KEBIJAKAN DAN ISU STRATEGIS PENGEMBANGAN KOTA TIDORE KEPULAUAN. 4.1 Visi, Misi, Maksud dan Tujuan Pembangunan Kota Tidore Kepulauan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KEBIJAKAN DAN ISU STRATEGIS PENGEMBANGAN KOTA TIDORE KEPULAUAN. 4.1 Visi, Misi, Maksud dan Tujuan Pembangunan Kota Tidore Kepulauan"

Transkripsi

1 Bab IV KEBIJAKAN DAN ISU STRATEGIS PENGEMBANGAN KOTA TIDORE KEPULAUAN 4.1 Visi, Misi, Maksud dan Tujuan Pembangunan Kota Tidore Kepulauan Visi Pembangunan Kota Tidore Kepulauan Visi pembangunan Kota Tidore Kepulauan adalah: Terwujudnya Kota Tidore Kepulauan yang Maju, Mandiri dan Berperadaban Misi Pembangunan Kota Tidore Kepulauan 1. Mewujudkan Sumberdaya Manusia yang Berkualitas dan Kehidupan yang Damai Terbangunnya tatanan kehidupan sosial yang mapan dan harmonis, memperoleh pelayanan sosial secara layak yang didukung oleh ketersediaan sarana dan prasarana pelayanan sosial dasar. 2. Mewujudkan Perekonomian Daerah yang Tangguh dan Berdaya Saing Peningkatan dan pemerataan pendapatan masyarakat, terutama dari usaha perekonomian yang berbasis sumberdaya alam yang mendorong peningkatan PDRB Kota Tidore Kepulaluan. 3. Mewujudkan Pemerintahan yang Baik, Bersih dan Demokratis Terwujudnya tata pemerintahan yang baik dan bersih, terjaminnya penegakan hukum terhadap praktek Kolusi, Korupsi dan Nepotisme yang didukung oleh parlemen daerah yang kuat serta legitimasi penuh masyarakat. 4. Mewujudkan Masyarakat Berperadaban Tertanamnya keyakinan yang kuat terhadap nilai nilai adat se atorang sebagai budaya adiluhung yang mampu membendung pengaruh destruktif kebudayaan modern. Praktek budaya yang terkait adalah seperti semangat persatuan dan kesatuan (foma katinyinga), kebersamaan Hal IV-1

2 (fomaku gosa, fomaku hoda), Kerjasama (mayae, mabari) dan saling menasehati (fomaku waje), harus semakin dikembangkan dalam konteks pergaulan yang lebih terbuka Maksud dan Tujuan RPJP Kota Tidore Kepulauan Maksud RPJP Kota Tidore Kepulauan antara lain: 1. Memberikan arah dan pedoman bagi jajaran pemerintah daerah dalam menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah melalui forum musyawarah pembangunan daerah secara berjenjang. 2. Memberikan pedoman bagi jajaran pemerintah daerah (Pemda dan DPRD) dalam menentukan prioritas program dan kegiatan tahunan yang nantinya tertuang dalam RPJM daerah. 3. Menentukan proyeksi pembangunan daerah untuk kurun waktu 20 tahun kedepan berdasarkan kondisi obyektif yang ada dalam rangka mencapai cita-cita pembangunan nasional. Tujuan RPJP Kota Tidore Kepulauan adalah menyatukan langkah-langkah pembangunan yang sinergis, koordinatif dan integrative antar jajaran pemerintahan daerah (Pemda dan DPRD) terhadap arah kebijakan, program dan kegiatan lima tahunan dalam kurun 20 tahun dengan pola kerja yang konsisten dan berkelanjutan. 4.2 Kebijakan Pengembangan Kota Tidore Kepulauan Kebijakan Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia no. 26 tahun 2008 Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), Kota Tidore Kepulauan di tetapkan sebagai Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) yaitu kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala provinsi atau beberapa kabupaten/kota, termasuk dalam kawasan andalan yang memiliki pelabuhan nasional. Dijelaskan bahwa kawasan Tidore Kepulauan merupakan kawasan kategori I/C/1, dengan pengertian sebagai daerah revitalisasi dan percepatan pengembangan kota-kota pusat pertumbuhan nasional untuk sub kategori pengembangan/peningkatan fungsi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 4.1 dan gambar 4.2. Hal IV-2

3 Ket: = Pusat Kegiatan Nasional (PKN) = Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) = Sektor Unggulan Hutan Lindung = Sektor Unggulan Hutan Konservasi = Kawasan Andalan Gambar 4.1 Pola Pemanfaatan Ruang Kota Tidore Kepulauan dalam RTRWN Sumber : Lampiran VII PP No.26 Th 2008 Tentang RTRWN Hal IV-3

4 Ket: = Jaringan Listrik 150 KV = Jaringan Jalan Lintas Nasional = Lintas Penyeberangan Sabuk Utara = Lintas Penyeberangan Penghubung Sabuk Gambar 4.2 Struktur Pemanfaatan Ruang Kota Tidore Kepulauan dalam RTRWN Sumber : Lampiran I PP No.26 Th 2008 Tentang RTRWN Kebijakan Tata Ruang (RTR) Pulau Maluku Terhadap Kota Tidore Kepulauan Berikut ini adalah kutipan-kutipan pasal pada Rencana Tata Ruang Kepulauan Maluku yang berhubungan dengan pengembangan Kota Tidore Kepulauan. a. Pasal 10 Pengembangan PKN di Kepulauan Maluku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) meliputi upaya untuk : Mengendalikan pengembangan kota Ambon dan Ternate - Sofifi, sebagai pusat pelayanan primer yang sesuai dengan daya dukung lingkungannya; Hal IV-4

5 b. Pasal 16 Ayat (3) Pengembangan jaringan jalan koridor utama sebagaimana dijelaskan dalam pasal 15 ayat (2) meliputi: Point g. Peningkatan jaringan jalan lintas Pulau Halmahera yang menghubungkan SidangOli Boso Kao Padiwang Tobelo Galela - Lap. Terbang, dan Boso- Simpang Dodinga Sofifi Akelamo Payahe Weda; Simpang Dodinga Bobaneigo Ekor- Subain Buli Maba Sagea Gotowase; Daruba Bere-bere; Labuha Babang, Sanana Manaf; Bobong Tikong; Sidang Oli Jailolo Goal Ibu; Jailolo Susupu. c. Pasal 33 Ayat (2) Pemanfaatan ruang pada kawasan budidaya pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat d meliputi upaya untuk : 1) Mengembangkan wisata alam dan hutan di TN Manusela; 2) Mengembangkan wisata bahari di pesisir kawasan Ambon, Pulau Seram, Pulau Banda, Pulau Kai, Ternate-Tidore, Kep. Guraici, P. Morotai; 3) Mengembangkan pariwisata budaya terutama di Keraton Sultan Ternate, Mesjid Sultan Ternate, Rumah Adat Sahu, bentengbenteng peninggalan zaman Belanda dan Portugis, Bandaneira, Makam Sultan Baabullah, dan berbagai warisan budaya nasional lainnya yang sesuai dengan kriteria dan peraturan/perundangan yang berlaku. d. Pasal 37 Ayat (4) Pemanfaatan ruang pada kawasan andalan menurut prioritas penanganannya meliputi: Kawasan andalan Seram, Kei Aru - P.Wetar- P.Tanimbar, Buru, Ternate-Tidore-Sidangoli-Sofifi-Weda dan sekitarnya, Bacan-Halmahera Selatan, serta Kepulauan Sula dengan prioritas tinggi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.1. Hal IV-5

6 Tabel. 4.1 Strategi Pengembangan Sistem Pusat Permukiman di Maluku Utara Menurut RTR Pulau NO NAMA KOTA FUNGSI KOTA JENIS PELAYANAN STATEGI PENGEMBANGAN 1 Ternate-Sofifi PKN Pusat Pelayanan Sekunder, Jasa Pemerintahan, Pertanian, Perkebunan, Pertambangan, dan Industri 2 Daruba PKSN Pusat pelayanan administrasi pelintas batas negara, perdagangan-jasa dan transhipment point, Kehutanan, Pertambangan, dan Perikanan Diarahkan sebagai kota yang berfungsi sebagai pusat pertumbuhan wilayah pulau yang berorientasi pada upaya mendorong pertumbuhan produksi pertanian tanaman pangan, tanaman tahunan, pertambangan, dan industri pengolahan. Meningkatkan aksesibilitas ke kota Doruba, Tidore, Tobelo, Sidangoli, Maba, Sofifi, dan Weda melalui keterpaduan sistem transportasi jalan Trans Halmahera dengan pelabuhan-pelabuhan utama, diantaranya Pelabuhan Ternate dan Tobelo, yang dihubungkan dengan jaringan penyeberangan. Mengembangkan kawasan industri pengolahan bahan baku dari sentra-sentra produksi pertanian, perkebunan, dan pertambangan di sekitar kawasan Ternate, Tidore, Sidangoli, Sofifi, Weda, dan sekitarnya. Meningkatkan kualitas pelayanan PSD kota yang menunjang aktivitas pemerintahan, perdagangan, dan industri. Mengembangkan kualitas pelayanan prasarana dan sarana kota yang memenuhi standar Internasional (bandara, pelabuhan, telekomunikasi high-tech, kesehatan), termasuk dengan mendorong peran swasta yang lebih besar secara selektif. Menyiapkan aturan pelaksanaan pembangunan kawasan perkotaan (zoning regulation) sebagai pelengkap dari RTRW Kota Menyiapkan rencana tata ruang kawasan Ternate, Tidore, Sidangoli, Sofifi, Weda, dan sekitarnya untuk keterpaduan pembangunan sektor dan daerah otonom. Diarahkan sebagai pusat pelayanan administrasi pelintas batas yang berfungsi sebagai outlet pemasaran produksi tanaman hasil hutan, bahan galian logam, budidaya rumput laut, serta perikanan tangkap. Meningkatkan aksesibilitas ke tujuan pemasaran di Pulau Halmahera melalui keterpaduan sistem transportasi darat dan laut. Meningkatkan kapasitas dan kualitas pelayanan utilitas perkotaan (jalan, persampahan, air bersih, dst) dan fasilitas perdagangan serta fasilitas pendukung sebagai pintu gerbang lintas negara Meningkatkan kemampuan kerjasama pembangunan antar kawasan dengan wilayah negara tetangga Menyiapkan perangkat zoning regulation sebagai landasan pembangunan kegiatan perkotaan ikutan sekaligus sebagai landasan pengendalian pembangunan Sumber: Raperpres RTR Kepulauan Maluku, 2004 Hal IV-6

7 4.2.3 Kebijakan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Maluku Utara Visi Pengembangan Tata Ruang Wilayah Provinsi Maluku Utara Terwujudnya Tata Ruang Provinsi Maluku Utara yang berbasis pada sumber daya dan pengembangan berdasarkan gugus pulau menuju masyarakat Maluku Utara yang sejahtera Misi Pengembangan Tata Ruang Wilayah Provinsi Maluku Utara (1) Menciptakan keserasian pelestarian kawasan lindung dan pemanfaatan kawasan budidaya, dengan berbasis pada mitigasi bencana; (2) Mengembangkan potensi sumberdaya alam secara optimal dengan memperhatikan kelestarian lingkungan hidup; (3) Meningkatkan dan mengembangkan prasarana wilayah secara berkelanjutan, membuka daerah-daerah terisolir dan membuka kantong-kantong produksi baru; (4) Menata pusat-pusat pengembangan sesuai dengan daya dukung dan kapasitas wilayah dan kondisinya sebagai provinsi gugus pulau dengan dukungan sistem jaringan transportasi yang memadai Pertimbangan Kebencanaan Dalam RTRW Provinsi Maluku Utara Zonasi multi risiko bencana di Provinsi Maluku Utara merupakan gabungan dari risiko bencana gempa bumi, tsunami, gerakan tanah (longsor) dan letusan gunung berapi. Secara umum kawasan zonasi multi bencana di Provinsi Maluku Utara dapat dilihat Tabel 4.2 Hal IV-7

8 No Tabel 4.2 Tabulasi Zonasi Multi Risiko Bencana di Provinsi Maluku Utara Kriteria Kabupaten/Kota Jumlah (Km 2 ) Rendah (Km 2 ) Sedang (Km 2 ) Tinggi (Km 2 ) 1 Halmahera Barat Halmahera Tengah Halmahera Utara Halmahera Selatan Halmahera Timur Kepulauan Sula Ternate Tidore Kepulauan Jumlah Sumber: Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Maluku Utara, Arahan Struktur Ruang Wilayah Menurut RTRW Provinsi Maluku Utara Kota Tidore Kepulauan merupakan Kota Orde I dengan pusat pertumbuhan di Soa Sio dan Sofifi. Sebagai kota orde I, Kota Tidore Kepulauan memiliki sifat pelayanan regional, pusat pemerintahan, pusat permukiman dan pusat pelayanan sosial. Selain itu, Kota Sofifi diusulkan menjadi PKLW untuk menggantikan fungsi pusat pemerintahan Provinsi Maluku Utara yang selama ini berada di Kota Ternate. Dengan demikian Kota Ternate yang semula merupakan kota dengan fungsi pusat pemerintahan, difokuskan hanya untuk kegiatan pusat perdagangan dan jasa, karena di kota ini sudah berkembang sarana dan prasarana infrastruktur yang lebih lengkap dibandingkan kota-kota/kawasan-kawasan lain di Provinsi Maluku Utara. Hal IV-8

9 Gambar 4.3 Arahan Struktur Ruang dan Kawasan Strategis di Prop. Maluku Utara Sumber : RTRW Prop. Maluku Utara, Sistem Jaringan Prasarana Wilayah a. Rencana Pengembangan Sistem Transportasi Sistem transportasi yang dikembangkan antar PKN (Pusat Kegiatan Nasional) dan PKW (Pusat Kegiatan Wilayah), yaitu Kota Ternate, Soasio, Sofifl dengan kota-kota lain utamanya PKN di luar Provinsi Maluku Utara seperti Kota Ambon, Kota Manado, dan Kota Sorong adalah transportasi udara dan laut, karena dari ketiga kota ini dipisahkan oleh laut dalam dan luas Pengembangan sistem transportasi yang dibutuhkan: o PKW (Ternate, Soasio, Sofifi) - PKL I (Jailolo) sistem transportasi laut; o o PKW - PKL I (Tobelo) kombinasi antara laut, darat dan udara; PKW - PKL I (Maba) kombinasi antara laut, darat dan udara; Hal IV-9

10 o o o PKW - PKL I (Weda) kombinasi antara laut dan darat; PKW - PKL I ( Labuha) laut dan udara; PKW - PKL I (Sanana) laut dan udara b. Rencana Jaringan Jalan Konsep pengembangan Trans Maluku Utara adalah upaya menghubungkan Kota Ternate sebagai PKN dan kota-kota PKW yaitu Tobelo, Tidore, Labuha dan Sanana serta kota-kota strategis seperti Daruba (PKSN) dan Sofifi sebagai pusat pemerintahan Provinsi Maluku Utara. Dan merupakan bagian dari Trans Nasional. Untuk mendukung perwujudan Trans Maluku Utara, maka status jalan yang masuk dalam Trans Maluku Utara adalah jalan nasional dan jalan provinsi.adapun jaringan jalan yang direncanakan sebagai bagian dari Trans Maluku Utara dapat dilihat pada Tabel 4.3. Tabel 4.3. Rencana Jaringan Jalan Trans Maluku Utara Nomor Ruas Nama Ruas Gugus Pulau Status Panjang (Km) Kabupaten Halmahera Utara Daruba Daeo 4 N 25, Daeo Berebere 4 N 68, Podiwang Tobelo 3 N 47, Tobelo Galela 3 N 27, Kao Podiwang 3 N 32, Galela - Lapangan Terbang 3 N 10, Basso Kao 3 N 71,49 Kabupaten Halmahera Barat Sidangoli (Dermaga Ferry) Basso 2, 5 N 23, Simpang Dodinga-Akelamo (KM60) 2, 5 N 63, Basso - Simpang Dodinga 2, 5 N 2, Jailolo Goal 2 P 21,19 Simpang Dodinga-Dodinga (Dermaga Ferry) P 3, Simpang Dodinga- Bobaneigo 2, 5 P 3,32 Hal IV-10

11 Nomor Ruas Nama Ruas Gugus Pulau Status Panjang (Km) Simpang Dodinga-Jailolo 2 P 32,40 Kota Tidore Kepulauan.029 Payahe Weda 1 N 24, Akelamo (KM60) Payahe 1 N 52, Keliling Pulau Tidore 1 P 29,19 Kabupaten Halmahera Timur Subaim Buli 5 P 60, Buli Gotowase 5 P 45, Bobaneigo Ekor 5 P 41, Ekor Subaim 5 P 52,47 Kabupaten Halmahera Tengah Weda Sagae 5 P 50, Sagae Gotowase 5 P 60,00 Kabupaten Halmahera Selatan.028 Labuha Babang 6 P 18,32 Saketa Mautiting 6 K Mautiting Mafa 6 K Mafa Weda 5, 6 K Kota Ternate.032 Keliling Pulau Ternate 1 N 8,60 Kabupaten Kepulauan Sula.026 Sanana Manaf 7 P 31, Sanana Pohea 7 P 12,05 Sumber: Tatrawil 2007 Hal IV-11

12 Jalan Arteri Primer Rencana Jalan Arteri Primer Rencana Jalan Kolektor Primer Jalan Lokal Primer Jalan Kolektor Primer Rencana Jalan Lokal Primer Gambar 4.4 Arahan Struktur Ruang di Prov. Maluku Utara Sumber : RTRW Prop. Maluku Utara, 2007 c. Rencana Terminal Di Provinsi Maluku Utara sampai dengan tahun 2007 tersedia terminal tipe C, dimana lokasinya mendekati lokasi pelabuhan yang ada sebagai transhipment point wilayah belakangnya. Selanjutnya dalam rencana pengembangan terminal sampai tahun 2027 dapat dilihat pada Tabel 4.4 Hal IV-12

13 Tabel 4.4 Rencana Terminal Penumpang di Provinsi Maluku Utara No Type Terminal Pelabuhan Lokasi Gugus Pulau 1 B Ahmad Yani/Gamalama Pelabuhan Ternate 1 2 B Soasio Pelabuhan Tidore 1 3 B Sofifi 1 4 B Tobelo Pelabuhan Tobelo 3 5 B Jailolo Pelabuhan Jailolo 2 6 B Babang Pelabuhan Bacan 6 7 C Bastiong Pelabuhan Ternate 1 8 C Dufa dufa Pelabuhan Ternate 1 9 C Galela 3 10 C Malifut 3 11 C Daruba Pelabuhan Morotai 4 12 C Sidangoli Pelabuhan Sidangoli 2 13 C Goal 2 14 C Sanana Pelabuhan Sasana 7 15 C Dofa Pelabuhan Dofa 7 16 C Laiwui Pelabuhan Obi 6 17 C Babang Pelabuhan Bacan 6 18 C Gebe Pelabuhan Gebe 5 19 C Maffa Pelabuhan Maffa 6 20 C Labuha 6 Sumber: RTRW Propinsi Maluku Utara, 2007 d. Rencana Transportasi Laut Mengacu pada RPP RTRWN maka sistem jaringan transportasi laut terdiri atas tatanan pelabuhan laut dan alur pelayaran. Tatanan pelabuhan laut terdiri atas: 1) Pelabuhan internasional; 2) Pelabuhan internasional; 3) Pelabuhan nasional; 4) Pelabuhan pengumpan regional; 5) Pelabuhan pengumpan lokal; Hal IV-13

14 6) Pelabuhan khusus untuk menunjang pengembangan kegiatan atau fungsi tertentu. Sedangkan alur pelayaran meliputi alur pelayaran internasional dan alur pelayaran nasional berdasarkan RTRWN tersebut, maka dalam perencanaan transportasi laut dan penyeberangan di Provinsi Maluku Utara akan dilihat berdasarkan tatanan pelabuhan dan alur pelayaran. e. Rencana Transportasi Udara Berdasarkan RTRWN Oktober 2007, sistem jaringan transportasi udara terdiri atas tatanan bandar udara dan ruang lalu lintas udara. Di Provinsi Maluku Utara telah tersedia 10 (sepuluh) buah bandar udara yang tersebar di pulau-pulau penting di wilayah ini. Bandar Udara Sultan Babullah-Ternate merupakan bandara Pusat Penyebaran Tersier, yang merupakan bandara utama di Provinsi ini, dimana seluruh jalur penerbangan antar pulau di dalam wilayah Provinsi Maluku Utara maupun dari dan ke luar wilayah Maluku Utara berpusat di Ternate. Intensitas kegiatan di bandara ini sangat tinggi. Bandara lainnya merupakan bandara Bukan Pusat Penyebaran atau bandara perintis. Rencana pengembangan jalur penerbangan di Provinsi Maluku Utara meliputi: 1) Rencana Pengembangan Jalur Nasional Antar Provinsi, yaitu: Ternate Jakarta; Ternate Manado; Ternate Ambon; Ternate Makassar; Ternate - Sorong; Ternate Fak - Fak; Ternate Manokwari; Ternate Luwuk dan Sanana Ambon. 2) Rencana Pengembangan Jalur Reguler Antar Kabupaten, yaitu: Ternate Sanana dan Ternate Buli. f. Sistem Jaringan Kelistrikan Terdapat beberapa alternatif pengadaan listrik untuk Provinsi Maluku Utara: Hal IV-14

15 (1) Pengembangan energi alternatif, seperti teknologi surya/matahari; (2) Pengembangan energi listrik tenaga uap, dengan memanfaatkan air laut sebagai pendingin: (3) Pengembangan energi listrik tenaga diesel; (4) Pengembangan energi listrik tenaga air. Pengelolaan listrik selain oleh PLN, dapat dilakukan secara mandiri oleh pihak swasta atau masyarakat. Dengan kondisi Provinsi Maluku Utara yang rawan bencana, maka kebutuhan listrik perlu diarahkan pada pengembangan energi yang mandiri, artinya ketersediaan energi di wilayah ini diharapkan mampu melayani kebutuhan masyarakat, baik dalam kondisi normal maupun darurat. Oleh sebab itu, pengembangan sumber daya listrik berbasis sumber daya lokal juga perlu dikembangkan dengan diarahkannya perkembangan di Kota Sofifi, dengan perannya sebagai ibu kota definitif Provinsi Maluku Utara, maka perlu membentuk dan menambah jaringan prasarana listrik bagi pemenuhan kebutuhan kota Sofifi. g. Sistem Jaringan Telekomunikasi Telepon adalah sarana telekomunikasi yang sering dihubungkan dengan prasyarat proses transformasi wilayah, sehingga diperlukan adanya suatu rencana pengembangan ke depan, untuk merencanakan sistem jaringan telepon di SST, Telepon Seluler, SSB (Singgle Side Band). Pelayanan telepon dapat diklasifikasikan ke dalam 3(tiga) segmen: (1) Sambungan telepon untuk rumah tangga; (2) Sambungan telepon untuk perkantoran/industri; (3) Sambungan telepon umum Rencana jaringan telekomunikasi Provinsi Maluku Utara adalah: Hal IV-15

16 (1) Sistem jaringan diarahkan sebagai gabungan antara jaringan pelayanan telekomunikasi yang disiapkan pemerintah dan yang dibangun swasta; (2) Cakupan pelayanan yang seluas mungkin dengan pelayanan yang optimal; (3) Mengintegrasikan pengembangan sistem jaringan telekomunikasi dengan sistem jaringan transportasi sehingga semua kawasan yang memiliki tingkat aksesibilitas akan didukung oleh pelayanan jaringan telekomunikasi. h. Sistem Jaringan Sumber Daya Air Rencana pengembangan sistem jaringan sumber daya air provinsi merupakan rencana pengembangan wilayah sungai skala provinsi. Pengembangan sistem jaringan sumber daya air provinsi mencakup konservasi dan pendayagunaan sumber daya air serta pengendalian daya rusak air. Konservasi sumber daya daya air dapat dilakukan dengan cara mengamankan daerah tangkapan air, sehiingga pada musim kemarau tidak terjadi kekeringan Rencana Pola Ruang Wilayah a. Rencana Pengembangan Ruang Kawasan Lindung Kawasan Lindung yang meliputi wilayah daratan dan lautan terdiri atas: (1) Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya, yaitu Kawasan hutan lindung; (2) Kawasan perlindungan setempat, yaitu: sempadan pantai, sempadan sungai dan kawasan sekitar danau/waduk; (3) Kawasan suaka alam, yaitu: kawasan cagar alam, kawasan suaka margasatwa dan kawasan suaka alam laut; (4) Kawasan rawan bencana alam, yaitu: kawasan rawan bencana letusan gunung api, kawasan rawan bencana gempa bumi, kawasan rawan bencana tsunami. Hal IV-16

17 b. Rencana Pengembangan Kawasan Budidaya Berdasarkan Pedoman Penyusunan RTRW Di Daerah, kawasan budidaya telah diklasifikasikan secara khusus. Di Provinsi Maluku Utara, kawasan budidaya yang akan ditetapkan mencakup wilayah daratan dan lautan yang terdiri dari: (1) Kawasan hutan produksi tetap; (2) Hutan produksi; (3) Hutan produksi terbatas; (4) Budidaya non hutan dan perkebunan yang dapat dikonversikan; (5) Pertanian, yaitu pertanian lahan basah dan perkebunan; (6) Kawasan pertambangan; (7) Kawasan perindustrian; (8) Kawasan pariwisata; (9) Perikanan; (10) Kawasan permukiman Rencana Pengembangan Perikanan a. Rencana Pengembangan Perikanan Tangkap Berdasarkan data produksi dari Dinas Perikanan Propinsi Maluku Utara dan estimasi potensi sumber daya ikan di perairan Maluku Utara, diketahui bahwa tingkat pemanfaatan sumber daya ikan oleh nelayan setempat masih menunjukkan status tingkat pengusahaan yang masih relatif rendah atau underfishing. Berdasarkan karakteristik perairan laut dan jenis sumber daya ikannya, perairan Maluku Utara secara garis besar dapat dibagi menjadi 3 (tiga) daerah penangkapan utama yang potensial dikembangkan untuk usaha perikanan tangkap, yaitu: (1) Daerah penangkapan ikan 1, yaitu daerah-daerah dengan potensi pengembangan untuk ikan karang (utamanya: ikan kerapu, beronang, biji nangka, dan kakaktua), daerah-daerah tersebut antara lain perairan pantai sebelah barat daya Pulau Hal IV-17

18 Morotai, periaran pantai sebelah timur kepulauan Sula, perairan pantai Tobelo, peraiaran pantai Bacan dan Obi; (2) Daerah penangkapan ikan 2, yang memiliki potensi untuk pengembangan perikanan pelagis kecil dan demersal (utamanya: ikan layang, kembung, julung-julung, kuwe, dan kakap merah); berada di perairan pantai sebelah selatan, tenggara, timur, timur laut, utara, barat laut dan barat Pulau Morotai, perairan pantai Tidore dan Ternate dan wilayah periaran pantai Sanana; (3) Daerah penangkapan ikan 3, untuk pengembangan perikanan pelagis besar (utamanya: cakalang, tongkol dan tuna) wilayah ini terletak di perairan lepas pantai Maluku Utara. Secara umum, pengembangan perikanan tangkap di perairan Maluku Utara untuk jangka pendek hingga menengah, dapat diarahkan pada pengoptimalan pemanfaatan sumberdaya ikan laut di setiap daerah penangkapan, sedangkan untuk kedepan (jangka panjang) seyogyanya diarahkan pada kegiatan perikanan tangkap yang berbasis budidaya laut, utamanya untuk DPI 1 dan 2. b. Pengembangan Sistem Pemasaran Ikan Dengan mempertimbangkan bahwa produksi ikan di Maluku Utara akan terdiri dari berbagai jenis (spesies) dan kualitas maka sistem pemasaran yang dapat dikembangkan harus mampu mengantisipasi produksi ikan yang nantinya didaratkan. Sistem pemasaran yang tampaknya tepat adalah yang berbasis komoditas sebagai berikut: (1) Komoditas pelagis besar untuk pasar ekspor. Jenis atau bentuk komoditas adalah olahan segar untuk tuna dan beku untuk cakalang. Sistem pemasaran ini bertumpu pada adanya perusahaan ekspor yang berusaha di daerah. baik dalam bentuk pengumpulan (penampungan) maupun dalam bentuk kantor cabang atau kantor utama; Hal IV-18

19 (2) Komoditas pelagis besar untuk tujuan pasar domestik, yaitu cakalang dan tongkol. Jenis produknya adalah segar dan beku. Komoditas lainnya adalah dalam bentuk ikan olahan asap; (3) Komoditas pelagis kecil untuk pasar ekspor, yaitu: ikan layang. Produk yang tepat adalah dalam bentuk olahan beku; (4) Komoditas pelagis kecil untuk pasaran domestik, yaitu: layang, kembung dan julung-julung. Untuk antar pulau produk yang tepat adalah olahan beku dan khusus untuk julung-julung dalam bentuk olahan asap, sedangkan untuk pasaran setempat. produk yang tepat adalah olahan segar; (5) Ikan demersal untuk pasaran ekspor, yaitu: kakap merah. Produk yang tepat adalah dalam bentuk olahan fillet; (6) Ikan demersal untuk pasaran domestik dan lokal, yaitu ikan kuwe. Untuk antar pulau produk yang tepat adalah olahan beku, sedangkan untuk pasaran setempat. produk yang tepat adalah olahan segar; (7) Produk perikanan karang, seperti: kerapu, beronang, kakatua, dan biji nangka lebih diutamakan untuk pasar ekspor. Produk yang tepat adalah dalam bentuk ikan hidup, sedangkan untuk pasar domestik dalam bentuk olahan segar. c. Rencana Pengembangan Perikanan Budidaya Pengembangan perikanan budidaya (akuakultur) di Provinsi Maluku Utara diarahkan untuk memproduksi komoditas yang berorientasi ekspor dan berbasis kepada sumberdaya alam. Pengembangan akuakultur dilakukan pada lokasi yang memiliki tingkat kesesuaian yang tinggi dengan berprinsip pemanfaatan sumberdaya perairan seoptimal mungkin secara ramah lingkungan Arahan Manajemen Risiko Bencana Dalam Pemanfaatan Ruang Wilayah Provinsi Maluku Utara a. Spasial, melalui pengaturan ruang Beberapa pekerjaan yang umumnya dilakukan melalui cara ini antara lain berupa pemetaan daerah rawan bencana, alokasi Hal IV-19

20 pembangunan berintensitas tinggi yang diarahkan ke luar area rawan bencana, pengaturan ruang yang tepat dan optimal; b. Cara-cara keteknikan Umumnya cara ini berupa rekayasa teknis terhadap lahan, bangunan dan infrastruktur yang disesuaikan dengan kondisi, keterbatasan dan ancaman bencana yang mungkin timbul, misalnya sebagai berikut. 1) Untuk manajemen bencana gempa. Gambar 4.5 Contoh Rumah Sederhana Tahan Gempa 2) Untuk manajemen bencana tsunami DISEMINASI INFORMASI TSUNAMI BMG INTERFACE 1 MABES POLRI 33 GUBERNUR MASYARAKAT Polres/Polsek Bupati Jaringan BMG 1 BAKORNAS Satkorlak/Satlak INDOSAT IP VPN MPLS FIBER OPTIK, RADIO LINK 10 STA. TV 1 RADIO / RRI BMG Jaringan BMG CSM VSAT IP SATELIT 49 RADIO PANTAI 88 ADPEL 21 ASDP Masyarakat Jaringan BMG - IIX JASATEL / APJII WIRELESS 7 PROVIDER GSM/CDMA Gambar 4.6 Sistem Jaringan Diseminasi Informasi Tsunami Sumber: Badan Meteorologi dan Geofisika, 2007 Hal IV-20

21 3) Untuk manajemen bencana tanah longsor (1) Melakukan perbaikan drainase tanah, seperti soil nailing, hydroseeding dan perbaikan sistem drainase (2) Berbagai pekerjaan struktural, seperti rock netting, shotcrete, block pitching, stone pitching, retaining wall, gabion wall, installation of geotextile, dan sebagainya 4) Untuk manajemen bencana banjir Gambar 4.7 Contoh Manajemen Dataran Banjir Sumber: Modul Program Pelatihan Manajemen Bencana, UNDP, 1985 c. Pemberdayaan/peningkatan kapasitas masyarakat Mengingat permasalahan bencana yang cukup rumit, sementara itu bencana tersebut juga seringkali menimpa kawasan dengan kondisi masyarakat yang cukup rentan (kemiskinan, kurangnya kewaspadaan dan ketidakberdayaan) dan berlokasi jauh dari pusat pemerintahan dan sulit dicapai, maka dalam manajemen risiko bencana ini perlu sekali meningkatkan kapasitas masyarakat untuk Hal IV-21

22 mengurangi tingkat kerentanannya. Untuk merealisasikannya diperlukan elemen-elemen berikut: (1) Adanya tokoh penggerak; (2) Konsep yang jelas; (3) Obyek aktivitas yang jelas; (4) Kohesivitas masyarakat setempat; (5) Bahasa komunikasi kerakyatan yang tepat berbasis kearifan budaya setempat; (6) Jaringan informasi yang mudah diakses setiap saat. d. Kelembagaan Ada beberapa hal yang harus dipenuhi dalam manajemen bencana, yaitu: (1) Aspek yang jelas (kelembagaan, organisasi, tata cara); (2) Fungsi yang berjalan (perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan); (3) Unsur yang lengkap (sumberdaya manusia, keuangan, perlengkapan dan sebagainya). 4.3 Kebijakan Tata Ruang pada Kabupaten/Kota yang Berbatasan Dengan Kota Tidore Kepulauan Kabupaten Tidore Kepulauan berbatasan dengan Kota Ternate dan Kecamatan Jailolo Selatan Kabupaten Halmahera Barat di sebelah Utara, Kecamatan Wasile Selatan Kabupaten Halmahera Timur dan Kecamatan Weda Kabupaten Halmahera Tengah di sebelah Timur, Gane Barat Kabupaten Halmahera Timur dan Kecamatan Pulau Moti Kota Ternate di sebelah Selatan. Dimana masing-masing memiliki strategi pengembangan wilayah berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Maluku Utara Kota Ternate i. Diarahkan sebagai kota yang berfungsi sebagai pusat pertumbuhan wilayah pulau yang berorientasi pada upaya mendorong pertumbuhan produksi Hal IV-22

23 ii. iii. iv. pertanian tanaman pangan, tanaman tahunan, pertambangan dan industri pengolahan. Meningkatkan aksesibilitas ke kota Doruba, Tidore, Tobelo, Sidangoli, Maba, Sofifi dan Weda melalui keterpaduan sistem transportasi jalan trans Halmahera dengan pelabuhan-pelabuhan utamanya, diantaranya pelabuhan Ternate dan Tobelo yang dihubungkan dengan jaringan penyeberangan. Mengembangkan kawasan industri pengolahan bahan baku dari sentrasentra produksi pertanian, perkebunan dan pertambangan di sekitar kawasan Tidore, Ternate, Sidangoli, Sofifi, Weda, dan sekitarnya. Meningkatkan kualitas pelayanan PSD kota yang menunjang aktifitas pemerintahan, perdagangan, dan industri. v. Mengembangkan kualitas pelayanan sarana dan prasarana kota yang vi. vii. memenuhi standar internasional (bandara, pelabuhan, telekomunikasi hightech, kesehatan) termasuk dengan mendorong peran swasta yang lebih besar secara efektif. Menyiapkan aturan pelaksanaan pembangunan kawasan perkotaan (zoning regulation) sebagai pelengkap dari RTRW kota. Menyiapkan Rencana Tata Ruang Kawasan Ternate, Tidore, Sidangoli, Sofifi, Weda dan sekitarnya untuk keterpaduan pembangunan sektor daerah otonom Kota Jailolo 1) Dikategorikan sebagai Pusat Kegiatan Lokal Wilayah berfungsi sebagai Pusat Kegiatan Lokal yang merupakan Pusat Wilayah Pengembangan (Gugus Pulau). 2) Untuk transportasi antara PKW (Ternate, Soasio, Sofifi) - PKL I (Jailolo) dikembangkan dengan sistem transportasi laut. Dengan pelabuhan yang dikategorikan sebagai Pelabuhan Pengumpan Lokal yang melayani kegiatan pelayaran dan alihmuat angkutan laut lokal dan regional, pelayaran rakyat, angkutan sungai, dan angkutan perintis dalam jumlah kecil. Hal IV-23

24 3) Memiliki sektor unggulan yaitu pertanian, perkebunan, pariwisata dan air bersih dengan sub sektor tanaman pangan, perkebunan kopra dan cengkeh serta wisata bahari. 4) Memiliki situs sejarah Kerajaan Jailolo Kecamatan Wasile Selatan Kabupaten Halmahera Timur 1) Ditetapkan sebagai Kawasan Pengembangan Ekonomi Pertanian : Halut - Halbar Haltim untuk mengembangkan ketahanan pangan. 2) Dalam kabupaten Halmahera Timur juga terdapat cagar alam Lolobata. 3) Sektor unggulan berupa perkebunan, pertanian, perikanan laut, pertambangan dan air bersih Kawasan Weda Kawasan ini meliputi Weda dan sekitarnya. Kawasan ini perlu diprioritaskan karena adanya rencana pengembangan kegiatan (eksploitasi) pertambangan nikel oleh PT. Weda Bay Nikel seluas Ha. Arahan pengembangan yang direkomendasikan untuk kawasan ini adalah sebagai berikut: (a) Pengembangan kawasan pertambangan yang bersinergis dengan aspek rencana tata ruang dan lingkungan di sekitarnya sehingga dapat mencegah adanya konflik tata ruang dan kerusakan lingkungan; (b) Pengembangan kegiatan ekonomi lokal dan sosial masyarakat di sekitarnya yang berkaitan erat dengan kegiatan penambangan sehingga dapat menghindarkan adanya konflik sosial dan kegiatan ekonomi yang bersifat enclave; Pengembangan rencana tata ruang kawasan yang lebih detail pada kawasan inti dan penunjang. Kawasan Weda ini memiliki pelabuhan yang dikategorikan sebagai pelabuhan pengumpan lokal yang melayani kegiatan pelayaran dan alihmuat angkutan laut lokal dan regional, pelayaran rakyat, angkutan sungai, dan angkutan perintis dalam jumlah kecil. Ditetapkan dalam kawasan andalan Ternate-Tidore-Sidangoli-Sofifi-Weda dan sekitarnya dengan sektor unggulan perkebunan, perikanan laut, pertambangan, industri, dan pariwisata. Hal IV-24

25 4.3.5 Gane Barat Kabupaten Halmahera Selatan Merupakan wilayah yang perkembangannya relatif tertinggal dengan daerah (a) (b) (c) lainnya di Provinsi Maluku Utara, oleh karena itu perlu diprioritaskan pula penanganan pembangunannya agar terjadi pemerataan pembangunan. Potensi yang dimiliki kawasan Halmahera Selatan ini adalah perkebunan. Permasalahan yang dimiliki kawasan ini adalah kurangnya aksesibilitas. Untuk itu arahan pengembangan yang dapat direkomendasikan untuk kawasan ini adalah sebagai berikut: Pengembangan transportasi laut sehingga dapat meningkatkan hubungan kawasan ini dengan kawasan sekitarnya yang akan memudahkan penyaluran hasil-hasil produksi perkebunan kawasan ini dengan pusat pengolahannya di Pulau Bacan; Pengembangan transportasi darat untuk meningkatkan aksesibilitas intra wilayah (antara Gane Barat dan Gane Timur); Meningkatkan produktivitas perkebunan Kabupaten Morotai Merupakan Kabupaten baru hasil pemekaran di Maluku Utara. Belum terdapat data/informasi terkait tata ruang Morotai. 4.4 Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Kota Tidore Kepulauan Permasalahan dan Tantangan Permasalahan sosial budaya dan kehidupan beragama berupa tingginya angka penduduk miskin, belum optimalnya penggunaan kearifan lokal, pembangunan sumberdaya manusia belum berjalan optimal, masih rendahnya kinerja pelayanan kesehatan, tingginya penduduk usia produktif dengan klasifikasi pendidikan rendah. Permasalahan politik, hukum, dan aparatur adalah masih adanya praktek money politik dan masih kurangnya aparatur yang bersih. Permasalahan di bidang ekonomi antara lain dikarenakan sistem perbankan yang masih rendah, konsep ekonomi yang belum memihak masyarakat, harga harga bahan baku konstruksi belum disesuaikan, minimnya investasi. Untuk Hal IV-25

26 meningkatkan perkenomian Kota Tidore Kepulauan adalah menata kembali sektor tradisional yang selama ini meberikan sumbangan cukup berarti bagi PDRB Kota Tidore Kepulauan. Pada bidang pengembangan wilayah terdapat permasalahan dengan dokumen rencana tata ruang pengembangan wilayah yang dikeluarkan pemerintah Provinsi Maluku Utara dengan dokumen rencana pengembangan wilayah pemerintah Kota Tidore Kepulauan. Terdapat kesenjangan pembangunan antar wilayah dan keterisolasian masyarakat pedesaan/kampung dengan kota. Pembangunan juga dihadapkan pada permasalahan hak masyarakat adat berupa penguasaan tanah ulayat. Tantangan lain yaitu belum dilakukan penataan kepemilikan, pemetaan dan pembakuan tanah ulayat. Permasalahan pemanfaatan ruang ini akan berpengaruh terhadap pelaksanaan pembangunan maupun pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Pemanfaatan sumberdaya alam belum mengacu pada prinsip pembangunan berkelanjutan selain itu, kapasitas kelembagaan dalam koordinasi pengelolaan dan pengendalian lingkungan masih rendah. Untuk itu diperlukan pelaksanaan penegakan hukum (law enforcement), pemanfaatan ruang yang sesuai fungsi, peruntukan dan daya dukung, juga keberpihakan pada hak hak masyarakat adat, serta meningkatkan kesadaran stakeholders akan pentingnya pertimbangan lingkungan pada pembangunan Nilai Strategis Kota Tidore Kepulauan Secara khusus terdapat tiga nilai strategis yaitu: 1) Kota sofifi sebagai ibukota Provinsi Maluku Utara sehingga dapat memancing investasi dan pembangunan di masa depan. Sebagai pusat pemerintahan provinsi maupun pusat jasa jasa umum lainnya, keberadaan Kota Sofifi akan memberikan manfaat ekonomi yang signifikan bagi Kota Tidore Kepulauan. 2) Potensi laut dan perairan yang besar. Sejauh ini potensi laut dan perairan di sekitar Pulau Tidore, Maitara, Mare dan pesisir Kecamatan Oba belum teridentifikasi. Diharapkan pada masa depan, potensi keindahan alam bawah laut di Pulau Tidore, Maitara dan Mare serta pesisir Kecamatan Oba dapat dimanfaatkan. Hal IV-26

27 3) Pulau Tidore sebagai cagar budaya dari salah satu kebudayaan dan peradaban tertua di Indonesia. Kesultanan Tidore dengan Islam sebagai agama kerajaan telah mempraktekkan keserasian antara Islam sebagai agama sekaligus peradaban Visi Pembangunan Kota Tidore Kepulauan Visi pembangunan Kota Tidore Kepulauan adalah: Terwujudnya Kota Tidore Kepulauan yang Maju, Mandiri dan Berkeadaban Misi Pembangunan Kota Tidore Kepulauan 1) Mewujudkan Sumberdaya Manusia Berkualitas dan Kehidupan Yang Damai Terbangunnya tatanan kehidupan sosial yang mapan dan harmonis, memperoleh pelayanan sosial secara layak yang didukung oleh ketersediaan sarana dan prasarana pelayanan sosial dasar. 2) Mewujudkan Perekonomian Daerah Yang Tangguh dan Berdaya Saing Peningkatan dan pemerataan pendapatan masyarakat, terutama dari usaha perekonomian yang berbasis sumberdaya alam yang mendorong peningkatan PDRB Kota Tidore Kepulauan. 3) Mewujudkan Pemerintahan Yang Baik Bersih dan Demokratis Terwujudnya tata pemerintahan yang baik dan bersih, terjaminnya penegakan hukum terhadap praktek Kolusi, Korupsi dan Nepotisme yang didukung oleh parlemen daerah yang kuat serta legitimasi penuh masyarakat. 4) Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban (Civility, al-madaniyah) Tertanamnya keyakinan yang kuat terhadap nilai nilai adat se atorang sebagai budaya adiluhung yang mampu membendung pengaruh destruktif kebudayaan modern. Praktek budaya yang terkait adalah seperti semangat persatuan dan kesatuan (foma katinyinga), kebersamaan (fomaku gosa, fomaku hoda), Kerjasama (mayae, mabari) dan saling menasehati (fomaku waje), harus semakin dikembangkan dalam konteks pergaulan yang lebih terbuka. Hal IV-27

28 4.4.5 Maksud dan Tujuan RPJP Kota Tidore Kepulauan Maksud RPJP Kota Tidore Kepulauan antara lain: Memberikan arah dan pedoman bagi jajaran pemerintah daerah dalam menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah melalui forum musyawarah pembangunan daerah secara berjenjang. Memberikan pedoman bagi jajaran pemerintah daerah (Pemda dan DPRD) dalam menentukan prioritas program dan kegiatan tahunan yang nantinya tertuang dalam RPJM daerah. Menentukan proyeksi pembangunan daerah untuk kurun waktu 20 tahun kedepan berdasarkan kondisi obyektif yang ada dalam rangka mencapai cita-cita pembangunan nasional. Tujuan RPJP Kota Tidore Kepulauan adalah menyatukan langkah-langkah pembangunan yang sinergis, koordinatif dan integrative antar jajaran pemerintahan daerah (Pemda dan DPRD) terhadap arah kebijakan, program dan kegiatan lima tahunan dalam kurun 20 tahun dengan pola kerja yang konsisten dan berkelanjutan Sasaran dan arahan PJP Kota Tidore Kepulauan ) Mewujudkan Sumberdaya Manusia Berkualitas dan Kehidupan Yang Damai Kemajuan dan kemandirian sosial suatu daerah adalah sejalan dengan tingkat kesejahteraan sosial masyarakat daerah yang bersangkutan. Untuk itu, pembangunan kesejahteraan sosial diarahkan kepada peningkatan pelayanan dan rehabilitasi sosial,pemberdayaan masyarakat penyandang masalah kesejahteraan sosial dan perlindungan sosial. 2) Mewujudkan Perekonomian Daerah Yang Tangguh dan Berdaya Saing Kemajuan dan kemandirian ekonomi Kota Tidore Kepulauan pada masa depan masih diharpkan bersumber dari sumbangan sektor pertanian sub sektor perkebunan dan perikanan. Namun karena daerah ini pada masa depan akan menjadi pusat pemerintahan Provinsi Maluku Utara maka sumbangan sektor jasa dan pelayanan umum lainnya akan menjadi andalan utama perekonomian daerah. 3) Mewujudkan Pemerintahan Yang Baik Bersih dan Demokratis Masyarakat yang maju dan mandiri secara politik akan melahirkan potret pemerintahan yang kuat dan kokoh. Potret tersebut harus pertama kali Hal IV-28

29 datang dari kepemimpinan pemerintahan di daerah. Dalam kerangka itu, maka reformasi birokrasi pemerintah daerah dimulai dari penerapan tata pemerintahan yang baik dan bersih pada seluruh struktur pemerintahan daerah secara disiplin dan sungguh-sungguh. Dan untuk menciptakan kepemimpinan daerah yang berwibawa dan demokratis, diperlukan pranata penegakan hukum dan penertiban kehidupan sosial serta tatanan struktur dan mekanisme politik yang stabil dan kondusif 4) Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban (Civility, al-madaniyah) Keyakinan akan kemampuan diri sendiri muncul dari kesadaran masyarakat tentang kekayaan nilai nilai tradisi dan kebudayaan yang tumbuh berkembang dan lestari hingga saat ini. Nilai nilai kebudayaan itu memberi inspirasi dan daya tonjol psikologis bagi kreatifitas dan daya inovasi masyarakat untuk membangun daerahnya sendiri Tahapan dan Prioritas o RPJM ke-1 ( ) RPJM ke-1 diarahkan untuk meningkatkan pelayanan pendidikan dan kesehatan serta pembinaan kesejahteraan sosial. Pengembangan kapasitas pemerintah daerah terus ditingkatkan melalui peningkatan kapasitas aparat pemerintah daerah, penataan struktur dan aparatur, efisiensi dan efektifitas pelayanan birokrasi, peningkatan koordinasi, perencanaan, pengendalian dan pengawasan pembangunan. o RPJM ke-2 ( ) RPJM ke-2 diarahkan untuk meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan Indeks Pembangunan Gender (IPG) melalui penataan kembali kehidupan sosial. Peningkatan sarana dan prasarana kesehatan, peningkatan peran dan partisipasi kaum perempuan di bidang politik dan pemerintahan diimbangi dengan pemberian peran bagi ibu rumah tangga di pedesaan yang berorientasi pada peningkatan produktifitas ekonomi keluarga. Pengurangan tingkat kemiskinan dan pengangguran terbuka melalui pemberdayaan ekonomi desa dan penyediaan lapangan kerja baru. Hal IV-29

30 o RPJM ke-3 ( ) RPJM ke-3 diarahkan untuk meningkatkan akselerasi pembangunan secara menyeluruh di berbagai bidang, dengan penekanan pada peningkatan daya saing daerah dalam percaturan ekonomi dan politik global. o RPJM ke-4 ( ) Pembangunan kesejahteraan sosial pada periode RPJM ke-4 ditujukan bagi peningkatan prosentasi tamatan Perguruan Tinggi yang memiliki kecakapan, ketrampilan dan kemampuan sumberdaya manusia yang dibutuhkan pembangunan daerah. Modernisasi sarana dan prasarana pendidikan dan kesehatan yang lebih baik serta ketersediaan sumberdaya pendidikan dan kesehatan di daerah pedesaan, peningkatan taraf gizi dan kesejahteraan ekonomi masyarakat, pemberdayaan perempuan di desa dan kota merupakan prasyarat meningkatnya Indeks Pembangunan Manusia dan Indeks Pemberdayaan Gender (IPG) yang lebih baik. 4.5 Posisi dan Isu Strategis Pengembangan Kota Tidore Kepulauan Kota Tidore Kepulauan Lingkup Nasional Kota Tidore Kepulauan dalam RTRW Nasional di klasifikasikan sebagai Pusat Kegiatan Wilayah, berada di bawah Pusat Kegiatan Nasional Ternate Tabel 4.5 Posisi Kota Tidore Kepulauan Provinsi PKN PKW PKSN MALUKU UTARA Ternate (I/C/1) Tidore (I/C/1) Daruba (I/A/2) Tobelo (II/C/2) Labuha (II/C/1) Sanana (II/C/2) Sumber: RTRW Nasional Tidore Kepulauan merupakan kawasan kategori I/C/1, dengan pengertian sebagai daerah revitalisasi dan percepatan pengembangan kota-kota pusat pertumbuhan nasional untuk sub kategori pengembangan/peningkatan fungsi. Hal IV-30

31 4.5.2 Kota Tidore Kepulauan Lingkup Regional Kedudukan Kota Tidore dalam lingkup regional Propivinsi Maluku Utara dijelaskan sebagai berikut: 1. Berdasarkan pada Peraturan Presiden Tentang RTR Kepulauan Maluku mengenai Strategi Pengembangan Sistem Pusat Permukiman di Kepulauan Maluku, dijelaskan bahwa Kota Tidore merupakan kota dengan fungsi kota PKW (Pusat Kegiatan Wilayah) dengan Jenis Pelayanan sebagai Pusat Pelayanan Tersier Pemerintahan dan Perkebunan, 2. Menurut sistem Kawasan Andalan, Kota Tidore adalah salah satu bagian dari Kawasan Andalan yang terdiri dari Tidore, Ternate, Sidangoli, Sofifi, Weda dan sekitarnya. Dengan sektor unggulan adalah perkebunan, perikanan laut, industri, pertambangan dan pariwisata, 3. Menurut sistem Kawasan Andalan Laut Halmahera dan sekitarnya, Kota Tidore berbatasan dan berhubungan erat serta merupakan bagian dari sistem tersebut, 4. Menurut Rencana Tata Ruang Provinsi Maluku, strategi pengembangan Kota Tidore diarahkan sebagai kota yang berfungsi sebagai Pusat Pertumbuhan Wilayah Propinsi yang berorientasi pada kegiatan pelayanan sentra pengolahan hasil perkebunan, terutama tanaman tahunan Isu Strategis Kota Tidore Kepulauan Isu strategis jangka pendek Kota Tidore Kepulauan 1. Kualitas SDM yang Relatif Masih Rendah Sumber daya manusia Kota Tidore Kepulauan mempunyai kuantitas yang potensial menjadi tenaga kerja. Namun kualitas sumber daya manusia Kota Tidore Kepulauan relatif masih rendah untuk pengembangan integrated farming dan integrated tourism. Integrated farming membutuhkan sumber daya manusia yang mumpuni untuk pengolahan sumber daya alam yang melimpah dari hulu sampai hilir, sedangkan Hal IV-31

32 integrated tourism membutuhkan sumber daya manusia yang berketerampilan dalam membuka peluang-peluang usaha. 2. Besarnya Kawasan Lindung Kota Tidore Kepulauan memiliki kawasan lindung yang cukup luas karena keberadaan Kota Tidore Kepulauan yang cukup unik yang mempunyai pegunungan dan pantai dengan jarak yang dekat. Keberadaan kawasan lindung harus mendapatkan perhatian utama dalam rencana pola ruang karena kawasan lindung pada dasarnya untuk melindungi kegiatan masyarakat dan daerah hunian. Beberapa wilayah kawasan lindung telah digunakan untuk daerah bermukim. Penanganan yang dibutuhkan adalah menjadikan wilayah tersebut berstatus quo yang tidak diperbolehkan dikembangkan lagi. 3. Infrastruktur yang Belum Mencukupi Kota Tidore Kepulauan telah memiliki kelengkapan sarana prasarana penunjang kegiatan. Namun ketersediaan infrastruktur tersebut tidak menjangkau wilayah Kota Tidore Kepulauan secara keseluruhan dan belum mengakomodasi kegiatan utama pertanian-perkebuanan, pariwisata bahari, perikanan, jasa dan perdagangan. Sarana-prasarana untuk menunjang kegiatan utama ini yang harus didahulukan dalam pembangunan. 4. Adanya wilayah di Kota Tidore Kepulauan yang Menjadi Ibukota Provinsi (Kota Sofifi) Ibukota provinsi yang direncanakan dipindahkan dari Ternate ke Kota Sofifi mempengaruhi konstelasi tata ruang Kota Tidore Kepulauan. Pulau Tidore sebagai daerah perkotaan dan ibukota perlu menyikapi agar terus berkembang. Isu strategis jangka panjang Kota Tidore Kepulauan 1. Perkembangan penduduk yang melampaui daya dukung di akhir tahun perencanaan pada beberapa wilayah kecamatan Pada akhir tahun perencanaan, diperkirakan perkembangan jumlah penduduk akan melampaui daya dukung. Sehingga perlu penanganan terhadap jumlah penduduk dan distribusi penduduk. Hal IV-32

33 2. Implikasi pengembangan ekonomi utama di masa yang akan datang mengingat lahan pertanian/perkebunan yang terbatas Pengolahan lahan untuk area pertanian-perkebunan sangat terbatas jika mengingat pertumbuhan penduduk dan kebutuhan akan kegiatan budidaya permukiman. Sehingga perlu dikembangkan perekonomian dari sektor lainnya seperti perikanan, pariwisata, jasa dan perdagangan yang dalam PDRB telah memberikan kontribusi yang cukup berarti. Selain itu, pertanian-perkebunan tetap akan menjadi sektor basis perekonomian karena sumberdaya manusia di Kota Tidore Kepulauan masih lebih banyak terserap pada sektor tersebut. 3. Global Warming Global warming atau pemanasan global adalah isu dunia dan harus disikapi secara bijak. Global warming terjadi dikarenakan semakin tingginya polusi udara dengan semakin banyaknya perkerasan pada lahan budidaya tanpa memperhatikan kelangsungan hidup hayati. Kota Tidore Kepulauan sebagai bagian dari penduduk dunia dan mempunyai kawasan lindung yang cukup luas perlu menyikapi isu global warming dengan merencanakan pada program pembangunan yang ramah lingkungan dan menjaga keberlangsungan hidup makhluk hidup lainnya. Hal IV-33

Bab VI TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH KOTA TIDORE KEPULAUAN. 6.1 Tujuan Penataan Ruang Wilayah Kota Tidore Kepulauan

Bab VI TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH KOTA TIDORE KEPULAUAN. 6.1 Tujuan Penataan Ruang Wilayah Kota Tidore Kepulauan Bab VI TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH KOTA TIDORE KEPULAUAN 6.1 Tujuan Penataan Ruang Wilayah Kota Tidore Kepulauan Tujuan penataan ruang wilayah Kota adalah Terwujudnya Kota Tidore

Lebih terperinci

Bab V POTENSI, MASALAH, DAN PROSPEK PENGEMBANGAN WILAYAH. 5.1 Potensi dan Kendala Wilayah Perencanaan

Bab V POTENSI, MASALAH, DAN PROSPEK PENGEMBANGAN WILAYAH. 5.1 Potensi dan Kendala Wilayah Perencanaan Bab V POTENSI, MASALAH, DAN PROSPEK PENGEMBANGAN WILAYAH 5.1 Potensi dan Kendala Wilayah Perencanaan Dalam memahami karakter sebuah wilayah, pemahaman akan potensi dan masalah yang ada merupakan hal yang

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,

Lebih terperinci

STRATEGIOPERASIONALISASIPERWUJUDANKAWASANANDALAN DI KEPULAUAN MALUKU

STRATEGIOPERASIONALISASIPERWUJUDANKAWASANANDALAN DI KEPULAUAN MALUKU STRATEGIOPERASIONALISASIPERWUJUDANKAWASANANDALAN DI KEPULAUAN MALUKU 1. Kawasan Andalan Seram Pertanian Kehutanan Perkebunan Perikanan Pariwisata a. mengembangkan Kawasan Andalan Seramuntuk kegiatan pertanian,

Lebih terperinci

BAB 5 RTRW KABUPATEN

BAB 5 RTRW KABUPATEN BAB 5 RTRW KABUPATEN Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten terdiri dari: 1. Rencana Struktur dan Pola Pemanfaatan Ruang; 2. Rencana Pengelolaan Kawasan Lindung dan Budidaya; 3. Rencana Pengelolaan

Lebih terperinci

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

BAPPEDA KAB. LAMONGAN BAB V ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH 5.1 Sasaran Pokok dan Arah Kebijakan Pembangunan Jangka Panjang Untuk Masing masing Misi Arah pembangunan jangka panjang Kabupaten Lamongan tahun

Lebih terperinci

BAB VII PENGEMBANGAN WILAYAH MALUKU TAHUN 2011

BAB VII PENGEMBANGAN WILAYAH MALUKU TAHUN 2011 BAB VII PENGEMBANGAN WILAYAH MALUKU TAHUN 2011 7.1. Kondisi Wilayah Maluku Saat Ini Perkembangan terakhir pertumbuhan ekonomi di wilayah Maluku menunjukkan tren meningkat dan berada di atas pertumbuhan

Lebih terperinci

No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah)

No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah) E. PAGU ANGGARAN BERDASARKAN PROGRAM No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah) Sub Bidang Sumber Daya Air 1. Pengembangan, Pengelolaan, dan Konservasi Sungai, Danau, dan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso KATA PENGANTAR Sebagai upaya mewujudkan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif, efisien dan sistematis guna menunjang pembangunan daerah dan mendorong perkembangan wilayah

Lebih terperinci

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP LAMPIRAN II PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

LAMPIRAN VII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SLEMAN TAHUN

LAMPIRAN VII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SLEMAN TAHUN Lampiran VII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR TAHUN 2011 LAMPIRAN VII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2011 2031 MATRIK

Lebih terperinci

TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI

TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI 2.1. Tujuan Penataan Ruang Kota Bengkulu Tujuan penataan ruang wilayah kota dirumuskan berdasarkan: 1) visi dan misi pembangunan wilayah kota; 2) karakteristik wilayah kota;

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright (C) 2000 BPHN UU 1/2003, PEMBENTUKAN KABUPATEN HALMAHERA UTARA, KABUPATEN HALMAHERA SELATAN, KABUPATEN KEPULAUAN SULA, KABUPATEN HALMAHERA TIMUR, DAN KOTA TIDORE KEPULAUAN DI PROVINSI MALUKU

Lebih terperinci

P E N J E L A S A N A T A S PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI MALUKU

P E N J E L A S A N A T A S PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI MALUKU P E N J E L A S A N A T A S PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI MALUKU I. UMUM Sesuai dengan amanat Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BINTAN TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BINTAN TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BINTAN TAHUN 2011-2031 I. UMUM Sesuai dengan amanat Pasal 20 Undang-Undang Nomor 26 Tahun

Lebih terperinci

Bab II. Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG Tinjauan Penataan Ruang Nasional

Bab II. Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG Tinjauan Penataan Ruang Nasional Bab II Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG 2.1.1 Tinjauan Penataan Ruang Nasional Tujuan Umum Penataan Ruang; sesuai dengan amanah UU Penataan Ruang No. 26 Tahun 2007 tujuan penataan

Lebih terperinci

STRATEGI OPERASIONALISASIPERWUJUDAN KAWASAN BUDI DAYA YANG MEMILIKI NILAI STRATEGIS NASIONAL DI KEPULAUAN MALUKU STRATEGI OPERASIONALISASI

STRATEGI OPERASIONALISASIPERWUJUDAN KAWASAN BUDI DAYA YANG MEMILIKI NILAI STRATEGIS NASIONAL DI KEPULAUAN MALUKU STRATEGI OPERASIONALISASI LAMPIRAN XIII PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA TENTANG RENCANA TATA RUANG PULAU SULAWESI PERWUJUDAN DI KEPULAUAN MALUKU 1. Kawasan peruntukan hutan Kawasan Budi Daya a. mempertahankan dan merehabilitasi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR 1 TAHUN 2003 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN HALMAHERA UTARA, KABUPATEN HALMAHERA SELATAN, KABUPATEN KEPULAUAN SULA, KABUPATEN HALMAHERA TIMUR, DAN KOTA TIDORE KEPULAUAN DI PROVINSI MALUKU UTARA DENGAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YA NG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YA NG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2003 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN HALMAHERA UTARA, KABUPATEN HALMAHERA SELATAN, KABUPATEN KEPULAUAN SULA, KABUPATEN HALMAHERA TIMUR, DAN KOTA TIDORE KEPULAUAN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN KATA PENGANTAR Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, mengamanatkan bahwa RTRW Kabupaten harus menyesuaikan dengan Undang-undang tersebut paling lambat 3 tahun setelah diberlakukan.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banyuasin

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banyuasin 2.1 Tujuan Penataan Ruang Tujuan penataan ruang wilayah kabupaten merupakan arahan perwujudan ruang wilayah kabupaten yang ingin dicapai pada masa yang akan datang (20 tahun). Dengan mempertimbangkan visi

Lebih terperinci

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN Visi dan misi merupakan gambaran apa yang ingin dicapai Kota Surabaya pada akhir periode kepemimpinan walikota dan wakil walikota terpilih, yaitu: V.1

Lebih terperinci

BAB VII PENGEMBANGAN WILAYAH MALUKU TAHUN

BAB VII PENGEMBANGAN WILAYAH MALUKU TAHUN BAB VII PENGEMBANGAN WILAYAH MALUKU TAHUN 2010 2014 7.1 Kondisi Wilayah Maluku Saat Ini 7.1.1 Capaian Pembangunan Wilayah Dalam kurun waktu 2004 2008 perekonomian wilayah Maluku mengalami pertumbuhan yang

Lebih terperinci

5.3. VISI JANGKA MENENGAH KOTA PADANG

5.3. VISI JANGKA MENENGAH KOTA PADANG Misi untuk mewujudkan sumberdaya manusia yang cerdas, sehat, beriman dan berkualitas tinggi merupakan prasyarat mutlak untuk dapat mewujudkan masyarakat yang maju dan sejahtera. Sumberdaya manusia yang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS IIV.1 Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Ngawi saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi lima tahun ke depan perlu mendapat

Lebih terperinci

BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015

BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015 BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015 BALAI SIDANG JAKARTA, 24 FEBRUARI 2015 1 I. PENDAHULUAN Perekonomian Wilayah Pulau Kalimantan

Lebih terperinci

PERENCANAAN ANGKUTAN UMUM DI KOTA DAN KABUPATEN BERCIRIKAN KEPULAUAN STUDI KASUS DI PROVINSI MALUKU UTARA

PERENCANAAN ANGKUTAN UMUM DI KOTA DAN KABUPATEN BERCIRIKAN KEPULAUAN STUDI KASUS DI PROVINSI MALUKU UTARA Konferensi Nasional Teknik Sipil 3 (KoNTekS 3) Jakarta, 6 7 Mei 2009 PERENCANAAN ANGKUTAN UMUM DI KOTA DAN KABUPATEN BERCIRIKAN KEPULAUAN STUDI KASUS DI PROVINSI MALUKU UTARA R. Didin Kusdian 1 dan Triwidodo

Lebih terperinci

GUBERNUR MALUKU UTARA PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU UTARA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG

GUBERNUR MALUKU UTARA PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU UTARA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG GUBERNUR MALUKU UTARA PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU UTARA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI MALUKU UTARA TAHUN 2013-2033 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR MALUKU

Lebih terperinci

BAB III Visi dan Misi

BAB III Visi dan Misi BAB III Visi dan Misi 3.1 Visi Pembangunan daerah di Kabupaten Bandung Barat, pada tahap lima tahun ke II Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) atau dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKALAN

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKALAN PEMERINTAH KABUPATEN BANGKALAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKALAN NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH KABUPATEN BANGKALAN TAHUN 2005 2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANYUASIN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANYUASIN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANYUASIN 2012-2032 1. PENJELASAN UMUM Lahirnya Undang-Undang Penataan Ruang nomor

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan SKPD 3.1.1 Permasalahan Infrastruktur Jalan dan Sumber Daya Air Beberapa permasalahan

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN I. VISI Pembangunan di Kabupaten Flores Timur pada tahap kedua RPJPD atau RPJMD tahun 2005-2010 menuntut perhatian lebih, tidak hanya untuk menghadapi permasalahan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki wilayah perairan yang luas, yaitu sekitar 3,1 juta km 2 wilayah perairan territorial dan 2,7 juta km 2 wilayah perairan zona ekonomi eksklusif (ZEE)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki lautan yang lebih luas dari daratan, tiga per empat wilayah Indonesia (5,8 juta km 2 ) berupa laut. Indonesia memiliki lebih dari 17.500 pulau dengan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN PENGEMBANGAN PERUMAHAN KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15/PERMEN/M/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15/PERMEN/M/2006 TENTANG PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15/PERMEN/M/2006 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN PENGEMBANGAN KAWASAN NELAYAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT, Menimbang

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN KEBIJAKAN Dalam rangka mewujudkan visi dan melaksanakan misi pembangunan daerah Kabupaten Ngawi 2010 2015, Pemerintah Kabupaten Ngawi menetapkan strategi yang merupakan upaya untuk

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya; Lampiran III : Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor : 21 Tahun 2012 Tanggal : 20 Desember 2012 Tentang : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2012 2032 KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU ISU STRATEGIS 4.1 Permasalahan Pembangunan Capaian kinerja yang diperoleh, masih menyisakan permasalahan dan tantangan. Munculnya berbagai permasalahan daerah serta diikuti masih banyaknya

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor tidak terlepas

Lebih terperinci

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH A. VISI DAN MISI Kebijakan Pemerintahan Daerah telah termuat dalam Peraturan Daerah Nomor 015 Tahun 2006 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)

Lebih terperinci

MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH MALUKU

MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH MALUKU MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH MALUKU PRIORITAS NASIONAL MATRIKS ARAH KEBIJAKAN BUKU III RKP 2012 WILAYAH MALUKU 1 Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola Peningkatan kapasitas pemerintah Meningkatkan kualitas

Lebih terperinci

2.1. TUJUAN PENATAAN RUANG WILAYAH KOTA BANDA ACEH

2.1. TUJUAN PENATAAN RUANG WILAYAH KOTA BANDA ACEH 2.1. TUJUAN PENATAAN RUANG WILAYAH KOTA BANDA ACEH Tujuan Penataan Ruang Wilayah Kota Banda Aceh dirumuskan untuk mengatasi permasalahan tata ruang dan sekaligus memanfaatkan potensi yang dimiliki, serta

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan

Lebih terperinci

Rencana Strategis Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Lingga

Rencana Strategis Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Lingga BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI III.1. Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan SKPD Terbitnya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan

Lebih terperinci

Ketentuan Umum Istilah dan Definisi

Ketentuan Umum Istilah dan Definisi Ketentuan Umum 2.1. Istilah dan Definisi Penyusunan RDTR menggunakan istilah dan definisi yang spesifik digunakan di dalam rencana tata ruang. Berikut adalah daftar istilah dan definisinya: 1) Ruang adalah

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG Rencana Tata Ruang Wilayah diharapkan menjadi pedoman bagi seluruh pemangku kepentingan dalam pelaksanaan pembangunan di berbagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Transportasi sebagai urat nadi kehidupan berbangsa dan bernegara, mempunyai fungsi sebagai penggerak, pendorong dan penunjang pembangunan. Transportasi merupakan suatu

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 97 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 97 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 97 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN 2011-2030 GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 20 ayat (6) Undang-Undang

Lebih terperinci

REPUBLIK INDONESIA 47 TAHUN 1997 (47/1997) 30 DESEMBER 1997 (JAKARTA)

REPUBLIK INDONESIA 47 TAHUN 1997 (47/1997) 30 DESEMBER 1997 (JAKARTA) Menimbang : PP 47/1997, RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 47 TAHUN 1997 (47/1997) Tanggal: 30 DESEMBER 1997 (JAKARTA) Sumber:

Lebih terperinci

RANCANGAN: PENDEKATAN SINERGI PERENCANAAN BERBASIS PRIORITAS PEMBANGUNAN PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2017

RANCANGAN: PENDEKATAN SINERGI PERENCANAAN BERBASIS PRIORITAS PEMBANGUNAN PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2017 RANCANGAN: PENDEKATAN SINERGI PERENCANAAN BERBASIS PRIORITAS PEMBANGUNAN PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2017 PRIORITAS PEMBANGUNAN 2017 Meningkatkan kualitas infrastruktur untuk mendukung pengembangan wilayah

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS Perencanaan pembangunan antara lain dimaksudkan agar Pemerintah Daerah senantiasa mampu menyelaraskan diri dengan lingkungan. Oleh karena itu, perhatian kepada mandat

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN 6.1. STRATEGI Untuk mewujudkan visi dan misi daerah Kabupaten Tojo Una-una lima tahun ke depan, strategi dan arah

Lebih terperinci

Lokasi Sumber Dana Instansi Pelaksana. APBD Prov. APBD Kab.

Lokasi Sumber Dana Instansi Pelaksana. APBD Prov. APBD Kab. LAMPIRAN IV PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOALEMO NOMOR : 3 TAHUN 2012 TANGGAL : 11 SEPTEMBER 2012 TENTANG : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BOALEMO TAHUN 2011-2031 I. RENCANA STRUKTUR RUANG No Rencana

Lebih terperinci

RGS Mitra 1 of 7 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERCEPATAN PEMULIHAN PEMBANGUNAN PROPINSI MALUKU DAN PROPINSI MALUKU UTARA PASCAKONFLIK

RGS Mitra 1 of 7 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERCEPATAN PEMULIHAN PEMBANGUNAN PROPINSI MALUKU DAN PROPINSI MALUKU UTARA PASCAKONFLIK RGS Mitra 1 of 7 INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2003 TENTANG PERCEPATAN PEMULIHAN PEMBANGUNAN PROPINSI MALUKU DAN PROPINSI MALUKU UTARA PASCAKONFLIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA INSTRUKSI PRESIDEN NOMOR 6 TAHUN 2003 TENTANG PERCEPATAN PEMULIHAN PEMBANGUNAN PROPINSI MALUKU DAN PROPINSI MALUKU UTARA PASCAKONFLIK PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa saat ini masih terdapat permasalahan

Lebih terperinci

Gambar 1. Kedudukan RD Pembangunan DPP, KSPP, KPPP dalam Sistem Perencanaan Tata Ruang dan Sistem Perencanaan Pembangunan RIPPARNAS RIPPARPROV

Gambar 1. Kedudukan RD Pembangunan DPP, KSPP, KPPP dalam Sistem Perencanaan Tata Ruang dan Sistem Perencanaan Pembangunan RIPPARNAS RIPPARPROV LAMPIRAN I PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI

Lebih terperinci

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5 VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. Visi Pembangunan di Kabupaten Murung Raya pada tahap ketiga RPJP Daerah atau RPJM Daerah tahun 2013-2018 menuntut perhatian lebih, tidak hanya untuk menghadapi permasalahan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG PEDOMAN PERSETUJUAN SUBSTANSI DALAM PENETAPAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS A. Permasalahan Pembangunan Dari kondisi umum daerah sebagaimana diuraikan pada Bab II, dapat diidentifikasi permasalahan daerah sebagai berikut : 1. Masih tingginya angka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rencana Kerja Tahunan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rencana Kerja Tahunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang- Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah

Lebih terperinci

2. 1 Tujuan Penataan Ruang Wilayah Kabupaten Serdang Bedagai

2. 1 Tujuan Penataan Ruang Wilayah Kabupaten Serdang Bedagai BAB 2 TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG 2. 1 Tujuan Penataan Ruang Wilayah Kabupaten Serdang Bedagai Tujuan penataan ruang wilayah Kabupaten Serdang Bedagai pada prinsipnya merupakan sarana/alat

Lebih terperinci

ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN DI INDONESIA. Oleh: Dr. Sunoto, MES

ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN DI INDONESIA. Oleh: Dr. Sunoto, MES ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN Potensi dan Tantangan DI INDONESIA Oleh: Dr. Sunoto, MES Potensi kelautan dan perikanan Indonesia begitu besar, apalagi saat ini potensi tersebut telah ditopang

Lebih terperinci

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 7/2004, SUMBER DAYA AIR *14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

BAPPEDA KAB. LAMONGAN BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS Pembangunan daerah agar dapat berhasil sesuai dengan tujuannya harus tanggap terhadap kondisi yang terjadi di masyarakat. Kondisi tersebut menyangkut beberapa masalah

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PENGARUSUTAMAAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL

PENGARUSUTAMAAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL PENGARUSUTAMAAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL Endah Murniningtyas Deputi Bidang SDA dan LH Kementerian PPN/Bappenas Lokakarya Mengarusutamakan Adaptasi Perubahan Iklim dalam Agenda

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 2011 2031 I. UMUM Ruang Wilayah Kabupaten Kepulauan Anambas yang meliputi

Lebih terperinci

BAB 3 KERAGAAN MASALAH DAN ISU POKOK PEMBANGUNAN

BAB 3 KERAGAAN MASALAH DAN ISU POKOK PEMBANGUNAN 122 BAB 3 KERAGAAN MASALAH DAN ISU POKOK PEMBANGUNAN 3.1. Keragaan Masalah Pembangunan 3.1.1. Sumberdaya Alam dan Lingkungan Karakteristik Geologi 1) Wilayah kepala burung Papua merupakan pertemuan dua

Lebih terperinci

ARAHAN PENGEMBANGAN WILAYAH NASIONAL KSN

ARAHAN PENGEMBANGAN WILAYAH NASIONAL KSN ARAHAN PENGEMBANGAN WILAYAH NASIONAL KSN Kawasan Strategis Nasional (KSN) adalah wilayah yang penataan ruang nya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. transportasi dan komunikasi yang sangat diandalkan dalam mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. transportasi dan komunikasi yang sangat diandalkan dalam mewujudkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelayaran antar pulau di Indonesia merupakan salah satu sarana transportasi dan komunikasi yang sangat diandalkan dalam mewujudkan pembangunan nasional yang berwawasan

Lebih terperinci

RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN LAMONGAN

RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN LAMONGAN Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa sehingga Naskah Akademis untuk kegiatan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lamongan dapat terselesaikan dengan baik

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG PEDOMAN PERSETUJUAN SUBSTANSI DALAM PENETAPAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG

Lebih terperinci

Pemerintah Daerah Provinsi Bali BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PRIORITAS DAERAH

Pemerintah Daerah Provinsi Bali BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PRIORITAS DAERAH BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PRIORITAS DAERAH Untuk mewujudkan tujuan dan sasaran pembangunan serta pencapaian target-target pembangunan pada tahun 2016, maka disusun berbagai program prioritas yang

Lebih terperinci

Permasalahan Mendasar Daerah

Permasalahan Mendasar Daerah VISI, MISI DAN AGENDA PEMBANGUNAN SERTA KEBIJAKAN STRATEGIS Permasalahan Mendasar Daerah 1. Masih rendahnya kualitas sumberdaya manusia sehingga menyebabkan rendahnya produktivitas dan daya saing yang

Lebih terperinci

FORMAT SURAT KEPUTUSAN MENTERI, KEPUTUSAN GUBERNUR, DAN KEPUTUSAN BUPATI/WALIKOTA TENTANG PENETAPAN PELAKSANAAN PENINJAUAN KEMBALI

FORMAT SURAT KEPUTUSAN MENTERI, KEPUTUSAN GUBERNUR, DAN KEPUTUSAN BUPATI/WALIKOTA TENTANG PENETAPAN PELAKSANAAN PENINJAUAN KEMBALI LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENINJAUAN KEMBALI RENCANA TATA RUANG WILAYAH FORMAT SURAT KEPUTUSAN MENTERI,

Lebih terperinci

BAB IV VISI DAN MISI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG TAHUN

BAB IV VISI DAN MISI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG TAHUN BAB IV VISI DAN MISI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2005-2025 4.1 VISI PEMBANGUNAN KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2005-2025 Mengacu kepada Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional, Rencana

Lebih terperinci

BAB 1 MEMORANDUM PROGRAM SANITASI (MPS) KOTA TERNATE BAB PENDAHULUAN

BAB 1 MEMORANDUM PROGRAM SANITASI (MPS) KOTA TERNATE BAB PENDAHULUAN PENDAHULUAN. Latar Belakang Aspek Sanitasi adalah sebagai salah satu aspek pembangunan yang memiliki fungsi penting dalam menunjang tingkat kesejahteraan masyarakat karena berkaitan dengan kesehatan, pola

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran

2017, No Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran No.77, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAHAN. Nasional. Wilayah. Rencana Tata Ruang. Perubahan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6042) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

SULTAN BACHTIAR NAJAMUDIN MUJIONO

SULTAN BACHTIAR NAJAMUDIN MUJIONO SULTAN BACHTIAR NAJAMUDIN MUJIONO VISI MISI VISI BENGKULU TANGGUH, BERSATU BERSAMA MENGGAPAI UNGGUL BENGKULU TANGGUH, BERSATU BERSAMA LANJUTKAN INOVASI PEMBANGUNAN UNTUK RAKYAT BENTANG RATU AGUNG BENTANG

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN A. Visi Visi merupakan kondisi ideal masa depan yang menantang, yang ingin dicapai dalam suatu periode perencanaan, berdasarkan pada situasi dan kondisi saat ini. Kondisi

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1 Visi Visi didefinisikan sebagai suatu kondisi ideal masa depan yang ingin dicapai dalam suatu periode perencanaan berdasarkan pada situasi dan kondisi saat ini.

Lebih terperinci

INDIKATOR PROGRAM UTAMA PEMBANGUNAN PEMANFAATAN RUANG KOTA GORONTALO TAHUN

INDIKATOR PROGRAM UTAMA PEMBANGUNAN PEMANFAATAN RUANG KOTA GORONTALO TAHUN LAMPIRAN IV INDIKATOR PROGRAM UTAMA PEMBANGUNAN PEMANFAATAN RUANG KOTA GORONTALO TAHUN 2010-2030 NO. PROGRAM KEGIATAN LOKASI BESARAN (Rp) A. Perwujudan Struktur Ruang 1 Rencana Pusat - Pembangunan dan

Lebih terperinci

6.1. Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan

6.1. Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan BAB - VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN 6.1. Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan Strategi adalah langkah-langkah berisikan program indikatif untuk mewujudkan visi dan misi, yang dirumuskan dengan kriterianya

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. Visi Terwujudnya Masyarakat Bengkulu Utara yang Mandiri, Maju, dan Bermartabat Visi pembangunan Kabupaten Bengkulu Utara Tahun 2011-2016 tersebut di atas sebagai

Lebih terperinci

RPJMD Kota Pekanbaru Tahun

RPJMD Kota Pekanbaru Tahun RPJMD Kota Pekanbaru Tahun 2012-2017 BAB V VISI, MISI, DAN V - 1 Revisi RPJMD Kota Pekanbaru Tahun 2012-2017 5.1. VISI Dalam rangka mewujudkan pembangunan jangka panjang sebagaimana tercantum di dalam

Lebih terperinci

Analisis Isu-Isu Strategis

Analisis Isu-Isu Strategis Analisis Isu-Isu Strategis Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang ada pada saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi 5 (lima) tahun ke depan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Bangkalan perlu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (agribisnis) terdiri dari kelompok kegiatan usahatani pertanian yang disebut

I. PENDAHULUAN. (agribisnis) terdiri dari kelompok kegiatan usahatani pertanian yang disebut I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Paradigma pembangunan pertanian dewasa ini telah berorientasi bisnis (agribisnis) terdiri dari kelompok kegiatan usahatani pertanian yang disebut usahatani (on-farm agribusiness)

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 28 TAHUN 2010 TENTANG PENGEMBANGAN WILAYAH JAWA BARAT BAGIAN SELATAN TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 28 TAHUN 2010 TENTANG PENGEMBANGAN WILAYAH JAWA BARAT BAGIAN SELATAN TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 28 TAHUN 2010 TENTANG PENGEMBANGAN WILAYAH JAWA BARAT BAGIAN SELATAN TAHUN 2010-2029 I. UMUM Jawa Barat bagian Selatan telah sejak lama dianggap

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH Perencanaan dan implementasi pelaksanaan rencana pembangunan kota tahun 2011-2015 akan dipengaruhi oleh lingkungan strategis yang diperkirakan akan terjadi dalam 5 (lima)

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENINJAUAN

Lebih terperinci

IKHTISAR EKSEKUTIF. Hasil Rekapitulasi Pencapain kinerja sasaran pada Tahun 2012 dapat dilihat pada tabel berikut :

IKHTISAR EKSEKUTIF. Hasil Rekapitulasi Pencapain kinerja sasaran pada Tahun 2012 dapat dilihat pada tabel berikut : IKHTISAR EKSEKUTIF Sistem AKIP/LAKIP Kabupaten Sukabumi adalah untuk mendorong terciptanya akuntabilitas kinerja Pemerintah Kabupaten Sukabumi sebagai salah satu bentuk pertanggungjawaban yang baik, transparan

Lebih terperinci