BAB I PENDAHULUAN. Hal dapat terlihat dari peningkatan jumlah produksi yang terjadi disetiap tahunnya.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Hal dapat terlihat dari peningkatan jumlah produksi yang terjadi disetiap tahunnya."

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN I. 1 Latar Belakang Indonesia menyimpan potensi besar dalam hal produksi minyak kelapa sawit. Hal dapat terlihat dari peningkatan jumlah produksi yang terjadi disetiap tahunnya. Pada tahun 2003 produksi CPO Indonesia mencapai ribu ton dan selalu mengalami peningkatan hingga 12 % setiap tahunnya. Pada tahun 2007 produksi CPO Indonesia mencapai ribu ton. Sedangkan pada tahun 2010 jumlah produksi CPO mencapai ribu ton. 1 Dengan terjadinya peningkatan signifikan di setiap tahunnya, Indonesia saat ini merupakan penghasil minyak sawit terbesar di dunia. Pada tahun 2012, Indonesia memenuhi hampir 50 % dari kebutuhan minyak sawit dunia, dengan jumlah produksi sebesar 28 juta ton. sedangkan Malaysia berada diperingkat kedua, yaitu memproduksi sebanyak 19,7 juta ton. 2 Peningkatan diperkirakan masih akan terjadi disebabkan oleh luas wilayah di Indonesia yang masih berpotensi untuk digarap menjadi areal perkebunan kelapa sawit. 1 Sri Nuryanti, Nilai Strategis Industri Sawit,Analisis Kebijakan Pertanian Vol. 6 No.4, Desember hlm Terdapat dalam pse.litbang.deptan.go.id/ind/pdffiles/art6-4e.pdf, diunduh pada 1 Juli Martin Sihombing, Produsen CPO: Indonesia masih Terbesar di Dunia, terdapat dalam diunduh tanggal 1 Juli

2 Sebagai penghasil dan ekportir minyak sawitpertama sejak tahun 2006, Indonesia menyimpan potensi yang sangat besar dalam hal produksi kelapa sawit. Akan tetapi, sebagian besar hasil kelapa sawit yang hasilkan Indonesia masih berupa produk hulu dengan nilai tambah yang relatif lebih kecil. Sangat berbeda kemudian jika dibandingkan dengan kompetitor Indonesia dalam hal produksicpo, Malaysia yang sudah mengembangkan produknya hingga menjadi beberapa produk turunan dari produk antara sawit (semi hilir) hingga produk hilir. Hal ini yang kemudian menyebabkan Indonesia masih tertinggal dari Malaysia, walaupun hasil CPO yang diproduksi Indonesia lebih tinggi jika dibanding dengan Malaysia. Salah satu faktor penyebab keberhasilan Malaysia dalam mengembangkan industri turunan minyak kelapa sawitnya adalah Malaysia yang sudah lebih dulu serius menekuni industri kelapa sawitnya telah membangun industri kelapa sawit beserta turunannya yang terintegrasi dari hulu ke hilir dengan sangat baik. Hal ini dapat dilihat dengan jumlah produk-produk hilir Malaysia yang berjumlah lebih dari seratus seratus dua puluh jenis produk yang bernilai tambah tinggi. 3 Dengan berbagai produk hilir yang dihasilkan, Malaysia tidak hanya memproduksi minyak sawit mentah (CPO) ke luar negeri, akan tetapi sudah melakukan inovasi dengan memproduksi produk-produk turunan dari CPO itu sendiri. 3 Perkembangan Industri Oleokimia Indonesia, terdapat dalam Kimia.html, diunduh pada 1 Juli

3 Walaupun masih tertinggal dari Malaysia, Indonesia juga tengah mengupayakan untuk melakukan upgrading terhadap industri minyak sawitnya. Hal ini dilakukan untuk mewujudkan keinginan agar minyak sawit Indonesia serta turunannya dapat menjadi market leader di pasar dunia dan industri kelapa sawit serta turunannya dapat menjadi sumber kekuatan ekonomi nasional yang dapat berperan dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat. 4 Ada beberapa produk turunan yang kemudian dikembangkan. Badan Penelitian dan Pengembangan Penelitian Departemen Pertanian menyebutkan bahwa Industri produkturunan kelapa sawit kategori produk pangan yang umum diusahakan di Indonesia adalah minyak goreng, margarin, shortening, dll dan produk bukan pangan, yaitu oleokimia, dan sumber energi alternatif, yaitu biodiesel. Dalam pembahasan ini, penulis akan khusus membahas mengenai upgrading yang dilakukan oleh Indonesia terhadap produk bukan pangan, atau oleokimia. Oleokimia merupakan bahan yang berasal dari minyak atau lemak yang lazim digunakan sebagai bahan baku berbagai macam produk mulai dari produk pangan hingga non pangan. Permintaan pasar global terhadap oleokimia dari tahun ke tahun selalu mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan karena oleokimia banyak berperan menggantikan produk-produk turunan minyak bumi (petrokimia). Oleokimia sendiri 4 Didik H. Goenadi dkk, Prospek dan Arah Perkembangan Agribisnis kelapa Sawit di Indonesia, (Jakarta: Badan Penlitian dan Pengembangan Pertanian, 2005). hlm.10. 3

4 memiliki beberapa keunggulan, yaitu: (1) bahan bakunya bersifat renewable resource (asam lemak sawit), (2) ramah lingkungan (biodegradable), (3)relative lebih keras dan tahan lama, (4) jika dibandingkan dari bahan dasar petrokimia, oleokimia yang terbuat dari kelapa sawit lebih aman bagi tubuh, dapat didaur ulang, tidak menyebabkan iritasi bagi kulit. 5 Segmen pasar oleokimia akan semakin berkembang sejalan dengan perkembangan teknologi oleokimia dan kesadaran masyarakat akan lingkungan serta semakin langkanya petrokimia. 6 Dalam kurun waktu tiga tahun terakhir ( ) terjadi peningkatan besar bagi Indonesia dalam produksi oleokimia. Para produsen yang biasanya hanya bergerak di Industri hulu, yaitu memproduksi minyak sawit (CPO), saat ini mulai banyak yang bergerak ke industri hilir, khususnya dalam memproduksi oleokimia. Pada tahun 2010 terdapat sekitar Sembilan perusahaan yang bergerak dibidang industri oleokimia dengan kapasitas produksi mencapai 1,5 juta ton. 7 Pada tahun 2012 jumlah produsen oleokimia bertambah hingga menjadi 12 perusahaan, termasuk Badan Usaha Milik negara (BUMN) yang diwakili oleh PTPerkebunan Nusantara (PTPN) yang biasanya memproduksi CPO mulai menargetkan untuk ikut memproduksi oleokimia. Produk-produk oleokimia, (medan: Pusat Penelitian Kelapa Sawit), terdapat dalam diunduh pada 15 Juni Prospek Dan Arah Pengembangan Agribisnis Kelapa Sawit Di Indonesia., op,cit, hlm Tim Advokasi Minyak Sawit Indonesia, Fakta Kelapa Sawit Indonesia, ( Jakarta, Jakarta: Dewan Minyak Sawit Indonesia, 2010), hlm

5 Selain jumlah produsen yang bertambah, produsen yang telah dahulu memproduksi oleokimia juga melakukan peningkatan terhadap jumlah produksi oleokimia. Beberapa produsen besar seperti Bakrie, Unilever, dan dan Wilmar masing-masing menanamkan investasi cukup besar untuk menambah pabrik oleokimia mereka. Menurut Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) total investasi hilir sawit periode Oktober Desember 2013 secara akumulasi telah mencapai Rp 26 triliun atau ± 81 % dari total investasi yang diharapkan dalam periode Oktober Desember Investasi ini dilakukan oleh 16 Perusahaan dan sebagian besar dengan produk oleokimia. 8 Peningkatan jumlah produsen yang bergerak dibidang hilir, tentunya menambah jumlah produksi oleokimia Indonesia. Pada tahun 2012, Indonesia menghasilkan 1, 9 juta ton oleokimia, sedangkan pada tahun 2013, memproduksi sebesar lebih dari 2 juta ton oleokimia. Dengan peningkatan produksi yang terjadi tersebut, Indonesia saat ini merupakan produsen ke 4 terbesar di dunia dan berhasil mengalahkan produksi Malaysia selama dua tahun berturut-turut sejak tahun Pada tahun 2014, produksi oleokimia dapat menembus 4 juta ton. 9 Peningkatan Upgrading Oleokimia sejalan dengan keinginan pemerintah yang tengah berupaya untuk meningkatkan nilai tambah hasil perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Indonesia memiliki tujuan ke depan yaitu menjadi market leader dalam hal 8 Investasi Hilir Sawit Mencapai US$ 2 M, terdapat dalam diunduh pada 27 Januari Produksi Industri Oleokimia di Prediksi Meningkat, Bisnis.com Jakarta. 5

6 produksi kelapa sawit beserta turunannya. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut harus banyak dilakukan inovasi dan tidak hanya terhenti pada pertambahan produksi CPO saja. Berdasarkan peraturan presiden no. 28 tahun 2008 tentang kebijakan industri nasional disebutkan bahwa industri pengolahan kelapa sawit merupakan salah satu prioritas untuk dikembangkan dan mempunyai nilai tambah lebih tinggi seperti industri oleofood, olechemical, energi dan pharmaceutical, dll. 10 Dengan berkembangnya industri pengolahan kelapa sawit diharapkan dapat memperluas kesempatan untuk pengembangan produk hilir lainnya. Industri hilir memegang peranan penting dalam perekonomian nasional khususnya, sebagai penghasil devisa, penyedia tenaga kerja, serta untuk memenuhi kebutuhan pokok masyarakat. 11 Dengan Inovasi yang berhasil dilakukan, maka akan tercipta nilai tambah dari proses upgrading sebuah produk. Proses nilai tambah yang tercipta diharapkan akan dinikmati oleh masyarakat Indonesia dan menciptakan kesejahteraan di Indonesia. I.2 Rumusan Masalah Dari latar belakang yang telah penulis paparkan, maka rumusan masalah yang akan penulis kaji lebih dalam adalah sebagai berikut: 10 Booklet Industri Hilir Kelapa Sawit Indonesia, (Jakarta: Kementerian Perindustrian Republik Indonesia, 2011),hlm Ibid., 6

7 1. Bagaimanakah Upgradingproduk Oleokimia yang dilakukan di Indonesia pada tahun ? 2. Bagaimana peranpemerintah Indonesia dalam mengupayakan peningkatan upgrading industri oleokimia pada tahun ? I. 3 Tinjauan Literatur Industri oleokimia di Indonesia, walaupun sudah agak lama berdiri, akan tetapi masih sangat jarang untuk dibahas di Indonesia. Berbagai penelitian mengenai kelapa sawit dan produk turunannya sudah banyak dilakukan, akan tetapi masih belum terkoordinir baik. Banyak sekali tulisan pengantar mengenai industri kelapa sawit dan pengembangan turunannya di Indonesia yang dikeluarkan oleh berbagai departemen terkait, seperti: Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kelapa Sawit yang dikeluarkan oleh departemen pertanian, Fakta Kelapa Sawit Indonesia dari Dewan Minyak Sawit Indonesia, Kajian Nilai Tambah Produk Pertanian oleh Kementerian Keuangan Republik Indonesia, akan berbagai tersebut hanya memaparkan bagaimana kelapa sawit Indonesia pada jangka waktu tertentu tanpa adanya analisa yang lebih mendalam, terutama dalam hal proses yang terjadi dalam upgrading industri CPO kepada oleokimia. Dalam hal penelitian mengenai kelapa sawit beserta turunannya, banyak bersumber dari Masyarakat Perkelapa-sawitan Indonesia (MAKSI). MAKSI sendiri 7

8 merupakan tim peneliti yang berasal dari Institut Pertanian Bogor (IPB) yang khusus membahas mengenai segala hal yang berkaitan dengan industri kelapa sawit berikut produk turunannya di Indonesia. Dalam tinjauan literatur kali ini penulis akan membahas mengenai penelitian yang dibuat oleh Dr. Ani Suryani, yaitu mengenai Kapasitas Riset di Bidang Industri Hilir Kelapa Sawit 12. Dalam penelitiannya Suryani menyebutkan bahwa industri yang tengah berkembang pada saat tersebut adalah industri minyak sawit. Sedangkan produk hilir yang dikembangkan di Indonesia adalah produk non pangan, yaitu olekimia yang terdiri dari fatty acid, fatty alcohol, dan gliserol. Selanjutnya juga disebutkan beberapa rekomendasi terhadap industri oleokimia di Indonesia 13, yaitu: pencarian alternatif produk oleokimia turunan yang paling dibutuhkan dan pemanfaatannya sebagai intermediate produk, atau produk akhir. (2) pencarian teknologi untuk pengembangan produk oleokimia dan implementasinya pada skala industri. Industri pengolahan kelapa sawit didominasi oleh industri kilang minyak sawit (CPO) serta industri pemurnian untuk dijadikan minyak makanan. Pemerintah sendiri tengah mengupayakan agar industri hilir dapat berkembang di Indonesia, salah satunya adalah oleokimia. Upaya pemanfaatan minyak sawit menjadi turunan 12 Ani Suryani, Kapasitas Riset di Bidang Industri Hilir Kelapa Sawit, (Bogor: Masyarakat Perkelapasawitan Indonesia), hlm Ibid.,hlm.2. 8

9 dengan nilai tambah tinggi merupakan sebuah upaya strategis. Mengembangkan industri oleokimia menjadi salah satu prioritas pembangunan nasional. 14 Lebih lanjut lagi dijelaskan mengenai pentingnya untuk mengembangkan industri hilir kelapa sawit. Hal ini disebabkan oleh peningkatan nilai tambah yang signifikan. Berikutnya dari industri oleokimia juga diharapkan dapat berkembang industri produk akhir lainnya sehingga akan mendapatkan nilai tambah yang lebih besar lagi. I.4 Landasan konseptual Dalam membahas mengenai upgrading industri oleokimia, penulis akan menggunakan Global Value Chain dalam menganalisa mengenai peritiwa upgrading yang terjadi di Indonesia. Global Value Chain sendiri berangkat dari pemikiran mengenai siapa yang dapat bertahan atau memperoleh keuntungan dengan adanya globalisasi. Globalisasi disebut sebagai pengurangan hambatan secara besar-besaran terhadap aliran informasi, ide, berbagai faktor penentu dalam perdagangan seperti modal dan tenaga kerja terampil, tekhnologi, dan barang. Salah satu indikator dari globalisasi adalah semakin meningkatnya integrasi dalam bidang perdagangan. Dengan dihapuskannya berbagai hambatan, terutama dalam hal faktor penentu 14 Ibid., 9

10 (modal dan tenaga kerja terampil), barang-barang, serta komunikasi, banyak dari masyarakat di dunia saat ini mengalami peningkatan standar hidup mereka. 15 Namun, tidak semua dapat menjadi pemenang dalam globalisasi. Banyak sekali pihak-pihak yang sudah membuka diri tidak dapat memperoleh keuntungan bahkan banyak sekali negara-negara yang masih tetap miskin. Dalam hal ini value chain melihatnya sebagai pihak yang kalah dari globalisasi. Analisis value chain melihat kuncinya adalah mengenai bagaimana para produser (baik negara, perusahaan, maupun sebuah kawasan) seharusnya berpartisipasi dalam ekonomi global dari saja hanya sekedar harus berpartisipasi saja. 16 Analisis value chain melihat beberapa hal penting, yaitu: (1) keinginan kuat untuk berkompetisi, (2) dengan berfokus kepada semua mata rantai, tidak hanya pada sektor produksi. Hal tersebut akan membantu dalam mengidentifikasikan aktifitas mana yang memiliki tingkat pengembalian tinggi dan mana yang tingkat pengembaliannya rendah. (3) Menciptakan sebuah perbedaan melalui berbagai macam mata rantai yang ada, dalam hal ini pembuat kebijakan juga harus berperan dalam memformulasikan kebijakan yang baik yang mendukung terjadinya upgrading. (4) Dengan masuk ke dalam ekonomi global, tidak selalu akan memperoleh pertumbuhan pendapatan yang berkesinambungan. Jadi distribusi pendapatannya bersifat dinamis. (5) distribusi pendapatan yang juga bersifat dinamis, yang dapat 15 Raphael Kaplinsky dan Mike Morri, a Handbook for Value Chain Research,. hlm. 15, terdapat dalam diunduh pada 15 Juni Ibid.,hlm

11 terbagai antar negara-negara yang ikut terlibat di dalam rantai nilai. 17 Dalam penelitian ini, penulis membahas mengenai peristiwa upgrading yang dilakukan oleh pihak swasta dengan bersinergi dengan peran pemerintah. Upgrading Inovasi merupakan sesuatu yang penting dilakukan dalam rangka meningkatkan persaingan dengan para kompetitor. Dalam Global Value Chain disebutkan bahwa ada dua jalan untuk masuk ke dalam ekonomi global. Pertama adalah cara low road, dimana para produsen harus menghadapi kompetisi yang kuat dan terlibat dalam race to the bottom. Pada jalur ini, para produsen berlomba-lomba untuk menghasilkan produk dengan harga yang rendah agar dapat bersaing dengan kompetitor lainnya. Berbanding terbalik kemudian dengan cara high road, yang merupakan kemampuan untuk masuk ke lingkaran dengan level yang lebih tinggi dalam perekonomian global. Dengan menggunakan jalur high road para produsen mendapatkan pertumbuhan pendapatan yang berkelanjutan. 18 Yang membedakan dari dua jalur tersebut adalah kemampuan untuk berinovasi dan untuk memastikan terjadinya penyempurnaan secara terus menerus baik pada produk maupun pada proses produksinya. Dalam rangka ikut serta dalam ekonomi global, para produsen harus cepat dan tanggap 17 Ibid., 18 Raphael Kaplinsky dan Mike Morris, A Handbook for Value Chain Research, hlm.37. terdapat dalam diunduh pada 2 Juni

12 dalam menghadapi persaingan yang ada. Oleh karena itu, sebenarnya, melakukan inovasi sendiri belumlah cukup untuk dapat bersaing dengan kompetitor. Jika kita melakukan inovasi yang tidak lebih baik dari kompetitor, maka kita bisa saja semakin menurunkan nilai tambah dan pangsa pasar yang telah diperoleh. Kaplinsky dan Morris menyebutkan bahwa Inovasi sifatnya adalah relatif, seberapa cepat kita dibandingkan dengan kompetitor lain dan merupakan sebuah proses. Proses untuk melakukan inovasi tersebut disebut dengan Upgrading. 19 Kaplinsky dan Morris menyatakan bahwa ada empat jalur yang dapat dilalui oleh para pelaku industri dalam upaya untuk melakukan upgrading. 20 Process upgrading, yaitu terjadinya upgrading dalam hal meningkatkan efisiensi pada proses internal sehingga hasilnya dapat lebih baik dari daripada saingannya, baik yang berada di dalam mata rantai individual (Contohnya: meningkatkan perputaran persediaan), maupun yang ada di antara mata rantai nilai (contoh: menyediakan jasa pengantaran yang lebih sering, dan tepat waktu). Product upgrading, menciptakan sebuah produk baru, atau membuat produk lama menjadi lebih baik dengan waktu yang lebih cepat dari pada kompetitor. Upgrading product ini melibatkan perubahan proses 19 Ibid., 20 Ibid.,hlm

13 perubahan atau perkembangan sebuah produk, baik di dalam mata rantai individual maupun yang berhubungan dengan mata rantai nilai yang berbeda. Fuctinional upgrading, merupakan peningkatan nilai tambah dengan berbagai macam kegiatan yang dilakukan di dalam perusahaan. (contoh: masalah logistic, atau penjagaan kualitas suatu produk), atau juga dapat berupa perpindahan lokus dari sebuah aktifitas kepada mata rantai yang berbeda di dalam rantai nilai (contoh: perpindahan dari usaha manufaktur ke desain) Chain Upgrading, dikatakan sebagai sebuah perpindahan kepada rantai nilai yang baru (contoh: perpindahan yang dilakukan oleh perusahaan ditaiwan yang pada awalnya memproduksi manufaktur dari radio transistor kepada kalkulator atau produk televisi Berikut diperlihatkan adanya hirarki dari empat jalur upgrading yang dijelaskan diatas. Gambar 1: Hirarki Upgrading Process Product Functional Chain Trajectory 13

14 Original Original Original Brand Moving chain equipment Design manufacture e.g. from assembly Manufacture black and (OEA) white tv tubes Examples to computer Original monitors Degree disembodied activities of equipment manufacture (OEM) Disembodied content of value added increases progressively Sumber: Raphael Kaplinsky dan Mike Morris, A Handbook for Value Chain Research, hlm.37. terdapat dalam diunduh pada 2 Juni Dalam penelitian ini akan menitik beratkan kepada pentingnya melakukan upgrading dalam upaya menjadi pemenang dalam globalisasi. Mengenai jalur upgrading yang dilakukan oleh sektor swasta di Indonesia dan mendeskripsikan mengenai proses yang dilakukan dalam upaya melakukan upgrading tersebut. 14

15 State As Regulator 21 Dalam penjelasan mengenai state as regulator disebutkan bahwa negara tidak hanya sekedar terlibat, tapi juga peran negara sangat dibutuhkan agar perekonomiannya lebih terstruktur dan terorganisir. Dalam hal ini peran keterlibatan negara semakin mempertegas kekuasaannya. Dicken menyebutkan bahwa kebijakan yang tepat biasanya dipengaruhi oleh beberapa hal 22, yaitu: 1) Seberapa besar dan kuatnya perekonomian nasional, termasuk kekuatas pasar domestik. 2) Sumber daya yang dimiliki, baik itu sumber daya alam maupun sumber daya manusia. 3) Posisi negara tersebut dalam ekonomi dunia, termasuk tingkat pembangunan ekonomi dan indutrialisasi. Dicken menyatakan bahwa sebagai regulator, khususnya dalam sektor perdagangan maupun perindustrian, negara ikut berperan yaitu dalam menentukan strategi-strategi yang digunakannya. Ada beberapa strategi yang dapat dilakukan oleh pemerintah 23, yaitu: Strategi perdagangan- semua bentuk pertimbangan yang digunakan oleh negara untuk meregulasi posisi ekonominya di Internasional 21 Peter Dicken, Global Shift: Mapping the Changing Contours of the World Economy sixth ed., (London: The Guilford Press, 2011), hlm Ibid.,hlm Ibid.,hlm

16 sudah memiliki sejarah yang dipengaruhi oleh pemikiran merkantilis dari abad 17 dan 18. Ada beberapa tipe kebijakan perdagangan yang biasanya digunakan oleh negara. Secara umum kebijakan yang dikeluarkan terhadap produk impor cenderung lebih dibatasi, sedangkan kebijakan untuk ekspor lebih diberdayakan. Strategi industri- secara esensial, strategi industri lebih berkaitan dengan masalah domestic, akan tetapi dampaknya akan meluas ke internasional. ada beberapa tingkat kebijakan industri, yaitu: insentif terhadap investasi, hal ini berkaitan dengan permodalan atau juga berkaitan dengan pajak. atau juga terdapat kebijakan yang diterapkan secara selektif yang dilakukan berdasarkan criteria, seperti: terhadap industri tertentu diberlakukan sebuah kebijakan yang kegunaannya adalah untuk mendorong para pengusaha untuk masuk ke dalam sektor industri baru, atau juga untuk meningkatkan industri yang tengah mengalami penurunan. I. 5 Hipotesa Upaya upgrading dari industri minyak sawit ke industri oleokimia, sudah mulai dilaksanakan sejak tahun 1990-an. Akan tetapi upgrading yang dilakukan masih sangat terbatas dan hanya sedikit sekali produsen yang berani memproduksi oleokimia. Banyaknya persyaratan yang dibutuhkan untuk dapat melakukan upgrading, seperti tekhnologi tinggi, permodalan, infrastruktur, maupun iklim 16

17 investasi yang kondusif menyebabkan kurangnya minat produsen berkembang ke industri hilir kelapa sawit dan masih tetap bertahan di hulu yaitu dengan memproduksi minyak sawit (CPO). Dalam upaya untuk meningkatkan upgrading industri oleokimia di Indonesia, pemerintah mengupayakan berbagai strategi, seperti: membuat sebuah roadmap pengembangan klaster industri turunan minyak kelapa sawit. Tujuannya adalah untuk membuat sebuah pengelompokan usaha yang terkait dengan bidang pengolahan kelapa sawit yang dilakukan disatu daerah yang menghasilkan bahan baku. Klaster ini dilakukan dalam empat tahap 24, yaitu Industri primer product, Industri intermediate product, Industri finished product, hingga produk turunan CPO yang diekspor oleh daerah penghasil bahan baku. Selain mengeluarkan kebijakan jangka panjang untuk membentuk sebuah klaster, pemerintah juga mengeluarkan sebuah instrument berupa peraturan menteri yang menerapkan pajak yang lebih tinggi untuk ekspor minyak sawit ke luar negeri sedangkan untuk dalam negeri tidak dikenakan pajak sama sekali. Hal ini dilakukan untuk memberikan insentif kepada produsen untuk dapat melakukan upgrading dari minyak sawit kepada produksi oleokimia. Strategi yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia, walaupun menghadapi berbagai kendala, akan tetapi dalam kurun waktu tiga tahun terakhir telah dapat 24 Dr. Ir. Erliza hambali, Pengembangan Klaster Industri Turunan Minyak kelapa Sawit, diseminarkan dalam Seminar Nasional Pemanfaatan Oleokimia Berbasis Minyak Sawit Pada Berbagai Industri pada 24 November

18 membangkitkan industri oleokimia di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dimana Indonesia telah mengalami peningkatan produksi hingga 1,9 juta ton pada tahun 2012 dan diprediksi akan semakin meningkat pada tahun Peningkatan upgrading industri oleokimia yang terjadi di Indonesia dalam kurun waktu tiga tahun belakangan dapat terjadi berkat adanya peran pemerintah salah satunya yaitu sebagai pembuat instrument kebijakan yang mendorong terjadinya peningkatan upgrading dalam industri oleokimia di Indonesia. I. 6 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif. Moleong mengatakan bahwa ada beberapa defenisi penelitian Kualitatif. Bogdan dan Taylor mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskripstif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Kirk dan Miller mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu hubungan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan pada manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan dalam peristilahannya. 25 Penelitian ini bersifat deskriptif yaitu memaparkan mengenai proses upgrading dari industri minyak sawit kepada industri oleokimia yang dilakukan di 25 Dr. Lexy J. Moleong, M.A, Metodologi Penelian Kualitatif, (Bandung:PT. Remaja Rosdakarya, 1989), hlm

19 Indonesia. selain itu, penelitian juga akan menjelaskan mengenai peran pemerintah dalam melakukan upaya upgrading tersebut dengan mengemukakan teori oleh Peter Dicken, yaitu state as regulator. I. 7Teknik Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder (Library Research) yang didapat dari bacaan yang berupa buku-buku atau sejumlah artikel Koran dan sebagainya. selain itu, agar lebih komprehensif, penelitian juga menggunakan data primer,yaitu dengan melakukan wawancara ke narasumbernya langsung. Oleh karena itu, teknik pengumpulan data banyak diperoleh dengan melakukan wawancara langsung dengan responden atau narasumber yang berkaitan dengan penelitian. I. 8 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian mengenai peran negara dalam upaya upgrading Industri Oleokimia di Indonesia akan dibatasi dengan permasalahan mengenai bagaimanakah upgrading oleokimia yang terjadi di Indonesiaserta dari tahun 2011 hingga Fokus berikutnya adalah mengenai peran pemerintah dalam upaya meningkatkan upgrading industri oleokimia di Indonesia. Dalam hal ini juga akan dibahas mengenai bagaimana upaya pemerintahdalam melakukan peningkatan upgrading dari minyak sawit ke oleokimia. I. 9 Sistematika Penulisan 19

Daftar Pustaka. Alim, M.kholikul. Industri hilir sawit: Nilai Investasi diprediksi 2,1

Daftar Pustaka. Alim, M.kholikul. Industri hilir sawit: Nilai Investasi diprediksi 2,1 Daftar Pustaka Alim, M.kholikul. Industri hilir sawit: Nilai Investasi 2012-2014 diprediksi 2,1 miliar. Terdapat dalam http://industri.bisnis.com/read/20130528/99/141457/industri-hilir-sawit-nilaiinvestasi-2012-2014-diprediksi-us21-miliar.

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran strategis dalam menunjang perekonomian Indonesia. Sektor pertanian berperan sebagai penyedia bahan pangan, pakan ternak, sumber bahan baku

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas perkebunan yang memiliki peran penting bagi perekonomian nasional. Selain sebagai sumber utama minyak nabati, kelapa sawit

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara produsen dan pengekspor terbesar minyak kelapa sawit di dunia. Kelapa sawit merupakan komoditas perkebunan yang memiliki peran penting bagi perekonomian

Lebih terperinci

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN Pada Kunjungan Kerja ke PT. Wilmar Nabati Indonesia Gresik, 17 April 2015

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN Pada Kunjungan Kerja ke PT. Wilmar Nabati Indonesia Gresik, 17 April 2015 SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN Pada Kunjungan Kerja ke PT. Wilmar Nabati Indonesia Gresik, 17 April 2015 Bismillahirrohmanirrahim Yth.Pimpinan dan Karyawan PT. Wilmar Nabati Indonesia Yth. Pejabat Pemerintah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Volume dan Nilai Ekspor Minyak Sawit Indonesia CPO Turunan CPO Jumlah. Miliar)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Volume dan Nilai Ekspor Minyak Sawit Indonesia CPO Turunan CPO Jumlah. Miliar) 1 I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Komoditas kelapa sawit Indonesia merupakan salah satu komoditas perkebunan yang mempunyai peranan sangat penting dalam penerimaan devisa negara, pengembangan perekonomian

Lebih terperinci

PIDATO UTAMA MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PADA

PIDATO UTAMA MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PADA PIDATO UTAMA MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PADA The Business and Investment Forum for Downstream Palm Oil Industry Rotterdam, Belanda, 4 September 2015 Bismillahirrohmanirrahim 1. Yang Terhormat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari peran sektor pertanian tersebut dalam perekonomian nasional sebagaimana

Lebih terperinci

5 GAMBARAN UMUM AGRIBISNIS KELAPA SAWIT

5 GAMBARAN UMUM AGRIBISNIS KELAPA SAWIT 27 5 GAMBARAN UMUM AGRIBISNIS KELAPA SAWIT Perkembangan Luas Areal dan Produksi Kelapa Sawit Kelapa sawit merupakan tanaman penghasil minyak sawit dan inti sawit yang menjadi salah satu tanaman unggulan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terjadinya krisis moneter, yaitu tahun 1996, sumbangan industri non-migas

I. PENDAHULUAN. terjadinya krisis moneter, yaitu tahun 1996, sumbangan industri non-migas I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Berbagai studi menunjukkan bahwa sub-sektor perkebunan memang memiliki peran yang sangat penting dalam perekonomian Indonesia sebagai sumber pertumbuhan ekonomi dan

Lebih terperinci

PELUANG DAN PROSPEK BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA

PELUANG DAN PROSPEK BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA PELUANG DAN PROSPEK BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA MUFID NURDIANSYAH (10.12.5170) LINGKUNGAN BISNIS ABSTRACT Prospek bisnis perkebunan kelapa sawit sangat terbuka lebar. Sebab, kelapa sawit adalah komoditas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini menguraikan beberapa hal mengenai penelitian yaitu latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, batasan masalah dan asumsi, serta sistematika

Lebih terperinci

VIII. SIMPULAN DAN SARAN

VIII. SIMPULAN DAN SARAN VIII. SIMPULAN DAN SARAN 8.1. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan di atas, maka dapat ditarik beberapa simpulan sebagai berikut : 1. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadikan Asean sebagai basis produksi pasar dunia. Dilanjutkan dengan WTO ( World Trade Organization ) yaitu organisasi

BAB I PENDAHULUAN. menjadikan Asean sebagai basis produksi pasar dunia. Dilanjutkan dengan WTO ( World Trade Organization ) yaitu organisasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pada era globalisasi ini telah menjadikan setiap negara melakukan perdagangan secara bebas, sehingga tingkat persaingan di berbagai sektor perdagangan semakin

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Minyak nabati merupakan salah satu komoditas penting dalam perdagangan minyak pangan dunia. Tahun 2008 minyak nabati menguasai pangsa 84.8% dari konsumsi minyak pangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Prospek industri kelapa sawit Indonesia semakin cerah di pasar minyak

BAB I PENDAHULUAN. Prospek industri kelapa sawit Indonesia semakin cerah di pasar minyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Prospek industri kelapa sawit Indonesia semakin cerah di pasar minyak nabati dunia. Prestasi yang membanggakan sebagai negara perintis budidaya kelapa sawit, Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertanian (agro-based industry) yang banyak berkembang di negara-negara tropis

BAB I PENDAHULUAN. pertanian (agro-based industry) yang banyak berkembang di negara-negara tropis BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Industri kelapa sawit merupakan salah satu industri strategis sektor pertanian (agro-based industry) yang banyak berkembang di negara-negara tropis seperti

Lebih terperinci

PERAN SEKTOR INDUSTRI DALAM MENDUKUNG KEANEKARAGAMAN PANGAN

PERAN SEKTOR INDUSTRI DALAM MENDUKUNG KEANEKARAGAMAN PANGAN PERAN SEKTOR INDUSTRI DALAM MENDUKUNG KEANEKARAGAMAN PANGAN JAKARTA, 7 FEBRUARI 2012 OUTLINE I. Pendahuluan II. Peluang Pengembangan Industri Agro III. Hal-hal yang Perlu Dilakukan IV.Contoh Pengembangan

Lebih terperinci

TERM OF REFERENCE (TOR) PENUNJUKAN LANGSUNG TENAGA PENDUKUNG PERENCANAAN PENGEMBANGAN PENANAMAN MODAL DI BIDANG AGRIBISNIS TAHUN ANGGARAN 2012

TERM OF REFERENCE (TOR) PENUNJUKAN LANGSUNG TENAGA PENDUKUNG PERENCANAAN PENGEMBANGAN PENANAMAN MODAL DI BIDANG AGRIBISNIS TAHUN ANGGARAN 2012 1 TERM OF REFERENCE (TOR) PENUNJUKAN LANGSUNG TENAGA PENDUKUNG PERENCANAAN PENGEMBANGAN PENANAMAN MODAL DI BIDANG AGRIBISNIS TAHUN ANGGARAN 2012 I. PENDAHULUAN Pengembangan sektor agribisnis sebagai salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memperhatikan kelestarian sumber daya alam (Mubyarto, 1994).

BAB I PENDAHULUAN. memperhatikan kelestarian sumber daya alam (Mubyarto, 1994). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara umum sektor pertanian dapat memperluas kesempatan kerja, pemerataan kesempatan berusaha, mendukung pembangunan daerah dan tetap memperhatikan kelestarian

Lebih terperinci

JAMBI AGRO INDUSTRIAL PARK

JAMBI AGRO INDUSTRIAL PARK Sumber: Studi Kelayakan (FS) Kawasan Agro Industri Jambi (JAIP) JAMBI AGRO INDUSTRIAL PARK (JAIP) telah menjadi komitmen Pemerintah Provinsi Jambi dan Pemerintah Kabupaten terkait pengembangan Kawasan

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Dayasaing Dayasaing merupakan kemampuan usaha suatu industri untuk menghadapi berbagai lingkungan kompetitif. Dayasaing dapat diartikan

Lebih terperinci

Boks 1. Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model

Boks 1. Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model Boks 1 Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model I. Latar Belakang Perkembangan ekonomi Riau selama beberapa kurun waktu terakhir telah mengalami transformasi.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. diarahkan pada berkembangnya pertanian yang maju, efisien dan tangguh.

I. PENDAHULUAN. diarahkan pada berkembangnya pertanian yang maju, efisien dan tangguh. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam GBHN 1993, disebutkan bahwa pembangunan pertanian yang mencakup tanaman pangan, tanaman perkebunan dan tanaman lainnya diarahkan pada berkembangnya pertanian yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk 114 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk perekonomian bagi masyarakat Indonesia. Salah satu sektor agroindustri yang cendrung berkembang

Lebih terperinci

Ringkasan. Kebijakan Pembangunan Industri Nasional

Ringkasan. Kebijakan Pembangunan Industri Nasional Ringkasan Kebijakan Pembangunan Industri Nasional Era globalisasi ekonomi yang disertai dengan pesatnya perkembangan teknologi, berdampak sangat ketatnya persaingan, dan cepatnya terjadi perubahan lingkungan

Lebih terperinci

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN Pada Acara SEMINAR DAMPAK PENURUNAN HARGA MINYAK BUMI TERHADAP INDUSTRI PETROKIMIA 2015 Jakarta, 5 Maret 2014

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN Pada Acara SEMINAR DAMPAK PENURUNAN HARGA MINYAK BUMI TERHADAP INDUSTRI PETROKIMIA 2015 Jakarta, 5 Maret 2014 SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN Pada Acara SEMINAR DAMPAK PENURUNAN HARGA MINYAK BUMI TERHADAP INDUSTRI PETROKIMIA 2015 Jakarta, 5 Maret 2014 Bismillahirrohmanirrahim Yth. Ketua Umum INAplas Yth. Para pembicara

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH PAJAK EKSPOR TERHADAP KINERJA INDUSTRI KELAPA SAWIT OLEH: MARIA IRENE HUTABARAT A

ANALISIS PENGARUH PAJAK EKSPOR TERHADAP KINERJA INDUSTRI KELAPA SAWIT OLEH: MARIA IRENE HUTABARAT A ANALISIS PENGARUH PAJAK EKSPOR TERHADAP KINERJA INDUSTRI KELAPA SAWIT OLEH: MARIA IRENE HUTABARAT A14105570 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMENAGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. krisis tersebut adalah industri agro bisnis dan sampai akhir tahun 2010 industri agrobisnis

BAB I PENDAHULUAN. krisis tersebut adalah industri agro bisnis dan sampai akhir tahun 2010 industri agrobisnis BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Krisis moneter yang menimpa Indonesia di tahun 1998 menyebabkan terpuruknya beberapa sektor industri di Indonesia. Salah satu industri yang dapat bertahan

Lebih terperinci

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KAKAO

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KAKAO PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KAKAO Edisi Kedua Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2007 AGRO INOVASI BHINEKA TUNGGAL IKA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT 5.1 Produk Kelapa Sawit 5.1.1 Minyak Kelapa Sawit Minyak kelapa sawit sekarang ini sudah menjadi komoditas pertanian unggulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak kebutuhan lainnya yang menghabiskan biaya tidak sedikit. Guna. sendiri sesuai dengan keahlian masing-masing individu.

BAB I PENDAHULUAN. banyak kebutuhan lainnya yang menghabiskan biaya tidak sedikit. Guna. sendiri sesuai dengan keahlian masing-masing individu. 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Pemenuhan kebutuhan pokok dalam hidup adalah salah satu alasan agar setiap individu maupun kelompok melakukan aktivitas bekerja dan mendapatkan hasil sebagai

Lebih terperinci

TANTANGAN KEBIJAKAN KEBERLANJUTAN RANTAI PASOK MINYAK KELAPA SAWIT

TANTANGAN KEBIJAKAN KEBERLANJUTAN RANTAI PASOK MINYAK KELAPA SAWIT TANTANGAN KEBIJAKAN KEBERLANJUTAN RANTAI PASOK MINYAK KELAPA SAWIT Danang Company Girindrawardana GAPKI 2018 LOGO PREVIEW Minyak sawit adalah salah satu minyak yang paling banyak dikonsumsi dan diproduksi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Bagi perekonomian Indonesia, sektor pertanian merupakan sektor yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Bagi perekonomian Indonesia, sektor pertanian merupakan sektor yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bagi perekonomian Indonesia, sektor pertanian merupakan sektor yang penting karena secara tradisional Indonesia merupakan negara agraris yang bergantung pada sektor

Lebih terperinci

BAB 1 BAB 1 PENDAHULUAN. dengan baik bisa mendapatkan hasil yang sangat menguntungkan dari industri produk

BAB 1 BAB 1 PENDAHULUAN. dengan baik bisa mendapatkan hasil yang sangat menguntungkan dari industri produk BAB 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kelapa sawit merupakan salah satu produk perkebunan yang memiliki nilai tinggi dan industrinya termasuk padat karya. Negara-negara yang dapat mengolah

Lebih terperinci

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KELAPA SAWIT. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KELAPA SAWIT. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KELAPA SAWIT Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan

Lebih terperinci

NASKAH PENJELASAN PENGESAHAN CHARTER OF THE ESTABLISHMENT OF THE COUNCIL OF PALM OIL PRODUCING COUNTRIES (CPOPC)

NASKAH PENJELASAN PENGESAHAN CHARTER OF THE ESTABLISHMENT OF THE COUNCIL OF PALM OIL PRODUCING COUNTRIES (CPOPC) NASKAH PENJELASAN PENGESAHAN CHARTER OF THE ESTABLISHMENT OF THE COUNCIL OF PALM OIL PRODUCING COUNTRIES (CPOPC) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelapa sawit merupakan komoditas unggulan Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun terakhir, produk kelapa sawit merupakan produk perkebunan yang. hampir mencakup seluruh daerah tropis (RSPO, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. tahun terakhir, produk kelapa sawit merupakan produk perkebunan yang. hampir mencakup seluruh daerah tropis (RSPO, 2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelapa sawit bukan tanaman asli Indonesia, namun keberadaan tanaman ini telah masuk hampir ke semua sektor kehidupan. Kondisi ini telah mendorong semakin meluasnya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Produksi CPO di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Produksi CPO di Indonesia II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Produksi CPO di Indonesia Menurut Martha Prasetyani dan Ermina Miranti, sejak dikembangkannya tanaman kelapa sawit di Indonesia pada tahun 60-an, luas areal perkebunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Estimasi Produksi Komoditas Indonesia Tahun Produksi / Cadangan Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Estimasi Produksi Komoditas Indonesia Tahun Produksi / Cadangan Indonesia BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisikan latar belakang penelitian, posisi penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan-batasan serta sistematika penulisan laporan yang digunakan dalam penelitian.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Komoditas kelapa sawit merupakan komoditas penting di Malaysia

I. PENDAHULUAN. Komoditas kelapa sawit merupakan komoditas penting di Malaysia 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komoditas kelapa sawit merupakan komoditas penting di Malaysia sehingga industri kelapa sawit diusahakan secara besar-besaran. Pesatnya perkembangan industri kelapa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. ekonomis pada tahun 1910 (di Pulau Raja), Asahan dan sungai Liput (dekat perbatasan Aceh).

TINJAUAN PUSTAKA. ekonomis pada tahun 1910 (di Pulau Raja), Asahan dan sungai Liput (dekat perbatasan Aceh). II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sejarah perkembangan Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia Tanaman sawit telah diperkenalkan sejak tahun 1848, baru diusahakan dalam skala ekonomis pada tahun 1910 (di Pulau Raja),

Lebih terperinci

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KAKAO. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KAKAO. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KAKAO Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan dan ridho

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan, yaitu : konsep pengembangan wilayah berdasarkan Daerah

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan, yaitu : konsep pengembangan wilayah berdasarkan Daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di dalam pengembangan suatu wilayah, terdapat beberapa konsep pengembangan, yaitu : konsep pengembangan wilayah berdasarkan Daerah Aliran Sungai (DAS), konsep pengembangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan kemajuan teknologi dan industri telah memacu pertumbuhan konsumsi enerji yang cukup tinggi selama beberapa dasawarsa terakhir di dunia, sehingga mempengaruhi

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN KEBIJAKAN FISKAL PUSAT KEBIJAKAN PENDAPATAN NEGARA

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN KEBIJAKAN FISKAL PUSAT KEBIJAKAN PENDAPATAN NEGARA thanks KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN KEBIJAKAN FISKAL PUSAT KEBIJAKAN PENDAPATAN NEGARA GEDUNG R. M. NOTOHAMIPRODJO LANTAI 6, JALAN DR. WAHIDIN NOMOR 1, JAKARTA 10710 Telepon (021) 3840151,3842542;

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mencapai US$ per ton dan mendekati US$ per ton pada tahun 2010.

I. PENDAHULUAN. mencapai US$ per ton dan mendekati US$ per ton pada tahun 2010. 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebelum dan sesudah krisis ekonomi tahun 1998, harga minyak sawit (Crude Palm Oil=CPO) dunia rata-rata berkisar US$ 341 hingga US$ 358 per ton. Namun sejak tahun 2007

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sawit, serta banyak digunakan untuk konsumsi makanan maupun non-makanan.

BAB I PENDAHULUAN. sawit, serta banyak digunakan untuk konsumsi makanan maupun non-makanan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Minyak kelapa sawit merupakan minyak nabati yang berasal dari buah kelapa sawit, serta banyak digunakan untuk konsumsi makanan maupun non-makanan. Minyak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN konstribusi yang besar bagi devisa negara, khususnya karena pergeseran pangsa

I. PENDAHULUAN konstribusi yang besar bagi devisa negara, khususnya karena pergeseran pangsa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelapa sawit adalah komoditi strategis yang diharapkan dapat memberikan konstribusi yang besar bagi devisa negara, khususnya karena pergeseran pangsa konsumsi minyak nabati

Lebih terperinci

oleh nilai tukar rupiah terhadap US dollar dan besarnya inflansi.

oleh nilai tukar rupiah terhadap US dollar dan besarnya inflansi. HMGRIN Harga Margarin (rupiah/kg) 12393.5 13346.3 7.688 VII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan Dari hasil pendugaan model pengembangan biodiesel terhadap produk turunan kelapa sawit

Lebih terperinci

Harga Minyak Mentah Dunia 1. PENDAHULUAN

Harga Minyak Mentah Dunia 1. PENDAHULUAN 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beberapa tahun terakhir ini Indonesia mulai mengalami perubahan, dari yang semula sebagai negara pengekspor bahan bakar minyak (BBM) menjadi negara pengimpor minyak.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dimana pembangunan dibidang pertanian menjadi prioritas utama karena Indonesia merupakan salah satu negara yang memberikan komitmen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan industri perkebunan kelapa sawit merupakan salah satu langkah yang diperlukan sebagai kegiatan pembangunan subsektor perkebunan dalam rangka revitalisasi

Lebih terperinci

DUKUNGAN SUB SEKTOR PERKEBUNAN TERHADAP PELAKSANAAN KEBIJAKAN

DUKUNGAN SUB SEKTOR PERKEBUNAN TERHADAP PELAKSANAAN KEBIJAKAN DUKUNGAN SUB SEKTOR PERKEBUNAN TERHADAP PELAKSANAAN KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL Direktur Jenderal Perkebunan disampaikan pada Rapat Kerja Revitalisasi Industri yang Didukung oleh Reformasi Birokrasi 18

Lebih terperinci

IMPLIKASI KEBIJAKAN BAGI PENGEMBANGAN INDUSTRI SAWIT INDONESIA. Indonesia menetapkan kebijakan pada industri kelapa sawit dan

IMPLIKASI KEBIJAKAN BAGI PENGEMBANGAN INDUSTRI SAWIT INDONESIA. Indonesia menetapkan kebijakan pada industri kelapa sawit dan IX. IMPLIKASI KEBIJAKAN BAGI PENGEMBANGAN INDUSTRI SAWIT INDONESIA 9.1. Industri Sawit Indonesia Indonesia menetapkan kebijakan pada industri kelapa sawit dan memberlakukan pajak ekspor dengan ketentuan

Lebih terperinci

PERAN KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN DALAM MENDORONG INOVASI PRODUK DI INDUSTRI PULP DAN KERTAS

PERAN KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN DALAM MENDORONG INOVASI PRODUK DI INDUSTRI PULP DAN KERTAS PERAN KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN DALAM MENDORONG INOVASI PRODUK DI INDUSTRI PULP DAN KERTAS Jakarta, 27 Mei 2015 Pendahuluan Tujuan Kebijakan Industri Nasional : 1 2 Meningkatkan produksi nasional. Meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara fundamental, bahwa gerak perdagangan semakin terbuka, dinamis, dan cepat yang menyebabkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perkebunan menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2004 tentang Perkebunan, adalah segala kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu pada tanah dan/atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. strategis dalam perekonomian Indonesia. Bahkan komoditi teh juga menjadi

BAB I PENDAHULUAN. strategis dalam perekonomian Indonesia. Bahkan komoditi teh juga menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teh merupakan salah satu komoditi perkebunan yang mempunyai peran strategis dalam perekonomian Indonesia. Bahkan komoditi teh juga menjadi sektor usaha unggulan yang

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai posisi dan peranan yang strategis dalam

BAB I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai posisi dan peranan yang strategis dalam BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai posisi dan peranan yang strategis dalam pelaksanaan pembangunan nasional, karena didukung oleh ketersediaan potensi sumberdaya alam yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan perusahaan besar adalah kelapa sawit. Industri kelapa sawit telah tumbuh

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan perusahaan besar adalah kelapa sawit. Industri kelapa sawit telah tumbuh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Persaingan antar perusahaan semakin ketat dalam suatu industri termasuk pada agroindustri. Salah satu produk komoditi yang saat ini sangat digemari oleh perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mendorong pembangunan ekonomi nasional, salah satu alat dan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mendorong pembangunan ekonomi nasional, salah satu alat dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam mendorong pembangunan ekonomi nasional, salah satu alat dan sumber pembiayaan yang sangat penting adalah devisa. Devisa diperlukan untuk membiayai impor dan membayar

Lebih terperinci

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS TEBU. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS TEBU. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS TEBU Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan dan ridho

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah energi yang dimiliki Indonesia pada umumnya dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan energi di sektor industri (47,9%), transportasi (40,6%), dan rumah tangga (11,4%)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pengembangan kelapa sawit telah memberikan dampak yang sangat positif bagi

I. PENDAHULUAN. Pengembangan kelapa sawit telah memberikan dampak yang sangat positif bagi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelapa sawit merupakan komoditi pertanian yang sangat penting bagi Indonesia. Pengembangan kelapa sawit telah memberikan dampak yang sangat positif bagi kemajuan pembangunan

Lebih terperinci

PENGARUH KEBIJAKAN PAJAK EKSPOR TERHADAP PERDAGANGAN MINYAK KELAPA SAWIT KASAR (Crude Palm Oil) INDONESIA. Oleh : RAMIAJI KUSUMAWARDHANA A

PENGARUH KEBIJAKAN PAJAK EKSPOR TERHADAP PERDAGANGAN MINYAK KELAPA SAWIT KASAR (Crude Palm Oil) INDONESIA. Oleh : RAMIAJI KUSUMAWARDHANA A PENGARUH KEBIJAKAN PAJAK EKSPOR TERHADAP PERDAGANGAN MINYAK KELAPA SAWIT KASAR (Crude Palm Oil) INDONESIA Oleh : RAMIAJI KUSUMAWARDHANA A 14104073 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada 2020 dan berdasarkan data forecasting World Bank diperlukan lahan seluas

BAB I PENDAHULUAN. pada 2020 dan berdasarkan data forecasting World Bank diperlukan lahan seluas BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meskipun dibayangi penurunan harga sejak akhir 2012, Prospek minyak kelapa sawit mentah (CPO) diyakini masih tetap akan cerah dimasa akan datang. Menurut Direktur

Lebih terperinci

DISAMPAIKAN OLEH : DIREKTUR JENDERAL INDUSTRI AGRO PADA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2013 JAKARTA, FEBRUARI 2013 DAFTAR ISI

DISAMPAIKAN OLEH : DIREKTUR JENDERAL INDUSTRI AGRO PADA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2013 JAKARTA, FEBRUARI 2013 DAFTAR ISI DISAMPAIKAN OLEH : DIREKTUR JENDERAL AGRO PADA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERAN TAHUN 2013 JAKARTA, FEBRUARI 2013 DAFTAR ISI I. KINERJA AGRO TAHUN 2012 II. KEBIJAKAN PENGEMBANGAN AGRO III. ISU-ISU STRATEGIS

Lebih terperinci

NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas

NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas Sektor industri merupakan salah satu sektor yang mampu mendorong percepatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam realita ekonomi dan sosial masyarakat di banyak wilayah di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. dalam realita ekonomi dan sosial masyarakat di banyak wilayah di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak masa kolonial sampai sekarang Indonesia tidak dapat lepas dari sektor perkebunan. Bahkan sektor ini memiliki arti penting dan menentukan dalam realita ekonomi

Lebih terperinci

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN 2012-2014 Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Jakarta, 1 Februari 2012 Daftar Isi I. LATAR BELAKANG II. ISU STRATEGIS DI SEKTOR INDUSTRI III.

Lebih terperinci

VI. SIMPULAN DAN SARAN

VI. SIMPULAN DAN SARAN VI. SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan Berdasarkan pembahasan sebelumnya maka dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain: 1. Selama tahun 1999-2008, rata-rata tahunan harga minyak telah mengalami peningkatan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

LINGKUNGAN BISNIS PROSPEK BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA

LINGKUNGAN BISNIS PROSPEK BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA LINGKUNGAN BISNIS PROSPEK BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA Nama : Budiati Nur Prastiwi NIM : 11.11.4880 Jurusan Kelas : Teknik Informatika : 11-S1TI-04 STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2012 Abstrack Kelapa Sawit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permintaan dan penawaran pada dasarnya merupakan penyebab terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. Permintaan dan penawaran pada dasarnya merupakan penyebab terjadinya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Permintaan dan penawaran pada dasarnya merupakan penyebab terjadinya perdagangan antar negara. Sobri (2001) menyatakan bahwa perdagangan internasional adalah

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Peraturan Presiden No 32 Tahun 2011 tentang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia) merupakan sebuah langkah besar permerintah dalam mencapai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN UMUM MINYAK NABATI DUNIA DAN MINYAK KELAPA SAWIT INDONESIA

II. TINJAUAN UMUM MINYAK NABATI DUNIA DAN MINYAK KELAPA SAWIT INDONESIA II. TINJAUAN UMUM MINYAK NABATI DUNIA DAN MINYAK KELAPA SAWIT INDONESIA 2.1. Tinjauan Umum Minyak Nabati Dunia Minyak nabati (vegetable oils) dan minyak hewani (oil and fats) merupakan bagian dari minyak

Lebih terperinci

Policy Brief Perbaikan Regulasi Lahan Gambut Dalam Mendukung Peran Sektor Industri Kelapa Sawit Indonesia 2017

Policy Brief Perbaikan Regulasi Lahan Gambut Dalam Mendukung Peran Sektor Industri Kelapa Sawit Indonesia 2017 Policy Brief Perbaikan Regulasi Lahan Gambut Dalam Mendukung Peran Sektor Industri Kelapa Sawit Indonesia 2017 A. Overview Sektor agribisnis perkebunan Kelapa Sawit Indonesia telah berkembang dari waktu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Subsektor perkebunan merupakan salah satu bisnis strategis dan andalan dalam perekonomian Indonesia, bahkan pada masa krisis ekonomi. Agribisnis subsektor ini mempunyai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peran ekspor non migas sebagai penggerak roda perekonomian. komoditas perkebunan yang mempunyai peran cukup besar dalam

I. PENDAHULUAN. Peran ekspor non migas sebagai penggerak roda perekonomian. komoditas perkebunan yang mempunyai peran cukup besar dalam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peran ekspor non migas sebagai penggerak roda perekonomian dari waktu ke waktu semakin meningkat. Lada merupakan salah satu komoditas perkebunan yang mempunyai peran cukup

Lebih terperinci

10Pilihan Stategi Industrialisasi

10Pilihan Stategi Industrialisasi 10Pilihan Stategi Industrialisasi Memasuki Milenium Ketiga yang Berpihak pada Penguatan Ekonomi Rakyat Pendahuluan Sebenarnya judul makalah yang diminta panitia kepada saya adalah Peluang Rakyat Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam perekonomian nasional. Oleh karena itu, pembangunan ekonomi nasional abad ke- 21, masih akan tetap berbasis pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam perekonomian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam perekonomian nasional, sebab Indonesia merupakan Negara agraris yang sebagian besar masyarakat Indonesia bergerak

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang Masalah

1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Crude palm oil (CPO) merupakan produk olahan dari kelapa sawit dengan cara perebusan dan pemerasan daging buah dari kelapa sawit. Minyak kelapa sawit (CPO)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1. Luasan lahan perkebunan kakao dan jumlah yang menghasilkan (TM) tahun

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1. Luasan lahan perkebunan kakao dan jumlah yang menghasilkan (TM) tahun 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha perkebunan merupakan usaha yang berperan penting bagi perekonomian nasional, antara lain sebagai penyedia lapangan kerja dan sumber pendapatan bagi petani, sumber

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA KELOMPOK I KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA TOPIK : PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI AGRO DAN KIMIA MELALUI PENDEKATAN KLASTER KELOMPOK INDUSTRI HASIL HUTAN DAN PERKEBUNAN, KIMIA HULU DAN

Lebih terperinci

PEREKONOMIAN INDONESIA DI ERA GLOBALISASI

PEREKONOMIAN INDONESIA DI ERA GLOBALISASI PEREKONOMIAN INDONESIA DI ERA GLOBALISASI Globalisasi Ekonomi Adalah suatu kehidupan ekonomi secara global dan terbuka, tanpa mengenal batasan teritorial atau kewilayahan antara negara satu dengan yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut. diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut. diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia. Negara Indonesia yang merupakan negara

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. kerja seluas-luasnya sekaligus pemerataan pembangunan. Data kontribusi sub

BAB I. PENDAHULUAN. kerja seluas-luasnya sekaligus pemerataan pembangunan. Data kontribusi sub BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan agroindustri akan berdampak pada penciptaan kesempatan kerja seluas-luasnya sekaligus pemerataan pembangunan. Data kontribusi sub sektor agroindustri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia PAPARAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA RAKER KEMENTERIAN PERDAGANGAN JAKARTA, 27 JANUARI 2016

Menteri Perindustrian Republik Indonesia PAPARAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA RAKER KEMENTERIAN PERDAGANGAN JAKARTA, 27 JANUARI 2016 Menteri Perindustrian Republik Indonesia PAPARAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA RAKER KEMENTERIAN PERDAGANGAN JAKARTA, 27 JANUARI 2016 Yth. : 1. Menteri Perdagangan; 2. Menteri Pertanian; 3. Kepala BKPM;

Lebih terperinci

Written by Danang Prihastomo Friday, 06 February :22 - Last Updated Wednesday, 11 February :46

Written by Danang Prihastomo Friday, 06 February :22 - Last Updated Wednesday, 11 February :46 RUMUSAN HASIL RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2015 Jakarta, 5 Februari 2015 Rapat Kerja Menteri Perindustrian Tahun 2015 dengan tema Terbangunnya Industri yang Tangguh dan Berdaya Saing Menuju

Lebih terperinci

Metodologi Pemeringkatan Perusahaan Kelapa Sawit

Metodologi Pemeringkatan Perusahaan Kelapa Sawit Fitur Pemeringkatan ICRA Indonesia April 2015 Metodologi Pemeringkatan Perusahaan Kelapa Sawit Pendahuluan Sektor perkebunan terutama kelapa sawit memiliki peran penting bagi perekonomian Indonesia karena

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam pengembangan sektor pertanian sehingga sektor pertanian memiliki fungsi strategis dalam penyediaan pangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang 17 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang dilakukan secara berkelanjutan, berdasarkan kemampuan dengan pemanfaatan kemajuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini, di mana perekonomian dunia semakin terintegrasi. Kebijakan proteksi, seperi tarif, subsidi, kuota dan bentuk-bentuk hambatan lain, yang

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan industri minyak kelapa sawit (crude palm oil CPO) di Indonesia dan Malaysia telah mampu merubah peta perminyakan nabati dunia dalam waktu singkat. Pada tahun

Lebih terperinci

F1.82 KAJIAN DAMPAK LINGKUNGAN DAN OPTIMASI INDUSTRI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI INDONESIA SEBAGAI SUMBER ENERGI TERBARUKAN YANG BERKELANJUTAN

F1.82 KAJIAN DAMPAK LINGKUNGAN DAN OPTIMASI INDUSTRI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI INDONESIA SEBAGAI SUMBER ENERGI TERBARUKAN YANG BERKELANJUTAN F1.82 KAJIAN DAMPAK LINGKUNGAN DAN OPTIMASI INDUSTRI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI INDONESIA SEBAGAI SUMBER ENERGI TERBARUKAN YANG BERKELANJUTAN Agung Wijono Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi 2012

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai penghasil produk-produk hulu pertanian yang mencakup sektor perkebunan, hortikultura dan perikanan. Potensi alam di Indonesia memungkinkan pengembangan

Lebih terperinci

PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG

PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG 67 VI. PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG Harga komoditas pertanian pada umumnya sangat mudah berubah karena perubahan penawaran dan permintaan dari waktu ke waktu. Demikian pula yang terjadi pada

Lebih terperinci