II. TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "II. TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanah Pemucat (Bleaching Earth) Salah satu tahapan dari rangkaian proses produksi minyak goreng sawit adalah tahapan proses bleaching (pemucatan). Proses pemucatan tersebut bertujuan untuk menghilangkan zat warna yang tidak disukai dalam minyak dengan menggunakan adsorben (tanah pemucat, lempung aktif atau arang aktif). Bleaching earth atau bleaching clay atau sering juga disebut dengan bentonit merupakan sejenis tanah liat dengan komposisi utama yang terdiri dari SiO 2, Al 2 O 3, air terikat serta ion Ca 2+, magnesium oksida dan besi oksida. Daya pemucat bleaching earth disebabkan keberadaan ion Al 3+ pada permukaan partikel penjerap sehingga dapat mengadsorpsi zat warna dan tergantung perbandingan Al 2 O 3 dan SiO 2 dalam bleaching earth (Ketaren 2008). Komposisi kimia bahan tanah pemucat dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Komposisi kimia tanah pemucat Komponen Kandungan (%) SiO Al 2O Fe 2 O MgO 2.04 CaO 1.67 Na 2 O 2.71 K 2 O 2.07 TiO MnO P 2 O Lainnya 4.92 Sumber: Zhangsheng et al. (2006) Tanah pemucat merupakan salah satu jenis tanah lempung yang mengandung mineral montmorillonit sekitar 85% dan fragmen sisanya terdiri dari campuran mineral kuarsa, gipsum, kolinit dan lain-lain (Supeno 2008). Di lain pihak, bentonit merupakan nama perdagangan untuk sejenis lempung yang mengandung mineral montmorillonit. Menurut Tan (1993) montmorillonit yang terdapat dalam bentonit merupakan mineral liat yang dapat mengembang dan mengerut yang tergolong ke dalam kelompok smektit serta mempunyai komposisi

2 6 kimia yang beragam. Potensi mengembang-mengerut dan adanya muatan negatif yang tinggi merupakan penyebab mineral tersebut dapat menerima dan menjerap ion-ion logam dan kation-kation organik. Montmorillonit mempunyai gugus Mg 2+ dan ion Fe 2+ dalam posisi oktahedral. Struktur montmorillonit disajikan pada Gambar 1.. Gambar 1 Stuktur montmorillonit Sumber: Reaktivasi Spent Bleaching Earth Tanah pemucat bekas atau spent bleaching earth (SBE) merupakan limbah padat dari hasil proses bleaching pada unit pemurnian (refinery) CPO. Dalam tanah pemucat bekas terkandung zat warna beta-karoten dan sejumlah minyak yang terserap. Menurut Taylor et al. (1999), kandungan minyak dalam SBE berkisar antara 20% - 40%. Tanah pemucat bekas terdiri dari campuran tanah pemucat alami (fresh bleaching earth) dan hidrokarbon dari CPO. Komponen hidrokarbon dalam tanah pemucat bekas umumnya merupakan senyawa biodegradable. Apabila tanah pemucat bekas berinteraksi dengan air, senyawa tersebut akan mudah terurai, sehingga menimbulkan bau busuk yang mengganggu lingkungan (Wahyudi 2000). Pada Gambar 2 ditunjukkan gambaran perbedaan antara fresh belaching earth dan spent bleaching earth.

3 7 Gambar 2 Fresh bleaching earth (kiri) dan spent bleaching earth (kanan) Tanah pemucat terdiri dari tanah pemucat alami dan yang telah diaktivasi. Tanah pemucat hasil aktivasi adalah hasil perlakuan tanah pemucat alami dengan asam mineral. Menurut Wahyudi (2000) proses aktivasi bentonit dapat dilakukan dengan proses pengasaman dan pemanasan. Pengasaman biasanya dilakukan dalam larutan asam sulfat atau asam klorida yang berlangsung pada suhu sekitar o C. Sifat asam bleaching earth diharapkan mampu membentuk pusatpusat asam yang berfungsi sebagai sisi aktif adsorben. Secara umum semakin tinggi suhu pemanasan dan semakin tinggi konsentrasi aktivator yang digunakan dalam proses aktivasi, maka semakin besar daya serap bleaching earth terhadap penyerapan warna (Febriyansyah 2011). Akan tetapi penggunaaan suhu di atas 500 o C pada proses reaktivasi spent clay akan menyebabkan kerusakaan struktur fisiknya (Foletto et al. 2002) Fatmayati (2011) telah melakukan reaktivasi tanah pemucat bekas dengan metode pemanasan dan penambahan larutan HNO 3 sebagai aktivator. Kondisi terbaik penelitian tersebut merupakan rangkaian perbandingan SBE terhadap larutan aktivator yaitu 1:2 % (b/v) dan konsentrasi larutan HNO 3 5% pada suhu 300 o C selama satu jam. Berdasarkan penelitian diatas juga teruji bahwa penggunaan SBE bekas hasil reaktivasi dapat digunakan secara berulang dan dapat menghasilkan tingkat kejernihan (%T) CPO sebesar 97.4 % yang hampir sama dengan tingkat kejernihan CPO yang dimurnikan dengan fresh bleaching

4 8 earth yaitu sebesar 98.8 %. Standar Nasional Indonesia (SNI) adsorben baru (fresh bleaching earth) dapat dilihat pada Tabel 2. untuk suatu Tabel 2 Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk adsorben baru Uraian Satuan Persyaratan a. Bagian yang hilang % 25 pada pemasanan 950 o C b. Air % 15 c. Abu % 10 d. Bagian yang tidak - Tidak nyata berarang e. Daya serap terhadap I 2 Mg/gr Min 750 Sumber: Standar Industri Indonesia (1992) 2.3. Biodiesel Biodiesel atau metil ester adalah turunan lipida dari golongan monoalkil ester asam lemak berantai panjang (12-20 rantai) yang diproduksi dari minyak nabati atau lemak hewani untuk digunakan sebagai bahan bakar di dalam mesin diesel (Meher et al. 2004). Bahan-bahan yang dapat digunakan untuk memproduksi biodiesel adalah trigliserida (komponen utama minyak dan lemak) dan asam-asam lemak produk samping dari industri pemurnian minyak dan lemak (Meher et al. 2006). Nazir (2011) menjelaskan bahwa secara kimia biodiesel merupakan alkil ester dari asam lemak pada satu sisi, dan pada sisi yang lain adalah hidrokarbon atau disebut alkana. Oleh karena itu, biodiesel merupakan alkil ester asam lemak. Biasanya bentuk alkananya yang disebutkan dalam penamaan alkil ester, seperti menamakan metil ester atau etil ester. Pada Gambar 3 diperlihatkan contoh struktur molekul biodiesel.

5 9 Gambar 3 Molekul biodiesel (metil ester dan etil ester) (Nazir 2011) Biodiesel dapat dibuat baik dari minyak baru maupun minyak bekas melalui proses transesterifikasi, esterifikasi, atau proses esterifikasi transesterifikasi (Hambali et al. 2007). Biodiesel telah menjadi pengganti bagi konvensional diesel dengan karaktersitik yang hampir serupa. Beberapa kelebihan biodiesel dibanding petrodiesel adalah sebagai berikut: (1) Biodiesel merupakan bahan bakar yang ramah lingkungan karena menghasilkan emisi yang jauh lebih sedikit. (2) Angka setana biodiesel lebih tinggi dari 57, sehingga efisiensi pembakaran lebih baik. (3) Biodiesel memiliki sifat pelumasan terhadap piston mesin dan dapat terurai. (4) Biodiesel merupakan sumber bahan bakar yang dapat diperbaharui karena terbuat dari bahan nabati yang dapat diperbaharui, sehingga dapat meningkatkan produksi bahan bakar. Di lain pihak sebagai pengganti solar, biodiesel memiliki beberapa perbedaan. Chang et al. (1996) menjelaskan bahwa solar umumnya terdiri dari 30-35% hidrokarbon aromatis dan 65-70% paraffin dan sedikit olefin, umumnya terdiri dari alkil ester dengan rantai C10 sampai C16 dengan satu sampai tiga ikatan rangkap setiap molekulnya. Minyak solar tidak mengandung oksigen, sementara oksigen biodiesel berkisar 11%. Pada Tabel 3 diperlihatkan perbandingan karakteristik biodiesel dan petrodiesel.

6 10 Tabel 3 Perbandingan karakteristik biodiesel dan petrodiesel Fisika Kimia Biodiesel Solar (Petrodiesel) Kelembaban % Engine power Energi yang dihasilkan BTU Energi yang dihasilkan BTU Viskositas 4.8 cst 4.6 cst Densitas g/ml g/ml Bilangan Setana Engine torque Sama Sama Modifikasi engine Tidak diperlukan - Konsumsi bahan Sama Sama bakar Lubrikasi Lebih tinggi Lebih rendah_ Emisi CO rendah, total hidrokarbon, sulfur dioksida, dan nitroksida CO tinggi, total hidrokarbon, sulfur dioksida dan nitroksida Penanganan Flamable lebih rendah Flamable lebih tinggi Lingkungan Toksisitas rendah Toksisitas 10 kali lebih tinggi Keberadaan Terbarukan Tak terbarukan Sumber: Pakpahan 2001 dalam Sahirman Proses Produksi Biodiesel Biodiesel umumnya diproduksi dari minyak murni (refined vegetable oil) melalui proses transesterifikasi minyak atau lemak yang menghasilkan metil ester atau monoalkil ester dan gliserol sebagai produk samping. Proses pembuatan biodiesel sangat tergantung pada kandungan asam lemak bebas (FFA) bahan yang digunakan. Beberapa faktor yang berpengaruh dalam proses produksi biodiesel adalah sebagai berikut: a) Kadar Air dan Asam Lemak Bahan Kusdiana dan Saka (2004) telah menguji bahwa kehadiran air dapat menghasilkan efek yang lebih negatif daripada kehadiran asam lemak bebas, dan bahkan bahan baku biodiesel seharusnya bebas dari kandungan air. Canakci dan Van Gerpen (1999) menyatakan bahwa sekalipun kandungan air hanya 0,1%, akan tetapi dapat menurunkan konversi ester dari minyak nabati dalam proses transesterifikasi

7 11 Proses transesterifikasi hanya akan berjalan baik pada minyak dengan kadar asam lemak bebas kurang dari 2%, yang memicu terbentuknya formasi emulsi sabun yang menyulitkan pemisahan biodiesel yang dihasilkan (Sharma et al. 2008). Berdasarkan penelitian Choo (2004) diketahui bahwa penurunan kadar asam lemak bebas dari 6,75% menjadi 3,9% dapat meningkatkan rendemen (yield) biodiesel pada proses transesterifikasi dari 67% menjadi 92%, dan bahkan meningkat dari < 20% menjadi 98% dengan penurunan kadar asam lemak bebas dari 5,5% menjadi < 1% (Sharma et al. 2008). Gambar 4 menunjukkan pengaruh kandungan FFA terhadap rendemen metil ester selama proses transesterifikasi. Gambar 4 Pengaruh kandungan FFA terhadap rendemen metil ester Sumber: Sharma et al. (2008) b) Jenis dan Rasio Pelarut Terhadap Bahan Baku Industri biasanya menggunakan nisbah molar (alkohol:minyak) sebesar 6:1 untuk memperoleh hasil metil ester yang lebih dari 98% (Meher et al. 2006). Metanol merupakan pelarut yang paling umum digunakan dalam proses produksi biodiesel. Jumlah metanol yang cukup selama proses transesterfikasi lebih dikehendaki untuk memecah rantai gliserol dan asam lemak. Begitupun sebaliknya, kurangnya metanol dalam proses tersebut harus dihindari. c) Katalis Katalis digunakan untuk meningkatkan laju reaksi dan konversi (Meher et al. 2006). Katalis basa akan mempercepat reaksi transesterifikasi bila

8 12 dibandingkan dengan katalis asam. Katalis basa yang paling umum digunakan dalam proses transesterifikasi adalah natrium hidroksida (NaOH), kalium hidroksida (KOH), natrium metoksida (NaOCH 3 ) dan kalium metoksida (KOCH 3 ). Katalis NaOH lebih reaktif dan lebih murah dibanding KOH, katalis NaOCH 3 lebih baik namun harganya sangat mahal, sedangkan katalis asam yang biasa digunakan adalah asam sulfat dan asam klorida (Choo 2004). d) Suhu Reaksi Suhu reaksi berkaitan dengan panas yang dibutuhkan untuk mencapai energi aktivasi. Semakin tinggi suhu, maka semakin banyak energi yang digunakan reaktan untuk saling bertumbukan dalam mencapai energi aktivasi. Titik didih metanol adalah 64.7 o C, sehingga kondisi operasi dengan suhu diatas suhu tersebut akan menguapkan alkohol dan berakibat pada turunnya rendemen biodiesel. Meskipun demikian, secara umum semakin tinggi suhu, konversi yang diperoleh akan semakin tinggi untuk waktu yang lebih singkat. Namun demikian, banyak peneliti merekomendasikan suhu optimum untuk reaksi transesterifikasi adalah 60 o C (Sahirman 2009). e) Kecepatan Pengadukan Dalam proses produksi biodiesel, kecepatan pengadukan berpengaruh terhadap rendemen biodiesel. Meher et al. (2006) melakukan transesterifikasi dengan kecepatan pengadukan 180, 360, dan 600 rpm dan melaporkan bahwa reaksi berlangsung tidak sempurna pada kecepatan pengadukan 180 rpm. Dilain pihak, dihasilkan rendemen biodiesel yang sama pada kecepatan pengadukan 360 dan 600 rpm (Sharma et al. 2008) Reaksi Esterifikasi - Transesterfikasi Esterifikasi adalah reaksi antara metanol dengan asam lemak bebas membentuk metil ester menggunakan katalis asam. Katalis asam yang sering digunakan pada proses esterifikasi, antara lain asam klorida (HCl) dan asam sulfat (H 2 SO 4 ). Reaksi esterifikasi tidak hanya mengkonversi asam lemak bebas menjadi metil ester tetapi juga mengubahnya menjadi trigliserida meskipun dengan kecepatan Reaksi esterifikasi pada asam lemak bebas dapat dilihat pada Gambar 5.

9 13 RCOOH + R'OH RCOOR' + H 2 O Gambar 5. Reaksi esterifikasi. Sumber: Canakci dan Sanli (2008) Esterifikasi dilakukan pada proses pembuatan biodiesel dengan menggunakan minyak yang memiliki kadar asam lemak bebas lebih dari 2% (Hambali et al. 2007). Faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi esterifikasi adalah jumlah pelarut, waktu reaksi, suhu, konsentrasi katalis dan kandungan air pada minyak (Ozgul dan Turkay 2002). Reaktan metanol perlu ditambahkan berlebih supaya proses konversi dapat berjalan sempurna. Selain itu, sisa katalis dan air pada produk hasil esterifikasi harus dihilangkan sebelum dilanjutkan dengan reaksi transesterifikasi supaya reaksi dapat berjalan sempurna. Trigliserida Alkohol Alkil Ester Gliserol Gambar 6 Mekasnisme reaksi transesterifikasi Sumber: Canakci dan Sanli (2008) Di lain pihak transesterifikasi adalah tahap konversi trigliserida menjadi alkil ester melalui reaksi dengan alkohol dengan katalis basa yang menghasilkan produk samping gliserol (Canakci dan Sanli 2008). Secara stoikiometri, reaksi transesterifikasi memerlukan 3 mol alkohol per 1 mol trigliserida menghasilkan 3

10 14 mol alkil ester dan 1 mol gliserol. Reaksi tersebut merupakan reaksi yang dapat balik. Agar reaksi transesterifikasi bergeser ke kanan, maka diperlukan alkohol berlebih di dalam reaksi. Mekanisme reaksi transesterifikasi dapat dilihat pada Gambar Proses Produksi Biodiesel dengan Metode In situ Menurut Haas et al. (2004), transesterifikasi in situ merupakan langkah yang lebih sederhana dalam memproduksi monoalkil ester dengan mengeleminasi proses ekstraksi dan pemurnian minyak sehingga dapat menurunkan biaya produksi biodiesel. Menurut Qian et al. (2008) proses transesterifikasi in situ memanfaatkan trigliserida yang berasal dari bahan baku sumber minyak dan bukan berasal dari minyak yang sudah diekstrak dan dimurnikan terlebih dahulu. Hal tersebut menjadikan metode in situ dapat diimplemetasikan dengan lebih efisien. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa metode in situ berpotensi untuk dikembangkan. Sebagaimana reaksi transesterifikasi dan esterifikasi yang berlangsung secara konvensional, metode in situ juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain kadar air dan asam lemak bahan baku, jenis pelarut, rasio pelarut terhadap bahan baku, jenis katalis, konsentrasi katalis, waktu reaksi, suhu reaksi, ukuran bahan dan kecepatan pengadukan. Pada Tabel 4 diperlihatkan beberapa hasil penelitian terdahulu terkait proses transesterifikasi in situ dalam proses produksi biodiesel. Berdasarkan kajian sebelumnya tanah pemucat bekas cenderung memiliki kadar asam lemak bebas yang tinggi yaitu 4.97% (Kusumaningtyas 2011) dan bahkan 21.6% (Deli 2011). Oleh karena itu desain proses produksi biodiesel dengan memanfaatkan minyak residu yang terkadung dalam SBE harus dilakukan dalam dua tahap yaitu esterifikasi dan transesterifikasi. Deli (2011), melakukan esterifikasi transesterifikasi in situ SBE dengan perbandingan pelarut metanol terhadap bahan sebesar 6:1, konsentrasi katalis H 2 SO 4 dan NaOH masing-masing 1.5% (b/v) serta kecepatan pengadukan 625 rpm telah berhasil menghasilkan biodiesel yang memenuhi standar dengan rendemen sebesar 93,3 %.

11 15 Tabel 4 Hasil penelitian terdahulu tentang proses transesterifikasi in situ Peneliti Bahan baku Pelarut Katalis Suhu ( 0 C) Waktu (jam) Yield (%) Ozgul dan Tukay Dedak padi Metanol H 2 SO Ozgul dan Tukay Dedak padi Etanol H 2 SO Marinkovic 1998 Biji bunga matahari Metanol H 2 SO Shuit et al Biji jarak Metanol H 2 SO Haas et al. 2004a Kacang kedelai Metanol NaOH Pokharkar et al capparis deciduas Metanol KOH Qian et al Biji kapas Metanol NaOH Lei et al Dedak padi Metanol H 2 SO 4 dan NaOH Shiu et al Dedak padi Metanol H 2 SO 4 dan NaOH Karakteristik Mutu Biodiesel Badan Standarisasi Nasional telah menetapkan Standar Nasional Indonesia untuk mutu biodiesel (SNI ). Standar tersebut juga dikolaborasikan dengan standar lain yang sudah ada seperti ASTM D6571. Legowo et al. (2001) menjelaskan karakteristik biodiesel secara umum meliputi densitas, viskositas kinematik, bilangan setana, kalor pembakaran, titik tuang, titik pijar dan titik awan. Di lain pihak, karakteristik-karakteristik biodiesel lainnya diperlihatkan pada Tabel 5. a) Viskositas Kinematik Viskositas Kinematik didefinisikan sebagai tahanan yang dimiliki fluida yang dialirkan dalam pipa kapiler. Perbedaan viskositas antara minyak nabati dengan biodiesel digunakan sebagai salah satu indikator keberhasilan dalam proses produksi biodiesel. Viskositas akan meningkat seiring dengan menurunnya suhu dan meningkatnya panjang rantai karbon serta derajat kejenuhan asam lemak biodiesel (Knothe 2010). Jika viskositas semakin tinggi, maka tahanan untuk mengalir akan semakin tinggi. Karakteristik tersebut sangat penting karena

12 16 mempengaruhi kinerja injektor pada mesin diesel. Atomisasi bahan bakar sangat bergantung pada viskositas, tekanan injeksi serta ukuran lubang injektor. Tabel 5 Standar biodiesel Indonesia (SNI ) No Parameter Unit Nilai Metode Uji 1 Densitas (40 0 C) kg/m ASTM D Viskositas (40 0 C) mm 2 /s (cst) ASTM D Bilangan setana min. 51 ASTM D Titik nyala o C min. 100 ASTM D 93 5 Titik awan o C maks. 18 ASTM D Korosi strip tembaga maks. no 3 ASTM D Residu karbon % - bobot ASTM D contoh - 10% ampas distilasi maks (maks. 0.3) 8 Air dan sedimen % - vol Maks. 0.05* ASTM D Suhu destilasi, 90% 0 C maks. 360 ASTM D Abu tersulfatkan % - bobot maks ASTM D Belerang ppm (mg/kg) maks. 100 ASTM D Fosfor ppm (mg/kg) maks.10 ASTM D Bilangan asam (N A ) mgkoh/g maks. 0.8 ASTM D Gliserin bebas % - bobot maks ASTM D Gliserin total (G ttl ) % - bobot maks ASTM D Kadar ester % - bobot min Dihitung** 17 Iodine Number g iod/100g maks. 115 AOCS Cd Uji Halphen negatif AOCS Cb 1-25 Sumber : Badan Standarisasi Nasional (2006) Keterangan: * = dapat dihitung terpisah, kadar sedimen maksimal % - vol. 100 ( N S N A 4,57Gttl ) ** = kadar ester (% - massa) = N S N s = Bilangan penyabunan, mgkoh/g biodiesel, metode AOCS Cd 3-25.

13 17 b) Bilangan Asam Bilangan Asam menunjukkan kadar asam lemak bebas dalam biodiesel. Keberadaan asam lemak bebas tidak dikehendaki dalam biodiesel karena bersifat korosif pada peralatan injeksi bahan bakar, penyumbatan filter dan pembentukan sedimen sehingga dapat merusak komponen peralatan mesin diesel (Gerpen et al. 2004). Bilangan asam di atas 0.8 mgkoh/g dapat menyebabkan korosi terhadap komponen mesin diesel dan menyebabkan terjadinya deposit sistem bahan bakar. c) Densitas Densitas adalah bobot biodiesel per satuan volume. Nilai densitas berkaitan dengan nilai kalor dan daya yang dihasilkan oleh mesin diesel per satuan volume bahan bakar. Arisoy (2008) menjelaskan injektor mesin diesel bekerja berdasarkan ukuran volume. Semakin besar densitas akan menyebabkan massa yang diinjeksikan meningkat, sehingga energi yang dihasilkan semakin meningkat. Secara umum biodiesel memiliki angka setana yang lebih tinggi daripada solar (Prakash 1998). Solar memiliki massa jenis sekitar 850 kg/m 3, sedangkan biodiesel memiliki massa jenis berkisar antara 870 kg/m 3 hingga 890 kg/m 3. d) Bilangan Setana Bilangan Setana menunjukkan seberapa cepat bahan bakar mesin diesel yang diinjeksikan ke ruang bakar dapat terbakar secara spontan setelah bercampur dengan udara. Semakin tinggi bilangan setana bahan bakar maka semakin cepat suatu bahan bakar mesin diesel terbakar setelah diinjeksikan ke dalam ruang bakar (Knothe 2010). Bilangan setana meningkat dengan meningkatnya panjang rantai karbon dan derajat kejenuhan asam lemak penyusun biodiesel (Knothe 2005). Secara umum biodiesel memiliki bilangan setana yang lebih tinggi dibandingkan solar. Biodiesel umumnya memiliki rentang bilangan setana 46-70, sedangkan solar memiliki bilangan setana (Bozbas 2005). e) Titik Nyala Titik nyala merupakan titik suhu terendah terbentuknya nyala api pada saat tes pengapian (flame test) (Kinast dan Tyson 2003). Karakteristik diatas berkaitan dengan keamanan dalam penyimpanan dan penanganan bahan bakar. Gerpen et al.

14 18 (2004) menambahkan bahwa titik nyala metil ester murni > 200 o C akan diklasifikasikan sebagai tidak mudah terbakar. f) Bilangan Iod Bilangan iod menunjukkan tingkat ketidakjenuhan senyawa penyusun biodiesel. Keberadaan senyawa lemak tak jenuh akan meningkatkan performansi biodiesel pada suhu rendah, karena senyawa tersebut memiliki titik leleh (melting point) yang lebih rendah sehingga berkolerasi dengan titik kabut (cloud point) dan titik tuang (pour point) yang juga rendah (Knothe 2005). Di lain pihak, banyaknya lemak tak jenuh di dalam biodiesel memudahkan senyawa tersebut bereaksi dengan oksigen di atmosfir dan terpolimerisasi (Azam et al. 2006). Batasan maksimal nilai bilangan iod yang diperbolehkan untuk biodiesel yaitu 115 berdasarkan standar Eropa (EN 14214) dan Indonesia (SNI ). g) Kadar Gliserol Total Kadar gliserol total merupakan jumlah gliserol bebas dan gliserol terikat. Peningkatan jumlah gliserol total merupakan indikator reaksi esterifikasi yang tidak sempurna (Gerpen et al. 2004), sehingga menyebabkan penyumbatan pada tangki penyimpanan dan deposit pada ruang bakar Metode Permukaan Respon (Response Surface Method) Metode permukaan respon (response surface method) merupakan sekumpulan teknik matematika dan statistika yang berguna untuk menganalisis permasalahan dimana beberapa variabel independen mempengaruhi variabel respon dan tujuan akhirnya adalah untuk mengoptimalkan respon. Gaspersz (1995) menyebutkan beberapa penerapan metode permukaan respon adalah: (1) mencari suatu fungsi pendekatan yang cocok untuk meramalkan respon yang akan datang (2) menentukan nilai-nilai dari variabel bebas yang mengoptimumkan respon yang dipelajari. Response Surface Method (RSM) dapat digunakan untuk menghasilkan data percobaan yang memadai untuk model orde dua yang sesuai. Response Surface Method (RSM) yang sering digunakan adalah Rancangan Gabungan Terpusat, Rancangan Box-Behnken, dan Rancangan D optimal (Yang dan Haik

15 ). Rancangan Gabungan Terpusat (Central Composite Design (CCD)) merupakan salah satu rancangan banyak digunakan. Rancangan ini sangat berguna dalam membangun model orde kedua variabel respon tanpa perlu menggunakan percobaan faktorial tiga taraf lengkap. Rancangan ini terdiri dari rancangan linier biasa dengan titik-titik faktorial ortogonal dan titik pusat, ditambah dengan titik aksial. Rancangan ini memiliki sifat rotasibilitas (rotatability), pengelompokkan ortogonal, dan ortogonalitas (Dean dan Voss 1999). Menurut Nuryanti dan Djati (2008) langkah utama dalam menyelesaiakan permasalahan optimasi dengan menggunakan metode permukaan respon adalah menemukan hubungan antara respon y dengan variabel independen melalui persamaan polinomial yang dinotasikan variabel-variabel independen dengan x 1, x 2,, x k. Variabel-variabel tersebut diasumsikan terkontrol oleh peneliti dan mempengaruhi variabel respon y yang diasumsikan sebagai variabel random. Pada keadaan mendekati respon, disyaratkan untuk mengaproksimasi respon dengan adanya curvature dalam permukaannya, sebagaimana persamaan berikut: Penentuan kondisi optimum proses dilakukan menggunakan analisis kanonik (canonical analysis) dan analisis plot kontur permukaan respon. Analisis kanonik dalam metoda permukaan respon adalah mentransformasikan permukaan respon dalam bentuk kanonik ( ). Pada analisa ini akan diperoleh titik stasioner yang dapat berupa; [1] titik dari respon maksimum; [2] titik dari respon minimum; [3] titik pelana (saddle point). Plot kontur adalah suatu seri garis atau kurva yang mengindentifikasi nilai-nilai peubah uji pada respon yang konstan. Plot kontur memegang peranan penting dalam mempelajari analisis permukaan respon. Plot kontur diperoleh melalui software computer menghasilkan karakteristik permukaan dan lokasi terjadi titik optimum dengan presisi yang meyakinkan (Montgomery 2001). Pengujian model pada metode permukaan respon digunakan untuk mengetahui ketepatan model berdasarkan atas uji penyimpangan model atau lack

16 20 of fit, R-kuadrat (koefisien determinan), uji signifikansi model dan uji asumsi residual (Box dan Draper 1987; Gaspersz 1995). Kriteria utama ketepatan model ada untuk dianggap tepat atau cocok bila uji simpangan dari model (lack of fit) apabila bersifat tidak nyata secara statistik serta suatu model dianggap tidak tepat apabila uji simpangan dari model bersifat nyata secara statistik, meskipun kreteria yang lain cukup memuaskan (Gaspersz 1995). Koefisien determinan (R 2 ) nilai peubah Y, semakin tinggi koefisien determinan (R 2 ) berarti model semakin mampu menerangkan perilaku peubah Y (Mattjik dan Sumertajaya 2002).

REKAYASA PROSES PRODUKSI BIODIESEL MINYAK RESIDU DALAM TANAH PEMUCAT BEKAS MELALUI PROSES ESTERIFIKASI-TRANSESTERIFIKASI IN SITU

REKAYASA PROSES PRODUKSI BIODIESEL MINYAK RESIDU DALAM TANAH PEMUCAT BEKAS MELALUI PROSES ESTERIFIKASI-TRANSESTERIFIKASI IN SITU REKAYASA PROSES PRODUKSI BIODIESEL MINYAK RESIDU DALAM TANAH PEMUCAT BEKAS MELALUI PROSES ESTERIFIKASI-TRANSESTERIFIKASI IN SITU A SYIHAB FAHMIL QOWIM RM SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biodiesel Biodiesel merupakan bahan bakar rendah emisi pengganti diesel yang terbuat dari sumber daya terbarukan dan limbah minyak. Biodiesel terdiri dari ester monoalkil dari

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Minyak Kelapa Sawit Sumber minyak dari kelapa sawit ada dua, yaitu daging buah dan inti buah kelapa sawit. Minyak yang diperoleh dari daging buah disebut dengan minyak kelapa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. TANAH PEMUCAT (BLEACHING EARTH) Tanah pemucat (bleaching earth) merupakan sejenis tanah liat dengan komposisi utama terdiri dari SiO 2, Al 2 O 3, air terikat serta ion Ca 2+, magnesium

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 29 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakterisasi Bahan Baku (Tanah Pemucat Bekas) Sebelum dilakukan proses proses produksi, tanah pemucat bekas atau spent bleaching earth yang digunakan dilakukan analisis

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Konsumsi bahan bakar minyak (BBM) secara nasional mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Di sisi lain ketersediaan bahan bakar minyak bumi dalam negeri semakin hari semakin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Minyak Goreng Curah Minyak goreng adalah minyak nabati yang telah dimurnikan dan dapat digunakan sebagai bahan pangan. Minyak goreng berfungsi sebagai media penggorengan yang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN BAHAN 1. Ekstraksi Biji kesambi dikeringkan terlebih dahulu kemudian digiling dengan penggiling mekanis. Tujuan pengeringan untuk mengurangi kandungan air dalam biji,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. JARAK PAGAR Tanaman jarak pagar mempunyai nama latin Jatropha curcas L. (Linnaeus). Tanaman ini berasal dari Amerika Tengah yang kemudian menyebar ke daerah tropis. Tanaman ini

Lebih terperinci

Gambar 7 Desain peralatan penelitian

Gambar 7 Desain peralatan penelitian 21 III. METODE PENELITIAN 3.1. Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah pemucat bekas yang diperoleh dari Asian Agri Group Jakarta. Bahan bahan kimia yang digunakan adalah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pada penelitian yang telah dilakukan, katalis yang digunakan dalam proses metanolisis minyak jarak pagar adalah abu tandan kosong sawit yang telah dipijarkan pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Minyak Goreng 1. Pengertian Minyak Goreng Minyak goreng adalah minyak yang berasal dari lemak tumbuhan atau hewan yang dimurnikan dan berbentuk cair dalam suhu kamar dan biasanya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Hasil penentuan asam lemak bebas dan kandungan air Analisa awal yang dilakukan pada sampel CPO {Crude Palm Oil) yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan

Lebih terperinci

PROSES ESTERIFIKASI TRANSESTERIFIKASI IN SITU MINYAK SAWIT DALAM TANAH PEMUCAT BEKAS UNTUK PROSES PRODUKSI BIODIESEL SKRIPSI

PROSES ESTERIFIKASI TRANSESTERIFIKASI IN SITU MINYAK SAWIT DALAM TANAH PEMUCAT BEKAS UNTUK PROSES PRODUKSI BIODIESEL SKRIPSI PROSES ESTERIFIKASI TRANSESTERIFIKASI IN SITU MINYAK SAWIT DALAM TANAH PEMUCAT BEKAS UNTUK PROSES PRODUKSI BIODIESEL SKRIPSI Nur Widi Kusumaningtyas F 34070005 2011 DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 BIDIESEL Biodiesel merupakan sumber bahan bakar alternatif pengganti solar yang terbuat dari minyak tumbuhan atau lemak hewan. Biodiesel bersifat ramah terhadap lingkungan karena

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Crude Palm Oil (CPO) CPO merupakan produk sampingan dari proses penggilingan kelapa sawit dan dianggap sebagai minyak kelas rendah dengan asam lemak bebas (FFA) yang tinggi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.9 Biodiesel Biodiesel merupakan bahan bakar yang terdiri dari campuran mono alkyl ester dari rantai panjang asam lemak, yang dipakai sebagai alternatif bagi bahan bakar mesin

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur analisis sifat fisikokimia minyak dan biodiesel. 1. Kadar Air (Metode Oven, SNI )

Lampiran 1. Prosedur analisis sifat fisikokimia minyak dan biodiesel. 1. Kadar Air (Metode Oven, SNI ) LAMPIRAN 39 Lampiran 1. Prosedur analisis sifat fisikokimia minyak dan biodiesel 1. Kadar Air (Metode Oven, SNI 01-3555-1998) Cawan aluminium dipanaskan di dalam oven pada suhu 105 o C selama 1 jam, kemudian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DESKRIPSI PROSES

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DESKRIPSI PROSES BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DESKRIPSI PROSES 2.1 Biodiesel Biodiesel merupakan bahan bakar yang menjanjikan yang dapat diperoleh dari minyak tumbuhan, lemak binatang atau minyak bekas melalui transesterifikasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Bahan Baku, Pengepressan Biji Karet dan Biji Jarak Pagar, dan Pemurnian Minyak Biji karet dan biji jarak pagar yang digunakan sebagai bahan baku dikeringanginkan selama 7

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Analisa awal yang dilakukan pada minyak goreng bekas yang digunakan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Analisa awal yang dilakukan pada minyak goreng bekas yang digunakan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Hasil penentuan asam lemak dan kandungan air Analisa awal yang dilakukan pada minyak goreng bekas yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel adalah

Lebih terperinci

PEMBUATAN BIODIESEL SECARA SIMULTAN DARI MINYAK JELANTAH DENGAN MENGUNAKAN CONTINUOUS MICROWAVE BIODISEL REACTOR

PEMBUATAN BIODIESEL SECARA SIMULTAN DARI MINYAK JELANTAH DENGAN MENGUNAKAN CONTINUOUS MICROWAVE BIODISEL REACTOR PEMBUATAN BIODIESEL SECARA SIMULTAN DARI MINYAK JELANTAH DENGAN MENGUNAKAN CONTINUOUS MICROWAVE BIODISEL REACTOR Galih Prasiwanto 1), Yudi Armansyah 2) 1. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biodiesel Biodiesel adalah bahan bakar yang terdiri atas mono-alkil ester dari fatty acid rantai panjang, yang diperoleh dari minyak tumbuhan atau lemak binatang (Soerawidjaja,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Melihat cadangan sumber minyak bumi nasional semakin menipis, sementara konsumsi energi untuk bahan bakar semakin meningkat. Maka kami melakukan penelitian-penelitian

Lebih terperinci

lebih ramah lingkungan, dapat diperbarui (renewable), dapat terurai

lebih ramah lingkungan, dapat diperbarui (renewable), dapat terurai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini bahan bakar minyak bumi merupakan sumber energi utama yang digunakan di berbagai negara. Tingkat kebutuhan manusia akan bahan bakar seiring meningkatnya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA 9 PENDAHULUAN Departemen Energi Amerika Serikat dalam International Energy utlook 2005 memperkirakan konsumsi energi dunia akan meningkat sebanyak 57% dari tahun 2002 hingga 2025. Di lain pihak, persediaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Saat ini pemakaian bahan bakar yang tinggi tidak sebanding dengan ketersediaan sumber bahan bakar fosil yang semakin menipis. Cepat atau lambat cadangan minyak bumi

Lebih terperinci

: Muhibbuddin Abbas Pembimbing I: Ir. Endang Purwanti S., MT

: Muhibbuddin Abbas Pembimbing I: Ir. Endang Purwanti S., MT KALOR BIODIESEL DARI HASIL ESTERIFIKASI DENGAN KATALIS PdCl 2 DAN TRANSESTERIFIKASI DENGAN KATALIS KOH MINYAK BIJI NYAMPLUNG (Calophyllum Inophyllum) Oleh : Muhibbuddin Abbas 1407100046 Pembimbing I: Ir.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Jumlah cadangan minyak bumi dunia semakin menipis. Sampai akhir tahun 2013, cadangan minyak bumi dunia tercatat pada nilai 1687,9 miliar barel. Jika tidak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel)

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel) HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel) Minyak nabati (CPO) yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak nabati dengan kandungan FFA rendah yaitu sekitar 1 %. Hal ini diketahui

Lebih terperinci

Proses Pembuatan Biodiesel (Proses Trans-Esterifikasi)

Proses Pembuatan Biodiesel (Proses Trans-Esterifikasi) Proses Pembuatan Biodiesel (Proses TransEsterifikasi) Biodiesel dapat digunakan untuk bahan bakar mesin diesel, yang biasanya menggunakan minyak solar. seperti untuk pembangkit listrik, mesinmesin pabrik

Lebih terperinci

SNI Standar Nasional Indonesia. Biodiesel. Badan Standardisasi Nasional

SNI Standar Nasional Indonesia. Biodiesel. Badan Standardisasi Nasional Standar Nasional Indonesia Biodiesel ICS 75.160 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan definisi... 2 4 Syarat mutu...

Lebih terperinci

PROSES PEMBUATAN BIODIESEL MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DENGAN TRANSESTERIFIKASI SATU DAN DUA TAHAP. Oleh ARIZA BUDI TUNJUNG SARI F

PROSES PEMBUATAN BIODIESEL MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DENGAN TRANSESTERIFIKASI SATU DAN DUA TAHAP. Oleh ARIZA BUDI TUNJUNG SARI F PROSES PEMBUATAN BIODIESEL MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DENGAN TRANSESTERIFIKASI SATU DAN DUA TAHAP Oleh ARIZA BUDI TUNJUNG SARI F34103041 2007 DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Isu kelangkaan dan pencemaran lingkungan pada penggunakan bahan

BAB I PENDAHULUAN. Isu kelangkaan dan pencemaran lingkungan pada penggunakan bahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu kelangkaan dan pencemaran lingkungan pada penggunakan bahan bakar fosil telah banyak dilontarkan sebagai pemicu munculnya BBM alternatif sebagai pangganti BBM

Lebih terperinci

PEMBUATAN BIODIESEL DARI ASAM LEMAK JENUH MINYAK BIJI KARET

PEMBUATAN BIODIESEL DARI ASAM LEMAK JENUH MINYAK BIJI KARET PEMBUATAN BIODIESEL DARI ASAM LEMAK JENUH MINYAK BIJI KARET Dwi Ardiana Setyawardhani*), Sperisa Distantina, Hayyu Henfiana, Anita Saktika Dewi Jurusan Teknik Kimia Universitas Sebelas Maret Surakarta

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Bahan Baku Minyak Minyak nabati merupakan cairan kental yang berasal dari ekstrak tumbuhtumbuhan. Minyak nabati termasuk lipid, yaitu senyawa organik alam yang tidak

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengujian Bahan Baku Sebelum digunakan sebagai bahan baku pembuatan cocodiesel, minyak kelapa terlebih dahulu dianalisa. Adapun hasil analisa beberapa karakteristik minyak

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap. Penelitian penelitian pendahuluan dilakukan untuk mendapatkan jenis penstabil katalis (K 3 PO 4, Na 3 PO 4, KOOCCH 3, NaOOCCH 3 ) yang

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran METDE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Sebagian besar sumber bahan bakar yang digunakan saat ini adalah bahan bakar fosil. Persediaan sumber bahan bakar fosil semakin menurun dari waktu ke waktu. Hal ini

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 5. Reaksi Transesterifikasi Minyak Jelantah Persentase konversi metil ester dari minyak jelantah pada sampel MEJ 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biodiesel Biodiesel adalah suatu energi alternatif yang telah dikembangkan secara luas untuk mengurangi ketergantungan kepada BBM. Biodiesel merupakan bahan bakar berupa metil

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN PERBANDINGAN MASSA ALUMINIUM SILIKAT DAN MAGNESIUM SILIKAT Tahapan ini merupakan tahap pendahuluan dari penelitian ini, diawali dengan menentukan perbandingan massa

Lebih terperinci

PENGARUH STIR WASHING, BUBBLE WASHING, DAN DRY WASHING TERHADAP KADAR METIL ESTER DALAM BIODIESEL DARI BIJI NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum)

PENGARUH STIR WASHING, BUBBLE WASHING, DAN DRY WASHING TERHADAP KADAR METIL ESTER DALAM BIODIESEL DARI BIJI NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum) PENGARUH STIR WASHING, BUBBLE WASHING, DAN DRY WASHING TERHADAP KADAR METIL ESTER DALAM BIODIESEL DARI BIJI NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum) Disusun oleh : Dyah Ayu Resti N. Ali Zibbeni 2305 100 023

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan jaman, kebutuhan manusia akan bahan bakar semakin meningkat. Namun, peningkatan kebutuhan akan bahan bakar tersebut kurang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil & Pembahasan 22 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Biodiesel dari Mikroalga Chlorella sp Pada penelitian ini, digunakan mikroalga Chlorella Sp sebagai bahan baku pembuatan biodiesel. Penelitian ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi merupakan aspek penting dalam kehidupan manusia dan merupakan kunci utama diberbagai sektor. Semakin hari kebutuhan akan energi mengalami kenaikan seiring dengan

Lebih terperinci

Rekayasa Proses Produksi Biodiesel

Rekayasa Proses Produksi Biodiesel Institut Pertanian Bogor (IPB) Rekayasa Proses Produksi Biodiesel Berbasis Jarak (Jatropha curcas) Melalui Transesterifikasi In Situ Dr.Ir. Ika Amalia Kartika, MT Dr.Ir. Sri Yuliani, MT Dr.Ir. Danu Ariono

Lebih terperinci

Jurnal Flywheel, Volume 3, Nomor 1, Juni 2010 ISSN :

Jurnal Flywheel, Volume 3, Nomor 1, Juni 2010 ISSN : PENGARUH PENAMBAHAN KATALIS KALIUM HIDROKSIDA DAN WAKTU PADA PROSES TRANSESTERIFIKASI BIODIESEL MINYAK BIJI KAPUK Harimbi Setyawati, Sanny Andjar Sari, Hetty Nur Handayani Jurusan Teknik Kimia, Institut

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. BIJI DAN MINYAK JARAK PAGAR

II. TINJAUAN PUSTAKA A. BIJI DAN MINYAK JARAK PAGAR II. TINJAUAN PUSTAKA A. BIJI DAN MINYAK JARAK PAGAR Jarak pagar (Jatropha curcas L.) merupakan tanaman yang telah dikenal masyarakat Indonesia sejak zaman pendudukan Jepang yaitu sekitar tahun 1942. Jarak

Lebih terperinci

Pembuatan Biodiesel dari Minyak Kelapa dengan Katalis H 3 PO 4 secara Batch dengan Menggunakan Gelombang Mikro (Microwave)

Pembuatan Biodiesel dari Minyak Kelapa dengan Katalis H 3 PO 4 secara Batch dengan Menggunakan Gelombang Mikro (Microwave) Pembuatan Biodiesel dari Minyak Kelapa dengan Katalis H 3 PO 4 secara Batch dengan Menggunakan Gelombang Mikro (Microwave) Dipresentasikan oleh : 1. Jaharani (2310100061) 2. Nasichah (2310100120) Laboratorium

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Minyak Nabati Minyak dan lemak adalah triester dari gliserol, yang dinamakan trigliserida. Minyak dan lemak sering dijumpai pada minyak nabati dan lemak hewan. Minyak umumnya

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji karet, dan bahan pembantu berupa metanol, HCl dan NaOH teknis. Selain bahan-bahan di atas,

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor)

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor) 23 Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Penyiapan Sampel Kualitas minyak kastor yang digunakan sangat mempengaruhi pelaksanaan reaksi transesterifikasi. Parameter kualitas minyak kastor yang dapat menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Minyak sawit mentah mempunyai nilai koefisien viskositas yang tinggi (sekitar 11-17 kali lebih tinggi dari bahan bakar diesel), sehingga tidak dapat langsung digunakan

Lebih terperinci

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK NYAMPLUNG MENGGUNAKAN PEMANASAN GELOMBANG MIKRO

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK NYAMPLUNG MENGGUNAKAN PEMANASAN GELOMBANG MIKRO PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK NYAMPLUNG MENGGUNAKAN PEMANASAN GELOMBANG MIKRO Dosen Pembimbing : Dr. Lailatul Qadariyah, ST. MT. Prof. Dr. Ir. Mahfud, DEA. Safetyllah Jatranti 2310100001 Fatih Ridho

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS II. 1 Tinjauan Pustaka II.1.1 Biodiesel dan green diesel Biodiesel dan green diesel merupakan bahan bakar untuk mesin diesel yang diperoleh dari minyak nabati

Lebih terperinci

Biodiesel Dari Minyak Nabati

Biodiesel Dari Minyak Nabati Biodiesel Dari Minyak Nabati Minyak dan Lemak Minyak dan lemak merupakan campuran dari ester-ester asam lemak dengan gliserol yang membentuk gliserol, dan ester-ester tersebut dinamakan trigliserida. Perbedaan

Lebih terperinci

4 Pembahasan Degumming

4 Pembahasan Degumming 4 Pembahasan Proses pengolahan biodiesel dari biji nyamplung hampir sama dengan pengolahan biodiesel dari minyak sawit, jarak pagar, dan jarak kepyar. Tetapi karena biji nyamplung mengandung zat ekstraktif

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.8. Latar Belakang Indonesia mulai tahun 2007 dicatat sebagai produsen minyak nabati terbesar di dunia, mengungguli Malaysia, dengan proyeksi produksi minimal 17 juta ton/tahun di areal

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.Hasil 4.1.1. Hasil penentuan asam lemak bebas Penentuan asam lemak bebas sangat penting untuk mengetahui kualitas dari minyak nabati. Harga asam lemak bebas kurang dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. BBM petrodiesel seperti Automatic Diesel Oil (ADO) atau solar merupakan

BAB I PENDAHULUAN. BBM petrodiesel seperti Automatic Diesel Oil (ADO) atau solar merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BBM petrodiesel seperti Automatic Diesel Oil (ADO) atau solar merupakan sumber energi yang dikonsumsi paling besar di Indonesia. Konsumsi bahan bakar solar terus meningkat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Industri Kimia Banyak proses kimia yang melibatkan larutan homogen untuk meningkatkan laju reaksi. Namun, sebagian besar pelarut yang digunakan untuk reaksi adalah

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Biodiesel dari Biji Tembakau dengan Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

Prarancangan Pabrik Biodiesel dari Biji Tembakau dengan Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pada beberapa dekade terakhir ini, konsumsi bahan bakar fosil seperti minyak bumi terus mengalami kenaikan. Hal itu dikarenakan pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHAN 4.1 Data Bahan Baku Minyak Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak jarak. Minyak jarak sendiri memiliki karakteristik seperti Densitas, Viskositas, Flash

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1. Karakteristik Bahan Baku Biodiesel. Propertis Minyak Kelapa (Coconut Oil)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1. Karakteristik Bahan Baku Biodiesel. Propertis Minyak Kelapa (Coconut Oil) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Data Bahan Baku Minyak Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini diantaranya yaitu minyak Jarak dan minyak Kelapa. Kedua minyak tersebut memiliki beberapa karakteristik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini dunia sedang menghadapi kenyataan bahwa persediaan minyak. bumi sebagai salah satu tulang punggung produksi energi semakin

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini dunia sedang menghadapi kenyataan bahwa persediaan minyak. bumi sebagai salah satu tulang punggung produksi energi semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini dunia sedang menghadapi kenyataan bahwa persediaan minyak bumi sebagai salah satu tulang punggung produksi energi semakin berkurang. Keadaan ini bisa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Nabati Minyak nabati adalah cairan kental yang diambil atau diekstrak dari tumbuhtumbuhan. Komponen utama penyusun minyak nabati adalah trigliserida asam lemak, yang

Lebih terperinci

Pengaruh Variasi Temperatur Dan Konsentrasi Minyak Terhadap Rendemen Dan Karakteristik Biodiesel Dari Minyak Biji Kemiri (Aleurites Moluccana)

Pengaruh Variasi Temperatur Dan Konsentrasi Minyak Terhadap Rendemen Dan Karakteristik Biodiesel Dari Minyak Biji Kemiri (Aleurites Moluccana) Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013 Pengaruh Variasi Temperatur Dan Konsentrasi Minyak Terhadap Rendemen Dan Karakteristik Biodiesel Dari Minyak Biji Kemiri (Aleurites Moluccana) Poedji

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 13 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris, negara yang sangat subur tanahnya. Pohon sawit dan kelapa tumbuh subur di tanah Indonesia. Indonesia merupakan negara penghasil

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 PROGRAM UTAMA QBioDSS Model QBioDSS dirancang untuk dijadikan alat bantu dalam menganalisa faktor-faktor yang berpengaruh dalam pengambilan keputusan berkaitan dengan mutu biodiesel.

Lebih terperinci

PRODUKSI BIODIESEL DARI CRUDE PALM OIL MELALUI REAKSI DUA TAHAP

PRODUKSI BIODIESEL DARI CRUDE PALM OIL MELALUI REAKSI DUA TAHAP PRODUKSI BIODIESEL DARI CRUDE PALM OIL MELALUI REAKSI DUA TAHAP Eka Kurniasih Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe Jl. Banda Aceh-Medan km. 280 Buketrata Lhokseumawe Email: echakurniasih@yahoo.com

Lebih terperinci

: Dr. Rr. Sri Poernomo Sari ST., MT.

: Dr. Rr. Sri Poernomo Sari ST., MT. SKRIPSI/TUGAS AKHIR APLIKASI BAHAN BAKAR BIODIESEL M20 DARI MINYAK JELANTAH DENGAN KATALIS 0,25% NaOH PADA MOTOR DIESEL S-111O Nama : Rifana NPM : 21407013 Jurusan Pembimbing : Teknik Mesin : Dr. Rr. Sri

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN PENELITIAN

BAB III RANCANGAN PENELITIAN BAB III RANCANGAN PENELITIAN 3.1. Metodologi Merujuk pada hal yang telah dibahas dalam bab I, penelitian ini berbasis pada pembuatan metil ester, yakni reaksi transesterifikasi metanol. Dalam skala laboratorium,

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PEMBUATAN BIODIESEL DENGAN VARIASI BAHAN BAKU, KATALIS DAN TEKNOLOGI PROSES

PERBANDINGAN PEMBUATAN BIODIESEL DENGAN VARIASI BAHAN BAKU, KATALIS DAN TEKNOLOGI PROSES PERBANDINGAN PEMBUATAN BIODIESEL DENGAN VARIASI BAHAN BAKU, KATALIS DAN TEKNOLOGI PROSES KARYA TULIS ILMIAH Disusun Oleh: Achmad Hambali NIM: 12 644 024 JURUSAN TEKNIK KIMIA POLITEKNIK NEGERI SAMARINDA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Crude Palm Oil (CPO) Pohon kelapa sawit merupakan tanaman tropis yang berasal dari Afrika Barat. Kelapa sawit memiliki Penggunaan sebagai makanan dan obatobatan. Minyak sawit

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Pada penelitian ini, proses pembuatan monogliserida melibatkan reaksi gliserolisis trigliserida. Sumber dari trigliserida yang digunakan adalah minyak goreng sawit.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Minyak jelantah merupakan minyak goreng yang telah digunakan beberapa kali.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Minyak jelantah merupakan minyak goreng yang telah digunakan beberapa kali. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Minyak Jelantah Minyak jelantah merupakan minyak goreng yang telah digunakan beberapa kali. Minyak jelantah masih memiliki asam lemak dalam bentuk terikat dalam trigliserida sama

Lebih terperinci

PEMBUATAN BIODIESEL DARI CRUDE PALM OIL (CPO) SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF MELALUI PROSES TRANSESTERIFIKASI LANGSUNG

PEMBUATAN BIODIESEL DARI CRUDE PALM OIL (CPO) SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF MELALUI PROSES TRANSESTERIFIKASI LANGSUNG JURNAL TEKNOLOGI AGRO-INDUSTRI Vol. 2 No.1 ; Juni 2015 PEMBUATAN BIODIESEL DARI CRUDE PALM OIL (CPO) SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF MELALUI PROSES TRANSESTERIFIKASI LANGSUNG Yuli Ristianingsih, Nurul Hidayah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PHN BINTAR (Cerbera odollam Gaertn) Bintaro (Gambar 1) termasuk tumbuhan mangrove yang berasal dari daerah tropis di Asia, Australia, Madagaskar, dan kepulauan sebelah barat samudera

Lebih terperinci

METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku b. Bahan kimia 2. Alat B. METODE PENELITIAN 1. Pembuatan Biodiesel

METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku b. Bahan kimia 2. Alat B. METODE PENELITIAN 1. Pembuatan Biodiesel METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku Bahan baku yang digunakan untuk penelitian ini adalah gliserol kasar (crude glycerol) yang merupakan hasil samping dari pembuatan biodiesel. Adsorben

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oksigen. Senyawa ini terkandung dalam berbagai senyawa dan campuran, mulai

BAB I PENDAHULUAN. oksigen. Senyawa ini terkandung dalam berbagai senyawa dan campuran, mulai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Silika merupakan unsur kedua terbesar pada lapisan kerak bumi setelah oksigen. Senyawa ini terkandung dalam berbagai senyawa dan campuran, mulai dari jaringan

Lebih terperinci

PROSES TRANSESTERIFIKASI MINYAK BIJI KAPUK SEBAGAI BAHAN DASAR BIODIESEL YANG RAMAH LINGKUNGAN

PROSES TRANSESTERIFIKASI MINYAK BIJI KAPUK SEBAGAI BAHAN DASAR BIODIESEL YANG RAMAH LINGKUNGAN PROSES TRANSESTERIFIKASI MINYAK BIJI KAPUK SEBAGAI BAHAN DASAR BIODIESEL YANG RAMAH LINGKUNGAN Harimbi Setyawati, Sanny Andjar Sari,Nani Wahyuni Dosen Tetap Teknik Kimia Institut Teknologi Nasional Malang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Energi merupakan salah satu kebutuhan yang pokok dalam suatu proses. Sumber energi yang paling mudah didapat berasal dari bahan bakar minyak (BBM) atau yang sering

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan dalam penelitian kali ini terdiri dari bahan utama yaitu biji kesambi yang diperoleh dari bantuan Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. teknologi sekarang ini. Menurut catatan World Economic Review (2007), sektor

BAB I PENDAHULUAN UKDW. teknologi sekarang ini. Menurut catatan World Economic Review (2007), sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan akan energi tidak pernah habis bahkan terus meningkat dari waktu ke waktu seiring dengan berkembangnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sekarang ini.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketercukupannya, dan sangat nyata mempengaruhi kelangsungan hidup suatu

BAB I PENDAHULUAN. ketercukupannya, dan sangat nyata mempengaruhi kelangsungan hidup suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Energi merupakan kebutuhan dasar manusia yang tidak dapat dihindari ketercukupannya, dan sangat nyata mempengaruhi kelangsungan hidup suatu bangsa di masa sekarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Penelitian Kualitas minyak mentah dunia semakin mengalami penurunan. Penurunan kualitas minyak mentah ditandai dengan peningkatan densitas, kadar

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. SIFAT FISIKO-KIMIA BIJI DAN MINYAK JARAK PAGAR Biji jarak pagar (Jatropha curcas L.) yang digunakan dalam penelitian ini didapat dari PT. Rajawali Nusantara Indonesia di daerah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.9. Biodiesel Biodiesel merupakan bahan bakar yang terdiri dari campuran mono alkyl ester dari rantai panjang asam lemak, yang dipakai sebagai alternatif bagi bahan bakar mesin

Lebih terperinci

Sintesis Metil Ester dari Minyak Goreng Bekas dengan Pembeda Jumlah Tahapan Transesterifikasi

Sintesis Metil Ester dari Minyak Goreng Bekas dengan Pembeda Jumlah Tahapan Transesterifikasi Jurnal Kompetensi Teknik Vol. 2, No. 2, Mei 2011 79 Sintesis Metil Ester dari Minyak Goreng Bekas dengan Pembeda Jumlah Tahapan Transesterifikasi Wara Dyah Pita Rengga & Wenny Istiani Program Studi Teknik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Minyak Sawit Sebagai Bahan Baku Biodiesel Tanaman sawit (Elaeis guineensis jacquin) merupakan tanaman yang berasal dari afrika selatan. Tanaman ini merupakan tanaman

Lebih terperinci

Pengaruh Ukuran Arang Aktif Ampas Tebu sebagai Biomaterial Pretreatment terhadap Karakteristik Biodiesel Minyak Jelantah

Pengaruh Ukuran Arang Aktif Ampas Tebu sebagai Biomaterial Pretreatment terhadap Karakteristik Biodiesel Minyak Jelantah JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-268 Pengaruh Ukuran Arang Aktif Ampas Tebu sebagai Biomaterial Pretreatment terhadap Karakteristik Biodiesel Minyak Jelantah

Lebih terperinci

Staf Pengajar Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang, Semarang 2

Staf Pengajar Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang, Semarang 2 SINTESIS FATTY ACID METHYL ESTHER DARI MINYAK BIJI MAHONI (SWIETENIA MACROPHYLLA, KING) DAN UJI PERFORMANCE-NYA SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF PADA MESIN DIESEL Sri Mursiti 1, Ratna Dewi Kusumaningtyas

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Kualitas minyak dapat diketahui dengan melakukan beberapa analisis kimia yang nantinya dibandingkan dengan standar mutu yang dikeluarkan dari Standar Nasional Indonesia (SNI).

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Metil Ester Sulfonat dari Crude Palm Oil berkapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR

Prarancangan Pabrik Metil Ester Sulfonat dari Crude Palm Oil berkapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Pertumbuhan jumlah penduduk Indonesia yang begitu pesat telah menyebabkan penambahan banyaknya kebutuhan yang diperlukan masyarakat. Salah satu bahan baku dan bahan penunjang

Lebih terperinci

Sunardi 1, Kholifatu Rosyidah 1 dan Toto Betty Octaviana 1

Sunardi 1, Kholifatu Rosyidah 1 dan Toto Betty Octaviana 1 PEMANFAATAN CANGKANG BEKICOT (ACHATINA FULICA) SEBAGAI KATALIS UNTUK REAKSI TRANSESTERIFIKASI (Kajian Pengaruh Temperatur Reaksi dan Rasio Mol Metanol: Minyak) Sunardi 1, Kholifatu Rosyidah 1 dan Toto

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Potensi PKO di Indonesia sangat menunjang bagi perkembangan industri kelapa

I. PENDAHULUAN. Potensi PKO di Indonesia sangat menunjang bagi perkembangan industri kelapa 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi PKO di Indonesia sangat menunjang bagi perkembangan industri kelapa sawit yang ada. Tahun 2012 luas areal kelapa sawit Indonesia mencapai 9.074.621 hektar (Direktorat

Lebih terperinci

PEMBUATAN BIODIESEL. Disusun oleh : Dhoni Fadliansyah Wahyu Tanggal : 27 Oktober 2010

PEMBUATAN BIODIESEL. Disusun oleh : Dhoni Fadliansyah Wahyu Tanggal : 27 Oktober 2010 PEMBUATAN BIODIESEL Disusun oleh : Dhoni Fadliansyah Wahyu 109096000004 Kelompok : 7 (tujuh) Anggota kelompok : Dita Apriliana Fathonah Nur Anggraini M. Rafi Hudzaifah Tita Lia Purnamasari Tanggal : 27

Lebih terperinci

PRODUKSI BIODIESEL DARI MINYAK JELANTAH MENGGUNAKAN KATALIS HETEROGEN CANGKANG BEKICOT (ACHATINA FULICA) DENGAN METODE PENCUCIAN DRY WASHING

PRODUKSI BIODIESEL DARI MINYAK JELANTAH MENGGUNAKAN KATALIS HETEROGEN CANGKANG BEKICOT (ACHATINA FULICA) DENGAN METODE PENCUCIAN DRY WASHING PRODUKSI BIODIESEL DARI MINYAK JELANTAH MENGGUNAKAN KATALIS HETEROGEN CANGKANG BEKICOT (ACHATINA FULICA) DENGAN METODE PENCUCIAN DRY WASHING Zainul Arifin, Bayu Rudiyanto 2 dan Yuana Susmiati 2 Mahasiwa

Lebih terperinci

III. METODA PENELITIAN

III. METODA PENELITIAN III. METODA PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium Proses Balai Besar Industri Agro (BBIA), Jalan Ir. H. Juanda No 11 Bogor. Penelitian dimulai pada bulan Maret

Lebih terperinci