ETIKA PERSEMBAHYANGAN PURNAMA DAN TILEM DI PURA AGUNG MUNCAK SARI DUSUN II PULUK-PULUK SARI DESA BERABAN KECAMATAN BALINGGI KABUPATEN PARIGI MOUTONG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ETIKA PERSEMBAHYANGAN PURNAMA DAN TILEM DI PURA AGUNG MUNCAK SARI DUSUN II PULUK-PULUK SARI DESA BERABAN KECAMATAN BALINGGI KABUPATEN PARIGI MOUTONG"

Transkripsi

1 ETIKA PERSEMBAHYANGAN PURNAMA DAN TILEM DI PURA AGUNG MUNCAK SARI DUSUN II PULUK-PULUK SARI DESA BERABAN KECAMATAN BALINGGI KABUPATEN PARIGI MOUTONG N L. Ayu Eka Damayanti Program Studi Pendidikan Agama Hindu STAH Dharma Sentana Sulawesi Tengah niluhayueka_damayanti@yahoo.com ABSTRAK Tri Kerangka Dasar Agama Hindu merupakan tiga konsep yang mendasari ajaran Agama Hindu tersebut. Kalau salah satu dari ketiga aspek tersebut tidak dilaksanakan dengan baik, maka tujuan Agama Hindu tidak akan tercapai dengan sempurna. Sehingga dalam setiap melaksanakan aktivitas Agama Hindu terutama dalam hal yadnya atau persembahyangan suci tentu tidak pernah lepas dari konsep tri kerangka dasar Agama Hindu. Namun pada kenyataan etika masyarakat Dusun II Puluk-Puluk Sari dalam melaksanakan upacara persembahyangan belum sesuai dengan apa yang diharapkan sesuai dengan konsep tri kerangka dasar Agama Hindu. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimanakah Etika Persembahyangan Purnama dan Tilem di Pura Agung Muncak Sari Dusun II Puluk-Puluk Sari Desa Beraban Kecamatan Balinggi Kabupaten Parigi Moutong?, (2) Nilai-nilai Etika apakah yang terdapat dalam perembahyangan Purnama dan Tilem di Pura Agung Muncak Sari Dusun II Puluk-Puluk Sari Desa Beraban Kecamatan Balinggi Kabupaten Parigi Moutong? Tujuan diadakan penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran bagaimana Etika Persembahyangan Purnama dan Tilem di Pura Agung Muncak Sari Dusun II Puluk-Puluk Sari Desa Beraban Kecamatan Balinggi Kabupaten Parigi Moutong. Penelitian ini menggunakan pendekatan Kualitatif dengan sumber data primer sebagai sumber langsung, dan sumber data sekunder adalah sumber tidak langsung. Dalam penelitian ini pemilihan informan dilakukan dengan cara Purposive Sampling. Dengan metode pengumpulan data Observasi, Wawancara, Studi Kepustakaan, dan Dokumentasi. Teknik analisis data dalam penelitian ini mencakup tiga tahap yaitu reduksi data, penyajian data, dan kesimpulan. Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa: 1) Etika Persembahyangan Purnama dan Tilem Kurangnya pemahaman masyarakat mengenai ajaran etika dalam melaksanakan persembahyangan seperti sikap duduk yang benar, nunas tirtha yang baik, dalam berbusana dan etika berbicara. 2) Nilai-nilai Etika yang terdapat dalam Persembahyangan Purnama dan Tilem di Pura Agung Muncak Sari Dusun II Puluk-Puluk Sari nilai etika tata krama dan nilai etika kesopanan. Kata kunci: Etika, Nilai, persembahyangan, Purnama dan Tilem. 1. Pendahuluan Agama hindu merupakan agama yang tertua di dunia, ajaran-ajaranya bersumber pada kitab suci veda yang merupakan wahyu Tuhan Yang Maha Esa. Bila seorang secara mantap mengikuti semua ajaran agama yang bersumber pada sabda suci Tuhan Yang Maha Esa itu, maka akan diperoleh ketentraman dan kebahagian hidup yang sejati yang disebut moksartam jagaditha ya ca iti dharma. Agama hindu dikatakan agama yang lues dan fleksibel. Ini di karnakan agama hindu menyesuaikan dengan sistem desa, kala dan patra. Pada zaman ini sangat sulit untuk menemukan orang yang berbudi pekerti luhur, WIDYA GENITRI Volume 8, Nomor 1, Juli

2 oleh karna itu harus selalu menanamkan ajaran agama Hindu pada anak ataupun umat Hindu. Seperti dalam melaksanakan upacara keagamaan tidak lepas dari konsep tri kerangka dasar agama Hindu, yaitu tatwa, susila, dan upacara. Persembahyangan Purnama dan Tilem merupakan bagian dari upacara Dewa Yadnya dan tidak lepas dari konsep Tri Kerangka Dasar agama Hindu yang menjadi landasan terpenting dalam bidang tattwa atau filosofis ketuhanan, bidang susila atau etika dalam berprilaku, dan dalam bidang ritual atau upacaranya. Secara realita yang ada disekitar khususnya di Dusun II Puluk-Puluk Sari, pelaksanaan persembahyangan Purnama dan Tilem kalau dilihat sepintas tidak diragukan lagi mengenai hal ritual atau upacaranya. Tetapi dalam hal etika atau susila kurang dipahami dan terkadang dikesampingkan. Sebagian besar masyarakat Dusun II Puluk- Puluk Sari di dalam melaksanakan upacara persembahyangan Purnama dan Tilem kurang memahami secara benar bagaimanakah cara beretika dengan baik dan benar. Hal inilah yang menjadi kebiasaan kurang baik oleh masyarakat Dusun II Puluk-Puluk Sari khususnya dalam melaksanakan suatu aktivitas keagamaan. Tattwa merupakan inti dari ajaran agama hindu yang sudah dipahami secara benar oleh masyarakat Dusun II Puluk-Puluk Sari terutama pada pelaksanaan persembahyangan purnama dan tilem tersebut. Seperti tattwa atau filosofis dalam sarana upakara dupa, bunga, kwangen, canang dan lain sebagainya sudah diketahui oleh sebagian besar masyarakat Dusun II Puluk-Puluk Sari. Sesuai hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti di Dusun II Puluk-Puluk Sari etika masyarakat Dusun II Puluk-Puluk Sari dalam melaksanakan upacara persembahyangan belum sesuai dengan tata cara berprilaku yang baik sesuai dengan ajaran susila dalam tri kerangka dasar agama hindu. Seperti bagaimana sikap duduk yang benar dalam sembahyang, bagaimana etika dalam nunas tirta yang baik dan etika dalam menggunakan busana ke pura. Hal inilah yang belum dipahami dan dilaksanakan dengan baik oleh masyarakat Dusun II Puluk-Puluk Sari dalam melaksanakan upacara persembahyangan Purnama dan Tilem. Contohnya dalam muspa kramaning sembah, sikap duduk wanita ada yang menggunakan sikap silasana ada yang menggunakan sikap bajrasana, hal inilah yang perlu dibenahi supaya kebiasaan yang kurang baik tersebut tidak berlanjut pada generasi muda Hindu kedepan khususnya masyarakat Dususn II Puluk-Puluk Sari. Dalam penelitian ini peneliti memilih meneliti persembahyangan Purnama dan Tilem karena persembahyangan Purnama dan Tilem datang setiap 15 hari sekali sehingga sangat memungkinkan dan memudahkan peneliti untuk melaksanakan penelitian, dan disamping itu pada persembahyangan Purnama dan Tilem masih banyak umat yang melanggar tata cara beretika atau bersusila dalam melaksanakan WIDYA GENITRI Volume 8, Nomor 1, Juli

3 persembahyangan di Pura Agung Muncak Sari, Dusun II Puluk-Puluk Sari. Berdasarkan fenomena-fenomena tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti etika persembahyangan Purnama dan Tilem dengan judul Etika Persembahyangan Purnama dan Tilem di Pura Agung Muncak Sari Dusun II Puluk-Puluk Sari Kecamatan Balinggi Kabupaten Parigi Moutong Mengacu pada latar belakang yang dikemukakan di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah Etika Persembahyangan Purnama dan Tilem di Pura Agung Muncak Sari Dusun II Puluk-Puluk Sari Desa Beraban kecamatan Balinggi Kabupaten Parigi Moutong? 2. Nilai-Nilai Etika apakah yang terdapat dalam Persembahyangan Purnama dan Tilem di Pura Agung Muncak Sari Dusun II Puluk-Puluk Sari Desa Beraban Kecamatan Balinggi Kabupaten Parigi Moutong? Adapun tujuan secara khusus yang ingin dicapai dalam penelitian ini sesuai dengan rumusan masalah diatas adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui Etika Persembahyangan Purnama dan Tilem di Pura Agung Muncak Sari Dusun II Puluk-Puluk Sari Desa Beraban Kecamatan Balinggi Kabupaten Parigi Moutong.2. Untuk mengetahui Nilai-Nilai Etika yang terdapat dalam Persembahyangan Purnama dan Tilem di Pura Agung Muncak Dusun II Puluk-Puluk Sari Desa Beraban Kecamatan Balinggi Kabupaten Parigi Moutong. Manfaat Teoritis penelitian diharapkan dapat memberi manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan menambah bahan pustaka mengenai etika persembahyangan Purnama dan Tilem yang sesuai dengan ajaran susila. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan positif bagi pengembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan, khususnya tata cara beretika dalam Persembahyangan Purnama dan Tilem. Manfaat Praktis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat praktis sebagai berikut: 1. Mendafatkan pengetahuan yang lebih tentang etika, dalam ajaran Agama Hindu khususnya bagi masyarakat Dusun II Puluk-Puluk Sari. 2. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sumbangan pengetahuan bagi yang ingin lebih mendalami ajaran etika. 3. Bagi masyarakat, dapat digunakan sebagai bahan acuan dan pertimbangan dalam melaksanakan persembahyangan purnama dan tilem dengan etika yang baik dan benar. Ruang Lingkup Penelitian, peneliti batasi pada etika persembahyangan Purnama dan Tilem dan nilai-nilai etika apakah yang terdapat dalam persembahyangan Purnama dan Tilem di Pura Agung Muncak Sari Dusun II Puluk-Puluk Sari Kecamatan Balinggi Kabupaten Parigi Moutong. Nilai-nilai etika yang akan di bahas dalam penelitian ini adalah nilai etika Umat Hindu dalam melaksanakan persembahyangan Purnama dan Tilem yaitu etika sikap duduk, etika nunas tirta, dan etika dalam berbusana. 78 WIDYA GENITRI Volume 8, Nomor 1, Juli 2016

4 Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, penelitian kualitatif artinya prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orangorang atau perilaku yang dapat diamati. Sumber data dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan secara langsung dari para informan di lapangan, sedangkan data sekunder diperoleh atau dikumpulkan oleh peneliti dari sumber-sumber kepustakaan. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik observasi, teknik wawancara, dokumentasi, study kepustakaan. Instrumen utama dalam penelitian ini adalah manusia dalam hubungan ini adalah peneliti itu sendiri sebagai human instrumen, maka penelitian ini akan menggunakan instrumen berupa : pedoman observasi, pedoman wawancara,tape recorder, kamera. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah reduksi data, display (penyajian data), dan verifikasi (penyimpulan). 2. Hasil dan Pembahasan a. Etika Persembahyangan Purnama dan Tilem di Pura Agung Mucak Sari dusun II Puluk-Puluk Sari Desa Beraban Kecamatan Balinggi Kabupaten Parigi Muotong. Titib (1996:308) ajaran etika atau tata susila yakni tigkah laku yang baik dan besar untuk kebahagiaan hidup serta keharmonisan hubungan antara manusia dan Tuhan Yang Maha Esa, antar sesama manusia, manusia dengan alam semesta, dan ciptaan-nya. Ajaran etika dalam weda mencakup bidang yang sangat luas meliputi antara lain: kebenaran, kasih, tanpa kekerasan, kebajikan, ketekunan, kemurahan hati, keluhuran budhi pekerti, membenci sifat buruk, pantang berjudi, menjalankan kebajikan, percaya diri, membina hubungan yang serasi, mementingkan persatuan, kewaspadaan, kesucian hati, kemasyuran, kemajuan, pergaulan dengan orang-orang mulia, mengembangkan sifat-sifat ramahdan manis, persahabatan, dan lain-lain. Hasil wawancara dengan I Ketut Rawitana selaku Pemangku di Pura Agung Mucak Sari menyatakan bahwa: Etika adalah tngkah laku seseorang yang dilakukan di dalam kehidupannya sehari-hari, cara bergaul atau cara berbicara, sopan santun, saling menghormati dan saling menghargai Berdasarkan hasil wawancara di atas, dapat disimpulkan bahwa pemahaman etika sudah diketahui oleh Pinandita Pura Agung Mucak Sari yang nantinya bisa menjadi panutan oleh masyarakat Puluk sari. dusun II Puluk- Sejalan dengan wawancara dengan Ni Wayan Wati mengungkapkan pendapatnya bahwa: Ibu Wayan tidak tau apa itu Etika, karena ibu tidak pernah mendengarnya, dan ibu juga tidak tamat SD. Umat Hindu dusun II Puluk- Puluk Sari sangat kurang mendapat pembinaan mengenai ajaran-ajaran Agama Hindu Berdasarkan hasil wawancara di atas, dapat disimpulkan bahwa pemahaman WIDYA GENITRI Volume 8, Nomor 1, Juli

5 masyarakat yang awam mengenai ajaranajaran agama hindu tidak mengetahui ajaran etika. Hal ini di sebabkan karena kurangnya pembinaan pada masyarakat sehingga ajaran etika tidak dapat di terapkan dengan baik dalam Persembahyangan Purnama dan Tilem. Menurut I Ketut Rawitana sebagai pemangku menjelaskan: etika dalam persembahyangan merupakan suatu prilaku atau tingkah laku dalam beragama, dalam hal ini etika di dalam Persembahyangan Purnama dan Tilem di dusun II Puluk-Puluk Sari perlu di tingkatkan, karena etika masyarakat di dalam melaksanakan persembahyangan masih kurang dengan apa yang di harapkan Berdasarkan wawancara di atas, dapat di simpulkan bahwa pemahaman etika masyarakat dusun II Puluk-Puluk Sari dalam Persembahyangan Purnama dan Tilem belum sesuai dengan ajaran Agama Hindu. Hal ini dapat di lihat dalam sikap persembahyangan masyarakat Puluk-Puluk Sari, baik itu sikap duduk yang benar, sikap badan dalam sembahyang, sikap dalam nunas tirta yang baik, dan sikap dalam berbusana. Dari sikap tersebut masih terlihat kurangnya pemahaman masyarakat mengenai ajaran etika dalam melaksanakan persembahyangan. Hal inilah yang perlu di pahami supaya etika dalam sembahyang dapat berjalan dengan baik sesuai dengan ajaran Agama Hindu. Etika adalah pengetahuan tentang kesusilaan. Kesusilaan berbentuk kaidahkaidah yang berisi larangan-larangan atau suruhan-suruhan untuk berbuat sesuatu. Dengan demikian dalam etika kita akan dapat ajaran tentang perbuatan yang baik dan perbuatan yang buruk. Perbuatan baik itulah supaya dilaksanakan dan perbuatan yang buruk itu di hindari. Tiap-tiap perbuatan itu berdasarkan atas kehendak atau budhi. Jadi apa yang di perbuat orang itu bermula dari kehendak, oleh karena manusia di hadapkan dengan dua pilihan yaitu pilihan pada yang baik dn buruk maka ia harus mempunyai kehendak bebas untuk memilih. Tanpa kebebasan itu orang tidak dapat memilih yang baik. Dalam hal ini manusia mempunyi kebebasan yang terbatas juga, yan membatasi itu adalah norma-norma yang berlaku. Ngurah (1998:135). Hal ini di sebutkan dalam kitab Sarassamuccaya sloka 160 sebagai berikut: Cila ktikang pradhana ring ddi wwang, Hana prawrtining dadi wwang duccila apakanta, Praydjananika ring hurip, ring wibhawa, ring kapr Apan wyartha ika kabeh, yan tan hana cilayukti. Artinya: Susila itu adalah yang paling utama (dasar mutlak) pada titisan sebagai manusia, jika ada prilaku (tindakan) titisan sebagai manusia itu tidak susila apakah maksud orang itu dengan hidupnya, dengan kekuasaan dengan kebijaksanaan, sebab sia-sia itu semuanya (hidup, kekuasaan, dan kebijaksanaan) jika tidak ada penerapan kesusilaan pada perbuatan (praktek susila). Dari kutipan tersebut di atas bahwa susila atau etika merupakan hal yang paling penting untuk diperhatikan dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Khususnya dalam Persembahyangan Purnama dan Tilem, karena orang yang tidak melaksanakan susila 80 WIDYA GENITRI Volume 8, Nomor 1, Juli 2016

6 dengan baik hidupnya akan sia-sia dan tidak berguna. Etika Muspa dalam Persembahyangan Purnama dan Tilem Etika di dalam muspa sangat penting diperhatikan dalam melakukan persembahyangan yaitu: (1) etika sikap duduk, (2) etika nunas tirta, (3) etika berpakaian. Adapun uraiannya sebagai berikut: 1. Etika sikap duduk Menurut Ni Nyoman Karina menjelaskan bahwa: Sikap duduk untuk muspa yang baik adalah sikap silasana atau bersila untuk sikap duduk laki-laki, dan untuk sikap duduk perempuan adalah bajrasana atau bertimpuh dimana kedua tumit kaki diduduki sikap duduk dalam sembahyang duduk yang baik dan sopan menghadap padmasana (Wawancara, I Putu Sukanata,) Berdasarkan wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa, mengenai sikap dan tempat duduk yang sudah dijelaskan di atas harus dilaksanakan dan dipahami sesuai dengan tuntunan muspa di dalam melakukan persembahyangan terutama pada saat Persembahyangan Purnama dan Tilem. Hasil wawancara dengan Ni Ketut Sukanadi menyatakan bahwa: Persiapan sembahyang meliputi persiapan lahir dan bathin. Persiapan lahir meliputi sikap duduk yang baik, pengaturan nafas dan sikap tangan. Termasuk dalam persiapan lahir ialah sarana penunjang persembahyangan seperti pakaian yang bersih dan rapi. Membersihkan badan dengan mandi dan keramas supaya badan kita benar-benar bersih secara jasmani, karena kebersihan badan dan kesejukan lahir mempengaruhi ketenangan hati dalam melakukan persembahyangan terutama dalam memusatkan diri kepada Ida Shang Hyang Widhi Wasa (Wawancara, Ni Ketut Warni). Berdasarkan hasil wawancara di atas, dapat di simpulkan bahwa persiapan persembahyangan harus dengan ketenangan, sikap duduk yang baik, kesucian pikiran dan kebersihan badan dan kesejukan lahir mempengaruhi ketenangan hati dalam melakukan persembahyangan. Hasil wawancara Sudiarta menyatakan bahwa: dengan I Wayan Sikap tangan dalam melakukan Persembahyangan adalah sikap amustikarana yaitu bersikap tegap rata dengan ulu hati dan tiga jari dicakupkan menjadi satu diantaranya jari telunjuk dan dua ibu jari yang kanan di atas dan yang kiri di bawah. 2. Etika Nunas Tirtha Tirtha dan bija merupakan hal yang penting dalam melaksanakan persembahyangan. Sembahyang terasa belum lengkap ketika belum dapat nunas tirtha dan bija. Biasanya tirtha dan bija ini dibagikan setelah muspa kramaning sembah selesai. Tirtha merupakan air suci, yaitu air yang telah disucikan dengan suatu ritual khusus. Hasil wawancara yang di laksanakan dengan I Ketut Rawitana sebagai pemangku menyatakan bahwa: Pembagian tirtha dan bija ini oleh pinandita atau pemangku dan di bantu oleh jero sedahan atau istri pemangku. Pembagian tirtha dan bija ini di lakukan secara teratur, muulai dari tempat duduk yang paling depan hingga ke belakang WIDYA GENITRI Volume 8, Nomor 1, Juli

7 Etika dalam nunas tirtha ini harus mengambil sikap duduk yang benar dan tidak boleh sendiri. Namun pada kenyataanya masyarakat Puluk-Puluk Sari masih belum memahami cara nunas tirtha yang baik (wawancara, I Wayan Sukamada). Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa di dalam pembagian tirtha harus di bagikan oleh pinandita atau pemangku, dan di dalam nunas tirtha harus mengambil sikap duduk yang benar. Namun pada kenyataanya masyarakat khususnya masyarakat Puluk-Puluk Sari belum memahami cara nunas tirtha yang baik. Hasil wawancara yang dilaksanakan dengan Ni Wayan Sukarini menyatakan bahwa: pembagian tirtha masih belum sempurna, karena dalam memercikan tirtha seharusnya tiga kali. Dan masih ada juga masyarakat belum paham dlam melakukan penunasan tirtha. Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa kurangnya kesempurnaan dalam memercikan tirtha yang seharusnya dipercikan tiga kali, tetapi hanya dipercikan sekali, dan kurangnya pemahaman masyarakat dalam melakukan penunasan tirtha. 3. Etika dalam berbusana/berpakaian Penggunaan busana tidaklah terlepas dari kehidupan masyarakat pada umumnya. Hal ini disebabkan karena busana menjadi salah satu identitas suatu daerah yang dapat membedakan daerah satu dengan daerah yang lainnya. Busana adat suatu daerah akan menjadi ciri khas kebudayaan daerah tersebut. Hasil wawancara Ni Nengah Eriya Wati menyatakan bahwa: Dalam penggunaan busana sembahyang di Pura Agung Muncak Sari khususnya dalam Persembahyangan Purnama dan Tilem masyarakat dusun II Puluk-Puluk Sari menggunakan Busana Adat Bali Berdasarkan wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa, walaupun dalam kehidupan sehari-hari masyarakat menggunakan busana sama seperti masyarakat lain, namun dalam Persembahyangan Purnama dan Tilem ke Pura umat Hindu dusun II Puluk- Puluk Sari tetap menggunakan pakaian sembahyang. Etika berbusana ke Pura agak terganggu dengan munculnya model kebaya yang tipis dan transparan sehingga warna kulit dan lekuk tubuh si pemakai kelihatan dengan jelas. Tentunya pemandangan seperti ini tidak patut untuk ditampilkan di Pura, saat mana diperlukan kesucian pikiran dalam melakukan persembayangan. Jadi etika dalam hal ini sangat penting dalam menjaga kesopanan dalam berpakaian atau berbusana. Hasil wawancara Sukamada menyatakan bahwa: dengan I Wayan model tentu saja mempengaruhi etika dalam busana sembahyang kepura, apalagi jaman sekarang banyak model-model pakaian adat terbaru yang seperti kurang pantas dikenakan saat akan bersembahyang. Contohnya untuk pakaian adat wanita, sekarang anyak model kebaya yang dibuat dengan gaya leher yang rendah atau lebar dan membuat bagian dada sedikit terekspos, kemudian untuk kamennya sekarang ini banyak yang memakainya lebih pendek dari semestinya. Bahkan ada yang sampai dilutut, sehingga seringkali terasa kurang etis. Tujuan 82 WIDYA GENITRI Volume 8, Nomor 1, Juli 2016

8 kita ke Pura untuk sembahyang bukan untuk pasang fashion show Sejalan dengan wawancara di atas, Ni Wayan Sukarini menyatakan bahwa: Model semestinya jangan diterapkan pada busana sembahyang ke Pura, karena selalu mengikuti model atau trend, dengan menggunakan kebaya yang trasparan, kamen diatas lutut, dan warna yang mencolok bisa mengganggu konsentrasi orang lain Pakaian merupakan hal utama yang mempengaruhi penapilan seseorang berpakaian yang sopan dan rapi adalah cerminan mayarakat yang baik terutama dalam hal sembahyang ke Pura. Sembahyang sangat identik dengan kesucian, jadi pakaian yang digunakan dalam sembahyang syaratnya adalah bersih, suci dan dipakai secara rapi dan sopan. Menurut Ni Nyoman Yuli Arini menjelaskan bahwa: Keindahan dalam berpakaian sembahyang bukanlah syarat yang utama, baik itu yang bersifat model, tren,gaul dan sebagainya tidak menjadi jaminan dalam melaksanakan persembahyangan. Hal utama yang perlu diperhatikan adalah kebersihan dan kerapian pakaian saat busana dipakai, ketika berpakaian usahakan tidak mengganggu gerakan badan, jangan terlalu ketat sehingga dapat mengganggu pernafasan dan tidak kaku dalm melakukan gerakan yang nantinya dapat berpengaruh terhadap persembahyangan terutama dalam melakukan muspa Etika berpakaian perlu dipahami dan diperhatikan oleh masyarakat supaya tidak dipakai sebagai ajang model berpakaian yang baru. Pakaian dengan model- model yang baru biasanya sering dipamerkan ke Pura saat sembahyang seperti kain kebaya, sapari, destar, saput dan pakaian lainnya dengan harga yang bersaing. Hal itu yang harus kita hindari demi kesucian dan kelestarian budaya hindu kedepan supaya tidak punah. Hasil wawancara yang dilaksanakan dengan Ni Nengah Eriya Wati menyatakan bahwa: Etika berbusana dalam persembahyangan Purnama dan Tilem sangatlah penting, karena kita akan menghadap atau menyembah Hyang Widhi bukan untuk jalan-jalan, seharusnya pakai baju yang tidak mengganggu konsentrasi karena tujuan kita ke Pura bukan untuk bergaya tapi untuk sembahyang Berdasarkan hasil wawancara di atas, dapat disimpulkan bahwa etika berbusana ke Pura sangatlah penting, dimana kita harus memakai busana yang tidak mengganggu konsentrasi umat lainnya dalam persembahyangan, jangan hanya memikirkan kesenangan diri sendiri, tetapi juga pertimbangkan pikiran orang lain. Seperti yang di unggkapkan dalam sarasamuccaya, sloka 82 dan 86: Saivam pacyati caksusman manoyuktem caksusa Manasi vyakule jate pasyannapi na pasyati (sarasamuccaya,82) Artinya: Bahwa mata dikatakan dapat melihat berbagai barang, tiada lain hanya pikiran yang menyertai mata itu memandang,, jika pikiran bingung atau kacau, tidk turut menyertai mata sungguh pun memandang kepada suatu barang, tidak terlihat barang itu olehnya, sebab pikiran itulah sebenarnya yang mengetahui, sebab itu maka sesungguhnya pikiranlah yang memegang peranan utama. (Kajeng, 2010:71) Dari sloka di atas bahwa pikiranlah yang menguasai tingkah laku kita. Maka WIDYA GENITRI Volume 8, Nomor 1, Juli

9 kendalikanlah pikiran menuju hal-hal yang positif denga berbagai latihan. Dan bahwa pentingnya berpakaian atau berbusana yang sopan dan rapi dalam melakukan persembahyangan ke Pura akan membuat pikiran kita menjadi jernih, karena dalam hal ini sangat penting dalam menjaga kesopanan dalam berpakaian atau Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa etika persembahyangan Purnama dan Tilem di Dusun II Puluk-Puluk Sari Desa Beraban kurang memahami tata cara beretika dalam bersembahyang. Hal ini dapat dilihat dari sikap sembahyang masyarakat Puluk- Puluk Sari, baik itu dalam sikap duduk yang benar, dan sikap dalam berbusana. Dari sikap tersebut terlihat masih kurangnya pemahaman melaksanakan persembahyangan. Hal ini yang perlu dipahami supaya etika dalam sembahyang dapat berjalan dengan baik sesuai dengan ajaran Agama Hindu. Hasil wawancara yang dilaksanakan dengan I Wayan Jurka menyatakan bahwa: Kendala-kendala yang dihadapi dalam persembahyangan Purnama dan Tilem kurangnya kesadaran Umat Hindu khususnya Dusun II Puluk-Puluk Sari sebagian besar masyarakatnya lebih mementingkan pekerjaan daripada melaksanakan persembahyangan Purnama dan Tilem di Pura. Khususnya para pria atau bapak-bapak kalau tidak diabsen mereka tidak mau datang ke Pura, dan banyak masyarakat yang tidak hadir di Pura kalau tidak diabsen Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa kendala-kendala yang dihadapi dalam melaksanakan persembahyangan Purnama dan Tilem, kurangnya kesadaran umat hindu dalam melaksanakan persembahyangan Purnama dan Tilem. Sehingga masyarakat tidak mengetahui tata cara yang baik dan benar dalam bersembahyang. Berdasarkan pembahasan di atas, sesuai dengan teori tindakan menyatakan bahwa semakin mengerti mengenai perilaku dan norma yang telah dilakukan orang beserta alasannya, semakin baik pemikiran kita dalam mengarahkan seseorang untuk berperilaku baik lagi. Dan didalam melakukan tindakan dalam pemakaian adat Bali memiliki nilai baik dalam hubungan antar manusia. b. Nilai-nilai Etika yang terdapat dalam persembahyangnan Purnama dan Tilem di Pura Agung Mucak Sari dusun II Puluk-Puluk Sari Kecamatan Balinggi Kabupaten Parigi Muotong Persembahyangan Purnama dan Tilem di Pura Agung Mucak Sari Dusun II Puluk- Puluk Sari yang dilakanakan oleh masyarakat merupakan suatu bentuk persembahan bhakti kepada Tuhan Yang Maha Esa, Persembahyangan Purnama dan Tilem mengandung nilai-nilai etika yang luhur yang mencakup beberapa aspek dari nilai-nilai etika sikap duduk, nilai-nilai etika nunas tirtha, dan nilai-nilai etika berpakaian. Berikut akan dijelaskan nilai-nilai etika yang terdapat dalam persembahyangan Purnama dan Tilem yaitu: Hasil wawancara yang dilaksanakan dengan I Wayan Sukamada menyatakan bahwa: 84 WIDYA GENITRI Volume 8, Nomor 1, Juli 2016

10 Nilai etika pada persembahyangan Purnama dan Tilem yang saya ketahui, nilai etika dalam berpakaian dan sikap dalam persembahyangan 1. Nilai-Nilai Etika dalam Persembahyangan Purnama dan Tilem Nilai-nilai dalam persembahyangan Purnama dan Tilem perlu diperhatikan yaitu: (1) Nilai etika sikap duduk, (2) Nilai etika nunas tirtha, (3) Nilai etika berpakaian, (4) Nilai etika berbicara. Adapun uraian sebagai berikut: 1. Nilai etika sikap duduk Hasil wawancara yang dilaksanakan dengan Ni Ketut Sukanadi menyatakan bahwa: Etika sikap duduk usahakanlah ikap duduk itu dengan mengambil sikap badan yang tegak tetapi enak atau tidak kaku. Tidak boleh bungkuk atau miring dan jangan sikap tegang yang dibuat-buat. Usahakanlah duduk hingga tulang punggung dapat tegak lurus sikap duduk untuk muspa yang baik adalah sikap silasana atau besila untuk laki-laki, dan untuk sikap duduk untuk perempuan adalah bajrasana atau bertimpuh dimana kedua tumit kaki diduduki. Pada waktu mencari tempat duduk, tidak mengganggu tau menyinggung perasaan orang yang ada, disamping (Wawancara, I Wayan Sudiarta,) Berdasarkan wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa karena dengan sikap duduk yang benar dan tempat duduk yang nyaman akan menghantarkan kita menjadi lebih khusuk didalam menghubungkan diri kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Hasil wawancara dengan I Rawitana menyatakan bahwa: Ketut Mengenai tempat duduk didalam persembahyangan usahakan mengambil tempat duduk menghadap kedepan atau menghadapi pelinggih dari Ida Sang Hyang Widhi usahakanlah pada waktu mencari tempat duduk, kita tidak mengganggu atau menyinggung perasaan orang yang ada disamping kita. Dan janganlah lalu lalang didepan orang yang sedang muspa Berdasarkan wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa mengenai tempat duduk dalam persembahyangan harus menghadap kedepan atau menghadap pelinggih dan tidak boleh mengganggu orang yang berada disamping. 2. Nilai etika nunas tirtha Hasil wawancara Sukanata mengatakan : dengan I Putu tirtha ini ditunasi/dibagikan kemudian dipercikan di kepala, diminum tiga kali dan dipakai mencuci muka. Hal ini dimaksudkan agar pikiran dan hati kita menjadi bersih dan suci yaitu bebas dari segala kotoran, noda dan dosa. Begitu juga dengan bija, bija yang ditunas tersebut dipakai di jidat, dileher dan ditelan sebanyak tiga butir, (pemasangan bija) dilakukan setelah metirtha Berdasarkan wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa tirtha yang dibagikan, dipercikan dikepala, diminum tiga kali dan dipakai mencuci muka, agar pikiran dan hati kita menjadi bersih dan suci bebas daei sgala kotoran, noda, dan dosa. 3. Nilai etika berpakaian/berbusana Hasil wawancara dengan Ni Sukarini menyatakan bahwa: Wayan WIDYA GENITRI Volume 8, Nomor 1, Juli

11 Kalau menurut ibu nilai yang terdapat dalam Busana Adat Bali untuk wanita yaitu selendang atau biasa disebut anteng atau amed, baju kebaya yang dipakai tidak transparan, tidak mencolok biar tidak menjadi pusat perhatian, kamen yang sopan dan stagen atau longtorso Berdasarkan wawancara diatas, dapat disimpulkan bahwa semua itu yang harus dipakai oleh masyarakat khususnya para wanita atau generasi muda utnutk sembahyang, namun pada kenyataannya di Pura Agung Mucak Sari sudah cukup bagus, walaupun kurang memahami nilai yang terdapat dalam Busana Adat Bali yang dipakai. Hasil wawancara dengan I Wayan Jurka menyatakan bahwa: Nilai yang terdapat dalam Busana Adat Bali untuk pria adalah baju sapari, udeng atau destar, kamen, dan sesaput Kalau menurut bapak yang terpenting dalam pakaian adat bali untuk pria adalah Udeng dan Destar yang di kenakan di kepala dan di ikat ke depan dengan posisi ikatan menghadap ke atas agar pada saat sembahyang kita tidak berfikiran kesana kemari dengan tujuan bahwa kita siap untuk berkonsentrasi untuk mengikuti persembahyangan menujukan pikiran kepada Tuhan Yang Maha Esa (I Nyoman Kariasa,) yaitu: Seperti yang terdapat pada bhagawadgita Tesam aham samuddharta Mrtyu samsara sagarat Bhawami nachiorat partha Mayy avesita chetasam (Bhagawadgita, XII.7) Artinya: Bagi mereka yang pikiran bertuju terus menerus kepada-ku Wahai partha, aku segera menjadi penyelamat mereka Deari lautan penderitaan mahluk fana. (Pudja,312:2010) Sri bhagavan uvaca Mayy avasya mano ye mam Nitya-yukta upasate sraddhaya parayopetas te me yuktatama matah (Bhagawadgita, XII-2) Artinya: Sri Bhagavan bersabda: Mereka yang memusatkan pikiranya pada-ku, Dengan senantiasa mengendalikanya Dan dengan penuh kepercayaan Merekalah yang saya anggap terbaik dalam pelaksanaan yoga. (Pudja,309:2010) Jadi, pikiran itulah yang akan mengantarkan sembah bhakti kita kepada Idha Sang Hyang Widhi, artinya jika sembahyang pikiran kita terfokuskan pada Ida Sang Hyang Widhi, maka puja bhakti kita akan sampai pada-nya. Hasil wawancara dengan Ni Karina menyatakan bahwa: Nyoman Berpakaian yang ketat berwarna yang mencolok dapat menggngu pikiran orang yang melihatnya, ussahakan pakaian yang di gunakan sesuai dengan ukuran tubuh. Jangan sampai memperlihatkan bentuk atau lekukan dengan pakaian yang ketat atau transparan, selain itu masalah warna janganlah sampai mengundang perhatian orang lain, sehingga dapat mengganggu pelaksanaan persembahyangan Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat di simpulkan bahwa berpakaian yang bersih, rapi, dan sopan akan membuat suasana persembahyangan akan menjadi aman dan nyaman. Nilai etika yang di bahas dalam penelitian ini adalah etika Umat Hindu dalam persembahyangan Purnama dan Tilem. Jadi nilai-nilai etika yang terdapat dalam persembahyangan Umat Hindu dalam persembahyangan Purnama dan Tilem yaitu 86 WIDYA GENITRI Volume 8, Nomor 1, Juli 2016

12 nilai etika kesopanan, contohnya etika dalam berbusana ke pura, seperti etika yang terdapat dalam Busana Adat Bali Wanita, nilai etika yang terdapat dalam Busana Adat Bali untuk Pria, model etika Busana sembah yang kepura dan masih banyak lagi nilai-nilai etika yang terdapat dalam persembahyangan Purnama dan Tilem. Apabila Umat Hindu dalambersembah yang telah mengamalkan nilai-nilai etika dalam kegiatan Persembahyangan niscaya persembahyangan akan menjadi lebih. Busana Adat Bali sesungguhnya memiliki nilai-nilai atau makna. Dengan demikian Busana Adat Bali di buat berdasarkan nilai yang ingin disampaikan. Setiap bagian Busana Adat Bali di harapkan memiliki nilai yang baik ketika seseorang menggunakanya. Hal tersebut sesuai dengan teori nilai yang menegaskan bahwa setiap obyek memiliki nilai termasuk pakaian Adat Bali. 4. Nilai Etika Berbicara Hasil wawancara dengan I Rawitana menyatakan bahwa: Ketut Etika berbicara sangat penting dalam proses persembahyangan, karena itu sangat penting untuk dipahami misalnya ketika memasuki Pura wajib mengucapkan salam Om Swastyastu saat bertemu dengan umat sedharma, kemudian pada saat di Pura tidak boleh berbicara yang kotor-kotor atau berbicara kasar dan membicarakan orang lain Hendaknya setiap umat harus mengontrol pembicaraannya ketika persembahyangan akan dimulai, dan ketika selesai sembahyang Umat Hindu tetap berbicara sopan sampai nunas tirtha dan bija selesai, sehingga diperbolehkan kembali kerumah masing-masing (Wawancara, Ni Wayam Sukarini, ). Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa etika berbicara sangat penting didalam proses Persembahyangan dimana ketika memasuki Pura wajib mengucapkan salam Om Swastyastu saat bertemu dengan Umat Sedharma, dan Umat harus bisa mengontrol pembicaraannya ketika persembahyangan dimulai. 3. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data mengenai Etika Persembahyangan purnama dan Tilem di Pura Agung Muncak Sari Dusun II Puluk-Puluk Sari Desa Beraban Kecamatan Balinggi Kabupaten Parigi Moutong adalah dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Etika persembahyangan Purnama dan Tilem di Pura Agung Muncak Sari Dusun II Puluk-Puluk Sari belum sesuai dengan ajaran Agama Hindu. Kurangnya pemahaman masyarakat mengenai ajaran etika dalam melaksanakan persembahyangan seperti etika sikap duduk yang benar, etika nunas tirtha dan bija yang baik, etika dalam berbusana, dan etika berbicara. Hal inilah yang perlu dipahami supaya etika dalam sembahyangn dapat berjalan dengan baik sesuai dengan ajaran Agama Hindu. 2. Nilai-nilai Etika yang terdapat dalam Persembahyangan Purnama dan Tilem di Pura Agung Muncak Sari Dusun II Puluk- WIDYA GENITRI Volume 8, Nomor 1, Juli

13 Puluk Sari nilai etika tata krama dan nilai etika kesopanan. Yang termasuk ke dalam nilai etika tata karma diantaranya, sikap duduk yang benar dalam sembahyang, nunas tirtha dan bija yang baik, sedangkan yang termasuk kedalam nilai etika kesopanan yaitu, berbicara yang penuh dengan sopan santun ketika masuk pura seperti mengucapkan salam Om Swastyastu pada semua Umat. DAFTAR PUSTAKA Dharmayasa Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada Diarsana, I Made Motivasi Orang Tua Dalam Meningkatkan Pengetahuan Ajaran Agama Hindu Pada Anak Di Desa Riomukti Kecamatan Riovakava Kabupaten Donggala Sulawesi Tengah, Skripsi (tidak diterbitkan). Palu : Sekolah Tinggi Agama Hindu (STAH) Dharma Sentana Sulawesi Tengah. Jalaluddin Psikologi Agama. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Kaplan, David dan A.A. Maners Teori Budaya. Landung Simatupang Penerjemah. Yogya : Pusta ka Belajar. Kartono, Kartini Pengantar Metodologi Riset Sosial. Bandung: CV. Bandar Maju. Katjasungkana, Nursyahbani Reformasi Pendidikan Mencegah Kenakalan Remaja Anyar Pelajar. Pendidikan Nasional Menjelang Era Lepas Landas. Jakarta: Yayasan Penerus Nilai-nilai Perjuangan 45. Koentjaraningrat Pengantar Antropologi Pokok-pokok Etnografi II. Jakarta: Rineka Cipta. Marsuki Metodologi Riset. Yogyakarta: PT. Prasetya Widya Pratama. Mikklesen, Britha Metode Penelitian Partisipatoris dan Upaya-upaya Pemberdayaan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Moleong, Lexy J Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya. Nasution Metode Research. Jakarta: Bumi Aksara. Nawawi Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada Universitas Press. Oka Punyatmadja, I.B Pancha Cradha. Jakarta : Yayasan Dharma Sarathi. Purwanto, Ngalim Psikologi Pendidikan. Jakarta: Remaja Rosdakarya. 88 WIDYA GENITRI Volume 8, Nomor 1, Juli 2016

Ni Luh Ayu Eka Damayanti * ABSTRAK

Ni Luh Ayu Eka Damayanti * ABSTRAK IMPLEMENTASI PENDIDIKAN TRI KAYA PARISUDHA DALAM MENINGKATKAN NILAI ETIKA SISWA DI SEKOLAH DASAR NEGERI PURWOSARI KECAMATAN TORUE KABUPATEN PARIGI MOUTONG Ni Luh Ayu Eka Damayanti * Staff Pengajar STAH

Lebih terperinci

PEMBINAAN KEBERAGAMAAN REMAJA HINDU DI DESA TIRTASARI KABUPATEN PARIGI MOUTONG. Ni luh Ayu Eka Damayanti * ABSTRAK

PEMBINAAN KEBERAGAMAAN REMAJA HINDU DI DESA TIRTASARI KABUPATEN PARIGI MOUTONG. Ni luh Ayu Eka Damayanti * ABSTRAK PEMBINAAN KEBERAGAMAAN REMAJA HINDU DI DESA TIRTASARI KABUPATEN PARIGI MOUTONG Staff Pengajar STAH Dharma Sentana Sulawesi Tengah Ni luh Ayu Eka Damayanti * ABSTRAK Penelitian ini mengkaji tentang pembinaan

Lebih terperinci

PERANAN SEKOLAH TINGGI AGAMA HINDU (STAH) DHARMA SENTANA SULAWESI TENGAH DALAM MENINGKATKAN ETIKA MAHASISWA DI LINGKUNGAN KAMPUS

PERANAN SEKOLAH TINGGI AGAMA HINDU (STAH) DHARMA SENTANA SULAWESI TENGAH DALAM MENINGKATKAN ETIKA MAHASISWA DI LINGKUNGAN KAMPUS PERANAN SEKOLAH TINGGI AGAMA HINDU (STAH) DHARMA SENTANA SULAWESI TENGAH DALAM MENINGKATKAN ETIKA MAHASISWA DI LINGKUNGAN KAMPUS IG M. SUARNADA Program Studi Pendidikan Agama Hindu STAH Dharma Sentana

Lebih terperinci

BHAKTI ANAK TERHADAP ORANG TUA (MENURUT AJARAN AGAMA HINDU) Oleh Heny Perbowosari Dosen Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

BHAKTI ANAK TERHADAP ORANG TUA (MENURUT AJARAN AGAMA HINDU) Oleh Heny Perbowosari Dosen Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar BHAKTI ANAK TERHADAP ORANG TUA (MENURUT AJARAN AGAMA HINDU) Oleh Heny Perbowosari Dosen Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar henysari74@gmail.com ABSTRAK Dalam pengenalan ajaran agama tidak luput dari

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. A. Deskripsi aktivitas keagamaan menurut pemikiran Joachim Wach

BAB IV ANALISIS DATA. A. Deskripsi aktivitas keagamaan menurut pemikiran Joachim Wach BAB IV ANALISIS DATA A. Deskripsi aktivitas keagamaan menurut pemikiran Joachim Wach Dalam teori Joachim wach dapat diamati dalam tiga bentuk ekspressi keagamaan atau pengalaman beragama baik individu

Lebih terperinci

TATA TERTIB MAHASISWA

TATA TERTIB MAHASISWA TATA TERTIB MAHASISWA VISI : Terdepan dalam dharma, widya dan budaya MISI : 1. Meningkatkan Kualitas dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Hindu melalui Pendidikan Tinggi Hindu; 2. Mengembangkan sumber

Lebih terperinci

SANKSI PACAMIL DI DESA BLAHBATUH GIANYAR DITINJAU DARI PENDIDIKAN KARAKTER

SANKSI PACAMIL DI DESA BLAHBATUH GIANYAR DITINJAU DARI PENDIDIKAN KARAKTER SANKSI PACAMIL DI DESA BLAHBATUH GIANYAR DITINJAU DARI PENDIDIKAN KARAKTER Oleh : Drs. I Ketut Rindawan, SH.,MH. ketut.rindawan@gmail.com Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Dwijendra Abstrak

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN AGAMA HINDU

PEMBELAJARAN AGAMA HINDU PEMBELAJARAN AGAMA HINDU I KETUT SUDARSANA iketutsudarsana@ihdn.ac.id www.iketutsudarsana.com Secara etimologi agama berasal dari bahasa sanskerta, yaitu dari kata a dan gam. a berarti tidak dan gam berarti

Lebih terperinci

ESTETIKA SIMBOL UPAKARA OMKARA DALAM BENTUK KEWANGEN

ESTETIKA SIMBOL UPAKARA OMKARA DALAM BENTUK KEWANGEN ESTETIKA SIMBOL UPAKARA OMKARA DALAM BENTUK KEWANGEN Agama Hindu merupakan agama yang ritualnya dihiasi dengan sarana atau upakara. Ini bukan berarti upakara itu dihadirkan semata-mata untuk menghias pelaksanaan

Lebih terperinci

BHAKTI MARGA JALAN MENCAPAI KEBAHAGIAAN. Om Swastyastu, Om Anobadrah Krtavoyantu visvatah, (Semoga pikiran yang baik datang dari segala penjuru)

BHAKTI MARGA JALAN MENCAPAI KEBAHAGIAAN. Om Swastyastu, Om Anobadrah Krtavoyantu visvatah, (Semoga pikiran yang baik datang dari segala penjuru) BHAKTI MARGA JALAN MENCAPAI KEBAHAGIAAN Om Swastyastu, Om Anobadrah Krtavoyantu visvatah, (Semoga pikiran yang baik datang dari segala penjuru) Puja dan puji syukur saya panjatkan kehadirat Ida Sang Hyang

Lebih terperinci

PERAN ORANG TUA DALAM MENERAPKAN AJARAN TRI KAYA PARISUDHA PADA ANAK DI BANJAR TUNJUNG SARI KOTA PALU PROVINSI SULAWESI TENGAH.

PERAN ORANG TUA DALAM MENERAPKAN AJARAN TRI KAYA PARISUDHA PADA ANAK DI BANJAR TUNJUNG SARI KOTA PALU PROVINSI SULAWESI TENGAH. PERAN ORANG TUA DALAM MENERAPKAN AJARAN TRI KAYA PARISUDHA PADA ANAK DI BANJAR TUNJUNG SARI KOTA PALU PROVINSI SULAWESI TENGAH Gede Merthawan * Staff Pengajar STAH Dharma Sentana Sulawesi Tengah ABSTRAK

Lebih terperinci

TUGAS AGAMA DEWA YADNYA

TUGAS AGAMA DEWA YADNYA TUGAS AGAMA DEWA YADNYA NAMA ANGGOTA KELOMPOK 7 KETUT ALIT WIRA ADI KUSUMA (05) ( KETUA ) NI LUH LINA ANGGRENI (27) ( SEKETARIS ) NI LUH DIAH CITRA URMILA DEWI (14) I PUTU PARWATA (33) SMP N 2 RENDANG

Lebih terperinci

NASKAH DHARMA WACANA REMAJA PUTRA CINTA KASIH OLEH: PUTU NOPA GUNAWAN UTUSAN KOTA MAKASSAR UTSAWA DHARMA GITA PROVINSI SULAWESI SELATAN

NASKAH DHARMA WACANA REMAJA PUTRA CINTA KASIH OLEH: PUTU NOPA GUNAWAN UTUSAN KOTA MAKASSAR UTSAWA DHARMA GITA PROVINSI SULAWESI SELATAN NASKAH DHARMA WACANA REMAJA PUTRA CINTA KASIH OLEH: PUTU NOPA GUNAWAN UTUSAN KOTA MAKASSAR UTSAWA DHARMA GITA PROVINSI SULAWESI SELATAN 2011 1 CINTA KASIH ( Oleh: PUTU NOPA GUNAWAN)** Om Swastyastu Dewan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial yang selalu berhubungan dan saling

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial yang selalu berhubungan dan saling BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang selalu berhubungan dan saling membutuhkan satu sama lain, hal ini dikarenakan setiap orang memiliki kekurangan dan kelebihan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang sangat luas yang masyarakatnya terdiri

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang sangat luas yang masyarakatnya terdiri 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang sangat luas yang masyarakatnya terdiri dari beragam suku, ras, budaya, dan agama. Salah satu di antaranya adalah suku Bali yang

Lebih terperinci

PEMAHAMAN UPACARA CARU PENGERUWAK MASYARAKAT HINDU DI DESA SAUSU TAMBU KECAMATAN SAUSU KABUPATEN PARIGI MOUTONG (Perspektif Pendidikan Agama Hindu)

PEMAHAMAN UPACARA CARU PENGERUWAK MASYARAKAT HINDU DI DESA SAUSU TAMBU KECAMATAN SAUSU KABUPATEN PARIGI MOUTONG (Perspektif Pendidikan Agama Hindu) PEMAHAMAN UPACARA CARU PENGERUWAK MASYARAKAT HINDU DI DESA SAUSU TAMBU KECAMATAN SAUSU KABUPATEN PARIGI MOUTONG (Perspektif Pendidikan Agama Hindu) N K. Ratini N M. Yuliastuti Program Studi Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keragaman tradisi, karena di negeri ini dihuni oleh lebih dari 700-an suku bangsa

BAB I PENDAHULUAN. keragaman tradisi, karena di negeri ini dihuni oleh lebih dari 700-an suku bangsa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selain memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, Indonesia juga memiliki keragaman tradisi, karena di negeri ini dihuni oleh lebih dari 700-an suku bangsa dan sub-suku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan identitas kultural terhadap seseorang (Jayanti, 2008: 48).

BAB I PENDAHULUAN. memberikan identitas kultural terhadap seseorang (Jayanti, 2008: 48). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dunia fashion terus mengalami kemajuan sehingga menghasilkan berbagai trend mode dan gaya. Hal ini tidak luput dari kemajuan teknologi dan media sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meninggalkan kebiasaan, pandangan, teknologi dan hal - hal lainnya yang

BAB I PENDAHULUAN. meninggalkan kebiasaan, pandangan, teknologi dan hal - hal lainnya yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kita hidup di zaman modern yang menuntut setiap individu untuk meninggalkan kebiasaan, pandangan, teknologi dan hal - hal lainnya yang dianggap kuno dan memperbaharui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. busana yang ketat dan menonjolkan lekuk tubuhnya. istilah jilboobs baru muncul belakangan ini.

BAB I PENDAHULUAN. busana yang ketat dan menonjolkan lekuk tubuhnya. istilah jilboobs baru muncul belakangan ini. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jilboobs berasal dari kata jilbab dan boobs. Jilbab adalah kain yang digunakan untuk menutup kepala sampai dada yang dipakai oleh wanita muslim, sedangkan boobs berasal

Lebih terperinci

Kreativitas Busana Pengantin Agung Ningrat Buleleng Modifikasi

Kreativitas Busana Pengantin Agung Ningrat Buleleng Modifikasi Kreativitas Busana Pengantin Agung Ningrat Buleleng Modifikasi Oleh: Nyoman Tri Ratih Aryaputri Mahasiswa Program Studi Seni Pasca Sarjana Institut Seni Indonesia Denpasar Email: triratiharyaputri3105@gmail.com

Lebih terperinci

PERAN ORANG TUA DALAM MEMOTIVASI ANAK UNTUK MELAKSANAKAN PERSEMBAHYANGAN TRI SANDHYA DI DESA NAMBARU KECAMATAN PARIGI SELATAN KABUPATEN PARIGI MOUTONG

PERAN ORANG TUA DALAM MEMOTIVASI ANAK UNTUK MELAKSANAKAN PERSEMBAHYANGAN TRI SANDHYA DI DESA NAMBARU KECAMATAN PARIGI SELATAN KABUPATEN PARIGI MOUTONG PERAN ORANG TUA DALAM MEMOTIVASI ANAK UNTUK MELAKSANAKAN PERSEMBAHYANGAN TRI SANDHYA DI DESA NAMBARU KECAMATAN PARIGI SELATAN KABUPATEN PARIGI MOUTONG Ni Ketut Ratini * Staff Pengajar STAH Dharma Sentana

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS KORELASI AJARAN WU CHANG TERHADAP PERILAKU EKONOM. A. Ajaran Wu Chang (lima kebajikan) dalam Agama Khonghucu

BAB IV ANALISIS KORELASI AJARAN WU CHANG TERHADAP PERILAKU EKONOM. A. Ajaran Wu Chang (lima kebajikan) dalam Agama Khonghucu BAB IV ANALISIS KORELASI AJARAN WU CHANG TERHADAP PERILAKU EKONOM A. Ajaran Wu Chang (lima kebajikan) dalam Agama Khonghucu Khonghucu merupakan salah satu agama yang sangat menekankan etika moral, namun

Lebih terperinci

UPACARA NGADEGANG NINI DI SUBAK PENDEM KECAMATAN JEMBRANA KABUPATEN JEMBRANA (Perspektif Nilai Pendidikan Agama Hindu)

UPACARA NGADEGANG NINI DI SUBAK PENDEM KECAMATAN JEMBRANA KABUPATEN JEMBRANA (Perspektif Nilai Pendidikan Agama Hindu) UPACARA NGADEGANG NINI DI SUBAK PENDEM KECAMATAN JEMBRANA KABUPATEN JEMBRANA (Perspektif Nilai Pendidikan Agama Hindu) Oleh Ni Luh Setiani Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar niluhsetiani833@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia di dunia ini, termasuk di Indonesia. Sejak dilahirkan di dunia manusia sudah mempunyai kecenderungan

Lebih terperinci

DESKRIPSI KARYA TARI KREASI S O M Y A. Dipentaskan pada Festival Nasional Tari Tradisional Indonesia di Jakarta Convention Centre 4-8 Juni 2008

DESKRIPSI KARYA TARI KREASI S O M Y A. Dipentaskan pada Festival Nasional Tari Tradisional Indonesia di Jakarta Convention Centre 4-8 Juni 2008 DESKRIPSI KARYA TARI KREASI S O M Y A Dipentaskan pada Festival Nasional Tari Tradisional Indonesia di Jakarta Convention Centre 4-8 Juni 2008 Oleh: I Gede Oka Surya Negara, SST.,MSn JURUSAN SENI TARI

Lebih terperinci

Oleh Ni Putu Ayu Putri Suryantari Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

Oleh Ni Putu Ayu Putri Suryantari Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar TRADISI PERSEMBAHYANGAN TANPA MENGGUNAKAN API DI PURA KAHYANGAN ALAS KEDATON DESA PAKRAMAN KUKUH KECAMATAN MARGA KABUPATEN TABANAN (Perspektif Pendidikan Agama Hindu) Oleh Ni Putu Ayu Putri Suryantari

Lebih terperinci

PEMAHAMAN UMAT HINDU TENTANG HARI RAYA SARASWATI DI KOTA PALU PROPINSI SULAWESI TENGAH

PEMAHAMAN UMAT HINDU TENTANG HARI RAYA SARASWATI DI KOTA PALU PROPINSI SULAWESI TENGAH PEMAHAMAN UMAT HINDU TENTANG HARI RAYA SARASWATI DI KOTA PALU PROPINSI SULAWESI TENGAH IG M. SUARNADA Program Studi Pendidikan Agama Hindu STAH Dharma Sentana Sulawesi Tengah Email: suarnada66@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai di masyarakat. Karya sastra ini mengandung banyak nilai dan persoalan

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai di masyarakat. Karya sastra ini mengandung banyak nilai dan persoalan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra tradisional yang tersimpan dalam naskah lontar banyak dijumpai di masyarakat. Karya sastra ini mengandung banyak nilai dan persoalan yang berhubungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kepercayaan, keyakinan dan kebiasaan yang berbeda-beda,karena kebudayaan

I. PENDAHULUAN. kepercayaan, keyakinan dan kebiasaan yang berbeda-beda,karena kebudayaan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dan kebudayaan adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan, tidak mungkin ada kebudayaan jika tidak ada manusia. Setiap kebudayaan adalah hasil dari ciptaan

Lebih terperinci

GEGURITAN SUMAGUNA ANALISIS STRUKTUR DAN NILAI OLEH PUTU WIRA SETYABUDI NIM

GEGURITAN SUMAGUNA ANALISIS STRUKTUR DAN NILAI OLEH PUTU WIRA SETYABUDI NIM GEGURITAN SUMAGUNA ANALISIS STRUKTUR DAN NILAI OLEH PUTU WIRA SETYABUDI NIM 0501215003 PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA BALI JURUSAN SASTRA DAERAH FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2009 GEGURITAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Islam adalah agama rahmatan lil alamin.ajarannya diperuntukkan bagi umat

BAB I PENDAHULUAN. Islam adalah agama rahmatan lil alamin.ajarannya diperuntukkan bagi umat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Islam adalah agama rahmatan lil alamin.ajarannya diperuntukkan bagi umat manusia secara keseluruhan. Ajaran Islam dapat berpengaruh bagi umat manusia dalam segala

Lebih terperinci

Penyusunan Kompetensi Dasar Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Dasar. Menunjukkan contoh-contoh ciptaan Sang Hyang Widhi (Tuhan)

Penyusunan Kompetensi Dasar Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Dasar. Menunjukkan contoh-contoh ciptaan Sang Hyang Widhi (Tuhan) Penyusunan Kompetensi Dasar Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Dasar Kelas 1 Kompetensi Inti KD Lama KD Baru 1. Menerima dan menjalankan ajaran agama yang dianutnya Menunjukkan contoh-contoh ciptaan

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH : KARYA SENI MONUMENTAL

KARYA ILMIAH : KARYA SENI MONUMENTAL KARYA ILMIAH : KARYA SENI MONUMENTAL JUDUL KARYA : Balinese Lamak PENCIPTA : Ni Luh Desi In Diana Sari, S.Sn.,M.Sn PAMERAN The Aesthetic Of Prasi 23 rd September 5 th October 2013 Cullity Gallery ALVA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kompleks yang perlu mendapatkan perhatian semua orang. Salah satu masalah

BAB I PENDAHULUAN. kompleks yang perlu mendapatkan perhatian semua orang. Salah satu masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dunia pendidikan saat ini menghadapi berbagai masalah yang amat kompleks yang perlu mendapatkan perhatian semua orang. Salah satu masalah tersebut adalah menurunnya

Lebih terperinci

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Struktur masyarakat Indonesia yang majemuk menjadikan bangsa Indonesia memiliki keanekaragaman adat istiadat, budaya, suku, ras, bahasa dan agama. Kemajemukan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hidup tanpa bantuan orang lain untuk melakukan hubungan atau interaksi dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hidup tanpa bantuan orang lain untuk melakukan hubungan atau interaksi dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era globalisasi ini, manusia pada dasarnya akan merasakan kesulitan jika hidup tanpa bantuan orang lain untuk melakukan hubungan atau interaksi dan melanjutkan

Lebih terperinci

BERKURANGNYA PERAJIN PRETIMA DI BANJAR ANGGABAYA PENATIH, DENPASAR TIMUR, BALI. I Wayan Dirana

BERKURANGNYA PERAJIN PRETIMA DI BANJAR ANGGABAYA PENATIH, DENPASAR TIMUR, BALI. I Wayan Dirana BERKURANGNYA PERAJIN PRETIMA DI BANJAR ANGGABAYA PENATIH, DENPASAR TIMUR, BALI I Wayan Dirana Program Studi Kriya, Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Seni Indonesia Denpasar diranawayan@yahoo.co.id

Lebih terperinci

KONTRIBUSI GURU DALAM MEMBIMBING DAN MENDIDIK AKHLAK SISWA KELAS XI SMAN 2 BAYANG KABUPATEN PESISIR SELATAN ARTIKEL. Oleh:

KONTRIBUSI GURU DALAM MEMBIMBING DAN MENDIDIK AKHLAK SISWA KELAS XI SMAN 2 BAYANG KABUPATEN PESISIR SELATAN ARTIKEL. Oleh: KONTRIBUSI GURU DALAM MEMBIMBING DAN MENDIDIK AKHLAK SISWA KELAS XI SMAN 2 BAYANG KABUPATEN PESISIR SELATAN ARTIKEL Oleh: YELLA AGUSTI NINGSIH NPM. 12070112 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SOSIOLOGI SEKOLAH TINGGI

Lebih terperinci

PENGANTAR PENDIDIKAN AGAMA HINDU

PENGANTAR PENDIDIKAN AGAMA HINDU PENGANTAR PENDIDIKAN AGAMA HINDU I KETUT SUDARSANA 1. Pengertian Pendidikan Sanjana (2006:2) menyatakan bahwa adalah usaha sadar terencana untuk mewujudkan suasana belajar proses pembelajaran yang efektif,

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Agus, Bustanuddin, Agama Dalam Kehidupan Manusia, Pengantar Antropologi Agama.Jakarta : Raja Grafindo Persada.2007.

DAFTAR PUSTAKA. Agus, Bustanuddin, Agama Dalam Kehidupan Manusia, Pengantar Antropologi Agama.Jakarta : Raja Grafindo Persada.2007. DAFTAR PUSTAKA Agus, Bustanuddin, Agama Dalam Kehidupan Manusia, Pengantar Antropologi Agama.Jakarta : Raja Grafindo Persada.2007. Kasiran, Moh. 2010. Metodologi Penelitian, Malang: UIN Maliki Press. Sugiono.2011.

Lebih terperinci

PERSIAPAN KKN PPM Materi Pembekalan KKN PPM/Bud/2011

PERSIAPAN KKN PPM Materi Pembekalan KKN PPM/Bud/2011 PERSIAPAN KKN PPM Persiapan Fisik - Perlengkapan - Kesehatan Persiapan Mental - Kesiapan dgn kondisi & lingkungan baru Langkah Awal Mencari Posko Bersama DPL menemui kepala desa Posko sebaiknya Nyaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagaimana seseorang bertindak dan berprilaku. moral. Etika pergaulan perlu di terapkan misalnya (1) Berpakaian rapi di

BAB I PENDAHULUAN. bagaimana seseorang bertindak dan berprilaku. moral. Etika pergaulan perlu di terapkan misalnya (1) Berpakaian rapi di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam setiap pergaulan, baik bermasyarakat, berbangsa, bahkan sampai ke dunia internasional, dibutuhkan suatu etika sebagai alat menilai baik-buruknya suatu

Lebih terperinci

K. Yasini Program Studi Pendidikan Agama Hindu STAH Dharma Sentana Sulawesi Tengah ABSTRAK

K. Yasini Program Studi Pendidikan Agama Hindu STAH Dharma Sentana Sulawesi Tengah   ABSTRAK PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA HINDU DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN PENDIDIKAN BUDI PEKERTI UNTUK MENINGKATKAN DISIPLIN SISWA DI SD INPRES GUNUNG SARI KECAMATAN PASANG KAYU K. Yasini Program Studi Pendidikan Agama

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Permasalahan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Permasalahan Sebagai salah satu pulau di Indonesia, Bali memiliki daya tarik yang luar biasa. Keindahan alam dan budayanya menjadikan pulau ini terkenal dan banyak

Lebih terperinci

27. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA HINDU DAN BUDI PEKERTI SD

27. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA HINDU DAN BUDI PEKERTI SD 27. KOMPETENSI INTI DAN PENDIDIKAN AGAMA HINDU DAN BUDI PEKERTI SD KELAS: I Kompetensi Sikap Spiritual, Kompetensi Sikap Sosial, Kompetensi Pengetahuan, dan Kompetensi Keterampilan secara keseluruhan dirumuskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Beberapa tahun terakhir ini sering kita melihat siswa siswi yang dianggap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Beberapa tahun terakhir ini sering kita melihat siswa siswi yang dianggap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Beberapa tahun terakhir ini sering kita melihat siswa siswi yang dianggap tidak sopan dan tidak bertanggung jawab terhadap tindakannya. Hal ini bisa dilihat

Lebih terperinci

I Ketut Sudarsana. > Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar. Menerapkan Ajaran-Ajaran Tri Kaya Parisudha Dalam Kehidupan Sehari-Hari

I Ketut Sudarsana. > Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar. Menerapkan Ajaran-Ajaran Tri Kaya Parisudha Dalam Kehidupan Sehari-Hari I Ketut Sudarsana > Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar Menerapkan Ajaran-Ajaran Tri Kaya Parisudha Dalam Kehidupan Sehari-Hari Ajaran Tri Kaya Parisudha dapat dilaksanakan dengan cara memberikan arahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu fenomena yang menarik pada zaman modern di Indonesia adalah pemahaman dan implementasi tentang nilai-nilai moral dalam kehidupan masyarakat kita yang semakin

Lebih terperinci

BAB IV. Mahasiswi Berjilbab di FKIP- PGSD UKSW Salatiga

BAB IV. Mahasiswi Berjilbab di FKIP- PGSD UKSW Salatiga BAB IV Mahasiswi Berjilbab di FKIP- PGSD UKSW Salatiga UKSW merupakan satu-satunya Universitas Swasta yang ada di kota Salatiga. Kebanyakan masyarakat mengeanal UKSW sebagai Indonesia mini. Karena didalamnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada dasarnya mengundang kekaguman pria. M.Quraish Shihab hlm 46

BAB I PENDAHULUAN. pada dasarnya mengundang kekaguman pria. M.Quraish Shihab hlm 46 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jilbab berasal dari bahasa Arab yang jamaknya jalaabiib yang artinya pakaian yang lapang atau luas. Pengertiannya adalah pakaian yang lapang dan dapat menutup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anggota suatu kelompok masyarakat maupun bangsa sekalipun. Peradaban suatu

BAB I PENDAHULUAN. anggota suatu kelompok masyarakat maupun bangsa sekalipun. Peradaban suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Moral dalam kehidupan manusia memiliki kedudukan yang sangat penting. Nilai-nilai moral sangat diperlukan bagi manusia, baik sebagai pribadi maupun sebagai anggota suatu

Lebih terperinci

BAGAIMANA MENERAPKAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) DI TATANAN TEMPAT IBADAH (PURA)

BAGAIMANA MENERAPKAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) DI TATANAN TEMPAT IBADAH (PURA) BAGAIMANA MENERAPKAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) DI TATANAN TEMPAT IBADAH (PURA) Pura, di samping sebagai tempat untuk beribadah juga merupakan tempat berkumpul banyak orang sehingga pura juga

Lebih terperinci

MAKALAH : MATA KULIAH ACARA AGAMA HINDU JUDUL: ORANG SUCI AGAMA HINDU (PANDHITA DAN PINANDITA) DOSEN PEMBIMBING: DRA. AA OKA PUSPA, M. FIL.

MAKALAH : MATA KULIAH ACARA AGAMA HINDU JUDUL: ORANG SUCI AGAMA HINDU (PANDHITA DAN PINANDITA) DOSEN PEMBIMBING: DRA. AA OKA PUSPA, M. FIL. MAKALAH : MATA KULIAH ACARA AGAMA HINDU JUDUL: ORANG SUCI AGAMA HINDU (PANDHITA DAN PINANDITA) DOSEN PEMBIMBING: DRA. AA OKA PUSPA, M. FIL. H DISUSUN OLEH: I WAYAN AGUS PUJAYANA ORANG SUCI Orang suci adalah

Lebih terperinci

Oleh: Desak Made Wirasundari Dewi Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar. Dr. Dra. Ida Ayu Tary Puspa, S.Ag, M.Par.

Oleh: Desak Made Wirasundari Dewi Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar. Dr. Dra. Ida Ayu Tary Puspa, S.Ag, M.Par. KEDUDUKAN DAN PERANAN IBU RUMAH TANGGA DALAM PENDIDIKAN SOSIAL PADA ANAK USIA DINI DESA ADAT AMBENGAN DI DESA AYUNAN KECAMATAN ABIANSEMAL KABUPATEN BADUNG Oleh: Desak Made Wirasundari Dewi wirasundaridewi@gmail.com

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Etnis Bali memiliki kebudayaan dan kebiasaan yang unik, yang mana kebudayaan

I. PENDAHULUAN. Etnis Bali memiliki kebudayaan dan kebiasaan yang unik, yang mana kebudayaan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Etnis Bali memiliki kebudayaan dan kebiasaan yang unik, yang mana kebudayaan dan kebiasaan tersebut dapat dijadikan sebagai identitas atau jatidiri mereka. Kebudayaan yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Allah Swt menurunkan kitab-kitab kepada para Rasul-Nya yang wajib diketahui dan

I. PENDAHULUAN. Allah Swt menurunkan kitab-kitab kepada para Rasul-Nya yang wajib diketahui dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Allah Swt menurunkan kitab-kitab kepada para Rasul-Nya yang wajib diketahui dan diimani oleh semua manusia, yaitu: Taurat, Zabur, Injil, dan Al-Qur'an. Masingmasing kitab

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. dalam penulisan skripsi ini, mencoba mengambil beberapa kesimpulan yakni :

BAB III PENUTUP. dalam penulisan skripsi ini, mencoba mengambil beberapa kesimpulan yakni : BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Dalam penjelasan yang tertuang dalam bab-bab terdahulu permasalahan yang diangkat dalam penulisan skripsi ini, mencoba mengambil beberapa kesimpulan yakni : Berdasarkan uraian

Lebih terperinci

FILSAFAT SAMKHYA AJARAN DINAMISME DALAM HINDU

FILSAFAT SAMKHYA AJARAN DINAMISME DALAM HINDU FILSAFAT SAMKHYA AJARAN DINAMISME DALAM HINDU I K. Suparta Program Studi Pendidikan Agama Hindu STAH Dharma Sentana Sulawesi Tengah Email: padmabuana@yahoo.co.id ABSTRAK Konsep Ke-Tuhanan dalam Hindu merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juga sebagai makhluk sosial. Dalam hidup bermasyarakat, manusia sebagai

BAB I PENDAHULUAN. juga sebagai makhluk sosial. Dalam hidup bermasyarakat, manusia sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dilahirkan di muka bumi ini selain menjadi makhluk individu juga sebagai makhluk sosial. Dalam hidup bermasyarakat, manusia sebagai makhluk sosial harus

Lebih terperinci

16. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)

16. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) 16. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi pemandu dalam upaya untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi tidak akan pernah bisa lepas dari adanya visual dan verbal. Visual ditandai dengan gambar, verbal ditandai dengan lisan maupun tulisan. Antara visual dengan

Lebih terperinci

D. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA HINDU DAN BUDI PEKERTI SDLB TUNADAKSA

D. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA HINDU DAN BUDI PEKERTI SDLB TUNADAKSA - 1254 - D. KOMPETENSI INTI DAN PENDIDIKAN AGAMA HINDU DAN BUDI PEKERTI SDLB TUNADAKSA KELAS : I Kompetensi Sikap Spiritual, Kompetensi Sikap Sosial, Kompetensi Pengetahuan, dan Kompetensi Keterampilan

Lebih terperinci

E. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA HINDU DAN BUDI PEKERTI SDLB TUNANETRA

E. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA HINDU DAN BUDI PEKERTI SDLB TUNANETRA - 446 - E. KOMPETENSI INTI DAN PENDIDIKAN AGAMA HINDU DAN BUDI PEKERTI SDLB TUNANETRA KELAS : I Kompetensi Sikap Spiritual, Kompetensi Sikap Sosial, Kompetensi Pengetahuan, dan Kompetensi Keterampilan

Lebih terperinci

Agama dan Tujuan Hidup Umat Buddha Pengertian Agama

Agama dan Tujuan Hidup Umat Buddha Pengertian Agama Agama dan Tujuan Hidup Umat Buddha Pengertian Agama Kata agama berasal dari kata dalam bahasa Pali atau bisa juga dari kata dalam bahasa Sansekerta, yaitu dari akar kata gacc, yang artinya adalah pergi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan Akhlak dapat terbentuk. Dalam kehidupan sehari-hari akhlak

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan Akhlak dapat terbentuk. Dalam kehidupan sehari-hari akhlak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting, dan tidak dapat ditinggalkan dalam setiap kehidupan manusia. Hal itu dikarenakan bahwa dengan pendidikanlah

Lebih terperinci

16. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Dasar (SD)

16. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Dasar (SD) 16. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Dasar (SD) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi pemandu dalam upaya untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jilbab. Selain dari perkembangan fashion atau mode, jilbab juga identik dengan

BAB I PENDAHULUAN. jilbab. Selain dari perkembangan fashion atau mode, jilbab juga identik dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Fashion atau mode saat ini semakin berkembang di Indonesia, begitu pula dengan perkembangan jilbab. Saat ini semakin banyak wanita yang memakai jilbab. Selain dari

Lebih terperinci

ADAPTASI WANITA ISLAM TERHADAP KEHIDUPAN KELUARGA SUAMI STUDI KASUS PERKAWINAN AMALGAMASI WANITA ISLAM DAN PRIA HINDU DI BALI

ADAPTASI WANITA ISLAM TERHADAP KEHIDUPAN KELUARGA SUAMI STUDI KASUS PERKAWINAN AMALGAMASI WANITA ISLAM DAN PRIA HINDU DI BALI ADAPTASI WANITA ISLAM TERHADAP KEHIDUPAN KELUARGA SUAMI STUDI KASUS PERKAWINAN AMALGAMASI WANITA ISLAM DAN PRIA HINDU DI BALI Oleh: DESAK PUTU DIAH DHARMAPATNI 1001605003 PROGRAM STUDI ANTROPOLOGI FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hlm Syaiful Sagala, Administrasi Pendidikan Kontemporer, Alfabeta, Bandung : 2005, hlm.

BAB I PENDAHULUAN. hlm Syaiful Sagala, Administrasi Pendidikan Kontemporer, Alfabeta, Bandung : 2005, hlm. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Semakin baik pendidikan suatu bangsa, semakin baik pula kualitas bangsa, itulah asumsi secara umum terhadap program pendidikan suatu bangsa. Pendidikan menggambarkan

Lebih terperinci

PERANAN GURU AGAMA HINDU DALAM MENANGGULANGI DEGRADASI MORAL PADA SISWA SMA NEGERI 2 TABANAN

PERANAN GURU AGAMA HINDU DALAM MENANGGULANGI DEGRADASI MORAL PADA SISWA SMA NEGERI 2 TABANAN 307 PERANAN GURU AGAMA HINDU DALAM MENANGGULANGI DEGRADASI MORAL PADA SISWA SMA NEGERI 2 TABANAN Oleh Kadek Dewi Setiawati Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar dsetiawati445@gmail.com Abstrak Diera globalisasi

Lebih terperinci

Nirwana dan Cara Pencapaiannya dalam Agama Hindu

Nirwana dan Cara Pencapaiannya dalam Agama Hindu Oleh : Hj. A. Nirawana Abstract Menggapai nirwanan adalah sebuah tujuan spiritual dalam agama hindu. Tulisan berikut ingin menelusuri sejauhmana makna nirwana dan langkahlangkah pencapaiannya bagi penganut

Lebih terperinci

INVENTORI TUGAS PERKEMBANGAN SISWA SD. Berikut ini 50 rumpun pernyataan, setiap rumpun terdiri atas 4 pernyataan

INVENTORI TUGAS PERKEMBANGAN SISWA SD. Berikut ini 50 rumpun pernyataan, setiap rumpun terdiri atas 4 pernyataan L A M P I R A N 57 INVENTORI TUGAS PERKEMBANGAN SISWA SD Berikut ini 50 rumpun pernyataan, setiap rumpun terdiri atas 4 pernyataan Anda diminta untuk memilih 1 (satu) pernyataan dari setiap rumpun yang

Lebih terperinci

AL-QUR AN SEBAGAI PERANTARA PENGUATAN KARAKTER (RELIGIUS, TOLERANSI DAN DISIPLIN) MAHASISWA FKIP PGSD UMS ANGKATAN 2012

AL-QUR AN SEBAGAI PERANTARA PENGUATAN KARAKTER (RELIGIUS, TOLERANSI DAN DISIPLIN) MAHASISWA FKIP PGSD UMS ANGKATAN 2012 122 ISBN: 978-602-70471-1-2 Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers AL-QUR AN SEBAGAI PERANTARA PENGUATAN KARAKTER (RELIGIUS, TOLERANSI DAN DISIPLIN) MAHASISWA FKIP PGSD UMS ANGKATAN 2012 Hana Navi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kode etik adalah norma-norma yang mengatur tingkah laku seseorang

BAB I PENDAHULUAN. Kode etik adalah norma-norma yang mengatur tingkah laku seseorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kode etik adalah norma-norma yang mengatur tingkah laku seseorang yang berada dalam lingkungan kehidupan tertentu. 1 Tingkah laku seseorang yang menggambarkan baik dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pepatah Jawa dinyatakan bahwa budaya iku dadi kaca benggalaning

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pepatah Jawa dinyatakan bahwa budaya iku dadi kaca benggalaning BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam pepatah Jawa dinyatakan bahwa budaya iku dadi kaca benggalaning bangsa (kebudayaan itu menjadi cermin besar yang menggambarkan peradaban suatu bangsa). Hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mitra Pustaka, 2006), hlm 165. Rhineka Cipta,2008), hlm 5. 1 Imam Musbikiin, Mendidik Anak Kreatif ala Einstein, (Yogyakarta:

BAB I PENDAHULUAN. Mitra Pustaka, 2006), hlm 165. Rhineka Cipta,2008), hlm 5. 1 Imam Musbikiin, Mendidik Anak Kreatif ala Einstein, (Yogyakarta: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai orang tua kadang merasa jengkel dan kesal dengan sebuah kenakalan anak. Tetapi sebenarnya kenakalan anak itu suatu proses menuju pendewasaan dimana anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki berbagai macam suku, budaya, bahasa dan agama.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki berbagai macam suku, budaya, bahasa dan agama. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki berbagai macam suku, budaya, bahasa dan agama. Hindu adalah salah satu agama yang di akui oleh negara. Keanekaan merupakan ciri khas negara

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERDAYAAN KARYAWAN, KOMITMEN ORGANISASIONAL DAN KOMPENSASI FINANSIAL TERHADAP KEPUASAN KERJA KARYAWAN PADA LPD DESA ADAT JIMBARAN BALI

PENGARUH PEMBERDAYAAN KARYAWAN, KOMITMEN ORGANISASIONAL DAN KOMPENSASI FINANSIAL TERHADAP KEPUASAN KERJA KARYAWAN PADA LPD DESA ADAT JIMBARAN BALI PENGARUH PEMBERDAYAAN KARYAWAN, KOMITMEN ORGANISASIONAL DAN KOMPENSASI FINANSIAL TERHADAP KEPUASAN KERJA KARYAWAN PADA LPD DESA ADAT JIMBARAN BALI SKRIPSI Oleh: I GUSTI AGUNG SURYA DEWI NIM: 1206205174

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaannya.

BAB I PENDAHULUAN. membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaannya. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam perkembangan manusia, pendidikan mempunyai peran penting dalam usaha membentuk manusia yang berkualitas. Pendidikan bagi kehidupan umat manusia merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia dalam kehidupan didasarkan atas nilai-nilai agama yang diyakininya.

BAB I PENDAHULUAN. manusia dalam kehidupan didasarkan atas nilai-nilai agama yang diyakininya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ramayulis mengemukakan masalah tingkah-laku keagamaan pada manusia, bahwa tingkah-laku keagamaan pada manusia adalah segala aktivitas manusia dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pedoman hidup sehari-hari. Keberagaman tersebut memiliki ciri khas yang

BAB I PENDAHULUAN. pedoman hidup sehari-hari. Keberagaman tersebut memiliki ciri khas yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap negara memiliki beragam norma, 1 moral, 2 dan etika 3 yang menjadi pedoman hidup sehari-hari. Keberagaman tersebut memiliki ciri khas yang berbeda-beda

Lebih terperinci

PENGARUH SIKAP DAN PENGALAMAN MENGELUH TERHADAP PERILAKU KELUHAN PELANGGAN PDAM KOTA DENPASAR SKRIPSI

PENGARUH SIKAP DAN PENGALAMAN MENGELUH TERHADAP PERILAKU KELUHAN PELANGGAN PDAM KOTA DENPASAR SKRIPSI PENGARUH SIKAP DAN PENGALAMAN MENGELUH TERHADAP PERILAKU KELUHAN PELANGGAN PDAM KOTA DENPASAR SKRIPSI Oleh : IDA BAGUS GEDE DHANA ISWARA NIM : 1206205123 FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS UDAYANA

Lebih terperinci

UNTAIAN KISAH KEHIDUPAN (JATAKAMALA) Kisah Ajastya

UNTAIAN KISAH KEHIDUPAN (JATAKAMALA) Kisah Ajastya 1 UNTAIAN KISAH KEHIDUPAN (JATAKAMALA) Kisah Ajastya Kelahiran Bodhisattva berikut menunjukkan bagaimana sebagai seorang pertapa, beliau mempraktikkan kemurahan hati dan pemberian secara terusmenerus,

Lebih terperinci

ETIKA PERGAULAN DI MASYARAKAT

ETIKA PERGAULAN DI MASYARAKAT ETIKA PERGAULAN DI MASYARAKAT Materi Pembekalan KKN PPM/Bud/2015 Materi Pembekalan KKN PPM/Bud/2011 Materi Pembekalan KKN PPM/Bud/2011 LANGKAH AWAL KKN DI DESA Mencari Posko Bersama DPL menemui kepala

Lebih terperinci

16. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)

16. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) 16. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi pemandu dalam upaya untuk

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. A. Studi Masyarakat Indonesia

PEMBAHASAN. A. Studi Masyarakat Indonesia PENDAHULUAN Bali terkenal sebagai pulau dewata adalah nama salah satu provinsi di indonesia dan juga merupakan nama pulau terbesar yang menjadi bagian dari provinsi tersebut. Bali terletak diantara pulau

Lebih terperinci

Oleh : NI MADE AYU INDIRADEWI NIM : SKRIPSI

Oleh : NI MADE AYU INDIRADEWI NIM : SKRIPSI EVALUASI PROGRAM PEMBERDAYAAN USAHA MINA PERDESAAN (PUMP) PADA MASYARAKAT PESISIR DI KABUPATEN BADUNG: Studi Kelompok Usaha Bersama (KUBE) di Kecamatan Kuta SKRIPSI Oleh : NI MADE AYU INDIRADEWI NIM :

Lebih terperinci

21. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Buddha untuk Sekolah Dasar (SD)

21. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Buddha untuk Sekolah Dasar (SD) 21. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Buddha untuk Sekolah Dasar (SD) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi pemandu dalam upaya untuk mewujudkan

Lebih terperinci

TARI ADI MERDANGGA SIWA NATA RAJA LINGGA

TARI ADI MERDANGGA SIWA NATA RAJA LINGGA DESKRIPSI TARI ADI MERDANGGA SIWA NATA RAJA LINGGA Produksi ISI Denpasar pada Pembukaan Pesta Kesenian Bali XXXI di Depan Banjar Kayumas Denpasar Tahun 2009 OLEH : I Gede Oka Surya Negara,SST.,M.Sn INSTITUT

Lebih terperinci

Bahaya Zina dan Sebab Pengantarnya

Bahaya Zina dan Sebab Pengantarnya Bahaya Zina dan Sebab Pengantarnya Khutbah Pertama:??????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????:????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????

Lebih terperinci

PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP UPACARA MERTI DESA DI DESA CANGKREP LOR KECAMATAN PURWOREJO KABUPATEN PURWOREJO

PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP UPACARA MERTI DESA DI DESA CANGKREP LOR KECAMATAN PURWOREJO KABUPATEN PURWOREJO PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP UPACARA MERTI DESA DI DESA CANGKREP LOR KECAMATAN PURWOREJO KABUPATEN PURWOREJO Oleh: Wahyu Duhito Sari program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa Wahyu_duhito@yahoo.com

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kenakalan remaja merupakan salah satu masalah dalam bidang pendidikan yang

I. PENDAHULUAN. Kenakalan remaja merupakan salah satu masalah dalam bidang pendidikan yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kenakalan remaja merupakan salah satu masalah dalam bidang pendidikan yang harus segera diselesaikan atau dicarikan solusinya oleh pemerintah terutama dinas pendidikan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. berdasarkan fungsi yang dilaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari. Jika

1. PENDAHULUAN. berdasarkan fungsi yang dilaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari. Jika 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kasta merupakan suatu sistem pembagian atau pengelompokan masyarakat berdasarkan fungsi yang dilaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari. Jika seseorang tersebut bekerja

Lebih terperinci

PERTEMUAN KE 7 POKOK BAHASAN

PERTEMUAN KE 7 POKOK BAHASAN PERTEMUAN KE 7 POKOK BAHASAN A. TUJUAN PEMBELAJARAN Adapun tujuan pembelajaran yang akan dicapai sebagai berikut: 1. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian norma sosial, terbentuknya norma sosial, ciri-ciri

Lebih terperinci

Oleh I Gusti Ayu Sri Utami Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

Oleh I Gusti Ayu Sri Utami Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar KAJIAN PENDIDIKAN AGAMA HINDU DALAM TRADISI NGAYAH DI TENGAH AKSI DAN INTERAKSI UMAT HINDU DI DESA ADAT ANGGUNGAN KELURAHAN LUKLUK KECAMATAN MENGWI KABUPATEN BADUNG Oleh I Gusti Ayu Sri Utami Institut

Lebih terperinci

Modul ke: ETIK UMB. AFIYATI SSi., MT. Fakultas FAKULTAS ILMU KOMPUTER. Program Studi TEKNIK INFORMATIKA

Modul ke: ETIK UMB. AFIYATI SSi., MT. Fakultas FAKULTAS ILMU KOMPUTER. Program Studi TEKNIK INFORMATIKA Modul ke: 11 ETIK UMB Fakultas FAKULTAS ILMU KOMPUTER AFIYATI SSi., MT. Program Studi TEKNIK INFORMATIKA Materi 11 Etiket Pribadi ETIKA & ETIKET Pengertian ETIKA Dari segi etimologis, etika berasal dari

Lebih terperinci

UPACARA NGEREBEG DI PURA DUUR BINGIN DESA TEGALLALANG, KECAMATAN TEGALLALANG KABUPATEN GIANYAR (Perspektif Pendidikan Agama Hindu)

UPACARA NGEREBEG DI PURA DUUR BINGIN DESA TEGALLALANG, KECAMATAN TEGALLALANG KABUPATEN GIANYAR (Perspektif Pendidikan Agama Hindu) UPACARA NGEREBEG DI PURA DUUR BINGIN DESA TEGALLALANG, KECAMATAN TEGALLALANG KABUPATEN GIANYAR (Perspektif Pendidikan Agama Hindu) Oleh Ni Putu Ayuk Denyka Mayrina Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 1. Tinjauan pustaka 1.1 Konsep Faktor-faktor Penyebab Perubahan Sosial-Budaya Secara umum, sebab terjadinya suatu perubahan dalam masyarakat adalah karena adanya sesuatu yang dianggap

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dengan judul Nilai-Nilai Moral dalam Novel Nyanyian Lembayung Karya Sin

BAB II LANDASAN TEORI. dengan judul Nilai-Nilai Moral dalam Novel Nyanyian Lembayung Karya Sin 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Sebelumnya yang Relevan Penelitian tentang nilai-nilai moral sudah pernah dilakukan oleh Lia Venti, dengan judul Nilai-Nilai Moral dalam Novel Nyanyian Lembayung Karya

Lebih terperinci