BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perceraian didahului periode-periode panjang konflik-konflik baik terbuka

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perceraian didahului periode-periode panjang konflik-konflik baik terbuka"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perceraian (Divorce) Definisi Perceraian Perceraian didahului periode-periode panjang konflik-konflik baik terbuka maupun tertutup di mana kedekatan emosi diantara pasangan juga memburuk (Fisher, 1974). Selain itu perceraian adalah suatu respon terhadap hubungan perkawinan yang tidak berhasil, di mana pasangan saling menolak satu sama lain (Spainer & Thompson, 1984). Jadi perceraian tidak hanya pernyataan tentang kelangsungan kehidupan perkawinan atau tentang keseimbangan keluarga namun juga realisasi kesalahan pemilihan pasangan, kurangnya komitmen personal, kekecewaan terhadap pasangan, atau masalah personal dan sosial lain yang melingkupi hubungan. Orang yang dalam proses perceraian biasanya mereka menyebutkan sudah tidak lagi saling mencintai, telah berpisah dan sudah tidak lagi tinggal bersama. Morrison & Cherlin (dalam Papalia, 2001) menyatakan perceraian bukanlah suatu peristiwa tunggal yang berdiri sendiri, melainkan serangkaian pengalaman yang potensial dengan stress, dimulai sebelum perpisahan secara fisik dan berlanjut setelahnya. 6

2 Menurut Strong & Devault (1995) perceraian adalah berakhirnya pernikahan secara hukum, dalam arti pasangan baru dapat bercerai bila telah mendapat pengesahaan secara hukum melalui pengadilan Tahapan Perceraian Enam tahapan perceraian menurut Bahanan (dalam Lauer & Lauer, 2000) yang menyebut perceraian sebagai suatu proses adalah : a. Emotional Divorce Dalam tahap ini partner yang merasakan ketidakpuasaan dalam perkawinan mengupayakan perubahan, saling menghadapi satu sama lain dan akhirnya memutuskan mengakhiri hubungan. Emotional divorce melibatkan hilangya rasa kepercayaan, rasa saling menghormati, dan kasih sayang satu sama lain. b. The Legal Divorce Partner saling berpisah secara fisik dan menghubungi pengacara untuk secara hukum mengakhiri pernikahan dan kemudian pengadilan secara resmi mengakhiri pernikahan. Ini adalah satu-satunya dari ke enam tahap yang memberikan keuntungan nyata bagi kedua pihak yaitu bebas dari tanggung jawab hukum dan dapat menikah lagi. c. The Economic Divorce Partner melengkapi peraturan keuangan dan membagi harta yang dimiliki selama pernikahan. 7

3 d. The Caparental Divorce Dialami oleh pasangan yang memiliki anak. Kedua partner mengasosiasikan dan memutuskan perceraian, hak pengasuh atas anak, hak berkunjung dan meneruskan tanggung jawab setiap orang tua. e. The Community Divorce Berarti setiap pasangan meninggalkan suatu komunitas teman dan relasi, dan memasuki komunitas yang lain. Pengalaman individual yang berubah dalam pertalian kekeluargaan, jaringan relasi, mengeksplorasi minat dan aktivitas baru. Proses perubahan dari satu komunitas hubungan yang lain adalah yang tersulit dan sering menbuat individu merasa sepi dan terisolasi untuk suatu periode tertentu. f. The Physic Divorce Pada tahap ini pusat perpisahan terjadi karena individu harus menerima kekacauan hubungan dan mencoba memperoleh lagi sense of identity dan anatomy sebagai individu dari bagian pasangan intim. Tahap ini, individu setelah terpisah secara emosional dan bebas dari mantan pasangan. Namun demikian bahwa setiap orang tidak selalu maju mengikuti tahapan tersebut dalam perceraian, kadangkala mundur, melalui suatu tahap lebih dari satu kali atau melalui beberapa tahap secara bersamaan. 8

4 2.1.3 Faktor yang Mempengaruhi Perceraian Lauer & Lauer (2000) menemukan tidak hanya yang dilakukan pasangan dapat mempengaruhi kegagalan pernikahan namum juga status sosioekonomi, ras, agama, dan faktor sosiodomografi turut berperan. a. Status Sosioekonomi Menurut Ono (dalam Lauer & Lauer, 2000) ada hubungan terbalik antara status sosioekonomi dan perceraian, yaitu semakin tinggi status (pendapatan yang tinggi), semakin kecil kemungkinan perceraian. Tidak diragukan lagi, tekanan masalah keuangan pada pasangan dengan pendapatan rendah menambah ketidakstabilan perkawinan. b. Usia Pasangan Saat Menikah Semakin muda usia pasangan pada saat menikah semakin besar kemungkinan perceraian khususnya pasca usia lima tahun pertama pernikahan (Booth dalam Lauer & Lauer, 2000) c. Integrasi Sosial Integrasi sosial yaitu keadaan yang relatif harmonis dan kohesif dalam suatu komunitas. Pasangan yang merupakan suatu anggota dalam kelompok yang kohesif memiliki sumber dukungan yang penting untuk mengatasi stress dan meminimkan tingkat perceraian. Contohnya kelompok agama, karena agama memiliki peran penting dalam keluarga, besar kemungkinan orang yang religius menghindari perceraian. 9

5 d. Peran Pasangan dan Norma yang Berubah Perubahan peran wanita dalam keluarga diasosiasikan dengan tingginya tingkat perceraian. Wanita yang dahulu hanya sebagai ibu rumah tangga, kini juga berperan sebagai peran ganda yakni ibu ruamh tangga dan wanita pekerja. e. Faktor Interpersonal 1) Komplain Dalam studinya Kitson (dalam Lauer & Lauer, 2000) menemukan bahwa penyebab ketidakbahagiaan rumah tangga adalah ketidaksetiaan, masalah keperibadian dan keuangan, dan masalah interpersonal seperti kurangnya komunikasi, perasaan tidak dicintai, terlalu sedikit waktu yang dihabiskan dan konflik peran. 2) Konflik Beberapa pernikahan dicirikan oleh konflik yang intens. Konflik ini meresap, pasangan beradu argumen hampir dalam setiap hal. 3) Perubahan Perasaan dan Sudut Pandang Pernikahan berakhir karena perasaan berubah, pasangan tak lagi saling mencintai, tidak lagi saling menghormati dan tidak merasa nyaman saat bersama. Satu lagi alasan yang mungkin mengikis pernikahan secara perlahan namun pasti dan tanpa kondisi konflik adalah perubahan sudut pandang. Mereka sudah tidak nyaman lagi melakukan segala hal bersama seperti saat awal pernikahan, mereka bukan lagi pasangan yang sama pada saat pernikahan dulu, dan mereka tidak menyukai perubahan yang terjadi pada pasangannya. 10

6 4) Masalah Emosi Masalah emosi dapat menyebabkan memperburuk pernikahan. Menurut Fisher (1974) penyebab perceraian adalah : a. Kesalahan dalam keputusan untuk memilih pasangan hidup, yang tanpa berpikiran matang dan naïf. Pasangan dulu hanya berkencan dan sedikit berpikir tentang realitas perkawinan sesungguhnya, sehingga mereka menemukan perbedaan yang tajam antara harapan dan kenyataan pada saat mereka menikah. b. Rasa bosan dalam perkawinan. Pasangan tidak memberikan diri seutuhnya dalam hubungan perkawinan atau saling menerima satu sama lain. Banyak pasangan yang tidak mampu mentolerir kekecewaan dan rasa bosan lalu mencari jalan dengan perceraian. c. Peran pria, wanita, suami dan istri yang berubah. Peran didefinisikan sebagai tindakan yang diharapkan masyarakat dilakukan individu dalam situasi tertentu. Ketika konsep ini dibawa kedalam perkawinan, ada sumber konflik potensial bila nilai-nilai pasangan saling berbeda dalam tingkat yang besar. Suami akan merasa istrinya tidak menyesuaikan diri dengan baik dalam perkawinan karena ia mendefinisikan peran istri sebagai ibu rumah tangga, sedangkan istrinya lebih berkosentrasi pada pekerjaan dan persahabatan. d. Berkurangnya komitmen, kesetiaan dan tanggung jawab satu sama lain, orang yang masih muda saat menikah dan membawa perasaan jika 11

7 pernikahnnya tidak berjalan lancar ia akan bercerai, tidak memiiki komitmen yang dibutuhkan. e. Kurangnya memperhatikan kebutuhan pasangan dan memperhatikan anggota keluarga intinya dapat mengguncang keseimbangan keluarga menuju perceraian Dampak Perceraian Menurut Rice (1999) dampak setelah perceraian yang membutuhkan penyesuaian diri dapat dikelompokkan ke sejumlah kategori, yaitu : a. Berhadapan dengan Sikap Masyarakat Bagian dari trauma perceraian dialami karena sikap masyarakat perceraian dan orang yang bercerai. Di mata beberapa orang, perceraian menggambarkan sebuah kegagalan moral atau bukti kekurangan personal. Dibutuhkan keberanian yang besar untuk memberitahukan pada masyarakat bahwa seseorang telah mengalami kegagalan dan bercerai. b. Keuangan Menurut Pett & Vaughan (dalam Rice,1999), diperkirakan wanita yang mengalami perceraian dan tidak menikah lagi mengalami 50% penurunan pada pendapatan rumah tangga. Ironisnya perceraian menurunkan standar kehidupan baik ibu dan anak, tapi meningkat secara tipikal pada pihak bapak. Beberapa ibu hanya menerima sedikit atau tunjangan yang tidak teratur dari mantan suami mereka. Sebagai dampak dari kondisi ini, 12

8 kebanyakan ibu yang bercerai harus berkerja meski pendapatan mereka tidak memadai Wanita Dewasa Muda yang Mengalami Perceraian Dari kamus besar bahasa Indonesia diperoleh pengertian bahwa wanita yang mengalami perceraian atau lazim disebut janda yaitu: Janda adalah wanita yang tidak bersuami lagi, baik karena bercerai maupun karena ditinggal mati. (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1989) Menurut Erikson (dalam Papalia,2001), tugas perkembangan yang penting pada tahap dewasa muda adalah membangun hubungan yang intim. Intimacy adalah pengalaman komunikatif yang hangat dan dekat baik mencakup kontak seksual maupun tidak (Rosenbluth & Steil dalam Papalia, 2001). Salah satu elemen penting dari intimacy adalah penyingkapan diri atau self-disclosure : menyatakan informasi penting tentang diri pada orang lain. Orang menjadi intim dan tetap bertahan dalam situasi intim apabila saling menghormati satu sama lainnya (Harvey dalam Papalia, 2001). Menurut Papalia (2001) intimacy juga mengandung sense of belonging atau rasa memiliki : kebutuhan untuk memiliki seseorang, untuk membentuk hubungan yang memperhatikan, dekat, stabil dan kuat. Menurut Erikson (dalam Papalia, 2001), jika individu tidak dapat membangun komitmen personal yang mendalam dengan orang lain, mereka akan mengalami isolasi dan terfokus pada dirinya sendiri. 13

9 Mengacu pada teori Erikson diatas, wanita dewasa muda yang telah membangun hubungan yang mendalam dan komitmen personal dengan orang lain melalui pernikahan dan gagal mempertahankannya, mengakhiri pernikahannya dan bercerai akan mengalami isolasi dan terfokus pada dirinya sendiri. Menurut Baruch (1983) kebanyakan wanita bila diwawancarai secara singkat setelah perceraian menunjukan stress dan kecemasan yang cukup besar. Bagi wanita yang mengalami perceraian, menikah kembali adalah sesuatu yang kurang menarik dan mengkhawatirkan. Lebih lanjut lagi Baruch (1983) menambahkan keuntungan bagi wanita yang memiliki pekerjaan dengan penghasilan tinggi, baginya bila pernikahan berakhir di pengadilan, ia memiliki kesempatan untuk menghindari diri dari stress akibat perceraian. 2.2 Stress Definisi Stress Stress dapat didefinisikan sebagai tuntutan penyesuaian yang membutuhkan respon adaptif dari individu dan umumnya dipersepsikan sebagai suatu yang eksternal (Atwater, 1983). Menurut Emiry & Oltmanns (2000) stress merupakan suatu peristiwa atau kejadian yang menuntut seseorang untuk melakukan adaptasi secara fisiologis, kognitif, dan perilaku. Sedangkan menurut Gatchel; Baum & Krantz (1989) stress adalah suatu proses di mana peristiwa lingkungan mengancam atau menentang kesejahteraan individu dan juga proses di mana individu tersebut merespon terhadap ancaman tersebut. 14

10 Stress sebagai reaksi menurut Sarafino (1998) sebagai reaksi individu terhadap stimulus lingkungan yang merupakan stressor. Pandangan terakhir mendefinisikan stress sebagai proses, di mana stress merupakan konsekuensi dari proses penilaian individu mengenai apakah sumber daya yang dimilikinya cukup atau tidak untuk menghadapi tutuntutan lingkungan (Sarafino, 1998). Menurutnya pula, apabila individu mempersepsikan bahwa sumber daya yang dimilikinya cukup banyak untuk menghadapi stressor, maka ia hanya mengalami stress ringan saja. Sementara apabila ia mempersepsikan sumber daya yang dimilikinya tidak cukup untuk menghadapi stressor, maka ia akan mengalami stress yang berat. Menurut pendekatan ini, stress tidak hanya merupakan stimulus dan respon, melainkan suatu proses di mana antara individu dan sumber stress saling mempengaruhi. Berdasarkan beberapa uraian di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa stress adalah suatu kondisi di mana individu mempersepsikan adanya tuntutan lingkungan yang mengancam atau menggangu secara fisik, psikis, emosi, dan perilaku Gejala-gejala Stress Menurut Fontana, Cover & Davinsom (dalam Meisia, 1998) ada 4 macam gejala-gejala stress sebagai berikut : a. Gejala Fisik : 1) Berkurangnya nafsu makan. 2) Nafsu makan sangat tinggi apabila berada di bawah tekanan. 3) Konstipasi dan diare. 15

11 4) Insomnia. 5) Kecenderungan untuk berkeringat terus menerus. 6) Kecenderungan untuk mengigit kuku. 7) Sakit kepala atau cepat merasa pusing. 8) Selalu gelisah, sulit untuk duduk diam saja. b. Gejala Kognitif 1) Konsentrasi menurun atau sulit memusatkan pikiran pada sesuatu. 2) Mudah merasa terganggu. 3) Kemampuan mengamati atau mengobservasi menurun. 4) Menurunnya fungsi ingatan jangka pendek dan janga panjang. 5) Kecepatan berespon menjadi tidak pasti atau berubah-ubah. 6) Kemampuan mengorganisasi dan membuat rencana jangka panjang menurun. 7) Terjadinya delusi dan gangguan pikiran. c. Gejala Emosional atau Mental 1) Ketegangan fisik dan psikologis meningkat. 2) Terjadi perubahan pada kepribadian, contohnya sesorang yang rapi menjadi berantakan, seorang peduli menjadi cuek dan sebagainya. 3) Kegelisahan yang sudah ada, sifat menyerang, sifat mempertahankan diri dan mudah tersinggung, semuanya dapat menjadi lebih buruk. 4) Munculnya depresi dan perasaan tidak berdaya. 5) Menurunnya harga diri secara drastic. 16

12 6) Adanya rasa marah dan terus menerus terhadap orang lain. 7) Berkurangnya minat terhadap kehidupan. d. Gejala Behavioral atau Tingkah Laku : 1) Timbulnya masalah-masalah dalam bicara, seperti gagap dan raguragu dalam berbicara. 2) Menurunya minat dan antuiasme. 3) Meningkatnya absenteeisme seperti sering terlambat atau tidak hadir pada acara-acara yang sudah dijanjikan dengan alasan-alasan yang dibuat-buat. 4) Meningkatnya penyalahgunaan obat-obatan 5) Berubah pola tidur. 6) Meningkatnya sinisme terhadap orang lain. 7) Mengabaikan informasi-informasi baru Jenis-jenis Stress Umumnya kita mengetahui bahwa stress dapat terjadi ketika seseorang berhadapan dengan tuntutan dari kondisi yang tidak menyenangkan. Hal ini tidak sepenuhnya benar, banyak dari kondisi yang menyenangkan juga dapat membuat stress. Stress juga tidak harus selalu mengakibatnkan kegagalan atau sesuatu yang bersifat buruk atau negatif. Sebaliknya stress juga dapat menghasilkan sesuatu yang bersifat positif. Bernard (dalam Atwater, 1983) menjelaskan ada dua jenis stress yaitu : 17

13 a. Eustress Eustress adalah stress yang memiliki dampak positif bagi individu. Menurut Sheridan & Radmacher (1992) Stressor yang negatif sekalipun dapat memberikan dampak positif. Efek positif dari stress ini dapat memberikan motivasi seseorang untuk intropeksi diri dan berbuat lebih atau membuat seseorang bersemangat untuk berusaha memenuhi tuntutan yang ada. b. Distress Distress adalah stress yang memiliki dampak negatif bagi individu. Dampak negatif dari stress bagi individu dapat meliputi aspek biologis dan psikososial (Sarafino, 1998) seperti berikut ini : 1) Aspek Biologis dari Stress Selye (dalam Sarafino, 1998) mengobservasikan orang-orang yang mengalami stress. Berdasarkan pengamatan tersebut, ia menyimpulkan bahwa reaksi fisiologis dari stress meliputi tiga tingkatan yang bergabung dalam General Adaptation Syndrome sebagai berikut : a) Tahap Alarm Reaction Tahap awal ini berfungsi untuk memobilisasikan sumber-sumber yang ada dalam tubuh. Reaksi yang akan timbul berupa penurunan tekanan darah untuk sementara dan kemudian secara tepat meningkatkan di atas normal. 18

14 b) Tahap Resistance Apabila stressor yang dialami individu tidak menyebabkan kematian bagi individu akan mengalami reaksi berikutnya, aprousal tetap tinggi, tubuh berusaha untuk bertahan dan beradaptasi terhadap stressor. Selye (dalam Sarafino, 1998) menambahkan bahwa biasanya pada tahap ini individu lebih rentan terhadap penyakit. Misalnya tekanan darah tinggi, asma atau ginjal. c) Tahap Exhaustion Pada tahap ini kemampuan untuk beradaptasi terhadap stress semakin menurun. Penyakit dan kerusakan fisiologis semakin meningkat dalam bentuk sulit berkonsentrasi, cepat marah, hilangnya kontak dengan realitas dan dapat menyebabkan kematian (Feldman, 1990). 2) Aspek Psikososial dari Stress Atwater (1983) menjelaskan bahwa stress dapat berpengaruh terhadap aspek kognitif, emosional dan sosial individu. Sarafino (1998) menambahkan bahwa anger dapat menyebabkan individu melakukan perilaku agresif. Selain itu menurut Powel (1983) individu yang mengalami stress cenderung terhanyut dalam usaha untuk mengatasi stress yang dialaminya sehingga pekerjaan dan hubungan sosial menjadi terganggu. 19

15 2.2.4 Sumber-Sumber Stress Atwater (1983) mengemukakan bahwa dalam kehidupan sehari-hari sumber stress dalam bersifat fisik maupun psikologis. Sumber stress yang bersifat fisik dapat berupa keadaan cuaca yang tidak menyenangkan atau menderita penyakit tertentu. Sedangkan secara psikologis terdapat empat macam sumber stress yaitu tekanan, frustasi, konflik dan kecemasan. Walaupun demikian baik sumber stress yang bersifat fisik maupun psikologis akan saling mempengaruhi. Sumber stress yang bersifat fisik akhirnya dapat mempengaruhi kondisi psikologis seseorang, demikian pula sumber stress yang bersifat psikologis dapat mempengaruhi kondisi fisik seseorang. Seperti yang telah dikemukakan diatas bahwa secara psikologis terdapat emapat macam sumber stress, yaitu : a. Tekanan Tekanan berasal dalam diri individu maupun dari luar yaitu lingkungannya, atau merupakan gabungan dari keduanya. Dalam kehidupan sehari-hari di mana seorang individu berhubungan dan berkomunikasi dengan orang lain seperti keluarga, teman kerja juga akan dapat menimbulkan tekanan bagi individu tersebut. b. Frustasi Frustasi dapat timbul dikarenakan adanya hambatan pada individu dalam memenuhi motivasi ataupun memenuhi tujuan. Sumber frustasi yang berasal dari diri individu antara lain adalah ketidakmampuan, kurangnya komitmen, 20

16 rasa percaya diri yang rendah atau kurangnya tanggung jawab. Frustasi dapat diakibatkan pula oleh tidak adanya subjek atau objek yang diinginkan. c. Konflik Keadaan konflik terjadi bila kita berada dalam tekanan untuk memilih dua atau lebih pilihan. Berikut ini merupakan beberapa situasi konflik yang mungkin terjadi yaitu : 1) Approachs conflict Konflik ini terjadi apabila individu harus memilih dan pilihan yang sama-sama menyenangkan. Konflik ini biasanya dapat dipecahkan secara mudah dan cepat apabila pilihan yang dihadapi bukanlah suatu hal yang terlalu penting, seperti misalnya konflik dalam membeli pakaian, maka penyelesaiannya mudah. Lain halnya bila yang dihadapi merupakan suatu hal yang penting, misalnya konflik dalam memilih dua tawaran pekerjaan yang sama-sama baik dan memiliki prospek cerah, maka hal ini tertentunya dapat menjadi masalah dan menjadi sumber stress bagi individu. 2) Avoidances conflict Konflik ini dapat terjadi bila individu berada dalam situasi di mana ia harus memilih diantara pilihan yang tidak menyenangkan. Sebagai contoh, ibu yang merasa malu mengajak anaknya yang down syndrome pergi keluar rumah. Tetapi apabila anaknya itu tidak diajak pergi, si ibu yang merasa anaknya nanti tidak akan berkembang dengan baik. Konflik jenis 21

17 ini lebih sulit di atas dibandingkan approach conflict. Kadangkala dibutuhkan banyak waktu dan energi untuk mengatasinya. 3) Approachs conflict Dapat terjadi ketika terdapat dua kemungkinan, menyenangkan dan tidak menyenangkan. 4) Double approachs conflict Apabila seseorang harus memilih antara dua pilihan yang masingmasing memiliki sisi positif dan negatif. Hal ini dapat menimbulkan stress bagi orang tersebut. d. Kecemasan Kecemasan sangat berhubungan dengan perasaan aman. Dalam jumlah normal, kecemasan dapat membantu kita untuk lebih menyadari akan situasi bahaya tertentu. Tetapi apabila berada dalam jumlah berlebihan, maka kecemasan akan dapat memperburuk tingkah laku individu. Atwater (1983) juga menambahkan bahwa kecemasan memiliki sifat kumulatif, artinya rasa cemas dapat terus bertambah sehingga menutupi kesadaran dan memperburuk tingkah laku seseorang. 2.3 Coping Definisi Coping Dampak emosi dan fisiologis yang timbul akibat situasi yang menekan merupakan situasi yang tidak nyaman bagi seseorang. Ketidaknyamanan itulah yang memotivasi seseorang melakukan sesuatu uantuk menghilangkannya. Proses 22

18 di mana seseorang berusaha untuk mengelola tuntutan yang stressful ini disebut sebagai coping (Atkinson & Atkinson ; Smith & Bem, 1993). Coping didefinisikan sebagai perilaku proses yang mencakup tindakan berupa perilaku dan kognitif (Lazarus dalam Krohne, 1986) dan berfokus pada tuntutan eksternal maupaun internal (Krohne, 1986) melalui cara yang dapat mengurangi stress (Bootzin & Bower, Crocker & Hall, 1991) dengan mengontrol, mengurangi maupun mempelajari bagaimana mentoleransi ancaman yang menimbulkan stress (Feldman, 1992). Coping juga merupakan perilaku yang dipelajari yang memberi kontribusi pada kelangsungan hidup seseorang dalam menghadapi bahaya ancaman kehidupan (Folkman & Lazarus, 1988). Penekanan pada coping itu sendiri terletak pada proses yang dilakukan, bukan tujuannya (Lazarus & Folkman dalam Krohne, 1986). Sementara tujuan tindakan coping itu sendiri adalah menghilangkan pengalaman yang membuat keseimbangan antara tuntutan dan kapasitas (Krohne, 1986). Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa coping merupakan suatu proses yang dipelajari, baik berupa perilaku maupun kognititf, ditujukan kepada stimulus eksternal maupun internal yang dirasakan mengancam dengan tujuan untuk menyeimbangkan tuntutan dan kapasitas yang dimilikinya. 23

19 2.3.2 Jenis-jenis Coping Lazarus (1976) membedakan dua jenis perilaku coping yaitu : a. Coping yang terpusat pada masalah (Problem-Focused Coping) yaitu perikalu coping yang bertujuan untuk memecahkan masalah, atau melakukan sesuatu untuk mengubah sumber stress. b. Coping yang terpusat pada emosi (Emotion-Focused Coping), yaitu prilaku coping yang bertujuan untuk menangani stress emosional yang berhubungan atau yang dihasilkan oleh situasi menekan. Walaupun hampir semua stressor mendatangkan kedua jenis coping di atas, problem focused coping cenderung mendominasi bila mana orang merasa bahwa ia dapat melakukan sesuatu yang konstruktif dalam menangani stressor, sedangkan emotional focused coping cenderung mendominasi bila orang merasa bahwa stressor merupakan sesuatu yang harus ditahan (dalam Carver, 1989). Carver (1989) mengajukan satu lagi jenis coping yaitu coping maladaptif, yaitu kecendrungan coping yang kurang berguna atau kurang efektif. Carver (1989) memberikan tiga belas strategi coping termasuk dalam tiga jenis coping tersebut, yaitu : a. Strategi Coping yang termasuk dalam Problem Focused Coping 1) Active Coping Proses pengambilan langkah untuk mencoba memindahkan atau menyiasati stressor atau mengurangi efeknya. Active Coping termasuk mengambil tindakan langsung, meningkatkan usaha seseorang, dan mencoba untuk melakukan usaha coping langkah demi langkah. 24

20 2) Planning Memikirkan bagaimana menangani stressor. Planning meliputi merencanakan strategi dan langkah apa yang akan diambil dan bagaimana cara terbaik untuk mengatasi masalah. Planning terjadi selama secondary aparisial, sedangkan Active Coping terjadi selama masa coping. 3) Seeking Sosial Support for Instrumental Reasons Mencari saran atau nasihat, bantuan atau dukungan, atau informasi. 4) Suppression of Competing Activities Mengesampingkan kegiatan lain, menghindari gangguan dari situasi lain dengan tujuan untuk menangani stressor. 5) Restrain Coping Menunggu sampai ada kesempatan yang tepat untuk bertindak, menahan, dan tidak bertindak terlalu dini. Ini merupakan strategi coping aktif dalam hal perilaku individu di fokuskan pada menangani stressor secara efektif, namun juga merupakan strategi pasif dalam hal bahwa melakukan penundaan berarti tidak bertindak. b. Strategi Coping yang Termasuk Dalam Emotional Focused Coping 1) Seeking Sosial Support for Emotional Reasons Mencari dukungan moral, simpati dan pengertian. Secara konseptual, dukungan sosial ini berbeda pada dukungan sosial problem focused coping, namun pada prakteknya keduanya sering terjadi bersamaan. Kecendrungan untuk mencari dukungan sosial emosional ini merupakan pedang bermata dua. Satu pihak, tindakan tersebut nampaknya efektif. 25

21 Orang-orang yang tidak merasa aman dengan stress yang dialaminya dapat ditenangkan dengan dukungan sosial emosinal yang diterimanya. Pihak lain, sumber-sumber dukungan simpati biasanya lebih digunakan sebagai tempat untuk mengeluarkan perasaan-perasaan saja. Hal inilah yang menyebabkan penggunaan dukungan sosial tidak terlalu adaptif. 2) Positive Reinterpretation and Growth Coping lebih ditunjukan untuk menata distress emotional dari pada untuk menangani stressor. Sebenarnya manfaat coping ini tidak hanya terbatas pada pengurangan distress. Dengan memandang kejadiankejadian yang membuat stress sebagai suatu yang positif (favorable), secara intrinsik dapat membawa seorang kepada problem focused coping secara aktif. 3) Denial Usaha untuk menolak kenyataan atau kejadian-kejadian yang membuat stresss. 4) Acceptance Menerima kenyataan bahwa kejadian-kejadian yang membuat stress memang ada dan nyata. Dapat dibuktikan bahwa acceptance ini merupakan perilaku coping yang efektif. 5) Turning to Religion Meningkatkan keterlibatan pada kegiatan-kegiatan yang religius. Seseorang dapat beralih pada kegiatan-kegiatan yang religius pada saat ia mengalami stress karena berbagai alasan. Agama dapat menjadi sumber 26

22 dukungan emosional, sebagai alat ukur untuk membantu emosi distress, atau sebagai suatu siasat untuk melakukan coping aktif terhadap stressor. c. Strategi Coping yang Termasuk Coping Maladaptif 1) Focussing on and Venting of Emotion Kecenderungan untuk memusatkan perhatian pada hal-hal seseorang sebagai distress, dan kemudian melepaskan perasaan-perasaan tersebut. 2) Behavioral Disengagement Mengurangi usaha untuk melawan stressor, tidak ingin lagi berusaha untuk mencapai objek atau kejadian di mana stressor menganggu. Behavioral Disengagement digambarkan melalui gejala perilaku yang disebut Helplessness. 3) Mental Disengagement Merupakan variasi dari Behavioral Disengagement, munculnya apabila ada keadaan yang menghalangi Behavioral Disengagement. Mental Disengagement muncul melalui berbagai macam kegiatan yang bertujuan untuk menghalangi seseorang memikirkan stressor, misalnya dengan menghayal, tidur, menonton TV, dan lain-lain Faktor-faktor yang Memengaruhi Coping Individu yang mengalami stress akan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor yang berasal dari dalam diri dan dari luar dirinya (Lahey & Cinimero, 1980). 27

23 a. Faktor Internal Faktor-faktor internal yang dimaksud meliputi tiga hal yaitu kontrol personal, karakteristik individu dan kehadiran stress lain. b. Faktor Eksternal Salah satu faktor yang mempengaruhi individu dalam menghadapi stress adalah adanya dukungan sosial. Individu sebagai makhluk sosial tidak terlepas dari jaringan sosial. Ia berada di tempat yang memungkingkan individu tersebut untuk berinteraksi sosial dengan yang lain. Dalam hal ini jaringan sosial menyediakan salah satu faktornya yaitu dukungan sosial. Jadi seseorang individu dalam menghadapi stressnya dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor Internal dan Eksternal. Faktor Internal berasal dari dalam diri individu itu sendiri seperti pengalaman hidup, pengetahuan yang dimiliki dan kepribadian individu sendiri. Sedangkan faktor Eksternal adalah faktor yang berasal dari luar individu misalnya keluarga, saudara dan teman. Kedua faktor tersebut berpengaruh terhadap penerimaan individu dalam menghadapi stress yang dialaminya. 28

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Coping Stress pada Perempuan Berstatus Cerai dengan memiliki Anak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Coping Stress pada Perempuan Berstatus Cerai dengan memiliki Anak BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Coping Stress pada Perempuan Berstatus Cerai dengan memiliki Anak 1. Pengertian Coping Stress Coping adalah usaha dari individu untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan dari lingkungannya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Strategi Coping. ataupun mengatasi Sarafino (Muta adin, 2002). Perilaku coping merupakan suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Strategi Coping. ataupun mengatasi Sarafino (Muta adin, 2002). Perilaku coping merupakan suatu 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Strategi Coping 1. Pengertian Strategi Coping Coping berasal dari kata cope yang dapat diartikan menghadang, melawan ataupun mengatasi Sarafino (Muta adin, 2002). Perilaku

Lebih terperinci

PSIKOLOGI UMUM 2. Stress & Coping Stress

PSIKOLOGI UMUM 2. Stress & Coping Stress PSIKOLOGI UMUM 2 Stress & Coping Stress Pengertian Stress, Stressor & Coping Stress Istilah stress diperkenalkan oleh Selye pada tahun 1930 dalam bidang psikologi dan kedokteran. Ia mendefinisikan stress

Lebih terperinci

5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai kesimpulan dari hasil penelitian ini. Selanjutnya juga akan dipaparkan hasil diskusi dan saran. 5.1. Kesimpulan Berdasarkan analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. langgeng hingga akhir hayat mereka. Namun, dalam kenyataannya harapan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. langgeng hingga akhir hayat mereka. Namun, dalam kenyataannya harapan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Setiap pasangan menikah pasti menginginkan agar perkawinannya langgeng hingga akhir hayat mereka. Namun, dalam kenyataannya harapan akan kelanggengan perkawinan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pada bab 2 akan dibahas landasan teori dan variabel-variabel yang terkait

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pada bab 2 akan dibahas landasan teori dan variabel-variabel yang terkait BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab 2 akan dibahas landasan teori dan variabel-variabel yang terkait dalam penelitian ini. Variabel-variabel tersebut adalah Ujian Nasional, stres, stressor, coping stres dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia.

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia. BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia. Setiap individu memiliki harapan untuk bahagia dalam kehidupan perkawinannya. Karena tujuan perkawinan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. menjadi tidak teratur atau terasa lebih menyakitkan. kebutuhan untuk menjadi orang tua dan menolak gaya hidup childfree dan juga

BAB V PENUTUP. menjadi tidak teratur atau terasa lebih menyakitkan. kebutuhan untuk menjadi orang tua dan menolak gaya hidup childfree dan juga BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Dari hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya seluruh subjek mengalami stres. Reaksi stres yang muncul pada subjek penelitian antara lain berupa reaksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam tahap perkembangannya akan mengalami masa berhentinya haid yang dibagi

BAB I PENDAHULUAN. dalam tahap perkembangannya akan mengalami masa berhentinya haid yang dibagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sudah menjadi kodrat alam bahwa dengan bertambahnya usia, setiap wanita dalam tahap perkembangannya akan mengalami masa berhentinya haid yang dibagi dalam beberapa fase,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan mengalami masa transisi peran sosial, individu dewasa awal akan menindaklanjuti hubungan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Konteks Penelitian (Latar Belakang Masalah) Perkawinan merupakan salah satu titik permulaan dari misteri

BAB I PENDAHULUAN. A. Konteks Penelitian (Latar Belakang Masalah) Perkawinan merupakan salah satu titik permulaan dari misteri 1 BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian (Latar Belakang Masalah) Perkawinan merupakan salah satu titik permulaan dari misteri kehidupan. Komitmen laki-laki dan perempuan untuk menjalani sebagian kecil

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stress Stres merupakan akibat dari interaksi (timbal-balik) antara rangsangan lingkungan dan respons individu. Stres seringkali dianggap sebagai sesuatu yang berkonotasi negatif.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tekanan mental atau beban kehidupan. Dalam buku Stress and Health, Rice (1992)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tekanan mental atau beban kehidupan. Dalam buku Stress and Health, Rice (1992) BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Stres 2.1.1 Definisi Stres dan Jenis Stres Menurut WHO (2003) stres adalah reaksi atau respon tubuh terhadap tekanan mental atau beban kehidupan. Dalam buku Stress and Health,

Lebih terperinci

Kesehatan Mental. Mengatasi Stress / Coping Stress. Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

Kesehatan Mental. Mengatasi Stress / Coping Stress. Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi Modul ke: Kesehatan Mental Mengatasi Stress / Coping Stress Fakultas Psikologi Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Coping Stress Coping Proses untuk menata tuntutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan harapan. Masalah tersebut dapat berupa hambatan dari luar individu maupun

BAB I PENDAHULUAN. dengan harapan. Masalah tersebut dapat berupa hambatan dari luar individu maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Individu memiliki berbagai macam masalah didalam hidupnya, masalah dalam diri individu hadir bila apa yang telah manusia usahakan jauh atau tidak sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga yang bahagia dan harmonis merupakan dambaan dari setiap

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga yang bahagia dan harmonis merupakan dambaan dari setiap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga yang bahagia dan harmonis merupakan dambaan dari setiap pasangan. Saling setia dan tidak terpisahkan merupakan salah satu syarat agar tercipta keluarga

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Dewasa Awal dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Masa Dewasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Terdapat beberapa karakteristik anak autis, yaitu selektif berlebihan

BAB I PENDAHULUAN. Terdapat beberapa karakteristik anak autis, yaitu selektif berlebihan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak adalah dambaan dalam setiap keluarga dan setiap orang tua pasti memiliki keinginan untuk mempunyai anak yang sempurna, tanpa cacat. Bagi ibu yang sedang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang disepanjang hidup mereka pasti mempunyai tujuan untuk. harmonis mengarah pada kesatuan yang stabil (Hall, Lindzey dan

BAB I PENDAHULUAN. orang disepanjang hidup mereka pasti mempunyai tujuan untuk. harmonis mengarah pada kesatuan yang stabil (Hall, Lindzey dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia pasti mempunyai harapan-harapan dalam hidupnya dan terlebih pada pasangan suami istri yang normal, mereka mempunyai harapan agar kehidupan mereka

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL

PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL PSIKOLOGI PERKEMBANGAN DEWASA DAN LANSIA PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL Oleh: Dr. Rita Eka Izzaty, M.Si Yulia Ayriza, Ph.D STABILITAS DAN PERUBAHAN ANAK-DEWASA TEMPERAMEN Stabilitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Weiten & Lloyd (2006) menyebutkan bahwa personal adjustment adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Weiten & Lloyd (2006) menyebutkan bahwa personal adjustment adalah BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Personal Adjustment 1. Definisi Personal Adjustment Weiten & Lloyd (2006) menyebutkan bahwa personal adjustment adalah sebuah proses psikologis yang dijalani seseorang yang mengakibatkan

Lebih terperinci

SINOPSIS THESIS FENOMENA MASYARAKAT MENGATASI MASALAH DAN DAYA TAHAN DALAM MENGHADAPI STRESS. Oleh: Nia Agustiningsih

SINOPSIS THESIS FENOMENA MASYARAKAT MENGATASI MASALAH DAN DAYA TAHAN DALAM MENGHADAPI STRESS. Oleh: Nia Agustiningsih SINOPSIS THESIS FENOMENA MASYARAKAT MENGATASI MASALAH DAN DAYA TAHAN DALAM MENGHADAPI STRESS Oleh: Nia Agustiningsih BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Berbagai masalah ekonomi yang terjadi menjadi salah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan 6 BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Pernikahan 2.1.1. Pengertian Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan adalah nikah,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Coping Stress. mengurangi distres. Menurut J.P.Chaplin (Badru, 2010) yaitu tingkah laku

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Coping Stress. mengurangi distres. Menurut J.P.Chaplin (Badru, 2010) yaitu tingkah laku BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Coping Stress 1. Definisi Coping Stress Lazarus dan Folkman (Sugianto, 2012) yang mengartikan coping stress sebagai suatu upaya yang dilakukan oleh seseorang ketika dihadapkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Lazarus dan Folkman (dalam Morgan, 1986) menyebutkan bahwa kondisi

BAB II LANDASAN TEORI. Lazarus dan Folkman (dalam Morgan, 1986) menyebutkan bahwa kondisi BAB II LANDASAN TEORI A. STRES 1. Definisi Stres Lazarus dan Folkman (dalam Morgan, 1986) menyebutkan bahwa kondisi fisik dan lingkungan sosial yang merupakan penyebab dari kondisi stress disebut stressor.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk berstruktur lanjut usia (aging structured population) karena dari tahun ke tahun, jumlah penduduk Indonesia

Lebih terperinci

STRATEGI COPING UNTUK MEMPERTAHANKAN PERKAWINAN PADA WANITA YANG SUAMINYA MENGALAMI DISFUNGSI SEKSUAL

STRATEGI COPING UNTUK MEMPERTAHANKAN PERKAWINAN PADA WANITA YANG SUAMINYA MENGALAMI DISFUNGSI SEKSUAL STRATEGI COPING UNTUK MEMPERTAHANKAN PERKAWINAN PADA WANITA YANG SUAMINYA MENGALAMI DISFUNGSI SEKSUAL TESIS Diajukan Kepada Program Studi Magister Sains Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kualitas Perkawinan 1. Pengertian Kualitas Perkawinan Menurut Gullota (Aqmalia, 2009) kepuasan pernikahan merupakan perasaan pasangan terhadap pasangannya mengenai hubungan pernikahannya.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Stres pada Wanita Karir (Guru) yang dialami individu atau organisme agar dapat beradaptasi atau menyesuaikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Stres pada Wanita Karir (Guru) yang dialami individu atau organisme agar dapat beradaptasi atau menyesuaikan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stres pada Wanita Karir (Guru) 1. Pengertian Istilah stres dalam psikologi menunjukkan suatu tekanan atau tuntutan yang dialami individu atau organisme agar dapat beradaptasi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II. A. DUKUNGAN SOSIAL II. A. 1. Definisi Dukungan Sosial Menurut Orford (1992), dukungan sosial adalah kenyamanan, perhatian, dan penghargaan yang diandalkan pada saat individu mengalami

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 10 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Kepustakaan 1. Stres 1.1 Pengertian Setiap orang pasti pernah mengalami yang namanya stres, menurut Selye (dalam Prabowo, 1998) stres adalah respon non spesifik dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencapaian utama masa dewasa awal berkaitan dengan pemenuhan. intimasi tampak dalam suatu komitmen terhadap hubungan yang mungkin

BAB I PENDAHULUAN. Pencapaian utama masa dewasa awal berkaitan dengan pemenuhan. intimasi tampak dalam suatu komitmen terhadap hubungan yang mungkin BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang penelitian Pencapaian utama masa dewasa awal berkaitan dengan pemenuhan intimasi tampak dalam suatu komitmen terhadap hubungan yang mungkin menuntut pengorbanan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dipandang mampu menjadi jembatan menuju kemajuan, dan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dipandang mampu menjadi jembatan menuju kemajuan, dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan dipandang mampu menjadi jembatan menuju kemajuan, dan setiap anak di dunia ini berhak untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Tidak hanya anak normal saja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta pembagian peran suami dan istri. Seiring dengan berjalannya waktu ada

BAB I PENDAHULUAN. serta pembagian peran suami dan istri. Seiring dengan berjalannya waktu ada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan suatu hubungan antara pria dan wanita yang diakui secara sosial, yang didalamnya mencakup hubungan seksual, pengasuhan anak, serta pembagian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. sebagai subjek yang menuntut ilmu di perguruan tinggi dituntut untuk mampu

PENDAHULUAN. sebagai subjek yang menuntut ilmu di perguruan tinggi dituntut untuk mampu PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Peraturan Republik Indonesia No. 30 tahun 1990 mahasiswa adalah peserta didik yang terdaftar dan belajar di perguruan tinggi tertentu. Mahasiswa sebagai subjek yang menuntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang khas yang menghadapkan manusia pada suatu krisis

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang khas yang menghadapkan manusia pada suatu krisis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia dalam kehidupannya bisa menghadapi masalah berupa tantangan, tuntutan dan tekanan dari lingkungan sekitar. Setiap tahap perkembangan dalam rentang kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Masa remaja berlangsung antara usia 12 sampai 21 tahun dan terbagi menjadi masa remaja

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Mahasiswa adalah panggilan untuk orang yang sedang menjalani pendidikan

BAB II KAJIAN TEORI. Mahasiswa adalah panggilan untuk orang yang sedang menjalani pendidikan BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Pengertian Mahasiswa Pendidikan Tinggi adalah jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program diploma, program sarjana, program magister, program doktor, dan

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN BAB V HASIL PENELITIAN A. Rangkuman Hasil Penelitian Ketiga subjek merupakan pasangan yang menikah remaja. Subjek 1 menikah pada usia 19 tahun dan 18 tahun. Subjek 2 dan 3 menikah di usia 21 tahun dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penurunan kondisi fisik, mereka juga harus menghadapi masalah psikologis.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penurunan kondisi fisik, mereka juga harus menghadapi masalah psikologis. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lanjut usia merupakan suatu proses berkelanjutan dalam kehidupan yang ditandai dengan berbagai perubahan ke arah penurunan. Problematika yang harus dihadapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kekuatan seseorang dalam menghadapi kehidupan di dunia ini berawal dari keluarga. Keluarga merupakan masyarakat terkecil yang sangat penting dalam membentuk

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep koping 1.1. Pengertian mekanisme koping Koping adalah upaya yang dilakukan oleh individu untuk mengatasi situasi yang dinilai sebagai suatu tantangan, ancaman, luka, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sekarang ini kita dihadapkan pada berbagai macam penyakit, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. Sekarang ini kita dihadapkan pada berbagai macam penyakit, salah satunya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sekarang ini kita dihadapkan pada berbagai macam penyakit, salah satunya penyakit Lupus. Penyakit ini merupakan sebutan umum dari suatu kelainan yang disebut sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being menurut Diener (2005). Teori yang dipilih akan digunakan untuk meneliti gambaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan suatu lembaga yang memberikan pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan suatu lembaga yang memberikan pelayanan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Rumah sakit merupakan suatu lembaga yang memberikan pelayanan kesehatan dengan usaha menyeluruh, yaitu usaha promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan kehadiran individu lain dalam kehidupannya. Tanpa kehadiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cinta, seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan individu dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. cinta, seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan individu dewasa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tugas perkembangan individu dewasa adalah merasakan ketertarikan terhadap lawan jenis yang akan menimbulkan hubungan interpersonal sebagai bentuk interaksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa beralihnya pandangan egosentrisme menjadi sikap yang empati. Menurut Havighurst

BAB I PENDAHULUAN. masa beralihnya pandangan egosentrisme menjadi sikap yang empati. Menurut Havighurst BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Perkembangan sosial masa dewasa awal (young adulthood) adalah puncak dari perkembangan sosial masa dewasa. Masa dewasa awal adalah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Lazarus menyebut pengatasan masalah dengan istilah coping. Menurut

BAB II LANDASAN TEORI. Lazarus menyebut pengatasan masalah dengan istilah coping. Menurut 12 BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Pengatasan Masalah Lazarus menyebut pengatasan masalah dengan istilah coping. Menurut Lazarus dan Folkman (1984) pengatasan masalah merupakan suatu proses usaha individu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terutama yang tidak terbiasa dengan sistem pembelajaran di Fakultas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terutama yang tidak terbiasa dengan sistem pembelajaran di Fakultas 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Stres Fakultas Kedokteran menuntut mahasiswa/i untuk selalu belajar keras di setiap waktu karena pelajaran yang diwajibkan di Fakultas Kedokteran sangat berat. Ini menghadirkan

Lebih terperinci

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan BAB I 1.1 Latar Belakang Masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan pekerjaan ataupun kegiatan sehari hari yang tidak. mata bersifat jasmani, sosial ataupun kejiwaan.

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan pekerjaan ataupun kegiatan sehari hari yang tidak. mata bersifat jasmani, sosial ataupun kejiwaan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Di era modern masa kini, banyak ditemukannya permasalahan yang disebabkan pekerjaan ataupun kegiatan sehari hari yang tidak sesuai dengan rencana. Segala permasalahan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. OPTIMISME 1. Defenisi Optimis, Optimistis dan Optimisme Optimis dalam KBBI diartikan sebagai orang yang selalu berpengharapan (berpandangan) baik dalam menghadapi segala hal sedangkan

Lebih terperinci

MASALAH KELUARGA DAN MEKANISME PENANGGULANGANNYA

MASALAH KELUARGA DAN MEKANISME PENANGGULANGANNYA MASALAH KELUARGA DAN MEKANISME PENANGGULANGANNYA Euis Sunarti 1 A. Masalah keluarga. Menurut Burgess dan Locke (1960) kesulitan perkawinan merupakan sumber utama masalah hubungan suami istri. Sumber masalah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Metode penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif, yaitu metode penelitian yang digunakan untuk meneliti kondisi objek alamiah di mana peneliti

Lebih terperinci

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 149 5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN Pada bab pendahuluan telah dijelaskan bahwa penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran psychological well-being pada wanita dewasa muda yang menjadi istri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dukungan sosial merupakan keberadaan, kesediaan, keperdulian dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dukungan sosial merupakan keberadaan, kesediaan, keperdulian dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dukungan sosial merupakan keberadaan, kesediaan, keperdulian dari orang-orang yang bisa diandalkan, menghargai dan menyayangi kita yang berasal dari teman, anggota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan unit sosial terkecil di dalam lingkungan masyarakat. Bagi anak, keluarga merupakan tempat pertama mereka untuk berinteraksi. Keluarga yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa awal adalah masa dimana seseorang memperoleh pasangan hidup, terutama bagi seorang perempuan. Hal ini sesuai dengan teori Hurlock (2002) bahwa tugas masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tawuran terjadi dikalangan pelajar sudah menjadi suatu hal yang biasa, sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi di tangerang,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan BAB 2 LANDASAN TEORI Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan prestasi belajar. 2.1 Self-Efficacy 2.1.1 Definisi self-efficacy Bandura (1997) mendefinisikan self-efficacy

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. upaya-upaya dalam rangka mendapatkan kebebasan itu. (Abdullah, 2007

BAB I PENDAHULUAN. upaya-upaya dalam rangka mendapatkan kebebasan itu. (Abdullah, 2007 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada setiap fase kehidupan manusia pasti mengalami stres pada tiap fase menurut perkembangannya. Stres yang terjadi pada mahasiswa/i masuk dalam kategori stres

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. (dalam Setiadi, 2008).Menurut Friedman (2010) keluarga adalah. yang mana antara yang satu dengan yang lain

BAB II TINJAUAN TEORI. (dalam Setiadi, 2008).Menurut Friedman (2010) keluarga adalah. yang mana antara yang satu dengan yang lain BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Keluarga 2.1.1 Pengertian Menurut UU No.10 tahun 1992 keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami, istri, atau suami istri dan anaknya atau ayah dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia hidup selalu dipenuhi oleh kebutuhan dan keinginan. Seringkali kebutuhan dan keinginan tersebut tidak dapat terpenuhi dengan segera. Selain itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemenuhan hasrat seksual, dan menjadi lebih matang. Pernikahan juga

BAB I PENDAHULUAN. pemenuhan hasrat seksual, dan menjadi lebih matang. Pernikahan juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernikahan merupakan ikatan yang terbentuk antara pria dan wanita yang di dalamnya terdapat unsur keintiman, pertemanan, persahabatan, kasih sayang, pemenuhan hasrat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga menurut Lestari (2012) memiliki banyak fungsi, seperti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga menurut Lestari (2012) memiliki banyak fungsi, seperti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga menurut Lestari (2012) memiliki banyak fungsi, seperti melahirkan anak, merawat anak, menyelesaikan suatu permasalahan, dan saling peduli antar anggotanya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini banyak bermunculan berbagai jenis penyakit yang tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini banyak bermunculan berbagai jenis penyakit yang tidak dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini banyak bermunculan berbagai jenis penyakit yang tidak dapat disembuhkan, salah satu jenis penyakit tersebut adalah Diabetes Mellitus (DM). DM adalah

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pada bab 2 akan dibahas landasan teori dari variabel-variabel yang terkait

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pada bab 2 akan dibahas landasan teori dari variabel-variabel yang terkait 9 BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab 2 akan dibahas landasan teori dari variabel-variabel yang terkait dalam penelitian ini. Variabel-variabel tersebut adalah kemacetan, stressor, stres, penyesuaian diri terhadap

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Wanita karir mengacu pada sebuah profesi. Karir adalah karya. Jadi, ibu

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Wanita karir mengacu pada sebuah profesi. Karir adalah karya. Jadi, ibu BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wanita Karir Wanita karir mengacu pada sebuah profesi. Karir adalah karya. Jadi, ibu rumah tangga sebenarnya adalah seorang wanita karir. Namun wanita karir adalah wanita yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa, yang diistilahkan dengan adolescence yang berarti tumbuh menjadi dewasa. Masa remaja ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS. reaksi fisik yang disebabkan karena persepsi seseorang terhadap kehilangan (loss).

BAB II LANDASAN TEORITIS. reaksi fisik yang disebabkan karena persepsi seseorang terhadap kehilangan (loss). BAB II LANDASAN TEORITIS A. GRIEF 1. Definisi Grief Menurut Rando (1984), grief merupakan proses psikologis, sosial, dan reaksi fisik yang disebabkan karena persepsi seseorang terhadap kehilangan (loss).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai kebahagiaan seperti misalnya dalam keluarga tersebut terjadi

BAB I PENDAHULUAN. mencapai kebahagiaan seperti misalnya dalam keluarga tersebut terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga bahagia merupakan dambaan bagi semua keluarga. Untuk menjadi keluarga bahagia salah satu syaratnya adalah keharmonisan keluarga. Keharmonisan keluarga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui tahap intimacy vs isolation. Pada tahap ini, individu berusaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. melalui tahap intimacy vs isolation. Pada tahap ini, individu berusaha untuk 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Saat seseorang memasuki usia dewasa awal, ia mengalami perubahan dalam hidupnya. Pada usia ini merupakan transisi terpenting dalam hidup manusia, dimana remaja mulai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Strategi Koping. Setiap individu dari semua umur dapat mengalami stres dan akan menggunakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Strategi Koping. Setiap individu dari semua umur dapat mengalami stres dan akan menggunakan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Strategi Koping 1. Definisi Strategi Koping Setiap individu dari semua umur dapat mengalami stres dan akan menggunakan berbagai cara untuk menghilangkan stres yang sedang diderita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pacaran merupakan sebuah konsep "membina" hubungan dengan orang lain dengan saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perawat dalam pelayanan kesehatan dapat diartikan sebagai tenaga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perawat dalam pelayanan kesehatan dapat diartikan sebagai tenaga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perawat dalam pelayanan kesehatan dapat diartikan sebagai tenaga kesehatan yang sangat vital dan secara terus-menerus selama 24 jam berinteraksi dan berhubungan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Konflik Pekerjaan Keluarga (Work-Family Conflict) Yang et al (2000) mendefinisikan konflik pekerjaan keluarga (work family

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Konflik Pekerjaan Keluarga (Work-Family Conflict) Yang et al (2000) mendefinisikan konflik pekerjaan keluarga (work family 11 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konflik Pekerjaan Keluarga (Work-Family Conflict) Perubahan demografi tenaga kerja terhadap peningkatan jumlah wanita bekerja dan pasangan yang keduanya bekerja, telah mendorong

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 1998). Potter & Perry. kelemahannya pada seluruh aspek kepribadiannya.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 1998). Potter & Perry. kelemahannya pada seluruh aspek kepribadiannya. 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep diri 2.1.1. Pengertian Konsep diri Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan adalah suatu bentuk organisasi yang didirikan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan adalah suatu bentuk organisasi yang didirikan untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Perusahaan adalah suatu bentuk organisasi yang didirikan untuk memproduksi barang atau jasa, serta mempunyai tujuan tertentu yang ingin dicapai. Tujuan-tujuan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dari Tuhan. Selain itu, orang tua juga menginginkan yang terbaik bagi anaknya,

BAB 1 PENDAHULUAN. dari Tuhan. Selain itu, orang tua juga menginginkan yang terbaik bagi anaknya, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bagi setiap orang yang telah menikah, memiliki anak adalah suatu anugerah dari Tuhan. Selain itu, orang tua juga menginginkan yang terbaik bagi anaknya, tumbuh dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. istilah remaja atau adolenscence, berasal dari bahasa latin adolescere yang

I. PENDAHULUAN. istilah remaja atau adolenscence, berasal dari bahasa latin adolescere yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam perkembangan manusia, masa remaja merupakan salah satu tahapan perkembangan dimana seorang individu mengalami perubahan baik emosi, tubuh, minat, pola perilaku, dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai 1 BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Karyawan PT. INALUM 1. Pengertian Karyawan Karyawan adalah sumber daya yang sangat penting dan sangat menentukan suksesnya perusahaan. Karyawan juga selalu disebut sebagai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kesiapan menikah

TINJAUAN PUSTAKA Kesiapan menikah 7 TINJAUAN PUSTAKA Kesiapan menikah Duvall (1971) menyatakan bahwa kesiapan menikah adalah laki-laki maupun perempuan yang telah menyelesaikan masa remajanya dan siap secara fisik, emosi, finansial, tujuan,

Lebih terperinci

(Elisabeth Riahta Santhany) ( )

(Elisabeth Riahta Santhany) ( ) 292 LAMPIRAN 1 LEMBAR PEMBERITAHUAN AWAL FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS INDONUSA ESA UNGGUL JAKARTA Saya mengucapkan terima kasih atas waktu yang telah saudara luangkan untuk berpartisipasi dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia yang dapat memberikan kepuasan dan tantangan, sebaliknya dapat pula

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia yang dapat memberikan kepuasan dan tantangan, sebaliknya dapat pula BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pekerjaan merupakan bagian yang memegang peranan penting bagi kehidupan manusia yang dapat memberikan kepuasan dan tantangan, sebaliknya dapat pula merupakan gangguan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. fisik maupun mental. Tetapi tidak semua anak terlahir normal, anak yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. fisik maupun mental. Tetapi tidak semua anak terlahir normal, anak yang tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang pasti mengharapkan kehidupan yang bahagia. Salah satu bentuk kebahagiaan itu adalah memiliki anak yang sehat dan normal, baik secara fisik maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama bagi anak yang memberi dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah satunya adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. (Stanley Hall dalam Panuju, 2005). Stres yang dialami remaja berkaitan dengan proses perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Coping Mechanism adalah tingkah laku atau tindakan penanggulangan

BAB I PENDAHULUAN. Coping Mechanism adalah tingkah laku atau tindakan penanggulangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Coping Mechanism adalah tingkah laku atau tindakan penanggulangan sembarang perbuatan, dimana individu melakukan interaksi dengan lingkungan sekitarnya dengan tujuan

Lebih terperinci

BABI. kehidupan yang memiliki tugas perkembangan yang berbeda-beda. Tahap-tahap

BABI. kehidupan yang memiliki tugas perkembangan yang berbeda-beda. Tahap-tahap BABI PENDAHULUAN BABI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap individu melewati tahap-tahap perkembangan di sepanjang rentang kehidupan yang memiliki tugas perkembangan yang berbeda-beda. Tahap-tahap

Lebih terperinci

Sebagaimana yang diutarakan oleh Sarafino dan Smith (2012, h.29) bahwa stres memiliki dua komponen, yaitu fisik, yang berhubungan langsung dengan

Sebagaimana yang diutarakan oleh Sarafino dan Smith (2012, h.29) bahwa stres memiliki dua komponen, yaitu fisik, yang berhubungan langsung dengan BAB V PEMBAHASAN Setiap individu pasti menginginkan pekerjaan yang memiliki masa depan yang jelas, seperti jenjang karir yang disediakan oleh perusahaan, tunjangan tunjangan dari perusahaan berupa asuransi

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TERMINAL (KEPUTUSASAAN )

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TERMINAL (KEPUTUSASAAN ) LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TERMINAL (KEPUTUSASAAN ) A. PENGERTIAN Keputusasaan adalah keadaan emosional subjektif yang terus-menerus dimana seorang individu tidak melihat ada alternative

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Papalia, 2009). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. (Papalia, 2009). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 pasal 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah salah satu tahap penting dalam siklus kehidupan individu di samping siklus kehidupan lainnya seperti kelahiran, perceraian, atau kematian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 40 tahun. Pada masa ini, orang-orang mencari keintiman emosional dan fisik

BAB I PENDAHULUAN. 40 tahun. Pada masa ini, orang-orang mencari keintiman emosional dan fisik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa dewasa awal merupakan waktu perubahan dramatis dalam hubungan personal. Hal tersebut dikarenakan banyaknya perubahan yang terjadi pada individu di masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membangun sebuah hubungan senantiasa menjadi kebutuhan bagi individu untuk mencapai kebahagiaan. Meskipun terkadang hubungan menjadi semakin kompleks saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Di era globalisasi ini para peserta didik berlomba-lomba untuk bisa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Di era globalisasi ini para peserta didik berlomba-lomba untuk bisa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era globalisasi ini para peserta didik berlomba-lomba untuk bisa mendapatkan pendidikan terbaik. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Stres Kerja 2.1.1. Pengertian Stres Menurut Vaughan dan Hogh (2002) stres adalah suatu kondisi psikologis yang terjadi ketika suatu stimulus diterima sebagai suatu hambatan atau

Lebih terperinci