BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka 1. Prestasi Belajar Matematika a. Matematika Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 888) disebutkan bahwa matematika adalah ilmu bilangan, hubungan antara bilangan dan prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan. Russel mendefinisikan bahwa matematika sebagai suatu studi yang dimulai dari pengkajian bagian-bagian yang sangat dikenal menuju arah yang tidak dikenal. Arah yang dikenal itu tersusun baik (konstruktif), secara bertahap menuju arah yang rumit (kompleks) dari bilangan bulat ke bilangan pecah, bilangan riil ke bilangan kompleks, dari penjumlahan dan perkalian ke diferensial dan integral, dan menuju matematika yang lebih tinggi (Uno & Umar, 2009: 108). Dari beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa matematika adalah cabang ilmu yang mempelajari tentang bilangan, kalkulasi, penalaran, logik, fakta-fakta kuantitatif, masalah ruang dan bentuk, aturan-aturan yang ketat, dan pola keteraturan serta tentang struktur yang terorganisir yang dikaji dari bagian yang tersusun dengan sederhana menuju arah yang lebih rumit. b. Belajar Menurut Socrates & John Dewey (Yamin, 2008: 16), belajar merupakan suatu kegiatan yang dilakukan secara mental dan fisik yang diikuti dengan kesempatan merefleksikan hal-hal yang dilakukan dari hasil perilaku tersebut. Sejalan dengan pendapat tersebut, Yamin (2008: 120) mengemukakan bahwa belajar merupakan proses orang memperoleh kecakapan, keterampilan, dan sikap. Menurut Ausubel, belajar merupakan 8

2 9 proses mengaitkan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang (Yamin, 2008: 126). Slameto (2010) mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi belajar yaitu: 1) Faktor Intern Yaitu faktor yang berasal dari dalam diri individu itu sendiri, berupa: a) Faktor jasmaniah Faktor jasmaniah berupa kesehatan dan cacat tubuh. b) Faktor psikologis Faktor psikologis berupa inteligensi, perhatian, minat, bakat, motif/ tujuan, kematangan, serta kesiapan. c) Faktor kelelahan Faktor kelelahan dapat berupa kelelahan jasmani dan kelelahan rohani. 2) Faktor Ekstern a) Faktor keluarga Faktor keluarga berupa cara orang tua mendidik, relasi antaranggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, serta latar belakang kebudayaan. b) Faktor sekolah Faktor sekolah berupa metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode belajar, serta tugas rumah. c) Faktor masyarakat Faktor masyarakat berupa kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media, teman bergaul, serta bentuk kehidupan masyarakat. Dari beberapa pengertian yang telah dijabarkan, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu aktivitas mental dan fisik yang mengaitkan konsep dan disertai dengan refleksi perilaku dalam usaha

3 10 memperoleh kecakapan, keterampilan, dan sikap yang dipengaruhi oleh faktor dari dalam maupun dari luar diri seseorang. c. Prestasi Belajar Dalam Kamus Besar bahasa Indonesia (2008: 1101), Prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan melalui mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau nilai yang diberikan oleh guru. Prestasi belajar disebut pula dengan hasil belajar. Menurut Suprijono (2013: 5), hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan. Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan dari berbagai aspek yang ditunjukkan dengan nilai yang diperoleh. Berdasarkan pengertian prestasi, belajar, dan matematika yang telah dijabarkan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar matematika adalah penguasaan pengetahuan tentang bilangan dan pola keteraturan dengan objek tujuan abstrak yang ditunjukkan dengan nilai yang diperoleh. 2. Model Pembelajaran a. Pengertian Model Pembelajaran Menurut Tampubolon (2014: 88), model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar peserta didik untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pembelajaran peserta pendidik dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran. Joyce, Weil, & Calhoun (Warsono & Hariyanto, 2012: 172) menyatakan bahwa model pembelajaran adalah suatu deskripsi dari lingkungan pembelajaran, termasuk perilaku kita sebagai guru di mana model itu diterapkan. Model-model semacam ini banyak kegunaannya,

4 11 mulai dari perencanaan pembelajaran dan perencanaan kurikulum sampai perancangan bahan-bahan pembelajaran, termasuk program-program multimedia. Secara lebih tegas Arends (Warsono & Hariyanto, 2012: 173) mengemukakan bahwa model pembelajaran mengacu kepada suatu pendekatan pembelajaran tertentu termasuk tujuannya, sintaksnya, lingkungannya, dan sistem manajemennya. Pengertian lain tentang model pembelajaran juga disampaikan oleh Mulyatiningsih (2013: 227), menurutnya model pembelajaran merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan penyelenggaraan proses belajar mengajar dari awal sampai akhir. Dalam model pembelajaran sudah mencerminkan penerapan suatu pendekatan, metode, teknik atau taktik pembelajaran sekaligus. Berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa model pembelajaran adalah keseluruhan dari proses pembelajaran yang berisi kerangka konseptual berupa prosedur sistematis pengorganisasian pengalaman peserta didik untuk mencapai tujuan pembelajaran, yang digunakan oleh guru untuk merencanakan dan melaksanakan pembelajaran. Bruce & Weil (Tampubolon, 2014: 88) mengidentifikasi karakteristik model pembelajaran kedalam aspek-aspek sebagai berikut: 1) Sintaks Suatu model pembelajaran memiliki sintaks atau urutan dan/atau tahapan (fase) kegiatan pembelajaran, misalnya bagaimana memulai pembelajaran. 2) Sistem sosial Menggambarkan bentuk kerja sama antar gur-peserta didik dalam pembelajaran. Setiap model memberikan peran yang berbeda pada pendidik dan peserta didik. 3) Prinsip reaksi Bagaimana cara menghargai atau menilai peserta didik dan bagiamna menanggapi apa yang dilakukan oleh peserta didik.

5 12 4) Sistem pendukung Menggambarkan kondisi-kondisi yang diperlukan untuk mendukung keterlaksanaan model pembelajaran. Menurut Arends (Warsono & Hariyanto, 2012: 173), terdapat empat atribut yang melekat pada model pembelajaran yang tidak dimiliki strategi ataupun prosedur pembelajaran yang lain, yaitu: 1) Teori rasional yang koheren seperti yang dinyatakan oleh pencipta atau pengembang teori tersebut. 2) Titik pandang tentang apa dan bagaimana siswa belajar. 3) Perilaku guru yang diharapkan agar mpdel pembelajaran berlangsung baik. 4) Struktur kelas yang diperlukan untuk mencapai luaran pembelajaran yang diinginkan. b. Model pembelajaran Learning Cycle 7E Karplus & Thier (Aziz, 2013: 18) mendefinisikan Learning Cycle adalah suatu model pembelajaran yang berpusat pada peserta belajar. Learning cycle merupakan rangkaian tahap-tahap kegiatan yang diorganisir sedemikian rupa sehingga peserta belajar dapat menguasai sejumlah kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran melalui peran aktivitas siswa. Model Learning Cycle mulai muncul sekitar tahun 1970 oleh Robert Karplus serta merupakan model pembelajaran yang menggunakan pendekatan kontruktivisme. Model Learning Cycle bertujuan untuk membantu mengembangkan berpikir siswa dari berpikir konkrit ke abstrak. Awalnya Learning Cycle hanya terdiri dari tiga fase yaitu preliminary exploration, invention, dan discovery. Pada awalnya model learning cycle ini baru digunakan di program sains sekolah dasar yaitu Science Curriculum Improvement Study (SCIS). Namun kemudian berkembang bahkan sampai ke universitas (Warsono & Hariyanto, 2012: 100).

6 13 Bybee (Aziz, 2013: 19-20) menyatakan, model pembelajaran Learning Cycle tidak berhenti dengan hanya tiga siklus. Pada pertengahan 1980an Biological Science Curriculum Study (BSCS) mengambangkan model learning cycle menjadi lima fase yaitu terdiri dari fase engage, explore, explain, elaborate dan evaluate. Perkembangan ini dilakukan dengan menambahkan fase engage di awal pembelajaran yang bertujuan untuk menggali pengetahuan awal siswa dan fase evaluate ditambahkan di akhir pembelajaran yang bertujuan untuk menilai pemahaman siswa, sedangkan fase pemahaman konsep dan aplikasi konsep diganti dengan istilah baru yaitu explain dan elaborate. Setelah siklus belajar mengalami pengkhususan menjadi 5 tahapan, maka Eisenkraft (2003) mengembangkan siklus belajar menjadi 7 tahapan. Perubahan yang terjadi pada tahapan siklus belajar 5E menjadi 7E terjadi pada fase Enggagemant menjadi 2 tahapan yaitu Elicit dan Enggag, sedangkan pada tahap Elaborate dan Evaluate menjadi 3 tahapan yaitu menjadi Elaborate, Evaluate dan Extend. Perubahan tahapan siklus belajar dari 5E menjadi 7E ditunjukkan pada Gambar 2.1. Gambar 2.1 Perubahan 5E Menjadi 7E

7 14 Menurut Eisenkraft (2003: 58-58), tahapan-tahapan dari Learning Cycle 7E adalah sebagai berikut : 1) Elicit (mendatangkan kemampuan awal), yaitu fase untuk mengetahui sampai dimana pengetahuan awal siswa terhadap pelajaran yang akan dipelajari dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan yang merangsang pengetahuan awal siswa agar timbul respon dari pemikiran siswa serta menimbulkan kepenasaran tentang jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh guru. Fase ini dimulai dengan pertanyaan mendasar yang berhubungan dengan pelajaran yang akan dipelajari dengan mengambil contoh yang mudah yang mudah diketahui siswa seperti kejadian sehari-hari yang secara umum memang terjadi 2) Enggagement (ide, rencana pembelajaran dan pengalaman), yaitu fase dimana siswa dan guru akan saling memberikan informasi dan pengalaman tentang pertanyaan-pertanyaan awal tadi, memberitahukan siswa tentang ide dan rencana pembelajaran sekaligus memotivasi siswa agar lebih berminat untuk mempelajari konsep dan memperhatikan guru dalam mengajar. Fase ini dapat dilakukan dengan demonstrasi, diskusi, membaca, atau aktivitas lain yang digunakan untuk membuka pengetahuan siswa dan mengembangkan rasa keingin tahuan siswa. 3) Explore (menyelidiki), yaitu fase yang membawa siswa untuk memperoleh pengetahuan dengan pengalaman langsung yang berhubungan dengan konsep yang akan dipelajari. Siswa dapat mengobservasi, bertanya, dan menyelidiki konsep dari bahan-bahan pembelajaran yang telah disediakan sebelumnya. 4) Explain (menjelaskan), yaitu fase yang didalamnya berisi ajakan terhadap siswa untuk menjelaskan konsep-konsep dan definisi-definisi awal yang mereka dapatkan ketika fase eksplorasi. Kemudian dari definisi dan konsep yang telah ada didiskusikan sehingga pada akhirnya menuju konsep dan definisi yang lebih formal.

8 15 5) Elaborate (menerapkan), yaitu fase yang bertujuan untuk membawa siswa menerapkan simbol-simbol, definisi-definisi, konsep-konsep, dan keterampilan-keterampilan pada permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan contoh dari pelajaran yang dipelajari. 6) Evaluate (menilai), yaitu fase evaluasi dari hasil pembelajaran yang telah dilakukan. Pada fase ini dapat digunakan berbagai strategi penilaian formal dan informal. Guru diharapkan secara terus menerus dapat mengobservasi dan memperhatikan siswa terhadap kemampuan dan keterampilannya untuk menilai tingkat pengetahuan dan atau kemampuannya, kemudian melihat perubahan pemikiran siswa terhadap pemikiran awalnya. 7) Extend (memperluas), yaitu fase yang bertujuan untuk berpikir, mencari menemukan dan menjelaskan contoh penerapan konsep yang telah dipelajari bahkan kegiatan ini dapat merangsang siswa untuk dapat mencari hubungan konsep yang mereka pelajari dengan konsep lain yang sudah atau belum mereka pelajari. Ketujuh tahapan di atas adalah hal-hal yang harus dilakukan oleh guru dan siswa untuk menerapkan Learning Cycle 7E pada pembelajaran dikelas. Guru dan siswa mempunyai peran masing-masing dalam setiap kegiatan pembelajaran yang dilakukan dengan menggunakan tahapan dari siklus belajar. Arah pembelajaran serta aktivitas guru dan siswa yang dianjurkan oleh National Science Teachers Association (NSTA) dalam setiap tahap dalam Learning Cycle 7E dapat dilihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1. Arah Pembelajaran Learning Cycle 7E Fase 7E Arah Pembelajaran Kegiatan Guru Kegiatan Siswa Elicit Menarik perhatian siswa sebelum pemberian pengetahuan Membantu dalam mentransfer pengetahuan Memfokuskan siswa terhadap materi yang akan dipelajari Mengajukan pertanyaan kepada siswa dengan pertanyaan seperti Memfokuskan diri terhadap apa yang disampaikan oleh guru Mengingat kembali apa yang telah dipelajari

9 16 Fase 7E Arah Pembelajaran Kegiatan Guru Kegiatan Siswa Membantu dalam mentransfer pengetahuan Membangun pengetahuan baru di atas pengetahuan yang telah ada Apa yang kamu pikirkan? atau Apa yang kamu ketahui? yang sesuai dengan permasalahan Menampung semua jawaban siswa Mengajukan pendapat, jawaban berdasarkan pengetahuan sebelumnya atau pengalamannya dalam kehidupan sehari-hari Enggage Memfokuskan pikiran dan perhatian siswa Bertukar informasi dan pengalaman dengan siswa Menyajikan atau demonstrasi atau bercerita tentang fenomena alam yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari Memberikan pertanyaan untuk merangsang motivasi dan keingintahuan siswa Memperhatikan guru ketika menjelaskan atau mendemonstrasika n sebuah fenomena Mencari dari berbagai informasi yang mendukung konsep yang akan dipelajari Memberi pendapat jawaban Explore Melakukan eksperimen Mencatat data, membuat grafik, menginterpretasi hasil Diskusi Guru membimbing dan memeriksa pemahaman siswa Menjelaskan maksud dari pembelajaran yaitu untuk melaksanakan eksperimen atau diskusi Memandu dan membimbing siswa dalam melakukan eksperimen Memberi waktu yang cukup kepada siswa untuk menyelesaikan eksperimen Melakukan eksperimen untuk mendapatkan data Mencatat data, membuat grafik, dan menginterpretasikan hasil Diskusi dalam kelompok untuk menjawab permasalahan yang disajikan dalam LKS Explain Siswa mengkomunikasi kan apa yang telah dieksplorasi secara tertulis dan lisan Membimbing siswa dalam menyiapkan laporan (data dan kesimpulan) eksperimen Menganjurkan Melakukan presentasi dengan cara menjelaskan data yang diperoleh dari hasil Eksperimen

10 17 Fase 7E Arah Pembelajaran Kegiatan Guru Kegiatan Siswa Menyimpulkan hasil eksplorasi siswa untuk Mendengarkan penjelasan menjelaskan laporan eksperimen dengan kata-kata mereka sendiri Memfasilitasi siswa untuk melakukan presentasi laporan eksperimen Mengarahkan siswa pada data dan petunjuk yang diperoleh dari pengalaman sebelumnya atau dari hasil eksperimen untuk mendapatkan kesimpulan kelompok lain Mengajukan pertanyaan terhadap penjelasan kelompok lain Mendengarkan dan memahami penjelasan/klarifika si yang disampaikan oleh guru (jika ada) Menyimpulkan hasil eksperimen berdasarkan data yang telah didapat dan petunjuk (penjelasan) dari guru. Elaborate Evaluate Transfer pembelajaran Aplikasi dari pengetahuan baru yang telah didapatkan Melakukan penilaian: Formatif Summatif Mengajak siswa untuk menggunakan istilah umum Memberikan soal atau permasalahan dengan mengarahkan siswa untuk menyelesaikan Menganjurkan siswa untuk menggunakan konsep yang telah mereka dapatkan Memberikan pengetahuan terhadap konsep yang telah dipelajari Menggunakan istilah umum dan pengetahuan yang baru Menggunakan informasi sebelumnya yang didapat untuk bertanya, mengemukakan pendapat dan membuat keputusan Menerapkan pengetahuan yang baru untuk menyele saikan soal-soal Mengerjakan kuis Menjawab pertanyaan lisan yang diajukan oleh

11 18 Fase 7E Arah Pembelajaran Kegiatan Guru Kegiatan Siswa Informal Formal Melakukan penilaian kerja melalui observasi selama proses pembelajaran Memberikan kuis guru (baik berupa pendapat maupun fakta) Extend Menghubungkan satu konsep ke konsep lain Menghubungkan subjek satu ke subjek lain Memperlihatkan hubungan antara konsep yang dipelajari dengan konsep lain Memberikan pertanyaan untuk membantu siswa melihat hubungan antara konsep yang dipelajari dengan konsep/topik yang lain Mengajukan pertanyaan tambahan yang sesuai dan berhubungan dengan kehidupan sehari-hari sebagai aplikasi konsep dari materi yang dipelajari Membuat hubungan antara konsep yang telah dipelajari dengan kehidupan seharihari sebagai gambaran aplikasi konsep yang nyata Menggunakan pengetahuan dari hasil eksperimen untuk bertanya dan menjawab pertanyaan dari guru, terkait dengan konsep yang dipelajari Berpikir, mencari, menemukan dan menjelaskan contoh penerapan konsep yang telah dipelajari (Aziz, 2013: 23-24) Kelebihan dari model Learning Cycle 7E antara lain: 1) Merangsang siswa untuk mengingat materi pelajaran yang telah mereka dapatkan sebelumnya. 2) Memberikan motivasi kepada siswa untuk menjadi lebih aktif dan menambah rasa keingintahuan siswa. 3) Melatih siswa belajar melakukan konsep melalui kegiatan eksperimen. 4) Melatih siswa untuk menyampaikan secara lisan konsep yang telah mereka pelajari.

12 19 5) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir, mencari, menemukan, dan menjelaskan contoh penerapan konsep yang telah dipelajari. 6) Guru dan siswa menjalankan tahapan-tahapan pembelajaran yang saling mengisi satu sama lainnya. 7) Guru dapat menerapkan model ini dengan metode yang berbeda-beda. Kelemahan model Learning Cycle 7E antara lain: 1) Efektifitas pembelajaran rendah jika guru kurang mengusai materi dan langkah-langkah pembelajaran. 2) Menuntut kesunggahan dan kreativitas guru dalam merancang dan melaksanakan proses pembelajaran. 3) Memerlukan waktu dan tenaga yang lebih banyak dalam menyusun rencana dan melaksanakan pembelajaran Temel, Yilmaz, dan Ozgur (2013) menyatakan bahwa terdapat peningkatan yang signifikan terhadap prestasi belajar mahasiswa dari segi pandang konstruktivis saat menggunakan model Learning Cycle. Hal ini dapat diartikan bahwa proses pembelajaran yang terjadi menjadi lebih baik sehingga model Lerning Cycle 7E merupakan salah satu model yang dapat meningkatkan proses belajar siswa. Pada awalnya model pembelajaran Learning Cycle 7E memang tidak dikembangkan untuk keperluan pengajaran matematika. Namun, dengan memperhatikan tahapan serta proses pembelajaran pada model ini, maka model pembelajaran Learning Cycle 7E dirasa baik untuk digunakan dalam pengajaran matematika karena siswa dituntut untuk dapat mencari dan memahami konsep secara mandiri dan berusaha mengaplikasikan konsep tersebut sehingga pembelajaran matematika yang dialami akan lebih bermakna bagi siswa. Selain itu, model pembelajaran ini juga bertujuan untuk membantu mengembangkan berpikir siswa dari berpikir konkrit ke abstrak yang biasanya sulit untuk pelajaran matematika sehingga model pembelajaran ini baik untuk diterapkan dalam pembelajaran matematika.

13 20 Dalam penelitian ini, langkah dalam model pembelajaran Learning Cycle 7E yang digunakan disajikan dalam Tabel 2.2. Tabel 2.2. Langkah Model Pembelajaran Learning Cycle 7E yang digunakan Fase 7E Kegiatan Siswa Kegiatan Guru Elicit Mengingat kembali materi yang telah dipelajari. Memfokuskan diri terhadap apa yang disampaikan guru. Enggage Memperhatikan guru ketika mendemonstrasikan sebuah fenomena Memberi pendapat jawaban Explore Diskusi dalam kelompok untuk menjawab permasalahan yang disajikan dalam LKS Explain Melakukan presentasi dengan cara menjelaskan data yang diperoleh dari LKS Mendengarkan penjelasan kelompok lain Mengajukan pertanyaan terhadap penjelasan kelompok lain Mendengarkan dan memahami penjelasan/klarifikasi yang disampaikan oleh guru (jika ada) Menyimpulkan hasil eksperimen berdasarkan data yang telah didapat dan petunjuk (penjelasan) dari guru. Menanyakan materi pada pertemuan sebelumnya. Memotivasi siswa dalam rangka memfokuskan siswa. Mendemonstrasikan tentang fenomena alam yang terjadi dalam kehidupan seharihari Memberikan pertanyaan untuk merangsang motivasi dan keingintahuan siswa Membimbing siswa dalam proses memecahkan permasalahan dalam LKS Memberi waktu yang cukup kepada siswa untuk menyelesaikan LKS Membimbing siswa dalam menyiapkan laporan (data dan kesimpulan) dari LKS Memfasilitasi siswa untuk melakukan presentasi hasil LKS Mengarahkan siswa pada data dan petunjuk yang diperoleh dari pengalaman sebelumnya atau dari hasil eksperimen untuk mendapatkan kesimpulan

14 21 Fase 7E Kegiatan Siswa Kegiatan Guru Elaborate Menerapkan pengetahuan yang baru untuk menyele saikan soal-soal Memberikan soal atau permasalahan dengan mengarahkan siswa untuk menyelesaikan Menganjurkan siswa untuk menggunakan konsep yang telah mereka dapatkan Evaluate Mengerjakan kuis Memberikan kuis Extend Membuat hubungan antara konsep yang telah dipelajari dengan kehidupan sehari-hari sebagai gambaran aplikasi konsep yang nyata Menggunakan pengetahuan dari hasil eksperimen untuk menjawab pertanyaan dari guru, terkait dengan konsep yang dipelajari Mengajukan pertanyaan tambahan yang sesuai dan berhubungan dengan kehidupan sehari-hari sebagai aplikasi konsep dari materi yang dipelajari dalam bentuk Tugas Rumah c. Model Pembelajaran Konvensional Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 730), konvensional berarti tradisional. Kemudian dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 1483) kata tradisonal diartikan sebagai menurut tradisi, sedangkan tradisi berarti adat kebiasaan turun-temurun yang masih dijalankan dalam masyarakat. Berdasarkan pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran konvensional adalah model pembelajaran yang berpegang pada kebiasaan yang ada sehingga dapat diartikan pula bahwa model pembelajaran konvensional adalah model pembelajaran yang biasa digunakan di sekolah. Pada materi peluang, guru di SMA Negeri 1 Surakarta menggunakan model pembelajaran langsung. Menurut Arends (Trianto, 2011: 29), model pembelajaran langsung adalah salah satu pendekatan mengajar yang dirancang khusus untuk menunjang proses belajar siswa yang berkaitan dengan pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural yang terstruktur dengan baik yang

15 22 dapat diajarkan dengan pola kegiatan yang bertahap, selangkah demi selangkah. Pembelajaran langsung menurut Kardi (Trianto, 2011: 30) dapat berbentuk ceramah, demonstrasi, pelatihan dan praktek. Pembelajaran langsung digunakan untuk menyampaikan pelajaran yang ditransformasikan langsung oleh guru kepada siswa. Menurut Kardi dan Nur (Trianto, 2011: 31) fase-fase model pembelajaran langsung meliputi: 1) Fase 1, menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa. Guru menjelaskan Tujuan Pembelajaran Khusus, informasi latar belakang pelajaran, pentingnya pelajaran, mempersiapkan siswa untuk belajar. 2) Fase 2, mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilan. Guru mendemonstrasikan keterampilan dengan benar atau menyaikan informasi tahap demi tahap. 3) Fase 3, membimbing pelatihan. Guru merencanakan dan membimbing pelatihan. 4) Fase 4, mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik. Mengecek apakah siswa telah berhasil melakukan tugas dengan baik dan meberikan umpan balik. 5) Fase 5, memberikan kesempatan untuk pelatihan lanjutan dan penerapan. Guru mempersiapkan kesempatan melakukan penelitian lanjutan dengan perhatian khusus pada penerapan situasi lebih kompleks dan kehidupan sehari-hari. Menurut Rachmadi (2004: 34) pembelajaran konvensional (dalam hal ini pembelajaran langsung) memiliki kelebihan diantaranya: 1) Mampu menampung kelas yang besar. 2) Materi yang disampaikan banyak dan terurut. 3) Guru dapat memberi tekanan pada hal-hal yang penting. 4) Kondisi kelas relatif tenang dan teratur.

16 23 5) Kekurangan atau tidak adanya buku pelajaran dan alat bantu pelajaran tidak menghambat dilaksanakannya pelajaran. Adapun kelemahan pembelajaran konvensional yaitu: 1) Pelajaran berjalan membosankan siswa dan siswa menjadi pasif, karena tidak berkesempartan untuk menemukan sendiri konsep yang diajarkan. 2) Kepadatan konsep-konsep yang diberikan dapat berakibat siswa tidak mampu menguasai bahan yang diajarkan. 3) Pengetahuan yang diperoleh melalui metode ini lebih cepat terlupakan. 4) Mematikan kreativitas siswa. 5) Siswa cenderung bersifat individual. Adapun langkah pembelajaran yang digunakan dalam model pembelajaran konvensional pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2.3. Tabel 2.3. Langkah Model Pembelajaran Konvensional yang digunakan Fase Kegiatan Guru Fase 1 Menyampaikan semua tujuan Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa pembelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan mempersiapkan Fase 2 Mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilan Fase 3 Membimbing pelatihan Fase 4 Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik Fase 5 Memberikan kesempatan untuk pelatihan lanjutan dan penerapan siswa belajar Menyajikan informasi kepada siswa dengan metode ceramah Membagi siswa kedalam kelompokkelompok dan meminta siswa mengerjakan LKS yang diberikan, kemudian guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan LKS Meminta beberapa siswa untuk mempresentasikan hasil mereka Memberikan soal-soal latihan untuk dikerjakan di rumah (Tugas Rumah)

17 24 3. Kecerdasan Logis Matematis a. Kecerdasan Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 262) dinyatakan bahwa kecerdasan adalah kesempurnaan perkembangan akal budi (seperti kepandaian, ketajaman pikiran). Kecerdasan disebut juga dengan inteligensi, Thorndike memberi definisi inteligensi sebagai hal yang dapat dinilai dengan taraf ketidaklengkapan daripada kemungkinan-kemungkinan dalam perjuangan hidup individu (Suryabrata, 2008: 125). Sementara itu, Terman memberi definisi inteligensi sebagai kemampuan untuk berfikir abstrak (Suryabrata, 2008: 125). Gardner (Armstrong, 2013: 6) menjelaskan kemampuankemampuan manusia dapat dikelompokkan ke dalam delapan kategori yang komprehensif atau kecerdasan. Armstrong (2014) menyatakan bahwa masing-masing kecerdasan mewakili satu set kemampuan yang dibawa untuk menanggung dua fokus utama yaitu: penyelesaian masalah, dan penciptaan produk-produk budaya yang signifikan. Delapan kecerdasan tersebut adalah: 1) Kecerdasan linguistik 2) Kecerdasan kinestetik-tubuh 3) Kecerdasan spasial 4) Kecerdasan musikal 5) Kecerdasan logis matematis 6) Kecerdasan intrapersonal 7) Kecerdasan interpersonal 8) Kecerdasan naturalis Karena setiap kecerdasan mewakili satu set kemampuan sehingga kecerdasan tertentu akan sangat mempengaruhi pada suatu mata pelajaran tertentu pula. Terkhusus untuk mata pelajaran matematika, dalam proses pembelajarannya akan sangat berkaitan dengan kecerdasan logis matematis.

18 25 b. Kecerdasan Logis Matematis Kecerdasan logis matematis dianggap penting dalam pembelajaran matematika karena dengan adanya kecerdasan ini akan membantu seseorang untuk berfikir logis dan terstruktur sehingga akan mempermudah dalam memahami materi matematika, memahami permasalahan matematika, serta memecahkan masalah matematika. Kecerdasan logis matematis merupakan kemampuan untuk memahami dan menggunakan struktur logika, termasuk pola dan hubungan, dan pernyataan dan proporsi, melalui eksperimen, kuantifikasi, konseptualisasi, dan klasifikasi (Armstrong, 2014: 15). Uno & Umar (2009: 100) mengemukakan bahwa kecerdasan logis matematis berkaitan dengan berhitung atau menggunakan angka dalam kehidupan sehari-hari. Kecerdasan logis matematis menuntut seseorang berfikir secara logis, linier, teratur yang dalam teori belahan otak disebut berfikir konvergen, atau dalam fungsi belahan otak, kecerdasan logis matematis merupakan fungsi kerja otak belahan kiri. Psikolog pendidikan dari Fakultas Psikologi UI, Gagan Hartana mengatakan, kecerdasan matematika diartikan kemampuan menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan kebutuhan matematika sebagai solusinya (Uno & Umar, 2009: 116). Dari yang telah dijabarkan sebelumnya dapat diperoleh kesimpulan bahwa kecerdasan logis matematis adalah kemampuan menyelesaikan permasalahan yang berhubungan dengan angka dan logika secara terstruktur dan logis dalam suatu permasalahan matematika. Menurut Sari (2011: 25) kemampuan dalam kecerdasan logis matematis meliputi : 1) Kemampuan numerik Kemampuan numerik adalah kemampuan yang berhubungan dengan angka, dan kemampuan untuk berhitung serta melakukan operasi matematika. Siswa semacam ini cenderung menyukai aktivitas berhitung dan memiliki kecepatan tinggi mengerjakan perhitungan

19 26 matematika secara tepat. Berdasarkan definisi tersebut dapat dibuat indikator untuk kemampuan numerik yaitu: menggunakan berbagai operasi hitung matematika. 2) Kemampuan konsep aljabar Kemampuan konsep aljabar adalah kemampuan bekerja dalam konsep aljabar untuk menyelesaikan persoalan matematika. Berdasarkan definisi tersebut dapat dibuat indikator untuk kemampuan konsep aljabar yaitu: bekerja dalam konsep aljabar untuk menyelesaikan persoalan matematika. 3) Kemampuan deret bilangan Kemampuan deret bilangan adalah kemampuan mengurutkan, mendeteksi serta menganalisis pola angka-angka tertentu. Berdasarkan definisi tersebut dapat dibuat indikator untuk kemampuan deret bilangan yaitu: mendeteksi suatu barisan angka sehingga dapat menentukan suku yang dicari berdasarkan pola yang mendasarinya. 4) Kemampuan logika (penalaran) Kemampuan logika (penalaran) adalah kemampuan sesorang dalam berpikir secara induktif dan deduktif, berpikir menurut aturan logika, memahami dan serta memecahkan masalah dengan menggunakan kemampuan berpikir. Kemampuan ini meliputi kemampuan menganalisis dan mempelajari sebab akibat terjadinya sesuatu serta menganalisa berbagai permasalahan matematika secara logis. Berdasarkan definisi tersebut dapat dibuat indikator untuk kemampuan logika yaitu: menyelesaikan masalah matematika dengan berpikir secara induktif, deduktif, ataupun dengan aturan logika. 4. Tinjauan Materi Dalam penelitian ini materi yang akan dikaji adalah materi peluang pada sub materi menemukan konsep pecacahan (perkalian, permutasi, dan kombinasi) dan peluang.

20 27 a. Konsep Pencacahan (Perkalian, Permutasi, dan Kombinasi) 1) Aturan Perkalian Jika terdapat k percobaan, dan misalkan n 1 adalah banyaknya kemungkinan percobaan ke-1, n 2 adalah banyaknya kemungkinan percobaan ke-2, sampai n k adalah banyaknya kemungkinan percobaan ke-k, maka banyaknya kemungkinan percobaan ke-1 dan percobaan ke-2 dan sampai percobaan ke-k adalah : 2) Faktorial Definisi: n 1 x n 2 x... x n k a) Jika n adalah bilangan asli maka n! (dibaca n faktorial ) didefinisikan dengan: b) 0! = 1 3) Permutasi n! = n (n -1) (n - 2) (n - 3) Permutasi adalah banyaknya cara penyusunan unsur-unsur yang memperhatikan urutannya. a) Permutasi dengan Unsur yang Berbeda Permutasi k unsur dari n unsur yang tersedia biasa dituliskan atau n P k atau P(n, k) dengan k n. 1) Banyak permutasi n unsur ditentukan dengan aturan = n (n-1) ( n- 2) = n! 2) Banyak permutasi k unsur dari n unsur yang tersedia, dapat ditentukan dengan =! ()! b) Permutasi dengan Unsur-Unsur yang Sama Misalkan dari n unsur terdapat k 1, k 2, k 3,, k n unsur yang sama dengan k 1 + k 2 + k k n n. Banyak permutasi dari unsur tersebut adalah,,,, =!!!!!

21 28 c) Permutasi Siklis Misalkan dari n unsur yang berbeda yang tersusun 4) Kombinasi melingkar. Banyak permutasi siklis dari n unsur tersebut dinyatakan: P siklis (n) = (n-1)! Kombinasi adalah banyaknya cara penyusunan unsur-unsur tanpa memperhatikan urutannya. Kombinasi k unsur dari n unsur biasa dituliskan C atau nck atau C(n, k) atau n. Banyak kombinasi k unsur dari n unsur yang tersedia, tanpa memperhatikan urutan susunannya dapat ditentukan dengan: C =! ()!!, dengan n k; n, k merupakan bilangan asli. 5) Binomial Newton Apabila a dan b adalah peubah yang tidak nol, maka (a+b) disebut suku dua atau binomial dalam a dan b. Untuk n bilangan asli berlaku: b. Peluang 1) Konsep Ruang Sampel (a+b) n = = Ruang sampel adalah himpunan dari semua hasil yang mungkin pada suatu percobaan. 2) Kejadian 3) Peluang Himpunan bagian dari ruang sampel disebut kejadian. a) Peluang suatu kejadian Peluang suatu kejadian A dari ruang sampel S, dituliskan : () = () () Peluang komplemen suatu kejadian (A c ) : P(A) + P(A c ) = 1 atau P(A c ) = 1 - P(A)

22 29 b) Peluang gabungan dua kejadian yang tidak saling lepas Jika diketahui A dan B merupakan dua kejadian yang berbeda sehingga peluang kejadian A B ditentukan menurut aturan : ( ) = () + () ( ) c) Peluang kejadian saling lepas / kejadian saling asing Jika terdapat dua kejadian A dan B, kedua kejadian ini dikatakan saling lepas jika kedua kejadian tersebut tidak mungkin terjadi bersama-sama. Berati = atau ( ) = 0 sehingga peluang kejadian saling asing dapat menggunakan aturan : maka : d) Peluang kejadian saling bebas ( ) = () + () 0 ( ) = () + () Jika terdapat dua kejadian A dan B, kedua kejadian ini dikatakan saling bebas jika terjadinya kejadian A tidak mempengaruhi terjadinya kejadian B begitu pula sebaliknya. Peluang kejadian saling bebas dapat menggunakan aturan berikut : e) Frekuensi harapan ( ) = () x () Dalam serangkaian percobaan, yang dimaksud dengan frekuensi harapan suatu kejadian adalah peluang kejadian tersebut dikalikan banyaknya percobaan, dirumuskan: F H (A) = P(A) x N ; dimana N = banyaknya percobaan f) Peluang dua kejadian bergantung (kejadian bersyarat) Dua kejadian disebut kejadian bersyarat atau kejadian yang bergantung jika terjadi atau tidak terjadinya kejadian A akan mempengaruhi terjadi atau tidak terjadinya kejadian B. Peluang munculnya kejadian A dengan syarat kejadian B telah muncul adalah : atau ( ) = ( ) (), dengan syarat P(B) 0 ( ) = (). ( )

23 30 5. Penelitian yang Relevan Penelitian Intan Monika Wulandari (2015), dalam penelitian yang dilakukan oleh Wulandari ini diperoleh kesimpulan bahwa model pembelajaran Learning Cycle 7E dengan pendekatan scientific memberikan prestasi belajar yang lebih baik jika dibandingkan dengan model konvensional pada materi limit fungsi aljabar. Hal ini berarti model pembelajaran Learning Cycle 7E dengan pendekatan scientific cocok jika digunakan pada materi limit fungsi aljabar. Persamaan antara penelitian Wulandari dengan penelitian ini yaitu metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian eksperimen dan model pembelajaran yang digunakan adalah model pembelajaran Learning Cycle 7E, namun dalam penelitian Wulandari model pembelajaran Learning Cycle 7E dipasangkan dengan pendekatan scientific sedangkan perbedaannya terletak pada variabel bebasnya dan populasinya. Pada penelitian Wulandari variabel bebasnya adalah gaya belajar sedangkan pada penelitian ini menggunakan kecerdasan logis matematis. Populasi pada penelitian Wulandari adalah siswa kelas XI MIPA SMA N 2 Surakarta sedangkan populasi pada penelitian ini adalah siswa kelas XI SMA N 1 Surakarta. Penelitian Mohammad Imam Farisi (2014), dalam penelitian Farisi ini diperoleh kesimpulan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model Learning Cycle lebih dapat membuat mahasiswa aktif dalam pembelajaran dari pada menggunakan model pembelajaran konvensional. Persamaan antara penelitian Farisi dengan penelitian ini yaitu model pembelajaran yang digunakan adalah model pembelajaran Learning Cycle sedangkan perbedaannya terletak pada sudut pandang tujuan penelitian serta populasi penelitian. Pada penelitian Farisi melihat pada sudut pandang keaktifan mahasiswa, sedangkan pada penelitian ini dilihat dari sudut pandang prestasi belajar siswa. Populasi pada penelitian Farisi adalah 47 mahasiswa departemen ilmu sosial angkatan 2013, sedangkan populasi pada penelitian ini adalah siswa kelas XI SMA N 1 Surakarta.

24 31 Penelitian Novi Arum Sari (2011), dalam penelitian yang dilakukan oleh Sari ini diperoleh kesimpulan bahwa tingkat kecerdasan logika matematika siswa memberikan pengaruh yang berbeda terhadap prestasi belajar matematika pada sub materi aturan sinus dan cosinus. Siswa dengan kecerdasan logika matematika tinggi menghasilkan prestasi belajar matematika yang sama baiknya dengan siswa dengan kecerdasan logika matematika sedang dan lebih baik dari siswa dengan kecerdasan logika matematika rendah. Persamaan antara penelitian Sari dengan penelitian ini yaitu metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian eksperimen dan variabel bebas yang digunakan adalah kecerdasan logika matematika siswa. sedangkan perbedaannya terletak pada model pembelajaran yang digunakan dan populasi penelitian. Model pembelajaran yang digunakan dalam penelitian Sari adalah model pembelajaran STAD sedangkan model pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah model pembelajaran Learning Cycle 7E. Populasi pada penelitian Sari adalah siswa kelas X SMA N 5 Surakarta sedangkan populasi pada penelitian ini adalah siswa kelas XI SMA N 1 Surakarta. Penelitian Abdulkadir Tuna dan Ahmet Kacar (2013), dalam penelitian Tuna dan Kacar diperoleh kesimpulan bahwa model Learning Cycle 5E mempengaruhi prestasi siswa dan permanensi ilmu mereka serta dari hasil posttest menunjukkan perbedaan yang signifikan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Persamaan antara penelitian mereka dengan penelitian ini adalah jenis penelitiannya yang merupakan penelitian eksperimental. Perbedaan antaran penelian mereka dengan penelitian ini terletak pada materi serta populasinya. Materi yang digunakan pada penelitian mereka adalah materi trigonometri dan populasinya adalah siswa kelas X di Sekolah Tingkat Atas Anatolian, Kastamonu, Turki, tahun akademik sedangkan materi pada penelitian ini adalah materi peluang dan populasinya adalah siswa kelas XI SMA Negeri 1 Surakarta Tahun Ajaran

25 32 B. Kerangka Berpikir Prestasi belajar siswa merupakan salah satu indikator keberhasilan suatu pembelajaran. Dengan memerhatikan prestasi belajar siswa dapat diketahui sejauh mana tingkat pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari. Prestasi belajar setiap siswa berbeda-beda, hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yang diantaranya adalah faktor dari dalam diri siswa dan faktor dari luar diri siswa. Salah satu faktor yang berasal dari luar diri siswa adalah model pembelajaran yang digunakan guru dalam pembelajaran. Model pembelajaran yang menarik dan mengaktifkan siswa diyakini akan berpengaruh terhadap keberhasilan dalam mengajar, karena pembelajaran yang menarik bagi siswa akan membuat pembelajaran menjadi lebih bermakna. Penggunaan model pembelajaran harus disesuaikan dengan materi yang akan disampaikan karena setiap materi pelajaran memiliki karakter yang berbeda-beda. Penggunaan model pembelajaran yang sesuai dengan materi akan membuat pembelajaran menjadi lebih optimal sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Misalnya pada materi peluang, dalam materi peluang akan terdapat banyak variansi permasalahan yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari, sehingga siswa diharapkan untuk aktif mengembangkan pengetahuannya dengan banyak berlatih memecahkan permasalahan sehari-hari yang berkaitan dengan konsep peluang. Oleh karena itu, diperlukan model pembelajaran yang mengaktifkan siswa serta memfasilitasi siswa untuk memperluas pengetahuannya dalam menerapkan konsep peluang. 1. Kaitan Model Pembelajaran dengan Prestasi Belajar Siswa Berdasarkan hasil penelitian dari Farisi (2014), model pembelajaran Learning Cycle lebih mengaktifkan mahasiswa daripada pada model pembelajaran konvensional dalam proses pembelajaran, dengan demikian kemungkinan besar model ini juga dapat meningkatkan keaktifan siswa. Dari hasil penelitian Tuna dan Kacar (2013) yang menyatakan bahwa model Learning Cycle 5E mempengaruhi prestasi siswa dan permanensi ilmu sehingga penerapan Learning Cycle 7E yang merupakan pengembangan dari Learning Cycle 5E dalam penelitian ini akan membuat prestasi belajar siswa lebih baik jika dibandingkan dengan pembelajaran model pembelajaran

26 33 konvensional. Pada model pembelajaran Leraning Cycle 7E pula, siswa diarahkan untuk mendatangkan konsep awal yang ia miliki lewat suatu permasalahan (tahap elicit); dari konsep awal itu kemudian siswa dengan guru akan saling berbagi informasi tentang pertanyaan yang telah diajukan oleh guru, guru juga harus menyampaikan tujuan dari pembelajaran sehingga siswa mengetahui arah dari pembelajaran yang dilakukan (tahap engangement); kemudian siswa mencari pengetahuan lewat pengalaman langsung yang bisa dilakukan lewat observasi dan penyelidikan terhadap konsep yang mereka pelajari (tahap explore); selanjutnya siswa diminta untuk menjelaskan konsep yang mereka dapatkan kepada teman-temannya (tahap explain); kemudian dari dari konsep yang telah siswa dapatkan diharapkan siswa mampu menggunakan konsep tersebut untuk memecahkan permasalahan (tahap elaborate); setelah melalui semua tahapan tersebut kemudian guru melakukan evaluasi hasil belajar terhadap peserta didik (tahap evaluate); setelah adanya evaluasi kemudian guru memberikan kesempatan bagi siswa untuk memperluas pengetahuannya salah satunya dengan memberikan permasalahan lain dalam kehidupan sehari-hari yang menerapkan konsep yang sedang dipelajari, selain itu siswa diharapkan mampu menghubungkan antar konsep yang sudah ataupun belum ia pelajari (tahap extend). Pada model ini siswa dituntut untuk terus aktif selama proses pembelajaran mulai dari menyelidiki konsep secara mandiri, sampai melakukan presentasi terhadap hasil yang mereka peroleh dari diskusi kelompok. Dengan demikian dapat membantu siswa yang belum jelas untuk memahami materi dan untuk siswa yang berbagi dapat lebih memperdalam materi yang dipelajari. Pada materi peluang, jika pembelajaran dilakukan dengan model pembelajaran Leraning Cycle 7E diharapkan pembelajaran akan menjadi lebih bermakna bagi siswa, karena siswa dihadapkan pada permasalahan sehari-hari yang akan lebih mudah diterima oleh siswa yang dengan tahapan yang ada dalam Learning Cycle 7E diharapkan akan membuat siswa lebih mudah untuk menerima dan memperluas pengetahuannya.

27 34 Dalam penelitian ini, dalam model pembelajaran konvensional tidak ada tahapan dimana siswa melakuan penyelidikan ataupun tahapan yang memfasilitasi siswa untuk memperluas pengetahuannya sehingga jika diterapkan pada materi peluang pembelajaran yang dilakukan siswa dirasa kurang bermakna sehingga diharapkan pembelajaran dengan model pembelajaran Learning Cycle 7E dapat menghasilkan prestasi belajar matematika pada materi peluang yang lebih baik daripada pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran konvensional. Dengan demikian baik tidaknya prestasi belajar dipengaruhi oleh model pembelajaran yang digunakan guru dalam pengelolaan pembelajaran. 2. Kaitan Masing-Masing Tingkat Kecerdasan Logis Matematis dengan Prestasi Belajar Siswa Kecerdasan logis matematis siswa merupakan salah satu faktor dari dalam diri siswa yang mempengaruhi prestasi belajar siswa. Kecerdasan logis matematis siswa adalah kemampuan menyelesaikan permasalahan yang berhubungan dengan angka dan logika secara terstruktur dan logis dalam suatu permasalahan matematika. Oleh karena itu, kecerdasan logis matematis siswa akan menunjang prestasi belajar matematika siswa tersebut. Berdasarkan hasil penelitian Sari (2011) yang menyatakan bahwa tingkat kecerdasan logis matematis siswa memberikan pengaruh yang berbeda terhadap prestasi belajar matematika pada sub materi aturan sinus dan cosinus. Siswa dengan kecerdasan logis matematis tinggi menghasilkan prestasi belajar matematika yang sama baiknya dengan siswa dengan kecerdasan logis matematis sedang dan lebih baik dari siswa dengan kecerdasan logis matematis rendah sehingga untuk materi peluang kemungkinan akan terjadi hal yang sama. Materi peluang sangat membutuhkan kecerdasan logis matematis yang baik, karena dalam materi ini biasanya permasalahan berupa soal cerita sehingga diperlukan logika yang baik untuk mampu memahami dan menyelesaikan permasalahan tersebut. Siswa yang memiliki kecerdasan logis matematis yang berbeda memiliki kemampuan yang berbeda pula dalam

28 35 memahami, menemukan cara, serta menyelesikan suatu permasalahan matematika secara logis. Siswa dengan kecerdasan logis matematis tinggi dan sedang cenderung memiliki kemampuan menghitung yang relatif cepat atau sedang, mareka dapat lebih mudah memahami serta menemukan solusi dari suatu permasalahan matematika secara logis. Apabila terdapat hal yang belum dipahami, siswa cenderung berusaha mencari jawaban atas hal yang kurang dipahaminya sehingga siswa dengan kecerdasan logis matematis yang tinggi dan sedang lebih mudah memahami suatu konsep dalam mata pelajaran matematika dibandingkan dengan siswa yang memiliki kecerdasan logis matematis rendah. Akibatnya, siswa dengan kecerdasan logis matematis tinggi akan menghasilkan prestasi belajar matematika yang sama baiknya dengan siswa dengan kecerdasan logis matematis sedang dan lebih baik dari siswa dengan kecerdasan logis matematis rendah. 3. Kaitan Masing-masing Tingkat Kecerdasan Logis Matematis dengan Prestasi Belajar Ditinjau dari Model Pembelajaran Pada model pembelajaran Learning Cycle 7E yang diterapkan pada materi peluang, siswa dituntut untuk dapat menggunakan kemampuan logis matematis yang ia miliki karena selama proses pembelajaran siswa diminta untuk dapat menyelidiki atau menyimpulkan suatu konsep peluang secara mandiri. Selain itu, siswa juga dituntut untuk dapat mencari jalan keluar terhadap permasalahan yang ada, dimana permasalahan tentang konsep peluang sangat bervariansi sehingga pada pembelajaran dengan model Learning Cycle 7E yang diterapkan pada materi peluang siswa yang memiliki tingkatan kecerdasan logis matematis yang lebih tinggi akan memiliki prestasi yang lebih baik daripada siswa dengan tingkatan kecerdasan logis matematis yang lebih rendah. Pada pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran konvensional yang diterapkan pada materi peluang, siswa tidak diminta untuk menyelidiki konsep peluang yang ia pelajari namun hanya mendiskusikan permasalahan tentang peluang yang diberikan oleh guru sehingga bagi siswa

29 36 dengan kecerdasan logis matematis tinggi dapat menggunakan kemampuan logikanya untuk memahami materi dan dapat menyusun jalan keluar dari permasalahan yang diberikan, selain itu siswa akan cenderung lebih aktif sendiri dalam mengerjakan permasalahan-permasalahan lain untuk dapat ia pecahkan. Ini berbeda dengan siswa dengan tingkat kecerdasan logis matematis sedang dan rendah. Pada siswa dengan tingkat kecerdasan logis matematis sedang dan rendah, siswa cenderung jarang mencari permasalahan lain karena dengan permasalahan yang diberikan oleh guru dirasa sudah cukup sulit untuk diselesaikan karena siswa masih sulit memahami materi. Akibatnya, pada model pembelajaraan konvensional yang diterapkan pada materi peluang, siswa dengan kecerdasan logis matematis tinggi menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik jika dibandingkan dengan siswa dengan kecerdasan logis matematis sedang dan rendah, dan siswa dengan kecerdasan logis matematis sedang menghasilkan prestasi belajar yang sama baiknya dengan siswa dengan kecerdasan logis matematis rendah. 4. Kaitan Model Pembelajaran dengan Prestasi Belajar Ditinjau dari Masing-Masing Tingkat Kecerdasan Logis Matematis Pada umumnya siswa dengan kemampuan logis matematis tinggi memiliki kemampuan yang tinggi dalam menentukan jalan keluar dari suatu permasalah dan dapat menggunakan logika dalam menyelesaikan masalah matematika. Jiak melihat pada materi peluang yang memerlukan logis matematis yang baik maka siswa dengan kecerdasan logis matematis tinggi akan lebih mudah mudah memahami serta menyelesaikan permasalahan yang diberikan meskipun dengan model pembelajaran yang berbeda. Akibatnya siswa dengan tingkat kecerdasan logis matematis tinggi akan menghasilkan prestasi belajar yang sama baiknya apabila dilakukan pembelajaran dengan menggunakan model yang berbeda. Pada tingkat kecerdasan logis matematis sedang maupun rendah yang menggunakan model pembelajaran Learning Cycle 7E akan menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik bila dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional. Hal ini terjadi karena model pembelajaran Learning Cycle 7E

30 37 memfasilitasi siswa untuk menyelidiki sendiri konsep tentang peluang sehingga siswa dengan logis matematis sedang dan rendah akan merasa pembelajaran lebih bermakna sehingga membuat mereka lebih mudah untuk memahami konsep tentang peluang. Selain itu, terdapat fase extend (memperluas) yang membuat siswa menyelesaikan permasalahan-permasalahan lain yang merupakan terapan dari konsep sehingga akan lebih membuat siswa paham terhadap materi peluang. Sehingga pada masing-masing tingkat kecerdasan logis matematis yang berbeda apabila dilakukan pembelajaran dengan model yang berbeda akan menghasilkan prestasi belajar yang berbeda pula. Berdasarkan pemikiran-pemikiran tersebut, dapat diasumsikan bahwa model pembelajaran Learning Cycle 7E dan kecerdasan logis matematis siswa berperan dalam menentukan tingkat penguasaan materi pada mata pelajaran matematika yang tercermin dalam prestasi belajar matematikanya. C. Hipotesis Berdasarkan pada rumusan masalah dan tinjauan pustaka serta kerangka pemikiran yang telah dijabarkan sebelumnya maka dalam penelitian ini diajukan hipotesis sebagai berikut: 1. Pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran Learning Cycle 7E menghasilkan pretasi belajar yang lebih baik jika dibandingkan dengan menggunakan model pembelajaran konvensional pada materi peluang. 2. Siswa dengan kecerdasan logis matematis tinggi menghasilkan prestasi belajar yang sama baiknya dengan siswa kecerdasan logis matematis sedang; serta siswa dengan kecerdasan logis matematis tinggi dan sedang menghasilkan prestasi belajar matematika lebih baik dari pada siswa dengan kecerdasan logis matematis rendah pada materi peluang. 3. Pada model pembelajaran Cycle 7E, siswa dengan kecerdasan logis matematis tinggi menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik jika dibandingkan dengan siswa dengan kecerdasan logis matematis sedang dan rendah, dan siswa dengan kecerdasan logis matematis sedang menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik jika dibandingkan dengan siswa dengan kecerdasan logis matematis

31 38 rendah dalam pembelajaran pada materi peluang. Pada model pembelajaran konvensional, siswa dengan kecerdasan logis matematis tinggi menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik jika dibandingkan dengan siswa dengan kecerdasan logis matematis sedang dan rendah, dan siswa dengan kecerdasan logis matematis sedang menghasilkan prestasi belajar yang sama baiknya dengan siswa dengan kecerdasan logis matematis rendah dalam pembelajaran pada materi peluang. 4. Pada siswa dengan kecerdasan logis matematis tinggi, siswa yang memperoleh model pembelajaran Learning Cycle 7E menghasilkan prestasi belajar yang sama jika dibandingkan dengan siswa yang memperoleh model pembelajaran konvensional; pada siswa dengan kecerdasan logis matematis sedang dan rendah, siswa yang memperoleh model pembelajaran Learning Cycle 7E menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik jika dibandingkan dengan siswa yang memperoleh model pembelajaran konvensional dalam pembelajaran pada materi peluang.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu aspek yang penting dalam kehidupan. Negara yang maju pastilah memiliki tingkat pendidikan yang baik. Indonesia sebagai negara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Belajar merupakan kebutuhan manusia. Dengan belajar manusia dapat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Belajar merupakan kebutuhan manusia. Dengan belajar manusia dapat 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoretis 1. Belajar Belajar merupakan kebutuhan manusia. Dengan belajar manusia dapat mengembangkan pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, nilai, sikap, dan tingkah laku.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu proses pembelajaran. Perubahan yang terjadi pada siswa sejatinya

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu proses pembelajaran. Perubahan yang terjadi pada siswa sejatinya 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoretis 1. Hasil Belajar Seseorang akan mengalami perubahan pada tingkah laku setelah melalui suatu proses pembelajaran. Perubahan yang terjadi pada siswa sejatinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan kurikulum pendidikan yang digunakan mengacu pada sistem pendidikan nasional. Pada saat penelitian ini dilakukan, kurikulum yang digunakan dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kajian Teori

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kajian Teori BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Prestasi Belajar Matematika a. Pengertian Prestasi Pengertian prestasi yang disampaikan oleh para ahli sangatlah bermacammacam dan bervariasi. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. a. Pengertian Pembelajaran Langsung

BAB II KAJIAN PUSTAKA. a. Pengertian Pembelajaran Langsung BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Kajian Pembelajaran Langsung a. Pengertian Pembelajaran Langsung Menurut Arends (1997) model pengajaran langsung adalah salah satu pendekatan mengajar yang dirancang

Lebih terperinci

2014 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN SIKLUS BELAJAR (LEARNING CYCLE) 5E UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN GENERALISASI MATEMATIS SISWA SMP

2014 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN SIKLUS BELAJAR (LEARNING CYCLE) 5E UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN GENERALISASI MATEMATIS SISWA SMP BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini, kemampuan bersaing dalam dunia pendidikan sangat diutamakan sebagai tolok ukur perkembangan negara-negara maju. Persaingan yang sportif dalam pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak lagi terbatas oleh jarak dan waktu. Perkembangan ini menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. tidak lagi terbatas oleh jarak dan waktu. Perkembangan ini menyebabkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Saat ini perkembangan Teknologi Informasi Dan Komunikasi (TIK) semakin berkembang dengan sangat pesat, hal tersebut dapat terlihat dari semakin mudahnya seseorang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Efektivitas Pembelajaran. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 284) efektivitas

BAB II KAJIAN TEORI. A. Efektivitas Pembelajaran. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 284) efektivitas BAB II KAJIAN TEORI A. Efektivitas Pembelajaran Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 284) efektivitas berasal dari kata dasar efektif yang artinya dapat membawa hasil atau berhasil guna. Mulyasa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah sesuatu yang memiliki pengaruh atau akibat yang ditimbulkan, manjur, membawa hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memahami apa yang terjadi di lingkungan sekitar (Sirhan, 2007:1). Ilmu kimia

BAB I PENDAHULUAN. memahami apa yang terjadi di lingkungan sekitar (Sirhan, 2007:1). Ilmu kimia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu kimia merupakan salah satu cabang IPA yang penting yang berusaha memahami apa yang terjadi di lingkungan sekitar (Sirhan, 2007:1). Ilmu kimia mempelajari tentang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoritis 1. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) PBL merupakan model pembelajaran yang efektif untuk pengajaran proses berpikir tingkat tinggi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Agus Latif, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Agus Latif, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006, salah satu tujuan yang hendak dicapai dalam sebuah proses pembelajaran fisika adalah: Menguasai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran Matematika 2.1.1.1 Pengertian Matematika Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fisika merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. Fisika merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang berkaitan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fisika merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang berkaitan dengan cara mencari tahu tentang fenomena alam secara sistematis, sehingga proses pembelajarannya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Pengertian Kemampuan Pemahaman Konsep. konsep. Menurut Sudjiono (2013) pemahaman atau comprehension dapat

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Pengertian Kemampuan Pemahaman Konsep. konsep. Menurut Sudjiono (2013) pemahaman atau comprehension dapat 6 BAB II KAJIAN TEORITIK A. Kemampuan Pemahaman Konsep 1. Pengertian Kemampuan Pemahaman Konsep Pemahaman konsep terdiri dari dua kata yaitu pemahaman dan konsep. Menurut Sudjiono (2013) pemahaman atau

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbedaan Gain yang signifikan antara keterampilan proses sains awal. dengan keterampilan proses sains setelah pembelajaran.

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbedaan Gain yang signifikan antara keterampilan proses sains awal. dengan keterampilan proses sains setelah pembelajaran. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat keberhasilan dari suatu proses pembelajaran. Pembelajaran dikatakan efektif

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Robert Karplus. Learning cycle merupakan rangkaian dari tahap-tahap kegiatan

BAB II KAJIAN TEORI. Robert Karplus. Learning cycle merupakan rangkaian dari tahap-tahap kegiatan BAB II KAJIAN TEORI A. Learning Cycle 5E ( LC 5E) 1. Sejarah Learning Cycle 5E Model pembelajaran Learning cycle pertama kali diperkenalkan oleh Robert Karplus. Learning cycle merupakan rangkaian dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Matematika memiliki peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. Matematika memiliki peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika memiliki peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan. Banyak permasalahan dan kegiatan dalam hidup yang harus diselesaikan dengan menggunakan ilmu matematika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejalan dengan kemajuan jaman, tentunya pengetahuan semakin berkembang. Supaya suatu negara bisa lebih maju, maka negara tersebut perlu memiliki manusia-manusia yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Belajar merupakan perkembangan yang dialami oleh seseorang menuju kearah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Belajar merupakan perkembangan yang dialami oleh seseorang menuju kearah 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Belajar dan Pembelajaran Kooperatif 1. Teori Belajar Belajar merupakan perkembangan yang dialami oleh seseorang menuju kearah yang lebih baik. Menurut Sardiman (1986: 22), secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai peranan penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas maka dari itu sudah sejak lama pemerintah telah melakukan berbagai

Lebih terperinci

2014 PEMBELAJARAN BERMOD EL SIKLUS BELAJAR 7E UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS D AN PENGUASAAN KONSEP SISWA PAD A MATERI HID ROKARBON

2014 PEMBELAJARAN BERMOD EL SIKLUS BELAJAR 7E UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS D AN PENGUASAAN KONSEP SISWA PAD A MATERI HID ROKARBON BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan dunia pendidikan dewasa ini semakin pesat. Pemerintah berusaha untuk mengembangkan dunia pendidikan dengan berbagai usaha. Usahausaha yang dilakukan pemerintah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penalaran menurut ensiklopedi Wikipedia adalah proses berpikir yang bertolak

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penalaran menurut ensiklopedi Wikipedia adalah proses berpikir yang bertolak II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Kemampuan Penalaran Matematis Penalaran menurut ensiklopedi Wikipedia adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (observasi empirik) yang menghasilkan

Lebih terperinci

BAB II STUDI LITERATUR

BAB II STUDI LITERATUR BAB II STUDI LITERATUR A. Kajian Teori 1. Kemampuan Koneksi Matematis Koneksi dapat diartikan sebagai keterkaitan, sehingga koneksi matematis dapat diartikan sebagai keterkaitan dalam matematika, baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Riva Lesta Ariany, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Riva Lesta Ariany, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika merupakan salah satu pelajaran yang penting untuk dipelajari, oleh sebab itu matematika diajarkan disetiap jenjang pendidikan. Pada jenjang sekolah menengah,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Belajar Aunurrahman ( 2012 : 35 ) belajar adalah suatu proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori Pada sub bab ini, peneliti akan membahas mengenai teori - teori yang berkaitan dengan variabel yang sudah ditentukan. Adapaun teori yang berkaitan dengan variabel

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran 1. Pengertian Model Pembelajaran Model pembelajaran merupakan salah satu faktor penting dalam pembelajaran yang digunakan oleh guru demi tercapainya keberhasilan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. keterampilan-keterampilan tertentu yang disebut keterampilan proses. Keterampilan Proses menurut Rustaman dalam Nisa (2011: 13)

II. TINJAUAN PUSTAKA. keterampilan-keterampilan tertentu yang disebut keterampilan proses. Keterampilan Proses menurut Rustaman dalam Nisa (2011: 13) 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoritis 1. Keterampilan Berkomunikasi Sains Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) sebagai proses dan sekaligus sebagai produk. Seseorang mampu mempelajari IPA jika

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Matematika merupakan cabang ilmu pengetahuan eksak yang digunakan hampir

II. TINJAUAN PUSTAKA. Matematika merupakan cabang ilmu pengetahuan eksak yang digunakan hampir II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Hakikat Matematika Matematika merupakan cabang ilmu pengetahuan eksak yang digunakan hampir pada semua bidang ilmu pengetahuan. Menurut Suherman (2003:15), matematika

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan pembelajaran ialah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan pembelajaran ialah 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoritis 1. Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan pembelajaran ialah menentukan model atau metode mengajar tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Komponen penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berpikir yang melibatkan berpikir konkret (faktual) hingga berpikir abstrak tingkat

BAB I PENDAHULUAN. berpikir yang melibatkan berpikir konkret (faktual) hingga berpikir abstrak tingkat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan bagi kehidupan manusia diera global seperti saat ini menjadi kebutuhan yang amat menentukan bagi masa depan seseorang dalam kehidupannya, yang menuntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan ilmu yang memiliki peranan penting terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, selain itu matematika juga mempunyai peran dalam

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Gagne (Ruseffendi, 2006, hlm. 335) mengatakan, Pemecahan masalah adalah tipe belajar yang tingkatnya paling tinggi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang diajarkan pada setiap jenjang pendidikan, matematika diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam rangka mengembangkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Koneksi berasal dari kata dalam bahasa inggris Connection, yang

BAB II LANDASAN TEORI. Koneksi berasal dari kata dalam bahasa inggris Connection, yang BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Koneksi Matematika Koneksi berasal dari kata dalam bahasa inggris Connection, yang berarti hubungan atau kaitan. Kemampuan koneksi matematika dapat diartikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Pada bagian ini akan diuraikan mengenai latar belakang penelitian, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penjelasan istilah, dan struktur organisasi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hasil Belajar Hasil belajar merupakan suatu puncak proses belajar. Hasil belajar tersebut terjadi terutama berkat evaluasi guru. Hasil belajar dapat berupa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perilakunya karena hasil dari pengalaman.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perilakunya karena hasil dari pengalaman. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Belajar Banyak ahli pendidikan yang mengungkapkan pengertian belajar menurut sudut pandang mereka masing-masing. Berikut ini kutipan pendapat beberapa ahli pendidikan tentang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. KAJIAN TEORI 1. Hasil Belajar Hasil belajar adalah perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya seluruh aspek potensi kemanusiaan saja (Suprijono, 2006). Hasil belajar adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. arah yang positif baik bagi dirinya maupun lingkungannya. Pendidikan bukan

BAB I PENDAHULUAN. arah yang positif baik bagi dirinya maupun lingkungannya. Pendidikan bukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan berfungsi membantu siswa dalam perkembangan dirinya, yaitu pengembangan semua potensi, kecakapan, serta karakteristik pribadinya ke arah yang positif baik

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran Konstruktivisme Menurut Depdiknas (2004), model merupakan suatu konsep untuk mengajar suatu materi dalam mencapai tujuan tertentu. Joyce & Weil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan kerja keras sedini mungkin. Walaupun hal tersebut telah diupayakan, namun

BAB I PENDAHULUAN. dan kerja keras sedini mungkin. Walaupun hal tersebut telah diupayakan, namun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan yang dilaksanakan di Indonesia bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia. Tujuan tersebut hanya dapat dicapai manakala ditunjang oleh usaha

Lebih terperinci

DATAR MELALUI METODE STAD. Winarni

DATAR MELALUI METODE STAD. Winarni Dinamika: Jurnal Praktik Penelitian Tindakan Kelas Pendidikan Dasar & Menengah ISSN 0854-2172 SD Negeri 01 Rembun Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah Abstrak Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS TINDAKAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS TINDAKAN 4 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hasil Belajar Hasil belajar merupakan suatu puncak proses belajar. Hasil belajar tersebut terjadi terutama berkat evaluasi guru.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fisika merupakan bagian dari ilmu pengetahuan alam (IPA) yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. Fisika merupakan bagian dari ilmu pengetahuan alam (IPA) yang terdiri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fisika merupakan bagian dari ilmu pengetahuan alam (IPA) yang terdiri dari pengetahuan dan proses. IPA membahas tentang gejala-gejala alam yang disusun secara

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS

BAB II KAJIAN TEORETIS BAB II KAJIAN TEORETIS A. Kajian Teori 1. Model Pembelajaran Search, Solve, Create, and Share (SSCS) Model pembelajaran Search, Solve, Create, and Share (SSCS) pertama kali dikembangkan oleh Pizzini tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sarina Hanifah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sarina Hanifah, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Era baru saat ini dicirikan oleh berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi yang demikian cepat. Akibat dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lebih kearah penanaman pengetahuan tentang konsep-konsep dasar, sebagaimana para saintis merumuskan hukum-hukum dan prinsip-prinsip

BAB I PENDAHULUAN. lebih kearah penanaman pengetahuan tentang konsep-konsep dasar, sebagaimana para saintis merumuskan hukum-hukum dan prinsip-prinsip 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan IPA diarahkan untuk mencari tahu dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Elly Hafsah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Elly Hafsah, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Di dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), dikatakan bahwa pembelajaran fisika sebagai bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), merupakan mata pelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, secara eksplisit menyatakan dalam pasal 1 ayat 1, bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan

Lebih terperinci

2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN LOGIS MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP MELALUI LEARNING CYCLE 5E DAN DISCOVERY LEARNING

2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN LOGIS MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP MELALUI LEARNING CYCLE 5E DAN DISCOVERY LEARNING BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan ilmu yang berperan penting dalam kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK), sehingga perkembangan matematika menjadi sesuatu yang

Lebih terperinci

C026 PENGARUH MODEL LEARNING CYCLE 7E TERHADAP MOTIVASI BELAJAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN BIOLOGI

C026 PENGARUH MODEL LEARNING CYCLE 7E TERHADAP MOTIVASI BELAJAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN BIOLOGI C026 PENGARUH MODEL LEARNING CYCLE 7E TERHADAP MOTIVASI BELAJAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN BIOLOGI Wawan Sutrisno 1, Sri Dwiastuti 2, Puguh Karyanto 3 1,2,3 Pendidikan Biologi FKIP Universitas Sebelas Maret

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Berbicara mengenai kemampuan berpikir kreatif terlebih dahulu akan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Berbicara mengenai kemampuan berpikir kreatif terlebih dahulu akan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kemampuan Berpikir Kreatif 2.1.1 Pengertian Berpikir Berbicara mengenai kemampuan berpikir kreatif terlebih dahulu akan dijelaskan sepintas tentang definisi berpikir itu sendiri.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelajaran sains yang kurang diminati dan membosankan. Banyak siswa yang

BAB I PENDAHULUAN. pelajaran sains yang kurang diminati dan membosankan. Banyak siswa yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Materi fisika dalam IPA terpadu pada dasarnya merupakan salah satu pelajaran sains yang kurang diminati dan membosankan. Banyak siswa yang menganggap pelajaran

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 5 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Strategi Pembelajaran Aktif Tipe Everyone Is Teacher Here (ETH) a. Pengertian Tipe Everyone Is Teacher Here (ETH) Strategi pembelajaran aktif adalah suatu pembelajaran

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Teori 1. Kajian Tentang Model Pembelajaran Cooperative Learning a. Pengertian Model Pembelajaran Menurut Agus Suprijono (2009: 46) mengatakan bahwa model pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan oleh seorang guru. Dewasa ini, telah banyak model pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan oleh seorang guru. Dewasa ini, telah banyak model pembelajaran 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran adalah hal yang memiliki posisi penting di dalam peningkatan mutu pendidikan. Oleh karena itu, pencarian suatu metode dan model pembelajaran yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam suatu pembelajaran terdapat dua aktivitas inti yaitu belajar dan mengajar. Menurut Hermawan, dkk. (2007: 22), Belajar merupakan proses perubahan perilaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari bahasa Yunani, yaitu paedagogiek. Pais artinya anak, gogos artinya

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari bahasa Yunani, yaitu paedagogiek. Pais artinya anak, gogos artinya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Makna pendidikan secara sederhana dapat diartikan sebagai usaha sadar yang dilakukan oleh manusia dewasa untuk membina kepribadian anak didik yang belum dewasa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. setiap manusia akan selalu berusaha untuk menambahi ilmu pengetahuannya.

II. TINJAUAN PUSTAKA. setiap manusia akan selalu berusaha untuk menambahi ilmu pengetahuannya. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Belajar Ilmu pengetahuan sangat penting bagi kehidupan seseorang dengan ilmu pengetahuan seseorang akan berpikir lebih maju dari sebelumnya. Oleh karena itu, setiap

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian eksperimen ini dilakukan di SMP Muhammadiyah 10 Yogyakarta. Penelitian ini dilakukan dari tanggal 15 April 2016 sampai dengan 2 Mei

Lebih terperinci

EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN MISSOURI MATHEMATICS PROJECT

EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN MISSOURI MATHEMATICS PROJECT EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN MISSOURI MATHEMATICS PROJECT (MMP) PADA MATERI POKOK LUAS PERMUKAAN SERTA VOLUME PRISMA DAN LIMAS DITINJAU DARI KEMAMPUAN SPASIAL SISWA KELAS VIII SEMESTER GENAP SMP NEGERI

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Belajar Matematika

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Belajar Matematika 4 BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Hakekat Pembelajaran Matematika 2.1.1. Pengertian Belajar Belajar adalah proses pemberian pengalaman belajar kepada peserta didik melalui serangkaian kegiatan yang terencana

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR digilib.uns.ac.id BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR A. Kajian Pustaka 1. Berpikir Purwanto (2011: 43) menyatakan bahwa berpikir adalah satu keaktifan pribadi manusia yang mengakibatkan penemuan

Lebih terperinci

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE BERBASIS EKSPERIMEN TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK ZAT DAN WUJUDNYA

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE BERBASIS EKSPERIMEN TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK ZAT DAN WUJUDNYA PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE BERBASIS EKSPERIMEN TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK ZAT DAN WUJUDNYA Eva M. Ginting dan Harin Sundari Jurusan Fisika, FMIPA Universitas Negeri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lingkungannya (Slameto, 2010). Menurut Gredler dalam Aunurrahman. sebelumnya tidak mengetahui sesuatu menjadi mengetahui.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lingkungannya (Slameto, 2010). Menurut Gredler dalam Aunurrahman. sebelumnya tidak mengetahui sesuatu menjadi mengetahui. 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Hakikat Belajar dan Pembelajaran Belajarmerupakan suatu proses usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan,

Lebih terperinci

ANALISIS KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA SMA KELAS XI PADA MATERI HIDROLISIS GARAM DENGAN MODEL LEARNING CYCLE 5E DAN METODE PRAKTIKUM

ANALISIS KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA SMA KELAS XI PADA MATERI HIDROLISIS GARAM DENGAN MODEL LEARNING CYCLE 5E DAN METODE PRAKTIKUM SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA V Kontribusi Kimia dan Pendidikan Kimia dalam Pembangunan Bangsa yang Berkarakter Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan PMIPA FKIP UNS Surakarta, 6 April 2013

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan setiap manusia sepanjang hidupnya. Pendidikan dapat diartikan sebagai proses kegiatan mengubah perilaku individu kearah kedewasaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Learning Cycle (LC) adalah suatu model pembelajaran yang berpusat pada

II. TINJAUAN PUSTAKA. Learning Cycle (LC) adalah suatu model pembelajaran yang berpusat pada II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Learning Cycle 5E (LC 5E) Learning Cycle (LC) adalah suatu model pembelajaran yang berpusat pada pebelajar (student centered). LC merupakan rangkaian tahap-tahap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah suatu proses membantu manusia dalam mengembangkan dirinya sehingga mampu menghadapi segala perubahan dan permasalahan dengan sikap terbuka dan kreatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dari waktu ke waktu semakin pesat. Perkembangan ini tidak terlepas dari peranan dunia pendidikan, karena melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Paradigma pendidikan yang dikembangkan saat ini dalam kurikulum 2013 adalah

BAB I PENDAHULUAN. Paradigma pendidikan yang dikembangkan saat ini dalam kurikulum 2013 adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Paradigma pendidikan yang dikembangkan saat ini dalam kurikulum 2013 adalah paradigma konstruktivis. Pandangan konstruktivis menekankan pada keaktifan siswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permen 23 Tahun 2006 (Wardhani, 2008:2) disebutkan bahwa tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Permen 23 Tahun 2006 (Wardhani, 2008:2) disebutkan bahwa tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada kurikulum berbasis kompetensi yang tertuang dalam lampiran Permen 23 Tahun 2006 (Wardhani, 2008:2) disebutkan bahwa tujuan pembelajaran matematika adalah:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Hasil Belajar

BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Hasil Belajar BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Hasil Belajar Hasil belajar merupakan perubahan yang diperoleh siswa setelah mengalami aktivitas belajar. Perubahan yang diperoleh tersebut tergantung pada apa yang dipelajari oleh

Lebih terperinci

II. KAJIAN PUSTAKA. Efektivitas dalam bahasa Indonesia merujuk pada kata dasar efektif yang diartikan

II. KAJIAN PUSTAKA. Efektivitas dalam bahasa Indonesia merujuk pada kata dasar efektif yang diartikan II. KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Efektivitas Pembelajaran Efektivitas dalam bahasa Indonesia merujuk pada kata dasar efektif yang diartikan ada efeknya, akibatnya, pengaruhnya, kesannya, atau

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas berasal dari kata efektif yang berarti dapat membawa hasil atau

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas berasal dari kata efektif yang berarti dapat membawa hasil atau II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Efektivitas Pembelajaran Efektivitas berasal dari kata efektif yang berarti dapat membawa hasil atau berdaya guna. Efektivitas dapat dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Informasi dari berbagai media massa, baik media cetak atau elektronika sering dikemukakan bahwa mutu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Informasi dari berbagai media massa, baik media cetak atau elektronika sering dikemukakan bahwa mutu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Informasi dari berbagai media massa, baik media cetak atau elektronika sering dikemukakan bahwa mutu pendidikan di Indonesia masih tergolong rendah terutama

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. pembelajaran matematika. Dengan pemahaman, siswa dapat lebih mengerti akan

TINJAUAN PUSTAKA. pembelajaran matematika. Dengan pemahaman, siswa dapat lebih mengerti akan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Pemahaman Konsep Matematis Pemahaman konsep matematis merupakan salah satu tujuan penting dalam pembelajaran matematika. Dengan pemahaman, siswa dapat lebih mengerti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kualitas suatu bangsa dan negara sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikannya. Setiap bangsa yang ingin berkualitas selalu berupaya untuk meningkatkan tingkat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS. sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan

BAB II KAJIAN TEORITIS. sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan 9 BAB II KAJIAN TEORITIS A. Konsep Teoritis 1. Belajar dan hasil belajar Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Menurut Komalasari (2013:58-59) pembelajaran berbasis masalah adalah:

BAB II KAJIAN TEORI. Menurut Komalasari (2013:58-59) pembelajaran berbasis masalah adalah: BAB II KAJIAN TEORI A. Model Pembelajaran Berbasis Masalah 1. Definisi Model Pembelajaran Berbasis Masalah Menurut Komalasari (2013:58-59) pembelajaran berbasis masalah adalah: Model pembelajaran yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Alam semesta beserta isinya diciptakan untuk memenuhi semua kebutuhan makhluk hidup yang ada di dalamnya. Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. saling berkaitan. Dalam kegiatan pembelajaran terjadi proses interaksi (hubungan timbal

II. TINJAUAN PUSTAKA. saling berkaitan. Dalam kegiatan pembelajaran terjadi proses interaksi (hubungan timbal II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Inquiri Terbimbing Pembelajaran merupakan suatu proses yang kompleks dan melibatkan berbagai aspek yang saling berkaitan. Dalam kegiatan pembelajaran terjadi proses

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Rahmawati, 2013:9). Pizzini mengenalkan model pembelajaran problem solving

BAB II KAJIAN TEORI. Rahmawati, 2013:9). Pizzini mengenalkan model pembelajaran problem solving BAB II KAJIAN TEORI A. Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis, Model Pembelajaran Search, Solve, Create and Share (SSCS), Pembelajaran Konvensional dan Sikap 1. Model Pembelajaran Search, Solve, Create and

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. merupakan keberhasilan dari suatu usaha atau tindakan, dalam hal ini efektivitas dapat

II. TINJAUAN PUSTAKA. merupakan keberhasilan dari suatu usaha atau tindakan, dalam hal ini efektivitas dapat II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah sesuatu yang memiliki pengaruh atau akibat yang ditimbulkan, manjur, membawa hasil

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) 7 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) a. Pengertian Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) Ibrahim dan Nur (Rusman,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah kualitas pendidikan atau hasil belajar siswa merupakan topik yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. masalah kualitas pendidikan atau hasil belajar siswa merupakan topik yang sangat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah pendidikan senantiasa menjadi topik yang menarik untuk dibicarakan dan ditemukan solusinya. Di antara berbagai masalah yang ada, masalah kualitas pendidikan

Lebih terperinci

PENERAPAN PEMBELAJARAN BERBASIS PAIKEM PADA PELAJARAN MATEMATIKA MATERI DIFERENSIAL UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS XI IPA3 SMAN I PALOPO

PENERAPAN PEMBELAJARAN BERBASIS PAIKEM PADA PELAJARAN MATEMATIKA MATERI DIFERENSIAL UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS XI IPA3 SMAN I PALOPO Prosiding Seminar Nasional Volume 2, Nomor 1 ISSN 2443-119 PENERAPAN PEMBELAJARAN BERBASIS PAIKEM PADA PELAJARAN MATEMATIKA MATERI DIFERENSIAL UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS XI IPA3 SMAN

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Model Pembelajaran 2.1.1.1 Pengertian Model Pembelajaran Model pembelajaran dapat diartikan sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan sehari- hari maupun dalam ilmu pengetahuan.

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan sehari- hari maupun dalam ilmu pengetahuan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika merupakan cabang ilmu pengetahuan yang sangat berperan dalam perkembangan dunia. Matematika sangat penting untuk mengembangkan kemampuan dalam pemecahan

Lebih terperinci

PENERAPAN DISCOVERY LEARNING DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR RUANG DIMENSI TIGA PADA SISWA SMAN 8 MATARAM

PENERAPAN DISCOVERY LEARNING DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR RUANG DIMENSI TIGA PADA SISWA SMAN 8 MATARAM PENERAPAN DISCOVERY LEARNING DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR RUANG DIMENSI TIGA PADA SISWA SMAN 8 MATARAM Tari Asdiati 1 & Agusfianuddin 2 1 Pemerhati Pendidikan Matematika

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Problem Based Instruction (PBI)

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Problem Based Instruction (PBI) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Problem Based Instruction (PBI) Pembelajaran hakikatnya adalah usaha sadar dari seseorang guru untuk membelajarkan siswanya (mengarahkan interaksi siswa dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Teori Belajar yang Melandasi Problem Based Learning

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Teori Belajar yang Melandasi Problem Based Learning 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Teori Belajar yang Melandasi Problem Based Learning Teori yang melandasi Problem Based Learning adalah teori Vygotsky, Bruner dan Dewey. Teori Vgostky menjelaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu langkah untuk merubah sikap, tingkah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu langkah untuk merubah sikap, tingkah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu langkah untuk merubah sikap, tingkah laku bahkan pola pikir seseorang untuk lebih maju dari sebelum mendapatkan pendidikan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang seacara harfiah berarti

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang seacara harfiah berarti 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Media Audio-Visual Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang seacara harfiah berarti tengah, perantara atau pengantar. Dalam bahasa arab, media adalah perantara atau pengantar

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Belajar 1. Pengertian Belajar Belajar merupakan proses memperoleh ilmu pengetahuan, baik diperoleh sendiri maupun dengan bantuan orang lain. Belajar dapat dilakukan berdasarkan

Lebih terperinci