PERFORMAN ITIK MOJOSARI ALABIO (MA) JANTAN DENGAN PEMBERIAN SILASE RANSUM KOMPLIT SKRIPSI FITRI KURNIATI NIKMAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERFORMAN ITIK MOJOSARI ALABIO (MA) JANTAN DENGAN PEMBERIAN SILASE RANSUM KOMPLIT SKRIPSI FITRI KURNIATI NIKMAH"

Transkripsi

1 PERFORMAN ITIK MOJOSARI ALABIO (MA) JANTAN DENGAN PEMBERIAN SILASE RANSUM KOMPLIT SKRIPSI FITRI KURNIATI NIKMAH PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

2 RINGKASAN FITRI KURNIATI NIKMAH. D Performan Itik Mojosari Alabio (MA) Jantan dengan Pemberian Silase Ransum Komplit. Skripsi. Program Studi Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing utama : Dr. Ir. Muhammad Ridla, M.Agr Pembimbing anggota : Dr. Ir. Rita Mutia, M.Agr Itik Mojosari Alabio merupakan salah satu ternak unggas lokal yang berpotensi dalam menghasilkan sumber protein hewani dengan produksi telur tinggi dan itik Mojosari Alabio jantan dapat dijadikan sebagai itik pedaging. Penggunaan bahan baku pakan yang sebagian besar masih impor mengakibatkan tingginya harga pakan.di sisi lain, Indonesia sebagai negara agraris memiliki sumber daya alam yang berlimpah yang seharusnya dapat dipergunakan sebagai bahan baku pakan ternak. Silase merupakan salah satu produk dari fermentasi yang berkadar air tinggi yang memiliki kelebihan yaitu: menghemat waktu dan biaya pakan karena tidak perlu pengeringan dan pengolahan lagi, lebih tahan lama (awet) dan keberadaan Bakteri Asam Laktat (BAL) dalam silase dapat dijadikan sebagai probiotik dalam saluran pencernaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peranan pemberian silase ransum komplit terhadap performan itik Mojosari Alabio jantan. Penelitian dilaksanakan di laboratorium lapang Ilmu dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor pada bulan Februari sampai Mei Penelitian menggunakan 75 ekor itik Mojosari Alabio jantan umur tiga hari yang diperoleh dari Balai Penelitian Ternak, Ciawi. Itik dipelihara sampai umur sepuluh minggu. Ransum yang digunakan terdiri dari jagung kuning, dedak padi, tepung ikan, singkong, daun singkong, bungkil inti sawit, kacang kedelai, minyak kelapa, CaCO 3, L-lysin, DL-methionin dan DCP. Ransum kemudian dibuat silase dengan protein kasar 16% dan energi metabolis kkal/kg. Kandang yang digunakan sebanyak 15 petak dengan masing-masing petak berisi 5 ekor itik. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 taraf perlakuan yaitu S0 ( ransum komersil+dedak), S1 (silase dengan kadar air 30%), S2 (silase dengan kadar air 40%), S3 (silase dengan kadar air 50%), S4 (silase dengan kadar air 60%) dan 3 ulangan dengan setiap ulangan terdiri atas lima ekor itik, dan jika berbeda nyata dilanjutkan dengan uji Kontras Ortogonal. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa penggunaan silase ransum komplit berpengaruh nyata meningkatkan konsumsi bahan kering ransum, pertambahan bobot badan dan menurunkan konsumsi air minum, tetapi tidak berpengaruh terhadap konversi ransum. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa penggunaan silase ransum komplit dengan kadar air 50% meningkatkan pertambahan bobot badan dan menurunkan konsumsi air minum bila dibandingkan dengan penggunaan silase berkadar air 30%, 40%, 60% serta ransum komersil+dedak. Pemberian silase ransum komplit berkadar air 30%-60% tidak menimbulkan mortalitas pada itik Mojosari Alabio jantan. Kata-kata kunci: silase ransum komplit berbahan baku lokal, itik Mojosari Alabio jantan, performan

3 ABSTRACT Performance of Male Mojosari Alabio Duck Fed Complete Diet Silage F.K.Nikmah, M.Ridla, R.Mutia The research was conducted to determine effect of complete diet silage on feed consumption, body weight gain, feed conversion, water consumption and mortality. The material used was 75 male duck of Mojosari Alabio (MA), commercial diet+rice bran (16.50% CP, 2900 kkal GE/kg), silage with 30-60% water content. The research used Completely Randomized Design with five treatments and three replication. The treatments were S0 (Commercial feed), S1 (Silage with 30% water content), S2 (Silage with 40% water content), S3 (Silage with 50% water content) and S4 (Silage with 60% water content). Data from Completely Randomized Design were analyzed statistically by using analysis of variance. If there is significant difference than the analysis continued with Contras Orthogonal Test. The result shows that silage with 50% water content has significantly (P<0.01) increased body weight gain and decreased water consumption. But there are not effect in feed conversion. Complete diet silage was safety for male duck of Mojosari Alabio. Keywords : complete diet silage,male Mojosari Alabio duck, performance

4 PERFORMAN ITIK MOJOSARI ALABIO (MA) JANTAN DENGAN PEMBERIAN SILASE RANSUM KOMPLIT FITRI KURNIATI NIKMAH D Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

5 PERFORMAN ITIK MOJOSARI ALABIO (MA) JANTAN DENGAN PEMBERIAN SILASE RANSUM KOMPLIT Oleh Fitri Kurniati Nikmah D Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 1 Agustus 2006 Pembimbing Utama Pembimbing Anggota Dr. Ir. Muhammad Ridla, M.Agr Dr. Ir. Rita Mutia, M.Agr NIP NIP Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Ronny R. Noor, M.Rur.Sc NIP

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Klaten, pada tanggal 30 Juni Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak M. Murtadho (alm.) dan Ibu Martinah (almh.). Pendidikan kanak-kanak diselesaikan di TK Aisiyah Bustanul Athfal pada tahun 1990, dilanjutkan dengan pendidikan dasar pada SDN Tarubasan I dan lulus pada tahun Sekolah lanjutan tingkat pertama lulus pada tahun 1999 di SLTPN I Karanganom, kemudian dilanjutkan ke SMUN I Jatinom, Klaten dan lulus pada tahun Penulis diterima di IPB melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) pada tahun Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Nutrisi dan Makanan Ternak, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Institut Pertanian Bogor angkatan 2002 (39). Selama mengikuti perkuliahan di IPB penulis pernah menjadi Staff Biro khusus Administrasi Kesekretariatan dan Manajemen Anggaran Badan Eksekutif Mahasiswa, Fakultas Peternakan IPB pada tahun Selain itu, Penulis juga aktif dalam perkumpulan Keluarga Mahasiswa Klaten di IPB (KMK IPB). Beasiswa yang pernah Penulis terima selama perkuliahan yaitu Program Peningkatan Akademik (PPA) tahun

7 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur Penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala nikmat, rahmat, taufik dan hidayah-nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan studi, penelitian, seminar dan skipsi yang berjudul Performan Itik Mojosari Alabio (MA) Jantan dengan Pemberian Silase Ransum Komplit. Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Penulis pada Februari-Mei 2006 di Laboratorium Lapang Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk mengetahui peranan pemberian silase ransum komplit terhadap performan itik Mojosari Alabio (MA) jantan. Kendala umum dalam pengembangan peternakan yaitu ketersediaan dan kualitas ransum yang rendah, penggunaan bahan baku pakan yang sebagian besar masih impor. Penggunaan bahan baku impor mengakibatkan biaya produksi yang tinggi sehingga harga pakan atau ransum menjadi mahal dan tingginya kadar air bahan pakan, sehingga menyulitkan dalam penyimpanan dan pemanfaatan secara langsung, oleh karena itu perlu dicari solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut. Salah satu upaya yang dapat diterapkan yaitu dengan penerapan teknologi fermentasi (silase) untuk menghasilkan pakan yang murah dan efisien. Hal ini dapat meningkatkan produktivitas ternak unggas, khususnya itik Mojosari Alabio jantan dengan biaya yang relatif murah. Penulisan skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Peternakan di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran sehingga penulisan skripsi ini menjadi lebih baik, sehingga diharapkan penjelasan dan informasi dalam skripsi ini dapat bermanfaat bagi dunia peternakan. Bogor, Agustus 2006 Penulis

8 DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN... ii ABSTRACT... iii RIWAYAT HIDUP... vi KATA PENGANTAR... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN... xii PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Perumusan Masalah... 2 Tujuan... 3 TINJAUAN PUSTAKA... 4 Itik Mojosari Alabio... 4 Itik Jantan Pedaging... 5 Ransum Itik... 6 Silase dan Proses Pembuatannya... 7 Pertambahan Bobot Badan... 9 Konsumsi Ransum Konversi Ransum Konsumsi Air Minum Mortalitas METODE Lokasi dan Waktu Materi Metode Perlakuan Rancangan Analisis Data Prosedur Pelaksanaan Pembuatan silase Peubah HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Bahan Kering Ransum Pertambahan Bobot Badan Konversi Ransum Konsumsi Air Minum Mortalitas KESIMPULAN DAN SARAN... 27

9 Kesimpulan Saran UCAPAN TERIMA KASIH DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 32

10 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Persyaratan Gizi Itik Petelur Lokal Komposisi Ransum Penelitian (As-fed ) Kandungan Nutrien Ransum (As-fed ) Protein Kasar Silase (As-fed ) Nilai ph Silase Perlakuan Pemberian Air pada Silase Rataan Konsumsi Bahan Kering Ransum, Pertambahan Bobot Badan, Konversi Ransum dan Konsumsi Air Minum Itik Mojosari Alabio Jantan Umur 7-10 minggu... 20

11 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Pengaruh Perlakuan Silase terhadap Konsumsi Bahan Kering Ransum Itik Mojosari Alabio Jantan Umur 7-10 minggu Pengaruh Perlakuan Silase terhadap Pertambahan Bobot Badan Itik Mojosari Alabio Jantan Umur 7-10 minggu Pengaruh Perlakuan Silase terhadap Konversi Ransum Itik Mojosari AlabioJantan Umur 7-10 minggu Pengaruh Perlakuan Silase terhadap Konsumsi Air Minum Itik Mojosari Alabio Jantan Umur 7-10 minggu... 26

12 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Rataan Konsumsi Bahan Kering Ransum Itik MA Jantan Umur 7-10 minggu Analisis Ragam Konsumsi Bahan Kering Ransum Itik MA Jantan Umur 7-10 minggu Uji Kontras Orthogonal Konsumsi Bahan Kering Ransum Itik MA Jantan Umur 7-10 minggu Rataan Pertambahan Bobot Badan Itik MA Jantan Umur 7-10 minggu Analisis Ragam Pertambahan Bobot Badan Itik MA Jantan Umur 7-10 minggu Uji Kontras Orthogonal Pertambahan Bobot Badan Itik MA Jantan Umur 7-10 minggu Rataan Konversi Ransum Itik MA Jantan Umur 7-10 minggu Analisis Ragam Konversi Ransum Itik MA Jantan Umur 7-10 minggu Rataan Konsumsi Air Minum Itik MA Jantan Umur 7-10 minggu Analisis Ragam Konsumsi Air Minum Itik MA Jantan Umur 7-10 minggu Uji Kontras Orthogonal Konsumsi Air Minum Itik MA Jantan Umur 7-10 minggu... 37

13 PENDAHULUAN Latar Belakang Kendala umum dalam pengembangan peternakan yaitu ketersediaan dan kualitas ransum yang rendah, penggunaan bahan baku pakan yang sebagian besar masih impor. Penggunaan bahan baku impor mengakibatkan biaya produksi yang tinggi sehingga harga pakan atau ransum menjadi mahal. Selain itu, peternakan yang berbasis pada sumberdaya pakan impor berakibat pada labilnya kondisi peternakan dalam negeri. Kondisi sosial politik dan hubungan antara negara juga sangat mempengaruhi keuntungan usaha peternakan karena dipengaruhi oleh nilai tukar rupiah. Di sisi lain, Indonesia sebagai negara agraris memiliki sumber daya alam yang berlimpah yang seharusnya dapat dipergunakan sebagai bahan baku pakan ternak. Usaha untuk menekan biaya pakan yang tinggi antara lain dengan memanfaatkan bahan-bahan yang potensial dan harganya relatif murah serta tidak bersaing dengan kebutuhan manusia, namun mempunyai nilai nutrisi yang tinggi. Bahan-bahan tersebut tersedia cukup dan merupakan sumber daya alam yang berpotensi untuk dijadikan pakan ternak. Bahan-bahan tersebut antara lain: bungkil inti sawit, singkong, daun singkong dan ampas tahu. Bahan tersebut biasanya tersedia dalam keadaan basah, sehingga bisa langsung diberikan ke ternak tanpa perlu proses pengeringan, sehingga lebih efisien. Persoalan utama dalam pengolahan pakan adalah tingginya kadar air bahan pakan, sehingga menyulitkan dalam penyimpanan dan pemanfaatan secara langsung. Selama ini teknologi pengeringan adalah cara yang umum digunakan, namun cara tersebut masih belum menyelesaikan masalah secara tuntas, karena cara pengeringan sangat terbatas dalam jumlah bahan yang dapat dikeringkan dalam satuan waktu dan tempat tertentu sehingga sulit untuk diterapkan pada bahan pakan dalam jumlah banyak, selain itu cara pengeringan masih tergantung pada kondisi cuaca. Bahan baku pakan dalam keadaan basah lebih cocok untuk diawetkan secara fermentasi. Selama ini teknologi fermentasi dikenal sebagai suatu teknologi untuk mengawetkan (mempertahankan kualitas) suatu bahan, bukan untuk meningkatkan kualitas. Seiring berkembangnya teknologi, anggapan tersebut sudah tidak tepat lagi,

14 mengingat telah banyaknya produk fermentasi yang berkualitas lebih baik dibandingkan bahan asal. Silase merupakan salah satu produk fermentasi yang berkadar air tinggi. Beberapa kelebihan dari teknologi fermentasi yaitu menghemat waktu dan biaya pakan karena tidak perlu mengeringkan, dari segi penyimpanan lebih tahan lama (awet) karena pertumbuhan bakteri pembusuk yang tidak tahan terhadap ph rendah akan terhambat pertumbuhannya dan bakteri penghasil asam laktat akan berkembang, bakteri asam laktat dalam silase juga dapat dijadikan sebagai probiotik sehingga memperbaiki keseimbangan mikroflora dalam saluran pencernaan. Itik merupakan salah satu ternak unggas yang memiliki potensi yang cukup tinggi dalam menghasilkan sumber protein hewani. Itik Mojosari Alabio merupakan itik lokal dengan produksi telur yang tinggi dan itik Mojosari Alabio jantan dapat dijadikan sebagai itik pedaging. Pemeliharaan itik sebagian besar diarahkan untuk menghasilkan telur, padahal dalam penetasan selalu dihasilkan proporsi itik jantan dan betina dengan perbandingan yang sama. Harga itik jantan biasanya sangat rendah dan belum banyak dimanfaatkan, sedangkan di pihak lain permintaan daging terus meningkat, maka pemanfaatan pemeliharaan itik jantan lebih intensif akan memberikan tambahan pendapatan bagi peternak. Pemberian pakan dalam bentuk pasta memudahkan itik dalam menelan ransum, karena sesuai dengan bentuk paruh itik yang merupakan unggas air. Berdasarkan uraian di atas perlu dicari solusi untuk mengatasi permasalahan dalam pengembangan peternakan. Salah satu upaya yang dapat diterapkan yaitu dengan penerapan teknologi fermentasi (silase) untuk menghasilkan pakan yang murah dan efisien. Hal ini dapat meningkatkan produktivitas ternak unggas, khususnya itik Mojosari Alabio jantan dengan biaya yang relatif murah. Perumusan Masalah Bahan baku pakan yang tersedia dalam keadaan basah, menyulitkan dalam proses penyimpanan. Bahan baku pakan tersebut cocok diawetkan secara fermentasi (silase), sehingga diperoleh pakan yang lebih murah dan efisien dalam mengurangi biaya pakan karena tidak perlu proses pengeringan. Pakan dalam bentuk silase umumnya diberikan ke ternak ruminansia, akan tetapi ternak itik merupakan salah satu ternak unggas air yang menyukai pakan dalam bentuk pasta, sehingga pakan

15 dengan kadar air yang lebih tinggi memudahkan itik dalam menelan pakan dan sesuai dengan bentuk paruh itik. Itik Mojosari Alabio jantan merupakan itik lokal yang berpotensi sebagai sumber protein hewani (itik pedaging) yang dapat memberikan tambahan bagi peternak. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peranan pemberian silase ransum komplit terhadap performan itik Mojosari Alabio jantan.

16 TINJUAN PUSTAKA Itik Mojosari Alabio Itik merupakan salah satu jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo Anseriformes, famili Anatidae dan genus Anas. Ciri fisik yang dimiliki oleh itik lokal (Anas platyrhynchos) adalah bentuk tubuh yang langsing dengan langkah tegap, tinggi tubuh berkisar antara cm dan digambarkan sebagai bentuk botol anggur, tubuh kecil dengan bobot tubuh dewasa rata-rata gram untuk betina dan gram untuk jantan, warna bulu totol-totol coklat dengan paruh dan kaki hitam (Rose, 1997). Itik Mojosari x Alabio (MA) merupakan itik hasil persilangan antara itik Mojosari (Anas javanica) jantan dengan itik Alabio (Anas platyrhynchos Borneo) betina. Persilangan timbal balik antara itik Mojosari dan Alabio akan memberikan manfaat jika dilihat secara menyeluruh dan bukan terhadap sifat-sifat tertentu saja (Yudityo, 2003). Keunggulan itik Mojosari Alabio menurut Balai Penelitian Ternak (2006) adalah umur pertama bertelur lebih awal, produktivitas telur lebih tinggi, konsistensi produksi lebih baik, pertumbuhan lebih cepat, anak jantan dapat dijadikan sebagai itik pedaging atau potong bila dibandingkan dengan anak itik Mojosari maupun Alabio. Itik Mojosari memiliki bentuk tubuh seperti botol dan berjalan tegak serta ukuran tubuh relatif kecil. Warna bulu itik jantan maupun betina tidak berbeda, yaitu berwarna kemerah-merahan dengan variasi coklat, hitam dan putih, warna paruh dan kaki itik jantan lebih hitam daripada itik betina. Selanjutnya Hardjosworo dan Rukmiasih (2000) menyatakan bahwa itik Alabio jantan mempunyai karakteristik warna bulu totol-totol coklat, puncak kepala berwarna hitam, paruh berwarna jingga dengan bintik hitam diujung dan kaki berwarna jingga. Pada itik jantan, kepala bagian atas berwarna coklat gelap, ditemukan garis leher putih di depan, dada berwarna coklat keungu-unguan, badan berwarna kelabu pucat dan coklat muda, biru kehijau-hijauan mengkilap dan bulu ekor berwarna hitam. Noor (1996) menyatakan, apabila ternak yang tidak memiliki hubungan keluarga disilangkan, maka keturunannya cenderung menampilkan performa yang lebih baik dari rataan tetuanya, fenomena ini disebut heterosis. Persilangan akan

17 menggabungkan dua sifat atau lebih yang berbeda, yang semula terdapat dalam dua bangsa ternak kedalam satu bangsa hasil silangan. Penelitian yang dilakukan oleh Prasetyo dan Susanti (2000), bahwa produksi telur itik persilangan Mojosari Alabio (MA) lebih tinggi dari genotip lainnya menunjukkan fenomena efek heterosis. Fenomena lainnya, bahwa itik 1/2A1/2M dan 1/2M1/2A mempunyai pertumbuhan yang relatif lebih cepat dibandingkan tetuanya pada pengamatan sampai umur delapan minggu. Itik Jantan Pedaging Ternak itik di Indonesia terutama ditujukan untuk produksi telur. Hal ini cukup beralasan karena selain kemampuan produksi yang cukup tinggi, harga telur juga relatif tinggi. Di lain pihak sebagai penghasil daging, itik kurang popular dan kurang disukai masyarakat. Hanya sebagian masyarakat saja yang telah biasa mengkonsumsi, yaitu masyarakat pedesaan, masyarakat Cina, masyarakat Kalimantan Selatan dan Bali (Setioko et al., 1985). Daging itik yang dikonsumsi umumnya berasal dari itik petelur afkir, itik petelur jantan dan itik Serati. Saat ini daging itik semakin popular di kalangan masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari banyak warung makan tenda yang menyediakan daging itik goreng maupun itik bakar. Daging itik jantan muda yang dipasarkan saat ini diakui oleh konsumen tidak menimbulkan bau manis dan tidak banyak mengandung lemak dengan serat daging yang empuk (Setioko et al., 1985). Proporsi itik jantan dan betina yang dihasilkan pada penetasan dalam keadaan seimbang, sedangkan harga anak itik jantan biasa sangat rendah dan belum banyak dimanfaatkan (Bintang dan Tangendjaya, 1996). Rendah harga DOD (Day Old Duck) atau itik umur satu hari pada itik jantan disebabkan bahwa secara umum pemeliharaan itik di Indonesia dimanfaatkan untuk menghasilkan telur, sehingga yang diseleksi hanya itik betina (Iskandar et al., 1993). Itik petelur jantan yang tidak dipakai sebagai bibit berpotensi untuk dijadikan sumber daging. Hasil penelitian Bintang et al. (1999) pada itik jantan yang diberi pakan bungkil inti sawit yang difermentasi maupun tidak difermentasi pada level 0%, 5%, 10% dan 15% sampai itik umur delapan minggu, menghasilkan itik dengan bobot badan akhir antara 1.081, ,63 gram, dengan persentase karkas antara

18 68,50%-76,76%. Anggraeni (1999) menyarankan agar itik pedaging baik dipotong tidak lebih dari umur 12 minggu, agar diperoleh daging itik yang bertekstur empuk. Bobot hidup 1,3 kg dapat dicapai pada pemeliharaan itik jantan selama delapan minggu dengan kandungan protein kasar 17% dan energi metabolis kkal/kg (Bintang dan Tangendjaya, 1996). Bila dibandingkan dengan unggas lain itik memiliki toleransi terhadap penyakit yang lebih baik terutama tetelo atau ND (Newcastle disease) serta infeksi kelenjar bursa fabrisius (gumboro) sehingga tidak begitu memerlukan vaksin dalam pemeliharaan. Potensi lain dari itik adalah kemampuannya mencerna serat kasar yang cukup tinggi. Sebagian besar serat kasar akan dicerna di dalam sekum, yaitu sekum itik berkembang lebih besar dibanding unggas lain (Murtidjo, 1988). Ransum Itik Itik merupakan unggas air yang membutuhkan air lebih banyak dibanding ayam, disamping untuk konsumsi juga untuk berenang dan untuk membasahi bulubulu (Lesson et al., 1982). Persyaratan gizi untuk itik petelur lokal dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Persyaratan Gizi Itik Petelur Lokal Umur Itik Zat Gizi 0-4 (mg) 4-8 (mg) 8-16 (mg) >16 (mg) Energi metabolis (kkal/kg) Protein (%) Serat kasar (%) Ca (%) 0,9-1,2 0,9-1,2 0,9-1,2 3,5-4 P (%) 0,7-0,9 0,7-0,9 0,7-0,9 0,7-0,9 Sumber: Hardjosworo dan Rukmiasih (1999) Ransum itik umum diberikan dalam bentuk basah (pasta), akan tetapi jika tidak segera habis, ransum akan menjadi masam, sehingga tidak disukai oleh itik, bahkan dapat membahayakan kesehatan itik itu sendiri (Sakti, 1996). Ransum pasta adalah bentuk ransum yang as fed-nya basah atau ransum kering yang harus dicampur dengan air terlebih dahulu. Ransum pasta memang cocok dengan bentuk paruh itik, karena dalam habitat unggas air umumnya

19 berbentuk basah, sehingga memudahkan itik dalam menelan ransum dan mengurangi kemungkinan ransum yang tercecer (Titus and Fritz, 1971). Silase dan Proses Pembuatannya Silase merupakan makanan ternak yang dihasilkan melalui proses fermentasi dengan kandungan uap air yang tinggi. Ensilase adalah proses silase, sedangkan tempat pembuatan silase dinamakan silo. Sejarah dimulai silase ditemukan sejak tahun sebelum masehi (Sapienza dan Bolsen, 1993). Ada dua cara dalam pembuatan silase yaitu secara kimiawi yang dilakukan dengan menambahkan asam sebagai pengawet seperti asam klorida, asam sitrat dan asam fosfat. Penambahan asam tersebut diperlukan agar ph silase dapat turun dengan segera (sekitar 4,2), sehingga keadaan ini akan menghambat proses respirasi, proteolisis dan mencegah bakteri Clostridia aktif (Waldo, 1978). Cara yang kedua adalah secara biologis yaitu dengan cara memfermentasi bahan tersebut sampai terbentuk asam sehingga menurunkan ph silase (Waldo, 1978). Selama ensilase, akan mengalami proses fermentasi asam, sehingga bakteri memproduksi asam asetat, asam laktat dan asam butirat dari gula yang terdapat di dalam bahan baku. Hasil akhir berupa penurunan ph, yang mencegah pertumbuhan mikroba pembusuk yang mayoritas tidak toleran terhadap asam (Woolford, 1984). Menurut Bolsen (1985) proses ensilase merupakan salah satu cara untuk meminimumkan kehilangan nutrien dan perubahan nilai nutrisi suatu bahan pakan. Proses tersebut dipengaruhi oleh faktor biologi (karakteristik tanaman, mikroflora epipytic) dan teknik (kondisi penyimpanan). Proses ensilase pada dasarnya serupa dengan proses fermentasi di dalam rumen (anaerob). Perbedaannya antara lain adalah bahwa dalam silase hanya sekelompok /group bakteri (diharapkan bakteri pembentuk asam laktat) yang aktif dalam prosesnya, sedangkan proses di dalam rumen melibatkan lebih banyak mikroorganisme dan beraneka ragam (Parakkasi, 1995). Asam yang dibentuk selama ensilase antara lain asam laktat, asam asetat dan asam butirat. Disamping itu dibentuk pula beberapa senyawa seperti etanol, CO 2, nitrit dan panas (Ensminger, 1971). Pada pembuatan silase dengan penambahan bahan pengawet terutama yang banyak mengandung karbohidrat, berfungsi sebagai

20 perangsang berlangsung fermentasi dan juga sebagai sumber energi bagi bakteri. Pada kondisi yang baik, antara lain ketersediaan bahan yang mengandung karbohidrat tinggi, bakteri asam laktat dapat berkembang biak dengan cepat. Prinsip pembuatan silase adalah mengusahakan dan mempercepat keadaan anaerob didalam silo sehingga terbentuk asam organik yang mempercepat penurunan ph sekitar empat (McCullough, 1978). Pada ph sekitar empat, diharapkan mikroorganisme pembusuk tidak aktif, sehingga silase dapat tahan lama. Ensminger (1971) menyatakan bahwa tercapainya ph antara 3,5-4,0 merupakan kunci menuju terbentuk silase yang baik, karena akan mencegah pertumbuhan bakteri penyebab kebusukan (Clostridia). Morrison (1957) menyatakan bahwa apabila kadar air lebih dari 75%, maka silase yang terbentuk terlalu asam dan tidak akan disukai ternak, sedangkan apabila kadar air kurang dari 65%, maka bahan baku sukar dipadatkan dan kondisi anaerob sulit dicapai. Disarankan kandungan bahan kering bahan baku dalam kisaran 20%-25% (Woolford, 1984). Pembuatan silase dengan bahan baku yang memiliki kadar air cukup tinggi akan memiliki laju fermentasi yang lebih cepat. Sapienza dan Bolsen (1993) menyatakan bahwa untuk fermentasi normal dengan kadar air 55%-60% maka fermentasi aktif akan berkisar antara 1-5 minggu. Woolford (1998) menyatakan bahwa proses ensilase menghendaki cepat terbentuknya asam laktat, oleh karena itu perlu usaha yaitu dengan memanipulasi mikroorganisme pembentuk asam laktat yaitu dengan menambahkan bahan aditif. McDonald et al. (1991) menyatakan bahwa aditif silase dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu aditif stimulan dan aditif penghambat mikroorganisme. Aditif stimulan akan membantu proses fermentasi dan pertumbuhan bakteri asam laktat lebih cepat sehingga dapat memproduksi asam laktat lebih cepat juga, sehingga kondisi asam cepat tercapai; sedangkan aditif penghambat mikroorganisme digunakan untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme pembusuk seperti clostridia sehingga pakan dapat awet. Aditif tersebut dapat berupa bakteri asam laktat, molases, dan asam. Menurut McCullough (1978), beberapa kriteria agar suatu bakteri dapat digunakan sebagai inokulan silase antara lain dapat tumbuh dengan cepat dan mampu berkompetisi serta mendominasi mikroorganisme yang lain, bersifat

21 homofermentatif, toleran terhadap asam dan dapat menurunkan ph dengan cepat. Lebih lanjut dinyatakan bahwa silase yang baik bila memenuhi kriteria antara lain: ph maksimal 4,2; asam laktat 1,5%-2,5%; asam asetat 0,5%-0,8%; butirat < 0,1% dan N-Amonia dari total N 5-8%. Kandungan N-Amonia pada silase merupakan salah satu kriteria yang digunakan untuk mengetahui keberhasilan pengawetan dengan ensilase, dengan kandungan 8%-10% dari total N sebagai amonia (Wilkins, 1988). Keberadaan bakteri asam laktat dalam silase dapat berfungsi sebagai probiotik yang memberikan kontribusi dalam menjaga keseimbangan mikrobial usus (Gauthier, 2002), karena dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen, mampu memperbaiki kondisi saluran pencernaan dengan menekan reaksi pembentukan racun dan metabolit yang bersifat karsinogenik, merangsang reaksi enzim yang dapat menetralisir senyawa beracun yang tertelan atau dihasilkan di dalam saluran pencernaan, merangsang produksi enzim yang digunakan untuk mencerna pakan dan memproduksi vitamin serta zat-zat yang tidak terpenuhi dalam pakan (Seifert dan Gessler, 1997) Selain itu bahwa silase menghasilkan asam organik, menurut Gauthier (2002) asam organik memiliki antibakterial yang kuat sehingga dapat menekan bakteri patogen dalam saluran pencernaan. Pertambahan Bobot Badan Kemampuan ternak untuk mengubah zat-zat nutrisi yang terdapat dalam ransum menjadi daging ditunjukkan dengan pertambahan bobot badan. Pertambahan bobot badan merupakan salah satu kriteria yang digunakan untuk mengukur pertumbuhan. Anggorodi (1985) mendefinisikan pertumbuhan adalah pertambahan dalam bentuk dan berat jaringan-jaringan seperti otot, tulang, jantung dan semua jaringan tubuh lainnya. Menurut Wahju (1992) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan adalah bangsa, tipe itik, jenis kelamin, energi metabolis, kandungan protein dan suhu lingkungan. Respon pertumbuhan ditentukan oleh beberapa faktor yaitu kesehatan, pakan dan manajemen pemeliharaan (Rose, 1997). Rose (1997) menyebutkan empat komponen utama pertumbuhan yaitu: (1) peningkatan berat otot yang terdiri dari protein dan air; (2) peningkatan ukuran tulang; (3) peningkatan

22 lemak tubuh total pada jaringan lemak; (4) peningkatan ukuran bulu, kulit dan organ dalam. Hasil penelitian Sinurat et al. (2000) yang melaporkan bahwa pertambahan bobot badan itik jantan lokal pada umur satu minggu sampai dengan umur delapan minggu yang diberi fermentasi lumpur sawit sampai level 15% adalah sebesar 127,75 gram/ekor/minggu. Konsumsi Ransum Konsumsi ransum sangat mempengaruhi pertumbuhan itik. Wahju (1985) menyatakan bahwa konsumsi ransum unggas dipengaruhi oleh kesehatan, bentuk ransum, imbangan zat-zat makanan, kecepatan pertumbuhan atau produksi telur dan stress. Menurut Williamson dan Payne (1993) bahwa penting untuk dapat memperkirakan rata-rata konsumsi ransum dengan maksud dapat mengatur anggaran dan membeli ransum. Pencatatan konsumsi ransum oleh pemelihara unggas dapat juga menunjukkan perubahan-perubahan dalam hal kesehatan dan produktivitas kelompok unggas. Menurut Hardjosworo et al. (1980) konsumsi ransum itik Tegal adalah 139,11 gram per ekor/hari, sedangkan Ulupi (1990) melaporkan kisaran konsumsi ransum itik antara 128,40-162,03 gram. Suharno dan Amri (1996) menyatakan bahwa itik masa produksi membutuhkan ransum dengan kandungan energi metabolis kkal/kg, protein kasar 16%-18%, kalsium 2,90%-3,25% dan fosfor 0,47%. Konsumsi ransum akan menurun dengan menurunnya kadar protein ransum. Murtidjo (1988) menyatakan bahwa batas maksimal konsumsi serat kasar dalam ransum itik petelur adalah 9%. Hasil penelitian Sinurat et al. (1996) konsumsi ransum sebesar g/ekor dengan pemberian ransum yang mengandung energi metabolis sebesar kkal/kg dan kandungan protein 18,2% mulai umur satu hari sampai umur sembilan minggu pada itik lokal jantan yang sedang tumbuh. Penelitian lain yang dilaporkan oleh Iskandar et al. (2001) diperoleh rataan konsumsi ransum sebesar g/ekor pada pemeliharaan umur dua sampai sepuluh minggu dengan pemberian ransum yang mengandung protein kasar sebesar 23,1% dan energi metabolis kkal/kg. Konsumsi ransum pada itik jantan pada umur satu minggu sampai delapan minggu yang sedang tumbuh dengan pemberian fermentasi lumpur sawit sampai level 15%

23 adalah 970 gram/ekor/minggu. Assa (1995) melaporkan rataan konsumsi ransum itik Tegal yang diberi singkong fermentasi yaitu sebesar 917 gram/ekor/minggu. Konversi Ransum Anggorodi (1979) menyatakan bahwa konversi ransum merupakan salah satu indikator teknis penggunaan ransum oleh ternak. Semakin rendah nilai konversi ransum maka semakin efisien penggunaan ransum. Konversi ransum merupakan cara untuk mengukur efisiensi penggunaan ransum yaitu merupakan perbandingan antara jumlah ransum yang dikonsumsi pada waktu tertentu dengan produksi yang dihasilkan (pertambahan bobot badan atau jumlah bobot telur) dalam kurun waktu yang sama. North (1972), konversi semakin baik apabila konsumsi ransum semakin sedikit untuk menghasilkan satu kilogram telur. Sarengat (1989) menyatakan bahwa pada itik lokal berumur 7 bulan yang dipelihara secara intensif, rata-rata angka konversi ransum yang terbaik adalah itik Mojosari (4,08) kemudian diikuti itik Magelang (5,71), itik Tegal (5,72) dan yang terjelek itik Bali (8,28). Konversi ransum hasil penelitian Sinurat et al. (1996) dengan pemberian ransum yang mengandung energi metabolis kkal/kg dan kandungan protein 18,2% mulai umur satu hari sampai umur sembilan minggu pada itik lokal jantan yang sedang tumbuh sebesar 6,33. Sedangkan konversi ransum yang diperoleh pada penelitian Iskandar et al. (2001) pada pemeliharaan mulai umur dua sampai sepuluh minggu dengan pemberian ransum berbentuk pasta dengan kandungan protein kasar sebesar 23,1% dan energi metabolis kkal/kg adalah 6,59. Selanjutnya Ketaren dan Prasetyo (1999) memperoleh konversi ransum sebesar 3,43 pada itik Mojosari Alabio yang sedang tumbuh dengan pemberian ransum dalam bentuk pellet pada umur 5-8 minggu. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Iskandar et al. (2001) diperoleh konversi ransum sebesar 6,59 pada itik Mojosari Alabio jantan yang sedang tumbuh dengan pemberian pakan dalam bentuk pasta. Ketaren et al (1999) menyebutkan bahwa buruknya konversi pakan itik disebabkan oleh perilaku makan itik termasuk kebiasaan itik yang segera mencari air minum setelah makan. Pakan umumnya terbuang pada saat itik tersebut pindah dari tempat pakan ke tempat minum maupun juga terlarut di dalam wadah air minum.

24 Ransum yang efisien diperoleh bila ransum mengandung perbandingan energi yang tepat terhadap zat-zat makanan lainnya yang diperlukan untuk pertumbuhan atau hasil akhir yang diinginkan (Anggorodi, 1985). Selanjutnya disebutkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi konversi ransum adalah suhu lingkungan, laju perjalanan ransum melalui alat pencernaan, bentuk fisik ransum, produksi telur, kandungan nutrisi, bobot badan, komposisi kimia ransum dan laju perjalanan ransum dalam organ pencernaan. Konsumsi Air Minum Air merupakan senyawa penting dalam kehidupan. Dua pertiga bagian dari tubuh ternak adalah air dengan berbagai peranan untuk kehidupan (Parakkasi, 1995). Menurut Scott et al. (1982), air mempunyai fungsi sebagai (1) zat dasar dari darah, cairan intraseluler dan interseluler yang bekerja aktif dalam transportasi zat-zat makanan, metabolit dan hasil sisa ke dan dari semua sel-sel dalam tubuh (2) penting dalam mengukur suhu tubuh (3) membantu mempertahankan homeostasis dengan ikut dalam reaksi dan perubahan fisiologis yang mengontrol ph, tekanan osmosis, konsentrasi elektrolit. Jumlah kebutuhan air untuk unggas secara umum termasuk itik diperkirakan sebanyak dua kali dari kebutuhan pakan/ekor/hari (Esmail, 1996). Ada banyak faktor yang mempengaruhi konsumsi air minum pada ternak antara lain adalah tingkat garam natrium dan kalium dalam ransum, enzim-enzim, bau ransum, makanan tambahan pelengkap, temperatur air, penyakit, jenis bahan makanan, kelembaban angin, komposisi pakan, bentuk pakan, umur ternak, produksi telur, jenis kelamin dan jenis tempat air minum (Wahju, 1992, Parakkasi, 1995). Mortalitas Mortalitas merupakan tolak ukur atau indikator kematian yang diukur dengan persentase. Persentase merupakan perbandingan antara jumlah semua ternak yang mati dengan jumlah total ternak yang dipelihara dikalikan 100%. Mortalitas merupakan faktor penting dan harus diperhatikan dalam usaha pengembangan peternakan (Amrullah, 2004). Angka mortalitas besar hubungannya dengan program vaksinasi dan kejelian mendeteksi penyakit secara dini. Untuk menekan tingkat kematian perlu dilakukan

25 usaha-uasaha pencegahan dan pemberantasan penyakit. Program pencegahan penyakit erat hubungannya dengan sanitasi, vaksinasi dan program pengobatan pada umur tertentu ketika gejala sakit pada ternak mulai tampak (Amrullah, 2004). Pemberian pakan dan air minum dalam jumlah cukup kuantitas dan kualitas merupakan salah satu langkah yang tepat untuk mempertahankan daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit (Amrullah, 2004).

26 METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Waktu pelaksanaan penelitian pada bulan Pebruari sampai dengan Mei Materi Ternak Penelitian ini menggunakan 75 ekor itik jantan persilangan Mojosari Alabio berumur tiga hari yang dipelihara sampai umur sepuluh minggu. Itik tersebut diperoleh dari Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor. Kandang dan peralatan Kandang yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 15 petak dengan ukuran 1 x 1 m dan masing-masing petak berisi lima ekor itik. Setiap petak kandang dilengkapi dengan tempat pakan dan tempat minum berbentuk bak plastik, lampu pijar 40 watt. Peralatan lain yang digunakan adalah karung, plastik ransum, silo, timbangan digital, gelas ukur, sekam, koran dan gayung. Ransum Bahan pakan yang digunakan untuk penyusunan ransum terdiri atas jagung kuning, dedak padi, singkong, daun singkong, bungkil inti sawit, tepung ikan, kacang kedelai, minyak kelapa, DCP, CaCO 3, L-lysin dan DL-methionin. Formulasi ransum disusun dengan kadar protein kasar 16% dan energi metabolis kkal/kg berdasarkan as-fed. Ransum kemudian dibuat silase dan disimpan selama 4 minggu. Susunan ransum yang digunakan dalam penelitian, dapat dilihat pada Tabel 2, sedangkan kandungan nutrisi ransum dapat dilihat pada Tabel 3.

27 Tabel 2. Komposisi Ransum Penelitian (As-fed) Bahan Komposisi (%) Jagung kuning 41,7 Dedak padi 20 Singkong rebus 12,2 Daun singkong rebus 1 Bungkil inti sawit 5 Tepung ikan 7 Kacang kedelai rebus 8 Minyak 3 DCP 0,3 CaCO 3 1 L-lysin 0,5 DL-methionin 0,25 Jumlah 100 Keterangan: Hasil perhitungan Tabel 3. Kandungan Nutrien Ransum (As-fed) Nutrien Kadar (%) Bahan kering 11,65 Protein kasar 17,49 Abu 6,17 Serat kasar 6,01 Lemak kasar 6,73 Beta-N 51,95 Keterangan: Hasil Analisis Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, IPB (2006)

28 Tabel 4. Protein Kasar Silase (As-fed) Perlakuan % S0 16,50 S1 16,88 S2 16,83 S3 16,63 S4 17,14 Keterangan: S1-S4 merupakan hasil analisis Laboratorium Ilmu dan Teknologi pakan, Fakultas Peternakan, IPB (2006) dan S0 hasil perhitungan. S0 (ransum komersil+dedak), S1 (silase dengan kadar air 30%); S2 (silase dengan kadar air 40%); S3 (silase dengan kadar air 50%); S4 (silase dengan kadar air 60%) Tabel 5. Nilai ph silase perlakuan Perlakuan ph silase S1 (silase dengan kadar air 30%) 4,46 S2 (silsase dengan kadar air 40%) 4,33 S3 (silase dengan kadar air 50%) 4,22 S4 (silase dengan kadar air 60%) 4,14 Keterangan: Hasil Analisis Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, IPB (2006) Metode Perlakuan Penelitian ini menggunakan 5 taraf perlakuan, yaitu: SO : Ransum komersil+dedak S1 : Silase dengan kadar air 30% S2 : Silase dengan kadar air 40% S3 : Silase dengan kadar air 50% S4 : Silase dengan kadar air 60% Masing-masing taraf perlakuan dilakukan 3 ulangan dan setiap ulangan terdiri dari 5 ekor itik Mojosari Alabio jantan. Rancangan Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) satu arah. Model matematis menurut Steel dan Torrie (1995) adalah sebagai berikut:

29 Yij = μ + αi + εij Keterangan: Yij : nilai pengamatan pada satuan percobaan ke-j yang mendapat perlakuan ransum ke-i μ : nilai rata-rata sesungguhnya άi : pengaruh perlakuan ransum ke-i εij : pengaruh galat dari satuan percobaan ke-j yang mendapat perlakuan ransum ke-i Analisis Data Data dianalisis dengan menggunakan analisis sidik ragam (Analysis of Variance) dan jika berbeda nyata dilanjutkan dengan uji Kontras Ortogonal. Prosedur Pelaksanaan Sebelum kandang digunakan terlebih dahulu dibersihkan dan disucihamakan, untuk menghilangkan bibit penyakit yang terdapat di dalam kandang, kemudian kandang dikapur secara merata. Kandang dialasi dengan sekam dan disemprot dengan desinfektan sebelum itik masuk ke kandang dan didiamkan selama satu hari. Tempat pakan dan tempat minum dipersiapkan lebih awal, dibersihkan dan dicuci sebelum itik dimasukkan ke dalam kandang. Anak itik yang baru datang ditimbang untuk mengetahui berat badannya untuk pengacakan dan pembagian dalam kandang. Anak itik kemudian diberi air gula untuk mengurangi stres akibat pengangkutan dan menambah energi. Itik dipelihara dari umur tiga hari sampai umur sepuluh minggu. Anak itik dari umur tiga hari sampai umur lima minggu diberi ransum komersil yang ditambah dedak. Pada saat itik berumur lima minggu, kemudian itik ditimbang lagi untuk pengacakan dan pembagian dalam kandang. Silase mulai diberikan pada saat itik tersebut berumur lima minggu.selanjutnya silase diberikan sampai itik umur sepuluh minggu. Setiap minggunya itik ditimbang untuk mengetahui beratnya. Ransum ditimbang setiap hari dan dihitung pula sisa pakan yang dimakan. Pakan dan air diberikan secara adlibitum. Pengambilan data dilakukan pada saat itik berumur tujuh minggu sampai sepuluh minggu, karena masih dalam proses penyesuaian dengan silase dan

30 pergantian tempat pakan dan air minum untuk menghindari kemungkinan tercecernya pakan dalam kandang. Pembuatan silase Silase dibuat sebanyak 600 kg. Formulasi ransum disusun dengan kadar protein kasar 16%, dan energi metabolis kkal/kg. Bahan-bahan seperti singkong, daun singkong dan kacang kedelai dicuci dan direbus sampai empuk, sehingga memudahkan untuk digiling. Bahan-bahan tersebut melewati proses pemanasan untuk menghilangkan anti nutrisi yang dikandung bahan tersebut. Bahanbahan yang jumlahnya kecil (CaCO 3, L-lysin, DL-methionin dan DCP) dicampur terlebih dahulu. Bahan-bahan yang berjumlah besar dan dalam keadaan kering (dedak padi, jagung kuning, tepung ikan, dan bungkil inti sawit) juga dicampur secara homogen. Bahan-bahan dalam keadaan segar (singkong, daun singkong, dan kedelai) juga dicampur tetapi dalam tahap terakhir. Bahan-bahan yang jumlahnya kecil dicampur dengan bahan-bahan yang kering dan jumlahnya besar kemudian ditambahkan minyak kelapa, setelah tercampur bahan-bahan segar dicampur sampai merata dan homogen. Ransum dibuat empat jenis dengan perlakuan kadar air yang berbeda, yaitu silase dengan kadar air 30%, 40%, 50% dan 60%. Dalam pembuatan silase, ditambahkan starter Lactobacillus plantarum dengan dosis 10 5 CFU/ gram silase. Starter tersebut dilarutkan dalam air aquaes kemudian dicampur dengan ransum sampai homogen. Perlakuan S1 dipersiapkan menjadi silase berkadar air 30% dengan menambahkan aquades yang telah dicampur dengan Lactobacillus plantarum, diaduk sampai merata. Begitu juga dengan perlakuan S2 ditambahkan aquades sampai silase berkadar air 40%, perlakuan S3 berkadar air 50%, dan perlakuan S4 berkadar air 60%. Penambahan air dilakukan mengikuti rumus berikut ini: BK ransum (%) Silase berkadarair( kg) = xjumlah ransum komplit ( kg) BK silase yang ingin dibuat (%) Air yang ditambahkan ( ml) = Silase berkadar air ( kg) jumlah ransum komplit ( kg)

31 Tabel 6. Pemberian Air pada Silase 600 kg Perlakuan Air yang ditambahkan (liter) S1 10,37 S2 37,10 S3 74,52 S4 130,68 Keterangan: S1 (silase dengan kadar air 30%), S2(silase dengan kadar air 40%), S3 (silase dengan kadar air 50%), S4 (silase dengan kadar air 60%) Bahan-bahan yang telah dicampur dengan air, kemudian bahan dimasukkan ke dalam plastik kedap udara, di padatkan, diikat dengan karet dan disimpan dalam silo, ditutup rapat untuk mendapatkan suasana anaerob selama 4 minggu. Peubah yang diamati Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah 1. Konsumsi bahan kering ransum (Gram/ekor/minggu) Konsumsi bahan kering adalah jumlah konsumsi ransum as fed (selisih ransum yang diberikan dengan sisa ransum setiap minggunya) dikalikan dengan persentase bahan kering yang dikandung silase dari setiap perlakuan. 2. Pertambahan bobot badan (Gram/ekor/minggu) Pertambahan bobot badan yang dihasilkan oleh itik yang merupakan respon dari kemampuan itik mencerna makanan. Pertambahan bobot badan diperoleh dengan menimbang bobot badan itik setiap minggunya dan mengurangi bobot badan akhir dengan bobot badan awal setiap minggunya. 3. Konversi ransum Konversi ransum adalah perbandingan antara ransum yang dikonsumsi dengan pertambahan bobot badan yang dihasilkan. 4. Konsumsi air minum Diperoleh dari hasil perhitungan dari selisih air minum dengan air minum yang tersisa setiap harinya. 5. Mortalitas Mortalitas dihitung dari awal penelitian sampai akhir pemeliharaan itik.

32 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan terhadap Performan Itik Mojosari Alabio Jantan Rataan konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, konversi ransum, konsumsi air minum dan mortalitas dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rataan Konsumsi Bahan Kering Ransum, Pertambahan Bobot Badan, Konversi Ransum, Konsumsi Air Minum dan Mortalitas Itik Mojosari Alabio Jantan umur 7-10 minggu Peubah Konsumsi BK ransum (g/ekor/mg) Perlakuan S0 S1 S2 S3 S4 428,29 a 348,29 a 484,84 b ±34,90 ±71,94 ±22,07 469,86 a ±109,74 510,04 b ±26,39 Pertambahan bobot badan (g/ekor/mg) 77,78 A ±10, A ±2,42 79,69 A ±17,00 104,78 B ±10,09 90,16 B ±8,67 Konversi ransum 6,22 ±2,08 5,56 ±0,28 4,66 ±1,87 4,65 ±0,30 5,69 ±0,65 Konsumsi air minum (ml/ekor/mg) 640,79 A ±62,38 419,97 B ±57,92 357,93 B ±64,49 443,87 B ±65,22 373,49 B ±22,82 Mortalitas (ekor) Keterangan: 1) Superskrip dengan huruf kecil yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata(p<0,05) dan superskrip dengan huruf besar yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) 2) SO : ransum komersil+dedak S1 : silase dengan kadar air 30% S2 : silase dengan kadar air 40% S3 : silase dengan kadar air 50% S4 : silase dengan kadar air 60% Konsumsi Bahan Kering Ransum Rataan konsumsi bahan kering ransum itik Mojosari Alabio jantan dari umur tujuh minggu sampai sepuluh minggu berkisar antara 348,96 gram/ekor sampai 510,04 gram/ekor. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian silase ransum komplit pada itik Mojosari Alabio jantan nyata (P<0,05) meningkatkan konsumsi bahan kering ransum. Konsumsi bahan kering ransum silase dengan kadar air 60% nyata (P<0,05) lebih tinggi dibandingkan dengan silase dengan kadar air 30%, 40%, 50% dan ransum komersil+dedak. Konsumsi bahan kering silase dengan

33 kadar air 30% dan 40% tidak berbeda dibandingkan dengan ransum komersil+dedak, sedangkan konsumsi ransum silase dengan kadar air 50% dan 60% tidak menunjukkan perbedaan. Pengaruh perlakuan silase terhadap konsumsi bahan kering ransum itik Mojosari Alabio jantan umur 7-10 minggu terlihat pada Gambar 1. Konsumsi BK ransum (gram/ekor/mg) S0 S1 S2 S3 S4 Perlakuan Gambar 1. Pengaruh Perlakuan Silase terhadap Konsumsi Bahan Kering Ransum Iitik Mojosari Alabio Jantan Umur 7-10 minggu Berdasarkan Gambar 1 terlihat bahwa konsumsi bahan kering ransum paling tinggi dicapai oleh itik dengan perlakuan silase dengan kadar air 60%. Semakin tinggi kadar air dalam silase, maka konsumsi bahan kering ransum semakin meningkat. Peningkatan konsumsi bahan kering ransum salah satunya dipengaruhi oleh tingkat palatabilitas ransum. Tingkat palatabilitas suatu ransum ditentukan oleh bau, rasa, warna dan bentuk ransum. Bentuk fisik ransum penelitian adalah pasta yang mempengaruhi konsumsi ransum pada itik. Itik menyukai ransum dengan kadar air tinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Titus and Fritz (1971) bahwa ransum pasta memang cocok dengan bentuk paruh itik, karena dalam habitat unggas air umum berbentuk basah, sehingga memudahkan itik dalam menelan ransum. Silase mempunyai bau dan rasa yang agak asam, namun itik masih bisa mentolerir asam tersebut, karena sebelum silase diberikan ke itik, terlebih dahulu silase di angin-angikan dengan tujuan untuk mengurangi bau asam dan silase harus diperiksa dari logam-logam berat yang mungkin mencemari sebelum diberikan ke itik, sehingga bau asam dari silase tidak begitu menyengat dan akan mempengaruhi konsumsi ransum itik (Nahrowi, 2005).

34 Sinurat et al. (2000) melaporkan bahwa rataan konsumsi ransum pada itik jantan lokal pada umur satu minggu sampai delapan minggu yang diberi fermentasi lumpur sawit sampai level 15% yaitu sebesar 970 gram/ekor/minggu. Assa (1995) melaporkan rataan konsumsi ransum itik Tegal yang diberi singkong fermentasi yaitu sebesar 917 gram/ekor/minggu. Rataan konsumsi ransum pada penelitian ini ternyata masih lebih rendah. Pertambahan Bobot Badan Rataan pertambahan bobot badan itik Mojosari Alabio jantan umur tujuh sampai sepuluh minggu berkisar antara 77,00-104,78 gram/ekor/minggu. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian silase ransum komplit memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) meningkatkan pertambahan bobot badan itik Mojosari Alabio jantan umur tujuh sampai sepuluh minggu. Pertambahan bobot badan itik Mojosari Alabio jantan yang diberi silase dengan kadar air 50% sangat nyata (P<0,01) lebih tinggi bila dibandingkan silase dengan 30%, 40% dan ransum komersil+dedak. Pertambahan bobot badan itik Mojosari Alabio jantan yang diberi silase dengan kadar air 30%, 40% tidak berbeda dengan ransum komersil+dedak, sedangkan pertambahan bobot badan pada itik yang diberi silase dengan kadar air 50% dan 60% tidak menunjukkan perbedaan. Pengaruh perlakuan silase terhadap pertambahan bobot badan itik Mojosari Alabio jantan umur 7-10 minggu terlihat pada Gambar 2. PBB (Gram/ekor/gram) S0 S1 S2 S3 S4 Perlakuan Gambar 2. Pengaruh Perlakuan Silase terhadap Pertambahan Bobot Badan Itik Mojosari Alabio jantan umur 7-10 minggu

35 Berdasarkan Gambar 2 terlihat bahwa pertambahan bobot badan itik Mojosari Alabio jantan tertinggi diperoleh pada itik yang mendapat perlakuan silase dengan kadar air 50 %. Hal ini disebabkan bahwa silase dengan kadar air 50% jumlah konsumsinya lebih tinggi, sehingga menghasilkan pertambahan bobot badan yang tinggi juga. Sebagaimana pernyataan Siregar et al (1980) bahwa jumlah konsumsi ransum akan menentukan laju pertambahan bobot ternak. Selain itu bahwa silase dapat menghasilkan asam organik, menurut Gauthier (2002) asam organik memiliki antibakterial yang kuat sehingga dapat menekan bakteri patogen dalam saluran pencernaan. Bakteri asam laktat dalam silase juga berfungsi sebagai probiotik yang memberikan kontribusi dalam menjaga keseimbangan mikrobial usus, karena dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen. Pertambahan bobot badan itik yang diberi ransum komersil+dedak sangat nyata (P<0,01) lebih rendah dengan itik yang diberi silase. Hal ini menunjukkan bahwa ransum penelitian yang disusun sendiri memiliki kualitas yang lebih baik dan mampu bersaing dengan ransum komersil, meskipun dalam ransum buatan sendiri tidak memakai bahan pemicu pertumbuhan. Konsumsi ransum yang tinggi menyebabkan jumlah zat-zat nutrisi yang masuk ke dalam tubuh ternak digunakan untuk memenuhi hidup pokok dan untuk pertumbuhan itik, yang dicirikan dengan pertambahan bobot badan yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah konsumsi ransum akan menentukan laju pertumbuhan itik (Anggorodi, 1985), sehingga dengan konsumsi yang tinggi akan menghasilkan pertambahan bobot badan yang tinggi juga. Pertambahan bobot badan yang dihasilkan dalam penelitian ini masih lebih rendah bila dibandingkan dengan hasil penelitian Sinurat et al. (2000) yang melaporkan bahwa pertambahan bobot badan itik jantan lokal pada umur satu minggu sampai dengan umur delapan minggu yang diberi fermentasi lumpur sawit sampai level 15% adalah sebesar 127,75 gram/ekor/minggu.

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium dan Kandang Ilmu Nutrisi Ternak Unggas Laboratorium Lapang C, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor yang dilaksanakan

Lebih terperinci

PERFORMA AYAM BROILER YANG DIBERI RANSUM BERBASIS JAGUNG DAN BUNGKIL KEDELAI DENGAN SUPLEMENTASI DL-METIONIN SKRIPSI HANI AH

PERFORMA AYAM BROILER YANG DIBERI RANSUM BERBASIS JAGUNG DAN BUNGKIL KEDELAI DENGAN SUPLEMENTASI DL-METIONIN SKRIPSI HANI AH PERFORMA AYAM BROILER YANG DIBERI RANSUM BERBASIS JAGUNG DAN BUNGKIL KEDELAI DENGAN SUPLEMENTASI DL-METIONIN SKRIPSI HANI AH PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Itik Jantan Lokal

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Itik Jantan Lokal 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Itik Jantan Lokal Itik adalah salah satu unggas air (waterfowls) yang termasuk dalam: Kelas : Aves Ordo : Anseriformes Famili : Anatidae Subfamili : Anatinae Tribus : Anatini

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap Performa Burung Puyuh Betina Umur 16

BAB III MATERI DAN METODE. Merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap Performa Burung Puyuh Betina Umur 16 16 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Pengaruh Penambahan Aditif Cair Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap Performa Burung Puyuh Betina Umur 16-50 Hari dilaksanakan pada bulan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ayam Pedaging dan Konversi Pakan ini merupakan penelitian penelitian. ransum yang digunakan yaitu 0%, 10%, 15% dan 20%.

BAB III METODE PENELITIAN. Ayam Pedaging dan Konversi Pakan ini merupakan penelitian penelitian. ransum yang digunakan yaitu 0%, 10%, 15% dan 20%. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Onggok Kering Terfermentasi Probiotik dalam Ransum Terhadap Konsumsi Pakan, Pertambahan Bobot Badan Ayam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Campuran Onggok dan Molase

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Campuran Onggok dan Molase 38 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Campuran Onggok dan Molase Terfermentasi Terhadap Konsumsi Pakan, Konversi Pakan dan Pertambahan Bobot

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan dalam penelitian adalah ayam kampung jenis sentul

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan dalam penelitian adalah ayam kampung jenis sentul 27 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Bahan dan Alat Percobaan 3.1.1. Ternak Percobaan Ternak yang digunakan dalam penelitian adalah ayam kampung jenis sentul umur satu hari (day old chick) yang diperoleh

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi Ternak Percobaan. Kandang dan Perlengkapan

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi Ternak Percobaan. Kandang dan Perlengkapan MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli sampai bulan Agustus 2008 di Desa Pamijahan, Leuwiliang, Kabupaten Bogor, menggunakan kandang panggung peternak komersil. Analisis

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan dari bulan Juli sampai Agustus 2011 di Laboratorium Lapang (Kandang B) Bagian Unggas, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Tabel 3. Komposisi Nutrisi Ransum Komersial.

MATERI DAN METODE. Tabel 3. Komposisi Nutrisi Ransum Komersial. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di CV. Mitra Mandiri Sejahtera Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Jarak lokasi kandang penelitian dari tempat pemukiman

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN FEED ADDITIVE RI.1 DAN JENIS PAKAN YANG BERBEDA TERHADAP PENAMPILAN AYAM BROILER SKRIPSI ATA RIFQI

PENGARUH PEMBERIAN FEED ADDITIVE RI.1 DAN JENIS PAKAN YANG BERBEDA TERHADAP PENAMPILAN AYAM BROILER SKRIPSI ATA RIFQI PENGARUH PEMBERIAN FEED ADDITIVE RI.1 DAN JENIS PAKAN YANG BERBEDA TERHADAP PENAMPILAN AYAM BROILER SKRIPSI ATA RIFQI PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Nutrien

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Nutrien HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Hasil analisa proksimat digunakan sebagai acuan dalam menentukan kualitas nutrien bahan pakan dan dalam menghitung komponen nutrien karena kualitas nutrien bahan

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PEMBERIAN TEPUNG KENCUR

EFEKTIVITAS PEMBERIAN TEPUNG KENCUR EFEKTIVITAS PEMBERIAN TEPUNG KENCUR (Kaempferia galanga Linn) PADA RANSUM AYAM BROILER RENDAH ENERGI DAN PROTEIN TERHADAP PERFORMAN AYAM BROILER, KADAR KOLESTROL, PERSENTASE HATI DAN BURSA FABRISIUS SKRIPSI

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum di dalam Kandang Rataan temperatur dan kelembaban di dalam kandang selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rataan Suhu dan Kelembaban Relatif Kandang Selama

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking TINJAUAN PUSTAKA Itik Peking Itik peking adalah itik yang berasal dari daerah China. Setelah mengalami perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking dapat dipelihara

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh penggunaan ampas kecap dalam ransum

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh penggunaan ampas kecap dalam ransum BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian tentang pengaruh penggunaan ampas kecap dalam ransum sebagai substitusi bungkil kedelai terhadap konsumsi pakan, pertambahan bobot

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sekitar 60% biaya produksi berasal dari pakan. Salah satu upaya untuk menekan

I. PENDAHULUAN. sekitar 60% biaya produksi berasal dari pakan. Salah satu upaya untuk menekan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pakan merupakan faktor utama penentu keberhasilan usaha peternakan, karena sekitar 60% biaya produksi berasal dari pakan. Salah satu upaya untuk menekan biaya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Daging unggas adalah salah jenis produk peternakan yang cukup disukai. Harga yang relatif terjangkau membuat masyarakat atau

PENDAHULUAN. Daging unggas adalah salah jenis produk peternakan yang cukup disukai. Harga yang relatif terjangkau membuat masyarakat atau I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Daging unggas adalah salah jenis produk peternakan yang cukup disukai oleh masyarakat. Harga yang relatif terjangkau membuat masyarakat atau konsumen lebih banyak memilih

Lebih terperinci

Kombinasi Pemberian Starbio dan EM-4 Melalui Pakan dan Air Minum terhadap Performan Itik Lokal Umur 1-6 Minggu

Kombinasi Pemberian Starbio dan EM-4 Melalui Pakan dan Air Minum terhadap Performan Itik Lokal Umur 1-6 Minggu Kombinasi Pemberian Starbio dan EM-4 Melalui Pakan dan Air Minum terhadap Performan Itik Lokal Umur 1-6 Minggu Riswandi 1), Sofia Sandi 1) dan Fitra Yosi 1) 1) Program Studi Peternakan, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia berasal dari Kecamatan Mojosari Kabupaten Mojokerto Propinsi Jawa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia berasal dari Kecamatan Mojosari Kabupaten Mojokerto Propinsi Jawa 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Mojosari Itik Mojosari merupakan salah satu jenis itik lokal yang cukup populer di Indonesia berasal dari Kecamatan Mojosari Kabupaten Mojokerto Propinsi Jawa Timur

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah kota pada umumnya didominasi oleh sampah organik ± 70% sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah kota pada umumnya didominasi oleh sampah organik ± 70% sebagai 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Limbah Sayuran Limbah kota pada umumnya didominasi oleh sampah organik ± 70% sebagai konsekuensi logis dari aktivitas serta pemenuhan kebutuhan penduduk kota. Berdasarkan sumber

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2010, bertempat di kandang C Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Limbah Ikan Bandeng (Chanos

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Limbah Ikan Bandeng (Chanos BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Limbah Ikan Bandeng (Chanos chanos Forsk) dalam Ransum sebagai Subtitusi Tepung Ikan Terhadap Konsumsi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Bahan dan Alat

METODE PENELITIAN. Bahan dan Alat 36 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan selama 6 bulan yaitu mulai 8 Maret sampai 21 Agustus 2007 di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. jenis sentul dengan umur 1 hari (day old chick) yang diperoleh dari Balai

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. jenis sentul dengan umur 1 hari (day old chick) yang diperoleh dari Balai 21 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Bahan dan Alat Percobaan 3.1.1. Ternak Percobaan Ternak yang digunakan dalam penelitian sebanyak 125 ekor ayam kampung jenis sentul dengan umur 1 hari (day old chick)

Lebih terperinci

KAJIAN PENAMBAHAN TETES SEBAGAI ADITIF TERHADAP KUALITAS ORGANOLEPTIK DAN NUTRISI SILASE KULIT PISANG

KAJIAN PENAMBAHAN TETES SEBAGAI ADITIF TERHADAP KUALITAS ORGANOLEPTIK DAN NUTRISI SILASE KULIT PISANG KAJIAN PENAMBAHAN TETES SEBAGAI ADITIF TERHADAP KUALITAS ORGANOLEPTIK DAN NUTRISI SILASE KULIT PISANG (Study on Molasses as Additive at Organoleptic and Nutrition Quality of Banana Shell Silage) S. Sumarsih,

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. kelompok perlakuan dan setiap kelompok diulang sebanyak 5 kali sehingga setiap

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. kelompok perlakuan dan setiap kelompok diulang sebanyak 5 kali sehingga setiap 16 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 3.1.1 Ternak Percobaan Ternak yang digunakan dalam percobaan adalah DOC ayam sentul sebanyak 100 ekor, yang dipelihara sampai umur 10 minggu. Ayam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh penggunaan ampas kecap sebagai subsitusi

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh penggunaan ampas kecap sebagai subsitusi BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian tentang pengaruh penggunaan ampas kecap sebagai subsitusi bungkil kedelai dalam ransum terhadap persentase karkas, kadar lemak daging,

Lebih terperinci

SUPLEMENTASI GINSENG LIAR (Wild ginseng) PADA RANSUM TERHADAP PERTUMBUHAN MENCIT (Mus musculus)

SUPLEMENTASI GINSENG LIAR (Wild ginseng) PADA RANSUM TERHADAP PERTUMBUHAN MENCIT (Mus musculus) SUPLEMENTASI GINSENG LIAR (Wild ginseng) PADA RANSUM TERHADAP PERTUMBUHAN MENCIT (Mus musculus) SKRIPSI SRINOLA YANDIANA PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Bahan Bahan yang digunakan untuk produksi biomineral yaitu cairan rumen dari sapi potong, HCl 1M, dan aquadest.

MATERI DAN METODE. Bahan Bahan yang digunakan untuk produksi biomineral yaitu cairan rumen dari sapi potong, HCl 1M, dan aquadest. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret-Mei 2008. Pembuatan biomineral dilakukan di Laboratorium Biokimia, Fisiologi dan Mikrobiologi Nutrisi, sedangkan pemeliharaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging ayam merupakan salah satu daging yang memegang peranan cukup penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat, karena banyak mengandung protein dan zat-zat

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. protein berbeda pada ayam lokal persilangan selama 2 10 minggu dilaksanakan

BAB III MATERI DAN METODE. protein berbeda pada ayam lokal persilangan selama 2 10 minggu dilaksanakan 16 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang pemberian pakan menggunakan bahan pakan sumber protein berbeda pada ayam lokal persilangan selama 2 10 minggu dilaksanakan pada bulan November 2016 sampai

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei hingga September 2010. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapangan Blok B, Ilmu Produksi Ternak Unggas, Fakultas

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2011 sampai dengan bulan Januari 2012 di Desa Situ Udik, Kecamatan Cibungbulang untuk proses pembuatan silase daun singkong,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan selama 5 bulan. Pemeliharaan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilakukan di Farm dan Laboratorium Fakultas Peternakan Universitas Jambi, pada tanggal 28 September sampai tanggal 28 November 2016.

Lebih terperinci

PENAMPILAN ANAK ITIK YANG DIPELIHARA BERDASARKAN KELOMPOK BOBOT TETAS KECIL, BESAR DAN CAMPURAN SKRIPSI KOMARUDIN

PENAMPILAN ANAK ITIK YANG DIPELIHARA BERDASARKAN KELOMPOK BOBOT TETAS KECIL, BESAR DAN CAMPURAN SKRIPSI KOMARUDIN PENAMPILAN ANAK ITIK YANG DIPELIHARA BERDASARKAN KELOMPOK BOBOT TETAS KECIL, BESAR DAN CAMPURAN SKRIPSI KOMARUDIN PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Kabupaten Bogor. Pada umur 0-14 hari ayam diberi ransum yang sama yaitu

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Kabupaten Bogor. Pada umur 0-14 hari ayam diberi ransum yang sama yaitu III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 3.1.1 Ternak Percobaan Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah DOC ayam Sentul sebanyak 100 ekor yang diperoleh dari Peternakan Warso Unggul

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pakan Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pakan Penelitian Kandungan Nutrisi Pakan HASIL DAN PEMBAHASAN Pakan Penelitian Kandungan nutrisi pakan tergantung pada bahan pakan yang digunakan dalam pakan tersebut. Kandungan nutrisi pakan penelitian dari analisis proksimat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian Suhu dan Kelembaban HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Suhu dalam kandang saat penelitian berlangsung berkisar antara 26,9-30,2 o C. Pagi 26,9 o C, siang 30,2 o C, dan sore 29,5 o C. Kelembaban

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli sampai Agustus 2010. Pemeliharaan ayam bertempat di Laboratorium Lapang Ilmu Nutrisi Unggas sedangkan analisis organ dalam

Lebih terperinci

THE INFLUENCES OF CAGE DENSITY ON THE PERFORMANCE OF HYBRID AND MOJOSARI DUCK IN STARTER PERIOD

THE INFLUENCES OF CAGE DENSITY ON THE PERFORMANCE OF HYBRID AND MOJOSARI DUCK IN STARTER PERIOD THE INFLUENCES OF CAGE DENSITY ON THE PERFORMANCE OF HYBRID AND MOJOSARI DUCK IN STARTER PERIOD Pinky R. P 1), E. Sudjarwo 2), and Achmanu 2) 1) Student of Animal Husbandry Faculty, University of Brawijaya

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 6 minggu dari 12 September 2014 sampai

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 6 minggu dari 12 September 2014 sampai III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 6 minggu dari 12 September 2014 sampai dengan 20 Oktober 2014 di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak, Jurusan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Kadar Kolesterol, Trigliserida, HDL dan LDL

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Kadar Kolesterol, Trigliserida, HDL dan LDL 6 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Kadar Kolesterol, Trigliserida, HDL dan LDL Darah Itik Peking yang Diberi Tepung Temu Hitam dilaksanakan 31 Desember 2015 s.d 1 Februari 2016 di Fakultas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Limbah Sayuran Menurut Peraturan Pemerintah No. 18/1999 Jo PP 85/1999, limbah didefinisikan sebagai buangan dari suatu usaha atau kegiatan manusia. Salah satu limbah yang banyak

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat. Materi

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat. Materi METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga Mei 2011. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Kandang C, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 4. Kelinci Peranakan New Zealand White Jantan Sumber : Dokumentasi penelitian (2011)

MATERI DAN METODE. Gambar 4. Kelinci Peranakan New Zealand White Jantan Sumber : Dokumentasi penelitian (2011) MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Ternak Ruminansia Kecil (Kandang B), Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. energi metabolis dilakukan pada bulan Juli Agustus 2012 di Laboratorium Ilmu

BAB III METODE PENELITIAN. energi metabolis dilakukan pada bulan Juli Agustus 2012 di Laboratorium Ilmu 28 BAB III METODE PENELITIAN Penelitian tentang pengaruh penambahan level protein dan probiotik pada ransum itik magelang jantan periode grower terhadap kecernaan lemak kasar dan energi metabolis dilakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan peningkatan permintaan daging kambing, peternak harus

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan peningkatan permintaan daging kambing, peternak harus I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Seiring dengan peningkatan permintaan daging kambing, peternak harus memikirkan ketersediaan pakan. Pakan merupakan komponen biaya terbesar dalam pemeliharaan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH PASAR SEBAGAI PAKAN RUMINANSIA SAPI DAN KAMBING DI DKI JAKARTA

PEMANFAATAN LIMBAH PASAR SEBAGAI PAKAN RUMINANSIA SAPI DAN KAMBING DI DKI JAKARTA PEMANFAATAN LIMBAH PASAR SEBAGAI PAKAN RUMINANSIA SAPI DAN KAMBING DI DKI JAKARTA DKI Jakarta merupakan wilayah terpadat penduduknya di Indonesia dengan kepadatan penduduk mencapai 13,7 ribu/km2 pada tahun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Negara China, Amerika maupun Australia. Itik Peking merupakan itik yang dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Negara China, Amerika maupun Australia. Itik Peking merupakan itik yang dapat 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Peking Itik Peking dikategorikan sebagai tipe pedaging yang paling disukai baik di Negara China, Amerika maupun Australia. Itik Peking merupakan itik yang dapat dibudidayakan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai pengaruh frekuensi dan periode pemberian pakan

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai pengaruh frekuensi dan periode pemberian pakan 10 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian mengenai pengaruh frekuensi dan periode pemberian pakan terhadap potongan komersial karkas ayam buras super (persilangan ayam Bangkok dengan ayam ras petelur Lohman)

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Jln. Prof. Dr. A Sofyan No.3 Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian. Penelitian ini berlangsung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Lokal Domba pada umumnya dipelihara sebagai penghasil daging (Edey, 1983). Domba Lokal yang terdapat di Indonesia adalah Domba Ekor Tipis, Priangan dan Domba Ekor Gemuk.

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang pengaruh penggunaan tepung daun katuk (Sauropus

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang pengaruh penggunaan tepung daun katuk (Sauropus 18 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang pengaruh penggunaan tepung daun katuk (Sauropus androgynus) dalam ransum terhadap persentase potongan komersial karkas, kulit dan meat bone ratio dilaksanakan

Lebih terperinci

MATERI. Lokasi dan Waktu

MATERI. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembuatan pelet ransum komplit

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penyusunan ransum bertempat di Laboratorium Industri Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan. Pembuatan pakan bertempat di Indofeed. Pemeliharaan kelinci dilakukan

Lebih terperinci

PENGARUH DOSIS EM-4 (EFFECTIVE MICROORGANISMS-4) DALAM AIR MINUM TERHADAP BERAT BADAN AYAM BURAS

PENGARUH DOSIS EM-4 (EFFECTIVE MICROORGANISMS-4) DALAM AIR MINUM TERHADAP BERAT BADAN AYAM BURAS PENGARUH DOSIS EM-4 (EFFECTIVE MICROORGANISMS-4) DALAM AIR MINUM TERHADAP BERAT BADAN AYAM BURAS EFFECT OF EM-4 (EFFECTIVE MICROORGANISMS-4) DOSAGE ADDED IN DRINKING WATER ON BODY WEIGHT OF LOCAL CHICKEN

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan dengan melakukan persiapan dan pembuatan ransum di Laboratorium Industri Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembuatan pellet dilakukan

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. hidup sampai penelitian berakhir adalah 13 ekor jantan dan 10 ekor betina Itik

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. hidup sampai penelitian berakhir adalah 13 ekor jantan dan 10 ekor betina Itik III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Bahan dan Alat Penelitian 3.1.1. Bahan Penelitian Penelitian menggunakan 30 ekor Itik Rambon dengan jumlah ternak yang hidup sampai penelitian berakhir adalah 13 ekor

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan menjadi salah satu faktor penentu dalam usaha peternakan, baik terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan tercapai bila mendapat

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Sumber : Label Pakan BR-611 PT. Charoen Pokphand Indonesia.

MATERI DAN METODE. Sumber : Label Pakan BR-611 PT. Charoen Pokphand Indonesia. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di CV Mitra Sejahtera Mandiri, Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor. Penelitian dilaksanakan selama lima minggu yang dimulai dari

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. hijau terhadap bobot relatif dan panjang organ pencernaan itik Magelang jantan

BAB III MATERI DAN METODE. hijau terhadap bobot relatif dan panjang organ pencernaan itik Magelang jantan 13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang pengaruh penggunaan tepung limbah kecambah kacang hijau terhadap bobot relatif dan panjang organ pencernaan itik Magelang jantan dilaksanakan pada tanggal

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Probiotik

TINJAUAN PUSTAKA Probiotik TINJAUAN PUSTAKA Probiotik Probiotik sebagai pakan tambahan berupa mikroorganisme yang mempunyai pengaruh menguntungkan untuk induk semangnya melalui peningkatan keseimbangan mikroorganisme usus (Fuller,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 1. Ternak Domba yang Digunakan

MATERI DAN METODE. Gambar 1. Ternak Domba yang Digunakan MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. periode starter terhadap performans pada Ayam Kedu Hitam umur 0-10 Minggu.

BAB III MATERI DAN METODE. periode starter terhadap performans pada Ayam Kedu Hitam umur 0-10 Minggu. BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang pengaruh lama periode brooding dan level protein ransum periode starter terhadap performans pada Ayam Kedu Hitam umur 0-10 Minggu. Penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan di Kandang B, Laboratorium Biologi Hewan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Laboratorium Terpadu Departemen Ilmu Nutrisi

Lebih terperinci

Performans Pertumbuhan Itik Talang Benih Jantan dan Betina yang Dipelihara secara Intensif

Performans Pertumbuhan Itik Talang Benih Jantan dan Betina yang Dipelihara secara Intensif Performans Pertumbuhan Itik Talang Benih Jantan dan Betina yang Dipelihara secara Intensif Performance of Male and Female Talang Benih Duck Growth Reared Intensively Kususiyah dan Desia Kaharuddin Jurusan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di kandang Fapet Farm dan analisis proksimat bahan pakan dan pemeriksaan darah dilaksanakan di Laboratorium Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan pakan, yang mana ketersedian pakan khususnya untuk unggas harganya dipasaran sering

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Pengaruh Penggunaan Gathot (Ketela

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Pengaruh Penggunaan Gathot (Ketela 14 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Pengaruh Penggunaan Gathot (Ketela Terfermentasi) dalam Ransum terhadap Kadar Serum Glutamat Oksaloasetat Transaminase (SGOT) dan Serum Glutamat Piruvat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kendala pada peternak disebabkan mahalnya harga bahan baku, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kendala pada peternak disebabkan mahalnya harga bahan baku, sehingga 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan usaha ternak ayam sangat ditentukan oleh penyediaan pakan yang memadai baik kuantitas maupun kualitas, karena pakan merupakan unsur utama dalam pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jumlah pasar tradisional yang cukup banyak menjadikan salah satu pendukung

I. PENDAHULUAN. Jumlah pasar tradisional yang cukup banyak menjadikan salah satu pendukung I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Jumlah pasar tradisional yang cukup banyak menjadikan salah satu pendukung tersedianya sampah khususnya sampah organik. Sampah organik yang berpeluang digunakan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang pemanfaatan tepung olahan biji alpukat sebagai

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang pemanfaatan tepung olahan biji alpukat sebagai 19 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang pemanfaatan tepung olahan biji alpukat sebagai subtitusi jagung dalam ransum terhadap kecernaan PK, SK dan laju digesta ayam broiler dilaksanakan pada tanggal

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Pengaruh PenambahanProbiotik Rhizopus oryzae

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Pengaruh PenambahanProbiotik Rhizopus oryzae 15 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang Pengaruh PenambahanProbiotik Rhizopus oryzae Dalam Ransum Terhadap Populasi Mikroba, Panjang serta Bobot Relatif Seka Ayam Kampung dilaksanakan pada bulan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. selatan kota Gorontalo. Penelitian berlangsung selama dua bulan mulai dari bulan

BAB III METODE PENELITIAN. selatan kota Gorontalo. Penelitian berlangsung selama dua bulan mulai dari bulan BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilaksanakan di Kelurahan Limba B Kecamatan Kota selatan kota Gorontalo. Penelitian berlangsung selama dua bulan mulai dari bulan November

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Analisis proksimat dilakukan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak

BAB III METODE PENELITIAN Analisis proksimat dilakukan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kandang peternakan ayam broiler Desa Ploso Kecamatan Selopuro Kabupaten Blitar pada bulan Februari sampai Mei 2014.

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan November sampai Desember 2013 di

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan November sampai Desember 2013 di 12 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan November sampai Desember 2013 di kandang penelitian Fakultas Peternakan Universitas Darul Ulum Islamic Center Sudirman GUPPI (UNDARIS) Ungaran,

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS ULAT TEPUNG (Tenebrio molitor L.) PADA FASE LARVA DENGAN MEDIA MENGANDUNG ONGGOK SKRIPSI ACHMAD RIZAL

PRODUKTIVITAS ULAT TEPUNG (Tenebrio molitor L.) PADA FASE LARVA DENGAN MEDIA MENGANDUNG ONGGOK SKRIPSI ACHMAD RIZAL PRODUKTIVITAS ULAT TEPUNG (Tenebrio molitor L.) PADA FASE LARVA DENGAN MEDIA MENGANDUNG ONGGOK SKRIPSI ACHMAD RIZAL PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan masyarakat. Saat ini, perunggasan merupakan subsektor peternakan

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan masyarakat. Saat ini, perunggasan merupakan subsektor peternakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan merupakan penyuplai kebutuhan daging terbesar bagi kebutuhan masyarakat. Saat ini, perunggasan merupakan subsektor peternakan yang sedang mengalami peningkatan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Penggunaan Tepung Daun Mengkudu (Morinda

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Penggunaan Tepung Daun Mengkudu (Morinda 13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang Penggunaan Tepung Daun Mengkudu (Morinda citrifolia) Fermentasi terhadap Penggunaan Protein pada Ayam Kampung Super dilaksanakan pada tanggal 18 November

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG DAUN KATUK (Sauropus androgynus (L.) Merr.) DALAM RANSUM TERHADAP KUALITAS TELUR ITIK LOKAL SKRIPSI LILI SURYANINGSIH

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG DAUN KATUK (Sauropus androgynus (L.) Merr.) DALAM RANSUM TERHADAP KUALITAS TELUR ITIK LOKAL SKRIPSI LILI SURYANINGSIH PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG DAUN KATUK (Sauropus androgynus (L.) Merr.) DALAM RANSUM TERHADAP KUALITAS TELUR ITIK LOKAL SKRIPSI LILI SURYANINGSIH PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan Juli - Agustus 2012 di Desa. Alam Panjang Kecamatan Rumbio Jaya Kabupaten Kampar.

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan Juli - Agustus 2012 di Desa. Alam Panjang Kecamatan Rumbio Jaya Kabupaten Kampar. III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan Juli - Agustus 2012 di Desa Alam Panjang Kecamatan Rumbio Jaya Kabupaten Kampar. 3.2. Bahan dan Alat Anak ayam

Lebih terperinci

1. Jenis-jenis Sapi Potong. Beberapa jenis sapi yang digunakan untuk bakalan dalam usaha penggemukan sapi potong di Indonesia adalah :

1. Jenis-jenis Sapi Potong. Beberapa jenis sapi yang digunakan untuk bakalan dalam usaha penggemukan sapi potong di Indonesia adalah : BUDIDAYA SAPI POTONG I. Pendahuluan. Usaha peternakan sapi potong mayoritas masih dengan pola tradisional dan skala usaha sambilan. Hal ini disebabkan oleh besarnya investasi jika dilakukan secara besar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Tanaman Singkong Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang cukup potensial di Indonesia selain padi dan jagung. Tanaman singkong termasuk

Lebih terperinci

SKRIPSI BUHARI MUSLIM

SKRIPSI BUHARI MUSLIM KECERNAAN ENERGI DAN ENERGI TERMETABOLIS RANSUM BIOMASSA UBI JALAR DENGAN SUPLEMENTASI UREA ATAU DL-METHIONIN PADA KELINCI JANTAN PERSILANGAN LEPAS SAPIH SKRIPSI BUHARI MUSLIM PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Boer Jawa (Borja) Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan antara kambing Afrika lokal tipe kaki panjang dengan kambing yang berasal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012) menunjukkan bahwa konsumsi telur burung

I. PENDAHULUAN. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012) menunjukkan bahwa konsumsi telur burung I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ternak puyuh mempunyai potensi yang tinggi untuk dikembangkan baik sebagai penghasil telur maupun penghasil daging. Menurut Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012)

Lebih terperinci

Petunjuk Praktis Manajemen Pengelolaan Limbah Pertanian untuk Pakan Ternak sapi

Petunjuk Praktis Manajemen Pengelolaan Limbah Pertanian untuk Pakan Ternak sapi Manajemen Pengelolaan Limbah Pertanian untuk Pakan Ternak sapi i PETUNJUK PRAKTIS MANAJEMEN PENGELOLAAN LIMBAH PERTANIAN UNTUK PAKAN TERNAK SAPI Penyusun: Nurul Agustini Penyunting: Tanda Sahat Panjaitan

Lebih terperinci

SUBTITUSI DEDAK PADI DENGAN LIMBAH RESTORAN TERHADAP SIFAT FISIK DAN KIMIA RANSUM AYAM BROILER SKRIPSI ALBERTUS RANDY SOEWARNO

SUBTITUSI DEDAK PADI DENGAN LIMBAH RESTORAN TERHADAP SIFAT FISIK DAN KIMIA RANSUM AYAM BROILER SKRIPSI ALBERTUS RANDY SOEWARNO SUBTITUSI DEDAK PADI DENGAN LIMBAH RESTORAN TERHADAP SIFAT FISIK DAN KIMIA RANSUM AYAM BROILER SKRIPSI ALBERTUS RANDY SOEWARNO PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

I. MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan April sampai dengan Mei 2015 di

I. MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan April sampai dengan Mei 2015 di I. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilakukan pada bulan April sampai dengan Mei 2015 di Kandang Percobaan Laboratorium UIN Agriculture Research and Development Station (UARDS)

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. adalah Day Old Duck (DOD) hasil pembibitan generasi ke-3 sebanyak 9 ekor itik

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. adalah Day Old Duck (DOD) hasil pembibitan generasi ke-3 sebanyak 9 ekor itik III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Objek Penelitian 3.1.1 Ternak Percobaan Itik Rambon dan Cihateup yang digunakan sebagai bahan penelitian adalah Day Old Duck (DOD) hasil pembibitan generasi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 2. Contoh Domba Penelitian

MATERI DAN METODE. Gambar 2. Contoh Domba Penelitian MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang diamati dalam penelitian ini adalah ayam broiler strain cobb

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang diamati dalam penelitian ini adalah ayam broiler strain cobb 16 III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1. Objek Penelitian 3.1.1 Ternak Percobaan Ternak yang diamati dalam penelitian ini adalah ayam broiler strain cobb 398 mulai fase starter sampai finisher (1-35 hari)

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ternak Domba Garut merupakan ternak ruminansia kecil yang banyak dipelihara oleh masyarakat, karena pemeliharaannya yang tidak begitu sulit, dan sudah turun temurun dipelihara

Lebih terperinci

METODE. Materi 10,76 12,09 3,19 20,90 53,16

METODE. Materi 10,76 12,09 3,19 20,90 53,16 METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Pemeliharaan ternak percobaan dilakukan dari bulan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan hewan ternak perah lainnya. Keunggulan yang dimiliki sapi perah tersebut membuat banyak pengusaha-pengusaha

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 10. Hasil Pengamatan Karakteristik Fisik Silase Ransum komplit

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 10. Hasil Pengamatan Karakteristik Fisik Silase Ransum komplit HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Silase Ransum Komplit Karakteristik fisik silase diamati setelah silase dibuka. Parameter yang dilihat pada pengamatan ini, antara lain: warna, aroma silase, tekstur

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. starter sampai finisher (1-35 hari) sebanyak 100 ekor dan koefisien variasi kurang

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. starter sampai finisher (1-35 hari) sebanyak 100 ekor dan koefisien variasi kurang III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 3.1.1 Ternak Percobaan Ternak yang diamati dalam penelitian ini adalah ayam broiler mulai fase starter sampai finisher (1-35 hari) sebanyak 100 ekor

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. 10 minggu dilaksanakan pada bulan November 2016 Januari 2017 di kandang

BAB III MATERI DAN METODE. 10 minggu dilaksanakan pada bulan November 2016 Januari 2017 di kandang 20 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang pengaruh pemberian pakan dengan bahan pakan sumber protein yang berbeda terhadap performans ayam lokal persilangan pada umur 2 10 minggu dilaksanakan pada

Lebih terperinci