KAJIAN PROSES PRODUKSI BIODIESEL DARI MINYAK BIJI BINTARO (Cerbera odollam Gaertn) DENGAN METODE TRANSESTERIFIKASI SKRIPSI ANISA RAHMI UTAMI F

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN PROSES PRODUKSI BIODIESEL DARI MINYAK BIJI BINTARO (Cerbera odollam Gaertn) DENGAN METODE TRANSESTERIFIKASI SKRIPSI ANISA RAHMI UTAMI F"

Transkripsi

1 KAJIAN PROSES PRODUKSI BIODIESEL DARI MINYAK BIJI BINTARO (Cerbera odollam Gaertn) DENGAN METODE TRANSESTERIFIKASI SKRIPSI ANISA RAHMI UTAMI F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2 BIODIESEL PRODUCTION PROCESS ASSESSMENT OF CERBERA ODOLLAM GAERTN OIL BY TRANSESTERIFICATION METHOD Sapta Raharja and Anisa Rahmi Utami Departement of Agricultural Industrial Technology, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO Box 220, Bogor, West Java, Indonesia anisarahmiutami@yahoo.com ABSTRACT The use of fuel from fossil sources each day has increased, but the production of petroleum has decreased. This is because the petroleum sources is non-renewable. Due to the imbalance between supply and demand for fuel and declining of petroleum supply concerns, it would require other alternative energy sources that can be used as fuel. One of the renewable energy alternatives is biodiesel. One of the plants that have the potential to be developed in Indonesia as biodiesel is Cerbera odollam Gaertn. Seeds of Cerbera odollam Gaertn is used as a potential biodiesel because it has a fairly high oil content of about 43-64%, not a food crop so it will not compete with food requirements and are now widely cultivated plants, used as reforestation and ornamental plants on the edge of the highway. The research objective is to get the best characteristics of biodiesel from Cerbera odollam Gaertn oils to determine the effect of the molar ratio of methanol to oil and concentration of catalyst NaOH on transesterification process to yield and quality of biodiesel produced. Biodiesel from Cerbera odollam Gaertn oils obtained from the treatment process of transesterification with molar ratio of methanol to oil 3:1, 6:1 and 9:1 and catalyst concentration of 0.5% NaOH (w/w), 1% NaOH (w/w) and 1.5% NaOH (w/w). Based on the results of the analysis obtained the best treatment for the production of biodiesel from Cerbera odollam Gaertn oils is the molar ratio of methanol to oil 9:1 and catalyst concentration of 0.5% NaOH, the acid number value is 0.50 mg KOH/g, the value of free fatty acid levels is 0.25%, the value of iodine number is g I 2 /100 g, the value of peroxide numbers is 5.13 mg O 2 /g, the value of saponification number is mg KOH/g, the value of viscosity is 3.69 cst, the value of density is 0.86 g/cm3, the value of ash content is 0.01%, the value of water content and sediment is 0 %, the value of flash point is o C and produce a yield of 96.22%. GC-MS analysis shows the composition of biodiesel among for 51.15% of methyl oleate, 23.31% of methyl palmitate, 9.43% of methyl stearate, 0.97% of methyl palmitoleat and others. Keywords : biodiesel, Cerbera odollam Gaertn, transesterification 2

3 ANISA RAHMI UTAMI. F Kajian Proses Produksi Biodiesel Dari Minyak Biji Bintaro (Cerbera Odollam Gaertn) Dengan Metode Transesterifikasi. Di bawah bimbingan Sapta Raharja RINGKASAN Penggunaan bahan bakar minyak dari sumber energi fosil setiap harinya mengalami peningkatan, sedangkan pemenuhan kebutuhan bahan bakar minyak tersebut mengalami penurunan. Hal ini dikarenakan bahan bakar minyak dari sumber energi fosil merupakan bahan bakar yang tidak dapat diperbaharui (nonrenewable). Akibat adanya ketidakseimbangan antara persediaan dan permintaan bahan bakar minyak dan kekhawatiran pasokan minyak menurun, maka diperlukan alternatif sumber energi lain yang dapat dijadikan bahan bakar minyak. Biodiesel merupakan salah satu jenis dari sumber energi alternatif yang dapat dijadikan bahan bakar minyak. Salah satu tumbuhan yang berpotensi untuk dikembangkan di Indonesia sebagai biodiesel adalah pohon bintaro (Cerbera odollam Gaertn). Biji dari pohon ini sangat potensial dijadikan biodiesel dikarenakan kandungan minyak dari biji buah ini cukup tinggi yaitu sekitar 43-64%, bukan merupakan tanaman pangan sehingga tidak akan berkompetisi dengan kebutuhan pangan serta tanaman ini sudah banyak dikultivasi, dijadikan tanaman reboisasi dan penghias pada pinggir jalan raya. Tujuan penelitian adalah untuk mendapatkan karakteristik biodiesel dari minyak biji bintaro terbaik dengan mengetahui pengaruh rasio molar metanol terhadap minyak dan konsentrasi katalis NaOH pada proses transesterifikasi terhadap rendemen dan kualitas biodiesel yang dihasilkan. Penelitian dilakukan terhadap biji bintaro, minyak biji bintaro dan biodiesel biji bintaro. Pada biji bintaro didapatkan hasil bahwa kandungan terbesar dari biji bintaro adalah minyak (kadar lemak) dengan nilai 58.73%. Minyak biji bintaro didapatkan dari proses ekstraksi dengan metode hot pressing (pengempaan dengan panas, suhu o C) dengan rendemen 43.79%. Kemudian minyak biji bintaro dilakukan proses degumming untuk memperbaiki kualitas mutu minyak. Berdasarkan hasil karakteristik minyak biji bintaro sebelum dan setelah degumming terlihat bahwa minyak setelah proses degumming memiliki karakteristik yang lebih baik dibandingkan dengan minyak sebelum proses degumming dengan nilai bilangan asam, kadar asam lemak bebas dan viskositas yang lebih rendah. Biodiesel biji bintaro diperoleh dari proses transesterifikasi dengan perlakuan rasio molar metanol terhadap minyak yaitu 3:1, 6:1 dan 9:1 dan konsentrasi katalis NaOH sebanyak 0.5% (b/b), 1% (b/b) dan 1.5% (b/b). Kemudian dilakukan proses karakterisasi untuk setiap perlakuan dengan menganalisis bilangan asam, kadar asam lemak bebas, bilangan iod, bilangan peroksida, bilangan penyabunan, viskositas, densitas, kadar air dan sedimen, kadar abu, titik nyala dan rendemen biodiesel. Berdasarkan hasil analisis didapatkan perlakuan terbaik untuk produksi biodiesel dari minyak biji bintaro adalah pada rasio molar metanol terhadap minyak 9:1 dan konsentrasi katalis NaOH 0.5%, dengan nilai bilangan asam 0.50 mg KOH/g, nilai kadar asam lemak bebas 0.25%, nilai bilangan iod g I 2 /100 g, nilai bilangan peroksida 5.13 mg O 2 /g, nilai bilangan penyabunan mg KOH/g, nilai viskositas 3.69 cst, nilai densitas 0.86 g/cm 3, nilai kadar abu 0.01%, nilai kadar air dan sedimen 0%, nilai titik nyala o C serta menghasilkan rendemen sebesar 96.22%. Analisis GC-MS (Gas Chromatography-Mass Spectromatry) menunjukkan bahwa komposisi metil ester penyusun biodiesel biji bintaro antara lain metil oleat sebesar 51.15%, metil palmitat 23.31%, metil stearat 9.43%, metil palmitoleat 0.97% dan lain-lain. 3

4 KAJIAN PROSES PRODUKSI BIODIESEL DARI MINYAK BIJI BINTARO (Cerbera odollam Gaertn) DENGAN METODE TRANSESTERIFIKASI SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor Oleh ANISA RAHMI UTAMI F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

5 Judul Skripsi : Kajian Proses Produksi Biodiesel Dari Minyak Biji Bintaro (Cerbera odollam Gaertn) Dengan Metode Transesterifikasi Nama : Anisa Rahmi Utami NRP : F Menyetujui, Pembimbing Akademik, (Dr. Ir. Sapta Raharja, DEA) NIP Mengetahui : Ketua Departemen Teknologi Industri Pertanian, (Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti) NIP Tanggal lulus : 11 Juli

6 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Kajian Proses Produksi Biodiesel Dari Minyak Biji Bintaro (Cerbera odollam Gaertn) Dengan Metode Transesterifikasi adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Juli 2011 Yang membuat pernyataan Anisa Rahmi Utami F

7 Hak cipta milik Anisa Rahmi Utami, tahun 2011 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm dan sebagainya 7

8 BIODATA PENULIS Anisa Rahmi Utami. Lahir di Bogor, 30 Juni 1990 dari ayah Udin dan ibu Emi Haryati, sebagai putri pertama dari dua bersaudara. Penulis menamatkan sekolah dasar di SDN Muarasari III kota Bogor pada tahun 2001, kemudian melanjutkan ke SMPN 2 kota Bogor sampai tahun 2004 dan SMAN 3 kota Bogor sampai tahun Tahun 2007, penulis melanjutkan studi di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri Pertanian (HIMALOGIN) menjabat sebagai Staf Departemen Public Relation Biro Informasi dan Komunikasi ( ). Penulis berkesempatan menjadi asisten praktikum Analisis Bahan dan Produk Agroindustri pada tahun 2009 dan tahun 2010, asisten praktikum Pengawasan Mutu pada tahun 2010 dan asisten praktikum Teknologi Minyak Atsiri, Rempah dan Fitofarmaka pada tahun Selama tiga tahun berturut-turut, mulai dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2011, penulis memperoleh beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA). Tahun 2010, penulis melaksanakan praktik lapangan di PT. Nippon Indosari Corpindo, Tbk dengan judul Mempelajari Proses Produksi dan Pengawasan Mutu Roti Sobek di PT. Nippon Indosari Corpindo, Tbk. Tahun 2011 penulis menyelesaikan pendidikan S1 dengan judul skripsi Kajian Proses Produksi Biodiesel Dari Minyak Biji Bintaro (Cerbera odollam Gaertn) Dengan Metode Transesterifikasi. 8

9 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadapan Allah SWT atas karunia-nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian dengan judul Kajian Proses Produksi Biodiesel Dari Minyak Biji Bintaro (Cerbera odollam Gaertn) Dengan Metode Transesterifikasi dilaksanakan di laboratorium Departemen Teknologi Industri Pertanian, IPB sejak bulan Maret sampai Juni Dengan telah selesainya penelitian hingga tersusunnya skripsi ini, penulis ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Orang tua penulis, bapak Udin dan Ibu Emi Haryati serta adik Bagja Adhitia Putera dan seluruh keluarga tercinta atas segala cinta, kasih sayang, doa dan dukungan yang telah diberikan selama ini. 2. Dr. Ir. Sapta Raharja, DEA sebagai dosen pembimbing yang telah banyak memberikan arahan, bimbingan dan bantuan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 3. Drs. Purwoko, M.Si dan Ir. Ade Iskandar, M.Si sebagai dosen penguji atas masukan dan nasihat untuk kesempurnaan skripsi ini. 4. Ibu Ega, ibu Sri, ibu Rini, pak Gun, pak Dicky dan seluruh Staff Laboratorium TIN yang telah memberikan arahan, bimbingan dan bantuan selama penulis melakukan penelitian. 5. Lukman Hakim atas dukungan, semangat, kesabaran dan perhatian yang telah diberikan selama ini kepada penulis. 6. Anita Ekawati H, Desti Puspitasari dan Siti Ulfah Deasy T, atas perjuangan bersama, semangat dan dukungannya. 7. Tiara, Anza, Gigi, Ditta, Eny, Tyas, Sasa dan teman-teman TIN 44 atas dukungan, semangat, persahabatan dan kebersamaannya. 8. Dan kepada semua pihak yang turut membantu suksesnya penelitian dan penyusunan laporan ini, yang tidak dapat disebutkan satu persatu oleh penulis. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat diharapkan penulis. Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan kontribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan. Bogor, Juli 2011 Penulis iii

10 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... iii DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR LAMPIRAN... viii I. PENDAHULUAN LATAR BELAKANG TUJUAN... 3 II. TINJAUAN PUSTAKA POHON BINTARO BIODIESEL TRANSESTERIFIKASI... 9 III. METODE PENELITIAN BAHAN DAN ALAT Bahan Alat METODE PENELITIAN Penelitian Pendahuluan Penelitian Utama RANCANGAN PERCOBAAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN PENDAHULUAN PENELITIAN UTAMA Bilangan Asam dan Kadar FFA Bilangan Iod Bilangan Peroksida Bilangan Penyabunan Viskositas iv

11 Densitas Kadar Abu Kadar Air dan Sedimen Rendemen Titik Nyala Komposisi Metil Ester Biji Bintaro V. SIMPULAN DAN SARAN SIMPULAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN v

12 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Konsumsi bahan bakar minyak Indonesia tahun Tabel 2. Konsumsi bahan bakar minyak sektor transportasi tahun Tabel 3. Komposisi asam lemak penyusun trigliserida minyak biji bintaro... 6 Tabel 4. Persyaratan kualitas biodiesel menurut SNI Tabel 5. Perbandingan biodiesel dan petrodiesel... 9 Tabel 6. Hasil karakterisasi buah bintaro Tabel 7. Hasil karakterisasi biji bintaro Tabel 8. Karakteristik minyak biji bintaro sebelum dan setelah proses degumming Tabel 9. Nilai kadar air dan sedimen biodiesel biji bintaro Tabel 10. Hasil analisis nilai titik nyala biodiesel biji bintaro pada tiga titik perlakuan Tabel 11. Hasil analisis komposisi metil ester biji bintaro vi

13 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Pohon bintaro... 4 Gambar 2. Bagian-bagian dari pohon bintaro (a) daun, (b) bunga, (c) buah dengan kulit, (d) buah tanpa kulit, (e) biji dengan kulit biji dan (f) biji tanpa kulit biji... 5 Gambar 3. Minyak biji bintaro... 6 Gambar 4. Mekanisme Transesterifikasi; (1) Mekanisme reaksi umum trigliserida dengan alkohol dari jenis metanol; (2) Tiga reaksi berurutan dan reversible [R 1,2,3 = asam lemak] Gambar 5. Mekanisme Esterifikasi Gambar 6. Minyak biji bintaro sebelum dan setelah proses degumming Gambar 7. Hasil proses transesterifikasi Gambar 8. Gambar 9. Histogram hubungan antara rasio molar metanol dengan minyak dan konsentrasi katalis NaOH terhadap bilangan asam dan kadar FFA (Free Fatty Acid) Histogram hubungan antara rasio molar metanol dengan minyak dan konsentrasi katalis NaOH terhadap bilangan iod Gambar 10. Histogram hubungan antara rasio molar metanol dengan minyak dan konsentrasi katalis NaOH terhadap bilangan peroksida Gambar 11. Histogram hubungan antara rasio molar metanol dengan minyak dan konsentrasi katalis NaOH terhadap bilangan penyabunan Gambar 12. Histogram hubungan antara rasio molar metanol dengan minyak dan konsentrasi katalis NaOH terhadap viskositas Gambar 13. Histogram hubungan antara rasio molar metanol dengan minyak dan konsentrasi katalis NaOH terhadap densitas Gambar 14. Histogram hubungan antara rasio molar metanol dengan minyak dan konsentrasi katalis NaOH terhadap kadar abu Gambar 15. Histogram hubungan antara rasio molar metanol dengan minyak dan konsentrasi katalis NaOH terhadap rendemen Gambar 16. Kromatogram biodiesel biji bintaro hasil analisis GCMS vii

14 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Berbagai peralatan yang digunakan pada penelitian Lampiran 2. Diagram alir tahapan pembuatan biodiesel Lampiran 3. Prosedur analisis sifat fisiko kimia biji bintaro (segar dan kering) Lampiran 4. Prosedur analisis sifat fisiko kimia minyak biji bintaro (sebelum dan setelah degumming) dan biodiesel yang dihasilkan Lampiran 5. Data rata-rata bilangan asam dan hasil analisis keragaman Lampiran 6. Data rata-rata kadar asam lemak bebas dan hasil analisis keragaman Lampiran 7. Data rata-rata bilangan iod dan hasil analisis keragaman Lampiran 8. Data rata-rata bilangan peroksida dan hasil analisis keragaman Lampiran 9. Data rata-rata bilangan penyabunan, hasil analisis keragaman dan uji lanjut Duncan dengan α = Lampiran 10. Data rata-rata viskositas kinematik, hasil analisis keragaman dan uji lanjut Duncan dengan α = Lampiran 11. Data rata-rata densitas, hasil analisis keragaman dan uji lanjut Duncan dengan α = Lampiran 12. Data rata-rata kadar abu dan hasil analisis keragaman Lampiran 13. Data rata-rata rendemen, hasil analisis keragaman dan uji lanjut Duncan dengan α = Lampiran 14. Komposisi metil ester biji bintaro viii

15 I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Penggunaan bahan bakar minyak dari sumber energi fosil di seluruh dunia setiap harinya mengalami peningkatan, sedangkan pemenuhan kebutuhan bahan bakar minyak tersebut mengalami penurunan. Hal ini dikarenakan bahan bakar minyak dari sumber energi fosil merupakan bahan bakar yang tidak dapat diperbaharui (nonrenewable). Dengan adanya ketidakseimbangan antara persediaan dan permintaan bahan bakar minyak, maka harga minyak dunia menjadi tidak stabil dan akhirnya harga minyak melonjak naik. Berdasarkan data diketahui bahwa harga minyak dunia memasuki harga US$ 104,25 per barel per bulan Februari Harga ini merupakan yang tertinggi sejak krisis keuangan tahun 2008 (Anonim 2011). Indonesia merupakan salah satu negara konsumen bahan bakar minyak terbesar. Selama tahun 2003 sampai tahun 2007 konsumsi bahan bakar minyak Indonesia mengalami peningkatan. Data konsumsi bahan bakar minyak di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Konsumsi bahan bakar minyak Indonesia tahun Industri Listrik Rumah Tangga Transportasi Tahun (liter) (liter) (liter) (liter) ,192, ,639, ,470, ,104, ,668, ,091, ,694, ,109, ,408, ,632, ,803, ,073, ,327, ,278, ,872, ,976, ,241,744,75 11,337,834,00 12,466,325, Sumber : Pusat Data dan Informasi ESDM, 2011 Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa konsumen minyak terbesar terdapat pada sektor transportasi. Hal ini dikarenakan produk sektor transportasi sangat banyak, diantaranya avgas, avtur, minyak bakar, minyak diesel, minyak solar, minyak tanah, pertamax dan premium. Berikut ini merupakan data konsumsi bahan bakar minyak sektor transportasi tahun 2005 sampai 2007 yang tersaji dalam Tabel 2. Tabel 2. Konsumsi bahan bakar minyak sektor transportasi tahun Tahun Avgas (liter) , Avtur (liter) 0-1,991, Minyak Bakar (liter) 700, ,988, ,754,448,00 Minyak Diesel (liter) 560, , , Minyak Solar (liter) 8,033, ,878, ,242, Minyak Tanah (liter) 5,829, ,931, ,153, Pertamax (liter) - 1, , Premium (liter) 8,559, ,073, ,037, Sumber : Pusat Data dan Informasi ESDM,

16 Berdasarkan tabel konsumsi bahan bakar minyak sektor transportasi tahun , dapat diketahui bahwa penggunaan bahan bakar minyak terbesar adalah minyak solar. Setiap tahun konsumsi minyak solar mengalami peningkatan yang cukup tinggi dibandingkan dengan minyak lainnya. Oleh karena itu diperlukan peningkatan produksi minyak untuk memenuhi kebutuhan yang kian meningkat. Tetapi akibat adanya ketidakstabilan harga minyak dan kekhawatiran pasokan minyak menurun, maka diperlukan alternatif sumber energi lain yang dapat dijadikan bahan bakar minyak. Alternatif sumber energi baru yang dapat menggantikan bahan bakar dari sumber energi fosil adalah dengan sumber energi yang dapat terbarukan. Menurut Hambali et al. (2007) terdapat beberapa jenis energi yang dapat dijadikan pengganti bahan bakar fosil seperti tenaga baterai (fuel cells), panas bumi (geo-thermal), tenaga laut (ocean power), tenaga matahari (solar power), tenaga angin (wind power), nuklir dan bioenergi, dan di antara jenis energi alternatif tersebut, bioenergi cocok untuk mengatasi masalah energi karena beberapa kelebihannya. Bioenergi selain bisa diperbaharui, bersifat ramah lingkungan, dapat terurai, mampu mengeliminasi efek rumah kaca dan kontinyuitas bahan baku cukup terjamin. Bahan baku bioenergi dapat diperoleh dengan cara sederhana yaitu melalui budidaya tanaman penghasil biofuel dan memanfaatkan limbah yang ada di sekitar kehidupan manusia (Setiawan 2008). Bioenergi yang dikenal sekarang ada dua bentuk yaitu tradisional dan modern. Bioenergi tradisional yang sering ditemui yaitu kayu bakar, sedangkan bioenergi modern diantaranya adalah bioetanol, biodiesel, PPO (Pure Plant Oil) atau SVO (Straight Vegetable Oil) dan biogas. Bioenergi diturunkan dari biomassa yaitu material yang dihasilkan oleh makhluk hidup (tanaman, hewan dan mikroorganisme). Biodiesel merupakan salah satu jenis dari bioenergi modern. Biodiesel adalah bahan bakar diesel alternatif potensial yang berasal dari minyak nabati, minyak hewani atau minyak bekas dengan cara transesterifikasi minyak atau lemak dengan menggunakan alkohol seperti metanol atau etanol. Keuntungan pemakaian biodiesel dibandingkan dengan petrodiesel (BBM) diantaranya adalah bahan baku dapat diperbaharui (renewable), penggunaan energi lebih efisien, dapat menggantikan bahan bakar diesel dan turunannya dari petroleum, dapat digunakan kebanyakan peralatan diesel dengan tidak ada modifikasi atau hanya modifikasi kecil, dapat mengurangi emisi/ pancaran gas yang menyebabkan pemanasan global, dapat mengurangi emisi udara beracun, bersifat biodegradable, cocok untuk lingkungan sensitif dan mudah digunakan (Tyson 2004). Dalam penggunaannya, biodiesel dapat digunakan secara murni atau dalam bentuk campuran dengan minyak solar. Pengolahan biodiesel sebagai bahan bakar alternatif sudah banyak dilakukan di beberapa negara seperti Amerika Serikat dan negara-negara Eropa, bahkan implementasi proses produksi biodiesel dan pengembangan skala industri serta komersial telah dilakukan oleh beberapa negara tersebut. Bahan baku yang digunakan sebagai biodiesel sangat beragam diantaranya minyak kedelai, minyak kelapa, minyak sawit, minyak jarak, minyak jagung, minyak mete dan minyak nyamplung. Pengembangan biodiesel di Indonesia sangat potensial, mengingat Indonesia merupakan negara tropis dan memiliki kekayaan alam yang melimpah serta belum termanfaatkan secara sempurna. Salah satu tumbuhan yang berpotensi untuk dikembangkan di Indonesia sebagai biodiesel adalah pohon bintaro (Cerbera odollam Gaertn). Biji dari pohon ini sangat potensial dijadikan biodiesel, dikarenakan kandungan minyak dari biji buah ini cukup tinggi yaitu sekitar 43-64%, komposisi asam lemak pada minyak biji bintaro mirip dengan tanaman penghasil biodiesel lainnya, seperti asam palmitat, asam stearat, asam oleat dan asam linoleat. Tanaman 2

17 ini juga bukan merupakan tanaman pangan sehingga tidak akan berkompetisi dengan kebutuhan pangan (tidak akan tumpang tindih dalam penggunaan sumber daya nabati). Selain itu, tanaman ini sudah banyak dikultivasi sehingga mudah dalam mendapatkan sampel karena tanaman ini dijadikan tanaman reboisasi dan penghias pada pinggir jalan raya. Proses pembuatan biodiesel dilakukan dengan proses transesterifikasi minyak dengan pereaksi alkohol dan katalis basa. Proses transesterifikasi adalah tahap konversi dari trigliserida pada minyak nabati menjadi metil ester (biodiesel) melalui reaksi dengan menggunakan alkohol dan katalis basa serta menghasilkan produk samping berupa gliserol. Reaksi transesterifikasi dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal merupakan kondisi yang berasal dari minyak, seperti kandungan air dan asam lemak bebas. Sedangkan faktor eksternal merupakan kondisi yang tidak berasal dari minyak meliputi rasio molar metanol terhadap minyak, jenis katalis, suhu reaksi, waktu reaksi dan kecepatan pengadukan. Faktor-faktor tersebut baik internal maupun eksternal dapat mempengaruhi karakteristik dan rendemen biodiesel yang dihasilkan. Salah satunya adalah rasio molar metanol terhadap minyak dan konsentrasi katalis NaOH yang digunakan. Jumlah metanol yang cukup akan mendorong reaksi ke arah produk dan dapat mengurangi viskositas sedangkan konsentrasi katalis NaOH yang tepat akan mengoptimalkan produksi biodiesel. Pada penelitian ini dicobakan perlakuan rasio molar metanol terhadap minyak dan konsentrasi katalis NaOH pada proses transesterifikasi TUJUAN Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan karakteristik biodiesel dari minyak biji bintaro terbaik dengan mengetahui pengaruh rasio molar metanol terhadap minyak dan konsentrasi katalis NaOH pada proses transesterifikasi terhadap rendemen dan kualitas biodiesel yang dihasilkan. 3

18 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. POHON BINTARO (Cerbera odollam Gaertn) Bintaro (Gambar 1) termasuk tumbuhan mangrove yang berasal dari daerah tropis di Asia, Australia, Madagaskar, dan kepulauan sebelah barat samudera pasifik. Pohon ini memiliki nama yang berbeda di setiap daerah, seperti othalanga Maram dalam bahasa Malayalam yang digunakan di Kerala, India; arali kattu di negara bagian selatan India Tamil Nadu; famentana, kisopo, samanta atau tangena di Madagaskar; dan pong-pong, buta-buta, bintaro atau nyan di Asia Tenggara (Gaillard et al. 2004). Pohon bintaro mempunyai nama latin Cerbera odollam Gaertn, termasuk tumbuhan non pangan atau tidak untuk dimakan. Dinamakan Cerbera karena bijinya dan semua bagian pohonnya mengandung racun yang disebut cerberin yaitu racun yang dapat menghambat saluran ion kalsium di dalam otot jantung manusia, sehingga mengganggu detak jantung dan dapat menyebabkan kematian. Bahkan asap dari pembakaran kayunya dapat menyebabkan keracunan. Walaupun begitu, pohon bintaro juga memiliki banyak potensi, antara lain kulit buah bintaro yang berserat dapat digunakan sebagai bahan baku papan partikel atau dapat dijadikan sebagai bahan bakar secara langsung atau diubah menjadi briket untuk bahan bakar tungku sedangkan minyak biji bintaro dapat dijadikan sebagai salah satu sumber energi alternatif yaitu biodiesel. Potensi ini juga didukung karena pohon bintaro menghasilkan buah sepanjang tahun dan keberadaan pohon bintaro sangat banyak karena digunakan sebagai tanaman penghijauan dan sebagai penghias taman kota serta tidak membutuhkan pemeliharaan khusus (Purwanto 2011). Gambar 1. Pohon bintaro Taksonomi pohon bintaro : Kingdom : Plantae - Plants Subkingdom : Tracheobionta - Vascular plants 4

19 Superdivision : Spermatophyta - Seed plants Division : Magnoliophyta - Flowering plants Class : Magnoliopsida - Dicotyledons Subclass : Asteridae Order : Gentianales Family : Apocynaceae - Dogbane family Genus : Cerbera L. Species : Cerbera odollam Gaertn. Pohon bintaro memiliki daun, bunga, buah dan biji (Gambar 2) yang unik. Daun bintaro bentuknya memanjang, simetris dan menumpul pada bagian ujung dengan ukuran bervariasi, tetapi rata-rata memiliki panjang 25 cm. Tersusun secara spiral, terkadang berkumpul pada ujung roset. Bunga bintaro terdapat pada ujung pedikel simosa dengan lima petal yang sama atau disebut pentamery. Korola berbentuk tabung dan ada warna kuning pada bagian tengahnya. Buah bintaro berbentuk bulat dan berwarna hijau pucat dan ketika tua akan berwarna merah. Buah bintaro merupakan buah drupa (buah biji) yang terdiri dari tiga lapisan yaitu epikarp atau eksokarp (kulit bagian terluar buah), mesokarp (lapisan tengah berupa serat seperti sabut kelapa) dan endokarp (biji yang dilapisi kulit biji atau testa) (Mulyani 2007). Menurut Desrial (2011) di dalam buah bintaro muda terdapat kandungan racun sianida, tetapi mudah sirna jika terpapar sinar matahari. a b c d e f Gambar 2. Bagian-bagian dari pohon bintaro (a) daun, (b) bunga, (c) buah dengan kulit, (d) buah tanpa kulit, (e) biji dengan kulit biji dan (f) biji tanpa kulit biji 5

20 Biji bintaro berbentuk bulat pipih seperti telur, berwarna putih dengan ukuran sekitar 2 cm x 1.5 cm dan terdiri dari dua bagian cross-matching berdaging putih. Setelah buah bintaro mengalami proses pengupasan dan terkena udara bebas, warna biji akan berubah menjadi abuabu gelap dan akhirnya cokelat atau hitam. Biji bintaro banyak mengandung senyawa saponin steroid yaitu cerleasida A, 17 7-α-neriifolin, 17-β-neriifolin, cerberin, dan 2 -O-asetil cerleasida A (Oesman et al. 2010). Biji bintaro mengandung minyak yang cukup banyak yaitu sekitar 43-64% (Imahara et al. 2006) sehingga berpotensi sebagai bahan baku biodiesel. Minyak biji bintaro dapat dilihat pada Gambar 3 sedangkan komposisi kimia minyak bintaro dapat dilihat pada Tabel 3. Gambar 3. Minyak biji bintaro Tabel 3. Komposisi asam lemak penyusun trigliserida minyak biji bintaro Asam Lemak Nama Sistematik Hasil Analisis (%) Palmitat Heksadekanoat 17,67 Palmitoleat cis-9-heksadekenoat 4,91 Stearat Oktadekanoat 4,38 Elaidat tr-9-oktadekenoat 8,54 Oleat cis-9-oktadekenoat 34,02 Linolelaidat Tr-9,12-oktadekadienoat 4,49 Linoleat cis-9,12-oktadekadienoat 16,74 ὰ-linolenat cis-9,12,15-oktadekatrienoat 0,40 Total asam lemak 89,98 Dari tabel di atas dapat terlihat bahwa minyak bintaro memiliki kandungan asam lemak tidak jenuh yang tinggi sehingga memiliki titik leleh yang rendah dan minyak akan berbentuk cair pada suhu kamar. Total asam lemak penyusun trigliserida minyak biji bintaro yaitu sebesar 89,98%. Hal ini disebabkan tidak adanya puncak pembanding pada stándar asam lemak (Endriana 2007) BIODIESEL Biodiesel diartikan sebagai bioenergi atau bahan bakar nabati yang dibuat dari minyak nabati, baik minyak baru maupun bekas dan melalui proses esterifikasi, transesterifikasi atau proses esterifikasi-transesterifikasi (Hambali et al. 2007). Biodiesel merupakan sejenis bahan bakar diesel yang diproses dari bahan hayati terutama minyak nabati dan lemak hewan dan 6

21 secara kimiawi dinyatakan sebagai monoalkil ester dari asam lemak rantai panjang yang bersumber dari golongan lipida (Darnoko et al. 2001, Tapasvi et al. 2005, Ma dan Hanna 1999). Monoalkil ester dapat berupa metil ester atau etil ester yang merupakan senyawa yang relatif stabil, berwujud cair pada temperatur ruang (titik leleh antara 4-18 o C), titik didih rendah dan tidak korosif. Metil ester lebih stabil secara pirolitik dalam proses distilasi fraksional dan lebih ekonomis sehingga lebih disukai daripada etil ester (Sonntag 1982). Standar biodiesel tidak membedakan bahan dasar yang digunakan dalam memproduksi biodiesel namun lebih ditekankan pada kinerja biodiesel itu sendiri. Kualitas biodiesel sebagai produk bahan bakar mesin diesel ditentukan oleh beberapa parameter, antara lain massa jenis, viskositas, angka setana, titik nyala, titik kabut, residu karbon, air dan sedimen, kandungan fosfor, bilangan asam, kadar gliserol bebas, kadar gliserol total, angka iodine dan lain-lain. Persyaratan mutu biodiesel di Indonesia sudah dibakukan dalam SNI , yang telah disahkan dan diterbitkan oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN) tanggal 22 Februari 2006 (Soerawidjaja 2006). Tabel 4 menyajikan persyaratan kualitas biodiesel menurut SNI Tabel 4. Persyaratan kualitas biodiesel menurut SNI Parameter Unit Batas nilai Metode uji Metode setara Massa jenis pada 40 o C kg/m ASTM D 1298 ISO 3675 Viskositas kinematik pada 40 o C mm 2 /s (cst) ASTM D 445 ISO 3104 Angka setana min. 51 ASTM D 613 ISO 5165 Titik nyala (mangkok tertutup) Titik kabut o C min. 100 ASTM D 93 ISO 2710 o C maks. 18 ASTM D Korosi bilah tembaga (3 jam, 50 o C) maks. no. 3 ASTM D 130 ISO 2160 Residu karbon, - dalam contoh asli - dalam 10 % ampas distilasi % - mass Maks (maks 0.03) ASTM D 4530 ISO Air dan sedimen % - vol maks ASTM D Temperatur distilasi 90 %, o C maks. 360 ASTM D Abu tersulfatkan % - mass maks ASTM D 874 ISO 3987 Belerang ppm (mg/kg) maks. 100 ASTM D 5453 pren ISO Fosfor ppm (mg/kg) maks. 10 AOCS Ca FBI-A05-03 Angka asam mg-koh/gr maks. 0.8 AOCS Cd 3-63 FBI-A01-03 Gliserol bebas % - mass maks AOCS Ca FBI-A02-03 Gliserol total % - mass maks AOCS Ca FBI-A02-03 Kadar ester alkil % - mass min dihitung *) FBI-A03-03 Angka iodine % - mass (g-i 2 /100 gr) maks. 115 AOCS Cd 1-25 FBI-A04-03 Uji Halphen Negatif AOCS Cb 1-25 FBI-A06-03 *) berdasarkan angka penyabunan, angka asam, serta kadar gliserol total dan gliserol bebas; rumus perhitungan dicantumkan dalam FBI-A03-03 Sumber: Soerawidjaja,

22 Viskositas dan tegangan permukaan merupakan faktor yang penting dalam menentukan kualitas biodiesel terutama dalam mekanisme terpecahnya serta atomisasi bahan bakar sesaat setelah keluar dari mulut pipa semprot (nozzle) menuju ruang bakar (Soerawidjaja et al. 2005). Viskositas dengan nilai minimum diperlukan untuk beberapa mesin, karena berkaitan dengan kehilangan power pada pompa injeksi dan kebocoran injektor. Persyaratan viskositas biodiesel tidak berbeda dengan persyaratan pada petroleum diesel. Viskositas yang tidak terlalu kecil akan menguntungkan karena dapat meningkatkan kemampuan daya lumas bahan bakar terhadap mesin kendaraan diesel. Tetapi viskositas yang terlalu tinggi juga tidak diharapkan (di atas 5.5 cst) karena dapat menghambat jalannya mesin akibat terlalu kental. Titik nyala adalah suhu paling rendah untuk penyalaan bahan bakar untuk terbakar, dimana uapnya terbakar sesaat pada waktu kontak dengan nyala (flame) dan mati dengan cepat (seketika). Persyaratan titik nyala (flash point) diperlukan untuk keamanan bahan bakar biodiesel selama penyimpanan, transportasi dan penggunaan. Flash point biodiesel lebih tinggi dan tidak memproduksi asap, dapat didegradasi dan toksisitas rendah karena biodiesel tidak mengandung hidrokarbon aromatik jika dibandingkan dengan petroleum diesel (Mittelbach 1996). Titik nyala berkaitan dengan residu metanol yang tertinggal dalam biodiesel. Residu metanol dalam jumlah kecil mengurangi flash point (metanol mempunyai titik nyala o C) sehingga berpengaruh terhadap pompa bahan bakar, seals, dan elastomers dan dapat menghasilkan sifat-sifat yang jelek dalam pembakaran (Tyson 2004). Kandungan air dan sedimen yang dizinkan dalam biodiesel adalah maksimal 0.05% vol. Kandungan air yang tinggi dalam biodiesel akan sangat mempengaruhi dalam penyimpanan biodiesel, karena air dalam biodiesel dapat mengondisikan lingkungan yang cocok untuk mikroorganisme. Selain itu, air dalam biodiesel akan menyebabkan mesin diesel aus sehingga dapat menyebabkan korosi pada mesin diesel. Bilangan asam disebut juga bilangan netralisasi karena ukuran yang dipakai adalah jumlah basa (KOH) yang diperlukan untuk menetralisasi kandungan asam. Bilangan asam biodiesel menunjukkan asam lemak bebas yang berasal dari degradasi ester. Bilangan asam yang tinggi mengindikasikan adanya degradasi dari ester selama penyimpanan biodiesel yang kurang baik. Bilangan asam yang tinggi (lebih dari 0.8) dapat menyebabkan terjadinya deposit sistem bahan bakar dan mengurangi umur dari pompa dan filter (Tyson 2003). Angka iodine pada biodiesel menunjukkan tingkat ketidakjenuhan senyawa penyusun biodiesel. Di satu sisi, keberadaan senyawa lemak tidak jenuh meningkatkan performansi biodiesel pada temperatur rendah, karena senyawa ini memiliki titik leleh (melting point) yang lebih rendah (Knothe 2005) sehingga berkorelasi pada cloud dan pour point yang juga rendah. Namun di sisi lain, banyaknya senyawa lemak tidak jenuh di dalam biodiesel memudahkan senyawa tersebut bereaksi dengan oksigen di atmosfer dan bisa terpolimerisasi membentuk material serupa plastik (Azam et al. 2005). Oleh karena itu, terdapat batasan maksimal angka iodine yang diperbolehkan untuk biodiesel, yakni 115. Selain itu, pembatasan angka iodine ini dikarenakan berhubungan dengan pemanasan asam lemak tidak jenuh yang tinggi akan menghasilkan polimerisasi gliserida yang dapat menghasilkan deposit atau kerusakan minyak pelumas (Mittelbach 1996). Terpenuhinya semua persyaratan SNI oleh suatu biodiesel menunjukkan bahwa biodiesel tersebut tidak hanya telah dibuat dari bahan mentah yang baik, melainkan juga dengan tata cara pemrosesan serta pengolahan yang baik pula. Biodiesel mempunyai rantai karbon antara 12 sampai 20 serta mengandung oksigen. Adanya oksigen pada biodiesel membedakannya dengan petroleum diesel (solar) yang 8

23 komponen utamanya hanya terdiri dari hidrokarbon. Jadi komposisi biodiesel dan petroleum diesel sangat berbeda. Biodiesel terdiri dari metil ester asam lemak nabati, sedangkan petroleum diesel adalah hidrokarbon. Namun, biodiesel mempunyai sifat kimia dan fisika yang serupa dengan petroleum diesel (solar) sehingga dapat digunakan langsung untuk mesin diesel atau dicampur dengan petroleum diesel. Keuntungan pemakaian biodiesel dibandingkan dengan petrodiesel (BBM) diantaranya adalah bahan baku dapat diperbaharui (renewable), cetane number tinggi, biodegradable, dapat digunakan pada semua mesin tanpa harus modifikasi, berfungsi sebagai pelumas sekaligus membersihkan injektor, serta dapat mengurangi emisi karbondioksida, partikulat berbahaya, dan sulfur oksida. Tabel 5 menunjukkan perbandingan antara biodiesel dan petrodiesel. Tabel 5. Perbandingan biodiesel dan petrodiesel Fisika Kimia Biodiesel Petrodiesel Komposisi Metil ester Hidrokarbon Densitas (g/ml) 0,8624 0,8750 Viskositas (cst) 5,55 4,6 Flash point ( o C) Angka setana 62,4 53 Kelembaban (%) 0,1 0,3 Engine power Energi yang dihasilkan BTU Energi yang dihasilkan BTU Engine torque Sama Sama Modifikasi engine Tidak diperlukan Konsumsi bahan bakar Sama Sama Lubrikasi Lebih tinggi Lebih rendah Emisi CO rendah, total hidrokarbon, sulfur dioksida, dan nitroksida CO tinggi, total hidrokarbon, sulfur dioksida, dan nitroksida Penanganan Flamable lebih rendah Flamable lebih tinggi Lingkungan Toxisitas rendah Toxisitas 10 kali lebih tinggi Keberadaan Terbarukan Tidak terbarukan Sumber : Pakpahan, TRANSESTERIFIKASI Transesterifikasi adalah reaksi ester untuk menghasilkan ester baru yang mengalami penukaran posisi asam lemak (Swern 1982). Reaksi transesterifikasi (alkoholisis) adalah tahap konversi dari trigliserida pada minyak nabati menjadi metil ester (biodiesel) melalui reaksi dengan menggunakan alkohol rantai pendek seperti metanol atau etanol dan katalis asam atau basa serta menghasilkan produk samping berupa gliserol. Berikut ini adalah mekanisme reaksi transesterifikasi umum trigliserida dengan alkohol dari jenis metanol (1): 9

24 O O R 1 C O CH 2 R 1 C O CH 3 HO CH 2 O O katalis R 2 C O CH + 3CH 3 OH R 2 C O CH 3 + HO CH NaOH O O R 3 C O CH 2 R 3 C O CH 3 HO CH 2 Trigliserida Metanol Biodiesel Gliserol TG + CH 3 OH DG + R 1 COOCH 3 DG + CH 3 OH MG + R 2 COOCH 3 MG + CH 3 OH GL + R 3 COOCH 3 (2) Gambar 4. Mekanisme Transesterifikasi; (1) Mekanisme reaksi umum trigliserida dengan alkohol dari jenis metanol; (2) Tiga reaksi berurutan dan reversible [R 1,2,3 = asam lemak] Trigliserida (TG) sebagai komponen utama dari minyak nabati bila direaksikan dengan alkohol (misal metanol), maka ketiga rantai asam lemak akan dibebaskan dari sketelon gliserol dan bergabung dengan metanol untuk menghasilkan asam lemak alkil ester (misal asam lemak metil ester atau biodiesel). Reaksi transesterifikasi merupakan reaksi tiga tahap dan reaksi balik (reversible) yang membentuk tiga molar metil ester dan satu molar gliserol dari satu molar trigliserida dan tiga molar metanol. Digliserida (DG) dan monogliserida (MG) merupakan hasil reaksi antara (intermediate). Reaksi transesterifikasi dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan kondisi yang berasal dari minyak, seperti kandungan air dan asam lemak bebas. Sedangkan faktor eksternal merupakan kondisi yang tidak berasal dari minyak, meliputi kecepatan pengadukan, suhu reaksi, waktu reaksi, rasio molar metanol dan jenis katalis (Freedman et al. 1984). Kandungan air dan asam lemak bebas yang terdapat pada minyak dapat berpengaruh terhadap pembentukan sabun yang akan mengurangi kebasaan katalis dan membentuk gel yang dapat mempersulit pemisahan dan pengendapan gliserol (Canakci dan Van gerpen 2001). Kandungan asam lemak bebas dan air yang masing-masing lebih dari 0.5% dan 0.3% dapat menurunkan rendemen transesterifikasi minyak (Freedman et al. 1984). Pengadukan diperlukan untuk homogenisasi campuran. Ketika metanol dan katalis dicampurkan dengan minyak maka akan terbentuk dua fase, yaitu fase metanol di bagian atas dan fase minyak di bagian bawah. Adanya pemisahan fase ini menghambat laju reaksi, karena rendahnya peluang kontak antara minyak, metanol dan katalis. Kecepatan pengadukan berfungsi untuk meningkatkan frekuensi kontak pada pencampuran antara minyak, alkohol dan katalis. Kecepatan pengadukan yang sesuai dapat membantu homogenisasi dan meningkatkan kecepatan konversi. Suhu reaksi mempengaruhi laju reaksi dan ester yang terbentuk. Proses transesterifikasi akan berlangsung lebih cepat apabila suhu dinaikkan sekitar o C mendekati titik didih metanol 68 o C. Menurut Darnoko et al. (2001) produksi minyak menjadi metil ester dilakukan 10

25 melalui reaksi transesterifikasi menggunakan metanol dengan katalis basa atau asam pada suhu o C. Alkohol yang umum digunakan pada proses transesterifikasi adalah metanol, hal ini dikarenakan harganya lebih murah dan reaktifitasnya paling tinggi, selain itu lebih mudah direcoveri. Secara stoikiometri, jumlah alkohol yang dibutuhkan untuk reaksi adalah tiga mol untuk setiap satu mol trigliserida untuk memperoleh tiga mol metil ester dan satu mol gliserol. Secara umum ditunjukkan bahwa semakin banyak jumlah alkohol yang digunakan, maka konversi yang diperoleh juga akan semakin bertambah. Hal ini dikarenakan transesterifikasi merupakan reaksi kesetimbangan sehingga untuk mendorong reaksi ke arah kanan untuk menghasilkan metil ester diperlukan alkohol dalam jumlah berlebih atau salah satu produk yang harus dipisahkan (Hambali et al. 2007). Freedman et al. (1984) menyatakan bahwa pada rasio molar 3:1 setelah satu jam konversi yang dihasilkan adalah 74-89% sedangkan pada rasio molar 6:1 adalah 98-99% sehingga rasio molar 6:1 lebih baik dibandingkan rasio 3:1. Katalis dalam proses produksi biodiesel merupakan suatu bahan (misal basa, asam atau enzim) yang berfungsi untuk mencapai reaksi dengan jalan menurunkan energi aktifasi dan tidak mengubah kesetimbangan reaksi, serta bersifat sangat spesifik. Sebenarnya proses produksi dapat berlangsung tanpa penambahan katalis, akan tetapi reaksi akan berlangsung sangat lambat, membutuhkan suhu yang tinggi dan tekanan yang tinggi pula. Katalis yang digunakan pada reaksi transesterifikasi dapat berupa asam atau basa, tetapi katalis basa lebih banyak digunakan karena reaksinya sangat cepat, sempurna dan dapat dilakukan pada suhu yang rendah. Katalis basa yang biasa digunakan adalah NaOH atau KOH. Kelebihan NaOH sebagai katalis dalam reaksi transesterifikasi adalah mudah larut dalam metanol sehingga reaksi metanol dengan trigliserida berlangsung lebih cepat (Ma dan Hanna 1999). Menurut Freedman et al. (1984) jumlah optimum katalis basa yang baik digunakan pada proses transesterifikasi berkisar antara % dari berat minyak nabati. Secara umum, biodiesel diproduksi melalui proses transesterifikasi minyak atau lemak yang menghasilkan metil ester atau monoalkil ester dan gliserol sebagai produk samping. Transesterifikasi hanya bekerja secara baik terhadap minyak yang mempunyai kualitas baik, apabila minyak mengandung asam lemak bebas melebihi 2% maka akan membentuk formasi emulsi sabun yang menyulitkan pemisahan biodiesel yang dihasilkan (Lele 2005). Rendemen transesterifikasi dapat ditingkatkan dari 25% menjadi 96% dengan menurunkan kadar asam lemak bebas dan air masing-masing berturut-turut 10% menjadi 0.23% dan 0.2% menjadi 0.02% (Lee et al. 2002). Minyak mengandung asam lemak bebas melebihi 2% memerlukan perlakuan pendahuluan berupa esterifikasi, hal ini dikarenakan asam lemak bebas akan membentuk sabun dan emulsi yang sukar dipisahkan pada proses transesterifikasi (Canakci dan Van Gerpen 1999). Esterifikasi merupakan reaksi antara metanol dengan asam lemak bebas sehingga terbentuk metil ester dengan bantuan katalis asam kuat berupa H 2 SO 4 atau HCl. Reaksi kimia esterifikasi adalah sebagai berikut: RCOOH + CH 3 OH RCOOCH 3 + H 2 O Asam lemak bebas metanol katalis asam metil ester air Gambar 5. Mekanisme Esterifikasi Reaksi esterifikasi tidak hanya mengkonversi asam lemak bebas menjadi metil ester tetapi juga menjadi trigliserida walaupun dengan kecepatan yang lebih rendah (Freedman et al. 1984). 11

26 II. METODE PENELITIAN 2.1. BAHAN DAN ALAT Bahan Alat Bahan baku utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah dan biji bintaro yang berasal dari wilayah Bogor, sedangkan bahan-bahan kimia yang diperlukan untuk reaksi dan analisis antara lain heksan, aquades, H 2 SO 4 pekat, katalis (CuSO 4 dan Na 2 SO 4 ), H 3 PO 4 20%, metanol, NaOH, KOH 0.1 N, alkohol netral 95%, HCl 0.5 N, KOH 0.5 N, indikator phenolpthlaein, kloroform, pereaksi hanus, asam asetat, KI jenuh, larutan KI 15%, Na 2 S 2 O N dan indikator amilum 1%. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat kempa hidrolik panas, labu leher tiga, hot plate and magnetic stirrer, neraca analitik, pendingin tegak, rotary evaporator, labu pemisah, termometer, piknometer, oven, alat pengujian titik nyala, GC-MS (Gas Chromatography-Mass Spectromatry), tanur, penangas air, desikator, tabung ostwald, alat sentrifugasi, kertas/indikator ph, pipet (mohr dan volumetrik), labu kjedhal, soxhlet, erlenmeyer, cawan alumunium, cawan porselen, otoklaf, buret, gelas ukur dan gelas piala. Gambar peralatan dapat dilihat pada Lampiran METODE PENELITIAN Metode penelitian yang dilakukan dibagi menjadi dua, yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan yang dilakukan pada penelitian ini meliputi karakterisasi bahan baku berupa buah dan biji bintaro. Setelah itu dilakukan proses ekstraksi dan karakterisasi minyak biji bintaro serta dilakukan proses degumming minyak biji bintaro dan karakterisasi minyak hasil degumming. Sedangkan untuk penelitian utama dilakukan proses pembuatan biodiesel dari minyak biji bintaro dengan metode transesterifikasi. Diagram alir tahapan pembuatan biodiesel disajikan pada Lampiran Penelitian Pendahuluan Karakterisasi bahan baku Bahan baku berupa buah dan biji bintaro. Buah bintaro dilakukan analisis fisik berupa bobot dan penampakan, sedangkan biji bintaro dilakukan uji proksimat untuk mengetahui karakteristik dari biji tersebut. Uji proksimat yang dilakukan berupa kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar serat dan kadar karbohidrat (by different). Metode uji proksimat dapat dilihat pada Lampiran Ekstraksi dan karakterisasi minyak biji bintaro Metode yang dilakukan untuk mengekstrak minyak dari biji bintaro adalah dengan metode hot pressing, yaitu metode pengepresan dimana bahan yang akan dipres bersuhu o C (cukup panas) sehingga memudahkan proses pengeluaran minyak dari bahan. Biji bintaro awalnya dikupas terlebih dahulu dari kulitnya, kemudian dimasukkan ke dalam oven blower selama 2 hari dengan suhu o C untuk menghindari adanya kandungan air sebelum 12

27 dipres. Biji bintaro yang telah kering dikecilkan ukurannya (size reduction) untuk mempermudah proses pengeluaran minyak pada saat dipres. Selanjutnya biji yang telah dikecilkan ukurannya dilakukan proses pengepresan menggunakan mesin hot press hidrolik yang terdapat di Laboratorium Biodiesel, Balitbang Kehutanan. Setelah minyak didapatkan, maka tahap selanjutnya adalah dengan menganalisis sifat fisiko kimia minyak bintaro diantaranya bilangan asam, kadar asam lemak bebas, bilangan iod, bilangan peroksida, bilangan penyabunan, viskositas, densitas, kadar air dan rendemen minyak itu sendiri Degumming Penelitian Utama Degumming bertujuan untuk memisahkan minyak dari komponen pengotor minyak seperti getah/lendir, fosfatida, protein, resin, air, residu dan asam lemak bebas. Proses degumming dilakukan dengan penambahan H 3 PO 4 (asam fosfat). Minyak bintaro ditimbang kemudian dipanaskan hingga mencapai suhu o C. Setelah itu asam fosfat ditambahkan sebanyak 0.3% dari bobot minyak. Suhu minyak dipertahankan selama 10 menit sambil diaduk. Gum dan kotoran dipisahkan dari minyak dalam labu pemisah dengan cara mencucinya dengan air hangat 60 o C. Pencucian dilakukan hingga ph air buangan netral. Minyak hasil degumming ditimbang dan diukur bilangan asam, kadar asam lemak bebas, bilangan iod, bilangan peroksida, bilangan penyabunan, viskositas, densitas, kadar air dan rendemen. Proses pembuatan biodiesel dilakukan dengan metode transesterifikasi. Minyak hasil degumming direaksikan dengan metanol dengan rasio molar metanol terhadap minyak yaitu 3:1, 6:1 dan 9:1, dengan menggunakan katalis NaOH sebanyak 0.5% (b/b), 1% (b/b) dan 1.5% (b/b) pada suhu 60 o C dan waktu reaksi selama 60 menit. Kecepatan pengadukan pada proses ini dilakukan pada 400 rpm. Pemisahan gliserol dilakukan dengan cara settling (gravitasi) yaitu berdasarkan densitas zat terlarut. Gliserol dan zat pengotor lain memiliki densitas lebih tinggi sehingga berada di lapisan bawah sedangkan lapisan atas merupakan metil ester (biodiesel). Metil ester yang terbentuk dicuci dengan air hangat 60 o C sampai air cucian netral. Pengeringan metil ester dilakukan dengan cara dipanaskan pada suhu 120 o C. Setelah itu metil ester tersebut dilakukan proses karakterisasi, dengan menganalisis bilangan asam, kadar asam lemak bebas, bilangan iod, bilangan peroksida, bilangan penyabunan, viskositas, densitas, kadar abu, kadar air, rendemen biodiesel dan titik nyala. Metode analisis dapat dilihat pada Lampiran RANCANGAN PERCOBAAN Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap faktorial dengan dua faktor. Faktor-faktor yang divariasikan adalah rasio molar metanol terhadap minyak (A) dan konsentrasi katalis NaOH (B). Untuk faktor rasio molar metanol terhadap minyak terdiri dari tiga taraf yaitu 3:1, 6:1 dan 9:1. Dan untuk faktor konsentrasi katalis NaOH terdiri dari 13

28 tiga taraf yaitu pada konsentrasi 0.5% (b/b), 1% (b/b) dan 1.5% (b/b). Model matematika yang digunakan adalah: Y ij = µ + A i + B j + (AB) ij + ε ij dengan : Y ij = Nilai pengamatan µ = Rata-rata A i = Pengaruh faktor rasio molar metanol terhadap minyak pada taraf ke-i (i = 1,2,3) B j = Pengaruh faktor konsentrasi katalis NaOH pada taraf ke-j (j = 1,2,3) AB ij = Pengaruh interaksi faktor rasio molar metanol terhadap minyak pada taraf ke-i dengan faktor konsentrasi katalis NaOH pada taraf ke-j έ ij = Galat percobaan 14

29 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan dilakukan dengan tujuan untuk mengidentifikasi dan karakterisasi awal bahan baku yang akan diproses menjadi biodiesel. Penelitian pendahuluan ini terdiri dari karakterisasi bahan baku berupa buah dan biji bintaro, proses ekstraksi dan karakterisasi minyak biji bintaro serta proses degumming dan karakterisasi minyak hasil proses degumming. Karakterisasi bahan baku dilakukan dengan menganalisis buah dan biji bintaro. Buah bintaro dilakukan analisis berupa bobot dan penampakan (Tabel 6), sedangkan biji bintaro dilakukan analisis berupa kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar serat dan kadar karbohidrat (by different). Analisis biji bintaro dilakukan terhadap biji yang segar dan biji yang telah kering. Tabel 7 menyajikan hasil karakterisasi biji bintaro. Hasil analisis Bagian buah gram Persen Kulit buah % Tabel 6. Hasil karakterisasi buah bintaro Gambar Serat (sabut) % Kulit biji % Biji % Total % 15

30 Tabel 7. Hasil karakterisasi biji bintaro Uji Biji Bintaro Segar (%) Kering (%) Kadar Air Kadar Abu Kadar Protein Kadar Lemak Kadar Serat Kadar Karbohidrat Berdasarkan hasil karakterisasi biji bintaro, baik biji bintaro segar maupun biji bintaro kering terlihat bahwa kadar lemak (kandungan minyak) biji bintaro paling besar yaitu 58.73% atau sekitar 3/5 dari total keseluruhan. Oleh karena itu, biji bintaro sangat prospektif untuk dimanfaatkan sebagai energi alternatif biodiesel. Biji bintaro yang digunakan sebagai bahan baku adalah biji yang sudah kering, hal ini dikarenakan kandungan air dalam biji sudah menurun akibat proses pengeringan. Air merupakan komponen yang tidak diperlukan dalam proses pembuatan biodiesel karena dapat merusak mesin diesel sehingga bahan baku yang dipergunakan haruslah bahan baku yang memiliki kandungan air terendah. Untuk mendapatkan minyak biji bintaro, maka diperlukan proses ekstraksi untuk mengeluarkan minyak dari biji bintaro. Menurut Ketaren (1986) terdapat beberapa metode ekstraksi minyak atau lemak, diantaranya metode rendering, metode ekstraksi dengan pelarut (solvent extraction), metode pressing (pengepresan) atau kempa dan metode ekstraksi dengan menggunakan enzim. Metode yang digunakan sangat tergantung oleh bahan yang akan diekstrak. Untuk bahan yang keras dengan kandungan minyak yang relatif tinggi (di atas 20%) maka metode yang cocok digunakan adalah ekstraksi dengan pengepresan. Hal ini dikarenakan metode pengepresan menggunakan tekanan atau pengempaan yang memungkinkan sel-sel yang terkandung minyak akan pecah dan minyak akan keluar dari bahan. Proses ekstraksi atau proses pengeluaran minyak dari biji bintaro kering dilakukan melalui proses pengepresan dengan panas (hot pressing). Pemanasan dilakukan untuk mempermudah keluarnya minyak karena dengan suhu yang lebih tinggi viskositas minyak menjadi lebih rendah (encer) sehingga minyak akan mudah keluar dari sel-sel biji bintaro. Proses ini dilakukan di laboratorium biodiesel, Pusat Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Bogor dengan menggunakan alat kempa hidrolik panas yang memiliki suhu sekitar o C dan tekanan 20 ton. Sebelum dipres, biji bintaro yang telah kering digiling dengan menggunakan penggiling mekanis untuk memperluas permukaan bidang keluar minyak dari sel-sel biji bintaro. Dari hasil pengepresan, didapatkan rendemen minyak bintaro adalah 43.79% dari bobot biji kering. Rendemen tersebut masih relatif rendah dibandingkan dengan potensi yang ada yaitu mencapai 58.73% (analisis dengan pelarut hexan metode solvent extraction). Rendahnya rendemen minyak biji bintaro disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya sifat fisis dari biji dan minyak bintaro itu sendiri. Biji bintaro memiliki gum yang cenderung tinggi sehingga menyulitkan minyak keluar dari biji. Minyak biji bintaro tergolong kental dan mempunyai sifat lengket sehingga saat dilakukan pengepresan masih terdapat minyak yang tertinggal pada bungkil dan alat kempa. Selain itu disebabkan oleh proses pengeringan biji bintaro dengan menggunakan oven yang memungkinkan minyak sudah keluar dari biji sehingga mengurangi rendemen. Kemudian penggunaan alat pengempa biji bintaro 16

31 yang masih sederhana berupa hydraulic press yang menggunakan tenaga manusia sehingga biji tidak tertekan seluruhnya. Untuk dapat mengeluarkan minyak biji bintaro secara maksimum, maka alat pengepres yang digunakan hendaknya berupa screw press yang menggunakan tenaga motor sebagai penggerak. Minyak biji bintaro yang didapatkan dari hasil ekstraksi dengan metode pengepresan masih berupa minyak kasar, yaitu minyak yang masih kotor dimana terdapat banyak kotoran dan senyawa pengotor dalam minyak seperti gum, lendir, fosfatida, resin, air, residu dan lainlain. Untuk itu dilakukan proses degumming dengan larutan asam fosfat 20% sebanyak 0.3% (v/w). Degumming merupakan tahapan awal proses pemurnian minyak yang bertujuan untuk memisahkan minyak dari komponen pengotor minyak seperti getah atau lendir, fosfatida, protein, resin, air, residu dan asam lemak bebas. Karakterisasi minyak biji bintaro sebelum dan setelah proses degumming dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Karakteristik minyak biji bintaro sebelum dan setelah proses degumming Uji sebelum degumming Minyak Biji Bintaro setelah degumming Bilangan Asam (mg KOH/g) FFA (%) Bilangan iod (g I 2 /100 g) Bilangan Peroksida (mg O 2 /g) Bilangan Penyabunan (mg KOH/g) Viskositas (cst) Densitas (g/cm 3 ) Kadar Air (%) Rendemen 93.88% Berdasarkan hasil karakterisasi tersebut terlihat bahwa minyak biji bintaro setelah proses degumming memiliki kualitas mutu yang lebih baik (lebih tinggi) dibandingkan dengan minyak biji bintaro sebelum proses degumming. Hal ini dapat diketahui dari nilai kadar asam lemak bebas (FFA) minyak biji bintaro setelah proses degumming yang paling rendah yaitu 0.60%, nilai bilangan asam yang paling rendah yaitu 1.19 mg KOH/g, bilangan iod yang paling tinggi yaitu g I 2 /100 g, bilangan peroksida yang paling rendah yaitu 5.62 mg O 2 /g dan nilai viskositas yang paling rendah yaitu cst. Karakteristik tersebut menunjukkan bahwa minyak telah mengalami proses pemurnian, dimana zat pengotor minyak seperti getah/lendir, fosfatida, protein, resin, air, residu dan asam lemak bebas telah dihilangkan melalui proses degumming. Hal ini pun terlihat dari perbedaan warna antara minyak kasar sebelum proses degumming dengan minyak setelah proses degumming (Gambar 6) dimana minyak setelah proses degumming memiliki warna yang lebih kuning jernih dibandingkan dengan minyak kasar sebelum proses degumming. Rendemen minyak biji bintaro setelah proses degumming adalah 93.88%. 17

32 Minyak biji bintaro kasar Minyak hasil proses degumming Gambar 6. Minyak biji bintaro sebelum dan setelah proses degumming 4.2. PENELITIAN UTAMA Penelitian utama proses produksi biodiesel adalah dengan proses transesterifikasi. Faktor-faktor yang divariasikan pada penelitian utama ini adalah rasio molar metanol terhadap minyak dengan tiga taraf yaitu 3:1, 6:1 dan 9:1 dan konsentrasi katalis NaOH dengan tiga taraf pada konsentrasi 0.5% (b/b), 1% (b/b) dan 1.5% (b/b). Proses transesterifikasi menghasilkan produk berupa metil ester (biodiesel) dan gliserol. Pemisahan gliserol dilakukan dengan cara settling (gravitasi) yaitu berdasarkan densitas zat terlarut. Gliserol dan zat pengotor lain memiliki densitas lebih tinggi sehingga berada di lapisan bawah sedangkan lapisan atas merupakan biodiesel. Gliserol yang dihasilkan pada penelitian ini berwarna cokelat kehitaman dan kental, sedangkan biodiesel yang dihasilkan berwarna kuning terang (Gambar 7). Kemudian biodiesel yang terbentuk dicuci dengan air hangat 60 o C untuk menghilangkan sisa katalis, metanol dan kotoran yang tertinggal di dalam produk. Proses pengeringan biodiesel dilakukan dengan cara memanaskan biodiesel pada suhu 120 o C untuk menghilangkan sisa air akibat proses pencucian. Selanjutnya hasil biodiesel tiap perlakuan dilakukan analisis berupa bilangan asam, kadar asam lemak bebas, bilangan iod, bilangan peroksida, bilangan penyabunan, viskositas, densitas, kadar abu, kadar air dan rendemen biodiesel. Metil ester (biodiesel) Gliserol Gambar 7. Hasil proses transesterifikasi 18

33 Bilangan Asam dan Kadar FFA (Asam Lemak Bebas) Histogram hubungan antara rasio molar metanol terhadap minyak dan konsentrasi katalis NaOH terhadap bilangan asam dan kadar FFA (Asam Lemak Bebas) dapat dilihat pada Gambar 8. Keterangan : A1B1 = Molar metanol : minyak = 3 : 1; konsentrasi katalis NaOH 0.5% A1B2 = Molar metanol : minyak = 3 : 1; konsentrasi katalis NaOH 1% A1B3 = Molar metanol : minyak = 3 : 1; konsentrasi katalis NaOH 1.5% A2B1 = Molar metanol : minyak = 6 : 1; konsentrasi katalis NaOH 0.5% A2B2 = Molar metanol : minyak = 6 : 1; konsentrasi katalis NaOH 1% A2B3 = Molar metanol : minyak = 6 : 1; konsentrasi katalis NaOH 1.5% A3B1 = Molar metanol : minyak = 9 : 1; konsentrasi katalis NaOH 0.5% A3B2 = Molar metanol : minyak = 9 : 1; konsentrasi katalis NaOH 1% A3B3 = Molar metanol : minyak = 9 : 1; konsentrasi katalis NaOH 1.5% Gambar 8. Histogram hubungan antara rasio molar metanol terhadap minyak dan konsentrasi katalis NaOH terhadap bilangan asam dan kadar FFA (Asam Lemak Bebas) 19

34 Berdasarkan histogram di atas, dapat diketahui bahwa nilai bilangan asam biodiesel biji bintaro berkisar antara 0.32 mg KOH/g sampai 0.74 mg KOH/g sedangkan kadar FFA (Asam Lemak Bebas) biodiesel biji bintaro berkisar antara 0.16% sampai 0.37%. Nilai tersebut sesuai dengan pendapat Tyson (2003) yang menyatakan bahwa nilai bilangan asam yang baik pada biodiesel adalah di bawah 0.8 mg KOH/g, karena lebih dari itu dapat menyebabkan terjadinya deposit sistem bahan bakar dan mengurangi umur dari pompa dan filter. Hasil analisis keragaman pada Lampiran 5b dan 6b menunjukkan bahwa rasio molar metanol terhadap minyak, konsentrasi katalis NaOH dan interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap bilangan asam maupun kadar FFA. Hal ini menunjukkan bahwa bilangan asam dan kadar FFA tidak dipengaruhi oleh rasio molar metanol terhadap minyak dan konsentrasi katalis NaOH yang ditambahkan dalam proses transesterifikasi. Nilai bilangan asam dan kadar FFA berbanding lurus, apabila bilangan asam suatu minyak tinggi maka kadar FFA minyak pun akan tinggi. Bilangan asam dan kadar FFA menunjukkan jumlah asam lemak bebas dalam minyak dalam basis yang berbeda. Bilangan asam adalah milligram KOH yang dibutuhkan untuk menetralkan asam-asam lemak bebas dalam satu gram minyak, sedangkan kadar FFA merupakan kandungan asam lemak bebas yang terdapat dalam suatu minyak dimana berat molekul asam lemak tersebut dianggap sebesar asam lemak dominannya dan dinyatakan dalam bentuk persen. Bilangan asam dan kadar FFA mengidentifikasikan suatu kerusakan minyak yang diakibatkan oleh proses hidrolisis maupun proses oksidasi dan dapat menyebabkan korosi dan deposit (karat) pada mesin. Asam lemak bebas yang terdapat pada biodiesel akan meningkat dengan adanya proses hidrolisis yang dikatalisa asam, terutama jika produk memiliki kadar air yang tinggi. Proses hidrolisis juga dipercepat oleh peningkatan suhu. Selama hidrolisis terjadi pemecahan ikatan ester yang menghasilkan digliserida, monogliserida, asam lemak bebas dan gliserol. Selain itu, asam lemak bebas dalam biodiesel akan meningkat disebabkan oleh proses oksidasi yang terjadi pada asam lemak tidak jenuh dalam biodiesel. Semakin tinggi kandungan asam lemak tidak jenuh maka semakin besar reaksi oksidasi yang terjadi pada ikatan rangkap sehingga bilangan asam meningkat. Kondisi penyimpanan yang kontak langsung dengan udara juga dapat menjadi penyebab reaksi oksidasi yang menghasilkan asam-asam lemak berantai pendek. Untuk itu, bilangan asam dan kadar FFA ini menjadi faktor yang penting dalam proses pembuatan biodiesel. Berdasarkan persyaratan kualitas mutu biodiesel di Indonesia dalam SNI , parameter bilangan asam adalah maksimum 0.8 ml KOH/g minyak, maka semua perlakuan sudah memenuhi standar. Dimana biodiesel yang memiliki bilangan asam dan kadar FFA terendah adalah 0.32 mg KOH/g dan 0.16% pada saat rasio molar metanol terhadap minyak 9:1 dengan konsentrasi katalis NaOH yang digunakan adalah 1.5% Bilangan Iod Histogram hubungan antara rasio molar metanol terhadap minyak dan konsentrasi katalis NaOH terhadap bilangan iod dapat dilihat pada Gambar 9. 20

35 Keterangan : A1B1 = Molar metanol : minyak = 3 : 1; konsentrasi katalis NaOH 0.5% A1B2 = Molar metanol : minyak = 3 : 1; konsentrasi katalis NaOH 1% A1B3 = Molar metanol : minyak = 3 : 1; konsentrasi katalis NaOH 1.5% A2B1 = Molar metanol : minyak = 6 : 1; konsentrasi katalis NaOH 0.5% A2B2 = Molar metanol : minyak = 6 : 1; konsentrasi katalis NaOH 1% A2B3 = Molar metanol : minyak = 6 : 1; konsentrasi katalis NaOH 1.5% A3B1 = Molar metanol : minyak = 9 : 1; konsentrasi katalis NaOH 0.5% A3B2 = Molar metanol : minyak = 9 : 1; konsentrasi katalis NaOH 1% A3B3 = Molar metanol : minyak = 9 : 1; konsentrasi katalis NaOH 1.5% Gambar 9. Histogram hubungan antara rasio molar metanol terhadap minyak dan konsentrasi katalis NaOH terhadap bilangan iod Berdasarkan histogram di atas dapat diketahui bahwa nilai bilangan iod biodiesel biji bintaro terendah adalah g I 2 /100 g pada rasio molar metanol terhadap minyak 3:1 dan konsentrasi katalis NaOH 1.5%. Sedangkan nilai bilangan iod tertinggi adalah g I 2 /100 g pada rasio molar metanol terhadap minyak 9:1 dan konsentrasi katalis NaOH 0.5%. Hasil analisis keragaman pada Lampiran 7b menunjukkan bahwa rasio molar metanol terhadap minyak, konsentrasi katalis NaOH dan interaksi tidak berpengaruh sangat nyata terhadap bilangan iod. Hal ini menunjukkan bahwa bilangan iod tidak dipengaruhi oleh rasio molar metanol terhadap minyak dan konsentrasi katalis NaOH yang ditambahkan dalam proses transesterifikasi. Dengan kata lain, jumlah ikatan rangkap asam lemak yang menyusun minyak biji bintaro dapat diasumsikan sama. Asam lemak yang tidak jenuh dalam minyak mampu menyerap sejumlah iod dan membentuk senyawa jenuh. Besarnya jumlah iod yang diserap menunjukkan banyaknya ikatan rangkap atau ikatan tidak jenuh. Bilangan iod untuk biodiesel perlu dibatasi. Sesuai dengan standar biodiesel dalam SNI , nilai maksimal bilangan iod adalah 115 g I 2 /100 g. Hal ini dikarenakan adanya ketidakstabilan asam lemak tidak jenuh oleh suhu tinggi yang menghasilkan polimerisasi gliserida sehingga dapat terjadi deposit atau kerusakan pada lubang saluran injeksi, piston dan lainnya. 21

36 Nilai bilangan iod biodiesel biji bintaro berkisar antara g I 2 /100 g sampai g I 2 /100 g. Nilai yang didapatkan lebih rendah dibandingkan penelitian yang dilakukan oleh Mulyani (2007) yaitu dan g I 2 /100 g. Bilangan iod untuk bahan baku biodiesel yang paling optimal adalah di sekitar metil oleat (70-100). Biodiesel yang diproduksi dari bahan baku ini akan memiliki angka setana yang memuaskan yaitu minimal 51 dan titik kabut yang rendah (Soerawidjaja et al. 2005). Dari semua perlakuan yang diujikan, bilangan iod biodiesel biji bintaro sesuai dengan standar biodiesel sehingga layak digunakan sebagai alternatif bahan bakar diesel (biodiesel) Bilangan Peroksida Histogram hubungan antara rasio molar metanol terhadap minyak dan konsentrasi katalis NaOH terhadap bilangan peroksida dapat dilihat pada Gambar 10. Keterangan : A1B1 = Molar metanol : minyak = 3 : 1; konsentrasi katalis NaOH 0.5% A1B2 = Molar metanol : minyak = 3 : 1; konsentrasi katalis NaOH 1% A1B3 = Molar metanol : minyak = 3 : 1; konsentrasi katalis NaOH 1.5% A2B1 = Molar metanol : minyak = 6 : 1; konsentrasi katalis NaOH 0.5% A2B2 = Molar metanol : minyak = 6 : 1; konsentrasi katalis NaOH 1% A2B3 = Molar metanol : minyak = 6 : 1; konsentrasi katalis NaOH 1.5% A3B1 = Molar metanol : minyak = 9 : 1; konsentrasi katalis NaOH 0.5% A3B2 = Molar metanol : minyak = 9 : 1; konsentrasi katalis NaOH 1% A3B3 = Molar metanol : minyak = 9 : 1; konsentrasi katalis NaOH 1.5% Gambar 10. Histogram hubungan antara rasio molar metanol terhadap minyak dan konsentrasi katalis NaOH terhadap bilangan peroksida Berdasarkan histogram di atas dapat diketahui bahwa nilai bilangan peroksida biodiesel biji bintaro terendah adalah 3.65 mg O 2 /g pada rasio molar metanol terhadap minyak 9:1 dan konsentrasi katalis NaOH 1.5%. Sedangkan nilai bilangan peroksida tertinggi adalah 5.90 mg O 2 /g pada rasio molar metanol terhadap minyak 6:1 dan konsentrasi katalis NaOH 0.5%. Hasil analisis keragaman pada Lampiran 8b 22

37 menunjukkan bahwa rasio molar metanol terhadap minyak, konsentrasi katalis NaOH dan interaksi keduanya tidak berpengaruh secara nyata terhadap bilangan peroksida. Bilangan peroksida merupakan parameter terpenting dalam menentukan derajat kerusakan minyak dan daya tahan suatu minyak (Ketaren 1986). Semakin tinggi bilangan peroksida maka semakin tinggi tingkat kerusakan suatu minyak dan semakin rendah daya tahan minyak tersebut. Bilangan peroksida untuk biodiesel harus serendah mungkin. Hal ini dikarenakan bilangan peroksida mengindikasikan kandungan senyawa peroksida yang merupakan senyawa intermediet pada reaksi oksidasi dan dapat menyerang asam lemak lain yang masih utuh untuk membentuk asam lemak bebas rantai pendek yang lebih banyak, selain itu senyawa peroksida juga memicu terjadinya reaksi polimerisasi dan endapan yang tidak larut dan menyebabkan viskositas tinggi sehingga dapat merusak mesin diesel. Dari perlakuan yang telah dilakukan, bilangan peroksida yang paling baik digunakan sebagai biodiesel adalah bilangan peroksida terendah yaitu 3.65 mg O 2 /g pada rasio molar metanol terhadap minyak 9:1 dan konsentrasi katalis NaOH 1.5% Bilangan Penyabunan Histogram hubungan antara rasio molar metanol terhadap minyak dan konsentrasi katalis NaOH terhadap bilangan penyabunan dapat dilihat pada Gambar 11. Keterangan : A1B1 = Molar metanol : minyak = 3 : 1; konsentrasi katalis NaOH 0.5% A1B2 = Molar metanol : minyak = 3 : 1; konsentrasi katalis NaOH 1% A1B3 = Molar metanol : minyak = 3 : 1; konsentrasi katalis NaOH 1.5% A2B1 = Molar metanol : minyak = 6 : 1; konsentrasi katalis NaOH 0.5% A2B2 = Molar metanol : minyak = 6 : 1; konsentrasi katalis NaOH 1% A2B3 = Molar metanol : minyak = 6 : 1; konsentrasi katalis NaOH 1.5% A3B1 = Molar metanol : minyak = 9 : 1; konsentrasi katalis NaOH 0.5% A3B2 = Molar metanol : minyak = 9 : 1; konsentrasi katalis NaOH 1% A3B3 = Molar metanol : minyak = 9 : 1; konsentrasi katalis NaOH 1.5% Gambar 11. Histogram hubungan antara rasio molar metanol terhadap minyak dan konsentrasi katalis NaOH terhadap bilangan penyabunan 23

38 Berdasarkan histogram di atas dapat diketahui bahwa nilai bilangan penyabunan biodiesel biji bintaro terendah adalah mg KOH/g pada rasio molar metanol terhadap minyak 6:1 dan konsentrasi katalis NaOH 1%. Sedangkan nilai bilangan penyabunan tertinggi adalah mg KOH/g pada rasio molar metanol terhadap minyak 9:1 dan konsentrasi katalis NaOH 1.5%. Nilai yang didapatkan lebih tinggi dibandingkan penelitian yang dilakukan oleh Endriana (2007) yaitu mg KOH/g. Tingginya bilangan penyabunan dapat diakibatkan oleh tingginya berat molekul minyak dan kandungan asam lemak (Azam et al. 2005). Hasil analisis keragaman pada Lampiran 9b menunjukkan bahwa rasio molar metanol terhadap minyak, konsentrasi katalis NaOH dan interaksi keduanya berpengaruh sangat nyata terhadap bilangan penyabunan. Hasil uji lanjut pada Lampiran 9c menunjukkan bahwa rasio molar metanol terhadap minyak 3:1 dan 6:1 tidak berpengaruh secara signifikan, tetapi berpengaruh secara siginifikan pada rasio molar metanol terhadap minyak 9:1. Selain itu, uji tersebut juga menunjukkan konsentrasi katalis NaOH 0.5% dan 1% tidak berpengaruh secara signifikan, tetapi berpengaruh secara signifikan pada konsentrasi katalis NaOH 1.5% dalam peningkatan nilai bilangan penyabunan. Bilangan penyabunan berkorelasi dengan berat molekul minyak. Minyak yang banyak mengandung senyawa berantai pendek, yang berarti memiliki berat molekul yang relatif kecil akan memiliki bilangan penyabunan yang besar. Begitupun sebaliknya, minyak yang banyak mengandung senyawa berantai panjang, yang berarti memiliki berat molekul yang relatif besar akan memiliki bilangan penyabunan yang kecil. Pada saat proses transesterifikasi, trigliserida yang merupakan senyawa berantai panjang akan bereaksi dengan metanol dan menghasilkan metil ester (biodiesel) yang merupakan senyawa berantai pendek. Dengan semakin banyaknya metil ester yang terbentuk menunjukkan bahwa berat molekul biodiesel relatif kecil sehingga bilangan penyabunannya akan semakin besar. Untuk itu bilangan penyabunan yang layak sebagai biodiesel adalah bilangan penyabunan dengan nilai tertinggi yaitu mg KOH/g pada rasio molar metanol terhadap minyak 9:1 dan konsentrasi katalis NaOH 1.5% Viskositas Histogram hubungan antara rasio molar metanol terhadap minyak dan konsentrasi katalis NaOH terhadap viskositas dapat dilihat pada Gambar 12. Berdasarkan Gambar 12 dapat diketahui bahwa nilai viskositas biodiesel biji bintaro terendah adalah 3.66 cst pada rasio molar metanol terhadap minyak 9:1 dan konsentrasi katalis NaOH 1%. Sedangkan nilai viskositas tertinggi adalah 4.23 cst pada rasio molar metanol terhadap minyak 3:1 dan konsentrasi katalis NaOH 0.5%. Nilai yang didapatkan lebih tinggi dibandingkan penelitian yang dilakukan oleh Hidayatullah (2009) yaitu 3.4 cst. Perbedaan nilai viskositas diakibatkan oleh kemurnian metil ester yang dihasilkan dari proses transesterifikasi dan proses pemisahan yang sempurna dengan gliserol. 24

39 Keterangan : A1B1 = Molar metanol : minyak = 3 : 1; konsentrasi katalis NaOH 0.5% A1B2 = Molar metanol : minyak = 3 : 1; konsentrasi katalis NaOH 1% A1B3 = Molar metanol : minyak = 3 : 1; konsentrasi katalis NaOH 1.5% A2B1 = Molar metanol : minyak = 6 : 1; konsentrasi katalis NaOH 0.5% A2B2 = Molar metanol : minyak = 6 : 1; konsentrasi katalis NaOH 1% A2B3 = Molar metanol : minyak = 6 : 1; konsentrasi katalis NaOH 1.5% A3B1 = Molar metanol : minyak = 9 : 1; konsentrasi katalis NaOH 0.5% A3B2 = Molar metanol : minyak = 9 : 1; konsentrasi katalis NaOH 1% A3B3 = Molar metanol : minyak = 9 : 1; konsentrasi katalis NaOH 1.5% Gambar 12. Histogram hubungan antara rasio molar metanol terhadap minyak dan konsentrasi katalis NaOH terhadap viskositas Hasil analisis keragaman pada Lampiran 10b menunjukkan bahwa rasio molar metanol terhadap minyak berpengaruh sangat nyata terhadap viskositas. Sedangkan konsentrasi katalis NaOH dan interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata. Hal ini dapat diartikan bahwa faktor rasio molar metanol terhadap minyak berperan penting terhadap perubahan viskositas. Hasil uji lanjut rasio molar metanol terhadap minyak pada Lampiran 10c menunjukkan adanya perbedaan nyata dalam menurunkan viskositas, dimana semakin tinggi rasio molar metanol terhadap minyak maka semakin rendah viskositas yang dihasilkan. Hal ini berkaitan dengan keoptimalan dari proses transesterifikasi, dimana proses transesterifikasi yang berjalan secara optimal akan mengkonversi seluruh trigliserida menjadi metil ester sehingga akan menurunkan nilai viskositas, karena metil ester memiliki viskositas yang lebih rendah (lebih encer) dibandingkan trigliserida. Selain itu metanol juga akan menurunkan berat molekul dari minyak bintaro sehingga menghasilkan produk dengan berat molekul yang lebih rendah, yang berarti akan menurunkan viskositas produk yang didapat (biodiesel). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Yusuf (2002) dengan bahan kelapa sawit dimana terjadi penurunan viskositas yang sangat besar dengan semakin bertambahnya jumlah metanol yang digunakan. Minyak kelapa sawit sebelum dikonversikan menjadi ester mengahasilkan viskositas yang sangat tinggi, yaitu sebesar 25

40 43.1 cst tetapi setelah dikonversikan menjadi metil ester (biodiesel), viskositasnya turun menjadi 6-8 cst yang berarti terjadi penurunan viskositas sebesar 82-86%. Viskositas berkaitan dengan komposisi asam lemak dan tingkat kemurnian biodiesel (Mittelbach dan Remschmidt 2004). Viskositas akan naik seiring dengan kenaikan panjang rantai karbon dan kenaikan sisa monogliserida, digliserida dan trigliserida dalam biodiesel. Viskositas merupakan faktor yang penting dalam menentukan kualitas biodiesel yang dihasilkan. Viskositas untuk biodiesel yang sesuai dengan SNI berkisar antara cst. Viskositas biodiesel tidak boleh terlalu tinggi (kental) karena berpengaruh terhadap injektor pada mesin diesel yang tidak dapat memecah bahan bakar menjadi lebih kecil agar penguapan dan pembakaran berjalan lancar, selain itu viskositas yang tinggi akan menyulitkan pemompaan bahan bakar dari tangki ke ruang bakar mesin. Dari semua perlakuan yang diujikan sudah memenuhi standar, dimana biodiesel yang memiliki nilai viskositas terendah adalah pada saat rasio molar metanol terhadap minyak 9:1 dengan konsentrasi katalis NaOH yang digunakan adalah 1% Densitas Histogram hubungan antara rasio molar metanol terhadap minyak dan konsentrasi katalis NaOH terhadap densitas dapat dilihat pada Gambar 13. Keterangan : A1B1 = Molar metanol : minyak = 3 : 1; konsentrasi katalis NaOH 0.5% A1B2 = Molar metanol : minyak = 3 : 1; konsentrasi katalis NaOH 1% A1B3 = Molar metanol : minyak = 3 : 1; konsentrasi katalis NaOH 1.5% A2B1 = Molar metanol : minyak = 6 : 1; konsentrasi katalis NaOH 0.5% A2B2 = Molar metanol : minyak = 6 : 1; konsentrasi katalis NaOH 1% A2B3 = Molar metanol : minyak = 6 : 1; konsentrasi katalis NaOH 1.5% A3B1 = Molar metanol : minyak = 9 : 1; konsentrasi katalis NaOH 0.5% A3B2 = Molar metanol : minyak = 9 : 1; konsentrasi katalis NaOH 1% A3B3 = Molar metanol : minyak = 9 : 1; konsentrasi katalis NaOH 1.5% Gambar 13. Histogram hubungan antara rasio molar metanol terhadap minyak dan konsentrasi katalis NaOH terhadap densitas 26

41 Berdasarkan histogram di atas dapat diketahui bahwa nilai densitas biodiesel biji bintaro terendah adalah 0.86 g/cm 3 pada rasio molar metanol terhadap minyak 9:1 dan konsentrasi katalis NaOH 0.5%. Sedangkan nilai densitas tertinggi adalah 0.87 g/cm 3 pada rasio molar metanol terhadap minyak 3:1 dan konsentrasi katalis NaOH 0.5%. Nilai tersebut sesuai dengan pendapat Syah (2006) yang menyatakan bahwa densitas biodiesel seharusnya berkisar g/cm 3. Hasil analisis keragaman pada Lampiran 11b menunjukkan bahwa rasio molar metanol terhadap minyak dan interaksi berpengaruh nyata terhadap densitas. Sedangkan konsentrasi katalis NaOH tidak berpengaruh nyata. Hasil uji lanjut interaksi pada Lampiran 11c menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan antara perlakuan A1B1 terhadap delapan perlakuan lainnya. Selain itu, uji tersebut juga menunjukkan rasio molar metanol terhadap minyak tidak berpengaruh secara signifikan terhadap penurunan densitas yang dihasilkan. Nilai densitas dipengaruhi oleh panjang rantai karbon dan keberadaan gliserol. Penurunan nilai densitas menunjukkan adanya penurunan panjang rantai karbon dan penurunan keberadaan gliserol. Selama proses transesterifikasi rantai karbon asam lemak dalam minyak biji bintaro akan terpecah menjadi rantai metil ester yang lebih pendek sehingga densitas pun akan menurun seiring dengan penurunan bobot molekul. Keberadaan gliserol dalam biodiesel juga mempengaruhi densitas biodiesel karena gliserol memilki nilai densitas yang lebih tinggi dibandingkan densitas biodiesel. Densitas berhubungan dengan nilai kalor dan daya yang dihasilkan oleh mesin diesel per satuan volume bahan bakar (Prihandana et al. 2006). Densitas bahan bakar motor diesel dapat menunjukkan sifat serta kinerja seperti kualitas penyalaan, daya, konsumsi, sifat-sifat pada suhu rendah dan pembentukan asap. Oleh karenanya densitas merupakan parameter penting dalam menentukan kualitas biodiesel. Berdasarkan persyaratan kualitas mutu biodiesel di Indonesia dalam SNI , parameter densitas adalah antara g/cm 3, maka seluruh perlakuan sudah memenuhi standar dengan nilai densitas biodiesel biji bintaro terendah adalah 0.86 g/cm 3 pada rasio molar metanol terhadap minyak 9:1 dan konsentrasi katalis NaOH 0.5% Kadar Abu Histogram hubungan antara rasio molar metanol terhadap minyak dan konsentrasi katalis NaOH terhadap kadar abu dapat dilihat pada Gambar 14. Berdasarkan Gambar 14 dapat diketahui bahwa nilai kadar abu biodiesel biji bintaro terendah adalah 0.01% pada rasio molar metanol terhadap minyak 9:1 dan konsentrasi katalis NaOH 1% serta 1.5%. Sedangkan nilai kadar abu tertinggi adalah 0.02% pada rasio molar metanol terhadap minyak 3:1 dan konsentrasi katalis NaOH 0.5%. Nilai kadar abu yang didapatkan lebih tinggi dibandingkan penelitian yang dilakukan oleh Endriana (2007) yaitu 0%. Tingginya nilai kadar abu diakibatkan oleh proses pencucian yang kurang maksimal sehingga masih terdapat senyawa organologam di dalam biodiesel. Selain itu katalis yang tidak bereaksi dalam proses transesterifikasi akan membentuk logam dan dapat menyebabkan korosi pada mesin diesel. Hasil analisis keragaman pada Lampiran 12b menunjukkan bahwa rasio molar metanol terhadap minyak, konsentrasi katalis NaOH dan interaksi tidak berpengaruh nyata terhadap kadar abu. Hal ini menunjukkan bahwa kadar abu tidak dipengaruhi oleh rasio 27

42 molar metanol terhadap minyak dan konsentrasi katalis NaOH yang ditambahkan dalam proses transesterifikasi. Keterangan : A1B1 = Molar metanol : minyak = 3 : 1; konsentrasi katalis NaOH 0.5% A1B2 = Molar metanol : minyak = 3 : 1; konsentrasi katalis NaOH 1% A1B3 = Molar metanol : minyak = 3 : 1; konsentrasi katalis NaOH 1.5% A2B1 = Molar metanol : minyak = 6 : 1; konsentrasi katalis NaOH 0.5% A2B2 = Molar metanol : minyak = 6 : 1; konsentrasi katalis NaOH 1% A2B3 = Molar metanol : minyak = 6 : 1; konsentrasi katalis NaOH 1.5% A3B1 = Molar metanol : minyak = 9 : 1; konsentrasi katalis NaOH 0.5% A3B2 = Molar metanol : minyak = 9 : 1; konsentrasi katalis NaOH 1% A3B3 = Molar metanol : minyak = 9 : 1; konsentrasi katalis NaOH 1.5% Gambar 14. Histogram hubungan antara rasio molar metanol terhadap minyak dan konsentrasi katalis NaOH terhadap kadar abu Biodiesel membutuhkan kandungan abu yang serendah mungkin. Tingginya kadar abu pada biodiesel akan berbahaya dikarenakan senyawa organologam akan mengendap dan menyebabkan karat pada mesin. Selain itu, abu juga dapat mengikis unit-unit injektor pada motor diesel. Berdasarkan SNI biodiesel, maksimal kandungan abu adalah 0.02%. Dari semua perlakuan yang diujikan sudah memenuhi standar, dimana biodiesel yang memiliki nilai kadar abu terendah dengan rasio molar metanol terhadap minyak 9:1 dan konsentrasi katalis NaOH 1% serta rasio molar metanol terhadap minyak 9:1 dan konsentrasi katalis NaOH 1.5% Kadar Air dan Sedimen Kadar air dan sedimen merupakan salah satu parameter penting dalam menentukan kualitas biodiesel. Nilai kadar air dan sedimen biodiesel biji bintaro untuk semua perlakuan adalah 0% (Tabel 9). Kandungan air yang tinggi dalam biodiesel dapat mendorong terjadinya reaksi hidrolisis antara trigliserida dengan molekul air sehingga membentuk gliserol dan asam lemak bebas. Selain itu, air dalam biodiesel akan menyebabkan mesin diesel aus sehingga dapat menyebabkan korosi pada mesin diesel. Kandungan air dalam biodiesel juga akan mempengaruhi dalam penyimpanan 28

43 biodiesel, karena air dalam biodiesel dapat mengkondisikan lingkungan yang cocok untuk mikroorganisme. Menurut SNI biodiesel no tahun 2006, maksimal nilai kadar air dan sedimen biodiesel adalah 0.05%. Dari semua perlakuan yang dilakukan nilai kadar air dan sedimen biodiesel biji bintaro adalah 0%. Sehingga semua perlakuan yang dilakukan sesuai dengan standar SNI biodiesel dan layak untuk dijadikan bahan bakar mesin diesel. Sampel Tabel 9. Nilai kadar air dan sedimen biodiesel biji bintaro Kadar air dan sedimen (%) Sampel Kadar air dan sedimen (%) Sampel Kadar air dan sedimen (%) A1B A2B A3B A1B A2B A3B A1B A2B A3B Rendemen Histogram hubungan antara rasio molar metanol terhadap minyak dan konsentrasi katalis NaOH terhadap rendemen dapat dilihat pada Gambar 15. Keterangan : A1B1 = Molar metanol : minyak = 3 : 1; konsentrasi katalis NaOH 0.5% A1B2 = Molar metanol : minyak = 3 : 1; konsentrasi katalis NaOH 1% A1B3 = Molar metanol : minyak = 3 : 1; konsentrasi katalis NaOH 1.5% A2B1 = Molar metanol : minyak = 6 : 1; konsentrasi katalis NaOH 0.5% A2B2 = Molar metanol : minyak = 6 : 1; konsentrasi katalis NaOH 1% A2B3 = Molar metanol : minyak = 6 : 1; konsentrasi katalis NaOH 1.5% A3B1 = Molar metanol : minyak = 9 : 1; konsentrasi katalis NaOH 0.5% A3B2 = Molar metanol : minyak = 9 : 1; konsentrasi katalis NaOH 1% A3B3 = Molar metanol : minyak = 9 : 1; konsentrasi katalis NaOH 1.5% Gambar 15. Histogram hubungan antara rasio molar metanol terhadap minyak dan konsentrasi katalis NaOH terhadap rendemen 29

44 Berdasarkan histogram di atas dapat diketahui bahwa rendemen biodiesel biji bintaro terendah adalah 44.05% pada rasio molar metanol terhadap minyak 9:1 dan konsentrasi katalis NaOH 1.5%. Sedangkan rendemen tertinggi adalah 96.22% pada rasio molar metanol terhadap minyak 9:1 dan konsentrasi katalis NaOH 0.5%. Dari histogram di atas dapat dilihat adanya kecenderungan peningkatan rendemen yang dihasilkan dipengaruhi oleh peningkatan rasio molar metanol terhadap minyak dan penurunan konsentrasi katalis NaOH yang digunakan. Hasil analisis keragaman pada Lampiran 13b menunjukkan bahwa rasio molar metanol terhadap minyak dan konsentrasi katalis NaOH berpengaruh sangat nyata terhadap rendemen. Hasil uji lanjut konsentrasi katalis NaOH pada Lampiran 13c menunjukkan adanya kenaikan konsentrasi katalis NaOH yang digunakan berpengaruh secara signifikan dan menurunkan rendemen. Untuk rasio molar metanol terhadap minyak 3:1 dan 6:1 tidak berpengaruh secara signifikan, namun rasio molar metanol terhadap minyak 9:1 berpengaruh secara signifikan terhadap rendemen. Rendemen biodiesel sangat dipengaruhi oleh kadar FFA sebelum proses transesterifikasi, sesuai dengan Tyson (2004) yang menyatakan minyak yang mengandung asam lemak bebas 10% akan kehilangan rendemen sebesar 30% jika diproses dengan transesterifikasi. Menurut Lee et al. (2002) rendemen transesterifikasi dapat ditingkatkan dari 25% menjadi 96% dengan menurunkan kadar asam lemak bebas dan air masing-masing berturut-turut 10% menjadi 0.23% dan 0.2% menjadi 0.02%. Rendemen biodiesel yang rendah disebabkan adanya reaksi antara asam lemak bebas dengan katalis basa pada proses transesterifikasi dan membentuk sabun. Katalis basa yang seharusnya digunakan untuk mempercepat reaksi menjadi berkurang sehingga proses konversi trigliserida menjadi metil ester menjadi tidak optimal dan menghasilkan senyawa intermediet (monogliserida dan digliserida). Rendemen biodiesel dihitung untuk mengetahui jumlah biodiesel yang diperoleh setelah proses pemisahan dengan gliserol dengan total minyak biji bintaro awal (% b/b). Proses pemisahan biodiesel dari gliserol dan senyawa lain yang tidak dibutuhkan merupakan hal yang penting dalam penentuan rendemen biodiesel, dimana pemisahan yang tidak optimal akan menurunkan rendemen biodiesel yang dihasilkan. Faktorfaktor yang mempengaruhi proses pemisahan tersebut adalah viskositas dan perbedaan densitas antara gliserol serta senyawa-senyawa hidrofilik dan biodiesel. Gliserol dan senyawa-senyawa hidrofilik akan membentuk suatu agregat yang kompak dan padat, akibatnya gliserol dan senyawa-senyawa tersebut akan terpisah dari biodiesel. Selain itu sifat gliserol yang tidak larut dan densitas yang lebih besar dibandingkan biodiesel menyebabkan gliserol terpisah dari biodiesel. Nilai rendemen terbaik merupakan nilai yang menentukan perlakuan terbaik untuk produksi biodiesel dari minyak biji bintaro. Dari semua perlakuan yang telah diujikan, maka perlakuan terbaik untuk produksi biodiesel dari minyak biji bintaro adalah pada rasio molar metanol terhadap minyak 9:1 dan konsentrasi katalis NaOH 0.5%, dengan nilai bilangan asam 0.50 mg KOH/g, nilai kadar asam lemak bebas 0.25%, nilai bilangan iod g I 2 /100 g, nilai bilangan peroksida 5.13 mg O 2 /g, nilai bilangan penyabunan mg KOH/g, nilai viskositas 3.69 cst, nilai densitas 0.86 g/cm 3, nilai kadar abu 0.01%, nilai kadar air dan sedimen 0% dan rendemen 96.22%. 30

45 Titik Nyala (Flash Point) Titik nyala adalah suhu paling rendah terbentuknya asap pada saat tes pengapian (flame test) (Kinast dan Tyson 2003). Titik nyala merupakan salah satu parameter kualitas biodiesel. Persyaratan titik nyala (flash point) diperlukan untuk keamanan bahan bakar biodiesel selama penyimpanan, transportasi dan penggunaan. Titik nyala yang dicobakan terdiri dari tiga sampel yang merupakan tiga perlakuan terbaik, yaitu A1B1 (rasio molar metanol terhadap minyak 3:1, konsentrasi katalis NaOH 0.5%), A2B1 (rasio molar metanol terhadap minyak 6:1, konsentrasi katalis NaOH 0.5%) dan A3B1 (rasio molar metanol terhadap minyak 9:1, konsentrasi katalis NaOH 0.5%). Pengujian titik nyala dilakukan di laboratorium Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi (LEMIGAS). Nilai titik nyala dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Hasil analisis nilai titik nyala biodiesel biji bintaro pada tiga titik perlakuan Sampel Titik nyala ( o C) A1B A2B A3B Keterangan : A1B1 = Molar metanol : minyak = 3 : 1; konsentrasi katalis NaOH 0.5% A2B1 = Molar metanol : minyak = 6 : 1; konsentrasi katalis NaOH 0.5% A3B1 = Molar metanol : minyak = 9 : 1; konsentrasi katalis NaOH 0.5% Dari tabel di atas, terdapat kecenderungan penurunan nilai titik nyala dipengaruhi oleh peningkatan rasio molar metanol terhadap minyak yang digunakan pada proses transesterifikasi. Hal ini dikarenakan titik nyala berkaitan dengan residu metanol yang tertinggal dalam biodiesel. Residu metanol dalam jumlah kecil mengurangi flash point (metanol mempunyai titik nyala o C) sehingga berpengaruh terhadap pompa bahan bakar, seals, dan elastomers dan dapat menghasilkan sifat-sifat yang jelek dalam pembakaran (Tyson 2004). Berdasarkan persyaratan kualitas mutu biodiesel di Indonesia dalam SNI , parameter titik nyala minimum adalah 100 o C. Titik nyala yang terlalu rendah dapat menyebabkan timbulnya detonasi yaitu ledakan-ledakan kecil yang terjadi sebelum bahan bakar masuk ke ruang bakar, hal ini dapat meningkatkan resiko bahaya pada saat penyimpanan. Sedangkan titik nyala yang terlalu tinggi dapat menyebabkan keterlambatan penyalaan. Dari tiga perlakuan yang dianalisis, nilai titik nyala biodiesel biji bintaro berkisar antara o C. Sehingga semua perlakuan yang dilakukan sesuai dengan standar SNI biodiesel yaitu minimum 100 o C dan layak untuk dijadikan bahan bakar mesin diesel Komposisi Metil Ester Biji Bintaro Metil ester (biodiesel) biji bintaro mengandung asam lemak yang terdiri dari asam lemak jenuh (tidak mempunyai ikatan rangkap) dan asam lemak tidak jenuh (mempunyai ikatan rangkap). Pengujian komposisi metil ester (biodiesel) biji bintaro dilakukan pada sampel yang merupakan perlakuan terbaik, yaitu pada rasio molar 31

46 metanol terhadap minyak 9:1, konsentrasi katalis NaOH 0.5% (A3B1). Pengujian ini dilakukan di Pusat Laboratorium Forensik, Mabes Polri. Komposisi metil ester (biodiesel) sampel ditentukan dengan membandingkan waktu retensi standar asam lemak yang sebelumnya disuntikkan ke instrumen kromatografi gas, sedangkan untuk analisis kuantitatif ditentukan dengan membandingkan luas area kromatrogram sampel dengan luas area kromatogram standar. Hasil analisis komposisi metil ester (biodiesel) biji bintaro dapat dilihat pada Tabel 11, sedangkan kromatogramnya dapat dilihat pada Gambar 16. Tabel 11. Hasil analisis komposisi metil ester biji bintaro Asam Lemak Nama Sistematik Hasil Analisis (%) Metil palmitat Hexadecanoic acid, methyl ester Metil oleat 9-Octadecenoic acid, methyl ester Metil stearat Octadecanoic acid, methyl ester 9.43 Metil arachate Eicosanoic acid, methyl ester 2.31 Metil palmitoleat 9-Hexadecenoic acid, methyl ester 0.97 Metil lignocerat Tetracosanoic acid, methyl ester 4,49 Metil miristat Tetradecanoic acid, methyl ester 0.07 Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa komposisi dominan metil ester dari biodiesel biji bintaro adalah metil oleat sebesar 51.15%. Komposisi metil ester (biodiesel) biji bintaro secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 14. Gambar 16. Kromatogram biodiesel biji bintaro hasil analisis GCMS 32

47 V. SIMPULAN DAN SARAN 6.1. SIMPULAN Kandungan terbesar dari biji bintaro adalah minyak (kadar lemak) dengan nilai 58.73%. Minyak biji bintaro didapatkan melalui proses ekstraksi dengan metode hot pressing (pengempaan dengan suhu o C) dan menghasilkan rendemen 43.79%. Proses degumming dilakukan dengan larutan asam fosfat 20% sebanyak 0.3% (v/w) untuk memisahkan minyak dari komponen pengotor minyak. Setelah dilakukan proses ini, minyak memiliki kualitas mutu yang lebih baik terlihat dari nilai bilangan asam, kadar asam lemak bebas dan viskositas yang menurun. Pada proses transesterifikasi, penambahan rasio molar metanol terhadap minyak berpengaruh nyata dalam menurunkan viskositas, menurunkan densitas dan meningkatkan rendemen. Sedangkan penambahan konsentrasi katalis NaOH berpengaruh nyata dalam menurunkan rendemen. Proses transesterifikasi yang optimal diperoleh pada kondisi rasio molar metanol terhadap minyak 9:1 dan konsentrasi katalis NaOH 0.5%, dengan nilai bilangan asam 0.50 mg KOH/g, nilai kadar asam lemak bebas 0.25%, nilai bilangan iod g I 2 /100 g, nilai bilangan peroksida 5.13 mg O 2 /g, nilai bilangan penyabunan mg KOH/g, nilai viskositas 3.69 cst, nilai densitas 0.86 g/cm 3, nilai kadar abu 0.01%, nilai kadar air dan sedimen 0% dan rendemen 96.22%. Kemudian dilakukan pengujian flash point dan analisis GC-MS (Gas Chromatography-Mass Spectromatry) untuk mengetahui komposisi metil ester dari biodiesel biji bintaro. Berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa nilai flash point sebesar o C dengan komposisi metil ester penyusun biodiesel biji bintaro antara lain metil oleat sebesar 51.15%, metil palmitat 23.31%, metil stearat 9.43%, metil palmitoleat 0.97% dan lain-lain SARAN Hal-hal yang disarankan dari penelitian ini antara lain : 1. Perlu ditentukan secara lebih rinci tingkat kematangan dan umur dari buah bintaro untuk menghasilkan karakteristik minyak yang seragam. 2. Perlu dilakukan analisis sifat fisiko-kimia yang lain seperti angka setana, titik kabut dan total gliserol untuk mengetahui kelayakan biodiesel yang dihasilkan dan kesesuaiannya dengan SNI. 3. Perlu pengkajian pengembangan proses produksi biodiesel dari minyak biji bintaro melalui metode in-situ. 4. Perlu pengkajian mengenai tekno-ekonomi terhadap biodiesel dari minyak biji bintaro sampai digunakan sebagai bahan bakar. 33

48 DAFTAR PUSTAKA Anonim [30 April 2011]. Azam M.M, Waris A. and Nahar N.M Prospect and potential of fatty acid methyl esters of some non-traditional seed oils for use as biodiesel in India. Biomass and Bioenergy, 29, [BSN] Badan Standarisasi Nasional Standar Nasional Indonesia (SNI) Nomor :2006 tentang Biodiesel. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta. Canakci M. and Van Gerpen J Biodiesel from oil and Fat with high Free Fatty Acid. Trans. ASAE 44, Darnoko, H.T. and Guritno P Biodiesel Production Technology and its Developments Prospect Indonesia. Warta PPKS 9 : Desrial Minyak Genset dari Biji Bintaro Sebagai Bahan Bakar Nabati. Biji-Bintaro-BAHAN-BAKAR-NABATI. [13 Juli 2011]. Endriana D Sintesis Biodiesel (Metil ester) dari Minyak Biji Bintaro (Cerbera Odollam Gaertn) hasil ekstraksi. Kimia MIPA-UI. Universitas Indonesia, Depok. [ESDM] Energi dan Sumber Daya Mineral Pusat Data dan Informasi Konsumsi BBM berdasarkan Produk. Di akses pada tanggal 30 April [ESDM] Energi dan Sumber Daya Mineral Pusat Data dan Informasi Konsumsi BBM berdasarkan Sektor. Di akses pada tanggal 30 April Freedman B, E.H. Pryde and T.L. Mounts Variables Affecting the Yields of Fatty Ester from Transesterified Vegetable Oil. JAOCS, 61: Gaillard Y, Krishnamoorthy A. and Bevalot F Cerbera odollam: a suicide tree and cause of death in the state of Kerala, India. Journal of Ethnopharmacology 95: Hambali E, S. Mujdalipah, A.H. Tambunan, A.W. Pattiwiri, dan R. Hendroko Teknologi Bioenergi. PT AgroMedia Pustaka, Jakarta. Hidayatullah, M.R Pembuatan Metil Ester Minyak Biji Bintaro (Cerbera odollam Gaertn.) Serta Karakterisasinya Sebagai Bahan Bakar Alternatif Mesin Diesel. Kimia Fakultas MIPA- UNAND. Universitas Andalas, Padang. 34

49 Imahara H, Minami E, Hattori M, Murakami H, Matsui N. and Saka S Current Situation and Properties of Oils/Fat Resources for Biodiesel Production. The 2 nd Join International Conference on Sustainable Energy and Environment (SEE 2006). p.1-5. Ketaren S Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI Press, Jakarta. Kinast J.A. and Tyson K.S Production of Biodiesel from Multiple Feedstocks and Properties of Biodiesel and Biodiesel/Diesel Blends. NREL US Department of Energy Laboratory. Knothe G Introduction : What is biodiesel?. In Knothe G. Gerpen, J. V., Krahl J. editors. The biodiesel handbook. Champaign Illinois: AOCS Press, p: 1-3. Lee K.T, Foglia T.A. and Chang K.S Production of alkyl ester as biodiesel from fractioned lard and restaurant grease. JAOCS 79, Lele S Biodiesel in India. [27 Juli 2005]. Ma F. and M.A. Hanna Biodiesel Production: A Review. Bioresource Technology, 1999; 70:1-15. Mittelbach M. and Remschmidt C Biodiesel. Boersedruck Ges.m.b.H., Viena Austria. Mittelbach M Diesel fuel derived from vegetable oils, VI: Specifications and quality control of biodiesel. Bioresource Technology 56 (1996) Mulyani E. dan Ratnasih R Bioprospek Cerbera odollam Gaertn yang Diambil dari Tiga Lokasi sebagai Bahan Baku Biodiesel. Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati ITB. Institut Teknologi Bandung, Bandung. Oesman F, Murniana, M. Khairunnas dan N. Saidi Antifungal Activity Of Alkaloid From Bark Of Cerbera odollam. Jurusan Kimia Fakultas MIPA, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, Indonesia. Setiawan A.I Memanfaatkan Kotoran Ternak Solusi Masalah Lingkungan dan Pemanfaatan Energi Alternatif. PT. Penebar Swadaya. Jakarta. Soerawidjaja T.H Fondasi-Fondasi Ilmiah dan Keteknikan dari Teknologi Pembuatan Biodiesel. Handout Seminar Nasional Biodiesel Sebagai Energi Alternatif Masa Depan UGM Yogyakarta. Soerawidjaja T.H, T. Adrisman, U.W. Siagian, T. Prakoso, I.K. Reksowardojo dan K.S. Permana Studi Kebijakan Penggunaan Biodiesel di Indonesia. Di dalam: P Hariyadi, N. Andarwulan, L. Nuraida, Y. Sukmawati. Editor. Kajian Kebijakan dan Kumpulan Artikel Penelitian Biodiesel. Kementerian Ristek dan Teknologi RI-MAKSI IPB Bogor. Sonntag N.O.V Fat Splitting, Esterification and Interesterification. Di dalam. Bailey s Industrial Oil and Fat Product. 2 nd vol. 4 th ed. John Wiley and Sons. New York. 35

50 Swern D Bailey s Industrial Oil and Fat Product. 2 nd vol. 4 th ed. John Wiley and Sons. New York. Syah A.N.A Biodiesel Jarak Pagar: Bahan Bakar Alternatif yang Ramah Lingkungan. AgroMedia Pustaka, Jakarta. Tapasvi D, Wiesenborn D. and Gustafson C Process Model for Biodiesel Production from Various Eedstocks. Transaction of the ASAE 48 (6) : Tyson K.S Energy Efficiency and Renewable energy. U.S. Department of Energy. [24 May 2006] Pakpahan A Palm Biodiesel Its Potency, technology, Business Prospect and Environmental Implication in Indonesia. Proceeding of the International Biodiesel Workshop, Enhanching Biodiesel Development an Use. Ministry of Agriculture RI. Jakarta. Medan, 2-4 Oktober Prihandana R, R. Hendroko dan M. Nuramin Menghasilkan Biodiesel Murah, Mengatasi Polusi dan Kelangkaan BBM. Agromedia pustaka, Jakarta. Purwanto A RAPP Kembangkan Buah Bintoro jadi Energi Alternatif di Teluk Meranti. [15 Juli 2011]. Yusuf R Preparasi Karakteristik Biodiesel dari Minyak Kelapa Sawit. Teknik Gas dan Petrokimia, FT-UI. Universitas Indonesia, Depok. 36

51 LAMPIRAN

52 Lampiran 1. Berbagai peralatan yang digunakan pada penelitian Alat kempa hidrolik panas Alat pengujian flash point (metode mangkuk tertutup) GCMS Proses Transesterifikasi 37

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PHN BINTAR (Cerbera odollam Gaertn) Bintaro (Gambar 1) termasuk tumbuhan mangrove yang berasal dari daerah tropis di Asia, Australia, Madagaskar, dan kepulauan sebelah barat samudera

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji karet, dan bahan pembantu berupa metanol, HCl dan NaOH teknis. Selain bahan-bahan di atas,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran METDE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Sebagian besar sumber bahan bakar yang digunakan saat ini adalah bahan bakar fosil. Persediaan sumber bahan bakar fosil semakin menurun dari waktu ke waktu. Hal ini

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Minyak Kelapa Sawit Sumber minyak dari kelapa sawit ada dua, yaitu daging buah dan inti buah kelapa sawit. Minyak yang diperoleh dari daging buah disebut dengan minyak kelapa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biodiesel Biodiesel merupakan bahan bakar rendah emisi pengganti diesel yang terbuat dari sumber daya terbarukan dan limbah minyak. Biodiesel terdiri dari ester monoalkil dari

Lebih terperinci

: Muhibbuddin Abbas Pembimbing I: Ir. Endang Purwanti S., MT

: Muhibbuddin Abbas Pembimbing I: Ir. Endang Purwanti S., MT KALOR BIODIESEL DARI HASIL ESTERIFIKASI DENGAN KATALIS PdCl 2 DAN TRANSESTERIFIKASI DENGAN KATALIS KOH MINYAK BIJI NYAMPLUNG (Calophyllum Inophyllum) Oleh : Muhibbuddin Abbas 1407100046 Pembimbing I: Ir.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan dalam penelitian kali ini terdiri dari bahan utama yaitu biji kesambi yang diperoleh dari bantuan Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Lebih terperinci

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK NYAMPLUNG MENGGUNAKAN PEMANASAN GELOMBANG MIKRO

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK NYAMPLUNG MENGGUNAKAN PEMANASAN GELOMBANG MIKRO PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK NYAMPLUNG MENGGUNAKAN PEMANASAN GELOMBANG MIKRO Dosen Pembimbing : Dr. Lailatul Qadariyah, ST. MT. Prof. Dr. Ir. Mahfud, DEA. Safetyllah Jatranti 2310100001 Fatih Ridho

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 BIDIESEL Biodiesel merupakan sumber bahan bakar alternatif pengganti solar yang terbuat dari minyak tumbuhan atau lemak hewan. Biodiesel bersifat ramah terhadap lingkungan karena

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Minyak Goreng Curah Minyak goreng adalah minyak nabati yang telah dimurnikan dan dapat digunakan sebagai bahan pangan. Minyak goreng berfungsi sebagai media penggorengan yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pada penelitian yang telah dilakukan, katalis yang digunakan dalam proses metanolisis minyak jarak pagar adalah abu tandan kosong sawit yang telah dipijarkan pada

Lebih terperinci

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu 40 Lampiran 1. Prosedur analisis proksimat 1. Kadar air (AOAC 1995, 950.46) Cawan kosong yang bersih dikeringkan dalam oven selama 2 jam dengan suhu 105 o C dan didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang.

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur analisis sifat fisikokimia minyak dan biodiesel. 1. Kadar Air (Metode Oven, SNI )

Lampiran 1. Prosedur analisis sifat fisikokimia minyak dan biodiesel. 1. Kadar Air (Metode Oven, SNI ) LAMPIRAN 39 Lampiran 1. Prosedur analisis sifat fisikokimia minyak dan biodiesel 1. Kadar Air (Metode Oven, SNI 01-3555-1998) Cawan aluminium dipanaskan di dalam oven pada suhu 105 o C selama 1 jam, kemudian

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN BAHAN 1. Ekstraksi Biji kesambi dikeringkan terlebih dahulu kemudian digiling dengan penggiling mekanis. Tujuan pengeringan untuk mengurangi kandungan air dalam biji,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi merupakan aspek penting dalam kehidupan manusia dan merupakan kunci utama diberbagai sektor. Semakin hari kebutuhan akan energi mengalami kenaikan seiring dengan

Lebih terperinci

PEMBUATAN BIODIESEL DARI ASAM LEMAK JENUH MINYAK BIJI KARET

PEMBUATAN BIODIESEL DARI ASAM LEMAK JENUH MINYAK BIJI KARET PEMBUATAN BIODIESEL DARI ASAM LEMAK JENUH MINYAK BIJI KARET Dwi Ardiana Setyawardhani*), Sperisa Distantina, Hayyu Henfiana, Anita Saktika Dewi Jurusan Teknik Kimia Universitas Sebelas Maret Surakarta

Lebih terperinci

PENGARUH STIR WASHING, BUBBLE WASHING, DAN DRY WASHING TERHADAP KADAR METIL ESTER DALAM BIODIESEL DARI BIJI NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum)

PENGARUH STIR WASHING, BUBBLE WASHING, DAN DRY WASHING TERHADAP KADAR METIL ESTER DALAM BIODIESEL DARI BIJI NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum) PENGARUH STIR WASHING, BUBBLE WASHING, DAN DRY WASHING TERHADAP KADAR METIL ESTER DALAM BIODIESEL DARI BIJI NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum) Disusun oleh : Dyah Ayu Resti N. Ali Zibbeni 2305 100 023

Lebih terperinci

Pembuatan Biodiesel dari Minyak Kelapa dengan Katalis H 3 PO 4 secara Batch dengan Menggunakan Gelombang Mikro (Microwave)

Pembuatan Biodiesel dari Minyak Kelapa dengan Katalis H 3 PO 4 secara Batch dengan Menggunakan Gelombang Mikro (Microwave) Pembuatan Biodiesel dari Minyak Kelapa dengan Katalis H 3 PO 4 secara Batch dengan Menggunakan Gelombang Mikro (Microwave) Dipresentasikan oleh : 1. Jaharani (2310100061) 2. Nasichah (2310100120) Laboratorium

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biodiesel Biodiesel adalah bahan bakar yang terdiri atas mono-alkil ester dari fatty acid rantai panjang, yang diperoleh dari minyak tumbuhan atau lemak binatang (Soerawidjaja,

Lebih terperinci

Proses Pembuatan Biodiesel (Proses Trans-Esterifikasi)

Proses Pembuatan Biodiesel (Proses Trans-Esterifikasi) Proses Pembuatan Biodiesel (Proses TransEsterifikasi) Biodiesel dapat digunakan untuk bahan bakar mesin diesel, yang biasanya menggunakan minyak solar. seperti untuk pembangkit listrik, mesinmesin pabrik

Lebih terperinci

4 Pembahasan Degumming

4 Pembahasan Degumming 4 Pembahasan Proses pengolahan biodiesel dari biji nyamplung hampir sama dengan pengolahan biodiesel dari minyak sawit, jarak pagar, dan jarak kepyar. Tetapi karena biji nyamplung mengandung zat ekstraktif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan jaman, kebutuhan manusia akan bahan bakar semakin meningkat. Namun, peningkatan kebutuhan akan bahan bakar tersebut kurang

Lebih terperinci

Jurnal Flywheel, Volume 3, Nomor 1, Juni 2010 ISSN :

Jurnal Flywheel, Volume 3, Nomor 1, Juni 2010 ISSN : PENGARUH PENAMBAHAN KATALIS KALIUM HIDROKSIDA DAN WAKTU PADA PROSES TRANSESTERIFIKASI BIODIESEL MINYAK BIJI KAPUK Harimbi Setyawati, Sanny Andjar Sari, Hetty Nur Handayani Jurusan Teknik Kimia, Institut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Saat ini pemakaian bahan bakar yang tinggi tidak sebanding dengan ketersediaan sumber bahan bakar fosil yang semakin menipis. Cepat atau lambat cadangan minyak bumi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Nabati Minyak nabati adalah cairan kental yang diambil atau diekstrak dari tumbuhtumbuhan. Komponen utama penyusun minyak nabati adalah trigliserida asam lemak, yang

Lebih terperinci

PROSES PEMBUATAN BIODIESEL MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DENGAN TRANSESTERIFIKASI SATU DAN DUA TAHAP. Oleh ARIZA BUDI TUNJUNG SARI F

PROSES PEMBUATAN BIODIESEL MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DENGAN TRANSESTERIFIKASI SATU DAN DUA TAHAP. Oleh ARIZA BUDI TUNJUNG SARI F PROSES PEMBUATAN BIODIESEL MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DENGAN TRANSESTERIFIKASI SATU DAN DUA TAHAP Oleh ARIZA BUDI TUNJUNG SARI F34103041 2007 DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap. Penelitian penelitian pendahuluan dilakukan untuk mendapatkan jenis penstabil katalis (K 3 PO 4, Na 3 PO 4, KOOCCH 3, NaOOCCH 3 ) yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Minyak Goreng 1. Pengertian Minyak Goreng Minyak goreng adalah minyak yang berasal dari lemak tumbuhan atau hewan yang dimurnikan dan berbentuk cair dalam suhu kamar dan biasanya

Lebih terperinci

Sintesis Metil Ester dari Minyak Goreng Bekas dengan Pembeda Jumlah Tahapan Transesterifikasi

Sintesis Metil Ester dari Minyak Goreng Bekas dengan Pembeda Jumlah Tahapan Transesterifikasi Jurnal Kompetensi Teknik Vol. 2, No. 2, Mei 2011 79 Sintesis Metil Ester dari Minyak Goreng Bekas dengan Pembeda Jumlah Tahapan Transesterifikasi Wara Dyah Pita Rengga & Wenny Istiani Program Studi Teknik

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. ALAT DAN BAHAN Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah jarak pagar varietas Lampung IP3 yang diperoleh dari kebun induk jarak pagar BALITRI Pakuwon, Sukabumi.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Bahan Baku, Pengepressan Biji Karet dan Biji Jarak Pagar, dan Pemurnian Minyak Biji karet dan biji jarak pagar yang digunakan sebagai bahan baku dikeringanginkan selama 7

Lebih terperinci

PEMBUATAN BIODIESEL SECARA SIMULTAN DARI MINYAK JELANTAH DENGAN MENGUNAKAN CONTINUOUS MICROWAVE BIODISEL REACTOR

PEMBUATAN BIODIESEL SECARA SIMULTAN DARI MINYAK JELANTAH DENGAN MENGUNAKAN CONTINUOUS MICROWAVE BIODISEL REACTOR PEMBUATAN BIODIESEL SECARA SIMULTAN DARI MINYAK JELANTAH DENGAN MENGUNAKAN CONTINUOUS MICROWAVE BIODISEL REACTOR Galih Prasiwanto 1), Yudi Armansyah 2) 1. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

Gambar 7 Desain peralatan penelitian

Gambar 7 Desain peralatan penelitian 21 III. METODE PENELITIAN 3.1. Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah pemucat bekas yang diperoleh dari Asian Agri Group Jakarta. Bahan bahan kimia yang digunakan adalah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Konsumsi bahan bakar minyak (BBM) secara nasional mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Di sisi lain ketersediaan bahan bakar minyak bumi dalam negeri semakin hari semakin

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. JARAK PAGAR Tanaman jarak pagar mempunyai nama latin Jatropha curcas L. (Linnaeus). Tanaman ini berasal dari Amerika Tengah yang kemudian menyebar ke daerah tropis. Tanaman ini

Lebih terperinci

PEMBUATAN BIODIESEL DARI CRUDE PALM OIL (CPO) SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF MELALUI PROSES TRANSESTERIFIKASI LANGSUNG

PEMBUATAN BIODIESEL DARI CRUDE PALM OIL (CPO) SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF MELALUI PROSES TRANSESTERIFIKASI LANGSUNG JURNAL TEKNOLOGI AGRO-INDUSTRI Vol. 2 No.1 ; Juni 2015 PEMBUATAN BIODIESEL DARI CRUDE PALM OIL (CPO) SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF MELALUI PROSES TRANSESTERIFIKASI LANGSUNG Yuli Ristianingsih, Nurul Hidayah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengujian Bahan Baku Sebelum digunakan sebagai bahan baku pembuatan cocodiesel, minyak kelapa terlebih dahulu dianalisa. Adapun hasil analisa beberapa karakteristik minyak

Lebih terperinci

lebih ramah lingkungan, dapat diperbarui (renewable), dapat terurai

lebih ramah lingkungan, dapat diperbarui (renewable), dapat terurai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini bahan bakar minyak bumi merupakan sumber energi utama yang digunakan di berbagai negara. Tingkat kebutuhan manusia akan bahan bakar seiring meningkatnya

Lebih terperinci

III. METODOLOGI A. Bahan dan Alat 1. Alat 2. Bahan

III. METODOLOGI A. Bahan dan Alat 1. Alat 2. Bahan III. METODOLOGI A. Bahan dan Alat 1. Alat Peralatan yang digunakan untuk memproduksi MESA adalah Single Tube Falling Film Reactor (STFR). Gambar STFR dapat dilihat pada Gambar 6. Untuk menganalisis tegangan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA 9 PENDAHULUAN Departemen Energi Amerika Serikat dalam International Energy utlook 2005 memperkirakan konsumsi energi dunia akan meningkat sebanyak 57% dari tahun 2002 hingga 2025. Di lain pihak, persediaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Jumlah cadangan minyak bumi dunia semakin menipis. Sampai akhir tahun 2013, cadangan minyak bumi dunia tercatat pada nilai 1687,9 miliar barel. Jika tidak

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari Februari 2014.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari Februari 2014. BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Waktu Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari Februari 2014. 2. Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Teknik Pengolahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DESKRIPSI PROSES

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DESKRIPSI PROSES BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DESKRIPSI PROSES 2.1 Biodiesel Biodiesel merupakan bahan bakar yang menjanjikan yang dapat diperoleh dari minyak tumbuhan, lemak binatang atau minyak bekas melalui transesterifikasi

Lebih terperinci

SNI Standar Nasional Indonesia. Biodiesel. Badan Standardisasi Nasional

SNI Standar Nasional Indonesia. Biodiesel. Badan Standardisasi Nasional Standar Nasional Indonesia Biodiesel ICS 75.160 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan definisi... 2 4 Syarat mutu...

Lebih terperinci

Rekayasa Proses Produksi Biodiesel

Rekayasa Proses Produksi Biodiesel Institut Pertanian Bogor (IPB) Rekayasa Proses Produksi Biodiesel Berbasis Jarak (Jatropha curcas) Melalui Transesterifikasi In Situ Dr.Ir. Ika Amalia Kartika, MT Dr.Ir. Sri Yuliani, MT Dr.Ir. Danu Ariono

Lebih terperinci

BAB III METODA PENELITIAN. yang umum digunakan di laboratorium kimia, set alat refluks (labu leher tiga,

BAB III METODA PENELITIAN. yang umum digunakan di laboratorium kimia, set alat refluks (labu leher tiga, 24 BAB III METODA PENELITIAN A. Alat dan Bahan 1. Alat Alat yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah semua alat gelas yang umum digunakan di laboratorium kimia, set alat refluks (labu leher tiga,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel)

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel) HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel) Minyak nabati (CPO) yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak nabati dengan kandungan FFA rendah yaitu sekitar 1 %. Hal ini diketahui

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN PENELITIAN

BAB III RANCANGAN PENELITIAN BAB III RANCANGAN PENELITIAN 3.1. Metodologi Merujuk pada hal yang telah dibahas dalam bab I, penelitian ini berbasis pada pembuatan metil ester, yakni reaksi transesterifikasi metanol. Dalam skala laboratorium,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Potensi PKO di Indonesia sangat menunjang bagi perkembangan industri kelapa

I. PENDAHULUAN. Potensi PKO di Indonesia sangat menunjang bagi perkembangan industri kelapa 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi PKO di Indonesia sangat menunjang bagi perkembangan industri kelapa sawit yang ada. Tahun 2012 luas areal kelapa sawit Indonesia mencapai 9.074.621 hektar (Direktorat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Crude Palm Oil (CPO) Pohon kelapa sawit merupakan tanaman tropis yang berasal dari Afrika Barat. Kelapa sawit memiliki Penggunaan sebagai makanan dan obatobatan. Minyak sawit

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Hasil penentuan asam lemak bebas dan kandungan air Analisa awal yang dilakukan pada sampel CPO {Crude Palm Oil) yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.9 Biodiesel Biodiesel merupakan bahan bakar yang terdiri dari campuran mono alkyl ester dari rantai panjang asam lemak, yang dipakai sebagai alternatif bagi bahan bakar mesin

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil & Pembahasan 22 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Biodiesel dari Mikroalga Chlorella sp Pada penelitian ini, digunakan mikroalga Chlorella Sp sebagai bahan baku pembuatan biodiesel. Penelitian ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Crude Palm Oil (CPO) CPO merupakan produk sampingan dari proses penggilingan kelapa sawit dan dianggap sebagai minyak kelas rendah dengan asam lemak bebas (FFA) yang tinggi

Lebih terperinci

PROSES TRANSESTERIFIKASI MINYAK BIJI KAPUK SEBAGAI BAHAN DASAR BIODIESEL YANG RAMAH LINGKUNGAN

PROSES TRANSESTERIFIKASI MINYAK BIJI KAPUK SEBAGAI BAHAN DASAR BIODIESEL YANG RAMAH LINGKUNGAN PROSES TRANSESTERIFIKASI MINYAK BIJI KAPUK SEBAGAI BAHAN DASAR BIODIESEL YANG RAMAH LINGKUNGAN Harimbi Setyawati, Sanny Andjar Sari,Nani Wahyuni Dosen Tetap Teknik Kimia Institut Teknologi Nasional Malang

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan september 2011 hingga desember 2011, yang bertempat di Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Departemen

Lebih terperinci

METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku b. Bahan kimia 2. Alat B. METODE PENELITIAN 1. Pembuatan Biodiesel

METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku b. Bahan kimia 2. Alat B. METODE PENELITIAN 1. Pembuatan Biodiesel METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku Bahan baku yang digunakan untuk penelitian ini adalah gliserol kasar (crude glycerol) yang merupakan hasil samping dari pembuatan biodiesel. Adsorben

Lebih terperinci

LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN. 1. Data Pengamatan Ekstraksi dengan Metode Maserasi. Rendemen (%) 1. Volume Pelarut n-heksana (ml)

LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN. 1. Data Pengamatan Ekstraksi dengan Metode Maserasi. Rendemen (%) 1. Volume Pelarut n-heksana (ml) LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN 1. Data Pengamatan Ekstraksi dengan Metode Maserasi Berat Mikroalga Kering (gr) Volume Pelarut n-heksana Berat minyak (gr) Rendemen (%) 1. 7821 3912 2. 8029 4023 20 120 3. 8431

Lebih terperinci

ESTERIFIKASI MINYAK LEMAK [EST]

ESTERIFIKASI MINYAK LEMAK [EST] MODUL PRAKTIKUM LABORATORIUM INSTRUKSIONAL TEKNIK KIMIA ESTERIFIKASI MINYAK LEMAK [EST] Disusun oleh: Lia Priscilla Dr. Tirto Prakoso Dr. Ardiyan Harimawan PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Energi merupakan salah satu kebutuhan yang pokok dalam suatu proses. Sumber energi yang paling mudah didapat berasal dari bahan bakar minyak (BBM) atau yang sering

Lebih terperinci

UJI MASA SIMPAN KUALITAS MINYAK HASIL EKSTRAKSI BIJI BUAH BINTARO (Cerbera manghas L) SEBAGAI BAHAN BAKU BIODIESEL

UJI MASA SIMPAN KUALITAS MINYAK HASIL EKSTRAKSI BIJI BUAH BINTARO (Cerbera manghas L) SEBAGAI BAHAN BAKU BIODIESEL UJI MASA SIMPAN KUALITAS MINYAK HASIL EKSTRAKSI BIJI BUAH BINTARO (Cerbera manghas L) SEBAGAI BAHAN BAKU BIODIESEL TRIAL STORAGE TIME FROM QUALITY OF BINTARO (Cerbera manghas L) SEEDS EXTRACTION OIL AS

Lebih terperinci

Molekul, Vol. 2. No. 1. Mei, 2007 : REAKSI TRANSESTERIFIKASI MINYAK KACANG TANAH (Arahis hypogea. L) DAN METANOL DENGAN KATALIS KOH

Molekul, Vol. 2. No. 1. Mei, 2007 : REAKSI TRANSESTERIFIKASI MINYAK KACANG TANAH (Arahis hypogea. L) DAN METANOL DENGAN KATALIS KOH REAKSI TRANSESTERIFIKASI MINYAK KACANG TANAH (Arahis hypogea. L) DAN METANOL DENGAN KATALIS KOH Purwati, Hartiwi Diastuti Program Studi Kimia, Jurusan MIPA Unsoed Purwokerto ABSTRACT Oil and fat as part

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. teknologi sekarang ini. Menurut catatan World Economic Review (2007), sektor

BAB I PENDAHULUAN UKDW. teknologi sekarang ini. Menurut catatan World Economic Review (2007), sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan akan energi tidak pernah habis bahkan terus meningkat dari waktu ke waktu seiring dengan berkembangnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sekarang ini.

Lebih terperinci

PENGARUH WAKTU PADA PROSES TRANSESTERIFIKASI PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK SAWIT

PENGARUH WAKTU PADA PROSES TRANSESTERIFIKASI PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK SAWIT PENGARUH WAKTU PADA PROSES TRANSESTERIFIKASI PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK SAWIT Diajukan Sebagai Persyaratan untuk Menyelesaikan Pendidikan Diploma III Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Sriwijaya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Analisa awal yang dilakukan pada minyak goreng bekas yang digunakan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Analisa awal yang dilakukan pada minyak goreng bekas yang digunakan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Hasil penentuan asam lemak dan kandungan air Analisa awal yang dilakukan pada minyak goreng bekas yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel adalah

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Jurusan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Jurusan 16 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung

Lebih terperinci

Bab III Pelaksanaan Penelitian

Bab III Pelaksanaan Penelitian Bab III Pelaksanaan Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi efektivitas transesterifikasi in situ pada ampas kelapa. Penelitian dilakukan 2 tahap terdiri dari penelitian pendahuluan dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 5. Reaksi Transesterifikasi Minyak Jelantah Persentase konversi metil ester dari minyak jelantah pada sampel MEJ 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ

Lebih terperinci

PRODUKSI BIODIESEL DARI CRUDE PALM OIL MELALUI REAKSI DUA TAHAP

PRODUKSI BIODIESEL DARI CRUDE PALM OIL MELALUI REAKSI DUA TAHAP PRODUKSI BIODIESEL DARI CRUDE PALM OIL MELALUI REAKSI DUA TAHAP Eka Kurniasih Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe Jl. Banda Aceh-Medan km. 280 Buketrata Lhokseumawe Email: echakurniasih@yahoo.com

Lebih terperinci

LAPORAN TETAP TEKNOLOGI BIOMASSA PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK JELANTAH

LAPORAN TETAP TEKNOLOGI BIOMASSA PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK JELANTAH LAPORAN TETAP TEKNOLOGI BIOMASSA PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK JELANTAH DISUSUN OLEH : AGUSTIAWAN 0610 4041 1381 ANJAR EKO SAPUTRO 0610 4041 1382 NURUL KHOLIDAH 0610 4041 1393 RAMANTA 0610 4041 1395

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Permintaan energi global sedang meningkat sebagai hasil dari prtumbuhan dari populasi, industri serta peningkatan penggunaan alat transportasi [1], Bahan bakar minyak

Lebih terperinci

LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN

LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN TABEL DATA HASIL PENELITIAN Tabel 1. Perbandingan Persentase Perolehan Rendemen Lipid dari Proses Ekstraksi Metode Soxhlet dan Maserasi Metode Ekstraksi Rendemen Minyak (%) Soxhletasi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. nabati lebih dari 5 %. Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)

I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. nabati lebih dari 5 %. Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peraturan Presiden No 5 tahun 2006 menyatakan bahwa pada tahun 2025 ditargetkan tercapai komposisi sumber energi yang optimal dengan bahan bakar nabati lebih dari 5 %.

Lebih terperinci

DISAIN PROSES DUA TAHAP ESTERIFIKASI-TRANSESTERIFIKASI (ESTRANS) PADA PEMBUATAN METIL ESTER (BIODIESEL) DARI MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas.

DISAIN PROSES DUA TAHAP ESTERIFIKASI-TRANSESTERIFIKASI (ESTRANS) PADA PEMBUATAN METIL ESTER (BIODIESEL) DARI MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas. DISAIN PROSES DUA TAHAP ESTERIFIKASI-TRANSESTERIFIKASI (ESTRANS) PADA PEMBUATAN METIL ESTER (BIODIESEL) DARI MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas.l) Yeti Widyawati SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK BIJI NYAMPLUNG DENGAN PROSES TRANSESTERIFIKASI DALAM KOLOM PACKED BED. Oleh : Yanatra NRP.

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK BIJI NYAMPLUNG DENGAN PROSES TRANSESTERIFIKASI DALAM KOLOM PACKED BED. Oleh : Yanatra NRP. Laporan Tesis PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK BIJI NYAMPLUNG DENGAN PROSES TRANSESTERIFIKASI DALAM KOLOM PACKED BED Oleh : Yanatra NRP. 2309201015 Pembimbing : Prof. Dr. Ir. HM. Rachimoellah, Dipl. EST

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Penelitian ini dimulai pada bulan Mei hingga Desember 2010. Penelitian dilakukan di laboratorium di Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi (Surfactant

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tidak dapat dipungkiri bahwa cadangan sumber energi fosil dunia sudah semakin menipis. Hal ini dapat berakibat pada krisis energi yang akan menyebabkan terganggunya

Lebih terperinci

PEMBUATAN DAN PEGUJIAN BIODIESEL MINYAK NYAMPLUNG (Calophyllum Inophyllum. L) DENGAN VARIASI JENIS KATALIS MENGGUNAKAN GC-MS

PEMBUATAN DAN PEGUJIAN BIODIESEL MINYAK NYAMPLUNG (Calophyllum Inophyllum. L) DENGAN VARIASI JENIS KATALIS MENGGUNAKAN GC-MS PEMBUATAN DAN PEGUJIAN BIODIESEL MINYAK NYAMPLUNG (Calophyllum Inophyllum. L) DENGAN VARIASI JENIS KATALIS MENGGUNAKAN GC-MS Diana 1, Prof. Dr. Syamsir Dewang. M.Eng, Sc 2, Bannu, S.Si, M.Si 2 1 Mahasiswa

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PEMBUATAN BIODIESEL DENGAN VARIASI BAHAN BAKU, KATALIS DAN TEKNOLOGI PROSES

PERBANDINGAN PEMBUATAN BIODIESEL DENGAN VARIASI BAHAN BAKU, KATALIS DAN TEKNOLOGI PROSES PERBANDINGAN PEMBUATAN BIODIESEL DENGAN VARIASI BAHAN BAKU, KATALIS DAN TEKNOLOGI PROSES KARYA TULIS ILMIAH Disusun Oleh: Achmad Hambali NIM: 12 644 024 JURUSAN TEKNIK KIMIA POLITEKNIK NEGERI SAMARINDA

Lebih terperinci

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HASIL HUTAN (P3HH) TELAH MELAKSANALKAN PENELITIAN PEMBUATAN BIODIESEL DARI BIJI NYAMPLUNG

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HASIL HUTAN (P3HH) TELAH MELAKSANALKAN PENELITIAN PEMBUATAN BIODIESEL DARI BIJI NYAMPLUNG PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HASIL HUTAN (P3HH) TELAH MELAKSANALKAN PENELITIAN PEMBUATAN BIODIESEL DARI BIJI NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum L.) (Tahun 2005-2008) Sejarah Pusat litbang hasil hutan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN PERBANDINGAN MASSA ALUMINIUM SILIKAT DAN MAGNESIUM SILIKAT Tahapan ini merupakan tahap pendahuluan dari penelitian ini, diawali dengan menentukan perbandingan massa

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Bahan Kimia Dan Peralatan. 3.1.1. Bahan Kimia. Minyak goreng bekas ini di dapatkan dari minyak hasil penggorengan rumah tangga (MGB 1), bekas warung tenda (MGB 2), dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gliserol Biodiesel dari proses transesterifikasi menghasilkan dua tahap. Fase atas berisi biodiesel dan fase bawah mengandung gliserin mentah dari 55-90% berat kemurnian [13].

Lebih terperinci

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK KELAPA MELALUI PROSES TRANS-ESTERIFIKASI. Pardi Satriananda ABSTRACT

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK KELAPA MELALUI PROSES TRANS-ESTERIFIKASI. Pardi Satriananda ABSTRACT Jurnal Reaksi (Journal of Science and Technology) PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK KELAPA MELALUI PROSES TRANS-ESTERIFIKASI Pardi Satriananda ABSTRACT Ethyl ester and gliserol produce by reacting coconut

Lebih terperinci

Laporan Praktikum Teknologi Proses PEMBUATAN BIODIESEL MINYAK KELAPA SAWIT DENGAN METODE TRANSESTERIFIKASI. Disusun Oleh:

Laporan Praktikum Teknologi Proses PEMBUATAN BIODIESEL MINYAK KELAPA SAWIT DENGAN METODE TRANSESTERIFIKASI. Disusun Oleh: Laporan Praktikum Teknologi Proses PEMBUATAN BIODIESEL MINYAK KELAPA SAWIT DENGAN METODE TRANSESTERIFIKASI Disusun Oleh: PROGRAM PASCASARJANA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERKEBUNAN FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI TEMPERATUR PEMANASAN AWAL BIODIESEL TERHADAP KONSUMSI BAHAN BAKAR DAN DAYA PADA MOTOR DIESEL 4 TAK 4 SILINDER

PENGARUH VARIASI TEMPERATUR PEMANASAN AWAL BIODIESEL TERHADAP KONSUMSI BAHAN BAKAR DAN DAYA PADA MOTOR DIESEL 4 TAK 4 SILINDER PENGARUH VARIASI TEMPERATUR PEMANASAN AWAL BIODIESEL TERHADAP KONSUMSI BAHAN BAKAR DAN DAYA PADA MOTOR DIESEL 4 TAK 4 SILINDER Muhammad Agus Sahbana 1), Naif Fuhaid 2) ABSTRAK Biodiesel merupakan bahan

Lebih terperinci

MODIFIKASI PROSES IN-SITU DUA TAHAP UNTUK PRODUKSI BIODIESEL DARI DEDAK PADI LOGO

MODIFIKASI PROSES IN-SITU DUA TAHAP UNTUK PRODUKSI BIODIESEL DARI DEDAK PADI LOGO MODIFIKASI PROSES IN-SITU DUA TAHAP UNTUK PRODUKSI BIODIESEL DARI DEDAK PADI LOGO LABORATORIUM BIOMASSA DAN KONVERSI ENERGI, JURUSAN TEKNIK KIMIA FTI-ITS OUTLINE 1 2 3 4 5 LATAR BELAKANG Harga BBM meningkat

Lebih terperinci

EKA DIAN SARI / FTI / TK

EKA DIAN SARI / FTI / TK PEMBENTUKAN BIODIESEL DARI MINYAK BIJI KARET DENGAN PROSES ESTERIFIKASI DAN TRANSESTERIFIKASI SKRIPSI Oleh: EKA DIAN SARI 0731010031 / FTI / TK JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia saat ini sedang bergerak menjadi sebuah negara industri. Sebagai negara industri, Indonesia pasti membutuhkan sumber energi yang besar yang bila tidak diantisipasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. TANAH PEMUCAT (BLEACHING EARTH) Tanah pemucat (bleaching earth) merupakan sejenis tanah liat dengan komposisi utama terdiri dari SiO 2, Al 2 O 3, air terikat serta ion Ca 2+, magnesium

Lebih terperinci

PERBANDINGAN BIODIESEL HASIL TRANSESTERIFIKASI MINYAK BIJI KEPAYANG (PANGIUM EDULE REINW) DENGAN KATALIS NaOH DAN H-ZEOLIT ABSTRACT

PERBANDINGAN BIODIESEL HASIL TRANSESTERIFIKASI MINYAK BIJI KEPAYANG (PANGIUM EDULE REINW) DENGAN KATALIS NaOH DAN H-ZEOLIT ABSTRACT PERBANDINGAN BIODIESEL HASIL TRANSESTERIFIKASI MINYAK BIJI KEPAYANG (PANGIUM EDULE REINW) DENGAN KATALIS NaOH DAN H-ZEOLIT Aman Silalahi, Syaiful Bahri, Yusnimar Laboratorium Teknik Reaksi Kimia dan Katalisis

Lebih terperinci

BAB V METODOLOGI. 5.1 Alat yang digunakan: Tabel 3. Alat yang digunakan pada penelitian

BAB V METODOLOGI. 5.1 Alat yang digunakan: Tabel 3. Alat yang digunakan pada penelitian 14 BAB V METODOLOGI 5.1 Alat yang digunakan: Tabel 3. Alat yang digunakan pada penelitian No. Nama Alat Jumlah 1. Oven 1 2. Hydraulic Press 1 3. Kain saring 4 4. Wadah kacang kenari ketika di oven 1 5.

Lebih terperinci

Lampiran 1. Pohon Industri Turunan Kelapa Sawit

Lampiran 1. Pohon Industri Turunan Kelapa Sawit LAMPIRAN Lampiran 1. Pohon Industri Turunan Kelapa Sawit 46 Lampiran 2. Diagram alir proses pembuatan Surfaktan Metil Ester Sulfonat (MES) Metil Ester Olein Gas SO 3 7% Sulfonasi Laju alir ME 100 ml/menit,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Isu kelangkaan dan pencemaran lingkungan pada penggunakan bahan

BAB I PENDAHULUAN. Isu kelangkaan dan pencemaran lingkungan pada penggunakan bahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu kelangkaan dan pencemaran lingkungan pada penggunakan bahan bakar fosil telah banyak dilontarkan sebagai pemicu munculnya BBM alternatif sebagai pangganti BBM

Lebih terperinci

BABffl METODOLOGIPENELITIAN

BABffl METODOLOGIPENELITIAN BABffl METODOLOGIPENELITIAN 3.1. Baban dan Alat 3.1.1. Bahan-bahan yang digunakan Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah CPO {Crude Palm Oil), Iso Propil Alkohol (IPA), indikator phenolpthalein,

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU

LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU L1.1 KOMPOSISI TRIGLISERIDA BAHAN BAKU MINYAK SAWIT MENTAH CPO HASIL ANALISA GC-MS Tabel L1.1 Komposisi Trigliserida CPO Komponen Penyusun Komposisi Berat Mol %Mol %Mol x (%)

Lebih terperinci

ABSTRAK. POTENSI BIJI ASAM JAWA (Tamarindus indica) SEBAGAI BAHAN BAKU ALTERNATIF BIODIESEL

ABSTRAK. POTENSI BIJI ASAM JAWA (Tamarindus indica) SEBAGAI BAHAN BAKU ALTERNATIF BIODIESEL ABSTRAK POTENSI BIJI ASAM JAWA (Tamarindus indica) SEBAGAI BAHAN BAKU ALTERNATIF BIODIESEL Produksi minyak bumi mengalami penurunan berbanding terbalik dengan penggunaannya yang semakin meningkat setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Melihat cadangan sumber minyak bumi nasional semakin menipis, sementara konsumsi energi untuk bahan bakar semakin meningkat. Maka kami melakukan penelitian-penelitian

Lebih terperinci

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK BIJI BINTARO DENGAN REAKSI TRANSESTERIFIKASI DAN KATALIS LEMPUNG

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK BIJI BINTARO DENGAN REAKSI TRANSESTERIFIKASI DAN KATALIS LEMPUNG PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK BIJI BINTARO DENGAN REAKSI TRANSESTERIFIKASI DAN KATALIS LEMPUNG Ratna Dian Armalita, Syaiful Bahri, Yusnimar Laboratorium Teknik Reaksi Kimia dan Katalisis Jurusan Teknik

Lebih terperinci

LAMPIRAN. o C dan dinginkan lalu ditimbang. Labu lemak yang akan digunakan

LAMPIRAN. o C dan dinginkan lalu ditimbang. Labu lemak yang akan digunakan LAMPIRAN 63 LAMPIRAN Lampiran 1 Prosedur analisis proksimat biji karet dan biji jarak pagar 1. Kadar air ( AOAC 1999) Metode pengukuran kadar air menggunakan metode oven. Prinsip pengukuran kadar air ini

Lebih terperinci