PEMBAHASAN UMUM Sifat-sifat Bandikut yang Menunjang Domestikasi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEMBAHASAN UMUM Sifat-sifat Bandikut yang Menunjang Domestikasi"

Transkripsi

1 81 PEMBAHASAN UMUM Pemenuhan kebutuhan protein hewani terutama daging masih sulit dicapai bila hanya mengandalkan dari produksi ternak konvensional yang sudah ada. Permintaan daging nasional semakin meningkat setiap tahun, sedang laju pertumbuhan populasi ternak konvensional cenderung lambat. Di habitat alami (in-situ), satwa liar menghasilkan daging lebih banyak dari pada ternak yang sudah ada. Satwa liar sangat potensial untuk menyumbangkan sejumlah besar pangan kepada manusia. Gerakan pemanfaatan satwa liar secara lestari, juga telah lama dicanangkan guna mengatasi masalah pangan dunia, terutama kebutuhan daging. Untuk itu upaya eksplorasi terhadap satwa penghasil daging sangat diperlukan, mengingat Indonesia memiliki kekayaan fauna yang belum banyak diberdayakan sebagai sumber protein dan sumber devisa. Sifat-sifat Bandikut yang Menunjang Domestikasi Ciri-ciri atau sifat yang menunjang untuk domestikasi hewan adalah sifat tingkah laku hewan tersebut. Sifat-sifat yang menguntungkan dapat dipertimbangkan di dalam upaya domestikasi sehingga kenyamanan hewan (animal welfare) tetap diperhatikan. Bandikut (Echymipera sp.) adalah hewan berkantung (marsupial) yang hidup di atas tanah (ground-dwelling) dikenal sebagai hewan omnivora, nokturnal, soliter, polygamus, suka berkelahi (frugnacious) dan mudah stress (nervous). Lama hidup potensial bandikut adalah 6 tahun, tetapi rata-rata 3-4 tahun (Lobert and Lee, 1990) dengan spektrum habitat yang luas dan daerah jelajah (home range) 4-40 Ha (Gemmell, 1988; Cockburn, 1990). Menurut Petocz (1994), di antara hewan marsupial, bandikut memiliki laju reproduksi paling tinggi. Selama setahun seekor betina dewasa mampu melahirkan 5-6 kali dengan jumlah anak per kelahiran 3-4 ekor, lama bunting hari dan lama menyusui hari. Selama menyusui induk bandikut juga dalam keadaan mengasuh anak yang belum lepas sapih dan bunting, sehingga mampu memelihara sekaligus tiga kali kelahiran anak dalam waktu yang sama, yaitu selama bunting, anak

2 82 di dalam kantung dan anak yang sedang disapih (Stodart, 1977; Fishman, 2001). Siklus estrus rata-rata 21 hari dan induk mulai kawin kembali setelah anak di dalam kantung umur hari (Lyne, 1976). Anaknya berhenti menyusu pada umur hari ketika induk melahirkan anak berikutnya. Rata-rata kelahiran terjadi setiap 65 hari atau 6 kali kelahiran terjadi selama 13 bulan (Stodart, 1977). Potensi ini merupakan peluang untuk bisa dikembangkan sebagai hewan budidaya penghasil daging yang prolifik. Berdasarkan sifat-sifat biologis bandikut dengan pertimbangan : (1) sex-ratio jantan : betina dewasa 1:2; (2) sex ratio kelahiran anak 1:1; (3) mortalitas anak 30 %; (4) litter size 4 ekor per kelahiran; (5) frekuensi kelahiran 5 kali/tahun; (6) dewasa kelamin umur 4 bulan maka dapat diproyeksikan produksi bandikut tersebut selama satu tahun seperti pada Tabel 20. Tabel 20 Proyeksi produksi bandikut selama setahun pertama berdasarkan sifat biologisnya. Jumlah Kelahiran awal I II III IV V Induk Jantan Mortalitas Bandikut remaja (umur 4 bulan) - jantan - betina Anak (dalam kantung induk) - jantan - betina Jantan afkir Dari analisis produksi bandikut tersebut dapat diproyeksikan bahwa dari pemeliharaan awal bandikut dewasa 6 ekor betina dan 3 ekor jantan selama satu tahun dapat berkembang menjadi 233 ekor terdiri atas induk dewasa 40 ekor, jantan dewasa 20 ekor, jantan dewasa afkir 17 ekor (9 ekor umur 6 bulan, 4 ekor umur 8 bulan dan 4 ekor umur 10 bulan), 58 ekor bandikut umur 4 bulan (29 ekor jantan dan 29 ekor betina), dan 106 ekor anak bandikut (cindil) masih di dalam kantung induk.

3 83 Berat tubuh yang ditemukan mencapai berat gram. Bobot tubuh jantan lebih berat dari pada bobot tubuh betina dewasa. Perbedaan ukuran dan kekuatan antara jantan dan betina (dimorphism) ini secara umum memberikan konskuensi bahwa bandikut jantan secara sosial dominan terhadap betina sehingga memudahkan dalam perkawinan. Bandikut mempunyai sifat poligamus yaitu satu jantan mengawini beberapa atau banyak betina. Tingkah laku seperti itu dapat berguna karena dalam usaha budidaya hanya diperlukan relatif sedikit hewan jantan dewasa. Dengan demikian hewan jantan yang lain dapat dimanfaatkan sebagai hewan potong. Sifat tingkah laku lain dari bandikut adalah adanya ikatan yang kuat dari induk terhadap anaknya (mothering ability) yang terjadi segera setelah anak lahir. Hal ini penting dalam pemeliharaan awal domestikasi. Induk dapat dikelompokkan bersama anaknya dan cukup menjaga hewan yang muda. Bandikut sebagai hewan omnivora dimungkinkan dapat lebih mempermudah penyediaan pakannya dalam pemeliharaan pada praktek domestikasi karena jenis pakannya dapat lebih beragam. Pada hasil percobaan pakan, menunjukkan bahwa bandikut mampu mengkonsumsi bahan kering pakan konsentrat sampai 3,04 3,05 % dari berat badan dengan tingkat kesukaan (preferensi atau palatabilitas) sebesar %. Tingginya spektrum habitat dan luasnya daerah jelajah bandikut di alam, dapat menyebabkan pengaruh positif dan negatif pada proses domestikasi. Pengaruh positif, dapat dimungkinkan bandikut akan mudah beradaptasi pada berbagai habitat dan berpengaruh negatif bila dalam praktek domestikasi ditempatkan pada luasan yang sempit maka dapat mengakibatkan stres terhadap lingkungan. Pada praktek budidaya diperlukan suatu rancangan kandang yang tepat dan sesuai sehingga kesejahteraan bandikut dapat tetap terjamin. Tujuan dan Potensi Produk Bandikut Sebagai Satwa Budidaya Tujuan dari budidaya bandikut dapat ditinjau dari sifat produksinya yaitu untuk dihasilkan dagingnya. Produksi karkas dan karakteristik fisik dan kimia daging adalah faktor yang turut menentukan nilai atau mutu daging hewan yang bersangkutan.

4 84 Hasil penilitian menunjukkan bahwa produksi karkas bandikut rata-rata 67.8 % dengan cara pengulitan, tetapi bila dilakukan dengan cara pembakaran bulu/rambut (cara yang biasa dilakukan oleh masyarakat di Papua), maka dapat menghasilkan persentase karkas yang lebih tinggi dari ternak domestikasi lain, yaitu %. Daging bandikut memiliki karakteristik antara lain ph masih memperlihatkan ph normal daging segar yaitu 5.71 setara dengan ph daging segar sapi lokal. Tingkat keempukan daging (1.05) lebih empuk dari daging ternak domestikasi lainnya. Keempukan daging bandikut diduga karena mengandung sedikit jaringan ikat dan memiliki tekstur atau serat otot yang lebih halus serta kadar lemak yang cukup tinggi. Susut masak (cooking loss) daging bandikut yaitu %, termasuk normal karena kurang dari 40 %. Nilai susut masak tersebut masih setara dengan susut masak daging sapi lokal dan hewan budidaya lainnya. Daya mengikat air (water holding capacity) daging bandikut cukup tinggi (36.56 % mgh 2 O) dibandikan dengan daging ternak yang lain. Keadaan ini menunjukkan bahwa kualitas daging bandikut cukup baik karena daging dengan daya mengikat air yang tinggi dapat meningkatkan rasa jus (juiceness) daging dan keempukan daging serta menurunkan susut masak daging. Sebaliknya daging dengan daya mengikat air yang rendah dapat menurunkan mutu daging yang bersangkutan, sebagai akibat keluarnya nutrisi daging yang terlarut dalam air seperti protein, vitamin larut air dan mioglobin ketika air dibebaskan oleh daging (Natasasmita, 1978). Komposisi gizi daging bandikut relatif sama bila dibandingkan dengan daging ternak domestikasi yang lain. Daging bandikut mengandung air 72,42% dengan kadar lemak yang cukup tinggi yaitu 3,26%, protein kasar 18,72% dan kadar abu yang cukup tinggi pula sebasar 2.53% serta energi kkal/kg. Cukup tingginya kadar lemak daging bandikut juga dapat menggambarkan bahwa bandikut mampu memanfaatkan energi pakan lebih tinggi. Kemampuan hewan dalam memanfaatkan energi pakan yang lebih besar akan menyebabkan deposisi lemak lebih besar pula (Soeparno and Sumadi, 1991). Menurut Berg dan Butterfield (1976), variasi kandungan lemak dalam daging tergantung pada jumlah dan ragam pakan yang dikonsumsi. Selanjutnya Aberle et al. (2001) menjelaskan bahwa faktor yang

5 85 menentukan kandungan lemak daging adalah keadaan serabut otot, jenis ternak, umur, pakan, jenis kelamin dan aktifitas yang dilakukan. Kandungan abu daging bandikut relatif cukup tinggi dibandingkan daging hewan atau ternak domestikasi lainnya. Hal ini mungkin disebabkan oleh faktor genetik dan jenis makanan yang dikonsumsi bandikut. Nilai nutrisi daging bervariasi tergantung spesies, bangsa (breed) dan jenis otot (Lawrie, 1988). Pembentukan protein di dalam tubuh antara lain dipengaruhi oleh status fisiologis dari hewan yang bersangkutan. Menurut Judge et al. (1989), kadar abu daging mempunyai hubungan yang erat dengan kadar protein dan air daging. Moran and Wood (1986) melaporkan bahwa pemberian pakan konsentrat tinggi dapat meningkatkan kadar abu, lemak dan energi daging, tetapi sebaliknya kadar air dan protein daging menjadi turun. Komposisi asam amino dan asam lemak di dalam daging bandikut, baik jumlah maupun jenisnya cukup lengkap, bila dibandingkan dengan daging ternak konvensional. Namun perlu dilaporkan bahwa daging bandikut kaya akan asam lemak jenuh jenis laurat (1.97 %), miristat (3.79 %) dan palmitat (36.76 %) bila dibandingkan dengan ternak domestikasi lainnya. Hal ini perlu diwaspadai karena telah banyak disinyalir bahwa tingginya konsumsi asam lemak jenuh dapat meningkatkan kadar kolesterol darah yang dapat memicu penyakit jantung koroner. Fenomena tersebut dapat diantisipasi bila ratio asam lemak jenuh dan tidak jenuh dalam makanan yang dikonsumsi seimbang. Sebab keseimbangan tersebut dapat merendahkan kerentanan individu terhadap penyakit vaskuler umumnya. Meningkatnya asam lemak poli tak jenuh di dalam makanan, seperti linolenat, arakhidonat dan linoleat yang mampu menghasilkan eikopentanoat (EPA) dan dekosaheksanoat (DHA) akan menurunkan kolesterol darah meskipun lemak dan kolesterol yang dikonsumsi tinggi. Tingginya asam lemak jenuh di dalam daging bandikut tersebut diduga dikarenakan tingginya lemak daging yang terbentuk yang disebabkan oleh tingginya kandungan asam lemak jenuh dalam pakan yang dikonsumsi bandikut. Pada proses metabolisme lemak, pendepositan lemak pakan tanpa di ubah. Tidak seperti pada ternak ruminansia, dimana asam lemak tidak jenuh

6 86 dalam pakan yang dikonsumsi akan terjadi proses hirogenasi oleh mikroba rumen menjadi deposit asam lemak jenuh. Hasil uji organoleptik menunjukkan bahwa warna, bau dan rasa daging bandikut dapat diterima dan disukai oleh masyarakat di Papua seperti halnya terhadap daging babi, daging ayam dan daging sapi. Teknik budidaya bandikut Pemilihan Jenis Bandikut Ada beberapa jenis bandikut di Indonesia yang berpotensi dapat dikembangkan sebagai satwa budidaya. Untuk itu perlu dipilih jenis dan individu bandikut yang memiliki sifat lebih tenang dibandingkan dengan yang lainnya sehingga tujuan budidaya bandikut dapat terlaksana dengan baik. Individu bandikut yang berprilaku tenang dapat lebih mudah diatur pada lingkungan budidaya. Apabila telah dipelajari karakter atau tingkah laku masing-masing jenis bandikut maka pengembangannya adalah dengan cara menyesuaikan karakter tersebut dengan tujuan budidaya. Oleh karena itu di dalam pengembangan bandikut sebagai satwa budidaya, faktor kesejahteraan (animal welfare) harus diperhatikan pula. Hal ini sebagai seninya budidaya satwa yang belum didomestikasi dan mempunyai sifat alami yang liar. Tantangan pengembangan memang cukup tinggi mengingat bandikut masih belum banyak diketahui karakteristik tingkah lakunya. Sesuai tujuan akhir dari budidaya bandikut adalah produk daging yang dapat dipasarkan maka perlu dipilih jenis bandikut yang menghasilkan banyak dagingnya. Hasil kajian distribusi bobot daging pada potongan karkas terhadap bobot karkas atau bobot total daging bandikut, menunjukkan bahwa bobot daging potongan karkas bagian kaki depan bandikut jenis dada merah lebih tinggi dari bandikut jenis dada putih. Sebaliknya bobot daging potongan karkas bagian kaki belakang bandikut dada merah lebih rendah dari pada bobot daging potongan karkas kaki belakang bandikut dada putih. Tingginya perdagingan pada bagian karkas kaki depan (shoulder dan shank) bandikut dada merah dikarenakan bandikut dada merah lebih lincah dan agresif dibanding dengan bandikut dada putih yang lebih bertemperamen lamban.

7 87 Menurut Berg dan Butterfield (1976) yang dikemukakan Lawrie (2003), hewan yang lebih lincah (agile) mempunyai perkembangan urat daging yang lebih besar pada anggota badan depan. Ditinjau dari sisi komersil maka untuk upaya budidaya jenis bandikut berdada putih akan lebih banyak berdaging terutama pada karkas bagian kaki belakang yang biasa dipertimbangkan oleh konsumen. Usaha pembudidayaan bandikut lebih baik dipilih jenis bandikut berdada putih karena bandikut jenis ini selain memiliki proporsi daging paha bagian belakang lebih banyak juga memiliki temperamen lambat sehingga akan lebih mudah pengelolaannya. Perkandangan Ditinjau dari fungsi kandang, perkandangan untuk bandikut pada dasarnya adalah sama dengan perkandangan hewan atau ternak lain, yakni sesuai dengan tujuan, fungsi atau manfaat kandang itu sendiri, tanpa mengurangi prinsip kenyamanan hewan atau ternak (animal welfare) yang dikandangkan. Manfaat kandang antara lain menghindari pengaruh iklim yang membahayakan, mempermudah tatalaksana dalam pemeliharaan dan mempermudah pengawasan terhadap gangguan dari luar. Bandikut merupakan hewan nokturnal dan memiliki sifat dan tingkah laku biologis tersendiri maka untuk mencapai keberhasilan dalam memelihara bandikut diperlukan rancangan perkandangan yang baik, sesuai dengan fungsi dan perilaku kehidupan bandikut. Berkaitan dengan sifat dan tingkah laku bandikut, maka perkandangan yang baik untuk bandikut harus memenuhi sarat, seperti : (1) Harus tersedia sarang untuk tempat bersembunyi, istirahat atau saat tercekam. Tempat sarang dapat berupa boks dari kayu ata dibuat lubang dangkal dan ditutup rumput kering; (2) Pagar untuk sistem out door dibuat cukup tinggi (1,5m) karena bandikut mampu melompat tinggi, dan bagian atas pagar terbuat dari bahan rata sehingga tidak bisa dipanjat; (3) Untuk kandang sistem in door maka alas kandang sebaiknya diberikan alas (litter), misal campuran tanah dan pasir atau galian rumput dan tanahnya atau serbuk gergaji; (4) sirkulasi udara didalam kandang cukup baik; dan (5) ukuran kandang untuk satu

8 88 pasang bandikut, pada sistem out door berukuran 3x4m dan sistem in door berukuran 2x2m. Sistem Pemeliharaan Bandikut Mencermati hasil kajian tingkah laku bandikut dan untuk mengurangi tingkat kematian bandikut dalam pemeliharaan maka untuk budidaya bandikut dapat dilakukan dengan menggunakan sistem pemeliharaan out door atau mini ranch. Dibuat beberapa area petak perkembangbiakan (breeding colonies) berukuran 3x4m, tinggi pemagaran 1,5m dan dilengkapi tempat sarang, tempat pakan dan tempat air minum. Tempat pakan dan air minum ditempatkan dekat tempat sarang. Tempat sarang bisa dibuatkan lubang dangkal dan ditutup rumput atau daun kering atau berupa boks dari bahan kayu. Untuk mengantisipasii sifat soliter dan sifat frugnacious (suka berkelahi) maka bandikut tidak dapat dikandangkan lebih dari satu pasang secara bersamaan. Bandikut harus dipilih yang memiliki ukuran bobot tubuh hampir sama karena bila tidak sama maka bandikut yang lebih kecil dapat dilukai dan dibunuh. Bandikut jantan biasa lebih agresif dari pada betina. Sex ratio satu jantan banding dua betina dewasa (1:2) masih bisa dianjurkan. Ransum pakan sebaiknya lunak dan disarankan disubstitusi dengan pakan tambahan berupa pakan alami, misal pisang, insekta atau molusca kecil lainnya. Usaha mengurangi tingkat mortalitas anak bandikut dapat diupayakan dengan cara pemeliharaan bandikut pada petak koloni sampai umur anak bandikut lepas sapih. Anak-anak bandikut kemudian dipisahkan dari induknya dan dipindahkan ke kandang pembesaran (ranching)) sistem in door sampai umur dewasa. Bandikut muda tersebut yang dipilih sebagai indukan atau pejantan dapat dipindahkan kembali ke kandang koloni (out door). Pakan Bandikut Bandikut tergolong hewan omnivora (Cockburn, 1990; Reese, 2001). Di habitat alamnya, bandikut pemakan insekta (semut hitam, belalang, serangga kecil, kumbang muda, larva, pupa, kupu-kupu kecil, rayap), invertebrata (cacing tanah, laba-laba, ulat kayu) dan vertebrata kecil (kadal, katak dan tikus) serta buah-buahan yang jatuh, biji-

9 89 bijian dan akar atau batang pohon lapuk. Selain itu bandikut juga memakan keong, kelapa, pisang, pepaya, ubi jalar, buah sagu, dan sisa makanan manusia bila masuk ke pemukiman atau kebun penduduk. Bandikut paling menyukai tipe makanan jenis insekta dan invertebrata (Quin, 1985; Stodart, 1977). Pada hasil penelitian, bandikut mampu mengkonsumsi pakan baru berupa konsentrat g/ekor/hari (diberikan secara tunggal), dengan tingkat kesukaan % bila diberikan bersamaan dengan pakan lain seperti pisang. Konsumsi bahan kering bandikut jantan 3.05 % dan betina 3.04 % dari berat badan. Keadaan tersebut dapat menggambarkan bahwa bandikut dapat dibudidayakan dengan tambahan pakan berupa pakan konsentrat. Sehingga dalam upaya pengembangannya pemberian pakan konsentrat dapat dioptimalkan secara bertahap. Kendala-kendala Budidaya Bandikut Pada proses domestikasi bandikut, sering mengalami hambatan kematian karena bandikut sangat mudah mengalami stress, terutama stress terhadap faktor lingkungan. Gemmell (1988) melaporkan bahwa bandikut (jenis Isoodon macrourus) di dalam kandang, rata-rata tingkat survival anak bandikut pada masa menyusui 46,1% (berkisar antara 31,3-78.9%), sampai masa penyapihan berkisar antara 36,5-50,8% dan dari penyapihan sampai dewasa kelamin sebesar 32,5%. Induk bandikut menunjukkan tidak melindungi anaknya bahkan cenderung untuk membunuh dan memakannya. Hal ini dilaporkan disebabkan karena stress, baik terhadap lingkungan kandang yang tidak menguntungkan/nyaman maupun kondisi lingkungan iklim karena pergantian musim di Australia. Hasil pengamatan selama penelitian menunjukkan bahwa kematian bandikut di dalam kandang percobaan disebabkan oleh beberapa hal, antara lain : (1) beberapa aspek yang berhubungan dengan pola adaptasi dan praktek pengekangan atau pengandangan sehingga secara psikologis, bandikut merasa tertekan (psychological stressor); (2) lingkungan yang asing, ruangan terlalu sempit sehingga kehilangan ruang gerak yang leluasa, kehilangan teritorial, herarki sosial, kontak sosial dan kehilangan pakan yang biasa dikonsumsi serta perubahan ritme biologis (behavior

10 90 stressor); (3) adanya luka pada kaki bekas jeratan waktu penangkapan dan luka akibat perkelahian sesama bandikut karena ada yang bergabung, bau obat selama pengobatan luka, kegaduhan suara selama pengandangan, perubahan temperatur dari lingkungan in situ ke ex situ dan sentuhan-sentuhan yang tidak terduga saat penangkapan maupun penimbangan (somatic stressor); dan (4) banyaknya ektoparasit (kutu) pada bulu rambut sering menyebabkan bandikut tidak tenang/nyaman. Prospek Budidaya Bandikut Berkaitan dengan Konservasi Alam Bandikut (Echymipera sp.) merupakan salah satu satwa endemik Papua yang saat ini statusnya masih sebagai hewan liar yang tidak dilindungi undang-undang dan populasinya belum diketahui. Satwa ini tidak termasuk jenis dalam daftar CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of wild fauna and flora), baik pada appendix I maupun appendix II. Artinya, bandikut dapat diperdagangkan secara internasional dan populasinya tidak dalam taraf yang membahayakan. Menurut Flannery (1995a), bandikut termasuk dalam kategori squre dan tidak masuk kedalam kategori dan criteria kelangkaan menurut IUCN (International Union for Conservation of Nature and Natural Resources). Hal ini berarti satwa bandikut di Indonesia masih aman dan tidak terancam punah atau tingkat kepunahannya masih rendah. Berdasarkan UU No.5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Departemen Kehutanan, 2004), menyebutkan bahwa pemanfaatan hidupan liar Indonesia dimungkinkan dilakukan baik dalam bentuk (a) pengkajian, penelitian dan pengembangan; (b) penangkaran; (c) perburuan; (d) perdagangan; (e) peragaan; pertukaran atau (f) pemeliharaan untuk kesenangan (Pasal 36 ayat 1). Sedangkan aturan teknis untuk pelaksanaan dari pemanfaatan satwa liar ini didapat dalam Peraturan Pemerintah no.8 tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar, serta Keputusan Menteri Kehutanan no. 447 tahun 2003 tentang Tata Usaha Pengambilan atau Penangkapan dan Peredaran Tumbuhan dan Satwa Liar. Menurut aturan teknis ini, pemanfaatan satwa liar bertujuan agar dapat didayagunakan secara lestari untuk kemakmuran manusia dengan didasarkan pada

11 91 prinsip kehati-hatian (precautionary principle) dan dasar-dasar ilmiah untuk mencegah kerusakan atau degradasi populasi. Adapun ijin penangkapan dapat diberikan oleh balai kepada perorangan, lembaga konservasi, lembaga penelitian, perguruan tinggi dan lembaga swadaya masyarakat. Pemanfaatan satwa liar di Indonesia mempunyai aturan tersendiri sehingga penyebutan penangkaran ataupun peternakan atau satwa budidaya sering menjadi rancu. Peraturan Pemerintah no.8 tahun 1999, menjelaskan bahwa pengertian penangkaran adalah upaya perbanyakan melalui perkembangbiakan dan pembesaran dengan tetap memperhatikan kemurnian jenisnya. Hasil penangkaran untuk persilangan bagi satwa liar yang tidak dilindungi hanya dapat dilakukan setelah generasi pertama (F1). SK MENTAN no.404/kpts/ot.210/6/2002 (Departemen Kehutanan, 2004), menerangkan bahwa istilah usaha peternakan diartikan sebagai serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perorangan atau badan hukum yang melaksanakan kegiatan menghasilkan ternak (bibit/potong), telur, susu serta menggemukan suatu ternak termasuk mengumpulkan, mengedarkan dan memasarkan. Budidaya adalah kegiatan untuk memproduksi hasil-hasil ternak dan hasil ikutannya bagi konsumen. Istilah disini semuanya sama, yaitu memelihara hewan dalam kendali manusia untuk tujuan diambil manfaat dari produknya. Berkaitan dengan satwa bandikut yang akan dimanfaatkan sebagai satwa budidaya merupakan awal dari usaha pemanfaatan secara menyeluruh untuk selanjutnya dapat dikembangkan ke arah pendekatan ilmu peternakan. Pemanfaatan satwa liar untuk tujuan mengarah ke usaha peternakan merupakan usaha konservasi dan pemanfaatan yang dapat berjalan saling menguntungkan. Bandikut mempunyai peluang yang tinggi untuk dilakukan penelitian dalam rangka menunjang upaya pembudidayaannya sehingga dapat dimanfaatkan produksinya secara optimal. Apabila satwa bandikut dikembangkan sebagai satwa budidaya untuk tujuan dimanfaatkan daging atau bagian-bagian tubuh lainnya sebagai produk konsumen, maka selain mematuhi perundangan no.5 tahun 1990, juga perlu memperhatikan UU no.6 tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan. Aturan teknis dari perundangan ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah

12 92 no.22 tahun 1983 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner. Peraturan-peraturan tersebut dimaksudkan untuk kepentingan pemeliharaan kesehatan manusia dan ketentraman bathin masyarakat. Duplikasi kewenangan untuk pengembangan usaha bandikut sebagai hewan atau satwa budidaya perlu dihindari sehingga diperlukan juga koordinasi di antara instansi terkait.

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia memiliki Indeks Keanekaragaman Hayati(Biodiversity Index) tertinggi dengan 17% spesies burung dari total burung di dunia (Paine 1997). Sekitar 1598 spesies burung ada

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. lokal adalah sapi potong yang asalnya dari luar Indonesia tetapi sudah

TINJAUAN PUSTAKA. lokal adalah sapi potong yang asalnya dari luar Indonesia tetapi sudah II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Lokal di Indonesia Menurut Hardjosubroto (1994) bahwa sapi potong asli indonesia adalah sapi-sapi potong yang sejak dulu sudah terdapat di Indonesia, sedangkan sapi lokal

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Konsumsi Pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Konsumsi Pakan HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi PT. Purwakarta Agrotechnopreneur Centre (PAC), terletak di desa Pasir Jambu, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor. Berdasarkan data statistik desa setempat, daerah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan daging yang paling banyak dikonsumsi masyarakat

PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan daging yang paling banyak dikonsumsi masyarakat I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Daging ayam merupakan daging yang paling banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia karena rasanya disukai dan harganya jauh lebih murah di banding harga daging lainnya. Daging

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Daging unggas adalah salah jenis produk peternakan yang cukup disukai. Harga yang relatif terjangkau membuat masyarakat atau

PENDAHULUAN. Daging unggas adalah salah jenis produk peternakan yang cukup disukai. Harga yang relatif terjangkau membuat masyarakat atau I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Daging unggas adalah salah jenis produk peternakan yang cukup disukai oleh masyarakat. Harga yang relatif terjangkau membuat masyarakat atau konsumen lebih banyak memilih

Lebih terperinci

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka Burung Jalak Bali Burung Jalak Bali Curik Bali atau yang lebih dikenal dengan nama Jalak Bali, merupakan salah satu spesies burung cantik endemis Indonesia. Burung

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat Indonesia. Domba merupakan ternak ruminansia kecil yang

TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat Indonesia. Domba merupakan ternak ruminansia kecil yang II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Domba Priangan Domba adalah salah satu hewan yang banyak dipelihara oleh masyarakat Indonesia. Domba merupakan ternak ruminansia kecil yang sangat potensial untuk dikembangkan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat menuntut produksi lebih dan menjangkau banyak konsumen di. sehat, utuh dan halal saat dikonsumsi (Cicilia, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat menuntut produksi lebih dan menjangkau banyak konsumen di. sehat, utuh dan halal saat dikonsumsi (Cicilia, 2008). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan masyarakat Indonesia akan gizi menuntut dikembangkannya berbagai industri pangan. Salah satu sektor yang turut berperan penting dalam ketersediaan bahan pangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan populasi yang cukup tinggi. Kambing Kacang mempunyai ukuran tubuh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan populasi yang cukup tinggi. Kambing Kacang mempunyai ukuran tubuh 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. KambingKacang Kambing Kacang merupakan salah satu kambing lokal di Indonesia dengan populasi yang cukup tinggi. Kambing Kacang mempunyai ukuran tubuh yang relatif kecil,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang yang lebih banyak sehingga ciri-ciri kambing ini lebih menyerupai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang yang lebih banyak sehingga ciri-ciri kambing ini lebih menyerupai 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Jawarandu Kambing Jawarandu merupakan kambing hasil persilangan antara kambing Peranakan Etawa dengan kambing Kacang. Kambing ini memiliki komposisi darah kambing

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Bobot dan Persentase Komponen Karkas Komponen karkas terdiri dari daging, tulang, dan lemak. Bobot komponen karkas dapat berubah seiring dengan laju pertumbuhan. Definisi pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan tingkat kebutuhan gizi

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan tingkat kebutuhan gizi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan tingkat kebutuhan gizi masyarakat, mempengaruhi meningkatnya kebutuhan akan makanan asal hewan (daging). Faktor lain

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking TINJAUAN PUSTAKA Itik Peking Itik peking adalah itik yang berasal dari daerah China. Setelah mengalami perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking dapat dipelihara

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Kandungan Nutrien Daging pada Beberapa Ternak (per 100 gram daging) Protein (g) 21 19, ,5

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Kandungan Nutrien Daging pada Beberapa Ternak (per 100 gram daging) Protein (g) 21 19, ,5 TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Kelinci domestik (Oryctolagus cuniculus) merupakan keturunan dari kelinci liar Eropa yang berasal dari negara sekitar Laut Mediterania dan dibawa ke Inggris pada awal abad 12 (NRC,

Lebih terperinci

2015 LUWAK. Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian

2015 LUWAK. Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian 2015 LUWAK Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian LUWAK A. Biologi Luwak Luwak merupakan nama lokal dari jenis musang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Secara umum penelitian ini sudah berjalan dengan cukup baik. Terdapat sedikit hambatan saat akan memulai penelitian untuk mencari ternak percobaan dengan umur

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Hewan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Hewan 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Hewan Keadaan hewan pada awal penelitian dalam keadaan sehat. Sapi yang dimiliki oleh rumah potong hewan berasal dari feedlot milik sendiri yang sistem pemeriksaan kesehatannya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Pemeliharaan sapi perah bertujuan utama untuk memperoleh produksi susu yang tinggi dan efisien pakan yang baik serta mendapatkan hasil samping berupa anak. Peningkatan produksi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karkas domba Lokal Sumatera (Tabel 9) mempunyai koefisien

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karkas domba Lokal Sumatera (Tabel 9) mempunyai koefisien HASIL DAN PEMBAHASAN Tumbuh-Kembang Karkas dan Komponennya Karkas domba Lokal Sumatera (Tabel 9) mempunyai koefisien pertumbuhan relatif (b) terhadap bobot tubuh kosong yang nyata lebih tinggi (1,1782)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan protein hewani mengalami peningkatan dari tahun ke tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya gizi bagi kesehatan. Salah satu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Daging merupakan makanan yang kaya akan protein, mineral, vitamin, lemak

I. PENDAHULUAN. Daging merupakan makanan yang kaya akan protein, mineral, vitamin, lemak 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Daging merupakan makanan yang kaya akan protein, mineral, vitamin, lemak serta zat yang lain yang sangat dibutuhkan oleh tubuh. Usaha untuk meningkatkan konsumsi

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. hingga diperoleh ayam yang paling cepat tumbuh disebut ayam ras pedaging,

I. TINJAUAN PUSTAKA. hingga diperoleh ayam yang paling cepat tumbuh disebut ayam ras pedaging, I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Ras Pedaging Menurut Indro (2004), ayam ras pedaging merupakan hasil rekayasa genetik dihasilkan dengan cara menyilangkan sanak saudara. Kebanyakan induknya diambil dari Amerika

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Boer Jawa (Borja) Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan antara kambing Afrika lokal tipe kaki panjang dengan kambing yang berasal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengkhawatirkan. Dalam kurun waktu laju kerusakan hutan tercatat

I. PENDAHULUAN. mengkhawatirkan. Dalam kurun waktu laju kerusakan hutan tercatat 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hutan sebagai habitat mamalia semakin berkurang dan terfragmentasi, sehingga semakin menekan kehidupan satwa yang membawa fauna ke arah kepunahan. Luas hutan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Saat ini kebutuhan manusia pada protein hewani semakin. meningkat, yang dapat dilihat dari semakin banyaknya permintaan akan

PENDAHULUAN. Saat ini kebutuhan manusia pada protein hewani semakin. meningkat, yang dapat dilihat dari semakin banyaknya permintaan akan I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini kebutuhan manusia pada protein hewani semakin meningkat, yang dapat dilihat dari semakin banyaknya permintaan akan komoditas ternak, khususnya daging. Fenomena

Lebih terperinci

Gambar 1. Mencit Putih (M. musculus)

Gambar 1. Mencit Putih (M. musculus) TINJAUAN PUSTAKA Mencit (Mus musculus) Mencit (Mus musculus) merupakan hewan mamalia hasil domestikasi dari mencit liar yang paling umum digunakan sebagai hewan percobaan pada laboratorium, yaitu sekitar

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sebagian besar masyarakat Indonesia menyukai daging ayam karena. Sebagai sumber pangan, daging ayam mempunyai beberapa kelebihan lainnya

PENDAHULUAN. Sebagian besar masyarakat Indonesia menyukai daging ayam karena. Sebagai sumber pangan, daging ayam mempunyai beberapa kelebihan lainnya I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagian besar masyarakat Indonesia menyukai daging ayam karena dagingnya selain rasanya enak juga merupakan bahan pangan sumber protein yang memiliki kandungan gizi lengkap

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia Sapi lokal memiliki potensi sebagai penghasil daging dalam negeri. Sapi lokal memiliki kelebihan, yaitu daya adaptasi terhadap lingkungan tinggi, mampu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Kandang Penelitian Rataan suhu kandang pada pagi, siang, dan sore hari selama penelitian secara berturut-turut adalah 25,53; 30,41; dan 27,67 C. Suhu kandang

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Zat Makanan Ransum Kandungan zat makanan ransum yang diberikan selama penelitian ini secara lengkap tercantum pada Tabel 4.

PEMBAHASAN. Zat Makanan Ransum Kandungan zat makanan ransum yang diberikan selama penelitian ini secara lengkap tercantum pada Tabel 4. PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Rata-rata suhu lingkungan dan kelembaban kandang Laboratotium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja sekitar 26,99 0 C dan 80,46%. Suhu yang nyaman untuk domba di daerah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan, Bobot Badan dan Mortalitas Puyuh

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan, Bobot Badan dan Mortalitas Puyuh HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan, Bobot Badan dan Mortalitas Puyuh Puyuh yang digunakan dalam penilitian ini adalah Coturnix-coturnix japonica betina periode bertelur. Konsumsi pakan per hari, bobot

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Macaca endemik Sulawesi yang dapat dijumpai di Sulawesi Utara, antara lain di

I. PENDAHULUAN. Macaca endemik Sulawesi yang dapat dijumpai di Sulawesi Utara, antara lain di 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Monyet hitam sulawesi (Macaca nigra) merupakan salah satu dari delapan jenis Macaca endemik Sulawesi yang dapat dijumpai di Sulawesi Utara, antara lain di Cagaralam Dua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan sebagai daya tarik wisata, seperti contoh wisata di Taman Nasional Way

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan sebagai daya tarik wisata, seperti contoh wisata di Taman Nasional Way BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Satwa liar mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia, baik untuk kepentingan keseimbangan ekosistem, ekonomi, maupun sosial budaya (Alikodra, 2002).

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PEMANFAATAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA LIAR

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PEMANFAATAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA LIAR PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PEMANFAATAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA LIAR U M U M Bangsa Indonesia dikaruniai oleh Tuhan Yang Maha Esa kekayaan berupa

Lebih terperinci

Karakteristik mutu daging

Karakteristik mutu daging Karakteristik mutu daging Oleh: Elvira Syamsir (Tulisan asli dalam Kulinologi Indonesia edisi Maret 2011) Mutu merupakan gabungan atribut produk yang dinilai secara organoleptik dan digunakan konsumen

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Tapir asia dapat ditemukan dalam habitat alaminya di bagian selatan Burma, Peninsula Melayu, Asia Tenggara dan Sumatra. Berdasarkan Tapir International Studbook, saat ini keberadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi protein hewani, khususnya daging sapi meningkat juga.

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi protein hewani, khususnya daging sapi meningkat juga. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan yang bernilai gizi tinggi sangat dibutuhkan untuk menghasilkan generasi yang cerdas dan sehat. Untuk memenuhi kebutuhan gizi tersebut pangan hewani sangat memegang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia. Ternak babi bila diklasifikasikan termasuk ke dalam kelas Mamalia, ordo

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia. Ternak babi bila diklasifikasikan termasuk ke dalam kelas Mamalia, ordo BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Babi Babi adalah binatang yang dipelihara dari dahulu, dibudidayakan, dan diternakkan untuk tujuan tertentu utamanya untuk memenuhi kebutuhan akan daging atau

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Sapi perah Sapi perah (Bos sp.) merupakan ternak penghasil susu yang sangat dominan dibanding ternak perah lainnya dan sangat besar kontribusinya dalam memenuhi

Lebih terperinci

1. Jenis-jenis Sapi Potong. Beberapa jenis sapi yang digunakan untuk bakalan dalam usaha penggemukan sapi potong di Indonesia adalah :

1. Jenis-jenis Sapi Potong. Beberapa jenis sapi yang digunakan untuk bakalan dalam usaha penggemukan sapi potong di Indonesia adalah : BUDIDAYA SAPI POTONG I. Pendahuluan. Usaha peternakan sapi potong mayoritas masih dengan pola tradisional dan skala usaha sambilan. Hal ini disebabkan oleh besarnya investasi jika dilakukan secara besar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN ,8 ton (49,97%) dari total produksi daging (Direktorat Jenderal Peternakan,

I. PENDAHULUAN ,8 ton (49,97%) dari total produksi daging (Direktorat Jenderal Peternakan, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging ayam broiler adalah bahan pangan sumber protein hewani yang berkualitas tinggi karena mengandung asam amino esensial yang lengkap, lemak, vitamin, dan mineral serta

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Perah Fries Holland (FH) Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai klasifikasi taksonomi sebagai berikut : Phylum Subphylum Class Sub class Infra class

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian Suhu dan Kelembaban HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Suhu dalam kandang saat penelitian berlangsung berkisar antara 26,9-30,2 o C. Pagi 26,9 o C, siang 30,2 o C, dan sore 29,5 o C. Kelembaban

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan hewan ternak perah lainnya. Keunggulan yang dimiliki sapi perah tersebut membuat banyak pengusaha-pengusaha

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Bahan Kering (BK) 300, ,94 Total (g/e/hr) ± 115,13 Konsumsi BK Ransum (% BB) 450,29 ± 100,76 3,20

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Bahan Kering (BK) 300, ,94 Total (g/e/hr) ± 115,13 Konsumsi BK Ransum (% BB) 450,29 ± 100,76 3,20 HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Bahan Kering (BK) Konsumsi adalah jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok, produksi, dan reproduksi. Ratarata konsumsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Secara umum, ternak dikenal sebagai penghasil bahan pangan sumber protein

I. PENDAHULUAN. Secara umum, ternak dikenal sebagai penghasil bahan pangan sumber protein 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Secara umum, ternak dikenal sebagai penghasil bahan pangan sumber protein hewani yang dibutuhkan bagi hidup, tumbuh dan kembang manusia. Daging, telur, dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pengaruh perlakuan terhadap Konsumsi Bahan Kering dan Konsumsi Protein Ransum

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pengaruh perlakuan terhadap Konsumsi Bahan Kering dan Konsumsi Protein Ransum BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Pengaruh perlakuan terhadap Konsumsi Bahan Kering dan Konsumsi Protein Ransum Rataan konsumsi bahan kering dan protein ransum per ekor per hari untuk setiap perlakuan dapat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum di dalam Kandang Rataan temperatur dan kelembaban di dalam kandang selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rataan Suhu dan Kelembaban Relatif Kandang Selama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengandung sejumlah mikroba yang bermanfaat, serta memiliki rasa dan bau

I. PENDAHULUAN. mengandung sejumlah mikroba yang bermanfaat, serta memiliki rasa dan bau I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Susu yang baru keluar dari kelenjar mamae melalui proses pemerahan merupakan suatu sumber bahan pangan yang murni, segar, higienis, bergizi, serta mengandung sejumlah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Babi Ternak babi memiliki karakteristik yang sama kedudukannya dalam sistematika hewan yaitu: Filum: Chordata, Sub Filum: Vertebrata (bertulang belakang), Marga:

Lebih terperinci

BUDIDAYA BELUT (Monopterus albus)

BUDIDAYA BELUT (Monopterus albus) BUDIDAYA BELUT (Monopterus albus) 1. PENDAHULUAN Kata Belut merupakan kata yang sudah akrab bagi masyarakat. Jenis ikan ini dengan mudah dapat ditemukan dikawasan pesawahan. Ikan ini ada kesamaan dengan

Lebih terperinci

TUGAS KARYA ILMIAH TENTANG PELUANG BISNIS DAN BUDIDAYA IKAN PATIN

TUGAS KARYA ILMIAH TENTANG PELUANG BISNIS DAN BUDIDAYA IKAN PATIN TUGAS KARYA ILMIAH TENTANG PELUANG BISNIS DAN BUDIDAYA IKAN PATIN Disusun Oleh : Nama : Galih Manunggal Putra NIM : 11.12.5794 Kelas : 11-S1SI-06 Kelompok : H ABSTRAK Bisnis budidaya ikan konsumsi memang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Perdagangan satwa liar mungkin terdengar asing bagi kita. Kita mungkin

PENDAHULUAN. Perdagangan satwa liar mungkin terdengar asing bagi kita. Kita mungkin PENDAHULUAN Latar Belakang Perdagangan satwa liar mungkin terdengar asing bagi kita. Kita mungkin telah turut menyumbang pada perdagangan ilegal satwa liar dengan tanpa sadar turut membeli barang-barang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Madura Sapi Madura termasuk dalam sapi lokal Indonesia, yang berasal dari hasil persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura memiliki

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum Banyaknya pakan yang dikonsumsi akan mempengaruhi kondisi ternak, karena dengan mengetahui tingkat konsumsi pakan dapat ditentukan banyaknya zat makanan yang masuk

Lebih terperinci

FORMULASI RANSUM PADA USAHA TERNAK SAPI PENGGEMUKAN

FORMULASI RANSUM PADA USAHA TERNAK SAPI PENGGEMUKAN AgroinovasI FORMULASI RANSUM PADA USAHA TERNAK SAPI PENGGEMUKAN Usaha penggemukan sapi potong semakin menarik perhatian masyarakat karena begitu besarnya pasar tersedia untuk komoditas ini. Namun demikian,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ayam Kampung. Ayam kampung merupakan ayam lokal Indonesia yang berasal dari ayam

TINJAUAN PUSTAKA. Ayam Kampung. Ayam kampung merupakan ayam lokal Indonesia yang berasal dari ayam TINJAUAN PUSTAKA Ayam Kampung Ayam kampung merupakan ayam lokal Indonesia yang berasal dari ayam hutan merah yang berhasil dijinakkan. Akibat dari proses evolusi dan domestikasi maka terciptalah ayam kampung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler atau yang juga disebut ayam pedaging merupakan salah satu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler atau yang juga disebut ayam pedaging merupakan salah satu 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Ayam broiler atau yang juga disebut ayam pedaging merupakan salah satu unggas yang sangat efisien dalam menghasilkan daging dan digemari oleh masyarakat Indonesia

Lebih terperinci

Gambar 2. (a) Kandang Individu (b) Ternak Domba

Gambar 2. (a) Kandang Individu (b) Ternak Domba HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Tempat yang digunakan untuk penelitian berada di Laboratorium Lapangan IPT Ruminansia Kecil dan Laboratorium IPT Ruminansia Besar, Fakultas Peternakan, Institut

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Penambahan daun Som Jawa pada ransum menurunkan kandungan serat kasar dan bahan kering ransum, namun meningkatkan protein kasar ransum. Peningkatan protein disebabkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan kebutuhan daging sapi lebih rendah dibandingkan dengan kebutuhan daging sapi. Ternak sapi,

Lebih terperinci

Peningkatan jumlah penduduk diikuti dengan meningkatnya kebutuhan akan. bahan pangan yang tidak lepas dari konsumsi masyarakat sehari-hari.

Peningkatan jumlah penduduk diikuti dengan meningkatnya kebutuhan akan. bahan pangan yang tidak lepas dari konsumsi masyarakat sehari-hari. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peningkatan jumlah penduduk diikuti dengan meningkatnya kebutuhan akan bahan pangan yang tidak lepas dari konsumsi masyarakat sehari-hari. Hal ini berdampak

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENJUALAN HEWAN YANG DILINDUNGI MELALUI MEDIA INTERNET DIHUBUNGKAN DENGAN

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENJUALAN HEWAN YANG DILINDUNGI MELALUI MEDIA INTERNET DIHUBUNGKAN DENGAN BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENJUALAN HEWAN YANG DILINDUNGI MELALUI MEDIA INTERNET DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA JUNCTO

Lebih terperinci

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU EDY HENDRAS WAHYONO Penerbitan ini didukung oleh : 2 BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU Ceritera oleh Edy Hendras Wahyono Illustrasi Indra Foto-foto Dokumen

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian Faktor manajemen lingkungan juga berpengaruh terhadap pertumbuhan ternak. Suhu dan kelembaban yang sesuai dengan kondisi fisiologis ternak akan membuat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. akan protein hewani berangsur-angsur dapat ditanggulangi. Beberapa sumber

PENDAHULUAN. akan protein hewani berangsur-angsur dapat ditanggulangi. Beberapa sumber PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu tujuan usaha peternakan adalah untuk memenuhi kebutuhan protein hewani masyarakat, sehingga permasalahan kekurangan gizi masyarakat akan protein hewani berangsur-angsur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Daging sapi didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Daging sapi didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Daging Sapi Daging sapi didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan

Lebih terperinci

SILABUS MATA KULIAH MAYOR TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK

SILABUS MATA KULIAH MAYOR TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK SILABUS MATA KULIAH MAYOR TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK PTP101 Dasar Produksi Ternak 3(2-3) Mata kuliah ini memberikan pengetahuan kepada mahasiswa untuk dapat menjelaskan, memahami tentang arti, fungsi jenis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Itik (Anas platyrhynchos)

TINJAUAN PUSTAKA. Itik (Anas platyrhynchos) TINJAUAN PUSTAKA Itik (Anas platyrhynchos) Menurut Achmanu (1997), itik termasuk ke dalam unggas air (waterfowl) yang mempunyai klasifikasi sebagai berikut : kelas Aves, ordo Anseriformes, family Anatidae,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Pertumbuhan Kelinci

TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Pertumbuhan Kelinci TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Kelinci merupakan ternak mamalia yang mempunyai banyak kegunaan. Kelinci dipelihara sebagai penghasil daging, wool, fur, hewan penelitian, hewan tontonan, dan hewan kesenangan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Nutrien

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Nutrien HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Hasil analisa proksimat digunakan sebagai acuan dalam menentukan kualitas nutrien bahan pakan dan dalam menghitung komponen nutrien karena kualitas nutrien bahan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terhadap lingkungan tinggi, dan bersifat prolifik. Populasi domba di Indonesia pada

PENDAHULUAN. terhadap lingkungan tinggi, dan bersifat prolifik. Populasi domba di Indonesia pada 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba merupakan ternak ruminansia yang banyak dipelihara masyarakat dan dimanfaatkan produksinya sebagai ternak penghasil daging dan sebagai tabungan. Domba memiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Permintaan masyarakat terhadap sumber protein hewani seperti daging, susu, dan

I. PENDAHULUAN. Permintaan masyarakat terhadap sumber protein hewani seperti daging, susu, dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Permintaan masyarakat terhadap sumber protein hewani seperti daging, susu, dan telur terus meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk. Untuk memenuhi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Nutrien Biskuit Rumput Lapang dan Daun Jagung Komposisi nutrien diperlukan untuk mengetahui kandungan zat makanan yang terkandung di dalam biskuit daun jagung dan rumput

Lebih terperinci

LINGKUNGAN BISNIS USAHA TERNAK ITIK. : Wahid Muhammad N. Nim : SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

LINGKUNGAN BISNIS USAHA TERNAK ITIK. : Wahid Muhammad N. Nim : SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER STMIK AMIKOM YOGYAKARTA LINGKUNGAN BISNIS USAHA TERNAK ITIK Nama : Wahid Muhammad N Nim : 10.01.2733 Kelas : D3 TI 2A SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER STMIK AMIKOM YOGYAKARTA I ABSTRAK Pengembangan usaha ternak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan di Indonesia dan 24 spesies diantaranya endemik di Indonesia (Unggar,

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan di Indonesia dan 24 spesies diantaranya endemik di Indonesia (Unggar, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki keragaman primata yang tinggi, primata tersebut merupakan sumber daya alam yang sangat bermanfaat bagi kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kebutuhan daging di Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kebutuhan daging di Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kontribusi sub sektor peternakan dalam memenuhi kebutuhan pangan dan gizi masyarakat merupakan fungsi integral dalam pembangunan sektor pertanian secara keseluruhan.

Lebih terperinci

Karakteristik Karkas Dan Daging Bandikut (Echymipera kalubu) (The Carcass and Meat Characteristcs of The Spiny Bandicoots (Echymipera kalubu))

Karakteristik Karkas Dan Daging Bandikut (Echymipera kalubu) (The Carcass and Meat Characteristcs of The Spiny Bandicoots (Echymipera kalubu)) Jurnal Ilmu Peternakan, Juni 2010, hal. 28 34 ISSN 1907 2821 Vol. 5 No.1 Karakteristik Karkas Dan Daging Bandikut (Echymipera kalubu) (The Carcass and Meat Characteristcs of The Spiny Bandicoots (Echymipera

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan salah satu kekayaan

I. PENDAHULUAN. Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan salah satu kekayaan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan salah satu kekayaan fauna Indonesia yang termasuk satwa langka dan dikhawatirkan akan punah. Satwa ini telah dilindungi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ternak Domba Garut merupakan ternak ruminansia kecil yang banyak dipelihara oleh masyarakat, karena pemeliharaannya yang tidak begitu sulit, dan sudah turun temurun dipelihara

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan dengan lama pemeliharaan 6 minggu dan masa adaptasi 3 minggu. Penelitian ini dimulai pada akhir bulan Februari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan dan perkembangan ayam broiler sangat dipengaruhi oleh

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan dan perkembangan ayam broiler sangat dipengaruhi oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan ayam broiler sangat dipengaruhi oleh kandungan nutrisi yang terdapat dalam pakan. Pakan merupakan campuran berbagai macam bahan organik

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pakan Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pakan Penelitian Kandungan Nutrisi Pakan HASIL DAN PEMBAHASAN Pakan Penelitian Kandungan nutrisi pakan tergantung pada bahan pakan yang digunakan dalam pakan tersebut. Kandungan nutrisi pakan penelitian dari analisis proksimat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging ayam merupakan salah satu daging yang memegang peranan cukup penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat, karena banyak mengandung protein dan zat-zat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam memenuhi kebutuhan protein hewani adalah kambing. Mengingat kambing

I. PENDAHULUAN. dalam memenuhi kebutuhan protein hewani adalah kambing. Mengingat kambing 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Salah satu jenis ternak pengahasil daging dan susu yang dapat dikembangkan dalam memenuhi kebutuhan protein hewani adalah kambing. Mengingat kambing adalah

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Potong Sapi potong adalah jenis sapi yang khusus dipelihara untuk digemukkan karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup baik. Sapi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. di beberapa tipe habitat. Bermacam-macam jenis satwa liar ini merupakan. salah satu diantaranya adalah kepentingan ekologis.

I. PENDAHULUAN. di beberapa tipe habitat. Bermacam-macam jenis satwa liar ini merupakan. salah satu diantaranya adalah kepentingan ekologis. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman jenis satwa liar yang tinggi,dan tersebar di beberapa tipe habitat. Bermacam-macam jenis satwa liar ini merupakan sumberdaya alam yang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tumbuhan dan satwa adalah bagian dari sumber daya

Lebih terperinci

5 KINERJA REPRODUKSI

5 KINERJA REPRODUKSI 5 KINERJA REPRODUKSI Pendahuluan Dengan meningkatnya permintaan terhadap daging tikus ekor putih sejalan dengan laju pertambahan penduduk, yang diikuti pula dengan makin berkurangnya kawasan hutan yang

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki potensi yang sangat besar

PENGANTAR. Latar Belakang. Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki potensi yang sangat besar PENGANTAR Latar Belakang Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki potensi yang sangat besar dalam pengembangan sektor peternakan dalam rangka mendukung upaya pemerintah dalam program pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Tempat Penelitian 4.1.1. Sejarah UPTD BPPTD Margawati Garut Unit Pelaksana Teknis Dinas Balai Pengembangan Perbibitan Ternak Domba atau disingkat UPTD BPPTD yaitu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Pellet Kandungan nutrien suatu pakan yang diberikan ke ternak merupakan hal penting untuk diketahui agar dapat ditentukan kebutuhan nutrien seekor ternak sesuai status

Lebih terperinci

VIII. PRODUKTIVITAS TERNAK BABI DI INDONESIA

VIII. PRODUKTIVITAS TERNAK BABI DI INDONESIA Tatap muka ke : 10 POKOK BAHASAN VIII VIII. PRODUKTIVITAS TERNAK BABI DI INDONESIA Tujuan Instruksional Umum : Mengetahui peranan ternak babi dalam usaha penyediaan daging. Mengetahui sifat-sifat karakteristik

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Percobaan Kandang Bahan dan Alat Prosedur Persiapan Bahan Pakan

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Percobaan Kandang Bahan dan Alat Prosedur Persiapan Bahan Pakan MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei sampai September 2011. Pemeliharaan domba dilakukan di kandang percobaan Laboratorium Ternak Ruminansia Kecil sedangkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sama seperti sapi Bali betina. Kaki bagian bawah lutut berwarna putih atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sama seperti sapi Bali betina. Kaki bagian bawah lutut berwarna putih atau 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Madura Bangsa sapi Madura merupakan hasil persilangan antara sapi Zebu dan Banteng. Tubuh dan tanduknya relatif kecil, warna bulu pada jantan dan betina sama seperti

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Lokal Domba pada umumnya dipelihara sebagai penghasil daging (Edey, 1983). Domba Lokal yang terdapat di Indonesia adalah Domba Ekor Tipis, Priangan dan Domba Ekor Gemuk.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan waktu, pertambahan jumlah penduduk,

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan waktu, pertambahan jumlah penduduk, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Seiring dengan perkembangan waktu, pertambahan jumlah penduduk, peningkatan pendapatan, dan kesadaran masyarakat akan arti pentingnya gizi bagi kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesadaran masyarakat akan pentingnya pemenuhan gizi hewani membuat

BAB I PENDAHULUAN. Kesadaran masyarakat akan pentingnya pemenuhan gizi hewani membuat BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Kesadaran masyarakat akan pentingnya pemenuhan gizi hewani membuat tingginya permintaan kebutuhan daging ayam broiler. Permintaan pasar yang tinggi terhadap daging ayam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. alot (Chang et al., 2005). Daging itik mempunyai kandungan lemak dan protein lebih

II. TINJAUAN PUSTAKA. alot (Chang et al., 2005). Daging itik mempunyai kandungan lemak dan protein lebih II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Daging Itik Afkir Daging itik mempunyai kualitas rendah karena bau amis, bertekstur kasar dan alot (Chang et al., 2005). Daging itik mempunyai kandungan lemak dan protein lebih

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Konsumsi Bahan Kering Ransum

HASIL DA PEMBAHASA. Konsumsi Bahan Kering Ransum HASIL DA PEMBAHASA Konsumsi Bahan Kering Ransum 200 mg/kg bobot badan tidak mempengaruhi konsumsi bahan kering. Hasil yang tidak berbeda antar perlakuan (Tabel 2) mengindikasikan bahwa penambahan ekstrak

Lebih terperinci