Bab III Prosedur dan Data Teknis

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Bab III Prosedur dan Data Teknis"

Transkripsi

1 Bab III Prosedur dan Data Teknis 3.1 Prosedur Analisis Prosedur analisis kelayakan sistem tata udara dan penyediaan air panas distrik adalah sebagai berikut: Pengumpulan data teknis berupa hasil perancangan sistem tata udara distrik dan sistem penyediaan air panas distrik. Penggabungan data dari kedua sistem menjadi satu sistem utuh yang sinkron. Analisis biaya yang mencakup biaya investasi awal (persiapan dan pemasangan) dan biaya tahunan. Perbandingan sistem distrik dengan sistem konvensional. Analisis manfaat berupa penghematan energi yang dikonsumsi. Penentuan tarif jual energi kepada konsumen. Analisis aliran kas tahunan dan kelayakan investasi. 3.2 Data Umum Penentuan Kawasan Kriteria kawasan yang dicari untuk perancangan sistem tata udara dan penyediaan air panas distrik ini adalah kawasan yang membutuhkan pendinginan dan penyediaan air panas dalam jumlah besar. Kawasan yang dipilih adalah perumahan Batununggal Indah yang terletak di Jalan SoekarnoHatta, Bandung. Kawasan ini terdiri dari tujuh tahap pembangunan. Tujuh daerah tahapan yang dijadikan sebagai blok perancangan studi kasus penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran A. 11

2 3.2.2 Fungsi dan Data Bangunan Fungsi bangunan dalam kawasan ini adalah rumah tinggal. Dalam kawasan ini, terdapat beberapa tipe rumah yang tersedia. Untuk mempermudah analisis, diambil lima belas tipe rumah yang berbeda disesuaikan dengan luas tanah tiap kavling yang tersedia. Kapasitas hunian tiap rumah berbedabeda sesuai fasilitas yang terdapat pada masingmasing rumah. Jumlah rumah tiap blok dan tiap tipe beserta kapasitas huniannya dapat dilihat pada tabel 3.1. Tipe Rumah Tabel 3.1 Jumlah Rumah dan Kapasitas Hunian Kapasitas Hunian Jumlah Rumah Blok 1 Blok 2 Blok 3 Blok 4 Blok 5 Blok 6 Blok 7 Total 65/ / / / / / / / / / / / / / / Total

3 3.3 Data Teknis Sistem Tata Udara Distrik Beban Pendinginan Berdasarkan kondisi geografis Bandung yang terletak pada 6,5 o LS, 107 o BT, ketinggian 791 meter di atas permukaan laut serta kondisi rancangan udara dalam ruangan dengan temperatur bola kering 25 C+1 C dan kelembaban relatif 60%+10%, diperoleh estimasi beban pendinginan kawasan Batununggal Indah seperti diberikan pada Tabel 3.2 [5], sedangkan beban pendinginan maksimum per ruangan dapat dilihat pada Tabel 3.3 [5]. Tabel 3.2 Beban Pendinginan Kawasan (Watt) Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agus Sept Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agus Sept Okt Nov Des

4 Tabel 3.2 (lanjutan) Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agus Sept Okt Nov Des Tipe rumah Tabel 3.3 Beban Pendinginan Maksimum per Ruangan (Watt) Ruang Tidur Utama Ruang Tidur 1 Ruang Tidur 2 Ruang Tidur 3 Ruang Tidur 4 Ruang Tamu Ruang Keluarga 65/ / / / / / / / / / Ruang Duduk 185/ / / / / Dengan datadata di Tabel 3.2 dan 3.3, dipilih sistem pendingin sentral watercooled chiller yang secara skematis diberikan pada Gambar 3.1, dengan pertimbangan sistem sentral lebih hemat energi dibandingkan konvensional. Perancangan masingmasing komponen sistem seperti pemipaan, pompa, cooling tower dan chiller diberikan pada sub pasal berikut [5]. 14

5 Gambar 3.1 Skematis sistem central watercooled chiller Sistem Pemipaan Air Dingin Layout sistem pemipaan air sistem tata udara distrik terdiri dari sistem pemipaan air dingin (chilled water) dan sistem pemipaan air pendingin kondensor. Layout piping ditampilkan pada Lampiran A. Pipa yang digunakan dalam sistem tata udara distrik ini adalah jenis Black Steel Pipe, schedule 40. Pipa ini dipilih karena ketersediaannya di pasaran, harga yang lebih murah dibanding dengan pipapipa air pada umumnya dan memiliki ketahanan korosi yang baik. Pemipaan dibagi menjadi pemipaan supply dan return. Ukuran pipa supply yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 3.4, sedangkan untuk pipa return pada Tabel

6 Pipa Supply Header Suction Tabel 3.4 Sistem Pemipaan Supply GPM Dia(in) L(m) Fitting elbow red tee tee Tahap 1 1BB 2636, , BBBK 549, , BKBN 382, BNBO 152,79 3,5 250,5 14 Tahap 6 1CB 2314, ,3 3 1 CBCK 522, CKCL 356, CLCM 130, Tahap 7 1DB 2077, , DBDK 388, DKDL 279, DLDM 146, ,3 18 Tahap 5 4H 862, , HHQ 204, , HQHP 122, ,78 29 Tahap , , , , , , ,69 3,5 243,5 20 Tahap , , ,1 14 0, , , , , ,1 14 5, , , , , , , , , , , , , , ,4 12 5, , , , , , , , , , ,5 1 Tahap , , , ,32 8 8,5 1 16

7 Pipa Supply Header Suction Tabel 3.4 (lanjutan) GPM Dia(in) L(m) Fitting elbow red tee tee 774, , ,35 6 8, , , ,28 6 8, , ,65 5 8, , , ,42 2,5 377,52 22 Tabel 3.5 Sistem Pemipaan Return Pipa Return Header Suction GPM Dia(in) L(m) Fitting elbow red tee tee Tahap 1 1BB 2636, , BBBK 549, , BKBN 382, BNBO 152,79 3,5 250,5 14 Tahap 6 1CB 2314, , CBCK 522, CKCL 356, CLCM 130, Tahap 7 1DB 2092, , DBDK 388, DKDL 279, DLDM 146, ,3 18 Tahap 5 4H 862, , HHQ 204, , HQHP 122, ,78 29 Tahap , , , , , , ,69 3,5 243,5 20 Tahap , , ,1 14 0, , , , , ,1 14 5, , , , , , , , ,

8 Pipa Return Header Suction Tabel 3.5 (lanjutan) GPM Dia(in) L(m) Fitting elbow red tee tee 2118, , , , , ,4 12 5, , , , , , , , , , ,5 1 Tahap , , , ,32 8 8, , , ,35 6 8, , , ,28 6 8, , ,65 5 8, , , ,42 2,5 377, Head Loss dan Tebal Insulasi Sistem Pemipaan Air Dingin Masingmasing blok memiliki kebutuhan pendinginan yang berbedabeda sehingga memiliki karakteristik pemipaan dan head loss yang berbeda pula. Secara umum, pada setiap percabangan diberi katup penyeimbang, setiap cabang ke rumahrumah diberi dua katup gate sebagai penyeimbang dan pengatur laju aliran air. Data head loss untuk tiap blok dapat dilihat pada Tabel 3.6. Tabel 3.6 Head Loss Tiap Blok Head Head total Q BLOK POMPA ft H 2 O mh 2 O mh 2 O GPM m 3 /h ,32 69,29 77, ,58 598, ,53 75,45 84, ,34 525, ,07 93,29 97, ,65 475, ,36 46,44 55,73 862,60 195, ,06 84,14 88, ,16 579,14 3& ,63 109,31 113, ,09 818,94 18

9 Pompa 1 melayani blok 1, pompa 2 melayani blok 6, pompa 3 melayani blok 7, pompa 4 melayani blok 5, pompa 5 melayani blok 2, dan pompa 6 melayani blok 3 dan blok 4. Insulasi pada pemipaan air dingin dibutuhkan untuk mencegah kondensasi pada bagian luar pipa. Selain itu juga agar kenaikan temperatur air rendah, yaitu di bawah 2 o C. Bahan insulasi yang digunakan adalah cellular glass dengan konduktivitas termal 0,053 W/mK dengan tebal 1 inci Chiller Beberapa pertimbangan dalam pemilihan chiller antara lain adalah kapasitas pendinginan, efisiensi, refrigeran yang dipakai, kemudahan perawatan, dan lainlain. Berdasarkan data beban pendinginan diketahui bahwa beban pendinginan puncak terjadi pada bulan Oktober pukul sebesar 5860 TR. Chiller yang dipilih adalah water cooled chiller dari Trane tipe CenTraVac CDHG sebanyak empat unit[]. Tiga unit untuk memenuhi kebutuhan pendinginan, satu unit digunakan sebagai cadangan. Kapasitas pendinginan masingmasing unit adalah sebesar TR, sehingga kapasitas pendinginan total ketiga chiller adalah TR. Spesifikasi chiller antara lain : Kapasitas Pendinginan : TR Refrigeran : HCFC123 Fluida pendingin : Air Kompresor : Dual Centrifugal Compressor Daya Kompresor : kw Laju air di evaporator : GPM Laju air di kondensor : GPM Kondisi operasi Temperatur air masuk evaporator : 13 o C Temperatur air keluar evaporator : 6 o C Temperatur air masuk kondensor : 29 o C Temperatur air keluar kondensor : 35 o C 19

10 Beban pendinginan puncak sebesar 5860 TR dapat diatasi dengan menjalankan tiga unit chiller secara paralel. Kapasitas pendinginan total dari ketiga chiller adalah TR. Pada saatsaat tertentu misalnya malam hari hingga pagi hari dimana beban pendinginan dapat diatasi dengan dua chiller saja, salah satu chiller tidak perlu dioperasikan. Hal ini dapat menghemat pemakaian energi sehingga mengurangi biaya operasi chiller Cooling Tower Energi dalam bentuk panas yang harus dibuang ke lingkungan dari setiap chiller pada kondisi operasi optimum adalah sebesar 7324,18 TR atau 17578,02 GPM. Untuk menunjang pengoperasian chiller tersebut digunakan cooling tower buatan Super Tower Industries yang berkapasitas 6181,65 GPM. Spesifikasi cooling tower antara lain: Tipe : Round Cooling Tower Kapasitas : L/min (6181,65 GPM) Jumlah yang digunakan : 3 unit beroperasi, 1 unit cadangan Daya Fan : 60 HP (44,76 kw) Dimensi Diameter Fan : 6 m Diameter Casing : 9,6 m Tinggi : 9 m Temperatur air masuk : 35 o C Temperatur air keluar : 29 o C Temperatur udara sekitar : 27 o C Pompa Sistem Pemipaan Air Dingin dan Menara Pendingin Sistem pemipaan air dingin menggunakan pompa primer dan pompa sekunder. Pompa primer berfungsi mensirkulasikan air dingin dari dan menuju chiller melalui header. Sedangkan pompa sekunder mensirkulasikan air dingin dari header ke rumahrumah sampai kembali lagi ke header. Pompa dipilih berdasarkan head total dan kapasitas yang harus dilayani. Pompa primer harus 20

11 mengatasi debit sebesar ,42 GPM dan head total 8,43 mh 2 O. Pompa primer yang dipilih adalah Torishima tipe 98CDM 400x350 MN. Spesifikasi pompa ini antara lain: Tipe : Double Suction Kapasitas : hingga 5500 l/s Jumlah yang digunakan : 4 unit beroperasi, 1 unit cadangan Daya motor x 4 unit = 148 kw Untuk air pendingin kondensor, dibutuhkan pompa yang dapat mengatasi head sebesar 17,62 mh 2 O dengan kapasitas 17578,02 GPM. Tipe dan spesifikasi pompa air pendingin kondensor ini sama dengan pompa primer. Jumlah pompa yang digunakan empat unit beroperasi dan satu unit cadangan. Pompa sekunder melayani rumahrumah per blok yang kapasitas dan head totalnya berbedabeda. Terdapat enam jenis pompa sekunder yang masingmasing berjumlah satu unit beroperasi dan satu unit cadangan. Data pompa sekunder dapat dilihat pada Tabel 3.7. Pompa Head Total (m) Flow rate (m 3 /s) Tabel 3.7 Spesifikasi Pompa Sekunder Merk Pompa Jenis Pompa Effisiensi (%) Daya Motor (kw) Putaran motor (rpm) 1 77,91 0,17 Torishima 98CDM 300x250 EN ,97 0,15 Torishima 98CDM 300x250 EN ,86 0,13 Torishima 98CDM 250x150 BN ,73 0,05 Torishima CPCN ,71 0,16 Torishima 98CDM 300x250 EN ,88 0,23 Torishima 98CDM 300x200 CN Fan Coil Unit Unitunit fan coil diletakkan di setiap ruangan yang dikondisikan. Penentuan unit didasarkan atas besarnya beban pendinginan yang harus dilayani oleh unit tersebut. Pemilihan dilakukan dengan melihat beban maksimum yang terjadi pada ruangan tersebut. 21

12 Unitunit fan coil yang digunakan berasal dari satu perusahaan yaitu McQuay Italia. Spesifikasi secara umum unitunit fan coil dapat dilihat pada Tabel 3.8, sedangkan pemilihan unit fan coil setiap ruangan dalam setiap tipe rumah dapat dilihat pada Tabel 3.9. Tabel 3.8 Spesifikasi unit fan coil Daya Kapasitas Kapasitas Temperatur air ( o C) No. Tipe listrik Pendinginan Pendinginan (W) (W) (TR) masuk keluar , , GW , , BW , DW , MCE025EW , , AW , Tabel 3.9 Pemilihan unit fan coil tipe rumah R.Tidur U R. Tidur 1 R.Tidur 2 R.Tidur 3 R.Tidur 4 R.Tamu R. Kel R. Duduk 65/ BW 81/ GW 98/175 MCE 025EW MCE 025EW 104/ BW MCE 025EW 104/ / GW 015GW MCE 025EW 116/ / AW 156/ GW 015GW 165/ GW 22

13 Tabel 3.9 (lanjutan) tipe rumah R.Tidur U R. Tidur 1 R.Tidur 2 R.Tidur 3 R.Tidur 4 R.Tamu R. Kel R. Duduk 185/200 MCE 025EW MCE 025EW 200/ BW 248/ GW 015BW 015BW MCE 025EW MCE 025EW 270/375 MCE 025EW 030DW 294/ GW 030DW 3.4 Data Teknis Sistem Penyediaan Air Panas Distrik Kebutuhan Air Hangat dan Air Panas Kebutuhan air hangat per rumah per hari ditentukan oleh jumlah penghuni rumah tersebut. Diasumsikan kebutuhan air hangat per orang per mandi adalah 50 liter, dua kali sehari [6]. Air hangat merupakan campuran dari air dingin dan air panas dengan persentase air panas sebesar 42,9% dengan asumsi air panas bertemperatur 60 o C dan air dingin 25 o C. Kemudian untuk mencegah pengurangan jumlah air akibat kebocoran dalam pipa, maka diberikan tambahan air sebesar 20% dari kebutuhan total. Data kebutuhan air hangat dan air panas per satu kali mandi untuk tiap blok dapat dilihat pada Tabel Tabel 3.10 Kebutuhan Air Hangat dan Air Panas Blok Kebutuhan air hangat (l) Kebutuhan air panas (l) Total

14 Berdasarkan perkiraan kebutuhan air panas seperti pada Tabel 3.10, dipilih sistem penyediaan air panas dengan memanfaatkan panas buang kondensor chiller sebagai pemanas awal, ditambah sistem boiler untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Skematis sistem yang dirancang dapat dilihat pada Gambar3.2, sedangkan rancangan komponen sistem penyediaan air panas distrik diberikan pada sub pasal berikut. Gambar 3.2 Skematis sistem penyediaan air panas distrik Sistem Pemipaan Air Panas, Head Loss dan Tebal Insulasi Layout sistem pemipaan air sistem penyediaan air panas distrik ditampilkan pada Lampiran A. Pipa yang digunakan adalah jenis Black Steel Pipe, schedule 40. Pipa ini dipilih karena ketersediaannya di pasaran, harga yang lebih murah dibanding dengan pipapipa air pada umumnya dan memiliki ketahanan korosi yang baik. Ukuran pipa beserta head loss yang terjadi pada tiap blok dapat dilihat pada Tabel

15 Tabel 3.11 Sistem Pemipaan Air Panas Bagian Flow Pressure (m 3 Jenis Dia (in) L (m) Jumlah /s) drop Blok1 Run pipe ,85 Ddc 0,0051 Elbow 3,5 1 0,59 1 0,003 Run pipe ,79 dc dv 0,0012 Elbow 1 0,97 1, , ,94 Run pipe ,81 dv dw 0,0004 Elbow 1,00 1 0, ,00 Run pipe 250, ,95 dw dx 0,0003 Elbow 0, ,65 Run pipe ,28 0, Elbow 0,5 3 0, ,88 Total Penurunan Tekanan mbar 5795,79 Blok 2 Run pipe ,02 Aaa 0,0047 Elbow 3,0 1 0,93 2 0,08 Run pipe 64,5 1 64,59 aa ac 0,0035 Elbow 3,00 4 0,42 Run pipe ,46 ac ae 0,0028 Elbow 2,5 4 0,18 Run pipe ,22 ae ag 0,0019 Elbow 2,0 4 0,16 Run pipe ,32 ag ai 0,0012 Elbow 1,5 4 0,06 Run pipe ,87 ai aj 0,0005 Elbow 1,0 2 0,49 Run pipe ,26 aj a4 0,0003 Elbow 1,0 32 1,256 11,372 25

16 Bagian Flow (m3/s) 0, Tabel 3.11 (lanjutan) Jenis Dia (in) L (m) Jumlah Pressure drop Run pipe ,28 Elbow 0,5 3 0, ,88 Total Penurunan Tekanan mbar 1398,37 Blok 3 Run pipe 237, ,357 F fa 0,0040 Elbow 3,0 1 0, ,087 Run pipe 58, ,236 fa fe 0,0300 Elbow 2,50 4 0,33 Run pipe 41,5 1 55,456 fe fi 0,0020 Elbow 2,5 4 0,208 Run pipe 39,5 1 98,562 fi fm 0,0018 Elbow 2,0 4 0,236 Run pipe 37,5 1 44,506 fm fp 0,0012 Elbow 2,0 4 0,051 Run pipe ,202 fp fq 0,0005 Elbow 1,0 2 0,493 Run pipe ,531 fq fr 0,0003 Elbow 1,0 19 0,596 11,372 Run pipe ,28 0, Elbow 0,5 3 0, ,88 Total Penurunan Tekanan mbar 1265,919 Blok 4 Run pipe ,162 G ga 0,0031 Elbow 2,5 1 0, ,075 Run pipe 58, ,591 ga gd 0,0029 Elbow 2,50 1 0, ,124 Run pipe 66,5 1 82,035 gd gf 0,0024 Elbow 2,5 2 0,071 Run pipe ,794 gf gh 0,0020 Elbow 2,0 2 0,095 26

17 Bagian Flow (m3/s) gh gj 0,0016 gj gl 0,0012 gn gz 0,0004 0, Tabel 3.11 (lanjutan) Jenis Dia (in) L (m) Jumlah Pressure drop Run pipe 54,5 1 97,071 Elbow 2,0 2 0,041 Run pipe ,395 Elbow 1,5 2 0,027 Run pipe 380, ,337 Elbow 1, ,693 20,217 Run pipe ,28 Elbow 0,5 3 0, ,88 Total Penurunan Tekanan mbar 2272,04 Blok 5 Run pipe ,91 E ea 0,0020 Elbow 2,0 1 0,85 1 0,006 Run pipe ,492 ea ev 0,0004 Elbow 1,00 1 0, ,618 20,217 Run pipe ,773 ev ew 0,0003 Elbow 0,8 1 0, ,137 Run pipe ,28 0, Elbow 0,5 3 0, ,88 Total Penurunan Tekanan mbar 5697,885 Blok 6 Run pipe 745, ,496 C cc 0,0045 Elbow 3,0 1 0,85 1 0,01 Run pipe ,651 cc cv 0,0008 Elbow 1 0,43 1, , ,974 Run pipe ,427 cv cw 0,0006 Elbow 1,50 1 0, ,362 Run pipe ,208 cw cx 0,0002 Elbow 0,8 15 0,629 27

18 Bagian Flow (m3/s) 0, Tabel 3.11 (lanjutan) Jenis Dia (in) L (m) Jumlah Pressure drop Run pipe ,28 Elbow 0,5 3 0, ,88 Total Penurunan Tekanan mbar 3512,688 Blok 7 Run pipe ,839 C cc 0,0044 Elbow 3,0 1 0, ,009 Run pipe ,651 cc cv 0,0008 Elbow 1,50 1 0, , ,974 Run pipe ,24 cv cw 0,0006 Elbow 1,50 1 0, ,144 Run pipe ,645 cw cx 0,0002 Elbow 0,8 18 0,734 Run pipe ,28 0, Elbow 0,5 3 0, ,88 Total Penurunan Tekanan mbar 3853,124 Air dalam pipa memiliki temperatur yang lebih tinggi dari temperatur lingkungan sekitarnya sehingga terjadi perpindahan panas dari air ke lingkungan yang dapat menyebabkan turunnya temperatur air. Untuk dapat mengurangi penurunan temperatur air maka pipa perlu dinsulasi. Dengan mengambil asumsi bahwa temperatur udara sekitar adalah 25 C, temperatur awal air dari tangki penyimpanan air panas adalah 60 C dan penurunan temperatur yang diperbolehkan sepanjang jalur terpanjang pipa adalah 2 C. Material insulasi yang digunakan berupa styrofoam dengan konduktivitas termal sebesar 0,033 Watt/mK dengan ketebalan 0,5 inci Chiller Sistem penyediaan air panas distrik menggunakan chiller yang juga digunakan pada sistem tata udara distrik. Perbedaannya adalah air dilewatkan 28

19 pada kondensor sehingga temperaturnya naik sebagai pemanas awal sebelum dipanaskan kembali hingga temperatur desain 65 o C oleh uap dari boiler Boiler Air yang memiliki temperatur masih kurang dari 60 C perlu dipanaskan kembali. Selain itu, untuk menghindari rendahnya temperatur akibat kebocoran yang mungkin terjadi maka proses pemanasan dilakukan sampai 65 C. Sumber panas akan berasal dari uap boiler, sehingga diperlukan pemilihan boiler yang dapat menghasilkan uap sesuai dengan kebutuhan untuk memanaskan air. Laju aliran air panas yang dibutuhkan adalah 27.9 kg/s. Diketahui jumlah panas yang harus diterima air agar temperaturnya naik dari 35 C menjadi 65 C adalah kw. Kriteria pemilihan boiler didasarkan pada kebutuhan tersebut. Terdapat dua alternatif pemilihan boiler, antara lain akan digunakan satu boiler untuk memenuhi semua kebutuhan pemanasan atau digunakan beberapa boiler untuk digunakan secara paralel. Berdasarkan pada ketersediaan boiler di pasaran diketahui bahwa apabila akan digunakan satu boiler dapat digunakan boiler Ferolli tipe PREX 3G AS dengan kapasitas daya kerja kw. Atau digunakan dua boiler dengan tipe yang sama tetapi dengan kapasitas daya kerja yang berbeda yaitu kw. Dengan mempertimbangkan diperlukannya pembelian satu boiler lain sebagai cadangan apabila terjadi kerusakan, maka dipilih boiler pada alternatif kedua sebagai alat penyuplai panas. Spesifikasi boiler yang digunakan adalah Daya kerja : kw. Tekanan kerja : 5 bar Temperatur uap keluar : 175 C 29

20 3.4.5 Penukar Panas Air akan melewati penukar panas untuk dipanaskan kembali oleh uap boiler. Dengan mengetahui bahwa nilai entalpi saat terjadi perubahan fasa, uap menjadi air, jauh lebih besar dari pada entalpi ketika satu fasa, hanya uap atau hanya air, maka diharapkan proses perpindahan panas meliputi proses perubahan fasa uap menjadi air. Kemudian, ketika uap telah menjadi air jenuh, diharapkan penurunan temperatur tidak terlalu besar. Hal tersebut diakibatkan karena air hasil kondensasi akan masuk kembali ke dalam boiler sebagai bagian dari air pengisi, sehingga apabila temperaturnya terlalu rendah, ketika dicampur dengan make up water temperaturnya akan jauh lebih rendah lagi. Keadaan ini menyebabkan dinding pipa boiler mengalami perubahan temperatur yang cukup besar sepanjang waktu pemakaian air panas. Perubahan temperatur ini menyebabkan perubahan tegangan dalam dinding pipa yang dapat memperpendek umur dan kekuatan pipa, sehingga untuk menghindari perbedaan temperatur yang sangat jauh antara uap dengan air yang akan dipanaskan maka dipilih jenis aliran counterflow. Heat exchanger yang dipilih merupakan jenis shell and tube. Karena fluida panas berupa uap mengalami perubahan fasa, maka dinding pipa yang bersentuhan dengan uap rawan terjadi korosi. Atas pertimbangan kemudahan proses pembersihan, maka uap dialirkan dalam tube sementara air pada shell. Spesifikasi heat exchanger yang dipilih yaitu: Jumlah tube : 52 buah Diameter dalam tube : 1,18 inci Diameter luar tube : 1,25 inci Diameter shell : 18 inci Panjang heat exchanger : 1,63 meter Material pipa : carbon steel Pompa Sistem Pemipaan Air Panas Pada sistem pemipaan air panas akan digunakan beberapa jenis pompa, yaitu pompa tangki air hangat, pompa tangki air panas, pompa boiler dan pompa sirkulasi. Pompa tangki air panas memompakan air ke heat exchanger dan 30

21 berjumlah dua unit dengan satu unit cadangan. Pompa tangki air panas memompakan air panas kembali ke tangki air hangat untuk mencegah temperatur air hangat turun. Pompa ini berjumlah dua unit dengan satu unit cadangan. Sementara itu, pompa sirkulasi mensirkulasikan air hangat ke rumahrumah, berjumlah satu unit dengan satu cadangan untuk masingmasing blok. Pemilihan pompa didasarkan pada besar kebutuhan aliran dan head, juga efisiensi yang dimiliki saat pompa dioperasikan. Data pompa dapat dilihat pada Tabel Tabel 3.12 Spesifikasi Pompa Air Panas Pompa Head Debit Daya Pompa Merk Type m 3 Pompa /s Bar kw Tangki air hangat 0, ,1 FPUC 207 2,085 Tangki air panas 0, ,1 FPUC 207 2,085 Boiler 0, ,5 Torishima MMK40/15 1,5 1 0, ,277 Torishima MMK 40/ ,0047 3,487 Torishima MMK 50/6 3,7 3 0,004 3,217 Torishima MMK 50/5 3,7 4 0,0031 5,227 Torishima MMK 40/10 3,7 5 0,002 12,087 Torishima MMK 50/15 5,5 6 0,0045 7,717 Torishima MMK 40/5 7,5 7 0,0044 8,397 Torishima MMK 40/5 7, Tangki Penyimpan Terdapat beberapa macam tangki penyimpanan yang digunakan untuk sistem pemanasan ini, antara lain tangki air hangat untuk menyimpan air dengan temperatur 45 C dan tangki air panas untuk menyimpan air dengan temperatur 65 C. Kebutuhan volume penyimpanan air kedua tangki sama sehingga spesifikasi ukuran keduanya sama. Perhitungan kapasitas penyimpanan tangki dihitung dengan mengambil faktor pengali 0,2. Hal ini memiliki arti bahwa ketika penuh tangki hanya memenuhi 0,2 dari kebutuhan total sehingga dalam pelaksanaannya tangki akan 31

22 mengalami lima kali masa pengisian. Hal ini diperbolehkan selama masa pengisian lebih cepat daripada masa pemakaian. Selain itu, sebelum dialirkan ke rumahrumah, air disimpan dalam tangki tekan. Ukuran tangki dipilih berdasarkan pada kebutuhan dan kesesuaian tempat penyimpanan. Detail hasil perhitungan dimensi tangki penyimpan dan tangki tekan dapat dilihat pada Tabel 3.13 Tabel 3.13 Spesifikasi Tangki Penyimpan dan Tangki Tekan Tangki Diameter (m) Tinggi (m) Tebal dinding tangki (cm) Volume (m 3 ) Tangki air hangat 3,5 5,3 1 51,01 Tangki air panas 3,5 5,3 1 51,01 Tangki tekan ,43 Tangki tekan 2 2 2,8 1,2 8,8 Tangki tekan 3 2 2,5 1,1 7,86 Tangki tekan ,4 6,29 Tangki tekan 5 1,5 2,25 1,7 3,98 Tangki tekan 6 2 2,75 1,5 8,64 Tangki tekan 7 2 2,75 1,5 8,64 32

BAB IV PEMILIHAN SISTEM PEMANASAN AIR

BAB IV PEMILIHAN SISTEM PEMANASAN AIR 27 BAB IV PEMILIHAN SISTEM PEMANASAN AIR 4.1 Pemilihan Sistem Pemanasan Air Terdapat beberapa alternatif sistem pemanasan air yang dapat dilakukan, seperti yang telah dijelaskan dalam subbab 2.2.1 mengenai

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM DAN ANALISIS

BAB III PERANCANGAN SISTEM DAN ANALISIS 19 BAB III PERANCANGAN SISTEM DAN ANALISIS 3.1 Kawasan Perumahan Batununggal Indah Kawasan perumahan Batununggal Indah merupakan salah satu kawasan hunian yang banyak digunakan sebagai rumah tinggal dan

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR BAB II DASAR TEORI

LAPORAN TUGAS AKHIR BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI 2.1 Dispenser Air Minum Hot and Cool Dispenser air minum adalah suatu alat yang dibuat sebagai alat pengkondisi temperatur air minum baik air panas maupun air dingin. Temperatur air

Lebih terperinci

Bab IV Analisis Kelayakan Investasi

Bab IV Analisis Kelayakan Investasi Bab IV Analisis Kelayakan Investasi 4.1 Analisis Biaya 4.1.1 Biaya Investasi Biaya investasi mencakup modal awal yang diperlukan untuk mengaplikasikan sistem tata udara dan penyediaan kebutuhan air panas

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Kemajuan teknologi dan pertumbuhan penduduk dunia yang pesat mengakibatkan bertambahnya kebutuhan energi seiring berjalannya waktu. Energi digunakan untuk membangkitkan

Lebih terperinci

SISTEM PENGKONDISIAN UDARA (AC)

SISTEM PENGKONDISIAN UDARA (AC) Pertemuan ke-9 dan ke-10 Materi Perkuliahan : Kebutuhan jaringan dan perangkat yang mendukung sistem pengkondisian udara termasuk ruang pendingin (cool storage). Termasuk memperhitungkan spatial penempatan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Laporan Tugas Akhir. Gambar 2.1 Schematic Dispenser Air Minum pada Umumnya

BAB II DASAR TEORI. Laporan Tugas Akhir. Gambar 2.1 Schematic Dispenser Air Minum pada Umumnya BAB II DASAR TEORI 2.1 Hot and Cool Water Dispenser Hot and cool water dispenser merupakan sebuah alat yang digunakan untuk mengkondisikan temperatur air minum baik dingin maupun panas. Sumber airnya berasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Definisi Pengkondisian Udara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Definisi Pengkondisian Udara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Definisi Pengkondisian Udara Sistem pengkondisian udara adalah suatu proses mendinginkan atau memanaskan udara sehingga dapat mencapai temperatur dan kelembaban yang sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR 2.1 Perancangan Sistem Penyediaan Air Panas Kualitas Air Panas Satuan Kalor

BAB II TEORI DASAR 2.1 Perancangan Sistem Penyediaan Air Panas Kualitas Air Panas Satuan Kalor 4 BAB II TEORI DASAR.1 Perancangan Sistem Penyediaan Air Panas.1.1 Kualitas Air Panas Air akan memiliki sifat anomali, yaitu volumenya akan mencapai minimum pada temperatur 4 C dan akan bertambah pada

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISA KONDISI MESIN

BAB 4 ANALISA KONDISI MESIN BAB 4 ANALISA KONDISI MESIN 4.1. KONDENSOR Penggunaan kondensor tipe shell and coil condenser sangat efektif untuk meminimalisir kebocoran karena kondensor model ini mudah untuk dimanufaktur dan terbuat

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI Prinsip Kerja Mesin Refrigerasi Kompresi Uap

BAB II DASAR TEORI Prinsip Kerja Mesin Refrigerasi Kompresi Uap 4 BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem Pengkondisian Udara Pengkondisian udara adalah proses untuk mengkondisikan temperature dan kelembapan udara agar memenuhi persyaratan tertentu. Selain itu kebersihan udara,

Lebih terperinci

Gambar 2.21 Ducting AC Sumber : Anonymous 2 : 2013

Gambar 2.21 Ducting AC Sumber : Anonymous 2 : 2013 1.2.3 AC Central AC central sistem pendinginan ruangan yang dikontrol dari satu titik atau tempat dan didistribusikan secara terpusat ke seluruh isi gedung dengan kapasitas yang sesuai dengan ukuran ruangan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian Air Conditioner Air Conditioner (AC) digunakan untuk mengatur temperatur, sirkulasi, kelembaban, dan kebersihan udara didalam ruangan. Selain itu, air conditioner juga

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Peralatan 3.1.1 Instalasi Alat Uji Alat uji head statis pompa terdiri 1 buah pompa, tangki bertekanan, katup katup beserta alat ukur seperti skema pada gambar 3.1 : Gambar

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PELAKSANAAN 3.1 PROSEDUR PERANCANGAN SISTEM PENGKONDISIAN UDARA. Penentuan Kondisi Ruang. Termal Dalam Gedung

BAB III METODOLOGI PELAKSANAAN 3.1 PROSEDUR PERANCANGAN SISTEM PENGKONDISIAN UDARA. Penentuan Kondisi Ruang. Termal Dalam Gedung 32 BAB III METODOLOGI PELAKSANAAN 3.1 PROSEDUR PERANCANGAN SISTEM PENGKONDISIAN UDARA MULAI Fungsi Penentuan Kondisi Ruang Termal Dalam Gedung Data Gedung Perhitungan Beban Pendingin Data Cuaca & ` Iklim

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Simulator Pengertian simulator adalah program yg berfungsi untuk menyimulasikan suatu peralatan, tetapi kerjanya agak lambat dari pada keadaan yg sebenarnya. Atau alat untuk melakukan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi 2.2 Sistem Pasteurisasi HTST dan Pemanfaatan Panas Kondensor

BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi 2.2 Sistem Pasteurisasi HTST dan Pemanfaatan Panas Kondensor BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi Pasteurisasi ialah proses pemanasan bahan makanan, biasanya berbentuk cairan dengan temperatur dan waktu tertentu dan kemudian langsung didinginkan secepatnya. Proses

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengeringan Pengeringan adalah proses mengurangi kadar air dari suatu bahan [1]. Dasar dari proses pengeringan adalah terjadinya penguapan air ke udara karena perbedaan kandungan

Lebih terperinci

KAJIAN EKSPERIMEN COOLING WATER DENGAN SISTEM FAN

KAJIAN EKSPERIMEN COOLING WATER DENGAN SISTEM FAN KAJIAN EKSPERIMEN COOLING WATER DENGAN SISTEM FAN Nama : Arief Wibowo NPM : 21411117 Jurusan : Teknik Mesin Fakultas : Teknologi Industri Pembimbing : Dr. Rr. Sri Poernomo Sari, ST., MT. Latar Belakang

Lebih terperinci

ANALISA DESAIN DAN PERFORMA KONDENSOR PADA SISTEM REFRIGERASI ABSORPSI UNTUK KAPAL PERIKANAN

ANALISA DESAIN DAN PERFORMA KONDENSOR PADA SISTEM REFRIGERASI ABSORPSI UNTUK KAPAL PERIKANAN ANALISA DESAIN DAN PERFORMA KONDENSOR PADA SISTEM REFRIGERASI ABSORPSI UNTUK KAPAL PERIKANAN Jurusan Teknik Sistem Perkapalan Fakultas Teknologi Keluatan Institut Teknolgi Sepuluh Nopember Surabaya 2011

Lebih terperinci

BAB III SPESIFIKASI PERALATAN PROSES

BAB III SPESIFIKASI PERALATAN PROSES 34 BAB III SPESIFIKASI PERALATAN PROSES 3.1. Tangki Tangki Bahan Baku (T-01) Tangki Produk (T-02) Menyimpan kebutuhan Menyimpan Produk Isobutylene selama 30 hari. Methacrolein selama 15 hari. Spherical

Lebih terperinci

UNJUK KERJA PENGKONDISIAN UDARA MENGGUNAKAN HEAT PIPE PADA DUCTING DENGAN VARIASI LAJU ALIRAN MASSA UDARA

UNJUK KERJA PENGKONDISIAN UDARA MENGGUNAKAN HEAT PIPE PADA DUCTING DENGAN VARIASI LAJU ALIRAN MASSA UDARA UNJUK KERJA PENGKONDISIAN UDARA MENGGUNAKAN HEAT PIPE PADA DUCTING DENGAN VARIASI LAJU ALIRAN MASSA UDARA Sidra Ahmed Muntaha (0906605340) Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Indonesia

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. perpindahan kalor dari produk ke material tersebut.

BAB II DASAR TEORI. perpindahan kalor dari produk ke material tersebut. BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem Refrigerasi Refrigerasi adalah suatu proses penarikan kalor dari suatu ruang/benda ke ruang/benda yang lain untuk menurunkan temperaturnya. Kalor adalah salah satu bentuk

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PERAWATAN & PERBAIKAN CHILLER WATER COOLER DI MANADO QUALITY HOTEL. Oleh : RIVALDI KEINTJEM

LAPORAN AKHIR PERAWATAN & PERBAIKAN CHILLER WATER COOLER DI MANADO QUALITY HOTEL. Oleh : RIVALDI KEINTJEM LAPORAN AKHIR PERAWATAN & PERBAIKAN CHILLER WATER COOLER DI MANADO QUALITY HOTEL Oleh : RIVALDI KEINTJEM 13021024 KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL POLITEKNIK NEGERI MANADO JURUSAN TEKNIK ELEKTRO 2016 BAB

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI

BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI 2.1 Penyimpanan Energi Termal Es merupakan dasar dari sistem penyimpanan energi termal di mana telah menarik banyak perhatian selama beberapa dekade terakhir. Alasan terutama dari penggunaan

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. 2.1 Pengertian Sistem Tata Udara

BAB II TEORI DASAR. 2.1 Pengertian Sistem Tata Udara BAB II TEORI DASAR 2.1 Pengertian Sistem Tata Udara Sistem tata udara adalah suatu sistem yang digunakan untuk menciptakan suatu kondisi pada suatu ruang agar sesuai dengan keinginan. Sistem tata udara

Lebih terperinci

TUGAS TEKNIK DAN MANAJEMEN PERAWATAN SISTEM PEMELIHARAAN AC CENTRAL

TUGAS TEKNIK DAN MANAJEMEN PERAWATAN SISTEM PEMELIHARAAN AC CENTRAL TUGAS TEKNIK DAN MANAJEMEN PERAWATAN SISTEM PEMELIHARAAN AC CENTRAL Disusun Oleh: KELOMPOK 9 Angga Eka Wahyu Ramadan (2113100122) Citro Ariyanto (2113100158) Ahmad Obrain Ghifari (2113100183) INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Dalam kehidupan manusia, energi merupakan salah satu hal yang sangat penting dan selalu dibutuhkan dalam jumlah yang tidak sedikit. Jumlah populasi manusia yang semakin

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR FISIKA ENERGI II PEMANFAATAN ENERGI PANAS TERBUANG PADA MESIN AC NPM : NPM :

LAPORAN AKHIR FISIKA ENERGI II PEMANFAATAN ENERGI PANAS TERBUANG PADA MESIN AC NPM : NPM : LAPORAN AKHIR FISIKA ENERGI II PEMANFAATAN ENERGI PANAS TERBUANG PADA MESIN AC Nama Praktikan : Utari Handayani NPM : 140310110032 Nama Partner : Gita Maya Luciana NPM : 140310110045 Hari/Tgl Percobaan

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN SISTEM BAB III PERANCANGAN SISTEM 3.1 Batasan Rancangan Untuk rancang bangun ulang sistem refrigerasi cascade ini sebagai acuan digunakan data perancangan pada eksperiment sebelumnya. Hal ini dikarenakan agar

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Refrigerasi Refrigerasi merupakan suatu kebutuhan dalam kehidupan saat ini terutama bagi masyarakat perkotaan. Refrigerasi dapat berupa lemari es pada rumah tangga, mesin

Lebih terperinci

Disusun oleh : Nama : Linggar G. C. M. A. Semester Genap SMK NEGERI 1 CIMAHI

Disusun oleh : Nama : Linggar G. C. M. A. Semester Genap SMK NEGERI 1 CIMAHI Disusun oleh : Nama : Linggar G. C. M. A. Kelas : XI TP A Semester Genap SMK NEGERI 1 CIMAHI Teknik Pendingin & Tata Udara 2010/2011 KATA PENGANTAR Allhamdulillahi rabbil alamiin, pertama-tama marilah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Air Conditioning (AC) adalah suatu mesin pendingin sebagai sistem pengkondisi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Air Conditioning (AC) adalah suatu mesin pendingin sebagai sistem pengkondisi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Air Conditioning (AC) adalah suatu mesin pendingin sebagai sistem pengkondisi udara yang digunakan dengan tujuan untuk memberikan rasa nyaman bagi penghuni

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Pengertian Sistem Heat pump

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Pengertian Sistem Heat pump BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian Sistem Heat pump Heat pump adalah pengkondisi udara paket atau unit paket dengan katup pengubah arah (reversing valve) atau pengatur ubahan lainnya. Heat pump memiliki

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN Tahapan-tahapan pengerjaan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Tahap Persiapan Penelitian Pada tahapan ini akan dilakukan studi literatur dan pendalaman

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Tabel 2.1 Daya tumbuh benih kedelai dengan kadar air dan temperatur yang berbeda

BAB II DASAR TEORI. Tabel 2.1 Daya tumbuh benih kedelai dengan kadar air dan temperatur yang berbeda BAB II DASAR TEORI 2.1 Benih Kedelai Penyimpanan benih dimaksudkan untuk mendapatkan benih berkualitas. Kualitas benih yang dapat mempengaruhi kualitas bibit yang dihubungkan dengan aspek penyimpanan adalah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengenalan Dasar tentang Beban Pendinginan Kita ketahui bahwa tujuan utama dalam melakukan pentataan udara, adalah agar kenyamanan dalam suatu ruang dapat dicapai, sehingga manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Potensi dan kapasitas terpasang PLTP di Indonesia [1]

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Potensi dan kapasitas terpasang PLTP di Indonesia [1] BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Dewasa ini kelangkaan sumber energi fosil telah menjadi isu utama. Kebutuhan energi tersebut setiap hari terus meningkat. Maka dari itu, energi yang tersedia di bumi

Lebih terperinci

V. SPESIFIKASI ALAT. Pada lampiran C telah dilakukan perhitungan spesifikasi alat-alat proses pembuatan

V. SPESIFIKASI ALAT. Pada lampiran C telah dilakukan perhitungan spesifikasi alat-alat proses pembuatan V. SPESIFIKASI ALAT Pada lampiran C telah dilakukan perhitungan spesifikasi alat-alat proses pembuatan pabrik furfuril alkohol dari hidrogenasi furfural. Berikut tabel spesifikasi alat-alat yang digunakan.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Umum Mesin pendingin atau kondensor adalah suatu alat yang digunakan untuk memindahkan panas dari dalam ruangan ke luar ruangan. Adapun sistem mesin pendingin yang

Lebih terperinci

BAB III SPESIFIKASI ALAT PROSES. Alat-alat di pabrik ini meliputi reactive distillation, menara distilasi,

BAB III SPESIFIKASI ALAT PROSES. Alat-alat di pabrik ini meliputi reactive distillation, menara distilasi, BAB III SPESIFIKASI ALAT PROSES Alat-alat di pabrik ini meliputi reactive distillation, menara distilasi, kondenser, accumulator, reboiler, heat exchanger, pompa dan tangki. tiap alat ditunjukkan dalam

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Metil Salisilat dari Metanol dan Asam Salisilat Kapasitas Ton/Tahun BAB III SPESIFIKASI ALAT. Kode T-01 T-02 T-03

Prarancangan Pabrik Metil Salisilat dari Metanol dan Asam Salisilat Kapasitas Ton/Tahun BAB III SPESIFIKASI ALAT. Kode T-01 T-02 T-03 BAB III SPESIFIKASI ALAT 1. Tangki Penyimpanan Spesifikasi Tangki Metanol Tangki Asam Tangki Metil Sulfat Salisilat Kode T-01 T-02 T-03 Menyimpan Menyimpan asam Menyimpan metil metanol untuk 15 sulfat

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 sistem Blast Chiller [PT.Wardscatering, 2012] BAB II DASAR TEORI

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 sistem Blast Chiller [PT.Wardscatering, 2012] BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI 2.1 Blast Chiller Blast Chiller adalah salah satu sistem refrigerasi yang berfungsi untuk mendinginkan suatu produk dengan cepat. Waktu pendinginan yang diperlukan untuk sistem Blast

Lebih terperinci

BAB III TEORI DASAR KONDENSOR

BAB III TEORI DASAR KONDENSOR BAB III TEORI DASAR KONDENSOR 3.1. Kondensor PT. Krakatau Daya Listrik merupakan salah satu anak perusahaan dari PT. Krakatau Steel yang berfungsi sebagai penyuplai aliran listrik bagi PT. Krakatau Steel

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Waktu penelitian dilakukan setelah di setujui sejak tanggal pengesahan

BAB III METODE PENELITIAN. Waktu penelitian dilakukan setelah di setujui sejak tanggal pengesahan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat 3.1.1 Waktu Waktu penelitian dilakukan setelah di setujui sejak tanggal pengesahan judul usulan tugas akhir dan berkas seminar proposal oleh pihak jurusan

Lebih terperinci

BAB III SPESIFIKASI ALAT PROSES. Alat-alat di pabrik ini meliputi reactive distillation, menara distilasi,

BAB III SPESIFIKASI ALAT PROSES. Alat-alat di pabrik ini meliputi reactive distillation, menara distilasi, BAB III SPESIFIKASI ALAT PROSES Alat-alat di pabrik ini meliputi reactive distillation, menara distilasi, kondenser, accumulator, reboiler, heat exchanger, pompa dan tangki. tiap alat ditunjukkan dalam

Lebih terperinci

KAJI EKSPERIMENTAL KARAKTERISTIK PIPA KAPILER DAN KATUP EKSPANSI TERMOSTATIK PADA SISTEM PENDINGIN WATER-CHILLER

KAJI EKSPERIMENTAL KARAKTERISTIK PIPA KAPILER DAN KATUP EKSPANSI TERMOSTATIK PADA SISTEM PENDINGIN WATER-CHILLER No. Vol. Thn.XVII April ISSN : 85-87 KAJI EKSPERIMENTAL KARAKTERISTIK PIPA KAPILER DAN KATUP EKSPANSI TERMOSTATIK PADA SISTEM PENDINGIN WATER-CHILLER Iskandar R. Laboratorium Konversi Energi Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN PROSES

BAB III PERANCANGAN PROSES BAB III PERANCANGAN PROSES 3.1 Uraian Proses 3.1.1 Persiapan Bahan Baku Proses pembuatan Acrylonitrile menggunakan bahan baku Ethylene Cyanohidrin dengan katalis alumina. Ethylene Cyanohidrin pada T-01

Lebih terperinci

TUGAS 2 REFRIGERASI DASAR (TEORI)

TUGAS 2 REFRIGERASI DASAR (TEORI) TUGAS 2 REFRIGERASI DASAR (TEORI) Ketentuan : Jawablah pertanyaan atau tugas berikut (termasuk soal-soal latihan), dan kumpulkan pada minggu ke -15 (tanggal 26 Juni 2009) Ditulis pada kertas A4. Tugas

Lebih terperinci

BAB V PEMILIHAN KOMPONEN MESIN PENDINGIN

BAB V PEMILIHAN KOMPONEN MESIN PENDINGIN BAB V PEMILIHAN KOMPONEN MESIN PENDINGIN 5.1 Pemilihan Kompresor Kompresor berfungsi menaikkan tekanan fluida dalam hal ini uap refrigeran dengan temperatur dan tekanan rendah yang keluar dari evaporator

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA State of the art penelitian BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Mesin refrigerasi Siklus Kompresi Uap Standar (SKU) pada adalah salah satu jenis mesin konversi energi, dimana sejumlah energi dibutuhkan untuk menghasilkan

Lebih terperinci

BAB III SPESIFIKASI ALAT

BAB III SPESIFIKASI ALAT digilib.uns.ac.id 47 BAB III PROSES 3.1. Alat Utama Tabel 3.1 Spesifikasi Reaktor Kode R-01 Mereaksikan asam oleat dan n-butanol menjadi n-butil Oleat dengan katalis asam sulfat Reaktor alir tangki berpengaduk

Lebih terperinci

DESAIN SISTEM PENGATURAN UDARA ALAT PENGERING IKAN TERI UNTUK MENINGKATKAN PRODUKSI IKAN TERI NELAYAN HERYONO HENDHI SAPUTRO

DESAIN SISTEM PENGATURAN UDARA ALAT PENGERING IKAN TERI UNTUK MENINGKATKAN PRODUKSI IKAN TERI NELAYAN HERYONO HENDHI SAPUTRO DESAIN SISTEM PENGATURAN UDARA ALAT PENGERING IKAN TERI UNTUK MENINGKATKAN PRODUKSI IKAN TERI NELAYAN HERYONO HENDHI SAPUTRO 4205 100 009 TUJUAN PENELITIAN Membuat desain alat penukar panas yang optimal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi listrik merupakan salah satu kebutuhan pokok yang sangat penting dalam kehidupan manusia saat ini, hampir semua aktifitas manusia berhubungan dengan energi listrik.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Dasar Mesin Pendingin Untuk pertama kali siklus refrigerasi dikembangkan oleh N.L.S. Carnot pada tahun 1824. Sebelumnya pada tahun 1823, Cagniard de la Tour (Perancis),

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bahan Penelitian Pada penelitian ini refrigeran yang digunakan adalah Yescool TM R-134a.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bahan Penelitian Pada penelitian ini refrigeran yang digunakan adalah Yescool TM R-134a. 3.1. Lokasi Penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Motor Bakar Jurusan Teknik Mesin Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3.2. Bahan Penelitian Pada penelitian

Lebih terperinci

OPTIMALISASI MESIN PENDINGIN UDARA UNTUK MULTI RUANG ALI RIDHO

OPTIMALISASI MESIN PENDINGIN UDARA UNTUK MULTI RUANG ALI RIDHO OPTIMALISASI MESIN PENDINGIN UDARA UNTUK MULTI RUANG ALI RIDHO 6307030004 LATAR BELAKANG Udara sejuk dalam ruangan merupakan kebutuhan pokok bagi setiap individu di jaman pemanasan global saat ini. Daya

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA BAB II STUDI PUSTAKA.1 Teori Pengujian Sistem pengkondisian udara (Air Condition) pada mobil atau kendaraan secara umum adalah untuk mengatur kondisi suhu pada ruangan didalam mobil. Kondisi suhu yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Perencanaan pengkondisian udara dalam suatu gedung diperlukan suatu perhitungan beban kalor dan kebutuhan ventilasi udara, perhitungan kalor ini tidak lepas dari prinsip perpindahan

Lebih terperinci

PERENCANAAN ULANG DAN PEMILIHAN POMPA INSTALASI DESTILATE WATER PADA DESALINATION PLANT UNIT 6 DI PT PJB UNIT PEMBANGKITAN GRESIK

PERENCANAAN ULANG DAN PEMILIHAN POMPA INSTALASI DESTILATE WATER PADA DESALINATION PLANT UNIT 6 DI PT PJB UNIT PEMBANGKITAN GRESIK PERENCANAAN ULANG DAN PEMILIHAN POMPA INSTALASI DESTILATE WATER PADA DESALINATION PLANT UNIT 6 DI PT PJB UNIT PEMBANGKITAN GRESIK ACHMAD MARYONO 2110 030 091 DOSEN PEMBIMBING Dr. Ir. Heru Mirmanto, MT

Lebih terperinci

BAB III SPESIFIKASI ALAT PROSES

BAB III SPESIFIKASI ALAT PROSES digilib.uns.ac.id BAB III SPESIFIKASI ALAT PROSES 3.1. Spesifikasi Alat Utama 3.1.1 Mixer (NH 4 ) 2 SO 4 Kode : (M-01) : Tempat mencampurkan Ammonium Sulfate dengan air : Silinder vertical dengan head

Lebih terperinci

Tugas akhir Perencanan Mesin Pendingin Sistem Absorpsi (Lithium Bromide) Dengan Tinjauan Termodinamika

Tugas akhir Perencanan Mesin Pendingin Sistem Absorpsi (Lithium Bromide) Dengan Tinjauan Termodinamika Tugas akhir Perencanan Mesin Pendingin Sistem Absorpsi (Lithium Bromide) Dengan Tinjauan Termodinamika Oleh : Robbin Sanjaya 2106.030.060 Pembimbing : Ir. Denny M.E. Soedjono,M.T PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

Lebih terperinci

LAPORAN KERJA PRAKTEK 1 JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

LAPORAN KERJA PRAKTEK 1 JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Alat penukar kalor (Heat Exchanger) merupakan suatu peralatan yang digunakan untuk menukarkan energi dalam bentuk panas antara fluida yang berbeda temperatur yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Menara Pendingin Menurut El. Wakil [11], menara pendingin didefinisikan sebagai alat penukar kalor yang fluida kerjanya adalah air dan udara yang berfungsi mendinginkan

Lebih terperinci

BAB III PERBAIKAN ALAT

BAB III PERBAIKAN ALAT L e = Kapasitas kalor spesifik laten[j/kg] m = Massa zat [kg] [3] 2.7.3 Kalor Sensibel Tingkat panas atau intensitas panas dapat diukur ketika panas tersebut merubah temperatur dari suatu subtansi. Perubahan

Lebih terperinci

PENGOPERASIAN CHILLED WATER SYSTEM PADA INSTALASI PENGOLAHAN LIMBAH RADIOAKTIF

PENGOPERASIAN CHILLED WATER SYSTEM PADA INSTALASI PENGOLAHAN LIMBAH RADIOAKTIF ABSTRAK PENGOPERASIAN CHILLED WATER SYSTEM PADA INSTALASI PENGOLAHAN LIMBAH RADIOAKTIF Budi Arisanto, Heri Witono, Arifin Istavara Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN PENGOPERASIAN CHILLED WATER SYSTEM

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA State of the art penelitian Residential Air Conditioning (RAC) didisain untuk memindahkan kalor dari dalam ruangan (indoor) dan membuangnya ke bagian luar ruangan atau ke lingkungan

Lebih terperinci

KONVERSI ENERGI PANAS BUMI HASBULLAH, MT

KONVERSI ENERGI PANAS BUMI HASBULLAH, MT KONVERSI ENERGI PANAS BUMI HASBULLAH, MT TEKNIK ELEKTRO FPTK UPI, 2009 POTENSI ENERGI PANAS BUMI Indonesia dilewati 20% panjang dari sabuk api "ring of fire 50.000 MW potensi panas bumi dunia, 27.000 MW

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Polistirena dengan Proses Polimerisasi Suspensi Kapasitas Ton/Tahun BAB III SPESIFIKASI ALAT

Prarancangan Pabrik Polistirena dengan Proses Polimerisasi Suspensi Kapasitas Ton/Tahun BAB III SPESIFIKASI ALAT BAB III SPESIFIKASI ALAT 1. Tangki Penyimpanan Spesifikasi Tangki Stirena Tangki Air Tangki Asam Klorida Kode T-01 T-02 T-03 Menyimpan Menyimpan air Menyimpan bahan baku stirena monomer proses untuk 15

Lebih terperinci

Pipa pada umumnya digunakan sebagai sarana untuk mengantarkan fluida baik berupa gas maupun cairan dari suatu tempat ke tempat lain. Adapun sistem pen

Pipa pada umumnya digunakan sebagai sarana untuk mengantarkan fluida baik berupa gas maupun cairan dari suatu tempat ke tempat lain. Adapun sistem pen BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Unit penukar kalor adalah suatu alat untuk memindahkan panas dari suatu fluida ke fluida yang banyak di gunakan untuk operasi dan produksi dalam industri proses, seperti:

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iii. DAFTAR GAMBAR... viii. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR NOTASI... xi Rumusan Masalah...

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iii. DAFTAR GAMBAR... viii. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR NOTASI... xi Rumusan Masalah... DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i ABSTRAK... iii ABSTRACT... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR NOTASI... xi BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Rumusan Masalah...

Lebih terperinci

3.2 Pembuatan Pipa Pipa aliran air dan coolant dari heater menuju pipa yang sebelumnya menggunakan pipa bahan polimer akan digantikan dengan menggunak

3.2 Pembuatan Pipa Pipa aliran air dan coolant dari heater menuju pipa yang sebelumnya menggunakan pipa bahan polimer akan digantikan dengan menggunak BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian Pendekatan penelitian adalah metode yang digunakan untuk mendekatkan permasalahan alahan yang diteliti, sehingga dapat menjelaskan dan membahas permasalahan

Lebih terperinci

BAB III SPESIFIKASI ALAT PROSES

BAB III SPESIFIKASI ALAT PROSES 47 BAB III SPESIFIKASI ALAT PROSES 3.1. Alat Utama Tabel 3.1 Spesifikasi Reaktor Kode R-01 Mereaksikan asam oleat dan n-butanol menjadi n-butil Oleat dengan katalis asam sulfat Reaktor alir tangki berpengaduk

Lebih terperinci

Aplikasi Sistem Thermal Energy Storage pada Sistem Pengkondisian Udara di Indonesia

Aplikasi Sistem Thermal Energy Storage pada Sistem Pengkondisian Udara di Indonesia 1 Aplikasi Sistem Thermal Energy Storage pada Sistem Pengkondisian Udara di Indonesia Ghalya Pikra, Tri Admono Pusat Penelitian Tenaga Listrik dan Mekatronik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia ( LIPI )

Lebih terperinci

MULTIREFRIGERASI SISTEM. Oleh: Ega T. Berman, S.Pd., M,Eng

MULTIREFRIGERASI SISTEM. Oleh: Ega T. Berman, S.Pd., M,Eng MULTIREFRIGERASI SISTEM Oleh: Ega T. Berman, S.Pd., M,Eng SIKLUS REFRIGERASI Sistem refrigerasi dengan siklus kompresi uap Proses 1 2 : Kompresi isentropik Proses 2 2 : Desuperheating Proses 2 3 : Kondensasi

Lebih terperinci

P ( tekanan ) PRINSIP KERJA AIR CONDITIONER

P ( tekanan ) PRINSIP KERJA AIR CONDITIONER PRINSIP KERJA AC 3 CONDENSOR EXPANSION VALVE EVAPORATOR 2 P ( tekanan ) Q out W 4 Q in 1 h ( Entalpi ) PRINSIP KERJA AIR CONDITIONER Air Conditioner, yang lebih dikenal dengan AC adalah mesin penyejuk

Lebih terperinci

Pertemuan 6: SISTEM PENGHAWAAN PADA BANGUNAN

Pertemuan 6: SISTEM PENGHAWAAN PADA BANGUNAN AR-3121: SISTEM BANGUNAN & UTILITAS Pertemuan 6: SISTEM PENGHAWAAN PADA BANGUNAN 12 Oktober 2009 Dr. Sugeng Triyadi PENDAHULUAN Penghawaan pada bangunan berfungsi untuk mencapai kenyamanan thermal. Dipengaruhi:

Lebih terperinci

PENGARUH MEDIA PENDINGIN AIR PADA KONDENSOR TERHADAP KEMAMPUAN KERJA MESIN PENDINGIN

PENGARUH MEDIA PENDINGIN AIR PADA KONDENSOR TERHADAP KEMAMPUAN KERJA MESIN PENDINGIN PENGARUH MEDIA PENDINGIN AIR PADA KONDENSOR TERHADAP KEMAMPUAN KERJA MESIN PENDINGIN Kemas. Ridhuan 1), I Gede Angga J. 2) Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Metro Jl. Ki Hjar

Lebih terperinci

Gambar 5. Skematik Resindential Air Conditioning Hibrida dengan Thermal Energy Storage

Gambar 5. Skematik Resindential Air Conditioning Hibrida dengan Thermal Energy Storage BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN Prinsip Kerja Instalasi Instalasi ini merupakan instalasi mesin pendingin kompresi uap hibrida yang berfungsi sebagai mesin pendingin pada lemari pendingin dan pompa kalor pada

Lebih terperinci

BAB III SPESIFIKASI ALAT PROSES

BAB III SPESIFIKASI ALAT PROSES BAB III SPESIFIKASI ALAT PROSES Alat proses pabrik isopropil alkohol terdiri dari tangki penyimpanan produk, reaktor, separator, menara distilasi, serta beberapa alat pendukung seperti kompresor, heat

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN GREEN MEDICAL BOX PORTABLE

BAB III PERANCANGAN GREEN MEDICAL BOX PORTABLE BAB III PERANCANGAN GREEN MEDICAL BOX PORTABLE Green Medical Box Portable dirancang dengan menggunakan sistem refrigerasi yang terintegrasi dengan box. Box terdiri dari dua tingkat, tingkat pertama/bawah

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 diagram blok siklus Sistem Refrigerasi Kompresi Uap

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 diagram blok siklus Sistem Refrigerasi Kompresi Uap BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem Refrigerasi Kompresi Uap Sistem refrigerasi kompresi uap merupakan suatu sistem yang menggunakan kompresor sebagai alat kompresi refrigeran, yang dalam keadaan bertekanan

Lebih terperinci

BAB III DASAR PERANCANGAN INSTALASI AIR CONDITIONING

BAB III DASAR PERANCANGAN INSTALASI AIR CONDITIONING BAB III DASAR PERANCANGAN INSTALASI AIR CONDITIONING 3.1 Perngertian dan Standar Pengkondisian Udara Bangunan Pengkondisian udara adalah suatu usaha ang dilakukan untuk mengolah udara dengan cara mendinginkan,

Lebih terperinci

Laporan Tugas Akhir 2012 BAB II DASAR TEORI

Laporan Tugas Akhir 2012 BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI 2.1 Definisi Vaksin Vaksin merupakan bahan antigenik yang digunakan untuk menghasilkan kekebalan aktif terhadap suatu penyakit sehingga dapat mencegah atau mengurangi pengaruh infeksi

Lebih terperinci

Perencanaan Ulang Instalasi Perpipaan dan Pompa pada Chlorination Plant PLTGU PT. PJB Unit Pembangkitan Gresik

Perencanaan Ulang Instalasi Perpipaan dan Pompa pada Chlorination Plant PLTGU PT. PJB Unit Pembangkitan Gresik Perencanaan Ulang Instalasi Perpipaan dan Pompa pada Chlorination Plant PLTGU PT. PJB Unit Pembangkitan Gresik Oleh : Dunung Sarwo Jatikusumo 2110 038 017 Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Heru Mirmanto, MT Latar

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Refrigerasi merupakan suatu media pendingin yang dapat berfungsi untuk

BAB II LANDASAN TEORI. Refrigerasi merupakan suatu media pendingin yang dapat berfungsi untuk BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Refrigerasi Refrigerasi merupakan suatu media pendingin yang dapat berfungsi untuk menyerap kalor dari lingkungan atau untuk melepaskan kalor ke lingkungan. Sifat-sifat fisik

Lebih terperinci

BAB V SPESIFIKASI ALAT PROSES

BAB V SPESIFIKASI ALAT PROSES BAB V SPESIFIKASI ALAT PROSES A. Peralatan Proses 1. Reaktor ( R-201 ) : Mereaksikan 8964,13 kg/jam Asam adipat dengan 10446,49 kg/jam Amoniak menjadi 6303,2584 kg/jam Adiponitril. : Reaktor fixed bed

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori. 2.1 AC Split

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori. 2.1 AC Split BAB II DASAR TEORI 2.1 AC Split Split Air Conditioner adalah seperangkat alat yang mampu mengkondisikan suhu ruangan sesuai dengan yang kita inginkan, terutama untuk mengkondisikan suhu ruangan agar lebih

Lebih terperinci

PERPINDAHAN PANAS PIPA KALOR SUDUT KEMIRINGAN

PERPINDAHAN PANAS PIPA KALOR SUDUT KEMIRINGAN PERPINDAHAN PANAS PIPA KALOR SUDUT KEMIRINGAN 0 o, 30 o, 45 o, 60 o, 90 o I Wayan Sugita Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Jakarta e-mail : wayan_su@yahoo.com ABSTRAK Pipa kalor

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI LAPORAN TUGAS AKHIR. 2.1 Blast Chiller

BAB II DASAR TEORI LAPORAN TUGAS AKHIR. 2.1 Blast Chiller BAB II DASAR TEORI 2.1 Blast Chiller Blast Chiller adalah salah satu sistem refrigerasi yang berfungsi untuk mendinginkan suatu produk dengan cepat. Cara pendinginan produk pada Blast Chiller ini dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Rumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Rumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyejuk udara atau pengkondisi udara atau penyaman udara atau erkon atau AC (air conditioner) adalah sistem atau mesin yang dirancang untuk menstabilkan suhu udara

Lebih terperinci

BAB III SPESIFIKASI ALAT

BAB III SPESIFIKASI ALAT 42 BAB III SPESIFIKASI ALAT 3.1. Reaktor Tugas 1. Tekanan 2. Suhu umpan 3. Suhu produk Waktu tinggal Shell - Tinggi - Diameter - Tebal Shell Head - Tebal head - Tinggi head Tabel 3.1 Reaktor R Mereaksikan

Lebih terperinci

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Rancangan Evaporative Cooling pada Kondensor Penambahan evaporative cooling (EC) pada kondensor akan menurunkan temperatur masukan ke kondensor, sehingga tekanan kondensor

Lebih terperinci

ROTASI Volume 7 Nomor 3 Juli

ROTASI Volume 7 Nomor 3 Juli ROTASI Volume 7 Nomor 3 Juli 2005 25 PENGARUH PERUBAHAN TEMPERATUR EVAPORATOR TERHADAP PRESTASI AIR COOLED CHILLER DENGAN REFREGERAN R-134a, PADA TEMPERATUR KODENSOR TETAP Bambang Yunianto 1) Abstrak Pengujian

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. berdasarkan prosedur yang telah di rencanakan sebelumnya. Dalam pengambilan data

III. METODOLOGI PENELITIAN. berdasarkan prosedur yang telah di rencanakan sebelumnya. Dalam pengambilan data 26 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Instalasi Pengujian Pengujian dengan memanfaatkan penurunan temperatur sisa gas buang pada knalpot di motor bakar dengan pendinginan luar menggunakan beberapa alat dan

Lebih terperinci

SILABUS MATA KULIAH D4 REFRIGERASI DASAR KURIKULUM 2011 tahun ajaran 2010/2011. Materi Tujuan Ket.

SILABUS MATA KULIAH D4 REFRIGERASI DASAR KURIKULUM 2011 tahun ajaran 2010/2011. Materi Tujuan Ket. SILABUS MATA KULIAH D4 REFRIGERASI DASAR KURIKULUM 2011 tahun ajaran 2010/2011 No Minggu ke 1 1-2 20 Feb 27 Feb Materi Tujuan Ket. Pendahuluan, Jenis dan Contoh Aplikasi system Refrigerasi Siswa mengetahui

Lebih terperinci

PERENCANAAN ULANG INSTALASI POMPA PENYALUR BASE OIL DI PT PERTAMINA PRODUCTION UNIT GRESIK

PERENCANAAN ULANG INSTALASI POMPA PENYALUR BASE OIL DI PT PERTAMINA PRODUCTION UNIT GRESIK TUGAS AKHIR KONVERSI ENERGI PERENCANAAN ULANG INSTALASI POMPA PENYALUR BASE OIL DI PT PERTAMINA PRODUCTION UNIT GRESIK Putra Aditiawan 2108030043 Dosen pembinmbing: Dr.Ir.Heru Mirmanto,MT GAMBAR INSTALASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditimbulkan oleh proses reaksi dalam pabrik asam sulfat tersebut digunakan Heat Exchanger

BAB I PENDAHULUAN. ditimbulkan oleh proses reaksi dalam pabrik asam sulfat tersebut digunakan Heat Exchanger BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam proses produksi Asam Sulfat banyak menimbulkan panas. Untuk mengambil panas yang ditimbulkan oleh proses reaksi dalam pabrik asam sulfat tersebut digunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 PERALATAN PENGUJIAN Sistem cascade yang digunakan dalam pengujian ini terdapat di gedung P2M (Salemba). Sebelumnya sistem ini dimanfaatkan untuk mendinginkan komponen pesawat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Mesin pengering merupakan salah satu unit yang dimiliki oleh Pabrik Kopi

I. PENDAHULUAN. Mesin pengering merupakan salah satu unit yang dimiliki oleh Pabrik Kopi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mesin pengering merupakan salah satu unit yang dimiliki oleh Pabrik Kopi Tulen yang berperan dalam proses pengeringan biji kopi untuk menghasilkan kopi bubuk TULEN. Biji

Lebih terperinci