ANALISIS PENERAPAN PERFORMANCE BOND PADA KEGIATAN PERTAMBANGAN BAHAN GALIAN C (Studi Kasus: Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS PENERAPAN PERFORMANCE BOND PADA KEGIATAN PERTAMBANGAN BAHAN GALIAN C (Studi Kasus: Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat)"

Transkripsi

1 ANALISIS PENERAPAN PERFORMANCE BOND PADA KEGIATAN PERTAMBANGAN BAHAN GALIAN C (Studi Kasus: Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat) ANIS PURNAMASARI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

2 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Analisis Penerapan Performance Bond Pada Kegiatan Pertambangan Bahan Galian C (Studi Kasus: Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya diterbitkan manapun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini Bogor, Oktober 2012 ANIS PURNAMASARI H

3 RINGKASAN Anis Purnamasari. Analisis Penerapan Performance Bond pada Kegiatan Pertambangan Bahan Galian C (Studi Kasus: Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat). Dibimbing Oleh Rizal Bahtiar. Bertambahnya penduduk meningkatkan kebutuhan pangan dan lapangan kerja. Besarnya kebutuhan penduduk akan meningkatkan ekstraksi Sumberdaya Alam dan Lingkungan (SDAL). Setiap ekstraksi Sumberdaya Alam (SDA) pasti menghasilkan limbah atau sulit untuk mencapai zero waste. Selain menghasilkan limbah yang menurunkan kualitas jasa lingkungan, usaha-usaha peningkatan kebutuhan penduduk juga menimbulkan eksternalitas negatif berupa peningkatan kerusakan lingkungan. Performance bond diberlakukan ketika aktivitas ekonomi yang dilakukan berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan hidup dan kelestarian SDA. Kebijakan tersebut dinilai dapat mengurangi tingkat kerusakan lingkungan, bahkan diharapkan dapat merestorasi lingkungan pasca tambang. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Kecamatan Rumpin, manfaat yang diterima masyarakat atas pendapatan keluarga lebih besar dari kerugian yang diterima masyarakat. Kerugian yang dirasakan masyarakat sekitar kawasan tambang yaitu adanya tambahan biaya pengobatan dan biaya memperoleh air bersih. Oleh karena itu perusahaan tidak harus member kompensasi kepada masyarakat. Tetapi perusahan harus member kompensasi kepada pihak Kecamatan Rumpin sebagai ganti rugi atas kerusakan jalan sebesar Rp yang harus dibayarkan selama 14 tahun. Kenyataannya, banyaknya perusahaan yang tidak membayar jaminan atau tidak melakukan reklamasi. Hal tersebut mungkin karena peraturan pemerintah tingkat meso dan mikro yang belum melengkapi peraturan tingkat makro dengan baik, selain karena pengawasan dan pembinaan yang perlu ditingkatkan. Hasil analisis kelayakan finansial menunjukkan bahwa perusahan tambang bahan galian C yang diteliti layak berdasarkan empat kriteria kelayakan yaitu, NPV, BCR, IRR, dan Payback Period. Perusahaan tersebut ternyata masih dapat dikatakan layak setelah biaya reklamasi dan kompensasi jalan kecamatan dimasukkan dalam perhitungan. Kata Kunci: Performance Bond, Tambang, Bahan Galian C

4 ANALISIS PENERAPAN PERFORMANCE BOND PADA KEGIATAN PERTAMBANGAN BAHAN GALIAN C (Studi Kasus: Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat) ANIS PURNAMASARI H Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk Memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

5 Judul Skripsi : Analisis Penerapan Performance Bond pada Kegiatan Pertambangan Bahan Galian C (Studi Kasus: Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat) Nama NIM : Anis Purnamasari : H Disetujui Rizal Bahtiar S.Pi, M.Si Pembimbing Diketahui Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT Ketua Departemen Tanggal Lulus :

6 UCAPAN TERIMA KASIH Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat, nikmat, dan karunia-nya selama penulis menyusun skripsi ini. Skripsi ini tidak akan pernah terwujud jika tidak ada orang-orang di sekitar penulis, untuk itu penulis ingin memberikan ucapan terima kasih yang ditujukan kepada: 1. Suamiku tersayang (Mohammad Taufik), Orangtua tercinta, papa (Achmad), mama (Suyati), adiku yang manis (Anita Fitriyani), atas segala dukungan, perhatian, doa, pengorbanan, serta segala cinta dan kasih sayang terhadap penulis selama ini. 2. Rizal Bahtiar, S.Pi, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi dan Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, M.Si selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan, saran, kritik, dan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi. 3. Dr. Ir. Ahyar Ismail, M.Agr sebagai dosen penguji utama sidang skripsi dan Benny Osta Nababan, S.Pi, M.Si sebagai penguji sidang perwakilan Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan yang senantiasa memberikan koreksi dan saran terhadap skripsi ini agar menjadi lebih baik lagi. 4. Dosen-dosen dan staf Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan (ESL) yang telah membantu selama penulis menyelesaikan studi. 5. Sahabat-sahabatku selama di IPB (Nina, Tya, Asih, Gea, Elok, Tantri, livia, Pebri, Stevan, dll). Teman satu bimbingan (Erna, Nia, Dini, Nanda, Budi, dan Dika). Serta teman-teman ESL 45 atas dukungan selama penulis menyelesaikan studi.

7 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah, dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal yang berjudul Analisis PenerapanPerformance Bond pada Kegiatan Pertambangan Bahan Galian C (StudiKasus: KecamatanRumpin, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat). Skripsi ini disusun untuk melengkapi kegiatan akademik mahasiswa program sarjana dan sebagai ajang pembelajaran penulis dalam menyelesaikan permasalahan yang terkait dengan keahliannya pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, InstitutPertanian Bogor. Skripsi ini dilatarbelakangi oleh adanya kegiatan penambangan bahan galian C yang selain memberikan eksternalitas positif juga mengakibatkan eksternalitas negative terhadap masyarakat di kawasan penambangan. Eksternalitas yang ada berasal dari puluhan perusahaan penambangan skala kecil hingga skala besar. Eksternalitas ini berdampak negative bagi lingkungan hidup dan menimbulkan kerugian bagi masyarakat yang tinggal di kawasan pertambangan. Penulis mohon maaf atas segala kekurangan yang terdapat dalam penyusunan skripsi ini. SemogaTuhan Yang Maha Esa senantiasa meridhoi kita, amin.

8 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... viii ix x I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pertambangan Performance Bond PenelitianTerdahulu III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Analisis Kelayakan FinansialP royek Kompensasi Bagi Masyarakat Habitat Equivalency Analysis KerangkaOperasional IV. METODE PENELITIAN 4.1 LokasidanWaktu JenisdanSumber Data... 26

9 4.3 Penentuan Jumlah Responden/Sampel Pengumpulan Data Metode Pengolahan dan Analisis Data Estimasi Manfaat dan Kerugian Metode Analisis Finansial Metode Habitat Equivalency Analysis V. GAMBARAN UMUM 5.1 Kondisi Geografis dan Administratif Kependudukan dan Sumberdaya Manusia Ekonomi dan Sosial Sarana dan Prasarana Wilayah VI. IDENTIFIKASI MANFAAT DAN KERUGIAN PERTAMBANGAN BAHAN GALIAN C 6.1 Identifikasi Manfaat yang Dirasakan Masyarakat dari Kegiatan Pertambangan Identifikasi Kerugian Masyarakat dari Kegiatan Pertambangan Analisis Kompensasi Masyarakat VII. ANALISIS REGULASI PEMERINTAH 7.1Kasus-kasus Akibat Kegiatan Pertambangan di Kecamatan Rumpin Warga Kecamatan Rumpin Datangi DPRD untuk Menuntut PerbaikanJalan Warga Kecamatan Rumpin Mengancam Pengusaha

10 Tambang yang Tidak Memperbaiki Jalan Jembatan dikecamatanrumpinberbahaya Kasus Dana Reklamasi Tambang Peraturan Pemerintah Terkait Pertambangan Kebijakan Pemerintah Daerah Terkait PertambanganBahan Galian C VIII. KOMPENSASI REKLAMASI LAHAN BEKAS TAMBANG DENGAN METODE HEA 8.1Skenario Kompensasi Lahan Bekas Tambang Luas Kompensasi Lahan Bekas Tambang IX. ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL 9.1Asumsi-asumsi Dasar dalam Analisis Finansial Usaha Pertambangan Analisis Finansial Usaha Pertambangan Arus Penerimaan Arus Pengeluaran Biaya Pemilikan dan Operasi Alat Besar Biay Pemilikan Biaya Operasi Analisis Kelayakan Usaha Sebelum Adanya Kompensasi Analisis Kelayakan Usaha Setelah Adanya Kompensasi... 95

11 9.2.6Perbandingan Analisis Kelayakan Usaha Sebelum dan Setelah Adanya Kompensasi X. SIMPULAN DAN SARAN 10.1 Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA Lampiran

12 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1 Keperluan Air per Orang per Hari Data yang Diperlukan dalam Penelitian Daftar Nama Desa dan Luas Wilayahnya Jarak Pusat Pemerintahan Kecamatan Rumpin dengan Lokasi Penting Jumlah Penduduk Menurut Usia Jumlah Sarana Pendidikan di Kecamatan Rumpin Jumlah Sarana Ibadah di Kecamatan Rumpin Manfaat Ekonomi Keberadaan Perusahaan Tambang BahanGalian C Tabel Biaya Reklamasi yang Dikeluarkan Perusahaan Matriks Luas Lahan Bekas Tambang yang Harus Direklamasi Nama Penambang dan Luas Ijin Lahan Tambang Komponen Biaya Investasi Kriteria Kelayakan Usaha Sebelum Adanya Kompensasi Kriteria Kelayakan Usaha Setelah Adanya Kompensasi... 94

13 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1 Jumlahpenduduk Indonesia menuruthasilsensus MekanismePenerapanJaminanReklamasiPertambangan KerangkaPemikiranPenelitian KerangkaHabitat Equivalency Analysis JumlahPendudukMenurut Tingkat Pendidikan Diagram Mata PencaharianPenduduk GrafikPersentaseJumlahRespondenTerhadapManfaat Pertambangan di KecamatanRumpin GrafikJumlahKasusPenyakitPasienPuskesmas KecamatanRumpinTahun Grafik Penurunan Jasa Lahan Tambang Biaya Pemilikan dan Operasi Alat Besar... 83

14 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1 Kuesioner Penelitian Jenis Peraturan yang Mendukung Reklamasi Pertambangan Berdasarkan Tingkatan Kepemerintahan Sanksi Atas Pelanggaran Kegiatan Pertambangan Luas Lahan yang Harus Dikompensasi dengan Metode HEA pada Tingkat Suku Bunga 5.75 % Analisis Kelayakan Usaha padasuku Bunga12.51%Setelah Adanya Kompensasi dan Restorasi

15 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Statistik Indonesia 2001, pertambahan penduduk dari tahun 1980 sampai tahun 2000 meningkat cepat. Pada tahun 1980 penduduk berjumlah juta jiwa bertambah menjadi juta jiwa pada tahun Pada tahun 2000 jumlah penduduk menjadi juta jiwa 1. Bertambahnya penduduk meningkatkan kebutuhan pangan dan lapangan kerja. Besarnya kebutuhan penduduk akan meningkatkan ekstraksi Sumberdaya Alam dan Lingkungan (SDAL). Sumber: Badan Pusat Statistik (2011) Gambar 1. Jumlah Penduduk Indonesia Menurut Hasil Sensus SDAL merupakan sumber yang penting bagi kehidupan manusia dan makhluk lainnya. Sumberdaya alam menyediakan sesuatu yang diperoleh dari lingkungan fisik untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan manusia, sedangkan 1 BPS.2011.Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi.Edisi ke-10.bps.jakarta

16 lingkungan merupakan tempat dalam arti luas bagi manusia dalam melakukan aktivitasnya 2. Setiap ekstraksi Sumberdaya Alam (SDA) pasti menghasilkan limbah atau sulit untuk mencapai zero waste. Selain menghasilkan limbah yang menurunkan kualitas jasa lingkungan, usaha-usaha peningkatan kebutuhan penduduk juga menimbulkan eksternalitas negatif berupa peningkatan kerusakan lingkungan. Kerusakan lingkungan adalah deteriorasi lingkungan dengan hilangnya sumber daya air, udara, dan tanah; kerusakan ekosistem dan punahnya fauna liar. Kerusakan lingkungan adalah salah satu dari sepuluh ancaman yang secara resmi diperingatkan oleh high level threat panel dari PBB. 3 Kerusakan lingkungan dapat digolongkan ke dalam dua jenis kerusakan, yakni kerusakan karena peristiwa alam dan kerusakan karena hasil perbuatan manusia. Kerusakan lingkungan karena manusia terjadi akibat perilaku manusia yang tidak dilandasi oleh pemikiran penggunaan sumberdaya alam pada jangka panjang. Ekstraksi sumberdaya alam yang dilakukan manusia lebih berorientasi pada keuntungan jangka pendek tanpa memikirkan keberlanjutan sumberdaya alam dan lingkungan. Untuk meminimalisir kerusakan lingkungan salah satu kebijakan yang diberlakukan oleh pemerintah yaitu instrumen ekonomi berupa performance bond atau jaminan pelaksanaan. Kebijakan pemerintah diharapkan dapat menjalankan fungsi negara untuk mensejahterakan dan melindungi rakyatnya (Pembukaan UUD 1945) serta diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat (Pasal 33 UUD 1945) melalui pengaturan pengelolaan sumberdaya. Kebijakan performance bond yang 2 Renstrada Provinsi DKI Jakarta diakses pada 8 Januari diakses pada 14 Desember 2011

17 dibahas pada penelitian ini mewajibkan pelaku ekonomi memberikan dana jaminan pelaksanaan kepada pemerintah di awal tahun proyek. Dana jaminan pelaksanaan diberlakukan ketika aktivitas ekonomi yang dilakukan berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan hidup dan kelestarian SDA. Kebijakan tersebut dinilai dapat mengurangi tingkat kerusakan lingkungan, bahkan diharapkan dapat merestorasi lingkungan sampai tingkat 100 %. Pemerintah Indonesia menerapkan performance bond untuk kelestarian lingkungan di berbagai sektor, diantaranya: 1. Sektor kehutanan 2. Sektor pertambangan Penelitian ini akan membahas penerapan performance bond pada sektor pertambangan. Pertumbuhan industri pertambangan semakin meningkat sejak tahun 1970-an. Hal tersebut disebabkan kebutuhan manusia akan produk mentah dan produk olahan bahan galian mengalami peningkatan. Produk bahan galian yang dibutuhkan dan digunakan hampir seluruh orang di dunia untuk membangun rumah dan gedung. Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang relatif luas dibangun sebagai tempat usaha pertambangan bahan galian C. Keberadaan usaha pertambangan memberi manfaat bagi penduduk sekitar. Manfaat yang didapat yaitu meningkatnya lapangan pekerjaan, menurunnya angka pengangguran, dan lain sebagainya. Salah satu daerah pertambangan bahan galian C legal dan ilegal di Kabuparen Bogor adalah di Kecamatan Rumpin. Selain memberikan manfaat, usaha pertambangan bahan galian C juga menimbulkan dampak negatif bagi warga di kawasan pertambangan. Dampak

18 negatif tersebut terlihat dalam kondisi kesehatan warga yang menurun dan terserang berbagai penyakit. Penyakit yang biasa diderita warga akibat dampak negatif pertambangan adalah Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) dan penyakit kulit. Penyakit kulit sebagai dampak penggunaan air sungai di sekitar pertambangan yang tercemar bahan kimia residu. Berdasarkan hasil survei diketahui bahwa warga setempat menggunakan sungai untuk kegiatan sehari-hari yang memberikan manfaat dalam pemenuhan kebutuhan hidup terutama dalam pemenuhan kebutuhan akan air. Keperluan manusia akan air dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Keperluan Air per Orang per Hari No Keperluan Air yang dipakai (Liter) 1 Minum 2,0 2 Memasak, kebersihan dapur 14,5 3 Mandi, kakus 20,0 4 Cuci Pakaian 13,0 5 Air Wudhu 15,0 6 Air untuk kebersihan rumah 32,0 7 Air untuk menyiram tanam-tanaman 11,2 8 Air untuk mencuci kendaraan 22,5 9 Air untuk keperluan lain-lain 20,0 Jumlah 150,0 Sumber : Wardhana (2004) Dampak negatif lain yang diduga disebabkan pertambangan bahan galian C di Rumpin adalah meningkatnya diare dan menurunnya biodiversity serta habitat satwa di kawasan pertambangan. Selain terhadap makhluk hidup, dampak pertambangan lainnya adalah rusaknya jalan karena sering dilewati oleh alat-alat berat pendukung kegiatan pertambangan. Rencana peningkatan status dan perbaikan jalan di Kecamatan Rumpin antara Pemerintah Kabupaten Bogor dengan Asosiasi Perusahaan Pertambangan dan Konstruksi Indonesia (APKI) terancam gagal. Gagalnya rencana tersebut

19 karena beberapa perusahaan bertaraf internasional di Rumpin (anggota AKPI) belum menyanggupi. Dampak negatif terhadap lingkungan hidup rata-rata hanya dapat pulih dalam jangka waktu yang relatif lama. Untuk mengatasi dampak negatif pertambangan, pemerintah menerapkan instrumen yang disebut performance bond atau jaminan pelaksanaan. Melalui penerapan performance bond diharapkan pelaku ekonomi dapat turut serta menjaga kelestarian lingkungan. Penerapan jaminan pelaksanaan akan digunakan sebagai jaminan bahwa pelaku usaha pertambangan akan melakukan perbaikan lingkungannya akibat dampak negatif dari seluruh kegiatan pertambangan. Akan tetapi perlu adanya penelitian tentang penerapan performance bond dalam proyek pertambangan bahan galian C. Oleh karena pentingnya analisis penerapan performance bond terhadap kegiatan pertambangan, maka diperlukan penelitian mengenai hal tersebut. 1.2 Perumusan Masalah Semua aktivitas manusia dalam mengelola SDAL memiliki dampak positif bagi pemenuhan kebutuhan keluarga hingga peningkatan pertumbuhan ekonomi negara. Aktivitas pertambangan bahan galian C yang merupakan bahan galian yang tidak termasuk dalam bahan galian yang strategis dan vital memiliki dampak positif. Namun, pertambangan juga mengakibatkan dampak negatif terhadap masyarakat sekitar kegiatan pertambangan dan terhadap lingkungan hidup. Perlu diketahui apakah manfaat atau kerugian yang lebih besar dirasakan oleh masyarakat. Pemerintah sebagai pengelola barang publik (bahan galian C) membuat regulasi mengenai ekstraksinya. Perlu adanya analisis regulasi

20 pemerintah terkait penerapan performance bond. Selain regulasi, untuk mengadakan reklamasi perlu adanya perhitungan berapa luas lahan yang harus direklamasi dalam kondisi-kondisi tertentu. Analisis kelayakan finansial perusahaan juga harus diperhitungkan, baik sebelum maupun setelah perusahaan tersebut mengeluarkan biaya tambahan untuk melakukan reklamasi lahan pasca tambang dan kompensasi kepada masyarakat. Keadaan tersebut membuat beberapa rumusan masalah, yaitu: 1. Berapakah manfaat dan kerugian dari pertambangan bahan galian C? 2. Bagaimana analisis regulasi pemerintah terkait penerapan performance bond di Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat? 3. Bagaimanakah restorasi yang dapat dilakukan oleh pemilik usaha pertambangan dengan metode Habitat Equivalency Analysis? 4. Apakah proyek pertambangan dapat dikatakan layak secara finansial sebelum dan setelah ditambah biaya kompensasi? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang ada, maka tujuan diadakannya penelitian ini adalah: 1. Mengidentifikasi manfaat dan kerugian dari pertambangan bahan galian C. 2. Menganalisis regulasi pemerintah terkait penerapan performance bond di Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. 3. Menganalisis restorasi yang dapat dilakukan oleh pemilik usaha pertambangan dengan metode Habitat Equivalency Analysis (HEA).

21 4. Menganalisis kelayakan finansial proyek pertambangan sebelum dan setelah ditambah biaya kompensasi. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang ingin diperoleh dari penelitian ini adalah: 1. Mahasiswa Penelitian ini dilakukan untuk menerapkan dan mengaplikasikan ilmu atau pelajaran yang telah diperoleh melalui perkuliahan pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan. 2. Pemerintah Hasil dari penelitian ini nantinya dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam membuat kebijakan yang dapat mengurangi kegiatan yang bisa menyebabkan rusaknya sumberdaya alam dan lingkungan. 3. Masyarakat Penelitian ini memberikan informasi kepada masyarakat dan pemerintah mengenai dampak yang ditimbulkan dari adanya pertambangan di Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor.

22 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pertambangan Tanah merupakan salah satu faktor yang terpenting bagi kehidupan manusia. Akan tetapi sangat disayangkan bahwa pada umumnya setelah manusia berhasil menguasai sebidang atau seluas tanah, mereka mengabaikan fungsi tanah, bahkan merusak dan selanjutnya menelantarkan tanah itu sendiri (Kartasapoetra, dkk, 2005). Usaha penambangan merupakan usaha melakukan kegiatan eksplorasi, eksploitasi, produksi, dan penjualan. Menurut Rahmi (1995), penggolongan bahan-bahan galian adalah sebagai berikut : 1. Golongan a, merupakan bahan galian strategis, yaitu strategis untuk perekonomian negara serta pertahanan dan keamanan negara 2. Golongan b, merupakan bahan galian vital, yaitu dapat menjamin hajat hidup orang banyak, Contohnya besi, tembaga, emas, perak dan lain-lain 3. Golongan c, bukan merupakan bahan galian strategis ataupun vital, Karena sifatnya tidak langsung memerlukan pasaran yang bersifat internasional. Contohnya marmer, batu kapur, tanah liat, pasir, yang sepanjang tidak mengandung unsur mineral. Menurut Undang-Undang Nomor 11 tahun 1967 tentang ketentuanketentuan Pokok Pertambangan menyebutkan bahawa pertambangan rakyat adalah suatu usaha pertambangan bahan-bahan galian dari semua golongan a, b, dan c yang dilakukan oleh rakyat setempat secara kecil-kecilan atau gotong royong dengan alat-alat sederhana untuk pencairan sendiri (As ad, 2005). Pertambangan rakyat dilakukan oleh rakyat, artinya dilakukan oleh masyarakat yang berdomisili di area pertambangan secara kecil-kecilan atau gotong royong

23 dengan alat-alat sederhana. Tujuan mereka adalah untuk meningkatkan kehidupan sehari-hari. Dilaksanakan secara sederhana dan dengan alat sederhana, jadi tidak menggunakan teknologi canggih, sebagaimana halnya dengan perusahaan pertambangan yang mempunyai modal besar dan memakai telknologi canggih. Dari uraian di atas, dapat dikemukakan unsur-unsur pertambangan rakyat, yaitu : 1. Usaha pertambangan 2. Bahan galian meliputi bahan galian strategis, vital dan galian c 3. Dilakukan oleh rakyat 4. Domisili di area tambang rakyat 5. Untuk penghidupan sehari-hari 6. Diusahakan dengan cara sederhana. Kegiatan penambangan rakyat dapat mempengaruhi sifat fisika, kimia serta biologi tanah melalui pengupasan tanah lapisan atas, penambangan, pencucian serta pembuangan tailing. Penambangan rakyat yang tidak memperhatikan aspek lingkungan akan menyebabkan terancamnya daerah sekitarnya dengan bahaya erosi dan tanah longsor karena hilangnya vegetasi penutup tanah (As ad, 2005). Lahan yang digunakan untuk pertambangan tidak seluruhnya digunakan untuk operasi pertambangan secara serentak, tetapi secara bertahap. Sebagian besar tanah yang terletak dalam kawasan pertambangan menjadi lahan yang tidak produktif. Sebagian dari lahan yang telah dikerjakan oleh pertambangan tetapi belum direklamasi juga merupakan lahan tidak produktif. Lahan bekas kegiatan pertambangan menunggu pelaksanaan reklamasi pada tahap akhir penutupan tambang. Kalau lahan yang telah selesai digunakan

24 secara bertahap direklamasi, maka lahan tersebut dapat menjadi lahan produktif (Nurdin, dkk, 2000). Pertambangan dapat menciptakan kerusakan lingkungan yang serius dalam suatu kawasan/wilayah. Potensi kerusakan tergantung pada berbagai faktor kegiatan pertambangan dan faktor keadaan lingkungan. Faktor kegiatan pertambangan antara lain pada teknik pertambangan, pengolahan dan lain sebagainya. Sedangkan faktor lingkungan antara lain faktor geografis dan morfologis, fauna dan flora, hidrologis dan lain-lain (Nurdin, dkk, 2000). Kegiatan pertambangan mengakibatkan berbagai perubahan lingkungan, antara lain perubahan bentang alam, perubahan habitat flora dan fauna, perubahan struktur tanah, perubahan pola aliran air permukaan dan air tanah dan sebagainya. Perubahan-perubahan tersebut menimbulkan dampak dengan intensitas dan sifat yang bervariasi. Selain perubahan pada lingkungan fisik, pertambangan juga mengakibatkan perubahan kehidupan sosial, budaya dan ekonomi. Dampak kegiatan pertambangan terhadap lingkungan tidak hanya bersumber dari pembuangan limbah, tetapi juga karena perubahan terhadap komponen lingkungan yang berubah atau meniadakan fungsi-fungsi lingkungan. Semakin besar skala kegiatan pertambangan, makin besar pula areal dampak yang ditimbulkan (Nurdin, dkk, 2000). Perubahan lingkungan akibat kegiatan pertambangan dapat bersifat permanen, atau tidak dapat dikembalikan kepada keadaan semula. Perubahan topografi tanah, termasuk karena mengubah aliran sungai, bentuk danau atau bukit selama masa pertambangan, sulit dikembalikan kepada keadaannya semula. Kegiatan pertambangan juga mengakibatkan perubahan pada kehidupan sosial,

25 ekonomi dan budaya masyarakat. Perubahan tata guna tanah, perubahan kepemilikan tanah, masuknya pekerja, dan lain-lain. Pengelolaan dampak pertambangan terhadap lingkungan bukan untuk kepentingan lingkungan itu sendiri tetapi juga untuk kepentingan manusia (Nurdin, dkk, 2000). 2.2 Performance Bond Performance dan Bond system merupakan sejumlah uang yang diserahkan di muka kepada pemerintah oleh pelaku ekonomi apabila aktivitas ekonomi yang dilakukan berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan hidup dan kelestarian SDA. 4 Uang tersebut dapat diambil kembali setelah dinyatakan oleh pihak yang berwenang bahwa aktivitas ekonomi tersebut tidak menimbulkan dampak negatif. Obyek dari performance bond adalah barang serta jasa lingkungan hidup (hutan, udara, air) yang dapat terkena dampak polutif atau ekstraktif dari suatu kegiatan ekonomi. Contohnya: reklamasi tanah, manajemen hutan (biasanya hutan produksi), kecelakaan lingkungan hidup (tumpahnya minyak di laut). Mekanisme yang terdapat pada performance bond yaitu: 1. Memperhitungkan biaya sosial dari kerusakan lingkungan hidup yang mungkin terjadi 2. Meminta pelaku ekonomi untuk mendepositokan sejumlah uang sesuai dengan biaya tersebut kepada pemerintah atau pihak lain yang ditunjuk pemerintah 4 Laporan interim: Draft rencana aksi strategis. ESP-Environmental Support Programme Danida

26 3. Apabila terjadi kerusakan, telah tersedia dana untuk merestorasi lingkungan hidup dan SDA sehingga instrumen ini tidak sangat bergantung kepada kegiatan monitoring Pemerintah sebagai lembaga yang memimpin negara memiliki peran terhadap berbagai bidang, termasuk dalam Performance Bond. Peran Pemerintah dalam penerapan Performance Bond adalah: 1. Melakukan sosialisasi pengimplementasian sistem bond 2. Menentukan standar baku lingkungan hidup yang diharapkan 3. Meregulasikan pengimplementasian sistem bond Performance bond diterapkan di sektor pertambangan Minyak dan Gas Bumi (Migas) dan beberapa bahan galian lain. Pada pertambangan Migas bahkan telah diatur kapan pemilik pertambangan harus menyerahkan dana jaminan pelaksanaan, yaitu dalam Peraturan Menteri ESDM No 35 Tahun 2008 Tentang Tata Cara Penetapan Dan Penawaran Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi. Bab VI pasal 41 ayat 2 menyebutkan, jaminan pelaksanaan wajib diserahkan kepada Direktur Jenderal (Dirjen) paling lambat pada saat penandatanganan kontrak kerja sama. Pada ayat 5 dinyatakan bahwa peserta lelang wilayah kerja atau penawaran langsung wilayah kerja yang telah menandatangani kontrak kerja sama yang tidak dapat memenuhi kewajibannya melaksanakan komitmen tiga tahun pertama masa eksplorasi (firm commitment), atau komitmen dua tahun pertama masa eksploitasi dan kewajiban keuangan lainnya berdasarkan kontrak kerja sama. Berdasarkan pemberitahuan dari Badan Pelaksana, Dirjen akan mencairkan Jaminan Pelak-

27 sanaan dan wajib disetorkan ke kas negara sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Jaminan reklamasi diawali dengan perencanaan reklamasi tambang yang dibuat oleh perusahaan tambang terkait. Perusahaan memperkirakan rencana persentase reklamasi yang dapat dilakukan setelah memperhitungkan keuntungan yang akan diperoleh perusahaan. Besarnya dana jaminan reklamasi tersebut tergantung pada besarnya biaya reklamasi langsung dan tidak langsung. Biaya langsung jaminan reklamasi terdiri dari: 1. Biaya pembongkaran bangunan dan sarana penunjang yang sudah tidak digunakan 2. Reklamasi tapak bekas tambang, fasilitas pengolahan dan pemurnian, serta fasilitas penunjang 3. Penanganan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dan limbah B3 4. Pemeliharaan dan perawatan 5. Pemantauan 6. Aspek sosial, budaya, dan ekonomi Sedangkan biaya tidak langsung dilihat dari: 1. Mobilisasi dan demobilisasi 2. Perencanaan kegiatan 3. Administrasi dan keuntungan pihak ketiga sebagai kontraktor pelaksana penutupan tambang 4. Supervisi Penyusunan rencana reklamasi tersebut diajukan setiap lima tahun sekali, kepada Menteri, Gubernur atau Bupati/Walikota untuk dinilai. Penilaian

28 dilakukan paling lambat 30 hari sejak diserahkannya rencana reklamasi. Luaran dari penilaian tersebut berupa disetujui atau tidaknya rencana kegiatan pertambangan tersebut. Jika rencana belum disetujui, perusahaan tambang dapat memperbaiki rencana reklamasi tersebut. Apabila dalam jangka waktu 30 hari pihak penilai tidak memberikan informasi tentang hasil penilaian, maka pengusaha tambang diasumsikan disetujui usahanya dan dapat menjalankan usahanya. Setelah kegiatan pertambangan berjalan, perusahaan wajib menyusun rencana reklamasi setiap lima tahun dan menyerahkannya kepada pihak penilai. Pada umur proyek yang kurang dari lima tahun, rencana reklamasi disusun sesuai umur proyek tambang. Setelah seluruh kegiatan penambangan berakhir, perusahaan diwajibkan untuk menutup proyek paling lambat setelah satu bulan proyek pertambangan berakhir. Setelah penutupan proyek, laporan penutupan pertambangan harus dibuat oleh perusahaan. Jaminan reklamasi dapat dicairkan dan dikembalikan apabila reklamasi telah dilaksanakan. Pengembalian Jaminan Reklamasi dengan ketentuan sebagai berikut : a. Pengembalian 60 % (enam puluh perseratus) dari besaran Jaminan Reklamasi apabila telah selesai melaksanakan penatagunaan lahan yang dilakukan sesuai dengan peruntukannya sebagaimana ditetapkan dalam Rencana Reklamasi yang telah disetujui. b. Pengembalian 80 % (delapan puluh perseratus) dari besaran Jaminan Reklamasi apabila telah selesai melaksanakan kegiatan sebagaimana dimaksud pada poin a dan telah selesai melaksanakan pekerjaan:

29 a. revegetasi b. pencegahan dan penanggulangan air asam tambang; c. pekerjaan sipil; dan/atau d. kegiatan reklamasi lainnya, sebagairnana ditetapkan dalam Rencana Reklamasi yang disetujui. Pengembalian 100 % (seratus persen) dari besaran Jaminan Reklamasi setelah kegiatan reklamasi memenuhi kriteria keberhasilan reklamasi sebagaimana tercantum pada Lampiran V Peraturan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral No. 18 tahun 2008 Tentang Reklamasi dan Penutupan Tambang. Setiap penerapan jaminan lingkungan hidup (performance bond) telah memiliki mekanisme yang diatur dalam beberapa aturan pemerintah, yaitu:

30 Perusahaan menyusun rencana reklamasi dan rencana penutupan tambang Penilaian oleh Menteri, Gubernur atau Bupati/Walikota (paling lambat selesai pada 30 hari). Disetujui Tidak disetujui Mengajukan perubahan rencana reklamasi. Disetujui oleh Menteri, Gubernur atau Bupati/Walikota. Pelaksanaan reklamasi. Menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan reklamasi (sampai tahap ini dilakukan berulang hingga ditutup). Penutupan tambang (paling lambat satu bulan setelah semua kegiatan penambangan berakhir. Perusahaan menyampaikan laporan penutupan tambang. Perusahaan membuat permohonan pencairan dana jaminan reklamasi. Evaluasi Jaminan reklamasi mencukupi semua biaya reklamasi. Jaminan reklamasi tidak mencukupi biaya reklamasi. Pencairan jaminan reklamasi (persentase pengembalian sesuai Permen. ESDM pasal 31). Perusahaan harus menutupi sisa biaya reklamasi. Sumber: Peraturan Menteri ESDM No.18 Tahun 2008, Diolah Peneliti (2012) Gambar 2. Mekanisme Penerapan Jaminan Reklamasi Pertambangan

31 2.3 Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu tentang performance bond belum saya temukan. Tetapi penelitian tentang bahan galian C terdapat pada tulisan Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) yang berjudul Penilaian Kerusakan Lingkungan Akibat Pertambangan Bahan Galian C dengan Metode Damage Assesment Analysis Di Desa Cipinang, Kecamatan Rumpin, Bogor, Jawa Barat yang ditulis oleh (Larastiti R. et al, 2010). kesimpulan dari penelitian tersebut adalah: 1. Terjadi perubahan sosial di Desa Cipinang, masyarakat desa Cipinang awalnya bermata pencaharian sebagai petani. Tingkat kesejahteraan masyarakat perlahan meningkat walaupun tidak cukup signifikan. Dampak positifnya adalah terjadinya peningkatan perekonomian warga, terbukanya lapangan kerja baru. 2. Manfaat ekonomi dari adannya pertambangan pasir diestimasi menggunakan pendekatan pendapatan. Rata-rata pendapatan pertahun masyarakat yang memiliki pekerjaan terkait pertambangan adalah sebesar Rp Kerugian ekonomi akibat adannya pertambangan diestimasi menggunakan pendekatan Cost of Illness atau biaya kesehatan adalah sebesar Rp setahun. Dengan menggunakan Replacement Cost diestimasi kerugiannya adalah sebesar Rp per tahun. Dengan menggunakan Replacement Cost juga, dapat diestimasi kerusakan jalan secara ekonomi, yaitu sebesar Rp Besarnya biaya kompensasi yang seharusnnya diberikan perusahaan kepada masyarakat desa dan pemerintah desa adalah sebesar Rp per tahun.

32 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Analisis Kelayakan Finansial Proyek Gittinger (1986) mendefinisikan proyek merupakan suatu kegiatan yang mengeluarkan uang atau biaya-biaya dengan harapan akan memperoleh hasil dan yang secara logika merupakan wadah untuk melakukan kegiatan-kegiatan perencanaan, pembiayaan, dan pelaksanaan dalam satu unit. Menurut Kadariah et al (1999) proyek merupakan suatu keseluruhan aktivitas yang menggunakan sumber-sumber untuk mendapatkan kemanfaatan (benefit) atau suatu aktivitas yang mengeluarkan uang dengan harapan untuk mendapatkan hasil (returns) diwaktu yang akan datang, dan dapat direncanakan, dibiayai dan dilaksanakan sebagai satu unit. Aktivitas suatu proyek selalu ditujukan untuk mencapai suatu tujuan (objective) dan mempunyai suatu titik tolak (starting point) dan suatu titik akhir (ending point). Definisi lain menyebutkan bahwa studi kelayakan usaha merupakan suatu kegiatan yang mempelajari secara mendalam tentang suatu kegiatan atau usaha atau bisnis yang akan dijalankan, dalam rangka menentukan layak atau tidaknya usaha tersebut dijalankan (Kasmir, 2003). Kelayakan usaha yang digunakan dalam penelitian ini adalah aspek kelayakan finansial. Aspek kelayakan finansial berkaitan dengan pengaruh secara finansial terhadap proyek yang sedang dilaksanakan. Hal ini menggambarkan keuntungan atau manfaat yang diterima perusahaan secara internal dari adanya proyek pertambagan tersebut.

33 Aspek finansial merupakan proyeksi anggaran dan pengeluaran bruto pada masa yang akan datang setiap tahunnya. Analisis finansial juga merupakan suatu analisis yang membandingkan antara biaya dan manfaat untuk menentukan apakah suatu proyek akan menguntungkan selama umur proyek (Husnan dan Suwarsono 2000). Analisis finansial terdiri dari: 1. Net Present Value (NPV) Net Present Value (NPV) suatu proyek menunjukkan manfaat bersih yang diterima proyek selama umur proyek pada tingkat suku bunga tertentu. NPV merupakan nilai sekarang dari selisih antara manfaat (benefit) dengan biaya (cost) pada tingkat suku bunga tertentu. NPV juga dapat diartikan sebagai nilai sekarang dari arus kas yang ditimbulkan oleh investasi. Dalam menghitung NPV perlu ditentukan tingkat suku bunga yang relevan. Kriteria investasi berdasarkan NPV yaitu: a. NPV > 0, artinya suatu proyek sudah dinyatakan menguntungkan dan dapat dilaksanakan. b. NPV < 0, artinya proyek tersebut tidak menghasilkan nilai biaya yang dipergunakan. Dengan kata lain, proyek tersebut merugikan dan sebaiknya tidak dilaksanakan. c. NPV = 0, artinya proyek tersebut mampu mengembalikan persis sebesar modal sosial Opportunity Cost faktor produksi normal. Dengan kata lain, proyek tersebut tidak untung dan tidak rugi. 2. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C Rasio) Net B/C Rasio menyatakan besarnya pengembalian terhadap setiap satu satuan biaya yang telah dikeluarkan selama umur proyek. Net B/C Rasio

34 merupakan angka perbandingan antara present value dari net benefit yang positif dengan present value yang negatif. Kriteria berdasarkan Net B/C Rasio adalah: a. Net B/C Rasio > 1, maka NPV > 0, proyek menguntungkan b. Net B/C Rasio < 1, maka NPV < 0, proyek merugikan c. Net B/C Rasio = 1, maka NPV = 0, proyek tidak untung dan tidak rugi 3. Internal Rate Return (IRR) Internal Rate Return adalah tingkat bunga yang menyamakan present value aliran kas masuk yang diharapkan, atau didefinisikan juga sebagai tingkat bunga yang menyebabkan NPV sama dengan nol. Gittinger (1986) menyebutkan bahwa IRR adalah tingkat rata-rata keuntungan internal tahunan bagi perusahaan yang melakukan investasi dan dinyatakan dalam satuan persen. Tingkat IRR mencerminkan tingkat suku bunga maksimal yang dapat dibayar oleh proyek untuk sumberdaya yang digunakan. 4. Payback Period (PP) Payback Period (PP) merupakan suatu periode yang diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran investasi yang didanai dengan aliran kas. Payback Period (PP) atau tingkat pengembalian investasi juga merupakan salah satu metode dalam menilai kelayakan suatu usaha yang digunakan untuk mengukur periode jangka waktu pengembalian modal. Semakin cepat modal itu kembali dapat dipakai untuk membiayai kegiatan lain (Husnan dan Suwarsono 2000).

35 3.1.2 Kompensasi Bagi Masyarakat Nilai kompensasi bagi masyarakat yang terkena dampak akibat rusaknya SDAL karena eksternalitas pencemaran dari satu pihak yang bertanggung jawab seharusnya meliputi semua nilai ekonomi masyarakat yang berasosiasi dengan sumber daya yang rusak, termasuk nilai use values dan passive use values seperti option value, existence values, dan bequest values (DOI, 1991). Prinsip kompensasi kebanyakan digunakan untuk mengukur perubahan kesejahteraan dan menjadi standar legal dan ekonomi damage assessment. Analisis kompensasi memperhatikan: 1. Siapa yang membuat kerusakan lingkungan 2. Siapa yang terkena dampak negatifnya 3. Property right 4. Jenis dampak/eksternalitas 5. Besaran dampak 6. Lamanya dampak 7. Jenis sumber daya alam dan lingkungan yang terkena dampak 8. Nilai sumber daya alam dan lingkungan baik marketed dan non-marketed Habitat Equivalency Analysis (HEA) Metode HEA terbentuk pada tahun 1992 untuk mengkuantifikasi kerusakan pada lahan basah yang terkontaminasi di Amerika Serikat. Sejak saat itu metode ini digunakan untuk mengkuantifikasi kerusakan di berbagai jenis habitat. Berdasarkan Ray (2008) yang menjabarkan bahwa restorasi suatu habitat saat ini berkembang dari penyederhanaan bahwa mengganti secara fisik suatu

36 habitat akibat kerusakan akan mengganti jasa ekologi yang hilang yang dihasilkan habitat tersebut. Langkah-langkah dalam analisis HEA antara lain yaitu: 1. Tentukan luas area yang terkena dampak kerusakan. 2. Pilih jasa yang akan diganti dan satuan metrik yang menggambarkan jasa tersebut. 3. Estimasi jasa yang hilang dari habitat yang rusak. 4. Tentukan bentuk kurva pemulihan (restorasi). 5. Tentukan jasa yang hilang selama masa pemulihan sumber daya. 6. Estimasi total jasa yang hilang. 7. Estimasi total habitat yang harus direstorasi untuk mengganti kerugian dari hilangnya jasa. Komponen utama dari HEA adalah scaling, yang artinya menentukan ukuran atau magnitude dari proyek restorasi yang dibutuhkan untuk mengganti rugi secara penuh jasa yang hilang akibat injury (Dunford et al., 2003). Adapun asumsi yang dipakai dalam penerapan HEA antara lain yang disebutkan oleh Dunford Et al (2003): 1. Jasa yang disediakan dari habitat hasil restorasi adalah sama baik dalam jumlah maupun kualitasnya (NOAA, 2000 dalam Dunford et al., 2003). 2. Menggunakan satu metriks jasa menggambarkan jasa ekologi dari setiap tipe habitat atau sumber daya. Contoh yang pernah digunakan yaitu jumlah individu yang hilang, luas habitat dan kelimpahan biomass. 3. Proporsi yang tetap antara jasa habitat dan nilai habitat. Dengan kata lain, jika jasa habitat yang rusak turun 40%. Nilai habitat ini ditunjukkan oleh metriks yang digunakan.

37 4. Nilai jasa yang rusak dari suatu habitat adalah konstan antar waktu. 5. Unit nilai dari habitat yang rusak dan jasa habitat yang dikompensasi adalah sama. 3.2 Kerangka Operasional Indonesia merupakan negara yang relatif kaya akan sumber daya. Salah satu sumber daya yang melimpah di Indonesia adalah bahan galian C. Jenis bahan galian C di Kabupaten Bogor banyak terdapat di Kecamatan Rumpin. Potensi batu, kerikil, dan pasir di Kecamatan Rumpin mendorong masyarakat lokal melakukan pertambangan secara tradisional. Potensi bahan galian C yang melimpah di Kecamatan Rumpin mendorong pihak swasta mendirikan perusahaan pertambangan. Perusahaan pertambangan yang berdiri disana berupa perusahaan legal dan illegal. Puluhan perusahaan tersebut melakukan kegiatan pertambangan setiap harinya, baik secara tradisional maupun modern. Pertambangan tradisional dilakukan oleh perusahaan berskala kecil dan masyarakat lokal. Pertambangan modern yang berada di sana dikelola oleh pihak swasta berskala besar dan beberapa ada yang bertaraf internasional. Pernambang modern menggunakan bahan kimia untuk meledakkan gunung untuk menperoleh andesit. Kerugian bagi masyarakat di sekitar lokasi pertambangan diantaranya adalah Kerusakan habitat dan keanekaragaman hayati, perubahan lanskap/gangguan visual/kehilangan penggunaan, pencemaran yang disebabkan oleh limbah tambang dan tailing, Kecelakaan/terjadinya longsoran fasilitas tailing, peningkatan emisi udara, pelumpuran dan perubahan aliran sungai serta

38 perubahan air tanah dan kontaminasi, menimbulkan kebisingan, perusakan peninggalan budaya dan situs arkeologi, terganggunya/menurunnya kesehatan masyarakat dan permukiman di sekitar tambang. Selain kerugian, pertambangan juga memberi manfaat bagi masyarakat lokal. Manfaat tersebut diantaranya adalah terserapnya tenaga kerja, meningkatnya pendapatan masyarakat lokal dan non-lokal, serta meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Diagram alur berfikir terdapat pada Gambar 3. Manfaat dan kerugian dari pertambangan bahan galian C di Kecamatan Rumpin akan diidentifikasi. Setelah itu, diestimasi nilai kerugian dan manfaatnya dengan menggunakan metode estimasi manfaat, replacement cost, effect of productivity, dan metode cost of illness. Analisis finansial juga dilakukan untuk melihat kelayakan proyek pertambangan tersebut. Hasil dari metode-metode tersebut digunakan untuk pengambilan kebijakan lingkungan yang tepat. Regulasi-regulasi pemerintah tentang restorasi di berbagai tingkat akan dianalisis secara deskriptif. Selain itu, gambaran rencana restorasi akan dapat diperoleh dengan menggunakan HEA.

39 Bahan Galian C Analisis Ekonomi Pertambangan Bahan Galian C Institusi yang mengatur performance bond Nilai Kerusak -an Nilai Manfaat Analisis kelayakan Finansial Tingkat Makro Tingkat Meso Tingkat Mikro 1.Effect on Productivity 2.Replacement cost 3.Cost of Illness 4.Kompensasi 5.Habitat Equivalency Analysis Estimasi Manfaat 1.Net Present Value (NPV) 2.Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) 3.Internal Rate Return (IRR) 4.Payback Period (PP) Analisis Deskriptif Regulasi Pemerintah Kebijakan Pengelolaan Lingkungan yang Tepat dalam Upaya Restorasi Lahan Pertambangan Gambar 3. Kerangka Pemikiran Penelitian

40 IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini mengambil lokasi di pertambangan bahan galian C Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Penelitian ini dilakukan selama lima bulan. Pemilihan lokasi tersebut ditentukan secara acak dengan mempertimbangkan kerusakan sumberdaya alam dan lingkungan yang terjadi di kawasan tersebut serta dampaknya terhadap masyarakat sekitar lokasi pertambangan. 4.2 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan cara wawancara dan membagikan kuesioner terhadap masyarakat sekitar pertambangan bahan galian C Kecamatan Rumpin yang merupakan responden terpilih. Data sekunder diperoleh melalui studi literatur dan data yang terkait dengan pelaksanaan proyek pertambangan dari perusahaan penambang. Studi literatur dilakukan diantaranya dengan cara pengumpulan data dari pemerintah daerah setempat, Badan Pusat Statistik, buku, internet, dan literatur-literatur lain yang mendukung. 4.3 Penentuan Jumlah Responden Metode pengambilan atau penentuan responden untuk diwawancara dilakukan dengan metode non-probability sampling (tidak memberikan

41 kemungkinan yang sama bagi tiap unsur populasi untuk dipilih) yaitu jenis convenient. Pengambilan sampel dilakukan di Kecamatan Rumpin, salah satu lokasi berlangsungnya kegiatan pertambangan bahan galian C terbesar di Kabupaten Bogor. Jumlah responden dari masyarakat Kecamatan Rumpin sebanyak 60 orang. Perusahaan yang dijadikan acuan untuk pelaksanaan reklamasi dalam penelitian ini adalah PT. Holcim Beton. Tabel 2. Data yang Diperlukan dalam Penelitian No. Data yang diperlukan 1 Karakteristik Responden 2 Manfaat pertambangan 3 Kerugian Teknik pengambilan data Primer Primer/ Kuesioner Primer/ Pertambangan Kuesioner 4 Kerusakan SDA Primer/ Kuesioner 5 Pengeluaran dan pemasukan perusahaan Primer/ Wawancara 6 Luas tambang Primer/ Wawancara 7 SDA yang Primer/ hilang/rusak Wawancara 8 Jenis penyakit yang sering dialami masyarakat 9 Pregulasi Pemerintah Primer/ Wawancara Sekunder/ desk study Kegunaan data Mengetahui karakteristik responden Estimasi manfaat pertambangan Estimasi kerugian Estimasi kerusakan Estimasi biaya Estimasi restorasi Estimasi kerusakan Estimasi biaya kesehatan Analisis regulasi Hasil Analisis Deskriptif Estimasi Manfaat Kompensasi Kompensasi dan restorasi CBA/Kelayakan finansial HEA Effect on Productivity Cost of Illness Analisis Deskriptif

42 4.4 Pengumpulan Data Pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara dan menanyakan pertanyaan-pertanyaan terkait tujuan penelitian. Pertanyaan yang diajukan tertera dalam kuesioner yang telah disediakan sebelumnya. Data diperoleh dari masyarakat sekitar lokasi pertambangan, satu perusahaan tambang dengan skala produksi besar, dan lembaga-lembaga pemerintahan. 4.5 Metode Pengolahan dan Analisis Data Estimasi Manfaat dan Kerugian Analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Pengolahan data secara kualitatif dilakukan dengan analisis deskriptif dan interpretatif. Analisis kuantitatif dilakukan dengan metode Effect on Productivity, Replacement cost, Cost Of Illness, analisis kelayakan finansial, dan Habitat Equivalency Analysis (HEA). Selain itu, penelitian ini juga mengestimasi dua nilai terkait dampak dari adanya pertambangan bahan galian C, meliputi nilai manfaat dan nilai kerugian. Estimasi nilai manfaat dapat digunakan pendekatan pendapatan yang diterima masyarakat. Estimasi manfaat dapat diketahui dengan menjumlahkan pendapatan penduduk. Estimasi total manfaat dari pendapatan penduduk dapat menggunakan rumus dibawah ini : Estimasi total manfaat = I 1 +I 2 +I I i Nilai estimasi kerugian yang diakibatkan adanya pertambangan kapur di Kecamatan Rumpin dapat ditempuh dengan tiga metode, yaitu metode Effect on Productivity (Nilai Produktivitas) Cost of Illness (Biaya Kesehatan) dan

43 Replacement Cost (Biaya Pengganti). Ketiga metode ini dapat mengestimasi nilai kerugian ekonomi yang dialami masyarakat berupa hilangnya produktivitas sumberdaya alam yang dikonversi ke nilai rupiah, biaya yang dikeluarkan oleh masyarakat untuk mengganti kebutuhan mereka dengan biaya alternatif maupun biaya pengobatan. Dalam hal ini produktivitas sumberdaya yang hilang adalah wilayah persawahan yang memproduksi padi. Secara matematis dapat ditulis : D 1 = Q x F x L x P Keterangan : D 1 = Nilai kerusakan yang terjadi (Rp/tahun) Q = Jumlah produksi (ton/ha) F = Jumlah panen/tahun P = Harga gabah/ton (Rp) L = Luas sawah yang terkena dampak (ha) Kerugian yang dirasakan masyarakat lainnya adalah krisis air tanah, sehingga masyarakat harus mengganti dengan membeli air kemasan. Kerugian masyarakat akibat krisis air tanah dihitung dengan metode replacement cost (metode biaya pengganti) yaitu dihitung dari berapa banyak air kemasan yang dibeli selama satu bulan sebagai pengganti air bersih yang seharusnya dapat diperoleh secara gratis. Selain krisis air tanah, kerugian lain adalah kesehatan masyarakat yang menurun akibat setiap hari menghirup udara yang berdebu sehingga menimbulkan penyakit seperti batuk dan sesak nafas. Metode Biaya Pengobatan (Cost Of Illness) digunakan untuk memperkirakan biaya morbiditas akibat perubahan yang menyebabkan orang menderita sakit. Total biaya dihitung

44 baik secara langsung maupun tidak langsung. Biaya langsung, yaitu mengukur biaya yang harus disediakan untuk perlakukan penderita lain meliputi: 1. Perawatan pada rumah sakit. 2. Perawatan selama penyembuhan. 3. Pelayanan kesehatan yang lain. 4. Obat-obatan. Nilai ekonomi dari fungsi biaya kesehatan didapatkan dengan cara mengalikan nilai rataan biaya kesehatan dengan kepala keluarga yang terdapat disekitar kawasan pertambangan bahan galian C. Secara sistematis dapat ditulis : Dimana : NE BKSH KK NE = BKSH x KK = nilai ekonomi Lingkungan (Rp) = rata-rata biaya kesehatan per bulan (Rp) = jumlah kepala keluarga (unit) Lalu lintas truk besar yang mengangkut bahan galian dalam jumlah banyak berakibat rusaknya jalan di Kecamatan Rumpin. Metode yang dapat digunakan adalah replacement cost (biaya pengganti). Replacement cost menghitung berapa biaya yang dibutuhkan untuk memperbaiki jalan yang rusak akibat lalu lintas truk besar. Secara matematis dapat ditulis : D 7 = p x l x P Keterangan: D 7 = Nilai kerugian (Rp) l = Lebar jalan yang rusak (m) p = Panjang jalan yang rusak (m)

45 P = Biaya aspal (m 2 ) Langkah terakhir adalah mengestimasi biaya kompensasi yang dapat diterima masyarakat akibat kerugian yang diderita masyarakat karena aktivitas pertambangan. Secara matematis dapat ditulis : Keterangan : TD = Total kerusakan (Rp/tahun) TD = D i + NE i D i = Jumlah kerugian (Rp/tahun) NE i = Jumlah nilai ekonomi lingkungan (Rp/tahun) Metode Analisis Finansial Analisis aspek finansial menggunakan alat ukur kelayakan melalui pendekatan kriteria investasi sehingga dapat diketahui tingkat kelayakan pengusahaan pupuk kompos. Kriteria kelayakan investasi yang digunakan antara lain Net Present Value (NPV), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), Internal Rate Return (IRR), dan Payback Period (PP). 1. Net Present Value (NPV) Net Present Value (NPV) merupakan selisih antara nilai benefit sekarang dan nilai biaya sekarang pada tingkat suku bunga tertentu selama umur proyek. Kriteria kelayakan investasi ini menjelaskan bahwa suatu bisnis dapat dinyatakan layak apabila jumlah seluruh manfaat yang diterimanya melebihi biaya yang dikeluarkan. NPV dirumuskan sebagai berikut:

46 Sumber: Nurmalina et al. (2009) Keterangan: NPV B t C t = Jumlah nilai bersih sekarang (Rupiah) = Manfaat yang diperoleh pada tahun ke-t (Rupiah) = Biaya yang dikeluarkan pada tahun ke-t (Rupiah) t = Periode waktu (t = 1,2,3,,n tahun) n = Umur proyek (Tahun) i = Tingkat suku bunga/diskonto (%) 2. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) Net B/C merupakan manfaat bersih yang diperoleh setiap penambahan satu rupiah pengeluaran bersih. Secara matematis Net B/C dapat dirumuskan sebagai berikut: Sumber: Nurmalina et al. (2009) Keterangan: B t C t = Manfaat yang diperoleh pada tahun ke-t (Rupiah) = Biaya yang dikeluarkan paa tahun ke-t (Rupiah) t = Periode waktu (t = 1,2,3,,n tahun) n = Umur proyek (Tahun) i = Tingkat suku bunga/diskonto (%)

47 3. Internal Rate Return (IRR) Internal Rate Return (IRR) merupakan kriteria investasi yang digunakan untuk mengukur seberapa besar pengembalian proyek atau usaha terhadap investasi yang ditanamkan. IRR merupakan nilai discount rate yang membuat NPV dari usaha sama dengan nol. IRR dirumuskan sebagai berikut: Sumber: Nurmalina et al. (2009) Keterangan: i = tingkat discount rate yang mengahasilkan NPV positif (%) i = tingkat discount rate yang mengahasilkan NPV positif (%) NPV NPV = NPV yang bernilai positif (Rupiah) = NPV yang bernilai negatif (Rupiah) 4. Payback Period (PP) Payback Period atau masa pengembalian investasi merupakan jangka waktu yang diperlukan untuk membayar kembali semua biaya-biaya yang telah dikeluarkan di dalam investasi suatu proyek. Semakin cepat pengembalian biaya investasi suatu usaha, semakin baik usaha tersebut karena semakin lancar perputaran modal dan semakin kecil resiko yang dihadapi investor. Payback period dapat dirumuskan sebagai berikut:

48 Sumber: Nurmalina et al. (2009) Keterangan: I = Jumlah modal investasi yang dibutuhkan (Rupiah) A o = Keuntungan bersih yang diperoleh pada setiap tahunnya (Rupiah /tahun) Nilai payback period berbanding terbalik dengan nilai NPV, semakin tinggi nilai NPV maka nilai payback period yang dihasilkan akan semakin kecil. Semakin kecil nilai payback period yang didapat, maka manfaat yang diperoleh semakin besar karena investasi yang ditanamkan cepat dikembalikan Metode Habitat Equivalency Analysis (HEA) Habitat Equivalency Analysis (HEA) merupakan metode yang disusun untuk menghitung atau mengkalkulasikan kompensasi atau ganti rugi dari hilangnya jasa ekologi akibat adanya kerusakan (injury) terhadap sumber daya dalam kurun waktu yang spesifik (NOAA, 1997). Metode HEA mengestimasi besaran habitat yang harus diganti yang sama dengan tingkat hilangnya jasa ekologi dalam kurun waktu tertentu pada suatu ekosistem akibat adanya injury. Pendekatan HEA dapat didefinisikan sebgai metode biaya pengganti dan service to service. Formua dasar HEA yaitu: Debit: Jasa yang hilang saat ini Kredit: Jasa yang diperoleh

49 Sumber: Nurmalina et al. (2009) Keterangan: L t = Jasa yang hilang di waktu tertentu R s = Jasa yang digantikan pada waktu tertentu t o = Waktu saat jasa hilang pertama kali t 1 = Waktu saat jasa hilang terakhir kali S o = Waktu saat penggantian jasa awal disediakan S 1 = Waktu saat penggantian jasa disediakan P = Waktu saat kerusakan dimulai i = Suku bunga Persamaan di atas menggambarkan bahwa jasa ekologi yang hilang dari suatu sumber daya akibat injury harus sama dengan jasa ekologi yang akan diterima dari hasil restorasi. Kegiatan restorasi sebaiknya bertujuan mengembalian keadaan dan fungsi sumber daya seperti semula atau baseline sebelum terjadi injury. Kerangka HEA antara lain yaitu: 1. Memasukkan interim loss atau jasa yang hilang sementara sejak kerusakan terjadi hingga kegiatan restorasi dimulai. 2. Jasa yang hilang akibat kerusakan sama dengan jasa yang akan dikompensasi dari upaya restorasi. 3. Memperoleh equivalency antara dari jasa yang hilang dan jasa yang diterima dari upaya restorasi.

50 Sumber: Chapman, D. J (2004) Gambar 4. Kerangka Habitat Equivalency Analysis V. GAMBARAN UMUM WILAYAH 5.1 Kondisi Geografis dan Administratif Wilayah penelitian pada masyarakat Kecamatan Rumpin secara administratif merupakan bagian dari Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Kecamatan Rumpin berada di ketinggian 90 m dari permukaan laut. Kecamatan tersebut memiliki luas wilayah ha dan terdiri dari 13 desa, 43 dusun, 101 Rukun Warga (RW) dan 460 Rukun Tetangga (RT). Nama 13 desa yang terdapat di Kecamatan Rumpin dapat dilihat pada Tabel 3. Di kecamatan ini tidak terdapat kelurahan. Suhu udara berada di antara C dan curah hujan per tahunnnya sekitar 944 mm. Curah hujan terbanyak sekitar 51 hari. Tabel 3. Daftar Nama Desa dan Luas Wilayahnya No. Nama Desa Luas Wilayah (ha) 1 Leuwibatu Cidokom Gobang Cibodas Rabak Kp. Sawah Rumpin 575

51 8 Cipinang Sukasari Tamansari Sukamulya Kertajaya Mekarsari 580 Sumber : Laporan Monografi Kecamatan Rumpin Semester II tahun 2010 Dari data kelembagaan desa, diketahui bahwa saat ini ada tiga jenis kelembagaan yang menunjang pengembangan masyarakat, yaitu LPM, PKK, dan Karang Taruna. Akan tetapi jumlah anggota yang berpartisipasi tak lebih dari 460 orang yang diperkirakan dapat mewakili tiap RT. Masyarakat yang mengikuti LPM berjumlah 79 orang. Ibu rumah tangga yang mengikuti kegiatan PKK hanya 194 orang. Pemuda-Pemudi yang tercantum sebagai anggota Karang Taruna hanya berjumlah 227 orang. Selain itu, jumlah Kader Pembangun Desa (KPD) se- Kecamatan hanya 94 orang dan yang aktif berjumlah 50 orang. Tabel 4. Jarak Pusat Pemerintahan Kecamatan Rumpin dengan Lokasi Penting No. Lokasi Jarak dengan Pusat Pemerintahan Kecamatan Rumpin 1 Desa terjauh 15 Km 2 Ibukota Kabupaten Bogor 45 Km 3 Ibukota Propinsi Jawa Barat 157 Km 4 Ibukota Negara RI 60 Km Sumber : Laporan Monografi Kecamatan Rumpin Semester II tahun 2010 Kecamatan Rumpin merupakan daerah yang jauh dari lokasi pemerintahan di atas kecamatan, hal tersebut terlihat pada Tabel 4. Bentuk wilayah Kecamatan Rumpin terdiri dari tiga jenis. Wilayah datar sampai berombak sekitar 75%.

52 Daerah yang berbentuk gelombang sampai berbukit sekitar 10%. Daerah yang berbukit sampai bergunung mencapai 15% dari luas kecamatan. Dari seluruh luas kecamatan, ha merupakan tanah sawah yang terdiri dari sawah irigasi teknis, irigasi setengah teknis, irigasi sederhana, dan tadah hujan. Seluas ha merupakan tanah kering yang sebagian besarnya berupa kebun/tegalan. Tanah hutan sebesar 595 ha. Sebesar ha diperuntukan sebagai tanah perkebunan swasta. Tanah makam yang ada seluas 3 ha. Sedangkan tanah untuk keperluan fasilitas umum sekitar 57.5 ha. 5.2 Kependudukan dan Sumberdaya Manusia Menurut data tahun 2011 yang diperoleh dari pihak kecamatan, jumlah penduduk yang tercatat yaitu sebesar jiwa yang terdiri dari KK. Jumlah penduduk berjenis kelamin laki-laki terdiri dari jiwa dan jumlah penduduk berjenis kelamin perempuan terdiri dari jiwa. Tabel 5. Jumlah Penduduk Menurut Usia No. Golongan Umur (Tahun) Total (Jiwa) tahun ke atas Sumber : Laporan Monografi Kecamatan Rumpin Semester II tahun 2010 Usia penduduk banyak yang termasuk dalam kategori usia tidak produktif ini rata-rata bekerja sebagai buruh tani, buruh kebun, dan buruh pertambangan

53 tidak tetap. Hal tersebut dipengaruhi oleh tingkat pendidikan yang rendah. Tingkat pendidikan tertinggi yang dicapai oleh penduduk Kecamatan Rumpin adalah Perguruan Tinggi/Sederajat sebanyak 144 orang. Rata-rata pendidikan akhir yang ditempuh adalah Sekolah Dasar (SD)/Sederajat sebanyak orang. Jumlah warga yang telah menempuh program Wajib Belajar Sembilan Tahun (Wajar) sebanyak orang. Pekerjaan dan pendapatan yang baik hanya dirasakan oleh penduduk yang memiliki tingkat pendidikan tinggi. Tamat Perguruan Tinggi Tamat Akademi/Sederajat Tamat SLTA/Sederajat Tamat SLTP/Sederajat Tamat SD/Sederajat Tidak Tamat Sekolah Belum Sekolah Jumlah (Orang) Sumber : Laporan Monografi Kecamatan Rumpin Semester II tahun 2010 Gambar 5. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Sumber penghasilan mayoritas penduduk Kecamatan Rumpin adalah sebagai buruh tani sebanyak orang. Buruh Pertambangan Bahan Galian C sebanyak orang atau 7% dari jumlah penduduk kecamatan Rumpin. Jenis pertambangan yang ada hanya jenis pertambangan bahan galian C.

54 5.3 Ekonomi dan Sosial Sarana perekonomian yang ada berupa Koperasi sebanyak enam belas buah. Jenis koperasi yang ada berbentuk Koperasi Simpan Pinjam, Koperasi Unit Desa, Badan-Badan Kridit, Koperasi Konsumsi, dan koperasi lainya. Jumlah Pasar Umum yang ada sebanyak tiga buah. Satu pasar dalam bentuk bangunan permanen sedangkan dua pasar lain dalam bangunan semi permanen. Hampir seluruh pekerja pertambangan rakyat dan pertambangan skala kecil merupakan penduduk lokal, tetapi untuk perusahaan tambang skala besar hanya menerima penduduk lokal sebagai pekerja jika memiliki tingkat pendidikan yang cukup tinggi. Penduduk lainnya bermata pencaharian sebagai pengemudi, buruh perkebunan, pedagang, Pegawai Negeri Sipil (PNS), pengrajin, dan lain-lain. Seluruh warga tersebut tercatat sebagai Warga Negara Indonesia (WNI). Sebagian besar mata pencaharian penduduk Kecamatan Rumpin adalah petani, yaitu sebanyak 60% dari jumlah total penduduk hal tersebut terlihat dari Gambar 6. Sebanyak 9% penduduk bekerja sebagai pengemudi atau menawarkan jasa. Penduduk yang menjadi buruh pertambangan bahan galian C sebanyak 7%. Penduduk yang bermata pencaharian sebagai buruh perkebunan sebanyak 7%. Penduduk yang bermata pencaharian sebagai pengrajin sebanyak 3%. Penduduk yang bekerja sebagai pedagang sebanyak 5%. Penduduk yang bermata pencaharian sebagai PNS sebanyak 2%. Penduduk lainnya sekitar 7% bekerja di luar mata pencaharian yang ada dalam Gambar 6.

55 2% 5% 3% 7% Petani Buruh Pertambangan 9% Buruh Perkebunan Pengemudi/Jasa Pengrajin 7% 60% Pedagang PNS 7% Lainnya Sumber : Laporan Monografi Kecamatan Rumpin Semester II tahun 2010 Gambar 6. Diagram Mata Pencaharia an Penduduk Sarana sosial berupa fasilitas pendidikan tersedia dari Taman Kanak-kanak (TK) sampai Sekolah Menengah Atas (SMA). Sarana pendidikan yang jumlahnya terbanyak adalah SD, karena menempuh pendidikan sampai tingkat SD dianggap penting oleh masyarakat dan pemerintah. Selain itu, luas Kecamatan Rumpin yang tidak diimbangi dengan sarana transportasi yang baik membuat pemerintah harus mendirikan SD di banyak lokasi. Kondisi rata-rata pendapatan per kapita yang rendah membuat banyak orang yang hanya sanggup mencapai bangku SD. Walaupun ada program gratis biaya sekolah sampai tingkat SMP, masyarakat lebih memilih untuk bekerja membantu orang tua dalam memperoleh penghasilan daripada sekolah. Tabel 6. Jumlah Sarana Pendidikan di Kecamatan No. Sarana Pendidikan 1 Taman Kanak-kanakk (TK) 2 Sekolah Dasar (SD) 3 Madrasah/Ibtidaiyahh Negeri 4 SD Swasta Islam Rumpin Jumlah

56 5 SLTP Negeri 2 6 SLTP Swasta Umum 1 7 SLTP Swasta Islam 3 8 SMU Negeri 1 9 SMU Swasta Umum 1 10 SMK Swasta/SMEA 3 Sumber : Laporan Monografi Kecamatan Rumpin Semester II tahun Sarana dan Prasarana Wilayah Kecamatan Rumpin memiliki prasarana pemerintahan desa. Prasarana tersebut adalah Balai Desa dan Kantor Desa yang terdiri dari 13 unit. Tanah kering milik desa seluas 14 ha. Prasarana Olah Raga yang ada yaitu lapangan sepak bola sebanyak 13 unit, lapangan bulu tangkis empat unit, dan lapangan tenis satu unit. Selain prasarana pemerintahan desa, Kecamatan Rumpin juga memiliki beberapa prasarana pengairan. Terdapat tiga unit waduk dengan kondisi baik sedangkan dua unit waduk yang lain dalam keadaan rusak sama sekali. Dam yang berfungsi berjumlah satu unit. Sungai yang melintasi kecamatan ini sebanyak tiga buah. Danau yang ada sebanyak sebelas unit. Prasarana transportasi yang ada hanya ojek dan sepeda yang berjumlah unit, angkot sebanyak 225 unit, dan truk sebanyak 150 unit. Sarana perekonomian yang ada yaitu koperasi dan pasar. Fasilitas pendidikan dari Taman Kanak-kanak (TK) sampai Sekolah Menengah Atas (SMA)/sederajat sudah tersedia. Menurut sifat dan konstruksinya, rumah yang ada di sana merupakan rumah permanen, semi permanen, rumah kayu, dan rumah bambu. Fasilitas pariwisata yang ada yaitu sarana kebudayaan dan rumah makan. Sarana kesehatan milik pemerintah yang tersedia hanya Pusat Kesehatan

57 Masyarakat (Puskesmas) sebanyak tiga buah dan Puskesmas Pembantu sebanyak empat buah. Sedangkan sarana kesehatan lainnya berupa Dokter Umum satu orang, Bidan Praktek 10 orang, Dukun Sunat dua orang, dan Dukun Bayi satu orang. Sarana jalan yang ada berupa jalan kabupaten dan jalan desa sepanjang Km. dari jalan tersebut, sepanjang 15 Km jalan dalam keadaan rusak. Selain jalan, jembatan yang ada berupa jembatan beton dan jembatan gantung. Seluruh kondisi jembatan gantung terkategori dalam kondisi sedang sepanjang 10 m. sarana perhubungan yang ada berupa kantor telepon dan Warung Telekomunikasi (Wartel) masing-masing sebanyak satu buah. Sarana ibadah yang banyak dibangun di Kecamatan Rumpin hampir seluruhnya merupakan tempat ibadah Agama Islam, karena sebagian besar penduduk memeluk Agama Islam. Hal tersebut terlihat pada Tabel 7. Tabel 7. Jumlah Sarana Ibadah di Kecamatan Rumpin No. Tempat Ibadah Jumlah (Unit) 1 Mesjid Agung 0 2 Mesjid Jami 73 3 Mesjid 66 4 Mushola Vihara 1 Sumber : Laporan Monografi Kecamatan Rumpin Semester II tahun 2010

58 VI. IDENTIFIKASI MANFAAT DAN KERUGIAN PERTAMBANGAN BAHAN GALIAN C 6.1 Indentifikasi Manfaat yang Dirasakan Masyarakat dari Kegiatan Pertambangann Banyaknya industri tambang di berbagai skala menjadikan Kecamatan Rumpin sebagai salah satu daerah penghasil bahan tambang galian C terbesar di Kabupaten Bogor yang memberi banyak manfaat kepada masyarakat sekitar. Manfaat tersebut dapat dirasakan masyarakat dalam bentuk tambahan pendapatan dari adanya kegiatan pertambangan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dari penelitian yang telah dilakukan, manfaat tersebut terdapat dalam Tabel 7. Respondenn yang merasakan manfaat dari keberadaan perusahaan tambang bahan galian C adalah sebesar 25 orang dari total responden sebanyak 60 orang. Jika dilihat dari total responden, masyarakat yang merasakan manfaat dari pertambangan tidak sampai 50% %, atau hanya sekitar 42%. Tidak merasakan manfaat 58% 0% 0% Merasakan manfaat 42% Sumber : Laporan Monografi Kecamatan Rumpin Semester II tahun 2010 Gambar 7. Grafik Persentase Jumlah Responden Terhadap Manfaat Pertambangan di Kecamatan Rumpin

59 Tabel 8. Manfaat Ekonomi Keberadaan Perusahaan Tambang Bahan Galian C Manfaat Ekonomi Per Tahun (Rp) Pendapata No Pendapata Membuk Membuk Jumlah Menjad n Anggota. n a a (Rp) i Buruh Keluarga Responden Warung Bengkel Lain Jumlah 000 Rata-rata Per KK Rata-rata Per Bulan Sumber : Olahan Penelitian (2012) Manfaat yang dirasakan responden berasal dari pendapatan responden, kepala keluarga dan anggota keluarga lain yang mendapat sumber penghasilan sebagai pekerja di kantor dan buruh perusahaan tambang, serta penghasilan dari

60 membuka usaha di dekat perusahaan tambang. Bentuk usaha di sekitar perusahaan tersebut seperti membuka warung dan bengkel. Total manfaat yang diperoleh per Kepala Keluarga (KK) dari adanya perusahaan tambang di daerah mereka adalah sebesar Rp dalam setahun. Rata-rata nilai manfaat yang dirasakan tiap KK per bulan sebesar Rp Nilai manfaat tersebut tertera pada Tabel 8. Setelah didapat nilai manfaat per KK dan per tahun, maka diperoleh total manfaat untuk seluruh masyarakat Kecamatan Rumpin sebesar Rp Selain di tingkat kecamatan, manfaat tersebut dalam secondary effect juga dapat dirasakan sampai tingkat nasional, karena hasil tambang tersebut dijadikan bahan baku produk pihak swasta dan BUMN yang selanjutnya digunakan untuk mendirikan bangunan-bangunan dan perdagangan ekspor. 6.2 Indentifikasi Kerugian Masyarakat dari Kegiatan Pertambangan Selain manfaat, masyarakat juga merasakan kerugian akibat keberadaan kegiatan pertambangan di sekitar tempat tinggal mereka. Daerah tempat tinggal yang asri dan memiliki jumlah pohon dan hutan yang luas diubah menjadi kawasan industri yang padat. Industri yang berdiri terdiri dari berbagai skala produksi, dari skala produksi besar sampai skala kecil yang dikelola oleh perorangan. Kegiatan tambang yang diawali dengan proses pembabatan/pembersihan lahan awal sampai dapat digunakan, mengakibatkan lahan hijau penyerap air berkurang drastis. Selain lahan hijau berkurang, perusahaan-perusahaan tambang juga membuat tampungan air yang menyerupai danau buatan, mengebor air

61 dengan kedalaman tinggi, dan pengeboman gunung setiap harinya. Tampungan air yang seluas danau mengakibatkan cadangan air warga dialokasikan menjadi cadangan air untuk perusahaan. Pengeboran air tanah juga membuat sumur warga kering dan tidak dapat menyediakan air dalam jumlah cukup di musim kemarau. Pengeboman gunung yang berisi material penting dan benilai ekonomi membuat pengusaha tambang terus-menerus melakukan pengeboman gunung. Akibatnya, tanah subur yang berada di gunung jumlahnya semakin berkurang dan yang tersisa hanya tanah sisa peledakan yang tingkat kesuburannya lebih rendah daripada tingkat kesuburan tanah mula-mula sebelum adanya kegiatan pertambangan. Hal tersebut membuat kuantitas air yang melimpah berubah, kini jika dalam tiga hari tidak turun hujan penduduk mengalami kekeringan. Masyarakat tersebut harus mengeluarkan tenaga, uang, dan waktu untuk mengambil air di tempat yang berjarak jauh dari tempat tinggal. Kualitas air pun memburuk, air kali yang biasanya dapat digunakan dalam proses memasak makanan dan minuman serta dapat dipakai mencuci pakaian dan memenuhi kebutuhan Mandi Cuci Kakus (MCK) menjadi keruh. Total kerugian dari seluruh responden untuk memenuhi kebutuhan air rumah tangga dalam satu tahun sebanyak Rp Rata-rata kerugian yang dialami setiap KK per tahun adalah Rp Total kerugian atas memburuknya kualitas air masyarakat Kecamatan Rumpin adalah sebesar Rp Kerugian lain yang juga dialami masyarakat yaitu adanya biaya tambahan yang harus dikeluarkan masyarakat akibat polusi udara dari kegiatan pertambangan dan transportasi hampir 24 jam oleh ratusan truk. Keberadaan truk

62 yang terus menerus datang dan pergi membuat debu di jalan beterbangann dan menempel di bagian depan rumah sehingga masyarakat mudah terserang penyakit saluran pernafasan seperti ISPA, batuk menahun, dan asma. Kulit dan Jaringan Influenza dan Pneumonia Kategori Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Sistem Pembuluh Darah103 Mata dan Adneksia Infeksi Usus Jumlah Kasus Sumber : Laporan Monografi Kecamatan Rumpin Semester II tahun 2010 Gambar 8. Grafik Jumlah Kasus Penyakit Pasien Puskesmas Kecamatan Rumpin Tahun 2010 Akibat menderita sakit, masyarakat harus mengeluarkan uang untuk memperoleh pengobatan agar kondisi kesehatan kembali normal. Dalam catatan Puskesmas Kecamatan Rumpin, terlihat bahwa jenis penyakit terbanyak yang dialami pasien sepanjang tahun 2010 adalah penyakit yang terkait saluran pernapasan. Jenis penyakit saluran pernafasan mencapai kasus. Melalui Metode Cost of Illness didapat total kerugian seluruh responden akibat pengobatan dalam setahun sebanyak Rp Rata-rata biaya yang yang harus dikeluarkan oleh setiap dikeluarkan adalah Rp ,26 per tahun. Sedangkan rata-rata biaya kepala keluarga setiap bulannyaa adalah Rp 33

63 Total kerugian yang dirasakan oleh seluruh masyarakat Kecamatan Rumpin akibat tambahan biaya berobat adalah sebesar Rp Total kerugian yang merupakan hasil penjumlahan biaya tambahan berobat dan biaya tambahan memperoleh air bersih adalah sebesar Rp Selain kerugian masyarakat, pihak Kecamatan Rumpin pun mengalami kerugian berupa kerusakan jalan. Rusaknya jalan sebagai akibat dari truk-truk perusahaan tambang melewati jalan hampir 24 jam dalam sehari. Hal tersebut diperburuk dengan pengangkutan material yang melebihi batas muatan yang diijinkan pemerintah, untuk menurunkan biaya transportasi. Nilai kerugian atas kerusakan jalan dihitung dari biaya perbaikan jalan. Total jalan yang rusak di Kecamatan Rumpin sebesar 15 Km. Biaya perbaikan sebesar Rp /m 2. Nilai yang diperoleh atas kerusakan jalan sebesar Rp Bila biaya tersebut dibagi dengan jumlah perusahaan legal sebanyak 39 perusahaan, maka biaya perbaikan jalan yang harus ditanggung oleh setiap perusahaan tambang adalah Rp Analisis Kompensasi Masyarakat Kompensasi atau ganti rugi menjadi keharusan ketika sumberdaya yang memberikan jasa layanan mengalami kerusakan sehingga jasa layanan yang disediakan sumberdaya tersebut berkurang ataupun hilang. Berkurang dan atau hilangnya jasa layanan tersebut secara ekologis tentu akan berdampak pada nilai ekonomi sumberdaya tersebut, dalam hal ini hutan sebagai ekosistem awal sebelum diubah menjadi lahan tambang. Oleh karena itu, kompensasi yang dibutuhkan untuk pengelolaan hutan tidak hanya memperhatikan nilai ekonomi

64 yang hilang melainkan juga aspek biofisik yang arahnya untuk mempertahankan fungsi ekologis dari ekosistem tersebut. Pengelolaan hutan dari aspek biofisik yaitu antara lain dengan mempertahankan luas hutan. Konsekuensi dari pengelolaan ini adalah adanya ganti rugi secara fisik dalam satuan tertentu terhadap kerusakan yang terjadi pada hutan. Nilai kompensasi dari kerusakan hutan diestimasi dengan menghitung present value manfaat yang hilang sejak tahun awal proyek tambang hingga klaim kerusakan dilakukan. Present value melibatkan proses compounding dan discounting. Proses discounting merupakan cerminan dari bagaimana masyarakat berperilaku terhadap ekstraksi sumberdaya alam dan bagaimana masyarakat tersebut menilai sumberdaya alam tersebut (Hanley dan Spash, 1995 dalam Fauzi 2004). Biaya kompensasi yang seharusnya diterima masyarakat diperoleh dari penjumlahan nilai-nilai kerugian yang dirasakan masyarakat akibat kegiatan pertambangan yang dikurangi oleh total manfaat dari kegiatan pertambangan. Nilai kerugian tersebut berasal dari biaya kesehatan, biaya pengganti, dan biaya pencegahan. Setelah penelitian dilakukan, diketahui bahwa warga tidak mengeluarkan biaya untuk pencegahan dampak negatif pertambangan. Biaya kesehatan merupakan biaya yang dikeluarkan masyarakat akibat anggota keluarganya ada yang sakit akibat terkena dampak negatif kegiatan pertambangan, sehingga warga mengeluarkan biaya untuk pemulihan kesehatan. Total biaya yang dikeluarkan setiap kepala keluarga untuk berobat adalah sebesar Rp per tahun.

65 Kerugian lain yang dirasakan masyarakat adalah perubahan kuantitas dan kualitas air bersih. Setelah dibukanya kawasan pertambangan, air tanah dan kali yang biasa dikonsumsi masyarakat kuantitasnya menjadi berkurang, serta kualitas air yang bertambah buruk. Untuk mengatasi masalah kekurangan air bersih, warga yang tidak mendapat bantuan dari pemerintah mengambil air sungai yang letaknya relatif jauh dari rumah. Biaya pengganti satu keluarga untuk mengkonsumsi air bersih per tahun adalah sebesar Rp Selain masyarakat, pihak Kecamatan Rumpin mengalami kerugian yaitu kerusakan jalan. Berdasarkan data Rumpin diketahui bahwa total jalan yang rusak di Kecamatan Rumpin sepanjang 15 Km. Diperoleh nilai kerugian yang diderita akibat kerusakan jalan sebesar Rp Nilai kompensasi masyarakat diperoleh dari selisih antara manfaat dan kerugian yang diperoleh dari kegiatan pertambangan. Total manfaat yang diperoleh seluruh masyarakat kecamatan Rumpin dari kegiatan pertambangan sebesar Rp per tahun. Sedangkan total kerugian yang diperoleh seluruh masyarakat Kecamatan Rumpin dari kegiatan pertambangan tiap tahun sebesar Rp per tahun. Total manfaat yang diberikan perusahaan lebih besar dari total kerugian yang dialami masyarakat, oleh karena itu tidak ada kompensasi yang harus diberikan kepada masyarakat. Namun jika ditinjau lagi, responden yang mendapat manfaat dari kegiatan tambang hanya 42%. Penduduk yang mendapat manfaat sedikit, karena perusahaan tambang swasta di sana biasanya menerima penduduk yang telah menempuh pendidikan SMA. Penduduk Kecamatan Rumpin rata-rata hanya berstatus sebagai lulusan SD. Manfaat yang diterima dari keberadaan perusahaan tambang terpusat di sebagian

66 orang yang berpendidikan tinggi dan memiliki modal untuk membuka usaha warung dan bengkel di sekitar pabrik tambang. Kompensasi untuk kecamatan harus tetap dibayarkan oleh perusahaan tambang di seluruh Kecamatan Rumpin, yaitu sebesar Rp Kompensasi tersebut diberikan untuk biaya perbaikan jalan kecamatan yang sering dilalui truk-truk perusahaan tambang. Perusahaan tambang legal yang terdaftar ada 39 perusahaan. Jika diasumsikan biaya perbaikan jalan ditanggung oleh 39 perusahaan tersebut, maka setiap perusahaan diharuskan mengeluarkan biaya sebesar Rp

67 VII. ANALISIS REGULASI PEMERINTAH 7.1 Kasus-kasus Akibat Kegiatan Pertambangan di Kecamatan Rumpin Warga Kecamatan Rumpin Datangi DPRD untuk Menuntut Perbaikan Jalan Pelita Online menerbitkan berita pada 21 Desember 2011 bahwa sekitar seratus warga Kecamatan Rumpin mendatangi gedung DPRD setempat untuk menuntut perbaikan jalan yang sejak dulu tidak dilaksanakan oleh pemerintah daerah setempat. Kerusakan jalan tersebut menurut warga karena dilintasi sekitar truk pengangkut bahan tambang dalam setiap harinya. Koordinator aksi mengatakan bahwa kerusakan jalan tersebut dipicu lantaran banyaknya kendaraan besar yang melintas di daerah tersebut yang melebihi tonase. Kapasitas jalan tersebut hanya untuk 15 ton sedangkan truk pengangkut bahan tambang yang setiap hari melintas rata-rata mencapai 45 ton. Walaupun pemerintah daerah melarang truk-truk tersebut melintas dengan pemasangan portal namun tidak ada petugas yang menjaganya, hal tersebut yang warga sesalkan satu sisi dilarang, tapi sisi lainnya dibiarkan. Warga Kecamatan Rumpin juga merasa kecewa karena menurut warga, pembangunan kecamatan lainnya di Kabupaten Bogor merata, tetapi pembangunan di Kecamatan Rumpin masih sangat kurang. Padahal hasil tambang dari daerah tersebut ribuan ton setiap harinya dimanfaatkan oleh para penambang, sementara masyarakat sendiri ratarata tidak mengalami peningkatan kesejahteraan. Demikian juga kontribusi dari pajak tambang galian C dalam setahunnya bisa mencapai puluhan miliar, tetapi angaran untuk pembangunan yang dikeluarkankan oleh pemerintah daerah sangat minim.

68 7.1.2 Warga Kecamatan Rumpin Mengancam Pengusaha Tambang yang Tidak Memperbaiki Jalan Hari Selasa tanggal 15 Pebruari 2011, surat kabar elektronik portal Kriminal menyebutkan bahwa masyarakat yang tergabung dalam Alienasi Masyarakat Rumpin Bersatu (AMRB), mengancam akan melakukan demo besar dengan cara memblokir jalan menggunakan batang kelapa, batu, dan kayu. Hal tersebut dikarenakan sikap pengusaha tambang yang tidak mau memperbaiki jalan yang rusak akibat truk perusahaan tambang bermuatan besar dan berjumlah banyak melewati jalan utama sepanjang hari. Salah satu sesepuh warga setempat, mengatakan masyarakat sudah tidak ingin lagi melihat jalan rusak yang memperburuk akses warga. Warga sering mendengar janji pemerintah dan perusahaan terkait perbaikan jalan, tetapi sampai saat ini belum dapat terlaksana. Selain kondisi jalan yang rusak, truk pengangkut bahan galian C tetap beroperasi sehingga mengakibatkan pemukiman warga kotor akibat debu jalan, serta ketika hujan muka jalan yang semakin rendah akan terlihat seperti kubangan. Menurut warga, jalan sudah pernah diratakan, tetapi tidak lama kemudian kembali rusak karena perbaikannya dinilai kurang baik. Warga mendesak perusahaan bahan galian C setidaknya memberikan fasilitas kesehatan karena banyak warga yang terkena penyakit saluran pernafasan Jembatan di Kecamatan Rumpin Berbahaya Diberitakan dalam Bobaronline.com bahwa kondisi sejumlah jembatan bambu maupun beton di Kecamatan Rumpin cukup memperihatinkan serta dapat membahayakan warga yang melintasinya. Bahkan, dibukanya akses armada tambang jenis tronton ke arah Jembatan Leuwiranji-Gunung Sindur menimbulkan

69 kehawatiran sejumlah warga dan pengguna jalan. Hal tersebut dikarenakan meskipun kondisi Jembatan Leuwiranji sudah berstatus stadium tiga (sangat kritis), ratusan truk tronton bermuatan lebih dari 40 ton tetap memaksa melintas di atas jembatan secara bersamaan. Imbauan petugas DLLAJ, yang disampaikan agar kendaraan melintas satu per satu dan pembatasan tonase maksimal delapan ton diabaikan para sopir. Tokoh masyarakat Leuwiranji, Badrudin mengusulkan untuk mengurai volume kendaraan ke arah Leuwiranji, sebaiknya portal Cikoleang ke arah Cisauk dibuka untuk akses tronton. Jika hal tersebut dilakukan, kendaraan yang melintas sebagian bisa diarahkan ke Cisauk, supaya yang melintas ke Leuwiranji bisa diurai. Namun, usulan tersebut dipastikan akan mendapat penolakan warga Cikoleang karena pada saat pengalihan arus armada tambang sementara, saat penutupan jalan Leuwiranji, warga Cikoleang menolak solusi tersebut. Sejumlah tronton akhirnya terpaksa diarahkan ke arah Banjarpinang melalui Jalan Malapar, Desa Sukamulya. Tak hanya itu, lebih dari warga Kampung Kantalarang 1, Kantalarang 2 dan Kantalarang 3, Desa Leuwibatu terancam terisolir karena kondisi jembatan gantung yang biasa digunakan cukup memperihatinkan. Jembatan gantung yang berada di atas Sungai Cikaniki menghubungkan Desa Karehkel, Kecamatan Leuwiliang dengan panjang mencapai sekitar 70 meter, ketinggian permukaan air lebih dari tujuh meter dan kedalaman air mencapai 10 meter, terutama saat turun hujan. Sejak tahun 1992 tak pernah ada bantuan dari pemerintah. Kalaupun ada perbaikan swadaya masyarakat yang tidak menyeluruh. Menurut warga, ada satu jalan lain menuju Desa Karehkel maupun sebaliknya namun kondisinya lebih

70 membahayakan karena hanya jalan setapak, rusak, dan jaraknya lebih dari tiga kilometer ke jalan desa. Tak hanya itu, kondisinya masih hutan karet dan rawan kejahatan karena sepi. Bisa ke jalan perkebunan kayu Bosbow, Gunung Pangangkan, tetapi jauh dan berbahaya. Menanggapi masalah ini, Kepala UPT Jalan dan Jembatan wilayah Leuwiliang, Asman Dilla mengatakan, telah memeriksa kondisi semua jembatan dan melaporkannya kepada Dinas Binamarga dan Pengairan (DBMP) Kabupaten Bogor. Menurut beliau, Semua telah kita data dan laporkan, pengawasan terus dilakukan demi menghindari hal-hal yang tak diinginkan Kasus Dana Reklamasi Lahan Tambang Menurut kabar berita elektronik Hallo Bogor 5, Komisi C DPRD Kabupaten Bogor menyatakan dana reklamasi lahan tambang milik Holcim di Desa Cipinang, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor menyalahi ketentuan yang diatur dalam Perda Nomor 2 tahun 2002 tentang pertambangan Daerah. Pelanggaran itu karena dari luas lahan yang diekpsloitasi seluas 45 ha pihak Holcim hanya menyetorkan dana reklamasi melalui bank sebesar Rp Temuan tersebut beradasarkan hasil sidak yang dilakukan Komisi C DPRD ke lokasi tambang di Kecamatan Rumpin. Jadi dalam sidak kemarin itu ditemukan bahwa dana reklamasi yang disetorkan oleh PT Holcim hanya sebesar Rp , nilai itu diperkirakan tidak wajar. Berdasarkan perhitungan Ketua Komisi C DPRD Kabupaten Bogor, dana reklamasi lahannya itu seharusnya minimal mencapai Rp Pihaknya juga menjelaskan ada dugaan pelanggaran lain yang dilakukan oleh 5

71 perusahaan tersebut, yakni penambahan kawasan tambang seluas 17 hektar. Sebelumnya Komisi C DPRD Kabupaten Bogor telah mengecek ke Dinas Tata Ruang dan lingkungan hidup (DLHK), ternyata benar perusahaan tersebut mengajukan perluasan lahan seluas 17 hektar untuk buffer zone, tetapi setelah dicek ke lokasi ternyata lahan tersebut juga ditambang. Komisi C juga telah menanyakan masalah tersebut, kepada kantor PT Holcim di wilayah Kecamatan Rumpin, namun pihak kepala kantor PT Holcim kecamatan Rumpin mengatakan tidak tahu mengenai peralihan peruntukan dari semula untuk buffer zone menjadi lahan tambang. Menurut keterangan pihak kantor PT Holcim di kecamatan Rumpin, hal tersebut merupakan kebijakan Holcim Pusat. Oleh karena itu pihaknya dalam waktu dekat ini akan memanggil pihak Holcim dan dinas pemerintahan terkait mengenai permasalahan tersebut. Komisi C kan memanggil dan minta klarifikasi dari pihak perusahaan, baik berkenaan dengan dana reklamasi lahan maupun masalah peralihan peruntukan lahan yang tidak sesuai dengan rencana yang diajukan. Kasus tersebut menurut Ketua Komisi C DPRD Kabupaten Bogor, terjadi karena lemahnya pengawasan dari dinas terkait, bahkan ia menduga tidak menutup kemungkinan adanya oknum tertentu yang bekerja sama dengan pihak perusahaan dalam hal pelanggaran pelaksanaan kegiatan tambang. 7.2 Peraturan Pemerintah Terkait Pertambangan Peraturan perundang-undangan terkait pertambangan mewajibkan perusahaan pertambangan untuk melakukan reklamasi atas areal sisa tambang yang diusahakannya. Untuk memberikan efek memaksa bagi para pengusaha

72 pertambangan guna melakukan reklamasi, para pengusaha tersebut diwajibkan untuk menyerahkan sejumlah uang sebagai jaminan reklamasi, yang harus ditempatkan sebelum perusahaan melakukan kegiatan operasi produksi. Kewajiban penyerahan jaminan reklamasi tersebut tidak menghilangkan kewajiban para pengusaha pertambangan untuk melaksanakan reklamasi. Dalam kenyataannya, di lapangan didapati adanya pengusaha pertambangan yang melakukan kegiatan usaha pertambangan tanpa memberikan jaminan reklamasi. Lebih buruk lagi, didapati pula kenyataan bahwa pengusaha dapat mencairkan uang jaminan reklamasi, dalam arti dikembalikan kepada pengusaha pertambangan tanpa melakukan reklamasi. Usaha pertambangan merupakan kegiatan untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya alam tambang (bahan galian) yang terdapat dalam perut bumi. Berdasarkan Pasal 14 UU No. 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan ditentukan jenis-jenis usaha pertambangan, yang meliputi: (1) penyelidikan umum 6 (2) eksplorasi 7 (3) eksploitasi 8 (4) pengolahan dan pemurnian 9 (5) pengangkutan 10 dan (6) penjualan Penyelidikan umum adalah usaha untuk menyelidiki secara geologi umum atau fisika, di daratan, perairan, dan dari udara, segala sesuatu dengan maksud untuk membuat peta geologi umum atau untuk menetapkan tanda-tanda adanya bahan galian pada umumnya. Eksplorasi adalah adalah segala penyelidikan geologi pertambangan untuk menetapkan lebih teliti/seksama adanya dan letak sifat letakan bahan galian. 8 Eksploitasi adalah usaha pertambangan dengan maksud untuk menghasilkan bahan galian dan memanfaatkannya. 9 Pengolahan dan pemurnian adalah pengerjaan untuk mempertinggi mutu bahan galian serta untuk memanfaatkan dan memperoleh unsur-unsur yang terdapat pada bahan galian itu. 10 Pengangkutan adalah segala usaha pemindahan bahan galian dan hasil pengolahan dan pemurnian bahan galian dari daerah eksplorasi atau tempat pengolahan/pemurnian.

73 Kewajiban perusahaan pertambangan 12 untuk melakukan pemulihan kawasan bekas pertambangan diatur dalam berbagai peraturan perundangundangan, yaitu: 1. Pasal 30 UU No. 11 tahun 1967 tentang Ketentuan Pokok Pertambangan, yang berbunyi sebagai berikut: Apabila selesai melakukan penambangan bahan galian pada suatu tempat pekerjaan, pemegang kuasa pertambangan diwajibkan mengembalikan tanah sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan bahaya bagi masyarakat sekitarnya. 2. Pasal 46 ayat (4) dan (5) Peraturan Pemerintah No. 75 tahun 2001 tentang perubahan kedua atas Peraturan Pemerintah No. 32 tahun 1969, yang berbunyi sebagai berikut: a. Ayat (4); Sebelum meninggalkan bekas wilayah kuasa pertambangannya, baik karena pembatalan maupun karena hal yang lain, pemegang kuasa pertambangan harus terlebih dahulu melakukan usaha-usaha pengamanan terhadap benda-benda maupun bangunan-bangunan dan keadaan tanah di sekitarnya yang dapat membahayakan keamanan umum. b. Ayat (5); Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota sesuai kewenangannya dapat menetapkan pengaturan keamanan bangunan dan pengendalian keadaan tanah yang harus dipenuhi dan ditaati oleh pemegang kuasa pertambangan sebelum meninggalkan bekas wilayah kuasa pertambangan. Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas, perusahaan pertambangan berkewajiban melakukan upaya pengamanan sedemikian rupa 11 Penjualan adalah segala usaha penjualan bahan galian dan hasil pengolahan/pemurnian. 12 Perusahaan pertambangan adalah pemegang Surat Ijin Pertambangan Daerah, Kuasa Pertambangan (Ijin Usaha Pertambangan), Kontrak Karya, dan Perjanjian

74 terhadap perlengkapan/infrastruktur pertambangan, termasuk tanah bekas areal pertambangan dan tanah sekitar bekas pertambangan sehingga tidak menimbulkan bahaya bagi masyarakat sekitar, yang dapat dilakukan, baik melalui pelaksanaan penutupan pertambangan sesuai dengan prosedur penutupan pertambangan yang ditetapkan pemerintah, maupun melalui pelaksanaan reklamasi areal bekas pertambangan. Ketentuan mengenai reklamasi diatur dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 18 Tahun 2008 tentang Reklamasi dan Penutupan Tambang 13. Reklamasi adalah kegiatan yang bertujuan untuk memperbaiki atau menata kegunaan lahan yang terganggu sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan agar dapat berfungsi dan berdayaguna sesuai dengan peruntukkannya. Beberapa hal yang harus diperhatikan sehubungan dengan pelaksanaan reklamasi adalah sebagai berikut: 1. Reklamasi wajib dilakukan paling lambat 1 (satu) bulan setelah tidak ada kegiatan usaha pertambangan pada lahan terganggu, yang meliputi: a. Lahan bekas tambang b. Lahan di luar bekas tambang, yang meliputi: 1) timbunan tanah penutup 2) timbunan bahan baku/produksi 3) jalur transportasi 4) pabrik/instalasi pengolahan/pemurnian 5) kantor dan perumahan 13 Berlaku sejak tanggal 29 Mei Dengan berlakunya Peraturan Menteri tersebut, maka: - Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi tentang Pencegahan dan Penanggulangan Perusakan dan Pencemaran Lingkungan pada Kegiatan Usaha Pertambangan Umum; dan - Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1453.K/29/MEM/2000 tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Tugas Pemerintahan di Bidang Pertambangan Umum, sepanjang ketentuan yang berkaitan dengan reklamasi dan penutupan tambang, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

75 6) pelabuhan/dermaga. Pelaksanaan reklamasi tersebut dilaporkan oleh perusahaan pertambangan setiap tahun kepada Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota, sesuai dengan kewenangannya 14. Dalam hal Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota menilai bahwa perusahaan tidak memenuhi kriteria keberhasilan pelaksanaan reklamasi, baik berdasarkan evaluasi laporan dan atau berdasarkan penilaian lapangan, maka Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai kewenangannya dapat menunjuk pihak ketiga untuk melaksanakan kegiatan reklamasi dengan menggunakan jaminan reklamasi, sebagaimana diuraikan lebih lanjut di bawah. 2. Reklamasi dilakukan oleh perusahaan pertambangan sesuai dengan Rencana Reklamasi, termasuk perubahan Rencana Reklamasi, yang telah disetujui oleh Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota, sesuai dengan kewenangannya. Rencana Reklamasi disusun untuk pelaksanaan setiap 5 (lima) tahun dengan rincian tahunan yang meliputi tata guna lahan sebelum dan sesudah ditambang, rencana pembukaan lahan, program reklamasi, dan rencana biaya reklamasi. Dalam hal, umur pertambangan kurang dari 5 (lima) tahun, maka Rencana Reklamasi disusun sesuai dengan umur tambang tersebut. Rencana reklamasi tersebut wajib disampaikan sebelum memulai kegiatan eksploitasi/operasi produksi. Rencana reklamasi tersebut wajib disampaikan sebelum memulai kegiatan eksploitasi/operasi produksi. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa upaya pengembalian kondisi tanah agar dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya melalui reklamasi, bukan semata tanggung jawab perusahaan pertambangan, tapi 14 Masalah pembagian kewenangan antara Pusat dengan Daerah dilakukan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota.

76 juga tanggung jawab pemerintah, dalam hal ini Menteri, Gubernur, maupun Bupati/Walikota, karena merekalah yang melakukan penilaian dan persetujuan rencana reklamasi, sekaligus melakukan pengawasan atas pelaksaan reklamasi oleh perusahaan perusahaan pertambangan tersebut. Biaya reklamasi yang diperlukan untuk mengembalikan kondisi tanah harus ditanggung oleh perusahaan pertambangan. Biaya reklamasi, sebagai bagian dari biaya pengelolaan lingkungan hidup yang timbul selama tahap produksi, merupakan bagian dari beban produksi, yang merupakan salah satu faktor pengurang penjualan usaha (pendapatan yang berasal dari hasil tambang perusahaan) untuk memperoleh laba (rugi) kotor. Peraturan-peraturan yang mendukung terwujudnya reklamasi lahan bekas tambang tertera pada Lampiran 2. Peraturan telah tertera, dari peraturan yang bersifat umum sampai yang bersifat khusus dan membahas teknis reklamasi. Berbagai tingkat lembaga kepemerintahan mendukung terwujudnya reklamasi lahan tambang sehingga dapat kembali ke kondisi baseline. Kategori jenis peraturan dibagi menjadi tiga berdasarkan tingkat kepemerintahan lembaga negara yang menetapkannya yaitu, makro, meso, dan mikro. Makro merupakan kategori peraturan yang dikeluarkan oleh lembaga pemerintahan yang bersifat berlaku bagi seluruh daerah di Indonesia. Meso merupakan kategori peraturan yang dikeluarkan oleh lembaga pemerintahan yang berlaku di tingkat Propinsi Jawa Barat. Mikro merupakan kategori peraturan yang disusun oleh lembaga pemerintahan tingkat daerah Kabupaten Bogor. Sebagian besar peraturan berasal dari tingkat makro dan terdapat beberapa peraturan yang dikeluarkan oleh lembaga pemerintahan tingkat meso dan mikro.

77 Walaupun demikian, peraturan tingkat makro yang ada sudah dapat menjelaskan hal-hal terkait reklamasi lahan bekas tambang. Sanksi yang berlaku terkait kegiatan tambang tertera pada Lapiran 3. Sanksi-sanksi yang telah berlaku terdiri dari sanksi administratif dan sanksi pidana. Sanksi tersebut diberlakukan bagi pemilik kuasa tambang yang melakukan pelanggaran, mulai dari pelanggaran ringan hingga pelanggaran berat. Pelanggaran ini juga berlaku ketika ada persyaratan sebagai penambang yang tidak dipenuhi atau tidak sesuai Undang-Undang yang berlaku. Peraturan berskala nasional dapat menyentuh daerah, sehingga tidak perlu peraturan tambahan dan peraturan ganda, kecuali di lokasi terdapat kondisi unik sehingga memerlukan peraturan tambahan yang bersifat khusus. Peraturan tingkat makro, meso, dan mikro terkait pertambangan di Kecamatan Rumpin tidak ada yang saling bertentangan. Tetapi meskipun peraturan tingkat makro sudah baik, diperlukan adanya peraturan tambahan dari tingkat meso dan mikro untuk memperkuat kedudukan hukum tersebut di suatu wilayah. Pemerintahan di tingkat daerah seharusnya selain mendukung dengan peraturan mikro juga melaksanakan semua tahapan pengawalan dan pengawasan teknis kegiatan pertambangan. Selain itu, sanksi-sanksi dari peraturan makro, meso, dan mikro yang dikenakan kepada pelaku kegiatan tambang lebih baik jika diterapkan oleh pemerintah daerah, agar setiap pelanggar ditangani langsung oleh daerahnya. Penanganan langsung oleh pemerintah daerah dalam hal penegakan hukum dan sanksi dinilai lebih efektif karena selain menghemat biaya transportasi hal tersebut juga mempercepat proses penegakan hukum.

78 Selama ini pemerintah daerah yang ingin menegakan sanksi mengalami beban lain, yaitu tujuan peningkatan ekonomi. Kegiatan pertambangan pada dasarnya dapat meningkatkan kondisi perekonomian warga serta meningkatkan pemasukan pemerintah. Jika sanksi berupa penutupan sementara atau bahkan pemortalan akses ke jalan kabupaten dijalankan, kondisi perekonomian warga akan menurun. Kondisi tersebut berpengaruh bagi warga yang bekerja sebagai karyawan pabrik tambang, wirausahawan di sekitar tambang, dan buruh tidak tetap yang kadang kala menambah pemasukan keluarga melalui kegiatan penunjang tambang seperti mengangkut hasil tambang ke truk. Peraturan yang ada relatif dapat menunjang reklamasi lahan bekas tambang di kecamatan Rumpin. Akan tetapi peran pemerintah dalam pembuatan peraturan saja belum cukup, perlu ditunjang dengan pengawalan dan pengawasan yang baik. Potensi pertambangan yang besar di Indonesia meningkatkan jumlah penambang dalam berbagai skala. Penambang skala besar memungkinkan untuk melakukan reklamasi, tetapi pada penambang skala menengah dan kecil sulit untuk diterapkan di lapangan karena keuntungannya tidak cukup dialokasikan sebagai biaya reklamasi yang terlalu besar. Tidak tercapainya reklamasi diperkirakan terjadi karena masih lemahnya fungsi pengawasan pemerintah. 7.3 Kebijakan Pemerintah Daerah Terkait Pertambangan Bahan Galian C Adanya konflik antara perusahaan tambang bahan galian C dengan masyarakat dikarenakan berkurangnya kepuasan masyarakat akibat adanya kegiatan pertambangan. Selain hal tersebut berdasarkan data yang diperoleh dari wawancara dengan masyarakat, mereka mengatakan tidak adanya ganti rugi yang

79 diberikan perusahaan-perusahaan atas kerugian yang mereka alami. Pemerintah daerah yang telah bertahun-tahun mengetahui kerugian masyarakat belum dapat menyelesaikan permasalahan tersebut. Sehingga konflik masyarakat dengan pemilik pertambangan terus berlangsung hingga saat ini. Untuk mengurangi konflik yang ada, pemerintah daerah harus menerapkan peraturan dengan tegas dan menjalankan dengan baik beberapa kebijakan, yaitu: 1. Mengevaluasi besarnya dana jaminan reklamasi dan memberi sanksi kepada pemilik tambang yang tidak membayar dana jaminan reklamasi di awal proyek. 2. Berkomitmen untuk membangun dan mengembangkan daerah yang memiliki banyak lokasi pertambangan. 3. Peningkatan penegakkan hukum agar menimbulkan efek jera pada pelanggar peraturan. 4. Meningkatkan kemampuan aparatur dan kelembaagaan dalam memahami pemanfaatan sumberdaya alam secara lestari, yang akan mengakibatkan perencanaan pembangunan, pembuat keputusan, serta pengembang sektor umum dan swasta memperhatikan fungsi ekologis dan nilai ekonomi lahan pertambangan.

80 VIII. KOMPENSASI REKLAMASI LAHAN BEKAS TAMBANG DENGAN METODE HEA 8.1 Skenario Kompensasi Lahan Bekas Tambang Pendekatan pengukuran kompensasi kerusakan sumber daya alam bisa dilakukan melalui dua pendekatan yaitu supply side dan demand side. Pendekatan supply side merupakan pendekatan dengan menghitung nilai moneter masyarakat terhadap sumber daya alam. Pendekatan demand side yaitu dengan menghitung berapa biaya yang diperlukan untuk mengganti jasa dari suatu sumber daya alam yang hilang akibat injury (KLH, 2006). Kompensasi kerusakan tersebut dapat diestimasi jika luas daerah yang harus dikompensasi dari sumber daya yang mengalami kerusakan dan perkiraan biaya per hektar dalam proses restorasi diketahui. Restorasi lahan bekas tambang merupakan hal yang harus dilakukan oleh pemilik kuasa tambang agar kegiatan pertambangan yang dilakukan tidak mengakibatkan permasalahan lingkungan. Dalam rangka menjamin ketaatan perusahaan pertambangan untuk melakukan reklamasi sesuai dengan rencana reklamasi, perusahaan pertambangan wajib menyediakan jaminan reklamasi, yang besarnya sesuai dengan Rencana Biaya Reklamasi yang telah mendapat persetujuan Menteri, Gubernur, maupun Bupati/Walikota sesuai kewenangannya. Penetapan ketentuan mengenai kewajiban penyediaan jaminan reklamasi ini dapat pula memberikan kepercayaan kepada masyarakat dan instansi terkait dengan kemampuan perusahaan pertambangan dalam rangka melaksanakan rencana pengelolaan lingkungan, khususnya dalam melaksanakan reklamasi lahan bekas

81 tambang. Reklamasi lahan merupakan hal penting, karena merupakan upaya untuk mengembalikan fungsi lahan pasca penambangan. Jaminan reklamasi lahan ini merupakan syarat mutlak yang harus dilengkapi oleh pihak perusahaan tambang sebelum memulai kegiatan ekspolitasi. Jaminan reklamasi dapat berbentuk deposito berjangka, bank garansi, asuransi, dan cadangan akuntansi (accounting reserve). Jaminan tersebut harus ditempatkan oleh Perusahaan Pertambangan sebelum perusahaan tersebut memulai usaha produksi atau eksploitasi pertambangan. Akan tetapi, rekalamasi yang baik beserta perencanaanya pada umumnya hanya dilakukan oleh perusahaan yang memiliki skala produksi yang besar. Perusahaan tersebut biasanya dapat mendistribusikan hasil produksi tambangnya sampai ke tingkat nasional. Reklamasi mungkin untuk dilaksanakan perusahaan tambang tersebut karena memiliki net benefit yang tinggi. Penghitungan kompensasi dengan menggunakan metode HEA harus memasukkan beberapa komponen. Komponen tersebut antara lain yaitu: 1. tahun klaim kerusakan 2. luasan yang terkena injury 3. nilai rasio pengembalian dari restorasi 4. persentase jasa sebelum adanya kerusakan 5. persentase jasa setelah adanya kerusakan 6. sebelum adanya restorasi 7. waktu yang dibutuhkan dalam proses restorasi 8. tingkat suku bunga yang digunakan

82 9. persentase jasa yang hilang (interim lost) dari kerusakan ekosistem lahan bekas tambang 10. persentase gain yang akan diperoleh dari upaya restorasi tersebut. Jasa ekologi lahan bekas tambang yang lebih diperhatikan dalam penelitian ini adalah sebagai tempat tumbuhnya pohon jati. Tahun klaim kerusakan lahan bekas tambang di Kecamatan Rumpin adalah tahun diadakannya penelitian ini, yaitu tahun Luasan yang terkena injury yaitu sebesar luas lahan tambang yang akan dilakukan proses tambang sebesar ha. Nilai rasio yang digunakan dalam penelitian ini yaitu 60% dari kerusakan akan dikompensasi. Hal ini dikarenakan reklamasi yang dilakukan sangat sulit untu mencapai kondisi 100% baseline. kompensasi yang harus diberikan perusahaan atas kerusakan ekologi lahan bekas tambang. Kerusakan ekologi di Kecamatan Rumpin diperkirakan sudah terjadi sejak 1980-an. Pertambangan yang ada pada awal kegiatan pertambangan merupakan pertambangan skala kecil yang dikelola oleh individu atau sekelompok masyarakat. Awal ekologi pada lahan bekas tambang merupakan bukit yang ditumbuhi pohon jati serta tanaman hijau lainnya. Saat ini total lahan bekas tambang di Kecamatan Rumpin sebesar ha. Keadaan awal lahan bekas tambang merupakan luas daerah yang tidak mengalami kerusakan. Artinya jasa yang dihasilkan pada tahun sebelum terjadinya kegiatan tambang diasumsikan ada pada tingkatan full services. Kerusakan ini masih terjadi saat ini hingga beberapa puluh tahun ke depan, jika tidak ada peraturan yang jelas dan tegas dari pemerintah dalam pembatasan lahan untuk kegiatan tambang serta regulasi agar

83 terlaksananya reklamasi lahan bekas tambang di skala produksi besar sampai yang kecil. Kerusakan yang terjadi pada lahan bekas tambang diasumsikan sebanding dengan penurunan jasa ekologi lahan tambang mula-mula. Hal ini berdasarkan penelitian Ray (2008) yang menjabarkan bahwa restorasi suatu habitat saat ini berkembang dari penyederhanaan bahwa mengganti secara fisik suatu habitat akibat kerusakan akan mengganti jasa ekologi yang hilang yang dihasilkan habitat tersebut. Walau pun dalam kenyataannya untuk mewujudkan ekologi yang serupa seperti semula, membutuhkan waktu yang relatif tidak singkat. Skenario restorasi dalam penelitian ini disusun dengan melihat perbedaan dari dua komponen, yaitu jenis tingkat suku bunga yang dipakai dan perbedaan jangka waktu yang dibutuhkan dalam proses restorasi. Hal ini dilakukan untuk melihat pengaruh kedua komponen tersebut terhadap luas lahan bekas tambang yang harus dikompensasi. Hasil ini pada akhirnya akan mempengaruhi nilai klaim kerusakan sebagai biaya kerugian dari kerusakan pada lahan bekas tambang di PT. Holcim Beton. Nilai kerugian tersebut selanjutnya akan dikonversi menjadi biaya kerugian dari kerusakan lahan bekas tambang di Kecamatan Rumpin. Jangka waktu yang dibutuhkan bagi pemulihan kondisi sumber daya alam berbeda-beda. Hingga kini, di Indonesia belum ada penelitian terkait waktu yang dibutuhkan lahan bekas tambang yang terkena injury untuk pulih seperti baseline. Jangka waktu yang dibutuhkan dalam restorasi lahan bekas tambang di Kecamatan Rumpin dibuat dalam tiga skenario yaitu: 1. Restorasi dengan jangka waktu selama 14 tahun

84 Penentuan jangka waktu 14 tahun ini berdasarkan perkiraan peneliti. Reklamasi yang telah dilakukan oleh salah satu perusahaan tambang skala besar di Kecamatan Rumpin (PT. Holcim Beton). Reklamasi tersebut telah berjalan di tahun 2010 dan Luasan reklamasi yang dilakukan pada tahun 2010 sebesar 2.3 ha dan luasan reklamasi pada tahun 2011 sebesar 2.5 ha. Adanya kenaikan luasan reklamasi antar tahun sebesar 0.2 ha memungkinkan adanya kenaikan kemampuan perusahaan dalam reklamasi lahan bekas tambang setiap tahun selanjutnya sekitar 0.2 ha per tahun. Pada jangka waktu ini, diperkirakan lahan bekas tambang akan pulih pada tahun Kegiatan reklamasi yang dilakukan, diperkirakan memiliki rangkaian rincian biaya seperti pada Tabel 9. Tabel 9. Biaya Reklamasi yang Dikeluarkan Perusahaan No. Kegiatan Biaya/ha (Rp) 1 Pembelian Pengolahan lahan, Pembuatan lubang dan Penanaman Pemupukan selama 3 Rp Jumlah Sumber: PT. Sugih Agro Sejati 2. Restorasi dengan jangka waktu 20 tahun Penentuan jangka waktu dua puluh tahun ini berdasarkan luas reklamasi maksimal per tahun yang mampu dilaksanakan oleh perusahaan. Hal ini untuk memperkirakan berapa tahun reklamasi akan selesai dilakukan, jika mengacu pada luas maksimal reklamasi yang telah dilaksanakan perusahaan. Asumsi yang dipakai dalam hal ini, perusahaan sudah tidak mampu menaikan luas reklamasi lahan bekas tambang setiap tahunnya. Luas tersebut seluas 2.5 ha per tahun.

85 3. Restorasi dengan jangka waktu 22 tahun Penentuan jangka waktu 22 tahun ini berdasarkan nilai luas minimal reklamasi yang mampu diterapkan oleh perusahaan tiap tahunnya. Hal ini merupakan sebagai asumsi bahwa dalam kondisi net benefit yang minim, perusahaan akan tetap melakukan reklamasi lahan bekas tambang seluas 2.3 ha per tahun. Luas minimal reklamasi perusahaan tersebut seluas 2.3 ha per tahun. Setelah diolah, peneliti mendapatkan jangka waktu yang dibutuhkan perusahaan untuk melaksanakan reklamasi dengan luasan reklamasi per tahun sebesar 2.3 diperlukan waktu selama 22 tahun. Semua skenario menggunakan rincian persentase jasa yang hilang yang sama karena rincian tersebut merupakan hasil pengolahan data terkait penurunan luas lahan tambang pada waktu tertentu. Data terkait penurunan jasa lahan tambang di PT. Holcim Beton ditunjukan oleh Gambar 9. Sumber : Olahan Peneliti (2012) Gambar 9. Grafik Penurunan Jasa Lahan Tambang

86 Tingkat suku bunga dalam penelitian ini akan dibedakan menjadi tiga skenario. Hal ini dilakukan untuk melihat pengaruh tingkat suku bunga terhadap besarnya luas lahan bekas tambang yang harus dikompensasi akibat mengalami injury. Adapun tiga skenario yang dipakai dalam penelitian ini yaitu: 1. Tingkat suku bunga 5.75% Penentuan tingkat suku bunga ini yaitu berdasarkan tingkat suku bunga yang dikeluarkan Bank Indonesia (BI) yaitu BI rate pada Bulan April tahun BI rate merupakan suku bunga yang dijadikan acuan bagi kebijakan moneter di Indonesia. 2. Tingkat suku bunga rata-rata 5.42% Tingkat suku bunga ini ditentukan berdasarkan tingkat suku bunga deposito rata-rata pada Bulan April tahun 2012, yaitu sebesar 5.42%. 3. Tingkat suku bunga 12.51% Penentuan tingkat suku bunga yang terakhir berdasarkan tingkat suku bunga pinjaman rata-rata. Tingkat suku bunga rata-rata tersebut berlaku pada Bulan April tahun Penentuan besarnya tingkat suku bunga yang dipakai tersebut untuk melihat bagaimana perbedaan pengaruh besarnya tingkat suku bunga terhadap luas lahan bekas tambang yang harus dikompensasi akibat mengalami injury. Komponen suku bunga yang dipakai dalam penelitian ini tidak melihat berbagai jenis suku bunga yang dipakai seperti tingkat suku bunga yang dikeluarkan BI, tingkat suku bunga pinjaman, dan tingkat suku bunga deposito. Hal tersebut dikarenakan belum adanya Undang-Undang di Negara Indonesia terkait penggunaan jenis suku bunga tertentu atau besaran suku bunga yang harus

87 dipakai dalam melakukan penghitungan kompensasi, terutama pada kompensasi lahan bekas tambang. 8.2 Luas Kompensasi Lahan Bekas Tambang Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup pada pasal 43 menjabarkan bahwa dalam rangka melestarikan fungsi lingkungan hidup pemerintah dan pemerintah daerah wajib mengembangkan dan menerapkan instrumen ekonomi lingkungan hidup. Salah satu instrument tersebut adalah perencanaan pembangunan dan kegiatan ekonomi. Kegiatan tersebut salah satunya yaitu meliputi mekanisme kompensasi jasa lingkungan. Kompensasi atau ganti rugi luas lahan bekas tambang akibat injury dapat diestimasi jika luas kerusakan dan periode waktu terjadinya kerusakan tersebut diketahui. Untuk mengestimasi perkiraan biaya yang harus dikeluarkan untuk kompensasi seluruh kerusakan lahan bekas tambang akan digunakan sampel reklamasi yang dilakukan oleh salah satu perusahaan tambang di Kecamatan Rumpin. Tabel 10. Matriks Luas Lahan Bekas Tambang yang Harus Direklamasi Waktu Restorasi 14 tahun 20 tahun 22 tahun Suku Bunga 5.42% ha ha ha 5.75% ha ha ha 12.51% ha ha ha Sumber : Olahan Peneliti (2012)

88 Matriks luas lahan bekas tambang yang harus direklamasi dipengaruhi oleh besarnya suku bunga dan lamanya waktu restorasi. Tabel 10 menunjukan bahwa semakin besar suku bunga akan menurunkan luas lahan bekas tambang yang harus direstorasi. Lamanya waktu restorasi berbanding lurus dengan besarnya luas lahan bekas tambang yang harus direklamasi oleh pelaku kegiatan tambang. Berdasarkan data yang diolah oleh peneliti, luas lahan yang harus direstorasi lahan bekas tambang seluas ha selama 14 tahun dengan tingkat suku bunga deposito 5.42% yaitu sebesar ha. Peningkatan suku bunga mengakibatkan menurunnya luas lahan tambang yang harus direklamasi, hal ini terlihat pada perbedaan luas lahan yang akan direklamasi selama 14 tahun yang terus menurun, seiring meningkatnya tingkat suku bunga. Pada suku bunga 5.75% luas lahan yang harus direklamasi menurun menjadi ha. Ketika tingkat suku bunga sebesar 12.51% luas lahan tambang yang harus direklamasi meningkat menjadi ha. Penurunan tersebut juga terjadi pada skenario reklamasi 20 tahun dan 22 tahun. Tidak hanya suku bunga, lamanya skenario juga berpengaruh kepada besarnya lahan yang harus direklamasi. Misalnya, pada skenario tingkat suku bunga 5.42% dengan waktu reklamasi 14 tahun luas lahan yang harus direklamasi sebesar ha. Pada tingkat suku bunga tersebut dengan mengganti skenario waktu restorasi, yaitu selama 20 tahun mengakibatkan besarnya luas lahan bekas tambang yang harus direklamasi sebesar ha. Ketika skenario reklamasi pada tingkat suku bunga yang sama dengan jangka waktu restorasi 22 tahun, luas lahan yang harus direklamasi menjadi sebesar ha. Semakin lama restorasi mengakibatkan luas bekas lahan

89 tambang yang harus direklamasi meningkat. Sedangkan semakin tinggi tingkat suku bunga mengakibatkan semakin rendahnya luas lahan yang harus direstorasi. Tabel 11. Nama Penambang dan Luas Ijin Lahan Tambang No. Nama Penambang Jenis Bahan Galian Ijin Tambang (ha) 1 Ading Mulyadi Trass 1 2 Anugrah Alam Lestari Pasir Arvindo Tech Lestari Andesit 2 4 Batu Sampurna Makmur Andesit Beauty Mulyanto Pasir 2 6 Bisma Tiga Pasir 8 7 Bumi Cipta Perkasa Pasir 4 8 Bumi Indah Damai Sejahtera Pasir 5 9 Cahaya Sri Feldspar Cikulah Mandiri Andesit 3 11 Crhist Trass 1 12 Dwi Tunggal Sejahtera Sirtu 4 13 Gunung Cabe Makmur Andesit 5 14 Gunung Mas Panema Trass H. Aswan Andesit H. Aswan Trass H. Ilyas Andesit 1 18 Hadi Gunawan Pasir 1 19 Himi Malina / Saepudin Pasir Holcim Beton Andesit Karya Citra Quaryindo Andesit Kuari Bumi Sampay Andesit 4 23 Lola Laut Timur Andesit Lotus S.G. Lestari Andesit Maha Dewi Garsing Trass 5 26 Mitra Mandiri Sirtu Mitra Sejahtera I Pasir Mitra Sejahtera II Trass 4 29 Musika Purbantara Andesit Nur Eva Tina Pratama Andesit 3 31 Panema Arta Andesit Pion Quarry Nusantara Andesit Putratama Mandiri Andesit 4.2

90 34 Roda Mandala Asia Makmur Trass Rumpin Satria Bangun Trass Sirtu Pratama Usaha Andesit Sumber Alfa Prolindo Pasir 4 38 Tarabatuh Manunggal Andesit Wiguna Karya II Trass 2.5 Jumlah Sumber : Dinas Energi Sumberdaya dan Mineral kabupaten Bogor, 2012 IX. ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL Analisi finansial bertujuan untuk melihat sejauh mana kelayakan sebuah usaha dari segi keuntungan. Analisis finansial dilakukan dengan menggunakan kriteria-kriteria penilaian investasi seperti Net Present Value (NPV), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C Ratio), Internal Rate Return (IRR), Payback Period (PP). Analisis kriteria tersebut menggunakan arus kas untuk mengetahui besarnya manfaat dan biaya yang dikeluarkan selama periode waktu tertentu. Sebelum membuat arus kas, terlebih dahulu menentukan asumsi-asumsi yang digunakan dan melakukan analisis terhadap inflow dan outflow. 9.1 Asumsi-Asumsi Dasar dalam Analisis Finansial Usaha Pertambangan Asumsi-asumsi dasar yang digunakan dalam analisis finansial penelitian ini yaitu: 1. Modal yang digunakan berasal dari pinjaman 2. Umur proyek sekitar 18 tahun atau sesuai dengan lamanya ijin usaha yang diberikan oleh pemerintah 3. Modal investasi dapat digunakan untuk jangka panjang dan dapat digunakan berulang-ulang, biasanya umurnya lebih dari satu tahun

91 4. Investasi dapat terdiri dari tanah, bangunan, mesin-mesin, peralatan, dan kendaraan 5. Biaya perawatan ditanggung oleh pihak pusat perusahaan 6. Biaya operasional terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap terdiri dari komponen-komponen biaya manajemen kantor. Sedangkan biaya variabel terdiri dari biaya upah tenaga kerja dan seluruh kegiatan berkala perusahaan 7. Dana jaminan reklamasi dibayarkan oleh pihak pusat perusahaan sehingga tidak mempengaruhi arus uang masuk dan keluar pada perusahaan tersebut 8. Peralatan yang dipergunakan seluruh kegiatan perusahaan adalah milik perusahaan 9.2 Analisis Finansial Usaha Pertambangan Pembahasan dalam analisis ini terdiri dari pembahasan terhadap arus penerimaan, arus pengeluaran, dan analisis terhadap kriteria kelayakan investasi Arus Penerimaan Arus penerimaan pada unit usaha pertambangan terdiri atas penerimaan yang diperoleh dari penjualan kayu hutan, produksi split, produksi abu, produksi screening, dan nilai sisa dari investasi di akhir proyek. Penerimaan seluruh hasil produksi andesit diperoleh tiap tahun mulai dari tahun pertama hingga akhir tahun proyek. Penelitian ini mengasumsikan akhir tahun proyek merupakan tahun terakhir ijin kegiatan pertambangan yang diberikan pemerintah terkait berlaku.

92 Arus penerimaan dalam penelitian ini terdiri dari lima jenis, penjelasan lima jenis sumber pemasukan adalah sebagai berikut: 1. Nilai Penjualan Kayu Hutan Penjualan kayu hutan hanya dilakukan pada tahun ke-2. Dari total lahan seluas ha seluruhnya diasumsikan ditebang pada tahun ke-2. Setiap hektarnya diperkirakan berisi 1100 pohon yang dapat dijual. Harga per pohon dinilai seharga Rp karena umur pohon tua dan telah mencapai diameter yang besar. Pada tahun ke-2 pemasukan perusahaan dari penjualan kayu hutan adalah sebanyak Rp Nilai Penjualan Produksi Split Split merupakan salah satu jenis bahan galian C yang diperoleh dari ekstraksi sumberdaya alam. Split diproduksi mulai tahun pertama, yaitu pada tahun Setiap harinya, perusahaan tambang skala besar dalam penelitian ini mampu memproduksi kg split. Jumlah produksi split setiap harinya diasumsikan sama dan stabil dari awal hingga akhir proyek. Harga split yang dijual oleh perusahaan tersebut sekitar per kg. Harga split per kilogram juga diasumsikan sama dan stabil setiap harinya hingga tahun ke-18. Bila dikalkulasikan dan diasumsikan dalam satu tahun perusahaan berproduksi selama 300 hari maka akan diperoleh sebesar Rp sebagai pemasukan perusahaan setiap tahunnya dari hanya memproduksi split. 3. Nilai Penjualan Produksi Abu Abu merupakan salah satu jenis hasil produksi perusahaan tambang galian C. Sama seperti split, abu juga diproduksi dari awal proyek hingga akhir proyek tahun Jumlah produksi abu per hari lebih kecil dari jumlah produksi split,

93 yaitu sekitar kg. Harga abu per kg sebesar Rp Penelitian ini mengasumsikan perusahaan berproduksi selama 300 hari dalam satu tahun serta jumlah produksi dan harga tetap. Setelah melalui perhitungan sederhana, pemasukan yang didapatkan oleh perusahaan tersebut sebesar Rp Nilai Penjualan Produksi Screening Jenis andesit lain yang diproduksi yaitu screening. Produksi screening dilakukan setiap hari sepanjang tahun. Screening setiap hari diproduksi sebanyak kg. Harga screening lebih mahal dari harga abu. Setiap kilogram screening dijual seharga Rp Diasumsikan perusahaan berproduksi 300 hari per tahun, tingkat produksi konstan, dan harga jual konstan. Setelah dikalkulasikan dengan asumsi-asumsi tersebut, maka diperoleh pemasukan perusahaan setiap tahunnya dari produksi screening adalah sebesar Rp Nilai sisa Nilai sisa adalah taksiran nilai aktiva tetap setelah masa taksiran umur ekonomis selesai. Nilai sisa dalam penelitian ini bila ditotal jumlahnya mencapai Rp N Nilai sisa tersebut berasal dari : a. Excavator sebanyak dua unit yang masih memiliki sisa umur ekonomi sebanyak satu tahun. Per unit memiliki nilai sisa Rp , sehingga nilai sisa dua unit excavator bernilai Rp b. Dump Truck sebanyak dua unit juga memiliki sisa umur ekonomi sebanyak satu tahun hingga tahun terakhir proyek. Per unit memiliki nilai

94 sisa Rp per tahun. Sedangkan jika dikonversi dalam dua unit, nilai sisa dump truck menjadi sebesar Rp c. Stone Crusher memiliki nilai sisa satu tahun dari seluruh umur ekonomisnya. Nilai sisa dua unit crusher sebesar Rp d. Grader di perusahaan tersebut memiliki sisa umur ekonomi dua tahun. Sehingga total nilai sisa dari grader adalah Rp e. Loader sebanyak dua unit masih memiliki sisa umur ekonomi satu tahun. Untuk dua unit, nilai sisa loader sebesar Rp f. Drum dari umur ekonominya sebanyak sepuluh tahun memiliki nilai sisa sebanyak dua tahun. Total nilai sisa dari satu unit drum adalah sebesar Rp g. Trolley memiliki umur ekonomi selama sebelas tahun. Hingga akhir proyek, sisa umur ekonomi yang dimiliki sekitar lima tahun. Setelah dikali lima tahun, nilai sisa trolly adalah sebesar Rp h. Cangkul sebanyak lima unit memiliki nilai sisa sebanyak Rp i. Bangunan seluas lima hektar diperkirakan memiliki umur ekonomi selama dua puluh tahun. Hingga akhir tahun proyek, bangunan tersebut masih memiliki sisa umur ekonomi selama dua tahun. Nilai sisa bangunan tersebut sebesar Rp j. Mesin fotokopi sebanyak satu unit memiliki umur ekonomi sebanyak sembilan tahun. Setelah itu, perusahaan akan membeli mesin fotokopi kembali. Pada akhir proyek, mesin fotokopi masih memiliki sisa umur delapan tahun. Nilai sisa mesin fotokopi adalah sebesar Rp

95 k. Komputer yang ada di perusahaan sebanyak sepuluh unit diperkirakan memiliki umur ekonomi sekitar tujuh tahun. Pada akhir tahun proyek, nilai sisa ekonomi dua tahun komputer adalah sebesar Rp l. Tanah seluas ha setelah kegiatan tambang selesai, akan menjadi lahan yang tidak subur. Selain itu, tanah tersebut juga sebagian besar sudah tidah dapat dijadikan lahan pertambangan bahan bahan galian C Arus Pengeluaran Arus pengeluaran pada usaha pertambangan dibagi menjadi dua, yaitu biaya investasi dan biaya operasional. Biaya operasional terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. 1. Biaya Investasi Biaya investasi yang dikeluarkan perusahaan tambang dikeluarkan pada awal kegiatan dan dapat dikeluarkan pada beberapa tahun setelah proyek berjalan untuk memperoleh manfaat kemudian. Biaya investasi terdiri dari empat komponen. Biaya investasi yang pada umumnya dikeluarkan oleh suatu usaha dapat dilihat pada Tabel 16. Proyek pertambangan yang diteliti, memiliki beberapa benda investasi. Investasi yang dimiliki yaitu excavator, dump truck, crusher, pompa air, grader, loader, sekop, drum, trolley, cangkul, bangunan, meja, kursi, lampu, mesin fotokopi, komputer, sofa, meja besar, AC, tanah. Total seluruh investasi sebesar Rp Tabel 12. Komponen Biaya Investasi No. Komponen Struktur/Jenis Biaya 1 Tanah Pembelian tanah dan land clearing, Sewa lahan dibayarkan sekaligus di tahun awal (HGU) 2 Gedung dan prasarana Pembangunan gedung, kantor atau sewa tempat/gedung yang dibayarkan sekaligus di tahun

96 3 Mesin dan peralatan 4 Peralatan kantor awal Pembelian mesin dan peralatan utama Komputer, alat elektronik, dan meubel 2. Biaya Operasional Biaya operasional termasuk semua biaya produksi, pemeliharaan, dan lainnya yang menggambarkan pengeluaran untuk menghasilkan produksi yang digunakan bagi setiap proses produksi dalam satu periode kegiatan produksi. Biaya operasional terdiri dari dua komponen utama yakni, biaya variabel dan biaya tetap. a. Biaya variabel Biaya variabel yaitu biaya yang besar kecilnya selaras dengan perkembangan produksi atau penjualan setiap tahun (satu satuan waktu). Contoh biaya variabel yaitu: 1. Bahan baku : bahan mentah atau bahan setengah jadi yang diperlukan untuk diproses menjadi barang jadi sebagai produk akhir dari bisnis. Dalam penelitian ini, bahan baku tidak termasuk biaya operasional. 2. Sarana produksi : sarana pendukung kegiatan produksi yang dipakai yaitu, bahan peledak. 3. Bahan pembantu : berbagai bahan atau barang yang diperlukan untuk memperlancar proses produksi, seperti Bahan Bakar Minyak (BBM) dalam hal ini solar. 4. Upah tenaga kerja: upah untuk tenaga kera tidak tetap dalam proses produksi. Upah tenaga kerja yang ada terbagi menjadi dua yaitu upah pegawai tetap dan upah pegawai kontrak.

97 b. Biaya Tetap Biaya tetap adalah biaya yang jumlahnya tidak terpengaruh oleh perkembangan jumlah produksi atau penjualan dalam satu tahun (satu satuan waktu). Contoh biaya tetap proyek dalam penelitian ini yaitu, listrik, pembabatan lahan, penyiraman jalan sekitar tambang, dan kegiatan CSR Biaya Pemilikan dan Operasi Alat Besar Secara umum, biaya pemilikan dan operasi suatu alat besar dapat digambarkan sebagai berikut: Biaya Pemilikan Depresiasi (Penyusutan) Bunga Modal/Pajak dan Asuransi Biaya Pemilikan dan Operasi Fuel (Bahan Bakar) Lubricant/ Grease/ Filter Biaya Operasi Ban Upah Operator Perbaikan/ Reparasi

98 Hal-hal Khusus Gambar 10. Biaya Pemilikan dan Operasi Alat Besar Tinggi rendahnya biaya pemilikan suatu alat tidak hanya tergantung dari harga alat tersebut, tetapi juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: 1. Kondisi medan kerja 2. Tipe Pekerjaan 3. Harga lokal dari bahan-bahan dan minyak pelumas 4. Tingkat bunga 5. Pajak dan asuransi 6. Biaya rupa-rupa Biaya Pemilikan Biaya pemilikan adalah biaya yang menunjukkan jumlah antara penyusutan (depresiasi) alat, bunga ddan asuransi alat. 1. Biaya Penyusutan (Depresiasi) Penyusutan adalah harga modal yang hilang pada suatu peralatan yang disebabkan oleh umur pemakaian. Guna menghitung besarnya penyusutan perlu diketahui terlebih dahulu umur kegunaan dari alat yang bersangkutan dan nilai sisa alat pada batas akhir umur kegunaannya. Terdapat banyak cara yang digunakan adalah straight line method yaituturunnya nilai modal

99 dilakukan dengan pengurangan nilai penyusutan yang sama besarnya sepanjang umur kegunaan dari alat tersebut, sebagai berikut: Depresiasi H M H B H S U K * Untuk alat-alat yang menggunakan crawler, harga ban tidak ada. 2. Bunga Modal, Pajak, dan Asuransi Bunga modal tidak hanya berlaku bagi peralatan yang dibeli dengan sistem kredit, tetapi dapat juga dari uang sendiri yang dianggap sebagai pinjaman. Jangka waktu peminjaman jarang yang lebih dari dua tahun pada saat ini. Besar kecilnya nilai asuransi tergantung pada baru tidaknya peralatan, kondisi medan,kerja, dan tipe pekerjaan yang ditangani. Perhitungan bunga modal, pajak, dan asuransi dapat disatukan dengan menggunakan rumus: Bunga Modal Pajak Asuransi Dimana: Faktor F H M B / J P / n = Umur ekonomi/life time alat (Tahun) r = Nilai sisa alat (%)

100 Biaya Operasi Biaya operasi peralatan adalah biaya yang hanya dikeluarkan apabila alat tersebut dioperasikan. Biaya ini terdiri atas: 1. Bahan Bakar Kebutuhan bahan bakar dan pelumas per jam berbeda untuk setiap alat atau merk dari mesin. Data-data ini biasanya dapat diperoleh dari produsen alat atau dealer alat yang bersangkutan atau dari data lapangan. Pemakaian bahan bakar dan pelumas per jam akan bertambah bila mesin bekerja berat dan berkurang bila bekerja ringan. Biaya bahan bakar dapat dihitung dengan rumus: Biaya Fuel = (Kebutuhan fuel/jam) x (Harga Bahan Bakar/liter) 2. Bahan Pelumas, Gemuk, Saringan(Filter) Untuk kebutuhan bahan-bahan tersebut, seperti pada kebutuhan bahan bakar, masing-masing alat besar dalam kebutuhan per berbeda sesuai dengan kondisi pekerjaan, bahan pelumas yang terdiri atas: oli mesin, oli transmisi, oli hidrolis, oli final drive, dan gemuk. Biaya Bahan Pelumas = Kebutuhan Bahan Pelumas x Harga Pelumas Sedangkan biaya filter biasanya diambil dari 50% dari jumlah pelumas di luar bahan bakar atau dalam rumus hitungan: Biaya /jam Jumlah x Harga Lama Penggantian jam 3. Ban

101 Umur ban terdiri dari alat sangat dipengaruhi oleh medan kerjanya disamping kecepatan dan tekanan angin. Selain itukualitas ban yang digunakan juga berpengaruh. Umur ban biasanya diperkirakan sesuai kondisi medan kerjanya. Ban Harga Ban Umur Kegunaan 4. Perbaikan (Reparasi) Biaya perbaikan ini merupakan biaya perbaikan dan perawatan alat sesuai dengan kondisi operasinya. Makin keras alat bekerja per jam makin besar pula biaya operasinya. Biaya perbaikan alat dapat ditentukan dengan menggunakan formula berikut: Biaya Reparasi 5. Hal-hal Khusus faktor Perbaikan x Harga Mesin Harga Ban Umur Kegunaan Alat Beberapa parts yang kehausannya lebih cepat dibanding parts lainnya tidak termasuk dalam biaya perbaikan, tetapi diamsukkan dalam hal-hal khusus. 6. Upah Operator Salah satu cara untuk menghitung upah operator per jam adalah: Upah Operator Upah Operator Pembantu/bulan Jam Operasi/bulan Analisis Kelayakan Usaha Sebelum Adanya Kompensasi

102 Kriteria investasi yang digunakan dalam menilai kelayakan finansial ini terdiri dari Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), Payback Period (PP). Untuk menentukan layak atau tidaknya proyek tersebut berjalan, perlu diperhitungkan pada perubahan nilai uangterhadap waktu atau faktor diskonto. Hal ini dikarenakan proyeksi arus uang yang dilakukan untuk menghitung kriteria kelayakan usaha tersebut diproyeksikan hingga jangka waktu yang panjang. Selama umur proyek tersebut, nilai uang akan terus berubah sehingga perlu digunkan metode yang dapat memperhitungkan perubahan nilai uang terhadap waktu tersebut. Dengan teknik tersebut, nilai manfaat dan biaya pada masa mendatang dturunkan menjadi nilai manfaat dan biaya pada masa sekarang. a. Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return, Net Benefit Cost Ratio, Payback Period Net Present Value (NPV) adalah perbedaan antara nilai sekarang dari manfaat dan biaya suatu proyek. Untuk memperhitungkan perubahan nilai uang terhadap waktu, digunakan tingkat diskonto (discount rate) 12.51% yang merupakan tingkat suku bunga pinjaman rata-rata pada Bulan April. Internal Rate of Return atau tingkat pengembalian internal merupakan tingkat kemampuan proyek untuk menghasilkan keuntungan dan dapat dinyatakan sebagai tingkat diskonto, dalam hal ini suku bunga (pinjaman bank) yang menghasilkan nilai NPV sama dengan nol. Net Benefit Cost Ratio merupakan perbandingan antara net benefit yang telah di discount positif dengan net benefit yang telah di discount negatif. Net B/C digunakan untuk ukuran tentang efisiensi penggunaan modal. Payback Period adalah jangka waktu

103 tertentu yang menunjukan terjadinya arus penerimaan secara kumulatif sama dengan jumlah investasi dalam bentuk present value atau nilai sekarang. Analisis PP ini akan menunjukkan berapa lama waktu yang diperlukan usaha tambang bahan galian C yang dikerjakan untuk dapat mengembalikan nilai investasi. Tingkat diskonto 12.51%, NPV diperoleh pada usaha pertambangan andesit bernilai positif dengan nilai Rp berdasarkan kriteria investasi, maka usaha tersebut dinyatakan layak karena memiliki nilai NPV>0. Menurut perhitungan, Net B/C bernilai nilai Net B/C tersebut yang lebih besar dari nol menunjukkan bahwa NPV = 0, maka proyek pertambangan tersebut dapat dinilai menguntungkan. Nilai IRR yang diperoleh adalah sebesar 17%. nilai tersebut mencerminkan tingkat suku bunga maksimal yang dapat dibayar oleh proyek untuk sumberdaya yang digunakan oleh perusahaan tersebut adalah sebesar 17%. Nilai payback period yang diperoleh dari hasil perhitungan adalah sebesar Payback period merupakan salah satu metode dalam menilai kelayakan suatu usaha yang digunakan untuk mengukur periode jangka waktu pengembalian modal. Semakin cepat modal itu kembali dapat dipakai untuk membiayai kegiatan lain (Husnan dan Suwarsono 2000). Nilai PP sebesar 4.90 dalam perhitungan menunjukkan bahwa modal perusahaan tambang yang diteliti hanya perlu menjalankan usaha selama 4.90 tahun atau selama 4 tahun dan 11 bulan untuk mendapat pengembalian modal usaha. Dari semua kriteria kelayakan usaha, perusahaan tambang skala tersebut dapat dinilai baik untuk dijalankan jika melihat pada keuntungan yang diperoleh.

104 Berdasarkan hasil cashflow, hanya pada tahun ke-1 perusahaan mengalami kerugian sedangkan pada tahun berikutnya hingga akhir tahun proyek, perusahaan mendapatkan keuntungan yang relatif besar. b. Kriteria Kelayakan Usaha Kriteria kelayakan usaha pada perusahaan tambang bahan galian C ini terdiri dari empat, yaitu penilaian terhadap NPV, IRR, Net B/C, dan PP. Setelah melakukan perhitungan pada arus uang masuk dan arus uang keluar selama umur proyek, diperoleh hasil bahwa selisih arus masuk dengan arus keluar bernilai negatif ketika tahun ke-1. Hal tersebut dikarenakan perusahaan banyak mengeluarkan uang untuk membeli investasi dalam jumlah yang besar sedangkan produksi belum berjalan sehingga pemasukan minim. Tetapi setelah tahun pertama hingga akhir tahun proyek, perusahaan terus mendapatkan laba positif dengan nilai yang tinggi. Laba yang tinggi tersebut membuat perusahaan tambang bahan galian C tersebut layak secara finansial untuk dijalankan. Perhitungan nilai kriteria kelayakan investasi tersebut dapat dilihat pada proyeksi arus kas usaha tambang di Lampiran 5. Walaupun perusahaan tersebut layak secara finansial, belum tentu perusahaan tersebut layak secara ekonomi. Kelayakan ekonomi dipengaruhi perhitungan dari kondisi kerusakan lingkungan sekitar proyek yang terjadi. Jika nilai ganti rugi kerusakan jalan dimasukkan dalam perhitungan pada akhir tahun proyek, perusahaan tersebut masih dapat dikatakan layak secara ekonomi. Hal tersebut karena pada akhir tahun, perusahaan masih memiliki nilai laba positif.

105 Seharusnya karena perusahaan tersebut dapat dikatakan layak, maka perusahaan mau memberi kompensasi dalam hal perbaikan jalan kecamatan. Terlebih lagi, pada dasarnya nilai perbaikan jalan tersebut seharusnya dilakukan oleh puluhan perusahaan tambang yang ada di Kecamatan Rumpin. Selain perusahaan, pemerintahpun seharusnya ikut serta dalam perbaikan jalan, karena perusahaan tambang tersebut telah membayarkan pajak kepada pemerintah. c. Kelayakan Usaha pada Tiga Skenario Selain dengan menggunakan tingkat suku bunga pinjaman sebesar 12.52%, dalam tiga skenario ini juga menggunakan BI rate, dan suku bunga deposito. Tabel 13. Kriteria Kelayakan Usaha Sebelum Adanya Kompensasi Suku Bunga Kriteria Kelayakan Finansial 12.51% 5.75% 5.42% NPV (Rp) Net B/C IRR 17% 25% 25% Payback Period Sumber : Olahan Peneliti (2012) Tiga skenario ini dibedakan dari tingkat suku bunga. Hasil kelayakan usaha dengan dipengaruhi tiga suku bunga terlihat pada Tabel 17. Pada Tabel

106 17. dengan suku bunga deposito dan suku bunga Bank Indonesia, perusahaan masih dapat dikatakan layak secara finansial. Jika menggunakan tingkat suku bunga BI sebesar 5.75%, NPV diperoleh pada usaha pertambangan andesit bernilai positif dengan nilai Rp berdasarkan kriteria investasi, maka usaha tersebut dinyatakan layak karena memiliki nilai NPV>0. Menurut perhitungan, Net B/C bernilai nilai Net B/C tersebut yang lebih besar dari nol menunjukkan bahwa NPV = 0, maka proyek pertambangan tersebut dapat dinilai menguntungkan. Nilai IRR yang diperoleh adalah sebesar 25%. nilai tersebut mencerminkan tingkat suku bunga maksimal yang dapat dibayar oleh proyek untuk sumberdaya yang digunakan oleh perusahaan tersebut adalah sebesar 25%. Nilai payback period yang diperoleh dari hasil perhitungan adalah sebesar Payback period merupakan salah satu metode dalam menilai kelayakan suatu usaha yang digunakan untuk mengukur periode jangka waktu pengembalian modal. Semakin cepat modal itu kembali dapat dipakai untuk membiayai kegiatan lain (Husnan dan Suwarsono 2000). Nilai PP sebesar 6.50 dalam perhitungan menunjukkan bahwa modal perusahaan tambang yang diteliti hanya perlu menjalankan usaha selama 6.50 tahun atau selama 6 tahun dan 6 bulan untuk mendapat pengembalian modal usaha. Jika menggunakan tingkat suku bunga deposito sebesar 5.42%, NPV diperoleh pada usaha pertambangan andesit bernilai positif dengan nilai Rp berdasarkan kriteria investasi, maka usaha tersebut dinyatakan layak karena memiliki nilai NPV>0. Menurut perhitungan, Net B/C bernilai nilai Net B/C tersebut yang lebih besar dari nol

107 menunjukkan bahwa NPV = 0, maka proyek pertambangan tersebut dapat dinilai menguntungkan. Nilai IRR yang diperoleh adalah sebesar 25%. nilai tersebut mencerminkan tingkat suku bunga maksimal yang dapat dibayar oleh proyek untuk sumberdaya yang digunakan oleh perusahaan tersebut adalah sebesar 25%. Nilai payback period yang diperoleh dari hasil perhitungan adalah sebesar Payback period merupakan salah satu metode dalam menilai kelayakan suatu usaha yang digunakan untuk mengukur periode jangka waktu pengembalian modal. Semakin cepat modal itu kembali dapat dipakai untuk membiayai kegiatan lain (Husnan dan Suwarsono 2000). Nilai PP sebesar 6.55 dalam perhitungan menunjukkan bahwa modal perusahaan tambang yang diteliti hanya perlu menjalankan usaha selama 6.55 tahun atau selama 6 tahun dan 7 bulan untuk mendapat pengembalian modal usaha Analisis Kelayakan Usaha Setelah Adanya Kompensasi Jika kompensasi untuk masyarakat dianggap tidak ada karena rata-rata keuntungan yang diperoleh setiap kepala keluarga lebih besar dari kerugian ratarata yang harus ditanggung masyarakat. Walaupun begitu, responden yang merasakan manfaat dari pertambangan tidak sampai setengah dari responden. Sebagian besar responden yang merasakan manfaat kegiatan pertambangan adalah hanya warga yang tinggal di pinggir jalan, di sekitar perusahaan-perusahaan tambang. Faktanya, lebih banyak warga yang tempat tinggalnya tinggal di dalam gang kecil, bukan di pinggir jalan.

108 Biaya kompensasi kerusakan jalan untuk kecamatan sebesar Rp Biaya tersebut merupakan tota biaya yang harus dikeluarkan oleh seluruh pelaku tambang bahan galian C di Kecamatan Rumpin. Jumlah seluruh pelaku tambang di Kecamatan Rumpin adalah 39. Bila dibagi dengan angka tersebut, maka biaya kompensasi yang harus dikeluarkan setiap perusahaan adalah sebesar Rp Seharusnya perusahaan dengan skala berbeda, membayar kompensasi dengan jumlah yang berbeda. Akan tetapi, karena skala produksi perusahaan tidak diketahui (skala produksi diasumsikan sama), maka besarnya biaya kompensasi yang harus dikeluarkan perusahaan diasumsikan sama. Bila besaran kompensasi tersebut dimasukkan dalam perhitungan kelayak usaha dengan menggunakan tiga skenario, maka didapatkan hasil kelayakan usaha seperti pada tabel 18. Selain kompensasi, perusahaan juga harus membayar biaya reklamasi sebesar Rp selama 14 tahun waktu reklamasi. Tabel 14. Kriteria Kelayakan Usaha Setelah Adanya Kompensasi Suku Bunga Kriteria Kelayakan 12.51% 5.75% 5.42% Finansial NPV (Rp) Net B/C IRR 14% 21% 22% Payback Period Sumber : Olahan Peneliti (2012) Tingkat diskonto 12.51%, NPV diperoleh pada usaha pertambangan andesit bernilai positif dengan nilai Rp berdasarkan kriteria investasi, maka usaha tersebut dinyatakan layak karena memiliki nilai NPV>0. Menurut perhitungan, Net B/C bernilai nilai Net B/C tersebut yang lebih

109 besar dari nol menunjukkan bahwa NPV = 0, maka proyek pertambangan tersebut dapat dinilai menguntungkan. Nilai IRR yang diperoleh adalah sebesar 14%. nilai tersebut mencerminkan tingkat suku bunga maksimal yang dapat dibayar oleh proyek untuk sumberdaya yang digunakan oleh perusahaan tersebut adalah sebesar 14%. Nilai payback period yang diperoleh dari hasil perhitungan adalah sebesar Payback period merupakan salah satu metode dalam menilai kelayakan suatu usaha yang digunakan untuk mengukur periode jangka waktu pengembalian modal. Semakin cepat modal itu kembali dapat dipakai untuk membiayai kegiatan lain (Husnan dan Suwarsono 2000). Nilai PP sebesar 5.20 dalam perhitungan menunjukkan bahwa modal perusahaan tambang yang diteliti hanya perlu menjalankan usaha selama 5.20 tahun atau selama 5 tahun 3 bulan untuk mendapat pengembalian modal usaha. Jika menggunakan suku bunga deposito dan suku bunga Bank Indonesia, perusahaan masih dapat dikatakan layak secara finansial. Jika menggunakan tingkat suku bunga BI sebesar 5.75%, NPV diperoleh pada usaha pertambangan andesit bernilai positif dengan nilai Rp berdasarkan kriteria investasi, maka usaha tersebut dinyatakan layak karena memiliki nilai NPV>0. Menurut perhitungan, Net B/C bernilai Nilai Net B/C tersebut yang lebih besar dari nol menunjukkan bahwa NPV = 0, maka proyek pertambangan tersebut dapat dinilai menguntungkan. Nilai IRR yang diperoleh adalah sebesar 21%. nilai tersebut mencerminkan tingkat suku bunga maksimal yang dapat dibayar oleh proyek untuk sumberdaya yang digunakan oleh perusahaan tersebut adalah sebesar 21%.

110 Nilai payback period yang diperoleh dari hasil perhitungan adalah sebesar Payback period merupakan salah satu metode dalam menilai kelayakan suatu usaha yang digunakan untuk mengukur periode jangka waktu pengembalian modal. Semakin cepat modal itu kembali dapat dipakai untuk membiayai kegiatan lain (Husnan dan Suwarsono 2000). Nilai PP sebesar 7.07 dalam perhitungan menunjukkan bahwa modal perusahaan tambang yang diteliti hanya perlu menjalankan usaha selama 7.07 tahun atau selama 7 tahun 1 bulan untuk mendapat pengembalian modal usaha. Jika menggunakan tingkat suku bunga deposito sebesar 5.42%, NPV diperoleh pada usaha pertambangan andesit bernilai positif dengan nilai Rp berdasarkan kriteria investasi, maka usaha tersebut dinyatakan layak karena memiliki nilai NPV>0. Menurut perhitungan, Net B/C bernilai nilai Net B/C tersebut yang lebih besar dari nol menunjukkan bahwa NPV = 0, maka proyek pertambangan tersebut dapat dinilai menguntungkan. Nilai IRR yang diperoleh adalah sebesar 22%. Nilai tersebut mencerminkan tingkat suku bunga maksimal yang dapat dibayar oleh proyek untuk sumberdaya yang digunakan oleh perusahaan tersebut adalah sebesar 22%. Nilai payback period yang diperoleh dari hasil perhitungan adalah sebesar Payback period merupakan salah satu metode dalam menilai kelayakan suatu usaha yang digunakan untuk mengukur periode jangka waktu pengembalian modal. Semakin cepat modal itu kembali dapat dipakai untuk membiayai kegiatan lain (Husnan dan Suwarsono 2000). Nilai PP sebesar 7.13 dalam perhitungan menunjukkan bahwa modal perusahaan tambang yang diteliti hanya perlu

111 menjalankan usaha selama 7.13 tahun atau selama 7 tahun dan 2 bulan untuk mendapat pengembalian modal usaha Perbandingan Analisis Kelayakan Usaha Sebelum dan Setelah Adanya Kompensasi Hasil analisis kelayakan usaha pertambangan bahan galian C dalam penelitian ini ketika sebelum dimasukkannya biaya kompensasi kerusakan jalan, dapat dikatakan layak secara finansial. Kelayakan secara finansial tersebut juga masih berlaku ketika perusahaan sudah mengeluarkan sebagian keuntungan bersihnya untuk kompensasi kerusakan jalan. Hal tersebut dikarenakan keuntungan bersih perusahaan tambang yang sangat besar setiap tahunnya, sehingga biaya kompensasi atas rusaknya jalan Kecamatan Rumpin tidak mengakibatkan perusahaan mengalami kerugian dan dikatakan tidak layak secara finansial. Bila tabel hasil analisis kelayakan usaha pertambangan bahan galian C dalam penelitian ini dibandingkan, akan terlihat bahwa keduanya memiliki nilai yang sama. Hanya sebagian kecil hasil perhitungan yang menunjukkan adanya perbedaan antara sebelum dan setelah pembayaran kompensasi kerusakan jalan. Perbedaan hasil tersebut hanya terlihat dalam skenario satu, pada tingkat suku bunga sebesar 12.51%. Sebelum biaya kompensasi dimasukkan, NPV sebesar Rp Sedangkan ketika setelah biaya kompensai dimasukkan NPV menjadi Rp Dari hasil tersebut, terlihat bahwa biaya kompensasi yang dibayarkan tidak mengakibatkan perusahaan tambang tidak layak secara finansial.

112 Nilai IRR sebelum adanya biaya kompensasi yaitu 17%, sedangkan ketika setelah adanya biaya kompensasi kerusakan jalan berkurang menjadi sebesar 14%. Pada payback period, sebelum dikenakan biaya kompensasi hasilnya sebesar Setelah ditambahkannya biaya kompensasi, nilai payback period menjadi Payback period setelah ditambah biaya kompensasi menjadi lebih besar, karena biaya yang seharusnya dapat digunakan sebagai pengganti biaya investasi digunakan untuk kompensasi. Net B/C sebelum adanya kompensasi adalah sebesar 1.1. Net B/C setelah adanya biaya kompensasi menjadi sebesar Keempat kriteria kelayakan finansial menunjukan perusahaan tambang tersebut dapat dikatakan layak secara finansial sebelum dan setelah adanya biaya kompensasi dan restorasi.

113 XI. SIMPULAN DAN SARAN 11.1 SIMPULAN 1. Manfaat yang diperoleh masyarakat lebih besar dari kerugian yang dirasakan masyarakat. Manfaat total yang dirasakan masyarakat sebesar Rp ,-/tahun. Total kerugian yang dirasakan masyarakat sebesar Rp ,-/tahun. Walaupun total manfaat lebih besar dari total kerugian, masyarakat yang merasakan adanya manfaat dari kegiatan tambang tidak lebih dari separuh responden. 2. Kompensasi untuk masyarakat terkait perbaikan jalan harus dilaksanakan oleh pemerintah sebagai penyelenggara negara dan perusahaan sebagai pihak yang mengakibatkan adanya kerusakan jalan. Total kompensasi jalan di Kecamatan Rumpin adalah Rp Sehingga biaya yang harus dikeluarkan oleh masing-masing perusahaan sebesar Rp Rp Sedangkan total biaya reklamasi per tahun sebesar Rp yang harus dibayarkan selama 14 tahun. 3. Peraturan-peraturan terkait pelaksanaan kegiatan tambang telah ditetapkan oleh pemerintah dalam rangkaian kegiatan tambang. Peraturan pada tingkat meso dan mikro memperkuat peraturan makro. Tetapi peraturan meso dan mikro memperkuat peraturan lebih sedikit jumlahnya bila dibandingkan dengan peraturan makro. Sehingga karena Perda yang sedikit serta pendampingan dan pengawasan yang kurang, mengakibatkan belum tercapainya reklamasi yang seharusnya dilaksanakan perusahaan tambang. Sanksi-sanksi yang ada telah baik, hanya saja kurangnya penegakkan sanksi pada pelaksanaannya.

114 4. Rencana reklamasi dengan menggunakan software HEA dalam penelitian ini menghasilkan sembilan skenario reklamasi yang dipengaruhi oleh suku bunga dan jangka waktu pelaksanaan reklamasi. Pada matriks luas lahan yang harus direklamasi, menunjukkan semakin besar tingkat suku bunga, akan mengakibatkan semakin kecil luasan lahan yang harus direklamasi. Tetapi pada perbedaan waktu, semakin lama waktu reklamasi, mengakibatkan semakin besarnya luas lahan reklamasi yang harus direklamasi perusahaan tambang. 5. Sebelum dan setelah adanya penambahan biaya kompensasi dalam perhitungan kelayakan usaha pertambangan, perusahaan tersebut dapat dikatakan layak secara finansial menurut indikator kelayakan investasi NPV, Net B/C, IRR, dan payback period SARAN 1. Kepada pemerintah: a. Perlu dibuat peraturan tingkat meso dan mikro yang dapat memperkuat peraturan tingkat makro. b. Perlu adanya peningkatan pendampingan dan pengawasan kegiatan pertambangan sejak sebelum berdirinya perusahaan tambang sampai pasca tambang. c. Peningkatan penegakan hukum dan sanksi. 2. Kepada mahasiswa perlu adanya penelitian lebih lanjut tentang kelayakan ekonomi perusahaan tambang bahan galian C secara menyeluruh untuk mengetahui layak tidaknya perusahaan tersebut dari sudut pandang lingkungan.

115 DAFTAR PUSTAKA As ad Pengelolaan Lingkungan pada Penambangan Rakyat (Studi Kasus Penambangan Intan Rakyat di Kecamatan Cempaka Kota Banjarbaru Propinsi Kalimantan Selatan). Semarang. Universitas Diponegoro. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor Jawa Barat Dalam Angka Jawa Barat in Figures BPS. Bogor. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor Kabupaten Bogor Dalam Angka BPS. Bogor. Balai Pelayanan Perijinan Terpadu Pemerintah Kabupaten Kutai Barat Persyaratan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP Operasi Produksi). BP2T. Kutai Barat. Chapman, D.J Habitat Equivalency Analysis : Overview and Case Example.Power Point.Stratus Consulting Boulder. Dunford et al The Use of Habitat Equivalency Analysisin Natural Resources Damage Assessment. Elsevier, ecological Economics, Vol 48 (2004): hal Fauzi, A Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan: Teori dan Aplikasi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Gittinger JP Analisa Ekonomi Proyek-Proyek Pertanian. Edisi Kedua. Slamet Sutomo dan Komet Mangiri. Penerjemah Jakarta: Universitas Indonesia Press.

116 Hasan, Harjuni Penggunaan Ripper dalam Membantu Excavator Back Hoe pada Pengupasan Overburden Tanpa Peledakan (Blasting) pada Tambang Batubara Skala Kecil. Jurnal APLIKA. Volume 8 Nomor 1:29. Husnan S, Muhammad S Studi Kelayakan Proyek. Edisi Keempat. Yogyakarta: UUP AMP YKPN. Jati Arthamas Analisa Keuntungan Kebun Jaty Arthamas Rizky Per 1 Hektar. diakses pada tanggal 17 April Kadariah, Karlina L, Gray C Pengantar Evaluasi Proyek. Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Kartasapoetra, G. Kartasapoetra, A.G.dan Sutedjo, M.M Teknologi Konservasi Tanah dan Air. Cetakan Kelima. Rineka Cipta. Jakarta. Kementrian Lingkungan Hidup Panduan Panduan Penghitungan Ganti Kerugian Akibat Pencemaran dan atau Perusakan Lingkungan. Jakarta. Kementrian Lingkungan Hidup dan Institut Pertanian Bogor Kebijaksanaan Pengelolaan dan Pengembangan Ekosistem Padang Lamun Berwawasan lingkungan dan Berbasis Masyarakat. Laporan Akhir Kerjasama. Bogor. Kementrian Lingkungan Hidup dan Institut Pertanian Bogor Panduan Valuasi Ekonomi Ekosistem Padang Lamun. Jakarta. Kohler, K.E dan R.E. Dogde Visual HEA : Habitat Equivalency Analysis Software to Calculate Compensatory Restoring Following Natural Resource Injury. Proceeding of the 10 th International Coral Reef Symposium. Okinawa, Japan

117 Larastiti R. et al Penilaian Kerusakan Lingkungan Akibat Pertambangan Bahan Galian C dengan Metode Damage Assesment Analysis Di Desa Cipinang, Kecamatan Rumpin, Bogor, Jawa Barat. Bogor. Institut Pertanian Bogor. Mankiw. N. G Makro Ekonomi. Edisi Keenam. Erlangga. Jakarta. Mukti, Raharjo Proposal Kegiatan Pertambangan Batubara. diakses pada tanggal 6 Mei National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) Habitat Equivalency Analysis : an Overview. NOAA Damage Assessment and Restoration Program, NOAA. Washington DC. diakses pada tanggal 25 Desember National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) Discounting and the treatment uncertanty in natural resources assessment. NOAA : Damage Assessment and Restoration Program, NOAA. Washington DC. diakses pada tanggal 25 Desember Nurani, D Analisis Kelayakan Usaha Pengembangan Jarak Pagar Sebagai Sumber Energi Alternatif di Desa Lempopacci Luwu Sulawesi Selatan. Bogor. Institut Pertanian Bogor. Nurdin, A. Wiriosudarmo,R. Gautama, R.S. Arif, I Agenda 21 Sektoral Agenda Pertambangan untuk Pengembangan Kualitas Hidup Secara

118 Berkelanjutan. Proyek Agenda 21 Sektoral Kerjasama Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup dengan UNDIP. Jakarta. Puspitasari, R Analisis Kelayakan Usaha Jati Unggul Nusantara dengan Pola Bagi Hasil (Studi Kasus pada Unit Usaha Bagi Hasil Koperasi Perumahan Nusantara). Bogor. Institut Pertanian Bogor. Rahmi, F Sistem dan Alat Tambang. Akademi Teknik Pertambangan Nasional. Banjarbaru. Ray, G. L Habitat Equivalency Analysis, a Potential Tool for Estimation of Environmental Benefit. EMRRP Technical Notes Collection. ERDC TN. EMRRP-EI diakses pada tanggal 25 Desember Saili, Ahmad Peraturan Bidang Pertambangan, Energi, dan Lingkungan Hidup Kabupaten Ogan Ilir. Diakses pada tanggal 16 Juli Suparmoko, M PDRB Hijau (Konsep dan Metodologi). Pelatihan Penyusunan PDRB Hijau dan Perencanaan Kehutanan Berbasis Penataan Ruang pada Tanggal 4-10 Juni Departemen Kehutanan. Hal Usman, Ali Hasyim Perhitungan Biaya Sesungguhnya dari Batubara. diakses pada tanggal 15 Agustus Yunita N Estimasi Klaim Kerusakan Ekosistem Padang Lamun dengan Metode Habitat Equivalency Analysis (Studi kasus: pantai Barat Teluk Banten, Kecamatan Bojonegara). Bogor. Institut Pertanian Bogor.

119 LAMPIRAN

120 LAMPIRAN 1.LEMBAR KUISIONER PENELITIAN ANALISIS PENERAPAN PERFORMANCE BONDPADA KEGIATAN PERTAMBANGAN BAHAN GALIAN C (StudiKasus : DesaCipinang, KecamatanRumpin, Kabupaten Bogor, PropinsiJawa Barat) A. DATA RESPONDEN 1. NamaResponden : 2. Umur : Tahun 3. JenisKelamin : 1. L 2. P 4. Pendidikan terakhir : 5. Pekerjaan :.. 6. Jumlah Anggota Keluarga :.. Orang 7. Alamat :...Rt./Rw.. 8. Penduduk Asli : 1. Ya 2. Tidak Lama tinggal....tahun 9. Pekerjaan saat ini : 1. Terkait Pertambangan 2. Tidak Sebutkan... Jumlah hari bekerja.hari/ minggu 10. Pendapatan : 1. Harian 2. Mingguan 3. Bulanan 11. Berapakah total pendapatananda? Rp Apakah Anda memiliki pekerjaan selain pekerjaan utama? 1. Ya 2. Tidak Jikaya, sebagai... Berapa penghasilan dari pekerjaan tersebut?rp Apakah Anda sebelumnya pernah bekerja? 1. Ya 2. Tidak Jikaya, sebagai... Berapa penghasilan dari pekerjaan tersebut?rp 14. Adakah anggota keluarga terlibat dalam masalah pertambangan? 1. Ya 2. tidak Jikaya, sebagai : 1. BuruhKasar 2. Manajeman/ kantor 3.Lainnya Jumlahharibekerja hari/ minggu. Berapa pendapatan dari pekerjaan tersebut?rp B. BAGIAN I : Pandangan Umum tentang Penambangan Bahan Galian C 1. Peran alam dan lingkungan sangat penting bagi keberlangsungan hidup manusia. Menurut Anda, seberapa penting menjaga sumberdaya tambang bahan galian C. 2. Kondisi lokasi pertambangan

121 No. Keadaan 1 Kondisipenambangan 2 Kondisi Air 3 KondisiLahan 4 KondisiHutan 5 Kondisi Udara 6 Kondisi Cuaca Sebelum Sesudah Ringan Sedang Besar Ringan Sedang Besar 7 Kondisi Suara C. BAGIAN II : Estimasi Manfaat Kegiatan Pertambangan 1. Apa manfaat yang dirasakan dengan adanya keberadaan pertambanagn bahan galian C di daerah Anda? 2. Sebelum adanya pertambangan berapa pendapatan? 3. Pendapatan setelah ada pertambangan? No DampakPositif Besar Kecil keterangan D. BAGIAN III : Estimasi Kerugian Kegiatan Pertambangan 1. Apakah Anda merasakan kerugian dari adanya kegiatan pertambangan?1. Ya 2. Tidak 2. Adakahpengaruhakanpertambangankapuriniterhadap kesehatananda? 1. Ya 2. Tidak JikaYa.Sebutkan : 1. sesaknafas 2. Asma 3.Lainnya 1. Berapabiaya yang Andakeluarkanuntukmengobati? Rp Berapa lama biasanyajikaandasakit?.hari 3. Adakahupayapencegahandarianda agar tidaksakit? 1. Ya 2. Tidak JikaYa.Sebutkan : 1. Membeli masker 2. Lainnya Berapabiaya yang dikeluarkanuntukpencegahantersebut?rp

122 4. Kerugian akibat kehilangan hewan (perubahan produktivitas) mberdaya Belut Burung Ular sawah Belalang Dll Jumlah burung yg hilang (ekor) Luas sawah yang terkena dampak (ha) Harga jual (Rp) Total 5. Kerugian akibat kerusakan jalan/fasilitas Fasilitas Pnjang Lebar jalan Biaya aspal/ jalan yang yang rusak Perbaikan(Rp/m 2 ) rusak Total Jalan 6. Apakah kegiatan pertambangan mempengaruhi kualitas air tanah? 7. Bagaimana kondisi air sebelum adanya pertambangan? 8. Bagaimana kondisi air setelah kegiatan pertambangan? Baik/Buruk. Banyak/Sedikit 9. Apakah ada usaha yang dilakukan masyarakat untuk memperbaiki kualitas air? Jika Ya, sebutkan Berapa biaya yang dibutuhkan untuk mengganti kualitas air yang rusak?

123 Lampiran 2. Jenis Peraturan yang Mendukung Reklamasi Pertambangan Berdasarkan Tingkatan Kepemerintahan. No. JenisPeraturanPertambangan Keterangan Makro Meso Mikro 1 UU No. 32 Tahun 2009 Perlindungandanpengelolaanling kunganhidup 2 UU 7 Tahun 2004 Sumberdaya Air 3 UU 26 Tahun 2007 Tata Ruang 4 UU 32 Tahun 2004 Pemerintahandaerah 5 UU No. 24 Tahun 2007 PenanggulanganBencana 6 UU No. 5 Tahun 1994 PengesahanUnited Nations Convention on Biological Diversity (KonvensiPerserikatanBangsa- BangsaMengenaiKeanekaragam anhayati) 7 UU No. 5 Tahun 1990 KonservasiSumberDayaAlamHa yatidanekosistemnya 8 PeraturanPemerintahRepublik Indonesia ReklamasidanPascatambang No. 78 Tahun PeraturanPemerintahRepublik Indonesia RehabilitasidanReklamasiHutan No. 76 Tahun PeraturanMenteri ESDM No. 18 Tahun 2008 ReklamasidanPenutupan Tambang 11 PP No. 27 Tahun 1999 Analisismengenaidampaklingku nganhidup 12 PeraturanPresiden No. 36 Tahun 2005 Penghematan energy 13 KeputusanMenteri Negara KependudukandanLingkunganHidup RI No. Kep-02/MENKLH/I/ KeputusanMenteri Negara LH No. 2 Tahun PeraturanMenteri Negara Lingkungan Hidup No. 11 Tahun 2006 Pedomanpenetapanbakumutulin gkungan Pedomanpenilaiandokumen AMDAL Jenisusahadan/ataukegiatan yang wajibdilengkapidengananalisism engenaidampaklingkunganhidup 16 Permen LH No. 11 Tahun 2006 Jenis Usaha danataukegiatan yang WajibDilengkapidenganAnalisis MengenaiDampakLingkunganHi dup 17 Kepmen LH No. 19 Tahun 2004 PedomanPengelolaanPengaduan KasusPencemarandanatauPerusa kanlingkunganhidup 18 PeraturanMenteri LH 18 Tahun 2009 Tata Cara PerizinanPengelolaanLimbahBa hanberbahayadanberacun 19 KeputusanMenteri Negara LH No. 45 Tahun 2005 Pedomanpenyusunanlaporanpela ksanaanrencanapengelolaanlin gkungan (RKL) danrencanapemantauanlingkun 20 KeputusanMenteri ESDM No K/29/MEM/2000 gan (RPL) Pedomanteknispenyelenggaraant ugaspemerintahan di BidangPertambanganUmum

124 21 KeputusanKepalaBadan PengendalianDampakLingkungan Hidup No. 09 Tahun KeputusanKepalaBadan PengendalianDampakLingkungan No. kep-056 Tahun KeputusanDirjenPertambangan (Lampiran IV tentangpedomanteknispenusunan analisismengenaidampaklingkun ganuntukkegiatanpertambanganu mum) PedomanpenyusunanAnalisisme ngenaidampaklingkunganhidu p Pedomanumummengenaiukuran dampakpenting JaminanReklamasi Umum No. 336.k Tahun UU No.4 Tahun 2009 PerizinanPertambangan mineral danbatubara 25 UUD 45 Pasal 33 ayat 3 Sumberdayaalam 26 UU No. 11 Tahun 1967 Pasal 1 Ketentuanketentuanpokokpertambangan 27 Kepmen ESDM No Tahun 2003 Pedomanpencadanganwilayahpe rtambangan 28 Kepmen ESDM No.1453 Tahun 2000 Pedomanteknispenyelenggaraant ugaspemerintahan di 29 KeputusanMenteri PU No. 458 Tahun UU No. 11 Pasal 29 Tahun 1967 Sanksipidana 31 Peraturanpemerintah (PP) No.75 Pasal 64 Tahun 2001 bidangpertambanganumum Ketentuanpengamanansungai yang terkaitdenganpenambanganbaha n galian C Pelaksanaankegiatanusahaperta mbangan 32 PP No. 32 Pasal 66 Tahun 1969 Pengawasanpenggunaanbahanga lianuntukkepentingannasional 33 PP No. 38 Tahun 2007 PengusahaanKuasaPenambanga n (KP) lintasprovinsi 34 UU No. 11 Pasal SanksiPidana Tahun UU Pasal 6 UU Pasal 7 UU Pasal 7 KewenanganPengelolaanPertam bangan Mineral dan Batubara 36 PeraturanPemerintah No.23 Tahun 2010 Pelaksanaankegiatanusahaperta mbangan 37 PeraturanPemerintah No. 22 Tahun PeraturanMenteri ESDM No.17 Tahun PeraturanMendagri No.23 Tahun Perda. Kabupate n Bogor No.2 Wilayah Pertambangan Tata carapenetapanhargapatokanpenj ualan mineral danbatubara Pedomantatacarapengawasanatas penyelenggaraanpemerintahanda erah Pengelolaanusahapertambangan umum

125 Tahun PeraturanPemerintah No.55 Tahun 2010 Pembinaandanpengawasanpenye lenggaraanpengelolaanusahapert ambangan mineral danbatubara 42 UU No. 28 Tahun 2009 Pengelolaanusahapertambangan umum 43 PeraturanPemerintah Tata carapenerimaan, penyetoran No.29 Tahun PeraturanMenteri ESDM No.23 Tahun PeraturanPemerintah No.9 tahun PerdaNom or 2 tahun 2002 Sumber :LaporanMonografiKecamatanRumpin Semester II tahun 2010 PNPB yang terutang Pelimpahansebagianurusanpeme rintah di bidang ESDM kepadagubernur Jenisdantarifatasjenis PNBP yang berlakupadakementerian ESDM Pertambangan Daerah

126 Lampiran 3.SanksiAtasPelanggaranKegiatanPertambangan N JenisSanksi o. 1 SanksiAdmin istratif 2 KetentuanPid ana Pas al Pas al 151 Ay at 2 Pas al a. Peringatantertulis Isi b. Pengehentiansementarasebagianatauseluruhkegiatanekspl orasiatauoperasiproduksi c. Pencabutan IUP, IPR dan IUPK. a. Setiap orang yang melakukanusahapenambangantanpa IUP, IPR atau IUPK, dipidanadenganpidanapenjara paling lama 10 tahundandenda paling banyakrp (sepuluhmiliar rupiah) b. Pemegang IUP, IPR atau IUPK dengansengajamenyampaikanlaporandengantidakbenarata umenyampaikanketeranganpalsu, dipidanadenganpidanapenjara paling lama 10 tahundandenda paling banyakrp (sepuluhmiliar rupiah) c. Setiap orang melakukankegiataneksplorasitanpamemiliki IUP atau IUPK, dipidanadenganpidanapenjara paling lama 1 tahundandenda paling banyakrp (duaratusjuta rupiah) d. Setiap orang yang mempunyai IUP Eksplorasitetapimelakukankegiatanoperasiproduksi, dipidanadenganpidanapenjara paling lama 5 tahundandenda paling banyakrp (sepuluhmiliar rupiah) e. Setiap orang ataupemegang IUP operasiproduksiatau IUPK operasiproduksi yang menampung, memanfaatkan, melakukanpengolahandanpemurnian, pengangkutan, penjualan mineral danbatubarai yang bukandaripemegang IUP, IUPK atauizinlainya, dipidanadenganpidanapenjara paling lama 10 tahundandenda paling banyakrp (sepuluhmiliar rupiah) f. Setiap orang yang merintangiataumengganggukegiatanusahapertambangand aripemegang IUP atau IUPK yang telahmemenuhipersyaratan yang berlaku, dipidanadenganpidanapenjara paling lama 1 tahundandenda paling banyakrp (seratusjuta rupiah)

127 Pas al 163 a. Tindakpidana yang dilakukanolehsuatubadanhukum, dijatuhipidanapenjaradandendaterhadappengurusnya. b. Pidanatambahanterhadapbadanhukumdapatberupa : 1) Pencabutanizinusaha 2) Pencabutan status badanhukum Pas al 164 Pas al 165 Pidanatambahanterhadappelakudapatberupa : 1) Perampasanbarang yang digunakandalammelakukantindakpidana 2) Perampasankeuntungan yang diperolehdaritindakpidana 3) Kewajibanmembayarbiaya yang timbulakibattindakpidana Setiap orang yang mengeliarkan IUP, IPR atau IUPK yang bertentangandengan UU Minerbadanmenyalahgunakanwewenangnyadiberisanksip idana paling lama 2 tahundandenda paling banyakrp (duaratusjuta rupiah) Sumber: OlahanPeneliti, 2012

128 Lampiran 4.Luas Lahan yang Harus Dikompensasi dengan Metode HEA pada Tingkat Suku Bunga 5.75 % HABITAT EQUIVALENCY ANALYSIS Sitename: PT. HOLCIM BETON Area units: hectare Time units: year Claim year: 2012 Number of affected area units: Pre-injury service level (%): 60.00% Pre-restoration service level (%): 0.00% Value ratio injured/restored: 1.00 Discount rate per time unit (%): 5.75

129 SERVICE LOSS AT INJURY AREA Year %Services Lost Raw Discount Discounted Beginning End Mean SAYs lost factor SAYs lost % % % % % % % % % % % % % % % % -6.67% -9.44% % -1.11% -3.89% % 4.44% 1.67% % 10.00% 7.22% % 15.56% 12.78% % 21.11% 18.33% % 26.67% 23.89% % 32.22% 29.44% % 37.78% 35.00% % 43.33% 40.56% % 48.89% 46.11% % 54.44% 51.67% % 60.00% 57.22% % 60.00% 60.00% Beyond Total discounted SAYs lost:

130 SERVICE GAIN AT THE COMPENSATORY AREA Year %Services Gained Raw Discount Discounted Beginning End Mean SAYs gained factor SAYs gained % 9.70% 7.18% % 15.16% 12.43% % 21.02% 18.09% % 27.28% 24.15% % 33.95% 30.62% % 41.03% 37.49% % 48.50% 44.77% % 56.39% 52.45% % 64.67% 60.53% % 73.36% 69.02% % 82.46% 77.91% % 91.96% 87.21% % % 95.98% % % % Beyond Total discounted SAYs gained Discounted SAYs gained per unit area: Replacement habitat size (hectare): 1.00 * /

131

132

TINJAUAN PUSTAKA. berhasil menguasai sebidang atau seluas tanah, mereka mengabaikan fungsi tanah,

TINJAUAN PUSTAKA. berhasil menguasai sebidang atau seluas tanah, mereka mengabaikan fungsi tanah, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pertambangan Tanah merupakan salah satu faktor yang terpenting bagi kehidupan manusia. Akan tetapi sangat disayangkan bahwa pada umumnya setelah manusia berhasil menguasai sebidang

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini mengambil lokasi di pertambangan bahan galian C

METODE PENELITIAN. Penelitian ini mengambil lokasi di pertambangan bahan galian C IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini mengambil lokasi di pertambangan bahan galian C Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Penelitian ini dilakukan selama lima bulan.

Lebih terperinci

VIII. KOMPENSASI REKLAMASI LAHAN BEKAS TAMBANG DENGAN METODE HEA. 8.1 Skenario Kompensasi Lahan Bekas Tambang

VIII. KOMPENSASI REKLAMASI LAHAN BEKAS TAMBANG DENGAN METODE HEA. 8.1 Skenario Kompensasi Lahan Bekas Tambang VIII. KOMPENSASI REKLAMASI LAHAN BEKAS TAMBANG DENGAN METODE HEA 8.1 Skenario Kompensasi Lahan Bekas Tambang Pendekatan pengukuran kompensasi kerusakan sumber daya alam bisa dilakukan melalui dua pendekatan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG

PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG PADA KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN TANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.138, 2010 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERTAMBANGAN. Reklamasi. Pasca Tambang. Prosedur. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5172) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id Menimbang : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG REKLAMASI LAHAN PASCA TAMBANG BATUBARA DI KALIMANTAN SELATAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG REKLAMASI LAHAN PASCA TAMBANG BATUBARA DI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG REKLAMASI LAHAN PASCA TAMBANG BATUBARA DI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penambangan. Bahan galian penambangan sebagian besar dilakukan di daerahdaerah

BAB I PENDAHULUAN. penambangan. Bahan galian penambangan sebagian besar dilakukan di daerahdaerah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara yang kaya akan sumber daya alam, baik sumber daya alam yang dapat diperbaharui maupun sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui. Masyarakat

Lebih terperinci

VALUASI EKONOMI EKOSISTEM SUNGAI (Studi Kasus : Sungai Siak, Kota Pekanbaru, Provinsi Riau) JUNITA NADITIA

VALUASI EKONOMI EKOSISTEM SUNGAI (Studi Kasus : Sungai Siak, Kota Pekanbaru, Provinsi Riau) JUNITA NADITIA VALUASI EKONOMI EKOSISTEM SUNGAI (Studi Kasus : Sungai Siak, Kota Pekanbaru, Provinsi Riau) JUNITA NADITIA DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI MANFAAT DAN KERUGIAN PERTAMBANGAN. 6.1 Indentifikasi Manfaat yang Dirasakan Masyarakat dari Kegiatan. Kabupaten. perusahaan.

IDENTIFIKASI MANFAAT DAN KERUGIAN PERTAMBANGAN. 6.1 Indentifikasi Manfaat yang Dirasakan Masyarakat dari Kegiatan. Kabupaten. perusahaan. VI. IDENTIFIKASI MANFAAT DAN KERUGIAN PERTAMBANGAN BAHAN GALIAN C 6.1 Indentifikasi Manfaat yang Dirasakan Masyarakat dari Kegiatan Pertambangann Banyaknya industri tambang di berbagai skala menjadikan

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN. Pada bagian ini akan dijelaskan tentang konsep dan teori yang

KERANGKA PEMIKIRAN. Pada bagian ini akan dijelaskan tentang konsep dan teori yang III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual Pada bagian ini akan dijelaskan tentang konsep dan teori yang berhubungan dengan penelitian studi kelayakan usaha pupuk kompos pada Kelompok Tani

Lebih terperinci

~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA ~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAYONG UTARA, Menimbang : a. bahwa kegiatan usaha

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOLAKA UTARA TENTANG REKLAMASI DAN PASCA TAMBANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOLAKA UTARA TENTANG REKLAMASI DAN PASCA TAMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOLAKA UTARA NOMOR TENTANG REKLAMASI DAN PASCA TAMBANG DISUSUN OLEH : BAGIAN HUKUM SETDA KOLAKA UTARA PEMERINTAH KABUPATEN KOLAKA UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOLAKA UTARA

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa potensi

Lebih terperinci

REKLAMASI LAHAN BEKAS PENAMBANGAN

REKLAMASI LAHAN BEKAS PENAMBANGAN REKLAMASI LAHAN BEKAS PENAMBANGAN PENDAHULUAN Masalah utama yang timbul pada wilayah bekas tambang adalah perubahan lingkungan. Perubahan kimiawi berdampak terhadap air tanah dan air permukaan. Perubahan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Definisi Proyek Menurut Kadariah et al. (1999) proyek merupakan suatu keseluruhan aktivitas yang menggunakan sumber-sumber untuk mendapatkan

Lebih terperinci

REKLAMASI DAN JAMINAN REKLAMASI, BAGAIMANA PENGATURANNYA?

REKLAMASI DAN JAMINAN REKLAMASI, BAGAIMANA PENGATURANNYA? REKLAMASI DAN JAMINAN REKLAMASI, BAGAIMANA PENGATURANNYA? Apa dan bagaimana pelaksanaan reklamasi? Bagaimana mekanisme penyediaan jaminan reklamasi? A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Metode Pengambilan Responden 4.3. Desain Penelitian

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Metode Pengambilan Responden 4.3. Desain Penelitian IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Desa Blendung, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini ditentukan secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Peternakan Agrifarm, yang terletak di desa Cihideung Udik Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2015 TENTANG PENGUSAHAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2015 TENTANG PENGUSAHAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2015 TENTANG PENGUSAHAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Proyek Proyek adalah suatu keseluruhan aktivitas yang menggunakan sumber-sumber untuk mendapatkan kemanfaatan (benefit),

Lebih terperinci

usaha dari segi keuntungan. Analisis finansial dilakukan dengan menggunakan

usaha dari segi keuntungan. Analisis finansial dilakukan dengan menggunakan 34 Roda Mandala Asia Makmur Trass 2.5 35 Rumpin Satria Bangun Trass 1.3 36 Sirtu Pratama Usaha Andesit 1.8 37 Sumber Alfa Prolindo Pasir 4 38 Tarabatuh Manunggal Andesit 16 39 Wiguna Karya II Trass 2.5

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG Dalam rangka terciptanya pembangunan berkelanjutan, kegiatan usaha pertambangan harus

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2015 TENTANG PENGUSAHAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2015 TENTANG PENGUSAHAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2015 TENTANG PENGUSAHAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Kadariah (2001), tujuan dari analisis proyek adalah :

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Kadariah (2001), tujuan dari analisis proyek adalah : III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Analisis Kelayakan Investasi Pengertian Proyek pertanian menurut Gittinger (1986) adalah kegiatan usaha yang rumit karena penggunaan sumberdaya

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR : 08 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR : 08 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR : 08 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR, Menimbang : a. bahwa bahan galian pertambangan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian

IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Peternakan Maju Bersama, Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA PEMERINTAH PROVINSI PAPUA PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG PERTAMBANGAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PAPUA, Menimbang : a. bahwa Peraturan Daerah

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 42 TAHUN : 2011 PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 42 TAHUN 2011 TENTANG REKLAMASI TAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KULON PROGO, Menimbang :

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoretis Kerangka pemikiran teoretis merupakan suatu penalaran peneliti yang didasarkan pada pengetahuan, teori, dalil, dan proposisi untuk menjawab suatu

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Kampung Budaya Sindangbarang, Desa Pasir Eurih, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di penggilingan padi Sinar Ginanjar milik Bapak Candran di Desa Jomin Timur, Kecamatan Kota Baru, Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Pemilihan

Lebih terperinci

KELAYAKAN EKONOMI BENDUNGAN JRAGUNG KABUPATEN DEMAK

KELAYAKAN EKONOMI BENDUNGAN JRAGUNG KABUPATEN DEMAK Kelayakan Ekonomi Bendungan Jragung Kabupaten Demak (Kusumaningtyas dkk.) KELAYAKAN EKONOMI BENDUNGAN JRAGUNG KABUPATEN DEMAK Ari Ayu Kusumaningtyas 1, Pratikso 2, Soedarsono 2 1 Mahasiswa Program Pasca

Lebih terperinci

Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1646); 3.

Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1646); 3. GUBERNUR JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DI PROVINSI JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Proyek Proyek memiliki beberapa pengertian. Menurut Kadariah et al. (1999) proyek ialah suatu keseluruhan aktivitas yang menggunakan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Penelitian Usaha warnet sebetulnya tidak terlalu sulit untuk didirikan dan dikelola. Cukup membeli beberapa buah komputer kemudian menginstalnya dengan software,

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Bisnis Studi kelayakan bisnis merupakan penelitian terhadap rencana bisnis yang tidak hanya menganalisis layak atau tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertambangan antara lain, Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang

BAB I PENDAHULUAN. pertambangan antara lain, Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya alam berupa tambang merupakan salah satu andalan negara Indonesia setelah pertanian. Beberapa peraturan nasional baik berupa undangundang, peraturan pemerintah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Peternakan Domba Tawakkal, yang terletak di Jalan Raya Sukabumi, Desa Cimande Hilir No.32, Kecamatan Caringin, Kabupaten

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Analisis Kelayakan Usaha Analisis Kelayakan Usaha atau disebut juga feasibility study adalah kegiatan untuk menilai sejauh mana manfaat

Lebih terperinci

PRESIDEN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 10 1 Undang- Undang Nomor 4

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkebunan, peternakan, perikanan dan kehutanan. Indonesia sebagai negara

BAB I PENDAHULUAN. perkebunan, peternakan, perikanan dan kehutanan. Indonesia sebagai negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki potensi sumber daya yang sangat mendukung untuk sektor usaha pertanian. Iklim tropis yang ada di Indonesia mendukung berkembangnya sektor pertanian

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.4, 2009 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERTAMBANGAN. KETENTUAN-KETENTUAN POKOK. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4959) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa mineral dan batubara yang

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1.Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Proyek Menurut Husnan dan Suwarsono (2000), proyek pada dasarnya merupakan kegiatan yang menyangkut pengeluaran modal (capital

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikirian Teoritis 3.1.1 Studi Kelayakan Proyek Studi kelayakan proyek adalah penelitian tentang dapat tidaknya suatu proyek (biasanya merupakan proyek investasi)

Lebih terperinci

TENTANG LAHAN DENGAN. dan dan. hidup yang. memuat. dengan. pembukaan. indikator. huruf a dan. Menimbang : Tahun Swatantra. Tingkat.

TENTANG LAHAN DENGAN. dan dan. hidup yang. memuat. dengan. pembukaan. indikator. huruf a dan. Menimbang : Tahun Swatantra. Tingkat. PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG REKLAMASI LAHAN PASCAA TAMBANG BATUBARA DI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, Menimbang

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PERIZINAN USAHA PERTAMBANGAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PERIZINAN USAHA PERTAMBANGAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PERIZINAN USAHA PERTAMBANGAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : bahwa dengan adanya perubahan kewenangan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menyimpan air yang berlebih pada

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Data dan Instrumentasi 4.3. Metode Pengumpulan Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Data dan Instrumentasi 4.3. Metode Pengumpulan Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengambil tempat di kantor administratif Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) Jawa Barat yang berlokasi di Kompleks Pasar Baru Lembang

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan dan Investasi Studi kelayakan diadakan untuk menentukan apakah suatu usaha akan dilaksanakan atau tidak. Dengan kata lain

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALANG, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

IV METODOLOGI PENELITIAN

IV METODOLOGI PENELITIAN IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di sebuah lokasi yang berada Desa Kanreapia Kecamatan Tombolo Pao, Kabupaten Gowa, Propinsi Sulawesi Selatan. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa mineral dan batubara yang

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Pengertian Studi Kelayakan Proyek Proyek adalah suatu kegiatan yang mengeluarkan uang atau biaya dengan harapan untuk memperoleh hasil dan

Lebih terperinci

2018, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 136,

2018, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 136, No.305, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ESDM. Pasca Operasi Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. Pencabutan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15

Lebih terperinci

Peraturan Reklamasi dan Pascatambang

Peraturan Reklamasi dan Pascatambang Peraturan Reklamasi dan Pascatambang Ir. Bambang Susigit, MT KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL MINERAL DAN BATUBARA DIREKTORAT TEKNIK DAN LINGKUNGAN MINERAL DAN BATUBARA Contents

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2010 NOMOR 4

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2010 NOMOR 4 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2010 NOMOR 4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KERINCI NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN PANAS BUMI Menimbang : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KERINCI, bahwa

Lebih terperinci

INDIKATOR RAMAH LINGKUNGAN UNTUK USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENAMBANGAN TERBUKA BATUBARA

INDIKATOR RAMAH LINGKUNGAN UNTUK USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENAMBANGAN TERBUKA BATUBARA INDIKATOR RAMAH LINGKUNGAN UNTUK USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENAMBANGAN TERBUKA BATUBARA Antung Deddy Asdep Keanekaragaman Hayati dan Pengendalian Kerusakan Lahan Deputi Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumber daya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumber daya alam, baik berupa minyak dan gas bumi, tembaga, emas dan lain-lain. Kekayaan alam Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULAUN. dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULAUN. dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik BAB I PENDAHULAUN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara Kesatuan berbentuk Republik, hal ini dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2010 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Proyek Proyek adalah kegiatan-kegiatan yang dapat direncanakan dan dilaksanakan dalam suatu bentuk kesatuan dengan mempergunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang mempunyai potensi pertambangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang mempunyai potensi pertambangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang mempunyai potensi pertambangan yang sangat besar sehingga menarik minat banyaknya para pelaku tambang (investor asing) tertarik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa mineral dan batubara yang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2010 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis mengemukakan teori-teori terkait penelitian. Teori-teori tersebut antara lain pengertian proyek, keterkaitan proyek dengan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Pada bagian ini dijelaskan tentang konsep yang berhubungan dengan penelitian kelayakan Usaha pembenihan dan pembesaran ikan lele Sangkuriang di

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menyimpan air yang berlebih pada

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN, UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN DAN UPAYA PEMANTAUAN LINGKUNGAN

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penambangan Batubara

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penambangan Batubara 4 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penambangan Batubara Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009, pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. (Purposive) dengan alasan daerah ini cukup representatif untuk penelitian yang

METODOLOGI PENELITIAN. (Purposive) dengan alasan daerah ini cukup representatif untuk penelitian yang IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Pengambilan data dilakukan pada bulan Februari sampai dengan bulan Maret 2011, bertempat di Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2015 TENTANG PENGUSAHAAN SUMBER DAYA AIR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2015 TENTANG PENGUSAHAAN SUMBER DAYA AIR PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2015 TENTANG PENGUSAHAAN SUMBER DAYA AIR Ir. Saroni Soegiarto, ME Kasubdit Pemanfaatan SDA Makassar, 23 Maret 2016 Subdit Pemanfaatan SDA Direktorat

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2015 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2015 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2015 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

TAMBANG DI KAWASAN HUTAN LINDUNG

TAMBANG DI KAWASAN HUTAN LINDUNG TAMBANG DI KAWASAN HUTAN LINDUNG http://www.sindotrijaya.com I. PENDAHULUAN Hutan tropis Indonesia sangat kaya flora dan fauna serta kekayaan alam lainnya, termasuk mineral dan batubara. Dengan kawasan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Pengambilan data dilakukan di Kecamatan Tarumajaya Kabupaten Bekasi. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive), dengan pertimbangan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan menggunakan jenis data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh dari sumber data secara langsung.

Lebih terperinci

RINGKASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG

RINGKASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG RINGKASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG UMUM Peraturan Pemerintah ini mengatur mengenai prinsip-prinsip dan tata laksana reklamasi dan pascatambang.

Lebih terperinci

ANALISIS PENURUNAN KUALITAS LINGKUNGAN DI SEKITAR TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH GALUGA KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT LISANATUL HIFDZIYAH

ANALISIS PENURUNAN KUALITAS LINGKUNGAN DI SEKITAR TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH GALUGA KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT LISANATUL HIFDZIYAH ANALISIS PENURUNAN KUALITAS LINGKUNGAN DI SEKITAR TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH GALUGA KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT LISANATUL HIFDZIYAH DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menyimpan air yang berlebih pada

Lebih terperinci

ATTN: PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG USAHA PERTAMBANGAN BAHAN TAMBANG GALIAN GOLONGAN C DI KABUPATEN MURUNG RAYA

ATTN: PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG USAHA PERTAMBANGAN BAHAN TAMBANG GALIAN GOLONGAN C DI KABUPATEN MURUNG RAYA ATTN: PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG USAHA PERTAMBANGAN BAHAN TAMBANG GALIAN GOLONGAN C DI KABUPATEN MURUNG RAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MURUNG RAYA,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam bab ini penulis menjelaskan tinjauan teori-teori yang terkait yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam bab ini penulis menjelaskan tinjauan teori-teori yang terkait yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini penulis menjelaskan tinjauan teori-teori yang terkait yang digunakan dalam analisa dan pembahasan penelitian ini satu persatu secara singkat dan kerangka berfikir

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAMAYU, Menimbang : a. bahwa pengelolaan limbah

Lebih terperinci

KEWENANGAN PERIZINAN REKLAMASI

KEWENANGAN PERIZINAN REKLAMASI KEWENANGAN PERIZINAN REKLAMASI http://www.beritabenoa.com I. PENDAHULUAN Indonesia sebagai negara maritim mempunyai garis pantai terpanjang keempat di dunia setelah Amerika Serikat, Kanada, dan Rusia dengan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Usaha Mi Ayam Bapak Sukimin yang terletak di Ciheuleut, Kelurahan Tegal Lega, Kota Bogor. Lokasi penelitian diambil secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu proses hubungan timbal balik antar faktor-faktor yang ada di

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu proses hubungan timbal balik antar faktor-faktor yang ada di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses hubungan timbal balik antar faktor-faktor yang ada di dalam suatu negara dengan tujuan mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Dilihat

Lebih terperinci

2 sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu membangun bendungan; d. bahwa untuk membangun bendungan sebagaimana dimaksud pada huruf c, yang

2 sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu membangun bendungan; d. bahwa untuk membangun bendungan sebagaimana dimaksud pada huruf c, yang No.771, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN PU-PR. Bendungan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2015 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hal ini dikarenakan munculnya kesadaran dari masyarakat mengenai pentingnya

I. PENDAHULUAN. hal ini dikarenakan munculnya kesadaran dari masyarakat mengenai pentingnya I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian organik kini mulai menjadi peluang baru dalam usaha pertanian, hal ini dikarenakan munculnya kesadaran dari masyarakat mengenai pentingnya mengonsumsi makanan,

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Studi Kelayakan Proyek Proyek merupakan suatu kegiatan untuk membangun sistem yang belum ada. Sistem dibangun dahulu oleh proyek, kemudian dioperasionalkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu proses hubungan timbal balik antar faktor-faktor yang ada di

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu proses hubungan timbal balik antar faktor-faktor yang ada di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses hubungan timbal balik antar faktor-faktor yang ada di dalam suatu negara dengan tujuan mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Dilihat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat melimpah. Salah satu kekayaan alam yang dimiliki Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat melimpah. Salah satu kekayaan alam yang dimiliki Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kekayaan alam yang sangat melimpah. Salah satu kekayaan alam yang dimiliki Indonesia adalah sumber daya mineralnya

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. AREAL. Terganggu. Reklamasi. Revegetasi. PNBP. Penentuan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. AREAL. Terganggu. Reklamasi. Revegetasi. PNBP. Penentuan. No.49, 2008 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. AREAL. Terganggu. Reklamasi. Revegetasi. PNBP. Penentuan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor: P.56/Menhut-II/2008 TENTANG TATA CARA PENENTUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya tambang (bahan galian). Negara Indonesia termasuk negara yang

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya tambang (bahan galian). Negara Indonesia termasuk negara yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya alam yang begitu melimpah bagi kelangsungan hidup umat manusia merupakan karunia dari Tuhan Yang Maha Esa. Salah satunya adalah sumber daya tambang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Manfaat dan Biaya Dalam menganalisa suatu usaha, tujuan analisa harus disertai dengan definisi-definisi mengenai biaya-biaya dan manfaat-manfaat.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. yang dikeluarkan selama produksi, input-input yang digunakan, dan benefit

METODE PENELITIAN. yang dikeluarkan selama produksi, input-input yang digunakan, dan benefit III. METODE PENELITIAN Penelitian ini bersifat kuantitatif, yang banyak membahas masalah biayabiaya yang dikeluarkan selama produksi, input-input yang digunakan, dan benefit yang diterima, serta kelayakan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TABALONG TAHUN 2008 NOMOR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TABALONG TAHUN 2008 NOMOR LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TABALONG TAHUN 2008 NOMOR 02 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG Menimbang NOMOR 02 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR DI KABUPATEN TABALONG

Lebih terperinci