UNJUK KERJA PENGKONDISIAN UDARA MENGGUNAKAN HEAT PIPE PADA DUCTING DENGAN VARIASI LAJU ALIRAN MASSA UDARA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UNJUK KERJA PENGKONDISIAN UDARA MENGGUNAKAN HEAT PIPE PADA DUCTING DENGAN VARIASI LAJU ALIRAN MASSA UDARA"

Transkripsi

1 UNJUK KERJA PENGKONDISIAN UDARA MENGGUNAKAN HEAT PIPE PADA DUCTING DENGAN VARIASI LAJU ALIRAN MASSA UDARA Sidra Ahmed Muntaha ( ) Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Indonesia Abstrak Sebagai salah satu cara untuk memberikan efisiensi energi pada pengkondisian udara adalah dengan cara menambahkan heat pipe sebagai precooling dan humidifier pada sistem pengkondisi udara, juga penambahan heat pipe pada udara inlet pendingin kondensor sistem refrigerasi, dimana tanpa memerlukan energi tambahan dari luar sistem. Pengujian dilakukan dengan memvariasikan laju aliran massa udara, sehingga dapat dilihat unjuk kerja heat pipe dalam menurunan kelembaban udara, meningkatkan efek refrigerasi, dan besarnya energi reheat. Pada sistem pengkondisi udara yang dilengkapi heat pipe pada ducting memiliki persentase penurunan kelembaban udara rata-rata sebesar 10,6% peningkatan efek refigerasi rata-rata sebesar 2,7% dibanding dengan sistem yang tidak dilengkapi heat pipe. Sedangkan apabila sistem tersebut dilengkapi dengan penambahan heat pipe pada bagian inlet udara pendingin kondensor sistem refrigerasi, maka persentase penurunan kelembaban bertambah menjadi rata-rata 16,8%, meningkatkan efek refrigerasi rata-rata sebesar 4,4% dibandingkan dengan sistem yang tidak memakai heat pipe. Pemakaian heat pipe pada ducting sebagai precooling dan penambahan heat pipe pada udara inlet sistem refrigerasi terbukti meningkatkan nilai COP. Peningkatan Nilai COP adalah sebesar 2,8 % dengan penambahan heat pipe sebagai precooling udara masuk cooling coil dan 4% jika dilengkapi juga heat pipe pada inlet udara pendingin kondensor sistem refrigerasi dibandingkan dengan sistem yang tidak memakai heat pipe sama sekali. Kata Kunci: Kenyamanan Termal, Pengkondisian Udara, Heat pipe, Dehumidifikasi. Daftar Notasi SHR = Sensible Heat Ratio v = Kecepatan [m/s] COP = Coefficient of Performance ρ udara = Massa Jenis Udara [kg/m 3 ] w = Rasio Kelembaban [g/kg] Q debit = Laju A;iran Volumetrik udara [m 3 /s] q s = Kalor Sensibel [kw] ṁ = Laju aliran Massa Udara [kg/s] q t = Kalor Total [kw] h = Entalpi [kj/kg] Q c = Efek Pendinginan [kw] Subscript Q r = Reheat [kw] 1 = Titik 1 Q L = Efek Refrigerasi [kw] 2 = Titik 2 W k = Kerja Kompresor [kw] 3 = Titik 3 A = Luas [m 2 ] 4 = Titik 4

2 1. Pendahuluan Heat pipe dipakai dalam unit sistem pengkondisi udara adalah untuk memperoleh efisiensi dari sisi energi dalam sistem pengkondisi udara ruangan, terutama jika digunakan di daerah beriklim panas dan lembab, dimana pendinginan dan dehumidifikasi pada udara catu memberikan kontribusi paling banyak dalam pemakain energi dari suatu gedung yang dikondisikan [1]. Kenyamanan termal pada manusia pada suatu ruangan dengan aktifitas yang ringan seperti misalnya ruangan kantor adalah 22 o C-25 o C dan RH sebesar 40%-60% [2]. Untuk mencapai kenyamanan termal, suatu sistem pengkondisian udara konvensional menggunakan pemanas elektrik sebagai humidifier, sehingga membutuhkan tambahan energi lain di luar sistem, Sedangkan sistem pengkondisian udara menyumbangkan 60% dari pemakaian energi total gedung. [3] Pada sistem pengkondisi udara konvensional, udara didinginkan pada cooling coil sampai temperatur dew-pointnya sehingga sebagian uap air terkondensasi di cooling coil. Pada kondisi dew-point udara memiliki temperatur yang sangat dingin dan RH yang tinggi sehingga kurang baik untuk kenyaman penghuni gedung juga tidak baik untuk kesehatan. Oleh karena itu diperlukan reheating di udara outlet cooling coil. [4]. Penggunaan heat pipe sebagai reheater bisa dijadikan alternatif penghematan energi pada sistem pengkondisi udara, karena heat pipe tidak membutuhkan energi tambahan dari luar untuk melakukan reheating. Heat pipe sebagai reheater dengan cara memanaskan kembali udara keluar cooling coil yang mempunyai temperatur rendah setelah mengalami kondisi dew-point dengan RH yang tinggi oleh bagian kondensenya, sedangkan pada sisi evaporatornya bisa berfungsi sebagai precooling udara sebelum masuk cooling coil sehingga dapat memperbesar efek pendinginan. Selain itu heat pipe bisa dipakai sebagai precooling udara pendingin kondensor sistem refrigerasi, dengan memanfaatkan air dingin hasil pengkondensasian uap air di cooling coil, sehingga unjuk kerja sistem refrigerasi diharapkan naik. 2. Heat pipe Heat pipe bekerja ketika fluida kerja didalam kontainer menguap, sehingga menyerap kalor laten penguapan. Perbedaan tekanan tekanan antara bagian evaporator dengan kondenser menyebabkan fluida kerja yang teruapkan mengalir melalui bagian adiabatik ke kondenser. Di kondenser fluida kerja melepaskan kalor laten pengembunan sehingga terkondensasi membentuk fluida cair. Fluida kerja cair dari kondenser akan kembali kebagian evaporator dengan bantuan gaya gravitasi dan juga tekanan kapilaritas dari wick sehingga membentuk suatu siklus yang berkelanjutan. Heat pipe mempunya tiga bagian yaitu sisi evaporator, sisi adiabatik dan sisi kondenser. Bagian transisi antara sisi evaporator dan kondenser disebut sisi adiabatik, karena pada bagian ini tidak ada kalor yang diserap ataupun yang dilepas [5] Gambar.1 Penampan Heat pipe Pada penelitian heat pipe yang dibuat ini dibuat memiliki spesifikasi sebagai berikut:

3 Heat pipe pada ducting: d o 15,875 mm x d i 14 mm x p 500 mm. Heat pipe pada inlet udara konsdensing unit sistem refrigerasi: d o 15,875 mm x d i 14 mm x p 730 mm. Fluida kerja yang dipakai adalah R- 134a sebanyak 60% dari volume evaporator heat pipe. Wick yang dipakai adalah screen mesh 200 bermaterial stainless steel 304 berdiamter kawat 56,5 µm sebanyak 6 lapis. 3. Metode Pengujian Untuk mengetahui unjuk kerja pengkondisian udara maka heat pipe disimulasikan berada pada suatu ducting udara catu, dimana evaporator heat pipe ditempatkan pada inlet udara masuk cooling coil sebagai precooling sedangkan bagian kondensor ditempatkan pada udara outlet sebagai reheater dan dehumidifier seperti di tunjukan gambar skematik alat: Sedangkan penambahan heat pipe pada bagian inlet udara pendingin kondensor sistem refrigerasi, dengan bagian kondensor heat pipe mendapat pendinginan dari kondensat air hasil pengembunan dari cooling coil. Pada pengukuran unjuk kerja sistem pengkondisi udara yang dilengkapi heat pipe dalam perannya sebagai dehumidifier parameter yang digunakan adalah Sensible Heat Ratio (SHR). SHR didefinisikan sebagai perbandingan kalor sensibel dengan kalor total. Sehingga dapat di gambarkan semakin kecil nilai SHR maka nilai kalor total pendinginan yang digunakan untuk pendinginan laten atau penurunan kelembaban semakin besar. Pengujian dilakukan untuk mengetahui besarnya penurunan kelembaban dengan indikator SHR. = = + Selain SHR sebagai parameter penurunan kelembaban dapat pula dilihat selisih penurunan rasio kelembaban, sebagai berikut: = 9 12 Air D A Q Centrifugal Fan AC Portable Pada pengujian ini juga akan dibahas perhitungan efek pendinginan di sisi udara tanpa menggunakan heat pipe ataupun menggunakan heat pipe. Besarnya efek pendinginan pada pengujian ini adalah: Personal Computer Gambar 2 Gambar Skematik Alat Pengujian Tabel 1 Titik-Titik Pengukuran 1. Inlet duct 9. Outlet CU 2. inlet cooling coil 10. Evaporator heat pipe CU 3. Outlet cooling coil 11. Kondensor heat pipe CU 4. Outler duct 12. Water box 5. Evap. heat pipe ducting 13. Inlet cooling coil 6. Kond. heat pipe ducting 14. Outlet cooling coil 7. Inlet heat pipe CU 15. Inlet Kondensor 8. Inlet CU 16. Outlet Kondensor = ṁ h ṁ h Juga besarnya efek energi reheat yang diperoleh dari kondensor heat pipe yang diharapkan sebagai dehumidifier. Besarnya energi reheat adalah sebagai berikut: = ṁ h ṁ h Pada penelitian ini laju aliran massa inlet ducting di variasikan dengan cara

4 mengatur kecepatan udara inlet duct. Kecepatan putar motor fan sentrifugal divariasikan dengan pengontrolan tegangan listrik oleh voltage regulator, sehingga akan didapatkan kecepatan udara yang berbeda sesuai dengan kecepatan yang diinginkan. Variasi kecepatan udaranya adalah 3,8 m/s, 3,5 m/s, 2,7 m/s, 2,2 m/s. Akan dilihat pula unjuk kerja sistem pengkondisi udara dengan penambahan heat pipe di inlet udara pendingin kondensor sistem refrigerasi yang berfungsi sebagai precooling udara pendingin kondensor. Diharapkan kinerja sistem refrigerasi meningkat. Besarnya COP sistem refigerasi adalah: = = h h h h Variasi laju aliran massa udara dapat diperoleh dari besarnya debit udara dikalikan dengan massa jenis udara, debit udara didapatkan dari konversi kecepatan udara sebagai berikut: = maka, ṁ= Sehingga diperoleh variasi laju aliran massa udara sebagai berikut: Tabel 2 Variasi Laju Aliran Massa Udara Pengujian ṁ [kg/s] 1 0, , , Pada pengujian beberapa parameter diukur, seperti temperatur udara dengan menggunakan sensor thermocouple yang dihubungkan ke instrumen data akuisisi (DAQ). Sedangkan pengukuran RH menggunakan RH meter dan kecepatan udara menggunakan Anemometer. 4. Data dan Analisis Pada pengujian ini harus ditentukan beberapa kondisi pengujian tetap agar data yang diperoleh disetiap variasi pengujian valid untuk dibandingkan. Berikut beberapa kondisi yang dibuat konstan: Temperatur dan RH udara inlet duct yang akan diproses sebesar 24,5 o C±1 o C dan RH 74.5%±1% sedangkan temperatur udara inlet pendingin kondenseor sistem udara adalah 29±1 o C. Heat pipe yang dipakai pada ducting sebanyak 8 buah sedangkan yang dipakai pada inlet udara pendingin kondensor sistem refrigerasi sebanyak 15 buah, dengan isi fluida kerja didalam kedua heat pipe sebanyak 60% dari volume evaporator heat pipe. Posisi orientasi heat pipe adalah vertikal. Berikut hasil dan analisis yang telah dilakukan: Perbandingan Besarnya Sensible Heat Ratio dengan Menggunakan Heat pipe dan Tanpa Heat pipe dengan Variasi Laju Aliran Massa Udara SHR SHR vs Laju Aliran Massa Udara Tanpa Heat Pipe Gambar 3 Grafik Perbandingan Nilai SHR dengan Variasi Laju Aliran Massa. Dari grafik nilai SHR diatas dapat dilihat kemampuan heat pipe dalam

5 menurunkan kelembaban. Sistem pengkondisi udara yang menggunakan heat pipe pada grafik memiliki nilai SHR yang lebih rendah dari pada sistem yang tidak memakai heat pipe. Pada sistem pengkondisi udara yang memakai dua heat pipe yaitu pada ducting dan pada inlet udara pendingin kondensor sistem refrigerasi, memiliki nilai SHR yang lebih rendah dibandingkan dengan sistem yang tidak memakai heat pipe, walaupun terdapat perbedaan yang kecil antara pengkondisi udara yang hanya memakai heat pipe pada ducting dengan sistem pengkondisi udara yang memakai dua heat pipe yaitu dibagian ducting dan pada inlet udara pendingin kondensor sistem refrigerasi pengkondisi udara. Pada beberapa titik sistem pengkondisi udara yang memakai dua heat pipe yaitu dibagian ducting dan pada bagian inlet udara pendingin kondensor sistem refrigerasi memiliki nilai SHR yang lebih rendah walaupun tidak terlalu berarti. Persentase penurunan nilai SHR pada sistem pengkondisi udara dengan memakai heat pipe di ducting rata-rata sebesar 10,6% dari pada sistem pengkondisi udara tanpa memakai heat pipe sebagai humidifier, sedangkan apabila ditambah dengan pemakaian heat pipe pada inlet udara pendingin kondensor sistem refrigerasi pengkondisi udara penurunannya sekitar 16,8% dibandingkan dengan dengan sistem pengkondisi udara tanpa memakai heat pipe. Terdapat sedikit kenaikan SHR pada setiap pertambahan laju aliran massa udara, semakin tinggi laju aliran massa udara semakin tinggi juga nilai SHR dimana mengindikasikan penurunan kemampuan heat pipe dalam dehumidifikasi udara, hal ini dikarenakan semakin capat laju udara maka lamanya kontak udara terhadap heat pipe semakin singkat yang mempengaruhi laju perpindahan kalor. Unjuk Kerja Heat pipe dalam Meningkatkan Efek Pendinginan Sistem Pengkondisi Udara Dengan menggunakan heat pipe maka efek pendinginan sistem diharapkan bertambah, karena udara sebelum masuk cooling coil mendapat precooling dari evaporator heat pipe. Sistem dengan menggunakan heat pipe memiliki nilai pendinginan yang lebih besar dibandingkan dengan sistem yang tidak dilengkapi heat pipe, seperti ditunjukkan oleh grafik dibawah ini: Penurunan Selisih Entalpi h1-h3 [kj/kg] Laju Aliran Massa Udara vs Penurunan Selisih Entalpi h1-h Tanpa HP Gambar 4 Penurunan Selisih Entalpi di Titik 1 dan Titik 3. Seiring dengan penambahan laju aliran massa udara maka nilai selisih entalpi di titik 1 dengan titik 3 menurun hal ini dikarenakan bebean pendinginan yang meningkat sehingga pengambilan kalor menurun. Peningkatan beban pendinginan udara berbanding lurus dengan bertambahnya laju aliran massa seperti ditunjukkan grafik dibawah ini:

6 Efek Pendinginan [kw] Efek Pendinginan vs Laju Aliran Massa Udara Gambar 5 Efek Pendinginan Dari grafik diatas dapat dilihat perannya heat pipe dalam peningkatan efek pendinginan. Besarnya peningkatan efek pendinginan dengan menggunakan heat pipe pada ducting rata-rata sebesar 2,7% dari pada sistem pengkondisi udara konvensional tanpa menggunakan heat pipe, sedangkan pada penggunaan heat pipe pada ducting dan pada inlet udara pendingin kondensor besarnya peningkatan efek pendinginan sebesar 4,5%. Peningkatan efek pendinginan ini disebabkan udara sebelum masuk cooling coil mendapat precooling dari evaporator heat pipe. Nilai peningkatan tersebut tidak terlalu signifikan dikarenakan desain dari heat pipe yang menggunakan pipa lurus telanjang, akan lebih baik jika menggunakan fin sehingga bidang kontak udara dengan evaporator heat pipe lebih luas dan meningkatkan laju perpindahan panas. Besarnya Efek Reheat Heat pipe pada Pengkondisian Udara Tanpa Heat Pipe Pada pengkondisian udara yang dilengkapi heat pipe sebagai dehumidifier adalah dengan memanfaatkan energi reheat pada bagian kondensor heat pipe. Kalor reheat ini digunakan untuk menaikan temperatur udara setelah mengalami pendinginan oleh cooling coil, sehingga akan menurunkan nilai RH. Reheating [kw] Reheating vs Laju Aliran Massa Udara Gambar 6 Grafik Efek Reheat. Tanpa Heat Pipe Pada grafik diatas ditunjukkan bahwa sistem pengkondisi udara tanpa menggunakan heat pipe dengan variasi laju aliran massa nilainya cenderung stabil, dikarenakan tidak adanya efek reheat oleh kondenser heat pipe. Untuk sistem yang diberikan reheat oleh kondenser heat pipe terlihat nilai efek reheat yang cenderung menurun dengan bertambahnya laju aliran massa udaranya, hal ini dikarenakan kontak udara ke kondenser heat pipe terlalu singkat sehingga laju perpindahan kalornya rendah. Untuk sistem yang ditambahkan heat pipe pada inlet udara pendingin sistem refrigerasi pengkondisi udara memiliki efek reheat yang lebih besar, hal ini dikarenakan unjuk kerja sistem refrigerasi lebih baik, sehingga temperatur cooling coil lebih rendah dibandingkan dengan sistem yang tidak dilengkapi heat pipe pada inlet udara pendingin kondenser yang menyebabkan udara keluar cooling coil di titik 3 memiliki perbedaan temperatur lebih besar dengan udara yang telah mengalami reheating di titik 4 sehingga efek reheat terlihat lebih tinggi. Perbandingan Penurunan Rasio Kelembaban Rasio kelembaban merupakan perbandingan massa air yang terkandung dalam setiap kilogram udara kering. Pada pengujian ini dapat kita lihat penurunan rasio kelembaban dengan melihat besarnya

7 selisih rasio kelembaban di titik 1 yaitu pada udara inlet ducting dimana merupakan udara yang akan dikondisikan dengan udara outlet ducting di titik 4 yang merupakan udara yang telah mengalami pendinginan pada cooling coil sampai pada titik dew-point nya, sehingga uap air yang terkandung dalam udara lembab mengalami pengembunan. Peurunan Rasio Kelembaban Gambar 7 Grafik Penurunan Rasio Kelembaban. Unjuk Kerja Sistem refrigerasi Untuk mengetahui unjuk kerja sistem refigerasi maka dipakai parameter COP (Coefficient of Performance). Nilai COP didapatkan dari besarnya efek refrigerasi dibagi dengan kerja kompresor, sehingga semakin besar efek refrigerasi semakin besar pula nilai COP. COP Actual Penurunan Rasio Kelembaban vs Laju Aliran Massa Udara Tanpa HP COP Actual vs Laju Aliran Massa Udara Tanpa HP Gambar 8 Grafik Perbandingan Nilai COP. Pada grafik diatas sistem pengkondisi udara dengan tidak memakai heat pipe memiliki nilai paling rendah, hal ini dikarenakan penambahan heat pipe sebagai precooling pada udara yang akan masuk cooling coil terbukti menambah efek refrigearsi. Penambahan heat pipe pada inlet udara pendingin kondensor sistem refrigearsi juga memperbesar efek refrigerasi sehingga nilai COP naik. Penambahan laju aliran massa udara sedikit mempengaruhi nilai COP untuk turun hal ini dikarenakan beban yang ditangani oleh sistem refrigerasi meningkat. Besarnya COP sistem refrigerasi tanpa dilengkapi heat pipe rata-rata sebesar 3,45 sedangkan jika memakai dilengkapi heat pipe sebagai precooling pada inlet udara cooling coil rata-rata sebesar 3,55 dan pada sistem refrigerasi yang ditambahkan heat pipe pada inlet udara pendingin kondensor memliki nilai paling tinggi yaitu rata-rata 3, Kesimpulan Penurunan kelembaban yang didapatkan berdasarkan nilai SHR pada sistem pengkondisi udara dengan memakai heat pipe sebanyak 10,6% pada sistem pengkondisi udara yang dilengkapi heat pipe pada ducting serta penurunan SHR sebesar 16,8 % pada pengkondisi udara yang dilengkapi penambahan heat pipe pada inlet udara pendingin kondensor sistem refrigerasi pengkondisi udara dibandingkan dengan sistem yang tidak memakai heat pipe sama sekali. Peningkatan Efek pendinginan pada sistem pengkondisi udara mencapai 2,7% pada sistem pengkondisi udara yang dilengkapi heat pipe pada ducting, sedangkan penurunan efek refrigerasi pada sistem pengkondisi udara yang dilengkapi heat pipe pada ducting dan pada udara inlet pendingin kondensor sistem refrigerasi pengkondisi udara adalah sebesar 4,4% dibanding dengan sistem yang tidak memakai heat pipe. Pemakaian heat pipe pada ducting sebagai precooling dan penambahan heat pipe pada udara inlet sistem refrigerasi terbukti

8 meningkatkan nilai COP. Peningkatan Nilai COP adalah sebesar 2,8 % dengan penambahan heat pipe sebagai precooling udara masuk cooling coil dan 4% jika dilengkapi juga heat pipe pada inlet udara pendingin kondensor sistem refrigerasi dibandingkan dengan sistem yang tidak memakai heat pipe sama sekali. Besarnya laju aliran massa udara yang akan dikondisikan pada ducting cukup berpengaruh terhadap.besarnya beban pendinginan. Semakin besar laju aliran massa udara maka nilai beban pendinginan semakin tinggi. 6. Referensi [1] Jouhara H. Economic Assesment of the benefit of Wraparound Heat pipe in Ventilation Processes for Hot and Humid Climates. International Journal of Low-Carbon Technologies 2009;4(1): [2] ASHRAE, (1989)..ASHRAE Standard Wasington DC: ASHRAE. [3] Sujatmiko, Wahyu. (2006) Penyempurnaan Standar Audit Energi Pada Bangunan Gedung. [4] Moran, M. J., Howard N. Shapiro. (2011). Fundamentals of Engineering Thermodynamics 7 th Ed. New Jersey: John Wiley and Sons. [5] Reay, D., Peter Kew. (2006) Heat pipe Theory Design and Applications 5 th Ed.. Burlington: Butterworth-Heinemann.

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian Air Conditioner Air Conditioner (AC) digunakan untuk mengatur temperatur, sirkulasi, kelembaban, dan kebersihan udara didalam ruangan. Selain itu, air conditioner juga

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori. 2.1 AC Split

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori. 2.1 AC Split BAB II DASAR TEORI 2.1 AC Split Split Air Conditioner adalah seperangkat alat yang mampu mengkondisikan suhu ruangan sesuai dengan yang kita inginkan, terutama untuk mengkondisikan suhu ruangan agar lebih

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Air Conditioner Split Air Conditioner (AC) split merupakan sebuah alat yang digunakan untuk mengkondikan udara didalam ruangan sesuai dengan yang diinginkan oleh penghuni.

Lebih terperinci

PERPINDAHAN PANAS PIPA KALOR SUDUT KEMIRINGAN

PERPINDAHAN PANAS PIPA KALOR SUDUT KEMIRINGAN PERPINDAHAN PANAS PIPA KALOR SUDUT KEMIRINGAN 0 o, 30 o, 45 o, 60 o, 90 o I Wayan Sugita Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Jakarta e-mail : wayan_su@yahoo.com ABSTRAK Pipa kalor

Lebih terperinci

KINERJA PIPA KALOR DENGAN STRUKTUR SUMBU FIBER CARBON dan STAINLESS STEEL MESH 100 dengan FLUIDA KERJA AIR

KINERJA PIPA KALOR DENGAN STRUKTUR SUMBU FIBER CARBON dan STAINLESS STEEL MESH 100 dengan FLUIDA KERJA AIR KINERJA PIPA KALOR DENGAN STRUKTUR SUMBU FIBER CARBON dan STAINLESS STEEL MESH 100 dengan FLUIDA KERJA AIR I Wayan Sugita Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Jakarta e-mail

Lebih terperinci

KAJI EKSPERIMENTAL KARAKTERISTIK PIPA KAPILER DAN KATUP EKSPANSI TERMOSTATIK PADA SISTEM PENDINGIN WATER-CHILLER

KAJI EKSPERIMENTAL KARAKTERISTIK PIPA KAPILER DAN KATUP EKSPANSI TERMOSTATIK PADA SISTEM PENDINGIN WATER-CHILLER No. Vol. Thn.XVII April ISSN : 85-87 KAJI EKSPERIMENTAL KARAKTERISTIK PIPA KAPILER DAN KATUP EKSPANSI TERMOSTATIK PADA SISTEM PENDINGIN WATER-CHILLER Iskandar R. Laboratorium Konversi Energi Jurusan Teknik

Lebih terperinci

PENGARUH STUDI EKSPERIMEN PEMANFAATAN PANAS BUANG KONDENSOR UNTUK PEMANAS AIR

PENGARUH STUDI EKSPERIMEN PEMANFAATAN PANAS BUANG KONDENSOR UNTUK PEMANAS AIR PENGARUH STUDI EKSPERIMEN PEMANFAATAN PANAS BUANG KONDENSOR UNTUK PEMANAS AIR Arif Kurniawan Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang; Jl.Raya Karanglo KM. 2 Malang 1 Jurusan Teknik Mesin, FTI-Teknik Mesin

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Pengertian Sistem Heat pump

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Pengertian Sistem Heat pump BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian Sistem Heat pump Heat pump adalah pengkondisi udara paket atau unit paket dengan katup pengubah arah (reversing valve) atau pengatur ubahan lainnya. Heat pump memiliki

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 0,93 1,28 78,09 75,53 20,95 23,14. Tabel 2.2 Kandungan uap air jenuh di udara berdasarkan temperatur per g/m 3

BAB II DASAR TEORI 0,93 1,28 78,09 75,53 20,95 23,14. Tabel 2.2 Kandungan uap air jenuh di udara berdasarkan temperatur per g/m 3 BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengering Udara Pengering udara adalah suatu alat yang berfungsi untuk menghilangkan kandungan air pada udara terkompresi (compressed air). Sistem ini menjadi satu kesatuan proses

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI

BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI 2.1 Penyimpanan Energi Termal Es merupakan dasar dari sistem penyimpanan energi termal di mana telah menarik banyak perhatian selama beberapa dekade terakhir. Alasan terutama dari penggunaan

Lebih terperinci

Studi Eksperimen Pemanfaatan Panas Buang Kondensor untuk Pemanas Air

Studi Eksperimen Pemanfaatan Panas Buang Kondensor untuk Pemanas Air Studi Eksperimen Pemanfaatan Panas Buang Kondensor untuk Pemanas Air Arif Kurniawan Jurusan Teknik Mesin Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang E-mail : arifqyu@gmail.com Abstrak. Pada bagian mesin pendingin

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Laporan Tugas Akhir. Gambar 2.1 Schematic Dispenser Air Minum pada Umumnya

BAB II DASAR TEORI. Laporan Tugas Akhir. Gambar 2.1 Schematic Dispenser Air Minum pada Umumnya BAB II DASAR TEORI 2.1 Hot and Cool Water Dispenser Hot and cool water dispenser merupakan sebuah alat yang digunakan untuk mengkondisikan temperatur air minum baik dingin maupun panas. Sumber airnya berasal

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Perencanaan pengkondisian udara dalam suatu gedung diperlukan suatu perhitungan beban kalor dan kebutuhan ventilasi udara, perhitungan kalor ini tidak lepas dari prinsip perpindahan

Lebih terperinci

BAB 9. PENGKONDISIAN UDARA

BAB 9. PENGKONDISIAN UDARA BAB 9. PENGKONDISIAN UDARA Tujuan Instruksional Khusus Mmahasiswa mampu melakukan perhitungan dan analisis pengkondisian udara. Cakupan dari pokok bahasan ini adalah prinsip pengkondisian udara, penggunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Definisi Pengkondisian Udara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Definisi Pengkondisian Udara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Definisi Pengkondisian Udara Sistem pengkondisian udara adalah suatu proses mendinginkan atau memanaskan udara sehingga dapat mencapai temperatur dan kelembaban yang sesuai dengan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iii. DAFTAR GAMBAR... viii. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR NOTASI... xi Rumusan Masalah...

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iii. DAFTAR GAMBAR... viii. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR NOTASI... xi Rumusan Masalah... DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i ABSTRAK... iii ABSTRACT... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR NOTASI... xi BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Rumusan Masalah...

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. 2.1 Pengertian Sistem Tata Udara

BAB II TEORI DASAR. 2.1 Pengertian Sistem Tata Udara BAB II TEORI DASAR 2.1 Pengertian Sistem Tata Udara Sistem tata udara adalah suatu sistem yang digunakan untuk menciptakan suatu kondisi pada suatu ruang agar sesuai dengan keinginan. Sistem tata udara

Lebih terperinci

Penerapan Evaporative Cooling Untuk Peningkatan Kinerja Mesin Pengkondisian Udara Tipe Terpisah (AC Split)

Penerapan Evaporative Cooling Untuk Peningkatan Kinerja Mesin Pengkondisian Udara Tipe Terpisah (AC Split) Penerapan Evaporative Cooling Untuk Peningkatan Kinerja Mesin Pengkondisian Udara Tipe Terpisah (AC Split) Azridjal Aziz1,a *, Idral2,b, Herisiswanto3,b Rahmat Iman Mainil4,c, David Jenvrizen5,d 1,,2,3,4

Lebih terperinci

MULTIREFRIGERASI SISTEM. Oleh: Ega T. Berman, S.Pd., M,Eng

MULTIREFRIGERASI SISTEM. Oleh: Ega T. Berman, S.Pd., M,Eng MULTIREFRIGERASI SISTEM Oleh: Ega T. Berman, S.Pd., M,Eng SIKLUS REFRIGERASI Sistem refrigerasi dengan siklus kompresi uap Proses 1 2 : Kompresi isentropik Proses 2 2 : Desuperheating Proses 2 3 : Kondensasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 ALAT PENGKONDISIAN UDARA Alat pengkondisian udara merupakan sebuah mesin yang secara termodinamika dapat memindahkan energi dari area bertemperatur rendah (media yang akan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengeringan Pengeringan adalah proses mengurangi kadar air dari suatu bahan [1]. Dasar dari proses pengeringan adalah terjadinya penguapan air ke udara karena perbedaan kandungan

Lebih terperinci

Laporan Tugas Akhir BAB II TEORI DASAR

Laporan Tugas Akhir BAB II TEORI DASAR BAB II TEORI DASAR 2.1 Sistem Tata Udara Secara umum pengkondisian udara adalah suatu proses untuk mengkondisikan udara pada suatu tempat sehingga tercapai kenyamanan bagi penghuninya. Tata udara meliputi

Lebih terperinci

KAJIAN TEORITIK PEMILIHAN HEAT PUMP DAN PERHITUNGAN SISTEM SALURAN PADA KANDANG PETERNAKAN AYAM BROILER SISTEM TERTUTUP

KAJIAN TEORITIK PEMILIHAN HEAT PUMP DAN PERHITUNGAN SISTEM SALURAN PADA KANDANG PETERNAKAN AYAM BROILER SISTEM TERTUTUP INFOMATEK Volume 19 Nomor 1 Juni 2017 KAJIAN TEORITIK PEMILIHAN HEAT PUMP DAN PERHITUNGAN SISTEM SALURAN PADA KANDANG PETERNAKAN AYAM BROILER SISTEM TERTUTUP Evi Sofia *), Abdurrachim **) *Universitas

Lebih terperinci

BAB III ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB III ANALISA DAN PEMBAHASAN BAB III ANALISA DAN PEMBAHASAN 3.1. Waktu Dan Tempat Penelitian Pengambilan data pada kondensor disistem spray drying ini telah dilaksanakan pada bulan desember 2013 - maret 2014 di Laboratorium Teknik

Lebih terperinci

Pengaruh Penggunaan Katup Ekspansi Termostatik dan Pipa Kapiler terhadap Efisiensi Mesin Pendingin Siklus Kompresi Uap

Pengaruh Penggunaan Katup Ekspansi Termostatik dan Pipa Kapiler terhadap Efisiensi Mesin Pendingin Siklus Kompresi Uap Pengaruh Penggunaan Katup Ekspansi Termostatik dan Pipa Kapiler terhadap Efisiensi Mesin Pendingin Siklus Kompresi Uap Azridjal Aziz 1,a* dan Boby Hary Hartanto 2,b 1,2 Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Tabel 2.1 Daya tumbuh benih kedelai dengan kadar air dan temperatur yang berbeda

BAB II DASAR TEORI. Tabel 2.1 Daya tumbuh benih kedelai dengan kadar air dan temperatur yang berbeda BAB II DASAR TEORI 2.1 Benih Kedelai Penyimpanan benih dimaksudkan untuk mendapatkan benih berkualitas. Kualitas benih yang dapat mempengaruhi kualitas bibit yang dihubungkan dengan aspek penyimpanan adalah

Lebih terperinci

Studi Eksperimen Variasi Beban Pendinginan pada Evaporator Mesin Pendingin Difusi Absorpsi R22-DMF

Studi Eksperimen Variasi Beban Pendinginan pada Evaporator Mesin Pendingin Difusi Absorpsi R22-DMF JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 1, (2015) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) F-18 Studi Eksperimen Variasi Beban Pendinginan pada Evaporator Mesin Pendingin Difusi Absorpsi R22-DMF Akhmad Syukri Maulana dan

Lebih terperinci

Pengaruh Debit Udara Kondenser terhadap Kinerja Mesin Tata Udara dengan Refrigeran R410a

Pengaruh Debit Udara Kondenser terhadap Kinerja Mesin Tata Udara dengan Refrigeran R410a Pengaruh Debit Udara Kondenser terhadap Kinerja Mesin Tata Udara dengan Refrigeran R410a Faldian 1, Pratikto 2, Andriyanto Setyawan 3, Daru Sugati 4 Politeknik Negeri Bandung 1,2,3 andriyanto@polban.ac.id

Lebih terperinci

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Rancangan Evaporative Cooling pada Kondensor Penambahan evaporative cooling (EC) pada kondensor akan menurunkan temperatur masukan ke kondensor, sehingga tekanan kondensor

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Simulator Pengertian simulator adalah program yg berfungsi untuk menyimulasikan suatu peralatan, tetapi kerjanya agak lambat dari pada keadaan yg sebenarnya. Atau alat untuk melakukan

Lebih terperinci

Penggunaan Refrigeran R22 dan R134a pada Mesin Pendingin. Galuh Renggani Wilis, ST.,MT

Penggunaan Refrigeran R22 dan R134a pada Mesin Pendingin. Galuh Renggani Wilis, ST.,MT Penggunaan Refrigeran R22 dan R134a pada Mesin Pendingin Galuh Renggani Wilis, ST.,MT ABSTRAKSI Pengkondisian udara disebut juga system refrigerasi yang mengatur temperature & kelembaban udara. Dalam beroperasi

Lebih terperinci

Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI4) 2008 ANALISIS PERBANDINGAN UNJUK KERJA REFRIGERATOR KAPASITAS 2 PK DENGAN REFRIGERAN R-12 DAN MC 12

Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI4) 2008 ANALISIS PERBANDINGAN UNJUK KERJA REFRIGERATOR KAPASITAS 2 PK DENGAN REFRIGERAN R-12 DAN MC 12 ANALISIS PERBANDINGAN UNJUK KERJA REFRIGERATOR KAPASITAS 2 PK DENGAN REFRIGERAN R-12 DAN MC 12 Suroso, I Wayan Sukania, dan Ian Mariano Jl. Let. Jend. S. Parman No. 1 Jakarta 11440 Telp. (021) 5672548

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 sistem Blast Chiller [PT.Wardscatering, 2012] BAB II DASAR TEORI

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 sistem Blast Chiller [PT.Wardscatering, 2012] BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI 2.1 Blast Chiller Blast Chiller adalah salah satu sistem refrigerasi yang berfungsi untuk mendinginkan suatu produk dengan cepat. Waktu pendinginan yang diperlukan untuk sistem Blast

Lebih terperinci

TURBIN GAS. Berikut ini adalah perbandingan antara turbin gas dengan turbin uap. Berat turbin per daya kuda yang dihasilkan lebih besar.

TURBIN GAS. Berikut ini adalah perbandingan antara turbin gas dengan turbin uap. Berat turbin per daya kuda yang dihasilkan lebih besar. 5 TURBIN GAS Pada turbin gas, pertama-tama udara diperoleh dari udara dan di kompresi dengan menggunakan kompresor udara. Udara kompresi kemudian disalurkan ke ruang bakar, dimana udara dipanaskan. Udara

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI Prinsip Kerja Mesin Refrigerasi Kompresi Uap

BAB II DASAR TEORI Prinsip Kerja Mesin Refrigerasi Kompresi Uap 4 BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem Pengkondisian Udara Pengkondisian udara adalah proses untuk mengkondisikan temperature dan kelembapan udara agar memenuhi persyaratan tertentu. Selain itu kebersihan udara,

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI

BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem refrigerasi kompresi uap Sistem refrigerasi yang umum dan mudah dijumpai pada aplikasi sehari-hari, baik untuk keperluan rumah tangga, komersial dan industri adalah sistem

Lebih terperinci

ANALISA PENGARUH ARUS ALIRAN UDARA MASUK EVAPORATOR TERHADAP COEFFICIENT OF PERFORMANCE

ANALISA PENGARUH ARUS ALIRAN UDARA MASUK EVAPORATOR TERHADAP COEFFICIENT OF PERFORMANCE ANALISA PENGARUH ARUS ALIRAN UDARA MASUK EVAPORATOR TERHADAP COEFFICIENT OF PERFORMANCE Ir. Syawalludin,MM,MT 1.,Muhaemin 2 Lecture 1,College student 2,Departement of machine, Faculty of Engineering, University

Lebih terperinci

Ahmad Farid* dan Moh. Edi.S. Iman Program Studi Teknik Mesin, Universitas Pancasakti Tegal Jl. Halmahera km 1, Tegal *

Ahmad Farid* dan Moh. Edi.S. Iman Program Studi Teknik Mesin, Universitas Pancasakti Tegal Jl. Halmahera km 1, Tegal * ANALISA EFEKTIFITAS PENAMBAHAN MEDIA AIR KONDENSAT PADA AC SPLIT 1,5 PK TERHADAP RASIO EFISIENSI ENERGI (EER) Ahmad Farid* dan Moh. Edi.S. Iman Program Studi Teknik Mesin, Universitas Pancasakti Tegal

Lebih terperinci

Tugas akhir Perencanan Mesin Pendingin Sistem Absorpsi (Lithium Bromide) Dengan Tinjauan Termodinamika

Tugas akhir Perencanan Mesin Pendingin Sistem Absorpsi (Lithium Bromide) Dengan Tinjauan Termodinamika Tugas akhir Perencanan Mesin Pendingin Sistem Absorpsi (Lithium Bromide) Dengan Tinjauan Termodinamika Oleh : Robbin Sanjaya 2106.030.060 Pembimbing : Ir. Denny M.E. Soedjono,M.T PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tropis dengan kondisi temperatur udara yang relatif tinggi/panas.

BAB II LANDASAN TEORI. tropis dengan kondisi temperatur udara yang relatif tinggi/panas. BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Sistem Pendingin Sistem pendingin merupakan sebuah sistem yang bekerja dan digunakan untuk pengkondisian udara di dalam ruangan, salah satunya berada di mobil yaitu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Refrigerasi Refrigerasi merupakan suatu kebutuhan dalam kehidupan saat ini terutama bagi masyarakat perkotaan. Refrigerasi dapat berupa lemari es pada rumah tangga, mesin

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Cooling Tunnel

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Cooling Tunnel BAB II DASAR TEORI 2.1 Cooling Tunnel Cooling Tunnel atau terowongan pendingin merupakan sistem refrigerasi yang banyak digunakan di industri, baik industri pengolahan makanan, minuman dan farmasi. Cooling

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Blood Bank Cabinet

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Blood Bank Cabinet BAB II DASAR TEORI 2.1 Blood Bank Cabinet Darah merupakan suatu cairan yang sangat penting bagi manusia karena berfungsi sebagai alat transportasi serta memiliki banyak kegunaan lainnya untuk menunjang

Lebih terperinci

Gambar 5. Skematik Resindential Air Conditioning Hibrida dengan Thermal Energy Storage

Gambar 5. Skematik Resindential Air Conditioning Hibrida dengan Thermal Energy Storage BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN Prinsip Kerja Instalasi Instalasi ini merupakan instalasi mesin pendingin kompresi uap hibrida yang berfungsi sebagai mesin pendingin pada lemari pendingin dan pompa kalor pada

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI.1 Latar Belakang Pengkondisian udaraa pada kendaraan mengatur mengenai kelembaban, pemanasan dan pendinginan udara dalam ruangan. Pengkondisian ini bertujuan bukan saja sebagai penyejuk

Lebih terperinci

ANALISA DESAIN DAN PERFORMA KONDENSOR PADA SISTEM REFRIGERASI ABSORPSI UNTUK KAPAL PERIKANAN

ANALISA DESAIN DAN PERFORMA KONDENSOR PADA SISTEM REFRIGERASI ABSORPSI UNTUK KAPAL PERIKANAN ANALISA DESAIN DAN PERFORMA KONDENSOR PADA SISTEM REFRIGERASI ABSORPSI UNTUK KAPAL PERIKANAN Jurusan Teknik Sistem Perkapalan Fakultas Teknologi Keluatan Institut Teknolgi Sepuluh Nopember Surabaya 2011

Lebih terperinci

PENGARUH MEDIA PENDINGIN AIR PADA KONDENSOR TERHADAP KEMAMPUAN KERJA MESIN PENDINGIN

PENGARUH MEDIA PENDINGIN AIR PADA KONDENSOR TERHADAP KEMAMPUAN KERJA MESIN PENDINGIN PENGARUH MEDIA PENDINGIN AIR PADA KONDENSOR TERHADAP KEMAMPUAN KERJA MESIN PENDINGIN Kemas. Ridhuan 1), I Gede Angga J. 2) Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Metro Jl. Ki Hjar

Lebih terperinci

Analisa Performansi Sistem Pendingin Ruangan dan Efisiensi Energi Listrik padasistem Water Chiller dengan Penerapan Metode Cooled Energy Storage

Analisa Performansi Sistem Pendingin Ruangan dan Efisiensi Energi Listrik padasistem Water Chiller dengan Penerapan Metode Cooled Energy Storage Analisa Performansi Sistem Pendingin Ruangan dan Efisiensi Energi Listrik padasistem Water Chiller dengan Penerapan Metode Cooled Energy Storage Sugiyono 1, Ir Sumpena, MM 2 1. Mahasiswa Elektro, 2. Dosen

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iv. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR GAMBAR... xi. DAFTAR GRAFIK...xiii. DAFTAR TABEL... xv. NOMENCLATURE...

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iv. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR GAMBAR... xi. DAFTAR GRAFIK...xiii. DAFTAR TABEL... xv. NOMENCLATURE... JUDUL LEMBAR PENGESAHAN KATA PENGANTAR... i ABSTRAK... iv... vi DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR GRAFIK...xiii DAFTAR TABEL... xv NOMENCLATURE... xvi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Perumusan

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA State of the art penelitian BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Mesin refrigerasi Siklus Kompresi Uap Standar (SKU) pada adalah salah satu jenis mesin konversi energi, dimana sejumlah energi dibutuhkan untuk menghasilkan

Lebih terperinci

Analisis Beban Thermal Rancangan Mesin Es Puter Dengan Kompresor ½ PK Untuk Skala Industri Rumah Tangga

Analisis Beban Thermal Rancangan Mesin Es Puter Dengan Kompresor ½ PK Untuk Skala Industri Rumah Tangga Analisis Beban Thermal Rancangan Mesin Es Puter Dengan Kompresor ½ PK Untuk Skala Industri Rumah Tangga IDG Agus Tri Putra (1) dan Sudirman (2) (2) Program Studi Teknik Pendingin dan Tata Udara, Jurusan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. perpindahan kalor dari produk ke material tersebut.

BAB II DASAR TEORI. perpindahan kalor dari produk ke material tersebut. BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem Refrigerasi Refrigerasi adalah suatu proses penarikan kalor dari suatu ruang/benda ke ruang/benda yang lain untuk menurunkan temperaturnya. Kalor adalah salah satu bentuk

Lebih terperinci

BAB III DASAR PERANCANGAN INSTALASI AIR CONDITIONING

BAB III DASAR PERANCANGAN INSTALASI AIR CONDITIONING BAB III DASAR PERANCANGAN INSTALASI AIR CONDITIONING 3.1 Perngertian dan Standar Pengkondisian Udara Bangunan Pengkondisian udara adalah suatu usaha ang dilakukan untuk mengolah udara dengan cara mendinginkan,

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA BAB II STUDI PUSTAKA.1 Teori Pengujian Sistem pengkondisian udara (Air Condition) pada mobil atau kendaraan secara umum adalah untuk mengatur kondisi suhu pada ruangan didalam mobil. Kondisi suhu yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISA

BAB IV HASIL DAN ANALISA BAB IV HASIL DAN ANALISA 4.1 HASIL PENGUJIAN STEADY SISTEM CASCADE Dalam proses pengujian pada saat menyalakan sistem untuk pertama kali, diperlukan waktu oleh sistem supaya dapat bekerja dengan stabil.

Lebih terperinci

PERBANDINGAN UNJUK KERJA FREON R-12 DAN R-134a TERHADAP VARIASI BEBAN PENDINGIN PADA SISTEM REFRIGERATOR 75 W

PERBANDINGAN UNJUK KERJA FREON R-12 DAN R-134a TERHADAP VARIASI BEBAN PENDINGIN PADA SISTEM REFRIGERATOR 75 W PERBANDINGAN UNJUK KERJA FREON R-2 DAN R-34a TERHADAP VARIASI BEBAN PENDINGIN PADA SISTEM REFRIGERATOR 75 W Ridwan Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri Universitas Gunadarma e-mail: ridwan@staff.gunadarma.ac.id

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI. 2.1 Tinjauan Pustaka

BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI. 2.1 Tinjauan Pustaka BAB II DASAR TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Untuk memperbaiki kualitas ikan, dibutuhkan suatu alat yaitu untuk menjaga kondisi ikan pada kondisi seharusnya dengan cara menyimpannya didalam sebuah freezer yang

Lebih terperinci

STUDI KINERJA MESIN PENGKONDISI UDARA TIPE TERPISAH (AC SPLIT) PADA GERBONG PENUMPANG KERETA API EKONOMI

STUDI KINERJA MESIN PENGKONDISI UDARA TIPE TERPISAH (AC SPLIT) PADA GERBONG PENUMPANG KERETA API EKONOMI STUDI KINERJA MESIN PENGKONDISI UDARA TIPE TERPISAH (AC SPLIT) PADA GERBONG PENUMPANG KERETA API EKONOMI Ozkar F. Homzah 1* 1 Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Tridinanti Palembang Jl.

Lebih terperinci

STUDI EKSPERIMENTAL PERBANDINGAN REFRIJERAN R-12 DENGAN HYDROCARBON MC-12 PADA SISTEM PENDINGIN DENGAN VARIASI PUTARAN KOMPRESOR. Ir.

STUDI EKSPERIMENTAL PERBANDINGAN REFRIJERAN R-12 DENGAN HYDROCARBON MC-12 PADA SISTEM PENDINGIN DENGAN VARIASI PUTARAN KOMPRESOR. Ir. STUDI EKSPERIMENTAL PERBANDINGAN REFRIJERAN R-12 DENGAN HYDROCARBON MC-12 PADA SISTEM PENDINGIN DENGAN VARIASI PUTARAN KOMPRESOR OLEH : RAGIL HERI NURAMBYAH 2108 100 523 DOSEN PEMBIMBING : Ir. KADARISMAN

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Umum Mesin pendingin atau kondensor adalah suatu alat yang digunakan untuk memindahkan panas dari dalam ruangan ke luar ruangan. Adapun sistem mesin pendingin yang

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2012

BAB II DASAR TEORI 2012 BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian Sistem Brine Sistem Brine adalah salah satu sistem refrigerasi kompresi uap sederhana dengan proses pendinginan tidak langsung. Dalam proses ini koil tidak langsung mengambil

Lebih terperinci

PENENTUAN EFISIENSI DAN KOEFISIEN PRESTASI MESIN PENDINGIN MERK PANASONIC CU-PC05NKJ ½ PK

PENENTUAN EFISIENSI DAN KOEFISIEN PRESTASI MESIN PENDINGIN MERK PANASONIC CU-PC05NKJ ½ PK PROS ID I NG 2 0 1 3 HASIL PENELITIAN FAKULTAS TEKNIK PENENTUAN EFISIENSI DAN KOEFISIEN PRESTASI MESIN PENDINGIN MERK PANASONIC CU-PC05NKJ ½ PK Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Refrigerasi merupakan suatu kebutuhan dalam kehidupan saat ini terutama bagi masyarakat perkotaan. Sistem refrigerasi kompresi uap paling umum digunakan di antara

Lebih terperinci

BAB V PEMILIHAN KOMPONEN MESIN PENDINGIN

BAB V PEMILIHAN KOMPONEN MESIN PENDINGIN BAB V PEMILIHAN KOMPONEN MESIN PENDINGIN 5.1 Pemilihan Kompresor Kompresor berfungsi menaikkan tekanan fluida dalam hal ini uap refrigeran dengan temperatur dan tekanan rendah yang keluar dari evaporator

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN ANALISIS

BAB V HASIL DAN ANALISIS BAB V HASIL DAN ANALISIS 5.1 HASIL PENGUJIAN KESTABILAN SISTEM CASCADE Dalam proses pengujian pada saat menyalakan sistem untuk pertama kali, diperlukan waktu oleh sistem supaya dapat bekerja dengan stabil.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Refrigeran merupakan media pendingin yang bersirkulasi di dalam sistem refrigerasi kompresi uap. ASHRAE 2005 mendefinisikan refrigeran sebagai fluida kerja

Lebih terperinci

Gambar 2.1 Sebuah modul termoelektrik yang dialiri arus DC. ( https://ferotec.com. (2016). www. ferotec.com/technology/thermoelectric)

Gambar 2.1 Sebuah modul termoelektrik yang dialiri arus DC. ( https://ferotec.com. (2016). www. ferotec.com/technology/thermoelectric) BAB II. TINJAUAN PUSTAKA Modul termoelektrik adalah sebuah pendingin termoelektrik atau sebagai sebuah pompa panas tanpa menggunakan komponen bergerak (Ge dkk, 2015, Kaushik dkk, 2016). Sistem pendingin

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 2, (2015) ISSN: ( Print) B-151

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 2, (2015) ISSN: ( Print) B-151 JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 2, (2015) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-151 Performansi Sistem Refrigerasi Cascade Menggunakan MC22 Dan R407F Sebagai Alternatif Refrigeran Ramah Lingkungan Dengan Variasi

Lebih terperinci

APLIKASI MODUL EVAPORATIVE COOLING AKTIF PADA AC SPLIT 1 PK

APLIKASI MODUL EVAPORATIVE COOLING AKTIF PADA AC SPLIT 1 PK APLIKASI MODUL EVAPORATIVE COOLING AKTIF PADA AC SPLIT 1 PK Ahmad Wisnu Sulaiman 1, Azridjal Aziz 2, Rahmat Iman Mainil 3 Laboratorium Rekayasa Termal, Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 diagram blok siklus Sistem Refrigerasi Kompresi Uap

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 diagram blok siklus Sistem Refrigerasi Kompresi Uap BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem Refrigerasi Kompresi Uap Sistem refrigerasi kompresi uap merupakan suatu sistem yang menggunakan kompresor sebagai alat kompresi refrigeran, yang dalam keadaan bertekanan

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR BAB II DASAR TEORI

LAPORAN TUGAS AKHIR BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI 2.1 Dispenser Air Minum Hot and Cool Dispenser air minum adalah suatu alat yang dibuat sebagai alat pengkondisi temperatur air minum baik air panas maupun air dingin. Temperatur air

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 3, (2013) ISSN: ( Print) B-399

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 3, (2013) ISSN: ( Print) B-399 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 3, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-399 Studi Eksperimental Pengaruh Variasi Debit Fluida Engine Oil Sebagai Heater Generator Terhadap Perfomansi Mesin Pendingin

Lebih terperinci

Pertemuan 6: SISTEM PENGHAWAAN PADA BANGUNAN

Pertemuan 6: SISTEM PENGHAWAAN PADA BANGUNAN AR-3121: SISTEM BANGUNAN & UTILITAS Pertemuan 6: SISTEM PENGHAWAAN PADA BANGUNAN 12 Oktober 2009 Dr. Sugeng Triyadi PENDAHULUAN Penghawaan pada bangunan berfungsi untuk mencapai kenyamanan thermal. Dipengaruhi:

Lebih terperinci

PENGARUH KECEPATAN UDARA PENDINGIN KONDENSOR TERHADAP KOEFISIEN PRESTASI AIR CONDITIONING

PENGARUH KECEPATAN UDARA PENDINGIN KONDENSOR TERHADAP KOEFISIEN PRESTASI AIR CONDITIONING Marwan Effendy, Pengaruh Kecepatan Udara Pendingin Kondensor Terhadap Kooefisien Prestasi PENGARUH KECEPATAN UDARA PENDINGIN KONDENSOR TERHADAP KOEFISIEN PRESTASI AIR CONDITIONING Marwan Effendy Jurusan

Lebih terperinci

BAB V TURBIN GAS. Berikut ini adalah perbandingan antara turbin gas dengan turbin uap. No. Turbin Gas Turbin Uap

BAB V TURBIN GAS. Berikut ini adalah perbandingan antara turbin gas dengan turbin uap. No. Turbin Gas Turbin Uap BAB V TURBIN GAS Pada turbin gas, pertama-tama udara diperoleh dari udara dan di kompresi dengan menggunakan kompresor udara. Udara kompresi kemudian disalurkan ke ruang bakar, dimana udara dipanaskan.

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN SISTEM BAB III PERANCANGAN SISTEM 3.1 Batasan Rancangan Untuk rancang bangun ulang sistem refrigerasi cascade ini sebagai acuan digunakan data perancangan pada eksperiment sebelumnya. Hal ini dikarenakan agar

Lebih terperinci

ROTASI Volume 7 Nomor 3 Juli

ROTASI Volume 7 Nomor 3 Juli ROTASI Volume 7 Nomor 3 Juli 2005 25 PENGARUH PERUBAHAN TEMPERATUR EVAPORATOR TERHADAP PRESTASI AIR COOLED CHILLER DENGAN REFREGERAN R-134a, PADA TEMPERATUR KODENSOR TETAP Bambang Yunianto 1) Abstrak Pengujian

Lebih terperinci

[LAPORAN TUGAS AKHIR]

[LAPORAN TUGAS AKHIR] BAB II DASAR TEORI 2.1 Udara 2.1.1 Komposisi Udara Udara yang mengandung uap air dinamakan udara lembab sedangkan udara yang tidak mengandung uap air dinamakan udara kering. Udara atmosfir terdiri dari

Lebih terperinci

PENGARUH LAJU ALIRAN UDARA TERHADAP KINERJA SISTEM REFRIGERASI PADA TATA UDARA SENTRAL. M. Nuriyadi ABSTRACT

PENGARUH LAJU ALIRAN UDARA TERHADAP KINERJA SISTEM REFRIGERASI PADA TATA UDARA SENTRAL. M. Nuriyadi ABSTRACT M. Nuriyadi, Jurnal ROTOR, Volume 9 Nomor 2,November 16 PENGARUH LAJU ALIRAN UDARA TERHADAP KINERJA SISTEM REFRIGERASI PADA TATA UDARA SENTRAL M. Nuriyadi Staf Pengajar Jurusan Teknik Refrigerasi dan Tata

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR FISIKA ENERGI II PEMANFAATAN ENERGI PANAS TERBUANG PADA MESIN AC NPM : NPM :

LAPORAN AKHIR FISIKA ENERGI II PEMANFAATAN ENERGI PANAS TERBUANG PADA MESIN AC NPM : NPM : LAPORAN AKHIR FISIKA ENERGI II PEMANFAATAN ENERGI PANAS TERBUANG PADA MESIN AC Nama Praktikan : Utari Handayani NPM : 140310110032 Nama Partner : Gita Maya Luciana NPM : 140310110045 Hari/Tgl Percobaan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Rangkaian Alat Uji Dan Cara Kerja Sistem Refrigerasi Tanpa CES (Full Sistem) Heri Kiswanto / Page 39

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Rangkaian Alat Uji Dan Cara Kerja Sistem Refrigerasi Tanpa CES (Full Sistem) Heri Kiswanto / Page 39 BAB IV PEMBAHASAN Pada pengujian ini dilakukan untuk membandingkan kerja sistem refrigerasi tanpa metode cooled energy storage dengan sistem refrigerasi yang menggunakan metode cooled energy storage. Pengujian

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP Kesimpulan Saran. 60 DAFTAR PUSTAKA.. 61 LAMPIRAN. 62

BAB V PENUTUP Kesimpulan Saran. 60 DAFTAR PUSTAKA.. 61 LAMPIRAN. 62 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL. i LEMBAR PENGESAHAN... ii MOTTO.. iv PERSEMBAHAN.. v KATA PENGANTAR.... vi ABSTRAK/ABSTRACT viii DAFTAR ISI... ix DAFTAR NOTASI..... vii DAFTAR TABEL.. xii DAFTAR GAMBAR... xiii

Lebih terperinci

BAB IV DASAR TEORI 4.1 Sistem Pengkondisian Udara

BAB IV DASAR TEORI 4.1 Sistem Pengkondisian Udara 24 BAB IV DASAR TEORI 4.1 Sistem Pengkondisian Udara Sistem pengkondisian udara adalah usaha untuk mengatur temperatur dan kelembaban udara agar menghasilkan kenyamanan termal (thermal comfort) bagimanusia.

Lebih terperinci

benar kering. Kandungan uap air dalam udara pada untuk suatu keperluan harus dibuang atau malah ditambahkan. Pada bagan psikometrik ada dua hal yang p

benar kering. Kandungan uap air dalam udara pada untuk suatu keperluan harus dibuang atau malah ditambahkan. Pada bagan psikometrik ada dua hal yang p BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Alat Pendingin Central Alat pendingin central merupakan alat yang digunakan untuk mengkondisikan udara ruangan, dimana udara dingin dari alat tersebut dialirkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Tabel Hasil Pengujian Beban Kalor Setelah dilakukan perhitungan beban kalor didalam ruangan yang meliputi beban kalor sensible dan kalor laten untuk ruangan dapat

Lebih terperinci

PENGUJIAN PERFORMANCE DAN ANALISA PRESSURE DROP SISTEM WATER-COOLED CHILLER MENGGUNAKAN REFRIGERAN R-22 DAN HCR-22

PENGUJIAN PERFORMANCE DAN ANALISA PRESSURE DROP SISTEM WATER-COOLED CHILLER MENGGUNAKAN REFRIGERAN R-22 DAN HCR-22 PENGUJIAN PERFORMANCE DAN ANALISA PRESSURE DROP SISTEM WATER-COOLED CHILLER MENGGUNAKAN REFRIGERAN DAN Muchammad 1) Abstrak Efek pemanasan Global (GWP) merupakan salah satu permasalahan yang disebabkan

Lebih terperinci

HUBUNGAN TEGANGAN INPUT KOMPRESOR DAN TEKANAN REFRIGERAN TERHADAP COP MESIN PENDINGIN RUANGAN

HUBUNGAN TEGANGAN INPUT KOMPRESOR DAN TEKANAN REFRIGERAN TERHADAP COP MESIN PENDINGIN RUANGAN HUBUNGAN TEGANGAN INPUT KOMPRESOR DAN TEKANAN REFRIGERAN TERHADAP COP MESIN PENDINGIN RUANGAN Eko Budiyanto Program Studi Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyan Metro Jl. KH. Dewantara No.

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Laporan Tugas Akhir BAB II DASAR TEORI

BAB II DASAR TEORI. Laporan Tugas Akhir BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem Refrigerasi Freezer Freezer merupakan salah satu mesin pendingin yang digunakan untuk penyimpanan suatu produk yang bertujuan untuk mendapatkan produk dengan kualitas yang

Lebih terperinci

PENGARUH FLUIDA KERJA CAMPURAN AIR ASETON TERHADAP KINERJA PERPINDAHAN PANAS PADA PIPA KALOR

PENGARUH FLUIDA KERJA CAMPURAN AIR ASETON TERHADAP KINERJA PERPINDAHAN PANAS PADA PIPA KALOR Jurnal Sains dan Teknologi 14 (2), September 15: 51-57 PENGARUH FLUIDA KERJA CAMPURAN AIR ASETON TERHADAP KINERJA PERPINDAHAN PANAS PADA PIPA KALOR Utari Prayetno 1, Rahmat Iman Mainil 1 dan Azridjal Aziz

Lebih terperinci

BAB V ANALISA PERHITUNGAN DARI BEBERAPA ALAT. V.1 Hasil perhitungan beban pendingin dengan memakai TRACE 700

BAB V ANALISA PERHITUNGAN DARI BEBERAPA ALAT. V.1 Hasil perhitungan beban pendingin dengan memakai TRACE 700 BAB V ANALISA PERHITUNGAN DARI BEBERAPA ALAT V.1 Hasil perhitungan beban pendingin dengan memakai TRACE 700 Tabel 5.1. Hasil perhitungan beban pendingin metode TETD-TA1 No. Parameter 1. Cooling Coil Selection

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Pengujian sistem refrigerasi..., Dedeng Rahmat, FT UI, Universitas 2008 Indonesia

BAB II DASAR TEORI. Pengujian sistem refrigerasi..., Dedeng Rahmat, FT UI, Universitas 2008 Indonesia BAB II DASAR TEORI 2.1 REFRIGERASI DAN SISTEM REFRIGERASI Refrigerasi merupakan proses penyerapan kalor dari ruangan bertemperatur tinggi, dan memindahkan kalor tersebut ke suatu medium tertentu yang memiliki

Lebih terperinci

Maka persamaan energi,

Maka persamaan energi, II. DASAR TEORI 2. 1. Hukum termodinamika dan sistem terbuka Termodinamika teknik dikaitkan dengan hal-hal tentang perpindahan energi dalam zat kerja pada suatu sistem. Sistem merupakan susunan seperangkat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Df adalah driving force (kg/kg udara kering), Y s adalah kelembaban

TINJAUAN PUSTAKA. Df adalah driving force (kg/kg udara kering), Y s adalah kelembaban TINJAUAN PUSTAKA Mekanisme Pengeringan Udara panas dihembuskan pada permukaan bahan yang basah, panas akan berpindah ke permukaan bahan, dan panas laten penguapan akan menyebabkan kandungan air bahan teruapkan.

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perbaikan Dan Uji Kebocoran Mesin Pendingin Absorpsi

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perbaikan Dan Uji Kebocoran Mesin Pendingin Absorpsi V. HASIL DAN PEMBAHASAN Perbaikan Dan Uji Kebocoran Mesin Pendingin Absorpsi Mesin pendingin icyball beroperasi pada tekanan tinggi dan rawan korosi karena menggunakan ammonia sebagai fluida kerja. Penelitian

Lebih terperinci

Bab IV Analisa dan Pembahasan

Bab IV Analisa dan Pembahasan Bab IV Analisa dan Pembahasan 4.1. Gambaran Umum Pengujian ini bertujuan untuk menentukan kinerja Ac split TCL 3/4 PK mengunakan refrigeran R-22 dan MC-22. Pengujian kinerja Ac split TCL mengunakan refrigeran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. temperatur di bawah 123 K disebut kriogenika (cryogenics). Pembedaan ini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. temperatur di bawah 123 K disebut kriogenika (cryogenics). Pembedaan ini BAB II TINJAUAN PUSTAKA 21 Mesin Refrigerasi Secara umum bidang refrigerasi mencakup kisaran temperatur sampai 123 K Sedangkan proses-proses dan aplikasi teknik yang beroperasi pada kisaran temperatur

Lebih terperinci

Recovery Energi pada Residential Air Conditioning Hibrida sebagai Pemanas Air dan Penyejuk Udara yang Ramah Lingkungan

Recovery Energi pada Residential Air Conditioning Hibrida sebagai Pemanas Air dan Penyejuk Udara yang Ramah Lingkungan Recovery Energi pada Residential Air Conditioning Hibrida sebagai Pemanas Air dan Penyejuk Udara yang Ramah Lingkungan Azridjal Aziz, Herisiswanto, Hardianto Ginting, Noverianto Hatorangan, Wahyudi Rahman

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi 2.2 Sistem Pasteurisasi HTST dan Pemanfaatan Panas Kondensor

BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi 2.2 Sistem Pasteurisasi HTST dan Pemanfaatan Panas Kondensor BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi Pasteurisasi ialah proses pemanasan bahan makanan, biasanya berbentuk cairan dengan temperatur dan waktu tertentu dan kemudian langsung didinginkan secepatnya. Proses

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5 No. 2 (2016) ISSN: ( Print) B-659

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5 No. 2 (2016) ISSN: ( Print) B-659 JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5 No. 2 (2016) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-659 Rancang Bangun dan Studi Eksperimen Alat Penukar Panas untuk Memanfaatkan Energi Refrigerant Keluar Kompresor AC sebagai Pemanas

Lebih terperinci

PENGUJIAN UNJUK KERJA SOLAR ASSISTED HEAT PUMP WATER HEATER. MENGGUNAKAN HFC-134a DENGAN VARIASI INTENSITAS RADIASI

PENGUJIAN UNJUK KERJA SOLAR ASSISTED HEAT PUMP WATER HEATER. MENGGUNAKAN HFC-134a DENGAN VARIASI INTENSITAS RADIASI PENGUJIAN UNJUK KERJA SOLAR ASSISTED HEAT PUMP WATER HEATER MENGGUNAKAN HFC-134a DENGAN VARIASI INTENSITAS RADIASI Diajukan Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Oleh : TRI

Lebih terperinci