BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. besar bagian yang akan dibahas sesuai dengan pertanyaan penelitian yaitu

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. besar bagian yang akan dibahas sesuai dengan pertanyaan penelitian yaitu"

Transkripsi

1 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Hasil Penelitian Pada Bab VI diuraikan hasil penelitian serta pembahasannya. Secara garis besar bagian yang akan dibahas sesuai dengan pertanyaan penelitian yaitu gambaran umum mengenai motivasi berprestasi dan rancangan program bimbingan belajar untuk meningkatkan motivasi berprestasi siswa SMA Pasundan 8 Bandung Tahun Ajaran Gambaran Umum Kemampuan Motivasi Berprestasi Siswa Kelas X SMA Pasundan 8 Bandung Tahun Ajaran Berdasarkan hasil pengumpulan data yang diperoleh mengenai gambaran motivasi berprestasi dari hasil penyebaran instrumen terhadap sampel penelitian. Data yang dikumpulkan diperoleh gambaran mengenai motivasi berprestasi, aspek dan indikator motivasi berprestasi siswa. Secara rinci, gambaran umum motivasi berprestasi siswa kelas X SMA Pasundan 8 Bandung tahun ajaran dapat dilihat pada gafik 4.1 berikut : 98

2 99 Berdasarkan grafik 4.1, secara umum motivasi berprestasi siswa kelas X SMA Pasundan 8 Bandung Tahun Ajaran berada pada kategori sedang (64,1%). Motivasi berprestasi berada pada kategori sedang, artinya sebagian besar siswa mampu: 1. Bertanggung Jawab secara pribadi pada indikasi kemampuan bertanggung jawab terhadap tugas-tugas / pekerjaan yang diterimanya, dan puas dengan hasil uasaha sendiri. 2. Menetapkan nilai yang akan dicapai atau menetapkan standar unggulan pada indikasi kemampuan menetapkan nilai yang akan dicapai, dan kemampuan berusaha menguasai materi. 3. Berusaha bekerja kreatif pada indikasi kemampuan menampilkan sesuatu yang berbeda atau bervariasi, dan belum mampu bersikap gigih/ giat mencari cara menyelesaikan tugas. 4. Berusaha mencapai cita-cita pada indikasi mampu bersikap rajin mengerjakan tugas, belajar dengan keras, dan menetapkan cita-cita. 5. Melakukan antisipasi pada indikasi mampu membuat persiapan belajar, dan belum mampu mengantisipasi kegagalan atau kesulitan yang mungkin terjadi. 6. Melakukan kegiatan dengan sebaik-baiknya pada indikasi kemampuan membuat jadwal kegiatan belajar dan mentaati jadwal belajar, berinisiatif untuk belajar mengerjakan soal-soal latihan tanpa menunggu perintah guru, mempersiapkan buku pelajaran dan alat tulis yang dibutuhkan dalam belajar, dan belum mampu melakukan kegiatan yang dikerjakan

3 Gambaran Umum Pencapaian Aspek-Aspek Motivasi Berprestasi Siswa Kelas X SMA Pasundan 8 Bandung Tahun Ajaran Gambaran yang lebih spesifik mengenai gambaran motivasi berprestasi siswa di sekolah, berikut disajikan pada grafik 4.2 mengenai gambaran motivasi berprestasi siswa berdasarkan aspek-aspek motivasi berprestasi yaitu aspek mempunyai tanggung jawab pribadi, menetapkan nilai yang akan dicapai atau menetapkan standar unggulan, berusaha bekerja kreatif, berusaha mencapai citacita, melakukan antisipasi, melakukan kegiatan sebaik-baiknya. Gambaran umum pencapaian aspek-aspek motivasi berprestasi siswa kelas X SMA Pasundan 8 Bandung tahun ajaran dapat dilihat pada grafik 4.2 sebagai berikut: Grafik 4.2 Gambaran Motivasi Berprestasi Siswa SMA Pasundan 8 Bandung Berdasarkan Aspek

4 101 Secara umum dari keenam aspek motivasi berprestasi menunjukkan siswa telah mencapai tingkat motivasi berprestasi yang cukup optimal, terlihat dari presentase yang berada pada kategori sedang. Grafik 4.2 menunjukkan perolehan enam aspek berada pada kategori sedang. Aspek yang berada pada kategori sedang yaitu mempunyai tanggung jawab pribadi dengan perolehan presentase (66,9%), artinya siswa mampu melaksanakan tugas sekolah tepat waktu atau mampu bertanggung jawab terhadap tugas yang sudah dikerjakan atau keputusan yang sudah diambil. Pada aspek menetapkan nilai yang akan dicapai atau menetapkan standar keunggulan berada pada ketegori sedang dengan perolehan presentase (65,7%), artinya siswa mampu menargetkan nilai yang dicapai, mampu memperbaiki kekurangan tugas-tugas untuk mendapat perbaikan nilai, dan mampu berkosentrasi memahami materi pelajaran. Aspek berusaha bekerja kreatif berada pada kategori sedang dengan perolehan presentase (59,7%), artinya siswa mampu melakukan sesuatu lebih baik dengan cara berbeda dari biasanya atau berbeda dengan orang lain. Aspek berusaha mencapai cita-cita berada pada kategori sedang dengan perolehan presentase (65,7%), artinya siswa mampu membangkitkan semangat siswa dalam mencapai cita-citanya atau merencanakan cita-cita dengan mengerjakan tugas-tugas dan mampu meluangkan waktu kapan pun untuk belajar. Pada aspek melakukan antisipasi berada pada kategori sedang dengan presentase (54,1%), artinya siswa mampu mengantisipasi kegagalan atau kesulitan yang mungkin terjadi. Pada aspek melakukan kegiatan dengan sebaik-baiknya berada pada kategori sedang dengan perolehan presentase (69,6%), artinya

5 102 siswa mampu melakukan kegiatan belajar dengan sungguh-sungguh atau siswa mampu mempersiapkan diri untuk melakukan kegiatan sebaik-baiknya. 3. Gambaran Motivasi Berprestasi Siswa Berdasarkan Indikator Dari keenam aspek motivasi berprestasi pada penelitian telah dikembangkan indikator-indikator untuk mengungkap kemampuan motivasi berprestasi siswa. Secara rinci kemampuan motivasi berprestasi siswa berdasarkan indikator dijelaskan pada grafik-grafik sebagai berikut: a. Aspek Mempunyai Tanggung Jawab pribadi Secara rinci, gambaran umum motivasi berprestasi siswa kelas X SMA Pasundan 8 Bandung tahun ajaran mengenai indikator-indikator dari aspek mempunyai tanggung jawab pribadi dapat dilihat pada grafik 4.3 sebagai berikut: Grafik 4.3 Gambaran Umum Indikator Aspek Mempunyai tanggung Jawab Pribadi

6 103 Grafik 4.3 menunjukkan semua indikator aspek mempunyai tanggung jawab pribadi berada pada kategori sedang. Indikator bertanggung jawab terhadap tugas-tugas atau pekerjaan yang diterimanya berada pada kategori sedang dengan perolehan presentase (63,5%), artinya siswa mampu bertanggung jawab dalam mengerjakan tugas-tugas sekolah sendiri, mampu bertanggung jawab mengerjakan tugas tepat waktu. Indikator puas dengan hasil usaha sendiri berada pada kategori sedang dengan perolehan presentase (71,8%), artinya siswa merasa lebih puas apabila tugas sekolah dikerjakan sendiri, mampu merasa yakin tugas atau pekerjaannya dikerjakan sendiri hasilnya akan lebih baik. b. Aspek Menetapkan Nilai yang akan dicapai Secara rinci, gambaran umum motivasi berprestasi siswa kelas X SMA Pasundan 8 Bandung tahun ajaran mengenai indikator-indikator dari aspek menetapkan nilai yang akan dicapai dapat dilihat pada grafik 4.4 sebagai berikut: Grafik 4.4 Gambaran Umum Indikator Aspek Menetapkan Nilai yang akan dicapai

7 104 Grafik 4.4 menunjukkan semua indikator pada aspek menetapkan nilai yang akan dicapai berada pada kategori sedang, Indikator menetapkan nilai yang akan dicapai berada pada kategori sedang dengan perolehan presentase (62,4%), artinya siswa mampu menargetkan nilai yang akan dicapai dalam belajar. Indikator berupaya menguasai materi pelajaran secara tuntas berada pada kategori sedang dengan perolehan presentase (69,1%), artinya siswa mampu berupaya menguasai materi secara tuntas untuk mencapai nilai yang sesuai harapan. c. Aspek Berusaha Bekerja Kreatif Secara rinci, gambaran umum motivasi berprestasi siswa kelas X SMA Pasundan 8 Bandung tahun ajaran mengenai indikator-indikator dari aspek berusaha bekerja kreatif dapat dilihat pada grafik 4.5 sebagai berikut: Grafik 4.5 Gambaran Umum Indikator Aspek Berusaha Bekerja Kreatif

8 105 Grafik 4.5 menunjukkan pada aspekberusaha bekerja kreatif, pencapaian indikator berada pada kategori sedang dan rendah. Indikator gigih atau giat mecari cara untuk menyelesaikan tugas sekolah berada pada kategori rendah dengan presentase (44,8%), artinya siswa belum mampu dalam bersikap gigih atau giat mencari cara untuk menyelesaikan tugas, mampu mencari cara baru dalam mempercepat materi pelajaran atau menyelesaikan tugas. Pada indikator menampilakn sesuatu yang berbeda atau bervariasi berada pada kategori sedang dengan perolehan presentase (53,6%), artinya sebagian besar siswa mampu menampilkan sesuatu (cara belajar, cara mengerjakan tugas) yang berbeda/bervariasi dengan orang lain, mampu menampilkan ciri khas dalam mengerjakan tugas. d. Aspek Berusaha Mencapai Cita-cita Secara rinci, gambaran umum motivasi berprestasi siswa kelas X SMA Pasundan 8 Bandung tahun ajaran mengenai indikator-indikator dari aspek berusaha mencapai cita-cita dapat dilihat pada grafik 4.6 sebagai berikut: Grafik 4.6 Gambaran Umum Indikator Aspek Berusaha Mencapai Cita-cita

9 106 Grafik 4.6 menunjukkan semua indikator pada aspek berusaha mencapai cita-cita berada pada kategori sedang. Indikator rajin mengerjakan tugas berada pada kategori sedang dengan perolehan presentase (70,7%), artinya siswa mampu menuntaskan tugasny, mampu mengerjakan tugas sebaik mungkin. Indikator belajar dengan keras berada pada kategori sedang dengan perolehan presentase (65,7%), artinya siswa mampu mengatasi kesulitan belajar, mampu meluangkan waktu belajar walaupun tidak ada PR, rutin belajar setiap malam. Indikator menetapkan cita-cita berada pada kategori sedang dengan perolehan presentase (63%), artinya siswa mampu untuk menetapkan cita-cita, berusaha mengetahui lebih banyak atau mencari informasi mengenai cita-cita yang diinginkan. e. Aspek Melakukan Antisipasi Secara rinci, gambaran umum motivasi berprestasi siswa kelas X SMA Pasundan 8 Bandung tahun ajaran mengenai indikator-indikator dari aspek melakukan antisipasi dapat dilihat pada grafik 4.7 sebagai berikut: Grafik 4.7 Gambaran Umum Indikator Aspek Melakukan Antisipasi

10 107 Grafik 4.7 menunjukkan indikator pada aspek melakukan antisipasi berada pada kategori sedang dan rendah. Indikator mengantisipasi kegagalan atau kesulitan yang mungkin terjadi berada pada kategori rendah dengan perolehan presentase (44,8%), artinya siswa belum mampu mengerjakan soal latihan ulangan yang dianggap sulit, belum mampu berusaha membaca materi yang akan diujikan, belem mampu menjawab soal ulangan/ujian. Indikator membuat persiapan belajar berada pada kategori sedang dengan perolehan presentase (71,8%), artinya siswa mampu membuat persiapan belajar(menyiapkan materi pelajaran, keperluan atau peralatan sebelum pergi ke sekolah dan sebelum ulangan dilakasanakan). f. Aspek Melakukan Kegiatan dengan Sebaik-baiknya Secara rinci, gambaran umum motivasi berprestasi siswa kelas X SMA Pasundan 8 Bandung tahun ajaran mengenai indikator-indikator dari aspek melakukan kegiatan dengan sebaik-baiknya dapat dilihat pada grafik 4.8 pada halaman berikut:

11 108 Grafik 4.8 Gambaran Umum Indikator Aspek Melakukan Kegiatan dengan Sebaikbaiknya Grafik 4.8 menunjukkan indikator pada aspek melakukan kegiatan dengan sebaik-baiknya berada pada kategori sedang dan rendah. Indikator tidak ada kegiatan yang lupa dikerjakan berada pada kategori rendah dengan perolehan presentase (43,1%), artinya siswa belum melaksanakan kegiatan yang harus dikerjakannya, belum mampu mengingat setiap tugas yang akan dikerjakan, belum mampu mencatat kegiatan yang akan dilakukan esok hari. Indikator membuat jadwal kegiatan belajar dan mentaati jadwal belajar yang telah dibuat siswa berada pada kategori sedang dengan perolehan presentase (95%), artinya mampu menuliskan jadwal secara sistematis agar semua kegiatan dapat dilaksanakan, mampu menyelesaikan tugas sesuai jadwal yang telah dibuat. Indikator berinisiatif untuk belajar mengerjakan soal-soal latihan tanpa menunggu perintah guru berada pada kategori sedang dengan perolehan presentase (70,7%), artinya siswa mampu mengerjakan soal-soal latihan tanpa

12 109 menunggu perintah guru, mampu memeriksa ulang tugas-tugas yang telah selesai dikerjakan. Indikator memiliki buku pelajaran dan alat tulis yang dibutuhkan dalam belajar berada pada kategori sedang dengan perolehan presentase (66,9%), artinya siswa mampu berusaha melengkapi buku atau alat tulis yang dibutuhkan dalam belajar, mampu berusaha menabung untuk membeli perlengkapan belajar. B. Pembahasan Hasil penelitian 1. Hasil Penelitian Mengenai Motivasi Berprestasi Siswa kelas X SMA Pasundan 8 Bandung Hasil penelitian motivasi berprestasi menunjukkan sebagian besar siswa kelas X SMA Pasundan 8 Bandung tahun ajaran berada pada kategori sedang, tetapi ada beberapa siswa yang memiliki motivasi berprestasi pada kategori tinggi dan rendah. Siswa pada kategori sedang diasumsikan telah mencapai tingkat motivasi berprestasi yang cukup optimal pada setiap aspeknya. McClelland (Sukadji, 2001: 75) mengungkapkan motivasi berprestasi merupakan dorongan/keinginan individu untuk mencapai keberhasilan dengan bersaing yang sehat dalam mencapai standar keunggulan (standard of excellence). Motivasi berprestasi merupakan hal yang sangat penting bagi individu untuk mewujudkan perilaku yang terarah pada suatu tujuan tertentu dan mampu berusaha memecahkan masalahnya secara efektif dan produktif. Mengingat betapa pentingnya motivasi berprestasi bagi siswa dalam kehidupan sehari-hari baik di lingkungan keluarga maupun di sekolah dapat membangkitkan semangat dan self-

13 110 competition secara sehat untuk bertindak lebih baik dan mengungkapkan perasaan puas terhadap hasil prestasi yang telah dicapai siswa, membiasakan siswa mendiskusikan pendapat atau cita-cita agar mampu mencapai tujuan yang diinginkannya (Ngalim Purwanto, 2006: 81). Siswa yang memiliki motivasi berprestasi tinggi diyakini memiliki aspirasi pendidikan yang tinggi pula karena siswa memiliki keyakinan atas kemampuan belajar yang dimilikinya. Bagi siswa dengan motivasi berprestasi sedang atau rendah perlu mendapatkan bantuan untuk meningkatkan keyakinan atas kemampuan belajarnya. Meningkatkan kemampuan belajar dapat dilakukan dengan membangkitkan dorongan dalam diri siswa untuk berprestasi atau melakukan sesuatu sebaik mungkin. Secara umum, pencapaian aspek-aspek motivasi berprestasi siswa berada pada kategori sedang. Terdapat lima aspek motivasi beprestasi yang kategori sedang. Kelima aspek memiliki presentase sedang yaitu mempunyai tanggung jawab pribadi, menetapkan nilai yang akan dicapai, berusaha bekerja kreatif, berusaha mencapai cita-cita, melakukan antisipasi, dan melakukan kegiatan dengan sebaik-baiknya. Pencapaian aspek-aspek motivasi berprestasi siswa cukup optimal dan perlunya upaya bimbingan untuk meningkatkan motivasi berprestasi yang dimiliki siswa. Upaya bimbingan diarahakan pada pendekatan preventif dan pengembangan, yaitu mengambangkan motivasi berprestasi siswa di sekolah sehingga siswa dapat mencapai prestasi dengan baik. Hasil penelitian menunjukkan pada aspek mempunyai tanggung jawab pribadi, sebagian besar siswa memiliki kemampuan dalam bertanggung jawab

14 111 terhadap tugas-tugas/ pekerjaan yang diterimanya, dan siswa mampu memiliki sikap puas dengan hasil usahanya sendiri. Siswa yang mempunyai tanggung jawab pribadi terhadap tugas yang diterimanya mendorong siswa untuk mengerjakan tugas sekolah sendiri, merasa yakin tugas yang dikerjakan atas usaha sendiri hasilnya akan lebih baik dan selalu mengkoreksi apabila tugasnya dikerjakan orang lain, sehingga siswa memiliki motivasi berprestasi akan tanggung jawabnya sendiri. Tanggujawab pribadi yang dimiliki siswa kelas X merupakan bagian dari masa penyesuaian diri masa sekolah menengah pertama (SMP) ke jenjang sekolah menengah atas (SMA) yang menuntut untuk lebih tinggi pencapaian prestasinya baik dibidang akademis maupun non akademis sehingga dapat dijadikan kesempatan untuk meningkatkan motivasi berprestasi siswa di sekolah. Sesuai dengan pendapat John C. Maxwell (Maicy Priskila, 2002: 102) mengungkapkan tanggungjawab pribadi merupakan potensi yang harus dikembangkan masa remaja, karena tanggung jawab merupakan sesuatu perbuatan yang disadari. Tanggung jawab secara pribadi pada masa remaja adalah bagian yang harus diperoleh. Remaja ingin menetukan sikap dan tanggung jawab atas keputusan yang diambil, menunjukkan independensinya dari segala ikatan yang selama ini membebani (menemukan ikatan-ikatan baru berupa teman sebaya yang lebih leluasa). Melatih remaja untuk bertanggung jawab berarti memberikan kesempatan untuk mengaktualisasikan dirinya dengan cara memberikan suatu kepercayaan, memberikan tugas yang menyenangkan dan memberi kesempatan menyelesaikan tugasnya, memberikan kesempatan remaja berinteraksi lebih

15 112 leluasa dengan teman sebaya (seperti mengerjakan tugas kelompok). Dengan demikian tanggung jawab siswa sebagai remaja menjadi kebutuhan dalam proses perkembangannya menjadi seorang remaja yang matang. Kegagalan memiliki tanggung jawab pribadi akan berdampak buruk pada proses perkembangan masa remaja berikutnya. Sesuai dengan yang dikemukakan E. Koeswara (1995: 75) mengungkapkan tanggung jawab pribadi merupakan kesadaran individu akan tingkah laku atau perbuatannya yang disengaja maupun yang tidak di sengaja. Tangung jawab juga berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan kewajiban individu terhadap tugas yang dikerjakannya. Wujud tanggung jawab pribadi berupa pengabdian dan pengorbanan. Pengabdian dan pengorbanan merupakan perbuatan baik untuk kepentingan diri sendiri. Pengabdian dan pengorbanan dapat berupa pikiran, perasaan, dan tenaga yang dilakukan terhadap tugas atau pekerjaan yang diterimanya dengan sebaik mungkin. Sesuai dengan pendapat Mohammad Surya (2003:112) siswa yang bertanggung jawab terhadap pribadinya memiliki karakteristik, yaitu : a) mampu mengerjakan apa yang sudah seharusnya dikerjakan atau menepati apa yang sudah dijanjikan dengan sebaik-baiknya dengan penuh kesungguhan; b) mampu perasaan ikut andil dalam sebuah kewajiban., artinya kewajiban tersebut tidak bisa diselesaikan dengan baik maka harus bercermin pada diri sendiri; c) apabila belum bisa melakukan kewajiban (tugas yang dikerjakan) dengan baik tidak menyalahkan orang lain bahkan tidak menyalahkan keadaan yang tidak

16 113 menguntungkan; d) mampu menentukan skala prioritas; d) mampu fokus pada program dan penjadwalan yang sudah ditetapkan; e) Bersikap tegas. Bedasarkan hasil penelitian yang diperoleh dan pendapat yang dikemukakan oleh John C. Maxwell, E. Koeswara dan Mohammad Surya menunjukkan sikap mempunyai tanggung jawab pribadi harus dimiliki siswa dalam mewujudkan motivasi berprestasi yang tinggi di sekolah. Dengan demikian siswa memerlukan upaya bimbingan untuk meningkatkan motivasi berprestasi dalam bertanggung jawab terhadapa tugas-tugas/ pekerjaan yang diterimanya, dan puas mengerjakan tugas dengan hasil usahanya sendiri. Upaya bimbingan dilakukan dengan pemberian layanan dasar dan layanan responsif yaitu berupa bimbingan klasikal dan konseling kelompok. Pada aspek menetapkan nilai yang akan dicapai atau menetapkan standar unggulan, sebagian besar siswa cukup mampu mempunyai standar nilai yang harus dicapainya dan berupaya menguasai materi secara tuntas. Hal tersebut menunjukkan siswa perlu meningkatkan kemampuannya khususnya kemauan untuk mencapai standar nilai yang dicapainya siswa mampu memiliki target nilai ingin dicapai, memperbaiki kekurangan dari tugas-tugas untuk mendapatkan perbaikan nilai dan siswa harus mampu menguasai materi pelajaran secara tuntas. Martin Handoko (1992: 45) mengungkapkan seseorang menetapkan nilai yang harus dicapai atau sesuai standar keunggulan mampu berusaha fokus terhadap apa yang menjadi target pencapaiannya dan perhatian sepenuhnya terhadap tujuan yang ingin dicapai sehingga mendapat nilai yang diharapkannya, perlu pengobanan, yaitu berusaha keras mencurahkan waktu dan perasaan untuk

17 114 untuk terus berprestasi dalam pelajaran dan berharap untuk mendapatkan nilai yang baik, konsentrasi untuk lebih memahami materi pelajaran, Dengan demikian, siswa tidak hanya menetapkan nilai yang ingin dicapai tetapi harus berjuang dan berusaha bagaimana mendapatkan nilai sesuai standar keunggulan untuk mencapai prestai yang diharapkan. Hasil penelitian yang diperoleh dan pendapat yang dikemukakan Martin Handoko, menunjukkan kemampuan menetapkan nilai yang harus dicapai atau standar keunggulan yang harus dimiliki siswa dalam mewujudkan motivasi berprestasi yang tinggi di sekolah. Dengan demikian siswa memerlukan upaya bimbingan untuk meningkatkan motivasi berprestasi dalam menetapakan nilai yang akan dicapai dan berupaya menguasai materi secara tuntas. Upaya bimbingan dilakukan dengan pemberian layanan dasar yaitu berupa bimbingan klasikal dan kelompok. Pada aspek berusaha bekerja kreatif, siswa mampu manampilkan sesuatu yang berbeda dengan orang lain dan disamping lain siswa tidak memiliki kemampuan yang optimal dalam mampu manampilkan cara yang berbeda dengan orang lain. Siswa perlu meningkatkan kemampuannya, khususnya menampilkan sesuatu yang berbeda dengan orang lain. Siswa mampu memiliki kegigihan/giat mencari cara yang berbeda untuk mengerjakan tugas, dan menampilkan sesuatu yang bervariasi atau berbeda dengan orang lain. Kreatif dalam usaha dimulai dari kreatif dalam proses berpikir. Berpikir kreatif diharapkan tumbuh menjadi bagian cara berpikir dan berperilaku siswa kelas X SMA Pasundan 8 Bandung. Sesuai dengan data yang diperolah,

18 115 mendukung pendapat Uman Suherman (2007: 42) mengemukakan tiga syarat dalam berpikir kreatif, yaitu: a) kreativitas melibatkan respon/ gagasan baru; b) dapat mengatasi persoalan secara realistis; c) terdapat usaha untuk mempertahankan ide-ide original. Terdapat tiga faktor yang mempengaruhi berpikir negatif, yaitu: a) kemampuan kognitif (termasuk kecerdasan, kemampuan melahirkan gagasan baru, gagasan yang lain); b) sikap terbuka (seseorang yang kreatif mempersiapkan dirinya menerima secara terbuka, memilih minat yang beragam dan luas); dan c) sikap yang bebas, otonom, dan percaya kepada diri sendiri. Sesuai apa yang dikemukakan Vroom (1980: 72) kreativitas merupakan kemampuan untuk memikirkan tentang sesuatu dalam cara yang baru dan tidak biasanya serta untuk mendapatkan solusi-solusi yang unik. Kreativitas merupakan kemampuan untuk memberikan gagasan-gagasan baru dan menerapkan dalam pemecahan masalah. Kreativitas meliputi baik ciri-ciri aptitude, yaitu: kelancaran (fluency), keluwesan (flexibility), dan keaslian (originality) dalam pemikiran, sedangkan ciri-ciri non aptitude, yaitu: rasa ingin tahu, senang mengajukan pertanyaan dan selalu ingin mencari pengalaman-pengalaman baru. Kemampuan seseorang untuk berusaha kreatif memiliki tingkat yang berbeda-beda, dan yang diperlukan adalah bagaimana mengembangkan kreativitas tersebut. Berusaha bkerja kreatif tidak lahir hanya kebetulan, melainkan melalui serangkaian proses kreatif yang menuntut kecakapan, keterampilan, dan motivasi yang kuat. Ada tiga faktor yang turut menentukan prestasi kreatif seseorang, yaitu: a) motivasi atau

19 116 komitmen yang tinggi; (b) keterampilan dalam bidang yang ditekuni; dan (c) kecakapan kreatif. Siswa memerlukan upaya bimbingan untuk meningkatkan kreativitas yang dimilikinya sehingga siswa mampu menampilkan suatu prestasi yang baru di sekolah. Pada penelitian, siswa mampu manampilkan sesuatu yang baru dan sebagian besar siswa belum memiliki sikap gigih/giat mencari cara untuk mengerjakan tugas sehingga upaya bimbingan dilakukan dengan pemberian layanan dasar dan responsif yaitu berupa bimbingan kelompok dan konseling kelompok. Pada aspek berusaha mencapai cita-cita, siswa mampu memiliki sikap rajin mengerjakan tugas, siswa mampu belajar dengan keras, dan siswa mampu menetapkan cita-cita. Siswa mampu memperkuat motivasi berprestasi dalam berusaha mencapai-citacitanya perlu mengembangkan tujuan yang akan dicapai siswa, ciptakan situasi kompetisi yang sehat, adakan pace making (atas dasar prinsip goal gradient: semakin jelas tujuan/sasaran, semakin kuat motivasi berprestasi dalam menetapkan cita-cita di masa depan). Siswa menetapkan citacita yang dibangun akan memotivasi dirinya untuk melakukan yang terbaik dan tumbuhnya cita-cita yang tertanam kuat dalam diri siswa diharapkan dapat memicu semangat belajar yang pada akhirnya dapat melahirkan prestasi (Abin Syamsudin: 2005: 41). Ngalim Purwanto (2006: 75) menyatakan seseorang berusaha mencapai cita-cita dimasa yang akan datang dapat menjadi pedoman dalam memaksimalkan ketercapaian cita-cita, yaitu memahami memiliki masa depan

20 117 merupakan hal yang sangat penting, membangun motivasi yang kuat, mengenali potensi diri, merencanakan target dimasa depan, dan mengevaluasi rencana masa depannya. Berusaha mencapai cita-cita mempunyai kiat-kiat yang harus dimiliki seseorang dalam menggapai cita-cita itu sendiri, diantaranya: menghargai waktu, menentukan prioritas, membuat perencanaan yang matang, dan memiliki tekad yang kuat dalam mencapai cita-cita di masa depan. Penelitian menunjukkan siswa cukup optimal pada aspek berusaha mencapai cita-cita tetapi hal tersebut dirasa perlu upaya bimbingan untuk meningkatkan kemampuan sikap rajin mengerjakan tugas, kemampuan belajar dengan keras, dan siswa mampu menetapkan cita-cita di masa yang akan datang. Upaya bimbingan yang dilakukan dengan pemberian layanan dasar yaitu bimbingan klasikal dan bimbingan kelompok. Pada aspek melakukan antisipasi, siswa cukup mampu mempersiapkan kegagalan yang mungin akan dihadapi, dan sebagian besar siswa tidak memiliki kemampuan yang optimal untuk mempersiapkan kegagalan yang mungkin akan dihadapi. Sehingga siswa perlu meningkatkan kemampuannya, khususnya dalam mempersiapkan kegagalan yang mungkin akan dihadapi. Siswa harus meningkatkan kemampuan mengantisipasi kegagalan atau kesulitan yang mungkin terjadi, dan siswa mampu membuat persiapan belajar. Moekiyat (1976: 95) mengemukakan seseorang setiap menghadapi persoalan perlu pemecahan masalahnya, seseorang cenderung tidak mempersiapkan kesuliatan atau kegagalan yang dihadapi dapat menghindari masalah yang sulit dan menyusahkan, atau yang mengandung resiko berat, lebih

21 118 suka melakukan sesuatu yang mendatangnya kesenangan bagi dirinya, menyalahkan orang lain, mengalihkan permasalahan yang sulit dan lebih memilih diam tanpa melakukan apa-apa. Sejalan dengan apa yang dikemukakan Sumadi Suryabrata (1981: 108) yaitu individu mampu menghadapi kegagalan yang dialaminya secara realistik, dan mampu melakukan tindakan untuk menanggulangi kegagalan secara realistik, dan dapat dibenarkan menurut norma yang berlaku, diharapkan agar seseorang mampu menghadapi sesuatu secara realistis dan rasional. Perilaku yang ditunjukkan untuk mempertahankan atau melindungi dirinya dari kegagalan yang dihadapi pada umumnya kurang disadari dan kehilangan kontrol diri, sehingga dapat menimbulkan keadaan makin sulit. Bentuk perilaku yang tidak mampu menghadapi kegagalan dengan relistik, diwujudkan dalam bentuk seperti : rasionalisai, proyeksi, kompensasi, regresi, menarik diri, represi, agresi, sublimasi, cemas tak berdaya. Hal tersebut menunjukkan seseorang kehilangan kontrol diri menghadapi kegagalan yang mungkin akan terjadi. Dengan demikian, siswa dituntut tidak hanya mengantisipasi kegagalan/kesulitan yang mungkin akan dihadapi, dan mempersiapkan belajar tetapi mampu bagaimana mampu melakukan tindakan untuk menanggulangi kegagalan secara realistik. Penelitian menunjukkan, memerlukan upaya bimbingan untuk meningkatkan kemampuan melakukan antisipasi sehingga siswa mampu mempersiapkan kegagalan yang mungkin akan dihadapinya. Pada penelitian, siswa mampu membuat persiapan belajar dan sebagian besar siswa belum memiliki sikap mengantisipasi kegagalan atau kesulitan yang mungkin terjadi

22 119 sehingga upaya bimbingan dilakukan dengan pemberian layanan dasar dan responsif yaitu berupa bimbingan klasikal dan konseling kelompok. Pada aspek melakukan kegiatan dengan sebaik-baiknya, siswa belum melaksanakan kegiatan, siswa mampu membuat jadwal kegiatan belajar dan menaati jadwal tersebut, siswa mampu berinisiatif mengerjakan soal-soal latihan tanpa menunggu perintah dari guru, siswa mampu memiliki buku pelajaran dan alat tulis yang dibutuhkan dalam belajar. Setiap individu memiliki kebutuhan untuk melakukan perbuatan dalam memperoleh hasil yang sebaik-baiknya dalam mencapai tujuan. Ciri individu mendorong untuk berprestasi sebaik mungkin dalam mencapai tujuan ditandai dengan tiga ciri: a) menyenangi situasi menuntut tanggung jawab pribadi untuk menyelesaikan masalah; b) cenderung mengambil resiko rendah atau tinggi: c) selalu mengharapkan balikan nyata ( concrete feedback) dari semua yang telah dilakukan, hal tersebut meningkatkan motivasi berprestasi dalam melakukan kegiatan dengan sebaik-baiknya secara efektif dan produktif.

23 120 Penelitian menunjukkan, memerlukan upaya bimbingan untuk meningkatkan kemampuan melakukan kegiatan dengan sebaik-baiknya. Pada penelitian, siswa mampu membuat jadwal kegiatan belajar, siswa mampu berinisiatif mengerjakan soal-soal latihan tanpa menunggu perintah dari guru, siswa mampu memiliki buku pelajaran dan alat tulis yang dibutuhkan dalam belajar, dan sebagian besar siswa belum memiliki sikap melaksanakan kegiatan yang lupa dikerjakan sehingga upaya bimbingan dilakukan dengan pemberian layanan dasar dan responsif yaitu berupa bimbingan kelompok dan konseling kelompok. Berdasarkan data hasil penelitian, motivasi berprestasi yang dimiliki siswa pada beberapa aspek menunjukkan tingkat pencapaiannya yang cukup optimal akan tetapi masih terdapat indikator yang tingkat pencapaiannya belum optimal, sehingga hal tersebut memerlukan upaya bimbingan yang diharapkan mampu memelihara dan meningkatkan motivasi berprestasi yang baik terutama mampu mengarahkan dirinya, belajar dengan sungguh-sungguh, dan mengejar cita-cita di masa depan. Siswa dapat melakukan motivasi berprestasi akan mengalami permasahan dan kegagalan dalam proses kehidupannya. Permasalahan dalam ketidakmampuan melakukan motivasi berprestasi merupakan bidang permasalahan dalam bidang bimbingan belajar. Bimbingan belajar dapat membantu siswa dalam meningkatkan motivasi berprestasi siswa. Ketidakmampuan siswa melakukan motivasi berprestasi akan menimbulkan permasalahan belajar bagi siswa dalam meraih prestasi sehingga mencapai tujuan belajar yang efektif

24 121 C. Pengaktifan Motif menjadi Motivasi Motif berasal dari bahasa latin movere yang berarti to move penggerak. Pada dasarnya, motif merupakan pengertian yang melingkupi penggerak. Alasan-alasan atau dorongan-dorongan dalam diri manusia yang menyebabkan manusia berbuat sesuatu. Motif manusia merupakan dorongan, hasrat, keinginan, dan tenaga penggerak lainnya, yang berasal dari dalam dirinya, untuk melakukan sesuatu. Motif memberikan tujuan dan arah kepada tingkah laku individu. Motif dalam kamus psikologi ialah sifat kepribadian stabil yang memiliki suatu kecenderungan melakukan tindakan-tindakan tertentu atau berusaha mencapai tujuan tujuan tertentu (Kartono, 2003:291). Berdasarkan beberapa pengertian menurut para ahli, disimpulkan motif ialah dorongan dalam diri individu untuk melakukan sesuatu. Istilah motivasi berasal dari kata motif yang dapat diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri individu, yang menyebabkan individu tersebut bertindak atau berbuat. Motif tidak dapat diamati secara langsung, tetapi dapat diinterpretasikan dalam tingkah lakunya, berupa rangsangan, dorongan, atau pembangkit tenaga munculnya suatu tingkah laku tertentu (Rukminto, 1994 dalam Uno, 2008:3). Hamzah B. Uno (2008:3) dalam Teori Motivasi & Pengukurannya menjelaskan motif dan motivasi dibedakan dalam pengertiannya. Motif adalah daya penggerak dalam diri seseorang untuk melakukan aktivitas tertentu, demi mencapai tujuan tertentu (Winkel, 1996:151). Dengan demikian, motivasi

25 122 merupakan dorongan yang terdapat dalam diri seseorang untuk berusaha mengadakan perubahan tingkah laku yang lebih baik dalam memenuhi kebutuhannya. Berkaitan dengan pengertian motivasi, beberapa psikolog menyebut motivasi sebagai konstruk hipotesis yang digunakan untuk menjelaskan keinginan, arah, intensitas, dan keajegan perilaku yang diarahkan oleh tujuan. Motivasi memiliki cakupan konsep-konsep, seperti kebutuhan untuk berprestasi, kebutuhan berafiliasi, kebiasaan, dan keingintahuan seseorang terhadap sesuatu (Brophy, 1990 dalam Uno, 2008:4). McClelland menggunakan istilah motif dan motivasi dalam arti yang sama atau sinonim karena motif mendasari timbulnya motivasi. Semua motif atau motivasi diperoleh dari hasil belajar dan merupakan dorongan untuk berubah di kondisi yang efektif (McClelland, 1955 dalam Regista Yusiana, 2002:16). Dengan demikian, dalam skripsi penggunaan motif dan motivasi digunakan dalam pengertian yang sama. C. Program Bimbingan Belajar untuk Meningkatkan Motivasi Berprestasi Siswa Penyusunan program berdasarkan hasil analisis terhadap data yang diperoleh mengenai gambaran umum motivasi berprestasi siswa dan indikatorindikator motivasi berprestasi siswa di sekolah. Gambaran indikator-indikator motivasi berprestasi siswa merupakan dasar dalam penyusunan program bimbingan belajar untuk meningkatkan motivasi berprestasi siswa.

26 123 Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil penelitian yang dilaksanakan terhadap siswa kelas X SMA Pasundan 8 Bandung Tahun Ajaran 2011/2012, diketahui siswa kelas X memiliki tingkat pencapaian motivasi berprestasi yang cukup mampu. Penyusunan program bimbingan belajar diarahkan pada pendekatan preventif dan pengembangan. Artinya, program bimbingan belajar disusun untuk dapat meningkatkan motivasi berprestasi siswa. Upaya pemberian bantuan dilakukan melalui layanan dasar bimbingan, layanan responsif, layanan perencanaan individual dan dukungan sistem, dengan materi relevan yang telah disesuaikan dengan hasil analisis kebutuhan siswa kelas X SMA Pasundan 8 Bandung tahun ajaran 2011/2012. Program sebelum validasi terlampir (Lampiran 6 halaman 229). Program bimbingan belajar meningkatkan motivasi berprestasi siswa kelas X SMA Pasundan 8 Bandung divalidasi oleh dosen Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan serta Guru BK SMA Pasundan 8 Bandung. Hasil validasi menunjukan adanya perbaikan (Revisi) pada komponen-komponen tertentu, akan tetapi pada dasarnya program dapat direkomendasikan untuk siswa kelas X SMA Pasundan 8 Bandung. Program bimbingan belajar untuk meningkatkan motivasi berprestasi siswa kelas X SMA Pasundan 8 Bandung tahun ajaran 2011/2012 merupakan program tambahan bagi program bimbingan dan konseling belajar khususnya bagi siswa kelas X sehingga diperlukan adanya sosialisasi terlebih dahulu kepada guru pembimbing siswa kelas X. Kesimpulan hasil validasi, sebagai berikut.

27 Rasional, rumusan kompetensi yang dikembangkan, dasar dan landasan operasional lebih diperhatikan tata bahasa dalam penulisan. 2. Dukungan sistem lebih dioperasionalkan, yaitu mengenai tugas dan kerja sama personil sekolah dengan konselor lebih diperjelas mengenai waktu dan kegiatan yang dilakukan. 3. Recana operasional lebih dioperasionalkan dengan adanya pelaksana. 4. Menambah satuan layanan pada need assesment dan orientasi layanan program bimbingan belajar untuk meningkatkan motivasi berprestasi. Berdasarkan hasil validasi, ditarik kesimpulan dan selanjutnya dilakukan perbaikan atau revisi program menjadi program hipotetik, program hipotetik bimbingan belajar untuk untuk meningkatkan motivasi berprestasi siswa merupakan program baru yang melengkapi program BK yang sudah ada pada bidang belajar. 1. Rasional PROGRAM HIPOTETIK BIMBINGAN BELAJAR UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BERPRESTASI SISWA (Setelah Validasi) Masa remaja merupakan masa perubahan dan peralihan. Selain peralihan dari masa anak-anak menuju masa dewasa pada masa remaja juga terjadi beberapa perubahan. Siswa SMA dapat dikategorikan sebagai remaja yang berada dalam proses perkembangan ke arah kematangan. Aspek perkembangan remaja meliputi aspek fisik, intelektual, emosi, sosial dan kepribadian. Proses perkembangan ditandai dengan adanya perubahan fungsi dan perubahan perilaku dari aspek perkembangan yang dimiliki. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk

28 125 mencapai kematangan pada remaja yaitu mengembangkan suatu prestasi yang harus dicapai. Sebagai pelajar tugas utama remaja ialah mengembangkan potensi dalam segala bidang kehidupannya, salah satunya yaitu mengembangkan prestasi yang harus dicapainya di sekolah. Prestasi merupakan dorongan yang kuat untuk berhasil mencapai tujuannya. Berprestasi merupakan idaman setiap siswa di sekolah, baik itu prestasi bidang belajar, pribadi, sosial, maupun karir. Prestasi yang pernah diraih oleh siswa akan menumbuhkan motivasi baru untuk menjalani aktivitas di sekolah. Siswa akan dapat mencapai suatu prestasi harus mempunyai motivasi berprestasi yang tinggi. Motivasi merupakan kekuatan, dorongan, keinginan yang terdapat dalam diri individu, yang menyebabkan individu tersebut bertindak atau berbuat sehingga motivasi berprestasi yang tinggi mendorong siswa untuk fokus pada pencapaian prestasi. Siswa yang memiliki motivasi berprestasi tinggi ketika memecahkan permasalahan dalam belajar siswa memiliki sikap bekerja keras, mengikuti kegiatan belajar di sekolah dengan sebaik-baiknya, memiliki kesadaran dalam bertindak dan rasa bertanggungjawab atas tugas yang diberikan oleh guru, dan siswa memiliki kesiapan mengantisipasi kegagalan yang akan terjadi. Motivasi berprestasi merupakan kemampuan yang dimiliki siswa untuk mencapai suatu prestasi dengan sebaik mungkin dalam mencapai tujuan. Motivasi berprestasi ditandai oleh adanya karakterisik-karakteristik psikologis tertentu yang sangat berpengaruh dalam mengembangkan dan mencapai prestasi yang terbaik

29 126 Motivasi berprestasi merupakan dorongan yang berhubungan dengan prestasi, yaitu menguasai, mengatur lingkungan maupun fisik untuk mengatasi rintangan-rintangan dan memelihara kualitas belajar yang tinggi, bersaing melalui usaha-usaha untuk melebihi perbuatan-perbuatan yang lampau dan mengungguli perbuatan orang lain (Rasimin, 2001:121). Siswa yang mempunyai motivasi berprestasi biasanya lebih menyukai tugas yang menuntut tanggung jawab. Hal ini berarti keberhasilan yang dicapai bukan karena bantuan orang lain atau karena faktor keberuntungan, melainkan karena hasil kerja keras diri sendiri. Selain itu individu juga mempunyai dorongan yang kuat untuk segera mengetahui hasil nyata dari tindakannya, karena hal itu dapat digunakan sebagai umpan balik. Selanjutnya siswa dapat memperbaiki kesalahan yang diperbuatnya dan mendorong untuk berprestasi lebih baik dengan menggunakan cara-cara baru. Motivasi berprestasi yang baik menjadi ukuran sejauh mana siswa mampu mencapai prestasinya dengan sebaik mungkin dalam mencapai tujuannya. Bagi para siswa, prestasi merupakan suatu hal yang harus siswa raih, siswa perjuangkan, dan siswa banggakan, bagi siswa yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi, prestasi akan didapatkannya. Namun bagi siswa yang memiliki motivasi berprestasi rendah, tentu sulit meningkatkan prestasi. Dengan demikian, motivasi berprestasi memiliki peranan penting sebagai dorongan untuk melakukan perbuatan sebaik mungkin dalam mencapai tujuan, mengembangkan kreativitas dan insiatif serta memelihara ketekunan dalam belajar, yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi peningkatan prestasi siswa. Siswa yang

30 127 belum mampu melakukan motivasi berprestasi selain mengalami kegagalan juga akan menimbulkan banyak persoalan bagi dirinya. Siswa yang belum memiliki motivasi berprestasi akan mengalami persoalan. Persoalan remaja yang belum memiliki motivasi berprestasi yaitu mudah merasa kecewa dan putus asa, kurang berani dalam menghadapi realitas, ingin segera mendapatkan nilai yang diinginkan dengan tidak berusaha, mudah merasa bosan dan jenuh, malas, menumpuk tugas, tidak mengerjakan tugas, mengerjakan tugas tidak tepat pada waktunya, dan memiliki prinsip asal lulus saja, mempuyai kepribadian antisosial, suka memberontak, permusuhan yang tersembunyi, kurang percaya diri, mudah terpengaruh, impulsif, kurang memperhitungkan resiko dari tindakan-tindakannya. Persoalan yang dialami siswa dalam ketidakmampuannya melakukan motivasi berprestasi cenderung akan menghambat potensi akademik dan aktualisasi diri dalam kehidupan, terutama dalam meraih prestasi disekolah dan dikhawatirkan dapat menimbulkan persoalan lain yang lebih kompleks (Anik Mukharomah, 2010:44). Gambaran siswa yang memiliki motivasi berprestasi diindikasikan oleh beberapa kriteria yaitu memiliki tanggung jawab pribadi, menetapkan nilai yang dicapai, berusaha bekerja kreatif, berusaha mencapai cita-cita, melakukan antisipasi, melakukan kegiatan dengan sebaik-baiknya (Mc Clelland, 1985: 71: 75). Berdasarkan hasil need assesment di lapangan, diperoleh gambaran umum dan aspek motivasi berprestasi siswa kelas X SMA Pasundan 8 Bandung tahun ajaran Temuan yang diperoleh dapat disajikan pada tabel 4.1 sebagai berikut:

31 128 Tabel 4.1 Gambaran Umum Motivasi Berprestasi Siswa Kelas X SMA Pasundan 8 Bandung Tahun Ajaran Kategori Frekuensi Persentase Tinggi 29 Siswa 16% Sedang 116 Siswa 64,1% Rendah 36 Siswa 19,9% Total 181 Siswa 100% Tabel 4.1 menunjukkan 116 siswa tingkat motivasi berprestasi berada pada kategori sedang, 29 siswa berada pada kategori tinggi, 36 siswa berada pada kategori rendah. Secara umum diperoleh gambaran motivasi berprestasi siswa kelas X SMA Pasundan 8 Bandung tahun ajaran memiliki motivasi berprestasi sedang, artinya siswa telah mencapai tingkat motivasi berprestasi yang cukup mampu pada setiap aspeknya dan siswa masih memerlukan upaya bimbingan dan dukungan untuk meningkatkan motivasi berprestasi yang dimilikinya. Tingkat pencapaian aspek motivasi berprestasi siswa kelas X SMA Pasundan 8 Bandung tahun ajaran disajikan pada tabel 4.2 sebagai berikut: Tabel 4.2 Gambaran Motivasi Berprestasi Siswa Kelas X SMA Pasundan 8 Bandung Tahun Ajaran Berdasarkan Aspek Aspek Persentase Kategori Tanggung Jawab Pribadi 66,9% Sedang Menetapkan Nilai yang akan dicapai 65,7% Sedang Berusaha Bekerja Kreatif 59,7% Sedang Berusaha Mencapai Cita-cita 65,7% Sedang

32 129 Melakukan Antisipasi 54,1% Sedang Melakukan Kegiatan dengan Sebaik-baiknya 69,6% Sedang Tabel 4.2 menunjukkan keenam aspek motivasi berprestasi berada pada kategori sedang yaitu tanggung jawab pribadi, menetapkan nilai yang akan dicapai, berusaha bekerja kreatif, berusaha mencapai cita-cita, melakukan antisipasi, melakukan kegiatan dengan sebaik-baiknya. Munculnya aspek motivasi berprestasi ditandai oleh adanya indikator yang menunjukkan tingkat pencapaian motivasi berprestasi siswa kelas X SMA Pasundan 8 Bandung Tahun Ajaran Secara rinci, disajukan pada tabel 4.3 sebagai berikut: Tabel 4.3 Gambaran Motivasi Berprestasi Siswa Kelas X SMA Pasundan 8 Bandung Tahun Ajaran Berdasarkan Indikator Aspek Indikator Presentase Mempunyai tanggung jawab pribadi. Menetapkan nilai yang akan dicapai atau menetapkan standar unggulan 1. Kemampuan bertanggung jawab terhadap tugas-tugas/ pekerjaan yang 63,5% diterimanya. 2. Puas dengan hasil usahanya sendiri. 71,8% 3. Kemampuan untuk menetapkan nilai 62,4% yang akan dicapai. 4. Berupaya menguasai materi pelajaran secara tuntas. 69,1% Berusaha bekerja kreatif Berusaha mencapai cita-cita Melakukan Antisipasi 5. Gigih/giat mencari cara untuk menyelesaikan tugas. 44,8% 6. Menampilkan sesuatu yang berbeda/bervariasi. 53,6% 7. Rajin mengerjakan tugas. 70,7% 8. Belajar dengan keras. 65,7% 9. Menetapkan cita-cita. 63% 10. Mengantisipasi kegagalan atau kesulitan yang mungkin terjadi 44,8%

33 130 Melakukan kegiatan sebaik-baiknya. 11. Membuat persiapan belajar 71,8% 12. Tidak ada kegiatan yang lupa dikerjakan. 43,1% 13. Membuat jadwal kegiatan belajar dan mentaati jadwal tersebut. 95% 14. Berinisiatif untuk belajar mengerjakan soal-soal latihan tanpa menunggu 70,7% perintah guru. 15. Memiliki buku pelajaran dan alat tulis yang dibutuhkan dalam belajar. 66,9% Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil penelitian yang dilaksanakan terhadap Siswa Kelas X SMA Pasundan 8 Bandung Tahun Ajaran , siswa kelas X memiliki motivasi berprestasi yang cukup akan tetapi dirasa belum maksimal dan perlunya upaya yang mengarah pada suatu kegiatan yang dapat membantu siswa meningkatkan motivasi berprestasi yang dimilikinya. Upaya bimbingan dilakukan oleh pelaksana layanan bimbingan dan konseling di sekolah, karena bimbingan dan konseling di sekolah memiliki peran yang sangan penting untuk membantu mengembangkan potensi akademik siswa dan prestasi di sekolah. Bimbingan dan konseling di sekolah, diharapkan dapat membantu siswa dalam mengatasi masalah-masalah belajar yang menghambat perkembangannya. Masalah-masalah motivasi berprestasi yang muncul pada siswa termasuk dalam bidang layanan bimbingan belajar. Bimbingan belajar merupakan bimbingan yang diarahkan untuk membantu siswa dalam menghadapi, memecahkan dan mengatasi masalah-masalah akademik (belajar), sehingga siswa dapat berperilaku sesuai dengan tuntutan lingkungan hidup dan perkembangannya.

34 131 Bimbingan belajar untuk meningkatkan motivasi berprestasi siswa perlu disusun dalam rancangan program bimbingan dan konseling yang direncanakan secara sistematis, terarah, dan terpadu. Program bimbingan belajar diharapkan dapat membantu siswa meningkatkan motivasi berprestasi yang dimilikinya. Penyusunan program bimbingan belajar berdasarkan hasil need assesment yang diperoleh berdasarkan hasil penelitian yaitu diarahkan pada pendekatan preventif dan pengembangan, yaitu program bimbingan belajar disusun untuk dapat memelihara dan meningkatkan motivasi berprestasi siswa kelas X SMA Pasundan 8 Bandung Tahun Ajaran Kompetensi yang Dikembangkan Berdasarkan standar kompetensi kemandirian peserta didik, pengembangan kompetensi dititikberatkan kepada meningkatkan motivasi berprestasi melalui kemampuan siswa dalam kematangan intelektual sehingga siswa dapat mempelajari cara-cara pengambilan keputusan dan pemecahan masalah secara objektif, menyadari akan keragaman alternatif keputusan dan konsekuensi yang dihadapinya, mengambil keputusan dan pemecahan masalah atas dasar informasi/data secara objekti; dan pengembangan pribadi sehingga siswa mempelajari keunikan diri dalam konteks kehidupan sosial, menerima keunikan diri dengan segala kelebihan dan kekurangannya, menampilkan keunikan diri secara harmonis dalam keragaman. Program disusun dengan tujuan membantu siswa dalam meningkatkan motivasi berprestasi yang ditunjukkan dalam bentuk tanggung jawab pribadi, menetapkan nilai yang akan dicapai, berusaha bekerja

35 132 kreatif, berusaha mencapai cita-cita, melakukan antisipasi, melakukan kegiatan dengan sebaik-baiknya. Selanjutnya akan diberikan berbagai strategi dan jenis layanan bimbingan belajar secara khusus untuk meningkatkan motivasi berprestasi yang dimiliki siswa. Secara khusus, layanan yang diberikan dalam program bimbingan belajar dikembangkan berdasarkan profil aspek dan indikator motivasi berprestasi siswa yang berada pada kategori tinggi, sedang, dan rendah pada tingkat pencapaian motivasi berprestasi. Secara umum tingkat pencapaian motivasi berprestasi siswa kelas X SMA Pasundan 8 Bandung Tahun Ajaran berada pada kategori sedang, hal tersebut dirasa belum maksimal dan perlu adanya upaya pengembangan yang lebih berarti. Kompetensi yang diharapkan setelah pemberian layanan adalah sebagai berikut: a. Pencapaian kemampuan untuk bertanggung jawab atas perilakua yang dikerjakann siswa. b. Pencapaian kemampuan untuk menetapkan nilai yang akan dicapai sesuai yang diharapkan. c. Pencapaian kemampuan untuk menampilkan suatu yang berbeda dengan teman (cara dan teknik khusus) dalam belajar. d. Pencapaian kemampuan untuk berusaha mencapai cita-cita sesuai yang diinginkan dan menetapakan tujuan yang ingin dicapai di masa depan. e. Pencapaian kemampuan untuk mengantisipasi kegagalan yang mungkin akan terjadi dalam belajar.

36 133 f. Pencapaian kemampuan untuk melakukan kegiatan dengan sebaikbaiknya. 3. Dasar dan Landasan Operasional Pengembangan program bimbingan belajar untuk meningkatkan motivasi berprestasi siswa kelas X SMA Pasundan 8 Bandung didasarkan kepada beberapa landasan hukum, sebagai berikut: a. UU Nomor 20 tahun 2003 ayat 1 tentang Sistem Pendidikan Nasional: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara ; b. UU No.20 tahun 2003 ayat 6 Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan ; c. Peraturan Pemerintah nomor 29 tahun 1990 pasal 27, yaitu bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada siswa dalam rangka upaya menemukan pribadi, mengenal lingkungan dan merencanakan masa depan. d. SK Menpan Nomor 025 tahun 1995 tentang Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling pada suatu Pendidikan Formal;

37 134 e. Surat PB ABKIN No. 013/PB ABKIN/II/2008, tentang Penataan Pendidikan Profesional Konselor dan Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal. f. Naskah Akademik Penataan Pendidikan Profesional Konselor dan Layanan Bimbingan dan Konseling dalam jalur Pendidikan Formal. g. Bimbingan belajar bertujuan mengembangkan seluruh potensi siswa secara optimal, mencegah timbulnya masalah dan memecahkan masalah akademik siswa terutama meningkatkan motivasi berprestasi. Secara operasional yang melandasi penyusunan program bimbingan belajar untuk meningkatkan motivasi berprestasi siswa yaitu adanya hasil observasi dan hasil analisis angket motivasi berprestasi siswa kelas X SMA Pasundan 8 Bandung tahun ajaran 2011/2012 yang berada pada kategori sedang. Secara umum, program bimbingan diarahkan pada pendekatan preventif dan pengembangan, yaitu meningkatkan motivasi berprestasi siswa di sekolah. Siswa kelas X SMA Pasundan 8 Bandung memiliki motivasi berprestasi berada pada kategori sedang, hal tersebut dirasa belum maksimal dan diperlukan adanya layanan bimbingan dan konseling belajar uupaya membantu siswa meningkatkan motivasi berprestasi siswa di sekolah khususnya dalam bidang belajar (akademik). 4. Deskripsi Kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja menurut Elizabeth B Hurlock, (1980:25) merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja menurut Elizabeth B Hurlock, (1980:25) merupakan salah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja menurut Elizabeth B Hurlock, (1980:25) merupakan salah satu masa perkembangan manusia yang menarik perhatian untuk dibicarakan, karena pada masa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah kuantitatif karena

BAB III METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah kuantitatif karena BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Metode Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah kuantitatif karena diperlukan hasil penelitian mengenai motivasi berprestasi siswa. Pendekatan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Profil Motivasi Belajar Siswa SMA Kelas XI pada Setiap Indikator Motivasi Belajar

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Profil Motivasi Belajar Siswa SMA Kelas XI pada Setiap Indikator Motivasi Belajar 43 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Profil Motivasi Belajar Siswa SMA Kelas XI pada Setiap Indikator Motivasi Belajar Motivasi belajar siswa dijaring dengan hasil observasi siswa selama pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dengan adanya perkembangan dunia yang semakin maju dan persaingan

BAB I PENDAHULUAN. Dengan adanya perkembangan dunia yang semakin maju dan persaingan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dengan adanya perkembangan dunia yang semakin maju dan persaingan yang terjadi semakin ketat, individu dituntut untuk memiliki tingkat pendidikan yang memadai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daya yang terpenting adalah manusia. Sejalan dengan tuntutan dan harapan jaman

BAB I PENDAHULUAN. daya yang terpenting adalah manusia. Sejalan dengan tuntutan dan harapan jaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.2 Latar Belakang Masalah Negara Indonesia bukan hanya merupakan negara yang sedang berkembang melainkan juga negara yang sedang membangun. Dalam usaha untuk membangun itu dibutuhkan

Lebih terperinci

2016 PERAN BIMBINGAN KARIR, MOTIVASI MEMASUKI DUNIA KERJA DAN PENGALAMAN PRAKERIN TERHADAP KESIAPAN KERJA SISWA SMK

2016 PERAN BIMBINGAN KARIR, MOTIVASI MEMASUKI DUNIA KERJA DAN PENGALAMAN PRAKERIN TERHADAP KESIAPAN KERJA SISWA SMK BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar manusia dalam mewujudkan suasana belajar dengan melakukan proses pembelajaran didalamnya menjadikan peserta didik aktif mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang tua ingin anaknya menjadi anak yang mampu. menyelesaikan permasalahan-permasalahan dalam kehidupannya.

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang tua ingin anaknya menjadi anak yang mampu. menyelesaikan permasalahan-permasalahan dalam kehidupannya. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap orang tua ingin anaknya menjadi anak yang mampu menyelesaikan permasalahan-permasalahan dalam kehidupannya. Untuk mencapai hal itu, maka orang tua

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah salah satu kebutuhan yang penting bagi setiap bangsa.

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah salah satu kebutuhan yang penting bagi setiap bangsa. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu kebutuhan yang penting bagi setiap bangsa. Pendidikan bagi kehidupan umat manusia merupakan kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perilaku yang diinginkan. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. perilaku yang diinginkan. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan terencana dengan maksud mengubah atau mengembangkan perilaku yang diinginkan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sri Murni, 2014 Program bimbingan untuk meningkatkan motivasi belajar siswa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sri Murni, 2014 Program bimbingan untuk meningkatkan motivasi belajar siswa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bimbingan dan konseling merupakan terjemahan dari Guidance dan Counseling dalam bahasa Inggris. Istilah ini mengandung arti : (1) mengarahkan (to direct),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Pada bab satu dibahas mengenai latar belakang penelitian, identifikasi dan perumusan masalah, tujuan penelitian, asumsi penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi skripsi.

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG MASALAH

A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Berpikir merupakan kemampuan alamiah yang dimiliki manusia sebagai pemberian berharga dari Allah SWT. Dengan kemampuan inilah manusia memperoleh kedudukan mulia

Lebih terperinci

MENINGKATKAN KETERAMPILAN BELAJAR SISWA MELALUI LAYANAN PENGUASAAN KONTEN

MENINGKATKAN KETERAMPILAN BELAJAR SISWA MELALUI LAYANAN PENGUASAAN KONTEN MENINGKATKAN KETERAMPILAN BELAJAR SISWA MELALUI LAYANAN PENGUASAAN KONTEN Sri Wahyuni Adiningtiyas. Dosen Tetap Prodi Bimbingan Konseling UNRIKA Batam Abstrak Penguasaan terhadap cara-cara belajar yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini membahas hal-hal yang berkaitan dengan inti dan arah penelitian,

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini membahas hal-hal yang berkaitan dengan inti dan arah penelitian, 1 BAB I PENDAHULUAN Bab ini membahas hal-hal yang berkaitan dengan inti dan arah penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan asumsi penelitian, hipotesis, metode penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anna Kurnia, 2013 Profil Motivasi Belajar Siswa Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. Anna Kurnia, 2013 Profil Motivasi Belajar Siswa Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan pendidikan di Indonesia mengalami kemajuan yang sangat pesat. Perkembangan ini ditandai dengan adanya beberapa ragam program pendidikan, mulai dari program

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN TEACHING FACTORY 6 LANGKAH (MODEL TF-6M) UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BERPRESTASI SISWA DI SMK

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN TEACHING FACTORY 6 LANGKAH (MODEL TF-6M) UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BERPRESTASI SISWA DI SMK 189 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN TEACHING FACTORY 6 LANGKAH (MODEL TF-6M) UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BERPRESTASI SISWA DI SMK Akhmad F. Amar 1, Dadang Hidayat 2, Amay Suherman 3 Departemen Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Siswa Sekolah Menengah Pertama merupakan tahap anak berada pada masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Siswa Sekolah Menengah Pertama merupakan tahap anak berada pada masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Siswa Sekolah Menengah Pertama merupakan tahap anak berada pada masa remaja. Pada masa ini berkembang suatu gejala yang cukup menghawatir kan bagi para pendidik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia (SDM) yang berkualitas. Manusia harus dapat menyesuaikan dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia (SDM) yang berkualitas. Manusia harus dapat menyesuaikan dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini semakin pesat yang menuntut setiap manusia mengembangkan dan membentuk sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas.

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki peranan penting dalam pembentukan generasi muda penerus bangsa yang

1. PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki peranan penting dalam pembentukan generasi muda penerus bangsa yang 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1. Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki peranan penting dalam pembentukan generasi muda penerus bangsa yang berkemampuan, cerdas, dan handal dalam pelaksanaan pembangunan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dapat berdiri sendiri tanpa bergantung kepadaorang lain. Kemandirian dalam kamus psikologi yang disebut independence yang

BAB II LANDASAN TEORI. dapat berdiri sendiri tanpa bergantung kepadaorang lain. Kemandirian dalam kamus psikologi yang disebut independence yang BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Kemandirian 2.1.1. Pengertian Kemandirian Menurut Sumahamijaya, 2003 Kemandirian berasal dari kata mandiri yang berarti dalam keadaan dapat berdiri sendiri, tidak bergantungpada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah prokrastinasi berasal dari bahasa Latin procrastination dengan awalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah prokrastinasi berasal dari bahasa Latin procrastination dengan awalan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prokrastinasi Akademik 2.1.1 Pengertian Istilah prokrastinasi berasal dari bahasa Latin procrastination dengan awalan pro yang berarti mendorong maju atau bergerak maju dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu bangsa, karena dengan pendidikan suatu bangsa dapat mempersiapkan masa

BAB I PENDAHULUAN. suatu bangsa, karena dengan pendidikan suatu bangsa dapat mempersiapkan masa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu kegiatan yang sangat penting dalam kehidupan suatu bangsa, karena dengan pendidikan suatu bangsa dapat mempersiapkan masa depannya

Lebih terperinci

KONTRIBUSI KONSEP DIRI DAN PERSEPSI MENGAJAR GURU TERHADAP MOTIVASI BERPRESTASI DITINJAU DARI JENIS KELAMIN SISWA SMA GAMA YOGYAKARTA TAHUN 2009 TESIS

KONTRIBUSI KONSEP DIRI DAN PERSEPSI MENGAJAR GURU TERHADAP MOTIVASI BERPRESTASI DITINJAU DARI JENIS KELAMIN SISWA SMA GAMA YOGYAKARTA TAHUN 2009 TESIS KONTRIBUSI KONSEP DIRI DAN PERSEPSI MENGAJAR GURU TERHADAP MOTIVASI BERPRESTASI DITINJAU DARI JENIS KELAMIN SISWA SMA GAMA YOGYAKARTA TAHUN 2009 TESIS Diajukan Kepada Program Studi Manajemen Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lia Liana Iskandar, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lia Liana Iskandar, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan usaha sadar, terencana untuk mewujudkan proses belajar dan hasil belajar yang optimal sesuai dengan karekteristik peserta didik. Dalam proses pendidikan,

Lebih terperinci

LAYANAN BIMBINGAN KONSELING TERHADAP KENAKALAN SISWA

LAYANAN BIMBINGAN KONSELING TERHADAP KENAKALAN SISWA LAYANAN BIMBINGAN KONSELING TERHADAP KENAKALAN SISWA (Studi Situs SMK 1 Blora) TESIS Diajukan Kepada Program Studi Magister Manajemen Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta untuk Memenuhi Salah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sekolah sebagai lembaga formal yang dapat meningkatkan kualitas belajar

I. PENDAHULUAN. Sekolah sebagai lembaga formal yang dapat meningkatkan kualitas belajar I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sekolah sebagai lembaga formal yang dapat meningkatkan kualitas belajar siswanya sehingga menghasilkan manusia yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi akhir-akhir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa akhir anak-anak berlangsung dari usia enam tahun sampai tiba

BAB I PENDAHULUAN. Masa akhir anak-anak berlangsung dari usia enam tahun sampai tiba 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa akhir anak-anak berlangsung dari usia enam tahun sampai tiba saatnya individu menjadi matang secara seksual. Dimana biasanya anak mulai memasuki dunia

Lebih terperinci

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN 55 BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Hasil Penelitian Bab IV mendeskripsikan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan hasil penelitian. Baik dengan rumusan masalah penelitian, secara berurutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan manusia lainnya. Ketika seorang anak masuk dalam lingkungan sekolah, maka anak berperan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan dan tanggung jawab yang diemban seorang guru bimbingan dan

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan dan tanggung jawab yang diemban seorang guru bimbingan dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuntutan dan tanggung jawab yang diemban seorang guru bimbingan dan konseling dalam kegiatan konseling cenderung mengantarkannya pada keadaan stres. Bahkan ironisnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Deasy Yunika Khairun, Layanan Bimbingan Karir dalam Peningkatan Kematangan Eksplorasi Karir Siswa

BAB I PENDAHULUAN. Deasy Yunika Khairun, Layanan Bimbingan Karir dalam Peningkatan Kematangan Eksplorasi Karir Siswa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan proses yang esensial untuk mencapai tujuan dan cita-cita individu. Pendidikan secara filosofis merupakan proses yang melibatkan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi dan informasi yang cepat berubah saat ini membutuhkan manusia yang siap dan tanggap. Salah satu cara untuk menghasilkan manusia yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS. diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri individu yang menyebabkan

BAB II KAJIAN TEORITIS. diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri individu yang menyebabkan BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1 Pengertian Motif Berprestasi Ditinjau dari asal katanya, motivasi berasal dari kata motif yang dapat diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri individu yang menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. remaja berkembang gejala yang menghawatirkan bagi para pendidik yaitu krisis

BAB I PENDAHULUAN. remaja berkembang gejala yang menghawatirkan bagi para pendidik yaitu krisis 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Siswa Sekolah Menengah Pertama berada pada masa remaja. Pada masa remaja berkembang gejala yang menghawatirkan bagi para pendidik yaitu krisis motivasi

Lebih terperinci

LANDASAN PSIKOLOGIS BK. Diana Septi Purnama

LANDASAN PSIKOLOGIS BK. Diana Septi Purnama LANDASAN PSIKOLOGIS BK Diana Septi Purnama Email: dianaseptipurnama@uny.ac.id Batasan Motif Sumadi Suryabrata (1995) motif adalah keadaan dalam pribadi orang yang mendorong individu untuk melakukan aktivitas-aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Pendidikan berfungsi untuk mengembangkan dan membentuk

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Pendidikan berfungsi untuk mengembangkan dan membentuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang penting dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Pendidikan berfungsi untuk mengembangkan dan membentuk watak serta

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Siswa. yang belum dapat dikatakan dewasa, ia memerlukan seseorang untuk

BAB II LANDASAN TEORI. A. Siswa. yang belum dapat dikatakan dewasa, ia memerlukan seseorang untuk 12 BAB II LANDASAN TEORI A. Siswa 1. Pengertian Siswa Menurut Abu Achamadi adalah siswa atau peserta didik adalah seseorang yang belum dapat dikatakan dewasa, ia memerlukan seseorang untuk membimbing dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian No.Daftar : 056/S/PPB/2012 Desi nur hidayati,2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian No.Daftar : 056/S/PPB/2012 Desi nur hidayati,2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di era globalisasi yang semakin berkembang, perlu dipersiapkan sumber daya manusia yang semakin kompeten dan berkualitas yang mampu menghadapi tantangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik, untuk membentuk Sumber Daya Manusia yang berkualitas.

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik, untuk membentuk Sumber Daya Manusia yang berkualitas. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia yang selalu berkembang dan berubah sesuai dengan perubahan zaman. Saat ini pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan senantiasa menjadi sorotan bagi masyarakat khususnya di

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan senantiasa menjadi sorotan bagi masyarakat khususnya di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan senantiasa menjadi sorotan bagi masyarakat khususnya di Indonesia yang ditandai dengan adanya pembaharuan maupun eksperimen guna terus mencari kurikulum,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kemampuan seseorang dalam menentukan sendiri pekerjaan yang sesuai

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kemampuan seseorang dalam menentukan sendiri pekerjaan yang sesuai BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kematangan Karir Kemampuan seseorang dalam menentukan sendiri pekerjaan yang sesuai dengan minat dan kemampuan, pilihan yang realistik dan konsisten disebut kematangan karir

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS. Motivasi berasal dari kata motif yang artinya daya upaya yang mendorong seseorang

BAB II KAJIAN TEORETIS. Motivasi berasal dari kata motif yang artinya daya upaya yang mendorong seseorang BAB II KAJIAN TEORETIS 2.1 Kajian Teoretis 2.1.1 Pengertian Motivasi Belajar Motivasi berasal dari kata motif yang artinya daya upaya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Motif dapat dikatakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Individu dengan beragam potensi yang dimilikinya melakukan berbagai

BAB 1 PENDAHULUAN. Individu dengan beragam potensi yang dimilikinya melakukan berbagai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Individu dengan beragam potensi yang dimilikinya melakukan berbagai usaha mengarahkan diri pada pencapaian tujuan hidup yang dimilikinya. Tujuan hidup akan mudah tercapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran adalah proses komunikasi transaksional yang melibatkan guru, siswa, media, bahan ajar dan komponen lainnya sehingga tercipta proses interaksi belajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya mampu menciptakan individu yang berkualitas dan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya mampu menciptakan individu yang berkualitas dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan pada dasarnya mampu menciptakan individu yang berkualitas dan berkarakter sehingga memiliki pandangan yang luas ke depan untuk mencapai suatu cita-cita yang

Lebih terperinci

adalah proses diterimanya rangsang (objek, kualitas, hubungan antar gejala, maupun

adalah proses diterimanya rangsang (objek, kualitas, hubungan antar gejala, maupun BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi Persepsi menurut Irwanto, et al (dalam Rangkuti & Anggaraeni, 2005), adalah proses diterimanya rangsang (objek, kualitas, hubungan antar gejala, maupun peristiwa) sampai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 40 BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Metode Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah pendekatan kuantitatif. Metode kuantitatif menurut Sugiyono disebut sebagai metode positivistik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Kemajuan suatu bangsa ditentukan oleh tingkat keberhasilan pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Kemajuan suatu bangsa ditentukan oleh tingkat keberhasilan pendidikan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan seseorang, baik dalam keluarga, masyarakat, dan bangsa. Kemajuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Giska Nabila Archita,2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Giska Nabila Archita,2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dapat dicapai melalui proses belajar baik di lingkungan sekolah maupun di luar lingkungan sekolah. Belajar merupakan kegiatan yang berproses dan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. industri. Istilah kinerja berasal dari kata Job performance (prestasi kerja). Kinerja

BAB II KAJIAN TEORI. industri. Istilah kinerja berasal dari kata Job performance (prestasi kerja). Kinerja BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Kinerja Guru 2.1.1 Pengertian Kinerja Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kinerja berarti hasil yang dicapai melebihi ketentuan. Konsep kinerja awalnya sering dibahas dalam konteks

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang lebih tinggi. Salah satu peran sekolah untuk membantu mencapai

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang lebih tinggi. Salah satu peran sekolah untuk membantu mencapai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu bentuk lembaga pendidikan adalah sekolah. Sekolah sebagai suatu lembaga formal yang berperan dalam membantu siswa untuk mencapai tugas-tugas perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab satu memaparkan latar belakang masalah pembahasan masalah,

BAB I PENDAHULUAN. Bab satu memaparkan latar belakang masalah pembahasan masalah, BAB I PENDAHULUAN Bab satu memaparkan latar belakang masalah pembahasan masalah, identifikasi masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, asumsi penelitian, metode penelitian,

Lebih terperinci

1 Universitas Indonesia

1 Universitas Indonesia 1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan kebutuhan primer bagi masing-masing individu, dan sudah menjadi hak setiap manusia untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Pada Undang-Undang Sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan berpikir kritis dan kreatif. Berpikir kritis untuk menganalisis

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan berpikir kritis dan kreatif. Berpikir kritis untuk menganalisis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya hidup ini adalah memecahkan masalah. Hal ini memerlukan kemampuan berpikir kritis dan kreatif. Berpikir kritis untuk menganalisis masalah; dan

Lebih terperinci

ASSALAMU ALAIKUM WR.WB.

ASSALAMU ALAIKUM WR.WB. ASSALAMU ALAIKUM WR.WB. PENDIDIKAN BERMUTU efektif atau ideal harus mengintegrasikan tiga bidang kegiatan utamanya secara sinergis, yaitu (1) bidang administratif dan kepemimpinan, (2) bidang instruksional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu memiliki kondisi internal, di mana kondisi internal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu memiliki kondisi internal, di mana kondisi internal tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap individu memiliki kondisi internal, di mana kondisi internal tersebut turut berperan dalam aktivitas dirinya sehari-hari. Salah satu dari kondisi internal

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR. pendidikan. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR. pendidikan. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar 5 BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR A. Kajian Teori 1. Fasilitas Belajar Penelitian ini fasilitas belajar identik dengan sarana prasarana pendidikan. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam kehidupannya. Pendidikan

I. PENDAHULUAN. untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam kehidupannya. Pendidikan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan dan salah satu kebutuhan utama bagi setiap manusia untuk meningkatkan kualitas hidup serta untuk mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk pribadi yang memiliki karakteristik yang unik,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk pribadi yang memiliki karakteristik yang unik, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk pribadi yang memiliki karakteristik yang unik, spesifik, dan berbeda dengan satu sama lain, serta manusia memiliki pribadi yang khas.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau mengembangkan perilaku yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini, masalah karakter merupakan salah satu masalah utama dalam dunia pendidikan. Pertanyaan dalam dunia pendidikan adalah apakah pendidikan saat ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan interaksi sosial yang telah melembaga sejak sejarah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan interaksi sosial yang telah melembaga sejak sejarah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan interaksi sosial yang telah melembaga sejak sejarah manusia itu sendiri. Manusia berlainan dengan makhluk lain seperti binatang yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi manusia, karena pendidikan merupakan investasi sumber daya manusia dalam jangka panjang. Pendidikan juga

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA. dan harus ditempuh oleh mahasiswa dengan sungguh-sungguh, keuletan dan. ketabahan. Sudjana (1989 : 5) menyatakan bahwa :

II TINJAUAN PUSTAKA. dan harus ditempuh oleh mahasiswa dengan sungguh-sungguh, keuletan dan. ketabahan. Sudjana (1989 : 5) menyatakan bahwa : II TINJAUAN PUSTAKA A. Motivasi Belajar 1. Belajar Kegiatan belajar di perguruan tinggi merupakan suatu proses yang panjang dan harus ditempuh oleh mahasiswa dengan sungguh-sungguh, keuletan dan ketabahan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dapat membantu suatu negara dalam mencetak SDM (Sumber

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dapat membantu suatu negara dalam mencetak SDM (Sumber BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan dapat membantu suatu negara dalam mencetak SDM (Sumber Daya Manusia) yang berkualitas, baik dari segi spiritual, intelegensi, dan skill. Menteri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah sebagai sebuah lembaga pendidikan diharapkan dapat mencetak

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah sebagai sebuah lembaga pendidikan diharapkan dapat mencetak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah sebagai sebuah lembaga pendidikan diharapkan dapat mencetak peserta didik yang berkualitas dari segi jasmani maupun rohani, mandiri sesuai dengan tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Bekerja. Kata motivasi ( motivation) berasal dari bahasa latin movere, kata dasar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Bekerja. Kata motivasi ( motivation) berasal dari bahasa latin movere, kata dasar BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Motivasi Bekerja 1. Pengertian Motivasi Kata motivasi ( motivation) berasal dari bahasa latin movere, kata dasar adalah motif ( motive) yang berarti dorongan, sebab atau alasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada umumnya adalah usaha sadar dan terencana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada umumnya adalah usaha sadar dan terencana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada umumnya adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana tujuan Pendidikan Nasional dalam Undang-Undang No.

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana tujuan Pendidikan Nasional dalam Undang-Undang No. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pentingnya lulusan pendidikan jenjang menengah atas memiliki posisi yang cukup tinggi. Mutu lulusan yang dimaksud adalah kualitas hasil belajar siswa baik menyangkut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku pada manusia yang disebabkan oleh perubahan pada tingkat pengetahuan, keterampilan dan sikap. Proses belajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrayogi, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrayogi, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal memegang peranan penting dalam meningkatkan kualitas pendidikan melalui pembelajaran untuk menunjang kelancaran jalannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk yang paling tinggi derajatnya, makhluk yang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk yang paling tinggi derajatnya, makhluk yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk yang paling tinggi derajatnya, makhluk yang berkualitas dan merupakan makhluk seutuhnya. Makhluk yang seutuhnya adalah mereka yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. timbul pada diri manusia. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1

I. PENDAHULUAN. timbul pada diri manusia. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses dalam pembangunan manusia untuk mengembangkan dirinya agar dapat menghadapi segala permasalahan yang timbul pada diri manusia. Menurut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang semakin pesat menuntut sumber

I. PENDAHULUAN. Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang semakin pesat menuntut sumber I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan memegang peranan penting dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang semakin pesat menuntut sumber daya yang lebih berkualitas.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia ini. Dalam pendidikan formal dan non- formal proses belajar menjadi

BAB I PENDAHULUAN. dunia ini. Dalam pendidikan formal dan non- formal proses belajar menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Belajar merupakan inti dari pendidikan. Tanpa belajar tidak akan ada pendidikan. Karena belajar adalah proses untuk berubah dan berkembang. Setiap manusia sepanjang

Lebih terperinci

BELAJAR DAN MOTIVASI BELAJAR

BELAJAR DAN MOTIVASI BELAJAR Makalah yang disampaikan dalam Sarasehan Pendidikan Membentuk Siswa yang Rajin Belajar dalam Rangka Meningkatkan Kualitas Pembelajaran di Balai Dukuh Mulo Wonosari, 14 Juli 2013. BELAJAR DAN MOTIVASI BELAJAR

Lebih terperinci

STUDI TENTANG FAKTOR- FAKTOR PENYEBAB RENDAHNYA PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS XI IPS DI SMA NEGERI I TAPA KABUPATEN BONE BOLANGO

STUDI TENTANG FAKTOR- FAKTOR PENYEBAB RENDAHNYA PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS XI IPS DI SMA NEGERI I TAPA KABUPATEN BONE BOLANGO STUDI TENTANG FAKTOR- FAKTOR PENYEBAB RENDAHNYA PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS XI IPS DI SMA NEGERI I TAPA KABUPATEN BONE BOLANGO Oleh: Meilan Ladiku Jurusan Bimbingan dan Konseling, Universitas Negeri Gorontalo

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. mengarahkan, dan mempertahankan perilaku. Dengan demikian, perilaku yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. mengarahkan, dan mempertahankan perilaku. Dengan demikian, perilaku yang BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Motivasi Berprestasi 2.1.1 Pengertian Motivasi Motivasi (motivation) melibatkan proses yang memberikan energi, mengarahkan, dan mempertahankan perilaku. Dengan demikian, perilaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lancar dan berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun di sisi lain tidak sedikit

BAB I PENDAHULUAN. lancar dan berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun di sisi lain tidak sedikit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Guru dihadapkan pada karakterisktik siswa yang beraneka ragam dalam kegiatan pembelajaran. Ada siswa yang dapat menempuh kegiatan belajar secara lancar dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun informal. Keberhasilan pendidikan akan terjadi bila ada interaksi antara

BAB I PENDAHULUAN. maupun informal. Keberhasilan pendidikan akan terjadi bila ada interaksi antara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peran guru sangat strategis pada kegiatan pendidikan formal, non formal maupun informal. Keberhasilan pendidikan akan terjadi bila ada interaksi antara pendidik dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan suatu bangsa, pendidikan memiliki peranan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan suatu bangsa, pendidikan memiliki peranan yang sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan suatu bangsa, pendidikan memiliki peranan yang sangat penting untuk dapat menjamin kelangsungan dan perkembangan suatu bangsa yang bersangkutan.

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. sistem pendidikan nasional No.20 tahun 2003 yang menyatakan tegas

1. PENDAHULUAN. sistem pendidikan nasional No.20 tahun 2003 yang menyatakan tegas 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Sekolah adalah wadah pendidikan formal mempunyai tanggung jawab besar untuk mewujudkan cita-cita bangsa, sebagaimana yang diamanahkan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan sebagai ujung tombak perubahan memiliki peranan penting dalam mengoptimalkan potensi peserta didik, sehingga peserta didik memiliki kompetensi dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan mengalami perubahan-perubahan bertahap dalam hidupnya. Sepanjang rentang kehidupannya tersebut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, bangsa dan Negara (UUSPN No.20 tahun 2003).

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, bangsa dan Negara (UUSPN No.20 tahun 2003). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

Lebih terperinci

Negeri 2 Teupah Barat Kabupaten Simeulue Tahun Pelajaran 2014/2015. Oleh: PARIOTO, S.Pd 1 ABSTRAK

Negeri 2 Teupah Barat Kabupaten Simeulue Tahun Pelajaran 2014/2015. Oleh: PARIOTO, S.Pd 1 ABSTRAK 145 Upaya Meningkatkan Kualitas Guru Melalui Konsep Pembelajaran Learning Together Di Sma Negeri 2 Teupah Barat Kabupaten Simeulue Tahun Ajaran 2014/ /2015 Oleh: PARIOTO, S.Pd 1 ABSTRAK Pembelajaran learning

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat strategis dalam. pembangunan suatu bangsa. Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat strategis dalam. pembangunan suatu bangsa. Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai peranan yang sangat strategis dalam pembangunan suatu bangsa. Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan manusia, yang bertujuan untuk membentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembelajaran adalah suatu proses yang tidak mudah. menggunakan pembelajaran dalam kegiatan belajar mengajar.

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembelajaran adalah suatu proses yang tidak mudah. menggunakan pembelajaran dalam kegiatan belajar mengajar. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya pembelajaran adalah suatu proses yang tidak mudah karena tidak hanya sekedar menyerap informasi yang disampaikan oleh guru, tetapi melibatkan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di mana-mana baik dilingkungan keluarga, sekolah, dan lingkungan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. di mana-mana baik dilingkungan keluarga, sekolah, dan lingkungan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Belajar merupakan kebutuhan setiap orang yang kegiatannya dapat terjadi di mana-mana baik dilingkungan keluarga, sekolah, dan lingkungan masyarakat. Kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fahmi Dewi Anggraeni, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fahmi Dewi Anggraeni, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) berada dalam tahap remaja awal dengan kisaran usia antara 12-15 tahun dan sedang berada dalam masa pubertas. Santrock (2006:

Lebih terperinci

2014 PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE KUIS TIM UNTUK ENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS DAN SELF-CONFIDENCE SISWA SMP

2014 PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE KUIS TIM UNTUK ENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS DAN SELF-CONFIDENCE SISWA SMP BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kualitas suatu bangsa ditentukan oleh kualitas sumber daya manusianya. Manusia sebagai pemegang dan penggerak utama dalam menentukan kemajuan suatu bangsa. Melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bawaan dari lahir tetapi berkembang dari beribu-ribu pengalaman secara

BAB I PENDAHULUAN. bawaan dari lahir tetapi berkembang dari beribu-ribu pengalaman secara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk yang unik dan berkembang menjadi organisme yang segar dan siap untuk belajar mengenal dirinya sendiri. Mengenal diri yang di maksud adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pembukaan UUD 1945 menyatakan dengan tegas bahwa mencerdaskan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pembukaan UUD 1945 menyatakan dengan tegas bahwa mencerdaskan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembukaan UUD 1945 menyatakan dengan tegas bahwa mencerdaskan bangsa merupakan salah satu cita-cita luhur dari perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia. Maka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada awal abad 21 ini, dunia pendidikan di indonesia menghadapi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada awal abad 21 ini, dunia pendidikan di indonesia menghadapi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada awal abad 21 ini, dunia pendidikan di indonesia menghadapi tiga tantangan besar. Tantangan pertama, sebagai akibat dari krisis ekonomi, dunia pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan dasar dalam pengaruhnya kemajuan dan kelangsungan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan dasar dalam pengaruhnya kemajuan dan kelangsungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan dasar dalam pengaruhnya kemajuan dan kelangsungan hidup individu. Hal tersebut diungkapkan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Rupublik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

Lebih terperinci