BAB II KERANGKA HUKUM PERDAGANGAN BEBAS AFTA. A. Tinjauan Umum tentang Perdagangan Bebas. 1. Sejarah dan Pengertian Perdagangan Bebas

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KERANGKA HUKUM PERDAGANGAN BEBAS AFTA. A. Tinjauan Umum tentang Perdagangan Bebas. 1. Sejarah dan Pengertian Perdagangan Bebas"

Transkripsi

1 BAB II KERANGKA HUKUM PERDAGANGAN BEBAS AFTA A. Tinjauan Umum tentang Perdagangan Bebas 1. Sejarah dan Pengertian Perdagangan Bebas Dunia saat ini sedang mengalami perubahan yang disebut globalisasi. Globalisasi tersebut terjadi di berbagai aspek, salah satunya pada aspek ekonomi. Proses globalisasi ekonomi adalah perubahan perekonomian dunia yang bersifat mendasar, dan proses ini akan berlangsung terus dengan laju yang semakin cepat mengikuti perubahan teknologi yang juga semakin cepat. 16 Era globalisasi ekonomi ini ditandai dengan adanya keterbukaan, keterkaitan dan persaingan yang semakin ketat dalam masyarakat internasional khusunya di bidang ekonomi. Gejala globalisasi ini terjadi dalam kegiatan finansial, produksi, investasi dan perdagangan yang kemudian mempengaruhi tata hubungan ekonomi antar bangsa. Proses globalisasi inilah yang kemudian meningkatkan kadar hubungan saling ketergantungan antar negara, bahkan menimbulkan proses menyatunya ekonomi dunia, sehingga batas-batas Negara dalam berbagai praktik perdagangan internasional seakan-akan dianggap tidak berlaku lagi Tulus TH. Tambunan, Globalisasi dan Perdagangan Internasional, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2004, hlm R. Hendra Halwani, Ekonomi Internasional & Globalisasi Ekonomi, (Bogor: Ghalia Indonesia, Jakarta, 2002), hlm. 224

2 Era perdagangan bebas telah dinikmati para penghuni kawasan Nusantara sebelum datang dan berkuasanya penjajah dari kawasan Eropa pada abad ke-xv. Perjalanan kembali ke era tersebut terbuka lebar-lebar sejak Proklamasi Kemerdekaan NKRI pada tanggal 17 Agustus 1945, namun untuk mencapai tujuan tersebut harus melalui liku-liku jalan yang penuh dengan onak dan duri, yang ditebar oleh Negara-negara Barat yang ingin tetap mempertahankan dominasi dan eksploitasinya terhadap Negara-negara yang lemah dan berhasil dikuasainya 18 Perdagangan bebas dapat juga didefinisikan sebagai tidak adanya hambatan buatan (hambatan yang diterapkan pemerintah) dalam perdagangan antar individual-individual dan perusahaan-perusahaan yang berada di negara yang berbeda. Perdagangan internasional sering dibatasi oleh berbagai pajak negara, biaya tambahan yang diterapkan pada barang ekspor impor, dan juga regulasi non tarif pada barang impor. Secara teori, semula hambatan-hambatan inilah yang ditolak oleh perdagangan bebas. Namun dalam kenyataannya, perjanjian-perjanjian perdagangan yang didukung oleh penganut perdagangan bebas ini justru sebenarnya menciptakan hambatan baru kepada terciptanya pasar bebas. Perjanjian-perjanjian tersebut sering dikritik karena melindungi kepentingan perusahaan-perusahaan besar. 19 Jalan menuju Era perdagangan bebas seharusnya semakin mulus dengan semakin lajunya arus globalisasi yang didorong oleh kemajuan teknologi di 18 Agus Brotosusilo, The Prospect for USA - Indonesia Free Trade Agreement. This paper presented at Law School - Washington University, Seattle, 2006, hlm Pebriandini.Wordpress.Com/2012/04/17/Perdagangan-Bebas/Diakses tanggal 1 Juni 2014

3 bidang tranportasi serta telekomunikasi termasuk sektor information technology, dan perkembangan yang sangat pesat dalam hukum perdagangan internasional, misalnya saja terbentuknya the World Trade Organization (WTO). 20 Namun nuansa globalisasi telah dicemari dengan upaya Negara-negara adidaya yang ingin tetap mempertahankan dominasinya. 21 Sejarah membuktikan bahwa perdagangan internasional memegang peranan yang sangat menentukan dalam perekonomian dunia. Keberadaannya seperti dua sisi mata uang. Di satu sisi perdagangan internasional berperan dalam menciptakan kemakmuran seluruh bangsa, tetapi pada sisi yang lain perdagangan dan investasi internasional juga dapat menyengsarakan Negara sehingga akhirnya menjadi negara jajahan. Oleh karena itu perlu bertindak hati-hati. 22 Di bidang perdagangan internasional, saling ketergantungan tidak dapat dihindari lagi pada era perdagangan bebas sekarang ini. World Trade Organization (WTO) sebagai sebuah organisasi perdagangan internasional diharapkan dapat menjembatani semua kepentingan negara di dunia dalam sektor perdagangan melalui ketentuan-ketentuan yang disepakati bersama. WTO ditujukan untuk menghasilkan kondisi-kondisi yang bersifat timbal balik dan saling menguntungkan sehingga semua negara dapat menarik manfaatnya. Melalui WTO 20 Agus Brotosusilo, WTO, Regional and Bilateral Trade Liberalization and Its Implication for Indonesia. This paper presented at an ASEAN Law Association/ALA Conference, Bangkok, 2005, hal Agus Brotosusilo, Culture and Free Trade: The Indonesia Experience, makalah disajikan pada the International Conference on Law and Culture in South East Asia, in cooperation between Hankuk University of Foreign Studies Faculty of Law University of Indonesia, Jakarta, July 13, 2011, hlm Loveyta, Perlindungan Terhadap Kepentingan Nasional Melalui Pengecualian Penerapan Prinsip-Prinsip WTO Untuk Negara Berkembang, Makalah Hukum Ekonomi Internasional, Fakultas Hukum Univ. Brawijaya,Malang, 2008, hlm. 3.

4 diluncurkan suatu model perdagangan dimana kegiatan perdagangan antar negara diharapkan dapat berjalan dengan lancar. Pada prinsipnya World Trade Organization (WTO) merupakan suatu sarana untuk mendorong terjadinya suatu perdagangan bebas yang tertib dan adil di dunia ini. Dalam menjalankan tugasnya, untuk mendorong terciptanya perdagangan bebas tersebut, World Trade Organization (WTO) memberlakukan beberapa prinsip yang menjadi pilar-pilar World Trade Organization (WTO) 23 Salah satu hal yang penting dari WTO itu sendiri adalah prinsip-prinsip yang terdapat dalam organisasi perdagangan ini. Setidaknya terdapat lima prinsip utama dalam WTO yang kesemuanya wajib dipatuhi oleh setiap anggota dan bersifat mengikat secara hukum serta setiap keputusan yang dihasilkan WTO bersifat irreversible atau tidak dapat ditarik lagi. selain sifat dari kenggotaan dari WTO dalam pengambilan keputusannya yang yang bersifat irreversible terdapat sebuah keunikan sekaligus sebagai sebuah penegasan kepada anggota ketika masuk dalam lingkaran dari Oraganisasi Perdangan dunia ini adalah sifatnya keanggotaanya yang bersifat Single Under Taking yang artinya bahwa negaranegara yang menjadi anggota dari organisasi ini harus menerima seluruh ketentuan yang ditetepkan oleh organisasi ini. Adapun kelima prinsip itu ialah : 24 a. MFN (Most-Favoured Nation) adalah Perlakuan yang sama terhadap semua mitra dagang. Dengan berdasarkan prinsip MFN, negara-negara anggota tidak dapat begitu saja mendiskriminasikan mitra-mitra dagangnya. Keinginan tarif 23 Jur Udin silalahi dkk, Analisis dan Evaluasi Hukum Tentang Perlindungan Industri Dalam Negeri (UU Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian), Badan Pembinaan Hukum Nasional, Kementerian Hukum dan HAM RI, Jakarta, 2011, hlm Neverthinkweird.blogspot.com/2011/10/Prinsip WTO dan perspektif- Perdagangan.diakses tanggal 14 Juni 2014

5 impor yang diberikan pada produk suatu negara harus diberikan pula kepada produk impor dari mitra dagang negara anggota lainnya. b. Perlakuan Nasional (National Treatment) Negara anggota diwajibkan untuk memberikan perlakuan sama atas barangbarang impor dan lokal- paling tidak setelah barang impor memasuki pasar domestik. c. The National Treatment Obligation Maksud dari prinsip ini ialah menurut GATT Artikel III, negara anggota dilarang mengenakan diskriminasi tarif pajak di dalam negeri atau membuat kebijakan lain yang dapat menyebabkan manfaat yang diperoleh dari penurunan tarif menjadi tidak berguna. Dengan kata lain produk impor - setelah masuk pasar domestik- dan produk domesik yang sejenis harus mendapatkan perlakuan yang sama. Hal yang sama juga berlaku bagi sektor jasa dan hak atas kekayaan intelektual. d. Penghapusan Kuota Prinsip keempat yakni penghapusan kuota, maksudnya adalah mengurangi hambatan kuota atas ekspor-impor, termasuk persyaratan ijin impor dan ekspor serta kebijakan lain yang mengatur keluar masuknya barang dari dan ke luar wilayah suatu negara. Prinsip ini bertujuan untuk mencegah kurangnya transparansi dalam pengaturan bea masuk dan distorsi harga yang disebabkan tidak berlakunya hukum penawaran dan permintaan.

6 Dalam prinsip keempat ini ada beberapa pengecualian yakni : 25 1) Jika suatu negara sedang menjalankan program stabilisasi pasar terkait produk pertanian 2) Neraca Pembayaran atau negara sedang berupaya mencegah atau mengatasi semakin berkurangnya cadangan devisa jika cadangan yang tercatat dianggap terlalu rendah; 3) Dalam rangka Alokasi Kuota, maksudnya besarnya kuota impor atau ekspor ditentukan berdasarkan peranan negara pengekspor dalam perdagangan dengan negara pengimpor tersebut apabila kuota tidak ditetapkan). e. Transparansi (Transparency) Negara anggota diwajibkan untuk bersikap terbuka/transparan terhadap berbagai kebijakan perdagangannya sehingga memudahkan para pelaku usaha untuk melakukan kegiatan perdagangan. WTO menyadari kenyataan bahwa pemerintah memiliki perbedaan dalam tingkat pembangunan dan ketersediaan sumberdayanya. Oleh karena itu WTO juga memasukkan klausul perlakuan khusus dan berbeda (Special and Differential Treatment). Ini berarti negara kaya akan membayar lebih banyak, atau mendapatkan pemotongan lebih besar atau mempunyai waktu penerapan lebih pendek dalam hal pengurangan tarif. Sementara itu negara miskin, rentan dan negara berkembang akan dipertimbangkan untuk mendapatkan pemotongan lebih rendah dan implementasi lebih lama dalam pengurangan tarif perdagangan. Pada 25 Ibid

7 dasarnya yang tergolong dalam negara miskin disini adalah negara-negara berkembang atau Development Country dan Least Development Country. jika berbicara mengenai negara berkembang maka Indonesia merupakan salah satu negara yang masuk kedalam penggolongan negara tersebut. dan hal yang pelu disayangkan jika Indonesia sebagai sebuah negara berkembang tidak memenfaatkan prinsip dalam khusus dalam WTO tersebut dengan adaanya alasan bahwa terikat dalam sebuah perjanjian. Selain itu terlihat sikap yang over confidence dari Indonesia yang secara nyata belum dapat bersaing dalam sebuah kerangka pasar bebas sebab dengan begitu Indonesia sendiri mematikan industri dalam negeri khususnya industri yang masih dikategorikan sebagai industri kecil dan industri rumah tangga. Pada dasarnya negara maju adalah pihak yang paling diuntungkan dalam liberalisasi perdagangan sebab negara maju memiliki keunggulan dalam berbagai hal yang tidak dimiliki oleh negara berkembang seperti kestabilan perekonomian, teknologi yang tinggi, industri yang produktif, dan lain sebagainya. Sangat jelas, bahwa negara berkembang adalah pihak yang lemah dalam liberalisasi perdagangan ini. Negara maju umumnya memiliki kepiawaian dalam menerapkan cara-cara sehingga negara berkembang terikat dengan sistem perdagangan bebas. Cara yang sering digunakan antara lain adalah dengan permintaan pengurangan tarif impor bea masuk atas produk dan jasa dari Negara maju di negara berkembang Mamnum Laida, Dampak Liberalisasi Perdagangan bagi Pelaku Bisnis Indonesia, diakses tanggal 6 Juni 2014

8 Negara-negara industri tanpa hambatan berarti akan lebih mudah menjual barang dan jasanya ke negara berkembang. Oleh karena itu, dalam waktu yang bersamaan, globalisasi akan melahirkan pengelompokan masyarakat dan negara kedalam kelas baru berdasarkan kemampuan ekonomi termasuk di Indonesia. Oleh karena itu, dalam memasuki era perdagangan bebas ini, Indonesia sudah harus memiliki persiapan yang mantap untuk menghadapi pengaruh yang timbul pada perekonomian dan atau perdagangan Indonesia dalam semua aspek, termasuk di dalamnya aspek hukum, khususnya hukum ekonomi sebagai pranata hukum yang berisikan kebijakan untuk mengarahkan kegiatan ekonomi ke suatu arah tertentu. 27 Berlakunya perdagangan bebas di Indonesia adalah sebuah konsekuensi dari keikutsertaan Indonesia sebagai negara anggota WTO. Indonesia telah menjadi anggota WTO sejak pendirian WTO pada tanggal 1 Januari Keikutsertaan Indonesia pada WTO disahkan DPR RI dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 pada tanggal 2 Nopember 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) Bismar Nasutin, Op.cit., hlm WTO secara resmi didirikan pada tanggal 1 Januari 1995 sebagai tindak lanjut upaya pengaturan terhadap perdagangan dan tarif yang telah dilakukan melalui General Agreement on Tarrifs and Trade (GATT) pada tahun Kesepakatan yang dihasilkan GATT maupun WTO pada umumnya adalah upaya liberalisasi perdagangan dunia dan turunnya tarif masuk produk ke negara-negara lain. Instrumen yang telah dihasilkan oleh GATT/WTO antara lain Uruguay Round ( ) dan Doha Development Agenda (2001). 29 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia), diundangkan di Jakarta pada tanggal 2 Nopember 1994, Lembaran Negara Nomor 57tahun 1994.

9 2. Manfaat Perdagangan Bebas Ditinjau dari segi ekonomi tujuan perdagangan adalah untuk memperoleh laba atau keuntungan. Sehingga banyak sekali keuntungan atau manfaat dengan adanya perdagangan bebas. Beberapa manfaat perdagangan bebas antara lain : 30 a. Menambah peluang kesempatan kerja. Alasannya karena dengan adanya perdagangan bebas, pasar barang dan jasa dari suatu negara menjadi lebih luas. Pemasaran atas hasil produksi tidak lagi hanya mengandalkan pasar dalam negeri semata yang daya serapnya terbatas, tetapi juga bisa mengandalkan pasar internasional yang pasarnya sangat luas. Dengan demikian jumlah produk barang dan jasa yang dihasilkan bisa dilipatgandakan yang akibatnya permintaan terhadap tenaga kerja pun jumlahnya meningkat. b. Terciptanya efisiensi alokasi sumber daya dan spesialisasi. Pada akhirnya nanti dengan adanya perdagangan bebas, suatu negara hanya akan memproduksi barang dan jasa tertentu yang dianggap paling efisien jika barang dan jasa tersebut dihasilkan di negaranya dibandingkan jika dihasilkan di negara lain. Dengan demikian nantinya semua negara akan melakukan spesialisasi pada produk tertentu saja, akibatnya akan terjadi efisiensi dalam penggunaan sumber daya. c. Mendorong percepatan kemajuan di bidang IPTEK. Perdagangan pada dasarnya adalah persaingan harga dan kualitas, sehingga agar suatu negara eksis dalam perdagangan bebasnya maka barang dan jasa yang ditawarkan 30 Anitadiahmawarni.blogspot.com/2013/07/keuntungan dan kerugian perdagangan, diakses tanggal 14 Juni 2014

10 harus unggul dalam kualitas dan murah dalam harga, hal ini hanya bisa diraih dengan terus mengembangkan IPTEK. d. Perdagangan bebas dapat meningkatkan pendapatan suatu negara, karena jika dalam pasar domestik terjadi kelebihan barang, maka dapat dijual pada negara yang membutuhkannya. Semakin tinggi daya jual, maka semakin besar pula pendapatan yang diterima suatu negara, sehingga dapat memakmurkan rakyatnya. 3. Dasar Hukum Pengaturan Perdagangan Regional Pengaturan perdagangan regional (Regional Trading Arrangements) dimana satu kelompok negara sepakat untuk menghilangkan atau mengurangi rintangan-rintangan terhadap impor dari sesama anggotanya dan telah berlangsung dibeberapa negara regional dunia, seperti European Union dengan pasar tunggalnya, ASEAN dengan AFTA-nya dan GATT. Dalam Pasal XXIV GATT dijelaskan bahwa mengakui adanya integrasi yang erat dalam bidang ekonomi melalui perdagangan yang lebih bebas, yaitu mengakui pengelompokanpengelompokan regional sebagai suatu pengecualian dan aturan umum klausul prinsip umum MFN, 31 dengan syarat dipenuhi ktriteria-kriteria tertentu secara ketat. Ketentuan GATT dimaksud agar pengaturan regional memudahkan perdagangan diantara negara-negara yang bersangkutan, tanpa menimbulkan hambatan terhadap perdagangan dengan dunia luar. Pengecualian dan aturan klausal MFN ini ada yang ditetapkan dalam pasal GATT sendiri dan sebagian lagi 31 Huala Adolf dan A. Chandrawulan, Masalah-Masalah Hukum Dalam Perdagangan Internasional, (Jakarta : RajaGrafindo Persada, 1996), hlm. 25

11 ada yang ditetapkan dalam putusan-putusan konferensi GATT melalui suatu penanggalan (waiver) dan prinsip tersebut berdasarkan Pasal XXV pengecualian dimaksud adalah: Keuntungan yang diperoleh karena jarak lalu lintas (frontier traffic advantage), tidak boleh dikenakan terhadap anggota GATT, 2. Perlakuan preferensi di wilayah-wilayah tertentu yang sudah ada seperti kerjasama ekonomi dalam British Commonwelth the French Union (Perancis dengan negara-negara bekas koloninya), tetap boleh terus dilaksanakan namun tingkat batas prefensinya tidak boleh dinaikkan. 3. Anggota-anggota GATT membentuk suatu Customs Unions atau Free Trade Area harus memenuhi persyaratan pasal XXIV GATT. B. Tinjauan Umum tentang AFTA 1. Sejarah dan Pengertian AFTA Sejak didirikan pada tahun 1967, ASEAN memang bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial dan pengembangan kebudayaan di kawasan Asia Tenggara. Untuk tujuan tersebut, negara-negara anggota ASEAN telah berusaha untuk saling membantu dalam usaha-usaha yang menjadi perhatian dan kepentingan bersama dari negara-negara anggota ASEAN, khususnya di bidang ekonomi dan perdagangan termasuk masalah-masalah sosial, kebudayaan dan ilmu pengetahuan antara lain dengan memanfaatkan secara 32 Hata, Perdagaangan Internasional Dalam system GATT dan WTO:Aspek-aspek Hukum dan non hukum, ( Bandung: Refika Aditama, 2006), hal. 59. Lihat juga Huala Adolf, Hukum Ekonomi Internasional Suatu Pengantar, (Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2005), hal. 170

12 efektif berbagai sektor seperti pertanian dan industri serta memperluas perdagangan mereka, termasuk perdagangan komoditi internasional. 33 Negara-negara anggota ASEAN juga bertekad untuk memerangi kemelaratan, kelaparan, penyakit dan buta huruf sebagai perhatian utama bagi negara-negara anggotanya. Untuk itu, ASEAN telah berusaha mengadakan kerjasama secara intensif di bidang ekonomi dan pembangunan sosial dengan mengutamakan peningkatan sosial dan perbaikan tingkat kehidupan rakyat di kawasan Asia Tenggara. Dalam KTT ASEAN di Bali tahun 1976 khususnya di bidang ekonomi dan perdagangan telah ditetapkan suatu program aksi sebagai kerangka untuk kerja sama ASEAN antara lain: 34 a. Kerjasama mengenai komoditi dasar, khususnya makanan dan energi b. Kerjasama di bidang industri c. Kerjasama di bidang perdagangan d. Pendekatan bersama dalam menghadapi masalah komoditi internasional dan masalah ekonomi dunia lainnya e. Mekanisme untuk kerjasama ekonomi. Lingkungan ekonomi baik domestik maupun internasional telah mengalami perubahan yang cepat dan telah menimbulkan tantangan-tantangan bagi ASEAN. Walaupun sistem perdagangan global masih terbuka, kecenderungan timbulnya hambatan-hambatan tetap merupakan tantangan bagi ASEAN. Terlebih dengan semakin banyaknya pengelompokan-pengelompokan ekonomi secara cepat menyebar, seperti Pasaran Tunggal Eropa dan North hlm Sumaryo Suryokusumo, Studi Kasus Hukum internasional, (Jakarta: Tatanusa, 2007), 34 Ibid

13 Amerika Free Trade Area (NAFTA). Hal ini jelas mempengaruhi sistem perdagangan internasional karena pengelompokan semacam itu bertujuan untuk meningkatkan rejim ekonomi internasional yang terbuka, yang hanya akan mendorong kerja sama ekonomi di wilayah yang bersangkutan. 35 Perjanjian perdagangan regional (AFTA) ini tumbuh karena bersifat lebih mudah dan aplikatif karena tidak melibatkan terlalu banyak negara serta kepentingannya seperti yang terjadi di WTO. Kesulitan yang dihadapi untuk menciptakan sistem perdagangan multilateral tersebutlah yang mendasari ketentuan Pasal XXIV ketentuan GATT tentang diperbolehkannya pembentukkan kerjasama-kerjasama regional di bidang perdagangan. Ketentuan Pasal XXIV GATT memberi persyaratan bahwa pembentukan perjanjian perdagangan regional (Regional Trade Agreement /RTA) tersebut tidak menjadi rintangan bagi perdagangan multilateral. 36 Hal inilah yang mendasari ASEAN mengambil langkah-langkah baru untuk meningkatkan kerja sama perdagangan dan industri yaitu dengan mencari mekanisme-mekanisme baru ke arah tercapainya harmonisasi dan integrasi ekonomi yang dapat menjamin lancarnya perdagangan dan investasi ASEAN. 37 Pada tahun 1991 para pemimpin ASEAN sepakat untuk membentuk kawasan perdagangan bebas ASEAN atau yang dikenal dengan AFTA yang pembentukannya berlangsung selama 10 (sepuluh) tahun. Sebuah lembaga setingkat menteri dibentuk untuk mengawasi, mengkoordinasikan, dan mengkaji 35 Ibid 36 Saepudin, Perjanjian Perdagangan Regional (RTA) Dalam Kerangka World Trade Organization (WTO): Studi Kasus ASEAN Free Trade Area (AFTA), diakses tanggal 12 Maret Sumaryo Suryokusumo, op. cit., hlm

14 pelaksanaan program menuju AFTA. Adapun isi persetujuannya berupa kerangka dalam meningkatkan kerja sama ekonomi ASEAN (Framework Agreement on Exchanging ASEAN Economic Coorporation- FAEAEC) yang ditandatangani presiden dan perdana menteri tiap-tiap negara ASEAN pada bulan Januari Kelahiran AFTA ini merupakan upaya dari ASEAN untuk melindungi kepentingan negara anggota dalam perdagangan multilateral yang didominasi oleh negara-negara maju. Berdasarkan kesadaran tersebut, maka terkesan bahwa AFTA merupakan usaha ASEAN melakukan proteksi terhadap pasar regionalnya. Kesankesan tersebut juga timbul atas perjanjian perdagangan regional yang lainnya. 39 AFTA merupakan wujud dari kesepakatan negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan perdagangan bebas dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia. Tujuan lain adalah menciptakan pasar regional bagi 500 juta penduduknya. 40 Persetujuan induk itu merupakan payung dari seluruh kerangka kerja sama ekonomi ASEAN. Jalan menuju AFTA ditempuh melalui mekanisme yang disebut CEPT (Common Effective Prefenrential Tariff). Setiap negara akan menurunkan tarif bea masuk atau mengurangi restriksi non tarif bagi sesama negara ASEAN, khususnya untuk produk yang masuk dalam kesepakatan yang berlaku di ASEAN. 41 Skema CEPT merupakan skema untuk satu tujuan yaitu 38 R Hendra Halwani, Op.cit., hlm Saepudin, Op.cit. 40 Noviansyah Manap dikutip dari Martin Khor, Memperdagangkan Kedaulatan: Free Trade Agreement dan Nasib Bangsa, (Yogyakarta: Insist Press, 2010), hlm Ibid

15 mewujudkan AFTA melalui: penurunan tarif hingga menjadi 0-5%, penghapusan pembatasan kwantitatif dan hambatan-hambatan non tarif lainnya. 42 Target AFTA adalah pengurangan tarif, bahkan menuju zero tariffs rate sebelum tahun Pemberlakuan kesepakatan AFTA terhadap enam negara penandatangan secara serentak akan efektif pada tahun 2010 sedangkan untuk Vietnam tahun 2013, Laos dan Myanmar 2015, dan kamboja pada tahun Pada waktu yang ditentukan tersebut semua produk harus masuk ke dalam skema CEPT. 43 Belakangan, persyaratan sistem perdagangan bebas dunia barat terasa memberatkan negara ASEAN dan di sisi lain, dunia barat merasakan ASEAN menjadi pesaing tangguh di dunia, terutama di tahun 1980-an dan 1990-an. Bank Dunia kemudian menyebutnya sebagai macan-macan ekonomi atau dikenal juga dengan sebutan Asia Four Dragon. Bank Dunia menyatakan bahwa kemajuan ekonomi Asia Tenggara dengan cepat dapat menjadi ekonomi maju. Para pemimpin negara-negara Asia menjelaskan bahwa keberhasilan ekonomi yang sangat mengesankan tersebut berakar dalam nilai-nilai Asia yang sangat berbeda dengan nilai-nilai dunia Barat. 44 Area Perdagangan Bebas ASEAN atau AFTA merupakan suatu kerjasama regional di Asia Tenggara untuk menghapuskan trade barries antar negara anggota ASEAN. Munculnya kerjasama di bidang ekonomi merupakan fenomena global yang terjadi di berbagai blok-blok ekonomi sebagai respon terhadap 42 Adminiatrator, AFTA dan Implementasinya, / diakses tanggal 12 Maret Ade Maman Suherman, Organisasi Internasional dan Integrasi Ekonomi Regional dalam Perspektif Hukum dan Globalisasi, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2003), hlm Ibid

16 globalsasi dan perdagangan bebas atau dengan kata lain sebagai anti klimaks dari globalisasi itu sendiri. Pembentukan blok-blok kerjasama regional dapat dijumpai di Eropa, Asia, Afrika, Amerika Selatan, dan Amerika Utara. Uni Eropa dapat dikategorikan sebagai multinational market groups yang paling established atau mapan bahkan menjadi model dari organiasasi regional lainnya. Blok-blok kerjasama regional dalam bidang ekonomi di region lainnya, seperti NAFTA (North Amerika Free Trade Area) antara Amerika Serikat, Kanada, dan Meksiko; (MECROSUR) di Amerika Selatan; dan (ECOWAS) di Afrika menerapkan aturan-aturan internal yang sifatnya mempermudah interaksi bisnis dalam framework perdagangan bebas. 45 Di Asia, melalui KTT ASEAN di Singapura pada bulan januari tahun 1992 secara formal menyetujui pembentukan ASEAN free Trade Area dengan melahirkan Common Effectife Preferential Tariff (CEPT). Pembentukan AFTA sesungguhnya dapat dikatakan sebagai antiklimaks dari globalisasi, terlebih terjadinya krisis ekonomi tahun 1997 yang menimpa semua Negara ASEAN, bahkan macan Asia seperti korea. Sebagai langkah antisipatif, AFTA semakin concern untuk mengurangi hambatan tariff / nontariff diantara sepuluh Negara ASEAN guna melakukan economic recovery serta meningkatkan bargaining position di mata masyarakat internasional. 45 Ibid.

17 2. Keanggotaan AFTA Keanggotaan AFTA yang terdiri atas sepuluh Negara anggota dan terbagi menjadi dua kelompok, yaitu enam Negara penandatangan CEPT (Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina, Thailand, Brunai Darusalam) dan empat Negara yang bergabung kemudian (Vietnam, Kamboja, Myanmar, dan Laos). Perlu di catat bahwa Vietnam bergabung dengan AFTA tahun 1995, Laos dan Myanmar pada tahun 1997, serta kamboja pada tahun Target AFTA adalah pengurangan tariff, bahkan menuju zero tariffs rate sebelum tahun Pemberlakuan kesepakatan AFTA kepada enam Negara penanda tangan secara serentak akan efektif pada tahun 2010, sedangkan untuk Vietnam pada tahun 2013, Laos dan Myanmar 2015, dan Kamboja pada tahun Pada waktu yang ditentukan tersebut, semua produk harus masuk dalam skema CEPT (Common Effectife Preferential Treatment). Alasan keberadaan suatu kerjasama regional termasuk AFTA, dibentuk berdasarkan beberapa faktor, antara lain Faktor politik, Faktor budaya, Multinational Group, Faktor ekonomi dan Faktor geografis Apabila diaplikasikan terhadap pendirian AFTA, semua faktor tersebut tampaknya sudah memanifestasi dalam AFTA. Tujuan pendirian AFTA adalah menjalin kerjasama ekonomi regional ASEAN dalam rangka tercapainya cita-cita perdagangan dunia yang adil, seimbang, transparan, bebas hambatan tarif dan nontarif, serta mendukung tercapainya pemulihan ekonomi dan dinamika bisnis Negara-negara anggota yang sesuai dengan kesepakatan ASEAN Bold Measures yang dicapai pada pertengahan Desember 1988 pada KTT VI ASEAN di Hanoi

18 Butir-Butir Akselerasi AFTA, Sebelum tahun 2000 tiap Negara menentukan nomenklatur sebesar 85% dari item yang tarifnya 0-5%, kemudian ditingkatkan menjadi 90% sebelum tahun 2001, dan terakhir semua inclusion list yaitu, daftar yang berisi produk-produk yang memenuhi kriteria sebagai berikut : 1) jadwal penurunan tariff, 2) Tidak ada pembatasan kwantitatif dan 3) Hambatan non-tarifnya harus dihapuskan dalam waktu 5 tahun, menjadi 100% dari daftar item yang dikenakan tarif sebelum tahun Inclusion list didasarkan pada produk yang dijadwalkan untuk pengurangan tarif, pengurangan pembatasan kuantitatif, dan non tariff barriers. 3. Tujuan AFTA Asean Free Trade Area (AFTA) bertujuan : a. Meningkatkan daya saing ASEAN sebagai basis produksi dalam pasar dunia melalui penghapusan bea dan halangan non-bea dalam ASEAN. b. Menarik investasi asing langsung ke ASEAN, Mekanisme utama untuk mencapai tujuan di atas adalah skema "Common Effective Preferential Tariff" (CEPT). c. Anggota ASEAN memiliki pilihan untuk mengadakan pengecualian produk dalam CEPT dalam tiga kasus : 1) Pengecualian sementara, Sebuah negara anggota boleh mengecuali sesuatu produk yang dianggap perlu sebagai perlindungan untuk keselamatan negara, perlindungan moral masyarakat, perlindungan nyawa dan kesihatan manusia, hewan atau tumbuh-tumbuhan, serta perlindungan benda-

19 benda seniman, bersejarah atau bernilai secara arkeologi. Peruntukan Pengecualian Am dalam Perjanjian CEPT adalah konsisten dengan Artikel X Perjanjian Am dalam Perdagangan dan Tarif-tarif (GATT). Pengecualian sementara itu berupa produk yang tarif akhirnya akan diturunkan menjadi 0-5%, namun ditunda untuk sementara pengurangan tarifnya. Pengecualian pertanian sensitif termasuk beras, baru pada tahun 2010 akan diberlakukan pengurangannya dari 0-5%. Sedangkan pengecualian umum mengacu pada produk-produk yang dianggap perlu untuk di proteksi oleh masing-masing negara anggota ASEAN, termasuk dalam pengecualian umum adalah proteksi terhadap labor movementt 46 2) Produk pertanian sensitive, pengecualian pertanian sensitif termasuk beras, baru pada tahun 2010 akan diberlakukan pengurangannya dari 0-5%. Sedangkan pengecualian umum mengacu pada produk-produk yang dianggap perlu untuk di proteksi oleh masing-masing negara anggota ASEAN 3) Pengecualian umum adalah proteksi terhadap labor movement Dasar Hukum AFTA ASEAN Free Trade Area (AFTA) atau ASEAN Free Tree Area atau AFTA merupakan wilayah Perdagangan Bebas yang mencakup seluruh batas negara-negara anggota ASEAN, dimana nantinya pada jangka waktu tertentu arus 46 Kristin-natallia-feb12.web.unair.ac.id/artikel_detail Pemasaran-ASEAN FREE TRADE AREA, diakses tanggal 14 Juni Ibid

20 lalu lintas barang dagangan, uang pembayaran dan faktor penunjang lainnya yang berasal dari Negara-negara bebas keluar masuk dalam wilayah ASEAN hanya dalam hambatan tarif 0,5 persen dan tidak boleh lagi ada hambatan non tarif (NTB s) untuk komoditi sensitive list (SL) dan General Execption List (GE) dikeluarkan dari ketentuan di atas. Untuk barang dagangan yang berasal dari wilayah non ASEAN berlaku tarif normal. AFTA terbentuknya berdasarkan hasil Keputusan Pertemuan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke -4 di Singapore pada tanggal 28 Januari Dalam KTT itu pula Negara-negara anggota juga menandatangani Agreement on the Common Effective Preferential Tarif Scheme for ASEAN Free Trade Area yang merupakan instrument utama untuk penerapan AFTA. 48 Pengaturan perdagangan regional (Regional Trading Arrangements) dimana satu kelompok negara sepakat untuk menghilangkan atau mengurangi rintangan-rintangan terhadap import dari sesama anggotanya dan telah berlangsung dibeberapa negara regional dunia, seperti European Union dengan pasar tunggalnya, ASEAN dengan AFTA-nya dan lain-lain GATT. Dalam Pasal XXIV GATT dijelaskan bahwa mengakui adanya integrasi yang erat dalam bidang ekonomi melalui perdagangan yang lebih bebas, yaitu mengakui pengelompokan-pengelompokan regional sebagai suatu pengecualian dan aturan umum klausul prinsip umum MFN, 49 dengan syarat dipenuhi ktriteria-kriteria tertentu secara ketat. Ketentuan GATT dimaksud agar pengaturan regional memudahkan perdagangan diantara negara-negara yang bersangkutan, tanpa 48 Majalah Warta Bea dan Cukai, Edisi 273, Agustus 1997, hlm Huala Adolf dan A. Chandrawulan, Op.Cit., hlm. 20

21 menimbulkan hambatan terhadap perdagangan dengan dunia luar. Pengecualian dan aturan klausal MFN ini ada yang ditetapkan dalam pasal GATT sendiri dan sebagian lagi ada yang ditetapkan dalam putusan-putusan komferensi GATT melalui suatu penanggalan (waiver) dan prinsip tersebut berdasarkan Pasal XXV pengecualian dimaksud adalah: 50 C. Kerangka Hukum Perdagangan Bebas AFTA 1. Pengaturan Tarif dan Perdagangan Barang Dalam proses mewujudkan AFTA sebagai salah satu blok perdagangan bebas, negara-negara anggota ASEAN telah melaksanakan berbagai perjanjian, tidak saja menyangkut perjanjian barang melainkan diperluas dengan memasukkan perdagangan jasa, bahkan masalah-masalah lain yang terkait dengan perdagangan, seperti investasi dan hak kekayaan intelektual. Salah satu perjanjian yang sangat penting yang telah disepakati oleh Negara-negara anggota ASEAN adalah The Agreement Common Effective Preferential Tariff (CEPT) yang ditandatangani tanggal 28 Januari Perjanjian ini dianggap terpenting dari perjanjian lainnya karena CEPT merupakan mekanisme awal terwujudnya AFTA dan mulai berlaku tanggal 1 Januari 2002, berbeda dengan perjanjian lain yang berlaku masih belum efektif. Perjanjian CEPT ini berisi kesepakatan negara-negara anggota ASEAN untuk menghapus dan mengurangi hambatan berupa tarif dan non tarif atas barang yang telah disepakati yang berasal dari Negara-negara anggota ASEAN. Tujuan 50 Hata, Op.Cit., hal. 59.

22 utama adalah agar terjadi perdagangan antar ASEAN yang lebih intens. Dengan berlakunya CEPT negera anggota ASEAN diharapkan tidak akan mengenakan tarif sebesar 0% atau paling tinggi mengenakan tarif sebesar 5% sebagaimana diatur dalam Pasal 4 CEPT. Selanjutnya kepada Negara-negara anggota ASEAN diwajibkan untuk menghapuskan segala pembatasan kuantitatif dan menghapuskan secara gradual hambatan non tarif sebagaimana diatur dalam Pasal 5 CEPT. Dengan diberlakukannya perjanjian CEPT maka program penuranan tarif sejak tahun 1993 sudah berlaku pada tahun 2003 menjadi 0-5%. Rencana penurunan tarif tersebut telah dipertegas lagi dalam sidang Menteri Ekonomi ASEAN di Chiangmai Thailand tahun 1995 yang menyatakan bahwa produkproduk industri yang belum bersaing di pasar ASEAN akan bertahap masuk ke dalam cakupan CEPT-AFTA. Produk-produk industri tersebut paling lambat masuk dalam cakupan CEPT tahun 2000 dengan maksimum tarif 20%, sedangkan produk pertanian yang belum diolah (Unprocessed Agriculture Products) paling lambat masuk pada tahun 2003 dengan tarif 5%. 51 Secara umum negara-negara ASEAN telah sepakat menentukan jenis-jenis produk mereka untuk dimasukkan ke dalam skema CEPT. Produk-produk ini akan dicantumkan dalam sebuah daftar yang disebut Inclusion List. Sedangkan untuk jenis-jenis produk yang disepakati untuk dikeluarkan atau dikecualikan dari skema CEPT dicantumkan dalam daftar yang dinamakan Exclusion List. 51 Fuady, Munir. Hukum Dagang Internasional (Aspek Hukum dari WTO), (Bandung: Citra Aditya Bakti), 2004, hlm 98

23 Produk-produk yang mendapat konsesi dibawah skema CEPT harus memenuhi tiga syarat sebagai berikut: a. Produk tersebut termasuk dalam Inclusion List yaitu daftar yang berisi produk-produk yang memenuhi kriteria b. Jadwal penurunan tarifnya telah ditentukan dan disetujui dewan AFTA c. Produk tersebut merupakan hasil produk Negara ASEAN, yaitu harus memenuhi syarat kandungan lokal (lokal content) sebesar 40%. Suatu produk yang termasuk dalam skema CEPT harus memenuhi kandungan lokal minimal 40% dari Negara-negara ASEAN manapun. Kandungan lokal sebesar 40% itu dapat berasal dari suatu Negara anggota ASEAN ataupun berasal dari Negara anggota ASEAN sekaligus, tetapi minimal 25% diantaranya harus kontribusi dari Negara pengekspor terakhir. Produk-produk yang termasuk di dalam skema CEPT yang akan dikurangi tarifnya hingga mencapai tarif efektif 0-5% adalah produk-produk manufaktur, yang meliputi barang-barang modal, produk-produk olahan hasil pertanian dan produk-produk lainnya yang tidak termasuk kategori produk pertanian yang dikeluarkan dari skema CEPT Pengaturan Bidang Jasa Perkembangan ekonomi kawasan global dewasa ini cukup berpengaruh terhadap ekonomi regional. Arus globalisasi membuat perubahan mendasar dalam tata dunia internasional terlebih pada aspek ekonomi. Salah satu ciri perkembangan ekonomi global adalah adanya liberalisasi arus barang, jasa, modal 52 Agreement on the CEPT Scheme for the AFTA, Singapore, 28 Januari 1992

24 dan investasi. Adanya liberalisasi ini membuat sistem perekonomian dunia menjadi terbuka dimana terintegrasinya pasar keuangan secara internasional. Proses liberalisasi menyebabkan perekonomian global semakin terpadu (integrated) dan terindepedensi juga semakin kuat. 53 Keadaan ini sangat berpengaruh signifikan dalam perkembangan ekonomi kawasan Asia Tenggara. Perdagangan bebas di tingkat bilateral dan kawasan regional disebut sebagai BFTA (Bilateral Free Trade Agreement) dan RTA (Regional Trade Agreement), keduanya kemudia biasa dikenal sebagai FTA (Free Trade Agreement) atau Perjanjian Perdagngan Bebas. Perlu dipahami bahwa aturan di FTA baik yang bersifat bilateral maupun regional, berinduk kepada perjanjian (agreement) di WTO yang berssifat multilateral. Hal ini selalu ditekankan di setiap klausul kesepakatan FTA. Integrasi ekonomi Asia Tenggara 54 ini sesuai dengan ketentuan perjanjian WTO dengan tujuan saling menguntungkan dengan carapemberlakuan tarif yang lebih rendah sesama anggota bila dibandingkan dengan non-anggota (Prefential Trade Agreement/ASEAN PTA) 55 antar negaranegara anggota sekawasan ini. Tetapi menemukan kendala, belum dapat memberikan tingkat preferensi yang memadai, rendahnya tingkat komplementaritas, sehingga kurang mendukung upaya perdagangan J. Soedjati Jiwandono, Perubahan Global dan Perkembangan Studi Ilmu Hubungan Internasional, (Bandung; Almuni, 1999), hlm Ibid 55 Persetujuan Pengaturan Perdagngan Preferensi ASEAN (PTA) Manila, Filiphina, tanggal 24 Februari 1977 dan mulai diberlakukan tahun Sumaryo Suryokusumo, Studi Kasus Hukum Internasional, (Jakarta; Tatanusa, 2007), hlm 14.

25 Saat ini di tingkat regional ASEAN sudah dibuat payung bagi rezim perdagangan bebas yang komprehensif yang memayungi semua perjanjian perdagangan bebas, didalamnya ada AFTA (ASEAN Free Trade Area). 57 AFTA merupakan mekanisme dan regionalisme dengan wujud dari kesepakatan dari negara-negara ASEAN membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN. Kesepakatan merealisasikan AFTA ini dilakukan melalui skema yang disebut Commmon Effective Prefential Tariffs (CEPT). 58 Realisasi AFTA melalui CEPT merupakan jalur perdagangan bebas dalam bidang barang (trade in goods) dengan mekanisme penurunan tarif dan penghapusan hambatan non-tarif yang disepakati bersama oleh negara-negara ASEAN. Sedangkan dalam bidang jasa (trade in service) melalui kerangka perjanjian AFAS sebagai upaya melakukan liberalisasi dengan tingkat lebih tinggi. Dalam area jasa, deklarasi Konvensi Bangkok menyepakati untuk meningkatkan kerjasama dan kebebasan perdagangan dibidang jasa melalui perwujudan ASEAN Framework Agreement on Service (AFAS). Perjanjian ini khususnya berusaha meningkatkan efesiensi dan tingkat kompetitif dari anggota ASEAN sebagai penyedia jasa, khususnya mengeliminasi pembatasan perdagangan dibidang jasa antar anggota ASEAN, dan meliberalisasi perdagangan jasa dengan memperluas tingkatan dan lingkup dari liberalisasi melampaui yang 57 Sumaryo Suryokusumo, Op.cit., hlm Ibid

26 telah ada di dalam GATS (General Agreement Trade in Service) dengan tujuan sebuah area perdagangan bebas dibidang jasa 59 a. Meningkatkan kerjasama dibidang jasa diantara negara-negara ASEAN dalam rangka meningkatkan efesiensi dan daya saing, diversifikasi kapasitas produksi serta pemasokan dan distribusi jasa, baik antara penyedia jasa di ASEAN maupun diluar ASEAN. b. Menghapus hambatan perdagangan dibidang jasa secara substansial antar negara ASEAN. c. Meliberalisasi perdagangan bidang jasa dengan memperdalam dan memperluas cakupan liberalisasi yang telah dilakukan oleh negaranegara dalam kerangka GATS/WTO, dengan tujuan mewujudkan perdagangan bebas dibidang jasa. Para memimpin ASEAN telah mengesahkan AFAS pada KTT ke-5 ASEAN tanggal 15 Desember 1995 di Bangkok, Thailand, dan Indonesia telah meratifikasi dengan Keputusan Presiden Nomor 88 Tahun 1995, dimana AFAS antara lain berisi kesepakatan untuk: 60 a. Meningkatkan kerjasama dibidang jasa diantara negara-negara ASEAN dalam rangka meningkatkan efesiensi dan daya saing, diversifikasi kapasitas produksi serta pemasokan dan distribusi jasa, baik antara penyedia jasa di ASEAN maupun diluar ASEAN. 59 Hadi Soesastro, A New ASEAN in a New Millenium, (Jakarta; Centre for Strategic and International Student, 2000 ) hlm Dirjen Kerja Sama ASEAN Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, Integrasi EkonomiASEAN dibidang Jasa, Jakarta, 2009, hlm 7

27 b. Menghapus hambatan perdagangan dibidang jasa secara substansial antar negara ASEAN. c. Meliberalisasi perdagangan bidang jasa dengan memperdalam dan memperluas cakupan liberalisasi yang telah dilakukan oleh negaranegara dalam kerangka GATS/WTO, dengan tujuan mewujudkan perdagangan bebas dibidang jasa Dalam proses perudingan, sektor jasa memiliki keunikan tersendiri yang berbeda dengan proses perundingan liberalisasi sektor barang. Pada sektor barang, perundingan liberalisasi dilakukan dengan penurunan tariff dan non tarif. Sementara di perdagangan jasa, perundingan dilakukan dengan melakukan pengurangan atau penghjjilangan hambatan dalam empat cara ketersediaan jasa dari penyedia jasa kepada pengguna jasa (mode of supply). Kempat mode of supply dalam perdagangan jasa adalah sebagai berikut: Mode1 (cross-border-supply) merupakan jasa yang diberikan secara langsung oleh penyedia jasa luar negeri dengan pengguna dalam negeri. Contohnya pertimbangan hukum yang diberikan oleh pengacara di luar negeri lewat surat atau telepon. 2. Mode 2 (consumption abroad) merupakan jasa yang diberikan oleh penyedia Jasa diluar negeri kepada konsumen domestik setelah konsumen tersebut berpindah secara fisik ke negara penyedia jasa. Contohnya pasien Indonesia berobat ke rumah sakit di Singapura. 61 ASEAN Framework Agreement on Service,Fact Sheet ASEAN, Public Affairs Office of the ASEAN Secretariat, Jakarta, 26 Februari 2009

28 3. Mode 3 (commercial Presence) merupakan jasa yang disediakan dengan kehadiran penyedia jasa dari luar negeri kepada konsumen di Negara konsumen. Contoh : pendirian rumah sakit milik Singapura di Indonesia. 4. Mode 4 (movement of individual service providers) merupakan penyediaan jasa langsung berupa tenaga kerja asing yang memiliki keahlian tertentu kepada konsumen di negara konsumen, contohnya dokter Singapura melakukan praktik di Indonesia Pengesahan protokol AFAS akan melengkapi perangkat hukum secara nasional pelaksanaan persetujuan terkait dengan perdagangan jasa di Indonesia. Adapun peraturan terkait dengan protokol AFAS, adalah: 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang pengesahan Agreement Establishing the World Trade Oeganization (persetujuan pembentukan organisasi Perdagangan Dunia). 2. Keputusan Presiden Nomor 88 Tahun 1995 tentang pengesahan ASEAN Framework Agreement on Services (persetujuan perdagangan bidang jasa di ASEAN). 3. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Internasional. 4. Keputusan Presiden Nomor61 Tahun 1998 tentang Perusahaan Pembiayaan. 5. Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 1999 tentang perubahan atas PP Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Pengansuransian.

29 ASEAN telah menetapkan 12 sektor prioritas integrasi barang dan jasa yang akan diliberalisasi menjelang pembentukan KEA 2015 yaitu produk pertanian, jasa transportasi udara, produk otomotif, e-asean, produk elektronik, produk perikanan, kesehatan, produk karet, tekstil dan produk tekstil, pariwisata, produk kayu, dan logistik. 62 Target penghapusan hambatan dalam perdagangan bidang jasa pada 2010 adalah untuk jasa perhubungan udara, e-asean, kesehatan, dan pariwisata. Jasa logistik akan diliberalisasi pada 2013, sementara liberalisasi sektor jasa seluruhnya ditargetkan pada Masing-masing sektor prioritas tersebut telah dilengkapi peta kebijakan (roadmaps) yang mengkombinasikan inisiatif-inisiatif khusus dengan inisiatif yang lebih luas secara lintas sektor seperti langkah-langkah fasilitasi perdagangan. Pengaturan Saling Pengakuan (Mutual Recognition Arrangements/MRA) di Bidang Jasa Salah satu perkembangan yang relatif baru dalam integrasi ASEAN di bidang jasa adalah Pengaturan Saling Pengakuan (Mutual Recognition Arrangements/ MRA). ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS) menegaskan pentingnya MRA dalam keseluruhan integrasi bidang jasa. Secara umum MRA (Mutual Recognition Arrangement) diartikan sebagai suatu kesepakatan pengakuan timbal-balik terhadap produk-produk tertentu antar dua atau beberapa negara untuk mempermudah kegiatan perdagangan impor maupun ekspor tanpa melalui dua atau beberapa kali pengujian. Dalam konteks kerja sama jasa ekonomi ASEAN, MRA merupakan kesepakatan untuk mengakui 62 Malexxbrown.Kerjasama-Asean-Dalam-Berbagai-Bidang.Blogspot.Com/2012/12/Html, diakses tanggal 19 Maret 2014

30 kualifikasi pendidikan dan pengalaman seorang profesional. MRA digunakan untuk memudahkan perpindahan tenaga kerja profesional antar negara-negara ASEAN, khususnya dalam rangka integrasi pasar dengan tetap mempertahankan kekhususan masing-masing negara. Hingga saat ini terdapat delapan kesepakatan MRA di bidang jasa yang telah ditandatangani oleh Negara Anggota ASEAN, yaitu MRA on Engineering Services, MRA on Nursing Services, MRA on Architectural Services, Framework Arrangement for Mutual Recognition on Surveying Qualification, MRA on Tourism Professional, MRA on Accountancy Services, MRA on Medical Practitioners, dan MRA on Dental Practitioners. 3. Penyelesaian Sengketa AFTA Pada pelaksanaan perdagangan bebas khususnya di Asia Tenggara yang tergabung dalam AFTA proses perdagangan tersebut tersistem pada skema CEPT- AFTA. Common Effective Preferential Tarif Scheme (CEPT) adalah program tahapan penurunan tarif dan penghapusan hambatan non-tarif yang disepakati bersama oleh negara-negara ASEAN. Dalam skema CEPT-AFTA barang-barang yang termasuk dalam tariff scheme adalah semua produk manufaktur, termasuk barang modal dan produk pertanian olahan, serta produk-produk yang tidak termasuk dalam definisi produk pertanian. (Produk-produk pertanian sensitive dan highly sensitive dikecualikan dari skema CEPT). Dalam perjanjian CEPT-AFTA, perselisihan atau sengketa dapat diproses penyelesaiannya secara formal melalui Dispute Settlement Mechanism. Namun

31 dalam prakteknya tidak ada sengketa yang diproses secara formal melalui mekanisme ini. Sengketa yang terjadi diselesaikan melalui semangat ASEAN dan secara kekeluargaan, melalui pertemuan yang bertingkat-tingkat dalam Working Group, Senior Economic Official Meeting (SEOM), AFTA Council dan Menteri-menteri Ekonomi ASEAN (AEM). Mekanisme penyelesaian sengketa dagang dalam WTO diatur dalam artikel XXII dan XXIII GATT 1994 dan Understanding on Rules and Procedures Governing the Settlement of Disputes (DSU). (Article XXII dan XXIII GATT 1994 dan Artikel 4 DCU). 63 Mekanisme penyelesaian sengketa : Konsultasi dan Mediasi Meskipun banyak Prosedur WTO yang mirip dengan proses pengadilan, negara-negara anggota yang bersengketa tetap diharapkan untuk melakukan perundingan dan menyelesaikan masalah mereka sendiri sebelum terbentuknya panel. Oleh karena itu, tahap pertama yang dilakukan adalah konsultasi antar pemerintah yang terlibat dalam suatu kasus. Bahkan sekiranya kasus tersebut melangkah ke kasus berikutnya, konsultasi dan mediasi tetap dimungkinkan. 2. DSB dan Panel Penyelesaian sengketa menjadi tanggung Jawab Badan Penyelesaian sengketa (Dispute Settlement Body/DSB) yang merupakan penjelmaan dari Dewan Umum (General Council/GC). DSB adalah satu-satunya badan yang memiliki 63 Bimoadiwicaksono.blogspot.com/2010/08/Prosedur Penyelesaian Sengketa, diakses tanggal 14 Juni Ibid

32 otoritas membentuk Panel yang terdiri dari para ahli yang bertugas menelaah kasus. DSB dapat juga menerima atau menolak keputusan Panel atau keputusan pada tingkat banding. DSB tersebut memonitor pelaksanaan putusan-putusan dan rekomendasi serta memiliki kekuasaan/wewenang untuk mengesahkan retaliasi jika suatu negara tidak mematuhi suatu putusan. Tergugat dalam tempo 10 hari (kecuali disepakati lain) harus menyampaikan jawaban atas permintaan tersebut. Jika dalam 10 hari tidak ada jawaban atau tidak melakukan konsultasi dalam jangka waktu 30 hari, pihak penggugat dapat meminta DSB untuk dibentuk panel (Artikel 4.3 DSU). Disamping prosedur resmi, Dirjen WTO/GATT berdasarkan kapasitas sebagai pejabat tinggi WTO dapat menawarkan perdamaian kepada kedua belah pihak yang bersengketa. Panel dibentuk oleh DSB atas dasar permintaan salah satu pihak yang bersengketa dan biasanya oleh pihak penggugat. Tim panel berfungsi membantu DSB untuk menganalisa, menilai dan membuat penafsiran terhadap persetujuan GATT-WTO dan membuat rekomendasi dalam waktu 6 bulan dan dalam waktu 60 hari DSB akan melakukan pengesahan laporan tersebut. 3. Banding Tiap pihak yang bersengketa dapat mengajukan banding atas putusan panel. Kadang-kadang kedua belah pihak sama-sama mengajukan banding. Banding harus didasarkan pada suatu peraturan tertentu seperti interpretasi legal atas suatu ketentuan/pasal dalam suatu persetujuan WTO. Banding dilakukan untuk meneliti argumentasi yang dikemukakan oleh Panel sebelumya. Tiap upaya

33 banding diteliti oleh tiga dari tujuh anggota tetap Badan Banding (Appelate Body/AB) yang ditetapkan oleh DSB dan berasal dari anggota WTO yang mewakili kalangan luas. Anggota AB memiliki masa kerja 4 (empat) tahun. Mereka harus berasal dari individu-individu yang memiliki reputasi dalam bidang hukum dan perdagangan internasional, dan lepas dari kepentingan negara manapun Keputusan pada tingkat banding dapat menunda, mengubah ataupun memutarbalikan temuan-temuan dan putusan hukum dari panel. Biasanya banding membutuhkan waktu tidak lebih dari 60 hari, dan batas maksimumnya 90 hari. DSB harus menerima ataupun menolak laporan banding tersebut dalam jangka waktu tidak lebih dari 30 hari dimana penolakan hanya dimungkinkan melalui konsensus yang berarti tidak ada keputusan jika terdapat keberatan dari suatu Negara. 4. Penyelesaian sengketa setelah rekomendasi atau keputusan DSB Apabila panel dan banding menyimpulkan bahwa tindakan yang diambil oleh pihak tergugat bertentangan dengan persetujuan (GATT-WTO), maka rekomendasi panel dan banding akan meminta agar negara yang kalah segera menyesuaikan (adjusment) kebijakan perdagangannya dengan ketentuanketentuan WTO. Laporan panel dan badan banding baru mempunyai kekuatan hukum yang tetap (legally binding) setelah disahkan dalam sidang DSB. Tujuan dari sistem penyelesaian sengketa WTO adalah agar semua anggota WTO mematuhi komitmen yang telah ditandatangani dan diratifikasinya. Dalam DSU-WTO diatur bahwa apabila rekomendasi dan keputusan yang telah mempunyai kekuatan

ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B.

ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B. ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B. Outline Sejarah dan Latar Belakang Pembentukan AFTA Tujuan Strategis AFTA Anggota & Administrasi AFTA Peranan & Manfaat ASEAN-AFTA The

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membuat perubahan dalam segala hal, khususnya dalam hal perdagangan. Era

BAB I PENDAHULUAN. membuat perubahan dalam segala hal, khususnya dalam hal perdagangan. Era 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sudah menjadi hal yang wajar apabila perkembangan peradaban manusia membuat perubahan dalam segala hal, khususnya dalam hal perdagangan. Era perdagangan global yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era globalisasi menuntut adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik keterbukaan dalam perdagangan luar negeri (trade openness) maupun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ASEAN sebagai organisasi regional, kerjasama ekonomi dijadikan sebagai salah

I. PENDAHULUAN. ASEAN sebagai organisasi regional, kerjasama ekonomi dijadikan sebagai salah 17 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ASEAN terbentuk pada tahun 1967 melalui Deklarasi ASEAN atau Deklarasi Bangkok tepatnya pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok oleh Wakil Perdana Menteri merangkap

Lebih terperinci

PROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES

PROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES NASKAH PENJELASAN PROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES (PROTOKOL UNTUK MELAKSANAKAN KOMITMEN PAKET KEENAM DALAM PERSETUJUAN KERANGKA KERJA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. World Trade Organization (WTO) secara resmi berdiri pada. tanggal 1 Januari 1995 dengan disepakatinya Agreement the World

BAB I PENDAHULUAN. World Trade Organization (WTO) secara resmi berdiri pada. tanggal 1 Januari 1995 dengan disepakatinya Agreement the World BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah World Trade Organization (WTO) secara resmi berdiri pada tanggal 1 Januari 1995 dengan disepakatinya Agreement the World Trade Organization ditandatangani para

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN KERJA SAMA ASEAN PASCA IMPLEMENTASI AEC 2015

PERKEMBANGAN KERJA SAMA ASEAN PASCA IMPLEMENTASI AEC 2015 PERKEMBANGAN KERJA SAMA ASEAN PASCA IMPLEMENTASI AEC 2015 J.S. George Lantu Direktur Kerjasama Fungsional ASEAN/ Plt. Direktur Kerja Sama Ekonomi ASEAN Jakarta, 20 September 2016 KOMUNITAS ASEAN 2025 Masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan

BAB I PENDAHULUAN. yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi ekonomi bagi seluruh bangsa di dunia adalah fakta sejarah yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan ASEAN. Globalisasi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Dalam beberapa dekade belakangan ini, perdagangan internasional telah

PENDAHULUAN. Dalam beberapa dekade belakangan ini, perdagangan internasional telah PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam beberapa dekade belakangan ini, perdagangan internasional telah tumbuh dengan pesat dan memainkan peranan penting dan strategis dalam perekonomian global. Meningkatnya

Lebih terperinci

MULTILATERAL TRADE (WTO), FREE TRADE AREA DI TINGKAT REGIONAL (AFTA) ATAU FREE TRADE AGREEMENT BILATERAL

MULTILATERAL TRADE (WTO), FREE TRADE AREA DI TINGKAT REGIONAL (AFTA) ATAU FREE TRADE AGREEMENT BILATERAL MULTILATERAL TRADE (WTO), FREE TRADE AREA DI TINGKAT REGIONAL (AFTA) ATAU FREE TRADE AGREEMENT BILATERAL INDONESIA DAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL (SERI 1) 24 JULI 2003 PROF. DAVID K. LINNAN UNIVERSITY OF

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur perekonomian internasional yang lebih bebas dengan jalan menghapuskan semua hambatanhambatan

Lebih terperinci

UPAYA PENERAPAN RETALIASI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL MELALUI WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO)

UPAYA PENERAPAN RETALIASI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL MELALUI WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) UPAYA PENERAPAN RETALIASI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL MELALUI WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) Lona Puspita, Fakultas Hukum Universitas Tamansiswa Padang lovelylona0408@gmail.com

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. semakin penting sejak tahun 1990-an. Hal tersebut ditandai dengan. meningkatnya jumlah kesepakatan integrasi ekonomi, bersamaan dengan

I. PENDAHULUAN. semakin penting sejak tahun 1990-an. Hal tersebut ditandai dengan. meningkatnya jumlah kesepakatan integrasi ekonomi, bersamaan dengan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Integrasi suatu negara ke dalam kawasan integrasi ekonomi telah menarik perhatian banyak negara, terutama setelah Perang Dunia II dan menjadi semakin penting sejak tahun

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata saat ini telah menjadi salah satu motor penggerak ekonomi dunia terutama dalam penerimaan devisa negara melalui konsumsi yang dilakukan turis asing terhadap

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2008 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN KERANGKA KERJA ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK ISLAM PAKISTAN TENTANG KEMITRAAN EKONOMI

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN A. Gambaran Perkembangan Integrasi Ekonomi di Kawasan ASEAN. Sumber: Lim (2014) GAMBAR 4.1. Negara-negara di Kawasan ASEAN Secara astronomis Asia Tenggara terletak di antara

Lebih terperinci

Conduct dan prosedur penyelesaian sengketa. GATT terbentuk di Geneva pada tahun 1947

Conduct dan prosedur penyelesaian sengketa. GATT terbentuk di Geneva pada tahun 1947 BAHAN KULIAH HUKUM PERNIAGAAN/PERDAGANGAN INTERNASIONAL MATCH DAY 6 GENERAL AGREEMENT on TARIFF and TRADE (GATT) A. Sejarah GATT Salah satu sumber hukum yang penting dalam hukum perdagangan internasional

Lebih terperinci

Latar Belakang dan Sejarah Terbentuknya. WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) Bagian Pertama. Fungsi WTO. Tujuan WTO 4/22/2015

Latar Belakang dan Sejarah Terbentuknya. WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) Bagian Pertama. Fungsi WTO. Tujuan WTO 4/22/2015 WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) Bagian Pertama Hanif Nur Widhiyanti, S.H.,M.Hum. Latar Belakang dan Sejarah Terbentuknya TidakterlepasdarisejarahlahirnyaInternational Trade Organization (ITO) dangeneral

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH HUKUM PERNIAGAAN/PERDAGANGAN INTERNASIONAL MATCH DAY 10

BAHAN KULIAH HUKUM PERNIAGAAN/PERDAGANGAN INTERNASIONAL MATCH DAY 10 BAHAN KULIAH HUKUM PERNIAGAAN/PERDAGANGAN INTERNASIONAL MATCH DAY 10 PENANAMAN MODAL TERKAIT PERDAGANGAN INTERNASIONAL DALAM KERANGKA WTO (THE TRADE RELATED INVESTMENT MEASURES-TRIMs) A. Agreement on Trade

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini

BAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) / ASEAN Economic Community (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini merupakan agenda utama negara

Lebih terperinci

Materi Minggu 12. Kerjasama Ekonomi Internasional

Materi Minggu 12. Kerjasama Ekonomi Internasional E k o n o m i I n t e r n a s i o n a l 101 Materi Minggu 12 Kerjasama Ekonomi Internasional Semua negara di dunia ini tidak dapat berdiri sendiri. Perlu kerjasama dengan negara lain karena adanya saling

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk yang besar menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan penduduknya. Oleh karena itu, kebijakan

Lebih terperinci

ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara

ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara ASEAN didirikan di Bangkok 8 Agustus 1967 oleh Indonesia, Malaysia,

Lebih terperinci

Ina Hagniningtyas Krisnamurthi Direktur Kerja Sama Ekonomi ASEAN, Kementerian Luar Negeri Madura, 27 Oktober 2015

Ina Hagniningtyas Krisnamurthi Direktur Kerja Sama Ekonomi ASEAN, Kementerian Luar Negeri Madura, 27 Oktober 2015 Ina Hagniningtyas Krisnamurthi Direktur Kerja Sama Ekonomi ASEAN, Kementerian Luar Negeri Madura, 27 Oktober 2015 TRANSFORMASI ASEAN 1976 Bali Concord 1999 Visi ASEAN 2020 2003 Bali Concord II 2007 Piagam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemudian terbagi dalam beberapa divisi yang terpecah dan kemudian mendorong terbentuknya

BAB I PENDAHULUAN. kemudian terbagi dalam beberapa divisi yang terpecah dan kemudian mendorong terbentuknya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Organisasi institusional regional atau kawasan jika ditelusuri kembali asalnya, mulai berkembang sejak berakhirnya Perang Dingin dimana kondisi dunia yang bipolar

Lebih terperinci

2 b. bahwa Persetujuan dimaksudkan untuk menetapkan prosedur penyelesaian sengketa dan mekanisme formal untuk Persetujuan Kerangka Kerja dan Perjanjia

2 b. bahwa Persetujuan dimaksudkan untuk menetapkan prosedur penyelesaian sengketa dan mekanisme formal untuk Persetujuan Kerangka Kerja dan Perjanjia LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.93, 2015 PENGESAHAN. Agreement. Asosiasi Bangsa- Bangsa Asia Tenggara. Republik India. Penyelesaian Sengketa. Kerja Sama Ekonomi. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4.1 Penerapan Skema CEPT-AFTA Dalam Kerjasama Perdagangan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4.1 Penerapan Skema CEPT-AFTA Dalam Kerjasama Perdagangan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Penerapan Skema CEPT-AFTA Dalam Kerjasama Perdagangan Indonesia-Thailand Agreement On The Common Effective Preferential Tariff Scheme For The ASEAN Free Trade

Lebih terperinci

Artikel 22 ayat 1, DSU Agreement.

Artikel 22 ayat 1, DSU Agreement. BAB IV KESIMPULAN World Trade Organization (WTO) atau Organisasi Perdagangan Dunia merupakan satu-satunya badan internasional yang secara khusus mengatur masalah perdagangan antar negara. Sistem perdagangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. artikan sebagai kesepakatan dari kedua belah pihak yaitu penjual dan pembeli

BAB I PENDAHULUAN. artikan sebagai kesepakatan dari kedua belah pihak yaitu penjual dan pembeli BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk yang begitu banyak, perdagangan menjadi salah satu sumber mata pencahariannya.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia pada periode 24 28 mulai menunjukkan perkembangan yang pesat. Kondisi ini sangat memengaruhi perekonomian dunia. Tabel 1 menunjukkan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2008 TENTANG PENGESAHAN MEMORANDUM OF UNDERSTANDING ON THE ASEAN POWER GRID (MEMORANDUM SALING PENGERTIAN MENGENAI JARINGAN TRANSMISI TENAGA LISTRIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Liberalisasi perdagangan telah menjadi fenomena dunia yang tidak bisa

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Liberalisasi perdagangan telah menjadi fenomena dunia yang tidak bisa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Liberalisasi perdagangan telah menjadi fenomena dunia yang tidak bisa dihindari oleh suatu negara sebagai anggota masyarakat internasional. Salah satu bentuk liberalisasi

Lebih terperinci

4. Membentuk komite negara-negara penghasil minyak bumi ASEAN. Badan Kerjasama Regional yang Diikuti Negara Indonesia

4. Membentuk komite negara-negara penghasil minyak bumi ASEAN. Badan Kerjasama Regional yang Diikuti Negara Indonesia Badan Kerjasama Regional yang Diikuti Negara Indonesia 1. ASEAN ( Association of South East Asian Nation Nation) ASEAN adalah organisasi yang bertujuan mengukuhkan kerjasama regional negara-negara di Asia

Lebih terperinci

: Determinan Intra-Industry Trade Komoditi Kosmetik Indonesia dengan Mitra Dagang Negara ASEAN-5 : I Putu Kurniawan

: Determinan Intra-Industry Trade Komoditi Kosmetik Indonesia dengan Mitra Dagang Negara ASEAN-5 : I Putu Kurniawan Judul Nama : Determinan Intra-Industry Trade Komoditi Kosmetik Indonesia dengan Mitra Dagang Negara ASEAN-5 : I Putu Kurniawan NIM : 1306105127 Abstrak Integrasi ekonomi merupakan hal penting yang perlu

Lebih terperinci

Dhiani Dyahjatmatmayanti, S.TP., M.B.A.

Dhiani Dyahjatmatmayanti, S.TP., M.B.A. Pertemuan 5 Dinamika Organisasi Internasional Dhiani Dyahjatmatmayanti, S.TP., M.B.A. STTKD Yogyakarta Jl.Parangtritis Km.4,5 Yogyakarta, http://www.sttkd.ac.id info@sttkd.ac.id, sttkdyogyakarta@yahoo.com

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdagangan internasional memiliki peranan penting sebagai motor penggerak perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu negara terhadap arus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Integrasi ekonomi merupakan kebijakan perdagangan internasional yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. Integrasi ekonomi merupakan kebijakan perdagangan internasional yang dilakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Integrasi ekonomi merupakan kebijakan perdagangan internasional yang dilakukan dengan mengurangi atau menghapuskan hambatan perdagangan secara diskriminatif bagi negara-negara

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. kerjasama perdagangan Indonesia dengan Thailand. AFTA, dimana Indonesia dengan Thailand telah menerapkan skema

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. kerjasama perdagangan Indonesia dengan Thailand. AFTA, dimana Indonesia dengan Thailand telah menerapkan skema BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Dalam bab ini peneliti akan menyimpulkan hasil penelitian secara keseluruhan sesuai dengan berbagai rumusan masalah yang terdapat pada Bab 1 dan memberikan saran bagi berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip umum perdagangan bebas adalah menyingkirkan hambatan-hambatan

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip umum perdagangan bebas adalah menyingkirkan hambatan-hambatan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Prinsip umum perdagangan bebas adalah menyingkirkan hambatan-hambatan teknis perdagangan (technical barriers to trade) dengan mengurangi atau menghilangkan tindakan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : WTO (World Trade Organization), Kebijakan Pertanian Indonesia, Kemudahan akses pasar, Liberalisasi, Rezim internasional.

ABSTRAK. Kata kunci : WTO (World Trade Organization), Kebijakan Pertanian Indonesia, Kemudahan akses pasar, Liberalisasi, Rezim internasional. ABSTRAK Indonesia telah menjalankan kesepakan WTO lewat implementasi kebijakan pertanian dalam negeri. Implementasi kebijakan tersebut tertuang dalam deregulasi (penyesuaian kebijakan) yang diterbitkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara bertujuan agar posisi ekonomi negara tersebut di pasar internasional

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara bertujuan agar posisi ekonomi negara tersebut di pasar internasional BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Penelitian Negara-negara di seluruh dunia saat ini menyadari bahwa integrasi ekonomi memiliki peran penting dalam perdagangan. Integrasi dilakukan oleh setiap negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu yang mencakup banyak bidang atau multidimensi yang melewati batas-batas

BAB I PENDAHULUAN. yaitu yang mencakup banyak bidang atau multidimensi yang melewati batas-batas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hubungan Internasional merupakan suatu ilmu yang bersifat interdisipliner yaitu yang mencakup banyak bidang atau multidimensi yang melewati batas-batas suatu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan orientasi yaitu dari orientasi peningkatan produksi ke orientasi peningkatan pendapatan dan kesejahteraan.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PENGESAHAN PROTOCOL TO AMEND CERTAIN ASEAN ECONOMIC AGREEMENTS RELATED TO TRADE IN GOODS (PROTOKOL UNTUK MENGUBAH PERJANJIAN EKONOMI ASEAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PENGESAHAN PROTOCOL TO AMEND CERTAIN ASEAN ECONOMIC AGREEMENTS RELATED TO TRADE IN GOODS (PROTOKOL UNTUK MENGUBAH PERJANJIAN EKONOMI ASEAN

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. seperti ASEAN Industrial Project (AIP) tahun 1976, the ASEAN Industrial

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. seperti ASEAN Industrial Project (AIP) tahun 1976, the ASEAN Industrial BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ASEAN telah menghasilkan banyak kesepakatan-kesepakatan baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial budaya. Pada awal berdirinya, kerjasama ASEAN lebih bersifat politik

Lebih terperinci

PERDAGANGAN INTERNASIONAL DAN INVESTASI

PERDAGANGAN INTERNASIONAL DAN INVESTASI BAHAN KULIAH PERDAGANGAN INTERNASIONAL DAN INVESTASI Prof. Sanwani Nasution, SH Dr. Mahmul Siregar, SH.,M.Hum PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA USU MEDAN 2009 HUBUNGAN PERDAGANGAN

Lebih terperinci

NASKAH PENJELASAN PENGESAHAN

NASKAH PENJELASAN PENGESAHAN NASKAH PENJELASAN PENGESAHAN SECOND PROTOCOL TO AMEND THE AGREEMENT ON TRADE IN GOODS UNDER THE FRAMEWORK AGREEMENT ON COMPREHENSIVE ECONOMIC COOPERATION AMONG THE GOVERNMENTS OF THE MEMBER COUNTRIES OF

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N. lebih maju. Organisasi-organisasi internasional dan perjanjian-perjanjian

BAB I P E N D A H U L U A N. lebih maju. Organisasi-organisasi internasional dan perjanjian-perjanjian 1 BAB I P E N D A H U L U A N A. Latar Belakang Dalam era globalisasi sekarang ini, perekonomian internasional merupakan salah satu pilar utama dalam proses pembangunan dunia yang lebih maju. Organisasi-organisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan perdagangan antar negara yang dikenal dengan perdagangan internasional mengalami perkembangan yang pesat dari waktu ke waktu. Perdagangan internasional merupakan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE

BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE 4.1. Kerjasama Ekonomi ASEAN Plus Three Kerjasama ASEAN dengan negara-negara besar di Asia Timur atau lebih dikenal dengan istilah Plus Three

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang wajib dimiliki dalam mewujudkan persaingan pasar bebas baik dalam kegiatan maupun

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM TERHADAP ATURAN INTERNASIONAL MENGENAI LIBERALISASI PERDAGANGAN JASA MELALUI KERANGKA PERJANJIAN WTO DAN KERANGKA PERJANJIAN ASEAN

TINJAUAN HUKUM TERHADAP ATURAN INTERNASIONAL MENGENAI LIBERALISASI PERDAGANGAN JASA MELALUI KERANGKA PERJANJIAN WTO DAN KERANGKA PERJANJIAN ASEAN TINJAUAN HUKUM TERHADAP ATURAN INTERNASIONAL MENGENAI LIBERALISASI PERDAGANGAN JASA MELALUI KERANGKA PERJANJIAN WTO DAN KERANGKA PERJANJIAN ASEAN JURNAL SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia terletak di benua Asia, tepatnya di kawasan Asia Tenggara. Negara-negara yang terletak di kawasan ini memiliki sebuah perhimpunan yang disebut dengan ASEAN (Assosiation

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun Globalisasi

I. PENDAHULUAN. Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun Globalisasi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun 1980. Globalisasi selain memberikan dampak positif, juga memberikan dampak yang mengkhawatirkan bagi negara yang

Lebih terperinci

BAB II PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP INDUSTRI DALAM NEGERI DALAM RANGKA ASEAN CHINA FREE TRADE AGREEMENT (ACFTA)

BAB II PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP INDUSTRI DALAM NEGERI DALAM RANGKA ASEAN CHINA FREE TRADE AGREEMENT (ACFTA) BAB II PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP INDUSTRI DALAM NEGERI DALAM RANGKA ASEAN CHINA FREE TRADE AGREEMENT (ACFTA) Arus globalisasi ekonomi yang menimbulkan hubungan interdependensi dan integrasi dalam bidang

Lebih terperinci

BAB 3 KONDISI PERDAGANGAN LUAR-NEGERI INDONESIA DENGAN KAWASAN ASEAN

BAB 3 KONDISI PERDAGANGAN LUAR-NEGERI INDONESIA DENGAN KAWASAN ASEAN BAB 3 KONDISI PERDAGANGAN LUAR-NEGERI INDONESIA DENGAN KAWASAN ASEAN Disepakatinya suatu kesepakatan liberalisasi perdagangan, sesungguhnya bukan hanya bertujuan untuk mempermudah kegiatan perdagangan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBANGUNAN PERTANIAN DI ERA GLOBALISASI (Konsolidasi Agribisnis dalam Menghadapi Globalisasi)

BAB IV PEMBANGUNAN PERTANIAN DI ERA GLOBALISASI (Konsolidasi Agribisnis dalam Menghadapi Globalisasi) BAB IV PEMBANGUNAN PERTANIAN DI ERA GLOBALISASI (Konsolidasi Agribisnis dalam Menghadapi Globalisasi) Sebagai suatu negara yang aktif dalam pergaulan dunia, Indonesia senantiasa dituntut untuk cepat tanggap

Lebih terperinci

2 b. bahwa Persetujuan dimaksudkan untuk menetapkan prosedur penyelesaian sengketa dan mekanisme formal untuk Persetujuan Kerangka Kerja dan Perjanjia

2 b. bahwa Persetujuan dimaksudkan untuk menetapkan prosedur penyelesaian sengketa dan mekanisme formal untuk Persetujuan Kerangka Kerja dan Perjanjia No.92, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PENGESAHAN. Agreement. Asosiasi Bangsa-Bangsa Asia Tenggara. Republik Rakyat Tiongkok. Penyelesaian Sengketa. Kerja Sama Ekonomi. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan dalam berbagai bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PROFESI AKUNTANSI & ASEAN ECONOMIC COMMUNITY 2015 PUSAT PEMBINAAN AKUNTAN DAN JASA PENILAI KEMENTERIAN KEUANGAN RI

PERKEMBANGAN PROFESI AKUNTANSI & ASEAN ECONOMIC COMMUNITY 2015 PUSAT PEMBINAAN AKUNTAN DAN JASA PENILAI KEMENTERIAN KEUANGAN RI PERKEMBANGAN PROFESI AKUNTANSI & ASEAN ECONOMIC COMMUNITY 2015 PUSAT PEMBINAAN AKUNTAN DAN JASA PENILAI KEMENTERIAN KEUANGAN RI Jakarta, 15 Mei 2013 AGENDA Perkembangan Profesi Akuntansi AEC 2015 2 Pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Memasuki awal abad 21 dunia ditandai dengan terjadinya proses integrasi ekonomi di berbagai belahan dunia. Proses integrasi ini penting dilakukan masing-masing kawasan

Lebih terperinci

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 81 BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA Negara-negara yang tergabung dalam ASEAN bersama dengan Cina, Jepang dan Rep. Korea telah sepakat akan membentuk suatu

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130 TAHUN 1998 TENTANG PENGESAHAN ASEAN AGREEMENT ON CUSTOMS (PERSETUJUAN ASEAN DI BIDANG KEPABEANAN)

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130 TAHUN 1998 TENTANG PENGESAHAN ASEAN AGREEMENT ON CUSTOMS (PERSETUJUAN ASEAN DI BIDANG KEPABEANAN) KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130 TAHUN 1998 TENTANG PENGESAHAN ASEAN AGREEMENT ON CUSTOMS (PERSETUJUAN ASEAN DI BIDANG KEPABEANAN) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa di Puket,

Lebih terperinci

PRINSIP-PRINSIP PERDAGANGAN DUNIA (GATT/WTO)

PRINSIP-PRINSIP PERDAGANGAN DUNIA (GATT/WTO) BAHAN KULIAH PRINSIP-PRINSIP PERDAGANGAN DUNIA (GATT/WTO) Prof. Sanwani Nasution, SH Dr. Mahmul Siregar, SH.,M.Hum PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA USU MEDAN 2009 PRINSIP-PRINSIP

Lebih terperinci

ASEAN CHINA FREE TRADE AREA

ASEAN CHINA FREE TRADE AREA ASEAN CHINA FREE TRADE AREA A. PENDAHULUAN ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) merupakan kesepakatan antara negaranegara anggota ASEAN dengan China untuk mewujudkan kawasan perdagangan bebas dengan menghilangkan

Lebih terperinci

DAMPAK PERDAGANGAN BEBAS ASEAN CINA BAGI PEREKONOMIAN INDONESIA (Studi Kasus : Dampak pada Tekstil dan Produk Tekstil Indonesia (TPT))

DAMPAK PERDAGANGAN BEBAS ASEAN CINA BAGI PEREKONOMIAN INDONESIA (Studi Kasus : Dampak pada Tekstil dan Produk Tekstil Indonesia (TPT)) DAMPAK PERDAGANGAN BEBAS ASEAN CINA BAGI PEREKONOMIAN INDONESIA (Studi Kasus : Dampak pada Tekstil dan Produk Tekstil Indonesia (TPT)) Resume Muhammad Akbar Budhi Prakoso 151040071 JURUSAN ILMU HUBUNGAN

Lebih terperinci

KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL. Bab 3

KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL. Bab 3 KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL Bab 3 1. Pengertian Kerjasama Ekonomi Internasional Hubungan antara suatu negara dengan negara lainnya dalam bidang ekonomi melalui kesepakatan-kesepakatan tertentu, dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengikuti pesatnya laju globalisasi ekonomi dunia adalah munculnya blok-blok

BAB I PENDAHULUAN. mengikuti pesatnya laju globalisasi ekonomi dunia adalah munculnya blok-blok BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suatu fenomena yang dalam kurun waktu terakhir ini berkembang pesat mengikuti pesatnya laju globalisasi ekonomi dunia adalah munculnya blok-blok ekonomi dan perdagangan

Lebih terperinci

Bab 5 Bisnis Global P E R T E M U A N 5

Bab 5 Bisnis Global P E R T E M U A N 5 Bab 5 Bisnis Global P E R T E M U A N 5 1 PENGERTIAN GLOBALISASI Globalisasi: Perekonomian dunia yang menjadi sistem tunggal yang saling bergantung satu dengan yang lainnya Beberapa kekuatan yang digabungkan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Prinsip perluasan Uni Eropa adalah semua anggota harus memenuhi ketentuan yang dimiliki oleh Uni Eropa saat ini, antara lain menyangkut isu politik (kecuali bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengaruhnya sangat besar dalam kehidupan sehari-hari masyarakat itu sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. pengaruhnya sangat besar dalam kehidupan sehari-hari masyarakat itu sendiri. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses gobalisasi sudah melanda hampir di semua negara di dunia,termasuk di Indonesia. Globalisasi berpengaruh besar terhadap perekonomian dunia dan juga negara-negara,tidak

Lebih terperinci

KESEMPATAN KERJA PERDAGANGAN. Rahma Iryanti Direktur Tenaga Kerja dan Pengembangan Kesempatan Kerja. Jakarta, 5 Juli 2013

KESEMPATAN KERJA PERDAGANGAN. Rahma Iryanti Direktur Tenaga Kerja dan Pengembangan Kesempatan Kerja. Jakarta, 5 Juli 2013 KESEMPATAN KERJA MENGHADAPI LIBERALISASI PERDAGANGAN Rahma Iryanti Direktur Tenaga Kerja dan Pengembangan Kesempatan Kerja Jakarta, 5 Juli 2013 1 MATERI PEMAPARAN Sekilas mengenai Liberalisasi Perdagangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 21 BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Tanaman Apel Apel adalah jenis buah-buahan, atau buah yang dihasilkan dari pohon buah

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakefektifan penyelesaian sengketa

BAB III PENUTUP. Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakefektifan penyelesaian sengketa 64 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian penulis, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakefektifan penyelesaian sengketa DSB WTO dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga perdagangan antar negara menjadi berkembang pesat dan tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. sehingga perdagangan antar negara menjadi berkembang pesat dan tidak hanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemenuhan kebutuhan ekonomi suatu negara saat ini tidak bisa terlepas dari negara lain. Perdagangan antar negara menjadi hal yang perlu dilakukan suatu negara. Disamping

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. The Association of South East Asian Nations atau yang sering

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. The Association of South East Asian Nations atau yang sering 14 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG The Association of South East Asian Nations atau yang sering disingkat ASEAN adalah sebuah Perhimpunan Bangsa-Bangsa di kawasan Asia Tenggara. Pembentukkan ASEAN

Lebih terperinci

BENTUK KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL.

BENTUK KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL. BENTUK KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL BADAN-BADAN KERJASAMA EKONOMI KERJA SAMA EKONOMI BILATERAL: antara 2 negara KERJA SAMA EKONOMI REGIONAL: antara negara-negara dalam 1 wilayah/kawasan KERJA SAMA EKONOMI

Lebih terperinci

PEMASARAN INTERNASIONAL

PEMASARAN INTERNASIONAL PENGANTAR PEMASARAN PEMASARAN INTERNASIONAL Suwandi PROGRAM STUDI MANAGEMENT RESORT & LEISURE UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG PEMASARAN INTERNASIONAL 1. Globalisasi perdagangan dunia 2. Faktor-faktor

Lebih terperinci

BAB 7 PERDAGANGAN BEBAS

BAB 7 PERDAGANGAN BEBAS BAB 7 PERDAGANGAN BEBAS Pengaruh Globalisasi Terhadap Perekonomian ASEAN Globalisasi memberikan tantangan tersendiri atas diletakkannya ekonomi (economy community) sebagai salah satu pilar berdirinya

Lebih terperinci

PROTOKOL UNTUK MELAKSANAKAN KOMITMEN PAKET KEDELAPAN DALAM PERSETUJUAN KERANGKA KERJA ASEAN DI BIDANG JASA

PROTOKOL UNTUK MELAKSANAKAN KOMITMEN PAKET KEDELAPAN DALAM PERSETUJUAN KERANGKA KERJA ASEAN DI BIDANG JASA PROTOKOL UNTUK MELAKSANAKAN KOMITMEN PAKET KEDELAPAN DALAM PERSETUJUAN KERANGKA KERJA ASEAN DI BIDANG JASA Pemerintah-pemerintah Brunei Darussalam, Kerajaan Kamboja, Republik Indonesia, Republik Demokratik

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH HUKUM PERNIAGAAN/PERDAGANGAN INTERNASIONAL MATCH DAY 7 WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO)

BAHAN KULIAH HUKUM PERNIAGAAN/PERDAGANGAN INTERNASIONAL MATCH DAY 7 WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) BAHAN KULIAH HUKUM PERNIAGAAN/PERDAGANGAN INTERNASIONAL MATCH DAY 7 WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) A. Sejarah WTO World Trade Organization (WTO) adalah suatu organisasi perdagangan antarbangsabangsa dengan

Lebih terperinci

hambatan sehingga setiap komoditi dapat memiliki kesempatan bersaing yang sama. Pemberian akses pasar untuk produk-produk susu merupakan konsekuensi l

hambatan sehingga setiap komoditi dapat memiliki kesempatan bersaing yang sama. Pemberian akses pasar untuk produk-produk susu merupakan konsekuensi l BAB V 5.1 Kesimpulan KESIMPULAN DAN SARAN Dalam kesepakatan AoA, syarat hegemoni yang merupakan hubungan timbal balik antara tiga aspek seperti form of state, social force, dan world order, seperti dikatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan internasional. Dalam situasi globalisasi ekonomi, tidak ada satupun

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan internasional. Dalam situasi globalisasi ekonomi, tidak ada satupun 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu aspek penting dalam perekonomian suatu negara adalah perdagangan internasional. Dalam situasi globalisasi ekonomi, tidak ada satupun negara yang tidak

Lebih terperinci

Kerja sama ekonomi internasional

Kerja sama ekonomi internasional Meet -12 1 hubungan antara suatu negara dengan negara lainnya dalam bidang ekonomi melalui kesepakatankesepakatan tertentu, dengan memegang prinsip keadilan dan saling menguntungkan. Tujuan umum kerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jasa, aliran investasi dan modal, dan aliran tenaga kerja terampil.

BAB I PENDAHULUAN. jasa, aliran investasi dan modal, dan aliran tenaga kerja terampil. BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Setiap negara pasti memiliki hubungan interaksi dengan negara lain yang diwujudkan dengan kerja sama di suatu bidang tertentu. Salah satu diantaranya adalah

Lebih terperinci

PROTOKOL UNTUK MENGUBAH BEBERAPA PERJANJIAN EKONOMI ASEAN TERKAIT DENGAN PERDAGANGAN BARANG Pemerintah-pemerintah Brunei Darussalam, Kerajaan Kamboja, Republik Indonesia, Republik Demokratik Rakyat Laos,

Lebih terperinci

PROTOKOL UNTUK MENGUBAH BEBERAPA PERJANJIAN EKONOMI ASEAN TERKAIT DENGAN PERDAGANGAN BARANG

PROTOKOL UNTUK MENGUBAH BEBERAPA PERJANJIAN EKONOMI ASEAN TERKAIT DENGAN PERDAGANGAN BARANG PROTOKOL UNTUK MENGUBAH BEBERAPA PERJANJIAN EKONOMI ASEAN TERKAIT DENGAN PERDAGANGAN BARANG Pemerintah-pemerintah Brunei Darussalam, Kerajaan Kamboja, Republik Indonesia, Republik Demokratik Rakyat Laos,

Lebih terperinci

perdagangan, industri, pertania

perdagangan, industri, pertania 6. Organisasi Perdagangan Internasional Untuk mempelajari materi mengenai organisasi perdagangan internasional bisa dilihat pada link video berikut: https://bit.ly/2i9gt35. a. ASEAN (Association of South

Lebih terperinci

Keywords: ASEAN Economic Community, Micro, Small and Medium Enterprises, Monopoly

Keywords: ASEAN Economic Community, Micro, Small and Medium Enterprises, Monopoly KAJIAN PENGATURAN TERHADAP STANDAR PRODUK PRIORITAS USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH MENGHADAPI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN DALAM KAITANNYA DENGAN PRAKTIK MONOPOLI Oleh: I Gusti Putu Ngurah Satriawibawa I

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan-kebutuhan masyarakat tidak terlepas dari pranata-pranata hukum

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan-kebutuhan masyarakat tidak terlepas dari pranata-pranata hukum 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Peranan penerapan suatu sistem hukum dalam pembangunan demi terciptanya pembentukan dan pembaharuan hukum yang responsif atas kebutuhan-kebutuhan masyarakat tidak

Lebih terperinci

Bab 5 Bisnis Global 10/2/2017 1

Bab 5 Bisnis Global 10/2/2017 1 Bab 5 Bisnis Global 10/2/2017 1 Pengertian Globalisasi Globalisasi: Perekonomian dunia yang menjadi sistem tunggal yang saling bergantung satu dengan yang lainnya Beberapa kekuatan yang digabungkan menyulut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kerja sama merupakan upaya yang dilakukan oleh perseorangan, kelompok maupun negara untuk mencapai kepentingan bersama. Lewat bekerjasama, tentu saja seseorang, kelompok

Lebih terperinci

BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan

BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan Akuntansi merupakan satu-satunya bahasa bisnis utama di pasar modal. Tanpa standar akuntansi yang baik, pasar modal tidak akan pernah berjalan dengan baik pula karena laporan

Lebih terperinci

Menerjang Arus Globalisasi ACFTA dan Masa Depan Ekonomi Politik Indonesia

Menerjang Arus Globalisasi ACFTA dan Masa Depan Ekonomi Politik Indonesia Menerjang Arus Globalisasi ACFTA dan Masa Depan Ekonomi Politik Indonesia Tahun 2001, pada pertemuan antara China dan ASEAN di Bandar Sri Begawan, Brunei Darussalam, Cina menawarkan sebuah proposal ASEAN-China

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh negara sebagian anggota masyarakat internasional masuk dalam blokblok

BAB I PENDAHULUAN. seluruh negara sebagian anggota masyarakat internasional masuk dalam blokblok BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Liberalisasi perdagangan kini telah menjadi fenomena dunia. Hampir di seluruh negara sebagian anggota masyarakat internasional masuk dalam blokblok perdagangan bebas

Lebih terperinci

ASEAN YANG BERDAYA SAING, INOVATIF, DAN DINAMIS. DR. Mhd. Saeri, M.Hum. (PSA Universitas Riau) Abstrak

ASEAN YANG BERDAYA SAING, INOVATIF, DAN DINAMIS. DR. Mhd. Saeri, M.Hum. (PSA Universitas Riau) Abstrak ASEAN YANG BERDAYA SAING, INOVATIF, DAN DINAMIS DR. Mhd. Saeri, M.Hum (PSA Universitas Riau) Abstrak ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) adalah wadah bagi negara-negara Asia Tenggara untuk memperjuangkan

Lebih terperinci

PERAN INDONESIA DALAM ORGANISASI REGIONAL

PERAN INDONESIA DALAM ORGANISASI REGIONAL PERAN INDONESIA DALAM ORGANISASI REGIONAL Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) ASEP GINANJAR PPG DALAM JABATAN Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi 2018 1. Peran Indonesia dalam

Lebih terperinci

KERJASAMA ASEAN DALAM BERBAGAI BIDANG

KERJASAMA ASEAN DALAM BERBAGAI BIDANG KERJASAMA ASEAN DALAM BERBAGAI BIDANG Negara-negara ASEAN juga bekerja sama dalam bidang ekonomi dan sosial budaya. Dalam bidang ekonomi meliputi : 1. Membuka Pusat Promosi ASEAN untuk perdagangan, investasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikenal dengan nama Deklarasi Bangkok. Deklarasi ini disahkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. dikenal dengan nama Deklarasi Bangkok. Deklarasi ini disahkan dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan Organisasi Regional di Asia Tenggara dimulai dari inisiatif pemerintah di lima negara Asia Tenggara yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan

Lebih terperinci