V. IDENTIFIKASI POTENSI WILAYAH KABUPATEN SITUBONDO. Abstrak

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "V. IDENTIFIKASI POTENSI WILAYAH KABUPATEN SITUBONDO. Abstrak"

Transkripsi

1 V. IDENTIFIKASI POTENSI WILAYAH KABUPATEN SITUBONDO Abstrak Dalam rangka mempercepat pembangunan pertanian dan perdesaan di wilayah Kabupaten Situbondo yang sebagian besar didominasi oleh sektor pertanian, perkebunan, peternakan, dan perikanan adalah dengan pengembangan kawasan agropolitan. Untuk mengembangkan kawasan agropolitan perlu mengidentifkasi potensi wilayah tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi potensi wilayah Kabupaten Situbondo dalam rangka pengembangan kawasan agropolitan berbasis peternakan sapi potong terpadu. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis location quotient (LQ), analisis komoditas unggulan dan andalan, analisis usahatani. Hasil penelitian menunjukkan bahwa wilayah Kabupaten Situbondo merupakan basis beberapa komoditas peternakan, seperti: ternak sapi potong, domba, kambing, dan itik. Namun demikian, dari beberapa komoditas ternak hanya ternak sapi potong yang merupakan komoditas unggulan wilayah Kabupaten Situbondo. Tingkat pendapatan peternak bervariasi, pendapatan tertinggi diperoleh oleh peternak penggemukan sapi potong dengan rata-rata sebesar Rp ,- /ekor/tahun. Selain basis pengembangan peternakan sapi potong, wilayah Kabupaten Situbondo juga merupakan basis pengembangan tanaman pangan dan perkebunan. Tanaman jagung dan padi merupakan komoditas unggulan tanaman pangan, sedangkan tanaman tebu, tembakau, dan kopi merupakan komoditas unggulan tanaman perkebunan di wilayah Kabupaten Situbondo. Kata kunci: potensi wilayah, Kabupaten Situbondo. Abstract Development agropolitan area by identifying region potential is needed to accelerate agricultural and rural development at Situbondo Region which largely dominated by agriculture sector (plantation, animal husbandry, and fisheries). This study is aimed to identify potential areas in Situbondo Region to expand agropolitan area based on animal husbandry. Methods of data analysis used in this study were analysis of location quotient (LQ), analysis of superior and leading commodity, farm business analysis. The results showed that the Situbondo Region suitable for some farm commodities, such as cattle, sheep, goats, and ducks. However, from the number of livestock commodities only cattle becomes the best commodity in Situbondo. Proven by cattle farmer (fattening) incomes that the highest incomes earned by fattening beef cattle with an average income of Rp , - / year. Keywords: potential of the region, Situbondo.

2 Pendahuluan Kabupaten Situbondo merupakan daerah agraris. Hal ini disebabkan sebagian besar wilayah ini dimanfaatkan untuk pertanian. Potensi sektor pertanian di Kabupaten Situbondo pada tahun 2007 yang memberikan kontribusi terbesar di antaranya adalah: produksi pertanian tanaman pangan, perkebunan, peternakan, perikanan laut, tambak, dan kehutanan. Subsektor peternakan mempunyai potensi yang sangat baik untuk dikembangkan. Hal ini berdasarkan beberapa fakta di lapangan. Pertama, permintaan pasar terhadap komoditas peternakan cukup tinggi. Kedua, potensi lahan yang tersedia dan ketersediaan sumber pakan sangat mendukung untuk pengembangan usaha peternakan. Ketiga, kesesuaian kondisi agroklimat terutama untuk ternak ruminansia. Keempat, budaya masyarakat dan tenaga kerja yang terdapat di daerah ini cukup mendukung pengembangan usaha peternakan. Kelima, dukungan pemerintah daerah terhadap sektor peternakan cukup baik. Hal ini ditandai dengan disediakannya fasilitas-fasilitas peternakan, seperti: rumah potong hewan (RPH), pasar hewan, inseminasi buatan (IB), dan penyediaan bibit rumput unggul. Keenam, pasar produk peternakan memberikan peluang pasar yang sangat baik. Selain produk peternakan untuk mencukupi kebutuhan masyarakat Kabupaten Situbondo, juga untuk melayani permintaan dari kota-kota lain seperti Surabaya dan Jakarta. Hal ini ditunjukkan oleh banyaknya ternak dan unggas yang dipotong serta ternak yang keluar setiap tahunnya. Kontribusi sektor peternakan dan hasil-hasilnya pada tahun 2007 dapat menyumbangkan produk domestik regional bruto (PDRB) sebanyak 9.87 % atau sebesar Rp ,- (Bappekab dan BPS Kabupaten Situbondo 2008). Sebagai suatu sistem, pengembangan peternakan pada saat ini masih menghadapi berbagai kendala. Menurut Dinas Peternakan Kabupaten Situbondo (2006) bahwa permasalahan-permasalahan yang sering muncul di daerah ini adalah sebagai berikut: (1) harga obat hewan yang semakin tinggi, (2) kesulitan untuk memperoleh bibit, (3) kesulitan untuk akses ke sumber modal, (4) rendahnya nilai tambah yang diperoleh peternak, (5) rendahnya angka kelahiran dan masih tingginya angka kematian ternak, (6) masih tingginya angka pemotongan ternak betina produktif, (7) manajemen pakan yang kurang baik, (8) masih rendahnya tingkat keberhasilan teknologi inseminasi buatan, dan

3 99 (9) rendahnya upaya pemanfaatan limbah pertanian sebagai sumber pakan dan kotoran ternak sebagai pupuk organik secara intensif. Wilayah Kabupaten Situbondo mempunyai potensi sumberdaya yang cukup besar untuk dimanfaatkan secara optimal untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Potensi sumberdaya yang dapat dikembangkan adalah sektor peternakan disamping potensi sumberdaya lainnya. Dari luas wilayah sebesar ha (lokasi Studi lima kecamatan) sektor peternakan sangat potensial untuk dikembangkan. Dalam pengembangan sektor peternakan ini, harus berintegrasi dengan pembangunan wilayah. Salah satu program pembangunan wilayah yang dapat dilakukan dengan mensinergikan potensi yang dimiliki adalah pengembangan kawasan agropolitan. Melalui pengembangan kawasan agropolitan diharapkan dapat berfungsi sebagai pusat pertumbuhan ekonomi yang mendorong pertumbuhan pembangunan perdesaan dan desa-desa hinterland atau wilayah sekitarnya melalui pengembangan ekonomi yang tidak terbatas sebagai pusat pelayanan sektor peternakan, tetapi juga pembangunan sektor secara luas seperti usahatani (on farm dan off farm), industri kecil, pariwisata, jasa pelayanan, dan pelayanan lainnya. Penelitian yang terkait dengan pengembangan kawasan agropolitan di Kabupaten Situbondo masih belum pernah dilakukan, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian mendalam untuk mengetahui potensi yang dimiliki wilayah Kabupaten Situbondo dalam rangka pengembangan kawasan agropolitan tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi potensi yang dimiliki wilayah Kabupaten Situbondo dalam pengembangannya sebagai kawasan agropolitan berbasis peternakan sapi potong terpadu Metode Analisis Identifikasi Potensi Wilayah Kabupaten Situbondo a. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penetapan kawasan agropolitan berbasis peternakan terdiri atas data primer dan data sekunder. Adapun data primer yang diambil adalah total biaya dan penerimaan usahatani peternakan.

4 100 Data sekunder seperti data produksi peternakan dan pertanian, komoditas unggulan, jumlah penduduk, kegiatan utama masyarakat di sektor peternakan dan pertanian, aksesibilitas kawasan ke kawasan/daerah lainnya, kedekatan dengan pasar, kelengkapan sarana dan prasarana pendukung, potensi lahan untuk mendukung pengembangan kawasan agropolitan, dan perolehan PDRB, fasilitas pendidikan latihan dan penyuluhan, fasilitas kesehatan hewan dan inseminasi buatan (IB), fasilitas ibadah, fasilitas olah raga, fasilitas keamanan, fasilitas ekonomi seperti ketersediaan pasar dan koperasi unit desa (KUD). b. Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara wawancara, diskusi, pengisian kuesioner, dan pengamatan langsung terhadap kegiatan di lokasi penelitian untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Responden di wilayah studi yang terdiri atas berbagai pakar dan stakeholder yang terkait dengan kegiatan pengembangan kawasan agropolitan berbasis peternakan. Data sekunder diperoleh dari beberapa sumber, seperti: hasil studi pustaka, hasil penelitian terdahulu, laporan, dan dokumen dari beberapa instansi yang terkait dengan penelitian. c. Metode Analisis Data Metode analisis data, dilakukan dengan tahapan-tahapan sebagai berikut: c.1. Analisis Location Quotient (LQ) Penentuan kecamatan sampel berdasarkan hasil analisis location quotient yaitu untuk menentukan keadaan apakah suatu kecamatan merupakan sektor basis atau non basis dalam hal populasi ternak. Kecamatan yang dijadikan sampel adalah kecamatan yang populasi ternaknya merupakan sektor basis, sedangkan peternak yang dijadikan sampel diambil secara acak. Metode ini dapat juga digunakan terhadap beberapa komoditas penting lainnya. Rumus location quotient (LQ) adalah sebagai berikut:

5 101 Xij/Xi. LQij = X.j/X. Keterangan: Xij = Produksi sektor tertentu (i) di kecamatan j. Xi. = Produksi seluruh sektor di kecamatan j. X.j = Produksi total sektor (i) di kabupaten. X.. = Total produksi seluruh sektor di kabupaten. Jika LQ >1, maka aktivitas yang diamati tersebut adalah aktivitas basis, artinya sektor tersebut menjadi komoditi utama bagi wilayah tersebut. Jika LQ = 1, maka aktivitas yang diamati di wilayah kecamatan adalah aktivitas yang sama dengan produksi keseluruhan. Jika LQ <1, maka aktivitas yang diamati adalah aktivitas non basis, artinya sektor tersebut tidak menjadi kegiatan utama dalam wilayah tersebut. Penilaian terhadap basis atau bukan suatu komoditas didasarkan pada nilai LQ yaitu LQ>1, LQ = 1, dan LQ < 1. Nilai LQ > 1 memberikan pengertian bahwa komoditas tersebut merupakan basis pengembangan di kecamatan tersebut. Sebaliknya jika nilai LQ < 1, dapat diartikan bahwa komoditas tersebut merupakan bukan basis pengembangan di kecamatan tersebut. Nilai LQ = 1, dapat diartikan bahwa komoditas mempunyai potensi yang tinggi untuk dikembangkan di kecamatan tersebut. Dalam penelitian ini, analisis LQ menggunakan data populasi ternak (ekor) pada tahun Dalam penghitungan nilai LQ untuk beberapa komoditas ternak digunakan faktor konversi kesetaraan nilai, karena nilai setiap jenis ternak sangat berbeda jauh. Berdasarkan harga beberapa komoditas ternak menurut Bappekab dan BPS Kabupaten Situbondo (2008) adalah sebagai berikut: sapi potong Rp ,-/ekor, kambing Rp ,-/ekor, domba Rp ,-/ekor, ayam buras Rp ,-/ekor, ayam buras Rp ,-, itik Rp ,-/ekor, sapi perah Rp ,-/ekor, kerbau Rp 6 000,-/ekor, dan ayam ras Rp ,-/ekor, sehingga untuk sapi potong faktor konversi kesetaraan nilai dikalikan (200), kambing (16), domba (18), ayam buras (1), itik (1), sapi perah (280), kerbau (200), dan ayam ras (0.8).

6 102 c.2. Analisis Komoditas Unggulan dan Andalan Analisis komoditas unggulan dan andalan digunakan untuk menentukan komoditas unggulan dan andalan di suatu wilayah. Komoditas unggulan dan andalan merupakan komoditas basis atau penggerak utama pertumbuhan ekonomi dari sektor peternakan. Selain komoditas unggulan dan andalan, dikenal juga istilah komoditas penunjang yang lebih mengarah pada komoditas yang dapat diusahakan dengan komoditas utama untuk tujuan efisiensi pemanfaatan sumberdaya. Komoditas andalan, memiliki ciri-ciri sebagai berikut: a) Merupakan komoditas yang dominan yang diusahakan masyarakat. b) Merupakan komoditas spesifik lokasi. c) Dapat dibudidayakan berdasarkan agroklimat. Komoditas unggulan memiliki ciri-ciri sebagai berikut: a) Merupakan salah satu komoditas andalan. b) Besaran ekonominya menguntungkan. c) Memiliki prospek pasar. d) Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan keluarga. e) Potensi dan sumberdaya lahan yang besar. f) Secara sosial digemari oleh masyarakat dan diusahakan sepanjang tahun. g) Merupakan komoditas dominan. Dalam analisis komoditas unggulan dan andalan, ada 7 (tujuh) kriteria yang dapat dijadikan sebagai dasar penilaian, antara lain: 1. Kesesuaian lahan dengan indikator penilaian adalah arahan pengembangan komoditas dengan kesesuaian lahan agroklimat. Analisis dilakukan dengan menemukan persyaratan kesesuaian lahan untuk pengembangan komoditas peternakan berdasarkan hasil analisis kesesuaian lahan. 2. Pengusahaannya dominan, dengan indikator penilaian adalah hirarkhi jumlah terbanyak atau terluas komoditas.

7 Tingkat produktivitas wilayah dengan indikator penilaian adalah nilai relatif produktivitas komoditas. 4. Memiliki keunggulan komparatif, dengan indikator penilaian adalah nilai LQ banyaknya usaha ternak. 5. Memiliki keunggulan kompetitif, dengan indikator penilaian perbandingan produksi relatif dan harga relatif antar komoditas. 6. Komoditas diperdagangkan antar wilayah, dengan indikator penilaian adalah nilai LQ nilai produksi komoditas. 7. Keterkaitan produk ke depan, dengan indikator penilaian adalah merupakan bahan baku industri dan memiliki peluang pengembangan ke depan. Untuk komoditas peternakan, pengelompokan komoditas unggulan dan andalan dilakukan dengan menilai tujuh kriteria yaitu: (1) nilai populasi (Rp), (2) kesesuaian wilayah (arahan kesesuaian wilayah), (3) laju perkembangan (%), (4) nilai relatif perkembangan wilayah terhadap wilayah hirarkhi lebih tinggi (ratio), (5) keunggulan kompetitif antar komoditas, (6) komoditas diperdagangkan antar wilayah (LQ), dan (7) prospek permintaan (permintaan daging, susu, dan telur). Pemberian bobot pada setiap komponen yang dinilai sama dengan cara komoditas lainnya dari satu (1) sampai dengan lima (5). Total bobot dan cara klasifikasi bobot adalah sama dengan komoditas tanaman yang hanya diklasifikasikan menjadi dua kelompok yaitu kelompok komoditas andalan total nilai 6-20 dan komoditas unggulan total nilai c.3. Analisis Usahatani Analisis usahatani dilaksanakan untuk mengetahui biaya dan manfaat usahatani dalam menghasilkan suatu produk. Salah satu teknik analisis yang dapat digunakan untuk mengetahui kelayakan usahatani (Badan Agribisnis Departemen Pertanian, 1999 dan Djamin, 1993) adalah revenue cost ratio (R/C ratio) yang menggambarkan ratio pendapatan dengan nilai biaya total selama musim usaha, dengan rumus sebagai berikut:

8 104 R/C = R/ ( Cs + Ct ) Keterangan: R/C = Rasio pendapatan terhadap modal. R = Pendapatan total. Cs = Biaya tunai. Ct = Biaya terhitung Hasil dan Pembahasan Analisis Potensi Wilayah Berbasis Peternakan Sapi Potong Terpadu di Kabupaten Situbondo Basis Komoditas Pertanian a. Komoditas Peternakan Wilayah studi terdiri atas 5 (lima) kecamatan, yaitu: Kecamatan Asembagus, Jangkar, Arjasa, Kapongan, dan Mangaran merupakan objek kajian dalam penelitian ini. Setiap kecamatan mempunyai potensi untuk pengembangan beberapa komoditas peternakan, sehingga dapat menjadi basis bagi pengembangan komoditas peternakan tertentu. Untuk mengetahui apakah setiap kecamatan yang dianalisis di wilayah Kabupaten Situbondo merupakan basis (dominan) pengembangan komoditas ternak tertentu dapat dilakukan dengan menggunakan analisis location quotient (LQ) seperti terlihat pada Tabel 29 dan Lampiran 1. Tabel 29 Nilai LQ beberapa jenis ternak di wilayah Kabupaten Situbondo No Jenis Ternak Kec. Asembagus Kec. Jangkar Kec. Arjasa Kec. Kapongan Kec. Mangaran 1. Sapi Potong Sapi Perah Kerbau Kambing Domba Ayam Buras Ayam Ras I t i k Sumber: Data diolah dari data sekunder: Bappekab dan BPS Kabupaten Situbondo 2008

9 105 Jenis ternak yang paling dominan dan merupakan basis pengembangan ternak di lima kecamatan adalah ternak sapi potong, sedangkan ternak sapi perah, kerbau, dan ayam ras bukan merupakan basis pengembangan di lokasi studi. Ternak domba, ayam buras, dan itik cukup dominan pengembangannya di Kecamatan Kapongan, demikian juga ayam buras cukup dominan pengembangannya di Kecamatan Kapongan. Ternak kambing dan domba mempunyai potensi untuk dikembangkan di Kecamatan Mangaran (Tabel 29). Jenis ternak yang dominan ini didasarkan pada populasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan populasi wilayah di atasnya yaitu Kabupaten Situbondo dan ini didasarkan pada nilai LQ >1. Nilai LQ >1 dapat dijadikan petunjuk bahwa kecamatan tersebut surplus akan komoditas tertentu (merupakan kantong ternak) dan telah mengekspornya ke daerah lain atau memiliki tingkat kebutuhan konsumen yang tinggi yang berasal dari daerah lain di luar kecamatan tersebut. Komoditas-komoditas ini juga telah banyak diminati oleh masyarakat setempat untuk dibudidayakan, dan cukup sesuai dengan kondisi agroklimat, sehingga dapat dikatakan komoditas-komoditas tersebut merupakan komoditas unggulan baik dilihat dari keunggulan kompetitif maupun keunggulan komparatif. Namun demikian perhitungannya masih sederhana yang hanya didasarkan pada nilai LQ saja, sehingga perlu analisis lebih lanjut untuk memasukkan ke dalam kategori sebagai komoditas unggulan. Jumlah ternak sapi potong di daerah ini cukup dominan dibandingkan daerah lainnya. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 23, 24, 25, 26, dan 27. Dalam rangka lebih meningkatkan pendapatan peternak. upaya peningkatan produksi terhadap komoditas-komoditas ternak yang telah dikembangkan oleh masyarakat perlu terus digiatkan baik terhadap komoditas yang memiliki nilai LQ > 1 dan LQ = 1 maupun komoditas dengan nilai LQ < 1 mengingat komoditas-komoditas ini sudah banyak dikembangkan oleh masyarakat setempat secara turun-temurun. Upaya peningkatan produksi dapat dilakukan melalui kegiatan ekstensifikasi dan intensifikasi, mengingat wilayah ini masih memiliki lahan yang cukup untuk pengembangan komoditas dominan dengan tingkat penggunaan sarana produksi peternakan (sapronak) dan

10 106 pemanfaatan teknologi yang masih kurang, sehingga komoditas dominan tersebut masih mempunyai peluang yang besar untuk ditingkatkan baik kualitas maupun kuantitasnya. Ternak ruminansia, khususnya ternak sapi potong sangat potensial untuk dikembangkan di wilayah Kabupaten Situbondo dan pemerintah daerah serta masyarakat sangat antusias dan merespon kebijakan ini. Hal ini disebabkan antara lain: (1) permintaan pasar terhadap komoditas peternakan cukup tinggi, untuk tahun 2007 saja jumlah ternak yang dipotong: ekor; (2) potensi lahan yang tersedia dan ketersediaan sumber pakan sangat mendukung untuk pengembangan usaha peternakan. Kondisi ini ditunjukkan oleh pemanfaatan tanah di Kabupaten Situbondo untuk kehutanan (44.80 %), sawah (18.56 %); pertanian tanah kering (17.09 %); padang rumput (4.56 %) dari total luas wilayah ha. (3) kesesuaian kondisi agroklimat dengan jenis ternak sapi potong. Seperti halnya daerah lain di Indonesia, Kabupaten Situbondo memiliki iklim tropis yang ditandai dengan adanya dua musim, yaitu musim kemarau dan musim penghujan. Musim kemarau atau panas berlangsung antara bulan Mei September, sedangkan musim penghujan berlangsung antara bulan Oktober April dengan curah hujan rata-rata 994 mm hingga mm per tahun dengan temperatur lebih kurang antara C C. Kondisi ini cukup ideal untuk pengembangan usaha peternakan, terutama untuk ternak sapi potong, (4) budaya masyarakat dan tenaga kerja yang terdapat di daerah ini cukup mendukung pengembangan usaha peternakan sapi potong. Jumlah penduduk di Kabupaten Situbondo sampai dengan tahun 2007 adalah sebesar jiwa, yang terdiri atas jiwa penduduk laki-laki dan jiwa penduduk perempuan. Dengan luas wilayah km 2, maka kabupaten Situbondo memiliki kepadatan penduduk sebesar 390 jiwa/km 2. Sebagian besar masyarakat Kabupaten Situbondo adalah Suku Madura dan Jawa yang banyak bekerja di bidang pertanian (tanaman pangan, perkebunan, peternakan, dan perikanan) karena daerah ini dikenal daerah agraris. Selain itu Suku Madura dikenal sangat dekat dan senang memelihara sapi potong, karena ada kaitannya dengan hoby Karapan Sapi. Kondisi ini sangat mendukung perkembangan usaha peternakan sapi potong di wilayah ini. (5) dukungan pemerintah daerah terhadap sektor

11 107 peternakan cukup baik. Hal ini ditandai dengan disediakannya fasilitas-fasilitas peternakan, seperti: rumah potong hewan (RPH), pasar hewan, inseminasi buatan (IB), penyediaan bibit rumput unggul, serta bibit sapi potong unggul, seperti Limousin, Simmental dan Brahman, Brangus, dan Hereford. (6) pasar produk peternakan (permintaan daging segar) memberikan peluang pasar yang sangat baik. Selain produk peternakan untuk mencukupi kebutuhan masyarakat Kabupaten Situbondo, juga untuk melayani permintaan dari kota-kota lain seperti Surabaya, Malang, dan Jakarta. Hal ini ditunjukkan oleh banyaknya ternak yang dipotong serta ternak yang keluar setiap tahunnya. Kontribusi sektor peternakan dan hasil-hasilnya pada tahun 2007 dapat menyumbangkan produk domestik regional bruto (PDRB) sebanyak 9.87 % atau sebesar Rp ,- (Bappekab dan BPS Kabupaten Situbondo 2008). b. Basis Komoditas Tanaman Pangan Hasil analisis nilai LQ untuk komoditas tanaman pangan pada Tabel 30, menunjukkan bahwa setiap kecamatan di lima kecamatan wilayah studi memiliki komoditas tanaman pangan yang dominan dikembangkan oleh masyarakat. Di Kecamatan Asembagus, komoditas tanaman pangan yang merupakan komoditas dominan adalah jagung dan kacang tanah. Di Kecamatan Jangkar komoditas yang dominan adalah tanaman padi, jagung, dan kacang tanah, sedangkan di Kecamatan Arjasa komoditas dominan adalah tanaman jagung, kacang tanah, dan ketela pohon. Di Kecamatan Mangaran tanaman padi merupakan komoditan dominan. Tabel 30 Nilai LQ komoditas tanaman pangan di wilayah Kabupaten Situbondo No Komoditas Kec. Asembagus Kec. Jangkar Kec. Arjasa Kec. Kapongan Kec. Mangaran 1. Padi Jagung Kacang Tanah Kedelai Ketela Pohon

12 108 Jenis tanaman pangan yang dominan ini didasarkan pada tingkat produksi yang lebih tinggi dibandingkan dengan produksi wilayah di atasnya yaitu Kabupaten Situbondo dan ini didasarkan pada nilai LQ >1. Nilai LQ >1 dapat dijadikan petunjuk bahwa kecamatan tersebut surplus akan komoditas tertentu dan telah mengekspornya ke daerah lain atau memiliki tingkat kebutuhan konsumen yang tinggi yang berasal dari daerah lain di luar kecamatan tersebut. Komoditaskomoditas ini juga telah banyak diminati oleh masyarakat setempat untuk dibudidayakan, dan cukup sesuai dengan kondisi agroklimat, sehingga dapat dikatakan komoditas-komoditas tersebut merupakan komoditas unggulan baik dilihat dari keunggulan kompetitif maupun keunggulan komparatif. Namun demikian perhitungannya masih sederhana yang hanya didasarkan pada nilai LQ saja, sehingga perlu analisis lebih lanjut untuk memasukkan ke dalam kategori sebagai komoditas unggulan. Dalam rangka lebih meningkatkan pendapatan masyarakat, upaya peningkatan produksi terhadap komoditas-komoditas tanaman pangan yang telah dikembangkan oleh masyarakat perlu terus digiatkan terutama terhadap komoditas yang memiliki nilai LQ > 1 mengingat komoditas-komoditas ini sudah banyak dikembangkan oleh masyarakat setempat secara turun-temurun. Upaya peningkatan produksi tanaman pangan dapat dilakukan melalui kegiatan intensifikasi, yaitu dengan penggunaan sarana produksi pertanian dan pemanfaatan teknologi pertanian yang tepat, sehingga komoditas dominan tersebut masih mempunyai peluang yang cukup besar untuk ditingkatkan baik kualitas maupun kuantitasnya. Komoditas tanaman pangan, khususnya tanaman padi dan jagung sangat potensial untuk dikembangkan di wilayah Kabupaten Situbondo. Hal ini disebabkan antara lain: (1) masyarakat daerah ini sudah terbiasa menanam padi dan jagung, luas panen padi tahun 2007, yaitu ha dengan produksi kwintal, sedangkan luas panen jagung: ha dengan produksi kwintal, (2) potensi lahan yang tersedia sangat mendukung untuk pengembangan usaha tanaman pangan, khususnya padi dan jagung. Kondisi ini ditunjukkan oleh pemanfaatan tanah di Kabupaten Situbondo untuk kehutanan

13 109 (44.80 %), sawah (18.56 %); pertanian tanah kering (17.09 %); padang rumput (4.56 %) dari total luas wilayah ha. (3) komoditas tanaman pangan cukup sesuai dengan kondisi agroklimat daerah ini. Seperti halnya daerah lain di Indonesia, Kabupaten Situbondo memiliki iklim tropis yang ditandai dengan adanya dua musim, yaitu musim kemarau dan musim penghujan. Musim kemarau atau panas berlangsung antara bulan Mei September, sedangkan musim penghujan berlangsung antara bulan Oktober April dengan curah hujan rata-rata 994 mm hingga mm per tahun dengan temperatur lebih kurang antara C C. Kondisi ini cukup ideal untuk pengembangan usaha tanaman pangan padi dan jagung. Namun sejak akhir tahun 1980 an, ketersediaan pasokan air dari Sungai Sampean yang selama ini menjadi andalan petani Kabupaten Situbondo untuk pengairan lahan pertanian, ketersediaannya semakin berkurang. Hal ini disebabkan hutan di hulu Sungai Sampean banyak yang rusak, apalagi kalau sudah menghadapi musim kemarau yang sangat panjang. Petani yang sebelumnya bisa menanam padi sepanjang tahun (3 kali per tahun), saat ini paling banyak 1-2 kali dalam setahun dan sisanya ditanami palawija atau dibiarkan saja. Untuk meningkatkan pendapatan, selain menanam tanaman pangan, petani juga banyak yang beternak secara semi intensif maupun intensif. Jenis ternak yang dipelihara pada umumnya sapi, domba, dan kambing. Jenis ternak ini sangat mudah dipelihara dan petani dalam memberikan pakan kepada ternaknya pada umumnya memanfaatkan limbah tanaman padi dan jagung (jerami padi dan daun jagung) yang cukup tersedia di daerah ini. Keuntungan dari beternak sapi potong cukup menjanjikan dalam rangka meningkatkan pendapatan petani, di saat pendapatan usaha pertanian tanaman pangan dan perkebunan semakin menurun dan prospeknya kurang menggembirakan, (5) dukungan pemerintah daerah terhadap sektor tanaman pangan dan perkebunan cukup baik. Hal ini ditandai dengan disediakannya fasilitas-fasilitas tanaman pangan dan perkebunan, (6) pasar produk tanaman pangan dan perkebunan sangat baik. Selain produk tanaman pangan dan perkebunan untuk mencukupi kebutuhan masyarakat Kabupaten Situbondo, juga untuk melayani permintaan dari kota-kota lain seperti Surabaya, Malang, Denpasar, dan Jakarta. Hal ini ditunjukkan oleh banyaknya komodtas tanaman pangan dan perkebunan yang keluar setiap tahunnya.

14 110 Kontribusi sektor tanaman pangan dan perkebunan hasil-hasilnya pada tahun 2007 dapat menyumbangkan produk domestik regional bruto (PDRB) sebanyak 17,18% dan % (Bappekab dan BPS Kabupaten Situbondo 2008). c. Basis Komoditas Perkebunan Hasil analisis nilai LQ untuk komoditas tanaman perkebunan, menunjukkan bahwa setiap kecamatan di lima kecamatan wilayah studi memiliki komoditas tanaman perkebunan yang dominan dikembangkan oleh masyarakat. Tanaman tebu (luas tanam ha) merupakan komoditas tanaman perkebunan yang paling dominan di wilayah studi, karena di 5 (lima) kecamatan wilayah studi (Kecamatan Asembagus, Jangkar, Arjasa, Kapongan, dan Mangaran) tanaman tebu merupakan tanaman dominan dan luasan pengusahaannya paling luas dibandingkan tanaman perkebunan lainnya (Tabel 31). Tanaman tebu sudah sangat familiar dengan petani, karena di Kabupaten Situbondo terdapat 5 (lima) pabrik gula (PG) yang dibangun sejak zaman Belanda, yaitu: PG. Asembagus, PG. Panji, PG. Olean, PG. Wringin Anom, dan PG. Demas. Sejak lama Kabupaten Situbondo dikenal dengan sebutan Penghasil Gula di Jawa Timur. Tanaman tebu selain menghasilkan gula, oleh petani limbah tanaman tebu (daun pucuk tebu) dimanfaatkan untuk pakan ternak sapi, demikian juga limbah pabrik gula dari hasil pengelolaan tanaman tebu, yang berupa tetes (molases) dimanfaatkan petani untuk pakan ternak sapi. Oleh karena itu, perkembangan ternak sapi di daerah ini cukup baik. Jenis tanaman perkebunan lainnya yang merupakan komoditas dominan adalah tanaman tembakau (luas tanam 762 ha) dan kopi (luas tanam ha) yang pada umumnya terletak di Kecamatan Arjasa, khususnya di Desa Kayumas. Tembakau asal Desa Kayumas merupakan salah satu jenis tembakau yang cukup terkenal di Situbondo dan banyak diminati oleh masyarakat setempat maupun luar Kabupaten Situbondo (pabrik rokok di Jawa Timur) karena aromanya yang harum dan terkenal di pasaran dengan sebutan Tembakau Kayumas. Desa Kayumas yang terletak di Kecamatan Arjasa, selain terkenal penghasil tembakau, juga dikenal penghasil kopi, oleh karena itu Desa Kayumas dikenal dengan sebutan Perkebunan Kayumas.

15 111 Dalam rangka lebih meningkatkan pendapatan masyarakat,. upaya peningkatan produksi terhadap komoditas-komoditas tanaman perkebunan yang telah dikembangkan oleh masyarakat, seperti: tanaman tebu, tembakau, dan kopi perlu terus digiatkan mengingat komoditas-komoditas ini sudah banyak dikembangkan oleh masyarakat setempat. Upaya peningkatan produksi tanaman perkebunan dapat dilakukan melalui kegiatan intensifikasi, yaitu dengan penggunaan sarana produksi perkebunan dan pemanfaatan teknologi pertanian yang tepat guna, sehingga komoditas dominan tersebut masih mempunyai peluang yang cukup besar untuk ditingkatkan baik kualitas maupun kuantitasnya. Tabel 31 Nilai LQ komoditas tanaman perkebunan di wilayah Kabupaten Situbondo No Komoditas Kec. Asembagus Kec. Jangkar Kec. Arjasa Kec. Kapongan Kec. Mangaran 1. Tebu Tembakau Kopi Kelapa Kapuk Komoditas Unggulan dan Andalan a. Komoditas Unggulan dan Andalan Peternakan Komoditas unggulan dan andalan komoditas peternakan terdiri atas 5 (lima) komoditas, yaitu: sapi potong, domba, kambing, ayam kampung, dan itik. Kelima komoditas peternakan tersebut terseleksi dari dominansi harga jual masing-masing komoditas peternakan tersebut. Setelah menggunakan penilaian berikutnya, maka diperoleh bahwa ada 4 (empat) komoditas yang tergolong dalam komoditas andalan, yaitu: domba, kambing, ayam kampung, dan itik serta hanya 1 (satu) komoditas peternakan yang tergolong dalam komoditas unggulan, yaitu ternak sapi potong. Hasil analisis dapat dilihat pada Tabel 32.

16 112 Tabel 32 Penilaian komoditas ternak di Wilayah Kabupaten Situbondo pada tahun 2007 Komoditas Kriteria Penilaian Total Keputusan Bobot Sapi Potong ,- V 0.25 (4) (5) (5) 1.20 (4) 27 Unggulan (5) (4) Domba ,- V 0.15 (2) 2.08 (3) (3) 0.39 (3) 18 Andalan (4) (3) Kambing ,- V 0.19 (3) 0.45 (2) (2) 0.11 (2) 14 Andalan (3) (2) Ayam ,- V (1) (4) (4) 9.80 (5) 20 Andalan (1) (5) Itik ,- (2) V 1.14 (5) 0.10 (1) (1) 0.01 ( 1) (1) 11 Andalan Keterangan: (1) Nilai populasi (Rp), (2) Kesesuaian wilayah, (3) Laju perkembangan (%), (4) Nilai relatif perkembangan wilayah terhadap wilayah hirarkhi lebih tinggi (ratio), (5) Keunggulan kompetitif antar komoditas, (6) Komoditas diperdagangkan antar wilayah (LQ), dan (7) Prospek permintaan (daging, susu, dan telur) Sumber: Data diolah dari data sekunder: Bappekab dan BPS Kabupaten Situbondo 2008 Pada Tabel 32 menunjukkan bahwa komoditas ternak sapi potong unggul hampir pada semua kriteria yang dinilai dibandingkan dengan komoditas lainnya, sehingga komoditas ternak sapi potong tergolong komoditas unggulan di wilayah Kabupaten Situbondo. Komoditas ayam kampung unggul pada tingkat permintaan daging, komoditas diperdagangkan, dan itik unggul pada kriteria laju perkembangan, sedangkan ternak domba dan kambing mempunyai kriteria penilaian yang agak rendah, sehingga keempat komoditas ternak tersebut (ayam kampung, itik, domba, dan kambing) tergolong pada komoditas andalan. Keunggulan ternak sapi potong sebagai komoditas unggulan dibandingkan dengan jenis ternak lainnya, selain disebabkan oleh 7 (tujuh) kriteria penilaian di atas tersebut, juga disebabkan antara lain intensifnya Pemerintah Daerah melalui Dinas Peternakan Kabupaten Situbondo memperkenalkan jenis-jenis sapi potong unggul, seperti Simmental, Limousin, Brahman, Brangus, dan Hereford melalui kawin suntik (inseminasi buatan/ib). Lahirnya bibit sapi potong unggul yang bobot badan dewasa dapat melebihi dari kg/ekor dan harga pedet (umur 3-4 bulan) sapi potong berkisar Rp ,- - Rp ,- /ekor membuat masyarakat tertarik dan dalam waktu yang tidak terlalu lama, perkembangan dan populasi ternak sapi potong di wilayah ini cukup menonjol serta wilayah ini dikenal dengan sebutan kantong ternak sapi potong untuk Jawa Timur.

17 113 b. Komoditas Unggulan dan Andalan Tanaman Pangan Komoditas unggulan dan andalan komoditas tanaman pangan terdiri atas 5 (lima) komoditas, yaitu: padi, jagung, kacang tanah, kedelai, dan ketela pohon. Kelima komoditas tanaman pangan tersebut terseleksi dari dominansi luas tanaman masing-masing komoditas tanaman pangan tersebut. Setelah menggunakan kriteria penilaian berikutnya, maka diperoleh bahwa ada 3 (tiga) komoditas yang tergolong dalam komoditas andalan, yaitu: kacang tanah, kedelai, dan ketela pohon serta ada 2 (dua) komoditas tanaman pangan yang tergolong dalam komoditas unggulan, yaitu padi dan jagung. Hasil analisis komoditas unggulan dan andalan tanaman pangan dapat dilihat pada Tabel 33. Tabel 33 Penilaian komoditas tanaman pangan di Wilayah Kabupaten Situbondo tahun 2007 Komoditas Kriteria Penilaian Total Keputusan Bobot Padi (4) (4) 0.89 (2) (5) 1.75 (5) 29 Unggulan (5) Jagung (5) (3) 0.97 (3) (4) 1.70 (4) 28 Unggulan (4) Kacang Tanah 292 (2) (2) 1.66 (4) (2) 0.80 (2) (2) 16 Andalan Kedelai 42 (1) (1) 0.72 (1) (3) 0.59 (3) 13 Andalan ( 1) Ketela Pohon 446 (3) (5) 1.97 (5) (1) 1.38 (3) (1) 19 Andalan Keterangan: (1) Luas panen (ha), (2) Kesesuaian lahan, (3) Produktivitas (ton/ha), (4) Keunggulan komparatif, (5) Keunggulan kompetitif, (6) LQ Produksi, dan (7) Peluang pengembangan Sumber: Data diolah dari data sekunder: Bappekab dan BPS Kabupaten Situbondo 2008 Pada Tabel 33 menunjukkan bahwa komoditas tanaman padi dan jagung unggul hampir pada semua kriteria yang dinilai dibandingkan dengan komoditas lainnya, sehingga komoditas tanaman padi dan jagung tergolong komoditas unggulan di wilayah Kabupaten Situbondo. Komoditas ketela pohon unggul pada tingkat produktivitas ton/ha dan keunggulan komparatif, sedangkan kacang tanah dan kedelai mempunyai kriteria penilaian yang agak rendah, sehingga ketiga komoditas tanaman pangan tersebut (ketela pohon, kacang tanah dan kedelai) tergolong pada komoditas andalan.

18 114 Keunggulan tanaman padi dan jagung sebagai komoditas unggulan dibandingkan dengan komoditas tanaman pangan lainnya, selain disebabkan oleh 7 (tujuh) kriteria penilaian di atas tersebut, juga disebabkan antara lain intensifnya Pemerintah Daerah melalui Dinas Pertanian Kabupaten Situbondo memberikan penyuluhan dan memperkenalkan varietas-varietas unggul kepada petani. c. Komoditas Unggulan dan Andalan Tanaman Perkebunan Penilaiankomoditas tanaman perkebunan di wilayah Kabupaten Situbondo dapat dilihat pada Tabel 34. Tabel 34 Penilaian komoditas tanaman perkebunan di Wilayah Kabupaten Situbondo tahun 2007 Komoditas Kriteria Penilaian Total Keputusan Bobot Tebu (5) (5) 1.40 (4) (5) 1.10 (5) 33 Unggulan (4) Tembakau 762 (3) (3) 0.74 (3) (4) 0.57 (4) 22 Unggulan (3) Kopi (4) (4) 1.60 (5) (3) 1.25 (3) 25 Unggulan (5) Kelapa 209 (2) (2) 0.09 (1) (1) 0.07 (2) 13 Andalan ( 1) Kapuk 39 (1) (1) 0.14 (2) (2) 0.11 (1) 12 Andalan (2) Keterangan: (1) Luas tanam (ha), (2) Kesesuaian lahan, (3) Produktivitas (ton/ha), (4) Keunggulan komparatif, (5) Keunggulan kompetitif, (6) LQ Produksi, dan (7) Peluang pengembangan Sumber: Data diolah dari data sekunder: Bappekab dan BPS Kabupaten Situbondo 2008 Komoditas unggulan dan andalan komoditas tanaman perkebunan terdiri atas 5 (lima) komoditas, yaitu: tanaman tebu, tembakau, kopi, kelapa, dan kapuk. Kelima komoditas tanaman perkebunan tersebut terseleksi dari dominansi luas tanam komoditas tanaman pangan tersebut. Setelah menggunakan penilaian berikutnya, maka diperoleh bahwa ada 3 (tiga) komoditas yang tergolong dalam komoditas unggulan, yaitu: tebu, kopi, dan tembakau serta hanya 2 (dua) komoditas tanaman perkebunan yang tergolong dalam komoditas andalan, yaitu tanaman kelapa dan kapuk.

19 115 Pada Tabel 34 di atas menunjukkan bahwa komoditas tanaman tebu unggul hampir pada semua kriteria yang dinilai dibandingkan dengan komoditas lainnya, sehingga komoditas tanaman tebu tergolong komoditas unggulan di wilayah Kabupaten Situbondo. Tanaman kopi dan tembakau mempunyai kriteria penilaian yang agak rendah di kesesuaian lahan, namun komoditas ini termasuk komoditas unggulan di daerah daerah studi. Komoditas tanaman kelapa dan kapuk mempunyai kriteria penilaian yang agak rendah, sehingga kedua komoditas tanaman perkebunan tersebut tergolong pada komoditas andalan Analisis Usahatani a. Komoditas Peternakan Data kegiatan usahatani peternakan yag dilakukan oleh peternak di wilayah Kabupaten Situbondo diperoleh melalui kegiatan survai terhadap rumah tangga peternak. Jumlah responden sebanyak orang peternak terdiri atas: 500 responden peternak sapi, 200 responden peternak domba, 250 responden peternak kambing, 300 responden peternak ayam buras, 100 responden peternak itik, yang diambil dari lima kecamatan, yaitu: Kecamatan Asembagus, Jangkar, Arjasa, Kapongan, dan Mangaran. Responden dalam penelitian ini adalah peternak yang selain mengelola usaha ternaknya juga melakukan usaha lainnya, seperti: dalam bidang pertanian, perkebunan, perikanan, perdagangan, dan lain sebagainya. Umur responden peternak terdiri atas 14 % berumur tahun, 59 % berumur tahun, dan sisanya 27 % berumur lebih dari 50 tahun. Pendidikan responden peternak sebagian besar (66 %) hanya berpendidikan SD, 22 % berpendidikan SLP, 11 % berpendidikan SLA, dan hanya 1 % yang berpendidikan diploma/sarjana. Rata-rata jumlah kepemilikan ternak yang dimiliki responden, yaitu untuk sapi potong 2 ekor, domba 11 ekor, kambing 9 ekor, ayam kampung 19 ekor, dan itik 89 ekor.

20 116 Komoditas peternakan yang dikembangkan di wilayah Kabupaten Situbondo pada umumnya meliputi: sapi potong, domba, kambing, ayam kampung, dan itik, sedangkan ternak kerbau dan sapi perah tidak berkembang dan tidak terlalu banyak diusahakan oleh masyarakat. Jenis komoditas peternakan yang diusahakan oleh peternak sangat ditentukan oleh permintaan pasar yang tinggi baik pasar daerah sendiri maupun luar daerah serta kemudahan dalam pemeliharaan. Untuk mengetahui apakah kegiatan usahatani yang dilakukan secara ekonomis menguntungkan atau merugi secara ekonomis dapat dilakukan analisis usahatani yang didukung data-data yang memadai baik data pengeluaran untuk berbagai sarana produksi maupun biaya upah dan ongkos yang dikeluarkan. Hasil analisis usahatani beberapa komoditas ternak dapat dilihat pada Tabel 35 dan Lampiran 3. Tabel 35 Hasil analisis usahatani beberapa komoditas ternak di Kabupaten Situbondo No Komoditas Total Biaya Penerimaan Keuntungan R/C 1. Sapi Potong , , , (Penggemukan) 2. Sapi Potong , , , (Pembibitan) 3. Domba , , , Kambing , , , Ayam Buras , , , I t i k , , , Pada Tabel 35 menunjukkan bahwa seluruh komoditas peternakan yang dibudidayakan di Kabupaten Situbondo secara ekonomis menguntungkan untuk dikembangkan. Kelayakan secara ekonomis untuk dikembangkan dapat dilihat dari nilai R/C ratio yang lebih besar dari satu (R/C > 1). Komoditas ternak sapi potong menghasilkan pendapatan yang tertinggi dibandingkan komoditas ternak lainnya, selanjutnya berturut-turut disusul ternak domba, kambing, itik, dan ayam buras.

21 117 Dari sisi pendapatan peternak dalam setahun, menunjukkan bahwa usahatani penggemukan ternak sapi potong menghasilkan keuntungan tertinggi, yaitu sekitar Rp ,- /ekor/tahun, diikuti berturut-turut pembibitan sapi potong Rp ,-/ekor/tahun, ternak itik Rp ,-/55 ekor/tahun, ternak domba Rp ,-/5 ekor/tahun, ayam buras Rp ,-/55 ekor/tahun, dan terendah adalah usahatani ternak kambing yaitu sekitar Rp ,- /5 ekor/tahun. Hasil analisis tersebut memperlihatkan nilai keuntungan dari usahatani peternakan masih tergolong rendah. Hal ini disebabkan oleh rendahnya tingkat produktivitas komoditas peternakan yang diusahakan peternak. Rendahnya produktivitas komoditas peternakan tersebut, antara lain disebabkan jumlah ternak yang dikembangkan masih dalam skala kecil (untuk sapi potong rata-rata 2 ekor/peternak) dan umumnya dipelihara secara semi intensif, sehingga produktivitasnya kurang optimal. Selain itu, sebagian besar peternak menggunakan biaya produksi yang relatif rendah. Pada umumnya peternak pembibitan sapi potong, domba, dan kambing hanya mengandalkan rumput saja atau jerami padi serta jerami kacang tanah untuk pakan ternaknya. Demikian juga dalam hal biaya pemeliharaan, biaya tenaga kerja, dan biaya pakan. Pada umumnya peternak memanfaatkan tenaga kerja dalam rumah tangga sendiri untuk merawat ternak dan mencari pakan hijauan. Peluang peningkatan pendapatan peternak yang diterima dalam usahatani masih dapat ditingkatkan, baik melalui ekstensifikasi maupun intesifikasi usahaternak, yaitu dengan peningkatan jumlah ternak yang dipelihara, pemberian pakan yang rasional, penggunaan bibit unggul, dan pemeliharaan ternak yang baik. Untuk mendapatkan keuntungan yang layak dan usaha peternakan dapat dijadikan sebagai pekerjaan pokok, dengan penghasilan Rp ,-/tahun, maka ternak yang dipelihara minimal untuk penggemukan sapi potong sebanyak 3 ekor, pembibitan sapi potong sebanyak 4 ekor, domba 44 ekor, kambing 60 ekor, ayam buras 660 ekor, dan itik 300 ekor. b. Komoditas Pertanian (Tanaman Pangan dan Perkebunan) Komoditas tanaman pangan yang dikembangkan di wilayah studi pada umumnya tanaman padi dan jagung yang luasannya cukup luas, yaitu ha

22 118 dan ha, sedangkan kacang tanah, kedelai, dan ketela pohon tidak terlalu banyak diusahakan oleh masyarakat, yaitu berturut-turut: 292 ha, 42 ha, dan 446 ha. Komoditas tanaman perkebunan yang paling dominan dikembangkan di wilayah ini adalah tanaman tebu (luas tanam ha), sedangkan tanaman tembakau seluas 762 ha dan terpusat di Desa Kayumas, yaitu seluas 666 ha. Jenis komoditas tanaman pangan dan perkebunan yang diusahakan oleh petani sangat ditentukan oleh permintaan pasar yang tinggi baik pasar daerah sendiri maupun luar daerah serta kemudahan dalam pemeliharaan dan modal yang dibutuhkan dalam usahatani. Untuk mengetahui apakah kegiatan usahatani yang dilakukan secara ekonomis menguntungkan atau merugi secara ekonomis dapat dilakukan analisis usahatani yang didukung data-data yang memadai baik data pengeluaran untuk berbagai sarana produksi maupun biaya upah dan ongkos yang dikeluarkan. Hasil analisis usahatani tanaman padi, jagung, dan tebu dapat dilihat pada Tabel 36 dan Lampiran 3 Tabel 36 Hasil analisis usahatani beberapa komoditas pertanian di Kabupaten Situbondo No Komoditas Total Biaya Penerimaan Keuntungan R/C Komoditas Tanaman Pangan (per Hektar) 1. Padi Jagung Komoditas Tanaman Perkebunan (per Hektar) 1 Tebu Pada Tabel 36 menunjukkan bahwa seluruh komoditas pertanian, tanaman pangan maupun tanaman perkebunan yang dibudidayakan di Kabupaten Situbondo secara ekonomis menguntungkan untuk dikembangkan. Kelayakan secara ekonomis untuk dikembangkan dapat dilihat dari nilai R/C ratio yang lebih besar dari satu (R/C > 1). Komoditas tanaman pangan jagung menghasilkan pendapatan yang tertinggi dibandingkan komoditas tanaman pangan lainnya, selanjutnya berturut-turut disusul tanaman padi, dan tebu.

23 119 Dari sisi pendapatan petani dalam setahun, menunjukkan bahwa usahatani tanaman jagung menghasilkan keuntungan tertinggi, yaitu sekitar Rp /hektar/musim, diikuti berturut-turut tanaman padi Rp ,-/hektar/musim, dan tanaman tebu Rp ,-/hektar/tahun. Hasil analisis tersebut memperlihatkan nilai keuntungan dari usahatani pertanian masih tergolong rendah. Hal ini disebabkan oleh rendahnya tingkat produktivitas komoditas pertanian yang diusahakan petani. Rendahnya produktivitas komoditas pertanian tersebut, antara lain disebabkan jumlah luasan lahan yang dikembangkan masih dalam skala kecil, yaitu sekitar 0.5 hektar dan umumnya dipelihara secara semi intensif, sehingga produktivitasnya kurang optimal. Selain itu, sebagian besar petani menggunakan biaya produksi yang relatif rendah. Demikian juga dalam hal biaya pemeliharaan, biaya tenaga kerja, dan biaya bibit. Pada umumnya petani memanfaatkan tenaga kerja dalam rumah tangga sendiri. Peluang peningkatan pendapatan petani yang diterima dalam usahatani masih dapat ditingkatkan, yaitu melalui intesifikasi usahatani yang tepat, meliputi pemakaian bibit unggul, pengolahan tanah yang benar, pemakaian pupuk berimbang, pencegahan penyakit, pengairan yang cukup, pemeliharaan yang baik, dan pengelolaan pasca panen. Untuk mendapatkan keuntungan yang layak dan usaha pertanian dapat dijadikan sebagai pekerjaan pokok, dengan penghasilan Rp ,-/tahun, maka lahan yang diusahakan oleh petani minimal satu hektar Kesimpulan Wilayah Kabupaten Situbondo merupakan basis untuk pengembangan komoditas peternakan, seperti: sapi potong, domba, kambing, dan itik. Komoditas ternak sapi potong merupakan komoditas unggulan dan memberikan keuntungan yang tertinggi bagi peternak. Keuntungan usahatani yang diperoleh pada umumnya masih agak rendah yang disebabkan skala usaha ternak yang kecil dan sistem pemeliharaannya pada umumnya masih semi intensif. Dalam rangka mengoptimalkan keuntungan usahatani, maka program intensifikasi pemeliharaan ternak melalui panca usaha ternak potong (PUTP) harus dilaksanakan dan skala usaha ternak sapi potong jumlahnya ditingkatkan minimal 3-4 ekor/perternak. Selain basis pengembangan komoditas peternakan, wilayah Kabupaten Situbondo

24 120 juga merupakan basis pengembangan tanaman pangan dan perkebunan. Komoditas tanaman jagung dan padi merupakan komoditas unggulan tanaman pangan dan memberikan keuntungan tertinggi bagi petani, sedangkan tanaman tebu, tembakau, dan kopi merupakan komoditas unggulan tanaman perkebunan di wilayah studi. Keuntungan usahatani yang diperoleh pada umumnya masih dapat ditingkatkan dengan cara menambah luasan skala usahatani (minimal 1 hektar) dan sistem pemeliharaannya dilakukan secara intensif. DAFTAR PUSTAKA Badan Agribisnis Departemen Pertanian Kelayakan Investasi Agribisnis Rambutan, Manggis, dan Mangga. Cetakan Pertama. Yogyakarta: Kanisius. [BPS] Badan Pusat Statistik Situbondo Dalam Angka 2006/2007. Situbondo: Pemerintah Kabupaten Situbondo Kerjasama BPS dan BAPPEKAB Situbondo. [BAPPEKAB] Badan Perencanaan dan Pembangunan Kabupaten dan [BPS] Badan Pusat Statistik Profil Kabupaten Situbondo. Situbondo: Pemerintah Kabupaten Situbondo Kerjasama BAPPEKAB dan BPS Situbondo. [Disnak Situbondo] Dinas Peternakan Situbondo Laporan Tahunan Dinas Peternakan Situbondo. Situbondo: Dinas Peternakan Kabupaten Situbondo. Djamin Z Perencanaan dan Analisa Proyek. Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Kurnia G Modernisasi dan Penguatan Ekonomi Rakyat di Perdesaan; Pembangunan Ekonomi Rakyat Perdesaan. Jakarta: Bina Rena Pariwara. Pambudy R, T. Sipayung T, Priatna WB, Burhanuddin, Kriswantriyono A, Satria A Bisnis dan Kewirausahaan dalam Sistem Agribisnis. Bogor: Pustaka Wirausaha Muda. [Pemkab] Pemerintah Kabupaten Purbalingga Profil Produk Potensial, Andalan, dan Unggulan Kabupaten Purbalingga. Purbalingga: Pemerintah Kabupaten Purbalingga. Santosa U Prospek Agribisnis Penggemukan Pedet. Jakartra: Penebar Swadaya. Saragih B Agribisnis Berbasis Peternakan. Bogor: USESE Foundation dan Pusat Studi Pembangunan IPB.

25 121 Sarwono B, Arianto HB Penggemukan Sapi Potong Secara Cepat. Jakarta: Penebar Swadaya. Soehadji Peluang Usaha Sapi Potong dan Kemitraan Usaha. Jakarta: Dirjen Peternakan, Depertemen Pertanian. Sugeng YB Sapi Potong. Jakarta: Penebar Swadaya Budidaya Sapi Potong. Jakarta: Penebar Swadaya.

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO 10.1. Kebijakan Umum Penduduk Kabupaten Situbondo pada umumnya banyak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu sub dari sektor pertanian masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. Kontribusi peningkatan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN 5.1. Lokasi dan Topografi Kabupaten Donggala memiliki 21 kecamatan dan 278 desa, dengan luas wilayah 10 471.71 kilometerpersegi. Wilayah ini

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Provinsi Jawa Timur. Penetapan lokasi penelitian didasarkan atas pertimbangan mempunyai potensi yang memungkinkan untuk

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN Lokakarya Pengembangan Sistem Integrasi Kelapa SawitSapi POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN ABDULLAH BAMUALIM dan SUBOWO G. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya peningkatan produksi tanaman pangan khususnya pada lahan sawah melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. Pertambahan jumlah penduduk

Lebih terperinci

KAJIAN RAGAM SUMBER PENDAPATAN RUMAH TANGGA PEDESAAN (STUDI KASUS DESA PRIMA TANI KABUPATEN PROBOLINGGO, JAWA TIMUR)

KAJIAN RAGAM SUMBER PENDAPATAN RUMAH TANGGA PEDESAAN (STUDI KASUS DESA PRIMA TANI KABUPATEN PROBOLINGGO, JAWA TIMUR) KAJIAN RAGAM SUMBER PENDAPATAN RUMAH TANGGA PEDESAAN (STUDI KASUS DESA PRIMA TANI KABUPATEN PROBOLINGGO, JAWA TIMUR) Kasmiyati, Amik Krismawati dan Dwi Setyorini Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan konsumsi daging sapi penduduk Indonesia cenderung terus meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia dan kesadaran masyarakat akan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Jumlah petani di Indonesia menurut data BPS mencapai 45% dari total angkatan kerja di Indonesia, atau sekitar 42,47 juta jiwa. Sebagai negara dengan sebagian besar penduduk

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pasokan sumber protein hewani terutama daging masih belum dapat mengimbangi

I. PENDAHULUAN. pasokan sumber protein hewani terutama daging masih belum dapat mengimbangi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permintaan pangan hewani asal ternak (daging, telur dan susu) dari waktu kewaktu cenderung meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk, pendapatan, kesadaran

Lebih terperinci

STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT.

STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT. STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT 214 Statistik Daerah Kecamatan Air Dikit 214 Halaman ii STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT 214 STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT 214 Nomor ISSN : - Nomor Publikasi

Lebih terperinci

KAJIAN TINGKAT INTEGRASI PADI-SAPI PERAH DI NGANTANG KABUPATEN MALANG

KAJIAN TINGKAT INTEGRASI PADI-SAPI PERAH DI NGANTANG KABUPATEN MALANG KAJIAN TINGKAT INTEGRASI PADI-SAPI PERAH DI NGANTANG KABUPATEN MALANG Rohmad Budiono 1 dan Rini Widiati 2 1 Balai Pengkajian Teknoogi Pertanan Jawa Timur 2 Fakultas Peternakan UGM, Yogyakarta ABSTRAK Tujuan

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR

ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR LUDY K. KRISTIANTO, MASTUR dan RINA SINTAWATI Balai Pengkajian Teknologi Pertanian ABSTRAK Kerbau bagi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laju peningkatan produktivitas tanaman padi di Indonesia akhir-akhir ini cenderung melandai, ditandai salah satunya dengan menurunnya produksi padi sekitar 0.06 persen

Lebih terperinci

SEKTOR PERTANIAN UNGGULAN DI KABUPATEN BANDUNG SELAMA TAHUN Nina Herninawati 1)

SEKTOR PERTANIAN UNGGULAN DI KABUPATEN BANDUNG SELAMA TAHUN Nina Herninawati 1) SEKTOR PERTANIAN UNGGULAN DI KABUPATEN BANDUNG SELAMA TAHUN 2001-2011 Nina Herninawati 1) nha_moet@ymail.com Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi Unang Unang17@yahoo.com Fakultas

Lebih terperinci

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Sains dan Teknologi ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Kondisi geografis

BAB I PENDAHULUAN. Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Kondisi geografis BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Kondisi geografis menjadi salah satu faktor pendukung peternakan di Indonesia. Usaha peternakan yang berkembang

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN SLEMAN. Berdasarkan kondisi geografisnya wilayah Kabupaten Sleman terbentang

IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN SLEMAN. Berdasarkan kondisi geografisnya wilayah Kabupaten Sleman terbentang IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN SLEMAN A. Letak Geografis Kabupaten Sleman Berdasarkan kondisi geografisnya wilayah Kabupaten Sleman terbentang mulai 110⁰ 13' 00" sampai dengan 110⁰ 33' 00" Bujur Timur, dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional, yang memiliki warna sentral karena berperan dalam meletakkan dasar yang kokoh bagi

Lebih terperinci

diperoleh melalui sistem pendataan pengunjung. dilihat pada tabel

diperoleh melalui sistem pendataan pengunjung. dilihat pada tabel mengisi daftar kehadiran atau berdasar data yang diperoleh melalui sistem pendataan pengunjung. Adapun jumlah Pengunjung Perpustakaan dapat dilihat pada tabel 2.184. Tabel 2.184. Jumlah Pengunjung Perpustakaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan adalah bagian dari sektor pertanian yang merupakan sub sektor yang penting dalam menunjang perekonomian masyarakat. Komoditas peternakan mempunyai prospek

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. bujur timur. Wilayahnya sangat strategis karena dilewati Jalur Pantai Utara yang

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. bujur timur. Wilayahnya sangat strategis karena dilewati Jalur Pantai Utara yang IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Kondisi Geografis Kabupaten Batang adalah salah satu kabupaten yang tercatat pada wilayah administrasi Provinsi Jawa Tengah. Letak wilayah berada diantara koordinat

Lebih terperinci

Tabel 5.1 Keterkaitan Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran Pembangunan Daerah Tahun

Tabel 5.1 Keterkaitan Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran Pembangunan Daerah Tahun Tabel 5. Keterkaitan Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran Pembangunan Daerah Tahun 3-8 VISI MISI TUJUAN SASARAN INDIKATOR SATUAN AWAL TARGET INDIKATOR 3 4 5 6 7 8 8 3 4 5 6 7 8 9 3 4 TERWUJUDNYA TEMANGGUNG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional.

BAB I PENDAHULUAN. langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan regional memiliki peran utama dalam menangani secara langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional. Peranan perencanaan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Beberapa gambaran umum dari kondisi fisik Kabupaten Blitar yang merupakan wilayah studi adalah kondisi geografis, kondisi topografi, dan iklim.

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR. Edi Basuno Ikin Sadikin Dewa Ketut Sadra Swastika

LAPORAN AKHIR. Edi Basuno Ikin Sadikin Dewa Ketut Sadra Swastika LAPORAN AKHIR SURVEI PENDASARAN SOSIAL EKONOMI PROYEK PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI MISKIN MELALUI INOVASI DI KABUPATEN ENDE, PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Edi Basuno Ikin Sadikin Dewa Ketut Sadra Swastika

Lebih terperinci

KEUNGGULAN KOMPETITIF SISTEM USAHATANI TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN SUMBA TIMUR, NTT

KEUNGGULAN KOMPETITIF SISTEM USAHATANI TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN SUMBA TIMUR, NTT KEUNGGULAN KOMPETITIF SISTEM USAHATANI TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN SUMBA TIMUR, NTT Rachmat Hendayana Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Jl Tentara Pelajar, 10 Bogor ABSTRAK Makalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di beberapa daerah di Indonesia telah memberikan

Lebih terperinci

Potensi Kota Cirebon Tahun 2010 Bidang Pertanian SKPD : DINAS KELAUTAN PERIKANAN PETERNAKAN DAN PERTANIAN KOTA CIREBON

Potensi Kota Cirebon Tahun 2010 Bidang Pertanian SKPD : DINAS KELAUTAN PERIKANAN PETERNAKAN DAN PERTANIAN KOTA CIREBON Potensi Kota Cirebon Tahun 2010 Bidang Pertanian SKPD : DINAS KELAUTAN PERIKANAN PETERNAKAN DAN PERTANIAN KOTA CIREBON No. Potensi Data Tahun 2009 Data Tahun 2010*) 1. Luas lahan pertanian (Ha) 327 327

Lebih terperinci

PROGRAM AKSI PERBIBITAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN BATANG HARI

PROGRAM AKSI PERBIBITAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN BATANG HARI PROGRAM AKSI PERBIBITAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN BATANG HARI H. AKHYAR Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Batang Hari PENDAHULUAN Kabupaten Batang Hari dengan penduduk 226.383 jiwa (2008) dengan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Lampung Selatan adalah salah satu dari 14 kabupaten/kota yang terdapat di Provinsi

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Lampung Selatan adalah salah satu dari 14 kabupaten/kota yang terdapat di Provinsi IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Geografi Lampung Selatan adalah salah satu dari 14 kabupaten/kota yang terdapat di Provinsi Lampung. Kabupaten Lampung Selatan terletak di ujung selatan Pulau Sumatera

Lebih terperinci

ANALISA PERBANDINGAN SOSIAL EKONOMI PETANI JAGUNG SEBELUM DAN SETELAH ADANYA PROGRAM PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN MUNGKA KABUPATEN LIMA PULUH KOTA

ANALISA PERBANDINGAN SOSIAL EKONOMI PETANI JAGUNG SEBELUM DAN SETELAH ADANYA PROGRAM PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN MUNGKA KABUPATEN LIMA PULUH KOTA ANALISA PERBANDINGAN SOSIAL EKONOMI PETANI JAGUNG SEBELUM DAN SETELAH ADANYA PROGRAM PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN MUNGKA KABUPATEN LIMA PULUH KOTA OLEH ELSA THESSIA YENEVA 06114052 FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Undang No 22 tahun 1999 tentang Kewewenangan Untuk Menggali Potensi

I. PENDAHULUAN. Undang No 22 tahun 1999 tentang Kewewenangan Untuk Menggali Potensi I. PENDAHULUAN.. Latar Belakang Dalam era otonomi seperti saat ini, dengan diberlakukannya Undang- Undang No tahun tentang Kewewenangan Untuk Menggali Potensi sesuai dengan keadaan dan keunggulan daerah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang mayoritas penduduknya sebagian besar adalah petani. Sektor pertanian adalah salah satu pilar dalam pembangunan nasional Indonesia. Dengan

Lebih terperinci

RENCANA PENGEMBANGAN PETERNAKAN PADA SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KALIMANTAN SELATAN

RENCANA PENGEMBANGAN PETERNAKAN PADA SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KALIMANTAN SELATAN RENCANA PENGEMBANGAN PETERNAKAN PADA SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KALIMANTAN SELATAN MASKAMIAN Dinas Peternakan Provinsi Kalimantan Selatan Jl. Jenderal Sudirman No 7 Banjarbaru ABSTRAK Permintaan pasar

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :......

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :...... LAMPIRAN 50 Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama :... 2. Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :... 4. Pendidikan Terakhir :.. 5. Mata Pencaharian a. Petani/peternak

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh : Desvionita Nasrul BP

SKRIPSI. Oleh : Desvionita Nasrul BP TINGKAT ADOPSI INOVASI PENGOLAHAN LIMBAH KAKAO DALAM PAKAN TERNAK SAPI POTONG ( Studi Kasus Pada Kelompok Tani Karya Abadi Sungai Buluh, Kecamatan Batang Anai, Kabupaten Padang Pariaman ) SKRIPSI Oleh

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi SKPD Visi SKPD adalah gambaran arah pembangunan atau kondisi masa depan yang ingin dicapai SKPD melalui penyelenggaraan tugas

Lebih terperinci

Kontribusi Usahatani Padi dan Usaha Sapi Potong Terhadap Pendapatan Keluarga Petani di Kecamatan Purwodadi Kabupaten Grobogan Provinsi Jawa Tengah

Kontribusi Usahatani Padi dan Usaha Sapi Potong Terhadap Pendapatan Keluarga Petani di Kecamatan Purwodadi Kabupaten Grobogan Provinsi Jawa Tengah Kontribusi Usahatani Padi dan Usaha Sapi Potong Terhadap Pendapatan Keluarga Petani di Kecamatan Purwodadi Kabupaten Grobogan Provinsi Jawa Tengah Albina Br Ginting ABSTRACT This study aims to: 1). to

Lebih terperinci

PENINGKATAN EKONOMI MASYARAKAT MELALUI PENINGKATAN PRODUKTIFITAS TERNAK SAPI POTONG DI KELURAHAN MERDEKA KECAMATAN KUPANG TIMUR KABUPATEN KUPANG

PENINGKATAN EKONOMI MASYARAKAT MELALUI PENINGKATAN PRODUKTIFITAS TERNAK SAPI POTONG DI KELURAHAN MERDEKA KECAMATAN KUPANG TIMUR KABUPATEN KUPANG PENINGKATAN EKONOMI MASYARAKAT MELALUI PENINGKATAN PRODUKTIFITAS TERNAK SAPI POTONG DI KELURAHAN MERDEKA KECAMATAN KUPANG TIMUR KABUPATEN KUPANG Ferdinan S. Suek, Melkianus D. S. Randu Program Studi Produksi

Lebih terperinci

LINGKUNGAN BISNIS USAHA TERNAK ITIK. : Wahid Muhammad N. Nim : SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

LINGKUNGAN BISNIS USAHA TERNAK ITIK. : Wahid Muhammad N. Nim : SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER STMIK AMIKOM YOGYAKARTA LINGKUNGAN BISNIS USAHA TERNAK ITIK Nama : Wahid Muhammad N Nim : 10.01.2733 Kelas : D3 TI 2A SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER STMIK AMIKOM YOGYAKARTA I ABSTRAK Pengembangan usaha ternak

Lebih terperinci

BUPATI PASURUAN PERATURAN BUPATI PASURUAN NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM INTENSIFIKASI PERTANIAN KABUPATEN PASURUAN TAHUN 2015

BUPATI PASURUAN PERATURAN BUPATI PASURUAN NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM INTENSIFIKASI PERTANIAN KABUPATEN PASURUAN TAHUN 2015 BUPATI PASURUAN PERATURAN BUPATI PASURUAN NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM INTENSIFIKASI PERTANIAN KABUPATEN PASURUAN TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

Lebih terperinci

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KAMBING-DOMBA. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KAMBING-DOMBA. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KAMBING-DOMBA Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang memiliki potensi hijauan hasil limbah pertanian seperti padi, singkong, dan

I. PENDAHULUAN. yang memiliki potensi hijauan hasil limbah pertanian seperti padi, singkong, dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kabupaten Lampung Timur merupakan salah satu daerah di provinsi Lampung yang memiliki potensi hijauan hasil limbah pertanian seperti padi, singkong, dan jagung, sehingga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk Domestik Bruto (PDB) subsektor

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Profil Kabupaten Ngawi 1. Tinjauan Grafis a. Letak Geografis Kabupaten Ngawi terletak di wilayah barat Provinsi Jawa Timur yang berbatasan langsung dengan Provinsi Jawa Tengah.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

S. Andy Cahyono dan Purwanto

S. Andy Cahyono dan Purwanto S. Andy Cahyono dan Purwanto Balai Penelitian Teknologi Kehutanan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Jl. Jend A. Yani-Pabelan, Kartasura. PO BOX 295 Surakarta 57102 Telp/Fax: (0271) 716709; 716959 Email:

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan protein hewani adalah sapi perah dengan produk

I. PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan protein hewani adalah sapi perah dengan produk I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu kegiatan pembangunan yang menjadi skala prioritas karena dapat memenuhi kebutuhan protein hewani yang dibutuhkan oleh masyarakat.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Perolehan pangan yang cukup baik dalam jumlah maupun mutu merupakan sesuatu yang penting bagi setiap manusia agar dapat hidup secara berkualitas. Oleh karena itu hak atas kecukupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang) 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat telah menyebabkan konsumsi daging ayam ras (broiler) secara nasional cenderung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan pada sektor pertanian. Di Indonesia sektor pertanian memiliki peranan besar dalam menunjang

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. Tujuan pembangunan sub sektor peternakan Jawa Tengah adalah untuk

PENGANTAR. Latar Belakang. Tujuan pembangunan sub sektor peternakan Jawa Tengah adalah untuk PENGANTAR Latar Belakang Tujuan pembangunan sub sektor peternakan Jawa Tengah adalah untuk meningkatkan ketahanan pangan rumah tangga yang berbasis pada keragaman bahan pangan asal ternak dan potensi sumber

Lebih terperinci

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 27 Secara rinci indikator-indikator penilaian pada penetapan sentra pengembangan komoditas unggulan dapat dijelaskan sebagai berikut: Lokasi/jarak ekonomi: Jarak yang dimaksud disini adalah jarak produksi

Lebih terperinci

PRODUKSI PANGAN INDONESIA

PRODUKSI PANGAN INDONESIA 65 PRODUKSI PANGAN INDONESIA Perkembangan Produksi Pangan Saat ini di dunia timbul kekawatiran mengenai keberlanjutan produksi pangan sejalan dengan semakin beralihnya lahan pertanian ke non pertanian

Lebih terperinci

3.1 Penilaian Terhadap Sistem Perekonomian / Agribisnis

3.1 Penilaian Terhadap Sistem Perekonomian / Agribisnis 3.1 Penilaian Terhadap Sistem Perekonomian / Agribisnis 3.1.1 Kelembagaan Agro Ekonomi Kelembagaan agro ekonomi yang dimaksud adalah lembaga-lembaga yang berfungsi sebagai penunjang berlangsungnya kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan tersebut belum diimbangi dengan penambahan produksi yang memadai.

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan tersebut belum diimbangi dengan penambahan produksi yang memadai. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Konsumsi daging sapi di Indonesia terus mengalami peningkatan. Namun peningkatan tersebut belum diimbangi dengan penambahan produksi yang memadai. Laju peningkatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Permintaan pangan hewani terutama daging sapi meningkat cukup besar

I. PENDAHULUAN. Permintaan pangan hewani terutama daging sapi meningkat cukup besar 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Permintaan pangan hewani terutama daging sapi meningkat cukup besar sejalan dengan laju pertumbuhan penduduk baik pada tingkat nasional maupun wilayah provinsi. Untuk

Lebih terperinci

BAB III. AKUNTABILITAS KINERJA. Berikut ini merupakan gambaran umum pencapaian kinerja Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur :

BAB III. AKUNTABILITAS KINERJA. Berikut ini merupakan gambaran umum pencapaian kinerja Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur : BAB III. AKUNTABILITAS KINERJA 3.1. CAPAIAN KINERJA ORGANISASI 3.1.1. Capaian Kinerja Berikut ini merupakan gambaran umum pencapaian kinerja Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur : Tujuan 1 Sasaran : Meningkatkan

Lebih terperinci

Reny Debora Tambunan, Reli Hevrizen dan Akhmad Prabowo. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Lampung ABSTRAK

Reny Debora Tambunan, Reli Hevrizen dan Akhmad Prabowo. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Lampung ABSTRAK ANALISIS USAHA PENGGEMUKAN SAPI BETINA PERANAKAN ONGOLE (PO) AFKIR (STUDI KASUS DI KELOMPOK TANI TERNAK SUKAMAJU II DESA PURWODADI KECAMATAN TANJUNG SARI, KABUPATEN LAMPUNG SELATAN) Reny Debora Tambunan,

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Lokasi Geografis

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Lokasi Geografis 33 KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Lokasi Geografis Daerah penelitian terletak di Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Kecamatan Imogiri berada di sebelah Tenggara dari Ibukota Kabupaten Bantul.

Lebih terperinci

POTENSI LAHAN PERTANIAN BAGI PENGEMBANGAN PALAWIJA DI LAMPUNG

POTENSI LAHAN PERTANIAN BAGI PENGEMBANGAN PALAWIJA DI LAMPUNG POTENSI LAHAN PERTANIAN BAGI PENGEMBANGAN PALAWIJA DI LAMPUNG Oleh: Muchjidin Rachmat*) Abstrak Tulisan ini melihat potensi lahan, pengusahaan dan kendala pengembangan palawija di propinsi Lampung. Potensi

Lebih terperinci

V. DESKRIPSI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

V. DESKRIPSI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR 61 V. DESKRIPSI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR 5.1. Keadaaan Geografis dan Administrasi Daerah Provinsi NTT terletak antara 8 0-12 0 Lintang Selatan dan 118 0-125 0 Bujur Timur. Luas wilayah daratan 48 718.10

Lebih terperinci

AGRIBISNIS KAMBING - DOMBA

AGRIBISNIS KAMBING - DOMBA PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KAMBING - DOMBA Edisi Kedua Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2007 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN

Lebih terperinci

STRATEGI USAHA PENGEMBANGAN PETERNAKAN YANG BERKESINAMBUNGAN

STRATEGI USAHA PENGEMBANGAN PETERNAKAN YANG BERKESINAMBUNGAN STRATEGI USAHA PENGEMBANGAN PETERNAKAN YANG BERKESINAMBUNGAN H. MASNGUT IMAM S. Praktisi Bidang Peternakan dan Pertanian, Blitar, Jawa Timur PENDAHULUAN Pembangunan pertanian berbasis sektor peternakan

Lebih terperinci

Lingkup Kegiatan Adapun ruang lingkup dari kegiatan ini yaitu :

Lingkup Kegiatan Adapun ruang lingkup dari kegiatan ini yaitu : PROJECT DIGEST NAMA CLUSTER : Ternak Sapi JUDUL KEGIATAN : DISEMINASI INOVASI TEKNOLOGI pembibitan menghasilkan sapi bakalan super (bobot lahir > 12 kg DI LOKASI PRIMA TANI KABUPATEN TTU PENANGGUNG JAWAB

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Koperasi dapat memberikan sumbangan bagi pembangunan ekonomi sosial negara sedang berkembang dengan membantu membangun struktur ekonomi dan sosial yang kuat (Partomo,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan bagian dari pembangunan nasional. Secara umum posisi sektor perkebunan dalam perekonomian nasional

Lebih terperinci

PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN BIREUEN PROVINSI ACEH. Mimi Hayatiˡ, Elfiana 2, Martina 3 ABSTRAK

PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN BIREUEN PROVINSI ACEH. Mimi Hayatiˡ, Elfiana 2, Martina 3 ABSTRAK Jurnal S. Pertanian 1 (3) : 213 222 (2017) PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN BIREUEN PROVINSI ACEH Mimi Hayatiˡ, Elfiana 2, Martina 3 1 Mahasiswa Agribisnis Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian di Indonesia merupakan sektor yang terus. dikembangkan dan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian di Indonesia merupakan sektor yang terus. dikembangkan dan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian di Indonesia merupakan sektor yang terus dikembangkan dan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pembangunan nasional. Sektor pertanian

Lebih terperinci

Ayam Ras Pedaging , Itik ,06 12 Entok ,58 13 Angsa ,33 14 Puyuh ,54 15 Kelinci 5.

Ayam Ras Pedaging , Itik ,06 12 Entok ,58 13 Angsa ,33 14 Puyuh ,54 15 Kelinci 5. NO KOMODITAS POPULASI (EKOR) PRODUKSI DAGING (TON) 1 Sapi Potong 112.249 3.790,82 2 Sapi Perah 208 4,49 3 Kerbau 19.119 640,51 4 Kambing 377.350 235,33 5 Domba 5.238 17,30 6 Babi 6.482 24,55 7 Kuda 31

Lebih terperinci

PERAN SERTA TERNAK SEBAGAI KOMPONEN USAHATANI PADI UNTUK PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI

PERAN SERTA TERNAK SEBAGAI KOMPONEN USAHATANI PADI UNTUK PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI PERAN SERTA TERNAK SEBAGAI KOMPONEN USAHATANI PADI UNTUK PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI MH. Togatorop dan Wayan Sudana Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Bogor ABSTRAK Suatu pengkajian

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam struktur ekonomi nasional. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya berperan dalam pembentukan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Uraian Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Uraian Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1 Uraian Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur Pembangunan Peternakan Provinsi Jawa Timur selama ini pada dasarnya memegang peranan penting dan strategis dalam membangun

Lebih terperinci

A. Realisasi Keuangan

A. Realisasi Keuangan BAB II EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN 2008 A. Realisasi Keuangan 1. Belanja Pendapatan Realisasi belanja pendapatan (Pendapatan Asli Daerah) Tahun 2008 Dinas Pertanian Kabupaten Majalengka mencapai 100%

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Agribisnis peternakan memberikan banyak kontribusi bagi bangsa Indonesia yaitu sebagai penyedia lapangan pekerjaaan dan berperan dalam pembangunan. Berdasarkan data statistik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan pertanian secara keseluruhan, dimana sub sektor ini memiliki nilai strategis dalam pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kontribusi sektor peternakan terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional antara tahun 2004-2008 rata-rata mencapai 2 persen. Data tersebut menunjukkan peternakan memiliki

Lebih terperinci

RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN DAN PENDANAAN INDIKA DINAS PERKEBUNAN DAN PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN DAN PENDANAAN INDIKA DINAS PERKEBUNAN DAN PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN DAN PENDANAAN INDIKA DINAS PERKEBUNAN DAN PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN Tujuan Sasaran RPJMD Kinerja Utama Program dan Kegiatan Indikator

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Saat ini pelaksanaan pembangunan pertanian di tingkat petani umumnya masih bersifat parsial (per sub sektor). Sebagai contoh, lahan sawah masih dipandang sebagai

Lebih terperinci

Perkembangan Ekonomi Makro

Perkembangan Ekonomi Makro Boks 1.2. Pemetaan Sektor Pertanian di Jawa Barat* Kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB (harga berlaku) tahun 2006 sebesar sekitar 11,5%, sementara pada tahun 2000 sebesar 14,7% atau dalam kurun waktu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian telah terbukti memiliki peranan penting bagi pembangunan perekonomian suatu bangsa. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang berperan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya dibentuk berdasarkan pada Peraturan Daerah Kota Tasikmalaya nomor 8 tahun 2008 tentang Pembentukan Organisasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Tempat penelitian dilakukan di Kecamatan Kuok Kabupaten Kampar yang

BAB III METODE PENELITIAN. Tempat penelitian dilakukan di Kecamatan Kuok Kabupaten Kampar yang BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Tempat penelitian dilakukan di Kecamatan Kuok Kabupaten Kampar yang terdiri dari sembilan desa. Waktu penelitian akan dilaksanakan mulai bulan September

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH No. 04/01/51/Th. VIII, 2 Januari 2014 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH A. DESEMBER 2013, NTP BALI NAIK SEBESAR 0,13 PERSEN Berdasarkan penghitungan dengan tahun dasar baru (2012

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya melimpah

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya melimpah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya melimpah yang dimanfaatkan sebagian besar penduduk dengan mata pencaharian di bidang pertanian. Sektor pertanian

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. DIY. Secara geografis, Kabupaten Bantul terletak antara 07 44' 04" ' 27"

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. DIY. Secara geografis, Kabupaten Bantul terletak antara 07 44' 04 ' 27 IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Kondisi Geografis Kabupaten Bantul merupakan salah satu dari lima kabupaten di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Kabupaten Bantul terletak di sebelah selatan

Lebih terperinci

VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI

VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI 6.1. Proses Budidaya Ganyong Ganyong ini merupakan tanaman berimpang yang biasa ditanam oleh petani dalam skala terbatas. Umbinya merupakan

Lebih terperinci

Pengembangan Komoditas Unggulan Pertanian dengan Konsep Agribisnis di Kabupaten Pamekasan

Pengembangan Komoditas Unggulan Pertanian dengan Konsep Agribisnis di Kabupaten Pamekasan Pengembangan Komoditas Unggulan Pertanian dengan Konsep Agribisnis di Kabupaten Pamekasan Ratiza Rizkian Azwartika, dan Sardjito Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,

Lebih terperinci

RPJMD Kab. Temanggung Tahun I X 146

RPJMD Kab. Temanggung Tahun I X 146 1 PERTANIAN TARGET SASARAN MISI 212 213 214 215 216 217 218 218 Kelompok Tani yang menerapkan teknologi dan informasi pertanian dan perkebunan melalui sekolah lapang Penerapan Pertanian dan Perkebunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Permintaan dunia terhadap pangan hewani (daging, telur dan susu serta produk

I. PENDAHULUAN. Permintaan dunia terhadap pangan hewani (daging, telur dan susu serta produk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permintaan dunia terhadap pangan hewani (daging, telur dan susu serta produk olahannya) sangat besar dan diproyeksikan akan meningkat sangat cepat selama periode tahun

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS DAN ANALISA KELAYAKAN USAHA TERNAK SAPI POTONG DI YOGYAKARTA (POSTER) Tri Joko Siswanto

PRODUKTIVITAS DAN ANALISA KELAYAKAN USAHA TERNAK SAPI POTONG DI YOGYAKARTA (POSTER) Tri Joko Siswanto PRODUKTIVITAS DAN ANALISA KELAYAKAN USAHA TERNAK SAPI POTONG DI YOGYAKARTA (POSTER) Tri Joko Siswanto Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta e-mail : goested@yahoo.com Abstrak Kebutuhan daging

Lebih terperinci

KINERJA DAN PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BLORA

KINERJA DAN PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BLORA SEPA : Vol. 9 No. 2 Februari 2013 : 201-208 ISSN : 1829-9946 KINERJA DAN PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BLORA WIWIT RAHAYU Staf Pengajar Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian/Agrobisnis

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03. Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08

I PENDAHULUAN. 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03. Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sub sektor peternakan merupakan bagian dari sektor pertanian yang sangat potensial untuk dikembangkan. Pengembangan sub sektor peternakan perlu untuk dilakukan karena sub

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Kebijakan otonomi daerah yang bersifat desentralisasi telah merubah

I. PENDAHULUAN Kebijakan otonomi daerah yang bersifat desentralisasi telah merubah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebijakan otonomi daerah yang bersifat desentralisasi telah merubah pendekatan orientasi pembangunan yang tadinya dari atas ke bawah (top-down) menjadi pembangunan dari

Lebih terperinci