IV. KONDISI UMUM Kondisi umum perairan Teluk Kelabat Propinsi Kepulauan Bangka- Belitung.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IV. KONDISI UMUM Kondisi umum perairan Teluk Kelabat Propinsi Kepulauan Bangka- Belitung."

Transkripsi

1 IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi perairan Teluk Kelabat Kondisi umum perairan Teluk Kelabat Propinsi Kepulauan Bangka- Belitung. Perairan Teluk Kelabat, Bangka Belitung yang diteliti adalah perairan antara 01 o LS, o BT dengan 0 o 32 39,84 LS, o 41 34,50 BT.Perairan sekitar Teluk Kelabat, Pulau Bangka memiliki ekosistem muara sungai (estuaria), ekosistem mangrove dan ekosistem karang. Bentuk Teluk Kelabat cukup unik seolah-olah terdiri dari dua bagian yaitu bagian luar melebar di tengah menyempit dimana terletak Pelabuhan Belinyu dan bagian dalamnya melebar lagi. Bagian dalam teluk memiliki dua estuaria yang cukup besar yaitu estuaria Layang dan estuaria Antan. Teluk Kelabat merupakan bagian dari perairan pulau Bangka yang menjorok ke daratan dalam dua cekungan. Cekungan pertama (bagian utara) berupa mulut dan bibir teluk, pada bagian ini sebagian substrat paparan terumbu belum tercemar oleh sedimen lumpur. Di bagian cekungan ke dua (bagian selatan/dalam) substrat paparan terumbu berlumpur, di lokasi ini tempat penambang timah. Dalam kaitannya dengan kegiatan budidaya perikanan, maka pada bagian cekungan pertama mulut dan bibir pantai masih layak untuk budidaya rumput laut. Pantai/ paparan terumbu rata-rata dengan substrat pasir, gravel, batu karang, karang mati dan karang hidup. Perairan pantai cekungan pertama sebelah barat dan timur serta kedua bibir mulut teluk ditemukan pertumbuhan

2 algae/rumput laut. Kehadiran rumput laut ini merupakan indikasi dari faktor hidrologi dan substrat yang lebih baik dibandingkan cekungan kedua yang tidak ditemukan pertumbuhan algae atau lamun dan substrat berlumpur. Untuk Lebih jelasnya paparan rumput laut dapat dilihat pada Tabel 8 dan Tabel 9. Tabel 8. Kehadiran rumput laut di Teluk Kelabat, Bangka Belitung Nama Rumput laut Lokasi penelitian Tanjung. Meliala Tanjung penyusu 1 Chlorophyceae Halimeda discoidea + + Halimeda opuntia + + Neomeris annulata + + Ulva lactuca Phaeophyceae Dictyota dichotoma - - Hormophysa triquetra + - Lobophora variegata Padina australis Sargassum polycystum Sargassum echinocarpum Turbinaria ornata Rhodophyceae Acanthophora spicifera + + Actinotrichia fragilis + + Amphiroa foliacea + - Amphiroa fragilissima + + Chondrococcus hornemannii + - Halymenia durvillaei + - Hypnea sp. + - Galaxaura silindrica + + Gracilaria eucheumioides + - Sumber : P2O LIPI Jakarta Keterangan : + = ada - = tidak ada

3 Tabel 9. Kondisi substrat dan biomassa rumput laut di Teluk Kelabat, Bangka Belitung L o k a s i Substrat (%) Tanjung Meliala : Pasir St. 5 : L 05o S B 105o E St. 7 : L 01o S B 105o E St. 9 : L 0o S B 105o E St. 10 : L 01o S B 105o E Tanjung Penyusu St. 6 : L 01o S B 105o E St. 11 : L 01o S B 105o E Sumber : P2O LIPI Jakarta Bt. Karang Kr. hidup Kr. mati Nama Rumput laut Halimeda Lobophora Padina Sargassum Turbinaria Amphiroa Galaxaura Halimeda Sargassum Turbinaria Halimeda Sargassum Turbinaria epadatan Rata-rata (g/m Halimeda Ulva Halimeda Sargassum Acanthophora Gracilaria Ulva Gracilaria Produktivitas Secara umum massa air di Teluk Kelabat dapat dibagi menjadi 3 bagian. Bagian pertama di mulut teluk memiliki ciri massa air samudera, yakni kondisi perairannya relatif jernih belum terpengaruh oleh massa air dari sungai dan bagian dasar perairan berupa karang dan pasir. Bagian kedua mulai dari Tanjung Penyusuk sampai sekitar pantai Ridingpanjang adalah merupakan percampuran

4 massa air dari samudera, dari sungai dengan bagian dasar perairan berupa pasir berlumpur, sedang bagian ketiga mulai dari pantai Ridingpanjang sampai bagian hulu teluk (muara sungai) merupakan massa air yang berasal dari darat (sungai) dengan dasar perairan berupa lumpur. Kandungan klorofil fitoplankton yang tinggi ditemui di luar teluk dan semakin ke arah teluk nilainya berangsur angsur turun hingga minimum di muara sungai. Sedangkan kandungan seston menunjukkan sebaran yang sebaliknya, maksimum ditemui di sekitar mulut sungai dan semakin ke arah luar dari teluk nilainya berangsur turun hingga mencapai minimum Kondisi terumbu karang di Teluk Kelabat 1. Paparan terumbu sebelah barat (Tanjung Meliala). Paparan terumbu pada umumnya substrat pasir, batuan vulkanik, karang mati dan karang hidup. Secara umum pantai terdapat celah kecil dengan substrat pasir putih. Dengan keberadaan rumput laut alam, pantai terdapat lekukan dari batuan vulkanik dan batu karang, substrat dasar dari pasir, batuan vulkanik, batu karang dan karang hidup. Perairan lebih jernih dibanding pada cekungan kedua (bagian dalam). Kondisi ini memungkinkan bahwa pantai pada cekungan pertama (bagian mulut dan bibir) pantai dapat dimanfaatkan untuk lokasi budidaya. Pengaruh terhadap gempuran ombak, dimusim timur pada bulan April-Agustus ombak lebih kecil dan perairan lebih tenang. 2. Paparan terumbu sebelah timur Tanjung Penyusuk Kawasan perairan terdapat pulau Penyusuk besar, Hantu dan Penyusuk kecil. Pulau ini, terdapat lekukan-lekukan selat yang sempit perairan lebih tenang jernih. Lokasi ini sangat cocok untuk budidaya rumput laut. Paparan terumbu kebanyakan terlindung batu karang dari gempuran ombak, banyak ditemukan

5 jenis rumput laut jenis Gracilaria, Sargassum dan Halimeda. Rumput laut yang dominan Acanthophora, kehadiran rumput laut alam ini sebagai indikasi untuk dapat dijadikan lokasi budidaya. Dari posisi letak dipaparan terumbu pantai ini dapat dibudidaya di kedua musim barat dan timur Pantai di Tanjung Penyusuk kebanyakan bersubstrat pasir dan ujung tubir terdapat dinding tubir berbatu karang, dapat untuk budidaya rumput laut terutama pada bulan April-September pantai terlindung dari gempuran ombak oleh dinding tubir, dan perairan jernih. Pada musim barat ombak lebih besar dibandingkan pantai bagian sebelah barat Ikan karang Jumlah jenis ikan major yang ditemukan di perairan Teluk Kelabat, Bangka Belitung bagian luar adalah 58 jenis yang termasuk dalam 9 suku. Suku Pomacentridae yang terdiri dari 25 jenis dan suku Labridae dengan 20 jenis merupakan dua suku yang memiliki jumlah jenis terbanyak di dalam struktur komunitas ikan karang yang ada di Teluk Kelabat, Bangka Belitung. Jenis ikan yang umumnya ditemukan hampir di semua lokasi adalah jenis Abudefduf sexfasciatus, Pomacentrus bankanensis, Hemiglyphidodon plagiometopon, Halichoeres purpurascens.. Hal yang menarik adalah ditemukannya beberapa jenis ikan hias yang sangat berpotensi seperti Pomacanthus anularis ( Enjiel biru), Platax pinnatus (Ikan kelelawar) dan Cheilinus unifasciatus ( keling ekor putih). Ikan enjiel biru ini ditemukan hampir disetiap lokasi pengamatan, sehingga kelangsungannya perlu di jaga dari pemburu ikan hias, karena ikan ini termasuk dalam golongan ikan hias yang mahal (Kelas A) (P 2 O-LIPI 2003). Jumlah jenis ikan target yang ditemukan di perairan Teluk Kelabat, Bangka Belitung bagian luar adalah sebanyak 21 jenis yang termasuk dalam 11 suku

6 jenis ekor kuning (Caesio cunning) merupakan jenis ikan yang umumnya ditemukan dalam jumlah besar serta terdapat hampir di setiap lokasi ikan ini pada ukuran dewasa, suku Serranidae (kerapu) yang ditemukan umumnya masih merupakan benih kerapu. Kepadatan dari beberapa jenis ikan target ekonomis penting pada daerah ini dapat dilihat dibawah ini : Tabel 10. Kepadatan ikan target ekonomis penting No Nama Jenis Nama Lokal Cephalopolis boenack Cephalopolis formosa Caesio cunning Lutjanus carponotatus Siganus virgatus Sumber : P2O LIPI Kerapu Kerapu Ekor kuning Kakap Beronang Jumlah individu Densitas (ekor/m2) total indv/3750 m 2 0,007 0,005 0,197 0,007 0,0045 Taksiran ukuran Ketika di sensus cm cm cm cm cm Jumlah jenis ikan indikator yang ditemukan pada daerah ini hanya 2 jenis yakni jenis Chaetodon oktofasciatus dan Chelmon rostratus. Hal ini karena umumnya di daerah Propinsi Bangka Belitung ini jumlah jenis ikan Chaetodontidae relatif sedikit Toksikologi Kualitas sedimen dari perairan dalam Teluk Kelabat dijumpai masih relatif lebih baik dibanding dengan sedimen dari perairan di luar. Kualitas sedimen sangat dipengaruhi oleh kualitas air laut. Kontaminan yang tidak terserap atau terurai akan mengendap di dasar perairan. Kandungan kontaminan dalam sedimen yang terlarut dalam air (bioavailable) akan menjadi sumber toksikan

7 bagi biota yang hidup disekitarnya. Hasil uji toksisitas sedimen menunjukkan bahwa tidak ditemukan adanya pengaruh toksik dari sedimen yang di uji. Hal ini ditunjukkan oleh pertumbuhan algae yang diuji, yaitu meningkat dibandingkan dengan pertumbuhan algae pada kontrol. Sehingga dapat diduga bahwa kandungan kontaminan dalam sedimen tidak bioavailable bagi biota atau karena faktor lingkungan lain yang tidak diukur. 160 Jumlah sel (x sel/ml) Lokasi Laut Cina Selatan 2002 Teluk Mei 03 Sumber : P2O LIPI Gambar 8. Perbandingan pertumbuhan Chaetoceros gracilis yang dipaparkan pada sedimen dari perairan Teluk Kelabat, Bangka Belitung, Juni- Juli 2003 dengan dari perairan di Laut Cina Selatan Fisika oseanografi dan kondisi hidrologi perairan Suhu

8 Secara umum suhu air laut di sekitar perairan Teluk Kelabat pada Bulan 27 Juni 8 Juli 2003 ini bervariasi antara 29,283 C 30,671 C. Suhu air pada lapisan permukaan memperlihatkan nilai yang lebih bervariasi dari pada suhu air pada lapisan yang lebih dalam. Semakin ke dalam, suhu air memperlihatkan nilai yang cenderung makin dingin. Suhu pada lapisan permukaan cenderung lebih hangat dari pada lapisan di bawahnya, dan maksimum suhu air teramati pada lapisan permukaan. Secara rinci distribusi nilai suhu air laut di perairan Teluk Kelabat, Bangka Belitung di setiap interval lapisan kedalaman seperti terlihat dalam Tabel 11. Tabel 11. Distribusi suhu air laut ( o C) di perairan Teluk Kelabat, Belitung Bulan Juni Juli Bangka Parameter Lapisan Kedalaman ( m ) Minimum Suhu air ( o C) Maksimum Nilai Rerata Simpangan baku (std.dev) Suhu 1 29,288 30,671 29,677 0,321 Sumber : P2O LIPI ,283 29,998 29,507 0, Salinitas Nilai salinitas di sekitar perairan teluk pada bulan 27 Juni 8 Juli 2003 ini bervariasi antara 24,957 psu 32,739 psu. Makin ke dalam, salinitas cenderung makin besar. Salinitas pada lapisan permukaan juga lebih bervariasi daripada lapisan dibawahnya. Kisaran salinitas tertinggi dijumpai pada lapisan permukaan dan maksimum salinitas teramati pada lapisan kedalaman dekat dasar. Pada arah menegak distribusi nilai salinitas yang relatif lebih bervariasi dijumpai di alur stasiun bagian luar dari teluk. Pada alur stasiun luar, distribusi nilai

9 salinitas lebih beragam. Secara rinci distribusi nilai salinitas di setiap interval lapisan kedalaman pada bulan Juni Juli 2003 seperti terlihat dalam Tabel 12. Tabel 12. Distribusi nilai salinitas (dalam psu) di perairan Teluk Kelabat, Bangka Belitung Bulan Juni Juli 2003 Parameter Lapisan Kedalaman ( m ) Minimum (psu) Salinitas (psu) Maksimum (psu) Nilai Rerata (psu) Simpangan baku (std.dev) Salinitas 1 24,957 32,739 30,975 2,183 Sumber : P2O LIPI Jakarta 5 30,264 32,734 32,206 0, Arus Kecepatan arus yang diukur beragam dengan arah yang bervariasi. Arus waktu pengamatan mempunyai kecepatan yang bervariasi dari 5,0 cm/detik 71,9 cm/detik. Arah arus menujukkan arah yang berbeda di setiap lapisan kedalaman. Di lapisan permukaan (lapisan 1 m) arah arus cenderung menuju ke arah Barat Daya, sedangkan pada lapisan kedalaman 5 m dan arus cenderung menuju ke arah Tenggara. Secara terperinci distribusi nilai arus di setiap interval lapisan kedalaman pada bulan Juni - Juli 2003 seperti terlihat dalam Tabel 13. Tabel 13. Distribusi nilai kecepatan arus (cm/detik) di perairan, Bulan Juni Juli Parameter Lapisan Kedalaman ( m ) Minimum (psu) Kecepatan arus (cm/detik) Maksimum (psu) Nilai Rerata (cm/detik) Simpangan baku (cm/detik) Arah arus rerata (cm/detik) Arus 1 5,0 71,8 28,3 7,723 Barat daya 5 5,0 71,9 41,7 20,99 Tenggara Sumber : P2O LIPI 2003.

10 Geologi Fragmen batuan yang dijumpai umumnya dari batuan beku dan batuan sedimen ini sendiri, cangkang biota umumnya dari jenis moluska. Karbon yakni bahan-bahan organik seperti sisa tumbuh tumbuhan berupa kayu, akar dan daun dijumpai sangat sedikit dengan pengendapan karbon ini menunjukkan lokasi sedikit memiliki bentang mengingat berat jenis karbon adalah kecil. (P2O LIPI 2003) Kimia anorganik Perairan Teluk Kelabat, Bangka-Belitung yang diteliti adalah perairan antara 01 o LS, o BT dengan 0 o 32 39,84 LS, o 41 34,50 BT. Perairan Teluk Kelabat termasuk perairan neritik dangkal. Kadar logam berat Pb perairan pada permukaan berkisar antara 0,001 ppm 0,007 ppm. Untuk kadar logam berat Cd relatif sama yaitu < 0,001 ppm. Untuk kadar logam berat Cu relatif sama yaitu < 0,001 ppm. Untuk kadar logam berat Zn berkisar antara < 0,001 0,007 ppm, untuk kadar logam berat Ni berkisar antara < 0,001 ppm 0,003 ppm. Walaupun daerah tersebut dekat penambangan timah (TI), namun tetap saja sama kadar logam beratnya dengan yang tidak dekat penambangan. Ini diduga karena pengadukan arus yang relatif seragam. Kadar logam berat Pb perairan pada dasar berkisar antara 0,001 ppm 0,006 ppm. Kadar logam berat Cd relatif sama yaitu < 0,001 ppm. Untuk kadar logam berat Cu juga relatif sama. Untuk kadar logam berat Zn berkisar antara

11 <0,001 ppm 0,003 ppm. Untuk kadar logam berat Ni berkisar antara < 0,001 ppm 0,002 ppm. Dekat penambangan timah (TI), kadar logam beratnya relatif sama dengan stasiun yang tidak dekat penambangan timah (TI), karena pengadukan massa air yang relatif seragam. Kadar logam berat perairan Teluk Kelabat, Bangka Belitung baik permukaan atau dasar, masih dalam ambang batas diperbolehkan untuk budidaya dan konservasi menurut Peraturan Pemerintah No. Kep-02/Men KLH/I/1998. Namun karena perairan ini penuh dengan mineral berat, maka disarankan agar Pemda membuat Baku Mutu Daerah (BMD). Kadar logam berat dalam sedimen, dapat dikatakan abadi dengan tanda kutip, karena logam berat diserap lewat kisi-kisi kristal sedimen. Kadar logam berat Pb dalam sedimen perairan berkisar antara 1,06 ppm 58,19 ppm. Dekat lokasi penambangan timah (TI), kadar logam berat Pb relatif besar yaitu berkisar antara 2,75 ppm 45,00 ppm, diduga karena pengendapan sedimen yang mantap dalam palung hasil pengerukan. Untuk kadar logam berat Cd berkisar antara 0,01 ppm 0,10 ppm, dan stasiun dekat penambangan timah (TI) adalah relatif sama kadar logam beratnya. Untuk kadar logam berat Cu berkisar antara 0,28 ppm 5,67 ppm, dan stasiun dekat penambangan timah (TI) adalah relatif sama kadar logam beratnya yaitu 0,44 ppm 2,78 ppm. Untuk kadar logam berat Cr berkisar antara 0,68 ppm 15,97 ppm, namun stasiun dekat penambangan relatif kecil kadar logam beratnya, dan yang relatif besar kadar logam beratnya justru stasiun yang jauh dari penambangan timah (TI), hal ini diduga karena porositas sedimen

12 kecil. Untuk kadar logam berat Zn berkisar antara 0,43 ppm 36,85 ppm, dan stasiun pada penambangan timah (TI) relatif besar karena adanya palung yang memantapkan pengendapan sedimen. Untuk kadar logam berat Mn berkisar antara 5,34 ppm 376,53 ppm, sedangkan kadar logam berat dekat penambangan timah (TI) lebih kecil yang diduga pengadukan arus. Untuk kadar logam berat Ni berkisar antara 0,26 ppm 7,55 ppm, dan juga kadar logam beratnya kecil pada lokasi penambangan timah (TI). Untuk kadar logam berat Fe berkisar antara 468,64 ppm ,16 ppm, dan inipun kadar logam berat kecil pada lokasi penambangan timah (TI). Disebabkan perairan Teluk Kelabat, Bangka-Belitung penuh dengan batuan mineral, kawasan ini memiliki unsur hara yang amat lengkap dan meningkatkan kualitas tanah. Untuk itu disini dapat digalakkan agrogeologi. Agrogeologi adalah geologi yang melayani pertanian. Namun harus diketahui bahwa adanya penambangan hanya memberikan pendapatan tinggi karena skala produksi. Dengan perkataan lain, tidak memberikan nilai tambah dari industri hilir. Lingkungan dapat dipulihkan adalah retorika kosong. Para ahli lingkungan mengatakan bahwa nilai ekonomi total lingkungan adalah jumlah manfaat langsung (harga crude oil), harga bijih tambang dan sebagainya (ditambah manfaat tak langsung (pencegahan banjir, mematok kualitas air, mencegah longsor) plus optimal value dan existention value (nilai pilihan).

13 Kimia nutrisi Keadaan kimia nutrisi perairan disajikan pada Tabel. 14. Uraian kimia zat hara tersebut meliputi beberapa aspek. Tabel 14. Rata-rata kadar beberapa parameter kimia air laut di perairan teluk kelabat, bangka belitung, bulan Juni - Juli ph Oksigen ( ml/l ) Fosfat (µg A/l ) Nitrit (µg A/l ) Nitrat (µg A/l ) Ammonia (µg A/l ) Silikat (µg A/l ) Permukaan Min 7,56 3,54 0,09 0,04 0,06 0,07 0,88 Max 7,89 3,88 0,66 0,18 1,34 1,02 16,66 Rata2 7,77 3,69 0,30 0,10 0,49 0,38 7,41 5 meter Min 7,75 3,22 0,13 0,04 0,10 0,08 0,98 Max 7,90 3,30 0,79 0,19 0,64 1,06 10,97 Rata2 7,84 3,26 0,35 0,09 0,29 0,49 5,01 Dekat Dasar Min 7,11 2,97 0,36 0,04 0,18 0,15 1,66 Max 7,91 3,78 0,88 0,25 0,96 2,16 11,85 Rata2 7,32 3,10 0,56 0,13 0,46 0,54 6,18 Sumber : P2O LIPI Jakarta Derajat keasaman (ph) Derajat keasaman (ph) didefinisikan dalam bentuk rumus: ph = - log [H + ], dimana H + adalah ion hidrogen. Pada umumnya, nilai ph dalam suatu perairan berkisar antara 4 9, sedangkan di daerah bakau, nilai ph dapat menjadi lebih rendah. Menurut Mulyanto (1992), ph yang baik untuk kehidupan ikan berkisar antara 5 9 dan antara 6,5 8,5 (Baku Mutu Air Laut 1988). Secara keseluruhan nilai ph berkisar antara 7,11-7,91 dengan rata-rata 7,68. Nilai tertinggi diperoleh kedalaman 20 m dan terendah pada kedalaman 5 m di lapisan permukaan. Kisaran nilai ph yang diperoleh pada lapisan permukaan dari pengamatan ini adalah 7,56 7,89 dengan rata-rata 7,77 dan pada kedalaman 5 m yaitu 7,75-7,90 dengan rata-rata 7,84 dan dekat dasar 7,11-7,91 dengan rata-rata 7,32. Variasi nilai ph di perairan ini dipengaruhi buangan limbah di muara sungai maupun di sepanjang

14 pantai. Hal ini terlihat dari nilai ph yang lebih rendah di perairan ini ditemukan di daerah dekat pantai dan muara sungai, sedangkan yang lebih tinggi diperoleh di lepas pantai. Menurut SALIM (1986) nilai ph di suatu perairan laut berkisar antara 8,2 8,5. Nilai ph di perairan ini masih baik untuk peruntukan budidaya perikanan karena masih dalam kisaran nilai yang diperkenankan oleh Environment Protection Agency (1973) dan Baku Mutu Air Laut (1988) yaitu 6,5 8, Oksigen terlarut (O 2 ) Oksigen terlarut yang terdapat dalam air laut berasal dari diffusi udara dan fotosintetis fitoplankton dan tumbuhan bentik. Kecepatan diffusi oksigen dari udara kedalam air sangat lambat, sehingga fotosintetis fitoplankton merupakan sumber utama dalam penyediaan oksigen terlarut di perairan. Beberapa faktor yang mempemgaruhi kelarutan oksigen antara lain suhu, salinitas, pergerakan massa air, tekanan atmosfir, luas permukaan air dan persentase oksigen sekelilingnya. Beberapa faktor yang dapat meningkatkan persediaan oksigen terlarut yang cukup dalam kolom air, yaitu masuknya air tawar dan air laut di daerah estuari secara teratur, karena kondisi daerah tersebut dangkal sehingga pengadukan massa air serta percampuran oleh angin akan berlangsung dengan baik. Sedangkan berkurangnya oksigen dalam air antara lain disebabkan pelepasan oksigen ke udara, aliran air tanah ke dalam perairan, adanya zat besi, reduksi yang disebabkan oleh desakan gas lainnya dalam air respirasi biota dan dekomposisi bahan organik (Nybakken 1988; Mulyanto 1992). Untuk kelangsungan hidup ikan ditemukan kadar oksigen yang beragam. Penurunan kadar oksigen terlarut dalam jumlah yang sedang akan menurunkan kegiatan fisiologis mahluk hidup dalam air diantaranya terjadinya penurunan pada nafsu makan, pertumbuhan dan kecepatan berenang ikan pada saat kadar oksigen terlarut kurang dari 8 10 ppm (Welch 1980). Menurut Mulyanto (1992), pada kadar oksigen terlarut < 4 5 ppm, pertumbuhan kurang baik dan nafsu makan ikan berkurang sedangkan pada kadar 3 4 ppm dalam jangka waktu yang lama, ikan akan berhenti makan dan pertumbuhan terhenti. Secara keseluruhan kadar oksigen terlarut berkisar antara 2,97-3,88 ml/l dengan rata-rata 3,44 ml/l. Nilai tertinggi diperoleh

15 pada Stasiun 8 di lapisan permukaan dan terendah pada kedalaman 14 m (dekat dasar).kadar oksigen terlarut ini rendah bila dibandingkan dengan kadar oksigen terlarut di perairan laut yang normal yang berkisar antara 5,7 ppm 8,5 ppm (Sutamihardja 1978). Kadar oksigen terlarut di lapisan permukaan, 5 m dan dekat dasar masing-masing berkisar antara 3,54 3,88 ml/l dengan rata-rata 3,69 ml/l ; 3,22-3,30 ml/l dengan rata-rata 3,26 ml/l dan 2,97-3,78 ml/l dengan rata-rata 3,10 µg A/l (untuk mengkonversi ml/l menjadi ppm, angka ini dikalikan dengan konstanta 1,429). Kadar oksigen terlarut yang lebih tinggi diperoleh di lepas pantai sebelah timur dan selatan perairan ini. Pengaruh aktivitas manusia dan buangan limbah organik melalui sungai-sungai sebelah barat perairan ini dapat menurunkan kadar oksigen terlarut karena digunakan bakteri untuk pernafasan dalam menguraikan zat organik menjadi zat anorganik. Hal ini terlihat dari kadar oksigen terlarut yang lebih rendah di sebelah barat dekat pantai perairan ini. Namun kondisi oksigen di perairan ini masih dapat digunakan untuk kepentingan budidaya perikanan karena masih memenuhi nilai ambang batas oksigen > 5 ppm dan > 4 ppm (Baku Mutu Air Laut 1988). Kadar oksigen terlarut untuk budidaya kerang hijau dan tiram berkisar antara 3 ppm 8 ppm, sedangkan untuk beronang, kerapu dan kakap antara 4 ppm 8 ppm dan untuk kerang bulu berkisar antara 2 ppm 3 ppm (Baku Mutu Air Laut Departemen Pertanian dalam KLH 1984) Zat hara (fosfat, nitrat, nitrit, ammonia dan silikat) Zat hara nitrogen (sebagai nitrat) dan fosfor (sebagai fosfat) merupakan zat hara anorganik utama yang dibutuhkan fitoplankton sebagai rantai makanan untuk pertumbuhan dan perkembangan hidupnya. Menurut Nybakken (1988) kadar kedua unsur ini sangat kecil dalam air laut, sehingga merupakan faktor pembatas bagi produktivitas fitoplankton. Di perairan tropik dan subtropik kadar zat hara pada

16 umumnya rendah di lapisan permukaan, namun meningkat dengan bertambahnya kedalaman (Koesoebiono 1981), sedangkan di perairan pantai aliran drainase sungai sangat berpengaruh terhadap kedua zat hara ini (Harvey 1945 dalam Koesoebiono 1981). Menurut Raymont (1963) nitrogen dalam bentuk an-organik yang berguna bagi tumbuh-tumbuhan adalah nitrat, nitrit dan amoniak disebabkan terjadinya proses perombakan material-material yang mengandung nitrogen dalam batuan mikroorganisme dimana nitrogen dirubah dari amino nitrogen (R NH2) berturutturut menjadi ammonium (NH 4+ ) kemudian menjadi nitrit (NO 2 ) dan selanjutnya menjadi (NO 3 ). Diantara ketiga bentuk senyawa nitrogen tersebut, yang paling tinggi kadarnya adalah ammonia. Hal ini disebabkan terjadinya reaksi oksidasi sebagai akibat banyaknya pasokan limbah nitrogen organik dari limbah argoindustri, pertanian dan tambak udang. Bakosurtanal (1994) menganjurkan kadar ammonia tidak lebih dari 0,42 ppm untuk kriteria tingkat kesesuaian perikanan tambak dan perikanan laut. Dari hasil penelitian Sharp (1983) di perairan Belgia diperoleh kadar ammonia yang tinggi yaitu 600 µg A/l (8,40 ppm). Dengan demikian bila mengacu pada hasil penelitian Sharp tersebut, kualitas perairan Teluk Kelabat, Bangka- Belitung masih normal ditinjau dari variasi kadar nitrogennya. Silikat merupakan salah satu zat hara yang dibutuhkan dan mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan hidup organisme di laut. Kadar silikat disuatu daerah estuari selain berasal dari perairan itu sendiri juga tergantung kepada keadaan sekelilingnya, seperti tingginya curah hujan serta sumbangan dari daratan dengan terjadinya erosi melalui sungai keperairan tersebut. Fitoplankton merupakan salah satu parameter biologi yang erat hubungannya dengan silikat. Tinggi rendahnya kelimpahan fitoplankton disuatu perairan tergantung kepada kandungan zat hara di perairan tersebut antara lain zat hara silikat (Nybakken 1982). Sama halnya seperti zat hara lainnya, kadar silikat disuatu perairan, secara alami terdapat sesuai dengan kebutuhan organisme yang hidup di perairan tersebut. Zat hara lainnya seperti fosfat dan nitrat berpengaruh terhadap proses pertumbuhan dan perkembangan hidup organisme di laut. Diantara jenis flora laut seperti algae, sangat membutuhkan zat hara fosfat, nitrat dan silikat dalam jumlah besar (Lund 1950, Jorgensen 1953, Prescott 1969).

17 Beberapa jenis fitoplankton diantaranya diatom dan silicoflagellata membutuhkan silikon (Si) untuk pembentukan kerangka dinding selnya, namun dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa silikon (Si) juga diperlukan untuk sintetis DNA (Raymont 1980). Secara umum, kondisi kadar zat hara ini relatif tinggi dalam suatu perairan. Hal ini sangat dipengaruhi musim timur pada bulan Agustus dengan kuatnya pengadukan (turbulence) massa air laut yang mengakibatkan naiknya zat-zat hara dari dasar perairan ke permukaan. Ditinjau dari kadar zat hara tersebut, dapat dikatakan bahwa perairan ini relatif subur karena masih berada pada kisaran zat hara fosfat di perairan laut yang normal yaitu 0,10 1,68 µg A/l (Sutamihardja 1978). Menurut Joshimura dalam Liaw (1969) tingkat kesuburan perairan dapat ditinjau dari kadar fosfat dalam suatu perairan dengan kisaran 0,07 1,61 µg A/l adalah kategori perairan cukup subur, sedangkan pada beberapa perairan seperti di perairan Teluk Penghu dan Selat Taiwan, merupakan daerah budidaya (oyster) dengan kadar fosfat dan nitrat masingmasing berkisar antara 0,08 1,20 µg A/l dan 0,08 1,80 µg A/l (Liu and Fang 1986), sehingga bila ditinjau dari kadar fosfat dan nitrat yang merupakan salah satu indikator kesuburan, maka perairan Teluk Kelabat, Bangka Belitung masih baik untuk peruntukan budidaya perikanan. Kadar fosfat dan nitrat yang baik untuk budidaya kerang hijau dan kerang bulu masing-masing berkisar antara 0,5 1,0 µg A/l dan 2,5 3,0 µg A/l. Untuk budidaya tiram berkisar antara 0,5 3,0 µg A/l dan 1,5 3,0 µg A/l sedangkan untuk budidaya beronang, kakap dan kerapu berkisar antara 0,2 0,5 µg A/l dan 0,9 3,2 µg A/l (Baku Mutu Air Laut Departemen Pertanian dalam KLH, 1984). Namun dari data yang diperoleh, ternyata hanya kadar fosfat yang cocok untuk budidaya tiram sedangkan kadar nitrat tidak memenuhi kriteria yang ditetapkan oleh Baku Mutu tersebut. Hal ini mungkin disebabkan kadar fosfat dan nitrat sangat dipengaruhi kondisi perairan dan bervariasi dalam dimensi ruang dan waktu, namun telah diperoleh kondisi luwes untuk kadar fosfat dan nitrat dalam suatu peruntukan budidaya perikanan dalam suatu perairan (KMN-LH 1988).

18 Mikrobiologi Kepadatan bakteri heterotrofik dan halotoleran menunjukkan bahwa di Perairan Teluk Kelabat, Bangka-Belitung pengaruh lingkungan laut lebih besar dari pada lingkungan darat. Hal ini dapat teramati dari selalu lebih tingginya kepadatan bakteri heterotrofik daripada bakteri halotoleran. Kepadatan bakteri heterotrofik di perairan Teluk Kelabat, Bangka-Belitung berkisar <1x 10 3 s/d 20 x 10 3 koloni/ml dengan rata-rata 6.5 x 10 3 koloni/ml. Kepadatan bakteri halotoleran di perairan Teluk Kelabat, Bangka-Belitung berkisar dari <11x 1x 10 3 s/d 25.5 x 10 3 koloni/ml dengan rata-rata 3.1 x 10 3 koloni/ml. Kepadatan bakteri heterotrofik dan halotoleran keduanya berada di daerah pantai timur Teluk Kelabat, Bangka-Belitung bagian dalam. Hal ini menunjukkan bahwa perairan Teluk Kelabat, Bangka-Belitung bagian dalam cukup subur karena kandungan bahan organiknya cukup tinggi. Jika dibandingkan dengan kawasan lain, perairan ini memiliki kepadatan bakteri pemecah organik asal laut (heterotrof) dan asal laut (halotoleran) yang jauh lebih tinggi dari pada daerah pengamatan lainnya. Kisaran kepadatan bakteri heterotrofnya adalah 3.5 x 10 3 koloni/ml 38.5 x 10 3 koloni/ml, sedangkan bakteri halotolerannya <1 x 10 3 koloni/ml koloni/ml. Adanya masukan bahan organik dari Sungai Layang yang bermuara ke perairan tersebut telah meningkatkan ketersediaan bahan organik di perairan ini. (P2O LIPI 2003) Kepadatan bakteri heterotrofik dan halotoleran terendah teramati di perairan pantai timur Teluk Kelabat bagian luar. Hal ini menunjukkan bahwa

19 perairan ini memiliki kandungan bahan organik yang rendah atau mungkin lingkungan tersebut mengalami tekanan akibat keberadaan bahan beracun yang dapat membunuh/menekan pertumbuhan bakteri. Hal ini dapat berupa tingginya konsentrasi polutan logam berat ataupun bahan organik. Jika diperhatikan, kepadatan bakteri pemecah minyak dan indikator pencemaran domestiknya menunjukkan angka yang cukup tinggi. Kepadatan keduanya termasuk rendah. Berdasarkan data bakteri indikator pencemaran domestik, nampak bahwa perairan ini cukup bersih. Nilai rata-rata kandungan bakteri fekal kolinya belum mencapai 1000 koloni/100ml dan kandungan bakteri koliformnya juga masih jauh dibawah koloni/100 ml. Nilai ini digunakan dalam baku mutu air laut untuk penentuan peruntukan suatu perairan (Anonim, 1988). Dari 25 contoh air yang diperiksa hanya 5 contoh yang mengandung bakteri fekal koli, itupun dalam jumlah yang relatif rendah yaitu 4 13 koloni/100ml. Contoh tersebut berasal dari perairan di mulut Teluk. Di perairan lainnya, bakteri fekal koli tidak terdeteksi. Kepadatan bakteri koliform juga menunjukkan angka yang rendah yaitu koloni/100 ml. Nilai ini masih jauh di bawah ambang batas maksimum untuk kawasan budidaya yaitu koloni/100 ml. Perairan yang nilai rata-rata kepadatan bakteri koliformnya tertinggi teramati di perairan mulut teluk dan kedua tertinggi di pantai barat teluk bagian luar. Diduga, perairan ini mendapat pengaruh dari aliran Sungai Musi yang mengandung limbah domestik lebih banyak daripada DAS Sungai Layang yang ada di Pulau Bangka.

20 Hasil penelitian para pakar ( Atlas 1995; Atlas and Bartha 1973; Hood et al ) menunjukkan bahwa dalam keadaan normal bakteri pemecah minyak ada di alam dalam jumlah yang sangat kecil, namun ketika terjadi pencemaran jumlah bakteri tersebut akan meningkat secara tajam. Bahkan, dapat mendominasi mikroflora di perairan tersebut. Di perairan Teluk Kelabat, keberadaan bakteri pemecah minyak dapat terdeteksi di semua contoh lumpur/sedimen. Kepadatannya berkisar dari 4 X 10 2 >2400 x 10 2 JPT/100mg, dengan nilai ratarata 350 x 10 2 JPT/100mg. Nilai ini jika dibandingkan dengan hasil penelitian di Laut Natuna (Pusat Penelitian Oseanografi 2002) menunjukkan angka yang jauh lebih tinggi. Kepadatan bakteri ini di perairan Laut Natuna hanya berkisar antara x10 2 JPT/100mg dengan nilai rata-rata 13 x 10 2 JPT/100mg. Hal ini diduga karena Teluk Kelabat merupakan perairan yang semi tertutup, minyak yang masuk ke perairan ini baik akibat dari berbagai aktivitas di laut maupun limbah dari darat tidak dapat dengan bebas terbawa ke luar teluk. Kepadatan bakteri pemecah minyak tertinggi teramati di Perairan Pantai timur Teluk Kelabat bagian luar. Pantai timur bagian utara digunakan sebagai tempat rekreasi pantai, karena memiliki pantai yang berpasir putih. Namun di sebelah selatannya terdapat pelabuhan dan tempat penambangan pasir timah yang menggunakan kapal keruk. Tentunya kedua aktivitas tersebut akan memberikan dampak terhadap perairan sekitarnya, diantaranya adalah terjadinya cemaran minyak. Hal ini terbukti dari tingginya kepadatan bakteri pengurai minyak di

21 perairan tersebut, nilai rata-ratanya mencapai 1153 x 10 2 /100mg. Padahal di kawasan lainnya masih relatif rendah Plankton Sel-sel fitoplankton dan zooplankton terlihat pada lampiran. Fitoplankton kelimpahan sel-sel fitoplankton berkisar antara sel/m 3 di sebelah dalam teluk (st. 16) 2,5 j sel/m 3 di muka Teluk Kelabat. Kelimpahan dinoflagellata sangat rendah yaitu hanya sel/m 3. Ternyata sebaran baik sel-sel fitoplankton secara umum maupun diatomae atau dinoflagellata tampak seirama, yaitu kelimpahan tinggi (di depan wilayah Bubus). Hampir seluruh populasi fitoplankton didominasi oleh marga dari kelompok diatomae yaitu Rhizosolenia, yang kemudian kelimpahan tersebut disusul oleh Chaetoceros), dan Guinardia. Hal ini ternyata sangat menarik. Dominasi Chaetoceros menunjukkan bahwa perairan tersebut mempunyai arus yang berbeda dengan wilayah-wilayah lainnya yaitu arus yang agak deras. Dengan demikian kesimpulan sementara menunjukkan bahwa ke tiga wilayah tersebut mempunyai arus yang deras. 4.2 Kondisi pesisir daratan Teluk Kelabat Drainase dan daerah rawan bencana Drainase suatu daerah dinilai dari cepat atau lambatnya aliran permukaan tanah dan penyerapan air tanah. Hal ini berkaitan dengan unsur-unsur fisik tanah, seperti lereng, tekstur dan tanaman penutup tanah. Daerah yang tidak tergenang memiliki kondisi drainase baik, daerah yang tidak tergenang dalam waktu lama artinya daerah yang sepanjang tahunnya lebih banyak tidak tergenang atau air

22 tergenang sementara yang kemudian dapat diserap oleh vegetasi penutup tanah dan tanah itu sendiri. Daerah ini digolongkan sebagai drainase sedang. Sedangkan daerah yang tergenang air sepanjang tahun digolongkan sebagai daerah dengan drainase jelek. Daerah yang dapat menyerap air dengan baik dengan demikian dapat menahan laju aliran permukaan, sehingga memiliki kemampuan yang tinggi untuk mencegah terjadinya erosi dan banjir dapat dikategorikan sebagai daerah yang sangat rendah sampai ringan bencana. Sementara daerah dengan kondisi tanaman penutup tanah yang mulai berkurang sehingga laju aliran permukaan cukup besar digolongkan sebagai daerah rawan bencana dengan klasifikasi sedang. Sedangkan daerah yang terbuka dan bertekstur pasir umumnya mudah terjadi erosi dan banjir dikategorikan sebagai daerah rawan bencana agak berat sampai berat Penggunaan lahan Berdasarkan kegiatan ekonomi budidaya penggunaan lahan dikelompokkan kedalam 3 kelompok, yaitu: (i) lahan yang sudah diusahakan, (ii) lahan yang belum diusahakan, dan (iii) lahan lainnya. Lahan yang diusahakan mencakup penggunaan lahan untuk pemukiman, tanaman pangan, kebun campuran, perkebunan, hutan tanaman industri dan tambak. Kebun campuran merupakan campuran antara perkebunan rakyat dengan hutan, tanaman pangan dan semak belukar, diusahakan secara tradisional dengan ciri ladang berpindah. Perkebunan terdiri dari lada, karet, kelapa dan kelapa sawit serta cengkeh dan coklat. Tanaman karet kondisinya bercampur dengan hutan

23 atau tanaman lainnya. Hutan tanaman industri berupa tanaman acasia diusahakan oleh swasta. Lahan yang belum diusahakan, atau sudah dicadangkan tetapi belum termanfaatkan adalah hutan (lebat/belukar), semak belukar, alang-alang, tanah tandus/rusak dan padang rumput. Hutan alam tropis ditumbuhi jenis pohon seru (Shima bancana), nyato (Palaqium rostratum), pelawan (Tristania sp), mentangur (Calopylum sp), meranti (Shorea sp), gelam (Malaleuca leucadendron) dan lainnya. Hutan belukar yang ada merupakan hasil reklamasi lahan bekas garapan yang telah ditinggalkan, memiliki kayu dengan diameter 0 30 cm. Lahan alangalang dan semak tergolong lahan kritis karena kurang subur dan rawan erosi. Lahan lainnya termasuk di dalamnya daerah sungai, kolong, dan perairan lainnya seperti rawa-rawa Keadaan dan perkembangan ekonomi Perkembangan ekonomi masyarakat dari aktivitas ekspor produk andalan dapat dilihat pada Tabel 12. Sementara perkembangan pendapatan per kapita tahun 2000 sebesar Rp (harga berlaku) atau Rp (harga konstan) merupakan pendapatan di atas rata-rata nasional, untuk jelasnya dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Produk andalan Kabupaten Bangka Tahun 1997 s/d 2000 VOLUME EKSPORT/PRODUKSI NO. SEKTOR/SUB SEKTOR SATUAN I. Perindustrian

24 1. Timah M ton 52, , , , II. Perdagangan 1. Logam timah Kg 39,819, ,720, ,685, , Lada Kg 20,053, ,169, ,223, ,763, Moulding M3 4, , , , Karet Sir 20 Kg 4,026, ,361, ,983, ,415, Ikan segar Kg 560, ,410, ,009, , Kaolin Kg 8,500, ,140, ,259, ,969, III. Pertambangan 1. Timah Ton Sn 54, , ,264, ,196, Kaolin Ton 35, , , Pasir kuarsa Ton 71, , , , Granit M3 60, Tanah Liat Ton , Batu koral Ton 110, Pasir bangunan Ton 482, , , IV. Perkebunan 1. Lada Ton 18, , , , Karet Ton 33, , , , Kelapa Sawit Ton 219, , , , V. Perikanan 1. Penangkapan di laut Ton 47, , , , Hasil perairan umum Ton Budidaya (Udang,. kerapu, ikan) Ton VI. Pertanian tanaman pangan 1. Buah-buahan Ton 20, , , , Sumber Data : Bangka dalam angka 2000 Tabel 16. Perkembangan pendapatan regional dan pendapatan perkapita kabupaten bangka tahun 1993 s/d 2000 atas dasar harga konstan tahun 1993 NO. U R A I A N P D R B (Juta Rupiah) 857, ,445 1,002,662 1,128,643 1,221,096 1,138,713 1,176,535 1,247, Penyusutan (Juta Rupiah) 52,832 62,213 64,715 67,427 70,252 66,344 68,239 72, P D R B Atas Dasar Harga Pasar (Juta Rupiah) 804, , ,947 1,061,216 1,150,844 1,072,369 1,108,296 1,175, Pajak Tidak Langsung (Juta Rupiah) 55,238 61,180 70,870 83,863 96,005 80,674 87,064 92,895

25 5. 6. P D R B Atas Dasar Biaya Faktor (Juta Rupiah) Jumlah Penduduk Pertengahan Tahun (Jiwa) 748, , , ,353 1,054, ,695 1,021,232 1,082, , , , , , , , , P D R B Per Kapita (Rupiah) 1,643,199 1,740,645 1,850,708 2,062,036 2,207,931 2,038,983 2,086,784 2,192, Pendapatan Regional Per Kapita (Rupiah) 1,435,994 1,508,558 1,600,446 1,785,628 1,907,312 1,775,732 1,811,328 1,901,396 Sumber : BPS 2001 Pertumbuhan ekonomi dari industri kecil, seperti kerajinan, pengolahan hasil pangan pertanian, perkebunan dan perikanan, industri menengah seperti produksi cabang pangan dan kimia serta bahan bangunan, demikian pula dari industri besar, seperti cabang kimia dan bangunan, logistik dan jasa juga pangan dengan uraian sebagai berikut: 1. Pertumbuhan jumlah industri kecil dan kerajinan secara keseluruhan selama tahun 1993/ sebanyak unit atau rata-rata 10,87% per tahun. Adapun yang paling besar pertumbuhannya adalah jenis industri cabang pangan sebanyak unit atau rata-rata 18,46% per tahun dan industri kimia dan bahan bangunan sebanyak unit atau 52,35% per tahun. Sedangkan industri sandang dan kulit dan kerajinan umum mengalami pertumbuhan negatif masing-masing 96 unit (3,20% per tahun) dan 499 unit (4,75% per tahun). 2. Pertumbuhan jumlah industri menengah selama tahun 1993/ mengalami penurunan sebanyak 76 atau rata-rata 13,08% per tahun. Pertumbuhan negatif tertinggi terjadi pada industri pangan sebanyak 47 unit (13,43% per tahun). 3. Pertumbuhan industri besar selama tahun 1993/ sebanyak 6 unit atau rata-rata 10,71% per tahun. pertumbuhan tertinggi pada industri kimia dan bahan bangunan sebanyak 3 unit (14,29% per tahun) serta industri pangan sebanyak 2 unit (28,57% per tahun).

26 4. Adapun pertumbuhan nilai investasi tertinggi terdapat pada industri besar sebanyak Rp ,- atau rata-rata 95,25% per tahun, diikuti oleh industri kecil dan kerajinan sebesar Rp ,- atau rata-rata 31,93% per tahun. Sedangkan pertumbuhan industri menengah selama tahun 1993/ mengalami penurunan investasi sebanyak Rp ,- atau ratarata 13,43% per tahun. 5. Adapun pertumbuhan jumlah tenaga kerja yang terserap pada sektor industri ini adalah sebagai berikut : Industri kecil dan kerajinan mengalami pertumbuhan sebanyak orang atau rata-rata 7,04% per tahun. Industri menengah mengalami penurunan sebanyak orang atau rata-rata 13,19% per tahun. Industri besar mengalami pertumbuhan sebanyak orang atau rata-rata 53,08% per tahun. 4.3 Kondisi dan potensi sumberdaya pesisir Potensi dan pemanfaatannya Sumberdaya pesisir dan laut Kabupaten Bangka telah dimanfaatkan sejak lama, namun belum maksimal sebagaimana pemanfaatan sumberdaya daratan, padahal potensi sumberdaya pesisir dan laut sangat besar. Beberapa sektor yang berhubungan dengan potensi pesisir dan kelautan dapat diuraikan sebagai berikut Pertambangan Bahan tambang yang memiliki potensi cukup besar adalah mineral timah (Zirkon) tersebar mulai dari Selat Bangka sampai Pulau Belitung dan telah dimanfaatkan dari zaman Belanda sampai sekarang oleh PT Timah Tbk dan PT. Kobatin. Selain timah, potensi bahan galian golongan C, berupa pasir kuarsa, batu granit, kaolin dan lainnya dapat dilihat pada Tabel berikut :

27 Tabel 17. Jenis bahan, potensi dan pemanfaatan tambang galian golongan C No. Jenis Bahan Potensi (ha) Jumlah (juta ton/m 3 ) Pemanfaatan (ha) Lokasi Kecamatan Ket. Izin SIPD 1 Pasir Mentok, Koba, 11 perusahaan Bangunan Toboali, Merawang, Payung, Belinyu, Sungailiat, Sungai Selan 2 Pasir Kuarsa Mentok, Sungailiat, 20 perusahaan Merawang, Pangkalanbaru, jebus 3 Batu Granit Seluruh Kecamatan 3 perusahaan Sumber: Ali (2000) Di samping tambang timah dan galian golongan C, masih dalam pencarian secara intensif jenis tambang lainnya seperti minyak dan gas alam, mineral biji besi, dan lainnya Pariwisata Kabupaten Bangka telah ditetapkan sebagai salah satu kawasan andalan pariwisata oleh Departemen Pariwisata, khususnya wisata bahari yang memiliki panatai panjang dan indah. Sebagai tindak lanjut, pemerintah daerah menetapkan 5 daerah simpul pengembangan serta menetapkan 8 tapak kawasan wisata dalam Peraturan Daerah, seperti tabel berikut: Tabel 18. Tapak kawasan wisata Kabupaten Bangka No. Tapak Kawasan Wisata Pantai Luas (ha) 1 Matras dan Parai Tenggiri Sungailiat Teluk Uber Sungailiat 25 3 Tanjung Kelian Mentok Tanjung Ular Mentok Remodong Belinyu ,80 76,25 4 Tanjung Belayar Pulau Panjang Lepar Pongok Pulau Semujur Pasir Kuning Tempilang 60 7 Rebo Sungailiat Sadai Toboali 240

28 Sumber: Ali Jumlah 1.889,05 Beberapa tapak kawasan wisata, seperti Pantai Parai Tenggiri, Rebo, Remodong, Teluk Uber, telah dimanfaatkan dan dikembangkan. Saat ini di kawasan tersebut terdapat pembangunan hotel, cottage serta fasilitas pelengkapnya. Beberapa jenis wisata bahari yang memanfaatkan sumberdaya pesisir dan laut yang masih perlu dikembangkan adalah diving, fishing dan sailing Kehutanan Kabupaten Bangka memiliki hutan mangrove yang cukup luas yaitu kurang lebih ha atau 3,47 % dari luas Pulau Bangka. Hutan mangrove tersebar di sepanjang pantai barat, utara dan selatan dan sedikit di sepanjang pantai timur. Beberapa areal, terutama di pantai barat, seperti pesisir Mentok, telah ditetapkan sebagai hutan lindung dan sebagai sempadan pantai dan sungai, agar tetap berfungsi sebagai penyangga sistem kehidupan biota laut, dan penyangga pantai dari erosi dan abrasi. Sementara di bagian utara dilaksanakan kegiatan rehabilitasi hutan mangrove. Masyarakat menggunakan hutan mangrove ini untuk berbagai kepentingan antara lain, kayunya untuk tajur atau junjung tanaman lada merambat, selain itu untuk industri arang kayu, tiang bagan dan sebagainya Perhubungan laut Sebagai daerah kepulauan, perhubungan laut menjadi alternatif lebih efisien untuk angkutan barang dibandingkan perhubungan udara. Perhubungan laut sangat dibutuhkan untuk menggerakkan roda perekonomian daerah dalam perdagangan. Peranan sektor perhubungan laut dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19. Angkutan barang dan orang Tahun 1998/1999 No. Uraian Satuan 1 Penumpang a. Datang Orang Alat Angkut Jumlah Kapal Laut Kapal Udara (62,65%) (37,35%)

29 b. Berangkat Orang (61,65%) (38,35) Arus Kapal Unit (95,28%) 2.575(4,72%) Arus Barang Bongkar/Impor Ton (99,91%) 2.413(0,09%) Muat/Ekspor Ton (99,925) 2.069(0,08%) Sumber: Ali Keadaan industri maritim Industri kapal dan sejenisnya Industri kapal baja/galangan kapal/doking perkapalan di Kabupaten Bangka telah berkembang dengan baik. Lokasi industri kapal tersebut berada di Selindung Kecamatan Pangkalan Baru dan Air Kantung Kecamatan Sungailiat dengan jumlah industri sebanyak 7 buah. Industri ini sebagian besar memanfaatkan tenaga lokal, dan bahan bakunya sebagian berasal dari luar daerah seperti plat baja, cat, kawat las dan lainnya. Perkembangan industri ini dapat dilihat pada Tabel berikut. Tabel 20. Volume dan nilai produksi industri kapal baja Sumber: Ali Tahun Volume Produksi (Unit) Nilai Produksi (Jutaan Rp) Industri kapal kayu/galangan kapal rakyat yang membuat kapal-kapal kayu untuk pelayaran lokal antar pulau dan kapal nelayan untuk penangkapan ikan ternyata lebih cepat berkembang. Industri ini berlokasi di Bangka Kota Kecamatan Payung, Koba dan Lepar Pongok dengan memanfaatkan tenaga kerja lokal dan bahan lokal berupa kayu dan papan. Perkembangannya sebagai berikut. Tabel 21. Jumlah industri, volume dan nilai produksi industri kapal kayu Tahun Jumlah Industri (buah) Volume Produksi (buah) Nilai (Jutaan Rp)

30 Sumber: Ali Industri yang berkaitan dengan perkapalan ini adalah industri chatodic protection, yaitu bahan anti karat pada kapal atau kerangka besi/baja lainnya yang dipergunakan di laut. Industri ini sudah lama berdiri di Kabupaten Bangka yaitu di Selindung Kecamatan Pangkalan Baru sebanyak satu buah dengan volume dan nilai produksi sebagai berikut: Tabel 22. Volume dan nilai produksi industri chatodic protection Tahun Volume Produksi (Unit) Nilai Produksi (Jutaan Rp) , , , , , , , ,1 Sumber: Ali Industri pengolahan hasil laut Industri pengolahan hasil laut yang berkembang adalah industri kerupuk/kemplang, ikan asin/cumi kering, terasi, rusip, abon ikan dan pembeku udang/cumi-cumi. Jenis industri ini merupakan industri kecil yang berbasis pada ekonomi kerakyatan, dikerjakan secara sederhana dengan teknologi sederhana pula serta padat karya. Industri ini tersebar di seluruh wilayah, terutama sentra produksinya di Kecamatan Belinyu, Sungailiat, Pangkalanbaru dan Toboali. Sentuhan teknologi modern untuk fase-fase tertentu pada saat pengolahan dapat saja diberikan di masa mendatang untuk meningkatkan kualitas produksi, misalnya pada fase pengolahan, pengepakan (pengemasan siap saji) dan lainnya. Perkembangan industri ini dapat dilihat pada Tabel 23. Tabel 23. Jumlah, volume dan nilai produksi industri kerupuk/kemplang Tahun Jumlah (Unit) Volume Produksi (Ton) Nilai Produksi (Jutaan Rp)

31 Sumber: Ali Industri yang paling banyak menyerap bahan baku hasil laut pada saat ini adalah ikan asin/cumi kering. Dengan membaiknya harga ikan di pasaran luar daerah, maka industri ikan asin/cumi kering ini berkembang cukup pesat sebagaimana data di bawah ini (Tabel 24). Tabel 24. Jumlah, volume dan nilai produksi industri ikan asin/cumi Tahun Jumlah (Unit) Volume Produksi (Ton) Nilai Produksi (Jutaan Rp) Sumber: Ali Data tersebut menunjukkan perkembangan jumlah industri sejak tahun 1996 sampai 1999 rata-rata 11, 82 % per tahun, volume produksi meningkat rata-rata 16,46 % per tahun dan nilai produksi meningkat 33,70 % per tahun. Industri ikan asin/cumi kering ini berkembang di seluruh wilayah Kabupaten Bangka dengan pusat produksi di Mentok, Toboali, Sungai Selan, Koba, Belinyu, Sungailiat dan Pangkalanbaru. Salah satu industri olahan ikan dan udang yang cukup terkenal adalah terasi dengan sentra produksi di Kecamatan Mentok, Toboali, Tempilang dan Payung. Perkembangannya dapat dilihat pada Tabel 25 berikut. Tabel 25. Jumlah, volume dan nilai produksi industri terasi Tahun Jumlah (Unit) Volume Produksi (Ton) Nilai Produksi (Jutaan Rp)

32 Sumber: Ali Data di atas menunjukkan pertumbuhan industri ini rata-rata per tahun adalah 5,38 %, sedangkan volume produksi dan nilai produksi meningkat rata-rata per tahun 5,72 % dan 66,09 %. Sementara itu industri rusip juga menunjukkan perkembangannya, seperti tabel 26 berikut ini. Tabel 26. Jumlah, volume dan nilai produksi industri rusip Tahun Jumlah (Unit) Volume Produksi (Botol) Nilai Produksi (Jutaan Rp) Sumber: Ali Industri pengolahan lainnya adalah industri abon ikan yang juga merupakan industri rumah tangga berskala kecil. Industri ini berada pada sentra produksi perikanan tertentu saja, yaitu kecamatan Belinyu, Sungailiat, dan Pangkalanbaru. Perkembangan industri abon ikan ini baik jumlah, volume maupun nilai produksinya relatif cepat sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 27 di bawah ini. Tabel 27. Jumlah, volume dan nilai produksi industri abon ikan Tahun Jumlah (Unit) Volume Produksi (Ton) Nilai Produksi (Jutaan Rp) Sumber: Ali Jenis industri lainnya yang mengolah hasil laut adalah pembekuan udang/cumicumi yang baru dimulai pada tahun Industri ini banyak berlokasi di Pangkal

KANDUNGAN ZAT PADAT TERSUSPENSI (TOTAL SUSPENDED SOLID) DI PERAIRAN KABUPATEN BANGKA

KANDUNGAN ZAT PADAT TERSUSPENSI (TOTAL SUSPENDED SOLID) DI PERAIRAN KABUPATEN BANGKA KANDUNGAN ZAT PADAT TERSUSPENSI (TOTAL SUSPENDED SOLID) DI PERAIRAN KABUPATEN BANGKA Umroh 1, Aries Dwi Siswanto 2, Ary Giri Dwi Kartika 2 1 Dosen Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian,Perikanan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kepulauan Bangka Belitung ditetapkan sebagai provinsi baru sesuai Undang - Undang No. 27 tahun 2000 tanggal 4 Desember 2000. Wilayah provinsi ini meliputi Pulau Bangka,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Oseanografi Pesisir Kalimantan Barat Parameter oseanografi sangat berperan penting dalam kajian distribusi kontaminan yang masuk ke laut karena komponen fisik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar didunia yang memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang ± 81.000 km dan luas sekitar 3,1 juta km 2.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Waduk adalah genangan air besar yang sengaja dibuat dengan membendung aliran sungai, sehingga dasar sungai tersebut yang menjadi bagian terdalam dari sebuah waduk. Waduk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) merupakan salah satu provinsi yang masih relatif muda. Perjuangan keras Babel untuk menjadi provinsi yang telah dirintis sejak

Lebih terperinci

C. Potensi Sumber Daya Alam & Kemarintiman Indonesia

C. Potensi Sumber Daya Alam & Kemarintiman Indonesia C. Potensi Sumber Daya Alam & Kemarintiman Indonesia Indonesia dikenal sebagai negara dengan potensi sumber daya alam yang sangat besar. Indonesia juga dikenal sebagai negara maritim dengan potensi kekayaan

Lebih terperinci

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Kondisi Geografis Kota Makassar secara geografi terletak pada koordinat 119 o 24 17,38 BT dan 5 o 8 6,19 LS dengan ketinggian yang bervariasi antara 1-25 meter dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pencemaran merupakan dampak negatif dari kegiatan pembangunan yang dilakukan selama ini. Pembangunan dilakukan dengan memanfaatkan potensi sumberdaya alam yang

Lebih terperinci

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN 49 V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN 5.1 Distribusi Parameter Kualitas Perairan Karakteristik suatu perairan dan kualitasnya ditentukan oleh distribusi parameter fisik dan kimia perairan yang berlangsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir merupakan wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut. Menurut Suprihayono (2007) wilayah pesisir merupakan wilayah pertemuan antara daratan dan laut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULU 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULU 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air merupakan zat yang paling banyak terdapat dalam protoplasma dan merupakan zat yang sangat esensial bagi kehidupan, karena itu dapat disebut kehidupan adalah

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 33 4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Umum Kepulauan Seribu Wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu terletak di sebelah Utara Teluk Jakarta dan Laut Jawa Jakarta. Pulau Paling utara,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. banyak efek buruk bagi kehidupan dan lingkungan hidup manusia. Kegiatan

PENDAHULUAN. banyak efek buruk bagi kehidupan dan lingkungan hidup manusia. Kegiatan PENDAHULUAN Latar Belakang Aktivitas kehidupan manusia yang sangat tinggi telah menimbulkan banyak efek buruk bagi kehidupan dan lingkungan hidup manusia. Kegiatan pembangunan, terutama di sektor industri

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis dan Luas Wilayah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung secara geografis terletak pada 104 0 50 sampai 109 0 30 Bujur Timur dan 0 0 50 sampai 4 0 10 Lintang

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Pulau Pramuka secara administratif termasuk ke dalam wilayah Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu, Kotamadya Jakarta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kota Bandar Lampung adalah ibukota dari Provinsi Lampung yang merupakan

I. PENDAHULUAN. Kota Bandar Lampung adalah ibukota dari Provinsi Lampung yang merupakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota Bandar Lampung adalah ibukota dari Provinsi Lampung yang merupakan gabungan dari Kecamatan Tanjungkarang dan Kecamatan Telukbetung. Bandar Lampung merupakan daerah

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekosistem terumbu karang merupakan bagian dari ekosistem laut yang penting karena menjadi sumber kehidupan bagi beraneka ragam biota laut. Di dalam ekosistem terumbu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pertambangan timah di Indonesia dimulai pada abad ke-18. Sejak tahun 1815 penambangan timah di pulau Bangka dilaksanakan oleh pemerintah Hindia Belanda dan berlanjut sampai PT.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Panggang adalah salah satu pulau di gugusan Kepulauan Seribu yang memiliki berbagai ekosistem pesisir seperti ekosistem mangrove, padang lamun, dan terumbu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai kawasan pesisir yang cukup luas, dan sebagian besar kawasan tersebut ditumbuhi mangrove yang lebarnya dari beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran logam berat merupakan salah satu masalah penting yang sering terjadi di perairan Indonesia, khususnya di perairan yang berada dekat dengan kawasan industri,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Proses adsorpsi antar partikel tersuspensi dalam kolom air terjadi karena adanya muatan listrik pada permukaan partikel tersebut. Butir lanau, lempung dan koloid asam

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Administrasi Kabupaten Bangka Tengah secara administratif terdiri atas Kecamatan Koba, Kecamatan Lubuk Besar, Kecamatan Namang, Kecamatan Pangkalan Baru, Kecamatan

Lebih terperinci

DATA MINIMAL YANG WAJIB DITUANGKAN DALAM DOKUMEN INFORMASI KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH

DATA MINIMAL YANG WAJIB DITUANGKAN DALAM DOKUMEN INFORMASI KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH Lampiran II. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor : Tanggal : DATA MINIMAL YANG WAJIB DITUANGKAN DALAM DOKUMEN INFORMASI KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH Tabel-1. Lindung Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air laut merupakan suatu medium yang unik. Sebagai suatu sistem, terdapat hubungan erat antara faktor biotik dan faktor abiotik, karena satu komponen dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Sibolga yang terletak di pantai barat Pulau Sumatera, membujur sepanjang pantai dari utara ke selatan dan berada pada kawasan teluk yang bernama Teluk Tapian Nauli,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang secara geografis terletak di antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik mempunyai keanekaragaman

Lebih terperinci

3.1 Metode Identifikasi

3.1 Metode Identifikasi B A B III IDENTIFIKASI UNSUR-UNSUR DAS PENYEBAB KERUSAKAN KONDISI WILAYAH PESISIR BERKAITAN DENGAN PENGEMBANGAN ASPEK EKONOMI DAN SOSIAL MASYARAKAT PESISIR 3.1 Metode Identifikasi Identifikasi adalah meneliti,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Tipe Estuari dan Debit Sungai. Tipe estuari biasanya dipengaruhi oleh kondisi pasang surut. Pada saat pasang, salinitas perairan akan didominasi oleh salinitas air laut karena

Lebih terperinci

EKOSISTEM LAUT DANGKAL EKOSISTEM LAUT DANGKAL

EKOSISTEM LAUT DANGKAL EKOSISTEM LAUT DANGKAL EKOSISTEM LAUT DANGKAL Oleh : Nurul Dhewani dan Suharsono Lokakarya Muatan Lokal, Seaworld, Jakarta, 30 Juni 2002 EKOSISTEM LAUT DANGKAL Hutan Bakau Padang Lamun Terumbu Karang 1 Hutan Mangrove/Bakau Kata

Lebih terperinci

STUDI DAN HUBUNGAN ARUS TERHADAP SEBARAN DAN FLUKTUASI NUTRIEN (N DAN P) DI PERAIRAN KALIANGET KABUPATEN SUMENEP

STUDI DAN HUBUNGAN ARUS TERHADAP SEBARAN DAN FLUKTUASI NUTRIEN (N DAN P) DI PERAIRAN KALIANGET KABUPATEN SUMENEP STUDI DAN HUBUNGAN ARUS TERHADAP SEBARAN DAN FLUKTUASI NUTRIEN (N DAN P) DI PERAIRAN KALIANGET KABUPATEN SUMENEP Wiwid Prahara Agustin 1, Agus Romadhon 2, Aries Dwi Siswanto 2 1 Mahasiswa Jurusan Ilmu

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Sifat Fisik Tanah Sifat fisik tanah yang di analisis adalah tekstur tanah, bulk density, porositas, air tersedia, serta permeabilitas. Berikut adalah nilai masing-masing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewi Fitriyani, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewi Fitriyani, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat pesisir merupakan kelompok orang yang tinggal di daerah pesisir dan sumber kehidupan perekonomiannya bergantung secara langsung pada pemanfaatan sumberdaya

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 45 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Lokasi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta merupakan dataran rendah dan landai dengan ketinggian rata-rata 7 meter di atas permukaan laut, terletak pada posisi

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Air Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat di daratan, perairan lepas pantai (off shore water) dan perairan laut. Ekosistem air yang terdapat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki hutan mangrove terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia dan hidup serta tumbuh berkembang

Lebih terperinci

dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau

dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau ABSTRAK Sejalan dengan peningkatan kebutuhan penduduk, maka kebutuhan akan perluasan lahan pertanian dan perkebunan juga meningkat. Lahan yang dulunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan hidup. Oleh karena adanya pengaruh laut dan daratan, dikawasan mangrove terjadi interaksi kompleks

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sumber pencemar bagi lingkungan (air, udara dan tanah). Bahan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sumber pencemar bagi lingkungan (air, udara dan tanah). Bahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivitas manusia berupa kegiatan industri, rumah tangga, pertanian dan pertambangan menghasilkan buangan limbah yang tidak digunakan kembali yang menjadi sumber

Lebih terperinci

Sungai berdasarkan keberadaan airnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu (Reid, 1961):

Sungai berdasarkan keberadaan airnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu (Reid, 1961): 44 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekologi Sungai Aspek ekologi adalah aspek yang merupakan kondisi seimbang yang unik dan memegang peranan penting dalam konservasi dan tata guna lahan serta pengembangan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove yang cukup besar. Dari sekitar 15.900 juta ha hutan mangrove yang terdapat di dunia, sekitar

Lebih terperinci

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA BAB. II TINJAUAN PUSTAKA A. Keadaan Teluk Youtefa Teluk Youtefa adalah salah satu teluk di Kota Jayapura yang merupakan perairan tertutup. Tanjung Engros dan Tanjung Hamadi serta terdapat pulau Metu Debi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. atau disebut juga perairan lotik dan perairan menggenang atau disebut juga perairan lentik.

I. PENDAHULUAN. atau disebut juga perairan lotik dan perairan menggenang atau disebut juga perairan lentik. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem perairan di daratan secara umum dibagi menjadi dua yaitu perairan mengalir atau disebut juga perairan lotik dan perairan menggenang atau disebut juga perairan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Desa Tulabolo adalah bagian dari wilayah Kecamatan Suwawa Timur,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Desa Tulabolo adalah bagian dari wilayah Kecamatan Suwawa Timur, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1) Desa Tulabolo Desa Tulabolo adalah bagian dari wilayah Kecamatan Suwawa Timur, Kabupaten Bone Boalngo, Provinsi

Lebih terperinci

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA BY: Ai Setiadi 021202503125002 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA Dalam budidaya ikan ada 3 faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan budidaya, karena hasil

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut dan hampir sepertiga penduduknya mendiami daerah pesisir pantai yang menggantungkan hidupnya dari

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah Pertumbuhan penduduk adalah perubahan jumlah penduduk di suatu wilayah tertentu pada waktu tertentu dibandingkan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian. Pengambilan Sampel Rhizophora apiculata. Dekstruksi Basah

Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian. Pengambilan Sampel Rhizophora apiculata. Dekstruksi Basah Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian Pengambilan Sampel Rhizophora apiculata Dekstruksi Basah Lampiran 1. Lanjutan Penyaringan Sampel Air Sampel Setelah Diarangkan (Dekstruksi Kering) Lampiran 1. Lanjutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mikroorganisme banyak ditemukan di lingkungan perairan, di antaranya di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mikroorganisme banyak ditemukan di lingkungan perairan, di antaranya di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mikroorganisme banyak ditemukan di lingkungan perairan, di antaranya di ekosistem perairan rawa. Perairan rawa merupakan perairan tawar yang menggenang (lentik)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove,

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam suatu wilayah pesisir terdapat beragam sistem lingkungan (ekosistem). Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove, terumbu karang,

Lebih terperinci

02/03/2015. Sumber daya Alam hayati SUMBER DAYA ALAM JENIS-JENIS SDA SUMBERDAYA HAYATI. Kepunahan jenis erat kaitannya dengan kegiatan manusia

02/03/2015. Sumber daya Alam hayati SUMBER DAYA ALAM JENIS-JENIS SDA SUMBERDAYA HAYATI. Kepunahan jenis erat kaitannya dengan kegiatan manusia SUMBER DAYA ALAM (SDA) Kekayaan alam yang dapat dimanfaatkan untuk kemakmuran dan kemaslahatan manusia SUMBER DAYA ALAM TIM ILMU LINGKUNGAN FMIPA UNSYIAH JENIS-JENIS SDA Sumber daya alam yang dapat diperbaharui

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produktivitas Primer Fitoplankton Berdasarkan hasil penelitian di Situ Cileunca didapatkan nilai rata-rata produktivitas primer (PP) fitoplankton pada Tabel 6. Nilai PP

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Fisika Kimia Perairan Lokasi budidaya rumput laut diketahui memiliki dasar perairan berupa substrat pasir dengan serpihan karang mati. Direktorat Jendral Perikanan Budidaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai perairan laut yang lebih luas dibandingkan daratan, oleh karena itu Indonesia dikenal sebagai negara maritim. Perairan laut Indonesia kaya akan

Lebih terperinci

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Penataan Ruang Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Kawasan peruntukan hutan produksi kawasan yang diperuntukan untuk kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumberdaya alam pesisir merupakan suatu himpunan integral dari komponen hayati (biotik) dan komponen nir-hayati (abiotik) yang dibutuhkan oleh manusia untuk hidup dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem merupakan suatu interaksi antara komponen abiotik dan biotik

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem merupakan suatu interaksi antara komponen abiotik dan biotik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang merupakan suatu interaksi antara komponen abiotik dan biotik yang saling terkait satu sama lain. di bumi ada dua yaitu ekosistem daratan dan ekosistem perairan. Kedua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jenis kerang yang banyak terdapat di wilayah Kabupaten Cilacap yaitu jenis

BAB I PENDAHULUAN. Jenis kerang yang banyak terdapat di wilayah Kabupaten Cilacap yaitu jenis 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Wilayah Kabupaten Cilacap memiliki beragam ekosistem seperti: ekosistem estuarin, ekosistem mangrove, dan pantai berpasir. Hal ini menjadikan Cilacap memiliki

Lebih terperinci

pertambangan. Seperti contohnya perubahan lahan menjadi lahan pertambangan. Berdasarkan hasil penelitian Hermansyah (1999), tanah bekas tambang emas

pertambangan. Seperti contohnya perubahan lahan menjadi lahan pertambangan. Berdasarkan hasil penelitian Hermansyah (1999), tanah bekas tambang emas BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah sebagai salah satu sumber daya alam, wilayah hidup, media lingkungan, dan faktor produksi biomassa yang mendukung kehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya

Lebih terperinci

MANAJEMEN KUALITAS AIR

MANAJEMEN KUALITAS AIR MANAJEMEN KUALITAS AIR Ai Setiadi 021202503125002 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS SATYA NEGARA INDONESIA Dalam budidaya ikan ada 3 faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan budidaya,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. limbah dari pertanian dan industri, serta deforestasi ilegal logging (Nordhaus et al.,

I. PENDAHULUAN. limbah dari pertanian dan industri, serta deforestasi ilegal logging (Nordhaus et al., I. PENDAHULUAN Segara Anakan merupakan perairan estuaria yang terletak di pantai selatan Pulau Jawa, termasuk dalam wilayah Kabupaten Cilacap, dan memiliki mangroveestuaria terbesar di Pulau Jawa (7 o

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pencemaran Organik di Muara S. Acai, S. Thomas, S. Anyaan dan Daerah Laut yang Merupakan Perairan Pesisir Pantai dan Laut, Teluk Youtefa. Bahan organik yang masuk ke perairan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Wilayah pesisir kota Bandar Lampung merupakan suatu wilayah yang mempunyai

I. PENDAHULUAN. Wilayah pesisir kota Bandar Lampung merupakan suatu wilayah yang mempunyai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wilayah pesisir kota Bandar Lampung merupakan suatu wilayah yang mempunyai potensi sumber daya alam yang beraneka ragam, yang membentang di sepanjang Teluk Lampung dengan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I. PENDAHULUAN A. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan salah satu primadona tanaman perkebunan yang memiliki prospek pengembangan cukup cerah, Indonesia memiliki luas areal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai air minum. Hal ini terutama untuk mencukupi kebutuhan air di dalam

BAB I PENDAHULUAN. sebagai air minum. Hal ini terutama untuk mencukupi kebutuhan air di dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan senyawa kimia yang sangat penting bagi kehidupan makhluk hidup di bumi ini. Fungsi air bagi kehidupan tidak dapat digantikan oleh senyawa lain. Penggunaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Kolaka merupakan salah satu kabupaten yang ada di Propinsi Sulawesi Tenggara yang berada di wilayah pesisir dan memiliki potensi sumberdaya pesisir laut sangat

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah teritorial Indonesia yang sebagian besar merupakan wilayah pesisir dan laut kaya akan sumber daya alam. Sumber daya alam ini berpotensi untuk dimanfaatkan bagi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem mangrove adalah ekosistem yang unik karena terjadi perpaduan

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem mangrove adalah ekosistem yang unik karena terjadi perpaduan TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Mangrove Ekosistem mangrove adalah ekosistem yang unik karena terjadi perpaduan antara habitat-habitat yang bertentangan. Untuk menghadapi lingkungan yang unik ini maka makhluk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laut Indonesia sudah sejak lama didayagunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia terutama pemanfaatan sumberdaya hayati seperti ikan maupun sumberdaya non hayati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan di daerah tropika yang terdiri dari 17.504 buah pulau (28 pulau besar dan 17.476 pulau kecil) dengan panjang garis pantai sekitar

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Sebaran Nutrien dan Oksigen Terlarut (DO) di Teluk Jakarta

4. HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Sebaran Nutrien dan Oksigen Terlarut (DO) di Teluk Jakarta 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pola Sebaran Nutrien dan Oksigen Terlarut (DO) di Teluk Jakarta Hasil pengamatan lapangan nitrat, amonium, fosfat, dan DO bulan Maret 2010 masing-masing disajikan pada Gambar

Lebih terperinci

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK 1. Siklus Nitrogen Nitrogen merupakan limiting factor yang harus diperhatikan dalam suatu ekosistem perairan. Nitrgen di perairan terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang khusus terdapat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang khusus terdapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang khusus terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut (Tjardhana dan Purwanto,

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Situasi Wilayah Letak Geografi Secara geografis Kabupaten Tapin terletak antara 2 o 11 40 LS 3 o 11 50 LS dan 114 o 4 27 BT 115 o 3 20 BT. Dengan tinggi dari permukaan laut

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERUHAN PADA PERAIRAN TELUK AMBON DALAM

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERUHAN PADA PERAIRAN TELUK AMBON DALAM HBNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERHAN PADA PERAIRAN TELK AMBON DALAM PENDAHLAN Perkembangan pembangunan yang semakin pesat mengakibatkan kondisi Teluk Ambon, khususnya Teluk Ambon Dalam (TAD)

Lebih terperinci

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai kekayaan alam yang beranekaragam termasuk lahan gambut berkisar antara 16-27 juta hektar, mempresentasikan 70% areal gambut di Asia Tenggara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Air merupakan unsur penting bagi kehidupan makhluk hidup baik manusia,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Air merupakan unsur penting bagi kehidupan makhluk hidup baik manusia, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan unsur penting bagi kehidupan makhluk hidup baik manusia, flora, fauna maupun makhluk hidup yang lain. Makhluk hidup memerlukan air tidak hanya sebagai

Lebih terperinci

Agro inovasi. Inovasi Praktis Atasi Masalah Perkebunan Rakyat

Agro inovasi. Inovasi Praktis Atasi Masalah Perkebunan Rakyat Agro inovasi Inovasi Praktis Atasi Masalah Perkebunan Rakyat 2 AgroinovasI PENANAMAN LADA DI LAHAN BEKAS TAMBANG TIMAH Lahan bekas tambang timah berupa hamparan pasir kwarsa, yang luasnya terus bertambah,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Kata Pengantar. Daftar Isi. Daftar Tabel. Daftar Gambar

DAFTAR ISI. Kata Pengantar. Daftar Isi. Daftar Tabel. Daftar Gambar DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Daftar i ii iii vii Bab I Pendahuluan A. Kondisi Umum Daerah I- 1 B. Pemanfaatan Laporan Status LH Daerah I-10 C. Isu Prioritas Lingkungan Hidup Kabupaten Kulon

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Danau Maninjau merupakan danau yang terdapat di Sumatera Barat, Kabupaten Agam. Secara geografis wilayah ini terletak pada ketinggian 461,5 m di atas permukaan laut

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1/PERMEN-KP/2016 TENTANG PENGELOLAAN DATA DAN INFORMASI DALAM PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Kondisi Geografis dan Iklim

IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Kondisi Geografis dan Iklim IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Kondisi Geografis dan Iklim Provinsi Banten secara geografis terletak pada batas astronomis 105 o 1 11-106 o 7 12 BT dan 5 o 7 50-7 o 1 1 LS, mempunyai posisi strategis pada lintas

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang km, yang merupakan

BAB I. PENDAHULUAN. pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang km, yang merupakan BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis berbentuk kepulauan dengan 17.500 pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang 81.000 km, yang merupakan kawasan tempat tumbuh hutan

Lebih terperinci

ES R K I R P I S P I S SI S S I TEM

ES R K I R P I S P I S SI S S I TEM 69 4. DESKRIPSI SISTEM SOSIAL EKOLOGI KAWASAN PENELITIAN 4.1 Kondisi Ekologi Lokasi studi dilakukan pada pesisir Ratatotok terletak di pantai selatan Sulawesi Utara yang termasuk dalam wilayah administrasi

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM. 4.1 Letak Geografis

KEADAAN UMUM. 4.1 Letak Geografis III. KEADAAN UMUM 4.1 Letak Geografis Kabupaten Bangka Selatan, secara yuridis formal dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Bangka Selatan, Kabupaten Bangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Hartini Susanti, 2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Hartini Susanti, 2015 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Negara Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam dan mineral, seperti batubara, timah, minyak bumi, nikel, dan lainnya. Peraturan Presiden

Lebih terperinci

Nur Rahmah Fithriyah

Nur Rahmah Fithriyah Nur Rahmah Fithriyah 3307 100 074 Mengandung Limbah tahu penyebab pencemaran Bahan Organik Tinggi elon Kangkung cabai Pupuk Cair Untuk mengidentifikasi besar kandungan unsur hara N, P, K dan ph yang terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang rentan terhadap dampak perubahan iklim. Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang termasuk rawan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Industri pertambangan merupakan salah satu industri yang diandalkan pemerintah Indonesia untuk mendatangkan devisa. Selain mendatangkan devisa, industri pertambangan juga

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pertumbuhan Chaetoceros sp. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi parameter kualitas air terkontrol (Lampiran 4). Selama kultur berlangsung suhu

Lebih terperinci

1. ENERGI DALAM EKOSISTEM 2. KONSEP PRODUKTIVITAS 3. RANTAI PANGAN 4. STRUKTUR TROFIK DAN PIRAMIDA EKOLOGI

1. ENERGI DALAM EKOSISTEM 2. KONSEP PRODUKTIVITAS 3. RANTAI PANGAN 4. STRUKTUR TROFIK DAN PIRAMIDA EKOLOGI PRINSIP DAN KONSEP ENERGI DALAM SISTEM EKOLOGI 1. ENERGI DALAM EKOSISTEM 2. KONSEP PRODUKTIVITAS 3. RANTAI PANGAN 4. STRUKTUR TROFIK DAN PIRAMIDA EKOLOGI ENERGI DALAM EKOSISTEM Hukum thermodinamika I energi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan kesejahteraan hidup rakyat melalui pembangunan di bidang industri, nampak memberikan dampak terhadap perubahan lingkungan perairan pesisir dan laut karena

Lebih terperinci

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya 1 Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya PENDAHULUAN Wilayah pesisir merupakan ruang pertemuan antara daratan dan lautan, karenanya wilayah ini merupakan suatu

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Perairan Selat Bali

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Perairan Selat Bali 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Perairan Selat Bali Selat adalah sebuah wilayah perairan yang menghubungkan dua bagian perairan yang lebih besar, dan karenanya pula biasanya terletak diantara dua

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pesisir pantai kota Bandar Lampung merupakan salah satu lokasi yang telah

I. PENDAHULUAN. Pesisir pantai kota Bandar Lampung merupakan salah satu lokasi yang telah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pesisir pantai kota Bandar Lampung merupakan salah satu lokasi yang telah banyak dikonversi lahan pantainya menjadi kawasan industri, antara lain industri batubara, pembangkit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga laut dan pesisir pantai (coastal zone) merupakan lingkungan fisik yang

BAB I PENDAHULUAN. sehingga laut dan pesisir pantai (coastal zone) merupakan lingkungan fisik yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan wilayah perairan yang memiliki luas sekitar 78%, sehingga laut dan pesisir pantai (coastal zone) merupakan lingkungan fisik yang mendominasi. Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Hutan mangrove merupakan hutan yang tumbuh pada daerah yang berair payau dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hutan mangrove memiliki ekosistem khas karena

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Kopi Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi merupakan tanaman dengan perakaran tunggang yang mulai berproduksi sekitar berumur 2 tahun

Lebih terperinci