HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. ANALISIS INVENTORI Analisis inventori yang dilakukan meliputi input kebutuhan bahan baku, penggunaan alat dan energi yang dibutuhkan serta output yaitu produk dan pencemaran lingkungan berupa limbah padat, cair, dan emisi yang ditimbulkan. Bahan baku utama yang digunakan adalah Limbah Tanaman Jagung (LTJ) meliputi tongkol, kelobot, batang, dan daun. Karakteristik LTJ yang digunakan sebagai bahan baku industri adalah LTJ dengan kadar awal selulosa 39.96%, hemiselulosa 22.45%, dan lignin 19.05% berat kering bahan awal dengan kadar air 10%. Kapasitas industri yang ditetapkan pada penelitian ini adalah produksi etanol sebanyak 500 liter dengan kadar 95% dalam satu hari. Kebutuhan bahan baku masing-masing rancangan untuk menghasilkan 500 liter bioetanol 95% dapat dilihat pada Tabel 10 di bawah ini. Tabel 10. Kebutuhan bahan baku Jumlah LTJ (KA: 25%) a) Kg/Hari Kg/Tahun b) R1 3, , R2 5, ,236, R3 3, , R4 5, ,228, R5 3, , R6 4, ,119, R7 2, , R8 3, , a) KA 25% merupakan kadar air awal LTJ saat baru dipanen (Firmansyah et al, 2007) b) Jumlah hari kerja dalam 1 tahun adalah 240 hari (5 hari kerja dalam satu minggu) Industri ditetapkan berlokasi di Jawa Barat dengan skala produksi yaitu satu kabupaten. Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan diketahui bahawa produktivitas dari beberapa wilayah sampel di Jawa Barat adalah 1, sampai 27, kg/ha/tahun dengan rata-rata produktivitas 9, kg/ha/tahun. Produktivitas limbah tanaman jagung, sesuai proporsinya menurut Anggraeny et al. (2006) sebesar 90% dari berat keseluruhan satu tanaman jagung, yaitu sampai 25, kg/ha/tahun dengan rata-rata produktivitas 8.795,19 kg/ha/tahun. Data penunjang lain yang digunakan yaitu luas wilayah tanam jagung di Jawa Barat menurut BPS (2009) adalah 123,785 ha, sehingga dapat diketahui bahwa Jawa Barat mampu menghasilkan limbah tanaman jagung sebanyak 115,148, sampai 3,094,625, kg/ha/tahun dengan rata-rata produksi adalah1,088,712, kg/ha/tahun. Produktivitas tersebut berdasarkan kebutuhan bahan baku untuk masing-masing rancangan jumlahnya mencukupi. Nilai produktivitas limbah tanaman jagung untuk masing-masing wilayah sampel dapat dilihat pada Tabel 11.

2 Tabel 11. Potensi limbah tanaman jagung per tahun di wilayah Jawa Barat Desa Produktivitas (Kg/Ha/Tahun) Potensi Limbah Karanganyar 2, , Sagara 7, , Cinangsih 3, , Cibogo 1, Tambakbaya 1, , Banyuresmi 23, , Sukakarya 1, , Sukaraja 15, , Leles 15, , Tambakbaya 22, , Karajan 1, Sukaraja 1, , Sinagalih 11, , Cimahi tengah 27, , Rata-rata 9, , Pengangkutan Bahan Baku LTJ yang telah terkumpul diangkut menggunakan truk terbuka. Jarak tempuh dari industri sampai ke tempat bahan baku diasumsikan 30 km, berdasarkan luas cakupan wilayah industri yaitu satu kabupaten. Penetapan tersebut berdasarkan informasi bahwa jarak antar kecamatan dalam satu kabupaten untuk wilayah Jawa Barat rata-rata adalah 30 km (Jawa Barat, 2010). Berdasarkan asumsi tersebut, maka jarak dari industri hingga kembali ke industri adalah 60 km. Pengangkutan dilakukan sebanyak dua kali dengan jumlah truk untuk masing-masing rancangan yaitu sebanyak tiga unit. Spesifikasi truk yang digunakan didasarkan pada hasil wawancara secara langsung kepada pengguna truk, spesifikasi truk yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran 2. Perhitungan lengkap mengenai kebutuhan energi manusia dan truk saat pengangkutan bahan baku dapat dilihat pada Lampiran 3. Hasil perhitungan menunjukan bahwa rancangan dengan delignifikasi biologis menggunakan Trametes vercolor serta fermentasi menggunakan Zymomonas mobilis dengan Pichia stipitis (R7) membutuhkan energi truk dan manusia paling sedikit. Jumlah energi yang diperlukan oleh truk dipengaruhi oleh spesifikasi truk yang digunakan. Truk yang semakin hemat dalam penggunaan bahan bakar, maka energi yang dikeluarkan juga semakin kecil. Energi yang dibutuhkan oleh tenaga kerja manusia dihitung berdasarkan perhitungan yang dilakukan menurut laporan FAO (2001). Nilai energi manusia dipengaruhi oleh jumlah LTJ yang harus diangkut kedalam truk. Semakin besar beban pengangkutan, maka semakin besar energi manusia yang harus dikeluarkan. 27

3 Energi yang dikeluarkan truk berdasarkan jumlah penggunaan bahan bakar serta jumlah energi tenaga kerja selama pengangkutan dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Energi pada tahap pengangkutan Kebutuhan Energi Truk Jumlah Tenaga Energi Tenaga Solar (Liter) (MJ) Kerja (Orang) Kerja (MJ) R R R R R R R R Penggunaan truk pengangkutan berbahan bakar solar akan berdampak pada pelepasan emisi ke udara. Faktor emisi solar menurut Tarigan (2009) untuk CO 2 adalah 2.74 kg/l, CO 0.04 kg/l, NO x 0.01 kg/l, dan HC 0.02 kg/l. Berdasarkan nilai faktor emisi tersebut, maka jumlah emisi yang dilepaskan pada saat tahapan pengangkutan dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Emisi pada tahap pengangkutan Kandungan Emisi (Kg) CO 2 CO NOx HC Total R R R R R R R R yang membuang kandungan emisi terkecil berdasarkan tabel di atas adalah R7 (delignifikasi biologis menggunakan jamur pelapuk putih Trametes vercolor serta fermentasi menggunakan Zymomonas mobilis dengan Pichia stipitis). Peningkatan kandungan emisi yang dibuang dipengaruhi oleh jenis truk yang digunakan, semakin banyak bahan bakar yang dibutuhkan, kandungan emisi yang dilepaskan pun akan semakin tinggi. 28

4 2. Penggunaan Boiler Seluruh kegiatan pada tahapan proses produksi membutuhkan suhu tertentu, suhu tersebut dicapai dengan memanfaatkan penggunaan steam yang dihasilkan oleh boiler. Boiler yang digunakan adalah boiler pipa api dan air dengan bahan bakar yaitu kayu serta limbah padat yang dihasilkan pada tahapan proses produksi. Perbandingan penggunaan limbah padat dengan kayu adalah 9:1, penggunaan kayu lebih sedikit dikarenakan hanya digunakan sebagai pembakaran awal. Penggunaan limbah padat lebih banyak, dimaksudkan untuk memanfaatkan hampir seluruh limbah yang dihasilkan, sehingga jumlahnya yang dibuang ke lingkungan menjadi berkurang. Spesifikasi boiler yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran 2. Kebutuhan uap untuk masing-masing rancangan diperoleh berdasarkan penjumlahan kebutuhan uap seluruh tahapan dan nilainya dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Penggunaan energi pada tahap penggunaan boiler Kebutuahan Bahan Bakar Energi Kebutuhan Uap Energi Boiler (Kg) Manusia Panas (Kg) (MJ) Kayu Limbah Padat (MJ) R1 24, , , R2 33, , , R3 24, , , R4 33, , , R5 24, , , R6 33, , , R7 23, , , R8 33, , , Jumlah uap panas dan energi manusia paling sedikit dibutuhkan oleh R7, yaitu rancangan dengan delignifikasi biologis menggunakan Trametes vercolor serta fermentasi menggunakan Zymomonas mobilis dengan Pichia stipitis. Jumlah uap panas yang dibutuhkan dipengaruhi oleh lama waktu proses produksi dan kadar etanol yang dihasilkan. Waktu yang singkat dan semakin tinggi kadar etanol yang dihasilkan, akan berdampak pada pengurangan kebutuhan uap panas dan bahan bakar. dengan delignifikasi biologis membutuhkan waktu lebih lama dalam menghilangkan lignin dibandingkan dengan rancangan delignifikasi kimiawi, namun rata-rata memiliki kadar etanol yang lebih tinggi dibandingkan dengan rancangan delignifikasi kimiawi. R7 membutuhkan waktu yang lama untuk menghasilkan etanol, namun kadar etanol pada cairan SSF nya paling tinggi yaitu gram/liter, sehingga uap yang dibutuhkan juga menjadi semakin sedikit dibandingkan dengan rancangan yang lain. Nilai energi manusia dipengaruhi oleh banyaknya bahan bakar boiler yang harus diangkat. Semakin banyak kebutuhan uap akan semakin banyak bahan bakar yang dibutuhkan dan semakin besar energi manusia yang harus dikeluarkan. Perhitungan lengkap 29

5 mengenai kebutuhan uap boiler, energi manusia, dan energi mesin boiler dapat dilihat pada Lampiran 4. Penggunaan limbah padat serta kayu sebagai bahan bakar dalam menghasilkan uap akan memberikan dampak berupa pelepasan emisi hasil pembakaran. Emisi yang dilepaskan oleh kayu dan limbah padat diasumsikan sama, menurut ULET (2010) faktor emisi CO 2 adalah 2.54 kg/kg, CO 0.03 kg/kg, NO x 2.50E-3 kg/kg, dan HC 0.02 kg/kg. Berdasarkan nilai faktor emisi tersebut, maka jumlah emisi yang dilepaskan pada saat tahapan penggunaan boiler dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Emisi penggunaan boiler Kandungan Emisi (Kg) CO 2 CO Nox HC Total R1 4, , R2 5, , R3 4, , R4 5, , R5 4, , R6 5, , R7 4, , R8 5, , yang membuang kandungan emisi terkecil adalah R7. Peningkatan kandungan emisi yang dibuang dipengaruhi oleh penggunaan bahan bakar, semakin banyak bahan bakar yang digunakan akan semakin besar emisi yang dilepaskan ke udara bebas. Boiler membutuhkan air yang telah mengalami perlakuan terlebih dahulu untuk memperpanjang umur pemakaian dari boiler. Tahap awal yang dilakukan dalam pengkondisian air umpan boiler adalah penyaringan menggunakan pasir kuarsa kemudian penyaringan menggunakan resin untuk menghilangkan kesadahan dan terakhir penghilangan gas-gas berbahaya yang terkandung dalam air dengan memanaskan air pada suhu 90 0 C, suhu tersebut dicapai dengan memanfaatkan cairan hasil hidrotermal I. 3. Penggunaan Listrik Listrik yang digunakan ditetapkan berasal dari Perusahaan Listrik Negara (PLN) dengan pembangkitnya batu bara. Listrik digunakan oleh beberapa alat, seperti pompa air, pompa pengalir bahan, serta pengaduk yang digunakan oleh beberapa tangki. Jumlah keseluruhan pompa untuk rancangan dengan delignifikasi biologis adalah sebanyak 10 unit dan pengaduk sebanyak 28 unit, sedangkan delignifikasi kimiawi membutuhkan pompa sebanyak 7 unit dan pengaduk 24 unit. Selain jumlah alat yang digunakan, energi yang dikeluarkan juga dipengaruhi oleh lama alat tersebut digunakan. 30

6 Penggunaan listrik terkecil berdasarkan perhitungan adalah R1, yaitu rancangan yang dalam tahapan delignifikasinya menggunakan Ca(OH) 2 dan fermentasi menggunakan Zymomonas mobilis dan Pichia stipitis. Peralatan listrik yang digunakan untuk seluruh tahapan dapat dilihat pada Lampiran 2, sedangkan untuk perhitungan total energi yang digunakan dari pemakaian listrik dapat dilihat pda Lampiran 5. Kebutuhan listrik hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Energi penggunaan listrik Kebutuhan Listrik (KWh) Kebutuhan Energi (MJ) R , R , R , R , R , R , R , R , Penggunaan energi listrik menimbulkan dampak berupa emisi, faktor emisi listrk menurut ULET (2010) untuk CO 2 adalah 0.72 kg/kwh, CO 0.01 kg/kwh, NO x 2.40E-3 kg/kwh, dan HC 4.60E-3 kg/kwh. Berdasarkan nilai faktor emisi tersebut, maka jumlah emisi yang dilepaskan pada saat tahapan penggunaan listrik dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Emisi penggunaan listrik Kandungan Emisi (Kg) CO 2 CO NOx HC Total R R R R R R R R Emisi yang dihasilkan dipengaruhi oleh seberapa besar penggunaan energi, sehingga emisi paling kecil ditimbulkan oleh rancangan yang juga menggunakan energi paling kecil yaitu R1. 31

7 4. Persiapan Bahan Persiapan bahan meliputi pembiakan jamur yang akan digunakan pada tahap delignifikasi, pembiakan starter untuk digunakan saat fermentasi, dan penghancuran bahan yang akan digunakan untuk pembuatan bioetanol. Jamur dan starter yang akan digunakan dibiakkan secara bertahap dengan tahapan pembiakan 1 liter inokulum kemudian 5 liter, 20 liter, 200 liter, lalu pembiakan kebutuhan untuk jamur dan starter. Pembiakan jamur dan starter dilakukan dengan menggunakan tangki-tangki yang telah diberi pengatur suhu sesuai dengan kondisi yang dibutuhkan, sedangkan tahapan penghancuran bahan menggunakan hammer mill dengan kapasitas penghancuran 2000 kg/jam berbahan bakar solar.. Kondisi untuk jamur yaitu 30 0 C selama 7 hari dan untuk starter 30 0 C selama 1 hari. Tangki pada saat pembiakan untuk jamur dan starter dilengkapi dengan pengaduk yang memiliki kecepatan 100 rpm. Kecepatan tersebut digunakan berdasarkan hasil penelitian Arnata (2009) yang melakukan pembiakan Saccharomyces cerevisiae dan juga hasil penelitian di laboratorium dengan menggunakan shaker, dimana kecepatan shaker yang digunakan diindustri adalah antara rpm. Spesifikasi alat dan tangki yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran 2. Uap panas yang digunakan, dipengaruhi oleh kebutuhan jamur ataupun starter yang harus dibiakkan. Kebutuhan jamur dipengaruhi oleh kemampuan jamur pelapuk putih dalam mendelignifikasi LTJ, sedangkan kebutuhan starter dipengaruhi oleh kemampuan kombinasi starter yang digunakan dalam mengkonversi bahan menjadi bioetanol. Pada tahap persiapan bahan menggunakan energi manusia dalam mengolah bahan, nilai energi manusia dihitung berdasarkan perhitungan FAO (2001). Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah energi yang dikeluarkan adalah jumlah bahan yang diolah serta tahapan yang harus dilalui oleh rancangan. Perhitungan lengkap energi manusia, hammer mill dan kebutuhan uap panas pada saat tahapan persiapan bahan dapat dilihat pada Lampiran 6, 7, dan 8. Berdasarkan perhitungan diketahui bahwa rancangan yang paling sedikit membutuhkan uap panas adalah R1 (delignifikasinya menggunakan Ca(OH) 2 dan fermentasi menggunakan Zymomonas mobilis dan Pichia stipitis). Pada saat kegiatan pembiakan inokulum jamur nilai kebutuhan uap dan energi untuk R1 dan R2 adalah 0 karena pada rancangan tersebut tidak membutuhkan jamur. Kebutuhan energi manusia dan energi mesin terkecil terdapat pada R7, yaitu rancangan dengan delignifikasi biologis menggunakan Trametes vercolor serta fermentasi menggunakan Zymomonas mobilis dengan Pichia stipitis. Jumlah kebutuhan uap dan energi hammer mill dipengaruhi oleh banyaknya bahan yang harus disiapkan, sedangkan energi manusia yang paling berpengaruh adalah pada tahap penghancuran bahan. Kebutuhan energi serta uap untuk masing-masing rancangan pada tahap persiapan bahan dapat dilihat pada Tabel

8 Kebutuhan Uap (Kg) Energi Hammer Pembiakan Pembiakan Mill (MJ) Total Jamur Starter Tabel 18. Energi pada tahap persiapan bahan Jumlah Tenaga Kerja (Orang) Energi Tenaga Kerja (MJ) Pembiakan Jamur Penghancuran Pembiakan Pembiakan Penghancuran dan Starter Bahan Jamur Starter Bahan R R R R R R R R Total 33

9 Penggunaan solar pada hammer mill akan menghsilkan emisi dalam jumlah tertentu berdasarkan banyaknya penggunaan bahan bakar. Faktor emisi solar menurut Tarigan (2009) untuk CO 2 adalah 2.74 kg/l, CO 0.04 kg/l, NO x 0.01 kg/l, dan HC 0.02 kg/l. Jumlah emisi yang dilepaskan masing-masing rancangan pada saat penghancuran bahan dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19. Emisi pada tahap persiapan bahan Kebutuhan solar Kandungan Emisi (Kg) (Liter) CO 2 CO NOx HC Total R R R R R R R R Berdasarkan tabel di atas, rancangan yang membuang kandungan emisi terkecil adalah R7, yaitu rancangan dengan delignifikasi biologis menggunakan Trametes vercolor serta fermentasi menggunakan Zymomonas mobilis dengan Pichia stipitis. Jumlah emisi dipengaruhi oleh penggunaan mesin, semakin singkat bahan yang masuk akan semakin sedikit waktu penggunaan sehingga semakin sedikit bahan bakar yang dibutuhkan dan emisi yang dilepaskan akan semakin kecil. 5. Perlakuan Awal Bahan Perlakuan awal bahan meliputi delignifikasi dan hidrotermal dua tahap. Tahapan delignifikasi dibedakan menjadi delignifikasi biologis dan delignifikasi kimiawi. Delignifikasi kimiawi dilakukan pada R1 dan R2, tahap awal dalam delignifikasi kimiawi adalah pemasakan. Bahan-bahan yang digunakan adalah LTJ, air, dan Ca(OH) 2. Tahap pemasakan pada R1 dan R2 menggunakan suhu C selama 2 jam, setelah tahap pemasakan selesai lalu air hasil pemasakan dibuang dan kemudian LTJ dicuci meggunakan air. Air yang digunakan untuk pemasakkan dan pencucian berasal dari sumur. Suhu untuk tiap tangki dicapai dengan memanfaatkan steam dari boiler. Delignifikasi biologis dilakukan pada R3 sampai R8, menggunakan jamur pelapuk putih untuk menghilangkan kandungan lignin pada LTJ. Tahap awal yang dilakukan adalah pemasakan LTJ pada suhu C selama 1 jam. Setelah dimasak kemudian LTJ disterilisasi pada suhu C selama 1 jam, setelah disterilisasi bahan diinkubasi setelah sebelumnya diinokulasikan jamur. Suhu inkubasi masing-masing rancangan berbeda, pada R3 sampai R6 adalah 168 jam pada suhu 30 0 C, sedangkan R7 dan R8 adalah 168 jam pada suhu 43,9 0 C. 34

10 LTJ hasil inkubasi kemudian dicuci sebelum diproses ke tahap berikutnya. Suhu dicapai dengan memanfaatkan steam dari boiler. Aliran bahan seluruh rancangan pada tahapan delignifikasi (pemasakan) adalah sinambung sebanyak dua kali pemasakan sedangkan untuk inkubasi dan sterilisasi aliran bahan adalah curah. Kebutuhan uap serta energi manusia yang dibutuhkan selama tahapan delignifikasi dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20. Energi pada tahap delignifikasi Jumlah Kebutuhan Uap (Kg) Energi Tenaga Tenaga Sterilisasi dan Kerja Pemasakkan Total Kerja (MJ) Inkubasi (Orang) R R R R R R R R Berdasarkan perhitungan, rancangan yang membutuhkan uap panas dan energi manusia paling sedikit adalah R7, yaitu rancangan dengan delignifikasi biologis menggunakan Trametes vercolor serta fermentasi menggunakan Zymomonas mobilis dengan Pichia stipitis. Kebutuhan uap dan energi manusia pada tahap delignifikasi, dipengaruhi oleh jumlah bahan yang digunakan selama tahapan berlangsung. Jumlah tangki yang digunakan beserta spesifikasinya dapat dilihat pada Lampiran 2, sedangkan untuk perhitungan energi manusia dan kebutuhan steam pada tahap delignifikasi dapat dilihat pada Lampiran 9 dan 10. Pada tahap ini dihasilkan limbah cair dari pemasakkan dan pencucian. Limbah cair yang dihasilkan pada seluruh rancangan akan ditampung sementara sebagai penukar panas. Pada R1 dan R2 limbah cair dimanfaatkan untuk menurunkan suhu pada tangki hidrotermal sebelum bahan memasuki tahap pre-hidrolisis dan pada tangki pre-hidrolisis sebelum bahan bahan memasuki tahap fermentasi. Pada R3 sampai R8 limbah cair dimanfaatkan untuk menurunkan suhu pada tangki sterilisasi sebelum bahan memasuki tahap inkubasi, pada tangki hidrotermal sebelum bahan memasuki tahap pre-hidrolisis dan pada tangki prehidrolisis sebelum bahan memasuki tahap fermentasi. Jumlah limbah untuk tiap rancangan dapat dilihat pada Tabel 21. Pada tabel tersebut diketahui bahwa rancangan yang menghasilkan limbah cair paling banyak adalah R4, yaitu rancangan dengan delignifikasi biologis menggunakan jamur Pleurotus ostreatus dan SSF menggunakan Saccharomyces cerevisiae dan Pichia stipitis. 35

11 Tabel 21. Limbah pada tahap delignifikasi Limbah Cair (Kg) R1 117, R2 154, R3 159, R4 209, R5 144, R6 190, R7 97, R8 129, Limbah tanaman jagung yang telah melalui tahapan delignifikasi akan mengalami perubahan komposisi selulosa, hemiselulosa, dan lignin di dalam bahan. Kandungan selulosa, hemiselulosa, dan lignin pada bahan setelah melalui tahapan delignifikasi dapat dilihat pada Tabel 22 di bawah ini. Tabel 22. Karakteristik limbah tanaman jagung setelah delignifikasi % dari Berat Kering Bahan Awal Hemiselulosa Selulosa Lignin R R R R R R R R Delignifikasi dilakukan untuk menghilangkan kandungan bahan ekstraktif yang tidak digunakan selama proses fermentasi. Penghilangan lignin yang terjadi pada tahap delignifikasi akan membantu struktur selulosa dan hemiselulosa lebih mudah ditembus pada saat tahapan hidrolisis enzimatis serta sakarifikasi dan fermentasi simultan (Sierra, 2008). Hidrotermal I dan hidrotermal II dilakukan menggunakan tangki yang sama. Bahan yang dimasukkan saat tahap awal hidrotermal I adalah air dan LTJ terdelignifikasi yang kemudian akan menghasilkan keluaran berupa cairan hasil hidrotermal I serta padatan I. Hidrotermal I dilakukan selama C selama 1 jam. Bahan yang dimasukkan pada hidrotermal II adalah padatan I dan air yang kemudian menghasilkan cairan hidrotermal II dan padatan II. Hidrotermal II dilakukan selama 0,33 jam pada suhu C. Sistem aliran bahan pada tahap hidrotermal untuk seluruh rancangan adalah sinambung dengan pemasukan bahan sebanyak dua kali. 36

12 Proses hidrotermal berrtujuan menghilangkan komponen pada limbah tanaman jagung yang dapat mengganggu proses sakarifikasi dan fermentasi simultan Munawar (2008). Karakteristik limbah tanaman jagung setelah melalui tahap hidrotermal II akan kembali mengalami perubahan komposisi selulosa, hemiselulosa, dan lignin di dalam bahan. Karakteristik limbah tanaman jagung setelah hidrotermal II dapat dilihat pada Tabel 23. Tabel 23. Karakteristik limbah tanaman jagung setelah hidrotermal II % dari Berat Kering Bahan Awal Hemiselulosa Selulosa Lignin R R R R R R R R Pada tahap hidrotermal, selain dihasilkan padatan juga dihasilkan limbah cair. Limbah cair yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 24. Berdasarkan tabel tersebut, limbah cair pada tahapan hidrotermal, paling banyak dihasilkan oleh rancangan dengan delignifikasi menggunakan Ca(OH) 2 dan SSF menggunakan Saccharomyces cerevisiae dan Pichia stipitis (R2). Tabel 24. Limbah pada tahap hidrotermal Limbah Cair (Kg) R1 26, R2 34, R3 30, R4 39, R5 24, R6 32, R7 13, R8 17, Spesifikasi tangki yang digunakan pada tahapan hidrotermal dapat dilihat pada Lampiran 2. Energi manusia yang dikeluarkan serta uap panas yang dibutuhkan selama tahapan hidrotermal dapat dilihat pada Tabel 25 dan perhitungan lengkap nya dapat dilihat pada Lampiran 11 dan 12. Berdasarkan perhitungan, rancangan yang membutuhkan uap panas dan energi manusia paling sedikit adalah R1, yaitu rancangan dengan delignifikasi 37

13 kimiawi menggunakan Ca(OH) 2 serta fermentasi menggunakan Zymomonas mobilis dengan Pichia stipitis. Kebutuhan uap dan energi manusia pada tahap hidrotermal, dipengaruhi oleh jumlah bahan yang digunakan pada tahap hidrotermal I dan II. Tabel 25. Energi pada tahap hidrotermal Jumlah Kebutuhan Uap (Kg) Energi Tenaga Tenaga Kerja Hidrotermal I Hidrotermal II Total Kerja (MJ) (Orang) R R R R R R R R Sakarifikasi dan Fermentasi Simultan (SSF) Tahapan SSF didahului dengan tahapan pre-hidrolisis. Cairan hidrotermal II dan padatan II yang dihasilkan dialirkan ke tangki pre-hidrolisis. Menurut Xu et al. (2009) perbandingan jumlah cairan hidrotermal II dengan padatan yang digunakan adalah Tahapan pre-hidrolisis dilakukan pada suhu 50 0 C selama 24 jam. Bahan yang dimasukkan pada tahapan ini selain padatan II dan cairan hidrotermal II adalah sitrat fosfat (ph=5), enzim xilanase, selulase, dan -glukosidase (penelitian di laboratorium TIN, 2010). Seluruh bahan yang telah melalui tahap pre-hidrolisis kemudian dibiarkan didalam tangki untuk difermentasi. Menurut Runkel and Wiliter (1951), hemiselulosa terdegradasi pada suhu antara o C. Sehingga pada saat hidrotermal II dengan penguapan suhu 180 o C terdapat sejumlah hemiselulosa yang terlarut dalam cairan hasil hidrotermal II. Menurut Olofsson et al. (2008), konsentrasi padatan yang tidak terlarut dalam air tidak boleh lebih dari 10% agar diperoleh konsentrasi bioetanol yang tinggi. Cairan hasil hidrothermal II dapat dimanfaatkan sebagai substrat sakarifikasi dan fermentasi simultan karena mengandung sejumlah hemiselulosa dan juga dapat membuat kondisi enzim dapat bekerja lebih baik pada kondisi lingkungan yang basah yang dikenal dengan istilah kondisi indorush. Tangki yang digunakan untuk fermentasi menggunakan pengaduk dengan kecepatan 100 rpm dengan daya 100 W. Kondisi fermentasi untuk jenis kombinasi starter Zymomonas mobilis dan Pichia stipitis yaitu pada suhu 38 0 C selama 72 jam, sedangkan untuk kombinasi starter Saccharomyces cerevisiae dan Pichia stipitis pada suhu 38 0 C selama 48 jam. Bahan tambahan yang dimasukkan pada saat tahap ini adalah urea dan starter (penelitian di 38

14 laboratorium TIN, 2010). Hasil yang diperoleh adalah cairan hasil fermentasi, padatan, serta CO 2. Aliran bahan pada tahapan pre-hidrolisis dan SSF adalah curah. Cairan fermentasi yang dihasilkan pada tahap SSF untuk masing-masing rancangan memiliki faktor konversi yang berbeda-beda, hal tersebut dikarenakan adanya perbedaan pada perlakuan awal bahan dan kombinasi starter. Faktor konversi etanol yang terdapat pada cairan hasil fermentasi untuk masing-masing rancangan dapat dilihat pada Tabel 26. Tabel 26. Faktor konversi etanol pada cairan SSF Faktor Konversi (g/l) R R R R R R R R Nilai faktor konversi tersebut didapatkan dengan melakukan perbandingan menggunakan data yang diperoleh pada penelitian di Laboratorium TIN (2010) dengan angka teoritis berdasarkan persentase keberadaan selulosa, hemiselulosa, dan lignin pada bahan. Nilai tersebut memberikan informasi jumlah etanol dalam satuan gram pada satu liter cairan SSF yang dihasilkan, sebagai contoh apabila melakukan pembuatan etanol dengan cara R1 maka akan dihasilkan etanol sebanyak 8.36 gram dalam satu liter cairan hasil SSF. Kebutuhan uap serta energi manusia pada tahap SSF dapat dilihat pada Tabel 27. Tabel 27. Energi pada tahap SSF Kebutuhan Uap (Kg) Jumlah Tenaga Kerja (Orang) Energi Tenaga Kerja (MJ) R R R R R R R R yang membutuhkan uap panas paling sedikit berdasarkan perhitungan adalah R8, yaitu rancangan dengan delignifikasi menggunakan Trametes vercolor serta fermentasi menggunakan Saccharomyces cerevisiae dan Pichia stipitis. Jumlah kebutuhan 39

15 uap dipengaruhi oleh hasil padatan saat delignifikasi, semakin sedikit padatan, uap panas yang dibutuhkan semakin sedikit. Jumlah padatan dipengaruhi kemampuan penghilangan lignin. Semakin sedikit padatan maka semakin sedikit padatan II dan cairan hasil hidrotermal II yang kemudian berpengaruh pada jumlah pemakaian bahan saat tahapan pre-hidrolisis dan fermentasi. Selain jumlah bahan, kebutuhan uap juga dipengaruhi lamanya waktu fermentasi. Kombinasi starter Zymomonas mobilis dan Pichia stipitis mebutuhkan waktu fermentasi 72 jam, Saccharomyces cerevisiae dan Pichia stipitis membutuhkan 48 jam. Sehingga rancangan dengan kombinasi Saccharomyces cerevisiae dan Pichia stipitis akan membutuhkan uap panas lebih sedikit. Kebutuhan energi tenaga kerja dipengaruhi oleh jumlah bahan serta limbah padat saat tahapan fermentasi yang harus diangkut. Perhitungan lengkap kebutuhan energi manusia dan uap dapat dilihat pada Lampiran 13 dan Lampiran 14. Spesifikasi tangki yang digunakan pada tahap SSF dapat dilihat pada Lampiran 2. Pada tahap SSF dihasilkan limbah padat yang jumlahnya dipengaruhi oleh kemampuan starter dalam mengkonversi bahan-bahan yang dimasukkan. Jumlah limbah untuk masing-masing rancangan tersebut dapat dilihat pada Tabel 28. Tabel 28. Limbah pada tahap SSF Limbah Padat (Kg) R1 31, R2 39, R3 27, R4 34, R5 28, R6 34, R7 22, R8 27, Limbah padat yang dihasilkan paling banyak berdasarkan tabel di atas yaitu pada rancangan dengan delignifikasi kimiawi dan fermentasi menggunakan Saccharomyces cerevisiae dan Pichia stipitis. 7. Pemurnian Kadar bioetanol awal hasil fermentasi yang masih sangat kecil dinaikkan dengan melakukan distilasi menggunakan evaporator dan distilator. Prinsip penggunaan evaporator dan distilator yang digunakan didasari pada proses pemurnian bioetanol di PT.Panca Jaya Raharja seperti yang diamati oleh Suhendri tahun Cairan hasil fermentasi akan dimasukkan ke dalam evaporator kemudian dipanaskan hingga mencapai suhu 90 0 C lalu uap nya dialirkan ke distilator dan didinginkan. Perbedaan temperatur penguapan air (100 0 C) 40

16 dan etanol (78 0 C) menyebabkan pemisahan antara air dan bioetanol. Suhu pada destilator harus terus dijaga pada suhu 79 0 C untuk menghasilkan bioetanol dengan kadar 95%. Tangki evaporator dan distilator yang digunakan diberi pengatur suhu sesuai dengan kondisi yang dibutuhkan. Jumlah tangki yang digunakan beserta spesifikasinya dapat dilihat pada Lampiran 2. Aliran bahan pada tahapan pemurnian adalah sinambung dengan pemasukan cairan hasil SSF sebanyak empat kali untuk seluruh rancangan. Pada tahap ini akan dihasilkan limbah cair yang jumlahnya dipengaruhi oleh jumlah umpan yang masuk ke tangki pemurnian. Kebutuhan uap, energi manusia, dan jumlah limbah cair untuk masingmasing rancangan pada tahap pemurnian dapat dilihat pada Tabel 29. Tabel 29. Kebutuhan uap panas, energi, dan limbah yang dikeluarkan saat pemurnian Kebutuhan Uap (Kg) Jumlah Tenaga Kerja (Orang) Energi Tenaga Kerja (MJ) Jumlah Limbah (Kg) R1 23, , R2 32, , R3 23, , R4 32, , R5 23, , R6 32, , R7 23, , R8 32, , Tabel 29 menunjukan, rancangan yang membutuhkan uap panas paling sedikit adalah seluruh rancangan dengan fermentasi menggunakan Zymomonas mobilis dan Pichia stipitis. Kebutuhan uap panas dipengaruhi cairan hasil fermentasi dan kadar etanol yang dihasilkan. Semakin sedikit cairan hasil fermentasi dan tinggi kadar etanol, semakin sedikit uap panas yang dibutuhkan. Bahan pada tahap ini dialirkan ke tangki penampungan menggunakan pipa dengan aliran gravitasi. Penggunaan energi manusia pada tahap ini tidak ada perbedaan, karena kegiatan dilakukan dalam lama waktu yang sama dan tidak ada perlakuan kegiatan yang berbeda. Perhitungan energi manusia dan kebutuhan uap panas saat pemurnian dapat dilihat pada Lampiran 15 dan 16. Berdasarkan hasil bioetanol yang dicapai maka dapat diketahui faktor konversi bioetanol berdasarkan jumlah bahan baku yang digunakan. Berdasarkan perhitungan, rancangan dengan delignifikasi biologis menggunakan jamur Trametes vercolor serta fermentasi menggunakan Zymomonas mobilis dan Pichia stipitis memiliki nilai faktor konversi tertinggi. Hal tersebut dipengaruhi oleh kondisi bahan setelah dilakukan perlakuan awal, bahan tersebut masih mengandung kadar selulosa dan hemiselulosa yang tinggi. Jumlah etanol tersebut juga dipengaruhi oleh kemampuan starter dalam menkonversi bahanbahan tersebut menjadi etanol. Nilai faktor konversi tersebut dapat dilihat pada Tabel

17 Tabel 30. Faktor konversi etanol berdasakan penggunaan bahan baku Faktor Konversi (l/kg berat kering bahan) R R R R R R R R Nilai faktor konversi yang didapatkan tidak jauh berbeda dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Beberapa nilai faktor konversi bioetanol yang didapatkan dari penelitian sebelumnya dapat dilihat pada Tabel 31. Tabel 31. Faktor konversi etanol hasil penelitian terdahulu Bahan Baku Faktor Konversi (l/kg berat kering bahan) Sumber Tongkol jagung 0.36 Kuhad dan Singh, 1993 Batang jagung 0.22 Kuhad dan Singh, 1993 Limbah jagung 0.26 Wooley et al., 1999 Tongkol jagung 0.32 Aden et al., 2002 Batang jagung 0.23 Demirbas, Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) Limbah cair yang dihasilkan pada tahapan proses produksi diukur kadar COD nya dan didapatkan bahwa kadar COD dari limbah cair yang dihasilkan adalah mg/liter. Nilai COD tersebut menunjukkan total organik terlarut dalam limbah cair. Nilai COD tersebut menunjukkan bahwa limbah tersebut tidak boleh dilepas langsung ke badan air, karena menurut kepmenlh no: KEP-02/MENKLH/I/1988, limbah cair yang diperkenankan batas maksimumnya adalah 600 mg/liter. Berdasarkan hal tersebut maka limbah cair yang dihasilkan akan diolah dahulu sebelum dibuang ke badan air. Tahapan awal adalah limbah dari seluruh tahapan dialirkan ke kolam penampungan untuk diturunkan suhunya, karena suhunya terlalu tinggi untuk diolah secara biologis. Tahapan selanjutnya yaitu limbah cair akan dialirkan ke kolam anaerobik. Pada tahapan ini 90% bahan-bahan organik yang terkandung dalam limbah akan dikonversi menjadi metana, karbon dioksida dan sulfat akan dikonversi menjadi hidrogen sulfida, dan sludge. Tahap terakhir, limbah akan dialirkan ke kolam aerobik, pada tahap ini 90% cairan yang terolah akan menghasilkan 30% sludge. Sludge yang dihasilkan harus dibersihkan dari kolam aerobik untuk menjaga keefektivan kinerja kolam (Aden et al., 2002). Energi yang dibutuhkan dalam mengelola 1 liter limbah/jam menurut Aden et al. (2002) adalah 2x10-9 MJ/liter. Nilai tersebut kemudian diaplikasikan ke delapan rancangan, selain itu pada tahap pengelolaan limbah cair juga diperhitungkan nilai energi manusia yang 42

18 dibutuhkan. Perhitungan lengkap nilai energi manusia dapat dilihat pada Lampiran 17. Nilai energi pengolahan limbah cair untuk masing-masing rancangan dapat dilihat pada Tabel 32. Limbah cair yang dihasilkan dan penggunaan energi paling sedikit berdasarkan perhitungan adalah pada rancangan dengan delignifikasi menggunakan Trametes vercolor dan SSF menggunakan Zymomonas mobilis dan Pichia stipitis (R7). Jumlah limbah cair dipengaruhi oleh penggunaan air selama tahapan proses serta kemampuan starter dalam mengkonversi bahan menjadi cairan dan menghasilkan padatan. Energi manusia dipengaruhi oleh jumlah sludge yang dihasilkan dan jumlah sludge tersebut dipengaruhi oleh limbah cair yang dihasilkan. Energi alat untuk pengelolaan limbah tersebut didasari pada perhitungan yang telah dilakukan oleh Aden et al., 2002 dan juga dipengaruhi oleh jumlah limbah cair yang dihasilkan. Tabel 32. Energi pengolahan limbah cair Jumlah Limbah Jumlah sludge Energi (MJ) Cair (Kg) (Kg) Alat Manusia Total R1 230, , E R2 280, , E R3 261, , E R4 347, , E R5 241, , E R6 320, , E R7 164, , E R8 219, , E Keseluruhan bahan yang digunakan selama proses produksi untuk masing-masing rancangan ditampilkan dalam bentuk neraca massa yang dapat dilihat pada Lampiran 18 sampai dengan Lampiran 25. Analisis inventori kemudian dijadikan dasar dalam mengetahui jumlah limbah dan emisi secara keseluruhan untuk masing-masing rancangan serta melihat keseimbangan energi antara energi yang dihasilkan bioetanol dengan energi yang dibutuhkan untuk menghasilkan bioetanol. Nilai energi output serta selisih antara energi input dan output dapat dilihat pada Tabel 33 dan 34, sedangkan nilai total emisi dan limbah yang dihasilkan untuk seluruh rancangan, dapat dilihat pada Tabel 35 dan 36. Tabel 33. Energi output biotenol dari LTJ Perhitungan Nilai Satuan Keterangan Energi yang dihasilkan Mj/kg Hambali (2007) Massa jenis 0.80 Kg/l Rinaldi (2003) Konversi energi MJ/l Energi dihasilkan x massa jenis Bioetanol yang dihasilkan l Penetapan Nilai energi bioetanol 48, MJ Konversi x jumlah dihasilkan 43

19 Tabel 34. Selisih energi input output Energi Input (MJ) Total Energi Selisih energi A B C D E F G H Total Output (MJ) (MJ) R , , , , , R2 1, , , , , , R , , , , , R4 1, , , , , , R , , , , , R6 1, , , , , , R , , , , , R , , , , , A : Pengangkutan Bahan Baku B : Penggunaan Boiler C : Penggunaan Listrik D : Persiapan Bahan E : Perlakuan Awal Bahan F : SSF G : Pemurnian H : IPAL 44

20 Tabel 34 menunjukkan secara keseluruhan energi yang dibutuhkan dalam menghasilkan bioetanol lebih besar dibandingkan energi yang dihasilkan bioetanol. Selisih energi terkecil terdapat pada rancangan dengan delignifikasi menggunakan Trametes vercolor serta fermentasi menggunakan Zymomonas mobilis dan Pichia stipitis (R7), hal ini menunjukan bahwa R7 lebih efisien energi dibandingkan dengan rancangan yang lain. Tabel 35. Perbandingan emisi keseluruhan Kandungan Emisi (Kg) Pengangkutan Boiler Listrik Persiapan Total R , , R , , R , , R , , R , , R , , R , , R , , Tabel 36. Perbandingan limbah keseluruhan Limbah Padat Limbah Cair (Kg) (Kg) Pre-treatment Pemurnian Total SSF Total R1 143, , , , , R2 189, , , , , R3 189, , , , , R4 249, , , , , R5 169, , , , , R6 222, , , , , R7 111, , , , , R8 146, , , , , Berdasarkan perhitungan, R7 (delignifikasi menggunakan jamur Trametes vercolor dan fermentasi dengan Zymomonas mobilis dan Pichia stipitis) merupakan rancangan yang paling sedikit melepaskan emisi dan limbah. B. ANALISIS DAMPAK Analisis dampak dilakukan pada seluruh tahapan. Tujuan dilakukan analisis dampak lingkungan adalah untuk mengetahui kemungkinan dampak lingkungan yang dapat terjadi dari 45

21 pelaksanaan seluruh kegiatan. Langkah awal yang dilakukan dalam analisis dampak adalah dengan membuat matriks dampak yang dapat dilihat pada Tabel 37. Tabel 37. Matriks dampak Parameter Terkena Dampak A B C D E F G H Komponen Fisik Kimia Kualitas Tanah - Kualitas Air Kualitas Udara dan Debu Kebisingan Komponen Ekonomi : Dampak Positif A : Pengangkutan E : Perlakuan awal bahan - : Dampak Negatif B : Penggunaan boiler F : SSF C : Penggunaan listrik G : Pemurnian D : Persiapan bahan H : IPAL Sumber: Jensen et al. (1997) Dampak negatif terhadap kualitas tanah pada tahap penggunaan boiler adalah saat persiapan air umpan. Air dengan kondisi yang tidak baik mengalami penyaringan hingga kondisinya siap digunakan dan akan meninggalkan kotoran-kotoran tersaring yang kemudian akan dibuang. Dampak negatif yang ditimbulkan pada tahapan IPAL adalah pelepasan gas, menurut Doorn et al. (2006), limbah cair ketika ditangani secara anaerobik dapat menjadi sumber emisi CH 4 dan N 2 O. Dampak negatif terhadap kualitas air ditimbulkan pada tahapan perlakuan awal bahan dan pemurnian, sedangkan dampak positif ditimbulkan pada saat IPAL. Dampak negatif yang ditimbulkan secara keseluruhan dikarenakan penggunaan air yang disertai bahan-bahan penunjang dalam proses seperti penggunaan Ca(OH) 2 ataupun jamur. Penggunaan bahan-bahan tersebut menyebabkan perubahan pada air yang dapat memperburuk kualitas air, terutama penggunaan bahan kimia (Ca(OH) 2 ). Dampak positif ditimbulkan karena air limbah yang dalam kondisi tidak baik akan dirubah pada saat tahapan IPAL, sehingga limbah cair yang dihasilkan dapat dibuang ke badan air dalam kondisi aman. Tahapan pengangkutan, penggunaan boiler, listrik, dan persiapan bahan akan menimbulkan dampak negatif terhadap kualitas udara melalui pembuangan emisi yang dihasilkan oleh alat-alat yang digunakan. Alat-alat yang digunakan juga dapat menimbulkan kebisingan. Dampak negatif pada udara juga ditimbulkan saat tahapan SSF, dampak tersebut berupa pelepasan gas CO 2 saat kegiatan berlangsung akibat adanya aktivitas dari mikroorganisme. Komponen ekonomi pada semua tahapan akan menimbulkan dampak positif, karena akan menimbulkan lapangan pekerjaan untuk masyarakat sekitar. Tahapan selanjutnya yang dilakukan pada analisis dampak adalah pembuatan bagan alir dampak penting. Gambar bagan tersebut dapat dilihat pada Gambar

22 Nilai Positif (+) Tahap Proses Produksi Nilai Negatif (-) Debu Polusi Udara Kebisingan Kesempatan Kerja dan Peluang Usaha Kesehatan Masyarakat Pendapat Masyarakat Keresahan Masyarakat Keterterangan : Dampak Primer Dampak Turunan Penilaian Masyarakat Terhadap Kegiatan Produksi Bioetanol dari Limbah Tanaman Jagung Gambar 11. Bagan alir evaluasi dampak penting (Jensen et al., 1997) C. PENENTUAN RANCANGAN TERBAIK Penentuan rancangan terbaik dari delapan rancangan yang telah ditentukan sebelumnya, dilakukan menggunakan metode bayes. Parameter yang dijadikan penilaian adalah penggunaan bahan baku, energi, emisi, limbah padat, serta limbah cair yang dihasilkan. Bahan baku dan energi dipilih karena, penggunaan nya untuk setiap rancangan dalam menghasilkan bioetanol 500 liter berbeda-beda. Jumlah yang berbeda tersebut, menunjukkan nilai efisien suatu rancangan dalam mengkonversi bahan baku menjadi bioetanol. Limbah padat, cair, serta emisi yang dihasilkan dipilih untuk mewakilkan dampak yang ditimbulkan oleh rancangan terhadap lingkungan. Berdasarkan perhitungan pada Tabel 38, menggunakan metode Bayes, diketahui bahwa rancangan terbaik dari seluruh rancangan yang telah dianalisis adalah R7, yaitu rancangan dengan delignifikasi biologis menggunakan jamur pelapuk putih Trametes vercolor serta fermentasi menggunakan kombinasi starter Zymomonas mobilis dan Pichia stipitis. 47

23 Parameter Nilai Kepentingan Bobot Tabel 38. Penentuan rancangan terbaik dengan metode bayes R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8 N B N B N B N B N B N B N B N B Bahan Baku Energi Emisi Limbah Padat Limbah Cair Jumlah Keterangan : N = Nilai Kepentingan (1 sampai 8) dimana: 1 = sangat sangat baik 5 = cukup tidak baik 2 = sangat baik 6 = tidak baik 3 = baik 7 = sangat tidak baik 4 = cukup baik 8 = sangat sangat tidak baik B = Bobot m Total Nilai i = Σ Nilai ij (Krit j ) J = 1 dimana: Total Nilai i = total nilai akhir dari alternatif ke-i Nilai ij = nilai dari alternatif ke-i pada kriteria ke-j Krit j = tingkat kepentingan (bobot) kriteria ke-j i = 1,2,3, n; n = jumlah alternatif j = 1,2,3, m; m = jumlah kriteria 48

METODE PENELITIAN. Limbah Tanaman Jagung, Bioetanol, Energi, dan Limbah KAJIAN. Penggunaan Bahan Baku, Energi, dan Analisis Dampak Lingkungan

METODE PENELITIAN. Limbah Tanaman Jagung, Bioetanol, Energi, dan Limbah KAJIAN. Penggunaan Bahan Baku, Energi, dan Analisis Dampak Lingkungan III. MEODE PENELIIAN ahapan penelitian yang dilakukan terdiri dari, studi pustaka, observasi lapangan, penyebaran kuesioner, wawancara, serta pengolahan data. Jenis data yang digunakan pada penelitian

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Substrat 1. Karakterisasi Limbah Tanaman Jagung Limbah tanaman jagung merupakan bagian dari tanaman jagung selain biji yang pemanfaatannya masih terbatas. Limbah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Energi (M BOE) Gambar 1.1 Pertumbuhan Konsumsi Energi [25]

BAB I PENDAHULUAN. Energi (M BOE) Gambar 1.1 Pertumbuhan Konsumsi Energi [25] BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pertumbuhan populasi penduduk yang semakin meningkat mengakibatkan konsumsi energi semakin meningkat pula tetapi hal ini tidak sebanding dengan ketersediaan cadangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 13 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan karakteristik fisik dan kimianya, tanaman jagung (Zea mays) memiliki banyak kegunaan, berpotensi sebagai sumber bio energi dan produk samping yang bernilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan energi gas memang sudah dilakukan sejak dahulu. Pemanfaatan energi. berjuta-juta tahun untuk proses pembentukannya.

BAB I PENDAHULUAN. dan energi gas memang sudah dilakukan sejak dahulu. Pemanfaatan energi. berjuta-juta tahun untuk proses pembentukannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Energi mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia. Hampir semua aktivitas manusia sangat tergantung pada energi. Berbagai alat pendukung, seperti alat penerangan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik -1- Universitas Diponegoro

BAB I PENDAHULUAN. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik -1- Universitas Diponegoro BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG MASALAH Terkait dengan kebijakan pemerintah tentang kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) per 1 Juli 2010 dan Bahan Bakar Minyak (BBM) per Januari 2011, maka tidak ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ada dibumi ini, hanya ada beberapa energi saja yang dapat digunakan. seperti energi surya dan energi angin.

BAB I PENDAHULUAN. yang ada dibumi ini, hanya ada beberapa energi saja yang dapat digunakan. seperti energi surya dan energi angin. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan energi pada saat ini dan pada masa kedepannya sangatlah besar. Apabila energi yang digunakan ini selalu berasal dari penggunaan bahan bakar fosil tentunya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan. Limbah Cair Industri Tahu COD. Digester Anaerobik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan. Limbah Cair Industri Tahu COD. Digester Anaerobik 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Kerangka Teori Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan Limbah Cair Industri Tahu Bahan Organik C/N COD BOD Digester Anaerobik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Saat ini persediaan Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia semakin

I. PENDAHULUAN. Saat ini persediaan Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia semakin I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini persediaan Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia semakin menipis. Menurut data statistik migas ESDM (2009), total Cadangan minyak bumi Indonesia pada tahun 2009

Lebih terperinci

Nama : Putri Kendaliman Wulandari NPM : Jurusan : Teknik Industri Pembimbing : Dr. Ir. Rakhma Oktavina, M.T Ratih Wulandari, S.T, M.

Nama : Putri Kendaliman Wulandari NPM : Jurusan : Teknik Industri Pembimbing : Dr. Ir. Rakhma Oktavina, M.T Ratih Wulandari, S.T, M. Nama : Putri Kendaliman Wulandari NPM : 35410453 Jurusan : Teknik Industri Pembimbing : Dr. Ir. Rakhma Oktavina, M.T Ratih Wulandari, S.T, M.T TUGAS AKHIR USULAN PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN KINERJA LINGKUNGAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan industri kelapa sawit yang cukup potensial sebagai penghasil devisa negara menyebabkan luas areal dan produksi kelapa sawit di Indonesia semakin meningkat. Sampai

Lebih terperinci

BIOGAS. Sejarah Biogas. Apa itu Biogas? Bagaimana Biogas Dihasilkan? 5/22/2013

BIOGAS. Sejarah Biogas. Apa itu Biogas? Bagaimana Biogas Dihasilkan? 5/22/2013 Sejarah Biogas BIOGAS (1770) Ilmuwan di eropa menemukan gas di rawa-rawa. (1875) Avogadro biogas merupakan produk proses anaerobik atau proses fermentasi. (1884) Pasteur penelitian biogas menggunakan kotoran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bioetanol merupakan salah satu alternatif energi pengganti minyak bumi

BAB I PENDAHULUAN. Bioetanol merupakan salah satu alternatif energi pengganti minyak bumi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bioetanol merupakan salah satu alternatif energi pengganti minyak bumi yang ramah lingkungan. Selain dapat mengurangi polusi, penggunaan bioetanol juga dapat menghemat

Lebih terperinci

Teknologi Pengolahan. Bioetanol

Teknologi Pengolahan. Bioetanol Teknologi Pengolahan Djeni Hendra, MSi Bioetanol Pusat Litbang Hasil Hutan Badan Penelitian Pengembangan dan Inovasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Yogyakarta, 11 Februari 2016 Outline I Latar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang kebutuhan bahan bakarnya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang kebutuhan bahan bakarnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang kebutuhan bahan bakarnya semakin meningkat. Hal ini disebabkan kerena pertambahan jumlah penduduk serta meningkatnya penggunaan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN SAMPAH SAYURAN SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOETANOL.

PEMANFAATAN SAMPAH SAYURAN SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOETANOL. Pemanfaatan Sampah Sayuran sebagai Bahan Baku Pembuatan Bioetanol (Deby Anisah, Herliati, Ayu Widyaningrum) PEMANFAATAN SAMPAH SAYURAN SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOETANOL Deby Anisah 1), Herliati 1),

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Proses Produksi Bioetanol Dari Pati Jagung. Jagung dikeringkan dan dibersihkan, dan di timbang sebanyak 50 kg.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Proses Produksi Bioetanol Dari Pati Jagung. Jagung dikeringkan dan dibersihkan, dan di timbang sebanyak 50 kg. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Produksi Bioetanol Dari Pati Jagung 4.1.1 Persiapan Bahan Baku Pada pembuatan bioetanol dengan bahan baku sumber pati yakni Jagung dikeringkan dan dibersihkan, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. samping itu, tingkat pencemaran udara dari gas buangan hasil pembakaran bahan

BAB I PENDAHULUAN. samping itu, tingkat pencemaran udara dari gas buangan hasil pembakaran bahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan energi berupa bahan bakar minyak (BBM) berbasis fosil seperti solar, bensin dan minyak tanah pada berbagai sektor ekonomi makin meningkat, sedangkan ketersediaan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan. Lampung pada bulan Mei-Juli 2012 untuk skala laboratorium.

III. METODOLOGI. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan. Lampung pada bulan Mei-Juli 2012 untuk skala laboratorium. III. METODOLOGI A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Biomassa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada

Lebih terperinci

PENGOLAHAN AIR SUNGAI UNTUK BOILER

PENGOLAHAN AIR SUNGAI UNTUK BOILER PENGOLAHAN AIR SUNGAI UNTUK BOILER Oleh Denni Alfiansyah 1031210146-3A JURUSAN TEKNIK MESIN POLITEKNIK NEGERI MALANG MALANG 2012 PENGOLAHAN AIR SUNGAI UNTUK BOILER Air yang digunakan pada proses pengolahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia semakin tahun

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia semakin tahun 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia semakin tahun semakin meningkat. Konsumsi BBM bersubsidi di Indonesia mencapai 21,22 juta kiloliter pada

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis bahan bakar minyak merupakan salah satu tanda bahwa cadangan energi fosil sudah menipis. Sumber energi fosil yang terbatas ini menyebabkan perlunya pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Banyaknya kegunaan kayu sengon menyebabkan limbah kayu dalam bentuk serbuk gergaji semakin meningkat. Limbah serbuk gergaji kayu menimbulkan masalah dalam penanganannya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Biogas merupakan salah satu energi berupa gas yang dihasilkan dari bahan-bahan organik. Biogas merupakan salah satu energi terbarukan. Bahanbahan yang dapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang.

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Perkembangan kebutuhan energi dunia yang dinamis di tengah semakin terbatasnya cadangan energi fosil serta kepedulian terhadap kelestarian lingkungan hidup, menyebabkan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Tatacara analisis kimia limbah tanaman jagung. Kadar Air (%) = (W1-W2) x 100% W1. Kadar Abu (%) = (C-A) x 100% B

Lampiran 1. Tatacara analisis kimia limbah tanaman jagung. Kadar Air (%) = (W1-W2) x 100% W1. Kadar Abu (%) = (C-A) x 100% B LAMPIRAN Lampiran 1. Tatacara analisis kimia limbah tanaman jagung a. Analisis Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Cawan alumunium yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya diisi sebanyak 2 g sampel lalu

Lebih terperinci

Teknologi Pengolahan Bioetanol dari Nira Aren

Teknologi Pengolahan Bioetanol dari Nira Aren Teknologi Pengolahan Bioetanol dari Nira Aren Djeni Hendra, M.Si. Pusat Litbang Hasil Hutan Badan Penelitian Pengembangan dan Inovasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Jakarta, 11-12 Mei 2016

Lebih terperinci

Hak Cipta milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

Hak Cipta milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. : 1001 1 KATA PENGANTAR Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan karunia beserta rahmat-nya kepada kita semua, sehingga kami diberikan kekuatan dan kelancaran dalam menyelesaikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tanaman yang mengandung mono/disakarida (tetes tebu dan gula tebu), bahan

I. PENDAHULUAN. tanaman yang mengandung mono/disakarida (tetes tebu dan gula tebu), bahan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Bioetanol merupakan salah satu sumber energi alternatif yang berasal dari tanaman yang mengandung mono/disakarida (tetes tebu dan gula tebu), bahan berpati

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 BAHAN DAN ALAT Limbah tanaman jagung (LTJ) yang digunakan dalam penelitian ini adalah varietas Bisi 2 yang komponen utamanya berupa batang, tongkol, klobot, dan daun berasal

Lebih terperinci

Teknologi Pengolahan Bioetanol dari Nira Aren

Teknologi Pengolahan Bioetanol dari Nira Aren Teknologi Pengolahan Bioetanol dari Nira Aren Djeni Hendra, MSi. Pusat Litbang Hasil Hutan Badan Penelitian Pengembangan dan Inovasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Cirebon, 5 April 2016 Outline

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya sektor industri pertanian meningkatkan kesejahteraan dan mempermudah manusia dalam pemenuhan kebutuhan hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak

Lebih terperinci

7 HIDROLISIS ENZIMATIS DAN ASAM-GELOMBANG MIKRO BAMBU BETUNG SETELAH KOMBINASI PRA-PERLAKUAN SECARA BIOLOGIS- GELOMBANG MIKRO

7 HIDROLISIS ENZIMATIS DAN ASAM-GELOMBANG MIKRO BAMBU BETUNG SETELAH KOMBINASI PRA-PERLAKUAN SECARA BIOLOGIS- GELOMBANG MIKRO 75 7 HIDROLISIS ENZIMATIS DAN ASAM-GELOMBANG MIKRO BAMBU BETUNG SETELAH KOMBINASI PRA-PERLAKUAN SECARA BIOLOGIS- GELOMBANG MIKRO 7.1 Pendahuluan Aplikasi pra-perlakuan tunggal (biologis ataupun gelombang

Lebih terperinci

APPENDIKS A PROSEDUR KERJA DAN ANALISA

APPENDIKS A PROSEDUR KERJA DAN ANALISA APPENDIKS A PROSEDUR KERJA DAN ANALISA 1. Pembuatan sodium Sitrat (C 6 H 5 Na 3 O 7 2H 2 O) 0,1 M 1. Mengambil dan menimbang sodium sitrat seberat 29.4 gr. 2. Melarutkan dengan aquades hingga volume 1000

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN Pada penelitian ini bahan baku yang digunakan adalah reject pulp yang diperoleh dari PT.RAPP. Metode hidrolisis digunakan secara biologi yaitu dengan menggunakan enzim sebagai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biogas merupakan gas yang mudah terbakar (flammable), dihasilkan dari

TINJAUAN PUSTAKA. Biogas merupakan gas yang mudah terbakar (flammable), dihasilkan dari 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biogas Biogas merupakan gas yang mudah terbakar (flammable), dihasilkan dari perombakan bahan organik oleh mikroba dalam kondisi tanpa oksigen (anaerob). Bahan organik dapat

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. WAKTU DAN TEMPAT Penelitian dilakukan pada bulan Juni sampai bulan Agustus 2010. Tempat Penelitian di Rumah Sakit PMI Kota Bogor, Jawa Barat. 3.2. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan bakar memiliki peran yang penting dalam kehidupan manusia. Krisis energi yang terjadi di dunia dan peningkatan populasi manusia sangat kontradiktif dengan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. energi yang salah satunya bersumber dari biomassa. Salah satu contoh dari. energi terbarukan adalah biogas dari kotoran ternak.

BAB I PENDAHULUAN. energi yang salah satunya bersumber dari biomassa. Salah satu contoh dari. energi terbarukan adalah biogas dari kotoran ternak. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan energi dewasa ini semakin meningkat. Segala aspek kehidupan dengan berkembangnya teknologi membutuhkan energi yang terus-menerus. Energi yang saat ini sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kertas seni atau biasa disebut kertas daur ulang merupakan kertas yang biasa digunakan sebagai bahan pembuatan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kertas seni atau biasa disebut kertas daur ulang merupakan kertas yang biasa digunakan sebagai bahan pembuatan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kertas seni atau biasa disebut kertas daur ulang merupakan kertas yang biasa digunakan sebagai bahan pembuatan kerajinan tangan. Kerajinan tangan yang bisa dibuat dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan energi dunia saat ini telah bergeser dari sisi penawaran ke sisi

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan energi dunia saat ini telah bergeser dari sisi penawaran ke sisi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengelolaan energi dunia saat ini telah bergeser dari sisi penawaran ke sisi permintaan. Artinya, kebijakan energi tidak lagi mengandalkan pada ketersediaan pasokan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1.Latar Belakang Tanaman tebu di Indonesia banyak ditanam oleh para petani kecil baik atas usaha sendiri maupun atas usaha kerjasama dengan pabrik gula atau pabrik gula yang menyewa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Industri kelapa sawit merupakan salah satu industri penghasil devisa non migas di

I. PENDAHULUAN. Industri kelapa sawit merupakan salah satu industri penghasil devisa non migas di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri kelapa sawit merupakan salah satu industri penghasil devisa non migas di Indonesia dengan komoditas utama yaitu minyak sawit (Crude Palm Oil/CPO). Minyak sawit

Lebih terperinci

Pengaruh Pengaturan ph dan Pengaturan Operasional Dalam Produksi Biogas dari Sampah

Pengaruh Pengaturan ph dan Pengaturan Operasional Dalam Produksi Biogas dari Sampah Pengaruh Pengaturan ph dan Pengaturan Operasional Dalam Produksi Biogas dari Sampah Oleh : Nur Laili 3307100085 Dosen Pembimbing : Susi A. Wilujeng, ST., MT 1 Latar Belakang 2 Salah satu faktor penting

Lebih terperinci

III. METODE A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN

III. METODE A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN III. METODE A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian dilakukan di Lab. Bioindustri dan Lab. Teknik Kimia Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fateta IPB. Penelitian dimulai pada bulan Oktober 2009

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM) saat ini meningkat. Pada tahun

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM) saat ini meningkat. Pada tahun 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM) saat ini meningkat. Pada tahun 2010 pemakaian BBM sebanyak 388.241 ribu barel perhari dan meningkat menjadi 394.052 ribu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Industri kelapa sawit telah berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir dan menyumbang persentase terbesar produksi minyak dan lemak di dunia pada tahun 2011 [1].

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak beberapa tahun terakhir ini Indonesia mengalami penurunan

BAB I PENDAHULUAN. Sejak beberapa tahun terakhir ini Indonesia mengalami penurunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak beberapa tahun terakhir ini Indonesia mengalami penurunan produksi minyak bumi nasional yang disebabkan oleh berkurangnya cadangan minyak bumi di Indonesia. Cadangan

Lebih terperinci

Bakteri Untuk Biogas ( Bag.2 ) Proses Biogas

Bakteri Untuk Biogas ( Bag.2 ) Proses Biogas Biogas adalah gas mudah terbakar yang dihasilkan dari proses fermentasi bahan-bahan organik oleh bakteri-bakteri anaerob (bakteri yang hidup dalam kondisi kedap udara). Pada umumnya semua jenis bahan organik

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Biogas Biogas adalah gas yang terbentuk melalui proses fermentasi bahan-bahan limbah organik, seperti kotoran ternak dan sampah organik oleh bakteri anaerob ( bakteri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beberapa tahun terakhir, energi menjadi persoalan yang krusial di dunia, dimana peningkatan permintaan akan energi yang berbanding lurus dengan pertumbuhan populasi

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) PADA INDUSTRI BIOETANOL SKALA RUMAH DI SUKABUMI

KUESIONER PENELITIAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) PADA INDUSTRI BIOETANOL SKALA RUMAH DI SUKABUMI LAMPIRAN 53 Lampiran 1. Kuesioner Penelitian KUESIONER PENELITIAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) PADA INDUSTRI BIOETANOL SKALA RUMAH DI SUKABUMI Data Responden Nama :.. Usia :.. Berilah tanda silang

Lebih terperinci

III METODOLOGI PENELITIAN

III METODOLOGI PENELITIAN 19 III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Bahan dan Alat 3.1.1 Bahan Bahan baku utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah ubi kayu. Bahan kimia yang digunakan di dalam penelitian ini antara lain arang aktif

Lebih terperinci

SNTMUT ISBN:

SNTMUT ISBN: PENGOLAHAN SAMPAH ORGANIK (BUAH - BUAHAN) PASAR TUGU MENJADI BIOGAS DENGAN MENGGUNAKAN STARTER KOTORAN SAPI DAN PENGARUH PENAMBAHAN UREA SECARA ANAEROBIK PADA REAKTOR BATCH Cici Yuliani 1), Panca Nugrahini

Lebih terperinci

BAB IV UNIT PENDUKUNG PROSES DAN LABORATORIUM

BAB IV UNIT PENDUKUNG PROSES DAN LABORATORIUM 52 BAB IV UNIT PENDUKUNG PROSES DAN LABORATORIUM Unit pendukung proses (utilitas) merupakan bagian penting penunjang proses produksi. Utilitas yang tersedia di pabrik PEA adalah unit pengadaan air, unit

Lebih terperinci

Teknik Bioenergi Dosen Pengampu: Dewi Maya Maharani. STP, M.Sc

Teknik Bioenergi Dosen Pengampu: Dewi Maya Maharani. STP, M.Sc Jurnal PEMANFAATAN BIOMASSA LIGNOSELULOSA AMPAS TEBU UNTUK PRODUKSI BIOETANOL Teknik Bioenergi Dosen Pengampu: Dewi Maya Maharani. STP, M.Sc FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN Anggota Kelompok 7: YOSUA GILANG

Lebih terperinci

EXECUTIVE SUMMARY TUGAS PERANCANGAN PABRIK KIMIA

EXECUTIVE SUMMARY TUGAS PERANCANGAN PABRIK KIMIA EXECUTIVE SUMMARY TUGAS PERANCANGAN PABRIK KIMIA TUGAS PERANCANGAN PABRIK VERMIKOMPOS DENGAN PROSES KOMPOSISASI Oleh: AYU NASTITI WIDIYASA BAYU HADI ENGGO SAPUTRA L2C607009 L2C607013 JURUSAN TEKNIK KIMIA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sebenarnya kebijakan pemanfaatan sumber energi terbarukan pada tataran lebih

I. PENDAHULUAN. Sebenarnya kebijakan pemanfaatan sumber energi terbarukan pada tataran lebih I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia pada dasarnya merupakan negara yang kaya akan sumber sumber energi terbarukan yang potensial, namun pengembangannya belum cukup optimal. Sebenarnya kebijakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Advisory (FAR), mengungkapkan bahwa Indonesia adalah penyumbang

BAB I PENDAHULUAN. Advisory (FAR), mengungkapkan bahwa Indonesia adalah penyumbang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Permasalahan Indonesia merupakan produsen minyak sawit terbesar di dunia. Berdasarkan survey yang dilakukan oleh Rabobank, Pawan Kumar, Rabobank Associate Director

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 21 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Ubi kayu merupakan salah satu hasil pertanian dengan kandungan karbohidrat yang cukup tinggi sehingga berpotensi sebagai bahan baku pembuatan etanol. Penggunaan

Lebih terperinci

SEMINAR TUGAS AKHIR KAJIAN PEMAKAIAN SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA UNTUK MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOGAS

SEMINAR TUGAS AKHIR KAJIAN PEMAKAIAN SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA UNTUK MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOGAS SEMINAR TUGAS AKHIR KAJIAN PEMAKAIAN SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA UNTUK MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOGAS Oleh : Selly Meidiansari 3308.100.076 Dosen Pembimbing : Ir.

Lebih terperinci

BIOETHANOL. Kelompok 12. Isma Jayanti Lilis Julianti Chika Meirina Kusuma W Fajar Maydian Seto

BIOETHANOL. Kelompok 12. Isma Jayanti Lilis Julianti Chika Meirina Kusuma W Fajar Maydian Seto BIOETHANOL Kelompok 12 Isma Jayanti Lilis Julianti Chika Meirina Kusuma W Fajar Maydian Seto PENGERTIAN Bioethanol adalah ethanol yang bahan utamanya dari tumbuhan dan umumnya menggunakan proses farmentasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Energi merupakan salah satu sumber kehidupan bagi makhluk hidup.

BAB I PENDAHULUAN. Energi merupakan salah satu sumber kehidupan bagi makhluk hidup. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi merupakan salah satu sumber kehidupan bagi makhluk hidup. Jumlah energi yang dibutuhkan akan meningkat seiring berjalannya waktu dan meningkatnya jumlah penduduk.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pada masa sekarang konsumsi bahan bakar minyak sangat tinggi,

I. PENDAHULUAN. Pada masa sekarang konsumsi bahan bakar minyak sangat tinggi, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada masa sekarang konsumsi bahan bakar minyak sangat tinggi, sedangkan produksi sumber bahan bakar minyak saat ini semakin menipis (Seftian dkk., 2012). Berdasarkan data

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 AREN (Arenga pinnata) Pohon aren (Arenga pinnata) merupakan pohon yang belum banyak dikenal. Banyak bagian yang bisa dimanfaatkan dari pohon ini, misalnya akar untuk obat tradisional

Lebih terperinci

BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA Pada bab ini akan dijelaskan mulai dari pengumpulan data hingga pengolahan data. Pengumpulan data dimulai dengan menentukan lokasi penelitian, pasar produk yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. lengkap (RAL) pola faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor pertama adalah variasi

BAB III METODE PENELITIAN. lengkap (RAL) pola faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor pertama adalah variasi BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor pertama adalah variasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tersebut, pemerintah mengimpor sebagian BBM. Besarnya ketergantungan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tersebut, pemerintah mengimpor sebagian BBM. Besarnya ketergantungan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertambahan jumlah penduduk telah meningkatkan kebutuhan sarana transportasi dan aktivitas industri yang berakibat pada peningkatan kebutuhan dan konsumsi Bahan Bakar Minyak

Lebih terperinci

3 KARAKTERISTIK LOKASI DAN PERALATAN YANG DIGUNAKAN UNTUK PENELITIAN

3 KARAKTERISTIK LOKASI DAN PERALATAN YANG DIGUNAKAN UNTUK PENELITIAN 44 3 KARAKTERISTIK LOKASI DAN PERALATAN YANG DIGUNAKAN UNTUK PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Industri susu adalah perusahaan penanaman modal dalam negeri (PMDN) yang mempunyai usaha di bidang industri

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. laboratorium jurusan pendidikan biologi Universitas Negeri Gorontalo. Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. laboratorium jurusan pendidikan biologi Universitas Negeri Gorontalo. Penelitian 25 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium jurusan pendidikan kimia dan laboratorium jurusan pendidikan biologi Universitas Negeri Gorontalo.

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI KARYA ILMIAH

NASKAH PUBLIKASI KARYA ILMIAH NASKAH PUBLIKASI KARYA ILMIAH Pengembangan Teknologi Alat Produksi Gas Metana Dari Pembakaran Sampah Organik Menggunakan Media Pemurnian Batu Kapur, Arang Batok Kelapa, Batu Zeolite Dengan Satu Tabung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan negara dalam hal menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat. penting dilakukan untuk menekan penggunaan energi.

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan negara dalam hal menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat. penting dilakukan untuk menekan penggunaan energi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor industri merupakan sektor yang berperan dalam meningkatkan pendapatan negara dalam hal menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Namun demikian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. asam ataupun enzimatis untuk menghasilkan glukosa, kemudian gula

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. asam ataupun enzimatis untuk menghasilkan glukosa, kemudian gula BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penyiapan Bahan Baku Klasifikasi etanol secara mikrobiologis dipengaruhi oleh bahan bakunya, bahan baku berupa sumber pati prosesnya lebih panjang di banding dengan berbahan

Lebih terperinci

TIN 330 (2 3) DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN 2010

TIN 330 (2 3) DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN 2010 m. k. TEKNOLOGI BIOINDUSTRI TIN 330 (2 3) DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN 2010 PENDAHULUAN Bioreaktor : peralatan dimana bahan diproses sehingga terjadi transformasi biokimia yang dilakukan oleh

Lebih terperinci

BIOGAS DARI KOTORAN SAPI

BIOGAS DARI KOTORAN SAPI ENERGI ALTERNATIF TERBARUKAN BIOGAS DARI KOTORAN SAPI Bambang Susilo Retno Damayanti PENDAHULUAN PERMASALAHAN Energi Lingkungan Hidup Pembangunan Pertanian Berkelanjutan PENGEMBANGAN TEKNOLOGI BIOGAS Dapat

Lebih terperinci

ENERGI BIOMASSA, BIOGAS & BIOFUEL. Hasbullah, S.Pd, M.T.

ENERGI BIOMASSA, BIOGAS & BIOFUEL. Hasbullah, S.Pd, M.T. ENERGI BIOMASSA, BIOGAS & BIOFUEL Hasbullah, S.Pd, M.T. Biomassa Biomassa : Suatu bentuk energi yang diperoleh secara langsung dari makhluk hidup (tumbuhan). Contoh : kayu, limbah pertanian, alkohol,sampah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah sampah cair dari suatu lingkungan masyarakat dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah sampah cair dari suatu lingkungan masyarakat dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Limbah adalah sampah cair dari suatu lingkungan masyarakat dan terutama terdiri dari air yang telah dipergunakan dengan hampir-hampir 0,1% dari padanya berupa benda-benda

Lebih terperinci

SNTMUT ISBN:

SNTMUT ISBN: PENGOLAHAN SAMPAH ORGANIK (SAYUR SAYURAN) PASAR TUGU MENJADI BIOGAS DENGAN MENGGUNAKAN STARTER KOTORAN SAPI DAN PENGARUH PENAMBAHAN UREA SECARA ANAEROBIK PADA REAKTOR BATCH Maya Natalia 1), Panca Nugrahini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang. Secara umum ketergantungan manusia akan kebutuhan bahan bakar

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang. Secara umum ketergantungan manusia akan kebutuhan bahan bakar BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Secara umum ketergantungan manusia akan kebutuhan bahan bakar yang berasal dari fosil dari tahun ke tahun semakin meningkat, sedangkan ketersediaannya semakin berkurang

Lebih terperinci

Sumber-Sumber Energi yang Ramah Lingkungan dan Terbarukan

Sumber-Sumber Energi yang Ramah Lingkungan dan Terbarukan Sumber-Sumber Energi yang Ramah Lingkungan dan Terbarukan Energi ramah lingkungan atau energi hijau (Inggris: green energy) adalah suatu istilah yang menjelaskan apa yang dianggap sebagai sumber energi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian masih menjadi pilar penting kehidupan dan perekonomian penduduknya, bukan hanya untuk menyediakan kebutuhan pangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. energi untuk melakukan berbagai macam kegiatan seperti kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. energi untuk melakukan berbagai macam kegiatan seperti kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bahan bakar adalah suatu materi yang dapat dikonversi menjadi energi untuk melakukan berbagai macam kegiatan seperti kegiatan transportasi, industri pabrik, industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penjemuran. Tujuan dari penjemuran adalah untuk mengurangi kadar air.

BAB I PENDAHULUAN. penjemuran. Tujuan dari penjemuran adalah untuk mengurangi kadar air. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada proses pengeringan pada umumnya dilakukan dengan cara penjemuran. Tujuan dari penjemuran adalah untuk mengurangi kadar air. Pengeringan dengan cara penjemuran

Lebih terperinci

PENGGUNAAN PRETREATMENT BASA PADA DEGRADASI ENZIMATIK AMPAS TEBU UNTUK PRODUKSI ETANOL

PENGGUNAAN PRETREATMENT BASA PADA DEGRADASI ENZIMATIK AMPAS TEBU UNTUK PRODUKSI ETANOL PENGGUNAAN PRETREATMENT BASA PADA DEGRADASI ENZIMATIK AMPAS TEBU UNTUK PRODUKSI ETANOL Oleh : Hikmatush Shiyami M. (2309100063) Azizah Ayu Kartika (2309100148) Pembimbing : Ir. Mulyanto, M.T. Laboratorium

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Limbah berbahaya adalah limbah yang mempunyai sifat-sifat antara lain

I. PENDAHULUAN. Limbah berbahaya adalah limbah yang mempunyai sifat-sifat antara lain I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aktivitas manusia yang semakin beragam di berbagai sektor sekarang ini sehingga menimbulkan dampak positif dan dampak negatif, salah satu dampak negatif dari aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bumi ini yang tidak membutuhkan air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. bumi ini yang tidak membutuhkan air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Air merupakan zat kehidupan, dimana tidak satupun makhluk hidup di planet bumi ini yang tidak membutuhkan air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 65 75% dari berat

Lebih terperinci

Dosen Pembimbing Prof. Dr. Ir. Suprapto, DEA NIP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER 2011

Dosen Pembimbing Prof. Dr. Ir. Suprapto, DEA NIP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER 2011 PABRIK BIOETHANOL DARI LIMBAH TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT DENGAN PROSES FERMENTASI OLEH : ARTHANI ROSYIDA (2308 030 070) EVI ANGGRAINI (2308 030 078) Dosen Pembimbing Prof. Dr. Ir. Suprapto, DEA NIP. 19600624

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bioetanol merupakan suatu bentuk energi alternatif, karena dapat. mengurangi ketergantungan terhadap Bahan Bakar Minyak dan sekaligus

I. PENDAHULUAN. Bioetanol merupakan suatu bentuk energi alternatif, karena dapat. mengurangi ketergantungan terhadap Bahan Bakar Minyak dan sekaligus 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bioetanol merupakan suatu bentuk energi alternatif, karena dapat mengurangi ketergantungan terhadap Bahan Bakar Minyak dan sekaligus pemasok energi nasional. Bioetanol

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Indonesia tahun 2014 memproduksi 29,34 juta ton minyak sawit kasar [1], tiap ton minyak sawit menghasilkan 2,5 ton limbah cair [2]. Limbah cair pabrik kelapa sawit

Lebih terperinci

STUDI BAHAN BAKU BERLIGNOSELULOSA DARI LIMBAH PERTANIAN UNTUK PRODUKSI GULA XILOSA MURAH DIIKUTI PROSES FERMENTASI MENGHASILKAN ETANOL

STUDI BAHAN BAKU BERLIGNOSELULOSA DARI LIMBAH PERTANIAN UNTUK PRODUKSI GULA XILOSA MURAH DIIKUTI PROSES FERMENTASI MENGHASILKAN ETANOL STUDI BAHAN BAKU BERLIGNOSELULOSA DARI LIMBAH PERTANIAN UNTUK PRODUKSI GULA XILOSA MURAH DIIKUTI PROSES FERMENTASI MENGHASILKAN ETANOL Disusun oleh: Rurry Patradhiani 2305100 001 Indira Setia Utami 2305100

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Noor Azizah, 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Noor Azizah, 2014 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Energi fosil khususnya minyak bumi merupakan sumber energi utama dan sumber devisa negara bagi Indonesia. Kenyataan menunjukan bahwa cadangan energi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Motor Bakar. Motor bakar torak merupakan internal combustion engine, yaitu mesin yang fluida kerjanya dipanaskan dengan pembakaran bahan bakar di ruang mesin tersebut. Fluida

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan salah satu sentra produksi pisang nasional.

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan salah satu sentra produksi pisang nasional. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Provinsi Lampung merupakan salah satu sentra produksi pisang nasional. Produksi pisang Provinsi Lampung sebesar 697.140 ton pada tahun 2011 dengan luas areal

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA A. BAHAN BAKU. 1. Limbah Tanaman Jagung (LTJ)

TINJAUAN PUSTAKA A. BAHAN BAKU. 1. Limbah Tanaman Jagung (LTJ) II. TINJAUAN PUSTAKA A. BAHAN BAKU 1. Limbah Tanaman Jagung (LTJ) Biomassa jagung adalah seluruh bagian tanaman jagung yang tidak dipakai atau diambil sebagai makanan pokok, seperti batang, daun, kelobot,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Industri yang menghasilkan limbah logam berat banyak dijumpai saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Industri yang menghasilkan limbah logam berat banyak dijumpai saat ini. Industri yang menghasilkan limbah logam berat banyak dijumpai saat ini. Berbagai macam industri yang dimaksud seperti pelapisan logam, peralatan listrik, cat, pestisida dan lainnya. Kegiatan tersebut dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan energi semakin meningkat dengan peningkatan jumlah

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan energi semakin meningkat dengan peningkatan jumlah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan akan energi semakin meningkat dengan peningkatan jumlah penduduk. Hal ini berlaku global termasuk di Indonesia. Peningkatan jumlah penduduk akan mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pisang merupakan buah yang umum ditemui di Indonesia. Badan Pusat statistik mencatat pada tahun 2012 produksi pisang di Indonesia adalah sebanyak 6.189.052 ton. Jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara agraris (agriculture country) yang mempunyai berbagai keragaman hasil pertanian mulai dari padi, ubi kayu, sayursayuran, jagung

Lebih terperinci

PEMBUATAN BIOETANOL DARI RUMPUT GAJAH

PEMBUATAN BIOETANOL DARI RUMPUT GAJAH PEMBUATAN BIOETANOL DARI RUMPUT GAJAH (Pennisetum purpureum Scumach) DENGAN PROSES HIDROLISA ENZIM DAN FERMENTASI Di Bawah Bimbingan : Ir. Budi Setiawan, MT Oleh : Tita Rizki Kurnia 2309 030 028 Anne Rufaidah

Lebih terperinci

BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI TEPUNG BERAS

BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI TEPUNG BERAS BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI TEPUNG BERAS 13.1. Pendahuluan Tepung beras merupakan bahan baku makanan yang sangat luas sekali penggunaannya. Tepung beras dipakai sebagai bahan pembuat roti, mie dan

Lebih terperinci