LEMBARAN DAERAH KOTA PADANG PANJANG Tahun
|
|
- Hartono Makmur
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 LEMBARAN DAERAH KOTA PADANG PANJANG Tahun 2009 Nomor 9 Seri C.5 PERATURAN DAERAH KOTA PADANG PANJANG NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG IZIN PENYELENGGARAAN USAHA KEPARIWISATAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG PANJANG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pengembangan dan peningkatan usaha kepariwisataan di daerah sesuai dengan Undang- Undang Nomor 9 Tahun 1990, diperlukan adanya peranan Pemerintah Daerah, Badan usaha dan masyarakat dalam penyelenggaraan kepariwisataan sehingga mampu mewujudkan keterpaduan dalam kegiatan penyelenggaraan kepariwisataan, memelihara kelestarian dan mendorong upaya peningkatan mutu lingkungan hidup serta objek dan daya tarik wisata; b. bahwa untuk terwujudnya penyelenggaraan usaha kepariwisataan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu dilakukan pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan penyelenggaraan usaha kepariwisataan yang menjadi salah satu kewenangan Daerah Kota Padang Panjang; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Izin Penyelenggaraan Usaha 183
2 Kepariwisataan. Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kota Kecil dalam Lingkungan Daerah Propinsi Sumatera Tengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 962); 2. Undang-Undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 156, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2104); 3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209); 4. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3247); 5. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3631); 6. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3685) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4048); 7. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 184
3 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3698); 8. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3839); 9. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 10. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279); 11. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4428); 12. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); 13. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389); 14. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400); 185
4 15. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 16. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); 17. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1988 tentang Koordinasi Kegiatan Instansi Vertikal di Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1988 Nomor 34, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3373); 18. Peraturan Pemerintah Nomor 67 Tahun 1996 tentang Penyelenggaraan Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 101, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3658); 19. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3838); 20. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578); 21. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran 186
5 Negara Republik Indonesia Nomor 4593); 22. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 23. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Uang Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4738); 24. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007; 25. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2006 tentang Jenis dan Bentuk Produk Hukum Daerah; 26. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 Tahun 2006 tentang Prosedur Penyusunan Produk Hukum Daerah; 27. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2006 tentang Lembaran Daerah dan Berita Daerah; 28. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 53 Tahun 2007 tentang Pengawasan Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah; 29. Peraturan Daerah Kota Padang Panjang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Rencana Strategis Sekretariat Daerah Kota Padang Panjang Tahun (Lembaran Daerah Kota Padang Panjang Tahun 2004 Nomor 38 Seri E.21); 30. Peraturan Daerah Kota Padang Panjang Nomor 2 Tahun 2006 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Daerah di Lingkungan Pemerintah Kota Padang Panjang 187
6 (Lembaran Daerah Kota Padang Panjang Tahun 2006 Nomor 8 Seri E.4); 31. Peraturan Daerah Kota Padang Panjang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah di Lingkungan Pemerintah Kota Padang Panjang (Lembaran Daerah Kota Padang Panjang Tahun 2008 Nomor 2 Seri D.2); 32. Peraturan Daerah Kota Padang Panjang Nomor 8 Tahun 2008 tentang Pokok-pokok Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Daerah Kota Padang Panjang Tahun 2008 Nomor 8 Seri E.2). Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA PADANG PANJANG dan WALIKOTA PADANG PANJANG MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG IZIN PENYELENGGARAAN USAHA KEPARIWISATAAN BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kota Padang Panjang. 2. Pemerintah Daerah adalah Walikota dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 3. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut azas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistim dan prinsip Negara Kesatuan 188
7 Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Kepala Daerah adalah Walikota Padang Panjang. 5. Wakil Kepala Daerah adalah Wakil Walikota Padang Panjang. 6. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 7. Pejabat yang ditunjuk adalah Pejabat di lingkungan Pemerintah Daerah yang berwenang di bidang usaha kepariwisataan dan mendapat pendelegasian wewenang dari Walikota. 8. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap, dan bentuk badan lainnya. 9. Dinas Pemuda, Olah raga, Kebudayaan dan Pariwisata adalah Dinas Pemuda, Olah raga, Kebudayaan dan Pariwisata Kota Padang Panjang. 10. Wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati objek dan daya tarik wisata. 11. Wisatawan adalah orang yang melakukan kegiatan wisata. 12. Pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk pengusahaan objek dan daya tarik wisata, serta usaha-usaha yang terkait di bidang tersebut. 13. Kepariwisataan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan penyelenggaraan pariwisata. 14. Usaha Pariwisata adalah kegiatan yang bertujuan menyelenggarakan jasa pariwisata atau menyediakan atau mengusahakan objek dan daya tarik wisata, usaha sarana pariwisata dan usaha lain yang terkait di bidang tersebut. 15. Objek Wisata dan daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang menjadi sasaran wisata. 189
8 16. Kawasan pariwisata adalah kawasan dengan luas tertentu yang dibangun atau disediakan untuk memenuhi kebutuhan pariwisata. 17. Usaha Sarana Pariwisata adalah kegiatan pengelolaan, penyediaan fasilitas dan pelayanan yang diperlukan dalam penyelenggaraan pariwisata. 18. Pramuwisata adalah orang yang pekerjaannya memberikan bimbingan penerangan dan petunjuk kepada wisatawan mengenai objek wisata. 19. Hotel adalah suatu usaha yang menyediakan tempat dan fasilitas untuk menginap/istirahat memperoleh pelayanan, dan/atau fasilitas lainnya dengan perhitungan pembayaran harian serta dapat menyediakan restoran /rumah makan dan bar. 20. Penginapan adalah suatu usaha komersil yang menggunakan seluruh atau sebagian dari suatu bangunan yang khusus disediakan bagi setiap orang untuk memperoleh layanan penginapan. 21. Perkemahan adalah tempat yang dipergunakan untuk berteduh atau tempat tinggal sementara bagi orang yang sedang di perjalanan, terbuat dari layar yang ditegakkan di atas pancang-pancang. 22. Restoran adalah jenis usaha jasa pangan bertempat di sebagian atau seluruh bangunan yang permanen, dilengkapi dengan peralatan dan perlengkapan untuk proses pembuatan, penyimpanan, penyajian dan penjualan makanan dan minuman bagi umum di tempat usahanya serta memenuhi ketentuan persyaratan yang ditetapkan. 23. Rumah Makan/Warung Nasi adalah jasa usaha pangan yang bertempat disebagian atau seluruh bangunan yang permanen/semi permanen, dilengkapi dengan peralatan dan perlengkapan untuk proses pembuatan, penyimpanan, penyajian dan penjualan makanan dan minuman bagi umum di tempat usahanya dan berdasarkan Peraturan Daerah ini termasuk dalam golongan usaha rumah makan. 24. Restoran Waralaba adalah usaha jasa pangan sebagai pendelegasian dan monopoli asing domestic di bawah nama berikut penyajian khusus si pemegang monopoli (Franchise). 25. Spa adalah jasa yang diberikan pada wisatawan/pengunjung 190
9 dalam perawatan kulit, wajah dan relaksasi. 26. Tempat Makan adalah jasa usaha pangan yang bertempat disebagian atau seluruh bangunan yang semi permanen/tidak permanen, yang bersifat menetap dan menurut ketentuan yang berlaku termasuk dalam golongan usaha tempat makan. 27. Obyek Wisata Budaya adalah suatu usaha yang menyediakan tempat untuk menyimpan, memelihara benda-benda purbakala, peninggalan sejarah, dan seni budaya. 28. Obyek Wisata Alam adalah suatu usaha yang menyediakan tempat untuk pelestarian wisata alam dan pembudidayaan flora dan fauna serta menata dan memelihara keadaan lingkungan wisata/alam. 29. Atraksi Wisata adalah suatu usaha yang menyelenggarakan pertunjukan kesenian, olah raga, pameran/promosi dan bazar di tempat tertutup dan di tempat terbuka yang bersifat temporer baik komersil maupun tidak komersil. 30. Taman Rekreasi adalah suatu usaha yang menyediakan tempat dan berbagai jenis fasilitas untuk memberikan kesegaran rohani dan jasmani yang mengandung unsur hiburan, pendidikan dan kebudayaan sebagai usaha pokok di suatu kawasan tertentu dan dapat dilengkapi dengan penyediaan jasa pelayanan makanan, minuman serta akomodasi lainnya. 31. Gelanggang Bola Ketangkasan adalah suatu usaha yang menyediakan tempat, peralatan/mesin bola ketangkasan dan fasilitas untuk bermain ketangkasan yang bersifat hiburan bagi anak-anak dan dewasa serta dapat dilengkapi dengan penyediaan jasa pelayanan makanan dan minuman. 32. Gelanggang Permainan Mekanik/Elektronik adalah suatu usaha yang menyediakan tempat, peralatan/mesin dan fasilitas untuk bermain ketangkasan yang bersifat hiburan bagi anakanak dan dewasa serta dapat dilengkapi dengan penyediaan jasa pelayanan makanan dan minuman. 33. Arena Bola Sodok (Billiard) adalah suatu usaha yang menyediakan tempat, peralatan dan fasilitas untuk bermain bola sodok serta dapat dilengkapi dengan penyediaan jasa pelayanan makanan dan minuman. 34. Bioskop adalah suatu usaha yang menyediakan tempat dan fasilitas untuk pembayaran pertunjukan film serta dapat 191
10 dilengkapi dengan penyediaan jasa pelayanan makanan dan minuman. 35. Pertunjukan/Show Biz merupakan kegiatan pertunjukan ditempattempat hiburan yang lainnya dengan mendatangkan artis-artis dari dalam dan luar Negeri. 36. Biro Perjalanan Wisata merupakan kegiatan usaha bersifat komersil yang mengatur, menyediakan dan menyelenggarakan pelayanan bagi seseorang atau sekelompok orang untuk melakukan perjalanan dengan tujuan utama untuk berwisata. 37. Cabang Biro/Counter merupakan salah satu unit usaha Biro Perjalanan Wisata yang berkedudukan di wilayah yang sama dengan kantor pusat atau lain, yang merupakan kegiatan kantor pusatnya. 38. Agen Perjalanan Wisata adalah badan yang menyelenggarakan usaha perjalanan yang bertindak sebagai perantara di dalam menjual dan / atau mengurus jasa untuk melakukan perjalanan. 39. Cabang Pembantu Biro Perjalanan Wisata (BPW) adalah bagian dari BPW untuk menjual tiket/karcis sarana angkutan dan lain-lain serta pemesanan sarana wisata menjual produk tour dari bagian BPW nya. 40. Impresariat merupakan kegiatan pengurusan penyelenggaraan hiburan baik yang merupakan mendatangkan, mengirimkan maupun mengembalikannya serta menentukan tempat, waktu, dan jenis hiburannya. 41. Usaha Jasa Konvensi Perjalanan Insentif dan Pameran merupakan usaha dengan kegiatan pokok memberikan jasa pelayanan bagi suatu pertemuan sekelompok orang (negarawan, usahawan, cendikiawan, dan sebagainya) untuk membahas masalah-masalah yang berkaitan dengan kepentingan bersama. 42. Jasa konsultan Pariwisata adalah jasa pelayanan konsultasi di bidang pariwisata dalam aspek menajemen antara lain BPW, Hotel dan Daya Tarik Wisata. 43. Tempat Konvensi, Pameran dan Balai Pertemuan adalah suatu usaha yang menyediakan tempat dan fasilitas untuk mengadakan pertemuan berupa konferensi, seminar, lokakarya, upacara pameran, bazaar dan sejenisnya. 192
11 44. Fitness dan Sport Club (Pusat Kebugaran) adalah suatu usaha yang menyelenggarakan kegiatan olahraga dan kebugaran dengan menggunakan sarana olah raga serta menyediakan jasa pelayanan makan dan minum. 45. Sanggar Seni Budaya Tradisional adalah suatu usaha yang menyediakan tempat dan fasilitas serta pemain untuk pendidikan ataupun pertunjukan hiburan tradisional. 46. Izin Penyelenggaraan Usaha Kepariwisataan adalah izin yang diberikan kepada orang pribadi atau badan untuk menyelenggarakan usaha kepariwisataan. 47. Pimpinan Usaha adalah pengusaha dan atau orang lain yang ditunjuk yang memimpin sehari-hari dan bertanggungjawab atas pengelolaan kegiatan/usaha. 48. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan dan mengolah data dan atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban di bidang Perizinan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan Perizinan. 49. Penyidikan tindak pidana di bidang Perizinan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disebut Penyidik, untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang Perizinan yang terjadi serta menemukan tersangkanya. BAB II ASAS DAN TUJUAN Pasal 2 Penyelenggaraan usaha kepariwisataan dilaksanakan berdasarkan asas manfaat, usaha bersama dan kekeluargaan, adil dan merata, perikehidupan dalam keseimbangan dan kepercayaan pada diri sendiri dengan memperhatikan prinsip atau filosofi Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah. Pasal 3 193
12 Penyelenggaraan Kepariwisataan bertujuan : a. memperkenalkan, mendayagunakan, melestarikan dan meningkatkan mutu objek dan daya tarik wisata; b. memupuk rasa cinta tanah air dan meningkatkan persahabatan antar bangsa; c. memperluas dan memeratakan kesempatan berusaha dan lapangan kerja; d. meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) dalam rangka kesejahteraan dan kemakmuran rakyat; dan e. mendorong pendayagunaan produksi daerah. BAB III RUANG LINGKUP Pasal 4 Ruang lingkup yang diatur dalam Peraturan Daerah ini meliputi Penyelenggaraan Usaha Kepariwisataan yang berada dalam wilayah Kota Padang Panjang. BAB IV BENTUK USAHA DAN PERMODALAN Pasal 5 (1) Usaha sarana pariwisata, pengusahaan obyek dan daya tarik wisata yang seluruh modalnya dimiliki oleh Pemerintah Daerah atau Warga Negara Republik Indonesia dapat berbentuk badan atau usaha perseorangan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (2) Usaha sarana pariwisata, pengusahaan obyek dan daya tarik wisata yang seluruh modalnya patungan antara Pemerintah Daerah atau Warga Negara Republik Indonesia, dan Pemerintah Asing atau Warga Negara Asing bentuk usahanya 194
13 harus perseroan terbatas. BAB V PENYELENGGARAAN DAN JENIS USAHA KEPARIWISATAAN Bagian Pertama Penyelenggaraan Pasal 6 Penyelenggaraan Usaha Kepariwisataan meliputi: a. Usaha Sarana Pariwisata; b. Pengusahaan Obyek dan Daya Tarik Wisata; c. Usaha Jasa Perjalanan Wisata; d. Promosi dan Pemasaran Wisata; e. Usaha Jasa Konsultan Wisata; dan f. Pengelolaan Usaha Kepariwisataan milik/dikuasai Pemerintah Daerah oleh Pihak Ketiga. Pasal 7 Tata cara dan persyaratan teknis Penyelenggaraan Usaha Kepariwisataan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah. Bagian Kedua Jenis Usaha Kepariwisataan yang Diizinkan Pasal 8 (1) Jenis Usaha Kepariwisataan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a meliputi: a. hotel; b. penginapan; c. perkemahan d. restoran; 195
14 e. rumah makan dan warung nasi; f. cafe; g. restoran waralaba. h. spa; i. salon/barbershop; j. penyewaan peralatan/jasa audio visual; dan k. sarana dan fasilitas musik. (2) Jenis Usaha Kepariwisataan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b meliputi: a. taman rekreasi; b. gelanggang permainan mekanik/elektronik; c. arena bola sodok (permainan billiard); d. bioskop; e. fitnes dan sport club; dan f. sanggar tari. (3) Jenis Usaha Kepariwisataan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c meliputi: a. biro perjalanan wisata; b. cabang biro/counter; c. agen perjalanan wisata; d. cabang pembantu APW; e. kepramuwisataan; dan f. konvensi dan perjalanan insentif. (4) Jenis Usaha Kepariwisataan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf d meliputi: a. pertunjukan/show biz; b. pameran; c. impresariat; d. atraksi wisata; dan e. hal lain yang menyangkut informasi publikasi dalam media cetak atau media elektronik maupun bentuk promosi dan pemasaran lainnya. (5) Jenis Usaha Kepariwisataan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf e meliputi: a. jasa konsultan pariwisata; dan b. jasa kongres, konvensi, dan eksibisi (mice). 196
15 (6) Penyelenggaraan usaha kepariwisataan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e ditetapkan mulai pukul WIB sampai pukul WIB. Bagian Ketiga Jenis Usaha Kepariwisataan yang Dilarang Pasal 9 Jenis Usaha Kepariwisataan yang dilarang meliputi : 1. Diskotik dan club malam; dan 2. Panti Pijat dan Panti Mandi Uap. BAB VI SURAT IZIN USAHA KEPARIWISATAAN (SIUK) Pasal 10 (1) Setiap penyelenggaraan usaha kepariwisataan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4) dan ayat (5) terlebih dahulu harus memiliki Surat Izin Usaha Kepariwisataan (SIUK) dari Kepala Daerah atau Pejabat lain yang ditunjuk. (2) Surat Izin Usaha Kepariwisataan (SIUK) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku sepanjang usaha tersebut masih berjalan dan harus didaftar ulang 3 (tiga) tahun sekali. (3) Setiap penyelenggaraan usaha kepariwisataan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) diwajibkan melaporkan jumlah pengunjung setiap bulannya kepada Kepala Daerah. (4) Tata cara dan persyaratan pengurusan Surat Izin Usaha Kepariwisataan (SIUK) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah. 197
16 BAB VII KEWAJIBAN DAN LARANGAN Bagian Pertama Kewajiban Pasal 11 Pimpinan peyelenggaraan usaha sarana pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 berkewajiban untuk: a. mengadakan pembukaan perusahaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; b. mentaati ketentuan perizinan usaha kepariwisataan dan peraturan perundang-undangan perpajakan; c. mentaati perjanjian kerja serta menjamin keselamatan, kesehatan, dan kesejahteraan karyawan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; d. meningkatkan mutu penyelenggaraan usaha kepariwisataan; e. memelihara kebersihan dan keindahan lokasi serta kelestarian lingkungan usaha; f. menjamin keselamatan dan kenyamanan pengunjung serta mencegah timbulnya bahaya kebakaran; g. mencegah terjadinya kegiatan peredaran dan pemakai obat terlarang serta barang/minuman terlarang ditempat usahanya; h. mencegah terjadinya kegiatan perjudian dan prostitusi atau perbuatan lainnya yang mendekati perzinaan ditempat usahanya; dan i. menyediakan sarana peribadatan dan memberikan kesempatan kepada karyawan untuk melaksanakan ibadah. Bagian Kedua Larangan Pasal
17 Pimpinan penyelenggara usaha pariwisata dilarang: a. memakai tenaga kerja dibawah umur dan tenaga kerja asing tanpa ijin sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; b. menerima pengunjung dibawah umur 17 tahun untuk arena bola sodok (billiard); c. khusus untuk usaha pariwisata, gelanggang bola/mesin ketangkasan, arena bola sodok (billiard), dan sanggar seni budaya tradisional yang bersifat usaha dan hiburan dilarang mengoperasikan kegiatan usahanya pada bulan suci Ramadhan dan hari-hari besar keagamaan; dan d. mempekerjakan wanita sebagai pelayan operasional bola sodok (billiard). BAB VIII PENGGOLONGAN KELAS HOTEL Pasal 13 (1) Tingkat Pelayanan jenis usaha pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf a ditentukan ke dalam 2 (dua) golongan kelas berdasarkan kelengkapan dan kondisi bangunan, peralatan pengelolaan, serta mutu pelayanan sesuai dengan persyaratan pengelolaan hotel sebagaimana yang ditetapkan di dalam kriteria penggolongan hotel bintang. (2) Jenis usaha hotel wajib memenuhi ketentuan penggolongan kelas hotel sebagai bagian dari izin tetap usaha hotel. (3) Golongan kelas hotel yang tertinggi dinyatakan dengan piagam bertanda 5 (lima) bintang dan golongan kelas hotel yang terendah dinyatakan dengan hotel melati I. (4) Piagam golongan kelas hotel berlaku untuk jangka waktu 3 (tiga) tahun. (5) Penetapan golongan kelas hotel setiap waktu dapat ditinjau kembali oleh Kepala Daerah atau Pejabat lain yang ditunjuk 199
18 untuk disesuaikan dengan persyaratan yang dapat dipenuhi. Pasal 14 Piagam golongan kelas hotel harus dipajang di tempat yang dapat dilihat oleh umum. Pasal 15 (1) Permintaan untuk memperoleh piagam golongan kelas hotel diajukan kepada Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk. (2) Bagi hotel melati yang berkeinginan untuk dinyatakan sebagai hotel bintang, permintaan piagam golongan kelas hotel diajukan kepada Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk. Pasal 16 Penilaian dan penetapan piagam golongan kelas hotel dilakukan selambat-lambatnya dalam jangka waktu 15 (lima belas) hari kerja setelah permintaan diterima secara lengkap oleh Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk. Pasal 17 Pimpinan Hotel setiap saat dapat mengajukan permintaan untuk peninjauan kembali golongan kelas hotel. BAB IX PENGGOLONGAN KELAS RESTORAN DAN WARALABA Pasal 18 (1) Tingkat pelayanan restoran ditentukan penggolongan restoran yang terdiri dari 4 (empat) golongan kelas yang dinyatakan dalam piagam. 200
19 (2) Persyaratan penggolongan kelas restoran dan memperoleh piagam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah. BAB X KRITERIA BIDANG HIBURAN UMUM OBJEK WISATA Pasal 19 (1) Kriteria umum jenis usaha objek wisata dan taman rekreasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf a ditetapkan sebagai berikut: a. persyaratan umum: 1) lokasi; 2) luas dan penataan ruangan; 3) luas dan penataan areal; 4) bangunan; 5) pintu gerbang; 6) tempat parkir. b. fasilitas yang harus tersedia: 1) pertamanan; 2) area bermain anak-anak; 3) fasilitas rekreasi dan hiburan; 4) jasa pelayanan umum, terdiri dari kantor, toilet, fasilitas kebersihan, tempat pembayaran, P3K, pos keamanan, dan sarana peribadatan. c. instalasi teknik: 1) tenaga listrik; 2) air bersih; 3) sistem pencegahan dan pemadam kebakaran; 4) sistem tata suara; 5) sistem pembuangan limbah dan drainase. d. administrasi dan pengelolaan: 1) waktu operasional; 2) tenaga kerja; 3) administrasi dan pengelolaan. 201
20 (2) Kriteria umum jenis usaha gelanggang permainan mekanik/elektronik dan gelanggang arena bola sodok (billiard) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf d dan huruf e ditetapkan sebagai berikut: a. persyaratan umum: 1) lokasi; 2) luas dan penataan ruangan; 3) bangunan; 4) tempat parkir. b. fasilitas yang harus tersedia: 1) fasilitas permainan mekanik/elektronik; 2) meja permainan billiard; 3) fasilitas lainnya; c. jasa pelayanan umum: 1) kantor; 2) toilet; 3) fasilitas kebersihan; 4) tempat pembayaran; 5) bangku/kursi; 6) tempat penyewaan dan P3K; dan 7) fasilitas ibadah. d. instalasi teknik: 1) tenaga listrik; 2) air bersih; 3) sistem sirkulasi dan pengatur suhu udara; 4) sistem pencegah dan pemadam kebakaran; 5) sistem pembuangan limbah sementara/drainase. e. fasilitas pelengkap; jasa pelayanan makanan dan minuman. f. administrasi dan pengelolaan: 1) waktu operasional; 2) tenaga kerja; 3) administrasi dan pengelolaan. (3) Kriteria umum jenis usaha Bioskop sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf f ditetapkan sebagai berikut: a. persyaratan umum: 1) lokasi; 2) luas dan penataan ruangan; 202
21 3) bangunan; 4) tempat parkir; 5) pintu gerbang. b. fasilitas yang harus tersedia: 1) ruang; 2) tempat menonton; 3) peralatan; 4) penatanaan ruang; 5) fasilitas lainnya; 6) jasa pelayanan umum; 7) fasilitas pelayanan umum, terdiri dari toilet, fasilitas kebersihan, tempat pembayaran, ruang tunggu, jasa pelayanan makanan dan minuman dan P3K. c. instalasi teknik: 1) tenaga listrik; 2) air bersih; 3) sistem penjernih air; 4) sistem pencegah dan pemadam kebakaran; 5) sistem sirkulasi dan pengatur suhu udara; 6) sistem pembuangan limbah sementara/drainase; 7) tata cahaya/penerangan. d. fasilitas pelengkap; komunikasi. e. administrasi dan pengelolaan: 1) waktu operasional; 2) tenaga kerja; 3) administrasi dan pengelolaan. BAB XI KRITERIA USAHA JASA PERJALANAN WISATA, PROMOSI DAN PEMASARAN PARIWISATA Pasal 20 (1) Kriteria umum biro perjalanan, cabang biro, agen perjalanan kepariwisataan, usaha jasa konsultan pariwisata dan konvensi perjalanan insentif ditetapkan sebagai berikut: 203
22 a. unsur fisika meliputi kondisi fisik kantor, lokasi kantor dan luas kantor, bangunan kantor dan sarana kantor; b. unsur administrasi meliputi administrasi-administrasi direksi, administrasi pegawai dan administrasi suratmenyurat; c. unsur sarana dan prasarana meliputi angkutan wisata, dan kantor cabang; d. unsur manajemen dan tenaga kerja meliputi administrasi tenaga kerja, pendidikan dan pengalaman pegawai; e. unsur permodalan meliputi besarnya modal kerja perusahaan; f. unsur kegiatan usaha meliputi jumlah dan kualitas paket wisata, jumlah hasil usaha, keagenan, keanggotaan dalam administrasi, serta asosiasi dan jaminan sosial bagi karyawan dan konsumen; g. unsur pemasaran dan penjualan meliputi negara pasaran, kegiatan pemasaran dan jumlah serta kualitas bahan promosi. h. kelas biro perjalanan wisata dinyatakan dengan gambar atau simbol CAKRA dengan tingkatan sebagai berikut: 1) CAKRA satu kelas BPW D; 2) CAKRA dua kelas BPW C; 3) CAKRA tiga kelas BPW B; 4) CAKRA empat kelas BPW A. i. klasifikasi usaha jasa konsultan pariwisata terdiri dari: 1) jasa konsultan pariwisata; 2) jasa kongres, konvensi, dan eksibisi (MICE); j. penggolongan pramuwisata khusus ada tiga kategori: 1) pramuwisata muda (beroperasi di wilayah Kota Padang Panjang); 2) pramuwisata umum (beroperasi di wilayah Indonesia); 3) pramuwisata khusus (tugas di objek/daya tarik tertentu); 4) pengatur wisata/tour leader (bertugas di seluruh wilayah Indonesia dan ke Luar Negeri). (2) Kriteria umum promosi dan pemasaran wisata: a. kantor, dengan ukuran luas minimal 30 (tiga puluh) M²; b. karyawan yang berpengetahuan/berpengalaman dibidang impresariat atau pertunjukan hiburan; 204
23 c. memiliki fasilitas komunikasi, telepon faxsimile; (3) Jenis-jenis pertunjukan usaha impresariat antara lain: a. kesenian; b. hiburan; c. seni tari; d. seni drama; e. seni mulut; f. tari balet; g. opera; h. orkes simponi; i. orkes harmoni; j. peragaan busana; k. akrobat; l. sirkus; dan m. kegiatan olah raga dalam rangka eksibisi. (4) Jenis-jenis pertunjukan yang dilarang adalah: a. tarian striptease; b. tarian erotis; c. lagu/ucapan kata-kata kotor dan tidak senonoh; d. lagu/nyanyian mengandung provokasi politik, anti ke- Tuhanan dan kesukuan; e. dan sejenisnya. BAB XII PEMBINAAN Pasal 21 (1) Pembinaan terhadap penyelenggaraan usaha, pengelolaan, dan tenaga kerja pariwisata di Daerah dilakukan oleh Kepala Daerah ataupun Pejabat lain yang ditunjuk. (2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. pemberian izin usaha; b. pengendalian dan pengawasan penyelenggaraan usaha; c. pembelajaran teknis penyelenggaraan usaha; 205
24 d. pembelajaran peningkatan kemampuan tenaga kerja; dan e. pembelajaran teknis pemasaran/promosi. (3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e, dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah bersama-sama asosiasi kepariwisataan. (4) Personil, tugas pokok dan fungsi pembina sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e diatur lebih lanjut oleh Kepala Daerah. Pasal 22 Tata cara pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. BAB XIII PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN Pasal 23 Pengawasan dan pengendalian atas pelaksanan Peraturan Daerah ini dilakukan oleh Dinas Pemuda, Olah Raga, Kebudayaan dan Pariwisata. BAB XIV SANKSI ADMINISTRASI Pasal 24 (1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Daerah ini dapat dikenakan sanksi administrasi berupa: a. teguran lisan atau panggilan; b. teguran tertulis; 206
25 c. penghentian atau penutupan penyelenggaraan usaha; d. pencabutan atas : 1) Izin Sementara Usaha Kepariwisataan (ISUK); 2) Surat Izin Usaha Kepariwisataan (SIUK); 3) Rekomendasi Promosi Pariwisata; 4) Rekomendasi Upaya Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan; 5) Sertifikat Kelayakan; dan 6) Pemberian Penghargaan. (2) Tata cara pengenaan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah. BAB XV PENYIDIKAN Pasal 25 (1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Perizinan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana yang berlaku. (2) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah : a. menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang Perizinan agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas; b. meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana di bidang Perizinan; c. meminta keterangan dan barang bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang Perizinan; 207
26 d. memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang Perizinan; e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut. f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang Perizinan; g. menyuruh berhenti atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e; h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana Perizinan; i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; j. menghentikan penyidikan; dan k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang Perizinan menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan. (3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum, melalui penyidik Polri sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang berlaku. BAB XVI KETENTUAN PIDANA Pasal 26 Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 12, diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan kurungan atau denda sebanyak-banyaknya Rp ,- (lima juta rupiah). 208
27 BAB XVII KETENTUAN PENUTUP Pasal 27 Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai pelaksanannya akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Kepala Daerah. Pasal 28 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Padang Panjang. Diundangkan di : Padang Panjang pada tanggal : 1 April 2009 M 15 Rabiul Akhir 1430 H SEKRETARIS DAERAH KOTA PADANG PANJANG dto NAFRIADY Ditetapkan di : Padang Panjang pada tanggal : 1 April 2009 M 5 Rabiul Akhir 1430 H WALIKOTA PADANG PANJANG, dto S U I R S Y A M LEMBARAN DAERAH KOTA PADANG PANJANG TAHUN 2009 NOMOR 9 SERI C.5 209
28 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA PADANG PANJANG NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG IZIN PENYELENGGARAAN USAHA KEPARIWISATAAN I. UMUM Bahwa Penyelenggaran Usaha Kepariwisataan merupakan salah satu potensi yang saat ini mulai pesat perkembangannya di Kota Padang Panjang, namun pengaturannya belum ditetapkan dalam suatu Peraturan Daerah. Demi tercapainya pengaturan tersebut dalam rangka pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan penyelenggaraan usaha kepariwisataan yang menjadi salah satu kewenangan Daerah Kota Padang Panjang, perlu ditetapkan pengaturannya. Sehubungan dengan hal tersebut maka perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Izin Penyelenggaraan Usaha Kepariwisataan. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pasal 2 Pasal 3 Pasal 4 Pasal 5 Pasal 6 Pasal 7 Pasal 8 : Ayat (1) huruf a huruf b huruf c huruf d huruf e :Yang dimaksud dengan café adalah suatu usaha yang menyediakan fasilitas untuk makan dan minum dan dapat 210
29 Ayat (2) Ayat (3) Ayat (4) Ayat (5) Ayat (6) Pasal 9 Pasal 10 Pasal 11 Pasal 12 Pasal 13 Pasal 14 Pasal 15 Pasal 16 Pasal 17 Pasal 18 Pasal 19 Pasal 20 Pasal 21 Pasal 22 Pasal 23 Pasal 24 Pasal 25 Pasal 26 Pasal 27 Pasal 28 huruf f huruf g huruf h huruf i huruf j dilengkapi dengan fasilitas tambahan sesuai dengan tema dan fokus café tersebut. 211
LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA
LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA Nomor 02 Tahun 2009 PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR : 02 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA KEPARIWISATAAN DI KOTA SAMARINDA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG SELATAN NOMOR 8 TAHUN 2003 TENTANG IZIN USAHA KEPARIWISATAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG SELATAN NOMOR 8 TAHUN 2003 TENTANG IZIN USAHA KEPARIWISATAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMPUNG SELATAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka upaya untuk menunjang
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA KEPARIWISATAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA KEPARIWISATAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG, Menimbang : a. bahwa pembangunan kepariwisataan lebih
Lebih terperinciS A L I N A N NOMOR 06/C 2002.
S A L I N A N NOMOR 06/C 2002. PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 14 TAHUN 2002 T E N T A N G RETRIBUSI USAHA PARIWISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, Menimbang : bahwa dalam rangka
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 16 TAHUN 2003 TENTANG PERIZINAN USAHA JASA PERJALANAN WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN
1 PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 16 TAHUN 2003 TENTANG PERIZINAN USAHA JASA PERJALANAN WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN Menimbang : a. bahwa untuk mendorong peningkatan, pertumbuhan
Lebih terperinciBERITA DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2007 NOMOR : 27 PERATURAN WALIKOTA CILEGON NOMOR 27 TAHUN 2007 TENTANG
BERITA DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2007 NOMOR : 27 PERATURAN WALIKOTA CILEGON NOMOR 27 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN WALIKOTA CILEGON NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG IZIN USAHA KEPARIWISATAAN
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 14 TAHUN 2008
PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA JASA KEPARIWISATAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA BARAT, Menimbang
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 02 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI IZIN HOTEL, PENGINAPAN ATAU WISMA DAN PONDOK WISATA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 02 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI IZIN HOTEL, PENGINAPAN ATAU WISMA DAN PONDOK WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TAPIN, Menimbang Mengingat : a. bahwa
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 61 2001 SERI C PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 10 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN IZIN USAHA KEPARIWISATAAN DENGAN MENGHARAP BERKAT DAN RAHMAT ALLAH
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (PERDA KOTA YOGYAKARTA) NOMOR 6 TAHUN 2002 (6/2002) TENTANG PERIZINAN USAHA PERJALANAN WISATA
LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (Berita Resmi Kota Yogyakarta) Nomor : 5 Tahun 2002 Seri: C ---------------------------------------------------------------- PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (PERDA KOTA
Lebih terperinciNCA N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK HIBURAN
NCA N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK HIBURAN BAGIAN HUKUM SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN SUMEDANG 2009 LEMBARAN
Lebih terperinciIZIN USAHA JASA PARIWISATA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG IZIN USAHA JASA PARIWISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTAWARINGIN BARAT Menimbang : a. bahwa, untuk meningkatkan
Lebih terperinciBUPATI PANGANDARAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN HIBURAN
BUPATI PANGANDARAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN HIBURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, Menimbang : a. bahwa Kabupaten Pangandaran
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 4 TAHUN 2001 SERI B NOMOR 2 PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG
LEMBARAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 4 TAHUN 2001 SERI B NOMOR 2 PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI IZIN REKREASI DAN HIBURAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALU,
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 12 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN PASAR DAN TEMPAT BERJUALAN PEDAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
S A L I N A N NOMOR : 3/E 2004 PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 12 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN PASAR DAN TEMPAT BERJUALAN PEDAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, Menimbang : a.
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA
LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA Nomor Tahun 2011 PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 06 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SARANA DAN PRASARANA OLAHRAGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SAMARINDA,
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU TAHUN : 2004 NOMOR : 19 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU NOMOR 8 TAHUN 2004 T E N T A N G IZIN USAHA KEPARIWISATAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BERAU, Menimbang
Lebih terperinciGUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG USAHA JASA PERJALANAN WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR BALI,
GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG USAHA JASA PERJALANAN WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa Pembangunan Kepariwisataan di
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (Berita Resmi Kota Yogyakarta) Nomor : 8 Tahun 2002 Seri: C
LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (Berita Resmi Kota Yogyakarta) Nomor : 8 Tahun 2002 Seri: C PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (PERDA KOTA YOGYAKARTA) NOMOR 9 TAHUN 2002 (9/2002) TENTANG PERIZINAN USAHA
Lebih terperinciRANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA MOJOKERTO NOMOR TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA REKREASI DAN HIBURAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA MOJOKERTO NOMOR TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA REKREASI DAN HIBURAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MOJOKERTO Menimbang : a. bahwa dengan ditetapkannya
Lebih terperinciPEMERINTAH KOTA PONTIANAK PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG
PEMERINTAH KOTA PONTIANAK PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PERIZINAN USAHA BIRO PERJALANAN WISATA DAN AGEN PERJALANAN WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PONTIANAK
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA
PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT REKREASI DAN OLAHRAGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUKUMBA, Menimbang : a.
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 13 TAHUN 2002 SERI B. 4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 07 TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA KEPARIWISATAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (Berita Resmi Kota Yogyakarta) Nomor : 6 Tahun 2002 Seri: C
LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (Berita Resmi Kota Yogyakarta) Nomor : 6 Tahun 2002 Seri: C PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (PERDA KOTA YOGYAKARTA) NOMOR 7 TAHUN 2002 (7/2002) TENTANG PERIZINAN USAHA
Lebih terperinciRETRIBUSI IZIN USAHA JASA KEPARIWISATAAN
PEMERINTAH KABUPATEN TANAH BUMBU PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 11 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA JASA KEPARIWISATAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANAH BUMBU, Menimbang
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG IZIN USAHA RESTORAN, RUMAH MAKAN, TEMPAT MAKAN DAN JASA BOGA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG IZIN USAHA RESTORAN, RUMAH MAKAN, TEMPAT MAKAN DAN JASA BOGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NUNUKAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka
Lebih terperinciRETRIBUSI IZIN USAHA JASA KEPARIWISATAAN
PEMERINTAH KABUPATEN TANAH BUMBU PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 11 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA JASA KEPARIWISATAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANAH BUMBU, Menimbang
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 9 TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI
PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 9 TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANJUNG
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN BUNGO
PEMERINTAH KABUPATEN BUNGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUNGO NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT REKREASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BUNGO, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU
PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA KEPARIWISATAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAPUAS HULU, Menimbang
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI KAWASAN PARIWISATA PANTAI WIDURI
PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI KAWASAN PARIWISATA PANTAI WIDURI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEMALANG, Menimbang : a.
Lebih terperinciWALIKOTA LANGSA PROVINSI ACEH QANUN KOTA LANGSA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN HIBURAN DI KOTA LANGSA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM
SALINAN WALIKOTA LANGSA PROVINSI ACEH QANUN KOTA LANGSA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN HIBURAN DI KOTA LANGSA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (Berita Resmi Yogyakarta) Nomor : 2 Tahun 2002 Seri : C
LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (Berita Resmi Yogyakarta) Nomor : 2 Tahun 2002 Seri : C PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (PERDA KOTA YOGYAKARTA) NOMOR 3 TAHUN 2002 (3/2002) TENTANG PERIZINAN USAHA RESTORAN,
Lebih terperinciPEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO
PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PROBOLINGGO NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG IZIN HIBURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, WALIKOTA PROBOLINGGO, Menimbang : a. bahwa sebagai pelaksanaan
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 14 TAHUN 2002 SERI C NOMOR 4 PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 13 TAHUN 2002 TENTANG
LEMBARAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 14 TAHUN 2002 SERI C NOMOR 4 PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 13 TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI HUBUNGAN INDUSTRIAL KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT
PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT NOMOR 06 TAHUN 2006 TENTANG KETENTUAN TEMPAT PENYELENGGARAAN USAHA HIBURAN DAN PERMAINAN KETANGKASAN DALAM WILAYAH KABUPATEN KUTAI
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI
5 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI IZIN TEMPAT PENJUALAN MINUMAN BERALKOHOL BAGIAN HUKUM DAN PERUNDANG-UNDANGAN SETDA KABUPATEN
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 52 2001 SERI C PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 18 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERIZINAN PENYELENGGARAAN KOPERASI DENGAN MENGHARAP BERKAT DAN RAHMAT
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 08 TAHUN 2005 TENTANG PAJAK HIBURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERDANG BEDAGAI,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 08 TAHUN 2005 TENTANG PAJAK HIBURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERDANG BEDAGAI, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 1
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR : 10 TAHUN 2007 SERI : B NOMOR : 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI IJIN USAHA ANGKUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (Berita Resmi Kota Yogyakarta) Nomor : 4 Tahun 2002 Seri: C
LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (Berita Resmi Kota Yogyakarta) Nomor : 4 Tahun 2002 Seri: C PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (PERDA KOTA YOGYAKARTA) NOMOR 5 TAHUN 2002 (5/2002) TENTANG PERIZINAN USAHA
Lebih terperinciWALIKOTA BATAM PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR 3 TAHUN 2003 TENTANG
WALIKOTA BATAM PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR 3 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR 17 TAHUN 2001 TENTANG KEPARIWISATAAN DI KOTA BATAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI NOMOR 6 TAHUN 2005 SERI C NOMOR 1
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI NOMOR 6 TAHUN 2005 SERI C NOMOR 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KERINCI NOMOR 6 TAHUN 2005 T E N T A N G PERUBAHAN PERTAMA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KERINCI NOMOR 5 TAHUN
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERIZINAN USAHA RESTORAN, RUMAH MAKAN, TEMPAT MAKAN DAN JASA BOGA
PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERIZINAN USAHA RESTORAN, RUMAH MAKAN, TEMPAT MAKAN DAN JASA BOGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA YOGYAKARTA Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL
PEMERINTAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 4 TAHUN 2003 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA PARIWISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GUNUNGKIDUL, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciBUPATI BANGKA TENGAH
BUPATI BANGKA TENGAH SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG IZIN USAHA KEPARIWISATAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA TENGAH, Menimbang : a. bahwa untuk
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS TENTANG PENGELOLAAN HIBURAN KARAOKE DAN PELARANGAN HIBURAN DISKOTIK, KELAB MALAM DAN PUB
RANCANGAN PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR TENTANG TAHUN PENGELOLAAN HIBURAN KARAOKE DAN PELARANGAN HIBURAN DISKOTIK, KELAB MALAM DAN PUB DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 62 2001 SERI C PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 13 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN IZIN USAHA INDUSTRI DAN PERDAGANGAN DENGAN MENGHARAP BERKAT DAN RAHMAT
Lebih terperinciSALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 08 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN REKLAME
SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 08 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN REKLAME DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN, Menimbang : a. bahwa reklame merupakan salah satu alat
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN NOMOR..TAHUN TENTANG TATA KELOLA HOTEL, PENGINAPAN DAN KOS
PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN NOMOR..TAHUN TENTANG TATA KELOLA HOTEL, PENGINAPAN DAN KOS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAMEKASAN Menimbang : a.
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN PARIGI MOUTONG
PEMERINTAH KABUPATEN PARIGI MOUTONG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PARIGI MOUTONG NOMOR 8 TAHUN 2005 TENTANG PENGAWASAN ATAS PENJUALAN MINUMAN BERALKOHOL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PARIGI MOUTONG,
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (Berita Resmi Kota Yogyakarta) Nomor : 1 Tahun 2002 Seri: B
LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (Berita Resmi Kota Yogyakarta) Nomor : 1 Tahun 2002 Seri: B PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (PERDA KOTA YOGYAKARTA) NOMOR 11 TAHUN 2002 (11/2002) TENTANG RETRIBUSI PERIZINAN
Lebih terperinciWALIKOTA SUKABUMI PROVINSI JAWA BARAT Rancangan PERATURAN DAERAH KOTA SUKABUMI
WALIKOTA SUKABUMI PROVINSI JAWA BARAT Rancangan PERATURAN DAERAH KOTA SUKABUMI NOMOR TAHUN 2016 TENTANG : RETRIBUSI PERPANJANGAN IZIN MEMPEKERJAKAN TENAGA KERJA ASING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG USAHA JASA PERJALANAN WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,
PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG USAHA JASA PERJALANAN WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa Pembangunan Kepariwisataan di Provinsi Bali
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA YOGYAKARTA
a LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (Berita Resmi Kota Yogyakarta) Nomor : 7 Tahun 2002 Seri: C ---------------------------------------------------------------- PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (PERDA KOTA
Lebih terperinciPEMERINTAH KOTA PADANG PANJANG
PEMERINTAH KOTA PADANG PANJANG PERATURAN DAERAH KOTA PADANG PANJANG NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG RETRIBUSI TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG PANJANG, Menimbang : a. bahwa dalam
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (PERDA KOTA YOGYAKARTA) NOMOR 10 TAHUN 2002 (10/2002) TENTANG PENGATURAN PRAMUWISATA DAN PENGATUR WISATA
LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (Berita Resmi Kota Yogyakarta) Nomor : 9 Tahun 2002 Seri: C ---------------------------------------------------------------- PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (PERDA KOTA
Lebih terperinciBUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HIBURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,
BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HIBURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa pajak hiburan merupakan salah satu sumber
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT
PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA PERDAGANGAN DAN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBAWA BARAT,
Lebih terperinciPEMERINTAH KOTA PADANG PANJANG
PEMERINTAH KOTA PADANG PANJANG PERATURAN DAERAH KOTA PADANG PANJANG NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG RETRIBUSI PARKIR DI TEPI JALAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG PANJANG, Menimbang :
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 7 TAHUN 2013
1 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 7 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT REKREASI DAN OLAHRAGA. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 6 TAHUN 2005 SERI : C PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA. NOMOR : 6 Tahun 2005 TENTANG
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 6 TAHUN 2005 SERI : C PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 6 Tahun 2005 TENTANG IZIN USAHA PARIWISATA DAN BUDAYA DI KABUPATEN MAJALENGKA DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 48 2001 SERI C PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 11 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN TEMPAT REKREASI DAN OLAH RAGA DENGAN MENGHARAP BERKAT DAN RAHMAT ALLAH
Lebih terperinciPEMERINTAH KOTA SINGKAWANG
4. Undang-undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3686); Menimbang
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK PETA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK PETA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA UTARA, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciPEMERINTAH KOTA PONTIANAK PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 10 TAHUN 2002 TENTANG PERIZINAN USAHA OBYEK WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PEMERINTAH KOTA PONTIANAK PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 10 TAHUN 2002 TENTANG PERIZINAN USAHA OBYEK WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PONTIANAK Menimbang a. bahwa berdasarkan Undang-Undang
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR 30 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI DAN IZIN USAHA KEPARIWISATAAN
PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR 30 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI DAN IZIN USAHA KEPARIWISATAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI OGAN KOMERING ULU TIMUR, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 50 2001 SERI C PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN IZIN GANGGUAN DAN IZIN TEMPAT USAHA DENGAN MENGHARAP BERKAT DAN RAHMAT
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI KAWASAN PARIWISATA, OBYEK DAN DAYA TARIK WISATA DI KABUPATEN SEMARANG
DHARMMOTTAMA SATYA PRAJA PEMERINTAH KABUPATEN SEMARANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI KAWASAN PARIWISATA, OBYEK DAN DAYA TARIK WISATA DI KABUPATEN SEMARANG DENGAN
Lebih terperinciPEMERINTAH KOTA PADANG PANJANG
PEMERINTAH KOTA PADANG PANJANG PERATURAN DAERAH KOTA PADANG PANJANG NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG PANJANG, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 08 TAHUN 2005 SERI C NOMOR 04
LEMBARAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 08 TAHUN 2005 SERI C NOMOR 04 PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 07 TAHUN 2005 TENTANG IZIN USAHA JASA PARIWISATA DI BIDANG JASA BIRO PERJALANAN WISATA, JASA AGEN PERJALANAN
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT
PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT NOMOR 14 TAHUN 2005 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBAWA BARAT, Menimbang
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA TAHUN 2011 NOMOR 27 PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 27 TAHUN 2011 TENTANG
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA TAHUN 2011 NOMOR 27 PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 27 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HIBURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PAJAK RESTORAN, RUMAH MAKAN DAN WARUNG MAKAN BAGIAN HUKUM DAN PERUNDANG-UNDANGAN SETDA KABUPATEN WAKATOBI
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG PAJAK HIBURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTAWARINGIN BARAT
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG PAJAK HIBURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTAWARINGIN BARAT Menimbang : a. bahwa dengan telah ditetapkannya Undang-Undang
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA KEPARIWISATAAN WALIKOTA BANDUNG,
LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2004 TAHUN : 2004 NOMOR : 17 S E R I : D PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA KEPARIWISATAAN WALIKOTA BANDUNG, Menimbang
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG
PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN KETENAGAKERJAAN BIDANG PERIZINAN TENAGA KERJA WARGA NEGARA ASING PENDATANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN,
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOM0R : 3 TAHUN : 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA PARIWISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOGOR, Menimbang
Lebih terperinciBUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG
BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG USAHA HIBURAN DISKOTIK, KELAB MALAM, PUB, DAN PENATAAN HIBURAN KARAOKE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT REKREASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN,
PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT REKREASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN, Menimbang : a. bahwa Peraturan Daerah Kota Balikpapan Nomor
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 57 2001 SERI C PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 5 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN IZIN TRAYEK ANGKUTAN PENUMPANG UMUM DENGAN MENGHARAP BERKAT DAN RAHMAT
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN MAJENE
PEMERINTAH KABUPATEN MAJENE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT REKREASI DAN OLAH RAGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAJENE, Menimbang : a. bahwa dengan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 13 TAHUN 2002 TENTANG PERIZINAN USAHA JASA IMPRESARIAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PONTIANAK
PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 13 TAHUN 2002 TENTANG PERIZINAN USAHA JASA IMPRESARIAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PONTIANAK Menimbang : a. bahwa berdasarkan Undang-undang Nomor 22
Lebih terperinci5. Undang-Undang Republik Indonesia Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang - undangan (Lembaran
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA HOTEL MELATI DAN PONDOK WISATA DI KABUPATEN BULELENG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULELENG, Menimbang :
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 12 TAHUN 2003 SERI C NOMOR 12 PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG RETRIBUSI IZIN PENGGUNAAN JALAN
LEMBARAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 12 TAHUN 2003 SERI C NOMOR 12 PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG RETRIBUSI IZIN PENGGUNAAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALU, Menimbang
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN LABUHANBATU Nomor 12 Tahun 2011 Seri B Nomor 12
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LABUHANBATU Nomor 12 Tahun 2011 Seri B Nomor 12 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LABUHANBATU NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 03 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN RETRIBUSI USAHA RUMAH MAKAN DI KABUPATEN BARITO UTARA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 03 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN RETRIBUSI USAHA RUMAH MAKAN DI KABUPATEN BARITO UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BARITO UTARA Menimbang : a.
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 10 TAHUN 2002 TENTANG IJIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,
PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 10 TAHUN 2002 TENTANG IJIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penertiban, pengaturan dan pengawasan terhadap
Lebih terperinciBUPATI SORONG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SORONG NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN
BUPATI SORONG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SORONG NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SORONG, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 18 TAHUN 2011 T E N T A N G PAJAK HIBURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABALONG,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 18 TAHUN 2011 T E N T A N G PAJAK HIBURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABALONG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 2 ayat
Lebih terperinci5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara
BUPATI SANGGAU PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SANGGAU NOMOR 14 TAHUN 2015 T E N T A N G RETRIBUSI PERPANJANGAN IZIN MEMPEKERJAKAN TENAGA KERJA ASING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 11 TAHUN 2002 TENTANG PAJAK HIBURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 11 TAHUN 2002 TENTANG PAJAK HIBURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG, Menimbang Mengingat : : a. bahwa berdasarkan Pasal 2 Ayat (2) Huruf
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI NOMOR 10 TAHUN 2005 TENTANG PAJAK HOTEL, PENGINAPAN DAN LOSMEN BAGIAN HUKUM DAN PERUNDANG-UNDANGAN SETDA KABUPATEN WAKATOBI TAHUN
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT
PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT REKREASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBAWA BARAT, Menimbang : a.
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 10 TAHUN 2004 SERI E NOMOR 4 PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG
LEMBARAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 10 TAHUN 2004 SERI E NOMOR 4 PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PENGATURAN, PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN PEREDARAN SERTA PENJUALAN MINUMAN BERALKOHOL
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 90 2001 SERI C PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 28 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERPORASI DENGAN MENGHARAP BERKAT DAN RAHMAT ALLAH SUBHANAHU WATA ALLA
Lebih terperinciMengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 03 TAHUN 2015 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU, Menimbang : a. bahwa hak untuk hidup
Lebih terperinciPEMERINTAH KOTA PONTIANAK
PEMERINTAH KOTA PONTIANAK PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA DAN IZIN TRAYEK ANGKUTAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PONTIANAK, Menimbang :
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 09 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERIAN IJIN TEMPAT USAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,
Menimbang : PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 09 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERIAN IJIN TEMPAT USAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN, a. bahwa dalam rangka melindungi masyarakat dari bahaya
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT PENGINAPAN/PESANGGRAHAN/VILLA BAGIAN HUKUM DAN PERUNDANG-UNDANGAN SETDA KABUPATEN WAKATOBI
Lebih terperinci