PENGEMBANGAN SISTEM MONITORING HOTSPOT (KEBAKARAN HUTAN) MENGGUNAKAN DATA SATELIT NOAA/AVHRR HRPT BERBASIS WEB-GIS
|
|
- Utami Sudirman
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 PENGEMBANGAN SISTEM MONITORING HOTSPOT (KEBAKARAN HUTAN) MENGGUNAKAN DATA SATELIT NOAA/AVHRR HRPT BERBASIS WEB-GIS Raditya Pratama Nugraha Teknik Komputer, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia Abstrak Posisi geografis Indonesia yang terletak di antara 2 benua dan samudra sesungguhnya selain strategis, juga menyimpan risiko besar mengalami berbagai bencana. Perubahan iklim dan kerawanan lokasinya yang dikelilingi lempeng dan patahan-patahan geologis di kerak Bumi mengakibatkan Indonesia menjadi wilayah rawan gempa Bumi dan deformasi tanah/longsor. Selain itu kebakaran hutan, banjir, pembalakan liar, degradasi lahan pertanian, polusi air dan udara, pencurian ikan oleh kapal-kapal asing, gunung meletus, hingga bergesernya garis pantai dan batas negara, menjadi masalah krusial untuk dipecahkan. Untuk mencari solusi yang paling menyeluruh, diperlukan data spasial yang dapat memantau Bumi Indonesia melalui satelit Penginderaan Jauh (PJ). Salah satu hal yang dapat dideteksi dengan penginderaan jauh adalah terjadinya kebakaran hutan. Dengan penginderaan jauh, lokasi terjadinya kebakaran akan terdeteksi sebagai hotspot. Dalam penelitian ini data hotspot didapatkan dengan menerapkan algoritma yang digunakan oleh Z. Li (CCRS). Algoritma ini mendeteksi hotspot dari data satelit NOAA/AVHRR dengan menggunakan nilai suhu kecerahan pada kanal 3, 4 dan 5 dan nilai reflektansi pada kanal 2 untuk mengenali piksel potensial hotspot. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data dari sistem penerimaan data HRPT satelit NOAA dan data yang diambil dari internet. Setelah data hotspot didapatkan, data tersebut akan ditampilkan dalam web-gis beserta data yang lain seperti garis pantai, garis lintang dan bujur dan data citra satelit NOAA. Dari hasil data hotspot yang didapatkan, pada musim kemarau terdapat banyak hotspot dan pada musim penghujan hanya terdapat sedikit hotspot. Kata Kunci : penginderaan jauh, hotspot, NOAA, HRPT, Web-GIS Web-GIS based Hotspot Monitoring System Development Using NOAA/AVHRR HRPT Satellite Data Abstract Indonesia s geographic position which is located between two continent and two ocean, although strategic, it also contain big risk of disaster happening. Climate changes and its insecure position which is surrounded by earth s plates and geological fracture on earth s crust results in Indonesia becoming an area which is prone to earthquake and land deformation. Furthermore, forest fire, flood, illegal logging, farm land degradation, water and air polution, fish theft by foreign ship,volcanoes, and the shift of coastline and country border, becomes a crucial problem to be solved. To find a comprehensive solution, spatial data is needed to monitor Indonesia by using remote sensing satellite.
2 One of the things that can be detected by remote sensing is forest fire. With remote sensing, the place where forest fire occurs will be detected as hotspot. In this research, hotspot data is obtained by using the algorithm used by Z. Li (CCRS). This algorithm detects hotspot from NOAA/AVHRR satellite data by using brightness temperature value of channel 3, 4 and 5, and reflectance value of channel 2 to recognize hotspot potential pixel. Data used in this research is obtained from NOAA satellite HRPT data capture system and data obtained from internet. After hotspot data is obtained, the data will be displayed in web-gis along with other data like coastline, graticules, and NOAA satellite image. From the obtained hotspot data, it is found that on dry season there ara many hotspots and on rainy season there are only a few hotspots. Keywords: remote sensing, hotspot, NOAA, HRPT, web-gis 1. PENDAHULUAN Kebakaran hutan di Indonesia bukanlah hal yang baru. Penjelajah di pulau kalimantan di abad ke 15 melaporkan kebakaran hutan dan laporan tersebut terus ada hingga abad ke 20. Kebakaran pada tipe vegetasi asia tenggara terhubung erat dengan dengan efek perubahan iklim dan keterlibatan manusia. [1] Kebakaran terjadi di Indonesia setiap tahunnya saat perusahaan besar atau individu membuka lahan untuk ditanam tumbuh-tumbuhan. Terjadinya kebakaran hutan dapat dideteksi dengan penginderaan jauh. Satelit dengan sensor radiometer dapat merekam indikasi terjadinya kebakaran seperti tingginya suhu kecerahan dengan nilai persen reflektansi yang rendah. Salah satu satelit yang mampu mendeteksi adanya kebakaran hutan adalah satelit NOAA. Departemen Teknik Elektro memiliki peralatan untuk menerima citra dari satelit NOAA berupa antena dan perlengkapan penerima citra satelit dan pengontrol antena. Untuk memudahkan masyarakat ataupun pihak yang berkepentingan untuk melihat dan memantau terjadinya kenakaran hutan, data dari satelit yang telah diproses menjadi data hotspot dapat ditampilkan di web dengan menggunakan salah satu platform webgis. Ada beberapa lembaga yang memantau hotspot di Indonesia dan di negara sekitar Indonesia, lalu menampilkannya di web agar mudah diakses. Beberapa lembaga tersebut adalah Centre for Remote Sensing and Processing (CRISP) milik Universitas Nasional Singapura, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional dan pemerintah australia. Situs-situs yang dimiliki oleh lembaga tersebut adalah modiscatalog.lapan.go.id/monitoring/infokatalog dan
3 2. DASAR TEORI A. Penginderaan Jauh Menurut remote sensing tutorial, Remote Sensing adalah teknik-teknik berbasis instrumen yang digunakan dalam pengambilan dan pengukuran data/informasi yang terorganisir secara spasial pada beberapa properti (spektral, spasial, fisik) dari suatu deret pixel sasaran dalam area yang akan diukur yang berhubungan dengan fitur, objek dan material, dan hal ini dilakukan dengan mengaplikasikan satu atau lebih divais perekaman tanpa kontak langsung dengan area yang direkam (pada jarak yang cukup jauh dari target yang diobservasi, dimana keteraturan spasial tetap terjaga) ; teknik-teknik tersebut melibatkan pengumpulan informasi yang berhubungan dengan area yang direkam(target) dengan menggunakan radiasi elektromagnetik, medan gaya atau energi akustik dengan menggunakan kamera, radiometer dan scanner, laser, penerima frekuensi radio, sistem radar, sonar, divais thermal, seismograf, magnetometer, gravimeter, scintillometer dan instrumen perekaman lainnya.[2] 1) Resolusi Sensor Suatu sensor memiliki beberapa karakteristik resolusi berdasarkan kemampuan sensor tersebut dan spesifikasi satelit dimana sensor tersebut dipasang. a. Resolusi Spasial Resolusi spasial menunjukkan level dari detail yang ditangkap oleh sensor. Semakin detail informasi yang didapat maka semakin tinggi resolusi spasial dari sensor tersebut. Misalnya sensor AVHRR memiliki resolusi spasial 1.1 km. Maka pada hasil citra yang didapatkan, 1 pixel berukuran 1.1 x 1.1 km. b. Resolusi Radiometrik Resolusi radiometrik adalah sensitivitas suatu sensor terhadap perbedaan energi elektromagnetik. Semakin sensitif suatu sensor terhadap perbedaan energi elektromagnetik, maka semakin besar resolusi radiometrik sensor tersebut. c. Resolusi Spektral Resolusi spektral adalah interval panjang gelombang khusus pada spektrum elektromagetik yang direkam oleh sensor. Semakin sempit interval spektrum elektromagnetik yang direkam oleh sensor, maka resolusi spektralnya semakin tinggi. d. Resolusi Temporal
4 Resolusi temporal adalah waktu yang dibutuhkan suatu satelit untuk menyelesaikan satu siklus orbit dan kembali merekam area yang sama. B. Satelit NOAA dan Perangkat Penerima Data Satelit Satelit NOAA adalah satelit cuaca yang dioperasikan oleh pemerintah amerika serikat. Saat ini satelit yang masih beroperasi adalah NOAA 15, 18 dan 19. 1) Sensor AVHRR AVHRR (Advanced Very High Resolution Radiometer) adalah sensor yang terpasang pada satelit NOAA. Sensor ini berfungsi untuk mengawasi tutupan awan, temperatur permukaan laut, tutupan salju, tutupan es dan vegetasi. AVHRR/3, sensor yang terpasang pada satelit NOAA 15,16,17,18 dan 19 memiliki enam kanal, tiga kanal di deaerah cahaya tampak dan near-infrared dan tiga lainnya yaitu kanal thermal infrared. Sensor AVHRR memiliki resolusi spasial 1.1 km. Karakteristik enam kanal dari AVHRR dapat dilihat pada tabel 2.1. Tabel 2.1 Karakteristik kanal AVHRR [6] Kanal Interval panjang gelombang Kegunaan (µm) Penggunaan umum untuk pemetaan awan dan permukaan Batas daratan dan perairan 3a Pembedaan es dan salju 3b Suhu permukaan laut dan pemetaan awan pada malam hari Suhu permukaan laut dan pemetaan awan pada siang dan malam hari Suhu permukaan laut, selain itu mirip dengan kanal 4
5 2) High Resolution Picture Transmission (HRPT) High Resolution Picture Transmission (HRPT) merupakan transmisi digital dengan metode encoding data gambar beresolusi 1.1 x 1.1 km tiap piksel dengan 5 kanal dari sensor AVHRR/3 yaitu kanal 1, 2, 4, 5 dan kanal 3a atau 3b. Dalam suatu transmisi, data yang dapat dikirimkan sekaligus adalah data dari 5 kanal saja. Data kanal yang dikirimkan dengan HRPT adalah data dari kanal 1, 2, 3a, 4 dan 5, atau dari kanal 1, 2, 3b, 4, 5. Frekuensi yang digunakan satelit NOAA 15, 18 dan 19 adalah MHz, 1698 MHz dan 1698 MHz. 3) Algoritma Titik Panas (Hotspot) Titik panas adalah suatu piksel pada citra satelit yang memiliki suhu kecerahan tertentu dan memiliki kemungkinan besar terjadi kebakaran pada piksel tersebut. Untuk menentukan apakah suatu piksel dapat disebut titik panas atau bukan, diperlukan suatu algoritma untuk mengolah data dari kanal-kanal AVHRR. Pada penelitian ini akan digunakan algoritma dari CCRS(Canada Centre for Remote Sensing).[5] Diagram alir dari algoritma tersebut dapat dilihat di Gambar 2.1. Pada algoritma ini dilakukan dua hal yaitu mendeteksi piksel potensial hotspot dan Gambar 2.1 Algoritma penentuan hotspot dari CCRS [5]
6 menghilangkan piksel hotspot palsu. Algoritma ini menggunakan data dari 4 kanal AVHRR yaitu kanal 2, 3b, 4 dan 5. Untuk mendeteksi piksel potensial hotspot, digunakan nilai suhu kecerahan dari kanal 3b. Piksel yang memiliki suhu kecerahan pada kanal 3b lebih dari 315 derajat Kelvin akan dianggap piksel potensial hotspot. Proses penghilangan api palsu dilakukan dengan 4 tahap. Pertama, dicari piksel yang memiliki perbedaan suhu kecerahan antara kanal 3b dan 4 kurang dari 14 derajat Kelvin. Pikselpiksel yang memiliki perbedaan suhu kecerahan antara kanal 3 dan 4 kurang dari 14 derajat Kelvin dianggap sebagai piksel api palsu yang disebabkan oleh latarbelakang yang panas. Tes selanjutnya menggunakan suhu kecerahan kanal 4 untuk mendeteksi piksel api palsu yang disebabkan oleh awan yang sangat reflektif. Tes ketiga dilakukan untuk menghilangkan objek-objek yang memiliki suhu kecerahan yang tinggi pada piksel awan dan piksel permukaan. Piksel hotspot memiliki reflektansi yang rendah di kanal 2 karena adanya abu dan konsumsi vegetasi. Jadi piksel api potensial dengan reflektansi di kanal 2 lebih dari 0.22 dianggap api palsu. Tes keempat dilakukan untuk menghilangkan piksel api palsu yang diakibatkan oleh awan cirrus tipis. Dalam beberapa kasus, kombinasi latar belakang panas dan awan tipis dapat membuat nilai suhu kecerahan di kanal 3b pada piksel tersebut tinggi sehingga dapat melewati tes kedua. Awan cirrus tipis memiliki suhu kecerahan di kanal 4 yang rendah dan suhu kecerahan di kanal 3b yang tinggi karena pantulan cahaya. Tes ini menggunakan perbedaan suhu kecerahan di kanal 4 dan 5. Perbedaan suhu kecerahan di kanal 4 dan 5 digunakan untuk mendeteksi awan cirrus tipis. Lalu, pada algoritma dari CCRS ini dilakukan dua seleksi tambahan. Di Kanada, tempat penggunaan algoritma ini untuk mendeteksi hotspot, Api dari kebakaran hutan memiliki area yang lebih luas dan lebih tahan lama dibandingkan api lain. Dengan membatasi hanya pada kebakaran hutan, beberapa masalah dapat diatasi yaitu deteksi piksel api palsu akibat kilau matahari dan pantulan tanah. Jadi pada algoritma ini, deteksi api hanya dilakukan di daerah hutan. Seleksi kedua dilakukan untuk menghilangkan piksel api tunggal. Piksel api tunggal dapat terjadi karena masalah kilau matahari pada danau. Seleksi ini dapat dilakukan karena kebakaran di hutan boreal biasanya melebar melebihi resolusi spasial AVHRR yaitu 1.1 x 1.1 km.
7 C. MapServer MapServer adalah platform open source untuk menampilkan data spasial dan aplikasi pemetaan interaktif di web. Dikembangkan pada pertengahan tahun 1990 di Universitas Minnesota, MapServer diterbitkan dibawah lisensi bergaya MIT. Beberapa fitur utama MapServer adalah : Duklungan untuk menampilkan ratusan format data raster, vektor dan basis data Kemampuan berjalan di beberapa sistem operasi (Windows, Linux, Mac OS X) Konversi proyeksi peta Keluaran aplikasi yang bisa diubah-ubah Gambar 2.2 Arsitektur MapServer [8] Gambar 2.2 adalah gambar arsitektur mapserver. MapServer menerima data masukan berupa data yang berada dalam server dan data yang diambil dari web. Pengaturan data masukan tersebut berada dalam data mapfile. Lalu melalui aplikasi CGI MapServer, data ditampilkan dengan webserver.
8 3. METODOLOGI PENELITIAN A. Data Penelitian Sebenarnya pada rencana penelitian, data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data level 1 b hasil keluaran software timestep pada komputer yang terhubung dengan hrpt receiver. Namun karena ada masalah teknis sehingga data yang telah diambil dan disimpan di komputer tidak dapat diolah menjadi data level 1b, jadi untuk penggantinya akan digunakan data satelit NOAA/AVHRR-HRPT, LAC dan GAC dalam bentuk level 1 b. Data-data ini diperoleh dari situs milik National Oceanic and Atmospheric administration. Di situs untuk pengambilan data bulan desember 2014, tersedia banyak data GAC untuk area batasan masalah penelitian, yaitu dari tiga satelit NOAA yang masih beroperasi yaitu NOAA 15, 18 dan 19. Terdapat sedikit data LAC untuk area batasan masalah penelitian yaitu hanya dari satelit NOAA 19. Lalu, hampir tidak ada data HRPT yang tersedia untuk area batasan masalah penelitian melainkan hanya sedikit cakupan di provinsi aceh. Proses pengambilan data memakan waktu yang tidak tentu, dari paling cepat sekitar 2 jam dan paling lama memakan waktu sekitar 5 hari, dan ada kemungkinan proses pengambilan data tidak berhasil. Karena adanya dua masalah tersebut pada pengambilan data dari internet maka jika sistem penerimaan data satelit NOAA telah dapat berjalan dengan baik, citra HRPT yang diinginkan akan dapat didapatkan dengan mudah secara real-time tergantung posisi orbit satelit NOAA. B. Tahapan Penelitian & Software Pendukung Gambar 3.1 adalah diagram alir dari tahapan penelitian yang dilakukan. Pertama, data didapatkan dengan mengunduh dari situs Data yang dibutuhkan dicari terlebih dahulu dengan menentukan tipe data yaitu data dari sensor AVHRR. Setelah itu tentukan batas area pencarian, batas tanggal dari data yang diinginkan, tipe data yang diinginkan, arah gerakan satelit, stasiun penerima data, dan data dari satelit apa yang diinginkan. Data yang didapatkan dalam bentuk level 1b. Setelah data didapatkan, dilakukan kalibrasi pada data level 1 b untuk merubah data pada kanal 1 dan 2 menjadi persen reflektansi dan merubah data pada kanal 3b, 4 dan 5 menjadi temperatur kecerahan. Setelah kalibrasi data, dilakukan koreksi geometris agar citra tampak seperti pada peta. Setelah itu, digunakan algoritma CCRS untuk menentukan hotspot. Setelah
9 data hotspot didapatkan, ditampilkan di web bersama dengan tampilan lapisan lain seperti garis pantai. Gambar 3.1 Diagram alir penelitian 1) Software Pendukung Dalam penelitian ini digunakan beberapa software pendukung yaitu software ENVI dan software QGIS. Software ENVI digunakan untuk memproses data level 1b menjadi data hotspot. Software QGIS digunakan untuk mengubah format data hotspot hasil keluaran software ENVI yang berbentuk data raster menjadi format data hotspot berbentuk data vektor untuk ditampilkan di web-gis.
10 2) Proses Pengolahan Data Level 1b Menjadi Data Hotspot Gambar 3.2 adalah contoh citra dari data level 1b dengan kanal 1, 2 dan 4. Kanal 1 sebagai warna merah, kanal 2 sebagai warna biru dan kanal 4 sebagai warna hijau. Dapat dilihat pada gambar 3.2, pada citra tersebut terdapat efek distorsi dimana area tengah citra memiliki ukuran normal dan area pinggir kiri dan kanan citra memiliki ukuran kecil. Citra tersebut juga masih terbalik dan tidak sesuai ukuran standar peta. Hal ini akan diatasi dengan koreksi geometris. Terdapat juga efek kilau matahari pada sisi kanan citra. Pada data level 1b yang belum diproses, nilai dari setiap piksel adalah nilai radiansi. Pada proses kalibrasi, nilai piksel akan diubah menjadi nilai suhu kecerahan dan nilai reflektansi agar algoritma untuk menentukan hotspot dapat diterapkan. Gambar 3.3 adalah citra RGB yang telah dikalibrasi. Dapat dilihat bahwa citra yang ditampilkan tidak dapat dikenali bentuknya. Hal ini karena proses kalibrasi telah mengubah nilai radiansi data level 1b menjadi nilai reflektansi dan suhu kecerahan sehingga hal yang dapat dikenali dari citra hanya awan. Gambar 3.2 Citra RGB data level 1b
11 Setelah proses kalibrasi, dilakukan koreksi geometris agar data dapat ditampillkan di peta. Koreksi geometris akan merotasi gambar agar sesuai pada peta dan memperbesar piksel di sisi kiri dan kanan pixel agar mempunyai ukuran yang sama dengan piksel di tengah citra. Gambar Gambar 3.4 adalah citra level 1b setelah proses koreksi geometris tanpa kalibrasi. Gambar 3.3 Citra RGB yang telah dikalibrasi Gambar 3.4 Citra level 1b setelah proses koreksi geometris Proses selanjutnya adalah menentukan hotspot dari citra tersebut. Hal ini dilakukan dengan menerapkan algoritma penentuan hotspot dengan menggunakan nilai dari data level 1b yang telah dikalibrasi. Gambar 3.5 adalah diagram alir dari algoritma penentuan hotspot yang digunakan dalam penelitian ini. Algoritma penentuan hotspot ini telah dijelaskan di bab 2. Terdapat beberapa perbedaan pada algoritma untuk menentukan yang digunakan pada penelitian ini dengan algoritma milik CCRS yaitu pada pemakaian masking hutan dan
12 penghilangan piksel tunggal. Pada penelitian ini tidak digunakan mask hutan untuk mendeteksi kebakaran yang tidak terjadi di hutan. Penghilangan piksel hotspot tunggal juga tidak dilakukan untuk mendeteksi kebakaran kecil. Selain adanya perbedaan tersebut, algoritma penentuan hotspot yang digunakan sama seperti algoritma yang telah dijelaskan di bab 2. Gambar 3.5 Algoritma penentuan hotspot
13 Gambar 3.6 adalah citra piksel hotspot. Piksel hotspot adalah pixel berwarna merah. Karena hanya terdapat sedikit piksel hotspot, Gambar 3.6 adalah hasil crop dari citra sebenarnya. Setelah data hotspot didapatkan, data hotspot diubah dari format raster menjadi format Gambar 3.6 Citra piksel hotspot vector untuk ditampilkan dalam web-gis. Data hostpot dengan format vector yang dihasilkan berupa titik-titik yang memiliki lokasi di tengah-tengah setiap piksel hotspot. 3) Menampilkan Data Dalam Web-GIS Selanjutnya citra piksel hotspot akan ditampilkan dalam web-gis. Citra piksel hotspot tersebut akan ditampilkan bersama data yang lain yaitu garis pantai, garis lintang dan garis bujur, dan citra level 1b yang telah dikoreksi secara geometris tanpa kalibrasi. Komputer yang digunakan untuk menyimpan data hotspot dan data web-gis menggunakan sistem operasi Windows. Sistem operasi ini dipilih agar pada komputer tersebut juga dapat dijalankan software ENVI untuk pengolahan data hotspot.
14 4. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil pengambilan data Satelit Data telah dapat diterima oleh perangkat penerima data satelit, namun karena masalah teknis, data tersebut tidak dapat diolah menjadi data level 1b sehingga tidak dapat diproses lebih lanjut. Gambar 4.1 adalah contoh citra yang diterima oleh perangkat penerima data satelit. Dapat dilihat bahwa citra yang diterima sudah cukup baik dan dapat dilihat hasilnya, namun belum dapat diolah menjadi data level 1b. Gambar 4.1 Citra hasil penerimaan data satelit
15 B. Tampilan web-gis Gambar 4.2 adalah tampilan awal web-gis. Fungsi-fungsi standar pada webgis seperti pan, zoom in, zoom out, pemilihan layer, dan peta referensi dapat digunakan. Layer yang dapat ditampilkan pada tampilan web-gis adalah layer batas provinsi, layer garis lintang dan garis bujur, layer citra satelit NOAA dan layer piksel hotspot. Gambar 4.2 Tampilan awal web-gis 1) Fasilitas Pan dan Zoom Fasilitas pan, zoom in dan zoom out dapat digunakan untuk melihat lebih jelas daerah yang diinginkan. Zoom in dapat dilakukan dengan memilih zoom in dengan tingkat yang diinginkan pada menu pull-down Map Control, lalu mengklik daerah pada peta gambar yang ingin diperbesar. Gambar 4.3 menunjukkan tampilan web-gis setelah dilakukan zoom in.
16 Fasilitas zoom out dapat digunakan dengan memilih zoom out dengan tingkat yang diinginkan pada menu pull-down Map Control, lalu mengklik daerah pada peta gambar untuk Gambar 4.3 Tampilan web-gis setelah di zoom in bagian tengah peta gambar yang akan diperkecil. Gambar 4.4 menunjukkan tampilan web-gis setelah dilakukan zoom out. Fasilitas pan dapat digunakan dengan memilih Recenter pada menu pull-down Map Control, lalu mengklik daerah pada peta gambar ke arah penggeseran gambar. Gambar 4.5 menunjukkan tampilan web-gis setelah dilakukan zoom in lalu dilakukan pan. Gambar 4.4 Tampilan web-gis setelah di zoom out
17 Gambar 4.5 Tampilan web-gis setelah di zoom in dan pan 2) Fasilitas Pemilihan Layer dan Peta Referensi Pemilihan layer yang akan ditampilkan dapat dilakukan dengan mengklik check box yang ada di bagian atas web-gis dan letaknya ditunjukkan pada Gambar 4.6. Gambar 4.6 juga menunjukkan tampilan web-gis dengan tambahan garis lintang dan garis bujur. Layer yang dapat dipilih untuk ditampilkan ataupun dihilangkan adalah layer garis lintang dan bujur, layer Gambar 4.6 Tampilan web-gis dengan tambahan layer garis lintang dan bujur dan letak check box layer
18 tampilan citra satelit NOAA dan layer hotspot yang terdeteksi. Layer batas propinsi dan garis pantai selalu ditampilkan. Peta referensi ditampilkan di sebelah kanan web-gis. Peta referensi berfungsi untuk menunjukkan letak daerah tampilan web-gis setelah dilakukan zoom in seperti terlihat pada Gambar 4.3 dan Gambar ) Perbandingan Jumlah Hotspot Pada Musim Penghujan Dan Kemarau Pada musim kemarau, terdapat hotspot yang lebih banyak dibandingkan dengan pada saat musim penghujan. Gambar 4.7 adalah tampilan web-gis dengan data satelit NOAA tanggal 23 Juni terdapat 75 hotspot pada data tersebut. Gambar 4.7 Tampilan web-gis saat kemarau Gambar 4.8 adalah tampilan web-gis pada saat musim penghujan yaitu dengan data satelit NOAA tanggal 10 Oktober terdapat 4 hotspot pada data tersebut. Gambar 4.8 Tampilan web-gis saat musim penghujan
19 4.4 Perbandingan Data Hotspot dengan Sensor MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer) Pada Gambar 4.9 ditampilkan grafik perbandingan data hotspot yang didapatkan dengan data tahun 2013 dengan data hotspot sensor MODIS satelit Aqua. Data hotspot sensor modis diunduh dari situs Perbandingan data hotspot pada tahun 2013 antara sensor AVHRR dan MODIS Jumlah Hotspot /01/ /02/ /03/ /04/ /05/ /06/ /07/ /08/ /09/ /10/ /11/ /12/2013 AVHRR MODIS Tanggal Gambar 4.9 Perbandingan data hotspot antara sensor AVHRR dan MODIS Pada gambar 4.9 dapat dilihat bahwa data hotspot sensor AVHRR sesuai dengan data hotspot sensor MODIS, namun untuk jumlah hotspot yang sedikit, sulit dideteksi dengan sensor AVHRR. 5. KESIMPULAN 1. Data NOAA/AVHRR HRPT dapat digunakan sebagai data untuk mengetahui lokasi hotspot pada periode tertentu dengan proses penghitungan dengan menggunakan data kanal 2,3b,4 dan 5 dari sensor AVHRR 2. Jumlah hotspot pada musim kemarau lebih banyak dibandingkan dengan jumlah hotspot pada musim penghujan
20 6. REFERENSI [1] Rona Dennis (1999), A review of Fire Projects in Indonesia ( ) [2] Remote sensing tutorial, [5] Z. Li, S. Nadon, J.Cihlar (2000), Satellite-based detection of Canadian boreal forest fires: development and application of the algorithm, Int. J. Remote Sensing, vol 21, no 16, pp [6] Timestep NOAA AVHRR/CHRPT manual
SENSOR DAN PLATFORM. Kuliah ketiga ICD
SENSOR DAN PLATFORM Kuliah ketiga ICD SENSOR Sensor adalah : alat perekam obyek bumi. Dipasang pada wahana (platform) Bertugas untuk merekam radiasi elektromagnetik yang merupakan hasil interaksi antara
Lebih terperinciABSTRAK. Kata Kunci: kebakaran hutan, penginderaan jauh, satelit Landsat, brightness temperature
ABSTRAK Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki hamparan hutan yang luas tidak terlepas dengan adanya masalah-masalah lingkungan yang dihasilkan, khususnya kebakaran hutan. Salah satu teknologi yang
Lebih terperinciDi zaman modern seperti sekarang ini, semakin sering. DNB/VIIRS: Menatap Bumi di Malam Hari AKTUALITA
AKTUALITA DNB/VIIRS: Menatap Bumi di Malam Hari Anneke KS Manoppo dan Yenni Marini Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh e-mail: anneke_manoppo@yahoo.co.id Potret kenampakan bumi di malam hari (Sumber: NASA)
Lebih terperinciSistem Pengolahan Data NOAA dan METOP
I. Pengantar Kapustekdata PROTOTYPE Sistem Pengolahan Data NOAA dan METOP Kegiatan ini merupakan penjabaran dari tujuan dan sasaran strategis dalam rangka melaksanakan tugas dan fungsi Pusat Teknologi
Lebih terperinciANALISA DAERAH POTENSI BANJIR DI PULAU SUMATERA, JAWA DAN KALIMANTAN MENGGUNAKAN CITRA AVHRR/NOAA-16
ANALISA DAERAH POTENSI BANJIR DI PULAU SUMATERA, JAWA DAN KALIMANTAN MENGGUNAKAN CITRA AVHRR/NOAA-16 Any Zubaidah 1, Suwarsono 1, dan Rina Purwaningsih 1 1 Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN)
Lebih terperinciLampiran 1. Karakteristik satelit MODIS.
LAMPIRAN Lampiran 1. Karakteristik satelit MODIS. Pada tanggal 18 Desember 1999, NASA (National Aeronautica and Space Administration) meluncurkan Earth Observing System (EOS) Terra satellite untuk mengamati,
Lebih terperinciTUGAS AKHIR GIATIKA CHRISNAWATI Oleh
ANALISA SEBARAN TITIK PANAS DAN SUHU PERMUKAAN DARATAN SEBAGAI PENDUGA TERJADINYA KEBAKARAN HUTAN MENGGUNAKAN SENSOR SATELIT NOAA/AVHRR DAN EOS AQUA-TERRA/MODIS TUGAS AKHIR Oleh GIATIKA CHRISNAWATI 04
Lebih terperinci3. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di wilayah yang tercemar tumpahan minyak dari
3. BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di wilayah yang tercemar tumpahan minyak dari anjungan minyak Montara Australia. Perairan tersebut merupakan perairan Australia
Lebih terperinciMODIFIKASI ALGORITMA AVHRR UNTUK ESTIMASI SUHU PERMUKAAN LAUT (SPL) CITRA AQUA MODIS
MODIFIKASI ALGORITMA AVHRR UNTUK ESTIMASI SUHU PERMUKAAN LAUT (SPL) CITRA Briliana Hendra P, Bangun Muljo Sukojo, Lalu Muhamad Jaelani Teknik Geomatika-ITS, Surabaya, 60111, Indonesia Email : gm0704@geodesy.its.ac.id
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Evapotranspirasi Potensial Standard (ETo)
xviii BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Evapotranspirasi Potensial Standard (ETo) Evapotranspirasi adalah jumlah air total yang dikembalikan lagi ke atmosfer dari permukaan tanah, badan air, dan vegetasi oleh
Lebih terperinciPENGOLAHAN DATA SATELIT NOAA-AVHRR UNTUK PENGUKURAN SUHU PERMUKAAN LAUT RATA-RATA HARIAN
PENGOLAHAN DATA SATELIT NOAA-AVHRR UNTUK PENGUKURAN SUHU PERMUKAAN LAUT RATA-RATA HARIAN Dalam pembahasan ini akan dijelaskan tentang proses interpretasi salah satu citra NOAA untuk mengetahui informasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara yang terletak pada wilayah ekuatorial, dan memiliki gugus-gugus kepulauan yang dikelilingi oleh perairan yang hangat. Letak lintang Indonesia
Lebih terperinciKOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN
KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN Rahayu *), Danang Surya Candra **) *) Universitas Jendral Soedirman
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kebakaran Hutan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1 Definisi dan Tipe Kebakaran Hutan dan Lahan Kebakaran hutan adalah sebuah kejadian terbakarnya bahan bakar di hutan oleh api dan terjadi secara luas tidak
Lebih terperinciDETEKSI SEBARAN TITIK API PADA KEBAKARAN HUTAN GAMBUT MENGGUNAKAN GELOMBANG-SINGKAT DAN BACKPROPAGATION (STUDI KASUS KOTA DUMAI PROVINSI RIAU)
TESIS DETEKSI SEBARAN TITIK API PADA KEBAKARAN HUTAN GAMBUT MENGGUNAKAN GELOMBANG-SINGKAT DAN BACKPROPAGATION (STUDI KASUS KOTA DUMAI PROVINSI RIAU) TRI HANDAYANI No. Mhs. : 125301914 PROGRAM STUDI MAGISTER
Lebih terperinciKATA PENGANTAR Aplikasi Penginderaan Jauh dalam Mendeteksi Kebakaran Hutan Menggunakan Citra Satelit Landsat
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-nya, penulis dapat menyelesaikan tugas akhir dengan judul Aplikasi Penginderaan
Lebih terperinci11/25/2009. Sebuah gambar mengandung informasi dari obyek berupa: Posisi. Introduction to Remote Sensing Campbell, James B. Bab I
Introduction to Remote Sensing Campbell, James B. Bab I Sebuah gambar mengandung informasi dari obyek berupa: Posisi Ukuran Hubungan antar obyek Informasi spasial dari obyek Pengambilan data fisik dari
Lebih terperinciLampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997
LAMPIRAN Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997 17 Lampiran 2. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 2006 18 Lampiran 3. Peta sebaran suhu permukaan Kodya Bogor tahun
Lebih terperinciStudi Akurasi Citra Landsat 8 dan Citra MODIS untuk Pemetaan Area Terbakar (Studi Kasus: Provinsi Riau)
A758 Studi Akurasi Citra Landsat 8 dan Citra MODIS untuk Pemetaan Area Terbakar (Studi Kasus: Provinsi Riau) Agita Setya Herwanda, Bangun Muljo Sukojo Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. non hutan atau sebaliknya. Hasilnya, istilah kebakaran hutan dan lahan menjadi. istilah yang melekat di Indonesia (Syaufina, 2008).
3 TINJAUAN PUSTAKA Kebakaran hutan didefenisikan sebagai suatu kejadian dimana api melalap bahan bakar bervegetasi, yang terjadi didalam kawasan hutan yang menjalar secara bebas dan tidak terkendali di
Lebih terperinci2. TINJAUAN PUSTAKA. Suhu permukaan laut Indonesia secara umum berkisar antara O C
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Umum Perairan Laut Banda 2.1.1 Kondisi Fisik Suhu permukaan laut Indonesia secara umum berkisar antara 26 29 O C (Syah, 2009). Sifat oseanografis perairan Indonesia bagian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumatera Utara memiliki luas total sebesar 181.860,65 Km² yang terdiri dari luas daratan sebesar 71.680,68 Km² atau 3,73 % dari luas wilayah Republik Indonesia. Secara
Lebih terperinci3. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga Agustus 2011 dengan
22 3. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga Agustus 2011 dengan menggunakan citra MODIS. Lokasi untuk objek penelitian adalah perairan Barat-
Lebih terperinciSatelit Landsat 8, Landsat Data Continuity Mission Pengolahan Citra Digital
Satelit Landsat 8, Landsat Data Continuity Mission A. Satelit Landsat 8 Satelit Landsat 8, Landsat Data Continuity Mission Landsat 8 merupakan kelanjutan dari misi Landsat yang untuk pertama kali menjadi
Lebih terperinci3 METODE PENELITIAN. Gambar 7. Peta Lokasi Penelitian
18 3 METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2010 hingga Juni 2011 dengan lokasi penelitian yaitu Perairan Selat Makassar pada posisi 01 o 00'00" 07 o 50'07"
Lebih terperinciISTILAH DI NEGARA LAIN
Geografi PENGERTIAN Ilmu atau seni untuk memperoleh informasi tentang obyek, daerah atau gejala dengan jalan menganalisis data yang diperoleh dengan menggunakan alat tanpa kontak langsung terhadap obyek
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Sistem Remote Sensing (Penginderaan Jauh)
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Sistem Remote Sensing (Penginderaan Jauh) Remote Sensing didefinisikan sebagai ilmu untuk mendapatkan informasi mengenai obyek-obyek pada permukaan bumi dengan analisis data yang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebakaran Hutan 1. Definisi dan Tipe Kebakaran Hutan dan Lahan Kebakaran hutan adalah suatu kejadian dimana api melalap bahan bakar bervegetasi yang terjadi di kawasan hutan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penginderaan jauh didefinisikan sebagai proses perolehan informasi tentang suatu obyek tanpa adanya kontak fisik secara langsung dengan obyek tersebut (Rees, 2001;
Lebih terperinciDeteksi Hujan Menggunakan Citra Satelit NOAA Frekuensi 137,9 MHz Menggunakan Morfologi Erison
Deteksi Hujan Menggunakan Citra Satelit NOAA Frekuensi 137,9 MHz Menggunakan Morfologi Erison Endi Permata Jurusan Pendidikan Teknik Elektro, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Cilegon Jl. Ciwaru Raya,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan suatu tempat yang luas yang didalamnya terdapat berbagai macam makhluk hidup yang tinggal disana. Hutan juga merupakan suatu ekosistem yang memiliki
Lebih terperinciGEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 3 A. CITRA NONFOTO. a. Berdasarkan Spektrum Elektromagnetik
GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 10 Sesi NGAN PENGINDERAAN JAUH : 3 A. CITRA NONFOTO Citra nonfoto adalah gambaran yang dihasilkan oleh sensor nonfotografik atau sensor elektronik. Sensornya
Lebih terperinciAbstrak. 1. Pendahuluan. 2. Model, Analisis, Desain dan Implementasi
Klasifikasi Area Pada Citra Satelit Dan Penerapannya Pada Pedeteksian Banjir Di Situs Bengawan Solo Arif Rachman H 1), Ir. Dadet Pramadihanto, M.Eng, Ph.D 2), Nana Ramadijanti, S.Kom, M.Kom 3) Jurusan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dinamika bentuk dan struktur bumi dijabarkan dalam berbagai teori oleh para ilmuwan, salah satu teori yang berkembang yaitu teori tektonik lempeng. Teori ini
Lebih terperinciPUSAT PEMANFAATAN PENGINDERAAN JAUH LAPAN PEDOMANPEMBUATAN INFORMASI SPASIAL ZONA POTENSI PENANGKAPAN IKAN BERBASIS DATA SATELIT PENGINDERAAN
2015 PUSAT PEMANFAATAN PENGINDERAAN JAUH LAPAN PEDOMANPEMBUATAN INFORMASI SPASIAL ZONA POTENSI PENANGKAPAN IKAN BERBASIS DATA SATELIT PENGINDERAAN LI 1 03 004 03 01 Pedoman Pembuatan Informasi Spasial
Lebih terperinciMETODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian
22 METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Sukabumi, Jawa Barat pada 7 wilayah kecamatan dengan waktu penelitian pada bulan Juni sampai November 2009. Pada lokasi penelitian
Lebih terperinciGEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 2 A. PENGINDERAAN JAUH NONFOTOGRAFIK. a. Sistem Termal
GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 09 Sesi NGAN PENGINDERAAN JAUH : 2 A. PENGINDERAAN JAUH NONFOTOGRAFIK Menggunakan sensor nonkamera atau sensor elektronik. Terdiri dari inderaja sistem termal,
Lebih terperinciANALISIS PERUBAHAN SUHU PERMUKAAN TANAH DENGAN MENGGUNAKAN CITRA SATELIT TERRA DAN AQUA MODIS (STUDI KASUS : DAERAH KABUPATEN MALANG DAN SURABAYA)
ANALISIS PERUBAHAN SUHU PERMUKAAN TANAH DENGAN MENGGUNAKAN CITRA SATELIT TERRA DAN AQUA MODIS (STUDI KASUS : DAERAH KABUPATEN MALANG DAN SURABAYA) Oleh : Dawamul Arifin 3508 100 055 Jurusan Teknik Geomatika
Lebih terperinci1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanfaatan penggunaan lahan akhir-akhir ini semakin mengalami peningkatan. Kecenderungan peningkatan penggunaan lahan dalam sektor permukiman dan industri mengakibatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Maret hingga Agustus. Kondisi ini didukung oleh suhu rata-rata 21 0 C 36 0 C dan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Dumai merupakan salah satu dari 12 Kabupaten/Kota di Provinsi Riau. Kota Dumai sangat dipengaruhi oleh iklim laut. Musim hujan jatuh pada bulan September hingga
Lebih terperinciMODIFIKASI ALGORITMA AVHRR UNTUK ESTIMASI SUHU PERMUKAAN LAUT (SPL) CITRA SATELIT TERRA MODIS
MODIFIKASI ALGORITMA AVHRR UNTUK ESTIMASI SUHU PERMUKAAN LAUT (SPL) CITRA SATELIT TERRA MODIS Feny Arafah, Bangun Muljo Sukojo, Lalu Muhamad Jaelani Program Studi Teknik Geomatika, FTSP-ITS, Surabaya,
Lebih terperinciDukungan Teknologi Penginderaan Jauh dalam Penilaian Sumberdaya Hutan Tingkat Nasional: Akses Citra Satelit, Penggunaan dan Kepentingannya
Dukungan Teknologi Penginderaan Jauh dalam Penilaian Sumberdaya Hutan Tingkat Nasional: Akses Citra Satelit, Penggunaan dan Kepentingannya Kepala LAPAN Manfaat data satelit penginderaan jauh Perolehan
Lebih terperinciix
DAFTAR ISI viii ix x DAFTAR TABEL Tabel 1.1. Emisivitas dari permukaan benda yang berbeda pada panjang gelombang 8 14 μm. 12 Tabel 1.2. Kesalahan suhu yang disebabkan oleh emisivitas objek pada suhu 288
Lebih terperinciPrakiraan Daerah Penangkapan Ikan Laut di Laut Banda Berdasarkan Data Citra Satelit. Forecasting Fishing Areas in Banda Sea Based on Satellite Data
Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-4 Tahun 2017 Prakiraan Daerah Penangkapan Ikan Laut di Laut Banda Berdasarkan Data Citra Satelit Forecasting Fishing Areas in Banda Sea Based on Satellite Data Muhammad
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada Gambar 7 tertera citra MODIS level 1b hasil composite RGB: 13, 12
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sebaran Tumpahan Minyak Dari Citra Modis Pada Gambar 7 tertera citra MODIS level 1b hasil composite RGB: 13, 12 dan 9 dengan resolusi citra resolusi 1km. Composite RGB ini digunakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pada radius 4 kilometer dari bibir kawah. (http://berita.plasa.msn.com
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gunung Sinabung terus menunjukkan peningkatan aktivitas vulkanologi. Awan hitam dan erupsi terus terjadi, 5.576 warga dievakuasi. Evakuasi diberlakukan setelah pada
Lebih terperinciBAB III BAHAN DAN METODE
BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2013. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium Komputer Fakultas Perikanan dan
Lebih terperinciLEMBAGA PENERBANGAN DAN ANTARIKSA NASIONAL
LEMBAGA PENERBANGAN DAN ANTARIKSA NASIONAL Sumber Energi Resolusi (Spasial, Spektral, Radiometrik, Temporal) Wahana Metode (visual, digital, otomatisasi) Penginderaan jauh adalah ilmu pengetahuan dan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebakaran Hutan 2.1.1 Pengertian dan Proses Terjadinya Kebakaran Kebakaran hutan secara umum didefinisikan sebagai kejadian alam yang bermula dari proses reaksi secara cepat
Lebih terperinciUNIVERSITAS INDONESIA
PEMANFAATAN DATA MODIS (MODERATE RESOLUTION IMAGING SPECTRORADIOMETER) UNTUK MENDETEKSI HOT SPOT ( KEBAKARAN HUTAN) DALAM RANGKA MONITORING BENCANA ALAM SKRIPSI YUSUF PIRDAUS 0706200075 DEPARTEMEN TEKNIK
Lebih terperinciq Tujuan dari kegiatan ini diperolehnya peta penggunaan lahan yang up-to date Alat dan Bahan :
MAKSUD DAN TUJUAN q Maksud dari kegiatan ini adalah memperoleh informasi yang upto date dari citra satelit untuk mendapatkan peta penggunaan lahan sedetail mungkin sebagai salah satu paramater dalam analisis
Lebih terperinciKOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN
KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN Rahayu *), Danang Surya Candra **) *) Universitas Jendral Soedirman
Lebih terperinciSEMINAR NASIONAL GEOGRAFI UMS 2016 Farid Ibrahim, Fiqih Astriani, Th. Retno Wulan, Mega Dharma Putra, Edwin Maulana; Perbandingan Ekstraksi
PERBANDINGAN EKSTRAKSI BRIGHTNESS TEMPERATUR LANDSAT 8 TIRS TANPA ATMOSPHERE CORRECTION DAN DENGAN MELIBATKAN ATMOSPHERIC CORRECTION UNTUK PENDUGAAN SUHU PERMUKAAN Farid Ibrahim 1, Fiqih Atriani 2, Th.
Lebih terperinci3. METODOLOGI. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret hingga Desember 2010 yang
3. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret hingga Desember 2010 yang terdiri dari proses pembuatan proposal penelitian, pengambilan data citra satelit, pengambilan
Lebih terperinciInformasi Kanal Sadewa 3.0. Didi Satiadi Bidang Pemodelan Atmosfer Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer
Informasi Kanal Sadewa 3.0 Didi Satiadi Bidang Pemodelan Atmosfer Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer Catatan Teknis No. SADEWA-TN-001 20 Januari 2014 Pendahuluan Satellite Disaster Early Warning System
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Titik Panas
4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Titik Panas Titik panas (hotspot) adalah indikator kebakaran hutan yang mengindikasikan suatu lokasi yang memiliki suhu relatif tinggi dibandingkan suhu disekitarnya. Definisi
Lebih terperinciJurnal KELAUTAN, Volume 3, No.1 April 2010 ISSN : APLIKASI DATA CITRA SATELIT NOAA-17 UNTUK MENGUKUR VARIASI SUHU PERMUKAAN LAUT JAWA
APLIKASI DATA CITRA SATELIT NOAA-17 UNTUK MENGUKUR VARIASI SUHU PERMUKAAN LAUT JAWA Ashari Wicaksono 1, Firman Farid Muhsoni 2, Ahmad Fahrudin 2 1 Mahasiswa Jurusan Ilmu Kelautan Universitas Trunojoyo
Lebih terperinciPROGRAM STUDI SISTEM INFORMASI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2010 M / 1431 H
PEMANFAATAN DATA PENGINDERAAN JAUH UNTUK PEMANTAUAN DAN ANALISIS SEBARAN TITIK PANAS (STUDI KASUS: PROVINSI KALIMANTAN TENGAH) Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Komputer
Lebih terperinciSistem Informasi Geografis. Widiastuti Universitas Gunadarma 2015
Sistem Informasi Geografis Widiastuti Universitas Gunadarma 2015 5 Cara Memperoleh Data / Informasi Geografis 1. Survei lapangan Pengukuran fisik (land marks), pengambilan sampel (polusi air), pengumpulan
Lebih terperincipenginderaan jauh remote sensing penginderaan jauh penginderaan jauh (passive remote sensing) (active remote sensing).
Istilah penginderaan jauh merupakan terjemahan dari remote sensing yang telah dikenal di Amerika Serikat sekitar akhir tahun 1950-an. Menurut Manual of Remote Sensing (American Society of Photogrammetry
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan yaitu bulan Juli-Agustus 2010 dengan pemilihan lokasi di Kota Denpasar. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium
Lebih terperinciBAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Geogrhafic Information System (GIS) 2. Sejarah GIS
BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Geogrhafic Information System (GIS) Sistem Informasi Geografis atau disingkat SIG dalam bahasa Inggris Geographic Information System (disingkat GIS) merupakan sistem informasi
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sirkulasi Monsun di Indonesia Indonesia merupakan negara maritim yang memiliki karakteristik yang unik, yaitu terletak di antara benua Australia dan Asia dan dua samudera, yaitu
Lebih terperinciGD 319 PENGOLAHAN CITRA DIGITAL KOREKSI RADIOMETRIK CITRA
LAPORAN PRAKTIKUM II GD 319 PENGOLAHAN CITRA DIGITAL KOREKSI RADIOMETRIK CITRA Tanggal Penyerahan : 2 November 2016 Disusun Oleh : Kelompok : 7 (Tujuh) Achmad Faisal Marasabessy / 23-2013-052 Kelas : B
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Data 3.3 Tahapan Pelaksanaan
15 BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli sampai dengan April 2011 dengan daerah penelitian di Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, dan Kabupaten Cianjur,
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pendugaan Parameter Input 4.1.1. Pendugaan Albedo Albedo merupakan rasio antara radiasi gelombang pendek yang dipantulkan dengan radiasi gelombang pendek yang datang. Namun
Lebih terperinciULANGAN HARIAN PENGINDERAAN JAUH
ULANGAN HARIAN PENGINDERAAN JAUH 01. Teknologi yang terkait dengan pengamatan permukaan bumi dalam jangkauan yang sangat luas untuk mendapatkan informasi tentang objek dipermukaan bumi tanpa bersentuhan
Lebih terperinciBAB VII ANALISIS. Airborne LIDAR adalah survey untuk mendapatkan posisi tiga dimensi dari suatu titik
83 BAB VII ANALISIS 7.1 Analisis Komponen Airborne LIDAR Airborne LIDAR adalah survey untuk mendapatkan posisi tiga dimensi dari suatu titik dengan memanfaatkan sinar laser yang ditembakkan dari wahana
Lebih terperinciK13 Revisi Antiremed Kelas 12 Geografi
K13 Revisi Antiremed Kelas 12 Geografi 01. Suatu ilmu atau teknik untuk mengetahui suatu benda, gejala, dan area dan jarak jauh dengan menggunakan alat pengindraan berupa sensor buatan disebut... (A) citra
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Posisi Indonesia berada di daerah tropis mengakibatkan hampir sepanjang tahun selalu diliputi awan. Kondisi ini mempengaruhi kemampuan citra optik untuk menghasilkan
Lebih terperinciGambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Spektral Citra yang digunakan pada penelitian ini adalah Citra ALOS AVNIR-2 yang diakuisisi pada tanggal 30 Juni 2009 seperti yang tampak pada Gambar 11. Untuk dapat
Lebih terperinciLAPORAN ASISTENSI MATA KULIAH PENGINDERAAN JAUH. Dosen : Lalu Muhammad Jaelani ST., MSc., PhD. Cherie Bhekti Pribadi ST., MT
LAPORAN ASISTENSI MATA KULIAH PENGINDERAAN JAUH Dosen : Lalu Muhammad Jaelani ST., MSc., PhD Cherie Bhekti Pribadi ST., MT Oleh: Mutia Kamalia Mukhtar 3514100084 Jurusan Teknik Geomatika Institut Teknologi
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Dalam Pasal 12 Undang-undang Kehutanan disebutkan bahwa. penyusunan rencana kehutanan. Pembentukan wilayah pengelolaan hutan
TINJAUAN PUSTAKA KPH (Kesatuan Pengelolaan Hutan) Dalam Pasal 12 Undang-undang Kehutanan disebutkan bahwa perencanaan kehutanan meliputi inventarisasi hutan, pengukuhan kawasan hutan, penatagunaan kawasan
Lebih terperinciREMOTE SENSING AND GIS DATA FOR URBAN PLANNING
REMOTE SENSING AND GIS DATA FOR URBAN PLANNING Jarot Mulyo Semedi disampaikan pada: Workshop Continuing Professional Development (CPD) Ahli Perencanaan Wilayah dan Kota Jakarta, 7 Oktober 2016 Isi Presentasi
Lebih terperinciPEDOMAN PEMANTAUAN PERUBAHAN LUAS PERMUKAAN AIR DANAU MENGGUNAKAN DATA SATELIT PENGINDERAAN JAUH
2015 PUSAT PEMANFAATAN PENGINDERAAN JAUH LAPAN Danau Rawa Pening, Provinsi Jawa Tengah PEDOMAN PEMANTAUAN PERUBAHAN LUAS PERMUKAAN AIR DANAU MENGGUNAKAN DATA SATELIT PENGINDERAAN JAUH LI1020010101 PEDOMAN
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. panas serta biasanya menghabiskan bahan bakar hutan seperti serasah, tumbuhan
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebakaran Hutan Kebakaran hutan secara umum merupakan kejadian alam dari proses reaksi secara cepat dari oksigen dengan karbohidrat (bahan bakar hutan) ditandai dengan panas serta
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Perubahan Rasio Hutan Sebelum membahas hasil simulasi model REMO, dilakukan analisis perubahan rasio hutan pada masing-masing simulasi yang dibuat. Dalam model
Lebih terperinciPEMANASAN BUMI BAB. Suhu dan Perpindahan Panas. Skala Suhu
BAB 2 PEMANASAN BUMI S alah satu kemampuan bahasa pemrograman adalah untuk melakukan kontrol struktur perulangan. Hal ini disebabkan di dalam komputasi numerik, proses perulangan sering digunakan terutama
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN Bujur Timur ( BT) Gambar 5. Posisi lokasi pengamatan
METODE PENELITIAN Lokasi Penelitan Penelitian ini dilakukan pada perairan barat Sumatera dan selatan Jawa - Sumbawa yang merupakan bagian dari perairan timur laut Samudera Hindia. Batas perairan yang diamati
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Lahan gambut merupakan salah satu tipe ekosistem yang memiliki kemampuan menyimpan lebih dari 30 persen karbon terestrial, memainkan peran penting dalam siklus hidrologi serta
Lebih terperinciPengertian Sistem Informasi Geografis
Pengertian Sistem Informasi Geografis Sistem Informasi Geografis (Geographic Information System/GIS) yang selanjutnya akan disebut SIG merupakan sistem informasi berbasis komputer yang digunakan untuk
Lebih terperinciBambang Sukresno*) Abstract
PENGOLAHAN DATA SATELIT NOAA-AVHRR UNTUK PENGUKURAN SUHU PERMUKAAN LAUT RATA-RATA HARIAN (NOAA-AVHRR satellite Utilizing for daily average of sea surface temperature measurement ) Bambang Sukresno*) Abstract
Lebih terperinciSATELITCUACA PENGINDERAAN JAUH SATELIT UNTUK LINGKUNGAN ATMOSFER. Meteorologi laut Nov, 21-22/2014
SATELITCUACA PENGINDERAAN JAUH SATELIT UNTUK LINGKUNGAN ATMOSFER Meteorologi laut Nov, 21-22/2014 M. Arif Zainul Fuad Department of Marine Science Brawijaya University Materi: sesuaibukuajar Bab I Bab
Lebih terperinciKARAKTERISTIK CITRA SATELIT Uftori Wasit 1
KARAKTERISTIK CITRA SATELIT Uftori Wasit 1 1. Pendahuluan Penginderaan jarak jauh merupakan salah satu teknologi penunjang pengelolaan sumber daya alam yang paling banyak digunakan saat ini. Teknologi
Lebih terperincibdtbt.esdm.go.id Benefits of Remote Sensing and Land Cover
Benefits of Remote Sensing and Land Cover Irwan Munandar Balai Pendidikan dan Pelatihan Tambang Bawah Tanah irwan@esdm.go.id 1. Latar Belakang Teknologi pemanfaatan penginderaan terus berkembang dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Curah hujan merupakan unsur meteorologi yang mempunyai variasi tinggi dalam skala ruang dan waktu sehingga paling sulit untuk diprediksi. Akan tetapi, informasi curah
Lebih terperinciJurnal Geodesi Undip Juli 2014
IDENTIFIKASI BEKAS KEBAKARAN LAHAN MENGGUNAKAN DATA CITRA MODIS DI PROVINSI RIAU Muhammad Haqki, Andri Suprayogi, Haniah *) Program Studi Teknik Geodesi Fakultas Teknik - Universitas Diponegoro Jl. Prof.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banyaknya pemanfaatan dan penggunaan data citra penginderaan jauh di berbagai segi kehidupan menyebabkan kebutuhan akan data siap pakai menjadi semakin tinggi. Beberapa
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Perilaku Kebakaran Perilaku kebakaran dapat didefenisikan sebagai cara dimana api di alam berkembang, bagaimana bahan bakar terbakar, perkembangan nyala api dan penyebaran api dan
Lebih terperinciSTUDY ON MERGING MULTI-SENSOR SSTs OVER THE EAST ASIA. Penggabungan multi sensor sst disepanjang Asia timur
STUDY ON MERGING MULTI-SENSOR SSTs OVER THE EAST ASIA Penggabungan multi sensor sst disepanjang Asia timur Abstrak KMA (Korean Meteorology Administrator) sudah menghasilkan SST dari geostasioner dan data
Lebih terperinciIDENTIFIKASI AREAL BEKAS KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN (KARHUTLA, KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN)
IDENTIFIKASI AREAL BEKAS KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN (KARHUTLA, KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN) Kebakaran hutan dan lahan gambut merupakan kebakaran permukaan dimana api membakar bahan bakar yang ada di atas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang terletak di ring of fire (Rokhis, 2014). Hal ini berpengaruh terhadap aspek geografis, geologis dan klimatologis. Indonesia
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
7 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum dan Distribusi Titik Panas (hotspot)provinsi Jambi Provinsi Jambi secara geografis terletak antara 0 o 45-2 o 45 LS dan 101 o 104 o 55 BT, terletak di tengah Pulau Sumatera
Lebih terperinciGambar 1.1 Siklus Hidrologi (Kurkura, 2011)
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air merupakan kebutuhan yang mutlak bagi setiap makhluk hidup di permukaan bumi. Seiring dengan pertambahan penduduk kebutuhan air pun meningkat. Namun, sekarang
Lebih terperinci5. PEMBAHASAN 5.1 Koreksi Radiometrik
5. PEMBAHASAN Penginderaan jauh mempunyai peran penting dalam inventarisasi sumberdaya alam. Berbagai kekurangan dan kelebihan yang dimiliki penginderaan jauh mampu memberikan informasi yang cepat khususnya
Lebih terperinciKOMPONEN PENGINDERAAN JAUH. Sumber tenaga Atmosfer Interaksi antara tenaga dan objek Sensor Wahana Perolehan data Pengguna data
PENGINDERAAN JAUH KOMPONEN PENGINDERAAN JAUH Sumber tenaga Atmosfer Interaksi antara tenaga dan objek Sensor Wahana Perolehan data Pengguna data Lanjutan Sumber tenaga * Alamiah/sistem pasif : sinar matahari
Lebih terperinciCitra Satelit IKONOS
Citra Satelit IKONOS Satelit IKONOS adalah satelit inderaja komersiil pertama yang dioperasikan dengan tingkat ketelitian 1 meter untuk model pankromatik dan 4 meter untuk model multispektral yang merupakan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Indonesia adalah salah satu Negara Mega Biodiversity yang terletak
TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Penutupan Lahan Indonesia Indonesia adalah salah satu Negara Mega Biodiversity yang terletak dalam lintasan distribusi keanekaragaman hayati benua Asia (Pulau Jawa, Sumatera dan
Lebih terperinciPEMETAAN SUHU PERMUKAAN LAUT (SPL) MENGGUNAKAN CITRA SATELIT ASTER DI PERAIRAN LAUT JAWA BAGIAN BARAT MADURA
PEMETAAN SUHU PERMUKAAN LAUT (SPL) MENGGUNAKAN CITRA SATELIT ASTER DI PERAIRAN LAUT JAWA BAGIAN BARAT MADURA Dyah Ayu Sulistyo Rini Mahasiswa Pascasarjana Pada Jurusan Teknik dan Manajemen Pantai Institut
Lebih terperinciIDENTIFIKASI PERUBAHAN DISTRIBUSI CURAH HUJAN DI INDONESIA AKIBAT DARI PENGARUH PERUBAHAN IKLIM GLOBAL
IDENTIFIKASI PERUBAHAN DISTRIBUSI CURAH HUJAN DI INDONESIA AKIBAT DARI PENGARUH PERUBAHAN IKLIM GLOBAL Krismianto Pusat Pemanfaatan Sains Atmosfer dan Iklim Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional Jl.
Lebih terperinci