EVALUASI PENERAPAN INFLATION TARGETING DI INDONESIA OLEH YOGI H

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "EVALUASI PENERAPAN INFLATION TARGETING DI INDONESIA OLEH YOGI H"

Transkripsi

1 EVALUASI PENERAPAN INFLATION TARGETING DI INDONESIA OLEH YOGI H DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

2 RINGKASAN YOGI. Evaluasi Penerapan Inflation Targeting di Indonesia (dibimbing oleh IMAN SUGEMA) Krisis yang melanda Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 telah membawa pengaruh negatif yang signifikan terhadap laju perekonomian Indonesia. Krisis ini telah menyebabkan nilai tukar rupiah semakin terdepresiasi dan terkurasnya cadangan devisa Indonesia. Menghadapi tekanan terhadap rupiah yang kian besar dan kebutuhan mengamankan cadangan devisa, maka pada tanggal 14 Agustus 1997, pemerintah melakukan pergantian sistem nilai tukar dari sistem nilai tukar mengambang terkendali menjadi sistem nilai tukar mengambang. Namun di balik pergantian sistem nilai tukar ini, Indonesia mencapai puncak krisis pada tahun 1998, dimana krisis yang bermula dari krisis moneter telah berubah cepat menjadi krisis multidimensi. Kondisi ini telah menyebabkan pertumbuhan ekonomi sempat terhenti bahkan mengalami pertumbuhan yang negatif, dimana Pendapatan Domestik Bruto (PDB) mengalami penurunan dari 4,70 persen menjadi -13,13 persen, laju inflasi meningkat sangat tinggi dari 11,10 persen menjadi 77,63 persen, serta nilai tukar rupiah pada bulan Juni 1998 mencapai Rp per dollar AS. Pemerintah terus berusaha memulihkan kondisi perekonomian akibat krisis. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah adalah dengan melakukan penataan kembali kelembagaan di bidang moneter. Pemberlakuan Undang-Undang (UU) No. 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia merupakan tindak lanjut upaya pemerintah. Berdasarkan UU tersebut, Bank Indonesia menjadi lebih independent dalam mencapai tujuan dan melaksanakan tugasnya, dimana kebijakan moneter yang ditempuh oleh Bank Indonesia diarahkan untuk mencapai sasaran inflasi yang ditetapkan (inflation targeting). Pemilihan sasaran operasional penting dalam pelaksanaan inflation targeting, dimana pemilihan sasaran operasional ini tergantung pada kemampuan bank sentral dalam mengontrol dan eratnya hubungan antara sasaran operasional tersebut dengan aktivitas perekonomian dan inflasi. Dalam hal ini terdapat dua opsi, jika bank sentral menggunakan suku bunga sebagai sasaran operasional kebijakan moneter untuk mencapai sasaran akhir, maka respon kebijakan dapat dilakukan dengan menggunakan Taylor rule. Sedangkan jika menggunakan base money sebagai sasaran operasional kebijakan moneter, maka respon kebijakan dapat dilakukan dengan menggunakan McCallum rule (Khan, 2003). Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis fungsi reaksi kebijakan moneter di Indonesia saat ini melalui analisis hubungan suku bunga sebagai sasaran operasional dalam inflation targeting dengan variabel output gap dan inflasi dengan mengasumsikan bahwa kebijakan moneter Bank Indonesia saat ini mengikuti aturan kebijakan sederhana yang ditawarkan oleh Taylor. Kemudian tujuan yang kedua adalah menganalisis apakah Bank Indonesia selama ini dapat

3 dikatakan melakukan pentargetan inflasi (inflation targeting) ataukah lebih dapat dikatakan melakukan pentargetan nilai tukar (fear of floating) melalui analisis guncangan Fear of Floating variable yang terdiri dari variabel nilai tukar rupiah, cadangan devisa, dan suku bunga terhadap inflasi di Indonesia. Adapun model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model taylor rule yang disarankan oleh Orphanides (2001) dan metode analisis yang digunakan adalah metode Vector Autoregression (VAR) melalui uji Impulse Response Function (IRF) dengan menggunakan data time series dari tahun 1991:1 hingga 2006:12. Hasil penelitian menunjukan bahwa dengan mengasumsikan kebijakan moneter di Indonesia mengikuti aturan sederhana Taylor rule, maka berdasarkan hasil uji IRF yang telah dilakukan diketahui bahwa fungsi reaksi kebijakan moneter di Indonesia konsisten dengan aturan kebijakan sederhana yang ditawarkan oleh Taylor. Hal ini didasarkan pada hasil penelitian yang menunjukan bahwa variabel suku bunga cenderung memiliki hubungan yang searah dengan variabel inflasi dan variabel output gap. Dengan demikian, hal ini sesuai dengan apa yang dikenal dengan prinsip Taylor yang menyatakan bahwa variabel suku bunga akan memiliki hubungan yang searah dengan variabel inflasi dan variabel output gap. Kemudian dari hasil penelitian berikutnya diketahui bahwa berdasarkan hasil uji IRF fear of floating, maka dapat diketahui bahwa sebenarnya selama periode penelitian Bank Indonesia dapat dikatakan menganut fear of floating atau pentargetan nilai tukar dengan menggunakan instrumen utama suku bunga. Hal ini didasarkan pada hasil uji IRF yang menunjukan bahwa guncangan yang terjadi pada FF variable (suku bunga, cadangan devisa, dan nilai tukar rupiah) memberikan dampak yang kecil terhadap tingkat inflasi di Indonesia selama periode penelitian. Adapun saran yang dapat diberikan oleh penulis dengan melihat hasil dari penelitian ini adalah perlunya peningkatan transparansi dari Bank Indonesia sebagai pemegang otoritas moneter tertinggi di Indonesia dalam melaksanakan dan mencapai tujuan kebijakan moneternya agar kredibilitasnya lebih dapat dipercaya oleh masyarakat. Hal ini disadari karena dampak kebijakan moneter yang dilakukan oleh Bank Indonesia sangat memberikan pengaruh yang signifikan terhadap laju perekonomian Indonesia selepas krisis tahun Di samping itu, diperlukan juga adanya usaha peningkatan komitmen dari Bank Indonesia sendiri dalam melaksanakan pentargetan inflasi di Indonesia seperti diamanatkan dalam UU No. 23/1999 dan merencanakan serta melakukan langkah-langkah yang bijaksana dan tidak terlepas dari apa yang telah diamanatkan kepada Bank Indonesia sebagai lembaga otoritas moneter tertinggi di Indonesia. Hal ini disadari karena pelaksanaan pentargetan inflasi di Indonesia sebenarnya adalah usaha untuk meningkatkan kredibilitas, akuntabilitas, dan transparansi Bank Indonesia itu sendiri. Kemudian penulis menyarankan untuk dilakukan penelitian lanjutan mengenai evaluasi penerapan inflation targeting di Indonesia dengan menggunakan model pendekatan yang lain seperti model New Keynesian ataupun model-model lainnya dan dilakukan perbandingan dengan negara-negara lain yang telah berhasil melakukan pentargetan inflasi.

4 EVALUASI PENERAPAN INFLATION TARGETING DI INDONESIA Oleh YOGI H Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Pada Departemen Ilmu Ekonomi DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

5 INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN ILMU EKONOMI Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh: Nama : Yogi Nomor Registrasi Pokok : H Program Studi : Ilmu Ekonomi Judul Skripsi : Evaluasi Penerapan Inflation Targeting di Indonesia dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Menyetujui, Dosen Pembimbing, Dr. Ir. Iman Sugema, M.Ec NIP Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi, Dr. Ir. Rina Oktaviani, M.S NIP Tanggal Kelulusan:

6 PERNYATAAN DENGAN INI MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR- BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN. Bogor, Januari 2008 Yogi H

7 RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Yogi lahir pada tanggal 22 Juni 1985 di Bogor, sebuah kota besar yang berada di Provinsi Jawa Barat. Penulis anak ke dua dari tiga bersaudara, dari pasangan Bapak Iwan dan Ibu Titing. Jenjang pendidikan penulis dilalui tanpa hambatan, penulis menamatkan sekolah dasar pada SDN Semplak 2 Bogor, kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 4 Bogor dan lulus pada tahun Pada tahun yang sama penulis diterima di SMUN 6 Bogor dan lulus pada tahun Pada tahun 2003 penulis melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi. Institut Pertanian Bogor (IPB) menjadi pilihan penulis. Penulis masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di beberapa organisasi seperti Himpunan Profesi dan Peminat Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan (HIPOTESA) dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FEM IPB. Penulis juga sempat memperoleh prestasi sebagai finalis Lomba Karya Tulis Mahasiswa (LKTM) bidang Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) tingkat IPB pada tahun Penulis juga merupakan satu dari lima mahasiswa IPB yang menerima beasiswa PT. Unilever Tbk dan penulis pernah bekerja sebagai Management Trainee pada anak perusahaan PT. Astra Internasional Tbk yaitu pada PT. Astra Sedaya Finance Tbk Jakarta.

8 KATA PENGANTAR Puji serta syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi yang berjudul Evaluasi Penerapan Inflation Targeting di Indonesia ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya, terutama kepada Dr. Ir. Iman Sugema, M.Ec. yang telah memberikan bimbingan baik secara teknis maupun teoritis dalam proses pembuatan skripsi ini sehingga dapat terselesaikan dengan baik. Ucapan terima kasih juga penulis tujukan kepada Dr. Ir. Noer Azam Achsani, M.S. selaku dosen penguji utama yang telah bersedia menguji hasil karya ini. Semua saran beliau merupakan hal yang sangat berharga dalam penyempurnaan skripsi ini. Selain itu, penulis juga mengucapkan terima kaih kepada Jaenal Efendi, M.A. selaku dosen penguji dari komisi pendidikan yang telah bersedia menguji hasil karya ini. Penulis juga sangat terbantu oleh semua pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Tuhan Yesus Kristus, maha guru besar penulis dan kepada kedua orang tua penulis serta seluruh saudara-saudara penulis. Inspirasi dan motivasi mereka sangat besar artinya bagi hidup penulis. Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan. Bogor, Januari 2008 Yogi H

9 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... iv DAFTAR GAMBAR... v DAFTAR LAMPIRAN... vi... I. PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 7 II. TINJAUAN PUSTAKA Fear Of Floating Kebijakan Moneter Tujuan Kebijakan Moneter Bank Indonesia Inflation Targeting Persyaratan Utama dalam Pentargetan Inflasi Perumusan Kebijakan Moneter dalam Kerangka Inflation Targeting Suku Bunga Sebagai Sasaran Operasional Kebijakan Moneter Evolusi Teori Teori Klasik dan teori Keynes Teori Klasik Modern dan Teori Keynes Teori Kuantitas dan Teori Keynes Teori Rational Expectation Teori Moneter Modern Penelitian Terdahulu Penelitian Mengenai Inflation Targeting atau Fear of

10 Floating di Meksiko Penelitian yang Berhubungan dengan Pentargetan Inflasi di Indonesia Kerangka Pemikiran III. METODOLOGI PENELITIAN Jenis dan Sumber Data Model Penelitian Model Taylor Rule Metode Analisis Data Vector Autoregression (VAR) Model Umum VAR Pengujian Model Uji Non-Stasioner Penetapan Lag Optimal Impulse Response Function (IRF) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengujian Non-Stasioneritas Penetapan Lag Optimal Impulse Response Function (IRF) Impulse Response Function (IRF) Taylor Rule Impulse Response Function (IRF) Fear Of Floating V. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 47

11 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 3.1. Data, Simbol, dan Sumber Data Hasil Pengujian Non-Stasioneritas Pada Tingkat level Hasil Pengujian Non-Stasioneritas Pada Tingkat First Difference Hasil Penetapan Lag Optimal... 34

12 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1.1. Pertumbuhan Posisi Cadangan Devisa, Nilai Tukar Nominal Rupiah, Suku Bunga, dan Tingkat Inflasi Periode 1991:1-2006: Mekanisme Penggunaan Suku Bunga Sebagai Sasaran Operasional Kerangka Pemikiran Respon Suku Bunga (R) Terhadap Guncangan Inflasi (PDN) dan Guncangan Output Gap (YGAP) Respon Suku Bunga (R) dan Respon Cadangan Devisa (IR) Terhadap Guncangan Inflasi (PDN) dan Guncangan Nilai Tukar Rupiah (NER) Respon Inflasi (PDN) Terhadap Guncangan FF Variable (Suku Bunga (R), Nilai Tukar Rupiah (NER), dan Cadangan Devisa (IR))... 40

13 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Matriks Korelasi Uji Non-Stasioneritas Pada Tingkat Level Uji Non-Stasioneritas Pada Tingkat First Difference Uji Kestabilan VAR Penentuan Lag Optimal Estimasi VAR Grafik IRF Tabel IRF

14 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ketika Indonesia terkena dampak krisis pada pertengahan tahun 1997, Indonesia tengah menganut sistem nilai tukar mengambang terkendali. Krisis ini telah menyebabkan semakin terdepresiasinya nilai tukar rupiah dan menguras cadangan devisa Indonesia. Menghadapi tekanan yang begitu besar terhadap nilai tukar rupiah dan kebutuhan mengamankan cadangan devisa, maka pada tanggal 14 Agustus 1997 pemerintah Indonesia melakukan pergantian sistem nilai tukar yang dianut dari sistem nilai tukar mengambang terkendali menjadi sistem nilai tukar mengambang. Akan tetapi dibalik pergantian sistem nilai tukar ini, krisis mencapai puncaknya pada tahun 1998, dimana krisis yang bermula dari krisis moneter telah berubah cepat menjadi krisis ekonomi, krisis sosial budaya, krisis politik, dan akhirnya menjadi krisis multidimensi. Dampak krisis ini telah membawa konsekuensi yang luar biasa terhadap kestabilan perekonomian Indonesia. Pertumbuhan ekonomi sempat terhenti bahkan mengalami pertumbuhan yang negatif, dimana Pendapatan Domestik Bruto (PDB) mengalami penurunan dari 4,70 persen menjadi -13,13 persen, laju inflasi meningkat sangat tinggi dari 11,10 persen menjadi 77,63 persen, serta nilai tukar rupiah pada bulan Juni tahun 1998 mencapai Rp per dollar AS (Bank Indonesia, 2000). Pemerintah terus melakukan upaya pemulihan kondisi di dalam negeri akibat krisis. Upaya pemerintah selanjutnya adalah memberlakukan Undang-

15 Undang Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia, dimana Bank Indonesia lebih independent dalam melaksanakan tugas dan tujuannya, dimana kebijakan moneter yang ditempuh oleh Bank Indonesia diarahkan untuk mencapai sasaran inflasi yang ditetapkan (inflation targeting). Pemberlakuan inflation targeting di Indonesia merupakan salah satu langkah yang dterapkan di Indonesia untuk memulihkan keadaan perekonomian di dalam negeri akibat krisis. Langkah tersebut diharapkan mampu memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pemulihan kondisi perekonomian di dalam negeri. Oleh karena itu, penelitian yang berhubungan dengan penerapan inflation targeting penting untuk dilakukan di Indonesia Perumusan Masalah Dalam pelaksanaan inflation targeting, pemilihan sasaran operasional merupakan salah satu hal yang penting untuk dilakukan, dimana pemilihan sasaran operasional ini tergantung pada kemampuan bank sentral dalam mengontrol dan eratnya hubungan antara sasaran operasional tersebut dengan aktivitas perekonomian dan inflasi. Dalam hal ini terdapat dua opsi, jika bank sentral menggunakan suku bunga sebagai sasaran operasional kebijakan moneter untuk mencapai sasaran akhir, maka respon kebijakan dapat dilakukan dengan menggunakan Taylor rule. Sedangkan jika menggunakan base money sebagai sasaran operasional kebijakan moneter, maka respon kebijakan dapat dilakukan dengan menggunakan McCallum rule (Khan, 2003).

16 Bank Indonesia menggunakan sasaran jumlah uang beredar untuk mengendalikan inflasi pada periode sebelum krisis dan setelah krisis meggunakan sasaran suku bunga dan jumlah uang beredar. Pengendalian jumlah uang beredar pasca krisis ekonomi tahun 1997 cukup sulit dilakukan karena adanya pergantian sistem nilai tukar rupiah yang menyebabkan perputaran uang lebih tinggi. Oleh karena itu, perubahan tersebut membuat Bank Indonesia menarik kesimpulan bahwa peranan suku bunga lebih penting dari pada jumlah uang beredar dalam mempengaruhi inflasi. Hal ini juga didukung dalam lingkungan pasar keuangan sekarang ini, dimana suku bunga menjadi variabel yang sangat dicermati oleh para pelaku pasar dan rumah tangga, sehingga target inflasi akan lebih efektif dicapai melalui suku bunga sebagai sasaran operasional. Dari sisi operasional kebijakan moneter, pertimbangan pragmatis dari digunakannya suku bunga sebagai sasaran operasional kebijakan moneter adalah karena pasar uang lebih mudah menangkap sinyal kebijakan moneter melalui suku bunga dibandingkan melalui uang primer. Untuk itu, diperlukan adanya perubahan kerangka kerja kebijakan moneter (monetary policy framework) Bank Indonesia yang selama ini telah dianut menjadi framework baru yang sesuai dengan kondisi perekonomian Indonesia yaitu Inflation Targeting Framework (ITF) yang secara resmi diberlakukan pada bulan Juli Untuk saat ini, Taylor rule dianggap metode yang efisien untuk mengestimasi reaction function suatu kebijakan moneter, dimana kebijakan akan berubah sebagai respon terhadap perubahan pada variabel utama yaitu inflasi dan tingkat produksi (output). Efisiensi di sini diartikan sebagai semakin rendahnya

17 fluktuasi tingkat inflasi dan ouput gap. Untuk itu, penentuan suku bunga nominal yang baik sebagai sasaran operasional kebijakan moneter antara lain haruslah memperhatikan sasaran laju inflasi dan juga output gap karena output gap diyakini sebagai penyebab dari munculnya inflasi. Dapat dinyatakan bahwa sejak pertengahan tahun 1980-an, penggunaan Taylor rule di beberapa negara antara lain Amerika Serikat (Taylor, 1993, 1994), Inggris (Stuart, 1996), Jerman dan Jepang (Davies, et al., 1996) telah menunjukan hasil yang efisien. Penelitian ini akan terfokus pada analisis mengenai fungsi reaksi kebijakan moneter di Indonesia dengan mengasumsikan bahwa kebijakan moneter di Indonesia mengikuti aturan sederhana yang ditawarkan oleh Taylor dan menganalisis apakah Bank Indonesia selama ini telah benar-benar melakukan pentargetan inflasi ataukah melakukan pentargetan nilai tukar. Dalam penelitian ini, analisis mengenai pentargetan nilai tukar diistilahkan dengan sebutan fear of floating analysis (FF analysis) dan variabel-variabel yang mempengaruhinya seperti variabel cadangan devisa, nilai tukar rupiah, dan suku bunga diistilahkan dengan sebutan FF variable. Selanjutnya, variabel-variabel yang mempengaruhi inflation targeting di Indonesia seperti variabel inflasi, cadangan devisa dan suku bunga akan distilahkan dalam penelitian ini sebagai IT variable (Calvo dan Reinhart, 2000). Pemilihan variabel-variabel tersebut dilatarbelakangi oleh adanya korelasi yang kuat antara pertumbuhan variabel-variabel tersebut yang mengindikasikan adanya hubungan sebab akibat dari satu variabel terhadap variabel yang lainnya

18 dalam hubungannya dengan pentargetan nilai tukar dan inflation targeting. Adapun Korelasi tersebut dapat dilihat pada Gambar International reserves Indonesia (Milyar US$) Nilai tukar nominal (Rp/$) Interest Rate (persen) Inflation rate (persen) Sumber: Bank Indonesia, Gambar 1.1. Pertumbuhan Posisi Cadangan Devisa, Nilai Tukar Nominal Rupiah, Suku Bunga, dan Tingkat Inflasi Periode 1991:1-2006:12 Dalam Gambar 1.1. terlihat bahwa saat krisis terjadi di Indonesia pada pertengahan tahun 1997 dan mencapai puncaknya di tahun 1998, nilai tukar rupiah mengalami depresiasi yang sangat tajam. Terdepresiasinya nilai tukar rupiah membawa pengaruh yang sangat signifikan terhadap laju pertumbuhan cadangan devisa Indonesia, dimana posisi cadangan devisa Indonesia pun mengalami kemerosotan yang cukup tajam dan tingkat suku bunga di dalam

19 negeri meningkat sangat tinggi. Penurunan cadangan devisa dan tingkat suku bunga yang meningkat dengan tajamnya di periode-periode awal terjadinya krisis di Indonesia dikarenakan terjadinya peningkatan inflasi yang sangat tinggi di dalam negeri. Berdasarkan deskripsi tersebut, maka terlihat adanya korelasi yang kuat antara variabel-variabel yang mempengaruhi inflation targeting dan pentargetan nilai tukar atau fear of floating. Oleh karena itu, berdasarkan deskripsi di atas, maka inti permasalahan yang dapat diangkat dalam penelitian ini secara garis besar diantaranya adalah: 1. Dengan mengasumsikan bahwa kebijakan moneter di Indonesia mengikuti aturan kebijakan sederhana Taylor rule, apakah fungsi reaksi kebijakan moneter di Indonesia saat ini sesuai dengan prinsip Taylor? 2. Apakah Bank Indonesia selama ini dapat dikatakan melakukan pentargetan inflasi (inflation targeting) ataukah lebih dapat dikatakan melakukan pentargetan nilai tukar (fear of floating)? 1.3. Tujuan Penelitian Untuk menjawab permasalahan di atas, maka yang menjadi tujuan dari penelitian adalah sebagai berikut: 1. Menganalisis fungsi reaksi kebijakan moneter di Indonesia saat ini melalui analisis hubungan suku bunga sebagai sasaran operasional dalam inflation targeting dengan variabel output gap dan inflasi. 2. Menganalisis apakah Bank Indonesia selama ini dapat dikatakan melakukan pentargetan inflasi (inflation targeting) ataukah lebih dapat

20 dikatakan melakukan pentargetan nilai tukar (fear of floating) melalui analisis guncangan FF variable terhadap inflasi di Indonesia Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi setiap pengambil kebijakan khususnya Bank Indonesia dalam mencermati pemberlakuan inflation targeting di Indonesia. Penulis juga mengharapkan semoga hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan hasil dari penelitian ini juga diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai referensi untuk penelitian lebih lanjut Bagi Penulis sendiri, penelitian ini bermanfaat sebagai sarana untuk menerapkan ilmu ekonomi yang selama ini telah diperoleh dan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

21 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fear Of Floating Sejak berakhirnya sistem nilai tukar tetap Bretton Woods di awal tahun 1970-an, sejumlah negara mengklaim akan menjalankan sistem nilai tukar mengambang (floating exchange rate system). Kebanyakan negara tersebut terlihat secara aktif membatasi fluktuasi kondisi moneter internasionalnya dari pengaruh nilai-nilai eksternal. Calvo dan Reinhart (2002) mengistilahkan dengan sebutan fear of floating dan menyatakan bahwa situasi atau kejadian ini muncul pada negara-negara yang berpendapatan rendah dan menengah yang memiliki akses pada pasar keuangan global, atau dikenal dengan sebutan negara yang tergolong dalam emerging markets. Menurut Calvo dan Reinhart (2002), ketika guncangan fear of floating variable yang terdiri dari variabel nilai tukar, posisi cadangan devisa, dan suku bunga domestik memberikan dampak yang kecil terhadap tingkat inflasi di suatu negara, maka negara tersebut dapat dikategorikan sebagai negara yang menganut fear of floating. Akan tetapi jika guncangan yang terjadi pada fear of floating variable memberikan dampak yang besar terhadap tingkat inflasi di suatu negara, maka negara tersebut hanya dapat dikatakan sebagai negara yang menganut inflation targeting regime.

22 2.2. Kebijakan Moneter Kebijakan moneter adalah kebijakan yang dilakukan pemerintah atau otoritas moneter dengan menggunakan peubah jumlah uang beredar dan suku bunga. Jumlah uang beredar dan suku bunga merupakan peubah yang dapat dikendalikan oleh bank sentral dalam mempengaruhi permintaan agregat guna mengurangi ketidakstabilan perekonomian akibat adanya suatu guncangan (Nanga, 2001). Dalam merespon guncangan yang terjadi pada perekonomian, terdapat dua alternatif kebijakan moneter yang dapat dilakukan. Pertama, kebijakan moneter berdasarkan pola rules dan kedua, kebijakan moneter berdasarkan pola discretion. Rules adalah strategi kebijakan moneter yang otomatis, dimana bank sentral dalam mengeluarkan kebijakannya hanya membutuhkan sedikit atau bahkan tanpa analisa atau alasan makroekonomi. Misalnya saja kebijakan pertumbuhan uang yang konstan (constant-money-growth) pada setiap periode tertentu oleh bank sentral. Kebijakan seperti ini ditetapkan terbebas dari apapun kondisi makroekonomi yang sedang terjadi. Pendukung rules beralasan bahwa dengan strategi kebijakan moneter seperti ini, hal ini berarti menunjukkan adanya kedisiplinan dan kredibilitas bank sentral terhadap kebijakan moneter yang harus diikuti komitmen masyarakat mengikuti kebijakan tersebut. Sedangkan pihak yang mengkritik kebijakan ini beranggapan bahwa kedisiplinan bank sentral tersebut tentu akan membutuhkan biaya yang tinggi bila ingin secara konsisten dilaksanakan.

23 Lain halnya dengan strategi rules, maka bank sentral yang menerapkan strategi kebijakan moneter discretion tidak menuntut adanya komitmen dari masyarakat, dalam arti tidak ada kewajiban bagi masyarakat mengikuti kebijakan yang ditentukan bank sentral, kecuali dalam kondisi tertentu. Dengan strategi ini, kebijakan moneter diatur secara berkala, misalnya bulan perbulan atau minggu perminggu, disesuaikan dengan kondisi perekonomian yang berlaku. Pendukung stategi kebijakan moneter discretion berargumen bahwa dengan strategi kebijakan seperti ini, maka kebijakan moneter yang diterapkan akan lebih fleksibel. Bank sentral pun dimungkinkan bisa merespon informasi baru atau perkembanganperkembangan mutakhir dalam perekonomian Tujuan Kebijakan Moneter Bank Indonesia Peran Bank Indonesia dalam konteks pengelolaan perekonomian secara makro lebih difokuskan pada menjaga kestabilan harga. Sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia, tugas Bank Indonesia telah mengalami perubahan yang sangat mendasar dalam hal pengelolaan moneter. Dalam UU tersebut, terdapat perubahan paradigma mengenai tujuan kebijakan moneter yang jauh lebih fokus dibandingkan dengan UU sebelumya, yaitu menjaga dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Menurut Abdullah (2003), paling tidak ada tiga landasan intelektual yang mendasari perubahan paradigma tersebut. Pertama, secara teoritis maupun empiris, dalam jangka panjang kebijakan moneter hanya berpengaruh pada inflasi. Kedua, kebijakan moneter yang secara aktif digunakan untuk mendorong

24 pertumbuhan seringkali justru berdampak pada ketidakstabilan, dan ketiga adalah kebijakan moneter tanpa tujuan yang jelas pada kestabilan harga seringkali menjadi tidak kredibel Inflation Targeting Inflation targeting (target tunggal kebijakan moneter) merupakan strategi kerangka kebijakan moneter yang bersifat forward looking, artinya bahwa kebijakan moneter yang ditempuh saat ini sebagai langkah antisipatif untuk mencapai sasaran inflasi yang ditetapkan untuk masa yang akan datang. Kebijakan moneter yang dilakukan berorientasi masa depan karena fakta empiris menunjukan bahwa terdapat tenggang waktu dari pengaruh perkembangan suatu variabel ekonomi terhadap variabel ekonomi lain. Menurut Bank Indonesia (2000), penerapan inflation targeting merupakan kerangka kerja kebijakan moneter dimana target inflasi diumumkan kepada publik dan kebijakan moneter diarahkan sedemikian rupa agar target tercapai dalam kurun waktu tertentu. Apabila inflation targeting berhasil tercapai maka akan memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap perekonomian yaitu tercipta kestabilan harga-harga. Dengan demikian, inflation targeting sebagai sebuah kerangka kebijakan moneter paling tidak dicirikan oleh tiga hal. Pertama, kebijakan moneter diarahkan secara eksplisit pada pencapaian target inflasi yang diumumkan secara eksplisit kepada publik. Kedua, dalam framework ini, kebijakan moneter dilakukan dengan merespon perkembangan inflasi ke depan (forward looking).

25 Ketiga, kebijakan moneter dilakukan secara transparan dengan akuntabilitas yang terukur. Inflation targeting yang disertai transparansi memberikan kontribusi yang positif bagi pencapaian stabilitas harga pada khususnya dan perekonomian serta pasar keuangan pada umumnya. Umumnya inflation targeting dilakukan bagi negara-negara yang mengalami krisis dengan tujuan agar dapat mendorong terfokusnya pengendalian moneter sehingga dapat meningkatkan efektivitas pelaksanaan kebijakan moneter dalam menanggulangi inflasi yang merupakan kebijakan alternatif dari kebijakankebijakan sebelumnya yang kurang berhasil dan sebagai upaya dalam pemulihan ekonomi Persyaratan Utama dalam Pentargetan Inflasi Menurut Debelle, et al. (1998), ada tiga persyaratan utama dalam pentargetan inflasi sebagai strategi kebijakan moneter. Pertama, bank sentral harus independen baik secara kelembagaan maupun dalam instrumen moneternya. Kedua, menghindarkan penggunaan nominal anchor atau landasan lainnya seperti money supply atau nilai tukar bersamaan dengan penerapan pentargetan inflasi. Dan ketiga, inflation targeting hendaknya tidak ditetapkan pada nilai tukar secara kaku tetapi fleksibel. Menurut Taylor (2000), pentargetan inflasi mengharuskan nilai tukar pada kondisi fleksibel, artinya kebijakan moneter domestik ditujukan untuk perekonomian domestik yang biasanya dengan menjaga inflasi tetap rendah dan stabil. Kebijakan nilai tukar fleksibel bukan berarti nilai tukar tidak penting dalam keputusan tingkat suku bunga atau kebijakan moneter, tetapi berada dalam

26 kerangka pentargetan inflasi dengan membuat kisaran selang nilai tukar yang lebih longgar Perumusan Kebijakan Moneter dalam Kerangka Inflation Targeting Strategi kebijakan moneter tidak hanya terbatas pada mentargetkan sasaran antara yang berupa besaran moneter, tetapi juga memperhatikan perkembangan indikator-indikator lain seperti suku bunga dan nilai tukar. Dengan demikian dalam merumuskan kebijakan moneter perlu memperhatikan perkembangan variabel-variabel tersebut. Sistem nilai tukar mengambang yang dianut saat ini menyebabkan nilai tukar terus berfluktuasi sesuai dengan kekuatan permintaan dan penawaran di pasar valuta asing. Bank Indonesia tidak mentargetkan perkembangan nilai tukar rupiah pada tingkat tertentu dan sasaran tetap terarah pada pencapaian sasaran inflasi. Intervensi yang dilakukan selama ini hanyalah untuk mengantisipasi dampak depresiasi nilai tukar yang sangat tajam yaitu melalui pembelian ataupun panjualan dollar di pasar valuta asing. Adapun pertimbangan Bank Indonesia menetapkan langkah-langkah untuk menstabilkan nilai rupiah dikarenakan oleh dua hal. Pertama, kestabilan nilai rupiah diperlukan untuk memberikan kepastian dalam perekonomian. Kedua, nilai tukar yang bergejolak dan terdepresiasi tajam akan menyulitkan Bank Indonesia dalam mencapai sasaran inflasi yang diterapkan. Selama ini sesuai dengan tujuan kebijakan moneter untuk mencapai target inflasi, pendekatan yang digunakan oleh Bank Indonesia adalah pendekatan harga.

27 Kebijakan moneter dalam konsep pendekatan harga dirancang untuk mencapai sasaran tunggal inflasi melalui pendekatan operasional suku bunga. Suku bunga dapat menterjemahkan inflasi dan nilai tukar melalui mekanisme yang jelas. Pengaruh suku bunga terhadap inflasi dapat dijelaskan bahwa apabila tingkat suku bunga riil konstan, peningkatan pada jumlah uang beredar akan menyebabkan inflasi karena ekspektasi masyarakat terhadap inflasi sama dengan inflasi yang terjadi. Namun, apabila suku bunga nominal dapat mempengaruhi suku bunga riil, efek tersebut terhadap inflasi terjadi secara tidak langsung yaitu melalui perubahan biaya modal yang menyebabkan berubahnya pola konsumsi dan investasi dan pada akhirnya berdampak pada perubahan permintaan secara agregat kemudian terhadap inflasi. Konsep dasar kebijakan moneter dalam pentargetan inflasi meliputi sasaran inflasi, kebijakan moneter yang forward looking, transparansi, akuntabilitas, dan kredibilitas. Dalam penetapannya, sasaran inflasi mempertimbangkan berbagai faktor dan perkembangan ekonomi makro terutama kerugian sosial yang diakibatkan oleh adanya trade off antara inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Sasaran inflasi merupakan dasar bagi pelaksanaan kebijakan moneter dan penetapannya tidak hanya dilakukan dalam jangka pendek tetapi juga dalam jangka menengah dan panjang. Oleh karena itu, kebijakan yang dilakukan merupakan langkah untuk mengantisipasi inflasi yang akan terjadi atau dinamakan forward looking akibat pengaruh kebijakan moneter terhadap kestabilan harga. Transparansi menjelaskan secara kualitatif mengenai mekanisme kebijakan moneter yang dilakukan oleh bank sentral dengan pendekatan yang digunakan

28 yaitu harga. Kredibilitas menunjukan keberhasilan bank sentral dalam mencapai sasaran inflasi. Apabila sasaran inflasi tercapai, maka kredibilitas akan meningkat. Berdasarkan konsep-konsep tersebut, pentargetan inflasi pada dasarnya adalah untuk memperbaiki akuntabilitas, transparansi, dan kredibilitas dari kebijakan moneter Suku Bunga Sebagai Sasaran Operasional Kebijakan Moneter Untuk mencapai sasaran-sasaran moneter, Bank Indonesia menggunakan empat instrumen pokok, yaitu penentuan rasio cadangan wajib bank terhadap dana pihak ketiga (reserve requirement), Operasi Pasar Terbuka (OPT), fasilitas diskonto, dan himbauan (moral suasion). Dari keempat kebijakan tersebut yang paling fleksibel untuk digunakan pada situasi normal adalah OPT. Pada saat ini, instrumen OPT yang dipakai oleh Bank Indonesia adalah Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Surat Berharga Pasar Uang (SBPU). Gambaran mekanisme pengendalian moneter melalui suku bunga sebagai sasaran operasional yang diterapkan di Indonesia tersaji dalam Gambar 2.1. Dalam Gambar 2.1. terlihat bahwa untuk mencapai sasaran akhir berupa pengendalian laju inflasi, Bank Indonesia menggunakan suku bunga jangka pendek, yaitu suku bunga PUAB (Pasar Uang Antar Bank) sebagai sasaran operasional. Untuk mengendalikan suku bunga PUAB, instrumen utama yang dapat digunakan adalah Operasi Pasar Terbuka (OPT) melalui kegiatan menjual atau membeli SBI atau SBPU. Perubahan suku bunga SBI/SBPU akan ditransmisikan ke suku bunga PUAB untuk selanjutnya diteruskan ke suku bunga

29 deposito dan nilai tukar. Nilai tukar rupiah akan dipengaruhi oleh suku bunga PUAB dengan asumsi Indonesia mempertahankan sistem nilai tukar mengambang. Kedua variabel tersebut selanjutnya akan ditransmisikan ke sektor riil melalui pengaruhnya terhadap tingkat output nasional. Perbedaan antara output aktual dengan output potensial inilah yang akan mempengaruhi laju inflasi. SBI-SBPU Rate Excess reserve Suku bunga PUAB Suku bunga deposito dan nilai tukar GDP GDP aktual > GDP Potensial Inflasi Sumber: Bank Indonesia Gambar 2.1. Mekanisme Penggunaan Suku Bunga Sebagai Sasaran Operasional Apabila suku bunga dijadikan sebagai sasaran operasional dalam pengendalian moneter, maka suku bunga nominal akan diarahkan sedemikian rupa sehingga tercapai suku bunga netral. Suku bunga netral adalah suatu tingkat suku bunga dimana variabel-variabel utama seperti inflasi dan tingkat produksi berada pada tingkat yang diinginkan. Untuk itu ada beberapa simple rule untuk menentukan sasaran operasional suku bunga, dimana salah satunya adalah Taylor rule. Simple rule merupakan reaction function dimana kebijakan akan berubah sebagai respon terhadap

30 perubahan pada variabel utama yaitu inflasi dan tingkat produksi (output). Dalam metode ini, penentuan suku bunga lebih diarahkan sebagai pegangan pengambil kebijakan dalam mengimplementasikan suku bunga sebagai sasaran operasional. Untuk saat ini, Taylor rule dianggap metode yang efisien. Efisiensi disini diartikan sebagai sebagai semakin rendahnya fluktuasi tingkat inflasi dan output gap. Untuk itu, penentuan suku bunga nominal yang baik antara lain dilakukan dengan memperhatikan sasaran laju inflasi dan juga output gap (Brower dan Regan, 1997). Menurut Clarida, et al (2000), ada semacam benchmark strategi kebijakan moneter yang dapat diturunkan dari Taylor rule. Pertama, suku bunga riil harus merespon jika inflasi ke depan melebihi target inflasi yang telah ditetapkan. Artinya suku bunga nominal harus dinaikkan lebih besar dari deviasi inflasi terhadap targetnya. Kedua, suku bunga harus merespon perubahan tingkat penggunaan kapasitas atau yang sering disebut sebagai output gap. Meningkatnya output gap atau meningkatnya agregat permintaan di atas agregat penawaran merupakan indikasi tekanan inflasi ke depan. Ketiga, untuk menghindari gejolak di pasar keuangan, perubahan suku bunga kebijakan moneter harus dilakukan secara bertahap melalui smoothing process Evolusi Teori Konsep target inflasi merupakan produk dari evolusi teori moneter dan akumulasi pengalaman empiris. Teori-teori moneter yang memberikan kontribusi bagi pematangan konsep ini meliputi teori klasik hingga teori modern.

31 Teori Klasik dan Teori Keynes. Menurut teori Klasik, kebijakan moneter tidak berpengaruh terhadap sektor riil. Sedangkan menurut teori Keynes, sektor moneter dan sektor riil saling terkait melalui suku bunga. Berdasarkan perkembangan teori dan pengalaman empirik, disimpulkan bahwa dalam jangka panjang teori yang sesuai untuk dipergunakan adalah teori Klasik, sedangkan dalam jangka pendek teori Keynes lebih tepat. Kebijakan moneter hanya mempunyai dampak permanen pada tingkat harga umum (inflasi), dengan kata lain bahwa pembenahan sektor ekonomi dapat dilakukan dengan cara pengendalian inflasi Teori klasik modern dan Teori Keynes. Salah satu penganut teori klasik modern, Milton Friedman, mengemukakan bahwa kebijakan rules lebih baik dibanding discretion. Pendapat tersebut bertolak belakang dengan teori Keynes. Kemudian untuk menentukan pilihan atas rules versus discretion, target inflasi menawarkan suatu framework yang mengkombinasikan keduanya secara sistematis yang disebut dengan constrained discretion. Hal ini dikarenakan pada dasarnya dalam praktik kebijakan moneter tidak ada yang murni rules ataupun murni discretion Teori Kuantitas dan Teori Keynes Teori Keynes mempergunakan tingkat bunga sebagai sasaran antara, sedangkan dalam teori kuantitas digunakan jumlah uang beredar. Penggunaan sasaran antara, baik berupa tingkat bunga maupun kuantitas uang, akan menyebabkan pembatasan diri terhadap informasi. Guna menghindarkan polemik

32 ini, kebijakan target inflasi menentukan inflasi sebagai sasaran akhir. Dengan demikian target inflasi menggunakan mekanisme transmisi yang relevan tidak harus tingkat bunga ataupun kuantitas uang. Dengan mengambil inflasi sebagai sasaran akhir, otoritas moneter dapat lebih bebas dan lebih fleksibel dalam menggunakan semua data dan informasi yang tersedia untuk mencapai sasaran karena inflasi dipengaruhi bukan hanya oleh satu faktor Teori rational expectations Teori rational expectations menyebutkan bahwa faktor ekspektasi mempunyai peran penting, karena mempengaruhi perilaku dan reaksi para pelaku ekonomi terhadap suatu kebijakan. Kebijakan moneter hanya dapat mempengaruhi output dalam jangka pendek, karena setelah ekspektasi masyarakat berperan, output akan kembali seperti semula. Ekspektasi masyarakat inilah yang menjadi kunci keberhasilan yang harus dapat dikendalikan. Dengan penerapan target inflasi dalam kebijakan moneter, diharapkan dapat menjadi anchor bagi ekspektasi masyarakat Teori moneter modern. Dalam perkembangan selanjutnya, teori moneter modern memasukkan aspek kredibilitas yang bersumber dari masalah time inconsistency. Artinya bahwa inkonsistensi dalam kebijakan moneter dapat terjadi apabila otoritas moneter terpaksa harus mengorbankan sasaran jangka panjang (inflasi) demi mencapai sasaran lain dalam jangka pendek. Agar hal ini tidak terjadi, maka pengendalian inflasi harus menjadi sasaran tunggal, atau setidaknya menjadi sasaran utama.

33 Menetapkan inflasi sebagai sasaran utama berarti menghindarkan diri dari inkonsistensi kebijakan Penelitian Terdahulu Penelitian Mengenai Inflation Targeting atau Fear of Floating Di Mexico Penelitian mengenai inflation targeting atau fear of floating telah dilakukan oleh Ball dan Reyes (2004) pada Negara Meksiko. Model Penelitian ini menggunakan model Taylor Rule sebagai acuan dalam melihat bagaimana hubungan variabel ouput gap dan inflation gap terhadap suku bunga di Meksiko. Tujuan penelitian lainnya yaitu untuk melihat variabel yang paling berpengaruh sebagai instrumen dalam inflation targeting atau sistem nilai tukar mengambang. Namun yang menjadi fokus dari penelitian ini adalah apakah Negara Meksiko selama ini menganut fear of floating ataukah hanya menganut inflation targeting. Penelitian ini menggunakan metode Vector Auto Regression (VAR) melalui uji Impulse Response Function (IRF). Adapun variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah nilai tukar peso per dollar, output gap, inflation gap, International reserve Meksiko, tingkat suku bunga Meksiko, dan tingkat inflasi di Meksiko. Hasil dari penelitian ini adalah, pertama, bahwa suku bunga memiliki hubungan yang searah dengan variabel inflation gap serta output gap. Sehingga dapat diketahui bahwa kondisi tersebut telah dapat dikatakan konsisten mengikuti apa yang dinyatakan oleh Taylor.

34 Hasil penelitian kedua menunjukan bahwa international reserve merupakan instrument utama dalam penerapan sistem nilai tukar mengambang di Meksiko, sedangakan variabel tingkat suku bunga domestik merupakan variabel yang berpengaruh dalam inflation targeting. Hasil akhir penelitian ini menunjukan bahwa Negara Meksiko adalah negara yang menganut fear of floating. Hal ini ditunjukan dari hasil analisis respon inflasi terhadap guncangan FF variabel, dimana guncangan FF variabel memberikan dampak yang kecil terhadap inflasi di Meksiko Penelitian yang Berhubungan Pentargetan Inflasi di Indonesia. Penelitian mengenai pelaksanaan pentargetan inflasi di Indonesia salah satunya pernah dilakukan oleh Nuryati (2004). Dalam penelitian tersebut dikaji aspek kelembagaan Bank Indonesia saat melaksanakan kebijakan moneter dalam kerangka inflation targeting, menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi UU No. 23/1999 dilaksanakan atau tidak dalam mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah, serta menganalisis implikasi dari pelaksanaan UU No. 23/1999 terhadap pencapaian inflasi dan nilai tukar. Penelitian ini menggunakan analisis secara kualitatif deskriptif dan analisis kuantitatif dengan pendekatan model VAR dengan data time series dari tahun 1998:1 hingga 2003:6, dimana data yang digunakan adalah Produk Domestik Bruto (PDB), nilai tukar rupiah terhadap dollar AS, nilai ekspor, base money, suku bunga SBI 1 bulan, dan Indeks Harga Konsumen (IHK).

35 Hasil penelitian menunjukan bahwa kelembagaan Bank Indonesia belum efektif walaupun penyempurnaan telah dilakukan melalui UU No. 23/1999 dimana kebijakan moneter sepenuhnya ditetapkan oleh Bank Indonesia. Ketidakefektifan ini ditunjukan oleh fungsi, tujuan, dan wewenang yang belum terkoordinasi dengan baik sehingga tujuan kebijakan moneter belum tercapai. Di sisi lain secara aktual pengaruh dalam perekonomian belum terasa. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan UU No. 23/1999 dalam pentargertan inflasi terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal mencakup kesiapan otoritas moneter dan satuan-satuan kerjanya masih terbatas dalam menggunakan instrumen yang ada, koordinasi antar direktorat dalam menjalankan misi dan visi kebijakan moneter masih lemah, sosialisasi kebijakan moneter belum sepenuhnya transparan, kelembagaan yang belum efektif dan belum adanya aturan hukum yang jelas. Kemudian faktor eksternal mencakup kondisi sosial politik yang belum stabil dan supremasi hukum yang belum tegas dan sempurna setelah Indonesia baru beranjak dari krisis. Analisis kuantitatif dalam penelitian ini yang menggunakan metode VAR menghasilkan kesimpulan bahwa berdasarkan hasil fungsi impulse response, guncangan suku bunga terhadap harga memiliki lag sekitar 6 bulan. Respon nilai tukar terhadap guncangan suku bunga relatif singkat dan fluktuasi nilai tukar lebih disebabkan oleh ekspor dan guncangannya sendiri. Perubahan output nasional selama krisis lebih disebabkan oleh guncangan dari nilai tukar dan ekspor. Guncangan base money secara ekstrim direspon oleh PDB, nilai tukar, dan ekspor. Namun respon suku bunga dan tingkat harga relatif lebih singkat.

36 Dengan demikian, dari hasil penelitian ini ditemukan bahwa kebijakan moneter yang ditetapkan Bank Indonesia melalui guncangan suku bunga lebih efektif mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dalam jangka penedek, tetapi terhadap tujuan target inflasi tidak demikian. Sedangkan guncangan dari sisi permintaan uang lebih efektif dalam mencapai sasaran inflasi baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang Kerangka Pemikiran Penelitian ini berawal dari sebuah pemikiran tentang bagaimana penerapan inflation targeting di Indonesia dan apakah Bank Indonesia sebagai otoritas moneter tertinggi di Indonesia benar-benar telah dapat dikatakan mengadopsi inflation targeting atau apakah Bank Indonesia melakukan pengelolaan nilai tukar atau dengan sebutan lain melakukan pentargetan nilai tukar. Dalam penelitian ini akan dianalisis variabel-variabel yang memiliki korelasi terhadap pemberlakuan kedua pentargetan tersebut. Adapun metode estimasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode VAR berdasarkan uji Impulse Response Function (IRF). Secara garis besar, kerangka pemikiran dari penelitian ini tersaji dalam Gambar 2.2.

37 Dampak Krisis yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 Perubahan paradigma kebijakan moneter Bank Indonesia Inflation Targeting Taylor rule Inflation targeting atau fear of floating Permasalahan penelitian: 1. Dengan mengasumsikan bahwa kebijakan moneter di Indonesia mengikuti aturan kebijakan sederhana Taylor rule, Apakah fungsi reaksi kebijakan moneter di Indonesia saat ini sesuai dengan prinsip Taylor? 2. Apakah Bank Indonesia selama ini dapat dikatakan melakukan pentargetan inflasi (inflation targeting) ataukah lebih dapat dikatakan melakukan pentargetan nilai tukar (fear of floating)? Tujuan Penelitian: 1. Menganalisis hubungan suku bunga sebagai sasaran operasional dalam inflation targeting dengan variabel output gap dan inflasi. 2. Menganalisis guncangan FF variable terhadap inflasi di Indonesia. Data Penelitian Pengolahan Data Uji Non-Stasioneritas Uji Kestabilan Model Penentuan Lag Optimal Estimasi VAR IRF VAR Hasil Penelitian Kesimpulan dan Saran Gambar 2.2. Kerangka Pemikiran

38 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang relevan dengan penelitian yang dilakukan. Data time series yang digunakan adalah data bulanan dengan sampel waktu dari tahun 1991:1 sampai 2006:12. Penggunaan data pada periode tersebut (192 observasi) diharapkan dapat menjawab permasalahan dan tujuan dalam penelitian ini. Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini tersaji dalam Tabel 3.1. sebagai berikut: Tabel 3.1. Data, Simbol, dan Sumber Data Variabel Satuan Simbol Sumber Suku bunga SBI 1 bulan Persen (%) R Bank Indonesia Nilai tukar rupiah Rp/$ NER Bank Indonesia Laju inflasi Persen (%) PDN Bank Indonesia Output gap Milyar rupiah YGAP Bank Indonesia, data diolah Posisi cadangan devisa Milyar US $ IR Bank Indonesia 3.2. Model Penelitian Model Taylor Rule Saat ini beberapa penelitian telah membahas isu kunci mengenai ketidaklengkapan informasi yang tersedia pada bank sentral ketika membuat suatu kebijakan moneter. Analisis dalam penelitian ini didasarkan pada asumsi sederhana bank sentral yang mengikuti aturan kebijakan moneter sederhana ala Taylor.

39 Pada penelitian ini akan dimulai dengan aturan Taylor yang disarankan oleh Orphanides (2001) yang menggunakan interest rate smoothing dan dapat diformulasikan sebagai berikut: i t = (1 ρ) α + (1 ρ) βπ t + (1 ρ) γ (y t ý) ρi t-1 + ε t (3.1) dimana i t π t = policy rate bank sentral, = tingkat inflasi, dan (y t ý) = output gap. Spesifikasi dari aturan Taylor yang mengandung interest rate smoothing dapat dijustifikasi bahwa pada dasarnya bank sentral akan menyesuaikan tingkat suku bunga secara gradual dan hal ini berlawanan atau bertentangan dengan fluktuasi suku bunga yang besar. Kemudian secara perlahan mengarahkan suku bunga pada level target atau besaran yang diharapkan. Proses interest rate smoothing ini didasarkan pada hipotesis bahwa suku bunga saat ini dipengaruhi atau dideterminasi dengan pembobotan target suku bunga aturan Taylor dan lag interest rate yang dapat diformulasikan sebagai berikut: i t = ρi t-1 + (1 ρ) i t * + ε t (3.2) dimana target suku bunga diderivasi dari aturan Taylor standar sebagai berikut: i t * = α + βπ t + γ (y t ý) (3.3) dimana ρ merepresentasikan parameter smoothing. Dengan mengganti i t * pada persamaan (3.2), persamaan (3.1) dapat dengan mudah dijelaskan. Harus dicatat bahwa dengan parameter inflasi β > 1, aturan Taylor mengindikasikan bahwa suku

40 bunga riil dapat meningkat ketika inflasi meningkat, dan ini diusahakan untuk memberikan dampak terhadap inflasi (hal ini disebut dalam literatur sebagai prinsip Taylor). Penggunaan spesifikasi sederhana dalam penelitian ini dapat dibandingkan secara langsung dengan hasil yang dikemukakan oleh Orphanides, yang menganggap bahwa spesifikasi yang telah digunakan memungkinkan bank sentral untuk bereaksi terhadap variabel ekonomi lainnya yang tidak terkandung dalam spesifikasi yang diutarakan oleh Taylor. Bersamaan dengan itu, dengan tujuan untuk mengecek kekuatan dari hasil yang didapatkan oleh spesifikasi pada persamaan (3.1), maka kita juga dapat sedikit memodifikasi spesifikasi alternatif. Hal ini didasarkan kepada bank sentral yang dapat mempengaruhi inflasi dengan beberapa lag. Sebuah spesifikasi yang berorientasi ke depan (forward looking) dapat dirumuskan sebagai berikut: i t = (1 ρ) α + (1 ρ) βe t π t+n + (1 ρ) γ (y t ý) ρi t-1 + ε t (3.4) dimana π t+n merepresentasikan peramalan tingkat inflasi (E merujuk kepada nilai yang diharapkan atau expected value) pada saat (t + n) yang diperoleh dari informasi pada saat sekarang (t). Lebih lagi, aturan sederhana tanpa interest rate smoothing seperti yang dikemukakan oleh Taylor juga dapat digunakan dengan persamaan sebagai berikut: i t = α + βπ t + γ (y t ý) ρi t-1 + μ t (3.5)

EVALUASI PENERAPAN INFLATION TARGETING DI INDONESIA OLEH YOGI H

EVALUASI PENERAPAN INFLATION TARGETING DI INDONESIA OLEH YOGI H EVALUASI PENERAPAN INFLATION TARGETING DI INDONESIA OLEH YOGI H14103055 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN YOGI. Evaluasi Penerapan Inflation

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) untuk mencapai tujuannya yaitu

I. PENDAHULUAN. kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) untuk mencapai tujuannya yaitu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ini dipersiapkan dan dilaksanakan untuk menganalisis penerapan kebijakan moneter berdasarkan dua kerangka perumusan dan pelaksanaan kebijakan moneter Bank

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berhasil menerapkan kebijakan dalam ekonomi. Pendapatan nasional yang

I. PENDAHULUAN. berhasil menerapkan kebijakan dalam ekonomi. Pendapatan nasional yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator sebuah negara apakah negara tersebut berhasil menerapkan kebijakan dalam ekonomi. Pendapatan nasional yang meningkat setiap tahunnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dengan adanya Undang-Undang No. 23 tahun 1999, kebijakan moneter

BAB I PENDAHULUAN. Dengan adanya Undang-Undang No. 23 tahun 1999, kebijakan moneter 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dengan adanya Undang-Undang No. 23 tahun 1999, kebijakan moneter yang sebelumnya mempunyai sasaran ganda (pencapaian inflasi yang rendah dan peningkatan kesempatan

Lebih terperinci

INFLATION TARGETING FRAMEWORK SEBAGAI KERANGKA KERJA DALAM PENERAPAN KEBIJAKAN MONETER DI INDONESIA

INFLATION TARGETING FRAMEWORK SEBAGAI KERANGKA KERJA DALAM PENERAPAN KEBIJAKAN MONETER DI INDONESIA Pengantar Ekonomi Makro INFLATION TARGETING FRAMEWORK SEBAGAI KERANGKA KERJA DALAM PENERAPAN KEBIJAKAN MONETER DI INDONESIA NAMA : Hendro Dalfi BP : 0910532068 2013 BAB I PENDAHULUAN Pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. makro, yaitu pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan

I. PENDAHULUAN. makro, yaitu pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebijakan moneter merupakan salah satu bagian integral dari kebijakan ekonomi makro. Kebijakan moneter ditujukan untuk mendukung tercapainya sasaran ekonomi makro, yaitu

Lebih terperinci

ANALISIS INFLASI DI INDONESIA DARI SISI PERMINTAAN UANG OLEH NOVA MARDIANTI H

ANALISIS INFLASI DI INDONESIA DARI SISI PERMINTAAN UANG OLEH NOVA MARDIANTI H ANALISIS INFLASI DI INDONESIA DARI SISI PERMINTAAN UANG OLEH NOVA MARDIANTI H14102107 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN NOVA MARDIANTI. Analisis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. riil, dan meningkatnya lapangan kerja sehingga mengurangi pengangguran.

BAB 1 PENDAHULUAN. riil, dan meningkatnya lapangan kerja sehingga mengurangi pengangguran. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan ekonomi merupakan bagian penting dalam mencapai pertumbuhan dan kestabilan ekonomi, tanpa adanya kebijakan ekonomi maka segala tujuan kegiatan perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peranan uang dalam peradaban manusia hingga saat ini dirasakan sangat

BAB I PENDAHULUAN. Peranan uang dalam peradaban manusia hingga saat ini dirasakan sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan uang dalam peradaban manusia hingga saat ini dirasakan sangat penting, sehingga dampak jumlah uang beredar dapat mempengaruhi perekonomian. Peningkatan jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis dampak..., Wawan Setiawan..., FE UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis dampak..., Wawan Setiawan..., FE UI, 2010. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pesatnya perkembangan ekonomi dunia dewasa ini berimplikasi pada eratnya hubungan satu negara dengan negara yang lain. Arus globalisasi ekonomi ditandai dengan

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH UANG TERHADAP BUSINESS CYCLE INDONESIA OLEH SITI MASYITHO H

ANALISIS PENGARUH UANG TERHADAP BUSINESS CYCLE INDONESIA OLEH SITI MASYITHO H ANALISIS PENGARUH UANG TERHADAP BUSINESS CYCLE INDONESIA OLEH SITI MASYITHO H14102062 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN SITI MASYITHO. H14102062.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebijakan moneter memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap suatu perekonomian,

I. PENDAHULUAN. Kebijakan moneter memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap suatu perekonomian, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebijakan moneter memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap suatu perekonomian, sehingga dalam tatanan perekonomian suatu negara diperlukan pengaturan moneter yang disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia di tengah perekonomian global semakin

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia di tengah perekonomian global semakin A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Perekonomian Indonesia di tengah perekonomian global semakin lama semakin tak terkendali. Setelah krisis moneter 1998, perekonomian Indonesia mengalami peningkatan

Lebih terperinci

STABILITAS MONETER PADA SISTEM PERBANKAN GANDA DI INDONESIA OLEH HENI HASANAH H

STABILITAS MONETER PADA SISTEM PERBANKAN GANDA DI INDONESIA OLEH HENI HASANAH H STABILITAS MONETER PADA SISTEM PERBANKAN GANDA DI INDONESIA OLEH HENI HASANAH H14103001 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 STABILITAS MONETER PADA SISTEM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fiskal maupun moneter. Pada skala mikro, rumah tangga/masyarakat misalnya,

BAB I PENDAHULUAN. fiskal maupun moneter. Pada skala mikro, rumah tangga/masyarakat misalnya, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara umum angka inflasi yang menggambarkan kecenderungan umum tentang perkembangan harga dan perubahan nilai dapat dipakai sebagai informasi dasar dalam pengambilan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap mata uang dollar Amerika setelah

I. PENDAHULUAN. Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap mata uang dollar Amerika setelah 1 I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap mata uang dollar Amerika setelah diterapkannya kebijakan sistem nilai tukar mengambang bebas di Indonesia pada tanggal 14 Agustus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam beberapa tahun terakhir ini, banyak bank sentral di berbagai negara telah

I. PENDAHULUAN. Dalam beberapa tahun terakhir ini, banyak bank sentral di berbagai negara telah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam beberapa tahun terakhir ini, banyak bank sentral di berbagai negara telah mengadopsi Inflation Targeting Framework (ITF) sebagai kerangka kerja kebijakan moneter.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nilai tukar tidak diragukan lagi adalah merupakan salah satu variabel ekonomi yang memiliki peran yang sangat penting dalam perekonomian suatu negara. Perbedaan nilai

Lebih terperinci

Indeks Nilai Tukar Rupiah 2000 = 100 BAB 1 PENDAHULUAN

Indeks Nilai Tukar Rupiah 2000 = 100 BAB 1 PENDAHULUAN 1990Q1 1991Q1 1992Q1 1993Q1 1994Q1 1995Q1 1996Q1 1997Q1 1998Q1 1999Q1 2000Q1 2001Q1 2002Q1 2003Q1 2004Q1 2005Q1 2006Q1 2007Q1 2008Q1 2009Q1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu indikator penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui pengaturan jumlah uang yang beredar dalam perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. melalui pengaturan jumlah uang yang beredar dalam perekonomian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan ekonomi dalam suatu negara tidak terlepas dengan peran perbankan yang mempengaruhi perekonomian negara. Segala aktivitas perbankan yang ada di suatu negara

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH VARIABEL-VARIABEL MAKROEKONOMI TERHADAP PERTUMBUHAN OBLIGASI PEMERINTAH DI INDONESIA OLEH NOVIE ILLYA SASANTI H

ANALISIS PENGARUH VARIABEL-VARIABEL MAKROEKONOMI TERHADAP PERTUMBUHAN OBLIGASI PEMERINTAH DI INDONESIA OLEH NOVIE ILLYA SASANTI H ANALISIS PENGARUH VARIABEL-VARIABEL MAKROEKONOMI TERHADAP PERTUMBUHAN OBLIGASI PEMERINTAH DI INDONESIA OLEH NOVIE ILLYA SASANTI H14104095 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebijakan moneter adalah merupakan kebijakan bank sentral atau otoritas

I. PENDAHULUAN. Kebijakan moneter adalah merupakan kebijakan bank sentral atau otoritas A. Latar Belakang dan Masalah I. PENDAHULUAN Kebijakan moneter adalah merupakan kebijakan bank sentral atau otoritas moneter dalam mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi secara berkelanjutan

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SUKU BUNGA DEPOSITO PADA BANK-BANK UMUM PEMERINTAH DI INDONESIA OLEH FEBRI DWIASTUTI H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SUKU BUNGA DEPOSITO PADA BANK-BANK UMUM PEMERINTAH DI INDONESIA OLEH FEBRI DWIASTUTI H ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SUKU BUNGA DEPOSITO PADA BANK-BANK UMUM PEMERINTAH DI INDONESIA OLEH FEBRI DWIASTUTI H14102081 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH ALIRAN MODAL TERHADAP PEREKONOMIAN DOMESTIK INDONESIA OLEH MARDI EFRIZA H

ANALISIS PENGARUH ALIRAN MODAL TERHADAP PEREKONOMIAN DOMESTIK INDONESIA OLEH MARDI EFRIZA H ANALISIS PENGARUH ALIRAN MODAL TERHADAP PEREKONOMIAN DOMESTIK INDONESIA OLEH MARDI EFRIZA H14102119 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN MARDI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Grafik 1.1 Perkembangan NFA periode 1997 s.d 2009 (sumber : International Financial Statistics, IMF, diolah)

BAB 1 PENDAHULUAN. Grafik 1.1 Perkembangan NFA periode 1997 s.d 2009 (sumber : International Financial Statistics, IMF, diolah) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam beberapa dekade terakhir, perekonomian Indonesia telah menunjukkan integrasi yang semakin kuat dengan perekonomian global. Keterkaitan integrasi ekonomi

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH KEBIJAKAN MONETER TERHADAP VOLATILITAS RETURN DI PASAR SAHAM BURSA EFEK INDONESIA OLEH : MARIO DWI PUTRA H

ANALISIS PENGARUH KEBIJAKAN MONETER TERHADAP VOLATILITAS RETURN DI PASAR SAHAM BURSA EFEK INDONESIA OLEH : MARIO DWI PUTRA H ANALISIS PENGARUH KEBIJAKAN MONETER TERHADAP VOLATILITAS RETURN DI PASAR SAHAM BURSA EFEK INDONESIA OLEH : MARIO DWI PUTRA H14050206 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN` Universitas Indonesia. Dinamika moneter indonesia.., Ratna Sari Pakpahan, Program Pascasarjana, 2008

BAB 1 PENDAHULUAN` Universitas Indonesia. Dinamika moneter indonesia.., Ratna Sari Pakpahan, Program Pascasarjana, 2008 1 BAB 1 PENDAHULUAN` 1.1. Latar Belakang Permasalahan Sistem moneter merupakan suatu sistem yang mengatur peredaran uang bagi kelancaran transaksi perdagangan barang dan jasa. Sehingga dalam operasinya

Lebih terperinci

ANALISIS PERGERAKAN NILAI TUKAR RUPIAH DAN EMPAT MATA UANG NEGARA ASEAN OLEH RUSNIAR H14102056

ANALISIS PERGERAKAN NILAI TUKAR RUPIAH DAN EMPAT MATA UANG NEGARA ASEAN OLEH RUSNIAR H14102056 i ANALISIS PERGERAKAN NILAI TUKAR RUPIAH DAN EMPAT MATA UANG NEGARA ASEAN OLEH RUSNIAR H14102056 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 ii RINGKASAN RUSNIAR.

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH NERACA PERDAGANGAN DAN CAPITAL INFLOW TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA OLEH PRIMA ANDRIANI H

ANALISIS PENGARUH NERACA PERDAGANGAN DAN CAPITAL INFLOW TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA OLEH PRIMA ANDRIANI H ANALISIS PENGARUH NERACA PERDAGANGAN DAN CAPITAL INFLOW TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA OLEH PRIMA ANDRIANI H14104090 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebijakan moneter merupakan bagian dari kebijakan ekonomi yang dirumuskan

I. PENDAHULUAN. Kebijakan moneter merupakan bagian dari kebijakan ekonomi yang dirumuskan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebijakan moneter merupakan bagian dari kebijakan ekonomi yang dirumuskan dan diimplementasikan oleh otoritas moneter atau bank sentral dengan cara pengendalian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebijakan moneter (monetary policy) merupakan komponen kunci kebijakan

I. PENDAHULUAN. Kebijakan moneter (monetary policy) merupakan komponen kunci kebijakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebijakan moneter (monetary policy) merupakan komponen kunci kebijakan ekonomi.kebijakan moneter adalah segenap tindakan yang diambil oleh bank sentral untuk mengubah kondisi-kondisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang telah berlangsung cukup lama di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang telah berlangsung cukup lama di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi yang telah berlangsung cukup lama di Indonesia menuntut berbagai prasyarat untuk mencapai keberhasilannya. Salah satunya adalah keterlibatan sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi aktivitas perekonomian ditransmisikan melalui pasar keuangan.

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi aktivitas perekonomian ditransmisikan melalui pasar keuangan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan moneter dan pasar keuangan merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan mengingat setiap perubahan kebijakan moneter untuk mempengaruhi aktivitas perekonomian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat dan berdampak luas bagi perekonomian, baik di dalam negeri maupun di tingkat dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang sedang aktif

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang sedang aktif 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang sedang aktif melaksanakan pembangunan. Dalam melaksanakan pembangunan sudah tentu membutuhkan dana yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan) dan keseimbangan eksternal (keseimbangan neraca pembayaran) demi

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan) dan keseimbangan eksternal (keseimbangan neraca pembayaran) demi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan moneter adalah satu kebijakan yang bertujuan untuk mencapai keseimbangan internal (pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan pembangunan)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Mekanisme transmisi kebijakan moneter didefenisikan sebagai jalur yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Mekanisme transmisi kebijakan moneter didefenisikan sebagai jalur yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mekanisme transmisi kebijakan moneter didefenisikan sebagai jalur yang dilalui oleh sebuah kebijakan moneter untuk mempengaruhi kondisi perekonomian, terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. R Serfianto D. Purnomo et al. Buku Pintar Pasar Uang & Pasar Valas (Jakarta, Gramedia 2013), h. 98.

BAB I PENDAHULUAN. R Serfianto D. Purnomo et al. Buku Pintar Pasar Uang & Pasar Valas (Jakarta, Gramedia 2013), h. 98. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nilai Tukar adalah harga mata uang dari suatu negara yang diukur, dibandingkan, dan dinyatakan dalam nilai mata uang negara lainnya. 1 Krisis moneter yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Inflation Targeting Framework (ITF) merupakan kerangka kerja kebijakan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Inflation Targeting Framework (ITF) merupakan kerangka kerja kebijakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Inflation Targeting Framework (ITF) merupakan kerangka kerja kebijakan moneter dengan menggunakan sasaran operasional suku bunga. ITF memiliki tujuan utama yaitu stabilitas

Lebih terperinci

Masalah uang adalah masalah yang tidak sederhana. Uang berkaitan erat dengan hampir

Masalah uang adalah masalah yang tidak sederhana. Uang berkaitan erat dengan hampir I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Masalah uang adalah masalah yang tidak sederhana. Uang berkaitan erat dengan hampir seluruh aspek dalam perekonomian; itulah sebabnya proses kebijakan moneter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang Bank Indonesia, dikatakan bahwa untuk memelihara kesinambungan

BAB I PENDAHULUAN. tentang Bank Indonesia, dikatakan bahwa untuk memelihara kesinambungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, dikatakan bahwa untuk memelihara kesinambungan pelaksanaan pembangunan nasional,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rp14.900/$ pada kuartal berikutnya. Sama seperti pada tahun1998, Indonesia juga

BAB I PENDAHULUAN. Rp14.900/$ pada kuartal berikutnya. Sama seperti pada tahun1998, Indonesia juga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam dua dekade terakhir ini (1993-2012) Indonesia mengalamai dua kali krisis keuangan, yang pertama terjadi pada tahun 1998 yang pada saat itu nilai tukar rupiah

Lebih terperinci

EFEK PERUBAHAN KURS (PASS-THROUGH EFFECT) TERHADAP TUJUH KELOMPOK INDEKS HARGA KONSUMEN DI INDONESIA OLEH HERRY FRENKY NABABAN H

EFEK PERUBAHAN KURS (PASS-THROUGH EFFECT) TERHADAP TUJUH KELOMPOK INDEKS HARGA KONSUMEN DI INDONESIA OLEH HERRY FRENKY NABABAN H EFEK PERUBAHAN KURS (PASS-THROUGH EFFECT) TERHADAP TUJUH KELOMPOK INDEKS HARGA KONSUMEN DI INDONESIA OLEH HERRY FRENKY NABABAN H14102033 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara, terutama untuk negara-negara yang sedang berkembang. Peningkatan kesejahteraan

Lebih terperinci

IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia

IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA 4.1. Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia 4.1.1. Uang Primer dan Jumlah Uang Beredar Uang primer atau disebut juga high powered money menjadi sasaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tukar rupiah terhadap mata uang asing, khususnya US dollar, ditentukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. tukar rupiah terhadap mata uang asing, khususnya US dollar, ditentukan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semenjak diberlakukannya sistem nilai tukar mengambang bebas (free floating system) di Indonesia pada tahun 1997, telah menyebabkan posisi nilai tukar rupiah terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Inflation Targeting Framework (ITF) merupakan sebuah kerangka

BAB I PENDAHULUAN. Inflation Targeting Framework (ITF) merupakan sebuah kerangka BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Inflation Targeting Framework (ITF) merupakan sebuah kerangka kebijakan moneter yang ditandai dengan pengumuman kepada publik mengenai target inflasi yang

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKAN MONETER DALAM MENSTABILKAN INFLASI DAN PENGANGGURAN DI INDONESIA OLEH AZWAR ANAS H

ANALISIS KEBIJAKAN MONETER DALAM MENSTABILKAN INFLASI DAN PENGANGGURAN DI INDONESIA OLEH AZWAR ANAS H ANALISIS KEBIJAKAN MONETER DALAM MENSTABILKAN INFLASI DAN PENGANGGURAN DI INDONESIA OLEH AZWAR ANAS H14102016 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kali lelang SBI tidak lagi diinterpretasikan oleh stakeholders sebagai sinyal

BAB I PENDAHULUAN. kali lelang SBI tidak lagi diinterpretasikan oleh stakeholders sebagai sinyal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Respon (stance) kebijakan moneter ditetapkan untuk menjamin agar pergerakan inflasi dan ekonomi ke depan tetap berada pada jalur pencapaian sasaran inflasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diartikan sebagai nilai tambah total yang dihasilkan oleh seluruh kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. diartikan sebagai nilai tambah total yang dihasilkan oleh seluruh kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Produk domestik bruto (PDB) merupakan salah satu di antara beberapa variabel ekonomi makro yang paling diperhatikan oleh para ekonom. Alasannya, karena PDB merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. moneter akan memberi pengaruh kepada suatu tujuan dalam perekonomian.

BAB I PENDAHULUAN. moneter akan memberi pengaruh kepada suatu tujuan dalam perekonomian. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Transmisi kebijakan moneter merupakan proses, dimana suatu keputusan moneter akan memberi pengaruh kepada suatu tujuan dalam perekonomian. Perencanaan dalam sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cenderung mengakibatkan gejolak ekonomi moneter karena inflasi akan

BAB I PENDAHULUAN. cenderung mengakibatkan gejolak ekonomi moneter karena inflasi akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu indikator ekonomi makro guna melihat stabilitas perekonomian adalah inflasi. Inflasi merupakan fenomena moneter dimana naik turunnya inflasi cenderung mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada pertengahan tahun adalah awal dari krisis moneter kawasan yang

BAB I PENDAHULUAN. pada pertengahan tahun adalah awal dari krisis moneter kawasan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis moneter yang melanda kawasan Asia Tenggara dan Asia Timur pada pertengahan tahun 1997-1998 adalah awal dari krisis moneter kawasan yang kemudian merambah menjadi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. kegunaan tertentu. Cara ilmiah berarti kegiatan penelitian itu didasarkan pada

BAB III METODE PENELITIAN. kegunaan tertentu. Cara ilmiah berarti kegiatan penelitian itu didasarkan pada BAB III METODE PENELITIAN Menurut Sugiyono (2013), Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Berdasarkan hal tersebut terdapat empat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Permasalahan makro ekonomi yang begitu rumit menjadikan para pengambil

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Permasalahan makro ekonomi yang begitu rumit menjadikan para pengambil BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan makro ekonomi yang begitu rumit menjadikan para pengambil kebijakan untuk selalu berhati-hati dalam mengambil keputusan. Karena apabila salah langkah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengendalian besaran moneter untuk mencapai perkembangan kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. pengendalian besaran moneter untuk mencapai perkembangan kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Kebijakan moneter merupakan kebijakan bank sentral dalam bentuk pengendalian besaran moneter untuk mencapai perkembangan kegiatan perekonomian yang diinginkan yaitu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sejarah banyak memuji kemampuan kebijakan ketentuan atau yang dikenal

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sejarah banyak memuji kemampuan kebijakan ketentuan atau yang dikenal 12 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kebijakan Moneter Taylor Sejarah banyak memuji kemampuan kebijakan ketentuan atau yang dikenal dengan sebutan rule. Karena rule dapat membantu pembuat kebijakan mendukung dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Uang merupakan alat pembayaran yang secara umum dapat diterima oleh

I. PENDAHULUAN. Uang merupakan alat pembayaran yang secara umum dapat diterima oleh 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Uang merupakan alat pembayaran yang secara umum dapat diterima oleh masyarakat. Dalam kehidupannya, manusia memerlukan uang untuk melakukan kegiatan ekonomi, karena uang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh pemerintah bersama dengan kebijakan moneter dan sektoral. Kebijakan fiskal

BAB I PENDAHULUAN. oleh pemerintah bersama dengan kebijakan moneter dan sektoral. Kebijakan fiskal 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan makro yang dijalankan oleh pemerintah bersama dengan kebijakan moneter dan sektoral. Kebijakan fiskal yang dijalankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Monetaris berpendapat bahwa inflasi merupakan fenomena moneter. Artinya,

BAB I PENDAHULUAN. Monetaris berpendapat bahwa inflasi merupakan fenomena moneter. Artinya, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan moneter dan kebijakan fiskal memiliki peran utama dalam mempertahankan stabilitas makroekonomi di negara berkembang. Namun, dua kebijakan tersebut menjadi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. makro. Kebijakan moneter ditujukan untuk mendukung tercapainya sasaran

1. PENDAHULUAN. makro. Kebijakan moneter ditujukan untuk mendukung tercapainya sasaran 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebijakan moneter merupakan salah satu bagian integral dari kebijakan ekonomi makro. Kebijakan moneter ditujukan untuk mendukung tercapainya sasaran ekonomi makro, yaitu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Liberalisasi dan globalisasi membawa konsekuensi pada fundamental

BAB 1 PENDAHULUAN. Liberalisasi dan globalisasi membawa konsekuensi pada fundamental BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Liberalisasi dan globalisasi membawa konsekuensi pada fundamental perekonomian masing-masing negara. Ketidakmampuan negara dalam menjaga fundamental perekonomian ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan perkembangan ekonomi, baik perkembangan ekonomi domestik

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan perkembangan ekonomi, baik perkembangan ekonomi domestik BAB I PENDAHULUAN 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan moneter di Indonesia telah mengalami berbagai perubahan seiring dengan perkembangan ekonomi, baik perkembangan ekonomi domestik maupun global.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Bank Indonesia selaku bank sentral berdasarkan pasal 4 Ayat 1 Undangundang RI No. 23 Tahun 1999 merupakan lembaga negara yang independen. Hal ini berarti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. jasa. Oleh karena itu, sektor riil ini disebut juga dengan istilah pasar barang. Sisi

I. PENDAHULUAN. jasa. Oleh karena itu, sektor riil ini disebut juga dengan istilah pasar barang. Sisi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah sektor riil dalam pembahasan mengenai ekonomi makro menggambarkan kondisi perekonomian dipandang dari sisi permintaan dan penawaran barang dan jasa. Oleh karena

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN ANTARA INDEKS SAHAM SYARIAH DI BEBERAPA NEGARA DAN INDEKS SAHAM JAKARTA ISLAMIC INDEX (JII) DI INDONESIA

ANALISIS KETERKAITAN ANTARA INDEKS SAHAM SYARIAH DI BEBERAPA NEGARA DAN INDEKS SAHAM JAKARTA ISLAMIC INDEX (JII) DI INDONESIA ANALISIS KETERKAITAN ANTARA INDEKS SAHAM SYARIAH DI BEBERAPA NEGARA DAN INDEKS SAHAM JAKARTA ISLAMIC INDEX (JII) DI INDONESIA OLEH Zainul Abidin H14103065 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. Pada satu sisi Indonesia terlalu cepat melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Globalisasi dalam bidang ekonomi menyebabkan berkembangnya sistem perekonomian ke arah yang lebih terbuka antar negara. Perekonomian terbuka inilah yang membawa suatu

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH PERKEMBANGAN PASAR MODAL TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH EDI SUMANTO H

ANALISIS PENGARUH PERKEMBANGAN PASAR MODAL TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH EDI SUMANTO H ANALISIS PENGARUH PERKEMBANGAN PASAR MODAL TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH EDI SUMANTO H14102021 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN EDI

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH PERUBAHAN GIRO WAJIB MINIMUM, JUMLAH UANG BEREDAR, KREDIT DAN PERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI

ANALISIS PENGARUH PERUBAHAN GIRO WAJIB MINIMUM, JUMLAH UANG BEREDAR, KREDIT DAN PERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI ANALISIS PENGARUH PERUBAHAN GIRO WAJIB MINIMUM, JUMLAH UANG BEREDAR, KREDIT DAN PERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI OLEH RATNA VIDYANI H14102077 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 85 BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Studi ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi inflasi serta menelaah perbedaan pengaruh faktor-faktor tersebut pada masa

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan Pengaruh Tingkat Suku Bunga Deposito, Gross Domestic Product (GDP), Nilai Kurs, Tingkat Inflasi, dan Jumlah Uang Beredar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fenomena yang relatif baru bagi perekonomian Indonesia. perekonomian suatu Negara. Pertumbuhan ekonomi juga diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. fenomena yang relatif baru bagi perekonomian Indonesia. perekonomian suatu Negara. Pertumbuhan ekonomi juga diartikan sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan perekonomian dunia dewasa ini ditandai dengan semakin terintegrasinya perekonomian antar negara. Indonesia mengikuti perkembangan tersebut melalui serangkaian

Lebih terperinci

OLEH ISMAIL HADIKUSUMAH H

OLEH ISMAIL HADIKUSUMAH H ANALISIS EFEKTIVITAS PENETAPAN SUKU BUNGA SERTIFIKAT BANK INDONESIA (SBI) TERHADAP PENYALURAN KREDIT SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP PETUMBUHAN EKONOMI NASIONAL OLEH ISMAIL HADIKUSUMAH H14102125 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan fenomena shock ini adalah sangat menarik berbicara tentang

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan fenomena shock ini adalah sangat menarik berbicara tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Guncangan (shock) dalam suatu perekonomian adalah suatu keniscayaan. Terminologi ini merujuk pada apa-apa yang menjadi penyebab ekspansi dan kontraksi atau sering juga

Lebih terperinci

ANALISIS BANK LENDING CHANNEL DALAM TRANSMISI KEBIJAKAN MONETER DI INDONESIA OLEH DESY ANDRIYANI H

ANALISIS BANK LENDING CHANNEL DALAM TRANSMISI KEBIJAKAN MONETER DI INDONESIA OLEH DESY ANDRIYANI H ANALISIS BANK LENDING CHANNEL DALAM TRANSMISI KEBIJAKAN MONETER DI INDONESIA OLEH DESY ANDRIYANI H14103010 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari keadaan ekonomi negara lain. Suatu negara akan sangat tergantung dengan

BAB I PENDAHULUAN. dari keadaan ekonomi negara lain. Suatu negara akan sangat tergantung dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan ekonomi suatu negara pada dewasa ini tidak dapat dipisahkan dari keadaan ekonomi negara lain. Suatu negara akan sangat tergantung dengan negara lain

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Kurs (Nilai Tukar) a. Pengertian Kurs Beberapa pengertian kurs di kemukakan beberapa tokoh antara lain, menurut Krugman (1999) kurs atau exchange rate adalah

Lebih terperinci

VII. SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. Penelitian ini menyajikan faktor faktor ekonomi yang mempengaruhi

VII. SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. Penelitian ini menyajikan faktor faktor ekonomi yang mempengaruhi 112 VII. SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 7.1. Simpulan Penelitian ini menyajikan faktor faktor ekonomi yang mempengaruhi pergerakan atau fluktuasi nilai tukar, seperti sukubunga dunia, industrial production

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. negeri, seperti tercermin dari terdapatnya kegiatan ekspor dan impor (Simorangkir dan Suseno, 2004, p.1)

BAB 1 PENDAHULUAN. negeri, seperti tercermin dari terdapatnya kegiatan ekspor dan impor (Simorangkir dan Suseno, 2004, p.1) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ekonomi internasional semakin pesat sehingga hubungan ekonomi antar negara menjadi saling terkait dan mengakibatkan peningkatan arus perdagangan barang,

Lebih terperinci

Kebijakan Moneter & Bank Sentral

Kebijakan Moneter & Bank Sentral Kebijakan Moneter & Bank Sentral Pengertian Umum Kebijakan moneter adalah salah satu dari kebijakan ekonomi yang bisa dibuat oleh pemerintah Kebijakan moneter berkaitan dan berfokus pada pasokan uang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor utama dalam perekonomian Negara tersebut. Peran kurs terletak pada nilai mata

BAB I PENDAHULUAN. sektor utama dalam perekonomian Negara tersebut. Peran kurs terletak pada nilai mata BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nilai mata uang Rupiah dan perbandingan dengan nilai mata uang acuan internasional yaitu Dollar Amerika, merupakan salah satu gambaran pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut di banding dengan mata uang negara lain. Semakin tinggi nilai tukar mata

BAB I PENDAHULUAN. tersebut di banding dengan mata uang negara lain. Semakin tinggi nilai tukar mata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu indikator yang menunjukan bahwa perekonomian sebuah negara lebih baik dari negara lain adalah melihat nilai tukar atau kurs mata uang negara tersebut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional sangatlah diperlukan untuk mengejar ketertinggalan di bidang ekonomi

I. PENDAHULUAN. nasional sangatlah diperlukan untuk mengejar ketertinggalan di bidang ekonomi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara berkembang masih memiliki tingkat kesejahteraan penduduk yang relatif rendah. Oleh karena itu kebutuhan akan pembangunan nasional sangatlah diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lebih terbuka (openness). Perekonomian terbuka dalam arti dimana terdapat

BAB I PENDAHULUAN. lebih terbuka (openness). Perekonomian terbuka dalam arti dimana terdapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Globalisasi ekonomi mendorong perekonomian suatu negara ke arah yang lebih terbuka (openness). Perekonomian terbuka dalam arti dimana terdapat aktivitas perdagangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Bank adalah suatu lembaga keuangan yang mempunyai peranan sebagai tempat menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit(abdullah,

Lebih terperinci

Skripsi ANALISA PENGARUH CAPITAL INFLOW DAN VOLATILITASNYA TERHADAP NILAI TUKAR DI INDONESIA OLEH : MURTINI

Skripsi ANALISA PENGARUH CAPITAL INFLOW DAN VOLATILITASNYA TERHADAP NILAI TUKAR DI INDONESIA OLEH : MURTINI Skripsi ANALISA PENGARUH CAPITAL INFLOW DAN VOLATILITASNYA TERHADAP NILAI TUKAR DI INDONESIA OLEH : MURTINI 0810512077 FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ANDALAS Mahasiswa Strata 1 Jurusan Ilmu Ekonomi Diajukan

Lebih terperinci

BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN

BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN Volume 3, Nomor 3, Desember 2000 Tinjauan Atas Kerangka Kerja Kebijakan Moneter Menuju Penerapan Inflation Targeting Overview iii Operasi Pengendalian Moneter yang

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH PENGGUNAAN ALAT PEMBAYARAN DENGAN MENGGUNAKAN KARTU DAN VARIABEL-VARIABEL MAKROEKONOMI TERHADAP PERMINTAAN UANG DI INDONESIA

ANALISIS PENGARUH PENGGUNAAN ALAT PEMBAYARAN DENGAN MENGGUNAKAN KARTU DAN VARIABEL-VARIABEL MAKROEKONOMI TERHADAP PERMINTAAN UANG DI INDONESIA ANALISIS PENGARUH PENGGUNAAN ALAT PEMBAYARAN DENGAN MENGGUNAKAN KARTU DAN VARIABEL-VARIABEL MAKROEKONOMI TERHADAP PERMINTAAN UANG DI INDONESIA OLEH ZAINAL MUTTAQIN H14102105 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. atau nilai tukar (Miskhin, 2007:435). Bagi negara berkembang dengan

I. PENDAHULUAN. atau nilai tukar (Miskhin, 2007:435). Bagi negara berkembang dengan 0 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Harga mata uang suatu negara dalam harga mata uang negara lain disebut kurs atau nilai tukar (Miskhin, 2007:435). Bagi negara berkembang dengan perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis mata uang di Amerika Latin, Asia Tenggara dan di banyak negara

BAB I PENDAHULUAN. Krisis mata uang di Amerika Latin, Asia Tenggara dan di banyak negara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis mata uang di Amerika Latin, Asia Tenggara dan di banyak negara telah menunjukkan bahwa ketidakseimbangan kebijakan moneter dapat menyebabkan konsekuensi serius

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah-masalah ekonomi seperti rendahnya pertumbuhan ekonomi, tingginya tingkat

BAB I PENDAHULUAN. masalah-masalah ekonomi seperti rendahnya pertumbuhan ekonomi, tingginya tingkat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Stabilitas perekonomian suatu negara menjadi fokus bagi setiap negara. Hal ini dikarenakan apabila perekonomian suatu negara tidak stabil maka akan menimbulkan masalah-masalah

Lebih terperinci

IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA

IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA 49 IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA 4.1 Produk Domestik Bruto (PDB) PDB atas dasar harga konstan merupakan salah satu indikator makroekonomi yang menunjukkan aktivitas perekonomian agregat suatu negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. inflasi yang rendah dan stabil. Sesuai dengan UU No. 3 Tahun 2004 Pasal 7,

BAB I PENDAHULUAN. inflasi yang rendah dan stabil. Sesuai dengan UU No. 3 Tahun 2004 Pasal 7, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fokus utama dari kebijakan moneter adalah mencapai dan memelihara laju inflasi yang rendah dan stabil. Sesuai dengan UU No. 3 Tahun 2004 Pasal 7, tujuan Bank Indonesia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebijakan Moneter Kebijakan moneter adalah semua upaya atau tindakan Bank Sentral dalam mempengaruhi perkembangan variabel moneter (uang beredar, suku bunga, kredit dan nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Globalisasi ekonomi mendorong perekonomian suatu negara kearah yang

BAB I PENDAHULUAN. Globalisasi ekonomi mendorong perekonomian suatu negara kearah yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi ekonomi mendorong perekonomian suatu negara kearah yang lebih terbuka (oppeness). Perekonomian terbuka dalam arti dimana terdapat aktivitas perdagangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. landasan teori yang digunakan dalam penelitian yaitu mengenai variabel-variabel

BAB II TINJAUAN TEORI. landasan teori yang digunakan dalam penelitian yaitu mengenai variabel-variabel BAB II TINJAUAN TEORI Bab ini membahas mengenai studi empiris dari penelitian sebelumnya dan landasan teori yang digunakan dalam penelitian yaitu mengenai variabel-variabel dalam kebijakan moneter dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. aspek yang tidak terpisahkan dari perkembangan ekonomi negara terbuka. Keterbukaan ekonomi Indonesia akan membawa konsekuensi pada

I. PENDAHULUAN. aspek yang tidak terpisahkan dari perkembangan ekonomi negara terbuka. Keterbukaan ekonomi Indonesia akan membawa konsekuensi pada I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara berkembang menggunakan sistem perekonomian terbuka dalam menjalankan aktivitas perekonomiannya sehingga hal tersebut memungkinkan terjadinya interaksi

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi, BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA 4.1 Perkembangan Laju Inflasi di Indonesia Tingkat inflasi merupakan salah satu indikator fundamental ekonomi suatu negara selain faktor-faktor lainnya seperti

Lebih terperinci

PENGARUH PERUBAHAN GIRO WAJIB MINIMUM (GWM) TERHADAP TINGKAT KINERJA PERBANKAN INDONESIA OLEH WELLEM A. TENIWUT H

PENGARUH PERUBAHAN GIRO WAJIB MINIMUM (GWM) TERHADAP TINGKAT KINERJA PERBANKAN INDONESIA OLEH WELLEM A. TENIWUT H PENGARUH PERUBAHAN GIRO WAJIB MINIMUM (GWM) TERHADAP TINGKAT KINERJA PERBANKAN INDONESIA OLEH WELLEM A. TENIWUT H14102046 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci