REKAYASA PROSES PRODUKSI BIODIESEL MINYAK RESIDU DALAM TANAH PEMUCAT BEKAS MELALUI PROSES ESTERIFIKASI-TRANSESTERIFIKASI IN SITU

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "REKAYASA PROSES PRODUKSI BIODIESEL MINYAK RESIDU DALAM TANAH PEMUCAT BEKAS MELALUI PROSES ESTERIFIKASI-TRANSESTERIFIKASI IN SITU"

Transkripsi

1 REKAYASA PROSES PRODUKSI BIODIESEL MINYAK RESIDU DALAM TANAH PEMUCAT BEKAS MELALUI PROSES ESTERIFIKASI-TRANSESTERIFIKASI IN SITU A SYIHAB FAHMIL QOWIM RM SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Rekayasa Proses Produksi Biodiesel Minyak Residu dalam Tanah Pemucat Bekas Melalui Proses Esterifikasi Transesterifikasi In Situ adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Desember 2012 A Syihab Fahmil Qowim RM NIM F

3

4 ABSTRACT A SYIHAB FAHMIL QOWIM RM. Process Enginering of Biodiesel Production from Residual Oil Contained in Spent Bleaching Earth by In Situ Esterification-Transesterification Supervised by E. GUMBIRA SA ID and ANI SURYANI Biodiesel is an alternative diesel fuel that is produced from vegetable oils or animal fats. It consists of the mono alkyl esters formed by a catalyzed reaction of the triglycerides in the oil or fat with a simple monohydric alcohol. Biodiesel is a biodegradable, renewable, non-toxic and environmental friendly alternative fuel. It can be mixed with petroleum diesel in any proportion or used directly in diesel engines without modification. Spent Bleaching Earth (SBE) is an industrial solid waste of palm cooking oil industry that has a high residual oil and the potential to be utilized as biodiesel. This study aims to develop a biodiesel production process technology by utilizing the residual oil contained in SBE and to test the use of hexane in the transesterification process. Optimization was done by using the Response Surface Method.Variables studied included the catalyst concentration and reaction time. On the other hand, the deoiled SBE resulted from biodiesel production was tested as an adsorbent on biodiesel purification. The method used included an in situ acid catalyzed esterification followed by in situ base catalyzed transesterification. The results of the response surface analysis on transesterification showed that the optimum process was at NaOH concentration of 1.8% and reaction time of minutes, with a predicted response rate of 97.18% and 95.63% for validation results. Furthermore, the effect the use of hexane can also increase the yield of biodiesel. It was obtained on the ratio hexane to methanol 0.4:1 (volume of hexane: volume of methanol). On the other hand, the reactivated bleaching earth and fresh bleaching earth were effective as an adsorbent in biodiesel production with still conform with the Indonesian National Standard (viscosity, density, acid number and saponification number) Keyword: spent bleaching earth, in situ transesterification, biodiesel and optimization..

5

6 RINGKASAN A SYIHAB FAHMIL QOWIM RM. Rekayasa Proses Produksi Biodiesel Minyak residu dalam Tanah Pemucat Bekas Melalui Proses Esterifikasi Transesterifikasi In Situ. Dibimbing oleh E. GUMBIRA SA ID dan ANI SURYANI Biodiesel adalah bahan bakar alternatif bagi bahan bakar solar berbasis petroleum yang diproduksi dari sumber terbarukan baik minyak nabati maupun lemak hewani. Keunggulan biodiesel sebagai bahan bakar antara lain diproduksi dari bahan baku yang dapat diperbarui, dapat digunakan pada kebanyakan mesin diesel tanpa modifikasi atau hanya sedikit modifikasi, bersifat biodegradable dan ramah lingkungan. Biodiesel dapat diproduksi dari berbagai minyak seperti sawit, kedelai, jarak pagar, bintaro dll. Di indonesia secara khusus, keberadaan minyak sawit yang tersedia secara melimpah mendukung bagi pengembangan biodiesel berbasis kelapa sawit, bahkan dalam perkembangannya biodiesel juga dapat diproduksi melalui limbah industri sebagaimana minyak goreng bekas. Tanah pemucat bekas merupakan limbah padat industri minyak goreng yang dihasilkan oleh unit pemucatan (pemurnian) yang menggunakan tanah pemucat sebagai agen pemucat, khususnya dalam tahapan pemucatan (bleaching). Tanah pemucat merupakan adsorben yang digunakan untuk menghilangkan atau menyerap warna pigmen dalam minyak kelapa sawit kasar CPO, sehingga dihasilkan minyak goreng dengan warna pucat yang dikehendaki. Proses bleaching tersebut menyisakan tanah pemucat bekas (Spent Bleaching Earth / SBE) yang masih mengandung residu minyak yang cukup tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan teknologi proses produksi biodiesel dengan memanfaatkan minyak residu yang terkandung didalam tanah pemucat bekas, serta menguji penggunaan heksan pada proses transesterifikasi. Optimasi dilakukan dengan menggunakan metode Response Surface Method (RSM) dengan rancangan terpusat atau Central Composite Design. Variabel proses yang dipelajari meliputi konsentrasi katalis dan waktu reaksi. Di lain pihak, ampas SBE juga diuji penggunaannya sebagai adsorben dalam proses produksi biodiesel. Sebelum digunakan sebagai bahan baku tanah pemucat bekas dikarakterisasi untuk menentukan kadar lemak, kadar air dan kadar asam lemak bebas dalam minyaknya. Berdasarakan karakterisasi tersebut diketahui bahwa spent bleaching earth memiliki kadar lemak dan kadar air masing-masing 19.21% dan 3.03%, serta kandungan asam lemak bebas (FFA) sebesar 2.96%. Proses produksi biodiesel dilakukan melalui proses in situ dua tahap yaitu esterifikasi dan transesterifikasi. Proses esterifikasi bertujuan untuk menurunkan kadar asam lemak bebas dengan mengkonversinya menjadi metil ester, sedangkan proses transesterifikasi bertujuan mengkonversi trigliserida menjadi metil ester. Proses esterifikasi in situ dilakukan dengan mereaksikan tanah pemucat bekas dengan metanol dan katalis H 2 SO 4 1.5%. Proses transesterifikasi in situ dilakukan dengan memvariasikan faktor konsentrasi katalis (0.5% - 2.5%) dan waktu reaksi ( menit). Proses esterifikasi dan transesterifikasi dilangsungkan pada suhu

7 65 o C serta dengan kecepatan 625 rpm. serta dengan perbandingan volume metanol terhadap massa tanah pemucat bekas adalah 6/1 (v/b). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi optimum proses transesterifikasi dengan faktor konsentrasi katalis dan waktu berada pada kondisi optimum yaitu konsentrasi katalis sebesar 1,8% dan waktu reaksi menit, dengan prediksi respon sebesar 97.18% serta hasil validasi sebesar 95.63%. Penggunaan heksan dalam transesterifikasi in situ juga dapat meningkatkan rendemen pada perbandingan heksan dan metanol yaitu 0.4:1, sedangkan peningkatan penggunaan heksan diatas perbandingan 0.6:1 justru akan menurunkan rendemen. Penggunaan tanah pemucat bekas yang direaktivasi ulang (reactivated bleaching earth) dan fresh bleaching earth (FBE) sebagai adsorben dalam pemurnian biodiesel dapat menghasilkan biodiesel yang sesuai dengan SNI, dengan parameter mutu viskositas, densitas, bilangan asam dan bilangan penyabunan.

8 Hak Cipta Milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

9

10 REKAYASA PROSES PRODUKSI BIODIESEL MINYAK RESIDU DALAM TANAH PEMUCAT BEKAS MELALUI PROSES ESTERIFIKASI-TRANSESTERIFIKASI IN SITU A SYIHAB FAHMIL QOWIM RM Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

11 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Amalia Kartika, MT

12 Judul Tesis Nama NIM : Rekayasa Proses Produksi Biodiesel Minyak Residu dalam Tanah Pemucat Bekas Melalui Proses Esterifikasi - Transesterifikasi In Situ : A Syihab Fahmil Qowim RM : F Disetujui Komisi Pembimbing Prof. Dr. Ir. E. Gumbira Sa id, MA. Dev Ketua Prof. Dr. Ir. Ani Suryani, DEA Anggota Mengetahui Ketua Program Studi Teknologi Industri Pertanian Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir. Machfud, MS Dr. Ir Dahrul Syah, M.Sc. Agr Tanggal Ujian: 05 Desember 2012 Tanggal Lulus:

13

14 PRAKATA Syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan inayah dan ma unah-nya penulis dapat menyelesaikan penulisan karya ilmiah ini. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah biodiesel dengan judul Rekayasa Proses Produksi Biodiesel Minyak Residu dalam Tanah Pemucat Bekas Melalui Esterifikasi-Transesterifikasi In Situ. Penulisan tesis penelitian ini dilakukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Dalam penyusunan tesis ini, penulis mendapatkan bimbingan dan arahan dari berbagai pihak. Ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggitingginya penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Ir. E.Gumbira Sa id, MADev dan Prof. Dr. Ir. Ani Suryani, DEA selaku pembimbing. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada teman-teman pascasarjana Teknologi Industri Pertanian IPB atas kebersamaan dan semangat yang telah diberikan. Tak lupa pula penulis sampaikan terima kasih kepada staf laboratorium di Departemen Teknologi Industri Pertanian yang telah membantu kelancaran pelaksanaan penelitian ini. Akhirnya kepada semua pihak yang telah membantu tetapi tidak dapat disebutkan satu persatu penulis ucapkan terimakasih dan semoga Allah SWT memberikan balasan yang setimpal. Akhirnya demi kesempurnaan tesis ini, saran dan kritik dari pembaca sangat penulis harapkan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Desember 2012 A Syihab Fahmil QRM

15

16 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kota Surabaya pada tanggal 31 Mei 1986 dari pasangan Bapak KH Ahmad Fauzi E dan Ibu Hj Chamidah. Penulis merupakan putra kedua dari dua bersaudara. Pendidikan SD penulis tempuh di SD Negeri II Mulyorejo Surabaya dan menempuh pendidikan SMP di SMPN II Jombang. Pada Tahun 2004 penulis lulus dari SMAN 8 Kediri. Pendidikan Sarjana ditempuh di Program Studi Teknologi Industri Pertanian Universitas Brawijaya Malang, lulus pada tahun Pada Tahun 2008 penulis juga sempat menyelesaikan pendidikan setara D3 di Program Studi Pendidikan Bahasa Arab dan Dirosah Islamiah di Universitas Muhammadiah Malang. Pada tahun 2010 penulis mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan program magister pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian Sekolah Pascasarjana IPB.

17 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... vi I PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Ruang Lingkup Penelitian... 3 II TINJAUAN PUSTAKA Tanah Pemucat (Bleaching Earth) Reaktivasi Spent Bleaching Earth Biodiesel Proes Produksi Biodiesel Reaksi Esterifikasi - Transesterifikasi Proses Produksi Biodiesel dengan Metode In Situ Karakteristik Mutu Biodiesel Metode Permukaan Respon (Response Surface Method) III METODOLOGI PENELITIAN Bahan dan Alat Metode Penelitian Penelitian Pendahuluan Peneltian Utama: Proses Produksi Biodiesel Penelitian Lanjutan Rancangan Percobaan Waktu dan Tempat Peneltian IV HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Bahan Baku (Tanah Pemucat Bekas) Optimasi Proses Produksi Biodiesel Berbasis Minyak Residu dalam tanah Pemucat Bekas secara In situ Karakterisasi Mutu Biodiesel Viskositas Kinematik Densitas Bilangan Asam Bilangan Penyabunan Uji Penggunaan Heksana dalam Proses Esterifikasi Transesterifikasi Biodiesel Berbasis SBE Perbandingan Karakteritik Mutu Biodiesel yang Dicuci dengan Fresh Bleaching Earth dan Reactivated Bleaching Earth Perhitungan Biaya Produksi v i

18 V SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN ii

19 DAFTAR TABEL Halaman 1 Komposisi kimia tanah pemucat Standar Nasional Indonesia untuk adsorben baru Perbandingan karaktersitik biodiesel dan petrodiesel Hasil penelitian terdahulu terkait proses transesterifikasi in situ Standar nasional biodiesel Indonesia (SNI ) Central Composite Design (CCD) penelitian Karakteristik tanah pemucat bekas ANOVA untuk respon viskositas biodiesel Koefisien regresi persamaan polinomial ordo satu untuk respon viskositas biodiesel ANOVA untuk respon densitas biodiesel Koefisien regresi persamaan polinomial ordo satu untuk respon densitas biodiesel ANOVA untuk bilangan asam biodiesel Koefisien regresi persamaan polinomial ordo satu untuk respon bilangan asam biodiesel ANOVA untuk bilangan penyabunan biodiesel Bilangan penyabunan trigliserida dan alkil ester Pengaruh penggunaan heksan terhadap rendemen biodiesel Perbandingan mutu biodiesel yang dimurnikan dengan fresh bleaching earth (FBE) dan reactivated bleaching earth (RBE) iii

20 iv

21 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Struktur montmorillonit Perbedaan penampakan fresh bleaching earth dan spent bleaching earth Molekul biodiesel (metil ester dan etil ester) Pengaruh kandungan FFA terhadap rendemen metil ester Reaksi esterifikasi Mekanisme reaksi transesterifikasi Desain peralatan utama penelitian Tahapan penelitian produksi biodiesel dari minyak residu Dalam tanah pemucat bekas secara in situ Diagram alir tahapan produksi biodiesel Diagram alir reaktivasi spent bleaching earth Permukaan respon rendemen biodiesel Kontur permukaan respon rendemen biodiesel Pengaruh masing-masing faktor terhadap rendemen biodiesel Pengaruh faktor konsentrasi katalis dan waktu transesterifikasi terhadap viskositas biodiesel Respon permukaan konsentrasi katalis dan waktu reaksi terhadap viskositas biodiesel Pengaruh faktor konsentrasi katalis dan waktu transesterifikasi terhadap densitas biodiesel Respon permukaan konsentrasi katalis dan waktu reaksi terhadap densitas biodiesel Pengaruh faktor konsentrasi katalis dan waktu transesterifikasi terhadap bilangan asam biodiesel Respon permukaan konsentrasi katalis dan waktu reaksi terhadap bilangan asam biodiesel Respon permukaan konsentrasi katalis dan waktu reaksi terhadap bilangan penyabunan biodiesel Pengaruh penggunaan heksan dalam berbagai perbandingan Penampakan fresh bleaching earth (FBE), spent bleaching earth (SBE) dan reactivated bleaching earth (RBE) Neraca massa proses produksi biodiesel v

22 vi

23 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Prosedur analisis sifat fisiko kimia tanah pemucat bekas Prosedur analisis sifat fisiko kimia biodiesel Hasil analisis proksimat bahan baku (spent bleaching earth) Susunan CCD dan respon rendemen dalam proses transesterifikasi biodiesel dari minyak residu dalam spent bleaching earth Karakteristik mutu biodiesel hasil esterifikasi-tranesterifikasi in situ tanah pemucat bekas Analisis ragam Hasil analisis gas chromatoraphy larutan standar Hasil analisis gas chromatoraphy biodiesel Perhitungan neraca massa Perhitungan biaya produksi Dokumentasi penelitian vii

24 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Biodiesel adalah bahan bakar terbarukan yang diproduksi dari minyak nabati dengan pereaksi metanol atau etanol dan katalisator asam atau basa. Di Indonesia, penelitian terkait biodiesel telah mendapat perhatian dari banyak pihak, karena biodiesel semakin dibutuhkan keberadaannya untuk menutupi kekurangan pasokan diesel, dimana sejak awal tahun 2004 Indonesia telah menjadi importir bahan bakar diesel (Nasikin 2004). Beberapa sumber minyak nabati terutama minyak sawit, jarak pagar, bintaro dan nyamplung, telah dikembangkan menjadi biodiesel. Selain itu biodiesel juga dapat diproduksi dari minyak jelantah atau minyak goreng bekas, bahkan dalam beberapa waktu terakhir telah dikembangkan biodiesel berbasis residu minyak sawit dalam spent bleaching earth (tanah pemucat bekas). Tanah pemucat bekas merupakan limbah padat industri minyak goreng yang dihasilkan oleh unit pemucatan (pemurnian) yang menggunakan tanah pemucat sebagai agen pemucat, khususnya dalam tahapan pemucatan (bleaching). Tanah pemucat merupakan adsorben yang digunakan untuk menghilangkan atau menyerap warna pigmen dalam minyak kelapa sawit kasar CPO, sehingga dihasilkan minyak goreng dengan warna pucat yang dikehendaki. Proses bleaching tersebut menyisakan tanah pemucat bekas (spent bleaching earth) yang masih mengandung residu minyak sebesar 20 40% (Taylor 1999). Di lain pihak, bentonit yang merupakan nama umum bagi salah satu tanah pemucat, merupakan bahan yang tidak terbarukan. Meskipun demikian, kebutuhan bentonit sebagai tanah pemucat selalu meningkat dalam setiap tahunnya. Hal tersebut karena Indonesia merupakan negara penghasil minyak sawit terbesar di dunia, dengan total produksi minyak sawit Indonesia pada tahun 2010 sebesar 20 juta ton (Ditjenbun, 2011) dan bahkan 21,8 juta ton (Oil World 2011). Di lain pihak, proses pemucatan CPO menggunakan bleaching earth dengan kadar antara 0,5% hingga 2% dari massa CPO (Young 1987), sehingga dengan total produksi CPO Indonesia di tahun 2011, maka akan dibutuhkan bleaching earth sebanyak ton setiap tahunnya.

25 2 Menurut PP No 18 Tahun 1992 dan Environment Agency Guidance, (2006), SBE tergolong limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) yang dapat menimbulkan permasalahan pencemaran lingkungan diantaranya timbulnya bau busuk dan bahkan menurut Pollard (1990) SBE tergolong bahan fire hazard (mudah terbakar), sehingga industri minyak goreng harus menanganinya secara serius. Sementara itu tingginya kandungan minyak residu dalam tanah pemucat bekas, menjadikan limbah tersebut berpotensi untuk dikembangkan menjadi biodiesel. Kajian terkait proses ekstraksi dan produksi biodiesel dari residu minyak dalam tanah pemucat bekas telah dilakukan beberapa peneliti. Kheang et al. (2006) menyebutkan tanah pemucat bekas memiliki kandungan minyak sebesar 20-30% dengan kadar asam lemak bebas dalam minyaknya 10-20%. Tingginya kadar asam lemak bebas menyebabkan minyak tersebut tidak cocok digunakan sebagai bahan baku produksi pangan karena akan memerlukan biaya pemurnian yang tinggi. Proses produksinya menjadi biodiesel telah dilakukan dengan metode konvensional (Kheang et al. 2006; Lim et al. 2009). Produksi biodiesel dengan metode konvensional umumnya diawali dengan tahapan ekstraksi minyak dengan pelarut heksana dan dilanjutkan dengan proses esterifikasi atau transesterifikasi. Di lain pihak, proses produksi biodiesel berbasis SBE juga telah dikembangkan melalui proses in stu (Deli 2011), yakni sebuah metode alternatif dengan melakukan integrasi antara ekstraksi minyak dengan proses transesterifikasi. Diantara variabel penting yang berpengaruh terhadap keberhasilan proses esterifikasi dan transesterifikasi in situ adalah waktu reaksi dan konsentrasi katalis. Dengan mengkaji pengaruh dan interaksi kedua variabel terhadap rendemen produk biodiesel dan karakteristik biodiesel yang dihasilkan maka potensi pemanfaatan residu minyak dalam tanah pemucat bekas sebagai bahan baku pembuatan biodiesel dapat dimodelkan dengan baik. Penelitian ini merupakan sebuah upaya untuk mengembangkan teknologi proses produksi biodiesel dengan melakukan proses optimasi pada proses transesterifikasi in situ dan mengujinya pada kapasitas produksi yang lebih besar yakni reaktor berkapasitas 10 liter. Optimasi dilakukan terhadap faktor konsentrasi katalis dan lama reaksi dengan menggunakan metode Response Surface Method (RSM)

26 3 dengan rancangan terspusat atau Central Composite Design (CCD). Di lain pihak, sisa SBE hasil proses produksi biodiesel direaktivasi dan diuji penggunaanya sebagai adsorben dalam proses pemurnian biodiesel Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah sebagaimana berikut: 1) Menghasilkan rancangan kondisi optimum waktu dan konsentrasi katalis dalam proses produksi biodiesel dari minyak sawit yang terkandung dalam tanah pemucat bekas (SBE) secara in situ. 2) Mengetahui pengaruh penggunaan heksan dalam proses produksi biodiesel. 3) Mengetahui kinerja penggunaan kembali tanah pemucat bekas hasil reaktifasi sebagai adsorben dalam proses pemurnian biodiesel Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Karakterisasi tanah pemucat bekas sebagai bahan baku biodiesel 2) Optimasi faktor waktu dan konsentrasi katalis dalam proses produksi biodiesel dari minyak residu dalam tanah pemucat bekas. 3) Pengujian penggunaan heksan dalam proses produksi biodiesel. 4) Reaktivasi tanah pemucat bekas hasil proses produksi biodiesel. 5) Pemurnian biodiesel yang dihasilkan dengan tanah pemucat bekas hasil reaktivasi.

27 4

28 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanah Pemucat (Bleaching Earth) Salah satu tahapan dari rangkaian proses produksi minyak goreng sawit adalah tahapan proses bleaching (pemucatan). Proses pemucatan tersebut bertujuan untuk menghilangkan zat warna yang tidak disukai dalam minyak dengan menggunakan adsorben (tanah pemucat, lempung aktif atau arang aktif). Bleaching earth atau bleaching clay atau sering juga disebut dengan bentonit merupakan sejenis tanah liat dengan komposisi utama yang terdiri dari SiO 2, Al 2 O 3, air terikat serta ion Ca 2+, magnesium oksida dan besi oksida. Daya pemucat bleaching earth disebabkan keberadaan ion Al 3+ pada permukaan partikel penjerap sehingga dapat mengadsorpsi zat warna dan tergantung perbandingan Al 2 O 3 dan SiO 2 dalam bleaching earth (Ketaren 2008). Komposisi kimia bahan tanah pemucat dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Komposisi kimia tanah pemucat Komponen Kandungan (%) SiO Al 2O Fe 2 O MgO 2.04 CaO 1.67 Na 2 O 2.71 K 2 O 2.07 TiO MnO P 2 O Lainnya 4.92 Sumber: Zhangsheng et al. (2006) Tanah pemucat merupakan salah satu jenis tanah lempung yang mengandung mineral montmorillonit sekitar 85% dan fragmen sisanya terdiri dari campuran mineral kuarsa, gipsum, kolinit dan lain-lain (Supeno 2008). Di lain pihak, bentonit merupakan nama perdagangan untuk sejenis lempung yang mengandung mineral montmorillonit. Menurut Tan (1993) montmorillonit yang terdapat dalam bentonit merupakan mineral liat yang dapat mengembang dan mengerut yang tergolong ke dalam kelompok smektit serta mempunyai komposisi

29 6 kimia yang beragam. Potensi mengembang-mengerut dan adanya muatan negatif yang tinggi merupakan penyebab mineral tersebut dapat menerima dan menjerap ion-ion logam dan kation-kation organik. Montmorillonit mempunyai gugus Mg 2+ dan ion Fe 2+ dalam posisi oktahedral. Struktur montmorillonit disajikan pada Gambar 1.. Gambar 1 Stuktur montmorillonit Sumber: Reaktivasi Spent Bleaching Earth Tanah pemucat bekas atau spent bleaching earth (SBE) merupakan limbah padat dari hasil proses bleaching pada unit pemurnian (refinery) CPO. Dalam tanah pemucat bekas terkandung zat warna beta-karoten dan sejumlah minyak yang terserap. Menurut Taylor et al. (1999), kandungan minyak dalam SBE berkisar antara 20% - 40%. Tanah pemucat bekas terdiri dari campuran tanah pemucat alami (fresh bleaching earth) dan hidrokarbon dari CPO. Komponen hidrokarbon dalam tanah pemucat bekas umumnya merupakan senyawa biodegradable. Apabila tanah pemucat bekas berinteraksi dengan air, senyawa tersebut akan mudah terurai, sehingga menimbulkan bau busuk yang mengganggu lingkungan (Wahyudi 2000). Pada Gambar 2 ditunjukkan gambaran perbedaan antara fresh belaching earth dan spent bleaching earth.

30 7 Gambar 2 Fresh bleaching earth (kiri) dan spent bleaching earth (kanan) Tanah pemucat terdiri dari tanah pemucat alami dan yang telah diaktivasi. Tanah pemucat hasil aktivasi adalah hasil perlakuan tanah pemucat alami dengan asam mineral. Menurut Wahyudi (2000) proses aktivasi bentonit dapat dilakukan dengan proses pengasaman dan pemanasan. Pengasaman biasanya dilakukan dalam larutan asam sulfat atau asam klorida yang berlangsung pada suhu sekitar o C. Sifat asam bleaching earth diharapkan mampu membentuk pusatpusat asam yang berfungsi sebagai sisi aktif adsorben. Secara umum semakin tinggi suhu pemanasan dan semakin tinggi konsentrasi aktivator yang digunakan dalam proses aktivasi, maka semakin besar daya serap bleaching earth terhadap penyerapan warna (Febriyansyah 2011). Akan tetapi penggunaaan suhu di atas 500 o C pada proses reaktivasi spent clay akan menyebabkan kerusakaan struktur fisiknya (Foletto et al. 2002) Fatmayati (2011) telah melakukan reaktivasi tanah pemucat bekas dengan metode pemanasan dan penambahan larutan HNO 3 sebagai aktivator. Kondisi terbaik penelitian tersebut merupakan rangkaian perbandingan SBE terhadap larutan aktivator yaitu 1:2 % (b/v) dan konsentrasi larutan HNO 3 5% pada suhu 300 o C selama satu jam. Berdasarkan penelitian diatas juga teruji bahwa penggunaan SBE bekas hasil reaktivasi dapat digunakan secara berulang dan dapat menghasilkan tingkat kejernihan (%T) CPO sebesar 97.4 % yang hampir sama dengan tingkat kejernihan CPO yang dimurnikan dengan fresh bleaching

31 8 earth yaitu sebesar 98.8 %. Standar Nasional Indonesia (SNI) adsorben baru (fresh bleaching earth) dapat dilihat pada Tabel 2. untuk suatu Tabel 2 Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk adsorben baru Uraian Satuan Persyaratan a. Bagian yang hilang % 25 pada pemasanan 950 o C b. Air % 15 c. Abu % 10 d. Bagian yang tidak - Tidak nyata berarang e. Daya serap terhadap I 2 Mg/gr Min 750 Sumber: Standar Industri Indonesia (1992) 2.3. Biodiesel Biodiesel atau metil ester adalah turunan lipida dari golongan monoalkil ester asam lemak berantai panjang (12-20 rantai) yang diproduksi dari minyak nabati atau lemak hewani untuk digunakan sebagai bahan bakar di dalam mesin diesel (Meher et al. 2004). Bahan-bahan yang dapat digunakan untuk memproduksi biodiesel adalah trigliserida (komponen utama minyak dan lemak) dan asam-asam lemak produk samping dari industri pemurnian minyak dan lemak (Meher et al. 2006). Nazir (2011) menjelaskan bahwa secara kimia biodiesel merupakan alkil ester dari asam lemak pada satu sisi, dan pada sisi yang lain adalah hidrokarbon atau disebut alkana. Oleh karena itu, biodiesel merupakan alkil ester asam lemak. Biasanya bentuk alkananya yang disebutkan dalam penamaan alkil ester, seperti menamakan metil ester atau etil ester. Pada Gambar 3 diperlihatkan contoh struktur molekul biodiesel.

32 9 Gambar 3 Molekul biodiesel (metil ester dan etil ester) (Nazir 2011) Biodiesel dapat dibuat baik dari minyak baru maupun minyak bekas melalui proses transesterifikasi, esterifikasi, atau proses esterifikasi transesterifikasi (Hambali et al. 2007). Biodiesel telah menjadi pengganti bagi konvensional diesel dengan karaktersitik yang hampir serupa. Beberapa kelebihan biodiesel dibanding petrodiesel adalah sebagai berikut: (1) Biodiesel merupakan bahan bakar yang ramah lingkungan karena menghasilkan emisi yang jauh lebih sedikit. (2) Angka setana biodiesel lebih tinggi dari 57, sehingga efisiensi pembakaran lebih baik. (3) Biodiesel memiliki sifat pelumasan terhadap piston mesin dan dapat terurai. (4) Biodiesel merupakan sumber bahan bakar yang dapat diperbaharui karena terbuat dari bahan nabati yang dapat diperbaharui, sehingga dapat meningkatkan produksi bahan bakar. Di lain pihak sebagai pengganti solar, biodiesel memiliki beberapa perbedaan. Chang et al. (1996) menjelaskan bahwa solar umumnya terdiri dari 30-35% hidrokarbon aromatis dan 65-70% paraffin dan sedikit olefin, umumnya terdiri dari alkil ester dengan rantai C10 sampai C16 dengan satu sampai tiga ikatan rangkap setiap molekulnya. Minyak solar tidak mengandung oksigen, sementara oksigen biodiesel berkisar 11%. Pada Tabel 3 diperlihatkan perbandingan karakteristik biodiesel dan petrodiesel.

33 10 Tabel 3 Perbandingan karakteristik biodiesel dan petrodiesel Fisika Kimia Biodiesel Solar (Petrodiesel) Kelembaban % Engine power Energi yang dihasilkan BTU Energi yang dihasilkan BTU Viskositas 4.8 cst 4.6 cst Densitas g/ml g/ml Bilangan Setana Engine torque Sama Sama Modifikasi engine Tidak diperlukan - Konsumsi bahan Sama Sama bakar Lubrikasi Lebih tinggi Lebih rendah_ Emisi CO rendah, total hidrokarbon, sulfur dioksida, dan nitroksida CO tinggi, total hidrokarbon, sulfur dioksida dan nitroksida Penanganan Flamable lebih rendah Flamable lebih tinggi Lingkungan Toksisitas rendah Toksisitas 10 kali lebih tinggi Keberadaan Terbarukan Tak terbarukan Sumber: Pakpahan 2001 dalam Sahirman Proses Produksi Biodiesel Biodiesel umumnya diproduksi dari minyak murni (refined vegetable oil) melalui proses transesterifikasi minyak atau lemak yang menghasilkan metil ester atau monoalkil ester dan gliserol sebagai produk samping. Proses pembuatan biodiesel sangat tergantung pada kandungan asam lemak bebas (FFA) bahan yang digunakan. Beberapa faktor yang berpengaruh dalam proses produksi biodiesel adalah sebagai berikut: a) Kadar Air dan Asam Lemak Bahan Kusdiana dan Saka (2004) telah menguji bahwa kehadiran air dapat menghasilkan efek yang lebih negatif daripada kehadiran asam lemak bebas, dan bahkan bahan baku biodiesel seharusnya bebas dari kandungan air. Canakci dan Van Gerpen (1999) menyatakan bahwa sekalipun kandungan air hanya 0,1%, akan tetapi dapat menurunkan konversi ester dari minyak nabati dalam proses transesterifikasi

34 11 Proses transesterifikasi hanya akan berjalan baik pada minyak dengan kadar asam lemak bebas kurang dari 2%, yang memicu terbentuknya formasi emulsi sabun yang menyulitkan pemisahan biodiesel yang dihasilkan (Sharma et al. 2008). Berdasarkan penelitian Choo (2004) diketahui bahwa penurunan kadar asam lemak bebas dari 6,75% menjadi 3,9% dapat meningkatkan rendemen (yield) biodiesel pada proses transesterifikasi dari 67% menjadi 92%, dan bahkan meningkat dari < 20% menjadi 98% dengan penurunan kadar asam lemak bebas dari 5,5% menjadi < 1% (Sharma et al. 2008). Gambar 4 menunjukkan pengaruh kandungan FFA terhadap rendemen metil ester selama proses transesterifikasi. Gambar 4 Pengaruh kandungan FFA terhadap rendemen metil ester Sumber: Sharma et al. (2008) b) Jenis dan Rasio Pelarut Terhadap Bahan Baku Industri biasanya menggunakan nisbah molar (alkohol:minyak) sebesar 6:1 untuk memperoleh hasil metil ester yang lebih dari 98% (Meher et al. 2006). Metanol merupakan pelarut yang paling umum digunakan dalam proses produksi biodiesel. Jumlah metanol yang cukup selama proses transesterfikasi lebih dikehendaki untuk memecah rantai gliserol dan asam lemak. Begitupun sebaliknya, kurangnya metanol dalam proses tersebut harus dihindari. c) Katalis Katalis digunakan untuk meningkatkan laju reaksi dan konversi (Meher et al. 2006). Katalis basa akan mempercepat reaksi transesterifikasi bila

35 12 dibandingkan dengan katalis asam. Katalis basa yang paling umum digunakan dalam proses transesterifikasi adalah natrium hidroksida (NaOH), kalium hidroksida (KOH), natrium metoksida (NaOCH 3 ) dan kalium metoksida (KOCH 3 ). Katalis NaOH lebih reaktif dan lebih murah dibanding KOH, katalis NaOCH 3 lebih baik namun harganya sangat mahal, sedangkan katalis asam yang biasa digunakan adalah asam sulfat dan asam klorida (Choo 2004). d) Suhu Reaksi Suhu reaksi berkaitan dengan panas yang dibutuhkan untuk mencapai energi aktivasi. Semakin tinggi suhu, maka semakin banyak energi yang digunakan reaktan untuk saling bertumbukan dalam mencapai energi aktivasi. Titik didih metanol adalah 64.7 o C, sehingga kondisi operasi dengan suhu diatas suhu tersebut akan menguapkan alkohol dan berakibat pada turunnya rendemen biodiesel. Meskipun demikian, secara umum semakin tinggi suhu, konversi yang diperoleh akan semakin tinggi untuk waktu yang lebih singkat. Namun demikian, banyak peneliti merekomendasikan suhu optimum untuk reaksi transesterifikasi adalah 60 o C (Sahirman 2009). e) Kecepatan Pengadukan Dalam proses produksi biodiesel, kecepatan pengadukan berpengaruh terhadap rendemen biodiesel. Meher et al. (2006) melakukan transesterifikasi dengan kecepatan pengadukan 180, 360, dan 600 rpm dan melaporkan bahwa reaksi berlangsung tidak sempurna pada kecepatan pengadukan 180 rpm. Dilain pihak, dihasilkan rendemen biodiesel yang sama pada kecepatan pengadukan 360 dan 600 rpm (Sharma et al. 2008) Reaksi Esterifikasi - Transesterfikasi Esterifikasi adalah reaksi antara metanol dengan asam lemak bebas membentuk metil ester menggunakan katalis asam. Katalis asam yang sering digunakan pada proses esterifikasi, antara lain asam klorida (HCl) dan asam sulfat (H 2 SO 4 ). Reaksi esterifikasi tidak hanya mengkonversi asam lemak bebas menjadi metil ester tetapi juga mengubahnya menjadi trigliserida meskipun dengan kecepatan Reaksi esterifikasi pada asam lemak bebas dapat dilihat pada Gambar 5.

36 13 RCOOH + R'OH RCOOR' + H 2 O Gambar 5. Reaksi esterifikasi. Sumber: Canakci dan Sanli (2008) Esterifikasi dilakukan pada proses pembuatan biodiesel dengan menggunakan minyak yang memiliki kadar asam lemak bebas lebih dari 2% (Hambali et al. 2007). Faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi esterifikasi adalah jumlah pelarut, waktu reaksi, suhu, konsentrasi katalis dan kandungan air pada minyak (Ozgul dan Turkay 2002). Reaktan metanol perlu ditambahkan berlebih supaya proses konversi dapat berjalan sempurna. Selain itu, sisa katalis dan air pada produk hasil esterifikasi harus dihilangkan sebelum dilanjutkan dengan reaksi transesterifikasi supaya reaksi dapat berjalan sempurna. Trigliserida Alkohol Alkil Ester Gliserol Gambar 6 Mekasnisme reaksi transesterifikasi Sumber: Canakci dan Sanli (2008) Di lain pihak transesterifikasi adalah tahap konversi trigliserida menjadi alkil ester melalui reaksi dengan alkohol dengan katalis basa yang menghasilkan produk samping gliserol (Canakci dan Sanli 2008). Secara stoikiometri, reaksi transesterifikasi memerlukan 3 mol alkohol per 1 mol trigliserida menghasilkan 3

37 14 mol alkil ester dan 1 mol gliserol. Reaksi tersebut merupakan reaksi yang dapat balik. Agar reaksi transesterifikasi bergeser ke kanan, maka diperlukan alkohol berlebih di dalam reaksi. Mekanisme reaksi transesterifikasi dapat dilihat pada Gambar Proses Produksi Biodiesel dengan Metode In situ Menurut Haas et al. (2004), transesterifikasi in situ merupakan langkah yang lebih sederhana dalam memproduksi monoalkil ester dengan mengeleminasi proses ekstraksi dan pemurnian minyak sehingga dapat menurunkan biaya produksi biodiesel. Menurut Qian et al. (2008) proses transesterifikasi in situ memanfaatkan trigliserida yang berasal dari bahan baku sumber minyak dan bukan berasal dari minyak yang sudah diekstrak dan dimurnikan terlebih dahulu. Hal tersebut menjadikan metode in situ dapat diimplemetasikan dengan lebih efisien. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa metode in situ berpotensi untuk dikembangkan. Sebagaimana reaksi transesterifikasi dan esterifikasi yang berlangsung secara konvensional, metode in situ juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain kadar air dan asam lemak bahan baku, jenis pelarut, rasio pelarut terhadap bahan baku, jenis katalis, konsentrasi katalis, waktu reaksi, suhu reaksi, ukuran bahan dan kecepatan pengadukan. Pada Tabel 4 diperlihatkan beberapa hasil penelitian terdahulu terkait proses transesterifikasi in situ dalam proses produksi biodiesel. Berdasarkan kajian sebelumnya tanah pemucat bekas cenderung memiliki kadar asam lemak bebas yang tinggi yaitu 4.97% (Kusumaningtyas 2011) dan bahkan 21.6% (Deli 2011). Oleh karena itu desain proses produksi biodiesel dengan memanfaatkan minyak residu yang terkadung dalam SBE harus dilakukan dalam dua tahap yaitu esterifikasi dan transesterifikasi. Deli (2011), melakukan esterifikasi transesterifikasi in situ SBE dengan perbandingan pelarut metanol terhadap bahan sebesar 6:1, konsentrasi katalis H 2 SO 4 dan NaOH masing-masing 1.5% (b/v) serta kecepatan pengadukan 625 rpm telah berhasil menghasilkan biodiesel yang memenuhi standar dengan rendemen sebesar 93,3 %.

38 15 Tabel 4 Hasil penelitian terdahulu tentang proses transesterifikasi in situ Peneliti Bahan baku Pelarut Katalis Suhu ( 0 C) Waktu (jam) Yield (%) Ozgul dan Tukay Dedak padi Metanol H 2 SO Ozgul dan Tukay Dedak padi Etanol H 2 SO Marinkovic 1998 Biji bunga matahari Metanol H 2 SO Shuit et al Biji jarak Metanol H 2 SO Haas et al. 2004a Kacang kedelai Metanol NaOH Pokharkar et al capparis deciduas Metanol KOH Qian et al Biji kapas Metanol NaOH Lei et al Dedak padi Metanol H 2 SO 4 dan NaOH Shiu et al Dedak padi Metanol H 2 SO 4 dan NaOH Karakteristik Mutu Biodiesel Badan Standarisasi Nasional telah menetapkan Standar Nasional Indonesia untuk mutu biodiesel (SNI ). Standar tersebut juga dikolaborasikan dengan standar lain yang sudah ada seperti ASTM D6571. Legowo et al. (2001) menjelaskan karakteristik biodiesel secara umum meliputi densitas, viskositas kinematik, bilangan setana, kalor pembakaran, titik tuang, titik pijar dan titik awan. Di lain pihak, karakteristik-karakteristik biodiesel lainnya diperlihatkan pada Tabel 5. a) Viskositas Kinematik Viskositas Kinematik didefinisikan sebagai tahanan yang dimiliki fluida yang dialirkan dalam pipa kapiler. Perbedaan viskositas antara minyak nabati dengan biodiesel digunakan sebagai salah satu indikator keberhasilan dalam proses produksi biodiesel. Viskositas akan meningkat seiring dengan menurunnya suhu dan meningkatnya panjang rantai karbon serta derajat kejenuhan asam lemak biodiesel (Knothe 2010). Jika viskositas semakin tinggi, maka tahanan untuk mengalir akan semakin tinggi. Karakteristik tersebut sangat penting karena

39 16 mempengaruhi kinerja injektor pada mesin diesel. Atomisasi bahan bakar sangat bergantung pada viskositas, tekanan injeksi serta ukuran lubang injektor. Tabel 5 Standar biodiesel Indonesia (SNI ) No Parameter Unit Nilai Metode Uji 1 Densitas (40 0 C) kg/m ASTM D Viskositas (40 0 C) mm 2 /s (cst) ASTM D Bilangan setana min. 51 ASTM D Titik nyala o C min. 100 ASTM D 93 5 Titik awan o C maks. 18 ASTM D Korosi strip tembaga maks. no 3 ASTM D Residu karbon % - bobot ASTM D contoh - 10% ampas distilasi maks (maks. 0.3) 8 Air dan sedimen % - vol Maks. 0.05* ASTM D Suhu destilasi, 90% 0 C maks. 360 ASTM D Abu tersulfatkan % - bobot maks ASTM D Belerang ppm (mg/kg) maks. 100 ASTM D Fosfor ppm (mg/kg) maks.10 ASTM D Bilangan asam (N A ) mgkoh/g maks. 0.8 ASTM D Gliserin bebas % - bobot maks ASTM D Gliserin total (G ttl ) % - bobot maks ASTM D Kadar ester % - bobot min Dihitung** 17 Iodine Number g iod/100g maks. 115 AOCS Cd Uji Halphen negatif AOCS Cb 1-25 Sumber : Badan Standarisasi Nasional (2006) Keterangan: * = dapat dihitung terpisah, kadar sedimen maksimal % - vol. 100 ( N S N A 4,57Gttl ) ** = kadar ester (% - massa) = N S N s = Bilangan penyabunan, mgkoh/g biodiesel, metode AOCS Cd 3-25.

40 17 b) Bilangan Asam Bilangan Asam menunjukkan kadar asam lemak bebas dalam biodiesel. Keberadaan asam lemak bebas tidak dikehendaki dalam biodiesel karena bersifat korosif pada peralatan injeksi bahan bakar, penyumbatan filter dan pembentukan sedimen sehingga dapat merusak komponen peralatan mesin diesel (Gerpen et al. 2004). Bilangan asam di atas 0.8 mgkoh/g dapat menyebabkan korosi terhadap komponen mesin diesel dan menyebabkan terjadinya deposit sistem bahan bakar. c) Densitas Densitas adalah bobot biodiesel per satuan volume. Nilai densitas berkaitan dengan nilai kalor dan daya yang dihasilkan oleh mesin diesel per satuan volume bahan bakar. Arisoy (2008) menjelaskan injektor mesin diesel bekerja berdasarkan ukuran volume. Semakin besar densitas akan menyebabkan massa yang diinjeksikan meningkat, sehingga energi yang dihasilkan semakin meningkat. Secara umum biodiesel memiliki angka setana yang lebih tinggi daripada solar (Prakash 1998). Solar memiliki massa jenis sekitar 850 kg/m 3, sedangkan biodiesel memiliki massa jenis berkisar antara 870 kg/m 3 hingga 890 kg/m 3. d) Bilangan Setana Bilangan Setana menunjukkan seberapa cepat bahan bakar mesin diesel yang diinjeksikan ke ruang bakar dapat terbakar secara spontan setelah bercampur dengan udara. Semakin tinggi bilangan setana bahan bakar maka semakin cepat suatu bahan bakar mesin diesel terbakar setelah diinjeksikan ke dalam ruang bakar (Knothe 2010). Bilangan setana meningkat dengan meningkatnya panjang rantai karbon dan derajat kejenuhan asam lemak penyusun biodiesel (Knothe 2005). Secara umum biodiesel memiliki bilangan setana yang lebih tinggi dibandingkan solar. Biodiesel umumnya memiliki rentang bilangan setana 46-70, sedangkan solar memiliki bilangan setana (Bozbas 2005). e) Titik Nyala Titik nyala merupakan titik suhu terendah terbentuknya nyala api pada saat tes pengapian (flame test) (Kinast dan Tyson 2003). Karakteristik diatas berkaitan dengan keamanan dalam penyimpanan dan penanganan bahan bakar. Gerpen et al.

41 18 (2004) menambahkan bahwa titik nyala metil ester murni > 200 o C akan diklasifikasikan sebagai tidak mudah terbakar. f) Bilangan Iod Bilangan iod menunjukkan tingkat ketidakjenuhan senyawa penyusun biodiesel. Keberadaan senyawa lemak tak jenuh akan meningkatkan performansi biodiesel pada suhu rendah, karena senyawa tersebut memiliki titik leleh (melting point) yang lebih rendah sehingga berkolerasi dengan titik kabut (cloud point) dan titik tuang (pour point) yang juga rendah (Knothe 2005). Di lain pihak, banyaknya lemak tak jenuh di dalam biodiesel memudahkan senyawa tersebut bereaksi dengan oksigen di atmosfir dan terpolimerisasi (Azam et al. 2006). Batasan maksimal nilai bilangan iod yang diperbolehkan untuk biodiesel yaitu 115 berdasarkan standar Eropa (EN 14214) dan Indonesia (SNI ). g) Kadar Gliserol Total Kadar gliserol total merupakan jumlah gliserol bebas dan gliserol terikat. Peningkatan jumlah gliserol total merupakan indikator reaksi esterifikasi yang tidak sempurna (Gerpen et al. 2004), sehingga menyebabkan penyumbatan pada tangki penyimpanan dan deposit pada ruang bakar Metode Permukaan Respon (Response Surface Method) Metode permukaan respon (response surface method) merupakan sekumpulan teknik matematika dan statistika yang berguna untuk menganalisis permasalahan dimana beberapa variabel independen mempengaruhi variabel respon dan tujuan akhirnya adalah untuk mengoptimalkan respon. Gaspersz (1995) menyebutkan beberapa penerapan metode permukaan respon adalah: (1) mencari suatu fungsi pendekatan yang cocok untuk meramalkan respon yang akan datang (2) menentukan nilai-nilai dari variabel bebas yang mengoptimumkan respon yang dipelajari. Response Surface Method (RSM) dapat digunakan untuk menghasilkan data percobaan yang memadai untuk model orde dua yang sesuai. Response Surface Method (RSM) yang sering digunakan adalah Rancangan Gabungan Terpusat, Rancangan Box-Behnken, dan Rancangan D optimal (Yang dan Haik

42 ). Rancangan Gabungan Terpusat (Central Composite Design (CCD)) merupakan salah satu rancangan banyak digunakan. Rancangan ini sangat berguna dalam membangun model orde kedua variabel respon tanpa perlu menggunakan percobaan faktorial tiga taraf lengkap. Rancangan ini terdiri dari rancangan linier biasa dengan titik-titik faktorial ortogonal dan titik pusat, ditambah dengan titik aksial. Rancangan ini memiliki sifat rotasibilitas (rotatability), pengelompokkan ortogonal, dan ortogonalitas (Dean dan Voss 1999). Menurut Nuryanti dan Djati (2008) langkah utama dalam menyelesaiakan permasalahan optimasi dengan menggunakan metode permukaan respon adalah menemukan hubungan antara respon y dengan variabel independen melalui persamaan polinomial yang dinotasikan variabel-variabel independen dengan x 1, x 2,, x k. Variabel-variabel tersebut diasumsikan terkontrol oleh peneliti dan mempengaruhi variabel respon y yang diasumsikan sebagai variabel random. Pada keadaan mendekati respon, disyaratkan untuk mengaproksimasi respon dengan adanya curvature dalam permukaannya, sebagaimana persamaan berikut: Penentuan kondisi optimum proses dilakukan menggunakan analisis kanonik (canonical analysis) dan analisis plot kontur permukaan respon. Analisis kanonik dalam metoda permukaan respon adalah mentransformasikan permukaan respon dalam bentuk kanonik ( ). Pada analisa ini akan diperoleh titik stasioner yang dapat berupa; [1] titik dari respon maksimum; [2] titik dari respon minimum; [3] titik pelana (saddle point). Plot kontur adalah suatu seri garis atau kurva yang mengindentifikasi nilai-nilai peubah uji pada respon yang konstan. Plot kontur memegang peranan penting dalam mempelajari analisis permukaan respon. Plot kontur diperoleh melalui software computer menghasilkan karakteristik permukaan dan lokasi terjadi titik optimum dengan presisi yang meyakinkan (Montgomery 2001). Pengujian model pada metode permukaan respon digunakan untuk mengetahui ketepatan model berdasarkan atas uji penyimpangan model atau lack

43 20 of fit, R-kuadrat (koefisien determinan), uji signifikansi model dan uji asumsi residual (Box dan Draper 1987; Gaspersz 1995). Kriteria utama ketepatan model ada untuk dianggap tepat atau cocok bila uji simpangan dari model (lack of fit) apabila bersifat tidak nyata secara statistik serta suatu model dianggap tidak tepat apabila uji simpangan dari model bersifat nyata secara statistik, meskipun kreteria yang lain cukup memuaskan (Gaspersz 1995). Koefisien determinan (R 2 ) nilai peubah Y, semakin tinggi koefisien determinan (R 2 ) berarti model semakin mampu menerangkan perilaku peubah Y (Mattjik dan Sumertajaya 2002).

44 21 III. METODE PENELITIAN 3.1. Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah pemucat bekas yang diperoleh dari Asian Agri Group Jakarta. Bahan bahan kimia yang digunakan adalah n-heksana, metanol, H 2 SO 4, NaOH, HCl, alkohol netral 95%, larutan KI jenuh, indikator phenolphtalein (PP), indikator pati 1%, HNO 3, akuades, dan beberapa bahan kimia lainnya. Peralatan utama yang digunakan dalam penelitian ini meliputi labu leher tiga (three-necked flask) dan reaktor kapasitas 10 L. Di lain pihak, peralatan yang digunakan untuk analisis adalah gelas ukur, gelas piala, cawan porselen, erlenmeyer, kertas saring, sudip, corong, pipet tetes, pipet volumetrik, magnetic stirrer, rotary evaporator, viskometer Brookfield, centrifuse dan pompa vakum dll. Pada Gambar 7 diperlihatkan desain perlatan utama dalam penelitian ini. Air Keluar Kondensor Termometer Refluks Air Masuk Pendingin Tegak Pengatur Kecepata Magnetic Stirer Water Bath Hot Plate Stirer Gambar 7 Desain peralatan penelitian

45 Metode Penelitian ini terdiri dari tiga tahapan yaitu penelitian pendahuluan, penelitian utama dan penelitian lanjutan. Rangkaian penelitian secara umum dapat dilihat pada Gambar 8. Karakterisasi SBE Penelitian Pendahuluan Optimasi Proses Produksi Biodiesel Uji Penggunaan Heksana Proses produksi biodiesel skala 10 L SBE Biodiesel Reaktivasi SBE Uji Pemurnian Biodiesel Reactivated SBE Penelitian Utama Biodiesel Gambar 8 Tahapan penelitian produksi biodiesel dari minyak residu dalam tanah pemucat bekas secara in situ Penelitian Pendahuluan Bahan baku utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah SBE. Karakterisasi bahan baku dilakukan pada tahapan penelitian pendahuluan meliputi penentuan kadar air, kadar lemak, kadar asam lemak bebas dan kadar abu. Metode dan prosedur analisis karakteristik bahan baku dapat dilihat pada Lampiran Penelitian Utama: Proses Produksi Biodiesel Proses produksi biodiesel dibagi menjadi tiga tahapan yaitu (i) Optimasi proses produksi biodiesel dalam skala 1 (satu) L, (iii) Uji penggunaan heksana dalam proses produksi biodiesel dan (iii) Proses produksi biodiesel yang dikerjakan dalam skala yang lebih besar yaitu 10 L.

46 23 a) Optimasi Proses Produksi Biodiesel Tahapan ini bertujuan untuk mendapatkan hasil perlakuan terbaik (kondisi optimum) pada proses transesterifikasi terhadap rendemen diodiesel. Berdasarkan penelitian sebelumnya minyak residu yang terkandung dalam SBE cenderung memiliki kadar FFA yang tinggi (>2%), sehingga dalam penelitian ini desain produksi biodiesel terdiri dua tahapan yaitu esterifikasi dan transesterifikasi in situ. Esterifikasi in situ dilakukan dengan mereaksikan 100 g tanah pemucat bekas dengan metanol dan katalis H 2 SO 4. Perbandingan variasi metanol/sbe berkisar antara 6:1 (v/b), serta jumlah katalis (H 2 SO 4 ) yang ditambahkan adalah 1.5% (v/b) (Deli, 2011). Proses esterifikasi dilangsungkan selama tiga jam dengan labu reaksi leher tiga dioperasikan dengan kecepatan pengadukan 625 rpm serta suhu reaksi 65 o C. Proses transesterifikasi in situ dilakukan dengan menggunakan katalis NaOH dengan konsentrasi yang divariasikan yaitu 0.5% - 1.5%. Sebelum dimasukkan dalam labu reaksi, NaOH dilarutkan terlebih dahulu dalam 40 ml metanol. Reaksi transesterifikasi dihentikan setelah mencapai waktu yang ditentukan berdasarkan rancangan percobaan, dengan menghentikan proses pemanasan dan pengadukan. Setelah reaksi dihentikan, proses pemisahan antara tanah pemucat dan metanol yang mengandung minyak dapat dilakukan. Pelarut juga dipisahkan dari biodiesel dengan menggunakan rotary evaporator. Hasil penguapan didapatkan crude bidoiesel yang bercampur dengan gliserol. Biodiesel yang didapat dimurnikan dengan cara dibandingkan antara penggunaan bentonit baru dan bentonit yang direaktivasi ulang. Sentrifugasi dilakukan untuk memisahkan sisa gliserol dan mengendapkan bentonit dan sisa katalis dan aktivasi adsorben lebih lanjut dijabarkan pada bagian penelitian lanjutan di bab ini. Rendemen biodiesel dihitung berdasarkan persamaan berikut: Rendemen Biodiesel m1 ( g) m ( g) 2 x 100% m 1 = Bobot biodiesel setelah pencucian dan pengeringan m 2 = Bobot minyak dalam bahan

47 24 Di lain pihak, karakterisasi biodiesel yang dihasilkan meliputi rendemen, viskositas, densitas, bilangan asam, dan bilangan penyabunan (Lampiran 2). Pada Gambar 9 diperlihatan tahapan proses produk biodiesel dari minyak residu dalam SBE. Gambar 9 Diagram alir tahapan produksi biodiesel. Sumber: Deli (2011)

48 25 b) Uji Penggunaan n-heksan dalam Proses Produksi Biodiesel Heksan merupakan tergolong pelarut non polar yang sering digunakan dalam ekstrasksi minyak. Uji penggunaan heksan dilakukan untuk mengetahui pengaruh peningkatan rendemen ekstrasi minyak dalam SBE. Kondisi operasi proses dilakukan berdasarkan hasil terbaik berdasarkan hasil optimasi pada tahap pertama, serta dengan memvariasikan jumlah penambahan heksan terhadap metanol yaitu 0-1 (%). c) Proses Produksi Biodiesel dalam Reaktor Skala 10 Liter Hasil optimasi dan uji pengguaan heksan pada tahapan sebelumnya menjadi dasar proses produksi biodiesel yang dikerjakan pada reaktor skala 10 L, yang dilengkapi dengan pemanas listrik, pengatur suhu, pengaduk dan pendingin tegak. Proses esterifikasi in situ dilakukan sebagaimana kondisi proses pada skala 1 (satu) liter namun dengan jumlah SBE yang lebih besar yakni g serta metanol 6 L. Faktor konsentrasi katalis dan lama reaksi pada proses transesterifikasi dilakukan berdasarkan hasil optimasi pada tahapan sebelumnya Penelitian Lanjutan Penelitian lanjutan bertujuan untuk memanfaatkan SBE yang masih tersisa dari proses produksi biodiesel yang mencakup beberapa tahapan yaitu sebagaimana berikut: a) Reaktivasi Spent Bleaching Earth Hasil Proses Produksi Biodiesel Tahapan ini bertujuan untuk memanfaatkan tanah pemucat bekas yang tersisa dari hasil proses produksi biodiesel sebagai adsorben dalam proses pemurnian biodiesel. Reaktivasi adsorben dilakukan dengan metode asam, yaitu dengan menggunakan HCl 16%. Aktivasi diatas dilakukan untuk menghilangkan senyawa-senyawa lain yang tidak mempunyai sifat penyerap. Proses reaktivasi dilakukan dengan mencampurkan 200 g tanah pemucat bekas ke dalam 400 ml larutan HCl 16% pada suhu 80 o C dengan kecepatan konstan selama 3 (tiga) jam. Tahapan selanjutnya adalah memishkan HCl dari adsorben dan dilakukan pencucian dengan aquades sampai ph 3,5-4,0.

49 26 Adsorben yang telah terkena air, harus dikeringkan untuk menghilangkan sisa air yang menempel. Tahapan proses pemurnian biodiesel tersebut dapat dilihat pada Gambar 10. Gambar 10 Diagram alir reaktivasi spent bleaching earth b) Pemurnian Biodiesel dengan Menggunakan SBE Hasil Reaktivasi Pemurnian biodiesel hasil optimasi dilakukan secara kering (dry washing) yakni menggunakan adsorben. Dalam penelitian ini digunakan adsorben dari bentonit sisa hasil produksi biodiesel yang telah direaktivasi (reactivated bleaching earth (RBE) dan digunakan fresh bleaching earth (FBE) sebagai pembanding. Proses pemurnian dilakukan dengan

50 27 mencampurkan biodiesel dengan 3% bentonit teraktivasi, serta dilakukan pengadukan selama 20 menit. Tahapan pemurnian selanjutnya adalah sentrifugasi yang bertujuan untuk memisahkan bentonit dan biodiesel Rancangan Percobaan Optimasi dilakukan dengan rancangan komposit terpusat pada tahapan proses transesterifikasi dengan dua faktor yaitu konsentrasi katalis dan lama waktu proses. Rancangan percobaan optimasi produksi biodiesel berbasis SBE menggunakan metode respon (respon surface method). Faktor yang dianalisis meliputi hal-hal berikut: a) Konsentrasi katalis dengan rentang 0.5 % 1.5 % (b/b) b) Waktu reaksi dengan variasi 60, 90 dan 120 (menit) Percobaan diatas dilakukan dengan basis 100 gr Spent Bleaching Earth. Desain rancangan percobaan disajikan pada Tabel 6. Untuk level -1 dan +1, penelitian dilakukan sebanyak 2 ulangan, sedangkan untuk level central (0) penelitian dilakukan sebanyak 5 ulangan. Tabel 6 Central Composite Design (CCD) penelitian Faktor Level - α α Konsentrasi Katalis Waktu Respon utama (parameter) yang diamati adalah rendemen biodiesel. Model rancangan percobaan faktorial yang digunakan untuk mengetahui pengaruh dari kedua faktor terhadap respon yang diinginkan adalah sebagai berikut: Y = a 0 + a 1 X 1 + a 2 X 2 + a 3 X 1 2 +a 4 X a 5 X 1 X 2

51 28 Y = Rendemen (Yield) biodiesel (%) ao, a 2,... a 5 = Koefisien regresi X 1 X 2 X 1 X 2 X 1 2 = Pengaruh linier pengaruh faktor konsentrasi katalis = Pengaruh linier faktor waktu = Pengaruh linier interaksi faktor konsentrasi katalis dan waktu. = Pengaruh kuadratik pengaruh faktor konsentrasi katalis Kecocokan model ordo dua CCD banyak digunakan, dimana secara umum CCD mempunyai faktorial 2 k dengan banyak data (n r ), sumbu (2k), dan pusat (n c ). CCD sangat efisien untuk kecocokan model ordo dua. Dua parameter dalam spesifik design adalah jarak sumbu α yang dijalankan dari pusat disain dan jumlah titik pusat nc (Montgomery 2001). Di lain pihak, data mutu biodiesel yang dihasilkan dari penelitian juga dianalisis dengan menggunakan persamaan polinomial orde satu sebagai berikut (Montgomery 2001): Y = β 0 + β 1 x 1 + β 2 x 2 dimana Y adalah respon (viskositas kinematik, densitas, bilangan asam dan bilangan penyabunan); x 1 dan x 2 adalah coded variable dari konsentrasi katalis dan waktu reaksi; dan β 0, β 1 dan β 2 masing-masing adalah konstanta titik potong dan koefisien linier untuk x 1 dan x 2. Analisis regresi dan analisis keragaman (ANOVA α = 0.05) dilakukan dengan menggunakan bantuan Software Design Expert software dan Minitab Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari Agustus 2012 di laboratorium Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

52 29 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakterisasi Bahan Baku (Tanah Pemucat Bekas) Sebelum dilakukan proses proses produksi, tanah pemucat bekas atau spent bleaching earth yang digunakan dilakukan analisis karakterisik bahan baku (proksimat). Analisis tersebut mencakup beberapa aspek diantaranya kadar air, kadar lemak, FFA dan kadar abu. Bahan baku merupakan hasil samping proses produksi industri minyak goreng yang berada di Jakarta. Pada Tabel 7 diperlihatkan hasil analisis karakteristik tanah pemucat bekas yang digunakan sebagai bahan penelitian. Tabel 7 Karakteristik tanah pemucat bekas No Karakteristik Nilai 1. Kadar Air (%) Kadar Lemak (%) FFA (%) Kadar Abu (%) Tabel 7 diatas menunjukkan hasil analisis bahan baku yaitu tanah pemucat bekas. Analisa tersebut bertujuan untuk mengetahui berapa besar kadar air, kadar abu, kadar lemak, dan FFA yang terkandung di dalam spent bleaching earth sebelum dimanfaatkan dalam proses produksi biodiesel dan untuk diaktivasi kembali untuk selanjutnya dimanfatkan sebagai adsorben dalam proses pemurnian biodiesel. Berdasarkan hasil analisis proksimat, spent bleaching earth memiliki kadar lemak dan kadar air masing-masing 19.21% dan 3.03%, serta kandungan asam lemak bebas (FFA) sebesar 2.96%. Kadar air dan kadar lemak bahan merupakan parameter yang penting untuk diketahui, dimana kedua parameter tersebut akan berpengaruh terhadap rendemen biodiesel. Semakin tinggi kadar lemak bahan baku, tingkat konversi biodiesel yang dihasilkan akan semakin tinggi. Kadar lemak tersebut lebih rendah apabila dibandingkan hasil uji yang dilakukan oleh Kheang (2006) yang berkisar antara 20-30% dan bahkan hingga 40% (Taylor 1999). Menurut Kusdiana dan Saka (2003), adanya kandungan air dan asam lemak bebas (FFA) yang tinggi dalam bahan akan mengurangi keefektifan katalis

53 30 dalam reaksi transesterifikasi. Demikian juga kandungan air dalam bahan akan menyebabkan terjadinya hidrolisis trigliserida menjadi asam-asam lemak bebas. Konversi bahan baku menjadi produk akan menurun karena katalis digunakan untuk menetralisir kandungan asam lemak bebas yang tinggi. Di lain pihak, terkait fungsi SBE sebagai adsorben Ketaren (2008) menjelaskan bahwa keberadaan air pada bentonit dapat mengurangi daya penyerapan bentonit terhadap zat warna. Berdasarkan analisis proksimat juga diketahui bahwa kandungan abu bahan adalah 65.82%. Hal ini menunjukkan bahwa pada dasarnya spent bleaching merupakan campuran dari fresh bleaching earth dengan CPO, dengan demikian kandungan abu dalam tanah pemucat bekas berasal dari komponen fresh bleaching earth dan unsur-unsur senyawa organik dari CPO Optimasi Proses Produksi Biodiesel Berbasis Minyak Residu dalam Tanah Pemucat Bekas (SBE) secara In Situ Penelitian utama yang dilakukan adalah optimasi proses produksi biodiesel dengan memanfaatkan sisa kandungan minyak pada tanah pemucat bekas (SBE). Optimasi dilakukan dengan metode permukaan respon atau response surface method (RSM). RSM merupakan kumpulan teknik matematik dan statistik yang digunakan untuk modeling dan analisis permasalahan pada respon yang dipengaruhi oleh beberapa peubah dan bertujuan untuk memperoleh optimasi respon (Montgomery 2001). Penelitian ini secara khusus mengkaji penentuan kondisi umum proses produksi biodiesel berbasis SBE, dengan mengkaji pengaruh faktor konsentrasi katalis dan waktu dalam proses transesterifikasi terhadap rendemen biodiesel yang diperoleh. Rancangan yang digunanakan adalah rancangan komposit tersupsat (CCD). Montgomery (2011) menjelaskan kecocokan model ordo dua CCD banyak digunakan, dimana secara umum CCD mempunyai faktorial 2 k dengan banyak data (n r ), sumbu (2k), dan pusat (n c ). CCD sangat efisien untuk kecocokan model ordo dua karena didukung dua parameter dalam spesifik design adalah jarak sumbu α yang dijalankan dari pusat disain dan jumlah titik pusat nc. Susunan CCD dan respon terhadap rendemen biodiesel masing-masing perlakuan

54 31 diperlihatkan pada Lampiran 1. Di lain pihak, analisis statistik dilakukan dengan menggunakan bantuan software Design Expert dan Minitab 14. Metode permukaan respon digunakan untuk mengetahui pengaruh variasi perlakuan terhadap input, mengetahui keadaan dari perlakuan yang akan memberikan hasil secara bersamaan dengan memenuhi spesifikasi yang diinginkan serta mengetahui nilai perlakuan yang akan memberikan hasil maksimal untuk respon tertentu. Menurut Box et al. (1979) dalam Montgomery (2001) metode permukaan repon dapat membawa peneliti secara efisien dan cepat untuk mencapai titik optimum. Persamaan model regresi yang diperoleh dalam percobaan ini setelah mengeliminasi faktor-faktor yang tidak nyata adalah sebagai berikut: Y metyl ester = X X X X X 1 X 2 Nilai Y merupakan rendemen biodiesel yang diperoleh, X 1 adalah konsentrasi katalis (%) dan X 2 adalah lama proses transesterifikasi (menit). Persamaan regresi diatas menunjukkan adanya pengaruh linier dan kuadratik. Berdasarakan hasil analisis karakterisasi permukaan respon yang dilakukan dengan menggunakan bantuan software diketahui bahwa nilai eigen dari masing masing faktor adalah negatif, sehingga bentuk permukaan responnya adalah maksimum. Di lain pihak, titik optimal dari model persamaan regresi adalah: waktu reaksi selama menit, dan konsentrasi katalis sebesar 1.89%, dengan kondisi reaksi yang berlangsung pada suhu 65 o C serta kecepatan 600 rpm. Prediksi respon yang dihasilkan berdasarkan model persamaan tersebut adalah sebesar sebesar 97.18%. Di lain pihak, berdasarkan hasil validasi di laboratorium diperoleh rendemen biodiesel sebesar 95.63%. Validasi juga dilakukan pada reaktor dengan skala 10 L yang dilangsungkan dengan kondisi proses yang sama namun dengan umpan yang lebih besar. Validasi dengan reaktor tersebut menghasilkan rendemen yang lebih tinggi yaitu sebesar 96.18%. Pada Gambar 11 dan 12 diperlihatkan respon permukaan dan kontur rendemen biodiesel yang dihasilkan dalam penelitian.

55 32 Gambar 11 Permukaan respon rendemen biodiesel Gambar 12 Kontur Permukaan Respon Rendemen Biodiesel

56 33 Hasil analisis ragam (ANOVA α=0.05) juga menunjukkan bahwa konsentrasi katalis dan lama reaksi adalah signifikan dan berpengaruh terhadap peningkatan rendemen biodiesel. Hasil analisis ragam juga menunjukkan model kuadratik memiliki nilai R 2 sebesar 92.4 %. Hal tersebut menunjukkan bahwa berarti perlakuan yang diberikan berpengaruh sebesar 92.4 % terhadap respon, sedangkan 7.6 % dipengaruhi oleh faktor lain. Terkait koefisien determinan (R 2 ) nilai peubah Y, Matjik dan Sumertajaya (2002) menjelaskan bahwa semakin tinggi koefisien determinan (R 2 ) berarti model semakin mampu menerangkan perilaku peubah Y. Berdasarkan nilai uji lack of fit (0.0074) juga diketahui bahwa model yang dihasilkan adalah signifikan atau dapat diterima. Pada Gambar 13 diperlihatkan pengaruh masing-masing faktor terhadap rendemen biodiesel. Gambar 13 Pengaruh masing-masing faktor terhadap rendeman biodiesel Kenaikan konsentrasi katalis NaOH meningkatkan rendemen biodiesel yang dihasilkan. Metanol merupakan pelarut polar sehingga tidak dapat melarutkan minyak secara sempurna. Hanya 74% minyak yang dapat diekstrak dari tanah pemucat bekas dengan metanol selama 24 jam (Lim et al. 2009). Lebih lanjut Qian et al. (2008) menjelaskan bahwa penambahan katalis NaOH dalam metanol selama proses transesterifikasi in situ dapat meningkatkan kelarutan minyak. Tanpa NaOH hanya 22% minyak yang larut dalam metanol setelah diproses selama 5 jam, sedangkan adanya 0.1 mol/l NaOH dalam metanol dapat meningkatkan kelarutan minyak hingga 99.7%. Semakin banyak minyak yang larut maka akan semakin besar peluang terjadinya reaksi transesterifikasi menghasilkan biodiesel.

57 34 Shiu et al. (2010) menyebutkan bahwa peningkatan konsentrasi katalis NaOH meningkatkan rendemen biodiesel namun penambahan konsentrasi katalis yang terlalu tinggi dapat menyebabkan terjadinya proses penyabunan trigliserida sehingga menurunkan rendemen biodiesel. Konsentrasi katalis optimum yang dilaporkan Shiu et al. (2010) adalah 2 ml NaOH 5 N atau setara dengan 4% (b/b) terhadap bobot padatan menghasilkan rendemen biodiesel 91.3%, sedangkan dalam penelitian ini dibutuhkan konsentrasi katalis NaOH lebih sedikit yaitu 1.8% (b/b) terhadap berat padatan untuk menghasilkan rendemen biodiesel 95.63%. Dengan bahan baku yang sama yakni minyak residu dalam SBE, rendemen biodiesel dari penelitian ini lebih tinggi dibandingkan hasil dari penelitian Kheang et al. (2006) yakni sebesar 82% dan 90.4% (Lim et al. 2009). Hal tersebut dapat disebabkan oleh pemilihan kondisi proses yang kurang tepat. Kheang et al. (2006a) menggunakan proses dua tahap esterifikasi dengan katalis ferric sulfit dilanjutkan transesterifikasi dengan katalis NaOH. Waktu reaksi untuk esterifikasi 3 (tiga) jam, sedangkan untuk proses transesterifikasi hanya 10 menit. Waktu transesterifikasi yang terlalu singkat tidak dapat menghasilkan konversi yang sempurna dari trigliserida menjadi metil ester. Hal inilah yang diduga menyebabkan rendahnya rendemen biodiesel. Beberapa peneliti (Freedman et al. 1984; Noureddini dan Zhu 1997; Canakci & Van Gerpen 2003; Wang et al. 2007) menyarankan proses transesterifikasi metode konvensional dilakukan selama 1(satu) jam. Waktu reaksi didefinisikan sebagai lamanya proses yang digunakan dalam melakukan proses transesterifikasi tersebut. Ozgul-Yucel dan Turkay (2002) menjelaskan bahwa waktu reaksi yang lebih lama pada proses transesterifikasi akan memfasilitasi molekul-molekul reaktan bertumbukan lebih lama sehingga konversi trigliserida menjadi metil ester pun dapat ditingkatkan seiring dengan peningkatan waktu reaksi. Hal ini berhubungan dengan banyaknya konversi bahan baku menjadi biodiesel selama reaksi berjalan. Semakin lama waktu reaksi maka semakin lama waktu bereaksi antara bahan satu dengan bahan lainnya. Di lain pihak, penelitian ini menggunakan sistem pemurnian kering, yakni tidak menggunakan air dalam tahap pemurniannya, sehingga mengurangi jumlah

58 35 biodiesel yang pada umumnya banyak hilang bersama air dalam proses pemurnian konvensional. Faccini et al. (2011) memberikan penjelasan beberapa kelebihan pemurnian biodiesel secara dry washing adalah pengurangan limbah cair, proses produksi lebih ramah lingkungan, lebih sederhana dan efisien Karakterisasi Mutu Biodiesel Viskositas Kinematik Aulia (2010) menyebutkan bahwa beberapa penelitian menunjukkan bahwa minyak nabati murni (straight vegetable oil, SVO) atau (pure plant oil, PPO) mempunyai viskositas yang tinggi antara 30 sampai 50 cst pada temperatur 40 o C dibandingkan dengan minyak solar yang mempunyai viskositas antara 2 sampai 5 cst pada 40 o C, sehingga dalam pemanfaatannya diperlukan proses modifikasi untuk menurunkan viskositas minyak nabati sehingga mendekati karakteristik viskositas minyak solar. Viskositas kinematik merupakan salah satu parameter penting dan disyaratkan dalam penentuan standar mutu biodiesel. Viskositas bahan bakar yang tinggi (kental) seperti minyak nabati tidak diharapkan pada mesin diesel karena hal tersebut akan berakibat pada sulitnya pemompaan bahan bakar dari tangki ke ruang bakar mesin serta sulitnya proses pemecahan bahan bakar sehingga proses pembakaran tidak berjalan dengan lancar. Hal tersebut merupakan salah satu alasan perlunya penurunan viskositas minyak nabati dengan mengkonversinya menjadi metil ester. Knothe dan Steidley (2005) menyebutkan bahwa perbedaan viskositas antara minyak nabati dengan biodiesel dapat digunakan sebagai salah satu indikator keberhasilan proses produksi biodiesel. Viskositas untuk biodiesel yang sesuai dengan SNI berkisar antara cst. Minimum viskositas juga diperlukan untuk beberapa mesin karena berkaitan dengan daya lumas bahan bakar terhadap mesin diesel, kehilangan power pada pompa injeksi dan kebocoran injektor. Viskositas kinematik biodiesel yang dihasilkan dalam penelitian ini berkisar antara cst. Hasil analisis ragam (ANOVA α = 0.05) menggunakan metode permukaan respon pada Tabel 8 menunjukkan bahwa konsentrasi katalis (A) dan lama proses transesterifikasi (B) berpengaruh secara

59 36 signifikan terhadap viskositas kinematik biodiesel (Y). Berdasarkan nilai lack of fit juga diketahui bahwa interaksi variabel A dan B juga berpengaruh secara signifikan terhadap viskositas biodiesel yang dihasilkan (Tabel 8). Tabel 8 ANOVA untuk respon viskositas biodiesel Source SS DF MS F P Model * A B Curvature Residual Lack of Fit * Pure Error Cor Total *signifikan Tabel 9 Koefisien regresi persamaan polinomial orde satu untuk respon viskositas biodiesel Terms Koefisien regresi SE Intercept β Linear β β Pada tabel 9 diperlihatkan hasil analisis regresi yang menunjukkan hubungan linier anatara faktor konsentrasi katalis dan waktu reaksi dalam menentukan viskositas biodiesel. Persamaan regresi yang dihasilkan adalah Y = A-0.58B dengan R 2 = 96.97%. Gambar 14 dan 15 menunjukkan perubahan pada viskositas biodiesel dengan bervariasinya lama reaksi dan konsentrasi katalis. Berdasarkan gambar tersebut dapat diketahui bahwa peningkatan konsentrasi katalis NaOH akan menurunkan viskositas kinematik biodiesel yang dihasilkan, begitu juga dengan peningkatan waktu reaksi transesterifikasi.

60 Mean of Viskositas 37 Main Effects Plot (data means) for Viskositas 9 Katalis Waktu Point Type Corner Center Gambar 14 Pengaruh faktor konsentrasi katalis dan waktu transesterifikasi terhadap viskositas biodiesel Viskositas (cst) Waktu reaksi (menit) Katalis (%) Gambar 15 Respon permukaan konsentrasi katalis dan waktu reaksi terhadap viskositas biodiesel Peningkatan konsentrasi NaOH berarti meningkatkan jumlah senyawa natrium metoksida dalam campuran reaksi, yang berarti akan meningkatkan kecepatan reaksi transesterifikasi untuk menghasilkan metil ester. Demikian juga dengan penambahan lama reaksi akan memberikan kesempatan bagi campuran senyawa untuk bereaksi secara sempurna, sehingga trigliserida yang terkonversi akan semakin banyak dan nilai viskositas kinematik biodiesel juga akan semakin turun. Knothe (2010) memberikan penjelasan bahwa reaksi transesterifikasi

61 38 merupakan reaksi berantai, dimana konversi reaksi yang tidak sempurna akan menyebabkan senyawa mono, di dan trigliserida dalam biodiesel. Keberadaan senyawa-senyawa tersebut memberikan kontribusi terhadap nilai viskosistas kinematik. Semakin banyak jumlah senyawa mono, di dan trigliserida dalam biodiesel maka akan semakin besar nilai viskositas kinematik biodiesel. Di lain pihak, biodiesel hasil optimasi yang dihasilkan memiliki nilai viskositas sebesar 4.6 cst untuk biodiesel yang dimurnikan dengan fresh bleaching earth dan 4.98 cst untuk biodiesel yang dimurnikan dengan SBE yang telah direaktifasi ulang. Kedua biodiesel baik yang dimurnikan dengan FBE dan SBE telah memenuhi Standar Nasional Indonesia yaitu sebesar cst. Dengan bahan baku yang sama nilai viskositas tersebut sedikit berbeda dengan hasil penelitian Kheang et al. (2006) yaitu 3.7 cst dengan bahan baku yang sama namun dimurnikan secara konvensional yaitu air Densitas Massa jenis menunjukkan perbandingan massa persatuan volume, karakteristik tersebut berkaitan dengan nilai kalor dan daya yang dihasilkan oleh mesin diesel persatuan volume bahan bakar. Bahan bakar dengan densitas dan viskositas rendah akan meningkatkan atomisasi sehingga dicapai campuran bahan bakar dan udara yang baik. Sama seperti viskositas, volume pembakaran merupakan fungsi densitas. Bahan bakar diinjeksikan berdasarkan ukuran volume. Semakin besar densitas bahan bakar maka akan semakin besar daya yang dihasilkan, namun demikian densitas bahan bakar juga mempengaruhi emisi yang dihasilkan. Densitas berkaitan dengan particulate matter dan emisi NO x. Bahan bakar dengan densitas tinggi akan menghasilkan particulate matter dan emisi NO x yang juga tinggi (Canakci dan Sanli 2008). Densitas biodiesel yang dihasilkan dari penelitian ini berkisar antara g/cm 3. Hasil sidik ragam (ANOVA α=0.05) dengan menggunakan metode permukaan respon menunjukkan bahwa konsentrasi katalis (A) berpengaruh terhadap densitas biodiesel (Y), sedangkan waktu reaksi (B) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap densitas biodiesel. Berdasarkan nilai lack of fit juga

62 39 diketahui bahwa interaksi variabel A dan B tidak berpengaruh secara signifikan terhadap viskositas biodiesel yang dihasilkan (Tabel 10). Tabel 10 ANOVA untuk respon densitas biodiesel Source SS DF MS F P Model 1.300E E * A 9.00E E B 4.00E E Curvature 8.889E E Residual 3.800E E-005 Lack of Fit 1.000E E Pure Error 2.800E E-005 Cor Total 1.689E *signifikan Tabel 11 Koefisien regresi persamaan polinomial orde satu untuk respon densitas biodiesel Terms Koefisien regresi SE Intercept β E-003 Linear β E-003 β E-003 Peningkatan konsentrasi NaOH berarti meningkatkan jumlah senyawa natrium metoksida dalam campuran reaksi, sehingga mempercepat terjadinya reaksi antara metanol dan trigliserida. Dengan demikian peningkatan katalitis meningkatkan metil ester yang diperoleh. Ehimen et al. (2010) menjelaskan bahwa densitas biodiesel dipengaruhi oleh jumlah tri, di dan monogliserida dalam biodiesel. Semakin sedikit jumlah senyawa tersebut dalam biodiesel maka akan semakin kecil nilai densitas. Artinya semakin banyak trigliserida yang terkonversi menjadi metil ester maka nilai densitas biodiesel akan semakin turun. Pada Gambar 16 dan 17 diperlihatkan peubahan pada densitas biodiesel dengan bervariasinya konsentrasi katalis. Berdasarkan gambar tersebut dapat diketahui bahwa peningkatan konsentrasi katalis NaOH akan menurunkan densitas biodiesel yang dihasilkan.

63 Mean of Densitas 40 Main Effects Plot (data means) for Densitas 0,885 Katalis Waktu Point Type Corner Center 0,880 0,875 0,870 0,865 0,860 0, Gambar 16 Pengaruh faktor konsentrasi katalis dan waktu transesterifikasi terhadap densitas biodiesel Densitas (g/cm 3 ) Katalis (%) Waktu reaksi (menit) Gambar 17 Respon permukaan konsentrasi katalis dan waktu reaksi terhadap densitas Di lain pihak, biodiesel hasil optimasi yang dihasilkan memiliki nilai densitas sebesar 0.87 g/cm 3 untuk biodiesel yang dimurnikan dengan fresh bleaching earth dan 0.86 g/cm 3 untuk biodiesel yang dimurnnikan dengan SBE yang telah direaktivasi ulang. Kedua biodiesel baik yang dimurnikan dengan FBE dan SBE telah memenuhi Standar Nasional Indonesia yaitu sebesar

64 41 g/cm 3. Dengan bahan baku yang sama nilai densitas tersebut adalah sama dengan hasil penelitian Kheang et al. (2006) yaitu 0.88 g/cm 3 dengan bahan baku yang sama namun dimurnikan secara konvensional yaitu air Bilangan Asam Nilai bilangan asam merupakan salah satu indikator mutu pada metil ester. Bilangan asam didefinisikan sebagai jumlah miligram KOH yang digunakan untuk menetralkan asam lemak bebas yang terkandung dalam satu gram minyak atau lemak (Ketaren 2008). Bilangan asam merupakan salah satu parameter yang penting dalam karakteristik mutu biodiesel. Parameter ini menunjukkan jumlah asam lemak bebas yang masih tersisa setelah proses transesterifikasi. Bilangan asam maksimal dalam biodiesel sesuai SNI adalah 0.8 mg KOH/g. Bilangan asam yang diperoleh dalam penelitian ini berkisar antara mg KOH/g. Berdasarkan analisis ragam (ANOVA α=0.05) dengan menggunakan metode permukaan respon diketahui bahwa variabel konsentrasi katalis (A) berpengaruh signifikan terhadap bilangan asam, sedangkan variabel waktu (B) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap bilangan asam biodiesel. Berdasarkan nilai lack of fit juga diketahui bahwa interaksi variabel A dan B tidak berpengaruh secara signifikan terhadap bilangan asam biodiesel yang dihasilkan (Tabel 12). Tabel 12 ANOVA untuk respon bilangan asam biodiesel Source SS DF MS F P Model * A B 7.225E E Curvature Residual 7.545E E-003 Lack of Fit 3.025E E Pure Error 4.520E E-003 Cor Total *signifikan

65 Mean of Bilangan Asam 42 Tabel 13 Koefisien regresi persamaan polinomial orde satu untuk respon bilangan asam biodiesel Terms Koefisien regresi SE Intercept β Linear β β Pada Tabel 13 juga diperlihatkan hasil analisis regresi yang menunjukkan hubungan linier antara faktor konsentrasi katalis (A) dan waktu (B) dalam menentukan viskositas biodiesel. Berdasarkan nilai lack of fit juga diketahui bahwa interaksi variabel A dan B tidak berpengaruh secara signifikan terhadap bilangan asam biodiesel yang dihasilkan. Persamaan regresi yang dihasilkan adalah Y = A-0.043B dengan R 2 = 95.14%. Gambar 18 dan 19 menunjukkan respon pengaruh peubahan pada viskositas biodiesel dengan bervariasinya lama reaksi dan konsentrasi katalis terhadap bilangan asam biodiesel. Berdasarkan gambar tersebut dapat diketahui bahwa peningkatan konsentrasi katalis NaOH akan menurunkan bilangan asam biodiesel yang dihasilkan. Main Effects Plot (data means) for Bilangan Asam 1,0 Katalis Waktu Point Type Corner Center 0,9 0,8 0,7 0,6 0, Gambar 18 Pengaruh faktor konsentrasi katalis dan waktu transesterifikasi terhadap bilangan asam biodiesel

66 43 Bilangan asam (mg KOH/g) Waktu reaksi (menit) Katalis (%) Gambar 19 Respon permukaan konsentrasi katalis dan waktu reaksi terhadap bilangan asam Di lain pihak, biodiesel hasil optimasi yang dihasilkan memiliki nilai bilangan asam sebesar untuk 0.24 mg KOH/g biodiesel yang dimurnikan dengan fresh bleaching earth dan 0.22 mg KOH/g, untuk biodiesel yang dimurnikan dengan spent bleaching earth yang direaktivasi ulang. Kedua biodiesel, baik yang dimurnikan dengan FBE maupun dengan SBE telah memenuhi nilai bilangan asam yang sesuai dengan Standar Nasional Indonesia yaitu sebesar maksimal 0.8 mg KOH/g Bilangan Penyabunan Bilangan penyabunan merupakan salah satu parameter yang ditetapkan dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) sebgai kriteria mutu biodiesel. Bilangan penyabunan dinyatakan dalam jumlah milligram KOH yang dibutuhkan untuk menyabunkan 1 gram minyak atau lemak (Ketaren 2008). Tinggi rendahnya bilangan penyabunan dapat digunakan sebagai indikator kemurnian biodiesel. Pada proses transesterifikasi, trigliserida yang merupakan senyawa berantai panjang akan bereaksi dengan metanol dan menghasilkan metil ester (biodiesel) yang merupakan senyawa berantai pendek. Konversi yang sempurna pada proses

67 Mean of Sapo Value 44 transesterifikasi in situ diindikasikan dengan banyaknya metil ester yang terbentuk, yang menunjukkan bahwa bobot molekul biodiesel relatif kecil sehingga bilangan penyabunannya akan semakin besar. Tabel 14 ANOVA untuk respon bilangan penyabunan biodiesel Source SS DF MS F P Model 7.852E E A 5.566E E B 2.286E E Curvature 9.758E E Residual 4.348E E-010 Lack of Fit 7.822E E Pure Error 3.566E E-010 Cor Total 2.196E *signifikan Bilangan penyabunan yang dihasilkan dalam penelitian ini berkisar antara mg KOH/g. Hasil sidik ragam (ANOVA α=0.05) menunjukkan bahwa konsentrasi katalis (A), waktu reaksi (B) serta interaksinya tidak berpengaruh secara nyata terhadap bilangan penyabunan bidoiesel yang dihasilkan. Pada Gambar 20 diperlihatkan gambaran pengaruh konsentrasi katalis dan waktu reaksi terhadap bilangan penyabunan biodiesel hasil penelitian. Main Effects Plot (data means) for Sapo Value 261 Konsentrasi Katalis Waktu Point Type Corner Center Gambar 20 Pengaruh faktor konsentrasi katalis dan waktu transesterifikasi terhadap bilangan penyabunan biodiesel

68 45 Bilangan penyabunan dipengaruhi oleh komposisi dan derajat kejenuhan asam lemak penyusun biodiesel. Alkohol yang digunakan untuk proses transesterifikasi juga berkontribusi terhadap besarnya nilai bilangan penyabunan. Bilangan penyabunan menurun dengan naiknya panjang rantai karbon dan derajat kejenuhan asam lemak penyusun biodiesel. Meningkanya panjang rantai karbon alkohol pemasok gugus alkil pada biodiesel menurunkan nilai bilangan penyabunan biodiesel. Bilangan penyabunan trigliserida dan alkil ester dengan berbagai alkohol rantai pendek ditampilkan pada Tabel 15. Tabel 15 Bilangan penyabunan trigliserida dan alkil ester Bilangan Penyabunan (mgkoh/g) Ester Asam Lemak Trigliserida Metil Etil Propil Butil C 12: C 14: C 16: C 18: C 18: C 18: C 18: Sumber: Knothe (2002) Biodiesel yang dibuat dari bahan baku yang berbeda akan memiliki bilangan penyabunan yang berbeda. Sebagai contoh bilangan penyabunan biodiesel dari minyak biji matahari adalah mgkoh/g (Marinkovic dan Tomasevic 1998). Bilangan penyabunan biodiesel dari minyak biji matahari lebih kecil dari bilangan penyabunan dari penelitian ini. Hal ini disebabkan karena minyak biji matahari didominasi oleh asam lemak tidak jenuh (C 18:1 dan C 18:2 ), sedangkan komposisi asam lemak minyak sawit hampir berimbang antara asam lemak jenuh (C 16:0 ) dan tidak jenuh (C 18:1 ). Waktu reaksi dan konsentrasi katalis tidak berpengaruh nyata terhadap nilai bilangan penyabunan. Hal ini dibuktikan dengan nilai bilangan penyabunan tidak berbeda jauh dari masing-masing perlakuan. Berdasarkan Tabel 15 Deli (2011) memberkan penjelasan bahwa nilai bilangan penyabunan trigliserida sama dengan nilai bilangan penyabunan metil ester, sehingga dapat disimpulkan bahwa proses transesterifikasi tidak merubah nilai bilangan penyabunan, kecuali jika

69 46 digunakan alkohol dengan rantai karbon lebih dari satu. Alkohol dengan rantai karbon lebih dari satu akan menambahkan panjang rantai karbon pada alkil ester sehingga akan menurunkan bilangan penyabunan biodiesel. Di lain pihak, biodiesel hasil optimasi yang dihasilkan memiliki nilai bilangan penyabunan sebesar untuk biodiesel yang dimurnikan dengan fresh bleaching earth dan untuk biodiesel yang dimurnikan dengan spent bleaching earth yang direaktivasi ulang. Setiap biodiesel akan memiliki tingkat bilangan penyabunan yang berbeda. Hal tersebut tergantung terhadap bahan baku yang digunakan. Sebagai contoh bilangan penyabunan biodiesel dari minyak biji matahari adalah mgkoh/g (Marinkovic dan Tomasevic 1998). Bilangan penyabunan biodiesel dari minyak biji matahari lebih kecil dari bilangan penyabunan dari penelitian ini. Hal ini disebabkan karena minyak biji matahari didominasi oleh asam lemak tidak jenuh (C18:1 dan C18:2), sedangkan komposisi asam lemak minyak sawit hampir berimbang antara asam lemak jenuh (C16:0) dan tidak jenuh (C18:1) Uji Penggunaan Heksan dalam Proses Esterifikasi Transesterifikasi Biodiesel Berbasis SBE Senyawa n-heksana seringkali digunakan dalam proses ekstraksi minyak. N-heksana juga digunakan sebagai alcohol denaturant, sebagai cleaning agent pada industri tekstil, furniture dan industri kulit (HSDB 1995). Lee et al. (2000) telah menguji penggunaan heksan dalam proses ekstraksi residu minyak dalam SBE. Selanjutnya penelitian ini menguji penggunaan dalam proses produksi biodiesel berbasis SBE secara in situ. Tabel 16 menunjukkan rendemen biodiesel dalam kaitan penggunaan heksan dalam proses produksi biodiesel. Tabel 16 Pengaruh penggunaan heksan terhadap rendemen biodiesel (%) Heksan:MeOH Rendemen (gr) Rata-Rata (gr) Rendemen (%) I II

70 47 Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rasio terbaik penggunaan heksan terhadap metanol adalah 0.4:1. Hal tersebut juga diilustrasikan pada Gambar 21, dimana peningkatan rasio heksan terhadap metanol akan meningkatkan rendemen biodiesel. Namun demikian peningkatan rasio heksan terhadap metanol diatas 0.6:1 justru akan menurunkan rendemen biodiesel. Sanchez et al. (2012) juga menguji penggunaan heksan dalam proses transesterifikasi in situ, dalam penelitian tersebut diketahui bahwa penggunaan heksan dalam proses produksi biodiesel menurunkan rendemen biodiesel sebesar 12.22% atau dari 91.97% menjadi 79.75%. Penurunan rendemen dalam penelitian tersebut terjadi pada penambahan heksan sebanyak 300 ml, namun demikian, penurunan tersebut dapat diatasi dengan menambahkan lebih banyak pelarut. Gambar 21 Pengaruh penggunaan heksan dalam berbagai perbandingan Di lain pihak, dalam proses ekstraksi, pelarut yang memiliki titik didih yang lebih rendah akan lebih mudah menguap dibandingkan dengan pelarut yang titik didihnya tinggi. Pelarut yang memiliki titik didih rendah akan mengalami kehilangan pelarut selama proses lebih tinggi dibandingkan dengan pelarut yang titik didihnya lebih tinggi, namun pelarut dengan titik didih tinggi akan lebih sulit dipisahkan dan kemungkinan dapat menyebabkan kerusakan minyak pada saat pemasakan (Kirk dan Othmer 1980).

71 Perbandingan Karakteristik Mutu Biodiesel yang Dicuci dengan Fresh Bleaching Earth (FBE) dan Reactivated Bleaching Earth (RBE) Proses produksi biodiesel berbasis SBE masih menyisakan tanah pemucat bekas, yang masih berpotensi untuk dimanfaatkan kembali sebagai adsorben. Namun demikian perlu dilakukan reaktivasi ulang sebelum dimanfaatkan kembali. Aktivasi merupakan suatu perlakuan terhadap adsorben yang bertujuan untuk memperbesar pori yaitu dengan memecahkan ikatan hidrokarbon atau mengoksidasi molekul-molekul permukaan sehingga luas permukaan bertambah besar dan berpengaruh terhadap daya serap (Sembiring 2003). Dalam penelitian ini metode aktivasi yang digunakan adalah dengan menggunakan asam yaitu HCl 16 %, sebagaimana yang telah dilakukan oleh Herdiani (2009). Bentonit bekas perlu direaktivasi karena, bentonit bekas yang sudah digunakan sebagai penyerap telah terdeaktivasi (tertutup sisi aktivnya), sehingga kemampuan mengadsorpsi semakin lama semakin berkurang. Hal tersebut terjadi karena bentonit tersebut telah jenuh yang disebabkan seluruh poriporinya telah terisi penuh atau karena sisi aktifnya tertutupi. Untuk alasan tersebut perlu dilakukan suatu proses regenerasi bentonit bekas yang bertujuan untuk membersihkan permukaan bentonit, sehingga membuka ruang sisi aktif yang tertutup impurities yang memperbesar luas permukaan pori dan volume spesifiknya. Proses aktivasi pada penelitian ini dilakukan secara terpisah, dimana masing-masing adsorben diaktivasi dengan cara pengasaman dan pemanasan sekaligus. Perlakuan fisik yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan proses pengeringan. Proses pengeringan adsorben dalam proses aktivasi asam sangat diperlukan, hal ini dikarenakan ph adsorben setelah ditambahkan asam sekitar 1.5-2, sehingga diperlukan pencucian adsorben menggunakan air sampai ph sekitar Di lain pihak, pengeringan tersebut juga bertujuan agar air yang terikat dicelah-celah molekul dapat teruapkan, sehingga porositasnya meningkat. Berdasarkan pengujian awal terhadap penggunaan spent bleaching earth teraktivasi diketahui bahwa diantara kosentrasi 1%, 2% dan 3%, konsentrasi terbaik yang mampu menurunkan bilangan asam biodiesel berbasis SBE adalah

72 49 3%. Pada Gambar 22 diperlihatkan perbedaaan penampakan fresh bleaching earth (FBE), spent bleaching earth (SBE) dan spent bleaching earth yang direaktivasi ulang atau reactivated bleaching earth (RBE) Gambar 22 Penampakan fresh bleaching erath (FBE), spent bleaching earth (SBE) dan reactivated bleaching earth (RBE) Berdasarkan model optimasi yang dikerjakan menggunakan RSM, dilakukan uji produksi biodiesel dengan menggunakan reaktor berkapasitas 10 L. Di lain pihak, biodiesel yang dihasilkan dibandingkan dalam tahapan pencucian yaitu dengan menggunakan fresh bleaching earth dan reactivated bleaching earth sebagai adsorben. Reactivated bleaching earth merupakan tanah pemucat bekas sisia hasil produksi biodiesel yang telah diaktivasi ulang. Hasil perbandingan biodiesel tersebut disajikan pada Tabel 17 berikut. Tabel 17 Perbandingan mutu biodiesel yang dimurnikan dengan fresh bleaching earth (FBE) dan reactivated bleaching earth (RBE) No Parameter Crude Standar FBE RBE Biodiesel SNI* 1. Viskositas (cst) Densitas (gr/cm 3) Bilangan Asam (mg KOH/g) Max Bilangan Penyabunan (mg KOH/g) 5. Kadar air sedimen trace trace trace trace * SNI

73 50 Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa penggunaan SBE yang diaktivasi ulang (RBE) sebagai adsorben dalam pemurnian biodiesel dapat menghasilkan biodiesel dengan kualitas yang sama yakni sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI). Beberapa keunggulan pemurnian biodiesel dengan sistem dry washing dibanding pemurnian dengan sistem konvensional yakni dengan air diantaranya adalah berlangsung lebih sederhana, yaitu dapat menghilangkan tahapan pemurnian dengan air, tahapan pemisahan cairan, dan pengeringan biodiesel, yang umumnya dilakukan pada proses pemurnian menggunakan air. Di lain pihak, biodiesel yang dihasilkan dalam penelitian ini memiliki warna yang gelap. Hal tersebut dapat disebabkan karena minyak yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak residu dalam SBE. SBE memiliki warna yang sangat hitam, hal tersebut dikarenakan adanya kandungan pigmen warna seperti karoten dan xantofil yang teradsorp pada bleaching earth pada proses pemurnian di industri minyak goreng. Biodiesel hasil terbaik pada penelitian ini akan dilakukan uji gas chromatography untuk mengetahui asam lemak penyusunnya. Uji dengan alat GC-MS dilakukan untuk mengidentifikasi komponen metil ester yang terdapat pada biodiesel. Kualitas biodiesel ditentukan oleh kemurnian senyawa alkil ester yang terdapat di dalamnya. Hasil pengujian gas chromatography menunjukkan bahwa asam lemak utama penyusun biodiesel yang dihasilkan pada penelitian ini adalah asam palmitat (29.45%), asam oleat (20.68%), asam linoleat (5.185%), asam stearat (3.185%), asam miristat (0.59%) dan lain-lain (Lampiran 15). Asam lemak penyusun utama biodiesel yang dihasilkan pada penelitian ini tidak berbeda dengan asam lemak penyusun biodiesel yang dihasilkan oleh Kheang (2006). Akan tetapi konsentrasi asam lemak yang dihasilkan pada penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan konsentarsi asam lemak dalam biodiesel yang dihasilkan oleh Kheang (2006). Perbedaan ini dapat disebabkan oleh kemurnian biodiesel yang dihasilkan masih rendah dibandingkan dengan biodiesel yang dihasilkan oleh Kheang (2006). Kemurnian biodiesel dapat disebabkan adanya reaksi yang berjalan kurang sempurna, sehingga mengakibatkan proses konversi metil ester yang

74 51 kurang sempurna atau dapat juga disebabkan sisa metanol yang belum teruapkan dalam proses pengeringan. Asam lemak penyusun biodiesel ini sangat berpengaruh terhadap karakteristik mutu biodiesel yang dihasilkan. Asam lemak penyusun biodiesel sangat berpengaruh terhadap karakteristik mutu yaitu viskositas, densitas dan bilangan penyabunan. Di lain pihak susunan asam lemak dan hasil analisis GC diperlihatkan pada Lampiran Perhitungan Biaya Produksi Industri minyak goreng pada skala kecil pada umumnya memiliki kapasitas ton CPO per hari (BPPMD 2009), sedangkan dalam kapasitas besar biasanya berkisar ton CPO per hari (Astra Agro 2012). Penentuan biaya produksi dihitung berdasarkan atas kebutuhan biaya bahan baku yang digunakan dalam proses produksi biodiesel. Bahan baku yang digunakan adalah tanah pemucat bekas, metanol, asam sulfat, natriun hidroksida dan adsorben. Basis perhitungan didasarkan pada kapasitas pabrik minyak goreng yaitu 1000 ton/hari. Dengan penggunaan bentonit dalam proses bleaching sebesar 1%, maka untuk mengolah ton CPO per hari, akan dihasilkan limbah tanah pemucat bekas sebanyak 10 ton. Di lain pihak, berdasarkan kajian laboratorium pada skala 10 liter akan dihasilkan biodiesel ton biodiesel. Pada Gambar 23 diperlihatkan diagram neraca massa pada skala 10 liter dengan rendemen sebesar g atau sebesar 16.18%. Biaya produksi atau biaya operasional terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya yang jumlahnya tidak tergantung dengan perubahan jumlah barang yang di produksi misalnya biaya pemasaran dan biaya administrasi. Biaya Variabel adalah biaya yang dapat berubah tergantung dengan jumlah produk yang diproduksi. Rincian biaya produksi biodiesel disajikan pada Lampiran 10. Berdasarkan neraca massa diperoleh kebutuhan bahan baku dan jumlah produk yang dihasilkan. Dengan basis produksi biodiesel 500 ton/tahun akan dibutuhkan ton tanah pemucat bekas. Perhitungan tersebut berdasarkan perhitungan neraca masa pada skala industri yang diperlihatkan pada Lampiran 9.

75 52 Untuk memproses 500 ton biodiesel diperlukan biaya produksi sebesar Rp ,- juta, sehingga biaya produksi 1 (satu) liter biodiesel dibutuhkan biaya sekitar Rp ,-. Biodiesel yang dihasilkan dari residu minyak dalam tanah pemucat bekas ini dapat digunakan sebagai bahan bakar oleh industri minyak goreng tersebut untuk mengurangi kebutuhan bahan bakar solar dalam operasional pabrik. Di lain pihak, perhitungan kebutuhan biaya bahan baku diperlihatkan pada Lampiran 10. H 2SO g SBE g Metanol g ESTERIFIKASI IN SITU NaOH 40.5 g TRANSESTERIFIKASI IN SITU Sisa SBE 79.6 g Filtrat EVAPORASI Metanol g Crude Metil Ester Adsorben 0.6 g Purifikasi Sisa Adsorben, katalis dan gliserol g Biodiesel 184,76 g Gambar 23 Neraca massa proses produksi biodiesel pada skala 10 liter. Proses produksi biodiesel juga meghasilkan gliserol dan spent bleaching earth sebagai hasil samping yang masih bisa dimanfaatkan. Namun demikian kondisi pasar tradisional masih belum menghendaki penggunaaan gliserol, sehingga penurunaan yang sangat tajam pada harga gliserol (Apostolakou et al. 2009). Oleh karena itu, masih ada peluang untuk mengembangkan teknologi transformasi pemanfaatan gliserol menjadi produk lain yang bernilai ekonomi tinggi, sehingga keuntungan yang diberikan gliserol dapat mengurangi biaya total produksi. Beberapa peluang pemanfaatan gliserol adalah dengan memanfaatkannya menjadi bahan aditif biodiesel dan gliserol eter.

76 53 Di lain pihak, tanah pemucat bekas juga dianggap sebagai bahan yang masih memiliki nilai ekonomi. Sebagaimana hasil penelitian ini bahwa tanah pemucat bekas yang direaktivasi ulang dengan asam kuat dapat digunakan kembali sebagai adsorben dalam proses pemurnian biodiesel (dry washing). Fatmayati (2011) juga melaporkan penggunaan tanah pemucat bekas yang direaktivasi ulang dengan asam kuat dan pemanasan dapat digunakan kembali sebagai agen pemucat dalam proses pemurnian minyak goreng dengan tingkat kemurnian yang sama sebagaimana minyak goreng yang dimurnikan dengan tanah pemucat baru (fresh bleaching earth). Dengan demikian pemanfaatan lanjut gliserol dan tanah pemucat bekas selain mendukung prinsip produksi bersih industri minyak goreng juga akan mengurangi total biaya produksi.

77 54

78 55 V. SIMPULAN DAN SARAN 5.1. Simpulan Kesimpulan yang dihasilkan dari hasil kajian optimasi menggunakan RSM menunjukkan bahwa kondisi optimum proses transesterifikasi dengan faktor konsentrasi katalis dan waktu berada pada kondisi optimum yaitu konsentrasi katalis sebesar 1.8% dan waktu reaksi menit, dengan prediksi respon sebesar 97.18% serta hasil validasi sebesar 95.63%. Penggunaan Spent Bleaching Earth (SBE) yang diaktivasi ulang (RBE) dengan larutan HCl 16% dalam pemurnian biodiesel dapat menghasilkan biodiesel yang sesuai dengan Standar Nasional Indonesia. Pemurnian biodiesel baik menggunakan FBE dan RBE dapat menggantikan metode pemurnian konvensional menggunakan air panas dalam proses pencucian, sehingga limbah cair yang dihasilkan dapat diminimalkan. Biodiesel yang dihasilkan dalam penelitian ini telah memenuhi beberapa standar biodiesel SNI yaitu viskositas 4.6 cst, densitas 0.87 gr/cm 3, bilangan asam 0.24 mg KOH/g dan bilangan penyabunan mg KOH/g. Penggunaan heksan sebagai pelarut tambahan dalam proses ekstrasksi minyak dapat meningkatkan rendemen pada perbandingan heksan dan metanol yaitu 0.4:1, sedangkan peningkatan penggunaan heksan diatas perbandingan 0.6:1 justru akan menurunkan rendemen. Di lain pihak, dengan kapasitas produksi 500 ton biodiesel berbasis minyak residu tanah pemucat bekas, dihasilkan prakiraan biaya produksi per liter biodiesel Rp Saran Penelitian ini masih perlu untuk dilengkapi dengan kajian optimasi variabel proses produksi biodiesel yang lain, uji kelengkapan atribut mutu biodiesel dan aplikasinya. Di lain pihak, analisis terkait teknoekonomi pembuatan unit produksi biodiesel yang terintegrasi dengan industri minyak sawit masih perlu dikaji sebagai bagian dari kelengkapan kajian pemanfaatan SBE sebagai biodiesel.

79 56

80 57 DAFTAR PUSTAKA AOCS The official methods and recommended practices of the AOCS. Edisi 5. American Oil Chemists Society. Apostolakou AA, IK Kookos, C Marazioti and KC. Angelopoulos Technoec onomic analysis of biodiesel production process from vegetable oils. Fuel Process Tecnol 90 (7-8): ASTM standard D Standard test method for kinematic viscosity of transparent and opaque liquids. West Conshohocken PA. ASTM Int. [BSN] Badan Standarisasi Nasional Standar Nasional Indonesia No tentang biodiesel. Jakarta. BSN. Bozbas K Biodiesel as an alternative motor fuel: Production and policies in the European Union. Renew Sust Energ Rev Canakci M, Gerpan JV Biodiesel Production via acid catalysis. Trans Am Soc Agric Eng; 42(5): Canakci M, Sanli H Biodiesel production from various feedstocks and their effects on the fuel properties. J Ind Microbiol Biotechnol. 35: Chang DYZ, JH Van Gerpen, I Lee, LA Johnson. EG. Hammond and SJ Marley fuel properties and emission of soybean oil esters as diesel fuel. J Am Oil Chem Soc 73: Choo YM Transesterification of palm oil: effect of reaction parameters. J Oil Palm Res. 16(2):1-11 Deli NA Disain Proses Produksi Biodiesel dari Residu Minyak Sawit dalam Tanah Pemucat Bekas [Thesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Ehimen EA, Sun ZF, Carrington CG Variabel affecting the in situ transesterification of microalgae lipids. Fuel 89: Environment Agency Guidance, Guidance for waste destined for disposals in landfills, Version 2, Interpretation of the waste acceptance requirements of the landfill (England and Wales) Regulations. Faccini CS et al Dry Washing in Biodiesel Purification: a Comparative Study of Adsorbents. J. Braz. Chem. Soc., Vol. 22, No. 3, , Fatmayati Pemucatan Minyak Sawit Kasar Menggunakan Tanah Pemucat Hasil Reaktivasi [Thesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Febriansyah M Reactivate Bleaching Earth Bekas Secara Kimia dan Fisika dengan Aktivator Asam Fosfat dan Pemanasan. Jurusan Teknik Kimia. Politeknik Negeri Sriwijaya.

81 58 Hambali E, Mujdalipah S, Halomoan A.T, Waries A.P, Hendroko R Teknologi Bionergi. Jakarta: Agromedia. Haas MJ, Karen MS, William NM, Thomas AF In situ alkaline transesterfication: An effective method of the production of fatty acid esters from vegetable oils. J. Am. Oil Chem. Soc. 81: Hazardous Substances Data Bank (HSDB) National Library of Medicine, Bethesda, MD (Internet version). Ketaren S Pengantar Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI Press. Kheang LS, Choo YM, Cheng SF, Ma AN Recovery and conversion of palm olein-derived used frying oil to methyl esters for biodiesel. J Oil Palm Res. 18: Kirk-Othmer Encyclopedia of chemical technology. 3rd ed. Vol 11. New York. NY: John Wiley and Sons. Knothe G Dependence of biodiesel fuel properties on the structure of fatty acid alkyl ester. Fuel Process Technol. 86: Knothe G Biodiesel: Current Trends and Properties. Top Catal. 53: Kusdiana D dan Saka S Effects of water on biodiesel fuel production by supercritical methanol treatment. Bioresour Technol; 91: Kusumaningtyas NW Proses Esterifikasi Tranesterifikasi In Situ Minyak Sawit dalam Tanah Pemucat Bekas untuk Proses Produksi Biodiesel [Skripsi]. Bogor: Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Lee CG, Seng CE, Liew KY Solvent efficiency for oil extraction from spent bleaching clay. J Am Oil Chem Soc. 77(11): Legowo E Experience in palm biodiesel application for transportation. dalam proceedings of the international biodiesel workshop. Medan: 2-4 Oktober Lim BP, Manian GP, Abd Hamid S Biodiesel from adsorbed oil on spent leaching clay using CaO as a heterogeneous catalyst. Europ J Sci Res. 33(2): Marinkovic SS, Tomasevic A Transesterification of sunflower oil in situ. Fuel. 77(12): Montgomery DC Design and Analysis of Experiments. 5 th edition. New York: John Wiley and Sons Inc. Meher LC, VD Sagar, SN Naik Technical aspect of biodiesel production hy transesterification -a review. J Renew Sustain Energy Rev. 1o: Nazir N Pengembangan Proses Pembuatan Biodiesel Jarak Pagar Melalui Tranesterifikasi In Situ, Katlis Heterogen dan Detoksifikasi [Desertasi]. Bogor: Teknologi Industri Pertanian, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

82 59 Ozgul-Yucel S, Turkay S Variables affecting the yields of methyl ester derived from in situ transesterification of rice bran oil. J. Am. Oil Chem. Soc. 79: Qian J, Wang F, Liu S, Yun Z in situ alkaline transesterification of cottonseed oil for production of biodiesel and nontoxic cottonseed meal. Bioresour Technol. 99: Peter, Max and Timmerhaus Plant Design and Economics for Chemical Engineering, fourth Edition, McGraw-Hill. New York, USA.Pollard S.J.T Low-cost adsorbents from industrial wastes. PhD thesis, Imperial College, London. Sahirman Perancangan Proses Produksi Biodiesel Dari Minyak Biji Nyamplung (Calopyllum inophyllum) [Disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Sanchez A, Macleras R, Cancela A, Rodriguez M Influence of n-hexane on In Situ Transesterification of Marine Macroalgae. Energies: 2012, 5, ( ). Sharma YC, Singh B, Upadhyay SN Advancements in development and characterization of biodiesel: A review. Fuel. 87(12): Shiu PJ, Gunawan S, Hsieh WH, Kasim NS, Ju YH Biodiesel production from rice bran by a two-step in situ process. Bioresour Technol. 101: Shuit SH, Lee KT, Kamaruddin AH, Yusup S Reactive extraction and in situ esterification of Jatropha Curcas L. seeds for the production of biodiesel. Fuel. 89: Supeno, M Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis/ Co -Katalis Pembuatan Gas Hidrogen dan Oksigen Dari Air [skripsi]. Medan: Universitas Sumatera Utara. Taylor DR, Jenkins DB Factors Affecting the Pyrophoristy of Spent Bleaching Clay. JAOCS. 67:678. Wahyudi MY Studi Penggunan Kembali Bleaching Earth Bekas Sebagai Adsorben Dalam Proses Refining CPO [Thesis]: Bandung: Teknik Lingkungan. Institut Teknologi Bandung.

83 60

84 LAMPIRAN 61

85 62

86 63 Lampiran 1. Prosedur Analisis Tanah Pemucat Bekas 1. Kadar Air (SNI ) Prinsip analisis kadar air metode oven adalah kehilangan bobot saat pemanasan C dianggap sebagai kadar air yang terdapat pada sampel. Mulamula botol timbang kuarsa atau kertas saring berlipat dipanaskan di oven pada suhu C selama satu jam dan didinginkan dalam desikator selama ½ jam kemudian ditimbang dan dicatat bobotnya. Pekerjaan ini diulangi sampai diperoleh bobot konstan. Sampel sebanyak 5 g ditimbang pada botol timbang yang sudah didapat bobot konstannya. Botol timbang berisi sampel dipanaskan dalam oven pada suhu 105 o C selama 3 jam kemudian didinginkan dalam desikator selama ½ jam selanjutnya ditimbang. Pekerjaan tersebut diulangi sampai didapat bobot konstan. Kadar air dihitung dengan rumus berikut: w - w1 Kadar air x 100% w keterangan : w = bobot sampel awal (g) dan w 1 = bobott sampel akhir (g) 2. Kadar Lemak (SNI ) Prinsip analisis kadar lemak adalah ekstraksi lemak dengan pelarut non polar yaitu n-heksana. Sampel ditimbang 1-2 g dan dimasukkan ke selongsong yang telah dialasi kapas. Selongsong kertas yang berisi sampel tersebut disumbat dengan kapas dan dikeringkan pada suhu 80 0 C selama lebih kurang 1 jam. Selongsong dimasukkan ke alat Soxhlet yang telah dihubungkan dengan labu lemak yang berisi batu didih. Sebelumnya labu lemak dan batu didih dikeringkan ditimbang bobotnya. Sampel diekstrak dengan pelarut heksana lebih kurang selama 6 jam. Heksana dipisahkan dari labu lemak dengan dengan cara distilasi labu lemak, selanjutnya labu lemak yang berisi ekstrak dikeringkan dalam oven C. Labu lemak kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Pengeringan diulangi sehingga diperoleh bobot konstan. Perhitungan untuk kadar lemak sebagai berikut: w - w1 Kadar lemak = 100% w 2

87 64 Keterangan: w = bobot labu sampel sesudah ekstraksi (g) w 1 = bobot labu sampel sebelum ekstraksi (g) w 2 = bobot sampel (g) 3. Kadar Asam Lemak Bebas (SNI ) Jumlah asam lemak bebas dinyatakan sebagai jumlah mg KOH yang dibutuhkan untuk menetralkan asam lemak bebas yang terdapat dalam 1 g lemak atau minyak. Kadar asam lemak bebas menunjukkan presentase jumlah asam lemak bebas dihitung berdasarkan bobot molekul asam atau asam lemak dominan dalam lemak/minyak tersebut. Prinsip analisis kadar asam lemak bebas adalah pelarutan contoh lemak atau minyak dalam pelarut organik tertentu (alkohol netral 96%) dilanjutkan dengan penitraan dengan basa NaOH atau KOH. Sebanyak 5 g contoh dimasukkan ke erlemeyer 250 ml dan ditambahkan 50 ml etanol netral 96% kemudian dipanaskan selama 10 menit dalam penangas air. Selanjutnya ditambahkan indikator phenolftalein 3-5 tetes dan digoyang-goyang sampai homogen. Kemudian dilakukan titrasi dengan larutan NaOH atau KOH 0.1 N hingga terbentuk warna merah muda permanen kira-kira selama 15 detik. Kadar asam lemak bebas dihitung dengan rumus berikut: Keterangan: Kadar AsamLemak Bebas V = volume NaOH (ml) N = normalitas NaOH M = bobot molekul contoh (mol/g) w = bobot contoh (g) V x N x M 10 w

88 65 Lampiran 2. Prosedur Analisis Sifat Fisiko Kimia Biodiesel 1. Viskositas kinematik pada suhu 40 0 C (ASTM D 445) Viskositas kinematik diukur dengan alat viskometer yang telah dikalibrasi sampai volume cairan tertentu mengalir dibawah pengaruh gravitasi pada suhu yang ditentukan dimana contoh masih dapat mengalir dalam pipa viskometer kering. Sampel yang akan diukur viskositasnya disaring terlebih dahulu dengan kertas saring. Sebelum digunakan kapiler viskometer dicuci dengan 15% H 2 O 2 dan 15% HCl. Selanjutnya kapiler dibilas dengan pelarut yang cocok dan dikeringkan. Bak viskometer diatur pada suhu uji yang diperlukan dalam limit yang diberikan. Untuk setiap seri pengukuran, suhu aliran rendaman harus dikontrol sehingga berada dalam kisaran o C, suhu media perendam tidak boleh bervariasi lebih dari C. Viskometer dipilih yang bersih dan kering dan waktu alir tidak boleh lebih dari 200 detik. Sampel sebanyak 10 ml dimasukkan ke kapiler viskometer melalui mounting tube ke reservoir bawah. Viskometer dibiarkan dalam bak selama 30 menit untuk mencapai suhu uji. Digunakan pompa isap untuk mengatur level sampel kesuatu posisi. Dengan pengaliran sampel yang bebas, diukur waktu yang diperlukan sampel untuk bergerak dari batas atas ke batas bawah dengan ketelitian 0.1 detik. Viskosistas kinematik dihitung dengan rumus sebagai berikut: V = C x t Keterangan: V = viskositas kinematik (mm 2 /det) C = konstanta kalibrasi viskometer ((mm 2 /det)/det) t = waktu alir dari batas atas ke batas bawah (det)

89 66 2. Prosedur Analisis Densitas (AOCS Cc 10c-95) Prinsip penentuan densitas adalah menentukan massa contoh tanpa udara pada suhu dan volume tertentu dibandingkan dengan massa akuades pada suhu dan volume yang sama. Piknometer dicuci dengan air kemudian dengan etanol kemudian dikeringkan dalam oven. Piknometer ditimbang kemudian diisi dengan akuades yang telah didihkan dan bersuhu 25 0 C. Hindari adanya gelembung udara dan permukaan air diatur sampai penuh atau sampai tanda tera. Kemudian piknometer dimasukkan ke penagas air pada suhu 25 0 C selama 30 menit. Suhu penangas air diperiksa dengan termometer. Selanjutnya keringkan bagian luar piknometer baru ditimbang. Dengan cara yang sama dilakukan pengukuran berat sampel dengan menggunakan piknometer. Densitas sampel dihitung dengan rumus berikut: Densitas = w w 1 2 air Keterangan: w 1 = berat sampel (g) ; w 2 = berat air (g) dan ρ air = densitas air ada 25 0 C 3. Prosedur Analisis Bilangan Asam (AOCS Cd 3d-63) Bilangan asam adalah bilangan yang menunjukkan jumlah asam lemak bebas yang terkandung dalam minyak atau lemak. Bilangan asam dinyatakan sebagai jumlah mg KOH yang dibutuhkan untuk menetralkan asam lemak bebas yang terdapat dalam 1 g lemak atau minyak. Kadar asam lemak bebas menunjukkan presentase jumlah asam lemak bebas dihitung berdasarkan berat molekul asam atau asam lemak dominan dalam minyak atau minyak tersebut. Sebanyak 5 g sampel yang akan dianalisa dimasukkan ke dalam erlemeyer 250 ml dan ditambahkan 50 ml etanol netral 95% kemudian dipanaskan selama 10 menit. Selanjutnya ditambahkan indikator phenolftalein 3-5 tetes dan digoyanggoyang sampai homogen. Kemudian dilakukan titrasi dengan KOH 0.1 N sambil digoyang kuat sampai terbentuk warna merah muda permanen selama 15 detik. Bilangan Asam (mg KOH/g minyak) = Vx N x 56.1 w

90 67 Keterangan: V = volume KOH (ml) N = normalitas KOH (N) w = berat sampel (g) 4. Bilangan Penyabunan (AOCS Cd 3-25) Bilangan penyabunan adalah jumlah mg KOH dalam mg yang digunakan untuk menyabunkan 1 g minyak atau lemak. Sebanyak 2 g minyak ditimbang (ketelitian g) dalam labu erlemeyer. Lalu ditambahkan 25 ml larutan KOH beralkohol 0.5 N menggunakan pipet volume. Erlenmeyer kemudian dihubungkan dengan pendingin tegak kemudin sampel dididihkan sampai sampel tersabunkan dengan sempurna, yaitu diperoleh larutan yang bebas dari butiran minyak atau sekitar 1 jam. Larutan kemudin didinginkan dan bagian dalam pendingin tegak dibilas dengan sedikit akuades. Selanjutnya larutan dititrasi menggunakan HCl 0.5 N dengan penambahan 1 ml indikator fenolftalein. Dilakukan juga titrasi blanko dengan cara sama tanpa cuplikan minyak. Larutan KOH dan HCl yang digunakan harus distandarisasi dulu sebelum digunakan. Bilangan penyabunan dihitung dengan rumus berikut: Keterangan: SV M N (V - V ) SV = bilangan penyabunan (mgkoh/g) M = bobot molekul KOH (56.1 g/mol) N = normalitas HCl setelah distandarisasi (N) V 0 = volume HCl yang digunakan untuk blanko (ml) V 1 = volume HCl yang digunakan untuk titrasi (ml) m = berat sampel (g) m 0 1

91 68 Lampiran 3. Hasil Analisis Proksimat Bahan Baku (Spent Bleaching Earth) No Karakteristik X 1 X 2 X 2 Rata-Rata 1. Kadar Air (%) 3,04 3,06 2,98 3,03 2. Kadar Lemak (%) 19,43 18,99 19,21 19,21 3. FFA 2,6612 3,0586 3,172 2,96 4. Kadar Abu (%) 65, ,934-65,82

92 69 Lamprian 4 Susunan CCD dan Respon Rendemen dalam Proses Transesterifikasi Biodiesel dari Minyak Residu dalam Spent Bleaching Earth (%) NO PERLAKUAN % RENDEMEN X1 X2 I II RATA-RATA ,13 46,18 46, ,79 68,44 66, ,76 54,18 54, ,70 83,65 83,17 5-1, ,63 46,14 47,39 6 1, ,52 81,54 80, ,41 76,73 79,26 78, ,41 88,42 92,88 90, ,70 89,23 91, ,71 86,35 89, ,88 95,59 94, ,08 91,90 87, ,97 88,85 88,91

93 70 70 Lampiran 5. Karakteristik Mutu Biodiesel Hasil Esterifikasi-Transesterifikasi In Situ Tanah Pemucat Bekas NO PERLAKUAN Rendeman X1 X2 (%) Viskositas (cst) Densitas (gr/cm 3 ) Bilangan Asam (mg KOH/gr) Bilangan Penyabunan (mg KOH/gr) Kadar Air dan Sedimen ,66 9,57 0,90 1,01 253,36 trace ,61 4,82 0,86 0,69 260,12 trace ,97 7,73 0,87 0,98 258,32 trace ,17 4,35 0,85 0,55 261,47 trace 5-1, ,39 8,43 0,87 0,58 280,50 trace 6 1, ,53 6,97 0,87 0,94 247,01 trace 7 0-1,41 78,00 5,41 0,86 1,22 251,05 trace 8 0 1,41 90,65 4,88 0,88 0,26 259,67 trace ,47 5,86 0,87 0,50 254,56 trace ,53 5,72 0,86 0,54 255,32 trace ,24 5,97 0,88 0,51 250,58 trace ,99 5,63 0,87 0,45 254,69 trace ,91 5,96 0,89 0,48 254,58 trace

94 71 Lampiran 6. Analisis Ragam Rendemen Biodiesel Response Surface Regression: YIELD versus A; B Estimated Regression Coefficients for YIELD Term Coef SE Coef T P Constant A B A*A B*B A*B S = R-Sq = 92.4% R-Sq(adj) = 87.0% Analysis of Variance for YIELD Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P Regression Linear Square Interaction Residual Error 7 10, Lack-of-Fit Pure Error Total Estimated Regression Coefficients for YIELD using data in uncoded units Term Coef Constant A B A*A B*B A*B

95 72 Lampiran 7. Hasil Analisis Gas Chromatography Terhadap Larutan Standar

96 Lampiran 8. Hasil Analisa Gas Chromatography Biodiesel 73

97 74 Lampiran 8. Lanjutan Hasil Analisis Gas Chromatography Biodiesel

98 75 Lampiran 9. Perhitungan Neraca Massa Komposisi reaktan: limbah industri minyak goreng spent bleaching earth Minyak = FFA + Trigliserida FFA = 2.96% Trigliserida = Basis 100 g Spent Bleaching Earth (SBE) Massa trigliserida = 16.25% x 100 = g Mol trigliserida = g / (858 g/mol) = mol Massa FFA = 2.96% x 100 = 2.96 Mol FFA = 2.96/ ( g/mol) = A. Esterifikasi Reaksi esterifikasi: Asam lemak bebas (FFA) + metanol metil ester + air Mol metil ester aktual = 93% x = mol Massa metil ester = Mol metil ester aktual x BM metil ester (dari FFA) = mol x g/mol = 2.75 g B. Transestrifikasi Reaksi transesterifikasi: Trigliserida + 3 metanol 3 metil ester + gliserol Rendemen rekasi transesterifikasi = 95.63% Mol trigiserida yang bereaksi = 100% x mol = mol Mol meteil ester yang terbentuk = 3 x 0.01 mol = mol Massa metil ester = Mol meteil ester yang terbentuk x x BM trigliserida = mol x g/mol = g Mass metil ester total = 2.75 g g = g Efisiensi proses = (massa produk praktik/ massa produk teori) x 100% = (18.37/ 19.13) x 100 = 96.03%

99 76 Skala Pabrik Industri minyak goreng diasumsikan beroperasi dengan kapasitas 1000 ton CPO per hari akan menghasilkan limbah tanah pemucat bekas sebesar 10 ton. Jika dilakukan penggandaan skala untuk membangun sebuah unit produksi pemanfaatan SBE menjadi biodiesel, maka digunakan skala efisiensi skala laboratorium tersebut, dengan kondisi operasi yang diasumsikan sama. Jika digunakan basis produksi per 500 ton biodiesel, maka: Produk secara teori = (500 ton x 100%) / 96.03% = ton Maka mol produk = ( g) / = mol Mol trigliserida = 1/3 x mol = mol Massa trigliserida = mol x 858 g/mol = g SBE yang dibutuhkan = g = ton Mol metanol = Mol biodiesel Massa metanol = mol x 32 gr/mol = g Volume metanol = g / g/ml = ml = liter

100 77 Lampiran 10. Perhitungan Biaya Produksi Dalam perhitungan biaya produksi biodiesel dari minyak residu dalam tanah pemucat bekas digunakan asumsi-asumsi sebagai berikut: 1) Kapasitas maksimum adalah 500 ton/ tahun. 2) Harga peralatan disesuaikan dengan nilai tukar dolar terhadap rupiah U$$ 1 = 9.167, - (BI 2012). A. Kebutuhan dan Biaya Bahan Baku Sumber: No Bahan Harga Jumlah Total 1 SBE (kg) Metanol (kg) a NaOH (kg) b Adsorben (kg) Total a) b) B. Daftar Harga Peralatan No Peralatan Jumlah Harga satuan ($/unit) Harga Total (IDR) Harga Total (IDR) 1 Tangki metanol Pompa metanol Kolom Katalis Mixer Dekanter Pompa sentrifugal Reaktor Tangki adsorpsi Pompa sentrifugasi Storage metil ester Tangki gliserol Evaporator Pompa rotary Filter press Sumber: Matches' Process Equipment Cost Estimates

101 78 C. Investasi Tetap Bangunan Tipe Biaya Ratio Factor* Cost (IDR) A Persiapan 1. Perizinan AMDAL B Investasi Tetap Bangunan 1. Bangunan: Kantor Ruang pengolahan Pengolahan limbah Instrumentation Piping Electrical instalation Building services Contractor fee Total capital investment D. Biaya Variabel Tipe Biaya Ratio Factor* Cost (IDR) 1. Raw material Labor Cost - Tenaga ahli (@ ) operator (@ = ) Utility Maintenance Laboratory charge Depreciation machine and equipment Depreciation building Local tax Packaging Manufacturing Cost *) Lang Factor

102 79 E. Biaya Tetap No Tipe Biaya Ratio Factor* Cost (IDR) 1 Administrative cost Research and development cost Financing (interest) General Expenses *) Lang Factor F. Total Biaya Produksi Tipe Biaya Cost (IDR) 1 Manufacturing Cost General Expenses Total Biaya Produksi Biaya produksi per ton biodiesel Biaya produksi per liter biodiesel 6897

103 80 Lamapiran 11. Dokumentasi Penelitian

104 PROCESS ENGINERING OF BIODIESEL PRODUCTION FROM RESIDUAL OIL CONTINED IN SPENT BLEACHING EARTH BY IN SITU ESTERIFICATION-TRANSETERIFICATION A Syihab Fahmil QRM, E.Gumbira-Sa id and Ani Suryani Department of Agro Industrial Technology, Graduated School Program, Dramaga IPB Campus, Bogor, INTRODUCTION RESULTS Vegetable oil has good potential as alternate energy source not only obtainable from renewable resource but also environment friendly. However, the use of edible sources has raised objections from various organizations, claiming that biofuel is competing resources with the food industry. Alternatively, the use of waste oil or inedible oil could be a better solution (Canacki and Sanli, 2008; Lim et al., 2009; Knothe, 2010). In this work the use of residual palm oil from spent bleaching earth is investigated. Spent Bleaching Earth (SBE) is solid waste material generated as part of the refining process of crude palm oil. Reports indicated that bleaching earth retains 20-30% of oil with very high (10-20%) free fatty acid (FFA) content. Such a high FFA contents of oil is unsuitable to be used for food application because of its high purifying cost (Kheang et al., 2006). This kind of oil will serve better as an alternative energy source, such as biodiesel. Raw material (SBE) Caracterization: The oil content in SBE was 19.21% which was different from the range of 20-30% and even up to 40% (Taylor, 1999). This might be caused of different capacity of oil retention by spent bleaching earth during the physical refining process. On the other hand, the free faty acid content was 2.96%, the water content was 3.03% and the ash content was 65.82%.. Optimization of biodiesel production The best condition based on this model were: for reaction time and 1.89% for catalyts concentration. The yield prediction of the response based on the model equation was equal at 97.18%. With the same raw materials (SBE), biodiesel yield from this study was higher than that of the results of Kheang et al. (2006) which amounted to 82% and 90.4% (Lim et al. 2009). Aim : This study aims at developing a biodiesel production process technology by utilizing the residual oil contained in SBE and to test the use of hexane in the transesterification process. Optimization was done by using the Response Surface Method. Variables studied included the catalyst concentration and reaction time. On the other hand, the deoiled SBE resulted from biodiesel production was tested as an adsorbent on biodiesel purification. Ymetyl ester = X X X X X1 X2 Pic X METHODS 1) In situ esterification of spent bleaching earth with methanol and sulphuric acid were carried out by using method described by Shiu et al. (2010). The FFA content of esterified products was determined by standard KOH titration (AOCS Cd 3d-63). In situ transesterification of spent bleaching earth with methanol and sodium hydroxide were carried out by using method described by Shiu et al. (2010). 2) The response survace method with two replication and ANOVA (α=0.05) was apllied to investigate the optimum condition of the yield of biodiesel (Catalyst concentration and time of reaction as the variable studied) 3) Reactivation was done by using acid method (HCl 16%) at a temperature of 80oC with a constant speed of 300 rpm for three hours. 4) Biodiesel was analyzed for viscosity (ASTM D 445), density (AOCS Cc 10c-95), acid value (AOCS Cd 3d-63), and saponification value (AOCS Cd 3-25). THE COMPARISON BETWEEN FBE, SBE AND RBE The effext of n-hexane on the yield of biodiesel production Result shows that the best volume ratio was 0.4:1 of hexane to methanol. Meanwhile, the increasing of the hexane ratio to methanol will decrease the yield of biodiesel. The reduction of biodiesel yield was due to side reactions between methanol and hexane with the impurities in SBE and consequently reduces the rate of reaction in transesterification process. Application of adsorbent produced from SBE on biodiesel purification Based on preliminary testing on the use of reactivated spent bleaching earth (RBE) was known that among the concentration of 1%, 2% and 3%, the best concentration to reduce the acid number of biodiesel was 3%. On the other hand, the application of RBE in the biodiesel purification was also compared to the the FBE (Table 3). From this study, it was understand adsorbent made from SBE can produce biodiesel which still conform with the Indonesian National Standard (viscosity, density, acid number and saponification number) THE COMPARISON OF BIODIESEL QUALITY PURIFIED BY FBE AND SBE No Parameter Viscocity (cst) Dencity (gr/cm3) Acid Value (mg KOH/g) Saponification Value (mg KOH/g) Iodine Value (max. 115) Crude Biodiesel FBE SBE SNI* ,89 Max Max 125 * SNI (Indonesian Standard) CONCLUSION This study showed the optimum condition based on RSM was achived on the catalyst concentraion of 1.8% and reaction time of minutes. Based on the study the model predicted the highest respon for the yield of biodiesel was The regeneration of SBE using acid sollution (HCl 16%) could produce an adsorbent whic can be used in biodiesel purification as required by Indonesian Standard. The use of hexane as an additional solvent in the biodiesel production had increased the yield in the ratio of 0.4:1 of hexane and methanol. Furthermore, using ratio of hexane to methanol above 0.4:1 (volume of hexane:volume of methanol) had caused a decreased in the yield of biodiesel. The biodiesel, purified by an adsorben which was produced from SBE, has the quality 4.6 cst for viscocity, 0.87 gr/cm3 for density, 0.24 mg KOH/g for acid value and mg KOH/g for saponification number..

Gambar 7 Desain peralatan penelitian

Gambar 7 Desain peralatan penelitian 21 III. METODE PENELITIAN 3.1. Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah pemucat bekas yang diperoleh dari Asian Agri Group Jakarta. Bahan bahan kimia yang digunakan adalah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanah Pemucat (Bleaching Earth) Salah satu tahapan dari rangkaian proses produksi minyak goreng sawit adalah tahapan proses bleaching (pemucatan). Proses pemucatan tersebut

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji karet, dan bahan pembantu berupa metanol, HCl dan NaOH teknis. Selain bahan-bahan di atas,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 29 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakterisasi Bahan Baku (Tanah Pemucat Bekas) Sebelum dilakukan proses proses produksi, tanah pemucat bekas atau spent bleaching earth yang digunakan dilakukan analisis

Lebih terperinci

METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku b. Bahan kimia 2. Alat B. METODE PENELITIAN 1. Pembuatan Biodiesel

METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku b. Bahan kimia 2. Alat B. METODE PENELITIAN 1. Pembuatan Biodiesel METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku Bahan baku yang digunakan untuk penelitian ini adalah gliserol kasar (crude glycerol) yang merupakan hasil samping dari pembuatan biodiesel. Adsorben

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Minyak Kelapa Sawit Sumber minyak dari kelapa sawit ada dua, yaitu daging buah dan inti buah kelapa sawit. Minyak yang diperoleh dari daging buah disebut dengan minyak kelapa

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran METDE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Sebagian besar sumber bahan bakar yang digunakan saat ini adalah bahan bakar fosil. Persediaan sumber bahan bakar fosil semakin menurun dari waktu ke waktu. Hal ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biodiesel Biodiesel merupakan bahan bakar rendah emisi pengganti diesel yang terbuat dari sumber daya terbarukan dan limbah minyak. Biodiesel terdiri dari ester monoalkil dari

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Konsumsi bahan bakar minyak (BBM) secara nasional mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Di sisi lain ketersediaan bahan bakar minyak bumi dalam negeri semakin hari semakin

Lebih terperinci

DISAIN PROSES DUA TAHAP ESTERIFIKASI-TRANSESTERIFIKASI (ESTRANS) PADA PEMBUATAN METIL ESTER (BIODIESEL) DARI MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas.

DISAIN PROSES DUA TAHAP ESTERIFIKASI-TRANSESTERIFIKASI (ESTRANS) PADA PEMBUATAN METIL ESTER (BIODIESEL) DARI MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas. DISAIN PROSES DUA TAHAP ESTERIFIKASI-TRANSESTERIFIKASI (ESTRANS) PADA PEMBUATAN METIL ESTER (BIODIESEL) DARI MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas.l) Yeti Widyawati SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PENGARUH STIR WASHING, BUBBLE WASHING, DAN DRY WASHING TERHADAP KADAR METIL ESTER DALAM BIODIESEL DARI BIJI NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum)

PENGARUH STIR WASHING, BUBBLE WASHING, DAN DRY WASHING TERHADAP KADAR METIL ESTER DALAM BIODIESEL DARI BIJI NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum) PENGARUH STIR WASHING, BUBBLE WASHING, DAN DRY WASHING TERHADAP KADAR METIL ESTER DALAM BIODIESEL DARI BIJI NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum) Disusun oleh : Dyah Ayu Resti N. Ali Zibbeni 2305 100 023

Lebih terperinci

DISAIN PROSES DUA TAHAP ESTERIFIKASI-TRANSESTERIFIKASI (ESTRANS) PADA PEMBUATAN METIL ESTER (BIODIESEL) DARI MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas.

DISAIN PROSES DUA TAHAP ESTERIFIKASI-TRANSESTERIFIKASI (ESTRANS) PADA PEMBUATAN METIL ESTER (BIODIESEL) DARI MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas. DISAIN PROSES DUA TAHAP ESTERIFIKASI-TRANSESTERIFIKASI (ESTRANS) PADA PEMBUATAN METIL ESTER (BIODIESEL) DARI MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas.l) Yeti Widyawati SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN BAHAN 1. Ekstraksi Biji kesambi dikeringkan terlebih dahulu kemudian digiling dengan penggiling mekanis. Tujuan pengeringan untuk mengurangi kandungan air dalam biji,

Lebih terperinci

PEMBUATAN BIODIESEL SECARA SIMULTAN DARI MINYAK JELANTAH DENGAN MENGUNAKAN CONTINUOUS MICROWAVE BIODISEL REACTOR

PEMBUATAN BIODIESEL SECARA SIMULTAN DARI MINYAK JELANTAH DENGAN MENGUNAKAN CONTINUOUS MICROWAVE BIODISEL REACTOR PEMBUATAN BIODIESEL SECARA SIMULTAN DARI MINYAK JELANTAH DENGAN MENGUNAKAN CONTINUOUS MICROWAVE BIODISEL REACTOR Galih Prasiwanto 1), Yudi Armansyah 2) 1. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pada penelitian yang telah dilakukan, katalis yang digunakan dalam proses metanolisis minyak jarak pagar adalah abu tandan kosong sawit yang telah dipijarkan pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Minyak Goreng 1. Pengertian Minyak Goreng Minyak goreng adalah minyak yang berasal dari lemak tumbuhan atau hewan yang dimurnikan dan berbentuk cair dalam suhu kamar dan biasanya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. TANAH PEMUCAT (BLEACHING EARTH) Tanah pemucat (bleaching earth) merupakan sejenis tanah liat dengan komposisi utama terdiri dari SiO 2, Al 2 O 3, air terikat serta ion Ca 2+, magnesium

Lebih terperinci

PROSES PEMBUATAN BIODIESEL MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DENGAN TRANSESTERIFIKASI SATU DAN DUA TAHAP. Oleh ARIZA BUDI TUNJUNG SARI F

PROSES PEMBUATAN BIODIESEL MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DENGAN TRANSESTERIFIKASI SATU DAN DUA TAHAP. Oleh ARIZA BUDI TUNJUNG SARI F PROSES PEMBUATAN BIODIESEL MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DENGAN TRANSESTERIFIKASI SATU DAN DUA TAHAP Oleh ARIZA BUDI TUNJUNG SARI F34103041 2007 DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Minyak Goreng Curah Minyak goreng adalah minyak nabati yang telah dimurnikan dan dapat digunakan sebagai bahan pangan. Minyak goreng berfungsi sebagai media penggorengan yang

Lebih terperinci

lebih ramah lingkungan, dapat diperbarui (renewable), dapat terurai

lebih ramah lingkungan, dapat diperbarui (renewable), dapat terurai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini bahan bakar minyak bumi merupakan sumber energi utama yang digunakan di berbagai negara. Tingkat kebutuhan manusia akan bahan bakar seiring meningkatnya

Lebih terperinci

: Muhibbuddin Abbas Pembimbing I: Ir. Endang Purwanti S., MT

: Muhibbuddin Abbas Pembimbing I: Ir. Endang Purwanti S., MT KALOR BIODIESEL DARI HASIL ESTERIFIKASI DENGAN KATALIS PdCl 2 DAN TRANSESTERIFIKASI DENGAN KATALIS KOH MINYAK BIJI NYAMPLUNG (Calophyllum Inophyllum) Oleh : Muhibbuddin Abbas 1407100046 Pembimbing I: Ir.

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur analisis sifat fisikokimia minyak dan biodiesel. 1. Kadar Air (Metode Oven, SNI )

Lampiran 1. Prosedur analisis sifat fisikokimia minyak dan biodiesel. 1. Kadar Air (Metode Oven, SNI ) LAMPIRAN 39 Lampiran 1. Prosedur analisis sifat fisikokimia minyak dan biodiesel 1. Kadar Air (Metode Oven, SNI 01-3555-1998) Cawan aluminium dipanaskan di dalam oven pada suhu 105 o C selama 1 jam, kemudian

Lebih terperinci

Proses Pembuatan Biodiesel (Proses Trans-Esterifikasi)

Proses Pembuatan Biodiesel (Proses Trans-Esterifikasi) Proses Pembuatan Biodiesel (Proses TransEsterifikasi) Biodiesel dapat digunakan untuk bahan bakar mesin diesel, yang biasanya menggunakan minyak solar. seperti untuk pembangkit listrik, mesinmesin pabrik

Lebih terperinci

PEMBUATAN BIODIESEL DARI ASAM LEMAK JENUH MINYAK BIJI KARET

PEMBUATAN BIODIESEL DARI ASAM LEMAK JENUH MINYAK BIJI KARET PEMBUATAN BIODIESEL DARI ASAM LEMAK JENUH MINYAK BIJI KARET Dwi Ardiana Setyawardhani*), Sperisa Distantina, Hayyu Henfiana, Anita Saktika Dewi Jurusan Teknik Kimia Universitas Sebelas Maret Surakarta

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. JARAK PAGAR Tanaman jarak pagar mempunyai nama latin Jatropha curcas L. (Linnaeus). Tanaman ini berasal dari Amerika Tengah yang kemudian menyebar ke daerah tropis. Tanaman ini

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Hasil penentuan asam lemak bebas dan kandungan air Analisa awal yang dilakukan pada sampel CPO {Crude Palm Oil) yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari Februari 2014.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari Februari 2014. BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Waktu Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari Februari 2014. 2. Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Teknik Pengolahan

Lebih terperinci

SNI Standar Nasional Indonesia. Biodiesel. Badan Standardisasi Nasional

SNI Standar Nasional Indonesia. Biodiesel. Badan Standardisasi Nasional Standar Nasional Indonesia Biodiesel ICS 75.160 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan definisi... 2 4 Syarat mutu...

Lebih terperinci

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK NYAMPLUNG MENGGUNAKAN PEMANASAN GELOMBANG MIKRO

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK NYAMPLUNG MENGGUNAKAN PEMANASAN GELOMBANG MIKRO PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK NYAMPLUNG MENGGUNAKAN PEMANASAN GELOMBANG MIKRO Dosen Pembimbing : Dr. Lailatul Qadariyah, ST. MT. Prof. Dr. Ir. Mahfud, DEA. Safetyllah Jatranti 2310100001 Fatih Ridho

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN PENELITIAN

BAB III RANCANGAN PENELITIAN BAB III RANCANGAN PENELITIAN 3.1. Metodologi Merujuk pada hal yang telah dibahas dalam bab I, penelitian ini berbasis pada pembuatan metil ester, yakni reaksi transesterifikasi metanol. Dalam skala laboratorium,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 BIDIESEL Biodiesel merupakan sumber bahan bakar alternatif pengganti solar yang terbuat dari minyak tumbuhan atau lemak hewan. Biodiesel bersifat ramah terhadap lingkungan karena

Lebih terperinci

Jurnal Flywheel, Volume 3, Nomor 1, Juni 2010 ISSN :

Jurnal Flywheel, Volume 3, Nomor 1, Juni 2010 ISSN : PENGARUH PENAMBAHAN KATALIS KALIUM HIDROKSIDA DAN WAKTU PADA PROSES TRANSESTERIFIKASI BIODIESEL MINYAK BIJI KAPUK Harimbi Setyawati, Sanny Andjar Sari, Hetty Nur Handayani Jurusan Teknik Kimia, Institut

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap. Penelitian penelitian pendahuluan dilakukan untuk mendapatkan jenis penstabil katalis (K 3 PO 4, Na 3 PO 4, KOOCCH 3, NaOOCCH 3 ) yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Melihat cadangan sumber minyak bumi nasional semakin menipis, sementara konsumsi energi untuk bahan bakar semakin meningkat. Maka kami melakukan penelitian-penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan jaman, kebutuhan manusia akan bahan bakar semakin meningkat. Namun, peningkatan kebutuhan akan bahan bakar tersebut kurang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan dalam penelitian kali ini terdiri dari bahan utama yaitu biji kesambi yang diperoleh dari bantuan Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Crude Palm Oil (CPO) CPO merupakan produk sampingan dari proses penggilingan kelapa sawit dan dianggap sebagai minyak kelas rendah dengan asam lemak bebas (FFA) yang tinggi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel)

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel) HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel) Minyak nabati (CPO) yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak nabati dengan kandungan FFA rendah yaitu sekitar 1 %. Hal ini diketahui

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biodiesel Biodiesel adalah bahan bakar yang terdiri atas mono-alkil ester dari fatty acid rantai panjang, yang diperoleh dari minyak tumbuhan atau lemak binatang (Soerawidjaja,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN PERBANDINGAN MASSA ALUMINIUM SILIKAT DAN MAGNESIUM SILIKAT Tahapan ini merupakan tahap pendahuluan dari penelitian ini, diawali dengan menentukan perbandingan massa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Jumlah cadangan minyak bumi dunia semakin menipis. Sampai akhir tahun 2013, cadangan minyak bumi dunia tercatat pada nilai 1687,9 miliar barel. Jika tidak

Lebih terperinci

PRODUKSI BIODIESEL DARI MINYAK JELANTAH MENGGUNAKAN KATALIS HETEROGEN CANGKANG BEKICOT (ACHATINA FULICA) DENGAN METODE PENCUCIAN DRY WASHING

PRODUKSI BIODIESEL DARI MINYAK JELANTAH MENGGUNAKAN KATALIS HETEROGEN CANGKANG BEKICOT (ACHATINA FULICA) DENGAN METODE PENCUCIAN DRY WASHING PRODUKSI BIODIESEL DARI MINYAK JELANTAH MENGGUNAKAN KATALIS HETEROGEN CANGKANG BEKICOT (ACHATINA FULICA) DENGAN METODE PENCUCIAN DRY WASHING Zainul Arifin, Bayu Rudiyanto 2 dan Yuana Susmiati 2 Mahasiwa

Lebih terperinci

Rekayasa Proses Produksi Biodiesel

Rekayasa Proses Produksi Biodiesel Institut Pertanian Bogor (IPB) Rekayasa Proses Produksi Biodiesel Berbasis Jarak (Jatropha curcas) Melalui Transesterifikasi In Situ Dr.Ir. Ika Amalia Kartika, MT Dr.Ir. Sri Yuliani, MT Dr.Ir. Danu Ariono

Lebih terperinci

Pembuatan Biodiesel dari Minyak Kelapa dengan Katalis H 3 PO 4 secara Batch dengan Menggunakan Gelombang Mikro (Microwave)

Pembuatan Biodiesel dari Minyak Kelapa dengan Katalis H 3 PO 4 secara Batch dengan Menggunakan Gelombang Mikro (Microwave) Pembuatan Biodiesel dari Minyak Kelapa dengan Katalis H 3 PO 4 secara Batch dengan Menggunakan Gelombang Mikro (Microwave) Dipresentasikan oleh : 1. Jaharani (2310100061) 2. Nasichah (2310100120) Laboratorium

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DESKRIPSI PROSES

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DESKRIPSI PROSES BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DESKRIPSI PROSES 2.1 Biodiesel Biodiesel merupakan bahan bakar yang menjanjikan yang dapat diperoleh dari minyak tumbuhan, lemak binatang atau minyak bekas melalui transesterifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Permintaan energi global sedang meningkat sebagai hasil dari prtumbuhan dari populasi, industri serta peningkatan penggunaan alat transportasi [1], Bahan bakar minyak

Lebih terperinci

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA 9 PENDAHULUAN Departemen Energi Amerika Serikat dalam International Energy utlook 2005 memperkirakan konsumsi energi dunia akan meningkat sebanyak 57% dari tahun 2002 hingga 2025. Di lain pihak, persediaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Minyak sawit mentah mempunyai nilai koefisien viskositas yang tinggi (sekitar 11-17 kali lebih tinggi dari bahan bakar diesel), sehingga tidak dapat langsung digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Saat ini pemakaian bahan bakar yang tinggi tidak sebanding dengan ketersediaan sumber bahan bakar fosil yang semakin menipis. Cepat atau lambat cadangan minyak bumi

Lebih terperinci

BAB III METODA PENELITIAN. yang umum digunakan di laboratorium kimia, set alat refluks (labu leher tiga,

BAB III METODA PENELITIAN. yang umum digunakan di laboratorium kimia, set alat refluks (labu leher tiga, 24 BAB III METODA PENELITIAN A. Alat dan Bahan 1. Alat Alat yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah semua alat gelas yang umum digunakan di laboratorium kimia, set alat refluks (labu leher tiga,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Bahan Baku, Pengepressan Biji Karet dan Biji Jarak Pagar, dan Pemurnian Minyak Biji karet dan biji jarak pagar yang digunakan sebagai bahan baku dikeringanginkan selama 7

Lebih terperinci

III. METODOLOGI A. Bahan dan Alat 1. Alat 2. Bahan

III. METODOLOGI A. Bahan dan Alat 1. Alat 2. Bahan III. METODOLOGI A. Bahan dan Alat 1. Alat Peralatan yang digunakan untuk memproduksi MESA adalah Single Tube Falling Film Reactor (STFR). Gambar STFR dapat dilihat pada Gambar 6. Untuk menganalisis tegangan

Lebih terperinci

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu 40 Lampiran 1. Prosedur analisis proksimat 1. Kadar air (AOAC 1995, 950.46) Cawan kosong yang bersih dikeringkan dalam oven selama 2 jam dengan suhu 105 o C dan didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Penelitian ini dimulai pada bulan Mei hingga Desember 2010. Penelitian dilakukan di laboratorium di Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi (Surfactant

Lebih terperinci

PROSES ESTERIFIKASI TRANSESTERIFIKASI IN SITU MINYAK SAWIT DALAM TANAH PEMUCAT BEKAS UNTUK PROSES PRODUKSI BIODIESEL SKRIPSI

PROSES ESTERIFIKASI TRANSESTERIFIKASI IN SITU MINYAK SAWIT DALAM TANAH PEMUCAT BEKAS UNTUK PROSES PRODUKSI BIODIESEL SKRIPSI PROSES ESTERIFIKASI TRANSESTERIFIKASI IN SITU MINYAK SAWIT DALAM TANAH PEMUCAT BEKAS UNTUK PROSES PRODUKSI BIODIESEL SKRIPSI Nur Widi Kusumaningtyas F 34070005 2011 DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

Lebih terperinci

4 Pembahasan Degumming

4 Pembahasan Degumming 4 Pembahasan Proses pengolahan biodiesel dari biji nyamplung hampir sama dengan pengolahan biodiesel dari minyak sawit, jarak pagar, dan jarak kepyar. Tetapi karena biji nyamplung mengandung zat ekstraktif

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PEMBUATAN BIODIESEL DENGAN VARIASI BAHAN BAKU, KATALIS DAN TEKNOLOGI PROSES

PERBANDINGAN PEMBUATAN BIODIESEL DENGAN VARIASI BAHAN BAKU, KATALIS DAN TEKNOLOGI PROSES PERBANDINGAN PEMBUATAN BIODIESEL DENGAN VARIASI BAHAN BAKU, KATALIS DAN TEKNOLOGI PROSES KARYA TULIS ILMIAH Disusun Oleh: Achmad Hambali NIM: 12 644 024 JURUSAN TEKNIK KIMIA POLITEKNIK NEGERI SAMARINDA

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Analisa awal yang dilakukan pada minyak goreng bekas yang digunakan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Analisa awal yang dilakukan pada minyak goreng bekas yang digunakan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Hasil penentuan asam lemak dan kandungan air Analisa awal yang dilakukan pada minyak goreng bekas yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel adalah

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. ALAT DAN BAHAN Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah jarak pagar varietas Lampung IP3 yang diperoleh dari kebun induk jarak pagar BALITRI Pakuwon, Sukabumi.

Lebih terperinci

Sintesis Metil Ester dari Minyak Goreng Bekas dengan Pembeda Jumlah Tahapan Transesterifikasi

Sintesis Metil Ester dari Minyak Goreng Bekas dengan Pembeda Jumlah Tahapan Transesterifikasi Jurnal Kompetensi Teknik Vol. 2, No. 2, Mei 2011 79 Sintesis Metil Ester dari Minyak Goreng Bekas dengan Pembeda Jumlah Tahapan Transesterifikasi Wara Dyah Pita Rengga & Wenny Istiani Program Studi Teknik

Lebih terperinci

KONVERSI MINYAK JELANTAH MENJADI BIODIESEL MENGGUNAKAN KATALIS ZEOLIT TERAKTIVASI HCl

KONVERSI MINYAK JELANTAH MENJADI BIODIESEL MENGGUNAKAN KATALIS ZEOLIT TERAKTIVASI HCl KONVERSI MINYAK JELANTAH MENJADI BIODIESEL MENGGUNAKAN KATALIS ZEOLIT TERAKTIVASI HCl Diajukan Sebagai Persyaratan Untuk Menyelesaikan Pendidikan Diploma III Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Sriwijaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Isu kelangkaan dan pencemaran lingkungan pada penggunakan bahan

BAB I PENDAHULUAN. Isu kelangkaan dan pencemaran lingkungan pada penggunakan bahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu kelangkaan dan pencemaran lingkungan pada penggunakan bahan bakar fosil telah banyak dilontarkan sebagai pemicu munculnya BBM alternatif sebagai pangganti BBM

Lebih terperinci

PRODUKSI BIODIESEL DARI CRUDE PALM OIL MELALUI REAKSI DUA TAHAP

PRODUKSI BIODIESEL DARI CRUDE PALM OIL MELALUI REAKSI DUA TAHAP PRODUKSI BIODIESEL DARI CRUDE PALM OIL MELALUI REAKSI DUA TAHAP Eka Kurniasih Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe Jl. Banda Aceh-Medan km. 280 Buketrata Lhokseumawe Email: echakurniasih@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.9 Biodiesel Biodiesel merupakan bahan bakar yang terdiri dari campuran mono alkyl ester dari rantai panjang asam lemak, yang dipakai sebagai alternatif bagi bahan bakar mesin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini dunia sedang menghadapi kenyataan bahwa persediaan minyak. bumi sebagai salah satu tulang punggung produksi energi semakin

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini dunia sedang menghadapi kenyataan bahwa persediaan minyak. bumi sebagai salah satu tulang punggung produksi energi semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini dunia sedang menghadapi kenyataan bahwa persediaan minyak bumi sebagai salah satu tulang punggung produksi energi semakin berkurang. Keadaan ini bisa

Lebih terperinci

III. METODOLOGI F. ALAT DAN BAHAN

III. METODOLOGI F. ALAT DAN BAHAN III. METODOLOGI F. ALAT DAN BAHAN 1. Alat Alat-alat yang dipergunakan dalam penelitian ini merupakan rangkaian peralatan proses pembuatan faktis yang terdiri dari kompor listrik,panci, termometer, gelas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 5. Reaksi Transesterifikasi Minyak Jelantah Persentase konversi metil ester dari minyak jelantah pada sampel MEJ 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.8. Latar Belakang Indonesia mulai tahun 2007 dicatat sebagai produsen minyak nabati terbesar di dunia, mengungguli Malaysia, dengan proyeksi produksi minimal 17 juta ton/tahun di areal

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI, WAKTU, PENGADUKAN DAN JUMLAH KATALIS TERHADAP YIELD BIODIESEL DARI MINYAK DEDAK PADI

PENGARUH KONSENTRASI, WAKTU, PENGADUKAN DAN JUMLAH KATALIS TERHADAP YIELD BIODIESEL DARI MINYAK DEDAK PADI PENGARUH KONSENTRASI, WAKTU, PENGADUKAN DAN JUMLAH KATALIS TERHADAP YIELD BIODIESEL DARI MINYAK DEDAK PADI Robiah 1), Netty Herawati 1) dan Asty Khoiriyah 2) 1,2) Dosen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketercukupannya, dan sangat nyata mempengaruhi kelangsungan hidup suatu

BAB I PENDAHULUAN. ketercukupannya, dan sangat nyata mempengaruhi kelangsungan hidup suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Energi merupakan kebutuhan dasar manusia yang tidak dapat dihindari ketercukupannya, dan sangat nyata mempengaruhi kelangsungan hidup suatu bangsa di masa sekarang

Lebih terperinci

Bab III Pelaksanaan Penelitian

Bab III Pelaksanaan Penelitian Bab III Pelaksanaan Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi efektivitas transesterifikasi in situ pada ampas kelapa. Penelitian dilakukan 2 tahap terdiri dari penelitian pendahuluan dan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT Penelitian dilaksanakan mulai 1 Agustus 2009 sampai dengan 18 Januari 2010 di Laboratorium SBRC (Surfactant and Bioenergy Research Center) LPPM IPB dan Laboratorium

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor)

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor) 23 Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Penyiapan Sampel Kualitas minyak kastor yang digunakan sangat mempengaruhi pelaksanaan reaksi transesterifikasi. Parameter kualitas minyak kastor yang dapat menjadi

Lebih terperinci

III. METODA PENELITIAN

III. METODA PENELITIAN III. METODA PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium Proses Balai Besar Industri Agro (BBIA), Jalan Ir. H. Juanda No 11 Bogor. Penelitian dimulai pada bulan Maret

Lebih terperinci

PROSES TRANSESTERIFIKASI MINYAK BIJI KAPUK SEBAGAI BAHAN DASAR BIODIESEL YANG RAMAH LINGKUNGAN

PROSES TRANSESTERIFIKASI MINYAK BIJI KAPUK SEBAGAI BAHAN DASAR BIODIESEL YANG RAMAH LINGKUNGAN PROSES TRANSESTERIFIKASI MINYAK BIJI KAPUK SEBAGAI BAHAN DASAR BIODIESEL YANG RAMAH LINGKUNGAN Harimbi Setyawati, Sanny Andjar Sari,Nani Wahyuni Dosen Tetap Teknik Kimia Institut Teknologi Nasional Malang

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Jurusan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Jurusan 16 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung

Lebih terperinci

PEMBUATAN BIODIESEL DARI CRUDE PALM OIL (CPO) SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF MELALUI PROSES TRANSESTERIFIKASI LANGSUNG

PEMBUATAN BIODIESEL DARI CRUDE PALM OIL (CPO) SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF MELALUI PROSES TRANSESTERIFIKASI LANGSUNG JURNAL TEKNOLOGI AGRO-INDUSTRI Vol. 2 No.1 ; Juni 2015 PEMBUATAN BIODIESEL DARI CRUDE PALM OIL (CPO) SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF MELALUI PROSES TRANSESTERIFIKASI LANGSUNG Yuli Ristianingsih, Nurul Hidayah

Lebih terperinci

Transesterifikasi parsial minyak kelapa sawit dengan EtOH pada pembuatan digliserida sebagai agen pengemulsi

Transesterifikasi parsial minyak kelapa sawit dengan EtOH pada pembuatan digliserida sebagai agen pengemulsi Transesterifikasi parsial minyak kelapa sawit dengan EtOH pada pembuatan digliserida sebagai agen pengemulsi Rita Arbianti *), Tania S. Utami, Heri Hermansyah, Ira S., dan Eki LR. Departemen Teknik Kimia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi merupakan aspek penting dalam kehidupan manusia dan merupakan kunci utama diberbagai sektor. Semakin hari kebutuhan akan energi mengalami kenaikan seiring dengan

Lebih terperinci

Sunardi 1, Kholifatu Rosyidah 1 dan Toto Betty Octaviana 1

Sunardi 1, Kholifatu Rosyidah 1 dan Toto Betty Octaviana 1 PEMANFAATAN CANGKANG BEKICOT (ACHATINA FULICA) SEBAGAI KATALIS UNTUK REAKSI TRANSESTERIFIKASI (Kajian Pengaruh Temperatur Reaksi dan Rasio Mol Metanol: Minyak) Sunardi 1, Kholifatu Rosyidah 1 dan Toto

Lebih terperinci

: Dr. Rr. Sri Poernomo Sari ST., MT.

: Dr. Rr. Sri Poernomo Sari ST., MT. SKRIPSI/TUGAS AKHIR APLIKASI BAHAN BAKAR BIODIESEL M20 DARI MINYAK JELANTAH DENGAN KATALIS 0,25% NaOH PADA MOTOR DIESEL S-111O Nama : Rifana NPM : 21407013 Jurusan Pembimbing : Teknik Mesin : Dr. Rr. Sri

Lebih terperinci

LAPORAN SKRIPSI PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK KELAPA SAWIT DENGAN KATALIS PADAT BERPROMOTOR GANDA DALAM REAKTOR FIXED BED

LAPORAN SKRIPSI PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK KELAPA SAWIT DENGAN KATALIS PADAT BERPROMOTOR GANDA DALAM REAKTOR FIXED BED LAPORAN SKRIPSI PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK KELAPA SAWIT DENGAN KATALIS PADAT BERPROMOTOR GANDA DALAM REAKTOR FIXED BED Pembimbing : Prof. Dr. Ir. Achmad Roesyadi, DEA Oleh : M Isa Anshary 2309 106

Lebih terperinci

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif Departemen Farmasi FMIPA UI, dalam kurun waktu Februari 2008 hingga Mei 2008. A. ALAT 1. Kromatografi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Minyak Nabati Minyak dan lemak adalah triester dari gliserol, yang dinamakan trigliserida. Minyak dan lemak sering dijumpai pada minyak nabati dan lemak hewan. Minyak umumnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 13 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris, negara yang sangat subur tanahnya. Pohon sawit dan kelapa tumbuh subur di tanah Indonesia. Indonesia merupakan negara penghasil

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Bahan Kimia Dan Peralatan. 3.1.1. Bahan Kimia. Minyak goreng bekas ini di dapatkan dari minyak hasil penggorengan rumah tangga (MGB 1), bekas warung tenda (MGB 2), dan

Lebih terperinci

PEMBUATAN BIODIESEL. Disusun oleh : Dhoni Fadliansyah Wahyu Tanggal : 27 Oktober 2010

PEMBUATAN BIODIESEL. Disusun oleh : Dhoni Fadliansyah Wahyu Tanggal : 27 Oktober 2010 PEMBUATAN BIODIESEL Disusun oleh : Dhoni Fadliansyah Wahyu 109096000004 Kelompok : 7 (tujuh) Anggota kelompok : Dita Apriliana Fathonah Nur Anggraini M. Rafi Hudzaifah Tita Lia Purnamasari Tanggal : 27

Lebih terperinci

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK BIJI NYAMPLUNG DENGAN PROSES TRANSESTERIFIKASI DALAM KOLOM PACKED BED. Oleh : Yanatra NRP.

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK BIJI NYAMPLUNG DENGAN PROSES TRANSESTERIFIKASI DALAM KOLOM PACKED BED. Oleh : Yanatra NRP. Laporan Tesis PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK BIJI NYAMPLUNG DENGAN PROSES TRANSESTERIFIKASI DALAM KOLOM PACKED BED Oleh : Yanatra NRP. 2309201015 Pembimbing : Prof. Dr. Ir. HM. Rachimoellah, Dipl. EST

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.Hasil 4.1.1. Hasil penentuan asam lemak bebas Penentuan asam lemak bebas sangat penting untuk mengetahui kualitas dari minyak nabati. Harga asam lemak bebas kurang dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Crude Palm Oil (CPO) Pohon kelapa sawit merupakan tanaman tropis yang berasal dari Afrika Barat. Kelapa sawit memiliki Penggunaan sebagai makanan dan obatobatan. Minyak sawit

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli September 2013 bertempat di

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli September 2013 bertempat di III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli September 2013 bertempat di Laboratorium Pengolahan Limbah Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian dan Laboratorium

Lebih terperinci

LAPORAN TETAP TEKNOLOGI BIOMASSA PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK JELANTAH

LAPORAN TETAP TEKNOLOGI BIOMASSA PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK JELANTAH LAPORAN TETAP TEKNOLOGI BIOMASSA PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK JELANTAH DISUSUN OLEH : AGUSTIAWAN 0610 4041 1381 ANJAR EKO SAPUTRO 0610 4041 1382 NURUL KHOLIDAH 0610 4041 1393 RAMANTA 0610 4041 1395

Lebih terperinci

BABffl METODOLOGIPENELITIAN

BABffl METODOLOGIPENELITIAN BABffl METODOLOGIPENELITIAN 3.1. Baban dan Alat 3.1.1. Bahan-bahan yang digunakan Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah CPO {Crude Palm Oil), Iso Propil Alkohol (IPA), indikator phenolpthalein,

Lebih terperinci

Oleh: Nufi Dini Masfufah Ajeng Nina Rizqi

Oleh: Nufi Dini Masfufah Ajeng Nina Rizqi VARIABEL YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI BIODIESEL DARI DEDAK PADI DENGAN METODE IN-SITU DUA TAHAP Oleh: Nufi Dini Masfufah 2306 100 055 Ajeng Nina Rizqi 2306 100 148 Dosen Pembimbing: Siti Zullaikah, ST, MT,

Lebih terperinci

Esterifikasi Asam Lemak Bebas Dari Minyak Goreng Bekas

Esterifikasi Asam Lemak Bebas Dari Minyak Goreng Bekas Valensi Vol. 2 No. 2, Mei 2011 (384 388) ISSN : 1978 8193 Esterifikasi Asam Lemak Bebas Dari Minyak Goreng Bekas Isalmi Aziz, Siti Nurbayti, Badrul Ulum Program Studi Kimia FST UIN Syarif Hidayatullah

Lebih terperinci

Biotechnology and Energy Conservation. Prof. Dr.oec.troph. Ir. Krishna Purnawan Candra, M.S. Program Magister Ilmu Lingkungan Universitas Mulawarman

Biotechnology and Energy Conservation. Prof. Dr.oec.troph. Ir. Krishna Purnawan Candra, M.S. Program Magister Ilmu Lingkungan Universitas Mulawarman Biotechnology and Energy Conservation Prof. Dr.oec.troph. Ir. Krishna Purnawan Candra, M.S. Program Magister Ilmu Lingkungan Universitas Mulawarman 13 th Lecture Biodiesel The Aim: Students can explain

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gliserol Biodiesel dari proses transesterifikasi menghasilkan dua tahap. Fase atas berisi biodiesel dan fase bawah mengandung gliserin mentah dari 55-90% berat kemurnian [13].

Lebih terperinci

Pengaruh Variasi Temperatur Dan Konsentrasi Minyak Terhadap Rendemen Dan Karakteristik Biodiesel Dari Minyak Biji Kemiri (Aleurites Moluccana)

Pengaruh Variasi Temperatur Dan Konsentrasi Minyak Terhadap Rendemen Dan Karakteristik Biodiesel Dari Minyak Biji Kemiri (Aleurites Moluccana) Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013 Pengaruh Variasi Temperatur Dan Konsentrasi Minyak Terhadap Rendemen Dan Karakteristik Biodiesel Dari Minyak Biji Kemiri (Aleurites Moluccana) Poedji

Lebih terperinci

PROSES REAKTIVASI TANAH PEMUCAT BEKAS SEBAGAI ADSORBEN UNTUK PEMURNIAN MINYAK SAWIT KASAR DAN BIODIESEL

PROSES REAKTIVASI TANAH PEMUCAT BEKAS SEBAGAI ADSORBEN UNTUK PEMURNIAN MINYAK SAWIT KASAR DAN BIODIESEL Jurnal Proses Teknologi Reaktivasi Industri Tanah Pertanian Pemucat Bekas 25 (1):52-67 (2015) PROSES REAKTIVASI TANAH PEMUCAT BEKAS SEBAGAI ADSORBEN UNTUK PEMURNIAN MINYAK SAWIT KASAR DAN BIODIESEL REACTIVATION

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN y BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Bahan dan Alat Bahan-bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini, adalah : heksana (Ceih), aquades, Katalis Abu Tandan Sawit (K2CO3) pijar, CH3OH, Na2S203, KMn04/H20,

Lebih terperinci