BAB 7 ESTIMASI KERUGIAN EKONOMI PLTA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 7 ESTIMASI KERUGIAN EKONOMI PLTA"

Transkripsi

1 91 BAB 7 ESTIMASI KERUGIAN EKONOMI PLTA PT Pembangkitan Jawa Bali (PT PJB) merupakan salah satu produsen listrik untuk PLN yang tergabung dalam interkoneksi Jawa dan Bali. Produk utamanya dalam pengelolaan PLTA adalah : (1). Kesiapan operasi unit pembangkit dengan mekanisme penyampaian dikirim langsung kepada pelanggan yang dinyatakan dengan EAF (Equivalent Availability Factor) declare; (2). Energi listrik (kwh) dengan mekanisme penyampaian dikirim langsung kepada pelanggan melalui transmisi tenaga listrik berdasarkan kontrak jual beli; (3). Jasa Operation dan Maintenance (O&M) pembangkit, dengan mekanisme penyampaian langsung kepada pelanggan melalui layanan pengoperasian dan pemeliharaan pembangkit berdasarkan kontrak (Buku Saku Panduan Magang PT. PJB, 2010) Kesiapan operasi unit pembangkit yang dinyatakan melalui EAF merupakan indikator perusahaan dalam mewujudkan pelayanan kepada pelanggan. EAF tahun 2010 untuk UP. Cirata sebesar 95,98 persen. Artinya bahwa pembangkit siap beroperasi sebesar 95,98 persen dari total kemampuan daya yang dihasilkan. Penjualan energi listrik diakui berdasarkan kilo watt hour (KwH) yang dipasok kepada PT. PLN (Persero) dengan menggunakan formula tarif yang ditetapkan melalui perjanjian jual beli tenaga listrik. Formula tarif mencangkup perhitungan komponen harga tetap kapasitas, harga tetap operasi dan pemeliharaan, harga bahan bakar, tingkat pasokan energi, serta variabel lainnya. Disamping usaha utama, PT. PJB juga mengembangkan usaha penunjang tenaga listrik yaitu unit jasa operasi dan pemeliharaan (O&M) pembangkit. Unit jasa ini berada di bawah anak perusahaan PJB yaitu PT. Pembangkitan Jawa Bali Services dan PT. Rekadaya Elektrika. Untuk dapat menghasilkan produk utama ini, kinerja staf PT. PJB sangat dipengaruhi oleh kondisi eksternal dan internal perusahaan. Kondisi internal berkaitan dengan hal-hal tehnis pembangkit antara lain adalah kesiapsiagaan staf PJB selama dua puluh empat jam dalam merawat dan mengoperasikan alat-alat pembangkit sehingga berfungsi efesien dan bertahan dalam jangka panjang. Faktor eksternal pembangkit listrik tenaga air adalah tata kelola waduk yang

2 92 menjadi bahan bakar bagi alat pembangkit untuk menghasilkan listrik. Bahan bakar berupa air tersebut ditampung dalam suatu waduk dan menjadi sumber bahan bakar dalam jangka panjang. Tata kelola waduk tersebut dipengaruhi oleh seberapa besar aktivitas penunjang yang memanfaatkan waduk, tekanan lingkungan dari sekeliling waduk, dan limpasan erosi dan limbah dari hulu sungai-sungai yang bermuara di waduk. Faktor lain yang mempengaruhi kondisi air di waduk adalah besarnya curah hujan, evaporasi dan besarnya sedimen mempengaruhi kualitas dan kuantitas air. Alat-alat pembangkit listrik membutuhkan air dalam jumlah yang cukup dengan kualitas yag baik. Jika kualitas air di waduk dalam keadaan buruk, misalnya mengandung unsur logam tinggi tentunya akan mempengaruhi efesiensi alat-alat pembangkit. Untuk memahami lebih jauh mengenai ketersediaan air dengan produksi listrik yang menjadi produk utama PLTA, maka perlu dipelajari hubungan antara tinggi muka air, sedimentasi dan produksi listrik seperti pembahasan dibawah ini : 7.1 Hubungan antara Elevasi, Luas Permukaan dan Volume Waduk terhadap Sedimentasi Waduk diperlukan untuk menampung air pada saat musim hujan, apabila terjadi kemarau, maka air tetap tersedia dan listrik tetap dapat dihasilkan. Tampungan air di waduk pada prinsipnya sama dengan tampungan air ditempat penampungan lainnya. Hal yang membedakan adalah tampungan di waduk selalu dalam skala besar dan air yang ditampung sangat bermakna bagi kepentingan pengairan di daerah hilir dan bahkan bernilai ekonomi bila dapat membangkitkan tenaga listrik seperti di PLTA. Penambahan dan pengurangan volume air waduk dapat dikontrol melalui perubahan atau fluktuasi elevasi muka air waduk. Luas permukaan waduk juga sangat tergantung pada elevasi muka air. Luas permukaan waduk diperlukan untuk analisis perubahan tampungan, evaporasi waduk dan menghitung volume curah hujan yang langsung jatuh ke waduk. Pada umumnya, air yang ditampung di waduk tidak semua dapat dimanfaatkan. Hal ini berhubungan dengan perencanaan struktur awal sebuah waduk. Biasanya sebuah waduk memiliki batas air tertinggi disebut dengan elevasi normal (normal pool level) sedangkan batas air terendah disebut elevasi minimum (minimum pool level). Pada elevasi normal, permukaan air waduk tepat

3 93 mencapai mercu bangunan pelimpah (spillway) dan elevasi minimum tercapai pada saat permukaan air tepat mencapai dasar dari bangunan penyadap (intake, gambar lihat lampiran). Ruang antara elevasi normal sampai pada elevasi minimum disebut sebagai kapasitas tampungan efektif yaitu air yang dapat dimanfaatkan untuk operasi waduk selama musim kemarau. Ruang dibawah elevasi minimum disebut dengan kapasitas tampungan mati (dead storage). Dalam sebuah waduk, ruang tersebut haus disediakan untuk menampung kadar lumpur yang tersuspensi pada saat air masuk ke dalam waduk. Besarnya kapasitas tampungan mati pada sebuah waduk didasarkan pada data kadar sedimen melayang dari semua sungai yang masuk ke waduk pada saat perencanaan. Semakin besar sedimen melayang dari sungai-sungai yang direncanakan masuk ke waduk, semakin besar pula kapasitas tampungan mati yang harus disediakan oleh seorang perencana. Untuk Waduk Cirata, posisi elevasi normal terletak pada +220 m sedangkan elevasi minimum terletak pada +185 m. Mengingat pertimbangan teknis operasional dan keamanan dari keempat turbin (sebelum tahun 1997) maka elevasi muka air minimum dalam Pola Operasi Minimum Waduk Cirata ditetapkan pada elevasi +205 m. Hal ini dilakukan untuk melindungi turbin-turbin dari kemungkinan terjadinya gangguan cavitasi. Ketersediaan air dalam waduk menjadi komponen paling penting dalam pembangkit listrik tenaga air, sehingga debit dan jumlah air harus tersedia dalam jumlah yang cukup dan memenuhi standarisasi untuk dapat menghasilkan listrik. Jika muka air mencapai elevasi terendah, maka dapat mempengaruhi efesiensi turbin. Waduk bisa mencapai elevasi terendah bisa disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain curah hujan dan sedimentasi yang tinggi. Jika curah hujan tinggi, maka waduk dapat menampung air hujan dan muka air waduk akan meningkat. Jika curah hujan rendah maka muka air waduk dapat berkurang. Sedimentasi berkaitan dengan erosi dan limbah yang diperoleh dari anak-anak sungai yang bermuara ke waduk. Jika erosi tinggi di hulu sungai atau di sekeliling waduk, dapat terbawa sampai ke badan waduk, begitu pula jika air sungai membawa limbah dan sampah, dapat menyebabkan sedimentasi di badan waduk. Hal yang mampu ditangani oleh manusia adalah tingkat sedimentasi. Oleh karena

4 94 itu, penghitungan sedimentasi dan kualitas air waduk terus dipantau secara rutin minimal setahun sekali. Berdasarkan penelitian yang panjang yang dilakukan oleh PT PJB dapat dicari hubungan antara elevasi dengan volume air waduk dalam bentuk persamaan matematis. Berdasarkan persamaan matematis tersebut ditentukan elevasi normal (+220 m) dengan volume kumulatif 1827 juta m 3, dan elevasi minimum (+205 m), dengan volume kumulatif sebesar 1060 juta m 3, sehingga volume efektif yang merupakan selisih antara elevasi normal dan elevasi minimum sebesar 767 juta m 3. Volume ini lebih kecil dibandingkan dengan saat perencanaan yaitu sebesar 796 juta m 3. Hal ini disebabkan oleh adanya akumulasi sedimentasi dan sampah anorganik lainnya di dasar waduk yang terus berlangsung dari sejak Waduk Cirata beroperasi di tahun 1988 sampai dengan saat ini. Berdasarkan data perencanaan waduk, elevasi muka air dasar pintu pengambilan (intake) ditetapkan pada +185 m, dengan volume sekitar 491 juta m 3 dan rencana cadangan pada +205 dengan kapasitas tampungan sebesar 1177 m 3. Setelah dilakukan pengukuran sedimentasi di tahun 2007, ternyata akumulasi sedimen di Waduk Cirata pada elevasi +185 m setelah 20 tahun beroperasi diperkirakan sebesar 123 juta m 3 dan pada elevasi +205 m diperkirakan sebesar 117 juta m 3. Hal ini menunjukkan bahwa kapasitas tampungan mati yang tersisa pada elevasi +185 m tinggal 368 juta m 3 dan pada elevasi +205 m tinggal 1060 juta m 3. Oleh karena itu kapasitas tampungan mati Waduk Cirata masih cukup besar meskipun telah beroperasi selama 20 tahun. Laju sedimentasi waduk merupakan kecepatan penambahan sedimen di waduk. Perkiraan laju sedimen waduk dapat diketahui dengan cara membandingkan perbedaan kapasitas tampungan efektif awal pada saat perencanaan dengan kapasitas tampungan hasil perhitungan terakhir. Perbedaan tersebut merupakan kondisi volume sedimen yang diendapkan di dasar waduk dan tingkat laju sedimentasi waduk dapat dihitung berdasarkan total volume sedimen dibagi dengan lamanya waktu operasi, dalam satuan m 3 /tahun. Berdasarkan hasil perhitungan sedimentasi tahun 2007 diperoleh volume sedimen yang diendapkan selama periode 20 tahun dari sebesar 146 juta m 3 atau 7,28 juta m 3 /tahun. Volume total sedimen tersebut setara dengan

5 95 kehilangan tebal lapisan tanah di seluruh permukaan daerah alisan sungai lokal Cirata sebesar 3,96 mm (Luas DAS lokal Km 2 ). Dengan asumsi berat jenis sedimen di Waduk Cirata sebesar 0,6 ton/m 3 maka besar volume sedimen di Waduk Cirata sekitar 4,37 juta ton per tahun. Pengurangan kapasitas tampungan waduk dari sejak perencanaan sampai tahun 2007 bervariasi untuk setiap elevasi. Adapun pengurangan kapasitas tampungan untuk setiap elevasi dapat dilihat dari perbedaan kapasitas tampungan antara hasil pengukuran sedimen dengan perencanaan seperti pada Tabel 23. Sesuai hasil penelitian sedimentasi diatas, maka pada kondisi saat ini produksi listrik Cirata masih dalam status aman. Yang patut diperhatikan adalah tingkat sedimentasi yang harus dijaga, bahkan dikurangi untuk bisa memperpanjang umur waduk dan tetap menjaga kontinuitas pasokan listrik. Tabel 24. Perbedaan Kapasitas Tampungan antara Perencanaan vs Pengukuran Elevasi Vol Vol Pengurangan Kapasitas (m) Perencanaan (Juta m 3 ) Pengukuran (Juta m 3 ) (Juta mtampungan 3 ) % , , , , , , , , , , , , , , , , ,011 0 Sumber : Data Pengukuran Sedimentasi PT PLN PJB (2008) Apabila terjadi musim kemarau yang panjang, dan tinggi muka air sampai pada elevasi terendah maka sistem pola operasi waduk kaskade berlaku. Misalnya dengan meminta pasokan air dari Waduk Saguling di hulu sungai. Permintaan

6 96 tersebut harus melalui sistem dan prosedur yang dibangun oleh PT PLN untuk kaskade tiga bendungan yaitu PLTA Saguling, Cirata dan jatiluhur, serta masingmasing otorita. Sistem ini yang disebut P3B (Penyaluran Pusat Pengatur Beban). Setiap bulan anggota P3B mengadakan rapat rutin untuk menentukan berapa target yang diwajibkan untuk Cirata, Saguling dan Jatiluhur dalam produksi listrik, penggunaan air irigasi, air minum, dan peruntukkan lainnya berdasarkan data curah hujan dari Meteorologi dan data-data pendukung lain dari BPPT. Hasil rapat ini harus disepakati, tidak boleh dilanggar dan menjadi indikator performance masing-masing otorita pembangkit. 7.2 Perhitungan Produksi Listrik Dalam perhitungan produksi listrik yang dikaitkan dengan ketersediaan pasokan air, berlaku ilmu mekanika fluida, dimana terdapat 4 (Empat) perubahan energi yang diperlukan dari air menjadi listrik yaitu : energi ketinggian (potensial) menjadi energi kecepatan (kinetik). Dari energi kecepatan dirubah menjadi energi mekanik atau energi putar dan terdapat generator di dalam turbin yang berfungsi merubah energi putar menjadi energi listrik. Kerugian yang diperoleh bisa terjadi pada saat perubahan energi kinetik, karena daya yang dihasilkan oleh listrik berhubungan dengan banyaknya air yang dibutuhkan. Perhitungan produksi listrik berdasarkan, ketinggian air (h) yang diperoleh dari selisih elevasi air di bendungan, di tampungan air dan di pembuangan; flow atau debit air (Q); efesiensi turbin ( massa jenis air ( seperti rumus dibawah ini, berdasarkan Simanjuntak (2011) : H adalah ketinggian air pada elevasi normal dikurangi elevasi di bendungan dan dikurangi elevasi di pembuangan. Elevasi standar di tail race atau dipembuangan adalah 113 m, elevasi efektif = 103 meter dan elevasi rendah berada pada 97 meter, sehingga didapatkan hasil : H = ,2 H = 106,8 meter Berkaitan dengan operasional waduk untuk kebutuhan pembangkitan listrik, jika batasan TMA (tinggi muka air) sudah terpenuhi (antara 205 s/d 220 m), maka

7 97 pengaturan untuk daya yang dibangkitkan adalah melalui pengaturan debit air yang masuk ke turbin (mekanisme pembukaan Guide Vane), yang berarti bahwa flow atau debit air sudah diatur sesuai dengan kapasitas turbin dan listrik yang ingin dihasilkan. Nilai debit ait tersebut adalah : Q = 135 m 3 /s Maka : Oleh karena adanya efesiensi generator, maka hasil produksi listrik tersebut akan dikalikan dengan efesiensi generator sebesar 98%, sehingga : Dengan perhitungan elevasi standar inilah maka produksi listrik Cirata yang mampu dihasilkan sebesar 126 MW per turbin. Oleh karena PLTA Cirata memiliki 8 turbin, sehingga total kapasitas listrik terpasang yang mampu dihasilkan sebesar MW. Jadi TMA sangat mempengaruhi produksi listrik, selama batasan TMA terpenuhi (elevasi normal m), maka operasional pembangkit bisa difungsikan. Ketika TMA semakin menurun dan alat pembangkit terus menerus difungsikan, disinilah peran P3B dalam sistem kaskade Citarum mengatur permintaan produksi listrik. TMA ini sangat dipengarui oleh curah hujan. Oleh karena itu kondisi curah hujan menjadi pantauan yang mutlak dilakukan dalam perencanaan produksi listrik. Bekerjasama dengan lembaga meteorologi, PT. PJB melakukan pantauan perkiraan curah hujan di daerah Jawa Barat dan sekitarnya. Berdasarkan data curah hujan rata-rata tahunan seperti pada gambar dibawah ini, menunjukkan bahwa selama tahun rata-rata curah hujan sebesar 1959,67 mm/tahun. Angka curah hujan relatif rendah di tahun 1997, 1999, 2006

8 98 dan 2009, dan curah hujan yang cukup tinggi di tahun 2011 seperti yang terlihat dalam Gambar 20. Gambar 20. Data Curah Hujan Rata-rata dari tahun 1994 s/d 2011 Gambar 21. Data Produksi Gross Listrik Tahunan dari 1988 s/d 2011 (MwH) Jika data curah hujan dibandingkan dengan produksi listrik seperti yang terlihat pada Gambar 21, maka trend produksi listrik mengikuti alur curah hujan. Oleh karena peningkatan/penurunan curah hujan dapat mempengaruhi tinggi muka air waduk yang pada akhirnya mempengaruhi produksi listrik. Selain curah hujan yang pengukurannya di anak-anak sungai yang bermuara ke waduk, tinggi

9 99 muka air waduk juga dipengaruhi oleh keluaran Waduk Saguling (yang merupakan inflow Waduk Cirata) dan tingkat sedimentasi di waduk. Jika sedimentasi di waduk tinggi maka mempengaruhi kapasitas tampungan waduk yang pada akhirnya mempengaruhi tinggi muka air waduk. Oleh karena cuaca sulit diprediksi dan siklus musim tidak teratur sehingga produksi listrik setiap tahun akan berbeda. Selain itu kesiapan pembangkit thermal (base load) juga mempengaruhi pengoperasian PLTA Cirata. Jika pembangkit thermal berkapasitas besar dalam kondisi outage (keluar dari sistem) atau ada gangguan transmisi 500 kv (sutet tegangan tinggi) maka PLTA Cirata akan dioperasikan base load sehingga produksi akan meningkat. Terjadinya penurunan curah hujan yang drastis pada tahun 1997 dipengaruhi oleh musim, adanya gejala el nino menyebabkan beberapa wilayah di Indonesia mengalami kekeringan. PLTA Cirata pun mendapat dampak dari adanya gejala el nino tersebut, sehingga produksi listrik turun drastis pada level MwH. Di tahun , terjadi gejala yang berkebalikan, dimana pada tahun tersebut curah hujan saat tinggi, dan PLTA difungsikan maksimum. Bagian terpenting dari suatu waduk adalah besarnya kapasitas tampungan mati (dead storage). Kapasitas tampungan mati tersebut mempunyai batas masa layan yang telah direncanakan sejak awal pembangunannya. Apabila batas masa layan ini terlampaui berarti kapasitas tampungan matinya diperkirakan sudah tertutup penuh oleh sedimen dan waduk berfungsi sebagai waduk runoff. Berdasarkan data-data yang diperoleh dari PT. PJB dalam Laporan pengukuran sedimentasi, maka dapat diprediksi umur layanan waduk. Untuk menghitung perkiraan sisa umur layan waduk menggunakan rumus sebagai berikut: Vs = Vp Va Dimana : Vs = Volume sedimen yang diendapkan (m 3 ) Vp = Volume waduk pada saat perencanaan (m 3 ) Va = Volume waduk aktual (m 3 )

10 100 Berdasarkan rumus diatas, dapat dihitung besarnya volume sedimen yang diendapkan pada elevasi +185 yaitu sebesar 123 juta m 3, pada elevasi +205 m sebesar 117 juta m 3 dan pada elevasi +220 m sebesar 146 juta m 3. Dengan rumus tingkat laju sedimentasi waduk, maka dapat dihitung pada elevasi +185 m sebesar 6,15 juta m 3 /tahun, pada elevasi +205 sebesar 5,85 juta m 3 /tahun dan pada elevasi +220 m sebesar 7,3 juta m 3 /tahun. Dengan rumus diatas maka dapat diperkirakan bahwa sisa umur layan waduk pada elevasi +185, +205 dan +220 adalah berturutturut 60 tahun, 180 tahun dan 250 tahun. Perhitungan tersebut didasarkan pada asumsi bahwa laju sedimentasi tidak bertambah dari tahun ke tahun dan kondisi hutan, tata guna lahan di daerah aliran sungai Citarum hulu dan wilayah sabuk hijau (green belt) di sekeliling Waduk Cirata tidak lebih buruk dari kondisi sekarang. Berikut ini adalah matriks perhitungan umur layanan waduk : Gambar 22. Ilustrasi Umur Layan Waduk Setelah Pengukuran Sedimentasi Perhitungan Estimasi Kerugian Perhitungan estimasi kerugian PLTA akibat sedimentasi dapat dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu productivity approach dan Benefit Cost Analysis. Benefit cost analysis merupakan pendekatan dengan membandingkan ratio antara keuntungan yang dihasilkan, dalam hal ini produksi listrik dan biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi listrik. Pendekatan ini membutuhkan data-data berbagai macam pengeluaran (cost) dalam memproduksi listrik dan benefit yang

11 101 diperoleh dalam usaha penjualan produksi listrik. Productivity approach membutuhkan data produksi dan analisis dilakukan dengan melihat trend produksi yang dihasilkan. Adanya gap atau penurunan/peningkatan produksi mengindikasikan adanya potensi kerugian/keuntungan. Dalam penelitian ini dilakukan kombinasi diantara dua pendekatan tersebut, produktivity approach dan benefit cost analysis. Hal ini karena produktivitas listrik yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh curah hujan, kesepakatan dalam kelompok P3B, sistem interkoneksi Jawa-Bali, faktor-faktor managemen dan politis. Sementara itu benefit cost analysis membutuhkan data-data keuangan yang kemungkinan sulit diperoleh secara lengkap dan berurutan sesuai waktu beroperasinya pembangkit Analisis Benefit Pendekatan yang dilakukan untuk memperoleh data benefit adalah dengan melihat data produksi listrik dan mencari data harga jual listrik dari produsen ke perusahaan listrik. PT. PJB memiliki dokumentasi data produksi yang lengkap, customize dan bisa diakses pihak luar. Data yang diperoleh untuk produksi listrik tersedia dari mulai awal pembangkit beroperasi ditahun 1988 sampai dengan tahun 2011 dalam satuan MwH. Data produksi listrik tersebut merupakan data gross yang belum mempertimbangkan susut trafo (kehilangan energi dalam transmisi distribusi) dan pemakaian sendiri. Berdasarkan hasil analisis data produksi, rata-rata susut trafo dan pemakaian sendiri kurang dari 10 persen terhadap produksi gross. Oleh karena itu Tabel 25 dibawah ini berisi data produksi gross, produksi net, rata-rata produksi dan data penjualan. Data penjualan diperoleh dengan mengalikan produksi listrik net dan harga jual listrik kepada PT. PLN (Persero). Penjualan listrik ini dilakukan melalui hubungan kerjasama yang istimewa. Penentuan harga ditetapkan berdasarkan perhitungan komponen harga tetap kapasitas, harga tetap operasi dan pemeliharaan, harga bahan bakar, tingkat pasokan energi, serta variabel lainnya. Menurut Laporan Tahunan PT. PJB Tahun 2010, harga jual listrik Rp679,00/KwH lebih rendah dibandingkan harga tahun 2009 yang ditetapkan sebesar Rp680,00/KwH. Berdasarkan data rata-rata harga jual listrik dalam 10 tahun terakhir ( ), diperoleh rata-rata harga jual Rp399,00/KwH. Oleh karena

12 102 itu untuk perhitungan benefit perusahaan ditetapkan harga jual listrik sebesar Rp350,00/KwH. Tabel 25. Data Produksi Listrik Gross, Estimasi Produksi Listrik Netto dan Penjualan Listrik dari Tahun TAHUN Prod. Gross (MwH) Prod. Netto (MwH) Rata-rata (MwH) Data Penjualan (Rp) Rata-rata Sumber : Data PT. PJB yang diolah (2012) Untuk mendapatkan gambaran benefit sampai dengan akhir proyek, maka dilakukan ektrapolasi data berdasarkan data benefit diatas. Ektrapolasi dilakukan dengan membuat model regresi variabel tunggal yaitu waktu. Model yang diperoleh dapat memberikan gambaran estimasi benefit yang diperoleh PT. PJB sampai dengan akhir proyek. Hasil ektrapolasi benefit sampai dengan tahun 2075 (87 tahun) dapat dilihat pada Lampiran 10.

13 Analisis Cost Identifikasi selanjutnya adalah identifikasi cost/biaya operasional dan maintenance yang harus dikeluarkan oleh PT. PJB untuk kegiatan produksi listrik. Komponen biaya operasional secara keseluruhan meliputi : pemeliharaan saluran air, pemeliharaan instalasi, pemeliharaan saluran, pemeliharaan unit umum dan pemeliharaan unit bisnis. Komponen biaya maintenance meliputi pembelian suku cadang, pemakaian umum, pembelian alat kontrol/instrumen dan pembelian suku cadang mesin. Tabel 26. Estimasi Cost Operasional&Maintenance vs Cost Karena Sedimentasi Tahun Pemeliharaan Saluran Air Biaya Operasional BPWC Total Ops&Maint Cost Rata-rata Sumber : Data Primer yang diolah (2012) Berdasarkan hasil wawancara dengan staf keuangan, jenis biaya yang harus dikeluarkan berkaitan dengan akibat sedimentasi adalah pembersihan saluran air. Biaya pembersihan saluran air ini bukanlah merupakan pengeluaran rutin setiap tahun, hanya pengeluaran tentatif yang diperlukan jika terjadi sumbatan atau kerusakan saluran air. Oleh karena tingkat sedimentasi berkaitan dengan tata kelola waduk, maka PT. PJB memberikan kewenangan kepada BPWC sebagai anak perusahaan PT PJB UP Cirata untuk mengatur dan memastikan kualitas dan kuantitas air waduk dengan biaya operasional rutin BPWC berasal dari PT. PJB sebesar Rp milyar/tahun. Informasi ini akan dimasukkan dalam operasional cost untuk menangani sedimentasi. Tabel 25 diatas

14 104 merupakan data simulasi dari biaya yang dikeluarkan dalam rangka mengatasi sedimentasi dan biaya-biaya operasional dan maintenance secara keseluruhan berdasarkan hasil wawancara dengan staf keuangan dan staf BPWC. Berdasarkan Tabel 26 diatas, pengeluaran untuk pembersihan saluran air pada tahun 2007 cukup besar oleh karena adanya kerusakan pada salah satu turbin sehingga mempengaruhi saluran air; sedangkan pada tahun 2011 juga terdapat pengeluaran yang cukup besar karena adanya kegiatan overhaul/pemeriksaan dan penggantian secara menyeluruh alat pembangkit termasuk pembersihan dan perawatan saluran air. Komposisi biaya operasional BPWC pada kolom kedua, berdasarkan hasil wawancara dengan staf BPWC, yang berkaitan dengan kegiatan mengatasi sedimentasi terdiri dari biaya penghijauan sekitar waduk sebesar Rp ,00/tahun yang terdiri dari biaya pengadaan bibit sebesar Rp ,00 dan biaya pemeliharaan sebesar Rp ,00. Biaya penanggulangan sampah sebanyak Rp ,00/bulan atau sekitar 3 milyar rupiah/tahun. Dana penanggulangan sampah tersebut dikeluarkan untuk menggaji tenaga sukarelawan yang memungut/mengambil sampah di danau di 7 titik lokasi, pengadaan perahu dan motor tempel. Kolom ke-4 (Empat) pada tabel diatas, merupakan biaya keseluruhan yang dikeluarkan oleh PT PJB dalam memproduksi listrik. Biaya tersebut terdiri dari biaya operasional, biaya pemeliharaan pembangkit, termasuk beban biaya penyusutan, beban pegawai dan beban lain-lain. Berdasarkan hasil wawancara dan verifikasi Laporan Tahunan PT. PJB secara cooperate, beban biaya penyusutan, beban pegawai dan beban lain-lainnya berkisar persen dari beban biaya maintenance dan operasional. Menurut keterangan staf enjinering, biaya pemeliharaan pembangkit mengalami trend yang meningkat dari tahun ke tahun. Pada pemeriksaan menyeluruh alat pembangkit (over haul) yang dilaksanakan pada tahun 2011, beberapa bagian alat pembangkit mengalami korosivitas yang lebih cepat dari spesifikasi pabrik. Hal ini terjadi karena kualitas air yang buruk dan banyak mengandung unsur logam berat.

15 105 Untuk melihat perbandingan biaya secara umum, biaya pemeliharan saluran air, biaya maintenance dan operasional pembangkit, dan biaya BPWC dalam mengatasi sedimentasi, dapat dilihat pada grafik dibawah ini : Gambar 23. Perbandingan Biaya Penanggulanan Sedimentasi vs Total Biaya Operational&Maintenance Berdasarkan grafik diatas terlihat bahwa biaya operasional dan maintenance cenderung meningkat sepanjang sepuluh tahun terakhir. Begitu pula dengan biaya yang dikeluarkan oleh PT. PJB dalam mengatasi sedimentasi juga menunjukkan trend peningkatan. Ekstrapolasi cost juga dilakukan untuk mengestimasi biaya yang dikeluarkan sampai dengan akhir proyek, yang dilampirkan pada Lampiran 11 (Sebelas) Analisis Kerugian Secara umum biaya operasional dan maintenance memang mengalami trend peningkatan, namun hal ini tidak bisa dijadikan dasar untuk perhitungan kerugian spesifik karena sedimentasi. Oleh karena biaya operasional dan maintenance merupakan kumulatif dari seluruh pembiayaan yang terjadi termasuk dalam mengatasi korosivitas dan beban lain. Sesuai hubungan antara elevasi, sedimentasi dan produksi listrik, serta analisis biaya yang dikeluarkan PT. PJB berkaitan dengan sedimentantasi maka

16 106 dapat disimpulkan bahwa PLTA sampai dengan saat ini belum mengalami kerugian akibat sedimentasi, oleh karena TMA masih dalam batasan yang wajar (elevasi normal), sehingga produksi listrik tetap dapat berjalan. Namun akumulasi sedimentasi sebesar 146 juta m 3 tersebut berpotensi mengurangi produksi listrik karena masa layan waduk yang berkurang. Jika laju sedimentasi berdasarkan pengukuran 2007 dianggap konstan, artinya laju sedimentasi tidak bertambah dari tahun ke tahun, maka diperkirakan dead storage waduk terisi penuh oleh lapisan sediment dalam waktu 60 tahun lagi. Oleh karena umur waduk dari mulai beroperasi ( ) telah berumur 19 tahun, dan laju sedimentasi berdasarkan perencanaan sebesar 5,3 juta m 3 /tahun, maka dengan kapasitas 491 juta m 3, direncanakan umur waduk mencapai 87 tahun (lihat perhitungan gambar). Dengan perencanaan 87 tahun dan umur waduk saat ini sudah berlangsung 19 tahun, maka umur waduk tahun 2012 ini tinggal 68 tahun. Berdasarkan perhitungan umur layan waduk tahun 2007 dalam Laporan Hasil Sedimentasi PT. PJB (2008) yang hanya tinggal 60 tahun, maka waduk mengalami 8 (Delapan) tahun masa layanannya. Berikut ini tabel yang memudahkan perhitungan masa layan yang hilang dari hasi data sedimentasi yang diperoleh dari PT. PJB : Tabel 27. Data Perhitungan Masa Layan Waduk yang Hilang Akibat Sedimentasi Parameter Perencanaan 1988 Pengukuran Sedimentasi 2007 Volume waduk (Juta m 3 ) Sediment Rate (m 3 /tahun) 5,6 6,16 Umur layan (tahun) Masa layan yang hilang (thn) 8 Sumber : Data PJB dan hasil analisis (2012) Berdasarkan perhitungan berkurangnya masa layan waduk, maka dapat dihitung kerugian PLTA akibat sedimentasi karena berpeluang tidak dapat berproduksi selama Delapan tahun, dengan cara melakukan ektrapolasi pada data benefit dan cost diatas, sehingga diperoleh benefit dan cost dari awal tahun beroperasinya waduk (1988) sampai berakhirnya waduk di tahun Perhitungan ektrapolasi dapat dilihat pada lampiran 10 dan 11. Hasil ektrapolasi cost dan benefit kemudian di buat NPV untuk mengetahui nilai uang pada masa sekarang. Perhitungan NPV hasil ektrapolasi dapat dilihat pada lampiran 12 dan 13. Delapan tahun terakhir yaitu merupakan potensi kerugian PLTA

17 107 karena tidak bisa beroperasi. Nilai benefit yang hilang pada tahun tersebut dijumlahkan dan dikurangi dengan data cost yang diperoleh dengan cara yang sama. Maka diperoleh nilai penjumlahan benefit dari tahun sebesar Rp ,00 dan nilai penjumlahan cost pada tahun sebesar Rp ,00. Hasil pengurangan penjumlahan benefit dan cost merupakan nilai kerugian PLTA karena sedimentasi yaitu sebesar Rp ,00 (11 milyar rupiah). Nilai diatas dapat dijadikan acuan bagi pemegang kebijakan PT. PJB dalam mengatasi masalah sedimentasi saat ini, misalnya dengan melakukan pengerukan. Jika biaya pengerukan saat ini lebih kecil dari nilai diatas, maka hal tersebut dapat dilakukan agar perusahaan dapat memperpanjang umur waduk selama 8 tahun dan mengantisipasi kerugian. Jika nilai pengerukan sedimentasi melebihi nilai diatas, maka perlu dipertimbangkan upaya-upaya lain untuk menekan laju sedimentasi agar bisa memperpanjang umur waduk. Jika upaya-upaya mengatasi sedimentasi tidak membuahkan hasil, apa yang akan terjadi jika dead storage sudah terisi penuh dengan sedimen? Berdasarkan hasil wawancara dengan staf PT. PJB, untuk mengantisipasi keamanan bendungan maka produksi listrik akan dihentikan. Pada masa itulah waduk saatnya ditutup dan mulai perencanaan membuka waduk baru. Berikut ini adalah analisis financial untuk pertimbangan pembangunan waduk baru berdasarkan data benefit dan cost diatas : Tabel. 28 Analisis Financial Pembangunan Waduk Baru KETERANGAN BIAYA Biaya Pembangunan Cirata 1 dan Benefit selama 60 tahun Cost selama 60 tahun Net surplus : Benefit - cost Sisa surplus - biaya pembangunan Sumber : Hasil Analisis Data Discounting Benefit dan Cost Berdasarkan data diatas, jika perusahaan tidak melakukan upaya apapun dalam mengatasi sedimentasi saat ini, maka diperkirakan waduk akan tutup ditahun 2067 atau 60 tahun lagi. Pada masa tersebut terdapat net surplus dari perhitungan benefit dikurangi dengan cost sebesar Rp ,00

18 108 (43 triliun rupiah). Biaya pembangunan waduk pada tahun 1988 diperkirakan sebesar Rp ,00 (8 triliun rupiah); maka jika net surplus dikurangi biaya untuk membangun waduk baru, diperkirakan masih terdapat sisa surplus sebesar Rp ,00 (35 triliun rupiah) Pembangunan waduk baru ini sangat penting karena relevansi pembangunan bendungan baru seringkali dikaitkan dengan peningkatan ekonomi suatu negara. Fungsi bendungan selain untuk penerangan, juga memenuhi pasokan listrik yang memiliki arti penting dalam pertumbuhan ekonomi. Konsumsi listrik akan mendorong peningkatan aktivitas ekonomi yang berdampak pada output perekonomian. Pertumbuhan output ini pada akhirnya akan mendorong peningkatan permintaan akan energi listrik. Untuk itu ketersediaan sumbersumber listrik masih terus diperlukan untuk meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat. Belum lagi ditambah dengan jumlah penduduk yang terus meningkat membutuhkan lebih banyak pasokan listrik terutama yang berasal dari sumber terbaharukan seperti air. Energi listrik yang berasal dari tenaga air cenderung lebih diutamakan karena beberapa keuntungan antara lain : (i) Bahan bakar jenis air ini sama sekali tidak habis terpakai ataupun berubah menjadi sesuatu yang lain, seperti PLTU contohnya yang menggunakan bahan bakar batu bara akan menghadapi masalah pembuangan limbahnya berupa abu batu bara. Air yang merupakan bahan bakar untuk listrik ini melimpas melalui turbin, tanpa kehilangan kemampuan pelayanan untuk wilayah di hilirnya. Air masih mampu mengairi sawah-sawah ataupun bahan baku air minum. (ii) Biaya pengoperasian PLTA lebih rendah jika dibandingkan dengan PLTN atau PLTU. (iii) Turbin-turbin pada PLTA bisa dioperasikan ataupun dihentikan pengoperasiannya setiap saat. Hal ini tidak mungkin pada PLTU dan PLTN. Dengan tehnik perencanaan yang baik pembangkit listrik dapat menghasilkan tenaga dengan efesiensi yang sangat tinggi meskipun fluktuasi beban cukup besar. (iv) Teknologi PLTA cukup sederhana, dapat dimengerti dan mudah untuk dioperasikan. Ketangguhan sistemnya dapat lebih diandalkan dibandingkan sumber-sumber daya lainnya. (v) Peralatan PLTA yang mutakhir, umumnya memiliki peluang yang besar untuk bisa dioperasikan selama lebih dari 50 tahun. Hal ini cukup bersaing jika dibandingkan dengan umur

19 109 efektif dari PLTN yang sekitar 30 tahun. (vi) Pengembangan PLTA dengan memanfaatkan arus sungai dapat menimbulkan manfaat lain seperti pariwisata, perikanan, irigasi pertanian dan pengendali banjir (Dandekar&Sharma, 1991). Tentu saja berbagai keuntungan diatas tidak terlepas dari beberapa kelemahan dalam proses pembangunannya, antara lain yang paling menonjol adalah : Pertama, semua program PLTA merupakan program padat modal, sehingga laju pengembalian modal proyek PLTA rendah. Kedua, masa persiapan suatu proyek PLTA pada umumnya memakan waktu yang cukup lama, kurang lebih sepuluh sampai dengan lima belas tahun dari mulai persiapan hingga pengoperasiannya. Ketiga, PLTA sangat tergantung pada aliran sungai secara alamiah, sedangkan aliran sungai tersebut sangat bervariasi, banyak faktor yang menyebabkan variasi tersebut, misalnya adanya erosi di hulu, limbah rumah tangga/indutri/perikanan, dan lain sebagainya. Keempat, timbulnya dampak sosial dari pembangunan bendungan besar jika harus merelokasi masyarakat dari wilayah tempat tinggal mereka (Dandekar&Sharma, 1991). Goldsmith&Hilyard (1993) pernah meneliti dampak sosial dan lingkungan dari pembangunan bendungan-bendungan raksasa di seluruh dunia. Mereka mengatakan bahwa lebih banyak kerugian yang diderita oleh masyarakat maupun lingkungan akibat pembangunan bendungan besar, dibandingkan keuntungan jangka pendek yang dihasilkan dari bendungan-bendungan tersebut. Dampak sosial yang dikaji dari pembangunan bendungan besar di negara-negara maju dan berkembang antara lain : masalah pembebasan lahan yang biasanya tidak menguntungkan masyarakat, masalah pemukiman kembali bagi masyarakat yang terkena dampak genangan, karena biasanya mereka mendapatkan tanah yang kurang subur; kehancuran sosial dan budaya masyarakat setempat. Pokok masalah yang disampaikan oleh Goldsmith&Hilyard (1993) dalam penelitian tentang pembangunan bendungan-bendungan besar di seluruh dunia ternyata pembangunan bendungan yang dibuat dengan tujuan irigasi tidaklah sepenuhnya memberikan peningkatan produksi pangan, karena dalam jangka panjang program irigasi tersebut telah mengubah areal luas tanah subur menjadi gurun pasir yang berlapis garam dan betapa industri yang bertenaga bendungan ini selanjutnya mengacaukan suplai bahan pangan karena terjadinya pencemaran dan

20 110 merusak tanah pertanian. Sejumlah orang terpaksa harus dipindahkan dari rumahrumah mereka agar di tempat itu dapat dibangun waduk; kehidupan sosial mereka menjadi berantakan dan kebudayaan mereka dihancurkan. Kesehatan mereka pun dipertaruhkan karena mendapat ancaman baru berupa bahaya penyakit-penyakit yang ditimbulkan oleh air waduk seperti malaria, schistosomiasis, filariasis, diare, dll. Selain itu dewasa ini bendungan-bendungan tersebut dicurigai memicu terjadinya gempa dan gagal mengendalikan banjir dan malah menurunkan kualitas air yang diperlukan oleh ratusan orang. Pada akhirnya ahli waris yang sesungguhnya dari program bendungan besar dan pengembangan air ini adalah perusahaan-perusahaan multinasional besar, elit-elit di dunia ketiga dan para politisi negara. Dari sisi lingkungan, keberadaan bendungan besar menurut Goldsmith&Hilyard (1993) telah menghilangkan tanah dan kehidupan margasatwa di bagian hulu, menghilangkan endapan lumpur dan kesuburan di bagian hilir. Plasma nutfah yang hilang dari keunikan wilayah tropis dan biodiversitas berbagai tumbuhan dan hewan yang ikut punah terendam air waduk. Ekosistem yang harus berubah digantikan dengan ekosistem baru dimana beberapa spesies harus menyesuaikan diri dengan lingkungan baru. Seringkali yang terjadi spesies endemik atau asli setempat tidak dapat menyesuaikan diri dan akhirnya punah digantikan oleh spesies invasif yang memang sengaja dimasukkan dalam ekosistem baru tersebut untuk kepentingan kehidupan manusia. Contohnya adalah budidaya ikan mas telah menggantikan ikan-ikan endemik seperti ikan nilem, benter, kalawak, dan tawes. Masalah lingkungan lain yang kemudian akan timbul dalam jangka panjang adalah salinitas yang tinggi dan sedimentasi di waduk. Banyak studi yang menerangkan bahwa masalah utama waduk terutama di daerah tropis lebih rentan mengalami sedimentasi karena tingkat konversi hutan dan penggundulan hutan yang menyebabkan tingkat erosi lebih tinggi dibandingkan yang telah direncanakan. Waduk Peligre di Haiti yang memanfaatkan sungai Artibonite diperkirakan dapat bertahan untuk masa 50 tahun, namun dalam 30 tahun bendungan tersebut harus ditutup karena sedimentasi. Bendungan tersebut akan meninggalkan tanah berlumpur luas yang tidak bisa ditanami. Sedimentasi

21 111 sebelum waktunya sangat mempengaruhi nilai ekonomis bendungan. Biaya akhir pembangunan bendungan sangatlah besar, jika terjadi penutupan waduk lebih cepat, tentunya pengembalian hutang pembangunan tidak tercapai. Walaupun terdapat net surplus dari pembangunan waduk baru, dan adanya kebutuhan yang mendesak terhadap energi seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan penduduk, namun dalam pembangunannya kita perlu juga mempertimbangkan dampak-dampak sosial seperti diatas.

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI III.1 LETAK DAN KONDISI WADUK CIRATA Waduk Cirata merupakan salah satu waduk dari kaskade tiga waduk DAS Citarum. Waduk Cirata terletak diantara dua waduk lainnya, yaitu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Bila suatu saat Waduk Jatiluhur mengalami kekeringan dan tidak lagi mampu memberikan pasokan air sebagaimana biasanya, maka dampaknya tidak saja pada wilayah pantai utara (Pantura)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Sejalan dengan hujan yang tidak merata sepanjang tahun menyebabkan persediaan air yang berlebihan dimusim penghujan dan kekurangan dimusim kemarau. Hal ini menimbulkan

Lebih terperinci

Proses Pembuatan Waduk

Proses Pembuatan Waduk BENDUNGAN 1.UMUM Sebuah bendungan berfungsi sebagai penangkap air dan menyimpannya dimusimhujan waktu air sungai mengalir dalam jumlah besar dan yang melebihi kebutuhan baik untuk keperluan irigasi, air

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN SUMBER DAYA AIR (PSDA) Dosen : Fani Yayuk Supomo, ST., MT ATA 2011/2012

PENGEMBANGAN SUMBER DAYA AIR (PSDA) Dosen : Fani Yayuk Supomo, ST., MT ATA 2011/2012 PENGEMBANGAN SUMBER DAYA AIR (PSDA) Dosen : Fani Yayuk Supomo, ST., MT ATA 2011/2012 1. PENGERTIAN Waduk dibangun dengan membendung ( Impounding ) sebagian dari aliran permukaan (run-off) pada daerah pengaliran

Lebih terperinci

Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN

Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya air merupakan salah satu unsur utama untuk kelangsungan hidup manusia, disamping itu air juga mempunyai arti penting dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laju pertambahan penduduk yang tinggi banyak terjadi di negara berkembang seperti Indonesia, telah menghabiskan surplus sumberdaya alam yang diperuntukkan bagi pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1. Laporan Tugas Akhir Kinerja Pengoperasian Waduk Sempor Jawa Tengah dan Perbaikan Jaringan Irigasinya

BAB I PENDAHULUAN I-1. Laporan Tugas Akhir Kinerja Pengoperasian Waduk Sempor Jawa Tengah dan Perbaikan Jaringan Irigasinya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Waduk adalah suatu bangunan yang berfungsi untuk melestarikan sumberdaya air dengan cara menyimpan air disaat kelebihan yang biasanya terjadi disaat musim penghujan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Pembangkit listrik tenaga air (PLTA) dapat dibangun apabila terdapat debit air dan tinggi jatuh yang cukup sehingga kelayakannya dapat tercapai.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dengan curah hujan berkisar antara 700 s.d. 7.000 m setahun, atau rata-rata 2.800 m pertahun, termasuk salah satu jumlah yang tertinggi di dunia. Dengan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan tropis di Indonesia meliputi areal seluas 143 juta hektar dengan berbagai tipe dan peruntukan (Murdiyarso dan Satjaprapdja, 1997). Kerusakan hutan (deforestasi) masih

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan kondisi hidrologi DAS sebagai dampak perluasan lahan kawasan budidaya yang tidak terkendali tanpa memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air seringkali

Lebih terperinci

7. PERUBAHAN PRODUKSI

7. PERUBAHAN PRODUKSI 7. PERUBAHAN PRODUKSI 7.1. Latar Belakang Faktor utama yang mempengaruhi produksi energi listrik PLTA dan air minum PDAM adalah ketersedian sumberdaya air baik dalam kuantitas maupun kualitas. Kuantitas

Lebih terperinci

Disajikan oleh: 1.Michael Ario, S.H. 2.Rizka Adellina, S.H. (Staf Bagian PUU II Subbagian Penataan Ruang, Biro Hukum, KemenPU)

Disajikan oleh: 1.Michael Ario, S.H. 2.Rizka Adellina, S.H. (Staf Bagian PUU II Subbagian Penataan Ruang, Biro Hukum, KemenPU) Disajikan oleh: 1.Michael Ario, S.H. 2.Rizka Adellina, S.H. (Staf Bagian PUU II Subbagian Penataan Ruang, Biro Hukum, KemenPU) 1 Pendahuluan Sungai adalah salah satu sumber daya alam yang banyak dijumpai

Lebih terperinci

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Dalam melaksanakan kegiatannya, manusia selalu membutuhkan air bahkan untuk beberapa kegiatan air merupakan sumber utama.

Lebih terperinci

2014 KAJIAN KUALITAS AIR TANAH DI SEKITAR KAWASAN BUDIDAYA IKAN PADA KERAMBA JARING APUNG DI WADUK JATILUHUR KABUPATEN PURWAKARTA

2014 KAJIAN KUALITAS AIR TANAH DI SEKITAR KAWASAN BUDIDAYA IKAN PADA KERAMBA JARING APUNG DI WADUK JATILUHUR KABUPATEN PURWAKARTA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Air merupakan komponen pokok dan mendasar dalam memenuhi kebutuhan seluruh makhluk hidup di bumi. Menurut Indarto (2012) : Air adalah substansi yang paling melimpah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air (SDA) bertujuan mewujudkan kemanfaatan sumberdaya air yang berkelanjutan untuk sebesar-besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan binatang), yang berada di atas dan bawah wilayah tersebut. Lahan

BAB I PENDAHULUAN. dan binatang), yang berada di atas dan bawah wilayah tersebut. Lahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan suatu wilayah di permukaan bumi yang meliputi semua benda penyusun biosfer (atmosfer, tanah dan batuan induk, topografi, air, tumbuhtumbuhan dan binatang),

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Lokasi Kabupaten Pidie. Gambar 1. Siklus Hidrologi (Sjarief R dan Robert J, 2005 )

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Lokasi Kabupaten Pidie. Gambar 1. Siklus Hidrologi (Sjarief R dan Robert J, 2005 ) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus Hidrologi Pada umumnya ketersediaan air terpenuhi dari hujan. Hujan merupakan hasil dari proses penguapan. Proses-proses yang terjadi pada peralihan uap air dari laut ke

Lebih terperinci

Studi Optimasi Operasional Waduk Sengguruh untuk Pembangkit Listrik Tenaga Air

Studi Optimasi Operasional Waduk Sengguruh untuk Pembangkit Listrik Tenaga Air Tugas Akhir Studi Optimasi Operasional Waduk Sengguruh untuk Pembangkit Listrik Tenaga Air Oleh : Sezar Yudo Pratama 3106 100 095 JURUSAN TEKNIK SIPIL Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Daerah Aliran Sungai 1. Wilayah Administrasi Sub-DAS Serayu untuk bendungan ini mencakup wilayah yang cukup luas, meliputi sub-das kali Klawing, kali Merawu, Kali Tulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Wilayahnya meliputi bagian hulu, bagian hilir, bagian pesisir dan dapat berupa

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Wilayahnya meliputi bagian hulu, bagian hilir, bagian pesisir dan dapat berupa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) berfungsi sebagai penampung air hujan, daerah resapan, daerah penyimpanan air, penangkap air hujan dan pengaliran air. Wilayahnya meliputi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah yang

TINJAUAN PUSTAKA. Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah yang TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah yang dibatasi oleh batas batas topografi secara alami sehingga setiap air hujan yang jatuh dalam

Lebih terperinci

KONVERSI ENERGI AIR HASBULLAH, MT. Teknik Elektro FPTK UPI, 2009

KONVERSI ENERGI AIR HASBULLAH, MT. Teknik Elektro FPTK UPI, 2009 KONVERSI ENERGI AIR HASBULLAH, MT Teknik Elektro FPTK UPI, 2009 LATAR BELAKANG Total pembangkit kelistrikan yang dimiliki Indonesia saat ini adalah sebesar 25.218 MW, yang terdiri atas 21.769 MW milik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Waduk Saguling merupakan waduk yang di terletak di Kabupaten Bandung Barat pada ketinggian 643 m diatas permukaan laut. Saguling sendiri dibangun pada agustus 1981

Lebih terperinci

BAB II PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA AIR

BAB II PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA AIR BAB II PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA AIR 2.1 Dasar Hukum Pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Banyak perusahaan swasta telah memulai usaha di bidang pembangkitan atau lebih dikenal dengan IPP

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA II - 1 BAB II STUDI PUSTAKA 2.1. Sedimentasi Keandalan suatu waduk didefinisikan oleh Lensley (1987) sebagai besarnya peluang bahwa waduk tersebut mampu memenuhi kebutuhan yang direncanakan sesuai dengan

Lebih terperinci

MENGELOLA AIR AGAR TAK BANJIR (Dimuat di Harian JOGLOSEMAR, Kamis Kliwon 3 Nopember 2011)

MENGELOLA AIR AGAR TAK BANJIR (Dimuat di Harian JOGLOSEMAR, Kamis Kliwon 3 Nopember 2011) Artikel OPINI Harian Joglosemar 1 MENGELOLA AIR AGAR TAK BANJIR (Dimuat di Harian JOGLOSEMAR, Kamis Kliwon 3 Nopember 2011) ŀ Turunnya hujan di beberapa daerah yang mengalami kekeringan hari-hari ini membuat

Lebih terperinci

KELAYAKAN EKONOMI BENDUNGAN JRAGUNG KABUPATEN DEMAK

KELAYAKAN EKONOMI BENDUNGAN JRAGUNG KABUPATEN DEMAK Kelayakan Ekonomi Bendungan Jragung Kabupaten Demak (Kusumaningtyas dkk.) KELAYAKAN EKONOMI BENDUNGAN JRAGUNG KABUPATEN DEMAK Ari Ayu Kusumaningtyas 1, Pratikso 2, Soedarsono 2 1 Mahasiswa Program Pasca

Lebih terperinci

1.PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1.PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bekasi, adalah sebuah kota di Provinsi Jawa Barat yang terletak di sebelah timur Jakarta. Batas administratif Kota bekasi yaitu: sebelah barat adalah Jakarta, Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh rakyat Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh rakyat Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerintah Negara Republik Indonesia dalam usaha mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan pancasila, yang dalam hal ini dapat diartikan bahwa hasil-hasil material

Lebih terperinci

Pemodelan Penyebaran Polutan di DPS Waduk Sutami Dan Penyusunan Sistem Informasi Monitoring Kualitas Air (SIMKUA) Pendahuluan

Pemodelan Penyebaran Polutan di DPS Waduk Sutami Dan Penyusunan Sistem Informasi Monitoring Kualitas Air (SIMKUA) Pendahuluan Pendahuluan 1.1 Umum Sungai Brantas adalah sungai utama yang airnya mengalir melewati sebagian kota-kota besar di Jawa Timur seperti Malang, Blitar, Tulungagung, Kediri, Mojokerto, dan Surabaya. Sungai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tahun 2006 lalu, Pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 5 mengenai Kebijakan Energi Nasional yang bertujuan mengurangi penggunaan bahan bakar fosil dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hidrologi Hidrologi adalah ilmu yang mempelajari tentang terjadinya, pergerakan dan distribusi air di bumi, baik di atas maupun di bawah permukaan bumi, tentang sifat fisik,

Lebih terperinci

TEKNOLOGI HUJAN BUATAN DALAM SISTEM PENGELOLAAN WADUK IR. JUANDA, DAS CITARUM. JAWA BARAT

TEKNOLOGI HUJAN BUATAN DALAM SISTEM PENGELOLAAN WADUK IR. JUANDA, DAS CITARUM. JAWA BARAT TEKNOLOGI HUJAN BUATAN DALAM SISTEM PENGELOLAAN WADUK IR. JUANDA, DAS CITARUM. JAWA BARAT Oleh : Sri Lestari *) Abstrak Dengan adanya kemajuan bidang industri dan bertambahnya jumlah penduduk mengakibatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. di Jawa dengan wilayah tangkapan seluas ribu kilometer persegi. Curah

I. PENDAHULUAN. di Jawa dengan wilayah tangkapan seluas ribu kilometer persegi. Curah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah aliran sungai (DAS) Citarum merupakan salah satu DAS terbesar di Jawa dengan wilayah tangkapan seluas 11.44 ribu kilometer persegi. Curah hujan tahunan 3 ribu

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB III METODE PENELITIAN Lokasi Penelitian Desain Penelitian Partisipan... 35

DAFTAR ISI. BAB III METODE PENELITIAN Lokasi Penelitian Desain Penelitian Partisipan... 35 DAFTAR ISI PERNYATAAN... i ABSTRAK... ii KATA PENGANTAR... iv UCAPAN TERIMAKASIH...v DAFTAR ISI... vi DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL...x DAFTAR LAMPIRAN... xi BAB I PENDAHULUAN...1 1.1. Latar Belakang....

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang UU No. 30 tahun 2009 tentang ketenagalistrikan menyatakan pada pasal 4 ayat 2 bahwa badan usaha swasta, koperasi dan swadaya masyarakat dapat berpatisipasi dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bendungan atau dam adalah konstruksi yang dibangun untuk menahan laju air menjadi waduk, danau, atau tempat rekreasi. Seringkali bendungan juga digunakan untuk mengalirkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Kita tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Kita tidak dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Kita tidak dapat dipisahkan dari senyawa kimia ini dalam kehidupan sehari-hari. Manfaat air bagi kehidupan kita antara

Lebih terperinci

Bab 1 Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Bab 1 Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bab 1 Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan kebutuhan hidup yang sangat mendasar bagi makhluk hidup, namun hingga kini belum semua masyarakat mampu menikmatinya secara maksimal.

Lebih terperinci

LAPORAN PERJALANAN EKSKURSI WADUK CIRATA DAN JATILUHUR

LAPORAN PERJALANAN EKSKURSI WADUK CIRATA DAN JATILUHUR LAPORAN PERJALANAN EKSKURSI WADUK CIRATA DAN JATILUHUR Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Perancangan Infrastruktur Keairan Dosen Pengampu: Dr. Ing. Ir. Dwita Sutjiningsih, Dipl. HE Evi Anggraheni,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Daerah Aliran Sungai (DAS) Cikapundung yang meliputi area tangkapan (catchment area) seluas 142,11 Km2 atau 14.211 Ha (Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air

Lebih terperinci

HYDRO POWER PLANT. Prepared by: anonymous

HYDRO POWER PLANT. Prepared by: anonymous HYDRO POWER PLANT Prepared by: anonymous PRINSIP DASAR Cara kerja pembangkit listrik tenaga air adalah dengan mengambil air dalam jumlah debit tertentu dari sumber air (sungai, danau, atau waduk) melalui

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun

PENDAHULUAN. Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun 1621, 1654 dan 1918, kemudian pada tahun 1976, 1997, 2002 dan 2007. Banjir di Jakarta yang terjadi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI DAN PENGUMPULAN DATA

BAB III METODOLOGI DAN PENGUMPULAN DATA BAB III METODOLOGI DAN PENGUMPULAN DATA 3.1 Bendungan Gambar 3.1 Ilustrasi PLTMH cinta mekar (sumber,ibeka, 2007) PLTMH Cinta Mekar memanfaatkan aliran air irigasi dari sungai Ciasem yang berhulu di Gunung

Lebih terperinci

BAB II PENGEMBANGAN POTENSI SUMBERDAYA AIR PERMUKAAN DANAU, WADUK DAN BENDUNG

BAB II PENGEMBANGAN POTENSI SUMBERDAYA AIR PERMUKAAN DANAU, WADUK DAN BENDUNG BAB II PENGEMBANGAN POTENSI SUMBERDAYA AIR PERMUKAAN DANAU, WADUK DAN BENDUNG DANAU Danau merupakan bentuk alamiah dari p genangan air yang mempunyai volume yang besar. Karena perbedaan ketinggian yang

Lebih terperinci

SESSION 8 HYDRO POWER PLANT. 1. Potensi PLTA 2. Jenis PLTA 3. Prinsip Kerja 4. Komponen PLTA 5. Perencanaan PLTA

SESSION 8 HYDRO POWER PLANT. 1. Potensi PLTA 2. Jenis PLTA 3. Prinsip Kerja 4. Komponen PLTA 5. Perencanaan PLTA SESSION 8 HYDRO POWER PLANT 1. Potensi PLTA 2. Jenis PLTA 3. Prinsip Kerja 4. Komponen PLTA 5. Perencanaan PLTA 6. Kelebihan dan Kekurangan PLTA 1. POTENSI PLTA Teoritis Jumlah potensi tenaga air di permukaan

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Daerah Aliran Sungai (DAS) Definisi daerah aliran sungai dapat berbeda-beda menurut pandangan dari berbagai aspek, diantaranya menurut kamus penataan ruang dan wilayah,

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Analisis Kajian

Bab III Metodologi Analisis Kajian Bab III Metodologi Analisis Kajian III.. Analisis Penelusuran Banjir (Flood Routing) III.. Umum Dalam kehidupan, banjir adalah merupakan musibah yang cukup sering menelan kerugian materi dan jiwa. Untuk

Lebih terperinci

PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA AIR (PLTA)

PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA AIR (PLTA) PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA AIR (PLTA) Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) adalah pembangkit listrik yang mengandalkan energi potensial dan kinetik dari air untuk menghasilkan energi listrik. Energi listrik

Lebih terperinci

Ir. H. Djuanda di bagian hilir DAS (luas permukaan air ha) selesai dibangun tahun

Ir. H. Djuanda di bagian hilir DAS (luas permukaan air ha) selesai dibangun tahun .. Latar belakang Waduk merupakan danau buatan dengan membendung aliran sungai, yang pada urnumnya ditujukan sebagai tempat penampungan air yang dipergunakan untuk berbagai macam keperluan seperti Pembangkt

Lebih terperinci

BAB III PENGUMPULAN DATA DAN PEMBUATAN RANCANG BANGUN SIMULATOR PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MIKRO HIDRO (PLTMH)

BAB III PENGUMPULAN DATA DAN PEMBUATAN RANCANG BANGUN SIMULATOR PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MIKRO HIDRO (PLTMH) BAB III PENGUMPULAN DATA DAN PEMBUATAN RANCANG BANGUN SIMULATOR PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MIKRO HIDRO (PLTMH) 3.1. PLTMH Cinta Mekar Gambar 3.1 Ilustrasi PLTMH Cinta Mekar (Sumber IBEKA) PLTMH Cinta Mekar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1.1 Lokasi Geografis Penelitian ini dilaksanakan di waduk Bili-Bili, Kecamatan Bili-bili, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Waduk ini dibangun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daya alam yang sangat besar terutama potensi sumber daya air. Pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. daya alam yang sangat besar terutama potensi sumber daya air. Pelaksanaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Provinsi Lampung memiliki kedudukan yang strategis dalam pembangunan nasional. Di samping letaknya yang strategis karena merupakan pintu gerbang selatan Sumatera,

Lebih terperinci

Gambar 4. Keadaan sebelum dan sesudah adanya pengairan dari PATM

Gambar 4. Keadaan sebelum dan sesudah adanya pengairan dari PATM IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Lokasi dan Kondisi PATM Gorontalo merupakan salah satu daerah yang menjadi tempat untuk pengembangan sumberdaya lokal berbasis pertanian agropolitan sehingga diperlukan inovasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berdasarkan penelitian dari Nippon Koei (2007), Bendungan Serbaguna

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berdasarkan penelitian dari Nippon Koei (2007), Bendungan Serbaguna BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan penelitian dari Nippon Koei (2007), Bendungan Serbaguna Wonogiri merupakan satu - satunya bendungan besar di sungai utama Bengawan Solo yang merupakan sungai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 I-1 BAB I 1.1 Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) Pemali merupakan bagian dari Satuan Wilayah Sungai (SWS) Pemali-Comal yang secara administratif berada di wilayah Kabupaten Brebes Provinsi Jawa

Lebih terperinci

Prasarana/Infrastruktur Sumber Daya Air

Prasarana/Infrastruktur Sumber Daya Air Prasarana/Infrastruktur Sumber Daya Air Kegiatan Pengembangan Sumber Daya Air Struktural: Pemanfaatan air Pengendalian daya rusak air Pengaturan badan air (sungai, situ, danau) Non-struktural: Penyusunan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan yang berkelanjutan seperti yang dikehendaki oleh pemerintah

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan yang berkelanjutan seperti yang dikehendaki oleh pemerintah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang berkelanjutan seperti yang dikehendaki oleh pemerintah maupun masyarakat mengandung pengertian yang mendalam, bukan hanya berarti penambahan pembangunan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Waduk adalah genangan air dalam suatu cekungan permukaan tanah yang terbentuk secara alami maupun sengaja dibuat oleh manusia untuk berbagai kepentingan, yang airnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Potensi air sebagai sumber energi terutama digunakan sebagai penyediaan energi

BAB I PENDAHULUAN. Potensi air sebagai sumber energi terutama digunakan sebagai penyediaan energi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Potensi air sebagai sumber energi terutama digunakan sebagai penyediaan energi listrik melalui pembangkit listrik tenaga air. Banyaknya sungai dan danau air

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah populasi penduduk pada suatu daerah akan. memenuhi ketersediaan kebutuhan penduduk. Keterbatasan lahan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah populasi penduduk pada suatu daerah akan. memenuhi ketersediaan kebutuhan penduduk. Keterbatasan lahan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya jumlah populasi penduduk pada suatu daerah akan berpengaruh pada pemanfaatan sumberdaya lahan dalam jumlah besar untuk memenuhi ketersediaan kebutuhan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menyimpan air yang berlebih pada

Lebih terperinci

LAMPIRAN B BATASAN TEKNIS

LAMPIRAN B BATASAN TEKNIS LAMPIRAN B BATASAN TEKNIS UNTUK PLTM...... X... MW PROVINSI... LAMPIRAN B BATASAN TEKNIS DAFTAR ISI 1. Definisi 2. Ketersediaan Debit Sungai 3. Batasan Bangunan Sipil 4. Kapasitas Desain dan Produksi Energi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Waduk adalah genangan air besar yang sengaja dibuat dengan membendung aliran sungai, sehingga dasar sungai tersebut yang menjadi bagian terdalam dari sebuah waduk. Waduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Air merupakan unsur yang sangat penting di bumi dan dibutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Air merupakan unsur yang sangat penting di bumi dan dibutuhkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Air merupakan unsur yang sangat penting di bumi dan dibutuhkan oleh semua benda hidup serta merupakan energi yang mempertahankan permukaan bumi secara konstan.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Gambar 3.1 Diagram Alir Penyusunan Tugas Akhir

BAB III METODOLOGI. Gambar 3.1 Diagram Alir Penyusunan Tugas Akhir III-1 BAB III METODOLOGI 3.1. Tinjauan Umum Metodologi yang digunakan dalam penyusunan Tugas Akhir dapat dilihat pada Gambar 3.1. Gambar 3.1 Diagram Alir Penyusunan Tugas Akhir III-2 Metodologi dalam perencanaan

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 6. DINAMIKA HIDROSFERLATIHAN SOAL 6.3

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 6. DINAMIKA HIDROSFERLATIHAN SOAL 6.3 SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 6. DINAMIKA HIDROSFERLATIHAN SOAL 6.3 1. Untuk menambah air tanah, usaha yang perlu dilakukan adalah... membuat sumur resapan penggalian sungai-sungai purba tidak

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Setelah dilakukan penelitian dengan mengumpulkan data skunder dari instansi terkait, dan data primer hasil observasi dan wawancara maka dapat diperoleh

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sungai dan Daerah Aliran Sungai (DAS) menjadi areal vital bagi manusia dalam memenuhi kebutuhan akan air. Pemanfaatan air sungai banyak digunakan sebagai pembangkit

Lebih terperinci

PERENCANAAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MIKROHIDRO DI BENDUNGAN SEMANTOK, NGANJUK, JAWA TIMUR

PERENCANAAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MIKROHIDRO DI BENDUNGAN SEMANTOK, NGANJUK, JAWA TIMUR Perencanaan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro di Bendungan Semantok, Nganjuk, Jawa Timur PERENCANAAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MIKROHIDRO DI BENDUNGAN SEMANTOK, NGANJUK, JAWA TIMUR Faris Azhar, Abdullah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberadaan suatu waduk merupakan salah satu upaya manusia untuk mencukupi kebutuhan dan menjaga ketersediaan air sepanjang tahun sesuai dengan fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air permukaan (water surface) sangat potensial untuk kepentingan kehidupan. Potensi sumber daya air sangat tergantung/berhubungan erat dengan kebutuhan, misalnya untuk

Lebih terperinci

REKAYASA SUMBERDAYA AIR (WATER RESOURCES ENGINEERING ) OPERASI WADUK

REKAYASA SUMBERDAYA AIR (WATER RESOURCES ENGINEERING ) OPERASI WADUK REKAYASA SUMBERDAYA AIR (WATER RESOURCES ENGINEERING ) OPERASI WADUK KULIAH -7 [Operasi Waduk] Today s Subject Overview Operasi Waduk Pengantar Operasi Waduk Karakteristik Operasi Waduk Lingkup Operasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

BAB IV HASIL DAN ANALISIS BAB IV HASIL DAN ANALISIS Gambar 4.1 Lokasi PT. Indonesia Power PLTP Kamojang Sumber: Google Map Pada gambar 4.1 merupakan lokasi PT Indonesia Power Unit Pembangkitan dan Jasa Pembangkitan Kamojang terletak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Konsep pembangunan berkelanjutan yang menekankan perlunya pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan secara berkesinambungan untuk memenuhi kebutuhan antar generasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Bendungan adalah sebuah struktur konstruksi yang dibangun untuk menahan laju air sungai sehingga terbentuk tampungan air yang disebut waduk. Bendungan pada umumnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Seiring dengan kemajuan zaman serta bertambahnya jumlah penduduk dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Seiring dengan kemajuan zaman serta bertambahnya jumlah penduduk dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan kemajuan zaman serta bertambahnya jumlah penduduk dengan pesat maka permintaan akan barang dan jasa yang berasal dari sumber daya air akan meningkat.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. melepaskannya kembali apabila dibutuhkan. Waduk gajah mungkur merupakan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. melepaskannya kembali apabila dibutuhkan. Waduk gajah mungkur merupakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Waduk atau bendungan merupakan suatu penghalang yang dibangun memotong sungai untuk menampung air selama periode tertentu dan melepaskannya kembali apabila dibutuhkan.

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM 1.2 LATAR BELAKANG

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM 1.2 LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM PT. INDONESIA POWER adalah perusahaan pembangkit listrik terbesar di Indonesia yang merupakan salah satu anak perusahaan listrik milik PT. PLN (Persero). Perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mojokerto, Gresik dan Kodya Surabaya, Propinsi Jawa Timur. DAS Lamong

BAB I PENDAHULUAN. Mojokerto, Gresik dan Kodya Surabaya, Propinsi Jawa Timur. DAS Lamong BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cakupan batas DAS Lamong berada di wilayah Kabupaten Lamongan, Mojokerto, Gresik dan Kodya Surabaya, Propinsi Jawa Timur. DAS Lamong yang membentang dari Lamongan sampai

Lebih terperinci

HIDROSFER IV. Tujuan Pembelajaran

HIDROSFER IV. Tujuan Pembelajaran KTSP & K-13 Kelas X Geografi HIDROSFER IV Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami banjir dan faktor penyebabnya. 2. Memahami

Lebih terperinci

Bab 1 Pendahuluan I - 1

Bab 1 Pendahuluan I - 1 Bab 1 Pendahuluan I - 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Air merupakan kebutuhan hidup yang sangat mendasar bagi makhluk hidup, namun hingga kini belum semua masyarakat mampu menikmatinya secara maksimal.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gambar 1. Distribusi bendungan besar di dunia (Icold 2005).

I. PENDAHULUAN. Gambar 1. Distribusi bendungan besar di dunia (Icold 2005). I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bendungan besar menurut kriteria International Commission on Large Dams (ICOLD) adalah bendungan dengan tinggi tanggul 15 m dan tampungan minimal 500.000 m 3, atau tinggi

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang 1 Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Erosi adalah proses terkikis dan terangkutnya tanah atau bagian bagian tanah oleh media alami yang berupa air. Tanah dan bagian bagian tanah yang terangkut dari suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. prasarana pengairan seperti waduk. Sejumlah besar waduk di Indonesia saat ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. prasarana pengairan seperti waduk. Sejumlah besar waduk di Indonesia saat ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Selain memiliki potensi air permukaan yang begitu besar Wilayah Sungai (WS) Brantas juga dihadapkan dengan permasalahan bidang pengairan seperti penyediaan air baku

Lebih terperinci

Sungai berdasarkan keberadaan airnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu (Reid, 1961):

Sungai berdasarkan keberadaan airnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu (Reid, 1961): 44 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekologi Sungai Aspek ekologi adalah aspek yang merupakan kondisi seimbang yang unik dan memegang peranan penting dalam konservasi dan tata guna lahan serta pengembangan untuk

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Model CCHE-2D merupakan model yang dapat digunakan untuk melakukan simulasi numerik hidrodinamika dan transpor sedimen. Model ini mempunyai kemampuan untuk melakukan simulasi

Lebih terperinci

TINJAUAN HIDROLOGI DAN SEDIMENTASI DAS KALI BRANTAS HULU 1

TINJAUAN HIDROLOGI DAN SEDIMENTASI DAS KALI BRANTAS HULU 1 TINJAUAN HIDROLOGI DAN SEDIMENTASI DAS KALI BRANTAS HULU 1 Perusahaan Umum (Perum) Jasa Tirta I Jl. Surabaya 2 A, Malang Indonesia 65115 Telp. 62-341-551976, Fax. 62-341-551976 http://www.jasatirta1.go.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanfaatan sumber daya perairan umum untuk aktivitas budidaya ikan air tawar menjadi sangat penting seiring

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanfaatan sumber daya perairan umum untuk aktivitas budidaya ikan air tawar menjadi sangat penting seiring BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanfaatan sumber daya perairan umum untuk aktivitas budidaya ikan air tawar menjadi sangat penting seiring dengan berkembangnya pembangunan waduk di Indonesia. Pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Karakteristik Hidrologi Di SUB DAS CIRASEA

BAB I PENDAHULUAN. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Karakteristik Hidrologi Di SUB DAS CIRASEA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu kawasan yang berfungsi untuk menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan sampai akhirnya bermuara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I TINJAUAN UMUM BAB I PENDAHULUAN I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM Pengembangan sumber daya air didefinisikan sebagai aplikasi cara struktural dan non-struktural untuk mengendalikan, mengolah sumber daya air

Lebih terperinci

OLEH :: INDRA PERMATA KUSUMA

OLEH :: INDRA PERMATA KUSUMA STUDI PEMANFAATAN BIOMASSA LIMBAH KELAPA SAWIT SEBAGAI BAHAN BAKAR PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP DI KALIMANTAN SELATAN (STUDI KASUS KAB TANAH LAUT) OLEH :: INDRA PERMATA KUSUMA 2206 100 036 Dosen Dosen

Lebih terperinci

Sumber-Sumber Energi yang Ramah Lingkungan dan Terbarukan

Sumber-Sumber Energi yang Ramah Lingkungan dan Terbarukan Sumber-Sumber Energi yang Ramah Lingkungan dan Terbarukan Energi ramah lingkungan atau energi hijau (Inggris: green energy) adalah suatu istilah yang menjelaskan apa yang dianggap sebagai sumber energi

Lebih terperinci

LAMPIRAN A DESKRIPSI PROYEK

LAMPIRAN A DESKRIPSI PROYEK LAMPIRAN A DESKRIPSI PROYEK UNTUK PLTM...... X... MW PROVINSI... LAMPIRAN A DESKRIPSI PROYEK DAFTAR ISI 1. Definisi 2. Informasi Umum Pembangkit 3. Informasi Finansial Proyek 4. Titik Interkoneksi 1. Definisi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan tersebut apabila

I. PENDAHULUAN. manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan tersebut apabila I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya Alam dan Lingkungan (SDAL) sangat diperlukan oleh manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan tersebut apabila dilakukan secara berlebihan dan tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Master Plan Study for Hydro Power Development in Indonesia oleh Nippon MW dan potensi baru sebesar MW.

BAB I PENDAHULUAN. Master Plan Study for Hydro Power Development in Indonesia oleh Nippon MW dan potensi baru sebesar MW. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi tenaga air di Indonesia menurut Hydro Power Potential Study (HPPS) pada tahun 1983 adalah 75.000 MW, dan angka ini diulang kembali pada Hydro power inventory

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3. 1. Desain Penelitian Pengoperasian waduk harus disusun sesuai karakteristik sistem daerah yang ditinjau, oleh karena itu diperlukan pemahaman terhadap karakteristik sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada umumnya tujuan dari dibangunnya suatu waduk atau bendungan adalah untuk melestarikan sumberdaya air dengan cara menyimpan air disaat kelebihan yang biasanya terjadi

Lebih terperinci