ANALISIS KLASIFIKASI KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TIMUR BERDASARKAN PEUBAH KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2010 OLEH NANANG WIDARYOKO H

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS KLASIFIKASI KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TIMUR BERDASARKAN PEUBAH KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2010 OLEH NANANG WIDARYOKO H"

Transkripsi

1 ANALISIS KLASIFIKASI KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TIMUR BERDASARKAN PEUBAH KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2010 OLEH NANANG WIDARYOKO H DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

2 RINGKASAN NANANG WIDARYOKO. Analisis Klasifikasi Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur Berdasarkan Peubah Kinerja Pembangunan Daerah Tahun 2010 (dibimbing oleh WIWIEK RINDAYATI). Dalam mendukung keberhasilan program pembangunan nasional, pendekatan regional mempunyai kedudukan yang lebih dominan. Hal ini disebabkan karakteristik dari masing-masing daerah tidak sama. Permasalahan utama dalam pembangunan yang terus terjadi dan selalu diupayakan untuk terus dikurangi adalah masalah ketimpangan (unevenness) dan konsentrasi (concentration). Pembangunan Jawa Timur mempunyai arah dan tujuan yang sejalan dengan pembangunan nasional. Provinsi yang terdiri dari 29 kabupaten dan 9 kota ini cukup berhasil dalam melaksanakan pembangunan ekonomi. Walaupun begitu, jika dilihat pembangunan antarkabupaten/kotanya, masih terdapat ketimpangan. Oleh karena itu adanya klasifikasi wilayah berdasarkan kinerja pembangunannya dapat dijadikan salah satu pedoman dalam merumuskan kebijakan pembangunan. Dalam penelitian ini, kinerja pembangunan daerah dicerminkan oleh tiga peubah yaitu kinerja pembangunan ekonomi, sumberdaya manusia dan prasarana yang masing-masing diukur dengan indikator-indikator yang sesuai. Data yang digunakan merupakan data sekunder yang dikeluarkan oleh BPS. Analisis yang digunakan adalah Analisis Komponen Utama dan Analisis Faktor untuk meringkas indikator-indikator yang dimaksud. Tiga peubah yang dihasilkan kedua analisis tersebut, yaitu skor faktor ekonomi, skor faktor sumberdaya manusia, dan skor faktor prasarana selanjutnya digunakan untuk melakukan klasifikasi kabupaten/ kota dengan Analisis Cluster. Analisis Cluster menghasilkan lima kelompok kabupaten/kota, yaitu: Kelompok 1 memiliki karakteristik kinerja ekonomi sangat tinggi, sumberdaya manusia tinggi, dan prasarana sangat tinggi beranggotakan 1 kota. Kinerja ekonomi sedang, sumberdaya manusia rendah dan prasarana rendah dimiliki oleh kelompok 2 dengan jumlah anggota 10 kabupaten. Kelompok 3 yang berjumlah 17 kabupaten bercirikan kinerja ekonomi, sumberdaya manusia dan prasarana sedang. Kelompok 4 yang beranggotakan 7 kota memiliki ciri kinerja ekonomi sedang, sumberdaya manusia tinggi dan prasarana tinggi. Sedangkan kelompok dengan karakteristik kinerja ekonomi sangat tinggi, sumberdaya manusia dan prasarana tinggi dimiliki kelompok 5 dengan jumlah anggota 3 kabupaten/kota. Berdasarkan ciri yang dimiliki, selanjutnya dapat dibuat peringkat. Peringkat I diduduki oleh Kelompok 1, disusul kelompok 5 di peringkat II. Peringkat III ditempati oleh Kelompok 4. Kelompok 3 berada di urutan ke IV. Sedangkan peringkat ke V diraih oleh kelompok 2. Saran penulis yaitu pembangunan ekonomi, sumberdaya manusia, dan prasarana pada setiap kabupaten/kota seyogyanya memperhatikan karakteristik masing-masing daerah. Hasil klasifikasi wilayah yang menggambarkan keunggulan ataupun kelemahan daerah bisa menjadi salah satu acuan.

3 ANALISIS KLASIFIKASI KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TIMUR BERDASARKAN PEUBAH KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2010 Oleh NANANG WIDARYOKO H Skripsi Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

4 Judul Skripsi : ANALISIS KLASIFIKASI KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TIMUR BERDASARKAN PEUBAH KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2010 Nama NRP : Nanang Widaryoko : H Menyetujui, Dosen Pembimbing Dr. Ir. Wiwiek Rindayati, M.S. NIP Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi Dedi Budiman Hakim, Ph.D. NIP Tanggal Kelulusan :

5 PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA TULIS ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN. Bogor, November 2011 Nanang Widaryoko H

6 RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Nanang Widaryoko, dilahirkan di Trenggalek pada tanggal 9 April 1982 dari pasangan Widaryadi dan Nunik Sulistyani serta merupakan anak pertama dari empat bersaudara. Penulis menikah dengan Ulfatul Umami. Penulis mengikuti pendidikan di Sekolah Dasar Negeri Pakis pada tahun 1989 sampai dengan tahun 1995, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 1 Durenan pada tahun 1995 sampai dengan tahun 1998, dan Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Trenggalek pada tahun 1998 sampai dengan tahun Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Tinggi Ilmu Statistik Jakarta Jurusan Statistik Ekonomi pada tahun 2002 sampai dengan tahun Sejak Maret 2007, penulis bekerja di BPS Kabupaten Kotabaru Provinsi Kalimantan Selatan dan bertugas sebagai Staf Seksi Neraca Wilayah dan Analisis Statistik. Pada tahun 2011 penulis diterima menjadi mahasiswa program alih jenis di Sekolah Pascasarjana Departemen Ilmu Ekonomi melalui program beasiswa kerjasama Badan Pusat Statistik dengan Departemen Ilmu Ekonomi Institut Pertanian Bogor.

7 KATA PENGANTAR Puji syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, karunia dan hidayah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan dan penulisan skripsi yang berjudul ANALISIS KLASIFIKASI KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TIMUR BERDASARKAN PEUBAH KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan moral-spiritual dan material kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, khususnya kepada: 1. Seluruh jajaran pimpinan BPS, khususnya Dr. Rusman Heriawan, yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk meningkatkan kemampuan dan pengetahuan melalui program tugas belajar pascasarjana 2. Dr. Ir. Wiwiek Rindayati, M.S. selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini 3. Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.Sc.Agr. dan Dr. Muhammad Findi Alexandi, M.E. selaku dosen penguji atas saran dan kritik untuk kesempurnaan skripsi ini 4. Istriku tercinta, Ulfatul Umami, atas dukungannya yang setiap saat membantu penulis, serta keluarga yang selalu memberikan bantuan doanya 5. Rekan mahasiswa kelas khusus BPS-IPB angkatan 2011, khususnya yang satu kosan dengan penulis 6. Seluruh jajaran pegawai BPS yang telah membantu penyediaan data. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis dan pihak yang memerlukannya. Bogor, November 2011 Nanang Widaryoko H

8 viii DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN... xii I. PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian... 6 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka Konsep Pembangunan Regional Konsep Ekonomi Regional Peubah Pembangunan Penelitian-penelitian Terdahulu Kerangka Pemikiran III. METODOLOGI PENELITIAN Jenis dan Sumber Data Metode Analisis Data Analisis Komponen Utama Analisis Faktor Analisis Cluster... 40

9 ix IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Provinsi Jawa Timur Analisis Kinerja Pembangunan Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur Kinerja Pembangunan Ekonomi Kinerja Pembangunan Sumberdaya Manusia Kinerja Pembangunan Prasarana Gambaran Kondisi Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur Berdasarkan Kinerja Pembangunan Ekonomi, Sumberdaya Manusia dan Prasarana Klasifikasi Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur Berdasarkan Kinerja Pembangunan Ekonomi, Sumberdaya Manusia dan Prasarana V. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 94

10 x DAFTAR TABEL Nomor Halaman 3.1 Kategori, nilai konversi dan nilai selang Skor Faktor Pertumbuhan ekonomi dan PDRB perkapita Jawa Timur tahun (persen) Peranan sektor ekonomi dalam PDRB Jawa Timur atas dasar harga berlaku tahun (persen) Faktor, akar ciri dan persentase keragaman kinerja pembangunan ekonomi Faktor, akar ciri dan persentase keragaman kinerja pembangunan sumberdaya manusia Faktor, akar ciri dan persentase keragaman kinerja pembangunan prasarana Skor faktor ekonomi, sumberdaya manusia dan prasarana kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur Nilai batas selang Skor Faktor (SF) berdasarkan peubah ekonomi, sumberdaya manusia dan prasarana Nilai dan kategori rata-rata peubah pada masing-masing kelompok Indikator makro sosial 7 kota dan Provinsi Jawa Timur tahun Indikator makro sosial Kota Kediri, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Gresik dan Provinsi Jawa Timur tahun Nilai konversi kategori Skor Faktor pada masing-masing kelompok.. 85

11 xi DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1.1 Pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Timur tahun (persen) Kerangka pemikiran Peta Jawa Timur berdasarkan wilayah administratif Kontribusi sektor primer, sekunder dan tersier Provinsi Jawa Timur tahun (persen) Indikator makro sosial Kota Surabaya dan Provinsi Jawa Timur tahun Indikator makro sosial 10 kabupaten dan Provinsi Jawa Timur tahun Indikator makro sosial 17 kabupaten dan Provinsi Jawa Timur tahun Peta hasil klasifikasi dan pengurutan kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur tahun

12 xii DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Nilai peubah kinerja pembangunan ekonomi Nilai peubah kinerja pembangunan sumberdaya manusia Nilai peubah kinerja pembangunan prasarana Nilai standarisasi (z-score) peubah kinerja pembangunan ekonomi Nilai standarisasi (z-score) peubah kinerja pembangunan sumberdaya manusia Nilai standarisasi (z-score) peubah kinerja pembangunan prasarana Output AKU dan Analisis Faktor kinerja pembangunan ekonomi Output AKU dan Analisis Faktor kinerja pembangunan sumberdaya manusia Output AKU dan Analisis Faktor kinerja pembangunan prasarana Nilai skor faktor hasil Analisis Faktor dan rata-rata berbobot skor faktor dari tiga peubah kinerja pembangunan Matriks korelasi peubah kinerja pembangunan ekonomi, sumberdaya manusia dan prasarana Hasil Analisis Cluster Nilai statistik deskriptif skor faktor pembangunan ekonomi, sumberdaya manusia dan prasarana Hasil klasifikasi Ringkasan

13 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan nasional menjadi bagian utama dalam penyelenggaraan suatu negara. Untuk menjamin keserasian dan keterpaduan pembangunan nasional perlu diusahakan keselarasan antara pembangunan sektoral dan pembangunan regional. Pendekatan sektoral ataupun regional tidak dapat dikatakan salah satu yang terbaik, namun jika dilihat potensi ekonomi dan karakteristik yang ada pada tiap-tiap daerah tidak sama, maka pendekatan regional lebih kuat peranannya (Soebagiyo, 2000). Permasalahan utama dari hasil pembangunan yang selama ini terjadi dan terus diupayakan untuk selalu dikurangi adalah masalah ketimpangan (unevenness) antardaerah. Perbedaan mencolok yang terjadi adalah antara Indonesia Bagian Barat (IBB) dengan Indonesia Bagian Timur (IBT), Jawa dengan Luar Jawa, Jakarta dengan Luar Jakarta dan juga antara kota dengan desa. Dalam ilmu ekonomi regional telah disebutkan bahwa ketimpangan (unevenness) dan konsentrasi (concentration) merupakan dua isu pokok yang pada akhirnya ikut mempengaruhi proses pembangunan di suatu wilayah. Kedua hal tersebut sebelumnya kurang mendapat perhatian dari para ekonom maupun para pengambil kebijakan pembangunan. Sebelumnya, pembangunan hanya didasarkan pada pencapaian pendapatan nasional serta pendapatan per kapita yang tinggi, atau masih cenderung mengikuti pandangan ekonomi konvensional. Seperti yang telah

14 2 diketahui, ekonomi konvensional hanya menjawab pertanyaan ekonomi seperti (barang/jasa) yang diproduksi (what to produce), bagaimana aktivitas produksi (how to produce), serta untuk siapa barang/jasa tersebut di produksi (for whom to produce) dan mengabaikan heterogenitas karena ruang atau spasial. Para ekonom konvensional berasumsi bahwa prinsip ekonomi yang telah digariskan akan berlaku universal di semua wilayah, baik itu daerah maju maupun terbelakang (Tarigan, 2005). Pada kenyataannya, kondisi tiap wilayah tidak sama antara satu dengan yang lain, seperti potensi ekonomi, jumlah penduduk, ketersediaan sarana/prasarana dan kualitas sumberdaya manusianya, sehingga berbagai kebijakan ekonomi yang diterapkan pada suatu wilayah belum tentu bisa diterapkan pula di wilayah lain. Dengan kata lain, pertanyaan di mana aktivitas manusia terjadi (where) yang merupakan kajian tambahan dalam ilmu ekonomi regional, belum tercakup ke dalam ilmu ekonomi konvensional. Disamping itu, aspek nonekonomi juga masih cenderung diabaikan. Akibatnya, antara tujuan untuk mencapai peningkatan pendapatan nasional serta pendapatan per kapita selalu diikuti kesenjangan, sehingga ketimpangan hasilhasil pembangunan antardaerah tidak bisa dihindari. Ada dua faktor yang layak dikemukakan untuk menerangkan mengapa ketimpangan pembangunan dan hasil-hasilnya dapat terjadi. Faktor pertama ialah karena ketidaksetaraan anugerah (endowment), misal sumberdaya alam, kapital, keahlian/ketrampilan, bakat atau potensi, atau sarana dan prasarana. Sedangkan faktor yang kedua adalah kesalahan tumpuan strategi pembangunan. Sasaran-sasaran

15 3 pembangunan diarahkan untuk pencapaian pertumbuhan yang tinggi dengan mengabaikan aspek pemerataan dan keadilan (Dumairy, 1996). Terjadinya kesejangan atau ketimpangan hasil-hasil pembangunan pada suatu wilayah, berimplikasi terhadap kondisi perekonomian di wilayah tersebut. Hal ini menimbulkan masalah tidak hanya di bidang ekonomi tetapi juga bidang sosial, politik maupun keamanan. Oleh karena itu, adanya klasifikasi wilayah berdasarkan tingkat perkembangannya dapat menjadi pedoman pemerintah dalam menentukan kebijakan pembangunan. 1.2 Perumusan Masalah Untuk mengukur kinerja suatu perekonomian, indikator yang umum dipakai adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Selain menampilkan jumlah agregat output yang dihasilkan suatu wilayah, dari PDRB juga bisa diperoleh berbagai indikator turunan seperti pertumbuhan ekonomi, pendapatan per kapita, maupun stuktur perekonomian, sehingga dapat menjadi acuan bagi pengambil kebijakan untuk mengevaluasi yang selanjutnya membuat perencanaan pembangunan secara tepat. Dalam perkembangannya, pembangunan bukan hanya menyangkut pencapaian posisi perekonomian yang ideal, namun juga pembangunan manusia. Karena pada hakekatnya manusia merupakan inti dari tujuan pembangunan itu sendiri.

16 4 Banyak hal yang mempengaruhi keberhasilan pembangunan, salah satunya adalah ketersediaan infrastruktur. Dengan dukungan infrastruktur, terlebih yang mampu menjangkau wilayah terkecil, bisa memperlancar akses ekonomi baik antarsektor maupun antarregion di suatu negara yang pada akhirnya meningkatkan aktivitas perekonomian. Pembangunan di Jawa Timur merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, sehingga arah, tujuan maupun sasaran yang ingin dicapai sejalan dengan arah serta tujuan yang sudah ditetapkan dalam program pembangunan nasional. Jika dilihat dari pertumbuhan ekonomi agregatnya, kondisi perekonomian di Jawa Timur bisa dikatakan sangat baik. Dalam kurun 2005 hingga 2010, laju pertumbuhan ekonomi Jawa Timur rata-rata berada di atas 5 persen (BPS Provinsi Jawa Timur, 2011). Sumber: BPS Provinsi Jawa Timur, 2011 Gambar 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Timur Tahun (Persen) Namun demikian, jika ditinjau dari pembangunan antarkabupaten/kotanya,

17 5 masih terdapat ketimpangan atau ketidakseimbangan. Perbedaan nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita, nilai investasi, kualitas sumberdaya manusia serta ketersediaan prasarana (Lampiran 1-3) merupakan salah satu gambaran bahwa proses pembangunan di Jawa Timur belum sepenuhnya terlaksana dengan baik di seluruh wilayah kabupaten/kotanya. Berdasarkan latar belakang dan uraian di atas, terdapat beberapa permasalahan yang ingin dikaji dalam penelitian ini, yaitu: 1. Bagaimana pencapaian kinerja pembangunan ekonomi, sumberdaya manusia, dan prasarana masing-masing kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur? 2. Bagaimana klasifikasi kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur berdasarkan kemiripan pencapaian kinerja pembangunan ekonomi, sumberdaya manusia,dan prasarana? 3. Bagaimana karakteristik ekonomi, sumberdaya manusia, dan prasarana masingmasing kelompok yang telah terbentuk? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1. Menghitung skor faktor ekonomi, sumberdaya manusia, dan prasarana sebagai indikator pencapaian kinerja pembangunan ekonomi, sumberdaya manusia, dan prasarana pada masing-masing kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur. 2. Mengklasifikasikan kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur berdasarkan indikator kinerja pembangunan ekonomi, sumberdaya manusia, dan prasarana. 3. Menentukan karakteristik kelompok berdasarkan rata-rata karakteristik

18 6 ekonomi, sumberdaya manusia, dan prasarana kabupaten/kota dalam masingmasing kelompok yang telah terbentuk. 1.4 Manfaat Penelitian Dari penelitian ini, diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Bagi penulis dapat meningkatkan pengetahuan maupun wawasan tentang pembangunan regional di Provinsi Jawa Timur. 2. Bagi pemerintah atau instansi terkait dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan pembangunan yang sesuai dengan karakteristik daerah masing-masing. 3. Bagi peneliti dapat menjadi referensi untuk melakukan penelitian lebih lanjut. 1.5 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ini hanya mengklasifikasikan kabupaten/kota berdasarkan peubah yang disesuaikan dari indikator kinerja pembangunan daerah yang dikeluarkan oleh Bappenas. Pemakaian indikator, khususnya indikator sumberdaya manusia bersifat global dan tidak menggunakan penimbang mengingat penulis belum menemukan literatur yang mendasari. Obyek penelitian adalah 38 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur Tahun Adapun data yang digunakan diperoleh dari publikasi yang diterbitkan Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur. Untuk data Potensi Desa, menggunakan publikasi tahun 2008, mengingat data yang terbaru (tahun 2011) masih dalam tahap pengolahan di BPS.

19 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka Konsep Pembangunan Regional Pembangunan regional adalah suatu proses di mana pemerintah daerah dan seluruh komponen masyarakat mengelola berbagai sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan untuk menciptakan lapangan pekerjaan baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam daerah tersebut (Blakely dalam Nofika, 2005). Analisis mengenai keberhasilan suatu pembangunan merupakan hal yang sangat diperlukan untuk mengetahui sampai sejauh mana kebijakan yang telah diterapkan akan bermanfaat bagi masyarakat. Pembangunan ekonomi yang mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang disertai perubahan struktur ekonomi, merupakan aspek yang sangat penting. Transformasi dari sektor pertanian ke non pertanian, industri yang terintegrasi dengan perdagangan dan jasa, pergeseran skala unit produksi maupun peningkatan sosial ekonomi masyarakat menjadi tujuan dari pembangunan ekonomi. Berdasarkan definisi Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Setyarini, 1999), perencanaan pembangunan daerah merupakan suatu proses tindakan strategis yang dimulai dari penyediaan informasi awal tentang situasi yang berkaitan dengan kapasitas, potensi, peluang yang dimiliki serta kendala yang dihadapi. Informasi mengenai struktur perekonomian,

20 8 pendapatan per-kapita, PDRB, dan lainnya merupakan bagian dari informasi awal yang perlu disajikan para pengambil keputusan serta perumus kebijakan daerah. Dengan adanya informasi ini maka tujuan serta sasaran pembangunan dapat dirumuskan dan ditetapkan. Perencanaan pembangunan daerah merupakan perencanaan yang integratif dan komprehensif, artinya bahwa penentuan dan pemilihan prioritas didasarkan atas kebutuhan masyarakat. Dalam implementasinya perencanaan pembangunan daerah harus mengkaitkan keseluruhan sektor sosial dan ekonomi serta mengacu pada kebijakan nasional. Jadi perencanaan pembangunan pada dasarnya berkaitan dengan proses pengambilan keputusan tentang bagaimana cara terbaik untuk memanfaatkan sumberdaya secara optimal dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran pembangunan menjadi program-program. Manfaat pembangunan dan pertumbuhan ekonomi harus dapat dinikmati secara adil dan merata oleh penduduk (Setyarini, 1999). Ketimpangan wilayah terutama perkotaan dan perdesaan walaupun tidak dapat dihindari sebagai akibat perbedaan potensi wilayah dan kapasitas yang berbeda, harus tetap diperhatikan. Upaya-upaya untuk mengurangi ketimpangan atau kesenjangan yang ada perlu diakomodasi dalam perencanaan. Mengabaikan kepentingan khusus kelompok miskin, daerah tertinggal, khususnya yang berkaitan dengan upaya pemberdayaan terhadap mereka merupakan pengingkaran terhadap prinsip pemerataan, sehingga praktek pembangunan harus mampu memberdayakan semua kelompok dalam masyarakat. Pertumbuhan ekonomi

21 9 adalah penting tetapi perhatian yang lebih besar harus dicurahkan pada kualitas dan distribusinya. Pertumbuhan ekonomi yang berkualitas antara lain harus employment friendly with growth yaitu pertumbuhan yang kondusif terhadap penciptaan lapangan kerja yang luas dan perluasan kesempatan berusaha. Pertumbuhan ekonomi memang diperlukan sebagai dasar pelaksanaan pembangunan, tetapi pembangunan yang kurang mengikutsertakan masyarakat bawah, yang semestinya mendapat perhatian akan menyebabkan keadaan mereka semakin tertinggal (Setyarini, 1999). Selanjutnya, pengertian daerah (regional) dalam konteks pembangunan regional berbeda-beda, tergantung tinjauannya. Arsyad mendefinisikan daerah berdasarkan aspek ekonomi yaitu: 1. Suatu daerah dianggap sebagai ruang di mana kegiatan ekonomi terjadi dan terdapat kemiripan sifat di dalam berbagai pelosok ruang tersebut, misalnya dari segi pendapatan per kapita, sosial budaya, geografis dan sebagainya. Daerah dalam pengertian ini disebut daerah homogen. 2. Suatu daerah dianggap sebagai suatu ekonomi ruang atau spasial yang dikuasai oleh satu atau beberapa pusat kegiatan ekonomi. Daerah dalam pengertian ini disebut sebagai daerah nodal. 3. Suatu daerah dianggap sebagai suatu ekonomi ruang yang berada di bawah satu administrasi tertentu seperti satu provinsi, kabupaten, kecamatan, dan sebagainya. Jadi, daerah di sini didasarkan pada pembagian administrasi suatu negara. Daerah dalam pengertian ini dinamakan daerah administrasi.

22 10 Pengertian yang ketiga ini lebih banyak digunakan dalam aplikasi pembangunan ekonomi daerah (Nofika, 2005). Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan untuk memperluas serta meningkatkan kesempatan kerja bagi masyarakat di daerah. Untuk mencapai tujuan pembangunan daerah, kebijakan utama yang perlu dilakukan adalah mengusahakan semaksimal mungkin agar prioritas pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh daerah yang bersangkutan. Hal ini disebabkan potensi pembangunan yang dihadapi oleh masing-masing daerah sangat bervariasi. Karena itu, apabila prioritas pembangunan daerah kurang sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh masing-masing daerah, maka sumberdaya yang ada kurang dapat dimanfaatkan secara maksimal yang pada akhirnya mengakibatkan proses pertumbuhan ekonomi daerah yang bersangkutan juga terhambat (Sjafrizal, 2008) Konsep Ekonomi Regional Pemanfaatan ilmu regional dalam kehidupan masyarakat, khususnya yang menyangkut formulasi kebijakan dan perencanaan pembangunan, menuntut keterkaitan dengan ilmu lain. Walaupun demikian ilmu regional mempunyai ciri tersendiri. Menurut Azis (1994) kekhususan ilmu ini dibanding dengan ilmu lainnya terletak dalam fokusnya yang sangat menonjol terhadap keterkaitan antara dimensi spasial (ruang) dengan dimensi waktu, serta perlakuan simultan keduanya dalam menjelaskan, memprediksi dan memecahkan berbagai masalah ekonomi sosial. Dalam perkembangannya, ilmu ekonomi regional lebih mendekati ilmu

23 11 ekonomi terutama apabila diamati dari segi alat analisis yang digunakan. Itulah sebabnya seperti banyak pengamat berpendapat bahwa nama Ilmu Ekonomi Spasial (Spatial Economics) merupakan alternatif yang membedakannya dengan ilmu ekonomi konvensional, sekaligus menunjukkan keterkaitannya yang erat dengan ilmu ekonomi. Penggunaan peralatan matematika dan model dalam ilmu ekonomi spasial sangat banyak dan untuk mengoperasikan model serta melakukan percobaan terhadap hipotesis, ilmuwan dibidang ini memanfaatkan banyak informasi data empiris. Perhatian utama ilmu ekonomi regional berkisar pada lokasi atau sistem lokasi, daerah perkotaan (urban) atau sistem daerah perkotaan, rute transportasi atau jaringan rute transportasi, penggunaan alokasi sumber atau sistem penggunaan sumber, yang semuanya merupakan bagian dan kesatuan ruang atau sistem ruang (spatial system). Bagi ilmuwan dibidang ini, daerah (region) bukan sekedar wilayah yang didemarkasi secara arbitrary namun merupakan wilayah yang sangat mempunyai arti karena terdapat beberapa masalah sosial ekonomi yang terkait dengannya. Suatu wilayah yang merupakan bagian provinsi atau kabupaten, dapat besar artinya bagi seorang ilmuwan dibidang ilmu ekonomi spasial, misalnya karena wilayah ini memiliki kepadatan penduduk yang sangat tinggi (Azis, 1994). Berbagai masalah ekonomi sosial yang berkaitan dengan kehidupan perkotaan, masalah pertumbuhan, sanitasi dan jasa publik ikut terkandung dalam pengertian wilayah tersebut. Perbedaan pokok ilmu ekonomi regional dengan ilmu

24 12 ekonomi konvensional terletak pada perlakuan terhadap dimensi spasial. Dalam ilmu ekonomi dimensi waktu mempunyai posisi sentral dan harga waktu dicerminkan melalui tingkat bunga. Keuntungan dana yang ditabung di bank merupakan contoh yang paling jelas. Dimensi spasial diperlakukan hanya secara implisit. Sebaliknya bagi seorang peneliti di bidang ilmu ekonomi regional dimensi spasial atau jarak memegang posisi kunci sehingga biaya pengangkutan merupakan harga yang sangat penting untuk diperhitungkan secara eksplisit dalam analisis (Azis, 1994). Sejalan dengan pengertian di atas, pertanyaan di mana yang praktis terabaikan oleh ilmu ekonomi, menjadi sangat pokok dalam ilmu ekonomi regional. Apabila diamati secara teliti, teori produksi, teori konsumsi dan teori keseimbangan, baik berupa keseimbangan parsial maupun keseimbangan umum dalam ilmu ekonomi, selama lebih dari satu abad telah berhasil memberi jawaban terhadap pertanyaan berapa, bilamana, bagaimana dan siapa dalam hubungannya dengan suatu pelaksanaan kegiatan ekonomi. Karena pertanyaan di mana terabaikan, analisis formal ilmu ekonomi cenderung berada dalam dunia tanpa ruang atau semacam wonderland of no dimensions (Azis, 1994). Selanjutnya Azis (1994) mengemukakan, paling tidak dua argumentasi pokok dapat diajukan terhadap dua kenyataan tersebut. Menentukan lokasi optimum (dimensi spasial) suatu kegiatan ekonomi berarti mengekonomikan unsur waktu dan mengurangi keterlambatan pengangkutan. Jadi di sini terlihat bahwa aspek ruang dianggap sudah dapat diperlakukan sebagai aspek waktu. Apabila

25 13 biaya angkutan antardaerah sangat diperlukan dalam analisis, maka hal ini dapat dilakukan cukup dengan memasukkan komponen biaya tersebut dalam teori harga yang sudah standar. Pembangunan regional tidak hanya menitikberatkan pada pencapaian pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Hal ini sejalan dengan makna pembangunan yang berdimensi luas. Beberapa sasaran fundamental pembangunan yang selalu berusaha untuk diupayakan oleh banyak daerah adalah (Todaro, 2006): 1. Meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi; 2. Meningkatkan pendapatan perkapita; 3. Mengurangi kemiskinan, pengangguran dan ketimpangan. Ketiga sasaran pembangunan di atas jika diamati merupakan perwujudan dari pembangunan ekonomi dan pembangunan sumberdaya manusia. Dua sasaran pertama mencerminkan bahwa pembangunan ekonomi, dengan cakupan yang lebih luas dan tidak hanya mengacu pada pertumbuhan ekonomi serta pendapatan perkapita, merupakan hal yang sangat penting dalam rangka mendukung program pembangunan daerah. Sedangkan sasaran yang ke tiga menunjukkan bahwa sumberdaya manusia merupakan inti dari pembangunan. Masalah kependudukan (manusia) dan perubahan struktur perekonomian suatu wilayah adalah masalah yang saling terkait. Disamping itu, permasalahan yang menyangkut penduduk tidak lepas dari masalah sosial. Frank Notestein menyatakan bahwa pertumbuhan perekonomian yang cepat juga harus dibarengi dengan perbaikan kondisi social masyarakatnya, seperti perbaikan kesehatan,

26 14 pendidikan, dan peningkatan kesejahteraan (Asian Population Studies Series no 41 dalam Naibaho, 2003). Pembangunan ekonomi merupakan salah satu bagian penting dari pembangunan nasional. Dua komponen yang sering dijadikan ukuran bagi keberhasilan pembangunan adalah pertumbuhan ekonomi dan struktur perekonomian. Pertumbuhan ekonomi menggambarkan perkembangan kegiatan yang dilakukan masyarakat dalam perekonomian yang ditandai dengan bertambahnya produksi barang dan jasa yang dihasilkan masyarakat serta meningkatnya tingkat kemakmuran masyarakat. Kondisi yang berkembang ini diantaranya disebabkan oleh bertambahnya faktor-faktor produksi baik berupa kuantitas maupun kualitas, meningkatnya investasi yang pada akhirnya menambah barang modal, serta peranan teknologi yang semakin besar (Sukirno, 1994). Selain itu, pertumbuhan ekonomi memberikan indikasi seberapa besar kontribusi kegiatan perekonomian terhadap kenaikan pendapatan masyarakat khususnya bagi masyarakat yang memiliki faktor-faktor produksi. Pertumbuhan ekonomi dihitung berdasarkan nilai PDRB atas dasar harga konstan. Sehingga, angka pertumbuhan yang diperoleh mencerminkan pertumbuhan riil yang dihasilkan oleh aktivitas perekonomian pada periode tertentu dengan menghilangkan pengaruh perubahan harga (BPS Provinsi Jawa Timur, 2011). Struktur ekonomi menggambarkan corak kehidupan perekonomian dalam suatu daerah. Struktur yang terbentuk diperoleh dari besarnya kontribusi Nilai

27 15 Tambah Bruto (NTB) yang diciptakan oleh sektor-sektor ekonomi dalam daerah tersebut. Perbedaan potensi daerah, baik itu ekonomi, sumberdaya alam maupun potensi-potensi lain menyebabkan struktur ekonomi antara daerah satu dengan yang lain bervariasi. Dengan mengetahui struktur ekonomi suatu daerah, diharapkan kebijakan pembangunan yang akan diterapkan sesuai dengan karakteristik dari daerah yang bersangkutan. Sektor-sektor ekonomi yang ada di antaranya adalah: pertanian, pertambangan, penggalian, industri pengolahan, listrik, gas dan air bersih, bangunan, perdagangan hotel dan restoran, angkutan dan komunikasi, serta keuangan dan jasa-jasa (BPS Provinsi Jawa Timur, 2011). Untuk memudahkan pembahasan, sektor ekonomi yang ada dikelompokkan ke dalam tiga sektor utama, yaitu: primer yang terdiri dari sektor pertanian, pertambangan dan penggalian, sektor sekunder mencakup sektor industri pengolahan, listrik, gas dan air bersih serta bangunan sedangkan sektor tersier terdiri atas perdagangan, hotel dan restoran, angkutan dan komunikasi, serta keuangan dan jasa-jasa. Salah satu implikasi pelaksanaan pembangunan ekonomi adalah terjadinya perubahan mendasar dari struktur perekonomian, yaitu dari perekonomian tradisional yang berbasis pada pertanian atau sektor primer menuju sistem perekonomian modern yang bertumpu pada sektor nonprimer sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Hollis B Chenery (Tambunan, 2011). Dalam Perekonomian Indonesia Beberapa Masalah Penting, Tambunan (2003) menyatakan bahwa semakin besar peran dari sektor-sektor ekonomi yang memiliki nilai tambah besar terhadap pembentukan atau pertumbuhan PDRB di suatu wilayah, semakin tinggi

28 16 pertumbuhan PDRB di wilayah tersebut. Wilayah yang laju pertumbuhan PDRBnya rendah adalah wilayah yang didominasi oleh sektor primer. Distribusi PDB/PDRB menurut wilayah merupakan indikator utama yang umum digunakan untuk mengukur derajat penyebaran dari hasil pembangunan ekonomi di suatu negara atau wilayah. Semakin besar perbedaan dalam kontribusi PDRB terhadap PDRB total, semakin besar pula ketimpangan dalam pembangunan ekonomi (Tambunan, 2003). Faktor lain yang tidak kalah penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi adalah investasi dan pendapatan asli daerah. Investasi merupakan sumber utama pertumbuhan ekonomi jangka panjang, khususnya untuk sektor-sektor ekonomi yang secara potensial bisa sangat produktif dan bisa diandalkan sebagai sumber devisa (Tambunan, 2001). Sementara pendapatan asli daerah menggambarkan kemampuan suatu daerah untuk menghasilkan sumberdaya yang bisa mensejahterakan rakyatnya. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, manusia merupakan inti dari pembangunan. Manusia tidak hanya sebagai pelaku tetapi juga sasaran pembangunan itu sendiri. Salah satu masalah yang berkaitan dengan manusia dan perlu diperhatikan dalam proses pembangunan adalah masalah kependudukan yang mencakup antara lain jumlah, komposisi, dan distribusi penduduk. Jumlah penduduk yang besar dapat menjadi modal pembangunan apabila kualitasnya baik, namun sebaliknya, dapat menjadi beban pembangunan apabila kualitasnya rendah (Rahmalaila, 2005).

29 17 Terdapat dua modal penting manusia yang sangat berkaitan bagi keberhasilan pembangunan, yaitu pendidikan dan kesehatan. Pendidikan dan kesehatan merupakan tujuan pembangunan yang mendasar. Pendidikan adalah hal yang pokok untuk menggapai kehidupan yang memuaskan dan berharga, sedangkan kesehatan merupakan inti dari kesejahteraan. Pendidikan memainkan peran kunci dalam membentuk kemampuan sebuah negara berkembang untuk menyerap teknologi modern dan untuk mengembangkan kapasitas agar tercipta pertumbuhan serta pembangunan yang berkelanjutan. Lebih jauh lagi, kesehatan merupakan prasyarat bagi peningkatan produktivitas, sementara keberhasilan pendidikan juga bertumpu pada kesehatan yang baik (Todaro dan Smith, 2006). Indikator lain yang dapat digunakan untuk mencerminkan keberhasilan pembangunan adalah perluasan kesempatan kerja bagi penduduk. Semakin besar kesempatan kerja yang dapat diraih oleh penduduk dalam suatu wilayah, semakin tinggi pula standar hidup penduduk dalam wilayah tersebut. Di sisi lain, jumlah tenaga kerja yang lebih besar berarti akan menambah jumlah tenaga kerja produktif, dan ini merupakan salah satu faktor positif yang dapat memacu pertumbuhan ekonomi (Todaro dan Smith, 2006). Standar hidup layak dari penduduk secara umum bisa dilihat dari kemampuan daya belinya. Semakin tinggi kemampuan daya beli, mengindikasikan semakin tinggi standar kehidupan penduduk tersebut. Hal ini juga bisa diartikan semakin jauhnya kehidupan penduduk tersebut dari kemiskinan. Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan beberapa indikator untuk

30 18 mengukur keberhasilan pembangunan sumberdaya manusia, yaitu: a. Angka Harapan Hidup (AHH), yang mengukur lama hidup dan Angka Kematian Bayi (AKB) sebagai indikator kesehatan. b. Angka Melek Huruf (AMH) dan Rata-rata Lama Sekolah, yang merupakan indikator untuk mengukur tingkat pengetahuan penduduk. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK), yang mengukur kemampuan untuk meningkatkan standar hidup serta kegiatan yang produktif. c. Tingkat kemiskinan untuk mengetahui seberapa besar masyarakat yang berkehidupan kurang kurang layak. d. Pengeluaran perkapita masyarakat untuk mengukur kemampuan dayabeli masyarakat. Permasalahan yang selalu timbul dalam pembangunan dan sampai sekarang masih dicari solusinya adalah masalah ketimpangan. Perbedaan yang paling nyata terjadi adalah antara kota dan desa. Adanya anggapan bahwa desa hanya merupakan komponen penunjang bagi berhasilnya pembangunan perkotaan yang berbasis sektor-sektor yang dinobatkan sebagai sektor unggulan seperti industri dan jasa membawa dampak kurangnya perhatian pemerintah terhadap pembangunan desa. Padahal peranan desa juga sangat penting dalam membangun fundamental perekonomian. Dalam beberapa kurun waktu terakhir, para pakar ilmu ekonomi pembangunan mulai menyadari bahwa daerah perdesaan tidak bersifat pasif, tetapi jauh lebih penting dari sekedar penunjang dalam proses pembangunan ekonomi

31 19 secara keseluruhan. Keduanya harus ditempatkan sejajar, yakni sebagai unsur atau elemen unggulan yang sangat penting, dinamis, dan bahkan sangat menentukan dalam strategi-strategi pembangunan secara keseluruhan. Tanpa pembangunan daerah perdesaan yang bersifat integratif (integrated rural development), pertumbuhan industri tidak akan berjalan lancar, dan kalaupun dapat berjalan, pertumbuhan industri tersebut akan menciptakan berbagai ketimpangan internal yang sangat parah dalam perekonomian bersangkutan. Pada gilirannya, segenap ketimpangan tersebut akan memperparah masalah-masalah kemiskinan, ketimpangan pendapatan, serta pengangguran (Todaro dan Smith, 2006). Selanjutnya dalam Ilmu Ekonomi Bagi Negara Sedang Berkembang, Todaro (1985) mengungkapkan bahwa program pembangunan perdesaan harus menitikberatkan pada pembangunan di sektor-sektor yang dapat meningkatkan pendapatan, baik dibidang pertanian maupun diluar pertanian, dibidang-bidang usaha yang dapat menampung tenaga kerja, pelayanan kesehatan, perbaikan di bidang pendidikan, serta pembangunan prasarana. Berdasarkan PP No. 129 Tahun 2000 tentang Persyaratan Pembentukan dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan dan Penggabungan Daerah, pembangunan prasarana yang dapat mencerminkan potensi daerah adalah mencakup lembaga keuangan, prasarana pendidikan, kesehatan, transportasi, dan komunikasi Peubah Pembangunan Dalam menilai keberhasilan kinerja pembangunan, diperlukan suatu ukuran atau sering disebut indikator. Indikator ini dapat menggambarkan kondisi maupun

32 20 hasil pembangunan yang sebelumnya bersifat abstrak. Jadi indikator merupakan komponen penjelas bagi peubah (variabel). Penentuan peubah kinerja pembangunan daerah dalam penelitian ini mengacu pada indikator berdasarkan PP No. 129 Tahun 2000 tentang Persyaratan Pembentukan dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan dan Penggabungan Daerah dan Usulan Indikator Kinerja Pembangunan Daerah hasil penelitian Bappenas yang bekerja sama dengan UNDP dalam Laporan Studi Pengembangan Indikator Pembangunan Daerah dengan beberapa penyesuaian serta pendekatan karena adanya keterbatasan data dan kemiripan informasi dari beberapa indikator. Indikator-indikator untuk menilai kinerja pembangunan daerah adalah sebagai berikut: A. Indikator untuk menilai Kinerja Pembangunan Ekonomi: 1. Pertumbuhan ekonomi 2. PDRB perkapita 3. Pendapatan Asli Daerah 4. Kontribusi sektor sekunder terhadap PDRB kabupaten/kota 5. Kontribusi sektor tersier terhadap PDRB kabupaten/kota 6. Persentase PDRB kabupaten/kota terhadap PDRB Provinsi 7. Nilai investasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) 8. Nilai Investasi Penanaman Modal Asing (PMA) B. Indikator untuk menilai Kinerja Pembangunan Sumberdaya Manusia: 1. Jumlah penduduk

33 21 2. Angka Harapan Hidup (AHH) 3. Angka Kematian Bayi (AKB) 4. Angka Melek Huruf (AMH) 5. Rata-rata Lama Sekolah 6. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) 7. Pengeluaran Perkapita 8. Persentase Tingkat Kemiskinan C. Indikator untuk menilai Kinerja Pembangunan Prasarana: 1. Persentase desa dengan jalan aspal 2. Persentase desa dengan jalan yang dapat dilalui kendaraan roda empat 3. Persentase desa terdapat bangunan SD 4. Persentase desa terdapat jaringan telepon seluler 5. Persentase desa terlayani internet 6. Persentase desa terdapat jaringan listrik PLN 7. Persentase desa terdapat pasar 8. Persentase desa terdapat puskesmas pembantu 9. Persentase desa terdapat tenaga kesehatan (dokter) yang tinggal di desa 10. Persentase desa terdapat prasarana sanitasi (jamban sendiri) 11. Persentase desa yang terlayani PDAM Definisi indikator yang digunakan dalam penelitian ini berdasar pada konsep dan definisi yang digunakan dalam berbagai publikasi BPS, yaitu: 1. Pertumbuhan ekonomi: pertumbuhan nilai PDRB atas dasar harga konstan

34 22 dari suatu periode terhadap periode sebelumnya 2. PDRB perkapita: nilai PDRB atas dasar harga berlaku dibagi jumlah penduduk pertengahan tahun 3. Pendapatan Asli Daerah: penerimaan suatu daerah yang bersumber dari daerah itu sendiri, seperti pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan yang dimiliki daerah maupun hasil pengelolaan kekayaan daerah 4. Persentase sektor sekunder terhadap PDRB: peran sektor sekunder terhadap pembentukan PDRB kabupaten/kota 5. Persentase sektor tersier terhadap PDRB: peran sektor tersier terhadap pembentukan PDRB kabupaten/kota 6. Persentase PDRB kabupaten/kota terhadap PDRB Provinsi: peran PDRB kabupaten/kota terhadap PDRB Provinsi atas dasar harga berlaku 7. Investasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN): nilai penanaman modal yang dilakukan oleh pengusaha domestik 8. Investasi Penanaman Modal Asing (PMA): nilai penanaman modal yang dilakukan oleh pengusaha asing 9. Jumlah penduduk: adalah semua orang yang berdomisili di suatu daerah selama enam bulan atau lebih dan atau mereka yang berdomosili kurang dari enam bulan tetapi bertujuan untuk menetap 10. Angka Harapan Hidup (AHH): menggambarkan rata-rata lamanya tahun hidup yang dijalani oleh penduduk dalam suatu wilayah dan tingkat kesehatan serta keadaan gizi dari penduduk pada daerah tersebut

35 Angka Kematian Bayi (AKB): jumlah anak yang dilahirkan pada tahun tertentu dan meninggal sebelum mencapai usia 5 tahun, dinyatakan sebagai angka per 1000 kelahiran hidup 12. Angka Melek Huruf (AMH): banyaknya penduduk suatu wilayah yang dapat membaca dan menulis dari setiap 100 penduduk di wilayah tertentu 13. Rata-rata Lama Sekolah: rata-rata jumlah tahun yang dihabiskan oleh penduduk berusia 15 tahun ke atas untuk menempuh semua jenis pendidikan formal yang pernah dijalani 14. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK): banyaknya penduduk usia 10 tahun ke atas yang termasuk angkatan kerja (bekerja dan mencari pekerjaan) dari setiap 100 penduduk usia 10 tahun ke atas di wilayah tertentu 15. Pengeluaran perkapita: pengeluaran riil perkapita yang telah disesuaikan untuk menggambarkan daya beli masyarakat 16. Persentase penduduk miskin: perbandingan jumlah penduduk miskin dengan total penduduk di suatu wilayah 17. Jalan aspal: jenis permukaan jalan terluas dengan menggunakan aspal 18. Jalan dilalui roda empat: jalan yang bisa dilalui kendaraan roda empat atau lebih sepanjang tahun 19. Desa terdapat bangunan SD: adalah desa yang terdapat bangunan sekolah dasar 20. Desa terdapat jaringan telepon seluler: adalah desa yang sudah terlayani

36 24 jaringan telepon seluler dengan sinyal kuat 21. Desa terlayani jaringan internet: adalah desa yang sudah terdapat jaringan dan pelayanan internet 22. Desa terlayani listrik PLN: adalah desa yang sebagian besar keluarganya berlangganan listrik secara resmi dari PLN 23. Pasar: tempat transaksi barang/jasa antara penjual dan pembeli dengan lokasi bangunan tetap 24. Puskesmas pembantu: unit pelayanan kesehatan masyarakat yang membantu kegiatan puskesmas di sebagian wilayah kerja puskesmas dan Polindes (Pondok Bersalin Desa) 25. Desa terdapat tenaga kesehatan: adalah desa yang terdapat tenaga kesehatan (dokter) yang tinggal dan memberikan pelayanan di desa 26. Sarana sanitasi: adalah sarana buang air besar sehat berupa jamban sendiri yang dimiliki oleh suatu keluarga dalam perdesaan. 27. PDAM: perusahaan yang menyalurkan air minum yang telah mengalami proses penjernihan. Kemudian dengan menggunakan ketiga kriteria kinerja pembangunan daerah tersebut, kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur dikelompokkan berdasarkan kemiripan karakteristik serta pencapaian pembangunan ekonomi, sumberdaya manusia dan prasarana.

37 Penelitian Terdahulu Rahmalaila (2004) dalam studinya Pengelompokan Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Selatan Berdasarkan Faktor Ekonomi, Manusia dan Lingkungan Tahun 2002, dengan analisis cluster dan diskriminan, membagi kabupaten/kota di Sulawesi Selatan menjadi tiga kelompok. Kelompok 1 merupakan kabupaten/kota dengan karakteristik faktor ekonomi, manusia dan lingkungan tinggi yang beranggotakan 1 kota, kelompok 2 kabupaten/kota dengan faktor ekonomi, manusia dan lingkungan sedang berjumlah 19 kabupaten/kota dan kelompok 3 yang berkarakteristik faktor ekonomi dan manusia sedang, serta faktor lingkungan tinggi dengan jumlah anggota 4 kabupaten/kota. Qomariah (2006) dalam penelitiannya yang berjudul Studi Klasifikasi Kabupaten Dan Kota Di Jawa Timur Berdasarkan Variabel-Variabel Sosial Ekonomi Dengan Pendekatan Analisis Diskriminan Dan Regresi Logistik dengan memanfaatkan data hasil survei sosial ekonomi nasional (SUSENAS) 2004 Provinsi Jawa Timur, menghasilkan dua kelompok kabupaten/kota, kelompok pertama terdiri atas 24 Kabupaten yang selanjutnya dikategorikan sebagai daerah dengan tingkat sosial ekonomi rendah. Kelompok kedua terdiri dari 5 Kabupaten dan 9 Kota yang selanjutnya dikategorikan sebagai daerah dengan tingkat sosial ekonomi tinggi. Analisis serupa juga dilakukan oleh Hasibuan (2007) dengan judul Pengelompokan dan Pengurutan Ibukota Provinsi di Indonesia Berdasarkan Kualitas Lingkungan Hidup Tahun Dengan metode analisis deskriptif, analisis komponen utama, analisis faktor, analisis cluster dan penghitungan indeks kualitas

38 26 lingkungan hidup, penelitian ini menghasilkan tiga kelompok daerah, yaitu daerah dengan kualitas lingkungan baik, daerah dengan kualitas lingkungan sedang, dan daerah dengan kualitas lingkungan buruk. Kota Jakarta merupakan daerah dengan kualitas lingkungan yang buruk. Sementara kota Bandar Lampung berpredikat sebagai kota dengan kualitas lingkungan terbaik. Penelitian Arianti (2009) yang mengambil judul Pengelompokan Kecamatan Di Kabupaten Probolinggo Berdasarkan Indeks Pembangunan Manusia Dengan Cluster Analysis membagi kecamatan-kecamatan yang ada di wilayah Kabupaten Probolinggo Jawa Timur menjadi 4 kelompok. Kelompok 1 yang beranggotakan 8 kecamatan, memiliki ciri nilai IPM tinggi. Kelompok 2 dengan karakteristik nilai IPM rendah beranggotakan 4 kecamatan. Kelompok 3 yang beranggotakan 5 kecamatan, merupakan kelompok dengan tingkat pencapaian IPM paling rendah dibanding kelompok lain. Sementara kecamatan-kecamatan yang memiliki nilai IPM tertinggi bergabung ke dalam kelompok 4 dengan jumlah anggota 7 kecamatan. Sementara itu, Setiawan (2010) dalam penelitiannya Analisis Pengelompokan Kabupaten/Kotamadya Berdasarkan Indikator Partisipasi Perempuan Provinsi Jawa Timur, dengan analisis cluster membagi kabupaten/kota di Jawa Timur menjadi 3 kelompok. Kelompok 1 dengan ciri tingkat pendidikan dan partisipasi angkatan kerja perempuan sedang, memiliki anggota 15 kabupaten/kota. Kelompok 2 dengan jumlah anggota 14 kabupaten/kota, merupakan kelompok yang bercirikan tingkat pendidikan perempuan rendah dan angka partisipasi perempuan tinggi. Sedangkan ciri tingkat pendidikan dan angka partisipasi perempuan tinggi,

39 27 dimiliki oleh kelompok 3 dengan jumlah anggota 9 kabupaten/kota. Berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya, penelitian ini memasukkan variabel prasarana sebagai tambahan instrumen analisis. Di samping itu, di dalam penelitian ini juga membentuk lima kelompok kabupaten/kota dengan tujuan agar karakteristik kelompok yang terbentuk lebih spesifik. 2.3 Kerangka Pemikiran Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah maupun tujuan penelitian yang telah dipaparkan sebelumnya, dapat ditetapkan diagram proses berfikir sebagai berikut: Pembangunan Daerah Pembangunan Ekonomi Pembangunan Sumberdaya Manusia Pembangunan Prasarana Tidak Merata Ketidaksetaraan Antarwilayah Klasifikasi Berdasarkan Pencapaian Pembangunan Implikasi Kebijakan Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran

40 28 Pembangunan daerah yang dapat diukur melalui kinerja pembangunan ekonomi, sumberdaya manusia dan prasarana, dalam kenyataanya menunjukan terjadinya ketidaksetaraan. Hal ini tentu bisa menghambat kinerja pembangunan secara regional. Adanya klasifikasi wilayah berdasarkan tingkat pencapaian pembangunannya, dapat menjadi rujukan bagi para pengambil kebijakan sehingga program pembangunan bisa diterapkan lebih cepat serta efisien.

41 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan pada penelitian ini berupa data sekunder yang bersumber dari publikasi-publikasi BPS, yaitu Data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Jawa Timur Tahun , Data PDRB Kabupaten/Kota se-jawa Timur Tahun 2010, Jawa Timur Dalam Angka 2011, Statistik Potensi Desa Provinsi Jawa Timur Tahun 2008, Data Makro Ekonomi dan Sosial Provinsi Jawa Timur Tahun dan Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional Provinsi Jawa Timur Tahun Metode Analisis Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data dengan banyak peubah (Multivariate), yaitu Analisis Komponen Utama yang dirangkai dengan Analisis Faktor. Tujuan kedua analisis ini adalah untuk mereduksi banyaknya dimensi peubah yang saling berkorelasi menjadi suatu set kombinasi linier baru yang tidak saling berkorelasi akan tetapi masih mempertahankan sebagian besar keragaman data asli (original variable). Selanjutnya, sesuai dengan salah satu tujuan penelitian, kabupaten/kota yang ada di Provinsi Jawa Timur diklasifikasikan berdasarkan kinerja pembangunannya. Untuk itu, digunakan Analisis Cluster. Keseluruhan proses analisis dilakukan dengan bantuan program SPSS 19.

42 Analisis Komponen Utama Analisis Komponen Utama (AKU) digunakan untuk mengetahui apakah penelitian ini layak untuk analisis lebih lanjut dalam hal ini Analisis Faktor, di lihat dari nilai Kaiser Meyer Olkin (KMO) dan uji Bartlett. Analisis Komponen Utama (AKU) atau Principal Component Analysis (PCA) adalah suatu teknik menyusutkan (reduksi) data dimana tujuan utamanya untuk mengurangi banyaknya dimensi peubah yang saling berkorelasi menjadi peubah-peubah baru {disebut Komponen Utama (KU)} yang tidak berkorelasi dengan mempertahankan sebanyak mungkin keragaman dalam himpunan data tersebut. Artinya dengan dimensi yang lebih kecil diharapkan lebih mudah melakukan penafsiran atau interpretasi tanpa kehilangan banyak informasi tentang data. Banyaknya KU (peubah baru) yang terbentuk diharapkan seminimal mungkin, akan tetapi mampu menerangkan keragaman total yang maksimal. Secara aljabar linier, komponen utama merupakan kombinasi-kombinasi linier dan p peubah acak X 1, X 2, X 3, X 4,., X p. Secara geometris kombinasi linier ini merupakan sistem koordinat baru yang didapat dari rotasi sistem semula dengan X 1, X 2, X 3,.., X p sebagai sumbu koordinat. Sumbu baru tersebut merupakan arah dengan variabilitas maksimum dan memberikan kovariasi yang lebih sederhana. Sebagai catatan, dalam Analisis Komponen Utama, asumsi populasi mengikuti distribusi Normal Multivariate tidak diperlukan. Komponen utama yang dibentuk merupakan kombinasi linear dari peubahpeubah asli, dimana koefisiennya adalah vektor ciri (eigen vector). Vektor ciri dihasilkan dari akar ciri (eigen value) matriks kovarian atau matriks korelasi.

43 31 Penggunaan matriks kovarian atau matriks korelasi tergantung dari kesamaan satuan peubah-peubah yang dianalisis. Apabila satuannya sama digunakan matriks kovarian, sedang bila tidak sama digunakan matriks korelasi. Bila komponen utama diturunkan dari populasi normal multivariate dengan random vektor ' X X dan vektor mean μ ' 1, 2,..., p 1, X 2,..., X P dan matriks kovarians Σ dengan akar ciri (eigen value) yaitu p 0 didapat kombinasi linier komponen utama adalah: Y Y 1 2 ' e X 1 ' e X 2 e 1 X e X e X p p e 2 X e X e X p p. Y e X e X e X... e X ' p p 1p 1 2 p 2 pp p (1) Y Maka: Varian i i i e' e (2) Kovarian Yi,Yk e' i ek i, k = 1, 2,, p (3) Syarat untuk membentuk komponen utama yang merupakan kombinasi linear dari peubah X agar mempunyai varian maksimum adalah dengan memilih vektor ciri (eigen vector) yaitu e e e ' Yi e' i ek maksimum dan e' 1 i e i e sedemikian hingga varian 1, 2,..., p Komponen utama pertama adalah kombinasi linear e' 1 X memaksimumkan var e' 1 X dengan syarat e e 1 ' 1 1 yang

44 32 Komponen utama kedua adalah kombinasi linier e' 2 X yang memaksimumkan var ( e' 2 X) dengan syarat e e 1 Komponen utama ke-i adalah kombinasi linier var ( e' i X) dengan syarat ' 1 i e i ' 2 2 e dan kov e' X, e' X 0 e' i X yang memaksimumkan i k untuk k < i. Antar komponen utama tersebut tidak berkorelasi dan mempunyai variasi yang sama dengan akar ciri dari Σ. Akar ciri dari matriks ragam peragam Σ merupakan varian dari komponen utama Y, sehingga matriks ragam peragam dari Y adalah: 1 0 Σ p Total keragaman peubah asal akan sama dengan total keragaman yang diterangkan oleh komponen utama yaitu: p j 1 tr Σ... var Y 1 2 p p var X i (4) j 1 Penyusutan dimensi dari peubah asal dilakukan dengan mengambil sejumlah kecil komponen yang mampu menerangkan bagian terbesar keragaman data. Apabila komponen utama yang diambil sebanyak q komponen, di mana q < p, maka proporsi dari keragaman total yang bisa diterangkan oleh komponen utama ke-i adalah: i... q 1 j 1 p j 2 p q 100% 100%, j 1,2,3,..., q atau (5)

45 33 Penurunan komponen utama dari matriks korelasi dilakukan apabila data sudah terlebih dahulu ditransformasikan kedalam bentuk baku Z. Transformasi ini dilakukan terhadap data yang satuan pengamatannya tidak sama. Bila peubah yang diamati ukurannya pada skala dengan perbedaan yang sangat lebar atau satuan ukurannya tidak sama, maka peubah tersebut perlu dibakukan (standardized). Peubah baku (Z) didapat dari transformasi terhadap peubah asal dalam matriks berikut: Z 1/2 1 V X μ (6) V 1/2 adalah matriks simpangan baku dengan unsur diagonal utama adalah 1/ 2 sedangkan unsur lainnya adalah nol. Nilai harapan E (Z) = 0 dan keragamannya 1 1 1/2 1/2 adalah (Z) V V ρ Cov (7) Dengan demikian komponen utama dari Z dapat ditentukan dari vektor ciri yang didapat melalui matriks korelasi peubah asal ρ. Untuk mencari akar ciri dan menentukan vektor pembobotnya sama seperti pada matriks Σ. Sementara teras matriks korelasi ρ akan sama dengan jumlah p peubah yang dipakai. Penetapan banyaknya KU untuk dapat ditafsirkan dengan baik dapat dilihat dari: 1. Proporsi keragaman kumulatif dari KU Menurut Morrison (1990), banyaknya KU yang dipilih sudah cukup memadai apabila KU tersebut mempunyai persentase keragaman kumulatif tidak kurang dari 75% dari total keragaman data. Sedangkan Johnson dan Wichern (2002) mengisyaratkan bahwa KU dengan kondisi persentase keragaman ii

46 34 kumulatif sebesar 80-90%, dapat menggambarkan data asalnya. Keragaman total KU: p Var (Y i ) = p i 1 2. Nilai dari akar ciri = p i (8) i 1 Pemilihan komponen utama yang digunakan, didasarkan pada nilai akar cirinya. Menurut Kaiser (dalam Ekaria, 2004), pemilihan KU berdasarkan pendekatan akar ciri yang nilainya 1. AKU seringkali disajikan dalam tahap pertengahan dalam penelitian yang lebih besar. KU bisa merupakan masukan pada Analisis Faktor atau Analisis Cluster. KU terpilih selanjutnya digunakan sebagai pembentuk peubah dalam Analisis Faktor. Langkah selanjutnya adalah melakukan pengujian terhadap matriks korelasi dari data yang menjadi objek pengamatan. Matriks korelasi digunakan untuk melihat keeratan hubungan antara peubah yang satu dengan peubah yang lain. Ada dua macam pengujian yang dapat dilakukan terhadap matriks korelasi, yaitu: o Uji Bartlett Pengujian ini dilakukan untuk melihat apakah matrik korelasinya bukan merupakan suatu matrik identitas, jika matrik korelasinya merupakan matrik identitas, maka tidak ada korelasi antarpeubah yang digunakan. Uji ini dipakai bila sebagian besar dari koefisien korelasi kurang dari 0,5. Langkah-langkahnya adalah:

47 35 1. Hipotesis H o : Matriks korelasi merupakan matriks identitas H 1 : Matriks korelasi bukan merupakan matriks identitas 2. Statistik uji 2 N 1 2 p 5 ln R 6 (9) N = Jumlah observasi p = Jumlah peubah R = Determinan dari matriks korelasi 3. Keputusan Uji Bartlett akan menolak H 0 jika nilai 2 2 obs, p p 1 / 2 (10) o Uji Kaiser Meyer Olkin (KMO) Uji KMO digunakan untuk mengetahui apakah metode penarikan sampel yang digunakan memenuhi syarat atau tidak. Disamping itu, uji KMO dalam Analisis Faktor berguna untuk mengetahui apakah data yang digunakan dapat dianalisis lebih lanjut atau tidak dengan Analisis Faktor. Rumusan uji KMO adalah i j KMO 2 2 r ij a i r 2 ij i i j i i j ij ; i = 1,2,,p ; j = 1,2,,p (11) di mana: r ij = Koefisisen korelasi sederhana antara peubah i dan j a ij = Koefisien korelasi parsial antara peubah i dan j Adapun penilaian uji KMO dari matrik antarpeubah adalah sebagai berikut: 0,90<KMO<1,00 ; data sangat baik untuk analisis faktor.

48 36 0,80<KMO<0,90 ; data baik untuk analisis faktor. 0,70<KMO<0,80 ; data agak baik untuk analisis faktor. 0,60<KMO<0,70 ; data lebih dari cukup untuk analisis faktor. 0,50<KMO<0,60 ; data cukup untuk analisis faktor. KMO<0,50 ; data tidak layak untuk uji lebih lanjut dengan analisis faktor Analisis Faktor Analisis faktor adalah suatu analisis data untuk mengetahui faktor-faktor yang dominan dalam menjelaskan suatu masalah. Menurut Johnson dan Wichern (2002) yang dimaksud dengan analisis faktor adalah: 1. Pengembangan dari AKU yang lebih terperinci dan teliti. 2. Mengecek konsistensi data terhadap struktur peubah. Sedangkan kegunaan dari Analisis Faktor (Supranto, 2004) adalah: 1. Untuk mengidentifikasi dimensi yang mendasari (underlying dimensions) atau faktor, yang menjelaskan korelasi antara suatu set variabel. 2. Untuk mengidentifikasi suatu set variabel baru yang tidak berkorelasi (independent) yang lebih sedikit untuk menggantikan suatu set variabel asli yang saling berkorelasi. 3. Untuk mengidentifikasi suatu set variabel yang penting dari suatu set variabel yang banyak. Analisis Faktor pada dasarnya bertujuan untuk mendapatkan sejumlah kecil faktor/komponen utama yang memiliki sifat berikut (Ekaria, 2004): 1. Mampu menerangkan semaksimum mungkin keragaman data.

49 37 2. Terdapatnya kebebasan antarfaktor. 3. Tiap faktor dapat diinterpretasikan sejelas-jelasnya. Perbedaan antara Analisis Faktor dan Analisis Komponen Utama adalah: 1. Pada Analisis Komponen Utama, tujuannya adalah untuk memilih sejumlah peubah baru (yang disebut sebagai komponen utama) yang menjelaskan total variasi dalam set data sebesar besarnya, 2. Pada Analisis Faktor, tujuan utamanya adalah memilih faktor-faktor yang dapat menjelaskan keterkaitan (Interrelationship) antar peubah asli. Dengan perkataan lain, Analisis Faktor bertujuan untuk menjelaskan arti peubahpeubah dalam set data. Pada Analisis Faktor diperlukan nilai estimasi dari faktor-faktor bersama yang disebut dengan skor faktor. Berdasarkan skor faktor pada setiap observasi, kita dapat menyatakan untuk masing masing observasi tinggi rendahnya nilai skor faktornya. Skor faktor tertentu menunjukkan penting tidaknya peranan faktor-faktor tersebut bagi observasi itu. Skor faktor benilai negatif, nol dan positif, dimana jika nilainya semakin besar maka semakin besarlah peranan faktor tersebut terhadap suatu permasalahan pada observasi yang kita teliti. Secara umum, model Analisis Faktor adalah sebagai berikut : X 1-1 = 11 F F F m F m + 1 X 2-2 = 21 F F F m F m + X 3-3 = 31 F F F m F m +

50 38 X p - p = p1 F 1 + p2 F 2 + p3 F pm F m + p (12) Atau dalam notasi matriks, dituliskan X px1 - px1 = L pxm F mx1 + px1 (13) di mana : F j = Faktor Umum ; j = 1,2, m; m<p i = Faktor Spesifik ; i = 1,2,.p i = rata rata peubah ke i ij = loading untuk peubah ke i pada faktor ke j L = Matriks faktor loading dengan asumsi: 1. E(F) =0 2. Var (F) = E (FF') = I mxm 3. E ( ) = 0 4. Var ( ) = E( ') = Cov ( F') = E ( F') =0, sehingga F dan independent Adapun struktur kovarian untuk model adalah: 1. Cov (X) = LL' + ψ (14) Var (X i ) = l 2 2 i1 li2... l 2 ij i Cov X Y l l l l l l 1, j i1 j1 i2 j2... im jm 2. Cov (X,F) = L (15) Cov (X 1,F j ) = l ij

51 39 Model (X-μ) = LF + ε adalah linier dalam faktor bersama. Bagian dari Var (X i ) yang dapat diterangkan oleh faktor bersama disebut communality ke-i. Sedangkan bagian dari Var (X i ) karena faktor spesifik disebut varian spesifik ke-i. ii l i1 li2... lim i hi i (16) di mana: h i 2 = communality ψ i = varian spesifik ke-i Dalam praktek, matriks ragam peragam di taksir dengan matriks ragam peragam sampel S dan matrik korelasi ρ peubah ditaksir dengan matriks korelasi R. Dalam hal ini, paket progarm SPSS/PC+ langsung menggunakan matriks korelasi R sebagai matriks ragam peragam dalam menghitung akar ciri dan vektor ciri maupun analisis faktornya. Faktor-faktor yang diperoleh melalui metode komponen utama pada umumnya masih sulit diinterpretasikan secara langsung. Untuk itu dilakukan manipulasi dengan cara merotasi loading L dengan menggunakan metode Rotasi Tegak Lurus Varimax (Varimax Orthogonal Rotation) sesuai dengan saran beberapa ahli, karena rotasi tegak lurus varimax lebih mendekati kenyataan dibanding yang lain. Rotasi varimax adalah rotasi yang memaksimalkan faktor pembobot, dan mengakibatkan korelasi variabel-variabel dengan suatu faktor mendekati satu, serta korelasi dengan faktor lainnya mendekati nol, sehingga mudah diinterpretasikan. Dari rotasi tersebut menghasilkan matriks loading baru L *, yaitu: L * (pxq) = L (pxq). T (qxq) (17)

52 40 di mana T adalah matriks transformasi yang dipilih sehingga, T'T = TT' = I (18) Matriks transformasi T ditentukan sedemikian serupa hingga total keragaman kuadrat loading L, yaitu: q p p 1 ij ij V / p (19) p j 1 i 1 hi i 1 hi menjadi maksimum, di mana: V q i 1 (keragaman dari kuadrat loading untuk faktor ke-j) h 2 i (komunalitas, yaitu jumlah varians dari suatu variable ke-i 2 i1 2 i iq yang dapat dijelaskan oleh sejumlah m common factors). Dari perumusan diatas, rotasi merupakan suatu upaya untuk menghasilkan faktor penimbang baru yang lebih mudah diinterpretasikan yaitu dengan mengalikan faktor penimbang awal dengan matriks transformasi yang bersifat orthogonal, sehingga matriks korelasinya tidak akan berubah. Dari merotasi matriks loading tadi menyebabkan setiap variabel asal mempunyai korelasi yang tinggi dan faktor tertentu saja, sedangkan dengan faktor lain mempunyai korelasi relatif rendah sehingga pada akhirnya setiap faktor akan lebih mudah diinterpretasikan Analisis Cluster Analisis Cluster bertujuan untuk memisahkan obyek ke dalam beberapa kelompok yang mempunyai sifat berbeda antar kelompok yang satu dengan yang lain. Dalam analisis ini tiap-tiap kelompok bersifat homogen antar anggota dalam

53 41 kelompok atau variasi obyek dalam satu kelompok yang terbentuk sekecil mungkin. Analisis ini digunakan untuk mengelompokan n individu (unit observasi) dengan p peubah ke dalam k kelompok. Bila yang akan dikelompokan berupa obyek maka pendekatan ukuran kemiripan biasanya ditunjukkan oleh ukuran jarak. Salah satu ukuran kemiripan yang digunakan adalah jarak euclidean. Jarak euclidean antar dua obyek X i = [X 1, X 2,..., X P ] dan Y j = [Y 1, Y 2,..., Y P ] yang berdimensi p adalah: D X, Y X1 Y1 X 2 Y2... X P YP ' = X Y X Y (20) Sehingga akan diperoleh matrik jarak sebagai berikut: D d d n1 d d n d d 1n 2n. 0 Semakin kecil nilai D, maka semakin besar kemiripan antara kedua pengamatan tersebut. Sebaliknya bila D besar, semakin besar ketidakmiripan dari pengamatan tersebut. Asumsi yang harus dipenuhi dalam penerapan Analisis Cluster adalah: 1. Sampel yang diambil harus dapat mewakili populasi yang ada. Dalam penelitian ini, digunakan data populasi, sehingga asumsi ini tidak perlu diuji lagi. 2. Multikolinieritas Multikolinieritas adalah kemungkinan adanya korelasi antar peubah bebas.

54 42 Sebaiknya tidak ada atau seandainya ada, besar multikolinieraitas tersebut tidaklah tinggi yaitu kurang dari 0,8 (Gujarati, 2004). Bila data yang digunakan dalam Analisis Cluster adalah data skor komponen dari hasil AKU, maka tidak akan ditemukan lagi adanya Multikolinieritas. Tahap selanjutnya dalam Analisis Cluster adalah menentukan metode pengelompokan/klasifikasi. Terdapat dua metode yaitu: 1. Metode Kelompok Hierarki (Hierarchical Clustering Methods) Metode ini digunakan bila banyaknya kelompok yang diinginkan belum diketahui. Metode ini paling banyak digunakan karena pembentukan kelompoknya bersifat alamiah. Pengelompokannya disajikan secara visual berbentuk dendogram yaitu suatu bagan yang menyajikan banyaknya kelompok terbesar hingga terkecil. Cara menentukan banyaknya kelompok yang tepat didasarkan pada jumlah anggota kelompok yang relatif merata. Proses pengelompokan diawali dengan memandang setiap obyek (n) sebagai sebuah kelompok, sehingga jumlah kelompok sebanyak jumlah obyeknya. Dua obyek/kelompok yang paling mirip (dalam hal ini dilihat dari jarak) adalah obyek yang pertama kali digabungkan menjadi satu kelompok, sehingga jumlah kelompok menjadi n-1. jarak kelompok baru dengan kelompok sebelumnya di hitung kembali. Prosedur ini diulang sampai akhirnya kemiripan berkurang, sehingga semua kelompok tergabung dalam suatu kelompok tunggal. Pada pengelompokan Hirarki terdapat tiga jenis metode, yaitu:

55 43 (1) Metode Pautan Tunggal (Single Linkage) Metode ini di lakukan dengan meminimumkan jarak antara kelompok yang di gabungkan. Jarak antar kelompok di bentuk dari individu-individu dalam dua kelompok yang mempunyai jarak terkecil atau kemiripan terbesar. Proses dimulai dengan menentukan jarak terkecil dalam D = {d ih } dan gabungkan obyekobyek, misal U dan V, untuk memperoleh kelompok I atau {UV}, maka jarak antara {UV} dan kelompok W yang lain adalah: D (UV)W = min {d UW, d VW } (21) di mana: d UW adalah jarak terdekat dari kelompok U dan W d VW adalah jarak terdekat dari kelompok V dan W (2) Metode Pautan Lengkap (Complete Linkage) Dalam metode ini, jarak antar kelompok dibentuk dari individu-individu dalam dua kelompok yang mempunyai jarak yang paling jauh. Jadi pautan lengkap memastikan bahwa semua individu dalam suatu kelompok berada dalam jarak maksimum pada masing-masing kelompok yang lain. Pengelompokan dimulai dengan mencari jarak pada D = {d ih } dan penggabungan antara U dan V untuk mendapatkan kelompok I (UV). Selanjutnya jarak antara (UV) dan setiap kelompok W dihitung dengan: D (UV)W = max {d UW, d VW } (22) di mana: d UW adalah jarak kelompok yang paling jauh U dan W d VW adalah jarak kelompok yang paling jauh V dan W

56 44 (3) Metode Rataan Grup (Group Average) Metode ini dilakukan dengan meminimumkan rata-rata jarak antara semua pasangan individu dari kelompok yang digabungkan. Proses pengelompokan dimulai dengan mencari jarak D = {d ih } untuk mendapatkan obyek yang terdekat. Kelompok ini dihubungkan untuk membentuk kelompok I atau (UV). Selanjutnya jarak antara (UV) dengan kelompok W lainnya ditentukan dengan: d U V d d (23) UV W WU WV n U n n V n U n n (4) Metode Sentroid (Centroid) Ukuran ketidakmiripannya adalah: U V U V d UV W dwu dwv 2 U V U V n n n n duv (24) n n n n n n V (5) Median Pada metode ini jarak antara dua gerombol yang terbentuk adalah: d UV W WU WV UV U d d d (25) (6) Ragam Minimum (Minimum Variance) Ukuran ketidakmiripan yang digunakan ialah: V d UV W n n d n n U V WU V W WV W UV (27) n U n V n W d n d di mana: n U = banyaknya obyek dalam gerombol U n V = banyaknya obyek dalam gerombol V n W = banyaknya obyek dalam gerombol W

57 45 2. Metode Non Hierarki Metode ini digunakan bila banyaknya kelompok yang akan dibentuk telah diketahui lebih dahulu. Sifat pengelompokannya tidak alamiah karena telah di kondisikan untuk jumlah kelompok tertentu. Proses pengelompokan dimulai dengan menentukan nilai k yang merupakan pusat kelompok, dengan cara random dari data. Metode non hierarki yang sering digunakan adalah metode K_Means, yaitu metode yang bertujuan mengelompokan data sedemikian hingga jarak tiaptiap data ke pusat kelompok dalam satu kelompok minimum. Analisis Cluster yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode tidak berhierarki (K-means Clustering). Banyaknya gerombol (cluster) yang ingin dibentuk terlebih dahulu ditentukan. Didalam metode ini diasumsikan bahwa analisis terdiri dari n individu dan p pengukuran. X (i,j) adalah nilai dari individu ke-i dalam variabel ke-j; i = 1,2,,n dan j = 1,2,,p. Misal P (n,k) adalah pengelompokan yang merupakan hasil dari masing-masing individu yang dialokasikan ke dalam sebuah gerombol (cluster) 1,2,,K. Rata-rata variabel ke-j dalam gerombol (cluster) ke-l akan dinotasikan dengan X (l,j), dan jumlah individu-individu yang termasuk dalam gerombol (cluster) ke-l dinyatakan dengan n(l). Dalam notasi ini kita dapat menampilkan jarak antara individu ke-i dan gerombol ke-l sebagai berikut: p X ( i, j) X ( l, j) 1 2 D( i, l) ( ) (28) j 1 2

58 46 dengan komponen kesalahan tiap-tiap kelompok dapat didefinisikan sebagai berikut: n 2 P n, K) D i, l( i) E ( (29) i 1 di mana l(i) adalah gerombol (cluster) yang terdiri individu ke-i, dan D[i,l(i)] adalah jarak Euclidean antara individu i dan rata-rata klaster yang terdiri dari individu. Prosedur untuk pengelompokan adalah mengikuti langkah-langkah: mencari pengelompokan dengan komponen kesalahan E yang kecil dengan menempatkan individu-individu dari satu kelompok ke kelompok lainnya sampai tidak terjadi perpindahan hasil individu dalam pereduksian E. Dalam melakukan Analisis Cluster, sebaiknya pola nilai matriks korelasi data asal diamati terlebih dahulu. Selanjutnya dihitung persentase korelasi sedang (0,31-0,75) dan besar (0,76-1,00). Jika persentase korelasi sedang dan besar berkisar antara 10 hingga 80 persen, maka data skor faktor dapat memberikan hasil yang lebih baik daripada data asal untuk proses penggerombolan (Handayani dalam Naibaho, 2003). Kemudian dari hasil Analisis Cluster tersebut, dapat diketahui rata-rata maupun standar deviasi masing-masing indikator pada tiap kelompok. Dalam penelitian ini, indikator-indikator dari masing-masing kelompok dikategorikan menjadi lima tingkatan yaitu sangat rendah, rendah, sedang, tinggi ataupun sangat tinggi untuk mendapatkan informasi yang lebih cermat. Penentuan tingkatan kategori tersebut mengacu pada penelitian Abdullah (2008) dengan batasan pengkategorian sebagaimana terlihat pada Tabel 3.1. Untuk mempermudah penilaian, masing-masing kategori dikonversikan dalam bentuk angka.

59 47 Tabel 3.1 Kategori, Nilai Konversi dan Nilai Selang Skor Faktor Kategori Nilai Konversi Nilai Selang (1) (2) (3) Sangat Tinggi 5 ( j + 1,5S j ) < SF Tinggi 4 ( j + 0,5S j ) < SF ( j + 1,5S j ) Sedang 3 ( j - 0,5S j ) < SF ( j + 0,5S j ) Rendah 2 ( j - 1,5S j ) < SF ( j - 0,5S j ) Sangat Rendah 1 SF ( j - 1,5S j ) Sumber: Abdullah, 2008, diolah. di mana: j = 1,2,3 n, n = banyaknya kelompok j = rata-rata total peubah j = standar deviasi peubah j S j SF = skor faktor

60 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Provinsi Jawa Timur Provinsi Jawa Timur terletak di antara ' dan ' Bujur Timur serta ' dan ' Lintang Selatan. Provinsi berpenduduk sekitar 37 juta jiwa (Sensus Penduduk 2010) ini mempunyai luas ,15 km 2 yang terbagi atas kawasan hutan ,64 km 2 (26,02%), persawahan seluas ,71 km 2 (26,07%), pertanian tanah kering mencapai ,15 km 2 (24,29%), pemukiman/kampung seluas 5.712,15 km 2 (12,12%), perkebunan seluas 1.581,94 km 2 (3,36%), tanah tandus/rusak seluas 1.293,78 km 2 (2,75%), tambak/kolam mencapai 737,71 km 2 (1,57%), kebun campuran seluas 605,65 km 2 (1,29%), selebihnya terdiri dari rawa/danau, padang rumput dan lain-lain seluas 1.201,42 km 2 (2,55%). Jawa Timur memiliki 60 buah pulau (termasuk Pulau Madura yang merupakan pulau terbesar) serta 48 gunung. Gunung yang tertinggi adalah Gunung Semeru yang mencapai ketinggian meter di atas permukaan laut dan Gunung Lamongan yang merupakan gunung berapi yang terendah dengan tinggi m. Secara administratif, provinsi ini terbagi menjadi 29 kabupaten dan 9 kota. Provinsi yang terletak di ujung timur Pulau Jawa ini sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa; sebelah timur dengan Pulau Bali; sebelah selatan dengan Samudera Indonesia; dan sebelah barat berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah.

61 W N E Sumber: BPS Provinsi Jawa Timur, 2011 Keterangan: : Kabupaten : Kota Kabupaten: 01. Pacitan 02. Ponorogo 03. Trenggalek 04. Tulungagung 05. Blitar 06. Kediri 07. Malang 08. Lumajang 09. Jember 10. Banyuwangi 11. Bondowoso 12. Situbondo 13. Probolinggo 14. Pasuruan 15. Sidoarjo 16. Mojokerto 17. Jombang 18. Nganjuk 19. Madiun 20. Magetan 21. Ngawi 22. Bojonegoro 23. Tuban 24. Lamongan 25. Gresik 26. Bangkalan 27. Sampang 28. Pamekasan 29. Sumenep Kota: 71. Kediri 72. Blitar 73. Malang 74. Probolinggo 75. Pasuruan 76. Mojokerto 77. Madiun 78. Surabaya 79. Batu S Gambar 4.1 Peta Jawa Timur Berdasarkan Wilayah Administratif Dalam beberapa kurun waktu terakhir, perekonomian Jawa Timur menunjukkan kinerja yang cukup membanggakan. Hal ini bisa dilihat dari besarnya laju pertumbuhan ekonomi yang secara rata-rata berada di atas angka 5 persen selama periode 2005 hingga 2010 yang merupakan indikasi adanya peningkatan produksi barang dan jasa secara progresif. Krisis global yang

62 50 melanda dunia pada akhir 2008 hingga pertengahan 2009, tidak memberikan pengaruh cukup berarti bagi perekonomian di provinsi ini. Terbukti di tahun tersebut, Jawa Timur mampu meraih pertumbuhan ekonomi masing-masing sebesar 5,94 dan 5,01 persen serta mencapai pertumbuhan tertinggi di tahun 2010 sebesar 6,67 persen, lebih tinggi dibanding pertumbuhan ekonomi nasional yang sebesar 6,10 persen. Kondisi ini didukung dengan semakin membaiknya PDRB perkapita yang mencapai Rp ,69 juta rupiah pada tahun 2010 atau meningkat sebesar 86,89 persen jika dibandingkan pada tahun Tabel 4.1 Pertumbuhan Ekonomi dan PDRB Perkapita Jawa Timur Tahun Indikator (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Pertumbuhan Ekonomi (persen) 5,84 5,80 6,11 5,94 5,01 6,68 PDRB Perkapita (ribu rupiah) Sumber: BPS Provinsi Jawa Timur, Hingga tahun 2010, perekonomian Jawa Timur masih ditopang oleh tiga sektor utama, yaitu perdagangan, hotel dan restoran, kemudian industri pengolahan serta sektor pertanian. Namun seiring berjalannya waktu, peranan sektor pertanian terus mengalami degradasi. Jika pada tahun 2005 sektor pertanian memberikan kontribusi terhadap perekonomian sebesar 19,20 persen, di tahun 2010 sektor ini mengalami penurunan yang cukup signifikan menjadi 15,75 persen. Kondisi sebaliknya terjadi pada sektor perdagangan, hotel dan restoran yang terus mengalami peningkatan kontribusi dari 26,45 persen pada

63 51 tahun 2005 menjadi 29,47 persen di tahun Struktur perekonomian Jawa Timur secara keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 4.2: Tabel 4.2 Peranan Sektor Ekonomi dalam PDRB Jawa Timur Atas Dasar Harga Berlaku Tahun (Persen) No Sektor/Subsektor (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) 1 Pertanian 17,20 17,13 16,69 16,55 16,34 15,75 2 Pertambangan dan 2,07 2,13 2,17 2,22 2,22 2,19 Penggalian 3 Industri Pengolahan 29,94 29,21 28,75 28,47 28,14 27,49 4 Listrik, Gas dan Air 1,50 1,49 1,59 1,58 1,55 1,51 Bersih 5 Konstruksi 4,22 4,05 3,93 3,89 4,01 4,50 6 Perdag, Hotel dan 26,45 27,25 28,07 28,49 28,42 29,47 Restoran 7 Pengangkutan dan 5,34 5,35 5,32 5,25 5,50 5,52 Komunikasi 8 Keuangan, Persew. dan 4,62 4,61 4,70 4,79 4,83 4,89 Jasa Perusahaan 9 Jasa-jasa 8,67 8,78 8,78 8,77 9,00 8,68 Produk Domestik Regional 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 Bruto Sumber: BPS Provinsi Jawa Timur, Jika kesembilan sektor pada Tabel 4.2 dikelompokkan menjadi tiga sektor utama yaitu sektor primer (pertanian dan pertambangan), sektor sekunder (industri pengolahan, listrik, gas dan air bersih serta konstruksi) dan sektor tersier (perdagangan, hotel dan restoran, pengangkutan dan komunikasi, keuangan, persewaan dan jasa perusahaan serta jasa-jasa), dapat disimpulkan bahwa struktur perekonomian Jawa Timur didominasi oleh sektor tersier dengan sumbangan terhadap PDRB dalam kurun lima tahun terakhir rata-rata sebesar 46,92 persen. Jumlah penduduk yang begitu besar serta letak geografis yang cukup strategis, mendorong sektor perdagangan, hotel dan restoran berkembang pesat yang pada akhirnya menjadi pelopor dominasi tersebut.

64 52 Sementara itu, sektor yang sebenarnya dianggap sebagai intisari ekonomi Jawa Timur adalah sektor sekunder dengan industri pengolahan sebagai ikonnya. Hal tersebut diduga disebabkan oleh banyaknya usaha industri manufaktur di provinsi ini. Bahkan Jawa Timur merupakan provinsi ketiga yang dijuluki episentrum industri Indonesia setelah Jawa Barat dan Jabotabek. Meskipun terus mengalami penurunan kontribusi dari tahun 2005 hingga tahun 2010, sektor ini masih menjadi tulang punggung bagi perekonomian Jawa Timur, khususnya subsektor industri makanan, minuman, dan tembakau, yang didominasi oleh industri rokok. Hal ini bisa dilihat dari besarnya sumbangan sektor ini terhadap penciptaan PDRB yang jauh di atas sektor listrik, gas dan air serta konstruksi. Sumber: BPS Provinsi Jawa Timur, 2011, diolah. Gambar 4.2 Kontribusi Sektor Primer, Sekunder dan Tersier Provinsi Jawa Timur Tahun (Persen) Uraian diatas memberikan gambaran bahwa secara agregat, terjadi transformasi sektoral dari perekonomian berbasis primer (tradisional) menuju ekonomi modern, seperti sekunder dan terutama tersier sebagaimana yang

65 53 telah diungkapkan oleh Hollis B Chenery (Tambunan, 2011). Kondisi ini cukup menggembirakan mengingat sektor sekunder dan tersier dibangun dari sektor-sektor yang tidak tergantung pada sumberdaya alam. Di samping itu, salah satu ciri daerah yang maju adalah jika daerah itu lebih didominasi oleh sektor yang sudah terlepas dari keberadaan sumber daya alam (tertiary sector). Namun begitu, transformasi struktural ekonomi akan lebih bermakna jika didukung oleh transformasi sektoral tenaga kerja. Ditinjau dari segi pembangunan sumberdaya manusia, dapat dikatakan bahwa kualitas sumberdaya manusia di Provinsi Jawa Timur secara keseluruhan sudah cukup membanggakan. Tingginya Angka Melek Huruf (AMH) yang mencapai 88,02 persen mengindikasikan bahwa tingkat pengetahuan masyarakat sudah baik. Hal ini didukung dengan Angka Partisipasi Sekolah (APS) usia 7-12 dan sebagai cerminan pendidikan dasar sembilan tahun yang masingmasing sebesar 98,74 persen dan 88,87 persen serta rata-rata lama sekolah yang mencapai 7,32 tahun. Dengan tingginya tingkat pengetahuan tersebut, pada akhirnya mempengaruhi pola kehidupan masyarakat, salah satu di antaranya adalah pola hidup sehat. Angka Harapan Hidup (AHH) yang mencapai 69,58 persen serta Angka Kematian Bayi (AKB) 29,99 persen memberikan gambaran bahwa sebagian besar masyarakat di provinsi ini sudah memiliki kesadaran untuk melaksanakan pola hidup sehat. Ketimpangan atau ketidaksetaraan pembangunan antara perkotaan dan perdesaan ternyata masih tinggi. Hal ini tercermin dari rendahnya persentase desa yang memiliki prasarana untuk menunjang kegiatan perekonomiannya.

66 54 Banyaknya desa yang memiliki pasar merupakan contoh, yang hanya sebesar 23,81 persen dari jumlah seluruh desa yang ada di provinsi ini. Begitu juga persentase banyaknya desa yang terlayani internet serta sumber air minum dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) yang rata-rata juga masih relatif kecil, yaitu 8,82 persen dan 12,69 persen. Walaupun begitu, pembangunan prasarana pendidikan, perumahan, serta komunikasi bisa dikatakan sudah baik. Hal ini tercermin dari persentase desa yang memiliki SD, persentase desa yang dialiri jaringan listrik PLN dan jaringan telepon seluler, yang masing-masing sebesar 99,27 persen, 95,32 persen dan 86,28 persen. Pembangunan prasarana transportasi dan sanitasi di provinsi ini juga sudah cukup baik yang ditunjukkan dengan persentase desa dengan jalan dapat dilalui kendaraan roda empat, persentase banyaknya desa dengan jalan aspal, serta persentase desa yang memiliki prasarana sanitasi (jamban sendiri) yaitu masing-masing sebesar 98,62 persen, 78,50 dan 69,81 persen. Adanya perbedaan sumberdaya alam, kondisi geografis, maupun kebijakan pembangunan antara kabupaten/kota yang satu dengan lainnya, menyebabkan karakteristik ekonomi, sumberdaya manusia dan prasarana yang ada pada masing-masing kabupaten/kota tersebut juga bervariasi. Hal ini bisa dilihat pada Lampiran 1-3 yang memuat berbagai karakterisik ekonomi, sumberdaya manusia serta prasarana seluruh kabupaten/kota di Jawa Timur yang dicerminkan melalui berbagai indikator sebagaimana yang telah diidentifikasi dalam penelitian ini.

67 Analisis Kinerja Pembangunan Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur Kinerja pembangunan daerah dicerminkan oleh tiga peubah yaitu pembangunan ekonomi, sumberdaya manusia dan prasarana di mana masingmasing peubah diukur oleh indikator-indikator yang sesuai. Adanya perbedaan satuan dari data yang digunakan akan menyebabkan bias dalam Analisis Komponen Utama maupun Analisis Faktor. Oleh karena itu, data asli harus distandardisasi terlebih dahulu dengan cara melakukan transformasi data ke dalam bentuk Z-score. Kemudian dengan melakukan analisis terhadap masingmasing kinerja pembangunan, akan diperoleh hasil analisis untuk Kinerja Pembangunan Ekonomi, Kinerja Pembangunan sumberdaya manusia, dan Kinerja Pembangunan Prasarana Kinerja Pembangunan Ekonomi Berdasarkan hasil pengolahan AKU dan Analisis Faktor Kinerja Pembangunan Ekonomi pada Lampiran 7, diketahui bahwa nilai uji KMO adalah 0,528 dengan nilai signifikansi 0,00. Oleh karena nilai KMO sudah di atas 0,5 dan nilai signifikansi berada di bawah 0,05 berarti data cukup untuk melakukan Analisis Faktor. Tabel Communalities memberi gambaran tentang persentase keragaman dari suatu peubah asal yang dapat dijelaskan oleh faktor yang ada. Semakin besar communalities sebuah variabel, semakin besar pula korelasinya dengan faktor yang terbentuk. Dari Tabel Communalities dapat dilihat persentase terbesar dimiliki oleh peubah Z-score Persentase PDRB per kapita, yaitu 0,947.

68 56 Hal ini berarti sekitar 94,7 persen keragaman dari peubah tersebut dapat dijelaskan oleh faktor yang terbentuk. Pada Tabel Total Variance Explained, pada label initial eigenvalues menunjukkan nilai eigenvalue untuk masing-masing faktor, yang semula terdiri atas 8 faktor atau sebanyak variabel aslinya. Kemudian dipilih faktor-faktor dengan nilai eigenvalue di atas 1 dan ternyata terdapat 4 faktor atau komponen yang nilai eigenvalue-nya di atas 1 (Tabel 4.3). Keempat faktor tersebut secara bersama-sama menerangkan keragaman total sebesar 88,178 persen. Tabel 4.3 Faktor, Akar Ciri, dan Persentase Keragaman Kinerja Pembangunan Ekonomi Faktor Akar Ciri Persentase Keragaman Persentase Keragaman Kumulatif (1) (2) (3) (4) 1 2,074 25,925 25, ,018 25,229 51, ,869 23,367 74, ,093 13, ,178 Sumber: Hasil Pengolahan SPSS. Setelah empat faktor merupakan jumlah yang paling optimal, maka distribusi kedelapan variabel pada empat faktor tersebut (loading factor) dapat dilihat pada Tabel Component Matrix. Untuk memperjelas hasil interpretasi, maka dilakukan Rotasi Varimax yang hasilnya ditampilkan pada Tabel Rotated Component Matrix dengan interprestasi sebagai berikut: 1. Faktor 1, berkorelasi positif yang tinggi dengan peubah Z-score Nilai Investasi PMA dan Z-score Nilai Investasi PMDN 2. Faktor 2, berkorelasi positif yang tinggi dengan peubah Z-score Pendapatan Asli Daerah (PAD), Z-score Kontribusi Sektor Tersier dan Z-score Kontribusi PDRB Kabupaten/Kota terhadap PDRB Provinsi

69 57 3. Faktor 3, berkorelasi positif yang tinggi dengan peubah Z-score PDRB Perkapita dan Z-score Kontribusi Sektor Sekunder 4. Faktor 4, berkorelasi positif yang tinggi dengan peubah Z-score Pertumbuhan Ekonomi. Dari Component Transformation Matrix, angka-angka yang terdapat pada diagonal utama berada di atas 0,5, yaitu 0,631, 0,728, 0,507 dan 0,899. Hal ini membuktikan bahwa ketiga faktor yang terbentuk sudah tepat karena memiliki korelasi yang cukup tinggi. Kemudian dari keempat faktor tersebut diperoleh skor faktor yang dapat dilihat pada Lampiran 10. Keempatnya dirata-rata dengan menggunakan bobot persentase keragaman masing-masing, dengan rumus sebagai berikut: Skor faktor ekonomi = {(skor faktor ekonomi_1 x 25,925) + (skor faktor ekonomi_2 x 25,229) + (skor faktor ekonomi_3 x 23,367 + skor faktor ekonomi_4 x 13,657)} : 88, Kinerja Pembangunan Sumberdaya Manusia Pada lampiran 8, ditampilkan hasil AKU dan Analisis Faktor Kinerja Pembangunan Sumberdaya Manusia. Nilai KMO Test pada analisis ini sebesar 0,764 dengan nilai signifikansi 0,00. Hal ini mengindikasikan bahwa data masuk dalam kategori agak baik untuk melakukan Analisis Faktor. Nilai communalities masing-masing peubah rata-rata berada di atas 0,5, hanya nilai Z-score Jumlah penduduk dan Z-score Pengeluaran Perkapita yang berada di bawah 0,5 (0,380 dan 0,472). Persentase terbesar terdapat pada peubah Z- score Angka Melek Huruf yaitu sebesar 91,0 persen. Dengan menyeleksi nilai

70 58 eigenvalue yang berada di atas 1, diperoleh dua faktor atau komponen utama dalam analisis ini yang keduanya mampu menjelaskan keragaman total sebesar 73,847 persen, yaitu: Tabel 4.4 Faktor, Akar Ciri, dan Persentase Keragaman Kinerja Pembangunan Sumberdaya Manusia Faktor Akar Ciri Persentase Keragaman Persentase Keragaman Kumulatif (1) (2) (3) (4) 1 4,650 58,131 58, ,257 15,716 73,847 Sumber: Hasil Pengolahan SPSS. Rotasi Varimax yang dilakukan menghasilkan keluaran (output) yang lebih jelas dari faktor yang terbentuk dengan interprestasi: 1. Faktor 1, berkorelasi positif yang tinggi dengan peubah Z-score Angka Harapan Hidup, Z-score Angka Melek Huruf, Z-score Rata-rata Lama Sekolah, Z-score Pengeluaran Perkapita dan berkorelasi negatif yang tinggi dengan Z-score Angka Kematian Bayi dan Z-score Persentase Tingkat Kemiskinan 2. Faktor 2, berkorelasi positif yang cukup tinggi dengan peubah Z-score Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja dan berkorelasi negatif yang cukup tinggi dengan Z-score Jumlah Penduduk. Pada Tabel Component Transformation Matrix dapat dilihat bahwa faktor yang terbentuk sudah tepat. Hal ini ditunjukkan nilai pada diagonal utama yang jauh di atas 0,5 yaitu sebesar 1,00. Untuk memperoleh skor faktor kinerja pembangunan sumberdaya manusia, dua skor faktor yang ada (Lampiran 10) dihitung dengan menggunakan rata-rata berbobot, yang rumusnya:

71 59 Skor faktor sumberdaya manusia = {(skor faktor sumberdaya manusia_1) x 58,131 + (skor faktor sumberdaya manusia_2 x 15,716)} : 73, Kinerja Pembangunan Prasarana Hasil analisis Kinerja Pembangunan Prasarana ditampilkan pada Lampiran 9. Berdasarkan nilai uji KMO sebesar 0,774 dan nilai signifikansi 0,00, diketahui bahwa data agak baik untuk dilakukan Analisis Faktor. Persentase keragaman terbesar yang dapat dijelaskan oleh faktor yang terbentuk dimiliki oleh peubah Z-score Persentase desa yang terlayani internet, yaitu sebesar 0,918. Setelah diseleksi nilai eigenvalue yang berada di atas 1, diperoleh tiga faktor yang ketiganya mampu menjelaskan keragaman total sebesar 68,374 persen sebagaimana yang tertera pada tabel berikut ini: Tabel 4.5 Faktor, Akar Ciri, dan Persentase Keragaman Kinerja Pembangunan Prasarana Faktor Akar Ciri Persentase Keragaman Persentase Keragaman Kumulatif Kumulatif (1) (2) (3) (4) 1 3,481 31,646 31, ,815 25,592 57, ,225 11,136 68,374 Sumber: Hasil Pengolahan SPSS. Hasil Rotasi Varimax mengasilkan interpretasi sebagai berikut: 1. Faktor 1, berkorelasi positif yang tinggi dengan peubah Z-score Persentase desa terlayani internet, Z-score Persentase desa terdapat pasar, Z-score Persentase desa terdapat puskesmas pembantu, Z-score Persentase desa terdapat tenaga kesehatan, dan Z-score Persentase desa yang terlayani PDAM.

72 60 2. Faktor 2, berkorelasi positif yang cukup tinggi dengan Z-score Persentase desa dengan jalan aspal, Z-score Persentase desa dengan jalan dapat dilalui kendaraan roda empat, Z-score Persentase desa terdapat jaringan telepon seluler, Z-score Persentase desa terlayani listrik PLN dan Z-score Persentase desa terdapat prasarana sanitasi 3. Faktor 3, berkorelasi negatif yang tinggi dengan Z-score Persentase desa terdapat bangunan Sekolah Dasar. Angka-angka pada diagonal utama dari Tabel Component Transformation Matrix yang berada jauh di atas 0,5 yaitu 0,917, 0,857 dan 0,939 membuktikan bahwa faktor yang terbentuk sudah tepat. Hasil penghitungan rata-rata berbobot terhadap ketiga skor faktor (Lampiran 10) adalah: Skor faktor prasarana = {(skor faktor prasarana_1 x 31,646 + skor faktor prasarana_2 x 25,592) + (skor faktor prasarana_3 x 11,136)} : 68, Gambaran Kondisi Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur Berdasarkan Kinerja Pembangunan Ekonomi, Sumberdaya Manusia dan Prasarana Untuk mengetahui gambaran kondisi seluruh kabupaten/kota yang ada di Jawa Timur berdasarkan Kinerja Pembangunan Ekonomi, Sumberdaya Manusia serta Prasarana, dapat menggunakan angka-angka yang merupakan hasil penghitungan rata-rata berbobot dari ketiga skor faktor tersebut (skor faktor ekonomi, sumberdaya manusia dan prasarana) sebagaimana yang terlihat pada Tabel 4.6:

73 61 Tabel 4.6 Skor Faktor Ekonomi, Sumberdaya Manusia dan Prasarana Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur Kabupaten/kota Skor Faktor Ekonomi Skor Faktor SDM Skor Faktor Prasarana (1) (2) (3) (4) Pacitan -0,23 0,55-0,46 Ponorogo -0,33 0,19-0,36 Trenggalek -0,28 0,61-0,46 Tulungagung -0,12 0,61-0,14 Blitar -0,25 0,54-0,35 Kediri -0,05 0,06-0,13 Malang 0,05-0,24-0,05 Lumajang -0,16-0,46-0,25 Jember -0,08-1,30-0,20 Banyuwangi -0,14-0,28 0,06 Bondowoso -0,21-1,16-0,61 Situbondo -0,29-0,96-0,39 Probolinggo -0,14-1,49-0,41 Pasuruan 0,15-0,72-0,44 Sidoarjo 0,79 0,71 0,15 Mojokerto 0,25 0,47-0,30 Jombang 0,04 0,30-0,17 Nganjuk -0,24-0,01-0,18 Madiun -0,32 0,03-0,10 Magetan -0,27 0,67 0,08 Ngawi -0,28-0,10-0,39 Bojonegoro 0,53-0,62-0,60 Tuban 0,24-0,40-0,19 Lamongan -0,10-0,25-0,25 Gresik 1,28 0,49 0,06 Bangkalan -0,35-1,27-0,29 Sampang -0,38-1,81-0,97 Pamekasan -0,30-0,98-0,45 Sumenep -0,29-0,90-0,97 Kota Kediri 1,00 0,95 1,08 Kota Blitar -0,31 1,24 0,70 Kota Malang 0,08 0,96 1,36 Kota Probolinggo -0,32 0,51 0,65 Kota Pasuruan -0,30 0,36 0,87 Kota Mojokerto -0,33 1,20 0,95 Kota Madiun -0,17 1,12 1,24 Kota Surabaya 2,06 0,58 1,46 Kota Batu -0,27 0,80 0,43 Rata-rata 0,00 0,00 0,00 Standar deviasi 0,51 0,82 0,62 Sumber: Hasil Pengolahan SPSS.

74 62 Berdasarkan Tabel 4.6, skor faktor ekonomi tertinggi pada tahun 2010 dimiliki oleh Kota Surabaya yaitu 2,06, kemudian disusul oleh Kabupaten Gresik dan Kota Kediri yang masing-masing memiliki skor faktor ekonomi 1,28 dan 1,00. Tingginya skor faktor ekonomi ini dapat memberikan gambaran bahwa kinerja perekonomian di ketiga daerah tersebut lebih baik jika dibandingkan dengan daerah lain. Kondisi sebaliknya terjadi pada Kabupaten Bangkalan dan Sampang. Kedua kabupaten tersebut memiliki kinerja perekonomian yang relatif lebih buruk jika dibandingkan dengan kabupaten/kota yang lain. Hal ini bisa dilihat dari skor faktor ekonomi Kabupaten Sampang yang merupakan skor faktor ekonomi paling rendah di provinsi ini, yaitu -0,38. Sedangkan peringkat di atasnya ditempati oleh Kabupaten Bangkalan yang memiliki skor faktor ekonomi sebesar -0,35. Kinerja pembangunan sumberdaya manusia di Provinsi Jawa Timur menempatkan Blitar sebagai kota yang paling berhasil. Skor faktor sumberdaya manusia yang mencapai 1,24 merupakan indikatornya. Disusul Kota Mojokerto dengan skor faktor 1,20 serta Kota Madiun dengan skor faktor 1,12. Ini artinya, ketiga kota tersebut kualitas sumberdaya manusianya lebih baik jika dibandingkan dengan kabupaten/kota lain di provinsi ini. Sedangkan kabupaten/kota yang memiliki skor faktor sumberdaya manusia terendah adalah Kabupaten Sampang dengan skor faktor sebesar -1,81. Kabupaten Probolinggo dan Kabupaten Jember secara berurutan berada di atasnya dengan skor faktor masing-masing -1,49 dan -1,30.

75 63 Predikat kota metropolis secara otomatis juga membuat Surabaya sebagai kota yang paling berhasil dalam melaksanakan pembangunan prasarana. Hal ini terbukti pada nilai skor faktor prasarana yang sebesar 1,46. Dibawahnya ada Kota Malang dan Madiun dengan skor faktor prasarana masing-masing sebesar 1,36 dan 1,24. Hal ini mengindikasikan bahwa pembangunan prasarana perdesaan di ketiga kota tersebut lebih baik jika dibandingkan kabupaten/kota lainnya di Jawa Timur. Kabupaten yang tergolong kurang berhasil dalam melaksanakan pembangunan prasarana perdesaan adalah Kabupaten Bojonegoro. Skor faktor prasarana yang hanya sebesar -0,60 merupakan bukti bahwa kesenjangan pembangunan prasarana antara perkotaan dan perdesaan di kabupaten ini masih besar. Kabupaten Bondowoso berada satu tingkat di bawah Kabupaten Bojonegoro dengan skor faktor prasarana sebesar -0,61. Kondisi yang paling buruk terjadi pada Kabupaten Sampang dan Sumenep dengan skor faktor prasarana hanya sebesar -0, Klasifikasi Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur Berdasarkan Kinerja Pembangunan Ekonomi, Sumberdaya Manusia dan Prasarana Berdasarkan kinerja pembangunan ekonomi, sumberdaya manusia dan prasarana, selanjutnya dilakukan klasifikasi terhadap kabupaten/kota yang ada di Provinsi Jawa Timur, menjadi lima kelompok. Pembentukan menjadi lima kelompok ini dilakukan untuk mendapatkan karakteristik kelompok yang lebih detail. Sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya, penelitian ini menggunakan Analisis Cluster dengan metode K-Means Cluster di mana

76 64 informasi mengenai jumlah kelompok yang dapat dibentuk tidak tersedia. Berdasarkan matriks korelasi (lampiran 11), diketahui bahwa persentase korelasi sedang dan besar peubah-peubah kinerja pembangunan ekonomi, sumberdaya manusia serta prasarana adalah 40,74 persen, 67,86 persen, dan 50,91 persen. Hal ini dapat diartikan bahwa data skor faktor memberikan hasil pengamatan yang lebih baik jika dibandingkan dengan data asal, sehingga untuk selanjutnya proses klasifikasi kabupaten/kota yang ada di Jawa Timur dalam penelitian ini menggunakan data skor faktor. Karena korelasi antara skor faktor ekonomi, sumberdaya manusia dan prasarana berada di bawah 0,8 (lampiran 11), maka asumsi tidak terjadi multikolinieritas dapat terpenuhi. Tabel Initial Cluster Centers pada lampiran 12 adalah tampilan pertama dari proses Analisis Cluster. Selanjutnya dilakukan proses iterasi (pengulangan dengan ketepatan lebih tinggi dari sebelumnya) sebagaimana yang tertera pada Tabel Iteration History. Angka-angka dalam Tabel Final Cluster Centers merupakan hasil akhir setelah terjadi lima tahapan iterasi yang menggambarkan rata-rata masing-masing peubah pada setiap kelompok yang telah terbentuk. Dengan menggunakan selang pengkategorian berdasarkan nilai rata-rata dan standar deviasi, didapat batas selang atas dan bawah serta kategori nilai rata-rata peubah pada setiap kelompok sebagaimana pada Tabel 4.7 dan 4.8:

77 65 Tabel 4.7 Nilai Batas Selang Skor Faktor (SF) Berdasarkan Peubah Ekonomi, Sumberdaya Manusia dan Prasarana Kategori Skor Faktor Ekonomi Skor Faktor Sumberdaya Manusia Skor Faktor Prasarana (1) (2) (3) (4) Sangat Tinggi 0,77 < SF 1,22 < SF 0,93 < SF Tinggi 0,26 < SF 0,77 0,41 < SF 1,22 0,31 < SF 0,93 Sedang -0,26< SF 0,26-0,41 < SF 0,41-0,31 < SF 0,31 Rendah -0,77 < SF -0,26-1,22 < SF -41-0,93 < SF -0,31 Sangat Rendah SF -0,77 SF -1,22 SF -0,93 Sumber: Hasil Pengolahan SPSS. Tabel 4.8 Nilai dan Kategori Rata-rata Peubah Pada Masing-masing Kelompok Kelompok Skor Faktor Ekonomi Skor Faktor Sumberdaya Manusia Skor Faktor Prasarana (1) (2) (3) (4) 1 2,06 (ST) 0,58 (T) 1,46 (ST) 2-0,13 (S) -1,12 (R) -0,53 (R) 3-0,13 (S) 0,13 (S) -0,21 (S) 4-0,23 (S) 0,88 (T) 0,89 (T) 5 1,02 (ST) 0,72 (T) 0,43 (T) Sumber: Hasil Pengolahan SPSS. Keterangan: ST = Sangat Tinggi T = Tinggi S = Sedang R= Rendah SR = Sangat Rendah Untuk mengidentifikasi apakah peubah-peubah pembangunan tersebut dapat membedakan antara kelompok yang satu dengan yang lain, dilakukan Uji Anova dengan hipotesis: H 0 : peubah tidak membedakan karakteristik kelompok H 1 : peubah membedakan karakteristik kelompok Jika nilai signifikansi kurang dari 0,05, maka keputusannya adalah tolak H 0. pada Tabel Anova (lampiran 12) dapat dilihat bahwa nilai signifikansi pada

78 66 semua skor faktor sebesar 0,00, berarti skor faktor ekonomi, sumberdaya manusia dan prasarana dapat membedakan karakteristik masing-masing kelompok yang terbentuk. Angka F terbesar ada pada skor faktor sumberdaya manusia yang mencapai 45,482. Ini artinya, skor faktor sumberdaya manusia sangat membedakan karakteristik kelima kelompok kabupaten/kota. Hasil klasifikasi kabupaten/kota di Jawa Timur selengkapnya adalah sebagai berikut: Kelompok 1, memiliki ciri-ciri faktor ekonomi sangat tinggi, sumberdaya manusia tinggi, dan prasarana sangat tinggi dengan anggota Kota Surabaya. Surabaya merupakan kota terbesar kedua di Indonesia setelah Jakarta. Sebagai pusat bisnis, industri, perdagangan, dan pendidikan di kawasan timur Indonesia, daerah yang mendapat julukan sebagai Kota Pahlawan ini menjadi pusat akselerasi perekonomian bagi daerah Jawa Timur dan sekitarnya. Berdirinya perusahaan-perusahaan ternama seperti PT Sampoerna Tbk, Wing s Group, Maspion, Unilever maupun PT PAL mengindikasikan bahwa Surabaya memiliki corak industri yang cukup dominan. Belum lagi perusahaan Rokok Sampoerna, UBM Biskuit, Viva Cosmetics, Industri Emas UBS, serta Bogasari yang telah terlebih dahulu dikenal sebagai produk Kota Surabaya. Secara spasial, persebaran industri juga semakin pesat. Di daerah selatan kota, terdapat kawasan industri Rungkut atau Brebek Industri, SIER (Surabaya Industrial Estate Rungkut PT. Persero). Sementara di bagian utara telah dibangun kawasan industri dan pergudangan Tambak Langon-Kalianak-Margamulyo yang berintegrasi dengan pelabuhan Tanjung Perak dan jalan tol dan pusat grosir (Kembang Jepun dan Pasar Turi).

79 67 Sektor lain yang juga tidak kalah penting dalam memberikan kontribusi bagi perekonomian Surabaya adalah sektor tersier, khususnya sektor perdagangan, hotel dan restoran. Sektor yang sering disebut sebagai motor penyelamat ekonomi ini, sampai saat ini masih menunjukkan eksistensinya dalam meningkatkan pertumbuhan. Dalam kurun waktu 2008 hingga 2010, sektor ini memberikan kontribusi rata-rata sebesar 42,96 persen bagi penciptaan PDRB Kota Surabaya. Letak geografis yang sangat strategis serta dukungan jumlah penduduk yang begitu besar, menjadikan sektor ini berkembang sangat pesat. Kurang lebih belasan mal besar dan puluhan supermarket serta pusat perbelanjaan modern ternama terdapat di kota ini seperti Tunjungan Plaza, Pakuwon Trade Center, Supermall Pakuwon Indah, Mal Galaxy, Surabaya Town Square (Sutos), Hi Tech Mall, Maspion Square, dan lain-lain. Bahkan baru-baru ini telah dibangun Empire Palace, yang merupakan wedding mal pertama di Indonesia. Sedangkan pusat perbelanjaan tradisional yang terkenal diantaranya Pasar Turi, Pasar Atom, dan Darmo Trade Center (DTC). Kebijakan baru Kota Surabaya untuk menciptakan kota perdagangan semakin membuka jalan sektor ini untuk terus berkembang. Prestasi gemilang dalam perekonomian tersebut, semakin lengkap dengan pencapaian pembangunan sumberdaya manusia Kota Surabaya yang optimal. Data dari BPS Provinsi Jawa Timur menggambarkan bahwa kualitas sumberdaya manusia di daerah ini secara umum masih jauh lebih baik dari rata-rata Jawa Timur sebagaimana yang terlihat pada Gambar 4.3. Bahkan jika ditinjau dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Kota Surabaya berada di urutan ke-2

80 68 setelah Kota Blitar. Kondisi ini menjadi modal penting untuk mempertahankan kemajuan daerah serta menjadikan pembangunan yang berjalan bisa terus berlanjut dan mampu memberikan dampak positif bagi keseluruhan rakyat di provinsi ini. Sumber: BPS Provinsi Jawa Timur, Gambar 4.3 Indikator Makro Sosial Kota Surabaya dan Provinsi Jawa Timur Tahun 2010 Keterangan: AHH : Angka Harapan Hidup (tahun) AKB : Angka Kematian Bayi (persen) AMH : Angka Melek Huruf (persen) RLS : Rata-rata Lama Sekolah (tahun) AKB : Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (persen) Kemiskinan : Persentase Jumlah Penduduk Miskin (persen) Pembangunan prasarana yang memadai hingga ke seluruh pelosok wilayah kota, menjadi prasyarat bagi keberhasilan pembangunan di segala bidang. Berdasarkan data Potensi Desa Tahun 2008, tercatat bahwa ketersediaan prasarana di tingkat desa/kelurahan di Kota Surabaya hampir merata. Prasarana telekomunikasi, transportasi, air, kesehatan maupun pendidikan sudah terbangun di sebagian besar wilayah kota ini, dengan rasio secara rata-rata sebesar 98,57

81 69 persen. Hal ini menjadi bukti bahwa Kota Surabaya layak untuk dijadikan teladan dalam rangka mencapai kemajuan pembangunan daerah. Kelompok 2, dengan ciri-ciri faktor ekonomi sedang, faktor sumberdaya manusia rendah, dan faktor prasarana rendah, memiliki 10 anggota, yaitu: Kabupaten Jember, Bondowoso, Situbondo, Probolinggo, Pasuruan, Bojonegoro, Bangkalan, Sampang, Pamekasan dan Sumenep. Jika diperhatikan, Kabupaten Bondowoso, Situbondo dan Probolinggo adalah kabupaten yang berada di Kawasan Tapal Kuda. Disebut demikian karena dalam peta bentuknya mirip tapal kuda. Kuatnya pengaruh kultur Madura merupakan ciri dari kawasan ini. Hal tersebut dinilai wajar karena mayoritas penduduknya adalah suku Madura. Sedangkan Kabupaten Bangkalan, Sampang, Pamekasan dan Sumenep merupakan kabupaten yang berada di wilayah Pulau Madura. Pegunungan kapur yang sama-sama terdapat di ketujuh kabupaten ini menyebabkan aktivitas perekonomian wilayahnya kurang bisa berkembang dengan baik. Areal persawahan sering dilanda kekeringan sehingga sebagian besar penduduknya lebih memilih untuk menjadi nelayan. Prasarana pendidikan maupun kesehatan yang masih terbatas menyebabkan kualitas sumberdaya manusia kelompok ini masih kalah jika dibandingkan dengan kabupaten/kota lain. Hal ini tercermin pada rendahnya nilai skor faktor sumberdaya manusia yaitu -1,12. Akan tetapi kabupatenkabupaten tersebut mempunyai potensi untuk berkembang, seperti Bangkalan. Kabupaten ini masuk dalam wilayah pengembangan spasial Provinsi Jawa Timur yang sering disebut wilayah Gerbangkertasusila (Gresik, Bangkalan,

82 70 Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo dan Lamongan). Bahkan, saat ini telah terbangun Jembatan Suramadu yang menghubungkan Pulau Madura dengan Kota Surabaya. Kondisi ini tentu bisa mendukung proses pembangunan kabupaten ini dan mengatasi kesenjangan antara Pulau Madura dengan wilayah di Jawa Timur yang lain. Hal yang sama juga terjadi pada Kabupaten Bojonegoro. Temuan sumur minyak yang sangat melimpah bisa menjadi peluang bagi pengembangan daerah. Di Kabupaten Jember, yang menjadi sentra industri berbasis perkebunan khususnya tembakau, diyakini bisa terus berkembang pesat. Sebagai salah satu wilayah penghasil tembakau di Jawa Timur (di samping Kabupaten Probolinggo, Bojonegoro, Pamekasan dan Sumenep), kontribusi agroindustri terhadap pendapatan daerah kabupaten ini cukup besar. Hal yang terpenting adalah adanya dukungan infrastruktur yang memadai khususnya yang mampu menjangkau wilayah perdesaan sehingga mampu mengurangi ekonomi biaya tinggi. Bencana lumpur yang terjadi di Sidoarjo dan sebagian kecil wilayah Kabupaten Pasuruan, cukup memberikan tekanan yang berarti bagi pembangunan di Kabupaten Pasuruan. Terbukti kabupaten yang merupakan salah satu basis industri di Jawa Timur ini, harus bergabung dengan kelompok yang bercirikan kinerja prasarana rendah, padahal kabupaten ini memiliki potensi ekonomi yang cukup besar. Luasnya daerah ditambah munculnya semburan lumpur tersebut, pada akhirnya membuat pembangunan prasarana perdesaan di Kabupaten Pasuruan menjadi terhambat.

83 71 Sumber: BPS Provinsi Jawa Timur, Gambar 4.4 Indikator Makro Sosial 10 Kabupaten dan Provinsi Jawa Timur Tahun 2010 Keterangan: AHH : Angka Harapan Hidup (tahun) AKB : Angka Kematian Bayi (persen) AMH : Angka Melek Huruf (persen) RLS : Rata-rata Lama Sekolah (tahun) AKB : Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (persen) Kemiskinan : Persentase Jumlah Penduduk Miskin (persen) Satu ciri yang identik dari kelompok ini adalah rendahnya pencapaian kinerja pembangunan manusia yang direpresentasikan oleh angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Berdasarkan data dari BPS Provinsi Jawa Timur, di Tahun 2010, kabupaten-kabupaten yang tergabung dalam kelompok ini menduduki peringkat 10 besar dari bawah, termasuk Kabupaten Jember yang berada di urutan 32. Hal ini ironis mengingat di kabupaten ini terdapat universitas negeri yang cukup terkenal, yaitu Universitas Negeri Jember, juga Kabupaten Pasuruan yang berada pada peringkat 29, cukup jauh dari daerah tetangganya, Kota Pasuruan dan Kabupaten Sidoarjo yang masing-masing

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Konsep Pembangunan Regional Pembangunan regional adalah suatu proses di mana pemerintah daerah dan seluruh komponen masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. namun jika dilihat potensi ekonomi dan karakteristik yang ada pada tiap-tiap daerah

BAB I PENDAHULUAN. namun jika dilihat potensi ekonomi dan karakteristik yang ada pada tiap-tiap daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan nasional menjadi bagian utama dalam penyelenggaraan suatu negara. Untuk menjamin keserasian dan keterpaduan pembangunan nasional perlu diusahakan keselarasan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menilai keberhasilan pembangunan dan upaya memperkuat daya saing ekonomi daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan

I.PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan I.PENDAHULUAN A.Latar Belakang Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan ekonomi, hal ini disebabkan karena terjadinya keterbelakangan ekonomi. Pembangunan di bidang ekonomi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN PROVINSI GORONTALO : IDENTIFIKASI SEKTOR-SEKTOR UNGGULAN DWI MUSLIANTI H

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN PROVINSI GORONTALO : IDENTIFIKASI SEKTOR-SEKTOR UNGGULAN DWI MUSLIANTI H PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN PROVINSI GORONTALO 2001-2008: IDENTIFIKASI SEKTOR-SEKTOR UNGGULAN DWI MUSLIANTI H 14094014 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai suatu bangsa dan negara besar dengan pemilikan sumber daya alam yang melimpah, dalam pembangunan ekonomi yang merupakan bagian dari pembangunan nasional

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bogor merupakan sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kedudukan Kota Bogor yang terletak di antara wilayah Kabupaten Bogor dan dekat dengan Ibukota Negara

Lebih terperinci

ANALISIS KUALITAS PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI MALUKU UTARA TAHUN OLEH ACHMAD SOBARI H

ANALISIS KUALITAS PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI MALUKU UTARA TAHUN OLEH ACHMAD SOBARI H ANALISIS KUALITAS PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI MALUKU UTARA TAHUN 2000-2008 OLEH ACHMAD SOBARI H14094015 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 RINGKASAN ACHMAD

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan antar daerah. Pelaksanaan pembangunan

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan sebagai perangkat yang saling berkaitan dalam

I.PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan sebagai perangkat yang saling berkaitan dalam I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan sebagai perangkat yang saling berkaitan dalam struktur perekonomian yang diperlukan bagi terciptanya pertumbuhan yang terus menerus. Pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan, yang dilakukan setiap negara ataupun wilayah-wilayah administrasi dibawahnya, sejatinya membutuhkan pertumbuhan, pemerataan dan keberlanjutan. Keberhasilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kependudukan dan pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kependudukan dan pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kependudukan dan pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan yang sangat erat, jumlah penduduk menentukan efisiensi perekonomian dan kualitas dari tenaga kerja itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari definisi ini bahwa pembangunan ekonomi mempunyai tiga sifat penting

BAB I PENDAHULUAN. dari definisi ini bahwa pembangunan ekonomi mempunyai tiga sifat penting 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pengertian pembangunan ekonomi secara essensial dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita penduduk suatu masyarakat meningkat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan ekonomi merupakan serangkaian usaha untuk mengembangkan perekonomian sehingga menimbulkan perubahan pada struktur perekonomian. Sebagai implikasi dari perkembangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. setiap negara yang ada di dunia untuk berlomba lomba meningkatkan daya

I. PENDAHULUAN. setiap negara yang ada di dunia untuk berlomba lomba meningkatkan daya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berkembangnya perekonomian dunia pada era globalisasi seperti saat ini memacu setiap negara yang ada di dunia untuk berlomba lomba meningkatkan daya saing. Salah satu upaya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada, dengan menjalin pola-pola kemitraan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akademisi ilmu ekonomi, secara tradisional pembangunan dipandang sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akademisi ilmu ekonomi, secara tradisional pembangunan dipandang sebagai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Pembangunan Ekonomi Pembangunan ekonomi memiliki pengertian yang sangat luas. Menurut akademisi ilmu ekonomi, secara tradisional pembangunan dipandang sebagai suatu fenomena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang terjadi. Bagi daerah, indikator ini penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang terjadi. Bagi daerah, indikator ini penting untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan laju pertumbuhan yang dibentuk dari berbagai macam sektor ekonomi yang secara tidak langsung menggambarkan tingkat pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Usaha ini

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Usaha ini BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pada hakekatnya, pembangunan ekonomi adalah serangkaian usaha dan kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Usaha ini ditujukkan melalui memperluas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara ataupun daerah. Pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau.

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang 18.110 pulau. Sebaran sumberdaya manusia yang tidak merata

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (1) pertumbuhan, (2) penanggulangan kemiskinan, (3) perubahan atau

I. PENDAHULUAN. (1) pertumbuhan, (2) penanggulangan kemiskinan, (3) perubahan atau I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya pembangunan ekonomi mempunyai empat dimensi pokok yaitu: (1) pertumbuhan, (2) penanggulangan kemiskinan, (3) perubahan atau transformasi ekonomi, dan (4)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan laju dari pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh suatu negara untuk memperkuat proses perekonomian menuju perubahan yang diupayakan

Lebih terperinci

PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PERTUMBUHAN EKONOMI DAN MENGURANGI KETIMPANGAN PENDAPATAN DI PEMERINTAH ACEH OLEH AGUS NAUFAL H

PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PERTUMBUHAN EKONOMI DAN MENGURANGI KETIMPANGAN PENDAPATAN DI PEMERINTAH ACEH OLEH AGUS NAUFAL H PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PERTUMBUHAN EKONOMI DAN MENGURANGI KETIMPANGAN PENDAPATAN DI PEMERINTAH ACEH OLEH AGUS NAUFAL H14052333 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk. membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk. membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus 13 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus dilaksanakan dengan berpedoman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. jangka panjang (Sukirno, 2006). Pembangunan ekonomi juga didefinisikan

I. PENDAHULUAN. jangka panjang (Sukirno, 2006). Pembangunan ekonomi juga didefinisikan I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Pembangunan ekonomi pada umumnya didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu wilayah meningkat dalam jangka panjang (Sukirno,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi antar wilayah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi antar wilayah BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Ketimpangan Ekonomi Antar Wilayah Ketimpangan ekonomi antar wilayah merupaka ketidakseimbangan pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan BAB I PENDAHULUAN 1. A 1.1 Latar Belakang Kewenangan Pemerintah Daerah menjadi sangat luas dan strategis setelah pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang

Lebih terperinci

ANALISIS KETIMPANGAN DAN FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BANTEN OLEH ANDRI PRIYANTO H

ANALISIS KETIMPANGAN DAN FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BANTEN OLEH ANDRI PRIYANTO H ANALISIS KETIMPANGAN DAN FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BANTEN OLEH ANDRI PRIYANTO H14094023 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan pendapatan perkapita sebuah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sektor utama ke ekonomi modern yang didominasi oleh sektor-sektor

BAB 1 PENDAHULUAN. sektor utama ke ekonomi modern yang didominasi oleh sektor-sektor BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi dalam periode jangka panjang, mengikuti pertumbuhan pendapatan nasional, akan membawa suatu perubahan mendasar dalam struktur ekonomi, dari ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi dalam periode jangka panjang mengikuti

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi dalam periode jangka panjang mengikuti BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi dalam periode jangka panjang mengikuti pertumbuhan pendapatan perkapita, akan membawa suatu perubahan mendasar dalam struktur ekonomi, dari ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keberlanjutan pembangunan dari masyarakat agraris menjadi masayarakat industri.

I. PENDAHULUAN. keberlanjutan pembangunan dari masyarakat agraris menjadi masayarakat industri. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada hakekatnya pembangunan ekonomi mempunyai empat dimensi pokok yaitu pertumbuhan, penanggulangan kemiskinan, perubahan atau transformasi ekonomi dan keberlanjutan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia ( Sadono Sukirno, 1996:33). Pembangunan ekonomi daerah

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia ( Sadono Sukirno, 1996:33). Pembangunan ekonomi daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi adalah suatu usaha untuk meningkatkan pendapatan perkapita dengan cara mengolah kekuatan ekonomi potensial menjadi ekonomi riil melalui

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang 11 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR

4 GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 44 Keterbatasan Kajian Penelitian PKL di suatu perkotaan sangat kompleks karena melibatkan banyak stakeholder, membutuhkan banyak biaya, waktu dan tenaga. Dengan demikian, penelitian ini memiliki beberapa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menyebabkan GNP (Gross National Product) per kapita atau pendapatan

I. PENDAHULUAN. menyebabkan GNP (Gross National Product) per kapita atau pendapatan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum pembangunan ekonomi didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan GNP (Gross National Product) per kapita atau pendapatan masyarakat meningkat dalam periode

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk meningkatkan pengetahuan manusia, kreativitas dan keterampilan serta kemampuan orang-orang dalam masyarakat. Pengembangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki peran penting bagi perekonomian nasional. Berdasarkan sisi perekonomian secara makro, Jawa Barat memiliki

Lebih terperinci

mencerminkan tantangan sekaligus kesempatan. Meningkatnya persaingan antar negara tidak hanya berdampak pada perekonomian negara secara keseluruhan,

mencerminkan tantangan sekaligus kesempatan. Meningkatnya persaingan antar negara tidak hanya berdampak pada perekonomian negara secara keseluruhan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat persaingan antarnegara dari waktu ke waktu semakin tinggi sebagai dampak dari munculnya fenomena globalisasi ekonomi. Globalisasi mencerminkan tantangan sekaligus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang.

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. Gouws (2005) menyatakan perluasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan perhatian utama semua negara terutama

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan perhatian utama semua negara terutama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan perhatian utama semua negara terutama negara berkembang. Pembangunan ekonomi dicapai diantar anya dengan melakukan usaha-usaha untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS A. Tinjauan Penelitian Terdahulu Kuncoro (2014), dalam jurnal Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Tingkat Pengangguran dan Pendidikan terhadap Tingkat Kemiskinan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan suatu daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan suatu daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembangunan suatu daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Kerangka kebijakan pembangunan suatu daerah sangat tergantung pada permasalahan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan pendapatan perkapita sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi yang terpadu merupakan segala bentuk upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara ekonomi yang ditunjang oleh kegiatan non ekonomi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dalam struktur dan corak kegiatan ekonomi. 1. perkembangan ekonomi dan mempercepat pertumbuhan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dalam struktur dan corak kegiatan ekonomi. 1. perkembangan ekonomi dan mempercepat pertumbuhan ekonomi. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan proses perubahan pada masyarakat yang diikuti penyesuaian sistem sosial untuk mencapai kesejahterahan masyarakat. Pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan. Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi. Jurusan Ekonomi Pembangunan.

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan. Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi. Jurusan Ekonomi Pembangunan. ANALISI EKONOMI REGIONAL PADA SATUAN WILAYAH PEMBANGUNAN IV PROVINSI JAWA TIMUR ( KABUPATEN JEMBER, KABUPATEN BONDOWOSO, KABUPATEN SITUBONDO) (DENGAN MENGGUNAKAN ANALISIS LOCATION QUOTION) SKRIPSI Diajukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam proses pembangunan, khususnya di negara-negara berkembang. Hal ini

I. PENDAHULUAN. dalam proses pembangunan, khususnya di negara-negara berkembang. Hal ini I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ketenagakerjaan merupakan salah satu aspek yang sangat menonjol dalam proses pembangunan, khususnya di negara-negara berkembang. Hal ini disebabkan masalah ketenagakerjaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu maka pelaksanaan otonomi daerah. pendapatan dan pembiayaan kebutuhan pembangunan di daerahnya.

I. PENDAHULUAN. dan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu maka pelaksanaan otonomi daerah. pendapatan dan pembiayaan kebutuhan pembangunan di daerahnya. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan daerah sebagai bagian tak terpisahkan dari pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan upaya peningkatan kapasitas pemerintahan daerah agar tercipta suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Isi pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 diantaranya menyatakan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Isi pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 diantaranya menyatakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isi pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 diantaranya menyatakan bahwa salah satu tujuan negara Indonesia adalah untuk memajukan kesejahteraan umum. Hal ini tidak terlepas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat melalui beberapa proses dan salah satunya adalah dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah berorientasi pada proses. Suatu proses yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah berorientasi pada proses. Suatu proses yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penelitian Pembangunan ekonomi daerah berorientasi pada proses. Suatu proses yang melibatkan pembentukan institusi baru, pembangunan industri alternatif, perbaikan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 20 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada awalnya ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita, dengan asumsi pada saat pertumbuhan dan pendapatan perkapita tinggi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional yang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih dikenal dengan istilah otonomi daerah sebagai salah satu wujud perubahan fundamental terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Dalam konteks bernegara, pembangunan diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Dalam konteks bernegara, pembangunan diartikan sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan proses perbaikan kualitas segenap bidang kehidupan manusia. Dalam konteks bernegara, pembangunan diartikan sebagai usaha untuk memajukan kehidupan

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG 2008 2011 NOMOR KATALOG : 9302008.1114 UKURAN BUKU JUMLAH HALAMAN : 21,00 X 28,50 CM : 78 HALAMAN + XIII NASKAH : - SUB BAGIAN TATA USAHA - SEKSI STATISTIK SOSIAL

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator ekonomi antara lain dengan mengetahui pendapatan nasional, pendapatan per kapita, tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG MASALAH Dinamika yang terjadi pada sektor perekonomian Indonesia pada masa lalu

BAB I PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG MASALAH Dinamika yang terjadi pada sektor perekonomian Indonesia pada masa lalu BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Dinamika yang terjadi pada sektor perekonomian Indonesia pada masa lalu menunjukkan ketidak berhasilan dan adanya disparitas maupun terjadinya kesenjangan pendapatan

Lebih terperinci

DAMPAK KENAIKAN HARGA BBM TERHADAP KINERJA SEKTORAL (Analisis Tabel I-O Indonesia Tahun 2005) OLEH TRI ISDINARMIATI H

DAMPAK KENAIKAN HARGA BBM TERHADAP KINERJA SEKTORAL (Analisis Tabel I-O Indonesia Tahun 2005) OLEH TRI ISDINARMIATI H DAMPAK KENAIKAN HARGA BBM TERHADAP KINERJA SEKTORAL (Analisis Tabel I-O Indonesia Tahun 2005) OLEH TRI ISDINARMIATI H14094022 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka pencapaian tujuan dan sasaran pembangunan yang disesuaikan dengan potensi dan permasalahan pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah ekonomi dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi yag pesat merupakan feneomena penting yang

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah ekonomi dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi yag pesat merupakan feneomena penting yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah ekonomi dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi yag pesat merupakan feneomena penting yang dialami dunia hanya semenjak dua abad

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu daerah pada periode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan ekonomi suatu negara akan mengalami kemajuan jika diiringi dengan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan ekonomi suatu negara akan mengalami kemajuan jika diiringi dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi suatu negara akan mengalami kemajuan jika diiringi dengan pertumbuhan ekonomi di daerah-daerahnya. Hal tersebut dapat dilihat dari sistem distribusi

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI DAN KONSEP. pendapatan perkapita riil penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka

BAB II KERANGKA TEORI DAN KONSEP. pendapatan perkapita riil penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka BAB II KERANGKA TEORI DAN KONSEP 2.1.Pembangunan Ekonomi Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita riil penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang (Sukirno

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan trend ke arah zona ekonomi sebagai kota metropolitan, kondisi ini adalah sebagai wujud dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, sehingga pembangunan bidang pertambangan merupakan tanggung jawab bersama. Oleh karenanya

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH JUMLAH TENAGA KERJA, INVESTASI DAN INFLASI TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI JAWA TIMUR SKRIPSI

ANALISIS PENGARUH JUMLAH TENAGA KERJA, INVESTASI DAN INFLASI TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI JAWA TIMUR SKRIPSI ANALISIS PENGARUH JUMLAH TENAGA KERJA, INVESTASI DAN INFLASI TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI JAWA TIMUR SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jawa Timur Untuk

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; A. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi (economic growth) merupakan salah satu indikator yang

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI SEKTOR EKONOMI KABUPATEN SUMENEP DAN KABUPATEN PAMEKASAN

ANALISIS POTENSI SEKTOR EKONOMI KABUPATEN SUMENEP DAN KABUPATEN PAMEKASAN ANALISIS POTENSI SEKTOR EKONOMI KABUPATEN SUMENEP DAN KABUPATEN PAMEKASAN SKRIPSI Oleh : NINDY PETRIYATI 1011010033/ FEB/ EP FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAWA TIMUR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, dan (4) keberlanjutan pembangunan dari masyarakat agraris menjadi

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, dan (4) keberlanjutan pembangunan dari masyarakat agraris menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada dasarnya pembangunan ekonomi mempunyai empat dimensi pokok yaitu: (1) pertumbuhan, (2) penanggulangan kemiskinan, (3) perubahan atau transformasi ekonomi, dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah suatu negara yang mempunyai latar belakang perbedaan antar

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah suatu negara yang mempunyai latar belakang perbedaan antar I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah suatu negara yang mempunyai latar belakang perbedaan antar daerah, dimana perbedaan antar daerah merupakan konsekuensi logis dari perbedaan karakteristik

Lebih terperinci

Pemanfaatan DATA Statistik Dalam Perencanaan Pembangunan Daerah

Pemanfaatan DATA Statistik Dalam Perencanaan Pembangunan Daerah BADAN PUSAT STATISTIK Kabupaten Bandung Pemanfaatan DATA Statistik Dalam Perencanaan Pembangunan Daerah Soreang, 1 Oktober 2015 Ir. R. Basworo Wahyu Utomo Kepala BPS Kabupaten Bandung Data adalah informasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dengan jalan mengolah sumberdaya ekonomi potensial menjadi ekonomi riil

I. PENDAHULUAN. dengan jalan mengolah sumberdaya ekonomi potensial menjadi ekonomi riil 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi adalah usaha meningkatkan pendapatan perkapita dengan jalan mengolah sumberdaya ekonomi potensial menjadi ekonomi riil melalui penanaman modal,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam pembangunan adalah IPM (Indeks Pembangunan Manusia). Dalam. mengukur pencapaian pembangunan sosio-ekonomi suatu negara yang

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam pembangunan adalah IPM (Indeks Pembangunan Manusia). Dalam. mengukur pencapaian pembangunan sosio-ekonomi suatu negara yang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesejahteraan masyarakat merupakan hal yang harus dicapai dalam pembangunan. Adapun salah satu indikator untuk mengukur keberhasilan dalam pembangunan adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengukur keberhasilan pembangunan ekonomi di daerah adalah pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. mengukur keberhasilan pembangunan ekonomi di daerah adalah pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses pembangunan daerah diarahkan pada peningkatan pertumbuhan ekonomi dan pemerataan hasil-hasil pembangunan yang dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Jangka Panjang tahun 2005 2025 merupakan kelanjutan perencanaan dari tahap pembangunan sebelumnya untuk mempercepat capaian tujuan pembangunan sebagaimana

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI SEKTOR BASIS DAN KETIMPANGAN ANTAR WILAYAH DI PROVINSI PAPUA OLEH BAMBANG WAHYU PONCO AJI H

IDENTIFIKASI SEKTOR BASIS DAN KETIMPANGAN ANTAR WILAYAH DI PROVINSI PAPUA OLEH BAMBANG WAHYU PONCO AJI H IDENTIFIKASI SEKTOR BASIS DAN KETIMPANGAN ANTAR WILAYAH DI PROVINSI PAPUA OLEH BAMBANG WAHYU PONCO AJI H14084025 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN

Lebih terperinci

KETIMPANGAN DAN PENGARUH INFRASTRUKTUR TERHADAP PEMBANGUNAN EKONOMI KAWASAN BARAT INDONESIA (KBI) OLEH RINDANG BANGUN PRASETYO H

KETIMPANGAN DAN PENGARUH INFRASTRUKTUR TERHADAP PEMBANGUNAN EKONOMI KAWASAN BARAT INDONESIA (KBI) OLEH RINDANG BANGUN PRASETYO H KETIMPANGAN DAN PENGARUH INFRASTRUKTUR TERHADAP PEMBANGUNAN EKONOMI KAWASAN BARAT INDONESIA (KBI) OLEH RINDANG BANGUN PRASETYO H14084020 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESEMPATAN KERJA DI JAWA TENGAH PERIODE TAHUN

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESEMPATAN KERJA DI JAWA TENGAH PERIODE TAHUN ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESEMPATAN KERJA DI JAWA TENGAH PERIODE TAHUN 1985-2007 SKRIPSI Disusun untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar kesarjanaan S-1 pada Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM

PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM Konsentrasi pembangunan perekonomian Kota Batam diarahkan pada bidang industri, perdagangan, alih kapal dan pariwisata. Akibat krisis ekonomi dunia pada awal tahun 1997 pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pembangunan harus dipandang sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah pembangunan manusia seutuhnya serta

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah pembangunan manusia seutuhnya serta I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional adalah pembangunan manusia seutuhnya serta pembangunan seluruh aspek kehidupan masyarakat. Hakikat pembangunan ini mengandung makna bahwa pembangunan

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 Nomor Katalog : 9302001.9416 Ukuran Buku : 14,80 cm x 21,00 cm Jumlah Halaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membentuk kerja sama antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk

BAB I PENDAHULUAN. membentuk kerja sama antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah daerah dam masyarakatnya mengelola sumber daya yang ada dan membentuk kerja sama antara pemerintah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah adalah hak dan wewenang daerah untuk mengatur dan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah adalah hak dan wewenang daerah untuk mengatur dan 16 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah adalah hak dan wewenang daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Urusan rumah tangga sendiri ialah urusan yang lahir atas dasar prakarsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu pertumbuhan, penanggulangan kemiskinan, perubahan atau transformasi

BAB I PENDAHULUAN. yaitu pertumbuhan, penanggulangan kemiskinan, perubahan atau transformasi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada dasarnya pembangunan ekonomi mempunyai empat dimensi pokok yaitu pertumbuhan, penanggulangan kemiskinan, perubahan atau transformasi ekonomi dan keberlanjutan

Lebih terperinci

PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI DAN KESEMPATAN KERJA DI INDONESIA (ANALISA INPUT OUTPUT)

PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI DAN KESEMPATAN KERJA DI INDONESIA (ANALISA INPUT OUTPUT) M-4 PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI DAN KESEMPATAN KERJA DI INDONESIA (ANALISA INPUT OUTPUT) Arif Rahman Hakim 1), Rai Rake Setiawan 2), Muhammad Safar Nasir 3), Suripto 4), Uswatun Khasanah 5) 1,2,3,4,5) Prodi

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN KABUPATEN WAROPEN

IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN KABUPATEN WAROPEN IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN KABUPATEN WAROPEN Muhammad Fajar Kasie Statistik Sosial BPS Kab. Waropen Abstraksi Tujuan dari studi ini adalah untuk mengetahui deskripsi ekonomi Kabupaten Waropen secara

Lebih terperinci

Analisa Keterkaitan Ketimpangan Pembangunan Antar Daerah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Wilayah Sumatera

Analisa Keterkaitan Ketimpangan Pembangunan Antar Daerah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Wilayah Sumatera Analisa Keterkaitan Ketimpangan Pembangunan Antar Daerah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Wilayah Sumatera Tiur Roida Simbolon Ilmu Ekonomi Regional, Fakultas Ekonomi Pascasarjana Unimed, Medan e-mail :

Lebih terperinci

ABSTRAK. ketimpangan distribusi pendapatan, IPM, biaya infrastruktur, investasi, pertumbuhan ekonomi.

ABSTRAK. ketimpangan distribusi pendapatan, IPM, biaya infrastruktur, investasi, pertumbuhan ekonomi. Judul : Analisis Pengaruh Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Biaya Infrastruktur, dan Investasi Terhadap Ketimpangan Distribusi Pendapatan Melalui Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Bali Nama : Diah Pradnyadewi

Lebih terperinci

ANALISA PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KETIMPANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH DI PULAU SUMATERA. Etik Umiyati

ANALISA PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KETIMPANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH DI PULAU SUMATERA. Etik Umiyati Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi) ANALISA PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KETIMPANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH DI PULAU SUMATERA Etik Umiyati ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. setiap negara, terutama di negara-negara berkembang. Negara terbelakang atau

I. PENDAHULUAN. setiap negara, terutama di negara-negara berkembang. Negara terbelakang atau I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan merupakan suatu masalah yang dihadapi dan menjadi perhatian di setiap negara, terutama di negara-negara berkembang. Negara terbelakang atau berkembang adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan. swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang

BAB I PENDAHULUAN. dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan. swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang Analisis struktur perekonomian kota Depok sebelum dan sesudah otonomi daerah UNIVERSITAS SEBELAS MARET Oleh: HARRY KISWANTO NIM F0104064 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan daerah merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu upaya meningkatkan taraf hidup

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu upaya meningkatkan taraf hidup I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu upaya meningkatkan taraf hidup masyarakat, memperluas lapangan kerja, pemerataan pembagian pendapatan masyarakat, meningkatkan hubungan

Lebih terperinci

2.2 EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN RKPD SAMPAI DENGAN TAHUN 2013 DAN REALISASI RPJMD

2.2 EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN RKPD SAMPAI DENGAN TAHUN 2013 DAN REALISASI RPJMD 143 2.2 EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN RKPD SAMPAI DENGAN TAHUN 2013 DAN REALISASI RPJMD 2.2.1 Evaluasi Indikator Kinerja Utama Pembangunan Daerah Kinerja pembangunan Jawa Timur tahun 2013 diukur

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N. sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai

BAB I P E N D A H U L U A N. sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai BAB I P E N D A H U L U A N 1.1 Latar Belakang Investasi infrastruktur transportasi dalam pembangunan ekonomi penting sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai sarana untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan ekonomi, pertumbuhan ekonomi, dan teori konvergensi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan ekonomi, pertumbuhan ekonomi, dan teori konvergensi. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai teori yang menjadi dasar dari pokok permasalahan yang diamati. Teori yang dibahas dalam bab ini terdiri dari pengertian pembangunan ekonomi,

Lebih terperinci