ANALISIS YURIDIS TERHADAP PIDANA REHABILITASI SEBAGAI IMPLEMENTASI PEMBAHARUAN PIDANA BAGI PENGGUNA NARKOTIKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS YURIDIS TERHADAP PIDANA REHABILITASI SEBAGAI IMPLEMENTASI PEMBAHARUAN PIDANA BAGI PENGGUNA NARKOTIKA"

Transkripsi

1 ANALISIS YURIDIS TERHADAP PIDANA REHABILITASI SEBAGAI IMPLEMENTASI PEMBAHARUAN PIDANA BAGI PENGGUNA NARKOTIKA (Studi pada Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjung Karang) Oleh Agung Senna Ferrari, Mahasiswa Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Maroni, Firganefi, Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung Jalan Soemantri Brojonegoro Nomor 1 Bandar Lampung Abstrak Pemidanaan dalam bentuk pidana penjara kepada pengguna narkotika menimbulkan dampak negatif bagi terpidana itu sendiri, misalnya terjadi kekerasan selama di dalam lembaga pemasyarakatan, setelah keluar dari Lembaga Pemasyarakatan tidak menutup kemungkinan pelaku akan kembali menggunakan narkotika, sehingga pemidanaan yang tepat bagi para pecandu ini adalah rehabilitasi agar pengguna narkotika terlepas dari ketergantungan narkotika. Permasalahan dalam penelitian ini adalah: 1.Bagaimanakah pelaksanaan pidana rehabilitasi sebagai implementasi pembaharuan pidana bagi pengguna narkotika? 2. Apakah faktor-faktor penghambat pelaksanaan pidana rehabilitasi sebagai implementasi pembaharuan pidana bagi pengguna narkotika? Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dan yuridis empiris. Data dianalisis secara kualitatif untuk memperoleh kesimpulan penelitian. Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan: (1) Pelaksanaan pidana rehabilitasi sebagai implementasi pembaharuan pidana bagi pengguna narkotika dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, yaitu dekriminalisasi para pelaku penyalahgunaan narkotika. Pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. (2) Faktor-faktor yang menghambat pelaksanaan pidana rehabilitasi sebagai implementasi pembaharuan pidana bagi pengguna narkotika adalah: a) Faktor Substansi Hukum, yaitu adanya potensi pemahaman yang salah terhadap Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 04 Tahun 2010 Tentang Korban Penyalahgunaan dan Pecandu Narkotika ke dalam Lembaga Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial. b) Faktor Aparat Penegak Hukum, secara secara kuantitas adalah tidak seimbangnya jumlah aparat kepolisian dibandingkan jumlah pelaku penyalahgunaan narkotika. peluang bagi aparat penegak hukum untuk menjadi pengguna dan pengedar narkotika serta menggelapkan barang bukti narkotika.c) Faktor Masyarakat, yaitu keengganan masyarakat untuk menjadi saksi dalam penegakan hukum dan tidak melaporkan tindak pidana penyalahgunaan narkotika. Kata Kunci: Rehabilitasi, Pembaharuan Pidana, Narkotika

2 JURIDICAL ANALYSIS TOWARD REHABILITATION IMPLEMENTATION AS A RENEWAL OF CRIMINAL PENALTY FOR NARCOTICS USERS (Study on State Court Class IA Tanjung Karang) Abstract Punishment in the form of imprisonment for drug users negative impact on the inmates themselves, for instance occurring during the violence in the prisons, the negative label of former inmates, so that the appropriate punishment for rehabilitation of addicts is that drug users regardless of drug addiction.the problem in this study are: 1.Bagaimanakah implementation as the implementation of criminal rehabilitation criminal renewal for drug users? 2. What are the factors inhibiting the implementation of criminal rehabilitation as a penal reform implementation for drug users? The approach used in this study is normative and empirical jurisdiction. Data were analyzed qualitatively to obtain the conclusion of the study. The results and discussion indicate: (1) The implementation of the reform of criminal rehabilitation as punishment for drug users carried out in accordance with Law No. 35 Year 2009 on Narcotics, the decriminalization of drug abuse perpetrators. Drug addicts and drug abusers shall undergo medical rehabilitation and social rehabilitation. (2) The factors that hinder the implementation of the implementation of the reform of criminal rehabilitation as punishment for drug users: a) Factors Substance Law, namely the potential for an incorrect understanding of the Supreme Court Circular No. 04 of 2010 Concerning Victims of Abuse and Addiction Narcotics into the Organization Rehabilitation and Medical Social Rehabilitation. b) Factors law enforcement authorities, as the quantity is unbalanced number of police officers compared to the number of perpetrators of drug abuse. opportunity for law enforcement officers to be drug users and dealers as well as embezzling evidence narkotika.c) Factors Society, which is still the fear or reluctance in the community to witness the law enforcement process and did not report any criminal drug abuse. Keywords: Rehabilitation, Reform Criminal, Narcotics

3 I. Pendahuluan Kebijakan penanggulangan kejahatan pengedar narkotika dengan pidana penjara ditinjuau dari Pemidanaan terhadap pengedar narkotika terdapat dalam pasal-pasal dalam Undang- Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Pemidanaan pelaku pengguna narkotika mempunyai implikasi moral yang berbeda satu sama lain. pemidanaan sebagai ganjaran negatif terhadap perilaku menyimpang yang dilakukan oleh warga masyarakat sehingga pandangan ini melihat pemindanaan hanya sebagai pembalasan terhadap kesalahan yang dilakukan atas dasar tanggung jawab moralnya masingmasing. Selain itu pemidanaan dapat bermanfaat dalam untuk mencapai keadaan yang ingindihasilkan dengan dijatuhkannya pidana itu. Pemidanaan dimaksudkan untuk memperbaiki tingkah laku terpidana dan di pihak lain pemidanaan itu juga dimaksudkan untuk mencegah orang lain dari kemungkinan melakukan perbuatan serupa. Tujuan pemidanaan adalah: a) Mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma hukum; b) Memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan sehingga menjadi orang yang baik c) Menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana, memulihkan keseimbangan, dan mendatangkan rasa damai d) Membebaskan rasa bersalah pada terpidana. 1 1 Muladi. Hak Asasi Manusia, Politik dan Sistem Peradilan Pidana. Badan Penerbit UNDIP. Semarang hlm. 75. Berdasarkan peraturan Undang-Undang Narkotika yang ada maka diketahui bahwa pelaku tindak pidana narkoba diancam dengan pidana yang tinggi dan berat dengan dimungkinkannya terdakwa divonis maksimal yakni pidana mati selain pidana penjara dan pidana denda. Mengingat tindak pidana narkotika dan psikotropika termasuk dalam jenis tindak pidana khusus maka ancaman pidana terhadapnya dapat dijatuhkan secara kumulatif dengan menjatuhkan 2 jenis pidana pokok sekaligus, misalnya pidana penjara dan pidana denda atau pidana mati dan pidana denda. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), penjatuhan dua hukuman pokok sekaligus memang tidak dimungkinkan sehingga tidak ada hukuman yang dijatuhkan berupa pidana penjara dan pidana denda karena KUHP hanya menghendaki salah satu pidana pokok saja. Namun demikian, sebagai tindak pidana yang bersifat khusus, maka untuk tindak pidana narkoba, hakim diperbolehkan untuk menghukum terdakwa dengan dua pidana pokok sekaligus yang pada umumnya berupa pidana badan (berupa pidana mati, pidana seumur hidup atau pidana penjara) dengan tujuan agar pemidanaan itu memberatkan pelakunya agar tindak pidana dapat ditanggulangi di masyarakat. Dalam sistem pemidanaan di Indonesia pidana mati merupakan hukuman yang paling berat dari sekian banyak hukuman yang dijatuhkan kepada pelaku tindak pidana, karena hukuman ini menyangkut jiwa manusia. Pemberlakuan pidana mati selalu mengundang kontroversi. Hal tersebut tidak hanya terjadi di Indonesia,

4 namun kontroversi ini terjadi pula di sejumlah negara Eropa yang telah membatalkan pidana mati. Beberapa pendapat menyebutkan bahwa pidana mati tidak sesuai dengan Hak Asasi Manusia. Ancaman terberat yang dijatuhkan kepada pelaku tindak pidana narkotika adalah dijatuhinya pelaku dengan pidana mati. Terlepas dari berbagai kontroversi mengenai pidana mati tersebut maka haruslah dilihat terlebih dahulu mengenai relevansinya dengan nilai dan norma Pancasila. Pancasila haruslah menjiwai dan menjadi dasar seluruh tertib hukum yang ada di Indonesia. Ini berarti masalah hukum di Indonesia harus diselesaikan berdasarkan Pancasila. Salah satu masalah tersebut adalah mengenai ancaman dan pelaksanaan pidana mati. 2. Ketentuan mengenai perumusan pidana maksimum dan minimum dalam penjelasan RUU KUHP dikenal dengan pola pemidanaan baru, yaitu minimum khusus dengan tujuan untuk menghindari adanya disparitas pidana yang sangat mencolok untuk tindak pidana yang secara hakiki tidak berbeda kualitasnya, lebih mengefektifkan pengaruh prevensi umum, khususnya bagi tindak pidana yang dipandang membahayakan dan meresahkan masyarakat. Ketentuan mengenai pidana penjara menganut asas maksimum khusus dan minimum khusus. Pidana minimum khusus merupakan suatu pengecualian, yaitu hanya untuk tindak pidana tertentu yang 2 Satjipto Rahardjo. Bunga Rampai Permasalahan Dalam Sistem Peradilan Pidana. Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum Jakarta hlm. 78. dipandang sangat merugikan, membahayakan, atau meresahkan masyarakat dan untuk tindak pidana yang dikualifikasi atau diperberat oleh akibatnya. Ketentuan mengenai pidana minimum (khusus) dan maksimum menegaskan bahwa terhadap kejahatankejahatan yang meresahkan masyarakat diberlakukan ancaman secara khusus. Permasalahan penelitian ini adalah: 1. Bagaimanakah pelaksanaan pidana rehabilitasi sebagai implementasi pembaharuan pidana bagi pengguna narkotika? 2. Apakah faktor-faktor penghambat pelaksanaan pidana rehabilitasi sebagai implementasi pembaharuan pidana bagi pengguna narkotika? Tujuan penelitian ini adalah: a. Untuk mengetahui pelaksanaan pidana rehabilitasi sebagai implementasi pembaharuan pidana bagi pengguna narkotika b. Untuk mengetahui faktor-faktor penghambat pelaksanaan pidana rehabilitasi sebagai implementasi pembaharuan pidana bagi pengguna narkotika Pendekatan masalah yang digunakan adalah yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan. Responden penelitian terdiri dari Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang dan Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Unila. Data dianalisis secara kualitatif. Prosedur pengumpulan data dilakukan dengan teknik studi pustaka dan studi lapangan. Analisis data dilakukan secara kualitatif. II. Pembahasan

5 A. Pelaksanaan Pidana Rehabilitasi Sebagai Implementasi Pembaharuan Pidana Bagi Pengguna Narkotika Pelaksanaan pidana rehabilitasi sebagai implementasi pembaharuan pidana bagi pengguna narkotika pada dasarnya selaras dengan konsep pemidanaan yang mempunyai implikasi moral yang berbeda satu sama lain. Pertanggungjawaban pidana sebagai ganjaran negatif terhadap perilaku menyimpang yang dilakukan oleh warga masyarakat sehingga pandangan ini melihat pemindanaan hanya sebagai pembalasan terhadap kesalahan yang dilakukan atas dasar tanggungjawab moralnya masing-masing. Berdasarkan hasil wawancara kepada Sri Suharini pada hari Kamis 27 Juni 2013 maka diketahui bahwa terhadap pelaku kejahatan narkotika terdapat alasanalasan tertentu untuk memberatkan hukumannya karena perbuatan yang dilakukannya merupakan perbuatan yang dampaknya membahayakan dan menimbulkan kerugian besar bagi kepentingan masyarakat, bangsa dan negara. Tujuan dari pemberatan hukuman tersebut bukan dipandang sebagai pembalasan terhadap pelakunya, akan tetapi dimaksudkan untuk mendidik pelakunya agar menjadi sadar dan jera sehingga tidak lagi mengulangi kejahatannya. Sanksi pidana yang diancamkan mempunyai pembatasan yang bertujuan untuk melindungi dan memberikan upaya rehabilitasi kepada pelaku yang dijatuhi pidana. Indikator utama yang sering digunakan untuk menunjukkan bahwa terpidana dimaksudkan untuk mendapatkan pembinaan adalah dengan adanya perbaikan dari diri terpidana atau terpidana dinyatakan berkelakuan baik. Tujuan pemidanaan yang menekankan pada rehabilitasi atau pembinaan terhadap terdakwa terdapat dalam beberapa ketentuan pengurangan pemidanaannya. Terhadap terpidana yang mendapatkan hukuman penjara seumur hidup, dapat memperoleh keringanan hukuman menjadi 15 tahun apabila terpidana telah menjalani hukumannya selama 10 tahun dan dengan berkelakuan baik. Menurut penjelasan Tri Andrisman pada hari Selasa 25 Juni 2013 maka diketahui bahwa tujuan pemidanaan mengandung unsur perlindungan masyarakat, pandangan rehabilitasi dan resosialisasi terpidana. pemidanaan tidak dimaksudkan untuk menderitakan dan merendahkan martabat. Pandangan ini mengerucut pada dua kepentingan, yakni perlindungan masyarakat dan pembinaan bagi pelaku. pemidanaan mengakui asasasas atau keadaan yang meringankan Pemidanaan,mendasarkan pada keadaan obyektif dan mempertimbangkan kebutuhan adanya pembinaan individual dari pelaku tindak pidana. Dengan kata lain tujuan pemidanaan adalah untuk mencapai manfaat untuk melindungi masyarakat dan menuju kesejahteraan masyarakat. Tujuan pemidanaan bukan merupakan pembalasan kepada pelaku di mana sanksi ditekankan pada tujuannya, yakni untuk mencegah agar orang tidak melakukan kejahatan. Ketentuan mengenai pemidanaan ini juga memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan atau penyesuaian pidana kepada narapidana. Pelaku yang dijatuhi pidana atau tindakan yang telah

6 berkekuatan hukum tetap dapat dilakukan perubahan atau penyesuaian dengan mengingat perkembangan narapidana dan tujuan pemidanaan. Sanksi pidana yang diancamkan mempunyai pembatasan yang bertujuan untuk melindungi dan memberikan upaya rehabilitasi kepada pelaku yang dijatuhi pidana. Indikator utama yang sering digunakan untuk menunjukkan bahwa terpidana dimaksudkan untuk mendapatkan pembinaan adalah dengan adanya perbaikan dari diri terpidana atau terpidana dinyatakan berkelakuan baik. Tujuan pemidanaan yang menekankan pada rehabilitasi atau pembinaan terhadap terdakwa terdapat dalam beberapa ketentuan mengenai pengurangan pemidanaannya. Terhadap terpidana yang mendapatkan hukuman penjara seumur hidup, dapat memperoleh keringanan hukuman menjadi 15 tahun apabila terpidana telah menjalani hukumannya selama 10 tahun dan dengan berkelakuan baik. Uraian di atas sesuai dengan tujuan pidana yaitu prevensi atau pencegahan, sanksi pidana merupakan sanksi yang paling istimewa, karena kepentingan hukum yang hendak dilindungi oleh kaidah-kaidah hukum pidana adalah nyawa, badan (kebebasan), kehormatan dan harta benda manusia, disamping kepentingan-kepentingan negara. Walaupun tujuan pemidanaan bukan merupakan suatu hal yang baru, tetapi dampak dari pemidanaan yang berkenaan dengan kelanjutan kehidupan terpidana, khususnya dampak stigmatisasi terhadap terpidana dan keluarganya, menumbuhkan aliran-aliran dalam hukum pidana yang lebih baru yang mengkreasi jenis-jenis pidana lain yang dianggap lebih menghormati harkat dan martabat manusia, di samping ingin mencapai tujuan pemidanaan itu sendiri. Oleh karena itu pulalah penjatuhan sanksi pidana harus merupakan hal yang paling penting dipertimbangkan hakim, karena menyangkut kepentingankepentingan tersebut, yang berbeda dengan sanksi perdata atau administasi ang hanya berkenaan dengan sifat-sifat kebendaan. Pembebanan pidana harus diusahakan agar sesuai dan seimbang dengan nilainilai kesadaran hukum, nilai-nilai mana bergerak menurut perkembangan ruang, waktu dan keadaan yang mewajibkan pengenaan suatu nestapa yang istimewa sifatnya, sebagai suatu reaksi terhadap aksi yang memperkosa tata (hukum) yang sedang menjatuhkan pidana. Berdasarkan peraturan UU Narkotika yang ada maka diketahui bahwa pelaku tindak pidana narkoba diancam dengan pidana yang tinggi dan berat dengan dimungkinkannya terdakwa divonis maksimal yakni pidana mati selain pidana penjara dan pidana denda. Mengingat tindak pidana narkotika dan psikotropika termasuk dalam jenis tindak pidana khusus maka ancaman pidana terhadapnya dapat dijatuhkan secara kumulatif dengan menjatuhkan 2 jenis pidana pokok sekaligus, misalnya pidana penjara dan pidana denda atau pidana mati dan pidana denda. Terhadap para pengguna atau bukan pengedar pidana dipidana dengan rehabilitasi sebagaimana diatur dalam Pasal 54 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, bahwa pecandu Narkotika dan korban penyalahgunaan Narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.

7 Hal ini diperjelas pada Pasal 55 Undang- Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika: 1) Orang tua atau wali dari Pecandu Narkotika yang belum cukup umur wajib melaporkan kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh Pemerintah untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. 2) Pecandu Narkotika yang sudah cukup umur wajib melaporkan diri atau dilaporkan oleh keluarganya kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh Pemerintah untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. 3) Ketentuan mengenai pelaksanaan wajib lapor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Selanjutnya menurut Pasal 103 Undang- Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, hakim yang memeriksa perkara Pecandu Narkotika dapat: (a) Memutus untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalani pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi jika Pecandu Narkotika tersebut terbukti bersalah melakukan tindak pidana Narkotika; atau (b) Menetapkan untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalani pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi jika Pecandu Narkotika tersebut tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana Narkotika. Selanjutnya dalam ketentuan pidana Pasal 127 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika dinyatakan sebagai berikut: (1) Setiap Penyalah Guna: a. Narkotika Golongan I bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun; b. Narkotika Golongan II bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun; dan c. Narkotika Golongan III bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun. (2) Dalam memutus perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hakim wajib memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54, Pasal 55, dan Pasal 103. (3) Dalam hal Penyalah Guna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibuktikan atau terbukti sebagai korban penyalahgunaan Narkotika, Penyalah Guna tersebut wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Ketentuan ini menegaskan bahwa penggunaan kata memutuskan bagi Pecandu Narkotika yang terbukti bersalah melakukan tindak pidana Narkotika mengandung pengertian bahwa putusan hakim tersebut merupakan vonis (hukuman) bagi Pecandu Narkotika yang bersangkutan. Ketentuan ini menegaskan bahwa penggunaan kata menetapkan bagi Pecandu Narkotika yang tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana

8 Narkotika mengandung pengertian bahwa penetapan hakim tersebut bukan merupakan vonis (hukuman) bagi Pecandu Narkotika yang bersangkutan. Rehabilitasi terhadap pelaku penyalahgunaan narkotika sangat penting dilakukan, dengan tujuan yaitu: a. Menghilangkan ketergantungan dari pengaruh narkotika sehingga ia dapat hidup secara normal b. Menyembuhkan tubuh para pecandu dari keterikatan narkotika c. Melengkapi para pecandu dengan ketrampilan demi masa depan mereka Berdasarkan uraian di atas maka dapat dianalisis bahwa rehabilitasi bagi para pelaku penyalahgunaan narkotika merupakan upaya Penanggulangan penyalahgunana narkotika secara secara kuratif yaitu proses menuju penyembuhan, di mana upaya dilakukan untuk menghilangkan/ menyembuhkan ketergantungan fisik, psikis, maupun sosial penderita/klien terhadap narkotika. Upaya penyembuhan terhadap korban narkotika ini merupakan rangkaian kegiatan yang berkesinambungan. Tujuan rehabilitasi pelaku penyalahgunaan narkotika adalah untuk memulihkan kondisi fisik, psikis, mental, dan sosial bekas korban narkotika serta mengembangkan ketrampilan kerja sehingga bekas korban narkotika dapat kembali menjalankan fungsi sosialnya secara wajar dan hidup mandiri di dalam masyarakat. Pembinaan dan bimbingan sosial yang diberikan meliputi pembinaan fisik, bimbingan mental spiritual, bimbingan mental psikologis, bimbingan social, latihan ketrampilan, dan reintegrasi sosial mantan penyalahgunan narkotika kepada masyarakat. Pemidanaan kepada pelaku melalui rehabilitasi bertujuan untuk mencapai perbaikan kepada pelaku sebagai tujuan pemidanaan yaitu bahwa jika suatu tindak pidana diancam dengan pidana pokok secara alternatif, maka penjatuhan pidana pokok yang lebih ringan harus lebih diutamakan apabila hal itu dipandang telah sesuai dan dapat menunjang tercapainya tujuan pemidanaan. Ketentuan ini juga sejalan dengan adanya ketentuan mengenai pengurangan hukuman pada masa penangkapan dan penahanan yang dalam penjelasannya dinyatakan bahwa pengurangan masa pidana bertujuan untuk menimbulkan pengaruh psikologis yang baik terhadap terpidana dalam menjalani pembinaan selanjutnya. B. Faktor Penghambat Pelaksanaan pidana rehabilitasi sebagai implementasi pembaharuan pidana bagi pengguna narkotika 1. Faktor Substansi Hukum Faktor substansi hukum yang menghambat pidana rehabilitasi terhadap pengguna narkotika adalah adanya potensi pemahaman yang salah terhadap Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 04 Tahun 2010 Tentang Korban Penyalahgunaan dan Pecandu Narkotika ke dalam Lembaga Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial. Berdasarkan surat edaran ini maka pelaku pengedar narkotika atau kuasa hukumnya dapat membela diri dengan menyatakan bahwa ia adalah korban penyalahgunaan atau pecandu narkotika, sehingga mengajukan kuasa hukum dapat

9 mengajukan pembelaan kepada majelis hakim agar kliennya ditempatkan dalam lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial, bukan dihukum dengan pidana penjara atau denda. 2. Faktor Aparat Penegak Hukum Faktor penegak hukum secara kualitas yang dapat menghambat pidana rehabilitasi terhadap pengguna narkotika adalah kurang profesionalnya penyidik dalam melaksanakan proses penyidikan terhadap pelaku pengedar narkotika, misalnya kurang dikuasainya taktik dan teknik penyidikan sehingga penyidik tidak dapat mengumpulkan alat bukti dalam persidangan sebagaimana diatur dalam Pasal 184 KUHAP, yang terdiri dari keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa atau hal yang secara umum sudah diketahui sehingga tidak perlu dibuktikan. Selain itu adanya potensi penyidik kepolisian menyalah gunakan kewenangan diskresi dalam proses penyidikan sehingga penyidikan dihentikan dan tidak dapat dilanjutkan pada proses penuntutan dan proses pengadilan. Faktor penegak hukum secara kuantitas yang dapat menghambat pidana rehabilitasi terhadap pengguna narkotika adalah tidak seimbangnya jumlah aparat kepolisian dibandingkan dengan jumlah pelaku pengedar narkotika. Apalagi kecenderungan pelaku pengedar narkotika ini bukan perorangan, melainkan suatu sindikat yang terorganisasi dan terkoordinasi secara rapih dan dalam jumlah yang relatif besar. 3. Faktor Masyarakat Faktor masyarakat yang menghambat pidana rehabilitasi terhadap pengguna narkotika adalah masih adanya ketakutan atau keengganan masyarakat untuk menjadi saksi dalam proses penegakan hukum terhadap pelaku pengedar narkotika. Ketakutan tersebut dapat disebabkan oleh adanya ancaman dari para pelaku pengedar narkotika yang tidak segan-segan melakukan kekerasan terhadap masyarakat yang menyaksikan perbuatan mereka, terlebih para pelaku ini umumnya adalah sindikat. Akibatnya masyarakat tidak melaporkan adanya tindak pidana pengedar narkotika ini kepada aparat penegak hukum, sehingga dapat menghambat proses pemidanaan terhadap pelaku pengedar narkotika. III. Simpulan 1. Pelaksanaan pidana rehabilitasi sebagai implementasi pembaharuan pidana bagi pengguna narkotika dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, yaitu dekriminalisasi para pelaku penyalahgunaan narkotika. Pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 54 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang menyatakan bahwa : pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. 2. Faktor-faktor yang menghambat pelaksanaan pidana rehabilitasi sebagai implementasi pembaharuan pidana bagi pengguna narkotika:

10 a. Faktor Substansi Hukum, yaitu adanya potensi pemahaman yang salah terhadap Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 04 Tahun 2010 Tentang Korban Penyalahgunaan dan Pecandu Narkotika ke dalam Lembaga Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial. b. Faktor Aparat Penegak Hukum, secara secara kuantitas adalah tidak seimbangnya jumlah aparat kepolisian dibandingkan dengan jumlah pelaku penyalahgunaan narkotika. Selain itu adanya peluang bagi aparat penegak hukum untuk menjadi pengguna dan pengedar narkotika serta menggelapkan barang bukti narkotika. c. Faktor Masyarakat, yaitu masih adanya ketakutan atau keengganan masyarakat untuk menjadi saksi dalam proses penegakan hukum dan tidak melaporkan adanya tindak pidana penyalahgunaan narkotika ini kepada aparat penegak hukum tentang adanya tindak pidana penyalahgunaan narkotika. Selain itu adanya sikap individualisme masyarakat perkotaan, sehingga mereka bersikap acuh tidak acuh dan tidak memperdulikan apabila menjumpai atau mengetahui adanya pelaku pengedar narkotika. Daftar Pustaka Arief, Barda Nawawi Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana. PT Citra. Aditya Bakti. Bandung Kebijakan Hukum Pidana. PT. Citra Aditya Bakti.Bandung Restrukturisasi/ Rekonstruksi Sistem Hukum Pidana Indonesia. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang. Hamzah, Andi Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana. Ghalia Indonesia Jakarta. Lastarya, Dharana Narkoba, Perlukah Mengenalnya. Pakarkarya. Jakarta Muladi Hak Asasi Manusia, Politik dan Sistem Peradilan Pidana. Badan Penerbit UNDIP. Semarang. Muladi dan Barda Nawawi Arif Teori-Teori dan Kebijakan Pidana Penerbit Alumni, Bandung, Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta. Rahardjo, Satjipto. Bunga Rampai Permasalahan Dalam Sistem Peradilan Pidana Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum Jakarta Soekanto, Soerjono Pengantar Penelitian Hukum. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Sudarto Kapita Selekta Hukum Pidana. Alumni.Bandung RUU KUHP Baru Sebuah

PENDAHULUAN. penyalahgunaan, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional,

PENDAHULUAN. penyalahgunaan, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional, 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyalahgunaan narkotika dapat mengakibatkan sindroma ketergantungan apabila penggunaannya tidak di bawah pengawasan dan petunjuk tenaga kesehatan yang mempunyai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Pemidanaan

I. PENDAHULUAN. dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Pemidanaan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebijakan penanggulangan kejahatan pengedar narkotika dengan pidana penjara ditinjuau dari Pemidanaan terhadap pengedar narkotika terdapat dalam pasal-pasal dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan atau perbuatan jahat dapat diartikan secara yuridis atau kriminologis.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tindak Pidana Narkotika Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan hukum, yang patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan. Orang yang

Lebih terperinci

PELAKSANAAN SISTEM PEMIDAAN MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA ABSTRAK

PELAKSANAAN SISTEM PEMIDAAN MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA ABSTRAK 1 PELAKSANAAN SISTEM PEMIDAAN MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA ABSTRAK Penyalahgunaan narkoba sebagai kejahatan dimulai dari penempatan penyalahgunaan narkotika dan psikotropika

Lebih terperinci

REHABILITASI BAGI PENYALAHGUNA TINDAK PIDANA NARKOTIKA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA

REHABILITASI BAGI PENYALAHGUNA TINDAK PIDANA NARKOTIKA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA REHABILITASI BAGI PENYALAHGUNA TINDAK PIDANA NARKOTIKA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA Oleh : Made Ana Wirastuti I Ketut Suardita Hukum Pidana, Fakultas Hukum Program Ekstensi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peredaran gelap narkoba menyebabkan penyalahgunaan yang makin meluas dan. merupakan ancaman bagi kehidupan bangsa dan negara.

I. PENDAHULUAN. peredaran gelap narkoba menyebabkan penyalahgunaan yang makin meluas dan. merupakan ancaman bagi kehidupan bangsa dan negara. 1 I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Penyalahgunaan narkoba mendorong adanya peredaran gelap, sedangkan peredaran gelap narkoba menyebabkan penyalahgunaan yang makin meluas dan berdimensi internasional.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hukum Pidana Sebagaimana yang telah diuraikan oleh banyak pakar hukum mengenai hukum pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu masalah pidana yang diancamkan terhadap pelanggaran tertentu 2. Topik

BAB I PENDAHULUAN. yaitu masalah pidana yang diancamkan terhadap pelanggaran tertentu 2. Topik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara tegas menuliskan bahwa negara Indonesia adalah Negara Hukum. Salah satu prinsip penting negara

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis I. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana. Tindak pidana merupakan suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal

TINJAUAN PUSTAKA. Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal II. TINJAUAN PUSTAKA A. Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal yang dalam kepustakaan asing sering dikenal dengan berbagai istilah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peradilan negara yang diberi wewenang oleh Undang-Undang untuk mengadili

BAB I PENDAHULUAN. peradilan negara yang diberi wewenang oleh Undang-Undang untuk mengadili BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hakim adalah aparat penegak hukum yang paling dominan dalam melaksanakan penegakan hukum. Hakimlah yang pada akhirnya menentukan putusan terhadap suatu perkara disandarkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana. Tindak pidana merupakan suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat

Lebih terperinci

UPAYA PENEGAKAN HUKUM NARKOTIKA DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

UPAYA PENEGAKAN HUKUM NARKOTIKA DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta 1 UPAYA PENEGAKAN HUKUM NARKOTIKA DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta A. LATAR BELAKANG Kejahatan narkotika yang sejak lama menjadi musuh bangsa kini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan nasional dapat diwujudkan dengan upaya secara terus

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan nasional dapat diwujudkan dengan upaya secara terus 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembangunan nasional dapat diwujudkan dengan upaya secara terus menerus termasuk dibidang keamanan dan ketertiban serta dibidang kesejahteraan rakyat dengan memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Barda Nawawi Arief, pembaharuan hukum pidana tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Barda Nawawi Arief, pembaharuan hukum pidana tidak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Barda Nawawi Arief, pembaharuan hukum pidana tidak hanya menyangkut masalah substansinya saja, akan tetapi selalu berkaitan dengan nilai-nilai yang

Lebih terperinci

OLEH : Ni Ketut Arie Setiawati. A.A Gde Oka Parwata. Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT

OLEH : Ni Ketut Arie Setiawati. A.A Gde Oka Parwata. Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT PENERAPAN VONIS REHABILITASI BAGI PECANDU NARKOTIKA (Study Kasus Pengadilan Negeri Denpasar Nomor. 304/Pid.Sus/2016/PN.Dps, Tentang Tindak Pidana Narkotika) OLEH : Ni Ketut Arie Setiawati A.A Gde Oka Parwata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kejahatan yang bersifat trans-nasional yang sudah melewati batas-batas negara,

BAB I PENDAHULUAN. kejahatan yang bersifat trans-nasional yang sudah melewati batas-batas negara, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan narkoba merupakan kejahatan yang bersifat merusak, baik merusak mental maupun moral dari para pelakunya, terlebih korban yang menjadi sasaran peredaran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pengobatan dan pelayanan kesehatan. Namun, dengan semakin berkembangnya zaman, narkotika

I. PENDAHULUAN. pengobatan dan pelayanan kesehatan. Namun, dengan semakin berkembangnya zaman, narkotika I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada awalnya narkotika digunakan untuk kepentingan umat manusia, khususnya untuk pengobatan dan pelayanan kesehatan. Namun, dengan semakin berkembangnya zaman, narkotika

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana penggelapan di Indonesia saat ini menjadi salah satu penyebab terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai kehidupan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kesatuan langkah menuju tercapainya tujuan pembangunan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. dalam kesatuan langkah menuju tercapainya tujuan pembangunan tersebut. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 bertujuan mewujudkan tata kehidupan bangsa yang sejahtera,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan

I. PENDAHULUAN. Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan internasional, regional dan nasional. Sampai dengan saat ini, penyalahgunaan narkotika di seluruh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang melakukan tindak pidana harus mempertanggungjawabkan perbuatannya melalui proses hukum.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional, tetapi sekarang sudah menjadi masalah global (dunia). Pada era

BAB I PENDAHULUAN. nasional, tetapi sekarang sudah menjadi masalah global (dunia). Pada era BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia banyak melakukan pelanggaran, salah satunya adalah penyalahgunaan narkoba. Penyalahgunaan narkoba tidak hanya menjadi masalah lokal maupun nasional,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dirasakan semakin menunjukkan peningkatan. Hal tersebut dapat dilihat dari

BAB 1 PENDAHULUAN. dirasakan semakin menunjukkan peningkatan. Hal tersebut dapat dilihat dari BAB 1 PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Kasus penyalahgunaan narkotika dalam beberapa tahun terakhir dirasakan semakin menunjukkan peningkatan. Hal tersebut dapat dilihat dari pemberitaan-pemberitaan

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN TERHADAP PERLINDUNGAN HUKUM PECANDU NARKOTIKA. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat) dan

BAB II PENGATURAN TERHADAP PERLINDUNGAN HUKUM PECANDU NARKOTIKA. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat) dan BAB II PENGATURAN TERHADAP PERLINDUNGAN HUKUM PECANDU NARKOTIKA Pada prinsipnya perlindungan hukum tidak membedakan terhadap kaum pria maupun wanita, sistem pemerintahan negara sebagaimana yang telah dicantumkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kaya, tua, muda, dan bahkan anak-anak. Saat ini penyalahgunaan narkotika tidak

I. PENDAHULUAN. kaya, tua, muda, dan bahkan anak-anak. Saat ini penyalahgunaan narkotika tidak 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyalahgunaan narkotika melingkupi semua lapisan masyarakat baik miskin, kaya, tua, muda, dan bahkan anak-anak. Saat ini penyalahgunaan narkotika tidak hanya terjadi

Lebih terperinci

Kebijakan Kriminal, Penyalahgunaan BBM Bersubsidi 36

Kebijakan Kriminal, Penyalahgunaan BBM Bersubsidi 36 Kebijakan Kriminal, Penyalahgunaan BBM Bersubsidi 36 KEBIJAKAN KRIMINAL PENANGGULANGAN PENYALAHGUNAAN BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) BERSUBSIDI Oleh : Aprillani Arsyad, SH,MH 1 Abstrak Penyalahgunaan Bahan Bakar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan masyarakat secara wajar. Istilah narkoba muncul sekitar

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan masyarakat secara wajar. Istilah narkoba muncul sekitar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Program rehabilitasi narkotika merupakan serangkaian upaya yang terkoordinasi dan terpadu, terdiri atas upaya-upaya medik, bimbingan mental, psikososial, keagamaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas. hakim dalam menjatuhkan suatu putusan.

BAB I PENDAHULUAN. ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas. hakim dalam menjatuhkan suatu putusan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dilihat secara empiris disparitas pidana merupakan bentuk dari ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas pidana juga membawa

Lebih terperinci

BAB II. kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum. Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan

BAB II. kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum. Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan BAB II KEBIJAKAN HUKUM PIDANA YANG MENGATUR TENTANG SISTEM PEMIDANAAN TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA DI INDONESIA A. Kebijakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Kejahatan yang Dilakukan Oleh Anak Dibawah

Lebih terperinci

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan I. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Jenis-Jenis Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan hukum, yang patut dipidana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pidana yang diancamkan terhadap pelanggaran larangan 1. Masalah pertama

BAB I PENDAHULUAN. pidana yang diancamkan terhadap pelanggaran larangan 1. Masalah pertama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum. Indonesia memiliki banyak keanekaragaman budaya dan kemajemukan masyarakatnya. Melihat dari keberagaman

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dari hukum kolonial Belanda (Wetboek van Strafrecht) yang pada prakteknya

II. TINJAUAN PUSTAKA. dari hukum kolonial Belanda (Wetboek van Strafrecht) yang pada prakteknya 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembaharuan Hukum Pidana KUHP yang sekarang diberlakukan di Indonesia adalah KUHP yang bersumber dari hukum kolonial Belanda (Wetboek van Strafrecht) yang pada prakteknya sudah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Indonesia sebagai negara yang berdasarkan Pancasila dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Indonesia sebagai negara yang berdasarkan Pancasila dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia sebagai negara yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 berusaha untuk benar-benar menjunjung tinggi hak asasi manusia, negara akan menjamin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Kepolisian

BAB I PENDAHULUAN. (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Kepolisian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum, berdasarkan Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 maka hendaknya setiap aturan hukum

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Fenomena peredaran gelap narkotika merupakan permasalahan internasional, regional dan

I. PENDAHULUAN. Fenomena peredaran gelap narkotika merupakan permasalahan internasional, regional dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena peredaran gelap narkotika merupakan permasalahan internasional, regional dan nasional. Sampai dengan saat ini, penyalahgunaan obat-obatan terlarang di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan dan perkembangan teknologi yang sangat cepat, berpengaruh secara signifikan terhadap kehidupan sosial masyarakat. Dalam hal ini masyarakat dituntut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kejahatan yang berlangsung ditengah-tengah masyarakat semakin hari kian. sehingga berakibat semakin melunturnya nilai-nilai kehidupan.

I. PENDAHULUAN. Kejahatan yang berlangsung ditengah-tengah masyarakat semakin hari kian. sehingga berakibat semakin melunturnya nilai-nilai kehidupan. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan yang berlangsung ditengah-tengah masyarakat semakin hari kian berkembang, salah satu yang mulai tampak menonjol ialah banyaknya kejahatankejahatan yang terjadi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana Kekuasaan kehakiman merupakan badan yang menentukan dan kekuatan kaidahkaidah hukum positif dalam konkretisasi oleh hakim melalui

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengisi kemerdekaan dengan berpedoman pada tujuan bangsa yakni menciptakan

I. PENDAHULUAN. mengisi kemerdekaan dengan berpedoman pada tujuan bangsa yakni menciptakan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemerdekaan bangsa Indonesia merupakan peninggalan yang tidak ternilai harga dari para pejuang terdahulu. Sebagai generasi penerus bangsa selayaknya jika kita mengisi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Narkotika selain berpengaruh pada fisik dan psikis pengguna, juga berdampak

I. PENDAHULUAN. Narkotika selain berpengaruh pada fisik dan psikis pengguna, juga berdampak I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Narkotika selain berpengaruh pada fisik dan psikis pengguna, juga berdampak pada kehidupan sosial ekonomi individu, masyarakat, bahkan negara. Gagal dalam studi,gagal dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bab I ketentuan umum Pasal 1 Angka 11 KUHAP ditentukan bahwa putusan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bab I ketentuan umum Pasal 1 Angka 11 KUHAP ditentukan bahwa putusan 15 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Putusan Pengadilan 1. Pengertian Putusan Hakim/Pengadilan Bab I ketentuan umum Pasal 1 Angka 11 KUHAP ditentukan bahwa putusan pengadilan adalah pernyataan hakim yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemberantasan penyalahgunaan narkotika merupakan masalah yang sangat penting,

I. PENDAHULUAN. Pemberantasan penyalahgunaan narkotika merupakan masalah yang sangat penting, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemberantasan penyalahgunaan narkotika merupakan masalah yang sangat penting, penyalahgunaan narkotika dapat berdampak negatif, merusak dan mengancam berbagai aspek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Permasalahan mengenai penggunaan Narkotika semakin hari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Permasalahan mengenai penggunaan Narkotika semakin hari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan mengenai penggunaan Narkotika semakin hari semakin memprihatinkan terlebih di Indonesia. Narkotika seakan sudah menjadi barang yang sangat mudah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Tindak Pidana, Pelaku Tindak Pidana dan Tindak Pidana Pencurian

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Tindak Pidana, Pelaku Tindak Pidana dan Tindak Pidana Pencurian II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana, Pelaku Tindak Pidana dan Tindak Pidana Pencurian Tindak pidana merupakan perbuatan yang dilakukan oleh seseorang dengan melakukan suatu kejahatan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dewasa ini sedang berlangsung proses pembaharuan hukum pidana. Pembaharuan hukum pidana meliputi pembaharuan terhadap hukum pidana formal, hukum pidana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 menegaskan bahwa cita-cita Negara Indonesia ialah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah

Lebih terperinci

Oleh : I Gede Kusuma Jayantara NPM : Pembimbing I : A.A Sagung Laksmi Dewi,SH.,MH. Pembimbing II : Luh Putu Suryani,SH.,MH.

Oleh : I Gede Kusuma Jayantara NPM : Pembimbing I : A.A Sagung Laksmi Dewi,SH.,MH. Pembimbing II : Luh Putu Suryani,SH.,MH. SANKSI PIDANA BAGI PELAKU PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA Oleh : I Gede Kusuma Jayantara NPM : 1110121033 Pembimbing I : A.A Sagung Laksmi Dewi,SH.,MH. Pembimbing II : Luh Putu Suryani,SH.,MH. ABSTRACT Narcotics

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. penuntutan terhadap terdakwa tindak pidana narkotika adalah:

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. penuntutan terhadap terdakwa tindak pidana narkotika adalah: BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1) Pertimbangan-pertimbangan yuridis yang digunakan dalam melakukan penuntutan terhadap terdakwa tindak pidana narkotika adalah: a). Harus memenuhi unsur-unsur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kita mengetahui yang banyak menggunakan narkoba adalah kalangan generasi muda

I. PENDAHULUAN. kita mengetahui yang banyak menggunakan narkoba adalah kalangan generasi muda 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peredaran narkoba secara tidak bertanggungjawab sudah semakin meluas dikalangan masyarakat. Hal ini tentunya akan semakin mengkhawatirkan, apalagi kita mengetahui yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Penahanan dapat dilihat dalam Pasal 1 butir 21 KUHAP yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Penahanan dapat dilihat dalam Pasal 1 butir 21 KUHAP yang 15 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Penahanan dan Sekitar Penahanan 1. Pengertian Penahanan Pengertian Penahanan dapat dilihat dalam Pasal 1 butir 21 KUHAP yang menyatakan bahwa penahanan merupakan penempatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tahun kenakalan anak selalu terjadi. Apabila dicermati

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tahun kenakalan anak selalu terjadi. Apabila dicermati BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap tahun kenakalan anak selalu terjadi. Apabila dicermati perkembangan tindak pidana yang dilakukan anak selama ini, baik dari kualitas maupun modus operandi, pelanggaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Pidana Penjara Seumur Hidup (selanjutnya disebut pidana seumur hidup)

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Pidana Penjara Seumur Hidup (selanjutnya disebut pidana seumur hidup) BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Pidana Penjara Seumur Hidup (selanjutnya disebut pidana seumur hidup) merupakan bagian dari pidana pokok dalam jenis-jenis pidana sebagaimana diatur pada Pasal

Lebih terperinci

ANALISIS MENGENAI SINGKRONISASI LEMBAGA PEMASYARAKATAN SEBAGAI PENGGANTI PIDANA PENJARA

ANALISIS MENGENAI SINGKRONISASI LEMBAGA PEMASYARAKATAN SEBAGAI PENGGANTI PIDANA PENJARA ANALISIS MENGENAI SINGKRONISASI LEMBAGA PEMASYARAKATAN SEBAGAI PENGGANTI PIDANA PENJARA Oleh : Hendra Rusliyadi Pembimbing : IGN Dharma Laksana Bagian Hukum Pidana, Fakultas Hukum Universitas Udayana Abstract:

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. prinsip hukum acara pidana yang mengatakan peradilan dilakukan secara

I. PENDAHULUAN. prinsip hukum acara pidana yang mengatakan peradilan dilakukan secara I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyidik berwenang melakukan penahanan kepada seorang tersangka. Kewenangan tersebut diberikan agar penyidik dapat melakukan pemeriksaan secara efektif dan efisien

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V A. Kesimpulan KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian mengenai Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan Rehabilitasi Kepada Pengguna Narkotika, maka penulis dapat memberikan kesimpulan

Lebih terperinci

PROSPEK PIDANA KERJA SOSIAL DI INDONESIA

PROSPEK PIDANA KERJA SOSIAL DI INDONESIA PROSPEK PIDANA KERJA SOSIAL DI INDONESIA Shinta Rukmi, SH. MHum. Dosen Fakultas Hukum Unisri Surakarta Abstract : Community Service order is a new criminal, and it is a rehabilitation to narapidana. The

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. unsur-unsurnya adalah sebagai berikut : dapat diminta pertanggung jawaban atas perbuatannya.

BAB V PENUTUP. unsur-unsurnya adalah sebagai berikut : dapat diminta pertanggung jawaban atas perbuatannya. BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Penerapan unsur-unsur tindak pidana tanpa hak memiliki menyimpan atau menguasai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara berdasarkan hukum (rechtstats), bukan negara yang

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara berdasarkan hukum (rechtstats), bukan negara yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara berdasarkan hukum (rechtstats), bukan negara yang berdasar kekuasaan belaka (machtstats), oleh karena itu tata kehidupan dalam bermasyarakat,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa anak merupakan amanah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Disparitas pidana tidak hanya terjadi di Indonesia. Hampir seluruh Negara di

I. PENDAHULUAN. Disparitas pidana tidak hanya terjadi di Indonesia. Hampir seluruh Negara di I. PENDAHULUAN a. Latar Belakang Disparitas pidana tidak hanya terjadi di Indonesia. Hampir seluruh Negara di dunia menghadapi masalah ini. Disparitas pidana yang disebut sebagai the disturbing disparity

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pidana bersyarat merupakan suatu sistem pidana di dalam hukum pidana yang

BAB I PENDAHULUAN. Pidana bersyarat merupakan suatu sistem pidana di dalam hukum pidana yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pidana bersyarat merupakan suatu sistem pidana di dalam hukum pidana yang berlaku di Indonesia. Hukum pidana tidak hanya bertujuan untuk memberikan pidana atau nestapa

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. sebagaimana diuraikan dalam bab sebelumnya dapat dikemukakan kesimpulan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. sebagaimana diuraikan dalam bab sebelumnya dapat dikemukakan kesimpulan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan rumusan permasalahan serta hasil penelitian dan pembahasan sebagaimana diuraikan dalam bab sebelumnya dapat dikemukakan kesimpulan sebagai berikut:

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. karna hukum sudah ada dalam urusan manusia sebelum lahir dan masih ada

I. PENDAHULUAN. karna hukum sudah ada dalam urusan manusia sebelum lahir dan masih ada I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum tidak bisa dipisahkan dengan masyarakat sebagai kumpulan manusia, karna hukum sudah ada dalam urusan manusia sebelum lahir dan masih ada sesudah meninggal.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pengembangan ilmu pengetahuan. Indonesia dan negara-negara lain pada

BAB I PENDAHULUAN. dan pengembangan ilmu pengetahuan. Indonesia dan negara-negara lain pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Narkotika pada hakekatnya sangat bermanfaat untuk keperluan medis dan pengembangan ilmu pengetahuan. Indonesia dan negara-negara lain pada umumnya mengatur secara

Lebih terperinci

TINJAUAN TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN DALAM MENETAPKAN HUKUMAN TERHADAP PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA

TINJAUAN TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN DALAM MENETAPKAN HUKUMAN TERHADAP PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA TINJAUAN TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN DALAM MENETAPKAN HUKUMAN TERHADAP PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA (Studi Kasus Bagi Penyalahagunaan Narkotika (UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009)) Disusun sebagai salah satu

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERLINDUNGAN KHUSUS TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN PENCABULAN MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002

PELAKSANAAN PERLINDUNGAN KHUSUS TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN PENCABULAN MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002 SKRIPSI PELAKSANAAN PERLINDUNGAN KHUSUS TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN PENCABULAN MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002 Oleh ALDINO PUTRA 04 140 021 Program Kekhususan: SISTEM PERADILAN PIDANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu

I. PENDAHULUAN. dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana pencabulan adalah suatu tindak pidana yang bertentangan dan melanggar kesopanan dan kesusilaan seseorang mengenai dan yang berhubungan dengan alat kelamin

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. cara untuk memenuhi kebutuhannya. Tentu tidak semua cara untuk memenuhi

I. PENDAHULUAN. cara untuk memenuhi kebutuhannya. Tentu tidak semua cara untuk memenuhi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemenuhan kebutuhan hidup yang semakin komplek seiring dengan perkembangan zaman yang begitu pesat membuat manusia melakukan berbagai cara untuk memenuhi kebutuhannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional Indonesia bertujuan mewujudkan manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional Indonesia bertujuan mewujudkan manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional Indonesia bertujuan mewujudkan manusia Indonesia seutuhnya dan masyarakat Indonesia seluruhnya yang adil dan makmur, sejahtera, tertib dan

Lebih terperinci

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT TIMUS KOMISI III DPR-RI DENGAN KEPALA BADAN PEMBINAAN HUKUM NASIONAL (BPHN) DALAM RANGKA PEMBAHASAN RANCANGAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA ---------------------------------------------------

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK I. UMUM Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pembangunan pada keseluruhan bidang tersebut. Pelaksanaan kegiatan

I. PENDAHULUAN. pembangunan pada keseluruhan bidang tersebut. Pelaksanaan kegiatan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan masyarakat terlihat pada lembaga yang ada pada masyarakat tersebut, baik itu lembaga di bidang ekonomi, sosial, budaya, teknologi maupun hukum. Untuk meningkatkan

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No.5332 TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK I. UMUM Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI 20 BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI A. Undang-Undang Dasar 1945 Adapun terkait hal keuangan, diatur di dalam Pasal 23 Undang-Undang Dasar 1945, sebagaimana

Lebih terperinci

KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI PENGADAAN BARANG DAN JASA. Nisa Yulianingsih 1, R.B. Sularto 2. Abstrak

KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI PENGADAAN BARANG DAN JASA. Nisa Yulianingsih 1, R.B. Sularto 2. Abstrak KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI PENGADAAN BARANG DAN JASA Nisa Yulianingsih 1, R.B. Sularto 2 Abstrak Penelitian ini mengkaji mengenai kebijakan hukum pidana terutama kebijakan formulasi

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Penyalahguna magic mushroom dapat dikualifikasikan sebagai. golongan I sebagaimana dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009

BAB V PENUTUP. Penyalahguna magic mushroom dapat dikualifikasikan sebagai. golongan I sebagaimana dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan kajian-kajian per bab yang telah Penulis uraiakan, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut : 1. Mengenai Kualifikasi Tindak Pidana terhadap Penyalahguna Narkotika

Lebih terperinci

JURNAL PENEGAKAN HUKUM OLEH POLRI TERHADAP TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN KEKERASAN DI KABUPATEN SLEMAN

JURNAL PENEGAKAN HUKUM OLEH POLRI TERHADAP TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN KEKERASAN DI KABUPATEN SLEMAN JURNAL PENEGAKAN HUKUM OLEH POLRI TERHADAP TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN KEKERASAN DI KABUPATEN SLEMAN Diajukan oleh : GERRY PUTRA GINTING NPM : 110510741 Program Studi : Ilmu Hukum

Lebih terperinci

BAB III PENERAPAN REHABILITASI BAGI PECANDU NARKOTIKA DAN KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA. 3.1 Penempatan Rehabilitasi Melalui Proses Peradilan

BAB III PENERAPAN REHABILITASI BAGI PECANDU NARKOTIKA DAN KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA. 3.1 Penempatan Rehabilitasi Melalui Proses Peradilan BAB III PENERAPAN REHABILITASI BAGI PECANDU NARKOTIKA DAN KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA 3.1 Penempatan Rehabilitasi Melalui Proses Peradilan Penyalahgunaan Narkotika merupakan suatu bentuk kejahatan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan jumlah populasi penduduk Indonesia yang sangat besar, melebihi

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan jumlah populasi penduduk Indonesia yang sangat besar, melebihi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan jumlah populasi penduduk Indonesia yang sangat besar, melebihi angka 220 juta penduduk ini tentu membuat Indonesia menjadi sasaran peredaran gelap narkotika.

Lebih terperinci

BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat

BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi 1. Sanksi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial

I. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang sedang mengalami proses pembangunan. Proses pembangunan tersebut dapat menimbulkan dampak sosial positif yaitu

Lebih terperinci

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELAKU USAHA YANG MENJUAL MAKANAN MENGANDUNG BAHAN BERBAHAYA. (Skripsi) Oleh BEKI ANTIKA

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELAKU USAHA YANG MENJUAL MAKANAN MENGANDUNG BAHAN BERBAHAYA. (Skripsi) Oleh BEKI ANTIKA PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELAKU USAHA YANG MENJUAL MAKANAN MENGANDUNG BAHAN BERBAHAYA (Skripsi) Oleh BEKI ANTIKA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2012 ABSTRAK UPAYA PENEGAKAN HUKUM TERHADAP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia adalah negara berdasarkan UUD 1945 sebagai konstitusi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia adalah negara berdasarkan UUD 1945 sebagai konstitusi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara berdasarkan UUD 1945 sebagai konstitusi negara Indonesia, negara Indonesia merupakan negara demokrasi yang oleh karena itu segala

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terakhir United Nations Drugs Control Programme (UNDPC), saat ini kurang lebih

I. PENDAHULUAN. terakhir United Nations Drugs Control Programme (UNDPC), saat ini kurang lebih I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya (Narkoba) dalam beberapa tahun terakhir ini menunjukkan peningkatan yang sangat pesat dengan ditunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum seperti telah diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang No. 35 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. hukum seperti telah diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang No. 35 Tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyalahgunaan narkotika sebagai bentuk tindakan yang melanggar hukum seperti telah diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan makmur yang merata baik materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemerintah Indonesia sekarang ini melaksanakan pembaharuan hukum pidana.

I. PENDAHULUAN. Pemerintah Indonesia sekarang ini melaksanakan pembaharuan hukum pidana. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerintah Indonesia sekarang ini melaksanakan pembaharuan hukum pidana. Pembaharuan hukum pidana meliputi pembaharuan terhadap hukum pidana formal, hukum pidana

Lebih terperinci

SKRIPSI UPAYA POLRI DALAM MENJAMIN KESELAMATAN SAKSI MENURUT UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

SKRIPSI UPAYA POLRI DALAM MENJAMIN KESELAMATAN SAKSI MENURUT UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN SKRIPSI UPAYA POLRI DALAM MENJAMIN KESELAMATAN SAKSI MENURUT UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Fakultas Hukum

Lebih terperinci

PELAKSANAAN SANKSI PIDANA DENDA PADA TINDAK PIDANA PSIKOTROPIKA

PELAKSANAAN SANKSI PIDANA DENDA PADA TINDAK PIDANA PSIKOTROPIKA PELAKSANAAN SANKSI PIDANA DENDA PADA TINDAK PIDANA PSIKOTROPIKA ABTRAKSI SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

BAB IV SIMPULAN A. SIMPULAN

BAB IV SIMPULAN A. SIMPULAN BAB IV SIMPULAN A. SIMPULAN 1. Pengaturan tindak pidana penyalahgunaan narkotika yang dilakukan oleh pegawai negeri sipil tidaklah berbeda dengan penyalahgunaan yang dilakukan oleh masyarakat umum, sesuai

Lebih terperinci

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOBA YANG DILAKUKAN OLEH WARGA NEGARA ASING

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOBA YANG DILAKUKAN OLEH WARGA NEGARA ASING PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOBA YANG DILAKUKAN OLEH WARGA NEGARA ASING Abstract: Oleh M. Dody Sutrisna I Ketut Mertha Gde Made Swardhana Program Kekhususan Hukum Pidana Fakultas Hukum

Lebih terperinci

JURNAL REHABILITASI SOSIAL TERHADAP PENYALAHGUNA NARKOTIKA DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

JURNAL REHABILITASI SOSIAL TERHADAP PENYALAHGUNA NARKOTIKA DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA JURNAL REHABILITASI SOSIAL TERHADAP PENYALAHGUNA NARKOTIKA DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Diajukan oleh: Deonesia Endri Septa NPM : 110510714 Program Studi Program Kekhususan : Ilmu Hukum : Peradilan Pidana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai negara hukum. Negara hukum yang dimaksud adalah negara yang

BAB I PENDAHULUAN. sebagai negara hukum. Negara hukum yang dimaksud adalah negara yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan Narkotika dan Psikotrapika, merupakan kejahatan kemanusiaan yang berat, yang mempunyai dampak luar biasa, terutama pada generasi muda suatu bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbendung lagi, maka ancaman dahsyat semakin mendekat 1. Peredaran

BAB I PENDAHULUAN. terbendung lagi, maka ancaman dahsyat semakin mendekat 1. Peredaran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini peredaran narkotika semakin merajalela dikarenakan Indonesia bukan lagi tempat transit, tetapi menjadi sasaran pemasaran, dan bahkan tempat produksi

Lebih terperinci

BAB II PERBEDAAN PUTUSAN REHABILITASI DAN PUTUSAN PIDANA PENJARA DALAM TINDAK PIDANA NARKOTIKA

BAB II PERBEDAAN PUTUSAN REHABILITASI DAN PUTUSAN PIDANA PENJARA DALAM TINDAK PIDANA NARKOTIKA BAB II PERBEDAAN PUTUSAN REHABILITASI DAN PUTUSAN PIDANA PENJARA DALAM TINDAK PIDANA NARKOTIKA 2.1 Teori-Teori Pemidanaan Hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara,

Lebih terperinci

JURNAL TINJAUAN YURIDIS TENTANG PEMIDANAAN TERHADAP PECANDU NARKOTIKA

JURNAL TINJAUAN YURIDIS TENTANG PEMIDANAAN TERHADAP PECANDU NARKOTIKA JURNAL TINJAUAN YURIDIS TENTANG PEMIDANAAN TERHADAP PECANDU NARKOTIKA NPM : 100510343 Diajukan oleh : MEGAWATI MARCOS Program Studi : Ilmu Hukum Program Kekhususan : Peradilan dan Penyelesaian Sengketa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. segala bidanng ekonomi, kesehatan dan hukum.

I. PENDAHULUAN. segala bidanng ekonomi, kesehatan dan hukum. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan Negara Indonesia secara konstitusional adalah terwujudnya masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan makmur yang merata materiil dan spiritual

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tindak pidana kriminal di samping ada pelaku juga akan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tindak pidana kriminal di samping ada pelaku juga akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap tindak pidana kriminal di samping ada pelaku juga akan menimbulkan korban. Korban/saksi dapat berupa pelaku tindak pidana yaitu: seorang Korban/saksi

Lebih terperinci