PEMETAAN NILAI SUSEPTIBILITAS MAGNETIK TANAH LAPISAN ATAS DI KODYA SURAKARTA MENGGUNAKAN BARTINGTON MS2 SEBAGAI INDIKATOR PENDEKATAN SEBARAN LOGAM
|
|
- Leony Gunardi
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 PEMETAAN NILAI SUSEPTIBILITAS MAGNETIK TANAH LAPISAN ATAS DI KODYA SURAKARTA MENGGUNAKAN BARTINGTON MS2 SEBAGAI INDIKATOR PENDEKATAN SEBARAN LOGAM Yuli Triyanto M Jurusan Fisika FMIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta Abstrak Pertambahan jumlah kendaraan bermotor merupakan salah satu kontributor utama pencemaran tanah karena sangat mungkin gas buang kendaraan bermotor mengandung polutan berupa logam hasil pembakaran. Metode yang digunakan selama ini untuk mengidentifikasi adanya polutan adalah metode kimia, biokimia. dan geokimia. Namun metode-metode ini mahal dan membutuhkan waktu yang lama. Sementara itu metode geofisika yang dikembangkan belum efektif untuk mengidentifikasi adanya suatu sebaran logam. Untuk itu, dikembangkan metode magnetik batuan sebagai metode alternatif. Metode magnetik batuan sering digunakan dalam kajian lingkungan dengan menggunakan perubahan dan variasi sifat mineral magnetik dalam tanah, debu atau sedimen sebagai indikator dari proses yang terjadi di lingkungan. Dalam penelitian ini dikaji sifat-sifat magnetik dari tanah lapisan atas di Kodya Surakarta. Metode magnetik berupa pemetaan nilai suseptibiltas berdasarkan pengukuran secara in- situ dengan menggunakan Bartington MS2 sensor D dan dikombinasikan dengan analisis laboratorium cuplikan tanah daerah survei dengan menggunakan Bartington MS2 sensor W dengan menggunakan variasi temperatur. Hasil penelitian ini memperlihatkan adanya hubungan yang kuat antara suseptibilitas magnetik dengan pola penggunaan lahan yang salah satunya dilihat dari intensitas kepadatan lalu lintas. Pengukuran di dekat jalan raya menunjukkan nilai suseptibilitas magnetik yang lebih tinggi dibanding pengukuran yang jauh dari jalan raya (pemukiman). Korelasi ini memungkinkan digunakannya suseptibilitas magnetik sebagai indikator pendekatan sebaran logam di tanah akibat gas buang kendaraan bermotor. Kata Kunci: magnetik batuan, suseptibilitas, tanah lapisan atas, logam I. Pendahuluan Kesadaran masyarakat akan hadirnya efek gas buang kendaraan bermotor di kota-kota besar saat ini makin tinggi. Dari berbagai sumber bergerak seperti mobil penumpang, truk, bus, lokomotif kereta api, kapal terbang, dan kapal laut, kendaraan bermotor saat ini maupun di kemudian hari akan terus menjadi sumber yang dominan dari paparan logam di perkotaan. Dibandingkan dengan sumber stasioner seperti industri dan pusat tenaga listrik, jenis proses pembakaran yang terjadi pada mesin kendaraan bermotor tidak sesempurna di dalam industri dan menghasilkan bahan pencemar pada kadar yang lebih tinggi, terutama berbagai senyawa organik dan oksida nitrogen, sulfur dan karbon. Selain itu gas buang kendaraan bermotor juga langsung masuk ke dalam lingkungan jalan raya yang lebih dekat dengan masyarakat, dibandingkan dengan gas buang dari cerobong industri yang tinggi. Emisi gas buang kendaraan bermotor juga cenderung membuat kondisi tanah dan air menjadi asam. Pengalaman di negara maju membuktikan bahwa kondisi seperti ini dapat menyebabkan terlepasnya ikatan tanah atau sedimen dengan beberapa mineral/ logam, sehingga logam tersebut dapat mencemari lingkungan. Melonjaknya jumlah pemakai kendaraan bermotor di Solo diidentifikasikan menjadi sumber polutan berupa paparan logam di tanah. Jumlah kendaraan bermotor pada tahun 2004 di Kotamadya Surakarta mencapai kendaraan yang terdiri dari sepeda motor, bus, mobil penumpang, dan mobil barang. Kondisi lalu lintas Kota Surakarta juga bisa digambarkan dengan melihat total arus yang keluar masuk kota pada 18 jam efektif (jam WIB) pada tiga belas koridor adalah 1
2 kendaraan atau rata- rata kendaraan per jam (Anonim, 2006). Logam dalam batuan dan tanah bisa berupa mineral magnetik yang apabila ditinjau dari sifat magnetiknya, pada umumnya dikelompokkan menjadi diamagnetik, paramagnetik dan ferromagnetik (termasuk ferimagnetik dan antiferomagnetik). Namun demikian istilah mineral magnetik biasanya digunakan bagi mineral yang tergolong ferromagnetik. Dalam batuan dan tanah (soils), mineral ferromagnetik umumnya berasal dari keluarga besi-titanium oksida, sulfide-besi dan hidrooksida besi (Satria Bijaksana, 2002). Metode yang digunakan selama ini untuk mengidentifikasi logam adalah metode kimia, biokimia. dan geokimia. Namun metode-metode ini mahal dan membutuhkan waktu yang lama. Sementara itu metode geofisika yang dikembangkan belum efektif untuk mengidentifikasi adanya logam dalam batuan/ tanah. Untuk itu, dikembangkan metode magnetik batuan sebagai metode alternatif. Metode magnetik batuan sering digunakan dalam kajian lingkungan. Dengan menggunakan perubahan dan variasi sifat mineral magnetik dalam tanah, debu atau sedimen sebagai indikator dari proses yang terjadi di lingkungan. Mineral magnetik dapat didentifikasi dengan serangkaian metode yang dikenal dengan metode kemagnetan batuan (rock magnetic methods) dan yang lazim digunakan adalah pengukuran suseptibilitas magnetik dengan cara pemetaan suseptibilitas magnetik pada tanah berdasarkan parameter- parameter magnetik tanah. Pengukuran susuptibilitas magnetik dari suatu sampel di alam terbuka akan memberikan informasi tentang mineral yang terkandung di dalam sampel tersebut. Pemetaan suseptibilitas magnetik tanah dapat dikaitkan dengan pemetaan sebaran logam dengan asumsi tanah yang diteliti mengandung logam yang berasal dari gas buang kendaraan bermotor. Penelitian ini akan memetakan nilai suseptibilitas magnetik dan mengidentifikasikan sebaran logam di Kodya Surakarta dengan cara melakukan survei dan pengukuran secara in-situ (pengukuran lansung) di lapangan dengan Bartington MS2 sensor D sehingga diperoleh data yang dapat mewakili beberapa tempat untuk dianalisis dan dibandingkan dengan hasil pengukuran cuplikan tanah di laboratorium dengan Bartington MS2 sensor W dengan menggunakan variasi temperatur. Hasil dari penelitian ini dapat dikaitkan dengan beberapa kajian masalah lingkungan terutama masalah sebaran logam di tanah dengan hipotesis apabila paparan logam disinyalir ada dalam tanah maka dapat diidentifikasikan juga masyarakat yang tinggal atau melakukan kegiatan lainnya di sekitar jalan yang padat lalu lintas kendaraan bermotor dan mereka yang berada di jalan raya akan terpapar oleh bahan pencemar berupa logam yang kadarnya cukup tinggi pula. II. Metodologi Penelitian Penelitian mengenai nilai suseptibilitas magnetik untuk analisis sebaran logam di Kodya Surakarta ini meliputi beberapa tahapan dan metode penelitian, yaitu: II.1. Pemetaan Nilai suseptibilitas Magnetik Pengambilan data adalah pengukuran nilai suseptibilitas magnetik tanah lapisan atas secara insitu (pengukuran langsung di lapangan) dengan menggunakan Bartington MS2 sensor D. Pada setiap titik dilakukan pengukuran tiga kali dan hasil yang digunakan adalah nilai rata- rata dari ketiga nilai tersebut. Data- data hasil pengukuran kemudian diolah dengan menggunakan program Surfer v8 untuk mengetahui gambaran peta kontur nilai suseptiblitas magnetik di Kodya Surakarta. Gambar 2.1.Pengambilan data secara in- situ di lapangan II.2. Pengujian cuplikan tanah di Laboratorium Pengujian di laboratorium untuk mengetahui nilai temperatur Curie dapat digunakan sebagai pembanding dengan hasil pengukuran secara in- situ dilakukan dengan menggunakan seperangkat Bartington MS2 meter dengan sensor W yang diolah dengan software Geolabsoft v2.2. Gambar 2.2. Bartington Susceptibility Temperature System Prosedur penelitiannya secara sistematis terlihat pada diagram alir di bawah ini 2
3 Permukaan tanah Nilai Magnetik Peta kontur Magnetik Pengukuran Analisis Kesimpulan Sampel tanah pada kedalaman 0,1 m Nilai suseptibilitas magnetik Gambar 2.3. Prosedur penelitian III. Hasil dan Pembahasan Penelitian ini dilakukan untuk memetakan nilai suseptibilitas magnetik tanah lapisan atas sebagai bahan analisis sebaran logam di Kodya Surakarta. Daerah survei dalam penelitian ini meliputi area Kodya Surakarta dengan total luas 44,04 Km 2. Pemetaan dilakukan untuk mengetahui sebaran suseptibilitas pada kedalaman tertentu. Data mapping diolah dengan sofware Surfer ver8 untuk mendapatkan peta kontur isosuseptibilitas. Kontur isosuseptibilitas menampilkan adanya anomali pada titik-titik tertentu. Satria Bijaksana (2002) menyatakan bahwa dalam batuan dan tanah, mineral feromagnetik umumnya berasal dari keluarga besi titanium oksida (magnetite, hematite, maghemite), sulfidabesi (pyrite, pyrrhotite), dan hidro oksida besi (goethite). Nilai suseptibilitas mineral magnetik ini ditunjukkan dalam tabel di bawah ini. Tabel 3.1. Nilai Magnetik Mineral Feromagnetik (Hunt dkk, 1995) Mineral Magnetik Magnetik (10-5 SI) Magnetite Hematite Maghemite Ilmenite Pyrite Pyrrhotite Goethite Pengukuran secara in-situ menunjukkan nilai suseptibilitas magnetik tanah lapisan atas di Kodya Surakarta berada pada rentang (9,6-974,7) x 10-5, yang berarti termasuk dalam rentang nilai mineral feromagnetik. Pada temperatur ruangan, hanya besi (Fe), nikel (Ni), kobalt (Co), dan gadolinum (Gd) sajalah yang merupakan elemen feromagnetik, tetapi beberapa elemen pada temperatur rendah dan logam-logam campuran (alloy) yang komponennya tidak feromagnetik juga memperlihatkan efek- efek feromagnetik (Allonso,1992). Berdasarkan hal ini maka pada peta isosuseptibilitas dapat diinterprestasikan bahwa titik yang mempunyai nilai suseptibilitas magnetik tinggi berarti tanah permukaan di sekitar titik-titik tersebut mempunyai kandungan logam yang lebih tinggi dibandingkan daerah sekitarnya. Klasifikasi tinggi dalam penelitian ini adalah daerah yang mempunyai nilai suseptibilitas magnetik 900 x x Daerah yang mempunyai nilai suseptibilitas magnetik rendah rentangnya adalah 0-50 x Sedangkan daerah dengan nilai suseptibilitas 450 x x 10-5 masuk kategori sedang. Kombinasi dari pengukuran suseptibilitas magnetik dapat membantu dalam mengidentifikasi kondisi tanah di suatu daerah yang mempunyai kandungan logam di dalamnya. Emisi kendaraan bermotor diperkirakan sebagai sumber yang signifikan dari polutan bahan magnetik/ logam (Hoffman dkk, 1999). Berikut hasil pemetaan nilai suseptibilitas magnetik tanah lapisan atas di Kodya Surakarta yang diolah dengan perangkat lunak Surfer v.8 Posisi y (Satuan Panjang) Posisi x ( Satuan Panjang ) Ket: 1 satuan panjang = 500 m Gambar 3.1. Peta Kontur nilai suseptibilitas magnetik dari area survei di Kodya Surakarta Indikasi bahwa sumber utama paparan logam adalah kepadatan lalu lintas terlihat pada pengukuran di daerah sekitar jalan utama dengan kepadatan lalu lintas yang tinggi mempunyai nilai suseptibilitas magnetik lebih besar daripada yang jauh dari jalan utama atau di sekitar daerah pemukiman. Hal ini terlihat pada peta kontur
4 dimana terlihat adanya anomali dengan nilai suseptibiltas magnetik tinggi ( warna merah) di antaranya pada koordinat (3,3), (12,3), dan (13,7). Ini berarti di sekitar titik tersebut banyak terdapat kandungan logam, hal ini ditunjukkan dengan nilai suseptibilitas magnetik sebesar 947x 10-5, 958 x 10-5, 928,1 x Berdasarkan ploting titik pemetaan pada Peta Wilayah Kodya Surakarta, koordinat (3,3) dan (12,3) adalah daerah di sekitar Jalan Slamet Riyadi yang merupakan ruas jalan terbesar di Kota Surakarta dan termasuk kategori jalan utama, sehingga bisa dipastikan intensitas kendaraannya memang sangat tinggi. Begitu pula dengan koordinat (13,7) yang merupakan daerah pertigaan ramai kendaraan bermotor pertemuan dua jalan utama yaitu Jalan Jenderal Ahmad Yani dan Jalan Tentara Pelajar. Secara keseluruhan ada 12 titik pengukuran di sepanjang Jalan Slamet Riyadi dengan nilai suseptibilitas magnetik ditunjukkan pada tabel di bawah ini: Tabel 3.2. Pemetaan Nilai Magnetik di Jalan Slamet Riyadi Koordinat (10-5 ) (2,3) 808,6 (3,3) 947,2 (4,3) 872,3 (5,3) 737,3 (6,3) 333,8 (7,3) 246,3 (8,3) 712,9 (9,3) 744,8 (10,3) 595,0 (11,3) 904,1 (12,3) 958,1 (13,3) 901,1 Terlihat bahwa sebaran nilai suseptibilitas magnetik di sepanjang Jalan Slamet Riyadi dari 12 titik koordinat pengambilan data secara in-situ mempunyai rentang nilai yang relatif tinggi pada 9 titik koordinat yaitu (712,9-958,1) x Nilai yang relatif lebih rendah di temukan di tiga koordinat lain sebesar 246,3 x 10-5 ; 333,8 x 10-5 ; dan 595,0 x Ketika dicocokkan dengan kondisi saat pengambilan data, ternyata lokasi pengukuran di tiga titik ini dilakukan di taman kota yang terletak di sisi jalan, sehingga ada pengaruh vegetasi (rerumputan taman) terhadap nilai suseptibilitas magnetik yang terukur. Pengukuran di tiga titik di Jalan Slamet Riyadi ini terpaksa dilakukan di areal taman karena secara kondisi fisik tidak ada permukaan tanah yang terbuka akibat betonisasi di sebelah kiri dan kanan Jalan Slamet Riyadi. Pengukuran 9 titik lain dilakukan langsung di tanah permukaan di pinggir jalan. Anomali dengan nilai suseptibilitas yang rendah (warna hijau) di koordinat (1,4) dan (14,10) yaitu di daerah Jalan Blewah Raya I dan Jalan Madukoro yang merupakan daerah pemukiman penduduk ataupun daerah dengan intensitas kendaraan bermotor yang relatif lebih sedikit semakin menguatkan bahwa gas buang kendaraan bermotor menjadi salah satu sumber polutan logam. Dari pengukuran di Jalan Slamet Riyadi di atas terlihat faktor vegetasi juga memberikan kontribusi pada terukurnya nilai suseptibilitas pada tanah permukaan. Sehingga pengukuran di tiga titik koordinat di areal yang banyak vegetasinya ternyata berbeda dibandingkan dengan 9 titik pengambilan data yang lain dalam satu jalan yang sama intensitas kendaraannya. Hal ini juga terlihat pada peta kontur isosuseptibilitas pada koordionat (7,2) yang merupakan daerah Jalan Samanhudi ( pertigaan dekat Tugu Lilin) yang termasuk kategori jalan raya yang secara intensitas kendaraan bermotor daerah ini bisa dikategorikan ramai. Namun kondisi di sekitar jalan yang ditumbuhi pepohonan ternyata berpengaruh pada sebaran logam yang ada, hal ini ditunjukkan dengan nilai suseptibilitas yang hanya berkisar pada nilai 37,95 x10-5 yang termasuk kategori rendah. Tumbuhan dapat bertindak sebagai pengeliminasi logam. Peran pada tumbuhan ini dikenal sebagai fitoremidiasi. Tumbuhan dapat mengeliminasi logam berat melalui beberapa cara, seperti (i) fitostabilisasi: tumbuhan menstabilkan limbah di dalam tanah; (ii) fitostimulasi: akar tanaman menstimulasi penghancuran limbah dengan bantuan bakteri rhizosfer; (iii) fitodegradasi: tanaman mendegradasi limbah; (iv) fito ekstrasi: jeringan tanaman, terutama dauan mangakumulasi limbah; (v) fitovolatilisasi: limbah diubah menjadi senyawa yang mudah menguap; serta (vi) rhizofiltrasi: akar menyerap limbah dari air (Kompas, 2004). Namun berbeda dengan bakteri yang dapat mengubah tingkat oksidasi dan ordinasi logam menjadi kurang berbahaya, pada fitoremidiasi sebagian logam yang diserap tetap dalam kondisi membahayakan manusia, sehingga kayu atau panenan lain dari tumbuhan tersebut harus diperlakukan secara khusus karena tetap mengandung zat beracun, meskipun tingkat peracunan ini umumnya terbatas karena logam yang tertahan di lapisan akar umumnya tidak berada dalam kondisi dapat diserap makhluk hidup. Namun yang terpenting dengan adanya tumbuhan ini dapat mencegah paparan langsung logam ke tubuh manusia. 4
5 Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Endang Purwanti (2002) terkait pemetaan nilai suseptibilitas magnetik dan identifikasi bahan magnetik di daerah Ngoresan, Jebres, Surakarta menyarankan adanya penelitian tambahan dengan metode pencuplikan tanah untuk dilakukan penelitian suseptibilitas magnetik tanah di laboratorium dengan menggunakan variasi temperatur. Berpijak dari pemikiran ini, sampel yang diperoleh dari titik-titik yang mempunyai nilai suseptibilitas ekstrim (tinggi, sedang, dan rendah) berdasarkan pengukuran in-situ di lapangan kemudian diuji dengan Bartington Susceptibility Temperatur System yang diolah dengan software Geolabsoft v2.2. sehingga diperoleh grafik hubungan antara suseptibilitas magnetik ( ) dan temperatur (T) seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.2 sampai dengan 3.4. Dengan masingmasing kategori diambil tiga titik sampel. Sampel-sampel tersebut kemudian dikelompokkan berdasarkan lokasinya, yaitu kategori jalan utama, jalan raya, dan pemukiman untuk mengetahui korelasi antara kepadatan lalu lintas dengan sebaran logam yang ada berdasarkan identifikasi nilai suseptibilitas magnetiknya. 1.Kategori Jalan Utama a. Sampel 1 (Pertigaan Taman Ganesha, Jln. Tentara Pelajar) b. Sampel V (Jln. Slamet Riyadi; pertigaan depan Pabrik Jamu Air Mancur) Gambar 3.2 (b). Grafik vs T untuk sampel V c. Sampel VI ( Jln. Sutan Syahrir) Gambar 3.2 (c). Grafik vs T untuk sampel VI d. Sampel IX (Jln. Slamet Riyadi; sebelah timur pertigaan Nonongan) Gambar 3.2 (a). Grafik untuk sampel I vs T Gambar 3.2 (d). Grafik untuk sampel IX vs T Gambar 3.2. Grafik vs T untuk sampel kategori jalan utama 5
6 2.Kategori Jalan Raya a.sampel II (Depan AUB, Jln. Martawalanda Maramis) 3. Kategori Pemukiman a. Sampel III (Jln. Madukoro) Gambar 3.3 (a). Grafik untuk sampel II vs T Gambar 3.4 (a). Grafik untuk sampel III b. Sampel IV (Jln. Blewah Raya I) vs T b. Sampel VII (Jln. Samanhudi) Gambar 3.3 (b). Grafik vs T untuk sampel VII c. Sampel VIII ( Jln. Kebangkitan Nasional) Gambar 3.3 (c). Grafik vs T untuk sampel VIII Gambar 3.3. Grafik vs T untuk sampel kategori jalan raya Gambar 3.4 (b). Grafik vs T untuk sampel IV Gambar 3.4. Grafik vs T untuk sampel kategori pemukiman Sampel yang termasuk kategori mempunyai nilai suseptibilitas magnetik tinggi berdasarkan pemetaan dengan proram Surfer ver8 adalah sampel I, V, dan IX. Sampel dengan suseptibilitas rendah adalah sampel III, IV, danvii. Sedangkan sampel yang dimasukkan dalam kategori nilai suseptibilitas magnetik medium (sedang) adalah sampel II, VI, dan VIII. Grafik pada gambar di atas menunjukkan sifat hubungan antara kenaikan suhu sampel ( sumbu x ) terhadap nilai suseptibilitas magnetik sampel (sumbu Y). Setelah mengalami proses pemanasan sehingga suhu perlahan- lahan mulai naik, suseptibilitas magnetik sampel juga mengalami kenaikan. Hubungan antara pengaruh suhu yang diberikan dengan nilai suseptibilitas yang diperoleh adalah linier. Artinya, seiring dengan naiknya variasi suhu yang diberikan maka nilai suseptibilitas magnetik yang didapat juga mengalami kenaikan. Akan tetapi hubungan linier ini tidak bertahan seterusnya, dapat dilihat pada gambar bahwa sampel tanah mengalami perubahan yang 6
7 sangat mencolok setelah suhu sampel mencapai suhu tertentu. Pada suhu tersebut nilai suseptibilitas magnetik mencapai nilai maksimum, kemudian setelah suhu melewati suhu tersebut nilai suseptibilitas magnetik turun. Suhu transisi ini disebut suhu Curie. Pemanasan yang terus dilakukan pada sampel di atas suhu Curie menyebabkan grafik yang diperoleh adalah penurunan nilai suseptibilitas magnetik pada variasi kenaikan suhu yang diberikan. Hal ini sesuai dengan karakteristik bahan paramagnetik, bahwa suseptibilitas magnetik bahan paramanetik akan mengalami penurunan jika suhu dinaikkan. Pada suhu di bawah suhu Curie perilaku magnetik dari bahan ferromagnetik adalah kompleks. Dari penelitian ini diperoleh suseptibilitas magnetik sampel tanah sebelum mencapai suhu Curie berkisar antara 35 sampai 600. Pada penelitian ini sampel tanah menunjukkan kenaikan suseptibilitas magnetik secara perlahan seiring dengan naiknya suhu. Setelah mencapai suhu Curie suseptibilitas magnetik bahan ferromagnetik akan mengalami penurunan seiring dengan naiknya suhu. Hal ini juga terlihat pada gambar 3.2 sampai 3.4, grafik yang diperoleh dalam penelitian ini. Penurunan ini disebabkan karena pada suhu di atas suhu Curie bahan ferromagnetik berubah menjadi paramagnetik. Penelitian Agus Sugianto (2005) terkait penentuan suhu Curie logam berupa sampel nikel juga menghasilkan grafik yang serupa, dengan suhu Curie nikel hasil penelitian antara 300 o C sampai 406 o C. Gambar 3.5. Grafik vs T untuk sampel nikel (Agus Sugianto, 2005) Secara teori, suhu Curie untuk beberapa logam yang bersifat feromagnetik ditunjukkan tabel di bawah ini Tabel 3.3. Suhu Curie Bahan Feromagnetik (Blake More, 1985) Bahan Suhu Curie ( o C) Fe 770 Co 1122 Ni 358 Gd 16 Dy -188 Sedangkan suhu Curie masing-masing sampel tanah hasil penelitian adalah sebagai berikut: Tabel 3.4. Suhu Curie Sampel Tanah Hasil Penelitian Sampel Suhu Curie ( o C) I 300 II 270 III 200 IV 260 V 275 VI 270 VII 250 VIII 265 IX 250 Dari tabel 3.4 dapat dilihat bahwa suhu Curie sampel tanah yang diperoleh dari penelitian antara 200 o C sampai 300 o C. Diperolehnya grafik dari sampel tanah (Gambar ) yang mempunyai karakteristik yang sama dengan grafik pengujian sampel Ni yang dilakukan oleh Agus Sugianto (2005) pada gambar 3.5 menunjukan bahwa dalam sampel tanah lapisan atas yang diambil di area survey Kodya Surakarta mengandung paparan logam di dalamnya. Di samping itu terlihatnya korelasi antara kepadatan lalu lintas dengan nilai suseptibilitas magnetik hasil penelitian pada peta isosuseptibilitas serta terukurnya nilai suhu Curie sampel tanah menjadi indikator bahwa pengukuran suseptibilitas magnetik dengan menggunakan Bartington MS2 meter dapat digunakan sebagai pendekatan dalam mendeteksi adanya paparan logam dalam tanah lapisan atas di Kodya Surakarta. IV. Kesimpulan dan Saran IV.1. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan data hasil penelitian dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Pengukuran suseptibilitas magnetik dapat digunakan sebagai metode dalam mendeteksi sebaran logam; 2. Pengukuran di dekat jalan utama mempunyai nilai suseptibilitas magnetik lebih tinggi dari pada yang jauh dari jalan utama (pemukiman) menunjukkan kandungan logam yang tinggi sebagai 7
8 indikasi bahwa sumber utama polusi tanah adalah efek gas buang kendaraan bermotor; 3. Temperatur Curie logam yang diperoleh dalam penelitian antara 200 o C sampai 300 o C. IV.2. Saran Dari hasil penelitian yang telah dilakukan saran yang dapat diberikan adalah memperbanyak pengambilan sampel tanah dari beberapa area yang berbeda dalam satu titik sampel untuk memperoleh data yang lebih mewakili karakteristik titik yang diteliti tersebut. Hal ini disebabkan adanya kemungkinan intensitas logam berat yang berbedabeda dalam satu titik yang mencakup satu luasan daerah tertentu. V. Daftar Pustaka Alonso, M., Finn, E.J.,1992: Physics, Addison- Wesley Anonim, 2006 : Proposal Peningkatan Pelayanan Angkutan Umum di Kodya Surakarta, Pemkot Surakarta Endang Purwanti, 2002: Analisis Magnetik pada Tanah Menggunakan Bartington MS2 Meter di Ngoresan Jebres Surakarta, Skripsi, Fisika, FMIPA UNS, Surakarta Hoffman, V., Knab, M., Appel, E.,1999: Magnetic Susceptibility Mapping of Roadside Pollution, Journal of Geochemical Exploration, vol 66, Hal Satria Bijaksana, 2002: Analisa Mineral Magnetik dalam Masalah Lingkungan, Jurnal Geofísika, Edisi 2002, No 1, Hal
Identifikasi Polutan Dalam Air Permukaan Di Sekitar Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Air Dingin Padang
Identifikasi Polutan Dalam Air Permukaan Di Sekitar Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Air Dingin Padang Arif Budiman, Jernih Wati Zendrato Laboratorium Fisika Bumi Jurusan Fisika FMIPA Universitas Andalas
Lebih terperinciPEMETAAN NILAI SUSEPTIBILITAS MAGNETIK PADA TOP SOIL SEBAGAI INDIKATOR PENYEBARAN LOGAM BERAT DI SEKITAR JALAN SOEKARNO-HATTA MALANG
PEMETAAN NILAI SUSEPTIBILITAS MAGNETIK PADA TOP SOIL SEBAGAI INDIKATOR PENYEBARAN LOGAM BERAT DI SEKITAR JALAN SOEKARNO-HATTA MALANG Silvia Candra Wahyuni Universitas Negeri Malang E-mail: silvia.candra@gmail.com
Lebih terperinciJurnal Fisika Unand Vol. 3, No. 4, Oktober 2014 ISSN
IDENTIFIKASI SEBARAN LOGAM BERAT PADA TANAH LAPISAN ATAS DAN HUBUNGANNYA DENGAN SUSEPTIBILITAS MAGNETIK DI BEBERAPA RUAS JALAN DI SEKITAR PELABUHAN TELUK BAYUR PADANG Ulfa Yulius, Afdal Laboratorium Fisika
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara merupakan komponen yang sangat penting untuk keberlangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya. Tingkat pencemaran udara di Kota Padang cukup tinggi. Hal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi saat ini menjadi masalah yang sangat penting karena dapat mengindikasikan kemajuan suatu daerah. Transportasi sangat diperlukan untuk mendukung perkembangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Polusi atau pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan atau berubahnya tatanan lingkungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aktivitas transportasi khususnya kendaraan bermotor merupakan sumber utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan kendaraan yang digerakan
Lebih terperinciAnalisis dan Pemetaan Tingkat Polusi Udara di Zona Pendidikan (Studi Kasus : Wilayah IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi dan Universitas Jambi)
Analisis dan Pemetaan Tingkat Polusi Udara di Zona Pendidikan (Studi Kasus : Wilayah IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi dan Universitas Jambi) Vandri Ahmad Isnaini 1, Indrawata Wardhana 2, Rahmi Putri
Lebih terperinciPENCEMARAN LINGKUNGAN. Purwanti Widhy H, M.Pd
PENCEMARAN LINGKUNGAN Purwanti Widhy H, M.Pd Pengertian pencemaran lingkungan Proses terjadinya pencemaran lingkungan Jenis-jenis pencemaran lingkungan PENGERTIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN Berdasarkan UU Pokok
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah penduduk di Kota Padang setiap tahun terus meningkat, meningkatnya jumlah penduduk mengakibatkan peningkatan jumlah transportasi di Kota Padang. Jumlah kendaraan
Lebih terperinciBAB IV STUDI KHUSUS GEOKIMIA TANAH DAERAH KAWAH TIMBANG DAN SEKITARNYA
BAB IV STUDI KHUSUS GEOKIMIA TANAH DAERAH KAWAH TIMBANG DAN SEKITARNYA IV.1 TINJAUAN UMUM Pengambilan sampel air dan gas adalah metode survei eksplorasi yang paling banyak dilakukan di lapangan geotermal.
Lebih terperinciSUMMARY. ANALISIS KADAR NITROGEN DIOKSIDA (NO₂) dan KARBONMONOKSIDA (CO) DI UDARA AMBIEN KOTA GORONTALO
SUMMARY ANALISIS KADAR NITROGEN DIOKSIDA (NO₂) dan KARBONMONOKSIDA (CO) DI UDARA AMBIEN KOTA GORONTALO Oleh : Yuliana Dauhi Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Dan Keolahragaan Universitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kota lebih banyak mencerminkan adanya perkembangan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kota lebih banyak mencerminkan adanya perkembangan fisik kota yang ditentukan oleh pembangunan sarana dan prasarana. Lahan yang seharusnya untuk penghijauan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan pemukiman. Sebagaimana kota menurut pengertian Bintarto (1977:9)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota merupakan suatu tempat yang menjadi pusat dari berbagai kegiatan manusia. Saat ini kota menjadi pusat pemerintahan, perdagangan, pendidikan, dan pemukiman.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. makhluk hidup lainnya (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41. Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara sebagai sumber daya alam yang mempengaruhi kehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya harus dijaga dan dipelihara kelestarian fungsinya untuk pemeliharaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tinggi. Sebagai pusat kota wisata, perindustrian dan perdagangan, kota Bandung
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota Bandung merupakan kota dengan aktivitas masyarakat yang tinggi. Sebagai pusat kota wisata, perindustrian dan perdagangan, kota Bandung dikunjungi banyak masyarakat
Lebih terperinciIDENTIFIKASI PENCEMARAN AIR PERMUKAAN SUNGAI BY PASS KOTA PADANG DENGAN METODE SUSEPTIBILITAS MAGNET
IDENTIFIKASI PENCEMARAN AIR PERMUKAAN SUNGAI BY PASS KOTA PADANG DENGAN METODE SUSEPTIBILITAS MAGNET Dwi Puryanti, Rizka Pramita Sari Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Lebih terperinciPENENTUAN TINGKAT POLUSI UDARA AKIBAT KENDARAAN BERMOTOR MENGGUNAKAN METODA SUSEPTIBILITAS MAGNETIK DI KOTA PADANG ABSTRACT
PILLAR OF PHYSICS, Vol. 1. April 2013, 121-128 PENENTUAN TINGKAT POLUSI UDARA AKIBAT KENDARAAN BERMOTOR MENGGUNAKAN METODA SUSEPTIBILITAS MAGNETIK DI KOTA PADANG Wedara Yuliatri* ), Mahrizal** ), Fatni
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN Data utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah yang berasal dari lahan gambut tropis dataran tinggi di Desa Karya Wangi, Lembang, Kab. Bandung Barat dengan koordinat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang semakin menurun untuk mendukung kehidupan mahluk hidup. Menurut
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Isu mengenai pencemaran lingkungan terutama udara masih hangat diperbincangkan oleh masyrakat dan komunitas pecinta lingkungan di seluruh dunia. Hal ini dikarenakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran,
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran, yaitu masuknya zat pencemar yang berbentuk gas, partikel kecil atau aerosol ke dalam udara (Soedomo,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pencemar kendaraan bermotor di kota besar makin terasa. Pembakaran bensin dalam kendaraan bermotor merupakan lebih dari separuh penyebab polusi udara. Disamping
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. suatu alat yang berfungsi untuk merubah energi panas menjadi energi. Namun, tanpa disadari penggunaan mesin yang semakin meningkat
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kendaraan bermotor merupakan salah satu alat yang memerlukan mesin sebagai penggerak mulanya, mesin ini sendiri pada umumnya merupakan suatu alat yang berfungsi untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dunia. Hal ini disebabkan karena manusia memerlukan daya dukung unsur unsur
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Interaksi manusia dengan lingkungan hidupnya merupakan suatu proses yang wajar dan terlaksana sejak manusia itu dilahirkan sampai ia meninggal dunia. Hal ini disebabkan
Lebih terperinciEVALUASI PERUBAHAN EMISI GAS NOX DAN SO 2 DARI KEGIATAN TRANSPORTASI DI KAMAL BANGKALAN AKIBAT PENGOPERASIAN JEMBATAN SURAMADU
EVALUASI PERUBAHAN EMISI GAS NOX DAN SO 2 DARI KEGIATAN TRANSPORTASI DI KAMAL BANGKALAN AKIBAT PENGOPERASIAN JEMBATAN SURAMADU Oleh: Imam Yanuar 3308 100 045 Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan sangat pesat terjadi di segala bidang, terutama bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat mempengaruhi berjalannya suatu proses pekerjaan meliputi
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. didalam udara yang menyebabkan perubahan susunan (komposisi) udara dari
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Polusi udara Polusi udara diartikan sebagai adanya bahan-bahan atau zat-zat asing didalam udara yang menyebabkan perubahan susunan (komposisi) udara dari keadaan normalnya. Udara
Lebih terperinciSUSEPTIBILITAS MAGNETIK DAN KONTAMINASI LOGAM-BERAT DALAM TANAH LAPISAN ATAS DI SEKITAR PABRIK SEMEN DI KOTA PADANG
SUSEPTIBILITAS MAGNETIK DAN KONTAMINASI LOGAM-BERAT DALAM TANAH LAPISAN ATAS DI SEKITAR PABRIK SEMEN DI KOTA PADANG Afdal, Ulfa Yulius Jurusan Fisika FMIPA Universitas Andalas Kampus Unand, Limau Manis,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pencemaran udara adalah proses masuknya atau dimasukkannya zat pencemar ke udara oleh aktivitas manusia atau alam yang menyebabkan berubahnya tatanan udara sehingga
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. tanpa disadari pengembangan mesin tersebut berdampak buruk terhadap
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mesin pada mulanya diciptakan untuk memberikan kemudahan bagi manusia dalam melakukan kegiatan yang melebihi kemampuannya. Umumnya mesin merupakan suatu alat yang berfungsi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. manusia seperti mata perih, batuk, sampai gangguan pernafasan. Kualitas udara
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semakin banyaknya pemakaian kendaraan bermotor sangat memicu semakin banyaknya polusi udara yang menyebabkan berbagai efek bagi lingkungan dan kesehatan manusia. Polusi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. konstan meningkat sebesar 5,64 % (BPS, 2012). Perkembangan pada suatu wilayah
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Yogyakarta merupakan salah satu daerah tujuan wisata, budaya, dan pendidikan. Hal ini menjadikan perkembangan kota ini menjadi pesat, salah satunya ditunjukkan dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, bumi tempat tinggal manusia telah tercemar oleh polutan. Polutan adalah segala sesuatu yang berbahaya bagi kehidupan makhluk hidup dan lingkungan. Udara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pada bertambahnya jumlah pencemar di udara (Badan Pusat Statistik, 2013).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, banyak terjadi perubahan dalam berbagai hal, khususnya dalam hal peningkatan jumlah kendaraan bermotor sebagai sarana transportasi. Seiring dengan kenaikan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Motor bensin dan diesel merupakan sumber utama polusi udara di perkotaan. Gas
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Motor bensin dan diesel merupakan sumber utama polusi udara di perkotaan. Gas buang motor bensin mengandung nitrogen oksida (NO), nitrogen dioksida (NO 2 ) (NO 2 dalam
Lebih terperinci4.1 Konsentrasi NO 2 Tahun 2011
4.1 Konsentrasi NO 2 Tahun 2011 Pada pengujian periode I nilai NO 2 lebih tinggi dibandingkan dengan periode II dan III (Gambar 4.1). Tinggi atau rendahnya konsentrasi NO 2 sangat dipengaruhi oleh berbagai
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam kerangka pembangunan nasional, pembangunan daerah merupakan bagian yang terintegrasi. Pembangunan daerah sangat menentukan keberhasilan pembangunan nasional secara
Lebih terperinciAfdal, Elio Nora Islami. Jurusan Fisika FMIPA Universitas Andalas, Padang
KARAKTERISASI MAGNETIK BATUAN BESI DARI BUKIT BARAMPUANG, NAGARI LOLO, KECAMATAN PANTAI CERMIN, KABUPATEN SOLOK, SUMATERA BARAT (MAGNETIC CHARACTERIZATION OF IRON STONE OF BARAMPUANG HILL, NAGARI LOLO,
Lebih terperinciPencemaran Lingkungan
Pencemaran Lingkungan Arsitektur Ekologi dan Berkelanjutan Minggu ke 4 By : Dian P.E. Laksmiyanti, St, MT Email : dianpramita@itats.ac.id http://dosen.itats.ac.id/pramitazone Ini yang sering nampak Pencemaan
Lebih terperinciBAB IV PEMBAHASAN. -X52 sedangkan laju -X52. korosi tertinggi dimiliki oleh jaringan pipa 16 OD-Y 5
BAB IV PEMBAHASAN Pada bab ini, hasil pengolahan data untuk analisis jaringan pipa bawah laut yang terkena korosi internal akan dibahas lebih lanjut. Pengaruh operasional pipa terhadap laju korosi dari
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Komposisi dan Perilaku Gas Buang Kendaraan Bermotor Emisi kendaraan bermotor mengandung berbagai senyawa kimia. Komposisi dari kandungan senyawa kimianya tergantung
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Defenisi Hujan Asam Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena keragamannya sangat tinggi baik menurut waktu dan tempat. Hujan adalah salah satu bentuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat polusi udara yang semakin meningkat terutama di kota kota besar sangat membahayakan bagi lingkungan dan kesehatan masyarakat. Salah satu penyumbang polusi udara
Lebih terperinciDAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. DAFTAR ISI... viii. DAFTAR TABEL...
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii ABSTRAK... vi ABSTRACT... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... xv DAFTAR GAMBAR... xviii BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (natural sources) seperti letusan gunung berapi dan yang kedua berasal dari
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pencemaran udara adalah masuknya atau tercampurnya unsur-unsur berbahaya ke dalam atmosfir yang dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan lingkungan sehingga
Lebih terperinciIklim Perubahan iklim
Perubahan Iklim Pengertian Iklim adalah proses alami yang sangat rumit dan mencakup interaksi antara udara, air, dan permukaan daratan Perubahan iklim adalah perubahan pola cuaca normal di seluruh dunia
Lebih terperinciTINGKAT POLUSI UDARA DARI EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR BERDASARKAN VOLUME LALU LINTAS (Studi Kasus : Simpang Empat Bersinyal Kota Lhokseumawe)
TINGKAT POLUSI UDARA DARI EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR BERDASARKAN VOLUME LALU LINTAS (Studi Kasus : Simpang Empat Bersinyal Kota Lhokseumawe) Gustina Fitri *) ABSTRAK Simpang Empat Bersinyal Kota
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 ayat (1) menyebutkan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup
Lebih terperinciMONITORING MAGNETIK TERHADAP POLUSI KENDARAAN BERMOTOR DI KOTA PADANG PANJANG
PILLAR OF PHYSICS, Vol. 7. April 2016, 09-16 MONITORING MAGNETIK TERHADAP POLUSI KENDARAAN BERMOTOR DI KOTA PADANG PANJANG Delta Perdana* ), Mahrizal** ), Syafriani** ) *) Mahasiswa Fisika, FMIPA Universitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kualitas udara berarti keadaan udara di sekitar kita yang mengacu pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kualitas udara berarti keadaan udara di sekitar kita yang mengacu pada udara yang bersih atau tercemar. Pencemaran udara terjadi ketika komposisi udara dipengaruhi
Lebih terperinciberbagai cara. Pencemaran udara terutama datang dari kendaraan bermotor, industri,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara adalah campuran gas yang merupakan lapisan tipis yang meliputi bumi dan merupakan gas yang tidak kelihatan, tidak berasa dan tidak berbau. Pencemaran udara datang
Lebih terperinciOPTIMALISASI DIAMETER KAWAT UNTUK KOMPONEN SENSOR SUHU RENDAH BERBASIS SUSEPTIBILITAS
OPTIMALISASI DIAMETER KAWAT UNTUK KOMPONEN SENSOR SUHU RENDAH BERBASIS SUSEPTIBILITAS HALLEYNA WIDYASARI halleynawidyasari@gmail.com Program Studi Teknik Informatika Fakultas Teknik, Matematika dan Ilmu
Lebih terperinciKARAKTERISASI SIFAT MAGNET DAN KANDUNGAN MINERAL PASIR BESI SUNGAI BATANG KURANJI PADANG SUMATERA BARAT
KARAKTERISASI SIFAT MAGNET DAN KANDUNGAN MINERAL PASIR BESI SUNGAI BATANG KURANJI PADANG SUMATERA BARAT Afdal & Lusi Niarti Jurusan Fisika FMIPA Universitas Andalas Kampus Unand, Limau Manis, Padang, 25163
Lebih terperinciSTUDI ANOMALI BAWAH PERMUKAAN DAERAH SEKITAR MANIFESTASI AIR PANAS, DESA WAGIR LOR, KEC. NGEBEL, KAB. PONOROGO DENGAN MENGGUNAKAN METODE MAGNETIK
STUDI ANOMALI BAWAH PERMUKAAN DAERAH SEKITAR MANIFESTASI AIR PANAS, DESA WAGIR LOR, KEC. NGEBEL, KAB. PONOROGO DENGAN MENGGUNAKAN METODE MAGNETIK Oleh: Khoiri Zamroni NRP: 1110100022 Dosen Pembimbing:
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Udara merupakan zat yang penting dalam memberikan kehidupan di permukaan bumi. Selain memberikan oksigen, udara juga berfungsi sebagai alat penghantar suara dan bunyi-bunyian,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Udara adalah campuran beberapa macam gas yang perbandingannya tidak tetap, tergantung pada keadaan suhu udara, tekanan udara dan lingkungan sekitarnya. Udarajuga merupakan
Lebih terperinciStandart Kompetensi Kompetensi Dasar
POLUSI Standart Kompetensi : Memahami polusi dan dampaknya pada manusia dan lingkungan Kompetensi Dasar : Mengidentifikasi jenis polusi pada lingkungan kerja 2. Polusi Air Polusi Air Terjadinya polusi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sarana dan prasarana fisik seperti pusat-pusat industri merupakan salah satu penunjang aktivitas dan simbol kemajuan peradaban kota. Di sisi lain, pembangunan
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Gorontalo dibagi menjadi 9 kecamatan, terdiri dari 50 kelurahan. Secara
37 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Hasil Penelitian 1.1.1 Gambaran Wilayah Penelitian Kota Gorontalo merupakan Ibukota Provinsi Gorontalo. Secara geografis mempunyai luas 79,03 km 2 atau 0,65
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. campuran beberapa gas yang dilepaskan ke atmospir yang berasal dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran udara dewasa ini semakin menampakkan kondisi yang sangat memprihatinkan. Sumber pencemaran udara dapat berasal dari berbagai kegiatan antara lain industri,
Lebih terperincid) Dipol magnet merupakan sebuah magnet dipol, akselerator partikel, magnet yang dibangun untuk menciptakan medan magnet homogen dari jarak tertentu.
Tugas Perbaikan Mid Sifat Magnetik Batuan Soal : 1. Jelaskan tentang : a) Magnetisasi b) Permeabilitas Magnetic c) Suseptibilitas Magnetik d) Dipol Magnetik e) Suhu Curie f) Histeresis 2. Ceritakanlah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat untuk meningkatkan kualitas hidup. Peningkatan kualitas hidup
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada zaman yang semakin modern ini pembangunan pesat terjadi pada berbagai bidang yang memberikan kemajuan pada sektor ekonomi, kesehatan, teknologi maupun berbagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran lingkungan baik udara, tanah, ataupun air banyak terjadi akibat dari aktivitas manusia. Menurut UU No.32 tahun 2009, yang dimaksud dengan pencemaran adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. udara yang diakibatkan oleh pembakaran bahan bakar tersebut, sehingga
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tingkat pemakaian bahan bakar terutama bahan bakar fosil di dunia semakin meningkat seiring dengan semakin bertambahnya populasi manusia dan meningkatnya laju
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sungai maupun pencemaran udara (Sunu, 2001). dan dapat menjadi media penyebaran penyakit (Agusnar, 2007).
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berkembangnya sektor industri dan pemanfaatan teknologinya tercipta produk-produk untuk dapat mencapai sasaran peningkatan kualitas lingkungan hidup. Dengan peralatan
Lebih terperinciRANCANG BANGUN ALAT UKUR POLLUTANT STANDARD INDEX YANG TERINTEGRASI DENGAN PENGUKURAN FAKTOR-FAKTOR CUACA SECARA REAL TIME
RANCANG BANGUN ALAT UKUR POLLUTANT STANDARD INDEX YANG TERINTEGRASI DENGAN PENGUKURAN FAKTOR-FAKTOR CUACA SECARA REAL TIME Vandri Ahmad Isnaini, Indrawata Wardhana, Rahmi Putri Wirman Jurusan Fisika, Fakultas
Lebih terperinciPROFIL VOLUME LALU LINTAS DAN KUALITAS UDARA AMBIEN PADA RUAS JALAN IR. SOEKARNO SURABAYA
PROFIL VOLUME LALU LINTAS DAN KUALITAS UDARA AMBIEN PADA RUAS JALAN IR. SOEKARNO SURABAYA Taty Alfiah 1, Evi Yuliawati 2, Yoseph F. Bota 1, Enggar Afriyandi 1 1) Jurusan Teknik Lingkungan, 2) Jurusan Teknik
Lebih terperinciJURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print)
D216 Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Untuk Menyerap Emisi CO 2 Kendaraan Bermotor Di Surabaya (Studi Kasus: Koridor Jalan Tandes Hingga Benowo) Afrizal Ma arif dan Rulli Pratiwi Setiawan Perencanaan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat
TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Air Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat di daratan, perairan lepas pantai (off shore water) dan perairan laut. Ekosistem air yang terdapat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 AREN (Arenga pinnata) Pohon aren (Arenga pinnata) merupakan pohon yang belum banyak dikenal. Banyak bagian yang bisa dimanfaatkan dari pohon ini, misalnya akar untuk obat tradisional
Lebih terperinciANALISA KOMPOSIT ARANG KAYU DAN ARANG SEKAM PADI PADA REKAYASA FILTER AIR
NASKAH PUBLIKASI ANALISA KOMPOSIT ARANG KAYU DAN ARANG SEKAM PADI PADA REKAYASA FILTER AIR Tugas Akhir ini disusun Guna Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana S1 pada Jurusan Teknik Mesin
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Dalam bab ini akan dibahas mengenai analisis Kapasitas jalan, volume
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini akan dibahas mengenai analisis Kapasitas jalan, volume kendaraan, kecepatan kendaraan dan analisis kualitas udara disekitar kemacetan jalan Balaraja Serang. Hal
Lebih terperinciPRISMA FISIKA, Vol. II, No. 3 (2014), Hal ISSN :
PRISMA FISIKA, Vol. II, No. 3 (04), Hal. 74 78 ISSN : 337-804 Pendugaan Potensi Bijih Besi di Dusun Sepoteng Kecamatan Sungai Betung Kabupaten Bengkayang Dengan Metode Geomagnet Apriyanto Ramadhan * ),
Lebih terperinciPolusi. Suatu zat dapat disebut polutan apabila: 1. jumlahnya melebihi jumlah normal 2. berada pada waktu yang tidak tepat
Polusi Polusi atau pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan, atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. meningkat dengan tajam, sementara itu pertambahan jaringan jalan tidak sesuai
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota merupakan ekosistem buatan yang terjadi karena campur tangan manusia dengan merubah struktur di dalam ekosistem alam sesuai dengan yang dikehendaki (Rohaini, 1990).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya alam yang menjadi kebutuhan dasar bagi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Air merupakan sumber daya alam yang menjadi kebutuhan dasar bagi kehidupan. Sekitar tiga per empat bagian dari tubuh kita terdiri dari air dan tidak seorangpun
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS DAN SINTESIS
BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS 4.1 Analisis 4.1.1 Gambaran Umum Kota Bogor Kota Bogor terletak di antara 106 43 30 BT - 106 51 00 BT dan 30 30 LS 6 41 00 LS dengan jarak dari ibu kota 54 km. Dengan ketinggian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lalu lintas kendaraan bermotor di suatu kawasan perkotaan dan kawasan lalu lintas padat lainnya seperti di kawasan pelabuhan barang akan memberikan pengaruh dan dampak
Lebih terperinciIDENTIFIKASI MINERAL MAGNETIK ABU TERBANG (FLY ASH) DAN ABU DASAR (BOTTOM ASH) SISA PEMBAKARAN BATUBARA PLTU ASAM-ASAM
IDENTIFIKASI MINERAL MAGNETIK ABU TERBANG (FLY ASH) DAN ABU DASAR (BOTTOM ASH) SISA PEMBAKARAN BATUBARA PLTU ASAM-ASAM Wardatul Husna 1, Sudarningsih 2, dan Totok Wianto 2 Abstrak: Pembakaran batubara
Lebih terperinciIV. METODE PENELITIAN
IV. METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian Pelaksanaan penelitian dilakukan selama 7 (tujuh) bulan, yaitu pada awal bulan Mei 2008 hingga bulan Nopember 2008. Lokasi penelitian ini dilakukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah. Bagi masyarakat, transportasi merupakan urat nadi kehidupan sehari-hari
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Bagi masyarakat, transportasi merupakan urat nadi kehidupan sehari-hari dan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang sangat penting dan strategis. Seiring
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara dengan kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM)
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM) yang tinggi dan selalu mengalami peningkatan (Husen, 2013). Saat ini Indonesia membutuhkan 30 juta
Lebih terperinciVI. DAMPAK PENINGKATAN VOLUME LALU LINTAS TERHADAP LINGKUNGAN. Volume lalu lintas pada dasarnya merupakan proses perhitungan yang
VI. DAMPAK PENINGKATAN VOLUME LALU LINTAS TERHADAP LINGKUNGAN 6.1 Peningkatan Volume Lalu Lintas Volume lalu lintas pada dasarnya merupakan proses perhitungan yang berhubungan dengan jumlah gerakan per
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Udara merupakan salah satu faktor penting dalam kehidupan bagi manusia
27 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Udara merupakan salah satu faktor penting dalam kehidupan bagi manusia hewan, dan tumbuhan. Namun dengan meningkatnya jumlah penduduk, meningkatnya laju pembangunan
Lebih terperinciBab IV Gambaran Umum Daerah Studi
Bab IV Gambaran Umum Daerah Studi IV.1 Umum Kota Bandung yang merupakan ibukota propinsi Jawa Barat terletak pada 107 o 36 Bujur Timur dan 6 o 55 Lintang Selatan. Secara topografis terletak pada ketinggian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pengaruhnya terhadap ekosistem secara global. Udara yang kita pakai untuk
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Udara merupakan sumber daya alam milik bersama yang besar pengaruhnya terhadap ekosistem secara global. Udara yang kita pakai untuk bernafas umumnya tidak atau kurang
Lebih terperincikarena corong plastik yang digunakan tidak tahan terhadap benturan pada saat transportasi di lapangan. Model kedua yang digunakan terbuat dari bahan
33 karena corong plastik yang digunakan tidak tahan terhadap benturan pada saat transportasi di lapangan. Model kedua yang digunakan terbuat dari bahan polimer yang lebih kuat dan tebal. Canister model
Lebih terperinciSTUDI PENYEBARAN Pb, debu dan CO KEBISINGAN DI KOTA JAKARTA
STUDI PENYEBARAN Pb, debu dan CO KEBISINGAN DI KOTA JAKARTA Abstrak Tingkat pencemaran udara di kota-kota besar di Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat bahkan beberapa kota sudah melampaui ambang
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. b. c. bahwa udara sebagai sumber daya alam yang mempengaruhi
Lebih terperinciV. KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan dari hasil survei, perhitungan dan pembahasan dapat diperoleh
V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan dari hasil survei, perhitungan dan pembahasan dapat diperoleh beberapa kesimpulan pada penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Kemacetan lalu lintas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi kesehatan manusia. Hal ini disebakan karena gas CO dapat mengikat
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gas-gas pencemar dari gas buang kendaraan bermotor seperti gas CO dapat mempengaruhi kesehatan manusia. Hal ini disebakan karena gas CO dapat mengikat hemoglobin darah
Lebih terperinciSMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 13. PendudukLatihan Soal 13.2
SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 13. PendudukLatihan Soal 13.2 1. Perhatikan tabel berikut! Kota Jumlahpenduduk Luaswilayah (km 2 ) A 2500 50 B 3520 80 C 1250 120 D 4500 75 Berdasarkan tabel tersebut kota manakah
Lebih terperinciVARIASI PENGGUNAAN IONIZER DAN JENIS BAHAN BAKAR TERHADAP KANDUNGAN GAS BUANG KENDARAAN
VARIASI PENGGUNAAN IONIZER DAN JENIS BAHAN BAKAR TERHADAP KANDUNGAN GAS BUANG KENDARAAN Wachid Yahya, S.Pd, M.Pd Mesin Otomotif, Politeknik Indonusa Surakarta email : yahya.polinus@gmail.com Abstrak Penelitian
Lebih terperinciDisusun Oleh: Ir. Erlinda Muslim, MEE Nip : Departemen Teknik Industri-Fakultas Teknik-Universitas Indonesia 2008
Disusun Oleh: Ir. Erlinda Muslim, MEE Nip : 131 803 987 Departemen Teknik Industri-Fakultas Teknik-Universitas Indonesia 2008 1 KEBIJAKSANAAN ENERGI 1. Menjamin penyediaan di dalam negeri secara terus-menerus
Lebih terperinciPemantauan Limbah Cair, Gas dan Padat
Pemantauan Limbah Cair, Gas dan Padat Paryanto, Ir.,MS Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Sebelas Maret Bimbingan Teknis Pengendalian B3 Pusat Pelatihan
Lebih terperinciPENGUJIAN PENGGUNAAN KATALISATOR BROQUET TERHADAP EMISI GAS BUANG MESIN SEPEDA MOTOR 4 LANGKAH
PENGUJIAN PENGGUNAAN KATALISATOR BROQUET TERHADAP EMISI GAS BUANG MESIN SEPEDA MOTOR 4 LANGKAH Pradana Aditya *), Ir. Arijanto, MT *), Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro Jl.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. untuk dapat menyelesaikan permasalahan pencemaran udara yang terjadi.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pencemaran udara adalah suatu kondisi dimana kualitas udara menjadi rusak dan terkontaminasi oleh zat-zat, baik yang tidak berbahaya maupun yang membahayakan
Lebih terperinciSTUDI KONTRIBUSI KEGIATAN TRANSPORTASI TERHADAP EMISI KARBON DI SURABAYA BAGIAN BARAT Oleh : Wima Perdana Kusuma
STUDI KONTRIBUSI KEGIATAN TRANSPORTASI TERHADAP EMISI KARBON DI SURABAYA BAGIAN BARAT Oleh : Wima Perdana Kusuma 3306 100 097 Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA PRESI DEN REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA PRESI DEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : Bahwa udara sebagai sumber daya alam yang mempengaruhi kehidupan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Polusi atau pencemaran lingkungan adalah suatu peristiwa masuknya atau
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Polusi atau pencemaran lingkungan adalah suatu peristiwa masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan, atau berubahnya
Lebih terperinci