BAB I PENGANTAR. Haji Koko Koswara ( ), biasa dipanggil Mang Koko, adalah seniman karawitan Sunda fenomenal. Lebih dari setengah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENGANTAR. Haji Koko Koswara ( ), biasa dipanggil Mang Koko, adalah seniman karawitan Sunda fenomenal. Lebih dari setengah"

Transkripsi

1 BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Haji Koko Koswara ( ), biasa dipanggil Mang Koko, adalah seniman karawitan Sunda fenomenal. Lebih dari setengah masa hidupnya diabdikan untuk kehidupan seni. Mang Koko banyak berurusan dengan kegiatan seni, pelatihan, pembelajaran, pertunjukan, dan pelahiran karya-karya karawitan Sunda. Ratusan karya telah dihasilkan Mang Koko dalam berbagai jenis dan tema lagu, serta dikemas di dalam format seni karawitan seperti sekar jenaka, kawih murangkalih, kawih kacapian, sekar gending wanda anyar, drama swara, layeutan swara, dan gending karesmén. 1 Karya-karya tersebut banyak diapresiasi publik dan dipandang sebagai karya karawitan yang memiliki gaya tersendiri. 1 Sekar Jenaka adalah format seni humor bentukan Mang Koko sebagai pembaruan dari seni Jenaka Sunda, kawih murangkalih adalah nyanyian atau lagu anak-anak, kawih kacapian adalah lagu-lagu kawih yang digarap pada ensambel kacapi, sekar gending wanda anyar adalah karya lagu dalam ensambel gamelan yang garapnya berbeda dengan sajian gamelan kiliningan tradisi, drama swara adalah seni drama pendek yang dialognya dinyanyikan, layeutan swara adalah komposisi nyanyian dengan beberapa tahapan suara (paduan suara), gending karesmén adalah drama swara panjang. Penjelasan lebih lanjut tentang jenis dan ragam seni karawitan karya Mang Koko tersebut, dibahas tiap jenisnya pada bahasan Bab II tentang proses kreatif dan Bab III tentang analisis musikal. 1

2 2 Mang Koko pun dianugerahi predikat Pembaharu Dalam Seni Karawitan Sunda oleh pemerintah Republik Indonesia. 2 Di tahun 1946, Mang Koko sudah mulai merebut perhatian publik seni karawitan Sunda, mengembangkan format nyanyian humor yang disebut Sekar Jenaka bersama grup Kantja Indihiang. 3 Ketika itu, Mang Koko bersama beberapa seniman dari Indihiang Tasikmalaya melakukan terobosan-terobosan baru. Mang Koko mahir mengolah dan memanfaatkan antara warisan seni lama dan situasi sosial yang terjadi menjadi peristiwa seni yang kreatif dan aktual. Lagu-lagu baru -- seperti Gotong Royong, Ronda Malem, Rebut Bandung, Badminton, PBH, Hayam Jago, dan Pangwangunan -- dikembangkan dari tradisi lagu-lagu kawih Sunda, dipadukan dengan petikan kacapi yang baru, dan dikemas dalam model penyajian yang sangat komunikatif. Tidak heran bila kemudian, sekar jenaka Kantja Indihiang pimpinan Mang Koko sangat berbeda dibandingkan sajian grup-grup Jenaka Sunda lain yang sudah ada sebelumnya. Menjelang dekade 1950an, Mang Koko meluaskan kegiatan kreatifnya. Dunia penciptaan kawih murangkalih (lagu kanak- 2 Tatang Benyamin Koswara, dkk., Pembaharu Karawitan Sunda Mang Koko (Haji Koko Koswara) (Bandung: Yayasan Cangkurileung Pusat, 1992), 1, Sekar Jenaka memadukan antara aspek humor dan lagu dengan iringan (kacapi, suling, dan rebab). Mereka menyebut pula format ini Jenaka Sunda. Kantja Indihiang adalah grup Sekar Jenaka pimpinan Mang Koko yang menyajikan lagu-lagu baru karya Mang Koko dengan tema kebanyakan kritik sosial,dialog dalam pertunjukannya cenderung dipersiapkan, tidak spontanitas seperti grup lain; Periksa Benyamin Koswara, dkk.,1992, 15.

3 3 kanak) ditekuni. Dunia pendidikan seni pun dirancang dan dikelola. Dimulai dari pendidikan seni tingkat anak-anak, remaja, hingga pendidikan seni tingkat dewasa. Ketiga tingkat pendidikan itu diberi nama Taman Bincarung, Taman Cangkurileung, dan Taman Setia Putra. Di luar itu, Mang Koko pun memimpin Gamelan Mundinglaya 4 dan mendirikan grup Kiliningan Ganda Mekar 5 untuk mewadahi karya-karyanya yang termasuk dalam kategori dewasa dan memanggungkannya untuk konsumsi masyarakat umum. Di era tahun 1960an, publik karawitan Sunda pernah digegerkan. Keberanian Mang Koko mengadaptasi dan mengaransemen Lagu Pohon Beringin Pengayoman karya Saharjo dengan memanfaatkan gamelan pélog sebagai instrumen telah menimbulkan polemik. Gending yang disajikan dianggap berbeda dengan gending tradisi yang sudah ada sebelumnya. Sebagian publik menganggap bahwa karya tersebut telah keluar dari caracara permainan gamelan tradisi, baik dari segi teknik garap maupun struktur komposisinya. Publik menilai karya tersebut sebagai gamelan brang bréng brong, berbunyi tidak karuan. Ada juga publik yang menyindir sebagai gamelan Bitel, sebuah plesetan dari Beattles dalam sinisme politik musik ngak ngik ngok 4 Kelompok karawitan yang anggotanya terdiri dari para seniman tradisi, bergerak pada seni kiliningan tradisi dan wayang golek. 5 Grup kiliningan profesional yang khusus menyajikan karya-karya Mang Koko baik dalam format kacapian maupun gamelan.

4 4 era Soekarno. Namun, publik yang menerima dan mendukung karya-karya karawitan Mang Koko pun tidak sedikit. 6 Wacana polemik tersebut tidak dipandang serius oleh Mang Koko. Sebaliknya, Mang Koko justru lebih memilih sikap untuk serius, fokus, dan intens berkarya. Karya-karya baru terus diproduksi dan dikembangkan, dialihajarkan, dipertunjukan, dan atau direkam, serta didistribusikan melalui jalur industri rekaman. Dalam perkembangan kemudian, karya-karya tersebut diakui sebagai salah satu genre karawitan Sunda yang memiliki karakter sendiri. Kepiawaian Mang Koko dalam mengembangkan karawitan Sunda tidak terbatas pada lagu-lagu kawih, tetapi yang paling menonjol adalah garap komposisi gending sebagai kelengkapan sajian lagu-lagu vokalnya. Di dalam sajiannya, lagu-lagu karya Mang Koko selalu diawali dengan gending macakal 7 sebagai introduksi dan gending pirigan 8 yang digarap dengan pola aransemen yang berbeda dengan pola pirigan tradisi. Garap aransemen baik dalam macakal maupun pirigan berbeda untuk masing-masing karya lagu kawih, sehingga lagu-lagu karya Mang 6 Periksa Tatang Benyamin Koswara, dkk., 1992, 29; Hawe Setiawan, (ed), Lagu Hidupku Autobiografi Nano S (Jakarta: Pustaka Jaya, 2004). 7 Berdiri sendiri. Dalam struktur gending Mang Koko berupa gending instrumental, biasanya ditempatkan di bagian awal sebagai introduksi sebelum masuknya lagu vocal. 8 Gending iringan. Di dalam konteks kiliningan Sunda berupa garap gending untuk mengiringi lagu vokal sinden. Dalam konteks hubungan seni, berupa sajian gending untuk keperluan seni lain, misalnya tari atau wayang.

5 5 Koko dapat dikenali hanya dengan mendengar macakal-nya. Pengolahan garap sekar gending inilah yang membedakan lagulagu karya Mang Koko dengan lagu-lagu tradisi karawitan Sunda, baik dalam format kawih kacapian maupun gamelan wanda anyar. 9 Konsep-konsep teoritik karawitan Sunda Koesoemadinata, banyak diaplikasikan pada karya-karya Mang Koko. Contoh yang paling jelas akan hal itu dapat dicermati pada karya jenis layeutan swara. 10 Karya ini cenderung menggunakan konsep kempyung, adu laras, dan gembyang bentukan Koesoemadinata untuk mengolah dua atau lebih tahapan suara, seperti konsep harmoni dalam musik Barat yang memunculkan tiga tahapan suara. Demikian pula dalam garap iringan kacapi, banyak menggunakan teknik petikan baru dari pengolahan motif petikan gabungan suara-suara: adu laras, kempyung, dan gembyang pada teknik petikan dijambret. 11 Oleh sebab itu, tidak heran apabila karya- 9 Vokal dan instrumen yang memiliki bobot yang sama dalam suatu sajian. Dalam karya Mang Koko, gending dapat berarti sajian instrumental (macakal) dan dapat pula sebagai iringan vokal (gending pirigan). Di dalam karya Mang Koko garap instrumen kadang-kadang tidak dapat dipisahkan dari garap vokalnya, vokal seakan telah menyatu dengan garap iringannya. 10 Layeutan Swara adalah garap sajian vokal kawih yang menggunakan dua atau lebih tahapan suara dengan teknik harmoni, dalam mengolah tahapan suaranya Mang Koko menggunakan konsep kempyung, adu laras dan gembyang bentukan Koesoemadinata. Periksa Mang Koko, Layeutan Swara (Bandung: Yayasan Cangkurileung Pusat, tth.),hal. i. 11 Teknik petikan kacapi kreasi Mang Koko untuk iringan vokal kawih, dengan petikan tangan kanan yang membunyikan tiga buah nada sekaligus yang menghasilkan semacam akoord dengan harmoni kemyung dan gembyang, sementara tangan kiri difungsikan sebagai bas. Petikan macam ini, menurut

6 6 karya lagu Mang Koko memiliki pola, dan ciri tersendiri yang berbeda dari lagu-lagu lainnya dalam karawitan Sunda. Keragaman karya dan sosialisasi yang dilakukannya, membuat Mang Koko dan karyanya sangat terkenal di berbagai kalangan masyarakat Sunda. Dalam perkembangan selanjutnya muncul istilah kawih Mang Kokoan, kacapi Mang Kokoan, dan gamelan wanda anyar. Istilah-istilah tersebut tumbuh dan berkembang di masyarakat, kemudian mewujud menjadi genre baru yang dalam penelitian ini disebut karawitan Sunda gaya Mang Koko. Fenomena tersebut menandakan bahwa karya-karya Mang Koko dikenal dan digemari masyarakat luas. Apalagi setelah karya-karya Mang Koko dijadikan salah satu materi ajar di lembaga pendidikan seni seperti Konservatori Karawitan (SMKN 10 Bandung) dan kemudian di ASTI Bandung, karawitan gaya Mang Koko lebih luas lagi persebarannya. Sejak dibukanya prodi pendidikan seni musik di IKIP Bandung tahun 1981 yang sekarang telah menjadi Jurusan Pendidikan Seni Musik FPBS UPI Bandung, karawitan wanda anyar karya Mang Koko merupakan salah satu materi pembelajaran untuk mata kuliah Gamelan Kreasi Baru (Musik Nusantara). 12 Di lembaga-lembaga pendidikan Maman SWP (seorang pemain kacapi Mang Kokoan) disebut juga dengan istilah chorda block (wawancara tanggal 4 Oktober 2011 di Bandung). 12 Wawancara dengan Dewi Suryati (salah seorang dosen UPI yang mengajar mata kuliah Gamelan Kreasi Baru) tanggal 22 Juni 2010 di Bandung. Menurut Suryati, yang pertama kali mengajar gamelan wanda anyar di IKIP

7 7 seni tersebut karya-karya Mang Koko cukup dikenal, sehingga sering dijadikan bahan referensi dalam kegiatan olah kreativitas serta mereka sajikan dalam berbagai keperluan dan kesempatan pertunjukan. Ironisnya, di masyarakat umum hampir tidak ada grup lain (selain grup binaan Mang Koko) yang membawakan gendinggending wanda anyar karya Mang Koko pada pementasannya. Apakah gending-gending gaya Mang Koko terlalu sulit dipelajari oleh masyarakat umum? 13 Walaupun gamelan wanda anyar karya Mang Koko tidak dijadikan materi pementasan oleh masyarakat seniman pada umumnya, namun secara konseptual jejaknya tampak pada kekaryaan dan jenis kesenian lain. Dekade 70-an, Nano S 14 telah berhasil menginovasi gending-gending degung melalui karya lagu-lagunya. Kepiawaian Nano S dalam memperbaharui kesenian degung, berhasil memunculkan garap baru yang akhirnya dikenal sebagai genre seni degung kawih. Bandung waktu itu (tahun 1981) adalah Nano Suratno yang kemudian diteruskan oleh Engkos Warnika (keduanya adalah guru Sekolah Menengah Karawitan Indonesia (SMKI) Bandung). 13 Seperti diungkapkan oleh Edih AS (seorang budayawan dan pembina seni di daerah Subang), sebetulnya masyarakat umum sangat menyukai gending-gending wanda anyar, akan tetapi mereka (para seniman di daerah) tidak mampu menyajikannya, karena membutuhkan latihan yang panjang juga harus ditunjang oleh pelatih yang handal, sementara yang mereka perlukan adalah materi yang siap pakai untuk keperluan pentasnya (Disarikan dari hasil wawancara tanggal 25 Desember 2008 di Subang). 14 Nano S adalah murid Mang Koko, tergabung pula dalam grup Ganda Mekar tahun 1960-an. Berkat prestasi dan dedikasinya, di Ganda Mekar Nano S dipercaya Mang Koko sebagai penanggung jawab bidang instrumental (gending), seperti yang tersurat pada lagu Sempal Guyon Ganda Mekar karya Mang Koko ciptaan tahun 1967.

8 8 Karena Nano S sangat menonjolkan vokal kawih dalam komposisi gending degungnya. Kreativitas Nano S pada garap gamelan degung ini, mirip dengan kreativitas Mang Koko dalam gamelan wanda anyar. Warna garap gamelan wanda anyar juga tersirat pada karawitan jaipongan yang muncul awal tahun 1980-an. Gendinggending Jaipongan adalah pengembangan garap dari pola-pola gending tradisi. Garap gending pada karawitan jaipongan bisa dikatakan mirip garap gending wanda anyar Mang Koko walau hanya terdapat pada bagian introduksinya saja. Hal tersebut dapat dicermati pada gending-gending Jaipongan produksi grup Jugala, seperti pada album Daun Pulus Késér Bojong, Seunggah, dan Sindén Bekén. Warna gending wanda anyar lebih kental pada karawitan Jaipongan karya Nano S dan karya-karya komponis era tahun 1990-an. Hal tersebut dapat dicermati pada karawitan jaipongan karya komponis generasi Lili Suparli, Agus Super, dan Ega Robot. Sejalan dengan booming seni Jaipongan, garap gending seperti gending-gending jaipongan marak pada kesenian Bajidoran di daerah Subang. Garap gending semacam ini dapat dikatakan sebagai turunan model karawitan wanda anyar gaya Mang Koko. Warna garap wanda anyar juga terlihat pada model iringan tari kreasi baru yang banyak dilakukan baik di SMKN 10 Bandung,

9 9 maupun di STSI Bandung terutama dalam karya tugas akhir mahasiswa Jurusan Tari. 15 Dengan demikian, dapat dimaknai bahwa kehadiran karawitan gaya Mang Koko sangat penting sebagai bagian dari sejarah perkembangan garap karawitan Sunda. Namun patut disayangkan, fenomena garap tersebut belum terdokumentasikan secara ilmiah melalui proses penelitian yang serius. Oleh karena itu, penelitian ini dirasa penting untuk segera dilakukan. Pada dasarnya, penelitian ini merupakan upaya untuk mengungkap konsep-konsep yang ada di balik karya-karya Mang Koko. Karawitan Sunda gaya Mang Koko yang dijadikan objek studi dalam penelitian ini, meliputi karawitan sekar, gending, dan sekar gending baik yang menggunakan media instrumen kacapi maupun gamelan. Pemilihan tema tersebut, berdasarkan pada asumsi bahwa karawitan gaya Mang Koko adalah suatu genre karawitan Sunda yang terbentuk dari akumulasi kreativitas Mang Koko sejak periode Sekar Jenaka Kantja Indihiang sampai periode Kasidahan. 16 Karawitan gaya Mang Koko terbentuk atas dasar inovasi garap yang dilakukan oleh Mang Koko, oleh karenanya 15 Menurut penuturan Panda Upandi (pensiunan dosen STSI Bandung), warna garap karawitan tari kreasi karya generasi Maman Sudirman tahun 1990-an identik dengan karawitan wanda anyar Mang Koko. Hal tersebut terlihat pada karya-karya tugas akhir, baik di SMKN 10 Bandung maupun di STSI Bandung. Disarikan dari hasil wawancara tanggal 29 Januari 2012 di Bandung. 16 Periode Kasidahan dimaksudkan untuk menunjuk pada periode penciptaan lagu-lagu yang bernapaskan agama Islam dalam format gamelan wanda anyar dan atau kacapian.

10 10 penelitian ini mengarah pada studi tentang gaya musik (karawitan) yang lebih diwarnai dengan gaya personal. B. Rumusan Masalah Merujuk pada permasalahan di atas, kajian ini berusaha menjawab pertanyaan besar mengapa karawitan gaya Mang Koko begitu eksis di masyarakat dan sangat mewarnai perkembangan garap karawitan Sunda. Banyak masalah yang bisa diungkap dari pertanyaan tersebut. Untuk membatasi permasalahan agar lebih spesifik, maka dirumuskan permasalahannya dalam bentuk pertanyaan berikut. 1. Bagaimana karawitan Sunda gaya Mang Koko terbentuk? 2. Bagaimana ciri-ciri musikal karawitan Sunda gaya Mang Koko? 3. Bagaimana pengaruh karawitan Sunda gaya Mang Koko terhadap perkembangan karawitan Sunda? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Penelitian ini ditujukan untuk mengungkap konsep-konsep seni yang ada di balik karawitan gaya Mang Koko. Khususnya konsep-konsep di balik proses pembentukannya, ciri (karakter) musikal, serta keterhubungannya dengan persepsi dan apresiasi masyarakat tentang pengaruh karawitan gaya Mang Koko terhadap perkembangan karawitan Sunda. Penelitian ini pun ditujukan untuk membuka pandangan baru tentang dimensi

11 11 tekstual maupun kontekstual karawitan Sunda, yang diusahakan melalui kegiatan penggalian, penguraian, penjelasan emik yang menjadi landasan pengetahuan dan praktik seniman karawitan Sunda. Hasil kajian ini bermanfaat untuk: 1. Membantu memperjelas peta dan repertoar khasanah keilmuan karawitan Sunda, terutama tentang data-data yang berhubungan dengan karawitan Sunda gaya Mang Koko; 2. Menjadi pilihan metode kajian seni karawitan Sunda, sekaligus dapat membantu institusi terkait dalam memenuhi kebutuhan pengarsipan data-data karya seni etnik sebagai sumber bacaan, disamping untuk memperkaya referensi ilmu pengetahuan dan praktik pembelajaran karawitan Sunda. D. Tinjauan Pustaka Karya tulis mengenai gaya musik yang merujuk pada gaya personal dalam karawitan Sunda belum banyak ditemukan, terutama yang menyangkut penciptaan sebuah gaya musik (karawitan) Sunda, 17 khususnya penulisan Karawitan Sunda Gaya Mang Koko. Namun demikian, sumber kepustakaan yang terkait 17 Di antara para peneliti baik asing maupun lokal yang pernah meneliti karawitan Sunda, yang diketahui hanya Wim van Zanten yang secara terangterangan memfokuskan risetnya pada masalah gaya karawitan, khususnya gaya tembang Sunda Cianjuran. 17 Model penelitian Zanten tersebut dijadikan sebagai rujukan khususnya tentang pendekatan dalam penelitian ini.

12 12 dengan Karawitan Sunda Gaya Mang Koko ini dapat ditelaah dari manuskrip lagu dan gending karya Mang Koko, sumber-sumber pustaka yang mengulas biografi dan kreativitas Mang Koko, dan konsep-konsep karawitan Sunda. Manuskrip lagu dan gending karya Mang Koko ditulis oleh Mang Koko sendiri. Tulisan-tulisan mengenai biografi dan kreativitas Mang Koko dapat ditelaah lewat pustaka-pustaka yang telah ditulis oleh Tatang Benyamin Koswara dkk tahun 1992, Deni Hermawan tahun 2002, dan Tardi Ruswandi tahun Konsep-konsep karawitan Sunda dapat ditelaah melalui pustaka-pustaka yang telah ditulis oleh Raden Machyar Angga Koesoemadinata tahun 1969, Atik Soepandi tahun1975, dan Epe Syafei tahun1984. Banyak informasi penting yang termuat di dalam manuskrip lagu dan gending yang ditulis oleh Mang Koko. Manuskrip tersebut memuat informasi khusus kumpulan lagu-lagu kawih anggana sekar, kumpulan gending-gending wanda anyar atau sekar gending, kumpulan gending-gending kacapi, naskah drama swara lengkap dengan notasi gending dan kawihnya, dan naskah gending karesmen lengkap dengan notasi lagu kawih dan gendingnya. Di dalam manuskrip-manuskrip tersebut dituliskan judul-judul lagu atau gending, rumpaka, isi rumpaka, sanggian, laras, surupan, gerakan, notasi Damina, juga penggunaan tandatanda musikal yang lain. Informasi tersebut dapat digunakan

13 13 sebagai sumber utama sekaligus pembanding untuk keperluan analisis musikal. Buku biografi Pembaharu Karawitan Sunda Mang Koko (Haji Koko Koswara), (1992), ditulis Tatang Benyamin Koswara, Ade Setiawan Saripin, M.A. Suratman, Ida Rosida Koswara, dan Muadz, di bawah arahan H. Agus Abdurachman. Biografi itu dilengkapi dengan catatan tentang karya-karya Mang Koko berdasarkan kategori lagu untuk: anak-anak, remaja, dewasa, dan lagu-lagu yang bersifat umum beserta tahun penciptaannya. Di dalamnya dibahas usaha Mang Koko memperbaharui tabuhan kacapi, kreasi dalam gamelan pélog saléndro, serta pesan-pesan, harapan, dan anjuran Mang Koko kepada para seniman untuk terus berkreasi guna memajukan karawitan Sunda, serta beberapa tanggapan terhadap kebesaran nama Mang Koko dan perjuangannya memajukan kesenian Sunda. Tidak ditemukan bahasan yang mengungkapkan tentang gaya dan ciri musikal atau keistimewaan karya Mang Koko. Hermawan dalam artikel Kreativitas Mang Koko dan Masa Kini dalam Karawitan Sunda (2002) mengungkapkan bahwa kreativitas Mang Koko lebih pada menciptakan suatu genre musik (karawitan) baru daripada menciptakan lagu-lagu dalam suatu genre musik yang telah ada sebelumnya. Hermawan membahas kreativitas Mang Koko dengan menggunakan empat dimensi

14 14 kreativitasnya Supriadi, yaitu: person, proses, produk, dan press. Disimpulkan oleh Hermawan, konsep kreativitas yang digunakan oleh Mang Koko mencerminkan ciri musikal karawitan gaya Mang Koko, termasuk penggunaan laras dan surupan sebagai salah satu unsur penting dalam proses kreativitas penciptaan karya. Berikutnya, tulisan Tardi Ruswandi, Koko Koswara: Maestro Karawitan Sunda (2007). Buku tersebut merupakan kelanjutan tesis Ruswandi, membahas inovasi Mang Koko dalam karawitan vokal (sekar), instrumen kacapi, dan gamelan pélog saléndro, sampai akhirnya muncul sebutan wanda anyar untuk menandakan karya-karyanya. Di dalam buku tersebut dibahas langkah kerja Mang Koko dalam melakukan penggalian sumbersumber seni tradisi Sunda yang kemudian dijadikan sumber penciptaan karya-karyanya. Analisis musikal telah pula dilakukan dalam buku ini, namun belum mengarah pada perumusan ciri khusus ataupun proses pembentukan suatu gaya seni. Kesimpulan buku ini, bahwa karya Mang Koko berpijak pada karawitan tradisi Sunda. Mang Koko tidak membuat bentuk baru, hanya memberi warna lain dengan pola aransemen yang memberinya karakter baru, sehingga mempunyai wanda (gaya) anyar (baru), rasa (taste) baru. Dari hasil telaah, pada ketiga sumber pustaka biografi dan kreativitas tersebut tidak ditemukan bahasan khusus proses

15 15 pembentukan gaya karawitan dan ciri musikal dari karya-karya Mang Koko secara mendalam. Keunggulan-keunggulan kreativitas Mang Koko dan pengaruh konsep kekaryaan Mang Koko pada proses penciptaan karawitan Sunda selanjutnya pun belum pernah ada yang membahasnya. Buku Ilmu Seni Raras (1969) karangan Rd. Machjar Angga Koesoemadinata banyak membahas tentang penghitungan frekuensi dan interval nada-nada dalam laras saléndro, pélog, madenda, dan degung. Buku ini pada dasarnya berisi tentang ilmu (teori) karawitan Sunda berdasarkan hasil penyelidikan dan percobaan Koesoemadinata sendiri meliputi laras pélog dan saléndro; rakitan 17 laras; rakitan pélog 9 laras; patet dan lagon, dan istilah-istilah dalam seni karawitan Sunda. Hal hampir serupa ditulis kembali oleh Koesoemadinata dalam Ringkesan Pangawikan Rinengga Swara (tanpa tahun), termasuk masalahmasalah terkait dengan aneka istilah karawitan Sunda, konsep patet, dan bentuk-bentuk penyajian karawitan Sunda. Kedua buku Koesoemadinata ini sangat penting dalam mengkaji tekstualitas Karawitan Sunda gaya Mang Koko ini. Konsep-konsep laras, surupan, patet dan notasi ciptaan Rd. Machyar Angga Koesoemadinata memiliki keterhubungan dengan aplikasi konsep karawitan yang dilakukan oleh Mang Koko di dalam proses penciptaan karya-karyanya.

16 16 Berkenaan dengan teks karawitan Sunda, Atik Soepandi menulis dua buku Dasar-dasar Teori Karawitan (1975) dan Penuntun Pengajaran Karawitan Sunda (1977). Buku pertama membahas konsep-konsep dan istilah dalam karawitan Sunda, bentuk-bentuk penyajian karawitan Sunda, berikut unsur-unsur musikal dalam karawitan Sunda seperti masalah laras, surupan, patet, wirahma dan embat. Semua permasalahan yang dibahas Soepandi tersebut, digunakan oleh Mang Koko dalam karyanya. Buku kedua membahas nama-nama waditra gamelan Sunda, cara memainkan waditra berikut fungsinya dalam konteks gending Sunda tradisi, bentuk-bentuk gending, dan sistem menabuh dasar gending Sunda. Konsep-konsep yang ditulis Soepandi tersebut, terungkap di dalam pola-pola gending gamelan wanda anyar karya Mang Koko. Teks lain adalah Sastra Lagu Sunda, ditulis Epe Syafei Adisastra. Adisastra mengupas hal-hal yang terkait dengan unsur-unsur sastra, di antaranya sebagai berikut. 1) Wirahma (irama) bahasa dalam pengertian ritme yaitu gerakan sejumlah gugusan suku kata yang berulang secara teratur, begitu pun halnya melodi yang merupakan sejumlah gugusan nada-nada pada sanggian lagu. 2) Purwakanti yang bersinonim dengan sajak atau rima dalam bahasa Indonesia adalah unsur sastra yang berupa

17 17 persamaan baik bunyi vokal, bunyi konsonan, arti maupun tempatnya dalam padalisan (baris). Jenis purwankanti dalam sastra lagu Sunda sangat beragam, di antaranya terdiri dari purwakanti swara, wianjana, sastra, laras margaluyu, dan purwakanti aweuhan. 3) Rineka wacana, yaitu kata-kata yang jarang digunakan dalam percakapan sehari-hari seakan-akan khusus untuk memperindah sastra lagu. Adapun rineka sastra yang merupakan gaya bahasa ini dipergunakan untuk melukiskan dan menegaskan sesuatu hal, pada umumnya difungsikan untuk memperindah gubahan sastra lagu. Bentuk-bentuk sastra tersebut di atas hampir seluruhnya digunakan Mang Koko pada rumpaka lagu-lagu baik kawih kacapian maupun gamelan wanda anyar. Oleh karenanya, buku ini sangat berguna sebagai rujukan konsep dalam menganalisis kekaryaan Mang Koko. Sebagaimana dipertegas Sukanda melalui penelitiannya tentang kawih di Priangan, bahwa lagu-lagu karya Mang Koko dapat digolongkan pada rumpun kawih alam kiwari (zaman sekarang) yang tercipta dalam kurun waktu sekitar tahun 50-an hingga tahun 1985 ketika penelitiannya dilakukan. Sebutan lain untuk jenis kawih alam kiwari adalah kawih wanda anyar Periksa, Enip Sukanda, Makmur anasasmita dan Atik Soepandi, Kawih di Priangan, Laporan penelitian proyek pengembangan Institut Kesenian Indonesia sub proyek ASTI Bandung (Bandung 1985).

18 18 Dalam kurun waktu tersebut, tepatnya sejak tahun 1946 sampai tahun 1982 karya-karya Mang Koko tercipta, mulai dari ragam karya sekar jenaka, kawih kacapian hingga gamelan wanda anyar. E. Landasan Teori Secara konseptual yang menjadi landasan dalam pengkajian karawitan Sunda gaya Mang Koko ini adalah memetakan beragam teori yang berhubungan erat dengan permasalahan terbentuknya gaya musik dan ciri-ciri musikal karawitan Sunda gaya Mang Koko. Ada tiga pokok persoalan kajian karawitan gaya Mang Koko ini, seperti telah disebut di dalam rumusan masalah, yaitu (1) proses kreatif Mang Koko menghasilkan sebuah gaya karawitan tersendiri, (2) teks penciri gaya karawitan tersebut, dan (3) pengaruh kekaryaan karawitan gaya Mang Koko terhadap perkembangan karawitan Sunda yang lain. Demi menjawab persoalan tersebut, berikut ini dipaparkan konsep-konsep dan teori terkait. 1. Gaya Seni (Karawitan) Mengkaji sebuah gaya seni sama halnya dengan melakukan identifikasi dan analisis terhadap hal-hal khusus yang terdapat dalam objek seni, pelaku seni, masyarakat, dan kebudayaannya. Supanggah mengartikan sebagai berikut. Gaya seni (karawitan) adalah kekhasan atau kekhususan yang ditandai oleh ciri fisik, estetik

19 19 (musikal), dan/atau cara bekerja (garap) yang dimiliki oleh atau yang berlaku pada (atau atas dasar inisiatif dan/atau kreativitas) perorangan (pengrawit), kelompok (masyarakat seni), atau kawasan (budaya) tertentu yang diakui eksistensinya oleh dan/atau berpotensi untuk mempengaruhi individu, kelompok (masyarakat), atau kawasan (budaya, musik, kesenian) lainnya, baik itu terberlakukan dengan sengaja atau tidak, maupun yang terjadi atas hasil dari berbagai cara dan/atau bantuan dari berbagai sarana dan/atau media. 19 Kutipan di atas diadaptasikan sebagai pembedah utama permasalahan karawitan Sunda gaya Mang Koko ini. Setidaknya ada tiga indikator gaya karawitan menurut pandangan Supanggah di atas, yakni: Pertama, memiliki kekhususan secara fisik, estetik, maupun garap. Kedua, merupakan ciri dari individu, kelompok, atau kawasan budaya. Ketiga, berpotensi untuk mempengaruhi individu, kelompok, dan atau kawasan budaya lainnya. Karawitan gaya Mang Koko memiliki kekhususan fisik, estetik, maupun garap yang berbeda dengan karawitan tradisi Sunda lainnya. Perbedaan tersebut berkaitan dengan masalah fisik maupun masalah sistem musiknya (musikal). Secara fisik, perbedaannya dapat dikenali dalam pemilihan instrumen dan kelengkapan suatu perangkat (ansambel). Secara musikal, perbedaannya terletak pada cara memainkan instrumen, garap komposisi, bentuk dan struktur penyajian, sampai pada pengungkapan ekspresi 19 Periksa Rahayu Supanggah, Bothekan Karawitan I, Cetakan Pertama (Jakarta: Ford Foundation & Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia, 2002),137.

20 20 musikalnya. Kekhususan tersebut merupakan hasil proses kreativitas dan inovasi yang dibuat oleh Mang Koko, oleh karenanya menjadi ciri kekaryaan Mang Koko. Dengan segala potensi dan kapasitasnya sebagai seorang kreator dan inovator, Mang Koko berhasil memunculkan konsep-konsep baru yang kemudian dikenal sebagai karawitan wanda anyar. Mang Koko, dengan gaya karawitannya, memaknai seni tradisi karawitan Sunda sebagai sesuatu yang dinamis dan perlu dikembangkan. Pandangan Mang Koko terhadap musik tradisi ini sesuai dengan pandangan Shils yang menyatakan bahwa tradisi adalah sesuatu yang dinamis, memiliki sifat mapan dan berubah. 20 Kemapanan seni tradisi tidak dipandang sebagai harga mati, namun hidup dan berkembang secara dinamis seiring perkembangan zaman. Pada perkembangan selanjutnya model kekaryaan Mang Koko tersebut menginspirasi seniman generasi berikutnya dalam berkarya, sehingga model kekaryaan Mang Koko tersebut masih terlihat jelas pada model kekaryaan para seniman pengkarya generasi pasca Mang Koko. 2. Teori Kreativitas Keterhubungan terbentuknya gaya seni tentu tidak dapat dipisahkan dari tindakan-tindakan kreatif yang dilakukan oleh 20 Edward Shils, Tradition (Chicago: The University of Chicago Press, 1987),

21 21 seniman. Kreativitas seniman mampu mengolah sesuatu yang belum ada menjadi ada atau mengolah sesuatu yang sudah ada menjadi sesuatu yang baru, berbeda dari sebelumnya. Robert J. Stenberg dan Todd I. Lubart pernah memetakan tujuh macam pendekatan dalam studi tentang kreativitas. Ketujuh macam pendekatan tersebut antara lain adalah pendekatan mistis, pragmatis, psikodinamis, psikometris, kognitif, kepribadian-sosial, dan penyatuan atau kebersamaan. 21 Disimpulkan oleh Stenberg dan Lubart bahwa awal kajian kreativitas berdasar tradisi mistisisme dan spiritual. Pendekatan atas kajian kreativitas mulai beralih secara ilmiah ketika disiplin psikologi berkembang. Diawali dari pendekatan pragmatis yang dibangun dari teori psikologis dan verifikasi melalui riset psikologis. Pendekatan psikologi ini kemudian dikembangkan lebih ilmiah secara teoritis dan metodologis dengan menempatkan kreativitas sebagai batas atau kesatuan inti perhatian ranah psikologi. Namun, pada perkembangan berikutnya, pendekatan psikologis ini tidak cukup menjawab masalah-masalah kreativitas yang muncul dalam penelitian. Ketidakmampuan pendekatan psikologis ini mengakibatkan muncul pendekatan lain berupa pendekatan 21 Robert J. Stenberg dan Todd I. Lubart, The Concept of Creativity: Prospect and Paradigm, dalam Robert J. Stenberg, ed., Handbooks of Creativity (Cambridge: Universitu Press, 1999), 3-11.

22 22 unidisipliner, lebih memandang bagian gejala kreativitas sebagai gejala yang menyatu. Stenberg dan Lubart mengartikan kreativitas adalah kemampuan menghasilkan karya baru dan pantas. Merujuk perspektif Mihalyi, dijelaskan bahwa kebaruan hasil kreativitas terbentuk berdasarkan interaksi dari tiga faktor, yakni latar belakang seniman, lingkungan budaya, dan masyarakat. 22 Ketika seorang seniman dengan segala potensi yang dimilikinya berinteraksi dengan lingkungan budaya dan masyarakatnya, memunculkan motivasi untuk melakukan inovasi. Produk inovasi tersebut secara langsung terseleksi oleh masyarakat dan lingkungan budayanya ketika produk tersebut disosialisasikan. Apabila konsep tersebut diterapkan dalam penelitian ini, kreativitas Mang Koko dapat dinyatakan sebagai kemampuan pribadi Mang Koko menghasilkan karya-karya karawitan yang baru dan pantas. Kemampuan mengkarya demikian ditunjukkan dengan adanya ilham-ilham baru, sehingga karya karawitan Mang Koko berbeda dari karya-karya karawitan yang sudah ada lebih dulu. Bisa jadi secara personal, ilham baru diperoleh karena Mang Koko peka dan tanggap terhadap persoalan-persoalan yang 22 Periksa Mihaly Csikszentmihalyi, Implications of a Systems Perspective for the Study of Creativity, dalam Robert J. Stenberg, ed., Handbooks of Creativity (Cambridge: University Press, 1999), 315.

23 23 berhubungan dengan masalah-masalah di dalam dunia karawitan yang ditekuninya, maupun masalah-masalah di dalam dunia kehidupan sehari-hari. Namun di tingkat yang lebih luas atau masyarakat, kreativitas Mang Koko memproduksi karya-karya karawitannya ini telah menghasilkan temuan-temuan baru secara konseptual, praktis, hingga menjadi sebuah gerakan seni baru yang kemudian dikenal sebagai karawitan wanda anyar atau dalam penelitian ini disebut sebagai karawitan gaya Mang Koko. Kiranya, ini sepemikiran dengan Stenberg dan Lubart yang telah mengidentifikasi kreativitas di dalam dua kategori: pribadi dan masyarakat. Di tingkat pribadi, kreativitas berkenaan ketika sesesorang memecahkan masalah yang berhubungan dengan pekerjaan atau kehidupan sehari-hari. Di tingkat masyarakat, kreativitas dapat membawa ke arah temuan-temuan ilmiah baru, gerakan-gerakan baru dalam seni, penemuan-penemuan baru, dan program-program sosial baru. 23 Dalam kapasitas individu, Gregory J. Feist menilai bahwa kreativitas pribadi seorang seniman menunjukkan seseorang yang imajinatif, terbuka terhadap gagasan-gagasan baru, drives, neurotic, berperasaan labil, kadang-kadang asosial dan 23 Robert J. Stenberg dan Todd I. Lubart, The Concept of Creativity: Prospect and Paradigm, dalam Robert J. Stenberg, ed., Handbook of Ccreativity (Cambridge: University Pess, 1999), 3.

24 24 antisosial. 24 Hal tersebut sesuai dengan pengakuan beberapa pencipta lagu kawih Sunda. Seperti diungkapkan Yus Wiraz misalnya, ketika ilham mencipta datang, tanpa sadar dia akan mengikutinya dengan bersenandung, walaupun dalam kondisi di atas angkutan umum misalnya. Asyik dalam dunianya sendiri, tanpa menghiraukan lingkungan yang mengitarinya. Edih AS mengaku bahwa ketika sedang mencipta tidak mau ada orang yang mengganggunya, karena bila terpotong akan susah untuk menyambungnya kembali. 25 Kreativitas dimiliki oleh semua orang, dengan kadar masingmasing berbeda. Lowenfeld dalam Rohidi merumuskan kadar kreativitas seni seseorang berbeda dalam hal berikut: Kepekaan terhadap masalah, keluwesan, keaslian, mendefinisikan dan menyusun ulang, analisis dalam mengabstraksi dari kesimpulan, sintesis, dan keterpaduan susunan. Kreativitas mencakup pula rasa percaya diri, sikap dan perilaku yang inovatif. 26 Pengembangan kreativitas, dalam pelaksanaannya senantiasa dipengaruhi oleh empat faktor pokok, yaitu: potensi, lingkungan, proses, dan hasil kreatif. Dalam tulisan Semiawan 24 Periksa Gregory J. Feist, The Influence of Personality on Artistic and Scientific Creativity, dalam Robert J. Stenberg, ed., Handbook of Creativity (Cambridge: University Press,, 1999), Disarikan dari catatan lapangan ketika penelitian di Bandung dan Subang antara tahun 2009 hingga tahun 2011, di antaranya hasil wawancara dengn Yus Wiradiredja dan Edih AS; Periksa juga Rustandi Mulyana, Gurit Lagu Kawih Sunda (Tesis Pascasarjana STSI Surakarta, 2005). 26 Periksa Tjetjep Rohendi Rohidi, Pendekatan Sistem Sosial Budaya dalam Pendidikan (Semarang: IKIP Semarang, 1994), 125.

25 25 disebutkan bahwa kreativitas dipandang sebagai suatu proses memikirkan berbagai gagasan dalam menghadapi suatu persoalan. Selanjutnya proses kreativitas mencakup kompetensi dalam domain: 1) kognitif, yakni kemampuan yang mencakup kelancaran, kelenturan, dan keaslian dalam berfikir, 2) afektif, yaitu ranah yang menyangkut sikap dan minat untuk berusaha secara kreatif, dan 3) psikomotorik, merupakan aspek keterampilan yang terdiri atas proses pembuatan karya-karya yang produktif, dan inovatif. 27 Konsep-konsep tersebut sejalan dengan pengembangan kreativitas yang dilakukan oleh Mang Koko. Di dalam proses pelaksanaan penciptaan karya-karyanya, Mang Koko di-pengaruhi oleh faktor-faktor yang melingkupinya, yakni: 1) potensi, yaitu pribadi Mang Koko sebagai suatu insan yang unik; 2) lingkungan, yang memberi pengaruh dan memupuk Mang Koko untuk berkreasi; 3) proses, yaitu terjadinya kreativitas, berupa kesempatan atau peluang bagi seseorang untuk bersibuk diri secara kreatif; 4) hasil kreatif yang terwujud karena faktor-faktor di atas. Rentang tingkatan kreativitas dimulai dari kreativitas ekspresif sederhana sampai pada kreativitas yang bersifat kompleks. 27 Periksa Conny Semiawan, Memupuk Bakat dan Kreativitas Siswa Sekolah Menengah (Jakarta: Gramedia, 1984), 9.

26 26 Untuk mengungkap bagaimana proses kreatif dalam penciptaan karawitan gaya Mang Koko, digunakan pendekatan psikologi sosial dari Amabile atau apa yang disebut oleh Stein sebagai pendekatan transaksional. Asumsi utama pendekatan ini ialah bahwa kreativitas individu merupakan hasil dari proses interaksi sosial, di mana individu dengan segala potensi dan disposisi kepribadiannya mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungan. 28 Diversitas pengalaman budaya yang dimiliki oleh seseorang atau masyarakat berkorelasi positif dengan prestasi kreatif mereka dalam berbagai lapangan kebudayaan dan peradaban. Hal tersebut dapat diartikan bahwa kreativitas yang mewujud dalam karawitan gaya Mang Koko tidak datang dari kevakuman, melainkan dimodali oleh pengetahuan dan pengalaman yang beragam dari kreatornya hasil interaksi dengan lingkungan budaya dan masyarakat. 3. Teori Garap Ciri gaya karawitan, secara tekstual, dapat diketahui melalui aspek garap yang terkandung di dalam karya tersebut. Garap berhubungan dengan proses kreatif yang dilakukan oleh seniman, kualitas dan tujuan penciptaan, serta dapat dipandang sebagai sebuah sistem kekaryaan. 28 Supriadi, Kreativitas, Kebudayaan, dan Perkembangan Iptek (Bandung, ALFABETA, 2001), 23.

27 27 Supanggah menyatakan gaya karawitan dengan sosok dan karakternya yang khas dapat dibangun dan dibentuk melalui perpaduan unsur-unsur musikal yang dilengkapi sentuhan keterampilan dan kemampuan seniman, termasuk di dalamnya daya interpretasi, imaginasi dan emosi. 29 Garap adalah rangkaian kerja kreatif seorang pengrawit dalam menyajikan sebuah komposisi karawitan untuk dapat menghasilkan kualitas tertentu sesuai dengan tujuan kekaryaan atau penyajian karawitan tersebut dilakukan. Garap adalah juga sebuah sistem, yang melibatkan beberapa unsur yang saling terkait dan membantu. Unsur-unsur tersebut adalah: materi garap, penggarap, sarana garap, perabot garap, penentu garap, dan pertimbangan garap. 30 Di dalam konteks karawitan gaya Mang Koko, unsur penggarap atau pengrawit lebih banyak dilakukan oleh kreator dalam proses penciptaan. Banyak aspek garap seperti materi gending dan rumpaka, latar dan proses kesenimanan Mang Koko, waditra, teknik, pola, wirahma, gerakan, laras, surupan, pindah pasieupan, dinamik, otoritas Mang Koko sebagai pengkarya, jenisjenis komposisi yang dibuat oleh Mang Koko, dan pertimbanganpertimbangan internal dan eksternal kekaryaaan mencerminkan kedirian Mang Koko secara pribadi. Otoritas Mang Koko sebagai 29 Periksa Rahayu Supanggah, Bothekan Karawitan II: Garap (Surakarta: ISI Press Surakarta, 2007), Supanggah, 2007, 4.

28 28 kreator tampak dominan, akibatnya kebebasan tafsir garap yang dilakukan oleh pengrawit dalam menyajikan karya-karya karawitan gaya Mang Koko menjadi terbatas. Pengrawit karawitan gaya Mang Koko tidak leluasa menafsir, mengingat komposisi yang dibuat Mang Koko ditransmisikan dengan media notasi yang sangat ketat. 4. Teori Difusi Pengungkapan sosialisasi karya karawitan Sunda gaya Mang Koko, secara teoretis mirip dengan model konseptual yang dinyatakan Rogers sebagai berikut....diffusions is the process by which an innovation is communicated through certain channels, over time among the members of a social system. 31 Pemikiran ini relevan dengan kesinambungan inovasi yang dilakukan Mang Koko. Hasil inovasi mengembangkan karawitan Sunda disebarluaskan kepada masyarakat. Karya-karya baru Mang Koko dikomunikasikan melalui berbagai macam jenis saluran komunikasi, melintas waktu kepada masyarakat di Jawa Barat. Sosialisasi karya seni Mang Koko dilakukan melalui berbagai macam bentuk: 1) pertunjukan karya; 2) perekaman seni karawitan Sunda; 3) kegiatan pendidikan baik secara formal 31 Periksa Everett M. Rogers, Diffusion of Innovation, Third Edition (New York: The Free Press, A Division of Macmillan Publishing Co., Inc., 1983), 5.

29 29 maupun non formal melalui kegiatan pembelajaran dan pelatihan; 4) pencetakan buku-buku kawih bagi anak didik mulai dari tingkat pra-sekolah hingga perguruan tinggi; 5) karya seni Mang Koko dijadikan sebagai materi kegiatan pasanggiri (lomba) baik untuk Anggara Sekar, Rampak Sekar maupun Layeutan suara, dan; 6) media penyiaran Radio. Untuk membantu menjelaskan pengaruh model kekaryaan Mang Koko pada perkembangan karawitan Sunda, selain pendekatan musikal digunakan pula konsep Sri Hastanto tentang empirical practices. Disiplin seni memposisikan seni sebagai subjek, sehingga di dalam eksplanasi kajiannya didukung oleh pengalaman empirik mereka (para seniman) yang telah menggeluti berbagai kehidupan karawitan ditambah pengalaman para leluhurnya yang telah mereka warisi dengan baik. 32 F. Metode Penelitian Orientasi kegiatan penelitian karawitan gaya Mang Koko ini mengarah kepada penelitian kualitatif. didesain melalui metode deskriptif analisis, dengan maksud agar data-data yang bersifat faktual dan naturalistik khususnya yang berhubungan dengan proses pembentukan karawitan gaya Mang Koko, ciri musikal dan 32 Periksa Sri Hastanto, Kajian Musik Nusantara 1 (Surakarta: ISI Press Solo, 2011), 32

30 30 pengaruhnya terhadap perkembangan karawitan Sunda dapat dipaparkan dan dianalisis secara maksimal. Bogdan dan Taylor mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif merupakan prosedur kegiatan meneliti yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis ataupun lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. 33 Hampir serupa dengan pernyataan di atas, Creswell mengungkapkan hakekat penelitian kualitatif sebagai berikut. This study is defined as an inquiry process of understanding a sosial or human problem, based on building a complexs, holistic picture, formed with words, reporting detailed views of informants, and conducted in a natural setting. 34 Pernyataan-pernyataan yang didefinisikan Bogdan dan Taylor serta Creswell menunjukkan keserupaan arti. Penelitian kualitatif mengarahkan proses penelitian pada pemahaman masalah kemanusiaan dan sosial sebagai gambaran holistik, yang terdeskripsikan secara natural. Nasution, secara rinci, menunjukkan ciri-ciri penelitian kualitatif sebagai berikut: 1) Sumber data adalah situasi yang wajar atau natural setting, 2) Peneliti sebagai instrumen penelitian, 3) Sangat deskriptif, 4) Mementingkan proses maupun produk, 5) Mencari makna dibelakang kelakuan atau perbuatan, 6) Mengutamakan data langsung atau first 33 Periksa Robert C. Bogdan dan Taylor S.j., Kualitatif Dasar-dasar Penelitian (Surabaya: Usaha Nasional, 1993), Periksa John W. Creswell, Research Design Qualitative & Quantitative Approach (London: Sage Publication, Inc. 1994),1.

31 31 hand, 7) Triangulasi, 8) Menonjolkan ciri konseptual, 9) Subjek yang diteliti dipandang berkedudukan sama dengan peneliti, 10) Mengutamakan perspektif emic, 11) Verifikasi, 12) Sampling yang purposif, 13) Menggunakan audit trail, 14) Partisipasi tanpa mengganggu, 15) Mengadakan analisis sejak awal penelitian. 35 Selanjutnya dijelaskan pula bahwa penelitian kualitatif memiliki langkah-langkah tertentu dalam pelaksanaannya. Langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut: 1) Perumusan masalah; 2) Menentukan jenis informasi yang diperlukan; 3) Menentukan prosedur pengumpulan data; 4) Menentukan prosedur pengolahan data; 5) Menarik kesimpulan penelitian. Keseluruhan konsep yang dikutif dalam tulisan ini menjadi pedoman titik tolak di dalam melaksanakan penelitian ini. Untuk mencari dan menemukan paradigma data-data tentang berbagai permasalahan terkait dengan karawitan gaya Mang Koko ini, secara spesifik instrumen yang digunakannya adalah berdasar pada pedoman wawancara, observasi, dan dokumentasi. Paradigma penelitian kualitatif ini diilustrasikan sebagai frame sebuah kacamata yang dibingkai berdasarkan masalah yang dikaji, seperti gambar berikut. 2003), Nasution, Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif (Bandung: Tarsito,

32 32 AWAL KAJIAN TEORETIS KAJIAN EMPIRIK PROSES PEMBENTUKAN KAR. GAYA M. KOKO KANCA INDIHIANG PROSES PENELITIAN KAJIAN TEKSTUAL KAR. GAYA MANG KOKO LAYEUTAN SUARA PENGARUH KAR. GAYA MANG KOKO KACAPI KAWIH HASIL DAN TEMUAN KARAWITAN SUNDA GAYA MANG KOKO GAMELAN WANDA ANYAR PROSES PEMBENTUKAN CIRI MUSIKAL PENGARUH Gambar1 Bagan Paradigma Penelitian Karawitan Sunda Gaya Mang Koko. (Bagan dibuat oleh Rasita Satriana, 2015). Sebagaimana diungkap di awal bahasan, bahwa pada operasionalnya, proses penelitian dalam rangka memetakan karawitan gaya Mang Koko ini dibagi dalam tiga ranah kajian, yaitu: (1) Wilayah kajian tentang proses pembentukan karawitan gaya Mang Koko, di dalamnya termasuk kajian tentang latar kesenimanan Mang Koko, proses kreatif dan faktor-faktor pendukungnya sehingga menghasilkan karya-karya yang berbeda dengan karya karawitan yang ada pada waktu itu; (2) Kajian tekstual karya-karya karawitan gaya Mang Koko meliputi kawih kacapian dan gamelan wanda anyar; (3) Kajian tentang pengaruh karawitan gaya Mang Koko terhadap perkembangan karawitan Sunda.

33 33 1. Objek, Fokus dan Lokasi Penelitian Objek dan fokus dalam penelitian ini adalah karawitan Sunda gaya Mang Koko terutama tentang kawih kacapian dan gamelan wanda anyar, serta proses kreatif dan pemetaan karyakarya karawitan gaya Mang Koko di dalam perkembangan karawitan Sunda. Lokasi penelitian ini dipusatkan di Bandung, Jawa Barat. Khususnya di tempat-tempat yang memiliki hubungan historis dengan proses kreatif Mang Koko menciptakan karawitan Sunda gaya Mang Koko. Tempat-tempat dimaksud selain di rumah keluarga Mang Koko juga di instansi-instansi tempat Mang Koko dulu bekerja, maupun tempat mantan murid-muridnya bekerja, seperti di SMKN 10 Bandung, ASTI yang berubah menjadi STSI dan sekarang menjadi Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung, UPI Bandung, dan RRI Bandung. Lokasi lain adalah komunitas masyarakat pengguna yang terdapat di Bandung Jawa Barat. 2. Teknik Pengumpulan Data Pada tataran operasionalnya, penelitian ini dilakukan dengan tiga tahapan kerja, yaitu: kerja lapangan (field work), kerja laboratorium (desk work), dan penyusunan laporan penelitian Curt Sachs membagi riset etnomusikologi ke dalam dua bagian kerja, field work dan desk work; periksa Curt Sachs, The Wellsprings of Music (The

34 34 Kerja lapangan dilakukan pada tahap pengumpulan data-data penelitian, teknik kegiatan pada tahapan ini dilakukan dengan beberapa cara yaitu: studi literatur, studi diskografi, observasi/pengamatan langsung di lapangan, dan wawancara dengan para pakar karawitan Sunda dan para pendidik seni serta praktisi seni karawitan Sunda terutama pada orang-orang yang paham dengan kekaryaan gaya Mang Koko. Teknik pengumpulan data penelitian yang dilakukan adalah mengadaptasi konsep Bogdan dan Biklen yang digabung dengan konsep Creswell, yaitu dengan teknik observasi, wawancara, dokumentasi, juga dilakukan teknik pelengkap dan catatan lapangan serta studi pustaka dan studi analisis data. 37 Dalam pengumpulan data tersebut, peneliti pergi ke lapangan melakukan teknik pengamatan visual dan auditif, wawancara, dengan menggunakan alat bantu berupa alat perekam wawancara, perekam gambar, dan perekam audio-visual. Beberapa jenis teknik yang dianggap praktis dan tepat guna untuk pengumpulan data ini, yaitu teknik studi literatur, studi diskografi, observasi atau cara pengamatan, wawancara, studi dokumentasi, dan studi analisis. Praktik penerapan teknik-teknik tersebut adalah sebagai berikut: hague: M. Nijhoff, 1962), 16-20; Bruno Nettl, Theory and Method In Etnomusicology, (London: The Free Press of Glencoe Collier-Macmillan Limited,1964), Periksa Bogdan, Robert C. Biklen, 1982; John W. Creswell, 1994.

35 35 a. Studi Literatur Teknik ini dilakukan untuk mengumpulkan data yang berhubungan dengan peta situasi historis dan budaya musik Sunda yang melatar belakangi proses penciptaan karawitan Sunda gaya Mang Koko. Pencarian dan penelahaan dilakukan melalui sumber-sumber tertulis di antaranya buku biografi Mang Koko tulisan Tatang Benyamin Koswara dan kawan-kawan, manuskripmanuskrip tulisan Mang Koko sendiri, majalah Kawit, majalah Kebudayaan, majalah dan tabloid Swara Cangkurileung, manuskrip tulisan Tatang Suryana, buku Koko Koswara Maestro karawitan Sunda yang ditulis Tardi Ruswandi, serta manuskrip karya-karya Mang Koko yang ditulis tangan oleh mang Koko sendiri. b. Studi Diskografi Teknik ini dilakukan dengan cara mencari data dari rekaman komersial maupun rekaman koleksi pribadi, yang berhubungan langsung dengan sasaran penelitian, baik karyakarya Mang Koko maupun karya-karya yang dipandang memiliki jejak hubungan pengaruh dengan karawitan Sunda gaya Mang Koko. Teknik ini dilakukan untuk 1) menjaring data produkproduk karawitan gaya Mang Koko, 2) mengidentifikasi ciri-ciri karawitan gaya Mang Koko, 3) memetakan perkembangan dan

36 36 persebaran karawitan gaya Mang Koko di masyarakat, dan pengaruh karawitan gaya Mang Koko terhadap kesenian lain, seperti pengaruh konsep wanda anyar Mang Koko terhadap karya gamelan degung yang dikemas oleh Nano S. Pencarian data tersebut dilakukan dengan mengamati hasil rekaman komersial atau koleksi pribadi dalam bentuk: kaset analog, cakram, atau piringan hitam, baik audio maupun audio visual yang memuat karya-karya Mang Koko mulai dari jenis Jenaka Sunda, kawih kacapian, sekar gending, gending karesmén, baik produk rekaman grup binaan Mang Koko maupun grup lain yang membawakan karya Mang Koko. Beberapa karya Mang Koko yang telah beredar di masyarakat berupa rekaman lagu-lagu kawih kacapian dan gending-gending gamelan wanda anyar yang terpilih sebagai judul kaset. Rekaman-rekaman karawitan Sunda tersebut dijadikan sumber data penelitian, karya Mang Koko yang direkam dalam kaset tersebut di antaranya berjudul: 1) Badminton, 2) Kacapian Mang Koko, 3) Kawih Mang Koko, 4) Salam Manis, 5) Lagu-lagu Mang Koko, 6) Tepung di Lamping Galunggung, 7) Adu Asih, 8) Guntur Galunggung, 9) Puji-pujian, Hamdan dan Al Iman, 10) Sariak Layung.

37 37 c. Observasi Teknik ini dikembangkan berdasarkan pertimbangan dan kedudukan peneliti dan sifat penelitian. Observasi dilakukan dengan cara pengamatan langsung di lapangan. Observasi dikhususkan kepada hal-hal yang berhubungan dengan 1) keberadaan organisasi Ganda Mekar dan Cangkurileung yang dibangun oleh Mang Koko, dan 2) proses pembelajaran karyakarya Mang Koko yang diterapkan di lembaga pendidikan seni formal seperti di Sekolah Menengah Kejuruan (SMKN 10 Bandung), Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Bandung, dan di Jurusan Pendidikan Musik FPBS UPI Bandung, 3) karya-karya Mang Koko yang digunakan di masyarakat. Hal tersebut dimaksudkan untuk mencari tahu kemungkinan adanya grup karawitan yang menggarap karya-karya Mang Koko sebagai materi pentasnya. d. Wawancara Teknik ini dilakukan untuk mendapatkan informasi yang mendalam dan terarah sesuai tujuan penelitian. Pelaksanaan wawancara dipandu dengan pedoman wawancara yang berisi poinpoin masalah yang digali di lapangan, dengan harapan seluruh poin yang dibicarakan dapat berkembang lagi sesuai fokus penelitian.

BAB VI KESIMPULAN. Berdasarkan hasil penelitian Lagu gedé dalam Karawitan. Sunda Sebuah Tinjauan Karawitanologi, diketahui keunggulan

BAB VI KESIMPULAN. Berdasarkan hasil penelitian Lagu gedé dalam Karawitan. Sunda Sebuah Tinjauan Karawitanologi, diketahui keunggulan BAB VI KESIMPULAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian Lagu gedé dalam Karawitan Sunda Sebuah Tinjauan Karawitanologi, diketahui keunggulan musikal lagu gedé tidak dapat diragukan. Kompleksitas musik

Lebih terperinci

SILABUS MUSIK GAMELAN PELOG SALENDRO III (SM 404) DEWI SURYATI BUDIWATI

SILABUS MUSIK GAMELAN PELOG SALENDRO III (SM 404) DEWI SURYATI BUDIWATI SILABUS MUSIK GAMELAN PELOG SALENDRO III (SM 404) DEWI SURYATI BUDIWATI JURUSAN SENDRATASIK PROGRAM STUDI MUSIK FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2006 1 UNIVERSITAS PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Sunda memiliki identitas khas yang ditunjukkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Sunda memiliki identitas khas yang ditunjukkan dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat Sunda memiliki identitas khas yang ditunjukkan dengan kesenian. Kesenian merupakan pencitraan salah satu sisi realitas dalam lingkungan rohani jasmani

Lebih terperinci

pergelaran wayang golek. Dalam setiap pergelaran wayang golek, Gending Karatagan berfungsi sebagai tanda dimulainya pergelaran.

pergelaran wayang golek. Dalam setiap pergelaran wayang golek, Gending Karatagan berfungsi sebagai tanda dimulainya pergelaran. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Gending Karatagan wayang adalah gending pembuka pada pergelaran wayang golek. Dalam setiap pergelaran wayang golek, Gending Karatagan berfungsi sebagai tanda dimulainya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bagi masyarakat Jawa Barat Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN)

BAB I PENDAHULUAN. Bagi masyarakat Jawa Barat Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Bagi masyarakat Jawa Barat Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) 10 Bandung bukan hal yang asing, karena beberapa tahun yang lalu sekolah ini sangat populer dan familier

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kata Hamdan berasal dari bahasa Arab yang berarti Puji syukur keagungan Allah SWT penguasa semesta alam. Artinya, kata Hamdan mengandung makna rasa syukur

Lebih terperinci

2015 KOMPOSISI KACAPI PADA LAGU KEMBANG TANJUNG PANINEUNGAN KARYA MANG KOKO

2015 KOMPOSISI KACAPI PADA LAGU KEMBANG TANJUNG PANINEUNGAN KARYA MANG KOKO 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Karawitan Sunda merupakan istilah untuk seni musik yang lahir dan berkembang di tatar Sunda. Dilihat dari bentuk pertunjukannya, karawitan Sunda dapat dibagi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN. Pupuh Balakbak Raehan merupakan salah satu pupuh yang terdapat dalam

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN. Pupuh Balakbak Raehan merupakan salah satu pupuh yang terdapat dalam BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Pupuh Balakbak Raehan merupakan salah satu pupuh yang terdapat dalam album rekaman Pupuh Raehan volume 1 sanggian Yus Wiradiredja. Pupuh Balakbak Raehan mulai diperkenalkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Untuk mencapai sasaran yang diinginkan maka penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif untuk menggambarkan dan mendeskripsikan bagaimana gending sungsang dalam pertunjukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kawih wanda anyar merupakan salah satu genre kesenian. yang salah satu bentuk sajiannya menggunakan kacapi 1 sebagai alat

BAB I PENDAHULUAN. Kawih wanda anyar merupakan salah satu genre kesenian. yang salah satu bentuk sajiannya menggunakan kacapi 1 sebagai alat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyajian Kawih wanda anyar merupakan salah satu genre kesenian yang salah satu bentuk sajiannya menggunakan kacapi 1 sebagai alat musik pendukungnya. Kawih wanda anyar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Universitas Pendidikan Indonesia merupakan salah satu Lembaga Pendidikan Tenaga Keguruan yang mempunyai Jurusan Pendidikan Seni Musik. Di dalam kurikulum Jurusan Pendidikan

Lebih terperinci

SILABUS. Mata Kuliah TEMBANG (SM 103)

SILABUS. Mata Kuliah TEMBANG (SM 103) SILABUS Mata Kuliah TEMBANG (SM 103) Oya Yukarya, S.Kar., M.Sn. NIP. 196012011990011001 JURUSAN PENDIDIKAN SENI MUSIK UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2011 DESKRIPSI MATA KULIAH TEMBANG Kode, Mata kuliah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hilda Widyawati, 2013 Eksistensi Sanggar Seni Getar Pakuan Kota Bogor Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.

BAB I PENDAHULUAN. Hilda Widyawati, 2013 Eksistensi Sanggar Seni Getar Pakuan Kota Bogor Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seni tradisi yang tumbuh dan berkembang di setiap daerah di Indonesia awal mulanya berasal dari kebiasaan dan adat-istiadat nenek moyang bangsa Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat dilihat dari sejauh mana dirinya memiliki nilai manfaat bagi orang lain. Sejarah

BAB I PENDAHULUAN. dapat dilihat dari sejauh mana dirinya memiliki nilai manfaat bagi orang lain. Sejarah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebuah pribahasa mengatakan: gajah mati meninggalkan gading, harimau meninggalkan belang, dan manusia mati meninggalkan nama. Ungkapan dari pribahasa ini mengandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan pesatnya perkembangan informasi di era globalisasi ini, komunikasi menjadi sebuah kegiatan penting. Informasi sangat dibutuhkan dalam mendukung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang Pembelajaran Layeutan Suara Pada Kegiatan Ekstrakurikuler Di Smp Pasundan Katapang Kabupaten Bandung

BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang Pembelajaran Layeutan Suara Pada Kegiatan Ekstrakurikuler Di Smp Pasundan Katapang Kabupaten Bandung 1 BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang Kesenian merupakan sarana untuk mengekspresikan rasa keindahan dari perasaan manusia, salah satu bentuk ekspresi seni manusia diantaranya diungkapkan melalui bentuk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 55 A. Desain Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Penelitian yang berjudul Garapan Penyajian Upacara Siraman Calon Pengantin Adat Sunda Grup Swari Laksmi Kabupaten Bandung didesain melalui metode deskripsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Reni Nuraeni S, 2014 Analisis garap pupuh pangkur dalam audio CD Pupuh Raehan karya Yus Wiradiredja

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Reni Nuraeni S, 2014 Analisis garap pupuh pangkur dalam audio CD Pupuh Raehan karya Yus Wiradiredja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pupuh merupakan puisi yang termasuk bagian dari sastra Sunda. Pupuh itu terikat oleh patokan (aturan) berupa guru wilangan, guru lagu, dan watek. Guru wilangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan, dan mengembangkan peradabannya. Pendidikan mencakup

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan, dan mengembangkan peradabannya. Pendidikan mencakup 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pendidikan merupakan usaha manusia untuk mewariskan, mempertahankan, dan mengembangkan peradabannya. Pendidikan mencakup kegiatan-kegiatan terarah dalam rangka mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk diikuti. Pendidikan musik kini menjadi sesuatu yang penting bagi manusia

BAB I PENDAHULUAN. untuk diikuti. Pendidikan musik kini menjadi sesuatu yang penting bagi manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan kehidupan musik dan dunia pendidikan musik di Indonesia, akhir-akhir ini menunjukkan kemajuan yang sangat pesat dan sangat menarik untuk diikuti.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode deskriptif analisis. Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status kelompok manusia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga tumbuh sikap apresiatif dan kreatif dalam jiwa peserta didik. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. sehingga tumbuh sikap apresiatif dan kreatif dalam jiwa peserta didik. Hal ini 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan seni di sekolah diarahkan untuk menumbuhkan rasa estetik sehingga tumbuh sikap apresiatif dan kreatif dalam jiwa peserta didik. Hal ini sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendukung berupa gagasan, sifat dan warna bunyi. Kendati demikian, dalam

BAB I PENDAHULUAN. pendukung berupa gagasan, sifat dan warna bunyi. Kendati demikian, dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penciptaan Musik adalah pengungkapan gagasan melalui bunyi, yang unsur dasarnya berupa melodi, irama (ritmik), dan harmoni dengan unsur pendukung berupa gagasan, sifat

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. bahan pembelajaran yang disajikan dalam sub pokok bahasan Wawasan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. bahan pembelajaran yang disajikan dalam sub pokok bahasan Wawasan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis pada Bab IV, peneliti menyimpulkan bahwa bahan pembelajaran yang disajikan dalam sub pokok bahasan Wawasan Karawitan, Sejarah Karawitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah bangsa yang besar. Terdiri dari 33 Provinsi, 17.508 Pulau dan 238 juta penduduk, Indonesia dikenal di mata dunia memiliki kekayaan serta keanekaragaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berasal dari lingkungan yang berlatar belakang seni musik, terkadang

BAB I PENDAHULUAN. Berasal dari lingkungan yang berlatar belakang seni musik, terkadang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyajian Berasal dari lingkungan yang berlatar belakang seni musik, terkadang penyaji terbersit ingin belajar dan menekuni seni tradisi, hal ini karena rasa penasaran

Lebih terperinci

Kesenian Sisingaan Grup Putra Mekar Jaya Pada Acara Khitanan Di kabupaten Subang

Kesenian Sisingaan Grup Putra Mekar Jaya Pada Acara Khitanan Di kabupaten Subang 29 BAB III METODE PENELITIAN Pada bab ini penulis menjelaskan mengenai metode yang digunakan dalam penelitian. Metode yang disesuaikan dengan penelitian yang dilakukan di Dusun Pengkolan Desa Rancamulya

Lebih terperinci

2016 PROSES PEMBELAJARAN RAMPAK KENDANG DI SANGGAR SENI KUTALARAS CIRANJANG-CIANJUR

2016 PROSES PEMBELAJARAN RAMPAK KENDANG DI SANGGAR SENI KUTALARAS CIRANJANG-CIANJUR BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Potensi kesenian yang tersebar di seluruh Indonesia merupakan kekayaan budaya yang tidak ternilai harganya, karena kesenian merupakan salah satu unsur kebudayaan yang

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Alwasilah, Chaedar, 2006, Pokoknya Sunda (Interpretasi untuk Aksi), Bandung: Kiblat dan Pusat Studi Sunda.

DAFTAR PUSTAKA. Alwasilah, Chaedar, 2006, Pokoknya Sunda (Interpretasi untuk Aksi), Bandung: Kiblat dan Pusat Studi Sunda. 105 DAFTAR PUSTAKA Alwasilah, Chaedar, 2006, Pokoknya Sunda (Interpretasi untuk Aksi), Bandung: Kiblat dan Pusat Studi Sunda. Benyamin, Tatang, 1992, Pembaharuan Karawitan Sunda, Mang Koko, Bandung: Yayasan

Lebih terperinci

2016 TARI JAIPONG ACAPPELLA KARYA GOND O D I KLINIK JAIPONG GOND O ART PROD UCTION

2016 TARI JAIPONG ACAPPELLA KARYA GOND O D I KLINIK JAIPONG GOND O ART PROD UCTION BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada dasarnya seni hadir sebagai bahasa yang dipergunakan untuk berkomunikasi, dan kehadirannya selalu dibutuhkan oleh manusia di mana pun mereka berada dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Soepandi Mengatakan bahwa: Alat musik tiup yang ada di Jawa Barat

BAB 1 PENDAHULUAN. Soepandi Mengatakan bahwa: Alat musik tiup yang ada di Jawa Barat BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Soepandi Mengatakan bahwa: Alat musik tiup yang ada di Jawa Barat diantaranya : suling, tarompet, toleat, taleot, elet, sarawelet, tarawelet, dan sondari (1989 : 17).

Lebih terperinci

2015 PERTUNJUKAN KESENIAN EBEG GRUP MUNCUL JAYA PADA ACARA KHITANAN DI KABUPATEN PANGANDARAN

2015 PERTUNJUKAN KESENIAN EBEG GRUP MUNCUL JAYA PADA ACARA KHITANAN DI KABUPATEN PANGANDARAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kesenian merupakan salah satu bagian dari kebudayaan yang mempunyai ciri khas dan bersifat kompleks, sebuah kebudayaan yang lahir di dalam suatu lingkungan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. perkembangan peserta didik sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. perkembangan peserta didik sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan. BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Hakekat Guru Dalam pendidikan, Guru merupakan komponen dari perangkat sistem pendidikan yang ada di sekolah, sebagai pendidik guru membimbing dalam arti menuntun peserta didik

Lebih terperinci

2015 KREATIVITAS ARANSEMEN MUSIK PADA LAGU DAERAH ACEH MELALUI PROJECT BASED LEARNING

2015 KREATIVITAS ARANSEMEN MUSIK PADA LAGU DAERAH ACEH MELALUI PROJECT BASED LEARNING BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Siswa-siswi Sekolah Menengah Atas (SMA), adalah usia di mana seorang individu yang berada pada masa peralihan. Masa peralihan yang dimaksudkan, adalah di mana siswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Musik gamelan telah menjadi identitas budaya masyarakat Indonesia, karena telah hidup membudaya dan menjadi tradisi pada kehidupan masyarakat dalam kurun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menyanyi dapat dikatakan sebagai aktifitas bermusik yang paling mudah

BAB I PENDAHULUAN. Menyanyi dapat dikatakan sebagai aktifitas bermusik yang paling mudah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menyanyi dapat dikatakan sebagai aktifitas bermusik yang paling mudah dilakukan oleh semua orang karena praktis dan tidak memerlukan media untuk melakukannya. Walaupun

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. Karya ini memiliki rangsangan dari konsep tiga yang berada di sekitar

BAB III PENUTUP. Karya ini memiliki rangsangan dari konsep tiga yang berada di sekitar BAB III PENUTUP Kesimpulan Karya ini memiliki rangsangan dari konsep tiga yang berada di sekitar lingkungan penulis. Daerah Sunda menjadi lingkungan yang mendominasi dalam karya ini yang diwujudkan berupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Analisis merupakan salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang

BAB I PENDAHULUAN. Analisis merupakan salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Analisis merupakan salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang pelaku seni khususnya di bidang seni musik, baik sebagai seorang pengajar, praktisi,

Lebih terperinci

2015 GARAPAN PENYAJIAN UPACARA SIRAMAN CALON PENGANTIN ADAT SUNDA GRUP SWARI LAKSMI KABUPATEN BANDUNG

2015 GARAPAN PENYAJIAN UPACARA SIRAMAN CALON PENGANTIN ADAT SUNDA GRUP SWARI LAKSMI KABUPATEN BANDUNG 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Adat istiadat merupakan salah satu unsur kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia. Adat istiadat adalah kebiasaan tradisional masyarakat yang dilakukan

Lebih terperinci

Fungsi Apresiasi dan Kritik dalam Pendidikan Seni Rupa

Fungsi Apresiasi dan Kritik dalam Pendidikan Seni Rupa Kegiatan Pembelajaran 3 Fungsi Apresiasi dan Kritik dalam Pendidikan Seni Rupa A. Apresiasi dalam Pendidikan Seni Rupa Salah satu aspek pembelajaran yang cukup penting dalam pendidikan seni rupa adalah

Lebih terperinci

GLOSARIUM. : salah satu watak pupuh Kinanti : salah satu cara menyuarakan sebuah nyanyian : istilah ornamentasi dalam tembang Sunda

GLOSARIUM. : salah satu watak pupuh Kinanti : salah satu cara menyuarakan sebuah nyanyian : istilah ornamentasi dalam tembang Sunda 91 GLOSARIUM A Akulturasi B Beluk Bener jeung merenah Buhun Buntut D Deudeupeun Didangdingkeun Dongkari E Embat G Galasar Gamelan Pelog Gamelan Pelog Degung Gamelan Salendro Gedag Gelenyu : perpaduan kategori

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N. Pendidikan seni berperan penting dalam pengembangan kecerdasan

BAB I P E N D A H U L U A N. Pendidikan seni berperan penting dalam pengembangan kecerdasan BAB I P E N D A H U L U A N A. Latar Belakang Masalah Pendidikan seni berperan penting dalam pengembangan kecerdasan bangsa. Istilah pendidikan seni berarti pemanfaatan seni sebagai alat pendidikan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan yang dilakukan di setiap sekolah secara umum memiliki tujuan pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan yang dilakukan di setiap sekolah secara umum memiliki tujuan pembelajaran BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan yang dilakukan di setiap sekolah secara umum memiliki tujuan pembelajaran yang sama, meskipun implementasi pembelajarannya berbeda. Hal ini dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Musik merupakan suatu hal yang sangat akrab dengan indera pendengaran

BAB I PENDAHULUAN. Musik merupakan suatu hal yang sangat akrab dengan indera pendengaran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Musik merupakan suatu hal yang sangat akrab dengan indera pendengaran manusia. Dalam musik terdapat lirik lagu dan alunan musik yang harmonis, dapat membawa seseorang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (Hasanuddin, 1996:1). Dimensi pertama, drama sebagai seni lakon, seni peran

BAB 1 PENDAHULUAN. (Hasanuddin, 1996:1). Dimensi pertama, drama sebagai seni lakon, seni peran BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Drama merupakan karya yang memiliki dua dimensi karakter (Hasanuddin, 1996:1). Dimensi pertama, drama sebagai seni lakon, seni peran atau seni pertunjukan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Musik merupakan salah satu cabang seni yang mempunyai fungsi melatih

BAB I PENDAHULUAN. Musik merupakan salah satu cabang seni yang mempunyai fungsi melatih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Musik merupakan salah satu cabang seni yang mempunyai fungsi melatih kepekaan dan keterampilan melalui media suara. Unsur-unsur musik menurut Jamalus (1998 :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip pendidikan seni dan budaya meliputi pengembangan dimensi

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip pendidikan seni dan budaya meliputi pengembangan dimensi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Prinsip pendidikan seni dan budaya meliputi pengembangan dimensi kepekaan rasa, peningkatan apresiasi, dan pengembangan kreativitas. Struktur kurikulum pada

Lebih terperinci

53. Mata Pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunanetra (SDLB A)

53. Mata Pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunanetra (SDLB A) 53. Mata Pelajaran Seni Budaya dan untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunanetra (SDLB A) A. Latar Belakang Muatan seni budaya dan keterampilan sebagaimana yang diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran seni tari merupakan suatu proses pembelajaran yang melibatkan tubuh sebagai media ungkap tari. Di dalam penyelenggaraannya, seni tari merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang membuat kalangan lain merasa dirugikan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang membuat kalangan lain merasa dirugikan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Potensi dan kemampuan manusia untuk mengembangkan sangat beragam. Keragaman tersebut antara lain dalam pengembangan kreatifitasnya. Seperti halnya dalam manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia merupakan suatu masyarakat majemuk yang

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia merupakan suatu masyarakat majemuk yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia merupakan suatu masyarakat majemuk yang memiliki keanekaragaman di dalam berbagai aspek kehidupan. Bukti nyata adanya kemajemukan di dalam

Lebih terperinci

SEJARAH SUMBER TERBUKA: PEMETAAN PAMERAN SENI RUPA DI INDONESIA

SEJARAH SUMBER TERBUKA: PEMETAAN PAMERAN SENI RUPA DI INDONESIA SEJARAH SUMBER TERBUKA: PEMETAAN PAMERAN SENI RUPA DI INDONESIA Museum of Modern and Contemporary Art in Nusantara (Museum MACAN) mengundang Anda untuk berpartisipasi pada acara Sejarah Sumber Terbuka:

Lebih terperinci

Kanca Indihiang sebagai Embrio Kreativitas Mang Koko

Kanca Indihiang sebagai Embrio Kreativitas Mang Koko Vol. 15 No. 1, Juni 2014: 32-42 Kanca Indihiang sebagai Embrio Kreativitas Mang Koko Rasita Satriana 1 Jurusan Karawitan, Institut Seni Indonesia Surakarta Timbul Haryono, dan Sri Hastanto Sekolah Pascasarjana,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Penelitian 1. Lokasi Sebagian besar lokasi penelitian dilakukan di kediaman Bapak Ganda sebagai narasumber utama dalam penelitian kesenian kohkol cangkilung

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Musik adalah suatu hasil karya seni bunyi dalam bentuk lagu atau

BAB 1 PENDAHULUAN. Musik adalah suatu hasil karya seni bunyi dalam bentuk lagu atau 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Musik adalah suatu hasil karya seni bunyi dalam bentuk lagu atau komposisi musik, yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penciptanya melalui unsur-unsur musik yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prima Suci Lestari, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prima Suci Lestari, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesenian adalah suatu peristiwa sosial yang mempunyai tenaga kuat sebagai sarana kontribusi antara seniman dan penghayatnya, ia dapat mengingatnya, menyarankan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses perolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan

Lebih terperinci

BAB l PENDAHULUAN. pencapaian inovasi tersebut manusia kerap menggunakan kreativitas untuk menciptakan

BAB l PENDAHULUAN. pencapaian inovasi tersebut manusia kerap menggunakan kreativitas untuk menciptakan BAB l PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan mahkluk yang memiliki akal pikiran untuk melakukan inovasiinovasi dalam mencapai tujuan tertentu sesuai yang diinginkannya. Di dalam proses pencapaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Budaya atau kebudayaan merupakan identitas suatu bangsa. Identitas ini yang membedakan kebiasaan, sifat, dan karya-karya seni yang dihasilkan. Indonesia memiliki berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Dunia seni saat ini semakin banyak jumlah dan beragam bentuknya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Dunia seni saat ini semakin banyak jumlah dan beragam bentuknya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dunia seni saat ini semakin banyak jumlah dan beragam bentuknya. Berbagai jenis seni yang dimiliki Indonesia sangat beragam mulai dari bentuk, ciri khas,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 37 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian berfungsi sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data atau informasi dengan tujuan tertentu yang berbeda-beda, sesuai dengan kebutuhan setiap peneliti.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 5 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Kreativitas a. Pengertian Kreativitas Kreativitas adalah kemampuan seseorang untuk menciptakan hal yang baru. Hal ini senada dengan James J. Gallagher dalam Rachmawati

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 23 BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Penelitian 1. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian dilaksanakan di Padepokan Jugala yang beralamat di Kopo No. 15 jl.astana Anyar Kota Bandung. Adapun alasan

Lebih terperinci

BAB III PROSEDUR PENELITIAN. Sebagaimana telah peneliti jelaskan pada bagian sebelumnya, bahwa

BAB III PROSEDUR PENELITIAN. Sebagaimana telah peneliti jelaskan pada bagian sebelumnya, bahwa BAB III PROSEDUR PENELITIAN A. Metode Penelitian Sebagaimana telah peneliti jelaskan pada bagian sebelumnya, bahwa penelitian yang dilakukan ini bertujuan untuk mendeskripsikan mengenai kegiatan proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab pertama ini akan diuraikan secara berturut-turut : (1) latar

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab pertama ini akan diuraikan secara berturut-turut : (1) latar 1 BAB I PENDAHULUAN Dalam bab pertama ini akan diuraikan secara berturut-turut : (1) latar belakang penelitian, (2) rumusan masalah, (3) tujuan penelitian, (4) manfaat penelitian, (5) ruang lingkup penelitian,

Lebih terperinci

2015 TARI KREASI DOGDOG LOJOR DI SANGGAR MUTIARA PAWESTRI PELABUHAN RATU KABUPATEN SUKABUMI

2015 TARI KREASI DOGDOG LOJOR DI SANGGAR MUTIARA PAWESTRI PELABUHAN RATU KABUPATEN SUKABUMI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seni pertunjukan merupakan ekspresi dan kreasi seniman serta masyarakat pemiliknya yang senantiasa hidup dan berkembang seiring dinamika atau perubahan zaman. Mengingat

Lebih terperinci

PENERAPAN TARI RANTAK PADA PEMEBELAJARAN SENI TARI SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN KERJASAMA SISWA DI SMPN 9 BANDUNG

PENERAPAN TARI RANTAK PADA PEMEBELAJARAN SENI TARI SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN KERJASAMA SISWA DI SMPN 9 BANDUNG 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan usaha sadar membentuk manusia menuju kedewasaannya, baik secara mental, intelektual maupun emosional. Pendidikan juga sebagai sarana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kurikulum merupakan implementasi pemerintah dalam mencapai tujuan untuk mencerdaskan bangsa. Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu benda pakai yang memiliki nilai seni tinggi dalam seni rupa ialah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu benda pakai yang memiliki nilai seni tinggi dalam seni rupa ialah 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Salah satu benda pakai yang memiliki nilai seni tinggi dalam seni rupa ialah batik. Batik juga merupakan produk khazanah budaya yang khas dari Indonesia.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Artinya data yang dikumpulkan bukan berupa angka angka, melainkan data tersebut

BAB III METODE PENELITIAN. Artinya data yang dikumpulkan bukan berupa angka angka, melainkan data tersebut BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian Dalam penelitian ini pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan kualitatif. Artinya data yang dikumpulkan bukan berupa angka angka, melainkan data tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rudat adalah salah satu kesenian tradisional yang berkembang di Jawa

BAB I PENDAHULUAN. Rudat adalah salah satu kesenian tradisional yang berkembang di Jawa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rudat adalah salah satu kesenian tradisional yang berkembang di Jawa Barat. Kesenian rudat tersebut tersebar di berbagai daerah seperti Kabupaten Banten, Kabupaten Bandung,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berbahasa adalah aktivitas sosial. Seperti halnya aktivitas-aktivitas sosial

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berbahasa adalah aktivitas sosial. Seperti halnya aktivitas-aktivitas sosial digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbahasa adalah aktivitas sosial. Seperti halnya aktivitas-aktivitas sosial lain, kegiatan berbahasa baru terwujud apabila manusia terlibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Jawa Barat yang lebih sering disebut sebagai Tatar Sunda dikenal

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Jawa Barat yang lebih sering disebut sebagai Tatar Sunda dikenal BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Provinsi Jawa Barat yang lebih sering disebut sebagai Tatar Sunda dikenal memiliki warisan budaya yang beranekaragam. Keanekaragaman budayanya itu tercermin

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Campursari karya Manthous dapat hidup menjadi musik. industri karena adanya kreativitas dari Manthous sebagai pencipta

BAB V KESIMPULAN. Campursari karya Manthous dapat hidup menjadi musik. industri karena adanya kreativitas dari Manthous sebagai pencipta BAB V KESIMPULAN Campursari karya Manthous dapat hidup menjadi musik industri karena adanya kreativitas dari Manthous sebagai pencipta produk dan kreativitas dari penyelenggara produk atau produser. Kreativitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seni musik merupakan bidang seni yang sangat diminati, sebab musik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seni musik merupakan bidang seni yang sangat diminati, sebab musik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seni musik merupakan bidang seni yang sangat diminati, sebab musik merupakan media hiburan yang sangat efektif. Secara umum, musik merupakan kegiatan kesenian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh manfaatnya secara langsung dalam perkembangan pribadinya.

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh manfaatnya secara langsung dalam perkembangan pribadinya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam arus globalisasi yang berkembang dengan pesat, mendorong perlunya perubahan paradigma pendidikan. Salah satu upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada tahun 1812, untuk pertama kalinya seorang komponis berkebangsaan Irlandia, John Field mempergelarkan Nocturne no. 1-3 di St. Petersburg 1. Nocturne means a piece

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Penelitian 1. Lokasi Penelitian Foto 3.2 Sekolah Menengah Pertama Pasundan Katapang (Sumber : Dokumentasi Pribadi Ranti, 2014) Lokasi penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Penelitian kualitatif (qualitative research) adalah penelitian yang ditujukan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah karya seni tidak terlepas dari pembuatnya, yaitu lebih dikenal dengan

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah karya seni tidak terlepas dari pembuatnya, yaitu lebih dikenal dengan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sebuah karya seni tidak terlepas dari pembuatnya, yaitu lebih dikenal dengan istilah seniman. Pada umumnya, seorang seniman dalam menuangkan idenya menjadi sebuah karya

Lebih terperinci

Bahan Ajar BAB I KONSEP, DAN PENTINGNYA SENI MUSIK

Bahan Ajar BAB I KONSEP, DAN PENTINGNYA SENI MUSIK Bahan Ajar BAB I KONSEP, DAN PENTINGNYA SENI MUSIK A. Pendahuluan Pendidikan seni musik bukanlah sekedar hiburan untuk memancing siswa menjadi semangat dalam belajar, seperti yang didengungkan sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian ini pada mulanya merupakan kalangenan bagi para petani ketika mereka

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian ini pada mulanya merupakan kalangenan bagi para petani ketika mereka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Celempungan adalah salah satu seni tradisional yang ada di Jawa Barat. Kesenian ini pada mulanya merupakan kalangenan bagi para petani ketika mereka sedang

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN KESENIAN REJUNG MELALUI PENDEKATAN SAINTIFIK UNTUK PENANAMAN NILAI BUDAYA LOKAL DI UNIVERSITAS PGRI PALEMBANG. Fadhilah Hidayatullah

PEMBELAJARAN KESENIAN REJUNG MELALUI PENDEKATAN SAINTIFIK UNTUK PENANAMAN NILAI BUDAYA LOKAL DI UNIVERSITAS PGRI PALEMBANG. Fadhilah Hidayatullah PEMBELAJARAN KESENIAN REJUNG MELALUI PENDEKATAN SAINTIFIK UNTUK PENANAMAN NILAI BUDAYA LOKAL DI UNIVERSITAS PGRI PALEMBANG Fadhilah Hidayatullah Dosen Universitas PGRI Palembang fadhilahhidayatullah@gmail.com

Lebih terperinci

KOMPETENSI INTI KOMPETENSI DASAR. MATA PELAJARAN BAHASA SUNDA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) MADRASAH TSANAWIYAH (MTs.)

KOMPETENSI INTI KOMPETENSI DASAR. MATA PELAJARAN BAHASA SUNDA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) MADRASAH TSANAWIYAH (MTs.) MATA PELAJARAN BAHASA SUNDA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) MADRASAH TSANAWIYAH (MTs.) DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA BARAT BALAI PENGEMBANGAN BAHASA DAERAH DAN KESENIAN 2013 DRAFT-1 DAN MATA PELAJARAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Jubelando O Tambunan, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Jubelando O Tambunan, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai ciri keanekaragaman budaya yang berbeda tetapi tetap satu. Indonesia juga memiliki keanekaragaman agama

Lebih terperinci

Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) Mata Pelajaran Seni Musik Sumber: KTSP 2006

Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) Mata Pelajaran Seni Musik Sumber: KTSP 2006 (SK) dan (KD) Mata Pelajaran Sumber: KTSP 2006 52. Mata Pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI) A. Latar Belakang Muatan seni budaya dan keterampilan sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. luas. Susunan bunyi atau nada yang tercipta dalam suatu karya musik mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. luas. Susunan bunyi atau nada yang tercipta dalam suatu karya musik mempunyai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Musik adalah salah satu seni yang mempunyai ruang lingkup yang sangat luas. Susunan bunyi atau nada yang tercipta dalam suatu karya musik mempunyai karakter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan Tinggi. Pendidikan Seni Budaya diharapkan mampu mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan Tinggi. Pendidikan Seni Budaya diharapkan mampu mengembangkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan Seni Budaya merupakan satu mata pelajaran yang dituntut oleh kurikulum untuk diajarkan atau diberikan kepada peserta didik mulai tingkat TK sampai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kurikulum dalam pendidikan di Indonesia terus berkembang dari waktu ke waktu. Tentunya perkembangan ini terjadi untuk terus meningkatkan mutu pendidikan, bahkan perbaikan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian dengan cara mengumpulkan, menyusun dan menginterpretasikan data.

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian dengan cara mengumpulkan, menyusun dan menginterpretasikan data. BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Agar mencapai hasil yang maksimal, perlu metode yang tepat untuk digunakan dalam penelitian. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karo merupakan merupakan salah satu etnis di provinsi Sumatera Utara yang

BAB I PENDAHULUAN. Karo merupakan merupakan salah satu etnis di provinsi Sumatera Utara yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karo merupakan merupakan salah satu etnis di provinsi Sumatera Utara yang memiliki kebudayaan tersendiri. Salah satu unsur kebudayaan itu adalah musik 1. Musik di dalam

Lebih terperinci

PROSES PEMBELAJARAN MUSIK BAGI KELOMPOK BAND JUST 4_U DI SMA BOPKRI 1 YOGYAKARTA

PROSES PEMBELAJARAN MUSIK BAGI KELOMPOK BAND JUST 4_U DI SMA BOPKRI 1 YOGYAKARTA RINGKASAN SKRIPSI PROSES PEMBELAJARAN MUSIK BAGI KELOMPOK BAND JUST 4_U DI SMA BOPKRI 1 YOGYAKARTA Diajukan Kepada Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diana Susi, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diana Susi, 2013 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya akan keanekaragaman seni khususnya bidang seni tari. Kekayaan Seni tari yang saat ini berkembang di berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kurikulum merupakan salah satu instrumen dalam upaya mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas. Sejarah perkembangan pendidikan di Indonesia diwarnai

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP No. 1.1) : SMP Negeri 2 Gerokgak

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP No. 1.1) : SMP Negeri 2 Gerokgak RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP No. 1.1) Sekolah : SMP Negeri 2 Gerokgak Mata Pelajaran : Seni Budaya / Seni Rupa Kelas/Semester : IX / I Pertemuan ke : 1-2 Alokasi Waktu : 4 x 40 menit Satandar

Lebih terperinci

2015 PELATIHAN KERONCONG PADA REMAJA USIA TAHUN DI BATAVIA SUNDA KELAPA MARINA JAKARTA UTARA

2015 PELATIHAN KERONCONG PADA REMAJA USIA TAHUN DI BATAVIA SUNDA KELAPA MARINA JAKARTA UTARA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Musik merupakan salah satu bagian pokok dalam kehidupan manusia. Hampir semua peradaban masyarakat di dunia ini memiliki musik sebagai hasil budaya mereka. Menurut Soeharto

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Musik merupakan seni yang menghasilkan suara terampil dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Musik merupakan seni yang menghasilkan suara terampil dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Musik merupakan seni yang menghasilkan suara terampil dan menyenangkan, untuk menggabungkan rangkaian musik dengan baik bahkan mempesona sehingga bunyi merdu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan bangsa dengan masyarakat yang di dalamnya memiliki nilai budaya dan melahirkan keunikan yang membedakan dengan bangsa lain. Adanya keunikan

Lebih terperinci

ANALISIS GAYA BAHASA PERSONIFIKASI DAN HIPERBOLA LAGU-LAGU JIKUSTIK DALAM ALBUM KUMPULAN TERBAIK

ANALISIS GAYA BAHASA PERSONIFIKASI DAN HIPERBOLA LAGU-LAGU JIKUSTIK DALAM ALBUM KUMPULAN TERBAIK ANALISIS GAYA BAHASA PERSONIFIKASI DAN HIPERBOLA LAGU-LAGU JIKUSTIK DALAM ALBUM KUMPULAN TERBAIK SKRIPSI Usulan Penelitian untuk Skripsi S-1 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah Diajukan Oleh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki warisan budaya yang beranekaragam. Keanekarangaman warisan

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki warisan budaya yang beranekaragam. Keanekarangaman warisan 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Provinsi Jawa Barat yang lebih sering disebut sebagai Tatar Sunda dikenal memiliki warisan budaya yang beranekaragam. Keanekarangaman warisan budayannya tersebut dapat

Lebih terperinci