Prayitno, MENGATASI KRISIS IDENTITAS PROFESI KONSELOR Hak Cipta dilindungi undang-undang pada penulis. Prof. Dr. Prayitno. M. Sc. Ed.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Prayitno, MENGATASI KRISIS IDENTITAS PROFESI KONSELOR Hak Cipta dilindungi undang-undang pada penulis. Prof. Dr. Prayitno. M. Sc. Ed."

Transkripsi

1

2 Prayitno, MENGATASI KRISIS IDENTITAS PROFESI KONSELOR Hak Cipta dilindungi undang-undang pada penulis Prof. Dr. Prayitno. M. Sc. Ed. Prayitno Desain Sampul Nasbahry Couto

3 Mengatasi Krisis Identitas Profesi Konselor oleh Prof. Dr. Prayitno, M. Sc. Ed.

4 PENGANTAR P ada suatu hari yang baik, saya dikunjungi seorang teman. Tanpa komentar apa pun, ia memberikan sebuah buku, mungil dan menarik, dengan judul Krisis Identitas Profesi Bimbingan dan Konseling. Kami sama sekali tidak membahas buku itu; mungkin teman itupun belum membacanya. Saya membaca buku hadiah teman saya itu. Asyik sekali; hebat. Isinya, sungguh menyentuh dunia kehidupan yang sudah saya geluti selama puluhan tahun, sampai sekarang, dan isyaallah pada sisa-sisa hidup saya mendatang. Saya benar-benar terperangkap oleh seluruh paparan dalam buku itu. Terlebih-lebih, karena nama saya secara harfiah disebut dan dikiaskan berkali-kali, saya berketetapan hati untuk meresponsnya. Respons saya ini bukanlah tandingan ataupun reaksi atas buku hadiah dari teman saya itu, melainkan merupakan pikiran, perasaan, sikap, keyakinan, dan kemungkinan bertindak serta hal yang pernah saya lakukan dalam kiprah profesionalisasi pelayanan konseling di tanah air. Respons saya terwujud dalam tulisan berjudul Mengatasi Krisis Identitas Profesi Konselor yang menjadi isi buku ini. Uraiannya langsung terkait dengan apa-apa yang menjadi isi dan makna paparan dalam buku Krisis Identitas dan saya mengupasnya disertai kutipan yang relevan dari ketentuan pemerintah dan lain-lain. Isi

5 buku Krisis Identitas saya kupas secara terbuka agar dapat diketahui oleh pihak-pihak yang berkepentingan tentang apa yang sebenarnya terjadi dan ke mana hal itu menuju. Lebih jauh, uraian tersebut saya lengkapi dengan paparan singkat tentang Trilogi Profesi Konselor yang diharapkan dapat menjadi titik tuju dan titik temu bagi seluruh upaya profesionalisasi konseling. Paparan tambahan itu dimaksudkan juga untuk menjadi arah dalam mengatasi krisis identitas dan krisis apapun juga, kalau hal itu memang terjadi dalam dunia konseling. Seluruh komponen dan uraian dalam buku Mengatasi Krisis Identitas Profesi Konselor saya simpulkan dalam bentuk Rangkuman yang dapat diikuti pembaca sebelum dan/atau sesudah membaca isi buku Mengatasi Krisis Identitas ini secara keseluruhan. Rangkuman tersebut diharapkan mewakili seluruh inti sari respons saya terhadap segenap paparan Krisis Identitas dengan keinginan untuk mengatasi apa yang dimaksudkan. Mudah-mudahan siapapun juga, termasuk penulis buku Krisis Identitas dapat bertemu, bertemu dalam kalbu, bertemu dalam ilmu, dan bertemu dalam laku untuk berpadu dalam profesi yang satu. Padang, Oktober 2008

6 Daftar Isi Pengantar RANGKUMAN A. PROSES PEMBELAJARAN DAN KONTEKS TUGASNYA 1. Konselor dan Konteks Tugasnya Perbedaan Konteks Tugas Konselor dan Guru Pendidik sebagai Agen Pembelajaran Konteks Tugas Konselor B. KETENTUAN PEMERINTAH TENTANG BK DAN GURU PEMBIMBING 1. SK Menpan No. 84/1993 sebagai Titik Tolak Reformasi BK di Indonesia Sebutan Guru Pembimbing sebagai Awal untuk Sebutan Konselor Jabatan Fungsional Guru Pembimbing Kriteria Guru Pembimbing Administrasi Kepegawaian Guru Pembimbing Kegiatan Operasional Guru Pembimbing Pengawas Sekolah Bidang BK C. BUKU PANDUAN 1. SPP-BKS: Panduan Kegiatan BK Buku PKP-BKS: Panduan Kegiatan Pengawasan BK Buku DSPK D. PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI KONSELOR (PPK) 1. Persiapan dan Pembentukan Penyelenggaraan Program PPK... 47

7 3. Beasiswa PPK (BPPK) E. KURIKULUM 1. Pengertian Kurikulum dan Unsur-unsurnya Kurikulum Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan: KTSP F. PERMENDIKNAS No. 22 Tahun Materi Dasar Lagi: Muatan KTSP G. PUSKUR DAN P4TK PENJAS/BK 1. Peran Puskur Peran P4TK-Penjas dan BK H. RAKERNAS ABKIN DAN UPAYA PENATAAN 1. Rakernas ABKIN Suasana Kerja Produk Hasil Penataan Pelibatan Otoritas Birokrasi I. ARAH PROFESIONALISASI BK 1. Ciri-ciri Profesi Trilogi Profesi Pendidik Profesi yang Bermartabat Penutup

8 RANGKUMAN B uku Mengatasi Krisis Identitas Profesi Konselor ini ditulis sebagai respons terhadap buku yang berjudul Krisis Identitas Profesi Bimbingan dan Konseling. Seluruh isi Mengatasi Krisis Identitas dapat dirangkum sebagai berikut: 1. Meskipun logo dan nama ABKIN digunakan oleh penulisnya, saya tidak yakin isi buku Krisis Identitas Profesi Bimbingan dan Konseling (selanjutnya disingkat Krisis Identitas ) mencerminkan pandangan dan sikap sebagian besar pengurus, apalagi anggota ABKIN secara keseluruhan. Buku Krisis Identitas ditulis oleh mereka yang kurang memahami, tidak mengikuti secara cermat dan tidak ikut serta menjalani apa yang telah terjadi selama 15 tahun terakhir, sejak tahun 1993, tentang perkembangan profesi konseling (BK) di tanah air, serta terperangkap oleh konsep-konsep dan tujuan jangka pendek yang kalau dibiarkan memang akan mengakibatkan krisis identitas yang justru harus dihindari dan diatasi. 2. Dasar kerancuan dan sifat krisis sebagian besar isi buku Krisis Identitas adalah keinginan penulisnya untuk membedakan konteks tugas konselor dan guru, namun justru mengaburkannya. Penulis itu mengaburkan bahkan tidak mengakui tugas konselor sebagai pendidik yang membelajarkan, sebagai agen pembelajaran, meskipun hal itu disebutkan secara nyata pada Pasal 39 Ayat (2) UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Penulis itu bersikukuh bahwa kata pembela- 1

9 jaran adalah istilah hanya untuk guru, sedangkan untuk konselor harus yang lain. Lalu, mereka mencari dan memakai yang lain. Pemakaian istilah yang lain itulah yang merancukan dan menimbulkan krisis identitas pada diri mereka sendiri. 3. Perancuan oleh mereka itu berlanjut dengan digunakannya konsep untuk konteks tugas konselor, yang ternyata absurd dan tidak aplikabel, padahal konteks tugas konselor sudah lama dispesifikasi, yaitu pengembangan kemampuan pribadi, sosial, belajar dan karir (untuk peserta didik di satuan pendidikan dasar dan menengah) serta ditambah dengan kemampuan berkehidupan berkeluarga dan beragama (untuk individu dewasa). Lagilagi, konsep absurd dan tidak aplikabel itu menimbulkan kerancuan dan krisis pada diri mereka. 4. Penulis Krisis Identitas tidak memahami bahwa eksistensi dan peran spesifik Guru Pembimbing (sebagai sebutan awal untuk Konselor pada satuan-satuan pendidikan dasar dan menengah) telah ditetapkan sejak tahun 1993 melalui SK Menpan No.24/1993, SK Mendikbud No. 025/U/1995, dan SKB Mendikbud dan Kepala BAKN No. 118/1996. Mereka ngotot mengatakan bahwa SK-SK tersebut justru merancukan konteks tugas konselor, yang tidak membelajarkan, karena membelajarkan itu hanya tugas guru. Dalam kaitan itu, mereka tidak memahami bahwa: a. Di sekolah/madrasah sejak 1993 ada empat jenis guru, yaitu Guru Kelas, Guru Mata Pelajaran, Guru Praktik, dan Guru Pembimbing. Guru Pembimbing itulah yang bertugas melaksanakan pelayanan bimbingan dan konseling (BK) b. Tugas Guru Pembimbing sudah dispesifikasi, yaitu menyusun program BK, melaksanakan program BK, 2

10 mengevaluasi hasil pelaksanaan BK, melalui jenisjenis layanan dan kegiatan pendukung BK c. Kriteria penetapan sebagai Guru Pemimbing sudah ada aturannya d. Administrasi Guru Pembimbing dan angka kreditnya sudah ada aturannya e. Kepengawasan atas kinerja Guru Pembimbing sudah diatur petugasnya dan sudah diarahkan tugas fungsionalnya. Lebih jauh, agaknya mereka berpikir bahwa sejak istilah konselor resmi berlaku (ditetapkan dalam UU No. 20/2003) maka semua ikhwal tentang BK dan Guru Pembimbing tidak berlaku lagi dan harus diganti dengan aturan baru untuk konselor. Dalam hal ini sepertinya ada usaha memutus rantai sejarah. 5. Tentang buku-buku panduan yang sudah ada dan digunakan di sekolah sejak 1995 penulis Krisis Identitas berpendapat dan bersikap: a. Menafikan peran buku-buku tersebut dan menganggapnya merancukan konteks tugas konselor, padahal buku-buku tersebut telah disusun dan diverifikasi oleh tim penilai sesuai dengan SK-SK Menpan/Mendikbud dan digunakan sampai sekarang. Dalam hal ini sepertinya ada upaya memutus rantai sejarah b. Bahkan menganggap buku-buku itu tidak perlu karena lapangan pada waktu itu belum siap; di sini sepertinya ada gaya perfeksionis. c. Tidak mempercayai kebenaran isian oleh Guru Pembimbing dalam menggunakan format-format yang ada dalam buku-buku panduan itu, meskipun Guru Pembimbing menyambut buku-buku itu dengan antusias 3

11 6. Penulis buku Krisis Identitas bersikap oposisi terhadap naskah Dasar Standarisasi Profesi Konseling (DSPK) dengan membuat naskah tandingan untuk menggantikan DSPK, padahal: a. DSPK telah disusun, di-sanction dan disosialisasikan ke seluruh Indonesia menurut prosedur resmi nasional. b. DSPK merupakan tonggak awal dimulainya profesionalisasi bidang BK yang didukung sepenuhnya oleh Dikti sejak tahun c. DSPK telah disosialisasikan dan diinstruksikan untuk digunakan oleh jurusan/prodi BK LPTK bagi pengembangan kurikulum dan kegiatan akademik BK. d. DSPK adalah rambu-rambu dari otoritas birokrasi yang berwenang memberlakukan kebijakan tanpa tergantung pada persetujuan dari ABKIN. Dengan demikian ABKIN meremehkan fungsi dan otoritas birokrasi. 7. Penulis Krisis Identitas bersikap mendua terhadap program Pendidikan Profesi Konselor (PPK). Sejak awalnya Ketua Umum ABKIN bersedia hadir dan melantik para Konselor lulusan PPK di UNP setiap tahun, namun oposisinya terlihat pada: a. Sikap oposisinya terhadap DSPK sebagai landasan formal program PPK yang dikeluarkan Dikti, yang didukung oleh ketentuan Undang-undang No.20/2003 tentang adanya pendidikan profesi di perguruan tinggi dan ditetapkannya sebutan konselor sebagai salah satu jenis pendidik. b. Tidak mau mamahami bahwa dosen program pendidikan profesi, menurut aturan perundangan (PP 4

12 no. 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan) haruslah berkualifikasi Magister (S2) dan memiliki kompetensi keahlian dalam bidang profesi itu (dalam hal ini lulusan PPK). c. Ingin membuka program PPK dengan model sendiri selain model yang sudah ada, dengan tidak memperhatikan aturan perundangan tentang dosennya sebagaimana tersebut pada butir b di atas. d. Membuat penduan sendiri yang berupa panduan tandingan sebagai rambu-rambu untuk program PPK versi mereka sendiri. Selain itu: a. Mereka tidak memahami bahwa program PPK adalah hasil perjuangan ABKIN (dahulu IPBI) yang mendapat dukungan dan fasilitas dari pemerintah; dalam hal ini sepertinya ada upaya memutus rantai sejarah. b. Mereka tidak mau menggunakan beasiswa PPK (BPPK) yang disediakan oleh pemerintah untuk meningkatkan kemampuan dosen-dosen BK dengan keterampilan, keahlian praktik profesi, baik sebagai dosen program BK S1, dan terlebih-lebih untuk disiapkan menjadi dosen program PPK, apabila mereka ingin membuka program PPK. Mereka ingin membuka program PPK tetapi tidak mau menyiapkan dosen-dosen meskipun ada beasiswa yang memadai dari pemerintah. Mereka tidak mau berpartisipasi bersama sebagian besar LPTK untuk memprofesionalkan dosendosen BK itu. Diketahui sampai sekarang sudah 37 LPTK/ universitas dari seluruh indonesia (dari Universitas Syiah Kuala di Banda Aceh sampai Universitas Cendrawasih di Jayapura) yang memanfaatkan beasiswa PPK; mereka tidak termasuk ke dalam hitungan itu. c. Mereka mencari-cari kelemahan program PPK yang sudah ada beserta DSPK dan BPPK-nya, sampai sekecil-kecilnya, kalau ada. Dalam kaitan itu, mereka bahkan mengatakan bahwa adanya DSPK merupakan bentuk pelibatan otoritas birokratik yang mengukuhkan perancuan ekspektasi kinerja 5

13 konselor. Sesungguhnyalah mereka perlu mencamkan pesan bijak dan berisi pandangan cerdas ke depan dari Bapak Prof. Dr. Sukamto, M.Sc. (Direktorat PPTK-KPT pada waktu itu) yang ditujukan kepada masyarakat konseling Indonesia, yaitu: Daripada ber-s2-ria, lebih baik upaya difokuskan kepada pendidikan profesi. Saya cuma ingin ide Prof. Satryo --- (maksudnya Bapak Dirjen Dikti)--- tentang PPK 1 tahun setelah S1 diamankan. 8. Penulis Krisis Identitas bersikukuh bahwa pengertian kurikulum yang ada di dalam undang-undang (UU No. `20/2003) hanya cocok untuk konteks tugas guru, tidak untuk pendidik-pendidik lainnya, apalagi konselor. Di samping itu mereka memahami makna kurikulum dalam arti yang sempit, yaitu sebagai kumpulan mata pelajaran, padahal dewasa ini pengertian yang lebih banyak digunakan adalah pengertian yang lebih mencakup, yaitu kurikulum sebagai rangkaian pengalaman belajar peserta didik yang menjadi tanggung jawab satuan pendidikan menyelenggarakan proses pembelajarannya. Pengertian yang lebih mencakup itulah yang digunakan di dalam Undang-undang, PP dan Permendiknas. Akibat pemahaman yang sempit ini adalah bahwa mereka: a. merancukan pengertian Kurikulum 1975 b. merancukan, mengaburkan, dan mempersempit pengertian KTSP c. mengeluarkan komponen BK (pelayanan konseling) dari KTSP d. menolak dan mengaburkan pengertian Pengembangan Diri sebagaimana dimaksud dalam KTSP (Permendiknas No.22/ 2006 tentang Standar Isi). 6

14 Kenyataannya di lapangan, dewasa ini di sekolah/ madrasah (SD/MI, SMP/MTs dan SMA/MA/SMK/MAK) telah diberlakukan KTSP berdasarkan Permendiknas tersebut. Konsep kurikulum yang digunakan oleh penulis Krisis Identitas ditolak oleh Pengurus Daerah ABKIN karena konsep baru itu justru akan menimbulkan kerancuan, kebingungan dan malahan benturan dalam pelaksanaan pelayanan BK di sekolah/madrasah. Guru Pembimbing di sekolah/madrasah berpegang pada peraturan pemerintah (Puskur, BSNP, Permendiknas). 9. Penulis Krisis Identitas tidak memahami secara tepat dan menyeluruh substansi Permendiknas No. 22/2006 tentang Standar Isi. Pemahaman sempit dan ketidaktahuan mereka tentang materi dasar Permendiknas tersebut mengakibatkan pemikiran yang rancu, kerdil dan kontraproduktif. Dalam kaitan ini mereka menganggap bahwa: a. Substansi Standar Isi seharusnya hanya berisi hal-hal tentang mata pelajaran yang diampu oleh guru saja. b. KTSP yang dilandasi oleh standar isi adalah KTSP untuk guru saja. c. Standar Isi yang ada (dalam Permendiknas) isinya kering karena tidak memuat arah dan panduan pencapaian kompetensi oleh peserta didik untuk tiap mata pelajaran perjenjang pendidikan. Rupanya mereka tidak tahu bahwa Standar Isi dalam Permendiknas No. 22/2006 meliputi juga standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) yang dilampirkan dengan volume sampai 2143 halaman. Lebih jauh, yang lebih musykil: Tentang KTSP mereka mempersoalkan komponen muatan lokal dan komponen pengembangan diri (yang di dalamnya terdapat subkomponen pelayanan konseling dan kegiatan ekstrakurikuler). Diadakannya kedua komponen selain 7

15 mata pelajaran dalam KTSP itu, anggapan mereka, adalah untuk memberikan lahan garapan nantinya bagi tim penyusun komponen yang ada dalam KTSP itu. 10. Penulis Krisis Indentitas semula ingin berkolaborasi dengan Pusat Kurikulum (Puskur) Balitbang Diknas dan Pusat Pelatihan Guru Penjas dan BK (P4TK Penjas/BK), setelah diketahui bahwa konsep-konsep mereka berbeda, keinginan mereka itu ditolak. Pengurus Daerah ABKIN juga mempertanyakan apakah konsep-konsep mereka itu tidak justru merancukan dan mengacaukan apa yang sudah berjalan belasan tahun di lapangan, yang dibina sejak a. Puskur telah membuat panduan pelayanan konseling dan kegiatan ekstrakurikuler (yang terhimpun di dalam panduan Pengembangan Diri), sedangkan ABKIN terus berusaha membuat tandingannya. Dalam hal itu, secara bijak dinyatakan bahwa panduan tandingan itu silahkan dipakai dilingkungan ABKIN sendiri tetapi tidak di sekolah/madrasah, namun kemudian panduan tandingan itu dipaksakan untuk dipakai di sekolah/madrasah. b. Penulis Krisis Identitas tidak tahu apa yang terjadi di P4TK Penjas/BK. Dengan ketidaktahuannya itu mereka menyatakan bahwa Pelatihan Guru Pembimbing di P4TK Penjas/BK itu adalah pelatihan untuk guru, dan bahkan memvonis pelatihan itu mencederai integritas BK. Padahal yang dilatihkan itu sesuai dengan KTSP (Permendiknas No. 22/2006), panduan dari Puskur, dan sosok kinerja BK sebagaimana seharusnya di lapangan. Sementara itu P4TK Penjas/BK telah menspesifikasi tersendiri Pedoman Pelaksanaan Pelayanan BK yang sepenuhnya diambil dari panduan yang disusun Puskur. 11. Diawali dengan Rakernas bulan Januari 2008, ABKIN memulai upaya, yang katanya, penataan ke arah pro- 8

16 fesionalisme profesi BK. Oke, hal itu baik-baik saja. Masalahnya adalah bagaimana upaya itu dilakukan dan apa hasilnya. Rupanya langkah-langkahnya bersuasana kejar tayang, dipolakan dari atas dan mencari formalitas, serta hasil-hasilnya menjadi tandingan atau merupakan penyimpangan terhadap aturan perundangan yang berlaku dan kondisi lapangan yang sedang berjalan. Gambaran singkatnya sebagai berikut: a. Rekernas diawali oleh penolakan Dirjen Dikti untuk menerima audiensi PB ABKIN karena Dirjen tahu ada gejala pro-kontra di kalangan ABKIN sendiri, terutama berkenaan dengan DSPK, PPK, BK dalam KTSP, dan panduan pelayanan BK di sekolah. Karena dimohon untuk dua acara, yaitu audiensi dan hadir di Rakernas, Dirjen berkenan hadir di Rakernas. Dalam pengarahannya di Rakernas itu, ada pernyataan beliau yang menggigit, yaitu dipesankan kepada peserta Raker agar tidak timbul ABKIN Perjuangan. Tentunya yang dimaksud dalam pesan tersebut adalah agar Raker dan kegiatan selanjutnya berjalan lancar, kompak, harmonis, dan kolegial untuk menghasilkan produk terbaik. b. Dalam pelaksanaannya kegiatan pasca Raker suasananya tidak seperti dipesankan oleh Dirjen Dikti itu, tetapi justru dikendalikan agar tidak ada gangguan ; masukan dianggap sebagai gangguan akademik atau bahkan dianggap tandingan. Usul-usul tidak ditanggapi secara keilmuan ataupun dibahas secara tuntas; semuanya kembali kepada pola dari atas sampai-sampai produk-produk yang sudah resmi dibicarakan dalam Konvensi Nasional pun diganti dengan materi lain yang entah berasal dari mana. c. Diberitakan ada tujuh buah buku sebagai produk hasil kegiatan pasca Raker. Kadar/kualitas dari produkproduk itu diwarnai hal-hal sebagai berikut: 9

17 1) Terjadinya penyempitan dan penyimpangan makna sejumlah aturan perundangan, sebagaimana dibahas sejak awal pembicaraan ini, sehingga produk yang dimaksudkan itu diragukan kesahihan dan keterandalannya. Penyempitan/ penyimpangan makna itu terjadi untuk sejumlah pasal/ayat dari, antara lain: SK Menpan, SK Mendikbud dan SKB Mendikbud/ Menpan yang menyatakan eksistensi dan kinerja Guru Pembimbing UU No. 20/2003 yang terkait dengan pendidik dan pembelajaran PP 19/2005 Permendiknas dan KTSP DSPK dan PPK Panduan pelaksanaan BK dan kegiatan kepengawasannya Panduan pelayanan konseling yang ada di dalam panduan Pengembangan Diri 2) Buku panduan yang merupakan produk-produk yang dimaksudkan itu diposisikan sebagai tandingan (dan sejak semula memang dimaksudkan) untuk menggantikan aturan resmi yang ada, seperti DSPK, Standar Kompetensi, prosedur penyetalaan, program sertifikasi guru dan dosen, panduan pelayanan BK di sekolah. 3) Produk yang berupa buku-buku itu dihasilkan dengan mencederai aspek-aspek prosedural, kolegalitas, transparansi, keilmuan dan kepatuhan terhadap aturan perundangan yang berlaku. Dalam pada itu dipertanyakan bagaimana produk-produk itu mendapat legitimasi dari otoritas birokrasi, padahal penulis Krisis Identitas cenderung 10

18 beroposisi terhadap pelibatan otoritas birokrasi. Memang diketahui pada waktu itu di kalangan Dikti sedang terjadi suasana mutasi yang cukup menyeluruh. 4) Berkenaan dengan buku tentang standar kompetensi pendidik konselor (satu dari tujuh buku yang dimaksud) dapat dikemukakan penyusunan standar pendidik seperti itu menjadi hak BSNP, bukan hak ABKIN. ABKIN dapat berpartisipasi dalam memberikan masukan. Jadi adanya buku itu melampaui kewenangan BSNP. 5) Berkenaan dengan penerbitan izin praktik, semestinyalah dilakukan oleh pihak yang telah berpengalaman praktik profesi yang ditandai dengan dimilikinya gelar profesi yang dimaksud oleh pihak pemberi izin praktek. Penyusunan buku izin praktik oleh pihak-pihak yang tidak berpengalaman praktik profesi adalah sesuatu yang di luar kelayakan. 6) Berkenaan dengan telah diberlakukannya Permendiknas No. 27/2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor (SKAKK), maka produk yang berupa tujuh buku itu, yang langsung berkenaan atau di dalamnya memuat substansi standar kompetensi konselor secara resmi menjadi cacat substansi karena isinya itu tidak sesuai yang ada pada Permendiknas No. 27/2008 tentang SKAKK itu. Oleh karenanya buku-buku itu tidak dapat diberlakukan. 7) Sepanjang sesuai dengan dinamika lapangan dan dalam rangka kajian keilmuan, barangkali produk yang berupa buku-buku itu masih dapat dimanfaatkan di lingkungan ABKIN sendiri, tetapi tidak bisa dijadikan sebagai referensi resmi, apalagi kalau dipaksakan untuk kegiatan kelembagaan pemerintah. 11

19 12 8) Hal yang ganjil dan cukup mengganjal ialah adanya tanda-tanda bahwa produk yang berupa buku-buku itu ditampilkan sebagai modal dan alat untuk membuat lahan garapan dalam bidang BK bagi mereka yang mempersoalkan dan menghendakinya. Hal itu ada pada semangat penulis Krisis Identitas ditandai dengan digunakannya kata-kata motif altruistik dan juga istilah lahan garapan di awal sampai akhir paparan buku Krisis Identitas itu. Kata-kata indah motif altruistik dipakai oleh penulis itu justru dengan konotasi yang salah karena dikaitkan dengan lahan garapan, padahal makna yang sesungguhnya adalah tuntutan profesi agar konselor berdedikasi secara tulus dengan kompetensi optimal dalam memenuhi kebutuhan klien sebagai kepentingan utama sambil mengesampingkan kepentingan pribadi konselor sendiri. 9) Keikutsertaan Rektor UNP dalam pembicaraan tentang produk yang berupa tujuh buku itu karena beliau secara resmi menjadi tahu tentang selukbeluk permasalahannya, sehingga sebagai pejabat yang bertanggung jawab dan sangat berkepentingan dengan kemajuan profesionalisasi BK, yang juga menjadi wilayah tugas beliau, tindakan beliau adalah sangat wajar dalam mengamankan dan melindungi wilayah kerja BK di LPTK pada umumnya dan UNP pada khususnya, dari pengaruh tertentu yang tidak sesuai dengan aturan yang berlaku. Dalam hal itu Dekan FIP dan Pimpinan Jurusan BK UNP sewajarnya pula mengamankan apa yang menjadi kebijakan Rektor tersebut. 12. Akhirnya, segenap bahasan tertulis yang ditampilkan oleh penulis Krisis Identitas itu telah memperoleh respons secukupnya agar pihak-pihak terkait memakluminya. Lebih dari itu, sesungguhnyalah, ada krisis atau tidak ada krisis profesionalisasi profesi konseling harus berjalan

20 terus melalui pengkajian, pembinaan dan pengembangan praktik keahlian profesi sejalan dengan apa yang disebut trilogi profesi konselor. Semua pihak dihimbau untuk saling isi-mengisi sehingga kalau pun ada krisis segera bisa diatasi. Marilah semua teman bertekad membesarkan dan menjunjung tinggi profesi yang tercinta ini. JIKA HATI sejernih air bening, jangan biarkan menjadi keruh JIKA HATI seputih dan selembut awan, jangan biarkan ia menjadi mendung dan badai JIKA HATI seindah bulan purnama, hiasi ia dengan iman jangan biarkan krisis identitas ada di dalam dada, arahkan tegakkan dan kokohkan trilogi profesi untuk konselor bermartabat 13

21 URAIAN MENYELURUH A. PROSES PEMBELAJARAN DAN KONTEKS TUGASNYA Penulis Krisis Identitas ingin menegaskan perbedaan antara konteks tugas konselor dan guru, tetapi justru mengaburkannya. 1. Konselor dan Konteks Tugasnya Penulis Krisis Identitas sangat konsisten ingin membedakan konteks tugas guru dan konteks tugas konselor dengan mengatakan: Ekspektasi kinerja konselor yang tidak menggunakan materi pembelajaran sebagai konteks layanan, sedangkan guru yang menggunakan materi pembelajaran sebagai konteks layanan (hlm. 1 dan berbagai halaman lainnya) Kata kunci yang dipermasalahkan di sini adalah kata pembelajaran. Apakah benar kinerja konselor tidak terkait dengan pembelajaran, sedangkan guru terkait? Jawabannya terletak pada pengertian pendidik dan tugas pendidik. Pertama, pendidik, siapa orangnya? Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan (UU 14

22 No. 20/2003 Pasal 1 Butir 6). Kedua, apa tugas pendidik? Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat terutama bagi pendidik di perguruan tinggi (UU. No. 20/2003 Pasal 39 Ayat 2). Penulis Krisis Identitas mengaburkan makna konselor sebagai pendidik yang harus melaksanakan kegiatan pembelajaran. Nah, konselor pendidik apa bukan? Bagi siapa yang mematuhi undang-undang pasti mengakui, setidak-tidaknya menjadi tahu bahwa konselor adalah pendidik. Kalau konselor itu pendidik, haruslah diakui bahwa termasuk tugas konselor adalah merencanakan proses pembelajaran dan menilai hasil pembelajaran, seperti juga guru, dosen, dan pendidik lainnya. Konselor menggunakan kegiatan pembelajaran dalam melaksanakan layanannya. Bukankah ketika seorang konselor melaksanakan layanan orientasi, informasi, konseling perorangan, dan lain-lain layanan, ia sedang membelajarkan klien? Dalam layanan-layanan tersebut digunakan materi pembelajaran tertentu (yaitu materi layanan konseling) untuk membelajarkan klien sehingga ia mampu mengentaskan masalahnya. Bagaimana klien mampu mengentaskan masalahnya atau menjadi mandiri kalau ia tidak belajar? Apa kemampuan mengentaskan masalah atau kemandirian klien itu datang dari langit, atau disuapkan oleh konselor? Ketahuilah bahwa konselor harus mampu membelajarkan klien kalau ia (konselor) hendak memberikan pelayanan yang benarbenar profesional 1). 1) Adalah kekeliruan yang amat fatal ketika penulis Krisis Identitas mengatakan bahwa: Pasal 39 ayat (2) UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang sebenarnya mengatur ekspektasi kinerja guru yang menggunakan materi pembelajaran sebagai konteks layanan (hlm. 19). Rupanya penulis itu tidak tahu bahwa pasal itu berlaku untuk semua pendidik, termasuk konselor dan pendidik lainnya, tidak hanya guru. Kesalahan fatal itulah yang agaknya mendasari penulisan buku Krisis Identitas. Terkait dengan itu semua pemikiran dan produkproduk yang didasarkan pada pemahaman yang benar-benar salah itu otomatis gugur karena tidak berdasarkan aturan perundangan yang berlaku. 15

23 2. Perbedaan Konteks Tugas Konselor dan Guru Penulis Krisis Identitas merancukan konteks tugas konselor dan guru. Perlu diketahui juga bahwa tugas pembelajaran oleh konselor memang berbeda dibandingkan guru. (Nah, di sinilah kalau ingin tahu bedanya konteks tugas konselor dan guru). Konteks tugas pembelajaran yang dilakukan guru adalah mata pelajaran bidang studi, seperti mata pelajaran Matematika, IPA, IPS, dsb 2), sedangkan konteks tugas konselor adalah kondisi pribadi klien misalnya penyesuaian diri, sikap dan kebiasaan belajar, informasi dan pilihan karir, dsb. Bukankah mata pelajaran bidang studi dan kondisi pribadi klien itu berbeda? Begitulah caranya membedakan ekspektasi tugas konselor dan tugas guru. Semua pendidik melakukan pembelajaran terhadap peserta didik dengan konteks tugas yang berbeda-beda. Guru, konteks tugasnya apa, konselor apa, dosen apa, widyaiswara apa, dan sebagainya. Modus pembelajarannya pun berbeda-beda. Guru dengan modus pengajaran mata pelajaran bidang studi sedangkan konselor dengan modus pelayanan konseling dan kegiatan pendukungnya. Dengan konteks tugas yang berbeda-beda itu, semua pendidik melaksanakan pembelajaran dengan modus pembelajaran yang berbeda-beda pula. 3. Pendidik sebagai Agen Pembelajaran Penulis Krisis Identitas tidak memahami peran pendidik sebagai agen pembelajaran. 2) Di perguruan tinggi, konteks tugas dosen (sebagai pendidik yang melakukan pembelajaran) disebut mata kuliah 16

24 Perhatikan juga Pasal 28 ayat (1) PP No. 19/2005: Pendidik haruslah memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Nah, mampukah konselor sebagai pendidik (konselor pendidik, kan?) untuk menjadi agen pembelajaran; yang menyorak-nyorakkan kepada peserta didik (dalam hal ini klien) untuk mau belajar? Seperti, mohon maaf, agen minyak yang setiap kali bersorak minyak... agar orang-orang mau membeli minyaknya; agar orang-orang yang membutuhkan mau memanfaatkan minyak yang dijajakannya. Bersediakah konselor menjadi agen pembelajaran? Kalau tidak mau, berhentilah menjadi pendidik kalau tidak hendak melanggar undang-undang. 4. Konteks Tugas Konselor Konteks tugas konselor yang dikemukakan penulis Krisis Identitas absurd dan tidak aplikabel. Penulis Krisis Identitas tampaknya ngotot betul untuk menegaskan konteks tugas konselor, yang berbeda dari guru, oleh karenanya tidak terkait dengan pembelajaran, yaitu bahwa konteks tugas konselor adalah: proses pengenalan diri konseli dengan memperhadapkan kekuatan dan kelemahannya dengan peluang dan tantangan yang terdapat dalam lingkungannya, dalam rangka menumbuhkan kemandirian dalam mengambil berbagai keputusan penting dalam perjalanan hidupnya sehingga mampu memilih, meraih serta mempertahankan karir untuk mencapai hidup produktif dan sejahtera, dalam konteks kemaslahatan umum (hlm. 13). 17

25 Ya, tentu hebat betul; luar biasa, lebih-lebih kalau yang disebutkan dalam kutipan di atas dapat diperhadapkan, dapat diraih dan dapat dicapai oleh para siswa di SD, SLTP, dan SLTA. Itu adalah rumusan yang terlalu amat indah, untuk klien dewasa sekalipun. Mana mungkin siswa-siswa SLTP/SLTA, apalagi SD mampu memilih, meraih serta mempertahankan karir, kemudian mencapai hidup produktif dan sejahtera. Kok repot-repot amat; apa tidak cukup hal itu semua disederhanakan saja menjadi: materi pengembangan kemampuan pribadi, sosial, belajar, dan karir 3). Lebih jelas, mencakup, operasional dan dapat disesuaikan dengan tugastugas perkembangan anak pada setiap tahap perkembangannya, dan juga dapat disesuaikan dengan tingkat kelasnya. Penulis Krisis Identitas tidak memahami bahwa konteks tugas konselor digarap melalui kegiatan pembelajaran. Itu yang pertama; yang kedua adalah kalau toh hal yang hebat di atas itu benar, bagaimana caranya sehingga klien mampu memilih, meraih serta mempertahankan karir, kemudian mencapai hidup produktif dan sejahtera? Disuruh atau diapakan anak, siswa, klien atau konseli, atau peserta didik, supaya bisa memilih, meraih dan mencapai itu? Pastilah disuruh, atau dirangsang, atau diberikan suasana yang kondusif untuk belajar, kalau tidak hendak mencekokinya atau menghipnotisnya. Atau ada cara lain? Kok repot amat. Ya belajar dong; dan itu namanya pembelajaran. Dengan demikian, tugas konselor adalah membelajarkan peserta didik, klien atau konseli atau apapun namanya, dengan konteks tugas pengembangan kemampuan pribadi, sosial, belajar dan karir. 3) Untuk klien-klien dewasa materi pengembangan itu ditambah dengan: pengembangan kehidupan berkeluarga dan kehidupan keberagamaan. 18

26 Caranya dengan mengoperasionalkan jenis-jenis layanan dan kegiatan pendukung konseling. Sedangkan tugas guru adalah membelajarkan peserta didik dengan konteks tugas materi pelajaran Matematika, IPA, Bahasa, dll, caranya dengan mengoperasionalkan metode dan cara-cara mengajar. Dengan demikian perlu diketahui dan dicamkan bahwa inti pendidikan adalah belajar dan pembelajaran. Tidak ada pendidikan tanpa belajar dan pembelajaran. B. KETENTUAN PEMERINTAH TENTANG BK DAN GURU PEMBIMBING Penulis Krisis Identitas tidak memahami bahwa eksistensi dan peranan Guru Pembimbing/Konselor telah direformasi sejak 1993, sehingga sasaran dan tugasnya menjadi jelas dan spesifik. Ditegaskan oleh penulis Krisis Identitas bahwa biang keladi kerancuan atau bahkan krisis identitas adalah rujukan yang mengacu pada SK Menpan No. 84 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya, karena lagilagi, merancukan tugas konselor dan guru, katanya. Cermati kutipan-kutipan dan uraian di bawah ini. 1. SK Menpan No. 84/1993 sebagai Titik Tolak Reformasi BK di Indonesia Penulis Krisis Identitas tidak memahami bahwa telah terjadi lompatan besar dalam eksistensi dan substansi tentang BK, dari SK Menpan No. 26/1989 ke SK Menpan No. 84/

27 SK Menpan no. 026/1989, adalah SK Menpan lama sebelum diperbaharui. Secara singkat, tentang tugas guru SK itu hanya menyatakan: Tugas guru adalah mengajar dan atau membimbing. Nah, itu benar, oleh SK Menpan yang lama tugas konselor dan tugas guru konselor dirancukan, karena dengan kata dan/atau guru dapat ke sana ke mari, bekerja mengajar atau menjadi pelaku bimbingan dan penyuluhan (istilah BP pada waktu itu). Di samping itu, kegiatan pelayanan BP dilecehkan, karena boleh dilakukan oleh guru yang tidak tahu menahu perihal BP. Itu kondisi sebelum awal tahun Menyadari kerancuan terebut di atas, pada tahun 1993 PB IPBI waktu itu (yang kebetulan Ketua Umumnya adalah, mohon maaf, Prayitno) berusaha melakukan perubahan atau reformasi. Melalui lobi yang intensif dengan para petinggi Depdikbud dan Menpan, akhirnya disepakati istilah Bimbingan dan Penyuluhan (BP) diganti menjadi Bimbingan dan Konseling (BK). Istilah dan/atau bagi kegiatan mengajar dan membimbing diganti dengan istilah atau, sehingga terjadilah pemisahan yang jelas apakah seseorang akan bekerja mengajar atau membimbing. Tidak boleh lagi ke sana ya, ke sini ya. Hal itu semua termaktub pada SK Menpan No. 84/1993 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. Dengan SK Menpan yang baru ini dimulailah era pemisahan yang tegas secara formal antara petugas yang mengajar dan petugas yang membimbing. SK Menpan No. 84/1993 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya itu menegaskan bahwa tugas pokok guru adalah: a. Menyusun program pengajaran, menyajikan program pengajaran, evaluasi belajar, analisis hasil evaluasi hasil belajar, serta menyusun program perbaikan dan pengayaan terhadap peserta didik yang menjadi tanggung jawab; ATAU: b. Menyusun program bimbingan, melaksanakan program bimbingan, evaluasi pelaksanaan bimbingan, analisis hasil pelaksanaan bimbingan, dan tindak lanjut pelaksanaan program bimbingan terhadap peserta didik yang menjadi tanggung 20

28 jawabnya. Perhatikanlah kata ATAU. Tidakkah perbedaan antara guru yang mengajar dan guru yang membimbing menjadi jelas? Atau masih rancu juga? 2. Sebutan Guru Pembimbing sebagai Awal untuk Sebutan Konselor Penulis Krisis Identitas tidak memahami bahwa sebutan Guru Pembimbing merupakan awal untuk sebutan Konselor. Penulis itu sepertinya memutus rantai sejarah. Serentak dengan perjuangan memisahkan tugas mengajar dari tugas membimbing itu diupayakan juga ditetapkannya nama resmi bagi petugas yang membimbing atau melaksanakan pelayanan BK. Pada waktu itu telah dengan gigih diusulkan untuk dipakainya istilah konselor untuk mengganti sebutan petugas BP yang pada waktu itu dipakai. Namun usaha itu belum dapat dikabulkan karena peraturan pada waktu itu belum ada yang memberikan celah untuk digunakannya istilah konselor 4). Peraturan yang ada adalah PP No. 28/1990 tentang Pendidikan Dasar dan PP No. 29/1990 tentang Pendidikan Menengah yang menyebutkan bahwa Bimbingan diberikan oleh Guru Pembimbing. Terkait dengan hal itu, SK Mendikbud No. 25/1995 yang merujuk kepada SK Menpan No. 84/1993 menegaskan adanya empat jenis guru, yaitu: 4) Dewasa ini, ketika istilah konselor sudah secara resmi terukir di dalam undang-undang (UU No. 20/2003) malahan dihembus-hembuskan tentang krisis identitas. Bukankah yang lebih perlu diupayakan adalah mengisi profesi konselor itu agar semakin mantap dan bermartabat? 21

29 a. Guru kelas, adalah guru yang mempunyai tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh dalam proses belajar mengajar seluruh mata pelajaran di kelas tertentu di TK, SD, SDLB, dan SLB Tingkat Dasar, kecuali mata pelajaran Pendidikan Jasmani dan Kesehatan serta Pendidikan Agama b. Guru mata pelajaran, adalah guru yang mempunyai tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh dalam proses belajar mengajar pada satu mata pelajaran tertentu di sekolah c. Guru praktik, adalah guru yang mempunyai tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh dalam proses belajar mengajar pada kegiatam praktik di sekolah kejuruan atau BLT d. Guru Pembimbing, adalah guru yang mempunyai tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh dalam kegiatan bimbingan dan konseling terhadap sejumlah peserta didik Nah, memperhatikan kutipan tersebut di atas; apanya yang rancu? Tugas guru kelas, guru praktik, guru mata pelajaran, dan guru pembimbing benar-benar jelas dan tidak ada keraguan 5). Lebih jauh, marilah kita ikuti pengertian bimbingan dan konseling yang menjadi spesifikasi tugas guru pembimbing (dikutip dari SK Mendikbud No. 025/0/1995): Bimbingan dan konseling adalah pelayanan bantuan untuk peserta didik, baik secara perorangan maupun kelompok, agar mampu mandiri dan berkembang secara optimal, dalam bidang bimbingan pribadi, bimbingan sosial, bimbingan belajar dan bimbingan karir, melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung, berdasarkan norma-norma yang berlaku. 5) Dewasa ini ada orang yang mendorong agar untuk guru pembimbing itu digunakan istilah guru BK. Nah, ini baru merancukan dengan sengaja. Guru BK? Sebutan guru BK justru dapat dirancukan dengan guru mata pelajaran. Sejalan maknanya dengan guru IPA, bukan?; yaitu guru yang mengajarkan mata pelajaran IPA. Dengan demikian, guru BK adalah guru yang mengajarkan mata pelajaran BK. Rancu, kan? Apa guru BK tugasnya mengajarkan mata pelajaran BK? Celakanya, istilah guru BK itu ada di dalam panduan sertifikasi guru dalam jabatan. Kalau mau konsekuen, panduan itu tidak bisa digunakan karena di lapangan (sekolah) tidak ada guru yang bertugas dengan nama guru BK; yang ada adalah guru pembimbing sesuai dengan SK Mendikbud no. 25/0/ 1995 itu. 22

30 Pengertian bimbingan dan konseling di atas jelas memberikan arahan dan batasan tentang konteks tugas kinerja guru pembimbing, yang pasti sangat berbeda dari konteks tugas guru mata pelajaran yang mengarah dan dalam batasan pengajaran mata pelajaran bidang studi itu. 3. Jabatan Fungsional Guru Pembimbing Penulis Krisis Identitas tidak memahami spesifikasi tugas fungsional Guru Pembimbing. Kutipan dari SKB Mendikbud dan Kepala BAKN no. 0433/P/1993 dan No. 25 Tahun 1993 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. Pasal 1: Guru pembimbing adalah guru yang mempunyai tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh dalam kegiatan bimbingan dan konseling terhadap sejumlah peserta didik. Menyusun program bimbingan dan konseling adalah membuat rencana pelayanan bimbingan dan konseling dalam bidang bimbingan pribadi, bimbingan sosial, bimbingan belajar, dan bimbingan karir. Pelaksanaan bimbingan dan konseling adalah melaksanakan fungsi pelayanan pemahaman, pencegahan, pengentasan, pemeliharaan dan pengembangan dalam bidang bimbingan pribadi, bimbingan sosial dan bimbingan sosial. Evaluasi pelaksanaan bimbingan dan konseling adalah menilai hasil evaluasi pelaksanaan bimbingan dan konseling yang mencakup layanan orientasi, informasi, penempatan dan penyaluran, konseling perorangan, bimbingan kelompok, konseling kelompok, dan 23

31 bimbingan pembelajaran, serta kegiatan pendukungnya. Lagi, kutipan di atas membedakan dan memisahkan dengan gamblang tugas guru pembimbing dari tugas guru mata pelajaran. Guru pembimbing bekerja dalam bidang bimbingan dan konseling, guru mata pelajaran bekerja dalam kegiatan pengajaran mata pelajaran bidang studi. Jelas sekali dan tidak ada kerancuan. 4. Kriteria Guru Pembimbing Penulis Krisis Identitas tidak memahami kriteria yang ditetapkan bagi Guru Pembimbing. Dari sumber yang sama dengan no. 3 di atas, dapat dikutip pula: a. Setiap guru pembimbing diberi tugas bimbingan dan konseling 6) sekurang-kurangnya terhadap 150 siswa. b. Bagi sekolah yang tidak memiliki guru pembimbing yang berlatar belakang bimbingan dan konseling, guru yang telah mengikuti penataran bimbingan dan konseling sekurang-kurangnya 180 jam dapat diberi tugas sebagai Guru Pembimbing. Penugasan ini bersifat sementara sampai guru yang ditugasi itu mencapai taraf kemampuan bimbingan dan konseling sekurang-kurangnya D3 atau di sekolah tersebut telah ada guru Pembimbing yang berlatar belakang minimal D3 bidang bimbingan dan konseling. Penugasan untuk menjadi guru pembimbing sebagaimana kutipan di atas tidaklah sembarangan atau memakai kriteria seperti disebut oleh penulis Krisis Identitas ; yang menyatakan begini: 6) Perhatikan: tugas bimbingan dan konseling, bukan tugas mengajar. 24

32 ... Konselor adalah pendidik yang arif akibat pengalaman hidupnya yang kaya dan panjang, sehingga memang layak ditugasi untuk memberikan pencerahan atau suluh kepada peserta didik yang belia dan tentu saja secara alamiah memang masih kurang pengalaman hidup itu (hlm. 6). Dikhawatirkan, kalimat tentang pendidik yang arif akibat pengalaman yang ditulis pada buku Krisis Identitas itu adalah angan-angan penulis sendiri yang justru tidak didukung oleh peraturan yang berlaku. Apabila angan-angan seperti itu memang mendasari karya penulis tentang Krisis Identitas maka krisis identitas yang dituliskannya itu sebenarnya hanya ada di angan-angan penulis itu sendiri, meskipun mungkin terjadi di lapangan. Itulah krisis identitas yang sebenarnya ada pada diri penulis Krisis Identitas, yang pasti hal itu bertentangan dengan peraturan resmi yang berlaku tentang BK. 5. Administrasi Kepegawaian Guru Pembimbing Penulis Krisis Identitas tidak memahami administrasi kepegawaian Guru Pembimbing. Kutipan berikut dari sumber SKB Mendikbud dan Kepala BAKN: Pegawai negeri sipil yang diangkat untuk pertama kali untuk jabatan guru (kutipan: SPPK-BKS hlm. 11) memiliki ijazah serendah-rendahnya: a. dan sebagainya b. Diploma III Keguruan atau Diploma III atau yang setingkat dan memiliki Akta III dalam bidang yang sesuai dengan kualifikasi pendidikan, baik untuk Guru Mata Pelajaran maupun untuk Guru Pembimbing pada tingkat SLTP 25

33 c. Sarjana Pendidikan (S1 Keguruan) atau S1 yang mempunyai Akta IV dalam bidang yang sesuai dengan kualifikasi pendidikan, baik untuk Guru Mata Pelajaran, Guru Praktik, maupun untuk Guru Pembimbing pada SLTA d. dan sebagainya e. Untuk menetapkan angka kredit jabatan guru seperti tersebut di atas aspek yang diperhitungkan yang berasal dari unsur pendidikan adalah proses belajar mengajar (bagi Guru Kelas. Guru Mata Pelajaran, Guru Praktik) atau bimbingan dan konseling untuk Guru Pembimbing, dan/atau pengembangan profesi serta unsur penunjang PBM atau bimbingan yang diperoleh semenjak yang bersangkutan menjadi calom Pegawai Negeri Sipil, sebelum diangkat dalam jabatan guru Jelas, untuk administrasi kepegawaian pun pengangkatan untuk menjadi guru pembimbing telah dispesifikasi. Demikian juga untuk penerapan angka kredit mereka. Tidak ada kesamaan, kecuali mereka tidak mengerti dan/atau mau sengaja merancukan. 6. Kegiatan Operasional Guru Pembimbing Penulis Krisis Identitas tidak memahami kegiatan operasional Guru Pembimbing. Dari sumber yang sama dikutip sebagai berikut: Dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling: a. Setiap kegiatan menyusun program, melaksanakan program mengevaluasi, menganalisis, dan melaksanakan kegiatan tindak lanjut, kegiatannya meliputi 7) : 7) Nomor 1 sd No. 7 adalah jenis-jenis layanan, dan No. 8 sd. No. 12 adalah jenis-jenis kegiatan pendukung. 26

34 (1) Layanan orientasi (2) Layanan informasi (3) Layanan penempatan dan penyaluran (4) Layanan pembelajaran (5) Layanan konseling perorangan (6) Layanan bimbingan kelompok (7) Layanan konseling kelompok (8) Instrumentasi bimbingan dan konseling (9) Himpunan data (10) Konferensi kasus (11) Kunjungan rumah (12) Alih tangan kasus b. Kegiatan bimbingan dan konseling secara keseluruhan harus mencakup (1) bimbingan pribadi (2) bimbingan sosial (3) bimbingan belajar (4) bimbingan karir c. Layanan orientasi wajib dilaksanakan pada awal caturwulan pertama terhadap siswa baru d. Satu kali kegiatan bimbingan dan konseling memakai waktu rata-rata 2 (dua) jam tatap muka Penulis Krisis Identitas tidak memahami konteks perkembangan BK, dari BK Pola Tidak Jelas ke BK Pola 17 dan selanjutnya BK Pola 17 Plus. 27

35 Sudah sangat spesifiklah apa yang mestinya dilakukan oleh guru pembimbing. Sesungguhnyalah spesifikasi tugastugas guru pembimbing itu telah dirumuskan sejak tahun 1993 ketika pertama kali IPBI menjadi mitra bagi P3G keguruan di Parung (yang sekarang menjadi P4TK Pendidikan Jasmani dan Bimbingan Konseling) yang menyelenggarakan penataran nasional guru pembimbing. Pada tahun 1993 itulah kesempatan pertama kali guru pembimbing (secara nasional) terjangkau oleh pemerintah untuk ditatar, yang mana sebelumnya seperti dianaktirikan dibanding guruguru mata pelajaran yang sering mendapat kesempatan secara nasional. Hal itu adalah sebagai berkah dari upaya pembaharuan terutama sekali yang dimotori oleh SK Menpan No. 84/ ). 7. Pengawas Sekolah Bidang BK Penulis Krisis Identitas tidak memahami eksistensi dan peran Pengawas Sekolah Bidang BK. Lebih jauh, SK Menpan No.118/1996 tentang Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah dan Angka Kreditnya, merumuskan: 8) Dalam penataran nasional guru pembimbing itu, kepada mereka diperkenalkan spesifikasi tugas guru pembimbing, yang mana hal itu bagi mereka merupakan hal baru. Mereka sangat antusias sehingga timbul ide untuk menandai apa yang mereka peroleh itu dengan label BK Pola 17 yang merupakan satu rangkaian kemampuan yang terdiri dari: satu konsep tentang pengertian dan wawasan BK, empat bidang pelayanan, tujuh jenis layanan, dan lima kegiatan pendukung. Konsep BK Pola 17 ini dimunculkan sebagai pengganti dari BK Pola Tidak Jelas yang merajalela di lapangan/sekolah sampai dengan awal tahun Selanjutnya, BK Pola 17 ini dikembangkan lebih jauh menjadi BK Pola 17 Plus, terutama sejak awal abad 20, oleh orang-orang yang peduli BK tanpa terperangkap oleh Krisis Identitas, tetapi dengan tulus memperkembangkan profesi BK menjadi semakin mantap dan bermartabat. Contoh pengembangan menjadi BK Pola 17 Plus adalah ditambahnya bidang pelayanan BK dengan bidang kehidupan berkeluarga dan kehidupan keberagamaan (untuk di luar pendidik formal dasar dan menengah), ditambahnya jenis layanan BK dengan layanan konsultasi dan layanan mediasi, dan ditambahnya kegiatan pendukung BK dengan tampilan kepustakaan. 28

36 Pasal 1 : 1. Pengawas Sekolah adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas, tanggung jawab, dan wewenang untuk melakukan pengawasan pendidikan di sekolah dengan melaksanakan penilaian dan pembinaan dari segi teknis pendidikan dan administrasi pada satuan pendidikan prasekolah, dasar dan menengah 2. Pengawas sekolah sebagaimana dimaksudkan dalam angka 1 tersebut di atas mempunyai bidang pengawasan sebagai berikut: a. Bidang Pengawasan Taman Kanak-kanak/ Raudlatul Athfal, Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidayiyah/Madrasah Diniyah/ Sekolah Dasar Luar Biasa b. Bidang pengawasan Rumpun Mata Pelajaran/Mata Pelajaran c. Bidang Pengawasan Pendidikan Luar Biasa d. Bidang Pengawasan Bimbingan dan Konseling Pasal 23: Pegawai Negeri Sipil yang diangkat untuk pertama kali dalam jabatan pengawas sekolah harus memenuhi syarat sebagai berikut: a. Syarat umum, yaitu: (1) memiliki keterampilan dan keahlian yang sesuai dengan bidang pengawasan yang akan dilakukan (2) berkedudukan dan berpengalaman sebagai guru sekurangkurangnya selama 6 (enam) tahun secara berturut-turut; (3) telah mengikuti pendidikan dan pelatihan kedinasan di bidang pengawasan sekolah dan memperoleh Surat Tanda Tamat Pendidikan Pelatihan; (4) setiap unsur penilaian pelaksanaan pekerjaan Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan sekurang-kurangnya bernilai baik dalam 2 (dua) tahun terakhir; dan (5) usia setinggi-tingginya 5 (lima) tahun sebelum mencapai batas usia pensiun jabatan Pengawas Sekolah b. Syarat khusus, yaitu: (1) Bagi pengawas Bimbingan dan Konseling: (a) Pendidikan serendah-rendahnya Sarjana atau sederajat; 29

37 (b) Berkedudukan serendah-rendahnya Guru Dewasa; dan (c) Memiliki spesialisasi atau jurusan/ program studi atau keahlian dalam bimbingan dan konseling atau bimbingan dan penyuluhan Dengan kutipan di atas, tampaklah bahwa pemerintah telah mengambil langkah-langkah untuk menuntaskan aturan-aturan formal berkenaan dengan konteks tugas guru pembimbing, sampai dengan kepengawasannya. Dengan demikian apanya yang rancu? Sangat disayangkan penulis Krisis Identitas tidak memahami apa yang telah diatur oleh pemerintah sejak tahun 1993 itu, dengan mengatakan:... semua ketentuan perundang-undangan yang berlaku selama ini tidak/belum mengatur ekspektasi kinerja konselor yang tidak menggunakan materi pembelajaran sebagai konteks layanan (hlm. 18). Dalam kaitan itu, penulis Krisis Identitas keliru dalam dua hal. Pertama, tidak tahu bahwa sejak tahun 1993 pemerintah telah mengatur spesifikasi kinerja konselor (guru pembimbing) di sekolah, yang sampai sekarang masih berlaku, karena belum ada aturan penggantinya. Kedua, seperti telah disebutkan di depan, tidak memahami makna kata pembelajaran dalam undang-undang No.20/2003 Pasal 39 ayat 2. Dengan demikian, penulis Krisis Identitas, ibarat kereta api, tidak berjalan di atas rel, atau sepertinya tergelincir atau anjlok dari rel yang telah dipasang oleh pemerintah, tentang spesifikasi guru pembimbing dan kurang tahu arah yang sudah ditunjukkan oleh Pasal 9 ayat 2 UU No. 20/2003 bermakna bahwa kegiatan pembelajaran juga dikenakan kepada konselor sebagai pendidik. 30

38 C. BUKU PANDUAN Penulis Krisis Identitas menafikan peran buku-buku panduan yang ada; bahkan menganggap buku panduan itu merancukan dan menyesatkan. Buku-buku panduan, khususnya Seri Pemandu Pelayanan Bimbingan dan Konseling di Sekolah (SPP-BKS), Panduan Kegiatan Pengawasan Bimbingan dan Konseling di Sekolah (PKP-BKS), dan Dasar Standarisasi Profesi Konseling (DSPK) banyak mendapat sorotan. Penulis Krisis Identitas menganggap bahwa ketiga panduan itu sebagai sumber perancuan identitas BK. Mari kita lihat bersama. 1. SPP-BKS: Panduan kegiatan BK Penulis Krisis Identitas yang mungkin utopis dan/atau terlalu kritis, menganggap buku panduan tidak perlu karena lapangan belum siap. Buku-buku SPP-BKS (untuk SD 9), SMP, SMA dan SMK) disusun berdasarkan ketentuan-ketentuan pemerintah yang sejumlah kutipannya telah dipaparkan di atas, yang 9) Penulis Krisis Identitas menyatakan bahwa memposisikan guru SD sebagai pelaksana BK untuk siswa yang menjadi tanggung jawab adalah sebagai sebuah kinerja yang tidak realistik (hlm. 21). Mana yang lebih tidak realistik, terlaksananya BK di SD oleh Guru Kelas, atau tidak terlaksana sama sekali karena belum ada Guru Pembimbing? Apa penulis itu beranggapan pekerjaan yang realistik untuk mengangkat Guru Pembimbing di SD, sedangkan di SLTP/SLTA masih sangat kekurangan? Lagi-lagi, pikiran utopis dan tidak realistik. Tentang pelaksanaan BK di SD (hlm. 21) tentang aturan sama dengan aturan tentang Guru Pembimbing sebagaimana untuk sekolah-sekolah lainnya. 31

EKSISTENSI PROFESI BIMBINGAN DAN KONSELING DI BALIK UU SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

EKSISTENSI PROFESI BIMBINGAN DAN KONSELING DI BALIK UU SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL EKSISTENSI PROFESI BIMBINGAN DAN KONSELING DI BALIK UU SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL (Telaah Yuridis-Akademik Dalam Penegasan Kebijakan Dasar Profesionalisasi Bimbingan dan Konseling) Sunaryo Kartadinata

Lebih terperinci

PELATIHAN PENYUSUNAN RENCANA PELAYANAN BIMBINGAN KONSELING BERBASIS DATA ALAT UNGKAP MASALAH KEPADA PARA GURU BK DI KECAMATAN SUKAWATI GIANYAR

PELATIHAN PENYUSUNAN RENCANA PELAYANAN BIMBINGAN KONSELING BERBASIS DATA ALAT UNGKAP MASALAH KEPADA PARA GURU BK DI KECAMATAN SUKAWATI GIANYAR PELATIHAN PENYUSUNAN RENCANA PELAYANAN BIMBINGAN KONSELING BERBASIS DATA ALAT UNGKAP MASALAH KEPADA PARA GURU BK DI KECAMATAN SUKAWATI GIANYAR Oleh: Tjok Rai Partadjaja, dkk Universitas Pendidikan Ganesha

Lebih terperinci

ARAH PEMIKIRAN PENGEMBANGAN PROFESI KONSELOR

ARAH PEMIKIRAN PENGEMBANGAN PROFESI KONSELOR ARAH PEMIKIRAN PENGEMBANGAN PROFESI KONSELOR OLEH : Ikatan Konselor Indonesia ( IKI ) IKATAN KONSELOR INDONESIA (Divisi ABKIN) 2008 www.konselingindonesia.com www.konselor.org ii Pengantar Upaya pengembangan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN, PARADIGMA, VISI DAN MISI SERTA TRILOGI PROFESI BIMBINGAN DAN KONSELING A. Perkembangan Bimbingan dan Konseling Bimbingan dan konseling

PERKEMBANGAN, PARADIGMA, VISI DAN MISI SERTA TRILOGI PROFESI BIMBINGAN DAN KONSELING A. Perkembangan Bimbingan dan Konseling Bimbingan dan konseling PERKEMBANGAN, PARADIGMA, VISI DAN MISI SERTA TRILOGI PROFESI BIMBINGAN DAN KONSELING A. Perkembangan Bimbingan dan Konseling Bimbingan dan konseling mengalami perkembangan selama beberapa tahun ini. Pada

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 40 TAHUN 2013 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BEKASI PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 40 TAHUN 2013 TENTANG BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 40 2013 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 40 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN GURU YANG DIBERI TUGAS TAMBAHAN SEBAGAI KEPALA SEKOLAH WALIKOTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun informal. Keberhasilan pendidikan akan terjadi bila ada interaksi antara

BAB I PENDAHULUAN. maupun informal. Keberhasilan pendidikan akan terjadi bila ada interaksi antara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peran guru sangat strategis pada kegiatan pendidikan formal, non formal maupun informal. Keberhasilan pendidikan akan terjadi bila ada interaksi antara pendidik dengan

Lebih terperinci

SEJARAH BIMBINGAN DAN KONSELING DAN LAHIRNYA BK 17 PLUS Oleh, IFDIL DAHLANI

SEJARAH BIMBINGAN DAN KONSELING DAN LAHIRNYA BK 17 PLUS Oleh, IFDIL DAHLANI SEJARAH BIMBINGAN DAN KONSELING DAN LAHIRNYA BK 17 PLUS Oleh, IFDIL DAHLANI A. Pendahuluan Sejarah lahirnya Bimbingan dan Konseling di Indonesia diawali dari dimasukkannya Bimbingan dan Konseling (dulunya

Lebih terperinci

PROFESIONALISASI BIMBINGAN DAN KONSELING Oleh: Drs. Kuntjojo

PROFESIONALISASI BIMBINGAN DAN KONSELING Oleh: Drs. Kuntjojo PROFESIONALISASI BIMBINGAN DAN KONSELING Oleh: Drs. Kuntjojo A. Standarisasi Profesi Konselor 1. Konsep-konsep Dasar Profesi a. Pengertian Profesi Ada beberapa definisi tentang profesi, diantaranya adalah

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENDIDIKAN DINIYAH DI KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENDIDIKAN DINIYAH DI KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENDIDIKAN DINIYAH DI KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA, Menimbang : a. bahwa tujuan pendidikan keagamaan

Lebih terperinci

TRILOGI PROFESI KONSELOR DAN PENGELOLAAN BERBASIS KINERJA

TRILOGI PROFESI KONSELOR DAN PENGELOLAAN BERBASIS KINERJA TRILOGI PROFESI KONSELOR DAN PENGELOLAAN BERBASIS KINERJA Oleh: Prayitno A. Trilogi Profesi Pendidik Di awal abad ke-21 ini dunia pendidikan di Indonesia mulai memasuki era profesional. Hal ini ditandai

Lebih terperinci

SERTIFIKASI GURU DAN DOSEN TAHUN 2009: DASAR HUKUM DAN PELAKSANAANNYA 1

SERTIFIKASI GURU DAN DOSEN TAHUN 2009: DASAR HUKUM DAN PELAKSANAANNYA 1 SERTIFIKASI GURU DAN DOSEN TAHUN 2009: DASAR HUKUM DAN PELAKSANAANNYA 1 Oleh: Dr. Marzuki, M.Ag. 2 PENDAHULUAN Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-undang RI

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 48 2015 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 48 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENGANGKATAN DAN PERAN PENGAWAS SEKOLAH PENILIK DAN PAMONG BELAJAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2007 NOMOR 24 SERI D

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2007 NOMOR 24 SERI D BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2007 NOMOR 24 SERI D PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR : 795 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENUGASAN GURU SEBAGAI KEPALA SEKOLAH DI LINGKUNGAN DINAS PENDIDIKAN

Lebih terperinci

TAHUN : 2006 NOMOR : 06

TAHUN : 2006 NOMOR : 06 BERITA DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2006 NOMOR : 06 PERATURAN WALIKOTA BANDUNG NOMOR : 674 TAHUN 2006 TENTANG PENUGASAN GURU SEBAGAI KEPALA SEKOLAH WALIKOTA BANDUNG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka menunjang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, BUPATI TRENGGALEK SALINAN PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PERSYARATAN DAN MASA TUGAS GURU PEGAWAI NEGERI SIPIL YANG DIBERI TUGAS TAMBAHAN SEBAGAI KEPALA SEKOLAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 34 TAHUN 2013 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BEKASI PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 34 TAHUN 2013 TENTANG BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 34 2013 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 34 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENGANGKATAN PENGAWAS SEKOLAH/MADRASAH, PENILIK, DAN PAMONG SERTA TUGAS POKOK DAN FUNGSINYA

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 52 2015 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 52 TAHUN 2015 TENTANG PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN GURU YANG DIBERI TUGAS TAMBAHAN SEBAGAI WAKIL KEPALA SEKOLAH Menimbang

Lebih terperinci

~ 1 ~ PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2008 TENTANG GURU

~ 1 ~ PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2008 TENTANG GURU ~ 1 ~ PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR Draf 03 12 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2008 TENTANG GURU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 11 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 11 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 11 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PENUGASAN GURU PEGAWAI NEGERI SIPIL SEBAGAI KEPALA SEKOLAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah memiliki tanggung jawab yang besar membantu siswa agar

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah memiliki tanggung jawab yang besar membantu siswa agar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah memiliki tanggung jawab yang besar membantu siswa agar berhasil dalam belajar.untuk itu sekolah hendaknya memberikan bantuan kepada siswa untuk mengatasi

Lebih terperinci

DASAR DAN TEKNIK PENETAPAN KUOTA PESERTA SERTIFIKASI GURU DALAM JABATAN TAHUN 2009

DASAR DAN TEKNIK PENETAPAN KUOTA PESERTA SERTIFIKASI GURU DALAM JABATAN TAHUN 2009 DASAR DAN TEKNIK PENETAPAN KUOTA PESERTA SERTIFIKASI GURU DALAM JABATAN TAHUN 2009 Disajikan dalam Workshop Penetapan Peserta Sertifikasi Guru Tahun 2009 yang diselenggarakan oleh Lembaga Penjaminan Mutu

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR : 29 TAHUN 2013

PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR : 29 TAHUN 2013 BUPATI CIAMIS PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR : 29 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN TUGAS BELAJAR, IZIN BELAJAR, UJIAN KENAIKAN PANGKAT PENYESUAIAN IJAZAH DAN KENAIKAN PANGKAT PENYESUAIAN IJAZAH SERTA PENCANTUMAN

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENUGASAN GURU PEGAWAI NEGERI SIPIL SEBAGAI KEPALA SEKOLAH

BUPATI SIDOARJO PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENUGASAN GURU PEGAWAI NEGERI SIPIL SEBAGAI KEPALA SEKOLAH 1 BUPATI SIDOARJO PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENUGASAN GURU PEGAWAI NEGERI SIPIL SEBAGAI KEPALA SEKOLAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIDOARJO, Menimbang :

Lebih terperinci

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt Menimbang : jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 41 TAHUN 2014 TENTANG PENUGASAN GURU SEBAGAI KEPALA SEKOLAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2008 TENTANG GURU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2008 TENTANG GURU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2008 TENTANG GURU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 10 ayat (2),

Lebih terperinci

MENJADI KONSELOR PROFESIONAL : SUATU PENGHARAPAN Oleh : Eva Imania Eliasa, M.Pd

MENJADI KONSELOR PROFESIONAL : SUATU PENGHARAPAN Oleh : Eva Imania Eliasa, M.Pd MENJADI KONSELOR PROFESIONAL : SUATU PENGHARAPAN Oleh : Eva Imania Eliasa, M.Pd A. PENDAHULUAN Banyak pertanyaan dari mahasiswa tentang, bagaimana menjadi konselor professional? Apa yang harus disiapkan

Lebih terperinci

JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM JENJANG STRATA 1 (SARJANA : S1 )

JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM JENJANG STRATA 1 (SARJANA : S1 ) JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM JENJANG STRATA 1 (SARJANA : S1 ) PANDUAN PRAKTIK LAPANGAN KONSLING PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH (PLKP-LS) FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. guru yang disamping menjabat sebagai guru juga menjadi pembimbing. 1

BAB II KAJIAN TEORI. guru yang disamping menjabat sebagai guru juga menjadi pembimbing. 1 BAB II KAJIAN TEORI A. Konsep Teoritis 1. Guru Pembimbing a. Pengertian Guru Pembimbing Pada dasarnya guru pembimbing di sekolah adalah guru yang khusus menjadi konselor atau guru pembimbing. Menurut Bimo

Lebih terperinci

PROSEDUR SERTIFIKASI GURU DALAM JABATAN BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

PROSEDUR SERTIFIKASI GURU DALAM JABATAN BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN PROSEDUR SERTIFIKASI GURU DALAM JABATAN BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN riaumandiri.co I. PENDAHULUAN Tujuan pemerintah negara Indonesia sebagaimana dituangkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 41 SERI E

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 41 SERI E BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 41 SERI E PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 41 TAHUN 2013 TENTANG PENGEMBANGAN DAN PEMBINAAN PROFESIONAL PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN DENGAN

Lebih terperinci

17. Peraturan Daerah Kabupaten Tangerang Nomor 08 Tahun 2010 tentang Organisasi Perangkat Daerah Kabupaten Tangerang (Lembaran Daerah Tahun 2010

17. Peraturan Daerah Kabupaten Tangerang Nomor 08 Tahun 2010 tentang Organisasi Perangkat Daerah Kabupaten Tangerang (Lembaran Daerah Tahun 2010 PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 55 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENUGASAN GURU SEBAGAI KEPALA SATUAN PENDIDIKAN YANG DISELENGGARAKAN ATAU DIDIRIKAN PEMERINTAH DAERAH Menimbang : Mengingat : DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Melaksanakan kurikulum berdasarkan 9 (sembilan) muatan KTSP. Melaksanakan kurikulum berdasarkan 8 (delapan) muatan KTSP.

Melaksanakan kurikulum berdasarkan 9 (sembilan) muatan KTSP. Melaksanakan kurikulum berdasarkan 8 (delapan) muatan KTSP. I. STANDAR ISI 1. Sekolah/Madrasah melaksanakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Melaksanakan kurikulum berdasarkan 9 (sembilan) muatan KTSP. Melaksanakan kurikulum berdasarkan 8 (delapan) muatan

Lebih terperinci

RENDAHNYA KUALITAS PENDIDIKAN SEKOLAH MENENGAH ATAS DI KOTA LAMONGAN

RENDAHNYA KUALITAS PENDIDIKAN SEKOLAH MENENGAH ATAS DI KOTA LAMONGAN RENDAHNYA KUALITAS PENDIDIKAN SEKOLAH MENENGAH ATAS DI KOTA LAMONGAN BIDANG KEGIATAN : PKM GT Diusulkan oleh : Okky Wicaksono 09 / 282652 / SA / 14854 English Department UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA

Lebih terperinci

(Invited Speaker dalam Seminar Nasional di Universitas Bengkulu, 29 Nopember 2009)

(Invited Speaker dalam Seminar Nasional di Universitas Bengkulu, 29 Nopember 2009) PROFESIONALISME GURU DAN KARYA TULIS ILMIAH Kardiawarman Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Jl. Setiabudi No. 229-Bandung, Jawa Barat e-mail: yaya_kardiawarman@yahoo.com (Invited Speaker dalam Seminar

Lebih terperinci

1. Sekolah/Madrasah melaksanakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Melaksanakan kurikulum berdasarkan 9 (sembilan) komponen muatan KTSP.

1. Sekolah/Madrasah melaksanakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Melaksanakan kurikulum berdasarkan 9 (sembilan) komponen muatan KTSP. I. STANDAR ISI 1. Sekolah/Madrasah melaksanakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Melaksanakan kurikulum berdasarkan 9 (sembilan) komponen muatan KTSP. Melaksanakan kurikulum berdasarkan 8 (delapan)

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2008 TENTANG GURU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2008 TENTANG GURU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2008 TENTANG GURU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 10 ayat (2),

Lebih terperinci

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 58 TAHUN 2014 TENTANG DEWAN PENDIDIKAN DAERAH DAN KOMITE SEKOLAH/MADRASAH

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 58 TAHUN 2014 TENTANG DEWAN PENDIDIKAN DAERAH DAN KOMITE SEKOLAH/MADRASAH SALINAN BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 58 TAHUN 2014 TENTANG DEWAN PENDIDIKAN DAERAH DAN KOMITE SEKOLAH/MADRASAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG, PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG, Menimbang : a. bahwa agar dalam penyelenggaraan pendidikan di

Lebih terperinci

WALIKOTA PADANG PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWAS SEKOLAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG,

WALIKOTA PADANG PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWAS SEKOLAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG, WALIKOTA PADANG PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWAS SEKOLAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Ketentuan Pasal 39 ayat (1) Peraturan

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 049 TAHUN 2017 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 049 TAHUN 2017 TENTANG PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 049 TAHUN 2017 TENTANG PROSEDUR PENDIRIAN, PENGGABUNGAN, PERUBAHAN, DAN PENUTUPAN SATUAN PENDIDIKAN MENENGAH DAN PENDIDIKAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENUGASAN GURU PEGAWAI NEGERI SIPIL SEBAGAI KEPALA SEKOLAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN BANDUNG BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab 2 Pasal 2 yakni mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta. dilaksanakan melalui wadah yang disebut dengan sekolah.

BAB I PENDAHULUAN. Bab 2 Pasal 2 yakni mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta. dilaksanakan melalui wadah yang disebut dengan sekolah. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai dalam masyarakat dan kebudayaan. Dalam perkembangannya, istilah pendidikan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.174, 2014 PENDIDIKAN. Pelatihan. Penyuluhan. Perikanan. Penyelenggaraan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5564) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

PERTEMUAN 13 PENYELENGGARAAN LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING PADA JALUR PENDIDIKAN

PERTEMUAN 13 PENYELENGGARAAN LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING PADA JALUR PENDIDIKAN PERTEMUAN 13 PENYELENGGARAAN LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING PADA JALUR PENDIDIKAN FORMAL RAMBU-RAMBU PENYELENGGARAAN BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM JALUR PENDIDIKAN FORMAL DIREKTORAT JENDERAL PENINGKATAN

Lebih terperinci

BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 21.1 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 21.1 TAHUN 2013 TENTANG 1 BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 21.1 TAHUN 2013 TENTANG PENGEMBANGAN DAN PEMBINAAN KEMAMPUAN PROFESIONAL PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN DI KABUPATEN JEMBER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perasaan, baik untuk memahami realitas, nilai-nilai dan kebenaran, maupun

BAB I PENDAHULUAN. perasaan, baik untuk memahami realitas, nilai-nilai dan kebenaran, maupun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Pendidikan adalah proses melatih daya-daya jiwa seperti pikiran, ingatan, perasaan, baik untuk memahami realitas, nilai-nilai dan kebenaran, maupun sebagai warisan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2003 NOMOR 2 SERI E

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2003 NOMOR 2 SERI E BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2003 NOMOR 2 SERI E KEPUTUSAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR : 11 TAHUN 2003 TENTANG PENGATURAN PENUGASAN GURU PEGAWAI NEGERI SIPIL SEBAGAI KEPALA SEKOLAH DI LINGKUNGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia tersebut adalah pendidikan. Tujuan pendidikan adalah

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia tersebut adalah pendidikan. Tujuan pendidikan adalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan syarat mutlak untuk mencapai tujuan pembangunan. Salah satu cara untuk meningkatkan kualitas sumber daya

Lebih terperinci

BUPATI LUMAJANG PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI LUMAJANG PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN BUPATI LUMAJANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUMAJANG NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 2017 SERI : PERATURAN WALI KOTA BEKASI NOMOR 36 TAHUN 2017 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN WALI KOTA BEKASI NOMOR 34 TAHUN 2013 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENGANGKATAN

Lebih terperinci

-23- BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

-23- BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG -23- BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNG MAS NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG SEKOLAH GRATIS PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DI KABUPATEN GUNUNG MAS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNG MAS NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG SEKOLAH GRATIS PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DI KABUPATEN GUNUNG MAS 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNG MAS NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG SEKOLAH GRATIS PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DI KABUPATEN GUNUNG MAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GUNUNG MAS, Menimbang :

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2008 TENTANG GURU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2008 TENTANG GURU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2008 TENTANG GURU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 10 ayat (2),

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNG MAS NOMOR 29 TAHUN 2011 T E N T A N G SISTEM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN GUNUNG MAS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNG MAS NOMOR 29 TAHUN 2011 T E N T A N G SISTEM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN GUNUNG MAS 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNG MAS NOMOR 29 TAHUN 2011 T E N T A N G SISTEM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN GUNUNG MAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GUNUNG MAS, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 730 TAHUN 2012 TENTANG MEKANISME PENGANGKATAN DAN PENUGASAN PENGAWAS SATUAN PENDIDIKAN

BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 730 TAHUN 2012 TENTANG MEKANISME PENGANGKATAN DAN PENUGASAN PENGAWAS SATUAN PENDIDIKAN BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 730 TAHUN 2012 TENTANG MEKANISME PENGANGKATAN DAN PENUGASAN PENGAWAS SATUAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang maju, modern dan sejahtera. Sejarah bangsa-bangsa telah menunjukkan bahwa bangsa yang

BAB I PENDAHULUAN. yang maju, modern dan sejahtera. Sejarah bangsa-bangsa telah menunjukkan bahwa bangsa yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan yang bermutu merupakan syarat utama untuk mewujudkan kehidupan bangsa yang maju, modern dan sejahtera. Sejarah bangsa-bangsa telah menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 28 TAHUN 2010 TENTANG PENUGASAN GURU SEBAGAI KEPALA SEKOLAH/MADRASAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 28 TAHUN 2010 TENTANG PENUGASAN GURU SEBAGAI KEPALA SEKOLAH/MADRASAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 28 TAHUN 2010 TENTANG PENUGASAN GURU SEBAGAI KEPALA SEKOLAH/MADRASAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2018 TENTANG PENUGASAN GURU SEBAGAI KEPALA SEKOLAH

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2018 TENTANG PENUGASAN GURU SEBAGAI KEPALA SEKOLAH SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2018 TENTANG PENUGASAN GURU SEBAGAI KEPALA SEKOLAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

Lebih terperinci

Buku pedoman ini disusun sebagai acuan bagi semua pihak yang terkait dengan pelaksanaan penyaluran tunjangan profesi guru.

Buku pedoman ini disusun sebagai acuan bagi semua pihak yang terkait dengan pelaksanaan penyaluran tunjangan profesi guru. PEDOMAN PELAKSANAAN PENYALURAN TUNJANGAN PROFESI GURU DIREKTORAT JENDERAL PENINGKATAN MUTU PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL 2008 KATA PENGANTAR UU No 14 Tahun 2005 Tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan kegiatan pendidikan yang mempunyai kemampuan dalam

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan kegiatan pendidikan yang mempunyai kemampuan dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam usaha membangun dan mencerdaskan kehidupan bangsa, diperlukan kegiatan pendidikan yang mempunyai kemampuan dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas

Lebih terperinci

Pedoman Pelaksanaan Seleksi Calon Pengawas Sekolah Di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Bantul

Pedoman Pelaksanaan Seleksi Calon Pengawas Sekolah Di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Bantul PEDOMAN PELAKSANAAN SELEKSI CALON PENGAWAS SEKOLAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN BANTUL TAHUN I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perhatian terhadap dunia pendidikan merupakan hal yang mutlak untuk terus

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN PENINGKATAN PROFESIONALISME GURU BIMBINGAN KONSELING PADA SATUAN PENDIDIKAN

ANALISIS KEBUTUHAN PENINGKATAN PROFESIONALISME GURU BIMBINGAN KONSELING PADA SATUAN PENDIDIKAN LAPORAN STUDI KELAYAKAN JURUSAN ILMU PENDIDIKAN FKIP-UT ANALISIS KEBUTUHAN PENINGKATAN PROFESIONALISME GURU BIMBINGAN KONSELING PADA SATUAN PENDIDIKAN JURUSAN ILMU PENDIDIKAN FKIP UNIVERSITAS TERBUKA 2014

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA MOJOKERTO NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG OPTIMALISASI TATA KELOLA PENGANGKATAN KEPALA SEKOLAH 01 KOTA MOJOKERTO

PERATURAN WALIKOTA MOJOKERTO NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG OPTIMALISASI TATA KELOLA PENGANGKATAN KEPALA SEKOLAH 01 KOTA MOJOKERTO WALIKOTA MOJOKERTO PERATURAN WALIKOTA MOJOKERTO NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG OPTIMALISASI TATA KELOLA PENGANGKATAN KEPALA SEKOLAH 01 KOTA MOJOKERTO OENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MOJOKERTO,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAD TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAD TUHAN YANG MAHA ESA PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAD TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BATU, Menimbang : a. bahwa dalam rangka berperan

Lebih terperinci

I. STANDAR ISI. hal. 1/61. Instrumen Akreditasi SMP/MTs

I. STANDAR ISI. hal. 1/61. Instrumen Akreditasi SMP/MTs I. STANDAR ISI 1. Sekolah/Madrasah melaksanakan kurikulum berdasarkan muatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Melaksanakan kurikulum berdasarkan 8 muatan KTSP Melaksanakan kurikulum berdasarkan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI NOMOR 16 TAHUN 2009 TENTANG JABATAN FUNGSIONAL GURU DAN ANGKA KREDITNYA

PERATURAN MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI NOMOR 16 TAHUN 2009 TENTANG JABATAN FUNGSIONAL GURU DAN ANGKA KREDITNYA PERATURAN MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI NOMOR 16 TAHUN 2009 TENTANG JABATAN FUNGSIONAL GURU DAN ANGKA KREDITNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang : a. bahwa pendidikan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PROFESIONALISME

PENGEMBANGAN PROFESIONALISME PENGEMBANGAN PROFESIONALISME GURU BK Oleh Amin Budiamin JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UPI Disajikan dalam Diklat Profesi Guru Bimbingan dan Konseling Rayon 10 Jawa

Lebih terperinci

1. Sekolah/Madrasah melaksanakan kurikulum berdasarkan muatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).

1. Sekolah/Madrasah melaksanakan kurikulum berdasarkan muatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). I. STANDAR ISI 1. Sekolah/Madrasah melaksanakan kurikulum berdasarkan muatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Melaksanakan kurikulum berdasarkan 9 muatan KTSP Melaksanakan kurikulum berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003 SISDIKNAS adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 38 TAHUN 2013 TENTANG PENGEMBANGAN DAN PEMBINAAN KEMAMPUAN PROFESIONAL PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 38 TAHUN 2013 TENTANG PENGEMBANGAN DAN PEMBINAAN KEMAMPUAN PROFESIONAL PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 38 TAHUN 2013 TENTANG PENGEMBANGAN DAN PEMBINAAN KEMAMPUAN PROFESIONAL PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BUPATI MALINAU PROVINSI KALIMANTAN UTARA

BUPATI MALINAU PROVINSI KALIMANTAN UTARA S A L I N A N BUPATI MALINAU PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN BUPATI MALINAU NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PROGRAM WAJIB BELAJAR 16 (ENAM BELAS) TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALINAU,

Lebih terperinci

PERATURAN BERSAMA MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL DAN KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR : 03/V/PB/2010 NOMOR : 14 TAHUN 2010

PERATURAN BERSAMA MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL DAN KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR : 03/V/PB/2010 NOMOR : 14 TAHUN 2010 PERATURAN BERSAMA MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL DAN KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR : 03/V/PB/2010 NOMOR : 14 TAHUN 2010 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN JABATAN FUNGSIONAL GURU DAN ANGKA KREDITNYA DENGAN

Lebih terperinci

BUPATI MADIUN BUPATI MADIUN,

BUPATI MADIUN BUPATI MADIUN, BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PENUGASAN GURU SEBAGAI KEPALA SEKOLAH DALAM LINGKUP PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN BUPATI MADIUN, Menimbang : a. bahwa guru dapat

Lebih terperinci

PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN KEHUTANAN NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN KEHUTANAN NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.11/Menhut-II/2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN KEHUTANAN NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN

Lebih terperinci

KONTEKS TUGAS DAN EKSPEKTASI KINERJA KONSELOR

KONTEKS TUGAS DAN EKSPEKTASI KINERJA KONSELOR RAMBU-RAMBU PENYELENGGARAAN BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM JALUR PENDIDIKAN FORMAL DIREKTORAT JENDERAL PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN DAN TENAGA KEPENDIDIKAN DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL 2008 KONTEKS TUGAS

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI NOMOR: 21 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI NOMOR: 21 TAHUN 2010 TENTANG MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI NOMOR: 21 TAHUN 2010 TENTANG JABATAN

Lebih terperinci

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 1 B. TUJUAN 1 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 1 D. UNSUR YANG TERLIBAT 2 E. REFERENSI 2 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 3

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 1 B. TUJUAN 1 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 1 D. UNSUR YANG TERLIBAT 2 E. REFERENSI 2 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 3 DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 1 B. TUJUAN 1 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 1 D. UNSUR YANG TERLIBAT 2 E. REFERENSI 2 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 3 G. URAIAN PROSEDUR KERJA 5 LAMPIRAN 1 : ALUR PROSEDUR KERJA PENYUSUNAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam Bab I Pasal 1 ayat 1 disebutkan Pendidikan adalah usaha sadar dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam Bab I Pasal 1 ayat 1 disebutkan Pendidikan adalah usaha sadar dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakng Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dalam Bab I Pasal 1 ayat 1 disebutkan Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

Lebih terperinci

2. KTSP dikembangkan oleh program keahlian dengan melibatkan berbagai pihak sesuai dengan tahapan penyusunan KTSP.

2. KTSP dikembangkan oleh program keahlian dengan melibatkan berbagai pihak sesuai dengan tahapan penyusunan KTSP. I. STANDAR ISI 1. Program keahlian melaksanakan kurikulum berdasarkan muatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Melaksanakan kurikulum berdasarkan 9 muatan KTSP Melaksanakan kurikulum berdasarkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN BANDUNG BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN BANDUNG BARAT Menimbang : a. Mengingat : 1. PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN BANDUNG BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

DIKLAT/BIMTEK KTSP 2009 DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL HALAMAN 1

DIKLAT/BIMTEK KTSP 2009 DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL HALAMAN 1 PANDUAN PENYUSUNAN KTSP DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL HALAMAN 1 LANDASAN UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Permendiknas No.

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KARAKTER CERDAS FORMAT KELOMPOK (PKC - KO) DALAM MEMBENTUK KARAKTER PENERUS BANGSA

PENDIDIKAN KARAKTER CERDAS FORMAT KELOMPOK (PKC - KO) DALAM MEMBENTUK KARAKTER PENERUS BANGSA PENDIDIKAN KARAKTER CERDAS FORMAT KELOMPOK (PKC - KO) DALAM MEMBENTUK KARAKTER PENERUS BANGSA Ramtia Darma Putri tyadhuarrma27@gmail.com Universitas PGRI Palembang Erfan Ramadhani erfankonselor@gmail.com

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2008 TENTANG STANDAR KUALIFIKASI AKADEMIK DAN KOMPETENSI KONSELOR

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2008 TENTANG STANDAR KUALIFIKASI AKADEMIK DAN KOMPETENSI KONSELOR SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2008 TENTANG STANDAR KUALIFIKASI AKADEMIK DAN KOMPETENSI KONSELOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 18 TAHUN 2007 TENTANG PENDIDIKAN DI KABUPATEN INDRAMAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 18 TAHUN 2007 TENTANG PENDIDIKAN DI KABUPATEN INDRAMAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 18 TAHUN 2007 TENTANG PENDIDIKAN DI KABUPATEN INDRAMAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAMAYU, Menimbang Mengingat : a. bahwa salah satu amanat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 74 TAHUN 2008 TENTANG GURU

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 74 TAHUN 2008 TENTANG GURU PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 74 TAHUN 2008 TENTANG GURU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGGO

WALIKOTA PROBOLINGGO WALIKOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 44 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN TUGAS TAMBAHAN GURU SEBAGAI KEPALA SEKOLAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 61 TAHUN 2014 TENTANG JABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS SEKOLAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan Nonformal (PNF) merupakan bagian dari pendidikan nasional di Indonesia yang mempunyai karakteristik dan keistimewaan tersendiri. Karakteristik

Lebih terperinci

PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN GURU BK MELALUI PENILAIAN KINERJA DAN PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN. Siti Fitriana

PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN GURU BK MELALUI PENILAIAN KINERJA DAN PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN. Siti Fitriana PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN GURU BK MELALUI PENILAIAN KINERJA DAN PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN Siti Fitriana fitrifitriana26@yahoo.co.id Abstrak: Untuk mewujudkan tujuan pendidikan di Indonesia

Lebih terperinci

2014, No Mengingat : 1 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Le

2014, No Mengingat : 1 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Le No.174, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUT. SMK Kehutanan Negeri Pendidikan. Penyelenggaraan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.11/Menhut-II/2014 TENTANG PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA

PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG LAYANAN PENDIDIKAN KABUPATEN BULUKUMBA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUKUMBA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

LAYANAN KONSELING DI SEKOLAH (KONSEP & PRAKTIK)

LAYANAN KONSELING DI SEKOLAH (KONSEP & PRAKTIK) LAYANAN KONSELING DI SEKOLAH (KONSEP & PRAKTIK) Pelayanan Pendidikan di Sekolah Administratif / Manajemen Pembelajaran Perkembangan individu yang optimal dan mandiri Konseling (Naskah Akademik ABKIN, 2007)

Lebih terperinci

BUPATI LUWU PROPINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU NOMOR : TENTANG PENDALAMAN MATERI PENDIDIKAN AGAMA

BUPATI LUWU PROPINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU NOMOR : TENTANG PENDALAMAN MATERI PENDIDIKAN AGAMA BUPATI LUWU PROPINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU NOMOR : TENTANG PENDALAMAN MATERI PENDIDIKAN AGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU, Menimbang : a. bahwa tujuan pendidikan

Lebih terperinci

DAFTAR HADIR A. LATAR BELAKANG 1 B. TUJUAN 1 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 1 D. UNSUR YANG TERLIBAT 2 E. REFERENSI 2 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 2

DAFTAR HADIR A. LATAR BELAKANG 1 B. TUJUAN 1 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 1 D. UNSUR YANG TERLIBAT 2 E. REFERENSI 2 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 2 DAFTAR HADIR A. LATAR BELAKANG 1 B. TUJUAN 1 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 1 D. UNSUR YANG TERLIBAT 2 E. REFERENSI 2 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 2 G. URAIAN PROSEDUR KERJA 5 LAMPIRAN 1 : ALUR PROSEDUR KERJA PENYUSUNAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DI KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DI KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DI KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA, Menimbang : a. bahwa tujuan penyelenggaraan

Lebih terperinci

Oleh: Ilfiandra, M.Pd. Mubiar Agustin, M.Pd. Ipah Saripah, M.Pd.

Oleh: Ilfiandra, M.Pd. Mubiar Agustin, M.Pd. Ipah Saripah, M.Pd. LAPORAN PENELITIAN PENINGKATAN TATA KELOLA, AKUNTABILITAS DAN PENCITRAAN PUBLIK PENINGKATAN MUTU TATA KELOLA LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING PADA SEKOLAH MENENGAH ATAS DI PROVINSI JAWA BARAT Oleh: Ilfiandra,

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG URAIAN TUGAS JABATAN STRUKTURAL PADA DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN SUMEDANG SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN

Lebih terperinci