EFEKTIFITAS VAKSINASI RABIES PADA KUCING YANG DIMASUKKAN KE WILAYAH INDONESIA MELALUI BANDAR UDARA INTERNASIONAL SOEKARNO HATTA ANES DONI KRISWITO

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "EFEKTIFITAS VAKSINASI RABIES PADA KUCING YANG DIMASUKKAN KE WILAYAH INDONESIA MELALUI BANDAR UDARA INTERNASIONAL SOEKARNO HATTA ANES DONI KRISWITO"

Transkripsi

1 EFEKTIFITAS VAKSINASI RABIES PADA KUCING YANG DIMASUKKAN KE WILAYAH INDONESIA MELALUI BANDAR UDARA INTERNASIONAL SOEKARNO HATTA ANES DONI KRISWITO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

2

3 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Efektifitas Vaksinasi Rabies pada Kucing yang Dimasukkan ke Wilayah Indonesia Melalui Bandar Udara Internasional Soekarno Hatta adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Februari 2015 Anes Doni Kriswito NIM B

4 RINGKASAN ANES DONI KRISWITO. Efektifitas Vaksinasi Rabies pada Kucing yang Dimasukkan ke Wilayah Indonesia Melalui Bandar Udara Internasional Soekarno Hatta. Dibimbing oleh DENNY W. LUKMAN dan RETNO D. SOEJOEDONO. Rabies merupakan penyakit yang mempunyai nilai strategis dalam pengendaliannya. Kasus rabies terjadi di lebih dari 150 negara dan lebih dari orang per tahun meninggal karena rabies, terutama diberbagai negara berkembang di Asia dan Afrika. Peningkatan mobilitas hewan penular rabies (HPR) antar negara membawa konsekuensi terhadap peningkatan risiko penularan penyakit hewan (rabies). Menurut data hasil survei kasus rabies di USA tahun yang dipublikasikan oleh Centers for Disease Control and Prevention (CDC), kasus rabies lebih banyak terjadi pada kucing daripada anjing. Berdasarkan hal tersebut, perlu dilakukan kajian seksama terhadap titer antibodi rabies pada kucing yang diimpor. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasikan hubungan antara hasil pemeriksaan titer antibodi terhadap rabies dengan faktor-faktor yang dapat mempengaruhinya. Studi ini dilaksanakan dengan menggunakan kajian lintas seksional terhadap kucing impor pada periode bulan Juni - September 2014 di instalasi dan laboratorium Balai Besar Karantina Pertanian Soekarno Hatta, Bandar Udara Internasional Soekarno Hatta. Studi dilakukan melalui pengujian titer antibodi sebagai peubah terikat dengan uji indirect ELISA menggunakan kit yang telah mendapat persetujuan Office International des Epizooties (OIE). Pengumpulan informasi untuk faktor risiko potensial sebagai peubah bebas dikumpulkan dari setiap kucing impor melalui pemeriksaan dokumen (international veterinary certificate, passpor hewan dan buku vaksinasi) dan kuisioner. Hubungan peubah terikat dan peubah bebas dianalisis secara statistik deskriptif dan regresi logistik. Hasil pengujian titer antibodi terhadap 67 kucing yang diimpor menunjukkan persentase titer protektif ( 0.5 IU/ml) sebesar 91.8%. Hasil studi yang menarik adalah kucing-kucing yang berasal dari negara berstatus endemik menunjukkan tingkat protektifitas yang lebih baik dibandingkan dengan yang berasal dari negara bebas rabies. Peubah bebas yang berpeluang sebagai faktor pengaruh potensial untuk keberhasilan vaksinasi rabies pada kucing antara lain, umur lebih dari 6 bulan, hewan berasal dari negara endemik, rute aplikasi vaksin secara subkutan, dan jarak pengujian yaitu interval waktu antara pengambilan sampel serum dengan waktu vaksinasi lebih dari satu bulan serta ulangan vaksinasi yang lebih dari satu kali. Berdasarkan hasil regresi logistik, penelitian ini menyimpulkan bahwa faktor yang berpengaruh terhadap pembentukan titer antibodi yang protektif pada kucing dari luar negeri yang dimasukkan melalui Bandar Udara Internasional Soekarno Hatta adalah: rute aplikasi vaksin dan jarak pengujian (interval waktu pengambilan sampel serum dengan waktu vaksinasi). Kata kunci: endemik, rabies, subkutan, titer antibodi

5 SUMMARY ANES DONI KRISWITO. Effectiveness of Rabies Vaccination on Cats Imported into Republic of Indonesia through Soekarno Hatta International Airport. Supervised by DENNY W LUKMAN and RETNO D SOEJOEDONO. Rabies is a zoonotic disease that has a strategic value in control. Rabies cases are occured in more than 150 countries, over people die of the disease annualy, mainly in the developing Asian and African countries. The increased mobility of the animals transmitting rabies inter-states had brought the consequence of the increased risk of transmission of animal diseases (rabies). According to the survey data of rabies cases in the USA in , published by the Centers for Disease Control and Prevention (CDC), rabies was more common in cats than in dogs. Based on this, it was needed to be examined rabies antibody titers in imported cats. The purpose of this study was to identify the association between the results of the rabies antibody titer and the factors that could influence it. The study was conducted by using a cross-sectional study towards cats imported in the period of June - September The study was carried out by measuring antibody titer as a bound variables using indirect ELISA test and kit that is approved by the World Organization for Animal Health (OIE). The collection of information for potential risk factors as independent variables were collected from data of each cat imported through inspection of documents (international veterinary certificate, animal passports and vaccination book) and questionnaires. Association between bound variables and independent variables was analyzed descriptively and using logistic regression analyzed. The antibody titers test results of 67 cats that were imported showed the percentage of protective titers ( 0.5 IU / ml) of 91.8%. This study found that the cats originated from the endemic countries had the protective level better than rabies free countries. The potential factors influencing the protective titers of rabies of rabies in cats involved age of more than six months, rabies infected countries, vaccination route of subcutaneous, time interval between time of serum sampling and vaccination, and booster. The conclusion of this research was based on logistic regression analysis, the factors that influence the formation of a protective antibody titers in cats from abroad that entered through Soekarno Hatta International Airport, that was: the application of vaccines and test distance (serum sampling time interval to the time of vaccination). Key words: antibody titer, endemic, rabies, subcutaneous

6 Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

7 EFEKTIFITAS VAKSINASI RABIES PADA KUCING YANG DIMASUKKAN KE WILAYAH INDONESIA MELALUI BANDAR UDARA INTERNASIONAL SOEKARNO HATTA ANES DONI KRISWITO Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

8 Penguji luar komisi pada ujian tesis: Dr Ir Etih Sudarnika, MSi

9 Judul Tesis : Efektifitas Vaksinasi Rabies pada Kucing yang Dimasukkan ke Wilayah Indonesia Melalui Bandar Udara Internasional Soekarno Hatta Nama : Anes Doni Kriswito NIM : B Disetujui oleh Komisi Pembimbing Dr med vet Drh Denny W Lukman, MSi Ketua Prof Dr Drh Retno D Soejoedono, MS Anggota Diketahui oleh Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner Dekan Sekolah Pascasarjana Dr med vet Drh Denny W Lukman, MSi Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr Tanggal Ujian: 3 Februari 2015 Tanggal Lulus:

10 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta ala atas segala karunia-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni hingga September 2014 ini ialah faktor risiko vaksinasi, dengan judul Efektifitas Vaksinasi Rabies pada Kucing yang Dimasukkan ke Wilayah Indonesia Melalui Bandar Udara Soekarno Hatta Jakarta. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr med vet drh Denny W Lukman, MSi dan Ibu Prof Dr drh Retno D Soejoedono, MS selaku pembimbing, yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Ibu Ir. Banun Harpini, MSc, Bapak drh. Mulyanto, MM, dan Bapak drh. Sujarwanto, MM dari Badan Karantina Pertanian yang telah memberikan motivasi dan kesempatan untuk menempuh pendidikan S2. Penulis juga sampaikan terima kasih kepada Bapak Dr Ir H M. Mussyafak Fauzi, SH,.MSi sebagai Kepala Balai Besar Karantina Pertanian Soekarno Hatta, beserta staf Bidang Karantina Hewan dan laboran Balai Besar Karantina Pertanian yang telah membantu selama pengumpulan data. Penulis merasa bahagia berkesempatan menyelesaikan pendidikan S2 bersama dengan 19 orang sahabat yang tergabung dalam mahasiswa KMV, yang senantiasa saling mendukung dan memotivasi. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ibu, ayah, istri dan anak-anakku, atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan perkarantinaan hewan di Indonesia. Bogor, Februari 2015 Anes Doni Kriswito

11 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN 1 PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 1 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2 2 TINJAUAN PUSTAKA 2 Etiologi 3 Vaksinasi Rabies 3 Pengukuran Antibodi terhadap Rabies 4 Pengujian Titer Antibodi 4 Prosedur Importasi Kucing 5 3 METODE 6 Waktu dan Tempat Penelitian 8 Bahan dan Alat 8 Kerangka Penelitian 8 Teknik Pengambilan Data 9 Pengambilan Sampel Darah 9 Pengujian Titer Antibodi 9 Prosedur Analisis Data 12 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 12 Pengaruh Faktor Umur terhadap Titer Antibodi 13 Pengaruh Faktor Status Negara terhadap Titer Antibodi 13 Pengaruh Faktor Rute Aplikasi Vaksin terhadap Titer Antibodi 14 Pengaruh Faktor Jenis Kelamin terhadap Titer Antibodi 15 Pengaruh Faktor Jarak Pengujian terhadap Titer Antibodi 15 Pengaruh Faktor Ulangan Vaksinasi terhadap Titer Antibodi 16 Penilaian Kandidat Faktor Risiko Pembentukan Titer Antibodi 16 Faktor-faktor Efektifitas Vaksinasi Rabies terhadap Titer Antibodi 19 Reverse-genetic sebagai Paradigma Baru Vaksinasi Rabies 21 5 SIMPULAN DAN SARAN 22 Simpulan 22 Saran 22 DAFTAR PUSTAKA 22 LAMPIRAN 25 RIWAYAT HIDUP 37 xii xii xii

12 DAFTAR TABEL 1 Definisian operasional penelitian 7 2 Pembuatan standar kuantifikasi 11 3 Kelompok faktor umur kucing terhadap titer antibodi 13 4 Kelompok faktor status negara asal kucing terhadap titer antibodi 14 5 Kelompok faktor rute aplikasi vaksin terhadap titer antibodi 14 6 Kelompok faktor jenis kelamin terhadap titer antibodi 15 7 Kelompok faktor jarak pengujian terhadap titer antibodi 15 8 Kelompok faktor ulangan vaksinasi terhadap titer antibodi 16 9 Penilaian kandidat faktor risiko terhadap pembentukan titer antibodi Nilai OR faktor-faktor vaksinasi terhadap titer antibodi berdasarkan analisis regresi logistik 20 DAFTAR GAMBAR 1 Struktur dasar dan komposisi virus rabies 3 2 Hubungan peubah bebas dan peubah terikat 8 3 Platelia TM rabies II sebagai kit ELISA 10 4 Disain penempatan kontrol, standar dan sampel untuk uji kuantitas 11 5 Jumlah kucing yang masuk ke Indonesia melalui Bandar udara Soekarno Hatta, Jakarta pada periode penelitian 12 DAFTAR LAMPIRAN 1 Rekapitulasi data kucing impor selama periode 1 Juni 30 September 25 2 Daftar negara berdasarkan situasi rabies menurut World animal health information database interface, OIE 28 3 Contoh sertifikat kesehatan hewan dari negara asal hewan 33 4 Contoh hasil pemeriksaan titer antibodi terhadap rabies 34 5 Contoh lembar catatan vaksinasi rabies 35 6 Contoh sertifikat pelepasan karantina hewan 36

13 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Rabies merupakan penyakit yang mempunyai nilai strategis dalam pengendaliannya. Rabies sebagai salah satu penyakit zoonotik tertua yang hingga saat ini masih menyebabkan kematian tinggi pada manusia. Kasus rabies terjadi di lebih dari 150 negara dan di semua benua, kecuali benua antartika. Lebih dari orang per tahun diperkirakan meninggal karena rabies (Schnell et al. 2010). Penyakit Rabies juga dikenal sebagai penyakit culdesak (berakhir pada manusia penularannya). Rabies adalah isu global yang mempunyai dampak sosio-ekonomi yang sangat besar karena terkait dengan ketentraman batin dan pendapatan suatu daerah/negara dari sektor pariwisata. Seiring dengan kemajuan teknologi dan pemanfaatan dibidang transportasi menyebabkan mobilitas manusia dan hewan antar negara semakin tinggi. Peningkatan mobilitas hewan penular rabies (HPR) antar negara membawa konsekuensi terhadap peningkatan risiko penularan penyakit hewan (rabies). Upaya meminimalisasi risiko masuknya rabies dari luar negeri dilakukan dengan pengkarantinaan di border (wilayah kepabeanan tempat pemasukan importasi). Pelaksanaan berbagai program pemberantasan dan pencegahan rabies dari luar negeri meliputi vaksinasi, eliminasi hewan carrier, pembatasan lalu lintas, pengujian laboratorium dalam surveilans dan pengkarantinaan hewan. Masingmasing negara melaksanakan tindakan karantina terhadap lalu lintas HPR impor sesuai dengan ketentuan yang berlaku secara internasional dan kebijakan dalam negerinya. Tahun tercatat impor kucing sebagai salah satu HPR sebanyak 393 ekor dengan frekuensi sebanyak 250 kali (BBKP Soekarno Hatta 2014). Menurut data hasil survei kasus rabies di USA tahun yang dipublikasikan oleh Centers for Disease Control and Prevention (CDC), lebih banyak pada kucing daripada anjing. Kasus rabies tahun 2008 pada kucing sebanyak 294 kasus dan 75 kasus pada anjing. Data tahun 2009 menunjukkan kasus rabies pada kucing sebanyak 300 kasus dan 81 kasus pada anjing (CDC 2010). Berdasarkan hal tersebut, perlu dilakukan kajian seksama terhadap titer antibodi rabies pada HPR (kucing) yang diimpor dari luar negeri baik yang berstatus bebas rabies maupun endemis rabies. Titer antibodi rabies merupakan jaminan terhadap kebenaran sertifikat vaksinasi yang disertakan bersama hewan bersangkutan disaat kedatangan. Kondisi ini dapat menggambarkan keberhasilan atau kegagalan vaksinasi yang dilakukan di negara asal HPR. Perumusan Masalah Sampai dengan saat ini belum ada data penelitian ilmiah yang dapat menggambarkan efektifitas vaksinasi rabies pada hewan kucing yang diimpor dari luar negeri ke wilayah Indonesia dengan menggunakan transportasi udara. Disamping itu, negara asal (pengekspor) kucing sangat beragam dan belum diketahui secara pasti penanganan kesehatan kucing yang diekspor ke Indonesia. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk menggambarkan hubungan

14 2 antara pemeriksaan titer antibodi terhadap rabies dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya sehingga dapat dilihat efektifitas vaksinasinya. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasikan hubungan antara hasil pemeriksaan titer antibodi terhadap rabies dengan faktor-faktor yang dapat mempengaruhinya pada kucing yang diimpor dari luar negeri melalui Bandar Udara Internasional Soekarno Hatta. Manfaat Penelitian Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan gambaran hasil vaksinasi rabies pada kucing yang dilalulintaskan dari luar negeri ke wilayah Indonesia. Dengan demikian, data yang didapatkan bisa digunakan sebagai referensi bagi Karantina Hewan untuk menentukan tindakan-tindakan yang diperlukan dalam mengantisipasi masuk dan menyebarnya rabies dari importasi kucing. 2 TINJAUAN PUSTAKA Etiologi Penyakit rabies dikenal juga dengan nama lyssa, tollwut, rage dan hydrophobia. Rabies merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus yang menyerang susunan syaraf pusat dan bersifat zoonotik. Agen penyebab penyakit rabies adalah virus neurotropik yang dikelompokkan dalam famili Rhabdoviridae, genus Lyssavirus (Fischer et al. 2014). Rabies merupakan salah satu penyakit viral ensefalomielitis yang mempunyai ancaman berbahaya dengan case fatality rate dapat mencapai 100% setelah muncul gejala klinis (Rupprecht 2007). Penularan virus rabies terjadi melalui gigitan dari hewan penderita rabies yang menyebabkan deposit virus pada air liur (saliva) masuk ke dalam luka gigitan. Virus rabies menyebabkan terjadinya neurotropik yang sangat tinggi dengan periode inkubasinya sangat bervariasi sesuai dengan jarak lokasi gigitan dan susunan syaraf pusat. Virus menginfeksi syaraf peripheral dan bergerak naik ke akar ganglion bagian dorsal (Hicks et al. 2012) Spesies dari genus Lyssavirus antara lain: virus kelelawar Lagos (LBV), virus Mokola (MOKV), virus Duvenhage (DUVV), virus kelelawar Eropa tipe 1 dan 2 (EBLV-1 & -2), virus kelelawar Australia (ABLV), virus Aravan (ARAV), virus Khujand (KHUV), virus Irkut (IRKV), virus kelelawar West Caucasian (WCBV), dan virus kelelawar Shimoni (SHIBV). Dua virus yang paling sering ditemukan saat ini adalah virus kelelawar Bokeloh (BBLV) dan virus Ikoma (IKOV), yang telah diakui sebagai spesies baru dan sedang menunggu hasil ratifikasi yang dilakukan oleh Komite Internasional Taksonomi Virus (Fischer et al. 2014).

15 Rhabdovirus merupakan virus dengan panjang kira-kira 180 nm dan lebar 75 nm. Genom rabies mempunyai 5 jenis protein : nukleoprotein (N), fosfoprotein (P), protein matrik (M), glikoprotein (G) dan polimerase (L). Semua Rhabdovirus mempunyai komponen struktur helical ribonucleoprotein core (RNP) dan amplop di sekelilingnya. Pada RNP, RNA dilekatkan oleh nukleoprotein. Protein virus lainnya yaitu phosphoprotein dan protein besar (Lprotein atau polimerase) berhubungan dengan RNP. Bentuk glikoprotein rata-rata terdiri dari 400 trimeric spike yang melekat di permukaan virus. Protein M dihubungkan dengan amplop dan RNP atau protein pusat Rhabdovirus. Struktur dasar dan komposisi virus rabies dapat dilihat pada Gambar 1 (Sugiyama dan Ito 2007). 3 Envelope (membrane) Matrix protein Glycoprotein Ribonucleoprotein Gambar 1 Struktur dasar dan komposisi virus rabies Rhabdovirus merupakan virus RNA utas tunggal berpolaritas negatif. Materi genetik berupa RNA tidak dapat berfungsi sebagai messenger RNA (mrna). Morfologi virus ini berbentuk batang dan pada salah satu bagian ujungnya melengkung sehingga sering dikatakan seperti bentuk peluru. Amplop ini berpengaruh terhadap sifat infektifitasnya, sedangkan RNA dan nukleoplasmidnya tidak infektif (Soedijar dan Dharma 2005). Vaksinasi Rabies Vaksin rabies yang digunakan pada hewan dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu live vaccine dan killed vaccine atau vaksin inaktif. Pada umumnya vaksin rabies yang digunakan saat ini adalah jenis vaksin inaktif. Vaksin inaktif adalah vaksin yang dibuat dari mikroorganisme yang telah diinaktifkan tetapi tetap bersifat imunogenik. Vaksin jenis ini biasanya dikemas dalam cairan adjuvan sehingga partikel vaksin dikeluarkan secara lamban dan dalam waktu yang lama (Wibawan dan Soejoedono ). Vaksin rabies mempunyai durasi imunitas sekitar 3 tahun dengan perkiraan tingkat proteksi relatif sebesar 85%. Beberapa penyebab kegagalan vaksinasi dalam pembentukan antibodi antara lain adalah keberadaan imunitas secara pasif (antibodi maternal), mundurnya respon sistem kekebalan, imunogenitas vaksin yang lemah, ketidakmampuan genetik untuk merespon antigen dalam vaksin, kejadian imunosupresi, dan inefektifitas vaksin itu sendiri (Schultz 2000). Menurut Roth (2007) faktor yang mempengaruhi keberhasilan dan durasi imunitas pada hewan antara lain: vaksin yang digunakan, kondisi hewan dan faktor patogenitas virus yang menginfeksi. Nash (2008) menegaskan bahwa

16 4 adanya antibodi maternal, jarak waktu vaksinasi dan paparan antigen, kerusakan vaksin, aplikasi vaksinasi yang kurang tepat, jadwal vaksinasi yang kurang tepat, variasi ras, imunosupresi atau imunodefisiensi, dan defisiensi nutrisi dapat berpengaruh terhadap kurang optimalnya vaksinasi. Pengukuran Antibodi terhadap Rabies Diagnosa rabies yang direkomendasikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (OIE) adalah direct fluorescent antibody test (dfat). Metode dfat digunakan untuk mendeteksi keberadaan antigen (Lyssavirus) dari spesimen otak sehingga digunakan dalam kondisi postmortem. Pengujian dfat memiliki keterbatasan atau tidak dapat digunakan untuk diagnosa rabies dari spesimen non-neural seperti cairan cerebrospinal, biopsi kulit, dan air liur (Dürr et al. 2008). Metode pengukuran antibodi terhadap rabies dapat dilakukan dengan metode pengujian enzyme linked immunosorbent assay (ELISA) yang relatif lebih cepat untuk pengujian dengan jumlah sampel banyak dan sekaligus. Kekurangan dari metode ELISA adalah sensitifitas yang rendah dibandingkan dengan uji SNT (serum neutralization test). Titer antibodi protektif bagi hewan dan manusia dinyatakan dengan besaran 0.5 IU/ml untuk sampel individu atau 0.1 IU/ml untuk serum sampel kelompok. Menurut WHO, pengujian untuk pengukuran titer antibodi rabies disarankan menggunakan mouse neutralization test (MNT) dan plaque reduction test (PRT), sedangkan OIE telah menetapkan metode rapid fluorescent focus inhibition test (RFFIT) sebagai uji standar dalam pengukuran titer antibodi rabies. Uji SNT merupakan uji yang paling spesifik untuk pendeteksian antibodi rabies. Titik kritis uji SNT adalah pada kemampuan penggunaan sel yang sensitif untuk pertumbuhan virus rabies dan menunjukkan kerusakan sitopatik pada myeloneuroblastoma (sel MNA) setelah inkubasi selama tiga hari (Soedijar dan Dharma 2005). Metode pengukuran antibodi dengan menggunakan tingkat kekebalan selular dapat dilakukan dengan uji sitotoksisitas. Metode uji ini untuk mengukur efek sitostatik antibodi atau sel efektor (limfosit). Limfosit sel T sitotoksik memegang peran penting dalam regulasi respon imun. Pengujian untuk deteksi keberadaan virus rabies dapat menggunakan direct rapid immunohistochemical test (drit). Penggunaan pengujian drit di Tanzania telah menunjukkan sensitifitas dan spesifisitas yang mencapai 100% dibandingkan dengan uji standar yaitu direct fluorescent antibody test (dfat) sebagai gold standard atau uji yang direkomendasikan oleh WHO (Dürr et al. 2008). Pengujian Titer Antibodi Pada penelitian ini pemeriksaan titer antibodi terhadap virus rabies dilakukan dengan menggunakan metode ELISA. Metode ELISA ini sesuai dengan rekomendasi OIE tahun 2008 dalam Manual of Standards for Diagnositic Test and Vaccines. Metode ELISA juga mempunyai spesifisitas yang baik dan sesuai

17 penggunaannya sebagai metode uji cepat titer antibodi yang memerlukan waktu sekitar 4 jam. Salah satu kit ELISA rabies yang telah mendapat persetujuan dari OIE adalah Platelia RABIES II kit untuk pengukuran titer antibodi kucing dan anjing. Penggunaan kit ELISA tersebut terutama ditujukan untuk pemenuhan regulasi mobilitas atau perdagangan internasional hewan (kucing dan anjing) terkait tingkat kekebalan terhadap rabies. Sensitifitas dan spesifisitas kit tersebut pada pengujian titer antibodi kucing secara berurut adalah 81.8% dan 98.2% dengan tingkat kepercayaan (CI) 95% (OIE, 2007). Titer serum ditentukan berdasarkan optical density (OD) dalam bentuk ekuivalen unit (EU) terhadap serum standar OIE. Hasil titer yang protektif ditunjukkan dengan nilai 0.6 EU/ml yang nilainya ekuivalen dengan 0.5 IU/ml sebagai standar protektif titer antibodi menurut OIE, sedangkan nilai hasil yang sebaliknya akan dianggap tidak protektif. 5 Prosedur Importasi Kucing OIE telah mengeluarkan rekomendasi untuk importasi hewan yang berpotensi dalam penyebaran virus rabies secara global sebagai dampak dari perdagangan internasional. Rekomendasi tersebut tertuang dalam Terrestrial Animal Health Code (TAHC) yang senantiasa diperbaharui berdasarkan kajian ilmiah. Rabies secara spesifik dibahas pada TAHC volume 8 tahun 2014 chapter Rekomendasi terkait dengan importasi hewan yang dapat berpeluang sebagai penyebaran virus rabies secara detail sebagai berikut : 1) Kucing yang diimpor dari Negara bebas rabies, di dalam international veterinary certificate harus diterangkan bahwa hewan tidak menunjukkan gejala klinis rabies sebelum dan/atau saat akan diberangkatkan (dikirim). Hewan sejak lahir atau minimal 6 bulan sebelum pemberangkatan berada pada negara bebas rabies. 2) Kucing yang diimpor dari Negara endemik rabies harus sehat atau dinyatakan tidak menunjukkan adanya gejala klinis rabies pada saat akan diberangkatkan. Hewan seharusnya dipasang identitas (microchip) dan angka identitasnya dicantumkan dalam international veterinary certificate. Hewan divaksinasi atau divaksinasi ulang sesuai dengan rekomendasi dari produsen vaksin. Vaksin yang digunakan seharusnya diproduksi dan digunakan sesuai dengan Terrestrial manual yang ditetapkan oleh OIE. pengujian titer antibodi dilakukan tidak kurang dari 3 bulan dan tidak lebih dari 12 bulan sebelum diberangkatkan dan menunjukkan hasil protektif minimum 0.5 IU/ml. Pemerintah Indonesia sebagai negara anggota World Trade Organization (WTO) telah menetapkan regulasi importasi HPR sesuai dengan SPS measure. Regulasi importasi HPR tertuang dalam Surat Keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian Nomor 344.b/kpts/PD /L/12/06 tentang Petunjuk Teknis Persyaratan dan Tindakan Karantina Hewan terhadap Lalulintas Pemasukan Hewan Penular Rabies (anjing, kucing, kera, dan hewan sebangsanya). Persyaratan dan tindakan yang diberlakukan oleh pemerintah Indonesia terkait importasi kucing adalah hewan dalam kondisi sehat atau tidak menunjukkan gejala klinis rabies dan disertai kelengkapan dokumen yang meliputi :

18 6 1) Sertifikat kesehatan hewan yang diterbitkan oleh pejabat berwenang di negara asal dan negara transit; 2) Surat persetujuan pemasukan dari Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan; 3) Paspor hewan atau surat keterangan identitas hewan dalam bahasa Inggris yang dikeluarkan oleh dokter hewan berwenang di negara asal yang memuat antara lain telah berada atau dipelihara sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan di negara asal sebelum diberangkatkan, dan hewan sekurang-kurangnya telah berumur 6 (enam) bulan serta tidak dalam keadaan bunting umur 6 (enam) minggu atau lebih, dan atau hewan tersebut tidak sedang menyusui pada saat diberangkatkan. Paspor hewan mencantumkan informasi sekurang-kurangnya jenis hewan, bangsa, jenis kelamin, warna bulu, umur/tanggal lahir dan penanda identitas; atau 4) Penanda identitas permanen dengan identifikasi elektronik (microchip). Bila microchip yang digunakan tidak sesuai dengan alat baca pada pelabuhan/bandara pemasukan, maka pemilik atau kuasa pemilik harus menyediakan sendiri perangkat alat baca untuk microchip tersebut. 5) Hewan yang akan masuk ke wilayah/daerah bebas rabies di Indonesia diberangkatkan langsung dari negara bebas rabies. Apabila harus transit maka harus ada persetujuan dari Menteri Pertanian cq. Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan serta keterangan yang diberikan oleh otoritas veteriner di negara transit; 6) Surat keterangan vaksinasi bagi negara yang melaksanakan vaksinasi, yang menerangkan bahwa vaksinasi menggunakan vaksin inaktif, yang diberikan pada: a. hewan yang divaksinasi pertama kali (primer), sekurang-kurangnya 6 bulan dan tidak lebih dari 1 tahun sebelum diberangkatkan yang diberikan pada saat hewan berumur minimal 3 bulan; b. hewan yang divaksinasi ulang/booster, sekurang-kurangnya 1 bulan atau tidak lebih dari 1 tahun sebelum diberangkatkan; 7) Surat keterangan hasil pemeriksaan titer antibodi dari negara asal. Pengujian titer antibodi tidak boleh dilakukan lebih lama dari 6 bulan setelah vaksinasi dari laboratorium terakreditasi. 3 METODE Penelitian ini menggunakan kajian lintas seksional terhadap titer antibodi anti rabies pada kucing impor. Penelitian ini untuk melihat peubah bebas: umur, status negara asal, rute aplikasi vaksin, jenis kelamin, jarak pengujian, dan ulangan vaksinasi dalam mempengaruhi titer antibodi terhadap rabies sebagai peubah terikat pada kucing-kucing impor yang diamati. Pengumpulan data dari peubah bebas dan peubah terikat memerlukan pendefinisian operasional sebelum dilakukan analisis datanya. Definisi operasional untuk masing-masing peubah dapat dilihat pada Tabel 1.

19 Tabel 1 Definisi operasional penelitian No Peubah Definisi operasional 1 Titer antibodi adalah ukuran besaran antibodi dalam tubuh sebagai hasil vaksinasi rabies Protektif Kelompok hewan yang mempunyai nilai titer antibodi rabies 0.6 EU/ml Tidak Kelompok hewan yang mempunyai protektif nilai titer antibodi rabies < 0.6 EU/ml Cara mengukur Uji ELISA Rabies Skala 7 Nominal 1 (protektif) 2 ( tidak protektif) 2 Umur adalah jarak waktu kelahiran dengan importasi Ordinal Umur >6 bulan Kelompok hewan yang saat diimpor ke Indonesia lebih dari 6 bulan Observasi paspor 1 ( > 6 bulan) Umur 6 bulan Kelompok hewan yang saat diimpor ke Indonesia kurang dari dan/atau 6 bulan hewan 2 ( 6 bulan) 3 Cara aplikasi vaksin adalah rute pemberian vaksin rabies Nominal Injeksi SC Vaksinasi dilakukan dengan injeksi Observasi 1 (SC) Injeksi IM vaksin pada jaringan dibawah kulit Vaksinasi dilakukan dengan injeksi vaksin pada otot buku vaksinasi 2 (IM) 4 Jenis kelamin adalah pembedaan hewan berdasarkan keberadaan organ ambing dalam anatominya Jantan Kelompok hewan yang tidak mempunyai ambing Betina Kelompok hewan yang mempunyai ambing 5 Status negara adalah kriteria suatu negara berdasarkan keberadaan kasus rabies Negara Negara yang dilaporkan masih terjadi endemik kasus rabies pada spesies hewan rabies maupun manusia dalam periode waktu Negara bebas rabies kurang dari 2 tahun Negara yang tidak pernah dilaporkan terjadi kasus rabies dan/atau negara yang dalam periode 2 tahun terakhir tidak terjadi kasus rabies pada spesies hewan maupun manusia Observasi fisik Observasi data Wahid interface OIE Nominal 1 (jantan) 2 (betina) Ordinal 1 (endemik rabies) 2 (bebas rabies) 6 Jarak pengujian adalah interval waktu vaksinasi dan pengambilan serum untuk pengujian titer antibodi Ordinal x 1 bulan Jarak pengujian lebih dari dan/atau 1 bulan Obsevasi buku vaksin 1 ( 1 bulan) x < 1 bulan Jarak pengujian kurang dari 1 bulan dan buku lab 2 (< 1 bulan) 7 Ulangan vaksinasi adalah frekuensi vaksinasi pada hewan Ordinal Priming Hewan mendapat satu kali vaksinasi Observasi 1 rabies buku (priming) Booster Hewan mendapat vaksinasi rabies dua kali atau lebih vaksinasi 2 (booster)

20 8 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada periode waktu Juni 2014 sampai dengan September Penelitian bertempat di Instalasi dan Laboratorium Karantina Hewan Balai Besar Karantina Pertanian Soekarno Hatta, Bandar Udara Internasional Soekarno Hatta. Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan yaitu: biosafety cabinet class II, ELISA reader, ELISA washer, inkubator, vortex, stop wacth, mikroplat dasar U, preset pipette 1-10 ml, single micropipette µl, multichannel micropipette µl, tabung 25 ml, 100 ml, dan 1000 ml, disposal tube, konjugat: protein A- peroksidase dan bovine protein yang dimurnikan (kosentrasi 10x), buffer substrat peroksida dengan menggunakan asam sitrat dan sodium asetat yang mengandung 0.015% H 2 O 2 dan 4% dimetilsulfoksida (DMSO), Chromogen berupa 0.25% larutan tetrametilbenzidin, kontrol negatif, kontrol positif, standar kuantifikasi, sampel diluent, wash solution, stop solution dan adhesive film. Kerangka Penelitian Perumusan disain hubungan antara beberapa peubah bebas yang mempunyai pengaruh terhadap pembentukan titer antibodi seperti pada Gambar 2. Peubah bebas 1. Umur 2. Aplikasi vaksin 3. Jarak waktu vaksinasi dengan koleksi serum darah 4. Status negara asal 5. Ulangan vaksinasi 6. Jenis kelamin Peubah terikat 1. Antibodi protektif (positif) 2. Antibodi tidak protektif (negatif) Gambar 2 Hubungan peubah bebas dan peubah terikat Setiap kelompok diteliti terhadap faktor risiko melalui data dan riwayat kesehatan yang diperoleh dari lembar permohonan pemeriksaan karantina, dokumen kesehatan, dan lembar kartu status hewan saat dilakukan pemeriksaan di IKH. Setiap hewan diuji titer antibodi rabies dan dilakukan observasi selama 14 hari sesuai petunjuk teknis Badan Karantina Pertanian (SK Kepala Badan Karantina Pertanian Nomor 344.b/Kpts/PD /L/12/2006) tentang Petunjuk Teknis Persyaratan dan Tindakan Karantina Hewan terhadap Lalulintas Pemasukan Hewan Penular Rabies (anjing, kucing, kera, dan sebangsanya). Hasil pengujian dimasukkan dalam tabel yang dibuat dengan berdasarkan pengelompokkan nilai hasil pengujian titer antibodi, yaitu protektif dan tidak

21 protektif. Data hasil pengujian titer antibodi yang telah diperoleh, dianalisis dengan khi-kuadrat (χ 2 ) dan dilanjutkan dengan regresi logistik. Peubah bebas umur, cara aplikasi vaksin, jarak pengujian, ulangan vaksinasi, jenis kelamin dan jenis vaksin untuk mengetahui pengaruh masing-masing faktor terhadap titer antibodi. Uji statistik deskriptif khi-kuadrat (χ 2 ) digunakan untuk melihat faktor yang berpotensi sebagai kandidat (peubah bebas). Kandidat yang didapat diuji lanjut dengan regresi logistik untuk menentukan faktor-faktor yang memiliki hubungan atau berpengaruh terhadap titer antibodi (Thrusfield 2005). 9 Teknik Pengambilan Data Penelitian ini dilakukan pada kucing impor yang berasal dari negara bebas rabies dan negara endemik rabies sesuai dengan daftar World Animal Health Information Database (Wahid) Interface OIE tahun Data yang digunakan adalah data primer dengan mengumpulkan data pengujian titer antibodi rabies di laboratorium selama periode waktu bulan Juni sampai dengan September Sedangkan data sekunder diperoleh melalui lembar permohonan pemeriksaan karantina, dokumen kesehatan dari negara asal, buku vaksinasi, dan catatan kesehatan selama di instalasi karantina hewan, Balai Besar Karantina Pertanian Soekarno Hatta. Pengambilan Sampel Darah Pengambilan sampel darah dilakukan pada setiap kedatangan kucing yang berasal dari luar negeri (sampel 100% hewan yang datang) pada periode 1 Juni 30 September 2014, baik yang berasal dari negara bebas rabies dan endemis rabies. Setiap kucing yang datang akan diistirahatkan terlebih dahulu selama 1-2 hari agar kondisi tubuhnya berada pada kondisi yang baik sebelum dilakukan pengambilan darah. Pada kucing yang divaksinasi dengan vaksin inaktif (killed vaccine), pengambilan sampel darahnya memperhatikan waktu pelaksanaan vaksinasinya dengan batas minimum 30 hari setelah vaksinasi. Pengambilan darah ditujukan untuk mendapatkan serum sebagai bahan untuk pemeriksaan titer antibodi rabies dari hewan yang telah divaksinasi. Darah kucing sebanyak 1-2 ml diambil dari vena femoralis kaki belakang atau vena saphena kaki depan dengan menggunakan spuit steril berukuran 2.5 ml. Spuit yang telah berisi darah kemudian disimpan pada suhu ruang (25 27 ºC) sampai terjadi pemisahan antara serum dan bekuan sel darah. Cairan serum yang terpisah dari bekuan darah dipindahkan ke dalam tabung reaksi/disposal tube yang steril. Serum yang terkoleksi disimpan pada suhu -4 ºC sampai serum digunakan untuk uji. Pengujian Titer Antibodi Pada penelitian ini pengukuran titer antibodi menggunakan uji ELISA kuantifikasi dengan Platelia RABIES II kit. Pada setiap mikroplat dapat digunakan untuk menganalisis 90 sampel secara kualitatif atau 80 sampel secara

22 10 kuantitatif terhadap antibodi rabies. Pengujian ini berdasarkan teknik indirect ELISA dengan melekatkan ekstrak glikoprotein pada dasar sumur mikroplat. Glikoprotein tersebut diambil dari membran virus rabies yang diinaktivasi dan dipurifikasi, sedangkan konjugat enzimatik yang digunakan meliputi protein A yang berasal dari S. aureus dan berpasangan/berikatan dengan peroksidase. Prinsip uji ELISA ini adalah bedasarkan ikatan antigen (glikoprotein virus rabies) dan antibodi yang ditunjukkan melalui perpedaran warna dan intensitasnya. Perpendaran warna dan intensitasnya ini adalah hasil dari enzim yang terikat pada konjugat bereaksi dengan substrat. Perubahan warna dan intensitasnya diukur secara fotometrik dengan menggunakan ELISA reader. Pada pengujian kuntitas titer antibodi rabies, terlebih dahulu membuat standar kuantifikasi dari kontrol positif yang diencerkan secara bertingkat (4 EU/ml, 2 EU/ml, 1 EU/ml, 0.5 EU/ml, 0.25 EU/ml dan EU/ml). Titer serum ditentukan berdasarkan optical density (OD) yang dinyatakan dalam satuan equivalen unit terhadap serum standar OIE. Nilai uji 0.6 EU/ml setara dengan 0.5 IU/ml merupakan hasil titer yang protektif mengacu pada standar protektif titer antibodi menurut OIE, sedangkan sebaliknya akan dianggap sebagai titer antibodi yang tidak protektif. Kit Elisa Rabies yang digunakan ditunjukkan pada Gambar 3. Gambar 3 Platelia rabies II sebagai kit ELISA Prosedur pengujian dengan Platelia RABIES II kit ini adalah terlebih dahulu dengan mengaktivasi sampel pada waterbath dengan suhu 27 ºC selama 60 menit. Reagen kit diagnostik sebelum digunakan disimpan pada suhu ruang (18-30 ºC) selama 30 menit dan dihomogenkan secara perlahan. Mikroplat yang akan digunakan juga disimpan dalam suhu ruang (18-30 ºC) selama 30 menit. Penyimpanannya tetap dalam kemasan untuk menghindari terjadinya tetesan air kondensasi pada sumur-sumur mikroplat. Persiapan reagen yang akan digunakan diantaranya adalah pengenceran sampel dan kontrol negatif sebesar 100 kali dengan menggunakan sampel diluen. Pembuatan standar kuantifikasi melalui pengenceran 100 kali antara kontrol positif (R 4b ) dengan sampel diluen, sebagai standar dengan kosentrasi 4EU/ml (S6). Standar kuantifikasi dari S 6 dilakukan pengenceran secara bertingkat untuk

23 mendapatkan standar dengan kosentrasi 2 EU/ml (S 5 ), 1 EU/ml (S 4 ), 0.5 EU/ml (S 3 ), 0.25 EU/ml (S 2 ), EU/ml (S 1 ) seperti yang terlihat pada Tabel 2. Larutan pencuci (wash solution) terlebih dahulu dilakukan pengenceran menggunakan air destilata dengan perbandingan 1 : 9. Persiapan untuk konjugat dibuat dengan mencampurkan sedian konjugat dan wash solution yang mengandung buffer Tris-NaCl 0.01% dengan perbandingan volume 1.1 ml : 9.9 ml. Pembuatan larutan enzim dilakukan dengan mencampurkan 1 ml chromogen dengan 10 ml buffer substrat peroksida. Standar kuantifikasi Tabel 2 Pembuatan standar kuantifikasi Pengenceran serial Kosentrasi standar yang diperoleh dari pengenceran S 6 R 4b diencerkan hingga 1/100 4 EU/ml S 5 S 6 diencerkan hingga 1/2 2 EU/ml S 4 S 5 diencerkan hingga 1/2 1 EU/ml S 3 S 4 diencerkan hingga 1/2 0.5 EU/ml S 2 S 3 diencerkan hingga 1/ EU/ml S 1 S 2 diencerkan hingga 1/ EU/ml Pengujian sampel secara kuantitas untuk mengetahui titer antibodi rabies dilakukan dengan menempatkan sampel diluen, kontrol negatif, kontrol positif dan standar kuantifikasi (S 6, S 5, S 4, S 3, S 2, dan S 1 ) pada sumur mikroplat dengan volume masing-masing sebanyak 100 µl. Kontrol dan standar kuantifikasi dilakukan secara duplo sedangkan sampel cukup dilakukan secara tunggal. Setelah semua ditempatkan pada sumur mikroplat ditutup dengan adhesive film dan diinkubasi selama 60 menit pada suhu 37 ºC. Selesai inkubasi pertama mikroplat dikeluarkan dari inkubator, adhesive film dilepaskan dan dilakukan pencucian dengan wash solution sebanyak tiga kali. Penempatan kontrol, standar kuantifikasi dan sampel seperti ditunjukkan pada Gambar A R 3 S 4 C 1 C 9 C 17 C 25 C 33 C 41 C 49 C 57 C 65 B R 3 S 4 C 2 C 10 C 18 C 26 C 34 C 42 C 50 C 58 C 66 C R 4a S 3 C 3 C 11 C 19 C 27 C 35 C 43 C 51 C 59 C 67 D R 4a S 3 C 4 C 12 C 20 C 28 C 36 C 44 C 52 C 60 E S 6 S 2 C 5 C 13 C 21 C 29 C 37 C 45 C 53 C 61 F S 6 S 2 C 6 C 14 C 22 C 30 C 38 C 46 C 54 C 62 G S 5 S 1 C 7 C 15 C 23 C 31 C 39 C 47 C 55 C 63 H S 5 S 1 C 8 C 16 C 24 C 32 C 40 C 48 C 56 C 64 R 3 : kontrol negatif; R 4a : kontrol positif; S 6, S 5, S 4, S 3, S 2, S 1 : standar kuantifikasi;c 1 C 67 : sampel Gambar 4 Disain penempatan kontrol, standar, dan sampel untuk uji kuantitas Langkah berikutnya adalah ditambahkan 100 µl konjugat pada setiap sumur mikroplat dan ditutup kembali dengan adhesive film. Diinkubasi kembali dalam inkubator selama 60 menit pada suhu 37 ºC. pada saat inkubasi sudah mencapai waktu 60 menit, mikroplat dikeluarkan dari inkubator dan adhesive film dilepaskan kembali untuk dilakukan pencucian dengan wash solution. Pencucian tahap kedua dilakukan sebanyak lima kali. Pada tahapan berikutnya adalah dengan 11

24 12 penambahan 100 µl enzim untuk masing-masing sumur mikroplat. Inkubasi ketiga dilakukan pada suhu ruang selama 30 menit dalam kondisi ruang gelap. Setelah 30 menit inkubasi dilakukan penambahan stop solution dan mikroplat siap dimasukkan dalam ELISA reader. Hal ini untuk mengukur fotometrik dari masing-masing sampel sehingga dapat dibaca secara kuantitas hasil pengujia titer antibodi terhadap rabies. Prosedur Analisis Data Data penelitian ini dianalisis dengan menggunakan analisis statistik deskriptif khi-kuadrat dan statistik regresi logistik dengan bantuan software SPSS. Analisis regresi logistik berganda dengan membangkitkan kembali data sebanyak 5000 kali untuk melihat pengaruh beberapa faktor vaksinasi yang signifikan secara bersamaan terhadap munculnya titer antibodi. 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Hewan kesayangan berupa kucing yang diimpor ke Indonesia dalam periode waktu empat bulan mulai dari Juni hingga September 2014 sebanyak 67 ekor yang berasal dari 20 negara. Seluruh hewan yang dimasukkan tersebut diambil sampel darah untuk dilakukan pengujian laboratorium guna melihat secara kuantifikasi titer antibodi terhadap rabies. Pengukuran kuantifikasi titer antibodi terhadap rabies selanjutnya dikategorikan kedalam tingkat perlindungan/kekebalan yaitu titer protektif dan titer tidak protektif terhadap penyakit rabies. Gambar 5 menunjukkan jumlah pemasukan kucing ke Indonesia melalui Bandar udara Soekarno Hatta, Jakarta selama periode penelitian Jumlah ekor 5 0 Gambar 5 Juni Juli Agustus September Jumlah kucing yang masuk ke Indonesia melalui Bandar udara Soekarno Hatta, Jakarta pada periode penelitian

25 Berdasarkan data kusioner yang dihimpun dari pengimpor kucing pada periode tersebut diketahui penyebab perbedaan volume impor kucing. Jumlah kucing yang diimpor sangat dipengaruhi oleh mobilitas manusia yang melakukan perjalanan dengan membawa hewan kesayangannya. Faktor lain yang mempengaruhi jumlah impor kucing ke Indonesia adalah permintaan pasar hewan kesayangan di Indonesia terhadap kucing berbagai ras. Kedua hal ini yang menjadi alasan dasar mobilitas kucing sebagai hewan kesayangan masuk ke Indonesia, disamping adanya faktor lain berupa festival atau kontes hewan kesayangan. Pada periode penelitian, jenis ras kucing yang diimpor sangat beragam dengan kuantitas yang sangat bervariasi. 13 Pengaruh Faktor Umur terhadap Titer Antibodi Kuantifikasi titer antibodi terhadap rabies pada kucing impor berdasarkan faktor umur dikategorikan dalam dua kelompok umur yaitu, kelompok umur kurang dari dan/atau enam bulan dan umur lebih dari enam bulan. Kucing yang diimpor selama periode Juni September 2014 sebagian besar adalah berumur lebih dari enam bulan yaitu sebanyak 56 ekor (83.6%). Pada kelompok hewan yang berumur kurang dari dan/atau enam bulan lebih banyak yang memiliki titer antibodi tidak protektif yaitu sebesar 54.5% dibandingkan dengan yang memiliki titer protektif. Hal sebaliknya terjadi pada kelompok hewan yang berumur lebih dari enam bulan, yang memiliki titer antibodi protektif jauh lebih besar persentasenya yaitu 78.6% dibandingkan dengan titer yang tidak protektif, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3. Umur Tabel 3 Kelompok faktor umur kucing terhadap titer antibodi < 0.5 IU/ml (tidak protektif) Titer antibodi 0.5 IU/ml (protektif) Jumlah 6 bulan 6 (54.5%) 5 (45.5%) 11 (16.4%) > 6 bulan 12 (21.4%) 44 (78.6%) 56 (83.6%) Jumlah 18 (26.9%) 49 (73.1%) 67 (100%) Hewan yang divaksinasi berumur kurang dari enam bulan dan lebih dari lima tahun memiliki kecenderungan pembentukan antibodi yang kurang optimal dibandingkan dengan hewan yang telah berumur enam bulan hingga lima tahun (Berndtsson et al. 2011). Pengaruh Faktor Status Negara terhadap Titer Antibodi Hasil pengujian titer antibodi dari kucing yang diimpor, dianalisis berdasarkan status negara asal dengan mengacu pada Wahid interface OIE (2014). Titer antibodi protektif lebih tinggi pada kelompok kucing yang berasal dari negara endemik rabies dibandingkan dengan yang berasal dari negara bebas rabies. Persentase kucing yang memiliki titer antibodi protektif terhadap rabies dari negara endemik rabies sebesar 82.6%, sedangkan yang titer antibodinya tidak

26 14 protektif hanya 17.4%. Pada kelompok kucing yang berasal dari negara berstatus bebas rabies, perbandingan antara titer antibodi yang protektif dan yang tidak protektif tidak berbeda jauh. Kucing dengan titer antibodi protektif terhadap rabies sebesar 52.4% dan yang tidak protektif terhadap rabies sebesar 47.6%, dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Status negara Kelompok faktor status negara asal kucing terhadap titer antibodi < 0.5 IU/ml (tidak protektif) Titer antibodi 0.5 IU/ml (protektif) Jumlah Bebas 10 (47.6%) 11 (52.4%) 21 (31.3%) Endemik 8 (17.4%) 38 (82.6%) 46 (68.7%) Jumlah 18 (26.9%) 49 (73.1%) 67 (100%) Pada umumnya negara endemis rabies, pemerintahnya telah menetapkan program pengendalian dan pemberantasan melalui vaksinasi. Pelakasanaan vaksinasi dengan cakupan populasi yang luas sangat penting diupayakan untuk perlindungan kesehatan hewan sekaligus peningkatan kesehatan masyarakat (Roth 2011). Vaksinasi yang dijalankan secara teratur dapat mempengaruhi respons sistem kekebalan yang lebih optimal. Vaksinasi pada negara asal hewan juga mempunyai peran dalam mempengaruhi respon imun (Mansfield et al. 2004). Pengaruh Faktor Rute Aplikasi Vaksin terhadap Titer Antibodi Berdasarkan data yang didapatkan dari riwayat vaksninasi kucing yang diimpor dapat dibedakan aplikasi vaksin berdasarkan rute vaksinasinya menjadi dua yaitu, intramuskular (IM) dan subkutan (SC). Tabel 5 menunjukkan bahwa perbedaan atau selang persentase antara titer antibodi yang protektif dan yang tidak protektif, lebih besar pada rute aplikasi vaksin secara SC daripada IM. Persentase titer antibodi protektif dari rute aplikasi vaksin secara SC sebesar 87.5%, sedangkan yang menunjukkan titer antibodi tidak protektif hanya sebesar 12.5%. Pada kelompok kucing yang divaksinasi secara IM, memperlihatkan titer antibodi yang protektif sebesar 65.1% dan yang tidak protektif sebesar 34.9%. Tabel 5 Rute aplikasi vaksin Kelompok faktor rute aplikasi vaksin terhadap titer antibodi < 0.5 IU/ml (tidak protektif) Titer antibodi 0.5 IU/ml (protektif) Jumlah Intramuskular 15 (34.9%) 28 (65.1%) 43 (64.2%) Subkutan 3 (12.5%) 21 (87.5%) 24 (35.8%) Jumlah 18 (26.9%) 49 (73.1%) 67 (100%) Menurut Aubert yang dikutip Cahyono (2009), vaksinasi yang diaplikasikan secara IM akan menimbulkan titer yang lebih cepat muncul, namun onset-nya akan lebih cepat hilang apabila dibandingkan dengan vaksin yang diaplikasikan secara SC. Rute aplikasi vaksin dengan injeksi SC akan

27 menyebabkan terbentuknya depo sehingga vaksin dilepaskan secara perlahan didalam tubuh. 15 Pengaruh Faktor Jenis Kelamin terhadap Titer Antibodi Hasil pengujian titer antibodi terhadap rabies dari kucing yang diimpor dikelompok berdasarkan jenis kelamin. Pada kucing jantan lebih banyak yang memiliki titer antibodi protektif terhadap rabies dibandingkan dengan yang tidak protektif. Begitu juga dengan titer antibodi yang dimiliki kucing betina. Persentase titer antibodi yang protektif pada kucing jantan sebesar 80% dan 20% menunjukkan titer antibodi yang tidak protektif. Kelompok kucing betina yang memiliki titer antibodi protektif sebesar 67.6% sedangkan yang tidak protektif sebesar 32.4%. Persentase protektifitas terhadap rabies berdasarkan jenis kelamin ditunjukkan pada Tabel 6. Jenis kelamin Tabel 6 Kelompok faktor jenis kelamin terhadap titer antibodi < 0.5 IU/ml (tidak protektif) Titer antibodi 0.5 IU/ml (protektif) Jumlah Betina 12 (32.4%) 25 (67.6%) 37 (55.2%) Jantan 6 (20%) 24 (80%) 30 (44.8%) Jumlah 18 (26.9%) 49 (73.1%) 67 (100%) Pengaruh Faktor Jarak Pengujian terhadap Titer Antibodi Data yang diperoleh selama masa pengamatan terhadap kucing impor terkait interval waktu vaksinasi dengan pengambilan serum darah dikategorikan dalam kelompok kurang dari satu bulan dan kelompok lebih dari dan/atau satu bulan. Pada Tabel 7 memperlihatkan bahwa pada kelompok lebih dari satu bulan jarak pengujiannya sangat mendominasi. 67 sampel yang telah diuji titer antibodinya terhadap rabies, hanya ada dua sampel yang jarak pengujiannya kurang dari satu bulan, dan keduanya (100%) memperlihatkan titer antibodi yang tidak protektif. Pada jarak pengujian lebih dari dan/atau satu bulan menunjukkan bahwa 75.5% protektif sedangkan yang tidak protektif sebesar 24.5%. Tabel 7 Jarak pengujian Kelompok faktor jarak pengujian terhadap titer antibodi < 0.5 IU/ml (tidak protektif) Titer antibodi 0.5 IU/ml (protektif) Jumlah <1 bulan 2 (100%) 0 2 (3%) 1 bulan 16 (20%) 49 (75.5%) 65 (97%) Jumlah 18 (26.9%) 49 (73.1%) 67 (100%) Respon pembentukan/pencapaian titer antibodi yang beragam terkait dengan interval waktu pengambilan sampel serum dan waktu vaksinasi terakhir

28 16 diperkirakan berkaitan dengan respon kinetik terhadap vaksin. Respon kinetik ini merupakan kemampuan adaptif dari sistem kekebalan tubuh dalam mengenali antigen yang imunogenik sehingga segera melakukan pembentukan antibodi homolognya. Pengujian serologis pada serum yang diambil dengan interval waktu 28 hari setelah vaksinasi menunjukkan tingkat kegagalan pembentukan antibodi terendah bila dibandingkan dengan interval waktu yang lebih pendek atau lebih panjang waktunya (Kennedy et al. 2007). Pengaruh Faktor Ulangan Vaksinasi terhadap Titer Antibodi Hasil kuantifikasi titer antibodi dari kucing yang diimpor dikategorikan dalam kelompok priming dan booster terkait dengan faktor ulangan vaksinasi. Berdasarkan hasil yang diperoleh seperti yang ditunjukkan pada Tabel 8, perbandingan titer antibodi protektif lebih tinggi pada kelompok vaksinasi booster dibandingkan dengan vaksinasi priming. Persentase titer antibodi yang protektif pada kelompok booster mencapai 79.4% sedangkan yang tidak protektif 20.6%. Pada kelompok vaksinasi priming memperlihatkan bahwa yang mempunyai titer protektif sebesar 66.7% sedangkan yang tidak protektif mencapai 33.3%. Tabel 8 Ulangan vaksinasi Kelompok faktor ulangan vaksinasi terhadap titer antibodi < 0.5 IU/ml (tidak protektif) Titer antibodi 0.5 IU/ml (protektif) Jumlah Priming 11 (33.3%) 22 (66.7) 33 (49.3%) Booster 7 (20.6%) 27 (79.4%) 34 (50.7%) Jumlah 18 (26.9%) 49 (73.1%) 67 (100%) Vaksin akan direspon oleh sel T helper (Th) dan mengaktifkan sel B menjadi sel plasma yang menghasilkan antibodi spesifik. Pada waktu yang bersamaan terbentuk pula sel T-memori dan sel B memori. Saat respon imun sekunder terjadi (booster) maka sel T-memori dan sel B-memori akan teraktivasi, berproliferasi sangat cepat dan sangat banyak sehingga menghasilkan titer antibodi spesifik yang tinggi dengan lag phase yang lebih pendek. Respon imun akibat booster juga memberikan efek penurunan respon yang lebih lama dibandingkan respon imun primer (priming). Penilaian Kandidat Faktor Risiko Pembentukan Titer antibodi Beberapa faktor yang dijadikan sebagai peubah bebas di uji dengan khikuadrat untuk menentukan kandidat yang berpotensi mempunyai asosiasi dalam pembentukan titer antibodi. Peubah bebas yang terdiri dari: umur hewan, status negara asal terkait kasus rabies, rute aplikasi vaksin, jenis kelamin, jarak pengujian, dan ulangan vaksinasi berdasarkan hasil uji khi-kuadrat didapatkan bahwa jenis kelamin tidak dapat dijadikan kandidat faktor yang berpotensi memiliki berhubungan terhadap pembentukan titer antibodi. Jenis kelamin menunjukkan nilai yang tidak signifikan, yaitu (P>0.25). Penilaian kandidat

29 faktor risiko terhadap pembentukan titer antibodi terhadap rabies berdasarkan hasil uji khi-kuadrat dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Faktor risiko Penilaian kandidat faktor risiko terhadap pembentukan titer antibodi Sampel Titer Antibodi positif Persentase Nilai p Nilai OR Umur 6 bulan % > 6 bulan % Status negara Bebas rabies % Endemik % Rute aplikasi Intramuskular % Subkutan % Jenis kelamin Betina % Jantan % Jarak pengujian < 1 bulan bulan % Ulangan vaksinasi Priming % Booster % Titer antibodi positif = 0.5 IU/ml; OR = odds ratio; confidential interval 95%; α uji = 0.25 Berdasarkan uji khi-kuadrat untuk faktor umur hewan terlihat berbeda nyata yaitu nilai p = lebih kecil dari nilai p α uji = Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat asosiasi antara faktor umur dengan pembentukan titer antibodi terhadap rabies. Tabel 9 menunjukkan bahwa pada kucing kelompok umur lebih dari enam bulan memiliki kecenderungan empat kali lebih besar dalam pembentukan titer antibodi yang protektif dibandingkan dengan kelompok umur kurang dari dan/atau enam bulan (OR=4.400; CI= ). Menurut Kennedy et al. (2007), korelasi faktor umur hewan dengan pembentukan titer antibodi dari vaksinasi rabies yang tertinggi terjadi pada kelompok hewan umur dewasa (antara satu hingga tujuh tahun). Hewan yang berumur kurang dari satu tahun dan lebih dari tujuh tahun (tua) menunjukkan respon pembentukan titer antibodi yang rendah. Rendahnya titer antibodi pada kelompok kucing umur kurang dari dan/atau enam bulan terhadap vaksinasi rabies dapat disebabkan oleh belum matangnya sistem kekebalan atau belum mencapai immunocompetence (Kennedy et al. 2007). Berdasarkan kajian dari Day (2007), rendahnya titer antibodi dari hasil vaksinasi pada hewan berumur tua, lebih dikarenakan menurunnya efisiensi sistem kekebalan (immunosenesce). Kajian terhadap immunosenesce pada kucing dan anjing telah memperlihatkan bahwa penurunan sistem imun terkait faktor umur (Day 2010; Schultz et al. 2010). 17

30 18 Uji statistik deskriptif dengan khi-kuadrat pada faktor status negara asal hewan memperlihatkan hasil yang berbeda nyata (nilai p hitung = 0.010) lebih kecil dari nilai p α uji = Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat asosiasi antara faktor status negara asal dan pembentukan titer antibodi terhadap rabies. Kucing yang berasal dari negara dengan status endemik rabies mempunyai kecenderungan empat kali lebih besar memiliki titer antibodi yang protektif dibandingkan dengan kucing yang berasal dari negara bebas rabies (OR=4.318; CI= ). Beberapa negara asal kucing impor yang diamati dalam penelitian ini berstatus sebagai negara endemik yang menerapkan program vaksinasi rabies. Salah satu contoh adalah Uni Eropa yang telah menerapkan instruksi Nomor 998 Tahun 2003 bagi komunitas Uni Eropa untuk menerapkan vaksinasi rabies terutama hewan kucing, anjing dan rubah yang akan dilalulintaskan antar negara (Minke et al. 2008). Titer antibodi kucing yang berasal dari negara endemik rabies mempunyai kecenderungan lebih protektif dikarenakan program vaksinasi. Pada negara endemik sediaan vaksin rabies yang beredar lebih beragam pada negara tersebut sehingga dimungkinkan untuk memilih jenis vaksin yang dianggap lebih baik dalam membentuk titer antibodi protektif. Probabilitas kesuksesan vaksinasi rabies juga tergantung pada tipe vaksin yang digunakan (Berndtsson et al. 2011). Faktor rute aplikasi vaksin memperlihatkan hasil yang berbeda nyata (nilai p hitung = 0.047) lebih kecil dari nilai p α uji = Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat asosiasi antara faktor status negara asal dengan pembentukan titer antibodi terhadap rabies. Rute aplikasi vaksin secara SC mempunyai peluang empat kali lebih besar dalam pembentukan titer antibodi yang protektif dibandingkan dengan rute aplikasi vaksin secara IM (OR=3.750; CI= ). Perbedaan tanggap kebal sebagai hasil vaksinasi juga dipengaruhi oleh penggunaan adjuvan vaksin. Rute vaksinasi merupakan salah satu faktor yang digunakan dalam menentukan pilihan adjuvan yang digunakan oleh vaksin terkait (Spickler and Roth 2003). Salah satu tujuan penggunaan adjuvan yang diformulasikan bersama imunogenik vaksin adalah untuk meningkatkan efikasi dari vaksin (OIE 2012). Imunogenik vaksin merupakan senyawa yang terkandung dalam vaksin yang mempunyai sifat dapat merangsang pembentukan antibody spesifik yang bersifat protektif dan peningkatan kekebalan seluler. Peran jenis adjuvan inilah yang mempengaruhi munculnya tanggap kebal yang baik pada hewan. Perbedaan respon titer antibodi dipengaruhi oleh ragam imunogenitas dari strain virus, adjuvan yang digunakan dan sistem pengujian (Minke et al. 2008). Hasil uji khi-kuadrat terhadap faktor jenis kelamin memperlihatkan hasil yang tidak berbeda nyata (nilai p hitung = 0.254) lebih besar dari nilai p α uji = Interpretasi hasil nilai p hitung ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan atau asosiasi antara faktor jenis kelamin dan pembentukan titer antibodi yang protektif terhadap rabies. Oleh karena itu, faktor jenis kelamin tidak dapat dijadikan kandidat sebagai faktor risiko yang mempengaruhi hasil vaksinasi. Odds ratio dari faktor jenis kelamin ini tidak dapat diketahui karena nilai p hitung menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Hasil ini serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Jakel et al terhadap 1200 hewan setelah mendapat vaksinasi rabies diamati berdasarkan ras, umur, jenis kelamin. Faktor ras dan jenis kelamin terhadap pembentukan titer

31 antibodi tidak menunjukkan nilai yang signifikan. Lebih lanjut dijelaskan bahwa Faktor penting untuk mendapatkan manfaat yang diinginkan dari vaksinasi rabies adalah terkait dengan strain virus yang digunakan dalam vaksin. Faktor jarak pengujian memperlihatkan hasil yang berbeda nyata (nilai p hitung = 0.018) lebih kecil dari nilai p α uji = Interpretasi hasil nilai p hitung ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan atau asosiasi antara faktor jarak pengujian dan pembentukan titer antibodi yang protektif terhadap rabies. Oleh karena itu, faktor jarak pengujian dapat dijadikan kandidat faktor risiko yang selanjutnya akan diuji dengan regresi logistik berganda. Odds ratio dari faktor jarak pengujian ini tidak dapat diketahui karena pada kelompok jarak pengujian kurang dari satu bulan tidak ada yang memiliki titer antibodi protektif terhadap rabies (nilai = 0). Menurut Aubert yang dikutip Cahyono (2009), titer antibodi setelah vaksinasi akan muncul dan mencapai titik yang protektif setelah lebih dari dua minggu. Kinetika antibodi netralisasi akan mencapai titik tertinggi apabila juga dilakukan booster pada hewan sebelum nilai titer antibodi mencapai titik yang rendah. Pada data hewan yang mempunyai titer tidak protektif terkait faktor jarak pengujian dan vaksinasi kurang dari satu bulan adalah hewan yang baru mendapatkan vaksinasi pertama kali atau priming. Kondisi ini yang diperkirakan mempengaruhi belum tercapainya titer antibodi yang optimum setelah vaksinasi. Pengujian sampel serum sebelum 20 hari dan lebih dari 50 hari setelah vaksinasi memberikan gambaran bahwa hasil pengukuran titer antibodi yang terbentuk lebih rendah dibandingkan interval waktu hari (Kennedy et al. 2007). Uji statistik proporsi terhadap faktor ulangan vaksinasi memperlihatkan hasil yang berbeda nyata (nilai p hitung = 0.239) lebih besar dari nilai p α uji = Hasil pada penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat asosiasi antara faktor ulangan vaksinasi dan pembentukan titer antibodi terhadap rabies, sehingga dapat dijadikan sebagai kandidat faktor risiko untuk diuji lebih lanjut dengan regresi logistik berganda. Odds ratio dari faktor ulangan vaksinasi ini menunjukkan bahwa faktor booster mempunyai kecenderungan dua kali lebih besar dalam pembentukan titer antibodi yang protektif dibandingkan dengan kelompok kucing yang baru pertama kali mendapatkan vaksinasi rabies. Pada respon imun primer, antibodi IgM yang dihasilkan lebih banyak dibandingkan dengan IgG, sebalikanya hasil booster yang dilakukan akan memberikan IgG lebih banyak daripada IgM. Faktor ulangan vaksinasi atau kategori booster menunjukkan titer antibodi lebih tinggi daripada kelompok priming, meskipun hasil khi-kuadrat memperlihatkan nilai yang signifikan. Konsep priming dan booster pada program vaksinasi perlu dilakukan untuk memperoleh respon antibodi dengan kadar yang tinggi (Wibawan dan Soejoedono ). 19 Faktor-faktor Efektifitas Vaksinasi Rabies terhadap Titer antibodi Faktor faktor yang menjadi kandidat sebagai faktor risiko dalam pembentukan titer antibodi terhadap rabies diuji lanjut dengan regresi logistik. Regresi logistik berganda ini dilakukan dengan membangkitkan kembali data

32 20 (bootstrap). Hasil uji Wald pada regresi logistik berganda dengan iterasi mencapai 4349 sampel ditunjukkan pada Tabel 10. Tabel 10 Nilai OR faktor-faktor vaksinasi terhadap titer antibodi berdasarkan analisis regresi logistik No Peubah Nilai p Nilai OR CI 95% untuk OR Lower Upper 1 Umur > 6 bulan Vs 6 bulan Status negara endemik Vs bebas Ulangan vaksinasi booster Vs priming Rute aplikasi secara SC Vs IM Jarak pengujian 1 bulan Vs < 1bulan OR = odds ratio; CI 95% = confidential interval 95%; Hasil regresi logistik menunjukkan bahwa faktor yang potensial untuk mempengaruhi pembentukan titer antibodi terhadap rabies dari kucing impor selama masa penelitian adalah rute aplikasi dan jarak pengujian. Nilai odds ratio pada rute aplikasi vaksin menunjukkan bahwa aplikasi secara subkutan memiliki kecenderungan empat kali lebih besar untuk memperoleh titer antibodi yang protektif dibandingkan dengan rute aplikasi vaksin secara intramuskular. Kondisi ini sangat terkait dengan penggunaan jenis adjuvan dari vaksin yang digunakan serta durasi imunitasnya. Fungsi adjuvan pada vaksin adalah untuk meningkatkan efikasi dari vaksin itu sendiri (OIE 2012). Beberapa adjuvan yang telah dikembangkan antara lain: garam aluminium, saponins, immune-stimulating complexes (ISCOMs), liposom, mikropartikel, nonionic block copolymers, derivat polisakarida, cytokines, dan beberapa derivat dari bakteria. Mekanisme dari senyawa potensial tersebut sangat beragam, seperti menginduksi respon antibodi dan cell-mediated.sedangkan pemilihan adjuvan dalam vaksin disesuaikan dengan rute aplikasi (Spickler and Roth 2003). Jarak pengujian juga menunjukkan nilai signifikan dalam mempengaruhi titer antibodi hasil vaksinasi. Jarak pengujian lebih dari atau sama dengan satu bulan memiliki kecenderungan yang memperlihatkan hasil pengujian yang lebih protektif dibandingkan dengan jarak pengujian yang kurang dari satu bulan. Kondisi ini selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Kennedy et al. (2007), bahwa jarak antara waktu pengujian dan vaksinasi terakhir kurang dari 20 hari akan memberikan gambaran bahwa hasil pengukuran titer antibodi yang terbentuk lebih rendah dibandingkan dengan jarak pengujiannya yang berkisar antara hari. Secara keseluruhan sampel serum yang diuji untuk melihat titer antibodi kucing impor pada penelitian ini menggunakan vaksin inaktif. Vaksin jenis ini umum dikemas dalam adjuvan sehingga partikel vaksin dikeluarkan secara lamban dan dalam waktu lama (Wibawan dan Soejoedono ). Oleh karena penggunaan vaksin inaktif pada kucing impor tersebut menyebabkan jarak pengujian lebih dari atau sama dengan satu bulan memperlihatkan kecenderungan yang lebih protektif dibandingkan dengan yang kurang dari satu bulan.

33 21 Reverse Genetic sebagai Paradigma Baru Vaksinasi Rabies Vaksin merupakan mikroorganisme atau metabolitnya yang telah dilemahkan virulensinya namun masih bersifat imunogenik atau mampu menginduksi antibodi adaptif (Wibawan dan Soejoedono ). Perkembangan vaksin rabies mempunyai sejarah panjang dengan terlebih dahulu diawali pemahaman terhadap virus rabies dan mekanisme pertahanan tubuh untuk perlindungan terhadap virus rabies. Vaksin rabies yang efektif untuk manusia pertama kali dibuat oleh Louis Pasteur pada tahun Metode pembuatan vaksin tersebut melalui inokulasi homogenat virus rabies dengan spinal cord kelinci. Metode Pasteur diakui mempunyai efektifitas yang tinggi dan berkembang luas, namun terdapat dua kendala. Pertama, konsistensi inaktivasi yang dalam beberapa kasus pada pasien dapat berpeluang menimbulkan kasus rabies akibat vaksinasi. Kedua, kemampuan produksi vaksin yang mencukupi dari kelinci terhadap pemenuhan kebutuhan untuk pengobatan. Perkembangan metode pembuatan vaksin rabies mengikuti perkembangan kultur sel untuk pengembangbiakan virus. Pertama vaksin kultur jaringan berasal dari pertumbuhan virus dalam sel ginjal hamster. Hal ini mengikuti pertumbuhan virus rabies di dalam garis sel diploid manusia (Hicks D.J et al. 2012). Pada umumnya vaksin rabies dibedakan menjadi dua jenis berdasarkan pengelompokkannya yaitu live vaccine dan killed vaccine. Live vaccine dipreparasi dari virus rabies yang telah dilemahkan (atenuasi) namun masih dapat menginduksi antibodi. Kondisi saat ini vaksin rabies yang sering digunakan adalah jenis killed vaccine. Vaksin rabies jenis ini dibuat dari virus yang telah dimatikan dan dapat dipreparasi dari sel utuh (virus) atau dari fraksi sel (subunit virus). Vaksin inaktif (killed vaccine) dikemas dengan kandungan virus yang lebih tinggi dibandingkan live vaccine (Wibawan dan Soejoedono ). Pengembangan alternatif vaksin rabies adalah melalui pemanfaatan rekayasa genetik. Vaksin yang menggunakan metode rekayasa genetik misalnya, vaksin rekombinan dan vaksin reverse-genetic. Antibodi telah diketahui sebagai titik kritis dalam perlindungan terhadap rabies. Target utama antibodi terhadap rabies adalah glikoprotein virus rabies yang berperan sebagai imunogeniknya. Kemampuan menggandakan glikoprotein virus rabies ke dalam plasmid bakteri kemudian mengekspresikan ke dalam sistem kekebalan tubuh dapat digunakan sebagai metode alternatif yang potensial dalam pembuatan vaksin rabies (Hicks D.J et al. 2012). Beberapa contoh keberhasilan teknologi baru di bidang vaksin hewan yang telah disetujui penggunaannya adalah vaksin gene-deleted marker, vaksin DNA dan vaksin partikel virus. Vaksin yang dipreparasi dari partikel virus yang berasal dari satu klon mempunyai imunogenitas yang tinggi dan tidak menimbulkan reaksi setelah vaksinasi (Wibawan dan Soejoedono ). Dengan demikian, vaksinasi rabies pada daerah bebas dengan menggunakan vaksin jenis killed ataupun reverse-genetic tidak berpeluang menimbulkan kasus rabies akibat vaksinasi. Vaksin rabies sangat penting untuk kesehatan dan kesejahteraan hewan serta kesehatan masyarakat. Penggunaan vaksin rabies pada hewan domestik dan hewan liar hampir mampu menghilangkan kasus rabies pada manusia yang terjadi di beberapa negara

34 22 berkembang di benua Asia dan Afrika. Kasus rabies pada manusia 98% disebabkan oleh gigitan hewan (anjing) yang tidak divaksinasi. Sumber rabies pada manusia dapat dieliminasi melalui kontrol dan vaksinasi hewan yang mencukupi, memberikan informasi dan pemahaman mengenai bahaya rabies, dan peningkatan akses pelayanan kesehatan bagi penderita gigitan HPR. Keterjangkauan daya beli dan ketersediaa vaksin rabies serta program vaksinasi yang efektif dan berkesinambungan merupakan kunci perubahan situasi penyakit rabies saat ini (Rooth JA 2011). 5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Kandidat faktor yang berpengaruh terhadap pembentukan titer antibodi yang protektif pada kucing dari luar negeri yang dimasukkan melalui Bandara Soekarno Hatta, Jakarta yaitu: faktor umur, rute aplikasi aplikasi vaksin, status negara dan jarak pengujian (interval waktu pengambilan sampel serum dengan waktu vaksinasi). Berdasarkan analisis regresi logistik terdapat dua faktor yang berpengaruh nyata terhadap respon titer antibodi (P<0.05) yaitu rute aplikasi vaksin (0.016) dan jarak pengujian (0.014). Rute aplikasi vaksin secara subkutan memberikan gambaran titer antibodi yang lebih tinggi daripada intramuskular. Jarak pengujian 1 bulan atau lebih memberikan gambaran titer antibodi yang lebih tinggi daripada jarak pengujian yang kurang dari 1 bulan. Saran 1. Pengembangan penelitian yang dapat dilakukan untuk mengidentifikasi faktor-faktor risiko yang dapat mempengaruhi protektifitas terhadap rabies yaitu menambahkan faktor ras hewan, jenis vaksin dan tingkat stress yang belum dikaji pada penelitian ini. 2. Penelitian ini dapat dipergunakan sebagai referensi dalam merumuskan kebijakan teknis karantina hewan terkait pemasukan hewan penular rabies. 3. Pada hewan penular rabies impor yang memiliki titer antibodi di bawah batas ambang minimum tingkat protektif diwajibkan untuk direvaksinasi rabies selama masa karantina. DAFTAR PUSTAKA [BBKP Soekarno Hatta] Balai Besar Karantina Pertanian Soekarno Hatta Badan Karantina Pertanian Laporan Tahunan Balai Besar Karantina Pertanian Soekarno Hatta Jakarta (ID): Barantan. [Barantan] Badan Karantina Pertanian Surat Keputusan Kepala Badan Karantina Nomor 344.b/kpts/PD /L/12/06 Tahun 2006 tentang

35 Petunjuk Teknis Persyaratan dan Tindakan Karantina Hewan terhadap Lalulintas Pemasukan Hewan Penular Rabies (anjing, kucing, kera dan sebangsanya). Jakarta (ID): Barantan. Berndtsson LT, Nyman AK, Rivera E, Klingeborn B Factors associated with the success of rabies vaccination of dogs in Sweden. AVS. 53 (1): Budiharta S, Suardana IW Epidemiologi dan Ekonomi Veteriner. Ed ke-1. Denpasar (ID): Universitas Udayana Pr. Cahyono MA Efektifitas vaksinasi rabies pada anjing yang diimpor melalui bandara soekarno hatta [tesis]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. [CDC] Centers for Disease Control and Prevention Rabies Surveillance Information for Wild Animals; Domestic Animals and Humans [Internet]. [diunduh 2014 Maret 17]. Tersedia pada: /rabid-wild-animals/507e.htm. Day MJ Immune system development in the dog and cat. J Comp Path. 137: Day MJ Ageing, immunosenescence and inflammageing in the dog and cat. J Comp Path. 142: Dürr S, Naissengar S, Mindekem R, Diguimbye C, Niezgoda M, Kuzmin I, Rupprecht CE, Zinsstag J Rabies diagnosis for developing countries. J Trop Dis. 206:1-6. Fischer M, Frueling CM, Muller T, Wegelt A, Kooi EA, Rasmussen TB, Voller K, Marston DA, Fook AR, Beer M et al Molecular double-check strategy for the identification and characterization of European lyssviruses. J Virol Med. 203: Jakel V, Koning M, Cussler K, Hanschmann K, Thiel HJ Factor influencing the antibody response to vaccination against rabies. J Dev Biol 131: Kennedy LJ, Lunt M, Barnes A, McElhinney L, Fooks AR, Baxter DN, Ollier WER Factors influencing the antibody response of dogs vaccinated against rabies. J Vac. 25: doi: Minke JM, Bouvet J, Cliquet F, Wasniewski M, Guiot AL, Lemaitre L, Cariou C, Cozette V, Vergne L, Guigal PM Comparison of antibody responses after vaccination with two inactivated rabies vaccines. J Vet Microbiol. 133: doi: Mansfield KL, Sayers R, Fooks AR, Burr PD, Snodgrass D Factors affecting the serological response of dogs and cats to rabies vaccination. BMJ. 154 (14): Tersedia pada: content/ 154/14/423 Nash H Causes of 'vaccine failure'. Di dalam: Foster and Smith editor. Why Vaccinated Cats Still Get Sick [Internet]. [diunduh 2014 April 8]. Tersedia pada: =1+2143&aid =965. [OIE] World Organization for Animal Health Terrestrial manual; Chapter Principles of veterinary vaccine production [Internet] (FR). [diunduh 2014 Oktober 30] Tersedia pada: l=0&htmfile=chaptire_rabies.html 23

36 24 [OIE] Office Internatiol des Epizooties World animal information database; Country information [Internet] (FR). [diunduh 2014 Oktober 30] Tersedia pada: information/animalsituation Roth JA Factors influencing vaccine duration of immunity. Proceeding of the The North American Veterinary Conference Orlando Januari Florida (US): NAVC Congress. hlm Roth JA Veterinary vaccines and their importance to animal health and public health. J Provac. 5: doi: Rupprecht CE Rhabdoviridae rabies virus. Di dalam: Roth JA, editor. Opportunities and challenges in prevention and control [Internet]. Iowa (USA). [diunduh 2014 April 5] Tersedia pada: utmb.edu/microbook/ch061.htm. Schnell MJ, McGettigan JP, Wirblich C, Papaneri A The cell microbiology rabies virus: using stealth to reach the brain. J Microbiol. 8: Schultz RD Considerations in designing effective and safe vaccination programs for dogs. Di dalam: Schultz RD, Carmichael editor. Recent Advances in Canine Infectious Diseases [Internet] Wisconsin (USA). [diunduh 2014 April 5]. Tersedia pada: Schultz RD, Thiel B, Mukhtar E, Sharp P, Larson LJ Age and long-term protective immunity in dogs and cats. J Comp Path. 142: Soedijar IL, Dharma DMN Review rabies. Prosiding Lokakarya Nasional Penyakit Zoonosis September 15; Bogor, Indonesia. Bogor (ID): Puslitbang Peternakan. hlm Spickler AR, Roth JA Adjuvants in veterinary vaccines: modes of action and adverse effects. J Vet Intern Med. 17: doi: Sugiyama M, Ito N, Control of rabies: epidemiology of rabies in Asia and development of new-generation vaccines for rabies. J Microbiol Inf Dis. 30: Thrusfield M Veterinary Epidemiology. Ed ke-3. London (GB): Blackwell Science. Wibawan IWT, Soejoedono RD.. Intisari Imunologi Medis. Ed ke-1. Bogor (ID): Fakultas Kedokteran Hewan IPB.

37 25 Lampiran 1 Rekapitulasi data kucing impor selama periode 1 Juni 30 September 2014 No Tanggal masuk Negara asal Status negara Ras Umur (bulan) Jenis kelamin Rute aplikasi Vaksinasi ke- Jarak pengujian (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) 1 09/6/2014 USA NE Bengal 10 M SC 1 2 P 2 09/6/2014 USA NE Bengal 12 F SC 1 2 P 3 09/6/2014 Jerman NE Bengal 48 F IM 2 2 P 4 09/6/2014 Jerman NE Bengal 36 F IM 1 2 P 5 09/6/2014 Singapura NB DSH 60 M IM 2 2 P 6 20/6/2014 Austria NB British Short Hair 8 F IM 1 2 P 7 20/6/2014 Jerman NE Persian 49 M IM 2 2 P 8 20/6/2014 Rusia NE Persian 14 M IM 1 2 P 9 25/6/2014 Mesir NE Siamese 84 M SC 2 2 P 10 25/6/2014 Mesir NE Siamese 84 F SC 2 2 P 11 26/6/2014 USA NE DSH 60 F IM 2 2 T 12 28/6/2014 Spanyol NE DSH 24 M IM 2 2 P 13 02/7/2014 Malaysia NB Bengal 8 F SC 1 2 P 14 02/7/2014 Malaysia NB Bengal 35 M SC 2 2 P 15 03/7/2014 Qatar NE British Short Hair 58 M IM 2 2 P 16 03/7/2014 Qatar NE DLH 55 M IM 2 2 P 17 04/7/2014 Singapura NB Ragdoll 6 F IM 1 2 P 18 04/7/2014 KorSel NE Korean Short Hair 60 M SC 2 2 P 19 09/7/2014 Rusia NE Persian 5 M SC 1 2 P 20 09/7/2014 Spanyol NE Persian 10 M IM 1 2 P 21 11/7/2014 Malaysia NB Bengal 6 F IM 1 2 P 22 06/8/2014 Hongkong NB Norwegian Forest 5 M IM 1 2 P Titer antibodi

38 26 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) 23 06/8/2014 Hongkong NB Norwegian Forest 4 F IM 1 2 P 24 06/8/2014 Malaysia NB DSH 42 F SC 2 2 P 25 06/8/2014 Filipina NE DSH 36 F IM 2 2 P 26 06/8/2014 Qatar NE DSH 34 M IM 2 2 P 27 06/8/2014 Qatar NE DSH 46 F IM 2 2 P 28 06/8/2014 Qatar NE DSH 13 M IM 1 2 P 29 06/8/2014 Qatar NE DSH 14 M IM 1 2 P 30 06/8/2014 Qatar NE DSH 34 F IM 2 2 P 31 06/8/2014 Perancis NE European 96 F IM 1 2 P 32 07/8/2014 USA NE DSH 77 F IM 2 2 P 33 12/8/2014 Jerman NE DSH 10 F IM 2 2 P 34 15/8/2014 Belanda NE Maine Coon 24 M SC 1 2 P 35 15/8/2014 Belanda NE Maine Coon 12 F SC 1 2 P 36 29/8/2014 USA NE Siamese 14 M IM 1 2 T 37 29/8/2014 USA NE DSH 100 F IM 2 2 T 38 29/8/2014 USA NE DSH 168 M IM 2 2 T 39 01/9/2014 Jepang NB Mix 156 F IM 2 2 P 40 02/9/2014 KorSel NE Bengal 7 M SC 1 2 P 41 04/9/2014 Rusia NE Persian 14 F SC 1 1 T 42 05/9/2014 Jerman NE Persian 36 M IM 2 2 P 43 08/9/2014 Kanada NE DSH 111 F SC 2 2 P 44 08/9/2014 Singapura NB Mix 53 M IM 2 2 P 45 10/9/2014 Polandia NE Norwegian Forest 30 M IM 2 2 P 46 10/9/2014 Angola NE Mix 53 M IM 2 2 T 47 10/9/2014 Malaysia NB Maine Coon 26 M IM 1 2 T 48 10/9/2014 Malaysia NB Maine Coon 18 F IM 1 2 T

39 27 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) 49 10/9/2014 Malaysia NB Bengal 8 M IM 1 2 T 50 10/9/2014 Malaysia NB Bengal 8 F IM 1 2 T 51 10/9/2014 Malaysia NB Bengal 6 F IM 1 1 T 52 10/9/2014 Malaysia NB Bengal 4 F IM 1 2 T 53 10/9/2014 Malaysia NB Bengal 6 F IM 1 2 T 54 10/9/2014 Malaysia NB Bengal 46 F IM 2 2 T 55 10/9/2014 Malaysia NB Bengal 48 M IM 2 2 T 56 10/9/2014 Malaysia NB Maine Coon 21 F IM 2 2 T 57 11/9/2014 USA NE Persian 12 F SC 1 2 P 58 11/9/2014 USA NE DSH 18 M SC 2 2 P 59 11/9/2014 USA NE Persian 12 F SC 1 2 P 60 11/9/2014 USA NE Persian 12 F SC 1 2 P 61 11/9/2014 USA NE Persian 12 F SC 1 2 P 62 12/9/2014 Kanada NE Bengal 4 F SC 1 2 T 63 15/9/2014 Rusia NE DSH 60 M SC 2 2 P 64 15/9/2014 Rusia NE DSH 132 M SC 2 2 P 65 19/9/2014 Perancis NE DLH 36 F IM 2 2 P 66 22/9/2014 USA NE DSH 108 F SC 2 2 P 67 25/9/2014 Rusia NE Persian 5 F SC 1 2 T Status negara (NE: negara endemik; NB: negara bebas), jenis kelamin (M: jantan; F: betina), rute aplikasi (SC: subkutan; IM: intramuskular), ulangan (1: priming; 2: booster), jarak pengujian (1:< satu bulan; 2: satu bulan), titer antibodi (P: protektif; T:tidak protektif)

40 28 Lampiran 2 Daftar negara berdasarkan situasi rabies menurut World animal health information database interface, OIE Penyakit tidak pernah terjadi Negara Tahun pelaporan surveilan Andora Jul Des, No surveillance Aruba Jul Des, General surveillance Barbados Jul Des, General surveillance Brunei Darussalam Jan Jun, 2014 General surveillance Cape Verde Jul Des, 2009 No surveillance Comoros Jul Des, 2011 General surveillance Cyprus Jan Jun, General and targeted surveillance Falkland Islands (Malvinas) Jan Jun, 2014 General surveillance Fiji Jan Jun, 2014 General surveillance French Polynesia Jul Des, General surveillance Guadeloupe (France) Jan Jun, General surveillance Iceland Jul Des, General surveillance Jamaica Jul Des, No surveillance Maldives Jul Des, No surveillance Martinique (France) Jan Jun, General surveillance Micronesia (Federation States) Jul Des, 2011 General surveillance New Caledonia Jul Des, General surveillance New Zealand Jan Jun, 2014 General surveillance Papua New Guinea Jul Des, General and targeted surveillance Reunion (France) Jan Jun, General surveillance Samoa Jan Jun, 2012 General surveillance San Marino Jul Des, General and targeted surveillance Seychelles Jul Des, General surveillance St. Vincent and the Grenadines Jul Des, 2010 No surveillance Vanuatu Jul Des, General surveillance Dugaan terdapat penyakit Negara Tahun pelaporan Jenis hewan Domestik Greenland Jul Des, Niger Jul Des, Cambodia Jan Jun, 2014 Equatorial Guinea Jan Jun, 2009 Gambia Jul Des, Guienea-Bissau Jan Jun, 2014 Liar Dugaan terdapat penyakit tetapi batasan zona tidak dikonfirmasi Negara Tahun pelaporan Jenis hewan Domestik Egypt Jan Jun, 2014 Liar

41 Terdapat infeksi tanpa gejala klinis Negara Tahun pelaporan Jenis hewan Domestik Luxembourg Jan Jun, Cameroon Jan Jun, Slovakia Jul Des, Liar 29 Gejala klinis terlihat Negara Tahun pelaporan Jenis hewan Domestik Netherlands Jul Des, Serbia Jul Des, Afganistan Jul Des, Algeria Jul Des, Angola Jul Des, 2012 Azerbaijan Jul Des, Bangladesh Jan Jun, Belarus Jul Des, 2012 Benin Jul Des, Bhutan Jul Des, Bolivia Jul Des, Botswana Jan Jun, 2014 Brazil Jul Des, Burkina Faso Jan Jun, 2014 Burundi Jul Des, 2010 Canada Jul Des, Central African Republic Jul Des, Chile Jul Des, Colombia Jul Des, Congo (Dem. Rep. of the) Jul Des, Congo (Rep. of the) Jul Des, Costa Rica Jul Des, Cote D Ivoire Jan Jun, Croatia Jul Des, Cuba Jul Des, Dominican Republic Jul Des, Ecuador Jan Jun, 2014 El Salvador Jul Des, 2012 Ethiopia Jan Jun, 2014 Former Yug. Rep. of Macedonia Jan Jun, 2014 Gabon Jul Des, 2011 Georgia Jul Des, Ghana Jul Des, Grenada Jul Des, 2010 Guatemala Jul Des, Haiti Jul Des, Indonesia Jul Des, Iran Jul Des, Liar

42 30 Gejala klinis terlihat Negara Tahun pelaporan Jenis hewan Domestik Iraq Jul Des, Israel Jul Des, Jordan Jul Des, Kenya Jul Des, Korea (Rep. of) Jan Jun, Laos Jul Des, 2012 Lesotho Jul Des, Madagascar Jul Des, 2012 Malawi Jul Des, 2012 Mauritania Jul Des, Moldova Jul Des, Mongolia Jul Des, Morocco Jul Des, Moambique Jul Des, Myanmar Jul Des, Namibia Jul Des, Nepal Jul Des, Nigeria Jul Des, Oman Jul Des, Panama Jul Des, Philippines Jan Jun, Poland Jul Des, Romania Jan Jun, 2014 Russia Jul Des, Rwanda Jul Des, 2012 Senegal Jan Jun, 2014 Serbia and Montenegro Jul Des, 2006 Sierra Leone Jul Des, Somalia Jan Jun, 2012 South Africa Jul Des, Sri Lanka Jul Des, Swaziland Jan Jun, 2014 Syria Jul Des, Tajikistan Jan Jun, Tanzania Jan Jun, Thailand Jul Des, Togo Jul Des, Trinidad and Tobago Jan Jun, Tunisia Jan Jun, 2014 Turkey Jan Jun, 2014 Turkmenistan Jul Des, 2010 Uganda Jul Des, Ukraine Jul Des, United States of America Jul Des, Uzbekistan Jan Jun, 2008 Liar

43 Penyakit tidak ditemukan selama periode pelaporan Negara Albania Armenia Australia Austria Bahrain Belgium Belize Bosnia and Herzegovina Bulgaria Czech Rep. Denmark Djibouti Estonia Finland French Guiana Germany Hong Kong Ireland Italy Japan Kazakhtan Kuwait Latvia Libya Liechtenstein Tahun laporan Jan-Jun Jul-Des Jul-Des Jan-Jun 2014 Jul-Des Jul-Des Jan-Jun Jan-Jun 2014 Jul-Des Jan-Jun 2014 Jul-Des Jan-Jun 2014 Jul-Des Jan-Jun 2014 Jan-Jun Jan-Jun Jul-Des Jul-Des Jan-Jun 2014 Jul-Des Jan-Jun 2014 Jul-Des Jul-Des Jul-Des 2010 Jan-Jun 2014 Surveilan Domestik Kejadian terakhir Surveilan Liar 31 Kejadian terakhir No surveillance 2012 No surveillance 2009 General surveillance 2011 General surveillance - General surveillance 1867 General surveillance 1867 Targeted surveillance 2003 Targeted surveillance 2002 No surveillance - No surveillance - General and targeted 2008 General and targeted 1998 surveillance surveillance General surveillance 2012 General surveillance 2007 General surveillance General surveillance General and targeted surveillance 2010 General and targeted surveillance 2012 No surveillance 2001 No surveillance 2002 General surveillance 2002 General surveillance 2009 No surveillance - No surveillance - No surveillance 2008 No surveillance 2011 General and targeted 2007 Targeted surveillance 2009 surveillance General surveillance 2003 No surveillance 2009 General surveillance 2005 General surveillance 2006 No surveillance 1987 No surveillance - No surveillance 1903 No surveillance - No surveillance 2010 No surveillance 2011 General surveillance 1956 No surveillance - General surveillance 2007 No surveillance - No surveillance 1994 No surveillance - No surveillance 2012 No surveillance 2010 No surveillance 2010 No surveillance - General surveillance 1986 General surveillance 1986

44 32 Penyakit tidak ditemukan selama periode pelaporan Negara Lithuania Malaysia Malta Mauritius Montenegro Norway Portugal Qatar Sao Tome and Principe Saudi Arabia Singapore Slovenia Sweden Switzerland United Arab Emirates United Kingdom Tahun laporan Jan-Jun 2014 Jul-Des Jan-Jun 2014 Jul-Des Jan-Jun 2014 Jan-Jun 2014 Jul-Des Jul-Des Jul-Des Jul-Des Jul-Des Jul-Des Jan-Jun 2014 Jan-Jun 2014 Jan-Jun 2014 Jul-Des Surveilan Domestik General and targeted surveillance General and targeted surveillance Kejadian terakhir Surveilan Liar Kejadian terakhir General and targeted 2012 surveillance 1999 General surveillance 1999 General surveillance 1911 General surveillance 1911 No surveillance 1894 No surveillance 1894 No surveillance 2012 No surveillance 2011 General surveillance - General surveillance 2012 General and targeted surveillance 1984 General and targeted surveillance No surveillance 2009 No surveillance General surveillance - No surveillance General and targeted General and targeted surveillance surveillance General and targeted 1953 General and targeted surveillance surveillance No surveillance 2010 No surveillance General and targeted 1886 General and targeted surveillance surveillance General and targeted 2003 General and targeted surveillance surveillance General surveillance 1999 No surveillance General and targeted 1970 General and targeted surveillance surveillance Pembatasan penyakit pada suatu wilayah tertentu Negara Tahun pelaporan Jenis hewan Domestik Hungary Jan Jun, 2014 Argentina Jul Des, Chinese Taipei Jul Des, France Jul Des, Greece Jul Des, Kyrgyztan Jul Des, Mexico Jul Des, Pakistan Jan Jun, Paraguay Jan Jun, 2014 Spain Jul Des, Sudan Jul Des, Uruguay Jan Jun, 2014 Vietnam Jan Jun, 2014 Liar

45 Lampiran 3 Contoh sertifikat kesehatan hewan dari negara asal hewan 33

46 34 Lampiran 4 Contoh hasil pemeriksaan titer antibodi terhadap rabies

47 Lampiran 5 Contoh lembar catatan vaksinasi rabies 35

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Metodologi

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Metodologi BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada periode waktu Juni 007 sampai dengan Juni 008 di Instalasi Karantina Hewan (IKH) Balai Besar Karantina Hewan Soekarno Hatta dan

Lebih terperinci

BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 8 BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan mulai Juli sampai dengan Agustus 2010. Pemeliharaan ayam broiler dimulai dari Day Old Chick (DOC)

Lebih terperinci

PREVALENSI DAN RISIKO INFEKSI CACING JANTUNG PADA ANJING YANG DIIMPOR MELALUI BANDARA SOEKARNO-HATTA ESMIRALDA EKA FITRI

PREVALENSI DAN RISIKO INFEKSI CACING JANTUNG PADA ANJING YANG DIIMPOR MELALUI BANDARA SOEKARNO-HATTA ESMIRALDA EKA FITRI PREVALENSI DAN RISIKO INFEKSI CACING JANTUNG PADA ANJING YANG DIIMPOR MELALUI BANDARA SOEKARNO-HATTA ESMIRALDA EKA FITRI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

LAPORAN GAMBARAN DURATION OF IMMUNITY VAKSIN RABIVET 92. Pusat Veterinaria Farma ABSTRAK

LAPORAN GAMBARAN DURATION OF IMMUNITY VAKSIN RABIVET 92. Pusat Veterinaria Farma ABSTRAK LAPORAN GAMBARAN DURATION OF IMMUNITY VAKSIN RABIVET 92 Darmawan, Dyah Estikoma dan Rosmalina Sari Dewi D Pusat Veterinaria Farma ABSTRAK Untuk mendapatkan gambaran antibodi hasil vaksinasi Rabivet Supra

Lebih terperinci

MANAJEMEN RISIKO DI PERUSAHAAN BETON (STUDI KASUS UNIT READYMIX PT BETON INDONESIA) MUAMMAR TAWARUDDIN AKBAR

MANAJEMEN RISIKO DI PERUSAHAAN BETON (STUDI KASUS UNIT READYMIX PT BETON INDONESIA) MUAMMAR TAWARUDDIN AKBAR MANAJEMEN RISIKO DI PERUSAHAAN BETON (STUDI KASUS UNIT READYMIX PT BETON INDONESIA) MUAMMAR TAWARUDDIN AKBAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

BALAI BESAR KARANTINA PERTANIAN SOEKARNO HATTA

BALAI BESAR KARANTINA PERTANIAN SOEKARNO HATTA Halaman ke : 1 dari 6 IMPOR ANJING DAN KUCING (RISIKO TINGGI) Media Pembawa : Anjing dan Kucing HS Code : 0106.19.00 Dasar Pelaksanaan : UU 16 tahun 1992 PP 82 tahun 2000 PP 35 tahun 2016 Kepmentan 3238

Lebih terperinci

Bambang Sumiarto1, Heru Susetya1

Bambang Sumiarto1, Heru Susetya1 STATUS VAKSINASI RABIES PADA ANJING DI KOTA MAKASSAR RABIES VACCINATION STATUS OF DOGS IN MAKASSAR Sri UtamP, Bambang Sumiarto1, Heru Susetya1 IBaIai Besar Karantina Pertanian (BBKP) Makassar lbagian Kesmavet

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tahun 2009 Tahun 2010 Tahun Jumlah (ekor) Frekuensi

PENDAHULUAN. Tahun 2009 Tahun 2010 Tahun Jumlah (ekor) Frekuensi PENDAHULUAN Latar Belakang Keanekaragaman sumber daya hayati merupakan modal dasar dan faktor dominan dalam penyelenggaraan pembangunan nasional. Seiring dengan perkembangan ekonomi, perdagangan dan teknologi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan Kesehatan merupakan bagian integral dari Pembangunan. Indonesia. Pembangunan Kesehatan bertujuan untuk meningkatkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan Kesehatan merupakan bagian integral dari Pembangunan. Indonesia. Pembangunan Kesehatan bertujuan untuk meningkatkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Kesehatan merupakan bagian integral dari Pembangunan Nasional Indonesia. Pembangunan Kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH

STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH i STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 iii PERNYATAAN

Lebih terperinci

KAJIAN BRUSELLOSIS PADA SAPI DAN KAMBING POTONG YANG DILALULINTASKAN DI PENYEBERANGAN MERAK BANTEN ARUM KUSNILA DEWI

KAJIAN BRUSELLOSIS PADA SAPI DAN KAMBING POTONG YANG DILALULINTASKAN DI PENYEBERANGAN MERAK BANTEN ARUM KUSNILA DEWI KAJIAN BRUSELLOSIS PADA SAPI DAN KAMBING POTONG YANG DILALULINTASKAN DI PENYEBERANGAN MERAK BANTEN ARUM KUSNILA DEWI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh dunia (Dastkhosh et al,2014). WHO memperkirakan orang

BAB I PENDAHULUAN. seluruh dunia (Dastkhosh et al,2014). WHO memperkirakan orang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Rabies merupakan penyakit zoonosis yang mematikan dan tersebar di seluruh dunia (Dastkhosh et al,2014). WHO memperkirakan 70.000 orang meninggal setiap tahun karena

Lebih terperinci

PENGARUH SERTIFIKASI GURU TERHADAP KESEJAHTERAAN DAN KINERJA GURU DI KABUPATEN SUMEDANG RIZKY RAHADIKHA

PENGARUH SERTIFIKASI GURU TERHADAP KESEJAHTERAAN DAN KINERJA GURU DI KABUPATEN SUMEDANG RIZKY RAHADIKHA 1 PENGARUH SERTIFIKASI GURU TERHADAP KESEJAHTERAAN DAN KINERJA GURU DI KABUPATEN SUMEDANG RIZKY RAHADIKHA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian 14 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Unit Pelayanan Mikrobiologi Terpadu, Bagian Mikrobiologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan

Lebih terperinci

EVALUASI KINERJA KEUANGAN SATUAN USAHA KOMERSIAL PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM DARSONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

EVALUASI KINERJA KEUANGAN SATUAN USAHA KOMERSIAL PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM DARSONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 1 EVALUASI KINERJA KEUANGAN SATUAN USAHA KOMERSIAL PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM DARSONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA

Lebih terperinci

MATERI DAN METODA. Kandang dan Perlengkapannya Pada penelitian ini digunakan dua kandang litter sebesar 2x3 meter yang

MATERI DAN METODA. Kandang dan Perlengkapannya Pada penelitian ini digunakan dua kandang litter sebesar 2x3 meter yang 11 MATERI DAN METODA Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini berlangsung dari bulan Juni 2010 sampai dengan Juni 2011. Penelitian dilakukan di kandang FKH-IPB. Pengujian sampel dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

ANALISIS IMPLEMENTASI MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA ( STUDI KASUS PENGEMBANGAN PELABUHAN MAKASSAR )

ANALISIS IMPLEMENTASI MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA ( STUDI KASUS PENGEMBANGAN PELABUHAN MAKASSAR ) ANALISIS IMPLEMENTASI MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA ( STUDI KASUS PENGEMBANGAN PELABUHAN MAKASSAR ) TEGUH PAIRUNAN PUTRA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Hewan coba Metode Penelitian 1 Isolasi dan Produksi Antigen E/S Fasciola gigantica

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Hewan coba Metode Penelitian 1 Isolasi dan Produksi Antigen E/S Fasciola gigantica BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2009 hingga Februari 2010. Penelitian dilakukan di kandang pemeliharaan hewan coba Fakultas Kedokteran Hewan Institut

Lebih terperinci

GAMBARAN RESPON KEBAL TERHADAP INFECTIOUS BURSAL DISEASE

GAMBARAN RESPON KEBAL TERHADAP INFECTIOUS BURSAL DISEASE GAMBARAN RESPON KEBAL TERHADAP INFECTIOUS BURSAL DISEASE (IBD) PADA AYAM PEDAGING YANG DIVAKSIN IBD KILLED SETENGAH DOSIS DAN DITANTANG DENGAN VIRUS IBD CHARLES JONSON SIREGAR FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

Lebih terperinci

RINGKASAN. Kata kunci : Titer antibodi ND, Newcastle Disease, Ayam Petelur, Fase layer I, Fase Layer II

RINGKASAN. Kata kunci : Titer antibodi ND, Newcastle Disease, Ayam Petelur, Fase layer I, Fase Layer II RINGKASAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui titer antibody terhadap penyakit Newcastle Disease (ND) pada ayam petelur fase layer I dan fase layer II pasca vaksinasi ND. Penelitian ini merupakan

Lebih terperinci

STANDAR PELAYANAN PUBLIK JANGKA WAKTU LAYANAN KARANTINA ( SERVICE LEVEL AGREEMENT )

STANDAR PELAYANAN PUBLIK JANGKA WAKTU LAYANAN KARANTINA ( SERVICE LEVEL AGREEMENT ) 1 STANDAR PELAYANAN PUBLIK JANGKA WAKTU LAYANAN KARANTINA ( SERVICE LEVEL AGREEMENT ) KEMENTERIAN PERTANIAN BADAN KARANTINA PERTANIAN BALAI KARANTINA PERTANIAN KELAS I BANJARMASIN 2015 2 STANDAR PELAYANAN

Lebih terperinci

MEKANISME ALUR LAYANAN KARANTINA

MEKANISME ALUR LAYANAN KARANTINA MEKANISME ALUR LAYANAN KARANTINA PERSYARATAN DAN PROSEDUR ANTAR AREA KELUAR MP HPHK KATEGORI RESIKO TINGGI PERSYARATAN DAN PROSEDUR KELUAR Media Pembawa : DOC (ayam bibit) Negara / Daerah Tujuan : Sulawesi

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN RENALDO PRIMA SUTIKNO

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN RENALDO PRIMA SUTIKNO ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN 2004-2012 RENALDO PRIMA SUTIKNO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

DETEKSI KEBERADAAN ANTIBODI ANTI H5N1 MENGGUNAKAN METODE ENZYME-LINKED IMMUNOSORBENT ASSAY (ELISA) PADA SERUM SAPI YANG DIVAKSINASI H5N1 NOVIYANTI

DETEKSI KEBERADAAN ANTIBODI ANTI H5N1 MENGGUNAKAN METODE ENZYME-LINKED IMMUNOSORBENT ASSAY (ELISA) PADA SERUM SAPI YANG DIVAKSINASI H5N1 NOVIYANTI DETEKSI KEBERADAAN ANTIBODI ANTI H5N1 MENGGUNAKAN METODE ENZYME-LINKED IMMUNOSORBENT ASSAY (ELISA) PADA SERUM SAPI YANG DIVAKSINASI H5N1 NOVIYANTI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian 3.1.1. Tempat Penelitian telah dilaksanakan di laboratorium BKP Kelas II Cilegon untuk metode pengujian RBT. Metode pengujian CFT dilaksanakan di laboratorium

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. penderitaan yang berat dengan gejala saraf yang mengerikan dan hampir selalu

PENDAHULUAN. Latar Belakang. penderitaan yang berat dengan gejala saraf yang mengerikan dan hampir selalu PENDAHULUAN Latar Belakang Rabies merupakan penyakit hewan menular yang bersifat zoonosis. Kejadian rabies sangat ditakuti di kalangan masyarakat, karena mengakibatkan penderitaan yang berat dengan gejala

Lebih terperinci

MATERI DAN METODA Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Hewan Percobaan Vaksin AI-ND Pakan Kandang dan Perlengkapannya

MATERI DAN METODA Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Hewan Percobaan Vaksin AI-ND Pakan Kandang dan Perlengkapannya 10 MATERI DAN METODA Waktu Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Terpadu FKH-IPB, Departemen Ilmu Penyakit Hewan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

GAMBARAN TITER ANTIBODI ANTI H5 PADA SERUM DAN KUNING TELUR AYAM SINGLE COMB BROWN LEGHORN YANG DIVAKSINASI DENGAN VAKSIN INAKTIF H5N2 WA ODE YUSRAN

GAMBARAN TITER ANTIBODI ANTI H5 PADA SERUM DAN KUNING TELUR AYAM SINGLE COMB BROWN LEGHORN YANG DIVAKSINASI DENGAN VAKSIN INAKTIF H5N2 WA ODE YUSRAN GAMBARAN TITER ANTIBODI ANTI H5 PADA SERUM DAN KUNING TELUR AYAM SINGLE COMB BROWN LEGHORN YANG DIVAKSINASI DENGAN VAKSIN INAKTIF H5N2 WA ODE YUSRAN FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

KAJIAN BRUSELLOSIS PADA SAPI DAN KAMBING POTONG YANG DILALULINTASKAN DI PENYEBERANGAN MERAK BANTEN ARUM KUSNILA DEWI

KAJIAN BRUSELLOSIS PADA SAPI DAN KAMBING POTONG YANG DILALULINTASKAN DI PENYEBERANGAN MERAK BANTEN ARUM KUSNILA DEWI KAJIAN BRUSELLOSIS PADA SAPI DAN KAMBING POTONG YANG DILALULINTASKAN DI PENYEBERANGAN MERAK BANTEN ARUM KUSNILA DEWI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

Lebih terperinci

HUBUNGAN EFEKTIVITAS SISTEM PENILAIAN KINERJA DENGAN KINERJA KARYAWAN PADA KANTOR PUSAT PT PP (PERSERO), TBK JULIANA MAISYARA

HUBUNGAN EFEKTIVITAS SISTEM PENILAIAN KINERJA DENGAN KINERJA KARYAWAN PADA KANTOR PUSAT PT PP (PERSERO), TBK JULIANA MAISYARA HUBUNGAN EFEKTIVITAS SISTEM PENILAIAN KINERJA DENGAN KINERJA KARYAWAN PADA KANTOR PUSAT PT PP (PERSERO), TBK JULIANA MAISYARA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG HIV/AIDS DI SMA NEGERI 1 MEDAN

TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG HIV/AIDS DI SMA NEGERI 1 MEDAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG HIV/AIDS DI SMA NEGERI 1 MEDAN Oleh : KALAIVANI ALAGAPAN 080100404 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2011 TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA

Lebih terperinci

ANALISIS KETAHANAN DAN APLIKASINYA UNTUK PEMODELAN INTERVAL KELAHIRAN ANAK PERTAMA HARNANTO

ANALISIS KETAHANAN DAN APLIKASINYA UNTUK PEMODELAN INTERVAL KELAHIRAN ANAK PERTAMA HARNANTO ANALISIS KETAHANAN DAN APLIKASINYA UNTUK PEMODELAN INTERVAL KELAHIRAN ANAK PERTAMA HARNANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Serum dan Kuning Telur Hasil AGPT memperlihatkan pembentukan garis presipitasi yang berwarna putih pada pengujian serum dan kuning telur tiga dari sepuluh ekor ayam yang

Lebih terperinci

Deteksi Antibodi Terhadap Virus Avian Influenza pada Ayam Buras di Peternakan Rakyat Kota Palangka Raya

Deteksi Antibodi Terhadap Virus Avian Influenza pada Ayam Buras di Peternakan Rakyat Kota Palangka Raya Deteksi Antibodi Terhadap Virus Avian Influenza pada Ayam Buras di Peternakan Rakyat Kota Palangka Raya Detection of Antibody Against Avian Influenza Virus on Native Chickens in Local Farmer of Palangka

Lebih terperinci

ASPEK MIKROBIOLOGIS DAGING AYAM BEKU YANG DILALULINTASKAN MELALUI PELABUHAN PENYEBERANGAN MERAK MELANI WAHYU ADININGSIH

ASPEK MIKROBIOLOGIS DAGING AYAM BEKU YANG DILALULINTASKAN MELALUI PELABUHAN PENYEBERANGAN MERAK MELANI WAHYU ADININGSIH ASPEK MIKROBIOLOGIS DAGING AYAM BEKU YANG DILALULINTASKAN MELALUI PELABUHAN PENYEBERANGAN MERAK MELANI WAHYU ADININGSIH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 2003). Rabies merupakan penyakit viral ensefalomielitis yang sering berakibat fatal setelah gejala klinis

TINJAUAN PUSTAKA. 2003). Rabies merupakan penyakit viral ensefalomielitis yang sering berakibat fatal setelah gejala klinis TINJAUAN PUSTAKA Etiologi Penyakit rabies dalam bahasa Indonesia disebut penyakit anjing gila. Rabies juga dikenal dengan nama lyssa, tollwut, rage dan hydrophobia. Dinamakan hydrophobia dikarenakan penderitanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan gejala saraf yang progresif dan hampir selalu berakhir dengan kematian. Korban

BAB I PENDAHULUAN. dengan gejala saraf yang progresif dan hampir selalu berakhir dengan kematian. Korban BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rabies merupakan penyakit hewan menular yang bersifat zoonosis. Kasus rabies sangat ditakuti dikalangan masyarakat, karena mengakibatkan penderitaan yang berat dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Tingginya angka kejadian Rabies di Indonesia yang berstatus endemis

BAB 1 PENDAHULUAN. Tingginya angka kejadian Rabies di Indonesia yang berstatus endemis BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingginya angka kejadian Rabies di Indonesia yang berstatus endemis Rabies, kini menjadi tantangan bagi pencapaian target Indonesia bebas Rabies pada 2015. Guna penanggulangan

Lebih terperinci

PRAKTIKUM ELISA (Enzyme- linked Immunosorbent Assay) Melviana Maya Anjelir Antika. Kamis 9 Januari 2014, pukul

PRAKTIKUM ELISA (Enzyme- linked Immunosorbent Assay) Melviana Maya Anjelir Antika. Kamis 9 Januari 2014, pukul PRAKTIKUM ELISA (Enzyme- linked Immunosorbent Assay) Melviana Maya Anjelir Antika Kamis 9 Januari 2014, pukul 09.00-16.00 I. Tujuan Praktikum: 1. Praktikan mampu mengambil dan mempersiapkan sampel plasma

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Metode Penelitian

METODE PENELITIAN. Metode Penelitian METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 6 bulan, mulai Maret 2010 sampai dengan Agustus 2010 di laboratorium Terpadu Bagian Mikrobiologi Medik dan laboratorium Bakteriologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rabies yang dikenal juga dengan nama Lyssahydrophobia, rage, tollwut,

BAB I PENDAHULUAN. Rabies yang dikenal juga dengan nama Lyssahydrophobia, rage, tollwut, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rabies yang dikenal juga dengan nama Lyssahydrophobia, rage, tollwut, merupakan suatu penyakit infeksi akut susunan syaraf pusat yang dapat menyerang mamalia termasuk

Lebih terperinci

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Menimbang PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN RABIES DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR, : a. bahwa rabies merupakan

Lebih terperinci

FAKTOR RISIKO MANAJEMEN PEMELIHARAAN ANJING TERHADAP KEJADIAN INFEKSI Dirofilaria immitis DI WILAYAH PULAU JAWA DAN BALI RITA MARLINAWATY MANALU

FAKTOR RISIKO MANAJEMEN PEMELIHARAAN ANJING TERHADAP KEJADIAN INFEKSI Dirofilaria immitis DI WILAYAH PULAU JAWA DAN BALI RITA MARLINAWATY MANALU FAKTOR RISIKO MANAJEMEN PEMELIHARAAN ANJING TERHADAP KEJADIAN INFEKSI Dirofilaria immitis DI WILAYAH PULAU JAWA DAN BALI RITA MARLINAWATY MANALU FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

PRODUKSI ANTIBODI POLIKLONAL ANTI H5N1 PADA MARMOT (Cavia porcellus) YANG DIVAKSINASI DENGAN VAKSIN AVIAN INFLUENZA H5N1 DAN H5N2 KUNTO WIDYASMORO

PRODUKSI ANTIBODI POLIKLONAL ANTI H5N1 PADA MARMOT (Cavia porcellus) YANG DIVAKSINASI DENGAN VAKSIN AVIAN INFLUENZA H5N1 DAN H5N2 KUNTO WIDYASMORO PRODUKSI ANTIBODI POLIKLONAL ANTI H5N1 PADA MARMOT (Cavia porcellus) YANG DIVAKSINASI DENGAN VAKSIN AVIAN INFLUENZA H5N1 DAN H5N2 KUNTO WIDYASMORO FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hepatitis merupakan penyakit inflamasi dan nekrosis dari sel-sel hati yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Hepatitis merupakan penyakit inflamasi dan nekrosis dari sel-sel hati yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hepatitis merupakan penyakit inflamasi dan nekrosis dari sel-sel hati yang dapat disebabkan oleh infeksi virus. Telah ditemukan lima kategori virus yang menjadi agen

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 ayat (1). Pembangunan bidang kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 ayat (1). Pembangunan bidang kesehatan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan upaya untuk memenuhi salah satu hak dasar rakyat, yaitu hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan sesuai dengan amanat Undang-Undang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Reaksi Antiserum terhadap TICV pada Jaringan Tanaman Tomat

HASIL DAN PEMBAHASAN Reaksi Antiserum terhadap TICV pada Jaringan Tanaman Tomat 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Reaksi Antiserum terhadap TICV pada Jaringan Tanaman Tomat Reaksi antiserum TICV terhadap partikel virus yang terdapat di dalam jaringan tanaman tomat telah berhasil diamati melalui

Lebih terperinci

RIWAYAT HIDUP. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar pada tahun 2005 di SDN 1

RIWAYAT HIDUP. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar pada tahun 2005 di SDN 1 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kabupaten Gianyar, 11 Nopember 1993, merupakan anak pertama dari dua bersaudara, dari pasangan Bapak I Ketut Ardika dan Ibu Ni Wayan Suarni. Penulis menyelesaikan pendidikan

Lebih terperinci

PENGARUH STRUKTUR MODAL TERHADAP KINERJA PERUSAHAAN SEKTOR KEUANGAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA TEDY SAPUTRA

PENGARUH STRUKTUR MODAL TERHADAP KINERJA PERUSAHAAN SEKTOR KEUANGAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA TEDY SAPUTRA PENGARUH STRUKTUR MODAL TERHADAP KINERJA PERUSAHAAN SEKTOR KEUANGAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA TEDY SAPUTRA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

Pengaruh Formula dengan Penambahan Bumbu untuk Makanan Rumah Sakit pada Status Gizi dan Kesehatan Pasien LIBER

Pengaruh Formula dengan Penambahan Bumbu untuk Makanan Rumah Sakit pada Status Gizi dan Kesehatan Pasien LIBER Pengaruh Formula dengan Penambahan Bumbu untuk Makanan Rumah Sakit pada Status Gizi dan Kesehatan Pasien LIBER SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

METODELOGI PENELITIAN

METODELOGI PENELITIAN 17 METODELOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner FKH IPB, kandang hewan percobaan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii RIWAYAT HIDUP... iv ABSTRAK... v ABSTRACT... vi UCAPAN TERIMA KASIH... vii DAFTAR ISI... x DAFTAR TABEL... xii DAFTAR GAMBAR... xiii BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

RESPON IMUN ANAK BABI PASCA VAKSINASI HOG CHOLERA DARI INDUK YANG TELAH DIVAKSIN SECARA TERATUR ABSTRAK

RESPON IMUN ANAK BABI PASCA VAKSINASI HOG CHOLERA DARI INDUK YANG TELAH DIVAKSIN SECARA TERATUR ABSTRAK RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kota Denpasar, 13 Desember 1993. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara, dari pasangan Bapak I Made Wirtha dan Ibu dr. Ni Putu Partini Penulis menyelesaikan

Lebih terperinci

AKABANE A. PENDAHULUAN

AKABANE A. PENDAHULUAN AKABANE Sinonim : Arthrogryposis Hydranencephaly A. PENDAHULUAN Akabane adalah penyakit menular non contagious yang disebabkan oleh virus dan ditandai dengan adanya Arthrogryposis (AG) disertai atau tanpa

Lebih terperinci

2 Tahun 2009 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5015); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2000 tentang Karantina Hewan (Lembaran Negara Tahu

2 Tahun 2009 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5015); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2000 tentang Karantina Hewan (Lembaran Negara Tahu BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1166, 2014 KEMENTAN. Karantina Hewan. Pemasukan. Pengeluaran. Benih Hewan. Tindakan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104/Permentan/OT.140/8/2014

Lebih terperinci

MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE JUMADI

MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE JUMADI MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE JUMADI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan September-Oktober 2013.

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan September-Oktober 2013. III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilakukan pada bulan September-Oktober 2013. Pemeliharaan ayam penelitian, aplikasi ekstrak temulawak dan vaksinasi AI dilakukan di kandang

Lebih terperinci

DETEKSI ANTIBODI ANTI- Escherichia coli K99 DI DALAM SERUM INDUK SAPI FRIESIAN HOLSTEIN BUNTING POST VAKSINASI E. coli DENGAN TEKNIK ELISA

DETEKSI ANTIBODI ANTI- Escherichia coli K99 DI DALAM SERUM INDUK SAPI FRIESIAN HOLSTEIN BUNTING POST VAKSINASI E. coli DENGAN TEKNIK ELISA DETEKSI ANTIBODI ANTI- Escherichia coli K99 DI DALAM SERUM INDUK SAPI FRIESIAN HOLSTEIN BUNTING POST VAKSINASI E. coli DENGAN TEKNIK ELISA ITA KRISSANTI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGASAHAN... RIWAYAT HIDUP... ABSTRAK... v. KATA PENGANTAR. vii. DAFTAR ISI. ix. DAFTAR TABEL.

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGASAHAN... RIWAYAT HIDUP... ABSTRAK... v. KATA PENGANTAR. vii. DAFTAR ISI. ix. DAFTAR TABEL. DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGASAHAN... RIWAYAT HIDUP...... i ii iv ABSTRAK... v KATA PENGANTAR. vii DAFTAR ISI. ix DAFTAR TABEL. xi DAFTAR GAMBAR xii DAFTAR LAMPIRAN. xiii BAB I PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.10/MEN/2012 TENTANG KEWAJIBAN TAMBAHAN KARANTINA IKAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.10/MEN/2012 TENTANG KEWAJIBAN TAMBAHAN KARANTINA IKAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.10/MEN/2012 TENTANG KEWAJIBAN TAMBAHAN KARANTINA IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit flu burung atau Avian Influenza (AI) adalah penyakit zoonosa yang sangat fatal. Penyakit ini menginfeksi saluran pernapasan unggas dan juga mamalia. Penyebab penyakit

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEREDARAN HEWAN PENULAR RABIES (HPR) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEREDARAN HEWAN PENULAR RABIES (HPR) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEREDARAN HEWAN PENULAR RABIES (HPR) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

WALIKOTA PAYAKUMBUH PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA PAYAKUMBUH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA PAYAKUMBUH PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA PAYAKUMBUH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG WALIKOTA PAYAKUMBUH PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA PAYAKUMBUH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN, PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN RABIES DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PAYAKUMBUH,

Lebih terperinci

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 24 TAHUN 2014 TENTANG PEMASUKAN HEWAN-HEWAN TERTENTU KE WILAYAH PROVINSI PAPUA UNTUK KEPENTINGAN KHUSUS

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 24 TAHUN 2014 TENTANG PEMASUKAN HEWAN-HEWAN TERTENTU KE WILAYAH PROVINSI PAPUA UNTUK KEPENTINGAN KHUSUS GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 24 TAHUN 2014 TENTANG PEMASUKAN HEWAN-HEWAN TERTENTU KE WILAYAH PROVINSI PAPUA UNTUK KEPENTINGAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PAPUA, Menimbang

Lebih terperinci

MODEL MATEMATIKA STRUKTUR UMUR INFEKSI VIRUS HIV DENGAN KOMBINASI TERAPI OBAT MUHAMMAD BUWING

MODEL MATEMATIKA STRUKTUR UMUR INFEKSI VIRUS HIV DENGAN KOMBINASI TERAPI OBAT MUHAMMAD BUWING MODEL MATEMATIKA STRUKTUR UMUR INFEKSI VIRUS HIV DENGAN KOMBINASI TERAPI OBAT MUHAMMAD BUWING SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

TINGKAT KEAMANAN SUSU BUBUK SKIM IMPOR DITINJAU DARI KUALITAS MIKROBIOLOGI UTI RATNASARI HERDIANA

TINGKAT KEAMANAN SUSU BUBUK SKIM IMPOR DITINJAU DARI KUALITAS MIKROBIOLOGI UTI RATNASARI HERDIANA TINGKAT KEAMANAN SUSU BUBUK SKIM IMPOR DITINJAU DARI KUALITAS MIKROBIOLOGI UTI RATNASARI HERDIANA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tetanus maternal dan neonatal merupakan salah satu penyebab kematian pada ibu dan neonatal akibat persalinan dan penanganan tali pusat yang tidak bersih. Tetanus Neonatorum

Lebih terperinci

TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG HEPATITIS B DAN IMUNISASI HEPATITIS B SERTA JADWAL PEMBERIAN VAKSINASINYA PADA BAYI DI PUSKESMAS PADANG BULAN, MEDAN

TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG HEPATITIS B DAN IMUNISASI HEPATITIS B SERTA JADWAL PEMBERIAN VAKSINASINYA PADA BAYI DI PUSKESMAS PADANG BULAN, MEDAN 1 TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG HEPATITIS B DAN IMUNISASI HEPATITIS B SERTA JADWAL PEMBERIAN VAKSINASINYA PADA BAYI DI PUSKESMAS PADANG BULAN, MEDAN KARYA TULIS ILMIAH Oleh: PUVANA SRE A/P D.MANIRAO

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Protein berperan penting untuk perkembangan kecerdasan otak,

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Protein berperan penting untuk perkembangan kecerdasan otak, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Protein berperan penting untuk perkembangan kecerdasan otak, pemeliharaan stamina tubuh, percepatan regenerasi sel dan menjaga sel darah merah (eritrosit) agar tidak mudah

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 07/Permentan/OT.140/1/2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 07/Permentan/OT.140/1/2008 TENTANG PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 07/Permentan/OT.140/1/2008 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BENIH, BIBIT TERNAK, DAN TERNAK POTONG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit infeksi dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit infeksi dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyakit infeksi dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue I, II, III, dan IV yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegepty dan Aedes albopticus.

Lebih terperinci

Tingkat Kekebalan Anjing Terhadap Rabies di Kota Ambon

Tingkat Kekebalan Anjing Terhadap Rabies di Kota Ambon JS V 30 (1), Juli 01 JURNAL SAIN VETERINER ISSN : 016-041 Tingkat Kekebalan Anjing Terhadap Rabies di Kota Ambon Herd Immunity Against Rabies Among Dogs in Ambon 1) ) ) Astri D Tagueha, Setyawan Budiharta,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rabies merupakan penyakit menular akut yang dapat menyerang susunan

BAB I PENDAHULUAN. Rabies merupakan penyakit menular akut yang dapat menyerang susunan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rabies merupakan penyakit menular akut yang dapat menyerang susunan syaraf pusat hewan berdarah panas disebabkan oleh virus dan dapat menular pada manusia. Penyakit

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Perbanyakan Inokulum BCMV Persiapan Lahan dan Tanaman Uji

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Perbanyakan Inokulum BCMV Persiapan Lahan dan Tanaman Uji 9 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di kebun percobaan Cikabayan dan Laboratorium Virologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian

Lebih terperinci

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi **Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sam Ratulangi

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi **Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sam Ratulangi HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP MASYARAKAT DENGAN TINDAKAN PEMILIK ANJING DALAM PENCEGAHAN RABIES DI DESA KOHA KECAMATAN MANDOLANG KABUPATEN MINAHASA Mentari O.Pangkey*John. Kekenusa** Joy.A.M. Rattu*

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA PEGAWAI DI SEKRETARIAT KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP FIRDAUS ALIM DAMOPOLII

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA PEGAWAI DI SEKRETARIAT KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP FIRDAUS ALIM DAMOPOLII FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA PEGAWAI DI SEKRETARIAT KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP FIRDAUS ALIM DAMOPOLII SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

Lebih terperinci

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INVESTASI ASING LANGSUNG PADA SEKTOR PERKEBUNAN DI INDONESIA RIZKY PRIMA LUBIS

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INVESTASI ASING LANGSUNG PADA SEKTOR PERKEBUNAN DI INDONESIA RIZKY PRIMA LUBIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INVESTASI ASING LANGSUNG PADA SEKTOR PERKEBUNAN DI INDONESIA RIZKY PRIMA LUBIS SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 2 1 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Selama tiga dekade ke belakang, infeksi Canine Parvovirus muncul sebagai salah

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Selama tiga dekade ke belakang, infeksi Canine Parvovirus muncul sebagai salah PENDAHULUAN Latar Belakang Canine Parvovirus merupakan penyakit viral infeksius yang bersifat akut dan fatal yang dapat menyerang anjing, baik anjing domestik, maupun anjing liar. Selama tiga dekade ke

Lebih terperinci

PROGRAM PENGENDALIAN PENYAKIT RABIES. Dinas Kesehatan Provinsi Sumbar

PROGRAM PENGENDALIAN PENYAKIT RABIES. Dinas Kesehatan Provinsi Sumbar PROGRAM PENGENDALIAN PENYAKIT RABIES Dinas Kesehatan Provinsi Sumbar RABIES Salah satu penyakit infeksi tertua, diketahui sejak lebih dari 4000 tahun Viral encephalomyelitis: akut dan progresif Dapat menyerang

Lebih terperinci

FORMULASI HAMILTONIAN UNTUK MENGGAMBARKAN GERAK GELOMBANG INTERNAL PADA LAUT DALAM RINA PRASTIWI

FORMULASI HAMILTONIAN UNTUK MENGGAMBARKAN GERAK GELOMBANG INTERNAL PADA LAUT DALAM RINA PRASTIWI FORMULASI HAMILTONIAN UNTUK MENGGAMBARKAN GERAK GELOMBANG INTERNAL PADA LAUT DALAM RINA PRASTIWI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

HUBUNGAN MOTIVASI BERPRESTASI DAN IKLIM ORGANISASI DENGAN KINERJA PENYULUH KEHUTANAN TERAMPIL

HUBUNGAN MOTIVASI BERPRESTASI DAN IKLIM ORGANISASI DENGAN KINERJA PENYULUH KEHUTANAN TERAMPIL HUBUNGAN MOTIVASI BERPRESTASI DAN IKLIM ORGANISASI DENGAN KINERJA PENYULUH KEHUTANAN TERAMPIL (Kasus di Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat) HENDRO ASMORO SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

PENGENDALIAN KADAR GLUKOSA DARAH OLEH TEH HIJAU DAN ATAU TEH DAUN MURBEI PADA TIKUS DIABETES RUSMAN EFENDI

PENGENDALIAN KADAR GLUKOSA DARAH OLEH TEH HIJAU DAN ATAU TEH DAUN MURBEI PADA TIKUS DIABETES RUSMAN EFENDI PENGENDALIAN KADAR GLUKOSA DARAH OLEH TEH HIJAU DAN ATAU TEH DAUN MURBEI PADA TIKUS DIABETES RUSMAN EFENDI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN CHECKLIST UNTUK AUDIT BIOSEKURITI, HIGIENE, DAN SANITASI DISTRIBUTOR TELUR AYAM BAWANTA WIDYA SUTA

PENGEMBANGAN CHECKLIST UNTUK AUDIT BIOSEKURITI, HIGIENE, DAN SANITASI DISTRIBUTOR TELUR AYAM BAWANTA WIDYA SUTA PENGEMBANGAN CHECKLIST UNTUK AUDIT BIOSEKURITI, HIGIENE, DAN SANITASI DISTRIBUTOR TELUR AYAM BAWANTA WIDYA SUTA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 ABSTRAK BAWANTA WIDYA SUTA. 2007.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peningkatan angka kejadian, tidak hanya terjadi di Indonesia juga di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peningkatan angka kejadian, tidak hanya terjadi di Indonesia juga di berbagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak beberapa tahun terakhir ini, berbagai penyakit infeksi mengalami peningkatan angka kejadian, tidak hanya terjadi di Indonesia juga di berbagai belahan dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hepatitis B (VHB). Termasuk famili Hepadnavirus ditemukan pada cairan tubuh

BAB I PENDAHULUAN. Hepatitis B (VHB). Termasuk famili Hepadnavirus ditemukan pada cairan tubuh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit peradangan hati akut atau menahun disebabkan oleh virus Hepatitis B (VHB). Termasuk famili Hepadnavirus ditemukan pada cairan tubuh seperti saliva, ASI, cairan

Lebih terperinci

SUHU TUBUH, FREKUENSI JANTUNG DAN NAFAS INDUK SAPI Friesian Holstein BUNTING YANG DIVAKSIN DENGAN VAKSIN Avian Influenza H5N1 ACHMAD HASAN MAULADI

SUHU TUBUH, FREKUENSI JANTUNG DAN NAFAS INDUK SAPI Friesian Holstein BUNTING YANG DIVAKSIN DENGAN VAKSIN Avian Influenza H5N1 ACHMAD HASAN MAULADI SUHU TUBUH, FREKUENSI JANTUNG DAN NAFAS INDUK SAPI Friesian Holstein BUNTING YANG DIVAKSIN DENGAN VAKSIN Avian Influenza H5N1 ACHMAD HASAN MAULADI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. Rabies merupakan Hama Penyakit Hewan Karantina (HPHK) Golongan II

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. Rabies merupakan Hama Penyakit Hewan Karantina (HPHK) Golongan II BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Rabies merupakan Hama Penyakit Hewan Karantina (HPHK) Golongan II berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 3238/Kpts/PD.630/9/2009 tentang Penggolongan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dari genus Lyssavirus, famili Rhabdoviridae (Jallet et al., 1999). Virus rabies

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dari genus Lyssavirus, famili Rhabdoviridae (Jallet et al., 1999). Virus rabies 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Rabies Rabies (penyakit anjing gila) adalah penyakit hewan yang dapat menular ke manusia (bersifat zoonosis) (WHO, 2010). Rabies disebabkan oleh virus rabies dari genus Lyssavirus,

Lebih terperinci

PERBANDINGAN HASIL PENGGEROMBOLAN METODE K-MEANS, FUZZY K-MEANS, DAN TWO STEP CLUSTER

PERBANDINGAN HASIL PENGGEROMBOLAN METODE K-MEANS, FUZZY K-MEANS, DAN TWO STEP CLUSTER PERBANDINGAN HASIL PENGGEROMBOLAN METODE K-MEANS, FUZZY K-MEANS, DAN TWO STEP CLUSTER LATHIFATURRAHMAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER

Lebih terperinci

ABSTRAK. STUDI TATALAKSANA SKRINING HIV di PMI KOTA BANDUNG TAHUN 2007

ABSTRAK. STUDI TATALAKSANA SKRINING HIV di PMI KOTA BANDUNG TAHUN 2007 vi ABSTRAK STUDI TATALAKSANA SKRINING HIV di PMI KOTA BANDUNG TAHUN 2007 Francine Anne Yosi, 2007; Pembimbing I: Freddy Tumewu Andries, dr., MS Pembimbing II: July Ivone, dr. AIDS (Acquired Immunodeficiency

Lebih terperinci

PREDIKSI KECEPATAN PHASE GELOMBANG SOLITER TERGANGGU AHMAD HAKIM

PREDIKSI KECEPATAN PHASE GELOMBANG SOLITER TERGANGGU AHMAD HAKIM PREDIKSI KECEPATAN PHASE GELOMBANG SOLITER TERGANGGU AHMAD HAKIM SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa

Lebih terperinci

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Peternakan babi berperan penting dalam meningkatkan perekonomian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Peternakan babi berperan penting dalam meningkatkan perekonomian BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hog cholera 2.1.1 Epizootiologi Peternakan babi berperan penting dalam meningkatkan perekonomian masyarakat pedesaan di Bali. Hampir setiap keluarga di daerah pedesaan memelihara

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Waktu, Tempat dan Desain Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Sampel Jenis dan Cara Pengambilan Data

METODE PENELITIAN Waktu, Tempat dan Desain Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Sampel Jenis dan Cara Pengambilan Data METODE PENELITIAN Waktu, Tempat dan Desain Penelitian Penelitian ini merupakan baseline dari penelitian Dr. Ir. Sri Anna Marliyati MSi. dengan judul Studi Pengaruh Pemanfaatan Karoten dari Crude Pal Oil

Lebih terperinci

ANALISIS MODEL PELUANG BERTAHAN HIDUP DAN APLIKASINYA SUNARTI FAJARIYAH

ANALISIS MODEL PELUANG BERTAHAN HIDUP DAN APLIKASINYA SUNARTI FAJARIYAH ANALISIS MODEL PELUANG BERTAHAN HIDUP DAN APLIKASINYA SUNARTI FAJARIYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

PREDIKSI KECEPATAN PHASE GELOMBANG SOLITER TERGANGGU AHMAD HAKIM

PREDIKSI KECEPATAN PHASE GELOMBANG SOLITER TERGANGGU AHMAD HAKIM PREDIKSI KECEPATAN PHASE GELOMBANG SOLITER TERGANGGU AHMAD HAKIM SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa

Lebih terperinci

KUALITAS PELAYANAN KAPAL DAN KECEPATAN BONGKAR MUAT KAPAL TERHADAP PRODUKTIVITAS DERMAGA TERMINAL PETIKEMAS PELABUHAN MAKASSAR WILMAR JONRIS SIAHAAN

KUALITAS PELAYANAN KAPAL DAN KECEPATAN BONGKAR MUAT KAPAL TERHADAP PRODUKTIVITAS DERMAGA TERMINAL PETIKEMAS PELABUHAN MAKASSAR WILMAR JONRIS SIAHAAN iii KUALITAS PELAYANAN KAPAL DAN KECEPATAN BONGKAR MUAT KAPAL TERHADAP PRODUKTIVITAS DERMAGA TERMINAL PETIKEMAS PELABUHAN MAKASSAR WILMAR JONRIS SIAHAAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

Respons Imun Humoral Anjing Lokal Betina Umur Lebih dari Satu Tahun Pasca Vaksinasi Rabies

Respons Imun Humoral Anjing Lokal Betina Umur Lebih dari Satu Tahun Pasca Vaksinasi Rabies Respons Imun Humoral Anjing Lokal Betina Umur Lebih dari Satu Tahun Pasca Vaksinasi Rabies HUMORAL IMMUNE RESPONSE OF FEMALE LOCAL DOGS OF AGE MORE THAN ONE YEARS POST RABIES VACCINATION Nengah Desy Norawigaswari

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian...

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... DAFTAR ISI RIWAYAT HIDUP... Error! Bookmark not defined. ABSTRAK... Error! Bookmark not defined. ABSTRACT... Error! Bookmark not defined. UCAPAN TERIMA KASIH... Error! Bookmark not defined. DAFTAR ISI...

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat Penelitian 3.2 Metode Penelitian Persiapan dan Pemeliharaan Kelinci sebagai Hewan Coba

3. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat Penelitian 3.2 Metode Penelitian Persiapan dan Pemeliharaan Kelinci sebagai Hewan Coba 3. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Immunologi, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Kandang Terpadu, Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci