BAB 3 ANALISIS DATA. Dimana abad ke-3 Masehi pada masa Sam Kok, agama Khonghucu telah menjadi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 3 ANALISIS DATA. Dimana abad ke-3 Masehi pada masa Sam Kok, agama Khonghucu telah menjadi"

Transkripsi

1 BAB 3 ANALISIS DATA 3.1 Masuknya Agama Khonghucu di Indonesia Agama Khonghucu sudah ada di Indonesia sejak berabad-abad yang lalu, yaitu sejak masuknya para pedagang atau para perantau China ke tanah air Indonesia. Dimana abad ke-3 Masehi pada masa Sam Kok, agama Khonghucu telah menjadi salah satu diantara tiga agama besar di China pada waktu itu, yaitu Khonghucu, Taoisme dan Budha. Lebih-lebih pada masa Dinasti Han dimana Khonghucu dijadikan sebagai agama negara (Tjhie Tjai Ing dalam: Konfusianisme di Indonesia Pergulatan Mencari Jati Diri, 1995: 41 dan Nahar Nahrawi, 2003: 19). Selain itu ideologi Khonghucu ini dijadikan dasar dan fondasi bagi kerajaan Dinasti Han, kemudian kitab sucinya menjadi materi pokok ujian kerajaan sehingga hampir tiap orang disana merasa berkepentingan memahaminya (Hariyono, 1993: 19 dan Tjhie Tjai Ing dalam: Pergulatan Mencari Jati Diri, 1995: 42). Pada saat itu orang-orang perantauan China datang ke kepulauan Nusantara ini secara individual sebagai pedagang, petani atau nelayan tanpa membuat komunitas sendiri, melainkan beradaptasi dengan masyarakat dan budaya setempat. Penyebaran agama Khonghucu tersebut lebih meluas ke Semenanjung Malaka dan kepulauan Nusantara, seperti di kota Banten, Sriwijaya, Cirebon, Demak, Tuban, Makasar, Ternate dan Kalimantan Barat (Nahar Nahrawi, 2003: 19).

2 Sebutan agama Khonghucu di Indonesia ini diberikan oleh para misionaris Barat, seperti Matteo Ricci yang datang ke China pada abad ke-17. Sedangkan di negara asalnya agama Khonghucu ini dikenal dengan sebutan Ru Xue ( 儒学 ). Khonghucu atau Kong Fu Zi ini diambil dari ejaan Pin Yin ( 拼音 ) yang merupakan ejaan baku dari Bahasa China. Istilah Khonghucu atau Kong Fu Zi yang ada di Indonesia ini diambil dari dialek Hokkian (Fujian), dimana dialek Hokkian ini cukup berkembang baik di Pulau Jawa. Masuknya agama Khonghucu di Indonesia cukup diterima dengan baik oleh penduduk setempat, meskipun di dalam perjalannya mengalami sedikit hambatan. Ajaran Nabi Khongcu dijadikan sebagai salah satu agama yang diakui oleh negara Indonesia. Agama Khonghucu dianggap layak sebagai agama, karena memiliki kitab suci ( 四书 ), nabi (Nabi Khongcu), percaya akan Tian (Tuhan Yang Maha Esa), serta memiliki tata agama dan ibadah bagi pengikutnya (dimana kebaktian dilaksanakan setiap minggu di litang). Selain itu, sebagian besar orang China peranakan mempercayai ajaran Nabi Khongcu sebagai suatu agama. Mengenai masalah agama atau bukan, tergantung dari pemahaman masingmasing orang, ada yang memahaminya sebagai agama dan ada juga sebagai filsafat. Seperti penulis buku The World Religions, Huston Smith, yang memahami ajaran Nabi Khongcu sebagai agama, karena dia menganggap ajaran Nabi Khongcu tersebut ada unsur ke-tuhanannya. Pada tanggal 18 Juni 1946 di Yogyakarta, terdapat Penetapan Pemerintah

3 tentang Hari Raya No. 2/OEM-46 yang ditandatangi oleh Presiden Republik Indonesia dan Menteri Agama pada waktu itu, yaitu hari wafat dan hari lahir Nabi Khongcu diakui sebagai hari besar umatnya. Seiring dengan tumbuh dan berkembangnya agama Khonghucu di Indonesia, berdiri pula lembaga-lembaga agama Khonghucu, seperti rumah abu untuk menghormati arwah leluhur dan klenteng-klenteng (Miao). Klenteng Thian Ho Kiong di Makasar telah didirikan pada tahun Ban Hing Kiong di Manado didirikan pada tahun 1819 beserta rumah abunya (Kong Tik Su) yang didirikan tahun Klenteng-klenteng yang tua di pulau Jawa terdapat di Semarang, Tuban dan sebagainya. Pada tahun 1729, di Jakarta telah berdiri Shu Yuan, semacam pesantren yang memberikan pendidikan tentang agama Khonghucu yang bernama Ming Cheng Shu Yuan, yang artinya Taman Kitab (Akademi) Pendidikan Menggemilangkan Iman. Selanjutnya, terdapat Kitab Hikayat Khonghucu yang disusun oleh Lie Kiem Hok diterbitkan pada tahun 1886 di Jakarta, serta kitab suci Da Xue ( 大学 ) dan Zhong Yong ( 中庸 ) terjemahan Tan Ging Tiong dan Yoe Tjai Siang diterbitkan di Sukabumi pada tahun 1900 (Tjhie Tjai Ing dalam: Pergulatan Mencari Jati Diri, 1995: 42). Kemudian menjelang akhir abad ke XIX dan menjelang awal abad ke XX, orang China peranakan yang beragama Khonghucu mulai merasakan perlunya lembaga yang membina kehidupan agama Khonghucu secara lebih terorganisir. Oleh karena itu, mulailah berdiri organisasi-organisasi yang bernaung untuk mengurusi hal

4 tersebut. Organisasi tersebut terus berkembang hingga saat ini, dikenal dengan sebutan Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (MATAKIN). 3.2 Perkembangan Perhimpunan Agama Khonghucu Indonesia Tiong Hoa Hwee Koan Menjelang abad ke-20, ketika negara China sedang mengalami kegoncangan, terutama setelah tentara Manchu menderita kekalahan dalam perang China-Jepang pada tahun Kekalahan ini disebabkan karena kebobrokan mental dan politik yang telah melanda pemerintahan. Pada waktu itu munculah seorang pemimpin yang bertekad menegakkan kembali Bangsa China, yaitu Kang You Wei ( 康有为 ) yang hidup pada tahun Kang You Wei sejak kecil sudah hidup di lingkungan sarjana-sarjana Konfusianis. Ia memilih bentuk Reformasi untuk memperbaiki keadaan di China, dengan cara menjalankan dan menerapkan ajaran-ajaran Khonghucu dengan tepat. Semangat gerakan reformasi di China ini telah menyebar dan mempengaruhi daerah sekitarnya, khususnya kawasan Asia Tenggara. Kemudian berdirilah suatu perkumpulan Khonghucu di Singapura yang digunakan sebagai pusat oleh Kang You Wei ketika gerakannya mengalami kegagalan di China. Kehadiran Kang You Wei di Singapura ini membawa dampak yang sangat besar pada orang-orang China perantauan, baik itu di Singapura sendiri, Jakarta dan kota-kota besar lainnya di Hindia (Leo Suryadinata, 1988: 40). Pada tanggal 1 Maret 1900 semua pimpinan peranakan China berkumpul di

5 Batavia (sekarang Jakarta) untuk mendirikan sebuah organisasi yang disebut dengan Tiong Hoa Hwee Koan ( 中华会馆 ). Adapun tujuan utama dari didirikannya THHK ini adalah untuk memperbaharui adat istiadat China yang sudah keluar dari ajaran-ajaran yang telah dibawakan oleh Nabi Khongcu. Tujuan lainnya adalah untuk mempromosikan ajaran Khonghucu itu sendiri di kalangan masyarakat keturunan China yang sudah tidak bisa lagi berbahasa China. Untuk mewujudkan maksud dan tujuan tersebut, maka THHK mendirikan sekolah-sekolah guna memperlancar Bahasa China mereka yang didasarkan pada ajaran etika dari agama Khonghucu (Ikhsan Tanggok, 2005: 91-92). Buku pertama tentang agama Khonghucu dalam Bahasa Melayu Betawi (Jakarta) ditulis oleh Lie Kim Hok dan diterbitkan pada tahun 1886 di Jakarta. Ia adalah salah satu pendiri THHK, yang mengenyam pendidikan Belanda di sekolahsekolah misionaris Belanda di Jawa Barat. Kemudian pengetahuannya tentang budaya China, khususnya tentang budaya Khonghucu diperoleh melalui sumber-sumber berbahasa Belanda (Leo Suryadinata, 1988: 43). Hal ini dikarenakan ia tidak dapat membaca huruf China, dengan demikian dapat dikatakan bahwa kekurangannya ini dapat memperkecil pengetahuan mengenai budaya China tersebut yang berasal dari sumber asli yang berbahasa China. Setelah diterbitkan buku karangan dari Lie Kim Hok tersebut, mulailah bermunculan beberapa buku dan mingguan lain tentang agama Khonghucu. Kemudian pada tahun 1900 dua orang China peranakan, yaitu Tan Ging Tiong dan Yoe Tjai Siang

6 menerbitkan terjemahan kitab Da Xue ( 大学 ) dan kitab Zhong Yong ( 中庸 ) dalam Bahasa Melayu (Leo Suryadinata, 1988: 43). Alasan mengapa perlu diterjemahkannya kitab Khonghucu tersebut ke dalam Bahasa Melayu adalah orang China peranakan pada saat itu umumnya sudah tidak paham lagi dengan Bahasa China. Orang China peranakan pada saat itu sudah berbaur dengan situasi dan budaya masyarakat setempat serta sedikitnya kesempatan untuk mendapatkan pendidikan berbahasa pengantar China. Berdirinya organisasi THHK ini didasarkan pada ajaran Khonghucu dan adapun salah satu tujuannya adalah untuk memperbaharui adat istiadat orang China peranakan terutama di Pulau Jawa. Meskipun demikian, gerakan reformasi China di Jawa ini sedikit mengalami hambatan. Hambatan ini terjadi terutama ketika mereka berhadapan dengan orang China totok yang tua yang lebih tertarik pada kepercayaan keagamaan tradisional dan menyembah berbagai dewa di klenteng daripada Nabi Khongcu. Selain itu, orang China peranakan seperti yang disebutkan diatas umumnya sudah tidak lagi paham akan Bahasa China. China totok adalah merujuk pada kalangan China kelahiran di China, tetapi menetap di Indonesia. Kalangan totok masih berbicara dalam dialek China. Keturunan dekat mereka, meskipun kelahiran Indonesia, dianggap totok jika bahasanya masih China (Ikhsan Tanggok, 2005: 94). Ketika THHK didirikan, Lie Kim Hok berusaha mewujudkan keinginannya untuk membentuk sebuah organisasi yang dapat menyebarkan agama Khonghucu. Itulah sebabnya mengapa THHK kemudian didirikan atas dasar agama Khonghucu.

7 Lie Kim Hok dikenal sebagai seorang jurnalis, pengarang dan penyair. Ia belajar agama Kristen pada seorang pendeta yang telah membuka sekolah misi Bahasa Sunda di Biutenzorg dan pada D.J. Van den Linden yang mengajar Bahasa Melayu di sekolah tersebut, dapat dikatakan pemahamannya tentang agama Kristen lebih menonjol. Meskipun demikian, Lie Kim Hok tidak menjadi seorang Kristen. Sebaliknya, ia bersama dengan teman-temannya mendirikan THHK (Ikhsan Tanggok, 2005: 95-96). Ajaran-ajaran Khonghucu tidak hanya dimanfaatkan untuk memperkenalkan berbagai informasi tentang ajaran-ajaran Khonghucu tetapi juga untuk dijadikan suatu badan dari ilmu pengetahuan agama untuk orang-orang China peranakan di Indonesia. Untuk mencapai tujuan tersebut, didirikanlah sekolah-sekolah dengan guru-guru terbaik untuk mengajarkan anak-anak China peranakan Bahasa China. Untuk memperoleh guru-guru yang memenuhi syarat dalam mengajarkan Bahasa China di sekolah-sekolah yang dikelola oleh THHK dibantu oleh Dr. Lim Boen Keng, penyelenggara dari pergerakan agama Khonghucu. Untuk mencapai tujuan sebaik mungkin, selain melalui pendidikan di sekolahsekolah, sarana lain yang dipilih adalah berupa penerbitan majalah-majalah. Melalui media massa inilah ajaran Khonghucu disebarkan ke wilayah yang lebih luas. Adapun media massa yang dimaksud adalah: majalah mingguan Li Po ( 理报 ) tahun 1901 di Sukabumi, disusul oleh majalah Ik Po ( 益报 ) tahun 1903 di Surakarta, kemudian Ho Po ( 和报 ) di Bogor dan Loen Boen ( 论文 ) tahun 1930 di Surabaya (Leo Suryadinata, 1988: 43).

8 Dalam perkembangannya, dunia pendidikan lebih mendapatkan perhatian dibandingkan yang lain. Kemudian THHK semakin disibukan dengan urusan pendidikan, sehingga di kemudian hari THHK nampak menonjol sebagai perkumpulan sosial yang mengurus bidang pendidikan (Leo Suryadinata, 1988: 55). Asosiasi THHK ini mulai menghilang atau lenyap setelah tahun 1965, hal ini disebabkan karena situasi politik yang kurang mendukung Khong Kauw Hwee Perkembangan THHK seperti yang telah disebutkan diatas, yaitu lebih cenderung hanya menggeluti masalah pendidikan umum, hal-hal yang berkaitan dengan masalah agama Khonghucu mulai terabaikan. Oleh karena itu, seksi keagamaan dalam tubuh THHK berkembang dan memisahkan diri, selanjutnya mendirikan sebuah lembaga agama di Solo yang diberi nama Khong Kauw Hwee ( 孔教会 ) pada tahun Kemudian di banyak tempat mulai berdiri Khong Kauw Hwee, karena itu pada tahun 1923 diadakan Kongres di Yogyakarta dan dibentuk Khong Kauw Tjong Hwee (Kong Jiao Zong Hui atau Majelis Pusat Agama Khoghucu), serta menetapkan kota Bandung sebagai pusat lembaga tersebut. Khong Kauw Hwee memandang Khongcu sebagai seorang Nabi dan karya-karya klasik Khongcu dianggap sebagai kitab suci agama Khonghucu. Kendala yang sama dengan yang dialami oleh THHK, yaitu kebanyakan orang China peranakan sudah tidak dapat membaca Bahasa China lagi, maka dengan alasan yang sama Khong Kauw Hwee menerjemahkan karya klasik Khonghucu tersebut ke dalam Bahasa Melayu. Kitab-kitab yang diterjemahkan

9 ke dalam Bahasa Melayu antara lain adalah kitab Da Xue ( 大学 ), kitab Zhong Yong ( 中庸 ) dan kitab Xiao Jing ( 孝经 ) (Leo Suryadinata, 1988: 55 dan MATAKIN, 2005: 12-13). Terdapat ide pembaharuan dari Khong Kauw Hwee yang sejalan dengan THHK, yaitu memperbaharui adat istiadat orang China peranakan yang sudah jauh menyimpang dari ajaran Khonghucu. Untuk mewujudkan ide pembaharuan ini, diharapkan orang China peranakan dapat memahami ajaran Khonghucu, baik itu dengan bahasa aslinya maupun melalui bahasa terjemahan dalam Bahasa Melayu. Sejak sepuluh tahun didirikannya Khong Kauw Hwee di Bandung, telah mengundang banyaknya jumlah orang China peranakan yang berpendidikan Barat untuk bersikap kritis terhadap ajaran Khonghucu, tetapi tidak dengan orang-orang tua peranakan. Dapat disimpulkan bahwa, tidak semua pihak setuju dengan ide pembaharuan dari Khong Kauw Hwee tersebut. Salah satu yang menentang adalah Kwee Hing Tjiat pada tahun Ia adalah seorang orang China peranakan nasionalis dan merupakan pemimpin redaksi surat kabar Sin Po. Sin Po adalah surat kabar harian yang diiterbitkan oleh kalangan China peranakan di Jakarta, yaitu tahun Surat kabar ini memiliki pandangan nasionalis China dan merupakan aliran utama dalam politik China peranakan sebelum Perang Dunia II. Surat kabar ini kemudian berganti nama menjadi Warta Bhakti tahun 1959 dan ditutup tahun Pada tahun 1923 ia diusir ke Tiongkok karena pandangannya yang bertolak belakang dengan pemerintahan kolonial. Meskipun

10 demikian, ia tetap menulis artikel untuk surat-surat kabar di Hindia (Leo Suryadinata, 1988: 56). Serangan yang dilakukan oleh Kwee Hing Tjiat sebenarnya hanya ditujukan kepada Khong Kauw Hwee dan bukan ajaran Khonghucu itu sendiri, beliau ingin merombak ajaran Khonghucu yang dianggapnya sudah menyimpang. Kwee Tek Hoay, seorang penulis peranakan yang terkemuka mengatakan bahwa Kwee Hing Tjiat hanya mengecam para pemimpin Khong Kauw Hwee yang salah mengkhotbahkan ajaran Khonghucu, yaitu terutama terhadap ajaran bakti pada orangtua. Khong Kauw Hwee berpandangan, jika orang-orang muda tidak ingin disebut sebagai anak yang tak berbakti, menjadi takut menentang pandangan orang tua, baik itu benar atau salah. Akibatnya, seluruh masyarakat China peranakan menjadi ketinggalan zaman (Leo Suryadinata, 1988: 58 dan Leo Suryadinata, 2005: 107). Sejak tahun 1920-an dapat dikatakan Khong Kauw Hwee tidak dapat berkembang sebagaimana yang diharapkan. Menurut Leo Suryadinata dalam bukunya yang berjudul Kebudayaan Minoritas Tionghoa di Indonesia terdapat beberapa penyebab utama, yaitu: pertama, adanya ketidakcocokkan ajaran Khonghucu dengan nasionalis China. Hal ini dapat dilihat dari THHK yang awalnya dibentuk untuk mempromosikan ajaran Khonghucu, pada tahun 1928 kemudian mengesahkan sebuah anggaran dasar baru dimana dinyatakan bahwa tujuan himpunan itu adalah mempromosikan pendidikan nasionalis China. Kedua, Konfusianisme tidak dilembagakan, sehingga hampir tidak efektif dalam penyebaran injilnya. Ketiga,

11 Konfusianisme tidak benar-benar membantu memecahkan masalah-masalah sosial ekonomi dan sosial politik orang China peranakan Indonesia dan merugikan masyarakat penganut ajaran Khonghucu. Tidak mengherankan bahwa dari tahun 1928 sampai dengan 1954, tidak sedikit organisasi sosial ekonomi dan politik berkembang di Indonesia, diantaranya adalah Siang Hwee (Zhong Hua Shang Hui), Tiong Hoa Hwee Koan (THHK), Chung Hwa Hui (Masyarakat Tionghoa), Partai Tionghoa Indonesia (PTI), Baperki (Badan Permusyawaratan Kewarganegaraan Indonesia) dan lain-lain. Namun demikian, dilakukan upaya oleh Khong Kauw Hwee di Indonesia untuk mempromosikan ajaran Khonghucu. Kemudian pada tahun 1955 di Jakarta didirikanlah sebuah federasi baru orang China peranakan penganut Khonghucu, yaitu Perserikatan Khong Kauw Tjong Hwee/ Perserikatan Kung Chiao Hui Indonesia (PKCHI) (Leo Suryadinata, 1988: 65 dan MATAKIN, 2005: 16). Kemudian untuk memurnikan ajaran Khonghucu itu sendiri, dirumuskan cara bagaimana agar tata agama Khonghucu dapat seragam di seluruh Indonesia. Penyeragaman tata cara keagamaan Khonghucu ini terus direvisi, hingga keputusan akhir terjadi pada tahun Adapun garis besar dari penyeragamanan tata cara agama Khonghucu tersebut antara lain : 1. Seluruh umat Khonghucu melangsungkan ibadah di tempat ibadah umat Khonghucu, yang disebut dengan Litang ( 礼堂 ), 2. Pimpinan dalam upacara agama Khonghucu dibagi menjadi tiga, yaitu:

12 Haksu ( 学师 ), yang dapat menjadi seorang Haksu adalah seorang laki-laki yang sudah beristeri atau sudah berusia 30 tahun, mempunyai pengetahuan mendalam tentang agama Khonghucu atau berpengalaman menjabat sebagai guru agama (Bunsu) atau menjadi penebar agama (Kauwsing). Untuk seorang wanita terlebih dahulu harus mendapat persetujuan dari suami atau keluarganya, Bunsu ( 文士 ), yang dapat menjadi seorang Bunsu atau guru agama adalah seorang laki-laki atau perempuan yang telah berusia 21 tahun, mempunyai pengetahuan luas tentang agama Khonghucu atau pernah mengikuti pendidikan agama Khonghucu, Kausing ( 教生 ), yang dapat menjadi seorang Kauwsing atau penyebar agama adalah seorang laki-laki atau perempuan yang telah berusia 13 tahun. 3. Kitab Si Shu ( 四书 ) dan Wu Jing ( 五经 ) sebagai Alkitab agama Khonghucu, 4. Setelah beribadat mengucapkan Sian Cai yang sebanding dengan Amin dalam agama Kristen (Leo Suryadinata, 1988: dan Ikhsan Tanggok, 2005: ). Kemudian melalui kegiatan kongres-kongres yang dilakukan, terjadilah pergantian nama dalam perkumpulan agama Khonghucu, dari Perserikatan Kung Chiao Hui Indonesia (PKCHI) menjadi Lembaga Agama Sang Khongcu Indonesia (LASKI) yang terjadi pada Kongres ke-iv di Solo. Selanjutnya pada tahun 1963,

13 mengubah nama LASKI menjadi Gabungan Perkumpulan Agama Khonghucu se- Indonesia (GAPAKSI). Kemudian pada tahun 1964, Gabungan Perkumpulan Agama Khonghucu se-indonesia diubah menjadi Perhimpunan Agama Khonghucu se- Indonesia dengan singkatan tetap GAPAKSI. Akhirnya, pada Kongres ke-vi tahun 1967 tercapai kesepakatan untuk menyempurnakan nama gabungan perhimpunan agama Khonghucu menjadi Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (MATAKIN), yang hingga saat ini masih bertahan (MATAKIN, 2005: 16-19) MATAKIN Sejarah mencatat bahwa MATAKIN ( 印尼孔教中央理事会 ) didirikan di Jakarta pada tanggal 16 April 1955, dengan nama Perserikatan Kung Chiao Hwee Indonesia (PKCHI). Meski kalau ditilik secara cermat, jauh sebelumnya sudah ada lembaga semacam ini, sedikit tidak berjalan lancar pada zaman Jepang. Pada tahun 1971, MATAKIN melaksanakan penerangan agama keluar pulau Jawa untuk membina umat agama Khonghucu yang ada di daerah-daerah lainnya di seluruh pelosok Nusantara, agar lebih aktif berpartisipasi dalam Pembangunan Bangsa dan Negara Indonesia. Kemudian hasil dari penerangan agama keluar Jawa ini menghasilkan sesuatu yang cukup besar artinya, yaitu berturut-turut terbentuk Majelis Agama Khonghucu Indonesia (MAKIN) di daerah-daerah luar pulau Jawa (MATAKIN, 2005: 20). Usaha-usaha yang dilakukan oleh MATAKIN untuk mempertahankan dan menyebarkan ajaran Khonghucu tidaklah sedikit dan dalam memperjuangkannya tidak

14 sedikit rintangan yang dihadapi. Salah satu contohnya adalah, pada tahun 1971, MATAKIN menyelenggarakan Kongres ke-viii di Semarang. Salah satu keputusan penting dari kongres tersebut adalah suatu permohonan agar Pemerintah Republik Indonesia mau memperlakukan agama Khonghucu sama seperti lima agama lain di Indonesia. Kemudian pada saat menyelenggarakan Kongres ke-ix pada tahun 1979, terjadi hal yang sangat memprihatinkan, mendadak ada intruksi dari penguasa di Jakarta agar acara kongres ditangguhkan. Selain memperjuangkan status agama Khonghucu, MATAKIN juga memperjuangkan masalah pendidikan agama Khonghucu, salah satunya adalah dengan mendirikan Yayasan Pendidikan MATAKIN (MATAKIN, 2005: 21-26). Dalam kepemimpinan MATAKIN, pertama kalinya dalam sejarah diadakannya perayaan Tahun Baru Imlek Nasional 2551 di Jakarta, pada tanggal 17 Februari 2000, yang dihadiri oleh Presiden RI KH. Abdurrahman Wahid dan Wakil Presiden Megawati Soekarnoputri, serta pejabat-pejabat penting pemerintah lainnya. Perjuangan yang dilakukan MATAKIN sangat banyak dan mereka tidak pernah putus asa didalam memperjuangkan hak-hak umat Khonghucu hingga saat ini. MATAKIN juga merupakan suatu lembaga yang membantu pemerintah dan golongan-golongan masyarakat dalam memecahkan setiap prasangka-prasangka negatif mengenai agama Khonghucu.

15 3.3 Hak-hak Sipil Umat Khonghucu Indonesia, khususnya di Kota Tangerang Pada Masa Orde Lama Di Indonesia seharusnya tidak ada undang-undang yang mengatur banyaknya jumlah agama yang boleh dianut atau tidak dianut oleh warganya. Agama adalah merupakan urusan pemeluknya, apakah ia mau mengakui atau tidak agama yang dianutnya. Perlu diingat pula bahwa agama itu sudah ada lebih awal sebelum negara itu ada. Mengingat negara Indonesia merupakan negara hukum, oleh karena itu selayaknya pemerintah di dalam melakukan sesuatu tindakan, harus bersumber pada ketentuan peraturan perundang-undangan. Surat Edaran itu hanyalah memberikan petunjuk teknis atas peraturan diatasnya dan tidak boleh bertentangan dengan UUD 1945 pasal 29 ayat 2 bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut agama dan kepercayaannya masing-masing. Mengingat pula negara kita bukanlah negara agama, jadi sudah sepantasnya dan selayaknya tidak diperbolehkan adanya pembatasan agama, tetapi kenyataan memang lain, jika demikian berarti negara telah menodai azas mereka sendiri, yakni Pancasila, alangkah baiknya apabila negara tidak ikut campur didalam mengurusi agama yang dianut oleh masyarakatnya, asalkan agama tersebut tidak melanggar norma-norma yang berlaku dan bukan aliran sesat. Pada prinsipnya pengakuan kebenaran akan suatu agama selalu didasarkan pada keyakinan dari masing-masing individu, dan bukan didasarkan atas fatwa dari

16 penguasa. Dengan meyakini suatu agama dari pribadi masing-masing inilah yang dapat menumbuhkan kesadaran untuk menghormati dan tidak mencela agama orang lain. Karena memeluk suatu agama merupakan hak yang paling asasi yang dimiliki setiap individu. Seperti yang ditegaskan di dalam Penjelasan Ketetapan MPR No. II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila yang mengatakan bahwa Kebebasan beragama adalah hak yang paling asasi di antara hakhak asasi manusia, karena kebebasan beragama itu langsung bersumber pada martabat manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Orde Lama dalam sejarah politik Indonesia merujuk pada masa pemerintahan Soekarno ( ). Istilah Orde Lama tentu saja tidak digunakan pada saat itu, dan baru dicetuskan pada masa pemerintahan Soeharto yang disebut dengan Orde Baru. Untuk menghindarkan negara Indonesia sebagai negara atheis, pada tahun 1965 Presiden Soekarno mengeluarkan Penetapan Presiden No. 1/PNPS/1965 mengenai pencegahan penyalahgunaan dan atau penodaan agama. Pada tahun 1969, melalui Undang-Undang No yang mengakui kembali berbagai Penetapan Presiden dan Peraturan Presiden yang sudah ada, yaitu salah satunya adalah Penpres No. 1/PNPS/1965 sebagai UU (UU No. 1/PNPS/1965), yang di dalam penjelasannya menyatakan bahwa agama yang dipeluk oleh penduduk Indonesia adalah Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Khonghucu. Pemilihan keenam agama tersebut didasarkan pada definisi agama seperti yang diusulkan oleh Menteri Agama, terdapat minimum empat persyaratan:

17 1. Memiliki Kitab Suci, 2. Memiliki Nabi, 3. Percaya akan satu Tuhan (Ketuhanan Yang Maha Esa), 4. Memiliki tata agama dan tata ibadah bagi pengikutnya. Tetapi perlu ditekankan disini, bahwa penyebutan ke-6 agama ini bukan berarti adanya pembatasan didalam memeluk suatu agama, melainkan tentang banyaknya agama yang dianut oleh penduduk Indonesia pada umumnya. Penjelasan dari UU No. 1 ini bukan berarti pula agama-agama lain di luar enam agama tersebut tidak diakui, seperti Shinto, Yahudi, Taoisme dan lain-lain. Agama-agama dan aliran kepercayaan di luar dari enam agama tersebut juga mendapat jaminan dari pemerintah seperti yang telah dinyatakan dalam Undang Undang Dasar 1945 pasal 29 ayat 2, yang menyatakan bahwa Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu. Dengan adanya kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah tersebut (UU No.1/PNPS/1965), lebih membuka dan mempermudah jalan bagi umat Khonghucu untuk menjalankan ibadahnya. Tempat ibadah pun telah didirikan di Tangerang pada tahun 1969, tempat ibadah umat Khonghucu ini disebut dengan Litang ( 礼堂 ). Kemudian mengenai pelayanan administrasi atas Hak Sipil umat Khonghucu-pun tidak mengalami kesulitan, seperti, pendidikan agama Khonghucu, Kartu Tanda Penduduk (KTP), pencatatan akte perkawinan dan sebagainya. Perkawinan merupakan hak yang paling mendasar untuk menjalin tali

18 kekerabatan dan memperoleh keturunan. Kantor Catatan Sipil (KCS) yang masih belum mau melakukan pencatatan mungkin disebabkan masih berlakunya sistem Staatsblood yang membagi-bagi manusia menjadi golongan Eropa, China, Indonesia Kristen dan non-kristen (Jawa Pos, 25 agustus 2002). Dalam Hukum Perkawinan Agama Khonghucu Indonesia yang disahkan dalam Munas III Rohaniawan Agama Khonghucu se-indonesia di Tangerang pada tanggal 21 Desember 1975, pada Pasal 1: hubungan pria dengan seorang wanita dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan melangsungkan keturunan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Pasal 2: dasar perkawinan umat Khonghucu adalah seorang pria hanya boleh mempunyai seorang istri dan seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami (Tjandra R. Muljadi dalam: Hak Asasi Beragama dan Perkawinan Khonghucu, 1998: 91). Dalam penjelasan umum dari Hukum Perkawinan itu, disebutkan tujuan dari perkawinan itu; perkawinan adalah salah satu tugas suci manusia yang memungkinkan manusia melangsungkan sejarahnya dan mengembangkan benih-benih Firman Tian atau Tuhan Yang Maha Esa, yang berwujud kebajikan yang bersemayam di dalam dirinya serta selanjutnya memungkinkan manusia membimbing putra-putranya. Demikianlah hendaknya manusia berbuat di dalam rumah tangganya, bahagiakanlah istri/suami dan anak-anak karena keselarasan hidup bersama anak/istri/suami itu laksana alat musik yang ditabuh harmonis. Kemudian kerukunan dalam rumah tangga itu membangun damai serta bahagia. Perkawinan tidak bermaksud menceraikan

19 seseorang dari ayah-bunda dan keluarganya karena telah membangun mahligai baru, melainkan menyatukan keluarga yang satu dengan yang lain, memupuk rasa persaudaraan yang luas diantara manusia sehingga akhirnya dapat dirasakan bahwa di empat penjuru lautan semua umat bersaudara (Tjandra R. Muljadi dalam: Hak Asasi Beragama dan Perkawinan Khonghucu, 1998: 91). Kemudian perihal pencatatan agama dalam kolom Kartu Tanda Penduduk (KTP) ini merupakan salah satu syarat administrasi sebagai Warga Negara Indonesia yang baik. Kolom agama dalam KTP tersebut hendaknya diisi sesuai dengan agama yang diyakini oleh setiap masyarakat itu sendiri. Pada masa Orde Lama, pencatatan perkawinan dan KTP dengan agama Khonghucu tidak mengalami adanya suatu kesulitan, karena didukung adanya UU No. 1/PNPS/1965 yang memasukkan agama Khonghucu sebagai salah satu agama yang diakui oleh negara Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari data hasil sensus penduduk yang terakhir untuk umat Khonghucu, yaitu pada tahun Berdasarkan data sensus penduduk tahun 1971, terdapat 972 ribu penduduk agama Khonghucu, yang terdiri dari 0,82% jumlah penduduk Indonesia (Leo Suryadinata, Evi Nurvida Arifin dan Aris Ananta, 2003: 128). Selain membahas akte perkawinan dan KTP, akan dibahas pula mengenai pendidikan agama Khonghucu. Pendidikan merupakan suatu upaya yang amat penting dilaksanakan untuk membantu dalam pembentukan manusia-manusia yang berkepribadian dalam membangun jiwanya, sehingga memiliki mental spiritual yang

20 utuh, dapat mengenal siapa dirinya dan Tuhannya, serta dapat menjadi manusia yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Selain itu, pendidikan dapat mengarahkan manusia agar dapat menjaga keseimbangan alam, mengamalkan, serta melaksanakannya dengan penuh kesadaran tentang segala bentuk hak dan kewajiban terhadap keluarga, masyarakat, bangsa dan negara sehingga menjadi manusia yang Pancasilais. Sebelum abad kedua puluh berdasarkan dari sumber catatan yang tersedia, tercatat bahwa orang China peranakan awal tidak banyak memperhatikan pendidikan anak-anaknya, hal ini mungkin disebabkan karena ayah mereka datang dari kelas yang tak berpendidikan dan kebanyakan hanya tertarik mencari uang. Hanya terdapat beberapa orang kaya yang dapat menggaji guru China hanya untuk mengajar anak laki-lakinya bahasa dan karya-karya klasik China, karena pada masa itu laki-laki dianggap lebih layak mengenyam pendidikan dibandingkan wanita. Sejak tahun 1729 telah dibentuk sebuah taman pendidikan agama Khonghucu (semacam pesantren) yang bernama Ming Cheng Shu Yuan yaitu taman kitab (Akademi) pendidikan menggemilangkan iman (MATAKIN, 2005: 11). Terdapat sekitar tiga puluh siswa, namun segera ditutup karena salah urus. Sekolah China tradisional meningkat dalam perempat terakhir abad kesembilan belas, misalnya pada tahun 1899, yaitu terdapat 217 sekolah China tradisional di Jawa dan Madura dengan siswa dan 152 sekolah di luar Jawa dengan siswa. Sekolah-sekolah China tradisional ini kurikulumnya didasarkan pada kitab-kitab

21 Khonghucu (Leo Suryadinata, 1988: 3-4). Kemudian pada tahun 1901 Tiong Hoa Hwee Koan (THHK) mulai mendirikan sekolah-sekolah yang bertujuan untuk mempromosikan agama Khonghucu dan budaya China, serta mendirikan sekolah-sekolah berbahasa pengantar China untuk mencapai tujuan tersebut. Asosiasi THHK ini berakhir pada tahun 1965, yang diakibatkan karena situasi politik pada saat itu yang kurang mendukung. Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan diatas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: a) Hubungan antara pemerintah dengan masyarakat yang beragama Khonghucu berlangsung cukup baik. Hal ini dapat dilihat dari UU No. 1/PNPS/1965 yang isinya antara lain memasukkan agama Khonghucu sebagai salah satu dari agama yang diakui oleh negara Indonesia. b) Adanya hubungan timbal balik antara pihak yang membuat peraturan dengan pihak yang melaksanakan peraturan tersebut. Peraturan yang telah dikeluarkan tersebut dapat dilaksanakan dengan sebagaimana mestinya. Salah satu contohnya adalah pelaksanaan UU No. 1/PNPS/1965, yang dapat dilihat lebih lanjut dengan adanya data akurat dari Biro Pusat Statistik, yang menyatakan bahwa pada tahun 1971 umat Khonghucu masih terdata dalam sensus penduduk. c) Pencatatan agama Khonghucu dalam kolom KTP dan pencatatan akte perkawinan tidak mengalami masalah, berdasarkan data dari Biro Pusat

22 Statistik tersebut mereka semua sudah tercatat sebagai Warga Negara Indonesia yang beragama Khonghucu. Kemudian mengenai masalah pencatatan akte perkawinan khususnya, karena pada saat itu belum ada peraturan resmi yang mengatur tentang perkawinan, jadi pencatatan akte perkawinan jelas tidak mengalami masalah. d) Masalah pendidikan agama Khonghucu pun tidak mengalami masalah. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya pendirian sekolah pada tahun 1901 oleh perhimpunan agama Khonghucu yang bertujuan mempromosikan agama Khonghucu yang berakhir pada tahun Untuk tahun-tahun berikutnya tidak dijelaskan dengan terperinci mengenai pendidikan agama Khonghucu yang masuk dalam kurikulum sekolah-sekolah, pengajaran agama Khonghucu tetap ada dan berlangsung pada masa Orde Lama, hanya saja pelaksanaannya yang kurang menonjol Pada Masa Orde Baru Orde Baru yang berlangsung dari tahun 1968 hingga 1998, dapat dikatakan sebagai masa pemerintahan Presiden Soeharto di Indonesia. Dimana kepentingan nomor satu dari penguasa Orde Baru semasa itu adalah menjaga Kelestarian Kekuasaan yang baru saja digenggamnya (Tan Swie Ling, Akar Masalah Umat Khonghucu Indonesia Oktober 2006). Untuk itu, Presiden Soeharto memulai Orde Baru dalam dunia politik Indonesia dan secara dramatis mengubah kebijakan-kebijakan luar negeri dan dalam negeri dari

23 jalan yang ditempuh oleh Soekarno pada masa akhir jabatannya dengan dalih demi keamanan kehidupan masyarakat berbangsa dan bernegara. Warga China peranakan juga dilarang mengekspresikan diri mereka melalui budaya-budaya tradisi yang dimiliki. Sejak tahun 1967, warga China peranakan dianggap sebagai warga negara asing di Indonesia dan kedudukannya berada di bawah warga pribumi, hal ini secara tidak langsung juga menghapus hak-hak asasi mereka. Pemerintah memandang budaya, adat dan agama yang berasal dari China merupakan suatu penghambat bagi pembauran etnik ke dalam budaya nasional Indonesia, yang dimaksudkan dengan budaya, adat dan agama dari China tersebut adalah: kesenian Barongsai, hari raya Imlek, agama Khonghucu, Bahasa China itu sendiri dan lain-lain. Pemerintah juga mengkhawatirkan adanya campur tangan komunis China untuk menguasai Indonesia. Karena itu pemerintah mengeluarkan Inpres No. 14 tahun 1967 yang isinya tentang larangan adanya adat, budaya dan kepercayaan berbau China aktif di Indonesia serta larangan pembangunan klenteng. Kebijakan pemerintah ini diperkuat lagi dengan keputusan Sidang Kabinet yang memutuskan Khonghucu bukan agama. Keputusan ini dikembangkan lagi dengan dikeluarkannya Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No. 477/74054/BA.01.2/4683/95 tanggal 18 November 1978 perihal Petunjuk Pengisian Kolom Agama, yang antara lain menyatakan bahwa hanya ada lima agama yang diakui oleh negara Indonesia, yaitu Islam, Kristen, Katolik, Hindu dan Budha. Pada masa ini, permasalahan Khonghucu adalah agama atau bukan menjadi

24 persoalan yang cukup hangat untuk diperbincangkan. Pemerintah tetap kukuh pada pendiriannya bahwa Khonghucu itu bukanlah agama. Sehingga pada masa ini umat Khonghucu dilarang untuk beribadat. Berhubung masa Orde Baru ini lahir dari runtuhnya Orde Lama yang dipersepsikan dengan bertulangpunggungkan PKI, maka PKI dikualifikasikan sebagai Musuh Negara dan Bangsa Indonesia. Demi menjaga stabilitas keamanan bangsa dan negara Indonesia, para pemimpin Orde Baru melakukan berbagai pembersihan terhadap Musuh Negara dan Bangsa Indonesia tersebut. Dalam rangka pembersihan ini, Bung Karno beserta para pendukungnya terkena getahnya, hingga meninggal dalam status sebagai Tahanan Politik. Tidak hanya Bung Karno, bahkan Pemerintah Republik Rakyat China (RRC) beserta pendukung utamanya, Partai Komunis China juga terkena getahnya. Pemerintah masa Orde Baru menganggap Republik Rakyat China (RRC) terusmenerus membela PKI, hal ini membuat emosi dan kemarahan Orde Baru menjadi tak terkendali. Sehingga mengakibatkan seluruh WNI etnik China terkena ampasnya juga. Hal ini semata-mata karena orang China peranakan Indonesia memiliki kesamaan etnik, yaitu China, yang kemudian seenaknya dianggap berpotensi untuk menjadi kaki tangan komunis China, yang dapat menguasai negara Indonesia. Dengan kata lain, orang-orang China itu berambisi untuk menjadi penguasa dunia. Dengan adanya argumentasi semacam itu, tentu saja dapat membuat pemerintah Orde Baru beranggapan bahwa orang-orang China dengan budaya Khonghucu dan komunisme itu

25 dapat membahayakan bangsa Indonesia. Pengkaitan antara Khonghucu dengan komunisme yang sudah ada di Indonesia sejak terjadinya peristiwa G30S/PKI itulah yang menyebabkan negara secara tidak adil memperkosa HAM umat Khonghucu khususnya dan orang China peranakan Indonesia pada umumnya. Terlihat dengan jelas bahwa pada masa Orde Baru ini terdapat banyak sekali pembatasan ruang gerak umat Khonghucu, dengan dilarangnya pembangunan klenteng, secara tidak langsung hal itu menghambat umat Khonghucu dalam melaksanakan ibadahnya dengan Tian (Tuhan Yang Maha Esa) yang diyakininya. Kemudian bagaimana dengan UU No. 1/PNPS/1965 yang pernah dikeluarkan oleh Presiden Soekarno pada masa pemerintahannya? Sebenarnya tidak pernah ada peraturan yang secara khusus ditetapkan untuk menghapus atau menghilangkan kebijakan tersebut. Tetapi entah mengapa UU No. 1/PNPS/1965 tersebut seperti menghilang ditelan bumi begitu saja. Tetapi perlu adanya klarifikasi disini, bahwa persamaan diantara dua ajaran yang berbeda itu tidak bisa dianggap sebagai suatu yang identik, begitu pula hubungan antara agama Khonghucu dengan komunisme. Ajaran Khonghucu sudah berkembang di bumi ini kurang lebih 5 abad Sebelum Masehi, sedangkan ajaran komunisme baru ada pada pertengahan abad 19. Agama Khonghucu merupakan suatu ajaran tentang kebajikan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara dan pada masa dinasti Han pernah dijadikan sebagai agama dan falsafah negara. Sebaliknya paham komunisme tidak mengenal adanya kepercayaan akan suatu agama. Demikian pula tidak perlu

26 dikaitkan lagi dengan RRC yang berpaham komunis ini, karena negara komunis tidak ada kepercayaan akan suatu agama, semua agama di RRC dianggap sebagai filsafat hidup. Tetapi RRC tidak melarang warganya untuk memilih dan memeluk suatu agama. Jadi perlu ditekankan sekali lagi bahwa antara Khonghucu dan komunisme itu tidak ada hubungan sama sekali, yang ada hanyalah sama-sama sebuah produk sejarah dari negeri tirai bambu yang terjadi pada zaman yang berbeda. Dengan adanya pengkaitan antara Khonghucu dengan komunisme yang ada di Indonesia sejak terjadinya peristiwa G30S/PKI telah mendatangkan suatu musibah yang besar bagi semua orang China peranakan Indonesia pada umumnya dan umat Khonghucu khususnya, yang kemudian menyebabkan negara secara tidak adil memperkosa HAM, salah satunya adalah Hak Sipil mereka. Terlihat dengan jelas bahwa pada masa Orde Baru ini terdapat banyak sekali pembatasan ruang gerak umat Khonghucu, terutama pelayanan administrasi yang seharusnya didapatkan oleh mereka menjadi sedikit dibatasi. Mulai adanya undang-undang yang mengatur tentang perkawinan terjadi pada masa Soeharto, yakni dengan dikeluarkannya UU No. 1/1974. Demi mengikuti peraturan yang ada, lembaga Khonghucu pun mulai menyusun Hukum Perkawinan dan Pedoman Pelaksanaan Upacaranya yang disesuaikan dengan Undang-Undang RI No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan yang dilakukan melalui Musyawarah Nasional III pada tahun 1975 di Tangerang. Meskipun peraturan telah diikuti dan ditaati, namun pada kenyataannya tetap

27 saja pencatatan akte perkawinan umat Khonghucu tidak dapat terlaksana sebagaimana mestinya. Kasus penolakan pencatatan perkawinan yang dilakukan secara agama Khonghucu oleh KCS tetap terjadi, terutama di Kabupaten Bogor, Jawa Barat dengan alasan Khonghucu bukanlah agama yang diakui oleh pemerintah Indonesia. Padahal Presiden Soeharto pernah berkata Kita tidak memilih-milih agama-agama yang ada menjadi agama-agama resmi dan agama-agama tidak resmi, agama-agama diakui dan agama-agama yang tidak diakui (Suara Pembaruan, 28 Maret 1989). Hal ini berlangsung dalam waktu yang cukup lama (30 tahun lebih), tidak sedikit umat Khonghucu yang dipersulit. Terutama mengenai masalah perkawinan, sudah menjadi kewajiban KCS untuk mencatatkan perkawinan yang dilakukan oleh umat Khonghucu, karena hal ini sesuai dengan yang tertuang dalam Pasal 2 UU No. 1/1974, yang menyebutkan Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut Peraturan Perundangan yang berlaku. Selain itu berdasarkan Pasal 2 PP No. 9 tahun 1975 berbunyi Pencatatan perkawinan dari mereka yang melangsungkan menurut agamanya dan kepercayannya itu selain agama Islam, dilakukan oleh pegawai pencatat perkawinan pada KCS sebagaimana dimaksud dalam berbagai macam perundangan mengenai pencatatan perkawinan. Dalam praktek, setiap orang yang tidak mencatatkan perkawinannya pasti dianggap tidak sah, sehingga keturunan mereka pun dianggap tidak sah. Dapat digambarkan betapa sulit menyatukan peraturan perkawinan dalam suatu hukum nasional, yang dikarenakan keanekaragaman budaya, adat istiadat, agama, aliran

28 kepercayaan dan pengakuan hak-hak asasi manusia yang mewarnai kehidupan mereka di tanah air Indonesia. Kelemahan pemerintah dalam mencampuri urusan sah tidaknya suatu perkawinan, yang dalam pelaksanaanya kadang-kadang dilakukan oleh golongan tertentu dirasakan mempersulit pencatatan yang dapat membuka peluang negatif untuk hidup bersama tanpa nikah, sehingga menimbulkan problema sosial baru. Tugas pemerintah seharusnya adalah hanya mencatat dan mengesahkan perkawinan mereka tanpa harus mempersulit. Salah satu contoh perlakuan yang kurang adil pada masa Orde Baru yang dialami umat Khonghucu dalam pencatatan perkawinan di KCS adalah pasangan Budi Wijaya dan Lany Guito. Pernikahan mereka berlangsung di rumah ibadah Boen Bio Surabaya pada tanggal 23 Juli 1995, yang dilakukan dengan harapan perkawinan mereka ini mendatangkan kebahagiaan. Tetapi sangat disayangkan kenyataan berkata sebaliknya, perkawinan mereka ditolak di KCS dengan alasan Khonghucu itu bukanlah agama yang diakui dan dibina oleh Departemen Agama. KCS mengusulkan dua alternatif, yaitu: pertama, mengganti surat nikah dengan agama lain dan mengaku beragama salah satu agama resmi pemerintah. Kedua, MAKIN (Majelis Agama Khonghucu Indonesia) Boen Bio yang mengeluarkan surat nikah dengan cara menghilangkan kata agama di dalam stempel MAKIN. Hal ini tentu saja ditolak oleh Budi dan Lany, karena bertentangan dengan hati nurani mereka sebagai umat Khonghucu yang taat (Budi Wijaya dalam: Hak Asasi Beragama dan Perkawinan

29 Khonghucu, 1998: 16-17). Banyak sekali usaha yang telah dilakuan Budi untuk dapat mendaftarkan perkawinannya di KCS, tetapi selalu mengalami jalan buntu. Kemudian Budi dan Lany menggunakan jalur hukum untuk menyelesaikan masalah mereka tersebut dengan bantuan seorang pengacara, yaitu Bapak Trimoelja D. Soerjadi SH, seorang tokoh humanis dan termasuk pengacara senior di Surabaya unuk memasukkan gugatan ke PTUN (Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara). Meskipun sudah melayangkan gugatan beberapa kali, hasilnya masih saja tetap mengecewakan (Budi Wijaya dalam: Hak Asasi Beragama dan Perkawinan Khonghucu, 1998: 21). Akhirnya Menteri Kehakiman dalam rapat kerja dengan Komisi Tiga DPR RI mengatakan bahwa pemerintah sedang mengkaji tiga alternatif untuk memecahkan persoalan tersebut. Pertama, menyatakan Khonghucu sebagai salah satu agama yang diakui. Kedua, melakukan pranata pencatatan semata-mata sebagai catatan administratif atau laporan bahwa telah terjadi perkawinan. Ketiga, dibuatkan pencatatan khusus bagi mereka yang tidak menikah menurut agama yang diakui (Kompas, 18 September 1996). Kemudian Depdagri melaui surat No /704/UMPEM tanggal 30 Mei 2001 yang didasari surat Menag No. 178K/TUN/1997 tanggal 30 Maret 2000 perkara Kasasi Budi Wijaya dan Lany Guito dikabulkan dalam kasasi, MA memerintahkan Kantor Catatan Sipil Kotamadya Surabaya untuk mencatat perkawinan tersebut secara agama Khonghucu karena putusan tersebut memiliki kekuatan hukum yang tetap dan wajib

30 ditaati oleh pemerintah dan masyarakat (Anly Cenggana, Jaminan Konstitusi Agama Khonghucu, 7 Maret 2006). Demikian pula dengan pencatatan Khonghucu sebagai agama di dalam KTP (Kartu Tanda Penduduk) mulai dihilangkan yang dimulai di DKI Jakarta pada tahun Terdapat dua alternatif yang dapat dilakukan umat Khonghucu, yaitu umat Khonghucu harus memilih salah satu dari lima agama yang diakui oleh negara, dan kedua, umat Khonghucu harus rela kalau pada kolom agama mereka diisi dengan tanda (-) atau kurung buka garis pendek mendatar kurung tutup saja. (Tjandra R. Muljadi dalam: Hak Asasi Beragama dan Perkawinan Khonghucu, 1998: 83). Dengan kata lain, mereka dianggap sebagai seorang komunis yang tidak memiliki agama. Tidak sedikit umat Khonghucu yang harus dengan terpaksa mengisi kolom agama mereka dengan lima agama yang diakui oleh pemerintah, yaitu Islam, Katolik, Kristen, Hindu dan Budha. Sebagian besar agama yang dicantumkan dalam KTP mereka adalah agama Budha. Sungguh ironis sekali memang, agama mereka cuma sekedar agama di KTP saja. Kenyataannya mereka tidak meyakini dan mengerti tentang agama yang dicatatkan dalam KTP mereka. Hal ini dilakukan karena seluruh umat Khonghucu merasa mereka adalah Warga Negara Indonesia (WNI) yang baik dan memiliki hak yang sama pula dengan yang lain, hanya saja hak mereka sedikit dibatasi. Selain itu mereka takut jika sensus penduduk tidak mendata mereka sebagai WNI. Selain itu, terjadi pula peristiwa penghapusan mata pelajaran agama

31 Khonghucu di sekolah-sekolah, yaitu sejak dikeluarkannya Kurikulum Pendidikan Dasar dan Lanjutan tahun Mengakibatkan para siswa umat Khonghucu mulai dari tahun 1977 dipaksa mengikuti pelajaran agama lain demi tuntutan kurikulum yang berlaku. Hal ini dikaitkan dengan Inpres 14/1967 yang menyatakan bahwa segala kegiatan yang berhubungan dengan budaya China dilarang, hal ini menyebabkan umat Khonghucu tidak dapat merayakan hari suci mereka, yang kemudian mengakibatkan agama Khonghucu bukan lagi sebagai salah satu agama yang dianut oleh Negara Indonesia sebagaimana seperti yang tercantum dalam UU No. 1/ PNPS/ Meskipun dilarang di dunia pendidikan formal di Indonesia, namun pada kenyataannya di Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta ajaran Khonghucu dijadikan sebagai salah satu mata kuliah agama. Mata kuliah yang diberikan unversitas tertua di Indonesia ini, memang diberikan khusus untuk mahasiswa/i yang memeluk agama Khonghucu sejak tahun Lain halnya dengan di Bogor, ada beberapa sekolah negeri yang menyerahkan pelajaran agama Khonghucu tersebut pada MAKIN setempat. Ujian dilakukan oleh MAKIN kemudian nilainya diserahkan pada sekolah masing-masing. Di luar Pulau Jawa pun mata kuliah Khonghucu masih diterapkan di Universitas lain, seperti di Universitas Bung Hatta Padang dan beberapa universitas di Jambi (Suara Indonesia, 15 November 1997). Selain itu, di Kota Tangerang sendiri terdapat sebuah sekolah yang berlandaskan pada ajaran Khonghucu dan diambil dari nama nabi Khongcu itu sendiri, yaitu TK Confucius yang didirikan pada tahun Seiring dengan perubahan

32 waktu adanya harapan dan kebutuhan masyarakat agar disediakan gedung sekolah lain selain TK itu sendiri. Kemudian pada tahun 1974 didirikanlah gedung sekolah untuk tingkat sekolah dasar, tetapi karena situasi politik yang kurang baik pada saat itu, untuk pendirian sekolah tingkat dasar tersebut diganti dengan nama SD Setia Bhakti. Kemudian berlanjut pada SLTP Setia Bhakti (tahun 1978), SMK Setia Bhakti (tahun 1999) dan SMU Unggul Setia Bhakti (tahun 2003). Tenaga pengajar agama Khonghucu itu sendiri, didapatkan melalui pihak MAKIN Tangerang. Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan diatas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: a) Hubungan pemerintah Orde Baru dengan masyarakat Indonesia yang beragama Khonghucu tidaklah berjalan dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari Inpres No. 14 tahun 1967 yang isinya tentang larangan adanya adat, budaya dan kepercayaan berbau China aktif di Indonesia serta larangan pembangunan klenteng. Kebijakan pemerintah ini diperkuat lagi dengan keputusan Sidang Kabinet yang memutuskan Khonghucu bukan agama. Keputusan ini dikembangkan lagi dengan dikeluarkannya Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No. 477/74054/BA.01.2/4683/95 tanggal 18 November 1978 perihal Petunjuk Pengisian Kolom Agama, yang antara lain menyatakan bahwa hanya ada lima agama yang diakui oleh negara Indonesia, yaitu: Islam, Kristen, Katolik, Hindu dan Budha. b) Tidak adanya ketegasan pemerintah Orde Baru di dalam menjalankan

33 pemerintahannya, hanya mementingkan kekuasaan yang telah diraihnya pada saat itu. Hal ini dapat dilihat dari peraturan-peraturan yang telah dikeluarkan diatas, tanpa memperdulikan UU No.1/PNPS/1965 yang pernah dikeluarkan oleh pemerintahan Orde Lama. Pemerintah Orde Baru tanpa dasar hukum yang kuat menghilangkan UU No. 1/PNPS/1965 tersebut. Hal ini dilakukan dengan dalih untuk melindungi negara Indonesia dari serangan komunis, dimana orang peranakan China pada saat itu terkena imbasnya dan dianggap sebagai kaki tangan komunis. Karenanya ruang lingkup mereka menjadi terbatas, termasuk penganut agama Khonghucu. Perlu ditekankan sekali lagi, bahwa UU No. 1/PNPS/1965 tersebut kenyataannya tidak pernah dihapuskan. c) Dengan adanya Inpres No. 14 tahun 1967 dan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No. 477/74054/BA.01.2/4683/95 tersebut, tentu saja mempengaruhi pencatatan akte perkawinan, KTP dan pendidikan umat Khonghucu. Pencatatan akte perkawinan khususnya, prosedurnya menjadi lebih sulit, karena adanya UU No. 1/1974 tentang perkawinan. d) Meskipun pendidikan agama Khonghucu mengalami masalah, tetapi di Kota Tangerang itu sendiri pada masa itu terdapat sebuah sekolah yang berlandaskan pada ajaran Khonghucu. Sekolah ini tidak mengalami persoalan meskipun keberadaannya sudah ada sejak Orde Baru.

34 3.3.3 Pada Masa Reformasi Era Reformasi di Indonesia dimulai pada pertengahan tahun 1998, yaitu tepatnya saat Presiden Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei 1998 dan digantikan oleh Presiden BJ Habibie. Hal yang melatarbelakangi peristiwa ini adalah saat tragedi Trisakti pada 12 Mei 1998 yang kemudian memicu Kerusuhan Mei 1998 sehari setelahnya, kemudian gerakan mahasiswa pun meluas hampir di seluruh Indonesia. Karena berada di bawah tekanan yang besar baik dari dalam maupun luar negeri, akhirnya Soeharto memilih untuk mengundurkan diri. Indonesia telah mengalami sebanyak enam kali pergantian Presiden, diantaranya terjadi sebanyak empat kali pada masa Reformasi ini. Dimulai dari Presiden BJ Habibie ( ), Presiden Gus Dur ( ), Presiden Megawati ( ) dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (2004-saat ini). Pelan namun pasti, waktu berputar dan masa pun berganti, masa Reformasi mendatangkan suatu kebaikan untuk umat Khonghucu pada khususnya dan orang China peranakan pada umumnya. Hal ini dimulai dari mantan Presiden BJ Habibie yang dalam Inpres No. 26/1998 menginstruksikan agar penghentian penggunaan istilah Pribumi dan Non Pribumi dalam sebuah perumusan dan penyelenggaraan kebijakan, perencanaan program ataupun pelaksanaan kegiatan penyelenggaraan pemerintahan. Kemudian tiba pada giliran pemerintahan yang dipimpin oleh mantan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur), dimana terjadi hubungan yang baik antara agama Khonghucu dan pemerintahan. Kesadaran akan pengakuan terhadap hak-hak dasar

BAB 5 RINGKASAN. keatas dari penduduk Indonesia yang beragama Islam, masih terdapat agama Kristen,

BAB 5 RINGKASAN. keatas dari penduduk Indonesia yang beragama Islam, masih terdapat agama Kristen, BAB 5 RINGKASAN Negara Indonesia adalah negara yang memiliki beragam agama, selain 80% keatas dari penduduk Indonesia yang beragama Islam, masih terdapat agama Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Khonghucu.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki banyak pulau yang terbentang dari Sabang sampai Merauke. Oleh karena itu,

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki banyak pulau yang terbentang dari Sabang sampai Merauke. Oleh karena itu, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk Republik, dan memiliki banyak pulau yang terbentang dari Sabang sampai Merauke. Oleh karena itu, negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seperti yang kita ketahui, Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan keanekaragaman etnis, budaya, adat-istiadat serta agama. Diantara banyaknya agama

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. dengan masuknya etnik Tionghoa di Indonesia. Medio tahun 1930-an dimulai. dan hanya mengandalkan warisan leluhurnya.

BAB IV PENUTUP. dengan masuknya etnik Tionghoa di Indonesia. Medio tahun 1930-an dimulai. dan hanya mengandalkan warisan leluhurnya. BAB IV PENUTUP 1.1. Simpulan Agama Tao masuk dan berkembang di Indonesia sejak abad 6 SM seiring dengan masuknya etnik Cina di wilayah Nusantara. Agama Tao diyakini berasal dari Kaisar Kuning (Huang Di)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kelompok-kelompok perorangan dengan jumlah kecil yang tidak dominan dalam

I. PENDAHULUAN. kelompok-kelompok perorangan dengan jumlah kecil yang tidak dominan dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hampir semua negara majemuk termasuk Indonesia mempunyai kelompok minoritas dalam wilayah nasionalnya. Kelompok minoritas diartikan sebagai kelompok-kelompok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keyakinan dan kepercayaannya. Hal tersebut ditegaskan dalam UUD 1945

BAB I PENDAHULUAN. keyakinan dan kepercayaannya. Hal tersebut ditegaskan dalam UUD 1945 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk Republik dan memiliki wilayah kepulauan yang terbentang dari Sabang sampai Merauke. Oleh karena itu, Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah I.1.1. Indonesia adalah Negara yang Memiliki Kekayaan Budaya

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah I.1.1. Indonesia adalah Negara yang Memiliki Kekayaan Budaya BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah I.1.1. Indonesia adalah Negara yang Memiliki Kekayaan Budaya Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk, dengan memiliki berbagai suku, bahasa, dan agama

Lebih terperinci

Ajaran Khong Hu Cu : Agama atau Pendidikan Moral?

Ajaran Khong Hu Cu : Agama atau Pendidikan Moral? Ajaran Khong Hu Cu : Agama atau Pendidikan Moral? Ringkasan buku dengan judul KEBUDAYAAN MINORITAS TIONGHOA DI INDONESIA Penulis : Leo Suryadinata Diterjemahkan oleh : Dede Oetomo Penerbit P T Gramedia

Lebih terperinci

PENGATURAN PERKAWINAN SEAGAMA DAN HAK KONSTITUSI WNI Oleh: Nita Ariyulinda Naskah diterima : 19 September 2014; disetujui : 3 Oktober 2014

PENGATURAN PERKAWINAN SEAGAMA DAN HAK KONSTITUSI WNI Oleh: Nita Ariyulinda Naskah diterima : 19 September 2014; disetujui : 3 Oktober 2014 PENGATURAN PERKAWINAN SEAGAMA DAN HAK KONSTITUSI WNI Oleh: Nita Ariyulinda Naskah diterima : 19 September 2014; disetujui : 3 Oktober 2014 Membentuk suatu keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang multi kultural dan multi etnis. Keberadaan etnis Cina di Indonesia diperkirakan sudah ada sejak abad ke-5. Secara umum etnis Cina

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL. i. HALAMAN PERSETUJUAN HARDCOVER.. ii. HALAMAN PERNYATAAN DEWAN PENGUJI. iii. ABSTRAKSI. iv. UCAPAN TERIMA KASIH v

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL. i. HALAMAN PERSETUJUAN HARDCOVER.. ii. HALAMAN PERNYATAAN DEWAN PENGUJI. iii. ABSTRAKSI. iv. UCAPAN TERIMA KASIH v ABSTRAKSI Pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, agama Khonghucu secara resmi diakui kembali sebagai salah satu agama yang dianut oleh penduduk Indonesia. Meskipun agama Khonghucu sudah

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Simpulan Dalam pembahasan sebelumnya telah dibahas mengenai kedatangan Etnis Tionghoa ke Indonesia baik sebagai pedagang maupun imigran serta terjalinnya hubungan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia diciptakan oleh sang kholiq untuk memiliki hasrat dan keinginan untuk melangsungkan perkawinan. Sebagaimana

Lebih terperinci

BAB III AGAMA KHONGHUCU PADA MASA ORDE LAMA DAN ORDE BARU DI SURAKARTA. A. Agama Khonghucu pada Masa Orde Lama di Surakarta

BAB III AGAMA KHONGHUCU PADA MASA ORDE LAMA DAN ORDE BARU DI SURAKARTA. A. Agama Khonghucu pada Masa Orde Lama di Surakarta 40 BAB III AGAMA KHONGHUCU PADA MASA ORDE LAMA DAN ORDE BARU DI SURAKARTA A. Agama Khonghucu pada Masa Orde Lama di Surakarta Pada jaman presiden Soekarno, agama bukan sebuah persoalan. Artinya, secara

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. aliran kepercayaan disetarakan statusnya layaknya agama resmi lainnya (Mutaqin

BAB V PENUTUP. aliran kepercayaan disetarakan statusnya layaknya agama resmi lainnya (Mutaqin 150 BAB V PENUTUP Pada tahun 1950an merupakan momen kebangkitan penghayat kepercayaan. Mereka mulai menunjukkan eksistensinya dengan membentuk organisasi berskala nasional. Wongsonegoro sebagai representasi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)

Lebih terperinci

NOVIYANTI NINGSIH F

NOVIYANTI NINGSIH F PENGAMBILAN KEPUTUSAN BERAGAMA PADA ANAK DARI PASANGAN BEDA AGAMA SKRIPSI Untuk memenuhi persyaratan Dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Psikologi Oleh : NOVIYANTI NINGSIH F 100 040 285 FAKULTAS PSIKOLOGI

Lebih terperinci

NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

file://\\ \web\prokum\uu\2004\uu htm

file://\\ \web\prokum\uu\2004\uu htm Page 1 of 16 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki berbagai macam suku, budaya, bahasa dan agama.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki berbagai macam suku, budaya, bahasa dan agama. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki berbagai macam suku, budaya, bahasa dan agama. Hindu adalah salah satu agama yang di akui oleh negara. Keanekaan merupakan ciri khas negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mereka sebut sebagai kepercayaan Tri Dharma. Perpindahan masyarakat Tiongkok

BAB I PENDAHULUAN. mereka sebut sebagai kepercayaan Tri Dharma. Perpindahan masyarakat Tiongkok BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mayoritas masyarakat Tiongkok memiliki tiga kepercayaan, yaitu ajaran Taoisme, Konghucu dan Buddhisme. Gabungan dari ketiga kepercayaan tersebut mereka sebut sebagai

Lebih terperinci

12. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)

12. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) 12. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS AKTIVITAS KOMUNITAS KHONGHUCU DI KELENTENG HWIE ING KIONG KOTA MADIUN

BAB IV ANALISIS AKTIVITAS KOMUNITAS KHONGHUCU DI KELENTENG HWIE ING KIONG KOTA MADIUN BAB IV ANALISIS AKTIVITAS KOMUNITAS KHONGHUCU DI KELENTENG HWIE ING KIONG KOTA MADIUN A. Aktivitas Keagamaan di Kelenteng Hwie Ing Kiong Telah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa penelitian ini menggunakan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG, DHARMOTTAMA SATYA PRAJA PEMERINTAH KABUPATEN SEMARANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2000 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN BADAN PERWAKILAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 102 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Peran Cheng Ho dalam proses perkembangan agama Islam di Nusantara pada tahun 1405-1433 bisa dikatakan sebagai simbol dari arus baru teori masuknya agama Islam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah Indonesia yang terbentang dari Sabang s2ampai Merauke dengan

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah Indonesia yang terbentang dari Sabang s2ampai Merauke dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah Indonesia yang terbentang dari Sabang s2ampai Merauke dengan luas 5.193.250 kilometer persegi 1 sudah pasti menyebabkan munculnya keanekaragaman dan kemajemukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebut dirinya dengan istilah Hokkian, Tiochiu, dan Hakka. Kedatangan

BAB I PENDAHULUAN. menyebut dirinya dengan istilah Hokkian, Tiochiu, dan Hakka. Kedatangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suku bangsa Tionghoa merupakan salah satu etnik di Indonesia. Mereka menyebut dirinya dengan istilah Hokkian, Tiochiu, dan Hakka. Kedatangan leluhur orang Tionghoa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA A. Pengertian Perkawinan Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan nomor 1 Tahun 1974. Pengertian perkawinan menurut Pasal

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kaya di Asia Tenggara. Hal ini begitu tampak dari pakaian, makanan, dan

BAB I PENDAHULUAN. kaya di Asia Tenggara. Hal ini begitu tampak dari pakaian, makanan, dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kebudayaan peranakan Tionghoa merupakan kebudayaan yang paling kaya di Asia Tenggara. Hal ini begitu tampak dari pakaian, makanan, dan bahasanya yang merupakan sintesa

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR : 729 TAHUN : 2006 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERANG, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 35,2004 YUDIKATIF. KEHAKIMAN. HUKUM. PERADILAN. Peradilan Tata Usaha Negara. Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara.

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Modul ke: HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA Fakultas TEKNIK Martolis, MT Program Studi Teknik Mesin NEGARA = State (Inggris), Staat (Belanda),Etat (Perancis) Organisasi tertinggi

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN Pada bab terakhir dalam penulisan skripsi yang berjudul Peristiwa Mangkok Merah (Konflik Dayak Dengan Etnis Tionghoa Di Kalimantan Barat Pada Tahun 1967), berisi mengenai simpulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maha Esa kepada setiap makhluknya. Kelahiran, perkawinan, serta kematian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maha Esa kepada setiap makhluknya. Kelahiran, perkawinan, serta kematian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan merupakan suatu anugerah yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa kepada setiap makhluknya. Kelahiran, perkawinan, serta kematian merupakan suatu estafet

Lebih terperinci

d. bahwa dalam usaha mengatasi kerawanan sosial serta mewujudkan, memelihara dan mengembangkan kehidupan masyarakat yang

d. bahwa dalam usaha mengatasi kerawanan sosial serta mewujudkan, memelihara dan mengembangkan kehidupan masyarakat yang RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO.: Ä Ä Ä TAHUN 2003 TENTANG KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

DHARMMOTTAMA SATYA PRAJA PEMERINTAH KABUPATEN SEMARANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 11 TAHUN 2006 TENTANG

DHARMMOTTAMA SATYA PRAJA PEMERINTAH KABUPATEN SEMARANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 11 TAHUN 2006 TENTANG DHARMMOTTAMA SATYA PRAJA PEMERINTAH KABUPATEN SEMARANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 11 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 57, 1999 KONVENSI. TENAGA KERJA. HAK ASASI MANUSIA. ILO. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

PENDIDIKAN PANCASILA. Pancasila Sebagai Ideologi Negara. Modul ke: 05Fakultas EKONOMI. Program Studi Manajemen S1

PENDIDIKAN PANCASILA. Pancasila Sebagai Ideologi Negara. Modul ke: 05Fakultas EKONOMI. Program Studi Manajemen S1 Modul ke: 05Fakultas Gunawan EKONOMI PENDIDIKAN PANCASILA Pancasila Sebagai Ideologi Negara Wibisono SH MSi Program Studi Manajemen S1 Tujuan Perkuliahan Menjelaskan: Pengertian Ideologi Pancasila dan

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG BADAN PERWAKILAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG BADAN PERWAKILAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG BADAN PERWAKILAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang : a. bahwa dalam rangka peningkatan

Lebih terperinci

PERUBAHAN KEDUA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN

PERUBAHAN KEDUA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERUBAHAN KEDUA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945-59 - - 60 - MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERUBAHAN KEDUA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan

Lebih terperinci

PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA

PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA Disajikan dalam kegiatan pembelajaran untuk Australian Defence Force Staff di Balai Bahasa Universitas Pendidikan Indonesia di Bandung, Indonesia 10 September 2007

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PANCASILA DISEBUT SEBAGAI SUMBER DARI SEGALA SUMBER HUKUM

PANCASILA DISEBUT SEBAGAI SUMBER DARI SEGALA SUMBER HUKUM PANCASILA DISEBUT SEBAGAI SUMBER DARI SEGALA SUMBER HUKUM Pasal 2 Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang- Undangan menyatakan Pancasila merupakan sumber dari segala sumber

Lebih terperinci

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

*14671 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 2004 (4/2004) TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

*14671 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 2004 (4/2004) TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright (C) 2000 BPHN UU 4/2004, KEKUASAAN KEHAKIMAN *14671 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 2004 (4/2004) TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KETAPANG

PEMERINTAH KABUPATEN KETAPANG PEMERINTAH KABUPATEN KETAPANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KETAPANG, Menimbang : Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

DAERAH NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG TENTANG PERMUSYAWARATAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA BUPATI MUSI RAWAS

DAERAH NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG TENTANG PERMUSYAWARATAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA BUPATI MUSI RAWAS PEMERINTAH KABUPATEN MUSI RAWAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat BUPATI MUSI RAWAS, : bahwa

Lebih terperinci

Makalah Pendidikan Pancasila

Makalah Pendidikan Pancasila Makalah Pendidikan Pancasila PANCASILA MELAWAN AGAMA STMIK AMIKOM YOGYAKARTA Di susun oleh : Nama : Anggita Dwi Chrisyana No : 11.12.6279 Jurusan : S1-Sistem Informasi FAKULTAS S1 SISTEM INFORMASI STMIK

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA SUKABUMI

BERITA DAERAH KOTA SUKABUMI BERITA DAERAH KOTA SUKABUMI TAHUN 2009 NOMOR 27 PERATURAN WALIKOTA SUKABUMI Tanggal : 29 Desember 2009 Nomor : 27 Tahun 2009 Tentang : PETUNJUK PELAKSANAAN PEMBENTUKAN DAN BUKU ADMINISTRASI RUKUN WARGA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1990 TENTANG AKADEMI ILMU PENGETAHUAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1990 TENTANG AKADEMI ILMU PENGETAHUAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1990 TENTANG AKADEMI ILMU PENGETAHUAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, enimbang: a. bahwa Tuhan Yang Maha Esa menciptakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekaligus penduduk terpadat di Kabupaten Langkat. Kecamatan ini dilalui oleh

BAB I PENDAHULUAN. sekaligus penduduk terpadat di Kabupaten Langkat. Kecamatan ini dilalui oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Stabat adalah ibu kota Kabupaten Langkat provinsi Sumatera Utara. Stabat memiiliki luas daerah 90.46 km², merupakan kota kecamatan terbesar sekaligus penduduk terpadat

Lebih terperinci

KEPALA DESA MADU SARI KABUPATEN KUBU RAYA PERATURAN DESA MADU SARI NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG

KEPALA DESA MADU SARI KABUPATEN KUBU RAYA PERATURAN DESA MADU SARI NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG KEPALA DESA MADU SARI KABUPATEN KUBU RAYA PERATURAN DESA MADU SARI NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PEMBENTUKAN PEMBERDAYAAN DAN KESEJAHTERAAN KELUARGA DESA MADU SARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saja, melainkan negara yang berdasarkan ke Tuhanan Yang Maha Esa, karena

BAB I PENDAHULUAN. saja, melainkan negara yang berdasarkan ke Tuhanan Yang Maha Esa, karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia bukanlah negara yang berdasarkan hanya kepada satu agama saja, melainkan negara yang berdasarkan ke Tuhanan Yang Maha Esa, karena terdapat banyak bermacam-macam

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA

TUGAS AKHIR KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA TUGAS AKHIR KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA HAK ASASI MANUSIA DALAM PANCASILA DOSEN PENGAMPU : HARI SUDIBYO S.KOM UNTUK MEMENUHI SALAH SATU SYARAT MATA KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA NAMA: HERI SANTOSO NIM: 11.11.5151

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SELAYAR NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SELAYAR,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SELAYAR NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SELAYAR, PERATURAN DAERAH KABUPATEN SELAYAR NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SELAYAR, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan lembaga permusyawaratan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 59, 1991 (ADMINISTRASI. LEMBAGA NEGARA. TINDAK PIDANA. KEJAKSAAN. Warganegara. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan

Lebih terperinci

2008, No.2 2 d. bahwa Partai Politik merupakan sarana partisipasi politik masyarakat dalam mengembangkan kehidupan demokrasi untuk menjunjung tinggi k

2008, No.2 2 d. bahwa Partai Politik merupakan sarana partisipasi politik masyarakat dalam mengembangkan kehidupan demokrasi untuk menjunjung tinggi k LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2, 2008 LEMBAGA NEGARA. POLITIK. Pemilu. DPR / DPRD. Warga Negara. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4801) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI PANDEGLANG NOMOR 82 TAHUN 2016 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI PANDEGLANG NOMOR 82 TAHUN 2016 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG, PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI PANDEGLANG NOMOR 82 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG, Menimbang Mengingat : : bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 73, 1985 (ADMINISTRASI. KEHAKIMAN. LEMBAGA NEGARA. Mahkamah Agung. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3316) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA. berbagai cara untuk mencapai apa yang diinginkan. Menurut Pusat Pembinaan

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA. berbagai cara untuk mencapai apa yang diinginkan. Menurut Pusat Pembinaan 10 II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep Usaha K. H. Abdurrahman Wahid Usaha merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mencapai suatu tujuan, dapat pula dikatakan

Lebih terperinci

Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 Terhadap Ketentuan Pasal 2 Ayat (2) Undang-Undang Perkawinan.

Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 Terhadap Ketentuan Pasal 2 Ayat (2) Undang-Undang Perkawinan. Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 Terhadap Ketentuan Pasal 2 Ayat (2) Undang-Undang Perkawinan Oleh: Pahlefi 1 Abstrak Tulisan ini bertujuan membahas dan menganalisis apakah

Lebih terperinci

Tugas Akhir Matakuliah Pancasila SEJARAH LAHIRNYA PANCASILA

Tugas Akhir Matakuliah Pancasila SEJARAH LAHIRNYA PANCASILA Tugas Akhir Matakuliah Pancasila SEJARAH LAHIRNYA PANCASILA STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2011 Nama : Muhammad Anis NIM : 11.11.5300 Kelompok : E Jurusan S1 TI Dosen : Abidarin Rosidi, Dr, M.Ma. ABSTRAKSI Artinya

Lebih terperinci

LATIHAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA

LATIHAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA LATIHAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA 1. BPUPKI dalam sidangnya pada 29 Mei sampai dengan 1 Juni 1945 membicarakan. a. rancangan UUD b. persiapan kemerdekaan c. konstitusi Republik Indonesia Serikat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG, Menimbang : Mengingat : a. bahwa untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Agama Khonghucu dalam dialek Hokkian memiliki nama asli Ru Jiao. Agama Khonghucu (Ru Jiao), maka Nabi Khonghucu merupakan nabi yang

BAB I PENDAHULUAN. Agama Khonghucu dalam dialek Hokkian memiliki nama asli Ru Jiao. Agama Khonghucu (Ru Jiao), maka Nabi Khonghucu merupakan nabi yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Agama Khonghucu dalam dialek Hokkian memiliki nama asli Ru Jiao atau Ji Kauw yang berarti agama bagi umat yang lembut hati adalah bimbingan hidup karunia Thian,

Lebih terperinci

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1974 (1/1974) Tanggal: 2 JANUARI 1974 (JAKARTA)

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1974 (1/1974) Tanggal: 2 JANUARI 1974 (JAKARTA) Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 1 TAHUN 1974 (1/1974) Tanggal: 2 JANUARI 1974 (JAKARTA) Sumber: LN 1974/1; TLN NO. 3019 Tentang: PERKAWINAN Indeks: PERDATA. Perkawinan.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

2008, No.59 2 c. bahwa dalam penyelenggaraan pemilihan kepala pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pem

2008, No.59 2 c. bahwa dalam penyelenggaraan pemilihan kepala pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pem LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.59, 2008 OTONOMI. Pemerintah. Pemilihan. Kepala Daerah. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 of 24 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN KEISTIMEWAAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN KEISTIMEWAAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH UNDANG-UNDANG NOMOR 44 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN KEISTIMEWAAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa sejarah panjang perjuangan rakyat Aceh

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

B U P A T I T A N A H L A U T PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT

B U P A T I T A N A H L A U T PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT 1 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 9 TAHUN 2015 B U P A T I T A N A H L A U T PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PERANGKAT DESA DAN BADAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA

HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA KELOMPOK 2: 1. Hendri Salim (13) 2. Novilia Anggie (25) 3. Tjandra Setiawan (28) SMA XAVERIUS BANDAR LAMPUNG 2015/2016 Hakikat Warga Negara Dalam Sistem Demokrasi Warga Negara

Lebih terperinci

NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBER, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

R U J U K A N UNDANG UNDANG DASAR 1945 DALAM PUTUSAN-PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI

R U J U K A N UNDANG UNDANG DASAR 1945 DALAM PUTUSAN-PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI R U J U K A N UNDANG UNDANG DASAR 1945 DALAM PUTUSAN-PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI Singkatan dalam Rujukan: PUTMK: Putusan Mahkamah Konstitusi HPMKRI 1A: Himpunan Putusan Mahkamah Konstitusi RI Jilid 1A

Lebih terperinci

PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN BUPATI SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERANG, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NO. 111 CONCERNING DISCRIMINATION IN RESPECT OF EMPLOYMENT AND OCCUPATION (KONVENSI ILO MENGENAI DISKRIMINASI DALAM

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.98, 2003 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4316) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 49, 1989 (AGAMA. KEHAKIMAN. PERADILAN. Perkawinan. Perceraian. Warisan. Warganegara. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3400) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MOJOKERTO

PEMERINTAH KABUPATEN MOJOKERTO p PEMERINTAH KABUPATEN MOJOKERTO PERATURAN DAERAH KABUPATEN MOJOKERTO NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI M0JOKERTO Menimbang : bahwa dengan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN TAHUN 2007 NOMOR 10 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN NOMOR : 10 TAHUN 2007 T E N T A N G

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN TAHUN 2007 NOMOR 10 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN NOMOR : 10 TAHUN 2007 T E N T A N G LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN TAHUN 2007 NOMOR 10 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN NOMOR : 10 TAHUN 2007 T E N T A N G PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KAMPUNG DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Title? Author Riendra Primadina. Details [emo:10] apa ya yang di maksud dengan nilai instrumental? [emo:4] Modified Tue, 09 Nov :10:06 GMT

Title? Author Riendra Primadina. Details [emo:10] apa ya yang di maksud dengan nilai instrumental? [emo:4] Modified Tue, 09 Nov :10:06 GMT Title? Author Riendra Primadina Details [emo:10] apa ya yang di maksud dengan nilai instrumental? [emo:4] Modified Tue, 09 Nov 2010 14:10:06 GMT Author Comment Hafizhan Lutfan Ali Comments Jawaban nya...

Lebih terperinci

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK Di dalam UUD 1945 Bab XA tentang Hak Asasi Manusia, pada dasarnya telah dicantumkan hak-hak yang dimiliki oleh setiap orang atau warga negara. Pada

Lebih terperinci

11. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Dasar (SD)

11. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Dasar (SD) 11. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Dasar (SD) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi pemandu dalam upaya mewujudkan

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang

Lebih terperinci

KEDUDUKAN HUKUM ANAK LUAR KAWIN YANG DIAKUI. Oleh: Mulyadi, SH., MH. ( )

KEDUDUKAN HUKUM ANAK LUAR KAWIN YANG DIAKUI. Oleh: Mulyadi, SH., MH. ( ) KEDUDUKAN HUKUM ANAK LUAR KAWIN YANG DIAKUI Oleh: Mulyadi, SH., MH. (081328055755) Abstrak Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah maka kalau terjadi perkawinan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

SEJARAH PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

SEJARAH PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA SEJARAH PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA SEJARAH PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA Asas kerakyatan mengandung arti bahwa kedaulatan ada pada rakyat. Segala hukum (recht, peraturan perundang-undangan)

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci