LAPORAN PRAKTEK KERJA MAGANG PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN. Oleh :

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LAPORAN PRAKTEK KERJA MAGANG PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN. Oleh :"

Transkripsi

1 MANAJEMEN PERTUMBUHAN KULTUR MIKROALGA LAUT Nannochloropsis oculata SKALA LABORATORIUM, DAN INTERMEDIATE DI BALAI PERIKANAN BUDIDAYA AIR PAYAU (BPBAP) SITUBONDO LAPORAN PRAKTEK KERJA MAGANG PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN Oleh : NICO RAHMAN CAESAR NIM FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2015

2 PRAKTEK KERJA MAGANG MANAJEMEN PERTUMBUHAN KULTUR MIKROALGA LAUT Nannochloropsis oculata SKALA LABORATORIUM DAN INTERMEDIATE DI BALAI PERIKANAN BUDIDAYA AIR PAYAU (BPBAP) SITUBONDO Oleh : NICO RAHMAN CAESAR telah dipertahankan didepan penguji pada tanggal 22 Oktober 2015 dan dinyatakan telah memenuhi syarat SK Dekan No. : Tanggal : Menyetujui, Dosen Pembimbing, Dosen Penguji, (Dr. Uun Yanuhar, S.Pi, M,Si) (Prof. Dr. Ir. Diana Arfiati, MS) NIP NIP Tanggal : Tanggal : Menyetujui, Ketua Jurusan (Dr. Ir. Arning Wilujeng Ekawati, MS) NIP Tanggal : ii

3 RINGKASAN NICO RAHMAN CAESAR. Praktek Kerja Magang tentang Manajemen Pertumbuhan Kulur Mikroalga Laut Nannochloropsis oculata Skala Laboratorium dan Intermediate di Balai Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP) Situbondo, Jawa Timur ( dibawah bimbingan Dr. Uun Yanuhar, S.Pi., M.Si). Mikroalga merupakan komponen penting dalam akuakultur, karena mikroalga sebagai produsen primer berfungsi sebagai awal aliran energi dalam rantai makanan di perairan. Pemanfaatan mikroalga sebagai pakan alami belum dapat digantikan oleh pakan buatan pada beberapa ikan laut atau udang yang baru menetas. Mikroalga mengandung enzim pencernaan yang sangat dibutuhkan untuk stadia larva ikan dikarenakan pada saluran pencernaannya belum sempurna (masih berbentuk tabung) dan belum dilengkapi atau kandungan enzim pencernaan masih sangat sedikit, enzim ini tidak dipunyai oleh makanan buatan. Nannochloropsis oculata merupakan salah satu jenis dari mikroalga yang telah banyak dibudidayakan dan digunakan sebagai pakan alami dalam usaha budidaya. Tujuan yang ingin dicapai dari Praktek Kerja Magang (PKM) ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan pengalaman kerja magang dalam bidang perikanan serta mengetahui pertumbuhan dan kultur N. occulata di Balai Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP) Situbondo serta faktor faktor yang mendukung. Praktek Kerja Magang (PKM) ini dilaksanakan pada tanggal 22 Juli 4 September Metode yang digunakan dalam PKM ini adalah metode deskriptif. Metode deskriptif yaitu metode yang digunkan untuk mencari unsur-unsur, ciri-ciri, sifat-sifat suatu fenomena. Metode ini dimulai dengan teknik pengumpulan data meliputi, data primer dan data sekunder. Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi lapangan, wawancara, partisipasi langsung serta dari studi literatur. Proses kultur mikroalga yang dilakukan melalui tiga tahap meliputi kultur laboratorium, semi-masal (intermediate), dan kultur massal. Kultur laboratorium ialah kultur mikroalga mulai dari agar, test tube, Erlenmeyer, dan carboy. Tahapan selanjutnya adalah kultur semi massal atau intermediate yaitu kultur pada bak 100 liter dan Kultur conicel 500 liter 1 ton. Hasi pengukuran kualitas air pada kultur skala laboratorium diperoleh nilai suhu sebesar 22ºC, ph 8 dan salinitas 33 ppt, sedangkan pada kultur skala intermediet diperoleh nilai suhu sebesar 26-29ºC, ph 8-8,5 dan salinitas ppt. Kualitas air yang digunakan selama kultur tersebut, berada pada kisaran optimal untuk pertumbuhan N. oculata. Hasil perhitungan kepadatan sel N. oculata tertinggi pada kultur Erlenmeyer menggunakan aerasi adalah 728 x 10 4 sel/ml. Kepadatan tertinggi pada kultur Carboy adalah 772 x 10 4 sel/ml. Dan kepadatan tertinggi pada kultur Bak Fiber adalah 260 x 10 4 sel/ml. Kesimpulan dari Praktek Kerja Magang ini adalah kultur Nannochloropsis oculata di bagi menjadi 2 proses yaitu kultur skala laboratorium dan intermediate. Serta parameter pendukung pertumbuhan Nannochloropsis oculata meliputi suhu, ph, dan salinitas. Saran yang dapat diberikan yaitu perlunya inovasi dalam pemanfaatan ruang kultur agar ruang yang ada dapat dimanfaatkan secara efektif dan efisien. iii

4 PERNYATAAN TELAH MELAKUKAN PKM iv

5 KATA PENGANTAR Segala puji kehadiran Allah SWT, atas segala limpahan rahmat dan karunia- Nya serta salam tetap tercurahkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan Praktek Kerja Magang tentang Manajemen Pertumbuhan Kultur Mikroalga Laut Nannochloropsis oculata Skala Laboratorium, Dan Intermediate Di Balai Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP) Situbondo, sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar sarjana perikanan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya. Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan laporan Praktek Kerja Magang ini. Penulis menyadari bahwa laporan Praktek Kerja Magang ini terdapat kekurangan dan kesalahan yang disebabkan oleh keterbatasan penulis. Maka dari itu kritik, saran dan masukan dari semua pihak sangat penulis harapkan untuk menyempurnakan laporan Praktek Kerja Magang ini. Malang, 22 Oktober 2015 penulis v

6 DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN... ii RINGKASAN... iii PERNYATAAN TELAH MELAKUKAN PKM... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR LAMPIRAN... x 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Maksud dan Tujuan Manfaat Waktu dan Tempat MATERI DAN METODE PRAKTEK KERJA MAGANG Materi Praktek Kerja Magang Alat dan Bahan Alat Bahan Metode Praktek Kerja Magang Sumber Data Teknik Pengambilan Data Prosedur Praktek Kerja Magang Kultur Laboratorium Kultur Intermediate Perhitungan Kelimpahan Sel Pengukuran Kualitas Air KEADAAN UMUM LOKASI PKM Keadaan Umum Lokasi Praktek Kerja Magang Sejarah Berdirinya BPBAP Situbondo Letak Geografis dan Topografi Strukur Organisasi dan Tenaga Kerja Sarana dan Prasarana Budidaya Pakan Alami Sarana Prasarana Kegiatan Kultur di Laboraturium Pakan Alami BPBAP Situbondo vi

7 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Biologi Nannochloropsis oculata Klasifikasi dan Morfologi Nannochloropsis oculata Pertumbuhan Nannochloropsis oculata Teknik Kultur Nannochloropsis oculata Kultur Nannochloropsis oculata Skala Laboratorium Kultur Nannochloropsis oculata Skala Intermediate Pemanenan Analisis Kualitas Air Suhu Derajat Keasaman (ph) Salinitas Kepadatan Nannochloropsis oculata Permasalahan yang Dihadapi KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN vii

8 DAFTAR TABEL Tabel Halaman 1. Tenaga Kerja BPBAP Situbondo Tahun Bahan Pupuk Walne untuk Skala Laboratorium Bahan pupuk Walne untuk Skala Intermediate Tabel Kepadatan Nannochloropsis oculata yang dikultur viii

9 DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman 1. Papan BPBAP Situbondo sesuai Kepmen tahun Tandon Air Laut Blower mini untuk Lab Nannochloropsis oculata (Sumber : Baharuddin, 2011) Kurva Pertumbuhan Mikroalga (Sumber: Prabowo, 2009) Alat Alat yang sudah di sterilisasi Autoclave Kultur Nannochloropsis oculata dalam Erlenmeyer menggunakan aerasi Kultur pada Carboy Kultur Nannochloropsis oculata skala Intermediate Proses Penganginan Endapan Nannochloropsis oculata: (a) Pengolesan pada Plastik, (b) serpihan Nannochloropsis oculata kering Grafik Pertumbuhan Nannochloropsis oculata skala Erlenmeyer Grafik Pertumbuhan Nannochloropsis oculata skala Carboy Grafik Pertumbuhan Nannochloropsis oculata skala Intermediate ix

10 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran Halaman 1. Struktur Organisasi BPBAP Situbondo Dokumentasi Kegiatan Alat dan Fungsi Bahan dan Fungsi x

11 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mikroalga merupakan komponen penting dalam akuakultur, karena mikroalga sebagai produsen primer berfungsi sebagai awal aliran energi dalam rantai makanan di perairan. Hal ini menjadikan semua bentuk kehidupan hayati sangat bergantung kepada mikroalga. Pemanfaatan mikroalga sebagai pakan alami belum dapat digantikan oleh pakan buatan pada beberapa ikan laut atau udang yang baru menetas. Mikroalga mengandung enzim pencernaan yang sangat dibutuhkan untuk stadia larva ikan dikarenakan pada saluran pencernaannya belum sempurna (masih berbentuk tabung) dan belum dilengkapi atau kandungan enzim pencernaan masih sangat sedikit, enzim ini tidak dipunyai oleh makanan buatan (Cahyaningsih dan Subyakto,2009). Nannochloropsis oculata merupakan salah satu jenis dari mikroalga yang telah banyak dibudidayakan dan digunakan sebagai pakan alami dalam usaha budidaya. N. oculata merupakan sel berwarna kehijauan, tidak motil, dan tidak berflagela. Selnya berbentuk bola berukuran sedang dengan diameter 2-4 μm, tergantung spesiesnya, dengan khloroplas berbentuk cangkir. N. oculata melimpah di sepanjang pantai dan estuari di atas zona fotik dengan konsentrasi sel/cm3 (Hu and Gao, 2003). Fitoplankton ini dapat tumbuh baik pada kisaran ph 7-9 tetapi tumbuh rendah pada ph 10,08 (Elzenga et al.,2000). N. occulata sendiri mengandung karbohidrat, protein, beta karoten, lipid dan klorofil. Kandungan klorofil dan lipid dapat menjadi parameter pertumbuhan dalam menentukan biomassa mikroalga. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi biomassa mikroalga adalah komposisi media kultur. Menurut Sriharti dan Carolina (1995), konsentrasi nitrogen dan fosfat yang terdapat dalam media dapat mempengaruhi kandungan lipid pada mikroalga, sedangkan

12 konsentrasi besi (Fe) dan magnesium (Mg) dapat mempengaruhi pembentukan klorofil mikroalga. Kandungan nutrien yang berbeda pada media dapat memberikan pengaruh yang berbeda terhadap kandungan sel mikroalga tertentu. Proses kultur mikroalga dapat dilakukan melalui tiga tahap meliputi kultur laboratorium, semi-masal (intermediate), dan kultur massal. Kultur laboratorium ialah kulutr mikroalga mulai dari agar, test tube, Erlenmeyer, dan carboy. Tahapan selanjutnya adalah kultur semi massal atau intermediate yaitu kultur pada bak 100 liter dan Kultur conicel 500 liter 1 ton. Kultur massal merupakan kultur didapatkan dari kultur bertingkat sejak dari agar, test tube, Erlenmeyer, carboy dan intermediate. Kultur massal dilakukan pada bak atau kolam ukuran 4-5 ton (BPBAP Situbondo, 2014). Untuk menyediakan makanan alami dalam jumlah yang cukup, tepat waktu dan berkesinambungan, pengetahuan tentang manajemen kultur fitoplankton yang baik mutlak diketahui oleh mereka yang bergerak di bidang usaha perikanan baik dalam skala besar maupun kecil. Mengingat pentingnya pakan alami tersebut sebagai salah satu faktor penentu keberhasilan usaha pembenihan ikan dan udang, maka penulis berpendapat perlu dilakukan pengamatan kultur fitoplankton N. oculata secara intensif untuk memperkaya pengetahuan dalam rangka sumbangsih ilmu pengetahuan di bidang perikanan. 1.2 Maksud dan Tujuan Maksud dari pelaksanaan Praktik Kerja Magang ini adalah untuk mengetahui secara langsung teknik kultur mikroalga N. oculata pada skala laboratorium, intermediate dan massal di BPBAP Situbondo., serta memadukan teori yang didapat pada perkuliahan dengan fakta yang ada di lapang. Tujuan yang ingin dicapai dari Praktik Kerja Magang (PKM) ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan pengalaman kerja magang 2

13 dalam bidang perikanan serta mengetahui pertumbuhan dan kultur N. occulata di Balai Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP) Situbondo serta faktor faktor yang mendukung. 1.3 Manfaat Manfaat yang diharapkan saat melaksanakan Praktik Kerja Magang tentang Pertumbuhan Kultur Mikroalga Laut N. oculata Skala Laboratorium, Intermediate Dan Massal Di Balai Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP) Situbondo ini antara lain: 1. Menambah pengetahuan, wawasan dan pengalaman secara langsung tentang pertumbuhan dan kultur N. occulata. 2. Mengaplikasikan mata kuliah terkait yang diperoleh selama perkuliahan tentang pertumbuhan dan kultur N. occulata. 3. Sebagai bahan informasi dan pengetahuan yang dapat menunjang penelitian lebih lanjut tentang kultur N. occulata. 1.4 Waktu dan Tempat Kegiatan Praktek Kerja Magang ini dilaksanakan pada tanggal 22 Juli sampai 4 September tahun 2015 yang berlokasi di Balai Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP) Situbondo, Jawa Timur. 3

14 2. MATERI DAN METODE PRAKTEK KERJA MAGANG 2.1 Materi Praktek Kerja Magang Materi Praktek Kerja Magang tentang Pertumbuhan Kultur Mikroalga Laut Nannochloropsis oculata Skala Laboratorium, dan Intermediate di Balai Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP) Situbondo diantaranya yang dipelajari meliputi persiapan media, kultur mikroalga, pemupukan dan pemeliharaan, pemanenan, dan pengukuran kualitas air, meliputi parameter fisika, kima dan parameter biologi sebagai factor pendukung. 2.2 Alat dan Bahan Alat dan Bahan yang digunakan pada Praktek Kerja Magang di Balai Perikanan Budidaya Air Payau dapat dilihat di bawah ini Alat Alat-alat yang digunakan dalam Praktik Kerja Magang adalah karet penghisap, pipet kapiler, erlenmeyer, toples kaca, carboy, bak fiber, oven, autoclave, timbangan, selang aerasi, batu aerasi, haemocytometer, mikroskop, blender, pipa, filter bag, kompor gas, keranjang, panic, gayung, jerigen, kain, saringan, alumunium foil, plastic, sikat, schoring bag, nampan, gelas ukur, drum, lampu, dan AC Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam Praktik Kerja Magang adalah air laut, air tawar, Phytoplankton, pupuk walne, soda api, aquades, vitamin, Na-thiosulfat, chlorin test, detergen, kaporit, alcohol, dan HCL.

15 2.3 Metode Praktek Kerja Magang Metode yang digunakan dalam Praktek Kerja Magang ini adalah metode deskriptif, yang bermaksud untuk membuat gambaran (deskriptif) mengenai situasi kejadian - kejadian. Metode deskriptif yaitu metode yang digunkan untuk mencari unsur-unsur, ciri-ciri, sifat-sifat suatu fenomena. Metode ini dimulai dengan mengumpulkan data, menganalisis data dan menginterprestasikannya. Metode deskriptif dalam pelaksanaannya dilakukan melalui: teknik survey, studi kasus (bedakan dengan suatu kasus), studi komparatif, studi tentang waktu dan gerak, analisis tingkah laku, dan analisis dokumenter (Suryana, 2010) Sumber Data Data yang dikumpulkan dalam Praktek Kerja Magang ini ialah terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer dan data sekunder merupakan pengelompokan data berdasarkan sumber data Data Primer Data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh peneliti secara langsung dari sumber data utama. Data primer disebut juga sebagai data asli atau data baru yang memiliki sifat up to date. Untuk mendapatkan data primer, peneliti harus mengumpulkannya secara langsung. Teknik yang dapat digunakan peneliti untuk mengumpulkan data primer antara lain observasi, wawancara, dan penyebaran kuesioner (Aedi, 2010). Data primer pada Praktek Kerja Magang ini didapat melalui observasi, wawancara, partisipasi aktif dan dokumentasi Data Sekunder Data sekunder adalah data yang telah lebih dulu dikumpulkan dan dilaporkan oleh orang diluar dari penyidik sendiri, walaupun yang dikumpulkan itu 5

16 sesungguhnya adalah data yang asli (Surakhmad, 2004). Data sekunder dalam Praktek Kerja Magang ini didapatkan dari laporan, jurnal, majalah, Laporan PKL dan PKM/Skripsi, situs internet serta kepustakaan yang menunjang dari Praktek Kerja Magang ini Teknik Pengambilan Data Teknik pengambilan data pada Praktik Kerja Magang ini adalah dengan cara observasi, wawancara, partisipasi aktif dan dokumentasi. Kegiatan Praktik Kerja Magang ini lebih ditekankan pada partisipasi aktfif, pemahaman dan pengusaan tentang pertumbuhan dan kultur N. oculata Observasi Observasi yakni teknik pengumpulan data dimana penyelidik mengadakan pengamatan secara langsung (tanpa alat) terhadap gejala - gejala subyek yang diselidiki, baik pengamatan itu dilakukan dalam situasi sebenarnya maupun dilakukan di dalam situasi buatan yang khusus diadakan (Surakhmad, 2004). Observasi yang dilakukan pada Praktek Kerja Magang ini meliputi persiapan media kultur, kegiatan kultur, pemupukan, pemanenan dan pengukuran kualitas air Wawancara Wawancara merupakan cara mengumpulkan data dengan cara tanya jawab sepihak yang dikerjakan secara sistematis dan berlandaskan pada tujuan penelitian. Wawancara memerlukan komunikasi yang baik dan lancar antara peneliti dengan subjek sehingga pada akhirnya bisa didapatkan data yang dapat dipertanggung jawabkan secara keseluruhan (Nazir, 1988). Pada praktik kerja magang, wawancara dilakukan secara langsung dengan mengajukan pertanyaan kepada teknisi lapang maupun masyarakat untuk mendapatkan informasi 6

17 mengenai pertumbuhan dan kultur N. occulata dan kegiatan operasional Laboratorium pakan alami di Balai Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP) Situbondo Partisipasi Aktif Partisipasi aktif adalah keterlibatan dalam suatu kegiatan yang dilakukan secara langsung di lapangan (Nazir, 1988). Pada Praktek Kerja Magang ini, kegiatan partisipasi aktif yang diikuti secara langsung adalah pertumbuhan dan kultur N. occulata mulai dari persiapan media budidaya, kegiatan kultur, pemupukan, pemeliharaan, pemanenan dan pengukuran kualitas air serta kegiatan lainnya yang berkaitan Dokumentasi Dokumentasi merupakan cara mengumpulkan data melalui mempelajari, mencatat, menyalin dokumen atau catatan yang bersumber dari peninggalan tertulis seperti arsip, termasuk juga buku tentang teori, pendapat, dalil dan hukum (Widiastuti, 2014). Pada Praktik Kerja Magang ini, dokumentasi dilakukan dengan cara mengambil gambar atau foto dengan menggunakan kamera dan mencatat data dari Laboratorium pakan alami di Balai Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP) Situbondo. 2.4 Prosedur Praktek Kerja Magang Kultur Laboratorium Kultur laboratorium merupakan kultur dalam skala kecil yaitu kultur pada botol 5 liter dan toples 10 liter yang terdiri dari kultur agar, test tube, Erlenmeyer dan carboy. 7

18 Kultur Agar (tanpa aerasi) Kultur agar diawali dengan sterilisasi alat dan pembuatan media agar yang sudah diberi pupuk PA (Pro Analis) kemudian disterilisasi menggunakan Autoclave kemudian dituang ke petridish steril ¾ bagian. Setelah media agar membeku dilakukan inokulasi menggunakan metode gores, atau metode pipet). Phytoplankton yang ditanam biasanya akan tumbuh setelah dua minggu (tergantung species yang ditanam) Kultur Test Tube (tanpa aerasi) Kulturan agar yang sudah tumbuh dapat dipindahkan kekulturan testube, dengan cara media steril dipupuk dengan dosis 1m/liter. pupuk yang digunakan adalah pupuk PA. Untuk species diatom menggunakan pupuk diatom dan untuk species Chlorophyceae menggunakan pupuk Walne. Sebelum melakukan kultur terlebih dahulu diambil satu coloni dari media agar dan diberi air laut steril kemudian dicek dibawah mikroskop, apabila steril tidak ada kontaminasi maka dikultur ditest tuber. Untuk sebuah test tube diberi media air laut steril yang sudah dipupuk ¾ bagian kemudian diberi bibit satu koloni. Mikroalga akan tumbuh minimal 7 hari (seminggu) Kultur Erlenmeyer (tanpa aerasi) Hasil kulturan test tube selanjutnya dapat dijadikan bibit (starter) pada kulturan erlenmeyer tanpa aerasi, disiapkan media air laut yang sudah dipupuk dengan dosis 1 ml/liter kemudian diberi bibit. Lama kulturan 6-7 hari untuk species Nannochloropsis sp dan 3-4 hari untuk species diatom Kultur Erlenmeyer/ Toples 1-2 liter (aerasi) Sterilisasi media dengan cara direbus hingga mendidih kemudian dituang ke dalam wadah dan ditutup rapat. Setelah dingin dilengkapi peralatan aerasi, 8

19 dipupuk dengan dosis 1ml/liter (PA), perbandingan bibit dan media adalah 3 : 7, dipertahankan pada suhu 25 0C dan penyinaran menggunakan lampu TL 40 watt 2 buah dan inkubasi 5-7 hari Kultur Carboy/ Toples 10 liter (aerasi) Sterilisasi media menggunakan kaporit 10 ppm dan dinetralkan dengan thiosulfat 5 ppm Setelah netral dipupuk dengan dosis 1ml/liter (PA), perbandingan bibit dan media adalah 3 : 7, dipertahankan pada suhu 25 C danpenyinaran menggunakan lampu TL 40 watt 2 buah dan inkubasi 5-7 hari Kultur Intermediate Kultur aquarium 100 liter dan Kultur conicel 500 liter 1 ton. Air laut disterilisi menggunakan kaporit 10 ppm dan dinetralkan dengan thiosufat 5 ppm, lama sterilisasi min 24 jam. Sebelum dilakukan pemberian bibit terlebih dahulu diberi pupuk TG (Tehnical Growth) dengan dosis 1 ml/l. Untuk species diatom menggunakan pupuk diatao (TG) kalau untuk species Chlorophyceae menggunakan pupuk Walne (TG). Perbandingan penggunaan bibit dan media adalah 3 :7. Kultur dilakukan pada ruangan semi outdoor dengan atap fiber tembus cahaya matahari Dan lama inkubasi 5-7 hari Perhitungan Kelimpahan Sel Perhitungan kelimpahan sel fitoplankton digunakan sebagai salah satu ukuran mengetahui pertumbuhan fitoplankton, mengetahui kelimpahan bibit, kelimpahan pada awal kultur dan kelimpahan pada saat panen. Untuk menghitung jumlah fitoplankton yang dihasilkan dalam skala waktu dapat menggunakan alat haemocytometer. Menurut Chalid et at. (2006), cara Perhitungan jumlah plankton dengan haemocytometer ini yaitu dengan cara meneteskan kultur sel mikroalga yang 9

20 akan dianalisa kepadatan selnya sebanyak satu tetes ke masing-masing dua bagian haemocytometer. Tutup dengan menggunakan slide. Haemocytometer ini dilengkapi dengan mikroskop. Haemocytometer yang telah diberikan kultur sel mikroalga diletakkan di bawah lensa objektif dan difokuskan hingga terlihat kisikisi tempat perhitungan sel yang terdiri dari lima kisi perhitungan. Selanjutnya jumlah sel plankton dihitung menggunakan rumus berikut: Pengukuran Kualitas Air Pada Praktek Kerja Magang, dilakukan pengukuran kualitas air pada kultur mikroalga yang bertujuan untuk mengontrol kualitas air dan mengetahui parameter fisika, kimia maupun biologi yang sesuai untuk pertumbuhan mikroalga. Parameter kualitas air yang diukur meliputi parameter fisika yaitu suhu; parameter kimia yaitu oksigen terlarut (DO), ph, salinitas. Cara pengukuran kualitas air adalah sebagai berikut: Suhu (Departemen Pekerjaan Umum, 1990) Parameter kualitas air tentang suhu diukur dengan thermometer Hg. Bagian ujung thermometer dimasukkan ke dalam perairan hingga seluruh bagiannya masuk dalam air dan ditunggu beberapa saat sampai air raksa dalam thermometer berhenti pada skala tertentu. Kemudian dicatat angka yang tertera di skala tersebut dalam satuan derajat Celcius ( 0 C). Pembacaan thermometer dilakukan pada saat thermometer masih dalam air dan pada bagian air raksa tidak sampai tersentuh oleh tangan secara langsung. 10

21 ph (Departemen Pekerjaan Umum, 1990) ph suatu perairan dapat diukur dengan menggunakan ph paper atau ph pen. Untuk pengukuran dengan ph paper dilakukan dengan cara memasukkan ph paper ke dalam air sekitar 0,5 menit, dikibaskan sampai setengah kering dan kemudian dicocokkan perubahan warna pada ph paper dengan kotak standar ph. Sedangkan pengukuran ph dengan menggunakan ph pen yaitu ph pen di standarisasi terlebih dahulu, kemudian ph pen dimasukkan kedalam air yang diukur kadar ph-nya kemudian dilihat angka pada layar dan setelah digunakan segera di standarisasi kembali Salinitas (Departemen Pekerjaan Umum, 1990) Kadar garam perairan dapat diukur dengan menggunakan refraktometer atau salinometer. Pengukuran salinitas dengan refraktometer yaitu dibuka penutup kaca prisma, dikalibrasi dengan aquades, dibersihkan dengan tissue secara searah, diteteskan 1-2 tetes air yang akan diukur salinitasnya, ditutup kembali dengan hati-hati agar tidak terjadi gelembung udara dipermukaan kaca prisma, diarahkan ke sumber cahaya, dan dilihat nilai salinitasya yang diukur melaui kaca pengintai. 11

22 3. KEADAAN UMUM LOKASI PKM 3.1 Keadaan Umum Lokasi Praktek Kerja Magang Keadaan umum lokasi Praktek Kerja Magang di Balai Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP) Situbondo meliputi sejarah berdirinya BPBAP Situbondo, letak geografis, struktur organisasi, sarana dan prasarana serta kegiatan kultur fitoplankton yang ada di BPBAP Situbondo Sejarah Berdirinya BPBAP Situbondo Balai Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP) Pecaron Situbondo didirikan pada tahun Pada awal berdirinya BPBAP Situbondo bernama proyek Sub Senter Udang Windu Jawa Timur dibawah naungan Dierktorat Jendral Perikanan, Departemen Pertanian dan merupakan cabang dari BBAP Jepara, Jawa Tengah. Sub Senter Udang Windu Jawa Timur terletak di Desa Blitok, Kecamatan Mlandingan, Kabupaten Situbondo. BPBAP ini didirikan berdasarkan kebutuhan dari masyarakat, dengan berbagai kegiatan pelatihan yang disesuaikan berdasarkan rencana yang telah disusun setahun sebelumnya. Sifat balai ini diprogram (diplot supaya tepat sasaran dan komunikasi dengan dinas/swasta) dan dipercayakan untuk proyek dari pusat. Komoditas yang dibudidayakan meliputi kerapu macan, kerapu tikus, bandeng, udang vaname, dan udang windu. Seiring berjalannya waktu Sub Senter Udang Windu Jawa Timur melepaskan diri dari BBAP Jepara. Pada tanggal 18 April 1994 Sub Senter Udang Windu Jawa Timur resmi melepaskan diri dari BBAP Jepara dan berganti nama menjadi Loka Balai Budidaya Air Payau berdasarkan surat keputusan Menteri Pertanian nomor : 246/Kpts/OT.210/4/94. Loka Balai Budidaya Air Payau terdiri dari tiga divisi yaitu divisi ikan, divisi udang dan divisi

23 budidaya. Loka Balai Budidaya Air Payau Situbondo merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Direktorat Jenderal Perikanan bidang pengembangan produksi budidaya perikanan air payau yang bertanggung jawab kepada Direktorat Jendral Perikanan. Beban tugas dan tanggung jawab Loka Balai Budidaya Air Payau Situbondo yang semakin berat maka pada tanggal 1 Mei 2001 Status Loka Balai Budidaya Air Payau dinaikkan menjadi Balai Budidaya Air Payau Situbondo berdasarkan surat Keputusan Menteri Perikanan dan Kelautan No. KEP.26D/MEN/2001 (Gambar 1.). Kini berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor6/PERMEN-KP/2014 BBAP berganti nama menjadi Balai Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP). Gambar 1. Papan BPBAP Situbondo sesuai Kepmen tahun Letak Geografis dan Topografi BPBAP Situbondo terletak di propinsi Jawa Timur dengan alamat Jl. Raya Pecaron 5 Panarukan, Situbondo 68352, berada diatas tanah seluas 3,5 ha. Lokasi BPBAP Situbondo berada pada daerah pengembangan industri perikanan yang dapat dilihat dari banyaknya hatchery swasta baik skala rumah tangga maupun skala besar. Pantai disekitar BPBAP Situbondo terhindar dari ombak 13

24 maupun arus yang besar, persediaan air tawar mudah serta dekat dengan transportasi darat. Lokasi BPBAP Situbondo berjarak 5 meter dari garis pantai dengan ketinggian 0,5 1 meter dari permukaan air laut. Suhu udara di sekitar BPBAP Situbondo pada siang hari berkisar antara o C dan pada malam hari berkisar o C. Lokasi BPBAP Situbondo beriklim tropis dengan angin laut yang bertiup dari Selat Madura. Balai Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP) Situbondo terdiri dari lima divisi yaitu, divisi ikan, divisi udang, divisi budidaya, instalasi udang Gelung dan instalasi pembenihan udang Tuban. Secara geografis BPBAP Situbondo terletak pada posisi BT BT dan LS LS. Divisi ikan sekaligus sebagai kantor utama BPBAP Situbondo terletak di Dusun Pecaron, Desa Klatakan, Kecamatan Panarukan Kabupaten Situbondo. Divisi udang dan ikan terletak di Desa Blitok, Kecamatan Mlandingan Kabupaten Situbondo. Divisi budidaya berlokasi di Desa Pulokerto, Kecamatan Kraton Kabupaten Pasuruan sedangkan instalasi pembenihan Gelung terletak di Desa Gelung, Kecamatan Panarukan Kabupaten Situbondo. Batas-batas lokasi BPBAP Situbondo yakni sebelah utara berbatasan dengan selat Madura, sebelah Timur berbatasan dengan PT. Central Pertiwi Bahari (CPB), sebelah selatan berbatasan dengan rumah penduduk Desa Klatakan, dan sebelah barat berbatasan dengan Usaha Pembenihan Kelola Benih Unggul dan pemukiman penduduk Strukur Organisasi dan Tenaga Kerja Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor6/PERMEN-KP/2014 Balai perikanan Budidaya Air Payau Situbondo dipimpin oleh seorang kepala dengan dibantu oleh Subbagian tatausaha, Seksi uji terap teknik dan kerja sama, Seksi pengujian dan dukungan teknis, juga 14

25 dibantu oleh kelompok jabatan fungsional. Adapun tugas dari masing-masing bagian sebagai berikut : Kepala Balai, bertugas bertanggungjawab memimpin dan mengatur seluruh kegiatan yang ada di BPBAP Situbondo Subbagian Tata Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1) huruf c mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi pelaporan keuangan, kegiatan teknis, anggaran, pengelolaan kepegawaian, tata laksana, barang milik Negara, rumah tangga, dan ketatausahaan. Seksi Uji Terap Teknis dan Kerja Sama sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1) huruf a mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan pelaksanaan uji terap teknis, standarisasi, sertifikasi, kerja sama teknis, pengelolaan dan pelayanan system informasi, serta publikasi perikanan budidaya air payau. Seksi Pengujian dan Dukungan teknsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1) huruf b mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan pelaksanaan layanan pengujian laboratorium persyaratan kelayakan teknis, kesehatan ikan dan lingkungan, produksi induk unggul, benih bermutu, dan sarana produksi serta bimbingan teknis perikanan budidaya air payau Kelompok jabatan fungsional, bertugas melakukan kegiatan fungsional BPBAP Laboratorium penguji di BPBAP Situbondo terbagi menjadi tiga yang terdiri dari Laboratorium KESLING (Kesehatan dan Lingkungan), Laboratorium Pakan dan Nutrisi, dan Laboratorium Pakan Alami. Ketiga laboratorium ini dipimpin oleh manajer teknis dan masing-masing manajer teknis dipimpin oleh 15

26 satu manajer puncak. Manajer puncak bertugas untuk mengendalikan kegiatan laboratorium uji. Pengendalian kualitas uji dikendalikan oleh manajer mutu. Tenaga kerja yang ada di BPBAP Situbondo dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Tenaga Kerja BPBAP Situbondo Tahun 2014 Tingkat Pendidikan Pegawai Negeri Sipil Tenaga Jumlah Gol I Gol II Gol III Gol IV Kontrak SDM DOKTOR S-3 - Akuakultur MAGISTER S-2 - Biologi Manajemen Akuakultur Pertanian SARJANA S-1 -Perikanan Biologi Pertanian Ekonomi Kedokteran Hewan Hukum Teknik Kimia Administrasi Negara DIPLOMA 4 (D4) -Budidaya Perikanan DIPLOMA 3 (D3) - Perikanan Kimia Peralatan Mesin Akuntansi Informatika SEKOLAH LANJUTAN - SMA SUPM SPMA SFMA STM Bangunan STM Mesin STM Listrik SMEA SMK SLTP SEKOLAH DASAR - SD JUMLAH Sumber: BPBAP Situbondo 16

27 3.2 Sarana dan Prasarana Budidaya Pakan Alami BPBAP Situbondo mempunyai beberapa sarana dan prasarana yang digunakan dalam kegiatan budidaya pakan alami. Beberapa prasarana dan sarana tersebut diantaranya fasilitas utama, sistem tata air dan sistem aerasi Sarana Sarana merupakan perlengkap dalam kegiatan budidaya pakan alami di Balai Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP) Situbondo. Sarana tersebut meliputi : Sumber Air Air merupakan kebutuhan dalam usaha budidaya. Dalam hal ini yang perlu diperhatikan adalah kualitas dan kuantitas air yang akan digunakan selama proses budidaya. Sumber air yang digunakan ada 2 macam, yaitu sumber air laut dan air tawar. Air Laut Sumber air laut berasal dari laut sejauh 300 meter dari garis pantai yang diambil menggunakan pompa. Sedangkan untuk mengalirkan air dari laut digunakan pipa penyedot air laut yang berukuran 20 inci atau 50.8 cm (1 inci = 2.54 cm) menuju ke bak penampungan. Air laut yang masuk dalam tandon penampungan air sebelumnya melalui beberapa tahap penyaringan. Tangki saringan terbuat dari beton yang berukuran 6m x 2m x 2m dan susunan dari saringan tersebut berturut-turut adalah pasir, ijuk dan kerikil. Air saringan dialirkan dengan menggunakan pompa ke bak tandon terbuat dari beton berbentuk persegi dengan dimesi 4,2x4,2 m dengan kedalaman 35 m. Air yang berada di tandon diendapkan pada bak tandon yang berada di dekat lokasi budidaya pakan alami dan disaring, Setelah diendapkan selama satu hari, air dari bak pengendapan dialirkan ke dalam bak sterilisasi dengan perlakuan 17

28 pencampuran calcium hypochlorite atau kaporit 20 ppt atau sebanyak 5 % dari volume total air yang berfungsi sebagai desinfektan. Kemudian air dibiarkan selama satu hari untuk menetralisirkan chlorin. Untuk mempercepat penetralisiran air dari chlorine dapat digunakan Natrium Thiosulfat. Setelah itu air dapat digunakan untuk kultur pakan alami N. oculata. Air yang berasal dari tandon air juga dapat langsung dialirkan ke keran keran yang digunakan untuk kultur skala intermediate. Selain itu pengukuran salinitas air laut yang berada didalam tandon dilakukan setiap sebulan sekali sehingga didapat salinitas 33 ppt. Tandon air laut dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2. Tandon Air Laut (Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2015) Air Tawar Selain sumber air laut BPBAP Situbondo juga menggunakan air tawar yang diperoleh dari air sumur yang diambil dengan menggunakan pompa air kemudian ditampung dalam tandon setinggi 25 m sehingga air mengalir ke berbagai unit bak dengan sistem gravitasi. BPBAP Situbondo memiliki jaringan air tawar dalam komplek pembenihan, perkantoran dan perumahan dinas sepanjang m yang dilengkapi dengan tandon air dan pompa. Pada skala laboratorium, air tawar ditampung dalam bak-bak fiber berbentuk bulat yang bervolume antara 0,5-1 ton. Air tawar ini dapat langsung 18

29 digunakan untuk kultur pakan alami. Pada skala intermediate, air tawar yang berasal dari tandon air langsung dialirkan ke keran dan langsung dapat digunakan sebagai media kultur pakan alami N. oculata Sumber Listrik Listrik merupakan sarana vital dan salah satu pendukung utama kegiatan di balai secara umum. Pembangkit listrik yang digunakan bersumber dari jaringan Pembangkit Listrik Negara (PLN), dimana daya yang terpasang adalah 197 KVA dengan panjang jaringan m, dan genset dengan daya 180 KVA dan 50 KVA yang digunakan untuk menanggulangi apabila sewaktu-waktu aliran listrik PLN mengalami gangguan atau padam. Tenaga listrik di BPBAP Situbondo dipakai terutama untuk penerangan jalan, kantor, bagian pembenihan, bagian pembesaran, laboratorium, perumahan dinas, asrama dan mushola. Pada kultur N. oculata, penggunaan listrik memiliki pengaruh yang besar. Sumber listrik ini digunakan untuk aerasi, selain itu juga digunakan untuk penerangan pada kultur skala laboratorium. Sumber listrik juga membantu untuk menghidupkan AC agar suhu ruangan tetap stabil pada kultur skala laboratorium Sistem Aerasi Oksigen terlarut (DO) merupakan faktor pembatas bagi sebagian besar organisme akuatik. Kandungan oksigen terlarut dalam lingkungan budidaya di bak secara terkontrol sangat berperan penting dan harus disuplai secara teratur ke dalam bak pemeliharaan. Penggunaan aerator adalah cara yang paling umum digunakan dalam suatu usaha budidaya. Di Balai Perikanan Budidaya Air Payau Situbondo, sistem aerasi menggunakan blower berkekuatan 2 KVA (kilovolt ampere) dan 7 KVA yang dialirkan melalui pipa paralon ke bak kultur pakan alami N. oculata. Namun, pada skala laboratorium menggunakan blower mini yang lebih praktis, ekonomis dan mempunyai daya kecil yaitu watt tetapi 19

30 mempunyai tekanan yang cukup kuat yaitu 60 HP. Blower mini yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3. Blower mini untuk Lab. (Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2015) Prasarana Prasarana merupakan pendukung sarana utama yang ada dalam BPBAP Situbondo. Hal yang termasuk dalam prasarana dapat berupa akses ke dalam maupun keluar balai, dan fasilitas yang bekaitan dalam segala kegiatan BPBAP Situbondo Jalan dan Transportasi Balai Perikanan Budidaya Air Payau Situbondo terletak di jalur pantai utara sehingga sarana pendukung untuk kelancaran budidaya seperti jalan raya sudah tersedia. Selain itu jarak BPBAP Situbondo dengan jalan raya hanya sekitar satu kilometer, dimananuntuk menuju jalan tersebut dihubungkan oleh jalan desa yang beraspal dengan kondisi baik. Dengan adanya jalanan yang baik tersebut, maka dapat menunjang kelancaran usaha dan pendistribusian hasil produksi. 20

31 Kelancaran transportasi sangat diperlukan untuk menuju lokasi balai, karena transportasi diperlukan untuk pengangkutan hasil produksi yang akan dipasarkan. Untuk menjangkau BPBAP Situbondo dapat digunakan dengan semua jenis kendaraan karena BPBAP mudah dijangkau dan jalan menuju ke lokasi khususnya lokasi pakan alami bisa dilalui berbagai macam kendaraan termasuk truk Fasilitas Pendukung Fasilitas pendukung BPBAP Situbondo berfungsi untuk menunjang keberlangsungan proses produksi. Fasilitas penunjang yang terdapat di BPBAP Situbondo berupa bangunan produksi, bangunan umum, dan alat transportasi. Beberapa diantaranya adalah kantor utama, kantor tata usaha, perumahan karyawan, perpustakaan, Laboratorium Pakan Alami, Laboratorium Kesehatan dan Lingkungan, Laboratorium Nutrisi dan Pakan Ikan, Mushallah, Shrimp Broodstock Center, Pembenihan Ikan, Ruang Rapat / Pertemuan, Ruang Kuliah, Asrama, Guest House, Kantin, Ruang Makan, Lapangan Parkir dan rumah genset. Sedangkan untuk menunjang mobilitas transportasi, kendaraan yang dimiliki adalah pick up 3.3 Kegiatan Kultur di Laboraturium Pakan Alami BPBAP Situbondo Kegiatan kultur N. oculata di Laboratorium Pakan Alami BPBAP Situbondo terbagi menjadi 2 kegiatan utama yaitu kultur skala laboratorium dan kultur skala intermediet atau semi-massal, dimana pada kultur skala laboratorium masih terbagi lagi menjadi kultur murni I dan kultur murni II. Pada kegiatan kultur murni I teknik kultur yang digunakan yaitu kultur monospesies atau monospesifik. Teknik isolasi merupakan langkah awal dalam kultur pakan alami. Tujuan dari isolasi itu sendiri adalah untuk memperoleh monospesifik spesies dengan cara mengambil sampel air laut di alam dengan menggunakan plankton net. Kultur yang 21

32 digunakan di BPBAP Situbondo adalah kultur secara bertingkat, dimulai dari kegiatan isolasi kemudian dikembangkan sedikit demi sedikit secara bertingkat. Sedangkan jenis plankton yang dibudayakan dalam Laboratorium Pakan Alami di BPBAP Situbondo hanya fitoplankton dari divisi Chlorophyta dan kelas Diatom dari divisi Chrysophyta. 22

33 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Biologi Nannochloropsis oculata Biologi Nannochloropsis oculata yang dibahas meliputi klasifikasi dan morfologi, dan pertumbuhan. Adanya pertumbuhan dalam kultur fitoplankton ditandai dengan bertambahnya ukuran sel fitoplankton dan bertambah besarnya ukuran sel. Genus Nannochloropsis meliputi laut dan spesies air tawar, meskipun bioteknologi dari alga ini pada saat ini terbatas pada spesies laut (Bold and Wynne, 1985) Klasifikasi dan Morfologi Nannochloropsis oculata Mikroalga diartikan berbeda dengan tumbuhan yang biasa dikenal walaupun secara struktur tubuh keduanya memiliki klorofil sehingga dapat melakukan fotosintesis (Bold and Wynne, 1985). Menurut Hibberd (1981), klasifikasi Nannochloropsis oculata (Gambar 4.) ialah sebagai berikut : Kingdom Sub Kingdom Phylum Class Ordo Family Genus Spesies : Protista : Eukaryotes : Chromophyta : Eustigmatophyceae : Eustigmatales : Monodopsidaceae : Nannochloropsis : Nannochloropsis oculata N. oculata lebih sering dikenal dengan nama Chlorella laut. Fitoplankton ini berbentuk bulat menyerupai bola berukuran 2-4 mikron, berwarna hijau dan memiliki dua flagella (heterokontous) (Tjahjo, 2002).

34 Gambar 4. Nannochloropsis oculata (Sumber : Baharuddin, 2011) Watanabe (1979) menyatakan, N. oculata memiliki kloroplas dan nucleus yang dilapisi membran. Kloroplas memiliki stigma (bintik mata) yang bersifat sensitive terhadap cahaya. N. oculata dapat berfotosintesis karena memiliki klorofil. Ciri khas N. oculata adalah memiliki dinding sel yang terbuat dari komponen selulosa. N. oculata bersifat kosmopolit dengan salinitas optimum untuk pertumbuhannya adalah ppt, suhu o C merupakan kisaran suhu yang optimal (Isnansetyo dan Kurniastuti, 1995). Fitoplankton ini dapat tumbuh baik pada kisaran ph 8-9,5 dan intensitas cahaya lux (Hirata et al, 1981) Pertumbuhan Nannochloropsis oculata Menurut Isnansetyo dan Kurniastuty, (1995) dalam Prabowo (2009) Selama pertumbuhannya mikroalga dapat mengalami beberapa fase pertumbuhan, yaitu: (1) Fase Lag (istirahat) Pada fase ini peningkatan paling signifikan terlihat pada ukuran sel karena secara fisiologis mikroalga menjadi sangat aktif. Proses sintesis protein baru juga terjadi dalam fase ini. Metabolisme berjalan tetapi pembelahan sel belum terjadi sehingga kepadatan sel belum meningkat karena mikroalga masih beradaptasi dengan lingkungan barunya. 24

35 (2) Fase Logaritmik (log) atau Eksponensial Fase ini dimulai dengan pembelahan sel dengan laju pertumbuhan yang meningkat secara intensif. Pada fase ini merupakan fase terbaik untuk memanen mikroalga untuk keperluan pakan ikan atau industri. Chlorella sp. dapat mencapai fase ini dalam waktu 4-6 hari. (3) Fase Penurunan Laju Pertumbuhan Pembelahan sel tetap terjadi pada fase ini, namun tidak seintensif fase sebelumnya, sehingga laju pertumbuhan juga mengalami penurunan dibandingkan fase sebelumnya. (4) Fase Stasioner Pada fase ini laju reproduksi dan laju kematian relatif sama. Penambahan dan pengurangan jumlah mikroalga seimbang sehingga kepadatannya relatif tetap (stasioner). (5) Fase Kematian Fase ini ditandai dengan laju kematian yang lebih besar daripada laju reproduksi sehingga jumlah sel mengalami penurunan secara geometrik. Secara skematis pola pertumbuhan mikroalga dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 5. Kurva Pertumbuhan Mikroalga (Sumber: Prabowo, 2009) 25

36 Menurut Hermanto (2011), komponen vitamin yang ditambahkan bersamaan dengan pupuk Walne dapat mempercepat pertumbuhan sel. Selain itu, kondisi lingkungan juga berpengaruh terhadap perkembangan sel N. oculata yang dikultur, yang antara lain suhu, iluminasi cahaya, ph, dan konsentrasi nutrient dalam media. Pada media kultur, yang berkembang bukan hanya sel N. oculata, melainkan juga berbagai sel mikroalga lainnya. Meski begitu, pengamatan hanya dibatasi satu sel, yaitu N. oculata. Selain mikroalga yang merupakan plankton, zooplankton juga banyak tumbuh di dalam media kultur. 4.2 Teknik Kultur Nannochloropsis oculata Kultur mikroalga yang ada di BPBAP Situbondo adalah kultur bertingkat. Kultur di mulai dari kultur skala laboratorium, kemudian skala intermediate Kultur Nannochloropsis oculata Skala Laboratorium Dalam kegiatan kultur N. oculata skala Laboratorium terbagi menjadi 2 bagian yaitu Kultur Murni I dan Kultur Murni II. Kegiatan pada Kultur Murni I meliputi penyediaan bibit starter melalui kultur dengan media isolate agar dan kultur tabung reaksi. Sedangkan untuk Kultur Murni II meliputi kegiatan kultur pada Erlenmeyer menggunakan aerasi dan kultur pada Carboy Kultur Murni I (Monospesies) 1. Sterilisasi Alat dan bahan Pada dasarnya persiapan untuk kultur berbagai jenis fitoplankton adalah sama, yaitu sterilisasi alat dan bahan yang bertujuan untuk membunuh mikroorganisme yang tidak diinginkan (Cahyaningsih et al, 2009). Pada Skala Laboratorium di BPBAP Situbondo keadaan steril sangat diutamakan karena hasil akhir yang diharapkan adalah monospesies, sehingga perlu dilakukan sterilisasi. Sesuatu yang akan disterilisasi dibersihkan terlebih dahulu atau dicuci. 26

37 Peralatan seperti petri disk, test tube, erlemeyer, gelas ukur, pipet tetes, dan yang lainnya dicuci terlebih dahulu menggunakan sabun dan dibilas dengan air tawar. Tujuannya adalah agar sisa-sisa kotoran yang ada sebelumnya dapat hilang. Peralatan yang sudah bersih diletakkan di rak-rak, dibiarkan sampai mengering. Kemudian alat alat tersebut dibilas lagi menggunakan HCL dan dibilas air tawar lagi. Setelah alat-alat tersebut kering kemudian ditutup menggunakan aluminium foil sebagai persiapan untuk di autoclave. Alat-alat yang sudah disterilkan dapat dilihat pada Gambar 6. Gambar 6. Alat Alat yang sudah di sterilisasi (Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2015) Sterilisasi yang selama ini dilakukan pada kultur murni I untuk sterilisasi bahan yang akan digunakan yaitu dengan menggunakan autoclave. Bahan yaitu media dan pupuk dimasukan dalam erlenmeyer/beakerglass kemudian ditutup dengan alumunium foil dan plastik, lalu diikat dengan karet gelang. Setelah itu dilanjutkan dengan sterilisasi alat secara fisika dengan meggunakan autoclave (Gambar 7.) dengan suhu C dan tekanan 1 atm selama 30 menit. Hal ini sesuai dengan pernyataan Isnansetyo dan Kurniastuti (1995), sterilisasi dengan autoclave pada dasarnya menggunakan uap air bertekanan. 27

38 Gambar 7. Autoclave (Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2015) 2. Kultur Nannochloropsis oculata a) Teknik Isolasi Menggunakan Media Agar Starter murni di BPBAP Situbondo diperoleh dari alam dan dari lembagalembaga penelitian di dalam maupun luar negeri. Selanjutnya diperbanyak dengan membuat kultur pada media agar. Tahapan teknik isolasi dengan media agar adalah sebagai berikut : Agar bacto sebanyak 1,5 gram dilarutkan ke dalam air laut yang telah dipupuk dengan salinitas 33 ppt yang sudah steril sebanyak 100 ml. Kemudian dipanaskan dan diaduk sampai larutan agar mendidih, diangkat dan ditutup dengan aluminium foil. Selanjutnya disterilisasi menggunakan autoclave. Media agar yang sudah didisterilisasi dibiarkan sebentar kemudian ditunag ke petridish ¾ bagian. Setelah beku dapat diinokulasi dengan bibit alga menggunakan jarum ose yang sebelumnya disterilisasi dengan dibakar lampu Bunsen sampai merah. Media agar yang sudah digores dengan bibit, ditutup dan diberi isolasi lalu disimpan di rak dalam ruangan yang dilengkapi pendingin dan lampu. Inokulasi akan berkembang setelah 3-4 minggu. 28

39 b) Kultur pada Tabung Reaksi Setelah diperbanyak dengan menggunakan kultur murni pada media agar selanjutnya diperbanyak pada tabung reaksi lainnya. Tahapan dalam kultur tabung reaksi adalah sebagai berikut : Menyiapkan air yang sudah steril yang sudah dipupuk (pupuk walne dosis 1 ml/l), tiap tabung reaksi diisi media ¾ bagian sebanyak 25 ml Air yang sudah steril diberi pupuk dituang hingga setengah bagian tabung reaksi. Pupuk yang digunakan yaitu pupuk walne. Dosis pupuk yang digunakan adalah 1:1 dengan media kultur, maka pupuk yng digunakan sebanyak 25 ml. Starter diambil dari kultur media agar yang sudah mencapai puncak pertumbuhannya, starter diambil dengan jarum ose yang sudah dipanaskan diatas bunsen untuk sterilisasi dan diinokulasi ke media secukupnya. Kultur pada tabung reaksi baru dapat dipindahkan ke kultur toples tanpa aerasi setelah berumur satu hingga dua minggu. Untuk kultur fitoplankton dalam ruang kultur murni I (monospesies) semua dilakukan tanpa aerasi. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan pertumbuhan yang natural dari fitoplankton yang dikultur Kultur Murni II 1. Sterilisasi Alat dan Bahan Sterilisasi alat dan bahan adalah perlakuan untuk menjadikan suatu alat atau bahan bebas dari mikroorganisme yang tidak diinginkan (Isnansetyo dan Kurniastuti, 1995). Sterilisasi yang dilakukan pada ruang kultur murni II untuk peralatan seperti wadah toples, carboy, selang aerasi, batu aerasi, dan lain-lain dilakukan dengan pencucian dengan sabun sampai bersih. Kemudian untuk 29

40 carboit, selang dan batu aerasi setelah dicuci dilakukan perendaman dengan kaporit yang bertujuan membunuh sisa plankton setelah kegiatan kultur. Sterilisasi media kultur murni II terbagi menjadi dua untuk kultur pada Erlenmeyer menggunakan aerasi dan untuk carboy. Untuk media Erlenmeyer menggunakan aerasi sterilisasi dilkukan dengan perebusan air laut hingga mendidih. Lalu air yang sudah mendidih langsung dimasukan dalam erlenmeyer yang akan dikultur. Sedang sterilisasi media untuk carboy dilakukan dengan pemberian kaporit dengan dosis 10 ppm pada tandon air laut dalam ruang kultur murni II. Pemberian kaporit bertujuan untuk mensterilkan air dari mikroorganisme yang merugikan sehingga diharapkan tidak terjadi kontaminasi. Selanjutnya air diberi Na-Thiosulfat sebagai penetralisir kandungan kaporit dengan dosis 5 ppm. 2. Kultur Nannochloropsis oculata a) Kultur Erlenmeyer menggunakan aerasi Wadah kultur yang telah berisi air laut steril diberi aerasi dan dipupuk (Walne dosisi 1 ml/l) kemudian diberi stater sebanyak %. Inkubasi dilakukan pada suhu 20 0 C dengan lampu TL 40 watt.. Pupuk yang digunakan adalah pupuk walne. Kultur N. oculata dapat dilihat pada Gambar 8. Gambar 8. Kultur Nannochloropsis oculata dalam Erlenmeyer menggunakan aerasi (Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2015) 30

41 Tahapan yang dilakukan dalam kultur Erlenmeyer 5 L adalah sebagai berikut: Rak yang akan digunakan untuk erlenmeyer dibersihkan dahulu dengan menggunakan alkohol untuk menghindari kontaminasi. Erlenmeyer diisi air media sebanyak 3-4 L dengan salinitas 33 ppt. Kemudian dilakukan penetralan dengan Na-Thiosulfat 5 ppm, untuk mengecek apakan netral atau belum, gunakan Chlorine tes untuk memastikan bahwa air sudah netral. Kemudian diberi pupuk walne dan vitamin B12 dengan dosis 1ml/L air media. Starter atau bibit N. oculata didapatkan dari ruang kultur murni I dimasukkan ke dalam Erlenmeyer menggunakan aerasi sebesar 20-30% dari wadah. Kemudian Erlenmeyer menggunakan aerasi ditutup dengan plastik untuk menjaga agar tidak terjadi kontaminasi. Untuk kultur yang didapat langsung dari kultur murni I di beri label dengan tanda bintang, yang menandai bibit yang digunakan masih F1. Sedang bibit yang diperoleh biakan dalam toples (F2), hanya ditulis nama spesies dan tanggal. Setelah 6-7 hari N. oculata dapat dipindahkan ke kultur carboy. Hal ini sesuai dengan penelitian Bambang (2009), yang menyebutkan bahwa pada hari kultur ke 7 kultur mengalami perubahan warna dari hijau bening menjadi hijau pekat. Setelah sampai 7 hari dipecah lagi ke volume yang lebih besar. b) Kultur pada Carboy Pada tahap ini tempat kultur berupa carboit 10 L. Inkubasi dilakukan pada suhu 20 0 C dengan lampu TL 40 watt. Untuk kultur N. oculata menggunakan air 31

42 laut yang sudah steril dengan kaporit 10 ppm. Pupuk yang digunakan adalah pupuk walne. Kultur N. oculata dapat dilihat pada Gambar 10. Tahapan kegiatan kultur pada carboy 10 L adalah sebagai berikut: Langkah awal yaitu menyiapkan carboy dan selang aerasi yang akan digunakan. Kemudian masukkan air yang telah netral dari tandon air ke dalam carboy sebanyak 7-8 L dan letakan carboy pada rak kultur yang tersedia dalam ruang kultur murni II. Selanjutnya tambahkan pupuk walne dan vitamin B12 dengan dosis 1ml/L. Starter atau bibit N. oculata didapat dari Erlenmeyer menggunakan aerasi ruang kultur murni II dimasukkan ke carboy sebanyak 20-30%. Kemudian carboy ditutup untuk menjaga agar tidak terjadi kontaminasi. Setelah 6-7 hari N. oculata dapat dipindahkan ke kultur skala Intermediate. Gambar 9. Kultur pada Carboy (Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2015) 32

43 Kegiatan kultur skala laboraturium yang dijalankan pada Lab. Pakan Alami BPBAP Situbondo telah sesuai dengan pendapat Isnansetyo dan Kusniastuty (1995), yang menyatakan bahwa kultur skala laboratorium dimulai dari volume 0,5 sampai 3 dan 5 liter. Air laut dengan salinitas tertentu dimasukkan ke dalam wadah. Air laut yang dimasukkan terlebih dahulu disterilkan sebelum inokulum dimasukkan sebanyak 1/3 bagian, media kultur dipupuk terlebih dahulu. Setelah diberi aerasi dan kultur diletakkan pada rak kultur dengan pencahayaan lampu TL Pupuk Kultur Skala Laboratorium Pupuk diberikan untuk memenuhi kebutuhan unsur hara bagi pertumbuhan plankton. Jenis pupuk yang digunakan adalah pupuk media walne. Pada skala laboratorium pupuk yang digunakan adalah tingkat Pro Analyse atau yang biasa disebut dengan PA. Pupuk dengan tingkat Pro Analyse ini sangat baik bagi pertumbuhan fitoplankton karena pupuk ini tidak terdapat campuran campuran bahan lain. Komposisi nutrien yang lengkap dan konsentrasi nutrien yang tepat menentukan produksi biomassa dan kandungan gizi mikroalga. Jenis pupuk yang banyak dipilih masyarakat dalam kultur mikroalga adalah jenis PA (Pro Analisis) yang sudah distandarkan seperti pupuk Walne, Guillard, dll (Amanatin, et al., 2014) Proses pembuatan pupuk walne untuk skala laboraturium dilakukan dengan cara merebus air tawar hingga mendidih menggunakan kompor listrik, kemudian setelah mendidih bahan diatas dimasukan satu-persatu kecuali FeCl3. Untuk memasukan FeCl3 dalam panci perubusan dilakukan penngenceran terlebih dahulu dengan cara mengabil sebagian air yang sedang direbus dalam beakerglas lalu masukan FeCl3 dalam beakerglas tersebut dan aduk merata. 33

44 Setelah itu barulah larutan FeCl3 dalam beakerglas dimasukan dalam panci perebusan dan diaduk hingga merata. Komposisi pupuk Walne untuk skala laboratorium dapat dilihat pada Tabel 2. sebagai berikut : Tabel 2. Bahan Pupuk Walne untuk Skala Laboratorium. Bahan Aquades EDTA NaNO3 H3BO3 NaH2PO4 MnCl FeCl3 Dosis 1 ltr 45 gr 100 gr 33,6 gr 20 gr 0,36 gr 1,3 gr Kultur Nannochloropsis oculata Skala Intermediate Kultur skala intermediate (semi-masal) dilakukan di ruangan semi terbuka. Atap dalam ruangan tersebut menggunakan atap fiber, sehingga cahaya matahari dapat masuk secara tidak langsung. Kultur skala intermediate dilakukan pada bak fiber ukuran 500L-1000L Sterilisasi Alat dan Bahan Sterilisasi peralatan yang ada pada kultur skala intermediet dilakukan dengan memberikan kaporit. Pertama-tama bak fiber setelah kegiatan kultur dicuci dengan cara disikat dan disabun. Bak yang sudah sudah bersih langsung dikaporit baknya dengan dosis 10 ppm. Dimana kaporit diberikan dengan cara diencerkan dengan air dalam gayung lalu diaduk merata. Setelah larutan kaporit jadi disiramkan ke seluruh permukaan bagian dalam bak fiber. Sterilisasi untuk selang aerasi dan batu aerasi sama dengan sterlisasi pada lab kultur murni II. 34

45 Sterilisasi air untuk dilakukan dengan penyaringan menggunakan filter bag dan pemberian larutan kaporit. Penyaringan dilakukan agar pasir atau berbagai kotoran yang terdapat dalam air dapat tersangkut pada saringan sehingga nantinya tidak mengganggu proses budidaya. Air yang telah disaring diberi larutan kaporit. Larutan kaporit dibuat dengan melarutkan kaporit dengan dosis 10 ppm. Homogenisasi dilakukan dengan pengadukan tanpa proses pemanasan. Dosis yang digunakan untuk kaporit air adalah 10 ppm. Penetralan air media dilakukan dengan memberikan Na-Thiosulfat dengan dosis 5 ppm. Kemudian menyalakan aerasi sehingga kadar chlorine dapat berkurang dan menjadi netral. Pengecekan kenetralan dilakukan setelah menit aerasi dinyalakan. Pengecekan kadar chlorine dilakukan dengan cara mengambil sampel air media menggunakan tabung reaksi kedian ditambahkan 1 tetes Chlorine/Bromine test. Sampel yang berubah warna menjadi kuning berarti belum netral dan sampel yang tetap berwarna bening berarti telah netral dan siap digunakan untuk kultur fitoplankton Kultur pada Bak Fiber/Conicel Pada tahap ini kultur dilakukan dengan menggunakan bak fiber 500 L atau 1000 L. Bibit yang digunakan berasal dari ruan kultur murni II dari kultur di carboy. Untuk kultur bak 500 L bibit yang digunakan 1 carboy atau 5 L bibit N. oculata. Dosis bibit yang digunakan adalah % dari wadah kultur Tahapan kegiatan kultur pada bak fiber 500 L adalah sebagai berikut: Langkah awal yaitu menyiapkan bak fiber dan selang aerasi yang akan digunakan. Kemudian mengisi bak fiber dengan air laut yang disaring dengan menggunakan filter bag, setelah penuh air diberi kaporit sebanyak 10 ppm. 35

46 Selanjutnya tambahkan pupuk walne dengan dosis 1ml/L atau 500 ml. Starter N. oculata didapat dari carboy ruang kultur murni II dimasukkan ke bak fiber sebanyak 20-30%. Kemudian diamati perkembangannya (perubahan warna,adanya gelembung/berbusa) selama kultur, karena ruangan yang digunakan semi terbuka sehingga lebih rentan terjadi kontaminasi. Setelah usia kultur 6-7 hari N. oculata dapat dipanen, namun apabila sebelum waktunya terjadi perubahan warna atau berbusa maka segera dilakukan pemanenan. Bibit starter yang digunakan untuk kegiatan kultur skala Intermediet sesuai telah sesuai dengan pendapat Isnansetyo dan Kusniastuty (1995), yang menyatakan kegiatan kultur skala intermediet menggunakan air laut dengan salinitas tertentu dimasukkan ke dalam bak-bak kultur. Selanjutnya dilakukan pemupukan dan diberi aerasi. Inokulen dimasukkan sebanyak 1/10 bagian sebagai bibit. Gambar 10. Kultur Nannochloropsis oculata skala Intermediate (Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2015) 36

47 Pupuk Kultur Skala Intermediate Pupuk TG yang digunakan pada kultur skala intermediate tidak berbeda jauh dengan yang digunakan pada skala laboratorium. Hanya terdapat perbedaan pada komposisi bahan yang digunakan. Pertumbuhan mikroalga dengan kultur dapat mencapai optimum dengan mencampurkan air laut dengan nutrien yang tidak terkandung dalam air laut tersebut. Nutrien tersebut terdiri dari makro nutrien (natrium dan fosfat) dan mikronutrien yang berasal dari pupuk dasar, yang umumnya berupa pupuk Walne yang mempengaruhi pertumbuhan mikroalga. Faktor lainnya adalah Intensitas cahaya (Matakupan, 2009). Dimana bahan untuk pembuatan pupuk pada kultur skala intermediate dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Bahan pupuk Walne untuk Skala Intermediate. Bahan Air KNO 3 NaH 2PO 4 FeCl 3 EDTA Dosis 1 Ltr 1000 gr 100 gr 13 gr 100 gr Proses pembuatan pupuk walne (TG) untuk skala intermediate dilakukan dengan cara merebus air tawar hingga mendidih dalam panci, kemudian setelah mendidih bahan diatas dimasukan satu-persatu kecuali FeCl3. Untuk memasukan FeCl3 dalam panci perubusan dilakukan penngenceran terlebih dahulu dengan cara mengabil sebagian air yang sedang direbus dalam beakerglas lalu masukan FeCl3 dalam beakerglas tersebut dan aduk merata. Setelah itu barulah larutan FeCl3 dalam beakerglas dimasukan dalam panci perebusan dan diaduk hingga merata. 37

48 4.2.3 Pemanenan Pemanenan pada kultur skala laboratorium dilakukan dengan memindahkan kultur yang sudah memasuki usia siap panen yaitu pada fase logaritmik atau setelah pemeliharaan selama 6 7 hari kedalam media kultur selanjutnya seperti tabung rekasi, toples/erlenmeyer menggunakan aerasi, carboy, dan bak fiber sebagai bibit starter. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk menjalankan kultur secara bertingkat. Sedang pada bak fiber pemanenan dapat dilakukan menjadi dua produk yaitu berupa produk langsung dengan media menggunakan pompa celup atau cair ataupun bubuk (powder). Tahapan pemanenan N. oculata diawali dengan penambahan soda api ppm agar N. oculata mengendap. Setelah diberi soda api aerasi dimatikan setelah 2 jam, kemudian dibiarkan agar N. oculata mengendap selam 24 jam. Setelah N. oculata mengendap, air yang berada diatas permukaan endapan dibuang seperti melakukan siphon hanya saja selang air tidak dibiarkan menyentuh/mendekati endapan yang akan di panen. Jika panen yang dilakukan adalah panen endapan, maka endapan dalam bak langsung dipacking dengan plastik atau dimasukkan dalam botol mineral. Jika panen yang dilakukan adalah panen bubuk maka dilanjutkan dengan menyaring endapan yang tersisa dengan kain yang diletakkan dalam keranjang kotak. Setelah itu dibiarkan 24 jam agar menggumpal. Kemudian setelah menggumpal N. oculata dioleskan pada plastik dalam nampan atau meja untuk penganginan akhir atau dengan oven ( suhu berkisar 60ºC (Gambar 11.)). Setelah kering serpihan dari N. oculata diblender untuk dijadikan bubuk N. oculata. Kemudian bubuk N. oculata dimasukan dalam kantong-kantong plastik untuk ditimbang dengan timbangan digital. Setelah itu bubuk N. oculata disimpan dalam rak penyimpanan. 38

49 (a) (b) Gambar 11. Proses Penganginan Endapan Nannochloropsis oculata: (a) Pengolesan pada Plastik, (b) serpihan Nannochloropsis oculata kering (Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2015) 4.3 Analisis Kualitas Air Seperti halnya organisme lainnya, N. oculata membutuhkan beberapa syarat agar dalam pertumbuhan dan perkembangannya. Salah satu syarat tersebut adalah kualitas air. Parameter yang digunakan untuk mengukur kualitas air antara lain suhu, derajat keasaman, dan salinitas Suhu Suhu merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan mikroalga. Setiap mikrolga mempunyai suhu ideal yang berbedabeda untuk bisa tumbuh dan berkembang dengan baik. N. oculata dapat tumbuh baik pada kisaran suhu yang optimal ºC (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995). Sehingga kegiatan kultur N. oculata yang ada di BPBAP Situbondo, dengan suhu berkisar antara 22 0 C pada skala laboratorium, dan suhu pada skala intermediate berkisar antara C telah sesuai untuk kebutuhan partumbuhan N. oculata Derajat Keasaman (ph) Seperti halnya suhu, mikroalga memiliki kisaran toleransi ph yang berbeda-beda untuk pertumbuhan yang optimal. Dalam budidaya N. oculata yang 39

50 ada di BPBAP Situbondo, ph yang ada pada skala laboratorium yaitu 8, sedangkan pada skala intermediate sebesar 8 8,5. Menurut Tjahjo (2002) dan Cahyaningsih (2009), ph optimal bagi N. oculata berkisar 8-8,5. Berdasarkan data tersebut terutama untuk kultur murni sudah sangat memenuhi syarat untuk dapat tumbuh Salinitas Salinitas merupakan salah satu sifat kimia air yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme termasuk N. oculata. Pada saat kultur, biasanya terjadi kenaikan salinitas akibat dari adanya hasil metabolisme dan adanya pengendapan. Dalam kultur N. oculata yang ada pada BPBAP Situbondo, salinitas yang dipakai pada skala laboratorium berkisar 33 ppt, sedangkan pada skala intermediate sebesar 34 ppt. Hal ini sesuai dengan pendapat Tjahjo (2002), N. oculata dapat tumbuh pada salinitas ppt. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa air laut yang digunakan dalam kultur N. oculata di BPBAP Situbondo sudah memenuhi syarat untuk dapat mendukung pertumbuhannya. 4.4 Kepadatan Nannochloropsis oculata Untuk mengetahui pertumbuhan N. oculata dalam budidaya maka perlu dilakukan pengamatan. Pengamatan pertumbuhan dapat dilakukan dengan melihat perubahan warna yang terjadi dari awal penebaran bibit. Namun pengamatan paling baik adalah dengan melakukan perhitungan kepadatan dengan menggunakan haemocytometer yang diamati dibawah mikroskop. Pada perhitungan N. oculata alat yang digunakan untuk perhitungan adalah Haemocytometer. Haemocytometer adalah sebuah gelas preparat dari mikroskop. Akan tetapi bila dilihat dari samping, pada bagian tengah permukaannya ada bagian 40

51 yang agak rendah dibandingkan dengan bagian di sebelah kanan dan kirinya. Perbedaan jarak antara bagian yang rendah dengan permukaan gelasnya disebut kedalaman yang tingginya 0,1 mm. Pada permukaan yang rendah itu terdapat garis-garis yang bersilangan, sehingga terlihat berupa kotak-kotak bujur sangkar. Ukuran kotak tersebut masing-masing terbagi-bagi lagi menjadi kotakan-kotakan yang lebih kecil. Luas kotakan yang bergaris-garis tadi adalah 1 mm2, sedangkan ketinggian airnya sama dengan kedalaman dari haemocytometer yaitu 0,1 mm. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ekawati (2005), bahwa volume dari air di dalam kotakan yang bersangkutan adalah 0,1 mm3 atau 0,0001 cm 3 atau 0,0001 ml. Sehingga jumlah sel yang terdapat di dalam sebuah kotakan tadi setelah dihitung misalnya N buah sel, ini berarti dalam 0,1 mm3 terdapat N sel. Jadi dalm 1 cm 3 atau 1 ml, jumlah selnya adalah x N sel. Tahapan yang dilakukan untuk mengetahui dan menghitung kepadatan kepadatan N. oculata adalah sebagai berikut : Menyiapkan alat dan bahan yang digunakan untuk pengamatan, antara lain: mikroskop, haemocytometer, hand tally counter, cover glass, pipet tetes, beaker glass 50 ml, botol film, tissue, aquades dan sampel N. oculata. Sampel N. oculata diambil dengan menggunakan botol film secukupnya. Sampel pada botol film diambil sebanyak 1 tetes diletakkan pada haemocytometer. Apabila sampel terlalu padat dapat dilakukan pengenceran dengan cara mengambil sampel dari botol film sebanyak 1 ml, diletakkan pada beaker glass 50 ml. Kemudian di tambahkan aquades sebanyak ml tergantung pada kepadatan atau warna sampel. Selanjutnya di homogenkan dan diteteskan sebanyak 1 tetes pada 41

52 haemocytometer, kemudian ditutup dengan cover glass tanpa ada gelembung udara. Sampel pada haemocytometer diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 100 x sebanyak 3 kali pengamatan dan dihitung dengan bantuan hand tally counter. Untuk mengetahui kepadatan N. oculata. jumlah sel (N) dalam kotakkotak haemocytometer dihitung ke dalam rumus : Kepadatan : x 16 x Kepadatan plankton biasanya dinyatakan dengan satuan sel/ml dan penghitungannya dengan menggunakan alat yang dinamakan hemasitometer. Kepadatan plankton dihitung dengan cara mengambil setetes air plankton menggunakan pipet dan meletakkannya di atas gelas obyek ditutup dengan cover glas dan diamati di bawah mikroskop. Luas kotakan yang bergaris garis tadi adalah 1 mm 2, sedangkan tinggi airnya sama dengan kedalaman hemasitometer, yaitu 0,1 mm. Volume air di dalam kotakan adalah 0,1 mm 3 terdapat N plankton. Dengan demikian, 1cm 3 atau 1 ml air jumlah planktonnya adalah x N sel (Mudjiman, 2004). Dari hasil perhitungan kepadatan N. oculata yang dikultur dapat diketahui bahwa pada awal pertumbuhannya peningkatan kepadatan sel berjalan bertahap, hal ini sesuai dengan pendapat Fogg (1987) dalam Bahua (2015), sel fitoplankton membutuhkan waktu untuk menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan yang baru. Setelah mengalami fase lag, pada hari ke- 4 sampai hari ke-6 diperkirakan memasuki fase eksponensial (periode puncak) dimana perkembangan sel N. oculata mengalami pertumbuhan puncak. Selanjutnya pada hari ke- 7 merupakan fase kematian dimana terjadi penurunan jumlah 42

53 populasi mikroalga. Pertumbuhan N. oculata yang dibudidayakan dapat dilihat hasil perhitungan kepadatan yang tersaji pada Tabel 4. Tabel 4. Tabel Kepadatan Nannochloropsis oculata yang dikultur Usia (Hari) Kepadatan (10 4 Sel/ml) Erlenmeyer Carboy Bak Fiber Berdasarkan Pola pertumbuhan fitoplankton dapat diketahui usia yang baik untuk panen. Panen ini dilakukan untuk dijadikan bibit dan pakan. Bibit dan pakan umumnya dilakukan pada hari ke 5-7. Menurut Sari (2012) pemanenan harus dilakukan saat fitoplankton mencapai puncak populasi atau fase akhir eksponensial. Hal ini sesuai dengan pertumbuhan fitoplankton yang didapat. Pada kultur N. oculata skala laboratorium kepadatan awal adalah 260 x 104 dan mencapai puncaknya pada hari ke x 104 sel/ml. Kepadatan N. oculata meningkat pesat pada saat memasuki fase eksponensial. N. oculata yang di kultur mengalami fase puncak pada hari ke 8 yaitu dengan kepadatan 728 x 104 sel/ml. Hal ini didukung oleh Kabinawa (2006), yang menyatakan sel inokulum pada fase eksponensial sudah memanfaatkan nutrien dalam media tumbuh dan telah terjadi proses biosintesis sel sehingga sel mampu tumbuh dan bereproduksi lebih banyak. Pada fase eksponensial sel inokulum mengalami pembelahan maksimal yaitu menjadi dua kali lipat dari sebelumnya. Di bawah ini 43

54 merupakan grafik pertumbuhan kultur N. oculata pada skala Laboratorium yaitu menggunakan Erlenmeyer dengan aerasi. Gambar 12. Grafik Pertumbuhan Nannochloropsis oculata skala Erlenmeyer. Kepadatan awal kultur N. oculata skala carboy adalah 264 x 104 sel/ml. dan mengalami puncaknya atau fase eksponensial pada hari ke 8 yaitu 756 x 104 sel/ml. pada hari ke-9 kultur N. oculata pada carboy dilakukan subkultur pada Bak Fiber 500 Liter. Hal ini didukung oleh Fachrullah (2011) dan Sari (2012) juga memperlihatkan fase eksponensial pada jenis N. oculata berkisar antara hari ke 6 sampai hari ke 8. Fase ini ditandai dengan naiknya laju pertumbuhan hingga kepadatan populasi meningkat beberapa kali lipat. Pada fase ini juga sel alga sedang aktif berkembang biak melalui pembelahan. Selama fase eksponensial sel N. oculata membelah dengan cepat, selain itu sel-sel berada dalam keadaan stabil dengan jumlah sel yang bertambah dengan kecepatan konstan, bahan sel baru terbentuk dengan laju tetap akan tetapi bahan-bahan tersebut bersifat katalitik massa bertambah secara eksponensial (Anggraeni, 2009), hal ini dipengaruhi oleh ketersediaan nutrisi 44

55 dalam media. Di bawah ini merupakan grafik pertumbuhan kultur N. oculata pada skala Laboratorium yaitu menggunakan wadah Carboy. Gambar 13. Grafik Pertumbuhan Nannochloropsis oculata skala Carboy. Kepadatan awal kultur N. oculata skala intermediate adalah 80 x 104 sel/ml. Dan fase puncak pertumbuhan adalah pada hari ke x 104 sel/ml. Hal ini didukung oleh Isnansetyo dan Kurniastuty (1995), Pertumbuhan mikroalga dalam kultur dapat ditandai dengan bertambah besarnya ukuran sel atau bertambah banyaknya jumlah sel. Sampai saat ini kepadatan sel digunakan secara luas untuk mengetahui pertumbuhan mikroalga. Kepadatan sel N. oculata mengalami penurunan pada hari ke 5 kultur di, hal tersebut dikarenakan tempat kultur intermediate tidak dikontrol sepenuhnya dan juga ketersediaan nutrient mempengaruhi keberlangsungan hidup N. oculata. Ketersediaan nutrien yang terlalu sedikit akan mengakibatkan pertumbuhan lambat dan melemahkan kondisi sel sehingga jumlah kepadatan sel menurun (Rizky, 2010). Kadar nutrisi yang rendah dalam media akan menurunkan produktivitas sel alga. Sel yang telah mati akan terurai dan pecah dengan sendirinya, karena tidak dapat mengatur tekanan osmosis. Di bawah ini 45

56 merupakan grafik pertumbuhan kultur N. oculata pada skala Intermediate yaitu menggunakan Bak Fiber/Concel 500 L. Gambar 14. Grafik Pertumbuhan Nannochloropsis oculata skala Intermediate. 4.5 Permasalahan yang Dihadapi Permasalahan yang dihadapi pada kegiatan Praktek Kerja Magang tentang Teknik Budidaya Pakan Alami N. oculata di Laboratorium Budidaya Pakan Alami BPBAP Situbondo adalah keterbatasan ruang untuk menjemur endapan dari hasil kultur yang akan dijadikan bubuk/powder, sehingga mengakibatkan waktu yang diperlukan untuk menghasilkan powder akan lebih lama. Selain itu, terbatasnya tempat kultur skala Intermediate dimana perpindahan kultur dari ruang kultur murni II (skala laboratorium) masih harus bergantian atau bergilir. Hal ini berdampak pada pembibitan untuk kultur skala Intermediate yang terkadang dari ruang kultur murni II telah melewati fase eksponensial atau bahkan telah mati, sehingga tidak jadi dikultur. 46

57 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Setelah mengikuti kegiatan Praktek Kerja Magang di BPBAP Situbondo dapat disimpulkan kegiatan kultur Nannochloropsis oculata meliputi : Sterilisasi alat dan bahan, isolasi, kontrol kualitas air, pemupukan, pemeliharaan, perhitungan kepadatan dan pemanenan. Kultur N. oculata di Lab. Pakan Alami terbagi menjadi 2 skala yaitu pada skala laboratorium dan skala intermediate. Skala laboraturium masih terbagi lagi menjadi kultur murni I dan kultur murni II. Untuk menunjang pertumbuhan N. oculata, pada kultur Skala Laboratorium nilai suhu yang optimal untuk kultur N. oculata skala Laboratorium berkisar antara 22 0 C, Salinitas berkisar antara ppt, dan nilai ph berkisar antara 8 8.5, serta untuk suplai cahaya pada skala laboratorium menggunakan lampu TL 40 watt. Kepadatan tertinggi pada kultur skala Laboratorium N. oculata terjadi pada hari ke 8 yaitu pada kultur Erlenmeyer menggunakan aerasi sebesar 728 x 10 4 sel/ml, dan pada hari ke 7 kultur carboy sebesar 756 x x 10 4 sel/ml. Pada skala intermediate nilai suhu berkisar C. Nilai derajat keasaman berkisar 7 8 sedangkan salinitas yang digunakan sebesar ppt, dan pencahayaan langsung dari cahaya matahari. Kepadatan tertinggi N. oculata terjadi pada hari ke 4 yaitu sebesar 260 x 10 4 sel/ml. 5.2 Saran Saran yang dapat diberikan pada kegiatan kultur N. oculata di Lab. Pakan Alami yaitu perlunya inovasi pada pemanfaatan ruang kultur skala intermediate dan tempat pengeringan yang lebih intensif sehingga ruang yang ada saat ini dapat dimanfaatkan secara efektif dan efisien.

58 DAFTAR PUSTAKA Aedi, Nur Pengolahan dan Analisis Data Hasil Penelitian. Bahan Belajar Mandiri Metode Penelitian Pendidikan. Fakultas Ilmu Pendidikan. Universitas Pendidikan Indonesia. Jakarta. Amanatin, D. R., Rofidah, E dan Rosady, S. D. N Produksi Protein Sel Tunggal (PST) Spirulina sp. sebagai Super Food dalm Upaya Penanggulangan Gizi Buruk dan Kerawanan Pangan di Indonesia. Jurusan Biologi. Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya. Anggraeni, N Penentuan Parameter Pertumbuhan Chlorella vulgaris. Disertasi. Fakultas Teknik. ITB. Baharuddin, Maswati Analisis Perbedaan Kandungan Lipida Mikroalga (Tetraselmis chuii dan Nannochloropsis oculata) Pada Air Laut dan Air Payau. Teknosains. 5(1): Bahua, H., Y. Hendrawan dan R. Yulianingsih Pengaruh Pemberian Auksin Sintetik Asam Naftalena Asetat Terhadap Pertumbuhan Mikroalga (Nannochloropsis oculata). Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem. 3(2) : Bold, H.C. and Michael J.W Introduction to The Algae, Prentice Hall., Inc.,New Jersey, USA, 720 pp. Cahyaningsih, S dan Subyakto, S Kultur massal Scenedesmus sp. sebagai upaya penyedia pakan rotifera dalam bentuk alami maupun konsentrat. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. 1(2) : Cahyaningsih, S., A.N.M. Muchtar, S.J. Purnomo, I. Kusumaningrum, Pujiati, A. Haryono, Slamet dan Asniar Juknis Produksi Pakan Alami. Departemen Kelautan dan Perikanan Direktorat Jendral Perikanan Budidaya Balai Budidaya Air Payau Situbondo. Chalid, S. Y., S. Amini dan S. D. Lestari. Kultivasi Chlorella sp. pada Media Tumbuh yang diperkaya dengan Pupuk Anorganik dan Soil Ekstrak. Laporan Penelitian. Fakultas Sains dan Teknologi. UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta. Departemen Pekerjaan Umum Kumpulan SNI Bidang Pekerjaan Umum Mengenai Kualitas Air.Badan Penelitian dan Pengembangan Pekerjaan Umum. Ekawati, A, W Budidaya Makan Alami. Fakultas Perikanan Universitas Brawijaya. Malang. Elzenga JTM, Prins HBA, and Stefels J The role of extracellular carbonic anhydrase activity in inorganic carbon utilization of Phaeocystis globosa (Prymnesiophyceae): a comparison with other marine algae using the 49

59 isotopic disequilibrium technique. Limnology and Oceanography 45(2): Fachrullah MR Laju Pertumbuhan Mikroalga Penghasil Biofuel Jenis Chlorella sp. dan Nannochloropsis sp. yang Dikultivasi Menggunakan Air Limbah Hasil Penambangan Timah di Pulau Bangka.[Skripsi] Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hermanto, M. B., Sumardi, La Choviya Hawa dan Siti Masithah F Perancangan Bioreaktor untuk Pembudidayaan Mikroalga. Jurnal Teknologi Pertanian. 12(3) : Hirata, H., A. Ishak, dan S. Yamashaki Effect of Salinity and Temperature on The Growth of The Marine Phytoplankton Chlorella saccharophilla. Journal of the Kagoshima Univ of Fisheries. Japan. 30(2) : Hibberd, B Systema Nature Classification. nl/taxontree.aspx Hu H and Gao K Optimization of growth and fatty acid composition of a unicellular marine picoplankton, Nannochloropsis sp. with enriched carbon sources. Biotechnology Letters. 25(5): Irawan, B Kultur Murni Alga Laut Nannoclhoropsis oculata sebagai Pakan Alami di Laboratorium Ilmu-Ilmu Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. FPIK UB : Malang. Isnansetyo, A. dan Kusniastuty Teknik Kultur Phytoplanton dan Zooplankton. Penerbit Kanisius. Yogyakarta Kabinawa, IN.K., D.Susilaningsih, dan N.W.S.Agustini Produksi biomasa mikroalga Chlorella pyrenoidosa dalam skala rumah kaca. (online). (http//katalog.pdii.lipi.go.id diakses 11 Mei 2010) Matakupan, J Study Kepadatan Tetraselmis chuii yang Dikultur Pada Intensitas Cahaya yang Berbeda. Jurusan Manajemen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Patimura Ambon. Jurnal TRITON volume 5, Nomor 2, Oktober 2009, hal Mudjiman, A Makanan Ikan. Penebar Swadaya. Jakarta. Nazir, M Metodologi Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta. Prabowo, Dadang Optimalisasi Pengembangan Media Untuk Pertumbuhan Chlorella sp pada Skala Laboratorium. SKRIPSI. Institut Pertanian Bogor : Bogor. 95 hal. Rizky NM Optimasi Kultivasi Mikroalga Laut Nannochloropsis oculata dengan Perlakuan Pupuk Urea untuk Produksi Lemat Nabati. Fakultas Perikanan, Universitas Brawijaya, Malang 50

60 Sari IP, Abdul M Pola pertumbuhan Nannochloropsis oculata pada skala laboratorium, intermediet dan masal. Ilmiah Perikanan dan Kelautan. 4(2) : Sriharti & Carolina, 1995, Kualitas Algae Bersel Tunggal Chlorella sp. pada Berbagai Media, Balai Pengembangan Teknologi Tepat Guna, Puslitbang Fisika Terapan-LIPI, Subang, Seminar Ilmiah Hasil Penelitian dan Pengembangan Bidang Fisika Terapan Surakhmad, W Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar, Metode dan Teknik (Edisi Revisi). Penerbit Tarsito : Bandung Suryana Metodologi Penelitian: Model Praktis Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Buku Ajar Perkuliahan. Universitas Pendidikan Indonesia. Jakarta. Tjahjo, W. L. Erawati dan Hanung, S Biologi Fitoplankton dalam Budidaya Fitoplankton dan Zooplankton. Balai Budidaya Laut, Direktorat Jendral Perikanan Budidaya Departemen Kelautan dan Perikanan. Bandar Lampung. Utami NF, Yuniarti MS, Kiki H Pertumbuhan Chlorella sp. Yang dikultur pada perioditas cahaya yang berbeda. Perikanan dan Kelautan. 3 (3): Watanabe, T Nutritional Quality of Living Feeds Used in Seed Production of Fish. Proc. Japan-Soviet Joint. Symp Agriculture 7. Widiastuti, A Data, Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian. Bahan Ajar Metode Penelitian. Universitas Negeri Yogyakarta. Yogyakarta. 51

61 LAMPIRAN Lampiran 1. Struktur Organisasi BPBAP Situbondo 52

62 Lampiran 2. Dokumentasi Kegiatan No. Foto Kegiatan Keterangan 1. Pembuatan Pupuk Walne Penuangan Bibit 2. Nannochloropsis oculata pada Bak Conicel 500 L Pengambilan sampel 3. untuk penghitungan kepadatan 4. Pengamatan dan perhitungan kepadatan 53

63 5. Proses pemanenan endapan 6. Proses penganginan endapan Endapan 7. Nannchloropsis oculata yang sudah mengering 8. Produk Powder Nannochloropsis oculata 54

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga Tujuan Tujuan dari pelaksanaan Praktek Kerja Lapang (PKL) ini adalah mengetahui teknik kultur Chaetoceros sp. dan Skeletonema sp. skala laboratorium dan skala massal serta mengetahui permasalahan yang

Lebih terperinci

IV METODOLOGI PENELITIAN. Bahan penelitian yang akan digunakan adalah S. platensis, pupuk Azolla pinnata,

IV METODOLOGI PENELITIAN. Bahan penelitian yang akan digunakan adalah S. platensis, pupuk Azolla pinnata, IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2012 di Laboratorium Pendidikan Perikanan, Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas Airlangga.

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. berflagel. Selnya berbentuk bola berukuran kecil dengan diameter 4-6 µm.

2. TINJAUAN PUSTAKA. berflagel. Selnya berbentuk bola berukuran kecil dengan diameter 4-6 µm. 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Nannochloropsis sp Mikroalga adalah tumbuhan tingkat rendah yang memiliki klorofil, yang dapat digunakan untuk melakukan proses fotosintesis. Mikroalga tidak memiliki

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan Pada bulan Februari - Maret 2015 di Balai

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan Pada bulan Februari - Maret 2015 di Balai 17 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan Pada bulan Februari - Maret 2015 di Balai Besar Perikanan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung, Desa Hanura, Kecamatan

Lebih terperinci

III. METODE KERJA. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zooplankton, Balai Besar

III. METODE KERJA. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zooplankton, Balai Besar III. METODE KERJA A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zooplankton, Balai Besar Perikanan Budidaya Laut Lampung, Desa Hanura, Kecamatan Teluk Pandan, Kabupaten Pesawaran, Provinsi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober - November 2012 di Laboratorium

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober - November 2012 di Laboratorium 16 III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober - November 2012 di Laboratorium Fitoplankton Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung. 3.2. Materi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. konsentrasi limbah cair tapioka (10%, 20%, 30%, 40%, 50% dan 0% atau kontrol)

BAB III METODE PENELITIAN. konsentrasi limbah cair tapioka (10%, 20%, 30%, 40%, 50% dan 0% atau kontrol) 34 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian disusun menggunakan metoda statistika rancangan acak lengkap (RAL) satu faktor, dimana faktor yang diujikan adalah pengaruh konsentrasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. diperoleh dari perhitungan kepadatan sel dan uji kadar lipid Scenedesmus sp. tiap

BAB III METODE PENELITIAN. diperoleh dari perhitungan kepadatan sel dan uji kadar lipid Scenedesmus sp. tiap BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah eksperimental. Pengambilan data penelitian diperoleh dari perhitungan kepadatan sel dan uji kadar lipid Scenedesmus sp. tiap

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Chlorella sp. tiap perlakuan. Data di analisa menggunakan statistik One Way

BAB III METODE PENELITIAN. Chlorella sp. tiap perlakuan. Data di analisa menggunakan statistik One Way BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Pengambilan data penelitian diperoleh dari perhitungan kelimpahan sel Chlorella sp. tiap perlakuan. Data di analisa menggunakan statistik One Way Anova

Lebih terperinci

POLA PERTUMBUHAN Nannochloropsis oculata PADA KULTUR SKALA LABORATORIUM, INTERMEDIET, DAN MASSAL

POLA PERTUMBUHAN Nannochloropsis oculata PADA KULTUR SKALA LABORATORIUM, INTERMEDIET, DAN MASSAL POLA PERTUMBUHAN Nannochloropsis oculata PADA KULTUR SKALA LABORATORIUM, INTERMEDIET, DAN MASSAL PATTERNS GROWTH OF Nannochloropsis oculata IN CULTURE SCALE LABORATORY, INTERMEDIATE, AND BULK Indah Permata

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Hanura Lampung pada bulan Juli - Agustus 2011. B. Materi Penelitian B.1. Biota Uji Biota

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. diperoleh dari perhitungan kepadatan sel dan uji kadar lipid Scenedesmus sp. tiap

BAB III METODE PENELITIAN. diperoleh dari perhitungan kepadatan sel dan uji kadar lipid Scenedesmus sp. tiap BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah eksperimental. Pengambilan data penelitian diperoleh dari perhitungan kepadatan sel dan uji kadar lipid Scenedesmus sp. tiap

Lebih terperinci

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN. A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian. (BBPBAP) Jepara, gulma air Salvinia molesta, pupuk M-Bio, akuades,

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN. A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian. (BBPBAP) Jepara, gulma air Salvinia molesta, pupuk M-Bio, akuades, 9 II. MATERI DAN METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian 1.1. Bahan Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah biakan murni Spirulina platensis yang diambil

Lebih terperinci

III. METODE KERJA. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Besar Perikanan Budidaya Laut

III. METODE KERJA. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Besar Perikanan Budidaya Laut III. METODE KERJA A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Balai Besar Perikanan Budidaya Laut Lampung, Desa Hanura, Kecamatan Teluk Pandan, Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung dari bulan Januari

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung pada bulan November 2012. 3.2 Materi Penelitian 3.2.1 Biota uji Biota uji yang

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini terdiri dari dua tahap, tahap pertama dilaksanakan di laboratorium bioteknologi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Unpad, tahap

Lebih terperinci

Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2013

Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2013 TUGAS AKHIR SB 091358 PENGARUH KOMBINASI KONSENTRASI MEDIA EKSTRAK TAUGE (MET) DENGAN PUPUK UREA TERHADAP KADAR PROTEIN Spirulina sp. PADA MEDIA DASAR AIR LAUT Dwi Riesya Amanatin (1509100063) Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus-Oktober 2009 bertempat di Laboratorium Nutrisi Ikan Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Fitoplankton adalah alga yang berfungsi sebagai produsen primer, selama

TINJAUAN PUSTAKA. Fitoplankton adalah alga yang berfungsi sebagai produsen primer, selama 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Nannochloropsis sp. Fitoplankton adalah alga yang berfungsi sebagai produsen primer, selama hidupnya tetap dalam bentuk plankton dan merupakan makanan langsung bagi

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei Juli 2010 di Laboratorium PT. Suri

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei Juli 2010 di Laboratorium PT. Suri 3. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei Juli 2010 di Laboratorium PT. Suri Tani Pemuka (Japfa), Unit Hatchery Udang Vannamei, Jalan Raya Gilimanuk km

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. fotosintesis (Bold and Wynne, 1985). Fitoplankton Nannochloropsis sp., adalah

TINJAUAN PUSTAKA. fotosintesis (Bold and Wynne, 1985). Fitoplankton Nannochloropsis sp., adalah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Nannochloropsis sp. 2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi Mikroalga diartikan berbeda dengan tumbuhan yang biasa dikenal walaupun secara struktur tubuh keduanya memiliki klorofil

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan Januari di Balai Besar Pengembangan Budidaya

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan Januari di Balai Besar Pengembangan Budidaya III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada bulan Januari di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Hanura Lampung dan uji proksimat di Politeknik Lampung 2012. B. Materi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan metode deskriptif kualitatif. Perlakuan dalam penelitian ini diulang

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan metode deskriptif kualitatif. Perlakuan dalam penelitian ini diulang BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah eksperimental. Data yang diperoleh dianalisa menggunakan metode deskriptif kualitatif. Perlakuan dalam penelitian ini diulang

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari hingga bulan Juni 2012

3. BAHAN DAN METODE. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari hingga bulan Juni 2012 11 3. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari hingga bulan Juni 2012 bertempat di Laboratorium Kultivasi Mikroalga di Pusat Penelitian Surfaktan

Lebih terperinci

Modul Praktikum Plankton Budidaya Daphnia sp. Tim Asisten Laboratorium Planktonologi FPIK UNPAD

Modul Praktikum Plankton Budidaya Daphnia sp. Tim Asisten Laboratorium Planktonologi FPIK UNPAD 2014 Modul Praktikum Plankton Budidaya Daphnia sp. Tim Asisten Laboratorium Planktonologi FPIK UNPAD I. Pendahuluan Daphnia adalah jenis zooplankton yang hidup di air tawar yang mendiami kolam-kolam, sawah,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 1 sampai 30 juli 2014 bertempat di

III. METODOLOGI. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 1 sampai 30 juli 2014 bertempat di III. METODOLOGI A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 1 sampai 30 juli 2014 bertempat di Laboratorium Jurusan Budidaya Perairan Universitas Lampung. Uji protein dilaksanakan

Lebih terperinci

Biota kultur yang digunakan dalam penelitian adalah Nannochloropsis sp. yang dikultur pada skala laboratorium di BBPBL Lampung.

Biota kultur yang digunakan dalam penelitian adalah Nannochloropsis sp. yang dikultur pada skala laboratorium di BBPBL Lampung. III. METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada tanggal 13-21 Januari 2014 bertempat di Laboratorium Budidaya Perikanan, Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Tabel 1. Alat dan Bahan yang digunakan dalam penelitian

III. METODE PENELITIAN. Tabel 1. Alat dan Bahan yang digunakan dalam penelitian III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada Mei Juni 2014, di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut Lampung. 3.2 Alat dan Bahan Tabel 1. Alat dan Bahan yang digunakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Fitoplankton merupakan mikro alga sehingga dalam dunia pembenihan

TINJAUAN PUSTAKA. Fitoplankton merupakan mikro alga sehingga dalam dunia pembenihan TINJAUAN PUSTAKA Fitoplankton Fitoplankton merupakan mikro alga sehingga dalam dunia pembenihan sering hanya disebut alga. Alga merupakan organisme yang tersedia melimpah di alam dan dibedakan menjadi

Lebih terperinci

BAB III METODE. 3.1 Lokasi dan Waktu

BAB III METODE. 3.1 Lokasi dan Waktu BAB III METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2016 - Januari 2017 di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati, Bandung. 3.2 Alat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Biologi Tetraselmis sp. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah RAL

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah RAL BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah RAL faktorial dengan 15 perlakuan dan 3 kali ulangan. Desain perlakuan pada penelitian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Aquatik, Fakultas

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Aquatik, Fakultas 16 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Aquatik, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung, Pada bulan Desember 2014. B.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan Proteksi

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan Proteksi 11 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat Penelitian dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Pelaksanaan penelitian

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2009 hingga bulan April

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2009 hingga bulan April 3. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2009 hingga bulan April 2010 bertempat di Laboratorium Kultivasi Mikroalga di Pusat Penelitian Surfaktan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Volvocales. : Tetraselmis. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Volvocales. : Tetraselmis. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tetraselmis sp. Menurut B u t c h e r ( 1 9 5 9 ) klasifikasi Tetraselmis sp. adalah sebagai berikut: Filum : Chlorophyta Kelas : Chlorophyceae Ordo : Volvocales Sub ordo Genus

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur In Vitro Fakultas

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur In Vitro Fakultas III. TATA CARA PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur In Vitro Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Penelitian dimulai pada bulan April

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober - November 2012 di Balai. Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Hanura -Lampung

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober - November 2012 di Balai. Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Hanura -Lampung 24 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober - November 2012 di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Hanura -Lampung dan Uji Proksimat dilaksanakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mikroalga Tetraselmis sp. merupakan salah satu mikroalga hijau.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mikroalga Tetraselmis sp. merupakan salah satu mikroalga hijau. 1 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tetraselmis sp. Mikroalga Tetraselmis sp. merupakan salah satu mikroalga hijau. Klasifikasi Tetraselmis sp. menurut Bold & Wynne (1985) adalah sebagai berikut: Filum Kelas Ordo

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Pekanbaru. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei sampai September

MATERI DAN METODE. Pekanbaru. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei sampai September III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Patologi, Entomologi, dan Mikrobiologi (PEM) Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri

Lebih terperinci

NAMA TEKNOLOGI/ALAT : Penanganan pasca panen biomassa Alga Spirulina sebagai bahan baku industri non pangan

NAMA TEKNOLOGI/ALAT : Penanganan pasca panen biomassa Alga Spirulina sebagai bahan baku industri non pangan Penanganan pasca panen biomassa Alga Spirulina Sebagai bahan baku industri non pangan INFORMASI UMUM NAMA TEKNOLOGI/ALAT : Penanganan pasca panen biomassa Alga Spirulina sebagai bahan baku industri non

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN

III. METODELOGI PENELITIAN 18 III. METODELOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Budidaya Perikanan, Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung pada bulan Maret - April

Lebih terperinci

Modul Praktikum Plankton Budidaya Chlorella

Modul Praktikum Plankton Budidaya Chlorella 2014 Modul Praktikum Plankton Budidaya Chlorella Tim Asisten Laboratorium Planktonologi FPIK UNPAD I. Pendahuluan Chlorella merupakan salah satu jenis fitoplankton yang banyak digunakan untuk berbagai

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni-Juli 2014 bertempat di Laboratorium

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni-Juli 2014 bertempat di Laboratorium III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni-Juli 2014 bertempat di Laboratorium Budidaya Perikanan, Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Akuakultur Gedung IV Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran pada bulan April hingga

Lebih terperinci

PEMANFAATAN PUPUK CAIR TNF UNTUK BUDIDAYA Nannochloropsis sp ABSTRAK

PEMANFAATAN PUPUK CAIR TNF UNTUK BUDIDAYA Nannochloropsis sp ABSTRAK ejurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume II No 1 Oktober 013 ISSN: 303600 PEMANFAATAN PUPUK CAIR TNF UNTUK BUDIDAYA Nannochloropsis sp Leonardo Bambang Diwi Dayanto *, Rara Diantari dan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Penyakit Tanaman Fakultas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Penyakit Tanaman Fakultas III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Penyakit Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Pelaksanaan penelitian dimulai dari September

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada April 2013 sampai dengan Mei 2013 di laboratorium Nutrisi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Formulasi :... (1) pengamatan yang dilakukan adalah sebanyak 3 kali pengulangan.

LAMPIRAN. Formulasi :... (1) pengamatan yang dilakukan adalah sebanyak 3 kali pengulangan. LAMPIRAN LAMPIRAN 1. Penghitungan kelimpahan diatom Formulasi :... (1) Dimana N adalah jumlah sel mikroalga yang teramati Bidang Pengamatan pengamatan yang dilakukan adalah sebanyak 3 kali pengulangan.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan 14 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Pelaksanaan penelitian

Lebih terperinci

BAB 3 BAHAN DAN METODE

BAB 3 BAHAN DAN METODE BAB 3 BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan April Mei 2007 di Laboratorium Ekologi Hewan Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Lebih terperinci

Lampiran 1. Perhitungan Konsentrasi Ekstrak Etanol Bayam

Lampiran 1. Perhitungan Konsentrasi Ekstrak Etanol Bayam Lampiran 1. Perhitungan Konsentrasi Ekstrak Etanol Bayam Dalam 100 g bayam mengandung 426 mg nitrat dan 557 mg fosfor dan konsentrasi nitrat yang optimum dalam perkembangbiakan fitoplankton adalah 0,9-3,5

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Hatchery Ciparanje Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran pada bulan April sampai Mei 2013. Tahapan yang

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai Oktober 2011, di

III. MATERI DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai Oktober 2011, di III. MATERI DAN METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai Oktober 2011, di Laboratorium Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung. B.

Lebih terperinci

BAB 3 BAHAN DAN METODE

BAB 3 BAHAN DAN METODE BAB 3 BAHAN DAN METODE 3.1 Metode Penelitian Penelitian: Laju Pertumbuhan Populasi Brachionus plicatilis O. F Muller Dengan Penambahan Vitamin C Pada Media CAKAP dilaksanakan pada bulan Mei 2010 di Laboratorium

Lebih terperinci

NATA DE COCO 1. PENDAHULUAN

NATA DE COCO 1. PENDAHULUAN NATA DE COCO 1. PENDAHULUAN Nata adalah biomassa yang sebagian besar terdiri dari sellulosa, berbentuk agar dan berwarna putih. Massa ini berasal dari pertumbuhan Acetobacter xylinum pada permukaan media

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di Laboratorium Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di Laboratorium Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian, 16 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung dan penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2014

Lebih terperinci

KANDUNGAN LEMAK TOTAL Nannochloropsis sp. PADA FOTOPERIODE YANG BERBEDA ABSTRAK

KANDUNGAN LEMAK TOTAL Nannochloropsis sp. PADA FOTOPERIODE YANG BERBEDA ABSTRAK e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume I No 2 Februari 2013 ISSN: 2302-3600 KANDUNGAN LEMAK TOTAL Nannochloropsis sp. PADA FOTOPERIODE YANG BERBEDA Meytia Eka Safitri *, Rara Diantari,

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. kondisi yang sulit dengan struktur uniseluler atau multiseluler sederhana. Contoh

2. TINJAUAN PUSTAKA. kondisi yang sulit dengan struktur uniseluler atau multiseluler sederhana. Contoh 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroalga Nannochloropsis sp. Mikroalga merupakan mikroorganisme prokariotik atau eukariotik yang dapat berfotosintesis dan dapat tumbuh dengan cepat serta dapat hidup dalam kondisi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan Rancangan Acak Kelompok yang melibatkan 2 faktor perlakuan

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan Rancangan Acak Kelompok yang melibatkan 2 faktor perlakuan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 RANCANGAN PENELITAN Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok yang melibatkan 2 faktor perlakuan dengan 3

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pertumbuhan Chaetoceros sp. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi parameter kualitas air terkontrol (Lampiran 4). Selama kultur berlangsung suhu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mikroalga dikenal sebagai organisme mikroskopik yang hidup dari nutrien

I. PENDAHULUAN. mikroalga dikenal sebagai organisme mikroskopik yang hidup dari nutrien I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mikroalga merupakan organisme air fotoautropik uniseluler atau multiseluler (Biondi and Tredici, 2011). Mikroalga hidup dengan berkoloni, berfilamen atau helaian pada

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur In Vitro Fakultas

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur In Vitro Fakultas III. TATA CARA PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur In Vitro Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan Januari April 2016.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan 3 ulangan. Faktor pertama, konsentrasi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 20 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu membuat nata dari kulit pisang dengan menggunakan sumber nitrogen alami dari ekstrak kacang hijau. Nata yang dihasilkan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada tanggal 1 23 Agustus 2013, bertempat di Laboratorium Bioteknologi Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Lebih terperinci

OPTIMASI PEMBERIAN KOMBINASI FITOPLANKTON DAN RAGI DENGAN DOSIS YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN ROTIFERA

OPTIMASI PEMBERIAN KOMBINASI FITOPLANKTON DAN RAGI DENGAN DOSIS YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN ROTIFERA OPTIMASI PEMBERIAN KOMBINASI FITOPLANKTON DAN RAGI DENGAN DOSIS YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN ROTIFERA (Brachionus sp) Andi Khaeriyah Program Studi Budidaya Perairan Universitas Muhammadiyah Makassar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kegiatan budidaya perikanan saat ini mengalami kendala dalam. perkembangannya, terutama dalam usaha pembenihan ikan.

I. PENDAHULUAN. Kegiatan budidaya perikanan saat ini mengalami kendala dalam. perkembangannya, terutama dalam usaha pembenihan ikan. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan budidaya perikanan saat ini mengalami kendala dalam perkembangannya, terutama dalam usaha pembenihan ikan. Permasalahan yang sering dihadapi adalah tingginya

Lebih terperinci

The Growth of Chlorella spp Culturing with Some Density of Inoculum. Lady Diana Tetelepta

The Growth of Chlorella spp Culturing with Some Density of Inoculum. Lady Diana Tetelepta PERTUMBUHAN KULTUR Chlorella spp SKALA LABORATORIUM PADA BEBERAPA TINGKAT KEPADATAN INOKULUM The Growth of Chlorella spp Culturing with Some Density of Inoculum Lady Diana Tetelepta Jurusan Biologi, Fakultas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya.

BAB III METODE PENELITIAN. Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan, Departemen Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya. Pelaksanaan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. = data pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = nilai tengah data τ i ε ij

BAHAN DAN METODE. = data pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = nilai tengah data τ i ε ij II. BAHAN DAN METODE 2.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2 perlakuan dan 2 kali ulangan. Perlakuan yang akan diterapkan yaitu pemakaian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan acak lengkap (RAL) faktorial dengan 2 faktor yaitu:

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan acak lengkap (RAL) faktorial dengan 2 faktor yaitu: BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian eskperimental yang menggunakan Rancangan acak lengkap (RAL) faktorial dengan 2 faktor yaitu: 1. Faktor pertama: konsentrasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam kegiatan pembenihan pakan alami telah terbukti baik untuk larva.

I. PENDAHULUAN. Dalam kegiatan pembenihan pakan alami telah terbukti baik untuk larva. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kegiatan pembenihan pakan alami telah terbukti baik untuk larva. Pakan alami yang banyak digunakan dalam budidaya perikanan adalah mikroalga. Mikroalga merupakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. hijau atau tauge. Nata yang dihasilkan kemudian diuji ketebalan, diukur persen

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. hijau atau tauge. Nata yang dihasilkan kemudian diuji ketebalan, diukur persen 23 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu membuat nata dari kulit singkong dengan penggunaan sumber nitrogen alami dari ekstrak kacang hijau atau tauge. Nata yang

Lebih terperinci

BUKU PANDUAN PRAKTIKUM BUDIDAYA MAKANAN ALAMI

BUKU PANDUAN PRAKTIKUM BUDIDAYA MAKANAN ALAMI BUKU PANDUAN PRAKTIKUM BUDIDAYA MAKANAN ALAMI OLEH: TIM ASISTEN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2013 I. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki potensi sumberdaya

Lebih terperinci

BAB III METODE PERCOBAAN. Kelompok (RAK) Faktorial dengan 2 faktor perlakuan, yaitu perlakuan jenis

BAB III METODE PERCOBAAN. Kelompok (RAK) Faktorial dengan 2 faktor perlakuan, yaitu perlakuan jenis BAB III METODE PERCOBAAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) Faktorial dengan 2 faktor perlakuan, yaitu perlakuan jenis isolat (HJMA-5

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor yang pertama

Lebih terperinci

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN. agar, arang, NaOH, HCl dan akuades. spirtus, timbangan analitik, beker gelas, LAF vertikal.

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN. agar, arang, NaOH, HCl dan akuades. spirtus, timbangan analitik, beker gelas, LAF vertikal. 6 II. MATERI DAN METODE PENELITIAN 1. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1.1. Materi 1.1.1. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ubi jalar varietas cilembu, ubi jalar varietas sukuh,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. benih ikan (BBI) Kota Gorontalo. Balai Benih Ikan Kota Gorontalo terletak di Jl. Andalas

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. benih ikan (BBI) Kota Gorontalo. Balai Benih Ikan Kota Gorontalo terletak di Jl. Andalas BB III METODOLOGI PENELITIN. Waktu dan lokasi penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 1 bulan (bulan Juni 2012) yang meliputi persiapan alat dan bahan sampai pada pemanenan hasil akhir, yang dilaksanakan

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS DAN KESUBURAN PERAIRAN

PRODUKTIVITAS DAN KESUBURAN PERAIRAN PRODUKTIVITAS DAN KESUBURAN PERAIRAN SAHABUDDIN PenelitiPada Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau Dan Penyuluhan Perikanan Dipresentasikan pada Kuliah umum Praktik Lapang Terpadu mahasiswa Jurusan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai Agustus 2012, di Balai

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai Agustus 2012, di Balai III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai Agustus 2012, di Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias, Depok Jawa Barat. B. Alat dan Bahan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Kasim Riau yang beralamat di Jl. HR. Soebrantas KM 15 Panam, Pekanbaru.

MATERI DAN METODE. Kasim Riau yang beralamat di Jl. HR. Soebrantas KM 15 Panam, Pekanbaru. III. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu Dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Patologi, Entomologi, dan Mikrobiologi (PEM) dan lahan kampus Universitas Islam Negeri Sultan Syarif

Lebih terperinci

Pengaruh Pemberian Air Cucian Beras dengan Dosis yang Berbeda Terhadap Kepadatan Chlorella

Pengaruh Pemberian Air Cucian Beras dengan Dosis yang Berbeda Terhadap Kepadatan Chlorella Pengaruh Pemberian Air Cucian Beras dengan Dosis yang Berbeda Terhadap Kepadatan Chlorella sp. The Influence of The Rice Water with Different Doses to The Density of Chlorella sp. Titis Indraswati P ¹*,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang umumnya dikenal dengan nama fitoplankton. Organisme ini merupakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang umumnya dikenal dengan nama fitoplankton. Organisme ini merupakan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroalga Mikroalga merupakan organisme tumbuhan paling primitif berukuran seluler yang umumnya dikenal dengan nama fitoplankton. Organisme ini merupakan produsen primer perairan

Lebih terperinci

NATA DE SOYA. a) Pemeliharaan Biakan Murni Acetobacter xylinum.

NATA DE SOYA. a) Pemeliharaan Biakan Murni Acetobacter xylinum. NATA DE SOYA 1. PENDAHULUAN Nata adalah biomassa yang sebagian besar terdiri dari selulosa, berbentuk agar dan berwarna putih. Massa ini berasal pertumbuhan Acetobacter xylinum pada permukaan media cair

Lebih terperinci

Sterilisasi Alat dan Bahan untuk Pengujian Kesehatan Benih

Sterilisasi Alat dan Bahan untuk Pengujian Kesehatan Benih Sterilisasi Alat dan Bahan untuk Pengujian Kesehatan Benih Steril adalah kondisi bebas dari semua mikroorganisme termasuk spora. Sterilisasi adalah proses penghancuran semua mikroorganisme termasuk spora

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Penelitian dilakukan selama 40 hari dari bulan Februari sampai dengan Maret. Bahan yang digunakan dalam penelitian antara lain:

III. METODOLOGI. Penelitian dilakukan selama 40 hari dari bulan Februari sampai dengan Maret. Bahan yang digunakan dalam penelitian antara lain: 21 III. METODOLOGI A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan selama 40 hari dari bulan Februari sampai dengan Maret 2013 bertempat di Laboratorium Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Usaha pengembangan budidaya perairan tidak dapat lepas dari pembenihan jenisjenis

I. PENDAHULUAN. Usaha pengembangan budidaya perairan tidak dapat lepas dari pembenihan jenisjenis I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Budidaya memegang peranan penting untuk lestarinya sumber daya ikan. Usaha pengembangan budidaya perairan tidak dapat lepas dari pembenihan jenisjenis unggulan. Pembenihan

Lebih terperinci

MODUL: BUDIDAYA ROTIFERA

MODUL: BUDIDAYA ROTIFERA BDI-T/1/1.2 BIDANG BUDIDAYA IKAN PROGRAM KEAHLIAN BUDIDAYA IKAN AIR TAWAR BUDIDAYA PAKAN ALAMI AIR TAWAR MODUL: BUDIDAYA ROTIFERA DIREKTORAT PENDIDIKAN MENENGAH KEJURUAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN

Lebih terperinci

MODUL: BUDIDAYA Chlorella

MODUL: BUDIDAYA Chlorella BDI-P/6/6.1 BIDANG BUDIDAYA IKAN PROGRAM KEAHLIAN BUDIDAYA IKAN AIR TAWAR BUDIDAYA PAKAN ALAMI AIR TAWAR MODUL: BUDIDAYA Chlorella DIREKTORAT PENDIDIKAN MENENGAH KEJURUAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE

III BAHAN DAN METODE meliputi daerah Jawa, Kalimantan dan Sumatera. Tanaman Kilemo di daerah Jawa banyak ditemui pada daerah dengan ketinggian 230 700 meter di atas permukaan laut (mdpl). Tanaman ini terutama banyak ditemui

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur Penelitian Perlak uan Uji Persiapan Alat dan Bahan

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur Penelitian Perlak uan Uji Persiapan Alat dan Bahan II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur Penelitian 2.1.1 Perlak uan Uji Penelitian ini dilakukan dengan mengkultur spirulina Spirulina fusiformis dalam skala laboratorium (1 liter) dengan pencahayaan menggunakan

Lebih terperinci

BUDIDAYA PAKAN ALAMI. Ardiansyah Kurniawan, SPi, MP

BUDIDAYA PAKAN ALAMI. Ardiansyah Kurniawan, SPi, MP BUDIDAYA PAKAN ALAMI Ardiansyah Kurniawan, SPi, MP 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. INTRODUCTION PERSIAPAN BUDIDAYA TEKNIK ISOLASI DAN PENGHITUNGAN PLANKTON TEKNIK BUDIDAYA FITOPLANKTON TEKNIK BUDIDAYA ZOOPLANKTON

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga pada bulan Januari-Mei

Lebih terperinci

in. BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Fisiologi dan Kultur Jaringan

in. BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Fisiologi dan Kultur Jaringan in. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Fisiologi dan Kultur Jaringan Balai Penelitian Sei Putih Medan Sumatra Utara. Penelitian ini dilaksanakan selama 4

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di PT. Peta Akuarium, Jl. Peta No. 83, Bandung, Jawa Barat 40232, selama 20 hari pada bulan Maret April 2013. 3.2 Alat dan

Lebih terperinci

Studi Kultur Semi-Massal Mikroalga Chlorella sp Pada Area Tambak Dengan Media Air Payau (Di Desa Rayunggumuk, Kec. Glagah, Kab.

Studi Kultur Semi-Massal Mikroalga Chlorella sp Pada Area Tambak Dengan Media Air Payau (Di Desa Rayunggumuk, Kec. Glagah, Kab. Studi Kultur Semi-Massal Mikroalga Chlorella sp Pada Area Tambak Dengan Media Air Payau (Di Desa Rayunggumuk, Kec. Glagah, Kab. Lamongan) Study on Cultivation Semi-Mass of Microalgae Chlorella sp on Ponds

Lebih terperinci

Produksi benih udang vaname (Litopenaeus vannamei) kelas benih sebar

Produksi benih udang vaname (Litopenaeus vannamei) kelas benih sebar Standar Nasional Indonesia SNI 7311:2009 Produksi benih udang vaname (Litopenaeus vannamei) kelas benih sebar ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional SNI 7311:2009 Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN Lampiran 1. Sterilisasi Alat dan Bahan Semua peralatan yang akan digunakan dalam penelitian disterilisasikan terlebih dahulu. Peralatan mikrobiologi disterilisasi dengan oven pada suhu 171 o C

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu membuat nata dari bonggol nanas dengan menggunakan sumber nitrogen alami dari ekstrak kacang hijau. Nata yang dihasilkan

Lebih terperinci