RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH (RPIJM) BIDANG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH (RPIJM) BIDANG"

Transkripsi

1

2 RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH (RPIJM) BIDANG PU/CIPTA KARYA PROPINSI JAMBI KABUPATEN BUNGO KOTA MUARA BUNGO Nomor :. Berdasarkan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah telah ditetapkan pembagian kewenangan antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah Kabupaten/Kota. Penyediaan infrastruktur permukiman menjadi kewenangan wajib bagi pemerintah Kabupaten/Kota, sehingga lebih mendekatkan antara pengambil kebijakan dengan masyarakat pengguna infrastruktur permukiman. Menghadapi dinamika perubahan yang terjadi tersebut, kami menyadari bahwa diperlukan keselarasan dalam cara pandang atau paradigm dalam pengembangan infrastruktur permukiman secara komprehensif yang terintegrasi baik dalam konteks kewilayahan maupun dalam keterkaitannya dengan pengembangan sector lain dalam konstelasi pembangunan regional dan nasional yang berkelanjutan. Untuk itu, kami menyepakati untuk melakukan kesepakatan dalam perencanaan dan pelaksanaan Program Investasi Jangka Menengah Bidang PU/Cipta Karya pada tahun Berkenaan dengan hal tersebut diatas, pada hari Tanggal.2011, kami sepakat untuk saling mendukung dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan bidang PU/Cipta Karya pada tahun sebagaimana terlampir. Rencana Program Investasi Jangka Menengah Bidang PU/Cipta Karya ini pada dasarnya dapat dilanjutkan dan dikembangkan sesuai dengan perkembangan kebutuhan yang ada pada tahun-tahun berikutnya. Demikian Program Kerja ini kami buat berdasarkan kepedulian kami dalam upaya-upaya percepatan pelaksanaan pembangunan bidang PU/Cipta Karya berkelanjutan. i

3 Kata Pengantar Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan petunjuk serta bimbingannya kepada kita semua sehingga penyusunan Buku Rencana Program Investasi Jangka Menengah Bidang PU/Cipta Karya Kota Muara Bungo periode tahun telah dapat diselesaikan. Dengan tersusun Rencana Program Investasi Jangka Menengah Bidang PU/Cipta Karya Kota Muara Bungo ini, maka diharapkan didalam pelaksanaan pembangunan sector prasarana perkotaan; khususnya bidang ke-pu-an untuk kota Muara Bungo, dapat berpedoman selama Jangka Menengah. Pembangunan sector perkotaan yang dimaksud mencakup aspek-aspek : permukiman, penataan bangunan lingkungan, persampahan, air limbah, Air bersih dan drainase untuk jangka waktu 5 (lima) tahun. Mekanisme penyusunan RPIJM ini meningkatkan adanya suatu keterpaduan antara perencanaan dari bawah ke atas dan sebaliknya, sehingga program yang dihasilkan merupakan suatu program yang optimal, dimana pertimbangan-pertimbangan akan adanya prioritas program dan kepentingan-kepentingan strategis serta unsure ketersediaan dana, baiak Pemerintah Pusa t maupun Pemerintah Daerah telah tercakup didalamnya. Penyusunan buku ini merupakan tugas serta tanggung jawab Pemerinah Kabupaten Bungo di bawah koordinasi Bappeda TK II Bungo di bawah kebijaksanaan Pembangunan yang meliputi teknis perencanaan, keterpaduan program serta sumber-sumber pendanaan di koordinasikan oleh Bappeda TK I Propinsi Jambi dan Pemerintah Pusat. Penyusunan RPIJM ini diawali dengan pengumpulan data primer dan data sekunder, mempelajari penelitian-penelitian atau studi-studi yang telah ada serta diskusi-diskusi dengan berbagai instansi terkait. Pada kesempatan ini, Team penyusun tak lupa mengucapkan terima kasih kepada semua pihak dan instansi terkait yang telah memberikan masukan sangat berharga pada waktu diadakan diskusi pada bulan Desember Akhirul kata, tim penyusun mengharapkan buku RPIJM ini dapat dijadikan pedoman serta pegangan dalam membangun dan mengembangkan sarana dan prasarana perkotaan khususnya kota Muara Bungo Kabupaten Bungo. Demikian ini kami sampaikan, semoga laporan ini bermanfaat bagi semua pihak. Muara Bungo, Desember 2011 ii

4 Daftar Isi Surat Bupati... i Kata Pengantar... ii Daftar Isi... iv Daftar Tabel... xiv Daftar Gambar... xvii BAB I PENDAHULUAN... I Latar Belakang Pengertian RPIJM Maksud Tujuan dan Sasaran Mekanismen dan Frame Penyusunan RPIJM Pendekatan Umum Dasar Acuan Urgensi Keberadaan RPIJM Pola Pikir Metodologi BAB II GAMBARAN UMUM DAN KONDISI WILAYAH KOTA MUARA BUNGO... II Profil Geografis dan Fisik Dasar... II Letak Geografis... II Kondisi Fisik Dasar... II Profil Demografi... II Struktur Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin dan Struktur Umur... II Sosial Kependudukan... II Kondisi Prasarana dan Utilitas Kota... II Sub Bidang Air Minum... II Gambaran Umum Sistem Penyediaan dan Pengelolaan Air Minum... II Kondisi Sistem Sarana dan Prasarana Penyediaan dan Pengeloaan Air Minum... II Permasalahan Yang Dihadapi... II Sub Bidang Persampahan... II Gambaran Umum Sistem Pengelolaan Persampahan Saat Ini... II Pewadahan Sampah... II Pengumpulan... II-23 iii

5 Kondisi Sistem Sarana dan Prasarana Pengeloaan Persampahan Yang Ada... II Aspek Pendanaan... II Aspek Kelembagaan Pelayanan Persampahan... II Aspek Peraturan Perundangan... II Aspek Peran Serta masyarakat... II Permasalahan Yang Ada... II Bidang Air Limbah... II Gambaran Umum Sistem Pengelolaan Air Limbah Saat Ini... II Kondisi Sistem Sarana dan Prasarana Pengelolaan Air Limbah... II Kondisi Sistem Pengeloaan Air Limbah Saat ini... II Permasalahan Yang Dihadapi... II Bidang Drainase... II Gambaran Umum Kondisi Sistem Drainase Saat Ini... II Kondisi Sistem Sarana & Prasarana Sistem Drainase Yang Ada... II Aspek Kelembagaan Pelayanan Drainase... II Aspek Peran Serta masyarakat... II Permasalahan Yang Ada... II Bidang Jalan... II Kondisi Jalan Yang Ada... II Permasalahan Yang Ada... II-55 BAB III RENCANA PEMBANGUNAN WILAYAH KOTA MUARA BUNGO... III Strategi/Skenario Pengembangan Wilayah Kota Muara Bungo Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah... III Rumusan Fungsi dan Peran Serta Kota Muara Bungo Dalam Lingkup Wilayah Yang Lebih Luas... III Arah / Strategi Pengembangan Kota Muara Bungo... III Konsep Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) Kota Muara Bungo III Konsep Pengembangan Bagian-bagian Wilayah Kota... III Hirarki Pusat-Pusat Pelayanan & Kegiatan Utama Kota... III Struktur Jaringan Jalan... III Rencana Tata Guna Lahan... III Skenario Pengembangan Sektor/Bidang PU/Cipta Karya... III-17 BAB IV RENCANA PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR... IV Rencana Pengembangan Permukiman... IV Petunjuk Umum... IV Profile Pembangunan Permukiman... IV-4 iv

6 Kondisi Umum... IV Gambaran Umum... IV Prasarana & sarana dasar Permukiman... IV Parameter Teknis Wilayah... IV Aspek Pendanan... IV Retribusi... IV Aspek Kelembagaan... IV Sasaran... IV Permasalahan Pembangunan Permukiman... IV Analisa Permasalahan, Alternatif Pemecahan & Rekomendasi... IV Usulan Pembangunan Permukiman... IV Sistem Infrastruktur Permukiman yang Diusulkan... IV Usulan & Prioritas Program Pembangunan PS Permukiman... IV Usulan & Prioritas Proyek Pembangunan Infrastuktur Permukiman... IV Rencana Investasi Penataan Bangunan Lingkungan... IV Petunjuk Umum... IV Penataan Bangunan... IV Permasalahan Penataan Bangunan Dalam Lingkup Nasional... IV Landasan Hukum... IV Penataan Lingkungan... IV Pencapaian Penataan Bangunan Gedung & Lingkungan... IV Kebijakan, Penataan Bangunan Gedung dan Lingkungan di Wilayah Perkotaan Muara Bungo... IV Kondisi dan Permasalahan Umum Penataan Bangunan Gedung dan Lingkungan Kota Muara Bungo... IV Kegiatan Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL)... IV Sasaran Kegiatan... IV Bentuk dan Pelaksanaan Kegiatan... IV Keluaran / Produk Kegiatan... IV Rekomendasi, Kawasan Perencanaan Tata Bangunan dan Lingkungan Perkotaan Muara... IV Program Yang Diusulkan... IV Rencana Investasi Sub Bidang Persampahan... IV Petunjuk Umum... IV Profil Rinci Pengelolaan Persampahan... IV-33 v

7 Kondisi yang Ada... IV Sistem Pengelolaan Persampahan yang Ada... IV Pewdahan Sampah... IV Pengumpulan... IV Evaluasi Kondisi Sistem Prasaran Yang Ada... IV Permasalahan Yang Dihadapi... IV Sasaran Penyediaan Prasarana & Sarana Pengelolaan Sampah... IV Rumusan Masalah... IV Analisis Permasalahan dan Rekomendasi... IV Analisis Permasalahan... IV Rekomendasi... IV Sistem Pengelolaan Persampahan Yang Diusulkan... IV Usulan dan Rekomendasi Program Pengelolaan Persampahan... IV Pembiayaan Pengelolaan... IV Rencana Investasi Sub Bidang Air Limbah... IV Petunjuk Umum... IV Umum... IV Pencapaian Pengeloaan Air Limbah Dalam Rencana Kota... IV Kebijakan, Program dan Kegiatan Pengelolaan Air Limbah Dalam Rencana Kota... IV Profil Rencana Pengelolaan Air Limbah... IV Gambaran Umum Sistem Pengelolaan... IV Kondisi Sistem Sarana dan Prasarana Pengelolaan Air Limbah... IV Permasalahan Yang Dihadapi... IV Sasaran Pengelolaan Prasarana dan Sarana (PS) Air Limbah... IV Rumusan Masalah... IV Analisis Permasalahan dan Rekomendasi... IV Analisis Persoalan... IV Alternatif Pemecahan Masalah... IV Rekomendasi... IV Sistem Prasarana Yang Diusulkan... IV Usulan Dan Prioritas Program... IV Pembiayaan Pengelolaan... IV Rencana Investasi Sub Bidang Drainase... IV Petunjuk Umum... IV Pencapaian Drainase Dalam Rencana Kota... IV Kebijakan Program & Kegiatan Drainase Dalam vi

8 Rencana Kota... IV Profil Rinci Penyediaan Drainase... IV Kondisi Yang Ada... IV Kondisi Sistem Drainase Yang Ada... IV Kelembagaan... IV Permasalahan Yang Dihadapi... IV Permasalahan Sistem Drainase Yang Ada... IV Sasaran Drainase... IV Rumusan Masalah... IV Analisis Permasalahan dan Rekomendasi... IV Analisis Kebutuhan... IV Analisis Sistem Drainase... IV Analisis Jaringan Drainase... IV Alternatif Penyelesaian Masalah... IV Rekomendasi... IV Upaya Kelola Lingkungan / Upaya Pemantauan Lingkungan UKL/UPL... IV Sistem Drainase Yang Diusulkan... IV Pembiayaan Proyek Penyediaan Drainase... IV Rencana Investasi Pengembangan Air Minum... IV Petunjuk Umum... IV Gambaran Kondisi Pelayanan Air Minum... IV Gambaran Umum Sistem Penyediaan dan Pengelolaan... IV Kondisi Sistem & Prasarana Penyediaan dan Pengelolaan Air Minum... IV Sistem Non Perpipaan... IV Sistem Perpipaan... IV Permasalahan Yang Dihadapi... IV Analisis Kebutuhan Prasarana Air Bersih... IV Analisis Kebutuhan Prasarana Air Minum... IV Analisis Kondisi Pelayanan... IV Analisis Sistem Prasaarana dan Sarana Air Minum... IV Analisis Kebutuhan Program... IV Rekomendasi... IV Sistem Prasarana Yang Disuslkan... IV Sistem Non Perpiaan... IV Sistem Perpiaan... IV Usulan dan Prioritas Program... IV Pembiayaan Proyek Penyediaan Pengelolaan Air Minum... IV-108 vii

9 BAB V SAFEGUARD SOSIAL DAN LINGKUNGAN... V Petunjuk Umum... V Prinsip Dasar Safeguard... V Kerangka Safeguard... V Komponen Safeguard... V Komponen Sosial Ekonomi... V Kependudukan... V Sosial Ekonomi... V Komponen Sosial Budaya... V Komponen Lingkungan... V Metoda Pendugaan Dampak... V Metode Formal... V Metode Non Formal... V Metode Prakiraan Dampak Penting... V Metode Evaluasi Dampak Besar dan Penting... V Pemilihan Alternatif... V Proses Pemiluhan Alternatif... V Penyajian Pemilihan Alternatif... V Rencana Pengeloaan Safeguard Sosial dan Lingkungan... V Sistem Pengelolaan... V Pelaksananaan Pengelolaan... V Pembiayaan Pengelolaan... V Rencana Pemantauan Safeguard Sosial dan Lingkungan... V Tipe Pemantauan... V Prosedur Pemantauan... V Pelaksanaan Pemantauan... V-28 BAB VI KEUANGAN DAN RENCANA PENINGKATN PENDAPATAN... VI Petunjuk Umum... VI Komponen Keuangan... VI Komponen Penerimaan Pendapatan... VI Pendapatan Asli Daerah (PAD)... VI Dana Perimbangan... VI Komponen Pengeluaran Belanja... VI Komponen Pembiayaan... VI Profil Keuangan Kabupaten/Daerah... VI Keuangan Perusahaan Daerah... VI Permasalahan dan Analisa Keuangan... VI Kondisi Keuangan Pemerintah Kabupaten/Kota... VI Proyeksi Kemampuan Keuangan Kabupaten/Kota... VI Proyeksi Penerimaan dan Belanja... VI Proyeksi PAD dan Dana Perimbangan... VI Kondisi PAD dan Dana Perimbangan... VI-12 viii

10 Proyek Pabulic Saving... VI Analisa Tingkat Ketersediaan Dana... VI Analisis Kemampuan Keuangan Daerah... VI Aspek Keuangan Perusahaan... VI Rencana Pembiayaan... VI Rencana Pembiayaan... VI Pelaksana Pembiayaan RPIJM... VI-20 BAB VII PETUNJUK DAERAH DAN RENCANA PENINGKATAN KAPASITAS KELEMBAGAAN... VII Petunjuk Umum... VII Kondisi Kelembangaan... VII Kondisi Kelembagaan Pemerintah Kabupaten/Kota... VII Kondisi Kelembagaan Non Pemerintah... VII Masalah, Analisa dan Usulan Program... VII Masalah Yang Dihadapi... VII Analisis Permasalahan... VII Usulan Program... VII Usulan Sistem Prosedur Antar Instansi... VII Kedudukan, Fungsi, Tugas dalam Pelaksanaan RPIJM... VII Diagram Hubungan Antar Instansi... VII Format Umum Rencana Tindakan Peningkatan Kelembagaan... VII-7 BAB VIII RENCANA KESEPAKATAN (MEMORANDUM) RENCANA INVESTASI DAN KAIDAH PELAKSANAAN... VIII Ringkasan Rencana Pembangunan Kota... VIII Ringkasan Program Prioritas Infrastruktur... VIII Pengaturan dan Mekanisme Pelaksanaan... VIII-2 ix

11 Daftar Tabel Tabel 2.1 Cakupan dan Luas Wilayah Kota Muara Bungo... II-2 Tabel 2.2 Luas Wilayah Kota Muara Bungo Per Kelurahan/Desa II-2 Tabel 2.3 Perbandingan Jumlah Penduduk menurut Jenis Kelamin... II-9 Tabel 2.4 Jumlah dan kepadatan Penduduk di Kota Muara Bungo II-10 Tabel 2.5 Jumlah dan Kapasitas Reservoar di Kabupaten Bungo... II-12 Tabel 2.6 Sumber Air Baku Lain yang Digunakan Selain Sumber PDAM... II-12 Tabel 2.7 Kualitas Air Bersih Yang Disuplai PDAM dan Non PDAM... II-13 Tabel 2.8 Tingkat Pelayanan Air Minum PDAM Pancuran Telago Kabupaten Bungo... II-14 Tabel 2.9 Tingkat Pelayanan Pengumpulan Sampah di Kota Muara Bungo... II-17 Tabel 2.10 Rute Pelayanan Sampah Pengangkut Truk Sampah... II-18 Tabel 2.11 Jenis Pewadahan Yang Digunakan Dipermukiman... II-20 Tabel 2.12 Pengeloaan Sampah Pada Wilayah Survey... II-25 Tabel 2.13 Fasilitas Pengeloaan Smpah dan TPA Kota Muara Bungo... II-28 Tabel 2.14 Sarana Tempat Penampungan Sementara di Kota Muara bungo... II-29 Tabel 2.15 DIPA Dinas Perkotaan Kabupaten Bungo II-32 Tabel 2.16 DIPA Dinas Perkotaan Kabupaten Bungo II-32 Tabel 2.17 DIPA Dinas Perkotaan Kabupaten Bungo II-33 Tabel 2.18 Perkiraan Biaya Operasional Pengeloaan Sampah pada Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun II-35 Tabel 2.19 Perkiraan Jumlah dan Komposisi Sumber Sampah Menurut Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun II-37 Tabel 2.20 Perkembangan Jumlah Pasien RSU Kota Muara Bungo II-45 Tabel 2.21 Kondisi Eksisting dan Permasalahan Drainase Kota Muara Bungo... II-52 Tabel 2.22 Panjang Jalan dan Jenis Permukaan Jalan di Kota Muara Bungo... II-52 Tabel 3.1 Renaca Pembagian BWK Wilayah Fungsional Kota (BWK) Kota Muara Bungo sampai III-7 Tabel 3.2 Dimensi Jalan dan Garis Sempadan Bangunan Yang Direncanakan di Kota Muara bungo III-14 Tabel 3.3 Rencana Tata Guna Lahan Kota Muara Bungo sampai dengan III-14 Tabel 4.1 Sumber Air Baku SPAM dan Kondisi Instalasi Pengolahan Air... IV-5 Tabel 4.2 Kondisi dan konstruksi Jalan Kota Muara Bungo IV-8 Tabel 4.3 Biaya Opersioal PDAM... IV-9 Tabel 4.4 DIPA Dinas Perkotaan Kabupaten Bungo IV-10 Tabel 4.5 DIPA Dinas Perkotaan Kabupaten Bungo IV-11 Tabel 4.6 DIPA Dinas Perkotaan Kabupaten Bungo IV-12 Tabel 4.7 Usulan dan Prioritas Program Penyediaan Perumahan dan permuk iman, Komponen Pembangunan PSD Pemukiman Kota Muara Bungo... IV-20 x

12 Tabel 4.8 Usulan dan Prioritas Proyek Penyiapan Perumahan dan permukiman, Komponen Pembangunan PSD Pemukiman Kota Muara Bungo... IV-21 Tabel 4.9 Usulan dan Prioritas Program Penataan Bangunan dan Lingkungan... IV-31 Tabel 4.10 Tingkat Pelayanan Pengumpulan Sampah di Kota Muara Bungo... IV-33 Tabel 4.11 Rute Pelayanan Sampah Pengangkut Truk Sampah... IV-34 Tabel 4.12 Jenis Pewadahan Yang Digunakan Dipermukiman... IV-36 Tabel 4.13 Pengeloaan Sampah Pada Wilayah Survey... IV-41 Tabel 4.14 Fasilitas Pengelolaan Sampah dan TPA Kota Muara Bungo... IV-44 Tabel 4.15 Sarana Tempat Penampungan Sementara di Kota Muara Bungo... IV-45 Tabel 4.16 Hasil Perhitungan Skore Kepadatan dan Fungsi Tata Ruang... IV-47 Tabel 4.17 Hasil Perhitungan Skore Kepadan Fungsi Tata Ruang Terhadap Tingkat Kesejahteraan... IV-48 Tabel 4.18 Kebutuhan Alat Berat Persampahan... IV-49 Tabel 4.19 Kebutuhan Alat Berat Kota Muara Bungo IV-49 Tabel 4.20 Sistem Prasarana dan Sarana Persampahan Yang Diusulkan... IV-55 Tabel 4.21 Pembiayaan Sistem Prasarana dan Sarana Persampahan Yang Diusulakn... IV-55 Tabel 4.22 Perkembangan Jumlah Pasien RSU Kota Muara Bungo IV-57 Tabel 4.23 Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan Kota Muara Bungo IV-63 Tabel 4.24 Usulan dan Prioritas Program Pengelolaan Air Limbah... IV-64 Tabel 4.25 Usulan Pembiayaan Pengeloaan Proyek Pengelolaan Air Limbah... IV-65 Tabel 4.26 Kondisi Eksisting dan Permasalahan Drainase Kota Muara Bungo... IV-65 Tabel 4.27 Usulan dan Prioritas Program... IV-86 Tabel 4.28 Jumlah dan Kapasitas Reservoar di Kabupaten Bungo... IV-90 Tabel 4.29 Sumber Air Baku Lain yang Digunakan Selain Sumber PDAM... IV-91 Tabel 4.30 Kualitas Air Bersih Yang Disuplai PDAM dan Non PDAM... IV-91 Tabel 4.31 Tingkat Pelayanan Air Minum PDAM Pancuran Telago Kabupaten Bungo... IV-92 Tabel 4.32 Jumlah Penduduk yang Dilayani Kota... IV-96 Tabel 4.33 Klasifikasi dan Struktur Kebutuhan Air Kabupaten Bungo... IV-97 Tabel 4.34 Kebutuhan Program Jangka Menengah Sistem Penyediaan Air Minum Kota Muara Bungo... IV-100 Tabel 4.35 Kebutuhan Program Jangka Menengah Sistem Penyediaan Air Minum Kota Muara Bungo... IV-103 Tabel 4.36 Usulan dan Prioritas Program Dalam Penyediaan Air Minum... IV-107 Tabel 4.37 Pembiayaan Prouyek Penyediaan Pengelolaan Air Minum... IV-108 Tabel 5.1 Jumlah dan kepadatan Penduduk di Kota Muara Bungo V-4 Tabel 5.2 Perbandingan Jumlah Penduduk menurut Jenis Kelamin... V-5 Tabel 5.3 Jumlah Penduduk berdasarkan Mata Pencaharian di Kabupaten Bungo... V-6 Tabel 5.4 Persentase Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas yang Bekerja... V-5 Tabel 5.5 Jenis dan Jumlah sarana Perekonomian di Wilayah Studi... V-7 xi

13 Tabel 5.6 Tingkat Pendidikan Penduduk di Wilayah Studi... V-7 Tabel 5.7 Prasarana Pendidikan di Wilayah Studi... V-8 Tabel 5.8 Jumlah Prsarana Peribadatan di Wilayah Studi... V-9 Tabel 5.9 Faktor Koreksi Kegempaan Akibat Pengaruh Jenis Tanah atau Batuan... V-10 Tabel 5.10 Periode Ulang (T) dan Percepatan Gempa Dasar (ac)... V-11 Tabel 6.1 Struktur Pegeluaran Belanja SAP-D yang baru... VI-4 Tabel 6.2 Struktur Pembiayaan SAP-D yang baru... VI-5 Tabel 6.3 Realisasi dan Proyeksi APBD Pemerintah Kabupaten/Kota... VI-8 Tabel 6.4 Proyeksi PAD dan Perimbangan... VI-11 Tabel 6.5 Public Saving... VI-14 Tabel 6.6 Proyeksi DSCR (Bagian Urusan Kas dan Perhitungan) Perhitungan DSCR dan Kumulatif Pinjman... VI-16 Tabel 6.7 Perkembangan Realisasi Penerimaan Pajak Daerah Kota Muara Bungo Kabupaten Bungo... VI-22 Tabel 6.8 Perkembangan Realisasi Penerimaan Retribusi Daerah Kabupaten Bungo... VI-22 Tabel 6.9 Perkembangan Realisasi Laba BUMD, Dinas-dinas Lain-lain Kabupaten Bungo... VI-23 Tabel 6.10 Perkembangan Realisasi Penerimaan Dana Bagi Hasil Kabupaten... VI-24 Tabel 6.11 Perkembangan Realisasi Penerimaan Dana Perimbangan Kabupaten Bungo... VI-24 Tabel 6.12 Struktur Pengeluaran Belanja SAP-D yang Baru Kabupaten Bungo... VI-25 Tabel 6.13 Struktur Pegeluaran Kabupaten Bungo... VI-26 Tabel 6.14 Rencana Alokasi Pendanaan... VI-27 Tabel 7.1 Menunjukkan Rencana Tindakan Peningkatan Kelembagaan... VII-9 xii

14 Daftar Gambar Gambar Diagram Alir Proses Perencanaan dan Penyusunan RPIJM... I-5 Gambar 2.1 Peta Wilayah Administrasi Kota Muara Bungo... II-3 Gambar 2.2 Peta Topografi Kota Muara Bungo... II-6 Gambar 2.3 Peta Struktur Geologi di Kota Muara Bungo dan Sekitarnya... II-7 Gambar 2.4 Peta Jaringan Air Bersih Eksisting... II-16 Gambar 2.5 Peta Rute Pelayanan... II-21 Gambar 2.6 Sistem Pengelolaan Pengangkutan Sampah Mulai dari Sumber ke TPA... II-24 Gambar 2.7 Pengelolaan Sampah dengan Sistem Kumpul Angkut- Buang... II-24 Gambar 2.8 Sistem Pengelolaan Sampah yang Ada di Kota Muara Bungo... II-31 Gambar 2.9 Skema Struktur Organisasi Dinas Perkotaan... II-41 Gambar 2.10 Pola Aliran Air Permukaan Kota Muara Bungo... II-50 Gambar 3.1 Peta Rencana Pembagian BWK Kota Muara Bungo... III-8 Gambar 3.2 Peta Rencana Struktur Pusat-Pusat Pelayanan Kota Muara Bungo... III-11 Gambar 3.3 Peta Rencana Alokasi Pusat Kegiatan Utama Kota Muara Bungo... III-12 Gambar 3.4 Peta Rencana Struktur Jaringan Jalan Kota Muara Bungo... III-15 Gambar 3.5 Peta Rencana Tata Guna Lahan Kota Muara Bungo III-16 Gambar 4.1 Skema Struktur Organisasi Dinas Perkotaan... IV-17 Gambar 4.1 A Peta Zona Prioritas Lokasi RTBL... IV-31 A Gambar 4.2 Peta Rute Pelayanan... IV-37 Gambar 4.3 Sistem Pengelolaan Pengangkutan Sampah Mulai dari Sumber ke TPA... IV-40 Gambar 4.4 Pengelolaan Sampah dengan Sistem Kumpul Angkut- Buang... IV-40 Gambar 4.5 Sistem Pengelolaan Sampah Yang Dengan 3R... IV-53 Gambar 4.6 Peta Jaringan Air Bersih Eksisting... IV-94 Gambar 5.1 Bagan Alir Proses Penyajian Dampak Kegiatan... V-25 Gambar 7.1 Diagram Hubungan Antar Instansi... VII-8 Gambar 8.1 Hubungan Satgas Pusat, Propinsi dan Kabupaten/Kota... VIII-3 xiii

15 Bab 1 : Pendahuluan P E N D A H U L U A N 1.1 Latar Belakang Pembangunan nasional harus dilaksanakan secara merata di seluruh wilayah Indonesia dan dilakukan secara bersama-sama oleh seluruh tingkat pemerintahan dari pusat sampai dengan pemerintah daerah dengan cara yang lebih terpadu, efisien, efektif, serta memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi seluruh masyarakat, terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah sebagai upaya untuk mengurangi kesenjangan. Salah satu perwujudan pembangunan nasional tersebut adalah pelaksanaan pembangunan infrastruktur permukiman yang disiapkan secara lebih terencana dan terpadu sesuai dengan kaidah pembangunan berkelanjutan. Pendayagunaan sumber daya yang sinergis diharapkan mampu mengoptimalkan pelaksanaan dan hasil pembangunan untuk mendukung laju pertumbuhan ekonomi nasional, penciptaan lapangan kerja, dan penanggulangan kemiskinan dengan tetap menjaga daya dukung lingkungan serta pengernbangan wilayah baik di perkotaan maupun di perdesaan. Untuk mewujudkan ha! tersebut perlu disiapkan perencanaan program infrastruktur yang dapat mendukung kebutuhan ekonomi, sosial dan lingkungan secara terpadu. Departemen Pekerjaan Umum khususnya Direktorat Jenderal Cipta Karya mengambil inisiatif untuk mendukung Provinsi, Kabupaten/Kota untuk dapat mulai menyiapkan perencanaan program yang dimaksud khususnya Bidang PU/Cipta Karya melalui penyiapan Rencana Program Investasi (RPIJM) sebagai embrio terwujudnya perencanaan program infrastruktur yang lebih luas. Dengan adanya RPIJM tersebut, Kabupaten/Kota dapat menggerakan semua sumberdaya yang ada untuk memenuhi kebutuhan daerah, mendorong dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan penanggulangan kemiskinan serta mewujudkan lingkungan yang layak huni (livable). RPIJM yang disusun perlu memperhatikan aspek kelayakan program dari masing-masing kegiatan dan kelayakan spasialnya sesuai skenario pembangunan daerah yang tertuang dalam Rencana 1-1

16 Bab 1 : Pendahuluan Tata Ruang yang ada, serta kelayakan sosial dan lingkungannya. Disamping itu RPIJM yang akan disusun daerah harus mempertimbangkan kemampuan pendanaan dan kapasitas kelembagaan dalam mendukung pelaksanaan program investasi yang telah disusun. Dengan Demikian Rencana Program Infrastruktur Jangka Menengah Kabupaten/Kota diharapkan dapat mengakomodasikan dan merumuskan kebutuhan pembangunan kabupaten/kota, secara spesifik sesuai dengan karakteristik dan potensi masing-masing kabupaten/kota agar dapat mendorong pembangunan ekonomi lokal, pengentasan kemiskinan, dan peningkatan kualitas pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan nyata dapat dicapai. Dokumen Daerah Bidang PU/ Cipta Karya diperlukan sebagai satu acuan dalam penyusunan perencanaan program dan anggaran serta pembangunan infrastruktur bidang PU/ Cipta Karya yang berasal dari berbagai sumber baik APBN, APBD Provinsi maupun APBD Kabupaten/ Kota. Dalam hal ini dana APBN lebih bersifat stimulan dan Pemerintah Daerah diharapkan dapat berkontribusi dalam bentuk cost sharing/ joint program terhadap program program kegiatan yang diusulkan untuk mendapatkan dana dari APBN. Disamping itu RPIJM disusun melalui proses partisipatif yang mengakomodasi kebutuhan nyata masyarakat dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan/ pendanaan dan kelembagaan dalam memenuhi kebutuhan pembangunan, mempertimbangkan aspek kelayakan program masing masing sektor dan kelayakan spasialnya sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) serta kelayakan sosial dan lingkungan. Secara ringkas, latar belakang perlunya penyusunan dokumen ini adalah : 1) Perlunya efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pembangunan di Daerah; 2) Perlunya pelaksanaan pembangunan infrastruktur yang disiapkan secara lebih cerdas, terencana, dan terpadu sesuai dengan kaidah pembangunan berkelanjutan. 3) Sebagai dokumen kelayakan dan kerjasama program dan anggaran pembangunan Bidang Cipta Karya di daerah antara Pemerintah Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/ Kota 4) Mendorong pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya di daerah dalam rangka memacu pertumbuhan Kabupaten/ Kota dan pemerataan pembangunan 5) Mendukung pencapaian sasaran pembangunan lima tahun Bidang Cipta Karya sebagaimana dimaksud dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan seterusnya maupun Millennium Development Goals (MDG s) tahun 2015 yang akan datang. 1-2

17 Bab 1 : Pendahuluan 1.2 Pengertian RPIJM Rencana Program Investasi (Infrastruktur) Jangka Menengah Bidang PU/Cipta Karya atau disingkat sebagai RPIJM Bidang PU/Cipta Karya merupakan dokumen rencana kerjasama pembangunan infrastruktur (Infrastruktur Development Plan: IDD) di Kabupaten/Kota yang bersifat lintas sektoral. RPIJM dimaksudkan bukan untuk menggantikan fungsi RPJMD sebagai dokumen politik sebagaimana Repelitada pada masa yang lalu, akan tetapi RPIJM merupakan dokumen teknis kelayakan program (Feasibility Study) untuk rencana pembangunan infrastruktur bidang PU/Cipta Karya. Sebagai dokumen teknis, RPIJM perlu dikerjakan secara profesional (oleh ahlinya), namun tetap menekankan proses partisipasi melalui dialog kebijakan dengan pihak-pihak terkait, masyarakat, profesional dan lain-lain pada tahap penyusunan rencana pembangunan Kabupaten/Kota dan melalui dialog investasi dengan masyarakat dan dunia usaha maupun pihak-pihak yang terkait pada tahap penyusunan prioritas program/kelayakan program investasi. Dengan demikian, RPIJM yang bersifat sektoral dan terpadu merupakan Consolidated FS yang dapat diterima semua pihak sebagai bentuk pertanggungjawaban pemerintah Maksud, Tujuan dan Sasaran Maksud dari kegiatan ini adalah mendukung pemerintah Provinsi dalam mendampingi dan memfasilitasi pembangunan kabupaten/kota, sebagai perwujudan peran dan fungsi koordinasi serta pembinaan teknis dalam penyelenggaraan pembangunan bidang Cipta Karya di Kabupaten/Kota. Tujuan dari kegiatan Fasilitasi Penyusunan Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPUM) Bidang PU/Cipta Karya Kabupaten/Kota ini adalah tersusunnya RPUM Kabupaten/Kota Bidang PU/Cipta Karya yang sesuai dengan kebutuhan nyata daerah dan rencana pengembangan wilayah dengan dukungan peran Pemerintah Provinsi selaku koordinator dan enabler pembangunan bidang Cipta Karya. Sasaran yang ingin dicapai adalah sebagai berikut; 1) Tersusunnya RPIJM Kabupaten/Kota yang sesuai dengan kebutuhan prioritas daerah dan rencana, pengembangan wilayah yang mengacu pada RTRW Kabupaten/Kota yang bersangkutan. 2) Tersusunnya RPIJM Kabupaten/Kota yang memenuhi kelayakan teknik, ekonomi, keuangan, social dan lingkungan yang didukung dengan kelembagaan daerah yang memadai. 1-3

18 Bab 1 : Pendahuluan 3) Tersusunnya rencana investasi daerah yang dapat didanai dengan berbagai skema pendanaan baik melalui dana sendiri (APBD Kota/Kabupaten ), dana-dana hibah (APBN, APBD Provinsi) dan dana hibah/pinjaman luar negeri maupun dana swasta. 1.4 Mekanisme dan Frame Penyusunan RPIJM Pendekatan Umum Kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah telah memberikan kewenangan yang lebih besar kepada pemerintah daerah untuk melaksanakan dan mengelola pembangunan di daerahnya. Dengan kewenangan yang dimiliki diharapkan pemerintah daerah mampu meningkatkan pelayanan publik kepada masyarakatnya. Namun tidak jarang permasalahan yang dihadapi tersebut tidak dapat diatasi sendiri soleh pemerintah kabupaten/kota, sehingga memerlukan kerjasama dengan pemerintah pusat, pemerintah daerah sekitarnya atau swasta dan masyarakat. Perencanaan pembangunan sesuai dengan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Perencanaan Pembangunan Nasional terdiri dari empat (4) tahapan yakni: (1) penyusunan rencana; (2) penetapan rencana; (3) pengendalian pelaksanaan rencana; dan (4) evaluasi pelaksanaan rencana. Keempat tahapan diselenggarakan secara berkelanjutan sehingga secara keseluruhan membentuk satu siklus perencanaan yang utuh. Sedangkan pengendalian pelaksanaan rencana pembangunan dimaksudkan untuk menjamin tercapainya tujuan dan sasaran pembangunan yang tertuang dalam rencana melalui kegiatan-kegiatan koreksi dan penyesuaian selama pelaksanaan rencana tersebut. Untuk mendorong Pemerintah Daerah agar dapat melaksanakan pembangunan prasarana dan sarananya khususnya bidang keciptakaryaan melalui proses yang terpadu/terintegrasi, partisipatif, dan terkendali sangat diperlukan adanya kerjasama pusat dan daerah. Pembangunan prasarana dan sarana tersebut tidak dapat dilaksanakan secara sepotong-sepotong, baik secara fisik maupun pendanaannya. Pemerintah Pusat dalam hal ini sangat berkepentingan melakukan fasilitasi dan peningkatan kapasitas manajemen pembangunan daerah melalui pemberdayaan perencanaan program investasi infrastruktur yang terstruktur dan terprogram bersama dengan kemitraan antara Pemerintah Pusat, Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kota/Kabupaten, serta kemitraan dengan dunia usaha dan masyarakat dan fasilitasi pengendalian implementasi perencanaan investasi pembangunan bidang cipta karya baik yang dibiayai 1-4

19 Bab 1 : Pendahuluan melalui APBN, APBD, Swasta atau pun masyarakat serta pengendalian terhadap pelaksanaan kegiatan bidang cipta karya yang teralokasi di tahun berjalan. Salah satu upaya konkrit yang dilakukan oleh Departemen PU khususnya Ditjen Cipta Karya dalam upaya melakukan pengembangan pembangunan dengan kerjasama daerah adalah melalui penyusunan Kabupaten/Kota. RPIJM Kabupaten/Kota ini merupakan produk Daerah, dimana RPIJM merupakan pedoman perencanaan dan penganggaran pembangunan di Kabupaten/Kota. RPIJM ini telah dimulai penyusunannya pada tahun 2008 dan Sampai saat ini sudah 80% kabupaten/kota di seluruh Indonesia yang menyusun RPIJM. Untuk Provinsi Jambi sendiri seluruh kabupaten/kota sudah mempunyai RPIJM. Untuk itu, sebagai tindak lanjut terhadap perencanaan tersebut perlu dilanjutkan penyusunannya sehingga seluruh kabupaten/kota telah terfasilitasi dan terdampingi dengan baik. Disamping hal tersebut, RPIJM yang disusun tersebut perlu dilakukan review kembali untuk aspek kelayakan teknis, sosial, lingkungan, pengelolaan dan pendanaannya sehingga dapat diperoleh sebuah dokumen perencanaan yang handal dan dapat dipertanggungjawabkan. Pembangunan yang dilaksanakan di daerah baik di kota maupun di Kabupaten, pada hakekatnya merupakan bagian dari Rencana Program Investasi Jangka Menengah Nasional dalam upaya untuk mewujudkan 3 (tiga) Agenda Pembangunan Nasional yaitu untuk (1) Menciptakan Indonesia yang Aman dan Damai; (2) Indonesia yang Adil dan Demokratis; (3) Indonesia yang Sejahtera, melalui proses pengelolaan pembangunan yang baik dan terdesentralisasi sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang No. 32 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam hal ini Pemerintah Pusat sangat berkepentingan melakukan fasilitasi dan peningkatan kapasitas manajemen pembangunan daerah untuk mendorong terwujudnya kemandirian daerah dalam penyelenggaraan pembangunan infrastruktur (prasarana dan sarana) ke-pu-an guna mendukung pembangunan permukiman perkotaan dan perdesaan yang layak huni, berkeadilan sosial, berbudaya, berproduktif, dan berkelanjutan, serta saling memperkuat dalam mendukung pengembangan wilayah. Pembangunan nasional harus dilaksanakan secara merata di seluruh wilayah Indonesia, bersama seluruh tingkat pemerintahan dari pusat sampai dengan pemerintah daerah dengan cara yang lebih terpadu, efisien, efektif serta memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi seluruh masyarakat. 1-5

20 Bab 1 : Pendahuluan Salah satu perwujudan pembangunan nasional tersebut adalah pelaksanaan pembangunan infrastruktur yang disiapkan secara lebih cerdas, terencana dan terpadu sesuai dengan kaidah pembangunan berkelanjutan. Pendayagunaan sumber daya yang lebih optimal diharapkan mampu mendukung pertumbuhan ekonomi nasional dan pemerataan pembangunan di berbagai daerah, penciptaan lapangan kerja dan penanggulangan kemiskinan dengan tetap menjaga daya dukung lingkungan. Untuk mewujudkan hal tersebut perlu disiapkan perencanaan program infrastruktur yang dapat mendukung kebutuhan ekonomi, sosial dan lingkungan secara terpadu. Departemen Pekerjaan Umum khususnya Direktorat Jenderal Cipta Karya mengambil inisiatif untuk mendukung Provinsi, Kabupaten/Kota untuk dapat mulai menyiapkan perencanaan program yang dimaksud khususnya Bidang PU/Cipta Karya sebagai embrio terwujudnya perencanaan program infrastruktur yang lebih luas. Dengan adanya Bidang PU/Cipta Karya diharapkan Kabupaten/Kota dapat menggerakkan semua sumber daya yang ada untuk memenuhi kebutuhannya dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan penanggulangan kemiskinan serta mewujudkan lingkungan yang layak huni (livable). Rencana Program Infrastruktur Bidang PU/Cipta Karya yang disusun daerah harus mempertimbangkan kemampuan keuangan/pendanaan dan kelembagaan dalam memenuhi kebutuhan pembangunannya. Disamping itu, RPIJM perlu memperhatikan aspek kelayakan program masing-masing sektor dan kelayakan spasialnya sesuai dengan Rencana Tata Ruang yang ada, serta kelayakan sosial dan lingkungannya. 1-6

21 Bab 1 : Pendahuluan Kedudukan RPIJM Bidang PU/Cipta Karya yaitu berada di bawah kebijakan spasial dan kebijakan sektoral yang ada di setiap daerah sebagai Rencana Pembangunan Infrastruktur (Infrastructure Development Plan) di masing-masing daerah baik pada skala Provinsi maupun Kabupaten/Kota. RPIJM pada hakekatnya merupakan operasionalisasi dari RPJMN dan RPJMD. Kebijakan spasi al dalam RPIJM mengacu pada RTRW Nasional, Provinsi, Kabupaten/Kota sedangkan kebijakan sektoral/program dalam RPIJM mengacu pada RPJMN dan RPJMD atau lanjutannya serta Masterplan sektor yang ada. Bilamana suatu daerah belum mempunyai Rencana Tata Ruang maupun Masterplan Sektor (RIS) masih dapat dilakukan assessment berdasarkan kebijakan tata ruang maupun kebijakan sektoral yang ada. Gambar : KEDUDUKAN RPIJM DALAM SISTEM PERENCANAAN NASIONAL 1-7

22 Bab 1 : Pendahuluan Gambar : KEDUDUKAN RPIJM SECARA HISTORIS Dasar Acuan Penyusunan RPIJM pada dasarnya harus bertitik tolak (mengacu) kepada peraturan perundangan maupun kebijakan yang berlaku pada saat RPIJM disusun. Peraturan dan perundangan maupun kebijakan yang perlu diacu tersebut diantaranya adalah sebagaimana berikut: 1. Peraturan Perundangan a) UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional; b) UU No. 26/2007 tentang Penataan Ruang; c) UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah; 1-8

23 Bab 1 : Pendahuluan d) UU No. 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah; e) UU No. 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara; f) UU No. 7/2004 tentang Sumberdaya Air; g) g. UU No. 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional; h) UU No. 38/2004 tentang Jalan; i) UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara; j) UU No. 4/1992 tentang Perumahan dan Permukiman; k) UU No. 16/1985 tentang Rumah Susun; l) Peraturan dan Perundangan lainnya yang terkait. 2. Kebijakan dan Strategi a) Permen PU 494/PRT/M/2005 tentang Kebijakan Nasional Strategi Pengembangan (KNSP) Perumahan dan Permukiman, bahwa pembangunan perkotaan perlu ditingkatkan dan diselenggarakan secara berencana dan terpadu; b) Permen PU 20/PRT/M/2006 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan (KSNP) Sistem Penyediaan Air Minum; c) Permen PU 21/PRT/M/2006 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan (KSNP- SPP) Sistem Pengelolaan Persampahan; d) Keputusan Presiden No. 7/2004 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Disamping itu, yang perlu juga dijadikan sebagai acuan atas dasar pendekatan dalam penyusunan RPIJM adalah kebijakan ataupun arahan dari pimpinan Departemen PU/Cipta Karya serta kebijakan pimpinan instansi terkait. 3. Tujuan Pembangunan Kabupaten/Kota Mengacu kepada RPJMD pembangunan daerah, pada hakekatnya pembangunan adalah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap tempat berusaha dan tempat tinggal baik dalam segi kualitas maupun kuantitas dalam lingkungan yang sehat dengan menciptakan lingkungan perkotaan yang kondusif bagi pertumbuhan ekonomi perkotaan yang mendukung perkembangan wilayah secara efektif dan efisien serta memperhatikan keseimbangan-keterpaduan hubungan antara perkotaan dan perdesaan. Hal ini berarti bahwa, segala usaha pembangunan tersebut haruslah dapat menjamin terciptanya: Peningkatan produktifitas Kabupaten/Kota (productivity); Peningkatan efisiensi pelayanan dan kegiatan kota (efficiency), 1-9

24 Bab 1 : Pendahuluan Pembangunan perkotaan yang berkelanjutan melalui pendekatan yang berwawasan lingkungan (sustainable environment); Pembangunan perkotaan yang berkeadilan sosial (socially just); Pembangunan perkotaan yang mendukung kelestarian budaya kota (culturally vibrant); Pembangunan perkotaan yang mendukung terciptanya jati diri kota (city sense or image); Pembangunan perkotaan yang didukung oleh partisipasi politik masyarakat kota (politically participatory). 4. Sasaran Pembangunan Daerah Kabupaten/Kota Adapun sasaran pembangunan daerah (perkotaan dan perdesaan) adalah sebagai berikut: Terselenggaranya pengelolaan pembangunan perkotaan yang lebih efektif dan efisien dalam pemanfaatan sumber daya alamnya yang mengacu kepada rencana tata ruang kota yang berkualitas termasuk pengelolaan administrasi pertanahan yang lebih tertib dan adil serta ditunjang oleh kelembagaan pemerintah yang makin siap melaksanakan otonomi daerah; Makin mantapnya kemitraan pemerintah daerah dengan masyarakat dan dunia usaha dalam pelaksanaan pembangunan perkotaan, baik melalui organisasi kemasyarakatan, lembaga swadaya maupun pengusaha perorangan; Meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang ditujukan oleh meningkatnya pendapatan per kapita dan kualitas hidup penduduk yang semakin merata; Berkurangnya jumlah penduduk miskin; Meningkatnya kualitas fisik lingkungan sesuai dengan baku mutu lingkungan Urgensi Keberadaan RPIJM a) RPIJM diperlukan oleh masing-masing daerah untuk menjaga keberlanjutan dan keberlangsungan pembangunan prasarana dan sarana bidang pekerjaan umum/cipta karya, dengan mobilisasi dari segala kemungkinan sumber pendanaan b) Alokasi anggaran APBN sektor pekerjaan umum/cipta karya hanya akan diberikan kepada daerah yang usulan kegiatannya sudah tercantum dalam RPIJM dan Memorandum Program, sesuai dengan ketentuan yang sudah diberikan c) Penyiapan RPIJM Kota/Kabupaten tidak mulai dari nol, tetapi dapat dimulai dengan menghimpun semua data dan informasi tentang rencana induk, studi kelayakan, usulan program yang ada dari kegiatan rutin pemrograman dan penganggaran di tiap sektor, RPJMD, atau dari penyiapan proyek UDP (Urban Development Projects) di masa lalu d) Data dan informasi yang dihimpun kemudian harus diolah dan dikaji untuk dapat menyarikan suatu usulan RPIJM masing-masing Kota dan Kabupaten. 1-10

25 Bab 1 : Pendahuluan e) RPIJM Kota/Kabupaten harus mendapatkan persetujuan & tanda tangan Walikota/Bupati dan Ketua DPRD masing-masing. f) RPIJM tidak perlu lengkap semua sektor, tetapi diprioritaskan pada sektor yang strategis dan sudah dikaji kelayakannya dan siap untuk dilaksanakan (pendekatan kawasan prioritas) Pola Pikir Pola pikir di dalam penyusunan RPIJM pada prinsipnya akan selalu diawali dari formulasi tujuan dan sasaran pembangunan perkotaan yang diinginkan dan mencari upaya bagaimana dapat mencapai tujuan tersebut dengan melihat kondisi, ataupun potensi dan peluang yang dapat dimanfaatkan dengan maupun tanpa suatu rekayasa. Lebih jauh, yang perlu ditekankan di dalam cara berpikir dalam penyusunan RPIJM bagaimana dapat mengenali permasalahan dan tantangan pembangunan perkotaan, terutama dalam rangka untuk bisa merencanakan dan memprogramkan kegiatan investasi secara efektif, sehingga diharapkan RPIJM yang disusun adalah dapat menjawab tantangan pembangunan, namun masih dalam batas-batas efisiensi kemampuan penyelenggaraan. Untuk itu perlu dilakukan suatu analisis antara kondisi saat ini dengan kondisi yang ingin dicapai dalam waktu mendatang (akhir RPIJM 2009) sesuai dengan tujuan dan sasaran pembangunan serta kebijakan dan strategi penanganannya berdasarkan skala prioritas yang ditetapkan. Sistem berpikir di dalam proses penyusunan RPIJM pada prinsipnya mengacu kepada diagram alir proses perencanaan dan penyusunan sebagaimana dapat dilihat pada gambar-gambar berikut 1-11

26 Bab 1 : Pendahuluan 1-12

27 Bab 1 : Pendahuluan DIAGRAM ALIR PROSES PERENCANAAN DAN PENYUSUNAN RPIJM 1-13

28 Bab 1 : Pendahuluan Metodologi Penyusunan RPIJM pada hakekatnya perlu mempertimbangkan beberapa hal antara lain: a) Proses Perencanaan yang Partisipatif: Pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan pembangunan Kabupaten/Kota yang dinamis membutuhkan penyediaan fasilitas infrastruktur, dan yang layak, memadai, terjangkau, adil, serta bagi masyarakat luas. Untuk itu diperlukan perencanaan program investasi yang partisipatif; b) Membangun Transparansi dan Persepsi Bersama: Permasalahan yang dihadapi Kabupaten/Kota baik persoalan ekonomi, sosial, budaya, lingkungan maupun persoalan kapasitas institusi agar menjadi persepsi bersama; c) Keterpaduan dan Keberlanjutan: Perencanaan Program Investasi Jangka Menengah Bidang PU/Cipta Karya mengacu pada prinsip pengembangan wilayah, RUTRW/K, RPJMN, RPJMD, dan Renstra PU/Cipta Karya, Dinas Terkait, Masterplan Sektor, Strategi Pembangunan Kabupaten/Kota, maupun Peraturan Perundangan yang berlaku; d) Kelayakan Teknis, Sosial, Ekonomi dan Lingkungan: Penentuan prioritas program dan kegiatan perlu mengacu pada hasil Studi Kelayakan (FS/DED), kelayakan ekonomi dan sosial serta lingkungan; e) Credit Worthiness dan Akuntabilitas; Perhitungan kemampuan penyediaan dana perlu didasarkan pada hasil analisis keuangan. Demikian pula kemampuan pelaksanaan perlu diperhitungkan dari hasil analisis kelembagaannya serta perlu mempertimbangkan keberlanjutan pembangunan. Bertolak dari pentingnya dalam mendukung pembangunan infrastruktur bidang PU/Cipta Karya, pemerintah daerah perlu diberdayakan untuk menyusun RPIJM masing-masing. Dalam upaya melaksanakan hal tersebut, diperlukan adanya panduan penyusunan yang dapat memberikan kerangka bagaimana menyusun RPIJM bidang PU/Cipta Karya secara profesional. Pada akhirnya diharapkan pemerintah daerah akan mampu menyusun RPIJM secara mandiri yang pada akhirnya mampu meningkatkan efektifitas dan efisiensi manajemen pembangunan bidang PU/Cipta Karya Metode berpikir dalam proses penyusunan RPIJM bidang PU/Cipta Karya terutama dalam hal melakukan analisis permasalahan antara kondisi yang diinginkan dengan kondisi yang ada dalam rangka untuk mencapai tujuan dan sasaran pembangunan perkotaan, pada prinsipnya dapat disederhanakan sesuai dengan norma yang berlaku di dalam setiap proses pengambilan keputusan, yaitu dalam bentuk input/output proses. Dalam hal ini; i) Output adalah situasi ataupun kondisi yang dituju, ii) Input adalah kondisi saat ini, dan iii) Proses 1-14

29 Bab 1 : Pendahuluan adalah upaya bagaimana mencapai situasi ataupun kondisi yang dituju tersebut, dengan melihat kekuatan/potensi (Strength), Kelemahan (Weakness), Peluang (Opportunity), serta Ancaman/Resiko yang harus ditanggung (Threat). Hal ini secara teknis dikenal dengan analisis SWOT. Pendekatan berpikir tersebut hendaknya dilakukan secara holistik, berdimensi spasial maupun sektoral, sebagaimana pula ditekankan dalam Strategi Pembangunan Perkotaan dalam KSNP Pengembangan Perkotaan, bahwa pembangunan infrastruktur bidang PU/Cipta Karya menyangkut fungsi perumahan/permukiman secara kontekstual, tidak hanya mencakup pemenuhan atau penyediaan prasarana dan sarana dasar perkotaan yang diperlukan saja. Akan tetapi, menyangkut pengendalian fungsi kawasan perkotaan agar secara sinergi dapat meningkatkan produktivitas ekonomi perkotaan ataupun wilayah, serta peningkatan efisiensi pelayanan dan penggunaan sumber daya sesuai dengan tujuan dan sasaran pembangunannya. Dalam hal ini, pendekatan tersebut harus dituangkan di dalam Rencana Pembangunan ataupun Skenario Pengembangan dan Pembangunan Perkotaan sebagai payung untuk pengkajian lebih lanjut (mendalam) dalam hal ini: Kajian Teknis/Sektoral, Kajian masalah lingkungan (AMDAL), Kajian Finansial, dan Kajian Kapasitas Kelembagaan. Adapun kegiatan yang dapat diusulkan dalam rangka pengendalian fungsi kawasan tersebut diantaranya adalah i) Penyusunan Rencana/Strategi Pembangunan Kawasan, ii) Perbaikan Permukiman Kumuh (contoh transmigrasi dan nelayan, iii) Peremajaan Kawasan Permukiman Kumuh Perkotaan, baik yang bernilai komersial maupun yang kurang bernilai komersial, dan iv) Penataan Bangunan dan Lingkungan (RTBL). Sedangkan kegiatan yang dapat diusulkan dalam rangka penyediaan prasarana dan sarana dasar diantaranya, seperti: i) Penyediaan Air Bersih, ii) Pengelolaan Air Limbah, iii) Pengelolaan Persampahan, iv) Penanganan Drainase, v) Disesuaikan dengan program dari TBL; serta vi) Dukungan terhadap Pembangunan Kawasan Siap Bangun (KASIBA/LISIBA) Pemahaman Terhadap Kondisi Yang Diinginkan Pemahaman terhadap kondisi yang diinginkan pada hakekatnya adalah merupakan pendekatan terhadap pencapaian tujuan dan sasaran Pembangunan Perkotaan. Hasil tinjauan terhadap hal ini, skenarionya harus dijabarkan dan disepakati oleh pihak-pihak terkait, serta perlu diupayakan untuk ditetapkan bilamana memungkinkan. Skenario tersebut harus dimuat di dalam Rencana Pembangunan Perkotaan (RPP). Dalam penjabarannya, skenario tersebut pada hakekatnya harus disusun berdasarkan Kebijakan dan Strategi Pembangunan yang berlaku, baik yang bersifat Nasional maupun yang 1-15

30 Bab 1 : Pendahuluan bersifat Regional Daerah dan Lokal. Hal ini berarti bahwa di dalam suatu Rencana Pembangunan Perkotaan paling tidak harus mengandung: i) Formulasi Arah dan Kebijakan Pembangunan Perkotaan, ii) Penetapan Arah Pengembangan dan Pembangunan baik yang menyangkut Pembangunan Kawasan (Development Need), maupun yang menyangkut Kebutuhan Prasarana dan Sarana Dasar (Basic Needs). 1. Formulasi Arah dan Kebijakan Pembangunan Berdasarkan Kebijakan dan Strategi Pembangunan dan Rencana Tata Ruang yang berlaku, baik yang bersifat Nasional ataupun Daerah (Kabupaten/Kota Ybs), maka harus dikenali: Kemanakah Arah Pengembangan Perkotaan Tersebut Akan Menuju? Hal ini terkait dengan Misi dan Tujuan yang dikehendaki oleh Kabupaten/Kota Ybs. Oleh karena hal ini sangat penting, maka pendekatan yang dilakukan harus secara holistik. Dalam hal ini, Misi dan Strategi Pembangunan Nasional perlu dijamin kesinambungannya di dalam Strategi Pembangunan Perkotaan di Daerah, Namun demikian dalam hal-hal tertentu, dapat dilakukan suatu penanganan secara khusus dalam suatu kebijakan dan strategi yang dikembangkan (Mixed Strategy). Sedangkan terhadap hal-hal yang sifatnya lokal (kurang memberikan dampak secara Nasional), maka dapat mengikuti Kebijakan dan Strategi Pembangunan Daerah yang tidak bertentangan dengan Kebijakan dan Strategi Nasional. Kebijakan dan Strategi yang digunakan dalam hal ini, pada prinsipnya yang mengacu pada ketentuan umum di atas. Selanjutnya, beberapa hal penting yang perlu dipertimbangkan dalam formulasi masukan kebijakan ini diantaranya meliputi: i) Skenario Makro Ekonomi, ii) Indikasi Kawasan Andalan dan Sektor Unggulan, iii) Sistem Perkotaan, iv) Rencana Tata Ruang, v) Kondisi Eksisting serta Dinamika Perkembangan Kota. 2. Skenario Pengembangan dan Pembangunan Kabupaten/Kota Dengan melihat peran dan fungsi perkotaannya, kebutuhan pengembangan ataupun pembangunan perkotaan dapat dibedakan dalam bentuk: i) kebutuhan untuk kepentingan pertumbuhan dan pengembangan kawasan ataupun wilayah (Development Needs), dan ii) kebutuhan untuk memenuhi pelayanan prasarana dan sarana dasar (Basic), baik pelayanan kepada masyarakat/community (Basic Need), maupun pelayanan Sistem Kota (Basic Services/City Wide). Penentuan Development Needs didasarkan pada konsep pengembangan sektor yang menjadi unggulan setempat. Dengan demikian dapat dikenali pelayanan infrastruktur apa yang terutama dibutuhkan dan pelayanan prasarana dan sarana apa yang 1-16

31 Bab 1 : Pendahuluan sebenarnya hanya dibutuhkan sebagai penunjang dalam rangka pengembangan kawasan tersebut agar tumbuh dan berfungsi baik. Sebagai contoh: Suatu Kawasan Pengembangan Permukiman Baru akan lebih membutuhkan infrastruktur jalan Kabupaten/Kota sebagai kebutuhan utama, sedangkan Infrastruktur Drainase ataupun lainnya mungkin hanya diperlukan sebagai infrastruktur penunjang saja. Di lain pihak, suatu kawasan kota yang berkembang cepat dan menjadi kumuh terutama akan lebih membutuhkan peremajaan kota dibandingkan infrastruktur lainnya seperti persampahan yang dalam hal ini, sifatnya hanya dibutuhkan sebagai penunjang saja. Demikian pula, suatu kawasan industri mungkin akan lebih mengutamakan penyediaan infrastruktur Air Bersih, dan Pengelolaan Air Limbah dari pada infrastruktur lainnya yang bersifat sebagai penunjang. Jadi, prioritas kebutuhan suatu kawasan akan sangat tergantung dari situasi dan kondisi setempat, bahkan mungkin ada yang hanya memerlukan penataan lingkungan saja. Dengan demikian, pemenuhan Development Needs akan lebih kepada Tailor Mode dan menurut efisiensi dan efektifitas yang tinggi. Sedangkan penentuan Basic Needs, pada dasarnya perlu melihat pada kebutuhan dasar masyarakat (kebutuhan orang/manusia) yang biasanya relatif tidak berubah banyak (tetap). Sebagai contoh, hal ini dapat dilihat pada kebutuhan air bersih per kapita yang berkisar antara 60 s/d 120 liter/orang/hari. Lain halnya dengan penentuan Basic Services (City Wide), yang selalu berkembang. Kebijakan untuk ini harus disesuaikan dengan kebijakan yang ada sehingga selalu berkembang (dinamis) sesuai dengan kondisi yang ada. Sebagai contoh, kebijakan pengelolaan persampahan khususnya Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sesuai dengan KSNP Persampahan dikelola dengan sistem kontrol ataupun sanitary landfill dan diupayakan untuk dikelola secara regional. Jadi, hal ini sangat dipengaruhi oleh isu dan lingkungan strateginya. Pemahaman terhadap Kondisi Yang ada Dalam meninjau kondisi yang ada (saat ini), perlu memperhatikan hal-hal seperti: i) Kondisi Alam Kota (Geografis) ataupun karakteristik kawasan perkotaan yang dianalisis, ii) Keadaan sistem pelayanan prasarana yang ada, iii) Situasi dan Kemampuan Pembiayaan, dan iv) Keadaan Kelembagaan Terkait. 1. Kondisi Kabupaten/Kota Tinjauan terhadap Kondisi Fisik Kabupaten/Kota yang ada tersebut perlu mengenali klasifikasi kota atas dasar letak geografinya seperti adanya: i) Kota Pantai, ii) Kota Dataran Rendah, iii) Kota Dataran Tinggi, iv) Kota Pegunungan, dimana hal tersebut 1-17

32 Bab 1 : Pendahuluan secara cepat akan mencerminkan permasalahan utama pelayanan prasarana dan sarana dasar ke PU/Cipta Karya-an yang ada. Gambaran permasalahan, tuntutan, dan persoalan infrastruktur yang akan diperoleh antara jenis Kabupaten/Kota yang satu dengan yang lainnya tersebut hampir pasti berbeda. 2. Sistem Pelayanan Infrastruktur Adapun tinjauan yang perlu dilakukan terhadap sistem pelayanan infrastruktur bidang PU/Cipta Karya yang ada adalah perlu melihat: i) Tingkat Efisiensi Sistem Pelayanan (berapa persen fungsional), ii) Efektivitas Sistem Pelayanan yang ada. Apabila sistem yang ada dipandang kurang efektif, maka perlu dipelajari lebih jauh, apakah sistem yang ada dapat diperbaiki dan terus digunakan, ataukah harus diganti bilamana memang sulit diupayakan perbaikannya atau menjadi investasi yang sangat mahal dibandingkan bila diganti sistem yang baru, dalam rangka memenuhi target pelayanan yang ditetapkan sesuai dengan Rencana Pembangunan Perkotaannya. 3. Tinjauan Pengaturan Keuangan Tinjauan masalah keuangan pada prinsipnya adalah untuk melihat kemampuan pendanaan untuk mengelola sistem yang ada serta meninjau kemungkinan perkembangan pada masa mendatang terutama dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan. 4. Tinjauan Pengaturan Kelembagaan Tinjauan masalah kelembagaan pada prinsipnya adalah untuk melihat kemampuan kelembagaan yang ada dalam mengelola sistem serta meninjau kemungkinan perkembangan pada masa mendatang terutama dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan. Pemrograman Investasi Untuk Mendukung Perwujudan Kondisi Yang Diinginkan Pemahaman pemrograman investasi untuk mendukung perwujudan kondisi yang diinginkan pada prinsipnya adalah melakukan justifikasi suatu investasi atas dasar prinsip Koordinasi Pengaturan, Integrasi Perencanaan, dan Sinkronisasi Program (KIS), pada Skala Prioritas tertentu. Dengan melakukan: i) Assessment terhadap kebutuhan (Demand), dan ii) Assessment terhadap Kemampuan atau Kapasitas (Supply), serta iii) Penetapan Spesifikasi dan Justifikasi Program/Proyek Investasi berdasarkan skala prioritas. 1. Demand Assessment Assessment mengenai hal ini pada prinsipnya adalah merupakan bagian yang tidak terpisahkan di dalam melakukan analisis terhadap kondisi yang diinginkan 1-18

33 Bab 1 : Pendahuluan 2. Supply Assessment Assessment mengenai hal ini pada prinsipnya adalah merupakan bagian yang tidak terpisahkan didalam melakukan analisis terhadap kondisi yang ada. Selain itu perlu dilihat kemungkinan adanya potensi, peluang, serta kecenderungan pertumbuhan ekonomi dan kemampuan keuangan. Dalam hal ini hendaknya tidak dibatasi hanya pada kemampuan Pemerintah saja, namun juga hendaknya melihat potensi pasar, swasta, dan masyarakat serta pihak-pihak lainnya yang terlibat dalam pembangunan. 3. Spesifikasi dan Justifikasi Program/Proyek Dalam hal ini perlu membandingkan antara kondisi yang diinginkan dan kondisi saat ini, sehingga akan terlihat suatu gap atau kesenjangan yang memerlukan dukungan atau dorongan dalam bentuk apapun. Dalam konteks pembangunan kota terpadu maka dukungan atau dorongan yang akan diprogramkan untuk mewujudkan kondisi yang diinginkan tersebut adalah justru menyangkut permasalahan yang sangat mendasar terutama berkaitan dengan penyediaan Infrastruktur bidang PU/Cipta Karya serta menyangkut permasalahan yang berkaitan dengan pengendalian fungsi kawasan. Mengingat kemampuan pemerintah dalam mewujudkan hal ini sangat terbatas, maka didalam melakukan analisis demand dan supply perlu melihat kemungkinan kemitraan dengan Badan Usaha, Swasta dan Masyarakat ataupun aktor pembangunan lainnya termasuk pendayagunaan sumber daya dalam maupun luar negeri. Oleh karena itu, informasi ataupun rencana pembangunan yang akan dilakukan oleh pihak-pihak terkait sangat diperlukan dan seyogyanya dapat diperoleh. Untuk mengurangi kesenjangan tersebut, biasanya diperlukan suatu investasi yang terprogram secara efektif dan efisien. Tepat sasaran, tepat cara, tepat lokasi, tepat waktu, dan tepat fungsi. Program investasi yang diusulkan pada prinsipnya harus justified dan rekomendasinya dapat memuat beberapa alternatif (maksimal 3 alternatif) dan mengungkapkan secara jelas: Lokasi; Besaran, volume, harga satuan, dan biayanya; Sumber dana; Skala prioritas; Keterpaduan Rencana dan Sinkronisasi Program, secara fungsional, baik dari segi fisik maupun non fisik antar kegiatan, antar komponen dan dari segi pendanaan. Paling tidak, dalam pemrograman investasi ini, tahun pertama harus betul-betul akurat sehingga tidak mengalami kesulitan dalam appraisalnya (terutama untuk kegiatan yang akan diusulkan pendanaannya melalui APBN), dapat segera diprogramkan tahun pertamanya dan dianggarkan. 1-19

34 Bab 1 : Pendahuluan Dari segi pendanaan, program investasi yang diusulkan tersebut dapat melibatkan atau memerlukan sumber dana, baik dari: i) Pemerintah Pusat, ii) Pemerintah Kabupaten/Kota, iii) Badan Usaha, Swasta, atau Masyarakat. Program investasi yang didanai/dengan bantuan pemerintah pusat dibagi dalam tiga (3) jenis bantuan program: Bantuan Program Strategis/Khusus, dimaksudkan untuk membangkitkan pertumbuhan ekonomi, Kabupaten/Kota yang mempunyai fungsi khusus, baik ditinjau secara nasional maupun regional; Bantuan Program Biasa, misalnya untuk pemerataan, adanya bencana alam; Bantuan Program Stimulan, dimaksudkan untuk menstimulan atau memancing Pemerintah Kabupaten/Kota dan Masyarakat bertanggung jawab terhadap pembangunan kotanya. Bilamana diperlukan, untuk mengembangkan kemitraan dengan swasta, maka dapat diusulkan kegiatan untuk mengkaji lebih lanjut kemungkinan dan follow-up yang lebih jelas mengenai peran serta swasta ini. Demikian pula, untuk kegiatan yang berkaitan dengan Pengembangan Teknologi, Rekayasa dan Rancang Bangun bilamana diperlukan harus dikaji lebih dalam untuk meningkatkan efisiensi maupun efektivitas program/proyek. Untuk kegiatan-kegiatan yang memerlukan AMDAL, maka perlu dikonsolidasikan dalam laporan yang terpisah. 1-20

35 Bab 2 : Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Bungo GAMBARAN UMUM WILAYAH KABUPATEN BUNGO 2.1. Kondisi Geografi Kabupaten Bungo terletak pada posisi antara sampai Lintang Selatan dan antara sampai Bujur Timur. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Tebo dan Kabupaten Dharmasraya (Provinsi Sumatera Barat). Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Merangin. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Dharmasraya dan Kabupaten Kerinci. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Tebo. Posisi tersebut menjadikan Kabupaten Bungo sebagai daerah Lintasan Provinsi Jambi dengan Provinsi Jambi bagian timur dengan Jambi bagian barat. Luas Kabupaten Bungo adalah km 2 dengan topografi datar, berbukit bukit dengan ketinggian antara 100 hingga lebih dari m dpl. Kabupaten Bungo adalah daerah beriklim tropis dengan curah hujan mm/tahun (138 hari/tahun). Jenis tanah yang mendominasi adalah latosol, podsolik, komplek latosol dan andosol. Kondisi lahan yang dimiliki Kabupaten Bungo secara umum berupa morfologi datar, bertekstur agak kasar dengan ketersediaan air yang cukup karena dilalui 4 buah sungai besar. Lahan bergelombang dengan kemiringan tanah kurang dari 40 % yang mencapai 80% dari luas wilayah. Kondisi daerah ini sangat cocok untuk pengembangan tanaman perkebunan. Sisanya sebanyak 20% luas wilayah berupa kemiringan lebih dari 40% termasuk dalam kawasan lindung. 2-1

36 Bab 2 : Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Bungo 2-2

37 Bab 2 : Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Bungo 2.2. Kondisi Demografi Berdasarkan data demografi hasil sensus penduduk tahun 2010 yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk Kabupaten Bungo adalah sebanyak orang yang terdiri dari orang laki-laki dan perempuan dengan sex ratio sebesar 105,34. Dibandingkan dengan jumlah penduduk pada tahun 2006 yaitu sebesar orang maka laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Bungo mencapai 3,08% pertahun. Angka pertumbuhan penduduk yang mencapai 3,80% cukup tinggi. Hal ini merupakan dampak dari keberhasilan pembangunan daerah Kabupaten Bungo sehingga menarik orang datang ke Kabupaten Bungo. Pemerintah Kabupaten Bungo merespon pertumbuhan jumlah penduduk tersebut dengan melakukan pemekaran kecamatan dari 6 kecamatan pada tahun 2000 menjadi 17 kecamatan pada tahun 2008 sehingga pelayanan terhadap masyarakat bisa lebih baik. Laju pertumbuhan penduduk paling tinggi terdapat di Kecamatan Bungo Dani sebesar 6,36%, selanjutnya Kecamatan Pasar Muara Bungo sebesar 5,19%, dan Bathin II Babeko sebesar 5,17%. Kecamatan yang paling rendah laju pertumbuhan penduduknya adalah Kecamatan Jujuhan Ilir sebesar 1,02%. Komposisi umur merupakan faktor yang sangat penting dalam analisis kependudukan. Berdasarkan komposisi umur penduduk, penduduk tua adalah penduduk berumur kurang dari 15 tahun maksimal 30 persen dan penduduk umur 65 tahun keatas minimal 10 persen dari penduduk pada suatu daerah. Sementara, penduduk muda adalah penduduk berumur kurang dari 15 tahun maksimal 40 persen dan penduduk umur 65 tahun keatas maksimal 5 persen. Komposisi penduduk Kabupaten Bungo menunjukkan bahwa 31,01% penduduk berusia muda (umur 0-14 tahun), 65,24% berusia produktif (umur tahun), dan hanya 3,75 % yang berumur 65 tahun lebih. Angka mutlaknya diperoleh angka ketergantungan sebesar 53,27%. Maksudnya adalah setiap 100 penduduk usia produktif menanggung sekitar 53 orang penduduk usia tidak produktif. 2-3

38 Bab 2 : Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Bungo Besarnya angka ketergantungan, maka besar pula beban yang ditanggung oleh penduduk usia produktif, maka semakin besar hambatan atas upaya membangun daerah. Pada sisi lain penduduk Kabupaten Bungo masih bergantung mengandalkan sektor pertanian. Hal ini terlihat sebanyak 59,99% dari jumlah penduduk bekerja pada sektor pertanian. Sedangkan yang bekerja pada sektor perdagangan 16,32%, sektor jasa 11,57%, sektor industri pengolahan 0,91% dan lainnya sebesasr 11,22%. Disamping itu, terindikasi adanya konsetrasi atau pertambahan kelompok penduduk di usia semakin tua. Hal ini disebabkan bertambahnya kualitas kependudukan berkat perbaikan kualitas gizi sehingga membuat meningkatnya angka harapan hidup. Angka harapan hidup masyarakat Kabupaten Bungo mencapai usia 67 tahun. Upaya pemerintah Kabupaten Bungo meningkatkan pemerataan sarana dan prasarana, pendidikan telah berdampak terhadap perkembangan APK dan APM disemua jenjang pendidikan. Data APK dan APM 5 (lima) tahun terkahir untuk semua jenjang pendidikan menunjukkan peningkatan. APK untuk SD/MI sedarajat pada tahun ,09% dan meningkat 112,48% pada tahun Untuk APK jenjang SMP/MIS MTS dan yang sederajat juga meningkat dari 93,17% tahun 2006 dan 96,34% pada tahun Sedangkan APK untuk jenjang pendidikan SMA sederajat 51,64% tahun 2006 dan 72,78% pada tahun APM untuk jenjang SD sederajat meningkat dari 98,43% tahun ,90% dan 9,67% pada tahun APM untuk jenjang SMP/MIS MTS juga meningkat dari 71,46% tahun 2006 dan 88,13% pada tahun Sedangkan APM untuk jenjang pendidikan SMA sederajat 44,78% tahun 2006 dan 61,15% pada tahun Kondisi Ekonomi Ekonomi Kabupaten Bungo, telah tumbuh dan berkembang lebih cepat selama 6 (enam) tahun terakhir. Perkembangan perekonomian ini dapat diamati dan dianalisis dalam 9 (Sembilan) sektor lapangan usaha. Dari 9 (Sembilan) sektor lapangan usaha ini, 2-4

39 Bab 2 : Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Bungo dapat menggambarkan sektor-sektor ekonomi yang menentukan dan berpengaruh besar dalam pembangunan Kabuapaten Bungo, sehingga sektor tersebut merupakan sektor unggulan dalam perekonomian daerah. Untuk melihat perkembangan pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bungo selama Tahun dapat diamati tabel di bawah ini. Tabel : 2.1 Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten Bungo Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun Lapangan Usaha Tahun Ratarata 1.Pertanian,Peternakan, 1,54 2,92 3,00 1,89 3,01 5,12 2,9 kehutanandan perikanan 2.Pertambangan dan 22,94 25,03 163,40 80,47 62,82-8,71 57,7 penggalian 3.Industri Pengolahan 3,08 2,48 2,41 4,91 6,03 6,97 4,3 4.Listrik, Gas dan Air bersih 11,88 16,76 14,53 12,15 11,10 12,29 13,1 5.Bangunan 52,79 24,05 18,65 11,18 13,65 14,87 22,5 6.Perdagangan, Hotel dan 6,13 6,89 9,48 11,06 13,92 14,06 10,3 Restoran 7.Pengangkutan dan 2,38 10,37 3,04 4,05 4,65 6,88 5,2 Komunikasi 8.Keuangan,Persewaan dan 5,71 7,38 4,21 4,24 4,28 7,97 5,6 Jasa Perusahaan 9.Jasa-jasa 1,29 7,23 2,81 4,67 4,16 7,23 4,6 Sumber : BPS Kabupaten Bungo, 2010 Tabel diatas, menunjukkan bahwa laju pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Bungo dari tahun yang tertinggi adalah Sektor Pertambangan dan Penggalian yaitu sebesar 57,7% kemudian diikuti oleh sektor Bangunan 22,5%, Listrik, Gas dan Air Bersih sebesar 13,1%, Perdagangan, Hotel dan Restoran 10,3%, Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan sebesar 5,6%, Pengangkutan dan Komunikasi 5,2%, sektor Jasa-jasa 4,6% dan sektor industri Pengolahan sebesar 4,3% serta Sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan sebesar 2,9%. 2-5

40 Bab 2 : Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Bungo Untuk struktur ekonomi Kabupaten Bungo terihat pada distribusi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Bungo dari tahun Berdasarkan ekonomi tersebut dapat diambil suatu kebijakan pembangunan yang lebih terarah. Skala prioritas untuk sektor unggulan guna dapat dikembangkan sesuai dengan potensi yang dimiliki. Untuk lebih jelasnya distribusi PDRB Kabupaten Bungo Atas Dasar Harga Konstan Periode Tahun dapat dilihat tabel berikut ini : Tabel : 2.2. Distribusi PDRB Kabupaten Bungo Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun Lapangan Usaha Tahun Pertanian,Peternakan, kehutanandan perikanan 46,18 44,68 42,45 39,76 36,85 36,41 41,1 2.Pertambangan dan Penggalian 1,73 2,03 4,93 8,18 11,99 10,29 6,5 3.Industri Pengolahan 5,33 5,14 4,85 4,68 4,46 4,49 4,8 4.Listrik, Gas dan Air 0,44 0,48 0,50 0,52 0,52 0,55 0,5 Bersih 5.Bangunan 4,90 5,71 6,25 6,38 6,53 7,05 6,1 6.Perdagangan, Hotel dan Restoran 18,34 18,43 18,61 18,99 19,47 20,87 19,1 7.Pengangkutan dan 8,48 8,80 8,36 8,00 7,53 7,56 8,1 Komunikasi 8.Keuangan,Persewaan 4,92 4,97 4,78 4,58 4,29 4,37 4,7 DanJasa Perusahaan 9.Jasa-jasa 9,69 9,77 9,26 8,91 8,35 8,42 9,1 Sumber : BPS Kabupaten Bungo, 2009 Tabel diatas, menyajikan bahwa sektor yang paling besar kontribusinya terhadap PDRB Kabupaten Bungo adalah sektor Pertanian, yakni sebesar 41,1%. Selanjutnya diikuti oleh sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran sebesar 19,1%. Sektor Jasa-jasa sebesar 9,1% Ratarata 2-6

41 Bab 2 : Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Bungo sektor Pengangkutan dan Komunikasi sebesar 8,1%, sektor Pertambangan dan Penggalian sebesar 6,5%, sektor Bangunan sebesar 6,1%, sektor Industri Pengolahan sebesar 4,8% dan sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan sebesar 4,7% serta sektor Listrik, Gas dan Air Bersih sebesar 0,5% Kondisi Pertanian Pada hakekatnya Pembangunan merupakan suatu upaya yang terorganisir dan berkesinambungan untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat, melalui peningkatan pendapatan masyarakat. Sektor yang perlu menjadi perhatian dalam upaya mempercepat terciptanya kesejahteraan masyarakat, adalah sektor-sektor pertanian karena menyediakan lapangan usaha terbesar bagi masyarakat. Disamping itu sektor pertanian merupakan basis ekonomi masyarakat dan sebagian besar berada di kawasan perdesaan. Sektor ini dikembangkan secara komprehensif dengan memperhatikan potensi dan peluang. Melalui analisis potensi, sumber daya dan peluang yang dimiliki daerah, maka kebijakan pembangunan ekonomi daerah dapat difokuskan pada sektor pertanian. Untuk itu perlu juga dilakukan skala prioritas terhadap sub sektor dan komoditas yang akan dikembangkan. Pada akhirnya akan berdampak terhadap peningkatan ekonomi daerah dan pendapatan masyarakat yang berada di kawasan pedesaan. Kondisi Kabupaten Bungo sangat potensial untuk pengembangan sektor pertanian dalam arti luas. Kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB Kabupaten Bungo pada tahun mencapai 40,54% dari total PDRB Kabupaten Bungo. Ini berarti sektor pertanian telah memberikan peran besar bagi pembentukan PDRB Kabupaten Bungo. Untuk lebih rincinya perkembangan PDRB sektor pertanian terhadap total PDRB Kabuapaten Bungo tahun dapt diamati berikut ini. 2-7

42 Bab 2 : Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Bungo Tabel : 2.3 Perkembangan PDRB Sektor Pertanian Terhadap Total PDRB Kabupaten Bungo Atas Tahun PDRB % Sektor Pertanian NO Tahun Sektor Total PDRB terhadap Total PDRB Pertanian , ,66 46, , ,27 44, , ,98 42, , ,10 39, , ,09 36, , ,66 36,41 Rata-rata , ,79 40,54 Sumber : BPS Kabupaten Bungo, 2010 Observasi lapangan memperlihatkan kecendrungan pembangunan sektor pertanian lebih diarahkan kepada pengembangan budi daya saja, dan kurang didukung oleh pengembangan industri hulu dan hilir. Diamati lebih jauh, selama pembangunan orde baru, pembangunan sektor pertanian lebih difokuskan kepada pengembangan sektor pertanian tanaman pangan, guna memenuhi swasembada beras. Pada hal pembangunan sub sektor perkebunan, peternakan, kehutanan dan perikanan memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi guna meningkatkan pendapatan masyarakat. Pada bagian lain kebijakan pemerintah pusat, menyerahkannya kepada pihak swasta untuk menggarap sub sektor tersebut. Namun, pemerintah tidak menyiapkan kebijakan yang dapat menguntungkan masyarakat yang berada pada kawasan tersebut. Akibatnya keberhasilan pengembangannya lebih banyak dinikmati oleh pihak swasta/pengusaha. Pada akhirnya, potensi sumber daya daerah cenderung tereksploitasi hanya untuk pemerintah pusat. Nilai tambahnya relatif kecil kembali ke daerah, dalam bentuk investasi 2-8

43 Bab 2 : Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Bungo oleh pihak swasta, maupun investasi dilakukan oleh pemerintah dalam bentuk kegiatan pembangunan. Memperhatikan potensi dan sumber daya yang dimiliki Kabupaten Bungo, maka, sektor pertanian merupakan sektor yang potensial untuk dikembangkan. Sektor pertanian mempunyai prospek yang baik dalam upaya pembangunan ekonomi Kabupaten Bungo dengan basis ekonomi kerakyatan. Potensi tersebut dapat dilihat dari luas penggunaan lahan di Kabupaten Bungo, seperti yang tergambar muat pada tabel berikut ini : Tabel : 2.4. Penggunaan Lahan di Kabupaten Bungo Tahun 2009 No Jenis Lahan Jumlah (Ha) Persentase Sawah Tegal/Kebun Ladang Perkebunan Hutan Rakyat Tambak Kolam/Tebat/Empang Padang Rumput Sementara tak diusahakan Perkarangan yang ditanami Rumah dan Bangunan Hutan Negara Rawa-rawa Lainnya Jumlah ,00 Sumber : BPS Kabupaten Bungo, ,37 7,03 3,75 46,10 9,46 0,00 0,05 0,77 13,84 1,90 2,20 10,31 0,61 2,59 Kebijakan pembangunan ekonomi suatu daerah sangat erat terkait dengan alokasi penggunaan lahan. Penggunaan lahan tersebut merupakan salah satu indikator yang perlu dicermati sebagai dampak kebijakan pembangunan ekonomi suatu daerah. Alokasi penggunaan lahan di Kabupaten Bungo di dominasi oleh penggunaan lahan untuk perkebunan dengan luas lahan hektar atau 46,10% dari total luas lahan. Lahan tersebut mayoritas dikelola perusahaan perkebunan sawit swasta nasional dalam 2-9

44 Bab 2 : Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Bungo bentuk pengembangan perkebunan pola PIR Trans dan pola kemitraan (KPPA). Lebih rinci tentang lahan yang dikuasai perusahaan disajikan pada tabel berikut ini. Tabel : 2.5 Luas Lahan Perkebunan Perusahaan Swasta Nasional di Kabupaten Bungo Tahun 2009 No Nama Perusahaan Pola Inti Luas lahan Plasma 1. PT. Tidar Kerinci Agung KKPA PT. Jamika Raya PIR Trans PT. Talentam Bungo Raya PT. Sukses Maju Abadi PT. Sari Aditya Loka PT. Mega Sawindo Perkasa KKPA KKPA PIRTrans/KKPA KKPA Jumlah Sumber : Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Bungo, 2010 Disamping itu, penggunaan lahan di Kabupaten Bungo juga didominasi oleh penggunaan lahan untuk Hutan Negara dan hutan rakyat dengan total seluas hektar atau 19,77 % dari total luas lahan Kabupaten Bungo. Ini berarti pula bahwa sub sektor kehutanan merupakan salah satu potensi ekonomi daerah Kabupaten Bungo yang potensial Untuk pengembangan hutan produksi guna memenuhi kebutuhan industri kayu dan pengembangan hasil hasil produksi hutan lainnya. Hasil produksi hutan Kabupaten Bungo dimuat pada tabel dibawah ini: Tabel : 2.6 Produksi Hasil Hutan Kabupaten Bungo Tahun 2009 No Jenis Hasil Hutan Satuan Jumlah Produksi 1 Kayu Bulat 2 Kayu Bulat Kecil 3 Kayu Gergajian M 3 M 3 M ,60 146, ,51 Sumber : Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Bungo, 2010 Dari sudut komoditas unggulan dari sektor pertanian terdapat 2 (dua) komoditas perkebunan yang memiliki luas areal tanam yang besar, produksi yang tinggi dan jumlah 2-10

45 Bab 2 : Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Bungo petani yang banyak, komoditas tersebut adalah karet seluas Ha dengan produksi sebesar Ton dan jumlah petani KK. Komoditas kedua adalah kelapa sawit seluas Ha dengan produksi sebesar Ton dan jumlah petani KK. Guna lebih jelasnya dapat dicermati tabel dibawah ini. Tabel : 2.7 Luas Tanaman, Produksi, Rata-rata Produksi dan Jumlah Petani Tanama Perkebunan Kabupaten Bungo Tahun 2009 No Jenis Tanaman Luas Tanaman (Ha) Produksi (Ton) Rata-rata Produksi (Kg/Ha) Jumlah Petani 1 Casiavera Kopi Karet Kelapa Dalam Kelapa Sawit Pinang Sumber : Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Bungo, 2010 Dari tabel diatas dapat dicermati bahwa rata-rata produksi tanaman kelapa sawit sebesar Kg/Ha, sedangkan rata-rata produksi tanaman perkebunan lainnya kurang dari 750 Kg/Ha. Kondisi ini menunjukkan bahwa produktivitas tanaman kelapa sawit lebih tinggi dari produktivias tanaman lainnya. Kondisi ini disebabkan sebagian besar komoditas tanaman kelapa sawit dikelola oleh perusahaan besar swasta. Komoditas karet memiliki luas lahan terbesar dan jumlah petani yang banyak, dapat dijadikan prioritas pembangunan ekoomi daerah yang berbasis ekonomi kerkyatan. Pengembangan komoditas karet dalam membangun perekonomian daerah amat relevan guna membangun industri yang berbasis pada ekonomi kerakyatan. Disamping untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, komoditas karet mempunyai nilai ekspor yang baik. Pengembangan komoditas karet dapat berkelanjutan. Guna kepentingan jangka panjang, komoditas karet punya prospek terutama keterkaitan dengan mengembangkan industri hilirnya di Kabupaten Bungo. Pada sisi lain, komoditas karet merupakan komoditas dengan tanaman tua/rusak yang paling luas, yaitu sebesar 26,130% dari luas lahan tanaman karet. Oleh karena itu, perlu 2-11

46 Bab 2 : Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Bungo dilakukan peremajaan agar produktivitas komoditas karet dapat ditingkatkan. Deskripsi lebih rinci tentang luas tanaman perekomoditas dan kondisinya dimuat pada tabel berikut ini. Tabel : 2.8 Luas Tanaman dan Komposisi Komoditas Perkebunan Kabupaten Bungo Tahun 2009 Luas Komposisi Tanaman No Komoditas Tanaman (Ha) TBM TM TT/R 1 Casiavera Kopi Karet Kelapa Dalam Kelapa Sawit Pinang Sumber : Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Bungo, 2010 Catatan : TBM TM TT/R = Tanaman Belum Menghasilkan = Tanaman Menghasilkan = Tanaman Tua/Rusak Kondisi Pertambangan dan Penggalian Pertambangan dan penggalian merupakan sektor yang punya potensi besar untuk dikembangkan dalam pembangunan ekonomi Kabupaten Bungo, Kabupaten Bungo mempunyai potensi bahan tambang dan mineral. Bahan tambang dan mineral tersebut masih perlu dilakukan penelitian kandungan, deposit dan mutunya. Rata-rata kontribusi sektor pertambangan dan penggalian terhadap PDRB Kabupaten Bungo tahun mencapai 7,05% dari total PDRB Kabupaten Bungo. Deskripsi lebih rinci tentang perkembangan PDRB sektor pertambangan dan penggalian dijabarkan kedalam tabel berikut ini. 2-12

47 Bab 2 : Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Bungo Tabel : 2.9 Perkembagan PDRB Sektor Pertambangan dan Penggalian Terhadap Total PDRB Kabupaten Bungo Tahun NO Tahun PDRB Sektor Pertanian Total PDRB % Sektor Pertambangan terhadap Total PDRB , ,66 1, , ,27 2, , ,98 4, , ,10 8, , ,09 11, , ,66 10,29 Rata-rata , ,79 7,05 Sumber : BPS Kabupaten Bungo, 2010 Pemerintah Kabupaten Bungo mendorong pihak swasta untuk melakukan eksplorasi bahan tambang. Kemudian, kegiatan penelitian dan inventarisasi potensi sektor pertambangan dan penggalian terus dilakukan. Detail potensi dan penyebaran bahan galian Kabupaten Bungo terlihat pada Tabel di bawah ini. Tabel 2.10 : Potensi dan Penyebaran Bahan Galian Kabupaten Bungo Tahun 2009 Jenis Bahan Perkiraan No Lokasi (Kecamatan) Galian 1 Batu Bara Rantau Pandan Tanah Tumbuh Jujuhan Pelepat LimburLbk Mengkuang 2 Minyak Jujuhan Rantau Pandan LimburLbk Mengkuang Tanah Sepenggal Tanah Tumbuh Muaro Bungo Persediaan 330 juta ton 164 juta ton 413 juta ton 419 juta ton 158 juta ton 4 titik bor 4 titik bor 4 titik bor 2 titik bor 3 titik bor 2 titik bor Kualitas kk kk kk kk kk

48 Bab 2 : Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Bungo 3 Emas Rantau Pandan Pelepat LimburLbk Mengkuang Tanah Sepenggal 4 Pasir dan Kerikil Rantau Pandan Muko-muko bathin VII Pelepat Ilir Pelepat Muaro Bungo LimburLbk Mengkuang Tanah Tumbuh Tanah Sepenggal 5 Pasir Kuarsa Bungo Dani Rimbo Tengah Pelepat Kg Kg Kg Kg Belum dkthui SDA SDA SDA SDA SDA SDA SDA Sekunder Berbentuk Pasir Halus 0,76-5,3gr/ton Luas 300 Ha Berat jenis 2,26 Bentuk Kristal heksogonal, ukuran 0,006-3 mm 6 Andesit Pelepat Belum diketahui - Rantau Pandan SDA - 7 Granit Pelepat Rantau Pandan Luas 500 Ha Luas 800 Ha Koalin LimburLbk Mengkuang Belum diketahui - 9 Mineral Logam Rantau Pandan Belum diketahui - 10 Batu Sueseiki LimburLbk Mengkuang Belum diketahui - Tabel lapisan 11 Tanah Putih Muaro Bungo Kadar Kosetrit 0,5-24,5 gr/m 2 pembatas 1,4 m 12 Tembaga Tanah Tumbuh Pelepat Bathin III Ulu 100 Ha PPM SDA Timbal Bathin III Ulu Belum diketahui - Pelepat SDA - 14 Oker LimburLbk Mengkuang Rantau Pandan Luas3.000Ha Luas8.000Ha Obsidian/Perlit LimburLbk Mengkuang Luas3.500Ha - Sumber : Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Kabupaten Bungo,

49 Bab 2 : Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Bungo Investasi pihak swasta dalam bentuk eksploitasi dan eksplorasi terhadap bahan tambang/galian di Kabupaten Bungo telah dilakukan. Mayoritas investasi yang dilakukan pihak swasta adalah galian batu bara. Pihak swasta yang telah melaksanakan eksploirasi dan eksploitasinya terhadap bahan tambang/galian dimuat pada tabel dibawah ini. Tabel 2.11 : Investasi Pihak Swasta pada Sektor Pertambangan Kabupaten Bungo Tahun 2009 No Perusahaan Investor Lokasi Luas Area Jumlah Status (Ha) Produksi 1 PT. Nusantara Tahi Rt.Pandan ,30 PKP2B Coal 2 PT. BPP Rt.Pandan 187, ,66 KP 3 PT. TPI Jujuhan KP 4 PT. KIM Jujuhan ,97 KP 5 PT. TBA Jujuhan ,58 KP 6 CV. NISKA Pelepat KP 7 PT. S. Pangin Jaya Jujuhan KP 8 PT.Altra Kartika Sej Pelepat ,90 KP 9 PT. DSM Pelayang ,21 KP 10 PT. ANI Pelepat ,52 KP 11 PT. TPJ Jujuhan ,33 KP 12 PT. BUN Pelepat ,32 KP 13 PT. MBT Rt.Pandan ,15 KP 14 PT. SCP Rt.Pandan ,35 KP 15 PT. BHB Jujuhan ,96 KP Sumber : Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Kabupaten Bungo,

50 Bab 2 : Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Bungo Kondisi Industri Pengembagan industri di Kabupaten Bungo sangat potensial dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam yang tersedia sebagai bahan baku. Disamping itu, peluang pasar mempunyai prospek yang cukup baik untuk dikembangkan lebih lanjut dalam rangka memanfaatkan pasar regional dan ekspor. Oleh karena itu pemerintah daerah dituntut membangun kawasan sentra produksi agar sektor industri dapat tumbuh kembang lebih cepat lagi. Kontribusi sektor industri terhadap PDRB Kabupaten Bungo selama 6 tahun terakhir mencapai 4,78% dari total PDRB Kabupaten Bungo. Deskripsi lebih rinci tentang perkembangan kontribusi sektor industri terhadap Total PDRB Kabupaten Bungo disajikan pada tabel berikut ini. Tabel 2.12 : Perkembagan PDRB Sektor Industri Terhadap Total PDRB Kabupaten Bungo Tahun NO Tahun PDRB Sektor Pertanian Total PDRB % Sektor Pertambangan terhadap Total PDRB , ,66 5, , ,27 5, , ,98 4, , ,10 4, , ,09 4, , ,66 4,49 Rata-rata , ,79 4,78 Sumber : BPS Kabupaten Bungo, 2010 Investasi pada sektor industri di Kabupaten Bungo yang bersekala besar masih terbatas. Hanya ada 2 perusahaan Crumb Rubber yang beroperasi dengan Total Investasi senilai Rp. 64,95 Milyar produksi dari industri berskala besar di Kabupaten Bungo dapat dilihat pada tabel dibawah ini. 2-16

51 Bab 2 : Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Bungo Tabel 2.13 : Jumlah Unit Usaha, Investasi, Tenaga Kerja dan Nilai Produksi Kelompok Industri Besar di Kabupaten Bungo No Cabang Industri Unit Invetasi Tenaga Produksi (Rp. Usaha Kerja 000) 1 Crumb Rubber , ,45 2 Air Minum dalam , kemasan Jumlah , ,02 Sumber : Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten bungo, 2010 Selain keberadaan industri berskala besar, keberadaan industri berskala kecil juga menjadi perhatian pemerintah Kabupaten Bungo sesuai dengan potensi dan sumber daya yang tersedia. Hal ini di perlukan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat atau ekonomi kerakyatan. Populasi industri kecil di Kabupaten Bungo sangat beraneka, meliputi ; kerajinan rotan, kerajinan kayu, pengolahan ijuk, pembuatan batik, kerajinan songket, pengolahan nata de coco, pengolahan pisang sale, pembuatan kerupuk lanting dan pengolahan emping melinjo. Jumlah unit usaha, investasi, tenaga kerja dan nilai produksi kelompok industri kecil termuat pada tabel di bawah ini. Tabel : 2.14 Jumlah Unit Usaha, Investasi, Tenaga Kerja dan Nilai Produksi Kelompok Industri Kecil di Kabupaten Bungo No Cabang Industri Unit Usaha 1 Kimia Kertas & Pulp Invetasi (000) Tenaga Kerja Produksi (Rp. 000) , ,45 2 Agro & Hasil Hutan , ,

52 Bab 2 : Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Bungo 3 Logam Mesin & Perekayasaan Alat Angkut 4 Tekstil, Elektronika & Aneka , , , Jumlah , ,040 Sumber : Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten bungo, 2010 Tabel diatas, menyajikan bahwa industri kecil pada cabang industri agro dan hasil hutan mempunyai jumlah unit usaha, nilai investasi, jumlah tenaga kerja dan nilai produksi yang paling besar. Hal ini sesuai dengan potensi dan sumber daya yang ada di Kabupaten Bungo. Bahan baku pada sektor pertanian untuk industri agro memang lebih banyak tersedia. Analisis perbandingkan investasi, tenaga kerja dan nilai produksi antara industri besar dan industri kecil terhadap keseluruhan industri di Kabupaten Bungo dimuat pada tabel berikut ini. Tabel : 2.15 Jumlah Perbandingan Unit Usaha, Investasi, Tenaga Kerja dan Nilai Produksi Industri Besar dan Industri Kecil di Kabupaten Bungo Tahun 2009 No Cabang Industri Unit Usaha Invetasi (000) Tenaga Kerja Produksi (Rp. 000) 1 Industri Besar , ,02 2 Industri Kecil , ,04 Jumlah , ,06 % Industri Besar 0,45 48,93 14,13 91,92 % Industri Kecil 99,54 51,06 85,86 8,07 Sumber : Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten bungo, 2010 Tabel di atas, memperlihatkan bahwa total nilai investasi industri besar adalah 48,93 % dari total nilai investasi. Angka tersebut berimbang dibandingkan total nilai investasi 2-18

53 Bab 2 : Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Bungo industri kecil, yaitu 51,06 %. Namun industri kecil mampu menyerap tenaga kerja jauh lebih besar yaitu 85,86 % dari total tenaga kerja yang terserap oleh sektor industri di Kabupaten Bungo. Di pihak lain industri besar hanya mampu menyerap 14,13 % dari total tenaga kerja. Sedangkan dari nilai produksi, industri besar berkontribusi sebesar 91,92 % dari total produksi Kabupaten Bungo. Angka tersebut lebih besar dibandingkan industri kecil yang hanya mampu berkontibusi sebesar 8,07 % dari total produksi Kondisi Perdagangan Pembangunan sektor perdagangan di Kabupaten Bungo bertujuan untuk mendukung perkuatan daya saing, daerah baik pada tingkat regional, nasional maupun global. Diharapkan hasilnya dapat memperkuat posisi daerah dalam kegiatan perdagangan dan meningkatkan besaran kontribusi sektor perdagangan dalam perekonomian daerah. Kontribusi sektor perdagangan terhadap PDRB Kabupaten Bungo pada tahun mencapai 19,23 % dari total PDRB Kabupaten Bungo. Selama 6 tahun tersebut kontribusi sektor perdagangan terus mengalami peningkatan. Gambaran lebih rinci tentang besaran kontribusi sektor perdagangan terhadap PDRB Kabupaten Bungo dimuat pada tabel berikut ini. 2-19

54 Bab 2 : Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Bungo Tabel : 2.16 Perkembagan Kontribusi PDRB Sektor Perdagangan Terhadap Total PDRB Kabupaten Bungo Tahun NO Tahun PDRB Sektor Pertanian Total PDRB % Sektor Pertambangan terhadap Total PDRB , ,66 18, , ,27 18, , ,98 18, , ,10 18, , ,09 19, , ,66 20,87 Rata-rata , ,79 19,23 Sumber : BPS Kabupaten Bungo, 2010 Kegiatan pada sektor perdagangan perlu ditunjang dengan tersedianya sarana dan prasarana perdagangan agar kegiatan perdagangan dapat berjalan dengan baik. Adapun jumlah serana dan prasarana perdagangan di Kabupaten Bungo tersaji pada tabel dibawah ini. Tabel : 2.17 Sarana dan Prasarana Perdagangan Menurut Jenis Kabupaten Bungo Tahun 2009 No Jenis Jumlah (Unit) 1 Pasar 39 2 Gudang 31 3 Distribusi/Agen/Penyalur 24 4 SPBU 8 5 Pasar Lelang Karet 10 Sumber : Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bungo,

55 Bab 2 : Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Bungo Kondisi Tenaga Kerja Perkembangan tenaga kerja di Kabupaten Bungo selama tahun mengalami fluktuatif setelah tahun 2008 dimana terjadi penurunan. Sedangkan tahun perkembangannya mengalami peningkatan setiap tahunnya. Diskripsi lebih rinci tentang perkembangan tenaga kerja Kabupaten Bungo dimuat pada tabel berikut ini. Tabel : 2.18 Tenaga Kerja Terdaftar di Kabupaten Bungo Berdasarkan Sektor Periode Tahun Tahun Lapangan Usaha Pertanian,Peternakan, kehutanandan perikanan 2.Pertambangan dan penggalian 3.Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air bersih Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran 7.Pengangkutan dan Komunikasi 8.Keuangan,Persewaan dan Jasa Perusahaan 9.Jasa-jasa Jumlah Laju Pertumbuhan Tenaga Kerja (%) 2,36 38,39 4,22 6,11 (18,27) 6,56 Sumber : BPS Kabupaten Bungo, 2010 Tabel diatas, menunjukkan bahwa laju pertumbuhan tenga kerja di Kabupaten sangat berfluktuatif. Kondisi ini memberi indikasi bahwa tenaga kerja di Kabupaten Bungo 2-21

56 Bab 2 : Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Bungo mayoritas tenaga kerja dari luar yang datang dan pergi sesuai dengan kesempatan kerja yang ada. Selama tahun sektor pertanian, merupakan sektor yang menyerap tenaga kerja terbanyak. Lalu diikuti oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran dan selanjutnya adalah sektor industri yang juga mempunyai daya serap tenaga kerja kategori banyak. Hal ini disebabkan, secara geografis Kabupaten Bungo merupakan daerah pertanian dan merupakan daerah lintasan antar Kabupaten dalam Provinsi Jambi maupun dari luar provinsi. Kabupaten Bungo juga merupakan daerah yang dilalui oleh jalur Trans Sumatera, sehingga transportasi menuju Kabupaten Bungo cukup banyak dan lancar. Permasalahan kebercukupan air bersih di Kabupaten Bungo tidak lepas dari cara masyarakat menyediakan dan menggunakan sumberdaya air. Sungai Batang Bungo telah sejak lama berfungsi menjadi sumber air baik untuk minum maupun untuk memenuhi berbagai kebutuhan. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut maka pemerintah melalui PDAM Pancuran Telago terus meningkatkan upaya pemenuhan air bersih. Tahun 2001 jumlah pelanggan PDAM Pancuran Telago adalah 3900 pelanggan kemudian tahun 2005 naik menjadi 3951 pelanggan, tahun 2008 meningkat menjadi 4325 pelanggan tahun 2010 mencapai pelanggan. Kabupaten Bungo termasuk daerah yang memiliki aksesibilitas tinggi di Provinsi Jambi. Pembangunan transmigrasi yang dilakukan sejak dekade 80-an memberi dampak positif terutama adanya perbaikan sarana dan prasarana untuk transportasi darat. Ketersediaan jalan darat tersebut menyebabkan aksesibilitas daerah ini menjadi terbuka. Keterbukaan bukan hanya terhadap kabupaten lain dalam provinsi, tetapi juga meliputi provinsi lain di Sumatera. Secara umum kondisi jalan di Kabupaten Bungo menunjukkan perbaikan. Pada tahun 2001 kondisi jalan baik hanya mencapai 25,9 km saja, tetapi pada tahun 2005 kondisi jalan baik menjadi 224,9 km atau naik menjadi 10 kali lebih panjang. Kemudian tahun 2008 kondisi jalan baik menjadi 420,7 km atau naik menjadi 2 kali lebih panjang. Kondisi akan mendatangkan keuntungan bagi Kabupaten Bungo. Keuntungan tersebut perlu terus dikembangkan untuk mendapat keuntungan yang maksimal. 2-22

57 Bab 2 : Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Bungo Ketersediaan sarana dan prasarana Telekomonikasi, seperti bahwa daerah tersebut memiliki aksesibilitas yang baik. Saluran telepon akan dapat menjamin adanya komunikasi yang baik dari dan ke daerah tersebut. Ketersediaan telepon menjadi salah satu syarat untuk dapat mengakses teknologi informasi. Dalam dekade terakhir terlihat perkembangan sarana telepon meskipun belum tumbuh dengan cepat. Pada tahun 2001 jumlah Saluran Telepon Terpasang adalah sambungan. Tahun 2005 menjadi sambungan, atau mengalami peningkatan sebesar 2,7 %. Tahun 2008 STT menjadi sambungan dan tahun 2010 dapat mencapai angka sambungan. Disamping itu, juga semakin meningkatkan pemakaian telepon seluler. Sehingga hampir semua daerah di Kabupaten Bungo telah dapat diakses ketersediaan sarana listrik di Kabupaten Bungo tidak lepas dari kinerja dan pengelolaan interkoneksi antar Sumatera. Ketersediaan listrik di Kabupaten Bungo sesungguhnya tidak mengalami masalah setelah tersedianya jaringan interkoneksi antar Sumatera. Jaringan ini telah memungkinkan kekurangan di satu tempat dapat dipasok oleh adanya kelebihan daya di tempat lain. Pada saat ini permasalahan yang di hadapi adalah ketersediaan listrik di perdesaan keberadaannya baru mencapai 62,0%. Kemudian, tingkat elektrisitas rumah tangga baru mencapai 39,9% saja. Angka tersebut di bawah ratarata tingkat elektrisitas di Provinsi Jambi. Ketersediaan listrik di pedesaan memerlukan penanganan yang berarti. Melambatnya program listrik masuk desa, karena terkendala pada ketiadaan dana membangun jaringan ke pedesaan dan pembangkit listrik untuk pedesaan 2-23

58 Bab 2 : Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Bungo 2-24

59 Bab 2 : Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Bungo 2.4 KONDISI PRASARANA DAN UTILITAS KOTA SUB BIDANG AIR MINUM GAMBARAN UMUM SISTEM PENYEDIAAN DAN PENGELOLAAN AIR MINUM Pengelolaan air minum di Kabupaten Bungo dilakukan oleh Pemerintah Daerah melalui Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Pancuran Telago yang berdiri sejak tahun 1993 berdasarkan Perda No. 2 /1993. PDAM Pancuran telago selain bertanggung jawab terhadap pengelolaan air minum untuk Kabupaten Bungo juga bertanggung jawab untuk pengelolaan air minum tingkat Kecamatan yang ada di Kabupaten Bungo. Saat ini ada 4 (empat) unit IKK yang dikelola oleh PDAM Pancuran Telago. Saat ini PDAM Pancuran Telago mempunyai system penyediaan air bersih untuk Kabupaten Bungo dengan kapasitas sebesar 142,5 lt/det, dengan total sambungan rumah (SR) sebanyak 4000 sambungan. Instalasi Pengolahan Air PDAM Pancuran Telago terletak di wilayah Kota Muara Bungo dan Ibu Kota Kecamatan-Kecamatan di dalam Kabupaten Bungo. Sumber air baku yang digunakan untuk Sistem Penyediaan Air Minum di Kabupaten Bungo berasal dari air permukaan berupa sungai dan embung. Ditinjau dari segi kuantitas sumber air baku yang digunakan masih dapat memenuhi kebutuhan penyediaan air minum di Kabupaten Bungo. Tetapi dari segi kualitas khususnya sir permukaan dari Sungai Batang Bungo dikhawatirkan akan mengalami degradasi akibat adanya kegiatan Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI). Pengambilan air baku dari sumber dalam Sistem Penyediaan Air Minum di Kabupaten Bungo dilakukan dengan bangunan penangkap air/intake bor, bangunan intake yang ada terbuat dari konstruksi beton dan intake ponton. Saat ini PDAM Pancuran Telago Kabupaten Bungo dalam melayani kebutuhan air bersih di Kabupaten Bungo memiliki IPA dengan kapasitas terpasang 100 lt/det. Sedangkan reservoir yang dimiliki PDAM Pancuran Telago sebanyak 9 (Sembilan) buah, dengan kapasitas m3 yang tersebar di Instalasi Pengolahan Air dan daerah pelayanan di Kabupaten Bungo. Secara rinci reservoir yang terdapat pada system Penyediaan Air Minum di Kabupaten Bungo dilihat dalam Tabel 2.5 berikut ini. 2-24

60 Bab 2 : Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Bungo Tabel 2.19 Jumlah dan Kapasitas Reservoar di Kabupaten Bungo. No Kecamatan Jumlah (Unit) Kapasitas (M3) 1 Muara Bungo 4 2x1000 dan 2x200 2 Rantau Pandan Pelepat Tanah Tumbuh Tanah Sepenggal dan 40 Sumber : Laporan Pilot Project Penyediaan Masterplan Air Minum Di Kabupaten Bungo, Tahun KONDISI SISTEM SARANA DAN PRASARANA PENYEDIAAN DAN PENGELOLAAN AIR MINUM A. SISTEM NON PERPIPAAN Berdasarkan data laporan Laporan Pilot Project Penyediaan Masterplan Air Minum Di Kabupaten Bungo, Tahun Dan Sumber air yang digunakan oleh masyarakat bukan pelanggan PDAM berasal dari air permukaan, air tanah, air hujan dan sumur tetangga. Tabel 2.20 menyajikan sumber air baku lain yang digunakan oleh masyarakat bukan pelanggan PDAM. Tabel 2.20 Sumber Air Baku lain Yang Digunakan Selain Sumber PDAM No Uraian Jumlah responden Prosentase (%) 1 Sumur Sendiri 22 27,5 2 Sumur Tetangga 14 17,5 3 Sungai 29 36,25 4 Air Hujan 15 18,75 Jumlah Sumber : Laporan Pilot Project Penyediaan Masterplan Air Minum Di Kabupaten Bungo, Tahun

61 Bab 2 : Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Bungo Dari table diatas menunjukkan bahwa sumber air baku utama masyarakat selain air PDAM didominasi oleh sungai. Distribusi sungai dengan sumber air lainnya adalah 36,25 % berbanding 63,75 %. Dari data diatas disimpulkan bahwa wilayah Kabupaten Bungo merupakan daerah rawan terhadap penyakit menular karena adanya alternative sumber air baku lain yang dalam penggunaannya tidak melalui proses pengolahan standar. Tabel berikut digambarkan kualitas air bersih yang disuplai oleh PDAM Pancuran telago serta kualitas air yang diperoleh dari sumber lain (non pelanggan PDAM). Tabel 2.21 Kualitas Air Bersih Yang Disuplai PDAM dan Non PDAM No Uraian Jumlah Responden Prosentase (%) I Pelanggan PDAM 65 1 Tidak Berasa 5 7,7 2 Berasa (logam, kasat, asin) 5 7,7 3 Tidak Berwarna 15 23,1 4 Berwarna (Kuning, keruh, kehitaman) 15 23,1 5 Tidak Berbau 18 27,7 6 Berbau (logam, amis, dll) 7 10,8 II Non Pelanggan PDAM 55 1 Tidak Berasa 5 9,1 2 Tidak Berwarna 6 10,9 3 Berwarna (Kuning, keruh, kehitaman) 28 50,9 4 Tidak Berbau 2 3,6 5 Berbau (logam, amis, dll) 14 25,5 Sumber : Laporan Pilot Project Penyediaan Masterplan Air Minum Di Kabupaten Bungo, Tahun 2006 B. SISTEM PERPIPAAN Saat ini jumlah pelanggan aktif yang tercatat adalah 4000 pelanggan. Setiap tahun jumlah pelanggan PDAM terus bertambah rata-rata 150 sambungan, tetapi angka pemutusan rata-rata sama sehingga jumlah pelanggan PDAM di seluruh Kabupaten Bungo cenderung tetap. 2-26

62 Bab 2 : Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Bungo Untuk pelayanan Kota Muara Bungo walaupun daerah pelayanan sedah mencakup 6 (enam) Kelurahan tetapi belum seluruh penduduk yang ada dalam kelurahan tersebut mendapat pelayanan air bersih dari PDAM. Dari jumlah penduduk perkotaan di Kabupaten Bungo yang terjangkau oleh jaringan perpipaan PDAM baru mencapai 28 %. Tabel berikut menyajikan tingkat pelayanan air minum PDAM Pancuran Telago Kabupaten Bungo. Tabel 2.22 Tingkat Pelayanan Air Minum PDAM Pancuran Telago Kabupaten Bungo No Kecamatan Jumlah Penduduk Jumlah SL (unit) Pddk Terlayani Tingkat Pelayanan % (Jiwa) (jiwa) 1 Muara Bungo Bathin II Babeko Rantau Pandan ,04 4 Muko-muko Bathin VII Pelepat Pelepat Ilir Tanah Tumbuh ,94 8 Limbur Lb. Mengkuang Tanah Sepenggal ,25 10 Jujuhan Jumlah Sumber : Data PDAM PERMASALAHAN YANG DIHADAPI Pembangunan prasarana air minum PDAM Pancuran Telago Kabupaten Bungo yang telah dilaksanakan hingga pertengahan Tahun 2008 baru dapat melayani penduduk Kabupaten Bungo rata-rata 28 %, padahal animo masyarakat untuk mendapatkan pelayanan air bersih cukup tinggi hal ini dibuktikan dengan semakin meningkatnya permintaan masyarakat untuk menjadi pelanggan PDAM. Saat sekarang beban biaya operasional terus meningkat sehingga PDAM kesulitan dalam hal pengembangan. Sementara beban anggaran Pemerintah Daerah secara keseluruhan belum mampu untuk memberikan bantuan pengembangan Penyediaan Air Bersih. 2-27

63 Bab 2 : Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Bungo 2-28

64 Bab 2 : Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Bungo SUB BIDANG PERSAMPAHAN GAMBARAN UMUM SISTEM PENGELOLAAN PERSAMPAHAN SAAT INI Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Perkotaan, daerah pelayanan di Kota Muara Bungo meliputi 4 (empat) Kecamatan, 12 (dua belas) Kelurahan. Kecamatan Pasar Muara Bungo, Kecamatan Bungo Dani, Kecamatan Rimbo Tengah, Kecamatan Bathin III, Tingkat pelayanan pengumpulan sampah untuk masing masing jenis kegiatan disajikan dalam Tabel berikut ini : Tabel 2.23 Tingkat Pelayanan Pengumpulan Sampah Di Kota Muara Bungo No Sumber Sampah Prosentase (%) Jml. Sampah m3 Dilayani m3 1 Pasar Permukiman RSUD / Ruko Fasilitas Umum Jalan/Saluran Industri Total Sumber : Dinas Perkotaan Muara Bungo, Berdasarkan wawancara dengan penduduk di permukiman dalam wilayah survey, lokasi yang tidak mendapat pelayanan angkutan sampah adalah : Kecamatan Pasar Muara Bungo, sekitar Jl. Lion Raja Medan Kecamatan Rimbo Tengah, sekitar Perumnas Kecamatan Bathin III, sekitar Perumahan Roni Permai Pelayanan pengangkutan sampah dikoordinir oleh masing-masing pengemudi truk sampah yang dikontrak secara langsung oleh Dinas Perkotaan. 2-29

65 Bab 2 : Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Bungo Tabel 2.24 Rute Pelayanan Pengangkutan Truk Sampah No Rute Pelayanan Waktu Pengangkutan 1 Jl. Sri Soedewi-Jl M. Saidi Jl. Tennis dan Komplek Jengki-Jl. Angso Duo-Jl. Sudirman-Jl. Sulthan Taha-Jl. Muh Yamin-Jl. Perwira- Jl. Pramuka-Jl. Serunai dan Jl. Kecubung - Jl. Lintas dari Simpang PU s/d M.Yamin. Pasar Seroja dan Komplek Perumahannya. 2 BTN Lintas Asri sekitarnya Jl. Lintas dari PU s/d Simpang Mesjid Agung- Jl. Sei.Kerjan sekitarnya- Jl. SD Tingkat-Jl. Rajawali-Jl. Garuda-Jl. Alkautsar belakang Pasar Bungur sekitarnya. Pasar Bungur dan Komplek Perumahan Jl. Al Kautsar s/d Simpang PU. 3 Jl. Seroja-Jl Veteran-Jl Bahagia-Jl baharudin- Jl Dahlia-Jl Merdeka-Jl mesjid-jl Kesuma-Jl Saleh Somad-Jl Mat Keriting-Jl Jaya Setia dan sekitarnya-jl Lintas dari Lampu Merah bambu kuning ke jembatan. Lintas dari Jembatan s/d SPBU dan Terminal Bus dan SKB sekitarnya. 4 Jl. Durian-Jl Skib (Ibrahim Samsir) tembus Jl Sei.Kerjan sekitarnya-sungai Pinang sekitarnya-jl Lintas dari Simpang M.Yamin s/d Lampu Merah bambu kuning. Pasar Bungur bagian belakang dan Jl. Kirab Remaja Sekitarnya. 5 Jl Hasanudin-Jl Rm.Tahir- Jl Rangkayo Hitam- Jl Diponegoro-Jl Teuku Umar-Jl Bukit Telago-Jl Damar-Jl Abun Jani dan Merangin-Jl Lintas dari Mesjid Agung s/d Simp. PU. Pasar Bungur bagian depan, terminal Oplet dan truck. Sumber : Dinas Perkotaan Muara Bungo, Jam Wib s/d Jam Wib. (2 Trip) Jam Wib s/d Jam Wib. (2 Trip) Jam Wib s/d Jam Wib. (2 Trip) Jam Wib s/d Jam Wib. (2 Trip) Jam Wib s/d Jam Wib. (2 Trip) Lebih jelasnya mengenai rute pelayanan truk pengangkutan sampah Kota Muara Bungo dapat di lihat pada Gambar 2.5. Peta berikut ini. 2-30

66 Bab 2 : Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Bungo PETA RUTE TRUK SAMPAH 2-31

67 Bab 2 : Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Bungo Tabel menunjukkan rute pelayanan pengangkutan yang ada di Kota Muara Bungo. Pengumpulan sampah dilakukan oleh 5 truk dengan masing masing menjalankan 2 trip, maka volume sampah yang diangkut : = 5 truk x 2 ritasi x 6 m3 setara dengan 60 m3 Pengumpulan sampah ini belum termasuk pengumpulan sampah di pasar dan pusat perbelanjaan serta RSUD. Pengangkutan sampah pasar dan pusat perbelanjaan dilakukan pada siang hingga senja setelah kegiatan perdagangan menurun. Diperkirakan ritasi sampah pasar dan pusat perbelanjaan sebesar 2 truk x 2 ritasi ; = 2 truk x 2 ritasi x 6 m3 = 24 m3 Pengangkutan sampah di RSUD dilakukan insidentil, tidak kontinu sebanyak rata rata 2 ritasi per minggu. Pada hari besar seperti perayaan Hari Kemerdekaan RI, dimana masyarakat dari wilayah Kabupaten Muara Bungo berkumpul di Kota Muara Bungo ritasi pengangkutan sampah jalan bertambah PEWADAHAN SAMPAH A. Rumah tangga Untuk pewadahan rumah tangga masyarakat menggunakan bin/ bak sampah, lubang dipagar, pojokan jalan atau di dalam kantong plastik dan TPS ( Tempat Pengumpulan Sementara). Dalam hal ini sampah dalam kondisi tidak terpilah, baik antara organik dan anorganik, bahkan dengan sampah berbahaya misalnya seperti bola lampu dan baterai. Jenis Pewadahan yang digunakan pada lokasi permukiman berdasarkan survey adalah seperti pada Tabel 2.25 berikut ini. 2-32

68 Bab 2 : Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Bungo Tabel 2.25 Jenis Pewadahan Yang Digunakan Di Permukiman No Lokasi Pewadahan Bak sampah Kresek Lainnya 1 Kec. Pasar Muara Bungo - 57% 43% 2 Kec. Bungo Dani 6% 26% 68% 3 Kec. Rimbo Tengah 6% 26% 68% 4 Kec. Bathin III 20% 43% 37% Sumber : Hasil Survey Konsultan, 2008 B. Pasar Sampah di Pasar tidak menggunakan pewadahan. Sampah ditumpuk dalam satu lokasi untuk kemudian diangkut oleh truk pengangkut sampah. Terlihat beberapa kios di pasar menggunakan keranjang yang langsung diangkut petugas menuju Truck sampah untuk dibawa ke TPA Tanjung Menanti. C. Komersial Sampah-sampah dari daerah komersial dikumpulkan menggunakan bin / bak sampah yang diletakan di tepi jalan atau dibuang langsung ke TPS yang berada dekat lokasi. D. Jalan dan Taman Dibeberapa tempat di tepi jalan dan taman sudah tersedia bin-bin dan tempat untuk mengumpulkan sampah. Pemilahan antara sampah organik dan an organik belum dilakukan, pewadahan yang ada tidak terpisah menggunakan sebuah tempat sampah pada satu lokasi. E. Rumah Sakit Sampah rumah sakit, dan Puskesmas terdiri dari sampah domestik dan sampah medis. Sampah tersebut ditempatkan dalam bin yang diberi alas kantong plastik dan mempunyai tutup. Sampah domestik dikumpulkan pada TPS di lokasi rumah sakit untuk menunggu diangkut petugas ke TPA. Jadwal waktu pengangkutan tidak tentu tergantung 2-33

69 Bab 2 : Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Bungo kapasitas sampah dan dana yang tersedia. Untuk setiap pengangkutan sampah dibutuhkan biaya pengangkutan. Sampah medis dikumpulkan untuk dibakar dalam insinerator. Pembakaran tergantung volume sampah rata rata 2 3 kali seminggu. Dari 3 (tiga) Rumah sakit yang ada di Kota Muara Bungo, hanya RSUD yang mempunyai alat pembakaran sampah medis berupa incinerator, 2 (dua) rumah sakit lainnya membakar sampah medis dengan cara tradisionil. F. Fasilitas Umum Fasilitas umum seperti sekolah, perkantoran, rumah ibadah dan terminal bus / truk mengumpulkan sampah dalam wadah keranjang, bin dan tempat sampah. Saat survey yang dilakukan secara acak terlihat setiap ruang kelas / kantor menyiapkan sebuah keranjang sampah. Sampah di terminal terlihat berserakan. G. Industri Industri yang ada di Kota Muara Bungo adalah industri tahu dan sale pisang, Pada umumnya sampah dari industri kecil tersebut digunakan sebagai makanan ternak yang dipelihara oleh masing-masing pengusaha tersebut PENGUMPULAN A. Rumah Tangga Sistem pengelolaan sampah berdasarkan konsep pengelolaan secara konvensional ada 2 macam yaitu sistem angkut buang dan kumpul angkut buang Sistem pengumpulan sampah di permukiman Kota Muara Bungo menggunakan sistem angkut buang, pengumpulan dan pengangkutan sampah dilakukan oleh petugas mulai dari sumber sampah di rumah penduduk dan langsung diangkut untuk dibuang ke TPA. Pengangkutan sampah dipermukiman dilakukan pada siang hari rata rata 2 kali seminggu untuk lokasi Lintas Asri. Gambar 2.6 dan Gambar 2.7 menunjukkan konsep pengelolaan sampah secara konvensional. 2-34

70 Bab 2 : Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Bungo Gambar 2.6 Sistem Pengelolaan Pengangkutan Sampah Mulai Dari Sumber ke TPA Gambar 2.7 Pengelolaan Sampah dengan Sistem Kumpul Angkut - Buang 2-35

71 Bab 2 : Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Bungo Tidak semua lokasi perumahan memperoleh pelayanan angkutan sampah. Masyarakat di perumahan yang tidak mendapat pelayanan angkutan sampah memilah sampah yang dapat dimanfaatkan dan sisanya dibakar, ditimbun atau dibuang ke lahan kosong dekat lokasi perumahan. Respons penduduk mengenai pengelolaan sampah pada wilayah survey disajikan pada Tabel 2.26 berikut ini. Tabel 2.26 Pengelolaan Sampah Pada Wilayah Survey No Lokasi Jml resp. Dibuang ke TPS lapangan dibakar 1 Kec. Pasar Muara Bungo 19 - % 5 % ditimbun 95 % 2 Kec. Bungo Dani 75 33% 4% 63% 3 Kec. Rimbo Tengah 35 - % 92 % 8 % 4 Kec. Bathin III 51 11% Pupuk 3 % 86% Jumlah 180 Sumber : Jawaban Kuesioner Responden, 2008 B. Pasar Kota Muara Bungo mempunyai 2 (dua) kawasan pasar yaitu: Pasar Bungur (pasar Atas) dan pasar Semagor / Seroja (pasar Bawah) sebagai pasar Harian/Mingguan dan Pengangkutan sampah dari pasar pasar tersebut dikelola oleh Dinas Perkotaan Kabupaten Muara Bungo, menggunakan 2 kendaraan truk sampah. Dengan rata-rata ritasi sebanyak 2 kali setiap hari. Jenis sampah dominan organik. Pengangkutan dilakukan pada siang hari dan sore hari saat kegiatan pasar telah menurun. Jenis sampah dominan sampah organik. Volume sampah yang terkumpul sebanyak 24 m3/hari dan diangkut ke TPA Tanjung Menanti rata-rata C. Komersial Pengumpulan sampah dari daerah komersial menggunakan truk sampah. Petugas mengangkut sampah yang dikumpulkan ditepi jalan pada daerah pertokoan maupun pusat perbelanjaan. Jenis sampah didaerah ini dominan anorganik. Petugas pengumpul 2-36

72 Bab 2 : Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Bungo sampah memilah sampah yang dapat dimanfaatkan kedalam wadah tersendiri. Pengangkutan sampah didaerah komersial dilakukan pada senja hingga malam hari. D. Jalan dan Taman Pada jalan utama dan taman kota pengumpulan sampah dilakukan dengan cara penyapuan dan pengangkutan sampah. Pengumpulan sampah dilakukan pada siang hari, dimana setiap truk diikuti oleh satu tim yang terdiri dari seorang pengemudi truk, beberapa penyapu jalan dan beberapa pengangkut sampah. Selanjutnya sampah dari jalan dan taman dimasukan ke dalam dump truk yang dikelola oleh Dinas Perkotaan Kabupaten Bungo untuk dibawa ke TPA Tanjung Menanti. E. Rumah Sakit Sampah Rumah sakit yang bukan sampah medis dominan merupakan kemasan makanan / minuman dikumpulkan di TPS dekat lokasi Rumah Sakit. TPS merupakan ruang terbuka tanpa sekat maupun wadah penampung sampah. Pengangkutan sampah ke TPA dilakukan bila jumlah sampah telah mencapai kapasitas angkutan truk sampah sekitar 6 m3. Sampah non medis dari Rumah Sakit dengan standar yang lebih rendah maupun klinik mendapat pelayanan setara dengan pelayanan permukiman disekitarnya, adakalanya pada lokasi tidak terdapat pelayanan angkutan sampah sehingga sampah dibuang ke paya paya dekat lokasi rumah sakit. Rumah Sakit yang telah dilengkapi dengan incinerator membakar sampah medis dan sampah infeksius, frekwensi pembakaran rata rata 2 kali se minggu. Sedangkan rumah sakit yang belum mempunyai incinerator membakar sampah medis dan sampah infeksius dalam bak sampah dihalaman belakang rumah sakit. F. Fasilitas Umum Pengumpulan sampah di sekolah maupun kantor dilakukan oleh petugas kebersihan / Sat Pam. Sampah terdiri dari kertas, kemasan makanan dan minuman berupa plastik dan daun serta debu berasal dari lantai gedung. Sampah yang dapat dimanfaatkan dikumpulkan, dan sisanya dibakar atau ditimbun di halaman sekolah atau kantor. 2-37

73 Bab 2 : Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Bungo Berdasarkan wawancara dengan petugas kebersihan di sekolah yang disurvey secara acak, dimana pada lokasi tidak ada pelayanan pengangkutan sampah, setelah dikumpulkan, sampah di buang ke paya paya. Pengumpulan sampah di terminal dilakukan melalui wadah yang terdapat di lokasi terminal. Pengunjung ternyata tidak menggunakan wadah tersebut, sehingga sampah bertebaran KONDISI SISTEM SARANA DAN PRASARANA PENGELOLAAN PERSAMPAHAN YANG ADA Fasilitas pengelolaan sampah dan TPA yang dioperasikan atau digunakan oleh Kota Muara Bungo disusun dalam daftar pada Tabel 2.12 berikut ini. Pada Tabel terlihat akhir masa guna TPA, sehingga telah ada isyarat untuk segera mengantisipasi bila terjadi penutupan TPA. Diharapkan identifikasi tempat pengganti TPA dan fasilitas lainnya segera diselenggarakan. Tabel 2.27 Fasilitas Pengelolaan Sampah dan TPA Kota Muara Bungo No Nama Jumlah Lokasi Kapasitas Operasi Keterangan (Unit) 1. TPA 1 Tanjung Menanti 4 ha 2 ha Akhir Masa Guna Container 2 Kota Muara 6 m3 Kondisi baik Bungo 3. Transfer 21 Kecamatan - TPS Depo Pasar 4 Buldozer 1 Tanjung - Menanti 5 Armroll Truk 1 Perkotaan 6 m3 - (rusak) 6 Dump Truck 7 Perkotaan 6 m3 6 unit 2 rit /truck/hr 7 Pick Up 5 Perkotaan 2 m3 3 unit Sumber : Dinas Perkotaan Kabupaten Muara Bungo, 2008 Pada tabel terlihat 2 buah container kondisi baik, jumlah truk yang beroperasi sebanyak 6 unit, truk lainnya yaitu pick up sebanyak 3 unit. Pick up digunakan untuk pengawasan pekerjaan. 2-38

74 Bab 2 : Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Bungo Tempat Penampungan Sampah Sementara atau TPS dapat berupa bak sampah (pasangan batubata), gerobak, transfer depo dan container. Dari TPS berupa bak sampah, sampah dimuat lagi ke dalam truk menggunakan keranjang kemudian diangkut menuju TPA. Pada TPS berupa transfer gerobak dan transfer depo sampah dimuat ke dalam truk dengan bantuan gerobak. Bila TPS berupa container, sampah diangkut beserta kontainernya ke dalam armroll dan selanjutnya dibawa ke TPA. Umumnya keadaan TPS-TPS yang ada sudah tidak layak, memerlukan perbaikan fisik dan peningkatan operasional. Peningkatan operasional berupa pengaturan jadwal pembuangan dan pengangkutan dibutuhkan sehingga jangka waktu penumpukan sampah tidak lebih dari 1 (satu) hari di TPS. Tabel 2.28 Sarana Tempat Penampungan Sementara di Kota Muara Bungo No Jenis TPS Jumlah (unit) Keterangan 1 Bak kayu 45 Sebagian besar sudah rusak 2 Gerobak sampah besar 10 Sebagian besar sudah rusak 3 Gerobak Sorong Kecil 7 Sebagian besar sudah rusak 4 Beton Permanent/Depo 21 Kondisi baik 5 Kontainer 4 2 unit rusak Jumlah 87 Sumber : Dinas Perkotaan Kota Muara Bungo, 2008] Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah yang ada saat ini TPA Tanjung Menanti yang berlokasi di Kecamatan Bathin II Babeko dengan luas lahan 4 ha. Lokasi TPA Tanjung Menanti tidak berada dalam wilayah kota Muara Bungo dan berlokasi di luar Kota Muara Bungo yang mempunyai jarak kurang lebih 8 Km dari pusat Kota Muara Bungo. Pengoperasian lahan TPA Tanjung Menanti dimulai sejak tahun 1990 dengan status kepemilikan lahan yaitu milik pemerintah. Dengan masa operasi selama 24 jam /hari dalam waktu 7 hari/minggu. Berdasarkan informasi dari Dinas Perkotaan sampah yang masuk ke TPA sebanyak 40% atau 90 m3/hari dengan jumlah truk yang masuk ke TPA 2-39

75 Bab 2 : Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Bungo sebanyak 6 truk/hari.pengelolaan yang saat ini diterapkan di TPA Tanjung Menanti adalah open dumping. Penanganan lindi dan gas di lokasi TPA belum dilakukan ASPEK PENDANAAN Sumber pendanaan operasional Dinas Perkotaan khususnya Bidang Pengelolaan Kebersihan berasal dari Dana Alokasi Umum dan Dinas Daerah lainnya. Kegiatan operasional meliputi : operasional kantor pemeliharaan kendaraan dinas, taman, air mancur dan lampu jalan investasi / modal alat angkutan, bangunan dan instalasi listrik Dana operasional pada tahun 2006 sebesar 6.7 milliar rupiah. Pada tahun 2007 sebesar 5.5.milliar rupiah dan pada tahun 2008 sebesar 5.2 milliar rupiah. Perincian dana operasional dalam 3 tahun terakhir disusun dalam Tabel 2.29, Tabel 2.30 dan Tabel Tabel 2.29 DIPA Dinas Perkotaan Kabupaten Bungo Tahun 2006 No Kegiatan Sumber Dana Jumlah (Rp) 1 Biaya Pemeliharaan Jaringan Listrik DAU/Dinas Daerah lainnya 300,000, Pemeliharaan alat alat angkutan DAU/Dinas Daerah lainnya 588,000, Biaya Pemeliharaan hewan ternak serta tanaman DAU/Dinas Daerah lainnya 60,000, Honorarium dan Upah DAU/Dinas Daerah lainnya 47,190, Belanja biaya makan dan minuman DAU/Dinas Daerah lainnya 19,910, Belanja modal jaringan listrik DAU/Dinas Daerah lainnya 4,629,010, Belanja modal bangunan tempat sampah DAU/Dinas Daerah lainnya 346,125, Belanja modal taman kota DAU/Dinas Daerah lainnya 487,850, Belanja modal alat angkutan darat bermotor DAU/Dinas Daerah lainnya 230,000, Jumlah 6,708,085, Sumber : Dinas Perkotaan Kabupaten Bungo,

76 Bab 2 : Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Bungo Tabel 2.30 DIPA Dinas Perkotaan Kabupaten Bungo Tahun 2007 No Kegiatan Sumber Dana Jumlah (Rp) 1 Kegiatan Penyediaan Jasa Komunikasi, sumber daya DAU/Dinas Daerah lainnya 1,822,200, air dan listrik di Muara Bungo DAU/Dinas Daerah lainnya 2 Penyediaan Jasa kebersihan kantor DAU/Dinas Daerah lainnya 33,360, di Muara Bungo. Penyediaan komponen Instalasi listrik dan DAU/Dinas Daerah lainnya penerangan DAU/Dinas Daerah lainnya 4,040, bangunan kantor. DAU/Dinas Daerah lainnya 4 Penyediaan makanan dan minuman DAU/Dinas Daerah lainnya 54,670, di Muara Bungo. Penyediaan jasa tenaga penunjang DAU/Dinas Daerah lainnya administrasi / DAU/Dinas Daerah lainnya 2,343,449, teknis Pemerintah Daerah di Kota Muara Bungo DAU/Dinas Daerah lainnya 6 Pengadaan kendaraan dinas / operasional DAU/Dinas Daerah lainnya 76,763, di Muara Bungo. DAU/Dinas Daerah lainnya 7 Pemeliharaan rutin berkala kendaraan dinas DAU/Dinas Daerah lainnya 552,650, operasional di Muara Bungo. Pemeliharaan rutin berkala lampu jalan Kab DAU/Dinas Daerah lainnya Bungo DAU/Dinas Daerah lainnya 585,220, Pemeliharaan rutin berkala air mancur DAU/Dinas Daerah lainnya 40,000, di Muara Bungo. DAU/Dinas Daerah lainnya 10 Pengadaan pakaian kerja lapangan DAU/Dinas Daerah lainnya 36,592, Pembangunan sumur di Bathin II Babeko DAU/Dinas Daerah lainnya 10,000, Jumlah 5,558,944, Sumber : Dinas Perkotaan Kabupaten Bungo,

77 Bab 2 : Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Bungo Tabel 2.31 DIPA Dinas Perkotaan Kabupaten Bungo Tahun 2008 No Kegiatan Sumber Dana Jumlah (Rp) Kegiatan Penyediaan Jasa Komunikasi, sumber daya DAU/Dinas Daerah lainnya 1,530,600, air dan listrik di Muara Bungo Penyediaan Jasa kebersihan DAU/Dinas Daerah lainnya kantor 10 ruangan DAU/Dinas Daerah lainnya 38,967, di Muara Bungo. Penyediaan komponen Instalasi DAU/Dinas Daerah lainnya listrik dan penerangan DAU/Dinas Daerah lainnya 4,444, bangunan kantor. Penyediaan makanan dan DAU/Dinas Daerah lainnya minuman DAU/Dinas Daerah lainnya 48,800, di Muara Bungo. Penyediaan jasa tenaga DAU/Dinas Daerah lainnya penunjang administrasi / DAU/Dinas Daerah lainnya 2,204,500, teknis Pemerintah Daerah di Kota Muara Bungo Pemeliharaan rutin berkala DAU/Dinas Daerah lainnya kendaraan dinas DAU/Dinas Daerah lainnya 852,891, operasional di Muara Bungo. Pemeliharaan rutin berkala DAU/Dinas Daerah lainnya lampu jalan Kab Bungo DAU/Dinas Daerah lainnya 450,740, Pemeliharaan rutin berkala air mancur DAU/Dinas Daerah lainnya 40,000, di Muara Bungo. Pengadaan pakaian kerja DAU/Dinas Daerah lainnya lapangan DAU/Dinas Daerah lainnya 53,430, Jumlah 5,224,372, Sumber : Dinas Perkotaan Kabupaten Bungo,

78 Bab 2 : Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Bungo Pendapatan pemerintah yang berasal dari retribusi sampah pada Tahun 2005 tahun 2008 adalah sebagai berikut: Pendapatan retribusi sampah tahun 2005 Rp ,- Pendapatan retribusi sampah tahun 2006 Rp ,- Pendapatan retribusi sampah tahun 2007 Rp ,- Pendapatan retribusi sampah tahun 2008 Rp ,- Pendapatan berasal dari pungutan retribusi terhadap: Perumahan di Sungai Pinang ( 50 rumah) sebesar Rp 3000,- / bulan. Perkantoran Rp 7500,-/bulan Pasar (600 kios) Rp 3000/bulan Pasar (650 ruko), rumah makan (15buah) Rp 7500/bulan Hotel ( 3 buah) Rp 10000/bulan Tenda Rp 300 / hari Peraturan Daerah yang mengatur retribusi pelayanan persampahan / kebersihan telah diberlakukan sejak tahun 1999 melalui Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun Berdasrkan peraturan tersebut biaya operasional pengelolaan sampah adalah sebesar Rp /tahun, perinciannya disusun dalam Tabel

79 Bab 2 : Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Bungo Tabel 2.32 Perkiraan Biaya Operasional Pengelolaan Sampah pada Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 1999 Biaya Pengumpulan Sampah Nomor Uraian Jumlah/tahun (Rp) 1 Peralatan Kebersihan 6,000, Honor 26,800, Jumlah 32,800, Biaya Pengangkutan Sampah Nomor Uraian Jumlah/tahun (Rp) 1 Gerobak sampah 4,850, mobil sampah dump truk 50,000, mobil kijang sampah 8,662, Honor 47,700, Jumlah 111,212, Biaya Penampungan Sampah Nomor Uraian Jumlah/tahun (Rp) 1 Tempat Penampungan Sementara 5,987, Container still 41,000, Jumlah 46,987, Biaya Pemusnahan/Pengolahan Sampah Nomor Uraian Jumlah/tahun (Rp) 1 Incenerator 98,000, Honor 4,200, Jumlah 102,200,

80 Bab 2 : Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Bungo Penyediaan Lokasi Tempat Pembuangan Akhir Nomor Uraian Jumlah/tahun (Rp) 1 Tanah 20,000, Jumlah 20,000, Biaya Operasional dan Pemeliharaan Nomor Uraian Jumlah/tahun (Rp) 1 BBM 27,945, Biaya Pemeliharaan Bangunan 500, Biaya Pemeliharaan Kendaraan 49,000, Biaya Pemeliharaan Inventaris 1,200, Jumlah 78,645, Jumlah Biaya Keseluruhan Nomor Uraian Jumlah/tahun (Rp) 1 Biaya Pengumpulan Sampah 32,800, Biaya Pengangkutan Sampah 111,212, Biaya Penampungan Sampah 46,987, Biaya Pemusnahan/Pengolahan Sampah 102,200, Penyediaan Lokasi Tempat Pembuangan Akhir 20,000, Biaya Operasional dan Pemeliharaan 78,645, Jumlah 391,844, Sumber :Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun

81 Bab 2 : Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Bungo Perkiraan produksi sampah / hari 143 m3 atau per tahun m3. Perkiraan jumlah dan komposisi sumber sampah menurut Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 1999 disusun dalam Tabel Tabel 2.33 Perkiraan Jumlah Dan Komposisi Sumber Sampah Menurut Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 1999 No Sumber Sampah Jumlah Persen m3/tahun 1 Rumah tangga 36, % 2 Perdagangan Pasar Pertokoan Rumah makan 13, % 3 Rumah sakit, Hotel, Pabrik 2, % 4 TPA % 5 Jumlah 52, Sumber :Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 1999 Perbandingan antara volume sampah rumah tangga dengan sampah dari sumber lainnya atau sumber non domestik adalah 70 berbanding 30, atau sampah non domestik besarnya 42.86% sampah rumah tangga. Sehingga struktur dan besarnya tarif adalah sebagai berikut : a) Pengambilan,pengangkutan, pengolahan dan pemusnahan sampah rumah tangga: 1. luas bangunan < 71 m2 Rp 1500/bulan 2. luas bangunan 71 s/d 300 m2 Rp 1750/bulan 3. luas bangunan > 300m2 Rp 2000/bulan b) Pengambilan,pengangkutan, pengolahan dan pemusnahan sampah perdagangan, antara lain pasar, pertokoan dan rumah makan: 1. kecil ( vol sampah <0,51m3/hari) Rp 3000/bulan 2. sedang ( 0,51 s/d 0.75m3/hari) Rp 4500/bulan 3. besar ( > 0.75m3/hari) Rp 9000/bulan c) Pengambilan,pengangkutan, pengolahan dan pemusnahan sampah industri antara lain rumah sakit, hotel dan pabrik : 1. kecil ( vol sampah <0,51m3/hari) Rp 5000/bulan 2. sedang ( 0,51 s/d 0.75m3/hari) Rp 7500/bulan 2-46

82 Bab 2 : Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Bungo 3. besar ( > 0.75m3/hari) Rp 10000/bulan d) Penggunaan sendiri TPA oleh orang pribadi atau badan adalah Rp 500/bulan ASPEK KELEMBAGAAN PELAYANAN PERSAMPAHAN Di dalam wilayah Kota Muara Bungo Pengelolaan sampah dilakukan oleh Dinas Perkotaan. Sesuai Peraturan Daerah Kabupaten Bungo Nomor 4 Tahun 2008 Tentang Pembentukan dan Susunan Organisasi Dinas Daerah, Dinas Daerah di Kabupaten Bungo terdiri dari 15 dinas daerah dan Dinas Perkotaan merupakan salah satu diantaranya. Pada bagian kesembilan PD Nomor 4 Tahun 2008 Pasal 20 ditetapkan susunan organisasi Dinas Perkotaan terdiri dari : a) Kepala Dinas b) Sekretariat membawahkan : Sub Bagian Umum dan Kepegawaian Sub Bagian Keuangan Sub Bagian Program c) Bidang Pengelolaan Pasar membawahkan : Seksi Pengembangan Sumber Daya Pasar Seksi Penertiban dan Keamanan Seksi Penempatan Pedagang d) Bidang Pengelolaan Kebersihan membawahkan : Seksi Kebersihan dan Penanggulangan Sampah Seksi Pertamanan Dan Pemakaman Umum Seksi Penerangan Jalan Umum. e) Bidang Penataan Kota membawahkan : Seksi Sumber Daya Kota Seksi Perizinan Seksi Pengawasan Dan Pengendalian 2-47

83 Bab 2 : Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Bungo f) Bidang Pengelolaan Data Dan Penerimaan membawahkan : Seksi Pengelolaan Data Seksi Pendataan Dan Penetapan Seksi Penerimaan Dan Pembukuan. g) UPTD membawahkan : Sub Bagian Tata Usaha Kelompok Jabatan Fungsional. Dari 4 bidang pada Dinas Perkotaan, hanya satu bidang yang melayani pengelolaan kebersihan yaitu Bidang Pengelolaan Kebersihan. Bidang Pengelolaan Kebersihan dipimpin oleh seorang Kepala Bidang dengan kualifikasi eselon III B dan membawahkan 3 orang Kepala Seksi dengan kualifikasi eselon IVA. Kepala seksi dibantu oleh 3 orang asisten yaitu : asisten penyusun program, asisten administrasi / penyusun anggaran dan asisten teknis. Dibutuhkan pula 3 orang pelaksana lapangan. Operator di lapangan merupakan tenaga kerja yang dikontrak. Jumlah buruh yang dipekerjakan 120 orang. 2-48

84 Bab 2 : Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Bungo Gamabar 2. 9 Skema struktur organisasi Dinas Perkotaan. KEPALA DINAS SUB BAGIAN UMUM DAN KEPEGAWAIAN SEKERTARIAT SUB BAGIAN KEUANGAN SUB BAGIAN PROGRAM BIDANG PENGELOLAAN PASAR BIDANG PENGELOLAAN KEBERSIHAN BIDANG PENATAAN KOTA BIDANG PENGELOLAAN DATA DAN PENERIMAAN SEKSI PENGEMBANGAN SUMBER DAYA PASAR SEKSI PENERTIBAN DAN KEAMANAN SEKSI KEBERSIHAN DAN PENANGGULANGAN SAMPAH SEKSI PERTAMANAN DAN PEMAKAMAN UMUM SEKSI SUMBER DAYA KOTA SEKSI PERIZINAN SEKSI PENGELOLAAN DATA SEKSI PENDATAAN DAN PENETAPAN SEKSI PENEMPATAN PEDAGANG SEKSI PENERANGAN JALAN UMUM UPTD SEKSI PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN SEKSI PENERIMAAN DAN PEMBUKUAN SUB BAGIAN TATA USAHA KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL 2-49

85 Bab 2 : Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Bungo Deskripsi pekerjaan buruh adalah sebagai berikut : Buruh parit Buruh sapu jalan Buruh armada angkutan ( sopir dan 4 orang buruh angkutan) Jaga malam Pengawas Sopir doser Sopir armrol Operator chain saw Operator mesin rumput. Skema struktur organisasi Dinas Perkotaan disajikan pada Gambar 2.9 Tugas dan Fungsi Dinas Perkotaan diatur dalam PD Nomor 4 Tahun 2008 Pasal 21 sebagai berikut : 1) Dinas Perkotaan mempunyai tugas melaksanakan urusan pemerintahan daerah berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan dibidang perkotaan. 2) Dinas Perkotaan dalam menjalankan tugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat 1 mempunyai fungsi : a. Perumusan kebijakan teknis dibidang perkotaan b. Penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum dibidang perkotaan. c. Pembinaan dan pelaksanaan tugas dibidang perkotaan; dan d. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan Bupati. 3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penjabaran tugas dan fungsi masing masing susunan organisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) diatur dengan Peraturan Bupati. Ketentuan mengenai jabatan ditentukan pada Bab V Pasal 36 dan Pasal 37 PD Nomor 4 Tahun 2008, menetapkan : a) Dinas dipimpin oleh Kepala Dinas yang merupakan jabatan struktural eselon IIB b) Sekretariat dipimpin oleh Sekertaris, merupakan jabatan struktural eselon IIIA c) Bidang dipimpin oleh Kepala Bidang, merupakan jabatan struktural eselon IIIB. 2-50

86 Bab 2 : Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Bungo d) Sub bagian dipimpin oleh Kepala Sub Bagian, Seksi dipimpin oleh Kepala Seksi dan UPT dipimpin oleh Kepala UPTmerupakan jabatan struktural eselon IVA ASPEK PERATURAN PERUNDANGAN Beberapa aspek mengenai pertauran perundangan dalam pengelolaan sampah kota muara Bungo diuraikan sebagai berikut : 1. Peraturan Daerah Kabupaten Bungo Nomor 4 Tahun 2008 Tentang Pembentukan dan Susunan Organisasi Dinas Daerah 2. Tugas dan Fungsi Dinas Perkotaan diatur dalam PD Nomor 4 Tahun 2008 Pasal Ketentuan mengenai jabatan ditentukan pada Bab V Pasal 36 dan Pasal 37 PD Nomor 4 Tahun Peraturan Daerah yang mengatur retribusi pelayanan persampahan / kebersihan telah diberlakukan sejak tahun 1999 melalui Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun ASPEK PERAN SERTA MASYARAKAT Aspek peran serta masyarakat yang sudah dilayani oleh Dinas Perkotaan dalam mengelola persampahan adalah dengan membayar retribusi PERMASALAHAN YANG ADA Dinas Perkotaan yang menjadi penanggungjawab pelaksanaan pengelolaan kebersihan Kota Muara Bungo menganggap bahwa permasalahan bidang persampahan yang dihadapi saat ini terbagi atas masalah eksternal dan internal. Masalah eksternal berkaitan dengan peran serta masyarakat yang kurang dalam hal mematuhi ketentuan yang telah ditetapkan. Hal ini disebabkan karena rendahnya tingkat pemahaman masyarakat dalam usaha untuk menjaga kebersihan lingkungan. Sedangkan masalah internal adalah berkaitan dengan keterbatasan prasarana yang dimiliki. Jumlah sarana dan prasarana tidak sebanding dengan wilayah pelayanan yang dilayani. 2-51

87 Bab 2 : Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Bungo BIDANG AIR LIMBAH GAMBARAN UMUM SISTEM PENGELOLAA AIR LIMBAH SAAT INI Tingkat Kesehatan Masyarakat dan Lingkungan Berdasarkan data statistic Kabupaten Bungo Tahun 2007 tingkat kesehatan masyarakat menurun, hal ini terlihat dari perkembangan jumlah pasien yang terus meningkat selama 4 (empat) tahun terakhir ini. Untuk lebih jelasnya perkembangan jumlah pasien yang dirawat di RSU Muara Bungo berdasarkan jenis penyakit dari tahun 2004 sampai tahun 2007 disajikan dalam Tabel 2.34 berikut ini. Tabel 2.34 Perkembangan Jumlah Pasien RSU Muara Bungo Tahun No Ruangan Tahun Kulit Diare ,141 3 Deman Berdarah Kecelakaan 1,576 1,899 2,272 3,460 5 Keracunan Malaria Infeksi Saluran Pernafasan Radang Telinga Bronchitis Menahun TBC dan Paru lain 263 2, Lainnya 18,157 24,395 30,633 23,885 Jumlah 21,762 32,259 35,372 31,474 Sumber : Kabupaten Bungo Dalam Angka Tahun KONDISI SISTEM SARANA DAN PRASARANA PENGELOLAAN AIR LIMBAH Sebagian besar daerah perkotaan yang tersebar di beberapa kelurahan, masih memerlukan fasilitas pembuangan limbah manusia yang baik dan sehat. Meskipun saat ini sistem pembuangan yang ada di kota Muara Bungo menggunakan tangki septik, namun di 2-52

88 Bab 2 : Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Bungo beberapa lokasi masih terlihat adanya penduduk yang membuang limbah langsung ke badan sungai, saluran drainase dan tanah kosong. Kondisi ini disebabkan oleh tingkat kesadaran terhadap sanitasi atau terhadap fasilitas sanitasi yang diberikan masih rendah KONDISI SISTEM PENGELOLAAN AIR LIMBAH SAAT INI Sistem pengelolaan air limbah saat ini belum adanya unit pelaksana yang menanganimasalah sanitasi kota. Kondisi ini menyebabkan sanitasi kurang memperoleh perhatian khusus, termasuk dalam pengurus septictank, pengadaan fasilitas sanitasi atau pemeliharaannya PERMASALAHAN YANG DIHADAPI Permasalahan sanitasi di Kota Muara Bungo dapat diuraikan sebagai berikut : a. Kurangnya Tingkat Kesadaran Masyarkat Sebagian masyarakat kota, terutama yang berpengetahuan rendah dan sebagian yang belum memiliki kloset masih menggunakan sungai atau saluran drainase tenpat pembuangan limbah, terutama pada pemukiman yang berada di pinggiran sungai. b. Belum adanya IPAL Dalam waktu yang bersamaan dengan penyusunan RPIJM ini sedang direncanakan pula DED Sistem Pengolahan Air Limbah Rumah Tangga Kota Muara Bungo. Tetapi sampai laporan ini disusun Belum mempunyai gambaran system apa yang akan diterapkan dalam Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) di kota Muara Bungo ini. 2.5 BIDANG DRAINASE GAMBARAN UMUM KONDISI SISTEM DRAINASE SAAT INI A. POLA ALIRAN AIR PERMUKAAN Pola aliran air permukaan cenderung dipengaruhi oleh kemiringan lahan/kondisi topografi dalam daerah pengaliran. Kemiringan lahan erat kaitannya dengan unsur kemampuan tanah lainnya serta untuk penggunaan lahan nantinya. Kemiringan lahan juga menentukan 2-53

89 Bab 2 : Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Bungo besarnya kecepatan aliran air saat terjadinya hujan yang akan mempengaruhi erosi dan longsor. Proses limpasan permukaan biasanya sebagai berikut : Pada bagian akhir hujan permulaan, air yang mengisi lekukan lekukan menambah dalamnya luapan dan mulai meluap. Air luapan ini lambat laun bertambah besar, mempersatukan aliran aliran yang kecil dan mengalir di permukaan tanah ke sungai. Aliran ini disebut aliran pelimpahan permukaan (overland flow). Air yang mencapai sungai itu mengalir ke hilir, mempersatukan aliran aliran dari samping. Air ini disebut limpasan permukaan. Pada wilayah perencanaan (Kota Muara Bungo), pola aliran air permukaan berlangsung sebagai berikut ; air hujan yang turun dan mencapai permukaan tanah, sebagian mengisi lekukan lekukan dan sebagian lagi mengalir di permukaan tanah menuju ke Sungai Batang Bungo dan Batang Tebo. Air yang mengalir di permukaan melalui saluran saluran alami maupun buatan (pasangan batu dan beton) yang terdiri dari saluran primer (main drain), saluran sekunder dan saluran tersier. Keberadaan alur-alur sungai dan saluran drainase jalan, kondisi beberapa bagian Kota Muara Bungo yang masih berupa cekungan-cekungan (rawa-rawa) sangat berperan besar dalam meredam banjir di Kota Muara Bungo. Hal ini terutama karena cekungancekungan ini menjadi wadah penampung limpasan air hujan yang tidak tertampung oleh saluran yang ada atau limpasan pada kawasan yang belum memiliki jaringan drainase (alam atau pun buatan). Fungsi lain dari cekungan-cekungan ini adalah untuk menampung limpasan arus balik atau luapan Sungai Batang Tebo dan Sungai Batang Bungo pada saat sungai-sungai itu mengalami saat-saat banjir. Cekungan dimaksud antara lain yang terdapat di kawasan S. Udo, Kawasan Danau Buluh, Kawasan Sungai Pinang, Kawasan Danau Besar (Tanjung Gedang). Tetapi karena tekanan kebutuhan ruang untuk pemukiman (Karena lokasinya yang berada di sekitar kawasan pusat kota) beberapa kawasan ini kemudian berkembang menjadi areal perumahan yang sangat rawan banjir, terutama pada saat terjadi hujan yang cukup besar 2-54

90 Bab 2 : Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Bungo dan dalam jangka waktu yang cukup lama (sekitar 3 jam lebih). Contoh kawasan ini adalah kawasan sekitar SD 285 dan Dam di jalan Rangkayo Hitam Dalam penataan sistem drainase Kota Muara Bungo, keberadaan beberapa cekungancekungan ini akan tetap dibutuhkan. Terutama akan berfungsi sebagai wadah untuk menampung limpasan arus balik atau luapan Sungai Batang Tebo dan Sungai Batang Bungo pada saat sungai-sungai itu mengalami saat-saat banjir. Cekungan dimaksud antara lain yang terdapat di kawasan S. Udo, Kawasan Danau Buluh, dan Kawasan Danau Besar (Tanjung Gedang). Khusus untuk cekungan kawasan Danau Besar, bahkan berfungsi sebagai badan penerima air permukaan dari sub sistem drainase Sungai Tetapan Jaya Setia sebelum dialirkan ke Sungai Batang Tebo. Cekungan lain yang akan tetap sangat besar peranannya adalah Kawasan Danau Buluh (hutan kelelawar) yang terutama akan berfungsi sebagai penampung limpasan banjir Sungai Batang Tebo. Untuk lebih jelasnya, pola aliran air permukaan di Kota Muara Bungo beserta daerah-daerah cekungan (rawa-rawa) dapat dilihat pada Gambar B. SISTEM TATA AIR Berdasarkan karakteristik topografi dan rangkaian alur sungai yang ada, sistem tata air Kota Muara Bungo terbagi atas 4 (empat ) Sub DAS ( Daerah Aliran Sungai). Diurut dari timur ke barat Sub DAS tersebut adalah : 1. Sub DAS Sungai Tetapan Danau Buluh : Kawasan tangkapan (catchments area) sub DAS nya mencakup wilayah Kelurahan Pasir Putih, Kelurahan Bungo Barat dan Kelurahan Tanjung Gedang. Karakteristik penggunaan lahan di kawasan ini sebagian besar adalah tanah kosong berupa semak belukar, kebun/ladang, rawa-rawa serta pemukiman penduduk (khususnya di bagian hulu). Di bagian hulu kawasan topografinya berbukit dan bergelombang dengan kemiringan 10 % s/d 45 % sementara mulai bagian tengah sampai ke arah hilirnya merupakan tanah datar dengan kemiringan 0% - 3%. Badan penerima utama untuk air permukaan yang dibawa oleh Sub DAS ini adalah Sungai Batang Tebo. Total luas wilayah cakupan 417,2 Ha 2-55

91 Bab 2 : Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Bungo 2. Sub DAS Sungai Tetapan Jaya Setia : Sub Das ini mencakup kawasan sekitar pusat kota yang termasuk dalam wilayah Kelurahan Bungo Barat, Kelurahan Tanjung Gedang dan Kelurahan Pasir Putih. Karakteristik penggunaan lahan di kawasan ini sebagian besar adalah berupa pemukiman penduduk yang cukup padat dan kawasan pusat perdagangan (kawasan pasar bawah). Di bagian hulu kawasan topografinya bergelombang dengan kemiringan 3 % s/d 15 % sementara mulai bagian tengah sampai ke arah hilirnya merupakan tanah datar dengan kemiringan 0% - 3%. Badan penerima utama untuk air permukaan yang dibawa oleh Sub DAS ini adalah Sungai Batang Tebo. Total luas wilayah cakupan 176,66 Ha 3. Sub DAS Sungai Pinang : Untuk Sub DAS Sungai total Pinang terbagi atas 3 (tiga) Sub sub DAS yaitu : Sub DAS Sungai Pinang I (dengan S. Pasir Putih sebagai saluran utamanya), Sub DAS Sungai Pinang II (dengan S. Pinang sebagai saluran utamanya) dan Sub DAS Sungai Pinang III (dengan saluran drainase sebagai saluran utamanya) Sub Das ini mencakup kawasan sekitar pusat kota yang termasuk dalam wilayah Kelurahan Sungai Pinang dan Kelurahan Bungo Barat. Karakteristik penggunaan lahan di kawasan ini sebagian besar adalah berupa pemukiman penduduk yang cukup padat dan kawasan pusat perdagangan (kawasan pasar atas). Di bagian hulu kawasan topografinya bergelombang dengan kemiringan 3 % s/d 15 % sementara mulai bagian tengah sampai ke arah hilirnya merupakan tanah datar dengan kemiringan 0% - 3%. Badan penerima utama untuk air permukaan yang dibawa oleh Sub DAS ini adalah Sungai Batang Bungo. Total luas wilayah cakupan 179,75 Ha 2-56

92 Bab 2 : Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Bungo GAMBAR 2.10 POLA ALIRAN AIR PERMUKAAN KOTA MUARA BUNGO 2-57

93 Bab 2 : Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Bungo 4. Sub DAS Sungai Kerjan Sungai Dingin Sub DAS ini mencakup kawasan sekitar pusat kota yang termasuk dalam wilayah Kelurahan Sungai Pinang dan Kelurahan Bungo Barat. Karakteristik penggunaan lahan di kawasan ini sebagian besar adalah berupa pemukiman penduduk yang cukup padat di Kelurahan Sungai Pinang dan kawasan pusat perdagangan (kawasan pasar atas). Di bagian hulu kawasan topografinya bergelombang dengan kemiringan 3 % s/d 15 % sementara mulai bagian tengah sampai ke arah hilirnya merupakan tanah datar dengan kemiringan 0% - 3%. Badan penerima utama untuk air permukaan yang dibawa oleh Sub DAS ini adalah Sungai Batang Bungo. Total luas wilayah cakupan 357,42 Ha KONDISI SISTEM SARANA DAN PRASARANA SISTEM DRAINASE YANG ADA Tabel 2.35 Kondisi Eksisting dan Permasalahan Drainase Kota Muara Bungo No. Uraian Eksisting Permasalahan 1. Daerah tangkapan air hujan Daerah perkotaan Muara Bungo Saluran yang sudah tidak mencukupi akibat perubahan penggunaan fungsi lahan 2. Sistem drainase Tercampur Tercampurnya air hujan dan air limbah rumah tangga 3. Pola pengairan air hujan Sistem drainase alami 4. Saluran primer Sungai Batang Tebo Sungai Batang Bungo 5. Saluran Sekunder Sungai Kerjan Sungai Pinang Sungai Putih Pasir Daerah tangkapan sebelah barat perbatasan Kota Muara Bungo. Daerah tangkapan sebelah barat kota dan Desa Sungai Pinang. Daerah tangkapan bagian timur perbatasan Kota Muara Bungo. Daerah tangkapan sekitar Jalan Diponegoro, Jalan Teuku Umar, Arah aliran air hujan tidak teratur Setiap tahun meluap dan menggenangi daerah sekitarnya 2-58

94 Bab 2 : Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Bungo No. Uraian Eksisting Permasalahan Sungai Rawa Jalan Hasannudin dan Jalan Pasir Putih. 6. Saluran Tersier Daerah tangkapan air dari drainase jalan 7. Fasilitas bangunan Saluran terbuka drainase Saluran tertutup Gorong-gorong Jembatan Street inlet 8. Kelembagaan Saluran Primer Saluran Sekunder Saluran Tersier Saluran tanah P2LP Prop. Jambi Cab. Dinas PU Bute Dinas PU DT II Bungo Sumber : Masterplan Drainase Kota Muara Bungo, 2008 Kapasitas saluran kurang memadai Bentuk/desainnya kurang cocok dengan kondisi jalan Kurang terpelihara ASPEK KELEMBAGAAN PELAYANAN DRAINASE Kelembagaan dalam pengelolaan sistem drainase Kota Muara Bungo telah terorganisir dengan cukup baik. Batasan batasan daerah operasional dan pengawasan terbagi atas : Untuk saluran primer merupakan tanggung jawab P2LP Propinsi jambi. Untuk saluran sekunder merupakan tanggung jawab Dinas pekerjaan Umum Cabang Bungo Tebo. Untuk saluran tersier merupakan tanggung jawab Dinas Pekerjaan Umum Daerah Tingkat II Bungo ASPEK PERAN SERTA MASYARAKAT Aspek peran serta masyarakat dalam system jaringan drainase sangat diperlukan terutama dalam pemeliharaan saluran, untuk menghindari tersumbatnya saluran yang menyebabkan terjadinya genangan. 2-59

95 Bab 2 : Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Bungo PERMASALAHAN YANG ADA Dari wawancara dengan penduduk dan petugas lapangan, dapat diketahui bahwa masalah genangan air merupakan masalah yang cukup serius di Kota Muara Bungo. Apabila terjadi hujan cukup deras, maka jalan-jalan daerah yang rendah segera tergenang air. Hal itu tentu saja akan mengakibatkan kerusakan pada hak milik penduduk, pencemaran sumur penduduk dan gangguan pada lalu lintas kota. Penyebab lain terjadinya genangan pada pusat kota karena inlet inlet yang tidak berfungsi, tertutup tanaman/rumput liar dan sampah. 2.6 BIDANG JALAN KONDISI JALAN YANG ADA SAAT INI Bagi kebutuhan pergerakan internal maupun eksternal, sistem transportasi paling dominan yang terdapat di Kota Muara Bungo adalah transportasi darat yang dilayani oleh ketersediaan jaringan jalan dengan kelas dan kondisi yang bervariasi. Total keseluruhan panjang jalan di Kota Muara Bungo adalah 153,21 km. Sebagian besar jalan dengan kondisi permukaan beraspal yaitu sekitar 50,26 % sisanya berupa jalan batu/kerikil dan jalan tanah. Dari sisi kualitas, ruas jalan sepanjang 51,29 km (34,05 %) dalam kondisi baik, sedangkan 51,79 km lainnya dalam kondisi rusak berat buruk. Jalan yang di usulkan dalam kegiatan RPIJM ini adalah jalan lingkungan yang merupakan jalan penghubung antara satu desa dengan desa lainnya dan dapat memperlancar kegiatan perekonomian masyarakat. Kondisi jalan lingkungan yang ada di Kecamatan-kecamatan Kota Muara Bungo pada umumnya sudah diaspal, namun ada beberapa ruas jalan yang masih jalan tanah sehingga sangat menyulitkan mobilitas penduduk terutama pada waktu musim hujan jalan menjadi lincin dan sulit dilewati. Tabel 2.36 menunjukkan panjang jalan dan jenis permukaan jalan di Kota Muara Bungo. 2-60

96 Bab 2 : Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Bungo Tabel 2.36 Panjang Jalan dan Jenis Permukaan Jalan Di Kota Muara Bungo No Kecamatan Jenis Permukaan (Km) Jumlah Total 1 Bungo Dani 2 Pasar Muara Bungo 3 Rimbo Tengah 4 Bathin III Aspal Tidak Diaspal Lainnya Jumlah/Total 85,90 7,07 60,24 153,21 Sumber : Bungo Dalam Angka Tahun PERMASALAHAN YANG ADA Berdasarkan data diatas nampak bahwa sebagian besar jalan dalam kondisi sedang sampai rusak berat, selain itu belum semua jalan dipusat kota dan tempat pemukiman mempunyai fasilitas pendukung seperti drainase dan trotoar. Adapun tipe kendaraan yang melintasi jalan kota meliputi meliputi semua jenis moda transportasi darat seperti truk, minibus, sedan, sepeda motor, dan sepeda 2-61

97 Bab 3 : Rencana Pembangunan Wilayh Kota Bungo RENCANA PEMBANGUNAN WILAYAH 3.1 STRATEGI/SKENARIO PENGEMBANGAN WILAYAH KOTA MUARA BUNGO BERDASARKAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH RUMUSAN FUNGSI DAN PERAN KOTA MUARA BUNGO DALAM LINGKUP WILAYAH YANG LEBIH LUAS Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah kabupaten Bungo, Kota Muara Bungo ditetapkan sebagai kota dengan Orde ke 1 dengan fungsi utama sebagai pusat pemerintahan. Posisi Kota Muara Bungo yang strategis yaitu berada pada jalur Jalan Lintas Sumatera, akan mempertinggi potensi Kota Muara Bungo sebagai pusat koleksi dan distribusi barang dan jasa bagi wilayah sekitarnya, tanpa meninggalkan fungsi utamanya sebagai pusat pemerintahan kabupaten serta pelayanan umum. Sebagai pusat koleksi dan distribusi, Kota Muara Bungo akan mengalami perkembangan aktifitas, khususnya perdagangan yang diperkirakan akan mengambil peranan penting di masa mendatang. Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, maka fungsi dan peran yang sedang dan akan diemban Kota Muara Bungo ditetapkan sebagai berikut: Sebagai pusat pemerintahan tingkat kabupaten dan tingkat kecamatan serta sebagai pusat pelayanan sosial (pendidikan, kesehatan) bagi masyarakat di wilayah Kota Muara Bungo dan Kabupaten Bungo umumnya. 1. Sebagai pusat perdagangan, koleksi serta distribusi barang dan jasa di wilayah pengaruhnya, termasuk wilayah Kabupaten Bungo dan Kota Muara Bungo. 3-1

98 Bab 3 : Rencana Pembangunan Wilayh Kota Bungo 2. Sebagai kota yang perkembangannya didukung oleh potensi sumber daya pertanian dan perkebunan di wilayah sekitarnya. Secara konsepsi dan berdasarkan kajian di atas, dapat di ambil kesimpulan bahwa kota pada dasarnya mempunyai fungsi ganda yang harus terjalin erat, yaitu: a. Fungsinya sebagai pendorong, pemberi pelayanan dan unsur unsur perkembangan bagi daerah / wilayah yang dipengaruhi (fungsi primer) b. Fungsi kota dalam mengurus kebutuhan hidup warganya sendiri (fungsi sekunder). Fungsi Primer : yang dimiliki kota, dapat dikenali dari bagaimana fungsi kota terhadap pengembangan wilayah yang lebih luas. Fungsi ini dipengaruhi pula oleh faktor eksternal (faktor yang datang dari luar), sebagai konsekuensi kemampuan yang dimiliki suatu kota itu sendiri di dalam mendorong daerah belakangnya secara timbal balik Fungsi Sekunder : yang dimiliki oleh suatu kota, dapat terlihat dengan memperhatikan bagaimana kota dapat menyediakan segala fasilitas sosial ekonomi yang dibutuhkan oleh warga masyarakatnya. Fungsi ini dipengaruhi pula oleh faktor faktor internal (faktor yang akan datang dari dalam), sebagai konsekuensi dari kemampuan (potensi) yang dimiliki oleh suatu kota dalam memberikan pelayanan bagi daerah belakangnya. Dilihat dari fungsi dan peran yang diemban oleh Kota Muara Bungo, kota ini memiliki kecenderungan perkembangan kota yang cukup pesat, dimana pada saat ini skala pelayanannya bukan saja hanya melayani kepentingan internal Kota Muara Bungo melainkan juga untuk seluruh wilayah Kabupaten Bungo. Hal ini tidak menutupi kemungkinan adanya perluasan fungsi dan peranan kota di masa yang akan datang selaras dengan proses pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah bersama sama dengan segenap masyarakat. 3-2

99 Bab 3 : Rencana Pembangunan Wilayh Kota Bungo ARAHAN / STRATEGI PENGEMBANGAN KOTA MUARA BUNGO Strategi pengembangan kawasan perkotaan Muara Bungo adalah sebagai berikut : 1. Arah pengembangan kawasan terbangun Kota Muara Bungo didasarkan pada konsep / pola radial konsentris atau merata kesemua arah sesuai dengan kemampuan lahan dan fungsi-fungsi ruang yang akan dikembangkan pada setiap bagian-bagian wilayah kota (BWK) 2. Pengembangan kawasan pusat kota dilakukan dengan mengintensifkan lahan yang ada dengan pengembangan kegiatan perdagangan, hotel, restoran dan kegiatan jasa. 3. Pengembangan beberapa kawasan rawa dalam kota dilakukan dengan pengembangan sistem drainase dan pembuatan kolam retensi/kolam penampungan untuk melokalisasi genangan. 4. Pengembangan kawasan perdagangan dilakukan dengan strategi: Memperhatikan dampak kemacetan lalu lintas yang mungkin akan timbul. Pengembangan kawasan perdagangan/ruko disepanjang jalan lintas Sumatera diarahkan agar tidak linear disepanjang jalan dengan menarik perkembangannya ke pusat pusat perdagangan sesuai struktur tata ruang yang direncanakan. Pengembangan kawasan perdagangan dilengkapi dengan tersedianya tempat parkir kendaraan dan ruang terbuka hijau/taman. 5. Wilayah kota yang berada di sepanjang Batang Tebo dan Batang Bungo perlu dikendalikan agar bebas dari lahan terbangun kota. Strategi pengendalian ruang di sepanjang sungai bertujuan : Menutup kemungkinan terjadinya longsor, erosi serta banjir Menjaga kelestarian lingkungan Mencegah banjir kiriman pada bagian hilir sungai Menyediakan lahan konservasi Menggali potensi pengembangan pariwisata air 3-3

100 Bab 3 : Rencana Pembangunan Wilayh Kota Bungo 3.2 KONSEP RENCANA UMUM TATA RUANG (RUTR) KOTA MUARA BUNGO Dalam konteks pembangunan sektoral di daerah, Pengembangan Tata Ruang merupakan salah satu elemen rujukan penting, karena kedua saling terkait baik dalam perumusan strategi dan kebijaksanaan, maupun dalam pelaksanaan program serta proyek pembangunan. Sehingga pembangunan dapat diharapkan lebih tepat sasaran, berdaya guna dan berhasil guna. Arahan Pengembangan Tata Ruang Kota Muara Bungo hingga tahun 2027 pada dasarnya mencakup Rencana Struktur Ruang dan Pola serta Pengendalian Pemanfaatan Ruang. Struktur ruang yang dimaksud adalah susunan pusat-pusat permukiman dan system jaringan prsarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan social ekonomi masyarakat yang secara hirarkis memiliki hubungan fungsional. Sedangkan pola Pemanfaatan Ruang adalah distribusi peruntukan ruang kota yang meliputi peruntukan bagi fungsi lindung dan peruntukan ruang bagi fungsi budidaya perkotaan KONSEP PENGEMBANGAN BAGIAN-BAGIAN WILAYAH KOTA Berdasarkan kondisi eksisting serta kecenderungan dan strategi pengembangan struktur tata ruangnya, wilayah Kota Muara Bungo dibagi menjadi 5 (lima) Bagian Wilayah Kota (BWK), dan setiap BWK terbagi atas 2 (dua) Sub BWK. Adapun pola pembagian BWK sesuai Revisi Rencana Tata Ruang Kota Muara Bungo 2007 adalah sebagai berikut : a. Bagian Wilayah Kota A (BWK Pusat Kota) BWK ini merupakan kawasan kota yang telah berkembang secara intensif, meliputi seluruh wilayah kecamatan Pasar Muara Bungo dan sebagian kecamatan Bungo Dani. Fungsi utama BWK ini direncanakan sebagai sentra kegiatan perdagangan dan jasa skala regional dan lokal serta pusat kegiatan pemerintahan kabupaten dan kota. 3-4

101 Bab 3 : Rencana Pembangunan Wilayh Kota Bungo Fungsi pendukungnya adalah sebagai kawasan perumahan dan fasilitas pelayanan umum. b. Bagian Wilayah Kota B (BWK Barat) BWK ini meliputi sebagian wilayah kecamatan Bungo Dani dan sebagian wilayah kecamatan Bathin III. Fungsi utama BWK ini direncanakan sebagai kawasan pengembangan perumahan / permukiman baru berikut fasilitas pelayanan umum, dan fungsi pendukungnya adalah sebagai kawasan terbuka hijau produktif dan lahan cadangan perkembangan fisik kota. Pusat BWK ini direncanakan di areal sekitar perbatasan wilayah kecamatan Bungo Dani dengan kecamatan Bathin III pada lokasi Koridor Rencana Jalan Lingkar Barat. c. Bagian Wilayah Kota C ( BWK Utara) BWK ini meliputi sebagian wilayah kecamatan Bathin III. Fungsi utama BWK ini direncanakan sebagai pusat Fasilitas Kegiatan Ekonomi dan Transportasi Regional berupa zona industri, pergudangan, pasar induk, terminal angkutan berat, stasiun KA dan Dry Port serta depot BBM. Fungsi pendukungnya berupa kawasan perumahan beserta fasilitas pelayanan umum. Pusat BWK ini direncanakan di areal sekitar pertemuan jalan Lingkar Timur dengan jalan Lintas Sumatera kea rah kota Padang d. Bagian Wilayah Kota D (BWK Bandara) BWK ini meliputi sebagian wilayah kecamatan Rimbo Tengah Fungsi utama BWK ini direncanakan sebagai pusat kegiatan transportasi udara domestik dan jasa perniagaan. Fungsi pendukungnya adalah pengembangan kawasan perumahan beserta fasilitas pelayanan umum. 3-5

102 Bab 3 : Rencana Pembangunan Wilayh Kota Bungo Pusat BWK Bandara ini direncanakan di pusat desa Sungai Buluh dan sekitarnya. e. Bagian Wilayah Kota E (BWK Selatan) BWK ini meliputi sebagian wilayah kecamatan Rimbo Tengah dan sebagian kecil wilayah kecamatan Bungo Dani. Fungsi utama BWK ini direncanakan sebagai pusat pengembangan perumahan / permukiman baru beserta fasilitas-fasilitas pelayanan umum. Pusat BWK ini direncanakan berada di areal sekitar pertemuan jalan Lingkar Timur dengan jalan Lintas Sumatera arah ke kota Bangko. Untuk lebih jelasnya mengenai pembagian BWK dapat dilihat pada Tabel 3. 1.dan Gambar 3. 1 Tabel 3.1 Rencana Pembagian Wilayah Fungsional Kota (BWK) Muara Bungo sampai 2027 No. Uraian Luas Wilayah(Ha) Prosentase (%) 1 BWK I (BWK Pusat Kota) 3, BWK II (BWK Utara) 3, BWK III (BWK Selatan) 6, BWK IV (BWK Bandara) 8, Jumlah 27, Sumber : Revisi Rencana Umum Tata Ruang Kota Muara Bungo

103 Bab 3 : Rencana Pembangunan Wilayh Kota Bungo Gambar 3.1 Peta Rencana Pembagian BWK Kota Muara Bungo 3-7

104 Bab 3 : Rencana Pembangunan Wilayh Kota Bungo HIRARKI PUSAT-PUSAT PELAYANAN DAN KEGIATAN UTAMA KOTA Untuk menciptakan pola pelayanan kota yang lebih seimbang dan merata sekaligus efisien dan efektif maka struktur pusat pelayanan kota yang berjenjang (Hirarkis) direncanakan sebagai berikut : Masing-masing BWK dilayani oleh pusat-pusat BWK, kecuali BWK pusat kota yang sekaligus terlayani oleh pusat utama kota yang memiliki skala / jangkauan pelayanan keseluruh wilayah kota. Sedangkan untuk setiap Sub BWK dilayani oleh sub-sub pusat BWK. Demikian selanjutnya secara berjenjang sub-sub pusat BWK membawahi pusat-pusat lingkungan yang dialokasikan mengikuti pola sebaran unit-unit perumahan yang direncanakan. Mengenai hirarki pusat-pusat pelayanan yang direncanakan dapat di lihat pada Gambar 3.2 Elemen kegiatan utama kota pada dasarnya dikelompokan atas kegiatan Fungsi Primer dan Fungsi Sekunder. Kegiatan Fungsi Primer yang dimaksud adalah kegiatan-kegiatan yang memiliki tingkat dan jangkauan pelayanan sekala Regional bahkan Nasional. Sedangkan Fungsi Sekunder adalah kegiatan yang tingkat dan jangkauan pelayannya dalam sekala local / kota. Adapun ruang bagi elemen-elemen kegiatan yang akan dikembangkan di Kota Muara Bungo adalah sebagai berikut : a. Kegiatan Fungsi Primer. Perkantoran Pemerintahan Kabupaten Fasilitas Pelayanan Umum Tingkat Kabupaten Pusat Perdagangan Grosir, Pasar Induk dan Pusat Perbelanjaan Zona Industri dan Pergudangan Fasilitas Transportasi Nasional / Regional, Bandar Udara Terminal Penumpang dan Barang, Stasiun KA, Depot BBM dan SPBU b. Kegiatan Fungsi Sekunder Perumahan berikut fasilitas pendukungnya Fasilitas pelayanan umum skala local, kesehatan, pendidikan, peribadatan, rekreasi, olah raga, pemakaman dan ruang terbuka hijau 3-8

105 Bab 3 : Rencana Pembangunan Wilayh Kota Bungo Gambar 3.2 Peta Rencana Struktur Pusat-Pusat Pelayanan Kota Muara Bungo 3-9

106 Bab 3 : Rencana Pembangunan Wilayh Kota Bungo Gambar 3.3 Peta Rencana Alokasi Pusat Kegiatan Utama Kota Muara Bungo 3-10

107 Bab 3 : Rencana Pembangunan Wilayh Kota Bungo STRUKTUR JARINGAN JALAN Sirkulasi penduduk dan barang merupakan manifestasi dari hubungan / interaksi berbagai jenis kegiatan yang ada dan akan kembangkan di wilayah perkotaan. Oleh karenanya pola sirkulasi tersebut menjadi dasar bagi pengembangan pola jaringan jalan Kota Muara Bungo. Secara lebih jelas mengenai pola hirarki jaringan jalan dapat di lihat pada Gambar 3.4 Rencana Struktur Jaringa Jalan Kota Muara Bungo. Sesuai dengan hirarki fungsi jalan yang direncanakan maka ketntuan mengenai dimensi serta sempadan bangunan pad setiap koridor ruas-ruas jalan tersebut di tetapkan sebagaimana tertera pada Tabel 3.2 di halaman berikut ini RENCANA TATA GUNA LAHAN Sesuai tuntutan fungsi dan peranannya secara umum, organisasi ruang Kota Muara Bungo yang direncanakan hingga tahun 2027 diarahkan untuk pengembangan fungsi-fungsi kegiatan perkantoran pemerintahan, perdagangan jasa, transportasi, industri dan pergudangan disamping seluruh komponen pembentuk kota lainnya seperti perumahan, fasilitas pelayanan umum, ruang terbuka hijau dan areal konservasi. Arahan pengembangan ini dimaksudkan untuk menciptakan suatu tata ruang yang teratur, aksessibel, efiesien dan efektif sesuai dengan kondisi fisik, intensitas dan hubungan fungsional antar kegiatan perkotaan yang ada. Mengenai rencana tata guna lahan Kota Muara Bungo hingga tahun 2027 selengkapnya lihat Tabel 3.2, Tabel 3.3 dan Gambar 3.4 dan Gambar

108 Bab 3 : Rencana Pembangunan Wilayh Kota Bungo Tabel 3.2 Dimensi Jalan dan Garis Sempadan Bangunan Yang Direncanakan Di Kota Muara Bungo Tahun No Fungsi Jalan Lebar DMJ Lebar GSB ( m ) ( m ) 1 Arteri Primer Arteri Sekunder Kolektor Primer Kolektor Sekunder Lokal Primer Lingkungan I Lingkungan II 6 5 Sumber : Standar Geometrik Jalan Keterangan : Lebar GSB Diukur dri Sumbu (As) Jalan Hingga Muka Bangunan Tabel 3.3 Rencana Tata Guna Lahan Kota Muara Bungo Sampai Dengan Tahun 2027 No. Jenis Penggunaan Luas (Ha) (%) 1 Lahan Perumahan 833,69 2,14 2 Perkantoran Pemerintah 71,20 0,18 3 Perdagangan dan Jasa 37,93 0,10 4 Fasilitas Pelayanan Umum a. Kesehatan 11,70 0,03 b. Pendidikan 62,40 0,16 c. Peribadatan 15,57 0,04 d. Masjid Agung Kota 4,00 0,01 e. Rekreasi dan Olah Raga 12,20 0,03 5 Jaringan Jalan, Terminal & Stasiun KA 3900,70 10,03 6 Kawasan Bandara 906,08 2,33 7 Zona Industri, Pergudangan dan Fasilitas Ekonomi Regional 1000,00 2,57 8 Ruang Terbuka Hijau Taman Kota, Ruang Publik dan Pemakaman 902,53 2,32 9 Ruang Terbuka Hijau Produktif a. Pertanian 1512,00 3,89 b. Perkebunan 4278,00 11,00 10 Konservasi Lokal / Setempat 744,00 1,91 11 Hutan 1315,00 3,38 12 Lahan Cadangan Pengembangan Fisik Kota 2,3280,00 59,86 Jumlah 38,887, Sumber : Revisi Rencana Umum Tata Ruang Kota Muara Bungo

109 Bab 3 : Rencana Pembangunan Wilayh Kota Bungo Gambar 3.4 Peta Rencana Struktur Jaringan Jalan Kota Muara Bungo 3-13

110 Bab 3 : Rencana Pembangunan Wilayh Kota Bungo Gambar 3.5 Peta Rencana Tata Guna Lahan Kota Muara Bungo

111 Bab 3 : Rencana Pembangunan Wilayh Kota Bungo 3.3 SKENARIO PENGEMBANGAN SEKTOR /BIDANG PU/CIPTA KARYA Dengan melihat peran dan fungsi perkotaan, kebutuhan pengembangan ataupun pembangunan perkotaan dapat dibedakan dalam bentuk : kebutuhan untuk kepentingan pertumbuhan dan pengembangan kawasan ataupun wilayah (Development Needs) dan kebutuhan untuk memenuhi pelayanan prasarana dan sarana dasar (Basic), baik pelayanan kepada masyarakat/community (Basic Need), maupun pelayanan system kota (Basic Services/ City Wide). Penentuan Development Needs didasarkan pada konsep pengembangan sector yang menjadi unggulan setempat. Dengan demikian dapat dikenali pelayanan infrastruktur apa terutama dibutuhkan dan pelayanan prasarana dan sarana apa yang sebenarnya hanya dibutuhkan sebagai penunjang dalam rangka pengembangan kawasan tersebut agar tumbuh dan berfungsi baik. Sesuai dengan uraian diatas, pengembangan sektor diarahkan pada rencana pembangunan pemukiman baru dan pemukiman yang belum ada sarana dan prasarana, karena dengan adanya perkembangan penduduk dan kegiatannya pada masa yang akan dating sesuai dengan fungsi dan peranan kota Muara Bungo semakin menuntut ketersediaan fasilitas dan utilitas kota. Dihubungkan dengan kebijaksanaan penyebaran penduduk yang ingin dicapai pola kombinasi radiosentris dam dekosentris maka dengan adanya pusat-pusat lingkungan yang memiliki fasilitas pelayanan dengan skala lingkungan yang berlokasi pada tempat-tempat tertentu, diharapkan akan tercapai pola penyebaran seperti diatas. Fasilitas yang dapat ditempatkan pada pusat-pusat lingkungan tersebut diatas antara lain adalah fasilitas pendidikan, kesehatan, peribadatan, perkantoran, pertokoan, rekreasi dan olah raga. Pertimbangan lain, jika fasilitas dan utilitas dikelompokkan dalam aspek ekonomi maupun social, maka dalam hal penentuan strategi kedua aspek ini terkait erat satu sama lain sehingga dapat terjadi tumpang tindih. Masalah-masalah yang ada serta keadaan factual yang ada merupakan dasar pertimbangan pula. Selain pertimbangan diatas, dalam 3-15

112 Bab 3 : Rencana Pembangunan Wilayh Kota Bungo pengembangan kegiatan menunjang beberapa masalah dari keadaan factual perlu mendapat perhatian. Atas dasar tersebut, maka skenario pengembangan sector kota Muara Bungo adalah sebagai berikut : A. BIDANG AIR MINUM Mengingat sumber air baku bagi penduduk kota Muara Bungo yang belum terlayani PDAM berasal dari air tanah, tentunya sumber tersebut mempunyai suatu daerah resapan yang cukup jauh dan besar terlihat dari kapasitas yang dihasilkan oleh sumber tersebut. Dengan demikian untuk menjaga kontinuitas sumber air untuk masa-masa mendatang perlu adanya tindakan serta pengawasan pada catchment area sumber air tersebut. Strategi pengembangan bidang air bersih dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Pengembangan system pengolahan dan distribusi air bersih bagi penduduk yang belum mendapat pelayanan air bersih secara bertahap. 2. Penambahan dan perluasan jaringan pelayanan PDAM 3. Menjaga dan memelihara sumber air bersih yang ada 4. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam perencanaan, pembangunan dan pemeliharaan sarana air bersih. 5. Menggali potensi sumber air bersih yang ada di masyarakat saat ini. B. SAMPAH Untuk mengelola sampah agar tidak menimbulkan dampak negative, atau setidak-tidaknya mengurangi dampak tersebut, maka perlu diadakan inventarisasi masalah-masalah yang penting bagi pelaksanaan perencanaan pengelolaan sampah dimasa mendatang (studi). Berdasarkan hal tersebut diatas, maka pola umum strategi pengembangan fasilitas persampahan adalah sebagai berikut : 1. Memperbaiki dan meningkatkan fasilitas persampahan yang ada serta mengembangkan fasilitas yang baru dan dibutuhkan. 2. Meningkatkan kapasitas pelayanan serta untuk mencapai tingkat efisiensi pelayanan maka perlu diatur system pelayanan sesuai dengan hirarkinya. 3-16

113 Bab 3 : Rencana Pembangunan Wilayh Kota Bungo 3. Mengembangkan serta meningkatkan system pengelolaan sampah yang menyangkut: Perbaikan cara pengumpulan awal Menentukan lokasi TPS Meningkatkan cara pengangkutan Menentukan lokasi pembuangan akhir (TPA) Meningkatkan system pengelolaan sampah di masyarakat dengan 3R. C. AIR LIMBAH Sebagai upaya dalam perbaikan sanitasi lingkungan pada beberapa lokasi di Kota Muara Bungo yang memerlukan fasilitas pembuangan limbah, adalah dengan membangun tangki septik dan bidang resapan. Pada tangki septik ini limbah padat diuraikan dan bagian cair dibuang ke bidang atau lubang resapan. Sistem tangki septik dapat digunakan bersama-sama dengan jamban tuang siram atau jamban dengan tangki pembilas. Alternatif lain yang diusulkan konsultan dalam rencana sistem jaringan air limbah di Kota Muara Bungo ini dengan menggunakan sistem Instalasi Pengolahan Limbah Tinja (IPLT). Limbah yang masuk ke IPLT dapat melalui sistem perpipaan atau memakai sarana pengangkutan dengan memakai truk tinja. D. DRAINASE Skenario pengembangan utilitas drainase adalah dengan mengembangkan system jaringan drainase yang lebih baik yang dapat menampung seluruh debit air hujan, serta memisahkannya dengan saluran pembuangan air limbah maupun irigasi. E. PENGEMBANGAN PERMUKIMAN Perumahan merupakan kebutuhan pokok penduduk, oleh karenanya dalam pengembangan dan pengadaan fasilitas perumahan harus lebih ditingkatkan sehingga penduduk mendapatkan rumah yang layak sesuai dengan kebutuhannya. Untuk itu maka perlu dibangun perumahan-perumahan rakyat dengan system kredit yang murah dan mudah 3-17

114 Bab 3 : Rencana Pembangunan Wilayh Kota Bungo dengan bantuan pemerintah, misalnya melalui kredit BTN dan Perumnas. Sedangkan lokasinya dikembangkan pada kawasan khusus yang dilengkapi oleh sarana dan prasarana lingkungan yang memadai 3-18

115 Bab 4 : Rencana Program Investasi Infrastruktur RENCANA PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR 4.1 RENCANA PENGEMBANGAN PERMUKIMAN PETUNJUK UMUM Pengembangan permukiman baik di perkotaan maupun di pedesaan pada hakekatnya adalah untuk mewujudkan kondisi perkotaan dan perdesaan yang layak huni, aman, nyaman, damai dan sejahtera serta berkelanjutan. Permukiman merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Pemerintah wajib memberikan akses kepada masyarakat untuk dapat memperoleh permukiman yang layak huni, sejahtera, berbudaya, dan berkeadilan sosial. Tujuan dari pengembangan permukiman ini adalah : 1. Memenuhi kebutuhan pengembangan permukiman (sarana dan prasarana dasar permukiman) 2. Terwujudnya permukiman yang layak dalam lingkungan sehat, aman, serasi dan teratur 3. Mengarahkan pertumbuhan wilayah 4. Menunjang kegiatan ekonomi melalui kegiatan pengembangan permukiman. Adapun sasaran dari Pengembangan Permukiman adalah : 1. Terpenuhinya kebutuhan dasar permukiman 2. Tersedianya perumahan tipe RSH, RUSUNAWA 3. Terarahnya pertumbuhan wilayah 4. Terdorongnya kegiatan ekonomi melalui kegiatan pembangunan permukiman. Dalam pengembangan kawasan permukiman perkotaan beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah : 1. Penyediaan PSD bagi kawasan RSH 4-1

116 Bab 4 : Rencana Program Investasi Infrastruktur Target : Perumahan yang diperuntukkan bagi masyarakat berpenghasilan rendah, khususnya PNS/TNI/Polri Sesuai dengan RTRW dan Renstra Pemerintah Daerah Dibangun sesuai PP 80 tahun 1999 tentang Kasiba dan Lisiba BS Dukungan PSD dalam pembangunan RSH bagi PNS, TNI/Polri, pekerja masyarakat berpenghasilan rendah Diprioritaskan pada kawasan-kawasan skala besar dan yang dapat segera mendorong perkembangan wilayah Sudah menandatangani MoU antara Pemerintah Daerah dengan Bapertarum Penanganan : Identifikasi lokasi-lokasi pengembangan kawasan permukiman baru (Kasiba/Lisiba BS), diprioritaskan bagi kawasan yang mewujudkan keberpihakan pada masyarakat berpenghasilan rendah termasuk PNS, TNI, dan POLRI. Bantuan fisik berupa jalan akses dan jalan poros yang menghubungkan kawasan baru. Kontribusi Pemerintah daerah Menyediakan dana pendamping Daftar lokasi disyahkan oleh Bupati Review minimal setahun sekali 2. Penataan dan Peremajaan Kawasan Target : Lingkungan permukiman pertokoan yang tidak teratur sehingga menurunkan kualitas lingkungan permukiman perkotaan. Lingkungan permukiman sebagai trip distribusi (distribusi pergerakan) tidak accssible terhadap infrastruktur perkotaan. Pengembangan kawasan permukiman yang tidak terkendali sehingga berdampak pada lingkungan perkotaan. Penanganan permukiman kumuh yang tidak efektif. Penanganan : Pengendalian program dan kebijakan pengendalian kota besar dan metropolitan. Perencanaan penanganan kawasan permukiman perkotaan 4-2

117 Bab 4 : Rencana Program Investasi Infrastruktur Penanganan kawasan permukiman perkotaan melalui peremajaan kawasan perkotaan Kontribusi Pemerintah Daerah : Menyediakan dana pendamping Daftar lokasi disyahkan oleh Bupati Review minimal setahun sekali 3. Pembangunan Rumah susun Sederhana Sewa Target : Untuk Rusunawa yang diperuntukan masyarakat berpenghasilan rendah. Untuk Rusunawa yang diperuntukan bagi buruh, apabila sudah menjadi permasalahan bagi pemerintah daerah. Penanganan : Penetapan Pedoman, Perencanaan, Pengembangan, Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan. Penetapan Pedoman tentang Standar Pelayanan Minimal oleh pemerintah kota dalam penyelenggaraan Rusunawa Bantuan teknis pembangunan, penghunian dan pengelolaan Rusunawa. Kontribusi Pemerintah Daerah : Menyusun Renstra pembangunan permukiman termasuk pembangunan rusunawa. Menyiapkan rencana pembangunan rusunawa Penyiapan lahan dan alokasi dana APBD Penyiapan manajemen penghunian dan pengelolaan Rusunawa Mengelokasikan subsidi pengelolaan Rusunawa per tahun melalui APBD PROFIL PEMBANGUNAN PERMUKIMAN KONDISI UMUM GAMBARAN UMUM Kondisi perumahan dan pemukiman dikota Muara Bungo, secara garis baik. Jalan-jalan lingkungan pada umumnya masih jalan tanah dan prasarana lingkungan masih mencukupi untuk memenuhi kebutuhan. Hal ini disebabkan karena dibeberapa desa tingkat perkembangan penduduk dan fisik kotanya relatif stabil. 4-3

118 Bab 4 : Rencana Program Investasi Infrastruktur Kondisi lingkungan yang sangat dipengaruhi pasang surut sungai masih terlihat mempunyai masalah, terutama pada musim penghujan dan air sungai pasang PRASARANA DAN SARANA DASAR PERMUKIMAN A. PRASARANA AIR BERSIH (JARINGAN PDAM) Untuk memenuhi kebutuhan air bersih, penduduk di Kota Muara Bungo telah terlayani melalui system perpipaan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), dan memanfaatkan sumber dari air tanah. Pengelolaan air minum di Kota Muara Bungo dikelola oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Pancuran Telago yang berdiri sejak tahun 1993 berdasarkan Perda No. 2/1993. Saat ini PDAM Pancuran Telago mempunyai sistem penyediaan air bersih untuk kabupaten Bungo dengan kapasitas sebesar 142,5 lt/det, dengan total sambungan rumah (SR) sebanyak sambungan. Sumber air baku yang digunakan untuk system penyediaan air minum berasal dari air permukaan berupa sungai dan embung serta air tanah. Ditinjau dari segi kuantitas sumber air baku yang digunakan masih dapat memenuhi kebutuhan penyediaan air minum di Kabupaten Bungo. (Tabel 4.1 menyajikan kapasitas sadap untuk masing-masing sumber air baku di Kabupaten Bungo) Sumber Air Baku SPAM dan Kondisi Instalasi Pengolahan Air di Kabupaten Bungo Tabel 4.1 Sumber Air Baku SPAM dan Kondisi Instalasi Penglohan Air Error! Not a valid link. Tetapi dari segi kualitas khususnya air permukaan dari Sungai Batang Bungo dikhawatirkan akan mengalami degradasi akibat adanya kegiatan Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) yang akhir-akhir ini sangat marak di hulu sungai Batang Bungo. Saat ini PDAM Pancuran Telago Kabupaten Bungo dalam melayani kebutuhan air bersih di Kabupaten Bungo memiliki IPA dengan kapasitas terpasang 100 lt/det, 20 lt/det, 5 lt/det, dan 2,5 lt/det. 4-4

119 Bab 4 : Rencana Program Investasi Infrastruktur Instalasi Pengolahan Air yang terdapat di Kabupaten Bungo ada yang sudah tidak berfungsi karena mengalami kerusakan yang disebabkan umur teknis sehingga proses pengolahan tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya. Tingkat kebocoran PDAM Pancuran Telago saat ini cukup tinggi yaitu sekitar 37%. Hal ini disebabkan antara lain : 1. Sistem pengaliran yang belum 24 jam (intermittent), sehingga sering terjadi kebocoran akibat pecahnya pipa transmisi dan distribusi. 2. Pipa transmisi dan distribusi masih banyak yang berada dibawah badan jalan dimana kondisi pipa mudah pec ah apabila dilalui kendaraan berat. 3. Instalasi sambungan rumah yang kurang sempurna dan sudah lama sehingga konsumen dengan mudah melakukan pencurian air. B. PRASARANA PENGELOLAAN PERSAMPAHAN Sistem pengelolaan persampahan di pusat kota sudah tersistemasi dengan adanya bak-bak penampungan yang berupa transfer depo, sehingga memudahkan untuk pengangkutannya ke TPA. Pengelolaan persampahan Kota Muara Bungo dikelola oleh Dinas Kebersihan Kabupaten yang saat ini baru sekitar 41 % sampah penduduk kota yang terlayani. Pengeloaan sampah penduduk yang tidak terlayani oleh sistem dilakukan secara tradisional yaitu sampah dikumpulkan dan kemudian dibakar. TPA yang dimanfaatkan Kota Muara Bungo berada di Kecamatan Bathin II Babeko yang bersistem open dumping yang memanfaatkan daerah cekungan di pinggir jalan raya dengan luas 5 ha dan status lahan milik pemda. C. PRASARANA DRAINASE DAN PENGENDALIAN BANJIR Genangan masih menjadi permasalahan sistem drainase Kota Muara Bungo. Masalah utama yang mengakibatkan genangan adalah bersumber dari kondisi alam yaitu pemanfaatan alur sungai sebagai saluran drainase induk atau pembuangan akhir sementara kondisi sungai berkelok-kelok dan sebagian mengalami pendangkalan di bagian muaranya. Jaringan drainase Kota Muara Bungo didominasi oleh jenis saluran alam dan tanah, drainase jalan yang sudah berupa saluran beton hanya terdapat di sebagian ruas jalan utama kota. Sistem drainase ruas-ruas jalan utama kota terutama di sepanjang ruas jalan utama kota saat ini kondisinya tidak berfungsi secara optimal. 4-5

120 Bab 4 : Rencana Program Investasi Infrastruktur D. SISTEM TRANSPORTASI Bagi kebutuhan pergerakan internal maupun eksternal, sistem transportasi paling dominan yang terdapat di Kota Muara Bungo adalah transportasi darat yang dilayani oleh ketersediaan jaringan jalan dengan kelas dan kondisi yang bervariasi. Total keseluruhan panjang jalan di Kota Muara Bungo adalah 153 km. Sebagian besar jalan dengan kondisi permukaan beraspal yaitu sekitar 56,07 % sisanya berupa jalan batu/kerikil dan jalan tanah. Dari sisi kualitas, ruas jalan sepanjang 81 km (52,59 %) dalam kondisi baik, sedangkan 59 km lainnya dalam kondisi rusak berat buruk. Untuk mengurangi beban transportasi di pusat Kota Muara Bungo, telah direncanakan dan dibangun jalan lingkar timur sepanjang 21,9 km. Pelayanan moda angkutan umum dalam kota berada dalam jaringan pelayanan antara terminal utama kota. Untuk pelayanan di jalan-jalan sekunder pergerakan penduduk dilayani oleh moda ojek dan sado, terlihat bahwa hampir di setiap perempatan jalan utama dan pangkalpangkal jalan masuk ke permukiman ditemui pangkalan ojek. Berdasarkan data di atas tampak bahwa belum semua jalan dipusat kota dan tempat pemukiman mempunyai fasilitas pendukung seperti drainase dan trotoar. Adapun tipe kendaraan yang melintasi jalan kota meliputi meliputi semua jenis moda transportasi darat seperti truk, minibus, sedan, sepeda motor, dan sepeda. Tabel 4.2 Kondisi dan Konstruksi Jaringan Jalan Kota Muara Bungo Tahun 2006 Error! Not a valid link PARAMETER TEKNIS WILAYAH Prediksi kebutuhan luas kapling perumahan Kota Muara Bungo pada masa mendatang dikelompokkan berdasarkan dari peraturan SKB Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan Umum dan Menteri Negara Perumahan Rakyat nomor tahun 1992, nomor 739/KPTS/1992 sebagai berikut : a. Type A, rumah dengan luas kapling m 2 diperuntukkan bagi penduduk berpendapatan rendah sedang. b. Type B, rumah dengan luas kapling m 2 diperuntukkan bagi penduduk berpendapatan menengah. c. Type C, rumah dengan luas kapling m 2 diperuntukkan bagi penduduk berpendapatan tinggi. 4-6

121 Bab 4 : Rencana Program Investasi Infrastruktur ASPEK PENDANAAN A. BIDANG AIR MINUM B. Kondisi keuangan mencerminkan kekuatan PDAM dalam memenuhi kewajibankewajibannya serta kemampuannya dalam membiayai O & M, dan investasi rutin untuk menjamin kontinuitas, kualitas pelayanannya. Sedangkan Biaya operasional adalah biaya yang dikeluarkan oleh PDAM Pancuran Telago setiap bulannya yang meliputi biaya langsung usaha, biaya tidak langsung dan biaya lainlain. Secara tabulasi biaya operasional PDAM Pancuran Telago Kabupaten Bungo periode yang berakhir 31 desember 2004 dapat dilihat pada Tabel 4.3 dibawah ini. Tabel 4.3 Biaya Operasional PDAM No URAIAN 2004 (Rp) 1 BIAYA LANGSUNG USAHA Biaya Sumber Biaya Pengolahan JUMLAH BIAYA LANGSUNG USAHA BIAYA TIDAK LANGSUNG - Biaya Umum dan Administrasi JUMLAH BIAYA TIDAK LANGSUNG BIAYA LAIN-LAIN - JUMLAH Sumber : Pilot Project Penyediaan Master Plan Air Minum Di Kabupaten Bungo, 2006 B. PERSAMPAHAN ANGGARAN BIAYA PENGELOLAAN Sumber pendanaan operasional Dinas Perkotaan khususnya Bidang Pengelolaan Kebersihan berasal dari Dana Alokasi Umum dan Dinas Daerah lainnya. Kegiatan operasional meliputi : Operasional kantor Pemeliharaan kendaraan dinas, taman, air mancur dan lampu jalan investasi / modal alat angkutan, bangunan dan instalasi listrik Dana operasional pada tahun 2006 sebesar 6.7 milliar rupiah. Pada tahun 2007 sebesar 5.5.milliar rupiah dan pada tahun 2008 sebesar 5.2 milliar rupiah. Perincian dana operasional dalam 3 tahun terakhir disusun dalam Tabel 4.4 Tabel 4.5 dan Tabel

122 Bab 4 : Rencana Program Investasi Infrastruktur Tabel 4.4 DIPA Dinas Perkotaan Kabupaten Bungo Tahun 2006 No Kegiatan Sumber Dana Jumlah (Rp) 1 Biaya Pemeliharaan Jaringan Listrik DAU/Dinas Daerah lainnya 300,000, Pemeliharaan alat alat angkutan DAU/Dinas Daerah lainnya 588,000, Biaya Pemeliharaan hewan ternak serta tanaman DAU/Dinas Daerah lainnya 60,000, Honorarium dan Upah DAU/Dinas Daerah lainnya 47,190, Belanja biaya makan dan minuman DAU/Dinas Daerah lainnya 19,910, Belanja modal jaringan listrik DAU/Dinas Daerah lainnya 4,629,010, Belanja modal bangunan tempat sampah DAU/Dinas Daerah lainnya 346,125, Belanja modal taman kota DAU/Dinas Daerah lainnya 487,850, Belanja modal alat angkutan darat bermotor DAU/Dinas Daerah lainnya 230,000, Jumlah 6,708,085, Sumber : Dinas Perkotaan Kabupaten Bungo, 2008 Tabel 4.5 DIPA Dinas Perkotaan Kabupaten Bungo Tahun 2007 No Kegiatan Sumber Dana Jumlah (Rp) Kegiatan Penyediaan Jasa Komunikasi, sumber daya air dan listrik di Muara Bungo Penyediaan Jasa kebersihan kantor air dan listrik di Muara Bungo Penyediaan komponen Instalasi listrik dan penerangan bangunan kantor. Penyediaan makanan dan minuman di Muara Bungo. Penyediaan jasa tenaga penunjang administrasi / teknis Pemerintah Daerah di Kota Muara Bungo Pengadaan kendaraan dinas / operasional di Muara Bungo. Pemeliharaan rutin berkala kendaraan dinas operasional di Muara Bungo. DAU/Dinas Daerah lainnya 1,822,200, DAU/Dinas Daerah lainnya 33,360, DAU/Dinas Daerah lainnya 4,040, DAU/Dinas Daerah lainnya 54,670, DAU/Dinas Daerah lainnya 2,343,449, DAU/Dinas Daerah lainnya 76,763, DAU/Dinas Daerah lainnya 552,650, Pemeliharaan rutin berkala lampu jalan Kab Bungo DAU/Dinas Daerah lainnya 585,220, Pemeliharaan rutin berkala air mancur di Muara Bungo. DAU/Dinas Daerah lainnya 40,000, Pengadaan pakaian kerja lapangan DAU/Dinas Daerah lainnya 36,592, Pembangunan sumur di Bathin II Babeko DAU/Dinas Daerah lainnya 10,000, Jumlah 5,558,944, Sumber : Dinas Perkotaan Kabupaten Bungo,

123 Bab 4 : Rencana Program Investasi Infrastruktur Tabel 4.6 DIPA Dinas Perkotaan Kabupaten Bungo Tahun 2008 No Kegiatan Sumber Dana Jumlah (Rp) Kegiatan Penyediaan Jasa Komunikasi, sumber daya air dan listrik di Muara Bungo Penyediaan Jasa kebersihan kantor 10 ruangan di Muara Bungo. Penyediaan komponen Instalasi listrik dan penerangan bangunan kantor. Penyediaan makanan dan minuman di Muara Bungo. Penyediaan jasa tenaga penunjang administrasi / teknis Pemerintah Daerah di Kota Muara Bungo Pemeliharaan rutin berkala kendaraan dinas operasional di Muara Bungo. Pemeliharaan rutin berkala lampu jalan Kab Bungo Pemeliharaan rutin berkala air mancur di Muara Bungo. 9 Pengadaan pakaian kerja lapangan DAU/Dinas Daerah lainnya DAU/Dinas Daerah lainnya DAU/Dinas Daerah lainnya DAU/Dinas Daerah lainnya DAU/Dinas Daerah lainnya DAU/Dinas Daerah lainnya DAU/Dinas Daerah lainnya DAU/Dinas Daerah lainnya DAU/Dinas Daerah lainnya 1,530,600, ,967, ,444, ,800, ,204,500, ,891, ,740, ,000, ,430, Jumlah 5,224,372, Sumber : Dinas Perkotaan Kabupaten Bungo, RETRIBUSI Pendapatan pemerintah yang berasal dari retribusi sampah pada Tahun 2005 tahun 2008 adalah sebagai berikut: Pendapatan retribusi sampah tahun 2005 Rp ,- Pendapatan retribusi sampah tahun 2006 Rp ,- Pendapatan retribusi sampah tahun 2007 Rp ,- Pendapatan retribusi sampah tahun 2008 Rp ,- Pendapatan berasal dari pungutan retribusi terhadap: Perumahan di Sungai Pinang ( 50 rumah) sebesar Rp 3000,- / bulan. Perkantoran Rp 7500,-/bulan Pasar (600 kios) Rp 3000/bulan 4-9

124 Bab 4 : Rencana Program Investasi Infrastruktur Pasar (650 ruko), rumah makan (15buah) Rp 7500/bulan Hotel ( 3 buah) Rp 10000/bulan Tenda Rp 300 / hari ASPEK KELEMBAGAAN A. BIDANG AIR MINUM Pengelolaan air minum Kabupaten Bungo dilaksanakan oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Pancuran Telago, Pemerintah Daerah Kabupaten Batang Bungo Hilir. Status hukum PDAM Pancuran Telago dikukuhkan berdasarkan Perda No.2/1993. PDAM Pancuran Telago selain bertanggung jawab terhadap pengelolaan air minum Kabupaten Bungo juga bertanggung jawab untuk pengelolaan air minum tingkat kecamatan yang ada di Kabupaten Batang Bungo. Saat ini ada 4 (empat) unit IKK yang dikelola oleh PDAM Pancuran Telago. Struktur organisasi PDAM Pancuran Telago Kabupaten Bungo adalah Tipe A yang terdiri dari Badan Pengawas, Direktur dan Kepala Bagian serta Kepala Sub Bagian. Kepala Bagian terdiri dari Kepala Bagian Administrasi dan Keuangan serta Kepala Bagian Teknik. Direktur berada dibawah pengawasan Badan Pengawas dan bertanggung jawab kepada Badan Pengawas dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari. B. PERSAMPAHAN BENTUK DAN STRUKTUR ORGANISSAI Di dalam wilayah Kota Muara Bungo Pengelolaan sampah dilakukan oleh Dinas Perkotaan. Sesuai Peraturan Daerah Kabupaten Bungo Nomor 4 Tahun 2008 Tentang Pembentukan dan Susunan Organisasi Dinas Daerah, Dinas Daerah di Kabupaten Bungo terdiri dari 15 dinas daerah dan Dinas Perkotaan merupakan salah satu diantaranya PERSONALIA Dari 4 bidang pada Dinas Perkotaan, hanya satu bidang yang melayani pengelolaan kebersihan yaitu Bidang Pengelolaan Kebersihan. Bidang Pengelolaan Kebersihan dipimpin oleh seorang Kepala Bidang dengan kualifikasi eselon III B dan membawahkan 3 orang Kepala Seksi dengan kualifikasi eselon IVA. Kepala seksi dibantu oleh 3 orang asisten yaitu : asisten penyusun program, asisten administrasi / penyusun anggaran dan asisten teknis. Dibutuhkan pula 3 orang pelaksana lapangan. 4-10

125 Bab 4 : Rencana Program Investasi Infrastruktur Operator di lapangan merupakan tenaga kerja yang dikontrak. Jumlah buruh yang dipekerjakan 120 orang. URAIAN TUGAS DAN TATA LAKSANA KERJA Deskripsi pekerjaan buruh adalah sebagai berikut : Buruh parit Buruh sapu jalan Buruh armada angkutan ( sopir dan 4 orang buruh angkutan) Jaga malam Pengawas Sopir doser Sopir armrol Operator chain saw Operator mesin rumput. Skema struktur organisasi Dinas Perkotaan disajikan pada Gambar 4.1 Tugas dan Fungsi Dinas Perkotaan diatur dalam PD Nomor 4 Tahun 2008 Pasal 21 sebagai berikut : 1) Dinas Perkotaan mempunyai tugas melaksanakan urusan pemerintahan daerah berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan dibidang perkotaan. 2) Dinas Perkotaan dalam menjalankan tugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat 1 mempunyai fungsi : a. Perumusan kebijakan teknis dibidang perkotaan b. Penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum dibidang perkotaan. c. Pembinaan dan pelaksanaan tugas dibidang perkotaan; dan 3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penjabaran tugas dan fungsi masing masing susunan organisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) diatur dengan Peraturan Bupati. Ketentuan mengenai jabatan ditentukan pada Bab V Pasal 36 dan Pasal 37 PD Nomor 4 Tahun 2008, menetapkan : a) Dinas dipimpin oleh Kepala Dinas yang merupakan jabatan struktural eselon IIB b) Sekretariat dipimpin oleh Sekertaris, merupakan jabatan struktural eselon IIIA 4-11

126 Bab 4 : Rencana Program Investasi Infrastruktur c) Bidang dipimpin oleh Kepala Bidang, merupakan jabatan struktural eselon IIIB. d) Sub bagian dipimpin oleh Kepala Sub Bagian, Seksi dipimpin oleh Kepala Seksi dan UPT dipimpin oleh Kepala UPTmerupakan jabatan struktural eselon IVA a. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan Bupati. 4-12

127 Bab 4 : Rencana Program Investasi Infrastruktur Gamabar 4. 1 Skema struktur organisasi Dinas Perkotaan KEPALA DINAS SEKERTARIAT SUB BAGIAN UMUM DAN KEPEGAWAIAN SUB BAGIAN KEUANGAN SUB BAGIAN PROGRAM BIDANG PENGELOLAAN PASAR BIDANG PENGELOLAAN KEBERSIHAN BIDANG PENATAAN KOTA BIDANG PENGELOLAAN DATA DAN PENERIMAAN SEKSI PENGEMBANGAN SUMBER DAYA PASAR SEKSI PENERTIBAN DAN KEAMANAN SEKSI KEBERSIHAN DAN PENANGGULANGAN SAMPAH SEKSI PERTAMANAN DAN PEMAKAMAN UMUM SEKSI SUMBER DAYA KOTA SEKSI PERIZINAN SEKSI PENGELOLAAN DATA SEKSI PENDATAAN DAN PENETAPAN SEKSI PENEMPATAN PEDAGANG SEKSI PENERANGAN JALAN UMUM UPTD SEKSI PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN SEKSI PENERIMAAN DAN PEMBUKUAN SUB BAGIAN TATA USAHA KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL 4-13

128 Bab 4 : Rencana Program Investasi Infrastruktur SASARAN Target yang dicapai dalam pembangunan PSD permukiman adalah Sesuai dengan target pelayanan air minum hingga tahun 2015 (MDGs) bahwa pelayanan air minum harus dapat melayani masyarakat perkotaan hingga 80 % dan 60 % untuk pedesaan, sehingga sistem yang direncanakan dapat mendekati angka tersebut. Pelaksanaan akan dilaksanakan secara bertahap dengan mentargetkan pelayanan 30 % pada awal tahun rencana dan 80 % pada akhir tahun rencana. Target PSD pemukiman lain adalah terbangunnya jalan lingkungan yang merupakan penghubung antara satu desa dengan desa lainnya. Sistem pelayanan persampahan sesuai dengan target nasional adalah 80 % penduduk dapat terlayani Dinas Perkotaan yang mengelola kebersihan di Kabupaten Bungo, serta sistem pengelolaan limbah komunal sehingga tidak terjadi pencemaran pada sumber air baku PERMASALAHAN PEMBANGUNAN PERMUKIMAN ANALISA PERMASALAHAN, ALTERNATIF PEMECAHAN DAN REKOMENDASI Masalah lingkungan pemukiman yang diakibatkan karena perkembangan penduduk dan kepadatan bangunan tidak terjadi di kota Muara Bungo. Yang ada adalah rusaknya sarana prasarana karena genangan air yang menimpa secara periodik. Kualitas rumah penduduk masih banyak yang non permanen atau berkontruksi kayu dan panggung, berdiri diatas rawa-rawa permanen atau musiman. Dalam sektor pengembangan permukiman akan dititik beratkan dalam penanganan kawasan pemukiman secara menyeluruh, dengan demikian akan dapat dicapai pembentukan pola pemukiman yang serasi dan seimbang. Lingkungan pasar sebagai salah satu komponen pemukiman di kota Muara Bungo, tidak ada masalah yang perlu penanganan segera, hanya terlihat perlu adanya sistem pengelolaan yang intensif termasuk pemeliharaan sarana dan prasarananya seperti, jalan setapak, saluran drainase, pengelolaan sampah dan air limbah. Karena kesan yang ditimbulkan oleh pasar saat ini adalah kotor dan tidak terpelihara, sedangkan pasar merupakan sektor yang dapat dijadikan recovery sektor dan dapat mengkontribusi kenaikan PAD. 4-14

129 Bab 4 : Rencana Program Investasi Infrastruktur USULAN PEMBANGUNAN PERMUKIMAN SISTEM INFRASTRUKTUR PERMUKIMAN YANG DIUSULKAN Prasarana dasar yang harus ada dalam lingkungan pemukiman adalah berupa jalan lingkungan, kebutuhan air bersih,pengelolaan air limbah dan sampah serta adanya saluran drainase. Untuk memenuhi kebutuhan air bersih yang saat ini belum terlayani PDAM tetapi di lokasi/wilayah tersebut mempunyai potensi air bersih seperti mata air, maka perlu dibuatkan sistem air bersih sehingga kebutuhan masyarakat akan air bersih dapat terpenuhi. Pengelolaan limbah yang diusulkan adalah dengan membuat MCK umum yang dilengkapi dengan septiktank yang bersifat konvensional sehingga akan memudahkan masyarakat dalam operasional dan pemeliharaannya. Pada sistem persampahan yang harus diperhatikan adalah pola/kebiasaaan masyarakat sebagai sumber sampah dalam pengelolaan sampah secara individu. Karena selama ini belum ada program berupa penyuluhan atau pelatihan kepada masyarakat sebagai upaya untuk meminimalisasi jumlah sampah sampai di TPA. Sehubungan dengan hal tersebut dalam pengelolaan sampah di kota Muara Bungo perlu adanya suatu penyuluhan dan pelatihan dalam penanganan sampah melalui sistem 3R sehingga sampah yang masuk ke TPA akan berkurang, dan sampah yang dihasilkan mempunyai nilai ekonomi USULAN DAN PRIORITAS PROGRAM PEMBANGUNAN PS PERMUKIMAN Usulan dan prioritas program prasarana dasar pemukiman meliputi pembangunan jalan lingkungan, pembangunan saluran air hujan/drainase, pembangunan jaringan distribusi air minum, pembangunan sistem pengelolaan air limbah. Untuk lebih jelasnya usulan dan prioritas program penyediaan perumahan dan permukiman di kota Muara Bungo dapat dilihat dalam Tabel 4.7 berikut ini. 4-15

130 Bab 4 : Rencana Program Investasi Infrastruktur Tabel 4.7 Usulan dan Prioritas Program Penyediaan Perumahan dan Permukiman, Komponen Pembangunan PSD Pemukiman Kota Muara Bungo No Uraian Kegiatan Satuan Harga Biaya Lokasi Waktu (tahun ke) Vol Satuan (Rp. Juta) Pengaspalan jalan Kecamatan Bungo Dani RT Sei Kerjan Jl. Sei Dingai m Kec. Bungo Dani 393 Jl. Sungai Pinang terus gereja m Jl. SMK 4 m Jl. SMP 5 m Pengaspalan jalan Kecamatan Bathin III Kec. Bathin III BTN Roni Permai m Perkerasan Jalan di Kecamatan Bathin III m Desa Kelurahan Sei Binjai m Desa Sarana Jaya m Pembuatan jembatan gantung Ds Teluk Panjang m 1 90 Kec Bathin III Pembangunan Jalan lingkungan Kec. Ps Muara Kec. Ps Muara Bungo Bungo Jl. Rajawali RT 02 RW 01 Kel. Batang Bungo m Perkerasan Jalan produksi di Ds Mengkuang Kec. m Kec. Rimbo 240 Rimbo Tengah Tengah 5 Pemeliharaan TOTAL PROGRAM 1,465 Keterangan USULAN DAN PRIORITAS PROYEK PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR PERMUKIMAN Usulan dan priorits proyek disusun dengan memperhatikan fungsionalis proyek yang akan dilaksanakan, disusun berdasarkan urutan prioritas penanganan, sehingga diperoleh paket-paket proyek fungsional. Untuk lebih jelasnya usulan dan prioritas proyek penyiapan perumahan dan permukiman komponen PSD permukiman di kota Muara Bungo dapat dilihat dalam Tabel 4.8 berikut ini. 4-16

131 Bab 4 : Rencana Program Investasi Infrastruktur Tabel 4.8 Usulan dan Prioritas Proyek Penyiapan Perumahan dan Permukiman, Komponen PSD Pemukiman Kota Muara Bungo No Uraian Kegiatan Vol Satuan Harga Biaya Sumber Dana Keterangan Satuan (Rp. Juta) APBD APBD APBN Swasta Masyarakat Kota/Kab Prop 1 Pengaspalan jalan Kecamatan Bungo Dani RT Sei Kerjan Jl. Sei Dingai 6040 m Jl. Sungai Pinang terus gereja 750 m Jl. SMK m Jl. SMP m Pengaspalan jalan Kecamatan Bathin III - BTN Roni Permai 1210 m Perkerasan Jalan di Kecamatan Bathin III 0.04 m Desa Kelurahan Sei Binjai 1500 m Desa Sarana Jaya 2000 m Pembuatan jembatan gantung Ds Teluk Panjang 90 m 1 Kec Bathin III Pembangunan Jalan lingkungan Kec. Ps Muara m Bungo - - Jl. Rajawali RT 02 RW 01 Kel. Batang Bungo 400 m Perkerasan Jalan produksi di Ds Mengkuang 6000 m Kec. Rimbo Tengah - 5 Pemeliharaan 5 tahun TOTAL PROGRAM 1, CONTOH KERANGKA DASAR PENGEMBANGAN PERMUKIMAN Rencana pengembangan perumahan permukiman di kota Muara Bungo akan mengarah ke Purwobaki, Kecamatan Rimbo Tengah dan Kelurahan Sungai Mengkuang. Karena pada umumnya permukiman yang ada di wilayah tersebut belum teratur dan kepadatan penduduk yang cukup tinggi. Masing-masing pengelola seperti masyarakat, swasta, perumnas dan pemerintah akan mengelola prasarana dasar yang ada dalam lngkungan permukiman seperti jalan lingkungan, saluran air hujan, prasarana air minum, prasarana air limbah dan prasarana sarana persampahan. Pengembangan permukiman akan memprioritaskan daerah permukiman PNS/TNI/Polri/ pekerja yang ada di kota Muara Bungo Kabupaten Bungo. 4-17

132 Bab 4 : Rencana Program Investasi Infrastruktur 4.2 RENCANA INVESTASI PENATAAN BANGUNAN LINGKUNGAN PETUNJUK UMUM PENATAAN BANGUNAN Penataan bangunan dan lingkungan adalah serangkaian kegiatan yang diperlukan sebagai bagian dari upaya pengendalian pemanfaatan ruang, terutama dalam mewujudkan lingkungan binaan, baik diperkotaan maupun diperdesaan, khususnya wujud fisik bangunan gedung dan lingkungannya. Visi penataan bangunan dan lingkungan adalah terwujudnya bangunan gedung dan lingkungan yang layak huni dan berjati diri, sedangkan misinya adalah : 1. Memberdayakan masyarakat dalam menyelenggarakan bangunan gedung yang tertib, layak huni, berjati diri, serasi dan selaras. 2. Memberdayakan masyarakat agar mandiri dalam penataan lingkungan yang produktif dan berkelanjutan PERMASALAHAN PENATAAN BANGUNAN DALAM LINGKUP NASIONAL Dalam penataan bangunan dan lingkungan terdapat beberapa permasalahan dan tantangan yang secara nasional meliputi: 1. Permasalahan dan tantangan di bidang Bangunan Gedung Kurang ditegakkannya aturan keselamatan, keamanan dan kenyamanan Bangunan Gedung termasuk pada daerah-daerah rawan bencana. Prasarana dan sarana hidran kebakaran banyak yang tidak berfungsi dan kurang mendapat perhatian. Lemahnya pengaturan penyelenggaraan Bangunan Gedung di daerah serta rendahnya kualitas pelayanan publik dan perijinan. 2. Permasalahan dan tantangan di bidang Gedung dan Rumah Negara Banyaknya bangunan gedung dan rumah negara yang belum memenuhi persyaratan keselamatan, kemananan dan kenyamanan. Penyelenggaraan bangunan gedung dan rumah negara kurang tertib dan efisien. Masih banyaknya aset negara yang tidak teradministrasikan dengan baik. 4-18

133 Bab 4 : Rencana Program Investasi Infrastruktur 3. Permasalahan dan tantangan di bidang Penataan Lingkungan dalam Lingkup Nasional Masih adanya permukiman kumuh seluas 47,3 ribu Ha yang tersebar di kantong permukiman yang dihuni tidak kurang dari 17,2 juta jiwa. Kurang diperhatikannya permukiman-permukiman tradisionil dan bangunan gedung bersejarah, padahal punya potensi wisata. Terjadinya degradasi kawasan strategis, padahal punya potensi ekonomi untuk mendorong pertumbuhan kota. Sarana lingkungan hijau/open space atau public area, sarana olah raga, dan lain-lain kurang diperhatikan hampir di semua kota, terutama kota Metro dan Besar. 4. Permasalahn dan tantangan di bidang Pemberdayaan masyarakat di perkotaan Jumlah penduduk miskin sebanyak 36,1 juta jiwa (16,6 %) dengan 11,5 juta jiwa di perkotaan dan 24,6 juta jiwa di perdesaan (berdasarkan data tahun 2003). Belum mantapnya kelembagaan komunitas untuk meningkatkan peran masyarakat. Belum dilibatkannya masyarakat secara aktif dalam proses perencanaan dan penetapan prioritas pembangunan di wilayahnya LANDASAN HUKUM Yang menjadi landasan hukum Penataan Bangunan dan Lingkungan adalah sebagai berikut : Undang-Undang No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman. Undang-Undang No 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UUBG, bahwa semua Bangunan Gedung harus layak pada tahun PENATAAN LINGKUNGAN Dalam penataan lingkungan masih banyak kabupaten/kota belum melaksanakan pembangunan lingkungan permukiman berbasis konsep tridaya untuk mendorong 4-19

134 Bab 4 : Rencana Program Investasi Infrastruktur kemandirian masyarakat dalam mengembangkan lingkungan permukiman yang berkelanjutan. Selaras dengan upaya pencapaian terget Millenium (MDGs), yakni : mengurangi sampai setengahnya, sampai dengan tahun 2015, proporsi penduduk miskin tahun 1990 (target I); dan mengurangi sampai setengahnya, sampai dengan tahun 2015, proporsi penduduk tanpa akses terhadap air minum dan sanitasi yang aman dan berkelanjutan, maka peningkatan kualitas lingkungan permukiman perlu dilakukan lebih intensive dengan melibatkan masyarak setempat, kelompok peduli dan dunia usaha secara aktif PENCAPAIAN PENATAAN BANGUNAN GEDUNG DAN LINGKUNGAN Pencapaian penataan bangunan gedung dan lingkungan perlu didukung dengan beberapa strategi seperti : 1. Menyelenggarakan penataan bangunan gedung agar tertib, fungsional, andal dan efisien yang bertujuan terwujudnya bangunan gedung yang fungsional dan memenuhi persyaratan keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan, serta serasi dan selaras dengan lingkungannya. 2. Menyelenggarakan penataan lingkungan permukiman agar produktif dan berjatidir yang bertujuan, terwujudnya revitalisasi kawasan dan bangunan pada lingkungan yang sehat, aman, serasi, produktif dan berkelanjutan. 3. Menyelenggakan penataan dan revitalisasi kawasan dan bangunan agar dapat memberikan nilai tambah fisik, sosial dan ekonomi, yang bertujuan terwujudnya revitalisasi kawasan dan bangunan agar dapat memberikan nilai tambah bagi kualitas fisik, sosial, ekonomi masyarakat yang menjadi penunjang bagi tercapainya kesejahteraan masyarakat yang lebih baik. 4. Menyelenggarakan penataan bangunan dan lingkungan untuk mewujudkan arsitektur perkotaan, dan pelestarian arsitektur bangunan gedung yang dilindungi dan dilestarikan untuk menunjang kearifan budaya lokal. Yang bertujuan terwujudnya bangunan gedung yang memiliki kualitas fungsional, visual dan kualitas lingkungan yang seimbang, serasi dan selaras dengan memunculkan ciri arsitektur kota yang berwawasan budaya lokal yang menjadi teladan bagi 4-20

135 Bab 4 : Rencana Program Investasi Infrastruktur lingkungannya, serta dapat secara arif mengakomodasikan nilai-nilai luhur budaya bangsa KEBIJAKAN, PENATAAN BANGUNAN GEDUNG DAN LINGKUNGAN DI WILAYAH PERKOTAAN MUARA BUNGO 1. Meningkatkan pembinaan penyelenggaraan Bangunan Gedung termasuk bangunan gedung dan rumah negara. 2. Meningkatkan pemahaman, kesadaran dan kemampuan masyarakat untuk memenuhi persyaratan Bangunan Gedung dan Penataan Lingkungan Permukiman. 3. Meningkatkan kapasitas penyelenggaraan dalam penataan lingkungan permukiman. 4. Meningkatkan kualitas lingkungan untuk mendukung pengembangan jatidiri bagi pertumbuhan kota. 5. Mengembangkan kawasan-kawasan yang memiliki peran dan potensi strategis bagi pertumbuhan kota. 6. Mengembangkan kemitraan antara pemerintah, swasta dan lembaga-lembaga nasional meupun international lainnya di bidang Bangunan Gedung dan Penataan Lingkungan Permukiman. 7. Mewujudkan arsitektur perkotaan yang memperhatikan/mempertimbangkan khasanah arsitektur lokal dan nilai tradisional. 8. Menjaga kelestarian nilai-nilai arsitektur Bangunan Gedung yang dilindungi dan dilestarikan serta keahlian membangun (seni dan budaya). 9. Mendorong upaya penelitian dan pengembangan teknologi rekayasa arsitektur Bangunan Gedung melalui kerjasama dengan pihak-pihak yang kompeten KONDISI DAN PERMASALAHAN UMUM PENATAAN BANGUNAN GEDUNG DAN LINGKUNGAN KOTA MUARA BUNGO Relatif pesatnya pertumbuhan penduduk Kota Muara Bungo berikut keragaman kegiatannya secara langsung memberikan implikasi berupa peningkatan kebutuhan ruang bagi kawasan terbangun perumahan, pergudangan, jasa maupun fasilitas-fasilitas pelayanan umum. 4-21

136 Bab 4 : Rencana Program Investasi Infrastruktur Kenyataan menunjukkan bahwa intensitas / kepadatan bangunan diwilayah Kota Muara Bungo saat ini belum merata, disamping itu peruntukan lahan dan fungsi bangunan juga belum dapat sepenuhnya diidentifikasi secara jelas ( mix use ). Kawasan terbangun dengan instensitas tinggi terpusat pada kawasan pusat kota dan sekitarnya atau cenderung berkembang pada lokasi-lokasi strategis yang didukung oleh fasilitas, utilitas dan aksebilitas yang baik, antara lain sepanjang koridor atau sekitar jaringan jalan utama kota. Fenomena tersebut pada suatu saat dikhawatirkan akan berdampak buruk dengan timbulnya permasalahan kota yang lebig serius, antara lain kemaceta lalu lintas, tumbuh suburnya permukiman kumuh, bangunan-bangunan liar tanpa IMB ( ijin mendirikan bangunan ), pelanggaran limitasi kawasan terbangun, menurunnya kualitas dan daya dukung lingkungan serta permasalahan sosial lainnya. Untuk mengantisipasi permasalahan diatas pihak Pemda Kabupaten Bungo perlu segera mempersiapkan instrumen pengendali pertumbuhan fisik kota melalui pendekatan konsep perencanaan tata ruang yang berjenjang dengan tingkat kedalaman dan lingkup kawasan perencanaan sesuai ketentuan peraturan yang berlaku, mulai dari Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang lebih lanjut dijabarkan kedalam Rencana detail Tata Ruang ( RDTR ), Rencana Teknik Ruang Kota ( RTRK ) hingga Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan ( RTBL ) KEGIATAN PENYSUNAN RENCANA TATA BANGUNAN DAN LINGKUNGAN ( RTBL ) SASARAN KEGIATAN Sasaran yang hendak dicapai adalah ketersediaan panduan Rancang bangun suatu kawasan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui perwujudan kualitas lingkungan yang layak huni ( liveable ), berjati diri ( imageable ), dan produktif ( enduring ) BENTUK DAN PELAKSANAAN KEGIATAN RTBL merupakan pengaturan persyaratan tata bangunan dan lingkungan sebagai tindak lanjut dari RTRW Kabupaten / Kota dan atau RTDRKP. Digunakan dalam 4-22

137 Bab 4 : Rencana Program Investasi Infrastruktur pengendalian pemanfaatan ruang suatu kawasan san sebagai panduan rancangan kawasan untuk mewujudkan kesatuan karakter serta kualitas bangunan gedung dan lingkungan yang berkelanjutan. Pemantapan lokasi dan batas lokasi wilayah perencanaan disetiap Kabupaten / Kota terpilih dan melakukan kesepakatan dengan Pemerintah Kabupaten / Kota. Melakukan koordinasi dengan instansi terkait di Kabupaten / Kota terpilih. Melakukan pengendalian produk konsultan berupa naskah RTBL sesuai dengan substansi yang ada didalam Pedoman Umum Penyusunan RTBL. Fasilitas konsultasi dan pembahasan produk RTBL dengan instansi terkait di tingkat Propinsi dan Kabupaten / Kota. Menfasilitasi Dinas yang membidangi ke Cipta Karya-an untuk membuat kesepakatan dengan Pemerintash Kabupaten / Kota agar menindak lanjuti naskah RTBL menjadi Peraturan Bupati / Walikota KELUARAN / PRODUK KEGIATAN Naskah kajian akademis RTBL yang minimal memuat : a. Hasil identifikasi dan kajian teknis tentang latar belakang permasalahan, pengalaman pemerintah daerah terhadap penanganan kawasan yang menjadi obyek RTBL. b. Hasil pelaksanaan kegiatan penyusunan RTBL kawasan dan pelaksanaan strategi penanganannya, serta hasil studi literatur yang terkait. Draft Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan sesuai dengan Pedoman Umum yang minimal memuat : a. Penetapan lokasi dan deliniasi RTBL ( disetujui Dinas Teknis Pemerintah Kabupaten / Kota ). b. Program Bangunan dan Lingkungan c. Program Investasi d. Rencana Umum ( Design Plan ) e. Rencana detail ( Design Guidelines ) f. Administrasi Pengendalian Program dan Rencana g. Arahan Pengendalian Pelaksanaan 4-23

138 Bab 4 : Rencana Program Investasi Infrastruktur Draft Pengaturan Kepala Daerah berupa Draft Peraturan Bupati / Walikota yang memberikan status hukum serta mengoprasionalkan muatan pengaturan RTBL yangt telah disusun. Kesepakatan untuk ditindak lanjuti dalam bentuk program pelaksanaan dan pembiayaan REKOMENDASI KAWASAN PERENCANAAN TATA BANGUNAN DAN LINGKUNGAN PERKOTAAN MUARA BUNGO Dasar pertimbangan teknis untuk menetapkan kawasan prioritas yang perlu segera disusun RTBL nya antara lain adalah : Rekomnedasi tindak lanjut implementasi RTRW Perkotaan. Memperhatikan peraturan perundangan serta petunjuk / pedoman teknis yang berlaku. Memperhatikan fungsi kawasan perkotaan yang memiliki peran / nilai startegis. Permasalahan mendesak pada kawasan-kawaasan yang peka terhadap pengaruh perkembangan fisik kota khususnya dari segi tata bangunan dan lingkungan. Menunujuk pada dasar pertimbangan diatas serta hasil observasi / kajian faktual dilapangan, maka diperoleh kesepakan antar segenap pemangku kepentingan untuk merekomendasikan kawasan prioritas bagi kegiatan penyusunan RTBL antaranya adalah : 1. Kawasan perdagangan pada inti pusat kota termasuk pasar Bungur dan sekitarnya, yang berada di wilayah Kecamatan Pasar Muara Bungo. 2. Kawasan perumahan diwilayah Kelurahan Sungai Pinang dan Sungai Kerjan, Kecamatan Bungo Dani. 3. Kawasan Perkantoran Pemerintahan Kabupaten Bungo dan sekitarnya yang berada di wilayah Kelurahan Pasir Putih Kecamatan Rimbo Tengah. Untuk lebih jelasnya lihat Gambar 4.1 A 4-24

139 Bab 4 : Rencana Program Investasi Infrastruktur PROGRAM YANG DIUSULKAN Usulan dan prioritas program penataan bangunan dan lingkungan disajikan dalam Tabel 4.9 Tabel 4.9 Usulan dan Prioritas Program Penaantaan Bangunan dan Lingkungan No Kegiatan Vol Harga Total Dukungan Satuan (Rp. Juta) Pusat Propinsi Kota/Kab Swasta Masyarakat I Pembinaan Teknis Bangunan Gedung 1 Diseminasi Peraturan/Per UU an Peningkatan/Pemantapan Kelembagaan Bangunan Gedung Pengembangan sistem informasi BG dan arsitektur Pelatihan teknis tenaga pendata harga satuan dan keselamatan bangunan gedung Pengelolaan bangunan gedung dan rumah negara Pembinaan teknis pembangunan bangunan gedung negara Penyusunan rencana induk sistem proteksi kebakaran Penyusunan raperda bangunan gedung Percontohan pendayaan bangunan gedung Percontohan aksesibilitas bangunan gedung dan lingkungan Rehab bangunan gedung dan negara Dukungan sarana dan prasarana pusat informasi pengembangan permukiman dan bangunan II Penataan Lingkungan Permukiman 1 Bantuan teknis rencana tata bangunan dan lingkungan Bantuan teknis RTH Dukungan sarana dan prasarana lingkungan permukiman kumuh Dukungan sarana dan prasarana lingkungan penataan lingkungan tradisionil/bersejarah III Pemberdayaan Masyarakat di Perkotaan 1 Penanggulangan kemiskinan terpadu (PAKET) Replikasi P2KP J U M L A H RENCANA INVESTASI SUB BIDANG PERSAMPAHAN PERTUNJUK UMUM Sub bidang persampahan pada Bidang Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum memiliki program dan kegiatan yang bertujuan untuk mencapai masyarakat hidup sehat dan sejahtera dalam lingkungan yang bersih dari sampah. 4-25

140 Bab 4 : Rencana Program Investasi Infrastruktur Sasaran program dan kegiatan pengelolaan persampahan mengacu pada RPJMN yaitu : 1. Meningkatkan jumlah sampah terangkut 2. Meningkatnya kinerja pengelolaan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang berwawasan lingkungan. Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 21/PRT/M/2006 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Sistem Pengelolaan Persampahan (KSNP-SPP), upaya pencapaian sasaran RPJMN dapat dilakukan meliputi : 1. Pengurangan sampah semaksimal mungkin dimulai dari sumbernya. 2. Peningkatan peran aktif masyarakat dan usaha/swasta sebagai mitra pengelolaan. 3. Peningkatan cakupan pelayanan dan kualitas system pengelolaan. Sasaran utama yang hendak dicapai adalah : 1. Pencapaian sasaran cakupan pelayanan 60 % penduduk 2. Pencapaian pengurangan kuantits sampah sebesar 20 % 3. Tercapainya peningkatan kualitas pengelolaan TPA menjadi sanitary landfill atau controlled landfill PROFIL RINCI PENGELOLAAN PERSAMPAHAN KONDISI YANG ADA SISTEM PENGELOLAAN PERSAMPAHAN YANG ADA Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Perkotaan, daerah pelayanan di Kota Muara Bungo meliputi 4 (empat) Kecamatan, 12 (dua belas) Kelurahan. Kecamatan Pasar Muara Bungo, Kecamatan Bungo Dani, Kecamatan Rimbo Tengah, Kecamatan Bathin III, Tingkat pelayanan pengumpulan sampah untuk masing masing jenis kegiatan disajikan dalam Tabel berikut ini : 4-26

141 Bab 4 : Rencana Program Investasi Infrastruktur Tabel 4.10 Tingkat Pelayanan Pengumpulan Sampah Di Kota Muara Bungo No Sumber Sampah Prosentase (%) Jml. Sampah m3 Dilayani m3 1 Pasar Permukiman RSUD / Ruko Fasilitas Umum Jalan/Saluran Industri Total Sumber : Dinas Perkotaan Muara Bungo, 2008 Berdasarkan wawancara dengan penduduk di permukiman dalam wilayah survey, lokasi yang tidak mendapat pelayanan angkutan sampah adalah : Kecamatan Pasar Muara Bungo, sekitar Jl. Lion Raja Medan Kecamatan Rimbo Tengah, sekitar Perumnas Kecamatan Bathin III, sekitar Perumahan Roni Permai Pelayanan pengangkutan sampah dikoordinir oleh masing-masing pengemudi truk sampah yang dikontrak secara langsung oleh Dinas Perkotaan. 4-27

142 Bab 4 : Rencana Program Investasi Infrastruktur Tabel 4.11 Rute Pelayanan Pengangkutan Truk Sampah No Rute Pelayanan Waktu Pengangkutan 1 Jl. Sri Soedewi-Jl M. Saidi Jl. Tennis dan Komplek Jengki-Jl. Angso Duo-Jl. Sudirman-Jl. Sulthan Taha-Jl. Muh Yamin-Jl. Perwira- Jl. Pramuka-Jl. Serunai dan Jam Wib s/d Jam Wib. Jl. Kecubung - Jl. Lintas dari Simpang PU s/d M.Yamin. Pasar Seroja dan (2 Trip) Komplek Perumahannya. 2 BTN Lintas Asri sekitarnya Jl. Lintas dari PU s/d Simpang Mesjid Agung- Jl. Sei.Kerjan sekitarnya- Jl. SD Tingkat-Jl. Rajawali-Jl. Garuda-Jl. Alkautsar belakang Pasar Bungur sekitarnya. Pasar Bungur dan Komplek Perumahan Jl. Al Kautsar s/d Simpang PU. Jam Wib s/d Jam Wib. (2 Trip) 3 Jl. Seroja-Jl Veteran-Jl Bahagia-Jl baharudin- Jl Dahlia-Jl Merdeka-Jl mesjid-jl Kesuma-Jl Saleh Somad-Jl Mat Keriting-Jl Jaya Setia dan sekitarnya-jl Lintas dari Lampu Merah bambu kuning ke jembatan. Lintas dari Jembatan s/d SPBU dan Terminal Bus dan SKB sekitarnya. 4 Jl. Durian-Jl Skib (Ibrahim Samsir) tembus Jl Sei.Kerjan sekitarnya-sungai Pinang sekitarnya-jl Lintas dari Simpang M.Yamin s/d Lampu Merah bambu kuning. Pasar Bungur bagian belakang dan Jl. Kirab Remaja Sekitarnya. 5 Jl Hasanudin-Jl Rm.Tahir- Jl Rangkayo Hitam- Jl Diponegoro-Jl Teuku Umar-Jl Bukit Telago-Jl Damar-Jl Abun Jani dan Merangin-Jl Lintas dari Mesjid Agung s/d Simp. PU. Pasar Bungur bagian depan, terminal Oplet dan truck. Sumber : Dinas Perkotaan Muara Bungo, Jam Wib s/d Jam Wib. (2 Trip) Jam Wib s/d Jam Wib. (2 Trip) Jam Wib s/d Jam Wib. (2 Trip) Tabel menunjukkan rute pelayanan pengangkutan yang ada di Kota Muara Bungo. Pengumpulan sampah dilakukan oleh 5 truk dengan masing masing menjalankan 2 trip, maka volume sampah yang diangkut : = 5 truk x 2 ritasi x 6 m3 setara dengan 60 m3 Pengumpulan sampah ini belum termasuk pengumpulan sampah di pasar dan pusat perbelanjaan serta RSUD. Pengangkutan sampah pasar dan pusat perbelanjaan dilakukan pada siang hingga senja setelah kegiatan perdagangan menurun. Diperkirakan ritasi sampah pasar dan pusat perbelanjaan sebesar 2 truk x 2 ritasi ; = 2 truk x 2 ritasi x 6 m3 = 24 m3 Pengangkutan sampah di RSUD dilakukan insidentil, tidak kontinu sebanyak rata rata 2 ritasi per minggu. Pada hari besar seperti perayaan Hari Kemerdekaan RI, dimana masyarakat dari wilayah Kabupaten Muara Bungo berkumpul di Kota Muara Bungo ritasi pengangkutan sampah jalan bertambah 4-28

143 Bab 4 : Rencana Program Investasi Infrastruktur GAMBAR 4.2 RUTE PELAYANAN 4-29

144 Bab 4 : Rencana Program Investasi Infrastruktur PEWADAHAN SAMPAH A. Rumah tangga Untuk pewadahan rumah tangga masyarakat menggunakan bin/ bak sampah, lubang dipagar, pojokan jalan atau di dalam kantong plastik dan TPS ( Tempat Pengumpulan Sementara). Dalam hal ini sampah dalam kondisi tidak terpilah, baik antara organik dan anorganik, bahkan dengan sampah berbahaya misalnya seperti bola lampu dan baterai. Jenis Pewadahan yang digunakan pada lokasi permukiman berdasarkan survey adalah seperti pada Tabel 4.12 berikut. Tabel 4.12 Jenis Pewadahan Yang Digunakan Di Permukiman No Lokasi Pewadahan Bak sampah kresek lainnya 1 Kec. Pasar Muara Bungo - 57% 43% 2 Kec. Bungo Dani 6% 26% 68% 3 Kec. Rimbo Tengah 6% 26% 68% 4 Kec. Bathin III 20% 43% 37% Sumber : Hasil Survey Konsultan, 2008 B. Pasar Sampah di Pasar tidak menggunakan pewadahan. Sampah ditumpuk dalam satu lokasi untuk kemudian diangkut oleh truk pengangkut sampah. Terlihat beberapa kios di pasar menggunakan keranjang yang langsung diangkut petugas menuju Truck sampah untuk dibawa ke TPA Tanjung Menanti. C. Komersial Sampah-sampah dari daerah komersial dikumpulkan menggunakan bin / bak sampah yang diletakan ditepi jalan atau dibuang langsung ke TPS yang berada dekat lokasi. D. Jalan dan Taman 4-30

145 Bab 4 : Rencana Program Investasi Infrastruktur Dibeberapa tempat ditepi jalan dan taman sudah tersedia bin-bin dan tempat untuk mengumpulkan sampah. Pemilahan antara sampah organik dan an organik belum dilakukan, pewadahan yang ada tidak terpisah menggunakan sebuah tempat sampah pada satu lokasi. E. Rumah Sakit Sampah rumah sakit, dan puskesmas terdiri dari sampah domestik dan sampah medis. Sampah tersebut ditempatkan dalam bin yang diberi alas kantong plastik dan mempunyai tutup. Sampah domestik dikumpulkan pada TPS di lokasi rumah sakit untuk menunggu diangkut petugas ke TPA. Jadwal waktu pengangkutan tidak tentu tergantung kapasitas sampah dan dana yang tersedia. Untuk setiap pengangkutan sampah dibutuhkan biaya pengangkutan. Sampah medis dikumpulkan untuk dibakar dalam insinerator. Pembakaran tergantung volume sampah rata rata 2 3 kali seminggu. Dari 3 (tiga) Rumah sakit yang ada di Kota Muara Bungo, hanya RSUD yang mempunyai alat pembakaran sampah medis berupa incinerator, 2 (dua) rumah sakit lainnya membakar sampah medis dengan cara tradisionil. F. Fasilitas Umum Fasilitas umum seperti sekolah, perkantoran, rumah ibadah dan terminal bus / truk mengumpulkan sampah dalam wadah keranjang, bin dan tempat sampah. Saat survey yang dilakukan secara acak terlihat setiap ruang kelas / kantor menyiapkan sebuah keranjang sampah. Sampah di terminal terlihat berserakan. G. Industri Industri yang ada di Kota Muara Bungo adalah industri tahu dan sale pisang, Pada umumnya sampah dari industri kecil tersebut digunakan sebagai makanan ternak yang diperlihara oleh masing-masing pengusaha tersebut. 4-31

146 Bab 4 : Rencana Program Investasi Infrastruktur PENGUMPULAN A. Rumah Tangga Sistem pengelolaan sampah berdasarkan konsep pengelolaan secara konvensional ada 2 macam yaitu sistem angkut buang dan kumpul angkut buang Sistem pengumpulan sampah di permukiman Kota Muara Bungo menggunakan sistem angkut buang, pengumpulan dan pengangkutan sampah dilakukan oleh petugas mulai dari sumber sampah di rumah penduduk dan langsung diangkut untuk dibuang ke TPA. Pengangkutan sampah dipermukiman dilakukan pada siang hari rata rata 2 kali seminggu untuk lokasi Lintas Asri. Gambar 4.3 dan Gambar 4.4 menunjukkan konsep pengelolaan sampah secara konvensional Gambar 4.3 Sistem Pengelolaan Pengangkutan Sampah Mulai Dari Sumber ke TPA 4-32

147 Bab 4 : Rencana Program Investasi Infrastruktur Gambar 4.4 Pengelolaan Sampah dengan Sistem Kumpul Angkut - Buang Tidak semua lokasi perumahan memperoleh pelayanan angkutan sampah. Masyarakat di perumahan yang tidak mendapat pelayanan angkutan sampah memilah sampah yang dapat dimanfaatkan dan sisanya dibakar, ditimbun atau dibuang ke lahan kosong dekat lokasi perumahan. Respons penduduk mengenai pengelolaan sampah pada wilayah survey disajikan pada Tabel

148 Bab 4 : Rencana Program Investasi Infrastruktur Tabel 4.13 Pengelolaan Sampah Pada Wilayah Survey No Lokasi Jml resp. Dibuang ke TPS Lapangan Dibakar 1 Kec. Pasar Muara Bungo 19 - % 5 % ditimbun 95 % 2 Kec. Bungo Dani 75 33% 4% 63% 3 Kec. Rimbo Tengah 35 - % 92 % 8 % 4 Kec. Bathin III 51 11% Pupuk 3 % 86% Jumlah 180 Sumber : Jawaban Kuesioner Responden, 2008 B. Pasar Kota Muara Bungo mempunyai 2 (dua) kawasan pasar yaitu: Pasar Bungur (pasar Atas) dan pasar Semagor / Seroja (pasar Bawah) sebagai pasar Harian/Mingguan dan Pengangkutan sampah dari pasar pasar tersebut dikelola oleh Dinas Perkotaan Kabupaten Muara Bungo, menggunakan 2 kendaraan truk sampah. Dengan rata-rata ritasi sebanyak 2 kali setiap hari. Jenis sampah dominan organik. Pengangkutan dilakukan pada siang hari dan sore hari saat kegiatan pasar telah menurun. Jenis sampah dominan sampah organik. Volume sampah yang terkumpul dan diangkut ke TPA Tanjung Menanti rata-rata sebanyak 24 m3/hari C. Komersial Pengumpulan sampah dari daerah komersial menggunakan truk sampah. Petugas mengangkut sampah yang dikumpulkan ditepi jalan pada daerah pertokoan maupun pusat perbelanjaan. Jenis sampah didaerah ini dominan anorganik. Petugas pengumpul sampah memilah sampah yang dapat dimanfaatkan kedalam wadah tersendiri. Pengangkutan sampah didaerah komersial dilakukan pada senja hingga malam hari. D. Jalan dan Taman Pada jalan utama dan taman kota pengumpulan sampah dilakukan dengan cara penyapuan dan pengangkutan sampah. Pengumpulan sampah dilakukan pada siang hari, 4-34

149 Bab 4 : Rencana Program Investasi Infrastruktur dimana setiap truk diikuti oleh satu tim yang terdiri dari seorang pengemudi truk, beberapa penyapu jalan dan beberapa pengangkut sampah. Selanjutnya sampah dari jalan dan taman dimasukan ke dalam dump truk yang dikelola oleh Dinas Perkotaan Kabupaten Bungo untuk dibawa ke TPA Tanjung Menanti. E. Rumah Sakit Sampah Rumah sakit yang bukan sampah medis dominan merupakan kemasan makanan / minuman dikumpulkan di TPS dekat lokasi Rumah Sakit. TPS merupakan ruang terbuka tanpa sekat maupun wadah penampung sampah. Pengangkutan sampah ke TPA dilakukan bila jumlah sampah telah mencapai kapasitas angkutan truk sampah sekitar 6 m3. Sampah non medis dari Rumah Sakit dengan standar yang lebih rendah maupun klinik mendapat pelayanan setara dengan pelayanan permukiman disekitarnya, adakalanya pada lokasi tidak terdapat pelayanan angkutan sampah sehingga sampah dibuang ke paya paya dekat lokasi rumah sakit. Rumah Sakit yang telah dilengkapi dengan incinerator membakar sampah medis dan sampah infeksius, frekwensi pembakaran rata rata 2 kali se minggu. Sedangkan rumah sakit yang belum mempunyai incinerator membakar sampah medis dan sampah infeksius dalam bak sampah dihalaman belakang rumah sakit. F. Fasilitas Umum Pengumpulan sampah di sekolah maupun kantor dilakukan oleh petugas kebersihan / Sat Pam. Sampah terdiri dari kertas, kemasan makanan dan minuman berupa plastik dan daun serta debu berasal dari lantai gedung. Sampah yang dapat dimanfaatkan dikumpulkan, dan sisanya dibakar atau ditimbun di halaman sekolah atau kantor. Berdasarkan wawancara dengan petugas kebersihan di sekolah yang disurvey secara acak, dimana pada lokasi tidak ada pelayanan pengangkutan sampah, setelah dikumpulkan, sampah di buang ke paya paya. Pengumpulan sampah di terminal dilakukan melalui wadah yang terdapat di lokasi terminal. Pengunjung ternyata tidak menggunakan wadah tersebut, sehingga sampah bertebaran. 4-35

150 Bab 4 : Rencana Program Investasi Infrastruktur EVALUASI KONDISI SISTEM PRSARANA YANG ADA Fasilitas pengelolaan sampah dan TPA yang dioperasikan atau digunakan oleh Kota Muara Bungo disusun dalam daftar pada tabel Pada Tabel terlihat akhir masa guna TPA, sehingga telah ada isyarat untuk segera mengantisipasi bila terjadi penutupan TPA. Diharapkan identifikasi tempat pengganti TPA dan fasilitas lainnya segera diselenggarakan. Tabel 4.14 Fasilitas Pengelolaan Sampah dan TPA Kota Muara Bungo No Nama Jumlah (unit) Lokasi Kapasitas Operasi Keterangan 1. TPA 1 Tanjung Menanti 4 ha 2 ha Akhir Masa Guna Container 2 Kota Muara 6 m3 Kondisi baik Bungo 3. Transfer Depo 21 Kecamatan Pasar - TPS 4 Buldozer 1 Tanjung Menanti - 5 Armroll Truk 1 Perkotaan 6 m3 - (rusak) 6 Dump Truck 7 Perkotaan 6 m3 6 unit 2 rit /truck/hr 7 Pick Up 5 Perkotaan 2 m3 3 unit Sumber : Dinas Perkotaan Kabupaten Muara Bungo, 2008 Pada tabel terlihat 2 buah container kondisi baik, jumlah truk yang beroperasi sebanyak 6 unit, truk lainnya yaitu pick up sebanyak 3 unit. Pick up digunakan untuk pengawasan pekerjaan. Tempat Penampungan Sampah Sementara atau TPS dapat berupa bak sampah (pasangan batubata), gerobak, transfer depo dan container. Dari TPS berupa bak sampah, sampah dimuat lagi ke dalam truk menggunakan keranjang kemudian diangkut menuju TPA. Pada TPS berupa transfer gerobak dan transfer depo sampah dimuat ke dalam truk dengan bantuan gerobak. Bila TPS berupa container, sampah diangkut beserta kontainernya ke dalam armroll dan selanjutnya dibawa ke TPA. Umumnya keadaan TPS-TPS yang ada sudah tidak layak, memerlukan perbaikan fisik dan peningkatan operasional. 4-36

151 Bab 4 : Rencana Program Investasi Infrastruktur Peningkatan operasional berupa pengaturan jadwal pembuangan dan pengangkutan dibutuhkan sehingga jangka waktu penumpukan sampah tidak lebih dari 1 (satu) hari di TPS. Tabel 4.15 Sarana Tempat Penampungan Sementara di Kota Muara Bungo No Jenis TPS Jumlah (unit) Keterangan 1 Bak kayu 45 Sebagian besar sudah rusak 2 Gerobak sampah besar 10 Sebagian besar sudah rusak 3 Gerobak Sorong Kecil 7 Sebagian besar sudah rusak 4 Beton Permanent/Depo 21 Kondisi baik 5 Kontainer 4 2 unit rusak Jumlah 87 Sumber : Dinas Perkotaan Kota Muara Bungo, 2008 Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah yang ada saat ini TPA Tanjung Menanti yang berlokasi di Kecamatan Bathin II Babeko dengan luas lahan 4 ha. Lokasi TPA Tanjung Menanti tidak berada dalam wilayah kota Muara Bungo dan berlokasi di luar Kota Muara Bungo yang mempunyai jarak kurang lebih 8 Km dari pusat Kota Muara Bungo. Pengoperasian lahan TPA Tanjung Menanti dimulai sejak tahun 1990 dengan status kepemilikan lahan yaitu milik pemerintah. Dengan masa operasi selama 24 jam /hari dalam waktu 7 hari/minggu. Berdasarkan informasi dari Dinas Perkotaan sampah yang masuk ke TPA sebanyak 40% atau 90 m3/hari dengan jumlah truk yang masuk ke TPA sebanyak 6 truk/hari.pengelolaan yang saat ini diterapkan di TPA Tanjung Menanti adalah open dumping. Penanganan lindi dan gas di lokasi TPA belum dilakukan PERMASALAHAN YANG DIHADAPI SASARAN PENYEDIAAN PRASARANA DAN SARANA PENGELOLAAN SAMPAH Pola pelayanan ditentukan berdasarkan : 1. kepadatan penduduk 2. fungsi kecamatan dalam tata ruang 3. kegiatan domestik dan non domestik 4-37

152 Bab 4 : Rencana Program Investasi Infrastruktur 4. tingkat kesejahteraan penduduk Semakin padat penduduknya, potensi pencemaran oleh timbulan sampah akan lebih nampak, sebab itu kepadatan penduduk merupakan faktor penentu pola pelayanan. Fungsi kecamatan dalam tata ruang merupakan arahan jenis kegiatan penduduk pada lokasi. Besarnya porsi kegiatan domestik dan non domestik ditetapkan oleh fungsi kecamatan dalam tata ruang.timbulan sampah untuk kegiatan non domestik perlu didahulukan dari kegiatan domestik, karena sampah dihasilkan oleh umum atau jumlah tak terkendali. Kedua faktor penentu yaitu kepadatan dan fungsi kecamatan yang tertuang dalam kegiatan domestik non domestik dianggap seimbang dimana kepadatan berbanding fungsi adalah 50% : 50%. Kepadatan penduduk tertinggi memperoleh nilai 100 %, dan lainnya diperbandingkan terhadap nilai kepadatan tertinggi. Kecamatan Pasar Muara Bungo mengemban fungsi non domestik, memperoleh nilai fungsi 2. Kecamatan Rimbo Tengah dan Kecamatan Bathin 3 mengemban sebagian fungsi non domestik dan sebagian fungsi domestik memperoleh nilai fungsi 0.5 x ( 2 + 1) = 1.5. Kecamatan Bathin III mengemban fungsi domestik memperoleh nilai fungsi 1. Kemudian nilai fungsi ini dikalibrasi, dimana nilai fungsi tertinggi memperoleh nilai kalibrasi 100% dan lainnya diperbandingkan terhadap nilai fungsi tertinggi. Setelah nilai kalibrasi diperoleh dikalikan dengan nilai perbandingan, diperoleh skore, kemudian skore dijumlahkan diperoleh skore sementara. Hasil perhitungan skore kepadatan dan fungsi tata ruang disajikan pada Tabel 4.16 berikut. 4-38

153 Bab 4 : Rencana Program Investasi Infrastruktur Tabel 4.16 Hasil Perhitungan Skore Kepadatan Dan Fungsi Tata Ruang. No Kecamatan Kepadatan BWK Jiwa/Ha Nilai Skore Fungsi Nilai Skore Total Skore 1 Pasar Muara Bungo Rimbo Tengah Bungo Dani Bathin III Sumber : Bungo dalam angka dan Hasil Perhitungan. Tingkat kesejahteraan penduduk ditetapkan sebagai faktor penentu pola pelayanan dalam standar nasional SNI melalui klasifikasi type bangunan, pada SNI terdahulu daerah dengan sanitasi buruk didahulukan pelayanannya. Pada kegiatan ini digunakan ukuran besarnya keluarga sejahtera 2. Jumlah keluarga sejahtera 2 tertinggi memperoleh nilai 100%, dan lainnya diperbandingkan terhadap nilai keluarga sejahtera 2 tertinggi. Tingkat kesejahteraan penduduk dibandingkan kedua faktor penentu lainnya kurang dominan, perbandingan tingkat kesejahteraan dengan dua faktor penentu lainnya dianggap 30% : 70%. Hasil perhitungan skore kepadatan - fungsi tata ruang terhadap tingkat kesejahteraan disajikan pada Tabel 4.17 berikut. 4-39

154 Bab 4 : Rencana Program Investasi Infrastruktur Tabel 4.17 Hasil Perhitungan Skore Kepadatan - Fungsi Tata Ruang Terhadap Tingkat Kesejahteraan No Kecamatan Tingkat Kesejahteraan Kepadatan - BWK Total Kk Nilai Skore Nilai Skore Skore Prioritas Pasar Muara 1 Bungo Rimbo Tengah Bungo Dani Bathin III Sumber : Bungo Dalam Angka Dan Hasil Perhitungan. Dari table diatas prioritas pelayanan dapat dilihat yaitu prioritas pelayanan pertama Kecamatan pasar Muara Bungo, kedua Kecamatan Bathin III, ketiga Kecamatan Bungo Dani dan prioritas pelayanan yang terakhir adalah Kecamatan Rimbo tengah. d. Sistem pelayanan Pewadahan menggunakan bin /drum bekas, pengumpulan menggunakan gerobak 1 m3 2-3 trip/hari dan pengangkutan dengan menggunakan dump truk 6 m3 2 3 hari/trip. Dari ketentuan alat tersebut maka jumlah alat yang diperlukan di Kota Muara Bungo untuk melayani masyarakat bidang persampahan disajikan dalam TabeL

155 Bab 4 : Rencana Program Investasi Infrastruktur Tabel 4.18 Kebutuhan Alat Berat Persampahan No Uraian Satuan Tahun Domestik Jumlah Penduduk jiwa 71,112 79,761 91, , ,765 Tingkat Pelayanan % Jumlah Penduduk Terlayani jiwa Timbulan sampah domestik l/or/hr Total timbulan sampah domestik m3/hr Total pelayanan sampah domestik m3/hr Non Domestik Prakiraan sampah domestik m3/hr Prosentase Pelayanan (Masterplan Persampahan % Kota Muara Bungo Tahun 2008) 3 Prakiraan sampah kota m3/hr Kebutuhan Peralatan a. Gerobak sampah 1 m b. TPS kontainer 10 m3 (50%) c. Truk terbuka 6 m3 (40%) d. Armroll truck 10 m3 (10%) Sumber : Hasil Analisa Konsultan,2008 Sedangkan kebutuna alat berat yang dibutuhkan di kota Muara Bungo sampai akhir tahun peperncanaan (Tahun 2027) adalah disajikan dalam Tabel 4.19 dibawah ini. TabeL 4.19 Kebutuhan Alat Berat Kota Muara Bungo Tahun 2027 No Uraian Kegiatan Vol Satuan I Pengadaan Alat 1 Pengadaan gerobak sampah 1 m3 22 unit 2 Pengadaan Kontainer 7 unit 3 Pengadaan Dump Truck 6 m3 7 unit 4 Pengadaan Armroll Truck 10 m3 1 unit 4-41

156 Bab 4 : Rencana Program Investasi Infrastruktur RUMUSAN MASALAH Dinas Perkotaan yang menjadi penanggungjawab pelaksanaan pengelolaan kebersihan Kota Muara Bungo menganggap bahwa permasalahan bidang persampahan yang dihadapi saat ini terbagi atas masalah eksternal dan internal. Masalah eksternal berkaitan dengan peran serta masyarakat yang kurang dalam hal mematuhi ketentuan yang telah ditetapkan. Hal ini disebabkan karena rendahnya tingkat pemahaman masyarakat dalam usaha untuk menjaga kebersihan lingkungan. Sedangkan masalah internal adalah berkaitan dengan keterbatasan prasarana yang dimiliki. Jumlah sarana dan prasarana tidak sebanding dengan wilayah pelayanan yang dilayani ANALISIS PERMASALAHAN DAN REKOMENDASI ANALISIS PERMASALAHAN a. Belum Tercapainya Target Nasional Dari target nasional sebesar 80 % penduduk yang harus terlayani baru mencapai 20 % penduduk yang memproleh pelayanan. Hal ini disebabkan masih terbatasnya prasarana yang ada sehingga untuk peningkatan pelayanan belum terpenuhi. b. Penerapan Tarif Perda yang ada saat ini belum dapat diterapkan sesuai dengan harapan sehingga diperlukan upaya untuk memberikan penyuluhan kepada masyarakat sehingga dapat meningkatkan partisipasi masyarakat. Besarnya tariff retribusi Rp 1500 untuk rumah tangga terlalu rendah dibandingkan biaya O&M yang dikeluarkan. c. Belum Adanya Fasilitas Bengkel keberadaan bengkel sangat berpengaruh pada upaya perawatan dan pemeliharaan terhadap semua peralatan yang digunakan untuk operasi persampahan. Yang terjadi saat ini peralatan tidak mendapatkan perawatan secara kontinyu sehingga sangat mengganggu proses pelayanan. d. Lokasi Pembuangan Akihr Pengelolaan pembuangan akhir sampah saat ini yang berada di Tanjung Menanti, dalam tahun kedua perencanaan sudah tidak mungkin lagi digunakan dan harus dicarikan alternative pengganti. Dengan berdasarkan pada Rencana Tata Ruang Kota Muara Bungo 4-42

157 Bab 4 : Rencana Program Investasi Infrastruktur akan dikembangkan menjadi lahan pemukiman dan akan dibangunnya Bandara dari lokasi yang saat ini sedang dalam pelaksanaan fisik. ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH Dari keseluruhan permasalahan yang timbul maka pemecahan yang dilakukan adalah sebagai berikut : a. Pencapaian target nasional akan dapat dilakukan dengan penambahan fasilitas yang diperlukan. Fasilitas ini termasuk fasilitas bengkel untuk pemeliharaan peralatan. b. Pemberian penyuluhan, penyuluhan diberikan kepada masyarakat yang memperoleh pelayanan atau yang belum terlayani. Diharapkan dengan penyuluhan tingkat kesadaran masyarakat dalam ikut serta mendukung kebersihan kota dapat terealisasikan. Penyuluhan ini juga ditujukan untuk menumbuhkan kesadaran sehingga perda yang telah dibentuk dapat diterapkan dengan baik. c. Penanganan Pembuangan Akhir, Lokasi pembuangan akhir sampah yang ada saat ini belum dilakukan pengelolaan secara baik. Sesuai dalam Rencana tata Ruang Kota Muara Bungo di sekitar lahan TPA akan dikembangkan menjadi pemukiman, maka perlu dicari alternative lokasi untuk TPA ini. Dalam menentukan lahan TPA harus mengacu pada Tata cara pemilihan lokasi TPA sampah diatur dalam SK.SNI T dan SNI , memuat ketentuan ketentuan sebagai berikut : - Ketentuan mengenai lokasi TPA - Ketentuan mengenai tahapan penentuan lokasi - Ketentuan mengenai kriteria regional - Ketentuan mengenai kriteria penyisih Sesuai dengan UU No 18 tahun 2008 pengelolaan sampah dengan system open dumping harus diganti dengan system lahan urug terkendali atau dengan sanitary landfill untuk skala kota besar/metropolitan REKOMENDASI Direkomendasikan sistem pengelolaan sampah yang dikembangkan di Kota Muara Bungo tidak lagi berdasarkan konsep pengelolaan konvensional; kumpul angkut buang, tetapi menitik beratkan kepada upaya memperpanjang umur penggunaan barang dan bahan sebelum dibuang sebagai sampah. Upaya tersebut lebih dikenal dengan 3 R 4-43

158 Bab 4 : Rencana Program Investasi Infrastruktur (Reduce= Mereduksi produksi sampah, Reuse = Menggunakan kembali barang yang telah digunakan, Recycling = Memanfaatkan kembali barang yang telah digunakan untuk kepentingan lain/daur ulang). Pelaksanaan pengelolaan sampah dengan menggunakan sistem 3 R, menuntut peran aktif baik dari penghasil sampah, maupun pengelola sampah, karena pada dasarnya dalam mengelola sampah, kegiatan pengurangan volume sampah dan pemilahan sampah awal dilakukan pertama kali oleh penghasil sampah sejak barang diproduksi sampai dikonsumsi dan kemudian sisanya dilakukan oleh pengelola sampah. Hal ini dilakukan untuk mengurangi sampah yang masuk ke TPA sehingga umur lahan TPA dapat lebih lama digunakan. Gambar 4.5 Sistem Pengelolaan Sampah Dengan Pola 3R 4-44

159 Bab 4 : Rencana Program Investasi Infrastruktur SISTEM PENGELOLAAN PERSAMPAHAN YANG DIUSULKAN USULAN DAN PRIORITAS PROGRAM PENGELOLAAN PERSAMPAHAN Berdasarkan surey kebutuhan penduduk yang telah memperoleh pelayanan baru mencapai 40 % dari total penduduk kota. Dengan pertimbangan operasional maka pada tahap I perencanaan target penduduk Kota Muara Bungo terlayani sebesar 50 % dari total penduduk kota Muara Bungo. yang terdiri dari pelayanan domestik. a. Usulan program pelayanan persampahan Tahap ke 1 Dengan daerah pelayanan meliputi BWK B (Bagian barat) dan BWK E (BWK Selatan). b. Pelayanan persampahan Tahap ke 2 pada tahap II perencanaan merupakan peningkatan dari pelayanan tahun pertaman dengan target 60 % penduduk kota terlayani yang mencakup pengembangan pelayanan wilayan non domestic yang meliputi BWK A (BWK Pusat Kota), BWK C (BWK Utara) dan BWK D (BWK Bandara). c. Tempat Pembuangan Akhir Usulan lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah di Kota Muara Bungo, seperti diuraikan dalam masterplan persampahan Kota Muara Bungo setelah dilakukan skorsing penyisihan lokasi TPA adalah : a. Skorsing TPA 1 Selatan Sungai Benit mempunyai jumlah 450 b. Skorsing TPA 2 Sungai Gurun (Camp korea)mempunyai 468 Dari kriteria penyisih skorsing yang mempunyai nilai palig besar yang akan dipilih untuk lokasi TPA. Dengan demikian lokasi terpilih sebagai Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah adalah di Camp Korea. Sistem pengelolaan yang diusulkan sesuai dengan UU No 18 Tahun 2008 mengenai persampahan bahwa semua pengelolaan harus menggunakan system sanitary landfill atau dengan system lahan urug terkendali. Dengan kebutuhan luas lahan sampai akhir tahun perencanaan yaitu tahun 2008 adalah kurang lebih 14 Ha, dimana timbulan sampah pada tahun 2027 mencapai 251 m3/hr. Sedangkan usulan dari system sarana dan prasarana persampahan dapat dilihat dalam Tabel 4.20dan Tabel 4.20 berikut ini 4-45

160 Bab 4 : Rencana Program Investasi Infrastruktur Tabel 4.20 Sistem Prasarana dan Sarana Persampahan Yang Diusulkan No Uraian Kegiatan Vol Satuan Harga Biaya Waktu (tahun ke) Satuan (Rp. Juta) I Pengadaan Alat 1 Pengadaan gerobak sampah 1 m3 22 unit Pengadaan Kontainer 7 unit Pengadaan Dump Truck 6 m3 7 unit Pengadaan Armroll Truck 10 m3 1 unit II Perencanaan TPA 1 Studi Kelayakan TPA 1 paket AMDAL TPA 1 paket Pengadaan lahan dan DED TPA 1 paket III Pemeliharaan 5 tahun IV Peningkatan SDM 5 tahun TOTAL PROGRAM 2,607 Keterangan PEMBIAYAAN PENGELOLAAN Tabel 4.21 Pembiayaan Sistem Prasarana dan Sarana Persampahan Yang Diusulkan No Uraian Kegiatan Vol Satuan Harga Biaya Waktu (tahun ke) Satuan (Rp. Juta) APBD APBD APBN Swasta Masyarakat Kota/Kab Prop I Pengadaan Alat 1 Pengadaan gerobak sampah 1 m3 22 unit Pengadaan Kontainer 7 unit Pengadaan Dump Truck 6 m3 7 unit Pengadaan Armroll Truck 10 m3 1 unit II Perencanaan TPA Studi Kelayakan TPA 1 paket AMDAL TPA 1 paket Pengadaan lahan dan DED TPA 1 paket III Pemeliharaan 5 tahun IV Peningkatan SDM 5 tahun TOTAL PROGRAM 2,607 1, Keterangan 4-46

161 Bab 4 : Rencana Program Investasi Infrastruktur 4.4 RENCANA INVESTASI SUB BIDANG AIR LIMBAH PETUNJUK UMUM UMUM Berdasarkan pedoman dan sasaran sector air limbah adalah menurunkan angka penyakit dan kematian penduduk perkotaan dimana, setiap keluarga harus sudah memiliki sarana pembuangan air limbah yang baik dan sehat, baik berupa On Site Teknologi atau Off Site Teknologi, dengan perincian sebagai berikut : Kepadatan > 200 jiwa/ha dilayani menggunakan Sewerage (off atau on site teknologi) Kepadatan jiwa/ha digunakan on site teknologi, MCK merupakan salah satu alternative Kepadatan < 150 jiwa/ha digunakan system konvensional Sistem pengelolaan air limbah terpusat (off site teknologi) adalah system penanganan air limbah domestic melalui jaringan pengumpul yang diteruskan ke Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Sistem pengelolaan air limbah setempat (on site teknologi) adalah system penanganan air limbah domestic yang dilakukan secara individual dan/atau komunal dengan fasilitas dan pelayanan dari satu atau beberapa bangunan, yang pengolahannya diselesaikan secara setempat atau di lokasi sumber. Berdasarkan data statistic Kabupaten Bungo Tahun 2007 tingkat kesehatan masyarakat menurun, hal ini terlihat dari perkembangan jumlah pasien yang terus meningkat selama 4 (empat) tahun terakhir ini. Untuk lebih jelasnya perkembangan jumlah pasien yang dirawat di RSU Muara Bungo berdasarkan jenis penyakit dari tahun 2004 sampai tahun 2007 disajikan dalam Talel 4.22 berikut ini 4-47

162 Bab 4 : Rencana Program Investasi Infrastruktur Tabel 4.22 Perkembangan Jumlah Pasien RSU Muara Bungo Tahun No Ruangan Tahun Kulit Diare ,141 3 Deman Berdarah Kecelakaan 1,576 1,899 2,272 3,460 5 Keracunan Malaria Infeksi Saluran Pernafasan Radang Telinga Bronchitis Menahun TBC dan Paru lain 263 2, Lainnya 18,157 24,395 30,633 23,885 Jumlah 21,762 32,259 35,372 31,474 Sumber : Kabupaten Bungo Dalam Angka Tahun PENCAPAIAN PENGELOLAAN AIR LIMBAH DALAM RENCANA KOTA Terjadinya polusi pada saluran primer drainase dibeberapa kota Muara Bungo atau tercemarnya air tanah sebagai indikasi bahwa masih terdapat penduduk yang membuang limbah domestiknya ke saluran drainase dan tanah dibelakang rumah. Terhadap beberapa fasilitas umum (MCK) yang telah dibangun ada sebagian yang belum dimanfaatkan secara baik, sebagai penyebabnya adalah kebiasaan membuang ke sungai, tidak adanya tanggung jawab, terlalu jauh atau tidak cukup dana untuk operasi dan pemeliharaan. Untuk penanganan septic tank belum ada pihak swasta atau pemerintah yang menangani system air rlimbah di kota Muara Bungo. Penanganan dilakukan oleh keluarga itu sendiri. Sebagai upaya dalam perbaikan sanitasi lingkungan pada beberapa lokasi di Kota Muara Bungo yang memerlukan fasilitas pembuangan limbah, adalah dengan membangun tangki septik dan bidang resapan. Pada tangki septik ini limbah padat diuraikan dan bagian cair 4-48

163 Bab 4 : Rencana Program Investasi Infrastruktur dibuang ke bidang atau lubang resapan. Sistem tangki septik dapat digunakan bersamasama dengan jamban tuang siram atau jamban dengan tangki pembilas. Alternatif lain yang diusulkan konsultan dalam rencana sistem jaringan air limbah di Kota Muara Bungo ini dengan menggunakan sistem Instalasi Pengolahan Limbah Tinja (IPLT). Limbah yang masuk ke IPLT dapat melalui sistem perpipaan atau memakai sarana pengangkutan dengan memakai truk tinja. Sistem jaringan pipa air limbah yang direncanakan akan melalui jalur jalan yang ada, dengan sistem jaringan mulai dari jaringan pipa air kotor primer, jaringan pipa air kotor sekunder, dan jaringan pipa air kotor tertier KEBIJAKAN, PROGRAM DAN KEGIATAN PENGELOLAAN AIR LIMBAH DALAM RENCANA KOTA Dalam kegiatan pengelolaan air limbah kota Muara Bungo beberapa kebijakan sebagai bahan acuan adalah sebagai berikut : 1. Undang-undang No. 11 Tahun 1974 tentang Pengairan, 2. Undang-undang No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman, 3. Undang-undang No. 24 Tahun 1992 tentang Panataan Ruang, 4. Undang-undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup PROFIL RENCANA PENGELOLAAN AIR LIMBAH GAMBARAN UMUM SISTEM PENGELOLAAN Sebagian besar daerah perkotaan yang tersebar di beberapa kelurahan, masih memerlukan fasilitas pembuangan limbah manusia yang baik dan sehat. Meskipun saat ini sistem pembuangan yang ada di kota Muara Bungo menggunakan tangki septik, namun di beberapa lokasi masih terlihat adanya penduduk yang membuang limbah langsung ke badan sungai, saluran drainase dan tanah kosong. Kondisi ini disebabkan oleh tingkat kesadaran terhadap sanitasi atau terhadap fasilitas sanitasi yang diberikan masih rendah. 4-49

164 Bab 4 : Rencana Program Investasi Infrastruktur KONDISI SISTEM SARANA DAN PRASARANA PENGELOLAAN AIR LIMBAH Sistem pengelolaan air limbah saat ini belum adanya unit pelaksana yang menangani masalah sanitasi kota. Kondisi ini menyebabkan sanitasi kurang memperoleh perhatian khusus, termasuk dalam pengurus septictank, pengadaan fasilitas sanitasi atau pemeliharaannya. Mengingat sudah mulai tercemarnya badan air permukaan di kota Muara Bungo, khususnya pada parit yang melewati kawasan permukiman maka diperlukan suatu upaya perbaikan kualitas air permukaan dan lingkungan. Kondisi ini tentunya menjadikan wajah kota Muara Bungo menjadi kurang sedap dipandang, karena pencemaran badan air menjadikan berwarna hitam dan berbau tidak enak PERMASALAHAN YANG DIHADAPI SASARAN PENGELOLAAN PRASARANA DAN SARANA (PS) AIR LIMBAH Permasalahan sanitasi di Kota Muara Bungo dapat diuraikan sebagai berikut : a. Kurangnya Tingkat Kesadaran Masyarkat Sebagian masyarakat kota, terutama yang berpengetahuan rendah dan sebagian yang belum memiliki kloset masih menggunakan sungai atau saluran drainase tenpat pembuangan limbah, terutama pada pemukiman yang berada di pinggiran sungai. b. Belum adanya IPAL Dalam waktu yang bersamaan dengan penyusunan RPIJM ini sedang direncanakan pula DED Sistem Pengolahan Air Limbah Rumah Tangga Kota Muara Bungo. Tetapi sampai laporan ini disusun Belum mempunyai gambaran system apa yang akan diterapkan dalam Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) di kota Muara Bungo ini RUMUSAN MASALAH Permsalahan sanitasi di Kota Muara Bungo dapat diuraikan sebagai berikut : a. Kurangnya Tingkat Kesadaran Masyarkat 4-50

165 Bab 4 : Rencana Program Investasi Infrastruktur Sebagian masyarakat kota, terutama yang berpengetahuan rendah dan sebagian yang belum memiliki kloset masih menggunakan sungai atau saluran drainase tenpat pembuangan limbah, terutama pada pemukiman yang berada di pinggiran sungai. b. Kurangnya Koordinasi Pengelolaan Hal ini terjadi untuk fasilitas umum yang diberikan, dimana pengoperasian tidak ada yang bertanggung jawab, akibatnya fasilitas yang ada tidak terpelihara dengan baik bahkan beberapa unit tidak dioperasikan. c. Belum adanya IPAL Dalam waktu yang bersamaan dengan penyusunan RPIJM ini sedang direncanakan pula DED Sistem Pengolahan Air Limbah Rumah Tangga Kota Muara Bungo. Tetapi sampai laporan ini disusun Belum mempunyai gambaran system apa yang akan diterapkan dalam Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) di kota Muara Bungo ini ANALISIS PERMASALAHAN DAN REKOMENDASI ANALISIS PERSOALAN Beberapa pemasalahan pengelolaan air limbah yang ada di kota Muara Bungo adalah kurangnya kesadaran masyarakat dalam sanitasi lingkungan dan system air limbah yang baik dan benar. Sehingga tingkat kesehatan srtiap tahunnya menurun. Sebagai upaya dalam mengatasi permasalahan air limbah tersebut sudah saatnya kota Muara Bungo Kabupaten Bungo mempunyai Masterplan mengenai Sistem Pengelolaan Limbah Rumah Tangga Kota Muara Bungo ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH Untuk mengatasi permasalahan sanitasi di Kota Muara Bungo diperlukan beberapa upaya pemecahan masalah sebagai berikut : a. Penyuluhan Penyuluhan dibagi dalam dua bentuk yaitu : 1. penyuluhan umum Pelaksanaan untuk pengenalan masalah sanitasi kepada seluruh lapisan masyarakat. 2. Penyuluhan Khusus 4-51

166 Bab 4 : Rencana Program Investasi Infrastruktur Pelaksanaan untuk masyarakat yang tidak meningkatkan fasilitas sanitasi, dan diharapkan ada pembangunan sarana baru setelah mengikuti penyuluhan tersebut. b. Rehabilitasi Diberikan untuk perbaikan fasilitas sanitasi yang telah dibangun, dan rekomendasi untuk pembentukan system penanggulangan operasi bagi fasilitas yang ada. c. Pembangunan Sarana Baru Dalam pembangunan sarana baru dibagi dalam beberapa hal yaitu : 1. Fasilitas pribadi (septictank + bidang resapan atau cubluk) yang diperhitungkan dari kemampuan dan kemauan membayar melalui system kredit. 2. Fasilits bersama (MCK atau jamban jamak) yang diperhitungkan dengan kemauan dan kemampuan membayar O & P. d. Pengadaan mobil Penguras Septic Tank Mobil penguras septic tank diperlukan di Kota Muara Bungo yang selanjutnya dibawa Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). e. Pembentukan Institusi / Unit Khusus Diperlukan seksi khusus untuk menangani masalah sanitasi sehingga masalah sanitasi ini mendapat perhatian khusus yang akan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat REKOMENDASI Untuk masyarakat yang sudah mempunyai kloset tetapi dihubungkan langsung ke sungai diperlukan suatu fasilitas dalam pembangunan septictank sehingga limbah yang dihasilkan tidak dibuang langsung ke sungai. Sarana sanitasi yang digunakan oleh masyarakat yang menggunakan jamban umum sebaiknya dibentuk pengelola sebagai penanggung jawab dalam hal operasional dan pemeliharaa. 4-52

167 Bab 4 : Rencana Program Investasi Infrastruktur SISTEM PRASARANA YANG DIUSULKAN USULAN DAN PRIORITAS PROGRAM Dalam pengembangan pelayanan prasarana sarana limbah sesuai dengan uraian di atas masing-masing kepadatan di tiap kecamatan Kota Muara Bungo disajikan dalam Tabel 4.23 berikut ini. Tabel 4.23 Kepadatan Penduduk Menurut kecamatan Kota Muara Bungo Tahun 2007 No Kecamatan Luas (Km2) Jumlah Penduduk Kepadatan 1 Rimbo tengah 155, ,63 2 Bungo Dani 77, ,48 3 Pasar Muara BUngo 38, ,40 4 Bathin III 116, ,89 Sumber : Bungo Dalam Angka Tahun 2007 Maka prasarana sarana limbah yang diusulkan di masing-masing Kecamatan Kota Muara Bungo sesuai dengan kebutuhan masyarakat adalah sebagai berikut : - Kecamatan bathin III dan Rimbo Tengah menggunakan system konvensional - Kecamatan Bungo Dani dan pasar Muara Bungo menggunakan system On Site Untuk lebih jelasnya Usulan dan prioritas Program Pengelolaan Air Limbah Kota Muara Bungo disajikan dalam Tabel 4.24 berikut ini. 4-53

168 Bab 4 : Rencana Program Investasi Infrastruktur Tabel 2.24 Usulan dan Prioritas Program Pengelolaan Air Limbah Kota Muara Bungo Aspek pengelolaan Air Limbah Vol Satuan Harga Biaya Waktu (tahun ke) Satuan (Rp. Juta) Keterangan Peningkatan Kelembagaan Pengelola Air Limbah Perkuatan institusi dan SDM 5 Paket Pengembangan Pengelolaan Sanitasi Sistem On Site Pengembangan perencanaan (masterplan, Feasibility 1 Paket Study, DED) Penyediaan sarana sanitasi sistem on site 31 unit Pembangunan PS sanitasi on site skala komunitas berbasis masyarakat 31 unit Penyediaan Prasarana Pengumpulan Tinja (Tinja Truk) 1 paket Pembangunan IPLT 1 paket Peningkatan Operasi dan Pemeliharaan Sistem 5 tahun Pengelolaan Lumpur Tinja Peningkatan Pendanaan Pengembangan sistem pengelolaan air limbah 3 paket Peningkatan mekanisme retribusi 3 paket Pengembangan mekanisme peningkatan sumber 3 paket pembiayaan Pengembangan Peraturan/Perundangan Penyediaan Peraturan dan pedoman siap pakai 2 paket Penerapan sanksi dan reward 2 paket Peningkatan Peran serta masyarakat dan swasta Pengembangan pelibatan swasta 3 paket Penyuluhan/kampanye dan peningkatan partisipasi 5 paket masyarakat Pengembangan Promosi Pembangunan PS Air 5 paket Limbah TOTAL PROGRAM 3, PEMBIAYAAN PENGELOLAAN Pembiayaan disusun berdasarkan klasifikasi tanggungjawab masing-masing Pemerintah Kabupaten/Kota, Pemerintah Pusat, Swasta dan masyarakat. Klasifikasi pembiayaan pengelolaan air limbah dibagi menjadi anggaran APBD Kota/Kab, APBD Propinsi, APBN, Swasta dan masyarakat. 4-54

169 Bab 4 : Rencana Program Investasi Infrastruktur Untuk lebih jelasnya Usulan Pembiayaan pengelolan Proyek Pengelolaan Air Limbah disajikan dalam Tabel 4.25 berikut ini. Tabel 4.25 Usulan Pembiayaan Pengelolaan Proyek Pengelolaan Air Limbah No Aspek pengelolaan Air Limbah Vol Satuan Harga Biaya Sumber Dana Satuan (Rp. Juta) APBD APBD APBN Swasta Masyarakat Kota/Kab Prop I Peningkatan Kelembagaan Pengelola Air Limbah 1 Perkuatan institusi dan SDM 5 Paket II Pengembangan Pengelolaan Sanitasi Sistem On Site Keterangan 1 Pengembangan perencanaan (masterplan, Feasibility 1 Paket Study, DED) 2 Penyediaan sarana sanitasi sistem on site 31 unit Pembangunan PS sanitasi on site skala komunitas berbasis 31 unit masyarakat 4 Penyediaan Prasarana Pengumpulan Tinja (Tinja Truk) 1 paket Pembangunan IPLT 1 paket Peningkatan Operasi dan Pemeliharaan Sistem 5 tahun Pengelolaan Lumpur Tinja III Peningkatan Pendanaan 1 Pengembangan sistem pengelolaan air limbah 3 paket Peningkatan mekanisme retribusi 3 paket Pengembangan mekanisme peningkatan sumber 3 paket pembiayaan IV Pengembangan Peraturan/Perundangan 1 Penyediaan Peraturan dan pedoman siap pakai 2 paket Penerapan sanksi dan reward 2 paket V Peningkatan Peran serta masyarakat dan swasta 1 Pengembangan pelibatan swasta 3 paket Penyuluhan/kampanye dan peningkatan partisipasi 5 paket masyarakat VI 5 paket Pengembangan Promosi Pembangunan PS Air Limbah TOTAL PROGRAM 3,085 1,543 1, RENCANA INVESTASI SUB BIDANG DRAINASE PETUNJUK UMUM PENCAPAIAN DRAINASE DALAM RENCANA KOTA Pertumbuhan penduduk dana kepadatan penduduk yang cepat menimbulkan tekanan terhadap ruang dan lingkungan untuk kebutuhan perumahan kawasan jasa/industry yang selanjutnya menjadi kawasan terbangun. Kawasan perkotaan yang terbangun 4-55

170 Bab 4 : Rencana Program Investasi Infrastruktur memerlukan adanya dukungan prasarana dan sarana yang baik menjangkau kepada masyarakat berpenghasilan menengah dan rendah. Perkembangan perumahan dan permukiman yang sangat pesat sering kurang terkendali dan tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang maupun konsep pembangunan yang berkelanjutan, mengakibatkan banyak kawasan-kawasan rendah yang semula berfungsi sebagai tempat parkir air (retarding pond) dan bantaran sungai dihuni oleh penduduk. Kondisi ini akhirnya meningkatkan volume air permukaan yang masuk ke saluran drainase dan sungai. Hal-hal tersebut diatas membawa dampak rendahnya kemampuan drainase mengeringkan kawasan terbangun, dan rendahnya kapasitas saluran prasarana pengendali banjir (sungai, polder-polder, pompa-pompa, pintu-pintu pengatur) untuk mengalirkan air ke laut. Jadi dampak pembangunan perkotaan, yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan hidup penduduk dapat pula menimbulkan masalah misalnya di bidang drainase. Kondisi sarana dan prasarana drainase yang ada sampai dengan tahun 2000 mempunyai. cakupan pelayanan nasional sekitar 49 % ( Ha) dari luas genangan Ha. Secara umum kendala-kendala yang dihadapi dalam penanganan drainase antara lain menurunnya perhatian pengelola pembangunan bidang drainase khususnya mengenai masalah operasi dan pemeliharaan, pola pokir dan kesadaran masyarakat yang rendah akan lingkungan hidup yang bersih dan sehat dan lemahnya institusi pengelolaan prasarana dan sarana drainase dan ketidakmampuan untuk menyusun program yang dibutuhkan. Dalam penanganan drainase perlu memperhatikan berbagai factor yang dapat menimbulkan permasalahan, salah satunya berupa masalah genangan air. Pada saat ini banyak terjadi masalah genangan air yang pada umumnya disebabkan antara lain karena prioritas penanganan drainase kurang mendapat perhatian, kurangnya kesadaran bahwa pemecahan masalah genangan harus melihat pada system jaringan saluran secara keseluruhan yang mengakibatkan hambatan (back water) dan beban saluran dari hulunya, tidak menyadari bahwa system drainase kawasan harus terpasu dengan system air badan air regionalnya (system flood control), kurang menyadari bahwa pemeliharaan (pembersihan dan perbaikan) saluran merupakan pekerjaan rutin yang sangat penting 4-56

171 Bab 4 : Rencana Program Investasi Infrastruktur untuk menurunkan resiko genangan, belum optimalnya koordinasi antara pihak terkait agar system pengaliran air hujan dapat berjalan dengan baik. Masalaha-masalah tersebut diatas memerlukan pemecahan pengelolaan yang diantaranya mencakup bagaimana merencanakan suatu system drainase yang baik, membuat perencanaan terinci (DED), melakukan restrukturisasi institusi dan peraturan terkait, dan membina partisipasi masyarakat untuk ikut memecahkan drainase KEBIJAKAN PROGRAM DAN KEGIATAN DRAINASE DALAM RENCANA KOTA Kebijakan system drainasekota Muara Bungo mengacu pada kebijakan nasional, sedangakan program prioritas yang dapat mendukung pengembangan system pengelolaan drainase adalah sebagai berikut : 1. Program Pembinaan Pengelolaan Sistem Drainase a. Target : Peningkatan NSPM system drainase dan pengembangan perangkat pengaturan di daerah Peningkatan peran, fungsi dan kinerja lembaga/institusi pengelola dan SDM 2. Program Pengembangan Program dan Perencanaan Pembangunan Sistem Drainase a. Target : Peningkatan penyusunan PJM dan masterplan sector drainase di Kabupaten/Kota 3. Program Pengembangan Pembangunan Sistem Drainase Perkotaan a. Target : Peningkatan system drainase dalam rangka mengurangi wilayah genangan di perkotaan Pengembangan jaringan drainase, system polder/kolam penampung/retensi serta PS pendukung/pelengkapnya meningkatkan pelayanan sarana drainase dan melindungi kawasan permukiman dan strategis perkotaan dari resiko genangan Menjaga dan meningkatkan fungsi prasarana dan sarana system drainase yang ada prioritas kota metropolitan, besar dan sedang 4. Program Pembangunan PS Sistem Drainase Mendukung Kawasan Strategis/Tertentu dan Pemulihan Dampak Bencana dan Kerusuhan 4-57

172 Bab 4 : Rencana Program Investasi Infrastruktur Target : Peningkatan kualitas kawasan permukiman dalam rangka mendukung Indonesia aman dan damai 5. Program Pengembangan PS Drainase Skala Kawasan/Lingkungan Berbasis Masyarakat Target : peningkatan PS drainase dalam rangka menjaga kesehatan lingkungan permukiman dan kuantitas air tanah melalui pengembangan sumur resapan 6. Program Pengelolaan Sistem Drainase Terpadu Mendukung Konservasi Suber Daya Air Target : Pengembangan system drainase skala regional secara terpadu mendukung keseimbangan tata air 7. Program Pengembangan Kapasitas Pendanaan Pembangunan Sistem Drainase Target : Peningkatan pendanaan pembangunan PS system drainase dari berbagai sumber baik pemerintah, pinjaman luar negeri atau dengan swasta terutama developer untuk pengembangan kawasan permukiman baru 8. Program Promosi Pengelolaan PS Sistem Drainase Target : Penyuluhan dan peningkatan pemahaman dan kesadaran masyarakat serta pemangku kepentingan dalam penyediaan pengelolaan PS drainase 9. Program Pengembangan Inovasi Teknologi Sistem Drainase Target : Peningkatan kualitas pembangunan system drainase PROFIL RINCI PENYEDIAAN DRAINASE KONDISI YANG ADA A. POLA ALIRAN AIR PERMUKAAN Pola aliran air permukaan cenderung dipengaruhi oleh kemiringan lahan/kondisi topografi dalam daerah pengaliran. Kemiringan lahan erat kaitannya dengan unsur kemampuan tanah lainnya serta untuk penggunaan lahan nantinya. Kemiringan lahan juga menentukan besarnya kecepatan aliran air saat terjadinya hujan yang akan mempengaruhi erosi dan longsor. Proses limpasan permukaan biasanya sebagai berikut : Pada bagian akhir hujan permulaan, air yang mengisi lekukan lekukan menambah dalamnya luapan dan mulai meluap. 4-58

173 Bab 4 : Rencana Program Investasi Infrastruktur Air luapan ini lambat laun bertambah besar, mempersatukan aliran aliran yang kecil dan mengalir di permukaan tanah ke sungai. Aliran ini disebut aliran pelimpahan permukaan (overland flow). Air yang mencapai sungai itu mengalir ke hilir, mempersatukan aliran aliran dari samping. Air ini disebut limpasan permukaan. Pada wilayah perencanaan (Kota Muara Bungo), pola aliran air permukaan berlangsung sebagai berikut ; air hujan yang turun dan mencapai permukaan tanah, sebagian mengisi lekukan lekukan dan sebagian lagi mengalir di permukaan tanah menuju ke Sungai Batang Bungo dan Batang Tebo. Air yang mengalir di permukaan melalui saluran saluran alami maupun buatan (pasangan batu dan beton) yang terdiri dari saluran primer (main drain), saluran sekunder dan saluran tersier. Keberadaan alur-alur sungai dan saluran drainase jalan, kondisi beberapa bagian Kota Muara Bungo yang masih berupa cekungan-cekungan (rawa-rawa) sangat berperan besar dalam meredam banjir di Kota Muara Bungo. Hal ini terutama karena cekungancekungan ini menjadi wadah penampung limpasan air hujan yang tidak tertampung oleh saluran yang ada atau limpasan pada kawasan yang belum memiliki jaringan drainase (alam atau pun buatan). Fungsi lain dari cekungan-cekungan ini adalah untuk menampung limpasan arus balik atau luapan Sungai Batang Tebo dan Sungai Batang Bungo pada saat sungai-sungai itu mengalami saat-saat banjir. Cekungan dimaksud antara lain yang terdapat di kawasan S. Udo, Kawasan Danau Buluh, Kawasan Sungai Pinang, Kawasan Danau Besar (Tanjung Gedang). Tetapi karena tekanan kebutuhan ruang untuk pemukiman (Karena lokasinya yang berada di sekitar kawasan pusat kota) beberapa kawasan ini kemudian berkembang menjadi areal perumahan yang sangat rawan banjir, terutama pada saat terjadi hujan yang cukup besar dan dalam jangka waktu yang cukup lama (sekitar 3 jam lebih). Contoh kawasan ini adalah kawasan sekitar SD 285 dan Dam di jalan Rangkayo Hitam Dalam penataan sistem drainase Kota Muara Bungo, keberadaan beberapa cekungancekungan ini akan tetap dibutuhkan. Terutama akan berfungsi sebagai wadah untuk menampung limpasan arus balik atau luapan Sungai Batang Tebo dan Sungai Batang Bungo pada saat sungai-sungai itu mengalami saat-saat banjir. Cekungan dimaksud antara lain yang terdapat di kawasan S. Udo, Kawasan Danau Buluh, dan Kawasan Danau Besar 4-59

174 Bab 4 : Rencana Program Investasi Infrastruktur (Tanjung Gedang). Khusus untuk cekungan kawasan Danau Besar, bahkan berfungsi sebagai badan penerima air permukaan dari sub sistem drainase Sungai Tetapan Jaya Setia sebelum dialirkan ke Sungai Batang Tebo. Cekungan lain yang akan tetap sangat besar peranannya adalah Kawasan Danau Buluh (hutan kelelawar) yang terutama akan berfungsi sebagai penampung limpasan banjir Sungai Batang Tebo. Untuk lebih jelasnya, pola aliran air permukaan di Kota Muara Bungo beserta daerahdaerah cekungan (rawa-rawa) B. SISTEM TATA AIR Berdasarkan karakteristik topografi dan rangkaian alur sungai yang ada, sistem tata air Kota Muara Bungo terbagi atas 4 (empat ) Sub DAS ( Daerah Aliran Sungai). Diurut dari timur ke barat Sub DAS tersebut adalah : 1. Sub DAS Sungai Tetapan Danau Buluh : Kawasan tangkapan (catchments area) sub DAS nya mencakup wilayah Kelurahan Pasir Putih, Kelurahan Bungo Barat dan Kelurahan Tanjung Gedang. Karakteristik penggunaan lahan di kawasan ini sebagian besar adalah tanah kosong berupa semak belukar, kebun/ladang, rawa-rawa serta pemukiman penduduk (khususnya di bagian hulu). Di bagian hulu kawasan topografinya berbukit dan bergelombang dengan kemiringan 10 % s/d 45 % sementara mulai bagian tengah sampai ke arah hilirnya merupakan tanah datar dengan kemiringan 0% - 3%. Badan penerima utama untuk air permukaan yang dibawa oleh Sub DAS ini adalah Sungai Batang Tebo. Total luas wilayah cakupan 417,2 Ha 2. Sub DAS Sungai Tetapan Jaya Setia : Sub Das ini mencakup kawasan sekitar pusat kota yang termasuk dalam wilayah Kelurahan Bungo Barat, Kelurahan Tanjung Gedang dan Kelurahan Pasir Putih. Karakteristik penggunaan lahan di kawasan ini sebagian besar adalah berupa pemukiman penduduk yang cukup padat dan kawasan pusat perdagangan (kawasan pasar bawah). 4-60

175 Bab 4 : Rencana Program Investasi Infrastruktur Di bagian hulu kawasan topografinya bergelombang dengan kemiringan 3 % s/d 15 % sementara mulai bagian tengah sampai ke arah hilirnya merupakan tanah datar dengan kemiringan 0% - 3%. Badan penerima utama untuk air permukaan yang dibawa oleh Sub DAS ini adalah Sungai Batang Tebo. Total luas wilayah cakupan 176,66 Ha 3. Sub DAS Sungai Pinang : Untuk Sub DAS Sungai total Pinang terbagi atas 3 (tiga) Sub sub DAS yaitu : Sub DAS Sungai Pinang I (dengan S. Pasir Putih sebagai saluran utamanya), Sub DAS Sungai Pinang II (dengan S. Pinang sebagai saluran utamanya) dan Sub DAS Sungai Pinang III (dengan saluran drainase sebagai saluran utamanya) Sub Das ini mencakup kawasan sekitar pusat kota yang termasuk dalam wilayah Kelurahan Sungai Pinang dan Kelurahan Bungo Barat. Karakteristik penggunaan lahan di kawasan ini sebagian besar adalah berupa pemukiman penduduk yang cukup padat dan kawasan pusat perdagangan (kawasan pasar atas). Di bagian hulu kawasan topografinya bergelombang dengan kemiringan 3 % s/d 15 % sementara mulai bagian tengah sampai ke arah hilirnya merupakan tanah datar dengan kemiringan 0% - 3%. Badan penerima utama untuk air permukaan yang dibawa oleh Sub DAS ini adalah Sungai Batang Bungo. Total luas wilayah cakupan 179,75 Ha 4. Sub DAS Sungai Kerjan Sungai Dingin Sub DAS ini mencakup kawasan sekitar pusat kota yang termasuk dalam wilayah Kelurahan Sungai Pinang dan Kelurahan Bungo Barat. Karakteristik penggunaan lahan di kawasan ini sebagian besar adalah berupa pemukiman penduduk yang cukup padat di Kelurahan Sungai Pinang dan kawasan pusat perdagangan (kawasan pasar atas). 4-61

176 Bab 4 : Rencana Program Investasi Infrastruktur Di bagian hulu kawasan topografinya bergelombang dengan kemiringan 3 % s/d 15 % sementara mulai bagian tengah sampai ke arah hilirnya merupakan tanah datar dengan kemiringan 0% - 3%. Badan penerima utama untuk air permukaan yang dibawa oleh Sub DAS ini adalah Sungai Batang Bungo. Total luas wilayah cakupan 357,42 Ha KONDISI SISTEM DRAINASE YANG ADA Tabel berikut menyajikan kondisi eksisting system drainase yang ada di Kota Muara Bungo. Tabel 4.26 Kondisi Eksisting dan Permasalahan Drainase Kota Muara Bungo No. Uraian Eksisting Permasalahan 1. Daerah tangkapan air hujan Daerah perkotaan Muara Bungo Saluran yang sudah tidak mencukupi akibat perubahan penggunaan fungsi lahan 2. Sistem drainase Tercampur Tercampurnya air hujan dan air limbah rumah tangga 3. Pola pengairan air hujan Sistem drainase alami Arah aliran air hujan tidak teratur 4. Saluran primer Sungai Batang Tebo Sungai Batang Bungo 5. Saluran Sekunder Sungai Kerjan Sungai Pinang Sungai Pasir Putih Sungai Rawa Daerah tangkapan sebelah barat perbatasan Kota Muara Bungo. Daerah tangkapan sebelah barat kota dan Desa Sungai Pinang. Daerah tangkapan bagian timur perbatasan Kota Muara Bungo. Daerah tangkapan sekitar Setiap tahun meluap dan menggenangi daerah sekitarnya 4-62

177 Bab 4 : Rencana Program Investasi Infrastruktur No. Uraian Eksisting Permasalahan Jalan Diponegoro, Jalan Teuku Umar, Jalan Hasannudin dan Jalan Pasir Putih. 6. Saluran Tersier Daerah tangkapan air dari drainase jalan 7. Fasilitas bangunan drainase Saluran terbuka Saluran tertutup Gorong-gorong Jembatan Street inlet Kapasitas saluran kurang memadai Bentuk/desainnya kurang cocok dengan kondisi jalan 8. Kelembagaan Saluran Primer Saluran Sekunder Saluran Tersier Saluran tanah P2LP Prop. Jambi Cab. Dinas PU Bute Dinas PU DT II Bungo Kurang terpelihara Sumber : Masterplan Drainase Kota Muara Bungo, KELEMBAGAAN Kelembagaan dalam pengelolaan sistem drainase Kota Muara Bungo telah terorganisir dengan cukup baik. Batasan batasan daerah operasional dan pengawasan terbagi atas : Untuk saluran primer merupakan tanggung jawab P2LP Propinsi jambi. Untuk saluran sekunder merupakan tanggung jawab Dinas pekerjaan Umum Cabang Bungo Tebo. Untuk saluran tersier merupakan tanggung jawab Dinas Pekerjaan Umum Daerah Tingkat II Bungo. 4-63

178 Bab 4 : Rencana Program Investasi Infrastruktur PERMASALAHN YANG DIHADAPI PERMASALAHN SISTEM DRAINASE YANG ADA Dari wawancara dengan penduduk dan petugas lapangan, dapat diketahui bahwa masalah genangan air merupakan masalah yang cukup serius di Kota Muara Bungo. Apabila terjadi hujan cukup deras, maka jalan-jalan daerah yang rendah segera tergenang air. Hal itu tentu saja akan mengakibatkan kerusakan pada hak milik penduduk, pencemaran sumur penduduk dan gangguan pada lalu lintas kota. Penyebab lain terjadinya genangan pada pusat kota karena inlet inlet yang tidak berfungsi, tertutup tanaman/rumput liar dan sampah SASARAN DRAINASE Penanganan drainase perlu memperhatikan fungsi drainase perkotaan sebagai prasarana kota yang dilandaskan pada konsep drainase yang berwawasan lingkungan. Berlainan dengan paradigm lama yang prinsipnya mengalirkan limpasan air hujan ke badan air penerima secepatnya, tetapi prinsipnya agar air hujan yang jatuh ditahan dulu agar lebih banyak yang meresap ke dalam tanah melalui bangunan resapan buatan/alamiah seperti kolam tendon, waduk lapangan, sumur-sumur resapan, penataan lansekap dan lain-lain. Hal tersebut bertujuan memotong puncak banjir yang terjadi sehingga dimensi saluran lebih ekonomis, dapat juga membantu menambah sumber-sumber air baku.penanganan drainase juga harus memakai pendekatan system, tidak secara parsial, parameterparameter teknis ditentukan factor alam setempat. Berdasarkan isu permasalahan strategis dibidang drainase, maka dirumuskan suatu sasaran kebijakan nasional sebagai arahan mendasar dari kondisi yang akan dicapai dan diwujudkan dalam pengembangan bidang drainase di masa yang akan dating. Sasaran kebijakan pengembangan drainase adalah sebagai berikut : Terlaksananya pengembangan system drainase yang terdesentralisasir, efisien, efektif dan terpadu. Terciptanya pola pembangunan bidang drainase yang berkelanjutan melalui kewajiban melakukan konservasi air dan pembangunan yang berwawasan lingkungan. 4-64

179 Bab 4 : Rencana Program Investasi Infrastruktur Terwujudnya upaya pengentasan kemiskinan perkotaan yang efektif dan ekonomis melalui minimaslisasi resiko biaya social dan ekonomi serta biaya kesehatan akibat genangan dan bencana banjir. Terciptanya peningkatan koordinasi antara Kabupaten/kota dalam penganan system drainase RUMUSAN MASALAH Pemeliharaan saluran drainase adalah merupakan kegiatan yang penting, terutama untuk mempertahankan tingkat pelayanan saluran, sehingga umur konstruksinya dapat bertahan lama. Kegiatan pemeliharaan saluran drainase di Kota Muara Bungo saat ini masih dilaksanakan secara insidentil yaitu bersamaan dengan kegiatan persampahan. - Organisasi Untuk dapat melaksanakan kegiatan pemeliharaan saluran drainase dengan baik, perlu adanya unit tersendiri yang secara institusional diberi wewenang menyelenggarakan kegiatan pemeliharaan sara drainase kota. Unit tersebut sebaiknya berada di dalam Dinas Pekerjaan Umum Daerah Tingkat II Bungo sebagai tambahan dari urusan yang berada dibawah Kepala Dinas atau setingkat urusan yang berada di bawah kepala Bagian. - Peralatan Dukungan peralatan yang memadai mempunyai peran yang cukup besar dalam pelaksanaan pemeliharaan saluran drainase. Karena akan memungkinkan pelaksanaan pekerjaan menjadi lancer, kapan serta jenis yang diperlukan tergantung pada volume pekerjaan dan ruang lingkup pelayanannya. - Rencana Anggran Biaya Untuk memperkirakan biaya operasional dan pemeliharaan jaringan drainase kota per tahun, perlu diadakan asumsi-asumsi dimana asumsi tersebut didasarkan pada pengalaman-pengalaman masa lalu. Perhitungan biaya didasarkan pada asumsi bahwa 1 (satu) orang pekerja akan mampu melaksanakan pembersihan saluran primer dan sekunder sepanjang 2 Km dalam satu tahun. Biaya pekerjaan diperkirakan Rp. 6000/hari. Dalam melaksanakan pekerjaan digunakan alat-alat manual sabit, cangkul dan lain-lain. 4-65

180 Bab 4 : Rencana Program Investasi Infrastruktur ANALISIS PERMASALAHAN DAN REKOMENDASI ANALISIS KEBUTUHAN Genangan yang terjadi di Kota Muara Bungo adalah sebagai berikut : a. Genangan di daerah antara Jl. Teuku Umar Jl Diponegoro Kecamatan Rimbo Tengah Penyebab genangan adalah belum ada saluran drainase, sehingga air mengalir ke tempat-tempat yang lebih rendah dan menggenangi daerah sekitarnya. b. Genangan di Kelurahan Pasir Putih RT 19 RW 06 Kecamatan Rimbo Tengah Penyebab genangan adalah belum ada saluran drainase, sehingga air mengalir ke tempat-tempat yang lebih rendah dan menggenangi daerah sekitarnya. c. Genangan di daerah RT 06 Sei Udo Kecamatan Bungo Dhani Penyebab genangan adalah belum ada saluran drainase, sehingga air mengalir ke tempat-tempat yang lebih rendah dan menggenangi daerah sekitarnya. d. Genangan di daerah RT 07 Sei Terpecah Kecamatan Bungo Dhani Penyebab genangan adalah saluran yang ada dimensinya kecil dan tersumbat oleh sampah. e. Genangan di daerah RT 10, 16, 17 S. Kerjan Kecamatan Bungo Dhani Penyebab genangan adalah belum ada saluran drainase, sehingga air mengalir ke tempat-tempat yang lebih rendah dan menggenangi daerah sekitarnya. f. Genangan di daerah Jl. Raya Sungai Arang Kecamatan Bungo Dhani Penyebab genangan adalah belum ada saluran drainase, sehingga air mengalir ke tempat-tempat yang lebih rendah dan menggenangi daerah sekitarnya. g. Genangan di daerah RT 17 RW 06 Kelurahan Jaya Setia Kecamatan Pasar Muara Bungo Penyebab genangan adalah limpasan dari air sungai pada waktu musim hujan dan belum adanya saluran drainase. h. Genangan di daerah RT RW Kelurahan Jaya Setia Kecamatan Pasar Muara Bungo Penyebab genangan adalah limpasan dari air sungai pada waktu musim hujan dan belum adanya saluran drainase. 4-66

181 Bab 4 : Rencana Program Investasi Infrastruktur i. Genangan di daerah Komplek Jengki RT 01 RW 01 Kel. Bungo Barat Kecamatan Ps Muara Bungo Penyebab genangan belum ada saluran drainase, pada waktu musim hujan air mengalir ke daearah yang lebig rendah dan menggenang dalam waktu beberapa lama. j. Genangan di daerah Jl. Masjid RT 04 RW 02 Kelurahan Bungo Timur Kecamatan Ps Muara Bungo Penyebab genangan adalah saluran yang ada relatife kecil disamping dangkal, sehingga tidak mampu menampung debit air hujan dan mengalirnya tidak lancer. k. Genangan di daerah RT 01,02,03 RW 01 Kelurahan Taman Agung Kecamatan Bathin III Penyebab genangan adalah belum ada saluran drainase, sehingga air mengalir ke tempat-tempat yang lebih rendah dan menggenangi daerah sekitarnya. l. Genangan di daerah RT 04,05,06 RW 02 Kelurahan Taman Agung Kecamatan Bathin III Penyebab genangan adalah belum ada saluran drainase, sehingga air mengalir ke tempat-tempat yang lebih rendah dan menggenangi daerah sekitarnya. m. Genangan di daerah Kelurahan Manggis RT 09 RW 03 Kecamatan Bathin III Penyebab genangan adalah belum ada saluran drainase, sehingga air mengalir ke tempat-tempat yang lebih rendah dan menggenangi daerah sekitarnya ANALISIS SISTEM DRAINASE Dari hasil peninjauan lapangan yang dilaksanakan di Kota Muara Bungo, dapat disimpulkan bahwa semua aliran drainase mengalir dengan cara gravitasi. Semua pembuangannya ke Sungai Batang Tebo dan Sungai Batang Bungo, dengan melalui suatu jaringan yang terdiri dari saluran alami maupun buatan yang berada disepanjang jalan dan saluran pembuangan yang lebih besar ANALISA JARINGAN DRAINASE Secara umum kondisi sistem jaringan drainase di Kota Muara Bungo sudah cukup baik, terutama karena banyaknya alur-alur sungai di seluruh kawasan kota yang menjadi 4-67

182 Bab 4 : Rencana Program Investasi Infrastruktur saluran pengumpul dan saluran pembawa air permukaan yang kemudian membawanya ke badan sungai penerima yaitu Sungai Batang Bungo dan Sungai Batang Tebo. Selain alur-alur sungai, keberadaan saluran drainase di hampir seluruh jaringan jalan di Kota Muara Bungo juga berperan besar dalam mendukung sistem drainase di Kota Muara Bungo ALTERNATIF PENYELESAIAN MASALAH Telah disinggung diatas bahwa genangan di Kota Muara Bungo disebabkan oleh beberapa hal, antara lain : - Kapasitas saluran yang tidak memadai - Belum terbangunnya saluran drainase yang permanen - Penyempitan dan pendangkalan akibat tanah dan sampah - Kondisi daerah yang lebih rendah Beberapa alternative yang dapat dipakai untuk memecahkan masalah genangan tersebut diatas, antara lain : a. Genangan di daerah antara Jl. Teuku Umar Jl Diponegoro Kecamatan Rimbo Tengah Alternatif 1 : Pembangunan saluran drainase baru dari pasangan batu Alternatif 2 : Pembuatan sumur resapan di buat di halaman rumah b. Genangan di Kelurahan Pasir Putih RT 19 RW 06 Kecamatan Rimbo Tengah Alternatif 1 : Pembangunan saluran drainase baru dari pasangan batu Alternatif 2 : Pembuatan sumur resapan di buat di halaman rumah c. Genangan di daerah RT 06 Sei Udo Kecamatan Bungo Dhani Alternatif 1 : Pembangunan saluran drainase baru dari pasangan batu Alternatif 2 : Pembuatan sumur resapan di buat di halaman rumah d. Genangan di daerah RT 07 Sei Terpecah Kecamatan Bungo Dhani Alternatif 1 : Memperbaiki dan memperbesar kapasitas saluran yang ada dengan pembuatan saluran drainase dari pasangan batu Alternatif 2 : Pembuatan sumur resapan di buat di halaman rumah e. Genangan di daerah RT 10, 16, 17 S. Kerjan Kecamatan Bungo Dhani Alternatif 1 : Pembangunan saluran drainase baru dari pasangan batu 4-68

183 Bab 4 : Rencana Program Investasi Infrastruktur Alternatif 2 : Pembuatan sumur resapan di buat di halaman rumah f. Genangan di daerah Jl. Raya Sungai Arang Kecamatan Bungo Dhani Alternatif 1 : Pembangunan saluran drainase baru dari pasangan batu Alternatif 2 : Pembuatan sumur resapan di buat di halaman rumah g. Genangan di daerah RT 17 RW 06 Kelurahan Jaya Setia Kecamatan Pasar Muara Bungo Alternatif 1 : Pembangunan saluran drainase baru dari pasangan batu Alternatif 2 : Memperbaiki kondisi saluran yang ada dengan pengerukan dan membersihkan sampah-sampah yang ada di dalam saluran h. Genangan di daerah RT RW Kelurahan Jaya Setia Kecamatan Pasar Muara Bungo Alternatif 1 : Pembangunan saluran drainase baru dari pasangan batu Alternatif 2 : Memperbaiki kondisi saluran yang ada dengan pengerukan dan membersihkan sampah-sampah yang ada di dalam saluran i. Genangan di daerah Komplek Jengki RT 01 RW 01 Kel. Bungo Barat Kecamatan Ps Muara Bungo Alternatif 1 : Pembangunan saluran drainase baru dari pasangan batu Alternatif 2 : Pembuatan sumur resapan di buat di halaman rumah j. Genangan di daerah Jl. Masjid RT 04 RW 02 Kelurahan Bungo Timur Kecamatan Ps Muara Bungo Alternatif 1 : Memperbaiki dan memperbesar kapasitas saluran yang ada dengan pembuatan saluran drainase dari pasangan batu Alternatif 2 : Pembuatan sumur resapan di buat di halaman rumah k. Genangan di daerah RT 01,02,03 RW 01 Kelurahan Taman Agung Kecamatan Bathin III Alternatif 1 : Pembangunan saluran drainase baru dari pasangan batu Alternatif 2 : Pembuatan sumur resapan di buat di halaman rumah l. Genangan di daerah RT 04,05,06 RW 02 Kelurahan Taman Agung Kecamatan Bathin III Alternatif 1 : Pembangunan saluran drainase baru dari pasangan batu Alternatif 2 : Pembuatan sumur resapan di buat di halaman rumah 4-69

184 Bab 4 : Rencana Program Investasi Infrastruktur m. Genangan di daerah Kelurahan Manggis RT 09 RW 03 Kecamatan Bathin III Alternatif 1 : Pembangunan saluran drainase baru dari pasangan batu Alternatif 2 : Pembuatan sumur resapan di buat di halaman rumah Dari dua alternative diatas maka yang akan dipilih dalam menangani masalah genangan di Kota Muara Bungo adalah alternative 1, karena akan memudahkan dalam hal pemeliharaan dan dalam hal penanganan masalah genangan membutuhkan waktu yang relative tidak lama. Pada alternative 2 konsep dasar dari sumur resapan pada hakekatnya adalah memberi kesempatan dan jalan ke dalam tanah yang jatuh di atap atau lahan yang kedap air untuk meresap ke dalam tanah dengan jalan menampung air tersebut pada suatu system resapan. Berbeda dengan alternative 1 dengan cara konvensional diman air hujan dibuang/dialirkan ke sungai diteruskan ke laut. Selanjutnya alternative pemecahan masalah yang dipilih juga akan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut : 1. Dapat diatasi dengan biaya ekonomis 2. Dapat direalisasikan tanpa kerumitan dalam hal pembebasan tanah. 3. Dapat dilaksanakan dengan teknologi sederhana, sehingga dapat dikerjakan oleh pemborong setempat REKOMENDASI Untuk memecahkan masalah drainase secara keseluruhan akan memakan biaya yang besar, maka setelah konsultasi dengan pihak Kecamatan yang mendesak untuk dimasukan dalam program multi tahun Program Jangka Menengah adalah sebagian Sungai Batang tebo dan Sungai Batang Bungo. Demikian juga untuk saluran tertiernya akan dibangun pada beberapa lokasi sebagai berikut : a. Normalisasi sungai saluran primer Sungai Batang Tebo dan Sungai Batang Bungo dibagi dalam 3 tahun anggaran 2008/2009, 2009/2010, 2010/2011. b. Pembuatan saluran tertier dengan pasangan batu pada lokasi-lokasi : 4-70

185 Bab 4 : Rencana Program Investasi Infrastruktur RT 19 RW 06 Kel pasir Putih Kecamatan Rimbo Tengah Antara jalan Teuku Umar ke Jl Diponegoro kec Rimbo Tengah RT 10,16,17 Sungai Kerja Kecamatan Bungo Dhani Jl. Raya Sungai Arang Kecamatan Bungo Dhani RT 01,02,03 RW 01 Kecamatan Bathin III RT 04, 05, 06 RW 02 Kecamatan Bathin III RT 17 RW 06 Kelurahan Jaya Setia Kecamatan Ps Muara Bungo RT RW 06 Kelurahan Jaya Setia Kecamatan Ps Muara Bungo Sepanjang 700 m Sepanjang 1200 m Sepanjang 2500 m Sepanjang 3500 m Sepanjang 700 m Sepanjang 100 m Sepanjang 2000 m Sepanjang 3000 m UPAYA KELOLA LINGKUNGAN/UPAYA PEMANTAUAN LINGKUNGAN UKL/UPL) Uraian kaitannya dengan aspek lingkungan, maka pada tahap pelaksanaan fisik system drainase yang diusulkan di Kota Muara Bungo, diperkirakan tidak akan menimbulkan dampak penting yang harus dibuat Analisis Dampak Lingkungannya (ANDAL). Bentuk dampak yang akan timbul adalah bersifat sementara yaitu selama masa konstruksi. Secara garis besar dapat dijelaskan sebagai berikut : Pada tahap Prakonstruksi, dampak negatifnya adalah : Keresahan penduduk terutama yang berdiam disepanjang lokasi kegiatan. Oleh karena itu sebelum dimulainya pelaksanaan fisik, perlu dilakukan penyuluhan yang intensif terhadap penduduk, sehingga dapat mengurangi dampak tersebut. Pada Tahap Konstruksi, dampak negatifnya adalah : Terganggunya arus lalu lintas, akibat mobilisasi material dan peralatan proyek. Menurunnya estetika akibat penumpukan metrial proyek, maupun material hasil galian. Terganggunya mobilitas penduduk. Pada Tahap Pasca Konstruksi, dampak positifnya adalah : Meningkatnya wawasan masyarakat terhadap kesehatan lingkungan dan pentingnya drainase. Meningkatnya estetika, karena saluran kesehatan lingkungan airnya lancer. Meningkatnya kesehatan masyarakat. 4-71

186 Bab 4 : Rencana Program Investasi Infrastruktur Meningkatnya harga tanah SISTEM DRAINASE YANG DIUSULKAN Usulan dan prioritas program yang diusulkan meliputi pembangunan saluran baru dan normalisasi sungai serta operasional dan pemeliharaan. Untuk lebih jelasnya usulan dan prioritas program dapat dilihat dalam Tabel 4.27 berikut ini. Tabel 4.27 Usulan dan Prioritas Program No Aspek Drainase Vol Satuan Harga Biaya Waktu (tahun ke) Satuan (Rp. Juta) I Peningkatan Kelembagaan Pengelola Drainase 1 Perkuatan institusi dan SDM 1 Paket II Pengembangan Pengelolaan 1 Pengembangan perencanaan (masterplan, Feasibility Study, DED) 1 Paket Peningkatan Saluran Baru a RT 19 RW 06 Kel pasir Putih Kecamatan Rimbo Tengah 700 m b Antara jalan Teuku Umar ke Jl Diponegoro kec Rimbo Tengah 1200 m c RT 10,16,17 Sungai Kerja Kecamatan Bungo Dhani 2500 m d Jl. Raya Sungai Arang Kecamatan Bungo Dhani 3500 m e RT 01,02,03 RW 01 Kecamatan Bathin III 700 m f RT 04, 05, 06 RW 02 Kecamatan Bathin III 100 m g RT 17 RW 06 Kelurahan Jaya Setia Kecamatan Ps Muara Bungo 2000 m h RT RW 06 Kelurahan Jaya Setia Kecamatan Ps Muara Bungo 3000 m Normalisasi sungai batang tebo dan batang bungo 1500 m Peningkatan Operasi dan Pemeliharaan 1 unit III Peningkatan Pendanaan 1 Pengembangan sistem pembiayaan pengelolaan drainase 3 paket Pengembangan mekansime penikatan sumber pembiayaan 3 paket IV Pengembangan Peraturan/Perundangan 1 Penyediaan Peraturan dan pedoman siap pakai 2 paket Penerapan sanksi dan reward 2 paket V Peningkatan Peran serta masyarakat 1 Pengembangan pelibatan 5 paket Penyuluhan/kampanye dan peningkatan partisipasi masyarakat 5 paket Keterangan TOTAL PROGRAM 2,

187 Bab 4 : Rencana Program Investasi Infrastruktur No Aspek Persampahan Vol Satuan Harga Biaya Waktu (tahun ke) Keterangan Satuan (Rp. Juta) APBD APBD APBN Swasta Masyarakat I Peningkatan Kelembagaan Pengelola Drainase Kota/Kab Prop 1 Perkuatan institusi dan SDM 1 Paket II Pengembangan Pengelolaan 1 Pengembangan perencanaan (masterplan, Feasibility Study, DED) 1 Paket Peningkatan Saluran Baru a RT 19 RW 06 Kel pasir Putih Kecamatan Rimbo Tengah 700 m b Antara jalan Teuku Umar ke Jl Diponegoro kec Rimbo Tengah 1200 m c RT 10,16,17 Sungai Kerja Kecamatan Bungo Dhani 2500 m d Jl. Raya Sungai Arang Kecamatan Bungo Dhani 3500 m e RT 01,02,03 RW 01 Kecamatan Bathin III 700 m f RT 04, 05, 06 RW 02 Kecamatan Bathin III 100 m g RT 17 RW 06 Kelurahan Jaya Setia Kecamatan Ps Muara Bungo 2000 m h RT RW 06 Kelurahan Jaya Setia Kecamatan Ps Muara Bungo 3000 m Normalisasi sungai batang tebo dan batang bungo 1500 m Peningkatan Operasi dan Pemeliharaan 1 unit III Peningkatan Pendanaan 1 Pengembangan sistem pembiayaan pengelolaan drainase 3 paket Pengembangan mekansime penikatan sumber pembiayaan 3 paket IV Pengembangan Peraturan/Perundangan 1 Penyediaan Peraturan dan pedoman siap pakai 2 paket Penerapan sanksi dan reward 2 paket V Peningkatan Peran serta masyarakat 1 Pengembangan pelibatan 5 paket Penyuluhan/kampanye dan peningkatan partisipasi masyarakat 5 paket TOTAL PROGRAM 2, RENCANA INVESTASI PENGEMBANGAN AIR MINUM PETUNJUK UMUM Mengacu pada Buku Panduan RPIJM mengenai Pengembangan Air Minum bahwa Sub Bidang Air Minum Direktorat Jenderal Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum memiliki program dan kegiatan yang bertujuan meningkatkan pelayanan air minum di perdesaan maupun perkotaan, khususnya bagi masyarakat miskin di kawasan rawan air selain itu meningkatkan keikutsertaan swasta dalam investasi dalam pembangunan PS air minum diperkotaan. Dalam penyusunan RPIJM bidang air minum harus memperhatikan Rencana Induk Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (RI SPAM) yang ada di kabupaten/kota, untuk daerah yang belum mempunyai RI-SPAM hendaknya dilakukan penyusunan RI- SPAM terlebih dahulu untuk jangka waktu sekurang-kurangnya selama 15 tahun. RI-SPAM merupakan rencana jangka panjang suatu wilayah baik di dalam Kabupaten/Kota, antar Kabupaten/Kota dan antar propinsi. Hal ini dimungkinkan karena 4-73

188 Bab 4 : Rencana Program Investasi Infrastruktur dalam pengembangan dan penyelenggaraan system penyediaan air minum tergantung dengan posisi dan letak unit-unit SPAM dan cakupan pelayanannya, contohnya sebuah Kabupaten/Kota tergantung pada sumber yang dimiliki oleh Kabupaten/Kota lain yang berada di daerah hulu. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengembangan system pengadaan air minum, antara lain : 1. Peran Kabupaten/Kota dalam pengembangan wilayah 2. Rencana pembangunan Kabupaten/Kota 3. Memprhatikan kondisi alamiah dan tipologi Kabupaten/Kota yang bersangkutan, seperti struktur dan morfologi tanah, topografi dan sebagainya 4. Pembangunan dilakukan dengan pendekatan pembangunan berkelanjutan dengan berwawasan lingkungan 5. Dalam penyusunan RPIJM harus memperhatikan Rencana Induk (Masterplan) Sistem Pengembangan Air Minum 6. Logical framework (kerangka logis) penilaian kelayakan investasi pengelolaan air minum 7. Keterpaduan pengelolaan air minum dengan Pengembangan system Penyediaan Air Minum (SPAM) dilaksanakan pada setiap tahapan penyelenggaraan pengembangan, sekurang-kurangnya dilaksanakan pada tahap perencanaan, baik dalam penyusunan rencana induk maupun dalam perencanaan teknik 8. Memperhatikan peraturan dan perundangan serta petunjuk/pedoman yang tersedia 9. Tingkat kelayakan pelayanan, eektivitas dan efisiensi pengelolaan air minum pada kota bersangkutan 10. Sebagai suatu PS yang tidak saja penting bagi peningkatan kesehatan masyarakat tetapi juga sangat penting bagi keberlanjutan lingkungan 11. Sumber pendanaan dari berbagai pihak baik pemerintah, masyarakat maupun swasta 12. Kelembagaan yang mengelola air minum 13. Investasi PS air minum dengan memperhatikan kelayakan terutama dalam hal pemulihan biaya operasi dan pemeliharaan 4-74

189 Bab 4 : Rencana Program Investasi Infrastruktur 14. Jika ada indikasi keterlobatan swasta dalam pembangunan dan/atau pengelolaan sarana dan prasarana air minum, perlu dilakukan identifikasi lebih lanjut 15. Safeguard Sosial dan Lingkungan 16. Perhitungan dan hal penunjang lainnya yang dibutuhkan untuk mendukung analisis disertakan dalam bentuk lampiran GAMBARAN KONDISI PELAYANAN AIR MINUM GAMBARAN UMUM SISTEM PENYEDIAAN DAN PENGELOLAAN Pengelolaan air minum di Kabupaten Bungo dilakukan oleh Pemerintah Daerah melalui Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Pancuran Telago yang berdiri sejak tahun 1993 berdasarkan Perda No. 2 /1993. PDAM Pancuran telago selain bertanggung jawab terhadap pengelolaan air minum untuk Kabupaten Bungo juga bertanggung jawab untuk pengelolaan air minum tingkat Kecamatan yang ada di Kabupaten Bungo. Saat ini ada 4 (empat) unit IKK yang dikelola oleh PDAM Pancuran Telago. Saat ini PDAM Pancuran Telago mempunyai system penyediaan air bersih untuk Kabupaten Bungo dengan kapasitas sebesar 142,5 lt/det, dengan total sambungan rumah (SR) sebanyak 4000 sambungan. Instalasi Pengolahan Air PDAM Pancuran Telago terletak di wilayah Kota Muara Bungo dan Ibu Kota Kecamatan-Kecamatan di dalam Kabupaten Bungo. Sumber air baku yang digunakan untuk Sistem Penyediaan Air Minum di Kabupaten Bungo berasal dari air permukaan berupa sungai dan embung. Ditinjau dari segi kuantitas sumber air baku yang digunakan masih dapat memenuhi kebutuhan penyediaan air minum di Kabupaten Bungo. Tetapi dari segi kualitas khususnya sir permukaan dari Sungai Batang Bungo dikhawatirkan akan mengalami degradasi akibat adanya kegiatan Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI). Pengambilan air baku dari sumber dalam Sistem Penyediaan Air Minum di Kabupaten Bungo dilakukan dengan bangunan penangka air/intake bor, bangunan intake yang ada terbuat dari konstruksi beton dan intake ponton. Saat ini PDAM Pancuran Telago Kabupaten Bungo dalam melayani kebutuhan air bersih di Kabupaten Bungo memiliki IPA dengan kapasitas terpasang 100 lt/det. Sedangkan 4-75

190 Bab 4 : Rencana Program Investasi Infrastruktur reservoir yang dimiliki PDAM Pancuran telago sebanyak 9 (Sembilan) buah, dengan kapasitas m3 yang tersebar di Instalasi Pengolahan Air dan daerah pelayanan di Kabupaten Bungo. Secara rinci reservoir yang terdapat pada system Penyediaan Air Minum di Kabupaten Bungo dilihat dalam Tabel 4.28 berikut ini. Tabel 4.28 Jumlah dan Kapasitas Reservoar di Kabupaten Bungo. No Kecamatan Jumlah (Unit) Kapasitas (M3) 1 Muara Bungo 4 2x1000 dan 2x200 2 Rantau Pandan Pelepat Tanah Tumbuh Tanah Sepenggal dan 40 Sumber : Laporan Pilot Project Penyediaan Masterplan Air Minum Di Kabupaten Bungo, Tahun KONDISI SISTEM SARANA DAN PRASARANA PENYEDIAAN DAN PENGELOLAAN AIR MINUM SISTEM NON PERPIPAAN Berdasarkan data laporan Laporan Pilot Project Penyediaan Masterplan Air Minum Di Kabupaten Bungo, Tahun Dan Sumber air yang digunakan oleh masyarakat bukan pelanggan PDAM berasal dari air permukaan, air tanah, air hujan dan sumur tetangga. Tabel 4.29 menyajikan sumber air baku lain yang digunakan oleh masyarakat bukan pelanggan PDAM. Tabel 4.29 Sumber Air Baku lain Yang Digunakan Selain Sumber PDAM No Uraian Jumlah responden Prosentase (%) 1 Sumur Sendiri 22 27,5 2 Sumur Tetangga 14 17,5 3 Sungai 29 36,25 4 Air Hujan 15 18,75 Jumlah Sumber : Laporan Pilot Project Penyediaan Masterplan Air Minum Di Kabupaten Bungo, Tahun

191 Bab 4 : Rencana Program Investasi Infrastruktur Dari table diatas menunjukkan bahwa sumber air baku utama masyarakat selain air PDAM didominasi oleh sungai. Distribusi sungai dengan sumber air lainnya adalah 36,25 % berbanding 63,75 %. Dari data diatas disimpulkan bahwa wilayah Kabupaten Bungo merupakan daerah rawan terhadap penyakit menular karena adanya alternative sumber air baku lain yang dalam penggunaannya tidak melalui proses pengolahan standar. Tabel berikut digambarkan kualitas air bersih yang disuplai oleh PDAM Pancuran telago serta kualitas air yang diperoleh dari sumber lain (non pelanggan PDAM). Tabel 4.30 Kualitas Air Bersih Yang Disuplai PDAM dan Non PDAM No Uraian Jumlah responden Prosentase (%) I Pelanggan PDAM 65 1 Tidak Berasa 5 7,7 2 Berasa (logam, kasat, asin) 5 7,7 3 Tidak Berwarna 15 23,1 4 Berwarna (Kuning, keruh, kehitaman) 15 23,1 5 Tidak Berbau 18 27,7 6 Berbau (logam, amis, dll) 7 10,8 II Non Pelanggan PDAM 55 1 Tidak Berasa 5 9,1 2 Tidak Berwarna 6 10,9 3 Berwarna (Kuning, keruh, kehitaman) 28 50,9 4 Tidak Berbau 2 3,6 5 Berbau (logam, amis, dll) 14 25,5 Sumber : Laporan Pilot Project Penyediaan Masterplan Air Minum Di Kabupaten Bungo, Tahun

192 Bab 4 : Rencana Program Investasi Infrastruktur SISTEM PERPIPAAN Saat ini jumlah pelanggan aktif yang tercatat adalah 4000 pelanggan. Setiap tahun jumlah pelangga PDAM terus bertambah rata-rata 150 sambungan, tetapi angka pemutusan rata-rata sama sehingga jumlah pelanggan PDAM di seluruh Kabupaten Bungo cenderung tetap. Untuk pelayanan Kota Muara Bungo walaupun daerah pelayanan sedah mencakup 6 (enam) Kelurahan tetapi belum seluruh penduduk yang ada dalam kelurahan tersebut mendapat pelayanan air bersih dari PDAM. Dari jumlah penduduk perkotaan di Kabupaten Bungo yang terjangkau oleh jaringan perpipaan PDAM baru mencapai 28 %. Tabel berikut menyajikan tingkat pelayanan air minum PDAM Pancuran Telago Kabupaten Bungo. Tabel 4.31 Tingkat Pelayanan Air Minum PDAM Pancuran Telago Kabupaten Bungo No Kecamatan Jumlah Penduduk (Jiwa) Jumlah SL (unit) Pddk Terlayani (jiwa) Tingkat Pelayanan % 1 Muara Bungo Bathin II Babeko Rantau Pandan ,04 4 Muko-muko Bathin VII 5 Pelepat Pelepat Ilir Tanah Tumbuh ,94 8 Limbur Lb Mengkuang 9 Tanah Sepenggal ,25 10 Jujuhan Jumlah Sumber : Data PDAM

193 Bab 4 : Rencana Program Investasi Infrastruktur PERMASALAHAN YANG DIHADAPI Pembangunan prasarana air minum PDAM Pancuran Telago Kabupaten Bungo yang telah dilaksanakan hingga pertengahan Tahun 2008 baru dapat melayani penduduk Kabupaten Bungo rata-rata 28 %, padahal animo masyarakat untuk mendapatkan pelayanan air bersih cukup tinggi hal ini dibuktikan dengan semakin meningkatnya permintaan masyarakat untuk menjadi pelanggan PDAM. Saat sekarang beban biaya operasional terus meningkat sehingga PDAM kesulitan dalam hal pengembangan. Sementara beban anggaran Pemerintah Daerah secara keseluruhan belum mampu untuk memberikan bantuan pengembangan Penyediaan Air Bersih. 4-79

194 Bab 4 : Rencana Program Investasi Infrastruktur GAMBAR 4.6 JARINGAN AIR BERSIH EKSISTING 4-80

195 Bab 4 : Rencana Program Investasi Infrastruktur ANALISIS KEBUTUHAN PRASARANA AIR MINUM ANALISIS KEBUTUHAN PRASARANA AIR MINUM ANALISIS KONDISI PELAYANAN Dengan keterbatasan kemampuan pendanaan pemerintah dalam penyediaan air bersih bagi masyarakat, pengembangan pelayanan air bersih harus mengikuti prinsip Dublin-Rio sebagai mana tercantum dalam kebijakan Nasional Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Berbasis Masyarakat. Prinsip Dublin-Rio menyatakan bahwa: Pembangunan dan pengelolaan air harus berdasarkan pendekatan partisipatif, menyertakan pengguna, perencana dan pembuat kebijakan pada semua tingkatan. Air adalah sumber terbatas dan rentan, penting untuk menyokong kehidupan, pembangunan, dan lingkungan. Perempuan memainkan bagian penting dalam penyediaan, pengelolaan, dan perlindungan air. Air memiliki nilai ekonomi dalam seluruh penggunaannya, dan harus diangap sebagai benda ekonomi. Secara global, penyediaan air bersih mendapat perhatian khusus. Hal ini dapat terlihat dari kesepakatan-kesepakatan yang telah dibuat melalui Johannesburg Summit pada tahun 2002 yang tertuang dalam Deklarasi Milenium (Millenium Development Goal). Di dalam deklarasi tersebut disepakati untuk mengurangi separuh proporsi penduduk yang tidak dapat atau tidak mampu memperoleh air minum yang sehat pada tahun di samping itu di dalam Deklarasi Kyoto (World Water Forum, 24 Maret 2003) dinyatakan bahwa: Peningkatan akses terhadap air bersih adalah penting bagi pembangunan berkelanjutan dan pengentasan kemiskinan dan kelaparan. Penambahan investasi pada sektor air minum dan penyehatan lingkungan sangat diperlukan dalam rangka mencapai target pengurangan separuh proporsi penduduk yang tidak memiliki akses terhadap air minum yang sehat dan sanitasi dasar dalam tahun Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka analisa proyeksi dan kebutuhan prasarana/sarana air bersih dalam RPIJM ini, terutama diproritaskan pada penduduk yang belum terlayani oleh PDAM dan pada wilayah yang mengalami kesulitan air bersih. 4-81

196 Bab 4 : Rencana Program Investasi Infrastruktur Pelaksanan peningkatan pelayanan dilaksanakan secara bertahap dengan mentargetkan pelayanan 30 % pada awal tahun rencana dan 80 % pada akhir tahun rencana. Rencana persentase dan pentahapan jumlah penduduk yang akan dilayani oleh system penyediaan air minum Kota Muara Bungo Kabupaten Bungo dapat dilihat pada Tabel 4.32 berikut ini. Tabel 4.32 Jumlah Penduduk Yang Dilayani No Tahun Jumlah Penduduk Prosen pelayanan Jumlah Penduduk Yang dilayani Sumber : Hasil Analisa Konsultan, ANALISIS KEBUTUHAN AIR MINUM Kebutuhan air minum masyarakat didasarkan pada proyeksi penduduk dan kebutuhan rata-rata per orang perhari. Proyeksi penduduk akan dihitung dalam interval 15 tahun selama periode perencanaan, sedangkan tingkat konsumsi air minum masyarakat dihitung berdasarkan hasil Survey Kebutuhan Nyata dari tingkat pemakaian rata-rata pelanggan serta pola pemakaian air masyarakat. Disamping kepada proyeksi penduduk dan pemakaian rata-rata pemakaian air, kebutuhan air minum masyarakat juga akan dihitung berdasarkan kebutuhan air non domestic, hari maksimum, tingkat pelayanan dan kebocoran. Berdasarkan uraian diatas klafikasi dan struktur kebutuhan air minum untuk Kabupaten Bungo disajikan dalam Tabel 4.33 berikut ini. 4-82

197 Bab 4 : Rencana Program Investasi Infrastruktur Tabel 4.33 Klasifikasi dan Struktur Kebutuhan Air Kabupaten Bungo No Parameter Kebutuhan Air 1 Tingkat Pelayanan (Target) 80 % 2 Tingkat Pemakaian Air - Sambungan Rumah (SR) Hidran Umum 30 3 Kebutuhan Non Domestik Industri (lt/det/hr) - Besar 1,00 - Sedang 0,50 - Kecil 0,25 Pasar 0,5 Hotel (m3/unit/hr) - Besar Kecil 1 3 Sosial dan Institusi - Perguruan Tinggi (m3/unit/hr) Sekolah (m3/unit/hr) 2 - Rumah Sakit (m3/unit/hr) Mesjid (m3/unit/hr) 5 - Kantor (m3/unit/hr) 1 - Asrama (m3/unit/hr) 1 4 Kebutuhan air rata-rata Keb domestic + Non domestik 5 Kebutuhan air maksimum 1,2 x keb rata-rata 6 Kehilangan air 20 % 7 Kebutuhan Jam Puncak 1,8 x Keb rata-rata Sumber : Pilot Project Penyediaan Master Plan Air Minum Di Kabupaten Bungo,

198 Bab 4 : Rencana Program Investasi Infrastruktur Dengan berdasar pada klasifikasi di atas dengan asumsi kebutuhan air non domestic 20 % dari kebutuhan domestic maka, kebutuhan air minum sampai akhir tahun perencanaan di Kota Muara Bungo disajikan dalam Tabel ANALISIS SISTEM PRASARANA DAN SARANA AIR MINUM Sesuai dengan laporan akhir Pilot Project Penyediaan Master Plan Air Minum Di Kabupaten Bungo tahun 2006, sumber air baku yang direncanakan untuk system penyediaan air minum Kota Muara Bungo Kabupaten Bungo berdasarkan potensi sumber yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat hingga akhir tahun perencanaan adalah air permukaan. Hal tersebut berdasarkan data sumber air yang ada pada daerah rencana yang melihat kemampuan sumber secara : - Kuantitas Sumber Air Dimana debit sumber air yang ada dapat memenuhi kebutuhan air baku untuk air minum yang harus lebih besar dari debit maksimum pemakaian air per hari agar ketersediaan air selalu ada. - Kualitas Sumber Air Diupayakan kualitas air yang cukup baik, sehingga dapat dilakukan pengolahan sederhana untuk menekan besarnya biaya operasional khususnya untuk kawasan IKK, pedesaan dan kawasan tertinggal. - Lokasi Sumber Air Sumber air yang aan dimanfaatkan sebagai air baku air minum diutamakan yang dekat dengan daerah pelayanan, dimana hal ini dimaksudkan untuk menekan biaya serta kemudahan operasi dan pemeliharaan. Potensi air baku yang dapat dimanfaatkan untuk system penyediaan air minum di Kota Muara Bungo adalah sumber air dari sungai dengan perkiraan debit lt/det. Sistem distribusi direncanakan dengan tujuan agar dapat membagi aliran ke seluruh daerah pelayanan secara merata dan kontinyu. Secara umum system pengaliran dengan pemompaan, gravitasi maupun kombinasi keduanya. Hal tersebut disesuaikan dengan kondisi topografi daerah pelayanan. 4-84

199 Bab 4 : Rencana Program Investasi Infrastruktur Topografi Kota Mura Bungo sangat variatif, dimana beberapa lokasi cenderung datar tetapi sebagian lagi cenderung berbukit. Hal tersebut membuat system pengaliran Sistem Penyediaan Air Minum di Kota Muara Bungo tidak homogen. Pada system distribusi yang akan direncanakan adalah berupa penggantian pipa mengingat kondisi pipa saat ini sudah mulai kropos karena umur pipa sudah mencapai kurang lebih 25 tahun. Selain penggantian pipa perlu dilakukan pula penambahan jaringan pipa tertier ke daerah pelayanan. Jaringan baru baik berupa jaringan maupun pengembangan, jenisnya harus mengikuti ketentuan seperti yang disyaratkan melalui PP No 16 Tahun 2005 sebagai upaya menjaga kualitas air minum yaitu : - Diameter 2 inchi ke bawah dari jenis Polyethiline(PE) - Diamter 3 inchi ke atas dapat menggunakan PVC, GIP, DCIP. Kebutuhan reservoir di Kota Muara Bungo sampai dengan akhir tahun perencanaan adalah 2000 m3 dengan ketentuan kriteria 15 % dari kebutuhan rata-rata ANALISIS KEBUTUHAN PROGRAM Kebutuhan program sesuai dengan Master Plan Air Minum Di Kabupaten Bungo tahun 2006 di Kota Muara Bungo sesuai dengan rencana program jangka menengah disajikan dalam Tabel 4.34 berikut ini. Tabel 4.34 Kebutuhan Program Jangka Menengah Sistem penyediaan Air Minum Kota Muara Bungo No Program/Kegiatan Volume Sasaran Keterangan 1 Pembuatan Laboratorium dan Pengadaan Peralatan Laboratorium 1 unit Pemantauan kualitas air PDAM Belum memiliki laboratorium 2 Pengadaan dan Pemasangan Pipa Distribusi - Penggantian Pipa 6000 M Peremajaan Jaringan Umur pipa ACP 4-85

200 Bab 4 : Rencana Program Investasi Infrastruktur No Program/Kegiatan Volume Sasaran Keterangan ACP Dia 150 mm ke PVC Dia 200 mm Distribusi tahun 3 Pengadaan dan Perluasan cakupan pemasangan pipa tertier pelayanan dan peremajaan pipa tertier yang habis umur teknis - Pipa HDPE Dia M mm - Pipa HDPE Dia M mm - Pipa HDPE Dia. 63 mm 1000 M 4 Peningkatan kemampuan Sumber daya karyawan Program karyawan yang professional dan Perpamsi, Dep kompetitif PU dan studi banding PDAM - Pelatihan teknis 2 orang manajemen dan motivasi - Kursus, magang, 10 orang seminar, dan pendidikan 5 Peningkatan Kapasitas pompa - Pompa intake dari kap 100 ke 200 l/det 2 buah Optimalisasi produksi Submersible Pump - Pompa Distribusi dari kap 100 ke 100 lt/det 2 buah Optimalisasi Distribusi Submersible Pump 6 Genset 4-86

201 Bab 4 : Rencana Program Investasi Infrastruktur No Program/Kegiatan Volume Sasaran Keterangan - Pemasangan panel koneksi Genset 500 KVA 7 Peningkatan kapasitas pompa - Pemasangan pompa booster kap 10 lt/det h = 60 m - Pompa distribusi dari kap 100 ke 200 lt/det 8 Instalasi Pengolahan Air (S. Pinang) - Penggantian Plate Settler IPA Kap 100 lt/det - Rehab filter SPC pada IPA 100 lt/det 9 Pembuatan Booster Pump & Reservoar Zona Kapasitas 200 m3 10 Pembuatan peta jaringan pipa (As built drawing) 2 buah lengkap Dapat dioperasikan 2 buah 250 KVA secara bersamaan 1 buah Optimalisasi distribusi dari 1 buah penggantian pompa untuk 24 jam pelayanan 2 unit Peningkatan kualitas air pada proses sedimentasi Genset yang ada tidak dioperasikan karena yang dibutuhkan 4-87 dapat daya sebesar 440 KVA Submersible Pump Jumlah penempatan plate kurang sesuai 6 unit Optimalisasi 1 paket Penambahan tekanan untuk wilayah perumahan guru, candika, dll 1 paket Tersedianya data dan as built drawing jaringan pipa transmisi dan distribusi proses filtrasi Wilayah pelayanan terpasang dan yang pipa distribusi tetapi tekanan kurang Map program info

202 Bab 4 : Rencana Program Investasi Infrastruktur No Program/Kegiatan Volume Sasaran Keterangan 11 Peningkatan kemampuan karyawan - Pelatihan teknis 1 paket Sumber daya karyawan manajemen dan yang profesional dan motivasi kompetitif - Kursus magang, 1 paket seminar dan pendidikan 12 Penyusunan DED Air 1 paket Untuk pengembangan Untuk Minum pelayanan Pembangunan IPA tahun Pengadaan material 500 unit Bantuan Sambungan Program sambungan langsung Rumah penambahan pelanggan REKOMENDASI Dari uraian kebutuhan program system penyediaan air minum kota muara bungo diatas perlu ditinjau kembali sesuai dengan urutan prioritas. Dalam hal ini konsultan merekomendasikan urutan prioritas dalam program system penyediaan air minum kota muara bungo seperti disajikan dalam Tabel 4.35 berikut ini. Tabel 4.35 Kebutuhan Program Jangka Menengah Sistem penyediaan Air Minum Kota Muara Bungo No Program/Kegiatan Volume Prioritas Sasaran Keterangan 1 Pembuatan Laboratorium dan Pengadaan Peralatan 1 unit I Pemantauan kualitas air PDAM Belum memiliki laboratorium 4-88

203 Bab 4 : Rencana Program Investasi Infrastruktur No Program/Kegiatan Volume Prioritas Sasaran Keterangan Laboratorium 2 Pengadaan dan Pemasangan Pipa Distribusi I - Penggantian Pipa ACP Dia 150 mm ke PVC Dia 200 mm 3 Pengadaan dan pemasangan pipa tertier - Pipa HDPE Dia. 110 mm - Pipa HDPE Dia. 90 mm - Pipa HDPE Dia. 63 mm 4 Peningkatan kemampuan karyawan - Pelatihan teknis manajemen dan motivasi - Kursus, 10 orang 6000 M Peremajaan Jaringan Distribusi Umur pipa ACP tahun I Perluasan cakupan pelayanan dan peremajaan pipa tertier yang habis umur teknis 2000 M 3500 M 1000 M I Sumber daya Program Perpamsi, karyawan yang Dep PU dan studi professional dan banding PDAM kompetitif 2 orang 4-89

204 Bab 4 : Rencana Program Investasi Infrastruktur No Program/Kegiatan Volume Prioritas Sasaran Keterangan magang, seminar, dan pendidikan 5 Peningkatan Kapasitas pompa 6 Genset - Pompa intake dari kap 100 ke 200 l/det - Pompa Distribusi dari kap 100 ke 100 lt/det - Pemasangan panel koneksi Genset 500 KVA 7 Peningkatan kapasitas pompa - Pemasangan pompa booster kap 10 lt/det h = 60 m - Pompa distribusi dari kap 100 ke 200 lt/det II 2 buah Optimalisasi produksi 2 buah Optimalisasi 2 buah lengkap II II Distribusi Dapat dioperasikan 2 buah 250 KVA secara bersamaan 1 buah Optimalisasi 1 buah distribusi dari penggantian pompa untuk 24 jam pelayanan Submersible Pump Submersible Pump Genset yang ada tidak dapat dioperasikan karena daya yang dibutuhkan sebesar 440 KVA Submersible Pump 4-90

205 Bab 4 : Rencana Program Investasi Infrastruktur No Program/Kegiatan Volume Prioritas Sasaran Keterangan 8 Instalasi Pengolahan Air (S. Pinang) - Penggantian Plate Settler IPA Kap 100 lt/det - Rehab filter SPC pada IPA 100 lt/det 9 Pembuatan Booster Pump & Reservoar Zona Kapasitas 200 m3 10 Pembuatan peta jaringan pipa (As built drawing) 11 Peningkatan kemampuan karyawan - Pelatihan teknis manajemen dan motivasi - Kursus magang, seminar dan pendidikan 12 Penyusunan DED Air Minum I 2 unit Peningkatan kualitas air pada proses sedimentasi Jumlah dan penempatan plate yang kurang sesuai 6 unit Optimalisasi proses 1 paket II Penambahan tekanan untuk wilayah perumahan guru, candika, dll 1 paket III Tersedianya data I dan as built drawing jaringan pipa transmisi dan distribusi 1 paket Sumber daya 1 paket karyawan yang profesional dan kompetitif 1 paket II Untuk pengembangan filtrasi Wilayah pelayanan terpasang pipa distribusi tetapi tekanan kurang Map info program Untuk Pembangunan IPA 4-91

206 Bab 4 : Rencana Program Investasi Infrastruktur No Program/Kegiatan Volume Prioritas Sasaran Keterangan pelayanan tahun Pengadaan material sambungan langsung 500 unit II Bantuan Sambungan Rumah Program penambahan pelanggan SISTEM PRASARANA YANG DIUSULKAN SISTEM NON PERPIPAAN Cakupan pelayanan melalui jaringan perpipaan PDAM di Kota Muara Bungo baru mencapai 28 % dari total penduduk Kota Muara Bungo, sedangkan sisanya sebesar 72 % memanfaatkan sumber air dari air tanah, air permukaan untuk memenuhi kebutuhan air bersihnya. Berdasarkan informasi dari kecamatan, permintaan pengadaan dan sambungan air bersih di Kota Muara Bungo dari Kecamatan Rimbo Tengah dan Kecamatan bathin III. Saat ini masyarakat Desa Sei Buluh mengalami kesulitan air bersih dimana kualitas sumber air yang digunakan berwarna kuning dan bau besi yang diperkirakan banyak mengandung zat besi. Berdasarkan survey yang dilakukan, konsultan mendapatkan potensi sumber air yang cukup berlimpah di Jalan Meranti atau biasa di sebut dengan wilayah trans umum. Sumber air yang ada berupa mata air dengan debit 0,2 lt/det, ditampung dengan bak penampung yang dibuat oleh masyarakat yang dekat dengan lokasi sumber air secara swadaya. Potensi sumber air dari mata air tersebut dapat dimanfaatkan melalui pengelolaan yang baik dan benar, sehingga kesulitan air bersih di desa sei buluh dapat diatasi. Dari debit yang ada sebesar 0,5 lt/det dapat melayani penduduk sebanyak 500 jiwa dengan asumsi kebutuhan air 100 l/or/hr. Penerapan yang bisa dilakukan di desa sei buluh ini adalah, dengan membuat tampungan air/reservoir yang berkapasitas 5 m3 kemudian didistribusikan ke rumah-rumah penduduk melalui system perpipaan. Pada penerapan ini diperlukan pengelola khusus 4-92

207 Bab 4 : Rencana Program Investasi Infrastruktur untuk operasional dan pemeliharaan sehingga distribusi air dapat mengalir dengan sempurna SISTEM PERPIPAAN Sebagai upaya peningkatan pelayanan yang mengarah kepada MDGs 2005 serta pelayanan yang baik maka perlu dilakukan penambahan kapasitas. Kapasitas debit yang ada saat ini adalah baru mencapai 100 l/det dengan cakupan pelayanan 28 % dari jumlah penduduk total Kota Muara Bungo. Pada jaringan distribusi air tidak mengalir ke wilayah candika dan sekitarnya karena lokasi yang jauh dari penempatan reservoir maka perlu ditambahkan tekanan dengan pembuatan booster pump yang sekaligus berfungsi sebagai reservoir. Permasalahan lain pada jaringan distribusi adalah kondisi pipa yang sudah mulai kropos karena umur pipa sudah lebih dari 25 tahun maka perlu adanya peremajaan pipa pada jaringan distribusi ini. Untuk meningkatkan kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) di lingkungan PDAM Pacuran telago diperlukan suatu pelatihan taknis maupun teknis, mengikuti seminar atau kursus. 4-93

208 Bab 4 : Rencana Program Investasi Infrastruktur USULAN DAN PRIORITAS PROGRAM Tabel 4.36 Usulan Dan Prioritas Program Dalam Penyediaan Air Minum No Uraian Kegiatan Vol Satuan Harga Biaya Waktu (tahun ke) Satuan (Rp. Juta) I Sistem Non Perpipaan 1 Pembangunan Reservoar di Desa Sei Buluh Kecamatan Rimbo tengah 5 m II Sistem Perpipaan A Penurunan Kebocoran 1 Penggantian pipa ACP Dia. 150 mm ke PVC Dia. 200 mm 6000 m , Zoning Area 2 lokasi B Peningkatan Kapasitas dan Perluasan Pelayanan 1 Pengadaan dan pemasangan pipa Tertier Pipa HDPE Dia. 110 mm 2000 m Pipa HDPE Dia. 90 mm Pipa HDPE Dia. 60 mm Peningkatan Kapasitas Pompa Pompa intake dari 50 l/det ke 75 l/det 2 buah Pompa distribusi dari 50 l/det ke 75 l/det 2 buah Pembuatan booster pump dan reservoar kapasitas 200 m3 1 paket Penyusunan DED 1 paket Peningkatan kemampuan karyawan Pelatihan teknis dan non teknis 1 paket Kursus, magang, seminar dan pendidikan 1 paket Studi Air baku 1 paket 7 Operasi dan pemeliharaan 2 paket TOTAL PROGRAM 4,460 Keterangan 4-94

209 Bab 4 : Rencana Program Investasi Infrastruktur PEMBIAYAAN PROYEK PENYEDIAAN PENGELOLAAN AIR MINUM Tabel 4.37 Pembiayaan Proyek Penyediaan Pengelolaan Air Minum No Uraian Kegiatan Vol Satuan Harga Biaya Waktu (tahun ke) Satuan (Rp. Juta) APBD APBD APBN Swasta Masyarakat Kota/Kab Prop I Sistem Non Perpipaan 1 Pembangunan Reservoar di Desa Sei Buluh Kecamatan Rimbo tengah 5 m II Sistem Perpipaan A Penurunan Kebocoran 1 Penggantian pipa ACP Dia. 150 mm ke PVC Dia. 200 mm 6000 m , Zoning Area 2 lokasi B Peningkatan Kapasitas dan Perluasan Pelayanan 1 Pengadaan dan pemasangan pipa Tertier Pipa HDPE Dia. 110 mm 2000 m Pipa HDPE Dia. 90 mm 3500 m Pipa HDPE Dia. 60 mm 1000 m Peningkatan Kapasitas Pompa 0 Pompa intake dari 50 l/det ke 75 l/det 2 buah Pompa distribusi dari 50 l/det ke 75 l/det 2 buah Pembuatan booster pump dan reservoar kapasitas 200 m3 1 paket Penyusunan DED 1 paket Peningkatan kemampuan karyawan 0 Pelatihan teknis dan non teknis 1 paket Kursus, magang, seminar dan pendidikan 1 paket Studi Air baku 1 paket Operasi dan pemeliharaan 2 paket TOTAL PROGRAM 4,560 Keterangan 4-95

210 Bab 5: Pendahuluan SAFEGUARD SOSIAL 5.1 PETUNJUK UMUM PRINSIP DASAR SAFEGUARD 1. Di setiap Kabupaten/Kota peserta program, semua pihak terkait wajib memahami, menyepakati dan melaksanakan dengan baik dan konsisten kerangka Safeguard Lingkungan dan Sosial. Para walikota/bupati/gubernur secara formal perlu menyepakati isi kerangka Safeguard Lingkungan dan Sosial yang disusun. Disamping itu kerangka safeguard juga perlu disepakati dan dilaksanakan bersama oleh stakeholder Provinsi/Kabupaten/Kota yang bersangkutan, tidak hanya dari kalangan pemerintah saja, namun juga dari DPRD, LSM, Perguruan Tinggi dan warga kota lainnya; 2. Agar pelaksanaan kerangka safeguard dapat dilakukan secara lebih efektif, diperlukan penguatan kapasitas lembaga pelaksana. Fokus penguatan kapasitas mencakup kemampuan fasilitasi, penciptaan arena multi-stakeholder, dan pengetahuan teknis dari pihak-pihak terkait; 3. Kerangka safeguard harus dirancang sesederhana mungkin, mudah dimengerti, jelas kaitannya dengan tahap-tahap investasi, dan dapat dijalankan dalam kerangka proyek; 4. Prinsip utama safeguard adalah untuk menjamin bahwa program investasi infrastruktur tidak membiayai investasi apapun yang dapat mengakibatkan dampak negative yang serius yang tidak dapat diperbaiki/dipulihkan. Bila terjadi dampak 5-1

211 Bab 5: Pendahuluan negative maka perlu dipastikan adanya upaya mitigasi yang dapat meminimalkan dampak negative tersebut, baik pada tahap perencanaan, persiapan maupun tahap pelaksanaannya; 5. Diharapkan RPIJM tidak membiayai kegiatan investasi yang karena kondisi local tertentu tidak memungkinkan terjadinya konsultasi safeguard dengan warga yang secara potensial dipengaruhi dampak lingkungan atau (PAP Potentially affect people) warga terasing dan rentan (IVP Isolated and Vulnerable People) atau warga yang terkena dampak pemindahan (DP displaced people), secara memadai; 6. Untuk memastikan bahwa safeguard dilaksanakan dengan baik dan benar, maka diperlukan tahap-tahap sebagai berikut : Identifikasi penyaringan dan pengelompokkan (kategorisasi) dampak; Studi dan penilaian mengenai tindakan yang perlu dan dapat dilakukan. Pada saat yang sama juga perlu didesiminasikan dan didiskusikan dampak dan alternative rencana tindak penanganannya; Perumusan dan pelaksanaan rencana tindak; Pemantauan dan pengkajian terhadap semua proses di atas; Perumusan mekanisme penanganan dan penyelesaian keluhan (complaints) yang cepat dan efektif; 7. Setiap keputusan laporan, dan draft perencanaan final yang berkaitan dengan kerangka safeguard harus dikonsultasikan dan didesiminasikan secara luas, terutama kepada warga yang berpotensi terkena dampak. Warga, terutama yang terkena dampak, harus mendapat kesempatan untuk ikut mengambil keputusan dan menyampaikan aspirasi dan/atau keberatannya atas rencana investasi yang berpotensi dapat menimbulkan dampak negative atau tidak diinginkan bagi mereka. 5-2

212 Bab 5: Pendahuluan KERANGKA SAFEGUARD Sesuai dengan karakteristik kegiatan yang didanai dalam rencana program investasi infrastruktur, kerangka safeguard RPIJM infrastruktur bidang PU/Cipta Karya Terdiri dari 2 komponen yakni : 1. Safeguard Lingkungan Kerangka ini dimaksudkan untuk membantu peserta Kabupaten/Kota untuk dapat melakukan evaluasi secara sistematik dalam penanganan, pengurangan dan pengelolaan resiko lingkungannya yang tidak diinginkan, promosi manfaat lingkungan, dan pelaksanaan keterbukaan serta konsultasi public dengan warga yang terkena dampak atau PAP. 2. Safeguard Pengadaan Tanah Dan Pemukiman Kembali Kerangka ini dimaksudkan untuk membantu peserta Kabupaten/Kota untuk dapat melakukan evaluasi secara sistematik dalam penanganan, pengurangan dan pengelolaan resiko social yang tidak diinginkan, promosi manfaat social, dan pelaksanaan keterbukaan serta konsultasi public dengan warga yang terkena dampak pemindahan atau DP. 5.2 KOMPONEN SAFEGUARD KOMPONEN SOSIAL EKONOMI KEPENDUDUKAN Penduduk merupakan salah satu elemen penting dari suatu wilayah, yang memberikan ciri kehidupannya. Dengan segala kegiatannya, penduduk menentukan dinamika kehidupan suatu wilayah. Berdasarkan data statistik, jumlah penduduk Kota Muara Bungo sampai dengan akhir tahun 2007 sebesar jiwa yang terbagi kedalam kepala keluarga/rumah tangga. Dengan luas kota yang sebesar ha, tingkat kepadatan penduduk rata-rata pada pertengahan tahun 2007 adalah mendekati 2 jiwa/ha, kepadatan tertinggi di 5-3

213 Bab 5: Pendahuluan Kecamatan Pasar Muara Bungo dan terendah di Kecamatan Rimbo Tengah (lihat Tabel 5.1 dan Tabel 5. 2). Tabel 5.1 Jumlah dan Kepadatan Penduduk di Kota Muara Bungo Tahun 2007 No Kecamatan Luas Daerah Jumlah Kepadatan ( Ha ) Penduduk KK (Jiwa/Ha) (KK/Ha) 1 Pasar Muara Bungo ,84 1,13 2 Rimbo Tengah ,03 0,16 3 Bungo Dani ,54 0,59 4 Bathin III ,24 0,29 Jumlah ,78 0,38 Sumber : Daftar Isian Kecamatan Tahun

214 Bab 5: Pendahuluan Tabel 5.2 Perbandingan Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin SOSIAL EKONOMI a. Mata Pencaharian Mata pencaharian penduduk kota Muara Bungo pada umumnya adalah petani mencapai 64,15 % dari total penduduk Kabupaten Bungo. Tabel 5.3 menyajikan jumlah penduduk menurut lapangan usaha. 5-5

( R P I J M ) PROVINSI JAMBI BIDANG PU/CIPTA KARYA

( R P I J M ) PROVINSI JAMBI BIDANG PU/CIPTA KARYA ( R P I J M ) BIDANG PU/CIPTA KARYA 2013-2017 KOTA SUNGAI PENUH PROVINSI JAMBI SURAT DUKUNGAN MENYEDIAKAN DANA PENDAMPING KATA PENGANTAR KETUA BAPPEDA KOTA SUNGAI PENUH DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan proses perubahan kearah yang lebih baik, mencakup seluruh dimensi kehidupan masyarakat suatu daerah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

1.1. Latar Belakang I - 1 EXECUTIVE SUMMARY

1.1. Latar Belakang I - 1 EXECUTIVE SUMMARY 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional harus dilaksanakan secara merata di seluruh Indonesia, dan dilakukan secara bersama-sama oleh seluruh tingkat pemerintahan dari pusat sampai dengan pemerintah daerah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang 1-1

PENDAHULUAN Latar Belakang 1-1 Bab 1 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi dan perkembangan wilayah dewasa ini semakin meningkat, namun tidak diimbangi secara optimal dengan penyediaan layanan sektor sanitasi dasar yang layak bagi

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1490, 2014 KEMENPERA. Perumahan. Kawasan Pemukiman. Daerah. Pembangunan. Pengembangan. Rencana. Pedoman. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

RPIJM BUKU PANDUAN PENJELASAN UMUM RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG PU/CIPTA KARYA DIREKTORAT JENDERAL CIPTA KARYA

RPIJM BUKU PANDUAN PENJELASAN UMUM RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG PU/CIPTA KARYA DIREKTORAT JENDERAL CIPTA KARYA RPIJM RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH Contact Person: Subdit Kebijakan dan Strategi DIREKTORAT BINA PROGRAM DIREKTORAT JENDERAL CIPTA KARYA Jl. Pattimura No. 20 Jakarta Selatan Telp/Fax. 021-72796582

Lebih terperinci

Buku Laporan Akhir ini merupakan bagian kegiatan pekerjaan Penyusunan Rencana Program

Buku Laporan Akhir ini merupakan bagian kegiatan pekerjaan Penyusunan Rencana Program Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan petunjuk serta bimbingannya kepada kita semua sehingga penyusunan Buku Laporan Akhir Rencana Program Investasi Jangka Menengah Bidang PU/Cipta

Lebih terperinci

PEMUTAKHIRAN SSK LAMPUNG TIMUR Tahun 2016

PEMUTAKHIRAN SSK LAMPUNG TIMUR Tahun 2016 Created on 10/3/2016 at 9:8:38 Page 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Untuk memenuhi target pembangunan sektor sanitasi, yang meliputi pengelolaan air limbah domestik, pengelolaan persampahan, dan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2016 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2016 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2016 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM

Lebih terperinci

Strategi Sanitasi Kabupaten Malaka

Strategi Sanitasi Kabupaten Malaka BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Sanitasi di Indonesia telah ditetapkan dalam misi Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJMPN) tahun 2005 2025 Pemerintah Indonesia. Berbagai langkah

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2016-2035 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH (RPIJM) BIDANG CIPTA KARYA KABUPATEN/KOTA

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH (RPIJM) BIDANG CIPTA KARYA KABUPATEN/KOTA K E M E N T E R I A N P E K E R J A A N U M U M D A N P E R U M A H A N R A K Y A T D I R E K T O R A T J E N D E R A L C I P T A K A R Y A PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN MEMORANDUM PROGRAM SANITASI (MPS) 1.1 Latar Belakang.

BAB 1 PENDAHULUAN MEMORANDUM PROGRAM SANITASI (MPS) 1.1 Latar Belakang. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Pemerintah Indonesia mempunyai komitmen sangat kuat untuk mencapai salah satu target dalam Millenium Development Goals (MDGs), yaitu menurunnya jumlah penduduk yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Karawang Tahun merupakan tahap ketiga dari

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Karawang Tahun merupakan tahap ketiga dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Karawang Tahun 2016-2021 merupakan tahap ketiga dari pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah

Lebih terperinci

RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH (RPIJM) BIDANG PU / CIPTA KARYA KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN

RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH (RPIJM) BIDANG PU / CIPTA KARYA KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN PEMERINTAH KABUPATEN PIDIE JAYA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH BIDANG SARANA DAN PRASARANA KABUPATEN PIDIE JAYA Alamat : Jln. Iskandar Muda No. 7 Telp. 0653.7007929 Fax. 51416 Kode Pos 24186 Meureudu

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN UMUM PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Pemahaman atas pentingnya Manual Penyusunan RP4D Kabupaten menjadi pengantar dari Buku II - Manual Penyusunan RP4D, untuk memberikan pemahaman awal

Pemahaman atas pentingnya Manual Penyusunan RP4D Kabupaten menjadi pengantar dari Buku II - Manual Penyusunan RP4D, untuk memberikan pemahaman awal BUKU 2 Manual Penyusunan RP4D Kabupaten Pemahaman atas pentingnya Manual Penyusunan RP4D Kabupaten menjadi pengantar dari Buku II - Manual Penyusunan RP4D, untuk memberikan pemahaman awal bagi penyusun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN SSK. I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN SSK. I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kondisi umum sanitasi di Indonesia sampai dengan saat ini masih jauh dari kondisi faktual yang diharapkan untuk mampu mengakomodir kebutuhan dasar bagi masyarakat

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2018 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TAHUN 2013-2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERANAN RP2KPKP DALAM PENCEGAHAN DAN PENINGKATAN KUALITAS KUMUH PERKOTAAN PERMUKIMAN KUMUH PERKOTAAN

PERANAN RP2KPKP DALAM PENCEGAHAN DAN PENINGKATAN KUALITAS KUMUH PERKOTAAN PERMUKIMAN KUMUH PERKOTAAN KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT DIREKTORAT JENDERAL CIPTA KARYA DIREKTORAT PENGEMBANGAN KAWASAN PERMUKIMAN PERANAN RP2KPKP DALAM PENCEGAHAN DAN PENINGKATAN KUALITAS KUMUH PERKOTAAN PERMUKIMAN

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH SALINAN BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang: a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, bahwa penyelenggaraan desentralisasi dilaksanakan dalam bentuk pemberian kewenangan Pemerintah

Lebih terperinci

WALIKOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA CIREBON

WALIKOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA CIREBON WALIKOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA CIREBON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CIREBON, Menimbang

Lebih terperinci

Kebijakan Keterpaduan Infrastruktur Permukiman dalam Penanganan Permukiman Kumuh

Kebijakan Keterpaduan Infrastruktur Permukiman dalam Penanganan Permukiman Kumuh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Direktorat Jenderal Cipta Karya Kebijakan Keterpaduan Infrastruktur Permukiman dalam Penanganan Permukiman Kumuh Ir. Joerni Makmoerniati, MSc Plh. Direktur

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 185 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN AIR MINUM DAN SANITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 185 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN AIR MINUM DAN SANITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 185 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN AIR MINUM DAN SANITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa air minum

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIJUNJUNG NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN SIJUNJUNG TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIJUNJUNG NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN SIJUNJUNG TAHUN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIJUNJUNG NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN SIJUNJUNG TAHUN 2010-2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIJUNJUNG, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI BANYUASIN PROVINSI SUMATERA SELATAN

BUPATI BANYUASIN PROVINSI SUMATERA SELATAN BUPATI BANYUASIN PROVINSI SUMATERA SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN BANYUASIN TAHUN 2014-2018 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT.

PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT. PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTAWARINGIN BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN 2013-2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia merupakan kota megapolitan yang sibuk dan berkembang cepat, dalam satu hari menghasilkan timbulan sampah sebesar

Lebih terperinci

MODUL PEMAHAMAN DASAR STRATEGI PEMBANGUNAN PERMUKIMAN DAN INFRASTRUKTUR PERKOTAAN (SPPIP) DAN RENCANA PEMBANGUNAN KAWASAN PERMUKIMAN PRIORITAS (RPKPP)

MODUL PEMAHAMAN DASAR STRATEGI PEMBANGUNAN PERMUKIMAN DAN INFRASTRUKTUR PERKOTAAN (SPPIP) DAN RENCANA PEMBANGUNAN KAWASAN PERMUKIMAN PRIORITAS (RPKPP) Modul Pelaksanaan Pemahaman Dasar SPPIP dan RPKPP MODUL PEMAHAMAN DASAR STRATEGI PEMBANGUNAN PERMUKIMAN DAN INFRASTRUKTUR PERKOTAAN (SPPIP) DAN RENCANA PEMBANGUNAN KAWASAN PERMUKIMAN PRIORITAS (RPKPP)

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Cibinong, Maret Bupati Bogor, Hj. NURHAYANTI LAPORAN KINERJA PEMERINTAH (LAKIP) KABUPATEN BOGOR

KATA PENGANTAR. Cibinong, Maret Bupati Bogor, Hj. NURHAYANTI LAPORAN KINERJA PEMERINTAH (LAKIP) KABUPATEN BOGOR KATA PENGANTAR Alhamdulillah, segala puji dan syukur senantiasa kita panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan hidayah-nya, maka Laporan Kinerja Pemerintah Kabupaten Bogor Tahun 2015 dapat

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.389, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESEHATAN. Penyediaan Air Minum. Sanitasi. Percepatan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 185 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN AIR MINUM

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJM-D) KOTA PANGKALPINANG TAHUN 2008-2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BREBES Nomor : 21 Tahun : 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BREBES, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

MAJU, MANDIRI, ADIL DAN SEJAHTERA. RPJMD

MAJU, MANDIRI, ADIL DAN SEJAHTERA. RPJMD Pendahuluan 1. 1 LATAR BELAKANG Rencana Jangka Menengah Daerah () Provinsi Jambi 2010-2015 merupakan penjabaran visi, misi dan program Gubernur dan Wakil Gubernur Jambi terpilih berdasarkan Pemilihan Kepala

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang Bab 1 1.1. Latar Belakang Penyediaan layanan sektor sanitasi dasar yang layak bagi seluruh lapisan masyarakat, khususnya bagi masyarakat berpendapatan rendah dan bertempat tinggal di kawasan padat dan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM. Dana Alokasi Khusus. Infrastruktur. Juknis.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM. Dana Alokasi Khusus. Infrastruktur. Juknis. No.606, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM. Dana Alokasi Khusus. Infrastruktur. Juknis. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15/PRT/M/2010 TENTANG PETUNJUK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Millenium Development Goals (MDG s) atau tujuan pembangunan millennium adalah upaya untuk memenuhi hak-hak dasar kebutuhan manusia melalui komitmen bersama antara

Lebih terperinci

BAB I 1 BAB I PENDAHULUAN

BAB I 1 BAB I PENDAHULUAN BAB I 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan Pembangunan Daerah memiliki arti sangat penting dalam penyelenggaraan pemerintahan dan menjadi pedoman dalam pelaksanaan pembangunan. Sesuai dengan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak hidup

Lebih terperinci

RENCANA KERJA DINAS PEKERJAAN UMUM

RENCANA KERJA DINAS PEKERJAAN UMUM PEMERINTAH KABUPATEN SOLOK DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN SOLOK Jl. Lintas Sumatera Km 20 Telp. (0755) 31566,Email:pukabsolok@gmail.com RENCANA KERJA DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN SOLOK TAHUN 2015 AROSUKA

Lebih terperinci

Buku Putih Sanitasi Kota Bogor

Buku Putih Sanitasi Kota Bogor BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kondisi sanitasi merupakan salah satu komponen yang ikut mempengaruhi kondisi kesehatan masyarakat dan lingkungan yang secara tidak langsung juga turut berkontribusi

Lebih terperinci

Strategi Sanitasi Kabupaten Pasaman. ( Refisi 2012 ) I.1

Strategi Sanitasi Kabupaten Pasaman. ( Refisi 2012 ) I.1 1.1. Latar Belakang. Dalam kontek Program Pembangunan Sektor Sanitasi Indonesia (ISSDP), sanitasi didefinisikan sebagai tindakan memastikan pembuangan tinja, sullage dan limbah padat agar lingkungan rumah

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUKOMUKO NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN MUKOMUKO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUKOMUKO,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pemerintah Kabupaten Kendal melalui Pokja AMPL Kabupaten Kendal berupaya untuk meningkatkan kondisi sanitasi yang lebih baik melalui program Percepatan Pembangunan

Lebih terperinci

I 1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I 1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan layanan sanitasi sebuah wilayah perlu didasari oleh suatu rencana pembangunan sanitasi Jangka menengah (3 sampai 5 tahunan) yang komprehensif dan bersifat

Lebih terperinci

Universal Access cakupan akses 100% untuk air minum dan sanitasi dalam rangka. 1.1 Latar Belakang

Universal Access cakupan akses 100% untuk air minum dan sanitasi dalam rangka. 1.1 Latar Belakang . Latar Belakang Sanitasi sebagai salah satu aspek pembangunan memiliki fungsi penting dalam menunjang tingkat kesejahteraan masyarakat, karena berkaitan dengan kesehatan, pola hidup, kondisi lingkungan

Lebih terperinci

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD)

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) A. Visi dan Misi 1. Visi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Sleman 2010-2015 menetapkan

Lebih terperinci

ORGANISASI DAN TATA KERJA KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

ORGANISASI DAN TATA KERJA KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT NOMOR : 15/PRT/M/2015 TANGGAL 21 APRIL 2015 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEMENTERIAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.85, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERUMAHAN RAKYAT. Dana Alokasi Khusus. Perumahan dan Kawasan Pemukiman. Petunjuk Teknis. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Medan Tahun BAB 1 PENDAHULUAN

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Medan Tahun BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejalan dengan perkembangan kondisi sosial, ekonomi dan budaya, Kota Medan tumbuh dan berkembang menjadi salah satu kota metropolitan baru di Indonesia, serta menjadi

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU UTARA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN LUWU UTARA TAHUN 2010-2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

SURAKARTA KOTA BUDAYA, MANDIRI, MAJU, DAN SEJAHTERA.

SURAKARTA KOTA BUDAYA, MANDIRI, MAJU, DAN SEJAHTERA. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, mengamanatkan kepada

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR, Menimbang : a. bahwa irigasi mempunyai peranan

Lebih terperinci

RENCANA KERJA (RENJA) DINAS PERUMAHAN RAKYAT, KAWASAN PERMUKIMAN DAN PERTANAHAN KABUPATEN PURWOREJO

RENCANA KERJA (RENJA) DINAS PERUMAHAN RAKYAT, KAWASAN PERMUKIMAN DAN PERTANAHAN KABUPATEN PURWOREJO RENCANA KERJA (RENJA) DINAS PERUMAHAN RAKYAT, KAWASAN PERMUKIMAN DAN PERTANAHAN KABUPATEN PURWOREJO TAHUN 2018 DAFTAR ISI DAFTAR ISI BAB I : PENDAHULUAN.. 2 1.1 Latar Belakang 2 1.2 Landasan Hukum.. 4

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sanitasi merupakan salah satu sektor yang memiliki keterkaitan yang erat dengan kemiskinan, tingkat pendidikan, kepadatan penduduk, perilaku hidup bersih dan sehat,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN BUPATI HUMBANG HASUNDUTAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH DAN PELAKSANAAN MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PENDAHULUAN BAB I 1.1. LATAR BELAKANG

PENDAHULUAN BAB I 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Target Millenium Development Goals (MDGs) menempatkan manusia sebagai fokus utama pembangunan yang mencakup semua komponen kegiatan yang tujuan akhirnya ialah kesejahteraan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN SALINAN PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN 2013-2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI

Lebih terperinci

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KOTA TANGERANG SELATAN

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KOTA TANGERANG SELATAN Bab I Pendahuluan 1.1. LatarBelakang Pembangunan pada hakikatnya merupakan suatu proses yang berkesinambungan antara berbagai dimensi, baik dimensi sosial, ekonomi, maupun lingkungan yang bertujuan untuk

Lebih terperinci

2017, No Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); 3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Pere

2017, No Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); 3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Pere LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.105, 2017 PEMERINTAHAN. Pembangunan. Nasional. Perencanaan. Penganggaran. Sinkronisasi. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6056) PERATURAN

Lebih terperinci

(RencanaProgram InvestasiJangkaMenengah) Bidang CiptaKarya

(RencanaProgram InvestasiJangkaMenengah) Bidang CiptaKarya PedomanPenyusunanRPIJM (RencanaProgram InvestasiJangkaMenengah) Bidang CiptaKarya SAMBUTAN DIREKTUR JENDERAL CIPTA KARYA Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Kabupaten/Kota merupakan dokumen

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 58 TAHUN : 2006 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 58 TAHUN : 2006 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 58 TAHUN : 2006 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA CIMAHI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BUPATI ROKAN HULU PROVINSI RIAU

BUPATI ROKAN HULU PROVINSI RIAU BUPATI ROKAN HULU PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI ROKAN HULU NOMOR 23 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN ROKAN HULU TAHUN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ROKAN HULU,

Lebih terperinci

DAFTARISI SURAT DUKUNGAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL...

DAFTARISI SURAT DUKUNGAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTARISI SURAT DUKUNGAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... i vi BAB I PENDAHULUAN 1.1. LatarBelakang... 1 1.2. Maksud dan Tujuan... 4 1.3. RuangLingkup...... 5 1.4. Sasaran... 5 1.5. Ruang

Lebih terperinci

BUKU PUTIH SANITASI KAB. WAKATOBI (POKJA SANITASI 2013) BAB I PENDAHULUAN

BUKU PUTIH SANITASI KAB. WAKATOBI (POKJA SANITASI 2013) BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Sektor sanitasi merupakan salah satu sektor pelayanan publik yang mempunyai kaitan erat dengan kesehatan masyarakat. Rendahnya kualitas sanitasi menjadi salah satu

Lebih terperinci

RENCANA KERJA (RENJA) PEMBANGUNAN DINAS PU. CIPTA KARYA KABUPATEN MUSI RAWAS

RENCANA KERJA (RENJA) PEMBANGUNAN DINAS PU. CIPTA KARYA KABUPATEN MUSI RAWAS RENCANA KERJA (RENJA) PEMBANGUNAN DINAS PU. CIPTA KARYA KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2015 DINAS PU. CIPTA KARYA DAN TATA RUANG KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2015 I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Peraturan Menteri

Lebih terperinci

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Direktorat Jenderal Cipta Karya Kebijakan dan Strategi Pembangunan Infrastruktur Bidang Cipta Karya

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Direktorat Jenderal Cipta Karya Kebijakan dan Strategi Pembangunan Infrastruktur Bidang Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Direktorat Jenderal Cipta Karya Kebijakan dan Strategi Pembangunan Infrastruktur Bidang Cipta Karya Disampaikan oleh: Ir. Rina Agustin Indriani, MURP Sekretaris

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Kondisi eksisting sanitasi di perkotaan masih sangat memprihatinkan karena secara pembangunan sanitasi tak mampu mengejar pertambahan jumlah penduduk yang semakin

Lebih terperinci

BAB 4 STRATEGI SEKTOR SANITASI KABUPATEN GUNUNGKIDUL

BAB 4 STRATEGI SEKTOR SANITASI KABUPATEN GUNUNGKIDUL BAB 4 STRATEGI SEKTOR SANITASI KABUPATEN GUNUNGKIDUL 4.1 SASARAN DAN ARAHAN PENAHAPAN PENCAPAIAN Sasaran Sektor Sanitasi yang hendak dicapai oleh Kabupaten Gunungkidul adalah sebagai berikut : - Meningkatkan

Lebih terperinci

KOTA SURAKARTA PRIORITAS DAN PLAFON ANGGARAN SEMENTARA (PPAS) TAHUN ANGGARAN 2016 BAB I PENDAHULUAN

KOTA SURAKARTA PRIORITAS DAN PLAFON ANGGARAN SEMENTARA (PPAS) TAHUN ANGGARAN 2016 BAB I PENDAHULUAN - 3 - LAMPIRAN: NOTA KESEPAKATAN ANTARA PEMERINTAH KOTA SURAKARTA DENGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR : 910/3839-910/6439 TENTANG : PRIORITAS DAN PLAFON ANGGARAN SEMENTARA APBD KOTA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 58 TAHUN : 2006 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 58 TAHUN : 2006 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 58 TAHUN : 2006 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA CIMAHI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang I - 1. Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2010

1.1 Latar Belakang I - 1. Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2010 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perencanaan Pembangunan Daerah dibagi menjadi beberapa tahapan mulai dari Perencanaan Jangka Panjang, Jangka Menengah, dan Tahunan. Dokumen perencanaan jangka panjang

Lebih terperinci

sebagaimana diamanatkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) , Pemerintah mencanangkan pelaksanaan

sebagaimana diamanatkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) , Pemerintah mencanangkan pelaksanaan 1.1 LATAR BELAKANG Untuk meningkatkan pembangunan dan layanan sanitasi di Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014, Pemerintah mencanangkan

Lebih terperinci

Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2018 BAB I PENDAHULUAN

Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2018 BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesejahteraan bagi seluruh masyarakat Jawa Barat adalah suatu muara keberhasilan pelaksanaan pembangunan Jawa Barat. Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat mengemban

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.101 2016 KESRA. Perumahan. Kawasan Pemukiman. Penyelenggaraan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5883) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB 04 STRATEGI PEMBANGUNAN SANITASI

BAB 04 STRATEGI PEMBANGUNAN SANITASI BAB 04 STRATEGI PEMBANGUNAN SANITASI Pada bab ini akan dibahas mengenai strategi pengembangan sanitasi di Kota Bandung, didasarkan pada analisis Strength Weakness Opportunity Threat (SWOT) yang telah dilakukan.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN

PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sanitasi sebagai salah satu aspek pembangunan memiliki fungsi penting dalam menunjang tingkat kesejahteraan masyarakat, karena berkaitan dengan kesehatan, pola hidup,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKALAN

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKALAN PEMERINTAH KABUPATEN BANGKALAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKALAN NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH KABUPATEN BANGKALAN TAHUN 2005 2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, dan Pemberhentian

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Teks tidak dalam format asli. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 68, 2009 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5004)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan sanitasi sampai saat ini masih belum menjadi prioritas dalam pembangunan daerah. Kecenderungan pembangunan lebih mengarah pada bidang ekonomi berupa pencarian

Lebih terperinci

MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA KETERPADUAN KEBIJAKAN DAN PELAKSANAAN PROGRAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR PEKERJAAN UMUM DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN DAERAH Disampaikan Oleh: MENTERI PEKERJAAN UMUM

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2008 NOMOR : 07 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2008 NOMOR : 07 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2008 NOMOR : 07 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG TAHAPAN, TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN SERTA

Lebih terperinci

Kata Pengantar. Akhir kata kepada semua pihak yang telah turut membantu menyusun laporan interim ini disampaikan terima kasih.

Kata Pengantar. Akhir kata kepada semua pihak yang telah turut membantu menyusun laporan interim ini disampaikan terima kasih. Kata Pengantar Buku laporan interim ini merupakan laporan dalam pelaksanaan Penyusunan Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Bidang PU Ciptakarya Kabupaten Asahan yang merupakan kerja sama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Access) akses sanitasi layak di akhir tahun Dalam upaya untuk mencapai target 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Access) akses sanitasi layak di akhir tahun Dalam upaya untuk mencapai target 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Strategi pengembangan sanitasi yang dituangkan di dalam dokumen Strategi Sanitasi Kabupaten (SSK) ini merupakan suatu dokumen perencanaan jangka menengah (5 Tahun)

Lebih terperinci

BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI WONOSOBO NOMOR 49 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI WONOSOBO NOMOR 49 TAHUN 2014 TENTANG SALINAN BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI WONOSOBO NOMOR 49 TAHUN 2014 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, RINCIAN TUGAS DAN TATA KERJA DINAS CIPTA KARYA, TATA RUANG, DAN KEBERSIHAN KABUPATEN

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI. Kabupaten Balangan. 2.1 Visi Misi Sanitasi

BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI. Kabupaten Balangan. 2.1 Visi Misi Sanitasi II-1 BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI 2.1 Visi Misi Sanitasi Visi Pembangunan Tahun 2011-2015 adalah Melanjutkan Pembangunan Menuju Balangan yang Mandiri dan Sejahtera. Mandiri bermakna harus mampu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN STRATEGI SANITASI KABUPATEN KABUPATEN BONE PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN STRATEGI SANITASI KABUPATEN KABUPATEN BONE PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Strategi sanitasi Kabupaten (SSK) Bone adalah suatu dokumen perencanaan yang berisi kebijakan dan strategi pembangunan sanitasi secara komprehensif pada tingkat kabupaten.

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Cibinong, Maret 2015 Bupati Bogor, Hj. NURHAYANTI

KATA PENGANTAR. Cibinong, Maret 2015 Bupati Bogor, Hj. NURHAYANTI KATA PENGANTAR Alhamdulillah, segala puji dan syukur senantiasa kita panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan hidayah-nya, maka Laporan Kinerja Pemerintah Kabupaten Bogor Tahun 2014 dapat

Lebih terperinci

KETERPADUAN PENANGANAN PERMUKIMAN KUMUH PERKOTAAN

KETERPADUAN PENANGANAN PERMUKIMAN KUMUH PERKOTAAN Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Direktorat Jenderal Cipta Karya KETERPADUAN PENANGANAN PERMUKIMAN KUMUH PERKOTAAN Oleh: Dwityo A. Soeranto Direktur Keterpaduan Infrastruktur Permukiman

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pokja AMPL Kota Makassar

BAB 1 PENDAHULUAN. Pokja AMPL Kota Makassar BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sanitasi sebagai salah satu aspek pembangunan memiliki fungsi penting dalam menunjang tingkat kesejahteraan masyarakat, karena berkaitan dengan kesehatan, pola hidup,

Lebih terperinci

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 7/2004, SUMBER DAYA AIR *14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PEMERINTAH. sumber daya air pada wilayah sungai kabupaten/kota.

PEMERINTAH. sumber daya air pada wilayah sungai kabupaten/kota. - 20 - C. PEMBAGIAN URUSAN AN PEKERJAAN UMUM 1. Sumber Daya Air 1. Pengaturan 1. Penetapan kebijakan nasional sumber daya air. 2. Penetapan pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas provinsi,

Lebih terperinci