perumusan konsep standar pada BAB VI. Sedangkan kesimpulan akhir studi dan rekomendasi bagi studi lanjutan akan kami sampaikan pada pembahasan Bab VII. Kami berharap laporan akhir ini telah memuat semua materi sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan di dalam KAK dan dapat bermanfaat bagi penyelenggaraan prasarana transportasi jalan serta dapat menjadi acuan bagi studi lanjutan yang terkait. TIM STUDI KETUA TIM K a t a P e n g a n t a r Laporan Akhir i

2 ABSTRACT The development of transportation sector is the crucial part of national development. Transportation development focus on the improvement of the efficient, reliable, secure, and high quality transportation services with the affordable cost, and also focus on the realization of the integrated national transportation system as a part of distribution system that can provide services and benefits to the community. The most important thing should be considered by the government dealing with transportation services is transportation infrastructure. An adequate transportation infrastructure services is what people expect from the government. Therefore, the rules and references are needed in the implementation of transportation infrastructure services, by law or by the existing standard guidelines. This study analyzed the level of needs regarding to the road transportation infrastructure services. It specifies into the terminal services, vehicles periodic testing, cross-road infrastructure, study of literature and law related to the transportation infrastructure services, and comparative study of transportation system in some other countries. Then, the result of all the data analysis can be formulated as the standard of transportation service. To get the data, descriptive analysis was employed. Then, the result of the study and analysis is being formulated as the standard guidelines of transportation infrastructure through the standard organizing method published by Badan Standarisasi Nasional Indonesia (BSNI). The formulated transportation infrastructure standard is expected to be a reliable reference for the improvement of transportation infrastructure service held by the government, both the central government and the local government as the regulator and operator of transportation infrastructure services, specifically, terminal infrastructure service, vehicles periodic testing, and motorized vehicle service station facilities. Key Word: Standard, Infrasturcture, Road A b s t r a c t Laporan Akhir iii

3 Bab I Pendahuluan Pada Bab I bagian Pendahuluan ini disampaikan cuplikan dari Kerangka Acuan Kerja (KAK) yang disampaikan pemberi kerja sebagai dasar bagi konsultan untuk melaksanakan pekerjaan ini. A. Gambaran Umum Transportasi mempunyai peranan penting dan strategis untuk memantapkan perwujudan wawasan nusantara, memperkukuh ketahanan nasional, dan mempererat hubungan antar bangsa dalam usaha mencapai tujuan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Pembangunan sektor transportasi merupakan bagian yang sangat penting dalam pembangunan nasional. Tujuan pembangunan transportasi adalah meningkatkan pelayanan jasa transportasi secara efisien, handal, berkualitas, aman dan harga terjangkau serta mewujudkan sistem transportasi nasional secara intermodal dan terpadu dengan pembangunan wilayah dan menjadi bagian dari suatu sistem distribusi yang mampu memberikan pelayanan dan manfaat bagi masyarakat luas, termasuk meningkatkan jaringan desa-kota yang memadai. Transportasi jalan merupakan moda transportasi utama yang berperan penting dalam pendukung pembangunan nasional serta mempunyai kontribusi terbesar dalam pangsa angkutan dibandingkan moda lain. Oleh karena itu, visi transportasi jalan adalah sebagai penunjang, penggerak dan pendorong pembangunan nasional serta berperan sebagai urat nadi kehidupan ekonomi, politik, social budaya dan pertahanan keamanan. Misi transportasi jalan adalah untuk mewujudkan sistem transportasi jalan yang andal, berkemampuan tinggi dalam pembangunan serta meningkatkan mobilitas manusia dan barang, guna mendukung pengembangan wilayah untuk mewujudkan wawasan nusantara. B a b I - P e n d a h u l u a n Laporan Akhir I- 1

4 Dalam melaksanakan visi dan misi tersebut, maka sasaran pembangunan transportasi jalan terutama adalah untuk menciptakan penyelenggaraan transportasi yang efisien dan efektif. Efektivitas pelayanan jasa transportasi jalan dapat diukur melalui : (1) tersedianya kapasitas dan prasarana transportasi jalan yang sesuai dengan perkembangan permintaan / kebutuhan; (2) terca painya keterpaduan antar dan intra moda transportasi jalan dalam jaringan prasarana dan pelayanan; (3) tercapainya ketertiban yaitu penyelenggaran system transportasi yang sesuai dengan peraturan dan norma yang berlaku di masyarakat; (4) tercapainya ketepa tan dan keteraturan yaitu sesuai dengan jadwal dan adanya kepastian pelayanan; (5) aman atau terhindar dari ganguan alam maupun manusia; (6) tercapainya tingkat kecepatan pelayanan yang diinginkan atau waktu perjalanan yang singkat tetapi dengan tingkat keselamatan tinggi; (7) tercapainya tingkat keselamatan atau terhindar dari berbagai kecelakaan; (8) terwujudnya kenyamanan atau ketenangan dan kenikmatan pengguna jasa; dan (9) tercapainya penyediaan jasa sesuai dengan kemampuan daya beli penguna jasa dan tariff / biaya yang wajar. Sedangkan efisiensi pelayanan biasanya diukur melalui perbandingan penggunaan beban public rendah dengan utilitas yang cukup tinggi di dalam penyelenggaran kesatuan jaringan transportasi jalan. B. Dasar Hukum Dasar hukum yang menjadi acuan dalam pelaksanaan kegiatan penyusunan konsep standar di bidang prasarana transportasi jalan ini antara lain adalah : 1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. 2) Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan. 3) Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan C. Uraian Kegiatan yang Dilaksanakan Uraian kegiatan / ruang lingkup dari studi ini sebagai berikut: 1) Inventarisasi kebijakan mengenai prasarana transportasi jalan. 2) Inventarisasi kebijakan pengembangan prasarana transportasi jalan. 3) Inventarisasi perkembangan teknologi prasarana transportasi jalan. B a b I - P e n d a h u l u a n Laporan Akhir I- 2

5 4) Menganalisis dan mengevaluasi kondisi existing prasarana transportasi jalan di Indonesia 5) Melakukan studi literatur / benchmarking standar prasarana transportasi bidang jalan dari negara lain. 6) Merumuskan 6 naskah akademis konsep standar dibidang prasarana transportasi jalan, yang meliputi: (a) Standar fasilitas dan peralatan uji berkala kendaraan bermotor; (b) Standar fasilitas terminal tipe A (c) Standar fasilitas terminal tipe B (d) Standar fasilitas terminal tipe C (e) Standar fasilitas terminal barang (f) Standar fasilitas bengkel umum D. Batasan Kegiatan Studi Penyusunan Konsep Standar Di Bidang Prasarana Transportasi Jalan adalah berupa penyusunan konsep standar di bidang prasarana transportasi jalan yang efektif sebagai jaminan keselamatan, kenyamanan, dan keamanan. E. Maksud dan Tujuan 1) Maksud Kegiatan Maksud kegiatan adalah melakukan studi Penyusunan Konsep Standar Di Bidang Prasarana Transportasi Jalan 2) Tujuan Kegiatan Tujuan kegiatan adalah merumuskan konsep standar di bidang prasarana transportasi jalan. F. Indikator Keluaran dan Keluaran Keluaran (out put) dari kegiatan studi ini adalah tersusunnya 4 (empat) laporan studi yaitu laporan pendahuluan, laporan interim, rancangan laporan akhir dan laporan akhir. Laporan akhir terdiri dari laporan studi Penyusunan Konsep Standar Di Bidang Prasarana Transportasi Jalan dan buku Konsep Standar Di Bidang Prasarana Transportasi Jalan. B a b I - P e n d a h u l u a n Laporan Akhir I- 3

6 G. Cara Pelaksanaan Kegiatan 1) Metode Pelaksanaan Studi Penyusunan Konsep Standar Di Bidang Prasarana Transportasi Jalan dilaksanakan melalui survei di lapangan dalam pengumpulan data primer dan sekunder sesuai dengan lokasi survey dan diskusi interaktif dengan pakar di bidang prasarana transportasi jalan baik di pusat maupun di daerah. 2) Tahapan Kegiatan Tahapan pelaksanaan Studi Penyusunan Konsep Standar Di Bidang prasarana Transportasi Jalan sebagai berikut : Persiapan pelaksanaan kegiatan Laporan Pendahuluan (Inception Report) Laporan Antara (Interim Report) Konsep Laporan Akhir (Draft Final Report) Laporan Akhir (Final Report) dan Executive Summary Report. H. Tempat Pelaksanaan Kegiatan Studi Penyusunan Konsep Standar Di Bidang Prasarana Transportasi Jalan dilaksanakan di Jakarta. Sedangkan lokasi obyek studi ini akan dilaksanakan di Jakarta, Yogyakarta, Pontianak, Padang, dan Surabaya. B a b I - P e n d a h u l u a n Laporan Akhir I- 4

7 Bab II Kajian Literatur Pada Bab II bagian Kajian Literatur ini akan disampaikan mengenai beberapa acuan dasar hukum dan dasar teori yang mengatur terkait dengan prasarana transportasi jalan, serta beberapa literatur pendukung sebagai bahan acuan bagi pelaksanaan studi penyusunan konsep standar di bidang prasarana transportasi jalan ini. A. Kajian Literatur dan Perundangan Terkait dengan Prasarana Transportasi Jalan Dalam melakukan kajian literatur dan perundangan ini akan dibahas mengenai detail pengaturan terkait dengan penyelenggaraan prasarana transportasi jalan seperti yang telah dijelaskan dalam KAK. Beberapa peraturan terkait dengan prasarana transportasi jalan antara lain adalah sebagai berikut : a. Undang-undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Angkutan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; b. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 38 tahun 2004 tentang Jalan; c. Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan; d. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 61 tahun 1993 tentang Ramburambu Lalu Lintas di Jalan, beserta perubahannya dalam Kepmenhub Nomor 63 tahun 2004 tentang Perubahan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 61 tahun 1993 tentang Rambu-rambu Lalu Lintas di Jalan; e. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : KM 62 tahun 1993 tentang Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas; B a b I I K a j i a n L i t e r a t u r Laporan Akhir II- 1

8 f. Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor : SK.116/AJ.404/DRJD/97 tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Perlengkapan Jalan. Sementara untuk kajian literatur terkait dengan penyelenggaraan prasarana transportasi jalan akan dibahas melalui beberapa sumber-sumber terkait. Berdasarkan UU 22 tahun 2009 tentang Angkutan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, yang dimaksud dengan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah Ruang Lalu Lintas, Terminal, dan Perlengkapan Jalan yang meliputi marka, rambu, Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas, alat pengendali dan pengaman Pengguna Jalan, alat pengawasan dan pengamanan Jalan, serta fasilitas pendukung. Berdasarkan Pasal 25 dalam UU 22/2009 dijelaskan bahwa setiap jalan yang digunakan untuk lalu lintas umum wajib dilengkapi dengan perlengkapan jalan yang terdiri dari - Rambu lalu lintas; - Marka jalan; - Alat pemberi isyarat lalu lintas (APILL); - Alat penerangan jalan, dan alat pengendali dan pengaman pengguna jalan; - Alat pengawasan dan pengamanan jalan; - Fasilitas untuk sepeda, pejalan kaki, dan penyandang cacat; - Fasilitas pendukung kegiatan lalu lintas dan angkutan jalan yang berada di jalan dan di luar badan jalan. B. Kajian Literatur dan Perundangan terkait dengan Penyelenggaraan Terminal Dalam melakukan kajian literatur dan perundangan ini akan dibahas mengenai detail pengaturan terkait dengan penyelenggaraan prasarana terminal seperti yang telah dijelaskan dalam KAK. Beberapa peraturan terkait dengan prasarana terminal antara lain adalah sebagai berikut : a. Undang-undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Angkutan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; B a b I I K a j i a n L i t e r a t u r Laporan Akhir II- 2

9 b. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 38 tahun 2004 tentang Jalan; c. Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan; d. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 31 tahun 1995 tentang Terminal Transportasi Jalan; Sementara untuk kajian literatur terkait dengan penyelenggaraan prasarana terminal akan dibahas melalui beberapa sumber-sumber terkait 1. Terminal dalam UU 22/2009 Dalam Undang-undang nomor 22 tahun 2009 tentang Jalan, dijelaskan beberapa definisi dan ketentuan terkait dengan penyelenggaraan terminal. Berdasarkan Pasal 33 UU 22 tahun 2009 terminal dapat dibangun dan diselenggarakan untuk menunjang kelancaran perpindahan orang dan/atau barang serta keterpaduan intramoda dan antarmoda di tempat tertentu. Terminal sendiri terbagi kedalam 2 (dua) jenis, yaitu terminal barang dan terminal penumpang. Untuk terminal penumpang sendiri, dalam Pasal 34 dijelaskan bahwa menurut pelayanannya terminal penumpang dikelompokkan kedalam 3 (tiga) tipe, yaitu terminal dengan layanan tipe A, tipe B, dan tipe C. setiap tipe layanan terminal tersebut dibagi dalam beberapa kelas berdasarkan intensitas kendaraan yang dilayani. Dalam menetapkan lokasi terminal, maka dalam prosesnya perlu dilakukan dengan memperhatikan rencana kebutuhan terminal yang merupakan bagian dari Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Penetapan lokasi terminal dilakukan dengan memperhatikan beberapa hal sebagai berikut, a) Tingkat aksesibilitas pengguna jasa angkutan; b) Kesesuaian lahan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota. c) Kesesuaian dengan rencana pengembangan dan/atau kinerja jaringan Jalan, jaringan trayek, dan jaringan lintas; d) kesesuaian dengan rencana pengembangan dan/atau pusat kegiatan; e) keserasian dan keseimbangan dengan kegiatan lain; f) Permintaan angkutan; B a b I I K a j i a n L i t e r a t u r Laporan Akhir II- 3

10 g) Kelayakan teknis, finansial, dan ekonomi; h) Keamanan dan Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; dan/atau i) Kelestarian lingkungan hidup. Berdasarkan pasal 38 UU 22 tahun 2009, dijelaskan bahwa setiap penyelenggara terminal wajib menyediakan fasilitas terminal yang memenuhi persyaratan keselamatan dan keamanan. Fasilitas terminal yang perlu dipenuhi meliputi fasilitas utama dan fasilitas penunjang, dan untuk menjaga kondisi setiap fasilitas terminal baik utama maupun penunjang, penyelenggara terminal wajib untuk melakukan pemeliharaan. Berdasarkan pasal 40 UU 22 tahun 2009 dijelaskan bahwa dalam penyelenggaraan terminal terbagi kedalam 2 (dua) kegiatan utama, yaitu kegiatan pembangunan terminal dan pengoperasian terrminal. Dalam kegiatan pembangunan terminal perlu dilengkapi oleh beberapa hal, antara lain : (1) rancang bangun; (2) buku kerja rancang bangun; (3) rencana induk terminal; (4) analisis dampak lalu lintas; dan (5) analisis mengenai dampak lingkungan. Sedangkan dalam proses kegiatan pengoperasian terminal meliputi beberapa kegiatan antara lain : (1) perencanaan; (2) pelaksanaan; dan (3) pengawasan operasi terminal. Dalam pasal 41 UU 22 tahun 2009 dijelaskan pula bahwa setiap penyelenggara terminal wajib memberikan pelayanan jasa terminal sesuai dengan standar pelayanan yang telah ditetapkan. Ketentuan mengenai penyelenggaraan terminal secara teknis antara lain terkait dengan fungsi, klasifikasi, tipe, penetapan lokasi, fasilitas, lingkungan kerja, pembangunan dan pengoperasian terminal diatur dalam peraturan perundangan di bawah Undang-Undang. 2. Terminal Transportasi Jalan dalam KM 31/1995 Penyelenggaraan terminal transportasi jalan, dalam hal ini adalah terminal penumpang, diatur di dalam KM 31/1995 tentang Terminal Transportasi Jalan. Berdasarkan KM 31/1995, yang dimaksud dengan terminal penumpang adalah prasarana transportasi jalan untuk keperluan menurunkan dan menaikkan penumpang, perpindahan untra B a b I I K a j i a n L i t e r a t u r Laporan Akhir II- 4

11 dan/atau antar moda transportasi serta mengatur kedatangan dan pemberangkatan angkutan umum Tipe dan Fungsi Terminal Penumpang Pada pasal 2 ayat (1) Kepmenhub Nomor KM 31/1995 disampaikan bahwa tipe terminal penumpang terdiri dari: a. terminal penumpang tipe A; b. terminal penumpang tipe B; dan c. terminal penumpang tipe C. Adapun fungsi dari masing-masing terminal tersebut sesuai dengan pasal 2 ayat (2, 3, 4) KM 31/1995 adalah sebagai berikut: - Terminal penumpang tipe A berfungsi melayani kendaraan umum untuk angkutan antar kota antar propinsi dan/atau angkutan lintas batas negara, angkutan antar kota dalam propinsi, angkutan kota dan angkutan pedesaan; - Terminal penumpang tipe B berfungsi melayani kendaraan umum untuk angkutan antar kota dalam propinsi, angkutan kota dan/atau angkutan pedesaan; dan - Terminal penumpang tipe C berfungsi melayani kendaraan umum untuk angkutan pedesaan Fasilitas terminal penumpang Fasilitas terminal penumpang terdiri dari fasilitas utama dan fasilitas penunjang, dimana ketentuan mengenai penyediaannya untuk setiap tipe terminal sesuai dengan pasal 4, 5, 6 KM 31/1995 disampaikan pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Ketentuan mengenai Fasilitas Terminal Penumpang Terminal Fasilitas Terminal Fasilitas Utama Fasilitas Penunjang Terminal a) jalur pemberangkatan kendaraan a) kamar kecil/toilet; penumpang umum; b) musholla; (terminal tipe b) jalur kedatangan kendaraan umum; c) kios/kantin; A,B,C) c) tempat parkir kendaraan umum d) ruang pengobatan; d) bangunan kantor terminal; e) ruang informasi dan e) tempat tunggu penumpang dan/atau pengaduan; B a b I I K a j i a n L i t e r a t u r Laporan Akhir II- 5

12 Terminal Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan Fasilitas Terminal Fasilitas Utama pengantar; f) menara pengawas; g) loket penjualan karcis; h) rambu-rambu dan papan informasi i) tarif dan jadual perjalanan; j) pelataran parkir kendaraan pengantar Fasilitas Penunjang f) telepon umum; g) tempat penitipan barang; h) taman. Keterangan: - fasilitas c, f, g, dan i tidak berlaku untuk terminal penumpang tipe C - Fasilitas terminal penumpang dilengkapi dengan fasilitas bagi penumpang penderita cacat sesuai dengan kebutuhan. Selain fasilitas utama, di dalam daerah lingkungan kerja terminal penumpang maupun terminal barang dapat dilakukan kegiatan usaha penunjang, sepanjang tidak mengganggu fungsi pokok terminal. Kegiatan usaha penunjang dapat dilakukan oleh badan hukum Indonesia atau warga negara Indonesia setelah mendapat persetujuan penyelenggara terminal. Usaha penunjang kegiatan terminal penumpang maupun barang dapar berupa : a. Usaha rumah makan; b. Penyediaan fasilitas pos dan telekomunikasi; c. Penyediaan peralatan bongkar muat pada terminal barang; d. Penyediaan pelayanan kebersihan; e. Usaha penunjang lainnya Lokasi terminal Sesuai dengan Pasal 9 KM 31/1995 bahwa penentuan lokasi terminal penumpang dilakukan dengan memperhatikan rencana kebutuhan lokasi simpul yang merupakan bagian dari rencana umum jaringan transportasi jalan. Dalam hal ini, lokasi terminal penumpang tipe A, tipe B dan tipe C, ditetapkan dengan memperhatikan (pasal 10 KM 31/1995): a. rencana umum tata ruang; b. kepadatan lalu lintas dan kapasitas jalan di sekitar terminal; c. keterpaduan moda transportasi baik intra maupun antar moda; d. kondisi topografi lokasi terminal; e. kelestarian lingkungan. B a b I I K a j i a n L i t e r a t u r Laporan Akhir II- 6

13 Selain itu, penetapan lokasi terminal untuk setiap tipe terminal juga harus mempertimbangkan beberapa ketentuan sesuai dengan pasal 11, 12, 13 KM 31/1995 sebagaimana dirangkum pada Tabel 2.2. Tabel 2.2 Persyaratan Penentuan Lokasi Terminal No Terminal Persyaratan Teknis Lokasi 1. Terminal tipe A 1. Terletak dalam jaringan trayek antar kota antar propinsi dan/atau angkutan lalu lintas batas negara; 2. Terletak di jalan arteri dengan kelas jalan sekurang-kurangnya kelas IIIA; 3. Jarak antara dua terminal penumpang tipe A, sekurang-kurangnya 20 km di Pulau Jawa, 30 km di Pulau Sumatera dan 50 km di pulau lainnya; 4. Luas lahan yang tersedia sekurang-kurangnya 5 ha untuk terminal di Pulau Jawa dan Sumatera, dan 3 ha di pulau lainnya; 5. Mempunyai akses jalan masuk atau jalan keluar ke dan dari terminal dengan jarak sekurang-kurangnya 100 m di Pulau Jawa dan 50 m di pulau lainnya, dihitung dari jalan ke pintu keluar atau 2. Terminal tipe B 3. Terminal tipe C Sumber : Kepmenhub KM 31/1995 masuk terminal. 1. Terletak dalam jaringan trayek antar kota dalam propinsi; 2. Terletak di jalan arteri atau kolektor dengan kelas jalan sekurangkurangnya kelas IIIB; 3. Jarak antara dua terminal penumpang tipe B atau dengan terminal penumpang tipe A, sekurang-kurangnya 15 km di Pulau Jawa dan 30 km di Pulau lainnya; 4. Tersedia lahan sekurang-kurangnya 3 ha untuk terminal di Pulau Jawa dan Sumatera, dan 2 ha untuk terminal di pulau lainnya; 5. Mempunyai akses jalan masuk atau jalan keluar ke dan dari terminal dengan jarak sekurang-kurangnya 50 m di Pulau Jawa dan 30 m di pulau lainnya, dihitung dari jalan ke pintu keluar atau masuk terminal Penyelenggaraan Terminal 1. Terletak di dalam wilayah Kabupaten daerah Tingkat II dan dalam jaringan trayek pedesaan; 2. Terletak di jalan kolektor atau lokal dengan kelas jalan paling tinggi kelas IIIA; 3. Tersedia lahan sesuai dengan permintaan angkutan; 4. Mempunyai akses jalan masuk atau keluar ke dan dari terminal, sesuai kebutuhan untuk kelancaran lalu lintas di sekitar terminal. Berdasarkan Pasal 18 Kepmenhub nomor KM 31 tahun 1995, penyelenggaraan terminal meliputikegiatan pengelolaan, pemeliharaan, dan penertiban terminal. Pengelolaan terminal penumpang berdasarkan Pasal 19 KM 31/1995 meliputi kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan operasional terminal. B a b I I K a j i a n L i t e r a t u r Laporan Akhir II- 7

14 Gambaran kegiatan pengelolaan Tabel 2.3 berikut, terminal penumpang dapat dilihat dalam Tabel 2.3 Kegiatan Pengelolaan Terminal Penumpang Perencanaan operaional Pelaksanaan operasional Pengawasan operasional a. Penataan pelataran a. Pengaturan tempat Pengawasan terhadap : terminal menurut rute tunggu dan arus a. Tarif angkutan; atau jurusan; kendaraan umum di b. Kelaikan jalan b. Penataan fasilitas dalam terminal; kendaraan yang penumpang; b. Pemeriksaan kartu dioperasikan; c. Penataan fasilitas pegawasan dan jadual c. Kapasitas muatan yang penunjang terminal; d. Penataan arus lalu lintas perjalanan; c. Pengaturan kedatangan diizinkan; d. Pelayanan yang di daerah pengawasan dan pemberangkatan diberikan oleh penyedia terminal; kendaraan menurut jasa angkutan; e. Penyajian daftar rute jadwal ditetapkan; e. Pemanfaatan terminal perjalanan dan tarif d. Pemungutan jasa serta fasilitas penunjang angkutan; pelayanan terminal sesuai dengan f. Penyusunan jadual penumpang; peruntukannya. perjalanan berdasarkan e. Pemberitahuan tentang kartu pengawasan; pemberangkatan dan g. Pengaturan jadual kedatangan kendaraan petugas di terminal; umum penumpang; h. Evaluasi sistem f. Pengaturan arus lalu pengoperasian terminal. lintas di daerah pengawasan terminal; g. Pencatatan dan pelaporan pelanggaran; h. Pencatatan jumlah kendaraan dan penumpang yang datang dan berangkat. Sumber : Kepmenhub KM 31/1995 C. Kajian Literatur terkait dengan Penyelenggaraan Terminal Barang Aturan mengenai penyelenggaraan terminal barang secara normatif diatur pula dalam Keputusan Menteri Perhubungan nomor KM 31 tahun 1995 tentang Terminal Transportasi Jalan. Dalam Pasal 1 Kepmenhub KM 31/1995, yang dimaksud dengan terminal barang adalah prasarana transportasi jalan untuk keperluan membongkar dan memuat barang serta perpindahan intra dan/atau antar moda transportasi. Berdasarkan Pasal 24 Kepmenhub KM 31/1995, terminal barang berfungsi untuk melayani kegiatan bongkar dan/atau muat barang, serta perpindahan intra B a b I I K a j i a n L i t e r a t u r Laporan Akhir II- 8

15 dan/atau moda transportasi. Sedangkan terkait dengan fasilitas terminal barang, Pasal 25 Kepmenhub KM 31/1995 menjelaskan bahwa seperti pada terminal penumpang, pada terminal barang terdiri juga dari fasilitas utama dan fasilitas penunjang terminal barang. Untuk fasilitas utama terminal barang yang harus tersedia seperti yang dijelaskan dalam Pasal 25 (2) Kepmenhub KM 31/1995 antara lain adalah : a. Bangunan kantor terminal; b. Tempat parkir kendaraan untuk melakukan bongkar dan/muat barang; c. Gudang atau lapangan penumpukan barang; d. Tempat parkir kendaraan angkutan barang untuk istirahat atau selama menunggu keberangkatan; e. Rambu-rambu dan papan informasi; f. Peralatan bongkar muat barang. Sedangkan untuk fasilitas penunjang penyelenggaraan terminal barang dijelaskan dalam Pasal 25 (3) Kepmenhub KM 31/1995 yang antara lain terdiri dari : a. Tempat istirahat awak kendaraan b. Fasilitas parkir kendaraan, selain kendaraan angkutan barang; c. Alat timbang kendaraan dan muatannya; d. Kamar kecil/toilet; e. Mushola; f. Kios/kantin; g. Ruang pengobatan; h. Telepon umum; i. Taman. Dalam menentukan lokasi terminal barang harus dilakukan dengan memperhatikan rencana kebutuhan lokasi simpul yang merupakan bagian dari rencana umum jaringan transportasi jalan. Penentuan lokasi terminal barang dilakukan dengan memperhatikan rencana umum tata ruang; kepadatan lalu lintas dan kapasitas jalan di sekitar terminal; keterpaduan moda transportasi baik intra maupun antar moda; kondisi topografi lokasi terminal; dan kelestarian lingkungan. B a b I I K a j i a n L i t e r a t u r Laporan Akhir II- 9

16 Selain itu lokasi terminal barang juga harus memenuhi beberapa persayaratan yang antara lain adalah - terletak dalam jaringan lintas angkutan barang; - terletak di jalan arteri dengan kelas jalan sekurang-kurangnya IIIA; - tersedia lahan sekurang-kurangnya 3 hektare untuk terminal di Pulau Jawa, dan 2 hektare untuk terminal di pulau lainnya. - Mempunyai akses jalan masuk atau jalan keluar ke dan dari terminal dengan jarak sekurang-kurangnya 50 meter di Pulau Jawa dan 30 meter untuk terminal di pulau lainnya, dihitung dari jalan ke pintu keluar atau masuk terminal. Penyelenggaraan terminal barang merupakan kewenangan Pemerintah Provinsi, sehingga operasional terminal barang dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan Gubernur Kepala Daerah tingkat I. Sedangkan untuk pengelolaan terminal barang dilakukan dalam lingkup kegiatan penrencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan oeprasional terminal. Kegiatan perencanan operasional terminal meliputi : a. penataan pelataran terminal; b. penataan fasilitas gudang atau lapangan penumpukan barang; c. penataan fasilitas parkir kendaraan untuk melakukan kegiatan bogkar dan/atau muat barang; d. penataan fasilitas penunjang terminal; e. penataan arus lalu lintas di daerah pengawasan terminal; f. pengaturan jadual petugas di terminal; g. penyusunan system dan prosedur pengoperasian terminal. Sedangkan untuk kegiatan pelaksanaan operasional terminal barang, antara lain meliputi : a. pengaturan parkir dan arus kendaraan angkutan barang di dalam terminal; b. pemungutan jasa pelayanan terminal barang; c. pengoperasian fasilitas/peralatan bongkar muat barang; d. pengaturan arus lalu lintas di daerah pengawasan terminal; B a b I I K a j i a n L i t e r a t u r Laporan Akhir II- 10

17 Dalam kegiatan operasional terminal barang, tentunya sangat perlu dilakukan kegiatan perawatan terminal untuk menjaga keberlangsungan operasional terminal dan memberikan pelayanan yang maksimal bagi para penggunanya. Oleh karena itu terminal barang perlu dipeliharauntuk menjamin agar terminal dapat berfungsi sesuai dengan fungsi pokoknya. Pemeliharaan terminal barang meliputi kegiatan : a. menjaga keutuhan dan kebersihan bangunan terminal; b. menjaga keutuhan dan kebersihan pelataran terminal serta perawatan rambu, marka dan papan informasi; c. merawat dan menjaga fungsi fasilitas/peralatan bongkar muat barang; d. merawat saluran-saluran air; e. merawat instalasi listrik dan lampu penerangan; dan f. merawat sistem hydrant dan alat pemadam kebakaran. D. Kajian Literatur terkait dengan Penyelenggaraan Prasarana Pengujian Kendaraan Bermotor Dalam melakukan kajian literatur dan perundangan ini akan dibahas mengenai detail pengaturan terkait dengan penyelenggaraan uji berkala kendaraan bermotor dan penyelenggaraan prasarana jembatan timbang seperti yang telah dijelaskan dalam KAK. Beberapa peraturan terkait dengan penyelenggaraan uji berkala kendaraan bermotor dan penyelenggaraan prasarana jembatan timbang antara lain adalah sebagai berikut : a. Undang-undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Angkutan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; b. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 38 tahun 2004 tentang Jalan; c. Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan; d. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 5 tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Penimbangan Kendaraan Bermotor di Jalan; e. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 71 tahun 1993 tentang Pengujian berkala kendaraan bermotor; B a b I I K a j i a n L i t e r a t u r Laporan Akhir II- 11

18 f. Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor : SK.165/HK.206/DRJD/99 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyelenggaraan Penimbangan Kendaraan Bermotor di Jalan dengan Alat Penimbangan yang Dapat Dipindah-pindahkan (Portable). g. Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor : SK.215/AJ.4011/DRJD/96 tentang Pedoman Teknis Buku dan Tanda Uji Berkala Serta Tanda Samping Kendaraan. Sementara untuk kajian literatur terkait dengan penyelenggaraan uji berkala kendaraan bermotor dan penyelenggaraan prasarana jembatan timbang akan dibahas melalui beberapa sumber-sumber terkait. 1. Pengujian Berkala Kendaraan Bermotor berdasarkan Kepmenhub Nomor KM 71 tahun 1993 Berdasarkan KM 71/1993, pengujian berkala kendaraan bermotor adalah pengujian kendaraan bermotor yang dilakukan secara berkala terhadap setiap kendaraan bermotor, kereta gandengan, kereta tempelan, dan kendaraan khusus. Pelaksanaan uji berkala kendaraan bermotor dimaksudkan untuk : a. Memberikan jaminan keselamatan secara teknis terhadap penggunaan kendaraan bermotor di jalan; b. Melestarikan lingkungan dari kemungkinan pencemaran yang diakibatkan oleh penggunaan kendaraan bermotor di jalan; c. Memberikan pelayanan umum kepada masyarakat Pelaksanaan Pengujian Berkala Berdasarkan KM 71 tahun 1993, jenis kendaraan yang diwajibkan untuk dilakukan kegiatan uji berkala antara lain meliputi mobil bus, mobil barang, kereta gandengan, kereta tempelan, kendaraan khusus dan kendaraan umum. Uji berkala kendaraan dilakukan pada unitpelaksana uji berkala kendaraan bermotor. Pelaksanaan uji berkala kendaraan dilakukan menggunakan peralatan pengujian yang tersedia, dan setiap peralatan pengujian berkala harus dipelihara, dirawat, dan dikalibrasi secara periodik. B a b I I K a j i a n L i t e r a t u r Laporan Akhir II- 12

19 Berdasarkan Pasal 2 ayat (2) KM 71 tahun 1993, terdapat beberapa syarat dan kondisi dalam kegiatan uji berkala kendaraan bermotor yang akan dilakukan, beberapa syarat dan kondisi tersebut antara lain adalah : a. Setiap unitpelaksana uji berkala kendaraan bermotor harus dilengkapi dengan fasilitas dan peralatan pengujian; b. Pemilihan jenis, tipe, kapasitas, jumlah, dan teknologi peralatan pengujian harus dilakukan secara cermat dan tepat; c. Pengujian dilakukan oleh tenaga penguji yang memiliki kualifikasi teknis tertentu; d. Pengujian harus dilakukan sesuai prosedur dan tata cara serta di lokasi yang telah ditetapkan dengan menggunakan peralatan pengujian yang tersedia; e. Hasil uji berkala kendaraan harus akurat dan dapat dipertanggungjawabkan; f. Fasilitas dan peralatan pengujian harus dipelihara/dirawat dengan baik secara periodik, sehingga semua fasilitas dan peralatan pengujian selalu dalam kondisi layak pakai; g. Peralatan pengujian harus dilakukan kalibrasi secara periodik; h. Kapasitas fasilitas dan peralatan pengujian harus diupayakan sebanding dengan jumlah kendaraan wajib uji pada wilayah pelayanan yang bersangkutan. Untuk memberikan pelayanan umum yang baik kepada masyarakat dalam melakukan kegiatan uji berkala kendaraan bermotor, perlu diperhatikan beberapa syarat dan kondisi yang harus dipenuhi, antara lain adalah : a. Besarnya biaya pengujian yang dipungut dari masyarakat harus sama dan seragam untuk seluruh indonesia; b. Tidak diperkenankan memungut biaya dari amsyarakat dalam bentuk apapun, selain biaya pengujian yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Perhubungan; c. Penetapan besarnya biaya pengujian, disamping tidak didasarkan atas perhitungan pengembalian biaya investasi dan operasional juga tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan materi dan/atau finansial; B a b I I K a j i a n L i t e r a t u r Laporan Akhir II- 13

20 d. Setiap unit pelaksana pengujian kendaraan bermotor harus dilengkapi dengan papan informasi yang ditempatkan pada tempat-tempat yang mudah terlihat dan dapat dibaca setiap saat oleh pemohon yang memuat besarnya biaya yang dipungut dalam rangka pengujian kendaraan bermotor dan prosedur pengujian kendaraan bermotor; e. Setiap tenaga penguji yangs edang melaksanakan tugas harus mengenakan tanda kualifikasi teknis penguji; f. Jumlah dan kualifikasi tenaga penguji harus diupayakan sebanding dengan jumlah kendaraan yang diuji dan peralatan pengujian; g. Unit pelaksana pengujian kendaraan bermotor terletak di daerah tingkat II Fasilitas dan Peralatan Pengujian Berkala Kendaraan Bermotor Berdasarkan Pasal 9 KM 71/1993 dijelaskan bahwa fasilitas pengujian kendaraan bermotor dapat berupa fasilitas pada lokasi yang bersifat tetap dan fasilitas pada lokasi yang bersifat tidak tetap. Fasilitas pengujian kendaraan bermotor pada lokasi yang bersifat tidak tetap antara lain teridi dari : a. Bangunan beban kerja; b. Bangunan gedung untuk generator set, kompresor, dan gudang; c. Jalan keluar-masuk; d. Lapangan parkir; e. Bangunan gedung administrasi; f. Pagar; g. Fasilitas penunjang untuk umum; h. Fasilitas listrik; i. Lampu penerangan; dan j. Pompa air dan menara air. Ketentuan mengenai tata letak, ukuran, konstruksi, spesifikasi teknis, pembangunan, penggunaan, pemeliharaan, perbaikan, dan pengganrian fasilitas kendaraan bermotor ditetapkan oleh Direktur Jenderal Perhubungan Darat dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan fasilitas uji berkala kendaraan bermotor pada lokasi yang bersifat B a b I I K a j i a n L i t e r a t u r Laporan Akhir II- 14

21 tidak tetap yaitu berupa areal tanah yang permukaannya rata dengan luas sesuai dengan kebutuhan fasilitas uji berkala kendaraan bermotor yang dimaksud. Untuk kebutuhan peralatan uji berkala kendaraan bermotor, berdasarkan Pasal 11 KM 71/1993 dijelaskan bahwa peralatan uji berkala kendaraan bermoroe dapat berupa peralatan pengujian lengkap atau peralatan pengujian dasar atau peralatan pengujian keliling. Peralatan pengujian lengkap atau peralatan pengujian dasar dipasang dan digunakan pada lokasi tempat pengujian yang bersifat tetap. Sedangkan peralatan pengujian keliling digunakan pada lokasi tempat pengujian yang bersifat tidak tetap dan ditempatkan pada kendaraan bermotor pengangkut peralatan uji. Peralatan pengujian kendaraan bermotor yang perlu disediakan dalam melakukan kegiatan pengujian baik dibagi kedalam 3 (tiga) tingkatan kelengkapan peralatan pengujian yaitu kelengkapan peralatan pengujian lengkap; kelengkapan peralatan pengujian dasar; dan kelengkapan peralatan pengujian keliling. Ketiga tingkat kelengkapan peralatan pengujian kendaraan bermotor disampaikan dalam Tabel 2.4 berikut, Tabel 2.4 Kelengkapan Peralatan Pengujian Kendaraan Bermotor Pengujian Lengkap Pengujian Dasar Pengujian Keliling a. Alat uji susensi roda (Pit a. Alat uji rem; wheel suspension tester) b. Alat pengukur berat; dan pemeriksaan kondisi c. Alat pengukur dimensi; teknis bagian bawah d. Alat pengukur tekanan kendaraan; udara; b. Alat uji rem; e. Alat uji emisi gas buang, c. Alat pengukur berat; meliputi alat uji karbon d. Alat pengukur dimensi; monoksida (CO), hidro e. Alat pengukur tekanan karbon (HC), dan udara; f. Alat uji emisi gas buang, meliputi alat uji karbon a. Alat uji susensi roda (Pit wheel suspension tester) dan pemeriksaan kondisi teknis bagian bawah kendaraan; b. Alat uji rem; c. Alat uji lampu utama; d. Alat uji speedometer; e. Alat uji emisi gas buang, meliputi alat uji karbon monoksida (CO), hidro karbon (HC), dan ketebalan asap gas buang; f. Alat pengukur berat; g. Alat uji kincup roda depan (slide slip tester); h. Alat pengukur suara (sound level meter); i. Alat pengukur dimensi; j. Alat pengukur tekanan udara; k. Alat uji kaca; l. Kompresor udara; m. Generator set; n. Peralatan bantu. Sumber : Kepmenhub KM 71/1993 monoksida (CO), hidro karbon (HC), dan ketebalan asap gas buang; g. Kompresor udara; h. Generator set; i. Peralatan bantu. ketebalan asap gas buang; f. Kompresor udara; g. Generator set; h. Peralatan bantu. B a b I I K a j i a n L i t e r a t u r Laporan Akhir II- 15

22 Berdasarkan Pasal 13 Kepmenhub KM 71 tahun 1993, dijelaskan pula bahwa penggabungan terhadap 2 (dua) jenis atau lebih peralatan pengujian kendaraan bermotor menjadi satu kombinasi peralatan pengujian dapat dianggap sebagai 2 (dua) jenis atau lebih peralatan pengujian. Kombinasi peralatan pengujoan harus memiliki unjuk kerja yang sama dengan masing-masing peralatan pengujian yang digabungkan. Ketentuan pemenuhan peralatan pengujian kendaraan bermotor yang terdiri dari peralatan pengujian lengkap, dasar, dan keliling dijelaskan ketentuan pemenuhan lainnya dalam Pasal 14 Kepmenhub KM 71 tahun 1993 antara lain adalah : a. Peralatan pengujian lengkap dipasang dan digunakan pada lokasi tempat pengujian yang bersifat tetap dengan jumlah kendaraan wajib uji pada suatu daerah tingkat II sebanyak (empat ribu) unit; b. Peralatan pengujian dasar dipasang dan digunakan pada lokasi tempat pengujian yang bersifat tetap dengan jumlah kendaraan wajib uji pada suatu daerah tingkat II kurang dari (empat ribu) unit; c. Peralatan pengujian keliling digunakan pada lokasi tempat pengujian yang tidak tetap pada suatu daerah tingkat II yang jibdusu geografinya tidak memungkinkan kendaraan dari tempat-tempat tertentu mencapai lokasi tempat pelaksanaan uji berkala Buku Uji dan Tanda Uji Berkala Berdasarkan Pasal 23 Kepmenhub Nomor KM 71 tahun 1993, dijelaskan bahwa setiap mobil bus, mobil barang, kereta gandengan, kereta tempelan, kendaraan khusus serta kendaraan umum yang dinyatakan lulus uji berkala, diberikan tanda bukti lulus uji berkala berupa buku dan tanda uji berkala. Berdasarkan Pasal 24 Kepmenhub nomor KM 71 tahun 1993, buku uji berkala kendaraan bermotor sekurang-kurang memuat data antara lain terdiri dari : a. Nomor uji kendaraan; b. Nama pemilik; c. Alamat pemilik; B a b I I K a j i a n L i t e r a t u r Laporan Akhir II- 16

23 d. Merek/tipe; e. Jenis; f. Tahun pembuatan atau perakitan; g. Isi silinder; h. Daya motor penggerak; i. Nomor rangka landasan kendaraan bermotor; j. Nomor motor penggerak/mesin; k. Berat kosong kendaraan; l. Jumlah berat yang diperbolehkan dan/atau jumlah berat kombinasi yang diperbolehkan untuk mobil barang dan mobil bus; m. Jumlah berat yang diizinkan dan/atau jumlah berat kombinasi yang diizinkan untuk mobil barang dan mobil bus; n. Konfigurasi sumbu roda; o. Ukuran ban teringan; p. Kelas jalan terendah yang boleh dilalui; q. Ukuran utama kendaraan; r. Daya angkut; s. Masa berlakunya; t. Bahan bakar yang digunakan; u. Kode wilayah pengujian. Sedangkan berdasarkan Pasal 25 Kepmenhub nomor KM 71 tahun 2003, yang dimaksud dengan tanda uji kendaraan bermotor sekurang-kurangnya memuat data mengenai kode wilayah pengujian, nomor uji kendaraan, dan masa berlaku uji berkala kendaraan bermotor. 2. Tata Cara Pengujian Kendaraan Bermotor Sistem pengujian kendaraan bermotor adalah salah satu sub system dari system transportasi jalan yang berperan sangat menentukan dalam mewujudkan suatu system transportasi jalan yang efisien. Tolok ukur efisiensi dimaksud antara lain mencakup pencapaian beberapa kriteria diantaranya sebagai berikut : 1. Biaya ( financial ). 2. Waktu. B a b I I K a j i a n L i t e r a t u r Laporan Akhir II- 17

24 3. Penghematan energy. 4. Jaminan penyediaan kendaraan bermotor yang memenuhi standar yang disepakati baik dalam cakupan nasional, regional maupun internasional. 5. Jaminan keselamatan penggunaan fasilitas kendaraan bermotor baik untuk manusia maupun barang. 6. Proteksi dampak penggunaan kendaraan bermotor terhadap pencemaran lingkungan. Peran sistem pengujian dalam pencapaian criteria tersebut adalah sangat menentukan, walaupun dalam implementasinya akan menghadapai berbagai masalah yang sangat kompleks, karena memerlukan suatu penanganan yang terpadu dalam memastikan kelaikan jalan seluruh kendaraan bermotor secara berkesinambungan, sejak berada pada tahapan prototype desain, selanjutnya pada tahapan produksi dan kemudian pada tahapan operasional kendaraan bermotor. Secara teknis, keberhasilan peran sub system pengujian kendaraan bermotor dalam system transportasi jalan dapat dicerminkan melalui jaminan tersedianya kendaraan bermotor yang memenuhi standar-standar tertentu secara konsisten sepanjang masa operasional. Standar tersebut diantaranya meliputi standar keselamatan, standar proteksi terhadap pencemaran lingkungan dan standar kinerja efisiensi penggunaan energy. Sistem pengujian yang ideal pada akhirnya akan mewujudkan suatu kondisi system transportasi jalan sebagai berikut : 1. Meningkatnya efisiensi biaya transportasi yang berhubungan dengan mobilitas manusia dan barang. 2. Minimalnya distorsi kelancaran lalu lintas jalan yang dikarenakan jaminan terhadap kelaikan jalan dari seluruh kendaraan bermotor yang beroperasi di jalan. 3. Mengurangi tingkat kecelakaan lalu lintas yang diakibatkan oleh factor teknis kendaraan bermotor. 4. Terkendalinya pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh kendaraan bermotor. B a b I I K a j i a n L i t e r a t u r Laporan Akhir II- 18

25 5. Merangsang penggunaan bahan bakar yang aman bagi kesehatan dan lingkungan. 6. Berkurangnya tingkat kecelakaan yang diakibatkan oleh factor teknis kendaraan bermotor. 7. Tersosialisasinya criteria laik jalan pada penggunaan kendaraan bermotor di jalan. 8. Rangsangan terhadap perkembangan teknologi kendaraan bermotor yang relevan terhadap standar kelaikan jalan yang ditentukan, dikarenakan tuntutan kebutuhan pasar dan regulasi yang berkembang secara dinamis. 9. Berkembangnya system pengujian kendaraan bermotor yang sejalan dengan harmonisasi system pengujian kendaraan bermotor secara global. Idealnya, kualitas kelaikan jalan dan emisi gas buang kendaraan bermotor dapat diciptakan melalui 2 lembaga, yaitu : 1. Industri kendaraan bermotor dan komponennya yaitu melalui proses desain dan produksi. 2. Lembaga perawatan kendaraan bermotor, melalui system perawatan yang berkesinambungan. Sedangkan fungsi lembaga pengujian kendaraan bermotor didalam konteks tersebut adalah berperan sebagai lembaga control yang mengendalikan sejauh mana jaminan kualitas kelaikan jalan dan emisi gas buang kendaraan bermotor yang diproduksi dan dirawat adalah sesuai dengan yang semestinya. Dimana didalam pelaksanaannya menggunakan acuan standar tertentu yang disepakati bersama baik dalam skala domestic, regional maupun global. Dalam pengertian tersebut standard adalah bahasa satu-satunya yang dapat mengakomodasikan kepentingan pihak-pihak yang terkait, seperti Pemerintah, industri otomotiv, bengkel perawatan / pemeliharaan, lembaga pengujian kendaraan bermotor dan pemilik kendaraan bermotor. Efektivitas fungsi kontrol melalui pengujian kendaraan bermotor terletak pada 3 (tiga) aspek penting, yaitu : 1. Peralatan uji yang support terhadap teknologi kendaraan bermotor sehingga mampu menilai performansi kendaraan bermotor. B a b I I K a j i a n L i t e r a t u r Laporan Akhir II- 19

26 2. Tenaga penguji yang profesional yang adaptif terhadap perkembangan teknologi otomotif dan teknologi alat uji sehingga mampu menjalankan fungsinya sebagai seorang decision marker yang menetapkan sebuah kendaraan berada dalam kondisi laik jalan atau tidak. 3. Mekanisme pelaksanaan uji yang efisien dan transparant sehingga memudahkan pemilik kendaraan bermotor untuk menguji kendaraannya serta memperoleh pelayanan yang optimal. Untuk menjaga profesionalisme penguji, maka penguji kendaraan bermotor dibagi dalam beberapa jenjang keahlian ( kompetensi ) dimana setiap jenjang kompetensi memiliki tugas dan tanggung jawab yang berbeda sesuai dengan kompetensinya. Kompetensi jenjang penguji kendaraan bermotor berdasarkan SK MENPAN No.150/KEP/M.PAN/11/2003, terdiri dari : 1. Penguji Kendaraan Bermotor Pelaksana Pemula 2. Penguji Kendaraan Bermotor Pelaksana 3. Penguji Kendaraan Bermotor Pelaksana Lanjutan 4. Penguji Kendaraan Bermotor Penyelia Penguji disini dimaksudkan petugas pelaksana pengujian berkala kendaraan bermotor yang telah mengikuti pendidikan dan pelatihan pengujian kendaraan bermotor (PKB), dan memiliki kemampuan dan tanda kualifikasi teknis penguji kendaraan bermotor dari Direktorat Jenderal Perhubungan Darat (SK Dirjen Hubdat No. 177/AJ.108/DRJD/2001). Penguji Kendaraan Bermotor diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh oleh Pejabat yang berwenang untuk melakukan tugas pengujian kendaraan bermotor. (SK MENPAN No.150 / KEP / M.PAN / 11 / 2003). Dalam Balai Pendidikan dan Pelatihan Transportasi Darat ada tujuh Kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang Penguji Pelaksana Pemula antara lain : Etika Profesi Dasar Hukum Administrasi Pengujian Kendaraan Bermotor Pengumpulan dan Pelaporan Hasil Uji Teknik Menguji Kendaraan Bermotor B a b I I K a j i a n L i t e r a t u r Laporan Akhir II- 20

27 Menimbang Sumbu Kendaraan Bermotor Teknik Kendaraan Bermotor Tata Cara Pelayanan Pengujian Kendaraan Bermotor adalah sebagai berikut: i. pemohon mengajukan permohonan/pendaftaran di loket pendaftaran dengan membawa persyaratan administrasi yang telah ditentukan; ii. petugas loket menerima dan meneliti persyaratan administrasi, apabila tidak memenuhi, maka petugas loket Pendaftaran dapat metolak permohonan/pendaftaran dan mengembalikannya kepada pemohon disertai penjelasan dan meminta kepada pemohon untuk melengkapinya; iii. apabila memenuhi maka pemohon diberikan formulir permohonan/pendaftaran untuk diisi dengan benar. iv. setelah pemohon mengisi formulir dan menyerahkannya kepada petugas loket pendaftaran, maka petugas loket meminta kepada petugas ruang arsip selanjutnya menetapkan waktu pelaksanaan pengujian dan memberikan Surat Ketetapan Retribusi Daerah yang berisi jenis pelayanan dan perhitungan biaya/retribusi uji untuk dibayar oleh pemohon pada bank atau bendahara yang ditunjuk; v. setelah melakukan pembayaran pemohon akan menerima tanda bukti pembayaran dan selanjutnya menyerahkan tanda bukti tersebut ke petugas loket; vi. setelah menerima tanda bukti pembayaran, petugas loket menyerahkan surat pengantar untuk melakukan pra uji dan uji kendaraan bermotor ke loket administrasi pengujian kendaraan bermotor dan oleh petugas loket diisikan pada kartu induk pengujian kendaraan sesuai dengan data yang diperlukan dan selanjutnya diserahkan kepada penguji untuk dilakukan pra uji; vii. penguji melaksanakan pra uji pada kendaraan milik pemohon dan apabila dari hasil pra uji ditemukan ketidak sesuaian antara fisik kendaraan dengan suratsurat kendaraan, maka penguji akan melaporkan ke petugas loket administrasi pengujian kendaraan bermotor yang selanjutnya diteruskan ke petugas loket pendaftaran untuk kemudian disampaikan dan dijelaskan kepada pemohon dan meminta untuk melakukan perbaikan atas ketidaksesuaian tersebut; viii. Apabila sesuai maka penguji membawa kendaraan dimaksud ke ruang pengujian berkala kendaraan bermotor yang meliputi pemeriksaan teknis dan B a b I I K a j i a n L i t e r a t u r Laporan Akhir II- 21

28 pemeriksaan laik jalan dengan menggunakan alat uji dan mencatat pada lembar hasil pengujian kendaraan bermotor; ix. Apabila dari hasil pengujian ditemukan penolakan atas pemeriksaan teknis dan/atau tidak lulus kelaikan jalannya, maka penguji akan membuat surat keterangan tidak lulus uji beserta alasan tidak lulus untuk disampaikan kepada pemohon melalui loket administrasi pengujian kendaraan bermotor dan petugas loket pendaftaran untuk segera dilakukan perbaikan dan uji ulang dengan dipungut biaya sepanjang pemohon tidak keberatan atas ketidaklulusan tersebut. uji ulang dilakukan pada waktu yang telah ditetapkan oleh petugas loket pendaftaran. Surat keterangan tidak lulus uji tidak dimaksudkan sebagai pengganti tanda bukti lulus uji dan kendaraannya tidak dibenarkan untuk dioperasikan di jalan kecuali untuk kepentingan pelaksanaan uji ulang; x. Apabila dari hasil uji ulang ternyata tetap tidak lulus uji maka pemohon tidak diberikan kesempatan uji ulang lagi dan selanjutnya diperlakukan sebagai pemohon baru; xi. Apabila pemohon mengajukan keberatan atas ketidaklulusannya secara tertulis disertai alasannya dan diajukan pada kesempatan pertama setelah pada hari itu juga menerima surat pemberitahuan tidak lulus uji atau selambat-lambatnya hari berikutnya pada waktu jam kerja,, maka Kepala Unit Pelaksana Teknis meminta penjelasan kepada penguji yang bersangkutan dan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) jam harus memberikan jawaban apakah keberatan tersebut diterima atau ditolak; xii. Apabila pengajuan tersebut dilakukan setelah melampaui batas waktu yang ditetapkan, maka pengajuan tersebut ditolak dan pemohon harus tetap melaksanakan uji ulang; xiii. Apabila keberatan terhadap ketidaklulusan uji kendaraan ditolak maka pemohon tidak dapat lagi mengajukan keberatan dan harus melakukan uji ulang; xiv. Apabila kendaraan dinyatakan lulus uji kendaran, maka penguji memasang tanda lulus uji berupa plat uji dan stiker tanda samping dan penguji yang berwenang menandatangani pengesahan buku uji; xv. Buku uji yang telah ditandatangani selanjutnya diserahkan kepada petugas loket administrasi pengujian kendaraan bermotor dan selanjutnya diserahkan pada petugas loket pendaftaran. B a b I I K a j i a n L i t e r a t u r Laporan Akhir II- 22

29 xvi. Petugas loket pendaftaran melakukan pemanggilan kepada pemohon untuk mengambil buku uji dan kendaraannya sudah siap untuk dioperasikan. E. Kajian Literatur terkait Dengan Penyelenggaraan Bengkel Umum 1. Bengkel Umum berdasarkan Kepmenperindag Nomor 551/MPP/Kep/10/1999 Terkait dengan penyelenggaraan bengkel umum, Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian mengeluarkan regulasi berupa Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 551/MPP/Kep/10/1999 tentang Bengkel Umum Kendaraan Bermotor. Berdasarkan Kepmenperindag tersebut, dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan bengkel umum kendaraan bermotor adalah bengkel umum yang berfungsi untuk membetulkan, memperbaiki, dan merawat kendaraan bermotor agar tetap memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan. Berdasarkan Kepmenperindag Nomor 551/MPP/Kep/10/1999, bengkel umum terbagi kedalam 3 klasifikasi yang didasarkan atas tingkat pemenuhan terhadap persyaratan sistem mutu, mekanik, fasilitas, dan peralatan, serta manajemen informasi sesuai dengan penilaian masing-masing kelas bengkel. Ketiga klasifikasi bengkel tersebut antara lain yaitu : - Bengkel kelas I tipe A, B, C - Bengkel kelas II, tipe A, B, C - Bengkel kelas III, tipe A, B, C Tipe-tipe bengkel tersebut secara teknis didasarkan pada jenis pekerjaan yang mampu dilakukan oleh bengkel tersebut, dengan penjelasan sebagai berikut : - Bengkel tipe A, merupakan bengkel yang mampu melakukan jenis pekerjaan perawatan berkala, perbaikan kecil perbaikan besar, perbaikan chasis dan bodi; - Bengkel tipe B, merupakan bengkel yang mampu melakukan jenis pekerjaan perawatan berkala, perbaikan kecil dan perbaikan besar atau jenis pekerjaan perawatan berkala, perbaikan kecil serta perbaikan chasis dan bodi; - Bengkel tipe C, merupakan bengkel yang mampu melakukan jenis pekerjaan perawatan berkala, dan perbaikan kecil. B a b I I K a j i a n L i t e r a t u r Laporan Akhir II- 23

30 2. Sistem Mutu Bengkel Berdasarkan Kepmenperin Nomor 551/MPP/Kep/10/1999, sistem mutu bengkel yang diterapkan pada unit bengkel sekurang-kurangnya dapat memenuhi beberapa persyaratan sistem mutu, yang antara lain adalah : - Menjamin identifikasi dan mampu telusur produk (jasa perawatan dan/atau perbaikan kendaraan bermotor); - Menjamin transparansi operasional bengkel; - Menjamin konsistensi kualitas hasil perawatan dan perbaikan bengkel. Bengkel umum harus memiliki pedoman bengkel yang sekurang-kurangnya mencantumkan tanggung jawab manajemen, perencanaan sistem mutu, dan produk mutu bengkel, yang terdiri dari : g. Prosedur penerimaan order; h. Prosedur proses pengerjaan perawatan dan perbaikan; i. Prosedur proses inspeksi/pemeriksaan; j. Prosedur proses penyerahan; k. Prosedur suku cadang; l. Prosedur standar biaya/jam kerja; m. Prosedur keselamatan kerja; n. Prosedur pelatihan; dan o. Prosedur penanganan limbah bengkel. 3. Fasilitas dan Peralatan Bengkel Berdasarkan Kepmenperin Nomor 551/MPP/Kep/10/1999, dijelaskan pula terkait dengan fasilitas dan peralatan bengkel yang perlu tersedia di bengkel umum. Bengkel kendaraan bermotor roda empat atau lebih dan bengkel kendaraan roda dua sekurangkurangnya harus memiliki fasilitas yang terdiri dari : a. Fasilitas umum; b. Fasilitas penyimpanan; c. Fasilitas keselamatan; dan \ d. Fasilitas penampung limbah. Sedangkan untuk keperluan pelayanan terhadap kendaraan, bengkel umum tentunya haruis memilki stall perbaikan yang disesuaikan dengan tipe bengkel. Batasan B a b I I K a j i a n L i t e r a t u r Laporan Akhir II- 24

31 minimum ketersediaan stall perbaikan berdasarkan tipe bengkelnya dapat dilihat dalam tabel berikut, Tabel 2.5 Minimum Ketersediaan Stall Perbaikan Bengkel Umum berdasarkan Tipenya Tipe Bengkel Bengkel kendaraan Roda empat atau lebih Tipe A Bengkel kendaraan Roda empat atau lebih Tipe B1 Bengkel kendaraan Roda empat atau lebih Tipe B2 Ketersediaan Stall Minimum 1.Stall pemeriksaan/diagnosa 2.Stall perbaikan dan perawatan 3.Stall perbaikan chasis dan bodi 4.Stall pengecatan 5.Stall pelumasan 6.Jalur keluar masuk pada area stall 7.Ruang perbaikan motor penggerak 1. Stall pemeriksaan/diagnosa 2. Stall perbaikan dan perawatan 3. Stall perbaikan chasis dan bodi 4. Stall pengecatan 5. Stall pelumasan 6. Jalur keluar masuk pada area stall 7. Ruang perbaikan motor penggerak 1. Stall pemeriksaan/diagnosa 2. Stall perbaikan dan perawatan 3. Stall perbaikan chasis dan bodi 4. Stall pengecatan 5. Stall pelumasan 6. Jalur keluar masuk pada area stall 7. Ruang perbaikan motor penggerak Bengkel kendaraan Roda empat atau lebih Tipe C Bengkel Kendaraan Roda 2 Sumber : Kepmenperin Nomor 551/MPP/Kep/10/ Stall pemeriksaan/diagnosa 2. Stall perbaikan dan perawatan 3. Stall perbaikan chasis dan bodi 4. Stall pengecatan 5. Stall pelumasan 6. Jalur keluar masuk pada area stall 7. Ruang perbaikan motor penggerak 1. Stall pemeriksaan/diagnosa 2. Stall perbaikan dan perawatan 3. Stall perbaikan chasis dan bodi 4. Stall pengecatan 5. Stall pelumasan 6. Jalur keluar masuk pada area stall 7. Ruang perbaikan motor penggerak B a b I I K a j i a n L i t e r a t u r Laporan Akhir II- 25

32 Sedangkan untuk ketersediaan peralatan bengkel, untuk tiap-tiap tibe bengkel baik bengkel kendaraan roda empat maupun kendaraan roda dua dapat dilihat dalam tabel berikut ini, Tabel 2.6 Minimum Ketersediaan Peralatan Bengkel Umum berdasarkan Tipenya Tipe Bengkel Bengkel kendaraan Roda empat atau lebih Tipe A Bengkel kendaraan Roda empat atau lebih Tipe B1 Ketersediaan Peralatan Bengkel Minimum 1. Kelompok peralatan perawatan/ perbaikan umum 2. Kelompok peralatan air service 3. Kelompok peralatan hand tools 4. Kelompok peralatan pembangkit listrik 5. Kelompok peralatan diagnosa kendaraan 6. Kelompok peralatan pengangkat 7. Kelompok peralatan pelumas 8. Kelompok peralatan perbaikan ban/roda 9. Kelompok peralatan pencuci kendaraan 10. Kelompok peralatan tune up engine 11. Kelompok peralatan overhaul engine 12. Kelompok peralatan spesial untuk diagnosa kendaraan 13. Kelompok peralatan spesial untuk perawatan/perbaikan kopling 14. Kelompok peralatan spesial untuk perawatan/perbaikan sistem pengereman 15. Kelompok peralatan spesial untuk perawatan/perbaikan suspensi dan poros penggerak 16. Kelompok peralatan spesial untuk perawatan/perbaikan sistem kemudi 17. Kelompok peralatan spesial untuk perawatan/perbaikan sistem bahan bakar 18. Kelompok peralatan spesial untuk perawatan/perbaikan sistem pelumasan 19. Kelompok peralatan spesial untuk perawatan/perbaikan transmisi 20. Kelompok peralatan perbaikan bodi 1. Kelompok peralatan perawatan/ perbaikan umum 2. Kelompok peralatan air service 3. Kelompok peralatan hand tools B a b I I K a j i a n L i t e r a t u r Laporan Akhir II- 26

33 Tipe Bengkel Bengkel kendaraan Roda empat atau lebih Tipe B2 Bengkel kendaraan Roda empat atau lebih Tipe C Ketersediaan Peralatan Bengkel Minimum 4. Kelompok peralatan pembangkit listrik 5. Kelompok peralatan diagnosa kendaraan 6. Kelompok peralatan pengangkat 7. Kelompok peralatan pelumas 8. Kelompok peralatan perbaikan ban/roda 9. Kelompok peralatan pencuci kendaraan 10. Kelompok peralatan tune up engine 11. Kelompok peralatan overhaul engine 12. Kelompok peralatan spesial untuk diagnosa kendaraan 13. Kelompok peralatan spesial untuk perawatan/perbaikan kopling 14. Kelompok peralatan spesial untuk perawatan/perbaikan sistem pengereman 15. Kelompok peralatan spesial untuk perawatan/perbaikan suspensi dan poros penggerak 16. Kelompok peralatan spesial untuk perawatan/perbaikan sistem kemudi 17. Kelompok peralatan spesial untuk perawatan/perbaikan sistem bahan bakar 18. Kelompok peralatan spesial untuk perawatan/perbaikan sistem pelumasan 19. Kelompok peralatan spesial untuk perawatan/perbaikan transmisi 20. Kelompok peralatan perbaikan bodi 1. Kelompok peralatan perawatan/ perbaikan umum 2. Kelompok peralatan air service 3. Kelompok peralatan hand tools 4. Kelompok peralatan pembangkit listrik 5. Kelompok peralatan diagnosa kendaraan 6. Kelompok peralatan pengangkat 7. Kelompok peralatan pelumas 8. Kelompok peralatan perbaikan ban/roda 9. Kelompok peralatan pencuci kendaraan 10. Kelompok peralatan tune up engine 1. Kelompok peralatan perawatan/ perbaikan umum 2. Kelompok peralatan air service 3. Kelompok peralatan hand tools 4. Kelompok peralatan pembangkit listrik B a b I I K a j i a n L i t e r a t u r Laporan Akhir II- 27

34 Tipe Bengkel Ketersediaan Peralatan Bengkel Minimum 5. Kelompok peralatan diagnosa kendaraan 6. Kelompok peralatan pengangkat 7. Kelompok peralatan pelumas 8. Kelompok peralatan perbaikan ban/roda 9. Kelompok peralatan pencuci kendaraan 10. Kelompok peralatan tune up engine 1. Kelompok peralatan perawatan/ perbaikan umum 2. Kelompok peralatan hand tools 3. Kelompok peralatan air service 4. Kelompok peralatan pelumas 5. Kelompok peralatan perbaikan ban/roda 6. Kelompok peralatan tune up engine 7. Kelompok peralatan overhaul engine Bengkel Kendaraan Roda 2 8. Kelompok peralatan pencuci kendaraan 9. Kelompok peralatan spesial untuk perawatan/perbaikan engine 10. Kelompok peralatan spesial untuk perawatan/perbaikan frame bodi 11. Kelompok peralatan spesial untuk perawatan/perbaikan sistem kemudi 12. Kelompok peralatan spesial untuk perawatan/perbaikan roda Sumber : Kepmenperin Nomor 551/MPP/Kep/10/1999 F. Standar Bangunan Negara Terkait dengan standar pembangunan bagi gedung negara, Pemeirntah telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 73 tahun 2011 tentang Pembangunan Bangunan Gedung Negara. Secara teknis terkait dengan standar pembangunan gedung negara dijelaskan dalam Kepmenkimpraswil Nomor : 322/KPTS/M/2002 tentang pedoman teknis Pembangunan Gedung Negara. 1. Pembangunan Gedung Negara berdasarkan Perpres 73/2011 Berdasarkan Pasal 1 Perpres 73/2011 yang dimaksud dengan bangunan gedung negara adalah bangunan gedung untuk keperluan dinas yang menjadi barang milik negara/daerah dan diadakan dengan sumber pembiayaan yang berasal dari dana APBN, dan/atau APBD, atau perolehan lainnya yang sah. Pembangunan bangunan gedung negara adalah kegiatan mendirikan bangunan gedung negara yang diselenggarakan B a b I I K a j i a n L i t e r a t u r Laporan Akhir II- 28

35 melalui tahap perencanaan teknis, pelaksanaan konstruksi, dan pengawasannya, baik merupakan pembangunan baru, perawatan bangunan gedung, maupun perluasan bangunan gedung yang sudah ada, dan/atau lanjutan pembangunan bangunan gedung. Persyaratan pembangunan bangunan gedung negara dijelaskan dalam Pasal 2 Perpres 73/2011 yang terdiri dari persyaratan administratif dan persyaratan teknis. Persyaratan administratif bangunan gedung negara meliputi persyaratan status hak atas tanah dan/atau izin pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah; status kepemilikan bangunan gedung; dan izin mendirikan bangunan gedung, termasuk dokumen analisis dampak lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Selain persyaratan administratif tersebut, bangunan gedung negara juga harus dilengkapi dengan: a. dokumen pendanaan; b. dokumen perencanaan; c. dokumen pembangunan; dan d. dokumen pendaftaran. Sedangkan persyaratan teknis pembangunan bangunan gedung negara meliputi tata bangunan; dan keandalan bangunan. Selain persyaratan teknis bangunan gedung negara Secara teknis juga harus memenuhi ketentuan antara lain klasifikasi; standar luas; dan standar jumlah lantai. Terkait dengan klasifikasi bangunan gedung negara yang menjadi bagian dari persyaratan teknis pembangunan bangunan gedung negara, didasarkan pada kompleksitas bangunan gedung. Klasifikasi bangunan gedung negara tersebut meliputi bangunan sederhana, bangunan tidak sederhana, dan bangunan khusus. Penjelasan terkait dengan jenis-jenis klasifikasi bangunan gedung tersebut adalah : a. Bangunan sederhana merupakan bangunan gedung negara dengan teknologi dan spesifikasi sederhana. b. Bangunan tidak sederhana merupakan bangunan gedung negara dengan teknologi dan spesifikasi tidak sederhana. c. Bangunan khusus merupakan bangunan gedung negara dengan fungsi, teknologi, dan spesifikasi khusus. B a b I I K a j i a n L i t e r a t u r Laporan Akhir II- 29

36 Terkait dengan standar luas bangunan gedung negara sebagai salah satu syarat teknis, dikelompokkan menjadi standar luas gedung kantor; standar luas rumah negara; dan standar luas bangunan gedung negara lainnya. Standar luas ruang gedung kantor ratarata 10 (sepuluh) meter persegi per personel. Bangunan gedung kantor yang memerlukan ruang pelayanan, luasnya dihitung secara tersendiri berdasarkan analisis kebutuhan ruang di luar standar luas. Sedangkan standar luas rumah negara beserta standar luas tanahnya ditetapkan sesuai dengan tipe rumah negara yang didasarkan pada tingkat jabatan dan golongan kepangkatan penghuni. Sedangkan terkait dengan standar jumlah lantai bangunan gedung negara disyaratkan bahwa jumlah lantai bangunan gedung negara ditetapkan paling banyak 8 (delapan) lantai. Selain itu jumlah lantai rumah negara yang tidak berupa rumah susun ditetapkan paling banyak 2 (dua) lantai. Bangunan gedung negara yang dibangun lebih dari 8 (delapan) lantai harus mendapat persetujuan terlebih dahulu dari Menteri. 2. Pembangunan Gedung Negara berdasarkan Kepmenkimpraswil 332/2002 Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara yang disampaikan melalui Kepmenkimpraswil 332/2002 ini dimaksudkan sebagai petunjuk pelaksanaan bagi para penyelenggara dalam melaksanakan pembangunan bangunan gedung negara. Pedoman Teknis Bangunan Gedung Negara ini bertujuan terwujudnya bangunan gedung negara sesuai dengan fungsinya, memenuhi persyaratan keselamatan, kesehatan, kemudahan, kenyamanan, efisien dalam penggunaan sumber daya, dan serasi dengan lingkungannya, serta diselenggarakan secara tertib, efektif dan efisien. Bangunan Gedung Negara adalah bangunan gedung untuk keperluan dinas yang menjadi/akan menjadi kekayaan milik negara dan diadakan dengan sumber pembiayaan yang berasal dari dana APBN, dan/atau APBD, dan/atau sumber pembiayaan lainnya, antara lain seperti: gedung kantor, gedung sekolah, gedung rumah sakit, gudang, dan rumah negara, yang dapat dibedakan atas: a. Bangunan Gedung Negara Pusat, yaitu bangunan gedung untuk keperluan dinas pelaksanaan tugas Pusat/nasional; B a b I I K a j i a n L i t e r a t u r Laporan Akhir II- 30

37 b. Bangunan Gedung Negara Provinsi, yaitu bangunan gedung untuk keperluan dinas pelaksanaan tugas otonomi Provinsi; c. Bangunan Gedung Negara Kabupaten/Kota, yaitu bangunan gedung untuk keperluan dinas pelaksanaan tugas otonomi Kabupaten/Kota; d. Bangunan Gedung Negara BUMN/BUMD, yaitu bangunan gedung untuk keperluan dinas pelaksanaan tugas BUMN/BUMD Klasifikasi Bangunan Gedung Negara Bangunan Sederhana Klasifikasi bangunan sederhana adalah bangunan gedung negara dengan karakter sederhana serta memiliki kompleksitas dan teknologi sederhana, atau bangunan gedung negara yang sudah ada disain prototipenya. Masa penjaminan kegagalan bangunannya adalah selama 10 (sepuluh) tahun. Yang termasuk klasifikasi Bangunan Sederhana, antara lain: gedung kantor yang sudah ada disain prototipenya, atau bangunan gedung kantor dengan jumlah lantai s.d. 2 lantai dengan luas sampai dengan 500 m2; bangunan rumah dinas tipe C, D, dan E yang tidak bertingkat; gedung pelayanan kesehatan: puskesmas; gedung pendidikan tingkat dasar dan/atau lanjutan dengan jumlah lantai s.d. 2 lantai Bangunan Tidak Sederhana Klasifikasi bangunan tidak sederhana adalah bangunan gedung negara dengan karakter tidak sederhana serta memiliki kompleksitas dan atau teknologi tidak sederhana. Masa penjaminan kegagalan bangunannya adalah selama 10 (sepuluh) tahun. Yang termasuk klasifikasi Bangunan Tidak Sederhana, antara lain: gedung kantor yang belum ada disain prototipenya, atau gedung kantor dengan luas di atas dari 500 m2, atau gedung kantor bertingkat di atas 2 lantai. bangunan rumah dinas tipe A dan B; atau rumah dinas C, D, dan E yang bertingkat, gedung Rumah Sakit Klas A, B, C, dan D. B a b I I K a j i a n L i t e r a t u r Laporan Akhir II- 31

38 gedung pendidikan tinggi universitas/akademi; atau gedung pendidikan dasar/lanjutan bertingkat di atas 2 lantai Bangunan Khusus Klasifikasi bangunan khusus adalah bangunan gedung negara yang memiliki penggunaan dan persyaratan khusus, yang dalam perencanaan dan pelaksanaannya memerlukan penyelesaian/ teknologi khusus. Masa penjaminan kegagalan bangunannya minimum adalah 10 (sepuluh) tahun. Yang termasuk klasifikasi Bangunan Khusus, antara lain: Istana negara dan rumah jabatan presiden & wakil presiden wisma negara gedung instalasi nuklir gedung laboratorium gedung terminal udara/laut/darat stasiun kereta api stadion olah raga rumah tahanan gudang benda berbahaya gedung bersifat monumental gedung untuk pertahanan gedung kantor perwakilan negara R.I. di luar negeri Standar Luas Bangunan Gedung Negara Dalam menghitung luas ruang bangunan gedung kantor yang diperlukan, dihitung berdasarkan ketentuan sebagai berikut: a. Standar luas ruang gedung kantor pemerintah yang termasuk klasifikasi tidak sederhana rata-rata sebesar 9,6 m2 per-personil. b. Standar luas ruang gedung kantor pemerintah yang termasuk klasifikasi sederhana rata-rata sebesar 8 m2 per-personil. Kebutuhan total luas gedung kantor dihitung berdasarkan jumlah personil yang akan ditampung dikalikan standar luas sesuai dengan klasifikasi bangunannya. Untuk bangunan gedung kantor yang memerlukan B a b I I K a j i a n L i t e r a t u r Laporan Akhir II- 32

39 ruang-ruang khusus atau ruang pelayanan masyarakat, kebutuhannya dihitung secara tersendiri di luar luas ruangan untuk seluruh personil yang akan ditampung. Standar Luas Ruang Kerja Kantor Pemerintah tercantum pada Tabel 2.3. Standar luas Rumah Negara ditentukan sesuai dengan tipe peruntukannya, sebagai berikut: Tabel 2.3 Standar Luas Rumah Negara Tipe Luas Bangunan Luas Lahan Khusus 400 m m 2 A 250 m m 2 B 120 m m 2 C 70 m m 2 D 50 m m 2 E 36 m m 2 Jenis dan jumlah ruang minimum yang harus ditampung dalam tiap Tipe Rumah Negara, sesuai dengan yang tercantum dalam Tabel D. Luas teras beratap dihitung 50%, sedangkan luas teras tidak beratap dihitung 30%. Luas lahan disesuaikan dengan kondisi daerah/ketentuan yang diatur dalam RTRW yang dituangkan dalam Peraturan Daerah Persyaratan Teknis Bangunan Gedung Negara Secara umum, persyaratan teknis bangunan gedung negara mengikuti ketentuan dalam: 1) Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 441/KPTS/1998 tentang Persyaratan Teknis Bangunan Gedung, 2) Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 468/KPTS/1998 tentang Persyaratan Teknis Aksesibilitas pada Bangunan Umum dan Lingkungan, 3) Keputusan Menteri Negara Pekerjaan Umum No. 10/KPTS/2000 tentang Ketentuan Teknis Pengamanan terhadap Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan, 4) Peraturan Daerah setempat tentang Bangunan Gedung, serta 5) Standar teknis lainnya yang berlaku. B a b I I K a j i a n L i t e r a t u r Laporan Akhir II- 33

40 Persyaratan teknis Bangunan Gedung Negara harus tertuang secara lengkap dan jelas ada Rencana Kerja dan Syarat-syarat (RKS) dalam Dokumen Perencanaan. Persyaratan tata bangunan dan lingkungan bangunan gedung negara meliputi ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi dalam pembangunan bangunan gedung negara dari segi tata bangunan dan lingkungannya, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten/Kota atau Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung Kabupaten/Kota yang bersangkutan, yaitu: a. Peruntukan Lokasi Setiap Bangunan gedung negara harus diselenggarakan sesuai dengan peruntukan lokasi yang diatur dalam RTRW Kabupaten/Kota tempat dimana bangunan gedung negara tersebut akan direncanakan untuk dibangun. b. Jarak antar blok/massa bangunan Sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Daerah setempat tentang Bangunan Gedung, maka jarak antar blok/masa bangunan harus mempertimbangkan-kan hal-hal seperti: 1) Keselamatan terhadap bahaya kebakaran, 2) Kesehatan, termasuk sirkulasi udara dan pencahayaan, 3) Kenyamanan, 4) Keselarasan dan keseimbangan dengan lingkungan. c. Ketinggian bangunan Ketinggian bangunan gedung negara, sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Daerah setempat tentang ketinggian maksimum bangunan pada lokasi, maksimum adalah 8 lantai. Untuk bangunan gedung negara yang akan dibangun lebih dari 8 lantai, harus mendapat persetujuan dari : 1) Menteri Keuangan dan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua Bappenas setelah memperoleh pendapat teknis dari Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah, untuk bangunan gedung negara yang pembiayaannya bersumber dari APBN; B a b I I K a j i a n L i t e r a t u r Laporan Akhir II- 34

41 2) Gubernur, setelah memperoleh pendapat teknis dari Instansi Teknis setempat, untuk bangunan gedung negara yang pembiayaannya bersumber pada APBD Provinsi; 3) Bupati/Walikota, setelah memperoleh pendapat teknis dari Instansi Teknis setempat, untuk bangunan gedung negara yang pembiayaannya bersumber pada APBD Kabupaten/Kota. d. Ketinggian langit-langit Ketinggian langit-langit bangunan gedung kantor minimum adalah 2,80 meter dihitung dari permukaan lantai. Untuk bangunan gedung olah-raga, ruang pertemuan, dan bangunan lainnya dengan fungsi yang memerlukan ketinggian langit-langit khusus, agar mengikuti Standar Nasional Indonesia yang berlaku. e. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) Ketentuan besarnya Koefisien Dasar Bangunan (KDB) mengikuti ketentuan yang diatur dalam Peraturan Daerah setempat tentang Bangunan Gedung untuk lokasi yang bersangkutan. f. Koefisien Lantai bangunan (KLB) Ketentuan besarnya Koefisien Lantai Bangunan (KLB) mengikuti ketentuan yang diatur dalam Peraturan Daerah setempat tentang Bangunan Gedung untuk lokasi yang bersangkutan. g. Koefisien Daerah Hijau (KDH) Perbandingan antara luas seluruh daerah hijau dengan luas persil bangunan gedung negara, sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Daerah Setempat tentang bangunan, harus diperhitungkan dengan mempertimbangkan: 1) daerah resapan air 2) ruang terbuka hijau Untuk bangunan gedung yang mempunyai KDB kurang dari 40%, harus mempunyai KDH minimum sebesar 15%. B a b I I K a j i a n L i t e r a t u r Laporan Akhir II- 35

42 h. Garis Sempadan Bangunan Ketentuan besarnya garis sempadan, baik garis sempadan pagar maupun garis sempadan bangunan harus mengikuti ketentuan yang diatur dalam Peraturan Daerah setempat tentang Bangunan Gedung untuk lokasi yang bersangkutan. i. Wujud arsitektur Wujud arsitektur bangunan gedung negara harus memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut: 1) mencerminkan fungsi sebagai bangunan gedung negara; 2) seimbang, serasi, dan selaras dengan lingkungannya; 3) indah namun tidak berlebihan; 4) efisien dalam penggunaan sumber daya dalam pemanfaatan dan pemeliharaannya; 5) memenuhi tuntutan sosial budaya setempat; 6) pelestarian bangunan bersejarah. j. Kelengkapan Sarana dan Prasarana Lingkungan Bangunan Bangunan gedung negara harus dilengkapi dengan prasarana dan sarana bangunan yang memadai, dengan biaya pembangunannya diperhitungkan sebagai pekerjaan nonstandar. Prasarana dan sarana bangunan yang harus ada pada bangunan gedung negara, seperti: a. Sarana parkir kendaraan; b. Sarana untuk penyandang cacat; c. Sarana penyediaan air bersih; d. Sarana drainase, limbah, dan sampah; e. Sarana ruang terbuka hijau; f. Sarana hidran kebakaran halaman; g. Sarana penerangan halaman; h. Sarana jalan masuk dan keluar. k. Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) dan Asuransi Setiap pembangunan bangunan gedung negara harus memenuhi persyaratan K3, sesuai yang ditetapkan dalam Surat Keputusan Bersama Menteri Tenaga Kerja dan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: Kep.174/MEN/1986 dan 104/KPTS/1986 tentang B a b I I K a j i a n L i t e r a t u r Laporan Akhir II- 36

43 Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Tempat Kegiatan Konstruksi, dan atau peraturan penggantinya. G. Kajian Literatur terkait Dengan Standar Fasilitas Bangunan Standar fasilitas bangunan yang umum digunakan di Indonesia untuk menentukan klasifikasi fasilitas sesuai dengan kondisi bangunannya adalah literatur dari Ernst and Peter Neufert dalam buku Architects Data. Secara umum literatur tersebut menjelaskan standar minimum fasilitas tertentu bagi bangunan tertentu. 1. Standar Jalan Ruang lalu lintas bagi kendaraan bermotor di sebuah lingkungan tentunya harus bisa mengakomodir kebutuhan aksesibilas tipikal kendaraan yang akan melintas baik kendaraan bermotor maupun kendaraan tidak bermotor maupun pejalan kaki. Beberapa ketentuan lebar jalan bagi kendaraan bermotor, tidak bermotor dan pejalan kaki dalam standar aturan bangunan, antara lain adalah : - Standar bagi jalur sepeda minimum lebar adalah 1 meter, dan ketinggian (clearance) 2,25 meter; - Jalur Pejalan Kaki lebar minimum 0,75 meter, dan ketinggian (clearance) 2,25 meter - Jalur mobil, lebar minimum 4 meter dan ketinggian minimum 4,5 meter, dianjurkan 4,75 meter apabila dilewati mobil dengan ketinggian tidak umum; Selain mengatur jalur kendaraan bermotor, tidak bermotor, dan pejalan kaki, aturan bangunan ini menentukan pula jalur aman di sebelah jalur kendaraan bermotor. Dengan kecepatan maksimum 70 km/jam ruang pengaman di samping jalur kendaraan adalah selebar minimum 1,25 meter. 2. Standar Tangga dan Lift 2.1.Standar Bangunan Tangga Peraturan/ketetapan untuk membuat tangga dalam pembangunan gedung berbedabeda. Salah satunya adalah aturan DIN yang menetapkan ukuran yang pasti untuk membuat tangga. Untuk bangunan yang memiliki tinggi bangunan lebih dari B a b I I K a j i a n L i t e r a t u r Laporan Akhir II- 37

44 2 (dua) lantai ukuran luas tangga harus diatas 0,80 m, dengan tinggi 17/28. Menurut aturan bangunan ukuran tangga yang direkomendasikan adalah 1,00 meter dan 17/28. Untuk pembuatan tangga untuk model theter atau sejenisnya tentunya memerlukan perencanaan khusus tertentu. Tingkat datar tangga yang nyaman seperti tangga yang bebas di taman terbuka/kebun serta untuk keperluan model theater maka perlu diperhitungkan pembangunan sisipan tangga podium di antara tiap tingkat dengan ukuran yang lebih kecil. Sehingga terdapat tangga yang dapat dinaiki. Sedangkan pembuatan tangga untuk jalur darurat di gedung, atau tangga untuk pintu sambing harus dibuat lebih leluasa untuk memungkinkan orang lebih cepat bergerak ketika dalam keadaan darurat. Tangga bangunan memiliki bentuk yang berbedabeda, tentunya bagi penggunanya memerlukan energi yang lebih untuk naik maupun menuruni tangga. Standar tangga dalam aturan bangunan gedung dapat dilihat dalam tabel berikut, Jenis Bangunan Bangunan dengan lantai tidak lebih dari 2 Tabel 2.8 Ketentuan Tangga dalam Aturan Bangunan Gedung Jenis Tangga Tidak Memerlukan tangga menurut aturan bangunan Tangga yang menuju ke ruang umum Lebar tangga minimum yang digunakan (cm) 80 Tanjakan tangga (cm) 17 ± 3 Perbandingan tanjakan tangga dengan garis jalan 28 ± 9 Tangga yang tidak menuju ruang umum Menurut aturan bangunan tidak perlu tangga tambahan (DIN 18064/11/79) Bangunan yang tidak memerlukan tangga tambahan didalam ruang tertutup menurut aturan bangunan. Bangunan lebih dari 2 lantai Memerlukan tangga dalam aturan bangunan DIN 18064/11/ Tidak ditetapkan Sumber : Architects Data, Ernst and Peter Neufert, B a b I I K a j i a n L i t e r a t u r Laporan Akhir II- 38

45 2.2.Standar Bangunan Lift Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan Akses vertikal pada sebuah gedung yang terdiri dari beberapa lantai dapat dialihkan dengan menggunakan instalasi lift. Biasanya untuk perencanaan instalasi lift ini dikerjakan oleh arsitek yang ahli dalam bidangnya. Pada gedungyang bersar dan bertingkat, penempatan lift pada tengah-tengah bangunan sangat cocok terutama di bagian akses utama bangunan dan pad apersilangan akses bangunan. Sesuai kegunaannya, lift terbagi menjadi 2 jenis yaitu lift barang dan orang, dan dalam aplikasinya tentunya lift barang harus dipisahkan dengan lift untuk orang. Namun dari kedua jenis lift tersebut konstruksinya tidak berbeda, hanya saja dalam beberapa kasus lift barang tentunya memiliki kapasitas dan ukuran yang lebih besar daripada lift orang. Lift untuk mengangkut orang pada bangunan tertentu diklasifikasikan berdasarkan daya tampungnya sebagai berikut : a. Lift kecil, dengan kapasitas 400 kg, digunakan untuk orang beserta barang bawaannya; b. Lift sedang, dengan kapasitas 630 kg, dapat digunakan untuk orang beserta barang bawaannya, kereta bayi, dan kursi roda; c. Lift besar, dengan kapasitas 1000 kg, digunakan untuk transportasi alat pengusung orang sakit, peralatan dan kursi roda untuk orang cacat. Selain kebutuhan ruangan lift, dalam mebangun lift perlu diperhitungkan pula luas ruang di depan pintu masuk yang harus memiliki luas dan bentuk tertentu, serta memenuhi beberapa persyaratan antara lain - Ruangan di depan lift harus memberikan ruang bagi pemakai lift yang naik dan turun dengan barang bawaannya - Ruangan di depan lift harus dapat memberikan ruang bai barang-barang besar yang dibawa seperti pengusung orang sakit, sehingga dapat memberikan kelancaran dalam mengeluarkan dan memasukkan barang besar dan tentu tidak mengganggu akses umum pengguna lift maupun pengguna gedung. Standar ukuran dan kapasitas lift pengangkut orang maupun barang, serta spesifikasi lainnya yang mendukung dapat dilihat dalam tabel berikut, B a b I I K a j i a n L i t e r a t u r Laporan Akhir II- 39

46 Ruang Lift Pintu Ruang transmisi Kotak Lift Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan Tabel 2.9 Ukuran konstruksi bangunan, ukuran kotak, dan pintu lift Kapasitas/muatan (kg) Kecepatan mesin (m/s) 0,63 1,00 1,60 0,63 1,00 1,60 2,50 0,63 1,00 1,60 2,50 Lebar ruangan tempat lift minimal (mm) Dalam bagian atas lift minimal (mm) Dalam bagian bawah lift minimal (mm) Tinggi bagian utama ruang tempat lift (mm) Lebar pintu ruang tempat lift bagian dalam (mm) Tempat pintu ruang tempat lift (mm) Luas minimal ruang transmisi (mm) Lebar minimal transmisi (m 2 ) Dalam minimal transmisi (mm) Tinggi minimal transmisi (mm) Lebar kotak lift bagian dalam (mm) Dalam kotak lift bagian dalam (mm) Tinggi kotak lift baguan dalam (mm) Lebar pintu masuk kotak lift bagian dalam (mm) Tinggi pintu masuk kotak lift bagian dalam (mm) 200 Jumlah muatan untuk orang Sumber : Architects Data, Ernst and Peter Neufert, Standar Pendingin Ruangan Umum Alat pendingin ruangan diperhitungkan memiliki pakasitas yang lebih besar daripada kebutuhan suhu dinginnya berdasarkan persediaan dan faktor kepastiannya. Waktu kerja dalam satu ruangan diperkirakan antara 16 hingga 20 jam per hari, untuk kasus tertentu dapat lebih singkat ataupun lebih lama. Untuk pendinginan ruangan kecil dengan suhu kurang lebih 2 o C hingga 4 o C dan pergantian barang atau keluar masuk orang sebesar 50 kg/m 2 per hari maka dapat digunakan acuan kebutuhan suhu dingin dan output instalasi pendingin yang diperlukan seperti yang disampaikan dalam tabel berikut, B a b I I K a j i a n L i t e r a t u r Laporan Akhir II- 40

47 Tabel 2.10 Aturan Pendingin Ruangan Umum Luas Lahan Kebutuhan suhu dingin Output Instalasi (m 2 ) (KJ/hari) pendingn (Watt) Sumber : Architects Data, Ernst and Peter Neufert, Standar Ruang Sanitasi Standar ruang sanitasi yang mencakup standar bagi kamar mandi dan WC, dalam Data Arsitek mengatur terkait dengan perlengkapan ruang sanitasi. Standar ruang sanitasi memberikan acuan bagi dimensi perlengkapan ruang sanitasi, dan standar penempatannya. Secara detail standar bagi perencanaan ruang sanitasi dapat dilihat dalam Tabel 2.10 berikut, Tabel 2.11 Kebutuhan perlengkapan ruang sanitasi Perlengkapan Ruang Sanitasi Washtafel tangan dan washtafel cucian duduk 1. Meja toilet tunggal 2. Meja toilet ganda 3. Meja toilet yang terpasang dengan satu washtafel dan lemari bawah 4. Meja toilet yang terpasang dengan dua washtafel dan lemari bawah 5. Washtafel tangan 6. Washtafel duduk (bidet) di atas lantai atau tergantung di dinding Bak-bak 1. Bak mandi 2. Bak pancuran WC dan tempat buang air kecil Bidang Tempat Panjang (cm) Tinggi (cm) > 60 > 120 > 70 > 140 > > 170 > 80 > 55 > 55 > 60 > 60 >40 60 > 75 > 90 B a b I I K a j i a n L i t e r a t u r Laporan Akhir II- 41

48 Tabel 2.11 Kebutuhan perlengkapan ruang sanitasi Perlengkapan Ruang Sanitasi 1. WC terpasang di dinding atau alat mencuci yang bertekanan 2. WC tanpa kotak pencuci (dengan kotak pencuci yang terpasang di dinding) 3. Tempat buang air kecil Sumber : Architect s Data, Bidang Tempat Panjang (cm) Tinggi (cm) Standar Parkir Kendaraan Ruang parkir merupakan salah satu kebutuhan penunjang dalam pelayanan umum seperti terminal, fasilitas pengujian kendaraan, maupun bengkel kendaraan. Dalam Architect s Data dijelaskan secara umum tentang spesifikasi teknis ruang parkir. Dalam standar tersebut dijelaskan bahwa ruang parkir biasanya dibatasi oleh garis berwarna kuning atau putih dengan ketebalan 12 hingga 20 mm. Selain itu untuk parkir yang menghadap tembok, garis parkir biasanya berjarak 1 meter sebelum tembok agar kendaraan tidak bersentuhan dengan tembok. Gambar 2.1 Dimensi Kendaraan secara Umum Sumber : Architect s Data, 2002 Untuk menunjang keamanan dalam parkir, khususnya agar tidak terjadi persinggungan antara kendaraan maupun dengan tembok, diperlukan penahan kendaraan yang membatasi jarak kendaraan parkir dan ditempatkan di lantai parkir, B a b I I K a j i a n L i t e r a t u r Laporan Akhir II- 42

49 biasanya penahan kendaraan tersebut berukuran panjang 50 hingga 60 cm, lebar 20 cm, dan ketinggian 10 cm. Gambar 2.2. Ruang Bebas Parkir antar Kendaraan Sumber : Architect s Data, 2002 Selain itu untuk parkir dengan jumlah ruang parkir yang banyak dan parkir menghadap tembok, diperlukan ruang kosong untuk memberikan jarak antar kendaraan. Ruang parkir kendaraan secara umum memiliki panjang sekitar 5 meter dan lebar minimal 2,3 meter, namun untuk parkir khusus kendaraan penyandang cacat memiliki lebar minimal 3,5 meter. Parkir Paralel jalur 1 arah Parkir miring 30 o jalur 1 arah B a b I I K a j i a n L i t e r a t u r Laporan Akhir II- 43

50 Parkir miring 45 o jalur 1 arah Parkir miring 60 o jalur 1 arah Parkir miring 90 o jalur 2 arah Parkir miring 90 o jalur 2 arah dengan lebar 2,3 m dengan lebar 2,5 m Gambar 2.3 Bentuk Susunan Parkir Kendaraan Sumber : Architect s Data, Standar Terminal Bus Data Architect s juga mengatur terkait dengan standar dimensi terminal bus, meskipun tidak terlalu detail namun cukup mengatur bagi jalur bus, pemberhentian bus, dan dijelaskan dengan gambar-gambar contoh layout terminal bus. Untuk aturan bagi pemberhentian bus, dibagi kedalam 3 jenis bus yaitu bus biasa, bus tingkat, dan bus gandengan seperti yang dijelaskan dalam gambar berikut, B a b I I K a j i a n L i t e r a t u r Laporan Akhir II- 44

51 Bus Biasa Bus Tingkat Bus Gandengan Gambar 2.4 Jenis-jenis Bus Sumber : Architect s Data, 2002 Perhentian bus, baik perhentian bus di jalan raya maupun perhentian bus di terminal tentunya memerlukan ruang henti yang cukup yang tidak mengganggu lalu lintas dan juga memberikan keleluasaan bagi bus untuk berhenti dan bagi penumpang yang akan menggunakan bus. Titik perhentian bus, untuk memudahkan penumpang, perlu disediakan ramp yang memiliki beda ketinggian dengan halte setinggi 30 hingga 40 cm, agar penumpang yang akan naik dapat lebih mudah. Sedangkan untuk lebar ramp henti bus dan lengkungan ramp untuk tiap-tiap jenis bus dijelaskan dalam gambar berikut B a b I I K a j i a n L i t e r a t u r Laporan Akhir II- 45

52 Ruang Tunggu Penumpang Naik/Turun Penumpang Jenis Bus I L L Bus Biasa (49.05) Bus Tingkat (62.05) Bus Gandengan (55.05) Gambar 2.5 Ilustrasi Dimensi Perhentian Bus Sumber : Architect s Data, 2002 Untuk standar ukuran parkir bus tentunya menyesuaikan dengan dimensi bus dan jarak antara parkir bus harus mengakomodir kebutuhan naik tutun penumpang dan bongkar muat bagasi bus. Posisi parkir bus dapat mennggunakan 3 (tiga) posisi parkir, yaitu parkir paralel, parkir dengan kemiringan 45 o dan parkir dengan kemiringan 90 o. Standar bagi parkir bus di terminal dijelaskan dalam tabel berikut. Tabel 2.12 Standar Ukuran Parkir Bus Posisi Parkir paralel Dengan kemiringan 45 o Dengan kemiringan 90 o Panjang parkir 32 m 12 m 24 m 12 m 24 m Jenis Bus yang diparkir Lebar ruang parkir Lebar lajur kedatangan Luasan area parkir : - Per bus - Bus gandeng 1 bus gandengan atau 2 bus biasa 1 bus biasa 1 bus gandengan atau 2 bus biasa 1 bus biasa 1 bus gandengan atau 2 bus biasa 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5 4,0 8,0 8, Sumber : Architect s Data, B a b I I K a j i a n L i t e r a t u r Laporan Akhir II- 46

53 Berdasarkan keseuaian dengan posisi ruang tunggu terminal, parkir bus terbagi kedalam 2 (dua) jenis parkir, yang pertama parkir bus dengan ruang tunggu lurus dan dengan ruang tunggu melingkar. Posisi parkir bus tersebut dapat dilihat dalam ilustrasi gambar berikut ini. A. Posisi Ruang Tunggu Lurus B. Posisi Ruang Runggu Melingkar Gambar 2.6 Posisi Parkir bus berdasarkan Posisi Ruang Tunggu Terminal Sumber : Architect s Data, 2002 Terkait dengan standar layout terminal, data architect s tidak memberikan arahan standar baku secara keseluruhan layout, standar yang diberikan hanya terkait dengan dimensi detail terutama terkait dengan jalur kedatanagn atau keberangkatan bus dan jalur parkir bus di terminal. Namun untuk memberikan gambaran layout terminal, architect s data memberikan beberapa ilustrasi layout ideal bagi terminal yang dapat dilihat dalam ilustrasi gambar-gambar berikut ini, B a b I I K a j i a n L i t e r a t u r Laporan Akhir II- 47

54 Perhentian dengan luasan besar dengan area parkir yang menyatu antara kedatangan dan keberangkatan Perhentian dengan luasan besar dengan area parkir yang terpisah antara kedatangan dan keberangkatan Perhentian ukuran kecil atau perhentian transit dengan area parkir yang terpisah antara kedatangan dan keberangkatan Gambar 2.7 Ilustrasi Terminal Penumpang Sumber : Architect s Data, 2002 Sedangkan untuk fasilitas pelayanan terkait dengan bangunan terminal penumpang, architect s data tidak memberikan arahan yang detail terkait dimensi untuk tiap-tiap fasilitasnya, hanya saja diberikan arahan terkait dengan kebutuhan minimal fasilitas B a b I I K a j i a n L i t e r a t u r Laporan Akhir II- 48

55 yang perlu disediakan bagi terminal penumpang yang antara lain terdiri dari penyimpanan bagasi, ruang kantor, ruang tunggu, loket, ruang informasi, jalur keluar masuk penumpang, dan utilitas lainnya. Secara ideal namun minimalis, architect s data memberikan gambaran ilustrasi bagi ruang terminal penumpang sebagai berikut, Gambar 2.8 Ilustrasi Ruang Tunggu Temrinal Penumpang Sumber : Architect s Data, 2002 H. Standar Terminal Penumpang di Washington Standar terminal di Washington diterbitkan pada tahun 2008 oleh Washington Metropolitan Area Transport Authority (WMATA). Dalam standar terminal penumpang tersebut, diatur mengenai standar fasilitas terminal yang menjadi acuan dalam perencanaan terminal yang didalamnya mengatur fasilitas di dalam terminal hingga akses menuju terminal, baik akses kendaraan maupun akses penumpang. Dalam standar yang diterbitkan WMATA intinya standar terminal harus bisa mengakomodir kebutuhan transit penumpang atau model transportasi antar moda yang handal. Dari standar WMATA yang diterbitkan tersebut diharapkan dapat memberikan manfaat yang antara lain terdiri dari : - Meningkatkan akses dan kapasitas dari terminal menuju sistem perangkutan rel metropolitan di Washington; - Meningkatkan pelayanan bus penumpang, dan memperluas jaringan pelayanan bus; - Mengintegrasikan sistem rel metropolitan dengan sistem terminal; B a b I I K a j i a n L i t e r a t u r Laporan Akhir II- 49

56 - Menyediakan lebih banyak rute pelayanan bus, terutama bagi area yang belum terjangkau. Sedangkan dalam meningkatkan pelayanan bagi para penumpang bus standar WMATA ini diutamakan untuk memberikan kenyamanan dan keamanan bagi calon penumpang yang akan menuju terminal. Peningkatan kualitas pedestrian dan peningkatan fasilitas penumpang lainnya menjadi fokus utama dalam meberikan pelayanan bagi penumpang. Tujuan khusus dalam menngkatkan kualitas akses terhadap penumpang antara lain adalah : - Meningkatkan kualitas jalur pedestrian di terminal dengan kenyamanan dan keamanan yang lebih baik; - Meningkatkan level pelayanan yang lebih baik untuk fasilitas menuju halte angkutan antarmoda; - Mengakomodir kebutuhan peningkatan pertumbuhan jumlah penumpang di masa yang akan datang; - Menjadikan pelayanan terminal menjadi lebih baik, nyaman, dan aman. Standar fasilitas pelayanan terminal yang ditetapkan oleh WMATA mengatur mulai dari pedestrian, parkir kendaraan, parkir sepeda, pemberhentian bus, hingga jalan akses menuju terminal. Beberapa standar tersebut dapat dilihat dalam tabel berikut, Tabel 2.13 Standar Fasilitas Terminal di Washington, AS Ref Fasilitas Fasilitas Standar Lebar Jalur Pedestrian Minimum lebar 6 kaki dan tambahan 1 kaki 6 inci dari tembok samping hingga batas jalan Lebar Jalur pejalan menuju Jumlah Jalur Bus Min. Jalur Tunggu bus dan lebar tempat 1 6 kaki menunggu bus (Peron) 2 6 kaki 3 8 kaki 4 8 kaki 5 10 kaki 6 12 kaki Tempat menurunkan dan Minimum lebar 6 kaki dan tambahan 1 kaki 6 menjemput penumpang inci dari tembok samping hingga batas jalan dari kendaraan Lebar Jalur Sepeda Minimum 8 kaki Tempat penyimpanan 3 kaki 2 inci X 6 kaki sepeda B a b I I K a j i a n L i t e r a t u r Laporan Akhir II- 50

57 Ref Fasilitas Fasilitas Standar Penyeberangan orang Minimum lebar 6 kaki dan tambahan 1 kaki 6 inci dari tembok samping hingga batas jalan Lorong Bus 70 kaki dengan lorong bagi trotoar selebar 6 kaki Jalur Bus 15 kaki Selter Bus Minimum 6 kaki X 12 kaki per parkir bus Tempat Pick Up/Drop Off Mobil kecil : 8 kaki X 30 kaki Shuttle Bus : 8 kaki X 25 kaki Taksi : 8 kaki X 22 kaki Tempat Parkir di muka terminal Kendaraan dengan pengemudi : 8 kaki X 30 kaki, dengan sudut parkir 45 o Parkir Singkat : 8.5 kaki X 18 kaki dengan sudut parkir 90 o 2.7 Tempat parkir di taman parkir 8,5 kaki X 18 kaki untuk tiap satu bagian kendaraan Ketinggian Jalan Akses ke Minimum 16 kaki 9 inci atap Lebar jalan akses 1 lajur Min 15 kaki untuk jalur kendaraan kecil Min 18 kaki untuk jalur bus Lebar jalan akses 2 lajur Min 11 kaki per lajur Sumber : WMATA, Gambar 2.9 Contoh Layout Parkir Bus di Terminal, Washington B a b I I K a j i a n L i t e r a t u r Laporan Akhir II- 51

58 Gambar 2.10 Contoh Layout Parkir Kendaraan di Terminal, Washington B a b I I K a j i a n L i t e r a t u r Laporan Akhir II- 52

59 Bab III Metodologi Pada Bab III bagian Metodologi ini disampaikan mengenai pendekatan pelaksanaan kegiatan, framework of analysis, dan metodologi pelaksanaan kegiatan sebagai langkah penyelesaian lingkup kegiatan yang telah disampaikan dalam KAK untuk kegiatan studi penyusunan konsep standar di bidang transportasi jalan ini. A. Pendekatan pelaksanaan kegiatan 1. Pendefinisian Kata Kunci Untuk memahami inti dari pekerjaan, maka perlu dipahami terlebih dahulu arti dari judul pekerjaan, sehingga proses pelaksanaan pekerjaan dapat sesuai dengan yang diharapkan. Berdasarkan judul pekerjaan yaitu Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan, terdapat beberapa kata kunci yang perlu diterjemahkan/didefinisikan terlebih dahulu. Beberapa kata kunci tersebut disampaikan pada Tabel 3.1. Definisi kata kunci tersebut diusahakan diambil dari peraturan perundangan yang berlaku. Jika definisi kata kunci tidak diperoleh di peraturan perundangan, maka pendefinisian kata kunci diambil dari kamus bahasa Indonesia. Tabel 3.1 Pendefinisian kata kunci No Kata Kunci Definisi Sumber 1 Standar spesifikasi teknis atau sesuatu yang Pasal 1 PP 102/2000 dibakukan termasuk tata cara dan metode yang disusun berdasarkan konsensus semua pihak yang terkait dengan memperhatikan syarat-syarat keselamatan, keamanan, kesehatan, lingkungan hidup, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta pengalaman, perkembangan masa kini dan masa yang akan datang untuk memperoleh manfaat yang sebesarbesarnya 2 Prasarana segala sesuatu yg merupakan penunjang utama terselenggaranya suatu proses Kamus Besar Bahasa Indonesia pembangunan 3 Jalan prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan Pasal 1 PP 34/2006 pelengkap dan perlengkapannya yang B a b I I I M e t o d o l o g i Laporan Akhir III- 1

60 Tabel 3.1 Pendefinisian kata kunci No Kata Kunci Definisi Sumber diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel 2. Pendekatan Teoritis 2.1. Konsep Dasar Pengujian Berkala Kendaraan Bermotor Dari berbagai data dan studi yang pernah dilakukan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa sebenarnya konsep pengujian kendaraan bermotor adalah konsep yang dibutuhkan dalam rangka memberikan jaminan keselamatan, perlindungan lingkungan, dan mencegah terjadinya dampak negatif lainnya dari pengoperasian suatu kendaraan. Secara sosiologis, pengaturan yang tidak memperhatikan aspek lingkungan dan aspek laik jalan dari kendaraan bermotor, akan berdampak negatif terhadap kondisi sosial masyarakat. Pengaturan Pengujian Kendaraan Bermotor melalui Peraturan (di Pusat maupun di Daerah) dapat dipandang sebagai solusi maupun sebagai upaya pencegahan dampak negatif yang berpotensi merugikan kepentingan masyarakat. Pengujian kendaraan bermotor pada dasarnya merupakan aplikasi dari prinsip good governance. Dalam penyusunan standar maupun peraturan aplikasi terkait dengan uji kendaraan bermotor, Pemerintah (diwakili panitian teknis dan tim penyusun) perlu melibatkan unsur lainnya (yakni swasta dan masyarakat melalui diskusi panel) diharapkan bersama-sama menentukan dan menetapkan alternatif pemecahan masalah transportasi, khususnya kelaikan berkendaraan. Sehingga transportasi yang bersendi keamanan, keselamatan, ramah lingkungan, dan kenyamanan dapat diupayakan secara maksimal. Untuk mewujudkan hal tersebut perlu suatu perencanaan, pengaturan, dan pelaksanaan yang memenuhi prinsip transparansi, demokratis, aspiratif, akuntabel, formal/hukum, efisien dan afektif. Secara substantif, bahwa dalam upaya menjamin keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan serta mengendalikan pencemaran lingkungan yang diakibatkan meningkatnya jumlah kendaraan bermotor, perlu diselenggarakan Pengujian Kendaraan Bermotor. B a b I I I M e t o d o l o g i Laporan Akhir III- 2

61 Dan penyelenggaraan pengujian kendaraan bermotor tersebut, diperuntukan bagi semua kendaraan wajib uji dan kendaraan dapat uji yang beroperasi di jalan agar sarana angkutan memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan. Secara teknis, pelaksanaan pengujian kendaraan bermotor mempunyai peran dan manfaat sebagai berikut: 1. Mencegah atau memperkecil kemungkinan terjadinya kecelakaan lalu lintas, kebakaran, pencemaran lingkungan, kerusakan berat pada waktu pemakaian; 2. Kendaraan bermotor yang telah lulus uji telah melalui serangkaian pemeriksaan dengan peralatan mekanis akan terdeteksi dini adanya kerusakan kerusakan teknis agar tidak terjadi hal hal yang membahayakan atau kecelakaan. Misalnya ketika efisiensi rem setelah diuji dengan brake tester hanya menunjukkan 40% padahal menurut ketentuan minimal adalah 50%, secara teknis sangat mungkin terjadi rem blong ketika beroperasi di jalan; 3. Pemeriksaan emisi gas buang dimaksudkan untuk mencegah pencemaran udara, terhadap kendaraan mesin diesel misalnya dipersyaratkan maksimal 50% opasitas ketebalan asap; 4. Memberikan informasi kepada pengusaha/ pemilik tentang daya angkut kendaraan, Muatan Sumbu Terberat serta Kelas jalan yang terendah yang dapat dilalui; 5. Setiap kendaraan yang diuji akan diukur kemampuan daya angkut maupun MST dipertimbangkan dari kelas jalan terendah yang akan dilalui berikut kemampuan ban yang tersedia, sehingga dapat mencegah kerusakan jalan dan jembatan maupun kendaraan itu sendiri (dengan prasyarat pengusaha/ pemilik mematuhi ketentuan daya angkut yang diberikan); 6. Memberikan saran saran perbaikan kepada pengusaha/ pemilik kendaraan. Ketika diketahui terdapat penyimpangan dari standar/ambang batas yang ditentukan dan diperkirakan dapat berakibat fatal maka disarankan perbaikan perbaikan yang harus dilaksanakan sebelum terjadi kerusakan yang lebih besar. Hal kecil saja misalnya lampu, bila dibiarkan mati dapat membahayakan pengguna jalan lainnya. B a b I I I M e t o d o l o g i Laporan Akhir III- 3

62 7. Pengujian kendaraan bermotor akan menjadi saksi ahli dalam kecelakaan yang melibatkan kendaraan wajib uji dan terdapat korban tewas, dalam penelitian maupun persidangan akan dibuktikan apakah kecelakaan tersebut diakibatkan oleh kesalahan Penguji. Sebagaimana diketahui, keselamatan transportasi tentunya tidak dapat lepas dari faktor faktor lain. Menurut data yang ada pada Departemen Perhubungan maupun Kepolisian RI angka kecelakaan yang paling besar yakni sebesar lebih dari 90% diakibatkan oleh kelalaian maupun ketidak disiplinan pengguna jalan atau manusia itu sendiri, sedangkan faktor lain adalah jalan 4%, teknis 3% dan lingkungan 1% 2.2. Konsep Dasar Penyelenggaraan Terminal Penumpang Terminal penumpang adalah bagian dari infrastruktur transportasi yang merupakan titik lokasi perpindahan penumpang. Pada lokasi itu terjadi konektivitas antar lokasi tujuan, antar modal, dan antar berbagai kepentingan dalam system transportasi dan infrastruktur. Terminal penumpang secara fungsional dapat didefinisikan secara berbeda-beda oleh penumpang, kendaraan umum (dan operatornya), serta regulator, dimana: - Dalam pandangan pengguna angkutan, terminal adalah sebagai tempat melakukan alih moda - Dalam pandangan operator angkutan, terminal berfungsi sebagai asal-tujuan dari suatu trayek pelayanan angkutan umum penumpang - Dalam pandangan regulator, terminal berfungsi sebagai lokasi pengaturan keberangkatan (manajemen operasional) maupun pengawasan terhadap pelayanan angkutan umum penumpang agar tercipta sistem angkutan umum yang baik. Menurut Budi (2005: ) dalam buku pembangunan kota tinjauan regional dan lokasi terminal, fungsi terminal adalah sebagai berikut : 1. Menyediakan tempat dan kemudahan perpindahan moda transportasi. 2. Menyediakan sarana untuk simpul lalu lintas. 3. Menyediakan tempat utuk menyiapkan kendaraan. B a b I I I M e t o d o l o g i Laporan Akhir III- 4

63 Terminal penumpang merupakan simpul dalam sistem jaringan transportasi jalan yang berfungsi pokok sebagai pelayanan umum yaitu tempat untuk naik turun penumpang untuk pengendalian lalu lintas dan angkutan kendaraan umum, serta sebagai tempat pemberhentian intra atau antar moda transportasi. Sesuai dengan fungsi tersebut, maka penyelenggaraan terminal berperan menunjang tersedianya jasa transportasi yang sesuai dengan kebutuhan lalu lintas dan pelayanan angkutan aman, cepat, tepat, teratur dan biaya yang terjangkau masyarakat. Untuk menjalankan fungsi tersebut, maka terminal harus dilengkapi dengan fasilitas. Fasilitas terminal dapat dikelompokkan atas fasilitas utama dan fasilitas pendukung, semakin besar suatu terminal semakin banyak fasilitas yang harus disediakan untuk menfasilitasi pergerakan penumpang maupun kendaraan. 1. Fasilitas utama: adalah fasilitas dasar yang diperlukan oleh penumpang, kendaraan, dan regulator untuk menjalankan aktivitas utamanya, misalnya: jalur keberangkatan, tempat parkir, ruang tunggu, bangunan kantor, dlsb; 2. Fasilitas pendukung: adalah fasilitas tambahan yang diperlukan oleh penumpang, kendaraan, dan juga regulator untuk membantu pelaksanaan aktivitas utamanya atau pelaksanaan aktivitas tambahan, misalnya; toilet, musholla, klinik, dan lain sebagainya. Keberhasilan pelaksanaan fungsi dari suatu terminal sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya: 1. Lokasi yang tepat yang memang merupakan lokasi ideal bagi proses perpindahan moda; 2. Dukungan pemerintah sebagai otoritas, eksekutif yang mengatur semua kepentingan stakeholder dan keperluan pembangunan wilayah; 3. Infrastruktur atau kondisi fasilitas utama dan fasilitas pendukung; 4. Kerjasama antara otoritas dengan berbagai pihak, dalam hal ini kerjasama antara pihak terminal dengan perusahaan bis, penyewa lokasi dan reklame serta pihak lain; B a b I I I M e t o d o l o g i Laporan Akhir III- 5

64 5. Kualitas sumber daya manusia (SDM) terminal; 6. Perkembangan system informasi manajemen, mekanisme pelaporan, perencanaan, dan pertanggungjawaban (akuntabilitas dan disclosure) Konsep Dasar Penyelenggaraan Terminal Barang Terminal barang adalah prasarana transportasi jalan untuk keperluan membongkar dan memuat barang serta perpindahan intra dan/atau antar moda transportasi. Terminal barang berfungsi untuk melayani kegiatan bongkar dan/atau muat barang, serta perpindahan intra dan/atau moda transportasi. Sedangkan terkait dengan fasilitas terminal barang, pada terminal barang terdiri juga dari fasilitas utama dan fasilitas penunjang terminal barang Untuk fasilitas utama terminal barang yang harus tersedia antara lain adalah : a. Bangunan kantor terminal; b. Tempat parkir kendaraan untuk melakukan bongkar dan/muat barang; c. Gudang atau lapangan penumpukan barang; d. Tempat parkir kendaraan angkutan barang untuk istirahat atau selama menunggu keberangkatan; e. Rambu-rambu dan papan informasi; f. Peralatan bongkar muat barang. Sedangkan untuk fasilitas penunjang penyelenggaraan terminal barang dijelaskan dalam Pasal 25 (3) Kepmenhub KM 31/1995 yang antara lain terdiri dari : a. Tempat istirahat awak kendaraan b. Fasilitas parkir kendaraan, selain kendaraan angkutan barang; c. Alat timbang kendaraan dan muatannya; d. Kamar kecil/toilet; e. Mushola; f. Kios/kantin; g. Ruang pengobatan; h. Telepon umum; i. Taman. B a b I I I M e t o d o l o g i Laporan Akhir III- 6

65 Penyelenggaraan terminal barang merupakan kewenangan Pemerintah Provinsi, sehingga operasional terminal barang dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan Gubernur Kepala Daerah tingkat I. Sedangkan untuk pengelolaan terminal barang dilakukan dalam lingkup kegiatan penrencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan oeprasional terminal Konsep Dasar Penyelenggaraan Bengkel Umum Bengkel umum kendaraan bermotor adalah bengkel umum yang berfungsi untuk membetulkan, memperbaiki, dan merawat kendaraan bermotor agar tetap memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan. Bengkel umum terbagi kedalam 3 klasifikasi yang didasarkan atas tingkat pemenuhan terhadap persyaratan sistem mutu, mekanik, fasilitas, dan peralatan, serta manajemen informasi sesuai dengan penilaian masingmasing kelas bengkel. Ketiga klasifikasi bengkel tersebut antara lain yaitu : - Bengkel kelas I tipe A, B, C - Bengkel kelas II, tipe A, B, C - Bengkel kelas III, tipe A, B, C Tipe-tipe bengkel tersebut secara teknis didasarkan pada jenis pekerjaan yang mampu dilakukan oleh bengkel tersebut, dengan penjelasan sebagai berikut : - Bengkel tipe A, merupakan bengkel yang mampu melakukan jenis pekerjaan perawatan berkala, perbaikan kecil perbaikan besar, perbaikan chasis dan bodi; - Bengkel tipe B, merupakan bengkel yang mampu melakukan jenis pekerjaan perawatan berkala, perbaikan kecil dan perbaikan besar atau jenis pekerjaan perawatan berkala, perbaikan kecil serta perbaikan chasis dan bodi; - Bengkel tipe C, merupakan bengkel yang mampu melakukan jenis pekerjaan perawatan berkala, dan perbaikan kecil Konsep Dasar Penyusunan Naskah Akademis dan Buku Standar Berdasarkan uraian lingkup kegiatan yang diminta dalam Kerangka Acuan Kerja, sebagian besar kegiatan yang dilakukan adalah melakukan inventarisasi dan identifikasi terhadap legalitas, pelayanan dan keberadaan fasilitas prasarana transportasi jalan yang B a b I I I M e t o d o l o g i Laporan Akhir III- 7

66 selanjutnya diolah dan dianalisis untuk digunakan sebagai bahan penyusunan 6 konsep standar. Perumusan naskah akademis akan mengikuti prosedur yang ada dalam Perpres Nomor 68 Tahun 2005 dan Keputusan Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional Nomor G- 159.PR Tahun 1994 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan Naskah Akademik Peraturan Perundang-undangan. Sedangkan untuk penyusunan buku standar, dijelaskan dalam buku Pengembangan Standar Nasional Indonesia (PSN 01 Tahun 2007) yang dikeluarkan oleh BSN (Badan Standarisasi Nasional) disebutkan bahwa penyusunan pengembangan standar nasional Indonesia memperhatikan: 1) kebijakan nasional di bidang standarisasi; 2) kebutuhan pasar 3) perkembangan standarisasi internasional; 4) kesepakatan regional dan internasional; 5) kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi Oleh karena itu, maka dalam proses penyusunan 6 standar di bidang transportasi jalan ini akan dilakukan komparasi antara aspek legal yang berlaku di Indonesia berikut dengan standar-standar yang terkait fokus studi dengan standar internasional dari negara-negara maju yang sudah memfasilitasi kegiatan alih moda pada simpul stasiun, bandar udara, dan pelabuhan di negaranya dan memasukkan kebutuhan pasar untuk mendapatkan keluaran standar yang sesuai dengan kondisi dan peraturan yang berlaku di Indonesia. B. Metodologi Kerja 1. Uraian Kegiatan dan Metoda Pelaksanaannya Sesuai dengan KAK Butir 2.a disampaikan sebanyak 6 buah item kegiatan yang diembankan kepada konsultan untuk dilakukan dalam kerangka waktu yang disediakan sehingga menghasilkan keluaran yang mencerminkan tercapainya maksud dan tujuan yang diinginkan dalam KAK. B a b I I I M e t o d o l o g i Laporan Akhir III- 8

67 Pendekatan/metoda pelaksanaan yang diusulkan konsultan untuk melaksanakan setiap item uraian kegiatan/ruang lingkup dalam KAK Butir 2.a tersebut disampaikan pada Tabel 3.2. Dalam tabel ini disampaikan apa saja masukan ( input) yang diperlukan, metoda analisis/metoda kerja (process) yang dilakukan, serta hasil ( output) yang akan dihasilkan dari setiap tahapan kegiatan tersebut, sedemikian sehingga dapat diperoleh benang merah keterkaitan antara satu kegiatan dengan kegiatan yang lainnya. Secara prinsip metoda yang diusulkan tersebut tidak terlepas dari pendekatan proses pelaksanaan kegiatan yang dideskripsikan sebelumnya. KAJIAN AKADEMIS IDENTIFIKASI DASAR HUKUM PENELITIAN LAPANGAN 1) Studi literatur 2) Benchmarking 3) Kajian perkembangan teknologi 1) Inventarisasi kebijakan/ peraturan perundangan 2) Inventarisasi kebijakan pengembangan Analisis dan evaluasi kondisi eksisting prasarana transportasi darat yang akan distandarkan Diskusi interaktif 1: brain-storming (lingkup standar) NASKAH AKADEMIS dasar filosofis dasar sosiologis dasar yuridis pokok dan lingkup materi yang akan diatur Diskusi interaktif 2: teknis (spesifikasi umum, teknis, dan fungsional) KONSEP AWAL STANDAR Ruang lingkup Acuan normatif Definisi dan istilah Pokok pengaturan Lampiran KONSEP STANDAR (RSNI 1) Gambar 3.1 Pendekatan proses pelaksanaan kegiatan Diskusi interaktif 3: tata naskah (bahasa dan tata urutan standar) B a b I I I M e t o d o l o g i Laporan Akhir III- 9

68 Tabel 3.2 Uraian kegiatan/ruang lingkup dan metoda pelaksanaannya N o Uraian kegiatan/ ruang lingkup 1 Inventarisasi kebijakan mengenai prasarana transportasi jalan 2 Inventarisasi kebijakan pengembangan prasarana transportasi jalan 3 Inventarisasi perkembangan teknologi prasarana transportasi jalan 4 Menganalisis dan mengevaluasi kondisi existing prasarana transportasi jalan di Indonesia 5 Melakukan studi literatur/ benchmarking standar prasarana transportasi jalan dari negara lainnya 6 Merumuskan 6 naskah akademis konsep standar di bidang prasarana transportasi jalan Metoda pelaksanaan Input Proses Output UU LLAJ (dan PP-nya) UU Jalan (dan PP-nya) UU Tata Ruang Kepmen/Permen, SK Dirjen terkait Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Roadmap Keselamatan Dokumen lainnya Data hasil penelitian Data vendor/ penyedia teknologi Data aplikasi terkini Output No. 1, 2, 3 Data hasil survei sekunder dan primer: - Data fasilitas dan peralatan uji berkala kendaraan bermotor - Data fasilitas terminal (Tipe A, B, C) - Data fasilitas terminal barang - Data fasilitas dan peralatan bengkel umum Literatur terkait Standar prasarana di negara lain International standar Kondisi prasarana transportasi jalan di negara lain Output No 1, 2, 3, 4, 5 Pedoman penulisan naskah akademis (Perpres 68/2005) Pedoman standarisasi nasional (PSN ) Diskusi interaktif dengan pakar Desk study (content analysis) Desk study (content analysis) Desk study (descriptive analysis) Gap analysis Benckmarkin g Perumusan Prinsip dasar penyelengga-raan prasarana transportasi jalan Kriteria/standar umum penyediaan dan kinerja prasarana transportasi jalan Strategi, program, dan kegiatan pengembangan prasarana transportasi jalan Target penyediaan, kondisi, dan kinerja prasarana transportasi jalan (jangka pendek, menengah, panjang) Perkembangan riset dan aplikasi teknologi prasarana transportasi jalan terkini Keunggulan dan kelemahan dari teknologi prasarana transportasi jalan terkini (biaya, operability, manfaat, resiko, dampak) Deviasi antara kondisi eksisting dengan kondisi ideal di peraturan perundangan Deviasi antara kondisi eksisting dengan target yang ada di dalam dokumen rencana Deviasi antara kondisi eksisting dengan perkembangan teknologi terkini Best practice standar (ruang lingkup, spesifikasi, dan aplikasi) Potensi aplikasi standar di Indonesia (kesesuaian karakteristik fisik, teknis, kelembagaan, dlsb) Naskah akademis (dasar filosofis-sosiologis-yuridis dan pokok dan lingkup materi yang akan diatur) Konsep standar (ruang lingkup, acuan normatif, definisi dan istilah, pokok pengaturan, lampiran) B a b I I I M e t o d o l o g i Laporan Akhir III- 10

69 2. Bagan Alir Pelaksanaan Analisis (Framework of Analysis) Berdasarkan hasil pemetaan terhadap ruang lingkup kegiatan serta metoda pelaksanaan yang diusulkan pada Tabel 3.2 di atas, maka dapat disusun suatu bagan alir kerangka kerja (framework) pelaksanaan analisis yang akan dilakukan seperti yang disampaikan pada Gambar 3.2. Bagan alir analisis ini menggambarkan mengenai flow pelaksanaan ruang lingkup kegiatan sesuai pemetaan yang dilakukan pada bagian sebelumnya, sehingga diperoleh benang merah keterkaitan antara satu proses dengan proses lainnya dari awal hingga menghasilkan produk yang diinginkan sesuai dengan KAK, yakni 6 konsep standar di bidang prasarana transportasi jalan yang terdiri dari : - Standar fasilitas peralatan uji kendaraan bermotor; - Standar fasilitas terminal tipe A; - Standar fasilitas terminal tipe B; - Standar fasilitas terminal tipe C; - Standar fasilitas terminal barang; - Standar fasilitas dan peralatan bengkel umum. Proses pelaksanaan pekerjaan tersebut membutuhkan sejumlah data baik yang bersumber dari data primer maupun sekunder, serta terdapat beberapa metoda/pendekatan analisis yang diaplikasikan. Penjelasan mengenai metoda pengumpulan data serta metoda analisis yang digunakan disampaikan pada Bagian C. Bagan alir proses ini menjadi dasar dalam menyusun program kerja, jadual pelaksanaan kegiatan, serta jadual alokasi sumber daya yang akan dibahas pada BAB 7 laporan studi ini. B a b I I I M e t o d o l o g i Laporan Akhir III- 11

70 SURVEI SEKUNDER KEBIJAKAN TERKAIT KEBIJAKAN PENGEMBANGAN DATA PERKEMBANGAN TEKNOLOGI PRASARANA DATA KONDISI PRASARANA EKSISTING DATA LITERATUR DAN STANDAR NEGARA LAIN UU LLAJ UU Jalan UU Tata ruang PP, KM/PM, SK Dirjen terkait CONTENT ANALYSIS Renstra Kemenhub Roadmap Keselamatan Transportasi Dokumen terkait CONTENT ANALYSIS Data hasil penelitian Data vendor/penyedia teknologi prasarana Data aplikasi terkini DESCRIPTIVE ANALYSIS Data fasilitas dan peralatan uji berkala kendaraan bermotor Data fasilitas terminal (Tipe A, B, C) Data fasilitas terminal barang Data fasilitas dan peralatan bengkel umum Literatur terkait International standar Standar dan kondisi prasarana transportasi jalan negara lain INVENTARISASI KEBIJAKAN TERKAIT Prinsip dasar penyelenggaraan prasarana transportasi jalan Kriteria/standar umum penyediaan dan kinerja prasarana transportasi jalan INVENTARISASI KEBIJA- KAN PENGEMBANGAN Strategi, program, kegiatan pengembangan prasarana transportasi jalan Target penyediaan, kondisi, dan kinerja prasarana transportasi jalan (jangka pendek, menengah, panjang) INVENTARISASI PERKEM- BANGAN TEKNOLOGI Perkembangan riset dan aplikasi teknologi prasarana transportasi jalan terkini Keunggulan dan kelemahan dari teknologi prasarana transportasi jalan terkini (biaya, operability, manfaat, resiko, dampak) GAP ANALYSIS COMPARISON ANALISIS DAN EVALUASI KONDISI EKSISTING Deviasi antara kondisi eksisting dengan: Kondisi ideal yang diharapkan dalam peraturan perundangan Target yang ada di dalam dokumen rencana Perkembangan teknologi terkini BENCHMARKING STANDAR Best practice standar (ruang lingkup, spesifikasi, dan aplikasi) Potensi aplikasi standar di Indonesia (kesesuaian karakteristik fisik, teknis, kelembagaan, dlsb) PERUMUSAN Naskah akademis (dasar filosofis-sosiologisyuridis dan pokok dan lingkup materi yang akan diatur) Konsep standar (ruang lingkup, acuan normatif, definisi dan istilah, pokok pengaturan, lampiran) Gambar 3.2 Tahapan pelaksanaan kegiatan (framework-of-analysis) B a b I I I M e t o d o l o g i Laporan Akhir III- 12

71 C. Penjelasan Pendekatan/Metoda yang Digunakan Dari Gambar 3.2 di atas terdapat beberapa metoda yang diusulkan konsultan untuk diterapkan dalam rangka melaksanakan seluruh ruang lingkup kegiatan. Pada beberapa sub bab berikut ini dijelaskan/dibahas detail dari setiap pendekatan/metoda kerja yang digunakan tersebut. 1. Metoda Pengumpulan Data Untuk menyelesaikan seluruh ruang lingkup kegiatan pada studi ini sesuai dengan framework of analysis yang telah disusun pada Gambar 3.1 dibutuhkan data-data penunjang. Data-data ini dikumpulkan dengan berbagai metoda pegumpulan data. Namun untuk lebih mengefektifkan waktu dan biaya perlu diidentifikasi terlebih dahulu kebutuhan data sesuai dengan analisis yang akan dilakukan. Dari listing kebutuhan data tersebut dapat diidentifikasi metoda pengumpulan data sesuai. a. Data yang dibutuhkan Jenis data dan sumber potensial untuk setiap data yang dibutuhkan untuk kegiatan ini disampaikan pada Tabel 3.3. Data yang dibutuhkan dikelompokkan sesuai dengan karakteristiknya seperti data dokumen perencanaan, peraturan terkait, data dan informasi lapangan, dan literatur/studi terdahulu. Tabel 3.3 Jenis Data yang Dibutuhkan dan Potensi Sumbernya No Kelompok Data Jenis Data Sumber Potensial 1. Data kebijakan (peraturan perundangan) 1.a UU 22/2009 tentang LLAJ 1.b UU 38/2004 tentang Jalan 1.c UU 26/2007 tentang Penataan Ruang - Kementerian Perhubungan - Kementerian Pekerjaan Umum 2. Data kebijakan pengembangan (dokumen perencanaan) 3. Data perkembangan teknologi prasararana transportasi jalan 4. Data kondisi prasarana transportasi jalan eksisting 5. Data literatur dan standar negara lain 1.d PP, PM/KM, SK Dirjen terkait 2.a Renstra Kementerian Perhubungan 2.b Road Map Keselamatan Transportasi 2.c Renstra Dinas (Di wilayah kajian) 2.d RUJTJ/Tatralok (Di wilayah kajian) 2.e RTRW (Di wilayah kajian) 3.a Hasil-hasil penelitian 3.b Data teknis teknologi terkini dari vendor 3.c Data pemanfaatan teknologi terkini 4.a Data fasilitas dan peralatan uji berkala kendaraan bermotor 4.b Data fasilitas terminal (Tipe A, B, C) 4.c Data fasilitas terminal barang 4.d Data fasilitas dan peralatan bengkel umum 5.a Literatur terkait 5.b International standar 5.c Standar negara lain 5.d Kondisi prasarana transportasi jalan negara lain - Kementerian Perhubungan - Dinas Perhubungan Provinsi, Kab/Kota - Bappeda Provinsi, Kab/Kota - Kementerian Perhubungan - Lembaga Penelitian (Dalam Negeri dan Luar Negeri) - Vendor prasarana - Dinas Perhubungan - Dinas Pekerjaan Umum - Hasil survei lapangan - Perpustakaan Kemenhub - TRRL, TRB, AASTHO, dll - Website dan korenspondensi dengan Department of Transportation negara lain B a b I I I M e t o d o l o g i Laporan Akhir III- 13

72 b. Metoda survei yang digunakan Untuk mempermudah proses mendapatkan data yang dibutuhkan sesuai Tabel 3.3, maka perlu disusun suatu metoda pengumpulan data yang komprehensif dan terstruktur sehingga dapat memanfaatkan waktu yang disediakan sesuai arahan dalam KAK. Untuk itu dalam kegiatan ini digunakan sejumlah metoda survei sebagai berikut: i. Survei instansional dilakukan untuk mengumpulkan literatur serta data sekunder di instansi terkait baik di pusat maupun di daerah. Data-data sekunder ini meliputi: Instansi Kementerian Perhubungan untuk memperoleh data mengenai UU, PP, KM/PM dan SK Dirjen terkait, Renstra Kemenhub , Roadmap Keselamatan, data statistik perhubungan, data terkait lainnya; Instansi Kementerian Pekerjaan Umum untuk memperoleh data mengenai UU jalan dan penataan ruang serta peraturan pelaksanaannya terkait dengan kegiatan ini; Instansi Bappeda Provinsi/Kab-Kota untuk memperoleh data mengenai RTRW Provinsi/Kab-Kota serta rencana pembangunan daerah yang terkait (RPJP dan RPJM Daerah) terkait dengan kegiatan ini; Instansi Dinas Perhubungan Provinsi/Kab-Kota untuk memperoleh data mengenai kondisi, kinerja, dan rencana pengembangan prasarana transportasi jalan yang akan dibuat standarnya (fasilitas uji berkala, terminal, penyeberangan/zebra cross, dan jembatan timbang); ii. Instansi Dinas Pekerjaan Umum Provinsi/Kab-Kota untuk memperoleh data mengenai kondisi jalan, kinerja jalan (volume, kecepatan), dan rencana pengembangan jaringan jalan; Instansi BPS dan instansi terkait lainnya untuk mengumpulkan data-data statistik serta data terkait yang diperlukan. Survei lapangan untuk mendapatkan gambaran kondisi aktual dari setiap jenis prasarana jalan yang akan distandarkan, yang meliputi: Survei penyediaan, kondisi, dan operasional dari fasilitas dan peralatan uji berkala kendaraan yang ada di wilayah kajian; B a b I I I M e t o d o l o g i Laporan Akhir III- 14

73 Survei penyediaan, kondisi, dan operasional dari fasilitas terminal tipe A, B, atau C yang ada di wilayah kajian; Survei penyediaan, kondisi, dan operasional dari fasilitas terminal barang yang ada di wilayah kajian; Survei penyediaan, kondisi, dan operasional dari fasilitas dan peralatan bengkel umum yang ada di wilayah kajian; Pengambilan gambar sebagai dokumentasi kegiatan. iii. Survei wawancara/kuisioner stakeholders ( Pejabat instansi terkait, masyarakat) yang meliputi: Survei kepada masyarakat pengguna mengenai penilaian serta harapan terhadap kondisi dan kinerja dari setiap prasarana transportasi jalan yang akan distandarkan fasilitasnya; Survei kepada pejabat terkait di Daerah dan Pusat mengenai berbagai permasalahan berkenaan dengan setiap prasarana transportasi jalan yang akan distandarkan fasilitasnya; Survei wawancara kepada para pakar tentang lingkup, spesifikasi, dan pengaturan dari standar yang akan ditetapkan; iv. Pelaksanaan diskusi interaktif dengan para pakar menggunakan metoda diskusi panel yang meliputi substansi mengenai: diskusi awal (brain storming) untuk merumuskan lingkup pengaturan yang distandarisasi, diskusi kedua (teknis) untuk menetapkan spesifikasi umum, teknis, dan fungsional dari masing-masing fasilitas/prasarana, diskusi ketiga (tata penulisan) untuk memastikan penyampaian standar dilakukan dengan benar. B a b I I I M e t o d o l o g i Laporan Akhir III- 15

74 c. Metoda Analisis Kepuasan Masyarakat 1) Penilaian Harapan terhadap Pelayanan Sama halnya dengan perhitungan tingkat pelayanan dalam tahap awal perlu diidentifikasi terlebih dahulu jenis prasarana dalam penyelenggaraan pelayanan terminal, penyeberangan orang, kegiatan uji berkala, serta penyelenggaraan jembatan timbang. Unsur-unsur pelayanan ini pada dasarnya merupakan indikator kinerja pelayanan yang selanjutnya dinilai berdasarkan tingkat kepuasan masyarakat pada saat survei wawancara pengguna jasa. 2) Analisis Perbandingan Kepuasan dan Harapan Masyarakat Kepuasan merupakan indikator terpenting dalam hal pelayanan, dalam melihat tingkat kepuasan maka masyarakat pengguna jasa perlu diberi kesempatan untuk menilai kinerja pelayanan operasional prasarana transportasi jalan. Salah satu alat bantu dalam melakukan analisis yang digunakan untuk membandingkan sampai sejauh mana antara kepuasan masyarakat terhadap kinerja pelayanan yang dirasakan oleh pengguna jasa dengan harapan masyarakat terhadap kinerja pelayanan yang diinginkan oleh pengguna jasa adalah dengan menggunakan pendekatan Importance-Performance Analysis (IPA). Dari hasil penilaian kepuasan dan harapan masyarakat terhadap pelayanan maka akan diperoleh suatu perhitungan mengenai tingkat kesesuaian antara tingkat kepuasan dan harapan masyarakat terhadap kinerja pelayanan. Tingkat kesesuaian merupakan hasil perbandingan antara tingkat kepuasan masyarakat dengan tingkat harapan masyarakat, sehingga tingkat kesesuaian inilah yang akan menentukan skala prioritas yang akan dipakai dalam penanganan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pengguna jasa. 2. Metoda Inventarisasi Kebijakan Terkait (Content Analysis) Inventarisasi kebijakan terkait dengan prasarana transportasi jalan merupakan pelaksanaan dari uraian kegiatan/ruang lingkup pada KAK Butir 2.a point 1). Tujuan B a b I I I M e t o d o l o g i Laporan Akhir III- 16

75 dari pelaksanaan inventarisasi kebijakan ini adalah untuk mengetahui konsep dasar pengaturan yang terkait dengan setiap jenis prasarana transportasi jalan yang akan dibuat standar fasilitasnya. Dalam konteks penyusunan suatu naskah akademis, proses inventarisasi kebijakan terkait ini disebut sebagai proses identifikasi dasar hukum. Identifikasi dasar hukum ini sangat diperlukan agar konsep standar yang disusun akan memiliki landasan kontekstual yang kuat dan relevan dengan peraturan perundangan yang berlaku. Proses inventarisasi kebijakan terkait ini dilakukan dengan metoda content analysis, yakni suatu metoda untuk menafsirkan teks yang dimuat, dalam hal ini dimuat dalam peraturan perundangan yang berlaku di bidang transportasi jalan (UU, PP, KM/PM, dan SK Dirjen terkait). Adapun deskripsi aplikasi dari proses content analysis untuk inventarisasi kebijakan mengenai prasarana transportasi jalan dalam studi ini disampaikan pada Tabel 3.4 yang membandingkan muatan pengaturan untuk setiap jenis prasarana transportasi jalan yang akan disusun konsep standarnya, sehingga dapat disimpulkan mengenai prinsip dasar dari pengaturan yang diinginkan dalam berbagai peraturan perundangan yang berlaku. Tabel 3.4 Ilustrasi proses content analysis dalam inventarisasi kebijakan terkait No Konsep pengaturan dalam peraturan perundang-undangan A MUATAN PENGATURAN DALAM PERATURAN PERUNDANGAN 1 Pengaturan menurut UU (UU 22/2009 tentang LLAJ dan UU 38/2004 tentang Jalan) 2 Pengaturan menurut PP (PP 41/1993 tentang Angkutan Jalan dan PP 43/1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan 3 Pengaturan menurut KM/PM: KM 31/1995 tentang Jenis prasarana transportasi yang disusun konsep standarnya Fasilitas dan prasarana uji berkala kendaraan bermotor Fasilitas terminal tipe A, B, C Fasilitas penyeberangan dan zebracross Fasilitas dan peralatan jembatan timbang B a b I I I M e t o d o l o g i Laporan Akhir III- 17

76 No Konsep pengaturan dalam peraturan perundang-undangan Terminal Transportasi Jalan, KM 71/1993 tentang Uji Berkala Kendaraan Bermotor, KM 60/1993 tentang Marka Jalan, KM 65 Tahun 1993 tentang Fasilitas Pendukung Kegiatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, KM 5 Tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Penimbangan Kendaraan Bermotor di Jalan B KESIMPULAN DARI HASIL CONTENT ANALYSIS 5 Prinsip dasar penyelenggaraan prasarana transportasi jalan 6 Kriteria/standar umum dari penyediaan setiap jenis prasarana transportasi jalan Penjelasan: Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan Jenis prasarana transportasi yang disusun konsep standarnya Fasilitas dan prasarana uji berkala kendaraan bermotor Fasilitas terminal tipe A, B, C Fasilitas penyeberangan dan zebracross Fasilitas dan peralatan jembatan timbang - Tabel ini hanya sebagai ilustrasi, akan diisi dengan data hasil analisis. - Setiap sel di dalam tabel akan diisi dengan pokok-pokok pengaturan berkenaan dengan definisi, tujuan/prinsip dasar fungsi dari setiap prasarana transportasi jalan, kebutuhan lokasi/skala dari setiap jenis prasarana, spesifikasi umum-teknisfungsional setiap jenis prasarana transportasi jalan 3. Metoda Inventarisasi Kebijakan Pengembangan (Content Analysis) Inventarisasi kebijakan pengembangan prasarana transportasi jalan merupakan pelaksanaan dari uraian kegiatan/ruang lingkup pada KAK Butir 2.a point 2). Tujuan dari pelaksanaan inventarisasi ini adalah untuk mengetahui kebijakan pengembangan serta strategi, program, dan kegiatan (dalam sejumlah dokumen perencanaan) yang direncanakan untuk mengembangkan setiap jenis prasarana transportasi jalan yang akan disusun konsep standar fasilitasnya. Proses inventarisasi kebijakan pengembangan ini dilakukan dengan metoda content analysis, yakni suatu metoda untuk menafsirkan teks yang dimuat, dalam hal ini dimuat dalam sejumlah dokumen perencanaan yang terkait (Cetak biru, Renstra, serta dokumen yang ada di Daerah dalam Tatralok, RUJTJ atau dokumen terkait lainnya). B a b I I I M e t o d o l o g i Laporan Akhir III- 18

77 Adapun deskripsi aplikasi dari proses content analysis dalam melakukan inventarisasi kebijakan pengembangan prasarana transportasi jalan disampaikan pada Tabel 3.5 yang membandingkan arahan/target penyelenggaraan setiap jenis prasarana yang akan distandarisasi, sehingga diperoleh gambaran mengenai arahan kondisi dan kinerja yang diharapkan. Tabel 3.5 Ilustrasi proses content analysis dalam inventarisasi kebijakan pengembangan No Kebijakan/dokumen rencana pengembangan A MUATAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN DALAM DOKUMEN PUSAT 1 Renstra Kementerian Perhubungan Cetak Biru Keselamatan Transportasi 3 Renstra Perhubungan Darat Jenis prasarana transportasi yang disusun konsep standarnya Fasilitas dan prasarana uji berkala kendaraan bermotor Fasilitas terminal tipe A, B, C Fasilitas penyeberang an dan zebra-cross Fasilitas dan peralatan jembatan timbang B MUATAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN DALAM DOKUMEN DAERAH 4 Renstra Dinas Perhubungan 5 Tatrawil/lok 6 Rencana Umum Jaringan Transportasi Jalan (RUJTJ) 7 Dokumen lainnya C KESIMPULAN HASIL CONTENT ANALYSIS 8 Arah kebijakan pengembangan prasarana transportasi jalan 9 Target penyediaan dan kinerja prasarana transportasi jalan (pendek, menengah, panjang) 10 Strategi, program, dan kegiatan pengembangan prasarana transportasi jalan Penjelasan: - Tabel ini hanya sebagai ilustrasi, akan diisi dengan data hasil analisis. - Setiap sel di dalam tabel akan diisi dengan pokok-pokok kebijakan pengembangan dalam setiap dokumen berupa arah kebijakan, sasaran/target pengembangan, serta strategipogram-kegiatan yang direncanakan untuk mencapai target yang dimaksud 4. Metoda Inventarisasi Perkembangan Teknologi (Descriptive Analysis) Inventarisasi perkembangan teknologi prasarana transportasi jalan merupakan pelaksanaan dari uraian kegiatan/ruang lingkup pada KAK Butir 2.a point 3). Tujuan dari pelaksanaan inventarisasi perkembangan teknologi ini adalah untuk mengetahui perkembangan terkini dalam konteks penelitian ( state-of-the art) serta dalam konteks B a b I I I M e t o d o l o g i Laporan Akhir III- 19

78 aplikasi ( state-of-practice) dari teknologi setiap prasarana/fasilitas dan peralatan yang akan disusun konsep standarnya. Dalam konteks penyusunan suatu naskah akademis, proses inventarisasi perkembangan teknologi prasarana ini disebut sebagai proses kajian akademis. Kajian akademis ini sangat diperlukan agar konsep standar yang disusun konsepnya akan memiliki landasan teroetis yang kuat dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Metoda analisis yang digunakan dalam melakukan inventarisasi perkembangan teknologi ini adalah descriptive analysis yakni suatu metoda untuk memberikan gambaran dengan jelas makna dari indikator-indikator yang ada, membandingkan dan menghubungkan antara indikator yang satu dengan indikator lain terkait dengan perkembangan teknologi prasarana transportasi jalan yang dikaji sehingga diperoleh gambaran mengenai arahan standarisasi dari konteks kesesuaian dengan aplikasi saat ini dan masa datang, sehingga standar yang disusun tidak ketinggalan jaman. Adapun gambaran mengenai aplikasi dari pendekatan descriptive-analysis dalam inventarisasi perkembangan teknologi prasarana jalan ini disampaikan ilustrasinya pada Tabel 3.6. Tabel 3.6 Ilustrasi proses descriptive-analysis untuk inventarisasi perkembangan teknologi No Perkembangan teknologi terbaru Jenis prasarana transportasi yang disusun konsep standarnya Fasilitas dan prasarana uji berkala kendaraan bermotor Fasilitas terminal tipe A, B, C Fasilitas penyeberangan dan zebra-cross A TAHAP PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN (STATE OF THE ART) 1 Hasil penelitian/studi terdahulu di lingkungan Kementerian Perhubungan 2 Hasil penelitian/studi terdahulu di instansi penelitian dalam negeri (Puslitbang Jalan, Perguruan Tinggi, dlsb) 3 Hasil penelitian dari lembaga internasional/ negara lain (TRRL, TRB, dlsb) B TAHAP UJICOBA DAN APLIKASI (STATE OF PRACTICE) 4 Contoh ujicoba aplikasi teknologi terbaru prasarana transportasi jalan 5 Aplikasi yang terbanyak (statewide) di sejumlah negara C KESIMPULAN HASIL DESCRIPTIVE ANALYSIS 6 Klasifikasi jenis teknologi prasarana - sudah tidak digunakan, - masih banyak digunakan - sedang dikembangkan 7 Perbandingan antar jenis teknologi (keunggulan/ kelemahan): Fasilitas dan peralatan jembatan timbang B a b I I I M e t o d o l o g i Laporan Akhir III- 20

79 Tabel 3.6 Ilustrasi proses descriptive-analysis untuk inventarisasi perkembangan teknologi No Perkembangan teknologi terbaru Jenis prasarana transportasi yang disusun konsep standarnya Fasilitas dan prasarana uji berkala kendaraan bermotor Fasilitas terminal tipe A, B, C Fasilitas penyeberangan dan zebra-cross Fasilitas dan peralatan jembatan timbang - Biaya - Operability - Resiko - Manfaat dan dampak Penjelasan: - Tabel ini hanya sebagai ilustrasi, akan diisi dengan data hasil analisis. - Setiap sel di dalam tabel akan diisi dengan data terkait dengan spesifikasi umumspesifikasi teknis-spesifikasi fungsi dari setiap jenis teknologi prasarana transportasi jalan (fasilitas/peralatan uji berkala, terminal, penyeberangan, dan jembatan timbang) mulai dari yang paling konvensional s.d yang paling canggih/teknologi terbaru 5. Metoda Analisis dan Evaluasi Kondisi Eksisiting (Gap Analysis) Analisis dan evaluasi terhadap kondisi eksisting prasarana transportasi jalan di Indonesia merupakan pelaksanaan dari uraian kegiatan/ruang lingkup pada KAK Butir 2.a point 4). Tujuan dari pelaksanaan analisis dan evaluasi kondisi eksisting ini adalah untuk mengetahui perkembangan aplikasi penyediaan prasarana transportasi jalan (eksistensi, lokasi/jumlah/skala, fungsional, dan pemanfaatannya) dibandingkan dengan indikator/kriteria umum yang diharapkan dalam (1) peraturan perundangan, (2) kebijakan pengembangan dari sejumlah dokumen perencanaan, dan perkembangan teknologi terkini. Sehingga dapat diketahui positioning dari kondisi saat ini dibandingkan dengan harapan, dengan demikian standarisasi yang dibentuk diharapkan merupakan salah satu bagian dari upaya untuk mencapai harapan tersebut. Dalam konteks penyusunan suatu naskah akademis, proses analisis dan evaluasi prasarana transportasi jalan saat ini disebut sebagai proses penelitian lapangan. Penelitian lapangan ini sangat diperlukan agar standar yang disusun konsepnya akan memiliki landasan sosiologis yang kuat sehingga tidak akan banyak menemui permasalahan dalam implementasinya. Metoda analisis yang digunakan dalam melakukan analisis dan evaluasi kondisi eksisting ini adalah gap analysis yakni suatu metoda untuk mengukur perbedaan antara suatu kondisi (umumnya adalah kondisi saat ini) dengan suatu kondisi yang dianggap lebih baik (intendeed conditions). Dengan gap analysis ini diharapkan diperoleh suatu B a b I I I M e t o d o l o g i Laporan Akhir III- 21

80 penilaian positioning dari kondisi aktual sehingga dapat diketahui apa saja yang perlu diperbaiki atau ditingkatkan. Adapun gambaran mengenai aplikasi dari pendekatan gap analysis dalam analisis dan evaluasi kondisi eksisting prasarana transportasi jalan ini disampaikan ilustrasinya pada Tabel 3.7. Tabel 3.7 Ilustrasi proses gap-analysis untuk analisis dan evaluasi kondisi eksisting No Perbandingan kondisi Jenis prasarana transportasi yang disusun konsep standarnya Fasilitas dan prasarana uji berkala kendaraan bermotor Fasilitas terminal tipe A, B, C Fasilitas penyeberangan dan zebracross Fasilitas dan peralatan jembatan timbang A KONDISI EKSISTING 1 Spesifikasi AKTUAL (umum, teknis, fungsional) 2 Kinerja pemanfaatan AKTUAL (efektivitas manfaat, dampak) B KONDISI IDEAL (DARI HASIL ANALISIS KEBIJAKAN) 3 Spesifikasi IDEAL (umum, teknis, fungsional) 4 Kinerja pemanfaatan IDEAL (efektivitas manfaat, dampak) C KONDISI HARAPAN/MASA DATANG (DARI HASIL ANALISIS KEBIJAKAN PENGEMBANGAN) 5 Spesifikasi HARAPAN (umum, teknis, fungsional) 6 Kinerja pemanfaatan HARAPAN (efektivitas manfaat, dampak) C KONDISI TEKNOLOGI TERBARU (DARI HASIL INVENTARISASI PERKEMBANGAN TEKNOLOGI) 7 Spesifikasi TERBARU (umum, teknis, fungsional) 8 Kinerja pemanfaatan TERBARU (efektivitas manfaat, dampak) D KESIMPULAN HASIL GAP ANALYSIS 9 Deviasi spesifikasi kondisi terkini dengan: - Kondisi ideal - Kondisi harapan - Kondisi terbaru 10 Deviasi kinerja pemanfaatan kondisi terkini dengan: - Kondisi ideal - Kondisi harapan - Kondisi terbaru Penjelasan: - Tabel ini hanya sebagai ilustrasi, akan diisi dengan data hasil analisis. B a b I I I M e t o d o l o g i Laporan Akhir III- 22

81 - Setiap sel di dalam tabel akan diisi dengan data terkait dengan spesifikasi umumspesifikasi teknis-spesifikasi fungsi serta kinerja pemanfaatan dari setiap jenis teknologi prasarana transportasi jalan dari data survei lapangan (kondisi terkini) maupun hasil pengumpulan data dan analisis pada tahap sebelumnya 6. Metoda Benchmarking Standar Studi perbandingan/benchmarking standar prasarana transportasi jalan merupakan pelaksanaan dari uraian kegiatan/ruang lingkup pada KAK Butir 2.a point 5). Tujuan dari pelaksanaan studi perbandingan/benchmarking ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai lingkup, spesifikasi, dan aplikasi standar di luar negeri dan untuk memperkirakan apakah standar tersebut dapat diaplikasikan di Indonesia. Dalam konteks penyusunan suatu naskah akademis, proses benchmarking ini termasuk ke dalam proses kajian akademis. Kajian akademis ini sangat diperlukan agar standar yang disusun konsepnya akan memiliki landasan teoretis aplikatif yang kuat dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Metoda analisis yang digunakan dalam melakukan perbandingan/benchmarking standar ini adalah comparison study yakni suatu metoda untuk membandingkan kondisi atau pengaturan dari suatu lokasi dengan lokasi lainnya. Dengan studi perbandingan ini akan diperoleh suatu kecenderungan aplikasi serta contoh aplikasi terbaik yang kemungkinan dapat diadopsi dalam standar yang akan disusun konsepnya. Berdasarkan lokasi studi yang telah disampaikan dalam KAK, kegiatan benchmarking ini akan dilakukan di Malaysia. Adapun gambaran mengenai aplikasi dari pendekatan comparison-study dalam benchmarking standar ini disampaikan ilustrasinya pada Tabel 3.8. No Tabel 3.8 Ilustrasi proses comparison-study untuk benchmarking standar Perbandingan Kondisi A FASILITAS PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR 1 Standar fasilitas dasar 2 Standar fasilitas pendukung B FASILITAS TERMINAL 3 Standar fasilitas dasar 4 Standar fasilitas pendukung C FASILITAS PENYEBERANGAN ORANG/ ZEBRA-CROSS 5 Standar fasilitas jembatan penyeberangan orang Indonesia Kondisi Pengaturan Eksisting Malaysia Kondisi Pengaturan Eksisting Kesimpulan B a b I I I M e t o d o l o g i Laporan Akhir III- 23

82 6 Standar fasiltas zebra-cross D FASILITAS JEMBATAN TIMBANG 7 Standar fasilitas dasar 8 Standar fasilitas pendukung Penjelasan: - Tabel ini hanya sebagai ilustrasi, akan diisi dengan data hasil analisis. - Setiap sel di dalam tabel akan diisi dengan data terkait dengan pengaturan standar fasilitas prasarana jalan dan kondisi eksisting prasarana jalan dari data survei lapangan (kondisi terkini) maupun hasil pengumpulan data dan analisis pada tahap sebelumnya 7. Metoda Perumusan dan Penulisan Naskah Akademis Penyusunan naskah akademis dari setiap standar yang akan dirumuskan konsepnya merupakan upaya untuk melaksanakan ruang lingkup/uraian kegiatan yang disampaikan dalam KAK Butir 2.a point 6). Perumusan naskah akademis akan mengikuti prosedur yang ada dalam Perpres Nomor 68 Tahun 2005 dan Keputusan Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional Nomor G-159.PR Tahun 1994 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan Naskah Akademik Peraturan Perundang-undangan. Adapun hasilnya akan berupa suatu dokumen naskah akademis yang berisi beberapa substansi. Dengan isi dan muatan dari naskah akademis tersebut diharapkan pengaturan yang disusun dalam konsep standar dapat dipertanggungjawabkan secara legal dan akademis serta implementable. Tabel 3.9 Ilustrasi isi dari dokumen naskah akademis Bab Daftar Isi Muatan pokok A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Apa yang menjadi landasan dari 2. Tujuan dan Kegunaan yang ingin dicapai standar yang disusun, baik secara 3. Metode Pendekatan akademis, sosiologis, maupun 4. Materi Muatan legal 5. Inventarisasi Peraturan Perundang-undangan B. RUANG LINGKUP NASKAH AKADEMIK C. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Umum a. Pengertian-pengertian b. Asas-asas 2. Materi 3. Sanksi 4. Peralihan 5. Penutup 1. Perlunya pengaturan 2. Jenis/bentuk pengaturan 3. Pokok-pokok materi yang perlu diatur D. LAMPIRAN 1. Daftar kepustakaan 2. Inventarisasi Peraturan Perundang-undangan 3. Hasil kajian atau penelitian atau makalahmakalah yang membahas materi standar yang bersangkutan. Apa saja pokok-pokok pengaturan yang harus dimuat sebagai standar/acuan dalam menyediakan dan mengoperasikan prasarana transportasi jalan Apa saja hal-hal utama yang harus diperhatikan dari produk standar yang disusun Data-data dan informasi yang diperlukan sebagai pendukung dari standar yang disusun B a b I I I M e t o d o l o g i Laporan Akhir III- 24

83 8. Metoda Perumusan dan Penulisan Konsep Standar Penyusunan setiap standar prasarana transportasi jalan yang akan dirumuskan konsepnya merupakan upaya untuk melaksanakan ruang lingkup/uraian kegiatan yang disampaikan dalam KAK Butir 2.a point 6) dan sebagai tindak lanjut dari hasil penyusunan naskah akademis dari Bagian 7 sebelumnya. Proses perumusan konsep standar mengikuti proses yang direkomendasikan dalam PSN tentang Penyusunan SNI. Sebagaimana telah dijelaskan pada Bagian A bahwa penyusunan konsep standar (penyiapan RSNI 1) ini merupakan tahapan pertama dari proses penyusunan SNI. Perumusan konsep standar dilakukan setelah proses penyusunan naskah akademis selesai dilakukan, namun demikian pada tahapan sebelumnya dan setelahnya akan dilakukan proses diskusi interaktif dengan para pakar melalui proses diskusi panel yang akan dilakukan selama 3 kali, yakni: 1. Diskusi panel pertama bertema brain storming akan dilakukan setelah presentasi pendahuluan (sebelum dilakukan proses surv ei lapangan). Diskusi ini akan membahas mengenai lingkup cakupan dari standar yang akan disusun serta membahas beberapa hal yang harus dipersiapkan, dikumpulkan datanya, dianalisis dan seterusnya. Rekomendasi dari hasil diskusi panel pertama ini akan ditindaklanjuti dalam proses analisis dan penyusunan naskah akademis; 2. Diskusi panel kedua, bertema diskusi teknis akan dilakukan setelah naskah akademis diselesaikan dan konsep awal dari standar disusun. Diskusi ini akan membahas hal-hal teknis terkait dengan spesifikasi umum-teknis-fungsional dari setiap item fasilitas dan peralatan yang perlu disediakan pada setiap prasarana transportasi jalan yang akan disusun konsep standarnya; 3. Diskusi panel ketiga, bertema diskusi tata penyampaian konsep standar/finalisasi, yang akan dilakukan setelah laporan konsep akhir disusun (sebelum laporan akhir). Diskusi ini akan membahas tata penyampaian dan tata bahasa dari konsep standar (dan perbaikan teknis jika masih ada) sehingga B a b I I I M e t o d o l o g i Laporan Akhir III- 25

84 layak untuk diteruskan dalam pembahasan lanjutan (RSNI 2), konsensun (RSNI 3), sampai dengan penetapan. Adapun penulisan konsep standar akan mengacu kepada Pedoman BSN Nomor tentang Penulisan Standar Nasional Indonesia (SNI) di mana cakupan muatan dari setiap konsep standar yang akan disusun disampaikan pada Tabel Tabel 3.10 Ilustrasi isi dari konsep standar prasarana transportasi jalan Bagian Muatan pokok 1. RUANG LINGKUP Menjelaskan mengenai cakupan obyek dan spesifikasi standar yang akan diatur di dalam konsep standar 2. ACUAN NORMATIF Menjelaskan acuan peraturan perundangan, standar lainnya (nasional maupun internasional) yang digunakan sebagai rujukan atau dasar dari konsep standar yang disusun 3. ISTILAH DAN DEFINISI Menjelaskan apa saja pengertian/pendefinisian dari setiap istilah yang digunakan dalam konsep standar agar menjadi kesamaan persepsi dalam penggunaan standar 4. SPESIFIKASI UMUM Menjelaskan persyaratan umum dan fungsional yang diharapkan dari setiap jenis fasilitas dan peralatan yang harus disediakan di setiap jenis prasarana transportasi jalan yang disusun konsep standarnya 5. SPESIFIKASI TEKNIS Menjelaskan persyaratan teknis yang harus dipenuhi (terkait dengan material, ukuran, jenis, lokasi, kapasitas, dlsb) dari setiap jenis fasilitas dan peralatan yang harus disediakan di setiap jenis prasarana transportasi jalan yang disusun konsep standarnya 6. PENUTUP Menjelaskan mengenai apa saja yang perlu diperhatikan dalam mengimplementasi dari konsep standar yang disusun LAMPIRAN-LAMPIRAN Menjelaskan mengenai lampiran normatif (wajib dipertimbangkan) dan lampiran informatif (bersifat penjelasan atau contoh) sebagai pelengkap dari konsep standar yang disusun B a b I I I M e t o d o l o g i Laporan Akhir III- 26

85 Bab IV Gambaran Penyelengaraan Prasarana Transportasi Jalan Pada Bab IV bagian Gambaran Penyelenggaraan Prasarana Jalan ini disampaikan mengenai gambaran penyelenggaraan prasarana transportasi jalan di wilayah yang menjadi lokasi studi ini yaitu di DKI Jakarta, Kota Pontianak, Kota Yogyakarta, Kota Padang, dan Kota Surabaya. Dalam bagian ini akan dibahas mengenai gambaran umum tiap wilayah, gambaran penyelenggaraan prasarana jalan, gambaran penyelenggaraan transportasi umum, gambaran penyelenggaraan terminal penumpang maupun barang, penyelenggaraan pengujian kendaraan bermotor, dan penyelenggaraan bengkel umum. A. Gambaran Penyelenggaraan Prasarana Transportasi Jalan di DKI Jakarta 1. Gambaran Umum Wilayah Studi Provinsi DKI Jakarta terbagi menjadi 5 wilayah Kota administrasi dan satu Kabupaten administratif, yakni: Kota administrasi Jakarta Pusat dengan luas 47,90 km 2, Jakarta Utara dengan luas 142,20 km 2, Jakarta Barat dengan luas 126,15 km 2, Jakarta Selatan dengan luas 145,73 km 2, dan Kota administrasi Jakarta Timur dengan luas 187,73 km 2, serta Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu dengan luas 11,81 km 2. Di sebelah utara membentang pantai sepanjang 35 km, yang menjadi tempat bermuaranya 13 buah sungai dan 2 buah kanal. Di sebelah selatan dan timur berbatasan dengan Kota Depok, Kabupaten Bogor, Kota Bekasi dan Kabupaten Bekasi, sebelah barat dengan Kota Tangerang dan Kabupaten Tangerang, serta di sebelah utara dengan Laut Jawa. Secara geologis, seluruh dataran terdiri dari endapan pleistocene yang terdapat pada ±50 m di bawah permukaan tanah. Bagian selatan terdiri atas lapisanalluvial, sedang dataran rendah pantai merentang ke bagian pedalaman sekitar 10 km. Di bawahnya terdapat lapisan endapan yang lebih tua yang tidak tampak pada permukaan tanah karena tertimbun seluruhnya oleh endapan alluvium. Di wilayah bagian utara baru terdapat pada kedalaman m, makin ke selatan permukaan keras semakin dangkal B a b I V G a m b a r a n P r a s a r a n a J a l a n Laporan Akhir IV- 1

86 8-15 m. Pada bagian tertentu juga terdapat lapisan permukaan tanah yang keras dengan kedalaman 40 m. Jumlah penduduk dalam periode terus mengalami peningkatan walaupun pertumbuhannya mengalami penurunan. Tahun 2002 jumlah penduduk sekitar 8,50 juta jiwa, tahun 2006 meningkat menjadi 8,96 juta jiwa, dan dalam lima tahun ke depan jumlahnya diperkirakan mencapai 9,1 juta orang. Kepadatan penduduk pada tahun 2002 mencapai penduduk per km 2, tahun 2006 mencapai penduduk per km 2 dan diperkirakan dalam lima tahun kedepan mencapai penduduk per km2. Laju pertumbuhan penduduk pada periode tahun sebesar 2,42 persen per tahun, menurun pada periode dengan laju 0,16 persen. Pada periode , laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,06 persen per tahun. Kondisi sosial ekonomi Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta didominasi oleh pertumbuhan seluruh lapangan usaha yang positif kecuali pertanian. Perkembangan nilai PDRB pada tahun 2010 sampai dengan 2011 sebagian besar menunjukkan peningkatan atau rata-rata meningkat setiap tahunnya, untuk nilai PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Tanpa Migas Atas Dasar Harga Berlaku mengalami peningkatan 11,8% dan 10,9% pada tahun 2010 sampai Gambaran Prasarana Jalan Berdasarkan data dari Ditjen Bina Marga, Kementerian Pekerjaan Umum, 2012, panjang jalan di Provinsi DKI Jakarta secara keseluruhan adalah sepanjang km. Berdasarkan status kewenangan pengelolaannya, jalan di Provinsi DKI Jakarta dapat dilihat dalam Tabel 4.1 berikut, Tabel 4.1 Panjang Jalan di DKI Jakarta Berdasarkan Status No Status Jalan Panjang (km) 1 Jalan Nasional 163,78 2 Jalan Provinsi 1.326,55 3 Jalan Kota 4.936,93 Total Panjang Jalan Sumber : Profil dan Kinerja Transportasi Darat DKI Jakarta, 2011 B a b I V G a m b a r a n P r a s a r a n a J a l a n Laporan Akhir IV- 2

87 Gambar 4.1 Jaringan Jalan DKI Jakarta Sumber : Profil dan Kinerja Transportasi Darat DKI Jakarta, Terkait dengan penyediaan prasarana pelengkap jalan penyeberangan orang yang terdiri dari jembatan penyeberangan dan zebra cross, umumnya untuk penyediaan prasarana penyeberangan orang di Provinsi DKI Jakarta sudah lebih baik apabila dibandingkan dengan wilayah lain di Indonesia. Penyalahgunaan jembatan penyeberangan tetap masih ada namun relatif masih lebih baik apabila dibandingkan dengan pelayanan jembatan penyeberangan di daerah lain. Gambaran penyelenggaraan pelayanan penyeberangan orang di Provinsi DKI Jakarta dapat dilihat dalam gambat berikut, B a b I V G a m b a r a n P r a s a r a n a J a l a n Laporan Akhir IV- 3

88 Jembatan Penyeberangan Orang di Kawasan JL.MH.Thamrin Zebra Cross di Kawasan Monas Gambar 4.2 Contoh Fasilitas Penyeberangan di DKI Jakarta 3. Gambaran Prasarana Terminal Penumpang Dalam melayani kebutuhan transportasi umum bagi masyarakat, di DKI Jakarta terdapat 11 (sebelas) terminal yang tersebar di 5 wilayah administratif kota di DKI Jakarta. Dari 11 (sebelas) terminal tersebut 5 terminal merupakan terminal tipe A dan 6 terminal merupakan terminal tipe B. Daftar terminal yang melayani transportasi penumpang umum di DKI Jakarta dapat dilihat dalam tabel berikut, B a b I V G a m b a r a n P r a s a r a n a J a l a n Laporan Akhir IV- 4

89 Tabel 4.2 Terminal di DKI Jakarta No Kota Nama Terminal Tipe Luas (m 2 ) 1 Jakarta Selatan Lebak bulus A Jakarta Barat Kalideres A Jakarta Timur Rawamangun A Jakarta Timur Kampung Rambutan A Jakarta Timur Pulo Gadung A Jakarta Selatan Blok M B Jakarta Selatan Pasar Minggu B Jakarta Timur Cililitan B Jakarta Timur Kampung Melayu B Jakarta Pusat Senen B Jakarta Utara Tanjung Priok B Sumber : Profil dan Kinerja Transportasi Darat DKI Jakarta, Dari tabel diatas terlihat bahwa terminal lebak bulus merupakan terminal tipe A dengan luas terminal terbesar dan disusul kemudian dengan terminal Kampung Rambutan. Kedua terminal ini khususnya terminal Kampung Rambutan, melayani perjalanan bus antar kota antar Provinsi yang menuju arah timur maupun selatan dari DKI Jakarta. Sabagai ibukota negara, dengan jumlah penduduk yang cukup besar, keberadaan terminal sebagai salah satu simpul transportasi umum di Provinsi DKI Jakarta tentulah sangat vital. Jumlah armada angkutan umum yang melayani masyarakat melalui simpul terminal di Provinsi ini pun cukup besar, sebagai gambaran, jumlah armada angkutan umum yang melayani DKI Jakarta melalui simpul-simpul terminal yang ada dapat dilihat dalam Tabel 4.3 berikut, Jenis Angkutan Tabel 4.3 Jumlah Armada Angkutan Umum di Provinsi DKI Jakarta Tahun Jumlah PO dan Armada PO Armada PO Armada PO Armada AKAP AKDP Taksi Jumlah Sumber : Profil dan Kinerja Transportasi Darat DKI Jakarta, Salah satu terminal tipe A yang cukup besar di DKI Jakarta yaitu Terminal Lebak Bulus merupakan terminal yang melayani keberangkatan dan kedatangan angkutan penumpang Antar Kota Antar Provinsi (AKAP), Trayek DKI, dan B a b I V G a m b a r a n P r a s a r a n a J a l a n Laporan Akhir IV- 5

90 Trayek non DKI. Secara rinci, data pelayanan terminal Lebak Bulus dapat dilihat dalam tabel berikut, Tabel 4.4. Data Terminal Lebak Bulus No Deskripsi Penjelasan Jumlah Bus yang melayani kendaraan/hari 1 Bus AKAP 206 kendaraan/hari Trayek DKI 565 kendaraan/hari Trayek Non DKI 253 kendaraan/hari 2 Jumlah RIT Operasi/hari RIT Jumlah RIT AKAP/hari 206 RIT Jumlah Penumpang/hari Masuk = orang 3 Keluar = orang Jumlah Penumpang AKAP Berangkat = orang Tiba = orang 4 Jumlah Perusahaan Bus 66 PO Jumlah Trayek 5 AKAP 44 trayek Trayek DKI 16 trayek Trayek non DKI 6 trayek Sumber : Profil Terminal Lebak Bulus, 2012 Gambar 4.3 Terminal Lebak Bulus, DKI Jakarta Dalam melayani calon penumpang yang datang maupun berangkat dari terminal Lebak Bulus, terminal ini dilengkapi dengan 78 loket penjualan tiket dan fasilitas penunjang lainnya yang mendukung kelancaran pelayanan terminal terhadap penumpangnya. Gambaran pelayanan fasilitas terminal Lebak Bulus dapat dilihat dalam tabel berikut, B a b I V G a m b a r a n P r a s a r a n a J a l a n Laporan Akhir IV- 6

91 Tabel 4.5 Fasilitas Terminal Lebak Bulus No Fasilitas Penjelasan 1 Luas Terminal 2 Hektare 2 Luas Emplasement Terminal m 2 3 Ruang Tunggu/Kios 510 m 2 4 Kantor m 2 5 Taman m 2 Gambar 4.4 Fasilitas Terminal Lebak Bulus 4. Gambaran Penyelenggaraan Terminal Barang DKI Jakarta memiliki satu terminal barang, yaitu terminal angkutan barang Tanah Merdeka yang terletak di Kalibaru, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara. Terminal Angkutan Barang Tanah Merdeka ini menjadi tempat transit bagi truk-truk kontainer yang akan menuju Pelabuhan Tanjung Priok. Umumnya truk-truk pengangkut barang yang menggunakan terminal angkutan barang ini adalah truk yang tidak memiliki pool truk atau truk-truk dari wilayah diluar DKI Jakarta. Terminal angkutan barang Tanah Merdeka ini memiliki luas terminal m 2. Dengan kapasitas dapat menampung hingga kurang lebih 250 truk kontainer. Tarif retribusi bagi truk-truk yang transit di terminal angkutan barang ini adalah sebesar Rp per hari/truk. 5. Gambaran Penyelenggaraan Pengujian Kendaraan Bermotor Penyelenggaraan pengukuran kendaraan hanya difokuskan pada pengukuran kendaraan di jembatan timbang. Namun wilayah DKI Jakarta tidak memiliki B a b I V G a m b a r a n P r a s a r a n a J a l a n Laporan Akhir IV- 7

92 jembatan timbang, padahal untuk wilayah Jakarta Utara diperlukan alat pengukuran kendaraan seperti jembatan timbang, karena untuk wilayah Jakarta Utara aktivitas kendaraan berat paling tinggi dibandingkan dengan kawasan Jakarta lainnya, di Jakarta Utara kendaraan yang melintas setiap harinya ada kurang lebih kendaraan berat, namun kapasitas jalan di kawasan tersebut hanya didesain untuk kapasitas beban kendaraan ton. Untuk Pengujian Kendaraan bermotor di wilayah DKI Jakarta bedasarkan data Perhubungan Darat Dalam Angka tahun 2010, adalah sebagai berikut : Tabel 4.6 Data Jumlah Penguji Fungsional Jembatan Fungsional No. Lokasi Pelaksana Pemula Pelaksana Lanjutan Penyedia 1 Kab. Adm. Kepulauan Seribu 2 Kota Jakarta Selatan Kota Jakarta Timur Kota Jakarta Pusat 5 Kota Jakarta Barat Kota Jakarta Utara Sumber : Perhubungan Darat Dalam Angka, 2011 Untuk Jenis alat pengujian yang digunakan dalan pengujian kendaraan bermotor adalah dengan menggunakan alat non mekanis, mekanis dan keliling. Pengujian dengan menggunakan alat pengujuan non mekanis terdapat di Kab. Adm Kepulauan Seribu dan Kota Jakarta Pusat dengan jumlah alat masingmasing 1 buah. Untuk alat pengujian mekanis tedapat di Jakarta selatan dengan jumlah alat sebanyak 5 buah, Jakarta Timur dengan jumlah alat sebanyak 5 buah, Jakarta Barat dengan alat pengujian sebanyak 2 buah dan Jakarta Utara dengan jumlah alat pengujian sebanyak 1 buah. Jumlah kendaraan yang wajib uji di DKI jakarta seperti yang tercantum dalam Perhubungan Darat Dalam Angka pada tahun 2010 adalah sebagi berikut : Tabel 4.7 Data Jumlah Kendaraan Wajib Uji No. Lokasi Jumlah Kendaraan Wajib Uji Merk Alat MP M.Bus M.Brg KK Krt. Krt. Uji Gan Tem 1 Kota Jakarta Selatan Kota Jakarta Timur CARTEG 3 Kota Jakarta Pusat Kota Jakarta Barat Kota Jakarta Utara Sumber : Perhubungan Darat Dalam Angka, 2010 B a b I V G a m b a r a n P r a s a r a n a J a l a n Laporan Akhir IV- 8

93 Berdasarkan data Dinas Perhubungan DKI Jakarta, saat ini terdapat 5 seksi uji PKB di DKI Jakarta, dan 2 diantaranya dilengkapi pula dengan fasilitas pengujian berkala, yaitu - PKB Pulogadung melayani uji berkala dan uji khusus mobil bus; dan - PKB Cilincing melayani uji berkala kendaraan khusus (truk, trailer, mobil box, dan kendaraan wajib uji lainnya) Lokasi PKB Pulogadung yang terletak di Jl.Raya Bekasi Km.1, beroperasi sejak tahun 1971 dengan luas 1,5 hektare. Peralatan yang ada di lokasi PKB Pulogadung antara lain adalah 2 (dua) lajur uji mekanis yang dilengkapi dengan peralatan uji mekanis sistem digital dengan merek Cartec produksi Jerman dan merek Iyasaka produksi Korea dan Jepang. Gambar 4.5 UPT PKB seksi Pulogadung, DKI Jakarta Jenis-jenis peralatan uji kendaraan yang dimiliki oleh UPT PKB seksi Pulogadung ini antara lain terdiri dari : a. Alat uji emisi gas buang kendaraan bermotor b. Alat uji akurasi speedometer kendaraan c. Alat uji kebisingan suara d. Alat uji kekuatan intensitas cahaya e. Alat uji kincup roda depan kendaraan f. Alat pengukur berat sumbu kendaraan B a b I V G a m b a r a n P r a s a r a n a J a l a n Laporan Akhir IV- 9

94 g. Alat uji rem utama kendaraan h. Alat uji deteksi sistem-sitsem roda depan Gambar 4.6 Alat Pengukur beban kendaraan UPT PKB Seksi Pulogadung Untuk menunjang kelancaran pengiriman data-data hasil pengujian kendaraan bermotor, maka unit PKB di Pulogadung dilengkapi dengan SIM-komputer pengujian yang terdiri atas SIM-Komputer Uji Teknis yang dilengkapi dengan C-Ter (alat untuk memasukkan data identitas kendaraan uji), C-Con (alat untuk mentransfer hasil data uji teknis ke komputer induk uji teknis yang dinamakan C-Net. Keseluruhan hasil uji teknis dari C-Net ini dotransfer kembali ke sistem komputer administrasi (C-Adm). C-Adm adalah sistem komputer yang merekam dan mengolah data-data administrasi dari loket-loket pelayanan, yaitu dari komputer pendaftaran uji, pembayaran retribusi, penetapan uji, pemberian nomor uji, dan dari komputer pengisian data kartu induk kendaraan, serta mengirimkannya ke komputer hasil uji. Selain itu C-Adm UPT PKB seksi Pulogadung juga terkoneksi dengan komputer induk (server computer) yang dikelola oleh seksi fasilitas, sarana dan prasarana yang mengelola data induk kendaraan wajib uji seluruh Jakarta. 6. Gambaran Penyelenggaraan Bengkel Umum Penyelenggaraan bengkel umum di DKI Jakarta secara teknis belum diatur terutama menyangkut spesifikasi teknis peralatan yang harus dimiliki bengkel umum yang bersangkutan. Beberapa bengkel dengan kualifikasi besar memang B a b I V G a m b a r a n P r a s a r a n a J a l a n Laporan Akhir IV- 10

95 sudah mengadopsi aturan yang dikeluarkan oleh Kementerian Perindustrian terkait dengan klasifikasi bengkel umum, namun banyak juga yang tidak berpedoman kepada aturan tersebut. Namun secara umum, pelayanan bengkel umum di DKI Jakarta sudah cukup baik, keberadaan bengkel umum yang cukup banyak menjadikan persaingan usaha di bidang perbengkelan menjadi tinggi, sehingga tiap-tiap bengkel umum berusaha untuk memberikan pelayanan terbaiknya dengan melengkapi bengkelnya dengan stall maupun peralatan yang baik, sehingga dapat memberikan pelayanan yang maksimal dan memberikan pelayanan yang lengkap bagi kendaraan yang melakukan perbaikan maupun perawatan. Berdasarkan data dari Dinas Perhubungan DKI Jakarta, saat ini terdapat sekitar 472 bengkel umum yang tercatat, dan 240 diantaranya merupakan bengkel umum yang juga sebagai mitra Dinas Perhubungan DKI Jakarta sebagai tempat pengujian kendaraan bermotor. Meskipun tercatat di Dinas Perhubungan, namun untuk ketersediaan fasilitas masih belum terstandarisasi, disamping pedoman yang belum ada, Pemerintah pun masih belum mengadopsi aturan umum yang sudah ditetapkan dalam KM Perindag No. 551/1999 tentang Begkel Umum Kendaraan Bermotor. Beberapa bengkel umum yang terdapat di DKI Jakarta dapat dilihat dalam tabel berikut Tabel 4.8 Contoh Bengkel Umum di DKI Jakarta No Nama Bengkel Jenis Pelayanan Gambar 1 Aliang Motor - Perbaikan Mesin - Perbaikan Chassis - Perawatan Rutin - Ganti Oli - Engine Tune Up - Spooring dan Balancing Roda - Pengecatan B a b I V G a m b a r a n P r a s a r a n a J a l a n Laporan Akhir IV- 11

96 2 Budi Motor - Pebaikan Mesin - Perawatan Rutin - Ganti Oli 3 CK Motorsport - Bengkel Aksesori Kendaraan - Ban dan Roda Sumber : Hasil Pengamatan Lapangan, B. Gambaran Penyelenggaraan Prasarana Transportasi Jalan di Yogyakarta 1. Gambaran Umum Wilayah Studi Wilayah Kota Yogyakarta terbentang antara sampai dengan BT dan sampai dengan LS dengan ketinggian rata-rata 114 meter diatas permukaan laut. Luas wilayah Yogyakarta adalah seluas 325 km 2. Kota Yogyakarta telah terintegrasi dengan sejumlah kawasan disekitarnya, sehingga batas-batas administratif Kota Yogyakarta adalah : Barat : Kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman, Kecamatan Kasihan dan Kabupaten Bantul Timur : Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman dan Kecamatan Banguntapan serta Kabupaten Bantul Utara : Kecamatan Melati dan Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman Selatan : Kecamatan Banguntapan, Kecamatan Sewon, Kecamatan Kasihan dan Kabupaten Bantul B a b I V G a m b a r a n P r a s a r a n a J a l a n Laporan Akhir IV- 12

97 Gambar 4.7 Peta Wilayah Yogyakarta Jumlah penduduk Kota Yogyakarta, berdasarkan Sensus Penduduk 2010, berjumlah jiwa, dengan proporsi laki-laki dan perempuan yang hampir setara. Islam merupakan agama mayoritas yang dianut masyarakat Yogyakarta, dengan jumlah penganut Kristen dan Katolik yang relatif signifikan. Seperti kebanyakan dari Islam kebanyakan di kota-kota pedalaman Jawa, mayoritas masih mempertahankan tradisi Kejawen yang cukup kuat. Tabel 4.9 Jumlah Penduduk Kota Yogyakarta T a h u n Jumlah Penduduk Luas Wilayah Kepadatan Penduduk (KM²) (Jiwa/KM²) , , , , , , , , , , , , , , , ,98 Sumber : DI Yogyakarta Dalam Angka, 2008 Berdasarkan perhitungan PDRB atas harga konstan, perekonomian Provinsi D.I Yogyakarta tahun 2007 tumbuh sekitar 4.31 %, lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 3.70 % (angka yang diperbaiki). Ekonomi D.I Yogyakarta tahun 2007 adalah pertumbuhan positif dari seluruh sektor. Sektor pertambangan/penggalian mengalami pertumbuhan paling besar yaitu sebesar 9.69 %, disusul dengan sektor bangunan dan listrik/gas/air masing-masing sebesar 9.66 % dan 8.45 %. Sektor keuangan, angkutan/komunikasi, sektor perdagangan dan sektor B a b I V G a m b a r a n P r a s a r a n a J a l a n Laporan Akhir IV- 13

98 jasa-jasa tahun ini tumbuh positif sebesar 6.49 %, 6.45 % dan 5.06 % dan 3.61 %. Sedangkan pertumbuhan sektor industri pengolahan dan sektor pertanian relatif kecil, tercatat sebesar 1.89 % dan 0.80 %. Dengan pendapatan seperti itu maka pendapatan perkapita untuk Kota Yogyakarta adalah sebesar ,81 Rp/jiwa/tahun. Tabel 4.10 PDRB Atas Dasar Harga Berlaku D.I Yogyakarta No. Sektor Usaha / Tahun ( Rp. Jutaan) Lapangan Usaha Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran Angkutan dan Komunikasi Keuangan, Sewa & Jasa Perusahaan Jasa PDRB Sumber : D.I Yogyakarta Dalam Angka, Gambaran Penyelenggaraan Prasarana Jalan Secara umum berdasarkan data Ditjen Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum, total panjang jalan di Provinsi ini adalah sepanjang 4.598,1 km dengan rincian panjang jalan nasional 168,8 km, dan jalan provinsi 621,6 km. Sedangkan berdasarkan data dari DI. Yogyakarta Dalam Angka 2010, panjang jalan khusus untuk di wilayah Kota Yogyakarta dapat dilihat dalam Tabel 4.8 berikut Tabel 4.11 Panjang Jalan di DI Yogyakarta Berdasarkan Status No Status Jalan Panjang (km) 1 Jalan Nasional 18,13 km 2 Jalan Provinsi - 3 Jalan Kota km Total Panjang Jalan ,13 km Sumber : DI Yogyakarta Dalam Angka 2010, Terkait dengan penyediaan prasarana pelengkap jalan penyeberangan orang yang terdiri dari jembatan penyeberangan orang serta zebra cross, secara umum kondisi jembatan penyeberangan orang di Kota Yogyakarta relative cukup baik meskipun jumlahnya belum mencukupi, sedangkan untuk penyediaan zebra cross kondisinya cukup baik hanya saja banyak penempatan zebra cross yang B a b I V G a m b a r a n P r a s a r a n a J a l a n Laporan Akhir IV- 14

99 tidak digunakan dengan baik oleh pemakai jalan, khususnya di kawasan ramai pedestrian seperti di jalan Malioboro. Zebra Cross sekitar Malioboro Rambu Sekitar Keraton Yogya Gambar 4.8 Sarana Transportasi di Yogyakarta 3. Gambaran Penyelenggaraan Terminal Penumpang Untuk melayani kebutuhan mobilitas masyarakat Kota Yogyakarta khususnya bagi masyarakat pengguna angkutan umum, di Kota Yogyakarta terdapat beberapa terminal sebagai simpul transportasi angkutan umum. Terminal terbesar di Kota Yogyakarta adalah terminal Giwangan yang berlokasi di Pusat Kota Yogyakarta menggantikan terminal Umbulharjo yang saat ini diopersikan untuk melayani angkutan dalam Kota. Secara umum di wilayah Provinsi DI. Yogyakarta terdapat 5 (lima) terminal, satu terminal tipe A, tiga terminal tip e B a b I V G a m b a r a n P r a s a r a n a J a l a n Laporan Akhir IV- 15

100 B, dan satu terminal tipe C. Data terkait terminal di Provinsi DI Yogyakarta dapat dilihat dalam Tabel 4.12 berikut, Tabel 4.12 Terminal Penumpang di DI.Yogyakarta No Nama Terminal Tipe Luas Lokasi 1 Giwangan A Kota Yogyakarta 2 Wates B 450 Kab. Kulon Progo 3 Wonosari B 400 Kab. Sleman 4 Pasar Klopo C 300 Kab. Sleman Sumber : Perhubungan Dalam Angka 2011 Terminal yang berada di Kota Yogyakarta adalah terminal Giwangan yang merupakan terminal tipe A yang melayani kedatangan dan keberangkatan bus AKAP, AKDB, bus perkotaan, dan angkutan kota. Detail data terminal giwangan di Kota Yogyakarta dapat dilihat dalam tabel berikut, Tabel Data Terminal Giwangan No Deskripsi Penjelasan 1 Lalu Lintas Orang org/tahun 2 Lalu Lintas Kendaraan kend/tahun 3 Tipe Terminal A 4 Luas Terminal m 2 Sumber : Perhubungan Dalam Angka 2011 Aktifitas Naik Turun Penumpang Terminal Giwangan B a b I V G a m b a r a n P r a s a r a n a J a l a n Laporan Akhir IV- 16

101 Akses Masuk Terminal Giwangan Gambar 4.9 Terminal Giwangan, Yogyakarta Untuk melayani penumpang, terminal Giwangan memiliki bangunan gedung terminal yang cukup representatif. Ruang tunggu yang cukup nyaman, papan informasi keberangkatan, serta keberadaan petugas terminal cukup membantu dan memberikan kenyamanan bagi calon penumpang yang akan bepergian maupun datang dari terminal Giwangan ini. Pada tabel berikut dapat dilihat beberapa fasilitas yang dimiliki oleh terminal Giwangan Kota Yogyakarta, Tabel 4.14 Fasilitas Terminal Giwangan No Deskripsi Penjelasan 1 Luas Ruang Tunggu Terminal 920,80 m 2 Kapasitas Ruang Tunggu Terminal 600 orang 2 Fasilitas Parkir Kendaraan Bus AKAP 116 Bus AKDP 25 Bus Perkotaan 50 Taksi 70 Kendaraan Pribadi Roda Kendaraan Probadi Roda Fasilitas Penunjang Wartel 12 unit ATM 2 unit Loker 1 unit Tempat Ibadah 1 Mesjid, 2 Mushola Toilet 16 buah Sumber : Perhubungan Dalam Angka, 2011 B a b I V G a m b a r a n P r a s a r a n a J a l a n Laporan Akhir IV- 17

102 4. Gambaran Penyelenggaraan Pengujian Kendaraan Bermotor Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Yogyakarta No. 17 Tahun 2009 mengenai Retribusi Pengujian Kendaraan bermotor, menyatakan bahwa pengujian kendaraan bermotor adalah serangkaian kegiatan menguji dan atau memeriksa bagian-bagian kendaraan wajib uji dan kendaraan dapat uji, dalam rangka pemenuhan persyaratan teknis dan laik jalan. Pengujian berkala kendaraan bermotor yang disebut juga dengan uji berkala adalah pengujian kendaraan bermotor yang dilakukan secara berkala oleh setiap kendaraan yang wajib uji, kendaraan yang wajib uji adalah bus, mobil barang, kendaraan khusus, kereta gandengan, kereta tempelan dan kendaraan umum yang dioperasikan di jalan. Jumlah kendaraan yang wajib uji di DI Yogyakarta seperti yang tercantum dalam Perhubungan Darat Dalam Angka pada tahun 2010 adalah sebagi berikut : Tabel 4.15 Data Jumlah Kendaraan Wajib Uji Jumlah Kendaraan Wajib Uji No. Lokasi Krt. Krt. Merk Alat Uji MP M.Bus M.Brg KK Gan Tem 1 Kab. Kulon Progo HPA 2 Kab. Bantul ANZEN 3 Kab. Gunung Kidul MULLER BEAM 4 Kab. Sleman HPA 5 Kab. Yogyakarta IYASAKA Sumber ; Perhubungan Darat Dalam Angka, 2011 Sejak tahun 2000 beberapa kabupaten yang ada di DI. Yogyakarta telah menaikan jumlah retribusi untuk uji kendaraan namun tidak untuk Kabupaten Gunung Kidul. Pada tahun 2011 Kabupaten Gunung Kidul menaikan jumlah retribusi yang di bebankan kepada pemilik kendaraan ketika uji kendaraan. Berdasarkan data Perhubungan Dalam Angka Tahun 2010 jenis alat untuk pengujian kendaraan yang di gunakan di DI Yogyakarta adalah dengan alat mekanis dengan jumlah alat masing-masing di setiap kabupatennya berjumlah 1 buah tetapi untuk di Kabupaten Yogyakarta terdapat 2 alat uji mekanis dan 1 buah alat uji kendaraan keliling yang hanya ada di Kabupaten Kulon Progo. B a b I V G a m b a r a n P r a s a r a n a J a l a n Laporan Akhir IV- 18

103 Pemeriksaan teknis kendaraan bermotor dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu : 1. Pemeriksaan sistem kemudi 2. Pemeriksaan as roda depan dan belakang 3. Pemeriksaan suspensi 4. Pemeriksaan rangka 5. Pemeriksaan Body, Cabin, Dashboard, Tempat Duduk, dan Bak Muatan 6. Pemeriksaan Penerus Daya 7. Pemeriksaan penggerak dan sistem pembuangan 8. Pemeriksaan peralatan kendaraan minimal (dongkrak, alat pembuka ban, Kipas) 9. Pemeriksaan perlengkapan minimal (ban cadangan, segitiga pengaman) 10.Pemeriksaan sabuk keselamatan 11.Pengukuran dimensi kendaraan (untuk kendaraan baru, mutasi, dan rubah bentuk) Gambar 4.10 Denah UPTD PKB Kota Yogyakarta B a b I V G a m b a r a n P r a s a r a n a J a l a n Laporan Akhir IV- 19

104 Sedangkan peralatan pemeriksaan yang dimiliki oleh UPTD Pengujian Kendaraan Bermotor Kota Yogyakarta antara lain terdiri dari : a. Carlift Digunakan untuk melakukan pemeriksaan bagian bawah kendaraan. Bagian yang dilakukan pemeriksaan antara lain. Alat Carlift yang dimiliki oleh UPTD Pengujian Kendaraan Bermotor bermerk Iyasaka. Gambar 4.11 Carlift milik UPTD Pengujian Kendaraan Bermotor Kota Yogyakarta b. Side Slip Tester Digunakan untuk melakukan penyimpangan sikap roda depan (kincup roda depan). Pemeriksaan penyimpangan sikap roda depan dengan ambang batas antara -5 mm/m +5 mm/m diukur pada kecepatan 5 km/jam. Alat Side Slip Tester yang dimiliki oleh UPTD Pengujian Kendaraan Bermotor Kota Yogyakarta bermerek Iyasaka. c. Head Light Tester Dilakukan untuk mengukur identitas Cahaya pada Lampu Utama Jauh beserta penyimpangannya. Pengukuran identitas cahaya pada lampu utama jauh pada kendaraan bermotor dengan standar cd untuk lampu utama jauh. Alat Head Light Tester milik UPTD Pengujian Kendaraan Bermotor bermerk Cartec. B a b I V G a m b a r a n P r a s a r a n a J a l a n Laporan Akhir IV- 20

105 Gambar 4.12 Head Light Tester milik UPTD Pengujian Kendaraan Bermotor Kota Yogyakarta d. Axle Load Weight Beam Digunakan untuk menimbang berat kendaraan, penimbangan kendaraan pada masing-masing sumbu kendaraan untuk menentukan daya angkut dan muatan sumbu. Alat Axle Load Weight Beam yang dimiliki oleh UPTD Pengujian Kendaraan Bermotor Kota Yogyakarta bermerk Cartec produksi Jerman. Gambar 4.13 Axle Load Weight Beam milik UPTD Pengujian Kendaraan Bermotor Kota Yogyakarta B a b I V G a m b a r a n P r a s a r a n a J a l a n Laporan Akhir IV- 21

106 e. Brake Tester Digunakan untuk mengukur efisiensi gaya pengereman dan penyimpangan kendaraan. Pengukuran dengan standar efisiensi kekuatan rem minimal 50% dengan catatan penyimpangan roda kanan dengan kiri maksimal 30 % untuk standar kendaraan pabrikan Eropa (MEE) dan 8 % untuk standar kendaraan pabrikan Jepang (JIS). Alat Brake Tester yang dimiliki oleh UPTD Pengujian Kendaraan Bermotor Kota Yogyakarta bermerek Iyasaka. f. Speedometer Tester Digunakan untuk mengukur penyimpangan kecepatan kendaraan dan memeriksa kelayakan dan ketepatan pengukuran kecepatan di kendaraan. Pengukuran penyimpangan kecepatan kendaraan dengan ambang batas - 10% sampai +15% pada kecepatan 40 km/jam. Alat Speedometer Tester yang dimiliki oleh UPTD Pengujian Kendaraan Bermotor Yogyakarta bermerek Iyasaka. g. Smoke Tester Smoke Tester ini Digunakan untuk menguji emisi gas buang dan ketebalan asap. Pemeriksaan terhadap ambang batas emisi gas buang kendaraan bermotor di UPTD pengujian kendaraan bermotor Pontianak menggunakan alat uji emisi dari pabrikan Iyasaka, yang tersedia alat uji untuk kendaraan diesel dan kendaraan bensin. 5. Gambaran Penyelenggaraan Bengkel Umum Seperti halnya daerah-daerah lain pada umumnya, penyelenggaraan bengkel umum di Kota Yogyakarta tidak diatur secara teknis. Penyelenggaraan bengkel umum cukup memiliki izin dari Dinas Teknis daerah yang terkait dengan perijinan dan retribusi, sedangkan untuk standarisasi peralatan bengkel belum diatur secara spesifik oleh Dinas Perhubungan Kota Yogyakarta. B a b I V G a m b a r a n P r a s a r a n a J a l a n Laporan Akhir IV- 22

107 Untuk mendapatkan gambaran terkait dengan penyelenggaraan bengkel umum di Kota Yogyakarta, dilakukan pengamatan pada beberapa bengkel umum yang melayani kendaraan roda dua maupun roda empat. Dari hasil pengamatan dan wawancara pemilik, peralatan yang dimiliki oleh bengkel umum tersebut hanya menyesuaikan kepada kebutuhan pelayanan berdasarkan penilaian pemilik bengkel dan masukan dari pelanggan, dan tidak mengikuti standar yang ditetapkan oleh KM Perindag No 551/1999. Sebagai gambaran, pada tabel berikut dapat dilihat beberapa bengkel umum di Kota Yogyakarta. Tabel 4.16 Contoh Bengkel Umum di Kota Yogyakarta No Nama Bengkel Jenis Pelayanan Gambar 1 Ucok Motor (Bengkel Umum Kendaraan Roda Dua) - Perbaikan Mesin - Perawatan Rutin - Ganti Oli - Engine Tune Up 2 DAM Motor (Bengkel Umum Kendaraan Roda Empat) Sumber : Hasil Survey, Perbaikan Mesin - Perawatan Rutin - Ganti Oli - Engine Tune Up - Pengecatan C. Gambaran Penyelenggaraan Prasarana Transportasi Jalan di Kota Padang 1. Gambaran Umum Wilayah Studi Kota Padang adalah ibukota Propinsi Sumatera Barat yang terletak di pantai barat Pulau Sumatera dan berada antara 0 o 44' 00" dan 1 o 08' 35" Lintang Selatan serta antara 100 o 05' 05" dan 100 o 34' 09" Bujur Timur. Menurut PP No. 17 Tahun 1980, luas Kota Padang adalah 694,96 km2 atau setara dengan 1,65 persen dari luas Propinsi Sumatera B a b I V G a m b a r a n P r a s a r a n a J a l a n Laporan Akhir IV- 23

108 Barat. Kota Padang terdiri dari 11 kecamatan dengan kecamatan terluas adalah Kota Tangah yang mencapai 232,25 km2. Gambar 4.14 Peta wilayah Kota Padang Secara administratif Kota Padang berbatasan langsung dengan Kabupaten Solok di sebeah utara, sebelah barat berbatasan langsung dnegan Samedera Hindia dan Selat Mentawai, sebelah utara berbatasan langusung dengan Kabupaten Padang Pariaman, dan untuk sebelah selatan berbatasan langsung dengan Pesisir Selatan. Kota Padang merupakan kota dengan jumlah penduduk paling banyak di provinsi Sumatera Barat, berdasarkan data kependudukan tahun 2010, jumlah penduduk kota Padang mencapai jiwa dari tahun sebelumnya. Data dari jumlah penduduk Kota Padang disampaikan dengan tabel berikut ini: Produk daerah yang dihasilkan sangat terkait dengan aktifitas perekonomian daerah. Semakin tinggi produktivitas daerah maka Produk Domesti Regional Bruto (PDRB) nya semakin tinggi. Pada tahun 2010 perekonomian Kota Padang masih terlihat tetap mengalami peningkatan. Ini ditandai dengan tingkat pertumbuhan PDRB pada tahun 2010 sebesar 6.14 % yaitu dari 9.577,49 milyar rupiah menjadi ,74 milyar rupiah pada tahun 2010 atau secara nominal naik sebesar 588,25 milyar rupiah. B a b I V G a m b a r a n P r a s a r a n a J a l a n Laporan Akhir IV- 24

109 Tabel 4.17 Jumlah Penduduk Kota Padang T a h u n Jumlah Penduduk Luas Wilayah Kepadatan Penduduk (KM²) (Jiwa/KM²) , , , , , , , , , ,10 Sumber : Padang Dalam Angka, 2011 Tabel 4.18 PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Kota Padang No. Sektor Usaha / Tahun ( Rp. Jutaan) Lapangan Usaha Pertanian 677,84 835,72 978,26 2 Pertambangan dan Penggalian 217,09 259,85 300,95 3 Industri Pengolahan 2.022, , ,74 4 Listrik, Gas dan Air Bersih 310,73 350,45 392,70 5 Bangunan 592,09 714,40 792,99 6 Perdagangan, Hotel dan Restoran 2.827, , ,72 7 Angkutan dan Komunikasi 3.390, , ,10 8 Keuangan, Sewa & Jasa Perusahaan 1.050, , ,69 9 Jasa 2.175, , ,03 PDRB , , ,18 Sumber: Padang dalam Angka, tahun 2011 Dari data PDRB Kota Padang dapat dlihat bahwa sektor usaha yang paling besar didapat dari angkutan dan komunikasi yang mecapai 25,56% dari total PDRB Kota Medan, sedangkan untuk pendapatan terbesar kedua diperoleh dari sektor perdagangan, hotel dan restoran yang mencapai angka 21,32% dari total PDRB, untuk sektor indstri pengolahan, jasa dan keuangan, sewa dan jasa perusahaan berada pada nilai yang hampir sama untuk perolahan pendapatan yang menunjang PDRB Kota Medan, sedangkan untuk usaha lain berada di bawah angka 10%. Dari jumlah PDRB Kota Padang pada tahun 2007 maka pendapatan Kota Padang perkapita adalah sebesar Rp jiwa/tahun. 2. Gambaran Penyelenggaraan Prasarana Jalan Berdasarkan data yang terdapat Padang Dalam Angka kondisi jalan Kota Padang tahun 2010 tidak mengalami perubahan yang signifikan bila di bandingkan dengan tahun sebelumnya. Menurut jenis permukaan, jalan di Kota Padang sebagian besar telah beraspal yaitu sebesar 79,53 persen (748,6 km), namun bila dilihat menurut kondisinya, sebagian besar jalan yang ada di Kota Padang dengan kondisi daik yaitu sebesar 72,18 persen ( 677,22 km). Untuk B a b I V G a m b a r a n P r a s a r a n a J a l a n Laporan Akhir IV- 25

110 panjang jalan di Kota Padang jika di lihat berdasarkan statusnya, dapat di liat pada tabel 4.19 berikut. Tabel 4.19 Panjang Jalan di Kota Padang Berdasarkan Status No Status Jalan Panjang (km) 1 Jalan Nasional 100,60 km 2 Jalan Provinsi - 3 Jalan Kota 1642,43 km Total Panjang Jalan 1743,03 km Sumber : Kota Padang Dalam Angka Secara umum transportasi dalam kota di Kota Padang di donminasi oleh angkutan kota dengan jumlah yang cukup banyak, sedangkan untuk transportasi Antar Kota Dalam Propinsi (AKDP) menggunakan bis kecil. Transportasi darat untuk angkutan umum di Kota Padang berpusat di Terminal Bingkuang Air Pacah. Terminal ini melayani kendaraan umum antar kota antar provinsi (AKAP) dan antar kota dalam provinsi (AKDP). Distribusi jalur antar kota dalam provinsi dari Terminal Bingkuang Air Pacah akan berakhir di terminal angkutan umum tiap kota atau kabupaten di Sumatera Barat. Zebra Cross Jl.A. Yani B a b I V G a m b a r a n P r a s a r a n a J a l a n Laporan Akhir IV- 26

111 Trotoar sekitar Jl. A. Yani Padang Gambar 4.15 Prasarana Transportasi Kota Padang 3. Gambaran Penyelenggaraan Terminal Penumpang Terminal yang ada di Kota Padang berdasarkan Perhubungan Darat Dalam Angka tahun 2010 adalah sebagai berikut : Tabel 4.20 Terminal Penumpang di Kota Padang No Nama Terminal Tipe Luas (m 2 ) Lokasi 1 Andalas A Kota Padang 2 Jl. Pemuda B Kota Padang 3 Pasar Goan Hoat C Kota Padang Sumber : Perhubungan Darat Dalam Angka, 2011 Namun pada kenyataannya terminal Andalas saaat ini sudah tidak ada dan berubah fungsi menjadi Plaza Andalas. Saat ini terminal bus yang ada di Kota Padang dan berfungsi melayani kendaraan umum antar kota antar provinsi (AKAP) dan antar kota dalam provinsi (AKDP) adalah Terminal Bingkuang Air Pacah dan saat ini pun terminal tersebut sudah tidak beroperasi lagi. B a b I V G a m b a r a n P r a s a r a n a J a l a n Laporan Akhir IV- 27

112 Bangunan Depan terminal Bingkuang Air Pacah Bagian Dalam terminal Bingkuang Air Pacah B a b I V G a m b a r a n P r a s a r a n a J a l a n Laporan Akhir IV- 28

113 Aktivitas dalam Terminal Bingkuang Air Pacah Tahun 2008 Gambar 4.16 Eks Terminal Bingkuang Air Pacah Kota Padang 4. Gambaran Penyelenggaraan Pengujian Kendaraan Bermotor Pada saat ini Kota Padang sedang meningkatkan pelayanan pengujian kendaraan bermotor dengan menetapkan standar waktu 25 menit untuk pelaksanaan pengujian kendaraan bermotor. Penetapan standar waktu minimal pengujian itu berdasarkan Perda Kota Padang No. 7 Tahun 2005 Tentang retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor. Fasilitas pengujian kendaraan bermotor di Kota Padang terdapat di Jl.St Syahrir Kota Padang. Berdasarkan data di buku Perhubungan Dalam Angka tahun 2010 untuk Kota Padang jumlah penguji Unit Pengujian Kendaraan bermotor terdapat 3 penguji pelaksana, 21 penguji pelaksana lanjutan dan 3 penyedia. Jenis alat yang digunakan adalah alat mekanik yang berjumlah 1 buah dengan merk alat uji Iyasaka dengan tahun pembuatan B a b I V G a m b a r a n P r a s a r a n a J a l a n Laporan Akhir IV- 29

114 Gambar 4.17 Fasilitas pengujian Kendaraan Bermotor Kota Padang 5. Gambaran Penyelenggaraan Bengkel Umum Seperti halnya daerah-daerah lain pada umumnya, penyelenggaraan bengkel umum di Kota Padang belum diatur secara teknis. Penyelenggaraan bengkel umum yang cukup besar umumnya mengacu kepada KM Perindag No 551/1999, namun sebagian besar belum mengacu kepada aturan tersebut. Sedangkan terkait standar bagi bengkel umum secara teknis, Dinas Perhubungan Kota Padang belum menerbitkan aturan yang menjadi pegangan bagi para pemilik bengkel umum di Kota Padang Untuk mendapatkan gambaran terkait dengan penyelenggaraan bengkel umum di Kota Padang, dilakukan pengamatan pada beberapa bengkel umum yang melayani kendaraan B a b I V G a m b a r a n P r a s a r a n a J a l a n Laporan Akhir IV- 30

115 roda dua maupun roda empat. Sebagai gambaran, pada tabel berikut dapat dilihat beberapa bengkel umum di Kota Padang. Tabel 4.21 Contoh Bengkel Umum di Kota Padang No Nama Bengkel Jenis Pelayanan Gambar 1 Dayu Motor (Bengkel Umum Kendaraan Bermotor Roda Empat) - Perbaikan Mesin - Perbaikan Chassis - Perawatan Rutin - Ganti Oli - Engine Tune Up - Balancing Roda 2 Duku Motor (Bengkel Umum Kendaraan Bermotor Roda Dua) - Perbaikan Mesin - Perawatan Rutin - Ganti Oli - Engine Tune Up - Perbaikan Roda - Aksesori Motor 3 Bengkel Capella Medan (Bengkel Umum Kendaraan Bermotor Roda - Perbaikan Mesin - Perbaikan Chassis - Perawatan Rutin - Ganti Oli Empat) - Engine Tune Up - Spooring dan Balancing Roda - Pengecatan Sumber : Hasil Pengamatan Lapangan, 2012 B a b I V G a m b a r a n P r a s a r a n a J a l a n Laporan Akhir IV- 31

116 D. Gambaran Penyelenggaraan Prasarana Transportasi Jalan di Kota Pontianak 1. Gambaran Umum Wilayah Studi Kota Pontianak merupakan Ibukota Propinsi Kalimantan Barat yang terdiri dari 6 (enam) kecamatan dan terbagi menjadi 29 (dua puluh sembilan) kelurahan dengan luas 107,82 km². Kota Pontianak terletak pada Lintasan Garis Khatulistiwa dengan ketinggian berkisar antara 0,10 meter sampai 1,50 meter diatas permukaan laut. Kota Pontianak dipisahkan oleh Sungai Kapuas Besar, Sungai Kapuas Kecil dan Sungai Landak dengan lebar = 400 meter, kedalaman air antara 12 s/d 16 meter, sedangkan cabangnya mempunyai lebar 250 meter. Adapun jumlah penduduk tetap Kota Pontianak Tahun 2010 hasil proyeksi yang menggunakan data Survey Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Tahun 2008 dan Sensus Penduduk Tahun 2000 berjumlah jiwa. Sedangkan dari hasil Sensus Penduduk Tahun 2000 penduduk Kota Pontianak berjumlah jiwa, sedangkan jumlah penduduk untuk Tahun 2008 adalah jiwa. Jumlah penduduk dan luas daerah per Kecamatan di Kota Pontianak selengkapnya dapat dilihat pada Tabel Tabel 4.22 Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk per Kecamatan di Kota Pontianak No. Kecamatan Luas Jumlah Wilayah (Km 2 Penduduk ) 1. Pontianak Selatan 14, Pontianak Tenggara 14, Pontianak Timur 8, Pontianak Barat 16, Pontianak Kota 15, Pontianak Utara 37, Sumber: Kota Pontianak dalam Angka, Tahun 2011 Kota Pontianak terdiri dari 6 (enam) kecamatan, yaitu Pontianak Selatan, Pontianak Tenggara, Pontianak Timur, Pontianak Barat, Pontianak Kota dan Pontianak Utara. Peta administrasi Kota Pontianak dapat dilihat pada Gambar 4.12 B a b I V G a m b a r a n P r a s a r a n a J a l a n Laporan Akhir IV- 32

117 Gambar 4.18 Peta Administrasi Kota Pontianak Berdasarkan penghitungan PDRB atas dasar harga konstan 2000, laju pertumbuhan ekonomi Kota Pontianak tahun 2010 adalah sebesar 5,29 persen. Angka ini didapat dari adanya peningkatan PDRB Kota Pontianak menurut harga konstan 2000, dimana pada tahun 2009 sebesar Rp ,73 juta meningkat menjadi Rp ,69 juta di tahun Hampir seluruh sektor ekonomi pada tahun 2010 mengalami pertumbuhan. Laju pertumbuhan ekonomi pada tahun 2010 ini antara lain didukung oleh pertumbuhan di sektor dominan seperti sektor Industri Pengolahan, sektor Bangunan, sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran serta sektor-sektor lain yang peranannya lebih kecil. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran yang merupakan sektor yang paling dominan pada perekonomian Kota Pontianak, di tahun 2010 pertumbuhannya meningkat dibandingkan pertumbuhan di tahun Pada tahun 2009 pertumbuhan di sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran sebesar 5,55 persen dan di tahun 2010 meningkat menjadi 5,82 persen. Peningkatan pertumbuhan disektor Perdagangan, Hotel dan Restoran ini tentunya tidak terlepas dari adanya peningkatan volume perdagangan serta peningkatan jumlah tamu hotel serta rumah makan dan restoran di kota Pontianak. B a b I V G a m b a r a n P r a s a r a n a J a l a n Laporan Akhir IV- 33

118 Struktur perekonomian di Kota Pontianak sampai dengan tahun 2010 masih di dominasi oleh sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran dengan peranannya sebesar 22,32 persen. Hal ini berarti bahwa naik turunnya pertumbuhan di sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran akan sangat mempengaruhi naik turunnya pertumbuhan perekonomian secara keseluruhan di Kota Pontianak. Sektor lain yang peranannya cukup penting dalam pembentukan PDRB Kota Pontianak adalah sektor Jasa-jasa dengan peranannya sebesar 20,70 persen dan sektor Pengangkutan dan Komunikasi dengan peranan sebesar 20,07 persen. Nilai PDRB per Kapita di suatu wilayah di dapat dari pembagian antara nilai Produk Domestik Regional Bruto dengan jumlah penduduk per tengahan tahun di wilayah tersebut. Jika di bandingkan dengan nilai yang sama dengan wilayah lain dalam kurun waktu yang sama maka nilai PDRB per Kapita ini dengan cepat akan memperlihatkan secara relatif tingkat kemakmuran wilayah tersebut dibandingkan dengan wilayah lain. Artinya adalah jika nilai PDRB per Kapita-nya lebih besar dari nilai PDRB per Kapita di wilayah lain maka penduduk wilayah tersebut dapat dikatakan relatif lebih makmur demikian juga sebaliknya. Untuk wilayah kota Pontianak, nilai PDRB per Kapitanya selalu memperlihatkan adanya kenaikan bila dibandingkan dengan periode terdahulu. Di tahun 2010 misalnya nilainya adalah sebesar Rp yang berarti meningkat sebesar 7,76 % dibandingkan dengan nilai di tahun 2004 yang sebesar Rp Gambaran Prasarana Jalan Berdasarkan data BPS Kota Pontianak Dalam Angka tahun 2011 bahwa panjang jalan yang ada di Kota Pontianak adalah 291,65 km dengan rincian menurut statusnya seperti pada tabel berikut. Tabel 4.23 Data Panjang Jalan Kota Pontianak Berdasarkan Status No Status Jalan Panjang (km) 1 Jalan Nasional 37,5 2 Jalan Provinsi 10,6 3 Jalan Kota 243,55 Total Panjang Jalan 291,65 Sumber : Kota Pontianak Dalam Angka 2011 B a b I V G a m b a r a n P r a s a r a n a J a l a n Laporan Akhir IV- 34

119 Jika dilihat menurut jenis permukaannya hampir 64,81% jalan dengan permukaan aspal, 8,60% permukaan kerikil, 8,82% permukaan tanah dan 1,82% permukaann lainnya. Zebra Cross di Simpang Jl. A. Yani Gambar 4.19 Prasarana Transportasi Kota Pontianak 3. Gambaran Penyelenggaraan Terminal Penumpang Sistem transportasi darat Kota Pontianak dilayani oleh minibus, angkutan kota yang biasa disebut dengan oplet, taksi dan bus melayani beberapa trayek lainnya. Sebagian besar rute dalam kota yang dilayani oleh oplet dapat menghubungkan antara beberapa terminal yang ada di Kota Pontianak. Pontianak merupakan kota yang dekat dengan perbatasan anatara Indonesia dengan Malaysia, melalui jalan darat dari Kota Pontianak tersedia bus yang dapat menghubungan antara Indonesia dengan Malaysia yaitu ke Kota Kuching dan Serawak. Bus yang digunakan untuk lintas negara ini disediakan oleh berbagai penyedia layanan termasuk Perum DAMRI, perusahaan swasta Indonesia, dan perusahaan swasta Malaysia. Terdapat 2 terminal di Kota Pontianak yang digunakan untuk melayani penumpang dengan trayek dalam kota dan antar kota seperti tabel 4.28 berikut. B a b I V G a m b a r a n P r a s a r a n a J a l a n Laporan Akhir IV- 35

120 Tabel 4.24 Terminal Penumpang di Kota Pontianak No Nama Terminal Tipe Luas (m 2 ) Lokasi 1 Pontianak A 240 Kota Pontianak 2 Batu Layang B Kota Pontianak Sumber : Perhubungan Darat Dalam Angka, 2010 Saat ini terminal terbesar di Kota Pontianak yang dikelola oleh Dinas Perhubungan Kota Pontianak melalui UPTD Terminal adalah terminal Batulayang. Namun kondisi pelayanan terminal Batulayang saat ini sangat memprihatinkan, jumlah penumpang semakin menurun, dan fasilitas terminal pun tidak terawat. Keberadaan angkutan travel, dan lokasi terminal yang cukup jauh dari pusat kota menjadi salah satu penyebab menurunnya tingkat pelayanan terminal Batulayang ini. Kantor Terminal terminal Batu Layang B a b I V G a m b a r a n P r a s a r a n a J a l a n Laporan Akhir IV- 36

121 Bagian Dalam terminal Batu Layang Jalan Akses Terminal Batulayang Gambar 4.20 Kondisi Terminal Batulayang Pontianak 4. Gambaran Penyelenggaraan Pengujian Kendaraan Bermotor Pengujian kendaraan bermotor merupakan salah satu sektor pelayanan publik yang berperan penting dalam menunjang kelancaran mobilitas masyarakat untuk beraktivitas di sektor-sektor lain. Penyelenggaraan pengujian kendaraan bermotor di Kota Pontianak dilakukan oleh Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Pengujian B a b I V G a m b a r a n P r a s a r a n a J a l a n Laporan Akhir IV- 37

122 Kendaraan Bermotor, yang berada di Jl.Khatulistiwa KM 4,2 Batulayang, Kota Pontianak. Tahapan pengujian kendaraan bermotor terdiri dari 2 (dua) tahap yaitu tahap pemeriksaan awal dan pemeriksaan secara teknis. Dalam melakukan pengujian, dilakukan pemeriksaan awal secara visual (non teknis/pra Uji) yang meliputi : a. Pemeriksaan identitas kendaraan ( Nomor kendaraan, Nomor mesin, Nomor rangka dan nomor uji); b. Pemeriksaan kondisi body dan pengujian dimensi kendaraan; c. Pemeriksaan lampu-lampu, kaca, tabir matahari, penghapus kaca, pintupintu, tempat duduk, ban (kedalaman alur) dan roda -roda, kaca spion, peralatan dan perlengkapan, dan lain-lain. d. Pemeriksaan penyambung (coupling) kereta gandengan. Bila kendaraan dinyatakan lulus pra uji kendaraan, maka kendaraan yang bersangkutan dapat langsung menuju gedung pengujian dan dilakukan pemeriksaan secara teknis dengan menggunakan peralatan uji mekanis yang bersertifikasi nasional apabila kendaraan tidak dinyatakan lulus pra uji maka harus dilakukan perbaikan terlebih dahulu. Pemeriksaan teknis kendaraan bermotor dilakukan melalui beberapa peralatan pemeriksaan, yang antara lain adalah : a. Carlift Digunakan untuk melakukan pemeriksaan bagian bawah kendaraan. Bagian yang dilakukan pemeriksaan antara lain pemeriksaan tingkat kelonggaran/spelling/keausan sistem suspensi, sistem kemudi, poros roda, dan bagian bawah kendaraan lainnya. Alat Carlift yang dimiliki UPTD Pengujian Kendaraan Bermotor Kota Pontianak ini bermerek Cartec produksi Jerman B a b I V G a m b a r a n P r a s a r a n a J a l a n Laporan Akhir IV- 38

123 Gambar 4.21 Carlift milik UPTD Pengujian Kendaraan Bermotor Kota Pontianak b. Side Slip Tester Digunakan untuk melakukan penyimpangan sikap roda depan (kincup roda depan). Pemeriksaan penyimpangan sikap roda depan dengan ambang batas antara -5 mm/m +5 mm/m diukur pada kecepatan 5 km/jam (Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 63 tahun 1993). Alat Side Slip Tester yang dimiliki UPTD Pengujian Kendaraan Bermotor Kota Pontianak ini bermerek Iyasaka produksi Jepang. B a b I V G a m b a r a n P r a s a r a n a J a l a n Laporan Akhir IV- 39

124 Gambar 4.22 Side Slip Tester milik UPTD Pengujian Kendaraan Bermotor Kota Pontianak c. Head Light Tester Dilakukan untuk mengukur identitas Cahaya pada Lampu Utama Jauh beserta penyimpangannya. Pengukuran identitas cahaya pada lampu utama jauh pada kendaraan bermotor dengan standar cd untuk lampu utama jauh dengan penyimpangan kekanan 0 o 34 dan penyimpangan kekiri 1 o 09. Alat Head Light Tester yang dimiliki UPTD Pengujian Kendaraan Bermotor Kota Pontianak ini bermerek Iyasaka produksi Jepang. B a b I V G a m b a r a n P r a s a r a n a J a l a n Laporan Akhir IV- 40

125 Gambar 4.23 Head Light Tester milik UPTD Pengujian Kendaraan Bermotor Kota Pontianak d. Axle Load Weight Beam Digunakan untuk menimbang berat kendaraan, penimbangan kendaraan pada masing-masing sumbu kendaraan untuk menentukan daya angkut dan muatan sumbu. Alat Axle Load Weight Beam yang dimiliki UPTD Pengujian Kendaraan Bermotor Kota Pontianak ini bermerek Iyasaka produksi Jepang. Gambar 4.24 Axle Load Weight Beam milik UPTD Pengujian Kendaraan Bermotor Kota Pontianak B a b I V G a m b a r a n P r a s a r a n a J a l a n Laporan Akhir IV- 41

126 e. Brake Tester Digunakan untuk mengukur efisiensi gaya pengereman dan penyimpangan kendaraan. Pengukuran dengan standar efisiensi kekuatan rem minimal 50% dengan catatan penyimpangan roda kanan dengan kiri maksimal 30 % untuk standar kendaraan pabrikan Eropa (MEE) dan 8 % untuk standar kendaraan pabrikan Jepang (JIS). Alat Brake Tester yang dimiliki UPTD Pengujian Kendaraan Bermotor Kota Pontianak ini bermerek Iyasaka produksi Jepang. Saat ini alat pengujian rem kendaraan milik UPTD PKB Kota Pontianak ini sedang mengalami kerusakan, dan sedang dalam proses perbaikan. Gambar 4.25 Break Tester milik UPTD Pengujian Kendaraan Bermotor Kota Pontianak f. Speedometer Tester Alat ini Digunakan untuk mengukur penyimpangan kecepatan kendaraan. Pengukuran penyimpangan kecepatan kendaraan dengan ambang batas -10% sampai +15% pada kecepatan 40 km/jam. Alat Speedometer Tester yang dimiliki UPTD Pengujian Kendaraan Bermotor Kota Pontianak ini bermerek Iyasaka produksi Jepang B a b I V G a m b a r a n P r a s a r a n a J a l a n Laporan Akhir IV- 42

127 Gambar 4.26 Speedometer Tester milik UPTD Pengujian Kendaraan Bermotor Kota Pontianak g. Smoke Tester Digunakan untuk menguji emisi gas buang dan ketebalan asap. Pemeriksaan terhadap ambang batas emisi gas buang kendaraan bermotor di UPTD pengujian kendaraan bermotor Pontianak dibagi menjadi 2 (dua) yaitu untuk kendaraan dengan bahan bakar bensin dan solar, sesuai dengan alat yang dimiliki oleh UPTD pengujian kendaraan bermotor kota Pontianak. Alat Smoke Tester yang dimiliki UPTD Pengujian Kendaraan Bermotor Kota Pontianak ini bermerek Iyasaka produksi Jepang B a b I V G a m b a r a n P r a s a r a n a J a l a n Laporan Akhir IV- 43

128 Gambar 4.27 Smoke Tester milik UPTD Pengujian Kendaraan Bermotor Kota Pontianak 5. Gambaran Penyelenggaraan Bengkel Umum Penyelenggaraan Bengkel Umum Kendaraan Bermotor di Kota Pontianak, baik roda dua maupun roda empat secara teknis belum diatur oleh Dinas Perhubungan Kota Pontianak, baik untuk pemungutan retribusi maupun terkait dengan standarisasi peralatan bengkel umum. Ketiadaan aturan tersebut menjadinkan belum ada standar baku bagi pelaksanaan bengkel umum di Kota Pontianak. KM Perindag No.551/1999 yang menjadi acuan bagi pemilik bengkel umum untuk men-standarkan fasilitasnya pun belum diadaptasi oleh sebagian besar pemilik bengkel di Kota Pontianak, sehingga bengkel-bengkel di Kota Pontianak belum memiliki penilaian kelas. Kualitas pelayanan bengkel hanya ditentukan oleh masukan dari pelanggan dan tentunya keinginan pemilik bengkel dalam memberikan pelayanan terbaik. Keberadaan bengkel umum di Kota Pontianak masih belum terlalu banyak, sehingga persaingan usaha bengkel umum di Kota Pontianak pun masih belum terlalu tinggi, maka dari itu kualitas pelayanan maupun kepemilikan peralatan bengkel di Kota Pontianak beberapa masih kurang baik. B a b I V G a m b a r a n P r a s a r a n a J a l a n Laporan Akhir IV- 44

129 Tabel 4.25 Contoh Bengkel Umum di Kota Pontianak No Nama Bengkel Jenis Pelayanan Gambar 1 Istana Mobil (Bengkel Umum Kendaraan Bermotor Roda Empat) - Perbaikan Mesin - Perbaikan Chassis - Perawatan Rutin - Ganti Oli - Engine Tune Up - Spooring dan Balancing Roda 2 SerikatMotor (Bengkel Umum Kendaraan Bermotor Roda Empat) - Perbaikan Mesin - Perbaikan Chassis - Perawatan Rutin - Ganti Oli - Engine Tune Up 3 NSS Pontianak (Bengkel Umum Kendaraan Bermotor Roda Dua) - Perbaikan Mesin - Perbaikan Body - Perawatan Rutin - Ganti Oli - Engine Tune Up Sumber : Hasil Pengamatan Lapangan, 2012 E. Gambaran Penyelenggaraan Prasarana Transportasi Jalan di Kota Surabaya 1. Gambaran Umum Wilayah Studi Luas wilayah Kota Surabaya adalah 520,87 km 2 atau sebesar Ha dengan 63,45% atau sebesar 330,48 km 2 merupakan luas wilayah daratan dan selebihnya sekitar B a b I V G a m b a r a n P r a s a r a n a J a l a n Laporan Akhir IV- 45

130 36,55% atau seluas 190,39 km 2 merupakan wilayah laut yang dikelola oleh Pemerintah Kota Surabaya. Letak geografik Kota Surabaya berada pada 07º09ʹ - 07º21ʹ LS dan 112º36ʹ - 112º54ʹ BT. Kota Surabaya terletak di tepi pantai utara provinsi Jawa Timur. Secara administratif Kota Surabaya berbatasan dengan Selat Madura di utara dan timur, Kabupaten Sidoarjo di Selatan, serta Kabupaten Gresik di Barat. Kota Surabaya memiliki 31 Kecamatan dan memiliki 160 Desa/Kelurahan. Kota Surabaya erada di ketinggian 3 6 meter diatas permukaan air laut (daratan rendah), kecuali di bagian selatan Kota Surabaya terdapat dua bukit landai di daerah lidan dan gayungan dengan ketinggian meter diatas permukaan laut. Gambar 4.28 Peta Wilayah Kota Surabaya Berdasarkan data yang tercatat di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, sampai dengan Bulan Desember Jumlah penduduk Kota Surabaya yang terdaftar di Kartu keluarga hingga Desember 2010 adalah jiwa atau sebanyak Kepala keluarga. Komposisi penduduk Kota Surabaya pada Tahun 2010 berdasarkan jenis kelamin sebanyak jiwa penduduk laki-laki (50,23 %) dan (49,77 %) jiwa penduduk perempuan. Tabel 4.26 Jumlah dan Kepadatan Penduduk Kota Surabaya No. Tahun Jumlah Penduduk Luas Wilayah Kepadatan Penduduk (jiwa) (km 2 ) (jiwa/ km 2 ) , , , , , , , ,66 Sumber : Kota Surabaya Dalam Angka, Tahun 2011 B a b I V G a m b a r a n P r a s a r a n a J a l a n Laporan Akhir IV- 46

131 Dalam kurun waktu sepuluh tahun laju pertumbuhan penduduk tidak menunjukan angka yang naik secara drastis dari sepuluh tahun sebelumnya. Surabaya merupakan salah satu pintu gerbang perdagangan utama di wilayah Indonesia Timur. Dengan segala potensi, fasilitas, dan keunggulan geografisnya Surabaya memiliki potensi ekonomi yang sangat besar. Sektor primer, sekunder, dan tersier di kota ini sangat mendukung untuk semakin memperkokoh sebutan Surabaya sebagai kota perdagangan dan ekonomi. Berdasarkan data PDRB Kota Surabaya pada tahun 2010, sektor usaha yang menjadi penopang utama sektor ekonomi Kota Surabaya adalah dari sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran yang mencapai angka Rp ,17 atau sebesar 38,09% dari jumlah PDRB Kota Surabaya dan dari sektor usaha Industri Pengolahan sebesar Rp ,86 atau sebesar 29,40% dari total PDRB. Tabel 4.27 PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Kota Surabaya No. Sektor Usaha / Tahun ( Rp. Jutaan) Lapangan Usaha Pertanian , ,16 2 Pertambangan dan Penggalian 8.345, ,09 3 Industri Pengolahan , ,86 4 Listrik, Gas dan Air Bersih , ,33 5 Bangunan , ,13 6 Perdagangan, Hotel dan Restoran , ,17 7 Angkutan dan Komunikasi , ,12 8 Keuangan, Sewa & Jasa Perusahaan , ,54 9 Jasa , ,05 PDRB , ,45 Sumber : Kota Surabaya Dalam Angka, Gambaran Penyelenggaraan Terminal Penumpang Kota Surabaya memiliki terminal yang cukup representatif, dan merupakan salah satu terminal yang cukup baik di Indonesia, yaitu terminal Purabaya yang merupakan terminal tipe A. Terminal ini terdapat di kecamatan Bungurasih Kota Surabaya, dan melayani keberangkatan serta kedatangan bus AKAP, AKDP, maupun angkutan perkotaan. Selain terminal Purabaya yang merupakan terminal tipe A, Kota Surabaya juga terdapat 1 (satu) terminal tipe B, dan 8 (delapan) terminal tipe C yang melayani angkutan perkotaan dan angkutan B a b I V G a m b a r a n P r a s a r a n a J a l a n Laporan Akhir IV- 47

132 regional jarak dekat. Terminal di kota Surabaya dapat dilihat dalam tabel berikut, Tabel 4.28 Terminal di Kota Surabaya No Nama Terminal Kelas Pelayanan Angkutan Luas 1 Purabaya A AKAP, AKDP, m 2 Angkutan Kota 2 Tambak Oso Wilangun B AKDP, Angkutan Kota m 2 3 Bratang C Angkutan Kota m 2 4 Benowo C Angkutan Kota m 2 5 Dukuh Kupang C Angkutan Kota m 2 6 Kalimas Barat C Angkutan Kota m 2 7 Menanggal C Angkutan Kota m 2 8 Balong Sari C Angkutan Kota m 2 9 Kedungcowek C Angkutan Kota m 2 10 Manukan C Angkutan Kota m 2 Sumber : Dinas Perhubungan Kota Surabaya, 2012 Terminal Purabaya merupakan pengembangan dari Terminal Joyoboyo yang kapasitasnya sudah tidak memadai serta berada dipusat kota yang tidak memungkinkan dilakukan pengembangan. Pembangunan terminal Type A Purabaya sudah direncanakan sejak tahun 1982 berdasarkan surat Persetujuan Gubernur Jawa Timur namun baru dapat dilaksanakan pembangunan pada 1989 serta diresmikan pengoperasiannya oleh Menteri Perhubungan RI pada tahun Lokasi pembangunan Terminal Purabaya berada di desa Bungurasih Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo dengan luas ± 12 Ha. Dipilihnya lokasi tersebut karena mempunyai akses yang sangat baik dan strategis sebagai pintu masuk ke kota Surabaya serta berada pada jalur keluar kota Surabaya arah timur selatan dan barat. Walaupun lokasi Terminal Purabaya berada di Kabupaten Sidoarjo namun pengelolaan terminal dilakukan oleh Pemerintah Kota Surabaya. Hal tersebut berdasarkan perjanjian kerjasama (MOU) antara Pemerintah Kabupaten Sidoarjo dengan Pemerintah Kota Surabaya. Terminal Purabaya, yang merupakan terminal tipe A di Kota Surabaya, terhitung memiliki fasilitas yang cukup lengkap. Dengan luas keseluruhan yang mencapai 12 hektare, terminal ini selalu terjaga keamanan dan kebersihannya. Saat ini terminal Purabaya Surabaya sedang dilakukan peningkatan terminal, dengan dilakukannya pembangunan gedung terminal baru dengan sistem B a b I V G a m b a r a n P r a s a r a n a J a l a n Laporan Akhir IV- 48

133 selasar yang langsung dapat mengakses parkir bus untuk tiap-tiap jurusan. Fasilitas yang terdapat di temrinal bus Purabaya baik fasilitas utama maupun fasilitas penunjang, antara lain adalah sebagai berikut, Tabel 4.29 Fasilitas Teminal Bus Purabaya No Fasilitas Utama No Fasilitas Penunjang 1 Ruang Tunggu Penumpang 1 Toilet 2 Selasar Kedatangan AKAP/AKDP 2 Kantin 3 Pos Kedatangan Bus 3 Wartel 4 Pos Keberangkatan Bus 4 Ruang Ibu Menyusui 5 Parkir Bus Kota 5 Bank 6 Parkir Bus Patas 6 Pos Kesehatan 7 Jalur Pemberangkatan AKAP & AKDP 7 Pos Informasi 8 Tempat Parkir Bus Malam 8 Pos Polisi 9 Pintu Masuk Terminal 9 Ruang Tunggu Penumpang 10 Pintu Keluar Terminal 10 Pos Ruang Tunggu 11 Bus DAMRI Bandara Juanda 11 Tempat Parkir MAT 12 Peron 13 Gedung Kantor Terminal Sumber : Profil Terminal Bus Purabaya Surabaya, 2012 Beberapa gambaran terkait dengan penyelenggaraan terminal Bus Purabaya Surabaya, yang mencakup kegiatan pelayanan terminal baik pelayanan fasilitas utama dan penunjang, dapat dilihat dalam gambar-gambar berikut, Pos Kedatangan Bus Kedatangan Bus B a b I V G a m b a r a n P r a s a r a n a J a l a n Laporan Akhir IV- 49

134 Ruang Tunggu Penumpang Ruang Merokok Ruang Ibu Menyusui Pos Informasi Pos Kesehatan Pos Polisi Gambar 4.29 Fasilitas Pelayanan Terminal Bus Purabaya, Surabaya B a b I V G a m b a r a n P r a s a r a n a J a l a n Laporan Akhir IV- 50

135 Gambar 4.30 Denah Terminal Purabaya, Surabaya 3. Gambaran Penyelenggaraan Prasarana Pengujian Kendaraan Bermotor Pengujian kendaraan bermotor di Kota Surabaya berada di bawah koordinasi Dinas Perhubungan Kota Surabaya yang secara teknis diselenggarakan oleh UPTD Pengujian Kendaraan Bermotor Dishub Kota Surabaya. Terdapat 2 (dua) lokasi pengujian kendaraan bermotor di Kota Surabaya, yaitu di Tandes dan Wiyung. UPTD Pengujian Kendaraan Bermotor Tandes Kota Surabaya merupakan salah lokasi pengujian kendaran bermotor dengan fasilitas yang cukup lengkap di Indonesia. Dengan luas Peralatan dan fasilitas penunjang di UPTD Pengujian Kendaraan Bermotor Tandes Kota Surabaya terhitung cukup lengkap, dengan kondisi yang cukup baik. Terdapat 2 (dua) jalur pengujian kendaraan bermotor di Tandes, yaitu jalur 15 ton dengan peralatan yang bermerek Muller Beam produksi Jerman, dan jalur 10 ton dengan peralatan yang bermerek Iyasaka produksi Korea. Peralatan pengujian yang dimiliki oleh UPTD Pengujian Kendaraan Bermotor Tandes antara lain adalah sebagai berikut B a b I V G a m b a r a n P r a s a r a n a J a l a n Laporan Akhir IV- 51

136 Tabel 4.30 Peralatan Pengujian Kendaraan Bermotor UPTD Pengujian Kendaraan Bermotor Tandes Kota Surabaya CIS I - Jalur 10 Ton No Alat Spesifikasi 1 Smoke Tester Nanhua YD-1 2 Side Slip Tester Iyasaka KSST-1550SIS/088 3 Head Light Tester Iyasaka ALT Axle Load + Brake Tester Iyasaka KBT-1550SIS-AW-1/088 5 Speedometer Tester Iyasaka KSMT-1500SIS-A/088 Sumber : UPTD PKB Tandes Surabaya, 2012 Tabel 4.31 Peralatan Pengujian Kendaraan Bermotor UPTD Pengujian Kendaraan Bermotor Tandes Kota Surabaya CIS II - Jalur 15 Ton No Alat Spesifikasi 1 Smoke Tester Muller Beam OPACIMETER AT Side Slip Tester Muller Beam BILAMANTIC Head Light Tester Muller Beam Axle Load + Brake Tester Muller Beam BILAMANTIC Speedometer Tester Muller Beam BILAMANTIC CO-HC Muller Beam AT Sound Level Tester Lutron SL-4012 Sumber : UPTD PKB Tandes Surabaya, 2012 Sementara untuk menunjang pelaksanaan pelayanan pengujian kendaraan bermotor, di UPTD Tandes ini dilengkapi pula dengan fasilitas penunjang lainnya, yang antara lain dapat dilihat dalam tabel berikut, Tabel 4.32 Fasilitas UPTD PKB Tandes, Surabaya No Fasilitas Jumlah Luas 1 Ruang Kantor 3 58 m 2 2 Ruang Admnistrasi Penguji 1 60 m 2 3 Ruang Pelayanan (Loket) 1 50 m 2 4 Gedung CIS (Pengujian) m 2 5 Gedung Generator Set 2 60 m 2 6 Ruang IT 1 16 m 2 7 Ruang Arsip 1 8 m 2 8 Gudang 1 20 m 2 9 Ruang Tunggu 1 60 m 2 10 Lapangan Parkir m 2 11 Toilet 3 6 m 2 12 Musholla 1 25 m 2 13 Kantin m 2 Sumber : UPTD PKB Tandes Surabaya, 2012 B a b I V G a m b a r a n P r a s a r a n a J a l a n Laporan Akhir IV- 52

137 Lapangan Parkir Ruang Tunggu Loket Pelayanan Toilet Telepon Umum Ruang Pengujian Kendaraan Gambar 4.31 Fasilitas UPTD PKB Tandes, Surabaya Sedangkan gambaran terkait dengan penempatan fasilitas, baik fasilitas utama maupun fasilitas pendukung di UPTD Pengujian Kendaraan Bermotor Tandes Surabaya ini dapat dilihat dalam denah fasilitas berikut ini, B a b I V G a m b a r a n P r a s a r a n a J a l a n Laporan Akhir IV- 53

138 4. Gambaran Penyelenggaraan Prasarana Bengkel Umum Sepeti halnya wilayah studi lain, penyelenggaraan bengkel umum di Kota Surabaya secara umum masih belum berada di bawah pembinaan Dinas Perhubungan, baik Dinas Perhubungan Kota Surabaya maupun Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Timur. Bengkel umum yang beroperasi saat ini, secara legal berjalan berdasarkan izin usaha biasa, dan belum ada bengkel yang memiliki sertifikasi khusus dari Dinas Perhubungan dan juga belum ada pelibatan bengkel umum yang menjadi lokasi pengujian kendaraan bermotor. Sebetulnya saat ini di Pemerintahan Kota Surabaya sedang disusun rancangan Peraturan Daerah terkait dengan Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Bengkel Umum Kendaraan Bermotor. Namun karena masih dalam tahap penyusunan Raperda, tentunya belum ada kegiatan pembinaan maupun pengawasan terkait dengan penyelenggaraan bengkel umum di Kota Surabaya. Tabel 4.33 Contoh Bengkel Umum di Kota Surabaya No Nama Bengkel Jenis Pelayanan Gambar 1 Agoes Motor (Bengkel Umum Kendaraan Roda Dua) - Perbaikan Mesin - Perawatan Rutin - Ganti Oli - Engine Tune Up - Perbaikan Roda 2 Liek Motor (Bengkel Umum Kendaraan Roda Empat) - Perbaikan Mesin - Perawatan Rutin - Ganti Oli - Engine Tune Up - Pengecatan - Perbaikan Roda B a b I V G a m b a r a n P r a s a r a n a J a l a n Laporan Akhir IV- 54

139 3 M Speed (Bengkel Umum Kendaraan Roda Empat) - Perbaikan Mesin - Perawatan Rutin - Ganti Oli - Engine Tune Up - Pengecatan B a b I V G a m b a r a n P r a s a r a n a J a l a n Laporan Akhir IV- 55

140 Bab V Analisis dan Evaluasi Pada Bab V bagian Analisis dan Evaluasi ini disampaikan mengenai hasil dari kegiatan pengumpulan data, yang kemudian dilakukan analisis untuk mendapatkan masukan dan gambaran bagi penyusunan konsep standar pasarana transportasi jalan. Data yang dianalisis berupa data hasil pengamatan lapangan dan data hasil survey sekunder ke beberapa instansi. Pada bagian ini akan dibahas juga terkait dengan hasil evaluasi dan analisis pemenuhan kebutuhan prasarana transportasi jalan, khususnya terkait dengan pemenuhan kebutuhan prasarana transportasi jalan di wilayah studi, yang terkait dengan pemenuhan prasarana terminal penumpang, terminal barang, fasilitas pengujian kendaraan bermotor, dan bengkel umum. A. Analisis dan Evaluasi Penyelenggaraan Terminal Penumpang Dalam menggali masukan bagi penyusunan standar bagi terminal penumpang, dilakukan survey persepsi terhadap pengguna terminal penumpang dan juga survey prefenensi terhadap operator terminal terkait dengan layanan yang diberikan terhadap penumpang, baik kendala dalam melakukan pelayanan, maupun capaian yang sudah diraih dalam memberikan pelayanan bagi para pengguna terminal penumpang. 1. Persepsi Pengguna Terminal Penumpang Dalam menggali persepsi pengguna terminal penumpang terkait dengan penyelenggaraan pelayanan terminal penumpang, baik dari sisi pelayanan fasilitas utama dan juga fasilitas penunjang, dilakukan wawancara terhada responden di lokasi-lokasi terminal penumpang di lokasi yang ditetapkan sebagai wilayah studi, yaitu terminal Giwangan di Kota Yogyakarta, terminal Batulayang di Kota Pontinanak, dan terminal Lebak Bulus di DKI Jakarta. Khusus untuk Kota Padang tidak dilakukan survey pengguna terminal, karena B a b V A n a l i s i s d a n E v a l u a s i Laporan Akhir V- 1

141 di Kota Padang ini sudah tidak terdapat lagi terminal penumpang semenjak bencana gempa bumi di tahun Secara umum, pelayanan terminal di ketiga kota yang dilakukan pengamatan, belum memberikan pelayanan yang cukup baik meskipun apabila merujuk kepada persepsi penggunanya tidak juga terlalu mengecewakan. Gambaran hasil dari pengamatan lapangan dan wawancara terhadap para pengguna dapat khususnya terkait dengan pelayanan fasilitas utama terminal penumpang yang berhubungan langsung dengan aktifitas calon penumpang dilihat dalam gambar dan penjelasan berikut, 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 23% 13% 38% 23% 16% 82% 26% 61% 63% 36% 15% 3% Giwangan Batulayang Lebak Bulus Purabaya Kurang Cukup Baik Gambar 5.1 Persepsi mengenai ruang tunggu terminal penumpang Terkait dengan fasilitas ruang tunggu terminal penumpang, terlihat dari persepsi pengguna, terminal Purabaya dan selanjutnya terminal Giwangan memberikan pelayanan yang cukup baik dengan masing-masing memberikan kepuasan terhadap 63% dan 62% dari total responden yang memberikan penilaian terhadap pelayanan fasilitas ruang tunggu penumpang, sementara terminal Batulayang Pontianak berdasarkan persepsi pengguna memiliki ruang tunggu yang memberikan pelayanan yang kurang baik. Sedangkan untuk terminal lebak bulus, berdasarkan persepsi yang ada terlihat bahwa pelayanan B a b V A n a l i s i s d a n E v a l u a s i Laporan Akhir V- 2

142 ruang tunggu penumpang cukup berimbang antara pengguna yang merasa cukup, kurang, maupun merasa puas dengan pelayanan yang ada. 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 16% 7% 23% 18% 49% 86% 12% 66% 70% 38% 13% 1% Giwangan Batulayang Lebak Bulus Purabaya Kurang Cukup Baik Gambar 5.2 Persepsi mengenai loket penjualan karcis terminal penumpang Terkait dengan pelayanan loket penjualan karcis terminal penumpang, terlihat bahwa terminal Purabaya Surabaya dan kemudian dilanjutkan dengan terminal Giwangan Yogyakarta memberikan pelayanan yang cukup baik bagi calon penumpang, ini terlihat dari sekitar 70% responden di terminal Purabaya dan 62% di terminal Giwangan merasa cukup puas dengan pelayanan loket penumpang. Sementara terminal Batulayang berdasarkan persepsi masyarakat kondisinya kurang, ini terlihat dari 82 % responden yang merasa tidak puas dengan pelayanan loket penjualan karcis. Sementara terminal Lebak Bulus, sebagian besar atau 49% responden merasa kurang puas dengan pelayanan loket penjualan karcis yg ada. B a b V A n a l i s i s d a n E v a l u a s i Laporan Akhir V- 3

143 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 4% 17% 22% 38% 31% 27% 39% 73% 44% 57% 30% 18% Giwangan Batulayang Lebak Bulus Purabaya Kurang Cukup Baik Gambar 5.3 Persepsi mengenai parkir kendaraan terminal penumpang Terkait dengan penyediaan pelayanan parkir kendaraan, terminal Giwangan Yogyakarta memberikan pelayanan yang cukup baik, ini terlihat dari sebagian besar atau 73 % responden memiliki pandangan bahwa pelayanan hal ini cukup baik, kemudian dilanjutkan denagn terminal Purabaya Surabay dimana 57% pengguna merasa cukup puas dengan pelayanan parkir kendaraan. Sementara untuk terminal Batulayang sebanyak 44 % responden merasa cukup dengan fasilitas parkir kendaraan, sedangkan untuk terminal Lebak Bulus, sebagian besar responden atau 39% juga merasa cukup dengan pelayanan parkir kendaraan, meskipun terdapat juga 31% responden yang merasa kurang puas. Sementara itu terkait dengan penyelenggaraan prasarana penunjang, beberapa persepsi masyarakat terkait dengan penyelenggaraan prasarana penunjang terminal penumpang, khususnya yang terkait langsung dengan aktifitas calon penumpang bus, dapat dilihat dalam tabel berikut, B a b V A n a l i s i s d a n E v a l u a s i Laporan Akhir V- 4

144 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 10% 3% 39% 27% 35% 80% 33% 70% 55% 16% 28% 4% Giwangan Batulayang Lebak Bulus Purabaya Kurang Cukup Baik Gambar 5.4 Persepsi mengenai fasilitas kamar kecil/toilet terminal penumpang Untuk pelayanan toilet di terminal penumpang, terlihat bahwa terminal Purabaya Surabaya memberikan pelayanan yang lebih baik dengan 70% responden menyatakan puas dan kemudian dilanjutkan dengan terminal Giwangan Yogyakarta yang juga menyediakan pelayanan toilet dengan cukup baik, ini terlihat dari hasil wawancara yang meyatakan bahwa 55% responden merasa puas dengan kondisi toilet yang ada. Sedangkan untuk terminal Batulayang, sebanyak 80% responden merasa kurang puas, atau dalam artian pelayanan terkait penyediaan toilet masih kurang baik. Sementara itu untuk terminal lebak bulus, sebagian besar responden atau sebesar 39% responden merasa bahwa pelayanan penyediaan toilet di terminal ini masih kurang baik, B a b V A n a l i s i s d a n E v a l u a s i Laporan Akhir V- 5

145 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 5% 3% 10% 19% 25% 79% 39% 87% 76% 36% 19% 2% Giwangan Batulayang Lebak Bulus Purabaya Kurang Cukup Baik Gambar 5.5 Persepsi mengenai fasilitas ruang ibadah terminal penumpang Mengenai fasilitas ruang ibadah di terminal penumpang, terlihat dari hasil wawancara, terminal Purabaya Surabaya dan Giwangan Yogyakarta memiliki fasilitas ibadah yang cukup memuaskan para pengguna terminal, ini terlihat dari 87% responden di terminal Purabaya dan 76% responden di terminal Giwangan yang merasa bahwa fasilitas ruang ibadah yang ada sudah cukup baik. Sedangkan untuk terminal Batulayang, sebanyak 79% responden merasa bahwa ketersediaan fasilitas ruang ibadah masih kurang. Sedangkan untuk terminal Lebak Bulus, sebagian besar calon penumpang merasa bahwa pelayanan terkait fasilitas ruang ibada sudah cukup dan beberapa berpendapat sudah baik dengan persentase 38% dan 36%. B a b V A n a l i s i s d a n E v a l u a s i Laporan Akhir V- 6

146 100% 7% 7% 90% 80% 70% 41% 65% 29% 30% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 49% 63% 51% 26% 22% 8% Giwangan Batulayang Lebak Bulus Purabaya Kurang Cukup Baik Gambar 5.6 Persepsi mengenai fasilitas kantin terminal penumpang Terkait dengan fasilitas kantin terminal penumpang, terminal Purabaya Surabaya memberikan pelayanan yang lebih baik terlihat dari sekitar 63% responden menyatakan puas dengan pelayanan kantin dan kemudian dilanjutkan dengan pelayanan kantin di terminal Giwangan memberikan pelayanan yang cukup baik dengan sebanyak 51% responden merasa bahwa pelayanan kantin sudah cukup baik. Sedangkan terminal Batulayang 65% reponden berpendapat bahwa pelayanan kantin masih kurang. Sedangkan untuk terminal lebak bulus, sebanyak 49% responden berpendapat bahwa kantin yang ada dalam taraf cukup memberikan pelayanan. B a b V A n a l i s i s d a n E v a l u a s i Laporan Akhir V- 7

147 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 3% 14% 38% 23% 34% 89% 32% 73% 52% 30% 8% 2% Giwangan Batulayang Lebak Bulus Purabaya Kurang Cukup Baik Gambar 5.7 Persepsi mengenai fasilitas ruang pengobatan terminal penumpang Terkait dengan fasilitas ruang pengobatan terminal penumpang, di terminal Purabaya memberikan pelayanan lebih baik terlihat dari 73% responden menyatakan puas dengan pelayanan ruang pengobatan. Kemudian dilanjutkan dengan terminal Giwangan dimana fasilitas tersebut sudah cukup baik dengan 52% dari responden berpendapat bahwa pelayanan ruang pengobatan terminal penumpang di terminal ini sudah cukup baik. Sedangkan untuk terminal Batulayang pelayanan masih kurang dengan 89% responden merasa bahwa pelayanan ruang pengobatan di terminal ini masih kurang. Sementara terminal Lebak Bulus relatif cukup dengan 32 % reponden menjawab cukup, dan 30% menjawab baik. B a b V A n a l i s i s d a n E v a l u a s i Laporan Akhir V- 8

148 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 12% 3% 13% 33% 31% 88% 34% 83% 57% 33% 9% 2% Giwangan Batulayang Lebak Bulus Purabaya Kurang Cukup Baik Gambar 5.8 Persepsi mengenai fasilitas ruang informasi dan pengaduan terminal penumpang Terkait dengan pelayanan ruang informasi dan pengaduan terminal penumpang, dari hasil survey terlihat bahwa terminal Batulayang Pontianak memebrikan pelayanan yang kurang, ini terlihat dari 88% responden merasa kurang. Sedangkan untuk terminal Purabaya Surabaya sudah memberikan pelayanan dengan baik dimana sebanyak 83% responden menyatakan puas dan dilanjutkan dengan pelayanan terminal Giwangan sudah cukup baik terlihat dari 57% responden berpendapat ketersediaan fasilitas ruang informasi dan pengaduan ini sudah cukup baik. Sedangkan terminal Lebak Bulus cenderung seimbang antara responden yang berpendapat cukup dan baik dengan persentase 34% dan 33%. B a b V A n a l i s i s d a n E v a l u a s i Laporan Akhir V- 9

149 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 7% 19% 27% 17% 34% 97% 39% 77% 47% 34% 1% 2% Giwangan Batulayang Lebak Bulus Purabaya Kurang Cukup Baik Gambar 5.9 Persepsi mengenai fasilitas telepon umum terminal penumpang Penilaian untuk fasilitas telepon umum di terminal, terlihat terminal Purabaya Surabaya memberikan pelayanan yang baik dimana 77% responden menyatakan puas dengan pelayanan telepon umum di Purabaya. Selain itu terminal Giwangan pula masih memberikan pelayanan yang cukup baik, begitu pula terminal Lebak Bulus yang memberikan pelayanan yang cukup pula. Sedangkan untuk terminal Batulayang tidak memberikan pelayanan yang baik, ini terlihat dari 97% responden yang memberikan penilaian kurang terhadap penyediaan fasilitas ini. 100% 10% 90% 80% 47% 49% 30% 70% 60% Kurang 97% 50% Cukup 12% 40% 29% Baik 30% 60% 20% 38% 24% 10% 1% 2% 0% Giwangan Batulayang Lebak Bulus Purabaya Gambar 5.10 Persepsi mengenai fasilitas penitipan barang terminal penumpang B a b V A n a l i s i s d a n E v a l u a s i Laporan Akhir V- 10

150 Terkait dengan penilaian fasilitas penitipan barang terminal penumpang, terlihat bahwa terminal Purabaya memberikan pelayanan yang baik dengan sebanyak 60% responden merasa puas, namu untuk terminal lainnya yang menjadi lokasi studi hampir di seluruh terminal lainnya belum memberikan pelayanan yang baik. Di terminal Giwangan 47% responden menjawab kurang, di terminal Lebak Bulus sebanyak 49% responden menjawab kurang, dan di terminal Batulayang yang terbanyak atau 97% responden menjawab kurang. 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 3% 17% 34% 53% 20% 86% 63% 26% 63% 11% 22% 3% Giwangan Batulayang Lebak Bulus Purabaya Kurang Cukup Baik Gambar 5.11 Persepsi mengenai fasilitas taman terminal penumpang Untuk persepsi mengenai fasilitas taman di terminal penumpang, terlihat bahwa terminal Giwangan dan terminal Purabaya cukup memberikan pelayanan yang baik, ini terlihat di kedua terminal tersebut sebanyak 63% responden menyatakan bahwa kondisi taman di terminal Giwangan dan Purabaya sudah cukup baik, sedangkan untuk terminal Batulayang, sebanyak 86% responden menyatakan bahwa kondisi taman di terminal ini masih kurang, dan di terminal lebak bulus sebanyak 53 % menyatakan bahwa ketersediaan taman di terminal Lebak Bulus masih kurang. 2. Penilaian Operator Bus terhadap Penyelenggaraan Terminal Terkait dengan masukan dan pendapat dari operator bus angkutan penumpang terkait dengan penyelenggaraan terminal nya di masing-masing lokasi terminal, B a b V A n a l i s i s d a n E v a l u a s i Laporan Akhir V- 11

151 ditanyakan beberapa kegiatan penyelenggaraan terkait terminal yang mereka manfaatkan, permasalahan yang ada terkait dengan penyelenggaraan terminal, dan masukan terhadap penyelenggaraan terminal penumpang khususnya masukan bagi penyusunan standar prasarana transportasi jalan yang akan disusun Terminal Giwangan Terkait dengan pelaksanaan temrinal Giwangan di Kota Yogyakarta, berdasarkan masukan dan pendapat dari operator bus penumpang di terminal Giwangan, didapatkan kondisi bahwa sebagai terminal penumpang terbesar di Pulau Jawa, terminal Giwangan belum bisa memberikan pelayanan terbaik bagi para penumpang maupun pada pengusaha otobus. Ketersediaan fasilitas pelayanan di terminal ini sudah cukup baik, namun masih banyak fasiliitas yang belum digunakan secara optimal, dan perawatan dari tiap fasilitas tersebut yang masih kurang. Terminal Giwangan ini merupakan salah satu terminal dengan model selasar penumpang yang menggunakan sistem selasar yang langsung menuju lokasi pemberangkatan bus tiap-tiap jurusan, namun saat ini fasilitas tersebut tidak berfungsi secara optimal, sebagian besar calon penumpang banyak yang langsung menuju bus tanpa melalui lorong selasar penumpang. Beberapa masukan dan pendapat terkait penyelenggaraan terminal Giwangan dari sisi operator bus penumpang antara lain adalah : a. Perlu adanya perbaikan beberapa fasilitas yang sudah ada, seperti memperpendek jarak dari pintu masuk menuju bus melalui lorong selasar, agar para penumpang tidak memilih untuk lewat langsung lapangan terminal; b. Perlu adanya peningkatan kualitas ruang tunggu dan lorong selasar, seperti penambahan pendingin ruangan atau pemasangan travelator, agar para calon penumpang dapat lebih nyaman menggunakan fasilitas ini; B a b V A n a l i s i s d a n E v a l u a s i Laporan Akhir V- 12

152 c. Perlu adanya petugas khusus yang mengatur dan juga dapat menindak para calon penumpang yang tidak menggunakan fasilitas ruang tunggu lantai dua dan lorong selasar menuju bus. d. Sebagai masukan bagi penyusunan standar prasarana terminal penumpang, perlu adanya standar bagi lebar selasar dan juga standar jarak maksimal dari pintu masuk hingga menuju bus, standar penggunaan eskalator dan travelator untuk kondisi tertentu Terminal Batulayang Terminal Batulayang saat ini kondisinya sangat memprihatinkan, ketersediaan fasilitas di terminal ini sangat minim. Jalan akses menuju terminal dan juga lapangan parkir bus maupun parkir kendaraan lainnya kondisinya kurang baik. Semakin menurunnya jumlah angkutan umum yang masuk ke terminal dan juga jarak terminal Batulayang yang cukup jauh dari pusat kota Pontianak menjadi salah satu penyebab sepi nya terminal ini dan berdampak pada menurunnya pula kualitas pelayanan terminal ini. Beberapa masukan dan pendapat terkait penyelenggaraan terminal Batulayang dari sisi operator bus penumpang antara lain adalah a. Pelayanan terminal semakin menurun karena jumlah angkutan dan penumpang yang semakin menurun; b. Perlu adanya perbaikan fasilitas antarmoda yang dapat mengakses dari pusat kota Pontianak menuju terminal Batulayang untuk memudahkan aksesibilitas penumpang yang akan menggunakan fasilitas terminal Batulayang; c. Masukan bagi penyusunan standar ini menurut operator terminal Batulayang, perlu adanya standar terkait dengan penyediaan fasilitas antarmoda. B a b V A n a l i s i s d a n E v a l u a s i Laporan Akhir V- 13

153 2.3. Terminal Lebak Bulus Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan Terminal Lebak Bulus merupakan salah satu terminal dengan frekuensi lalulintas penumpang maupun lalulintas angkutan yang cukup tinggi seperti halnya terminal Kampung Rambutan yang memiliki lokasi yang tidak terlalu jauh. Kondisi prasarana utama maupun penunjang di terminal Lebak Bulus pada umumnya sudah cukup tersedia, namun kondisinya yang masih kurang baik. Keterbatasan lahan dan juga keterbatasan kewenangan operator terminal dalam mengembangkan terminal menjadi kendala dalam meningkatkan pelayanan terminal Lebak Bulus. Saat ini kapasitas pelayanan terminal Lebak Bulus sebetulnya sudah tidak mencukupi lagi, dan Pemerintah pun sebetulnya sudah merencanakan pembangunan terminal baru di DKI Jakarta namun belum terselesaikan dan belum dapat difungsikan. Berdasarkan wawancara terhadap operator bus penumpang didapatkan beberapa pendapat dan masukan terkait dengan penyelenggaraan terminal, antara lain adalah a. Ketersediaan fasilitas di terminal lebak bulus tersedia cukup lengkap, namun dari segi kualitas masih kurang. b. Sebagai masukan bagi penyusunan standar prasarana terminal penumpang, perlu disusun standar bagi penyediaan ruang tunggu beserta fasilitas pendukungnya yang nyaman, dan juga selasar penumpang yang nyaman dan aman untuk mengantarkan penumpang langsung menuju bus masing-masing. 3. Analisis Pemenuhan Kelengkapan Fasilitas Terminal Penumpang Dalam melakukan analisis pemenuhan kelengkapan fasilitas terminal penumpang ini dilakukan dengan membandingkan persyaratan pemenuhan kelengkapan fasilitas terminal penumpang yang diamanatkan dalam Kepmenhub Nomor 31 tahun 1995 tentang Terminal Transportasi Jalan, baik B a b V A n a l i s i s d a n E v a l u a s i Laporan Akhir V- 14

154 yang terkait dengan pemenuhan fasilitas utama terminal penumpang maupun fasilitas penunjang terminal penumpang. Pembandingan pemenuhan kelengkapan fasilitas terminal dilakukan dengan membuat matriks perbandingan antara syarat kelengkapan fasilitas terminal penumpang dengan kondisi kelengkapan fasilitas terminal penumpang di wilayah studi, yang dapat dilihat dalam tabel berikut, Tabel 5.1 Analisis Pemenuhan Kelengkapan Prasarana Utama Terminal Kelengkapan Prasaana Terminal Penumpang Berdasarkan KM 31/1995 Penumpang di Wilayah Studi Batulayang, Kota Pontianak Terminal Penumpang Lebak Bulus, DKI Jakarta Giwangan, Kota Yogyakarta Purabaya, Kota Surabaya Jalur Pemberangkatan 1 jalur 8 jalur 16 jalur 15 jalur Jalur Kedatangan 1 jalur 2 jalur 4 jalur 3 jalur Parkir Kendaraan Umum m m m m 2 Bangunan Kantor 100 m m m m 2 Terminal Tempat tunggu 120 m m 2 920,8 m m 2 penumpang/ pengantar Menara Pengawas Tidak tersedia Tersedia Tersedia Tersedia dan dilengkapi dengan CCTV Loket Penjualan Tidak tersedia 78 loket/hari 128 loket/hari 102 loket/hari Karcis Parkir kendaraan pengantar m m m m 2 Sumber : KM 31/1995, Hasil Pengamatan Lapangan 2012 Dari keempat terminal yang menjadi lokasi wilayah studi dan dilakukan pengamatan, secara umum fasilitas utama terminal penumpang sudah tersedia, hanya di terminal Batulayang Kota Pontianak yang tidak tersedia menara pengawas dan loket penjualan karcis yang sudah tidak berfungsi lagi. Dari tabel diatas terlihat pula terminal dengan fasilitas terlengkap dengan kuantitas pemenuhan ketersediaan fasilitas utamanya yang cukup banyak adalah terminal Purabaya di Kota Surabaya. B a b V A n a l i s i s d a n E v a l u a s i Laporan Akhir V- 15

155 Sedangkan terkait dengan pemenuhan prasarana penunjang terminal penumpang di 4 (empat) lokasi terminal yan g menjadi wilayah studi ini dapat dilihat dalam tabel berikut, Tabel 5.2 Analisis Pemenuhan Kelengkapan Prasarana Penunjang Terminal Kelengkapan Prasaana Terminal Penumpang Berdasarkan KM 31/1995 Penumpang di Wilayah Studi Batulayang, Kota Pontianak Terminal Penumpang Lebak Bulus, DKI Jakarta Giwangan, Kota Yogyakarta Purabaya, Kota Surabaya Kamar kecil/toilet 2 unit (2 m 2 ) 7 unit (2 m 2 ) 16 unit 22 unit Musholla 1 unit (20 m 2 ) 1 unit (24 m 2 ) 1 Masjid, 1 Masjid, 2 Musholla 2 Musholla Kios/Kantin 12 unit ( unit 32 unit 42 unit m 2 ) Ruang pengobatan TIdak tersedia 12 m 2 18 m 2 20 m 2 Ruang informasi dan 20 m 2 24 m 2 32 m 2 42 m 2 pengaduan Telepon umum Tidak tersedia 1 unit 12 unit 15 unit Tempat penitipan Tidak tersedia Tidak tersedia 1 unit 2 unit barang Taman 250 m m m m 2 Sumber : KM 31/1995, Hasil Pengamatan Lapangan 2012 Dari tabel diatas terlihat bahra terminal Batulayang di Kota Pontianak tidak memiliki fasilitas penunjang yang lengkap, terlihat dari tidak tersedianya ruang pengobatan, telepon umum, dan tempat penitipan barang. Sedangkan terminal Lebak Bulus tidak tersedia tempat penitipan barang. Dari keempat terminal yang menjadi lokasi wilayah studi, terminal Purabaya di Kota Surabaya memilili fasilitas penunjang yang cukup baik, terlihat dari kuantitas ketersediaan fasilitas yang cukup besar. B. Analisis dan Evaluasi Penyelenggaraan Terminal Barang 1. Persepsi Pengguna Terminal Barang Tanah Merdeka Dari 4 (empat) lokasi studi, terminal barang hanya tersedia di DKI Jakarta, dimana terdapat 2 (dua) terminal barang yaitu terminal angkutan barang Pulo B a b V A n a l i s i s d a n E v a l u a s i Laporan Akhir V- 16

156 Gebang dan terminal angkutan barang Tanah Merdeka. Terkait dengan penyelenggaraan terminal barang Tanah Merdeka dilakukan wawancara terhadap operator angkutan barang agar didapatkan persepsi operator angkutan barang yang merupakan pengguna dari terminal barang. Gambaran persepsi pengguna terminal barang dapat dilihat dalam gambar berikut ini, 100% 80% 60% 40% 20% 0% 27.78% 11.11% 5.56% 38.89% 50.00% 66.67% 83.33% 66.67% 83.33% 88.89% 55.56% 44.44% 27.78% 11.11% 5.56% 5.56% 5.56% 5.56% 5.56% 5.56% 5.56% kurang sedang baik Jenis Pelayanan Gambar 5.12 Persepsi Pengguna Terminal Barang Dari gambar diatas terlihat bahwa fasilitas pelayanan terminal barang Tanah Merdeka masih kurang memenuhi harapan penggunanya, terlihat dari fasilitas yang ada umumnya pengguna memberikan penilaian sedang, sedangkan beberapa fasilitas seperti kantin, taman, dan tempat istirahat dirasakan masih kurang. Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan hasil wawancara terhadap pengguna terminal angkutan barang Tanah Merdeka, Cilincing, Jakarta Utara, didapatkan beberapa masukan dan pendapat terkait dengan penyelenggaraan terminal angkutan penumpang, yang antara lain adalah : a. Fasilitas pendukung terminal angkutan barang masih kurang memadai, seperti ruang tunggu kru angkutan barang, toilet, dan kondisi lapangan parkir kendaraan masih kurang baik. B a b V A n a l i s i s d a n E v a l u a s i Laporan Akhir V- 17

157 b. Terminal angkutan barang ini seringkali difungsikan pula sebagai terminal angkutan penumpang, kondisi ini menyebabkan angkutan terminal barang yang akan masuk dan menggunakan fasilitas terminal barang ini sedikit terganggu, sebagai masukan bagi Pemerintah agar kiranya dapat dilakukan penindakan bagi angkutan penumpang yang menggunakan fasilitas angkutan barnag ini. c. Perlu adanya fasilitas yang cukup baik bagi tempat istirahat kru angkutan barang, agar para pengemudi angkutan barang dapat beristirahat dengan cukup baik dan nyaman sebelum melanjutkan perjalanan. d. Masukan bagi penyusunan standar prasarana terminal barang ini antara lain perlu adanya standar yang baku bagi penyediaan fasilitas terminal barang baik fasilitas utama maupun fasilitas penunjang, agar kualitas terminal barang yang ada dapat lebih baik, dan terminal angkutan barang yang ada bukan hanya sekedar tempat parkir angkutan barang tanpa memberikan pelayanan tambahan bagi para kru kendaraan angkutan barang. 2. Analisis Pemenuhan Kelengkapan Fasilitas Terminal Barang Dalam melakukan analisis pemenuhan kelengkapan fasilitas terminal barang ini dilakukan dengan membandingkan persyaratan pemenuhan kelengkapan fasilitas terminal barang yang diamanatkan dalam Kepmenhub Nomor 31 tahun 1995 tentang Terminal Transportasi Jalan, baik yang terkait dengan pemenuhan fasilitas utama terminal barang maupun fasilitas penunjang terminal barang. Pembandingan pemenuhan kelengkapan fasilitas terminal dilakukan dengan membuat matriks perbandingan antara syarat kelengkapan fasilitas terminal barang dengan kondisi kelengkapan fasilitas terminal barang di wilayah studi, yang dapat dilihat dalam tabel berikut, Tabel 5.3 Analisis Pemenuhan Kelengkapan Prasarana Utama Terminal Barang di Wilayah Studi B a b V A n a l i s i s d a n E v a l u a s i Laporan Akhir V- 18

158 Kelengkapan Prasaana Terminal Barang Berdasarkan KM 31/1995 Kondisi Prasarana Terminal Tanah Merdeka Bangunan Kantor Terminal 120 m 2 Parkir kendaraan untuk melakukan bongkar dan muat m 2 barang Gudang atau lapangan penumpukan barang Tidak tersedia Tempat parkir kendaraan angkutan barang untuk m 2 istirahat Papan informasi Tidak tersedia Peralatan bongkar muat barang Tidak tersedia Sumber : KM 31/1995, Hasil Pengamatan Lapangan 2012 Tabel 5.4 Analisis Pemenuhan Kelengkapan Prasarana Penunjang Terminal Barang di Wilayah Studi Kelengkapan Prasaana Terminal Barang Berdasarkan KM 31/1995 Kondisi Prasarana Eksisting Tempat istirahat awak kendaraan Tersedia (180 m 2 ) Parkir kendaraan selain kendaraan angkutan barang m 2 Alat timbang kendaraan dan muatannya Tidak Tersedia Kamar kecil/toilet 8 unit Musholla 1 unit Kios/kantin 4 unit Ruang pengobatan Tidak tersedia Taman 400 m 2 Sumber : KM 31/1995, Hasil Pengamatan Lapangan 2012 Dari kedua tabel diatas terlihat bahwa ketersediaan fasilitas di terminal barang Tanah Merdeka masih cukup minim. Terlihat dari tidak tersedianya gudang/lapangan penumpukan barang, papan informasi, dan peralatan bongkar muat barang sebagai fasilitas utama. Selain itu untuk fasilitas penunjang yang tidak tersedia adalah alat timbang dan ruang pengobatan. C. Pengamatan dan Penilaian Fasilitas Pengujian Kendaraan Bermotor (PKB) 1. Persepsi Pengguna Fasilitas Pengujian Kendaraan Bermotor Untuk mendapatkan persepsi terkait dengan penyelenggaraan fasilitas pengujian kendaraan bermotor dilakukan pengamatan lapangan di fasilitas PKB Kota Pontianak, Kota Padang, Kota Yogyakarta, DKI Jakarta, dan PKB di Kota Surabaya. B a b V A n a l i s i s d a n E v a l u a s i Laporan Akhir V- 19

159 1.1. PKB Kota Pontianak Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan Secara umum pelayanan UPTD Pengujian Kendaraan Bermotor di Kota Pontianak sudah cukup baik, namun memang apabila melihat kondisi fasilitas baik fasilitas utama maupun fasilitas penunjang pengujian kendaraan bermotor di Kota Pontianak masih perlu banyak perbaikan dan peningkatan kualitas pelayanannya. Kerusakan peralatan menjadi salah satu kendala yang sering terjadi dalam kegiatan pelayanan pengujian kendaraan bermotor di Kota Pontianak, kesulitan spare part alat dan pembelian spare part yang harus ke Jakarta menjadikan beberapa kali fasilitas pengujian kendaraan bermotor di Kota Pontianak ini harus terganggu pelayanannya. Gambaran penilaian pengguna fasilitas PKB di Kota Padang dapat dilihat dalam gambar berikut, 100% 80% 60% 40% 20% 0% 54% 48% 32% 45% 14% 8% 35% 48% 17% 82% 18% 0% 28% 43% 29% Kurang Sedang Baik Prasarana PKB Gambar 5.13 Penilaian Pengguna Fasilitas PKB di Kota Pontianak Terkait dengan fasilitas penunjang pengujian kendaraan bermotor di Kota Pontianak secara umum belum tersedia dengan kuantitas maupun kualitas yang cukup baik. Kondisi ruang tunggu, toilet, dan lapangan parkir masih kurang representatif. B a b V A n a l i s i s d a n E v a l u a s i Laporan Akhir V- 20

160 Beberapa masukan dan pendapat terkait dengan penyelenggaraan pengujian kendaraan bermotor khususnya terkait dengan masukan terhadap penyusunan standar prasarana pengujian kendaraan bermotor yang sedang disusun ini antara lain adalah, a. Perlu adanya penyusunan standar fasilitas penunjang pengujian kendaraan bermotor yang lebih teknis mengatur standar minimum fasilitas penunjang pengujian kendaraan bermotor, seperti toilet, ruang tunggu, loket, kantin, dan lapangan parkir agar lebih representatif. b. Terkait standar peralatan pengujian kendaraan bermotor perlu disusun pula standar perawatan peralatan, agar tidak terjadi keruakan alat dengan waktu yang cukup lama, sehingga mengganggu pelayanan pengujian kendaraan bermotor PKB Kota Padang Terkait dengan fasilitas pengujian kendaraan bermotor di Kota Padang, secara umum sudah cukup baik. Beberapa kekurangan yang ada di fasilitas ini antara lain mencakup penyediaan fasilitas penunjang, seperti toilet dan ruang tunggu yang kurang representatif. Gambaran penilaian pengguna fasilitas PKB di Kota Padang dapat dilihat dalam gambar berikut, B a b V A n a l i s i s d a n E v a l u a s i Laporan Akhir V- 21

161 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 43% 38% 18% 18% 17% 31% 18% 46% 49% 40% 48% 35% 34% 29% 34% Kurang Sedang Baik Prasarana PKB Gambar 5.14 Penilaian Pengguna Fasilitas PKB di Kota Padang Sebagai masukan bagi penyusunan standar prasarana fasilitas pengujian kendaraan bermotor, dilakukan wawancara terhadap pengguna fasilitas pengujian kendaraan bermotor, dan didapat beberapa masukan dan pendapat yang antara lain adalah, a. Untuk meningkatkan kualitas pelayanan pengujian kendaraan bermotor, khususnya terkait dengan penyediaan fasilitas penunjang, perlu adanya standar bagi fasilitas penunjang fasilitas pengujian kendaraan bermotor seperti toilet, ruang tunggu, dan lapangan parkir yang lebih nyaman dan representatif. b. Bantuan dari Pemerintah Provinsi maupun Pemerintah Pusat sangat diharapkan untuk meningkatkan kualitas pelayanan fasilitas pengujian kendaraan bermotor c. Perlu adanya aturan terkait dengan kompensasi yang bisa diterima oleh Dinas Perhubungan Kota Padang apabila terdapat kendaraan-kendaraan luar Kota Padang yang beroperasi secara reguler di Kota Padang PKB Kota Yogyakarta Fasilitas pengujian kendaraan bermotor di Kota Yogyakarta, baik fasilitas utama maupun fasilitas penunjang sudah cukup baik. Fasilitas pengujian B a b V A n a l i s i s d a n E v a l u a s i Laporan Akhir V- 22

162 kendaraan bermotor di Kota Yogyakarta dikelola oleh UPTD Pengujian Kendaraan Bermotor, Dinas Perhubungan Kota Yogyakarta. Gambaran penilaian pengguna fasilitas PKB di Kota Yogyakarta dapatdilihat dalam gambar berikut, 100% 15% 17% 11% 14% 3% 80% 60% 40% 45% 42% 54% 40% 40% 20% 0% 45% 38% 48% 32% 57% Kurang Sedang Baik Prasarana PKB Gambar 5.15 Penilaian Pengguna Fasilitas PKB di Kota Yogyakarta Berdasarkan wawancara kepada beberapa pengguna, atau pemilik kendaraan yang sedang melakukan pengujian kendaraan bermotor, didapat beberapa persepsi dan preferensi terkait dengan penyelenggaraan pengujian kendaraan bermotor di Kota Yogyakarta, baik prasarana utama maupun fasilitas penunjang. Beberapa persepsi dari pengguna pengujian kendaraan antara lain adalah sebagai berikut, a. Secara umum, ketersediaan fasilitas pengujian kendaraan bermotor sudah cukup baik, baik fasilitas utama dan penunjang. Beberapa perbaikan maupun peningkatan memang perlu dilakukan, khususnya terakait dengan fasilitas penunjang seperti perbaikan kualitas toilet, ruang tunggu, maupun ketersediaan lapangan parkir yang representatif. b. Terkait dengan standar prasarana pengujian kendaraan bermotor, yang sering kurang diperhatikan adalah prasarana penunjang, sehingga masukan bagi penyusunan standar prasarana fasilitas pengujian B a b V A n a l i s i s d a n E v a l u a s i Laporan Akhir V- 23

163 kendaraan bermotor ada baiknya fokus pula kepada standar prasarana fasilitas pendukung pengujian kendaraan bermotor PKB DKI Jakarta Terkait dengan penyelenggaraan pengujian kendaraan bermotor di DKI Jakarta, secara umum pelayanan pengujian kendaraan bermotor tersebut sudah cukup baik. Beberapa kekurangan yang ada di fasilitas pengujian kendaraan bermotor ini umumnya tidak jauh berbeda dengan lokasi pengujian kendaraan bermotor di kota lain, yang antara lain mencakup penyediaan fasilitas penunjang, seperti toilet dan ruang tunggu, dan lapangan parkir yang kurang representatif. Gambaran penilaian pengguna fasilitas PKB di DKI Jakarta dapatdilihat dalam gambar berikut, 100% 80% 60% 40% 20% 0% 22% 31% 35% 42% 34% 49% 28% 32% 35% 29% 37% 26% 60% 29% 11% Kurang Sedang Baik Prasarana PKB Gambar 5.16 Penilaian Pengguna Fasilitas PKB di DKI Jakarta Sebagai masukan bagi penyusunan standar prasarana fasilitas pengujian kendaraan bermotor, dilakukan wawancara terhadap pengguna fasilitas pengujian kendaraan bermotor di DKI Jakarta, dan didapat beberapa masukan dan pendapat yang antara lain adalah, a. Perlu adanya peningkatan terkait dengan kualitas maupun kuantitas fasilitas pendukung pengujian kendaraan bermotor, seperti toilet, ruang tunggu, kantin, dan juga lapangan parkir kendaraan. B a b V A n a l i s i s d a n E v a l u a s i Laporan Akhir V- 24

164 b. Sebagai masukan bagi penyusunan standar prasarana pengujian kendaraan bermotor, perlu kiranya standar yang akan disusun fokus pula kepada pengaturan standar prasarana pendukung seperti toilet, ruang tunggu, kantin, maupun parkir kendaraan. Hal tersebut dimaksudkan agar pelayanan tiap fasilitas pengujian kendaraan bermotor dapat memberikan pelayanan terbaik dan memiliki standar yang sama di tiaptiap lokasi pengujian kendaraan bermotor PKB Kota Surabaya Terkait dengan penyelenggaraan pengujian kendaraan bermotor di Kota Surabaya, secara umum pelayanan pengujian kendaraan bermotor tersebut sudah sangat baik. Pelayanan fasilitas penunjang seperti toilet dan ruang tunggu, dan lapangan parkir sudah cukup baik. Penilaian pengguna fasilitas PKB di Kota Surabaya, terkait dengan fasilitas penunjang dapat dilihat dalam gambar berikut, 100% 3% 3% 0% 18% 15% 25% 80% 37% 32% 34% 40% 60% 40% 75% Kurang 60% 65% 48% 45% Sedang 20% Baik 0% Prasarana PKB Gambar 5.17 Penilaian Pengguna Fasilitas PKB di Kota Surabaya Sebagai masukan bagi penyusunan standar prasarana fasilitas pengujian kendaraan bermotor, dilakukan wawancara terhadap pengguna fasilitas B a b V A n a l i s i s d a n E v a l u a s i Laporan Akhir V- 25

165 pengujian kendaraan bermotor di Kota Surabaya, dan didapat beberapa masukan dan pendapat yang antara lain adalah, a. Perlu adanya peningkatan terkait dengan kualitas pelayanan terkait kegiatan pengujian, terutama penambahan SDM penguji agar waktu dalam pelaksanaan proses pengujian dapat lebih singkat. b. Sebagai masukan bagi penyusunan standar prasarana pengujian kendaraan bermotor, perlu kiranya standar yang akan disusun fokus pula kepada pengaturan standar prasarana pendukung seperti toilet, ruang tunggu, kantin, maupun parkir kendaraan. Selain itu standarisasi peralatan pun perlu dilakukan agar dapat digunakan untuk kendaraan dari semua pabrikan. 2. Analisis Pemenuhan Kelengkapan Fasilitas Pengujian Kendaraan Bermotor Dalam melakukan analisis pemenuhan kelengkapan fasilitas pengujian kendaraan bermotor ini dilakukan dengan membandingkan persyaratan pemenuhan kelengkapan fasilitas pengujian kendaraan bermotor yang diamanatkan dalam Kepmenhub Nomor KM 71 tahun 1993 tentang Pengujian Berkala Kendaraan Bermotor, baik yang terkait dengan pemenuhan fasilitas utama pengujian kendaraan bermotor maupun fasilitas penunjang pengujian kendaraan bermotor. Pembandingan pemenuhan kelengkapan fasilitas pengujian kendaraan bermotor dilakukan dengan membuat matriks perbandingan antara syarat kelengkapan fasilitas pengujian kendaraan bermotor dengan kondisi kelengkapan fasilitas pengujian kendaraan bermotor di wilayah studi, yang dapat dilihat dalam tabel berikut, B a b V A n a l i s i s d a n E v a l u a s i Laporan Akhir V- 26

166 Kelengkapan Prasaana PKB Berdasarkan KM 71/1993 Bangunan beban kerja Tabel 5.5 Analisis Pemenuhan Kelengkapan Prasarana Pengujian Kendaraan Bermotor di Wilayah Studi Kota Pontianak Tersedia dengan 1 jalur PKB 15 ton Pulo Gadung, Jakarta Tersedia dengan 2 jalur PKB 10 ton dan 15 ton Tersedia, untuk penempatan genset dan kompresor Tersedia Gudang dengan luas 12 m 2 Pengujian Kendaraan Bermotor Kota Yogyakarta Tersedia dengan 2 jalur PKB 10 ton dan 15 ton Tandes, Kota Surabaya Tersedia dengan 2 jalur PKB 10 ton dan 15 ton Tersedia, untuk penempatan genset dan kompresor Tersedia Gudang dengan luas 50 m 2 Kota Padang Tersedia dengan 1 jalur PKB 15 ton Bangunan gedung Tersedia, untuk Tersedia, untuk Tersedia, untuk penempatan genset penempatan genset penempatan genset dan kompresor dan kompresor dan kompresor Tersedia Gudang Tersedia Gudang Tersedia Gudang namun tidak dengan luas 40 m 2 dengan luas 40 m 2 berfungsi Jalan keluar masuk Lebar Jalan Keluar Lebar Jalan Keluar Lebar Jalan Keluar Lebar Jalan Keluar Lebar Jalan Keluar 4,5 m 4,5 m 4,5 m 5 m 4,5 m Lebar Jalan Masuk Lebar Jalan Masuk Lebar Jalan Masuk Lebar Jalan Masuk Lebar Jalan Masuk 4,5 m 4,5 m 4,5 m 5 m 4,5 m Lapangan parkir Luas lapangan parkir Luas Lapangan parkir Luas Lapangan parkir Luas lapangan parkir Luas lapangan parkir m m m m m2 Bangunan gedung Tersedia fasilitas : Tersedia fasilitas : Tersedia fasilitas : Tersedia fasilitas : Tersedia fasilitas : administrasi ruangan petugas ruangan petugas ruangan petugas ruangan petugas ruangan petugas loket pendaftaran loket pendaftaran loket pendaftaran loket pendaftaran loket pendaftaran ruang tunggu ruang tunggu ruang tunggu ruang tunggu ruang tunggu Pagar Pagar setinggi 2 m Pagar setinggi 1,5 m Pagar setinggi 1,5 m Pagar setinggi 1,2 m Pagar setinggi 1,2 m Fasilitas penunjang Toilet Toilet Toilet Toilet untuk umum Kantin Kantin Kantin Sumber : KM 71/1995, Hasil Pengamatan Lapangan 2012 Toilet Kantin Telp. Umum Toko ATK dan Fotokopi Ruang Tunggu AC Laporan Akhir IV- 27

167 D. Pengamatan dan Penilaian Bengkel Umum 1. Penilaian terkait Penyelenggaraan Bengkel Umum Dalam melakukan penilaian terhadap penyelenggaraan bengkel umum, dilakukan pengamatan lapangan dan wawancara yang dilakukan di bengkel umum di Kota Pontianak, Kota Padang, Kota Yogyakarta, DKI Jakarta, dan Kota Surabaya yang menjadi locus wilayah studi ini Bengkel Umum Kota Pontianak Penyelenggaraan bengkel umum di kota Pontianak masih belum sebaik bengkel-bengkel di kota lain khususnya bengkel di kota Jakarta. Jumlah bengkel di kota Pontianak saat ini belum terlalu banyak, standar peralatan bengkel maupun stall perbaikan kendaraan di bengkel-bengkel di kota Pontianak sebagian besar masih kurang memadai. Dinas Perhubungan kota Pontianak belum menerbitkan aturan apapun terkait dengan pelaksanaan bengkel umum ini, termasuk aturan terkait dengan retribusi bagi penyelenggaraan bengkel umum. Bengkel umum yang sudah cukup besar, saat ini hanya berbadan hukum dan memiliki izin usaha secara umum dari instansi terkait, sedangkan untuk kegiatan operasional mauapun teknis belum ada aturan terkait izin dari instansi terkait. Untuk mendapatkan gambaran penyelenggaraan bengkel umum di Kota Pontianak, diakukan wawancara untuk mendapatkan penilaian masyarakat terkait penyelenggaraan bengkel umum. Gambaran penilaian tersebut dapat dilihat dalam gambar berikut, B a b V A n a l i s i s d a n E v a l u a s i Laporan Akhir V- 28

168 100% 80% 60% 40% 20% 0% 23% 48% 47% 42% 33% 50% 48% 18% 33% 32% 32% 33% 28% 20% 27% 35% 18% 13% 47% 40% 37% 47% 17% Kurang Sedang Baik Fasilitas dan Pelayanan Bengkel Umum Gambar 5.18 Penilaian Masyarakat terkait Bengkel Umum di Kota Pontianak Selain dilakukan penilaian terhadap pelayanan bengkel umum oleh masyarakat, dilakukan pula wawancara terhadap pemilik bengkel untuk mendapatkan persepsi mereka terkait standarisasi fasilitas dan pelayanan bengkel umum. Berdasarkan hasil wawancara terhadap pengusaha pemilik bengkel umum di Kota Pontianak, didapat beberapa persepsi maupun preferensi terkait dengan penyelenggaraan bengkel umum di Kota Pontianak, yang antara lain adalah : a. Secara umum, para pengusaha pemilik bengkel umum di kota Pontianak berpendapat bahwa aturan terkait dengan standarisasi bengkel sangat didukung, namun diharapkan tidak menjadi ganjalan bagi para pengusaha bengkel untuk mengembangkan usahanya, terutama bagi pengusaha baru yang akan membangun bengkel baru. b. Pada umumnya para pengusaha pemilik bengkel berpendapat bahwa retribusi terkait dengan perizinan bengkel umum tidak masalah apabila akan diterapkan, namun perlu ada timbal baliknya bagi pengusaha bengkel, seperti bantuan teknis ataupun konsultasi bagi para pengusaha yang akan mendirikan ataupun meningkatkan kualitas bengkelnya. c. Standarisasi bengkel umum oleh Dinas Perhubungan sangat baik untuk dilakukan, namun standarisasi tersebut harus beriringan dengan penerbitan sertifikasi bengkel umum dari Dinas Perhubungan, dan diharapkan dapat menjadi tolak ukur pula bagi bengkel-bengkel umum B a b V A n a l i s i s d a n E v a l u a s i Laporan Akhir V- 29

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR 31 TAHUN 1995 TENTANG TERMINAL TRANSPORTASI JALAN

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR 31 TAHUN 1995 TENTANG TERMINAL TRANSPORTASI JALAN KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR 31 TAHUN 1995 TENTANG TERMINAL TRANSPORTASI JALAN MENTERI PERHUBUNGAN Menimbang: a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG T E R M I N A L DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEKALONGAN, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 4 TAHUN 2008 T E N T A N G PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEKALONGAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

TERMINAL. Mata Kuliah : Topik Khusus Transportasi Pengajar : Ir. Longdong Jefferson, MA / Ir. A. L. E. Rumayar, M.Eng

TERMINAL. Mata Kuliah : Topik Khusus Transportasi Pengajar : Ir. Longdong Jefferson, MA / Ir. A. L. E. Rumayar, M.Eng TERMINAL DEFINISI TERMINAL Berdasarkan, Juknis LLAJ, 1995, Terminal Transportasi merupakan: 1. Titik simpul dalam jaringan transportasi jalan yang berfungsi sebagai pelayanan umum. 2. Tempat pengendalian,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGUJIAN BERKALA KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA

Lebih terperinci

BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG, Menimbang : a. bahwa dengan meningkatnya

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. 1. Ruang Lingkup Acuan normatif Definisi dan istilah Kendaraan Bermotor Mobil Penumpang...

DAFTAR ISI. 1. Ruang Lingkup Acuan normatif Definisi dan istilah Kendaraan Bermotor Mobil Penumpang... DAFTAR ISI 1. Ruang Lingkup...3 2. Acuan normatif...3 3. Definisi dan istilah...3 3.1 Kendaraan Bermotor...3 3.2 Mobil Penumpang...4 3.3 Mobil Bus...4 3.4 Jumlah Berat yang Diperbolehkan...4 3.5 Jumlah

Lebih terperinci

Berdasarkan, Juknis LLAJ, Fungsi Terminal Angkutan Jalan dapat ditinjau dari 3 unsur:

Berdasarkan, Juknis LLAJ, Fungsi Terminal Angkutan Jalan dapat ditinjau dari 3 unsur: TERMINAL Dalam pencapaian pembangunan nasional peranan transportasi memiliki posisi yang penting dan strategi dalam pembangunan, maka perencanaan dan pengembangannya perlu ditata dalam satu kesatuan sistem

Lebih terperinci

TERMINAL TOPIK KHUSUS TRANSPORTASI

TERMINAL TOPIK KHUSUS TRANSPORTASI TERMINAL Terminal merupakan titik dimana penumpang dan barang masuk atau keluar dari sistem jaringan transportasi. Ditinjau dari sistem jaringan transportasi secara keseluruhan, terminal merupakan simpul

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 12 (Duabelas)

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 12 (Duabelas) SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 12 (Duabelas) A. Tujuan Instruksional 1. Umum Mahasiswa dapat memahami

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : TAHUN 2007 SERI : PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARAAN TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAJALENGKA,

Lebih terperinci

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 22 Tahun : 2011 Seri : E PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 33 TAHUN 2011 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN

Lebih terperinci

Dr. Nindyo Cahyo Kresnanto

Dr. Nindyo Cahyo Kresnanto Dr. Nindyo Cahyo Kresnanto Terminal Halte Bandara Pelabuhan Simpul Tranportasi Titik simpul dalam jaringan transportasi jalan yang berfungsi sebagai pelayanan umum. Tempat pengendalian, pengawasan, pengaturan

Lebih terperinci

NOMOR 11 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

NOMOR 11 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, S A L I N A N NO.13/C,2001 PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 11 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, Menimbang : a. bahwa terminal merupakan fasilitas

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA. (Berita Resmi Kota Yogyakarta) Nomor 2 Tahun 2001 Seri C PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (PERDA KOTA YOGYAKARTA)

LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA. (Berita Resmi Kota Yogyakarta) Nomor 2 Tahun 2001 Seri C PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (PERDA KOTA YOGYAKARTA) LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (Berita Resmi Kota Yogyakarta) Nomor 2 Tahun 2001 Seri C PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (PERDA KOTA YOGYAKARTA) NOMOR 45 TAHUN 2000 (45/2000) TENTANG PENYELENGGARAAN PENGUJIAN

Lebih terperinci

UU NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

UU NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan: UU NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 1. Lalu lintas adalah gerak kendaraan, orang, dan hewan di jalan;

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN TERMINAL PENUMPANG DI KABUPATEN MAGELANG

PEMERINTAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN TERMINAL PENUMPANG DI KABUPATEN MAGELANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG Nomor : 8 Tahun 2008 PEMERINTAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN TERMINAL PENUMPANG DI KABUPATEN MAGELANG

Lebih terperinci

TENTANG TERMINAL TRANSPORTASI JALAN

TENTANG TERMINAL TRANSPORTASI JALAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS NOMOR 13 TAHUN 1999 TENTANG TERMINAL TRANSPORTASI JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI RAWAS Menimbang Mengingat : a. bahwa terminal transportasi jalan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOM0R : 5 TAHUN : 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 5 TAHUN 20007 PENYELENGGARAAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang BUPATI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Terminal Menurut Abubakar I, dkk (1995) bahwa terminal transportasi merupakan : 1. Titik simpul dalam jaringan transportasi jalan yang berfungsi sebagi pelayanan umum. 2. Tempat

Lebih terperinci

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N W A L I K O T A B A N J A R M A S I N PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN TERMINAL PENUMPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARMASIN, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Terminal Terminal dapat dianggap sebagai alat pemroses, dimana suatu urutan kegiatan tertentu harus dilakukan untuk memungkinkan suatu lalu lintas (kendaraan, barang,

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace dicabut: UU 22-2009 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 49, 1992 (ADMINISTRASI. PERHUBUNGAN. Kendaraan. Prasarana. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT Nomor : SK. 75/AJ.601/DRJD/2003. Tentang PENYELENGGARAAN POOL DAN AGEN PERUSAHAAN OTOBUS (PO)

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT Nomor : SK. 75/AJ.601/DRJD/2003. Tentang PENYELENGGARAAN POOL DAN AGEN PERUSAHAAN OTOBUS (PO) KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT Nomor : SK. 75/AJ.601/DRJD/2003 Tentang PENYELENGGARAAN POOL DAN AGEN PERUSAHAAN OTOBUS (PO) DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN ILIR NOMOR : 08 TAHUN 2006 TENTANG PENGUJIAN KENDARAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI OGAN ILIR,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN ILIR NOMOR : 08 TAHUN 2006 TENTANG PENGUJIAN KENDARAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI OGAN ILIR, PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN ILIR NOMOR : 08 TAHUN 2006 TENTANG PENGUJIAN KENDARAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI OGAN ILIR, Menimbang : a. bahwa salah satu upaya mewujudkan jaminan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (PERDA KOTA YOGYAKARTA) NOMOR 9 TAHUN 2000 (9/2000) TENTANG TERMINAL PENUMPANG DENGAN RAHMAT TUMAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (PERDA KOTA YOGYAKARTA) NOMOR 9 TAHUN 2000 (9/2000) TENTANG TERMINAL PENUMPANG DENGAN RAHMAT TUMAN YANG MAHA ESA LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (Berita Resmi Kota Yogyakarta) Nomor 1 Tahun 2000 Seri : C ---------------------------------------------------------------- PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (PERDA KOTA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Terminal Terminal dapat dianggap sebagai alat pemroses, dimana suatu urutan kegiatan tertentu harus dilakukan untuk memungkinkan suatu lalu-lintas ( kendaraan, barang, dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa transportasi mempunyai peranan penting dalam

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAYONG UTARA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa transportasi mempunyai peranan

Lebih terperinci

PENYELENGGARAAN PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR

PENYELENGGARAAN PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 16 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA YOGYAKARTA, Menimbang : a. bahwa dalam upaya menjamin

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DI KABUPATEN SUMEDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DI KABUPATEN SUMEDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DI KABUPATEN SUMEDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMEDANG, Menimbang : a. bahwa Lalu

Lebih terperinci

No Angkutan Jalan nasional, rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan provinsi, dan rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkuta

No Angkutan Jalan nasional, rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan provinsi, dan rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkuta TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5468 TRANSPORTASI. Perhubungan. Lalu Lintas. Angkutan Jalan. Jaringan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 193) PENJELASAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

WALI KOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 10 TAHUN 2015

WALI KOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 10 TAHUN 2015 WALI KOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALI KOTA BALIKPAPAN,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Lalu Lintas dan Angkutan

Lebih terperinci

EVALUASI KINERJA OPERASIONAL PELAYANAN TERMINAL TIPE C PADA TERMINAL PADANGAN DI KABUPATEN MOJOKERTO

EVALUASI KINERJA OPERASIONAL PELAYANAN TERMINAL TIPE C PADA TERMINAL PADANGAN DI KABUPATEN MOJOKERTO EVALUASI KINERJA OPERASIONAL PELAYANAN TERMINAL TIPE C PADA TERMINAL PADANGAN DI KABUPATEN MOJOKERTO FERI ANDRI SELFIAN Mahasiswa Program DIII Manajemen Transportasi Program Jurusan Teknik Sipil, Fakultas

Lebih terperinci

TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Lalu Lintas dan Angkutan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Lalu Lintas dan Angkutan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DAFTAR ISI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN BAB I KETENTUAN UMUM... 4 BAB II ASAS DAN TUJUAN... 6 BAB III RUANG LINGKUP KEBERLAKUAN UNDANG-UNDANG...

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Lalu Lintas

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS NOMOR 5 TAHUN 2005 T E N T A N G RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAPUAS Menimbang :

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, Menimbang : a. bahwa salah satu upaya mewujudkan jaminan keselamatan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA. Nomor: 2 Tahun 2006 Seri: B PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI TERMINAL PENUMPANG

LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA. Nomor: 2 Tahun 2006 Seri: B PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI TERMINAL PENUMPANG KO T A P R A D J A JO J G A TA R A K LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (Berita Resmi Kota Yogyakarta) Nomor: 2 Tahun 2006 Seri: B PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI TERMINAL

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN ACEH TAMIANG

PEMERINTAH KABUPATEN ACEH TAMIANG - 1 - PEMERINTAH KABUPATEN ACEH TAMIANG QANUN KABUPATEN ACEH TAMIANG NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG TERMINAL ANGKUTAN PENUMPANG UMUM DALAM KABUPATEN ACEH TAMIANG BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 8 TAHUN 2003 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGUJIAN BERKALA KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 8 TAHUN 2003 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGUJIAN BERKALA KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 8 TAHUN 2003 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGUJIAN BERKALA KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG, Menimbang : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERHUHUNGAN NOMOR : KM 70 TAHUN 1993 TENTANG TARIF ANGKUTAN PENUMPANG DAN BARANG DI JALAN MENTERI PERHUBUNGAN,

KEPUTUSAN MENTERI PERHUHUNGAN NOMOR : KM 70 TAHUN 1993 TENTANG TARIF ANGKUTAN PENUMPANG DAN BARANG DI JALAN MENTERI PERHUBUNGAN, KEPUTUSAN MENTERI PERHUHUNGAN NOMOR : KM 70 TAHUN 1993 TENTANG TARIF ANGKUTAN PENUMPANG DAN BARANG DI JALAN MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1993 tentang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konsep transportasi didasarkan pada adanya perjalanan ( trip) antara asal ( origin) dan tujuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konsep transportasi didasarkan pada adanya perjalanan ( trip) antara asal ( origin) dan tujuan II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Transportasi 2. 1. 1 Pengertian Transportasi Konsep transportasi didasarkan pada adanya perjalanan ( trip) antara asal ( origin) dan tujuan (destination). Perjalanan adalah pergerakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Lalu Lintas dan Angkutan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA PALEMBANG NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN RETRIBUSI TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA PALEMBANG NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN RETRIBUSI TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA PALEMBANG NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN RETRIBUSI TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALEMBANG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka efektifitas dan

Lebih terperinci

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 37 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah ser

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah ser LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.193, 2013 TRANSPORTASI. Perhubungan. Lalu Lintas. Angkutan Jalan. Jaringan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5468) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa transportasi mempunyai peranan penting dan strategis untuk memantapkan

Lebih terperinci

6. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia

6. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Menimbang : Mengingat BUPATI BULUNGAN SALINAN PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS PADA DINAS PERHUBUNGAN KABUPATEN BULUNGAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 7 TAHUN 2001 SERI B.1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 6 TAHUN 2001 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 7 TAHUN 2001 SERI B.1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 6 TAHUN 2001 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 7 TAHUN 2001 SERI B.1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 6 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG KEBANDARUDARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG KEBANDARUDARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG KEBANDARUDARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah, Pemerintah Daerah diberikan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PEMERINTAH KOTA SURABAYA SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa dalam upaya

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN BUPATI TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN PENGUJIAN BERKALA KENDARAAN BERMOTOR DI KABUPATEN BULUNGAN.

MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN BUPATI TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN PENGUJIAN BERKALA KENDARAAN BERMOTOR DI KABUPATEN BULUNGAN. BUPATI BULUNGAN SALINAN PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN PENGUJIAN BERKALA KENDARAAN BERMOTOR DI KABUPATEN BULUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa transportasi mempunyai peranan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG KEBANDARUDARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG KEBANDARUDARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG KEBANDARUDARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah, Pemerintah Daerah diberikan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG KEBANDARUDARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah, Pemerintah Daerah diberikan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa transportasi mempunyai peranan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR NOMOR 04 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR NOMOR 04 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR NOMOR 04 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMPUNG TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 11 TAHUN 2002 TENTANG PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 11 TAHUN 2002 TENTANG PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN, PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 11 TAHUN 2002 TENTANG PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka menunjang keselamatan lalu lintas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Terminal dibangun sebagai salah satu prasarana yang. sangat penting dalam sistem transportasi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Terminal dibangun sebagai salah satu prasarana yang. sangat penting dalam sistem transportasi. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Terminal Terminal dibangun sebagai salah satu prasarana yang sangat penting dalam sistem transportasi. Morlok (1991) menjelaskan terminal dapat dilihat sebagai alat untuk proses

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA SALINAN NOMOR : 20 TAHUN 2004 SERI : C PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR 20 TAHUN 2004 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA SALINAN NOMOR : 20 TAHUN 2004 SERI : C PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR 20 TAHUN 2004 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA SALINAN NOMOR : 20 TAHUN 2004 SERI : C PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR 20 TAHUN 2004 TENTANG PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT NOMOR 08 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI BARAT, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BUPATI TOLITOLI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN LALULINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

BUPATI TOLITOLI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN LALULINTAS DAN ANGKUTAN JALAN BUPATI TOLITOLI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN LALULINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TOLITOLI, Menimbang : a. bahwa kewenangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Pelaksanaan Pengujian Berkala Kendaran Bermotor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Pelaksanaan Pengujian Berkala Kendaran Bermotor BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Pengertian Pelaksanaan Pengujian Berkala Kendaran Bermotor Pelaksanaan berasal dari kata laksana yang berarti perbuatan untuk melakukan suatu kegiatan, sedangkan arti dari

Lebih terperinci

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PERHUBUNGAN

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PERHUBUNGAN WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MATARAM, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa transportasi mempunyai peranan

Lebih terperinci

4. Undang Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 96, Tambahan

4. Undang Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 96, Tambahan you RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUMAS, Menimbang : a. bahwa dalam upaya

Lebih terperinci

BUPATI NUNUKAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA

BUPATI NUNUKAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA BUPATI NUNUKAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN NOMOR 19 TAHUN 2015 TENTANG PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NUNUKAN, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN MENTERI TENTANG PENYELENGGARAAN PELABUHAN PENYEBERANGAN MENTERI PERHUBUNGAN,

RANCANGAN PERATURAN MENTERI TENTANG PENYELENGGARAAN PELABUHAN PENYEBERANGAN MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang RANCANGAN PERATURAN MENTERI TENTANG PENYELENGGARAAN PELABUHAN PENYEBERANGAN MENTERI PERHUBUNGAN, : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 61 tahun 2009 tentang Kepelabuhanan telah diatur ketentuan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2012 NOMOR : 16 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2012 NOMOR : 16 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG 1 LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2012 NOMOR : 16 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PERHUBUNGAN DAN RETRIBUSI DI BIDANG PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI NO : 7 2000 SERI : C PERATURAN DAERAH KABUPATEN BEKASI NOMOR : 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BEKASI Menimbang

Lebih terperinci

WALIKOTA DUMAI PROVINSI RIAU PERATURAN WALIKOTA DUMAI NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGUJIAN DAN UJI GAS EMISI BUANG KENDARAAN BERMOTOR

WALIKOTA DUMAI PROVINSI RIAU PERATURAN WALIKOTA DUMAI NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGUJIAN DAN UJI GAS EMISI BUANG KENDARAAN BERMOTOR WALIKOTA DUMAI PROVINSI RIAU PERATURAN WALIKOTA DUMAI NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGUJIAN DAN UJI GAS EMISI BUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DUMAI, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyusunan Tataran Transportasi Lokal Kota Tual 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Penyusunan Tataran Transportasi Lokal Kota Tual 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Tataralok Sebagai Acuan Pengembangan Sistem Transportasi Terpadu Transportasi merupakan urat nadi kehidupan masyarakat, yang mempunyai fungsi sebagai penggerak, pendorong,

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 25

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 25 BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 25 PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 25 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 48 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 48 TAHUN 2008 TENTANG . BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 48 TAHUN 2008 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK, FUNGSI, DAN URAIAN TUGAS JABATAN STRUKTURAL PADA DINAS PERHUBUNGAN, INFORMATIKA, DAN KOMUNIKASI KABUPATEN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DI KABUPATEN BOYOLALI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DI KABUPATEN BOYOLALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DI KABUPATEN BOYOLALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOYOLALI, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTAMADYA KEPALA DAERAH TINGKAT II YOGYAKARTA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTAMADYA KEPALA DAERAH TINGKAT II YOGYAKARTA LEMBARAN DAERAH TINGKAT II YOGYAKARTA ( Berita Resmi Daerah Tingkat II Yogyakarta ) Nomor 3 Tahun 1995 Seri B ============================================================= PERATURAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Direktorat Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Direktorat Lalu Lintas dan Angkutan Jalan KEMENTERIAN PERHUBUNGAN Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Direktorat Lalu Lintas dan Angkutan Jalan DASAR HUKUM 1. Undang-Undang Nomor : 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. 2. Peraturan

Lebih terperinci

BUPATI MADIUN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 15 TAHUN 2012

BUPATI MADIUN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 15 TAHUN 2012 BUPATI MADIUN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR BUPATI MADIUN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG SERTIFIKASI DAN REGISTRASI KENDARAAN DI ATAS AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA

Lebih terperinci

2012, No.71 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Kebandarudaraan adalah segala sesuatu yang berkaita

2012, No.71 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Kebandarudaraan adalah segala sesuatu yang berkaita LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.71, 2012 LINGKUNGAN HIDUP. Bandar Udara. Pembangunan. Pelestarian. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5295) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2009 NOMOR 2 PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DI KOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1986), Bandar Udara adalah. operator pelayanan penerbangan maupun bagi penggunanya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1986), Bandar Udara adalah. operator pelayanan penerbangan maupun bagi penggunanya. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Bandar Udara Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1986), Bandar Udara adalah Sebuah fasilitas tempat pesawat terbang dapat lepas landas dan mendarat. Bandar Udara

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 07 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABALONG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 07 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABALONG, PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 07 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABALONG, Menimbang : a. bahwa dengan semakin berkembang dan meningkatnya

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN KELEBIHAN MUATAN ANGKUTAN BARANG DI KALIMANTAN BARAT

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN KELEBIHAN MUATAN ANGKUTAN BARANG DI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN KELEBIHAN MUATAN ANGKUTAN BARANG DI KALIMANTAN BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARAAN TERMINAL BONGKAR MUAT BARANG DI KABUPATEN JEMBRANA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARAAN TERMINAL BONGKAR MUAT BARANG DI KABUPATEN JEMBRANA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARAAN TERMINAL BONGKAR MUAT BARANG DI KABUPATEN JEMBRANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN OBJEK

BAB II TINJAUAN OBJEK 18 BAB II TINJAUAN OBJEK 2.1. Tinjauan Umum Stasiun Kereta Api Menurut Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 9 dan 43 Tahun 2011, perkeretaapian terdiri dari sarana dan prasarana, sumber daya manusia, norma,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 19 TAHUN 2001 SERI B NOMOR 3 PERATURAN DAERAH PROPINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 6 TAHUN 2001 TENTANG

LEMBARAN DAERAH PROPINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 19 TAHUN 2001 SERI B NOMOR 3 PERATURAN DAERAH PROPINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 6 TAHUN 2001 TENTANG No. 19, 2001 Seri B No. 3 LEMBARAN DAERAH PROPINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 19 TAHUN 2001 SERI B NOMOR 3 PERATURAN DAERAH PROPINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 6 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA PEKALONGAN TAHUN 2010 NOMOR 5

LEMBARAN DAERAH KOTA PEKALONGAN TAHUN 2010 NOMOR 5 LEMBARAN DAERAH KOTA PEKALONGAN TAHUN 2010 NOMOR 5 PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN RETRIBUSI TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN KABUPATEN JEMBER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBER,

Lebih terperinci