FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA"

Transkripsi

1 GAMBARAN PERILAKU CYBERSEX PADA REMAJA OLEH KRISTINA KUSUMAWATI CANDRASARI TUGAS AKHIR Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2015

2

3

4 PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai civitas akademika Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Kristina Kusumawati Candrasari Nim : Program Studi : Psikologi Fakultas : Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana Jenis Karya : Tugas Akhir Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada UKSW hal bebas royalty non-eksklusif (non-exclusiveroyalty freeright) atas karya ilmiah saya berjudul : GAMBARAN PERILAKU CYBERSEX PADA REMAJA Dengan hak bebas royalty non-eksklusif ini, UKSW berhak menyimpan mengalihmedia/mengalihformatkan, mengola dalam bentuk pangkalan data, merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya, selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di : Salatiga PadaTanggal : 19 Juni 2015 Yang menyatakan, Kristina Kusumawati Candrasari Mengetahui, Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping Ratriana Y.E.Kusumiati, M.Si. Psi Rudangta A. Sembiring, M.Psi

5 PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR Yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Kristina Kusumawati Candrasari Nim : Program Studi Fakultas : Psikologi : Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir, judul : GAMBARAN PERILAKU CYBERSEX PADA REMAJA Yang dibimbing oleh : 1. Ratriana Y.E.Kusumiati, M.Si. Psi 2. Rudangta A. Sembiring, M.Psi Adalah benar-benar hasil karya saya. Didalam laporan tugas akhir ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagaian tulisan atau gagasan lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam bentuk rangkaian kalimat atau gambar serta simbol yang saya akui seolah-olah sebagai karya sendiri tanpa memberikan pengakuan terhadap penulis atau sumber aslinya. Salatiga, 19 Juni 2015 Yang memberi pernyataan Kristina Kusumawati Candrasari

6 LEMBAR PENGESAHAN GAMBARAN PERILAKU CYBERSEX PADA REMAJA Oleh Kristina Kusumawati Candrasari TUGAS AKHIR Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi Disetujui, pada tanggal Oleh Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping Ratriana Y.E.Kusumiati, M.Si., Psi Rudangta Arianti S, M.Psi Diketahui oleh, Disahkan oleh, Kaprogdi Dekan Dr. Chr. Hari Soetjiningsih, MS Prof. Dr. Sutarto Wijono., MA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2015

7 1 PENDAHULUAN Perkembangan teknologi komputer telah memberikan banyak kemudahan di dalam berbagai bidang kehidupan manusia. Salah satu bentuk dari kecanggihan teknologi komputer pada bidang komunikasi adalah internet (Andini, 2006). melalui internet, pengguna jasa internet bisa dengan mudah untuk memperoleh informasi (Jufri, 2005). Fasilitas internet ini sangat diminati oleh remaja hingga dewasa, baik pria maupun wanita. Mereka memanfaatkan berbagai fasilitas internet mulai dari menjelajah informasi ilmu pengetahuan, layanan info sekolah ke luar negeri, surat elektronik dan chatting. Sekarang ini chatting dengan banyak orang dari berbagai negara menjadi salah satu kegemaran para dewasa awal. Berkomunikasi di dunia maya juga memberikan keleluasaan karena identitas mereka umumnya dapat dirahasiakan (hanya menggunakan inisial), sehingga mereka dapat bebas mengungkapkan apa saja yang mereka inginkan. Seperti semua kemajuan teknologi di masa lampau, internet dapat digunakan untuk tujuan baik dan buruk tergantung penggunanya (McKenna & Bargh, dalam Baron & Byrne, 2000). Internet digunakan sebagai media bagi semua orang dari berbagai belahan dunia untuk mengakses informasi apapun secara mudah dan cepat, serta memudahkan bagi penggunanya. Tidak dapat dipungkiri bahwa internet mengubah tatanan kehidupan sosial budaya, bahkan lebih ekstrem lagi mampu mengubah pola perilaku seksual para penggunanya karena adanya situs-situs yang berisi pornografi (dalam Pribadi & Putri, 2009). Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003) mendefinisikan pornografi yaitu penggambaran perilaku secara erotis dengan lukisan atau tulisan untuk membangkitkan nafsu birahi seksual. Definisi ini sesuai dengan Malamuth dan Huppin (dalam Brown & L. Engle, 2009) mendefinisikan pornografi sebagai media yang memperlihatkan tentang seksual yang bertujuan untuk merangsang orang yang melihatnya. Berdasarkan

8 2 data yang dituliskan oleh Papu (2008) bahwa sekitar 1,8 juta warga Indonesia yang sudah mengenal dan mengakses internet, 50% di antaranya ternyata tidak bisa menahan diri untuk tidak membuka situs porno. Hasil penelitian Jufri (dalam Pribadi & Putri, 2009) mengatakan bahwa terdapat perbedaan permisifitas perilaku seksual antara remaja laki-laki dengan remaja perempuan, laki-laki lebih permisif dibandingkan perempuan. Menurut hasil survey terbaru yang dilakukan oleh Dr. Patricia Goodson pada tahun 2001 bersama rekan-rekannya di Texas A & M University terhadap 506 siswa perguruan tinggi pengguna internet, dan hasilnya telah diterbitkan pada jurnal Archieves of Sexual Behavior yang menunjukkan bahwa sebanyak 43,5% siswa mengatakan telah memasuki materi seksual dengan jelas melalui internet. Laki-laki lebih cenderung mencari materi seksual secara terhubung dibandingkan perempuan. Sekitar 56,5% lakilaki betul-betul melakukannya dibanding 35,2% perempuan. Hanya 2,9% dari jumlah siswa secara keseluruhan yang masuk ke materi seksual ini secara teratur dan lebih banyak laki-laki melakukan masturbasi pada saat online (15%). Namun demikian diperoleh data yang cukup mengejutkan yaitu 5,3% perempuan melaporkan telah melakukan hubungan seks dunia maya dengan pasangan online-nya dibandingkan lakilaki yang hanya 3,1% (dalam Pribadi & Putri, 2009). Menurut Stanley Hall (dalam Santrock, 2003) usia remaja berada pada rentang tahun. Berdasarkan hasil penelitian Daneback, Cooper, dan Mansson (2004) yang mengatakan bahwa yang paling banyak menggunakan internet untuk tujuan seksual adalah remaja. Menurut Carners, Delmonico dan Griffin (2001) cybersex adalah mengakses pornografi di internet, terlibat dalam real-time yaitu percakapan tentang seksual online dengan orang lain, dan mengakses multimedia software. Cooper & Griffin-Shelley (dalam Sari & Purba, 2012), adapun tujuan mereka melakukan hal tersebut adalah untuk

9 3 kesenangan seksual dan tak jarang dari mereka dapat merasakan orgasme, baik itu hanya dengan berfantasi melalui alam pikiran atau bisa juga diimbangi dengan melakukan onani atau masturbasi. Selain itu Goldberg (2004) mengatakan bahwa banyaknya orang yang menggunakan internet untuk cybersex telah meningkat secara dramatis 10 tahun terakhir ini. Hal ini akan berdampak serius pada dorongan seksual pengguna, seringkali pengguna tidak mampu menahan dorongan seksualnya karena sajian seks di internet tersebut. Menurut Suler (dalam Shvoong, 2011), seseorang mengakses situs yang berhubungan dengan seks di internet dengan alasan untuk memuaskan kebutuhan biologisnya dan untuk memenuhi kebutuhan psikis dan sosialnya. Kebutuhan biologis yang dimaksud adalah seks itu sendiri, sedangkan kebutuhan psikis dan sosial adalah kebutuhan untuk berkomunikasi secara mendalam dengan orang lain tentang hal-hal yang berhubungan dengan seks. Dari hasil wawancara dengan beberapa orang remaja laki-laki dan perempuan pada bulan Maret 2014, menyatakan bahwa mereka pertama kali melakukan perilaku cybersex karena didorong oleh rasa keingintahuannya. Kemudian dari rasa keingintahuan itu berkembang menjadi suatu kebutuhan untuk melakukan cybersex. Bukan hanya rasa keingintahuan saja, tetapi juga karena kesepian dan stress. Mereka menikmati kesenangan dalam aktivitas seksual online dan secara bertahap mereka menghabiskan banyak waktu dan uang untuk melakukan cybersex. Perilaku seseorang dalam mengakses cybersex berbeda-beda antara satu orang dengan orang yang lain. Menurut Delmonico & Miller (dalam Young & Cristiano, 2010) menyatakan bahwa cybersex dapat digambarkan berdasarkan tingkat permasalahan yang ditampilkannya melalui suatu alat ukur Internet Sex Screening Test

10 4 (ISST). Selain itu, dapat dilihat gambaran perilaku yang kemudian digunakan sebagai self-administered untuk menggambarkan tingkat masalah perilaku cybersex. Internet Sex Screening Test (ISST) mempunyai 8 bentuk perilaku cybersex, yaitu: online sexual compulsivity (perilaku cybersex yang kompulsif/mengenai masalah seksual online), online sexual behaviour-social (perilaku seksual online yang terjadi dalam konteks hubungan sosial atau melibatkan interaksi interpersonal dengan orang lain saat online, misalnya chat room, ), online sexual behaviour-isolated (perilaku seksual ini mengukur faktor secara online terjadi dengan interaksi interpersonal yang terbatas dengan orang lain, misalnya menjelajah situs web, mendownload pornografi, dan lainlain), online sexual spending (perilaku ini mengkaji sejauh mana subjek menghabiskan uang untuk mendukung kegiatan seksual online mereka, dan konsekuensi yang terkait dengan pengeluaran tersebut), interest in online sexual behaviour (perilaku ini membahas kepentingan umum dalam perilaku seksual secara online), non-home use of the computer (perilaku ini mengukur sejauh mana individu menggunakan komputer di luar rumah mereka untuk tujuan seksual, misalnya penggunaan komputer di tempat kerja, rumah teman, warnet, dan lain-lain), illegal sexual use of the computer (perilaku ini meneliti perilaku cybersex yang dianggap ilegal atau batas kegiatan seksual ilegal, termasuk mengunduh pornografi anak atau mengeksploitasi anak secara online), general sexual compulsivity (perilaku terakhir melihat secara umum seksual kompulsif secara offline). Cooper, Delmonico, dan Burg (dalam Carners, Delmonico & Griffin, 2001) mengkategorikan 3 (tiga) kategori individu yang melakukan perilaku cybersex yaitu: recreational users, at-risk users, sexual Compulsive users. Recreational users yaitu individu yang mengakses materi seksual karena keingintahuan atau untuk hiburan dan

11 5 merasa puas dengan ketersediaaan materi seksual yang diinginkan. Pada individu juga ditemukan adanya masalah yang berhubungan dengan perilaku mengakses materi seksual. Dari penelitian yang dilakukan maka ditemukan bahwa individu yang masuk ke dalam kategori recreational users mengakses situs yang berkaitan dengan seksual kurang dari 1 jam per minggu dan sedikit konsekuensi negatif. At-risk users yaitu ditujukan pada orang yang tanpa adanya seksual kompulsif, tetapi mengalami beberapa masalah seksual setelah menggunakan internet untuk mendapatkan materi seksual. Individu menggunakan internet dengan kategori waktu yang moderat untuk aktivitas seksual dan jika penggunaan yang dilakukan individu berkelanjutan, maka akan menjadi kompulsif. Sexual compulsive users yaitu individu menunjukkan kecenderungan seksual kompulsif dan adanya konsekuensi negatif, seperti merasakan kesenangan/keasikan terhadap pornografi, menjalin hubungan percintaan dengan banyak orang, melakukan aktivitas seksual dengan banyak orang yang tidak dikenal, karena menggunakan internet sebagai forum atau tempat untuk aktivitas seksual, dan yang lainnya berdasarkan DSM-IV. Menurut Cooper & Sportolari (dalam Cooper, Delmonico, Shelley, & Mathy, 2004), ada 3 karakteristik yang menyebabkan individu melakukan aktivitas cybersex. Karakteristik-karakteristik tersebut disingkat dengan triple A engine yaitu: accessibility (mengacu pada kenyataan bahwa internet menyediakan jutaan situs porno dan menyediakan ruang chatting yang akan memberikan kesempatan untuk melakukan cybersex), affordability (mengacu pada mengakses situs porno yang disediakan internet dan tidak perlu mengeluarkan biaya mahal), dan anonymity (mengacu pada individu tidak perlu takut dikenali oleh orang lain).

12 6 Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku cybersex menurut Young (dalam Haryanthi, 2001) yaitu faktor yang berasal dari kondisi personal individu (faktor internal), dan faktor yang berasal dari luar diri individu (faktor eksternal). Faktor internal, terdiri dari: faktor kepribadian yaitu tipe kepribadian dan kontrol diri. Faktor kepribadian merupakan faktor internal yang membedakan antara satu individu dengan individu yang lain (Young, 1997). Selanjutnya, faktor internal lainnya yaitu jenis kelamin merupakan suatu konsep yang digunakan untuk mengidentifikasikan perbedaan laki-laki dan perempuan dilihat dari sudut anatomi atau biologis. Di sisi lain, faktor eksternal terdiri dari faktor interaksional dan faktor lingkungan. Faktor interaksional berasal dari aspek interaksi aplikasi dua arah yang ada didalam internet yang bersifat adiktif, karena memungkinkan adanya interaksi yang dapat membangun suasana kondusif bagi pengguna untuk mencari persahabatan, kesenangan seksual dan perubahan identitas (Young, 1997). Sementara, faktor lingkungan berupa faktor pendidikan seks secara formal maupun informal dan juga lingkungan itu sendiri, seperti adanya kontrol sosial sebelum menikah berupa agama, keluarga, teman dan masyarakat (Surono, 2000). Lebih jauh, Young dan Robert (1998) menambahkan bahwa faktor situasional merupakan faktor yang merujuk pada riwayat kesehatan dan kehidupan seks. Faktor ini didukung dengan hasil penelitian yang menyatakan bahwa depresi dapat meningkatkan potensi kecanduan internet sebagai salah satu tempat untuk melarikan diri dari kenyataan. Berdasarkan uraian diatas, perilaku cybersex adalah salah satu fenomena seks yang lahir dalam perkembangan teknologi internet saat ini. Fenomena ini merupakan fenomena baru dan cukup marak diperbincangkan, terutama diantara para remaja.

13 7 Semakin hari, semakin luas dampak yang ditimbulkan dari perilaku cybersex kepada generasi muda. Untuk itu, peneliti tertarik mengadakan suatu penelitian tentang Gambaran Perilaku Cybersex Pada Remaja. METODE PENELITIAN Desain Penelitian Penelitian yang berjudul Gambaran Perilaku Cybersex Pada Remaja menggunakan penelitian kuantitatif deskriptif, yaitu suatu metode penelitian yang ditujukan untuk menggambarkan fenomena-fenomena yang ada, yang berlangsung saat ini atau saat yang lampau. Populasi dan Sampel Partisipan dalam penelitian ini adalah 80 orang remaja (50 laki-laki, 30 perempuan) yang berusia antara 13 sampai 23 tahun, pernah melakukan cybersex dan bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Para partisipan merupakan siswa sekolah menengah tingkat pertama, sekolah menengah tingkat atas dan perguruan tinggi di Salatiga. Teknik pengambilan sampel menggunakan snowball sampling, yaitu teknik penentuan sampel yang mula-mula jumlahnya kecil, kemudian sampel ini diminta memilih temannya yang pernah mengakses muatan pornografi di internet (cybersex) untuk dijadikan sampel, dan begitu seterusnya. Alat ukur Peneliti menggunakan satu skala, yaitu skala perilaku cybersex. Skala ini menggunakan skala ISST (The Internet Sex Screening Test). ISST disusun oleh Delmonico & Miller (dalam Young & Cristiano, 2010). Metode skoring yang digunakan

14 8 dalam penelitian ini adalah setiap respon ya mendapat skor 1 dan setiap respon tidak mendapat skor 0. Berdasarkan pengujian yang dilakukan sebanyak dua kali, didapati koefisien korelasi item total yaitu bergerak antara 0,301 sampai dengan 0,888. Dalam penelitian ini ada 17 item yang tidak memiliki daya diskriminasi baik, dan tersisa 100 item yang memiliki daya diskriminasi baik. Dari hasil uji reliabilitas yang dilakukan setelah 17 item yang gugur dihilangkan, diperoleh α = 0,994 maka dapat disimpulkan bahwa skala perilaku cybersex yang digunakan dalam penelitian ini reliabel. Teknik analisis data Penghitungan pada penelitian ini menggunakan bantuan program statistik komputer SPSS for windows ver untuk menguji daya deskriminasi item maupun reliabilitas pada penelitian ini menggunakan teknik Alfa Cronbach. sedangkan pengujian hipotesisnya menggunakan Point Biserial. HASIL PENELITIAN Perilaku cybersex berdasarkan ISST Seperti tergambarkan pada Tabel 1, dapat dilihat bahwa dari 80 partisipan, sebanyak 49 orang (61%) yang melakukan delapan perilaku cybersex. Dan 49 orang tersebut melakukan kombinasi perilaku online sexual compulsivity, online sexual behavior social, online sexual behavior isolatted, online sexual spending, interest in online sexual behavior, non-home use or the computer, illegal sexual use of the computer, general sexual complusivity. Selanjutnya, diperoleh paling sedikit enam orang (7,5%) yang melakukan enam perilaku cybersex. Dengan melihat keseluruhan

15 9 kombinasi perilaku, dapat dilihat bahwa kemunculan perilaku online sexual compulsivity sangat frekuentif. Ini menunjukkan bahwa hampir semua partisipan melakukan perilaku online sexual compulsivity. Dari Tabel 1, dapat dilihat pula bahwa sebanyak 59 orang (73,5%) partisipan merupakan sexual complusive users, 21 orang (26,5%) merupakan at risk users, dan tidak ada partisipan yang masuk dalam kategori recreational users. Tabel 1. Bentuk-bentuk perilaku dan kategori pengguna cybersex Jumlah Perilaku Perilaku Kombinasi Perilaku Jumlah Total % Kategori Pengguna 8 Perilaku 1,2,3,4,5,6,7, % Sexual compulsive users 7 Perilaku 1,2,3,5,6,7, ,5% 6 Perilaku 1,2,3,5,7,8 1,3,5,6,7,8 1,2,3,5,6,7 2,3,5,6,7, Sexual compulsive users 6 7,5% At-risk Users 5 Perilaku 1,2,3,5,6 1,3,5,7,8 Sumber: Hasil pengolahan data primer % At-risk Users Gambaran perilaku cybersex dilihat dari jenis kelamin Dari Tabel 2 dapat dilihat jika perilaku pertama dilakukan oleh 79 responden terdiri dari 50 laki-laki dan 29 perempuan, perilaku kedua dilakukan oleh 76 responden terdiri dari 50 laki-laki dan 26 perempuan, perilaku ketiga dilakukan oleh 80 responden terdiri dari 50 laki-laki dan 30 perempuan, perilaku keempat dilakukan oleh 49 responden terdiri dari 31 laki-laki dan 18 perempuan, perilaku kelima dilakukan oleh 80 responden terdiri dari 50 laki-laki dan 30 perempuan, perilaku keenam dilakukan oleh 77 responden terdiri dari 50 laki-laki dan 27 perempuan, perilaku ketujuh dilakukan

16 10 oleh 67 responden terdiri dari 42 laki-laki dan 25 perempuan, dan pada perilaku kedelapan dilakukan oleh 65 responden terdiri dari 40 laki-laki dan 25 perempuan. Dan data pada Tabel 2 ini memperlihatkan jika ternyata jenis kelamin laki-laki yang lebih dominan melakukan perilaku cybersex. Perilaku Tabel 2. Gambaran perilaku cybersex dilihat dari jenis kelamin Jenis Kelamin L % P % Total % % 29 37% % % 26 34% % ,5% 30 37,5% % % 18 37% % ,5% 30 37,5% % % 27 35% % % 25 37% % % 25 38% % Sumber: Hasil pengolahan data primer Gambaran perilaku cybersex dilihat dari usia Pada Tabel 3 terdapat tiga kategori usia dan dapat dilihat perilaku pertama dilakukan oleh 79 responden terdiri dari 31 orang (39%) remaja awal, 26 orang (33%) remaja tengah, 22 orang (28%) remaja akhir, perilaku kedua dilakukan oleh 76 responden terdiri dari 32 orang (42%) remaja awal, 24 orang (31%) remaja tengah, 20 orang (26%) remaja akhir, perilaku ketiga dilakukan oleh 80 responden terdiri dari 32 orang (40%) remaja awal, 26 orang (32,5%) remaja tengah, 22 orang (27,5%) remaja akhir, perilaku keempat dilakukan oleh 49 responden terdiri dari 24 orang (49%) remaja awal, 13 orang (27%) remaja tengah, 12 orang (24%) remaja akhir, perilaku kelima dilakukan oleh 80 responden terdiri dari 32 orang (40%) remaja awal, 26 orang (32,5%) remaja tengah, 22 orang (27,5%) remaja akhir, perilaku keenam dilakukan oleh 77

17 11 responden terdiri dari 32 orang (42%) remaja awal, 24 orang (31%) remaja tengah, 21 orang (27%) remaja akhir, perilaku ketujuh dilakukan oleh 67 responden terdiri dari 29 orang (43,28%) remaja awal, 19 orang (28,36%) remaja tengah, 19 orang (28,36%) remaja akhir, perilaku kedelapan dilakukan oleh 65 responden terdiri dari 27 orang (42%) remaja awal, 19 orang (29%) remaja tengah, 19 orang (29%) remaja akhir. Dan dari data Tabel 3 dapat dilihat bahwa perilaku ketiga dan kelima paling banyak dilakukan, karena semua pernah melakukan perilaku tersebut. Tabel 3. Gambaran perilaku cybersex dilihat dari usia Total Perilaku Remaja Remaja Remaja Total % % % (%) awal tengah akhir % 26 33% 22 28% % % 24 32% 20 26% % % 26 32,5% 22 27,5% % % 13 27% 12 24% % % 26 32,5% 22 27,5% % % 24 31% 21 27% % ,28% 19 28,36% 19 28,36% % % 19 29% 19 29% % Sumber: Hasil pengolahan data primer Gambaran perilaku cybersex dilihat dari pendidikan Pada Tabel 4 terdapat 3 kategori pendidikan untuk mengetahui bagaimana perilaku cybersex dilihat dari pendidikan. Perilaku pertama dilakukan oleh 79 responden terdiri dari 33% berpendidikan SMP, 29% berpendidikan SMA, 38% berpendidikan KULIAH, perilaku kedua dilakukan oleh 76 responden terdiri dari 36% berpendidikan SMP, 30% berpendidikan SMA, 34% berpendidikan KULIAH, perilaku ketiga dilakukan oleh 80 responden terdiri dari 33,75% berpendidikan SMP, 28,75% berpendidikan SMA, 37,5% berpendidikan KULIAH, perilaku keempat dilakukan oleh

18 12 49 responden terdiri dari 40,8% berpendidikan SMP, 28,6% berpendidikan SMA, 30,6% berpendidikan KULIAH, perilaku kelima dilakukan oleh 80 responden terdiri dari 33,75% berpendidikan SMP, 28,75% berpendidikan SMA, 37,5% berpendidikan KULIAH, perilaku keenam dilakukan oleh 77 responden terdiri dari 35% berpendidikan SMP, 30% berpendidikan SMA, 35% berpendidikan KULIAH, perilaku ketujuh dilakukan oleh 67 responden terdiri dari 36% berpendidikan SMP, 27% berpendidikan SMA, 37% berpendidikan KULIAH, perilaku kedelapan dilakukan oleh 65 responden terdiri dari 34% berpendidikan SMP, 28% berpendidikan SMA, 38% berpendidikan KULIAH. Dari data pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa delapan perilaku cybersex banyak dilakukan oleh responden yang berpendidikan KULIAH dan SMP. Perilaku Tabel 4. Gambaran perilaku cybersex dilihat pendidikan Pendidikan SMP % SMA % KULIAH % Total % % 23 29% 30 38% % % 23 30% 26 34% % ,75% 23 28,75% 30 37,5% % ,8% 14 28,6% 15 30,6% % ,75% 23 28,75% 30 37,5% % % 23 30% 27 35% % % 18 27% 25 37% % % 18 28% 25 38% % Sumber: Hasil pengolahan data primer Fasilitas jaringan yang digunakan ketika melakukan perilaku cybersex. Dari 80 responden, 43,8% responden memilih menggunakan fasilitas wifi, 32,5% responden memilih menggunakan fasilitas kabel UTP dan sisanya 28,8% responden memilih menggunakan fasilitas modem.

19 13 Grafik 1. Fasilitas jaringan yang digunakan ketika melakukan perilaku cybersex Fasilitas Jaringan Kabel UTP Modem Wifi ya tidak 0% 20% 40% 60% 80% 100% Sumber: Hasil pengolahan data primer Elektronik yang digunakan saat melakukan perilaku cybersex. Dari total keseluruhan responden, didapat 46 responden menggunakan peralatan elekronik berupa laptop, 44 responden menggunakan peralatan elektronik berupa smartphone, dan sisanya 26 responden menggunakan komputer PC. Grafik 2. Elektronik yang digunakan saat melakukan perilaku cybersex Elektronik Laptop Komputer PC Smartphone Sumber: Hasil pengolahan data primer

20 14 Grafik Situs yang dibuka ketika melakukan perilaku cybersex Situs Younggirls Facebook Cumlauder Google Pornhub Youtube Javsin Slutav Jojoba Camfrog Sumber: Hasil pengolahan data primer Situs yang dibuka ketika melakukan perilaku cybersex Dari 80 responden, didapat bahwa sebanyak 31 alamat situs yang sering dibuka ketika melakukan perilaku cybersex. Hasil pengolahan data menunjukkan sepuluh besar situs-situs yang paling sering dikunjungi oleh responden, diantaranya adalah situs Jojoba 23 responden, Javsin 22 responden, Google 21 responden, Pornhub 17 responden, Youtube 17 responden, Facebook 16 responden, Camfrog 16 responden, Slutav 14 responden, Younggirls 7 responden, dan situs Cumlauder dengan 6 orang responden.

21 15 PEMBAHASAN Dacey dan Kenny (1997) mengatakan bahwa pada masa remaja, dorongan seksual meningkat dalam bentuk keinginan untuk mendapatkan kepuasan seksual. Didukung oleh Rahmawati, Hadjam, dan Affiatin (2002) yang menegaskan bahwa semakin sadarnya remaja terhadap hal-hal yang berkaitan dengan seksual, semakin mereka akan berusaha mencari lebih banyak informasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas partisipan melakukan setidaknya lima dari delapan perilaku cybersex. Dengan kombinasi perilaku online sexual compulsivity, online sexual behavior social, online sexual behavior isolation, interest in online sexual behavior, non-home use of the computer sebagai kombinasi perilaku terbanyak. Jika dilihat secara keseluruhan hampir semua responden melakukan online sexual compulsivity. Hurlock (1994) mengatakan bahwa pada kelompok remaja masih labil dan belum mampu mengontrol diri, ketika terangsang dengan sajian yang berbau erotis membuat remaja tidak mampu menahan dorongan seksualnya. Pornografi bagi remaja merupakan sesuatu yang baru dan sangat menarik perhatian, semakin menarik informasi media pornografi semakin banyak pengulangan informasi seksualitas yang terjadi (Supriati & Fikawati, 2009). Hasil penelitian juga menemukan subjek penelitian paling banyak masuk ke dalam kategori sexual compulsive users. Cooper, Delmonico, dan Burg (dalam Carners, Delmonico & Griffin, 2001) mengatakan bahwa individu yang mengakses materi seksual menunjukkan kecenderungan seksual kompulsif dan adanya konsekuensi negatif. Seperti merasakan kesenangan atau keasyikan terhadap pornografi, menjalin hubungan percintaan dengan banyak orang, melakukan aktifitas seksual dengan banyak orang yang tidak dikenal karena lebih memilih untuk menggunakan internet sebagai forum atau tempat untuk melakukan aktifitas seksual.

22 16 Meninjau kedua hasil di atas, dapat disimpulkan bahwa responden dalam penelitian ini pada umumnya melakukan online sexual compulsivity. Artinya, mereka melakukan cybersex secara berulang, dan sulit untuk berhenti atau tidak dapat mengendalikan diri untuk tidak melakukannya tetapi hal ini dilakukan pada Saat mereka memiliki waktu luang. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa alasan utama melakukan cybersex adalah kemudahan untuk mengakses. Hal ini sesuai dengan teori sebelumnya dari Carners, Delmonico, dan Griffin (2001) bahwa materi seksual di internet (secara online) sangat mudah diakses dibandingkan di dunia nyata. Menurut Cooper (2002), cybersex sangat mungkin terjadi karena situs-situs seksual mudah untuk diakses, kapan saja selama 24 jam sehari dan 7 hari seminggu, dan dimana saja seperti di sekolah, di kafe, di perpustakaan, di rumah, di tempat umum, dan tempat-tempat lainnya. Adapun hasil penelitian ini juga mendapatkan bahwa beberapa situs yang paling banyak dikunjungi oleh subjek penelitian untuk mencari materi seksual adalah Jojoba, Javsin, Google, Pornhub, Facebook, Camfrog, Youtube, Slutav, Younggirls, dan Cumlauder. Hal ini sesuai dengan pernyataan Cooper (dalam Weiten & Liyod, 2006) bahwa jumlah situs porno di dunia pada tahun 2000 terdapat sekitar situs, dan pada tahun 2006 terjadi kenaikan sebanyak situs. Sedangkan pada tahun 2007 terjadi lagi peningkatan sekitar 1,3 milliar situs porno di seluruh dunia yang terdapat di internet. Sedangkan di Indonesia sendiri jumlah situs porno meningkat dari situs pada tahun 1997 menjadi situs pada tahun 2000 atau melonjak 10 kali lebih banyak dalam kurun waktu tiga tahun (Soebagijo, 2008). Perilaku cybersex mulai dari melihat gambar-gambar erotis sampai dengan chatting erotis atau komunikasi real-time dengan pasangan fantasi. Ketika

23 17 responden penelitian terlibat real-time dengan pasangan fantasi, mayoritas responden melakukannya dengan saling tukar menukar suara melalui media telepon. Delmonico, Carners, dan Griffin (2001) mengatakan bahwa ketika dua orang yang sedang mengobrol tentang seks secara online dan real-time, mereka dapat saling tukar menukar suara dengan menggunakan media telepon. Cooper (2000) mengatakan bahwa perilaku cybersex dalam bentuk realtime dengan pasangan online akan berlanjut ke phone sex atau seks via telepon. Adapun sumber-sumber subjek mendapatkan media-media seksual seperti multimedia software adalah dengan meminjam gratis dari teman. Hal ini sesuai dengan pernyataan Santrock (2003) yang menyatakan bahwa teman sebaya merupakan sumber informasi seks yang paling umum bagi remaja. Hurlock (1999) menambahkan bahwa masa remaja adalah masa dimana uang saku mereka masih diberi oleh orangtua, dan pada umumnya mereka memiliki uang saku yang terbilang pas-pasan, sehingga untuk sumber materi seksual yang dibutuhkan lebih memilih untuk meminjam gratis dari teman. KESIMPULAN dan SARAN Kesimpulan Kesimpulan penelitian ini adalah responden dalam penelitian ini pada umumnya melakukan perilaku online sexual complusivity. Artinya, individu menunjukkan kecenderungan seksual kompulsif dan adanya konsekuensi negatif, seperti merasakan kesenangan atau keasyikan terhadap pornografi, menjalin hubungan percintaan dengan banyak orang, melakukan aktivitas seksual dengan banyak orang yang tidak dikenal

24 18 karena lebih memilih untuk menggunakan internet sebagai forum atau tempat untuk melakukan aktivitas seksual. Saran Peneliti menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu, maka peneliti mengemukakan beberapa saran. Saran-saran ini diharapkan dapat berguna untuk penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan perilaku cybersex pada remaja. Saran Metodologis a. Penelitian selanjutnya dengan tema yang sama diharapkan menambahkan variabel lain yang berhubungan dengan perilaku cybersex, seperti pola asuh orang tua, orientasi seksual, tingkat keingintahuan tentang materi seksual, tingkat kepuasan seksual, rasa bersalah dan variabel lainnya. b. Pada penelitian selanjutnya, diharapkan dapat lebih memperhatikan sampel agar lebih representatif, seperti dengan menggunakan teknik pengambilan sampel yang berbeda. c. Sebaiknya dalam penelitian selanjutnya di samping melakukan penelitian secara kuantitatif, perlu juga dilakukan penelitian secara kualitatif untuk lebih mengetahui perilaku cybersex yang dilakukan oleh remaja secara mendalam. d. Pada peneliti selanjutnya, sebaiknya item yang ada di dalam angket harus lebih diperhatikan lagi, sehingga tidak kesulitan ketika melakukan pengolahan data. Jangan membedakan halaman antara item di bagian satu dengan bagian dua karena subjek penelitian tidak mengetahui terdapat item-item bagian dua yang ada di halaman selanjutnya sehingga item di bagian dua tersebut tidak di beri jawaban.

25 19 Saran praktis a. Bagi remaja diharapkan agar mengurangi kegiatan melakukan aktivitas cybersex karena memberikan pengaruh terhadap diri sendiri, kehidupan mereka sehari-hari dan lingkungan di sekitar seperti lebih sering mengasingkan diri dari orang lain, menghindari pekerjaan atau tugas-tugas di sekolah maupun di rumah. b. Bagi remaja, agar bersikap hati-hati dalam menyikapi semakin berkembangnya jumlah situs-situs seks di internet, karena perkembangan ini sulit dicegah, tetapi dapat dikontrol dan mengendalikan efeknya melalui usaha-usaha pengembangan diri seperti meningkatkan kontrol diri, mengembangkan kebiasaan-kebiasaan yang positif. c. Bagi orangtua dapat memberikan bimbingan dan pengawasan yang lebih kepada anaknya dalam menggunakan internet atau komputer, serta memberikan penjelasan tentang keuntungan dan kerugian menggunakan internet atau komputer tersebut. d. Bagi para orangtua, jangan tabu untuk membicarakan masalah yang berkaitan dengan seksual, terutama kepada anaknya yang memasuki usia remaja, sebab jika tidak maka remaja dapat saja mencari informasi tersebut di luar karena didorong oleh rasa ingin tahu dan penasaran. e. Bagi para orangtua, sebaiknya lebih memperhatikan perilaku yang dilakukan oleh anaknya terutama jika sudah menginjak usia remaja. f. Sebaiknya orangtua dapat menjadi sahabat bagi anaknya, terutama ketika anak menginjak usia remaja, sehingga mereka akan lebih terbuka dan semakin percaya untuk menceritakan segala sesuatunya, terutama hal-hal

26 20 yang berkaitan dengan seksual, dan akhirnya orangtua dapatlah mengontrol apa yang dilakukan remaja tersebut. g. Selain orang tua, guru dan seseorang yang ahli, baik di sekolah maupun di luar sekolah juga perlu memberikan informasi dan pemahaman mengenai hal-hal yang berkaitan dengan seksual pada remaja, sehingga keingintahuan remaja terhadap masalah seksual dapat terpenuhi tanpa harus mencari informasi tersebut dari sumber yang salah. h. Bagi lembaga pemerintah, harus lebih mengawasi dan mengantisipasi lagi perkembangan situs-situs porno di internet yang semakin meningkat, karena perkembangan Zaman. i. Bagi pengelola warnet, agar tidak hanya memperhitungkan keuntungan dari sisi bisnis, tetapi juga membantu para remaja agar tidak memiliki kesempatan untuk melakukan perilaku yang tidak diinginkan seperti perilaku cybersex.

27 21 DAFTAR PUSTAKA Andini, S. (2006). Perbedaan sikap terhadap cybersex berdasarkan jenis kelamin pada dewasa awal. Skripsi yang tidak dipublikasikan, Universitas Gunadarma, Fakultas Psikologi, Jakarta, Indonesia. Baron, R.A., Byrne, D. (2000). Social psychology (ed. ke-9). U.S.A.: Allyn & Bacon.Video Ariel-Cut Tary. (2006). Diambil dari Brown, J.D., L Engle, K.L. (2009). X-Rated sexual attitudes and behaviors associated with U.S. early adolescents exposure to sexually explicit media. Communication Research, 36(1), doi: / Carners, P.J., Delmonico, D.L., Griffin, E.J. (2001). In the shadows of the net. Center City: Hazelden Foundation. Cooper, A., Delmonico, D.L., Shelley, E.G., & Mathy, R.M. (2004). Online sexual activity: an examination of potentially problematic behaviors. Sexual Addiction & Compulsivity Diakses tanggal 7 September 2013 ( d84a26dd26ed%40sessionmgr4004&vid=1&hid=4114). Cooper, A. (2002). Sex and the internet. U.S.A.: Brunner-Routledge Dacey, J., Kenny, K. (1997). Adolescent development (ed. ke-2). USA: Brown & Benchmark Publishers. Daneback, K., Cooper, A., Mansson, SA. (2004). An internet study of cybersex participants.business Media, Inc. Goldberg, P.D. (2004). An exploratory study about the impacts that seks maya (the use of the internet for several purposes) is having on families and the practices of marriage and family therapist. (Master s thesis, Master of Science In Human Development, Falls Church, Virginia). Diakses tanggal 2 Oktober ( Haryanthi, L.P.S. (2001). Kecenderungan kecanduan cybersex ditinjau dari tipe kepribadian. Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM.

28 22 Hurlock, E. (1994). Psikologi perkembangan: suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan. Jakarta: Penerbit Erlangga. Hurlock, E. (1999). Psikologi perkembangan: suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan. Jakarta: Penerbit Erlangga. Jufri, M. (2005). Intensitas mengakses situs seks dan permisivitas perilaku seksual remaja. Jurnal Intelektual, 2, Young, S.K. Cristiano, N.D.A. (2010). Internet Addiction. Canada: John Wiley & Sons, Inc. Papu, J. (2008). Cybersex, sarana ekspresi. Diakses tanggal 9 September Pribadi, S.A & Putri, D.E. (2009). Perbedaan sikap terhadap cybersex pada mahasiswa ditinjau dari jenis kelamin. Skripsi (tidak dipublikasikan), Universitas Gunadarma, Fakultas Psikologi, Jakarta, Indonesia. Diakses tanggal 22 September 2013 ( Rahmawati, D., Hadjam, N., & Affiatin, T. (2002). Hubungan antara kecenderungan perilaku mengakses situs porno dan religiusitas remaja. Jurnal Psikologi, 1, Santrock, J.W. (2003). Adolescence: Perkembangan remaja (ed. ke-6). Jakarta: Erlangga. Sari, N.N., Purba, R.M. (2012). Gambaran perilaku cybersex pada remaja pelaku cybersex di Kota Medan. Psikologia-online. Diakses tanggal 24 September ( Soebagijo, A. (2008). Pornografi: Dilarang tapi dicari. Jakarta: Gema Insani. Surono, A. (2000). Cybersex di kalangan remaja. Jurnal psikologi, 3. Supriati, E., Fikawati, S. (2009). Efek Paparan Pornografi Pada Remaja SMP Negeri Kota Pontianak Tahun Makara, Sosial Humaniora, 13(1). Weiten, W & Llyod, M. (2006). Psychology applied to modern life: Adjustment in the 21st Century (ed. ke-8). Canada: Thomson Wadsworth Shvoong, R. (2011). Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual. Diakses pada tanggal 30Januari 2013.( sciences/counseling/ faktor-faktor-yang-mempengaruhi-kecanduan/).

29 23 Young, K.S. (1997). What makes the internet addictive: potential explanations for pathological internet use. Advance online publication, Paper presented at the 105th Annual Meeting of the American Psychological Association. Chicago. ( rming.htm). Young, K.S., Robert, C.R. (1998). The relationship between depression and internet addiction. advance online publication. Cyber Psychology and Behavior. 1, ( erpsychology.htm). Widyastuti, R. (2009). Kesehatan reproduksi. Yogyakarta: Fitra Maya.

PERBEDAAN PERILAKU CYBERSEX DITINJAU DARI JENIS KELAMIN

PERBEDAAN PERILAKU CYBERSEX DITINJAU DARI JENIS KELAMIN PERBEDAAN PERILAKU CYBERSEX DITINJAU DARI JENIS KELAMIN OLEH ELISABET NATALIA GRATIA 80 2009 070 TUGAS AKHIR Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. sebagai sembarang respon (reaksi, tanggapan, jawaban, alasan) yang dilakukan oleh

BAB II LANDASAN TEORI. sebagai sembarang respon (reaksi, tanggapan, jawaban, alasan) yang dilakukan oleh BAB II LANDASAN TEORI A. Perilaku Cybersex 1. Defenisi Perilaku Cybersex Chaplin (1997) mengemukakan bahwa perilaku secara psikologi diartikan sebagai sembarang respon (reaksi, tanggapan, jawaban, alasan)

Lebih terperinci

GAMBARAN PERILAKU CYBERSEX PADA REMAJA PELAKU CYBERSEX DI KOTA MEDAN DESCRIPTIVE OF CYBERSEX BEHAVIOR AMONG ADOLESCENTS ENGAGING IN CYBERSEX IN MEDAN

GAMBARAN PERILAKU CYBERSEX PADA REMAJA PELAKU CYBERSEX DI KOTA MEDAN DESCRIPTIVE OF CYBERSEX BEHAVIOR AMONG ADOLESCENTS ENGAGING IN CYBERSEX IN MEDAN Psikologia-online, 2012, Vol. 7, No. 2, hal. 62-73 62 GAMBARAN PERILAKU CYBERSEX PADA REMAJA PELAKU CYBERSEX DI KOTA MEDAN Noni Novika Sari Ridhoi Meilona Purba * ABSTRAK Di dalam penelitian ini, kami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kalangan. Orang dewasa, remaja maupun anak-anak sekarang sudah

BAB I PENDAHULUAN. kalangan. Orang dewasa, remaja maupun anak-anak sekarang sudah BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Peran internet menjadi kebutuhan sumber informasi utama pada berbagai kalangan. Orang dewasa, remaja maupun anak-anak sekarang sudah menggunakan internet untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. teknologi komputer pada bidang komunikasi adalah internet (Andini, 2006). Internet

BAB I PENDAHULUAN. teknologi komputer pada bidang komunikasi adalah internet (Andini, 2006). Internet BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan teknologi komputer telah memberikan banyak kemudahan di dalam berbagai bidang kehidupan manusia. Salah satu bentuk dari kecanggihan teknologi komputer

Lebih terperinci

HUBUNGAN INTENSITAS MENONTON FILM PORNO DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA AWAL. Oleh YUDA DANIATI

HUBUNGAN INTENSITAS MENONTON FILM PORNO DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA AWAL. Oleh YUDA DANIATI Oleh YUDA DANIATI 802005038 TUGAS AKHIR Diajukan Kepada Program Studi: Psikologi, Fakultas: Psikologi Guna Memenuhi Sebagian dari Persyaratan untuk mencapai gelar sarjana Psikologi UNIVERSITAS KRISTEN

Lebih terperinci

Hubungan Antara Kecerdasan Emosi Dengan Perilaku Konsumtif Pada Remaja Putri. Oleh : Fredika Feybe Soetjiono Program Studi Psikologi

Hubungan Antara Kecerdasan Emosi Dengan Perilaku Konsumtif Pada Remaja Putri. Oleh : Fredika Feybe Soetjiono Program Studi Psikologi Hubungan Antara Kecerdasan Emosi Dengan Perilaku Oleh : 802007119 TUGAS AKHIR Diajukan kepada Program Studi Psikologi Fakultas Psikologi guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana

Lebih terperinci

PERBEDAAN PERILAKU CYBERSEX PADA DEWASA AWAL YANG SUDAH MENIKAH DAN BELUM MENIKAH

PERBEDAAN PERILAKU CYBERSEX PADA DEWASA AWAL YANG SUDAH MENIKAH DAN BELUM MENIKAH PERBEDAAN PERILAKU CYBERSEX PADA DEWASA AWAL YANG SUDAH MENIKAH DAN BELUM MENIKAH OLEH LAZUARDY RAFANI YUNAS MAHMUD 802013084 TUGAS AKHIR Diajukan kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian dari

Lebih terperinci

PERBEDAAN KESTABILAN EMOSI DITINJAU DARI JENIS KELAMIN. Oleh, Herdiana Soentpiet TUGAS AKHIR

PERBEDAAN KESTABILAN EMOSI DITINJAU DARI JENIS KELAMIN. Oleh, Herdiana Soentpiet TUGAS AKHIR PERBEDAAN KESTABILAN EMOSI DITINJAU DARI JENIS Oleh, 802004118 TUGAS AKHIR Diajukan kepada Program Studi Psikologi, Fakultas Psikolgi guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana

Lebih terperinci

Hubungan Antara Komitmen Organisasi dengan Keinginan Berpindah pada Karyawan (Sales) Nissan Ahmad Yani Surabaya. Oleh, Olivia Ellen Junita

Hubungan Antara Komitmen Organisasi dengan Keinginan Berpindah pada Karyawan (Sales) Nissan Ahmad Yani Surabaya. Oleh, Olivia Ellen Junita Hubungan Antara Komitmen Organisasi dengan Oleh, 802007135 TUGAS AKHIR Diajukan kepada Program Studi : Psikologi, Fakultas : Psikologi guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL ORANGTUA DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA DI SMP NEGERI 3 JATIPURNO-WONOGIRI. Oleh : KARTIKA SETYA WIJAYANI TUGAS AKHIR

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL ORANGTUA DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA DI SMP NEGERI 3 JATIPURNO-WONOGIRI. Oleh : KARTIKA SETYA WIJAYANI TUGAS AKHIR HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL ORANGTUA DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA DI SMP NEGERI 3 JATIPURNO-WONOGIRI Oleh : KARTIKA SETYA WIJAYANI 802007014 TUGAS AKHIR Diajukan Kepada Program Studi Psikologi, Fakultas

Lebih terperinci

HUBUNGAN RELIGIUSITAS DENGAN INTENSITAS PERILAKU AGRESIF PADA REMAJA AWAL DI GEREJA MAWAR SHARON DOUBLE R SEMARANG

HUBUNGAN RELIGIUSITAS DENGAN INTENSITAS PERILAKU AGRESIF PADA REMAJA AWAL DI GEREJA MAWAR SHARON DOUBLE R SEMARANG HUBUNGAN RELIGIUSITAS DENGAN INTENSITAS PERILAKU AGRESIF PADA REMAJA AWAL DI GEREJA MAWAR SHARON DOUBLE R SEMARANG Oleh, NIM: 802007016 TUGAS AKHIR Diajukan kepada Program Studi : Psikologi, Fakultas :

Lebih terperinci

PERBEDAAN SELF EFFICACY DITINJAU DARI JENIS KELAMIN PADA DISTRIBUTOR MULTI LEVEL MARKETING. Oleh Sandra Dewi TUGAS AKHIR

PERBEDAAN SELF EFFICACY DITINJAU DARI JENIS KELAMIN PADA DISTRIBUTOR MULTI LEVEL MARKETING. Oleh Sandra Dewi TUGAS AKHIR PERBEDAAN SELF EFFICACY DITINJAU DARI JENIS KELAMIN PADA DISTRIBUTOR MULTI LEVEL MARKETING Oleh 802007125 TUGAS AKHIR Diajukan kepada Program Studi Psikologi,Fakultas Psikologi guna memenuhi sebagian dari

Lebih terperinci

Karakteristik Pekerjaan dan Stres Kerja Pada Karyawan Bagian Produksi CV. Cita Nasional Salatiga

Karakteristik Pekerjaan dan Stres Kerja Pada Karyawan Bagian Produksi CV. Cita Nasional Salatiga Karakteristik Pekerjaan dan Stres Kerja Pada Karyawan Bagian Produksi CV. Cita Nasional Salatiga TUGAS AKHIR Diajukan dalam rangka penyelesaian studi Strata I Untuk mencapai gelar Sarjana Psikologi OLEH

Lebih terperinci

KONFLIK PERAN PADA ANAK LAKI-LAKI SULUNG USIA DEWASA AWAL PASCA KEMATIAN AYAH

KONFLIK PERAN PADA ANAK LAKI-LAKI SULUNG USIA DEWASA AWAL PASCA KEMATIAN AYAH KONFLIK PERAN PADA ANAK LAKI-LAKI SULUNG USIA DEWASA AWAL PASCA KEMATIAN AYAH Oleh 802005057 TUGAS AKHIR Diajukan Kepada Program Studi: Psikologi, Fakultas: Psikologi Guna Memenuhi Sebagian dari Persyaratan

Lebih terperinci

HUBUNGAN KONTROL DIRI DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH REMAJA ANGGOTA GENG MOTOR X UNGARAN OLEH, ESTER PRAYEKTI NINGTYAS

HUBUNGAN KONTROL DIRI DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH REMAJA ANGGOTA GENG MOTOR X UNGARAN OLEH, ESTER PRAYEKTI NINGTYAS OLEH, ESTER PRAYEKTI NINGTYAS 802006132 TUGAS AKHIR Diajukan Kepada Program Studi: Psikologi, Fakultas: Psikologi Guna Memenuhi Sebagian dari Persyaratan untuk mencapai gelar sarjana Psikologi UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PROFIL KECERDASAN EMOSI ANAK YANG BERASAL DARI KELUARGA DENGAN STATUS EKONOMI MISKIN DI BARAK SOSIAL AMPERA SALATIGA

PROFIL KECERDASAN EMOSI ANAK YANG BERASAL DARI KELUARGA DENGAN STATUS EKONOMI MISKIN DI BARAK SOSIAL AMPERA SALATIGA PROFIL KECERDASAN EMOSI ANAK YANG BERASAL DARI Oleh: 802005089 TUGAS AKHIR Diajukan Kepada Program Studi: Psikologi, Fakultas: Psikologi Guna Memenuhi Sebagian dari Persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana

Lebih terperinci

Hubungan Persepsi Terhadap Bahaya Merokok Dengan Frekuensi Perilaku Merokok Pada Mahasiswi Universitas Kristen Satya Wacana. Oleh : Handoko

Hubungan Persepsi Terhadap Bahaya Merokok Dengan Frekuensi Perilaku Merokok Pada Mahasiswi Universitas Kristen Satya Wacana. Oleh : Handoko Oleh : 802006704 TUGAS AKHIR Diajukan kepada Program Studi Psikologi Fakultas Psikologi guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi Fakultas Psikologi

Lebih terperinci

SOSIALISASI. Oleh: TUGAS AKHIR. Psikologi. guna

SOSIALISASI. Oleh: TUGAS AKHIR. Psikologi. guna SOSIALISASI GENDER DALAM KELUARGA MISKIN Oleh: 802006065 TUGAS AKHIR Diajukan kepadaa Program Studi: Psikologi, Fakultas: Psikologi guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjanaa

Lebih terperinci

Perbedaan Stres Kerja Ditinjau dari Internal dan External Locus of Control pada Karyawan Departemen Produksi di Bagian Weaving PT.

Perbedaan Stres Kerja Ditinjau dari Internal dan External Locus of Control pada Karyawan Departemen Produksi di Bagian Weaving PT. Perbedaan Stres Kerja Ditinjau dari Internal dan External Locus of Control Weaving PT. TIMATEX Salatiga Oleh 802007130 TUGAS AKHIR Diajukan kepada Program Studi Psikologi,Fakultas Psikologi guna memenuhi

Lebih terperinci

PERBEDAAN KOMITMEN ORGANISASI ANTARA KARYAWAN KEPRIBADIAN TIPE A DAN TIPE B DI PT DUNIA SETIA SANDANG ASLI TEKSTIL SURAKARTA

PERBEDAAN KOMITMEN ORGANISASI ANTARA KARYAWAN KEPRIBADIAN TIPE A DAN TIPE B DI PT DUNIA SETIA SANDANG ASLI TEKSTIL SURAKARTA PERBEDAAN KOMITMEN ORGANISASI ANTARA KARYAWAN KEPRIBADIAN TIPE A DAN TIPE B DI PT DUNIA SETIA SANDANG ASLI TEKSTIL SURAKARTA Oleh : 802007040 TUGAS AKHIR Diajukan kepada Program studi: Psikologi, Fakultas

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL ORANGTUA DENGAN MOTIVASI BELAJAR SISWA SD SIDOREJO LOR 1 SALATIGA TUGAS AKHIR. Oleh: Dian Setyorini

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL ORANGTUA DENGAN MOTIVASI BELAJAR SISWA SD SIDOREJO LOR 1 SALATIGA TUGAS AKHIR. Oleh: Dian Setyorini HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL ORANGTUA DENGAN MOTIVASI BELAJAR SISWA SD SIDOREJO LOR 1 SALATIGA TUGAS AKHIR Diajukan kepada Program Studi Psikologi Fakultas Psikologi guna memenuhi sebagian dari persyaratan

Lebih terperinci

Hubungan antara Self-Efficacy dan Keaktifan Berorganisasi dengan Prestasi Belajar Siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Salatiga Oleh :

Hubungan antara Self-Efficacy dan Keaktifan Berorganisasi dengan Prestasi Belajar Siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Salatiga Oleh : Oleh : 802008105 TUGAS AKHIR Diajukan dalam rangka menyelesaikan studi Strata 1 untuk mencapai gelar Sarjana Psikologi PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. demonstrasi di International Computer Communication Conference (ICCC) pada

BAB I PENDAHULUAN. demonstrasi di International Computer Communication Conference (ICCC) pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak pertama kali diperkenalkan kepada masyarakat dunia dalam suatu demonstrasi di International Computer Communication Conference (ICCC) pada bulan Oktober 1972,

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PARTISIPASI DALAM EKSTRAKURIKULER PRAMUKA DENGAN INTENSI DELIKUENSI REMAJA PADA SISWA SMA NEGERI 2 BOYOLALI

HUBUNGAN ANTARA PARTISIPASI DALAM EKSTRAKURIKULER PRAMUKA DENGAN INTENSI DELIKUENSI REMAJA PADA SISWA SMA NEGERI 2 BOYOLALI HUBUNGAN ANTARA PARTISIPASI DALAM EKSTRAKURIKULER PRAMUKA DENGAN INTENSI DELIKUENSI REMAJA PADA SISWA SMA NEGERI 2 BOYOLALI Oleh: ANITA KRISNAWATI 802008099 TUGAS AKHIR Diajukan kepada Program Studi Psikologi

Lebih terperinci

PERBEDAAN TINGKAT PERILAKU ASERTIF SISWA YANG MENGALAMI BULLYING DAN YANG TIDAK MENGALAMI BULLYING DI SMA BORNEO BENGKAYANG KALIMANTAN BARAT

PERBEDAAN TINGKAT PERILAKU ASERTIF SISWA YANG MENGALAMI BULLYING DAN YANG TIDAK MENGALAMI BULLYING DI SMA BORNEO BENGKAYANG KALIMANTAN BARAT PERBEDAAN TINGKAT PERILAKU ASERTIF SISWA YANG MENGALAMI BULLYING DAN YANG TIDAK MENGALAMI BULLYING DI SMA BORNEO BENGKAYANG KALIMANTAN BARAT Oleh 802007133 TUGAS AKHIR Diajukan kepada Program Studi Psikologi,Fakultas

Lebih terperinci

SEMINAR BAHAYA PORNOGRAFI

SEMINAR BAHAYA PORNOGRAFI SEMINAR BAHAYA PORNOGRAFI [A. Ernest Nugroho, SMA ST. CAROLUS SURABAYA] - Berita Umum Seminar ini bertujuan Ibu/Bapak guru memahami apa itu pornografi, memahami dampak dari bahaya Pornografi kepada para

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara masa kanak-kanak dan dewasa. Menurut WHO (World Health

BAB I PENDAHULUAN. antara masa kanak-kanak dan dewasa. Menurut WHO (World Health BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Remaja adalah mereka yang berada pada tahap transisi antara masa kanak-kanak dan dewasa. Menurut WHO (World Health Organization), batasan usia remaja adalah

Lebih terperinci

PERBEDAAN SIKAP TERHADAP SEKS DUNIA MAYA PADA MAHASISWA DITINJAU DARI JENIS KELAMIN

PERBEDAAN SIKAP TERHADAP SEKS DUNIA MAYA PADA MAHASISWA DITINJAU DARI JENIS KELAMIN PERBEDAAN SIKAP TERHADAP SEKS DUNIA MAYA PADA MAHASISWA DITINJAU DARI JENIS KELAMIN Satria Ajie Pribadi Dona Eka Putri Fakultasi Psikologi, Universitas Gunadarma (fightforhawa@plasa.com) (donaekaputri@yahoo.com.sg)

Lebih terperinci

CYBERSEX DAN PRESTASI BELAJAR PADA PELAJAR SMA NEGERI 10 NGABANG KABUPATEN LANDAK

CYBERSEX DAN PRESTASI BELAJAR PADA PELAJAR SMA NEGERI 10 NGABANG KABUPATEN LANDAK 1 CYBERSEX DAN PRESTASI BELAJAR PADA PELAJAR SMA NEGERI 10 NGABANG KABUPATEN LANDAK Abrori 1, Utin Siti Candra Sari 2, Uce Seravina 3 e-mail: bhr_abror@yahoo.com 1,3 Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas

Lebih terperinci

a. Tidak sekolah b. SD c. SMP d. SMU e. Perguruan tinggi II. Pertanyaan tentang Pengetahuan 1. Menurut anda apakah yang dimaksud dengan internet?

a. Tidak sekolah b. SD c. SMP d. SMU e. Perguruan tinggi II. Pertanyaan tentang Pengetahuan 1. Menurut anda apakah yang dimaksud dengan internet? No. Responden : Umur : tahun Kelas/jurusan : Jenis kelamin : L/P Tempat tinggal : Uang saku : Rp. Perhari Pendidikan terakhir Orangtua : Pendidikan terakhir Ayah Ibu Pekerjaan Orangtua : Penghasilan Orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kondisi tersebut tidak lepas kaitannya dengan semakin membanjirnya arus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kondisi tersebut tidak lepas kaitannya dengan semakin membanjirnya arus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, masalah kebebasan seks di Indonesia semakin meningkat. Kondisi tersebut tidak lepas kaitannya dengan semakin membanjirnya arus informasi yang banyak

Lebih terperinci

DUKUNGAN SOSIAL DAN INTERNAL LOCUS OF CONTROL SEBAGAI PREDIKTOR RESILIENSI KEPALA KELUARGA MISKIN. Oleh Sudarmadi

DUKUNGAN SOSIAL DAN INTERNAL LOCUS OF CONTROL SEBAGAI PREDIKTOR RESILIENSI KEPALA KELUARGA MISKIN. Oleh Sudarmadi DUKUNGAN SOSIAL DAN INTERNAL LOCUS OF CONTROL Oleh 802007110 TUGAS AKHIR Diajukan kepada Program Studi Psikologi,Fakultas Psikologi guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komunikasi berperan penting bagi keberlangsungan hidup seseorang. Tanpa komunikasi seseorang tidak akan mampu mendapat dan menyampaikan pesan yang mereka inginkan.

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. Oleh: Fatma Indah Handaruwati PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

TUGAS AKHIR. Oleh: Fatma Indah Handaruwati PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA PERBEDAAN KREATIVITAS MENGAJAR PADA GURU SEKOLAH DASAR YANG BELUM BERSERTIFIKASI DAN YANG SUDAH BERSERTIFIKASI MELAUI JALUR PLPG DI KECAMATAN GETASAN TUGAS AKHIR Diajukan kepada Program Studi Psikologi

Lebih terperinci

Perbedaan Self-Regulated Learning Pada Mahasiswa Universitas Kristen Satya Wacana Yang Bekerja Part-time Dan Tidak Bekerja

Perbedaan Self-Regulated Learning Pada Mahasiswa Universitas Kristen Satya Wacana Yang Bekerja Part-time Dan Tidak Bekerja Perbedaan Self-Regulated Learning Pada Mahasiswa Universitas Oleh : 802007066 TUGAS AKHIR Diajukan kepada Program Studi : Psikologi, Fakultas : Psikologi guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang rata-rata masih usia sekolah telah melakukan hubungan seksual tanpa merasa

BAB 1 PENDAHULUAN. yang rata-rata masih usia sekolah telah melakukan hubungan seksual tanpa merasa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fenomena perilaku seks bebas di kalangan remaja mengakibatkan terjadinya kecenderungan meningkatnya pelaku seks pranikah, penderita HIV/AIDS, dan kasus Aborsi. Fenomena

Lebih terperinci

SIKAP PEREMPUAN MAYBRAT TERHADAP MAS KAWIN. Oleh Sylvaline Oxalida Homer

SIKAP PEREMPUAN MAYBRAT TERHADAP MAS KAWIN. Oleh Sylvaline Oxalida Homer SIKAP PEREMPUAN MAYBRAT TERHADAP MAS KAWIN Oleh 802005114 TUGAS AKHIR Diajukan kepada program studi Psikologi, Fakultas Psikologi guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar sarjana Program

Lebih terperinci

BAB IV HASIL KAJIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL KAJIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL KAJIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Subjek Penelitian 4.1.1 Lokasi Penelitian SMA Kristen 1 Salatiga merupakan salah satu SMA Swasta favorit yang ada di kota Salatiga. SMA Kristen 1 Salatiga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah perilaku seksual pada remaja saat ini menjadi masalah yang tidak dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih menganggap tabu untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. habis-habisnya mengenai misteri seks. Mereka bertanya-tanya, apakah

BAB I PENDAHULUAN. habis-habisnya mengenai misteri seks. Mereka bertanya-tanya, apakah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Santrock (2007) mengemukakan bahwa selama masa remaja kehidupan mereka akan dipenuhi seksualitas. Masa remaja adalah masa explorasi seksual dan mengintegrasikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja merupakan periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa yang jangka waktunya berbeda-beda tergantung faktor sosial budaya, yang berjalan antara umur 12

Lebih terperinci

Hubungan Antara Self Esteem Dengan Frekuensi Merokok Pada Remaja Putri Perokok Di Lingkungan UKSW

Hubungan Antara Self Esteem Dengan Frekuensi Merokok Pada Remaja Putri Perokok Di Lingkungan UKSW Hubungan Antara Self Esteem Dengan Frekuensi Merokok Pada Remaja Putri Perokok Di Lingkungan UKSW SKRIPSI Diajukan dalam rangka penyelesaian studi Strata 1 Untuk mencapai gelar Sarjana Psikologi Oleh Sylvania

Lebih terperinci

, 2015 GAMBARAN KONTROL DIRI PADA MAHASISWI YANG MELAKUKAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH

, 2015 GAMBARAN KONTROL DIRI PADA MAHASISWI YANG MELAKUKAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya perilaku seksual pranikah di kalangan generasi muda mulai mengancam masa depan bangsa Indonesia. Banyaknya remaja yang melakukan perilaku seksual pranikah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa, dimana terjadi perubahan biologis, psikologis, dan sosial (Notoatmodjo, 2007). Salah satu

Lebih terperinci

PENGALAMAN REMAJA DALAM MENERIMA PENDIDIKAN SEKS

PENGALAMAN REMAJA DALAM MENERIMA PENDIDIKAN SEKS PENGALAMAN REMAJA DALAM MENERIMA PENDIDIKAN SEKS Juliana S.R. Marpaung*, Setiawan ** * Mahasiswa Fakultas Keperawatan ** Dosen Departemen Keperawatan Dasar dan Medikal Bedah Fakultas Keperawatan, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut terjadi akibat dari kehidupan seksual remaja yang saat ini semakin bebas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut terjadi akibat dari kehidupan seksual remaja yang saat ini semakin bebas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman membawa masalah seks tidak lagi tabu untuk dibahas dan diperbincangkan oleh masyarakat khusunya di kalangan remaja. Hal tersebut terjadi akibat

Lebih terperinci

PERSEPSI MASYARAKAT MENGENAI HUBUNGAN SEKSUAL PRANIKAH DI KALANGAN REMAJA (Studi Kasus di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan)

PERSEPSI MASYARAKAT MENGENAI HUBUNGAN SEKSUAL PRANIKAH DI KALANGAN REMAJA (Studi Kasus di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan) PERSEPSI MASYARAKAT MENGENAI HUBUNGAN SEKSUAL PRANIKAH DI KALANGAN REMAJA (Studi Kasus di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan) NASKAH PUBLIKASI KARYA ILMIAH Untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa peralihan yang terjadi pada remaja melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa dewasa dimana remaja menjadi labil

Lebih terperinci

Hubungan antara Self-esteem dan Self-esteem dengan Internet Addiction. May Rauli Simamora (13/359560/PPS/02841)

Hubungan antara Self-esteem dan Self-esteem dengan Internet Addiction. May Rauli Simamora (13/359560/PPS/02841) Hubungan antara Self-esteem dan Self-esteem dengan Internet Addiction May Rauli Simamora (13/359560/PPS/02841) Tujuan mini riset online ini adalah untuk mengetahui hubungan antara self-esteem dan self-control

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan era global saat ini membawa remaja pada fenomena maraknya

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan era global saat ini membawa remaja pada fenomena maraknya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan era global saat ini membawa remaja pada fenomena maraknya pengggunaan media sosial. Media sosial merupakan media yang dapat diperoleh dari internet. Media

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Cinta dan seksual merupakan salah satu permasalahan yang terpenting yang dialami oleh remaja saat ini. Perasaan bersalah, depresi, marah pada gadis yang mengalami

Lebih terperinci

PEMBUATAN GRAFIK PENGENDALI DAN STUDI SIMULASI BERDASARKAN ANALISIS KOMPONEN UTAMA (PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS)

PEMBUATAN GRAFIK PENGENDALI DAN STUDI SIMULASI BERDASARKAN ANALISIS KOMPONEN UTAMA (PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS) PEMBUATAN GRAFIK PENGENDALI DAN STUDI SIMULASI BERDASARKAN ANALISIS KOMPONEN UTAMA (PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS) CONSTRUCTION OF CONTROL CHART AND SIMULATION STUDY BASED ON PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS

Lebih terperinci

Masa remaja menunjukkan dengan jelas sifat transisi atau peralihan karena remaja belum memperoleh status dewasa dan tidak lagi memiliki status anak (S

Masa remaja menunjukkan dengan jelas sifat transisi atau peralihan karena remaja belum memperoleh status dewasa dan tidak lagi memiliki status anak (S HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS MENONTON FILM DRAMA ROMANTIS DENGAN KECENDERUNGAN SEKS PRANIKAH PADA REMAJA Ardhi Pratama Putra Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma ABSTRAK Media masa mempunyai pengaruh

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA PERSAHABATAN DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA MAHASISWA BARU

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA PERSAHABATAN DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA MAHASISWA BARU 1 NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA PERSAHABATAN DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA MAHASISWA BARU Oleh : Chinta Pradhika H. Fuad Nashori PRODI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA UNIVERSITAS

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KETERAMPILAN SOSIAL DAN KECANDUAN SITUS JEJARING SOSIAL PADA MASA DEWASA AWAL

HUBUNGAN ANTARA KETERAMPILAN SOSIAL DAN KECANDUAN SITUS JEJARING SOSIAL PADA MASA DEWASA AWAL HUBUNGAN ANTARA KETERAMPILAN SOSIAL DAN KECANDUAN SITUS JEJARING SOSIAL PADA MASA DEWASA AWAL Ursa Majorsy 1 Annes Dwininta Kinasih 2 Inge Andriani 3 Warda Lisa 4 1,2,3,4 Fakultas Psikologi Universitas

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI. Untuk memenuhi Sebagian Persyaratan. Dalam mencapai Drajat Sarjana S1 Psikologi. Disusun Oleh : ANA ARIFA SARI F

NASKAH PUBLIKASI. Untuk memenuhi Sebagian Persyaratan. Dalam mencapai Drajat Sarjana S1 Psikologi. Disusun Oleh : ANA ARIFA SARI F HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN JEJARING SOSIAL TWITTER DENGAN PENGENDALIAN DIRI PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI ANGKATAN 2013-2014 UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi Sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya.

BAB I PENDAHULUAN. jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja adalah masa peralihan antara tahap anak dan dewasa yang jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya. Dengan terbukanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu teknologi yang popular digunakan saat ini adalah internet, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu teknologi yang popular digunakan saat ini adalah internet, yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu teknologi yang popular digunakan saat ini adalah internet, yaitu jaringan komputer yang terhubung satu sama lain dan mampu dioperasikan hampir di semua tempat,

Lebih terperinci

HUBUNGAN DURASI MENGAKSES SITUS PORNO DENGAN PERILAKU SEKSUAL PADA REMAJA

HUBUNGAN DURASI MENGAKSES SITUS PORNO DENGAN PERILAKU SEKSUAL PADA REMAJA HUBUNGAN DURASI MENGAKSES SITUS PORNO DENGAN PERILAKU SEKSUAL PADA REMAJA OLEH ADELIA SETYADHARMA 80 2010 014 TUGAS AKHIR Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki keinginan untuk mencintai dan dicintai oleh lawan jenis. menurut

BAB I PENDAHULUAN. memiliki keinginan untuk mencintai dan dicintai oleh lawan jenis. menurut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam kehidupan manusia terdapat berbagai bentuk hubungan sosial. Salah satunya adalah hubungan intim lawan jenis atau hubungan romantis. Hubungan ini dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan-perubahan yang dramatis. Perubahan-perubahan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan-perubahan yang dramatis. Perubahan-perubahan tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja adalah suatu tahap dalam perkembangan di mana seseorang mengalami perubahan-perubahan yang dramatis. Perubahan-perubahan tersebut terutama ditandai oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. muatan ilmu pengetahuan, tetapi secara negatif juga bermuatan materi pornografi

BAB I PENDAHULUAN. muatan ilmu pengetahuan, tetapi secara negatif juga bermuatan materi pornografi BAB I PENDAHULUAN I.I. Latar Belakang Indonesia sebagai suatu negara yang menjadi bagian dari globalisasi teknologi internet yang tentunya tidak terlepas dari berbagai akibat yang ditimbulkan oleh maraknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dewasa ini, perilaku seksual pranikah pada remaja jumlahnya meningkat yang terlihat dari data survey terakhir menunjukkan kenaikan 8,3% dari total remaja

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONTROL DIRI DENGAN KECANDUAN INTERNET PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP)

HUBUNGAN ANTARA KONTROL DIRI DENGAN KECANDUAN INTERNET PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) HUBUNGAN ANTARA KONTROL DIRI DENGAN KECANDUAN INTERNET PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana-S1 Bidang Psikologi dan Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode dalam rentang kehidupan adalah penting namun kadar kepentingannya berbedabeda. Kadar kepentingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. topik yang menarik untuk dibicarakan. Topik yang menarik mengenai masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. topik yang menarik untuk dibicarakan. Topik yang menarik mengenai masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sampai dengan pertengahan abad-21, masalah seksualitas selalu menjadi topik yang menarik untuk dibicarakan. Topik yang menarik mengenai masalah seksualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Remaja adalah suatu masa transisi dari masa anak ke dewasa yang ditandai dengan perkembangan biologis, psikologis, moral, dan agama, kognitif dan sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan orang lain, perubahan nilai dan kebanyakan remaja memiliki dua

BAB I PENDAHULUAN. dengan orang lain, perubahan nilai dan kebanyakan remaja memiliki dua BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan suatu masa perubahan. Pada masa remaja terjadi perubahan yang cepat baik secara fisik maupun psikologis diantaranya peningkatan emosional, kematangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa dimana pada masa ini akan terjadi perubahan fisik, mental, dan psikososial yang cepat

Lebih terperinci

Pendahuluan. Bab I. A. Latar Belakang. Kebutuhan manusia akan komunikasi dan informasi pada zaman modern ini

Pendahuluan. Bab I. A. Latar Belakang. Kebutuhan manusia akan komunikasi dan informasi pada zaman modern ini Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang Kebutuhan manusia akan komunikasi dan informasi pada zaman modern ini semakin tinggi. Informasi yang cepat dan mudah diakses dimanapun dan kapanpun saat ini dicari oleh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Internet saat ini merupakan fasilitas yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan sehari-hari. Banyaknya fitur yang ada di internet membuat penggunanya merasa

Lebih terperinci

BAB IV PELAKSANAAN, HASIL PENELITIAN, DAN PEMBAHASAN

BAB IV PELAKSANAAN, HASIL PENELITIAN, DAN PEMBAHASAN BAB IV PELAKSANAAN, HASIL PENELITIAN, DAN PEMBAHASAN A. Persiapan Penelitian Persiapan penelitian dimulai dengan mempersiapkan alat ukur, yaitu menggunakan satu macam skala untuk mengukur self esteem dan

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. sebagian orang, internet merupakan suatu kebutuhan pokok yang tidak bisa

BAB I. Pendahuluan. sebagian orang, internet merupakan suatu kebutuhan pokok yang tidak bisa 1 BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Internet menjadi salah satu bagian dari kehidupan masyarakat. Bagi sebagian orang, internet merupakan suatu kebutuhan pokok yang tidak bisa ditinggalkan. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam proses kehidupan manusia mengalami tahap-tahap perkembangan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam proses kehidupan manusia mengalami tahap-tahap perkembangan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam proses kehidupan manusia mengalami tahap-tahap perkembangan yang akan di laluinya, dan salah satu adalah periode masa remaja. Masa remaja ini di sebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja didefinisikan sebagai peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Batasan usia remaja menurut WHO adalah 10-19 tahun. Remaja juga identik dengan dimulainya

Lebih terperinci

Pentingnya Sex Education Bagi Remaja

Pentingnya Sex Education Bagi Remaja Pentingnya Sex Education Bagi Remaja Oleh: Diana Septi Purnama, M.Pd dianaseptipurnama@uny.ac.id WWW.UNY.AC.ID Pendidikan seks adalah suatu informasi mengenai persoalan seksualitas manusia yang jelas dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. karena kehidupan manusia sendiri tidak terlepas dari masalah ini. Remaja bisa dengan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. karena kehidupan manusia sendiri tidak terlepas dari masalah ini. Remaja bisa dengan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian A. 1 Perilaku Seks Sebelum Menikah Masalah seksual mungkin sama panjangnya dengan perjalanan hidup manusia, karena kehidupan manusia sendiri tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai adanya proses perubahan pada aspek fisik maupun psikologis

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai adanya proses perubahan pada aspek fisik maupun psikologis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak menuju dewasa, yang ditandai adanya proses perubahan pada aspek fisik maupun psikologis (Hurlock, 1988:261).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang praktis dan berguna bagi setiap lapisan masyarakat. Melalui internet

BAB I PENDAHULUAN. yang praktis dan berguna bagi setiap lapisan masyarakat. Melalui internet BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi saat ini sangatlah pesat. Salah satu produk teknologi yang sangat banyak digunakan adalah internet. Internet menjadi media yang praktis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. networking facebook yang fungsinya kira-kira hampir sama dengan friendster.

BAB I PENDAHULUAN. networking facebook yang fungsinya kira-kira hampir sama dengan friendster. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Beberapa tahun belakangan ini kita sering mendengar tentang social networking facebook yang fungsinya kira-kira hampir sama dengan friendster. Hampir semua orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Individu yang memasuki tahap dewasa awal memiliki berbagai tugas perkembangan. Salah satu tugas perkembangan dewasa awal adalah mencari cinta (Santrock,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Teknologi yang berkembang pesat saat ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Teknologi yang berkembang pesat saat ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi yang sangat pesat semakin memudahkan manusia dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Teknologi yang berkembang pesat saat ini adalah teknologi

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. A. Karakteristik responden yang mempengaruhi sikap seks pranikah

BAB V PEMBAHASAN. A. Karakteristik responden yang mempengaruhi sikap seks pranikah BAB V PEMBAHASAN A. Karakteristik responden yang mempengaruhi sikap seks pranikah Seluruh responden merupakan remaja yang rentang usianya antara 15-19 tahun di RW 19 Kelurahan Jebres. Sebagian besar responden

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka waktunya berbeda bagi setiap orang, tergantung faktor sosial dan budaya. Dengan terbentuknya

Lebih terperinci

PERBEDAAN TINGKAT KESEPIAN BERDASARKAN STATUS PADA WANITA DEWASA AWAL. Dwi Rezka Kemala. Ira Puspitawati, SPsi, Msi

PERBEDAAN TINGKAT KESEPIAN BERDASARKAN STATUS PADA WANITA DEWASA AWAL. Dwi Rezka Kemala. Ira Puspitawati, SPsi, Msi PERBEDAAN TINGKAT KESEPIAN BERDASARKAN STATUS PADA WANITA DEWASA AWAL Dwi Rezka Kemala Ira Puspitawati, SPsi, Msi Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma Abstraksi Penelitian ini bertujuan untuk menguji

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU MENGENAI KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA PADA GURU DI SMP X DI KOTA CIMAHI TAHUN 2010

ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU MENGENAI KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA PADA GURU DI SMP X DI KOTA CIMAHI TAHUN 2010 ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU MENGENAI KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA PADA GURU DI SMP X DI KOTA CIMAHI TAHUN 2010 Lucas Haryono, 2010; Pembimbing I : dr. Dani, M.Kes Pembimbing II : dr.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rentang kehidupan seseorang. Individu pada masa ini telah melewati masa remaja

BAB I PENDAHULUAN. rentang kehidupan seseorang. Individu pada masa ini telah melewati masa remaja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa dewasa awal merupakan awal dari suatu tahap kedewasaan dalam rentang kehidupan seseorang. Individu pada masa ini telah melewati masa remaja dan akan memasuki

Lebih terperinci

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Dunia teknologi sudah semakin berkembang dan bertumbuh di berbagai Negara termasuk di Indonesia. Teknologi juga sangat bermanfaat untuk banyak orang, salah satunya

Lebih terperinci

FUNGSI KELUARGA SELAMA MENDAMPINGI ANGGOTA KELUARGANYA (PASIEN) YANG MENDERITA PENYAKIT KANKER PAYUDARA DI KOTA AMBON SKRIPSI

FUNGSI KELUARGA SELAMA MENDAMPINGI ANGGOTA KELUARGANYA (PASIEN) YANG MENDERITA PENYAKIT KANKER PAYUDARA DI KOTA AMBON SKRIPSI FUNGSI KELUARGA SELAMA MENDAMPINGI ANGGOTA KELUARGANYA (PASIEN) YANG MENDERITA PENYAKIT KANKER PAYUDARA DI KOTA AMBON SKRIPSI Disusun Oleh : Helen Metekohy 462009025 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 5.1 Simpulan Dalam penelitian ini, telah dibuktikan melalui uji hipotesa bahwa terdapat korelasi antara self-disclosure online dengan penggunaan internet bermasalah pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, masalah-masalah yang muncul dalam kehidupan remaja sering menimbulkan berbagai tantangan bagi para orang dewasa. Banyak hal yang timbul pada masa remaja,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Rosenberg (1965) mendefinisikan self esteem sebagai evaluasi yang

BAB II LANDASAN TEORI. Rosenberg (1965) mendefinisikan self esteem sebagai evaluasi yang BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Self Esteem 2.1.1 Pengertian Self Esteem Rosenberg (1965) mendefinisikan self esteem sebagai evaluasi yang dilakukan seseorang baik dalam cara positif maupun negatif terhadap

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA MENGAKSES SITUS PORNO LEWAT MEDIA INTERNET DENGAN PERILAKU SEKSUAL SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA MENGAKSES SITUS PORNO LEWAT MEDIA INTERNET DENGAN PERILAKU SEKSUAL SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA MENGAKSES SITUS PORNO LEWAT MEDIA INTERNET DENGAN PERILAKU SEKSUAL SKRIPSI Oleh : Widya Prasetya Kurniawan 07810131 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2014 HUBUNGAN ANTARA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bergaul, bersosialisasi seperti masyarakat pada umumnya. Tidak ada salahnya

BAB I PENDAHULUAN. bergaul, bersosialisasi seperti masyarakat pada umumnya. Tidak ada salahnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Fenomena gay dan lesbi nampaknya sudah tidak asing lagi di masyarakat luas. Hal yang pada awalnya tabu untuk dibicarakan, kini menjadi seolah-olah bagian dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akurat khususnya teman (Sarwono, 2006). menarik secara seksual, apakah mereka akan bertumbuh lagi, apakah orang

BAB I PENDAHULUAN. akurat khususnya teman (Sarwono, 2006). menarik secara seksual, apakah mereka akan bertumbuh lagi, apakah orang 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Remaja dalam memasuki masa peralihan tanpa pengetahuan yang memadai tentang seksual pranikah. Hal ini disebabkan orang tua merasa tabu membicarakan masalah seksual

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, dan lain-lain. Setiap tugas dipelajari secara optimal pada waktu-waktu tertentu

Lebih terperinci

SAMBA FILE SERVER DENGAN AUTO FAILOVER NETWORK FILE SYSTEM (NFS) BERBASIS LINUX

SAMBA FILE SERVER DENGAN AUTO FAILOVER NETWORK FILE SYSTEM (NFS) BERBASIS LINUX SAMBA FILE SERVER DENGAN AUTO FAILOVER NETWORK FILE SYSTEM (NFS) BERBASIS LINUX Diajukan kepada Fakultas Teknologi Informasi untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya Komputer Oleh : MEILA CAHYANINGRUM 562013003

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. penduduk yang tinggi setiap tahunnya. Menurut WHO (World Health Organization)

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. penduduk yang tinggi setiap tahunnya. Menurut WHO (World Health Organization) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia merupakan salah satu negara yang mengalami pertumbuhan penduduk yang tinggi setiap tahunnya. Menurut WHO (World Health Organization) sekitar seperlima

Lebih terperinci

UNIVERSITAS GUNADARMA FAKULTAS PSIKOLOGI HUBUNGAN INTERNET ADDICTION DAN PRESTASI AKADEMIK PADA MAHASISWA DI UNIVERSITAS GUNADARMA

UNIVERSITAS GUNADARMA FAKULTAS PSIKOLOGI HUBUNGAN INTERNET ADDICTION DAN PRESTASI AKADEMIK PADA MAHASISWA DI UNIVERSITAS GUNADARMA UNIVERSITAS GUNADARMA FAKULTAS PSIKOLOGI HUBUNGAN INTERNET ADDICTION DAN PRESTASI AKADEMIK PADA MAHASISWA DI UNIVERSITAS GUNADARMA Deni Fernando 11512828 4PA04 Pembimbing: Dr. Wahyu Rahardjo, SPsi., MSi.

Lebih terperinci