BAB I PENDAHULUAN. Asuransi pada hakekatnya merupakan usaha manusia dalam rangka memperkecil

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Asuransi pada hakekatnya merupakan usaha manusia dalam rangka memperkecil"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Asuransi pada hakekatnya merupakan usaha manusia dalam rangka memperkecil kerugian nilai ekonomi yang diakibatkan oleh terjadinya suatu resiko yang dialami dan tak terduga sebelumnya. 1 Sehubungan dengan perannya sebagai penanggung resiko usaha perasuransian merupakan sarana finansial yang sangat dibutuhkan baik oleh individu secara perorangan, maupun kelompok usaha maupun instansi pemerintah. Oleh karena itu kepercayaan masyarakat terhadap institusi dan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat pembeli jasa menjadi kunci sukses dari kegiatan bisnis asuransi ini. Perusahaan asuransi merupakan jasa yang mempunyai beberapa aspek persoalan, antara lain: struktur pasar yang dihadapi, polis, premi, dan nilai asuransi, serta penginvestasian dana. Pelaksanaan kegiatan yang dilakukan perusahaan tidak terlepas dari usaha pendanaan. Sumber pendanaan perusahaan asuransi antara lain berasal dari penerimaan premi asuransi yang dibayarkan oleh pemegang polis sebagai tertanggung, hasil penginvestasian dana, modal dari pemilik maupun pemegang saham perusahaan. Dari sumber-sumber yang ada, penerimaan premi adalah sumber paling pokok, karena sebagian besar pendapatan perusahaan berasal dari premi. Setaraf dengan kemajuan teknik modern dalam penghidupan manusia bermasyarakat, terkandung bahaya yang kian meningkat disebabkan kecelakaankecelakaan diluar kesalahannya. 2 Pada dasarnya, setiap warga negara harus mendapat perlindungan terhadap kerugian yang diderita karena resiko-resiko demikian. Ini merupakan suatu pemikiran 1 Ali Yafie, Menggagas Fiqih Sosial, Mizan, bandung, 1995, hlm Jasa Raharja, Penjelasan UU No.33 tahun 1964 dalam UU No.33 dan 34, Jakarta, tt, hlm. 7. 1

2 sosial. Oleh karena keadaan ekonomi dan keuangan dewasa ini belum mengizinkan, bahwa segala akibat mengadakan jaminan tersebut ditampung oleh pemerintah, maka perlu usaha ini dilakukan secara gotong royong. Manifestasi dari gotong royong ini adalah dengan pembentukan dana-dana yang cara pemupukannya dilakukan dengan mengadakan iuran-iuran wajib, dimana akan dianut prinsip bahwa golongan atau mereka yang berada atau mampu saja, sedangkan hasil pemupukannya akan dilimpahkan juga kepada perlindungan jaminan rakyat banyak. Oleh karena itu jaminan sosial rakyatlah yang menjadi pokok tujuan dari asuransi kecelakaan ini. Hal ini melihat kepada rakyat banyak yang mungkin menjadi korban resiko-resiko teknik modern, daripada kepada para pemilik atau pengusaha alat-alat modern yang bersangkutan. Dan jika jaminan itu dirasakan oleh rakyat, maka akan timbullah kegairahan sosial kontrol. Sebagai langkah pertama menuju ke suatu sistim jaminan sosial (social security) yang mengandung perlindungan tersebut, diadakan iuran-iuran wajib bagi para penumpang dari kendaraan bermotor umum, kereta api, pesawat terbang, perusahaan penerbangan nasional dan kapal perusahaan perkapalan atau pelayaran nasional dengan menganut prinsip tersebut. 3 Pembentukan dana-dana tersebut akan dipakai guna perlindungan bagi penumpang terhadap kecelakaan yang terjadi dengan alat-alat pengangkutan besar seperti kereta api, kapal laut, pesawat terbang, juga penumpang kendaraan bermotor umum perlu mendapat perlindungan yang sama. Penerimaan premi asuransi merupakan penerimaan sejumlah uang yang berasal dari kontrak asuransi yang melibatkan beberapa bagian dalam perusahaan, maka perlu ada koordinasi, sehingga aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan dapat berjalan lancar, dan tujuan perusahaan dapat tercapai. 3 Ibid., hlm.8. 2

3 Untuk dapat mengatur penggunaan tersebut secara efektif dan efisien, dana-dana yang dapat diinvestasikan tersebut, perlu dipusatkan dalam suatu badan pemerintah melalui suatu perusahaan negara, yang harus mengadministrasi dana-dana tersebut secara baik, sehingga terjaminlah kedua tujuan dari pemupukan dana-dana tersebut, yaitu: 1. Untuk sewaktu-waktu dapat menutup akibat keuangandisebabkan kecelakaan dalam perjalanan. 2. Tetap tersedianya investible-funds (dana investasi) yang dapat dipergunakan oleh pemerintah untuk pembiayaan pembangunan nasional semesta berencana.. Premi asuransi kecelakaan penumpang berasal dari iuran wajib penumpang pada waktu membeli tiket sekaligus didalamnya sudah termasuk premi asuransi kecelakaan. 4 Jadi secara otomatis penumpang sudah ter-cover asuransi. Sedangkan besarnya santunan yang diberikan oleh pemerintah melalui perusahaan asuransi berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan selalu disesuaikan. 5 Dalam hal kecelakaan penumpang, pemerintah menunjuk perusahaan asuransi sosial sebagai pelaksana UU No. 33 tahun 1964 jo. PP No. 17 Tahun 1965 yaitu PT. Jasa Raharja. Perusahaan ini yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan asuransi kecelakaan penumpang 6. Bahwa santunan asuransi kecelakaan penumpang dalam hal kematian korban, akan dikuasai oleh ahli waris setelah diambil untuk biaya perawatan, melunasi hutanghutang dan melaksanakan wasiat 7. Jadi segala sesuatu peninggalan si mati meliputi semua harta dan hak yang ditinggalkan, baik hak harta benda maupun hak bukan harta 4 PT. Jasa Raharja, Media Raharja No. 11 edisi Oktober 2003, dalam Besar Santunan, Jakarta, 2003, hlm Jasa Raharja, op.cit., hlm Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Beberapa Aspek Hukum Dagang di Indonesia dalam Perkembangan, Bina Cipta, Bandung, 1979, hlm Fathurrahman, Ilmu Waris, Bandung: PT. Al Ma arif, 1981, hal

4 benda merupakan harta warisan yang harus dibagikan kepada yang berhak menerimanya 8. Sabda rasul: "! Nabi SAW. Bersabda: Berikanlah bagian-bagian tertentu kepada orang-orang yang berhak. Dan siasnya untuk orang-laki-laki yang lebih utama (dekat kekerabatannya) 9 Mengasuransikan diri merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk untuk memperkecil resiko negatif yang mungkin akan terjadi, atau paling tidak dapat memperkecil akibat buruknya 10. Karena dengan tindakan tersebut, jika terjadi suatu musibah menimpa dirinya akan tertanggung oleh pihak yang telah sanggup untuk menanggung. Sehingga para ahli waris sedikit banyak akan dapat terjamin kehidupannya. Asuransi kecelakaan merupakan hal baru yang belum pernah terjadi baik pada zaman Rasulullah maupun pada masa sahabat, maka wajar kalau masalah hukum asuransi menjadi masalah khilafiyah, apakah hal itu haram atau halal. Pihak yang menganggap bahwa asuransi kecelakaan adalah haram karena dipandang bertentangan dengan prinsip - prinsip syariat dan ada unsur untung-untungan. Di lain pihak yang mengatakan bahwa asuransi kecelakaan itu halal, karena merupakan perjanjian tolong menolong dan sebelumnya sudah ada kesepakatan antara tertanggung dan penanggung. Untuk menetapkan masalah seperti ini yang belum ada dalam Al-Qur an dan Al- Hadits dapat dilakukan jalan ijtihad atau qiyas 11. Untuk dapat memakai metode tersebut sebagai landasan hukum, harus dengan memenuhi syarat dan rukunnya, yaitu adanya 8 Sayid Sabiq, Fiqhus Sunnah III, Beirut:,Darul Fikr, 1983, hal Muhammad Fu ad Abdul Baqi, Al-lu lu u Wa Al-Marjan, Drs. H. Muslich Shobir, Terjemah Al- Lu lu u Wa Al-Marjan, Koleksi Hadits-hadits yang Disepakati, Semarang, 1993, hlm Rooney Wilson, alih bahasa JT.Salim, Bisnis Menurut Islam Teori dan Praktek, PT. Intermasa. 1988, hal Masjfuk Zuhdi, Masailul Fiqhiyah, Jakarta: CV.Haji Masagung, 1992, hal

5 persamaan illat hukumnya antara masalah baru yang sedang dicari hukumnya dengan masalah pokok yang sudah ditetapkan hukumnya. Hal ini dimaksudkan agar masalah yang terjadi dapat diputuskan dengan benar sesuai dengan metode-metode hukum Islam, karena apabila digunakan dengan serampangan maka akan timbul kebingungan dan ketidakpastian hukum dalam masyarakat. Dalam penyelesaian asuransi kecelakaan penumpang, terutama dalam masalah kematian yaitu dengan matinya tertanggung maka yang berhak menerima santunan dan jaminan adalah pihak ketiga. Hal ini telah diatur dalam pasal 12 PP.No.17 Tahun 1965 tentang Ketentuan Ketentuan Pelaksanaan Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang yaitu disebutkan bahwa yang berhak mendapat ganti kerugian pertanggungan dalam hal kematian korban, adalah jandanya/dudanya yang sah; anakanaknya yang sah; dan dalam hal tidak ada jandanya/dudanya dan anak-anaknya yang sah; kepada orang tuanya yang sah 12. Sementara itu Putusan Mahkamah Agung No. 97 K/AG/1994 menetapkan bahwa santunan asuransi kecelakaan penumpang tersebut tidak termasuk tirkah, oleh karena itu tidak dapat difaraidkan. 13 Hal ini tentu saja berbeda dengan pembagian warisan menurut Islam, karena janda atau duda, anak, dan orang tua yang sah berhak mendapatkan harta peninggalan. 14 Hukum kewarisan Islam memiliki dasar yang sangat kuat,yaitu al-qur an, sunah rasul maupun pendapat sahabat, baik yang disepakati maupun yang mukhtlaf fih. 15 Firman Allah tentang pembagian warisan diantaranya QS. al-nisa, 4: 11 yang Ayat- 12 Jasa Raharja, UU No.33 dan 34, Jakarta: hlm IKAHI, Varia Peradilan Tahun XIV, NO. 159 Desember 1998, hal: Ahmad Rofiq, Hukum Islam Di Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998, hal Ibid, hlm

6 ayat yang lain diantaranya QS. al-nisa, 4:7,11-14, 33, 176; al- Anfal, 8:72; al- Ahzab,33: 4,5,6,40. artinya: Dan bagimu (suami-isteri) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu jika mereka tidak mempunyai anak. Jika isteri-isterimu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) sesudah dibayar utangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayarkan utangutangmu... (QS. Al-Nisa, 4:12) Sedangkan menurut Inpres no. 1 tahun 1991,tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 171 huruf d, telah merumuskan bahwa yang disebut tirkah adalah harta yang ditinggalkan oleh pewaris, baik yang berupa harta benda yang menjadi miliknya maupun hak-haknya. 16 Adapun ahli waris yang mendapatkan harta warisan apabila semua golongan ahli warisnya ada ialah anak, ayah, ibu, janda atau duda. Sehubungan dengan itu penyusun akan mencoba mencari jawaban terhadap pewarisan santunan asuransi kecelakaan yang diberikan oleh penanggung sebagai ganti rugi atas kematian dalam Putusan MA No. 97 K/AG/1994 menurut hukum Islam. B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang di atas, maka untuk mencapai pembahasan yang spesifik dan terarah, penyusun formulasikan sebagai berikut : 1. Bagaimana Putusan Mahkamah Agung No. 97 K/AG/1994 tentang pewarisan santunan asuransi kecelakaan? 2. Apa yang menjadi pertimbangan hukum Putusan Mahkamah Agung No. 97 K/AG/1994 tentang pewarisan santunan asuransi kecelakaan? 16 DEPAG RI, Bahan Penyuluhan Hukum; dalam Inpres No. 1 tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam, Jakarta, 1999/2000, hlm

7 3. Bagaimana analisis hukum Islam terhadap Putusan Mahkamah Agung No.97 K/AG/1994 tentang pewarisan santunan asuransi kecelakaan? C. TUJUAN DAN KEGUNAAN PENELITIAN Dalam penyusunan skripsi ini penyusun mempunyai tujuan : 1. Untuk mengetahui bagaimana Putusan Mahkamah Agung No. 97 K/AG/1994 tentang pewarisan santunan asuransi kecelakaan. 2. Untuk mengetahui apa saja yang menjadi pertimbangan hukum Putusan Mahkamah Agung No. 97 K/AG/1994 tentang pewarisan santunan asuransi kecelakaan. 3. Untuk mengetahui bagaimana analisis hukum Islam terhadap Putusan Mahkamah Agung No. 97 K/AG/1994 tentang pewarisan santunan asuransi kecelakaan. Adapun yang menjadi kegunaan dari penelitian ini adalah : 1. Dapat memberikan kontribusi pemikiran pada perkembangan hukum Islam, khususnya berkenaan dengan pewarisan santunan asuransi. 2. Sebagai sumbangan ilmu pengetahuan khususnya tentang hukum waris dalam tinjauan hukum Islam. D. TINJAUAN PUSTAKA Dalam tinjauan pustaka penyusun menggunakan beberapa buah bukusebagai acuan dan bahan perbandingan yang berkaitan dengan asuransi dan waris. 1. Drs. Muslich Maruzi (1981) dalam bukunya yang berjudul Pokok-Pokok Ilmu Waris 17, menerangkan tentang pengertian umum mawaris, ahli waris dan bagian-bagiannya, cara pembagian harta warisan serta dalil-dalilnya. Mengenai tirkah didefinisikan adalah apa-apa yang ditinggalkan si mati dan harta bendanya secara mutlak maupun yang 17 Muslich Maruzi, Pokok-Pokok Ilmu Waris, Semarang: Mujahidin, 1981, hlm. 2. 7

8 berpautan dengan hak orang lain, termasuk di dalamnya hak-hak yang bernilai harta. Dari pengertian tersebut, santunan asuransi kecelakaan merupakan hak yang merupakan peninggalan peserta asuransi dalam hal kecelakaan yang mengakibatkan kematian. Oleh karena itu harus dibagikan sesuai dengan bagian masing-masing. 2. TM. Hasbi Ash-Shiddiqie (1997), 18 dalam bukunya yang berjudul Fiqh Mawaris dijelaskan mengenai macam-macam pusaka dan urutan hak para waris. Di sini diatur tertib para waris dan derajat-derajat mereka, agar masing-masing waris mengambil hak dan bagiannya menurut kedudukannya atau hubungannya dengan muwaris. Dalam menerima pusaka urutannya adalah ashabul furudl, ashabah nasabiyah dzawurradd, dan dzawul arham. Apabila semua ahli waris tersebut ada, maka yang mendapatkan harta warisan adalah ashabul furudl yaitu: suami atau isteri, anak laki-laki, anak perempuan, bapak dan ibu. Sedangkan ahli waris yang lain terhalang oleh ashabul furudl. 3. Sajuti Thalib, SH (1995), dalam bukunya yang berjudul Hukum Kewarisan Islam di Indonesia 19 membahas tentang pengertian dan dasar untuk mewaris, penggolongan ahli waris, serta keutamaan sesama ahli waris. Disini dijelaskan bahwa sistem pewarisan sebelum Islam dan sesudah datangnya Islam berbeda, diantaranya tentang ahli waris yang berhak mendapatkan harta peninggalan. Dengan lengkapnya ahli waris maka akan timbul persoalan pengutamaan sesama ahli waris. Ada yang perlu didahulukan untuk mewaris dan ada pula yang menempati urutan agak di belakang. Penyelesaian persoalan ini ada kalanya dilakukan dengan merumuskan kelompok keutamaan dan ada kalanya dengan mempergunakan lembaga yang dikenal dengan hijab mahjub. 4. Drs. A. Hasyim Ali (1993); menulis buku dengan judul Pengantar Asuransi TM. Hasbi Ash-Shiddiqie, Fiqh Mawaris, Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, hlm Sajuti Thalib, Hukum Kewarisan Islam di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 1995, hlm A. Hasyim Ali, Pengantar Asuransi, Jakarta: 1993, hlm

9 Memuat tentang dasar-dasar asuransi yang menguraikan secara umum segala sesuatu mengenai asuransi; dan menerangkan tentang manajemen asuransi yang mendeskripsikan tentang tata cara dan pelaksanaan asuransi. Perusahaan asuransi dalam memikul resiko umumnya dalam kontrak asuransi dinyatakan dengan jumlah, walaupun ada penanggung yang mengganti tertanggung bukan dengan uang tetapi dengan jasa-jasa. Di samping itu penanggung hanya memikul beban finansial dan tidak dapat mengganti nilai perasaan atau beban psikologis dari suatu kerugian. Meninggalnya seorang yang dicintai menyebabkan penderitaan batin yang tak tertahankan yang sama sekali tak dapat diganti dengan penerimaan sejumlah uang dari penanggung. Kerugian semacam ini tidak dapat diukur dengan uang dan karenanya resiko demikian tidak dapat dipindahkan kepada penanggung. 5. K.H. Ali Yafie (1995), dalam bukunya yang berjudul Menggagas Fiqih Sosial. 21 Dijelaskan mengenai sifat-sifat dan bentuk-bentuk asuransi. Dalam garis besarnya, asuransi terbagi menjadi tiga bentuk,yaitu asuransi kerugian (shcade-verzekering), ialah suatu perjanjian asuransi yang bertujuan bahwa kerugian yang diderita oleh pihak tertanggung akan diganti oleh pihak penanggung; asuransi premi (premieverzekering),yaitu pihak asuransi mengadakan persetujuan asuransi dengan masingmasing pihak tertanggung secara sendiri-sendiri dan tidak ada hubungan hukum satu sama lain; dan asuransi wajib. Dikatakan asuransi wajib, karena ada salah satu pihak yang mewajibkan kepada pihak lain dalam mengadakan perjanjian. Pihak yang mewajibkan ini biasanya pemerintah, tetapi tidak selalu dimonopoli pemerintah. Pihak pemerintah dalam perjanjian pertanggungan ini adalah sebagai penanggung. Pemerintah dalam mengambil tindakan mewajibkan hal tersebut biasanya didasarkan 21 AlieYafie, op.cit., hlm

10 atas pertimbangan melindungi golongan-golongan lemah dari bahaya yang akan menimpanya. Akan tetapi tidak juga dapat dipungkiri bahwa disamping tujuan melindungi, tercapai juga tujuan lainnya, yaitu mengumpulkan sejumlah uang (premi) yang dapat dipergunakan oleh pemerintah untuk keperluan yang lebih penting. Melalui program asuransi yang pelaksanaannya dilakukan dengan sistem saling menanggung diharapkan dapat mewujudkan misi pemberdayaan umat (ekonomi dan sumber daya manusia) serta kultural masyarakat Indonesia. 6. Syekh Muhammad Yusuf Qardhawi dalam bukunya Al-Halal wa Al-Haram fi Al-Islam, setelah memaparkan pendapatnya yang menolak asuransi yang dipraktekkan sekarang, beliau juga mengemukakan konsepsi asuransi yang tidak bertentangan dengan Islam. Menurut beliau asuransi kecelakaan dapat disesuaikan dengan Islam dalam bentuk sumbangan berimbal sebagai bantuan untuk meringankan penderitaan. Bentuk asuransi seperti ini dibenarkan dalam pandangan sebagian madzhab Islam PT. Jasa Raharja, Undang-Undang No. 33 & 34. Di sini dimuat tentang dana pertanggungan wajib kecelakaan penumpang serta peraturan pemerintah yang mengatur tentang ketentuan-ketentuan pelaksanaan dana pertanggungan wajib kecelakaan penumpang, hal-hal mengenai dana pertanggungan kecelakaan diri bagi penumpang, penuntutan pembayaran ganti kerugian pertanggungan, larangan-larangan, dan ketentuan-ketentuan hukum. 8. M. Idris Ramulyo, dalam bukunya Perbandingan Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam dengan kewarisan KUHP dijelaskan bahwa bentuk dari harta warisan tidak dibedakan apakah sudah berwujud harta benda atau berupa hak yang ditinggalkan, baik hak harta benda maupun hak bukan harta benda. Islam sendiri memberi batasan bahwa warisan adalah harta dari seseorang yang meninggal dunia, yaitu: 22 Hamzah Ya qub, Kode Etik Dagang Menurut Islam,Pola Pembinaan Hidup Dalam Berekonomi, (Bandung: CV. Diponegoro,1992,hal

11 a. Baik berupa harta kekayaan yang berwujud dan dapat dinilai dengan uang termasuk di dalamnya piutang yang hendak ditagih (aktiva). b. Harta kekayaan yang merupakan hutang-hutang yang harus dibayar pada saat meninggal dunia (passiva). c. Juga harta kekayaan yang masih bercampur dengan harta bawaan masingmasing suami isteri, harta bersama dan sebagainya. d. Harta bawaan yang tidak dapat dimiliki langsung oleh suami isteri, misal harta pusaka. Jelas di sini bahwa santunan asuransi kecelakaan dapat dianggap sebagai harta warisan karena termasuk dalam piutang yang akan didapat dari perusahaan asuransi, hanya saja pembagian santunan kecelakaan ini, tidak dibagikan sesuai dengan pembagian waris dalam Islam, karena yang berhak menerima santunan dalam hal korban meninggal dunia tersebut adalah sebagaimana yang tercantum dalam pasal 12 PP. No.17 Tahun Studi ini akan memfokuskan bahasannya pada pewarisan santunan asuransi kecelakaan (penumpang). Karena luasnya kajian, maka penelitian ini akan mengambil kasus pada putusan MA No. 97. K/AG/ Dalam telaah pustaka, juga perlu dijelaskan mengapa penulis tertarik untuk melakukan kajian tentang hal ini, yaitu bahwa sepanjang sepengetahuan penulis kajian pewarisan santunan asuransi kecelakaan di Fakultas Syari ah IAIN Walisongo belum pernah ada yang membahasnya. Untuk itu penulis tertarik melakukan kajian tersebut. E. METODOLOGI PENELITIAN 1. Jenis Penelitian Penelitian yang penulis lakukan termasuk dalam jenis library research (studi kepustakaan) atau studi literasi yaitu jenis penelitian yang hanya melakukan 11

12 studi terhadap data kepustakaan dan dokumentasi. Dalam hal ini penulis hanya mengadakan studi terhadap buku-buku yang berkaitan dengan warisan dan asuransi. 2. Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif, yaitu penulis akan menggambarkan secara sistematis tentang warisan kaitannya dengan asuransi. Dengan mengidentifikasikan data kemudian diuraikan dengan menggunakan teoriteori dan pendapat-pendapat para ahli yang relevan dalam bidangnya secara sistematis, cermat, dan akurat. 3. Metode Pengumpulan Data Untuk mendapatkan data-data yang diperlukan dalam penelitian ini maka penulis menggunakan metode library research, yaitu suatu riset kepustakaan atau penelitian kepustakaan murni. 23 Buku-buku dan kitab-kitab yang ada kaitannya dengan asuransi dan kewarisan coba kaji dan analisa. Obyek utamanya adalah buku-buku perpustakaan. Selain itu penyusun menggunakan beberapa majalah, makalah, jurnal dan sejumlah tulisan yang dianggap relevan. Penelitian kepustakaan ini pun tentunya memiliki sumber data yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder. Karena penelitian ini menelaah putusan MA NO. 97. K/AG/ 1994 mengenai Pewarisan Santunan Asuransi Kecelakaan, maka data primernya adalah semua data (buku) yang menyangkut permasalahan tersebut. 23 Sutrisno Hadi, Metodologi Research, Yogyakarta: Andi Offset, 1998, hlm

13 Sumber data sekunder yaitu sumber data yang diperoleh atau dikutip dari sumber lain sehingga tidak bersifat otentik karena diperoleh dari tangan kedua, ketiga, dan seterusnya Metode Analisa Data Sesudah penyusun memperoleh data yang bersifat deskriptif- kualitatif, kemudian untuk memahami dan memperoleh kesimpulan yang valid akan digunakan pendekatan analisis isi (content analisys) terhadap Putusan MA No. 97 K/AG/1994 tentang pewarisan santunan asuransi kecelakaan. Sedangkan metode analisis isi adalah suatu metode penelitian untuk membuat inferensi-inferensi yang dapat ditiru dan sahih data dengan memperhatikan konteksnya. Dengan pengertian tersebut analisis isi dimaksudkan sebagai usaha menyajikan data tentang pewarisan santunan asuransi kecelakaan, secara apa adanya untuk kemudian dianalisa dan selanjutnya dicarikan formula baru sesuai dengan konteksnya. Content analisys merupakan analisis ilmiah tentang isi suatu komunikasi yang mencakup klasifikasi tanda-tanda yang dipakai dalam komunikasi, menggunakan kriteria sebagai dasar klasifikasi dan menggunakan teknik analisis tertentu sebagai pembuat prediksi. 25 F. SISTEMATIKA PENULISAN SKRIPSI Sistematika penulisan diperlukan dalam rangka mengarahkan tulisan agar runtun, sistematis, dan mengerucut pada pokok permasalahan, sehingga akan 24 Ibid 25 Noeng Muhadjir, Metodologi penelitian Kualitatif, Jakarta: Rake Sarasin, 1996, hlm

14 memudahkan pembaca dalam memahami kandungan dari suatu karya ilmiah. Adapun sistematika penulisan skripsi ini dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: 1. Bagian Awal Pada bagian ini memuat: Halaman Sampul, Halaman Judul, Penelitian, Halaman Pengesahan, Halaman Motto, Kata Pengantar, Daftar Isi,. 2. Bagian Inti. Skripsi ini dibagi ke dalam lima bab, yaitu: Bab I : Pendahuluan, terdiri dari: latar belakang masalah, Pokok masalah,tujuan dan kegunaan penelitian, Tinjauan pustaka, Metodologi penelitian, dan Sistematika penulisan skripsi. Bab II : Tinjauan umum tentang kewarisan, yang meliputi: Pengertian dan dasar hukum tentang waris, Tentang ahli waris, Hal-hal yang menghalangi warisan. Bab III: Tinjauan tentang putusan Mahkamah Agung No. 97 K/AG/1994 tentang pewarisan santunan asuransi kecelakaan, yang meliputi: Sekilas tentang asuransi hubungannya dengan harta warisan. Sekilas Putusan Mahkamah Agung No.97 K/AG/1994, dan Dasar Hukum yang dipakai dalam putusan Mahkamah Agung No.97 K/AG/1994. Bab IV: Analisis hukum Islam terhadap putusan Mahkamah Agung No.97 K/AG/1994 yang meliputi : Analisis terhadap dasar putusan Mahkamah Agung No. 97/ K/AG/1994 dan Analisis terhadap santunan asuransi sebagai harta warisan. Bab V : Penutup, terdiri dari: kesimpulan, saran-saran, dan penutup. 3. Bagian Akhir Pada bagian akhir skripsi ini memuat: Daftar Pustaka dan Lampiran-lampiran. 14

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara tentang warisan menyalurkan pikiran dan perhatian orang ke arah suatu

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara tentang warisan menyalurkan pikiran dan perhatian orang ke arah suatu BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah Berbicara tentang warisan menyalurkan pikiran dan perhatian orang ke arah suatu kejadian penting dalam suatu masyarakat tertentu, yaitu ada seorang anggota dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan bangsa dan mewujudkan perkembangan nasional juga

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan bangsa dan mewujudkan perkembangan nasional juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pola dasar pembangunan nasional meletakkan dasar-dasar bagi pembangunan bangsa dan mewujudkan perkembangan nasional juga pembangunan seluruh rakyat Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBIAYAAN MULTI JASA DENGAN AKAD IJARAH DI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARI'AH (BPRS) MITRA HARMONI SEMARANG

BAB I ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBIAYAAN MULTI JASA DENGAN AKAD IJARAH DI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARI'AH (BPRS) MITRA HARMONI SEMARANG BAB I ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBIAYAAN MULTI JASA DENGAN AKAD IJARAH DI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARI'AH (BPRS) MITRA HARMONI SEMARANG A. LATAR BELAKANG Dalam kehidupan sosial kemasyarakatan, manusia

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS PASAL 209 KHI TENTANG WASIAT WAJIBAH DALAM KAJIAN NORMATIF YURIDIS

BAB III ANALISIS PASAL 209 KHI TENTANG WASIAT WAJIBAH DALAM KAJIAN NORMATIF YURIDIS 64 BAB III ANALISIS PASAL 209 KHI TENTANG WASIAT WAJIBAH DALAM KAJIAN NORMATIF YURIDIS A. Implikasi Yuridis Pasal 209 KHI Kedudukan anak angkat dan orang tua angkat dalam hokum kewarisan menurut KHI secara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1964 TENTANG DANA PERTANGGUNGAN WAJIB KECELAKAAN PENUMPANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1964 TENTANG DANA PERTANGGUNGAN WAJIB KECELAKAAN PENUMPANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1964 TENTANG DANA PERTANGGUNGAN WAJIB KECELAKAAN PENUMPANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa berhubung dengan perkembangan masyarakat dewasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Amir Syarifudin, Hukum Kewarisan Islam, Fajar Interpratama Offset, Jakarta, 2004, hlm.1. 2

BAB I PENDAHULUAN. Amir Syarifudin, Hukum Kewarisan Islam, Fajar Interpratama Offset, Jakarta, 2004, hlm.1. 2 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hukum Islam merupakan hukum Allah. Dan sebagai hukum Allah, ia menuntut kepatuhan dari umat Islam untuk melaksanakannya sebagai kelanjutan dari keimanannya kepada Allah

Lebih terperinci

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM A. Dasar Pertimbangan Hakim Mahkamah Agung Terhadap Putusan Waris Beda Agama Kewarisan beda agama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan, perdagangan terutama dalam bidang ekonomi. Merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan, perdagangan terutama dalam bidang ekonomi. Merupakan suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era yang penuh dengan segala persaingan baik pada sektor pemerintahan, perdagangan terutama dalam bidang ekonomi. Merupakan suatu hal yang sedang marak

Lebih terperinci

PEMBAHASAN KOMPILASI HUKUM ISLAM

PEMBAHASAN KOMPILASI HUKUM ISLAM PEMBAHASAN KOMPILASI HUKUM ISLAM Materi : HUKUM KEWARISAN Oleh : Drs. H.A. Mukti Arto, SH, M.Hum. PENDAHULUAN Hukum Kewarisan Hukum Kewarisan ialah Hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan

Lebih terperinci

PEMBAGIAN HARTA WARISAN DALAM PERKAWINAN POLIGAMI PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

PEMBAGIAN HARTA WARISAN DALAM PERKAWINAN POLIGAMI PERSPEKTIF HUKUM ISLAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DALAM PERKAWINAN POLIGAMI PERSPEKTIF HUKUM ISLAM Vera Arum Septianingsih 1 Nurul Maghfiroh 2 Abstrak Kewarisan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sebuah perkawinan. Islam

Lebih terperinci

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 33 TAHUN 1964 (33/1964) Tanggal: 31 DESEMBER 1964 (JAKARTA)

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 33 TAHUN 1964 (33/1964) Tanggal: 31 DESEMBER 1964 (JAKARTA) Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 33 TAHUN 1964 (33/1964) Tanggal: 31 DESEMBER 1964 (JAKARTA) Sumber: LN 1964/137; TLN NO. 2720 Tentang: DANA PERTANGGUNGAN WAJIB KECELAKAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kewarisan itu sangat erat kaitannya dengan kehidupan manusia, karena setiap manusia pasti akan mengalami suatu peristiwa meninggal dunia di dalam kehidupannya.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1964 TENTANG DANA PERTANGGUNGAN WAJIB KECELAKAAN PENUMPANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1964 TENTANG DANA PERTANGGUNGAN WAJIB KECELAKAAN PENUMPANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 1964 TENTANG DANA PERTANGGUNGAN WAJIB KECELAKAAN PENUMPANG PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa berhubung dengan perkembangan masyarakat dewasa ini sebagai langkah pertama menuju

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP GUGATAN TIDAK DITERIMA DALAM PERKARA WARIS YANG TERJADI DI PENGADILAN AGAMA GRESIK. (Putusan Nomor : /Pdt.G/ /Pa.

BAB IV ANALISIS TERHADAP GUGATAN TIDAK DITERIMA DALAM PERKARA WARIS YANG TERJADI DI PENGADILAN AGAMA GRESIK. (Putusan Nomor : /Pdt.G/ /Pa. BAB IV ANALISIS TERHADAP GUGATAN TIDAK DITERIMA DALAM PERKARA WARIS YANG TERJADI DI PENGADILAN AGAMA GRESIK (Putusan Nomor : /Pdt.G/ /Pa.Gs) A. Analisis Tentang Dasar Hukum Hakim Tidak Menerima Gugatan

Lebih terperinci

HAK ANAK ANGKAT TERHADAP HARTA PENINGGALAN ORANG TUA ANGKAT MENURUT HUKUM ISLAM

HAK ANAK ANGKAT TERHADAP HARTA PENINGGALAN ORANG TUA ANGKAT MENURUT HUKUM ISLAM Hak Anak Angkat terhadap Peninggalan Orang Tua Angkat Menurut Hukum Islam Kanun Jurnal Ilmu Hukum Susiana No. 55, Th. XIII (Desember, 2011), pp. 139-148. HAK ANAK ANGKAT TERHADAP HARTA PENINGGALAN ORANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang pria atau seorang wanita, rakyat kecil atau pejabat tinggi, bahkan penguasa suatu

BAB I PENDAHULUAN. seorang pria atau seorang wanita, rakyat kecil atau pejabat tinggi, bahkan penguasa suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suatu hal yang tidak dapat dihindari adalah setiap orang tentu akan meninggal, baik ia seorang pria atau seorang wanita, rakyat kecil atau pejabat tinggi, bahkan

Lebih terperinci

Waris Tanpa Anak. WARISAN ORANG YANG TIDAK MEMPUNYAI ANAK Penanya: Abdul Salam, Grabag, Purworejo. (disidangkan pada hari Jum'at, 10 Februari 2006)

Waris Tanpa Anak. WARISAN ORANG YANG TIDAK MEMPUNYAI ANAK Penanya: Abdul Salam, Grabag, Purworejo. (disidangkan pada hari Jum'at, 10 Februari 2006) Waris Tanpa Anak WARISAN ORANG YANG TIDAK MEMPUNYAI ANAK Penanya: Abdul Salam, Grabag, Purworejo. (disidangkan pada hari Jum'at, 10 Februari 2006) Pertanyaan: Kami lima orang bersaudara: 4 orang laki-laki

Lebih terperinci

BAB IV PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN KEWARISAN TUNGGU TUBANG ADAT SEMENDE DI DESA MUTAR ALAM, SUKANANTI DAN SUKARAJA

BAB IV PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN KEWARISAN TUNGGU TUBANG ADAT SEMENDE DI DESA MUTAR ALAM, SUKANANTI DAN SUKARAJA BAB IV PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN KEWARISAN TUNGGU TUBANG ADAT SEMENDE DI DESA MUTAR ALAM, SUKANANTI DAN SUKARAJA A. Analisis Tradisi Pelaksanaan Kewarisan Tunggu Tubang Adat Semende di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri. Ikatan lahir ialah

BAB I PENDAHULUAN. seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri. Ikatan lahir ialah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan hal yang sangat penting bagi setiap individu, dalam perkawinan akan terbentuk suatu keluarga yang diharapkan akan tetap bertahan hingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meninggal dunia. Apabila ada peristiwa hukum, yaitu meninggalnya seseorang

BAB I PENDAHULUAN. meninggal dunia. Apabila ada peristiwa hukum, yaitu meninggalnya seseorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum kewarisan sangat erat kaitannya dengan ruang lingkup kehidupan manusia. Bahwa setiap manusia pasti akan mengalami suatu peristiwa yang sangat penting dalam hidupnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan, baik kesejahteraan jasmani maupun kesejahteraan rohani. Namun di dalam

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan, baik kesejahteraan jasmani maupun kesejahteraan rohani. Namun di dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam menjalani kehidupan di dunia ini, manusia selalu berusaha untuk memperoleh kesejahteraan, baik kesejahteraan jasmani maupun kesejahteraan rohani. Namun di dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ialah meningkatnya kesadaran masyarakat tentang perencanaan dan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. ialah meningkatnya kesadaran masyarakat tentang perencanaan dan kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu di antara pengaruh kemajuan di bidang teknologi informasi, ialah meningkatnya kesadaran masyarakat tentang perencanaan dan kebutuhan adanya suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang mengalami tiga peristiwa penting dan sangat berpengaruh

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang mengalami tiga peristiwa penting dan sangat berpengaruh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang mengalami tiga peristiwa penting dan sangat berpengaruh dalam kehidupannya, yaitu kelahiran, perkawinan dan kematian. Apabila seseorang meninggal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh karena itu kita perlu memahami tentang asuransi. Kebutuhan akan

BAB I PENDAHULUAN. oleh karena itu kita perlu memahami tentang asuransi. Kebutuhan akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hidup penuh dengan resiko yang terduga maupun tidak terduga, oleh karena itu kita perlu memahami tentang asuransi. Kebutuhan akan jasa perasuransian makin dirasakan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rasulullah SAW juga telah memerintahkan agar orang-orang segera

BAB I PENDAHULUAN. Rasulullah SAW juga telah memerintahkan agar orang-orang segera 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hubungan perkawinan antara seorang laki-laki dan perempuan pada kenyataannya merupakan sudut penting bagi kebutuhan manusia. Bahkan perkawinan adalah hukum

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HIBAH SEBAGAI PENGGANTI KEWARISAN BAGI ANAK LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DI DESA PETAONAN

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HIBAH SEBAGAI PENGGANTI KEWARISAN BAGI ANAK LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DI DESA PETAONAN BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HIBAH SEBAGAI PENGGANTI KEWARISAN BAGI ANAK LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DI DESA PETAONAN A. Analisis Terhadap Hibah Sebagai Pengganti Kewarisan Bagi Anak Laki-laki dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang merupakan ketentuan yang mengatur pelaksanaan perkawinan yang ada di Indonesia telah memberikan landasan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN A. Pengertian Hukum Waris Pengertian secara umum tentang Hukum waris adalah hukum yang mengatur mengenai apa yang harus terjadi dengan harta kekayaan seseorang yang

Lebih terperinci

WARIS ISLAM DI INDONESIA

WARIS ISLAM DI INDONESIA ISSN 2302-0180 8 Pages pp. 19-26 WARIS ISLAM DI INDONESIA Azharuddin 1, A. Hamid Sarong. 2 Iman Jauhari, 3 1) Magister Ilmu Hukum Program Banda Aceh e-mail : Budiandoyo83@yahoo.com 2,3) Staff Pengajar

Lebih terperinci

PEMBAGIAN WARISAN. Pertanyaan:

PEMBAGIAN WARISAN. Pertanyaan: PEMBAGIAN WARISAN Pertanyaan dari: EJ, di Cirebon (nama dan alamat diketahui redaksi) (Disidangkan pada Jum at, 13 Zulqa'dah 1428 H / 23 November 2007 M) Pertanyaan: Sehubungan kami sangat awam masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saat ini mempermudah masyarakat untuk mengalihkan risiko yang kemungkinan. kemudian hari kepada lembaga pengasuransian.

BAB I PENDAHULUAN. saat ini mempermudah masyarakat untuk mengalihkan risiko yang kemungkinan. kemudian hari kepada lembaga pengasuransian. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sesuai dengan sifatnya yang hakiki dari manusia dan kehidupan dunia ini, maka kehidupan manusia itu selalu mengalami masa pasang dan surut. Hal ini disebabkan oleh sifatnya

Lebih terperinci

Standar Kompetensi : 7. Memahami hukum Islam tentang Waris Kompetensi Dasar: 7.1 Menjelaskan ketentuan-ketentuan hukum waris 7.2 Menjelaskan contoh

Standar Kompetensi : 7. Memahami hukum Islam tentang Waris Kompetensi Dasar: 7.1 Menjelaskan ketentuan-ketentuan hukum waris 7.2 Menjelaskan contoh Standar Kompetensi : 7. Memahami hukum Islam tentang Waris Kompetensi Dasar: 7.1 Menjelaskan ketentuan-ketentuan hukum waris 7.2 Menjelaskan contoh pelaksanaan hukum waris 1 A. Pembagian Warisan Dalam

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA HUKUM TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA. BANGIL NOMOR 538/Pdt.G/2004/PA.Bgl PERSPEKTIF FIQH INDONESIA

BAB IV ANALISA HUKUM TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA. BANGIL NOMOR 538/Pdt.G/2004/PA.Bgl PERSPEKTIF FIQH INDONESIA BAB IV ANALISA HUKUM TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA BANGIL NOMOR 538/Pdt.G/2004/PA.Bgl PERSPEKTIF FIQH INDONESIA A. Analisa Terhadap Pertimbangan Putusan Hakim Pengadilan Agama Bangil Kewenangan Pengadilan

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. II/No. 8/Sep-Nov/2014. KEDUDUKAN DAN BAGIAN AHLI WARIS PENGGANTI DALAM HUKUM ISLAM 1 Oleh : Alhafiz Limbanadi 2

Lex et Societatis, Vol. II/No. 8/Sep-Nov/2014. KEDUDUKAN DAN BAGIAN AHLI WARIS PENGGANTI DALAM HUKUM ISLAM 1 Oleh : Alhafiz Limbanadi 2 KEDUDUKAN DAN BAGIAN AHLI WARIS PENGGANTI DALAM HUKUM ISLAM 1 Oleh : Alhafiz Limbanadi 2 A B S T R A K Seiring dengan perkembangan zaman juga pola pikir masyarakat, hal ini menghasilkan adanya berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Allah SWT telah menjadikan manusia saling berinteraksi antara satu

BAB I PENDAHULUAN. Allah SWT telah menjadikan manusia saling berinteraksi antara satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Allah SWT telah menjadikan manusia saling berinteraksi antara satu dengan yang lain. Mereka saling tolong-menolong, tukar-menukar keperluan dalam segala urusan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERSAMAAN DAN PERBEDAAN KETENTUAN PASAL 182 KHI DAN PERSPEKTIF HAZAIRIN TENTANG BAGIAN WARIS SAUDARA PEREMPUAN KANDUNG

BAB IV ANALISIS PERSAMAAN DAN PERBEDAAN KETENTUAN PASAL 182 KHI DAN PERSPEKTIF HAZAIRIN TENTANG BAGIAN WARIS SAUDARA PEREMPUAN KANDUNG BAB IV ANALISIS PERSAMAAN DAN PERBEDAAN KETENTUAN PASAL 182 KHI DAN PERSPEKTIF HAZAIRIN TENTANG BAGIAN WARIS SAUDARA PEREMPUAN KANDUNG A. Analisis Terhadap Ketentuan Pasal 182 Kompilasi Hukum Islam Tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam setiap kematian erat kaitannya dengan harta peninggalan. Setiap

BAB I PENDAHULUAN. Dalam setiap kematian erat kaitannya dengan harta peninggalan. Setiap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam setiap kematian erat kaitannya dengan harta peninggalan. Setiap harta yang ditinggalkan oleh seseorang baik yang bersifat harta benda bergerak maupun harta benda

Lebih terperinci

BAB IV. PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PUTUSAN NOMOR 732/Pdt.G/2008/PA.Mks DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV. PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PUTUSAN NOMOR 732/Pdt.G/2008/PA.Mks DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM BAB IV PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PUTUSAN NOMOR 732/Pdt.G/2008/PA.Mks DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM Analisis implementasi Hukum Islam terhadap ahli waris non-muslim dalam putusan hakim di Pengadilan Agama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau hak setelah ada seseorang yang meninggal dunia. Maka apabila ada

BAB I PENDAHULUAN. atau hak setelah ada seseorang yang meninggal dunia. Maka apabila ada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum kewarisan ialah hukum yang mengatur tentang pembagian harta atau hak setelah ada seseorang yang meninggal dunia. Maka apabila ada seseorang yang meninggal dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. musibah. Manusia dalam menjalankan kehidupannya selalu dihadapkan

BAB I PENDAHULUAN. musibah. Manusia dalam menjalankan kehidupannya selalu dihadapkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya dalam kehidupan ini manusia selalu dihadapkan dengan dua kejadian yaitu kejadian yang terjadi secara terencana dan kejadian yang muncul secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Islam ini mendapat perhatian besar karena pembagian warisan sering

BAB I PENDAHULUAN. Islam ini mendapat perhatian besar karena pembagian warisan sering 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur pembagian warisan, mengetahui bagian-bagian yang diterima dari harta peninggalan itu untuk setiap yang berhak. 1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur pembagian warisan,

BAB I PENDAHULUAN. Hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur pembagian warisan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur pembagian warisan, mengetahui bagian-bagian yang diterima dari harta peninggalan itu untuk setiap yang berhak. 1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hakikat sebagai makhluk sosial. Proses interaksi tersebut bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hakikat sebagai makhluk sosial. Proses interaksi tersebut bertujuan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan individu untuk melakukan proses interaksi antar sesama merupakan hakikat sebagai makhluk sosial. Proses interaksi tersebut bertujuan untuk menghasilkan

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG. Dari seluruh hukum yang ada dan berlaku dewasa ini di samping hukum

A. LATAR BELAKANG. Dari seluruh hukum yang ada dan berlaku dewasa ini di samping hukum BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dari seluruh hukum yang ada dan berlaku dewasa ini di samping hukum perkawinan, maka hukum kewarisan merupakan bagian dari hukum kekeluargaan yang memegang peranan yang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP PRAKTEK PEMBAGIAN WARISAN KEPADA AHLI WARIS PENGGANTI

BAB IV ANALISIS TERHADAP PRAKTEK PEMBAGIAN WARISAN KEPADA AHLI WARIS PENGGANTI BAB IV ANALISIS TERHADAP PRAKTEK PEMBAGIAN WARISAN KEPADA AHLI WARIS PENGGANTI A. Analisis Terhadap Deskripsi Pembagian Warisan Oleh Ibu Senen dan Bapak Kasiran Kepada Ahli Waris Pengganti Di Desa Kasiyan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap suatu persoalan berada pada tangan beliau. 2. Rasulullah, penggunaan ijtihad menjadi solusi dalam rangka mencari

BAB I PENDAHULUAN. terhadap suatu persoalan berada pada tangan beliau. 2. Rasulullah, penggunaan ijtihad menjadi solusi dalam rangka mencari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Al-Qur an sebagai firman Allah dan al-hadits merupkan sumber dan ajaran jiwa yang bersifat universal. 1 Syari at Islam yang terkandung dalam al- Qur an telah mengajarkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

I. PENDAHULUAN. Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, ditegaskan bahwa salah satu tujuan yang harus diwujudkan oleh negara adalah meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

PERBANDINGANN ANTARA HUKUM WARIS BARAT DENGAN HUKUM WARIS ISLAM

PERBANDINGANN ANTARA HUKUM WARIS BARAT DENGAN HUKUM WARIS ISLAM PERBANDINGANN ANTARA HUKUM WARIS PERDATA BARAT DENGAN HUKUM WARIS ISLAM Penulis : Agil Jaelani, Andri Milka, Muhammad Iqbal Kraus, ABSTRAK Hukum waris adalah hukum yang mengatur mengenai apa yang harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sudah barang tentu perikatan tersebut mengakibatkan timbulnya hakhak

BAB I PENDAHULUAN. sudah barang tentu perikatan tersebut mengakibatkan timbulnya hakhak A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Perkawinan merupakan suatu perjanjian perikatan antara suamiistri, sudah barang tentu perikatan tersebut mengakibatkan timbulnya hakhak dan kewajiban-kewajiban

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM REGULER MANDIRI UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2011

FAKULTAS HUKUM REGULER MANDIRI UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2011 PELAKSANAAN ASURANSI KECELAKAAN PENUMPANG BUS KOTA DI KOTA PADANG SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi persyaratan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENDAPAT IMAM AL-SYAFI I TENTANG KEWARISAN KAKEK BERSAMA SAUDARA. A. Analisis Pendapat Imam al-syafi i Tentang Kewarisan Kakek Bersama

BAB IV ANALISIS PENDAPAT IMAM AL-SYAFI I TENTANG KEWARISAN KAKEK BERSAMA SAUDARA. A. Analisis Pendapat Imam al-syafi i Tentang Kewarisan Kakek Bersama 58 BAB IV ANALISIS PENDAPAT IMAM AL-SYAFI I TENTANG KEWARISAN KAKEK BERSAMA SAUDARA A. Analisis Pendapat Imam al-syafi i Tentang Kewarisan Kakek Bersama Saudara Dan Relevansinya Dengan Sistem Kewarisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. barang-barang dicuri, dan sebagainya. Kemungkinan akan kehilangan atau

BAB I PENDAHULUAN. barang-barang dicuri, dan sebagainya. Kemungkinan akan kehilangan atau 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dalam hidupnya memiliki harta kekayaan sebagai hasil jerih payahnya dalam bekerja. Harta kekayaan tersebut bisa berupa rumah, perhiasan, ataupun kendaraan

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG AHLI WARIS BEDA AGAMA (Analisis terhadap Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 16K/AG/2010)

TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG AHLI WARIS BEDA AGAMA (Analisis terhadap Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 16K/AG/2010) TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG AHLI WARIS BEDA AGAMA (Analisis terhadap Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 16K/AG/2010) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menguntungkan, tetapi mungkin pula sebaliknya. Manusia mengharapkan

BAB I PENDAHULUAN. menguntungkan, tetapi mungkin pula sebaliknya. Manusia mengharapkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Asuransi atau pertanggungan timbul karna kebutuhan manusia. Seperti telah dimaklumi, bahwa dalam mengarungi hidup dan kehidupan ini, manusia selalu dihadapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menempatkan dirinya dalam perkembangan yang sangat pesat, seiring dengan

BAB I PENDAHULUAN. menempatkan dirinya dalam perkembangan yang sangat pesat, seiring dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan yang dilakukan bangsa Indonesia meliputi berbagai bidang kehidupan diantaranya idiologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebelum melangkah pada pembahasan selanjutnya, terlebih dahulu akan

BAB I PENDAHULUAN. Sebelum melangkah pada pembahasan selanjutnya, terlebih dahulu akan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Penegasan Judul Sebelum melangkah pada pembahasan selanjutnya, terlebih dahulu akan menegaskan arti dan maksud dari istilah-istilah yang terdapat dalam judul skripsi ini.dengan adanya

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAGIAN WARIS AHLI WARIS PENGGANTI. A. Pembagian waris Ahli Waris Pengganti Menurut Kompilasi Hukum Islam

BAB IV PEMBAGIAN WARIS AHLI WARIS PENGGANTI. A. Pembagian waris Ahli Waris Pengganti Menurut Kompilasi Hukum Islam BAB IV PEMBAGIAN WARIS AHLI WARIS PENGGANTI A. Pembagian waris Ahli Waris Pengganti Menurut Kompilasi Hukum Islam Dalam Kompilasi Hukum Islam adanya asas-asas kewarisan islam yaitu asas ijbari (pemaksaan),

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPAT IMAM SYAFI I TENTANG MAHAR DENGAN SYARAT

ANALISIS PENDAPAT IMAM SYAFI I TENTANG MAHAR DENGAN SYARAT ANALISIS PENDAPAT IMAM SYAFI I TENTANG MAHAR DENGAN SYARAT SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S1) dalam Bidang Hukum Perdata Islam Oleh:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. waris, dalam konteks hukum Islam, dibagi ke dalam tiga golongan yakni: 3

BAB I PENDAHULUAN. waris, dalam konteks hukum Islam, dibagi ke dalam tiga golongan yakni: 3 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Waris merupakan salah satu kajian dalam Islam yang dikaji secara khusus dalam lingkup fiqh mawaris. 1 Pengkhususan pengkajian dalam hukum Islam secara tidak langsung

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN ANAK DAN ORANG TUA DILIHAT DARI UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM

TINJAUAN HUKUM TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN ANAK DAN ORANG TUA DILIHAT DARI UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM TINJAUAN HUKUM TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN ANAK DAN ORANG TUA DILIHAT DARI UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM Oleh : Abdul Hariss ABSTRAK Keturunan atau Seorang anak yang masih di bawah umur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Islam telah mengatur setiap aspek kehidupan manusia baik yang. menyangkut segala sesuatu yang langsung berhubungan dengan Allah SWT

BAB I PENDAHULUAN. Islam telah mengatur setiap aspek kehidupan manusia baik yang. menyangkut segala sesuatu yang langsung berhubungan dengan Allah SWT BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Islam telah mengatur setiap aspek kehidupan manusia baik yang menyangkut segala sesuatu yang langsung berhubungan dengan Allah SWT maupun terhadap sesama umat

Lebih terperinci

H.M.A Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h.6

H.M.A Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h.6 BAB I PENDAHULUAN Dalam kehidupan, manusia tidak dapat hidup dengan mengandalkan dirinya sendiri. Setiap orang membutuhkan manusia lain untuk menjalani kehidupannya dalam semua hal, termasuk dalam pengembangbiakan

Lebih terperinci

ZAKIYAH SALSABILA

ZAKIYAH SALSABILA TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP ANAK BEDA AGAMA YANG MENDAPATKAN HARTA PENINGGALAN BERDASARKAN WASIAT WAJIBAH ( Analisis Penetapan Pengadilan Agama Cikarang Nomor 89/Pdt.P/2015/PA.Ckr ) SKRIPSI Diajukan

Lebih terperinci

STATUS HUKUM ANAK HASIL PERNIKAHAN SIRRI DAN AKIBAT HUKUMNYA

STATUS HUKUM ANAK HASIL PERNIKAHAN SIRRI DAN AKIBAT HUKUMNYA STATUS HUKUM ANAK HASIL PERNIKAHAN SIRRI DAN AKIBAT HUKUMNYA (STUDI PERBANDINGAN HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF INDONESIA) Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Allah SWT dari kaum laki-laki dan perempuan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Allah SWT dari kaum laki-laki dan perempuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan oleh Allah SWT dari kaum laki-laki dan perempuan dan kemudian dijadikan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar supaya saling kenal-mengenal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan mati, jadi wajar apapun yang terjadi di masa depan hanya dapat direka reka. itu tidak dapat diperkirakan kapan terjadinya.

BAB I PENDAHULUAN. akan mati, jadi wajar apapun yang terjadi di masa depan hanya dapat direka reka. itu tidak dapat diperkirakan kapan terjadinya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan ini tak ada seorangpun yang dapat memprediksi atau meramalkan apa yang akan terjadi di masa yang akan datang dengan baik dan sempurna. Meskipun telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Segi kehidupan manusia yang telah diatur Allah dapat dikelompokkan

BAB I PENDAHULUAN. Segi kehidupan manusia yang telah diatur Allah dapat dikelompokkan BAB I PENDAHULUAN Segi kehidupan manusia yang telah diatur Allah dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok. Pertama, hal-hal yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan Allah sebagai penciptanya. Aturan

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PEMBERIAN SANTUNAN DALAM KECELAKAAN LALU LINTAS PADA PT, JASA RAHARJA (PERSERO) CABANG PEKALONGAN SKRIPSI

PELAKSANAAN PEMBERIAN SANTUNAN DALAM KECELAKAAN LALU LINTAS PADA PT, JASA RAHARJA (PERSERO) CABANG PEKALONGAN SKRIPSI PELAKSANAAN PEMBERIAN SANTUNAN DALAM KECELAKAAN LALU LINTAS PADA PT, JASA RAHARJA (PERSERO) CABANG PEKALONGAN SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup atau sudah meninggal, sedang hakim menetapkan kematiannya. Kajian

BAB I PENDAHULUAN. hidup atau sudah meninggal, sedang hakim menetapkan kematiannya. Kajian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mafqud (orang hilang) adalah seseorang yang pergi dan terputus kabar beritanya, tidak diketahui tempatnya dan tidak diketahui pula apakah dia masih hidup atau

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1964 TENTANG DANA PERTANGGUNGAN WAJIB KECELAKAAN LALU-LINTAS JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1964 TENTANG DANA PERTANGGUNGAN WAJIB KECELAKAAN LALU-LINTAS JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 34 TAHUN 1964 TENTANG DANA PERTANGGUNGAN WAJIB KECELAKAAN LALU-LINTAS JALAN PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa berhubung. dengan perkembangan masyarakat dewasa ini, sebagai langkah pertama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyatakan: Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan berkaitan dengan istri atau suami maupun anak-anak yang masih memiliki

BAB I PENDAHULUAN. akan berkaitan dengan istri atau suami maupun anak-anak yang masih memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan manusia penuh dengan ketidakpastian. Ketidakpastian tersebut biasanya berhubungan dengan takdir dan nasib manusia itu sendiri yang telah ditentukan oleh Tuhan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak lepas dari berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak lepas dari berbagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak lepas dari berbagai permasalahan yang melingkupinya salah satu permasalahan yang sering muncul dalam kehidupan adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjalankan kehidupan sehari-hari setiap individu memiliki kepentingan

BAB I PENDAHULUAN. menjalankan kehidupan sehari-hari setiap individu memiliki kepentingan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia diciptakan oleh Allah sebagai makhluk sosial, artinya manusia tidak dapat melangsungkan hidup tanpa bantuan orang lain. Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2014, hlm.viii. 2 Nurul Ichsan Hasan, Pengantar Perbankan Syariah, Gaung Persada Pers Group, Cet ke-1, Jakarta, 2014, hlm.100.

BAB I PENDAHULUAN. 2014, hlm.viii. 2 Nurul Ichsan Hasan, Pengantar Perbankan Syariah, Gaung Persada Pers Group, Cet ke-1, Jakarta, 2014, hlm.100. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Umat Islam pada zaman sekarang ini semakin bersemangat untuk merealisasikan syariat di dalam kehidupan mereka sehingga dapat sesuai dengan tuntutan al-qur an dan al-sunnah.

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBAYARAN KLAIM ASURANSI JIWA AKIBAT TERTANGGUNG BUNUH DIRI

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBAYARAN KLAIM ASURANSI JIWA AKIBAT TERTANGGUNG BUNUH DIRI BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBAYARAN KLAIM ASURANSI JIWA AKIBAT TERTANGGUNG BUNUH DIRI (studi tentang ketentuan yang berlaku pada PT. Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya Surabaya) A. Analisis Hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang wajar dan dalam ajaran nabi, pernikahan ditradisikan menjadi sunnah beliau. dan Anas melihatnya, dan beliau bersabda:

BAB I PENDAHULUAN. yang wajar dan dalam ajaran nabi, pernikahan ditradisikan menjadi sunnah beliau. dan Anas melihatnya, dan beliau bersabda: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan wadah penyaluran kebutuhan biologis manusia yang wajar dan dalam ajaran nabi, pernikahan ditradisikan menjadi sunnah beliau. Sebagaimana

Lebih terperinci

BAB V. KOMPARASI PEMBAGIAN WARIS DAN WASIAT DALAM PERSPEKTIF KHI, CLD KHI DAN KUHPerdata

BAB V. KOMPARASI PEMBAGIAN WARIS DAN WASIAT DALAM PERSPEKTIF KHI, CLD KHI DAN KUHPerdata BAB V KOMPARASI PEMBAGIAN WARIS DAN WASIAT DALAM PERSPEKTIF KHI, CLD KHI DAN KUHPerdata Dalam pembahasan bab ini merupakan ulasan mengenai titik singgung antara pembagian kewarisan dalam KHI, CLD KHI dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh alam, dimana didalamnya telah di tetapkan ajaran-ajaran yang sesuai

BAB I PENDAHULUAN. seluruh alam, dimana didalamnya telah di tetapkan ajaran-ajaran yang sesuai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Islam adalah agama yang sempurna, agama yang memberi rahmat bagi seluruh alam, dimana didalamnya telah di tetapkan ajaran-ajaran yang sesuai bagi ummat manusia didalam

Lebih terperinci

BAB IV PENERAPAN AKTA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN AL QARDH. A. Analisis Penerapan Akta Jaminan Fidusia dalam Perjanjian Pembiayaan Al

BAB IV PENERAPAN AKTA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN AL QARDH. A. Analisis Penerapan Akta Jaminan Fidusia dalam Perjanjian Pembiayaan Al 48 BAB IV PENERAPAN AKTA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN AL QARDH A. Analisis Penerapan Akta Jaminan Fidusia dalam Perjanjian Pembiayaan Al Qardh Pada dasarnya ijab qabul harus dilakukan dengan

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM PERKAWINAN SIRI DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN. Oleh Sukhebi Mofea*) Abstrak

AKIBAT HUKUM PERKAWINAN SIRI DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN. Oleh Sukhebi Mofea*) Abstrak AKIBAT HUKUM PERKAWINAN SIRI DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN Oleh *) Abstrak Perkawinan merupakan suatu kejadian yang sangat penting dalam kehidupan seseorang. Ikatan perkawinan ini, menimbulkan akibat

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Penetapan hak waris anak dalam kandungan menurut mazhab Syafi i adalah. diperkirakan satu saja, lebih dari itu adalah langka.

BAB V PENUTUP. 1. Penetapan hak waris anak dalam kandungan menurut mazhab Syafi i adalah. diperkirakan satu saja, lebih dari itu adalah langka. BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Penetapan hak waris anak dalam kandungan menurut mazhab Syafi i adalah harta waris dalam kasus ini sebaiknya ditunda sampai janin yang ada dalam kandungan itu lahir hingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Allah melalui Rasulullah Muhammad SAW, untuk disampaikan kepada

BAB I PENDAHULUAN. Allah melalui Rasulullah Muhammad SAW, untuk disampaikan kepada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Syariat Islam merupakan ajaran yang universal yang diturunkan oleh Allah melalui Rasulullah Muhammad SAW, untuk disampaikan kepada ummatnya ke dunia ini sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kehidupan dan kegiatan manusia, pada hakikatnya mengandung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kehidupan dan kegiatan manusia, pada hakikatnya mengandung 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan dan kegiatan manusia, pada hakikatnya mengandung berbagai hal yang menunjukkan sifat hakiki dari kehidupan itu sendiri. Sifat hakiki yang di maksud disini

Lebih terperinci

AKIBAT PERKAWINAN DIBAWAH UMUR DALAM KELANGSUNGAN HIDUP. ( Studi Kasus Pengadilan Agama Blora)

AKIBAT PERKAWINAN DIBAWAH UMUR DALAM KELANGSUNGAN HIDUP. ( Studi Kasus Pengadilan Agama Blora) AKIBAT PERKAWINAN DIBAWAH UMUR DALAM KELANGSUNGAN HIDUP ( Studi Kasus Pengadilan Agama Blora) SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana Hukum

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG HARTA DALAM PERKAWINAN ISLAM. harta kerabat yang dikuasai, maupun harta perorangan yang berasal dari harta

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG HARTA DALAM PERKAWINAN ISLAM. harta kerabat yang dikuasai, maupun harta perorangan yang berasal dari harta BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG HARTA DALAM PERKAWINAN ISLAM A. Pengertian Harta Dalam Perkawinan Islam Menurut bahasa pengertian harta yaitu barang-barang (uang dan sebagainya) yang menjadi kekayaan. 1

Lebih terperinci

Mengingat: pasal-pasal 5 ayat 1, 20 ayat 1 dan 23 ayat 2 Undang-undang Dasar;

Mengingat: pasal-pasal 5 ayat 1, 20 ayat 1 dan 23 ayat 2 Undang-undang Dasar; UU 34/1964, DANA PERTANGGUNGAN WAJIB KECELAKAAN LALU LINTAS JALAN Oleh:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor:34 TAHUN 1964 (34/1964) Tanggal:31 DESEMBER 1964 (JAKARTA) Tentang:DANA PERTANGGUNGAN WAJIB KECELAKAAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian adalah peristiwa seseorang berjanji kepada seorang lain atau dua orang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian adalah peristiwa seseorang berjanji kepada seorang lain atau dua orang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian Asuransi 1. Pengertian Perjanjian Perjanjian adalah peristiwa seseorang berjanji kepada seorang lain atau dua orang itu berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Menurut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Risiko seperti ini akan selalu ada dan rentan terjadi pada setiap orang, baik

BAB 1 PENDAHULUAN. Risiko seperti ini akan selalu ada dan rentan terjadi pada setiap orang, baik 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hidup penuh dengan risiko, baik risiko yang terduga maupun yang tidak terduga, banyak kejadian dalam hidup yang dapat menyebabkan kerugian bagi seseorang bahkan

Lebih terperinci

BERSETUBUH SEBAGAI HAK SUAMI DALAM PERKAWINAN MENURUT IMAM MUHAMMAD BIN IDRIS AL SYAFI I

BERSETUBUH SEBAGAI HAK SUAMI DALAM PERKAWINAN MENURUT IMAM MUHAMMAD BIN IDRIS AL SYAFI I BERSETUBUH SEBAGAI HAK SUAMI DALAM PERKAWINAN MENURUT IMAM MUHAMMAD BIN IDRIS AL SYAFI I Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam Program Strata

Lebih terperinci

بسم االله الرحمن الرحیم

بسم االله الرحمن الرحیم KATA PENGANTAR بسم االله الرحمن الرحیم Segala puji bagi Allah SWT tuhan pencipta alam, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, seluruh keluarganya serta pengikut-pengikutnya. Alhamdulillah

Lebih terperinci

BAB III PROSES IJMA MENURUT ABDUL WAHAB KHALLAF DAN PROSES PENETAPAN HUKUM DALAM KOMISI FATWA MUI

BAB III PROSES IJMA MENURUT ABDUL WAHAB KHALLAF DAN PROSES PENETAPAN HUKUM DALAM KOMISI FATWA MUI BAB III PROSES IJMA MENURUT ABDUL WAHAB KHALLAF DAN PROSES PENETAPAN HUKUM DALAM KOMISI FATWA MUI A. Abdul Wahab Khallaf 1. Biografi Abdul Wahab Khallaf Abdul Wahab Khallaf merupakan seorang merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASAS SUBROGASI DAN PERJANJIANASURANSI

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASAS SUBROGASI DAN PERJANJIANASURANSI BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASAS SUBROGASI DAN PERJANJIANASURANSI 2.1 Asas Subrogasi 2.1.1 Pengertian asas subrogasi Subrogasi ini terkandung dalam ketentuan Pasal 284 Kitab Undang- Undang Hukum Dagang

Lebih terperinci

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2015 TENTANG BESAR SANTUNAN DAN IURAN WAJIB DANA PERTANGGUNGAN WAJIB KECELAKAAN PENUMPANG ALAT ANGKUTAN PENUMPANG

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KONTRAK OPSI SAHAM DI BURSA EFEK INDONESIA SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KONTRAK OPSI SAHAM DI BURSA EFEK INDONESIA SURABAYA 65 BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KONTRAK OPSI SAHAM DI BURSA EFEK INDONESIA SURABAYA A. Analisis Hukum Islam Terhadap Bursa Efek Indonesia Surabaya Ada dua jenis perdagangan di Bursa Efek Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. otomatis terkait dengan kebutuhan dasar yang diperlukan oleh manusia. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. otomatis terkait dengan kebutuhan dasar yang diperlukan oleh manusia. Dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Usaha untuk mendapatkan derajat kesehatan pada masyarakat yang tinggi dewasa ini diupayakan oleh pemerintah maupun swasta. Salah satu langkah yang ditempuh adalah

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP TRANSAKSI PEMBAYARAN DENGAN CEK LEBIH PADA TOKO SEPATU UD RIZKI JAYA

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP TRANSAKSI PEMBAYARAN DENGAN CEK LEBIH PADA TOKO SEPATU UD RIZKI JAYA 54 BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP TRANSAKSI PEMBAYARAN DENGAN CEK LEBIH PADA TOKO SEPATU UD RIZKI JAYA A. Analisis terhadap mekanisme transaksi pembayaran dengan cek lebih Akad merupakan suatu perikatan

Lebih terperinci

HUKUM KEWARISAN ISLAM HUKUM WARIS PROGRAM MAGISTER KENOTARIATAN FHUI

HUKUM KEWARISAN ISLAM HUKUM WARIS PROGRAM MAGISTER KENOTARIATAN FHUI HUKUM KEWARISAN ISLAM HUKUM WARIS PROGRAM MAGISTER KENOTARIATAN FHUI DOSEN Dr. Yeni Salma Barlinti, SH, MH Neng Djubaedah, SH, MH, Ph.D Milly Karmila Sareal, SH, MKn. Winanto Wiryomartani, SH, MHum. POKOK

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PEMBAGIAN WARISAN UNTUK JANDA MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN HUKUM WARIS ISLAM FITRIANA / D

PERBANDINGAN PEMBAGIAN WARISAN UNTUK JANDA MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN HUKUM WARIS ISLAM FITRIANA / D PERBANDINGAN PEMBAGIAN WARISAN UNTUK JANDA MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN HUKUM WARIS ISLAM FITRIANA / D 101 09 173 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan pembagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Artinya : Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah. (Q.S.Adz-Dzariyat: 49).

BAB I PENDAHULUAN. Artinya : Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah. (Q.S.Adz-Dzariyat: 49). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Al-Quran dinyatakan bahwa hidup berpasang-pasangan, hidup berjodoh-jodohan adalah naluri segala makhluk Allah, termasuk manusia. 1 Dalam surat Adz-Dzariyat ayat

Lebih terperinci