PENDAHULUAN. suatu negara dapat dilihat dari kualitas kaum mudanya. Generasi muda harus

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENDAHULUAN. suatu negara dapat dilihat dari kualitas kaum mudanya. Generasi muda harus"

Transkripsi

1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum kaum muda digambarkan sebagai simbol idealisme dan citacita sebuah bangsa. Sejarah menunjukkan bahwa generasi muda mempunyai peran penting dalam proses perjuangan merebut kemerdekaan. Baik buruknya suatu negara dapat dilihat dari kualitas kaum mudanya. Generasi muda harus mempunyai karakter yang kuat, kepribadian tinggi, serta memiliki semangat nasionalisme yang tinggi. Kaum muda juga perlu memperhatikan bahwa mereka mempunyai peran sebagai agent of change yang dapat berpengaruh besar terhadap pembangunan. Mereka memiliki potensi, aset, kemampuan serta kekuatan dalam hal pembangunan dan perkembangan yang ada di Indonesia. Hal ini terkait dengan usia, tenaga serta kemampuan berpikir yang dimiliki oleh kaum muda. Undang-Undang Nomor 40 tahun 2009 tentang kepemudaan membatasi usia pemuda mulai dari tahun. Data sensus penduduk tahun 2010 menunjukkan bahwa jumlah penduduk Indonesia mencapai 238,6 juta jiwa, sedangkan yang berusia tahun berjumlah sekitar 62 juta jiwa. Rentang usia

2 ini adalah masa dimana kaum muda berproses dalam pencarian karakter dan jati diri. Dalam melewati proses tersebut kaum muda seringkali dikonstruksikan secara sosial sebagai kelompok penduduk yang dianggap belum matang, minim pengalaman, serta ketidakmampuan dalam menyelesaikan permasalahan dan menemukan solusi masalah (Ansel: 2005). Namun di balik konstruksi tersebut terdapat kelebihan-kelebihan yang dimiliki kaum muda seperti fisik, pikiran dan semangat yang dapat diimplementasikan ke dalam langkah nyata yang berdampak positif di masyarakat. Kaum muda sering dibedakan dari kelompok sosial lainnya (social exclusion) (Erlina, Erlin: 2011). Eksklusi ini membatasi ruang gerak kaum muda dalam proses pembangunan. Kaum muda menjadi kelompok yang termarjinalkan karena dianggap sebagai kelompok yang belum matang, belum dewasa dan dinilai belum mampu memahami dan menyelesaikan permasalahan dalam kehidupan. Kaum muda adalah kelompok umur yang seringkali dianggap sebagai kelompok yang memiliki banyak persoalan sosial. Hal ini menyebabkan perilaku menyimpang seringkali diidentikkan dengan kaum muda. Sparinah Saldi (dalam Willis, 2008) yang mengemukakan bahwa tingkah laku menyimpang adalah bentuk tindakan yang melanggar dari norma-norma sosial, dan nilai-nilai kehidupan. Perilaku menyimpang dapat dilihat dari beberapa bentuk seperti kenakalan, kekerasan, penyalahgunaan obat-obatan terlarang,

3 bahkan penyimpangan seksual. Perilaku menyimpang itu sendiri dapat dipicu oleh berbagai macam faktor, salah satunya adalah faktor lingkungan. Selain dapat memicu, lingkungan juga dapat berfungsi sebagai pencegah terjadinya perilaku menyimpang. Lingkungan yang baik akan berdampak pada perilaku yang baik, begitu pula sebaliknya. Organisasi kepemudaan terfokus pada pengumpulan masa dalam wilayah regional tempat para pemuda tinggal. Perkumpulan Muda-Mudi memiliki tugas pokok yaitu menyelenggarakan pembinaan generasi muda dan kesejahteraan sosial. Tujuan utama perkumpulan muda-mudi adalah untuk memberdayakan masyarakat dengan cara mengembangkan kemampuan masyarakat, mengubah perilaku masyarakat, dan mengorganisir diri masyarakat. Dalam hal ini masyarakat yang dituju adalah kaum muda. Sebagai organisasi tentunya perkumpulan muda-mudi mempunyai struktur dan program yang jelas. Programprogram yang ada di dalam perkumpulan muda-mudi bertujuan untuk menyelesaikan masalah dan menggali potensi di lingkungan setempat. Keberlangsungan organisasi ini berada di tangan kaum muda itu sendiri karena merekalah yang berperan aktif dalam menjalankan program-program yang telah disusun. Perkumpulan muda-mudi Dusun Ngetiran juga merupakan sarana yang diharapkan dapat menjadi wadah penyalur aspirasi dan sebagai bentuk ruang

4 partisipasi kaum muda. Melalui perkumpulan muda-mudi ini, kaum muda juga diarahkan untuk lebih aktif dan produktif dalam kegiatan bermasyarakat. Hingga saat ini perkumpulan muda-mudi pada umumnya masih belum dapat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perkembangan desa. Bahkan mungkin juga banyak kaum muda yang menganggap perkumpulan mudamudi sebagai tempat nongkrong saja. Arus modernisasi yang berdampak pada perubahan budaya dan aktivitas kaum muda menjadi salah satu alasan mengapa kaum muda kurang begitu tertarik dengan kegiatan perkumpulan muda-mudi. Kaum muda sekarang cenderung memilih kegiatan yang bersifat kekinian dan modern seperti nongkrong, bergabung dengan komunitas atau klub, dan lain-lain. Berbeda dengan kondisi di Ngetiran dimana masyarakatnya paham akan potensi dan kemampuan yang dimiliki oleh kaum muda disana. Hal ini ditunjukkan dengan adanya perkumpulan muda mudi Ngetiran sebagai wadah aktivitas kaum muda. Perkumpulan ini sempat tidak berjalan selama beberapa tahun hingga akhirnya kaum muda Ngetiran memiliki inisiatif untuk menghidupkan kembali perkumpulan tersebut. Para tokoh pemuda dan tokoh masyarakat juga menyambut baik inisiatif ini dengan menaruh harapan bahwa kaum muda Ngetiran nantinya akan menjadi lebih terorganisir dan terarah.

5 Realisasi pembentukan kembali perkumpulan muda-mudi ini memakan waktu yang cukup lama sampai pada akhirnya dapat beraktifitas kembali sampai saat ini. Pada saat itu tidak ada wadah bagi pemuda untuk menyalurkan aspirasi juga tempat untuk berkegiatan positif. Dampak juga dirasakan oleh para kaum muda dusun Ngetiran. Dusun Ngetiran sendiri pada saat itu kegiatan kaum mudanya tidak terkontrol. Banyak yang pada akhirnya terjerumus dalam kegiatan negatif seperti minum minuman keras atau terlibat dalam perkelahian. Melihat perilaku tersebut membuat salah satu tokoh masyarakat dusun Ngetiran merasa khawatir. Atas dasar kekhawatiran tersebut pada akhirnya muncul inisiatif untuk mengumpulkan kembali kaum muda di dusun Ngetiran. Perkumpulan muda mudi ini mencoba memanfaatkan sebaik mungkin potensi yang dimiliki kaum muda untuk bisa mengembangkan diri dan masyarakatnya. Pembinaan dan pemberdayaan dilakukan dengan cara membentuk divisi-divisi kegiatan yang berhubungan dengan aktivitas kepemudaan antara lain divisi olahraga, divisi kepemudaan, divisi kesenian, divisi rohani dan divisi umum. Pembagian divisi ini disesuaikan dengan kebutuhan juga potensi yang dimiliki oleh kaum muda di daerah tersebut. Melalui divisi-divisi tersebut kaum muda Ngetiran dapat menyalurkan hobi dan juga potensi yang dimiliki. Telah banyak kegiatan kepemudaan yang diadakan oleh perkumpulan muda mudi ini. Sebagian menjadi agenda rutin dan sebagian menjadi agenda

6 tambahan. Divisi kesenian bahkan telah membentuk sebuah grup musik yang saat ini sudah cukup dikenal oleh kalangan tertentu. Pertemuan rutin yang dilakukan sekali setiap bulannya menjadi sarana untuk lebih mengakrabkan satu sama lain. Hingga saat ini kaum muda di dusun Ngetiran masih bersemangat untuk terus menghidupkan perkumpulan muda mudi dengan terus berinovasi menciptakan kegiatan-kegiatan menarik untuk lebih memajukan lagi tempat tinggal mereka. Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti tertarik untuk melihat strategi para kaum muda dalam membangun kembali perkumpulan muda-mudi yang sempat mati suri tersebut. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana strategi kaum muda Ngetiran untuk membangun kembali perkumpulan muda-mudi? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi strategi kaum muda dalam membangun kembali Perkumpulan Muda-Mudi Ngetiran.

7 D. Kajian Pustaka Kajian pustaka ditujukan untuk mencari referensi yang berkaitan dengan fokus penelitian, sehingga dapat menambah serta melengkapi data yang mendukung penelitian. Kajian tentang pemuda secara umum telah banyak dilakukan dengan melihat berbagai sudut pandang. Melalui beberapa sumber peneliti menemukan beberapa referensi yang berhubungan dengan topik kepemudaan yang berhubungan dengan perkumpulan pemuda. Wenti (2013) dalam jurnalnya membahas mengenai eksistensi Karang Taruna dalam aktivitas kepemudaan di Desa Gunawan, Kecamatan Sesayap, Kabupaten Tidung. Penelitian ini fokus untuk melihat eksistensi Karang Taruna dalam bidang Keorganisasian, Ekonomi, Keagamaan, Kesenian, dan Olahraga. Dalam penelitian tersebut berusaha untuk mencari gambaran tentang fungsi, tugas, serta kegiatan yang dilaksanakan oleh masing-masing bidang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa eksistensi Karang Taruna di desa Gunawan saat ini masih ada namun belum dapat dirasakan keberadaannya secara langsung. Kegiatan yang ada belum dapat terlaksana secara maksimal karena berbagai keterbatasan. Contohnya pada bidang Ekonomi yang saat ini hanya ada satu kegiatan yang dilaksanakan karena keterbatasan dana yang dimiliki oleh Karang Taruna tidak mencukupi untuk membuka usaha ekonomi lainnya. Selain itu pada bidang Kesenian dimana belum tersedianya alat kesenian ataupun tempat untuk

8 melakukan kegiatan seni. Meskipun di sebagian bidang belum belum berfungsi secara maksimal, namun bidang lain seperti Keorganisasian, Olahraga, dan Keagamaan telah berjalan dengan baik. Keberadaan Karang Taruna di desa Gunawan membawa dampak positif bagi masyarakat disana terutama kaum muda. Kegiatan-kegiatan yang dihasilkan melalui bidang-bidang tersebut mampu memberikan pelajaran serta pengalaman tersendiri bagi masyarakat. Pembinaan juga dilakukan melalui aktivitas serta kegiatan positif yang tujukan bagi kaum muda sehingga berpengaruh pada menurunnya tingkat masalah sosial di desa tersebut. Referensi lain yaitu skripsi yang ditulis oleh Abu Hasan Ashari yang berjudul Peran Karang Taruna Bakti Loka Dalam Pemberdayaan Masyarakat. Dalam skripsi tersebut peneliti melihat bahwa Karang Taruna Bakti Loka mampu berperan aktif dalam membangun dan memberdayakan masyarakat desa Condong Catur. Serta dengan pemikiran dan kerja keras pengurus Karang Taruna mampu menjawab persoalan dan kebutuhan yang berkembang di masyarakat. Keberhasilan Karang Taruna dalam memberdayakan potensi dan bakat kaum muda di desa Condong Catur ditunjukkan dengan banyak mengadakan festival seni dan budaya. Di bidang ekonomi, Karang Taruna mencoba mengupayakan pembentukan sub unit usaha mandiri dengan harapan masyarakat Condong Catur mampu berdiri sendiri dalam hal ekonomi.upaya menjaga kerukunan antar agama juga ditunjukkan melalui kepengurusan Karang Taruna di bidang keagamaan.

9 Beberapa referensi yang telah dipaparkan sebelumnya menunjukkan bahwa keberadaan Karang Taruna sebagai organisasi tempat berkumpulnya pemuda masih dapat dirasakan di tengah-tengah masyarakat. Meskipun belum berfungsi secara maksimal namun setidaknya keberadaan Karang Taruna mampu memberikan pengaruh positif terhadap kondisi kepemudaan di lingkungan tersebut. Setiap penelitian memiliki keunikan tersendiri sehingga dapat membuka realitas sosial yang terjadi di sekitar masyarakat. Namun dari referensi yang telah dipaparkan belum ada yang mengkaji lebih dalam mengenai organisasi atau perkumpulan yang berada di level dusun. Atas dasar inilah peneliti mengambil fokus yang berbeda dengan harapan bahwa penelitian ini dapat menambah keberagaman dan melengkapi hasil dari penelitian-penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya. E. Kerangka Konseptual 1. Organisasi Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak dapat dipisahkan dari organisasi. Kenyataannya adalah kebanyakan individu menjalani kehidupan

10 dalam organisasi-organisasi. Setiap individu merupakan anggota dari organisasi keluarga, menjadi anggota dari organisasi pendidikan, juga anggota dari organisasi yang disebut masyarakat. Tujuannya adalah untuk melaksanakan atau mencapai hal-hal tertentu yang tidak mungkin dilaksanakan secara individual. a. Pengertian Organisasi Menurut Herbert A. Simon (dalam Sutarto, 2002) organisasi adalah pola komunikasi yang kompleks dan hubungan-hubungan lain di dalam suatu kelompok manusia. Sedangkan menurut Richard A. Johnson, Fremont E. Kast, dan James E. Rosenzweigh (dalam Sutarto, 2002) organisasi terdiri dari sekumpulan orang, barang, mesin, dan sumbersumber lain yang menghubungkan penyempurnaan tugas melalui rangkaian saling pengaruh dan tersatupadu ke dalam suatu sistem sosial. Beberapa definisi tersebut sesuai dengan apa yang dijalankan oleh Perkumpulan muda-mudi Ngetiran dimana komunikasi menjadi poin penting dalam kelangsungan organisasi tersebut. Selain itu dengan menggabungkan berbagai potensi, Perkumpulan muda-mudi Ngetiran mencoba untuk mengembangkan organisasi yang tidak hanya bermanfaat secara individu maupun kelompok tetapi juga masyarakat di lingkungan tersebut.

11 Herbert G. Hicks (dalam Winardi, 2003) menyebutkan bahwa organisasi-organisasi bersifat sangat variabel. Oleh karena itu organisasi dapat dibedakan menjadi dua tipe, yaitu organisasi formal dan organisasi informal. Sebuah organisasi formal memiliki struktur hubungan antara otoritas, kekuasaan, akuntabilitas, dan tanggungjawab dengan baik. Organisasi formal relatif bersifat tidak fleksibel dan terencana. Berbeda dengan organisasi informal yang lebih menekankan pada spontanitas. Sifatnya lebih fleksibel dan tidak terumuskan dengan baik. Perkumpulan muda-mudi Ngetiran berusaha untuk menjalankan fungsinya dengan membentuk kepengurusan serta melengkapi unsur-unsur yang seharusnya dimiliki oleh sebuah organisasi formal. Seseorang akan bersedia masuk ke dalam suatu organisasi apabila kebutuhan organisasi dirasakan sejalan dengan kebutuhan pribadi. Oleh karena itu dibutuhkan komunikasi yang baik untuk menunjang terwujudnya tujuan organisasi. Selain itu kepemimpinan juga menjadi faktor penting dalam sebuah organisasi. Pemimpin yang baik ialah pemimpin yang mampu memberikan pengarahan terhadap usaha-usaha yang dilakukan untuk mencapai tujuan organisasi. b. Struktur Organisasi

12 Struktur organisasi merupakan kesatuan kerangka organisasi yang ditetapkan untuk proses manajerial, sistem, pola tingkah laku yang muncul dan terjadi dalam praktek penyelenggaraan organisasi dan manajemen. Struktur organisasi merupakan alat untuk membantu manajemen dalam mencapai tujuannya. Struktur organisasi dapat memiliki pengaruh yang besar pada anggotanya. Pengaruh struktur organisasi terhadap kepuasan dan kinerja karyawan mengarah pada suatu kesimpulan yang sangat jelas. Struktur organisasi menjelaskan bagaimana tugas kerja akan dibagi, dikelompokkan dan dikoordinasikan secara formal. Struktur organisasi menunjukkan kerangka dan susunan perwujudan pola tetap hubungan. Dalam konteks desain organisasi, Ivancevich (2008) mendefinisikannya sebagai proses penentuan keputusan untuk memilih alternatif kerangka kerja jabatan, proyek pekerjaan, dan departemen. Dengan demikian, keputusan atau tindakan-tindakan yang dipilih ini akan menghasilkan sebuah struktur organisasi. Ada enam elemen yang perlu diperhatikan oleh para manajer ketika akan mendesain struktur organisasi. Ke-enam elemen tersebut meliputi: 1) Spesialisasi Pekerjaan adalah sejauh mana tugas-tugas dalam organisasi dibagi-bagi ke dalam beberapa pekerjaan tersendiri

13 2) Departementalisasi adalah dasar yang dipakai untuk mengelompokkan pekerjaan secara bersama-sama 3) Rantai komando adalah garis wewenang yang tanpa putus yang membentang dari puncak organisasi ke unit terbawah dan menjelaskan siapa yang bertanggung jawab kepada siapa. Wewenang sendiri merupakan hak yang melekat dalam sebuah posisi manajerial untuk memberikan perintah dan untuk berharap bahwa perintahnya tersebut dipatuhi 4) Rentang Kendali adalah jumlah bawahan yang dapat diarahkan oleh seorang manajer secara efisien dan efektif 5) Sentralisasi-Desentralisasi. Sentralisasi adalah sejauh mana tingkat pengambilan keputusan terkonsentrasi pada satu titik di dalam organisasi 6) Formalisasi adalah sejauh mana pekerjaan pekerjaan di dalam organisasi dilakukan. c. Faktor-faktor yang mempengaruhi Struktur Organisasi Ernie dan Saefullah (2006: 159), ada 4 (empat) faktor yang mempengaruhi struktur organisasi antara lain: 1) Strategi Organisasi

14 Strategi organisasi adalah rencana berskala besar, bertujuan ke masa depan untuk berinteraksi dengan kondisi persaingan demi mencapai tujuan perusahaan. Oleh karena itu, jika struktur organisasi dibentuk sebagai jalan untuk pencapaian tujuan maka struktur organisasi pun selayaknya sejalan dengan strategi organisasi. Jika terjadi perubahan pada strategi organisasi akan berdampak pula pada perubahan struktur organisasi. 2) Teknologi Faktor teknologi yang dimaksudkan disini adalah terkait dengan cara bagaimana suatu pekerjaan dilakukan. Selain itu juga, faktor teknologi terkait dengan penggunaan alat-alat bantu dalam sebuah organisasi. 3) Lingkungan Lingkungan yang dinamis menuntut organisasi juga untuk menyesuaikan diri secara dinamis. Proses penyesuaian yang dilakukan oleh organisasi juga termasuk dalam penentuan struktur organisasinya. Lingkungan yang dinamis akan mendorong organisasi untuk selalu menyesuaikan struktur organisasi dengan tuntutan lingkungan yang

15 senantiasa berubah. Sebaliknya, lingkungan yang cenderung statis tidak akan terlalu banyak mengubah struktur organisasi. 2. Solidaritas a. Pengertian Solidaritas Konsep solidaritas merupakan permasalahan substantif yang diperhatikan Emile Durkheim dalam karya utamanya. Durkheim (dalam Doyle, 1994: 181) menyatakan bahwa solidaritas sosial merupakan suatu keadaan hubungan antara individu dan atau kelompok yang didasarkan pada perasaan moral dan kepercayaan yang dianut bersama dan diperkuat oleh pengalaman emosional bersama. Solidaritas menekankan pada hubungan antar individu dan kelompok serta mendasari keterikatan bersama dalam kehidupan dengan didukung nilai-nilai moral dan kepercayaan yang hidup dalam masyarakat. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian kata solidaritas adalah, sifat (perasaan) solider, sifat satu rasa (senasip), perasaan setia kawan yang pada suatu kelompok anggota wajib memilikinya (Depdiknas, 2007: 1082). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia arti kata sosial adalah berkenaan dengan masyarakat, perlu

16 adanya komunikasi dalam usaha menunjang pembangunan, suka memperhatikan kepentingan umum (Depdiknas, 2007: 1085). Pembagian kerja memiliki implikasi yang sangat besar terhadap struktur masyarakat. Durkheim sangat tertarik dengan perubahan cara di mana solidaritas sosial terbentuk, dengan kata lain perubahan cara-cara masyarakat bertahan dan bagaimana anggotanya melihat diri mereka sebagai bagian yang utuh. Untuk menyimpulkan perbedaan ini, Durkheim membagi dua tipe solidaritas mekanis dan organis. Masyarakat yang ditandai oleh solidaritas mekanis menjadi satu dan padu karena seluruh orang adalah generalis. Ikatan dalam masyarakat ini terjadi karena mereka terlibat aktivitas dan juga tipe pekerjaan yang sama dan memiliki tanggung jawab yang sama. Sebaliknya, masyarakat yang ditandai oleh solidaritas organis bertahan bersama justru karena adanya perbedaan yang ada di dalamnya, dengan fakta bahwa semua orang memilki pekerjaan dan tanggung jawab yang berbeda-beda (George Ritzer dan Douglas J. Goodman, 2008: 90-91). Durkheim berpendapat bahwa masyarakat primitif memiliki kesadaran kolektif yang lebih kuat yaitu pemahaman norma dan kepercayaan bersama. Peningkatan pembagian kerja menyebabkan

17 menyusutnya kesadaran kolektif. Kesadaran kolektif lebih terlihat dalam masyarakat yang ditopang oleh solidaritas mekanik daripada masyarakat yang ditopang oleh solidaritas organik. Masyarakat modern lebih mungkin bertahan dengan pembagian kerja dan membutuhkan fungsi-fungsi yang yang dimiliki orang lain daripada bertahan pada kesadaran kolektif. Oleh karena itu meskipun masyarakat organik memiliki kesadaran kolektif, namun dia adalah bentuk lemah yang tidak memungkinkan terjadinya perubahan individual (George Ritzer dan Douglas J. Goodman, 2008: 92). b. Hubungan dalam Solidaritas. Masalah solidaritas melihat tidak hanya hubungan dengan kelompok atau organisasi tertentu, melainkan juga dalam hubungannya dengan masyarakat secara keseluruhan. Solidaritas mekanik Solidaritas organik Pembagian kerja rendah Pembagian kerja tinggi

18 Solidaritas mekanik Solidaritas organik Hukum represif dominan Hukum restitutif dominan Individualitas rendah Individualitas tinggi Kesepakatan terhadap pola-pola normatif itu penting Kesepakatan pada nilai-nilai abstrak dan umum itu penting Penyimpangan sosial dikontrol oleh komunitas Penyimpangan sosial dikontrol oleh badan-badan hukum Secara relatif memiliki sifat saling ketergantungan yang rendah Memiliki sifat ketergantungan yang tinggi Bersifat primitif atau pedesaan Bersifat industrial-perkotaan Tabel 1.1 Perbedaan Solidaritas Mekanik dan Solidaritas Organik Masyarakat yang dibentuk oleh solidaritas mekanik, kesadaran kolektif melingkupi seluruh masyarakat dan seluruh anggotanya, dia sangat diyakini, sangat mendarah daging, dan isinya sangat bersifat religious. Sementara dalam masyarakat yang memiliki solidaritas organik,

19 kesadaran kolektif dibatasi pada sebagian kelompok, tidak dirasakan terlalu mengikat, kurang mendarah daging, dan isinya hanya kepentingan individu yang lebih tinggi dari pedoman moral (George Ritzer dan Douglas J. Goodman, 2008: 91-92). Masyarakat yang menganut solidaritas mekanik, yang diutamakan adalah perilaku dan sikap. Perbedaan tidak dibenarkan. Menurut Durkheim, seluruh anggota masyarakat diikat oleh kesadaran kolektif, hati nurani kolektif yaitu suatu kesadaran bersama yang mencakup keseluruhan kepercayaan dan perasaan kelompok, dan bersifat ekstrim serta memaksa (Sunarto, 2004: 128). Solidaritas organik merupakan bentuk solidaritas yang mengikat masyarakat kompleks, yaitu masyarakat yang mengenal pembagian kerja yang rinci dan dipersatukan oleh saling ketergantungan antar bagian. Setiap anggota menjalankan peran yang berbeda, dan saling ketergantungan seperti pada hubungan antara organisme biologis. Bisa dikatakan bahwa pada solidaritas organik ini menyebabkan masyarakat yang ketergantungan antara yang satu dengan yang lainnya, karena adanya saling ketergantungan ini maka ketidakhadiran pemegang peran tertentu akan mengakibatkan gangguan pada sistem kerja dan kelangsungan hidup masyarakat. Keadaan masyarakat dengan solidaritas organik ini, ikatan utama yang mempersatukan masyarakat bukan lagi kesadaran kolektif melainkan

20 kesepakatan yang terjalin diantara berbagai kelompok profesi (Sunarto, 2004: 128). Uraian di atas menggambarkan tentang konsep solidaritas dari sosiolog Emile Durkheim. Secara garis besar peneliti akan menggunakan konsep yang telah dirumuskan oleh Durkheim ini sebagai dasar pemikiran dalam melakukan penelitian tentang bentuk solidaritas di dusun Ngetiran. Peneliti dapat menyimpulkan bahwa solidaritas sosial menunjuk pada satu keadaan hubungan antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, atau kelompok dengan kelompok di masyarakat berdasarkan pada kuatnya ikatan perasaan dan kepercayaan yang dianut bersama yang diperkuat oleh pengalaman emosional bersama. Solidaritas menunjuk pada kekompakan untuk berbagi dan saling meringankan beban pekerjaan satu sama lain. Peneliti juga menyimpulkan bahwa bentuk solidaritas sosial terbagi menjadi dua, yaitu solidaritas mekanik dan organik. Solidaritas mekanik mempunyai ciri pokok yaitu: Sifat individualitas yang rendah, belum ada pembagian kerja yang jelas, dan hanya ada di dalam masyarakat pedesaan. Sementara solidaritas organik mempunyai ciri pokok yaitu: Kesadaran kolektif lemah, sudah ada pembagian kerja yang jelas, dan dapat terlihat di dalam masyarakat modern atau komplek. Peneliti menggunakan konsep ini untuk meneliti

21 tentang bentuk solidaritas sosial yang ada di desa Ngetiran, dan untuk melihat kecenderungan bentuk solidaritas seperti apakah yang ada di desa Ngetiran. c. Identifikasi dan Kategorisasi Solidaritas Masyarakat Solidaritas adalah suatu bentuk pembagian kerja. Bisa dikatakan solidaritas apabila suatu bentuk pembagian kerja yang didasarkan atas kepercayaan dan kesetiakawanan serta diikat oleh conscience collective (hati nurani kolektif) yaitu suatu sistem kepercayaan dan perasaan yang menyebar merata pada semua anggota masyarakat. Dapat juga dikatakan solidaritas apabila merupakan bentuk pembagian kerja suatu sistem terpadu yang terdiri atas bagian-bagian yang saling tergantung seperti halnya bagian-bagian suatu organisme biologis. Bentuk lain proses sosial hanya merupakan bentuk-bentuk khusus dari interaksi sosial. Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang-perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara perorangan dengan kelompok manusia (Soekanto, 2007: 55). Apabila dua orang bertemu, interaksi sosial dimulai pada saat itu. Mereka saling menegur, berjabat tangan, saling

22 berbicara atau bahkan mungkin berkelahi. Aktivitas-aktivitas semacam itu juga merupakan bentuk-bentuk interaksi sosial. Menurut Soekanto (2012: 58), suatu interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi apabila tidak memenuhi dua syarat, yaitu: a. Adanya kontak sosial (social-contact) b. Adanya komunikasi Kata kontak berasal dari bahasa latin con atau cum (yang artinya bersama-sama) dan tango (yang artinya menyentuh). Jadi arti secara harfiahnya adalah bersama-sama menyentuh. Secara fisik, kontak baru terjadi apabila menjadi hubungan fisik. Sebagai gejala sosial itu tidak perlu berarti suatu hubungan fisik, karena orang dapat mengadakan hubungan dengan pihak lain tanpa menyentuhnya, contohnya dengan cara berbicara dengan pihak lain tersebut. Sedangkan arti penting dari komunikasi adalah bahwa seseorang memberikan tafsiran pada perilaku orang lain (yang berwujud pembicaraan, gerak-gerak fisik atau sikap), perasaan-perasaan yang ingin disampaikan oleh orang tersebut. Orang yang bersangkutan kemudian memberikan reaksi terhadap perasaan yang ingin disampaikan oleh orang lain tersebut.

23 Dengan komunikasi tersebut, sikap-sikap dan perasaan-perasaan suatu kelompok manusia atau perorangan dapat diketahui oleh kelompok-kelompok lain atau orang-orang lainnya. Hal ini kemudian merupakan bahan untuk menentukan reaksi apa yang akan dilakukannya. Adanya komunikasi memungkinkan sekali terjadi berbagai macam penafsiran terhadap tingkah laku orang lain. Misalnya seulas senyum dapat ditafsirkan sebagai keramahtamahan, sikap bersahabat, atau bahkan sebagai sikap sinis dan sikap ingin menunjukkan kemenangan. Dengan demikian, komunikasi memungkinkan kerja sama antara orang perorangan atau antara kelompok-kelompok manusia dan memang komunikasi merupakan salah satu syarat terjadinya kerja sama. Akan tetapi, tidak selalu komunikasi menghasilkan kerja sama bahkan suatu pertikaian mungkin akan terjadi sebagai akibat salah paham atau karena masing-masing tidak mau mengalah. 3. Pemuda Pemuda adalah sebuah generasi penerus yang akan melanjutkan perjuangan generasi sebelumnya. Pemuda memiliki potensi yang melekat pada dirinya dan sangat penting dalam artian sebagai sumber daya manusia yang berpotensi dan berkualitas. Oleh karena itu potensi yang dimiliki oleh

24 pemuda sebaiknya dapat dikembangkan seoptimal mungkin agar dapat turut berkontribusi terhadap pembangunan. Terdapat beberapa alasan mengapa pemuda memiliki peran dan tanggung jawab yang besar dalam masyarakat, antara lain: 1 a. Kemurnian idealismenya, b. Keberanian dan keterbukannya dalam menyerap nilai dan gagasan baru, c. Semangat pengabdiannya, d. Spontanitas dan pengabdiannya, e. Inovasi dan kreativitasnya, f. Keinginan untuk segera mewujudkan gagasan-gagasan baru, g. Keteguhan janjinya dan keinginan untuk menampilkan sikap dan kepribadiannya yang mandiri, h. Masih langkanya pengalaman-pengalaman yang dapat merelevansikan pendapat, sikap, dan tindakan dengan kenyataan yang ada. Dikutip dari UU Nomor 40 tahun 2009 pasal 1 ayat 1 tentang Kepemudaan, pemuda adalah warga Negara Indonesia yang memasuki 1 Taufik Abdullah, Pemuda dan Perubahan Sosial. LP3S, Jakarta, 1974.

25 periode penting pertumbuhan dan perkembangan yang berusia 16 (enam belas) sampai 30 (tiga puluh ) tahun. Dalam rentang usia tersebut bila dilihat secara fisik sedang mengalami perkembangan dan secara psikis juga sedang mengalami perkembangan emosional. Dalam perkembangan teorinya, terdapat penjelasan mengenai pemuda yang terbagi dalam 3 perspektif, yaitu pemuda sebagai agen, pemuda sebagai transisi, dan pemuda sebagai pencipta dan konsumen budaya. Perspektif pemuda sebagai agensi menekankan bahwa pemuda memiliki posisi untuk menentukan siapa dia/mereka sesungguhnya dalam suatu setting sosial tertentu. 2 Sedangkan dalam perspektif pemuda sebagai transisi dapat dilihat bahwa setiap pemuda baik pemuda laki-laki atau perempuan mengalami periode transisi atau perubahan menuju masa dewasa. Dewasa dalam hal ini ketika kaum muda laki-laki dan perempuan menganggap pendidikan dan pekerjaan sebagai bagian dari bagaimana mereka akan mewujudkan masa depan, tetapi juga berkepentingan dengan mengikuti gaya hidup dan hasrat kepemudaan saat ini. Salah satu strategi penting pemuda dalam menegosiasikan transisi adalah mobilitas. Mobilitas dijalankan sesuai dengan 2 Subando Agus Margono, Pemuda dan Transformasi Pasca Orba (dalam Pemuda Pasca Orba: Potret Kontemporer Pemuda Indonesia), Yousure, Yogyakarta, 2011.

26 seberapa besar perubahan yang ingin dilakukan. Terakhir adalah perspektif mengenai pemuda sebagai pencipta dan konsumen budaya. Perspektif ini lekat dengan budaya dan gaya hidup pemuda yang berbasis konsumen. Tidak hanya menjadi konsumen atau sasaran pasar, pemuda juga bereksperimen dengan ide-ide baru untuk menciptakan budaya baru yang lebih modern dan sesuai dengan perkembangan jaman. F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Metode kualitatif itu sendiri ialah metode penelitian yang dimaksudkan untuk memahami fenomena yang dialami oleh subjek penelitan seperti perilaku, persepsi, dan motivasi. Metode penelitian kualitatif juga disebut sebagai penelitian alamiah dimana dalam penelitian ini peneliti tidak merubah situasi objek penelitian. Data yang ada merupakan realitas sosial yang mendalam, kompleks, penuh makna dan dianalisis secara kualitatif (Sugiyono, 2008). Selanjutnya metode ini dapat digunakan ketika masalah penelitian belum jelas sehingga memungkinkan peneliti untuk dapat mendalami objek penelitian serta

27 memahami interaksi sosial yang ada. Metode penelitian ini dipilih karena dapat membantu peneliti untuk menganalisis strategi kaum muda Ngetiran dalam memaknai dan membangun kembali perkumpulan muda-mudi. Metode kualitatif memiliki berbagai macam pendekatan, salah satunya adalah pendekatan deskriptif. Pendekatan deskriptif digunakan untuk lebih menggambarkan fenomena dan fakta yang terjadi dalam strategi antara kaum muda dan perkumpulan muda-mudi Ngetiran. Penelitian ini tidak dapat dianalisa dengan statistik atau angka-angka melainkan dengan menggunakan narasi dan penjabaran. 2. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Dusun Ngetiran, Sariharjo, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta. Objek yang diteliti adalah perkumpulan muda-mudi yang berada di daerah tersebut. Setiap 1-2 kali dalam setahun, wilayah ini mengadakan kegiatan pasar malam. Pasar malam tersebut menarik minat banyak kalangan yang tinggal baik di daerah sekitar maupun dari luar daerah. Kegiatan tersebut menarik perhatian saya sebagai peneliti. Terlebih ketika dilihat lebih lanjut bahwa kegiatan pasar malam tersebut diorganisir oleh warga Ngetiran yang sebagian besar adalah pemuda. Pemuda Ngetiran yang tergabung dalam perkumpulan tersebut sudah dikenal cukup baik oleh

28 pemerintah daerah setempat. Oleh karena itu lokasi ini menjadi menarik untuk diteliti karena letaknya yang tidak begitu jauh dari pusat kota, namun perkumpulan muda mudi yang diidentikkan dengan organisasi tradisional ini mampu mengangkat minat kaum muda di daerah tersebut untuk turut mengembangkan wilayah tempat tinggal mereka. 3. Pemilihan Informan Penelitian ini dikhususkan pada Perkumpulan Muda-Mudi Dusun Ngetiran maka pemilihan informan berdasarkan tujuan dari penelitan yang dilakukan. Kaitanya dengan penelitian maka informan merupakan pemudapemudi Dusun Ngetiran yang telah ikut berperan aktif dalam membangun organisasi. Informan tersebut dipilih dengan asumsi bahwa mereka telah lama memahami maksud dan tujuan dalam organisasi perkumpulan muda-mudi Dusun Ngetiran. Adapun orang-orang yang dirasa mampu dalam memberikan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah pemuda yang aktif membangun organisasi di dusun Ngetiran. Jumlah informan diwawancara sebanyak 6 (enam) orang agar hasil penelitian lebih representatif.

29 4. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data adalah salah satu langkah penting yang menjadi salah satu aspek dalam menganalisis suatu fenomena. Dalam metode penelitian kualitatif terdapat beberapa teknik pengumpulan data, yaitu: a. Wawancara Wawancara adalah pengumpulan data dengan cara langsung maupun tidak langsung pada informan. Wawancara itu sendiri terbagi menjadi tiga jenis, yaitu wawancara terstruktur dimana peneliti telah menyiapkan terlebih dahulu daftar pertanyaan sebagai pedoman. Kedua adalah wawancara semi terstruktur dimana peneliti telah mempersiapkan daftar pertanyaan, namun berbeda dengan wawancara terstruktur dimana peneliti dapat menambah dan mengurangi pernyataan sesuai dengan data yang diperoleh. Terakhir adalah wawancara tak berstruktur, dimana peneliti tidak memiliki pedoman wawancara yang tersusun secara sistematis namun hanya sekedar garis besar dari permasalahan yang diteliti. Ketiga jenis wawancara ini digunakan dan disesuaikan dengan informan penelitian. Teknik ini dilakukan terlebih dahulu dengan alasan peneliti memiliki hubungan perkenalan dengan objek penelitian. Oleh karena itu

30 peneliti membagi wawancara ini menjadi dua tahapan, yaitu wawancara awal dan wawancara pendalaman. Pada tahap wawancara awal peneliti menggunakan jenis wawancara tak terstruktur dimana proses wawancara dilakukan tanpa menggunakan pedoman yang tersusun secara sistematis. Dalam tahapan ini informan dipilih menggunakan teknik snowball. Pada teknik ini informan awal dipilih yang paling menguasai permasalahan yang diteliti. Selanjutnya meminta kepada informan awal untuk memberikan rekomendasi informan selanjutnya yang dapat memberikan informasi lebih lanjut, begitu seterusnya. Dalam hal ini peneliti mencari informasi awal dari pengurus perkumpulan muda-mudi untuk kemudian bisa menemukan para anggota yang aktif dalam perkumpulan muda-mudi. b. Observasi Observasi adalah proses pengamatan dan pencatatan dengan sistematis fenomena-fenomena yang diteliti. Pengamatan ini dapat dilakukan sebelum penelitian, pada saat penelitian, maupun setelah penelitian berlangsung. Selama proses observasi tersebut peneliti mendapatkan data-data yang dibutuhkan dengan memahami situasi sosial di lokasi penelitian. terdapat tiga macam observasi yaitu, observasi partisipatif dimana peneliti terlibat langsung dengan kegiatan objek yang

31 diamati. Observasi terus terang/tersamar yaitu observasi dimana peneliti memberikan atau menyembunyikan maksud untuk meneliti kepada sumber data. Terakhir adalah observasi tak terstruktur. Berbeda dengan wawancara, dalam observasi peneliti tidak langsung bertanya pada informan. Selama proses pengamatan tersebut peneliti mendapatkan data-data yang dibutuhkan dengan memahami situasi sosial, dimana peneliti mengamati informan saat berkegiatan dalam perkumpulan muda-mudi. Peneliti menemukan data yang beberapa diantaranya tidak dijelaskan secara langsung oleh informan dalam proses wawancara. Observasi juga memungkinkan peneliti mendapatkan hal-hal di luar persepsi informan. c. Telaah dokumen Dokumen adalah salah satu catatan yang telah berlalu. Telaah dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif. Dalam proses ini dokumentasi dipilih sesuai dengan tujuan penelitian atau yang berhubungan seperti skripsi atau jurnal mengenai perkumpulan muda-mudi.

32 5. Teknik Analisa Data Tahap ini merupakan sebuah proses pencarian dan penyusunan data yang diperoleh dari hasil wawancara, observasi, serta dokumentasi dengan menyusun dalam sebuah pola kemudian memilih data yang penting dan data yang dipelajari serta membuat kesimpulan agar mudah dipahami. Menurut Sugiyono (2008) analisis data berlangsung sebelum, selama, dan setelah peneliti mencari data di lapangan. Data yang diperoleh dikumpulkan, dilihat, dan dipilih sesuai dengan fokus dari penelitian kemudian dianalisis dengan teori yang relevan. Ada beberapa hal yang dilakukan dalam menganalisis sebuah data menurut Miles dan Huberman (1992: 16), yaitu reduksi data, penyajian data, serta penarikan kesimpulan dan verifikasi. a. Reduksi Data Reduksi data adalah sebuah tahapan pengolahan dengan cara merangkum data yang diperoleh di lapangan untuk lebih mudah menganaliss dan menemukan apa yang kurang dalam data yang dibutuhkan. Dengan demikian akan didapat data yang jelas serta memudahkan peneliti dalam melakukan pengumpulan data dan analisis selanjutnya. b. Penyajian Data

33 Penyajian data penting dilakukan setelah proses reduksi data. Dalam penelitian kualitatif biasanya penyajian data diwujudkan dalam bentuk tulisan deskriptif maupun naratif yang menggambarkan penemuan yang didapat melalui data di lapangan. c. Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi Penarikan kesimpulan dan verifikaasi merupakan tahap akhir dari serangkaian analisis data. Setelah mendapatkan data yang diinginkan, maka peneliti mendapatkan kesimpulan. Kesimpulan ini masih bersifat sementara. Tapi apabila kesimpulan-kesimpulan tersebut tidak berubah dari tahap awal sampai data-data telah berhasil dikumpulkan maka kesimpulan tersebut terverifikasi dan dapat digunakan sebagai laporan akhir.

BAB II SOLIDARITAS SOSIAL DALAM PERSPEKTIF EMILE DURKHEIM. dengan pihak-pihak terkait. Peneliti memilih teori Solidaritas Emile Durkhei, teori ini

BAB II SOLIDARITAS SOSIAL DALAM PERSPEKTIF EMILE DURKHEIM. dengan pihak-pihak terkait. Peneliti memilih teori Solidaritas Emile Durkhei, teori ini BAB II SOLIDARITAS SOSIAL DALAM PERSPEKTIF EMILE DURKHEIM Melihat kondisi solidaritas dan berdasarkan observasi, serta wawancara dengan pihak-pihak terkait. Peneliti memilih teori Solidaritas Emile Durkhei,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Manusia merupakan individu yang berdiri sendiri, mempunyai unsur fisik dan psikis yang dikuasai penuh oleh dirinya sendiri. Masing-masing individu tentunya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. sebuah kelompok yang dibentuk oleh kepentingan bersama. Durkheim membagi

BAB II KAJIAN PUSTAKA. sebuah kelompok yang dibentuk oleh kepentingan bersama. Durkheim membagi BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Solidaritas Sosial Pengertian solidaritas sosial berasal dari dua pemaknaan kata yaitu solidaritas dan sosial. Solidaritas sosial merupakan perasaan atau ungkapan dalam sebuah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sosial (termasuk religi), ekonomi dan ekologi sehingga hubungan hutan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sosial (termasuk religi), ekonomi dan ekologi sehingga hubungan hutan dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA Secara tradisional hubungan masyarakat dan hutan meliputi multi aspek yaitu sosial (termasuk religi), ekonomi dan ekologi sehingga hubungan hutan dan masyrakat sekitar hutan memiliki

Lebih terperinci

PERAN SERTA PEMUDA DALAM PEMBANGUNAN MASYARAKAT. Abstract

PERAN SERTA PEMUDA DALAM PEMBANGUNAN MASYARAKAT. Abstract RUANG KAJIAN PERAN SERTA PEMUDA DALAM PEMBANGUNAN MASYARAKAT Oleh : Wahyu Ishardino Satries Abstract The existence of active teenager in society activities is one of the solution as the effort of empowering

Lebih terperinci

BAB II : KAJIAN TEORITIK. mengajar di tingkat universitas memberikan khusus sosiologi pertama kali di

BAB II : KAJIAN TEORITIK. mengajar di tingkat universitas memberikan khusus sosiologi pertama kali di BAB II : KAJIAN TEORITIK a. Solidaritas Sosial Durkheim dilahirkan di Perancis dan merupakan anak seorang laki-laki dari keluarga Yahudi. Dia mahir dalam ilmu hukum filsafat positif. Dia terakhir mengajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu dan sebagai makhluk sosial. Manusia memiliki kebutuhan dan

BAB I PENDAHULUAN. individu dan sebagai makhluk sosial. Manusia memiliki kebutuhan dan BAB I PENDAHULUAN 1. 1 LATAR BELAKANG Manusia memiliki dua sisi dalam kehidupannya, yaitu sebagai makhluk individu dan sebagai makhluk sosial. Manusia memiliki kebutuhan dan kemampuan serta kebiasaan untuk

Lebih terperinci

7. STRUKTUR DAN ANATOMI ORGANISASI

7. STRUKTUR DAN ANATOMI ORGANISASI 7. STRUKTUR DAN ANATOMI ORGANISASI Elemen struktur organisasi Ada enam elemen kunci yang perlu diperhatikan oleh para manajer ketika hendak mendesain struktur, antara lain: 1. Spesialisasi pekerjaan. Sejauh

Lebih terperinci

BAB II TEORI SOLIDARITAS EMILE DURKHEIM. ataupun kelompok sosial karena pada dasarnya setiap masyarakat membutuhkan

BAB II TEORI SOLIDARITAS EMILE DURKHEIM. ataupun kelompok sosial karena pada dasarnya setiap masyarakat membutuhkan 27 BAB II TEORI SOLIDARITAS EMILE DURKHEIM A. Teori Solidaritas Emile Durkheim. Solidaritas adalah sesuatu yang sangat dibutuhkan oleh sebuah masyarakat ataupun kelompok sosial karena pada dasarnya setiap

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pemuda Hijau Indonesia) regional Yogyakarta ini menggunakan metode

BAB III METODE PENELITIAN. Pemuda Hijau Indonesia) regional Yogyakarta ini menggunakan metode BAB III METODE PENELITIAN A. Bentuk Penelitian Penelitian tentang volunterisme pemuda kota dalam KOPHI (Koalisi Pemuda Hijau Indonesia) regional Yogyakarta ini menggunakan metode penelitian kualitatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai makhluk sosial manusia tidak lepas dari bantuan orang lain

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai makhluk sosial manusia tidak lepas dari bantuan orang lain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai makhluk sosial manusia tidak lepas dari bantuan orang lain dalam kehidupannya. Manusia merupakan makhluk sosial yang dalam kehidupannya tidak lepas dari hubungan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penyesuaian diri remaja panti asuhan. Menurut Sugiyono (2012:1) metode

BAB III METODE PENELITIAN. penyesuaian diri remaja panti asuhan. Menurut Sugiyono (2012:1) metode BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan desain penelitian kualitatif dengan maksud untuk memahami dan menggali lebih dalam mengenai fenomena penyesuaian

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka. Menurut Roberts dan Hunt (1991), suatu organisasi dimulai. dengan suatu tujuan. Sekelompok orang membentuk suatu

BAB II. Tinjauan Pustaka. Menurut Roberts dan Hunt (1991), suatu organisasi dimulai. dengan suatu tujuan. Sekelompok orang membentuk suatu BAB II Tinjauan Pustaka 2.1 Alasan Dibentuknya Organisasi Menurut Roberts dan Hunt (1991), suatu organisasi dimulai dengan suatu tujuan. Sekelompok orang membentuk suatu kelompok atau organisasi untuk

Lebih terperinci

BAB II TEORI FUNGSIONALISME STRUKTURAL DAN TEORI SOLIDARITAS. Solidaritas Dan Stratifikasi Antar Petani Tambak Di Dusun Dukuan Desa

BAB II TEORI FUNGSIONALISME STRUKTURAL DAN TEORI SOLIDARITAS. Solidaritas Dan Stratifikasi Antar Petani Tambak Di Dusun Dukuan Desa BAB II TEORI FUNGSIONALISME STRUKTURAL DAN TEORI SOLIDARITAS A. Teori Fungsionalisme Struktural Untuk menjelaskan fenomena yang diangkat oleh peneliti yaitu Solidaritas Dan Stratifikasi Antar Petani Tambak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijalankan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat. Seorang individu

BAB I PENDAHULUAN. dijalankan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat. Seorang individu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perilaku individu berkaitan erat dengan yang namanya peran dalam kehidupan bermasyarakat. Peran mengandung hal dan kewajiban yang harus dijalani oleh seorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia mempunyai kualitas yang tinggi. Sihombing (2001)

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia mempunyai kualitas yang tinggi. Sihombing (2001) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan zaman yang sangat cepat seperti sekarang ini menuntut sumber daya manusia mempunyai kualitas yang tinggi. Sihombing (2001) menyatakan bahwa ketersediaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang terkecil adalah sebuah keluarga dan tentunya setiap orang dilahirkan dalam sebuah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang terkecil adalah sebuah keluarga dan tentunya setiap orang dilahirkan dalam sebuah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Pengertian Oganisasi Organisasi merupakan alat atau wadah yang statis. Setiap orang tentunya pernah ataupun sedang berada di dalam sebuah organisasi. Secara

Lebih terperinci

DocuCom PDF Trial. Nitro PDF Trial BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

DocuCom PDF Trial.   Nitro PDF Trial BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 17 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Generasi muda adalah bagian dari penduduk dunia yang sangat potensial dan memiliki sumbangan teramat besar bagi perkembangan masa depan dunia. Namun permasalahan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian dan Subjek Penelitian 1. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian merupakan tempat di mana penelitian akan dilakukan yaitu di Kelompok Bermain Bunga Nusantara

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI. dan bangsa, dalam semua tempat dan waktu, yang dibuat oleh sang pencipta alam

BAB II KERANGKA TEORI. dan bangsa, dalam semua tempat dan waktu, yang dibuat oleh sang pencipta alam BAB II KERANGKA TEORI 2.1 Agama dan Masyarakat Agama mempunyai peraturan yang mutlak berlaku bagi segenap manusia dan bangsa, dalam semua tempat dan waktu, yang dibuat oleh sang pencipta alam semesta sehingga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan penyelenggaraan pembangunan juga tidak terlepas dari adanya

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan penyelenggaraan pembangunan juga tidak terlepas dari adanya 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Keberhasilan penyelenggaraan pembangunan juga tidak terlepas dari adanya partisipasi aktif anggota masyarakatnya. Masyarakat desa baik sebagai kesatuan kelompok

Lebih terperinci

BAB III PROSEDUR PENELITIAN. kewilayahan dalam penelitian ini merujuk desain penelitian deskriptifkualitatif,

BAB III PROSEDUR PENELITIAN. kewilayahan dalam penelitian ini merujuk desain penelitian deskriptifkualitatif, BAB III PROSEDUR PENELITIAN A. METODE PENELITIAN Metode untuk penyusunan perencanaan partisipatif berbasis kewilayahan dalam penelitian ini merujuk desain penelitian deskriptifkualitatif, yaitu suatu metode

Lebih terperinci

2015 PERANAN KARANG TARUNA DALAM MENGEMBANGKAN SIKAP MENTAL GENERASI MUDA

2015 PERANAN KARANG TARUNA DALAM MENGEMBANGKAN SIKAP MENTAL GENERASI MUDA A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Para pendiri negara Indonesia sejak awal kemerdekaannya telah menetapkan cita-cita bangsa yang hendak dicapai. Sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan salah satu masa dalam rentang kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan salah satu masa dalam rentang kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan salah satu masa dalam rentang kehidupan manusia. Masa ini merupakan masa transisi dimana diperlukan penyesuaian diri dari masa anak-anak

Lebih terperinci

Organizational Theory & Design

Organizational Theory & Design Modul ke: Organizational Theory & Design Desain Organisasi Fakultas PASCA FEB Dr. Adi Nurmahdi MBA Program Studi MM www.mercubuana.ac.id PENGORGANISASIAN : STRUKTUR DAN DESAIN ORGANISASI Pengorganisasian

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini merupakan kesimpulan yang menjabarkan pernyataan singkat hasil temuan penelitian yang menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian. Kesimpulan penelitian akan dimulai

Lebih terperinci

Komponen Struktur Organisasi

Komponen Struktur Organisasi Komponen Struktur Organisasi Wewenang Pandangan Klasik Wewenang datang dari atas yang kemudian diturunkan ke tingkat yang lebih bawah. Manajer memperoleh wewenang memerintah dari tingkatan yang lebih tinggi

Lebih terperinci

BAB II PERSELINGKUHAN DAN KONTROL SOSIAL - DURKHEIM

BAB II PERSELINGKUHAN DAN KONTROL SOSIAL - DURKHEIM BAB II PERSELINGKUHAN DAN KONTROL SOSIAL - DURKHEIM A. Perselingkuhan Perselingkuhan adalah hubungan pribadi di luar nikah, yang melibatkan sekurangnya satu orang yang berstatus nikah, dan didasari oleh

Lebih terperinci

PENGANTAR MANAJEMEN Materi 8 Organizing/Pengorganisasian: Perancangan Organisasi Viraguna Bagoes Oka, M Finc Dharma Iswara Bagoes Oka, M Finc

PENGANTAR MANAJEMEN Materi 8 Organizing/Pengorganisasian: Perancangan Organisasi Viraguna Bagoes Oka, M Finc Dharma Iswara Bagoes Oka, M Finc PENGANTAR MANAJEMEN Materi 8 Organizing/Pengorganisasian: Perancangan Organisasi Viraguna Bagoes Oka, M Finc Dharma Iswara Bagoes Oka, M Finc 1 Pendahuluan Pengorganisasian adalah kegiatan yang mengatur

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Masa remaja merupakan masa pencarian jati diri bagi manusia, sehingga pada masa ini kepribadian individu cenderung berubah-berubah tergantung dari apa yang

Lebih terperinci

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Subjek penelitian yang digunakan adalah anggota kelompok Tani Mekar

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Subjek penelitian yang digunakan adalah anggota kelompok Tani Mekar 1 III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Subjek penelitian yang digunakan adalah anggota kelompok Tani Mekar Harapan di Kampung Garung Desa Cilengkrang Kecamatan Cilengkrang Kabupaten Bandung,

Lebih terperinci

DESAIN ORGANISASI. Oleh: Retno Dayu Wardhani. BDK Cimahi

DESAIN ORGANISASI. Oleh: Retno Dayu Wardhani. BDK Cimahi DESAIN ORGANISASI Oleh: Retno Dayu Wardhani BDK Cimahi Perbedaan organisasi tradisional dengan organisasi modern Organisasi tradisional Stabil Tidak fleksibel Berfokus pada pekerjaan Berorientasi individu

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DATA. 1. Komunikasi Organisasi Top Down Antara Pengurus Dan Anggota. Karang Taruna Setya Bhakti Dalam Membangun Solidaritas

BAB IV ANALISA DATA. 1. Komunikasi Organisasi Top Down Antara Pengurus Dan Anggota. Karang Taruna Setya Bhakti Dalam Membangun Solidaritas BAB IV ANALISA DATA A. Temuan Penelitian 1. Komunikasi Organisasi Top Down Antara Pengurus Dan Anggota Karang Taruna Setya Bhakti Dalam Membangun Solidaritas Dalam penelitian kualitatif, analisis data

Lebih terperinci

MATERI 5 MANAJEMEN DAN ORGANISASI

MATERI 5 MANAJEMEN DAN ORGANISASI MATERI 5 MANAJEMEN DAN ORGANISASI Terdapat berbagai batasan pada definisi manajemen proyek tergantung pada proyek apa yang diberi penekanan. Bila digolongkan pada pendekatan sistem akan menjadi maka manajemen

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Penelitian 1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Cibeunying Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung. Kelurahan Cibeunying merupakan satu

Lebih terperinci

STRUKTUR DAN ANATOMI ORGANISASI

STRUKTUR DAN ANATOMI ORGANISASI STRUKTUR DAN ANATOMI ORGANISASI Elemen struktur organisasi Ada enam elemen kunci yang perlu diperhatikan oleh para manajer ketika hendak mendesain struktur, antara lain: 1. Spesialisasi pekerjaan. Sejauh

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. solidaritas dan sosial. Solidaritaas sosial merupakan perasaan atau

BAB II KAJIAN TEORI. solidaritas dan sosial. Solidaritaas sosial merupakan perasaan atau 22 BAB II KAJIAN TEORI A. Konsep Solidaritas Sosial 1. Pengertian Solidaritas Pengertian solidaritas sosial berasal dari dua pemaknaan kata yaitu solidaritas dan sosial. Solidaritaas sosial merupakan perasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sri Yanah, 2014 Peranan Karang Taruna dalam mengembangkan kesadaran moral pemuda

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sri Yanah, 2014 Peranan Karang Taruna dalam mengembangkan kesadaran moral pemuda BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini fenomena masalah moral pada kalangan remaja semakin meningkat dan menjadi lebih kompleks dari masa-masa sebelumnya. Hal tersebut dibuktikan dengan meningkatnya

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini penulis menggunakan tipe penelitian kualitatif. Penelitian

III. METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini penulis menggunakan tipe penelitian kualitatif. Penelitian 34 III. METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian Pada penelitian ini penulis menggunakan tipe penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif pada hakikatnya adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti

Lebih terperinci

Materi 10 Organizing/Pengorganisasian: Manajemen Team

Materi 10 Organizing/Pengorganisasian: Manajemen Team Materi 10 Organizing/Pengorganisasian: Manajemen Team Anda mungkin memiliki banyak pengalaman bekerja dalam kelompok, seperti halnya tugas kelompok, tim olahraga dan lain sebagainya. Kelompok kerja merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kunci pembangunan masa mendatang bagi bangsa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kunci pembangunan masa mendatang bagi bangsa Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kunci pembangunan masa mendatang bagi bangsa Indonesia adalah pendidikan. Sebab dengan pendidikan diharapkan setiap individu dapat meningkatkan kualitas keberadaannya

Lebih terperinci

Struktur dan Desain Organisasi. Kelompok 1 : Ade Febriany Cindy Yusman Ismi Nurhasanah Muhammad Aly Al-Husaini Puteri Prayakanza

Struktur dan Desain Organisasi. Kelompok 1 : Ade Febriany Cindy Yusman Ismi Nurhasanah Muhammad Aly Al-Husaini Puteri Prayakanza Struktur dan Desain Organisasi Kelompok 1 : Ade Febriany Cindy Yusman Ismi Nurhasanah Muhammad Aly Al-Husaini Puteri Prayakanza Pengertian Struktur dan Struktur Organisasi Struktur adalah cara sesuatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sudah jadi kodrat alam bahwa manusia sejak dilahirkan ke dunia selalu

BAB I PENDAHULUAN. Sudah jadi kodrat alam bahwa manusia sejak dilahirkan ke dunia selalu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sudah jadi kodrat alam bahwa manusia sejak dilahirkan ke dunia selalu mempunyai kecenderungan untuk hidup bersama dengan manusia lainnya dalam suatu pergaulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan dasar negara membawa konsekuensi logis bahwa nilai-nilai Pancasila harus selalu

BAB I PENDAHULUAN. dan dasar negara membawa konsekuensi logis bahwa nilai-nilai Pancasila harus selalu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah mengungkapkan Pancasila sebagai jiwa seluruh rakyat Indonesia, memberi kekuatan hidup serta membimbing dalam mengejar kehidupan lahir batin yang makin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Generasi muda merupakan genarasi penerus sebuah bangsa, kader bangsa, kader masyarakat dan kader keluarga. Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk melihat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat yang berbunyi: Melindungi

I. PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat yang berbunyi: Melindungi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia sejak awal kemerdekaannya telah menetapkan cita cita dan tujuan yang hendak dicapai, sebagaimana dinyatakan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar

Lebih terperinci

BAB I. saling tergantung dengan melakukan tugas-tugas terspesialisasi dalam suatu. pembagian kerja (Friedson 1976; Durkheim 1984). Friedson (1976:310)

BAB I. saling tergantung dengan melakukan tugas-tugas terspesialisasi dalam suatu. pembagian kerja (Friedson 1976; Durkheim 1984). Friedson (1976:310) BAB I A. Latar Belakang Kerja dalam organisasi modern dijalankan oleh satuan-satuan kerja yang saling tergantung dengan melakukan tugas-tugas terspesialisasi dalam suatu pembagian kerja (Friedson 1976;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wangi Citrawargi, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wangi Citrawargi, 2014 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Masa kanak-kanak, remaja, dewasa dan berlanjut menjadi orang tua merupakan proses yang dilalui oleh setiap manusia secara berkesinambungan dalam hidupnya.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG,

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG, PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan dalam Pasal 22 ayat (1)

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN

BAB I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN BAB I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN 1. Yogyakarta sebagai Kota Pelajar dan Degradasi Kualitas para Pemuda Kota Yogyakarta dikenal luas dengan julukan sebagai Kota Pelajar 1 dan telah menjadi

Lebih terperinci

BAB IV. 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat. Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat,

BAB IV. 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat. Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat, BAB IV ANALISIS 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat, yang secara sadar maupun tidak telah membentuk dan melegalkan aturan-aturan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan kemerdekaan sampai hingga era pengisian kemerdekaan

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan kemerdekaan sampai hingga era pengisian kemerdekaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perjalanan panjang sejarah bangsa Indonesia yang dimulai sejak era sebelum dan selama penjajahan, kemudian dilanjutkan dengan era perebutan dan mempertahankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah salah satu unsur produksi selain itu juga faktor penting dan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah salah satu unsur produksi selain itu juga faktor penting dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah salah satu unsur produksi selain itu juga faktor penting dan utama di dalam segala bentuk organisasi. Sehingga perlu mendapatkan perhatian, penanganan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Setiap perusahaan memiliki tujuan yang hendak dicapai. Tujuan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Setiap perusahaan memiliki tujuan yang hendak dicapai. Tujuan tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap perusahaan memiliki tujuan yang hendak dicapai. Tujuan tersebut dicapai melalui pelaksanaan pekerjaan tertentu dengan menggunakan tenaga manusia sebagai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Peran Menurut Abdulsyani (1994) peran atau peranan adalah apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya. Peran merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang didalamnya mengajarkan pendidikan kepribadian yaitu Pendidikan Pancasila sesuai dengan Permendiknas

Lebih terperinci

BAB III STRATEGI KOMUNIKASI DAN KONSEP VISUAL

BAB III STRATEGI KOMUNIKASI DAN KONSEP VISUAL BAB III STRATEGI KOMUNIKASI DAN KONSEP VISUAL 3.1. Tujuan Komunikasi Dalam melakukan sebuah proses pembuatan / pengkaryaan sebuah karya akhir, agar karya tersebut ataupun informasi yang ingin disampaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan sebagai suatu organisasi mempunyai tujuan yang ingin dicapai,

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan sebagai suatu organisasi mempunyai tujuan yang ingin dicapai, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perusahaan sebagai suatu organisasi mempunyai tujuan yang ingin dicapai, misalnya meningkatkan produktivitas kerja karyawan. Dalam usaha merealisasikan tujuan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. serta hasil yang akan dicapai berdasarkan pada fenomenologis

III. METODE PENELITIAN. serta hasil yang akan dicapai berdasarkan pada fenomenologis III. METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif, karena ditinjau dari sudut cara dan taraf pembahasan masalahnya serta hasil

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Interaksi Sosial Interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis, menyangkut hubungan antara individu, antara kelompok maupun antara individu dengan kelompok (Soekanto,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebiasaan, bahasa maupun sikap dan perasaan (Kamanto Sunarto, 2000:149).

BAB I PENDAHULUAN. kebiasaan, bahasa maupun sikap dan perasaan (Kamanto Sunarto, 2000:149). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia dikatakan sebagai makhluk sosial karena di dalam kehidupannya tidak bisa melepaskan diri dari pengaruh manusia lain. Pada diri manusia juga terdapat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Dalam penelitian ini, terdapat beberapa hal yang perlu dijelaskan dalam kaitannya dengan metodologi dan prosedur yang digunakan dalam penelitian,

Lebih terperinci

Penelitian ini dilaksanakan pada semester II tahun ajaran , yaitu

Penelitian ini dilaksanakan pada semester II tahun ajaran , yaitu BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada semester II tahun ajaran 2013-2014, yaitu bulan September 2013 sampai dengan Januari 2014. Penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. ini menggunakan pendekatan kualitatif, karena penelitian kualitatif adalah

BAB III METODE PENELITIAN. ini menggunakan pendekatan kualitatif, karena penelitian kualitatif adalah 32 BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Penelitian ini mengkaji dan mendeskripsikan tentang nilai-nilai pendidikan karakter pada ekstrakurikuler pramuka di SDN Lorejo 2 Kabupaten

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Permasalah penelitian yang ingin dijabarkan disini adalah mengenai

BAB III METODE PENELITIAN. Permasalah penelitian yang ingin dijabarkan disini adalah mengenai BAB III METODE PENELITIAN Permasalah penelitian yang ingin dijabarkan disini adalah mengenai pengalaman subjek yang menderita HIV positif. Teori Viktor E. Frankl dalam penelitian ini dinyatakan bukan sebagai

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Kesimpulan dihasilkan berdasarkan temuan dan pembahasan hasil penelitian yang telah dipaparkan sebagai berikut: 1.1.1 Hubungan antar kaum muda di Kecamatan Padang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 31 BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Penelitian Lokasi pada penelitian ini bertempat di SDN 3 Nagarawangi, Jl. KH. Lukmanul Hakim No. 6, Kecamatan Cihideung, Kota Tasikmalaya. Lokasi tersebut

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sulawesi Tengah. Dengan judul penelitian Kajian bentuk dan makna simbolik

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sulawesi Tengah. Dengan judul penelitian Kajian bentuk dan makna simbolik 29 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini dilaksanakan di Desa Kulango Kabupaten Buol Provinsi Sulawesi Tengah. Dengan judul penelitian Kajian bentuk dan makna simbolik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Koentjaraningrat sebagaimana yang dikutip oleh Adon Nasrulloh 2 memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Koentjaraningrat sebagaimana yang dikutip oleh Adon Nasrulloh 2 memberikan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Desa merupakan kesatuan wilayah yang dihuni oleh sejumlah keluarga, yang mempunyai sistem pemerintahan sendiri (dikepalai oleh seorang kepala desa). 1 Koentjaraningrat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dunia pendidikan Indonesia saat ini kembali tercoreng dengan adanya tindak kekerasan yang dilakukan oleh para siswanya, khususnya siswa Sekolah Menengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Iis Juati, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Iis Juati, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan proses yang sangat penting dalam pembentukan kepribadian manusia. Hal ini meliputi proses dalam mengenal jati diri, eksistensi untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negarawan merupakan karakter yang sangat penting bagi kepemimpinan nasional Indonesia. Kepemimpinan negarawan diharapkan dapat dikembangkan pada pemimpin pemuda Indonesia

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 28 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Berdasarkan adanya perbedaan kelebihan, dan kekurangan masing-masing pendekatan juga dikatikan dengan tujuan penelitian dan permasalahan yang diangkat,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah jenis penelitian kualitatif deskriptif. Penelitian kualitatif deskriptif merupakan penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalamnya dijelaskan permasalahan penelitian yang menjadi ketertarikan peneliti

BAB I PENDAHULUAN. dalamnya dijelaskan permasalahan penelitian yang menjadi ketertarikan peneliti 1 BAB I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai latar belakang penelitian dimana di dalamnya dijelaskan permasalahan penelitian yang menjadi ketertarikan peneliti dalam memilih penelitian ini yang dikemas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. usia remaja yaitu tahun yang terdiri dari laki-laki sebanyak jiwa

BAB I PENDAHULUAN. usia remaja yaitu tahun yang terdiri dari laki-laki sebanyak jiwa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2010 yang tercatat telah mencapai 237,6 juta jiwa, dimana 26,67% atau 63,4 juta diantaranya merupakan penduduk usia remaja

Lebih terperinci

1. Terdapat hubungan yang signifikan dan berarti antara kepemimpinan kepala

1. Terdapat hubungan yang signifikan dan berarti antara kepemimpinan kepala 108 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan hasil analisis data, temuan dan pembahasan penelitian maka dapat diambil beberapa simpulan sebagai berikut. 1. Terdapat hubungan yang signifikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makmur dibutuhkan pengaturan lebih lanjut bagi proses perencanaan

BAB I PENDAHULUAN. makmur dibutuhkan pengaturan lebih lanjut bagi proses perencanaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya merupakan upaya terarah dan terpadu serta berkesinambungan untuk meningkatkan pencapaian masyarakat adil dan makmur dalam wadah Negara Kesatuan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dengan referensi pada sejumlah standar seperti biaya-biaya masa lalu atau yang

BAB II LANDASAN TEORI. dengan referensi pada sejumlah standar seperti biaya-biaya masa lalu atau yang BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Kinerja Kinerja menurut Soetjipto (1997) merupakan suatu istilah secara umum yang digunakan untuk sebagian atau seluruh tindakan atau aktivitas dari suatu organisasi pada suatu

Lebih terperinci

Desain dan Struktur Organisasi by Hendry Page 1

Desain dan Struktur Organisasi by Hendry   Page 1 eri Studi Organisasi DESAIN DAN STRUKTUR ORGANISASI Bagian 2 Rangkuman Teori oleh HENDRY Admin Teorionline http://teorionline.wordpress.com/ ABSTRACT Desain dan struktur Organisasi merupakan faktor penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yudi Fika Ismanto, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yudi Fika Ismanto, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permainan bola voli di Indonesia merupakan salah satu cabang olahraga yang banyak digemari masyarakat, karena dapat dilakukan oleh anak-anak hingga orang dewasa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Tujuan pembangunan Indonesia adalah mewujudkan visi pembangunan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Tujuan pembangunan Indonesia adalah mewujudkan visi pembangunan 1 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tujuan pembangunan Indonesia adalah mewujudkan visi pembangunan Indonesia jangka panjang yaitu Indonesia yang maju dan mandiri, adil dan demokratis, serta

Lebih terperinci

MENGENAL PEMUDA INDONESIA DAN POTENSINYA MELALUI PERSPEKTIF PSIKOLOGI PERKEMBANGAN 1

MENGENAL PEMUDA INDONESIA DAN POTENSINYA MELALUI PERSPEKTIF PSIKOLOGI PERKEMBANGAN 1 MENGENAL PEMUDA INDONESIA DAN POTENSINYA MELALUI PERSPEKTIF PSIKOLOGI PERKEMBANGAN 1 Oleh: Ferdy Yudha Pratama 2 Pendahuluan Dalam kehidupan saat ini, masyarakat (khususnya pemuda) dihadapkan dengan beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbudi pekerti luhur yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,

BAB I PENDAHULUAN. berbudi pekerti luhur yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepramukaan yaitu gerakan kepanduan yang merupakan wadah pembinaan bagi kaum muda Indonesia yang sekaligus mendidik guna mengembangkan mental, moral, spiritual, emosional,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesenian merupakan salah satu unsur kebudayaan yang tidak terlepas dari segi-segi kehidupan manusia. Kesenian juga merupakan cerminan dari jiwa masyarakat. Negara

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian Tipe penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang berusaha mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa, kejadian yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metodologi penelitian adalah serangkaian hukum, aturan dan tata cara tertentu yang diatur dan ditentukan berdasarkan kaidah ilmiah dalam menyelenggarakan suatu penelitian dalam

Lebih terperinci

Sumber : (Griffin, 1997: 195) Secara keseluruhan temuan Petty dan Cacioppo mendukung lima. kesimpulan mengenai kemungkinan dimana seseorang akan

Sumber : (Griffin, 1997: 195) Secara keseluruhan temuan Petty dan Cacioppo mendukung lima. kesimpulan mengenai kemungkinan dimana seseorang akan 20 Sumber : (Griffin, 1997: 195) Secara keseluruhan temuan Petty dan Cacioppo mendukung lima kesimpulan mengenai kemungkinan dimana seseorang akan memperhatikan sebuah pesan, yaitu (Griffin, 1997:223)

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Timur. Peneliti memilih lokasi tersebut dikarenakan Kota Nganjuk

BAB III METODE PENELITIAN. Timur. Peneliti memilih lokasi tersebut dikarenakan Kota Nganjuk 22 BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di Kota Nganjuk, Provinsi Jawa Timur. Peneliti memilih lokasi tersebut dikarenakan Kota Nganjuk merupakan daerah asal dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Sunatra dalam Pendidikan Politik Kewarganegaraan (2016), suatu bangsa akan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Sunatra dalam Pendidikan Politik Kewarganegaraan (2016), suatu bangsa akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia, pemuda senantiasa selalu menempati peran yang strategis dalam setiap peristiwa penting yang terjadi dan dapat dikatakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Subjek Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan di Desa Rancanumpang, Gedebage. Bandung. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 5 orang yaitu masyarakat yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lapangan pekerjaan sehingga mengakibatkan sebagian orang tidak memiliki

BAB I PENDAHULUAN. lapangan pekerjaan sehingga mengakibatkan sebagian orang tidak memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah pengangguran yang dihadapi bangsa Indonesia dewasa ini diakibatkan oleh jumlah penduduk yang tidak seimbang dengan keterbatasan lapangan pekerjaan sehingga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perjuangan bangsa Indonesia sejak perintisan pergerakan kebangsaan

I. PENDAHULUAN. Perjuangan bangsa Indonesia sejak perintisan pergerakan kebangsaan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perjuangan bangsa Indonesia sejak perintisan pergerakan kebangsaan Indonesia, pemuda berperan aktif sebagai ujung tombak dalam mengantarkan bangsa dan negara Indonesia

Lebih terperinci

newsletter Terbitan No. 1, Mei 2009

newsletter Terbitan No. 1, Mei 2009 newsletter Terbitan No. 1, Mei 2009 Mengapa Kebudayaan? Tujuan, Komponen Utama Bagaimana cara kerjanya?, Tentang PNPM Mandiri Perdesaan, Kegiatan Kegiatan Mendatang Kegiatan Budaya Meramaikan Pertemuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek Anak merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus dijaga dan dipelihara karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak

Lebih terperinci

DISFUNGSIONAL PERAN KARANG TARUNA DALAM PELESTARIAN KEARIFAN LOKAL DI KAMPUNG CIREUNDEU

DISFUNGSIONAL PERAN KARANG TARUNA DALAM PELESTARIAN KEARIFAN LOKAL DI KAMPUNG CIREUNDEU 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pemuda merupakan suatu elemen yang sangat penting dalam memajukan suatu bangsa dan juga perubahan bangsa di era globalisasi saat ini. Generasi mudalah

Lebih terperinci

Setelah mempelajari bab ini, anda seharusnya mampu untuk:

Setelah mempelajari bab ini, anda seharusnya mampu untuk: 2003 Prentice Hall Inc. All rights reserved. 15 1 L E A R N I N G O B J E C T I V E S Setelah mempelajari bab ini, anda seharusnya mampu untuk: 1. Mengidentifikasi enam unsur kunci yang mendefinisikan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Pendekatan Penelitian, Metode Penelitian Dan Teknik Pengumpulan Data

BAB III METODE PENELITIAN. A. Pendekatan Penelitian, Metode Penelitian Dan Teknik Pengumpulan Data 92 BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian, Metode Penelitian Dan Teknik Pengumpulan Data 1. Pendekatan Penelitian Pendekatan pada hakekatnya merupakan suatu upaya untuk menemukan kebenaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut R. Linton (1936) yang dikutip Basrowi, masyarakat adalah setiap

BAB I PENDAHULUAN. Menurut R. Linton (1936) yang dikutip Basrowi, masyarakat adalah setiap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut R. Linton (1936) yang dikutip Basrowi, masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang cukup lama hidup dan bekerjasama, sehingga mereka dapat mengorganisasikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peran serta masyarakat dalam pendidikan pada dasarnya bukan merupakan sesuatu

I. PENDAHULUAN. Peran serta masyarakat dalam pendidikan pada dasarnya bukan merupakan sesuatu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belaksang Masalah Peran serta masyarakat dalam pendidikan pada dasarnya bukan merupakan sesuatu yang baru, sebab sebelumnya legitimasi legal formal peran serta masyarakat dalam

Lebih terperinci