BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Istirahat dan tidur merupakan kebutuhan dasar bagi setiap manusia, tidak

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Istirahat dan tidur merupakan kebutuhan dasar bagi setiap manusia, tidak"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Istirahat dan tidur merupakan kebutuhan dasar bagi setiap manusia, tidak terkecuali anak-anak. Tidur dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk melepaskan kelelahan jasmani dan kelelahan mental, karena pada saat kondisi istirahat dan tidur, tubuh melakukan proses pemulihan untuk mengembalikan stamina tubuh hingga kondisi yang optimal (Asmadi, 2008). Pada usia anak, tidur merupakan sesuatu yang penting karena dibutuhkan untuk pertumbuhan fisik dan intelektualnya. Kebutuhan tidur pada anak-anak bervariasi, tergantung tahapan usianya. Rata-rata anak usia pra sekolah tidur sekitar 12 jam dalam semalam dan jarang tidur siang, pada anak usia sekolah kebutuhan tidurnya sekitar 9,5-10 jam sehari, sedangkan pada usia remaja kebutuhan tidurnya sekitar 8,5 jam sehari (Wong, 2009). Namun, pemenuhan kebutuhan istirahat dan tidur setiap orang berbeda, ada yang terpenuhi dengan baik dan ada pula yang mengalami gangguan dalam pemenuhannya. Gangguan tidur merupakan masalah yang lazim terjadi pada anak-anak. Gangguan tidur yang sering dijumpai pada anak diantaranya adalah kesulitan untuk memulai atau mempertahankan tidur terjadi sekitar 10-20% pada anak usia 8-9 tahun, gangguan tidur yang berhubungan dengan pernapasan terjadi pada sekitar 1-3% anak usia sekolah, dan mengantuk yang berlebihan disiang hari 1

2 2 memberikan masalah pada 10% anak usia sekolah (Chervin et al, 2001). Menurut Owens (2007), beberapa faktor yang mempengaruhi pola tidur dan perilaku pada anak diantaranya adalah faktor anak (temperamen dan gaya perilaku, kemampuan kognitif, perkembangan komorbiditas, kondisi medis atau kejiwaan), faktor orang tua (tipe pola asuh, depresi maternal, stres, tingkat pendidikan orangtua dan tingkat pengetahuan terhadap perkembangan anak), faktor lingkungan (lingkungan fisik, komposisi keluarga, gaya hidup dan status sosial ekonomi), faktor predisposisi yang meliputi faktor instrinsik dan ekstrinsik (misal, temperamen yang sulit, penyakit kronis, keterlambatan perkembangan), serta pertimbangan terhadap kebudayaan dan ras etnik. Menurut data Internasional of sleep disorder, prevalensi penyebab gangguan tidur adalah penyakit asma (61-74%), gangguan pusat pernapasan (40-50%), kram kaki malam hari (1 6%), psychophysiological (15%), sindroma kaki gelisah (5-15%), ketergantungan alkohol (10%), sindrom terlambat tidur (5-10%), depresi (65), demensia (5%), gangguan perubahan jadwal kerja (2-5%), gangguan obstruksi sesak saluran napas (1-2%), penyakit ulkus peptikus (<1%), dan narkolepsi (mendadak tidur) (0,03%- 0,16%) (Japardi, 2002). Gangguan tidur berisiko meningkat pada anak-anak dengan penyakit kronis. Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Hysing et al tahun 2006, anak dengan penyakit kronis lebih banyak dilaporkan mengalami masalah dalam memulai tidur dan lebih sering terbangun pada malam hari (Hysing et al, 2009). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sivertsen et al tahun 2002 dan 2006, pada

3 3 295 (7,3%) anak dengan penyakit kronis, dari total 4025 anak didapatkan prevalensi masalah tidur pada anak dengan penyakit kronis secara signifikan lebih tinggi dibandingkan pada anak-anak tanpa penyakit kronis (6,8 % dibanding 3,6%) (Sivertsen et al, 2009). Asma merupakan penyakit kronis tersering pada anak dan masih merupakan masalah bagi pasien, keluarga dan bahkan para klinisi dan peneliti asma. Asma telah menjadi epidemi di seluruh dunia, dengan kecenderungan meningkatnya prevalensi dan derajat penyakit asma (Unit Kerja Koordinasi Pulmonologi Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2000). Menurut data epidemiologi Amerika Serikat, pada saat ini diperkirakan terdapat 4-7% (4,8 juta ) anak dari seluruh populasi asma (Akib, 2002). Prevalensi asma pada anak di Indonesia sekitar 10% pada usia sekolah dasar, dan sekitar 6,5% pada usia sekolah menengah pertama (Supriyatno, 2005). Menurut hasil riset kesehatan dasar Provinsi Jawa Tengah tahun 2007, prevalensi penyakit asma di Jawa Tengah menurut diagnosis tenaga kesehatan sebesar 1,3% dan secara keseluruhan adalah 3% (Balitbangkes Depkes RI, 2009), dan mengalami peningkatan pada tahun 2013 yaitu menjadi 4,3% (Balitbangkes Kemenkes RI, 2013). Hasil studi pendahuluan yang dilakukan di ruang rekam medis RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo Purwokerto pada tanggal 30 September 2014, didapatkan jumlah anak penderita asma yang dirawat inap dari tanggal 1 Januari September 2014 sebanyak 45 pasien (Data Rekam Medis RSUD Prof Dr. Margono Soekardjo Purwokerto, 2014). Data yang diperoleh dari studi

4 4 pendahuluan yang dilakukan di rekam medis RSUD Banyumas pada tanggal 02 Oktober 2014, diperoleh data pada tahun 2013 jumlah anak penderita asma usia 1-14 tahun yang tercatat di instalasi rawat jalan sebanyak 257 pasien, sedangkan yang menjalani rawat inap sebanyak 12 pasien. Data pada tahun 2014 (Januari - Juni 2014) menunjukkan jumlah anak asma usia 1-14 tahun di instalasi rawat jalan sebanyak 84 pasien dan 1 pasien status asmatikus, sedangkan data dari rawat inap sebanyak 7 pasien. Penyakit kronis seperti asma, alergi dan dermatitis atopi dilaporkan dapat mengganggu tidur (Tanjung & Sekartini, 2004). Beberapa faktor yang diduga menyebabkan adanya gangguan tidur pada anak asma adalah derajat penyakit asma, serangan asma di malam hari, status gizi, pemberian medikasi, riwayat atopi, paparan asap rokok dan kondisi lingkungan (Luyster et al, 2012, Ross et al, 2012, Fagnano et al, 2011, van Maanen et al, 2013, & Yolton et al, 2010). Hasil penelitian Suwitowati (2007) berdasarkan studi fenomenologis didapatkan hasil bahwa pemenuhan kebutuhan tidur penderita asma terganggu dengan adanya serangan asma dan juga oleh karena lingkungan yang gaduh, udara dingin dan stress. Pasien dengan asma mempunyai tingkat penyakit dari ringan sampai berat. Tingkat asma yang bervariasi ini berdampak pada kualitas tidur pada anak asma. Hasil penelitian Yuksel et al (2007), menyimpulkan bahwa tingkat keparahan asma berhubungan dengan kualitas tidur anak dengan asma. Adanya serangan tengah malam pada penderita asma diduga yang menyebabkan tidur terganggu

5 5 (Amir, 2007). Tingkat keterbatasan aliran udara pada pasien asma bervariasi sehingga gejala klinis yang muncul seperti batuk, mengi, dan sesak napas juga akan bervariasi (Imelda et al, 2007). Gejala asma yang memburuk di malam hari pada penderita asma akan membuat anak sering terbangun di malam hari sehingga mengganggu tidur anak. Hasil penelitian van Maanen et al (2013) menemukan bahwa sekitar 46.9% anak dengan gejala asma yang sering mengalami terbangun di malam hari dan 5.2% hampir selalu terbangun saat malam hari. Penelitian Fagnano et al (2011), didapatkan hasil bahwa anak-anak dengan gejala serangan asma pada malam hari yang lebih menunjukkan skor tidur yang buruk dibandingkan dengan gejala serangan malam yang ringan, serta beberapa subskala seperti terbangun di malam hari, parasomnia, dan gangguan pernapasan saat tidur (semua p<0.03). Pada kasus asma yang berat tidak dipungkiri dapat membuat anak mengalami hospitalisasi, dan ketika seseorang dirawat di rumah sakit dapat memicu terjadinya gangguan dalam tidur dikarenakan adanya sakit fisik atau emosional, kehilangan lingkungan yang akrab dengannya, kehilangan rutinitas, ketakutan, pemberian prosedur perawatan dan pengobatan, tingkat kebisingan, dan juga kehilangan privasi. Hasil penelitian Park et al ( 2014) menunjukkan bahwa suara/tingkat kebisingan merupakan faktor yang paling signifikan mengganggu tidur pasien. Tingkat kebisingan yang tinggi dihubungkan dengan penggunaan obat anastesi yang mana dapat memperpanjang durasi hospitalisasi. Kebisingan juga dapat meningkatkan produksi angiotensin II dalam darah dan meningkatkan risiko stroke, meningkatkan kolesterol dan trigliserid, memicu

6 6 elevasi tekanan darah dan nadi, meningkatkan tegangan otot, berkeringat, kontraksi pembuluh darah perifer dan gangguan pendengaran. Selain itu, hospitalisasi juga berkaitan dengan pengobatan yang terkadang pemberiannya di malam hari saat pasien seharusnya beristirahat. Pada pasien asma ada yang mendapatkan pengobatan dari golongan kortikosteroid, dimana kortikosteroid ini mempunyai efek terhadap tidur (Lewandowski et al, 2011). Peningkatan Indeks Masa Tubuh (IMT) yaitu ketika anak mengalami overweight atau obesitas juga diduga meningkatkan risiko gejala asma dengan cara meningkatkan napas atau peradangan sistemik (Lessard et al 2008 dan Shore et al 2007 dalam Sutherland et al, 2009) atau dengan secara langsung menyebabkan penurunan fisiologis ( hiperesponsif bronkus) dengan mengurangi ukuran/kaliber saluran napas (van Aalderen, 2012), sehingga akan menyebabkan obstruksi pada jalan napas dan munculnya gejala asma seperti wheezing, batuk, sesak napas dan dada sesak yang akan mengganggu kualitas tidur anak. Selain itu, peningkatan IMT dikaitkan dengan penurunan moderat efek terapeutik dari regimen pengobatan ICS ( Inhaled corticosteroid) berkaitan dengan indeks peradangan saluran napas dan fungsi paru (Sutherland et al, 2009). Selain itu, kebersihan tidur yang buruk dapat mengganggu kualitas tidur, hal ini dikarenakan ketika anak mempraktikkan kebersihan tidur yang buruk seperti tidur terlambat, menonton televisi sampai tengah malam, konsumsi makanan atau minuman yang mengandung kafein menjelang tidur tentunya akan membuat anak kualitas tidurnya tidak tercukupi. Kualitas tidur yang baik dapat dilihat sebagai integrasi

7 7 antara pola tidur dan bangun yang dapat memenuhi kebutuhan tidurnya (LeBourgeois et al, 2005). Teman tidur, usia, dan jenis kelamin juga menjadi faktor risiko terganggunya kualitas tidur. Hasil penelitian cross-sectional yang dilakukan oleh Li et al (2008) didapatkan hasil bahwa co-sleeping berhubungan dengan beberapa jenis gangguan tidur yaitu resistensi tidur, kecemasan saat tidur, terbangun di malam hari, parasomnia, gangguan pernapasan saat tidur, dan mengantuk di siang hari. Dari ke 6 gangguan tidur tersebut, resistensi tidur dan kecemasan saat tidur yang paling berhubungan dengan praktik berbagi kamar tidur atau kasur. Adanya teman tidur ini diduga memberikan efek negatif terhadap kebersihan tidur ( sleep hygiene) pada anak. Hasil penelitian Camhi et al (2000), menunjukkan bahwa faktor risiko dari kesulitan memulai dan mempertahankan tidur adalah jenis kelamin perempuan, usia tahun dan munculnya wheezing, sedangkan faktor risiko dari tidur yang berlebihan di siang hari adalah karena batuk dan produksi sputum, dimana batuk dan produksi sputum juga merupakan faktor risiko untuk mengorok pada anak laki-laki usia 3-6 tahun. Prevalensi insomnia pada perempuan dimulai dari masa remajanya, dimana terjadi perkembangan fisik dan psikologis yang salah satunya adalah munculnya menstruasi dan biasanya di rentang usia tahun. Adanya siklus menstruasi inilah yang diduga berhubungan dengan munculnya gangguan tidur yaitu latensi onset tidur dan seringnya terbangun dimalam hari, sedangkan mengorok pada anak laki-laki usia 3-6 tahun diduga dikarenakan adanya adenotonsillar hypertrophy yang terjadi diusia tersebut.

8 8 Adanya gangguan dalam kualitas tidur pada anak dengan asma tentunya akan memberikan dampak terhadap kehidupannya. Penelitian Daniel et al (2012) menyebutkan bahwa tingginya laporan adanya tidur yang kurang pada pasien asma berhubungan dengan seringnya anak tidak masuk sekolah, aktivitas menjadi terbatas, dan rendahnya kualitas hidup. Asma yang tidak terkontrol dapat menyebabkan mengantuk di siang hari pada anak dengan asma (Li et al,2013). Gangguan tidur yang tidak segera diatasi, memberikan konsekuensi yang merugikan di siang hari dan menempatkan anak-anak untuk memperoleh risiko kesehatan yang buruk (Lewandowski, 2011), sehingga dapat disimpulkan bahwa kualitas tidur yang baik berhubungan erat dengan kesejahteraan seorang anak. Kualitas tidur yang kurang baik dapat mengakibatkan berbagai masalah diantaranya memiliki dampak negatif terhadap mood dan perilaku, gangguan tidur laten pada beberapa kasus dapat bermanifestasi sebagai gejala psikiatrik (Tanjung dan Sekartini, 2004), hiperaktivitas dan masalah emosional (Sivertsen et al, 2009), gangguan pertumbuhan, gangguan kardiovaskular, fungsi kognitif dan perilaku sehari-hari (Cervin et al, 2001). Oleh karena itu, adanya masalah tidur pada anak asma beserta dampak yang ditimbulkan perlu digarisbawahi terhadap pentingnya deteksi dini, peningkatan kewaspadaan dan pengembangan strategi pengobatan yang tepat.

9 9 B. Rumusan Masalah Penelitian Asma merupakan penyakit kronis tersering pada anak dan masih merupakan masalah bagi pasien, keluarga dan bahkan para klinisi dan peneliti asma. Asma telah menjadi epidemi di seluruh dunia, dengan kecenderungan meningkatnya prevalensi dan derajat penyakit asma (Unit Kerja Koordinasi Pulmonologi Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2000). Asma dianggap sebagai penyebab kelima kematian di seluruh dunia dengan kisaran prevalensi sebesar 5-30% (Oemiati et al, 2010). Prevalensi gangguan tidur pada anak penderita asma sebesar 60 % (Owens, 2007). Beberapa hasil penelitian juga menunjukkan adanya gangguan tidur yang dialami anak dengan asma diantaranya adalah mengantuk di siang hari yang berlebihan, gangguan pernapasan saat tidur, apnea tidur obstruktif, dan sering terbangun dimalam hari (Calhoun et al, 2011, Ross et al, 2012, Kheirandish-Gozal et al, 2011, & Kozyrskyj et al, 2009). Mekanisme patofisiologi yang dapat menyebabkan terjadinya gangguan tidur pada pasien asma adalah memburuknya gejala asma pada malam hari yang dikaitkan dengan perubahan fisiologis (misal inflamasi dan resistensi jalan napas, episode batuk, wheezing, napas pendek, bersihan mukosiliaris, dan volume paru bawah). Adanya eksaserbasi pada malam hari berhubungan dengan variasi sirkardian pada fungsi paru (Lewandowski et al, 2011). Gangguan tidur yang dialami oleh anak dengan asma memberikan dampak pada kehidupan anak tersebut dan juga berdampak pada rendahnya kualitas hidup anak (Li et al, 2013, Calhoun et al, 2011, & Diette et al, 2000). Beberapa faktor yang diduga

10 10 menyebabkan adanya gangguan tidur pada anak asma adalah derajat penyakit asma, serangan asma di malam hari, status gizi, pemberian medikasi, riwayat atopi, paparan asap rokok dan kondisi lingkungan (Luyster et al, 2012, Ross et al, 2012, Fagnano et al, 2011, van Maanen et al, 2013, & Yolton et al, 2010), sedangkan menurut penelitian Suwitowati (2007) berdasarkan studi fenomenologis didapatkan hasil bahwa pemenuhan kebutuhan tidur penderita asma terganggu dengan adanya serangan asma dan juga oleh karena lingkungan yang gaduh, udara dingin dan stres. Oleh karena itu, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah faktor apa sajakah yang berhubungan dengan kualitas tidur pada anak dengan asma? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk menganalisis faktor yang berhubungan dengan kualitas tidur pada anak dengan asma 2. Tujuan Khusus a. Mengidentifikasi proporsi kualitas tidur pada anak asma b. Menganalisis hubungan tingkat keparahan asma dengan kualitas tidur pada anak dengan asma c. Menganalisis hubungan faktor lain (status gizi (IMT), kebersihan tidur (sleep hygiene), teman tidur/co-sleeping, riwayat hospitalisasi, usia dan jenis kelamin) dengan kualitas tidur pada anak dengan asma

11 11 d. Menganalisis faktor yang paling dominan berhubungan dengan kualitas tidur pada anak dengan asma D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Pelayanan Kesehatan dan Keperawatan Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi terkait kualitas tidur yang dialami oleh anak yang menderita penyakit asma serta faktor yang berhubungan, sehingga informasi tersebut dapat digunakan untuk menyusun program dalam rangka deteksi dini, peningkatan kewaspadaan dan pengembangan penatalaksanaan yang tepat untuk mengurangi gangguan tidur pada anak dengan asma serta pemberian asuhan keperawatan yang komprehensif terhadap kualitas tidur pasien dengan asma. 2. Bagi Ilmu Pengetahuan Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan tentang kualitas tidur, jenis gangguan tidur yang dialami dan faktor yang mempengaruhi kualitas tidur anak yang menderita asma. 3. Bagi Bidang Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai data awal untuk penelitian selanjutnya mengenai kualitas tidur pada anak asma.

12 12 No Nama Peneliti, Tahun 1 Daniel et al, (2012) Judul Penelitian & Tujuan Penelitian Missed Sleep and Asthma Morbidity in Urban Children Tujuan penelitian: untuk mengetahui hubungan kehilangan tidur, kualitas hidup terkait asma dengan indikator morbiditas asma pada anak perkotaan dengan asma dari ras Latin, Afrika- Amerika, dan non Latin. E. Keaslian Penelitian Tabel 1.1 Keaslian Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian Persamaan Perbedaan Penelitian melibatkan orangtua dari 147 anak dengan kriteria inklusi meliputi anak usia 6-13 tahun dengan diagnosa asma dari dokter, masalah pernapasan pada anak dalam 12 bulan terakhir, mendapatkan pengobatan asma, hidup dalam lingkungan perkotaan. Orangtua diminta untuk melengkapi kuesioner morbiditas asma dan kehilangan tidur, kualitas hidup orangtua, dan perilaku anak. Analisis statistik yang digunakan adalah pearson correlation, one way anova, regresi linier, dan regresi logistik. Tingginya laporan terhadap kehilangan tidur berhubungan dengan seringnya absen sekolah, pembatasan aktivitas, dan rendahnya kualitas hidup. Hubungan antara kehilangan tidur dengan morbiditas asma lebih kuat pada anak Latin dibandingkan anak non Latin dan anak Afrika-Amerika. Hubungan kehilangan tidur dengan morbiditas asma pada anak dengan kecemasan tinggi lebih kuat dibandingkan yang kecemasannya rendah. Persamaan pada subyek penelitian yaitu anak dengan asma usia sekolah Perbedaan terdapat pada variabel yang akan diteliti yaitu kualitas tidur dan faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas tidur, serta instrumen penelitian yang akan digunakan yaitu kuesioner Sleep Disturbances Scale for Children (SDSC) dan penggunaan buku harian tidur

13 13 No Nama Peneliti, Tahun 2 Yuksel et al, (2007) Judul Penelitian & Tujuan Penelitian Evaluation of sleep quality and anxietydepression parameters in asthmatic children and their mothers Tujuan penelitian: untuk mengevaluasi kualitas tidur pada anak asma dan status cemasdepresi pada ibunya Tabel 1.1 Lanjutan Metode Penelitian Hasil Penelitian Persamaan Perbedaan Penelitian ini melibatkan 75 anak asma (7-16 tahun) dan kelompok kontrol 46 anak sehat (7-15 tahun). Kuesioner PSQI ( Pittsburgh Sleep Quality Index) diberikan kepada anak dan orangtua dan kuesioner HADS (Hospital Anxiety and Depression Scale) diberikan kepada ibu. Analisis statistik yang digunakan adalah t-test independen dan pearson x 2. Untuk menguji hubungan digunakan Pearson correlations, sedangkan untuk perbandingan antara kelompok asma dan kontrol digunakan chi square test. Hasil penelitian ini menunjukkan nilai total PSQI pada ibu kelompok asma berhubungan secara signifikan dengan derajat asma pada anak (r=0.49, p=0.00). Ada hubungan antara skor gejala asma dengan faktor yang mengganggu tidur pada anak dengan asma (r=0.34, p=0.01). Kecemasan dan depresi pada ibu kelompok asma pada kategori tinggi (p=0.02). Kesimpulannya asma berhubungan dengan terganggunya kualitas tidur pada anak dan ibu Persamaan terdapat pada subyek penelitian yaitu anak dengan asma usia sekolah Perbedaan terdapat pada variabel yang akan diteliti yaitu kualitas tidur dan faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas tidur, serta instrumen penelitian yang akan digunakan yaitu kuesioner Sleep Disturbances Scale for Children (SDSC) dan penggunaan buku harian tidur

14 14 No Nama Peneliti, Tahun 3 Janson et al, (1996) Judul Penelitian & Tujuan Penelitian Increased prevalence of sleep disturbances and daytime sleepiness in subjects with bronchial asthma: a population study of young adults in three European countries Tujuan penelitian: untuk mengetahui apakah asma berhubungan dengan kualitas tidur dan peningkatan, mengantuk di siang hari Tabel 1.1 Lanjutan Metode Penelitian Hasil Penelitian Persamaan Perbedaan Penelitian ini melibatkan 2202 responden yang diambil secara acak dengan 459 responden dicurigai asma (20-45 tahun). Pengambilan data melalui wawancara terstruktur, tantangan melankolin, dan kuesioner gangguan tidur. selain itu juga dilakukan perekaman puncak aliran ekspirasi selama 1 minggu. Analisis statistik yang digunakan adalah Chi-square test, unpaired t-test,spearman rank correlation, regresi logistik, dan analisa regresi linier berganda Hasil penelitian menunjukkan hubungan positif antara asma dengan kesulitan memulai tidur (OR: 1,8), terbangun di awal pagi (OR: 2.0), mengantuk di siang hari (OR: 1.6), mengorok (OR: 1.7), dan laporan terjadinya apnea (OR: 3.7). Rinitis alergi berhubungan dengan kesulitan memulai tidur (OR:2.0) dan mengantuk di siang hari (OR: 1.3). A da hubungan yang signifikan antara sejumlah gejala asma dengan gangguan tidur (p<0.001) Persamaan terdapat pada subyek penelitian yaitu anak dengan asma usia sekolah, dan variabel kualitas tidur. Perbedaan terdapat pada variabel yang akan diteliti yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas tidur, serta instrumen penelitian yang akan digunakan yaitu kuesioner Sleep Disturbances Scale for Children (SDSC) dan penggunaan buku harian tidur

15 15 No Nama Peneliti, Tahun 4 Kieckhefer et al, (2008) Judul Penelitian & Tujuan Penelitian Nighttime sleep and daytime nap patterns in school age children with and without asthma Tujuan penelitian: untuk mengetahui laporan subyektif dan obyektif mengenai tidur siang dan tidur di malam hari pada anak asma dan tanpa asma usia 9-11 tahun Tabel 1.1 Lanjutan Metode Penelitian Hasil Penelitian Persamaan Perbedaan Subyek penelitian mengumpulkan laporan buku harian individu dan memakai aktigrafi untuk mendapatkan laporan tidur dari 27 anakanak dengan dan tanpa asma selama 7 hari/ 6 malam dengan pemantauan di rumah. Pengambilan sampel dilakukan melalui panggilan telepon, setelah itu satu paket informasi tentang penelitian (buku harian tidur dan aktigrafi) beserta instruksinya dikirimkan ke responden. Orangtua dan anak dihubungi pada pertengahan minggu untuk memastikan mereka paham. Analisis data yang digunakan adalah two-sided pearson Chi-square test, dan t-test analysis. Hasil penelitian menunjukkan 32% responden melaporkan adanya tidur siang. Anak yang tidur siang lebih banyak pada anak dengan asma (12/27 vs 5/27, p=0.04) dibanding yang tidak asma. Awal tidur pada anak yang tidur siang lebih malam dibanding yang tidak (jam vs 22.21, p= 0.04). Pada anak dengan asma juga mengalami total tidur malam yang lebih sedikit dibandingkan dengan yang tidak (437 vs 465, p=0.04). Persamaan terdapat pada subyek penelitian yaitu anak dengan asma usia sekolah, dan variabel kualitas tidur dan penggunaan buku harian tidur Perbedaan terdapat pada variabel yang akan diteliti yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas tidur, serta instrumen penelitian yang akan digunakan yaitu kuesioner Sleep Disturbances Scale for Children (SDSC)

16 16 No Nama Peneliti, Tahun 5 Van Maanen et al, (2013) Judul Penelitian & Tujuan Penelitian Sleep in children with asthma: results of the PIAMA (Prevention and Incidence of Asthma and Mite Allergy) study Tujuan penelitian: a. untuk mengetahui perbedaan tidur antara anak dengan dan tanpa asma b. untuk mengetahui perbedaan tidur antara anak dengan gejala asma sering dan jarang Tabel 1.1 Lanjutan Metode Penelitian Hasil Penelitian Persamaan Perbedaan Populasi penelitian ini terdiri dari anak yang lahir pada tahun yang bergabung dalam penelitian kohort PIAMA. Subyek yang terlibat adalah ibu hamil dengan alergi selama kehamilan (50% ibu hamil, n=4146). Kuesioner dikirimkan kepada ibu hamil di 3 bulan setiap tahun dari usia 1-8 tahun dan 11 tahun. Pada saat berusia 11 tahun anak melengkapi kuesioner sendiri. Kuesioner selesai diisi setelah 11 tahun oleh orangtua dan anak dan mendapatkan data 2529 anak. Analisis data yang digunakan adalah analisis regresi. Anak-anak dengan gejala asma secara signifikan lebih sering melaporkan merasa mengantuk atau lelah di siang hari (34,4% mengantuk di siang hari/ kelelahan setidaknya sekali seminggu), daripada anak-anak tanpa gejala asma (22,2%) dan anak - anak dengan gejala asma jarang (21,9%). Hubungan ini tidak dikacaukan oleh jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan orangtua atau merokok di dalam rumah, efeknya juga tidak dimodifikasi berdasarkan jenis kelamin. Tidak ada huungan antara asma dengan waktu memulai tidur, lama tertidur atau kualitas tidur. Persamaan terdapat pada subyek penelitian yaitu anak dengan asma usia sekolah, dan variabel kualitas tidur Perbedaan terdapat pada variabel yang akan diteliti yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas tidur, serta instrumen penelitian yang akan digunakan yaitu kuesioner Sleep Disturbances Scale for Children (SDSC) dan penggunaan buku harian tidur.

BAB 1 PENDAHULUAN. udara ekspirasi yang bervariasi (GINA, 2016). Proses inflamasi kronis yang

BAB 1 PENDAHULUAN. udara ekspirasi yang bervariasi (GINA, 2016). Proses inflamasi kronis yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Asma merupakan penyakit heterogen dengan karakteristik adanya inflamasi saluran napas kronis. Penyakit ini ditandai dengan riwayat gejala saluran napas berupa wheezing,

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru yang dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 37 BAB III METODE PENELITIAN 38 A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan secara cross sectional, variabel bebas dan variabel terikat diobservasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Tidur merupakan salah satu kebutuhan dasar. manusia yang termasuk kedalam kebutuhan dasar dan juga

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Tidur merupakan salah satu kebutuhan dasar. manusia yang termasuk kedalam kebutuhan dasar dan juga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tidur merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang termasuk kedalam kebutuhan dasar dan juga universal karena umumnya semua individu dimanapun ia berada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Asma adalah suatu inflamasi kronik dari saluran nafas yang menyebabkan. aktivitas respirasi terbatas dan serangan tiba- tiba

BAB 1 PENDAHULUAN. Asma adalah suatu inflamasi kronik dari saluran nafas yang menyebabkan. aktivitas respirasi terbatas dan serangan tiba- tiba BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Asma adalah suatu inflamasi kronik dari saluran nafas yang menyebabkan aktivitas respirasi terbatas dan serangan tiba- tiba memerlukan tatalaksana segera dan kemungkinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tidur merupakan kebutuhan yang sangat penting untuk anak-anak dan remaja

BAB I PENDAHULUAN. Tidur merupakan kebutuhan yang sangat penting untuk anak-anak dan remaja 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tidur merupakan kebutuhan yang sangat penting untuk anak-anak dan remaja dalam proses belajar, proses memori dan prestasi sekolah. Peningkatan kejadian putus tidur,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung merupakan salah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung merupakan salah satu diagnosis kardiovaskular yang paling cepat meningkat jumlahnya (Schilling, 2014). Di dunia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang permasalahan sulit tidur (insomnia) sering terjadi bersamaan dengan terjaga

BAB I PENDAHULUAN. orang permasalahan sulit tidur (insomnia) sering terjadi bersamaan dengan terjaga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hampir seluruh hidup manusia dikaruniai nikmatnya tidur dan berbagai cara terus dilakukan untuk menciptakan kualitas tidur yang baik dimalam hari. Bagi sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Prevalensi asma semakin meningkat dalam 30 tahun terakhir ini terutama di

BAB I PENDAHULUAN. Prevalensi asma semakin meningkat dalam 30 tahun terakhir ini terutama di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Prevalensi asma semakin meningkat dalam 30 tahun terakhir ini terutama di negara maju. Sebagai contoh di Singapura 11,9% (2001), Taiwan 11,9% (2007), Jepang 13% (2005)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia, diantaranya adalah COPD (Chonic Obstructive Pulmonary Disease)

BAB I PENDAHULUAN. dunia, diantaranya adalah COPD (Chonic Obstructive Pulmonary Disease) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit sistem pernapasan merupakan penyebab 17,2% kematian di dunia, diantaranya adalah COPD (Chonic Obstructive Pulmonary Disease) 5,1%, infeksi pernapasan bawah

Lebih terperinci

commit to user BAB V PEMBAHASAN

commit to user BAB V PEMBAHASAN 48 BAB V PEMBAHASAN Penelitian mengenai perbedaan kualitas tidur antara pasien asma dengan pasien PPOK dilakukan pada bulan April sampai Mei 2013 di Poliklinik Paru RSUD Dr. Moewardi, dengan subjek penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih cenderung tinggi, menurut world health organization (WHO) yang bekerja

BAB I PENDAHULUAN. masih cenderung tinggi, menurut world health organization (WHO) yang bekerja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asma merupakan salah satu penyakit kronis yang tidak menular. Penyakit asma telah mempengaruhi lebih dari 5% penduduk dunia, dan beberapa indicator telah menunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki prioritas tertinggi dalam hirarki Maslow. Dimana seseorang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. memiliki prioritas tertinggi dalam hirarki Maslow. Dimana seseorang memiliki 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tidur merupakan aktivitas yang dilakukan setiap hari dan juga salah stau kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi. Menurut Teori Hirarki Maslow tentang kebutuhan,

Lebih terperinci

ABSTRAK PREVALENSI INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT SEBAGAI PENYEBAB ASMA EKSASERBASI AKUT DI POLI PARU RSUP SANGLAH, DENPASAR, BALI TAHUN 2013

ABSTRAK PREVALENSI INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT SEBAGAI PENYEBAB ASMA EKSASERBASI AKUT DI POLI PARU RSUP SANGLAH, DENPASAR, BALI TAHUN 2013 ABSTRAK PREVALENSI INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT SEBAGAI PENYEBAB ASMA EKSASERBASI AKUT DI POLI PARU RSUP SANGLAH, DENPASAR, BALI TAHUN 2013 Data WHO 2013 dan Riskesdas 2007 menunjukkan jumlah penderita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang menderita asma hingga saat ini. Prevalensi asma di Indonesia tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang menderita asma hingga saat ini. Prevalensi asma di Indonesia tahun 2003 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada tahun 2013, WHO, (2013) memperkirakan terdapat 235 juta orang yang menderita asma hingga saat ini. Prevalensi asma di Indonesia tahun 2003 berdasarkan hasil survei

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tidur didefinisikan sebagai suatu keadaan bawah sadar dimana orang tersebut dapat dibangunkan dengan pemberian rangsang sensorik atau dengan rangsang lainnya. Tidur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gangguan tidur dijumpai 25% pada populasi anak yang sehat, 1-5%

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gangguan tidur dijumpai 25% pada populasi anak yang sehat, 1-5% BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gangguan tidur dijumpai 25% pada populasi anak yang sehat, 1-5% diantaranya adalah gangguan kesulitan bernapas saat tidur (obstructive sleep apneu syndrome: OSAS) (Owens,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengenai kematian akibat asma mengalami peningkatan dalam beberapa dekade

BAB I PENDAHULUAN. mengenai kematian akibat asma mengalami peningkatan dalam beberapa dekade BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Asma adalah penyakit paru kronik yang sering terjadi di dunia. Data mengenai kematian akibat asma mengalami peningkatan dalam beberapa dekade terakhir (Mchpee

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan dasar manusia merupakan sesuatu yang harus dipenuhi. untuk meningkatkan derajat kesehatan. Menurut teori Maslow manusia

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan dasar manusia merupakan sesuatu yang harus dipenuhi. untuk meningkatkan derajat kesehatan. Menurut teori Maslow manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan dasar manusia merupakan sesuatu yang harus dipenuhi untuk meningkatkan derajat kesehatan. Menurut teori Maslow manusia mempunyai lima kebutuhan dasar yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sering timbul dikalangan masyarakat. Data Report Word Healt Organitation

BAB I PENDAHULUAN. sering timbul dikalangan masyarakat. Data Report Word Healt Organitation 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit paru-paru merupakan suatu masalah kesehatan di Indonesia, salah satunya adalah asma. Serangan asma masih merupakan penyebab utama yang sering timbul dikalangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. hampir sepertiga masa hidup kita dihabiskan dengan tidur (Kryger, 2005).

BAB 1 PENDAHULUAN. hampir sepertiga masa hidup kita dihabiskan dengan tidur (Kryger, 2005). BAB 1 1.1 Latar Belakang PENDAHULUAN Tidur merupakan proses fisiologis yang kompleks dan dinamis, hampir sepertiga masa hidup kita dihabiskan dengan tidur (Kryger, 2005). Tidur diperlukan untuk memulihkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. paru-paru. Penyakit ini paling sering diderita oleh anak. Asma memiliki gejala berupa

BAB I PENDAHULUAN. paru-paru. Penyakit ini paling sering diderita oleh anak. Asma memiliki gejala berupa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asma merupakan suatu penyakit kronik yang mengenai jalan napas pada paru-paru. Penyakit ini paling sering diderita oleh anak. Asma memiliki gejala berupa batuk kronik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Estimasi Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Estimasi Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Estimasi Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan pertumbuhan jumlah penderita gagal ginjal pada tahun 2013 telah meningkat 50% dari tahun sebelumnya. Di Amerika Serikat,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Asma Dari waktu ke waktu, definisi asma mengalami perubahan beberapa kali karena perkembangan dari ilmu pengetahuan beserta pemahaman mengenai patologi, patofisiologi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. biasanya progresif dan berhubungan dengan peningkatan respon inflamasi kronik

BAB I PENDAHULUAN. biasanya progresif dan berhubungan dengan peningkatan respon inflamasi kronik 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) adalah penyakit yang dapat dicegah dan diobati, yang ditandai oleh adanya keterbatasan aliran udara persisten yang biasanya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. organ, khususnya mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah (America

BAB 1 PENDAHULUAN. organ, khususnya mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah (America BAB 1 PENDAHULUAN 1.Latar Belakang Penyakit Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit yang ditandai dengan peningkatan kadar gula darah yang terus menerus dan bervariasi, penyakit metabolik yang dicirikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. negara di seluruh dunia (Mangunugoro, 2004 dalam Ibnu Firdaus, 2011).

BAB 1 PENDAHULUAN. negara di seluruh dunia (Mangunugoro, 2004 dalam Ibnu Firdaus, 2011). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asma merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius di berbagai negara di seluruh dunia (Mangunugoro, 2004 dalam Ibnu Firdaus, 2011). Asma merupakan penyakit inflamasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun. Lanjut usia biasanya mengalami perubahan-perubahan fisik yang wajar,

BAB I PENDAHULUAN. tahun. Lanjut usia biasanya mengalami perubahan-perubahan fisik yang wajar, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia memiliki kebutuhan khusus yang harus dipenuhi, baik secara fisiologis maupun psikologis. Terdapat banyak kebutuhan fisiologis manusia, salah satunya adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekitar 8,2 juta orang. Berdasarkan Data GLOBOCAN, International Agency

BAB I PENDAHULUAN. sekitar 8,2 juta orang. Berdasarkan Data GLOBOCAN, International Agency BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker adalah penyakit tidak menular yang ditandai dengan pertumbuhan sel tidak normal/terus-menerus dan tidak terkendali yang dapat merusak jaringan sekitarnya serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) adalah penyakit yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) adalah penyakit yang dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) adalah penyakit yang dapat dicegah dan diobati, yang ditandai oleh adanya keterbatasan aliran udara persisten yang biasanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sistem pelayanan kesehatan merupakan salah satu struktur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sistem pelayanan kesehatan merupakan salah satu struktur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem pelayanan kesehatan merupakan salah satu struktur multidisipliner yang bertujuan untuk mencapai derajat kesehatan optimal. Keperawatan merupakan bagian integral

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN. Remaja adalah suatu fase tumbuh kembang yang memiliki karakteristik

BAB 1. PENDAHULUAN. Remaja adalah suatu fase tumbuh kembang yang memiliki karakteristik BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Remaja adalah suatu fase tumbuh kembang yang memiliki karakteristik adanya perubahan penting dalam fungsi kognitif, perilaku, sosial, dan emosional sesuai perkembangan

Lebih terperinci

RITA ROGAYAH DEPT.PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI FKUI

RITA ROGAYAH DEPT.PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI FKUI RITA ROGAYAH DEPT.PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI FKUI TIDUR Tidur suatu periode istirahat bagi tubuh dan jiwa Tidur dibagi menjadi 2 fase : 1. Active sleep / rapid eye movement (REM) 2. Quid

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. reversible di mana trakea dan bronkus berespon secara hiperaktif terhadap stimuli

BAB I PENDAHULUAN. reversible di mana trakea dan bronkus berespon secara hiperaktif terhadap stimuli BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asma merupakan penyakit jalan napas obstruktif intermiten yang bersifat reversible di mana trakea dan bronkus berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu yang

Lebih terperinci

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN. Telinga, Hidung, dan Tenggorok Bedah Kepala dan Leher, dan bagian. Semarang pada bulan Maret sampai Mei 2013.

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN. Telinga, Hidung, dan Tenggorok Bedah Kepala dan Leher, dan bagian. Semarang pada bulan Maret sampai Mei 2013. 28 BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini mencakup bidang Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, dan Tenggorok Bedah Kepala dan Leher, dan bagian pulmonologi Ilmu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Asma adalah suatu penyakit jalan nafas obstruktif intermitten,

BAB 1 PENDAHULUAN. Asma adalah suatu penyakit jalan nafas obstruktif intermitten, 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Asma adalah suatu penyakit jalan nafas obstruktif intermitten, reversible, bahwa trakea dan bronki berespons dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu. Asma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh reaksi alergi pada penderita yang sebelumnya sudah tersensitisasi

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh reaksi alergi pada penderita yang sebelumnya sudah tersensitisasi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rinitis Alergi (RA) merupakan salah satu penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada penderita yang sebelumnya sudah tersensitisasi alergen yang sama

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan perekonomian ke

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan perekonomian ke BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan perekonomian ke arah yang lebih baik di Indonesia, mempengaruhi pergeseran pola penyakit yang ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. koroner, stroke), kanker, penyakit pernafasan kronis (asma dan. penyakit paru obstruksi kronis), dan diabetes.

BAB 1 PENDAHULUAN. koroner, stroke), kanker, penyakit pernafasan kronis (asma dan. penyakit paru obstruksi kronis), dan diabetes. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit Tidak Menular (PTM), merupakan penyakit kronis, tidak ditularkan dari orang ke orang. Empat jenis PTM utama menurut WHO adalah penyakit kardiovaskular

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. asma di dunia membuat berbagai badan kesehatan internasional. baik, maka akan terjadi peningkatan kasus asma dimasa akan datang.

BAB I PENDAHULUAN. asma di dunia membuat berbagai badan kesehatan internasional. baik, maka akan terjadi peningkatan kasus asma dimasa akan datang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang The Global Initiative For Asthma (GINA) menetapkan tanggal 1 Mei sebagai hari asma sedunia. Semakin meningkatnya jumlah penderita asma di dunia membuat berbagai badan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Asma bronkial merupakan penyakit kronik yang sering dijumpai pada anak

BAB I PENDAHULUAN. Asma bronkial merupakan penyakit kronik yang sering dijumpai pada anak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asma bronkial merupakan penyakit kronik yang sering dijumpai pada anak maupun dewasa di negara berkembang maupun negara maju. Sejak dua dekade terakhir, dilaporkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupan manusia, kesehatan merupakan hal yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupan manusia, kesehatan merupakan hal yang sangat 14 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam kehidupan manusia, kesehatan merupakan hal yang sangat penting, kesehatan akan terganggu jika timbul penyakit yang dapat menyerang siapa saja baik laki-laki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BALAKANG. sedang berkembang. Asma merupakan salah satu penyakit kronis yang paling sering

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BALAKANG. sedang berkembang. Asma merupakan salah satu penyakit kronis yang paling sering BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BALAKANG Asma merupakan penyebab mortilitas dan morbiditas kronis sedunia dan terdapat bukti bahwa prevalensi asma meningkat dalam 20 tahun terakhir. Prevalensi penyakit asma

Lebih terperinci

HUBUNGAN KEBIASAAN MANDI AIR HANGAT DENGAN GANGGUAN POLA TIDUR PADA USIA LANJUT DI DESA CANDEN KRAJAN KALIKOTES KLATEN

HUBUNGAN KEBIASAAN MANDI AIR HANGAT DENGAN GANGGUAN POLA TIDUR PADA USIA LANJUT DI DESA CANDEN KRAJAN KALIKOTES KLATEN HUBUNGAN KEBIASAAN MANDI AIR HANGAT DENGAN GANGGUAN POLA TIDUR PADA USIA LANJUT DI DESA CANDEN KRAJAN KALIKOTES KLATEN Ambar Winarti STIKES MUHAMMADIYAH KLATEN ABSTRAK Tidur merupakan kebutuhan manusia

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. infark miokard dilaksanakan dari 29 Januari - 4 Februari Penelitian ini

BAB V PEMBAHASAN. infark miokard dilaksanakan dari 29 Januari - 4 Februari Penelitian ini BAB V PEMBAHASAN Penelitian mengenai hubungan derajat berat merokok dengan kejadian infark miokard dilaksanakan dari 29 Januari - 4 Februari 2015. Penelitian ini dilakukan di Poliklinik dan Ruang Rawat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan untuk menjaga homeostatis dan kehidupan itu sendiri. Kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan untuk menjaga homeostatis dan kehidupan itu sendiri. Kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia mempunyai kebutuhan tertentu yang harus dipenuhi secara memuaskan melalui proses homeostasis, baik fisiologis maupun psikologis. Kebutuhan merupakan suatu hal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi bergeser ke penyakit non-infeksi/penyakit tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi bergeser ke penyakit non-infeksi/penyakit tidak BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pola penyakit sekarang ini telah mengalami perubahan dengan adanya transisi epidemiologi. Proses transisi epidemiologi adalah terjadinya perubahan pola penyakit dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 20 BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross-sectional di mana variabel bebas dan variabel tergantung diobservasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa adanya

BAB I PENDAHULUAN. selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa adanya BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Menurut WHO, stroke adalah suatu tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan gambaran yang jelas tentang gagal jantung. Pada studinya disebutkan

BAB I PENDAHULUAN. memberikan gambaran yang jelas tentang gagal jantung. Pada studinya disebutkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gagal jantung merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama dan menjadi penyakit yang terus meningkat kejadiannya. Studi Framingham memberikan gambaran yang jelas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup biasanya memiliki arti yang berbeda-beda tergantung dari konteks yang

BAB I PENDAHULUAN. hidup biasanya memiliki arti yang berbeda-beda tergantung dari konteks yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tidak mudah untuk mendefenisikan kualitas hidup secara tepat. Kualitas hidup biasanya memiliki arti yang berbeda-beda tergantung dari konteks yang dibicarakan dan digunakan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan penyakit yang menduduki peringkat pertama penyebab

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan penyakit yang menduduki peringkat pertama penyebab BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Stroke merupakan penyakit yang menduduki peringkat pertama penyebab kecacatan dan peringkat kedua penyebab kematian di dunia. 1 Di Indonesia, menurut Riset Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronis ditandai dengan hambatan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronis ditandai dengan hambatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronis ditandai dengan hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel. Hambatan aliran udara ini

Lebih terperinci

BAB 6 HASIL PENELITIAN

BAB 6 HASIL PENELITIAN BAB 6 HASIL PENELITIAN 6.1 Karakteristik Responden Sampel pada penelitian ini adalah seluruh pengemudi travel X-Trans Jakarta dengan trayek Jakarta-Bandung yang berjumlah 60 orang. Namun seiring dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seseorang dapat dikatakan stres ketika seseorang tersebut mengalami suatu

BAB I PENDAHULUAN. seseorang dapat dikatakan stres ketika seseorang tersebut mengalami suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stres merupakan suatu kondisi adanya tekanan fisik dan psikis akibat adanya tuntutan dari dalam diri dan lingkungan. Pernyataan tersebut berarti seseorang dapat dikatakan

Lebih terperinci

maupun sebagai masyarakat profesional (Nursalam, 2013).

maupun sebagai masyarakat profesional (Nursalam, 2013). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keperawatan sebagai bagian integral dari pelayanan kesehatan, menuntut perawat bekerja secara profesional yang didasarkan pada standar praktik keperawatan dan

Lebih terperinci

HUBUNGAN TERAPI MANDI AIR HANGAT SEBELUM TIDUR DENGAN PENURUNAN KEJADIAN INSOMNIA PADA USIA LANJUT DI DESA TANJUNGAN WEDI KLATEN

HUBUNGAN TERAPI MANDI AIR HANGAT SEBELUM TIDUR DENGAN PENURUNAN KEJADIAN INSOMNIA PADA USIA LANJUT DI DESA TANJUNGAN WEDI KLATEN HUBUNGAN TERAPI MANDI AIR HANGAT SEBELUM TIDUR DENGAN PENURUNAN KEJADIAN INSOMNIA PADA USIA LANJUT DI DESA TANJUNGAN WEDI KLATEN Esri Rusminingsih, Ikmal Qoyyimah ABSTRAK Perubahan fisiologi usia lanjut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah remaja dan kaum muda berkembang sangat cepat. Menurut World

BAB I PENDAHULUAN. jumlah remaja dan kaum muda berkembang sangat cepat. Menurut World 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap satu diantara enam penduduk dunia adalah remaja. Di Indonesia, jumlah remaja dan kaum muda berkembang sangat cepat. Menurut World Health Organization (WHO)

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Fakultas Kedokteran UNS angkatan 2013 pada Desember Dari 150

BAB V PEMBAHASAN. Fakultas Kedokteran UNS angkatan 2013 pada Desember Dari 150 BAB V PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan pada mahasiswa Program Studi Kedokteran Fakultas Kedokteran UNS angkatan 2013 pada Desember 2015. Dari 150 mahasiswa ini kemudian dinilai lama penggunaan telepon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan promotif dan preventif baik sehat maupun sakit.

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan promotif dan preventif baik sehat maupun sakit. BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan diuraikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, hipotesis penelitian, manfaat penelitian. A. Latar Belakang Pelayanan kesehatan masyarakat merupakan upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Hipertensi atau yang lebih dikenal penyakit darah tinggi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah seseorang adalah >140 mm Hg (tekanan sistolik) dan/ atau

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I. PENDAHULUAN A. 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Asma merupakan penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di hampir semua negara di dunia, diderita oleh anak-anak sampai dewasa derajat penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN survei rutin yang dilakukan rutin sejak tahun 1991 oleh National Sleep

BAB I PENDAHULUAN survei rutin yang dilakukan rutin sejak tahun 1991 oleh National Sleep BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap tahun angka kejadian insomnia terus meningkat, diperkirakan sekitar 20% sampai 50% orang dewasa melaporkan adanya gangguan tidur atau insomnia, dan sekitar 17%

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang Ilmu Kesehatan Anak. Semarang dan sekitarnya yang bersedia bekerja sama.

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang Ilmu Kesehatan Anak. Semarang dan sekitarnya yang bersedia bekerja sama. BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mencakup bidang Ilmu Kesehatan Anak 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian 4.2.1 Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di beberapa sekolah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertambah dan pertambahan ini relatif lebih tinggi di negara berkembang,

BAB I PENDAHULUAN. bertambah dan pertambahan ini relatif lebih tinggi di negara berkembang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam waktu mendatang jumlah golongan usia lanjut akan semakin bertambah dan pertambahan ini relatif lebih tinggi di negara berkembang, termasuk Indonesia. Bertambahnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah mewujudkan hasil yang positif di berbagai bidang, yaitu adanya. dan bertambah cenderung lebih cepat (Nugroho, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. telah mewujudkan hasil yang positif di berbagai bidang, yaitu adanya. dan bertambah cenderung lebih cepat (Nugroho, 2000). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan keberhasilan pemerintah dalam pembangunan nasional, telah mewujudkan hasil yang positif di berbagai bidang, yaitu adanya kemajuan ekonomi, perbaikan lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi kesehatan fisik manusia tersebut. 1 Stres normal merupakan. sehingga timbul perubahan patologis bagi penderitanya.

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi kesehatan fisik manusia tersebut. 1 Stres normal merupakan. sehingga timbul perubahan patologis bagi penderitanya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stres adalah ketidakmampuan mengatasi ancaman yang dihadapi oleh mental, fisik, emosional, dan spiritual manusia, yang pada suatu saat dapat mempengaruhi kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, Indonesia menghadapi tantangan dalam meyelesaikan UKDW

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, Indonesia menghadapi tantangan dalam meyelesaikan UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini, Indonesia menghadapi tantangan dalam meyelesaikan permasalahan terkait kebiasaan merokok yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Jumlah batang rokok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Provinsi Jawa Tengah (Jateng), termasuk salah satu dari tujuh provinsi di Indonesia yang berpenduduk dengan struktur tua (lansia). Data Departemen Sosial (Depsos)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Hasanudin, No. 806 Salatiga, Jawa Tengah. Sesuai dengan SK

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Hasanudin, No. 806 Salatiga, Jawa Tengah. Sesuai dengan SK BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Lokasi Penelitian Rumah sakit paru dr. Ario Wirawan beralamat di jalan Hasanudin, No. 806 Salatiga, Jawa Tengah. Sesuai dengan SK mentri kesehatan RI.

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. minggu mengalami perbaikan pada kualitas tidur dalam studi ini. Perbaikan

BAB V PEMBAHASAN. minggu mengalami perbaikan pada kualitas tidur dalam studi ini. Perbaikan BAB V PEMBAHASAN A. Pembahasan Siswi yang mengikuti latihan menari Gambyong Pareanom selama 8 minggu mengalami perbaikan pada kualitas tidur dalam studi ini. Perbaikan kualitas tidur ditunjukkan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan gejala-gejala atau kecacatan yang membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan gejala-gejala atau kecacatan yang membutuhkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kronis adalah kondisi medis atau masalah kesehatan yang berkaitan dengan gejala-gejala atau kecacatan yang membutuhkan penatalaksanaan medis dan keperawatan

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Setiap orang mampu menyadari berbagai keadaan aktivitas otak, salah

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Setiap orang mampu menyadari berbagai keadaan aktivitas otak, salah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap orang mampu menyadari berbagai keadaan aktivitas otak, salah satunya adalah kegiatan tidur. Tidur merupakan suatu keadaan bawah sadar saat seseorang dapat dibangunkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit tidak menular dan penyakit kronis. Salah satu penyakit tidak menular

BAB I PENDAHULUAN. penyakit tidak menular dan penyakit kronis. Salah satu penyakit tidak menular BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit adalah suatu keadaan abnormal tubuh atau pikiran yang menyebabkan ketidaknyamanan disfungsi atau kesukaran terhadap orang yang dipengaruhinya. Ada beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kronis dimana tulang rawan sendi lutut mengalami degenerasi secara perlahan.

BAB I PENDAHULUAN. kronis dimana tulang rawan sendi lutut mengalami degenerasi secara perlahan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Osteoartritis (OA) lutut adalah suatu kondisi inflamasi, keadaan reumatik kronis dimana tulang rawan sendi lutut mengalami degenerasi secara perlahan. Osteoartritis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rinitis alergi merupakan penyakit peradangan pada. sistem pernapasan yang disebabkan oleh reaksi alergi

BAB I PENDAHULUAN. Rinitis alergi merupakan penyakit peradangan pada. sistem pernapasan yang disebabkan oleh reaksi alergi 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Rinitis alergi merupakan penyakit peradangan pada sistem pernapasan yang disebabkan oleh reaksi alergi pada anak yang memiliki atopi yang sebelumnya telah terpapar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditularkan dari orang ke orang. Mereka memiliki durasi panjang dan umumnya

BAB I PENDAHULUAN. ditularkan dari orang ke orang. Mereka memiliki durasi panjang dan umumnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit tidak menular (PTM) merupakan salah satu masalah kesehatan yang menjadi perhatian nasional maupun global. Masalah PTM pada akhirnya tidak hanya menjadi masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. termasuk kelompok gangguan saluran pernapasan kronik ini. Dalam beberapa

BAB I PENDAHULUAN. termasuk kelompok gangguan saluran pernapasan kronik ini. Dalam beberapa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit asma masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia tidak terkecuali di Indonesia. Walaupun penyakit asma mempunyai tingkat fitalitas yang rendah namun

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan case control retrospektif/studi kasus kontrol retrospektif. Penelitian ini merupakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Asma 2.1.1. Definisi Asma adalah penyakit inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan berbagai sel inflamasi sehingga menimbulkan gejala yang berhubungan dengan luas inflamasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan sarana dan internet seperti yang terdapat pada smartphone (Sunarto,

BAB I PENDAHULUAN. dengan sarana  dan internet seperti yang terdapat pada smartphone (Sunarto, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang semakin pesat, maka internet menjadi salah satu media yang paling mudah dan murah untuk digunakan. Sejalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berfokus dalam menangani masalah penyakit menular. Hal ini, berkembangnya kehidupan, terjadi perubahan pola struktur

BAB I PENDAHULUAN. berfokus dalam menangani masalah penyakit menular. Hal ini, berkembangnya kehidupan, terjadi perubahan pola struktur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan epidemiologi kesehatan pada umumnya berfokus dalam menangani masalah penyakit menular. Hal ini, dapat dilihat dari sejarah ilmu epidemiologi itu sendiri,

Lebih terperinci

HUBUNGAN LAMA KERJA DAN POLA ISTIRAHAT DENGAN DERAJAT HIPERTENSI DI POLI PENYAKIT DALAM RSUD ULIN BANJARMASIN

HUBUNGAN LAMA KERJA DAN POLA ISTIRAHAT DENGAN DERAJAT HIPERTENSI DI POLI PENYAKIT DALAM RSUD ULIN BANJARMASIN Dinamika Kesehatan, Vol. 7 No.1 Juli 2016 Basit, e.t al., Hubungan Lama Kerja dan Pola Istirahat HUBUNGAN LAMA KERJA DAN POLA ISTIRAHAT DENGAN DERAJAT HIPERTENSI DI POLI PENYAKIT DALAM RSUD ULIN BANJARMASIN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Asma adalah penyakit saluran nafas kronis yang penting

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Asma adalah penyakit saluran nafas kronis yang penting BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.1. Latar Belakang Asma adalah penyakit saluran nafas kronis yang penting dan merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius di berbagai negara diseluruh dunia. Meskipun penyakit

Lebih terperinci

HUBUNGAN KELUHAN PERNAPASAN DAN FAKTOR PSIKOLOGIS DENGAN KUALITAS TIDUR PASIEN PENYAKIT PARU

HUBUNGAN KELUHAN PERNAPASAN DAN FAKTOR PSIKOLOGIS DENGAN KUALITAS TIDUR PASIEN PENYAKIT PARU Jurnal Ners Indonesia, Vol.6 No.1, September 2016 HUBUNGAN KELUHAN PERNAPASAN DAN FAKTOR PSIKOLOGIS DENGAN KUALITAS TIDUR PASIEN PENYAKIT PARU Ulfa hasanah, Amira Permatasari, Evi Karota Email :ulfahasanah45@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan dari International Diabetes Federation (IDF)

BAB 1. PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan dari International Diabetes Federation (IDF) BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan laporan dari International Diabetes Federation (IDF) menunjukkan bahwa prevalensi diabetes melitus telah mencapai epidemi tingkat global. Perkiraan untuk

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENILITIAN. Ilmu Penyakit Dalam, Ilmu Penyakit Saraf, dan Ilmu Penyakit Jiwa.

BAB IV METODE PENILITIAN. Ilmu Penyakit Dalam, Ilmu Penyakit Saraf, dan Ilmu Penyakit Jiwa. BAB IV METODE PENILITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Ilmu Penyakit Dalam, Ilmu Penyakit Saraf, dan Ilmu Penyakit Jiwa. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Klinik VCT RSUP dr. Kariadi Semarang pada bulan Maret-Juni2015.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. American Thoracic Society (ATS) dan European Respiratory Society (ERS)

BAB I PENDAHULUAN. American Thoracic Society (ATS) dan European Respiratory Society (ERS) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang American Thoracic Society (ATS) dan European Respiratory Society (ERS) mengartikan Penyakit Paru Obstruktif Kronik disingkat PPOK sebagai penyakit yang ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan paling banyak ditemui menyerang anak-anak maupun dewasa. Asma sendiri

BAB I PENDAHULUAN. dan paling banyak ditemui menyerang anak-anak maupun dewasa. Asma sendiri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Asma bronkial merupakan penyakit kronik tidak menular yang paling sering dan paling banyak ditemui menyerang anak-anak maupun dewasa. Asma sendiri berkorelasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. usia anak. Anak menjadi kelompok yang rentan disebabkan masih. berpengaruh pada tumbuh kembang dari segi kejiwaan.

BAB 1 PENDAHULUAN. usia anak. Anak menjadi kelompok yang rentan disebabkan masih. berpengaruh pada tumbuh kembang dari segi kejiwaan. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kulit merupakan masalah yang perlu menjadi perhatian khusus karena lebih dari 60% dalam suatu populasi memiliki setidaknya satu jenis penyakit kulit, khususnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkelanjutan terhadap golongan pelajar ini dapat menyebabkan pola tidur-bangun. berdampak negatif terhadap prestasi belajarnya.

BAB I PENDAHULUAN. berkelanjutan terhadap golongan pelajar ini dapat menyebabkan pola tidur-bangun. berdampak negatif terhadap prestasi belajarnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mahasiswa kedokteran merupakan golongan dewasa muda yang unik, yang memiliki komitmen akademik dan gaya hidup yang dapat berimbas pada kebiasaan tidurnya dan mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menjadi menyempit karena meningkatnya prevalensi di negara-negara berpendapatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menjadi menyempit karena meningkatnya prevalensi di negara-negara berpendapatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prevalensi asma di berbagai negara sangat bervariasi, namun perbedaannya menjadi menyempit karena meningkatnya prevalensi di negara-negara berpendapatan rendah dan menengah,

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA LAMA SENAM ASMA DENGAN FREKUENSI SERANGAN ASMA DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT (BBKPM) SURAKARTA

HUBUNGAN ANTARA LAMA SENAM ASMA DENGAN FREKUENSI SERANGAN ASMA DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT (BBKPM) SURAKARTA HUBUNGAN ANTARA LAMA SENAM ASMA DENGAN FREKUENSI SERANGAN ASMA DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT (BBKPM) SURAKARTA SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Mendapatkan Gelar Sarjana Sains

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara maju tetapi juga di negara berkembang. Menurut data laporan dari Global

BAB I PENDAHULUAN. negara maju tetapi juga di negara berkembang. Menurut data laporan dari Global BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asma merupakan masalah kesehatan dunia yang tidak hanya terjangkit di negara maju tetapi juga di negara berkembang. Menurut data laporan dari Global Initiatif for Asthma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. ditimbulkan sesuai dengan etiologi yang terjadi (Pinzon, 2016).

BAB I PENDAHULUAN UKDW. ditimbulkan sesuai dengan etiologi yang terjadi (Pinzon, 2016). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nyeri merupakan masalah kesehatan kompleks dan dapat menyerang siapapun. Nyeri dapat terjadi di berbagai tempat ditubuh dan berbagai macam sensasi yang ditimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelahiran. Meningkatnya proporsi penduduk lanjut usia (lansia) ini, berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. kelahiran. Meningkatnya proporsi penduduk lanjut usia (lansia) ini, berkaitan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penuaan populasi (population aging) atau peningkatan proporsi penduduk usia tua dari total populasi penduduk telah terjadi di seluruh dunia. Perubahan struktur demografi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu penyakit tidak menular (PTM) yang meresahkan adalah penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu penyakit tidak menular (PTM) yang meresahkan adalah penyakit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu penyakit tidak menular (PTM) yang meresahkan adalah penyakit jantung dan pembuluh darah. Berdasarkan laporan WHO tahun 2005, dari 58 juta kematian di dunia,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan 63% penyebab kematian di seluruh dunia dengan membunuh 36 juta jiwa

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan 63% penyebab kematian di seluruh dunia dengan membunuh 36 juta jiwa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan epidemiologi kesehatan pada umumnya berfokus dalam menangani masalah penyakit menular. Hal ini dapat dilihat dari sejarah ilmu epidemiologi itu sendiri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satunya sehat secara fisik. Tujuan tersebut memicu seseorang untuk menjaga

BAB I PENDAHULUAN. satunya sehat secara fisik. Tujuan tersebut memicu seseorang untuk menjaga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Seluruh individu di dunia tentunya ingin memiliki kesehatan salah satunya sehat secara fisik. Tujuan tersebut memicu seseorang untuk menjaga kesehatannya.

Lebih terperinci

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Karakteristik Pasien PPOK Eksaserbasi Akut

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Karakteristik Pasien PPOK Eksaserbasi Akut BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Konsep Pada penelitian ini kerangka konsep mengenai karakteristik pasien PPOK eksaserbasi akut akan diuraikan berdasarkan variabel katagorik

Lebih terperinci