BAB II TINJAUAN PUSTAKA. apa yang dijadikan kajian, dan bagaiamana hasil-hasilnya, kesimpulan, dan saran

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. apa yang dijadikan kajian, dan bagaiamana hasil-hasilnya, kesimpulan, dan saran"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka Hasil Penelitian Terdahulu Kajian ini akan meninjau beberapa hasil penelitian terdahulu yang dianggap relevansi dengan rencana penelitian. Fokus kajian ini akan melihat konsep-konsep atau teori apa saja yang dijadikan landasan pemikiran dan masalah apa yang dijadikan kajian, dan bagaiamana hasil-hasilnya, kesimpulan, dan saran dapat mendukung rencana penelitian yang akan dilaksanakan. Penelitian Budi Setiadi (2011) Disertasi dengan Judul: Perilaku Pejabat Politik Dalam Penyusunan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah (APBD) Di Kabupaten Subang. Penelitian yang berjudul perilaku pejabat politik dalam penyusunan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) di Kabupaten subang, dilakukan guna mengetahui bagaimana perilaku pejabat politik dalam penyusunan APBD di Kabupaten Subang. Latar belakang dari penelitian ini adalah bahwa berdasarkan hasil penelitian pendahuluan, telah diketahui bahwa, terdapat beberapa penempatan kepentingan individu dan kelompok dari para pejabat politik dalam penyusunan APBD di Kabupaten Subang. Dengan menggunakan metode kualitatif, penelitian ini menjadikan Bupati dan Pimpinan DPRD sebagai informan pangkal dan kemudian berdasarkan hasil wawancara dengan keduanya informan yang diwawancarai berkembang kepada 16

2 17 para pimpinan fraksi, pimpinan komisi, dan pimpinan alat kelengkapan DPRD lainnya serta Ketua dan beberapa anggota Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD). Selain dari itu, bahwa untuk mendapatkan data yang diperlukan dilakukan pula pengamatan atas latar penelitian seperti berbagai kegiatan dalam kaitannya dengan proses penyusunan APBD dan penelitian atas berbagai dokumen dan data sekunder tentang keberadaan para pejabat politik dan proses penyusunan APBD. Kesimpulan atas penelitian ini adalah bahwa perilaku pejabat politik dalam penyusunan APBD dibentuk oleh empat unsur, yakni pertama kemampuan pejabat politik yang meliputi pengetahuan dan ketrampilan. Sedangkan aktualisasi dari kemampuan tersebut dipengaruhi oleh kesempatan dan usaha yang menjadi fungsi dan kebutuhan, sasaran, harapan dan imbalan, kedua karakteristik biografis yang meliputi usia, pengalaman atau senioritas dan gender, ketiga pembelajaran yang meliputi pengondisian operant dan pembelajaran sosial. sedangkan konsep baru yang menjadi temuan penulis adalah perilaku koruptif dalam perumusan kebijakan untuk kepentingan elit pemerintahan daerah. Dari penelitian terdahulu di atas terdapat persamaan dan perbedaan dengan rencana penelitian ini, yakni; penelitian terdahulu membahas konsep anggaran, walaupun teori utama untuk melihat anggaran berbeda karena penelitian terdahulu mengkaji dari sudut Perilaku pejabat politik dalam penyusunan APBD, dan metode yang digunakan sama dengan rencana penelitian ini yakni pendekatan kualitatif deskriptif.

3 18 Sedangkan perbedaannya bahwa rencana penelitian ini lebih berfokus pada perencana anggaran pembangunan sarana dan prasarana pendidikan dasar, serta lokus dari penelitian terdahulu di atas adalah wilaya indonesia, sementara rencana penelitian ini akan dilaksanakan pada wilayah RDTL, khususnya Distrito Dili, Timor-Leste Definisi Anggaran Anggaran dapat didefinisikan dengan cara yang berbeda-beda. Munandar (1986 : 1) anggaran adalah suatu rencana yang disusun secara sistematis, meliputi seluruh kegiatan perusahaan yang dinyatakan dalam unit moneter dan berlaku untuk jangka waktu tertentu. Menurut Supriyono, anggaran adalah suatu rencana terinci yang dinyatakan secara formal dalam ukuran kuantitatif, biasanya dinyatakan dalam satuan uang, untuk perolehan dan pengeluaran sumber-sumber suatu organisasi dalam jangka waktu tertentu, biasanya satu tahun (Haruman dan Rahayu, 2007 : 3). Sedangkan Adisaputro mengatakan bahwa anggaran adalah suatu pendekatan formal dan sistematis daripada pelaksanaan tanggung jawab manajemen di dalam perencanaan, koordinasi, dan pengawasan (dalam Haruman dan Rahayu, 2007: 3). Dari ketiga definisi ini dapat diambil beberapa kata kunci, yaitu anggaran merupakan suatu rencana yang sistematis, anggaran dinyatakan dalam unit moneter tertentu, anggaran bersifat formal, dan anggaran memiliki dimensi waktu, biasanya 1 tahun. Sedangkan dalam konteks anggaran negara, John F Due yang dikutip oleh Rinusu dan Mastuti (2003 : 1) juga mengatakan bahwa anggaran merupakan suatu

4 19 pernyataan tentang pengeluaran dan penerimaan yang diharapkan akan terjadi dalam satu periode di masa depan, serta data dari pengeluaran dan penerimaan yang sungguh-sungguh terjadi di masa lalu. Sementara itu Suparmoko (2000: 47) mendefinisikan anggaran sebagai suatu daftar atau pernyataan terperinci tentang pendapatan dan belanja Negara yang diharapkan dalam jangka waktu tertentu (biasanya dalam satu tahun anggaran). Dalam hal ini, Suparmoko melihat anggaran dalam lingkup Negara atau yang dikenal sebagai Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN). adalah: Menurut Wildavsky, (Prawoto, 2010 :116) mengatakan bahwa anggaran (i) catatan masa lalu; (ii) rencana masa depan; (iii) mekanisme pengalokasian sumber daya; (iv) metode untuk pertumbuhan; (v) alat penyaluran pendapatan; (vi) mekanisme untuk negosiasi; (vii) harapan aspirasi-strategi-organisasi; (viii) satu bentuk kekuatan kontrol; (ix) alat atau jaringan komunikasi. Berdasarkan konsep anggaran di atas, anggaran negara/daerah meliputi: - Rencana keuangan mendatang yang berisi pendapatan dan belanja; - Gambaran strategi pemerintah dalam pengalokasian sumber daya untuk pembangunan; - Alat pengendalian; - Instrumen politik; dan - Disusun dalam periode tertentu Suhandak, (2007 : 6) mengatakan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah merupakan suatu rencana tahunan sebagai aktualisasi pelaksanaan rencana jangka panjang dan menegah, dan dalam penganggaran, rencana jangka panjang

5 20 dan jangka menengah perlu diperhatikan. Dengan demikian, anggaran memiliki hubungan yang kuat dengan perencanaan. Disatu pihak, pencerminan dalam anggaran belanja negara menjamin kepastian pembiayaan, sedangkan dilain pihak perencanaan akan memberikan perhatian keterbatasan pembiayaan (Tjokroamidjojo, 1994 : 166). Dan sebagai sebuah kebijakan publik, perencanaan pembangunan yang diwujudkan dalam bentuk anggaran merupakan suatu proses politik, yang melibatkan banyak pihak dengan banyak kepentingan. Anggaran yang disusun pemerintah akan mencerminkan apakah pemerintah memperhatikan kepentingan, kebutuhan, melindungi, serta menghargai hak-hak rakyat atau hanya akan menguntungkan pihak elit saja (Puspitosari, dkk, 2006 : 67). Selanjutnya oleh Puspitosari, dkk dikatakan bahwa anggaran harus dapat memenuhi kebutuhan rakyat, antara lain kesejahteraan, pendidikan, perlindungan ekonomi, lapangan kerja, adanya jaminan social, serta standar hidup yang layak, program dan kegiatan yang disusun harus bisa mengatasi segala macam persoalan yang dihadapi oleh rakyat. Anggaran pemerintah adalah rencana keuangan yang meliputi penerimaan dan pengeluaran, yang biasanya berupa sebuah dokumen yang disebut dengan anggaran. Tetapi anggaran bukan hanya itu, ia merupakan outcome dari proses yang meliputi persiapan rencana keuangan, review rencana oleh legislatif dan menetapkannya, dan idealnya, mengevaluasi dan melaporkan hasil kepada publik (Goode, 1984 : 9).

6 Tujuan dan Fungsi Anggaran Nordiawan (2006 :48-49) menjelaskan beberapa fungsi anggaran dalam manajemen sektor publik, antara lain: 1. Anggaran sebagai alat perencanaan. Dengan adanya anggaran, organisasi tahu apa yang harus dilakukan dan kearah mana kebijakan yang dibuat. 2. Anggaran sebagai alat pengendalian. Dengan adanya anggaran, organisasi sektor publik dapat menghindari adanya pengeluaran yang terlalu besar (overspending) atau adanya penggunaan dana yang tidak semestinya (misspending). 3. Anggaran sebagai alat kebijakan. Melalui anggaran organisasi sektor publik dapat menentukan arah atas kebijakan tertentu. 4. Anggaran sebagai alat politik. Dalam organisasi sektor publik, melalui angaran dapat dilihat sebagai komitmen pengelolaan dalam melaksanakan program-program yang telah dijanjikan. 5. Anggaran sebagai alat koordinasi dan komunikasi. Melalui dokumen anggaran yang komprehensif sebuah bagian atau unit kerja atau departemen yang merupakan suborganisasi dapat mengetahui apa yang harus dilakukan dan juga apa yang tidak dilakukan oleh bagian/unit kerja lain. 6. Anggaran sebagai alat penilaian kerja. Anggaran adalah suatu ukuran yang bisa dijadikan patokan apakah suatu bagian/unit kerja telah memenuhi target baik berupa pelaksanaan aktivitasnya maupun terpenuhinya efisiensi biaya.

7 22 7. Anggaran sebagai alat motivasi. Anggaran dapat digunakan sebagai alat komunikasi dengan menjadikan nilai-nilai nominal yang tercantum sebagai target pencapaian. Dengan catatan anggaran akan menjadi alat motivasi yang baik jika memenuhi sifat menantang tetapi masih mungkin untuk dicapai (challenging but attainable atau demanding but achiveable). Maksudnya adalah suatu anggaran itu hendaknya jangan terlalu tinggi sehingga tidak dapat dipenuhi juga jangan terlalu rendah sehingga terlalu mudah dicapai. Richard Musgrave yang dikutip oleh Eko (2008: 9) membedakan tiga fungsi anggaran, yaitu fungsi alokasi, fungsi distribusi, dan fungsi stabilitasi. Dikatakan oleh Eko, dalam fungsi alokasi, anggaran merupakan sebuah instrument pemerintah untuk menyediakan barang dan jasa publik guna memenuhi kebutuhan masyarakat. Dalam fungsi distribusi, anggaran merupakan sebuah instrument untuk membagi sumberdaya dan pemanfaatannya kepada publik secara adil dan merata. Dalam fungsi stabilisasi, anggaran menjadi sebuah instrument untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental ekonomi, yakni terkait dengan penciptaan lapangan kerja dan stabilitas ekonomi makro (laju inflasi, nilai tukar, harga barang-barang, dan lain-lain) Karakteristik Anggaran Menurut Rubin (1997: 1) karakteristik anggaran publik meliputi : 1. Anggaran mencerminkan pilihan tentang apa yang akan dilakukan dan tidak dilakukan oleh pemerintah.

8 23 2. Anggaran mencerminkan prioritas. 3. Anggaran mencerminkan proporsi relatif dari keputusan-keputusan yang dibuat untuk tujuan lokal dan konstituen, dan untuk efisiensi, efektivitas dan pembatasan barang publik. 4. Anggaran menyediakan alat akuntabilitas yang ampuh kepada warga yang ingin tahu bagaimana pemerintah membelanjakan uang mereka dan jika pemerintah telah mengikuti preferensi mereka. 5. Anggaran mencerminkan preferensi warga untuk membayar tingkat pajak yang berbeda, serta kemampuan kelompok wajib pajak tertentu untuk menggeser beban pajak kepada orang lain. 6. Pada tingkat nasional anggaran mempengaruhi perekonomian. 7. Anggaran mencerminkan perbedaan kekuatan secara relatif dari individu dan organisasi untuk mempengaruhi anggaran. Menurut Prawoto (2010 : 123) menyatakan bahwa karakteristik anggaran: 1. Dinyatakan dalam satuan keuangan dan satuan selain keuangan; 2. Umumnya mencakup jangka waktu tertentu, satu atau beberapa tahun; 3. Berisi komitmen atau kesanggupan manajemen untuk mencapai sasaran yang ditetapkan; 4. Usulan anggaran ditelaah dan disetujui oleh pihak yang berwenang lebih tinggi dari penyusunan anggaran; dan 5. Sekali disusun, anggaran hanya dapat diubah dalam kondisi tertentu.

9 24 Dilihat dari proses pembuatannya, menurut Rubin (1997: 6) anggaran publik bersifat terbuka, melibatkan berbagai aktor yang memiliki tujuan yang berbeda-beda, menggunakan dokumen anggaran sebagai bentuk akuntabilitas publik, dan harus memperhatikan keterbatasan anggaran Siklus Anggaran Ditegaskan oleh Bastian (2009:100) bahwa prinsip-prinsip pokok siklus anggaran perlu diketahui dan dikuasai dengan baik oleh penyelenggara pemerintahan. Pada dasarnya prinsip-prinsip dan mekanisme penganggaran relatif tidak berbeda antara sektor swasta dengan sektor publik. Henley et al, 1990 (Bastian, 2009:100) memberikan siklus anggaran meliputi empat tahapan yang terdiri dari: 1. Tahap persiapan anggaran, 2. Tahap ratifikasi, 3. Tahap implementasi, dan 4. Tahap pelaporan dan evaluasi. Sedangkan Nordiawan (2009:52-53) mengatakan bahwa pada organisasi sektor publik, pembuatan anggaran umumnya melewati lima tahapan, yaitu: 1. Tahap persiapan (preparation) 2. Tahap persetujuan lembaga legislatif (Legislative Enactment) 3. Tahap Administrasi (Administration) 4. Tahap pelaporan (Reporting) 5. Pemeriksaan (Post-audit)

10 25 Prawoto, (2010: 119) dengan jelas mengatakan bahwa fase-fase budget process/cycle terdiri dari: 1. Budget preparation: persiapan anggaran oleh eksekutif (pemerintah) dan perangkat-perangkatnya. Tahap ini meliputi dua kegiatan, yaitu perencanaan dan penganggaran. 2. Legislative Enactment: persetujuan legislatif. 3. Budget Excecution: pelaksanaan APBN. 4. Financial Reporting: laporan akhir tahun oleh eksekutif (pemerintah kepada legislatif. 5. Auditing: merupakan tahap akhir dari siklus APBN, di mana realisasi APBN diaudit oleh badan pemeriksa keuangan 2.4. Perencanaan Anggaran Jones (1998) yang dikutip oleh Ahmad dan Salleh (2009 : 86) menyatakan bahwa ada dua kunci unsur dalam anggaran yaitu perencanaan anggaran dan kontrol. Selanjutnya Ahmad dan Salleh (2009: 86) menjelaskan bahwa perencanaan anggaran adalah rencana keuangan untuk masa depan, sedangkan kontrol anggaran adalah penggunaan anggaran yang telah ditetapkan untuk memantau dan mengontrol kinerja aktual. Perencanaan anggaran yang efektif dan pengendalian proses dapat membantu manajer dalam mencapai tujuan operasional jangka panjang, jangka pendek, dan tujuan-tujuan strategis. Menurut Bastian (2009: 100) dengan jelas menyatakan bahwa: Lemahnya perencanaan anggaran memungkinkan munculnya underfinancing atau overfinancing yang akan memengaruhi tingkat efisiensi

11 26 dan efektivitas anggaran. Dalam situasi seperti itu, banyak layanan publik dijalankan secara tidak efisien dan tidak sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan publik. Sementara, dana pada anggaran yang pada dasarnya merupakan dana publik habis dibelanjakan seluruhnya. Dalam jangka panjang kondisi seperti ini memperlemah peran pemerintah sebagai stimulator, fasilitator, koordinator dan pengusaha dalam proses pembangunan. Rencana pembangunan baik dalam bentuk program, kebijakan, maupun kegiatan hanya akan tinggal sebagai dokumen sia-sia dan tidak akan berarti apaapa jika tidak dianggarkan. Disisi lain, keterbatasan anggaran semakin menuntut adanya perencanaan yang matang agar pemanfaatan sumber daya yang tersedia benar-benar dilakukan secara efisien dan efektif. Sebagaimana dikemukakan oleh Sri Mulyani Indrawati (2004) bahwa tugas pemerintah melalui perencanaan adalah : Mengarahkan penggunaan sumber daya tersebut melalui suatu mekanisme pengaturan, proses pengelolaan, alokasi sumber daya masyarakat, dan anggaran pemerintah. Untuk itu keterkaitan dan keserasian antara perencanaan dan penganggaran merupakan syarat yang mutlak. Apabila penganggaran terlepas dengan perencanaan juga sebaliknya, maka dipastikan tujuan pembangunan akan sulit untuk diwujudkan karena terjadi alokasi anggaran yang memungkinkan terjadinya pemborosan dan inefisiensi, bahkan salah arah dan sia-sia. Menurut Bastian (2009: 3) mengatakan bahwa perencanaan dan penganggaran merupakan rangkaian kegiatan dalam satu kesatuan atau kontinum. Penganggaran perlu memperhatikan kapasitas fiskal yang tersedia. Sehingga, dalam penerapannya konsekuensi atas integrasi kegiatan perencanaan dan penganggaran perlu diperhatikan. Sejalan dengan itu, menurut Kwik Kian Gie (2004) dikatakan bahwa perencanaan dan penganggaran adalah dua hal yang sulit dipisahkan karena bertautan sangat erat. Perencanaan dan penganggaran baik tingkat pusat maupun

12 27 daerah dapat berkoordinasi dengan baik dan efektif serta dapat menjadi lembaga yang handal dalam menyiapkan rencana kerja sehingga dapat menghasilkan suatu rencana yang berkualitas dengan dukungan dana yang memadai. Perencanaan anggaran setidaknya berarti memilih tingkat sasaran pelayanan tertentu melalui aktivitas yang dilakukan dan selanjutnya mencari tahu biaya personil dan perlengkapan untuk mencapai tujuan tertentu (Rubin, 1990: 180). Selanjutnya, Rubin (1990: 180) mengatakan bahwa para reformis anggaran pada pergantian abad ini juga menekankan peran perencanaan dalam anggaran. Mereka berargumen bahwa anggaran harus berisi rencana kerja dan memberikan dana untuk masa depan serta kebutuhan saat ini. Beberapa reformis melangkah lebih jauh dan menyatakan bahwa perencanaan anggaran adalah cara untuk menemukan dan menanggapi kebutuhan yang belum terpenuhi dalam masyarakat Definisi Penganggaran Penganggaran dilakukan oleh semua organisasi baik organisasi publik maupun privat. Menurut Mardiasmo, (2002 :181) mengatakan bahwa penganggaran adalah proses untuk mempersiapkan suatu anggaran yang berisi pernyataan dalam bentuk satuan uang yang merupakan refleksi dari aktivitas dan target kinerja yang hendak dicapai selama periode waktu tertentu. Penganggaran pada dasarnya merupakan proses penentuan jumlah alokasi sumber-sumber ekonomi untuk setiap program dan aktivitas dalam bentuk satuan uang. Dengan demikian tahap penganggaran menjadi sangat penting karena anggaran yang tidak efektif dan tidak berorientasi pada kinerja akan dapat menggagalkan perencanaan

13 28 yang telah ditetapkan. Anggaran merupakan managerial plan for action untuk memfasilitasi tercapainya tujuan organisasi. Jika anggaran merupakan sebuah rencana yang sistematis dan bersifat formal karena disahkan oleh lembaga publik, maka penganggaran merupakan aktivitas pemerintah untuk membiayai kegiatan-kegiatan di sektor publik. Cope (1996 : 309) mengatakan bahwa budgetting is a universal political and technical government activity, budget expresses a government s priorities in the use of public funds : thus, the prove the old maxim that money talks. Artinya bahwa penganggaran merupakan kegiatan pemerintah yang universal secara politik dan teknis, anggaran mengungkapkan prioritas pemerintah dalam penggunaan dana publik. Dengan demikian, proses penganggaran atau budgeting memiliki beberapa tujuan. Dalam hal ini Goode (1984 : 9-10) mengemukakan bahwa: adalah : Budgeting serves several purpose, First, it set a framework for policy formulation. Second, butgeting is a means of policy implementation. Third, the budget is a means of legal control. Fourth, the budget documen may be a source of public information on past activities, current decision, and future prospects. Pendapat tersebut di atas dapat diartikan bahwa tujuan penganggaran 1. Sebagai kerangka kerja untuk perumusan kebijakan. 2. Penganggaran berarti juga implementasi kebijakan. 3. Anggaran sebagai legal control. 4. Anggaran sebagai sebuah dokumen yang bisa dijadikan sebagai sumber informasi publik tentang aktivitas yang telah dilakukan, yang sedang diputuskan, dan prospek di masa yang akan datang.

14 29 Proses penganggaran adalah rutinitas pemerintah yang paling mendasar dan melibatkan kekuatan para pemain dan kepentingan politik yang cukup besar, setidaknya tidak atas isu-isu distribusi yang krusial (Pollit, 2001 : 13). Dengan demikian dikatakan oleh Mardiasmo, (2002 :61) bahwa dalam organisasi sektor publik penganggaran merupakan suatu proses politik. Hal ini berbeda dengan penganggaran pada sektor swasta yang relatif kecil nuansa politiknya. Karena pada sektor swasta anggaran merupakan bagian dari rahasia perusahaan yang tertutup untuk publik, namun sebaliknya pada sektor publik anggaran justru harus diinformasikan kepada publik untuk dikritik, didiskusikan, dan diberimasukan. Anggaran sektor publik merupakan instrument akuntabilitas atas pengelolaan dana publik dan pelaksanaan program-program yang dibiayai dengan uang publik Sarana dan Prasarana Pendidikan Salah satu aspek yang mendapat perhatian utama dari setiap administrador pendidikan adalah mengenai sarana dan prasarana pendidikan. Sarana dan prasarana merupakan dua kata yang tidak dapat dipisahkan antara yang satu dengan yang lainnya bila hal itu menyangkut pembangunan fisik. Sarana merupakan sesuatu yang dapat dipakai sebagai alat dalam mencapai maksud dan tujuan, dan prasarana adalah sesuatu yang merupakan penunjang utama terselenggaranya sesuatu proses. Dalam kesempatan ini peneliti mengkaji sarana dan prasarana yang berkaitan dengan pendidikan.

15 30 Menurut Soetopo, 1998 (Hidayat dan Machali, 2012 : 204) mengatakan bahwa: Sarana pendidikan adalah segala sesuatu yang meliputi peralatan dan perlengkapan yang langsung digunakan dalam proses pendidikan di sekolah seperti gedung, ruangan, meja, kursi, alat peraga, buku pelajaran dan lain-lain. sedangkan prasarana pendidikan adalah semua komponen yang secara tidak langsung menunjang jalanya proses belajar mengajar di sebuah lembaga pendidikan seperti, jalan menuju sekolah, halaman sekolah, tata tertib sekolah dan lain-lain. Senada dengan Sobri at al, (2009 : 60) mengatakan bahwa: Sarana pendidikan yaitu mencakup semua peralatan dan perlengkapan yang secara langsung dipergunakan dan menunjang dalam proses pendidikan, seperti: gedung, ruang kelas, meja, kursi, media pendidikan dan sebagainya. Sedangkan yang dimaksud dengan Prasarana pendidikan adalah fasilitas yang secara tidak langsung menunjang jalannya proses pendidikan, seperti: halaman sekolah, kebun atau taman sekolah, jalan menuju sekolah, tata tertip sekolah dan sebagainya. Untuk mendorong terciptanya proses pendidikan secara efektif dan efisien maka setiap satuan pendidikan harus memiliki sarana dan prasarana yang memadai. Dalam konteks Timor-Leste umumnya, dan Distrito Dili khususnya hal ini merupakan suatu keharusan yang segera dipenuhi oleh pemerintah daerah setempat untuk merencanakan anggaran pembangunan sarana dan prasarana pendidikan dasar yang cukup demi tercapainya standar pendidikan di Timor- Leste. Menurut Hidayat dan Machali (2012: ), bahwa Standar sarana dan prasarana pendidikan meliputi; Lahan, Bangunan dan Ruang kelas. Yang dapat dijelaskan sebagai berikut:

16 31 Lahan a. Lahan yang dimaksud adalah lahan dengan ukuran tertentu yang digunakan secara efektif untuk membangun prasarana sekolah berupa bangunan dan tempat bermain/berolahraga. b. Lahan sesuai dengan peruntukan lokasi yang diatur dalam peraturan daerah tentang rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota atau rencana lain yang lebih rinci dan mengikat, dan mendapat izin pemanfaatan tanah dari Pemerintah Daerah Setempat. c. Lahan memiliki status hak atas tanah, dan/atau memiliki izin pemanfaatan dan pemegang hak atas tanah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk jangka waktu minimal 20 tahun. Bagunan Salah satu standar minimal bangunan untuk gedung sekolah sekurangkurangnya harus memenuhi syarat kesehatan sebagai berikut: a. Mempunyai fasilitas secukupnya untuk ventilasi udara dan pencahayaan yang memadai. b. Memiliki sanitasi di dalam dan di luar bangunan meliputi saluran air bersih, pembuangan air kotor, tempat sampah, dan saluran air hujan. c. Bahan bangunan yang aman bagi kesehatan pengguna yang meliputi bangunan yang tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan.

17 32 Ruang kelas a. Fungsi ruang kelas adalah sebagai tempat kegiatan pembelajaran teori, praktek yang tidak memerlukan peralatan khusus, atau praktek dengan alat khusus yang mudah dihadirkan. b. Jumlah minimun ruang kelas sama dengan banyak rombongan belajar. c. Kapasitas maksimum ruang kelas adalah 28 peserta didik. d. Rasio minimum luas ruang kelas adalah 2 m2/peserta didik. Untuk rombongan belajar dengan peserta didik kurang dari 15 orang. Luas minimun ruang kelas adalah 30 m2. Lebar minimum ruang kelas adalah 5 m. e. Ruang kelas memiliki jendela yang memungkinkan pencahayaan yang memadai untuk membaca buku dan untuk memberikan pandangan ke luar ruangan. f. Ruang kelas memiliki pintu yang memadai agar peserta didik dan guru dapat segera keluar ruangan jika terjadi bahaya, dan dapat dikunci dengan baik saat tidak digunakan. Ruang kelas harus dilengkapi dengan sarana berupa, perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, serta perlengkapan lain. Agar semua fasilitas tersebut memberikan kontribusi yang berarti pada jalannya proses pendidikan, hendaknya dikelola dengan baik. Pengelolaan yang dimaksudkan meliputi: Perencanaan, Pengadaan, Inventarisasi, Penyimpanan, Penataan Penggunaan, Pemeliharaan, dan Penghapusan.

18 33 Menurut Tim Pakar Manajemen Pendidikan (2003:86) bahwa Pengelolaan sarana dan prasaran pendidikan dapat didefinisikan sebagai proses kerjasama pendayagunaan semua sarana dan prasarana pendidikan secara efektif dan efisien. Secara umum pengelolaan sarana dan prasarana pendidikan adalah memberikan pelayanan secara profesional di bidang sarana dan prasarana pendidikan dalam rangka terselenggaranya proses pendidikan secara efektif dan efisien. Secara rinci, tujuannya adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengupayakan sarana dan prasarana pendidikan melalui sistem perencanaan dan pengadaan yang hati-hati dan seksama. Dengan perkataan ini, melalui manajemen sarana dan prasarana pendidikan diharapkan semua perlengkapan yang didapatkan oleh sekolah adalah sarana dan prasarana yang berkualitas tinggi, sesuai dengan kebutuhan sekolah dan dengan dana yang efisien. 2. Untuk mengupayakan pemakaian sarana dan prasarana secara tepat dan efisien. 3. Untuk mengupayakan pemeliharaan sarana dan prasarana sekolah, sehingga keberadaannya selalu dalam kondisi siap pakai dalam setiap diperlukan oleh personel sekolah. Sarana dan prasarana pendidikan khususnya lahan, bangunan dan perlengkapan sekolah seyogyanya menggambarkan program pendidikan atau kurikulum sekolah itu. Karena bangunan dan perlengkapan sekolah itu diadakan dengan berlandaskan pada kurikulum atau program pendidikan yang berlaku,

19 34 sehingga dengan adanya kesesuaian itu memungkinkan fasilitas yang ada benarbenar menunjang jalannya proses pendidikan. Agar program pendidikan bisa tercapai dengan baik ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam mengelola sarana dan prasarana pendidikan di sekolah. Prinsip-prinsip yang dimaksud adalah: 1. Prinsip pencapaian tujuan, yaitu bahwa sarana dan prasarana pendidikan di sekolah harus dalam kondisi siap pakai bilamana akan didayagunakan oleh personel sekolah dalam rangka pencapaian tujuan proses belajar mengajar. 2. Prinsip efisiensi, yaitu pengadaan sarana dan prasarana pendidikan di sekolah harus dilakukan melalui perencanaan yang seksama, sehingga dapat diadakan sarana dan prasarana pendidikan yang baik dengan harga yang murah. Dan pemakaiannyapun harus hati-hati sehingga mengurangi pemborosan. 3. Prinsip administratif, yaitu bahwa manajemen sarana dan prasarana pendidikan di sekolah harus memperhatikan undang-undang, peraturan, instruksi dan petunjuk teknis yang diberlakukan oleh yang berwenang. 4. Prinsip kejelasan tanggunjawab, yaitu bahwa manajemen sarana dan prasarana pendidikan harus di delegasikan kepada personel sekolah yang mampu bertanggungjawab. Apabila melibatkan banyak personel

20 35 sekolah dalam manajemennya maka perlu adanya deskripsi tugas dan tanggungjawab untuk setiap personel sekolah. 5. Prinsip kekohesifan, yaitu bahwa manajemen sarana dan prasarana pendidikan di sekolah itu harus direalisasikan dalam bentuk proses kerja yang sangat kompak. bahwa: Andrew F. Siula, (Sobri at al, 2009 : 1-2) mengatakan bahwa: Pengelolaan pada umumnya dikaitkan dengan aktivitas perencanaan, pengorganisasian, pengendalian, penempatan, pengarahan, pemotivasian, komunikasi, dan pengambilan keputusan yang dilakukan oleh setiap organisasi dengan tujuan untuk mengoordinasikan berbagai bentuk sumber daya yang dimiliki oleh organisasi sehingga akan menghasilkan suatu produk atau jasa secara efisien. Sedangkan, Hidayat dan Machali, (2012:155) secara jelas mengatakan Pengelolaan sarana dan prasarana pendidikan adalah Kegiatan menata, mulai dari merencanakan kebutuhan, pengadaan, inventarisasi, penyimpanan, pemeliharaan, penggunaan dan penghapusan serta penataan lahan, bangunan, perlengkapan, dan perabot sekolah secara tepat guna dan tepat sasaran. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sarana dan prasarana merupakan sumber utama yang memerlukan penataan sehingga fungsional, aman dan atraktif untuk keperluan proses belajar disekolah. Secara fisik sarana dan prasarana harus menjamin adanya kondisi yang higienik dan secara psikologis dapat menimbulkan minat belajar, hampir dari separuh waktunya siswa-siswa bekerja, belajar dan bermain di sekolah, karena itu lingkungan sekolah (sarana dan prasarana) harus aman, sehat, dan menimbulkan kondisi positif bagi siswa-siswanya. Lingkungan yang demikian dapat menimbulkan rasa bangga dan rasa memiliki siswa terhadap

21 36 sekolahnya. Hal ini memungkinkan apabila sarana dan prasarana itu fungsional bagi kepentingan pendidikan. Dalam hal ini berarti guru sangat berperan untuk memperlihatkan unjuk kerjanya dan menjadikan lingkungan sekolah sebagai asset dalam proses belajar mengajar Kerangka Pikir Sebagai sebuah negara yang baru merdeka, Timor-Leste menghadapi banyak masalah terkait dengan isu-isu pembangunan baik di tingkat pusat maupun di daerah. Salah satu permasalahan tersebut adalah dibidang pendidikan, khususnya pendidikan tingkat dasar. Setelah lebih dari 10 tahun menyatakan diri sebagai Negara baru, kondisi sarana dan prasarana pendidikan dasar di Timor- Leste masih memprihatinkan. Keprihatinan ini bukan hanya karena masih banyaknya penduduk yang buta aksara tetapi juga karena alokasi anggaran pendidikan yang tidak memadai untuk dilakukannya upaya percepatan peningkatan kualitas pendidikan ditingkat dasar. Salah satu Distrito yang juga mengalami permasalahan terkait dengan kondisi sarana dan prasarana pendidikan dasar adalah Distrito Dili. Buruknya kondisi sarana dan prasarana pendidikan dasar, serta alokasi anggaran yang tidak mencerminkan prioritas memunculkan pertanyaan tentang perencanaan anggaran yang dilakukan oleh pemerintah, khususnya pemerintah daerah Distrito Dili yang menjadi lokus penelitian ini. Perencanaan anggaran daerah di Timor-Leste telah diatur dengan dikeluarkannya Decreto-Lei No.4/2012, tertanggal 15 Pebruari Tentang Planeamento de Desemvolvimento Integrado Distrital atau Perencanaan

22 37 Pembangunan Daerah Terpadu. Berdasarkan dokumen publik ini maka perencanaan anggaran di setiap Distrito di Timor-Leste dilakukan oleh Komisi Pembangunan Daerah (KDD). Dengan demikian, perencanaan anggaran pembangunan sarana dan prasarana pendidikan dasar di Distrito Dili dilakukan oleh KDD Distrito Dili. Perencanaan anggaran pembangunan sarana dan prasarana pendidikan dasar di Distrito Dili dilakukan secara berjenjang mulai dari tingkat Suco sampai pada disetujuinya usulan prioritas kegiatan oleh komisi pembangunan daerah Sub- Distrito. Sehingga proses perencanaan dilaksanakan melalui aktivitas-aktivitas berikut: Identifikasi kebutuhan di tingkat Sekolah; Prioritas kebutuhan di tingkat sekolah dan Suco; Usulan prioritas sekolah disampaikan kepada komisi pembangunan sub-distrito melalui koordinator sekolah sentral dan Delegasi Territorial; Pembahasan dan penentuan usulan prioritas kegiatan di Komisi Pembangunan Daerah Sub-Distrito (KDSD). Sedangkan proses penganggaran usulan prioritas kegiatan pembangunan sarana dan prasarana pendidikan dasar dilakukan mulai dari tingkat Komisi Pembangunan Sub-Distrito dan berakhir di tingkat rapat koordinasi pembangunan nasional, melalui aktivitas-aktivitas berikut: Verifikasi lapangan oleh Tim Teknik dan estimasi biaya oleh komisi pembangunan Sub-Distrito; Mengusulkan rencana prioritas kegiatan ke tingkat Komisi Pembangunan Daerah; Seleksi dan prioritas usulan kegiatan di tingkat Komisi Pembangunan Daerah; Verifikasi lapangan oleh Tim Teknik tingkat Komisi Pembangunan Daerah; Menetapkan estimasi biaya prioritas kegiatan pada rapat koordinasi pembangunan daerah; Sinkronisasi prioritas kegiatan dan

23 38 estimasi biaya pada rapat koordinasi pembangunan nasional; dan mengusulkan rancangan rencana pembangunan investasi daerah melalui kementerian pertanggunjawaban administrasi lokal. Anggaran menurut Supriyono adalah suatu rencana terinci yang dinyatakan secara formal dalam ukuran kuantitatif, biasanya dinyatakan dalam satuan uang, untuk perolehan dan pengeluaran sumber-sumber suatu organisasi dalam jangka waktu tertentu, biasanya satu tahun. Meskipun aktivitas penganggaran juga dilakukan oleh organisasi di sektor privat, aktivitas penganggaran yang dilakukan pemerintah bertujuan untuk memenuhi kebutuhan publik yang dinyatakan dalam bentuk sebuah kebijakan publik (Cope, 1996 : 310). Dan sebagai sebuah kebijakan publik, perencanaan pembangunan yang diwujudkan dalam bentuk anggaran merupakan suatu proses politik, yang melibatkan banyak pihak dengan banyak kepentingan (Puspitosari, dkk, 2006 : 67). Oleh sebab itu, proses perencanaan anggaran pemerintah sarat dengan berbagai kepentingan dan sangat berpotensi untuk terjadinya konflik. Menurut Ahmad dan Salleh (2009 : 86) penganggaran melibatkan penetapan tujuan yang spesifik di mana ini adalah bagian dari fungsi perencanaan, melaksanakan rencana untuk mencapai tujuan dengan mengarahkan fungsi manajemen dan secara berkala membandingkan hasil aktual dengan tujuan organisasi yang merupakan fungsi pengendalian manajemen. Sehubungan dengan hal ini, Jones (1998) yang dikutip oleh Ahmad dan Salleh (2009 : 86) menyatakan bahwa ada dua kunci unsur dalam anggaran yaitu perencanaan anggaran dan kontrol.

24 39 Ahmad dan Salleh (2009: 86) menjelaskan bahwa perencanaan anggaran adalah rencana keuangan untuk masa depan sedangkan kontrol anggaran adalah penggunaan anggaran yang telah ditetapkan untuk memantau dan mengontrol kinerja aktual. Perencanaan anggaran yang efektif dan pengendalian proses dapat membantu manajer dalam mencapai tujuan operasional jangka panjang, jangka pendek, dan tujuan-tujuan strategis. Menurut Bastian (2009: 100) dengan jelas menyatakan bahwa: Lemahnya perencanaan anggaran memungkinkan munculnya underfinancing atau overfinancing yang akan memengaruhi tingkat efisiensi dan efektivitas anggaran. Dalam situasi seperti itu, banyak layanan publik dijalankan secara tidak efisien dan tidak sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan publik. Sementara, dana pada anggaran yang pada dasarnya merupakan dana publik habis dibelanjakan seluruhnya. Dalam jangka panjang kondisi seperti ini memperlemah peran pemerintah sebagai stimulator, fasilitator, koordinator dan pengusaha dalam proses pembangunan. Untuk menghasilkan anggaran pemerintah yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat maka proses penganggaran tersebut haruslah melalui mekanisme perencanaan anggaran. Perencanaan anggaran adalah rencana keuangan untuk masa depan (Ahmad dan Salleh, 2009 : 86), dan dalam konteks anggaran publik, maka perencanaan anggaran adalah rencana keuangan yang disusun oleh sebuah lembaga publik untuk jangka waktu tertentu. Dikatakan oleh (Rubin, 1990 : 180). Perencanaan anggaran setidaknya berarti memilih tingkat sasaran pelayanan tertentu melalui aktivitas yang dilakukan dan selanjutnya mencari tahu biaya

25 40 personil dan perlengkapan untuk mencapai tujuan tertentu. Rubin (1990 : 180) juga mengatakan bahwa anggaran harus berisi rencana kerja dan memberikan dana untuk masa depan serta kebutuhan saat ini. Berdasarkan uraian ini dapat dibuat sebuah definisi bahwa perencanaan anggaran adalah proses penyusunan rencana keuangan oleh suatu organisasi yang juga merupakan rencana kerja yang akan dilakukan untuk satu periode tertentu. Dalam rencana keuangan ini sudah dialokasikan besarnya dana untuk setiap pekerjaan yang akan dilakukan di masa yang akan datang. Dengan memahami proses perencanaan anggaran pembangunan daerah di Timor-Leste, maka perencanaan anggaran pembangunan sarana dan prasarana pendidikan dasar di Distrito Dili, mengadopsi budget preparation / persiapan anggaran dari (Prawoto, 2010 : 119) tentang Fase-fase budget process/cycle yaitu: 1. Budget Preparation: persiapan anggaran oleh eksekutif (pemerintah) dan perangkat-perangkatnya. Tahap ini meliputi dua kegiatan yaitu Perencanaan dan Penganggaran. 2. Legislatif Enactment: persetujuan legislatif. 3. Budget Execution: pelaksanaan APBN 4. Financial Reporting: laporan akhir tahun oleh eksekutif (pemerintah) kepada legislatif. 5. Auditing: merupakan tahap akhir dari siklus APBN, dimana realisasi APBN diaudit oleh badan pemeriksa keuangan. Rencana pembangunan baik dalam bentuk program, kebijakan, maupun kegiatan hanya akan tinggal sebagai dokumen sia-sia dan tidak akan berarti apa-

26 41 apa jika tidak dianggarkan. Disisi lain, keterbatasan anggaran semakin menuntut adanya perencanaan yang matang agar pemanfaatan sumber daya yang tersedia benar-benar dilakukan secara efisien dan efektif. Sebagaimana dikemukakan oleh Sri Mulyani Indrawati (2004) bahwa tugas pemerintah melalui perencanaan adalah : Mengarahkan penggunaan sumber daya tersebut melalui suatu mekanisme pengaturan dan proses pengelolaan dan alokasi sumber daya masyarakat dan anggaran pemerintah. Untuk itu keterkaitan dan keserasian antara perencanaan dan penganggaran merupakan syarat yang mutlak. Apabila penganggaran terlepas dengan perencanaan juga sebaliknya, maka dipastikan tujuan pembangunan akan sulit untuk diwujudkan karena terjadi alokasi anggaran yang memungkinkan terjadinya pemborosan dan inefisiensi, bahkan salah arah dan sia-sia. Sedangkan menurut Mardiasmo, (2002 :181) mengatakan bahwa penganggaran adalah proses untuk mempersiapkan suatu anggaran yang berisi pernyataan dalam bentuk satuan uang yang merupakan refleksi dari aktivitas dan target kinerja yang hendak dicapai selama periode waktu tertentu. Penganggaran pada dasarnya merupakan proses penentuan jumlah alokasi sumber-sumber ekonomi untuk setiap program dan aktivitas dalam bentuk satuan uang. Dengan demikian tahap penganggaran menjadi sangat penting karena anggaran yang tidak efektif dan tidak berorientasi pada kinerja akan dapat menggagalkan perencanaan yang telah ditetapkan. Anggaran merupakan managerial plan for action untuk memfasilitasi tercapainya tujuan organisasi.

27 42 Soetopo, 1998 (Hidayat dan Machali, 2012 : 204) mengatakan bahwa: Sarana pendidikan adalah segala sesuatu yang meliputi peralatan dan perlengkapan yang langsung digunakan dalam proses pendidikan di sekolah seperti gedung, ruangan, meja, kursi, alat peraga, buku pelajaran dan lain-lain. sedangkan prasarana pendidikan adalah semua komponen yang secara tidak langsung menunjang jalanya proses belajar mengajar di sebuah lembaga pendidikan seperti, jalan menuju sekolah, halaman sekolah, tata tertib sekolah dan lain-lain. Untuk mendorong terciptanya proses pendidikan secara efektif dan efisien maka setiap satuan pendidikan harus memiliki sarana dan prasarana yang memadai. Sehubungan dengan masih minimnya sarana dan prasarana pendidikan dasar di beberapa Sekolah Dasar dan kurangnya alokasi anggaran untuk percepatan pembangunan sarana dan prasarana pendidikan dasar di Distrito Dili, peneliti menduga bahwa hal ini terkait dengan belum efektifnya tahapan persiapan anggaran yang dilakukan oleh Komisi Pembangunan Daerah (KDD). Dengan demikian untuk memahami proses perencanaan anggaran pembangunan sarana dan prasarana pendidikan dasar di Distrito Dili, peneliti menggunakan pendapat dari (Prawoto, 2010: 119) tentang Budget Preparation, yang terdiri dari dua tahapan kegiatan yaitu: 1. Perencanaan dan 2. Penganggaran

28 43 Gambar 2.1. Alur Pemikiran Penelitian Fenomena Banyaknya kondisi sarana dan prasaran pedidikan dasar yang rusak dan harus 2. direnovasi Anggaran pendidikan yang tidak memadai. 4. Masalah Belum efektifnya perencanaan anggaran pembangunan sarana dan prasarana pendidikan dasar yang dilakukan oleh KDD Distrito Dili. (Prawoto, 2010: 119): Budget Preparation, 1. Perencanaan dan 2. Penganggaran Harapan Menghasilkan suatu dokumen rencana anggaran pembangunan yang berkualitas sehingga sesuai dengan kebutuhan yang diajukan.

29 Hipotesis Kerja Berdasarkan kerangka pemikiran penelitian yang telah diungkapkan sebelumnya maka, hipotesis kerja yang penulis susun sebagai berikut: Perencanaan Anggaran Pembangunan Sarana dan Prasarana Pendidikan Dasar di Distrito Dili, disiapkan melalui 2 kegiatan, yaitu: Perencanaan dan Penganggaran.

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Akuntansi Sektor Publik Pengertian Akuntansi Sektor Publik Bastian (2006:15) Mardiasmo (2009:2) Abdul Halim (2012:3)

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Akuntansi Sektor Publik Pengertian Akuntansi Sektor Publik Bastian (2006:15) Mardiasmo (2009:2) Abdul Halim (2012:3) BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Akuntansi Sektor Publik 2.1.1 Pengertian Akuntansi Sektor Publik Definisi Akuntansi Sektor Publik menurut Bastian (2006:15) adalah sebagai berikut : Akuntansi Sektor Publik adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penganggaran sektor publik terkait dengan proses penentuan jumlah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penganggaran sektor publik terkait dengan proses penentuan jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penganggaran sektor publik terkait dengan proses penentuan jumlah alokasi dana untuk tiap-tiap program dan aktivitas dalam satuan moneter. Proses penganggaran organisasi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Pengertian anggaran menurut Mardiasmo (2004:62) menyatakan bahwa :

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Pengertian anggaran menurut Mardiasmo (2004:62) menyatakan bahwa : 5 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Anggaran Pendapatan 2.1.1.1 Pengertian Anggaran Pengertian anggaran menurut Mardiasmo (2004:62) menyatakan bahwa : Anggaran Publik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Untuk melaksanakan hak dan kewajiban serta untuk melaksanakan tugas yang

BAB I PENDAHULUAN. Untuk melaksanakan hak dan kewajiban serta untuk melaksanakan tugas yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk melaksanakan hak dan kewajiban serta untuk melaksanakan tugas yang dibebankan oleh rakyat, pemerintah daerah harus mempunyai suatu rencana yang matang untuk mencapai

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS. 1. Pengertian Anggaran Negara dan Keuangan Negara. Menurut Revrisond Baswir (2000:34), Anggaran Negara adalah

BAB II LANDASAN TEORITIS. 1. Pengertian Anggaran Negara dan Keuangan Negara. Menurut Revrisond Baswir (2000:34), Anggaran Negara adalah BAB II LANDASAN TEORITIS A. Teori-teori 1. Pengertian Anggaran Negara dan Keuangan Negara Menurut Revrisond Baswir (2000:34), Anggaran Negara adalah gambaran dari kebijaksanaan pemerintah yang dinyatakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2. Pengertian anggaran menurut Mulyadi (2001), yaitu: 3. Pengertian anggaran menurut Mulyadi (2001), yaitu:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2. Pengertian anggaran menurut Mulyadi (2001), yaitu: 3. Pengertian anggaran menurut Mulyadi (2001), yaitu: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Anggaran 1. Munandar (2001) Anggaran adalah suatu rencana yang disusun secara sistematis yang meliputi seluruh kegiatan perusahaan, yang dinyatakan dalam unit atau

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. tindakan, pembuatan, atau pengolahan yang menghasilkan produk.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. tindakan, pembuatan, atau pengolahan yang menghasilkan produk. BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pengertian Proses Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), proses adalah rangkaian tindakan, pembuatan, atau pengolahan yang menghasilkan produk. 2.1.2.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 27 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN DAN PENETAPAN CAPAIAN INDIKATOR STANDAR PELAYANAN MINIMAL DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Anggaran merupakan suatu hal yang sangat penting dalam suatu organisasi.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Anggaran merupakan suatu hal yang sangat penting dalam suatu organisasi. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anggaran merupakan suatu hal yang sangat penting dalam suatu organisasi. Pada organisasi privat atau swasta, anggaran merupakan suatu hal yang sangat dirahasiakan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan dan pengeluaran yang terjadi dimasa lalu (Bastian, 2010). Pada

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan dan pengeluaran yang terjadi dimasa lalu (Bastian, 2010). Pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anggaran dapat diinterpretasi sebagai paket pernyataan perkiraan penerimaan dan pengeluaran yang diharapkan akan terjadi dalam satu atau beberapa periode mendatang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan akuntansi sektor publik, khususnya di Indonesia semakin pesat dengan adanya era reformasi dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah otonomi daerah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Teori Keagenan Penjelasan konsep senjangan anggaran dapat dimulai dari pendekatan teori keagenan. Dalam teori keagengan, hubungan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PENDEKATAN STUDI DAN HIPOTESIS

III. KERANGKA PENDEKATAN STUDI DAN HIPOTESIS III. KERANGKA PENDEKATAN STUDI DAN HIPOTESIS 3.1. Kerangka Pemikiran Pada dasarnya negara Republik Indonesia merupakan Negara Kesatuan yang menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahannya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Definisi dan Tujuan Anggaran 2.1.1. Definisi Anggaran Menurut Indra Bastian (2010:191), Anggaran dapat diinterpresentasikan sebagai paket pernyataan menyangkut perkiraan penerimaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Akuntansi dan Sistem Pelaporan Terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Akuntansi dan Sistem Pelaporan Terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi BAB II TINJAUAN PUSTAKA Penelitian tentang Pengaruh Kejelasan Sasaran Anggaran, Pengendalian Akuntansi dan Sistem Pelaporan Terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Daerah (Studi pada DPPKAD

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. upaya-upaya secara maksimal untuk menciptakan rerangka kebijakan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. upaya-upaya secara maksimal untuk menciptakan rerangka kebijakan yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Di era perdagangan bebas atau globalisasi, setiap negara terus melakukan upaya-upaya secara maksimal untuk menciptakan rerangka kebijakan yang mampu menciptakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun kinerja manajerial hingga kini masih menjadi issue yang menarik diteliti,

BAB I PENDAHULUAN. maupun kinerja manajerial hingga kini masih menjadi issue yang menarik diteliti, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Fenomena hubungan penganggaran dengan kinerja, baik kinerja individu maupun kinerja manajerial hingga kini masih menjadi issue yang menarik diteliti, disamping

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bentuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

BAB I PENDAHULUAN. bentuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Untuk melaksanakan hak dan kewajiban serta untuk melaksanakan tugas yang dibebankan oleh rakyat, pemerintah daerah harus mempunyai suatu rencana yang matang untuk mencapai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diperoleh dan dipakai selama periode waktu tertentu. jangka waktu tertentu dan umumnya dinyatakan dalam satuan uang.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diperoleh dan dipakai selama periode waktu tertentu. jangka waktu tertentu dan umumnya dinyatakan dalam satuan uang. 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anggaran 2.1.1 Pengertian Anggaran Anggaran merupakan alat akuntansi yang dapat membantu pimpinan perusahaan dalam merencanakan dan mengendalikan operasi perusahaan. Anggaran

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. mengatur dan mengontrol semua aktivitas yang terjadi pada perusahaan tersebut.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. mengatur dan mengontrol semua aktivitas yang terjadi pada perusahaan tersebut. 9 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Prosedur BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN Dalam melakukan suatu kegiatan, organisasi memerlukan suatu acuan untuk mengatur dan mengontrol semua aktivitas yang terjadi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

2017, No Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); M

2017, No Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); M No.73, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAH DAERAH. Penyelenggaraan. Pembinaan. Pengawasan. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6041) PERATURAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Anggaran Organisasi Sektor Publik Bahtiar, Muchlis dan Iskandar (2009) mendefinisikan anggaran adalah satu rencana kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Paradigma/pandangan masyarakat umumnya membentuk suatu pengertian tertentu di dalam dinamika perkembangan kehidupan masyarakat, bahkan dapat mengembangkan

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1. Anggaran Perusahaan Suatu perusahaan didirikan dengan maksud untuk mencapai tujuan tertentu. Tujuan utama dari suatu perusahaan bersifat profit oriented, yaitu mencapai laba yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. politik sangat dominan dalam proses pengambilan keputusan penetapan

BAB I PENDAHULUAN. politik sangat dominan dalam proses pengambilan keputusan penetapan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengalokasian sumber daya merupakan permasalahan mendasar dalam penganggaran sektor publik. Seringkali alokasi sumber daya melibatkan berbagai institusi dengan kepentingannya

Lebih terperinci

BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI WONOSOBO NOMOR 77 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI WONOSOBO NOMOR 77 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI WONOSOBO NOMOR 77 TAHUN 2016 TENTANG RINCIAN TUGAS DINAS PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU KABUPATEN WONOSOBO DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai

Lebih terperinci

PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN. Lab. Politik dan Tata Pemerintahan, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya

PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN. Lab. Politik dan Tata Pemerintahan, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN DR. TJAHJANULIN DOMAI, MS Lab. Politik dan Tata Pemerintahan, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya 1. Pendahuluan - Pengantar - Tujuan - Definisi 2. Perencanaan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Pemerintah Daerah Dan Fungsi Pemerintah Daerah 1. Pengertian Pemerintah Daerah Menurut Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (5), pengertian pemerintahan daerah adalah sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setelah hampir 15 tahun merdeka, saat ini Republik Demokratik Timor Leste

BAB I PENDAHULUAN. Setelah hampir 15 tahun merdeka, saat ini Republik Demokratik Timor Leste BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setelah hampir 15 tahun merdeka, saat ini Republik Demokratik Timor Leste sedang dalam proses membangun infraestruktur. Hal tersebut dilakukan untuk mengejar

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG HIBAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG HIBAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG HIBAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi

Lebih terperinci

BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI WONOSOBO NOMOR 81 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI WONOSOBO NOMOR 81 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI WONOSOBO NOMOR 81 TAHUN 2016 TENTANG RINCIAN TUGAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KABUPATEN WONOSOBO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOSOBO,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi di Indonesia telah bergulir selama lebih dari satu

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi di Indonesia telah bergulir selama lebih dari satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Reformasi yang terjadi di Indonesia telah bergulir selama lebih dari satu dekade dan hal itu menandakan pula bahwa pelaksanaan otonomi dalam penyelenggaraan pemerintah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Anggaran merupakan suatu instrumen didalam manajemen karena

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Anggaran merupakan suatu instrumen didalam manajemen karena BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Teoritis Anggaran merupakan suatu instrumen didalam manajemen karena merupakan bagian dari fungsi manajemen. Di dunia bisnis maupun di organisasi sektor publik, termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan otonomi daerah yang digulirkan dalam era reformasi dengan. dikeluarkannya ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 adalah tentang

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan otonomi daerah yang digulirkan dalam era reformasi dengan. dikeluarkannya ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 adalah tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebijakan otonomi daerah yang digulirkan dalam era reformasi dengan dikeluarkannya ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 adalah tentang penyelenggaraan Otonomi Daerah.

Lebih terperinci

BAB III PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH DALAM PRAKTEK

BAB III PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH DALAM PRAKTEK 63 BAB III PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH DALAM PRAKTEK A. Konsep Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Menurut Freedman dalam anggaran

Lebih terperinci

BAB III FUNGSI ANGGARAN SEBAGAI ALAT PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN PADA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA) KOTA TEBING TINGGI

BAB III FUNGSI ANGGARAN SEBAGAI ALAT PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN PADA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA) KOTA TEBING TINGGI BAB III FUNGSI ANGGARAN SEBAGAI ALAT PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN PADA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA) KOTA TEBING TINGGI A. Pengertian Anggaran Anggaran merupakan pengembangan dari suatu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. atupun mata uang lainnya yang meliputi seluruh kegiatan untuk jangka waktu. Definisi anggaran menurut M. Nafirin ( 2000:9 )

BAB II LANDASAN TEORI. atupun mata uang lainnya yang meliputi seluruh kegiatan untuk jangka waktu. Definisi anggaran menurut M. Nafirin ( 2000:9 ) BAB II LANDASAN TEORI A. Anggaran 1. Definisi Anggaran Rencana yang dapat disebut dengan anggaran adalah rencana yang terorganisir dan menyeluruh, yang dinyatakan dalam bentuk angka rupiah, dollar, atupun

Lebih terperinci

PENGERTIAN ANGGARAN FUNGSI ANGGARAN. Anggaran berfungsi sebagai berikut:

PENGERTIAN ANGGARAN FUNGSI ANGGARAN. Anggaran berfungsi sebagai berikut: PENGERTIAN ANGGARAN Perencanaan merupakan bagian yang tak dapat dipisahkan dari proses manajemen organisasi. Demikian juga, anggaran mempunyai posisi yang penting. Anggaran mengungkapkan apa yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. operasi perusahaan. Begitu juga dengan dinas-dinas yang bernaungan disektor

BAB I PENDAHULUAN. operasi perusahaan. Begitu juga dengan dinas-dinas yang bernaungan disektor 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Dalam perkembangan Ekonomi Dewasa ini dimana dunia usaha tumbuh dengan pesat di indonesia, Pengusaha dituntut untuk bekerja dengan lebih efisien dalam menghadapi

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. 3.1 Tinjauan Teori

BAB III PEMBAHASAN. 3.1 Tinjauan Teori BAB III PEMBAHASAN 3.1 Tinjauan Teori 3.1.1 Kinerja Keuangan Kinerja (performance) menurut Amin widjaja Tunggal (2010:521) diartikan sebagai dari suatu entitas selama periode tertentu sebagai bagian dari

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2004 TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2004 TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2004 TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

Materi kuliah ASP dapat di unduh (download) di : Agus Widarsono, SE.,M.Si, Ak

Materi kuliah ASP dapat di unduh (download) di :  Agus Widarsono, SE.,M.Si, Ak Materi kuliah ASP dapat di unduh (download) di : http://agusw77.wordpress.com Program Studi Akuntansi Fakultas Pendidikan Ekonomi & Bisnis Universitas Pendidikan Indonesia Bandung Menurut National Committee

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara pemerintah pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota. Dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan proses perubahan kearah yang lebih baik, mencakup seluruh dimensi kehidupan masyarakat suatu daerah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban Daerah dalam rangka

I. PENDAHULUAN. Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban Daerah dalam rangka I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban Daerah dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Menurut Stoner (1992), Organisasi adalah suatu pola hubungan-hubungan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Menurut Stoner (1992), Organisasi adalah suatu pola hubungan-hubungan yang 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1 Teori Organisasi Menurut Stoner (1992), Organisasi adalah suatu pola hubungan-hubungan yang melalui mana orang-orang di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat

Lebih terperinci

Prinsip-Prinsip Penganggaran

Prinsip-Prinsip Penganggaran S A I F U L R A H M A N Y U N I A R T O, S. S O S, M A B Prinsip-Prinsip Penganggaran 1. Transparansi dan Akuntabilitas Anggaran 2. Disiplin Anggaran 3. Keadilan Anggaran 4. Efisiensi dan Efektivitas Anggaran

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG HIBAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG HIBAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG HIBAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KAWASAN PERKOTAAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KAWASAN PERKOTAAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anggaran sektor publik merupakan alat ( instrument) akuntabilitas atas

BAB I PENDAHULUAN. Anggaran sektor publik merupakan alat ( instrument) akuntabilitas atas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anggaran sektor publik merupakan alat ( instrument) akuntabilitas atas pengelolaan dana publik dan pelaksanaan program-program yang dibiayai dari uang publik. Penganggaran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembuatan panitia, pengumpulan dan pengklasifikasian data, pengajuan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembuatan panitia, pengumpulan dan pengklasifikasian data, pengajuan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pengertian dan Fungsi Anggaran 2.1.1.1 Pengertian Anggaran Penganggaran ialah proses penyusunan anggaran, yang dimulai pembuatan panitia, pengumpulan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU TAHUN : 2002 NOMOR : 52 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU NOMOR 25 TAHUN 2002 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA SEKRETARIAT DAERAH DAN SEKRETARIAT DEWAN PERWAKILAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang keuangan negara. Hal ini diindikasikan dengan telah diterbitkannya Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Dana Tugas Pembantuan. Pembangunan. Pengembangan. Pengelolaan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Dana Tugas Pembantuan. Pembangunan. Pengembangan. Pengelolaan. No.26, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Dana Tugas Pembantuan. Pembangunan. Pengembangan. Pengelolaan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42/M-DAG/PER/10/2010

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang menggambarkan kondisi keuangan dari suatu organisasi yang meliputi

BAB I PENDAHULUAN. yang menggambarkan kondisi keuangan dari suatu organisasi yang meliputi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perusahaan, organisasi dan sektor publik memerlukan anggaran sebagai pedoman dalam melaksanakan aktivitasnya. Anggaran merupakan pernyataan mengenai estimasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. termasuk diantaranya pemerintah daerah. Penganggaran sector publik terkait

BAB I PENDAHULUAN. termasuk diantaranya pemerintah daerah. Penganggaran sector publik terkait BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penganggaran merupakan suatu proses pada organisasi sector publik, termasuk diantaranya pemerintah daerah. Penganggaran sector publik terkait dalam penentuan

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 59 TAHUN 2008

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 59 TAHUN 2008 BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 59 TAHUN 2008 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN URAIAN TUGAS JABATAN STRUKTURAL PADA KANTOR PENANAMAN MODAL KABUPATEN SUKOHARJO BUPATI SUKOHARJO,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan baru dari pemerintah Republik Indonesia yang mereformasi

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan baru dari pemerintah Republik Indonesia yang mereformasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Akuntansi keuangan daerah merupakan salah satu bidang dalam akuntansi sektor publik yang mendapat perhatian besar dari berbagai pihak semenjak reformasi pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (suplementer) dan saling terkait antar dokumen kebijakan. (APBD) merupakan dokumen yang saling berkaitan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (suplementer) dan saling terkait antar dokumen kebijakan. (APBD) merupakan dokumen yang saling berkaitan. 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kerangka Pemikiran 2.1.1 Sinkronisasi Sinkronisasi adalah penyelarasan dan penyelerasian antara dokumen kebijakan yang satu dengan dokumen kebijakan yang lain. Tujuan dari

Lebih terperinci

MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 42/M-DAG/PER/10/2010 TENTANG PENGELOLAAN KEGIATAN PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN SARANA DISTRIBUSI MELALUI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Dubnick (2005), akuntabilitas publik secara tradisional dipahami sebagai alat yang digunakan untuk mengawasi dan mengarahkan perilaku administrasi dengan

Lebih terperinci

BAB III OBYEK DAN METODE PENELITIAN. Yang menjadi objek pada penelitian ini adalah Perencanaan Anggaran

BAB III OBYEK DAN METODE PENELITIAN. Yang menjadi objek pada penelitian ini adalah Perencanaan Anggaran BAB III OBYEK DAN METODE PENELITIAN 3.1. Objek Penelitian Yang menjadi objek pada penelitian ini adalah Perencanaan Anggaran Pembangunan Sarana dan Prasarana Pendidikan Dasar di Distrito Dili, Timor- Leste.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa untuk memberikan pedoman

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG HIBAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG HIBAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG HIBAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan secara lebih adil dan berimbang. Perubahan paradigma ini antara lain

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan secara lebih adil dan berimbang. Perubahan paradigma ini antara lain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Era reformasi saat ini memberikan peluang bagi perubahan paradigma pembangunan nasional dari paradigma pertumbuhan menuju paradigma pemerataan pembangunan secara

Lebih terperinci

BUPATI ALOR PERATURAN BUPATI ALOR NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA BADAN PENGELOLA PERBATASAN KABUPATEN ALOR

BUPATI ALOR PERATURAN BUPATI ALOR NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA BADAN PENGELOLA PERBATASAN KABUPATEN ALOR BUPATI ALOR PERATURAN BUPATI ALOR NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA BADAN PENGELOLA PERBATASAN KABUPATEN ALOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR, Menimbang : a.

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. Oleh : AHMAD NURDIN L2D

TUGAS AKHIR. Oleh : AHMAD NURDIN L2D EFEKTIVITAS BELANJA DAERAH TERHADAP PELAYANAN PUBLIK (Studi Kasus : Pelayanan Publik Bidang Pendidikan, Kesehatan, dan Prasarana Jalan di Kota Magelang) TUGAS AKHIR Oleh : AHMAD NURDIN L2D 001 396 JURUSAN

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. perhatian tersendiri bagi sebuah organisasi sektor publik. Pendekatan-pendekatan

BAB II LANDASAN TEORI. perhatian tersendiri bagi sebuah organisasi sektor publik. Pendekatan-pendekatan BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Anggaran Proses penganggaran adalah sebuah proses penting yang sering kali menjadi perhatian tersendiri bagi sebuah organisasi sektor publik. Pendekatan-pendekatan penyusunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Krisis multidimensional yang tengah melanda bangsa Indonesia telah menyadarkan kepada masyarakat akan pentingnya konsep otonomi daerah dalam arti yang sebenarnya.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. terperinci menurut waktu yang telah ditentukan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. terperinci menurut waktu yang telah ditentukan. BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengertian Prosedur Prosedur merupakan rangkaian langkah yang dilaksanakan untuk menyelesaikan kegiatan atau aktivitas. Sehingga dapat

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Teks tidak dalam format asli. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 68, 2009 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5004)

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 5 TAHUN 2008

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 5 TAHUN 2008 91 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG POKOK - POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH UMUM Dalam rangka pelaksanaan kewenangan Pemerintah Daerah sebagaimana telah

Lebih terperinci

1 UNIVERSITAS BHAYANGKARA JAYA

1 UNIVERSITAS BHAYANGKARA JAYA BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelaksanaan anggaran merupakan bagian dari siklus anggaran yang terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pertanggungjawaban. Siklus anggaran dimulai dari

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA Jakarta, 28 Maret 2012 Kepada Nomor : 070 / 1082 / SJ Yth. 1. Gubernur Sifat : Penting 2. Bupati/Walikota Lampiran : Satu berkas di Hal : Pedoman Penyusunan Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam rangka pelaksanaan kewenangan Pemerintah Daerah sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang diikuti

Lebih terperinci

Materi Teknis RTRW Kabupaten Pidie Jaya Bab VIII

Materi Teknis RTRW Kabupaten Pidie Jaya Bab VIII Bab VIII 8.1 KELEMBAGAAN Lembaga penataan ruang memegang peran krusial dalam proses penataan ruang. Hal ini mengingat proses penataan ruang memerlukan lembaga yang kredibel terutama dalam pengendalian

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DI BIDANG PENANAMAN MODAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DI BIDANG PENANAMAN MODAL PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DI BIDANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tetapi untuk pelaksanaan fungsi birokrasi pemerintah, keberadaan sektor publik

BAB I PENDAHULUAN. Tetapi untuk pelaksanaan fungsi birokrasi pemerintah, keberadaan sektor publik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kemajuan suatu bangsa sangat di pengaruhi oleh peran dan kinerja sektor publik. Sektor publik juga di perlukan sebagai pelaksana birokrasi pemerintahan.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruhnya terhadap nasib suatu daerah karena daerah dapat menjadi daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruhnya terhadap nasib suatu daerah karena daerah dapat menjadi daerah 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada saat ini perkembangan akuntansi sektor publik, khususnya di Indonesia semakin pesat dengan adanya era baru dalam pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anggaran dan Belanja Pendapatan Negara (APBN) memiliki peranan

BAB I PENDAHULUAN. Anggaran dan Belanja Pendapatan Negara (APBN) memiliki peranan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Anggaran dan Belanja Pendapatan Negara (APBN) memiliki peranan yang sangat penting tidak hanya sebagai instrumen dalam pengambilan kebijakan pemerintah dalam

Lebih terperinci

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR - UMB DADAN ANUGRAH S.SOS, MSI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR - UMB DADAN ANUGRAH S.SOS, MSI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN 2. Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal merupakan langkah strategis bangsa Indonesia untuk menyongsong era globalisasi ekonomi dengan memperkuat basis perokonomian daerah. Otonomi yang diberikan kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan pendapatan perkapita sebuah

Lebih terperinci

BUPATI LAMONGAN PERATURAN BUPATI LAMONGAN NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI LAMONGAN PERATURAN BUPATI LAMONGAN NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG SALINAN BUPATI LAMONGAN PERATURAN BUPATI LAMONGAN NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG KEDUDUKAN, TUGAS DAN FUNGSI BADAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASSET DAERAH KABUPATEN LAMONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG HIBAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG HIBAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG HIBAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA Jakarta, 21 Maret 2011 Kepada, Nomor : 050 / 883 / SJ Yth. 1. Gubernur. Sifat : Penting 2. Bupati/Walikota. Lamp : Satu berkas di - Hal : Pedoman Penyusun Program

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA S A L I N A N BUPATI LANDAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH (SPIP) DI LINGKUNGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring adanya clean and good goverment governance dalam pengelolaan. pendekatan yang lebih sistematis dalam penggunaan anggaran.

BAB I PENDAHULUAN. Seiring adanya clean and good goverment governance dalam pengelolaan. pendekatan yang lebih sistematis dalam penggunaan anggaran. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring adanya clean and good goverment governance dalam pengelolaan anggaran yang ditandai dengan tiga prinsip utamanya yang berlaku secara universal yaitu

Lebih terperinci

2017, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Inovasi Daerah adalah semua bentuk pembaharuan da

2017, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Inovasi Daerah adalah semua bentuk pembaharuan da No.206, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAH DAERAH. Daerah. Inovasi. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6123) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Penelitian Kereta Api di Indonesia ada sejak 137 tahun yang lalu. Jaringan kereta api di Indonesia sebagian besar merupakan peninggalan Belanda meliputi lintasan sepanjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengatur tentang otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. mengatur tentang otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengelolaan pemerintah daerah, baik di tingkat propinsi maupun tingkat kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya Undang-Undang (UU)

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DI BIDANG PENANAMAN MODAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DI BIDANG PENANAMAN MODAL PERATURAN PRESIDEN NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DI BIDANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 26

Lebih terperinci

BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JOMBANG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Reformasi telah membuka wacana baru disetiap aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Tuntutan masyarakat semakin berani dan secara terbuka menuntut adanya

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI SKPD Analisis Isu-isu strategis dalam perencanaan pembangunan selama 5 (lima) tahun periode

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk memberikan pedoman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan pesatnya perkembangan zaman dan semakin kompleksnya

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan pesatnya perkembangan zaman dan semakin kompleksnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejalan dengan pesatnya perkembangan zaman dan semakin kompleksnya persoalan yang dihadapi oleh pemerintah, diperlukan suatu sistem tata kelola pemerintahan

Lebih terperinci