BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Rahmadani (2008). Perencanaan Strategis Pengembangan Sub Sektor Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura di Kabupaten Tanah Datar. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji sub sektor pertanian tanaman pangan dan hortikultura sebagai sektor basis di Kabupaten Tanah Datar, Menganalisa perkembangan sub sektor tanaman pangan dan hortikultura untuk 10 tahun mendatan dan merumuskan perencanaan strategis bagi pengembangan sub sektor pertanian tanaman pangan dan hortikultura. Metode Analisis yang digunakan adalah Analisis Location Quoetient (LQ), Analisis Proyeksi dan Analisis SWOT. Hasil analisis Location Quotient (LQ) menunjukkan sub sektor pertanian tanaman pangan dan hortikultura merupakan sektor basis di Kabupaten Tanah Datar. Hasil analisis proyeksi menunjukkan perkembangan sub sektor pertanian tanaman pangan dan hortikultura untuk 10 tahun ke depan asih mendominasi dalam pembangunan ekonomi di Kabupaten Tanah Datar. Hasil analisis SWOT dengan melakukan penilaian terhadap kekuatan (strength), kelemahan (weakness), peluang (opportunity), dan ancaman (threats) maka dapat didefenisikan dan dirumuskan berbagai isu dan strategi pada sub sektor tanaman pangan dan hortikutura. Baehaqi, A. (2010). Pengembangan Komoditas Unggulan Tanaman Pangan di Kabupaten Lampung Tengah.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui komoditas basis tanaman pangan di Kabupaten Lampung Tengah,

2 Mengetahui ketersediaan dan kesesuaian lahan untuk komoditas basis tanaman pangan di abupaten Lampung Tengah dan Menentukan prioritas dan arahan pengembangan komoditas unggulan tanaman panga di Kabupaten Lampung Tengah. Metode analisis yang digunakan adalah Location Quotient (LQ), Trend Luas Lahan, Analisis Penyediaan dan Kesesuaian Lahan Untuk Komoditas Basis Pangan dan Analytical Hierarchy Process (AHP). Hasil penelitian menunjukkan bahwa komoditas basis tanaman pangan yang terpilih adalah padi,ubi kayu dan jagung. Laha yang tersedia untuk pengembangan tanaman pangan di Kabupaten Lampung Tengah seluas ha. Sebagian besar lahan yang tersedia ini termasuk dalam kategori sesuai untuk komoditas padi, ubi kayu dan jagung, hanya sebagian kecil saja yang termasuk dalam kategori tidak sesuai. Untuk komoditas padi 298 ha termasuk kelas sangat sesuai, ha kelas cukup sesuai, ha kelas sesuai argina dan 658 ha termasuk kelas tidak sesuai. Untuk komoditas jagung 298 ha termasuk kelas sagat sesuai, ha kelas cukup sesuai, ha kelas sesuai marginal dan 658 ha tidak sesuai. Untuk komoditas ubi kayu 418 ha termasuk kelas sangat sesuai, ha kelas cukup sesuai, ha kelas sesuai marginal dan 324 ha tidak sesuai. Dari dari hasil Analytical Hierarchy Process (AHP) diperoleh bahwa masyarakat Kabupaten Lampung Tengah memilih komoditas padi sebagai komoditas unggulan prioritas pertama, sedangkan komoditas prioritas kedua adalah jagung dan prioritas ketiga adalah komoditas ubi kayu. Berdasarkan beerapa pertimbangan perencanaan yang digunakan pengembangan komoditas padi dialokasikan seluas ha dengan sentra pengembangan di Kecamatan

3 Trimurjo,Punggur,Kota Gaah,Padang Ratu,Seputih Agung,Terbanggi besar,seputih Mataram dan Way Seputih. Pengembangan Komoditas jagung dialokasikan seluas ha dengan sentra pengembangan di Kecamatan Gunung Sugih, Seputih Raman dan Seputih Banyak. Untuk pengembanga ubi kayu dialokasikan ha dengan sentra pengembangan di Kecamatan Anak Tuha,Way Pagubuan, dan Rumbia. Wulandari, N,I. (2010). Penentuan Agribisnis Unggulan Komoditas Pertanian berdasarkan nilai produksi di Kabupaten Grobogan. Tujuan penelitian ini adalah unrtuk menganalisis macam-macam komoditas pertanian unggulan yang ada di Kabupaten Grobogan, dan mengkaji struktur pertumbuhan komoditas pertanian di Kabupaten Grobogan. Metode analisis yang digunakan adalah Location Quotient (LQ) dan Klassen Typolegi. Hasil penelitian menunjukan komoditas unggulan sektor pertanian yaitu jagung, kedelai, kacang hijau, kapas, kerbau, kayu jati, kayu rimba, kayu bakar, daun kayu putih. Struktur pertumbuhan komoditas yang tergolong maju dan tumbuh cepat tidak ada. Komoditas yang tergolong maju tapi tumbuh lambat adalah jagung, kedele, kacang hijau, tembakau, kapas, daun kayu putih. Komoditas berkembang cepat adalah tebu rakyat, kapuk, kerbau, kambing/domba, itik, kayu rimba, kayu bakar, perikanan budidaya. Komoditas yang tergolong relatif tertinggal adalah padi, ketela pohon, ketela rambat, kacang tanah, kelapa, sapi, kuda, babi, ayam, kayu jati, perikanan tangkap. Tobing, F.H.L (2011). Perencanaan Sektor Pertanian Dalam Rangka Pengembangan Wilayah di Kabupaten Tapanuli Utara.Metode Analisis yang

4 digunakan dalam penelitian in adalah Analisis Location Quotient (LQ) dan analisis deskriptif. Hasil Penelitian menyimpulkan bahwa komoditas unggulan sektor tanaman pangan adalah komoditas padi sawah, pada ladang dan kacang tanah. Sedangkan komoditas unggulan komoditas sayur-sayuran adalah sawi. Komoditas unggulan buah-buahan adalah alpukat,nenas,dan durian. Komoditas unggulan sub sektor perkebunan adalah kemenyaan dan kopi. Komoditas unggulan sub sektor peternakan adalah kerbau dan babi. Komoditas unggulan sub sektor perikanan adalah kolam sawah. Berdasarkan hasil rata-rata nilai LQ, daerah basis komoditas unggulan padi sawah adalah Kecamatan Pahae Julu, Pahae Jae, Purbatua, Simangumban dan Muara. Sentra produksi tanaman kacang tanah adalah Kecamatan Parmonangan, Adian Koting, Sipoholon, Tarutung, Siatas Barita, Siborongborong dan Pagaran. Komoditas Sawi yang menjadi daerah basis adalah Kecamatan Parmonangan, Sipoholon, Pahae Julu, Siborongborong dan Pagaran. daerah basis untuk komoditas durian adalah Kecamatan Parmonangan,Adian Koting, Tarutung, Pahae Julu, Pahae Jae, Purbatua, Simangumban dan Garoga. Komoditas nenas yang menjadi sentra produksi adalah Kecamatan Pagaribuan dan Kecamatan Sipahutar. Komoditas kemenyan yang menjadi daerah basis adalah Kecamatan Parmonangan, Adian Koting, Tarutung, Pahae Julu, Pangaribuan dan Sipahutar. Komoditas kopi yang menjadi daerah basis adalah Kecamatan Parmonangan, Sipoholon, Tarutung, Siatas Barita, Pangaribuan, Sipahutar, Siborongborong, Pagaran dan Muara. Untuk ternak kerbau yang menjadi daerah basis adalah Kecamatan Adian Koting, Sipoholon, Tarutung, Siatas Barita, Pahae Jae,

5 Purbatua, Pangaribuan, Siborongborong, Pagaran dan Muara. Sedangkan perikanan sawah daerah basis adalah Kecamatan Parmonangan, Adian Koting, Pahae Julu, Pangaribuan, Garoga, Sipahutar, Siborongborong dan Pagaran. Untuk mendukung pengembangan komoditas unggulan di Kabupaten Tapanuli Utara berbagai perencanaan strategis dilakukan yakni dengan membagi wilayah Kabupaten Tapanuli Utara menjadi beberapa sentra produksi berdasarkan komoditas unggulan yang disesuaikan dengan potensi daerah dan kawasan yang sesuai dengan komoditas unggulan tersebut. Sianturi, P (2013). Analisis Potensi Sektor Pertanian Dalam Pengembangan Wilayah Kabupaten Dairi. Tujuan Penelitian adalah untuk menganalisis potensi sektor pertanian dalam perekonomian daerah Kabupaten Dairi, untuk menganalisis sub sektor-sub sektor apakah yang menjadi basis dan non basis dalam pengembangan sektor pertanian di Kabupaten Dairi, untuk menganalisis komoditas unggulan sektor pertanian apakah tiap-tiap Kecamatan dalam rangka spesialisasi keunggulan perekonomian Kabupaten Dairi dan untuk menganalisis strategi pengembangan sektor pertanian dalam pengembangan wilayah di Kabupaten Dairi. Metode Analisis yang digunakan adalah Analisis Location Quoetient (LQ) dan Analisis SWOT. Hasil Perhitungan analisis LQ PDRB Kab Dairi selama periode pengamatan , maka sektor basis di Kabupaten Dairi adalah sektor pertanian dengan LQ sebesar 2,656 dan sektor Jasa-jasa sebesar 1,096. Hal ini menunjukkan bahwa sektor pertanian dan sektor jasa-jasa merupakan sektor basis yang memiliki kekuatan ekonomi dan berpengaruh terhadap perekonomian daerah Kabupaten Dairi. Sub sektor basis terdiri dari 4 (empat) sub sektor yaitu sub sektor tanaman

6 pangan, sub sektor perkebunan, sub sektor peternakan dan hasil-hasilnya dan sub sektor kehutanan. Sedangkan sub sektor perikanan termasuk non basis di Kabupaten Dairi. Berdasarkan hasil analisis dalam rangka spesialisasi pengembangan komoditas pertanian basis tanaman pangan di masing-masing kecamatan di Kabupaten Dairi, adalah padi sawah di Kecamatan Sidikalang, Berangan, Sitinjo, Parbuluan, Sumbul, Silima Pungga-pungga, Lae Parira, Siempat Nempu dan Pegagan Hilir; padi lading di Kecamatan Sidikalang, Siempat Nempu Hulu, Siempat Nempu hilir, Tigalingga, Gunung Sitember, dan Pegaggan Hilir; tanaman jagung di Kecamatan Tigalingga, Gunung Siember dan Tambak Pinen; tanaman kacang tanah di Kecamatan Silima Pungga-pungga, Lae Parira, Siempat Nempu, Siempat Nempu Hulu, Siempat Nempu Hilir, Pegagan Hilir; tanaman Ubi Kayu adalah Kecamatan Sitinjo, Sidikalang, Sumbul, Siempat Nempu Hilir, Pegagan Hilir dan tanaman ubi jalar di Kecamatan Parbuluan, Sitinjo, Sidikalang. Komoditas basis tanaman sayuran cabe adalah Kecamatan Sidikalang, Berampu, Sitinjo, Silima Pungga-Pungga, Lae Parira, Siempat Nempu, Siempat Nempu Hulu, Siempat Nempu Hilir, Tigalingga, Gunung Sitember, Pegagan Hilir dan Tanah Pinem; tanaman bawang merah merupakan unggulan di Kecamatan Silalahi Sabungan; tanaman tomat adalah kecamatan Sidikalang, Sitinjo, Sumbul, Pegagan Hilir dan Tanah Pinem; tanaman kentang adalah di Kecamatan Sitinjo, Parbuuan dan Sumbul; tanaman kubis adalah di Kecamatan Sidikalang, parbuluan dan Sumbul. Komoditas basis untuk tanaman buah-buahan adalah nenas di Kecamatan Sidikalang, Silima Pungga-pungga, Lae Parira, Siempat Nempu; Alpukat di Kecamatan Sidikalang, Berampu, Sitinjo, Silalahi Sabungan, Gunung

7 Sitember dan Tigalingga; jeruk di Kecamatan Berampu, Parbuluan dan Sumbul; Pepayadi Kecamatan Berampu, Sitinjo, Lae Parira, Siempat Nempu; Durian Kecamatan Silima Pungga-pungga, Siempat Nempu, Siempat Nempu Hulu, Siempat Nempu Hilir, Tigalingga, Gunung Sitember dan Pisang di Kecamatan Silima Pungga-pungga, Lae Parira, Sempat Nempu, Siempat Nempu Hulu, Siempat Nempu Hilir, Tigalingga dan Gunung Sitember. Komoditas Basis untuk tanaman perkebunan adalah sebagai berikut untuk tanaman gambir di Kecamatan Sidikalang, Sitinjo, Silima Pungga-pungga, Lae Parira, Siempat Nempu Hulu dan Siempat Nempu Hilir; tanaman kopi robusta adalah Kecamatan Silima Punggapungga, Lae Parira, Siempat Nempu, Siempat Nempu Hulu, Siempat Nempu Hiir, Tigalingga, Gunung Sitember dan Pegagan Hilir; tanaman kopi arabika di Kecamatan Sidikalang, Berampu, Sitinjo, Parbuluan, Sumbul; Kemiri di Kecamatan Tanah Pinem dan Silalahi Sabungan; tanaman karet di Kecamatan Lae Parira, Siempat Nempu, Siempat Nempu Hulu, Siempat Nempu Hilir, Tigalingga, Gunung Sitember dan Tanah Pinem; tanaman kulit manis di Kecamatan Silalahi Sabungan, Silima Pungga-pungga, Siempat Nempu dan Siempat Nempu Hilir; tanaman kakao di Kecamatan Sitinjo, Silima Pungga-pungga, Siempat Nempu, Siempat Nempu Hulu, Siempat Nempu Hilir, Tigalingga, Gunung Sitember, Pegagan Hilir dan Tanah Pinem Pengembangan Komoditas Hortikultura Pembangunan hortikultura bertujuan untuk mendorong berkembangnya agribisnis hortikultura yang mampu menghasilkan produk hortikultura yang berdaya saing, mampu menyerap tenaga kerja, meningkatkan pendapatan petani

8 dan pelaku, memperkuat perekonomian wilayah serta mendukung pertumbuhan pendapatan nasional. Salah satu sub sektor pertanian yang berpotensi dikembangkan dalam kerangka pengembangan wilayah adalah hortikultura. Secara keseluruhan, jumlah komoditas hortikultura ada sebanyak 323 komoditas, namun yang tercatat di Badan Pusat Statistik (BPS) baru mencapai 90 komoditas. Ketersediaan sumberdaya hayati yang berupa jenis tanaman dan varietas yang banyak dan ketersediaan sumberdaya lahan, apabila dikelola secara optimal akan menjadi sumber kegiatan usaha ekonomi yang bermanfaat untuk penanggulangan kemiskinan dan penyediaan lapangan kerja di pedesaan. Pengembangan komoditas hortikultura dalam perspektif paradigma baru tidak hanya terfokus pada upaya peningkatan produksi saja tetapi terkait juga dengan isu-isu strategis seperti mutu, keamanan pangan dan lingkungan dalam rangka meningkatkan daya saing dan akses pasar. Pengembangan hortikultura merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari upaya; 1) Pelestarian lingkungan, penciptaan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan, 2) Menarik investasi skala kecil menengah, 3) Pengendalian inflasi dan stabilisasi harga komoditas strategis (cabe merah dan bawang merah), 4) Pelestarian dan pengembangan identitas nasional (anggrek,jamu), 5) Peningkatan ketahanan pangan melalui penyediaan karbohidrat alternatif, dan 6) Menunjang pengembangan sektor pariwisata. Fokus dari pengembangan komoditas hortikultura adalah pengembangan dan pengutuhan kawasan yang memiliki rantai pasokan (supply chain management) yang terstruktur.

9 Kebijakan pengembangan hortikultura yang mengacu kepada pengembangan komoditas unggulan adalah dengan pembangunan dan pengutuhan kawasan hortikultura yang direncanakan dan dikembangkan secara terintegrasi dengan instansi terkait, promosi dan kampanye meningkatkan konsumsi buah dan sayur dalam rangka mendukung diversifikasi pangan serta mendorong upaya pencapaian standar konsumsi perkapita yang ditetapkan oleh FAO (64,45 kg/kapita/tahun), peningkatan perlindungan dan pendayagunaan plasma-nutfah nasional melalui konservasi, domestikasi dan komersialisasi. Penanganan pasca panen yang berbasis kelompok tani, pelaku usaha dan industri untuk meningkatkan nilai tambah dan daya saing serta berperan aktif dalam meningkatkan daya saing produk hortikultura di pasar internasional melalui pemenuhan persyaratan perdagangan dan peningkatan mutu produk dan mendorong perlindungan tarif dan non tarif perdagangan internasional (Ditjen Hortikultura, 2011). Komoditas hortikultura juga mempunyai nilai ekonomi yang tinggi, sehingga usaha agribisnis hortikultura (buah, sayur,florikultura dan tanaman obat) dapat menjadi sumber pendapatan bagi masyarakat dan petani baik berskala kecil, menengah maupun besar, karena memiliki keunggulan berupa nilai jual yang tinggi, keragaman jenis, ketersediaan sumberdaya lahan dan teknologi, serta potensi serapan pasar di dalam negeri dan internasional yang terus meningkat. Pasokan produk hortikultura nasional diarahkan untuk memenuhi kebutuhan konsumen dalam negeri, baik melalui pasar tradisional, pasar modern, maupun pasar luar negeri (ekspor).

10 Beberapa permasalahan masih dihadapi oleh pelaku usaha hortikultura diantaranya : rendahnya produktivitas, lokasi yang terpencar, skala usaha sempit dan belum efisien, kebijakan dan regulasi di bidang perbankan, transportasi, ekspor dan impor belum sepenuhnya mendukung pelaku agribisnis hortikultura nasional. Hal ini menyebabkan produk hortikultura nasional kurang mampu bersaing dengan produk hortikultura yang berasal dari negara lain (Ditjen Hortikultura, 2011) Kebijakan Tata Niaga Komoditas Hortikultura Tingginya laju importasi produk hortikutura (sayuran dan buah-buahan) merupakan dampak dari pertumbuhan penduduk yang semakin besar. Disamping itu pertumbuhan ekonomi masyarakat yang meningkat juga menjadi salah satu pemicu (trigger) meningkatkan konsumsi akan produk hortikultura. Peningkatan komsumsi hortikultura juga disebabkan ada kecenderungan perubahan komsumsi konsumen (preferensi konsumen) menjadi komsumsi non pangan, hal ini seiring dengan pola hidup konsumen yang mengalami perubahan ke pola hidup sehat. Meningkatnya konsumsi masyarakat akan produksi hortikultura seperti sayursayuran dan buah-buahan tidak diimbangi dengan ketersediaan produksi dalam negeri. Maraknya impor komoditas pertanian khususnya hortikultura (sayuran dan buah-buahan) didalam negeri perlu disikapi dengan bijaksana terkait dengan ketersediaan produksi didalam negeri dan kebutuhannya, sehingga berdampak negatif terhadap peningkatan produksi didalam negeri dan kesejahteraan petani sebagai pelaku produsen dan kebutuhan konsumen yang harus dipenuhi. Impor

11 hanya perlu dilakukan apabila memang benar-benar didalam negeri mengalami kekurangan sehingga dapat menjaga keseimbangan kebutuhan konsumen didalam negeri dan melindungi petani produsen. Untuk mengendalikan laju importasi produk pertanian khususnya hortikultura, pemerintah telah mengeluarkan berbagai instrument kebijakan sebagai amanat dari UU RI No. 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura yang terbit pada tanggal 24 Nopember Beberapa instrument kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk mengendalikan inportasi produk hortikultura adalah dengan mengatur tata niaganya, kebijakan tersebut antara lain dengan menerbitkan : a. Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No. 47/M- DAG/PER/8/2013 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No. 16/M-DAG/PER/4/2013 tentang ketentuan impor produk hortikultura b. Peraturan Menteri Pertanian No. 86/Permentan/OT.140/8/2013 tentang Rekomendasi Impor Produk Hortikultura. Pengendalian importasi produk hortikultura ini bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada petani, pelaku usaha dan konsumen hortikultura di dalam negeri. Adapun produk hortikultura yang diatur tata niaganya terdiri dari produk segar dan produk olahan untuk bahan baku industri. Produk hortikultura segar terdiri dari sayur-sayuran dan buah-buahan. Adapun yang termasuk jenis sayuran yang diatur inportasinya adalah kentang, bawang bombay, bawang merah, kubis,

12 wortel dan cabe. Sedangkan sedangkan jenis buah-buahan adalah pisang, nenas, jeruk, anggur, melon, pepaya, apel, durian, dan lengkeng Komoditas Unggulan Komoditas unggulan merupakan hasil usaha masyarakat yang memiliki peluang pemasaran yang tinggi dan menguntungkan bagi masyarakat. Pentingnya ditetapkan komoditas unggulan di suatu wilayah (nasional, provinsi dan kabupaten/kota) didasarkan pada pertimbangan bahwa ketersediaan dan kemampuan sumberdaya (alam, modal dan manusia) untuk memproduksi dan memasarkan semua komoditas yang dihasilkannya relatif terbatas. Selain itu hanya komoditas-komoditas yang diusahakan secara efisien yang mampu bersaing secara berkelanjutan, sehingga penetapan komoditas unggulan menjadi suatu keharusan agar sumber daya pembangunan di suatu wilayah lebih efisien dan lebih terfokus (Handewi, R. 2003). Menurut Nainggolan, H,L. (2011) Beberapa kriteria yang dapat menjelaskan mengenai keunggulan suatu komoditi dalam suatu wilayah yaitu : a) dikenal luas oleh masyarakat setempat, dikelola dan dikembangkan secara luas masyarakat setempat, b) memiliki sumbangan yang signiikan bagi perekonomian masyarakat setempat, dapat bersaing dengan komoditi usaha lainnya, c) komoditi ini memiliki kesesuaian secara agroekologis terutama menyangkut lokasi pengembangan, d) komoditi ini memiliki potensi dan orientasi pasar baik domestik maupun ekspor, e) mendapat dukungan kebijakan pemerintah terutama dukungan pasar serta faktor-faktor pendukung seperti kelembagaan, teknologi, modal, sarana dan prasarana sera sumber daya manusia.

13 Keunggulan suatu komoditas masih dibagi lagi berdasarkan keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif. Keunggulan komparatif merupakan keunggulan yang dimiliki berdasarkan potensi yang ada dan membedakannya dengan daerah yang lain. Keunggulan komparatif ini dapat berupa sumber daya alam, sumber daya manusia. Sedangkan keunggulan kompetitif merupakan keunggulan yang dimiliki dan digunakan untuk bersaing dengan dengan daerah lain. Dengan kata lain keunggulan kompetitif menggunakan keunggulan komparatif untuk dapat bersaing dengan daerah lain sehingga mencapai tujuannya yang dalam hal ini adalah komoditas unggulan (Direktorat Perluasan Areal dalam Baehaqi, A. 2010). Komoditas unggulan adalah komoditas andalan yang memiliki posisi strategis berdasarkan pertimbangan teknis (kondisi tanah dan iklim) maupun sosial ekonomi dan kelembagaan (penguasaan teknologi,kemampuan sumberdaya manusia, infrastruktur dan kondisi sosil budaya setempat) untuk dibudidayakan di suatu wilayah (Badan Litbang Pertanian, 2003). Penetapan komoditas unggulan berdasarkan kriteria tersebut di atas dapat dilakukan dengan cara penentuan komoditas basis/unggulan dan penentuan komoditas yang tumbuh cepat dan berdaya berdaya saing/kompetitif. Komoditas basis dapat memberikan gambaran posisi strategis dari suatu komoditas. Komoditas basis merupakan komoditas yang memiliki keunggulan dari sisi penawaran (supply) yang ditujukan terutama untuk ekspor ke luar wilayah. Penentuan komoditas yang tumbuh cepat dan berdaya saing merupakan komoditas yang memiliki keunggulan dari sisi permintaan (demand) dimana komoditas tersebut lebih kompetiti dibanding komoditas yang lain. Dengan demikian,

14 komoditas unggulan dalam hal ini adalah merupakan komoditas basis yang tumbuh cepat dan berdaya saing/kompetitif Teori Basis Ekonomi (Economic Base Theory) Teori dasar model basis ekonomi berpandangan bahwa determinan pertumbuhan ekonomi suatu daerah berhubungan secara langsung dengan permintaan dari daerah lain. Adanya permintaan terhadap barang, jasa dan produk, merangsang pertumbuhan industri yang memanfaatkan sumber daya lokal, baik tenaga kerja maupun material, yang kemudian akan membangkitkan pekerjaan dan kesejahteraan masyarakat. Perancang ekonomi wilayah menyarankan strategi pembangunan yang berorientasi pada ekspor. Tingkat ekspor yang tinggi akan mendatangkan devisa yang menjadi tambahan darah baru bagi kegiatan ekonomi wilayah yang bersangkutan. Adanya kegiatan sektor ekspor, maka kegiatan non ekspor juga secara otomatis akan meningkat untuk melayani kegiatan dan kebutuhan di sektor ekspor. Sektor ekspor sering juga diseut sebagai sektor basis, sedangkan non ekspor disebut sektor non basis (Setiono, D.N.S, 2011). Kegiatan basis adalah kegiatan yang bersifat exogenous artinya tidak terikat pada kondisi internal perekonomian wilayah dan sekaligus berfungsi mendorong tumbuhnya jenis pekerjaan lainnya. Sedangkan kegiatan non basis adalah kegiatan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di daerah itu sendiri. Oleh karena itu, pertumbuhannya tergantung kepada kondisi umum perekonomian wilayah tersebut. Artinya, sektor ini bersifat endogenous (tidak bebas tumbuh). Pertumbuhannya tergantung kepada kondisi perekonomian wilayah secara

15 keseluruhan. Sektor basis ekonomi suatu wilayah dapat dianalisis dengan teknik Location Quotient (LQ), yaitu suatu perbandingan tentang besarnya peranan suatu sektor/industri di suatu daerah terhadap besarnya peranan sektor/industri tersebut secara nasional (Tarigan, R. 2007). Menurut Bendavid-Vall dalam Sirojuzilam dan Mahalli (2010), dalam teori basis ekonomi, pertumbuhan dan perkembangan suatu wilayah tergantung kepada adanya permintaan dari luar terhadap produksi wilayah tersebut. Berdasaarkan hal tersebut maka perekonomian wilayah dibagi menjadi sektor basis/basis ekspor dan sektor non basis. Sektor basis yang mengekspor produksinya keluar wilayah disebut basis ekonomi. Apabila permintaan dari luar wilayah terhadap sektor basis maningkat, maka sektor basis tersebut berkembang dan pada gilirannya dapat membangkitkan pertumbuhan dan perkembangan sektor-sektor non basis didalam wilayah yang bersangkutan, sehingga mengakibatkan berkembangnya wilayah yang bersangkutan. Aktifitas basis memiliki peranan sebagai penggerak utama (primer mover) dalam pertumbuhan suatu wilayah. Semakin besar ekspor suatu wilayah ke wilayah lain akan semakin maju pertumbuhanan wilayah tersebut, dan demikian sebaliknya. Setiap perubahan yang terjadi pada sektor basis akan menimbulkan efek ganda (multiplier effect) dalam perekonomian regional (Adisasmita, 2005). Pendekatan basis ekonomi dilandasi pada pendapat bahwa yang perlu dikembangkan di sebuah wilayah adalah kemampuan berproduksi dan menjual hasil produksinya tersebut dengan lebih efektif dan efisien. Sektor basis adalah sektor yang menjadi tulang punggung perekonomian daerah karena mempunyai keuntungan kompetitif (Competitive Advantage) yang cukup tinggi. Sedangkan

16 sektor non basis adalah sektor-sektor lainnya yang kurang potensial tetapi berfungsi sebagai penunjang sektor basis atau service industries (Sjafrizal, 2008) Analisis Location Quotient (Kuesion Lokasi) Analisis Location Quotient (LQ) merupakan salah satu pendekatan yang umum digunakan dalam model ekonomi basis untuk menentukan kegiatan basis dan non basis. LQ dapat dipakai untuk mengukur konsetrasi relatif atau derajat spesialisasi kegiatan ekonomi atau menentukan komoditas yang mempunyai keunggulan dari sisi produksinya. Pendekatan LQ mempunyai dua kelebihan diantaranya adalah sebagai berikut: a. Memperhitungkan ekspor, baik secara langsung maupun tidak lansung (barang antara). b. Metode ini tidak mahal dan dapat diterapkan pada data distrik untuk mengetahui kecendrungan. Kelebihan analisis LQ yang lainnya adalah analisis ini bisa dibuat menarik apabila dilakukan dalam bentuk time series/trend, artinya dianalisis selama kurun waktu tertentu. Dalam hal ini perkembangan LQ bisa dilihat untuk suatu komoditas tertentu dalam kurun waktu yang berbeda, apakah terjadi kenaikan atau penurunan (Tarigan, R, 2007). Dalam konsep teori ekonomi basis berpandangan bahwa pendapatan dari ekspor merupakan penggerak utama bagi kegiatan suatu perekonomian lokal. Jika nilai LQ untuk suatu sektor perekonomian lokal lebih besar dari satu, maka dapat dianggap bahwa produksi lokal pada sektor yang bersangkutan relatif lebih tinggi daripada produksi rata-rata wilayah acuan (Setiono D.N.S, 2011).

17 Menurut Lincolin, A (1999) Location Quotient (LQ) merupakan suatu teknik yang digunakan untuk memperluas analisa Shift Share. Teknik ini sangat membantu dalam menentukan kapasitas ekspor perekonomian daerah dan derajat selft-sufficiency suatu sektor. Dalam teknik ini kegiatan ekonomi suatu daerah dibagi menjadi 2 golongan yaitu : a. kegiatan industri yang melayani di daerah itu sendiri maupun di luar daerah yang bersangkutan. Industri seperti ini dinamakan industry basic. b. Kegiatan ekonomi atau industry yang melayani pasar di daerah tersebut, jenis industry ini dinamakan industry non basic atau industri lokal. Untuk menggolongkan setiap industry apakah termasuk industry basic atau non basic dipergunakan metode Location QuotienT (LQ), yaitu mengukur konsentrasi dari suatu kegiatan (industri) dalam suatu daerah dengan cara membandingkan peranannya dalam perekonomian daerah itu dengan peranan kegiatan atau industry sejenis dalam perekonomian regional atau nasional. Analisis Location Quotient (LQ) adalah salah satu alat pengembangan ekonomi yang sederhana dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Kelebihan analisis LQ dalam mengidentifikasi komoditas unggulan adalah penerapannya sederhana, mudah dan tidak memerlukan program pengolahan data yang rumit. Sedangkan keterbatasan analisis LQ adalah karena demikian sederhananya pendekatan LQ ini, maka diperlukan data yang akurat dan valid. Disamping itu untuk menghindari bias musiman atau tahunan diperlukan nilai rata-rata dari data series yang cukup panjang, sebaiknya tidak kurang dari 5 (lima) tahun (Hendayana, 2003).

18 2.7. Analisis Shift Share (Shift Share Analysis) Analisis Shit Share merupakan salah satu model pertumbuhan ekonomi wilayah yang bertujuan untuk mengetahui faktor penentu pertumbuhan ekonomi wilayah tersebut. Analisis tersebut dapat mengidentiikasi peranan ekonomi nasional dan kekhususan daerah bersangkutan terhadap pertumbuhan ekonomi wilayah bersangkutan (Sjafrizal, 2012). Menurut Setiono, D,N,S. (2011) Shift Share merupakan metode analisis yang cukup penting dalam studi perencanaan wilayah karena pendekatannya menggabungkan dua hal pokok yaitu unsure spasial dan unsure sektoral yang diterapkan dalam kerangka dimensi waktu. Untuk mengetahui jenis-jenis komoditas hortikultura yang berkembang di suatu wilayah (Provinsi) dibandingkan dengan perkembangan produksi komoditas di wilayah yang lebih besar (Nasional) digunakan teknik analisis shift-share. Analisis Shift-Share adalah juga membandingkan perbedaan laju pertumbuhan berbagai sektor (komoditas) di daerah kita dengan wilayah nasional. Analisis ini menggunakan metode pengisolasian berbagai faktor yang yang terkandung didalam struktur komoditas (sektor/ sub-sektor/ komoditas) sesuatu daerah didalam pertumbuhannya dari satu kurun waktu ke kurun waktu berikutnya. Hal ini meliputi penguraian faktor penyebab pertumbuhan berbagai sektor di suatu daerah tetapi dalam kaitannya dengan ekonomi nasional. Ada juga yang menamakan model analisis ini sebagai Industrial Mix Analysis, karena komposisi jenis kegiatan yang ada sangat mempengaruhi laju pertumbuhannya di wilayah tersebut. Artinya apakah jenis kegiatan yang berlokasi di wilayah tersebut termasuk kedalam kelompok jenis kegiatan yang secara nasional memang berkembang pesat dan bahwa jenis kegiatan tersebut cocok berlokasi di wilayah itu atau tidak (Tarigan, R. 2007).

19 2.8. Kerangka Pemikiran Provinsi Sumatera Utara merupakan provinsi ke 9 terluas di Indonesia yang terdiri dari 25 Kabupaten dan 8 Kota, dimana setiap Kabupaten dan Kota memiliki potensi yang berbeda-beda dalam sektor pertanian maupun sektor non pertanian. Sektor pertanian pertanian merupakan sektor yang paling besar kontribusinya terhadap PDRB Provinsi Sumatera Utara yang kemudian diikuti oleh industri pengolahan dan perdagangan. Sektor pertanian yang terdiri dari 5 sub sektor yaitu subsektor tanaman bahan makanan, subsektor tanaman perkebunan, sub sektor peternakan dan hasil-hasilnya, subsektor kehutanan dan subsektor perikanan di masing-masing kabupaten/kota mampu menghasilkan berbagai jenis komoditas unggulan. Salah satu sub sektor pertanian yang sangat potensial untuk dikembangkan sehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakatnya adalah sub sektor hortikultura yang potensinya tersebar di beberapa kabupaten/kota yang ada di provinsi Sumatera Utara. Analisis Komoditas unggulan sub sektor hortikultura ini merupakan salah satu metode dalam menentukan komoditas unggulan sub sektor hortikultura di Provinsi Sumatera Utara. Untuk mengetahui komoditas sayuran/buah-buahan yang menjadi basis/unggulan di Provinsi Sumatera Utara digunakan analisis Location Quotient (LQ) yaitu dengan cara menghitung nilai LQ komoditas sayuran/buah-buahan yang ada di Provinsi Sumatera Utara serta di Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Sumatera Utara. Apabila nilai LQ > 1 maka komoditas sayuran/ buahbuahan tersebut merupakan komoditas basis/unggulan. Sebaliknya apabila nilai LQ < 1 komoditas sayuran/buah-buahan tersebut termasuk komoditas non basis.

20 Sementara untuk mengetahui komponen pertumbuhan komoditas sayuran/buah-buahan di Provinsi Sumater Utara digunakan analisis Shift Share. Dalam analisis shift share komponen pertumbuhannya meliputi komponen pertumbuhan Nasional (Ns), Komponen pertumbuhan Proporsional (Ps) dan Komponen pertumbuhan Differential (Ds) atau disebut juga pertumbuhan komponen pangsa wilayah. Untuk penelitian ini, komponen pertumbuhan yang digunakan hanya komponen pertumbuhan Proporsional (Ps) dan komponen pertumbuhan pangsa wilayah/differential (Ds). Dengan kriteria apabila Ps > 1 maka komoditas sayuran/buah-buahan tersebut pertumbuhannya cepat dan bila Ps < 1 maka komoditas sayuran/buah-buahan tersebut pertumbuhannya lambat. Bila Ds > 1 maka komoditas sayuran/buah-buahan tersebut mempunyai daya saing dibandingkan dengan komoditas sayuran/buah-buahan yang sama di wilayah lain dan bila Ds < 1 maka komoditas sayuran/buah-buahan tersebut tidak mempunyai daya saing jika dibandingkan dengan komoditas sayuran/buah-buahan yang sama di wilayah lain. Untuk menentukan prioritas pengembangan komoditas unggulan Sayuran dan buah-buahan di Provinsi Sumatera Utara dalam penelitian ini dengan menggabungkan analisis LQ dengan Analisis Shift Share. Komoditas sayuran dan buah-buahan unggulan yang menjadi prioritas pertama adalah yang mempunyai nilai LQ > 1, komponen pertumbuhan proporsionalnya (Ps) Positif dan komponen pertumbuhan pangsa wilayahnya (Ds) positif. Sementara Komoditas sayuran dan buah-buahan unggulan yang menjadi prioritas berikutnya adalah yang mempunyai nilai LQ > 1, komponen pertumbuhan proporsionalnya (Ps) Positif atau negatif dan komponen pertumbuhan pangsa wilayahnya (Ds) positif atau negatif.

21 Konsep pemikiran dari penulis yang dijelaskan di atas, dapat dilihat pada gambar 2.1. Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional.

BAB I PENDAHULUAN. langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan regional memiliki peran utama dalam menangani secara langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional. Peranan perencanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. kenyataan yang terjadi yakni

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. kenyataan yang terjadi yakni BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai sumber mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Dengan demikian, sebagian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sektor Unggulan BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sektor unggulan adalah sektor yang keberadaannya pada saat ini telah berperan besar kepada perkembangan perekonomian suatu wilayah, karena mempunyai keunggulan-keunggulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melumpuhkan hampir semua sendi-sendi perekonomian dan bisnis Indonesia. Tidak

BAB I PENDAHULUAN. melumpuhkan hampir semua sendi-sendi perekonomian dan bisnis Indonesia. Tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Badai krisis ekonomi yang mulai menerpa Indonesia pada medio 1997 telah melumpuhkan hampir semua sendi-sendi perekonomian dan bisnis Indonesia. Tidak terkecuali bisnis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim global, krisis pangan dan energi dunia, harga pangan dan energi meningkat, sehingga negara-negara

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. daerahnya masing-masing. Oleh karena itu tiap daerah sudah lebih bebas dalam

TINJAUAN PUSTAKA. daerahnya masing-masing. Oleh karena itu tiap daerah sudah lebih bebas dalam TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Pustaka Seiring dengan kebijakan otonomi daerah yang telah diterapkan sejak tahun 1999, masing-masing daerah harus bekerja keras untuk meningkatkan pendapatan daerahnya masing-masing.

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Jumlah petani di Indonesia menurut data BPS mencapai 45% dari total angkatan kerja di Indonesia, atau sekitar 42,47 juta jiwa. Sebagai negara dengan sebagian besar penduduk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sarana pembangunan, transportasi dan komunikasi, komposisi industri, teknologi,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sarana pembangunan, transportasi dan komunikasi, komposisi industri, teknologi, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Pembangunan Ekonomi Daerah Pembangunan ekonomi daerah merupakan fungsi dari potensi sumberdaya alam, tenaga kerja dan sumberdaya manusia, investasi modal, prasarana dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional, yang memiliki warna sentral karena berperan dalam meletakkan dasar yang kokoh bagi

Lebih terperinci

Perkembangan Ekonomi Makro

Perkembangan Ekonomi Makro Boks 1.2. Pemetaan Sektor Pertanian di Jawa Barat* Kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB (harga berlaku) tahun 2006 sebesar sekitar 11,5%, sementara pada tahun 2000 sebesar 14,7% atau dalam kurun waktu

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam perekonomian dan sektor basis baik tingkat Provinsi Sulawsi Selatan maupun Kabupaten Bulukumba. Kontribusi sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris, artinya sektor pertanian dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris, artinya sektor pertanian dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris, artinya sektor pertanian dalam tatanan pembangunan nasional memegang peranan penting, karena selain bertujuan menyediakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang. peluang karena pasar komoditas akan semakin luas sejalan dengan

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang. peluang karena pasar komoditas akan semakin luas sejalan dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus tantangan baru yang harus dihadapi dalam pembangunan pertanian di masa depan. Globalisasi dan liberalisasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pembentukan Gross National Product (GNP) maupun Produk Domestik Regional

I. PENDAHULUAN. pembentukan Gross National Product (GNP) maupun Produk Domestik Regional I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan sektor pertanian dalam pembangunan Indonesia sudah tidak perlu diragukan lagi. Peran penting sektor pertanian tersebut sudah tergambar dalam fakta empiris yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 2.6 Sub Sektor Perkebunan Kabupaten Simalungun. perekonomian Kabupaten Simalungun yaitu perkebunan besar/negara dan

TINJAUAN PUSTAKA. 2.6 Sub Sektor Perkebunan Kabupaten Simalungun. perekonomian Kabupaten Simalungun yaitu perkebunan besar/negara dan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.6 Sub Sektor Perkebunan Kabupaten Simalungun Sub sektor perkebunan mempunyai peranan yang cukup besar terhadap perekonomian Kabupaten Simalungun yaitu perkebunan besar/negara dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam pembangunan perekonomian nasional. Peranannya sebagai menyumbang pembentukan PDB penyediaan sumber devisa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan upaya perubahan secara terencana seluruh dimensi kehidupan menuju tatanan kehidupan yang lebih baik di masa mendatang. Sebagai perubahan yang terencana,

Lebih terperinci

S. Andy Cahyono dan Purwanto

S. Andy Cahyono dan Purwanto S. Andy Cahyono dan Purwanto Balai Penelitian Teknologi Kehutanan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Jl. Jend A. Yani-Pabelan, Kartasura. PO BOX 295 Surakarta 57102 Telp/Fax: (0271) 716709; 716959 Email:

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 38 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Identifikasi Komoditas Basis Komoditas basis adalah komoditas yang memiliki keunggulan secara komparatif dan kompetitif. Secara komparatif, tingkat keunggulan ditentukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

3 KERANGKA PEMIKIRAN

3 KERANGKA PEMIKIRAN 12 ketersediaan dan kesesuaian lahan untuk komoditas basis tanaman pangan. Tahap ketiga adalah penentuan prioritas komoditas unggulan tanaman pangan oleh para stakeholder dengan metode Analytical Hierarchy

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tujuan pembangunan adalah meningkatkan pertumbuhan ekonomi, yang dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat luas. Indikator penting untuk mengetahui kondisi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus tantangan baru yang harus dihadapi dalam pembangunan pertanian ke depan. Globalisasi dan liberasi

Lebih terperinci

JURIDIKTI, Vol. 6 No. 1, April ISSN LIPI :

JURIDIKTI, Vol. 6 No. 1, April ISSN LIPI : Identifikasi Dan Pengembangan Komoditi Pangan Unggulan di Humbang Hasundutan Dalam Mendukung Ketersediaan Pangan Berkelanjutan Hotden Leonardo Nainggolan Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Dairi terletak di sebelah barat laut Provinsi Sumatera Utara.

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Dairi terletak di sebelah barat laut Provinsi Sumatera Utara. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kabupaten Dairi berada di Dataran Tinggi Bukit Barisan dengan ketinggian sekitar 400-1.700 meter diatas permukaan laut, Luas wilayah Kabupaten Dairi 192.780

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA Oleh : Reni Kustiari Pantjar Simatupang Dewa Ketut Sadra S. Wahida Adreng Purwoto Helena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daya yang dimiliki daerah, baik sumber daya alam maupun sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. daya yang dimiliki daerah, baik sumber daya alam maupun sumber daya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan utama dari pembangunan ekonomi Indonesia adalah terciptanya masyarakat adil dan sejahtera. Pembangunan yang ditujukan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya alam yang beraneka ragam dan memiliki wilayah yang cukup luas. Hal ini yang membuat Indonesia menjadi

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI SETIADI DJOHAR IDQAN FAHMI

RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI SETIADI DJOHAR IDQAN FAHMI RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI, 2005. Strategi Pengembangan Agribisnis dalam Pembangunan Daerah Kota Bogor. Di bawah bimbingan SETIADI DJOHAR dan IDQAN FAHMI. Sektor pertanian bukan merupakan sektor

Lebih terperinci

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 27 Secara rinci indikator-indikator penilaian pada penetapan sentra pengembangan komoditas unggulan dapat dijelaskan sebagai berikut: Lokasi/jarak ekonomi: Jarak yang dimaksud disini adalah jarak produksi

Lebih terperinci

Teori Pertumbuhan dan Pembangunan Daerah. Saat ini tidak ada satu teori pun yang mampu menjelaskan pembangunan ekonomi daerah secara komprehensif.

Teori Pertumbuhan dan Pembangunan Daerah. Saat ini tidak ada satu teori pun yang mampu menjelaskan pembangunan ekonomi daerah secara komprehensif. A Teori Pertumbuhan dan Pembangunan Daerah. Saat ini tidak ada satu teori pun yang mampu menjelaskan pembangunan ekonomi daerah secara komprehensif. Namun demikian, ada beberapa teori yang secara parsial

Lebih terperinci

3.1 Penilaian Terhadap Sistem Perekonomian / Agribisnis

3.1 Penilaian Terhadap Sistem Perekonomian / Agribisnis 3.1 Penilaian Terhadap Sistem Perekonomian / Agribisnis 3.1.1 Kelembagaan Agro Ekonomi Kelembagaan agro ekonomi yang dimaksud adalah lembaga-lembaga yang berfungsi sebagai penunjang berlangsungnya kegiatan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian memegang peran strategis dalam pembangunan

BAB I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian memegang peran strategis dalam pembangunan BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memegang peran strategis dalam pembangunan perekonomian nasional dan menjadi sektor andalan serta mesin penggerak pertumbuhan ekonomi. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor pertanian unggulan yang memiliki beberapa peranan penting yaitu dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat, peningkatan pendapatan

Lebih terperinci

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintahan yang efektif, transparan, dan akuntabel serta berorientasi pada hasil, kami yang bertandatangan di bawah ini : Nama : Ir. Bambang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam menyumbangkan pendapatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan maupun mengatasi ketimpangan ekonomi dan pengembangan industri. Pada kondisi rawan pangan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan Pengembangan Wilayah Wilayah (region) adalah unit geografis dimana komponen-komponennya memiliki keterkaitan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan Pengembangan Wilayah Wilayah (region) adalah unit geografis dimana komponen-komponennya memiliki keterkaitan 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan Pengembangan Wilayah Wilayah (region) adalah unit geografis dimana komponen-komponennya memiliki keterkaitan dan hubungan fungsional berupa perencanaan dan pengelolaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah bersangkutan (Soeparmoko, 2002: 45). Keberhasilan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. daerah bersangkutan (Soeparmoko, 2002: 45). Keberhasilan pembangunan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada, dengan menjalin pola-pola kemitraan

Lebih terperinci

V HASIL DAN PEMBAHASAN

V HASIL DAN PEMBAHASAN V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penetapan Komoditas Unggulan 5.1.1 Penentuan Komoditas Basis Analisis Location Quotient (LQ) menggambarkan pangsa aktivitas produksi tanaman pangan suatu kecamatan terhadap pangsa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Hidayat (2013) dengan judul Analisis Daya Saing Produk Ekspor Provinsi

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Hidayat (2013) dengan judul Analisis Daya Saing Produk Ekspor Provinsi BAB II A. Penelitian Terdahulu KAJIAN PUSTAKA Hidayat (2013) dengan judul Analisis Daya Saing Produk Ekspor Provinsi Sumatera Utara. Analisis yang digunakan yaitu Analisis Revealed Comparative Advantage

Lebih terperinci

5.1. Analisa Produk Unggulan Daerah (PUD) Analisis Location Quotient (LQ) Sub Sektor Pertanian, Perkebunan, Peternakan, Perikanan, dan Kehutanan

5.1. Analisa Produk Unggulan Daerah (PUD) Analisis Location Quotient (LQ) Sub Sektor Pertanian, Perkebunan, Peternakan, Perikanan, dan Kehutanan 5.1. Analisa Produk Unggulan Daerah (PUD) 5.1.1 Analisis Location Quotient (LQ) Sub Sektor Pertanian, Perkebunan, Peternakan, Perikanan, dan Kehutanan Produk Unggulan Daerah (PUD) Lamandau ditentukan melalui

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Tahun (Milyar rupiah)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Tahun (Milyar rupiah) 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai sumber mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Sektor pertanian adalah salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang beriklim tropis dan relatif subur. Atas alasan demikian Indonesia memiliki kekayaan flora yang melimpah juga beraneka ragam.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tinggi secara langsung dalam pemasaran barang dan jasa, baik di pasar domestik

I. PENDAHULUAN. tinggi secara langsung dalam pemasaran barang dan jasa, baik di pasar domestik I. PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan daerah dalam era globalisasi saat ini memiliki konsekuensi seluruh daerah di wilayah nasional menghadapi tingkat persaingan yang semakin tinggi secara langsung

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. komoditas tanaman pangan pada 21 kecamatan di wilayah Kabupaten

BAB III METODE PENELITIAN. komoditas tanaman pangan pada 21 kecamatan di wilayah Kabupaten BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini berfokus pada komoditas unggulan, keragaman (diversitas), tingkat konsentrasi, dan tingkat spesialisasi komoditas tanaman

Lebih terperinci

PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN BIREUEN PROVINSI ACEH. Mimi Hayatiˡ, Elfiana 2, Martina 3 ABSTRAK

PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN BIREUEN PROVINSI ACEH. Mimi Hayatiˡ, Elfiana 2, Martina 3 ABSTRAK Jurnal S. Pertanian 1 (3) : 213 222 (2017) PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN BIREUEN PROVINSI ACEH Mimi Hayatiˡ, Elfiana 2, Martina 3 1 Mahasiswa Agribisnis Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

- 2 - II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1 Cukup jelas.

- 2 - II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1 Cukup jelas. - 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG TATA KELOLA PRODUK-PRODUK UNGGULAN PERTANIAN DAN PERIKANAN DI JAWA TIMUR I. UMUM Wilayah Provinsi Jawa Timur yang luasnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan salah satu tindakan yang mendukung untuk

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan salah satu tindakan yang mendukung untuk 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan salah satu tindakan yang mendukung untuk menopang perekonomian nasional. Pembangunan pertanian yang baik untuk Negara Indonesia adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB.

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB. I. PENDAHULUAN 1.1. Latarbelakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai peranan penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini dikarenakan sektor pertanian adalah

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan membagi hutan menjadi hutan negara dan hutan hak. Hutan negara adalah hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara

Lebih terperinci

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Sektor pertanian sampai sekarang masih tetap memegang peran penting dan strategis dalam perekonomian nasional. Peran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan terigu dicukupi dari impor gandum. Hal tersebut akan berdampak

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan terigu dicukupi dari impor gandum. Hal tersebut akan berdampak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan pola konsumsi makanan pada masyarakat memberikan dampak positif bagi upaya penganekaragaman pangan. Perkembangan makanan olahan yang berbasis tepung semakin

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. unggulan menurut Sambodo 2002 dalam Usya (2006:18) bahwa sektor unggulan

II. TINJAUAN PUSTAKA. unggulan menurut Sambodo 2002 dalam Usya (2006:18) bahwa sektor unggulan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Sektor Unggulan Sektor unggulan adalah sektor yang keberadaannya pada saat ini telah berperan besar kepada perkembangan perekonomian suatu wilayah, karena mempunyai keunggulan-keunggulan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Tanaman Pangan Bahan pangan di setiap wilayah berbeda-beda sesuai dengan keadaan tempat dan budaya. Biasanya tanaman pangan yang digunakan adalah berasal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkebunan merupakan salah satu subsektor strategis yang secara ekonomis, ekologis dan sosial budaya memainkan peranan penting dalam pembangunan nasional. Sesuai Undang-Undang

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Pertanian Presisi

Prosiding Seminar Nasional Pertanian Presisi IDENTIFIKASI KOMODITI UNGGULAN DALAM RANGKA PENGEMBANGAN KOMODITI TANAMAN PANGAN UNTUK MENCIPTAKAN KETAHANAN PANGAN WILAYAH (Studi Kasus Kabupaten Tapanuli Utara dan Toba Samosir) Hotden Leonardo Nainggolan

Lebih terperinci

Ditulis oleh Administrator Senin, 11 November :47 - Terakhir Diperbaharui Jumat, 29 November :16

Ditulis oleh Administrator Senin, 11 November :47 - Terakhir Diperbaharui Jumat, 29 November :16 KOMODITAS DAN SEKTOR UNGGULAN KABUPATEN MALUKU TENGAH Pembangunan ketahanan pangan dan pertanian di Indonesia merupakan focus dari arus utama pembangunan nasional. Secara perlahan diarahkan secara umum

Lebih terperinci

PRODUKSI PANGAN INDONESIA

PRODUKSI PANGAN INDONESIA 65 PRODUKSI PANGAN INDONESIA Perkembangan Produksi Pangan Saat ini di dunia timbul kekawatiran mengenai keberlanjutan produksi pangan sejalan dengan semakin beralihnya lahan pertanian ke non pertanian

Lebih terperinci

diperoleh melalui sistem pendataan pengunjung. dilihat pada tabel

diperoleh melalui sistem pendataan pengunjung. dilihat pada tabel mengisi daftar kehadiran atau berdasar data yang diperoleh melalui sistem pendataan pengunjung. Adapun jumlah Pengunjung Perpustakaan dapat dilihat pada tabel 2.184. Tabel 2.184. Jumlah Pengunjung Perpustakaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditempuh dari setiap daerah maka akan cepat mengalami perkembangan,

BAB I PENDAHULUAN. ditempuh dari setiap daerah maka akan cepat mengalami perkembangan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai Negara berkembang terus mengalami perubahanperubahan yang menuju pada perkembangan baik fisik maupun sosialnya. Aspek fisik seperti letak yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Globalisasi ekonomi telah menambahkan banyak tantangan baru bagi agribisnis di seluruh dunia. Agribisnis tidak hanya bersaing di pasar domestik, tetapi juga untuk bersaing

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KOMODITAS UNGGULAN DI KAWASAN AGROPOLITAN KABUPATEN PASAMAN

IDENTIFIKASI KOMODITAS UNGGULAN DI KAWASAN AGROPOLITAN KABUPATEN PASAMAN 1 IDENTIFIKASI KOMODITAS UNGGULAN DI KAWASAN AGROPOLITAN KABUPATEN PASAMAN Benny Oksatriandhi 1, Eko Budi Santoso 2 Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (agribisnis) terdiri dari kelompok kegiatan usahatani pertanian yang disebut

I. PENDAHULUAN. (agribisnis) terdiri dari kelompok kegiatan usahatani pertanian yang disebut I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Paradigma pembangunan pertanian dewasa ini telah berorientasi bisnis (agribisnis) terdiri dari kelompok kegiatan usahatani pertanian yang disebut usahatani (on-farm agribusiness)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pelestarian keseimbangan lingkungan. Namun pada masa yang akan datang,

I. PENDAHULUAN. pelestarian keseimbangan lingkungan. Namun pada masa yang akan datang, I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sub sektor pertanian tanaman pangan, merupakan bagian integral dari pembangunan pertanian dan telah terbukti memberikan peranan penting bagi pembangunan nasional,

Lebih terperinci

VISI DINAS PERTANIAN PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN BANDUNG

VISI DINAS PERTANIAN PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN BANDUNG VISI DINAS PERTANIAN PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN BANDUNG 2011-2015 TUJUAN Menumbuhkembangkan sistem manajemen terpadu antar komoditas pertanian dan wilayah sentra produksi Menciptakan sistem produksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk dapat hidup bahagia dan terpenuhi segala kebutuhannya.

BAB I PENDAHULUAN. untuk dapat hidup bahagia dan terpenuhi segala kebutuhannya. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Pembangunan menjadi poin krusial yang menguras perhatian pemerintah, khususnya di negara-negara berkembang. Masalah ketimpangan masih menjadi isu besar pembangunan

Lebih terperinci

ABSTRAK PENDAHULUAN. Kata kunci : Komoditi Unggulan, Spesialisasi, Lokalisasi dan Lokasi (LQ)

ABSTRAK PENDAHULUAN. Kata kunci : Komoditi Unggulan, Spesialisasi, Lokalisasi dan Lokasi (LQ) Julian Mukhtar 00, 0. Analisis Keunggulan Komoditi Jagung Dengan Pendekatan Ekonomi Wilayah Di Kabupaten Pohuwato Provinsi Gorontalo. Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Negeri Gorontalo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Palawija dan hortikultura merupakan bagian dari tanaman pertanian yang

BAB I PENDAHULUAN. Palawija dan hortikultura merupakan bagian dari tanaman pertanian yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Palawija dan hortikultura merupakan bagian dari tanaman pertanian yang memegang peranan penting bagi keberlangsungan hidup masyarakat dan khususnya para petani. Pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Komoditas Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, komoditas adalah: 1. Barang dagangan utama, benda niaga, hasil bumi dan kerajinan setempat dapat dimanfaatkan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang beriklim tropis dan mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang beriklim tropis dan mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang beriklim tropis dan mempunyai keanekaragaman sumberdaya hayati yang berlimpah. Terdapat banyak sekali potensi alam yang dimiliki oleh

Lebih terperinci

AGRIBISNIS BAWANG MERAH

AGRIBISNIS BAWANG MERAH PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS BAWANG MERAH Edisi Kedua Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2007 Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Bawang Merah MENTERI PERTANIAN

Lebih terperinci

REVITALISASI PERTANIAN

REVITALISASI PERTANIAN REVITALISASI PERTANIAN Pendahuluan 1. Revitalisasi pertanian dan pedesaan, merupakan salah satu strategi yang dipilih oleh Kabinet Indonesia Bersatu dalam upayanya mewujudkan pembangunan masyarakat Indonesia,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang merupakan salah satu indikator keberhasilan suatu negara dapat dicapai melalui suatu sistem yang bersinergi untuk mengembangkan potensi yang dimiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan UU Nomor 7 Tahun 1996 tentang pangan, ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang

Lebih terperinci

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS PISANG

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS PISANG Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS PISANG Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan dan ridho

Lebih terperinci

Sumber : Pusdatin dan BPS diolah, *) angka sementara.

Sumber : Pusdatin dan BPS diolah, *) angka sementara. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat diperlukan bagi keberlangsungan kehidupan masyarakat Indonesia. Potensi pertanian di Indonesia tersebar secara merata di seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap upaya pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan utama untuk. bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan daerah.

BAB I PENDAHULUAN. Setiap upaya pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan utama untuk. bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan daerah. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan adalah usaha untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, hasil pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat sebagai wujud

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah Indonesia dalam perannya untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas fungsi-fungsi pelayanannya kepada seluruh lapisan masyarakat diwujudkan dalam bentuk kebijakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. besar penduduk, memberikan sumbangan terhadap pendapatan nasional yang

I. PENDAHULUAN. besar penduduk, memberikan sumbangan terhadap pendapatan nasional yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang mendapatkan perhatian cukup besar dari pemerintah dikarenakan peranannya yang sangat penting dalam rangka pembangunan ekonomi jangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisikan latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan.

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisikan latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan. BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisikan latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan. 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap manusia untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari guna mempertahankan hidup. Pangan juga merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang dilaksanakan dalam suatu wilayah agar dapat mencapai tujuan yang diharapkan memerlukan perencanaan yang akurat dari pemerintah. Upaya dalam meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek termasuk di dalamnya struktur sosial, sikap masyarakat, serta institusi nasional dan mengutamakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Pertanian merupakan salah satu sektor yang memegang peranan penting di Indonesia. Sektor pertanian merupakan

I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Pertanian merupakan salah satu sektor yang memegang peranan penting di Indonesia. Sektor pertanian merupakan I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Pertanian merupakan salah satu sektor yang memegang peranan penting di Indonesia. Sektor pertanian merupakan penyokong utama perekonomian rakyat. Sebagian besar masyarakat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. efektif melalui perencanaan yang komprehensif (Miraza, 2005).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. efektif melalui perencanaan yang komprehensif (Miraza, 2005). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembangunan Ekonomi Daerah Wilayah adalah kumpulan daerah berhamparan sebagai satu kesatuan geografis dalam bentuk dan ukurannya. Wilayah memiliki sumber daya alam dan sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sektor pertanian merupakan sektor yang strategis dan berperan penting

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sektor pertanian merupakan sektor yang strategis dan berperan penting BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang strategis dan berperan penting dalam perekonomian nasional dan kelangsungan hidup masyarakat, terutama dalam sumbangannya terhadap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu sub dari sektor pertanian masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. Kontribusi peningkatan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Juni 2013 Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, Ir. M. Tassim Billah, MSc.

KATA PENGANTAR. Jakarta, Juni 2013 Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, Ir. M. Tassim Billah, MSc. JUNI 2013 KATA PENGANTAR Dalam rangka menyediakan data indikator makro sektor pertanian serta hasil analisisnya, Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian pada tahun 2013 kembali menerbitkan. Indikator

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik secara langsung maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan Wilayah

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan Wilayah 8 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan Wilayah Pengembangan wilayah merupakan tindakan yang dilakukan pemerintah untuk mencapai suatu tujuan yang menguntungkan wilayah tersebut dengan meningkatkan pemanfaatan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, September 2013 Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, Ir. M. Tassim Billah, MSc.

KATA PENGANTAR. Jakarta, September 2013 Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, Ir. M. Tassim Billah, MSc. SEPTEMBER 2013 KATA PENGANTAR Dalam rangka menyediakan data indikator makro sektor pertanian serta hasil analisisnya, Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian pada tahun 2013 kembali menerbitkan Buletin

Lebih terperinci

PERTANIAN.

PERTANIAN. PERTANIAN PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM KEHIDUPAN Menyediakan kebutuhan pangan penduduk Menyerap tenaga kerja Pemasok bahan baku industri Sumber penghasil devisa SUBSEKTOR PERTANIAN Subsektor tanaman pangan

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Tantangan Pembangunan Berkelanjutan dan Perubahan Iklim di Indonesia

Prosiding Seminar Nasional Tantangan Pembangunan Berkelanjutan dan Perubahan Iklim di Indonesia PENGEMBANGAN PERTANIAN BERBASIS KOMODITI UNGGULAN DALAM RANGKA PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN Studi Kasus Kabupaten Humbang Hasundutan Hotden Leonardo Nainggolan 1) Johndikson Aritonang 2) Program Studi Agribisnis

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK

GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK 34 IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK 4.1 Gambaran Umum Provinsi Lampung Lintang Selatan. Disebelah utara berbatasan dengann Provinsi Sumatera Selatan dan Bengkulu, sebelah Selatan

Lebih terperinci