BAB II KAJIAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Disfungsi ereksi (DE) Definisi DE didefinisikan sebagai ketidakmampuan yang menetap dan atau kambuhan (setidaknya tiga bulan) untuk mencapai dan mempertahankan ereksi yang cukup untuk hubungan seksual yang memuaskan (Wespes dkk, 2006). Walaupun DE merupakan gangguan yang tidak berbahaya, DE berhubungan dengan kesehatan fisik dan psikologis, dan memiliki pengaruh yang bermakna pada kualitas hidup, baik bagi penderita maupun pasangannya (Hatzimouratidis dkk, 2010, Wespes dkk., 2012) Epidemiologi DE DE diperkirakan mempengaruhi 20 juta sampai 30 juta laki-laki di Amerika Serikat (Wespes dkk., 2006). Penelitian epidemiologi memperkirakan sekitar 5-20% laki-laki menderita DE sedang sampai berat. Adanya perbedaan dalam laporan insiden kemungkinan disebabkan karena perbedaan metodologi, usia, dan status sosioekonomi dari populasi penelitian (Hatzimouratidis dkk., 2010). DE dapat dipengaruhi oleh faktor psikologis, neurologis, gangguan hormonal, arteri atau kavernosus, obat-obatan, serta kombinasi faktor ini dan merokok (Wespes dkk., 2006).

2 Menurut World Health Organization (WHO), ada 13 milyar perokok di dunia dan sepertiganya berasal dari populasi global yang berusia 15 tahun ke atas. Indonesia menduduki peringkat ke-4 jumlah perokok terbanyak di dunia dengan jumlah sekitar 141 juta orang (Gondodiputro, 2007). Pada hasil survei Massachusetts Male Aging Study (MMAS) menemukan bahwa kebiasaan merokok memiliki resiko 24% terjadinya disfungsi ereksi sedang dan berat, sementara pada bukan perokok hanya memiliki resiko sebesar 14% dan pada penelitian lain mengatakan kebiasaan merokok pada laki-laki yang berumur tahun dapat meningkatkan prevalensi disfungsi ereksi sebanyak 40% (Kumar, 2010). Beberapa penelitian ilmiah tentang penggunaan rokok berkaitan dengan disfungsi ereksi. Studi ini menunjukkan bahwa kebiasaan merokok merupakan faktor risiko independen untuk disfungsi ereksi vaskulogenik dan menggaris bawahi kemungkinan kebiasaan merokok dapat bertindak secara sinergis dengan faktor risiko lainnya. Kebiasaan merokok satu setengah kali lebih mungkin untuk terkena disfungsi ereksi dibandingkan yang tidak merokok (Familia, 2010; Pangkahila, 2011; Irianto, 2014). Beberapa penelitian pendahuluan menyebutkan angka kejadian DE di beberapa daerah di Indonesia. Penelitian di Manado dengan 41 responden yang mempunyai kebiasaan merokok, 58,3% mengalami disfungsi ereksi sedangkan yang tidak mengalami disfungsi ereksi sebanyak 10,0% (Grace Turalaki, 2014). Demikian pula penelitian lain juga dilakukan di Manado dilaporkan, bahwa

3 secara keseluruhan penelitian pada laki-laki dengan kebiasaan merokok berpengaruh terhadap fungsi ereksi, didapatkan seluruh responden mengalami disfungsi ereksi dan dengan tingkatan atau stadium yang berbeda-beda, didapatkan distribusi perokok menurut hasil perhitungan skor International Index of Erectile Function (IIEF-5), berdasarkan kelompok usia, yaitu normal sebanyak 0 orang (0%), disfungsi ereksi ringan sebanyak 19 orang (38%), disfungsi ereksi sedang-ringan 19 orang (38%), disfungsi sedang 11 orang (33%), dan disfungsi berat 1 orang (2%) (Nurbaitt dkk, 2015) Fisiologi Ereksi Penis Ereksi penis adalah peristiwa neurovaskuler yang dimodulasi oleh faktor psikologis dan status hormonal. Ereksi penis terjadi ketika arteri di penis mengalami dilatasi dan jaringan erektil (korpura kavernosus dan korpura spongiosum) mengalami relaksasi (Wespes dkk., 2012). Secara hemodinamika, telah diketahui beberapa fase ereksi sebagai berikut: 1. Fase flaksid (lemas) Pada fase ini otot polos trabekular berkontraksi, aliran darah arteri berkurang, dan aliran darah vena meningkat. Tekanan dalam korpura kavernosus kurang lebih sama dengan tekanan vena (Wespes dkk., 2006). 2. Fase pengisian awal Pada stimulasi seksual, impuls saraf menyebabkan pelepasan neurotransmitter dari saraf kavernosus terminal dan faktor relaksasi dari sel-sel endotel di penis, sehingga terjadi relaksasi otot polos arteri dan arteriol yang

4 memasok jaringan ereksi dan peningkatan beberapa kali lipat aliran darah penis. Pada saat yang sama, relaksasi dari otot trabekular halus meningkatkan kepatuhan dari sinusoid, memfasilitasi pengisian cepat dan perluasan sistem sinusoidal (Wespes dkk., 2006). 3. Fase tumesensi Pada fase ini tekanan interkavernosus mulai meningkat dan ukuran penis terus bertambah. Aliran arteri perlahan-lahan mulai berkurang sampai terjadi fase ereksi penuh (Wespes dkk., 2006). 4. Fase ereksi penuh Selanjutnya terjadi kompresi pada pleksus venular subtunika antara trabekula dan tunika albugenia, sehingga menyebabkan oklusi hampir total dari aliran vena. Peristiwa ini menjebak darah di dalam korpus kavernosa dan menegakkan penis dari posisi tergantung, dengan tekanan intrakavernosus (fase ereksi penuh) (Wespes dkk., 2006). 5. Fase ereksi kaku Selama hubungan seksual yang memicu reflex bulbokavernosus, otot-otot ischiokavernosus dengan kuat menekan dasar korpura bulbokavernosus yang dipenuhi darah dan penis menjadi lebih keras lagi, dengan tekanan intrakavernosus mencapai beberapa ratus millimeter air raksa. Selama fase ini, arus masuk dan keluar darah berhenti sementara (Wespes dkk., 2006).

5 6. Fase detumesensi Detumesensi (ukuran yang mengecil) dapat dihasilkan dari penghentian pelepasan neurotrasmiter, pemecahan messenger kedua oleh fosfodiesterase, atau pelepasan simpatik saat ejakulasi. Kontraksi otot polos trabekula membuka kembali saluran vena, darah yang terperangkap dikeluarkan, dan kembali ke keadaan flaksid (Wespes dkk., 2006). Gambar 2.1 Erection Physiology (Anton, 2012)

6 Gambar 2.2 Kontrol Ereksi Perifer (Antonm, 2012) Gambar 2.3 Anatomi dan mekanisme ereksi penis (Wespes dkk., 2006)

7 Neurotransmiter yang dilepaskan ujung saraf pasca ganglionik simpatis dan parasimpatis di penis memegang peranan penting dalam mengontrol ereksi. Noradrenalin (NA) dan neuropeptide Y (NPY) dilepaskan oleh ujung serat simpatis. NA adalah agen kontraktil utama dari otot polos dan arteri penis, dan NPY menambah dampaknya NA berperan pada flaksiditas dan detumesensi. Ujung serat parasimpatis melepaskan asetikolin (Ach), vasoactive intestinal peptide (VIP), dan nitrit oksida (NO) (Cuzin dkk., 2011; Thorve dkk., 2011). NO sebagai pembawa pesan intraselular membuka era baru pentingnya mekanisme yang mendasari fisiologi dan patofisiologi pada organ dan jaringan otonom (Cuzin dkk., 2011). NO disintesis dan dilepaskan dari ujung saraf non adrenergik, non kolinergik oleh sintesa NO neuronal (nnos) dan dari endothelium oleh sintase NO endothelial (enos). NO memodulasi tonus pembuluh darah, agregasi dan adhesi platelet, serta proliferasi otot polos vascular. Lebih lanjut, NO berfungsi sebagai neurotransmiter non-adrenergik, non-kolinergik dari serat saraf parasimpatis pascaganglion, termasuk korpura kavernosus. NO berperan dalam mempertahankan tekanan intrakavernosus, vasodilatasi penis, dan ereksi penis (Anil, 2009). NO meningkatkan produksi cyclic nucleotides guanosine monophoaphate (cgmp) pada otot polos dan merupakan aktivator yang penting untuk relaksasi lokal dari otot polos penis. Seperti diketahui, ereksi terutama disebabkan oleh peningkatan sintesis dua second messenger intraseluler, cgmp dan cyclic adenosine monophosphate (camp). cgmp dan camp dihancurkan oleh fosfodieterase (Cuzin dkk., 2011) Patofisiologi dan Klasifikasi Disfungsi ereksi dapat disebabkan dari tiga mekanisme dasar yaitu: (Anil, 2009) 1. Kegagalan menginisiasi (psikogenik, endokrinologi, atau neurogenik) 2. Kegagalan pengisian (arteriogenik)

8 3. Kegagalan untuk menyimpan volume darah yang cukup di dalam jaringan lacunar (disfungsi venooklusif) DE dapat diklasifikasikan sebagai psikogenik, organik (neurogenik, hormonal, arterial, kavernosal, atau karena obat), atau campuran psikogenik dan organik

9 Tabel 2.1 Klasifikasi dan Penyebab DE (Papaharitou dkk., 2006) Kategori DE Kelainan yang sering Patofisiologi Psikogenik Kecemasan Penurunan libido Masalah hubungan Overinhibisi Stress psikologis kegagalan Depresi Pelepasan NO Neurogenik Hormonal Vaskulogenik (arterial atau Kavernosal) Drug-induced Penyebab akibat penuaan dan penyakit sistemik lain Stroke Penyakit Alzheimer Trauma medulla spinalis Nueropati diabetic Trauma pelvis Hipogonadism Hiperprolaktinemia Aterosklerosis Hipertensi DM Trauma Antihipertensi Antidepresan Antipsikotik Antiandrogens Antihistamin Ketergantungan alkohol Merokok Usia tua DM Gangguan ginjal kronis Penyakit jantung coroner Kegagalan memulai Impuls saraf atau Kegagalan transmisi Kehilangan libido dan Pelepasan NO yang tidak memadai Aliran arteri yang tidak adekuat atau sumbatan vena Penekanan sentral Penurunan libido Neuropati alkoholik Insufisiensi vaskular Biasanya multifactorial, disebabkan oleh neural dan disfungsi vaskular

10 1. DE psikogenik Penyebab umum dari disfungsi ereksi psikogenik meliputi kecemasan, hubungan yang tegang, kurang hasrat seksual, dan gangguan jiwa seperti depresi, cemas, dan skizofrenia. Risiko DE meningkat seiring durasi depresi yang berulang (Cuzin dkk., 2011). Kecemasan memegang peranan dalam persepsi dan menetapnya masalah seksual, juga dalam efektivitas dari pengobatan DE (Cuzin dkk., 2011). Pada laki-laki dengan skizofrenia, penurunan libido adalah masalah utama yang dilaporkan dan obat neuroleptik meningkatkan libido tetapi menyebabkan kesulitan ereksi, orgasme, dan kepuasan seksual (Wespes dkk., 2006). 2. DE neurogenik Gangguan neurologis seperti penyakit Parkinson, penyakit Alzheimer, Stroke, dan trauma serebri sering menyebabkan disfungsi ereksi dengan menurunnya libido atau mencegah inisiasi ereksi. Pada laki-laki dengan cedera tulang belakang, tingkat fungsi ereksi tergantung sifat, lokasi, dan tingkat lesi. Keterlibatan sensorik alat kelamin sangat penting untuk mencapai dan mempertahankan ereksi refleksogenik, dan ini menjadi lebih penting lagi mengingat efek rangsangan psikologis menurun seiring usia (Wespes dkk., 2006).

11 3. DE hormonal Defisiensi androgen menurunkan ereksi nocturnal dan libido. Androgen penting untuk pertumbuhan penis dan berperan pada fisiologi ereksi melalui beberapa mekanisme. Androgen dapat mempengaruhi neuromodulasi ereksi sistem saraf pusat dan regulasi perifer tonus otot kavernosus (Wespes dkk., 2006). Testosteron mengatur struktur dan fungsi saraf, ekspresi dan aktivitas sintesis NO, phosphodiesterase 5 (PDE5), pertumbuhan dan diferensiasi selular (Traish dkk.,2007). Kuesioner Androgen Deficiency of the Aging Male (ADAM) dapat digunakan untuk skirining diagnosis klinis insufiensi androgen (Blumel dkk., 2009). Hiperprolaktinemia menyebabkan gangguan reproduksi dan seksual karena prolaktin menghambat aktivitas dopaminergik sentral, yang menyebabkan sekresi gonadotropin-relasing hormone, sehingga terjadi hipogonadisme hipogonadotropik (Wespes dkk., 2006). 4. Penyebab vascular DE Faktor risiko yang sering berhubungan dengan insufiensi arteri penis adalah hipertensi, hiperlipidemia, merokok, dan diabetes mellitus (Wespes dkk., 2006; Rudianto dkk.,2011). Stenosis fokal dari arteri penis paling sering terjadi pada laki-laki yang mengalami trauma panggul, misalnya kecelakaan bersepeda. Pada laki-laki dengan hipertensi, fungsi ereksi yang terganggu bukan karena peningkatan tekanan darah itu sendiri namun karena lesi stenosis arteri. Kegagalan pembuluh darah untuk menutup selama ereksi (disfungsi veno

12 oklusi) dapat menyebabkan DE. Disfungsi veno oklusi dapat terjadi pada usia tus, DM, dan trauma (fraktur penis) (Wespes dkk.,2012). 5. DE karena obat-obatan Banyak obat telah dilaporkan dapat menyebabkan DE diantaranya obat-obatan antipsikotik, antidepresan, dan obat antihipertensi (Wespes dkk., 2012). Obat golongan penghambat beta-adrenergik dapat menyebabkan DE dengan mempotensiasi aktivitas alfa 1-adrenergik pada penis. Tiazid diuretik juga dilaporkan dapat menyebabkan DE, namun mekanismenya belum jelas. Spironolakton dapat menyebabkan DE, ginekomastia, dan penurunan libido (Wespes dkk., 2006). Disfungsi seksual sering dijumpai pada penggunaan diuretik yang dikombinasikan dengan obat lain dan masalah yang sama juga sering dijumpai pada pasien yang mendapat beta bloker, Simetidin, antagonis receptor histamine H2 dilaporkan dapat menurunkan libido dan menyebabkan kegagalan ereksi. Simetidin bekerja seperti antiandrogen dan dapat menyebabkan hiperprolaktinemia. Obat-obat lain yang dikenal dapat menyebabkan DE adalah estrogen dan obat dengan cara kerja antiandrogenik, seperti ketokonazol dan siproteron asetat (Manolis dan Doumas, 2012). 6. Alkohol dalam jumlah sedikit meningkatkan ereksi dan libido karena efek vasodilatasi dan menekan kecemasan. Namun dalam jumlah banyak dapat menyebabkan sedasi sentral, penurunan libido, dan DE yang sementara.

13 Peminum alkohol yang kronis dapat menyebabkan hipogonadism dan polineuropati yang dapat mempengaruhi fungsi saraf penis (Wespes dkk., 2012). 7. DE akibat penuan dan penyakit sistemik lain Fungsi seksual secara progresif akan menurun seiring bertambahnya usia. Seperti misalnya, periode laten antara stimulasi seksual dan ereksi memanjang, ereksi akan lebih lembek, ejakulasi kurang kuat dan volumenya menurun, dan periode refrakter antara ereksi memanjang. Terdapat juga penurunan pada sensitivitas penis dan stimulasi taktil, penurunan konsenterasi serum testosteron, dan meningkatnya tonus otot kavernosus (Wespes dkk., 2012). 8. Merokok, nikotin yang dihirup oleh perokok, masuk ke jantung dan bersama darah masuk ke dalam sistem peredaran darah. Semakin lama timbunan nikotin semakin banyak dan mengalami pengendapan. Pengendapan ini berlanjut sehingga menjadi penyumbatan aliran darah ke seluruh tubuh, termasuk ke dalam jaringan erektil penis menyebabkan disfungsi ereksi yang umum terjadi laki-laki perokok berat yang tidak bisa menghentikan kebiasaan merokok. Disfungsi ereksi stadium awal biasanya ditandai dengan hubungan yang terjadi sangat singkat (3-5 menit), dan stadium akhir laki-laki tidak bisa mengalami ereksi sama sekali dan akan sangat sulit mendapat rangsangan dari pasangannya. Laki-laki yang merokok lebih dari 20 batang dalam sehari akan

14 mengalami disfungsi ereksi 40% lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang tidak merokok. Tidak hanya itu saja, kebiasaan merokok juga akan mempengaruhi kualitas dan kuantitas produksi sel sperma yang dihasilkan seorang laki-laki. Sel sperma yang dihasilkan laki-laki perokok memiliki cacat bentuk dan mempunyai pergerakan lambat sehingga menurunkan tingkat kesuburan laki-laki. Meskipun sel sperma laki-laki perokok mampu membuahi sel telur wanita, tapi besar kemungkinan DNA janin akan mengalami perubahan susunan sehingga bayi yang dilahirkan menjadi cacat. Rokok akan berpotensi merubah rangkaian DNA dari sel sperma. Hal ini akan menurun pada calon bayi (Wespes dkk., 2012) Pengukuran disfungsi ereksi (DE) Menggunakan kuesioner yang telah tervalidasi seperti International Index for Erectile Function (IIEF) membantu untuk memeriksa semua domain fungsi seksual (fungsi ereksi, fungsi orgasme, hasrat seksual, ejakulasi, intercourse, dan kepuasan secara keseluruhan), dan juga pengaruh dari modalitas pengobatan (Wespes dkk., 2012). ). IIEF disusun oleh Rosen dkk., 1997 untuk mengukur fungsi ereksi, fungsi orgasme, hasrat seksual, ejakulasi, intercourse, dan kepuasan secara keseluruhan serta menilai luaran dari penatalaksanaan impotensi. IIEF terdiri dari 15 pertanyaan dimana validasi dan reabilitisnya sudah terbukti. IIEF-5 merupkan bentuk IIEF yang terdiri dari lima pertanyaan, khusus untuk mengukur fungsi ereksi, dan memiliki sensitivitas 0,98 dan spesifisitas 0,88 (Rosen dkk., 2002). IIEF-5 lebih umum digunakan

15 dibanding IIEF karena lebih sederhana dan memiliki sensitivitas dan spesifikasi yang baik (Rosen dkk., 2002). Di Indonesia, IIEF-5 juga telah umum digunakan dalam berbagai penelitian untuk mengukur DE (Sihaloho, 2006; Rachmadi, 2008; Saraswati dkk., 2008; Santosa, 2010). Setiap butir pertanyaan IIEF-5 memiliki skor 1 sampai 5 sehingga total skor untuk IIEF-5 adalah 5 sampai 25. Seseorang dikatakan tidak DE apabila skor IIEF-5 antara dan DE apabila Lebih lanjut lagi penderita DE dikelompokkan berdasarkan skor IIEF-5 menjadi derajat ringan (17-21), ringan-sedang (12-16), sedang (8-11), dan berat (5-7) (Rosen dkk., 2002). 2.2 Ketergantungan Merokok Salah satu faktor risiko yang mempengaruhi kejadian disfungsi ereksi adalah ketergantungan merokok. Ada baiknya sebelum lebih jauh mengetahui hubungan tingkat ketergantungan merokok dengan kejadian disfungsi ereksi, perlu sekilas untuk diketahui tentang sejarah rokok, nikotin sebagai komponen psikoaktif, seluk beluk reseptor nikotin dan interaksinya neurutransmiter lain dan hal-hal yang mendasari ketergantungan nikotin dalam rokok Sejarah merokok Dimulai saat warga asli benua Amerika mengisap tembakau pipa atau menguyah tembakau sejak 1000 tahun sebelum masehi. Tradisi membakar

16 tembakau kemudian dimulai untuk menunjukkan persahabatan dan persaudaraan saat beberapa suku yang berbeda berkumpul selain sebagai ritual pengobatan. Kru Columbus membawa tembakau beserta tradisi menguyah dan membakar lewat pipa ini ke peradaban di Inggris. Di tahun 1512, tanaman tembakau dibawa hingga ke Portugal, dimana pertama kali digunakan untuk mencari khasiatnya menghilangkan sakit kepala karena migraine (Uneri dkk., 2006). Penggunaannya di Eropa saat itu masih terbatas hingga tahun Di tahun 1560, seorang diplomat dan petualang Perancis bernama Jean Nicot membawa tembakau sebagai hadiah pernikahan kepada para bangsawan di Paris. Hingga di tahun 1570 tanaman tembakau secara resmi dinamakan Nicotiana tabacum sebagai bentuk penghormatan pada Jean Nicot darimana istilah Nikotin (dari Nikot) (Uneri dkk., 2006, Levin dkk., 2006). Setelah permintaan tembakau meningkat di Eropa, budidaya tembakau mulai dipelajari dengan serius terutama tembakau Virginia yang ditanam di Amerika, John Rolfe adalah orang pertama yang berhasil menanam tembakau dalam skala besar, yang kemudian diikuti oleh perdangangan dan pengiriman tembakau dari AS ke Eropa (Uneri dkk., 2006). Di Indonesia, Haji Jamahri dari Kudus adalah orang pertamakali meramu tembakau dengan cengkeh pada tahun Menurut situs wikipedia tujuan awal Jamahri mencari obat penyakit asma yang dideritanya, namun akhirnya rokok racikan Jamahri menjadi terkenal. Istilah Kretek adalah sebutan khas untuk manamai rokok asal Indonesia, istilah ini berasal dari bunyi rokok saat disedot yang diakibatkan oleh letupan cengkeh. Dari anggapan sebagai obat penyembuh,

17 lambang persahabatan dan persaudaraan, rokok kemudian berkembang menjadi simbol kejantanan laki-laki. Hal ini ditandai sejak dijadikannya rokok sebagai ransum wajib setiap prajurit saat Perang Dunia Pertama. Industri rokok mulai redup sejak 1964, persatuan dokter bedah Amerika mengeluarkan pernyataan bahwa rokok mengakibatkan kanker paru-paru (Uneri dkk., 2006) Nikotin Melalui penelitian yang intensif terpusat pada kecanduan rokok, nikotin (C10H14N2), sebuah alkaloid ditemukan baik sebagai zat psikoaktif primer maupun sebagai komponen adiktif pada tembakau. Di tahun 1828, nikotin diisolasi dari asam nikotinik, yang mana sebelumnya dikenal sebagai vitamin B atau Niacin. Sintesa pertama dilakukan dilaboratorium pada tahun Nikotin mempunyai berat molekul sebesar 162,23 kda dan memiliki nama lengkap 3-(1- Metyl-2-pyrolidinyl) pyridine (Uneri dkk., 2006, Levin dkk., 2006). Dalam jumlah kecil, nikotin bekerja sebagai stimulan ringan terhadap sistem saraf pusat, walaupun dalam bentuk murni hal ini sangat beracun bahkan dapat sebagai insektisida. Konsentrasi nikotin yang sangat rendah dalam darah cukup mampu membuat terjadinya ketergantungan nikotin dan melalui hisapan rokok dapat menghantarkan nikotin dengan lebih cepat mencapai konsentrasi ini. Pada waktu menghisap rokok, nikotin dihantarkan ke otak dalam 7 detik dan mencapai seluruh tubuh dalam waktu detik. Merupakan hal yang penting bagi perokok untuk membentuk toleransi dan efek samping nikotin. Kebiasaan merokok membentuk adanya toleransi terhadap beberapa efek seperti pusing dan

18 mual namun toleransi ini tidak pernah terjadi terhadap tekanan darah tinggi atau tremor pada tangan. Nikotin bekerja pada sistem neurokimia yang sama dengan amfetamin dan kokain dimana ketergantungan terhadap nikotin terjadi dengan cepat. Atas alasan inilah ketergantungan nikotin dikatagorikan sebagai penyalahgunaan zat dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-5). Penguatan positif dan negatif penting dalam terjadinya ketergantungan nikotin. Penguatan positif menyangkut efhoria ringan, peningkatan perhatian dan potensi kerja. Pada tingkatan neurokimia, adiksi nikotin berhubungan dengan stimulasi neuron dopaminergik di area tegmental ventral oleh nikotin (Levin dkk., 2006) Reseptor Nikotin Nikotin bekerja pada sistem saraf pusat melalui nicotinic acetylcholine receptors (nachrs). Penelitian dalam bidang elektrofisiologi, farmakologi, dan genetik menghasilkan pemahaman yang lebih baik tentang karakteristik dan struktur nachrs. Terdapat dua tipe reseptor cholinergic: muskarinik (machrs) dan asetilkolin nikotinik (nachrs) yang terkait dengan afinitas alkaloid natural, muskarin dan nikotin. nachrs termasuk reseptor ion channel, juga termasuk GABA-A, 5-HT3 dan glisin. Neuronal nacrs mempunyai struktur pentamer heterologi. Pada otak tikus, subunit nachrs ditemukan pada beberapa area otak yang berbeda misalnya hipokampus, substansia nigra, VTA dan nucleus interpedenkular, nucleus motor dorsal vagus, pineal gland dan nucleus piriformis lateralis. nachrs dapat efektif dalam inhibisi secara luas terhadap perilaku.

19 Mekanismenya serupa dengan neurotransmitter GABA. Di dalam otak, nachrs tersedia pada interneuron GABAergic. Baik pada jaringan tikus ataupun manusia, nikotin menunjukkan kemampuan menstimulasi release GABA (Levin dkk., 2006). Terdapat 2 jenis neuronal subunit reseptor nikotinik yang dinamakan α dan β terkait hemologinya dengan subunit reseptor nikotinik α1 dan β1.terdapat banyak subtype baik dari subtype α maupun β (α2-α9, β2-β4). Umumnya reseptor nikotinik terdiri atas dua subunit α dan tiga subunit β walaupun terdapat juga reseptor nikotinik yang terdiri dari lima subunit α yang identik. Beberapa penelitian menunjukkan setidaknya terdapat 3 tipe reseptor nikotinik yang mempunyai komposisi subunit yang berbeda, jenis farmakologi dan elektrofisiologis yang berbeda dan distribusi neuroanatomical yang berbeda pula (Levin dkk., 2006) Efek nikotin terhadap susunan saraf pusat Berdasarkan pengalaman klinis dan penelitian laboratorium menunjukkan bahwa nachrs memainkan peranan yang komplek dalam fungsi otak misalnya memori, perhatian dan kognisi. Sebagai tambahan pula bahwa nachrs berperan penting dalam patogenesis gangguan psikiatri dan neurologi misalnya penyakit Parkinson, Alzheimer dan autosomal dominant nocturnal frontal lobe epilepsy. Merokok juga sering digunakan sebagai self medication pada penderita ADHD dan depresi (Uneri dkk., 2006, Levin dkk., 2006, Stahl SM, 2008). Kebiasaan merokok bersifat adiktif. Selama ini, ketergantungan rokok selalu dikaitkan dengan nikotin. Nikotin adalah substansi di dalam asap rokok

20 yang dianggap paling berperan dalam membuat rokok menjadi ketergantungan. Oleh karena itu, ketergantungan rokok sering direpresentasikan dengan istilah adiksi nikotin (USDHHS, 2010). Nikotin di dalam rokok menciptakan perasaan yang menyenangkan dan meredam kecemasan. Dalam jangka pendek, rokok juga meningkatkan daya konsentrasi dan performa dalam bekerja. Kedua hal tersebut dapat menginduksi ketergantungan rokok. Selain itu, perokok yang mencoba berhenti merokok biasanya mengalami kegagalan karena tidak sanggup menghadapi efek withdrawal dari berhenti merokok secara tiba-tiba, yaitu lelah, cemas, terlalu peka terhadap rangsangan, dan mood yang buruk, sehingga perokok yang terkena efek withdrawal cenderung melakukan kegiatan merokok untuk meredam efek tersebut (Benowitz, 2010). Nikotin di dalam rokok menyebabkan ketergantungan melalui induksi produksi dopamin. Nikotin berinteraksi dengan reseptor asetilkolin nikotinik di daerah mesolimbik otak. Interaksi ini akan menyebabkan pelepasan dopamin di tempat-tempat yang terlibat dalam pengaturan informasi, ingatan, dan emosi. Kenaikan kadar dopamin di daerah mesolimbik otak menyebabkan perasaan ketergantungan (D'Souza & Markou, 2011). Ketergantungan nikotin pada rokok memiliki fase dan kriteria yang hampir sama dengan ketergantungan obat-obatan. Ketergantungan nikotin terjadi dalam 3 fase, yaitu penerimaan dan pemeliharaan kebiasaan mengonsumsi

21 nikotin, kemunculan gejala withdrawal ketika berhenti mengonsumsi, dan kecenderungan kekambuhan. Kriteria ketergantungan nikotin meliputi hal-hal berikut ini. a. Kriteria primer, yaitu penggunaan secara terkendali maupun kompulsif, kemunculan efek psikoaktif, dan kemunculan perilaku akibat stimulasi obat (drug-reinforced behavior). b. Kriteria tambahan, yaitu perilaku seperti pola penggunaan teratur, kelanjutan penggunaan kendati sudah mengetahui efek berbahayanya, kekambuhan selama berhenti mengonsumsi, dan kemunculan keinginan yang berlebihan untuk mengonsumsi (craving) (USDHHS, 2010). Akhir-akhir ini, penggunaan nikotin sebagai istilah yang merepresentasikan ketergantungan terhadap rokok mulai ditinjau ulang. Menurut Fagerström (2011), walaupun nikotin merupakan zat yang paling berperan dalam menyebabkan ketergantungan pada rokok, masih banyak zat lain di dalam rokok yang berpotensi menyebabkan hal serupa. Asetaldehid, salah satu kandungan asap rokok, dapat menyebabkan ketergantungan melalui penghambatan enzim monoamin oksidase (MAO), sehingga kadar dopamin meningkat. Selain itu, efikasi terapi nikotin pengganti, untuk membantu upaya berhenti merokok walaupun jumlah nikotin pengganti sudah bisa menggantikan jumlah nikotin pada rokok sebelumnya (Fiore dkk., 2008).

22 1.2.5 Mengukur tingkat ketergantungan nikotin digunakan Fagerstrom Test For Nicotine Dependence (FTND) (Uneri dkk.,, 2006, Levin dkk., 2006). Dikembangkan tahun 1978, direvisi tahun 1991 (6 Items), terdiri dari: 1. Kapan waktu pertama merokok setelah bangun tidur di pagi hari? 2. Kesulitan untuk tidak merokok di tempat dilarang merokok? 3. Kapan waktu tersulit menghindari rokok? 4. Berapa batang rokok per hari? 5. Apakah anda merokok lebih sering di pagi hari setelah bangun tidur dibanding diwaktu lain? 6. Apakah anda tetap merokok di situasi sakit sekalipun? Banyak digunakan sebagai alat ukur penelitian dan dalam praktek klinis. Makin tinggi skor, makin tinggi tingkat ketergantungan Rentang skor antara 0 sd 10: skor>5 mengindikasikan ketergantungan tinggi

BAB I PENDAHULUAN. tidak selalu diidentikkan semata-mata untuk menghasilkan keturunan (prokreasi),

BAB I PENDAHULUAN. tidak selalu diidentikkan semata-mata untuk menghasilkan keturunan (prokreasi), BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fungsi seksual merupakan bagian dari fungsi yang mempengaruhi kualitas hidup manusia. Fungsi seksual dalam hubungan seksual suami istri, pada dasarnya tidak selalu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. namun demikian ternyata tidak semua pasangan dapat mengalami. Hubungan

BAB I PENDAHULUAN. namun demikian ternyata tidak semua pasangan dapat mengalami. Hubungan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hubungan seksual yang harmonis adalah dambaan bagi setiap pasangan, namun demikian ternyata tidak semua pasangan dapat mengalami. Hubungan seksual yang harmonis dapat

Lebih terperinci

FARMAKOLOGI NIKOTIN DAN PRINSIP ADIKSI

FARMAKOLOGI NIKOTIN DAN PRINSIP ADIKSI 1 FARMAKOLOGI NIKOTIN DAN PRINSIP ADIKSI Modul 2 Tobacco Education Program Peran Apoteker dalam Pengendalian Tembakau Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada This presentation was adapted from Rx for

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyekat beta merupakan salah satu terapi medikamentosa pada pasien

BAB I PENDAHULUAN. Penyekat beta merupakan salah satu terapi medikamentosa pada pasien BAB I PENDAHULUAN 1.A. Latar Belakang Penelitian Penyekat beta merupakan salah satu terapi medikamentosa pada pasien penyakit jantung koroner (PJK). Penggunaan penyekat beta diindikasikan pada semua pasien

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut World Health Organization (WHO) stroke adalah suatu gangguan fungsional otak dengan tanda dan gejala fokal maupun global, yang terjadi secara mendadak, berlangsung

Lebih terperinci

ADA HUBUNGAN ANTARA DERAJAT KETERGANTUNGAN MEROKOK DENGAN DISFUNGSI EREKSI PADA LAKI- LAKI PEROKOK DI KABUPATEN KLUNGKUNG

ADA HUBUNGAN ANTARA DERAJAT KETERGANTUNGAN MEROKOK DENGAN DISFUNGSI EREKSI PADA LAKI- LAKI PEROKOK DI KABUPATEN KLUNGKUNG TESIS ADA HUBUNGAN ANTARA DERAJAT KETERGANTUNGAN MEROKOK DENGAN DISFUNGSI EREKSI PADA LAKI- LAKI PEROKOK DI KABUPATEN KLUNGKUNG NI MADE MAYUNI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2016 ADA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di seluruh negara-negara industri stroke merupakan. problem kesehatan besar. Penyakit ini masih merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di seluruh negara-negara industri stroke merupakan. problem kesehatan besar. Penyakit ini masih merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di seluruh negara-negara industri stroke merupakan problem kesehatan besar. Penyakit ini masih merupakan penyabab ketiga terbesar kematian di dunia setelah penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia dan dunia. World Health Organization (WHO) memperkirakan 30%

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia dan dunia. World Health Organization (WHO) memperkirakan 30% BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) telah menjadi penyebab kematian utama di Indonesia dan dunia. World Health Organization (WHO) memperkirakan 30% dari seluruh kematian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun ke atas pada tahun 1990 sebesar 7,7% dari seluruh populasi, pada tahun 2000

BAB I PENDAHULUAN. tahun ke atas pada tahun 1990 sebesar 7,7% dari seluruh populasi, pada tahun 2000 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan upaya pembangunan kesehatan dapat diukur dengan menurunnya angka kesakitan, angka kematian umum, ibu dan bayi, serta meningkatnya Umur Harapan Hidup (UHH).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di negara-negara barat. Penyakit jantung koroner akan menyebabkan angka

BAB I PENDAHULUAN. di negara-negara barat. Penyakit jantung koroner akan menyebabkan angka BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Penelitian Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan penyebab kematian terbanyak di negara-negara barat. Penyakit jantung koroner akan menyebabkan angka morbiditas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1,3 milyar. Dari jumlah ini, sekitar 80% nya berada di negara-negara dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1,3 milyar. Dari jumlah ini, sekitar 80% nya berada di negara-negara dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laporan terakhir WHO jumlah perokok di seluruh dunia adalah sekitar 1,3 milyar. Dari jumlah ini, sekitar 80% nya berada di negara-negara dengan pendapatan per kapita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan rumah tangga, hubungan seksual merupakan unsur penting yang dapat meningkatkan hubungan dan kualitas hidup. Pada laki-laki, fungsi seksual normal terdiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivitas seksual merupakan kebutuhan biologis manusia untuk mendapatkan keturunan. Seseorang memilih suatu gaya hidup umumnya dengan harapan ingin meningkatkan aktivitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebiasaan merokok sudah meluas pada hampir semua kelompok masyarakat di dunia. Semakin banyaknya orang yang mengonsumsi rokok telah menjadi masalah yang cukup serius.

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Depresi adalah suatu gangguan suasana perasaan (mood) yang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Depresi adalah suatu gangguan suasana perasaan (mood) yang BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Depresi Depresi adalah suatu gangguan suasana perasaan (mood) yang mempunyai gejala utama afek depresi, kehilangan minat dan kegembiraan, dan kekurangan energi yang menuju meningkatnya

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Penyakit Tidak Menular (PTM) merupakan silent disease yang menjadi

BAB 1 : PENDAHULUAN. Penyakit Tidak Menular (PTM) merupakan silent disease yang menjadi BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Tidak Menular (PTM) merupakan silent disease yang menjadi penyebab kematian terbanyak diseluruh dunia. Penyakit Tidak Menular (PTM) umumnya dikenal sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gangguan kesehatan, penyakit degeneratif dan menurunnya kualitas hidup.

BAB I PENDAHULUAN. gangguan kesehatan, penyakit degeneratif dan menurunnya kualitas hidup. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap makhluk hidup memiliki kesempatan yang sama untuk menjalani siklus kehidupan. Lingkaran kehidupan dimulai dari pembuahan, perkembangan janin, kelahiran, tumbuh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) telah dikategorikan sebagai penyakit yang terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan jumlah pasien yang terus meningkat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada tahun 2000, World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa dari statistik kematian didunia, 57 juta kematian terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh penyakit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah sekelompok gangguan metabolik. dari metabolisme karbohidrat dimana glukosa overproduksi dan kurang

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah sekelompok gangguan metabolik. dari metabolisme karbohidrat dimana glukosa overproduksi dan kurang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Diabetes mellitus (DM) adalah sekelompok gangguan metabolik dari metabolisme karbohidrat dimana glukosa overproduksi dan kurang dimanfaatkan sehingga menyebabkan hiperglikemia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fungsi seksual bagi seorang pria adalah hal yang sangat penting, meskipun tidak mempengaruhi harapan hidup, gangguan fungsi seksual pada pria bisa berdampak negatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konsumsi rokok sudah menjadi gaya hidup baru bagi masyarakat di seluruh dunia. Menurut laporan WHO yang ditulis dalam Tobacco Atlas tahun 2012, konsumsi rokok terus

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perubahan jaman dan perkembangan teknologi dapat mempengaruhi pola hidup masyarakat. Banyak masyarakat saat ini sering melakukan pola hidup yang kurang baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan suatu penyakit kegawatdaruratan neurologis yang berbahaya

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan suatu penyakit kegawatdaruratan neurologis yang berbahaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke merupakan suatu penyakit kegawatdaruratan neurologis yang berbahaya dan dapat menyebabkan terjadinya disfungsi motorik dan sensorik yang berdampak pada timbulnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Rokok Pengetahuan tentang merokok yang perlu diketahui antara lain meliputi definisi merokok, racun yang terkandung dalam rokok dan penyakit yang dapat ditimbulkan oleh rokok.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit tidak menular (PTM), yang merupakan penyakit akibat gaya hidup serta

BAB I PENDAHULUAN. penyakit tidak menular (PTM), yang merupakan penyakit akibat gaya hidup serta BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pembangunan bidang kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada beban ganda, di satu pihak penyakit menular masih merupakan masalah kesehatan masyarakat karena

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) merupakan salah satu kelompok penyakit metabolik yang ditandai oleh hiperglikemia karena gangguan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. retrospektif ditetapkan sebagai saat menopause (Kuncara, 2008).

I. PENDAHULUAN. retrospektif ditetapkan sebagai saat menopause (Kuncara, 2008). I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menoupase didefinisikan oleh WHO sebagai penghentian menstruasi secara permanen akibat hilangnya aktivitas folikular ovarium. Setelah 12 bulan amenorea berturut-turut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peran libido dalam aktivitas seksual adalah sangat vital. Naik turunnya libido diduga berhubungan erat dengan kondisi tubuh seseorang. Banyak hal yang dapat menyebabkan

Lebih terperinci

PERBEDAAN ANGKA KEJADIAN HIPERTENSI ANTARA PRIA DAN WANITA PENDERITA DIABETES MELITUS BERUSIA 45 TAHUN SKRIPSI

PERBEDAAN ANGKA KEJADIAN HIPERTENSI ANTARA PRIA DAN WANITA PENDERITA DIABETES MELITUS BERUSIA 45 TAHUN SKRIPSI PERBEDAAN ANGKA KEJADIAN HIPERTENSI ANTARA PRIA DAN WANITA PENDERITA DIABETES MELITUS BERUSIA 45 TAHUN SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang baru dan asing lagi di masyarakat, baik itu laki-laki maupun perempuan, tua

BAB I PENDAHULUAN. yang baru dan asing lagi di masyarakat, baik itu laki-laki maupun perempuan, tua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu kebiasaan masyarakat saat ini yang dapat ditemui hampir di setiap kalangan masyarakat adalah perilaku merokok.rokok tidaklah suatu hal yang baru dan asing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari para penjelajah Eropa itu ikut mencoba-coba menghisap rokok dan

BAB I PENDAHULUAN. dari para penjelajah Eropa itu ikut mencoba-coba menghisap rokok dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia di dunia yang merokok untuk pertama kalinya adalah suku bangsa Indian di Amerika, untuk keperluan ritual seperti memuja dewa atau roh. Pada abad 16,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Gaya hidup modern dengan kesibukan tinggi dan serba otomatisasi menyebabkan masyarakat cenderung lebih suka mengonsumsi makanan cepat saji dan kurang aktivitas fisik

Lebih terperinci

Pengertian Rokok dan Bahaya Merokok bagi Kesehatan Manusia

Pengertian Rokok dan Bahaya Merokok bagi Kesehatan Manusia Pengertian Rokok dan Bahaya Merokok bagi Kesehatan Manusia Posted by Kukuh Ibnu Prakoso. Category: Informasi, Kesehatan Setelah sebelumnya kita mengetahui betapa banyaknyamanfaat merokok yang tidak kita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup saat ini yang kurang memperhatikan keseimbangan pola makan. PGK ini

BAB I PENDAHULUAN. hidup saat ini yang kurang memperhatikan keseimbangan pola makan. PGK ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ginjal kronik (PGK) merupakan penyakit yang cukup banyak terjadi di dunia ini. Jumlah penderita PGK juga semakin meningkat seiring dengan gaya hidup saat ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi di negara-negara berkembang. Direktorat Pengawasan Narkotika,

BAB I PENDAHULUAN. terjadi di negara-negara berkembang. Direktorat Pengawasan Narkotika, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini jumlah perokok terus bertambah, khususnya di negaranegara berkembang. Keadaan ini merupakan tantangan berat bagi upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder IV, yang disebut Hypoactive Sexual Desire Disorder (HSDD) adalah (1) Berkurangnya fantasi seksual atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Depresi merupakan masalah kesehatan masyarakat yang cukup serius. World Health Organization (WHO) tahun 2001 menyatakan bahwa depresi berada pada urutan keempat penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kafein banyak terkandung dalam kopi, teh, minuman cola, minuman berenergi, coklat, dan bahkan digunakan juga untuk terapi, misalnya pada obatobat stimulan, pereda nyeri,

Lebih terperinci

BAB 5 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian terhadap 100 penderita stroke iskemik fase akut,

BAB 5 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian terhadap 100 penderita stroke iskemik fase akut, lxxiii BAB 5 PEMBAHASAN Telah dilakukan penelitian terhadap 100 penderita stroke iskemik fase akut, setelah dialokasikan secara acak 50 penderita masuk kedalam kelompok perlakuan dan 50 penderita lainnya

Lebih terperinci

5/30/2013. dr. Annisa Fitria. Hipertensi. 140 mmhg / 90 mmhg

5/30/2013. dr. Annisa Fitria. Hipertensi. 140 mmhg / 90 mmhg dr. Annisa Fitria Hipertensi 140 mmhg / 90 mmhg 1 Hipertensi Primer sekunder Faktor risiko : genetik obesitas merokok alkoholisme aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit tidak menular seperti penyakit jantung, stroke, kanker, hipertensi diabetes mellitus dan sebagaian penyakit paru yang kemudian sering disebut dengan penyakit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kulit merupakan organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasi dari lingkungan hidup manusia. Berat kulit kira-kira 15% dari berat badan seseorang. Kulit merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi merupakan masalah yang sering dijumpai baik pada negara maju maupun negara berkembang dan menjadi salah satu penyebab kematian paling sering di dunia. Hipertensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivitas motorik atau pergerakan yang normal sangat dibutuhkan oleh makhluk hidup dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari (Miller, 2011). Gerak adalah suatu proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehidupan seksual merupakan suatu bentuk komunikasi yang paling dalam bagi pasangan suami istri. Banyak masalah suami istri seperti ketegangan perkawinan bahkan perceraian,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Stroke dapat menyerang kapan saja, mendadak, siapa saja, baik laki-laki atau

BAB 1 PENDAHULUAN. Stroke dapat menyerang kapan saja, mendadak, siapa saja, baik laki-laki atau BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Stroke dapat menyerang kapan saja, mendadak, siapa saja, baik laki-laki atau perempuan, tua atau muda. Berdasarkan data dilapangan, angka kejadian stroke meningkat secara

Lebih terperinci

DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen

DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengetahuan 2.1.1.1 Definisi Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil tahu yang terjadi setelah orang mengadakan penginderaan terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kadar hormon seseorang. Aging proses pada pria disebabkan oleh menurunnya sistem

BAB I PENDAHULUAN. kadar hormon seseorang. Aging proses pada pria disebabkan oleh menurunnya sistem BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Siklus kehidupan khususnya manusia pasti akan mengalami penuaan baik pada wanita maupun pria. Semakin bertambahnya usia, berbanding terbalik dengan kadar hormon seseorang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian (mortalitas) (Purwanto,

BAB I PENDAHULUAN. angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian (mortalitas) (Purwanto, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hipertensi adalah suatu keadaan di mana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah di atas normal yang mengakibatkan peningkatan angka kesakitan (morbiditas)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Stroke merupakan masalah kesehatan yang perlu mendapat perhatian khusus dan dapat menyerang siapa saja dan kapan saja, tanpa memandang ras, jenis kelamin, atau

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi dan malnutrisi, pada saat ini didominasi oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi dan malnutrisi, pada saat ini didominasi oleh BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemajuan di bidang perekonomian sebagai dampak dari pembangunan menyebabkan perubahan gaya hidup seluruh etnis masyarakat dunia. Perubahan gaya hidup menyebabkan perubahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes Mellitus (DM) di dunia. Angka ini diprediksikan akan bertambah menjadi 333 juta orang pada tahun

Lebih terperinci

Tentang Penyakit SIPILIS dan IMPOTEN...!!! Posted by AaZ - 12 Aug :26

Tentang Penyakit SIPILIS dan IMPOTEN...!!! Posted by AaZ - 12 Aug :26 Tentang Penyakit SIPILIS dan IMPOTEN...!!! Posted by AaZ - 12 Aug 2009 19:26 1. SIFILIS Sifilis adalah penyakit kelamin yang bersifat kronis dan menahun walaupun frekuensi penyakit ini mulai menurun, tapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG Penyakit tidak menular terus berkembang dengan semakin meningkatnya jumlah penderitanya, dan semakin mengancam kehidupan manusia, salah satu penyakit tidak menular

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Gangguan bipolar menurut Diagnostic and Statistical Manual of

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Gangguan bipolar menurut Diagnostic and Statistical Manual of BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gangguan Bipolar I Gangguan bipolar menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders Text Revision edisi yang ke empat (DSM IV-TR) ialah gangguan gangguan mood

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Proses pengumpulan data penelitian ini dilaksanakan di RSUD Kota

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Proses pengumpulan data penelitian ini dilaksanakan di RSUD Kota BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Gambaran Umum Penelitian Proses pengumpulan data penelitian ini dilaksanakan di RSUD Kota Yogyakarta pada tanggal 9 Agustus - 1 September 2016. Data dikumpulkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hipertensi 1. Definisi Hipertensi Menurut WHO menetapkan bahwa tekanan darah seseorang adalah tinggi bila tekanan sistolik (sewaktu bilik jantung mengerut) melewati batas lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terutama di masyarakat kota-kota besar di Indonesia menjadi penyebab

BAB I PENDAHULUAN. terutama di masyarakat kota-kota besar di Indonesia menjadi penyebab BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan gaya hidup dan sosial ekonomi akibat urbanisasi dan modernisasi terutama di masyarakat kota-kota besar di Indonesia menjadi penyebab meningkatnya prevalensi

Lebih terperinci

Manfaat Terapi Ozon Manfaat Terapi Ozon Pengobatan / Terapi alternatif / komplementer diabetes, kanker, stroke, dll

Manfaat Terapi Ozon Manfaat Terapi Ozon Pengobatan / Terapi alternatif / komplementer diabetes, kanker, stroke, dll Manfaat Terapi Ozon Sebagai Pengobatan / Terapi alternatif / komplementer untuk berbagai penyakit. Penyakit yang banyak diderita seperti diabetes, kanker, stroke, dll. Keterangan Rinci tentang manfaat

Lebih terperinci

Strategi pemulihan gangguan jiwa berdasar stress vulnerability model

Strategi pemulihan gangguan jiwa berdasar stress vulnerability model Materi ini merupakan salah satu Bahan kuliah online gratis Bagi anggota keluarga, relawan kesehatan jiwa Dan perawat pendamping Strategi pemulihan gangguan jiwa berdasar stress vulnerability model Oleh:

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan gangguan aliran. yang menyumbat arteri. Pada stroke hemoragik, pembuluh darah otak

BAB 1 PENDAHULUAN. Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan gangguan aliran. yang menyumbat arteri. Pada stroke hemoragik, pembuluh darah otak BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan gangguan aliran darah otak. Terdapat dua macam stroke yaitu iskemik dan hemoragik. Stroke iskemik dapat terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di Amerika, nyeri kepala lebih banyak terjadi pada wanita dibandingkan

BAB I PENDAHULUAN. Di Amerika, nyeri kepala lebih banyak terjadi pada wanita dibandingkan BAB I PENDAHULUAN I.1.Latar Belakang Di Amerika, nyeri kepala lebih banyak terjadi pada wanita dibandingkan pada pria (Karli,2012). Sebagai contoh, 18% wanita memiliki migren sedangkan pria hanya 6%. Wanita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Berdasarkan data World Health Organization (WHO), saat ini terdapat setidaknya 1,3 milyar perokok di seluruh dunia. Jumlah ini mencakup hampir sepertiga jumlah populasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. insulin, atau kedua-duanya. Diagnosis DM umumnya dikaitkan dengan adanya gejala

BAB I PENDAHULUAN. insulin, atau kedua-duanya. Diagnosis DM umumnya dikaitkan dengan adanya gejala BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin,

Lebih terperinci

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan PENGANTAR KESEHATAN DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY PENGANTAR Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan meningkatkan kesehatan, cara mencegah penyakit, cara menyembuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara 45% hingga 88% (Wing et al, 2012), sementara prevalensi merokok

BAB I PENDAHULUAN. antara 45% hingga 88% (Wing et al, 2012), sementara prevalensi merokok 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketergantungan merokok pada pasien skizofrenia merupakan masalah yang sering terjadi. Pervalensi merokok pada pasien skizofrenia diperkirakan antara 45% hingga 88%

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORETIS

BAB II TINJAUAN TEORETIS BAB II TINJAUAN TEORETIS 2.1 Stroke 2.1.1 Defenisi Stroke Stroke adalah berhentinya pasokan darah ke bagian otak sehingga mengakibatkan gangguan pada fungsi otak (Smeltzer dan Bare, 2002). Kurangnya aliran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu ciri dari makluk hidup adalah dapat berkembang biak untuk menghasilkan keturunan. Proses berkembang biak ini terjadi baik pada tumbuhan, hewan maupun manusia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Proses penuaan merupakan rangkaian proses yang terjadi secara alami

BAB I PENDAHULUAN. Proses penuaan merupakan rangkaian proses yang terjadi secara alami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses penuaan merupakan rangkaian proses yang terjadi secara alami setelah manusia mencapai usia dewasa di mana seluruh komponen tubuh berhenti berkembang dan mulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Merokok menimbulkan berbagai masalah, baik di bidang kesehatan maupun sosio-ekonomi. Rokok menimbulkan berbagai masalah kesehatan seperti gangguan respirasi, gangguan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker paru merupakan penyebab kematian terbanyak di dunia akibat kanker, baik pada pria maupun wanita di dunia. Di seluruh dunia, kematian akibat kanker paru sendiri

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. merasakan hal yang demikian terutama pada saat menginjak masa remaja yaitu. usia tahun (Pathmanathan V dan Surya H, 2013).

BAB 1 PENDAHULUAN. merasakan hal yang demikian terutama pada saat menginjak masa remaja yaitu. usia tahun (Pathmanathan V dan Surya H, 2013). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai akibat dari perkembangan dunia pada masa ini, masalah yang dihadapi masyarakat semakin beragam. Diantaranya adalah masalah lingkungan sosial dan tuntutan lingkungan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. umum. Saat ini kegiatan merokok adalah kebutuhan bagi sebagian orang, namun

BAB I PENDAHULUAN. umum. Saat ini kegiatan merokok adalah kebutuhan bagi sebagian orang, namun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap individu dan masyarakat dunia tahu bahwa merokok itu mengganggu kesehatan, dan masalah rokok pada hakikatnya sudah menjadi masalah nasional bahkan internasional

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) merupakan salah satu penyakit kronis yang masih

I. PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) merupakan salah satu penyakit kronis yang masih I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) merupakan salah satu penyakit kronis yang masih menjadi masalah utama dalam dunia kesehatan khususnya di Indonesia. Prevalensi DM cukup tinggi di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hipertensi dikenal secara umum sebagai penyakit kardiovaskular. Penyakit

I. PENDAHULUAN. Hipertensi dikenal secara umum sebagai penyakit kardiovaskular. Penyakit 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hipertensi dikenal secara umum sebagai penyakit kardiovaskular. Penyakit ini diperkirakan menyebabkan 4,5% dari beban penyakit secara global dan prevalensinya hampir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hubungan seksual merupakan ungkapan cinta kasih antara suami istri untuk mewujudkan keharmonisan rumah tangga. Setiap pasangan hidup memiliki salah satu dari tiga komponen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lebih dari satu miliar orang di dunia menderita disabilitas. Disabilitas atau kecacatan dapat terjadi akibat kondisi kesehatan, kondisi lingkungan, dan faktor lain

Lebih terperinci

BAHAYA MEROKOK BAGI KESEHATAN

BAHAYA MEROKOK BAGI KESEHATAN BAHAYA MEROKOK BAGI KESEHATAN Disusun Oleh : MOHD ABI RAFDI 21040111130028 FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2012 BAB 1 PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Rokok adalah silinder dari kertas berukuran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hiperglikemi yang berkaitan dengan ketidakseimbangan metabolisme

BAB I PENDAHULUAN. hiperglikemi yang berkaitan dengan ketidakseimbangan metabolisme BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes mellitus merupakan kerusakan metabolisme dengan ciri hiperglikemi yang berkaitan dengan ketidakseimbangan metabolisme karbohidrat, lemak serta protein yang

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG. Stroke atau cedera serebrovaskular adalah berhentinya suplai darah ke

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG. Stroke atau cedera serebrovaskular adalah berhentinya suplai darah ke BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Stroke atau cedera serebrovaskular adalah berhentinya suplai darah ke bagian otak sehingga mengakibatkan hilangnya fungsi otak (Smeltzer & Suzane, 2001). Hal ini dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyebab kematian di dunia. Menurut WHO, lebih dari 4,2 juta orang di seluruh

BAB I PENDAHULUAN. penyebab kematian di dunia. Menurut WHO, lebih dari 4,2 juta orang di seluruh BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Rokok adalah masalah utama kesehatan sebagai penyebab penyakit dan penyebab kematian di dunia. Menurut WHO, lebih dari 4,2 juta orang di seluruh dunia meninggal

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan pada remaja laki- laki di kelurahan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan pada remaja laki- laki di kelurahan 23 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Penelitian Penelitian ini dilakukan pada remaja laki- laki di kelurahan Banyakprodo Tirtomoyo. Jumlah remaja laki- laki yang dilakukan pengukuran berjumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tekanan darah adalah gaya yang diberikan oleh darah kepada dinding pembuluh darah yang dipengaruhi oleh volume darah, kelenturan dinding, dan diameter pembuluh darah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Bentuk-bentuk sediaan tembakau sangat bervariasi dan penggunaannya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Bentuk-bentuk sediaan tembakau sangat bervariasi dan penggunaannya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tembakau merupakan jenis tanaman yang sangat dikenal oleh masyarakat Indonesia. Bentuk-bentuk sediaan tembakau sangat bervariasi dan penggunaannya juga sangat bervariasi.

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka kematian, membaiknya status gizi, dan Usia Harapan Hidup. (1) Penyakit degeneratif adalah salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Stroke menurut World Health Organization (WHO) (1988) seperti yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Stroke menurut World Health Organization (WHO) (1988) seperti yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke menurut World Health Organization (WHO) (1988) seperti yang dikutip Junaidi (2011) adalah suatu sindrom klinis dengan gejala berupa gangguan fungsi otak secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Merokok merupakan kegiatan membakar tembakau kemudian asapnya dihisap. Kecanduan rokok banyak terjadi pada usia remaja. Remaja adalah masa transisi antara masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan penyakit yang menyerang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan penyakit yang menyerang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan penyakit yang menyerang jantung. Organ tersebut memiliki fungsi memompa darah ke seluruh tubuh. Kelainan pada organ tersebut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan suatu kondisi medis yang ditandai dengan meningkatnya konstraksi pembuluh darah arteri sehingga terjadi resistensi aliran

Lebih terperinci

Hipertensi (Tekanan Darah Tinggi)

Hipertensi (Tekanan Darah Tinggi) Hipertensi (Tekanan Darah Tinggi) Data menunjukkan bahwa ratusan juta orang di seluruh dunia menderita penyakit hipertensi, sementara hampir 50% dari para manula dan 20-30% dari penduduk paruh baya di

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai istilah bergesernya umur sebuah populasi menuju usia tua. (1)

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai istilah bergesernya umur sebuah populasi menuju usia tua. (1) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Fenomena penuaan populasi (population aging) merupakan fenomena yang telah terjadi di seluruh dunia, istilah ini digunakan sebagai istilah bergesernya umur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sering terjadi di masyarakat dewasa ini. Di tengah jaman yang semakin global,

BAB I PENDAHULUAN. sering terjadi di masyarakat dewasa ini. Di tengah jaman yang semakin global, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbagai macam penyakit akibat gaya hidup yang tidak sehat sangat sering terjadi di masyarakat dewasa ini. Di tengah jaman yang semakin global, banyak stresor dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hipertensi 1. Definisi Hipertensi adalah tekanan darah sistolik 140 mmhg dan tekanan darah diastolic 90 mmhg atau buila pasien memakai obat hipertensi. (7) 2. Manifestasi Klinis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. fisiologis dan meningkatnya kerentanan terhadap berbagai penyakit dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. fisiologis dan meningkatnya kerentanan terhadap berbagai penyakit dan 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penuaan 2.1.1 Definisi Proses Penuaan Penuaan adalah suatu proses yang mengubah seorang dewasa sehat menjadi seorang yang frail dengan berkurangnya sebagian besar cadangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem kardiovaskular terdiri dari jantung, jaringan arteri, vena, dan kapiler yang mengangkut darah ke seluruh tubuh. Darah membawa oksigen dan nutrisi penting untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di negara-negara berkembang, diperkirakan penyakit tidak menular akan menggantikan penyakit menular dan malnutrisi sebagai penyebab utama kematian dan disabilitas (Rahajeng

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1. Latar belakang. Penyakit tidak menular (PTM) seperti penyakit jantung, stroke, kanker,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1. Latar belakang. Penyakit tidak menular (PTM) seperti penyakit jantung, stroke, kanker, BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar belakang Penyakit tidak menular (PTM) seperti penyakit jantung, stroke, kanker, diabetes melitus, cedera dan penyakit paru obstruktif kronik serta penyakit kronik lainnya merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gangguan jiwa yang paling menimbulkan kerusakan dalam psikiatri. Skizofrenia

BAB I PENDAHULUAN. gangguan jiwa yang paling menimbulkan kerusakan dalam psikiatri. Skizofrenia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Skizofrenia adalah gangguan jiwa yang sering dijumpai dan termasuk gangguan jiwa yang paling menimbulkan kerusakan dalam psikiatri. Skizofrenia juga merupakan salah

Lebih terperinci