PENGARUH TRIPOD POSITION TERHADAP FREKUENSI PERNAFASAN PADA PASIEN DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) DI RSUD DR. SOEDIRAN MANGUN SUMARSO
|
|
- Vera Setiawan
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 PENGARUH TRIPOD POSITION TERHADAP FREKUENSI PERNAFASAN PADA PASIEN DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) DI RSUD DR. SOEDIRAN MANGUN SUMARSO SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Keperawatan Oleh : Sri Suyanti NIM. ST14059 PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2016
2 PENGARUH TRIPOD POSITION TERHADAP FREKUENSI PERNAFASAN PADA PASIEN DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) DI RSUD DR. SOEDIRAN MANGUN SUMARSO SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Keperawatan Oleh : Sri Suyanti NIM. ST14059 PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2016 i
3 LEMBAR PERSETUJUAN Yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul : PENGARUH TRIPOD POSITION TERHADAP FREKUENSI PERNAFASAN PADA PASIEN DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) DI RSUD DR. SOEDIRAN MANGUN SUMARSO Oleh : Sri Suyanti NIM. ST14059 Telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan Tim Penguji. Pembimbing Utama, Pembimbing Pendamping, Ns. Wahyu Rima Agustin, M. Kep NIK SURAT PERNYATAAN Ns. Ika Subekti Wulandari, M. Kep NIK Yang bertanda tangan di bawah ini : ii
4 Nama NIM : Sri Suyanti : ST14059 Dengan ini saya menyatakan bahwa : 1) Karya tulis saya, skripsi ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik (sarjana), baik di STIKes Kusuma Husada Surakarta maupun di perguruan tinggi lain. 2) Karya tulis ini adalah murni gagasan, rumusan, dan penelitian saya sendiri, tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan Tim Pembimbing dan masukan Tim Penguji. 3) Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka. 4) Pernyataan ini saya buat sesungguhnya dan apabila dikemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh karena karya ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku di perguruan tinggi ini. Surakarta, 05 Februari 2016 Yang membuat pernyataan, (Sri Suyanti) NIM. ST14059 iii
5 KATA PENGANTAR Assalamu alaikum Wr. Wb Penulis mengucapkan syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat, karunia, hidayah serta petunjuk yang telah dilimpahkan-nya. Sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Pengaruh Tripod Position Terhadap Frekuensi Pernafasan Pada Pasien Dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar kesarjanaan ini dengan lancar. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini, masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna untuk memperbaiki dan menyempurnakan penulisan skripsi selanjutnya. Ucapan rasa terima kasih yang tidak terhingga kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian penyusunan skripsi ini, sehingga dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat: 1. Wahyu Rima Agustin, S.Kep., Ns., M. Kep, selaku ketua STIKes Kusuma Husada Surakarta dan selaku pembimbing utama yang dengan sabar telah membimbing dan memberikan dukungan dan motivasi sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. 2. Atiek Murhayati, S.Kep., Ns., M. Kep, selaku ketua Prodi S-1 Keperawatan. 3. Ika Subekti Wulandari, S.Kep., Ns., M. Kep, selaku pembimbing pendamping yang juga telah memberikan bimbingan dan arahan penulis dengan penuh kesabaran, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. 4. bc. Yeti Nurhayati, M. Kes, selaku penguji yang tealah memberikan masukan dan kritik sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. 5. Bapak dan Ibu Dosen STIKes Kusuma Husada Surakarta yang telah memberikan segenap ilmu dan pengalamannya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. iv
6 6. Teman-teman Prodi S-1 Transfer Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta Angkatan 2014 yang telah berjuang menempuh skripsi bersamaku. 7. Semua responden yang telah bersedia mengikuti dan membantu dalam proses penelitian sehingga dapat memberikan hasil yang maksimal dan valud pada skripsi ini. 8. Semua pihak, yang tanpa mengurangi rasa terima kasih tidak dapat disebutkan satu per satu. Akhir kata penulis berharap semoga dengan do a, motivasi, nasehat, dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis, dapat bermanfaat bagi penulis untuk menjadi orang yang lebih baik, dan semoga dengan disusunnya skripsi ini, dapat memberikan manfaat kepada penulis khususnya, dan pembaca pada umumnya. Wassalamualaikum Wr. Wb. Surakarta, 05 Februari 2016 Penulis (Sri Suyanti) NIM: ST14059 v
7 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN SURAT PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR SINGKATAN DAFTAR LAMPIRAN ABSTRAK ABSTARCT i ii iii iv vi ix x xi xii xiii xiv BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Tujuan Umum Tujuan Khusus Manfaat Penelitian 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Teori 6 vi
8 2.2.1 Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Tripod Position Tanda-tanda Vital Kerangka Teori Kerangka Konsep Hipotesis Keaslian Penelitian 20 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis dan rancangan Penelitian Populasi dan Sampel Tempat dan Waktu Penelitian Variabel Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan Data Alat Penelitian Cara Pengumpulan Data Teknik Pengolahan Data Analisa Data Etika Penelitian 28 BAB IV 4.1 Analisa Univariat Analisa Bivariat 32 BAB V 5.1 Karakterisrik Responden 33 vii
9 5.2 Pengaruh tripod position terhadap frekuensi pernafasan PPOK 36 BAB VI 6.1 Kesimpulan Saran 41 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN viii
10 DAFTAR TABEL Nomor Tabel Judul Tabel Keaslian Penelitian Definisi Operasional Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin Karakteristik responden berdasarkan umur Karakteristik responden berdasarkan lama sakit Distribusi respirasi rate sebelum diberikan tripod position Distribusi respirasi rate setelah diberikan tripod position Pengaruh tripod position terhadap respirasi rate Halaman ix
11 DAFTAR GAMBAR Nomor Gambar Judul Gambar Halaman 1 Skema Kerangka Teori 18 2 Skema Kerangka Konsep 19 x
12 DAFTAR SINGKATAN FEV : Force Expiration Volume 1 FVC MEP MIP PLB PPOK RR SCM SM TV : Force Vital Capacity : Maximal Expiratory Pressure : Maximum Inspiratory Pressure : Push Lip Breathing : Penyakit Paru Obstruksi Kronis : Respirasi Rate : Sternocleidomatoid Muscle : Scalene Muscle : Tidal Volume xi
13 DAFTAR LAMPIRAN Judul Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4 Lampiran 5 Lampiran 6 Lampiran 7 Lampiran 8 Lampiran 9 Keterangan : Jadwal Penelitian : F.04 Pengajuan Izin Studi Pendahuluan : Lembar Permintaan Menjadi Responden : Lembar Persetujuan Menjadi Responden : Lembar Observasi : Pengajuan Ijin Penelitian : Surat Ijin Penelitian ke RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri : Pengajuan Ijin Penelitian Kesbangpol Wonogiri : Surat Telah Selesai Penelitian Lampiran 10 : Hasil Analisis Lampiran 11 : SOP Tripod Position Lampiran 12 : Lembar Konsultasi xii
14 PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2016 Sri Suyanti PENGARUH TRIPOD POSITION TERHADAP FREKUENSI PERNAFASAN PADA PASIEN DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) DI RSUD dr. SOEDIRAN MANGUN SUMARSO ABSTRAK Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan penyakit paru yang ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel. Penyakit ini merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas yang kronik di dunia. Setiap tahun banyak orang yang menderita dan meninggal dunia karena penyakit ini maupun karena komplikasinya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Tripod Position terhadap frekuensi pernafasan pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK). Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan rancangan penelitian one-group pre-post test design. Sampel pada penetian ini menggunakan 20 Responden yang menderita PPOK. Analisis bivariat menggunakan uji Wilcoxon yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel dengan skala nominal dan ordinal yaitu variabel Tripod Position dan frekuensi pernafasan. Hasil analisis bivariat menggunakan uji wilcoxon didapatkan nilai p value = 0,008 maka p value < 0,05 sehingga H0 ditolak dan H1 diterima artinya ada Pengaruh Tripod Position Terhadap Pernafasan pada Pasien dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK). Posisi tubuh klien Tripod Position akan mempengaruhi kekuatan otot inspirasi dan dapat mengurangi dyspnea karena posisi tersebut membantu peningkatan fungsi paru. Posisi Orthopniec (Tripod Position) menyebabkan organ-organ abdominal tidak menekan diafragma dan posisi ini dapat membantu menekan bagian bawah dada kepada ujung meja sehingga membantu pengeluaran nafas untuk menjadi lebih mudah. Proses ventilasi yang meningkat pada pasien PPOK yang diposisikan tripod position akan meningkatkan pengeluaran CO2 dan meningkatkan asupan oksigen kedalam intraalveolus. Kesimpulan penelitian ini adalah adanya pengaruh tripod position terhadap frekuensi pernafasan pada pasien PPOK. Kata Kunci : PPOK, Frekuensi Pernafasan, Tripod Position Daftar Pustaka : 33 ( ) xiii
15 BACHELOR OF NURSING PROGRAM SCHOOL OF HEALTH SCIENCES OF KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2016 Sri Suyanti The Contribution of Tripod Position to Respiratory Rates of Patients with Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) ) of dr. Soediran Mangun Sumarso Regional Public Hospital ABSTRACT Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) is a lung disease characterized by the increase of airflow obstruction that is not fully reversible. This type of ailment is the major determining factor of chronic morbidity and mortality in the world. Each year, many people suffer from and die for either this disease or COPD-related complications. This study aims at investigating the contribution of tripod position to the respiratory rates of patients with Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD). This is a qualitative research with one-group pre-post test design. The samples were 20 respondents suffering from COPD. Bivariate analysis was conducted with Wilcoxon sign test to measure the influence of variables with nominal and ordinal scales, including tripod position and respiratory rate. The results of bivariate analysis using Wilcoxon sign test indicate p-value = 0.008, with p-value < 0.05, and therefore H 0 is rejected and H 1 is accepted, which means that tripod position contributes to the respiratory rates of patients with Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD). The tripod position of clients influences the inspiratory muscle power and has a tendency to reduce dyspnea since the position helps improve the pulmonary function. Orthopneic position (tripod position) allows the diaphragm to be free from the pressure of abdominal organs and helps suppress the lower part of chest towards table edge, and therefore it helps the process of exhalation. The increased ventilation in COPD patients with tripod position improves C02 exhalation and oxygen intake into intra-alveolar vessels. This research concludes that the tripod position contributes to the respiratory rates of patients with Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD). Keywords : COPD, respiratory rates, tripod position Bibliography : 33 ( ) xiv
16 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan penyakit paru yang ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel (David et al, 2010). Penyakit ini merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas yang kronik di dunia. Setiap tahun banyak orang yang menderita dan meninggal dunia karena penyakit ini maupun karena komplikasinya. WHO menyatakan bahwa PPOK merupakan penyebab kematian ke-4 di duna dengan prevalensi mencapai 340 juta pada tahun 2009 (Davey, 2011). Kasus PPOK juga menempati urutan ke-4 sebagai penyakit yang menyebabkan kematian tersering di Amerika pada tahun 2000 (Asih & Effendy, 2004). Angka kematian akibat PPOK di Eropa bervariasi pada setiap negara. WHO menyatakan jumlah kasus PPOK di Asia tiga kali lipat lebih banyak dibanding dengan bagian dunia lainnya. Word Health Organisation (WHO) memperkirakan bahwa pada tahun 2020 prevalensi PPOK akan terus meningkat dari peringkat ke-6 menjadi peringkat ke-3 di dunia dan dari peringkat ke-6 menjadi peringkat ke-3 penyebab kematian tersering di dunia (Depkes RI, 2008). Menurut WHO pada tahun 2010 PPOK adalah masalah kesehatan utama yang menjadi penyebab kematian no 4 di Indonesia (PDPI, 2006). 1
17 2 Sesak nafas atau dyspnoea merupakan gejala yang umum dijumpai pada penderita PPOK (Ambrosino & Serradori, 2006). Penyebab sesak nafas tersebut bukan hanya karena obstruksi pada bronkus atau bronkhospasme saja tapi lebih disebabkan karena adanya hiperinflansi. Keadaan tersebut berdampak kepada menurunnya saturasi oksigen (SaO2). Serangkaian penelitian tentang PLB (Pursed Lips Breathing) yang telah dilakukan, seperti dilakukan oleh Bianchi (2004), Ambrosino & Serradori (2006), Ramos et al (2009), dan Kim, et al (2012) menunjukan bahwa PLB (Pursed Lips Breathing) dapat meningkatkan kondisi pernafasan pasien PPOK, yaitu meningkatkan SaO2. Penelitian lain menyebutkan bahwa posisi prone sangat mempengaruhi perbaikan saturasi oksigen, pengembangan paru, pengembangan dinding dada dan penurunan insiden apnea pada bayi prematur (Wilawan Patcharee & Chavee, 2009). Pada peneliti ini menganalisis sekumpulan penelitian, 35 diantaranya menyimpulkan bahwa posisi prone mempunyai banyak keuntungan karena posisi ini dapat mengurangi pengeluaran energi, mempercepat pengosongan isi lambung, meningkatkan respirasi, menurunkan frekuensi nafas, meningkatkan kemampuan bernafas dan meningkatkan saturasi oksigen (Bayuningnish, 2011). Tindakan keperawatan lain yang dapat dilakukan untuk membantu meningkatkan kondisi pernafasan pasien PPOK adalah memberikan Tripod Position. Tripod Position meningkatkan tekanan intraabdominal dan menurunkan penekanan diafragma kebagian rongga abdomen selama inspirasi
18 3 (Bhatt, et al, 2009). Pada penelitian yang dilakukan oleh Kim, et al (2012) Tripod Position dapat membantu meningkatkan kondisi pernafasan. Hasil penelitian Khasanah (2013), menunjukan posisi Tripod Position dan PLB yang dilakukan secara bersama-sama dan hanya dilakukan satu kali tindakan didapatkan hasil bahwa tindakan tersebut efektif untuk meningkatkan SaO2 Peningkatan tanda-tanda vital terutama frekuensi nadi dan nafas sering diikuti dengan peningkatan saturasi oksigen. Penurunan kondisi ditandai dengan penurunan saturasi oksigen, frekwensi nadi, dan nafas. Dengan meningkatnya saturasi, nadi dan nafas, maka proses weaning bisa dilakukan sehingga lama kelamaan ventilator bisa dilepas dan pasien bisa bernafas spontan (Kozier & Erb, 2009). Pemantauan saturasi oksigen, frekuensi nafas, frekuensi nadi pada bayi dan neonatus merupakan tindakan rutin yang dilakukan untuk melihat kondisi dan penampilan klinis bayi yang menggunakan ventilator. Kegiatan rutin yang utama dalam pemantauan status oksigenasi bayi yang menggunakan ventilator adalah memonitor saturasi oksigen. Saturasi oksigen diukur dengan alat sensor (prone) yang disebut oksimetri. Hasil dari pemantauan ini dapat dilihat dilayar monitor (Asih, 2003). Hasil studi pendahuluan yang dilakukan di RSUD dr.mangun Sumarso Wonogiri ditemukan terdapat 20 pasien PPOK dalam waktu sebulan. Penatalaksanaan PPOK masih memerlukan penggunaan alat bantu nafas yang memerlukan biaya mahal untuk itu penulis tertarik melakukan penelitian untuk meningkatkan frekuensi pernafasan dan nadi dengan judul Pengaruh
19 4 Tripod Position Terhadap Frekuensi Pernafasan pada Pasien dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Rumusan Masalah Adakah pengaruh Tripod Position terhadap frekuensi pernafasan pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)? 1.3. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui pengaruh Tripod Position terhadap frekuensi pernafasan pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK). 2. Tujuan Khusus a. Mengidentifikasi karakteristik responden b. Mengidentifikasi frekuensi pernafasan pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) sebelum diberikan Tripod Position. c. Mengidentifikasi frekuensi pernafasan pada Pasien dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) setelah diberikan Tripod Position. d. Melakukan analisa pengaruh Tripod Position terhadap frekuensi pernafasan pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK).
20 Manfaat Penelitian 1. Rumah Sakit Hasil penelitian dapat dijadikan acuan dalam memberikan penanganan pendukung pada pasien PPOK dalam meningkatkan frekuensi pernafasan sehingga saturasi oksigen dapat meningkat. 2. Intitusi Hasil penelitian ini dapat dijadikan sumber pustaka tentang penanganan PPOK. 3. Peneliti Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebuah pengalaman dan aplikasi teori yang sudah didapatkan. 4. Masyarakat Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebuah sumber informasi tentang cara mengurangi keluhan sesak nafas. 5. Peneliti Lain Hasil penelitian ini dapat memotivasi peneliti lain dalam melakukan penanganan PPOK dengan mengkombinasi Tripod Position, semi fowler dan High Fowler dalam menstabilkan frekuensi pernfasan.
21 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teori Penyakit Paru Obstruktif Kronik 1. Pengertian PPOK adalah keadaan penyakit yang ditandai oleh keterbatasan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel. Keterbatasan aliran darah ini biasanya progresif dan berhubungan dengan respon peradangan yang abnormal dari paru terhadap partikel atau udara yang berbahaya (David et al, 2010). PPOK merupakan keadaan sesak nafas saat aktivitas meningkat secara progresif dalam beberapa tahun, seringkali > 5 tahun. Biasanya disertai dengan bronkitis kronis (batuk produktif) di pagi hari > 3 bulan selama 2 tahun berturut-turut (Davey, 2011). PPOK adalah istilah umum yang digunakan untuuk menggambarkan kondisi obstruksi ireversibel progresif aliran udara ekspirasi (Asih & Effendy, 2004). 2. Tipe PPOK Berdasarkan kesepakatan para pakar (PDPI/ Perkumpulan Dokter Paru Indonesia) tahun 2005 maka PPOK dikelompokkan ke dalam (0emiati, 2013) : a. PPOK ringan adalah pasien dengan atau tanpa batuk. Dengan atau tanpa produksi sputum dan dengan sesak napas derajad nol sampai 6
22 7 satu. Sedangkan pemeriksaan Spirometrinya menunjukkan VEP = 80% prediksi (normal) dan VEP 11 /KVP < 70 % b. PPOK sedang adalah pasien dengan gejala klinis dengan atau batuk. Dengan atau produksi sputum dan sesak napas dengan derajad dua. Sedangkan pemeriksaan Spirometrinya menunjukkan VEP 1 = 70% dan VEP/KVP < 80% prediksi 1 c. PPOK berat adalah pasien dengan gejala klinis sesak napas derajad tiga atau empat dengan gagal napas kroniki. Eksaserbasi lebih sering terjadi. Disertai komplikasi kor pulmonum atau gagal jantung kanan. Adapun hasil spirometri menunjukkan VEP 1/KVP < 70 %, VEP< 30 % prediksi atau VEP > 30 % dengan gagal napas kronik. Hal ini ditunjukkan dengan hasil pemeriksaan analisa gas darah dengan kriteria hipoksemia dengan normokapnia atau hipoksemia dengan hiperkapnia. 3. Tingkat Keparahan PPOK Tingkat keparahan PPOK diukur dari skala sesak napas. Menurut American Thoracic Society (ATS) 4 penggolongan PPOK berdasarkan derajat obstruksi saluran napas yaitu ringan, sedang, berat dan sangat berat. Gejala ini ditandai dengan sesak napas pada penderita yang dirinci sebagai berikut (Oemiati, 2013): a. Tidak ada sesak kecuali dengan aktivitas berat dengan skala 0.
23 8 b. Terganggu oleh sesak napas saat bergegas waktu berjalan atau sedikit mendaki nilai 1 skala ringan. Serta pengukuran spirometri menunjukkan nilai VEP = 50 % c. Berjalan lebih lambat daripada orang lain yang 1sama usia karena sesak napas, atau harus berhenti sesaat untuk bernapas pada saat berjalan walau jalan mendatar nilai 2 skala sedang. d. Harus berhenti bila berjalan 100 meter atau setelah beberapa menit berjalan nilai 3 skala berat. e. Sesak napas tersebut menyebabkan kegiatan sehari-hari terganggu atau sesak napas saat menggunakan atau melepaskan pakaian, nilai 4 skala sangat berat. Pada penderita PPOK derajat berat sudah terjadi gangguan fungsional sangat berat serta membutuhkan perawatan teratur dan spesialis respirasi. 4. Faktor Risiko Beberapa faktor risiko antara lain (Oemiati, 2013) : a. Pajanan dari partikel antara lain : 1) Merokok Merokok merupakan penyebab 1 PPOK terbanyak (95% kasus) di negara berkembang. Perokok aktif dapat mengalami hipersekresi mucus dan obstruksi jalan napas kronik. Dilaporkan ada hubungan antara penurunan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP) dengan jumlah, jenis dan lamanya merokok. Studi
24 9 di China menghasilkan risiko relative merokok 2,47 (95% CI: 1,91-2,94), Perokok pasif juga menyumbang terhadap symptom saluran napas dan PPOK dengan peningkatan kerusakan paruparu akibat menghisap partikel dan gas-gas berbahaya. Merokok pada saat hamil juga akan meningkatkan risiko terhadap janin dan mempengaruhi pertumbuhan paru-parunya. 2) Polusi indoor Memasak dengan bahan biomass dengan ventilasi dapur yang jelek misalnya terpajan asap bahan bakar kayu dan asap bahan bakar minyak diperkirakan memberi kontribusi sampai 35%. Manusia banyak menghabiskan waktunya pada lingkungan rumah (indoor) seperti rumah, tempat kerja, perpustakaan, ruang kelas, mall, dan kendaraan. Polutan indoor yang penting antara lain SO2, NO dan CO yang dihasilkan dari memasak dan kegiatan pemanasan, zat-zat organik yang mudah menguap dari cat, karpet, dan mebelair, bahan percetakan dan alergi dari gas dan hewan peliharaan serta perokok pasif. WHO melaporkan bahwa polusi indoor bertanggung jawab terhadap kematian dari 1,6 juta orang setiap tahunya. Pada studi kasus kontrol yang dilakukan di Bogota, Columbia, pembakaran kayu yang dihubungkan dengan risiko tinggi PPOK (adjusted OR 3,92, 95 % CI 1,2 9,1).
25 10 3) Polusi outdoor Polusi udara mempunyai pengaruh buruk pada VEP, inhalan yang paling kuat menyebabkan PPOK adalah Cadmium, Zinc dan debu. Bahan asap pembakaran/pabrik/tambang. Bagaimanapun peningkatan relatif kendaraan sepeda motor di jalan raya pada dekade terakhir ini. saat ini telah mengkhawatirkan sebagai masalah polusi udara pada banyak kota metropolitan seluruh dunia. Pada negara dengan income rendah dimana sebagian besar rumah tangga di masyarakat menggunakan cara masak tradisional dengan minyak tanah dan kayu bakar, polusi indoor dari bahan sampah biomassa telah memberi kontribusi untuk PPOK dan penyakit kardio respiratory, khususnya pada perempuan yang tidak merokok PPOK adalah hasil interaksi antara faktor genetik individu dengan pajanan lingkungan dari bahan beracun, seperti asap rokok, polusi indoor dan outdoor. Di Mexico, Tellez Rojo et al, menemukan bahwa peningkatan materi partikel 10µg/m dikaitkan dengan peningkatan penyakit saluran napas 2,9% (95% CI 0,9 4,9) dan kematian PPOK 4,1% (95% CI 1,3 6,9 ), respectively, Di Hongkong sebuah studi kohort prospektif menemukan bahwa prevalensi dari kebanyakan gejala sakit pernafasan meningkat lebih selama periode 12 tahun dan diperoleh data bahwa
26 11 prevalensi yang terdiagnosa emfisema meningkat dari 2,4%-3,1% dengan OR 1,78 (95% CI 1,12 2,86), hal ini mungkin disebabkan oleh faktor lingkungan khususnya peningkatan polusi udara di kota Hongkong. Beberapa penelitian menemukan bahwa pajanan kronik di kota dan polusi udara menurunkan laju fungsi pertumbuhan paru-paru pada anak-anak. 4) Polusi di tempat kerja Polusi dari tempat kerja misalnya debu-debu organik (debu sayuran dan bakteri atau racun-racun dari jamur), industri tekstil (debu dari kapas) dan lingkungan industri (pertambangan, industri besi dan baja, industri kayu, pembangunan gedung), bahan kimia pabrik cat, tinta, sebagainya diperkirakan mencapai 19%. b. Genetik (defisiensi Alpha 1-antitrypsin) Faktor risiko dari genetic memberikan kontribusi 1 3% pada pasien PPOK. c. Riwayat infeksi saluran napas berulang Infeksi saliran napas akut adalah infeksi akut yang melibatkan organ saluran pernafasan, hidung, sinus, faring, atau laring. Infeksi saluran napas akut adalah suatu penyakit terbanyak diderita anakanak. Penyakit saluran pernafasan pada bayi dan anak-anak dapat pula memberi kecacatan sampai pada masa dewasa, dimana ada hubungan dengan terjadinya PPOK.
27 12 d. Gender, usia, konsumsi alkohol dan kurang aktivitas fisik Studi pada orang dewasa di Cina didapatkan risiko relative pria terhadap wanita adalah 2,80 (95% C I ; 2,64-2,98). Usia tua RR 2,71 (95% CI 2,53-2,89). Konsumsi alkohol RR 1,77 (95% CI : 1,45 2,15), dan kurang aktivitas fisik 2,66 (95% CI ; 2,34 3,02) (Oemiati, 2013). 5. Penatalaksanaan Penatalaksanaan harus mencakup pemeriksaan dan pengukuran faktor risiko selain penatalaksanaan PPOK yang stabil maupun eksaserbasi. Penatalaksanaan yang dapat dilakukan antara lain (David, et al, 2010) : a. Rehabilitasi untuk penghentian merokok dan berolahraga b. Bronkodilator yang digunakan untuk mencegah dan mengurangi gejala c. Obat steroid inhalasi yang digunakan pada pasien simtomatik untuk meningkatkan spirometri Tripod Position 1. Definisi Tripod Position Pada pasien PPOK, pergerakan diafragma dan kontribusinya terhadap volume tidal seperti orang yang beristirahat. Diafragma dapat diperpanjang dengan meningkatkan tekanan perut selama ekspirasi aktif atau dengan mengadopsi posisi tubuh Tripod Position. Latihan otot
28 13 pernafasan (respiratory muscle training) dan penggunaan abdominal belt dapat meningkatkan kekuatan dan kapasitas daya tahan otot (Gosselink, 2013). 2. Langkah Prosedur Tripod Position Tripod Position merupakan posisi yang umum diadopsi oleh pasien dengan penyakit paru. Langkah-langkah Tripod Position sebagai berikut : a. Tripod Position adalah Posisi duduk di tempat tidur dengan punggung membungkuk kedepan membentuk sudut 135 derajat b. Kepala serta lengan disangga/ diletakan di atas meja atau bantal c. Lengan ditopang kepala atau lengan ditopang paha. d. Posisi tersebut diberikan pada pasien yang tidak mendapatkan oksigen e. Posisi ini diberikan setelah pasien mendapatkan obat bronkhodilator setelah 4 jam pemberian obat f. Tindakan posisi dilakukan selama 10 menit pertama dan dilanjutkan 30 menit dengan jeda istirahat setiap 5 menit (KNGF, 2008). 3. Manfaat Posisi Tripod Position Posisi Tripod Position menigkatkan tekanan intraabdominal dan menurunkan penekanan diafragma kebagian rongga abdomen selama inspirasi (Bhatt, et al, 2009). Hasil penelitian sebelumnya menunjukan penurunan aktifitas otot scalene (SM) dan sternocleidomastoid (SCM) pada Tripod Position. Penelitian yang lain juga menunjukan bahwa Tripod Position dengan bahu disangga oleh otot (seperti otot pectoralis mayor dan minor ) berkontribusi secara signifikan terhadap
29 14 pengembangan tulang rusuk. Pengembangan tulang rusuk dengan lengan dan kepala disangga berkontribusi terhadap inspirasi (Gosselink, 2013). Pada penelitian yang dilakukan oleh Kim, et al (2012) aktifitas otot SM dan SCM meningkat secara signifikan pada posisi condong kedepan dengan lengan disangga pada paha ataupun lengan disangga kepala dibandingkan posisi netral. Beberapa mekanisme yang dapat dijelaskan dari hasil tersebut adalah adanya restriksi pergerakan diafragma, meningkatkan tekanan intraabdomen dengan mendekatkan tulang rusuk ke pelvis dan peningkatan tekanan abdomen ini membuat diafragma kesulitan untuk menekan abdomen kebelakang selama inspirasi, dengan pengembalian aktifitas otot dengan kekuatan yang dipertahankan oleh tangan yang ditopang ke muka/ kepala dan lengan yang ditopang oleh paha serta stabilnya tangan dan lengan, sternum, clavicula dan tulang rusuk dapat ditarik ke atas oleh otot SM dan SCM (Kim, et al, 2012). Teknik kontrol pernafasan untuk mengoptimalkan gerakan thoracoabdominal dapat dilakukan dengan pernafasan diafragma dan bernafas lambat dan dalam. Kegiatan otot aksesori berhubungan positif dengan sensasi Dyspnea, sedangkan aktivitas diafragma berhubungan negatif dengan sensasi Dyspnea (Brislin, Garroutte, Cilli, 1990 dalam Gosslink, 2013). Akibatnya, pernapasan diafragma, atau pernafasan lambat dan dalam, seperti umumnya diterapkan dalam praktek
30 15 fisioterapi, bermanfaat untuk memperbaiki kelainan gerakan dinding dada, mengurangi kerja pernapasan, aktivitas otot aksesori dan Dyspnea serta untuk meningkatkan efisiensi pernapasan dan meningkatkan distribusi ventilasi (KNFG, 2008) Tanda-Tanda Vital Pemantauan status hemodinamik pasien dapat dinilai baik dengan parameter non invasif maupun invasif. Menurut Marik dan Baram (2007) parameter non invasif yang sering digunakan untuk menilai hemodinamik pasien adalah: 1. Pernafasan a. Inspeksi Pada pemeriksaan inspeksi pada pernafasan normal didapatkan data bahwa bentuk dada simestris, tidak ada tarikan otot bantu pernafasan dan tidak ada jejas atau luka di daerah sekitar dada. b. Palpasi Pada pemeriksan palpasi pada pernafasan normal didapatkan data bahwa traktil fremitus teraba dan pengembangan dada kanan kiri sama. c. Perkusi Pada pemeriksaan perkusi pada pernafasan normal didapatkan data sonor di seluruh lapang paru.
31 16 d. Auskultasi Pada pemeriksaan auskultasi pada pernafasan normal didapatkan data bahwa bunyi nafas vesikuler diseluruh lapang paru. Frekuensi pernapasan pada orang dewasa : normal 16-24, bradipnea kurang dari 16 dan takipnea lebih dari 25. Pengaturan RR pada anak disesuaikan dengan usia anak (Sundana, 2008). Frekuensi pernapasan normal pada usia neonates: 30 sampai dengan 60 kali/menit, 1 bulan sampai 1 tahun: 30 sampai dengan 60 kali/menit, 1 sampai 2 tahun: 25 sampai dengan 50 kali/menit, 3 sampai 4 tahun: 20 sampai dengan 30 kali/menit, 5 sampai 9 tahun dan usia lebih dari 10 tahun: 15 sampai dengan 30 kali/menit (Matondang, Wahidiyat & Sastroasmoro, 2009). 2. Tekanan darah Perhitungan tekanan darah dilakukan dengan alat bantu monitor. Nilai normal sesuai usia anak adalah sebagai berikut: usia 1 bln: 85/50 mmhg, 6 bulan: 90/53 mmhg, 1 tahun: 91/54 mmhg, 2 tahun: 91/56 mm Hg, 6 tahun: 95/57 mmhg, 10 tahun: 102/62 mm Hg, 12 tahun: 107/64 mmhg, 16 tahun: 117/67 mmhg (Ramesh, 2003). 3. Frekuensi denyut jantung (Heart Rate) Perhitungan frekuensi denyut jantung dilakukan dengan alat bantu monitor. Frekuensi nadi pada orang dewasa: normal x/mnt, bradikardi kurang dari 60 x/mnt dan takikardi lebih dari 60 x/mnt. Frekuensi jantung anak usia 1 bulan: 100 sampai dengan 180
32 17 kali/menit, 6 bulan: 120 sampai dengan 160 kali/ menit, 1 tahun 90 sampai dengan 140 kali/menit, 2 tahun: 80 sampai dengan 140 kali/menit, 6 tahun: 75 sampai dengan 100 kali/menit, 10 tahun: 60 sampai dengan 90 kali/menit, 12 tahun: 55 sampai dengan 90 kali/menit, 16 tahun: 50 sampai dengan 90 kali/menit (Ramesh, 2003).
33 Kerangka Teori Pajanan Dari Partikel Genetik Riwayat Infeksi Saluran Nafas Gender PPOK Frekuensi Nafas Tripod Position Gambar 2.1 Kerangka Teori (Sumber : Oemiati (2010), Suratun, dkk (2008))
34 Kerangka Konsep Variabel Independen Variabel Dependen Frekuensi Nafas Pre Terapi Tripod Position Terapi Tripod Position Frekuensi RR Post Terapi Tripod Position Gambar 2.1 Kerangka Konsep 2.4. Hipotesis H 0 : Tidak ada Pengaruh Tripod Position Terhadap Frekuensi Pernafasan pada Pasien dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK). H1 : Ada Pengaruh Tripod Position Terhadap Frekuensi Pernafasan pada Pasien dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK).
35 Keaslian Penelitian Tabel 2.1 Keaslian Penelitian No Nama Metodologi Judul Pengarang penelitian 1 Ritianingsih, Peningkatan Penelitian kuasi Irawaty & Fungsi eksperimen dengan Handiyani Ventilasi Paru pendekatan pre-test (2011) Pada Klien post-test Penyakit Paru group melibatkan 36 Obstruksi responden yang Kronis diambil secara Dengan Posisi consecutive High Fowler Dan Orthopneic 2 Khasanah & Maryoto (2014) Efektifitas Posisi Condong Ke Depan (Ckd) Dan Pursed Lips Breathing (PLB) Terhadap Peningkatan Saturasi Oksigen Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Desain penelitian adalah randomized control trial pre post test with control group. Populasi pada penelitian ini adalah para pasien PPOK yang dirawat di rumah sakit Margono Soekarjo dan sekitarnya. Teknik sampling menggunakan simple random sampling. Besar sampel yang diteliti adalah 25 responden, terdiri dari 9 pasien PPOK sebagai kelompok intervensi/ klp 1, 8 Hasil penelitian Hasil penelitian menunjukkan bahwa posisi high fowler dan orthopneic dapat meningkatkan nilai arus puncak ekspirasi (APE) (p= 0,0005, a= 0,05). Fungsi ventilasi paru klien terlihat lebih baik dengan posisi orthopneic daripada posisi high fowler (p= 0,0005, a= 0,05). Ada hubungan antara usia dan fungsi ventilasi paru. Tinggi badan, berat badan, dan jenis kelamin tidak mempengaruhi fungsi ventilasi paru 1. Posisi CKD dan PLB yang dilakukan bersama-sama dengan lama waktu setiap latihan 5 menit sebanyak 3 kali dengan durasi istirahat 5 menit yang dilakukan selama tiga hari efektif untuk meningkatkan SaO2 pada pasien PPOK. 2. Posisi CKD dan PLB yang dilakukan selama tiga hari lebih efektif untuk meningkatkan
36 21 pasien PPOK sebagai kelompok kontrol 2/ klp 2 dan 8 pasien PPOK sebagai kelompok kontrol 2/ klp 3. Kriteria sampel meliputi: bersedia menjadi responden, kemmapuan inspirasi maksimal kurang sama dengan 1000 ml, SaO2 kurang sama dengan 95%, pasien yang mengeluh sesak nafas dan mendapatkan terapi bronchodilator. SaO2 dari pada posisi CKD dan natural breathing.
37 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan rancangan penelitian one-group pre-post test design yaitu penelitian yang menilai hasil sebelum dan sesudah dilakukan intervensi atau tindakan yang dinilai dalam satu kelompok saja. Pada penelitian ini peneliti menilai frekuensi pernafasan sebelum dan sesudah dilakukannya Tripod Position pada pasien dengan penyakit paru obstruktif kronis (Nursalam, 2014) Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi adalah kumpulan subjek yang dijadikan sebagai responden suatu penelitian (Nursalam, 2014). Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien yang menderita penyakit paru obstruktif kronis di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri. Hasil studi pendahuluan yang dilakukan didapatkan data bahwa dalam 1 bulan diperkirakan terdapat 20 pasien yang menderita PPOK. 2. Sampel Sampel adalah beberapa subjek yang dijadikan sebagai responden penelitian. Pada penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sampel 22
38 23 purposive sampling yaitu responden dipilih berdasarkan atas kriteria yang ditetapkan oleh peneliti ( Nursalam, 2014). Kriteria-kriteria sampel pada penelitian ini adalah : Kriteria Inklusi : 1. Pasien yang menderita PPOK 2. Pasien yang composmentis atau sadar 3. Mendapat obat bronkodilator 4 jam yang lalu 4. Tidak pakai oksigen 5. Pasien yang mau menjadi responden dan menandatangani informed consent Kriteria Eksklusi : 1. Pasien yang emergency Rumus Penghitungan Sampel n Keterangan : n : Sampel N : Populasi d : Konstanta tingkat kesalahan (0,05) n = 19,04 = 19 Responden
39 24 Sampel pada penetian ini menggunakan 19 Responden yang menderita PPOK Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Ruang penyakit dalam Teratai, Anggrek, PAV A, PAV B dan Bougenville RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri pada bulan September-Oktober Variabel, Definisi Operasional, dan Skala Pengukuran Tabel 3.1 Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Variabel Definisi Alat ukur Penilaian Skala Tripod Posisi duduk di Lembar 1 = tidak Nominal membungkuk kedepan membentuk sudut Position tempat tidur dengan punggung Observasi 2 = iya 135 derajat dan kepala serta lengan disangga/ diletakan di atasmeja atau bantal atau lengan ditopang kepala atau lengan ditopang paha Frekuensi Jumlah inspirasi Lembar RR Ordinal Pernafasan ekspirasi yang Observasi 1. Bradipnea dihitung dalam (<16) jangka waktu 2. Normal satu menit (16-24) 3. Takypnea (>24)
40 Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan Data Alat penelitian Alat penelitan yang digunakan meliputi lembar observasi untuk penilaian frekuensi nadi dan pernafasan, bolpoin, kertas, dan jam Cara Pengumpulan Data 1. Mengurus surat ijin penelitian 2. Melakukan Koordinasi dengan Kepala Ruang 3. Mencari sampel yang sesuai dengan kriteria inklusi 4. Memberikan penjelasan penelitian dan meminta responden untuk menandatangani inform consent jika responden mau dijadikan sebagai objek penelitian 5. Mengukur RR sebelum dilakukan Tripod Position 6. Memberikan oksigen dan obat bronkodilator selama 4 jam sebelum terapi Tripod Position 7. Memberikan Tripod Position selama kurang lebih Menit. 8. Mengukur RR sesudah dilakukan Tripod Position 9. Mencatat hasil pengukuran pada lembar observasi 3.6. Teknik Pengolahan dan Analisa Data Pengolahan Data Dalam penelitian ini dilakukan pengolahan data dengan tahap sebagai berikut :
41 26 1. Editing Pada tahap ini peneliti melakukan koreksi data untuk melihat kebenaran pengisian dan kelengkapan pengukuran data hasil pengukuran responden. Hal ini dilakukan di tempat pengumpulan data sehingga bila ada kekurangan segera dapat dilengkapi. Selama proses penelitian ada beberapa data yang tidak maka peneliti meminta responden untuk melengkapinya sehingga didapatkan data yang lengkap. 2. Coding Peneliti melakukan pemberian kode pada data untuk mempermudah mengolah data, hanya 1 variabel diberi kode yaitu variabel dependen (Nursalam 2013). Kode data pengukuran frekuensi RR diberi angka 1 jika bradipnea, 2 jika normal, 3 jika takypnea. 3. Entry data Merupakan suatu proses pemasukan data kedalam komputer untuk selanjutnya dilakukan analisa data dengan menggunakan program komputer. 4. Cleaning Cleaning adalah memastikan bahwa seluruh data yang dimasukkan kedalam mesin pengolah data sudah sesuai dengan sebenarnya atau proses pembersihan data. Dalam proses ini peneliti melakukan pengecekan ulang untuk memastikan bahwa semua data
42 27 yang dimasukkan dalam program komputer telah sesuai dengan data asli yang didapat di lapangan. 5. Tabulating Kegiatan memasukkan data hasil penelitian kedalam tabel kemudian diolah dengan bantuan komputer Analisa Data Analisa data dilakukan untuk menjawab hipotesis penelitian. Data yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan teknik statistik kuantitatif dengan menggunakan analisis unviariat dan bivariat. Pada penelitian ini menggunakan sistem komputer dalam penghitungan data. Adapun analisa yang digunakan sebagai berikut: 1. Analisa Univariat Analisa univariat merupakan suatu analisa yang digunakan untuk menganalisis tiap-tiap variabel dari hasil penelitian yang menghasilkan suatu distribusi frekuensi dan prosentase dari masing-masing variabel (Nursalam, 2014). Analisa univariat dalam penelitian ini adalah distribusi tentang lama menderita, umur, jenis kelamin. 2. Analisa Bivariat Analisis bivariat menggunakan uji Wilcoxon yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel dengan skala nominal dan ordinal yaitu variabel Tripod Position dan frekuensi pernafasan (Nursalam, 2014)
43 28 Analisa hasil uji statistik : Apabila p value > 0,05 maka H o diterima dan H 1 ditolak artinya tidak ada Pengaruh Tripod Position Terhadap Pernafasan pada Pasien dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK). Apabila p value < 0,05 maka Ho ditolak dan H1 terima artinya ada Pengaruh Tripod Position Terhadap Pernafasan pada Pasien dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Etika Penelitian Ada beberapa etika yang dilakukan untuk mendukung kelancaran penelitian ini antara lain sebagai berikut : 1. Informed consent (Lembar Persetujuan) Informed consent merupakan cara persetujuan antara peneliti dengan calon responden dengan memberikan lembar persetujuan. Peneliti menjelaskan tujuan penelitian kepada calon responden. Calon responden bersedia menjadi responden maka dipersilahkan menandatangani lembar persetujuan. 2. Anonimity (Kerahasiaan Identitas) Anonimity merupakan etika penelitian dimana peneliti tidak mencantumkan nama responden dan tanda tangan pada lembar alat ukur, tetapi hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data. Kode yang digunakan berupa nama responden.
44 29 3. Confidentiality (Kerahasiaan Informasi) Peneliti menjamin kerahasiaan hasil penelitian baik informasi atau masalah lain yang menyangkut privacy klien. Hanya kelompok data tertentu yang dilaporkan pada hasil penelitian.
45 BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1. Analisa Univariat Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Tabel 4.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin Frekuensi Persen (%) Laki-laki Perempuan 7 35 Total Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin yang paling banyak sesuai dengan tabel 4.1 adalah jenis kelamin laki-laki sebanyak 13 orang (65%) Karakteristik Responden Berdasarkan Umur (Depkes, 2008) Tabel 4.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur Klasifikasi Umur Frekuensi Persen (%) Dewasa Awal (26-35 Tahun) 3 15 Dewasa Akhir (36-45 Tahun) 2 10 Lansia Awal (46-55 Tahun) 1 5 Lansia Akhir (56-65 Tahun) 5 25 Manula (>65 Tahun) 9 45 Total Karakteristik responden berdasarkan umur yang paling banyak sesuai dengan tabel 4.2 adalah umur > 65 tahun sebanyak 9 orang (45%). 30
46 Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Sakit Tabel 4.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Sakit Lama Sakit Frekuensi Persen (%) < 5 Tahun Tahun 4 20 Total Karakteristik responden berdasarkan lama sakit yang paling banyak sesuai dengan tabel 4.3 adalah <5 tahun sebanyak 16 orang (80%) Distribusi Respirasi rate Sebelum Diberikan Tripod Position Tabel 4.4 Distribusi Respirasi rate Sebelum Diberikan Tripod Position Respirasi Rate Frekuensi Persen (%) Bradipnea 0 0 Normal Takypnea 9 45 Total Distribusi respirasi rate sebelum diberikan tripod position yang paling banyak sesuai dengan tabel 4.4 adalah normal sebanyak 11 orang (45%) Distribusi Respirasi rate Setelah Diberikan Tripod Position Tabel 4.5 Distribusi Respirasi rate Setelah Diberikan Tripod Position Respirasi Rate Frekuensi Persen (%) Bradipnea 0 0 Normal Takypnea 2 10 Total
47 34 Distribusi respirasi rate setelah diberikan tripod position yang paling banyak sesuai dengan tabel 4.5 adalah normal sebanyak 18 orang (90%) Analisis Bivariat Pengaruh Tripod Position Terhadap Respirasi Rate Tabel 4.6 Pengaruh Tripod Position Terhadap Respirasi Rate Tripod Position Bradipnea Respirasi Rate Normal Takypnea Pre Post p value 0,008 Berdasarkan Tabel 4.6 hasil analisis bivariat menggunakan uji wilcoxon didapatkan nilai p value = 0,008 maka p value < 0,05 sehingga H0 ditolak dan H 1 diterima artinya ada Pengaruh Tripod Position Terhadap Pernafasan pada Pasien dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK).
48 BAB V PEMBAHASAN 5.1. Karakteristik Responden Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin yang paling banyak sesuai dengan tabel 4.1 adalah jenis kelamin laki-laki sebanyak 13 orang (65%). Hasil penelitian Ritianingsih, Irawaty & Handiyani (2011) menunjukkan bahwa karakteristik klien berdasarkan jenis kelamin paling banyak adalah laki-laki sabanyak 21 orang (58,3%). Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Fajrin, Indra & Burhanuddin (2015) menunjukkan karakteristik responden yang paling banyak berdasarkan jenis kelamin adalah jeniskelamin terbanyak yaitu laki- laki 38(88,4%) orang. Penelitian lain yang dilakukan oleh Rahmatika di Rumah Sakit Aceh Tamiang pada tahun didapatkan berdasarkan tingkat keparahan PPOK berat banyak diderita oleh laki-laki karena kesadaran berobat meningkat setelah penyakit menjadi parah (Rahmatika, 2009). Hal ini kemungkinan karena pengaruh pergaulan. Lebih sedikitnya wanita yang merokok kemungkinan karena adanya pengaruh norma di masyarakat yaitu perokok wanita dinilai memiliki 35
49 36 perilaku negatif (Almagro et al, 2010). Data Riset Kesehatan Dasar (RISKASDES) tahun 2010 menunjukkan prevalensi perokok 16 kali lebih tinggi pada laki-laki 65,9% dibandingkan perempuan 4,2%. Data Survey Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) pada tahun 2004 didapatkan prevalensi merokok lebih besar pada laki-laki 34,4% daripada perempuan 4,5% (KemenKes, 2012) Karakteristik Responden Berdasarkan Umur Karakteristik responden berdasarkan umur yang paling banyak sesuai dengan tabel 4.2 adalah umur > 65 tahun sebanyak 9 orang (45%). Hasil penelitian Fajrin, Indra & Burhanuddin (2015) menunjukkan karakteristik responden berdasarkan umur terbanyak pada pasien PPOK stabil yaitu >65 tahun (58,1%). Hasil ini kemungkinan karena pada pasien usia lanjut sistem kardio respirasi mengalami penurunan daya tahan serta penurunan fungsi. Terjadinya perubahan pada dinding dada menyebabkan compliance dinding dada berkurang dan terdapat penurunan elastisitas parenkim paru, bertambahnya kelenjar mukus dan penebalan pada mukosa bronkus. Terjadi peningkatan tahanan saluran napas dan penurunan faal paru seperti kapasitas vital paksa / Force Vital Capacity (FVC) dan volume ekspirasi paksa detik pertama / Force Expiration Volume 1 (FEV1) ( Khairani, 2010).
50 Frekuensi nafas sebelum Tripod Position Hasil penelitian Fajrin,Yovi & Burhanuddin (2015) menunjukkan Fungsi paru penderita PPOK stabil di Poli Paru RSUD Arifin Achmad berdasarkan derajat keparahan didapatkan sebanyak 21 (48,8%) orang dengan fungsi paru berat. Fungsi paru yang berat mengakibatkan peningkatan frekuensi nafas dalam upaya memenuhi kebutuhan seluruh tubuh Frekuensi nafas setelah Tripod Position Hasil penelitian Heijdra, Dekhuijzen, van Herwaarden, dan Folgering (1994) yang mengatakan bahwa posisi tubuh klien Tripod Position akan mempengaruhi kekuatan otot inspirasi. Lapier dan Donovan (1999) telah melakukan penelitian terhadap sebelas klien PPOK dengan hasil nilai FEV1/FVC lebih tinggi setelah klien diberi posisi duduk membungkuk dibandingkan dengan posisi duduk tegak. Eltayara, Ghezzo, dan Milic-Emili (2001) dan Landers, McWhorter, Filibeck, dan Robinson (2006) menyatakan bahwa Tripod Position dapat mengurangi dyspnea karena posisi tersebut membantu peningkatan fungsi paru. Pada Tripod Position organ-organ abdominal tidak menekan diafragma dan pada posisi ini dapat membantu menekan bagian bawah dada kepada ujung meja sehingga membantu pengeluaran nafas untuk menjadi lebih mudah (Kozier dalam Ritianingsih, Irawaty & Handiyani, 2011).
51 Pengaruh Tripod Position Terhadap Respirasi Rate Hasil analisis menggunakan uji Wilcoxon didapatkan nilai p value = 0,008 makap value < 0,05 sehingga H 0 ditolak dan H 1 diterima artinya ada Pengaruh Tripod Position Terhadap Frekuensi Pernafasan pada Pasien dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK). Hasil penelitian Ritianingsih, Irawaty & Handiyani (2011) menunjukkan posisi orthopneic (Tripod Position ) dapat meningkatkan fungsi ventilasi paru klien PPOK lebih baik dibandingkan posisi high fowler. Posisi tubuh klien Tripod Position akan mempengaruhi kekuatan otot inspirasi dan dapat mengurangi dyspnea karena posisi tersebut membantu peningkatan fungsi paru. Posisi Orthopniec (Tripod Position ) menyebabkan organ-organ abdominal tidak menekan diafragma dan posisi ini dapat membantu menekan bagian bawah dada kepada ujung meja sehingga membantu pengeluaran nafas untuk menjadi lebih mudah. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Bhatt et al (2009) yang menunjukan bahwa tidak ada perbedaan tidal volume (TV) dan RR, rasio Forced Expiratory Volume toforced Vital Capacity (FEV/FVC), maxsimum inspiratory pressure (MIP), maximal exspiratorypressure (MEP), pergerakan diafragma selama tidal breathing atau forced breathing pada posisi duduk atau supinasi, atau posisi Tripod Position dengan tangan di support pada lutut (Tripod Position ) pada pasien dengan PPOK. Posisi Tripod Position akan meningkatkan otot diafragma dan otot interkosta eksternal pada posisikurang lebih 45 derajat. Otot diafragma
52 39 merupakan otot utama inspirasi dan otot interkosta eksternal juga merupakan otot inspirasi. Otot diafragma yang berada pada posisi 45 derajat menyebabkan gaya grafitasi bumi bekerja cukup adekuat pada otot utama inspirasi tersebut dibandingkan posisi duduk atau setengah duduk. Gaya grafitasi bumi yang bekerja pada otot diafragma memudahkan otot tersebut berkontraksi bergerak ke bawah memperbesar volume rongga toraks dengan menambah panjang vertikalnya. Begitu juga dengan otot interkosta eksternal, gaya grafitasi bumi yang bekerja pada otot tersebut mempermudah iga terangkat keluar sehingga semakin memperbesar rongga toraks dalam dimensi anteroposterior (Kim et al. 2012). Rongga toraks yang membesar menyebabkan tekanan di dalam rongga toraks mengembang dan memaksa paru untuk mengembang, dengan demikian tekanan intraalveolus akan menurun. Penurunan tekanan intraalveolus lebih rendah dari tekanan atmosfir menyebabkan udara mengalir masuk ke dalam pleura. Proses tersebut menujukan bahwa dengan posisi Tripod Position mempermudah pasien PPOK yang mengalami obstruktif jalan nafas melakukan inspirasi tanpa banyak mengeluarkan energi. Proses inspirasi dengan menggunakan energi yang sedikit dapat mengurangi kelelahan pasien saat bernafas dan juga meminimalkan penggunaan oksigen. Peningkatan kontraksi pada otot diafragma dan otot interkosta eksternal saat proses inspirasi juga meningkatkan kontraksi otot intra abdomen saat otototot inspirasi tersebut melemas. Otot intra abdomen merupakan otot utama ekspirasi. Peningkatan kontraksi otot intra abdomen akan meningkatkan
53 40 tekanan intra abdomen. Peningkatan tekanan intra abdomen akan mendorong diafragma ke atas semakin terangkat kerongga toraks sehingga semakin memperkecil ukuran rongga toraks. Otot ekspirasi yang lain yaitu otot interkosta internal dengan diposisikan Tripod Position menepatkan otot tersebut pada sudut sekitar 45 derajat, yang memungkinakan gaya grafitasi bekerja lebih optimal. Gaya grafitasi bumi tersebut akan membantu menarik otot interkosta interna ke bawah sehingga ukuran rongga toraks semakin kecil. Ukuran rongga toraks yang semakin kecil membuat tekanan intraalveolus semakin meningkat. Peningkatan tekanan intraalveolus yang melebihi tekanan atmosfir menyebabkan udara mengalir keluar dari paru. Proses ventilasi yang meningkat pada pasien PPOK yang diposisikan Tripod Position akan meningkatkan pengeluaran CO2 dan meningkatkan asupan oksigen kedalam intraalveolus (Bhatt et al, 2009). Peningkatan proses ventilasi pada pasien yang diposisikan Tripod Position didasarkan pada teori yang disampaikan oleh Sherwood (2001) bahwa bulkflow udara ke dalam dan keluar paru terjadi karena perubahan siklus tekanan intraalveolus yang secara tidak langsung ditimbulkan oleh aktifitas otot-otot pernafasan. Hal senada disampaikan oleh Gorman (2002); Kleinman (2002) dalam Gosselink (2003), bahwa pada pasien PPOK, pergerakan diafragma dan kontribusinya terhadap volume tidal seperti orang yang beristirahat. Diafragma dapat diperpanjang dengan meningkatkan tekanan perut selama ekspirasi aktif atau dengan mengadopsi posisi tubuh Tripod Position. Hal ini juga senada dengan penelitian Willeput dan
PENGARUH TRIPOD POSITION TERHADAP FREKUENSI PERNAFASAN PADA PASIEN DENGAN PENYAKIT OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) DI RSUD dr. SOEDIRAN MANGUN SUMARSO
PENGARUH TRIPOD POSITION TERHADAP FREKUENSI PERNAFASAN PADA PASIEN DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) DI RSUD dr. SOEDIRAN MANGUN SUMARSO NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Prevalensipenyakit paru obstruktif kronikdisingkat dengan PPOKterus
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Prevalensipenyakit paru obstruktif kronikdisingkat dengan PPOKterus meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah perokok, polusi udara dari industri dan asap kendaraan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronis ditandai dengan hambatan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronis ditandai dengan hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel. Hambatan aliran udara ini
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) akan mengalami peningkatan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) akan mengalami peningkatan beban kerja pernafasan, yang menimbulkan sesak nafas, sehingga pasien mengalami penurunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Paru-paru merupakan organ utama yang sangat penting bagi kelangsungan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Paru-paru merupakan organ utama yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia. Fungsi utama dari paru-paru adalah untuk proses respirasi. Respirasi merupakan proses
Lebih terperinciSuci Khasanah 1*, Madyo Maryoto 2. STIKES Harapan Bangsa Purwokerto
EFFEKTIFITAS POSISI CONDONG KE DEPAN (CKD) DAN PURSED LIPS BREATHING (PLB) TERHADAP PENURUNAN KELUHAN SESAK NAFAS PASIEN PENYAKIT PARU OBSTETRIK KRONIK (PPOK) Effectivness Of Position Learning Forward
Lebih terperinciEFEKTIFITAS POSISI CONDONG KE DEPAN DAN PURSED LIPS BREATHING (PLB) TERHADAP PENINGKATAN SATURASI OKSIGEN PASIEN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK
EFEKTIFITAS POSISI CONDONG KE DEPAN DAN PURSED LIPS BREATHING (PLB) TERHADAP PENINGKATAN SATURASI OKSIGEN PASIEN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK Effectiveness of Position Thrust Forward and Pursed Lips
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Amerika dan mengakibatkan kematian jiwa pertahun, peringkat ke-empat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) mempengaruhi 15 juta orang Amerika dan mengakibatkan kematian 160.000 jiwa pertahun, peringkat ke-empat sebagai penyebab kematian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. American Thoracic Society (ATS) dan European Respiratory Society (ERS)
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang American Thoracic Society (ATS) dan European Respiratory Society (ERS) mengartikan Penyakit Paru Obstruktif Kronik disingkat PPOK sebagai penyakit yang ditandai dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional secara keseluruhan, sehingga diperlukan suatu kajian yang lebih menyeluruh mengenai determinan
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) yang berjumlah 96 pasien sesuai
32 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Subjek Penelitian Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Paru Respira Yogyakarta pada bulan Agustus Desember 2016. Peserta penelitian adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Spirometri adalah salah satu uji fungsi paru yang dapat digunakan untuk mendiagnosis penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) (Health Partners, 2011). Uji fungsi paru
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berfokus dalam menangani masalah penyakit menular. Hal ini, berkembangnya kehidupan, terjadi perubahan pola struktur
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan epidemiologi kesehatan pada umumnya berfokus dalam menangani masalah penyakit menular. Hal ini, dapat dilihat dari sejarah ilmu epidemiologi itu sendiri,
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru yang dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak
Lebih terperinciANALISIS JURNAL PENGARUH LATIHAN NAFAS DIAFRAGMA TERHADAP FUNGSI PERNAFASAN PADA PASIEN
ANALISIS JURNAL PENGARUH LATIHAN NAFAS DIAFRAGMA TERHADAP FUNGSI PERNAFASAN PADA PASIEN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK Juniartha Semara Putra ANALISIS JURNAL PENGARUH LATIHAN NAFAS DIAFRAGMA TERHADAP
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. peringkat kelima di seluruh dunia dalam beban penyakit dan peringkat
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah masalah kesehatan secara global yang sejak tahun 2001 merupakan masalah utama dalam kesehatan masyarakat. PPOK diperkirakan
Lebih terperinciPemakaian obat bronkodilator sehari- hari : -Antikolinergik,Beta2 Agonis, Xantin,Kombinasi SABA+Antikolinergik,Kombinasi LABA +Kortikosteroid,,dll
LAMPIRAN 1 Lembaran Pemeriksaan Penelitian Nama : Umur :...tahun Tempat / Tanggal Lahir : Alamat : Pekerjaan : No telf : No RM : Jenis kelamin : 1. Laki laki 2. Perempuan Tinggi badan :...cm Berat badan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan penyebab mortalitas terbesar kelima di dunia dan menunjukkan peningkatan jumlah kasus di negara maju dan
Lebih terperinciABSTRAK FAAL PARU PADA PEROKOK DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) DAN PEROKOK PASIF PASANGANNYA
ABSTRAK FAAL PARU PADA PEROKOK DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) DAN PEROKOK PASIF PASANGANNYA Siti A. Sarah M, 2011. Pembimbing I : dr.jahja Teguh Widjaja,Sp.P.,FCCP Pembimbing II: dr.sijani
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. napas, batuk kronik, dahak, wheezing, atau kombinasi dari tanda tersebut.
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah inflamasi saluran napas kecil. Pada bronkitis kronik terdapat infiltrat dan sekresi mukus di saluran pernapasan. Sedangkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. SK/XI/2008 tentang pedoman pengendalian Penyakit Paru Obstruktif Kronik,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan penyakit paru obstruktif kronik telah di bahas dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1022/MENKES/ SK/XI/2008 tentang pedoman
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) atau Chronic Obstructive
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) atau Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) merupakan suatu istilah yang digunakan untuk sekelompok penyakit paru
Lebih terperinciUKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Indonesia sekarang sedang menanggung beban ganda dalam kesehatan yang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia sekarang sedang menanggung beban ganda dalam kesehatan yang dikarenakan bukan hanya penyakit menular yang menjadi tanggungan negara tetapi dengan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. udara ekspirasi yang bervariasi (GINA, 2016). Proses inflamasi kronis yang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Asma merupakan penyakit heterogen dengan karakteristik adanya inflamasi saluran napas kronis. Penyakit ini ditandai dengan riwayat gejala saluran napas berupa wheezing,
Lebih terperinciSTATUS PEMERIKSAAN PENELITIAN : ANALISIS KUALITAS HIDUP PENDERITA PPOK SETELAH DILAKUKAN PROGRAM REHABILITASI PARU No : RS/No.
LAMPIRAN 1 STATUS PEMERIKSAAN PENELITIAN : ANALISIS KUALITAS HIDUP PENDERITA PPOK SETELAH DILAKUKAN PROGRAM REHABILITASI PARU No : RS/No.RM : Tanggal I. DATA PRIBADI 1. Nama 2. Umur 3. Alamat 4. Telepon
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pungkiri. Banyak penyakit telah terbukti menjadi akibat buruk dari merokok,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Merokok mengganggu kesehatan, kenyataan ini tidak dapat kita pungkiri. Banyak penyakit telah terbukti menjadi akibat buruk dari merokok, baik secara langsung maupun
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. rancangan pre post test design with control group, yang akan. mengungkapkan hubungan sebab akibat Active Cycle of Breathing
BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan metode Quasi Experiment dengan rancangan pre post test design with control group, yang akan mengungkapkan hubungan sebab akibat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang besar di dunia luas dengan prevalensi, dan biaya yang tinggi. Penyakit ini
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan masalah kesehatan yang besar di dunia luas dengan prevalensi, dan biaya yang tinggi. Penyakit ini telah menjadi enam
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. polusi udara baik dalam maupun luar ruangan, serta polusi di tempat kerja. 1
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) telah berkembang menjadi penyebab morbiditas dan mortalitas di dunia yang makin penting. PPOK menjadi penyakit berbahaya
Lebih terperinciPENGARUH INTERVENSI EDUKASI TENTANG SELF MANAGEMENT LATIHAN PURSED LIPS BREATHING TERHADAP EFIKASI DIRI DAN PEAK EXPIRATORY FLOW RATE PASIEN PPOK
PENGARUH INTERVENSI EDUKASI TENTANG SELF MANAGEMENT LATIHAN PURSED LIPS BREATHING TERHADAP EFIKASI DIRI DAN PEAK EXPIRATORY FLOW RATE PASIEN PPOK TESIS Oleh: EMDAT SUPRAYITNO NIM 20151050007 PROGRAM MAGISTER
Lebih terperinciPENINGKATAN FUNGSI VENTILASI PARU PADA KLIEN PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS DENGAN POSISI HIGH FOWLER DAN ORTHOPNEIC
PENINGKATAN FUNGSI VENTILASI PARU PADA KLIEN PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS DENGAN POSISI HIGH FOWLER DAN ORTHOPNEIC Nieniek Ritianingsih 1,2*, Dewi Irawaty 3, Hanny Handiyani 3 1. Prodi Keperawatan Poltekkes
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keterbatasan aliran udara yang menetap pada saluran napas dan bersifat progresif.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah suatu keadaan terdapatnya keterbatasan aliran udara yang menetap pada saluran napas dan bersifat progresif. Penyakit ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada era modern saat ini, gaya hidup manusia masa kini tentu sudah
BAB I PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era modern saat ini, gaya hidup manusia masa kini tentu sudah mengalami perubahan yang sangat besar. Saat ini orang cenderung memiliki gaya hidup
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. negara maju tetapi juga di negara berkembang. Menurut data laporan dari Global
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asma merupakan masalah kesehatan dunia yang tidak hanya terjangkit di negara maju tetapi juga di negara berkembang. Menurut data laporan dari Global Initiatif for Asthma
Lebih terperinciBab I. Pendahuluan. yang ditandai oleh progresivitas obstruksi jalan nafas yang tidak sepenuhnya
Bab I Pendahuluan Latar Belakang Penelitian Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) didefinisikan sebagai penyakit yang ditandai oleh progresivitas obstruksi jalan nafas yang tidak sepenuhnya reversibel,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. menyerang lebih dari 25% populasi dewasa. (Smeltzer & Bare, 2001)
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) adalah klasifikasi luas dari gangguan, yang mencakup bronkitis kronis, bronkiektasis, emfisema, dan asma. Penyakit Paru Obstruksi
Lebih terperinciPENGARUH PURSED LIPS BREATHING
PENGARUH PURSED LIPS BREATHING (PLB) TERHADAP NILAI FORCED EXPIRATORY VOLUME IN ONE SECOND (FEV1) PADA PENDERITA PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS DI RS PARU DR ARIO WIRAWAN SALATIGA NASKAH PUBLIKASI Diajukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gerak adalah aktivitas fisik dan merupakan ciri kehidupan. Sesuai dengan pepatah yang mengatakan Dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat, maka aktivitas fisik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pada paru-paru terhadap partikel asing maupun gas (GOLD, 2013).
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah suatu penyakit progresif yang ditandai dengan pembatasan aliran udara yang masuk terjadi secara ireversibel, Sehingga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini kita telah hidup di zaman yang semakin berkembang, banyaknya inovasi yang telah bermunculan, hal ini
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini kita telah hidup di zaman yang semakin berkembang, banyaknya inovasi yang telah bermunculan, hal ini sangat memberi berbagai dampak, baik itu dampak positif
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit menular bergeser ke penyakit tidak menular (noncommunicable
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan berubahnya tingkat kesejahteraan, pola penyakit saat ini telah mengalami transisi epidemiologi yang ditandai dengan beralihnya penyebab kematian yang semula
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. penelitian eksperimental dengan desain penelitian (Pre-Post Test
31 III. METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan desain penelitian (Pre-Post Test Group Design). Penelitian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dari penyebab kasus mortalitas dan morbiditas di negara-negara dengan. pendapatan tinggi dan pendapatan rendah.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Selama dua dekade terakhir ini, telah terjadi transisi epidemiologis yang signifikan dimana penyakit tidak menular telah menjadi beban utama, meskipun beban
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Asma adalah suatu inflamasi kronik dari saluran nafas yang menyebabkan. aktivitas respirasi terbatas dan serangan tiba- tiba
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Asma adalah suatu inflamasi kronik dari saluran nafas yang menyebabkan aktivitas respirasi terbatas dan serangan tiba- tiba memerlukan tatalaksana segera dan kemungkinan
Lebih terperinciGambar 3.1. Kerangka Konsep Karakteristik Pasien PPOK Eksaserbasi Akut
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Konsep Pada penelitian ini kerangka konsep mengenai karakteristik pasien PPOK eksaserbasi akut akan diuraikan berdasarkan variabel katagorik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. PPOK merupakan penyakit yang dapat dicegah dan diobati dengan beberapa efek
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PPOK merupakan penyakit yang dapat dicegah dan diobati dengan beberapa efek ekstraparu yang signifikan dan berpengaruh terhadap keparahan penderita. Menurut GOLD (Global
Lebih terperinciSKRIPSI. Diajukan guna melengkapi tugas dan memenuhi syarat syarat untuk menyelesaikan program pendidikan S1 Fisioterapi.
PENGARUH PURSED LIP BREATHING EXERCISE TERHADAP PENURUNAN TINGKAT SESAK NAPAS PADA PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK (PPOK) DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT (BBKPM) SURAKARTA SKRIPSI Diajukan guna
Lebih terperinciSuradi, Dian Utami W, Jatu Aviani
KEDARURATAN ASMA DAN PPOK Suradi, Dian Utami W, Jatu Aviani Bagian Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi FK UNS / RSUD Dr. Moewardi Surakarta WORKSHOP PIR 2017 PENDAHULUAN PPOK --> penyebab utama mortalitas
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. diobati, ditandai dengan keterbatasan aliran udara yang terus-menerus yang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit dapat dicegah dan diobati, ditandai dengan keterbatasan aliran udara yang terus-menerus yang biasanya progresif
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sering timbul dikalangan masyarakat. Data Report Word Healt Organitation
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit paru-paru merupakan suatu masalah kesehatan di Indonesia, salah satunya adalah asma. Serangan asma masih merupakan penyebab utama yang sering timbul dikalangan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan salah satu
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan salah satu penyebab kematian terbanyak di negara dengan pendapatan tinggi sampai rendah. 1 Menurut World Health Organization
Lebih terperinciBAB 4 METODE PENELITIAN
BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah ilmu Penyakit Dalam, sub ilmu Pulmonologi dan Geriatri. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Tempat peneltian ini adalah
Lebih terperinciBAB I A. LATAR BELAKANG. morbiditas kronik dan mortalitas di seluruh dunia, sehingga banyak orang yang
BAB I A. LATAR BELAKANG Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) merupakan penyebab utama dari morbiditas kronik dan mortalitas di seluruh dunia, sehingga banyak orang yang menderita akibat PPOK. PPOK merupakan
Lebih terperinciEFEKTIFITAS TEHNIK RELAKSASI NAFAS DALAM DAN POSISI TRIPOD TERHADAP LAJU PERNAFASAN PASIEN PPOK DI RS H. SOEWONDO KENDAL
EFEKTIFITAS TEHNIK RELAKSASI NAFAS DALAM DAN POSISI TRIPOD TERHADAP LAJU PERNAFASAN PASIEN PPOK DI RS H. SOEWONDO KENDAL Ariska Mei Dwi Purwanti * ), Mugi Hartoyo** ),Wulandari M *** ) * ) Alumni Program
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. merupakan 63% penyebab kematian di seluruh dunia dengan membunuh 36 juta jiwa
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan epidemiologi kesehatan pada umumnya berfokus dalam menangani masalah penyakit menular. Hal ini dapat dilihat dari sejarah ilmu epidemiologi itu sendiri,
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. digunakan, tempat penelitian, waktu penelitian, etika penelitian, instrument
BAB III METODE PENELITIAN Bab ini membahas tentang desain penelitian, populasi dan sampel penelitian yang digunakan, tempat penelitian, waktu penelitian, etika penelitian, instrument pengumpulan data,
Lebih terperinciSUMMARY GAMBARAN KAPASITAS PARU PADA REMAJA PEROKOK DI DESA TULADENGGI KECAMATAN TELAGA BIRU. Dwi Purnamasari Zees
SUMMARY GAMBARAN KAPASITAS PARU PADA REMAJA PEROKOK DI DESA TULADENGGI KECAMATAN TELAGA BIRU Dwi Purnamasari Zees Program Studi keperawatan, fakultas ilmu ilmu kesehatan dan keolahragaan, universitas negeri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. reversible di mana trakea dan bronkus berespon secara hiperaktif terhadap stimuli
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asma merupakan penyakit jalan napas obstruktif intermiten yang bersifat reversible di mana trakea dan bronkus berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu yang
Lebih terperinciPertukaran gas antara sel dengan lingkungannya
Rahmy Sari S.Pd PERNAPASAN/RESPIRASI Proses pengambilan oksigen, pengeluaran karbondioksida (CO 2 ), dan menghasilkan energi yang dibutuhkan tubuh) Pertukaran gas antara sel dengan lingkungannya Pernapasan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
31 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian 1. Rancangan Penelitian Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Quasi Experiment melalui rancangan Non-random Control Group Pretest-
Lebih terperinciSTATUS PEMERIKSAAN PENELITIAN : UJI LATIHAN PERNAFASAN TERHADAP FAAL PARU, DERAJAT SESAK NAFAS DAN KAPASITAS FUNGSIONAL PENDERITA PPOK STABIL
LAMPIRAN 1 STATUS PEMERIKSAAN PENELITIAN : UJI LATIHAN PERNAFASAN TERHADAP FAAL PARU, DERAJAT SESAK NAFAS DAN KAPASITAS FUNGSIONAL PENDERITA PPOK STABIL No : RS/No.RM : Tanggal I. DATA PRIBADI 1. Nama
Lebih terperinciBAB 4 METODOLOGI PENELITIAN. - Tempat : RW X Kelurahan Padangsari, Banyumanik, Semarang, Jawa
28 BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini mencakup bidang ilmu Fisiologi. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian - Tempat : RW X Kelurahan Padangsari, Banyumanik,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) termasuk ke dalam penyakit
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) termasuk ke dalam penyakit pernapasan kronis yang merupakan bagian dari noncommunicable disease (NCD). Kematian akibat
Lebih terperinciBAB 1. Pendahuluan. Faktor perinatal menjadi faktor risiko gangguan respiratorik kronis masa
BAB 1. Pendahuluan 1.1 Latar belakang: Faktor perinatal menjadi faktor risiko gangguan respiratorik kronis masa anak anak karena masa perkembangan dan maturasi fungsi paru dimulai sebelum lahir. Berat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Merokok menimbulkan berbagai masalah, baik di bidang kesehatan maupun sosio-ekonomi. Rokok menimbulkan berbagai masalah kesehatan seperti gangguan respirasi, gangguan
Lebih terperinciABSTRAK PREVALENSI INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT SEBAGAI PENYEBAB ASMA EKSASERBASI AKUT DI POLI PARU RSUP SANGLAH, DENPASAR, BALI TAHUN 2013
ABSTRAK PREVALENSI INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT SEBAGAI PENYEBAB ASMA EKSASERBASI AKUT DI POLI PARU RSUP SANGLAH, DENPASAR, BALI TAHUN 2013 Data WHO 2013 dan Riskesdas 2007 menunjukkan jumlah penderita
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dibutuhkan manusia dan tempat pengeluaran karbon dioksida sebagai hasil sekresi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Paru-paru merupakan salah satu organ vital pada manusia yang berfungsi pada sistem pernapasan manusia. Bertugas sebagai tempat pertukaran oksigen yang dibutuhkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit paru obstruksi kronis (PPOK) merupakan penyakit yang perlu diwaspadai karena penyakit ini merupakan penyebab kematian dengan nomor urut lima di Indonesia.
Lebih terperinciFORMAT PENGUMPULAN DATA. Judul : Pengaruh Bretahing Relaxation Dengan Menggunakan Teknik Balloon
Lampiran 1 FORMAT PENGUMPULAN DATA Judul : Pengaruh Bretahing Relaxation Dengan Menggunakan Teknik Balloon Blowing Terhadap Saturasi Oksigen Dan Kecemasan Pasien Dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Riset Kesehatan Dasar (RISKEDAS) di Indonesia tahun mendapatkan hasil prevalensi nasional untuk penyakit asma pada semua umur
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Riset Kesehatan Dasar (RISKEDAS) di Indonesia tahun 2013 mendapatkan hasil prevalensi nasional untuk penyakit asma pada semua umur adalah 4,5 %. Prevalensi asma
Lebih terperinciLAMPIRAN 1 LEMBAR PEMERIKSAAN PENELITIAN
LAMPIRAN 1 LEMBAR PEMERIKSAAN PENELITIAN Nama : Umur : Tempat / Tanggal Lahir : Alamat : Pekerjaan : No telepon : No RM : Jenis Kelamin : 1. Laki laki 2. Perempuan Tinggi badan : cm Berat badan : kg Keluhan
Lebih terperinciCURRICULUM VITAE. Nama : DR. Dr. Nur Ahmad Tabri, SpPD, K-P, SpP(K) Tempat, tanggal lahir : Ujung Pandang, 12 April 1959 Agama: Islam
CURRICULUM VITAE Nama : DR. Dr. Nur Ahmad Tabri, SpPD, K-P, SpP(K) Tempat, tanggal lahir : Ujung Pandang, 12 April 1959 Agama: Islam Email: nurahmad_59@yahoo.co.id Jabatan: Ketua Divisi Pulmonologi Dept.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Asma merupakan masalah kesehatan dunia yang tidak hanya terjangkit di negara maju tetapi juga di negara berkembang. Penyakit asma menjadi masalah yang sangat
Lebih terperinciSKRIPSI PENGARUH TEKNIK PERNAPASAN BUTEYKO TERHADAP SKOR KONTROL ASMA DI POLIKLINIK PARU RSUD WANGAYA
SKRIPSI PENGARUH TEKNIK PERNAPASAN BUTEYKO TERHADAP SKOR KONTROL ASMA DI POLIKLINIK PARU RSUD WANGAYA OLEH: KADEK YUNITA PRADNYAWATI NIM. 1002105012 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dunia, diantaranya adalah COPD (Chonic Obstructive Pulmonary Disease)
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit sistem pernapasan merupakan penyebab 17,2% kematian di dunia, diantaranya adalah COPD (Chonic Obstructive Pulmonary Disease) 5,1%, infeksi pernapasan bawah
Lebih terperinciBAB V PEMBAHASAN DAN SIMPULAN. BAB ini penulis akan membahas tentang penerapan posisi semi fowler untuk
BAB V PEMBAHASAN DAN SIMPULAN A. Pembahasan BAB ini penulis akan membahas tentang penerapan posisi semi fowler untuk mengurangi sesak nafas pada pasien asma di ruang IGD Rumah Sakit Roemani Semarang tanggal
Lebih terperinciPENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK
PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK DEFINISI PPOK Penyakit paru yang dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel, bersifat progresif dan berhubungan dengan
Lebih terperinciSTATUS PEMERIKSAAN PENELITIAN ANALISIS KUALITAS HIDUP PENDERITA PPOK SETELAH MENGIKUTI PROGRAM REHABILITASI PARU No : RS/No.
LAMPIRAN 1 STATUS PEMERIKSAAN PENELITIAN ANALISIS KUALITAS HIDUP PENDERITA PPOK SETELAH MENGIKUTI PROGRAM REHABILITASI PARU No : RS/No.RM : Tanggal : I. DATA PRIBADI 1. Nama 2. Umur 3. Alamat 4. Telepon
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Penyakit paru obstruktif kronik merupakan penyakit dengan preventif dan terapi yang umum, penyakit ini dicirikan
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang Fisiologi dan Ergonomi
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mencakup bidang Fisiologi dan Ergonomi 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan di kelompok pengrajin batik
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) menurut Global Initiative of
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) menurut Global Initiative of Chronic Obstructive Lung Diseases (GOLD) merupakan penyakit yang dapat cegah dan diobati, ditandai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memburuk menyebabkan terjadinya perubahan iklim yang sering berubahubah. yang merugikan kesehatan, kususnya pada penderita asma.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini zaman semakin berkembang seiring waktu dan semakin memburuk menyebabkan terjadinya perubahan iklim yang sering berubahubah. Saat ini tingkat ozon naik hingga
Lebih terperinciPENATALAKSANAAN ASMA EKSASERBASI AKUT
PENATALAKSANAAN ASMA EKSASERBASI AKUT Faisal Yunus Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI - RS Persahabatan Jakarta PENDAHULUAN Asma penyakit kronik saluran napas Penyempitan saluran napas
Lebih terperinciPERBEDAAN KAPASITAS VITAL PARU SEBELUM DAN SESUDAH BERENANG PADA WISATAWAN DI KOLAM RENANG TAMAN REKREASI KARTINI REMBANG
PERBEDAAN KAPASITAS VITAL PARU SEBELUM DAN SESUDAH BERENANG PADA WISATAWAN DI KOLAM RENANG TAMAN REKREASI KARTINI REMBANG Departemen Keperawatan Medikal Bedah STIKES Karya Husada Semarang Yunani.sururi@yahoo.com
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penyakit paru-paru merupakan suatu masalah kesehatan di Indonesia, salah
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Penyakit paru-paru merupakan suatu masalah kesehatan di Indonesia, salah satunya adalah asma. Asma merupakan penyakit yang sering di jumpai di masyarakat, asma
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. biasanya progresif dan berhubungan dengan peningkatan respon inflamasi kronik
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) adalah penyakit yang dapat dicegah dan diobati, yang ditandai oleh adanya keterbatasan aliran udara persisten yang biasanya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, Indonesia menghadapi tantangan dalam meyelesaikan UKDW
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini, Indonesia menghadapi tantangan dalam meyelesaikan permasalahan terkait kebiasaan merokok yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Jumlah batang rokok
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode True Eksperiment Pre-
BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan metode True Eksperiment Pre- Post Test Design yaitu penelitian yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian suatu intervensi
Lebih terperinciBAB IV PEMBAHASAN DAN SIMPULAN. nafas dan nutrisi dengan kesenjangan antara teori dan intervensi sesuai evidance base dan
BAB IV PEMBAHASAN DAN SIMPULAN A. Pembahasan Bab ini membahas tentang gambaran pengelolaan terapi batuk efektif bersihan jalan nafas dan nutrisi dengan kesenjangan antara teori dan intervensi sesuai evidance
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
55 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain penelitian yang digunakan adalah survey analitik, yang mana akan diteliti hubungan variabel
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit paru obstruktif kronik atau yang biasa disebut PPOK merupakan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit paru obstruktif kronik atau yang biasa disebut PPOK merupakan salah satu jenis dari penyakit tidak menular yang paling banyak ditemukan di masyarakat dan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. tidak perokok pada mahasiswa program studi ilmu keperawatan semester 6
BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah non eksperimen dengan desain penelitian descriptive comparative, yang menunjukan perbedaan HRV perokok dan tidak perokok pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Penyakit Paru Obstruktif Kronik selanjutnya disebut PPOK atau
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Penyakit Paru Obstruktif Kronik selanjutnya disebut PPOK atau Cronik Obstruktive Pulmonary Disease (COPD) merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok
Lebih terperinciNASKAH PUBLIKASI DISUSUN UNTUK MEMENUHI PERSYARATAN DALAM MENDAPAT GELAR SARJANA SAINS TERAPAN FISIOTERAPI. Disusun Oleh :
PENGARUH PEMBERIAN DIAPHRAGMATIC BREATHING EXERCISE TERHADAP PENINGKATAN ARUS PUNCAK EKSPIRASI PADA KASUS ASMA DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT (BBKPM) SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI DISUSUN UNTUK
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian 1. Rancangan Penelitian Desain penelitian ini adalah deskriptif dengan rancangan cross sectional, yaitu setiap variabel diobservasi hanya satu kali saja dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat, batuk-batuk terutama pada malam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak sel dan elemennya. Proses inflamasi kronik ini menyebabkan saluran pernapasan menjadi hiperesponsif
Lebih terperinciPENGARUH FISIOTERAPI DADA TERHADAP EKSPEKTORASI SPUTUM DAN PENINGKATAN SATURASI OKSIGEN PENDERITA PPOK DI RSP DUNGUS MADIUN
PENGARUH FISIOTERAPI DADA TERHADAP EKSPEKTORASI SPUTUM DAN PENINGKATAN SATURASI OKSIGEN PENDERITA PPOK DI RSP DUNGUS MADIUN (The Effect of Chest Physiotherapy toward Expectorated Sputum and the Increase
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bahan kimia dan biologis, juga bahaya fisik di tempat kerja (Ikhsan dkk, 2009).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang timbul akibat pajanan terhadap bahan kimia dan biologis, juga bahaya fisik di tempat kerja (Ikhsan dkk, 2009). Kelainan saluran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) sudah mulai menjadi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Di Indonesia Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) sudah mulai menjadi masalah kesehatan yang membutuhkan perhatian, dimana jumlah penderita PPOK di Indonesia meningkat
Lebih terperinci