KUALITAS GELATIN TIPE A DENGAN BAHAN BAKU TULANG PAHA AYAM BROILER PADA LAMA EKSTRAKSI YANG BERBEDA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KUALITAS GELATIN TIPE A DENGAN BAHAN BAKU TULANG PAHA AYAM BROILER PADA LAMA EKSTRAKSI YANG BERBEDA"

Transkripsi

1 KUALITAS GELATIN TIPE A DENGAN BAHAN BAKU TULANG PAHA AYAM BROILER PADA LAMA EKSTRAKSI YANG BERBEDA SKRIPSI HERRY KURNIADI DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

2 RINGKASAN HERRY KURNIADI Kualitas Gelatin Tipe A dengan Bahan Baku Tulang Paha Ayam Broiler pada Lama Ekstraksi yang Berbeda. Skripsi. Mayor Teknologi Produksi Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Tuti Suryati, S.Pt.,M.Si. Pembimbing Anggota : Ir. B. N. Polii, S.U. Gelatin merupakan bahan penting dalam industri farmasi, pangan, dan fotografi. Hingga saat ini Indonesia masih melakukan impor 100% untuk memenuhi kebutuhan gelatin dalam negeri. Bahan baku yang digunakan mayoritas adalah kulit babi (46%), disusul oleh kulit sapi (28%), dan tulang sapi (24%). Status haram pada produk berbahan dasar babi dan kasus zoonosis sapi gila di negara-negara produsen gelatin (Eropa dan Amerika) menjadi masalah besar di tengah kebutuhan gelatin yang terus meningkat. Tingginya kebutuhan akan gelatin yang halal dan sehat di Indonesia dapat dipenuhi bila tulang paha ayam dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku. Industri daging ayam olahan beku sama sekali tidak memanfaatkan tulang paha ayam sehingga penggunaannya sebagai bahan baku gelatin juga akan memberi nilai tambah pada limbah tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji potensi tulang paha ayam broiler sebagai bahan baku gelatin tipe A, dan difokuskan untuk melihat pengaruh lama ekstraksi terhadap kualitas gelatin yang dihasilkan. Peubah yang digunakan untuk menilai kualitas gelatin dalam penelitian ini adalah rendemen, nilai ph, kadar air, kadar abu, viskositas, dan kekuatan gel. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan alternatif bahan baku dalam memenuhi kebutuhan Indonesia akan gelatin yang halal dan sehat. Penelitian dilakukan di Laboratorium Pengolahan Limbah Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Fakultas Peternakan IPB. Prosedur pembuatan gelatin dalam penelitian ini terdiri atas : penyiapan bahan baku, degreasing, pengecilan ukuran, demineralisasi, liming, ekstraksi, penyaringan, pemekatan, pengeringan, dan penepungan. Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) yang menggunakan dua taraf perlakuan lama ekstraksi, yaitu 6 jam (rentang waktu 2 jam per tahap ekstraksi) dan 12 jam (rentang waktu 4 jam per tahap ekstraksi). Ulangan dalam penelitian ini dilakukan lima kali. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis ragam (ANOVA). Gelatin yang dihasilkan pada penelitian ini memiliki rendemen 2,52-7,10%, nilai ph 4,60-5,98, kadar air 8,12-16,22%, kadar abu 0,33-2,57%, viskositas 0,12-3,12, dan kekuatan gel 487, ,46 gram/cm². Berdasarkan nilai rendemen, potensi tulang paha ayam broiler sebagai bahan baku gelatin relatif rendah. Lama ekstraksi berpengaruh nyata terhadap kualitas gelatin yang dihasilkan, terutama nilai ph, kadar air, kadar abu, viskositas, dan kekuatan gel. Kualitas gelatin hasil ekstraksi 12 jam lebih baik dibandingkan hasil ekstraksi 6 jam. Ekstraksi gelatin selama 6 jam tidak direkomendasikan. Kata kunci : kualitas gelatin, tulang paha ayam, proses asam i

3 ABSTRACT The Quality of Type A Gelatine from Chicken Leg Bone as the Raw Material with Different Extraction Time Kurniadi, H., T. Suryati, and B. N. Polii Gelatin is one of the important ingredients in the pharmaceutical, food, and photography industry. Until now, Indonesia is a full importer of gelatine. Raw materials are majority from pig skin (46%), followed by beef cattle skin (28%), and beef cattle bones (24%). Unlawful status in the product-based pig and mad cow case are the big problems for the industries today. High demand of halal and healthy gelatine in Indonesia can be solved with alternative raw materials. This research purpose was to examine the potential of chicken leg bone as raw material for A type gelatine, and focused to know the influence of extraction time on the quality of gelatine. The parameters to assess the quality of gelatin are yield, ph value, water content, ash content, viscosity, and gel strength. This research was conducted in the Waste Processing Laboratory, Department of Animal Production and Technology, Faculty of Animal Science IPB. The procedure in this research consists of : preparation of raw materials, degreasing, size diminution, demineralization, liming, extraction, filtering, congealment, drying, and powdering. Experimental design of this research used complete random design (RAL), which use two-stage extraction treatment duration, 6 hours (2 hours per phase extraction) and 12 hours (4 hour time period per phase extraction). Replication in the research is conducted five times. The data was analyzed by using analysis of variance (ANOVA). Gelatine produced in this research had yield 2,52-7,10%, ph value 4,60-5,98, water content 8,12-16,22%, ash content 0,33-2,57%, viscosity 0,12-3,12, and gel strength 487, ,46 grams/cm². Chicken leg bone has low potential as raw material of gelatine. Extraction time was significant influence to the quality of gelatine. The quality of gelatine of 12 hours extraction was better than 6 hours, particularly in terms of yield, water content, viscosity, and gel strength. Apparently, the potential of chicken leg bones as raw material of gelatine was lower than chicken cartilage bones. Keywords: quality of gelatine, chicken leg bone, acid treatment ii

4 KUALITAS GELATIN TIPE A DENGAN BAHAN BAKU TULANG PAHA AYAM BROILER PADA LAMA EKSTRAKSI YANG BERBEDA HERRY KURNIADI D Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 iii

5 KUALITAS GELATIN TIPE A DENGAN BAHAN BAKU TULANG PAHA AYAM BROILER PADA LAMA EKSTRAKSI YANG BERBEDA Oleh HERRY KURNIADI D Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 3 Juli 2009 Pembimbing Utama Pembimbing Anggota Tuti Suryati, S.Pt., M.Si. Ir. B. N. Polii, S.U. Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor Ketua Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Luki Abdullah, M.Agr.Sc. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc. iv

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 11 Oktober 1987 di Kota Padang, Sumatra Barat. Penulis adalah anak ketiga dari tiga bersaudara pasangan Bapak Hirwandi Indratjahja dan Ibu Rosningsih Bestari. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Agnes Padang pada tahun Pendidikan menengah pertama diselesaikan di SMP Maria Padang pada tahun 2002, dan pendidikan menengah atas diselesaikan di SMA Don Bosco Padang pada tahun Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui program Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada tahun 2005, dan menempuh pendidikan mayor Teknologi Produksi Ternak di Departemen Ilmu produksi dan Teknologi Peternakan Fakultas Peternakan IPB. Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis menjadi Anggota Seksi Dana & Usaha Panitia Retret Mahasiswa Katolik IPB (2005), Koordinator Seksi Dana & Usaha Panitia Retret Mahasiswa Katolik IPB (2006), Ketua Divisi External Organisasi Pengurus Keluarga Mahasiswa Katolik (KMK) IPB Periode , Ketua Umum Panitia Perayaan Paskah Mahasiswa se-bogor (2006), dan anggota Tim Perevisi Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) KMK IPB. Penulis merupakan anggota Indonesia Marketing Community (IMC). Penulis pernah mengikuti beberapa kompetisi pemasaran, diantaranya sebagai runner-up II L oreal E-strat Challenge 2006 Asia-Pacific, finalis Yamaha Marketing Idea Competition 2007, dan semi-finalis Marketing Innovation Award Penulis juga tercatat sebagai anggota Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI). v

7 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Bapa di Surga atas berkat, kekuatan, dan kasih sayang-nya yang sempurna sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan karya ilmiah ini dan menuntaskan pendidikan sarjana di Institut Pertanian Bogor. Penulis juga mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada Bunda Maria yang senantiasa mendoakan penulis. Skripsi berjudul Kualitas Gelatin Tipe A dengan Bahan Baku Tulang Paha Ayam Broiler pada Lama Ekstraksi yang Berbeda ini merupakan karya ilmiah yang disusun untuk mencari alternatif bahan baku gelatin yang halal dan sehat di tengah peliknya permasalahan impor gelatin Indonesia. Hal ini didorong oleh pemikiran bahwa tulang paha ayam broiler belum dimanfaatkan secara efektif sehingga nilai gunanya menjadi relatif rendah. Penulis berusaha meningkatkan nilai guna dari tulang paha ayam broiler yang sebelumnya hanya diolah menjadi tepung tulang untuk pakan ternak, menjadi gelatin yang mampu memenuhi kebutuhan industri farmasi, terutama sebagai bahan baku kapsul. Karya ilmiah ini dapat dijadikan referensi sekaligus alternatif untuk mengembangkan industri gelatin di Indonesia. Penulis berharap, perlahan tapi pasti, Indonesia mampu mengurangi nilai impor gelatinnya, bahkan mampu menjadi negara eksportir gelatin halal di masa depan. Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari sempurna, namun penulis berharap semoga karya ini dapat bermanfaat bagi kalangan akademisi dan industri di tanah air. Bogor, Juli 2009 Penulis vi

8 DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN... i ABSTRACT... ii LEMBAR PERNYATAAN... iii LEMBAR PENGESAHAN... iv RIWAYAT HIDUP...v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR...x DAFTAR LAMPIRAN... xi PENDAHULUAN...1 Latar Belakang...1 Tujuan...2 TINJAUAN PUSTAKA...3 Tulang...3 Kolagen...4 Gelatin...4 Bahan Baku Gelatin...5 Zoonosis...7 Proses Asam dan Basa...7 Proses Pembuatan Gelatin Tipe A...8 Rumah Kaca...11 Prosedur Pembuatan Gelatin Tulang Ayam yang telah Dilakukan...12 METODE...14 Lokasi dan Waktu...14 Materi...14 Rancangan...14 Prosedur...17 HASIL DAN PEMBAHASAN...21 Rendemen...21 vii

9 Nilai ph...24 Kadar Air...26 Kadar Abu...27 Viskositas...28 Kekuatan Gel...29 Potensi sebagai Bahan Baku Gelatin...31 KESIMPULAN DAN SARAN...33 Kesimpulan...33 Saran...33 UCAPAN TERIMA KASIH...34 DAFTAR PUSTAKA...35 LAMPIRAN...37 viii

10 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Standar Mutu Gelatin Produksi Gelatin Dunia Tahun Produksi Gelatin Dunia Tahun Bahan Baku Gelatin Dunia dan Gelita Corporation Tahun Standar Mutu Gelatin pada Penelitian Rataan Nilai Setiap Peubah Kualitas Gelatin yang Diekstrak ix

11 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Hubungan antara Suhu Ekstraksi, Nilai ph, dan Kekuatan Gel Prosedur Pembuatan Gelatin dalam Penelitian Perbandingan Nilai ph Gelatin dari Tulang Paha Ayam Broiler dengan Lama Ekstraksi yang Berbeda Perbandingan Nilai Kekuatan Gel Gelatin dari Tulang Paha Ayam Broiler dengan Lama Ekstraksi yang Berbeda x

12 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Rendemen Gelatin dari Tulang Paha Ayam Broiler dengan Lama Ekstraksi yang Berbeda Analisis Ragam Rendemen Gelatin dari Tulang Paha Ayam Broiler dengan Lama Ekstraksi yang Berbeda Nilai ph Gelatin dari Tulang Paha Ayam Broiler dengan Lama Ekstraksi yang Berbeda Uji Kruskal-Wallis Nilai ph Gelatin dari Tulang Paha Ayam Broiler dengan Lama Ekstraksi yang Berbeda Kadar Air Gelatin dari Tulang Paha Ayam Broiler dengan Lama Ekstraksi yang Berbeda Analisis Ragam Kadar Air Gelatin dari Tulang Paha Ayam Broiler dengan Lama Ekstraksi yang Berbeda Kadar Abu Gelatin dari Tulang Paha Ayam Broiler dengan Lama Ekstraksi yang Berbeda Analisis Ragam Kadar Abu Gelatin dari Tulang Paha Ayam Broiler dengan Lama Ekstraksi yang Berbeda Nilai Viskositas Gelatin dari Tulang Paha Ayam Broiler dengan Lama Ekstraksi yang Berbeda Analisis Ragam Viskositas Gelatin dari Tulang Paha Ayam Broiler dengan Lama Ekstraksi yang Berbeda Nilai Kekuatan Gel Gelatin dari Tulang Paha Ayam Broiler dengan Lama Ekstraksi yang Berbeda Gelatin Hasil Ekstraksi 6 jam dan 12 jam Beberapa Peralatan yang Digunakan dalam Penelitian xi

13 PENDAHULUAN Latar Belakang Gelatin merupakan salah satu bahan penting dalam industri farmasi, pangan, dan fotografi. Industri di Indonesia secara berkesinambungan memanfaatkan gelatin sebagai bahan baku kapsul, coatings, plasma expanders, dan wound care (industri kesehatan), sebagai bahan tambahan pangan dalam pengolahan permen, jeli, daging, susu, es krim, dan minuman (industri pangan), serta sebagai bahan baku kertas cetak dan x-ray film (industri fotografi). Hingga saat ini Indonesia masih melakukan impor untuk memenuhi kebutuhan gelatin dalam negeri. Menurut data Badan Pusat Statistik (2007), pada tahun 2006 jumlah gelatin yang diimpor Indonesia adalah ton, dan angka itu diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan pertambahan penduduk dan meningkatnya kebutuhan akan gelatin. Gelita Group (2008) melaporkan bahwa bahan baku yang digunakan oleh para produsen gelatin dunia mayoritas adalah kulit babi (46%), disusul oleh kulit sapi (28%), tulang sapi (24%), dan bahan lainnya (2%). Status haram pada produk-produk berbahan dasar babi dan kasus zoonosis sapi gila di negara-negara produsen gelatin (Eropa dan Amerika) sama sekali tidak menurunkan permintaan pasar Indonesia terhadap gelatin impor. Hal ini terbukti dengan terus meningkatnya nilai impor gelatin Indonesia. Tingginya kebutuhan akan gelatin yang halal dan sehat di Indonesia dapat dipenuhi bila tulang paha ayam dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku. Menurut Septimus (1961), tulang ayam tersusun oleh komponen utama kalsium fosfat (57,35%), kolagen (33,3%), dan kalsium karbonat (3,85%). Persentase kolagen ini memang tidak sebanyak kulit sapi yang menurut Jones (1977) mencapai 89%, namun potensi tulang ayam cukup besar mengingat industri daging ayam olahan beku terus berkembang dan permintaan daging ayam boneless terus meningkat. Industri daging ayam olahan beku sama sekali tidak memanfaatkan tulang paha ayam sehingga dapat meningkatkan nilai ekonomis bila digunakan sebagai bahan baku gelatin, oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mengkaji potensi dan kualitas gelatin yang dihasilkan dari tulang paha ayam broiler. Metode pembuatan gelatin yang digunakan adalah metode asam dan menghasilkan gelatin tipe A. Metode asam lebih efektif dan efisien dalam produksi 1

14 gelatin di industri dibandingkan metode basa yang menghasilkan gelatin tipe B. Kualitas gelatin tipe A lebih tinggi dibandingkan gelatin tipe B, sehingga mayoritas permintaan gelatin di dunia adalah gelatin tipe A. Penelitian ini memodifikasi proses pembuatan gelatin dari tulang rawan ayam dan mengkombinasikannya dengan hasilhasil penelitian yang telah dilakukan, terutama dalam tahap demineralisasi, pembilasan NaOH, liming, dan tingkat ekstraksi. Lama ekstraksi merupakan salah satu faktor penting dalam proses pembuatan gelatin, namun hingga saat ini belum ditemukan informasi tentang pengaruh lama ekstraksi terhadap kualitas gelatin yang dihasilkan, oleh karena itu di samping mengkaji potensi tulang paha sebagai bahan baku gelatin, penelitian ini juga meneliti pengaruh lama ekstraksi terhadap kualitas gelatin yang dihasilkan. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam usaha pemenuhan kebutuhan Indonesia akan gelatin yang halal dan sehat. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh lama ekstraksi terhadap kualitas gelatin tipe A yang dihasilkan dengan menggunakan bahan baku tulang paha ayam broiler. Peubah yang digunakan untuk menilai kualitas gelatin dalam penelitian ini adalah rendemen, nilai ph, kadar air, kadar abu, viskositas, dan kekuatan gel. 2

15 TINJAUAN PUSTAKA Tulang Menurut Ward dan Court (1977), tulang merupakan salah satu tenunan pengikat. Tulang terdiri atas sel, serat-serat, dan bahan pengisi. Bahan pengisi pada tulang adalah protein dan garam-garam mineral seperti kalsium fosfat 58,3%, kalsium karbonat 1%, magnesium fosfat 2,1%, kalsium florida 1,9%, dan protein 30,6%. Menurut Septimus (1961), komposisi kimia tulang adalah gelatin 33,3%, kalsium karbonat 3,85%, kalsium fosfat 57,35%, magnesium fosfat 2,05%, dan sodium karbonat 3,45%. Menurut Smith et al. (1983), tulang adalah jaringat ikat yang besar, tersusun oleh protein organik, kolagen, dan mineral anorganik berupa hydroxyapatite, yang gabungannya memiliki peran dalam kegiatan mekanik dan mendukung terjadinya aktivitas tubuh. Berdasarkan jaringan kolagennya, tulang dapat dikelompokkan menjadi dua tipe, yaitu tulang kortikal dan tulang trabekular. Tubuh vertebrata terdiri atas dua jenis jaringan tulang, dimana 80% tulang terbentuk dari cortical bone atau tulang kortikal yang kuat dan padat, yang berfungsi untuk memberikan hampir semua kekuatannya pada rangka tubuh, sementara itu 20% lainnya terbentuk dari trabecular bone atau tulang trabekular, yang terbuat dari jaringan molekul halus yang mengelilingi sumsum tulang. Tulang trabekular terletak di bagian dalam dan bersentuhan langsung dengan sumsum tulang, sementara tulang kortikal berada di sekeliling tulang trabekular. Jumlah tulang kortikal dan trabekular berbeda pada setiap tulang dan bahkan di dalam tulang yang sama. Hampir semua tulang punggung terdiri atas tulang trabekular yang dikelilingi oleh tempurung kortikal tipis. Tulang panjang pada kaki dan lengan hampir semuanya terbentuk dari tulang kortikal, dengan tulang trabekular terpusat hanya pada bagian ujung tulang. Jaringan tulang dibentuk oleh kristal-kristal kecil kalsium dan fosfor yang melekat pada serat protein. Protein utama di dalam tulang adalah kolagen yang berperan menyediakan fleksibilitas (Kalbenutritionals, 2008). Hidroksiprolin merupakan kandungan spesifik dari kolagen (Poppe, 1992). Menurut Aerssens et al. (1998), tepung tulang kortikal ayam memiliki kandungan hidroksiprolin 23,6-27,3 µg/mg, sedangkan kandungan hidroksiprolin pada tepung 3

16 tulang kortikal sapi adalah 26,7-32,8 µg/mg. Total protein yang terdapat pada tepung tulang kortikal ayam 52,1-70,0 µg/mg, sedangkan pada tepung tulang kortikal sapi adalah 49,7-61,5 µg/mg. Kolagen Kolagen secara luas banyak ditemukan pada kulit, tendon, tulang rawan, dan tulang keras pada hewan. Kolagen menyusun hampir sepertiga total masa protein pada vertebrata. Kolagen merupakan protein paling berlimpah di dalam tubuh (Pearson dan Young, 1989). Jaringan kolagen tersusun atas fibril kolagen yang nampak seperti garis-garis melintang. Fibril ini terorganisasi sesuai dengan sistem biologis jaringan tersebut. Kolagen merupakan protein yang mengandung 35% glisin, 11% alanin, serta prolin yang cukup tinggi. Komposisi protein inilah yang menjadi dasar pada produksi gelatin (Lehninger, 1990) Transformasi kolagen menjadi gelatin melalui proses denaturasi kolagen. Proses denaturasi ini meliputi dua tahap, yaitu pemecahan tripel heliks, dan diikuti dengan pemecahan menjadi komponen rantai acak molekul gelatin yang lebih kecil. Proses ini terjadi karena pemanasan kolagen pada suhu di atas 40 C. Perubahan ini hanya melibatkan ikatan hidrogen dan ikatan hidrofobik yang membantu struktur heliks kolagen tetap stabil (Johns dan Courts, 1977). Gelatin Gelatin merupakan produk hasil hidrolisis parsial kolagen yang berasal dari tulang, kulit, dan jaringan ikat hewan. Gelatin mengandung protein yang sangat tinggi, tetapi rendah kadar lemaknya. Gelatin kering dengan kadar air 8%-12% mengandung protein sekitar 84%-86%, mineral 2%-4%, serta lemak dan vitamin hampir tidak ada (Carr et al., 1995). Menurut Schrieber dan Gareis (2007), gelatin mengandung berbagai jenis asam amino, yaitu 9,1% hidroksiprolin, 2,9% asam aspartat, 1,8% treonin, 3,5% serin, 4,8% asam glutamat, 13,2% prolin, 33% glisin, 11,2% alanin, 2,6% valin, 0,36% metionin, 1% isoleusin, 2,7% leusin, 0,26% tirosin, 1,4% penilalanin, 0,51% hidroksilisin, 3% lisin, 0,4% histidin, dan 4,9% arginin. Asam amino yang paling banyak dikandung gelatin adalah glisin, sementara asam amino yang paling sedikit adalah tirosin. Gelatin sama sekali tidak mengandung 4

17 triptofan. Gelatin dapat diolah lebih lanjut untuk menjadi sumber nutrisi asam amino. Berbagai pengalaman praktis telah menunjukkan bahwa banyak masalah yang dapat diselesaikan dengan memanfaatkan gelatin, diantaranya adalah : pengaturan peleburan minyak dan lemak dalam sistem emulsi yang berbeda, pencegahan kristalisasi ulang, pencegahan sineresis, peningkatan daya ikat lemak pada daging olahan dan pastry, pencegahan susut masak yang berlebihan pada emulsi daging, dan peningkatan daya ikat tepung dalam pembuatan tablet (Gelita Corporation, 2008). Standar mutu gelatin di Indonesia mengacu pada SNI No dan British Standard 757:1975. Standar mutu gelatin di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1. Kadar air maksimumnya adalah 16%, sementara kadar abu maksimumnya adalah 3,25%. Tabel 1. Standar Mutu Gelatin Karakteristik SNI No British Standard Warna Kadar air Kadar abu Kekuatan gel Viskositas ph - Maksimum 16% Maksimum 3,25% Kuning pucat Bloom 1,5-7 cp 4,5-6,5 Sumber : 1 ) Dewan Standardisasi Nasional (1995) 2 ) British Standard 757:1975 Bahan Baku Gelatin Schrieber dan Gareis (2007) menyatakan bahwa pada tahun 2005 dihasilkan tidak kurang dari ton gelatin di seluruh dunia. Penggunaan kulit babi sebagai bahan baku gelatin pada tahun 2005 di seluruh dunia mencapai 44,9% dari total gelatin yang dihasilkan. Data produksi gelatin dunia tahun 2005 dapat dilihat pada Tabel 2. Eropa Barat merupakan kawasan penghasil gelatin terbesar di dunia, dan 68% gelatin yang diproduksi berasal dari kulit babi. Penghasil gelatin kedua terbesar di dunia adalah NAFTA (The North American Free Trade Agreement), konsorsium tiga negara yaitu Amerika Serikat, Kanada, dan Meksiko. Organisasi Gelatine Manufacturer of Europe (2007) menyatakan bahwa pada tahun 2006, bahan baku dalam pembuatan gelatin di seluruh dunia didominasi oleh kulit babi. Data produksi gelatin dunia tahun 2006 dapat dilihat pada Tabel 3. Lebih 5

18 dari 45% gelatin yang diproduksi dunia pada tahun 2006 berstatus haram karena bahan baku yang digunakan adalah kulit babi. Menurut Gelita Corporation (2008), 46% gelatin yang diproduksi pada tahun 2007 di seluruh dunia terbuat dari kulit babi. Data bahan baku gelatin dunia dan Gelita Corporation tahun 2007 dapat dilihat pada Tabel 4. Gelita Corporation merupakan perusahaan gelatin terbesar di dunia dan pada tahun 2007 menghasilkan gelatin babi 52% dari total produksinya. Tabel 2. Produksi Gelatin Dunia Tahun 2005 (dalam ribu ton) Wilayah penghasil Kulit babi Kulit sapi Tulang sapi Eropa Barat Eropa Timur dan Rusia NAFTA Amerika Utara Asia Afrika dan Oceania Total Persentase Sumber : Schrieber dan Gareis (2007) ,9% 85 27,9% 83 27,2% Tabel 3. Produksi Gelatin Dunia Tahun 2006 (dalam ton) Bahan baku Volume produksi Persentase Kulit babi Kulit sapi Tulang sapi Lain-lain ,8% 28,4% 24,2% 1,6% Total % Sumber : Gelatine Manufacturer of Europe (2007) Tabel 4. Bahan Baku Gelatin Dunia dan Gelita Corporation Tahun 2007 Bahan baku Dunia Gelita Corporation Kulit babi Kulit sapi Tulang sapi Lain-lain 46% 28% 24% 2% 52% 36% 12% 0% Sumber : Gelita Corporation (2008) 6

19 Zoonosis Zoonosis adalah penyakit yang dapat ditularkan dari hewan kepada manusia atau sebaliknya. Penyakit sapi gila (Bovine Spongioform Encephalophaty/BSE) adalah zoonosis yang disebabkan oleh protein prion. Penularan pada manusia dapat terjadi apabila manusia mengkonsumsi daging sapi yang tertular BSE, atau bagian tubuh sapi lain yang mengandung sel-sel saraf, seperti jeroan, kulit, dan tulang. Protein prion dapat bertahan di suhu 160ºC selama 48 jam, tahan terhadap sinar ultraviolet, tahan terhadap alkohol, tahan terhadap formalin, dan tahan terhadap proteinase dan nuklease. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya penularan BSE, salah satunya adalah larangan sapi impor dan produk impor, seperti pakan ternak, hormon, kosmetik, tepung tulang, dan gelatin yang berasal dari sapi (Balia, 2008). Flu burung atau Avian Influenza (AI) merupakan zoonosis yang disebabkan oleh virus influenza jenis Orthomyxoviridae (tipe A). Terdapat tiga tipe virus influenza : A, B dan C. Tipe A menyerang hewan dan manusia. Tipe B dan C hanya menyerang manusia. Penularan virus AI adalah melalui udara. Virus ini mudah mati oleh panas, yaitu pada suhu 56ºC selama 15 menit atau suhu 60ºC selama 5 menit, sehingga produk-produk dari unggas yang dimasak pada suhu 60ºC atau lebih tidak akan menularkan virus AI kepada manusia (PBPDHI, 2005). Proses Asam dan Proses Basa Berdasarkan cara pembuatannya terdapat dua jenis gelatin yaitu tipe A dan tipe B. Gelatin tipe A adalah gelatin yang proses perendamannya menggunakan larutan asam (proses asam), sedangkan gelatin tipe B adalah gelatin yang proses perendamannya menggunakan larutan basa (proses basa). Menurut Poppe (1992), pada pembuatan gelatin tipe A, bahan baku diberi perlakuan perendaman dalam larutan asam mineral seperti asam klorida, asam sulfat, atau asam fosfat, sehingga disebut proses asam, sedangkan pada pembuatan gelatin tipe B, bahan baku diberi perlakuan perendaman dalam larutan kapur, sehingga disebut proses basa atau proses alkali. Asam yang biasa digunakan dalam proses pembuatan gelatin adalah asam sulfat, asam sulfit, asam phosphat, dan asam klorida, tetapi yang paling baik dan 7

20 umum digunakan adalah asam klorida. Asam klorida mempunyai kelebihan dibandingkan jenis asam lain karena asam klorida mampu menguraikan serat kolagen lebih banyak dan cepat tanpa mempengaruhi kualitas gelatin yang dihasilkan. Hal yang menguntungkan dari proses asam antara lain persiapan bahan baku (proses perendaman) memerlukan waktu relatif singkat, yaitu jam, berbeda dengan proses basa yaitu 8-12 minggu. Buangan air yang dihasilkan dari proses asam lebih sedikit dari pada proses basa (LPPOM-MUI,1997). Menurut Ward dan Courts (1977), proses asam dalam waktu yang cukup singkat telah mampu mengubah serat kolagen triple heliks menjadi rantai tunggal. Johns dan Court (1977) menuliskan bahwa ekstraksi kolagen dengan alkali jarang digunakan karena hasil ekstraksi tidak tahan terhadap kerusakan mikrobiologis akibat ph hasil ekstraksi tinggi. Bila dibandingkan dengan proses basa, maka proses asam lebih menguntungkan untuk produksi gelatin, terutama jika dilihat dari waktu perendaman yang lebih singkat dan biaya yang lebih murah. Hal ini disebabkan karena senyawa asam dapat melakukan pemutusan ikatan hidrogen dan struktur kolagen dengan baik dalam waktu 24 jam, sehingga jumlah gelatin yang terekstrak mendekati jumlah gelatin dari proses basa selama delapan minggu (Septriansyah, 2000). Proses Pembuatan Gelatin Tipe A Menurut Glicksman (1969), di Eropa gelatin tipe A juga dibuat dari ossein. Ossein adalah tulang yang telah mengalami proses demineralisasi dalam larutan asam (penghilangan kalsium fosfat). Menurut Hilterwaldner (1977), proses produksi utama gelatin dibagi dalam tiga tahap. Pertama, persiapan bahan baku, antara lain penghilangan komponen non kolagen dari bahan baku dengan atau tanpa pengurangan ikatan antara komponen kolagen. Kedua, konversi kolagen menjadi gelatin. Ketiga, pemurnian serta perolehan gelatin dalam bentuk kering. Tahapantahapan pembuatan gelatin dari kolagen tulang ayam meliputi pembersihan dan reduksi ukuran tulang, degreasing, demineralisasi, liming, ekstraksi, pemekatan, pengeringan, dan pengecilan ukuran. Menurut Hadiwiyoto (1983), pengecilan ukuran tulang dilakukan untuk memperluas permukaan tulang sehingga reaksi berlangsung lebih cepat dan 8

21 sempurna. Kuantitas hasil ekstraksi gelatin sangat dipengaruhi oleh ukuran bahan baku. Menurut Schrieber dan Gareis (2007), semakin kecil ukuran partikel bahan baku maka hasil ekstraksi gelatin akan semakin banyak. Penelitian terdahulu tentang gelatin dari tulang ayam yang dilakukan oleh Septriansyah (2000) dan Saepudin (2003) menunjukkan bahwa pengecilan ukuran tulang hanya dilakukan hingga 2-5 cm 2. Gelatin yang dihasilkan dalam penelitian Septriansyah (2000) berkisar antara 9,1-10,4%. Hal ini diakibatkan oleh banyaknya serbuk ossein yang terbawa dalam filtrat gelatin. Serbuk ossein yang halus dapat lolos dari penyaringan akhir dan membentuk endapan pada saat gelatin diubah menjadi gel. Degreasing adalah proses penghilangan lemak dari jaringan tulang. Penghilangan lemak pada tulang efektif dilakukan pada suhu antara titik cair lemak dan suhu koagulasi albumin tulang, yaitu antara 32-80ºC, sehingga dihasilkan kelarutan lemak yang optimum (Ward dan Court, 1977). Menurut Schrieber dan Gareis (2007), dalam industri gelatin, setelah ukuran tulang diperkecil hingga 0,5 cm, proses degreasing dilakukan selama 30 menit dengan menggunakan air panas (85-90ºC) dengan bantuan pengadukan mekanik. Proses ini secara total akan membuang semua lemak yang melekat dan tertinggal di tulang. Septriansyah (2000) melakukan proses degreasing pada serpihan tulang berukuran panjang 1-3 cm selama 3 jam pada suhu 70ºC tanpa proses pengadukan mekanik. Menurut Hilterwaldner (1977), demineralisasi bertujuan untuk melunakkan tulang dan memisahkan serta menguraikan garam kalsium dan garam-garam lainnya sehingga dihasilkan substansi ossein. Penelitian yang telah dilakukan oleh Septriansyah (2000) membuktikan bahwa semakin lama perendaman ossein di dalam asam (liming), semakin rendah nilai kadar air, ph, dan derajat putih gelatin. Rendemen, daya tahan gel, kapasitas emulsi, dan viskositas akan meningkat sejalan dengan peningkatan lama perendaman. Septriansyah (2000) melakukan proses liming dalam larutan HCl 5% selama 12 dan 24 jam. Gelatin yang diperoleh tidak memenuhi persyaratan dalam hal nilai ph karena terlalu rendah meskipun telah dilakukan pencucian dengan menggunakan larutan encer NaOH 0,1% setelah proses demineralisasi dan setelah proses asam. Gelatin dengan ph terbaik memiliki nilai ph 3,9, sementara ph untuk gelatin 9

22 komersial berkisar antara 4,5-6,5 (British Standard 757, 1975). Rendahnya nilai ph rata-rata diakibatkan oleh terlalu pekatnya kadar HCl yang digunakan, yaitu 5%. Saepudin (2003) melakukan proses asam dalam larutan HCl 1,5% ; 3,0% ; dan 4,5% selama 12 dan 24 jam (sehingga diperoleh 6 jenis gelatin). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa konsentrasi HCl yang optimal dalam proses asam untuk tulang rawan ayam pedaging adalah 1,5%. Lama perendaman 12 jam dan 24 jam pada konsentrasi 1,5% tidak menunjukkan perbedaan hasil yang nyata, namun bila diurutkan berdasarkan kombinasi konsentrasi HCl dengan lama perendaman, maka kombinasi yang paling optimal dalam penelitian ini adalah HCl 1,5% dengan 24 jam. Kekurangan semua gelatin yang dihasilkan dalam penelitian Saepudin (2003) adalah memiliki nilai ph di bawah 3. Temperatur terkontrol yang optimal untuk ekstraksi 55-90ºC (Poppe, 1992). Menurut Schrieber dan Gareis (2007), suhu dan ph pada saat ekstraksi berpengaruh terhadap kekuatan gel (nilai Bloom) dari gelatin yang dihasilkan. Semakin tinggi suhu ekstraksi, semakin tinggi nilai Bloom. Semakin rendah ph ekstraksi, semakin rendah nilai Bloom. ph optimum untuk proses ekstraksi adalah 3,25-4,00, namun nilai ph ekstraksi tidak boleh terlalu rendah karena akan mempengaruhi nilai ph gelatin. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 1. Suhu Ekstraksi (ºC) ph Ekstraksi Gambar 1. Hubungan antara Suhu dan ph Ekstraksi dengan Kekuatan Gel Sumber : Schrieber dan Gareis (2007) Suhu ekstraksi sangat mempengaruhi kualitas gelatin yang dihasilkan. Suhu ekstraksi dalam industri gelatin berkisar antara 50-70ºC (Schrieber dan Gareis, 10

23 2007). Menurut Septriansyah (2000), proses ekstraksi tiga tahap dapat mengoptimalkan kualitas akhir gelatin karena menghasilkan gelatin dengan nilai rendemen, kadar abu, kadar air, stabilitas emulsi, kapasitas emulsi, dan daya tahan gel yang lebih baik dibandingkan ekstraksi dua tahap. Hasil dari ekstraksi kemudian disaring. Penyaringan larutan dilakukan untuk menghilangkan zat-zat lain yang tidak larut yang akan mengurangi kemurnian gelatin. Setelah itu dilakukan proses pemekatan untuk meningkatkan total padatan larutan gelatin sehingga mempercepat proses pengeringan. Pemekatan dilakukan menggunakan alat evaporator dengan suhu berkisar antara 40-80ºC (Hilterwaldner, 1977). Menurut Hadiwiyoto (1983), pemekatan dilakukan selama 5 jam pada suhu 70ºC hingga kepekatan mencapai 25-30%. Pengeringan gelatin pekat yang telah padat dapat dilakukan dengan sinar matahari langsung atau dengan menggunakan mesin pengering yang bersuhu 30-60ºC. Setelah pengeringan, gelatin dapat digiling untuk menghasilkan tepung gelatin (King, 1969). Rumah Kaca Efek rumah kaca disebabkan oleh akumulasi gas karbondioksida di atmosfer yang menyebabkan pemanasan global yang merugikan manusia. Namun prinsip panas matahari yang tidak segera terlepas ke atmosfer ini dapat dimanfaatkan untuk membuat pengering yang disebut dengan rumah kaca. Selain efisien, pengering ini juga hemat energi dan berkapasitas besar. Panas matahari yang menembus plastik polikarbonat akan ditahan di dalam ruangan sehingga semakin lama suhu di dalam alat pengering ini semakin panas. Prinsip kerja alat pengering ini adalah sebagai berikut : 1. Iradiasi matahari yang bergelombang pendek masuk melalui dinding transparan, kemudian diserap oleh komponen-komponen pengering yang berada di dalam ruang, seperti: lantai, rak, dan produk yang dikeringkan. 2. Proses absorpsi tersebut akan meningkatkan suhu dari komponen-komponen tersebut. Iradiasi panas akan dipancarkan oleh komponen-komponen tersebut dalam gelombang panjang dan sulit untuk melalui dinding transparan, maka 11

24 sebagian besar akan dipantulkan kembali ke dalam ruangan dan menyebabkan peningkatan suhu berikutnya. 3. Suhu udara yang tinggi menyebabkan terjadinya proses penguapan air dari produk yang lebih besar, dan uap air yang meninggalkan produk menyebabkan kelembaban di dalam ruangan akan meningkat. 4. Proses penguapan dipertahankan dengan menjaga kelembaban di dalam ruangan pada tingkat yang memadai. Hal ini dilakukan dengan menggunakan kipas listrik yang terletak di bagian bawah ruang pengering, sehingga udara yang telah basah dapat terganti. 5. Kekurangan energi panas pada malam hari dan pada saat hujan diantisipasi dengan tungku pembakaran. Bahan bakar yang biasa digunakan adalah batok kelapa dan ranting-ranting pepohonan. Sisa pembakaran dialirkan melalui cerobong asap. Panas yang dihasilkan dari pembakaran berkonduksi melalui cerobong asap serta pembatas ruang dan tungku yang terbuat dari besi. Temperatur di dalam alat pengering ini mencapai 40ºC pada suhu lingkungan rata-rata 30ºC (Putro, 2008) Prosedur Pembuatan Gelatin Tulang Ayam yang Telah Dilakukan Septriansyah (2000) melakukan penelitian gelatin dari tulang rawan ayam pedaging (broiler) dengan menggunakan dua perlakuan yaitu pada lama perendaman proses asam (12 dan 24 jam) serta jenis ekstraksi (ekstraksi dua tahap dan tiga tahap). Prosedur pembuatan gelatin pada penelitian tersebut adalah : tulang yang sudah dibersihkan dipotong dengan ukuran 2-4 cm, degreasing pada suhu 70ºC selama 3 jam, demineralisasi dalam HCl 5% selama 10 hari, penetralan dengan NaOH encer 0,1%, proses asam denga HCL 5% selama 12 dan 24 jam, penetralan dengan NaOH encer 0,1%, ekstraksi dua tahap dan tiga tahap pada suhu 55-85ºC, penyaringan dengan vacum buchner, pemekatan dengan evaporator pada suhu 70º, pendinginan dalam ruang pendingin pada suhu 5ºC, pengeringan dengan oven selama jam pada suhu 60 ºC, dan penggilingan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ekstraksi tiga tahap lebih bagus dan lebih menguntungkan dari segi rendemen, kekuatan gel, viskositas, dan kadar air. 12

25 Saepudin (2003) melakukan penelitian gelatin dari tulang rawan ayam broiler dengan menggunakan dua perlakuan yaitu pada konsentrasi HCl pada proses asam (1,5% ; 3,0% ; dan 4,5%), serta lama perendaman proses asam (12 dan 24 jam). Prosedur pembuatan gelatin pada penelitian tersebut adalah : pemisahan dan pembersihan tulang rawan, degreasing selama menit pada suhu 60 ºC, demineralisasi dalam HCl 2% selama 2 jam, pencucian dengan air, proses asam (dalam HCL 1,5% ; 3,0% ; dan 4,5% selama 12 jam dan 24 jam), pencucian dengan air, ekstraksi pada suhu ºC sampai hancur, penyaringan, pemekatan dengan waterbath selama jam pada suhu 70 ºC, pendinginan dalam ruang pendingin selama 2 jam pada suhu 5-10 ºC, pengeringan dengan oven selama jam pada suhu 60 ºC, dan penggilingan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kombinasi konsentrasi HCl untuk proses liming dan lama perendaman liming yang terbaik adalah konsentrasi HCl 1,5% dengan lama perendaman 24 jam. 13

26 METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan yaitu dari Maret 2009 hingga Mei Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Fakultas Peternakan IPB. Pengujian kekuatan gel dilakukan di Laboratorium Analisis Kimia SEAFAST Center IPB. Pengujian nilai ph dan viskositas dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Fakultas Peternakan IPB. Pengukuran kadar air dan kadar abu dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan IPB. Materi Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tulang paha ayam sisa deboning, larutan HCl 1,5%, larutan NaOH 0,1%, akuades, dan air bersih. Alatalat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mesin penggiling kasar, alat penggiling halus, penangas air, oven listrik, rumah kaca, loyang aluminium, labu erlemeyer, gelas kimia, gelas ukur, ph meter Hanna HI 99163, viskometer Rion Viscotester VT-04F, akuarium kaca, penyaring, kertas saring, pengaduk, timbangan digital, sarung tangan, dan wadah penyimpan. Rancangan Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan menggunakan dua taraf perlakuan lama ekstraksi, yaitu 6 jam (rentang waktu 2 jam per tahap ekstraksi) dan 12 jam (rentang waktu 4 jam per tahap ekstraksi). Ulangan dalam penelitian ini dilakukan lima kali. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisa ragam (ANOVA) pada program MINITAB versi 14 tahun Model matematika yang digunakan adalah menurut Steel dan Torrie (1993) yaitu : Y ij = µ + α i + ε ij 14

27 Keterangan : Y ij = Hasil pengamatan µ = Nilai rataan umum α i ε ij = Pengaruh taraf perlakuan ke-i = Galat percobaan taraf perlakuan ke-i pada ulangan ke-j Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah rendemen, nilai ph, kadar air, kadar abu, viskositas, dan kekuatan gel. Hasil pengujian dibandingkan dengan standar dari Dewan Standardisasi Nasional (1995) dan British Standard 757 (1975) yang tercantum pada Tabel 5. Tabel 5. Standar Mutu Gelatin pada Penelitian Karakteristik SNI No British Standard Kuning pucat Maksimum 16% - Maksimum 3,25% Bloom - 1,5-7 cp - 4,5-6,5 Warna Kadar air Kadar abu Kekuatan gel Viskositas ph Sumber : 1 ) Dewan Standardisasi Nasional (1995) 2 ) British Standard 757:1975 Rendemen (Modifikasi Association of Official Analytical Chemist (AOAC), 1995) Rendemen dihitung dari berat tepung gelatin yang dihasilkan dan berat tulang kering yang telah disaring dari tepung sumsum dan serbuk tulang. Berat tepung gelatin dan tulang kering ditimbang dengan menggunakan timbangan digital. Rendemen dihitung dengan menggunakan rumus : berat tepung gelatin Rendemen (%, w/w) = x 100% berat tulang kering Nilai ph (Modifikasi British Standar 757, 1975) Nilai ph diukur dengan menggunakan ph meter Hanna HI yang telah dikalibrasi. Kalibrasi dilakukan dengan mencelupkan ujung elektroda ph meter ke dalam larutan buffer ph 4 hingga mencapai nilai 4. Sampel 0,2 g dilarutkan ke dalam 15

28 20 ml akuades bersuhu 80ºC dan dihomogenkan. Nilai ph diukur dengan mencelupkan ujung elektroda ph meter ke dalam larutan gelatin hingga nilai yang terbaca di layar ph meter stabil. Kalibrasi ph meter dilakukan pada setiap pergantian sampel. Kadar Air (Modifikasi AOAC, 1995) Sampel sebanyak lima gram sebagai berat awal dimasukkan ke dalam cawan aluminium yang telah ditimbang beratnya. Cawan tersebut dimasukkan ke dalam oven listrik bersuhu 105ºC selama 24 jam. Sampel yang tersisa di cawan kemudian ditimbang sebagai berat akhir. Kadar air dihitung dengan menggunakan rumus : berat awal - berat akhir % kadar air = x 100% berat awal Kadar Abu (Modifikasi AOAC, 1995) Sampel sebanyak tiga gram sebagai berat awal dimasukkan ke dalam cawan porselin yang telah ditimbang beratnya. Cawan tersebut dimasukkan ke dalam tanur bersuhu 600ºC selama 24 jam, atau hingga sampel berubah warna menjadi putih. Sampel yang tersisa di cawan kemudian ditimbang sebagai berat akhir. Kadar abu dihitung dengan menggunakan rumus : berat sampel akhir % kadar abu = x 100% berat sampel awal % kadar abu kemudian dikonversikan menjadi (% BK) dengan rumus : % kadar abu Kadar abu (% BK) = 1-% kadar air Viskositas (Modifikasi British Standard 757, 1975) Viskositas diukur dengan menggunakan viskometer Rion Viscotester VT- 04F. Sampel sebanyak sepuluh gram dilarutkan dengan 150 ml akuades dalam gelas kimia, kemudian dipanaskan pada suhu 60ºC selama 30 menit. Larutan gelatin diaduk selama proses pemanasan dengan menggunakan pengaduk. Setelah pemanasan 30 menit, larutan gelatin didinginkan pada suhu ruang selama satu jam. 16

29 Larutan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam gelas stainless steel khusus. Spindle nomor dua dipasang pada viskometer dan ujung spindle dimasukkan ke dalam gelas tersebut. Nilai viskositas akan terbaca di layar viskometer ketika alat dinyalakan dan spindle berputar di dalam gelas. Kekuatan gel (Modifikasi AOAC, 1995) Kekuatan gel diukur dengan menggunakan texture analyzer TA-XT Plus. Sampel sebanyak 13,34 g dilarutkan dalam 200 ml akuades dan dipanaskan pada suhu 80ºC selama 20 menit hingga homogen. Sampel kemudian dimasukkan ke dalam gelas kimia dan didinginkan pada suhu 4-10ºC selama 16 jam hingga membentuk padatan gel. Gel dikeluarkan dari gelas kimia dan diletakkan di atas texture analyzer yang telah terhubung dengan alat kromatografi. Ujung texture analyzer akan menekan gel hingga pecah. Nilai kekuatan gel akan terbaca di kertas kromatografi selama penekanan gel berlangsung. Prosedur Prosedur pembuatan gelatin dalam penelitian ini terdiri dari 13 tahap. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 2. Berikut adalah rincian dari setiap tahap prosedur pada penelitian ini. 1. Penyiapan bahan baku, terdiri atas perebusan bahan baku dan pembersihan tulang. Perebusan bertujuan untuk mempermudah pengupasan daging, lemak, dan tulang rawan yang melekat pada tulang sisa deboning. Perebusan dilakukan pada suhu 85-90ºC selama 1 jam. Setiap batch perebusan dapat menampung 10 kg bahan baku dengan menggunakan air bersih sejumlah 15 liter. Pengupasan dan pembersihan dilakukan dengan menggunakan pisau untuk memisahkan tulang dari daging, lemak, dan tulang rawan. 2. Degreasing. Tulang direbus dalam air bersuhu 85-90º selama 20 menit untuk membersihkan seluruh lemak yang masih menempel. Perebusan ini menggunakan air bersih sejumlah 6 liter. 3. Pemecahan tulang dan pembilasan. Pemecahan dilakukan untuk mempermudah pengeluaran sumsum yang ada di dalam tulang. Pemecahan dilakukan secara manual dengan menggunakan martil. Setiap tulang dipecah 17

30 menjadi 4-5 bagian. Pembilasan dilakukan untuk melepaskan sumsum yang masih menempel di tulang. Sumsum berbentuk semi-gel sehingga harus dilakukan pengadukan untuk mengoptimalkan pembilasan. Proses ini menggunakan air bersih secukupnya dan dilakukan sebanyak dua kali. 4. Perendaman dalam soda cair dan pembilasan. Soda cair berfungsi untuk melarutkan sumsum yang tidak terlepas dari tulang saat proses pembilasan. Soda cair yang digunakan memiliki konsentrasi 0,01%, yang dibuat dari 100 gram soda kue dan 10 liter air bersih. Proses perendaman dilakukan selama 30 menit. Pembilasan dilakukan untuk melepaskan dan membuang sumsum yang telah mengalami reaksi dengan soda. 5. Pengeringan tulang. Proses pengeringan ini dilakukan untuk mempermudah proses penggilingan dan memenuhi prosedur pemakaian mesin penggiling kasar. Pengeringan dilakukan selama 5 jam dengan menggunakan oven listrik pada suhu 55ºC. 6. Penggilingan kasar dan halus. Proses penggilingan kasar dan halus dilakukan untuk memperbesar luas permukaan tulang sehingga proses-proses kimia seperti demineralisasi, liming, dan ekstraksi dapat berlangsung secara optimal. Penggilingan kasar menggunakan mesin penghancur tulang, sedangkan penggilingan halus menggunakan alat penggiling biji kopi. 7. Penyaringan dan pembilasan. Penyaringan dilakukan dengan alat penyaring untuk membuang serbuk tulang yang berukuran halus karena berpotensi meningkatkan kadar abu gelatin, serta memisahkan sumsum yang terlepas dari tulang dan telah berbentuk tepung. Pembilasan menggunakan akuades dilakukan untuk membersihkan tulang dari sumsum yang tidak tersaring. Sumsum tersebut akan larut dalam air dan lebih mudah untuk dipisahkan. Pembilasan ini dilanjutkan dengan proses penyaringan. 8. Demineralisasi dan pembilasan dengan NaOH. Demineralisasi bertujuan untuk melunakkan tulang dan memisahkan serta menguraikan garam kalsium dan garam-garam lainnya sehingga dihasilkan substansi ossein. Demineralisasi ini dilakukan dalam larutan HCl 1,5% selama 2,5 jam. Pembilasan dengan NaOH bertujuan untuk membantu pelepasan garam kalsium dan garam yang masih menempel pada ossein, serta untuk penetralan 18

31 ph agar diperoleh nilai ph gelatin yang memenuhi standar British 757 (1975). Pembilasan ini menggunakan NaOH encer 0,1%. 9. Proses liming dan pembilasan dengan NaOH. Liming atau proses asam dalam penelitian ini dilakukan dalam larutan HCl 1,5% dengan lama perendaman 24 jam. Pembilasan dengan NaOH encer 0,1% dilakukan hingga diperoleh nilai ph 4, sesuai dengan Schrieber dan Gareis (2007) yang menyatakan bahwa ph optimum untuk proses ekstraksi adalah 2-4, tergantung pada suhu dan lama ekstraksi. 10. Ekstraksi dan homogenisasi. Ekstraksi bertujuan untuk mendenaturasi kolagen sehingga terbentuk substansi gelatin cair. Ekstraksi dilakukan tiga tahap dengan rentang waktu sama untuk setiap tahapnya. Penelitian ini memiliki dua taraf perlakuan pada lama ekstraksi yaitu 6 jam dan 12 jam, dimana pada taraf pertama setiap tahap memiliki rentang waktu 2 jam, sedangkan taraf kedua pada setiap tahap memiliki rentang waktu 4 jam. Proses ekstraksi dimulai dengan menempatkan ossein dalam gelas kimia dan ditambahkan akuades 300 ml, kemudian dipanaskan pada suhu 55-65ºC sesuai lamanya taraf perlakuan. Pemanasan ini akan menghasilkan larutan gelatin dan sisa ossein. Keduanya dipisahkan dengan menggunakan kertas saring. Sisa ossein ditambahkan akuades 300 ml kemudian dipanaskan kembali sesuai lamanya taraf perlakuan. Larutan gelatin dipisahkan lagi, ossein ditambahkan 300 ml akuades, kemudian dipanaskan kembali sesuai lamanya taraf perlakuan. Larutan gelatin dipisahkan lagi dari ossein dan kemudian dihomogenkan dengan larutan yang diperoleh dari ekstraksi tahap pertama dan kedua dari taraf perlakuan yang sama. Homogenisasi dilakukan secara manual dengan pengadukan, dan dilanjutkan dengan penyaringan menggunakan kertas saring. 11. Pemekatan. Pemekatan larutan dilakukan untuk meningkatkan kekentalan larutan gelatin sehingga mempercepat proses pengeringan. Proses pemekatan ini dilakukan dalam waterbath pada suhu 70ºC selama 24 jam. 12. Pengeringan. Pengeringan dilakukan untuk menurunkan kadar air larutan hingga berbentuk padatan solid. Pengeringan dilakukan dengan menggunakan alat pengering tenaga surya selama 48 jam. 19

32 13. Penggilingan akhir bertujuan untuk menghasilkan tepung gelatin. Proses penggilingan ini dilakukan dengan menggunakan alat penggiling halus. Penyiapan bahan baku Degreasing Pemecahan tulang dan pembilasan Perendaman dalam soda cair dan pembilasan Pengeringan tulang Penggilingan tulang Penyaringan dan pembilasan Demineralisasi dan pembilasan Liming dan pembilasan Ekstraksi tiga tahap Pemekatan gelatin Pengeringan gelatin Penggilingan akhir Gambar 2. Prosedur Pembuatan Gelatin dalam Penelitian 20

33 HASIL DAN PEMBAHASAN Rendemen Rendemen merupakan salah satu parameter penting dalam menilai tingkat efektivitas produksi gelatin, mulai dari tahap demineralisasi, liming, ekstraksi, hingga pengeringan. Rendemen dihitung berdasarkan persentase berat gelatin yang dihasilkan dari berat awal bahan baku yang digunakan. Semakin tinggi nilai rendemen suatu perlakuan maka semakin tinggi pula tingkat efektivitas perlakuan tersebut. Berat awal bahan baku yang digunakan dalam perhitunan rendemen pada penelitian ini adalah berat serpihan tulang kering setelah disaring dari tepung sumsum dan serbuk tulang. Persentase rendemen pada setiap taraf perlakuan dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Rataan Nilai Setiap Peubah Kualitas Gelatin yang Diekstrak Selama 6 dan 12 jam. Lama ekstraksi Peubah yang diamati 6 jam 12 jam Nilai rataan Status Nilai rataan Status Rendemen (%) 2,86±0,20 a - 6,39±0.45 b - Nilai ph 5,92±0,15 a A 4,88±0,20 b A Kadar air (%) 14,98±1,13 a A 9,08±0,68 b A Kadar abu (%) 0,68±0,34 a A 1,80±0,56 b A Viskositas (cp) 0,18±0,07 a B 2,31±0,62 b A Kekuatan gel (g/cm 2 ) 563, ,70 - Keterangan : Status A berarti memenuhi standar gelatin komersil Status B berarti tidak memenuhi standar gelatin komersil Superskrip berbeda pada baris yang sama menunjukkan nilai berbeda sangat nyata (P<0,01) Tabel 6 menunjukkan bahwa rendemen gelatin tipe A dari tulang paha ayam broiler ini berkisar antara 2,52%-7,10%. Lama ekstraksi berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap rendemen yang dihasilkan, karena gelatin hasil ekstraksi 12 jam memiliki rata-rata rendemen yang lebih tinggi, yaitu 6,39%±0,45%, sementara gelatin hasil ekstraksi 6 jam hanya 2,86%±0,20%. Hal ini disebabkan oleh kolagen yang terdenaturasi dan terekstraksi pada taraf perlakuan 12 jam lebih banyak. 21

34 Semakin lama proses ekstraksi, maka rendemen yang dihasilkan akan semakin tinggi hingga mencapai titik jenuh dan tidak ada lagi kolagen yang bisa didenaturasi. Namun demikian hal ini akan berdampak langsung pada ph karena lama ekstraksi berkaitan erat dengan nilai ph gelatin yang dihasilkan. Semakin lama waktu ekstraksi, maka ph akhir akan semakin rendah. Gelatin dengan nilai ph yang terlalu rendah (<4,5) tidak akan memenuhi standar gelatin komersil dengan ketentuan ph 4,5-6,5, akibatnya gelatin tidak layak dijual. Oleh karena itu lama ekstraksi harus dikontrol agar mencapai nilai rendemen yang optimal namun dengan nilai ph yang sesuai dengan standar. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Septriansyah (2000) terhadap tulang rawan ayam menghasilkan gelatin dengan rendemen 3,7%-6,0%. Penelitian berikutnya dilakukan oleh Saepudin (2003) terhadap tulang rawan ayam pedaging (broiler) menghasilkan gelatin dengan rendemen 8,63%-11,91%. Standar rendemen gelatin tidak tertulis pada kedua sumber yaitu Dewan Standardisasi Nasional (1995) dan British Standard 757:1975, sehingga penelitian ini menggunakan hasil rendemen dari penelitian Septriansyah (2000) dan Saepudin (2003) sebagai pembanding. Menurut Aerssens et al. (1998), kandungan protein pada tulang rawan ayam jauh lebih tinggi dibandingkan tulang pipa pada ayam seperti tulang paha. Tulang rawan ayam mengandung ±128,8 µg/mg tulang kering, sementara tulang pipa pada ayam hanya mengandung protein ±56,6 µg/mg tulang kering. Hal ini dapat menjelaskan bahwa tulang rawan ayam memiliki kandungan kolagen dan potensi gelatin dua kali lipat dibandingkan tulang paha ayam yang diteliti. Apabila dalam penelitian ini rendemen yang dihasilkan dapat mencapai nilai 7,10%, maka dengan metode yang sama dengan menggunakan tulang rawan ayam sebagai bahan baku, rendemen yang dihasilkan dapat mencapai 14,20%. Rendahnya nilai rendemen pada penelitian Septriansyah (2000) disebabkan oleh proses demineralisasi yang terlalu lama, yaitu 10 hari. Demineralisasi bertujuan untuk melunakkan tulang dan memisahkan serta menguraikan garam kalsium dan garam-garam lainnya sehingga dihasilkan substansi ossein. Demineralisasi dalam proses pembuatan gelatin tipe A pada umumnya menggunakan larutan HCl, yang juga digunakan dalam proses liming. Liming adalah proses pemutusan ikatan kolagen dari garam kalsium dan penguraian serat kolagen triple helix menjadi rantai tunggal 22

35 dengan bantuan larutan tertentu, dalam hal ini adalah HCl. Kolagen bersifat mudah larut, baik pada air maupun larutan asam. Perendaman dalam larutan asam yang terlalu lama akan menyebabkan kolagen yang telah menjadi rantai tunggal ikut terlarut di dalam larutan asam sehingga pada saat pembilasan, kolagen akan ikut terbuang. Hal tersebut terjadi pada penelitian Septriansyah (2000) yang melakukan proses demineralisasi dengan HCl 5% selama 10 hari, kemudian dibilas dengan NaOH encer 0,1% dan dilanjutkan dengan liming dalam HCl 5% selama jam. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Saepudin (2003), demineralisasi cukup dilakukan dalam larutan HCl 2% selama 2 jam, sehingga pada penelitian Septriansyah (2000), proses demineralisasi telah selesai kurang dari 2 jam, karena HCl yang digunakan lebih dari 2%. Proses pembilasan yang dilakukan setelah liming 10 hari tidak saja membuang garam kalsium dan garam-garam lainnya, namun juga membuang sebagian besar kolagen yang telah berhasil dipisahkan dari garam kalsium oleh HCl. Hal ini menyebabkan rendemen gelatin pada penelitian Septriansyah menjadi rendah yaitu 3,7%-6,0%, lebih sedikit dibandingkan hasil penelitian Saepudin (2003) yang mencapai 11,91% dengan bahan baku yang sama. Proses demineralisasi yang terlalu singkat akan menghasilkan nilai rendemen yang rendah, namun proses demineralisasi yang terlalu lama juga akan mereduksi nilai rendemen gelatin. Proses ekstraksi dalam penelitian Septriansyah (2000) dinilai sangat efektif dalam memaksimalkan nilai rendemen gelatin karena berdasarkan penelitiannya diketahui bahwa ekstraksi tiga tahap menghasilkan rendemen yang lebih tinggi dibandingkan ekstraksi dua tahap, sementara Saepudin (2003) melakukan ekstraksi hanya satu tahap. Penelitian yang dilakukan oleh Saepudin (2003) menghasilkan rendemen yang relatif tinggi, yaitu mencapai 11,91%, namun ph gelatin yang dihasilkan belum memenuhi standar gelatin komersil. ph yang dihasilkan dalam penelitian tersebut memiliki nilai rata-rata 2,67, atau relatif rendah dibandingkan standar komersil yaitu 4,5-6,5. Penelitian ini berupaya untuk mengkombinasikan beberapa proses yang ada pada penelitian Septriansyah (2000) dan Saepudin (2003) sekaligus memodifikasinya. Hal ini dilakukan untuk menghasilkan prosedur pembuatan gelatin yang efektif untuk mencapai nilai rendemen yang optimal sekaligus memenuhi standar gelatin komersil, terutama menyangkut nilai ph yang 23

36 tidak berhasil dicapai pada kedua penelitian sebelumnya. Proses-proses yang dinilai mengoptimalkan nilai rendemen pada penelitian penulis adalah : penggilingan tulang (penggilingan kasar dan penggilingan halus), demineralisasi dengan HCl 1,5% selama 2,5 jam, liming dengan HCl 1,5 % selam 24 jam, dan ekstraksi tiga tahap. Menurut Hadiwiyoto (1983), pengecilan ukuran tulang dilakukan untuk memperluas permukaan tulang sehingga reaksi berlangsung lebih cepat. Menurut Schrieber dan Gareis (2007), semakin kecil ukuran partikel bahan baku maka hasil ekstraksi gelatin akan semakin banyak. Penelitian Septriansyah (2000) dan Saepudin (2003) menunjukkan bahwa pengecilan ukuran tulang hanya dilakukan hingga 2-5 cm 2. Menurut Schrieber dan Gareis (2007), kuantitas hasil ekstraksi gelatin sangat dipengaruhi oleh ukuran bahan baku. Semakin kecil ukuran partikel bahan baku maka hasil ekstraksi gelatin akan semakin banyak. Proses penggilingan kasar dan penggilingan halus yang dilakukan membuat ukuran panjang tulang menjadi sekitar 0,1 cm-0,5 cm (0,01 cm 2-0,25 cm 2 ). Proses liming yang dilakukan dalam penelitian ini mengacu pada hasil terbaik dari penelitian yang dilakukan oleh Saepudin (2003) yaitu liming selama 24 jam dengan konsentrasi HCl 1,5%. Ekstraksi tiga tahap dilakukan pada kedua produk gelatin yang dihasilkan. Hal ini mengacu pada hasil terbaik dari penelitian yang dilakukan oleh Septriansyah (2000) yaitu liming selama 24 jam dan proses ekstraksi tiga tahap. Prosedur pembuatan gelatin dengan lama ekstraksi 12 jam dalam penelitian ini dapat digunakan pada pembuatan gelatin dari tulang rawan, sehingga dapat dihasilkan gelatin dengan nilai rendemen yang tinggi, namun dengan nilai ph yang memenuhi standar gelatin komersil. Berdasarkan nilai rendemen yang diperoleh pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa semakin lama waktu ekstraksi maka nilai rendemennya semakin tinggi. Nilai ph Nilai ph merupakan parameter yang sangat penting dalam memproduksi gelatin komersil, terutama yang diperuntukkan bagi industri kesehatan, farmasi, dan pangan. Nilai ph standar gelatin komersil menurut British Standard 757:1975 adalah 4,5-6,5. Gelatin yang dihasilkan dalam penelitian ini berkisar antara 4,58-5,98. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 6 dan Gambar 3. Nilai ph dianalisis dengan uji non- 24

37 Parametrik Kruskal-Wallis dan berdasarkan data yang diperoleh, lama ekstraksi berpengaruh sangat nyata terhadap nilai ph (P<0,05). Gelatin hasil ekstraksi 12 jam memiliki ph yang lebih rendah, yaitu rata-rata 4,88±0,22, sementara gelatin hasil ekstraksi 6 jam memiliki ph rata-rata 5,92±0,15. Hal ini berarti semakin lama waktu ekstraksi maka nilai ph semakin rendah. Gambar 3. Perbandingan Nilai ph Gelatin dari Tulang Paha Ayam Broiler dengan Lama Ekstraksi yang Berbeda Semua gelatin yang dihasilkan dalam penelitian ini memenuhi syarat ph gelatin komersil. Salah satu hal yang menyebabkan ph gelatin penelitian ini lebih tinggi dibandingkan hasil penelitian Septriansyah (2000) dan Saepudin (2003) adalah karena dilakukan kombinasi antara demineralisasi 2 jam dan pembilasan dengan NaOH. Septriansyah (2000) melakukan demineralisasi dalam HCl 5% selama 10 hari, dimana konsentrasi HCl tersebut sangat tinggi dan perendamannya berlangsung sangat lama. Hal ini mengakibatkan ossein yang diekstraksi memiliki nilai ph yang rendah dan menghasilkan gelatin yang juga memiliki ph rendah (2,95-3,96) sehingga tidak memenuhi standar gelatin komersil. Metode pembilasan setelah demineralisasi dan liming dengan NaOH encer 0,1% yang dilakukan oleh Septriansyah (2000) membantu meningkatkan nilai ph dari gelatin karena NaOH bersifat membasakan. Apabila pembilasannya dilakukan dengan akuades, dapat dipastikan ph gelatin yang dihasilkan akan lebih rendah. 25

38 Saepudin (2003) melakukan demineralisasi dengan HCl 2% selama 2 jam, liming dengan HCl 1,5 ; 3,0 ; dan 4,5% selama 12 jam dan 24 jam, namun masih memperoleh nilai ph gelatin di bawah nilai standar. Hal ini disebabkan karena pembilasan hanya dilakukan dengan akuades. Penelitian ini berusaha mengkombinasikan proses dari dua penelitian sebelumnya untuk menghasilkan ph gelatin yang memenuhi standar, yaitu dengan menggunakan konsentrasi dan waktu demineralisasi dan liming dari penelitian Saepudin (2003) dan melakukan pembilasan setelah demineralisasi dan liming dengan NaOH encer 0,1% seperti yang dilakukan oleh Septriansyah (2000). Nilai ph rata-rata Septriansyah (2000) adalah 2,8-3,9 ; nilai ph rata-rata Saepudin (2003) adalah 2,38-3,13 ; sedangkan nilai ph rata-rata penelitian ini adalah 4,53-6,10. Nilai ph dari semua gelatin hasil penelitian ini memenuhi standar gelatin komersil (4,5-6,5). Berdasarkan hasil uji ph pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa semakin lama waktu ekstraksi maka nilai ph gelatinnya semakin rendah. Kadar Air Kadar air merupakan salah satu parameter dalam pengujian daya simpan produk, terutama produk-produk pangan yang bersifat kering. Kadar air standar bagi gelatin komersil adalah maksimal 16%. Industri farmasi menstandardisasi kadar air gelatin untuk bahan baku kapsul maksimal 10%. Gelatin hasil ekstraksi 12 jam memiliki kualitas yang relatif tinggi karena mampu memenuhi standar kebutuhan farmasi karena nilai kadar air rata-ratanya 9,08%±0,73%. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 6. Nilai kadar air rata-rata gelatin hasil ekstraksi 6 jam lebih tinggi, yaitu 14,98%±0,65%. Nilai tersebut masih memenuhi standar gelatin komersil meskipun pada salah satu ulangannya (ulangan ke-4) kadar air gelatin melebihi 16%. Lama ekstraksi berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air pada penelitian ini. Hal tersebut disebabkan karena proses ekstraksi pada prinsipnya adalah proses pemanasan, yang berimplikasi pada proses penguapan air sehingga menyebabkan penurunan kadar air produk. Semakin lama waktu ekstraksi maka kadar air gelatin akan semakin rendah. Kadar air gelatin pada penelitian ini tidak sebagus hasil penelitian Septriansyah (2000) yaitu 8,21%-13,37%, dan Saepudin (2003) yaitu 9,06%±0,8%. 26

39 Hal ini dikarenakan suhu pada proses pengeringan rumah kaca tidak konstan dan tidak dapat diprediksi. Suhu dalam rumah kaca adalah sekitar 40ºC pada siang hari. Proses pengeringan rumah kaca pada penelitian ini membutuhkan waktu 48 jam. Proses pengeringan pada penelitian-penelitian sebelumnya menggunakan oven suhu 60ºC dan membutuhkan waktu yang lebih singkat yaitu ±24 jam. Hal ini membuktikan bahwa semakin tinggi suhu pada proses pengeringan, semakin singkat pula waktu pengeringannya. Salah satu keunggulan pengering rumah kaca adalah pengeringannya relatif merata dan gelatin yang telah kering tidak terlalu menempel pada wadah seperti halnya pengeringan oven. Proses pengeringan dengan rumah kaca selama 48 jam pada suhu 40ºC menghasilkan gelatin dengan kadar air yang lebih tinggi dibandingkan proses pengeringan dengan oven selama 24 jam pada suhu 60ºC. Berdasarkan pengamatan terhadap kadar air pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa semakin lama waktu ekstraksi maka kadar airnya semakin rendah. Kadar Abu Kadar abu merupakan salah satu parameter penting untuk menilai kualitas gelatin terutama dalam hal kemurnian gelatin. Proses demineralisasi pada dasarnya bertujuan untuk memisahkan dan membuang garam-garam mineral dan unsur-unsur lain yang tidak diinginkan dalam gelatin. Pengamatan terhadap kadar abu pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah garam-garam mineral dan unsurunsur lain yang tidak diinginkan tersebut. Standar kadar abu untuk gelatin komersil adalah maksimal 3,25%, dan kedua jenis gelatin yang dihasilkan memiliki kadar abu yang memenuhi standar. Berdasarkan hasil tersebut diketahui bahwa lama ekstraksi berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar abu gelatin. Nilai kadar abu ratarata gelatin hasil ekstraksi 6 jam adalah 0,68%±0,34%, sementara nilai kadar abu rata-rata gelatin hasil ekstraksi 12 jam adalah 1,80%±0,56%. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 6. Rendahnya kadar abu pada gelatin hasil ekstraksi 6 jam tidak sertamerta menunjukkan kualitas gelatin yang lebih baik. Bila dihubungkan dengan nilai rendemen, nilai ph, dan kadar air gelatin, maka proses ekstraksinya dinilai terjadi secara minimal, sehingga tercermin dari kadar abu yang bernilai rendah Hal ini 27

40 berdampak pada rendahnya nilai rendemen yang merupakan faktor bernilai ekonomis. Proses ekstraksi pada dasarnya memberi tekanan terhadap ossein yang diekstraksi sehingga ossein yang berukuran sangat kecil akan mengalami reduksi ukuran partikel dan dapat larut dalam gelatin yang diperoleh. Apabila berhasil larut maka zat-zat tersebut dapat lolos dari kertas saring sehingga mempertinggi nilai kadar abu produk gelatin. Semakin lama proses ekstraksi maka akan semakin banyak ossein yang mengalami reduksi ukuran partikel dan larut dalam gelatin. Nilai kadar abu gelatin hasil ekstraksi 12 jam lebih tinggi karena proses ekstraksi terjadi lebih optimal dibandingkan ekstraksi 6 jam. Berdasarkan pengamatan terhadap nilai kadar abu pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa semakin lama waktu ekstraksi maka kadar abunya semakin tinggi. Viskositas Viskositas merupakan parameter untuk mengukur kemampuan suatu produk emulsifier untuk mengabsorpsi air dan membentuk koloid. Semakin tinggi kemampuan produk emilsifier untuk mengentalkan dan membentuk koloid, maka nilai viskositasnya akan semakin tinggi, dan persepsi kualitasnya juga akan semakin tinggi. Berdasarkan hasil penelitian, lama ekstraksi berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai viskositas gelatin. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 6. Standar viskositas untuk gelatin komersil adalah 1,5 cp-7,0 cp. Nilai viskositas rata-rata gelatin hasil ekstraksi 6 jam adalah 0,18 cp±0,07 cp, sedangkan nilai viskositas ratarata gelatin hasil ekstraksi 12 jam adalah 2,31 cp±0,62 cp. Gelatin hasil ekstraksi 12 jam memenuhi standar gelatin komersil, sementara gelatin hasil ekstraksi 6 jam tidak memenuhi standar yang ditetapkan tersebut. Tingginya nilai viskositas atau kekentalan larutan gelatin sangat erat kaitannya dengan kadar air gelatin kering. Semakin rendah kadar air gelatin kering maka kemampuannya untuk mengikat akuades (untuk membentuk gel) akan semakin tinggi. Semakin banyak jumlah akuades yang terikat oleh gelatin maka gel akan menjadi semakin kental, yang secara langsung berpengaruh pada semakin tingginya nilai viskositas yang diukur. Menurut Poppe (1992), gelatin akan mengembang bila dilarutkan dalam air karena kemampuannya untuk menyerap air hingga 10 kali 28

41 volumenya. Hal ini berarti perbedaan kadar air sangat signifikan mempengaruhi kapasitas penyerapan akuades yang secara langsung berdampak pada kekentalan dan nilai viskositas. Pengukuran viskositas pada penelitian ini dilakukan dengan mengencerkan 10 gram gelatin dalam 150 ml akuades dan kemudian dipanaskan pada suhu 60ºC selama 30 menit. Pencampuran gelatin ke dalam akuades harus dilakukan beberapa detik sebelum pemanasan dilakukan karena gelatin dengan mudah membentuk gel ketika bersentuhan dengan zat pengencer seperti akuades. Bila pencampuran dilakukan beberapa menit sebelum pemanasan, gelatin akan membentuk gel yang melekat di dasar wadah sehingga proses pemanasan harus dilakukan lebih lama (>30 menit) untuk homogenisasi larutan gelatin. Jumlah gel yang melekat di dasar wadah sangat mempengaruhi viskositas larutan, semakin banyak jumlah gel yang terbentuk di dasar wadah maka semakin rendah tingkat homogenitas dari larutan gelatin tersebut. Hal ini juga berdampak secara langsung pada menurunnya nilai viskositas larutan yang diukur. Pengukuran viskositas gelatin baru dapat dilakukan setelah larutan relatif dingin mendekati suhu ruang. Pengukuran yang dilakukan pada saat gelatin masih hangat menunjukkan nilai viskositas yang sangat rendah pada kedua jenis larutan gelatin (nilainya tidak terbaca oleh viskometer). Hal ini terjadi karena mekanisme pembentukan gel baru terjadi setelah adanya proses pendinginan. Semakin rendah suhu gelatin cair maka nilai viskositasnya akan semakin tinggi, oleh karena itu pengukuran harus langsung dilakukan bila suhu gelatin telah mencapai suhu ruang. Semakin tinggi nilai viskositas suatu larutan atau cairan berarti semakin tinggi tingkat kekentalannya. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa semakin lama waktu ekstraksi maka nilai viskositasnya semakin tinggi. Kekuatan Gel Kekuatan gel merupakan salah satu parameter penting dalam menilai kualitas gelatin komersil. Nilai kekuatan gel mencerminkan daya stabilitas emulsi dari gelatin tersebut bila digunakan sebagai emulsifier. Pengujian kekuatan gel dalam penelitian ini dilakukan masing-masing satu sample duplo karena keterbatasan sampel yang tersedia. Hal ini menyebabkan tidak dapat dilakukan analisis ragam (ANOVA) pada 29

42 kekuatan gel, karena analisis ragam membutuhkan minimal tiga data. Berdasarkan hasil uji satu sampel duplo, kekuatan gel dari gelatin hasil ekstraksi 12 jam dua kali lipat dibandingkan gelatin hasil ekstraksi 6 jam. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 6 dan Gambar 4. Kekuatan gel rata-rata gelatin hasil ekstraksi 12 jam adalah 1128,70 g/cm², sementara kekuatan gel rata-rata gelatin hasil ekstraksi 6 jam adalah 563,23 g/cm². Perbedaan kekuatan gel ini disebabkan oleh perbedaan jumlah kolagen yang berhasil diekstraksi. Semakin lama waktu ekstraksi, maka jumlah kolagen yang berhasil diekstraksi semakin besar. Semakin besar jumlah kolagen yang diperoleh, maka susunan molekul asam amino menjadi semakin rapat. Semakin rapat susunan molekul asam amino yang terbentuk, maka struktur heliks gelatin menjadi semakin stabil dan daya serap air menjadi semakin kuat. Hal ini berdampak langsung pada semakin tingginya nilai kekuatan gel dan stabilitas emulsi dari gelatin tersebut. Gambar 4. Perbandingan Kekuatan Gel Gelatin dari Tulang Paha Ayam Broiler dengan Lama Ekstraksi yang Berbeda Nilai kekuatan gel selalu berbanding lurus dengan nilai viskositas dan berbanding terbalik dengan kadar air. Hal ini berarti semakin tinggi kekuatan gel, nilai viskositas akan semakin tinggi, dan nilai kadar air akan semakin rendah. Semakin tinggi nilai kekuatan gelnya, semakin tinggi pula kualitas gelatin tersebut. Hal ini berlaku bila nilai ph dan kadar abu memenuhi standar gelatin komersil, karena nilai ph dan kadar abu yang tidak sesuai dengan standar dapat menyebabkan 30

43 gelatin tidak layak dijual meskipun nilai kekuatan gelnya tinggi. Semakin tinggi kualitas gelatin, maka harga jualnya akan semakin tinggi juga. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa semakin lama waktu ekstraksi maka nilai kekuatan gelnya semakin tinggi. Potensi sebagai Bahan Baku Gelatin Berdasarkan pembandingan yang dilakukan terhadap penelitian ini dan penelitian sebelumnya yang menggunakan tulang rawan, diperoleh hasil bahwa tingkat kesulitan dalam memproduksi gelatin dari tulang paha jauh lebih tinggi dibandingkan tulang rawan. Penyebab utamanya adalah terdapat sumsum di dalam pipa tulang paha yang harus dibersihkan terlebih dahulu karena menyebabkan bau tidak sedap dan memperlambat proses kimia yang akan berlangsung seperti demineralisasi dan liming. Proses-proses tambahan yang harus dilakukan untuk membersihkan sumsum adalah : pemecahan tulang, pembilasan pertama (dengan air bersih), perendaman dalam soda cair 0,01% selama 30 menit, pembilasan kedua (dengan air bersih), dan penyaringan tepung sumsum dan serbuk tulang. Penambahan prosedur tersebut ternyata tidak sebanding dengan nilai rendemen yang diperoleh karena nilai rendemen gelatin tulang rawan dari penelitian Saepudin (2003) adalah 8,63%-11,91%, sementara rendemen yang diperoleh dari gelatin tulang paha ini adalah 2,52%-7,10%. Tulang rawan ayam memiliki kandungan kolagen dan potensi gelatin dua kali lipat dibandingkan tulang paha ayam yang diteliti. Menurut Aerssens et al. (1998), tulang rawan ayam mengandung protein ±128,8 µg/mg tulang kering, sementara tulang pipa ayam, seperti tulang paha, mengandung protein ±56,6 µg/mg tulang kering. Apabila dalam penelitian ini rendemen yang dihasilkan dapat mencapai nilai 7,10%, maka dengan metode yang sama dengan menggunakan tulang rawan ayam sebagai bahan baku, rendemen yang dihasilkan dapat mencapai 14%. Setiap pasang ulangan yang dilakukan dalam penelitian ini (satu ulangan untuk ekstraksi 6 jam dan 1 ulangan untuk ekstraksi 12 jam) menggunakan tulang paha ayam broiler sisa deboning sebanyak 10 kg. Setiap 10 kg bahan baku tersebut terdiri dari ±30% tulang paha, ±30% tulang rawan, dan ±40% daging sisa, lemak, dan tendon. Hal ini berarti harga untuk 1 kg tulang rawan ayam sama dengan harga 31

44 untuk 1 kg tulang paha ayam. Berdasarkan tingkat kesulitan produksi, kandungan kolagen, dan harga bahan baku, dapat disimpulkan bahwa potensi tulang paha ayam broiler sebagai bahan baku gelatin jauh lebih rendah dibandingkan dengan tulang rawan ayam broiler. 32

45 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Lama ekstraksi berpengaruh nyata terhadap kualitas gelatin yang dihasilkan, terutama nilai ph, kadar air, kadar abu, viskositas, dan kekuatan gel. 2. Kualitas gelatin hasil ekstraksi 12 jam lebih baik dibandingkan hasil ekstraksi 6 jam. Ekstraksi gelatin selama 6 jam tidak direkomendasikan. 3. Berdasarkan nilai rendemen, potensi tulang paha ayam broiler sebagai bahan baku gelatin sangat rendah (2,52%-7,10%). Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengkaji potensi tulang rawan ayam broiler sebagai bahan baku gelatin tipe A dengan menggunakan prosedur modifikasi yang telah diterapkan pada penelitian ini, terutama dalam hal penggilingan kasar dan penggilingan halus pada tulang sebelum demineralisasi, dan pengeringan dengan alat pengering tenaga surya. Selain itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang lama ekstraksi dan ukuran partikel tulang untuk menghasilkan gelatin secara optimal. 33

46 UCAPAN TERIMA KASIH Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Bapa di Surga atas berkat, kekuatan, dan kasih sayang-nya yang sempurna sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini dan menuntaskan pendidikan sarjana di Institut Pertanian Bogor (IPB). Penulis juga memanjatkan banyak terima kasih kepada Bunda Maria yang senantiasa mendoakan dan memberikan semangat kepada penulis. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Tuti Suryati, S.Pt.,M.Si. selaku dosen pembimbing utama pada penulisan karya ilmiah ini, sekaligus selaku dosen pembimbing akademik selama penulis menempuh pendidikan di Fakultas Peternakan IPB. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Ir. B. N. Polii, S.U. selaku dosen pembimbing anggota pada penulisan karya ilmiah ini. Tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada seluruh staf dosen dan teknisi laboratorium Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan yang telah membagi ilmu dan pengetahuannya kepada penulis baik di dalam maupun di luar perkuliahan. Terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada papa Hirwandi Indratjahja, mama Rosningsih Bestari, Jenny Susianti,S.E., Romi Andrianto,S.Fil., Edwin Ganadhi, Theodorus Roosevelt Ganadhi dan Natasha Lilian Ganadhi atas setiap perhatian, semangat, dan dukungan selama penulis menempuh pendidikan di IPB. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada sahabat-sahabat selama penulis menempuh pendidikan di IPB : Ruben Paulus, Bianca Leasa, Angga, Ferry Rianto, Astrisia Artanti, Adelia Wiryani, Maria Vincentia, Natalia Dessy Wulansari, Mariagnes Indria, Aren Albertine, Edy Gunawan, Jap Mai Ching, Hendra Pratama, semua mahasiswa IPTP 42, semua anggota Keluarga Mahasiswa Katolik IPB (KEMAKI), semua penghuni Puri Riveria, serta teman-teman lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu-persatu. Semoga tali persahabatan dapat terus terjalin dengan kuat dan tak lekang oleh waktu. 34

47 DAFTAR PUSTAKA Aerssens, J., S. Boonen, G. Lowet, dan J. Dequeker Interspecies Differences in Bone Composition, Density, and Quality: Potential Implications for in Vivo Bone Research. The Endocrine Society, New York. Association of Official Analytical Chemist Official Methods of Analysis. 16th Edit. Vol 1B. Association of Official Analytical Chemist, Inc., Washington. Badan Pusat Statistik Data Ekspor Impor Indonesia. Badan Pusat Statistik, Jakarta. Balia, R Bovine spongioform encephalophaty. [29 Desember 2008] British Standard Sampling and testing of gelatin. dalam : Imeson (ed) Thickening and Gelling Agents. Academic Press, New York. Carr, J. M., K. Sufferling, dan J. Poppe Hydrocolloids and their use in the confectionery industry. J. Food Tech. 32(7): Dewan Standardisasi Nasional SNI Mutu dan Cara Uji Gelatin. Dewan Standardisasi Nasional, Jakarta. Gelatine Manufacturer of Europe Gelatine. [11 Oktober 2008] Gelita Corporation Gelatine worldwide. [11 Oktober 2008] Glicksman, M Gum Technology in Food Industry. Academic Press, New York. Hadiwiyoto Hasil-hasil Olahan Susu, Ikan, Daging, dan Telur. Liberty, Yogyakarta. Hinterwaldner, R Raw material. dalam : Ward, A. G. and A. Courts (eds) The Science and Technology of Gelatin. Academic Press, New York. Johns, P. dan A. Courts Relationship between collagen and gelatin. In : Ward, A. G. and A. Courts (eds) The Science and Technology of Gelatin. 35

48 Academic Press, New York. Kalbe Nutritionals Jaringan tulang. [30 Desember 2008] Lehninger, A. L Dasar-dasar Biokimia Jilid 1. Terjemahan : M. Thenawidjaja. Penerbit Erlangga, Jakarta. Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika-Majelis Ulama Indonesia (LPPOM-MUI) Tulang yang berserakan. Jurnal Halal, Bogor. Nurazizah, F Produk-produk Olahan Telur. Liberty, Yogyakarta. PBPDHI Flu burung. [29 Desember 2008] Pearson, A. M. dan R. B. Young Muscle and Meat Biochemistry. Food Science and Technology A Series of Monograph. Academic Press Inc., New York. Poppe, J Gelatin. dalam : Imeson (ed) Thickening and Gelling Agents. Academic Press, New York. Putro, S Pengering Ramah Lingkungan. Mutiara, Surabaya. Saepudin, D Optimasi proses pembuatan gelatin dari tulang rawan ayam pedaging dengan perlakuan asam klorida. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Schrieber, R. dan H. Gareis Gelatine Handbook. Wiley VCH Verlag GmbH & Co, Bicentennial. Septriansyah, C Kajian proses pembuatan gelatin dari hasil ikutan tulang ayam dalam kondisi asam. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Smith, E.L., R.L. Hill, I.R. Lehman, R.J. Lefkowitz, P. Handler, dan A. White, Principles of Biochemistry: Mammalian Biochemistry. 7 th Edition. McGraw- Hill Book Co., New York. Ward, A. G. dan A. Courts The Science and Technology of Gelatin. Academic Press, New York. 36

49 LAMPIRAN 37

50 Lampiran 1. Rendemen Gelatin dari Tulang Paha Ayam Broiler dengan Lama Ekstraksi yang Berbeda Ulangan Rendemen (%) 6 jam 12 jam 1 2,86 6,20 2 2,52 5,88 3 2,90 7,10 4 3,02 6,32 5 2,98 6,46 Rata-rata 2,86±0.20 6,39±0.45 Lampiran 2. Analisis Ragam Rendemen Gelatin dari Tulang Paha Ayam Broiler dengan Lama Ekstraksi yang Berbeda Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F hitung P hitung keragaman bebas kuadrat tengah Perlakuan Galat Total Lampiran 3. Nilai ph Gelatin dari Tulang Paha Ayam Broiler dengan Lama Ekstraksi yang Berbeda Ulangan Nilai ph 6 jam 12 jam 1 5,71 4,53 2 5,86 4,87 3 6,10 5,00 4 5,92 5,11 5 6,02 4,89 Rata-rata 5,92±0,15 4,88±0,22 Lampiran 4. Uji Kruskal-Wallis Nilai ph Gelatin dari Tulang Paha Ayam Broiler dengan Lama Ekstraksi yang Berbeda Data Nilai ph 6 jam 12 jam Nilai tengah 5,920 4,890 Rataan ranking 8,0 3,0 Nilai Z 2,61-2,61 Nilai P 0,009 38

51 Lampiran 5. Kadar Air Gelatin dari Tulang Paha Ayam Broiler dengan Lama Ekstraksi yang Berbeda Ulangan Kadar air (%) 6 jam 12 jam 1 14,93 8, ,16 8, ,09 10, ,22 9, ,50 9,03 Rata-rata 14,98±1,13 9,08±0,68 Lampiran 6. Analisis Ragam Kadar Air Gelatin dari Tulang Paha Ayam Broiler dengan Lama Ekstraksi yang Berbeda Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F hitung P hitung keragaman bebas kuadrat tengah Perlakuan Galat Total Lampiran 7. Kadar Abu Gelatin dari Tulang Paha Ayam Broiler dengan Lama Ekstraksi yang Berbeda Ulangan Kadar abu (%) 6 jam 12 jam 1 0,47 1,42 2 0,33 1,13 3 0,52 2,57 4 1,12 2,01 5 0,98 1,89 Rata-rata 0,68±0,34 1,80±0,56 Lampiran 8. Analisis Ragam Kadar Abu Gelatin dari Tulang Paha Ayam Broiler dengan Lama Ekstraksi yang Berbeda Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F hitung P hitung keragaman bebas kuadrat tengah Perlakuan Galat Total

52 Lampiran 9. Nilai Viskositas Gelatin dari Tulang Paha Ayam Broiler dengan Lama Ekstraksi yang Berbeda Ulangan Viskositas (cp) 6 jam 12 jam 1 0,17 2,03 2 0,30 1,87 3 0,12 1,72 4 0,16 2,81 5 0,16 3,12 Rata-rata 0,18±0,07 2,31±0,62 Lampiran 10. Analisis Ragam Viskositas Gelatin dari Tulang Paha Ayam Broiler dengan Lama Ekstraksi yang Berbeda Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F hitung P hitung keragaman bebas kuadrat tengah Perlakuan Galat Total Lampiran 11. Nilai Kekuatan Gel Gelatin dari Tulang Paha Ayam Broiler dengan Lama Ekstraksi yang Berbeda Duplo Kekuatan gel (gram/cm²) 6 jam 12 jam 1 639, , ,20 918,94 Rata-rata 563, ,70 40

53 Lampiran 12. Gelatin Hasil Ekstraksi 6 jam dan 12 jam. Gelatin hasil ekstraksi 6 jam Gelatin hasil ekstraksi 12 jam Lampiran 13. Beberapa Peralatan yang Digunakan dalam Penelitian Oven listrik Mesin penggiling kasar Alat penggiling halus Rumah kaca 41

54 Timbangan Digital ph meter Viskometer Viskometer dengan spindle terpasang Texture Analyzer 42

TINJAUAN PUSTAKA. Tulang adalah subtansi hidup yang dapat diperbaharui yang memiliki

TINJAUAN PUSTAKA. Tulang adalah subtansi hidup yang dapat diperbaharui yang memiliki II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tulang Tulang adalah subtansi hidup yang dapat diperbaharui yang memiliki pembuluh darah, limpa dan syaraf. Tulang terdiri atas bagian tulang yang kompak atau padat dan bagian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dikelompokkan sebagai berikut:kingdomanimalia, FilumChordata, KelasAves,

TINJAUAN PUSTAKA. dikelompokkan sebagai berikut:kingdomanimalia, FilumChordata, KelasAves, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Ayam broiler adalah jenis ayam dari luar negeri yang bersifat unggul sesuai dengan tujuan pemeliharaan karena telah mengalami perbaikan mutu genetik. Jenis ayam ini

Lebih terperinci

Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Larutan Perendam terhadap Rendemen Gelatin

Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Larutan Perendam terhadap Rendemen Gelatin 4. PEMBAHASAN Dalam penelitian ini dilakukan proses ekstraksi gelatin dari bahan dasar berupa cakar ayam broiler. Kandungan protein dalam cakar ayam broiler dapat mencapai 22,98% (Purnomo, 1992 dalam Siregar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gelatin adalah biopolimer yang dihasilkan dari hidrolisis parsial jaringan

BAB I PENDAHULUAN. Gelatin adalah biopolimer yang dihasilkan dari hidrolisis parsial jaringan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gelatin adalah biopolimer yang dihasilkan dari hidrolisis parsial jaringan kolagen yang ada pada kulit, tulang rawan, dan jaringan ikat hewan. Gelatin merupakan protein

Lebih terperinci

EFEK ASAM TERHADAP SIFAT TERMAL EKSTRAK GELATIN DARI TULANG IKAN TUNA (Euthynnus affinis)

EFEK ASAM TERHADAP SIFAT TERMAL EKSTRAK GELATIN DARI TULANG IKAN TUNA (Euthynnus affinis) EFEK ASAM TERHADAP SIFAT TERMAL EKSTRAK GELATIN DARI TULANG IKAN TUNA (Euthynnus affinis) Oleh : MARSAID/ 1409.201.717 Pembimbing: Drs.Lukman Atmaja, M.Si.,Ph.D. LATAR BELAKANG PENELITIAN GELATIN Aplikasinya

Lebih terperinci

EKSTRAKSI GELATIN DARI LIMBAH TULANG IKAN TENGGIRI (Scomberomorus sp.) DENGAN JENIS DAN KONSENTRASI ASAM YANG BERBEDA

EKSTRAKSI GELATIN DARI LIMBAH TULANG IKAN TENGGIRI (Scomberomorus sp.) DENGAN JENIS DAN KONSENTRASI ASAM YANG BERBEDA EKSTRAKSI GELATIN DARI LIMBAH TULANG IKAN TENGGIRI (Scomberomorus sp.) DENGAN JENIS DAN KONSENTRASI ASAM YANG BERBEDA TUGAS AKHIR Diajukan untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Program Studi Teknologi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE PENELITIAN

MATERI DAN METODE PENELITIAN III. MATERI DAN METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Juni 2014 di Laboratorium Teknologi Pasca Panen, Laboratorium Nutrisi dan Kimia serta Laboratorium Patologi,

Lebih terperinci

EFISIENSI PENGGANDAAN SKALA KAPASITAS BENCH PADA PRODUKSI GELATIN TULANG IKAN KAKAP MERAH (Lutjanus sp.)

EFISIENSI PENGGANDAAN SKALA KAPASITAS BENCH PADA PRODUKSI GELATIN TULANG IKAN KAKAP MERAH (Lutjanus sp.) EFISIENSI PENGGANDAAN SKALA KAPASITAS BENCH PADA PRODUKSI GELATIN TULANG IKAN KAKAP MERAH (Lutjanus sp.) EFFICIENCY OF CAPACITY BENCH SCALE IN GELATINE OF RED SNAPPER BONE S PRODUCTION Ivanti Lilianti

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu

I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. pengisi. Bahan pengisi pada tulang terdiri dari protein dan garam-garam mineral.

I. TINJAUAN PUSTAKA. pengisi. Bahan pengisi pada tulang terdiri dari protein dan garam-garam mineral. I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tulang sapi Tulang merupakan jaringan ikat yang terdiri dari sel, serat dan bahan pengisi. Bahan pengisi pada tulang terdiri dari protein dan garam-garam mineral. Garam-garam mineral

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN ,5 ribu US$ (Kemenperin, 2014).

BAB I PENDAHULUAN ,5 ribu US$ (Kemenperin, 2014). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gelatin berasal dari bahasa latin (gelatos) yang berarti pembekuan. Gelatin adalah protein yang diperoleh dari hidrolisis parsial kolagen dari kulit, jaringan ikat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Gelatin merupakan salah satu produk turunan protein yang diperoleh dari hasil hidrolisis kolagen hewan yang terkandung dalam tulang dan kulit. Susunan asam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gelatin memiliki sifat yang khas, yaitu berubah secara reversible dari bentuk sol

BAB I PENDAHULUAN. Gelatin memiliki sifat yang khas, yaitu berubah secara reversible dari bentuk sol BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gelatin merupakan suatu polipeptida larut hasil hidrolisis parsial kolagen yang merupakan konstituen utama dari kulit, tulang, dan jaringan ikat hewan. Gelatin memiliki

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI DIPLOMA III TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2015

PROGRAM STUDI DIPLOMA III TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2015 TUGAS AKHIR PEMBUATAN GELATIN DARI LIMBAH TULANG AYAM MENGGUNAKAN PROSES ASAM Disusun Oleh: RENNY SETYANINGSIH I 8312039 SILVIA IRIYANTI I 8312047 PROGRAM STUDI DIPLOMA III TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Industri Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran dan

Lebih terperinci

MATERI METODE. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan November 2014-Januari Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.

MATERI METODE. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan November 2014-Januari Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau. III. MATERI METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian telah dilaksanakan pada bulan November 2014-Januari 2015. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Pasca Panen dan Laboratorium Ilmu Nutrisi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE di Laboratorium Teknologi Pasca Panen, Ilmu Nutrisi dan Kimia Fakultas

MATERI DAN METODE di Laboratorium Teknologi Pasca Panen, Ilmu Nutrisi dan Kimia Fakultas III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini sudah dilaksanakan pada bulan Oktober sampai November 2014 di Laboratorium Teknologi Pasca Panen, Ilmu Nutrisi dan Kimia Fakultas Pertanian dan

Lebih terperinci

H. Yuniarifin, V. P. Bintoro, dan A. Suwarastuti Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang ABSTRAK

H. Yuniarifin, V. P. Bintoro, dan A. Suwarastuti Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang ABSTRAK PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI ASAM FOSFAT PADA PROSES PERENDAMAN TULANG SAPI TERHADAP RENDEMEN, KADAR ABU DAN VISKOSITAS GELATIN [The Effect of Various Ortho Phosphoric Acid Concentration in Bovine Bone

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Rancangan Percobaan dan Analisis Data

BAB III METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Rancangan Percobaan dan Analisis Data 12 BAB III METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Hasil Hutan, Laboratorium Biokomposit dan Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu Kayu Departemen

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Februari 2017 dan

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Februari 2017 dan IV. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Tempat Percobaan Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Februari 2017 dan penelitian utama dilaksanakan bulan Maret Juni 2017 di Laboratorium Teknologi

Lebih terperinci

METODE. Materi. Rancangan

METODE. Materi. Rancangan METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2008, bertempat di laboratorium Pengolahan Pangan Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai Desember 2012. Cangkang kijing lokal dibawa ke Laboratorium, kemudian analisis kadar air, protein,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan selama 5 bulan. Pemeliharaan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Pengujian kualitas fisik telur dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Pengujian kualitas kimia telur dilakukan

Lebih terperinci

METODE Lokasi dan Waktu Materi Bahan Pakan Zat Penghambat Kerusakan Peralatan Bahan Kimia Tempat Penyimpanan

METODE Lokasi dan Waktu Materi Bahan Pakan Zat Penghambat Kerusakan Peralatan Bahan Kimia Tempat Penyimpanan METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan, dimulai pada bulan September hingga bulan Desember 2008 dan berlokasi di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan mulai bulan Juli sampai Oktober 2011, dan dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas bahan-bahan untuk persiapan bahan, bahan untuk pembuatan tepung nanas dan bahan-bahan analisis. Bahan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Bahan Bahan yang digunakan untuk produksi biomineral yaitu cairan rumen dari sapi potong, HCl 1M, dan aquadest.

MATERI DAN METODE. Bahan Bahan yang digunakan untuk produksi biomineral yaitu cairan rumen dari sapi potong, HCl 1M, dan aquadest. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret-Mei 2008. Pembuatan biomineral dilakukan di Laboratorium Biokimia, Fisiologi dan Mikrobiologi Nutrisi, sedangkan pemeliharaan

Lebih terperinci

PERBAIKAN NILAI TAMBAH LIMBAH TULANG IKAN TUNA (Thunnus sp) MENJADI GELATIN SERTA ANALISIS FISIKA-KIMIA

PERBAIKAN NILAI TAMBAH LIMBAH TULANG IKAN TUNA (Thunnus sp) MENJADI GELATIN SERTA ANALISIS FISIKA-KIMIA PERBAIKAN NILAI TAMBAH LIMBAH TULANG IKAN TUNA (Thunnus sp) MENJADI GELATIN SERTA ANALISIS FISIKA-KIMIA Mala Nurilmala 1), Mita Wahyuni1 1), Heidi Wiratmaja 2) Abstrak Tulang ikan tuna (Thunnus sp.) merupakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan Laboratorium Peternakan Universitas

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan Laboratorium Peternakan Universitas BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan Laboratorium Peternakan Universitas Muhammadiyah Malang, Laboratorium Keamanan dan Mutu Pangan Universitas Brawijaya Malang. Penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tulang

TINJAUAN PUSTAKA Tulang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tulang Tulang adalah organ keras yang berfungsi sebagai alat gerak pasif, menjadi tempat pertautan otot, tendo, dan ligamentum. Tulang juga berfungsi sebagai penopang tubuh, memberi

Lebih terperinci

METODE. = hasil pengamatan pada ulangan ke-j dari perlakuan penambahan madu taraf ke-i µ = nilai rataan umum

METODE. = hasil pengamatan pada ulangan ke-j dari perlakuan penambahan madu taraf ke-i µ = nilai rataan umum METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Bagian Non Ruminansia dan Satwa Harapan, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Laboratorium Kimia Fisik, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PRODUKSI SEMI-REFINED CARRAGEENAN DARI RUMPUT LAUT EUCHEUMA COTTONII DENGAN VARIASI TEKNIK PENGERINGAN DAN KADAR AIR BAHAN BAKU

OPTIMALISASI PRODUKSI SEMI-REFINED CARRAGEENAN DARI RUMPUT LAUT EUCHEUMA COTTONII DENGAN VARIASI TEKNIK PENGERINGAN DAN KADAR AIR BAHAN BAKU OPTIMALISASI PRODUKSI SEMI-REFINED CARRAGEENAN DARI RUMPUT LAUT EUCHEUMA COTTONII DENGAN VARIASI TEKNIK PENGERINGAN DAN KADAR AIR BAHAN BAKU Made Vivi Oviantari dan I Putu Parwata Jurusan Analisis Kimia

Lebih terperinci

Avaliable online at Jurnal Teknosains Pangan Vol 2 No 3 Juli 2013

Avaliable online at  Jurnal Teknosains Pangan Vol 2 No 3 Juli 2013 Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Sebelas Maret Avaliable online at www.ilmupangan.fp.uns.ac.id Jurnal Teknosains Pangan Vol 2 No 3 Juli 2013 KAJIAN KARAKTERISTIK FISIK DAN KIMIA GELATIN EKSTRAK

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 39 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Produksi Kerupuk Terfortifikasi Tepung Belut Bagan alir produksi kerupuk terfortifikasi tepung belut adalah sebagai berikut : Belut 3 Kg dibersihkan dari pengotornya

Lebih terperinci

LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS

LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS A.1 Pengujian Viskositas (menggunakan viskosimeter) (Jacobs, 1958) Viskositas Saos Tomat Kental diukur dengan menggunakan viskosimeter (Rion Viscotester Model VT-04F). Sebelum

Lebih terperinci

MATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama

MATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Bagian Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan september 2011 hingga desember 2011, yang bertempat di Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Departemen

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kolagen Kolagen berasal dari bahasa Yunani yang berarti lem (perekat). Kolagen merupakan komponen struktural utama dari jaringan ikat putih (white connetive tissue) yang meliputi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Laboratorium Peternakan Universiatas Muhammadiyah Malang dan Laboratorium

III. METODOLOGI PENELITIAN. Laboratorium Peternakan Universiatas Muhammadiyah Malang dan Laboratorium III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian telah dilaksanakan pada bulan April - Mei 2016 bertempat di Laboratorium Peternakan Universiatas Muhammadiyah Malang dan Laboratorium Pengujian

Lebih terperinci

ISOLASI DAN KARAKTERISASI GELATIN DARI TULANG AYAM DENGAN METODE ASAM

ISOLASI DAN KARAKTERISASI GELATIN DARI TULANG AYAM DENGAN METODE ASAM ALCHEMY, Vol. 2 No. 3 Oktober 2013, hal. 184 189 ISOLASI DAN KARAKTERISASI GELATIN DARI TULANG AYAM DENGAN METODE ASAM Akyunul Jannah, Anik Maunatin, Arin Windayanti, Yuana Findianti dan Zulfiatul Mufidah

Lebih terperinci

METODE Lokasi dan Waktu Materi Rancangan Percobaan Analisis Data

METODE Lokasi dan Waktu Materi Rancangan Percobaan Analisis Data METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Produksi Ternak Ruminansia Besar, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan dan Laboratorium Seafast, Pusat

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE A. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah kulit buah manggis, ethanol, air, kelopak bunga rosella segar, madu dan flavor blackcurrant. Bahan kimia yang digunakan untuk keperluan

Lebih terperinci

EKSTRAKSI GELATIN DARI KAKI AYAM BROILER MELALUI BERBAGAI LARUTAN ASAM DAN BASA DENGAN VARIASI LAMA PERENDAMAN

EKSTRAKSI GELATIN DARI KAKI AYAM BROILER MELALUI BERBAGAI LARUTAN ASAM DAN BASA DENGAN VARIASI LAMA PERENDAMAN EKSTRAKSI GELATIN DARI KAKI AYAM BROILER MELALUI BERBAGAI LARUTAN ASAM DAN BASA DENGAN VARIASI LAMA PERENDAMAN Muhammad Rasyid Indrawan*, Risna Agustina, Laode Rijai Laboratorium Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Bagian Teknologi Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

4.1. Pengaruh Pra Perlakuan dan Jenis Larutan Ekstraksi terhadap Rendemen Gelatin yang Dihasilkan.

4.1. Pengaruh Pra Perlakuan dan Jenis Larutan Ekstraksi terhadap Rendemen Gelatin yang Dihasilkan. 4. PEMBAHASAN Pada penelitian ini, tulang ikan nila mengalami tiga jenis pra perlakuan dan dua jenis ekstraksi untuk mendapatkan ekstrak gelatin yang nantinya akan digunakan sebagai bahan dasar pembuatan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Maret - April 2015 bertempat di

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Maret - April 2015 bertempat di III. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Maret - April 2015 bertempat di Laboratorium Teknologi Pascapanen dan Laboratorium Ilmu Nutrisi dan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk -

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - digilib.uns.ac.id BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - Kompor gas - Sendok - Cetakan plastik A.2Bahan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji karet, dan bahan pembantu berupa metanol, HCl dan NaOH teknis. Selain bahan-bahan di atas,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa, dan (7) Waktu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Fisik Gelatin Pengujian fisik gelatin meliputi rendemen, kekuatan gel dan viskositas. Pengujian fisik bertujuan untuk mengetahui nilai dari rendemen, kekuatan

Lebih terperinci

SIFAT FISIK DAN FUNGSIONAL TEPUNG PUTIH TELUR AYAM RAS DENGAN WAKTU DESUGARISASI BERBEDA SKRIPSI RATNA PUSPITASARI

SIFAT FISIK DAN FUNGSIONAL TEPUNG PUTIH TELUR AYAM RAS DENGAN WAKTU DESUGARISASI BERBEDA SKRIPSI RATNA PUSPITASARI SIFAT FISIK DAN FUNGSIONAL TEPUNG PUTIH TELUR AYAM RAS DENGAN WAKTU DESUGARISASI BERBEDA SKRIPSI RATNA PUSPITASARI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gelatin merupakan salah satu jenis protein yang didapatkan melalui tulang atau kulit hewan dengan cara ekstraksi. Pada prinsipnya, gelatin diproduksi dari bahan yang

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE PENELITIAN. Penelitian mengenai Pengaruh Penambahan Pollard Fermentasi Dalam

BAB III MATERI DAN METODE PENELITIAN. Penelitian mengenai Pengaruh Penambahan Pollard Fermentasi Dalam 13 BAB III MATERI DAN METODE PENELITIAN Penelitian mengenai Pengaruh Penambahan Pollard Fermentasi Dalam Pellet Terhadap Serat Kasar dan Kualitas Fisik Pellet dilaksanakan pada bulan Juli 2014 di Laboratorium

Lebih terperinci

SIFAT KIMIA TEPUNG DAGING SAPI YANG DIBUAT DENGAN METODE PENGERINGAN YANG BERBEDA DAN SIFAT MIKROBIOLOGISNYA SELAMA PENYIMPANAN

SIFAT KIMIA TEPUNG DAGING SAPI YANG DIBUAT DENGAN METODE PENGERINGAN YANG BERBEDA DAN SIFAT MIKROBIOLOGISNYA SELAMA PENYIMPANAN SIFAT KIMIA TEPUNG DAGING SAPI YANG DIBUAT DENGAN METODE PENGERINGAN YANG BERBEDA DAN SIFAT MIKROBIOLOGISNYA SELAMA PENYIMPANAN SKRIPSI HARFAN TEGAS ADITYA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS

Lebih terperinci

Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti "yang paling utama") adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan

Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti yang paling utama) adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan A. Protein Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti "yang paling utama") adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino

Lebih terperinci

Dosen Pembimbing Tugas Akhir : Ir. Budi Setiawan, MT. Oleh : Sinta Aprillia Dwi Wardani ( ) Ivan Edo Nurhadist ( )

Dosen Pembimbing Tugas Akhir : Ir. Budi Setiawan, MT. Oleh : Sinta Aprillia Dwi Wardani ( ) Ivan Edo Nurhadist ( ) Dosen Pembimbing Tugas Akhir : Ir. Budi Setiawan, MT Oleh : Sinta Aprillia Dwi Wardani (2307 030 040) Ivan Edo Nurhadist (2307 030 051) LATAR BELAKANG Produksi Ceker Ayam : Ribuan ton/tahun Harga jual

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April-Mei 2014 di

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April-Mei 2014 di III. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan AprilMei 2014 di Laboratorium Teknologi Pascapanen dan Laboratorium Nutrisi dan Kimia serta Laboratorium Patologi,

Lebih terperinci

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus )

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus ) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang dibahas pada bab ini meliputi sintesis kolagen dari tendon sapi (Bos sondaicus), pembuatan larutan kolagen, rendemen kolagen, karakterisasi sampel kontrol,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. protein berkisar antara 20% sampai 30%. Kacang-kacangan selain sumber protein

I PENDAHULUAN. protein berkisar antara 20% sampai 30%. Kacang-kacangan selain sumber protein I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah umbi talas segar yang dibeli di Bogor (Pasar Gunung Batu, Jalan Perumahan Taman Yasmin, Pasar

Lebih terperinci

11. TINJAUAN PUSTAKA

11. TINJAUAN PUSTAKA 11. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kandungan Nutrisi Telur Puyuh Telur puyuh terdiri atas putih telur (albumen) 47,4%, kuning telur ( yolk) 31,9% dan kerabang serta membran kerabang 20,7%. Kandungan protein telur

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. ayam broiler terhadap kadar protein, lemak dan bobot telur ayam arab ini bersifat

BAB III METODE PENELITIAN. ayam broiler terhadap kadar protein, lemak dan bobot telur ayam arab ini bersifat BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Percobaan Penelitian tentang peran pemberian metionin dan linoleat pada tepung kaki ayam broiler terhadap kadar protein, lemak dan bobot telur ayam arab

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.1 Tinjauan Pustaka II.1.a Tulang Gambar 2.1 Limbah Tulang Ayam Tulang merupakan salah satu tenunan pengikat. Tulang terdiri dari sel, seratserat dan bahan pengisi. Bahan pengisi

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR. Diajukan Sebagai Persyaratan Untuk Menyelesaikan Pendidikan Diploma III Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Sriwijaya

LAPORAN AKHIR. Diajukan Sebagai Persyaratan Untuk Menyelesaikan Pendidikan Diploma III Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Sriwijaya LAPORAN AKHIR PENGARUH KONSENTRASI ASAM PHOSPAT DAN WAKTU DEMINERALISASI TERHADAP KUALITAS LEM BERBAHAN BAKU TULANG IKAN TENGGIRI (SCOMBEROMORUS COMMERSONII) Diajukan Sebagai Persyaratan Untuk Menyelesaikan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Kimia dan Gizi Pangan, Departemen Pertanian, Fakultas Peternakan dan

BAB III MATERI DAN METODE. Kimia dan Gizi Pangan, Departemen Pertanian, Fakultas Peternakan dan 13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2016 di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan, Departemen Pertanian, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro,

Lebih terperinci

Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : tali rafia. Hal ini sangat penting dilakukan untuk memperoleh mutu yang lebih

Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : tali rafia. Hal ini sangat penting dilakukan untuk memperoleh mutu yang lebih BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Ekstraksi Tepung Karaginan Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : 1. Sortasi dan Penimbangan Proses sortasi ini bertujuan untuk memisahkan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Sebanyak 1-2 g contoh ditimbang pada sebuah wadah timbang yang sudah diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS BAHAN MAKANAN ANALISIS KADAR ABU ABU TOTAL DAN ABU TIDAK LARUT ASAM

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS BAHAN MAKANAN ANALISIS KADAR ABU ABU TOTAL DAN ABU TIDAK LARUT ASAM LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS BAHAN MAKANAN ANALISIS KADAR ABU ABU TOTAL DAN ABU TIDAK LARUT ASAM Kelompok 10 Delis Saniatil H 31113062 Herlin Marlina 31113072 Ria Hardianti 31113096 Farmasi 4B PRODI

Lebih terperinci

Dekolagenasi Limbah Tulang Ayam oleh Filtrat Abu Sekam Padi terhadap Kandungan Kalsium dan Fosfor

Dekolagenasi Limbah Tulang Ayam oleh Filtrat Abu Sekam Padi terhadap Kandungan Kalsium dan Fosfor Dekolagenasi Limbah Tulang Ayam oleh Filtrat Abu Sekam Padi terhadap Kandungan Kalsium dan Fosfor Fitri Apriani Noor, Rachmat Wiradimadja, dan Denny Rusmana Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE. dilakukan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Universitas Riau.

III. MATERI DAN METODE. dilakukan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Universitas Riau. III. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai bulan Agustus 2014 bertempat di Labolaturium Teknologi Pascapanen (TPP) dan analisis Kimia dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Bahan dan Peralatan Penelitian 3.1.1. Bahan Penelitian Penelitian ini menggunakan daging ayam broiler sebanyak 8 ekor yang berasal dari CV. Putra Mandiri, dan strain

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 14 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini pemerintah menghimbau masyarakat dan pengusaha untuk meningkatkan ekspor non migas sebagai sumber devisa negara. Sangat diharapkan dari sektor pertanian,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Metode Pembuatan Petak Percobaan Penimbangan Dolomit Penanaman

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Metode Pembuatan Petak Percobaan Penimbangan Dolomit Penanaman MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan mulai akhir bulan Desember 2011-Mei 2012. Penanaman hijauan bertempat di kebun MT. Farm, Desa Tegal Waru. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Maret sampai April 2015 di

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Maret sampai April 2015 di III. MATERI DAN METODE 3.1. WaktudanTempat Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Maret sampai April 2015 di Laboratorium Pascapanen Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Perlakuan Terhadap Sifat Fisik Buah Pala Di Indonesia buah pala pada umumnya diolah menjadi manisan dan minyak pala. Dalam perkembangannya, penanganan pascapanen diarahkan

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN IV. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan baku yang digunakan adalah udang putih (Litopenaeus vannamei), polifosfat ((NaPO 3 )n) dan garam (NaCl). Udang putih yang digunakan memiliki ukuran 31-40,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. daritubuhhewan, diperoleh setelah hewan tersebutmatidandikuliti. kerbaudandombasertakambingmemilikistruktur jaringan yang

TINJAUAN PUSTAKA. daritubuhhewan, diperoleh setelah hewan tersebutmatidandikuliti. kerbaudandombasertakambingmemilikistruktur jaringan yang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.I Kulit Sapi Kulit adalah hasilsampingdaripemotonganternak,merupakanlapisanterluar daritubuhhewan, diperoleh setelah hewan tersebutmatidandikuliti. Kulitdari ternakbesardankecilbaiksapi,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Fermentasi Onggok Singkong (Termodifikasi)

Lampiran 1. Prosedur Fermentasi Onggok Singkong (Termodifikasi) Lampiran 1. Prosedur Fermentasi Onggok Singkong (Termodifikasi) Diambil 1 kg tepung onggok singkong yang telah lebih dulu dimasukkan dalam plastik transparan lalu dikukus selama 30 menit Disiapkan 1 liter

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Mozzarela dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 di Laboratorium Kimia dan

BAB III MATERI DAN METODE. Mozzarela dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 di Laboratorium Kimia dan 20 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Pemanfaatan Susu Sapi,Susu Kerbau Dan Kombinasinya Untuk Optimalisasi Kadar Air, Kadar Lemak Dan Tekstur Keju Mozzarela dilaksanakan pada bulan Oktober

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. kandungan gizi yang cukup baik. Suryana (2004) melaporkan data statistik

I PENDAHULUAN. kandungan gizi yang cukup baik. Suryana (2004) melaporkan data statistik I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Maksud Penelitian, (5) Manfaat Penelitian, (6) Kerangka Pemikiran,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik Negeri Lampung dan Laboratorium Balai Besar Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

BAB III PENGOLAHAN DAN PENGUJIAN MINYAK BIJI JARAK

BAB III PENGOLAHAN DAN PENGUJIAN MINYAK BIJI JARAK BAB III PENGOLAHAN DAN PENGUJIAN MINYAK BIJI JARAK 3.1. Flowchart Pengolahan dan Pengujian Minyak Biji Jarak 3.2. Proses Pengolahan Minyak Biji Jarak Proses pengolahan minyak biji jarak dari biji buah

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu 1. Bentuk Granula Suspensi pati, untuk pengamatan dibawah mikroskop polarisasi cahaya, disiapkan dengan mencampur butir pati dengan air destilasi, kemudian

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Terpadu (uji kimia dan mikrobiologi) dan di bagian Teknologi Hasil Ternak (uji organoleptik), Departemen Ilmu Produksi dan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Daging Domba Daging domba yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging domba bagian otot Longissimus thoracis et lumborum.

MATERI DAN METODE. Daging Domba Daging domba yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging domba bagian otot Longissimus thoracis et lumborum. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni-November 2011. Pemeliharaan ternak prapemotongan dilakukan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Materi Prosedur Pembuatan MOL Tapai dan Tempe Pencampuran, Homogenisasi, dan Pemberian Aktivator

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Materi Prosedur Pembuatan MOL Tapai dan Tempe Pencampuran, Homogenisasi, dan Pemberian Aktivator MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai pembuatan pupuk cair dan karakteristik pupuk cair ini dilaksanakan dari bulan November sampai Desember 200 yang dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

Lampiran 1. Gambar tanaman dan wortel. Tanaman wortel. Wortel

Lampiran 1. Gambar tanaman dan wortel. Tanaman wortel. Wortel Lampiran 1. Gambar tanaman dan wortel Tanaman wortel Wortel Lampiran 2. Gambar potongan wortel Potongan wortel basah Potongan wortel kering Lampiran 3. Gambar mesin giling tepung 1 2 4 3 5 Mesin Giling

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Ransum terhadap Sifat Fisik Daging Puyuh Jantan dilaksanakan bulan Juni

BAB III MATERI DAN METODE. Ransum terhadap Sifat Fisik Daging Puyuh Jantan dilaksanakan bulan Juni BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Pengaruh Penambahan Kunyit dan Jahe dalam Ransum terhadap Sifat Fisik Daging Puyuh Jantan dilaksanakan bulan Juni Agustus 2016 di kandang Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan daging yang paling banyak dikonsumsi masyarakat

PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan daging yang paling banyak dikonsumsi masyarakat I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Daging ayam merupakan daging yang paling banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia karena rasanya disukai dan harganya jauh lebih murah di banding harga daging lainnya. Daging

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. ALAT DAN BAHAN Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah jarak pagar varietas Lampung IP3 yang diperoleh dari kebun induk jarak pagar BALITRI Pakuwon, Sukabumi.

Lebih terperinci

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : 19630504 198903 2 001 DIBIAYAI OLEH DANA DIPA Universitas Riau Nomor: 0680/023-04.2.16/04/2004, tanggal

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan yaitu dari bulan Oktober sampai Desember 2011. Penyimpanan dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, pengujian kualitas

Lebih terperinci

Asam amino merupakan komponen utama penyusun

Asam amino merupakan komponen utama penyusun ANALISIS ASAM AMINO DALAM TEPUNG IKAN DAN BUNGKIL KEDELAI Saulina Sitompul Asam amino merupakan komponen utama penyusun protein, dan dibagi dalam dua kelompok yaitu asam amino esensial dan non-esensial.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae, I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. house) dan penelitian laboratorium yang dilaksanakan mulai bulan Juli-Desember

BAB III MATERI DAN METODE. house) dan penelitian laboratorium yang dilaksanakan mulai bulan Juli-Desember 13 BAB III MATERI DAN METODE Pelaksanaan penelitian ini meliputi penanaman di rumah kaca (green house) dan penelitian laboratorium yang dilaksanakan mulai bulan Juli-Desember 2014. Penanaman kedelai dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. substitusi tepung biji alpukat dilaksanakan pada bulan November 2016 di

BAB III MATERI DAN METODE. substitusi tepung biji alpukat dilaksanakan pada bulan November 2016 di 15 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian analisis sifat fisik cookies berbahan baku tepung terigu dengan substitusi tepung biji alpukat dilaksanakan pada bulan November 2016 di Laboratorium Kimia dan Gizi

Lebih terperinci

METODE PENGUJIAN. 1. Kadar Oksalat (SNI, 1992)

METODE PENGUJIAN. 1. Kadar Oksalat (SNI, 1992) LAMPIRAN 1. Kadar Oksalat (SNI, 1992) METODE PENGUJIAN Sebanyak 5 gram sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer. Untuk pengujianan total oksalat ke dalam Erlenmeyer ditambahkan larutan

Lebih terperinci