ABU HAMMAM MAHENDRA JAYA, DITHA WIRADIPUTRA. Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Kampus UI Depok, 16424, Indonesia

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ABU HAMMAM MAHENDRA JAYA, DITHA WIRADIPUTRA. Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Kampus UI Depok, 16424, Indonesia"

Transkripsi

1 KLAUSUL KETERBUKAAN INFORMASI SEARAH MENGENAI JUMLAH PEMESANAN BAHAN BAKU TERHADAP PESAING DALAM SUPPLY AGREEMENT MENURUT HUKUM PERSAINGAN USAHA (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO.294 K/PDT.SUS/2012) ABU HAMMAM MAHENDRA JAYA, DITHA WIRADIPUTRA Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Kampus UI Depok, 16424, Indonesia ABSTRAK Skripsi ini membahas pengaturan mengenai klausul keterbukaan informasi searah mengenai jumlah pemesanan bahan baku terhadap pesaing di dalam suatu Supply Agreement. Dalam Supply Agreement, pihak pembeli sebagai pembeli bahan baku akan menyampaikan informasi mengenai jumlah bahan baku yang ingin dipesan kepada pihak Supplier sebagai penjual bahan baku. Dengan adanya klausul keterbukaan informasi searah mengenai jumlah pemesanan bahan baku terhadap pesaing dalam Supply Agreement, maka informasi mengenai jumlah bahan baku yang ingin dipesan oleh pembeli juga diberitahukan kepada pesaing dari pembeli. Hasil dari penelitian ini adalah analisis terhadap klausul keterbukaan informasi searah mengenai jumlah pemesanan bahan baku terhadap pesaing di dalam suatu Supply Agreement menurut hukum persaingan usaha. Kata kunci: Keterbukaan Informasi Searah, Bahan Baku, Pesaing, Supply Agreement, Persaingan Usaha.

2 CLAUSE OF ONE-WAY INFORMATION DISCLOSURE TO COMPETITOR REGARDING RAW MATERIAL PURCHASE ORDER IN SUPPLY AGREEMENT IN ACCORDANCE WITH COMPETITION LAW (STUDY OF SUPREME COURT DECISION NUMBER 294 K/PDT.SUS/2012) ABSTRACT This thesis discusses about the regulation of clause of one-way information disclosure to competitor regarding raw material purchase order in Supply Agreement. In Supply Agreement, the buyer will inform the raw material purchase order to the supplier, whom will sell the raw material to the buyer. With the addition of clause of one-way information disclosure to competitor regarding raw material purchase order in Supply Agreement, the information regarding buyer s raw material purchase order will also be informed to buyer s competitor. The results of this study is an analysis of clause of one-way information disclosure to competitor regarding raw material purchase order in Supply Agreement in accordance with competition law. Keywords: One-way information disclosure, Raw material, Competitor, Supply Agreement, Business competition.

3 I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Akhir-akhir ini dugaan praktek kartel mulai marak di pemberitaan media massa. Beberapa dugaan yang terbaru adalah dugaan adanya praktek kartel obat oleh Kelompok Usaha Pfizer dan PT Dexa Medica, praktek kartel kedelai oleh pelaku usaha kedelai dan praktek kartel bawang putih oleh importir bawang putih. Kartel sendiri merupakan praktik perdagangan yang dapat menghambat tumbuhnya perekonomian negara dan kesejahteraan rakyat banyak. Hal ini karena dalam kartel, produksi yang dilakukan oleh produsen di dalam pasar berkurang sedangkan permintaan terhadap produk mereka di dalam pasar tetap sehingga akan berakibat kepada naiknya harga ke tingkat yang lebih tinggi. 1 Jumlah barang yang sedikit akan menyebabkan harga tinggi. 2 Namun, pada tahun 2010 terjadi kasus praktek kartel yang menarik ketika KPPU mengadili kasus kartel obat merek Norvask dan Tensivaks yang dilakukan oleh Kelompok Usaha Pfizer dan PT Dexa Medica. Dalam perkara tersebut, Kelompok Usaha Pfizer dan PT Dexa Medica menjadi Terlapor dengan dugaan melanggar beberapa pasal dalam Undang-Undang No.5/1999, salah satunya adalah pasal 11 Undang-Undang No.5/1999 tentang kartel. Dugaan adanya praktek kartel antara Kelompok Usaha Pfizer dengan PT Dexa Medica bermula dari adanya supply agreement (perjanjian pemasokan) antara salah satu pihak dari Kelompok Usaha Pfizer, yakni Pfizer Overseas dengan PT Dexa Medica. Supply agreement tersebut mempunyai klausul utama yang mengatur Pfizer Overseas LLC akan memasok zat aktif Amlodipine Besylate, yang mana merupakan bahan baku untuk obat penyakit hipertensi, kepada PT Dexa Medica, yang memproduksi obat penyakit hipertensi dengan merek Tensivaks. 3 Pfizer Overseas LLC merupakan perusahaan farmasi dengan salah satu kegiatan usaha yakni produksi dan penjualan bahan baku obat. Pfizer Overseas LLC merupakan anak perusahaan dari Pfizer Inc, sebuah perusahaan farmasi di 1 Theodore P. Kovaleff. Ed, The Antitrust Impulse, vol. I, (New York: M E Sharpe Inc, 1994), hal Roesman Anwar, Sendi-Sendi Ilmu Ekonomi, (Jakarta: Jakarta Press, 2006), hal Lihat: Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha No: 17/KPPU-I/2010 dalam kasus Kelompok Usaha Pfizer., PT Dexa Medica.v. Komisi Pengawas Persaingan Usaha. (selanjutnya disebut Putusan KPPU Kelompok Usaha Pfizer ).

4 bidang Manufaktur Persiapan Farmasi. Pfizer Inc sendiri punya anak perusahaan lain yakni PT Pfizer Indonesia, yang merupakan perusaan farmasi dengan salah satu kegiatan usaha yakni produksi dan penjualan obat. Dengan demikian, Pfizer Overseas LLC mempunyai hubungan afiliasi dengan PT Pfizer Indonesia karena sama-sama merupakan anak perusahaan dari Pfizer Inc. Sementara itu PT Dexa Medica merupakan perusahaan farmasi dengan salah satu kegiatan usaha yakni produksi dan penjualan obat. 4 Dugaan kartel muncul pada salah satu klausul dalam supply agreement tersebut menyatakan bahwa jumlah zat aktif Amlodipine Besylate yang akan dipesan oleh PT Dexa Medica kepada Pfizer Overseas LLC, harus diberitahukan kepada PT Pfizer Indonesia. Padahal PT Pfizer Indonesia merupakan produsen obat penyakit hipertensi dengan bahan baku zat aktif Amlodipine Besylate, dengan merek produk Norvask. Hal ini menunjukan bahwa PT Pfizer Indonesia merupakan pesaing dari PT Dexa Medica karena menjual barang dengan jenis yang sama, yakni obat penyakit hipertensi. KPPU menganggap bahwa dengan demikian, PT Pfizer Indonesia mengetahui jumlah produksi obat penyakit hipertensi yang akan diproduksi oleh PT Dexa Medica dan dapat melakukan penyesuaian serta pembatasan jumlah produksi sesuai dengan informasi mengenai jumlah produksi obat penyakit hipertensi yang diproduksi oleh PT Dexa Medica. 5 KPPU pun berpendapat bahwa klausul keterbukaan informasi searah mengenai pemesanan bahan baku terhadap pesaing (PT Pfizer Indonesia) dalam supply Agreement antara Pfizer LLC dan PT Dexa Medica melanggar pasal 11 UU No.5/1999. KPPU pun menyatakan bahwa Kelompok Usaha Pfizer dan PT Dexa Medica bersalah melalui Putusan KPPU No: 17/KPPU-I/2010 karena melanggar beberapa pasal dalam UU No.5/1999, salah satunya adalah pasal 11, dan menghukum denda Rp 125 Miliar kepada Kelompok Usaha Pfizer, serta denda Rp 20 Miliar kepada PT Dexa Medica. 6 Pihak Kelompok Usaha Pfizer dan PT Dexa Medica pun melakukan upaya hukum keberatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) atas dugaan kartel dalam Putusan KPPU tersebut. Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pun 4 Ibid.. 5 Ibid.. 6 Ibid..

5 menerima upaya hukum dari Kelompok Usaha Pfizer dan PT Dexa Medica dengan membatalkan putusan KPPU No: 17/KPPU-I/2010 melalui putusan No: 05/KPPU/2010/PN.Jkt.Pst. Dalam putusan dinyatakan bahwa bukti yang dimiliki oleh KPPU dalam membuktikan dugaan praktek kartel yang dilakukan Kelompok Usaha Pfizer dan PT Dexa Medica masih kurang. 7 KPPU pun melakukan upaya hukum kasasi atas putusan Pengadilan Negeri tersebut ke Mahkamah Agung (MA). Namun MA menolak upaya hukum KPPU dan menguatkan putusan Pengadilan melalui Putusan MA No.294 K/Pdt.Sus/2012. Pihak Kelompok Usaha Pfizer dan PT Dexa Medica pun terbebas dari hukuman yang dijatuhkan dalam putusan KPPU No: 17/KPPU-I/2010 Menimbang klausul keterbukaan informasi dalam kasus tersebut mengundang banyak perdebatan mengenai praktek kartel, dan penyampaian informasi satu arah mengenai informasi strategis dalam supply agreement, serta praktek kartel sendiri merupakan praktek yang mempunyai dampak yang sangat luas pada kesejahteraan masyarakat umum sebagai konsumen yang dirugikan. Penulis pun ingin mengetahui bagaimana sebenarnya Hukum Persaingan Usaha mengatur mengenai klausul keterbukaan informasi yang ada dalam kasus tersebut. Oleh karena itu penulis pun tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai Klausul Keterbukaan Informasi Searah Mengenai Jumlah Pemesanan Bahan Baku Terhadap Pesaing Dalam Supply Agreement Menurut Hukum Persaingan Usaha (Studi Putusan Mahkamah Agung No.294 K/Pdt.Sus/2012). 2. Rumusan Masalah Berdasarkan penjelasan pada bagian latar belakang yang telah dijelaskan oleh penulis, terdapat beberapa permasalahan yang akan ditulis oleh penulis pada bab-bab selanjutnya dalam makalah ini. Adapun permasalahan-permasalahan tersebut antara lain: 7 Arry Anggadha, Oscar Ferri, PT Pfizer Dukung Putusan MA Soal Kartel Obat diunduh 27 Februari 2014.

6 1. Bagaimanakah pengaturan mengenai klausul keterbukaan informasi searah mengenai jumlah pemesanan bahan baku dalam supply agreement terhadap pesaing menurut Hukum Persaingan Usaha? 2. Bagaimanakah penerapan hukum persaingan usaha terhadap klausul keterbukaan informasi searah mengenai jumlah pemesanan bahan baku terhadap PT Pfizer Indonesia dalam supply agreement antara Pfizer Overseas LLC dan PT Dexa Medica? 3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk bertujuan untuk memberikan pemikiran baru dan menambah wawasan studi hukum tentang hukum persaingan usaha, khususnya mengenai pengaturan mengenai klausul keterbukaan informasi searah mengenai jumlah pemesanan bahan baku dalam supply agreement terhadap pesaing menurut Hukum Persaingan Usaha dan penerapan hukum persaingan usaha terhadap klausul keterbukaan informasi searah mengenai jumlah pemesanan bahan baku terhadap PT Pfizer Indonesia dalam supply agreement antara Pfizer Overseas LLC dan PT Dexa Medica. II. TINJAUAN TEORI Herbert Hovenkamp berpendapat bahwa praktek kartel merupakan salah satu strategi yang diterapkan diantara pelaku usaha untuk dapat mempengaruhi harga dengan mengatur jumlah produksi mereka. Mereka berasumsi jika produksi mereka di dalam pasar dikurangi sedangkan permintaan terhadap produk mereka di dalam pasar tetap, akan berakibat kepada naiknya harga ke tingkat yang lebih tinggi. Dan sebaliknya, jika di dalam pasar produk mereka melimpah, sudah barang tentu akan berdampak terhadap penurunan harga produk mereka di pasar. Oleh karena itu, pelaku usaha mencoba membentuk suatu kerjasama horizontal (pools) untuk menentukan harga dan jumlah produksi barang atau jasa. 8 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 mengatur kartel dalam pasal 11, yang berbunyi: 8 Theodore P. Kovaleff, Loc. Cit..

7 Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, dengan pelaku usaha pesaingnya yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan cara mengatur produksi dan/atau pemasaran suatu barang dan/atau jasa, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. 9 Perjanjian sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 1 angka 7 adalah perbuatan satu atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih usaha lain dengan nama apapun, baik tertulis maupun tidak tertulis. Kartel merupakan suatu perbuatan yang melawan hukum, maka adalah wajar apabila para pelaku kartel akan berusaha agar tidak mudah untuk dideteksi oleh penegak hukum. Oleh karenanya kesepakatan-kesepakatan atau kolusi antar pelaku usaha ini jarang berbentuk tertulis agar tidak mudah untuk terdeteksi dan tidak terdapat bukti-bukti tertulis. 10 Dilihat dari perumusan pasal 11 yang menganut rule of reason, maka ditafsirkan bahwa dalam melakukan pemeriksaan dan pembuktian adanya pelanggaran terhadap ketentuan ini, harus diperiksa alasan-alasan pelaku usaha dan terlebih dahulu dibuktikan telah terjadi praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Dengan kata lain, dalam memeriksa dugaan adanya kartel akan dilihat alasan-alasan dari para pelaku usaha yang melakukan perbuatan kartel tersebut dan akibat dari perjanjian tersebut terhadap persaingan usaha. Dengan demikian, maka sangat diperlukan adanya pengkajian yang mendalam mengenai alasan kesepakatan para pelaku usaha dimaksud dibandingkan dengan kerugian ataupun hal-hal negatif kartel baik bagi persaingan usaha. 11 Kartel tidak mengijinkan kekuatan pasar untuk berfungsi karena anggota kartel (khususnya yang memiliki posisi dominan) ingin selalu dapat menetapkan harga yang biasanya lebih tinggo dari harga pasar, untuk mendapatkan 9 Indonesia (A), Undang-Undang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, UU No.9 tahun 1999, LN No.33 Tahun 1999, TLN No. 3817, Ps Komisi Pengawas Persaingan Usaha (A), Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 4 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pasal 11 Tentang Kartel Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Peraturan KPPU No. 04 Tahun 2010, Lampiran BAB III angka 3.1. Paragraf Ibid., BAB III angka 3.1. Paragraf 4.

8 usaha. 13 Secara umum para ahli sepakat bahwa kartel mengakibatkan kerugian baik keuntungan yang lebih. Praktek kartel ini akan sevara otomatis meningkatkan keuntungan produsen dengan memperhatikan kepentingan konsumen. 12 Hal utama dari praktik kartel ini adalah pengaturan jumlah produksi dan penurunan secara bersama-sama dan sistematis dengan maksud untuk mempengaruhi harga demi keuntungan para anggota-anggota kartel. Sebagai konsekuensi, perjanjian kartel tersebut secara langsung membatasi persaingan bagi perekonomian suatu Negara maupun bagi konsumen, yakni : 14 A. Kerugian bagi Perekonomian Suatu Negara 1) Dapat mengakibatkan terjadinya inefisiensi alokasi. 2) Dapat mengakibatkan terjadinya inefisiensi produksi. 3) Dapat menghambat inovasi dan penemuan teknologi baru. 4) Menghambat masuknya investor baru. 5) Dapat menyebabkan kondisi perekonomian negara yang bersangkutan tidak kondusif dan kurang kompetitif dibandingkan dengan negara-negara lain byang menerapkan sistem persaingan usaha yang sehat. B. Kerugian bagi konsumen 1) Konsumen membayar harga suatu barang atau jasa lebih mahal daripada harga pada pasar yang kompetitif. 2) Barang atau jasa yang diproduksi dapat terbatas baik dari sisi jumlah dan atau mutu daripada kalau terjadi persaingan yang sehat diantara para pelaku usaha. 3) Terbatasnya pilihan pelaku usaha. III. METODE PENELITIAN 12 Rondang Marina, Kartel Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Studi Kasus Pada Industri Semen Domestik yang Melibatkan Empat Perusahaan Multinasional), (Skirpsi Sarjana Universitas Universitas Indonesia, Depok, 2009) hal Didik J. Rachbini, Cartel and Merger Control In Indonesia, Jurnal Hukum Bisnis, (Volume 19 Mei-Juni 2001), hal Komisi Pengawas Persaingan Usaha (A), Op. Cit., Angka 4.3.

9 1. Bentuk Penelitian Bentuk penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian yuridis normatif, yaitu penelitian yang mengacu kepada norma-norma yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan, konvensi internasional, traktat, keputusan pengadilan, dan norma yang hidup dalam masyarakat Tipe Penelitian Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini jika dilihat dari sudut sifatnya adalah penelitian deskriptif, yang bertujuan menggambarkan secara tepat sifat suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan frekuensi suatu gejala, sedangkan penelitian preskriptif merupakan penelitian yang bertujuan memberikan jalan keluar atau saran untuk mengatasi permasalahan terkait penilaian yang dilakukan KPPU terhadap klausul keterbukaan informasi terhadap pelaku usaha pesaing yang dapat diduga mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat Jenis Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier sebagai berikut: a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, 17 yang terdiri atas: Undang-Undang No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat; b. Bahan hukum sekunder, yaitu berupa bahan-bahan yang memberikan atau hal-hal yang berkaitan dengan isi sumber primer serta implementasinya, 18 yang terdiri atas: Buku-buku literatur; Buku-buku yang berkaitan dengan perjanjian, Buku-buku yang 15 William J. Filstead, Qualitative Method: A Needed Perspective in Evaluation Research, dalam Qualitative and Quantitative Research in Evaluation Research, (London: Sage Publications, 1978), hal Ibid.. 17 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, Cet. 3, (Jakarta: Rajawali Press, 1990), hal Ibid., hal. 15.

10 berkaitan dengan kartel; dan jurnal atau artikel yang berkaitan dengan permasalahan pada skripsi ini; c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan atas bahan hukum primer dan sekunder Alat Pengumpulan Data Dalam penelitian ini penulis menggunakan 1 (satu) alat pengumpul data, yaitu studi dokumen Metode Analisis Data Metode pengolahan data yang digunakan penulis adalah analisis data kualitatif yang merupakan tata cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif analitis, yaitu apa yang dinyatakan sasaran penelitian yang bersangkutan secara tertulis, lisan dan sesuai dengan kenyataan. 21 IV. PEMBAHASAN Berdasarkan argumentasi hukum material yang telah dihasilkan dari pemeriksaan atas perkara ini, MA memutuskan bahwa Judex Facti tidak salah dalam menerapkan hukum berkaitan dengan bukti-bukti yang telah diperiksa 22 dan putusan Judex Facti tidak bertentangan dengan hukum dan/atau Undang- Undang. 23 MA berpendapat bahwa unsur Perjanjian Dengan Pelaku Usaha Pesaing tidak terbukti karena supply agreement dibuat antara PT Dexa Medica dengan Pfizer Overseas LLC. MA berpendapat bahwa perjanjian berlaku bagi pihak yang menandatanganinya, bukan untuk pihak lain. 24 Penulis menilai bahwa pertimbangan MA tepat karena supply agreement dibuat oleh PT Dexa Medica dan Pfizer Overseas LLC, yang mana PT Dexa Medica dan Pfizer Overseas LL bukan lah pelaku usaha pesaing satu sama lain, mengingat PT Dexa Medica mempunyai kegiatan usaha memproduksi obat anti hipertensi dengan zat aktif 19 Ibid., hal Sri Mamudji et al., Op. Cit., hal Ibid., hal Mahkamah Agung, Putusan No. 294 K/Pdt.Sus/2012, hal Mahkamah Agung, Ibid., hal Mahkamah Agung, Loc. Cit..

11 Amlodipine Besylate, sedangkan Pfizer Overseas LLC memiliki kegiatan usaha pemasokan bahan baku zat aktif Amlodipine Besylate. Hubungan antara PT Dexa Medica dan Pfizer Overseas LLC bukan lah bersifat horizontal (sesama pesaing), namun bersifat vertikal (bukan sesama pesaing). Baik menurut pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 maupun pasal 1313 KUHPer memuat syarat adanya perbuatan mengikatkan diri dalam menentukan adanya perjanjian. PT Pfizer Indonesia sendiri tidak pernah sepakat/ menandatangani maupun mengikatkan diri terhadap supply agreement. Kemudian, MA setuju dengan penerapan hukum dari Judex Facti. Judex Facti berpendapat bahwa unsur Bermaksud Mempengaruhi Harga Dengan Mengatur Produksi dan atau Pemasaran tidak dapat dibuktikan secara benar dan sangat sumir karena dalam supply agreement tidak ada klausul mengenai pengaturan mengenai jumlah produksi. 25 MA juga berpendapat bahwa sesuai keterangan ahli dalam persidangan perkara ini di PN Jakpus, bukti perintah untuk melakukan komunikasi di antara para pesaing dalam supply agreement diperlukan dalam tujuan bisnis, dalam proses bisnis melakukan pertukaran informasi adalah diperbolehkan. 26 Penulis sependapat dengan MA bahwa tidak ada klausul mengenai pengaturan jumlah produksi karena klausul mengenai informasi pemesanan bahan baku bukanlah klausul mengenai pengaturan jumlah produksi. Penulis sepakat dengan pendapat MA bahwa unsur ini tidak terpenuhi dengan pertimbangan sebagai berikut : 1. Tidak ada klausul mengenai pengaturan jumlah produksi antara PT Pfizer Indonesia dan PT Dexa Medica dalam supply agreement. 2. KPPU tidak memiliki bukti mengenai adanya komunikasi antara PT Pfizer Indonesia dengan PT Dexa Medica mengenai pengaturan jumlah produksi. 3. KPPU tidak memiliki bukti bahwa PT Pfizer Indonesia melakukan produksi Novask berdasarkan informasi mengenai pemesanan bahan baku Amlodipine Besylate dari PT Dexa Medica kepada Pfizer Overseas LLC. KPPU tidak mampu menjelaskan bagaimana caranya mengubah informasi jumlah bahan baku amlodipine besylate yang dipesan menjadi informasi rencana jumlah obat yang diproduksi. 25 PN Jakarta Pusat, Putusan No: 05/KPPU/2010/PN.Jkt.Pst., hal Mahkamah Agung, Op. Cit., hal. 394.

12 4. Jika ditinjau dari teori hukum persaingan usaha, maka dapat diketahui bahwa forecast kebutuhan bahan baku Amlodipine Besylate bukan merupakan informasi yang sensitif Penggunaan bahan baku dan volume produksi PT Dexa Medica dan PT Pfizer Indonesia tidak berbanding lurus dengan jumlah obat yang diproduksi. 6. Perbandingan harga Tensivaks dan Norvask dengan harga produk obat yang mengandung zat aktif Amlodipine Besylate sesuai International Drug Price Indicator Guide dengan metode MPR (Median Medicines Price Ratios) tidaklah tepat. Ahli ekonomi Sutrisno Iwantono, MA, Ph.D (Ketua KPPU Periode ) dalam pendapatnya mengatakan bahwa harga obat di Indonesia tidak dapat dibandingkan dengan harga obat di negaranegara lain Tidak ada kesamaan kesamaan pola atau pergerakan harga antara Norvask dan Tensivask. 8. Kemudian data-data dari KPPU justru membuktikan tidak ada kartel karena (i) tidak ada kesamaan pola produksi antara Terlapor I/Pfizer Indonesia dengan PT Dexa Medica bahkan (ii) tidak ada kesamaan jumlah produksi antara PT Pfizer Indonesia dengan PT Dexa Medica. 9. Selain itu, parallel pricing sebagai bukti tidak langsung bukanlah alat bukti yang sesuai dengan pasal 42 Undang-Undang Nomor 5 Tahun Ahli Ekonomi Prof. Dr. Ine Minara menjelaskan bahwa adanya kecenderungan pola harga yang sama diantara para produsen (price parallelism) tidak serta merta menunjukan adanya kartel Informasi yang sensitif dalam hubungan antarpesaing adalah antara lain harga jual produk, baik harga jual sekarang (actual transaction prices, i.e, including individual discounts) maupun rencana harga jual (planned future price), biaya-biaya produksi, informasi yang detail tentang jumlah produk yang dijual, rencana bisnis, utilisasi kapasitas produksi. Pertukaran informasi tersebut antar pesaing, baik pesaing aktual maupun pesaing potensial, dapat menfasilitasi terjadinya kolusi. Praktek menfasilitasi kolusi (facilitating practices) adalah praktek-praktek usaha yang dapat membuat lebih mudah bagi pesaing untuk mencapai atau mempertahankan suatu perjanjian. Lihat OECD, Policy Roundtables: Prosecute Cartels without Direct Evidence of Agreement (2006). Lihat pula Mats Bergman, Introduction, dalam Swedish Competition Authority, The Pros and Cons of Information Sharing (2006), _pros_and_cons_information_sharing.pdf. 28 Mahkamah Agung, Ibid., hal PN Jakarta Pusat, Op. Cit., hal. 365.

13 11. Prof. Dr. Ningrum Nata Sirait S.H., MLI, dalam buku Prosiding Seminar Pemeriksaan atas Keputusan KPPU No. 25/KPPU-I/2009, halaman 57 berpendapat bahwa Price parallelism atau uniform price atau persamaan harga tidak serta merta menunjukan adanya kesepakatan kartel diantara pelaku usaha pesaing. 30 Terakhir, MA setuju dengan pendapat Judex Facti yang tidak menjelaskan mengenai unsur Yang Dapat Mengakibatkan Praktek Monopoli dan/atau Persaingan Usaha Tidak Sehat karena Judex Facti menganggap bahwa supply agreement antara Pfizer Overseas LLC dan PT Dexa Medica merupakan perjanjian lisensi yang dikecualikan berdasarkan pasal 50 huruf b Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1999 dan supply agreement tersebut juga bukan perjanjian pengaturan produksi, sehingga MA memandang bahwa unsur Yang Dapat Mengakibatkan Praktek Monopoli dan/atau Persaingan Usaha Tidak Sehat tidak perlu dipertimbangkan. 31 KPPU juga tidak menjelaskan mengenai penjabaran mengenai pemenuhan unsur ini berdasarkan alat bukti dalam perkara ini. Dengan demikian penulis setuju dengan pertimbangan MA yang menilai bahwa unsur ini tidak terbukti. Melihat penjabaran unsur-unsur diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa supply agreement tidak melanggar pasal 11 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 karena tidak terbuktinya unsur perjanjian dengan pelaku usaha pesaing, unsur mempengaruhi harga melalui pengaturan produksi dan unsur mengakibatkan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. V. KESIMPULAN 1. Klausul keterbukaan informasi searah mengenai jumlah pemesanan bahan baku dalam supply agreement terhadap pesaing baru akan dianggap merupakan praktek kartel dan melanggar pasal 11 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 jika terbukti memenuhi unsur-unsur yang ada dalam pasal 11 Undang-Undang Nomor 5 Tahun Harus dibuktikan terlebih dahulu : 30 Mahkamah Agung, Op. Cit., hal PN Jakarta Pusat, Op. Cit., hal. 378.

14 a) Unsur membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaing: Ada atau tidak adanya dalam kesepakatan yang dibuat dan disepakati oleh para pesaing dalam supply agreement; b) Unsur bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa: Ada atau tidaknya kesepakatan mengenai pengaturan jumlah produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa dalam supply agreement serta pengaruh dari kesepakatan tersebut terhadap harga. Informasi mengenai jumlah pemesanan bahan baku yang searah kepada pesaing bukanlah suatu pengaturan produksi; c) Unsur mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat: Ada atau tidaknya praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat akibat dari kesepakatan antar pesaing tersebut. 2. Klausul klausul keterbukaan informasi searah mengenai jumlah pemesanan bahan baku dalam perkara yang diadili melalui Putusan MA No. 294 K/Pdt.Sus/2012 bukanlah praktek kartel dan tidak memenuhi unsur-unsur dalam pasal 11 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 karena : a) Tidak ada perjanjian yang dibuat oleh PT Pfizer Indonesia dan PT Dexa Medica. b) Tidak ada kesepakatan mengenai pengaturan jumlah produksi dan atau pemasaran produk Norvask dan Tenivaks yang dibuat oleh PT Pfizer Indonesia dan PT Dexa Medica. Informasi pemesanan bahan baku oleh PT Dexa Medica yang disampaikan kepada PT Pfizer Indonesia bukanlah suatu pengaturan produksi. c) Parallel pricing yang digunakan oleh KPPU sebagai bukti tidak tidak langsung adanya harga yang terpengaruh akibat pengaturan produksi tidak serta merta menunjukan adanya kartel. Parallel pricing sebagai bukti tidak langsung juga bukan merupakan alat bukti yang sesuai dengan pasal 42 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.

15 d) Tidak ada praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang terjadi akibat PT Dexa Medica dan PT Pfizer Indonesia. VI. SARAN 1. Meskipun patut dipertanyakan apa tujuan dari adanya klausul keterbukaan informasi mengenai pemesanan bahan baku terhadap pesaing dalam suatu supply agreement, KPPU tetap perlu untuk tetap menggunakan alat bukti langsung sesuai dengan yang diatur dalam pasal 42 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 untuk membuktikan bahwa klausul tersebut memenuhi unsur-unsur praktek kartel yang diatur dalam pasal 11 Undang-Undang Nomor 5 Tahun Hal ini mengingat bahwa sangat prematur untuk mengasumsikan dan menyatakan adanya pengaturan jumlah produksi dalam klausul keterbukaan informasi mengenai pemesanan bahan baku terhadap pesaing. 2. KPPU juga harus mempunyai bukti langsung mengenai adanya pertukaran informasi, komunikasi 2 arah, ataupun pertemuan antara pesaing untk membukitkan bahwa klausul keterbukaan informasi mengenai pemesanan bahan baku merupakan praktek kartel, mengingat berdasarkan pasal 36 huruf i Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999KPPU mempunyai kewenangan untuk mendapatkan, meneliti, dan atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain guna penyelidikan dan pemeriksaan. Kemudian sesuai pasal 41 Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1999, pelaku usaha dan atau pihak lain yang diperiksa wajib menyerahkan alat bukti yang diperlukan dalam penyelidikan dan atau pemeriksaan. VII. DAFTAR REFERENSI BUKU Anwar, Roesman. Sendi-Sendi Ilmu Ekonomi. Jakarta: Jakarta Press, 2006.

16 Filstead, William J.. Qualitative Method: A Needed Perspective in Evaluation Research Dalam Qualitative and Quantitative Research in Evaluation Research. London: Sage Publications, Kovaleff, Theodore P. The Antitrust Impulse. Vol. 1. New York: M E Sharpe Inc, Mamudji, Sri Et al. Metode Penelitian dan Penulisan Hukum. Cet. 1. Depok: Badan Penerbit Fakultas Hukum UI, 2005.\ Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat. Cet. 3. Jakarta: Rajawali Press, JURNAL Rachbini, Didik J. Cartel and Merger Control In Indonesia. Jurnal Hukum Bisnis Volume 19 Mei-Juni, PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Indonesia. Undang-Undang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, UU No.5 Tahun 1999, LN No. 33 Tahun 1999, TLN No Komis Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 4 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pasal 11 Tentang Kartel Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. SKRIPSI Marina, Rondang Kartel Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Studi Kasus Pada Industri Semen Domestik yang Melibatkan Empat Perusahaan Multinasional). Skripsi Universitas Indonesia. Depok 2009

17 PUTUSAN Putusan Mahkamah Agung No.294 K/Pdt.Sus/2012 tanggal 28 Juni 2012 dalam kasus KPPU vs Pfizer Inc., PT Pfizer Indonesia, Pfizer Overseas LLC., Pfizer Global Trading, Pfizer Corporation Panama, PT Dexa Medica. Putusan KPPU No: 17/KPPU-I/2010 tanggal 27 September 2010 dalam kasus KPPU vs Pfizer Inc., PT Pfizer Indonesia, Pfizer Overseas LLC., Pfizer Global Trading, Pfizer Corporation Panama, PT Dexa Medica. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No: 05/KPPU/2010/PN.Jkt.Pst tanggal 31 Agustus 2011 dalam kasus KPPU vs Pfizer Inc., PT Pfizer Indonesia, Pfizer Overseas LLC., Pfizer Global Trading, Pfizer Corporation Panama, PT Dexa Medica. WEBSITE Anggadha, Arry dan Oscar Ferri. PT Pfizer Dukung Putusan MA Soal Kartel Obat pt-pfizer-dukungputusan-ma-soal-kartel-obat. Diunduh 27 Februari 2014.

I. PENDAHULUAN. Di Indonesia, keberadaan Undang-Undang Nomor 5 Tahun memerlukan pengawasan dalam rangka implementasinya. Berlakunya Undang-

I. PENDAHULUAN. Di Indonesia, keberadaan Undang-Undang Nomor 5 Tahun memerlukan pengawasan dalam rangka implementasinya. Berlakunya Undang- 1 2 3 i I. PENDAHULUAN Di Indonesia, keberadaan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 memerlukan pengawasan dalam rangka implementasinya. Berlakunya Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik

Lebih terperinci

HUKUM ACARA PERSAINGAN USAHA

HUKUM ACARA PERSAINGAN USAHA HUKUM ACARA PERSAINGAN USAHA Ditha Wiradiputra Bahan Mengajar Mata Kuliah Hukum Persaingan Usaha Fakultas Hukum Universitas indonesia 2008 Agenda Pendahuluan Dasar Hukum Komisi Pengawas Persaingan Usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. ALASAN PEMILIHAN JUDUL. Dalam dunia usaha sekarang ini sesungguhnya banyak ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. ALASAN PEMILIHAN JUDUL. Dalam dunia usaha sekarang ini sesungguhnya banyak ditemukan BAB I PENDAHULUAN A. ALASAN PEMILIHAN JUDUL Dalam dunia usaha sekarang ini sesungguhnya banyak ditemukan perjanjian-perjanjian dan kegiatan-kegiatan usaha yang mengandung unsur-unsur yang kurang adil terhadap

Lebih terperinci

KEDUDUKAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA (KPPU) SEBAGAI LEMBAGA PENGAWAS PERSAINGAN USAHA YANG INDEPENDEN

KEDUDUKAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA (KPPU) SEBAGAI LEMBAGA PENGAWAS PERSAINGAN USAHA YANG INDEPENDEN KEDUDUKAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA (KPPU) SEBAGAI LEMBAGA PENGAWAS PERSAINGAN USAHA YANG INDEPENDEN Oleh: Dewa Ayu Reninda Suryanitya Ni Ketut Sri Utari Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

SKRIPSI PRAKTEK PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DALAM INDUSTRI FARMASI KELAS TERAPI AMLODIPINE. (Studi Putusan KPPU Nomor 17/KPPU-I/2010)

SKRIPSI PRAKTEK PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DALAM INDUSTRI FARMASI KELAS TERAPI AMLODIPINE. (Studi Putusan KPPU Nomor 17/KPPU-I/2010) SKRIPSI PRAKTEK PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DALAM INDUSTRI FARMASI KELAS TERAPI AMLODIPINE (Studi Putusan KPPU Nomor 17/KPPU-I/2010) UNFAIR BUSINESS COMPETITION IN THE PHARMACEUTICAL INDUSTRY AMLODIPINE

Lebih terperinci

2 Indonesia dalam hal melakukan penyelesaian permasalahan di bidang hukum persaingan usaha, yang diharapkan terciptanya efektivitas dan efisiensi dala

2 Indonesia dalam hal melakukan penyelesaian permasalahan di bidang hukum persaingan usaha, yang diharapkan terciptanya efektivitas dan efisiensi dala 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Hukum persaingan usaha sehat diperlukan dalam era dunia usaha yang berkembang dengan pesat. Globalisasi erat kaitannya dengan efisiensi dan daya saing dalam

Lebih terperinci

PENERAPAN PENDEKATAN RULES OF REASON DALAM MENENTUKAN KEGIATAN PREDATORY PRICING YANG DAPAT MENGAKIBATKAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

PENERAPAN PENDEKATAN RULES OF REASON DALAM MENENTUKAN KEGIATAN PREDATORY PRICING YANG DAPAT MENGAKIBATKAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT PENERAPAN PENDEKATAN RULES OF REASON DALAM MENENTUKAN KEGIATAN PREDATORY PRICING YANG DAPAT MENGAKIBATKAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT Oleh Ni Luh Putu Diah Rumika Dewi I Dewa Made Suartha Bagian Hukum

Lebih terperinci

PEMBUKTIAN PERKARA KARTEL DI INDONESIA DENGAN MENGGUNAKAN BUKTI TIDAK LANGSUNG (INDIRECT EVIDENCE)

PEMBUKTIAN PERKARA KARTEL DI INDONESIA DENGAN MENGGUNAKAN BUKTI TIDAK LANGSUNG (INDIRECT EVIDENCE) PEMBUKTIAN PERKARA KARTEL DI INDONESIA DENGAN MENGGUNAKAN BUKTI TIDAK LANGSUNG (INDIRECT EVIDENCE) Kajian Putusan KPPU Nomor 17/KPPU-I/2010 dan Nomor 08/KPPU-I/2014 serta Putusan Nomor 294 K/PDT.SUS/2012

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan suatu negara sangat ditentukan oleh tingkat perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan suatu negara sangat ditentukan oleh tingkat perekonomian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan suatu negara sangat ditentukan oleh tingkat perekonomian negara tersebut. Apabila membahas tentang perekonomian suatu negara, maka tidak lepas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian waralaba..., Elfiera Juwita Yahya, FH UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian waralaba..., Elfiera Juwita Yahya, FH UI, Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Franchise berasal dari bahasa Perancis, yang berarti bebas atau bebas dari perhambaan atau perbudakan (free from servitude). 1 Black s Law Dictionary

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

HUKUM PERSAINGAN USAHA

HUKUM PERSAINGAN USAHA HUKUM PERSAINGAN USAHA Dosen Pengampu: Prof Dr Jamal Wiwoho, SH, MHum www.jamalwiwoho.com 081 2260 1681 -- Bahan Bacaan Abdulrahman: Ensiklopesi Ekonomi keuangan dan perdagangan, Jakarta, Pradnya Paramita,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasca krisis moneter 1998, pemerintah giat melakukan privatisasi dan

BAB I PENDAHULUAN. Pasca krisis moneter 1998, pemerintah giat melakukan privatisasi dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasca krisis moneter 1998, pemerintah giat melakukan privatisasi dan mengakhiri berbagai praktek persaingan tidak sehat. Fungsi regulasi usaha dipisahkan dari

Lebih terperinci

Pengantar Hukum Persaingan Usaha. Oleh: Ditha Wiradiputra Pelatihan Hukum Kontrak Konstruksi 11 Juni 2007

Pengantar Hukum Persaingan Usaha. Oleh: Ditha Wiradiputra Pelatihan Hukum Kontrak Konstruksi 11 Juni 2007 Pengantar Hukum Persaingan Usaha Oleh: Ditha Wiradiputra Pelatihan Hukum Kontrak Konstruksi 11 Juni 2007 Topics to be Discussed Manfaat Persaingan Asas & Tujuan Undang-undang Persaingan Usaha Prinsip-prinsip

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. permasalahan yang ada dapat disimpulkan sebagai berikut:

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. permasalahan yang ada dapat disimpulkan sebagai berikut: 104 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Sesuai Bab 4 Hasil Penelitian dan Pembahasan maka jawaban atas permasalahan yang ada dapat disimpulkan sebagai berikut: 5.1.1 Bahwa perilaku concerted action

Lebih terperinci

11 Secara umum, diartikan bahwa kerangka teori merupakan garis besar dari suatu rancangan atas dasar pendapat yang dikemukakan sebagai keterangan meng

11 Secara umum, diartikan bahwa kerangka teori merupakan garis besar dari suatu rancangan atas dasar pendapat yang dikemukakan sebagai keterangan meng 10 BAB II Landasan Teori 2.1. Uraian Teori Teori adalah suatu butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan yang dijadikan bahan perbandingan, pegangan teoritis, yang mungkin

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. A. Analisis Kewenangan Pemberian Hukuman Denda Administratif

BAB IV PEMBAHASAN. A. Analisis Kewenangan Pemberian Hukuman Denda Administratif BAB IV PEMBAHASAN A. Analisis Kewenangan Pemberian Hukuman Denda Administratif Oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha Kepada Toray Advanced Materials Korea Inc. Dalam suatu tindakan pengambilalihan saham

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyusun kebijakan perekonomian nasional, di mana tujuan pembangunan. kesejahteraan dan mekanisme pasar, yaitu: 1

BAB I PENDAHULUAN. menyusun kebijakan perekonomian nasional, di mana tujuan pembangunan. kesejahteraan dan mekanisme pasar, yaitu: 1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 menjadi dasar normatif dalam menyusun kebijakan perekonomian nasional, di mana tujuan pembangunan ekonomi harus berdasarkan demokrasi

Lebih terperinci

PENGATURAN PRICE FIXING DALAM KEGIATAN USAHA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999

PENGATURAN PRICE FIXING DALAM KEGIATAN USAHA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 PENGATURAN PRICE FIXING DALAM KEGIATAN USAHA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 Oleh: Andiny Manik Sharaswaty I Gusti Agung Ayu Dike Widhiaastuti Bagian Hukum Bisnis, Fakultas Hukum, Universitas

Lebih terperinci

PENDEKATAN PER SE ILLEGAL DALAM PERJANJIAN PENETAPAN HARGA (PRICE FIXING) TERKAIT KASUS PT. EXCELCOMINDO PRATAMA, Tbk.

PENDEKATAN PER SE ILLEGAL DALAM PERJANJIAN PENETAPAN HARGA (PRICE FIXING) TERKAIT KASUS PT. EXCELCOMINDO PRATAMA, Tbk. PENDEKATAN PER SE ILLEGAL DALAM PERJANJIAN PENETAPAN HARGA (PRICE FIXING) TERKAIT KASUS PT. EXCELCOMINDO PRATAMA, Tbk. ABSTRACT Oleh Ni Ayu Putu Mery Astuti I Wayan Wiryawan Hukum Perdata Fakultas Hukum

Lebih terperinci

KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA

KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA DRAFT Pedoman Tentang Larangan Persekongkolan Dalam Tender Berdasarkan UU. No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA 2004 1 KATA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aspek-aspek dunia usaha selalu menarik untuk diamati dan diteliti karena

BAB I PENDAHULUAN. Aspek-aspek dunia usaha selalu menarik untuk diamati dan diteliti karena 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aspek-aspek dunia usaha selalu menarik untuk diamati dan diteliti karena selalu terdapat kepentingan yang berbeda bagi pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan usaha

Lebih terperinci

PENOLAKAN EKSEKUSI PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL DI PENGADILAN NASIONAL INDONESIA. Oleh: Ida Bagus Gde Ajanta Luwih I Ketut Suardita

PENOLAKAN EKSEKUSI PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL DI PENGADILAN NASIONAL INDONESIA. Oleh: Ida Bagus Gde Ajanta Luwih I Ketut Suardita PENOLAKAN EKSEKUSI PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL DI PENGADILAN NASIONAL INDONESIA Oleh: Ida Bagus Gde Ajanta Luwih I Ketut Suardita Program Kekhususan Hukum Internasional dan Hukum Bisnis Internasional

Lebih terperinci

MAKALAH. Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Aspek Hukum. Dosen Pengampu : Ahmad Munir, SH., MH. Disusun oleh : Kelompok VII

MAKALAH. Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Aspek Hukum. Dosen Pengampu : Ahmad Munir, SH., MH. Disusun oleh : Kelompok VII Anti Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat MAKALAH Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Aspek Hukum Dalam Bisnis Dosen Pengampu : Ahmad Munir, SH., MH. Disusun oleh : Kelompok VII Helda Nur Afikasari

Lebih terperinci

/ KERANGKA ACUAN KERJA SEMINAR PUBLIK

/ KERANGKA ACUAN KERJA SEMINAR PUBLIK TERMS OF REFERENCE / KERANGKA ACUAN KERJA SEMINAR PUBLIK Eksaminasi Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha No. 08/KPPU- I/2014 tentang Dugaan Pelanggaran Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 11 Undang-undang No.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2010 TENTANG PENGGABUNGAN ATAU PELEBURAN BADAN USAHA DAN PENGAMBILALIHAN SAHAM PERUSAHAAN YANG DAPAT MENGAKIBATKAN TERJADINYA PRAKTIK MONOPOLI DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelindo II (Persero) yang mana PT Pelindo II (Persero) sendiri merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Pelindo II (Persero) yang mana PT Pelindo II (Persero) sendiri merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang PT Pelindo II (Persero) Cabang Cirebon adalah salah satu cabang dari PT Pelindo II (Persero) yang mana PT Pelindo II (Persero) sendiri merupakan perusahaan Badan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa pembangunan bidang ekonomi harus diarahkan

Lebih terperinci

UU 5/1999, LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

UU 5/1999, LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT UU 5/1999, LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 5 TAHUN 1999 (5/1999) Tanggal: 5 MARET 1999 (JAKARTA) Tentang: LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT [LN 1999/33, TLN 3817]

UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT [LN 1999/33, TLN 3817] UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT [LN 1999/33, TLN 3817] BAB VIII SANKSI Bagian Pertama Tindakan Administratif Pasal 47 (1) Komisi berwenang

Lebih terperinci

Presiden, DPR, dan BPK.

Presiden, DPR, dan BPK. BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG KPK adalah lembaga negara yang dibentuk dengan tujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. KPK bersifat independen

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 57 TAHUN 2010 TENTANG PENGGABUNGAN ATAU PELEBURAN BADAN USAHA DAN PENGAMBILALIHAN SAHAM PERUSAHAAN YANG DAPAT MENGAKIBATKAN TERJADINYA PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. hal. 2. diakses 06 September Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN.  hal. 2. diakses 06 September Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia dalam era globalisasi ini semakin menuntut tiap negara untuk meningkatkan kualitas keadaan politik, ekonomi, sosial dan budaya mereka agar

Lebih terperinci

Lex Et Societatis Vol. VI/No. 1/Jan-Mar/2018

Lex Et Societatis Vol. VI/No. 1/Jan-Mar/2018 ANALISIS PERJANJIAN INTEGRASI VERTIKAL MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG ANTI MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT 1 Oleh : Andi Zuhry 2 KOMISI PEMBIMBING: Dr. Devy K. G. Sondakh, SH,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dewasa ini, perkembangan aktivitas bisnis merupakan fenomena yang sangat kompleks karena mencakup berbagai bidang baik hukum, ekonomi, dan politik. Dalam kehidupan

Lebih terperinci

PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DI KPPU KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA

PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DI KPPU KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DI KPPU KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan transparansi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Membahas isu persaingan usaha rasanya tak lengkap tanpa merger,

BAB I PENDAHULUAN. Membahas isu persaingan usaha rasanya tak lengkap tanpa merger, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membahas isu persaingan usaha rasanya tak lengkap tanpa merger, konsolidasi dan akuisisi. Merger, konsolidasi dan akuisisi kerap berpengaruh terhadap persaingan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2010 TENTANG PENGGABUNGAN ATAU PELEBURAN BADAN USAHA DAN PENGAMBILALIHAN SAHAM PERUSAHAAN YANG DAPAT MENGAKIBATKAN TERJADINYA PRAKTIK MONOPOLI DAN

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 9/Okt-Des/2016

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 9/Okt-Des/2016 PENEGAKAN HUKUM PERSAINGAN USAHA OLEH KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA (KPPU) BERDASARKAN UU NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT 1 Oleh : Erlin Karim 2

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. A. Dasar hukum Majelis Komisi Pengawas Persaingan Usaha dalam. memutus putusan perkara nomor 05/KPPU-I/2014

BAB IV PEMBAHASAN. A. Dasar hukum Majelis Komisi Pengawas Persaingan Usaha dalam. memutus putusan perkara nomor 05/KPPU-I/2014 BAB IV PEMBAHASAN A. Dasar hukum Majelis Komisi Pengawas Persaingan Usaha dalam memutus putusan perkara nomor 05/KPPU-I/2014 Dalam putusan perkara nomor 05/KPPU-I/2014 pada halaman 136 poin 10 dan halaman

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aktivitas bisnis merupakan fenomena yang sangat kompleks karena mencakup berbagai bidang baik hukum, ekonomi, dan politik. Salah satu kegiatan usaha yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Persaingan dalam dunia bisnis merupakan salah satu bentuk perbuatan yang dapat

TINJAUAN PUSTAKA. Persaingan dalam dunia bisnis merupakan salah satu bentuk perbuatan yang dapat II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Dasar Hukum Persaingan Usaha Persaingan dalam dunia bisnis merupakan salah satu bentuk perbuatan yang dapat mendatangkan keuntungan atau menimbulkan kerugian. Apabila

Lebih terperinci

Tinjauan yuridis..., M.Salman Al-Faris, FHUI, 2009 Universitas Indonesia

Tinjauan yuridis..., M.Salman Al-Faris, FHUI, 2009 Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Roda perekonomian bergerak diatur dan diawasi oleh perangkat hukum, baik perangkat hukum lunak maupun perangkat hukum keras. 1 Berdasarkan pemikiran tersebut, perangkat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kemajuan pembangunan ekonomi. Kemajuan pembangunan ekonomi dibuktikan

I. PENDAHULUAN. kemajuan pembangunan ekonomi. Kemajuan pembangunan ekonomi dibuktikan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu indikator utama keberhasilan pembangunan nasional adalah adanya kemajuan pembangunan ekonomi. Kemajuan pembangunan ekonomi dibuktikan dengan adanya pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Semakin meningkatnya kebutuhan atau kepentingan setiap orang, ada kalanya seseorang yang memiliki hak dan kekuasaan penuh atas harta miliknya tidak

Lebih terperinci

Pedoman Pasal 47 Tentang. Tindakan. Administratif

Pedoman Pasal 47 Tentang. Tindakan. Administratif Pedoman Pasal 47 Tentang Tindakan Administratif KEPUTUSAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR : 252 /KPPU/Kep/VII/2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KETENTUAN PASAL 47 UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999

UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bakti, 2006), hlm. xv. 1 Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan Indonesia, cet.v, (Bandung:Citra Aditya

BAB 1 PENDAHULUAN. Bakti, 2006), hlm. xv. 1 Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan Indonesia, cet.v, (Bandung:Citra Aditya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengajuan permohonan perkara praperadilan tentang tidak sahnya penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam sidang praperadilan sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maka dibutuhkannya peranan negara dalam menyusun laju perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. maka dibutuhkannya peranan negara dalam menyusun laju perekonomian BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Perekonomian Indonesia disusun serta berorientasi pada ekonomi kerakyatan. Pasal 33 Undang-undang Dasar 1945 yang merupakan dasar acuan normatif menyusun kebijakan perekonomian

Lebih terperinci

KEWIRAUSAHAAN, ETIKA PROFESI dan HUKUM BISNIS

KEWIRAUSAHAAN, ETIKA PROFESI dan HUKUM BISNIS KEWIRAUSAHAAN, ETIKA PROFESI dan HUKUM BISNIS Modul ke: Fakultas Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi Magisster Akuntasi www.mercubuana.ac.id Undang-undang Terkait Dengan Industri Tertentu, Undangundang

Lebih terperinci

PERSAINGAN USAHA dan JASA KONSTRUKSI

PERSAINGAN USAHA dan JASA KONSTRUKSI PERSAINGAN USAHA dan JASA KONSTRUKSI 2011 1 Cakupan Presentasi 1. Persaingan Usaha yang Sehat Dan KPPU 2. Persaingan Pasar Jasa Konstruksi 3. Masalah Umum Persaingan Usaha Dalam Sektor Jasa Konstruksi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian dan Dasar Hukum Persaingan Usaha. unggul dari orang lain dengan tujuan yang sama (Kamus Besar Bahasa Indonesia.

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian dan Dasar Hukum Persaingan Usaha. unggul dari orang lain dengan tujuan yang sama (Kamus Besar Bahasa Indonesia. 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Persaingan Usaha 1. Pengertian dan Dasar Hukum Persaingan Usaha Persaingan adalah perlawanan dan atau upaya satu orang atau lebih untuk lebih unggul dari orang lain dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hukum Persaingan Usaha pada dasarnya mengatur mengenai perilaku,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hukum Persaingan Usaha pada dasarnya mengatur mengenai perilaku, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum Persaingan Usaha pada dasarnya mengatur mengenai perilaku, tindakan atau perbuatan termasuk perjanjian yang dilarang dilakukan oleh satu atau lebih pelaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Permasalahan Berbicara mengenai perilaku antipersaingan usaha tidak dapat dipisahkan dengan pengertian persaingan usaha itu sendiri 1. Meskipun definisi persaingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk dikembangkan oleh para pelaku bisnis. Berdasarkan kondisi tersebut tidak

BAB I PENDAHULUAN. untuk dikembangkan oleh para pelaku bisnis. Berdasarkan kondisi tersebut tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang sangat kaya akan sumber daya alamnya,lebihlebih didukung oleh letak geografisnya yang strategis, sehingga akan sangat potensial

Lebih terperinci

KAJIAN YURIDIS MENGENAI PERSAINGAN USAHA ANTARA USAHA MIKRO, KECIL, MENENGAH (UMKM) DENGAN MINIMARKET

KAJIAN YURIDIS MENGENAI PERSAINGAN USAHA ANTARA USAHA MIKRO, KECIL, MENENGAH (UMKM) DENGAN MINIMARKET 1 KAJIAN YURIDIS MENGENAI PERSAINGAN USAHA ANTARA USAHA MIKRO, KECIL, MENENGAH (UMKM) DENGAN MINIMARKET ABSTRAK Oleh Alfian Priyo Suhartono I Wayan Wiryawan Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. bertujuan untuk mempelejari suatu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan

III. METODE PENELITIAN. bertujuan untuk mempelejari suatu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan III. METODE PENELITIAN Menurut Soerjono Soekanto, penelitian hukum merupakan suatu bentuk kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelejari

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. V/No. 6/Ags/2017

Lex et Societatis, Vol. V/No. 6/Ags/2017 PENAHANAN TERDAKWA OLEH HAKIM BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG KITAB UNDANG- UNDANG HUKUM ACARA PIDANA 1 Oleh : Brando Longkutoy 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah

Lebih terperinci

LARANGAN PERSEKONGKOLAN DALAM TENDER PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

LARANGAN PERSEKONGKOLAN DALAM TENDER PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT Persekongkolan Tender, Persaingan Usaha Tidak Sehat 56 LARANGAN PERSEKONGKOLAN DALAM TENDER PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 85/PUU-XIV/2016 Kewajiban Yang Harus Ditaati Oleh Pelaku Usaha Dalam Melaksanakan Kerjasama Atas Suatu Pekerjaan

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 85/PUU-XIV/2016 Kewajiban Yang Harus Ditaati Oleh Pelaku Usaha Dalam Melaksanakan Kerjasama Atas Suatu Pekerjaan RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 85/PUU-XIV/2016 Kewajiban Yang Harus Ditaati Oleh Pelaku Usaha Dalam Melaksanakan Kerjasama Atas Suatu Pekerjaan I. PEMOHON PT. Bandung Raya Indah Lestari.... selanjutnya

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT UMUM Pembangunan ekonomi pada Pembangunan Jangka Panjang Pertama telah

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan usaha yang diselenggarakan terus menerus oleh masing-masing orang,

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan usaha yang diselenggarakan terus menerus oleh masing-masing orang, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi dan dinamika dunia usaha di tanah air dalam 12 tahun terakhir mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Kondisi tersebut banyak dipengaruhi oleh

Lebih terperinci

Perlindungan hukum..., Gista Latersia, FHUI,

Perlindungan hukum..., Gista Latersia, FHUI, 13 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Bank sebagai badan usaha yang menjalankan fungsi utamanya selaku penghimpun dan penyalur dana masyarakat memiliki peran yang sangat penting untuk menunjang pelaksanaan

Lebih terperinci

Muhammad Alpian Ramli & Ditha Wiradiputra 1 Fakultas Hukum Universitas Indonesia

Muhammad Alpian Ramli & Ditha Wiradiputra 1 Fakultas Hukum Universitas Indonesia Analisis Putusan Kasasi No. 242 K/Pdt.Sus/2012 Mengenai Pengadaan Lokomotif oleh PT Kereta Api Indonesia (Persero) dengan General Electric (GE) Transportation Ditinjau dari Hukum Persaingan Usaha Muhammad

Lebih terperinci

104 Hermansyah, Pokok-Pokok Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008) Ibrahim, Johnny, Hukum Persaingan Usaha,

104 Hermansyah, Pokok-Pokok Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008) Ibrahim, Johnny, Hukum Persaingan Usaha, 103 DAFTAR PUSTAKA A. Buku Anggraini, A.M. Tri, Perspektif Penetapan Harga Menurut Hukum Persaingan Usaha Dalam Masalah-Masalah Hukum Ekonomi Kontemporer, (Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT UMUM Pembangunan ekonomi pada Pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dimana manusia cenderung untuk saling mengungguli dalam banyak hal. Dari banyaknya

I. PENDAHULUAN. dimana manusia cenderung untuk saling mengungguli dalam banyak hal. Dari banyaknya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kondisi persaingan merupakan satu karakteristik yang melekat dengan kehidupan manusia, dimana manusia cenderung untuk saling mengungguli dalam banyak hal. Dari banyaknya

Lebih terperinci

PUBLIC POLICY SEBAGAI ALASAN PEMBATALAN PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL DI INDONESIA

PUBLIC POLICY SEBAGAI ALASAN PEMBATALAN PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL DI INDONESIA PUBLIC POLICY SEBAGAI ALASAN PEMBATALAN PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL DI INDONESIA Oleh: Anastasia Maria Prima Nahak I Ketut Keneng Bagian Peradilan Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT

Lebih terperinci

KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA

KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA PEDOMAN PELAKSANAAN KETENTUAN PASAL 19 HURUF D UNDANG-UNDANG NO 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA Daftar Isi Daftar Isi..

Lebih terperinci

BPK DAN KPPU MENYEPAKATI KERJASAMA DALAM PENANGANAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

BPK DAN KPPU MENYEPAKATI KERJASAMA DALAM PENANGANAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT BPK DAN KPPU MENYEPAKATI KERJASAMA DALAM PENANGANAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT http://ekbis.sindonews.com/ Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Harry Azhar Azis menandatangani Nota Kesepahaman (Memorandum

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan Berdasarkan penjelasan dan analisa dalam bab - bab sebelumnya, maka kesimpulan kesimpulan berikut ini dapat ditarik guna menjawab pertanyaan penelitian: a. Menurut

Lebih terperinci

Hukum Persaingan Usaha

Hukum Persaingan Usaha Hukum Persaingan Usaha Oleh : Prof Dr Jamal Wiwoho, S.H.,M.Hum. 1 Sejarah Letter of Intent (LoI) : Pemerintah Indonesia IMF Tap MPR RI tahun 1973 Perubahan & perkembangan Hk. Bisnis (ketidakmampuan pasal

Lebih terperinci

MERGER PERSEROAN TERBATAS DITINJAU DARI HUKUM PERSAINGAN USAHA

MERGER PERSEROAN TERBATAS DITINJAU DARI HUKUM PERSAINGAN USAHA MERGER PERSEROAN TERBATAS DITINJAU DARI HUKUM PERSAINGAN USAHA Oleh Ayu Cindy TS. Dwijayanti I Ketut Tjukup Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana Abstrak Tulisan yang berjudul Merger Perseroan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berlakunya Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. berlakunya Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada tanggal 31 Desember 1981, Bangsa Indonesia telah memiliki Undangundang Hukum Acara Pidana karya bangsa sendiri, yaitu dengan diundangkannya Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Kesejahteraan rakyat merupakan salah satu tujuan utama dalam Negara

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Kesejahteraan rakyat merupakan salah satu tujuan utama dalam Negara BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kesejahteraan rakyat merupakan salah satu tujuan utama dalam Negara Indonesia. Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, mengamanatkan

Lebih terperinci

TATA CARA PENYAMPAIAN LAPORAN DAN PENANGANAN DUGAAN PELANGGARAN TERHADAP UNDANG-UNDANG NO. 5 TAHUN 1999

TATA CARA PENYAMPAIAN LAPORAN DAN PENANGANAN DUGAAN PELANGGARAN TERHADAP UNDANG-UNDANG NO. 5 TAHUN 1999 TATA CARA PENYAMPAIAN LAPORAN DAN PENANGANAN DUGAAN PELANGGARAN TERHADAP UNDANG-UNDANG NO. 5 TAHUN 1999 (Keputusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha No. 05/KPPU/Kep/IX/2000 tanggal 8 September 2000) KOMISI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami banyak kemajuan yang didorong oleh kebijakan pembangunan di

BAB I PENDAHULUAN. mengalami banyak kemajuan yang didorong oleh kebijakan pembangunan di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era globalisasi ini, pembangunan ekonomi dalam perkembangannya telah mengalami banyak kemajuan yang didorong oleh kebijakan pembangunan di berbagai sektor usaha,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada mulanya terdapat tiga alternatif lembaga yang digagas untuk diberi kewenangan melakukan pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB IV KETENTUAN PENGECUALIAN PASAL 50 HURUF a UU NOMOR 5 TAHUN 1999 DALAM KAITANNYA DENGAN MONOPOLI ATAS ESSENTIAL FACILITY

BAB IV KETENTUAN PENGECUALIAN PASAL 50 HURUF a UU NOMOR 5 TAHUN 1999 DALAM KAITANNYA DENGAN MONOPOLI ATAS ESSENTIAL FACILITY 62 BAB IV KETENTUAN PENGECUALIAN PASAL 50 HURUF a UU NOMOR 5 TAHUN 1999 DALAM KAITANNYA DENGAN MONOPOLI ATAS ESSENTIAL FACILITY A. Ketentuan Pengecualian Pasal 50 huruf a UU Nomor 5 Tahun 1999 1. Latar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. sistematis, metodologis, dan konsisten. Sistematis artinya menggunakan sistem

BAB III METODE PENELITIAN. sistematis, metodologis, dan konsisten. Sistematis artinya menggunakan sistem BAB III METODE PENELITIAN Penelitian merupakan kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran, secara sistematis, metodologis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan bidang ekonomi harus diarahkan kepada terwujudnya kesejahteraan rakyat berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hukum persaingan usaha di Indonesia diatur dalam Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Hukum persaingan usaha di Indonesia diatur dalam Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum persaingan usaha di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (selanjutnya disingkat

Lebih terperinci

Peranan Peradilan Dalam Proses Penegakan Hukum UU No.5/1999. Putusan KPPU di PN dan Kasasi di MA

Peranan Peradilan Dalam Proses Penegakan Hukum UU No.5/1999. Putusan KPPU di PN dan Kasasi di MA Peranan Peradilan Dalam Proses Penegakan Hukum UU No.5/1999 Dalam Perkara Keberatan Terhadap Putusan KPPU di PN dan Kasasi di MA Fenomena proses penegakan hukum di Indonesia Dibentuknya berbagai Komisi

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N. Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat mempunyai judul terlalu panjang 1

BAB I P E N D A H U L U A N. Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat mempunyai judul terlalu panjang 1 BAB I P E N D A H U L U A N A. Latar Belakang Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat mempunyai judul terlalu panjang 1 dan judul tersebut terkesan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertama disebutkan dalam ketentuan Pasal 1601a KUHPerdata, mengenai

BAB I PENDAHULUAN. pertama disebutkan dalam ketentuan Pasal 1601a KUHPerdata, mengenai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjanjian kerja dalam Bahasa Belanda biasa disebut Arbeidsovereenkomst, dapat diartikan dalam beberapa pengertian. Pengertian yang pertama disebutkan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara berkembang yang sampai saat ini masih terus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara berkembang yang sampai saat ini masih terus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara berkembang yang sampai saat ini masih terus melaksanakan peningkatan terhadap pembangunan perekonomian negara. Salah satu usaha

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN ATAS PENERAPAN KLAUSULA EKSONERASI DALAM PERJANJIAN BAKU

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN ATAS PENERAPAN KLAUSULA EKSONERASI DALAM PERJANJIAN BAKU PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN ATAS PENERAPAN KLAUSULA EKSONERASI DALAM PERJANJIAN BAKU Oleh : Anak Agung Ketut Junitri Paramitha I Nengah Suharta Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HAMBATAN PENEGAKAN HUKUM PERSAINGAN USAHA OLEH KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA (KPPU)

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HAMBATAN PENEGAKAN HUKUM PERSAINGAN USAHA OLEH KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA (KPPU) TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HAMBATAN PENEGAKAN HUKUM PERSAINGAN USAHA OLEH KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA (KPPU) Oleh : Candra Puspita Dewi I Ketut Sudantra Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan hukum dalam mendukung jalannya roda pembangunan maupun dunia usaha memang sangat penting. Hal ini terutama berkaitan dengan adanya jaminan kepastian hukum.

Lebih terperinci

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis) Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis) 1. Dany Try Hutama Hutabarat, S.H.,M.H, 2. Suriani, S.H.,M.H Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Fenomena itu kembali berulang. Setelah 10 tahun redup, skandal derivatif kembali menggema. Krisis keuangan global yang melanda akhir tahun 2008 memicu maraknya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penting untuk dapat mempengaruhi pola perdagangan. Kemampuan

BAB 1 PENDAHULUAN. penting untuk dapat mempengaruhi pola perdagangan. Kemampuan 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pesat dan majunya teknologi internet mempermudah untuk mengakses informasi apapun yang dibutuhkan, termasuk di dalamnya informasi produk. Adanya kemudahan

Lebih terperinci

DR. SUKARMI, KOMISIONER KPPU

DR. SUKARMI, KOMISIONER KPPU DR. SUKARMI, KOMISIONER KPPU sukarmi@kppu.go.id 1 KEBERADAAN HUKUM DAN KEBIJAKAN PERSAINGAN USAHA KPPU dan Performanya dalam menjalankan UU No. 5/1999 2 - LATAR BELAKANG - 1 Masyarakat belum mampu berpartisipasi

Lebih terperinci

DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah menghasilkan banyak kemajuan, antara lain dengan meningkatnya

BAB I PENDAHULUAN. telah menghasilkan banyak kemajuan, antara lain dengan meningkatnya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi pada Pembangunan Jangka Panjang Pertama telah menghasilkan banyak kemajuan, antara lain dengan meningkatnya kesejahteraan rakyat. Kemajuan

Lebih terperinci