EFEKTIVITAS PEMANFAATAN RUMPON DALAM OPERASI PENANGKAPAN IKAN DI PERAIRAN MALUKU TENGGARA BENEDIKTUS JEUJANAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "EFEKTIVITAS PEMANFAATAN RUMPON DALAM OPERASI PENANGKAPAN IKAN DI PERAIRAN MALUKU TENGGARA BENEDIKTUS JEUJANAN"

Transkripsi

1 EFEKTIVITAS PEMANFAATAN RUMPON DALAM OPERASI PENANGKAPAN IKAN DI PERAIRAN MALUKU TENGGARA BENEDIKTUS JEUJANAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008

2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Efektivitas pemanfaatan rumpon dalam operasi penangkapan ikan di perairan Maluku Tenggara adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Juli 2008 Benediktus Jeujanan NRP C

3 ABSTRACT BENEDIKTUS JEUJANAN. Effectiveness of Fish Aggregating Device In Finsh- Catching Activities In South East Maluku Waters. Supervised by : DOMU SIMBOLON and EKO SRIWIYONO. South East Maluku waters are rich in natural marine resources, such as fishes (pelagic, and demersal) and shrimps, especially in Kei Kecil waters. Based on the kinds of fish to PNN Dumar. One of the effective ways to catch fish in South East Maluku waters is by using a fish aggregating device (FAD) called rumpon, there are two types of rumpon the first type is a deep sea rumpon deployed for pole and line and purse seine, gillnet, and troll line fisheries the second type for catching small pelagis. The research objectives are (1) to determine variability and catch composition of rumpon (2) to find the effectiveness of a rumpon on fish-catching process; and (3) to determine an effective fish-catching technology to be used around a rumpon. The study was conducted by 14 fish-catching trips using purse seine, gillnet and pancing tonda. The catch result at the unit became dominant that the catching method become more feasible and proper to be developed. In the meantime, using a bamboo rumpon was better compared to plastic drum rumpon ini the catch capacity. Therefore,a bamboo rumpon was feasible to be developed in South East Maluku waters. Keyword : Effectiveness, rumpon, South East Maluku

4 RINGKASAN BENEDIKTUS JEUJANAN. Efektivitas Pemanfaatan Rumpon Dalam Operasi Penangkapan Ikan di Perairan Maluku Tenggara. Dibimbing oleh DOMU SIMBOLON dan EKO SRI WIYONO. Perairan Maluku Tenggara merupakan perairan yang kaya akan sumberdaya hayati khususnya ikan (pelagis, demersal dan udang), khususnya perairan Kei Kecil. Hal ini diketahui berdasarkan jenis ikan yang didaratkan di PPN Dumar. Salah satu faktor untuk meningkatkan efektivitas operasi penangkapan ikan di perairan Maluku Tenggara adalah pemanfaatan rumpon. Rumpon yang digunakan yaitu pertama rumpon laut dalam dengan alat tangkap pancing yang disebut huhate (pole and line) dan pukat cincin (purse seine), kedua yaitu rumpon laut dangkal untuk pukat cincin, gillnet dan pancing tonda untuk menangkap ikan-ikan pelagis kecil. Penelitian ini bertujuan untuk (1) membandingkan komposisi dan jumlah hasil tangkapan masing-masing rumpon dari unit penangkapan ikan, (2) membandingkan efektivitas operasi penangkapan ikan yang menggunakan rumpon, (3) membandingkan kinerja teknologi penangkapan ikan ditinjau dari aspek biologi, sosial, dan ekonomi yang dioperasikan di sekitar rumpon. Penelitian ini dilakukan sebanyak 14 trip operasi penangkapan pada alat tangkap purse seine, gillnet dan pancing tonda. Total hasil tangkapan dari ketiga alat tangkap yaitu ikan layang (Decaptenus russelli) ekor (80,57%), ikan tongkol (Auxis tharzard) ekor (18,62%), ikan tenggiri (Scomberomorus commersoni) 573 ekor (0,81%). Berdasarkan ukuran maka sebanyak 54,9 % ikan layang tertangkap berukuran besar, sebanyak 80,12 % dari ikan tongkol yang tertangkap adalah ukuran besar dan semua 100 % ikan tenggiri tertangkap adalah berukuran kecil. Dari kedua jenis rumpon yang digunakan, hasil tangkapan dominan terdapat pada rumpon bambu sehingga rumpon bambu lebih efektif dibandingkan dengan rumpon drum plastik. Kata kunci : Efektivitas, Rumpon, di Perairan Maluku Tenggara

5 @ Hak cipta milik IPB, tahun 2008 Hak cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan, karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

6 EFEKTIVITAS PEMANFAATAN RUMPON DALAM OPERASI PENANGKAPAN IKAN DI PERAIRAN MALUKU TENGGARA BENEDIKTUS JEUJANAN Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008

7 LEMBARAN PENGESAHAN Judul Penelitian Nama NRP : Efektivitas Pemanfaatan Rumpon Dalam Operasi Penangkapan Ikan di Perairan Maluku Tenggara : Benediktus Jeujanan, S.Pi : C Disetujui, Komisi Pembimbing Dr. Ir. Domu Simbolon, M.Si Ketua Dr. Eko Sri Wiyono, S.Pi, M.Si Anggota Diketahui, Ketua Program Studi Teknologi Kelautan Dekan Sekolah Pascasarjana Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS Tanggal Ujian : 14 Juli 2008 Tanggal Lulus :

8 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. M. Fedi A. Sondita, M.Sc.

9 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena Rahmat dan karunianya penulisan tesis ini dapat diselesaikan. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Kelautan, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Adapun judul dari tesis ini adalah Efektivitas Pemanfaatan Rumpon Dalam Operasi Penangkapan Ikan di Perairan Maluku Tenggara. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr.Ir. Domu Simbolon, M.Si sebagai ketua komisi pembimbing dan Bapak Dr. Eko Sri Wiyono, S.Pi, M.Si, sebagai anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan dan saran sehingga penelitian dan penulisan ini dapat terselesaikan. Serta terimakasih kepada Dr.Ir. M. Fedi A. Sondita, M.Sc sebagai penguji luar komisi yang telah banyak memberikan masukan dalam penyempurnaan tesis ini. Ucapan terima kasih tak lupa penulis sampaikan juga kepada : 1. Direktur Politeknik Perikanan Negeri Tual Maluku Tenggara yang telah memberikan kepercayaan kepada penulis untuk melanjutkan studi di IPB Bogor. 2. Dekan Pascasarjana IPB atas kesempatan yang telah diberikan untuk mengikuti pendidikan pascasarjana. 3. Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc. Ketua Program Studi Teknologi Kelautan atas kesempatan yang diberikan untuk mengikuti pendidikan pascaserjana 4. Hasil karya ini juga penulis persembahkan kepada istri dan anak tercinta Maria Paskalina Wenehenubun, SPd. Ulen Jeujanan atas segala pegertian, ketabahan, kesebaran serta pengorbanan yang diberikan selama penulis menjalani studi S-2 5. Kedua orang tua tercinta Fransiskus dan Ibu Justina Jeujanan serta Ibu Mertua Yuliana Wenehenubun serta kakak Sintah, Andy, Boby, Ateng serta adik-adik atas dukungan moriil dan materiil. 6. Mas Rudy, Mas Ony, Mas Amir dan Mas Degen serta rekan-rekan angkatan 2006 Program Studi Teknologi Kelautan atas dukungan dan kerjasama selama

10 mengiku perkuliahan serta semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak lansung. 7. Rekan-rekan dari Tual : Usman, Waran, Dany, Tes, Yula, atas bantuan dan kerjasama yang solid. Penulis menyadari bahwa penulisan ini masih jauh dari kesempurnaannya, oleh karena itu segala saran dan kritik dalam penyempurnaannya sangatlah penulis harapkan. Bogor, Juli 2008 Benediktus Jeujanan

11 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bombay Maluku Tenggara pada tanggal 7 Juni 1973 dari Ayah Fransiskus dan Ibu Yustina, dan merupakan putra kelima dari enam bersaudara. Tahun 1993 penulis lulus SMA Negeri 1 Tual dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Universitas Pattimura Ambon melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN). Penulis memilih Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Minat Penangkapan Ikan, Fakultas Perikanan dan lulus pada tahun Tahun 2002 sampai sekarang penulis bekerja sebagai dosen pada Politeknik Perikanan Negeri Tual, Maluku Tenggara. Pada tahun 2006 penulis memperoleh kesempatan untuk melanjutkan studi di Pascasarjana Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Teknologi Kelautan.

12 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... iv DAFTAR GAMBAR... v DAFTAR LAMPIRAN... vi 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Hipotesis Kerangka Pemikiran TINJAUAN PUSTAKA Rumpon Karakteristik Iklim dan Kondisi Perairan Maluku Tenggara Alat Tangkap dan Metode Operasi Penangkapan Ikan di Sekitar Rumpon di Perairan Maluku Tenggara Metode operasi penangkapan ikan dengan purse seine Metode operasi penangkapan ikan dengan gillnet Metode operasi penangkapan ikan dengan pancing tonda Ikan Pelagis Ikan layang Ikan selar Ikan kembung Ikan tongkol Ikan tenggiri Tingkah Laku Ikan di Sekitar Rumpon Efektivitas METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian... 30

13 3.2 Alat dan Bahan (1) Rumpon (2) Purse seine (3) Gill net (4) Pancing tonda (5) Plankton net (6) Timbangan (7) Papan ukur ikan (8) Alat tulis dan kamera Pengumpulan Data Analisis Data Komposisi hasil tangkapan Evektifitas rumpon Teknologi penangkapan tepat guna (1) Menentukan nilai skor kriteria (2) Multi-criteria analysis (MCA) HASIL PENELITIAN Keragaman Unit Penangkapan Ikan Purse seine (1) Alat tangkap (2) Kapal (3) Nelayan Gillnet (1) Alat tangkap (2) Kapal (3) Nelayan Pancing tonda (1) Alat tangkap (2) Kapal (3) Nelayan Rumpon Hasil Tangkapan... 49

14 4.2.1 Jenis dan jumlah hasil tangkapan Ukuran panjang Ukuran berat Efektivitas Rumpon Teknologi penangkapan tepat guna PEMBAHASAN Dinamika Hasil Tangkapan Efektivitas Rumpon dan Alat Tangkap Dampak Pengoperasian Rumpon KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 71

15 DAFTAR TABEL Halaman 1 Persentase komposisi ukuran hasil tangkapan untuk jenis ikan tertentu Kriteria penilaian aspek ekologi Kriteria penilaian aspek sosial berdasarkan tenaga kerja Kriteria penilaian aspek sosial berdasarkan pendapatan per tahun Kriteria penilaian aspek sosial berdasarkan kepemilikan per tahun Efektivitas kedua rumpon (%) berdasarkan jumlah hasil tangkapan (ekor) dan alat tangkap Standarisasi aspek ekologi menurut alat tangkap Standarisasi aspek sosial menurut alat tangkap Standarisasi aspek ekonomi menurut alat tangkap Standarisasi aspek ekologi, sosial, dan ekonomi pada unit penangkapa... 58

16 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Bagan alir kerangka pemikiran penelitian Layang (Decapterus russelli) Selayar (Selarroides leptolepsis) Kembung lelaki (Rastrelliger kanarkuta) Tongkol (Auxis thazard) Tenggiri (Scomberamorus commersoni) Peta lokasi penelitian Rumpon rakit bambu Rumpon drum plastik Desain jaring pukat cincin (purse seine) di Maluku Tenggara Kapal utama (tipe lembut) Kapal johnson (tipe slep) Desain jaring gillnet di Maluku Tenggara Kapal gillnet di Maluku Tenggara Desain alat pancing tonda Ukuran mata pancing yang digunakan Kapal pancing tonda di Maluku Tenggara Kontruksi kedua rumpon yang dioperasikan oleh nelayan (A= rumpon bambu; B = rumpon drum plastik Komposisi jenis tangkapan menurut alat tangkap Komposisi jenis tangkapan menutut rumpon Komposisi jenis tangkapan menurut kombinasi alat tangkap dan rumpon Komposisi ukuran panjang menurut jenis ikan Komposisi ukuran ikan menurut jenis ikan dan rumpon Komposisi ukuran ikan menurut ukuran jenis ikan dan alat tangkap Komposisi berat ikan menurut jenis ikan Komposisi berat menurut ukuran ikan dan jenis rumpon Komposisi berat menurut ukuran ikan dan jenis alat tangkap... 55

17 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Metode operasi penangkapan purse seine Komposisi jenis tangkapan menurut alat tangkap Komposisi jenis tangkapan menurut rumpon Komposisi jenis tangkapan menurut kombinasi alat tangkap dan rumpon Komposisi ukuran ikan menurut jenis dan persentase ikan Komposisi ukuran ikan menurut jenis ikan dan rumpon Komposisi ukuran ikan menurut jenis ikan dan alat tangkap Komposisi berat ikan menurut jenis ikan Komposisi berat ikan menurut ukuran ikan dan jenis rumpon komposisi berat ikan menurut ukuran ikan dan jenis alat tangkap Penilaian aspek ekologi menurut alat tangkap Penilaian aspek sosial menurut alat tangkap Penilaian aspek ekonomi menurut alat tangkap Standarisasi aspek ekologi, ekonomi, sosial menurut alat tangkap... 74

18 DAFTAR ISTILAH Jaring bobo ( Purse seine) Merupakan jaring yan lingkarkan yang berukuran lebih kecil dari purse seine atau pukat cincin (panjang antara m dan lebar berkisar m ) yang biasanya digunakan nelayan di Maluku Tenggara pada umumnya khusnya untuk menangkap ikan ikan yang umumnya hidup membentuk kawanan dalam kelompok besar (baik pelagis besar maupun pelagis kecil). Gillnet Pancing tonda Fishing ground Alat penangkapan ikan yang berbentuk empat persegi panjang dari susunan jaring satu lapis yang dirangkai secara memanjang. Alat penangkapan ikan yang terdiri dari atas seutas tali panjang dan umpan. Suatu daerah perairan tempat ikan berkumpul dimana penangkapan ikan dapat dilakukan. Ikan demersal Ikan-ikan (termasuk crustecea atau cephalopoda) yang hidup di dekat atau sekitar dasar perairan. Ikan pelagis Sumberdaya ikan Nelayan Perikanan Perikanan tangkap Sumberdaya perikanan Ikan-ikan yang hidup di permukaan air. salah satu sumberdaya alam yang dapat diperbaharui tetapi terbatas. Orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalam operasi penangkapan ikan atau binatang air lainnya atau tanaman air. Semua kegiatan yang berhubungan dengan pengolahan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungan mulai dari produksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemesaran, yang dilaksanakan dalam suatu sistim bisnis. Kegiatan untuk memperoleh di perairan yang tidak dalam keadaan di budidayakan dengan alat atau dengan cara apapun, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, mengolah dan / atau mengawetkannya. Terdiri dari sumberdaya ikan, sumberdaya lingkungan serta sumberdaya buatan manusia, yang digunakan untuk memanfaatkan sumberdaya ikan.

19 Unit penangkapan ikan Efektivitas Rumpon Aggregation Artificial reef Attraktor Swimming layer Satu kesatuan teknis dalam suatu operasi penangkapan ikan yang terdiri dari kapal perikanan, alat tangkap dan nelayan. Tingkat pencapaian hasil terhadap suatu tujuan. Alat bantu penangkapan ikan yang dipasang dan ditempatkan pada perairan laut. Salah satu bentuk gerombolan ikan dari salah satu species ikan yang jumlahnya hanya terdiri dari dua atau tiga ekor. Adalah terumbu karang buatan yang digunakan untuk mengumpulkan ikan atau gerombolan ikan. Merupakan salah satu komponen utama pada rumpon yang berfungsi sebagai alat pemikat atau pengumpul ikan sesungguhnya. lapisan renang dari jenis-jenis ikan yang menjadi tujuan penangkapan. Setting (pelingkaran) Salah satu tahapan dalam metode pengoperasian purse seine (jaring bobo) yaitu proses pelingkaran jaring untuk melingkari kawanan ikan. Hauling (penarikan) Purse line (tali kolor) Proses penarikan jaring purse seine (jaring bobo) setelah proses pelingkaran selesai dilakukan. Tali yang di pasang pada bagian bawah jaring, yang berfungsi untuk mengerutkan jaring pada saat tali tersebut ditarik.

20 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perairan Maluku Tenggara pada umumnya merupakan perairan yang dangkal. Perairan ini, merupakan bagian dari perairan yang kaya akan sumberdaya hayati, khususnya ikan (pelagis, demersal dan udang). Secara khusus, perairan Kei Kecil, didominasi oleh ikan pelagis, berdasarkan jenis ikan yang di daratkan di PPN Dumar. Ikan yang dominan tertangkap antara lain kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta), tembang (Sardinella fimbriata), selar hijau (Atule mate), sekar taji/layang bulat (Decapterus macrosoma), layang gepeng (Decapterus russelli), tongkol (Auxis thazard), dan cumi-cumi (Loligo sp). Ikan demersal sangat sedikit jenis dan jumlahnya. Ikan demersal yang sering tertangkap adalah Kerapu dan Kakap. Seperti umumnya nelayan yang tinggal dan mencari makan dari kekayaan laut, nelayan yang berdiam di sekitar perairan Kei Kecil juga sangat tergantung pada hasil tangkapan laut. Mereka adalah nelayan-nelayan kecil (tradisional) yang melakukan penangkapan ikan hanya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Dalam operasi penangkapan ikan nelayan Kei Kecil umumnya menggunakan gillnet, purse seine dan pancing tonda sebagai alat tangkap utama dan rumpon (tendak) sebagai alat bantu penangkapan. Berdasarkan beberapa hasil penelitian sebelumnya diketahui bahwa ikan-ikan yang ditangkap di sekitar rumpon umumnya adalah ikan pelagis, seperti ikan layang bulat (Decapterus macrosoma.), layang gepeng (Decapterus russelli), kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta.), kembung perempuan (Rastrelliger macrosoma), selar hijau (Atule mate), selar kuning (Selaroides leptolepis),selar bentong (Selar crumenophthalmus), lemuru (Sardinella lemuru), tembang (Sardinella fimbriata), siro (Ambligaster sirm), tongkol (Auxis thazard), dan lainlain. Jenis-jenis ikan tersebut, sifatnya bergerombol/mengelompok, pemakan plankton, udang-udangan, ikan-ikan kecil dan telur ikan (Monintja dan Zulkarnain 1995; Monintja et al. 2002) Pemanfaatan rumpon sebagai upaya meningkatkan efektivitas operasi penangkapan ikan di perairan Maluku Tenggara dapat dikategorikan menjadi dua. Pertama adalah rumpon yang digunakan khusus untuk menangkap ikan-ikan tuna

21 dan cakalang, dikenal sebagai rumpon laut dalam dengan alat tangkap yang digunakan berupa pancing yang disebut huhate (pole and line) dan pukat cincin (purse seine). Jenis kedua adalah rumpon yang digunakan biasanya disebut rumpon laut dangkal. Alat tangkap yang biasanya digunakan untuk menangkap ikan di rumpon laut dangkal adalah pukat cincin, gillnet dan juga pancing tonda untuk menangkap ikan-ikan pelagis kecil (Zulkarnain 2002). Rumpon, khususnya rumpon dangkal digunakan nelayan di Kei Kecil. Ditinjau dari beberapa aspek konstruksinya, rumpon di Kei Kecil relatif sederhana, rumpon ini juga mudah dibongkar pasang. Tali yang digunakan tidak terlalu panjang (< 50 m) dan penempatan rumpon yang tidak terlalu jauh dari pantai serta obyek penangkapan berupa ikan pelagis. Kombinasi antara tipe rumpon dan alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan di Kei Kecil sangat bervariasi. Namun demikian sampai saat ini belum diketahui dengan pasti tingkat efektivitas pemanfaatan rumpon pada alat tangkap yang digunakan. Berkait dengan hal tersebut di atas maka penting untuk di lakukan pengkajian tentang tingkat efektivitas rumpon dalam meningkatkan hasil tangkapan ikan pada suatu alat penangkapan ikan. Kajian-kajian terhadap teknologi rumpon untuk meningkatkan hasil tangkapan (produksi) baik kaitannya dengan alat tangkap yang digunakan maupun konstruksi dari rumpon itu sendiri sudah banyak dilakukan (Sondita 1986; Subani 1986; Subani dan Barus 1989; Monintja 1990; Badan Litbang Pertanian 1992; Monintja 1993; dan Mathews et al. 1996; Tim Pengkajian Rumpon IPB 1987; Zulkarnain 2002). Akan tetapi dari beberapa penelitian yang sudah dilakukan tersebut masih sangat jarang penelitian yang secara khusus mengkaji bagaimana keberadaan ikan khususnya ikan pelagis di sekitar rumpon. 1.2 Perumusan Masalah Rumpon sebagai alat bantu penangkapan ikan merupakan salah satu alat bantu yang memberikan peranan besar bagi nelayan nelayan kecil (tradisional) di perairan Maluku Tenggara. Rumpon yang dioperasikan oleh nelayan setempat dapat dikatagorikan ke dalam dua kelompok, berdasarkan bahan konstruksinya. Yang pertama menggunakan bambu sebagai rangkanya sedangkan daun kelapa sebagai attraktor. Jenis kedua, menggunakan drum plastik sebagai rangkanya sedangkan

22 untuk attraktor digunakan juga daun kelapa. Rumpon digunakan hanya sebagai alat bantu untuk mengumpulkan ikan, untuk menangkap ikan-ikan yang telah berkumpul tersebut, nelayan Maluku Tenggara biasanya menggunakan alat tangkap utama berupa purse seine, gillnet dan pancing tonda. Namun sejauh mana tingkat efektivitas dari rumpon ini dalam menunjang operasi penangkapan ikan masih perlu dikaji lebih mendalam. Disamping itu, teknologi penangkapan tepat guna dalam melakukan penangkapan ikan di sekitar alat bantu rumpon juga masih perlu dikaji lebih jauh sehingga diharapkan dengan penggunaan teknologi penangkapan yang tepat dapat memberikan tingkat efektivitas yang lebih tinggi dalam penggunaan rumpon. Berdasarkan permasalahan di atas maka perlu dilakukan penelitian untuk mengkaji tingkat efektivitas pemanfaatan rumpon dalam menunjang operasi penangkapan ikan dengan menggunakan teknologi tepat guna. 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Membandingkan komposisi jenis dan jumlah hasil tangkapan masing-masing rumpon dari unit penangkapan ikan (2) Membandingkan efektivitas operasi penangkapan ikan yang menggunakan rumpon (3) Membandingkan kinerja teknologi penangkapan ditinjau dari aspek biologi, sosial, dan ekonomi yang dioperasikan di sekitar rumpon. 1.4 Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan berguna: (1) Sebagai dasar pertimbangan dalam pemilihan rumpon yang tepat dalam bidang teknologi penangkapan untuk peningkatan hasil tangkapan bagi nelayan Maluku Tenggara (2) Untuk memperkaya khasana ilmu pengetahuan khususnya yang berkaitan dengan pemanfatan rumpon dalam teknologi penangkapan ikan. (3) Sebagai bahan masukan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Maluku Tenggara dalam pengelolaan dan pengembangan perikanan tangkap di Maluku Tenggara.

23 1.5 Hipotesis (1) Jenis rumpon yang berbeda akan memberikan komposisi dan jumlah hasil tangkapan yang berbeda. (2) Teknologi penangkapan yang berbeda berdampak terhadap tingkat efektivitas penggunaan rumpon dalam operasi penangkapan ikan. 1.6 Kerangka Pemikiran Kegiatan eksplorasi semakin meningkat perannya dalam kegiatan usaha penangkapan ikan (eksploitasi). Untuk itu, diperlukan adanya pengkajian secara menyeluruh, baik aspek biologi, teknis, sosial dan ekonomi. Aspek biologis terkait erat dengan ketersediaan sumber daya ikan yang menjadi target penangkapan. Aspek teknis berhubungan erat dengan teknologi dan armada penangkapan. Aspek sosial terkait erat dengan tenaga kerja (nelayan) dan kesejateraannya serta kemungkinan negatif yang diderita oleh nelayan sekitar. Sedangkan aspek ekonomi yang menyangkut efektivitas dan efesiensi biaya operasional yang kemudian berdampak kepada pendapatan usaha nelayan. Tingkat pendapatan dan keberadaan nelayan dalam operasi penangkapan ikan sangat ditentukan oleh keberadaan dan ketersedian ikan pada fishing ground melalui pengoperasian rumpon. Oleh karena itu proses penangkapan dengan menggunakan rumpon perlu dikaji lebih detail, terutama terkait dengan teknologi penangkapan ikan, komposisi hasil tangkapannya serta dampak negatif yang mungkin terjadi akibat dari pengoperasian rumpon tersebut. Dengan demikian keberhasilan operasi penangkapan dan keberlanjutan kegiatan perikanan ditinjau dari aspek biologis dan ekonomis sangat terkait erat dengan aspek kajian tersebut di atas. Dalam memperkirakan efektivitas operasi penangkapan ikan di sekitar rumpon dengan mengunakan alat penangkapan purse seine, gillnet dan pancing tonda dapat diperkirakan dari perbandingan hasil tangkapan pada tiap-tiap rumpon. Secara teoritis kerangka pemikiran/penelitian ini dirancang untuk melihat kinerja perikanan tangkap skala kecil saat ini, dan berdasarkan kinerja yang ada dapat dilakukan berbagai srategi untuk perbaikan di masa depan atau berbagai alternatif pemecahan permasalahannya. Secara teknis operasional, kerangka pemikiran dibagun berdasarkan pada isu pengelolaan perikanan di wilayah

24 penelitian. Isu pengeloloan perikanan tersebut merupakan fenomena yang timbul dari kondisi sumberdaya perikanan, tingkat eksplotasi sumberdaya perikanan, pengunaan teknologi penangkapan, etika pemanfaatan sumberdaya perikanan dan dampak ekonomi sosial saat ini. Untuk mewujutkan pegelolaan perikanan perikanan yang berkelanjutan, maka dibutukan strategi pengelolaan perikanan yang tepat. Dilihat dari perspektif keberlanjutnnya, belum ada kajian yang komprehensif yang sekaligus mencakup berbagai demensi berkelanjutan yaitu demensi ekologi, ekonomi, sosial, teknologi, dan hukum/kelembagaan, padahal kondisi demensi-demensi tersebut dapat mengambarkan status keberlanjutan perikanan tangkap dan dapat dijadikan sebagai pertimbagan pembangunan perikanan ke depan. Kerangka pemikiran penelitian ini disajikan pada Gambar 1.

25 Pertumbuhan armada yang positif Armada penangkapan atau TPI (1) Purse seine (2) Gillnet (3) Pancing Tonda Kebijakan pengaturan armada Efisiensi dan efektifitas operasi penangkapan (1) Trip operasi cepat (2) Biaya operasional rendah (3) Hasil tangkapan lebih pasti RUMPON (1) Mengkonsentrasikan ikan Dampak negatif (1) Ikan ukuran kecil turut tertangkap (2) Tangkapan nelayan Migrasi ikan Gambar 1 Bagan alir kerangka pemikiran penelitian.

26 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumpon Rumpon adalah suatu benda menyerupai pepohonan yang dipasang di suatu tempat di laut. Menurut SK Mentan No. 51/Kpts/IK.250/1/97, rumpon didefinisikan sebagai alat bantu, penangkapan ikan yang dipasang dan ditempatkan pada perairan laut. Berdasarkan tempat pemasangan dan pemanfaatan rumpon menurut SK tersebut, dikategorikan ada 3 jenis rumpon. yaitu : 1) Rumpon perairan dasar adalah alat bantu penangkapan ikan yang dipasang dan ditempatkan pada dasar perairan laut. 2) Rumpon perairan dangkal adalah alat bantu penangkapan ikan yang dipasang dan ditempatkan pada perairan laut dengan kedalaman sampai dengan 200 meter. 3) Rumpon perairan dalam adalah alat bantu penangkapan ikan yang dipasang dan ditempatkan pada perairan laut dengan kedalaman lebih dari 200 meter. Menurut Badan Litbang Perikanan (1992), rumpon yang dikembangkan saat ini dikelompokkan berdasarkan: 1) Posisi dari pemikat atau pengumpul (agregator), rumpon dibagi menjadi rumpon perairan permukaan dan lapisan tengah dan dasar. Rumpon perairan permukaan dan lapisan tengah terdiri dari jenis rumpon perairan dangkal dan rumpon perairan dalam. 2) Kriteria portabilitas, rumpon dikelompokkan menjadi rumpon yang dijangkar secara tetap (statis) dan rumpon yang dijangkar tetapi dapat dipindah-pindah (dinamis). 3) Tingkat teknologi yang digunakan, rumpon dikelompokkan menjadi tradisional dan moderen. Rumpon tradisional umumnya digunakan oleh nelayan tradisional yang terdiri dari pelampung, tali jangkar atau pemberat serta pemikat yang dipasang pada kedalaman m. Rumpon moderen umumnya digunakan oleh perusahaan perikanan (swasta dan BUMN). Komponen rumpon moderen biasanya terdiri dari pelampung yang terbuat dari plat besi atau drum, tali jangkar terbuat dari kabel baja (steel wire), tali sintesis dan dilengkapi dengan swivel, pemberat

27 8 biasanya terbuat dari semen cor. Pemikat yang digunakan umumnya terbuat dari bahan alami dan bahan sintesis seperti ban, pita plastik dan lain-lain (Nahumury 2001). SK Mentan No. 51/Kpts/IK.250/l/97 juga menjelaskan mengenai pengaturan pemasangan dan pemanfaatan rumpon perairan dasar dan dangkal yang lebih jauh diatur oleh Pemerintah Daerah dengan ketentuan sebagai berikut: 1) sampai dengan jarak 3 mil laut diukur dari garis pasang surut terendah pada waktu air surut dari setiap pulau, oleh Pemerintah Daerah Tingkat II; 2) di atas 3 sampai dengan 12 mil laut diukur dari garis pasang surut terendah pada waktu air surut dari setiap pulau, oleh Pemerintah Daerah Tingkat I. Rumpon laut dalam hanya dapat dipasang oleh perusahaan perikanan; serta instansi pemerintah, lembaga penelitian dan perguruan tinggi dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Perusahaan perikanan dapat melaksanakan pemasangan rumpon laut dalam dengan persyaratan tidak boleh, 1) mengganggu alur pelayaran; 2) dipasang dengan jarak pemasangan antar rumpon satu dengan rumpon lain kurang dari 10 mil laut; 3) mengganggu pergerakan ikan di perairan laut; 4) dipasang pada kedalamn perairan kurang dari 200 meter; 5) dipasang dengan jarak kurang dari 12 mil laut diukur dari garis pasang surut pada waktu air surut dari setiap pulau; atau 6) dipasang dengan cara pemasangan yang mengakibatkan efek pagar (zig-zag) yang mengancam kelestarian jenis ikan pelagis. Adanya aturan pemasangan rumpon seperti yang terdapat pada butir ketiga dalam SK Mentan No. 51/Kpts/lK.250/l/97, pada kenyataannya di lapangan tidak selalu dapat diterapkan seperti halnya yang dilaporkan oleh De San (1982) bahwa posisi rumpon yang terbaik adalah daerah yang diketahui sebagai lintasan ruaya ikan, daerah upwelling, water front, arus eddy, dasar perairan yang datar, tidak dekat dengan karang dan berada di ambang suatu palung laut. Rumpon merupakan alat pemikat ikan yang digunakan untuk mengkonsentrasikan ikan sehingga operasi penangkapan ikan dapat dilakukan dengan mudah (Subani 1972). Cara pengumpulan ikan dengan pikatan berupa benda terapung tersebut menurut Sondita (1986), merupakan salah satu bentuk dari fish aggregating device (FAD), yaitu metode benda atau bangunan yang dipakai

28 9 sebagai sarana untuk penangkapan ikan dengan cara memikat dan mengumpulkan ikan-ikan tersebut. Disamping berfungsi sebagai pengumpul kawanan ikan, rumpon pada prinsipnya juga memudahkan kawanan ikan untuk ditangkap sesuai dengan alat tangkap yang dikehendaki. Penggunaan rumpon oleh kapal penangkap ikan juga dapat menghemat waktu dan bahan bakar, karena tidak perlu lagi mencari dan mengejar gerombolan-gerombolan ikan (Subani 1986; Wudianto dan Linting 1988). Monintja (1993) menyatakan lebih lanjut bahwa manfaat yang diharapkan dengan penggunaan rumpon selain menghemat waktu dan bahan bakar juga dapat menaikkan hasil tangkapan per satuan upaya penangkapan, meningkatkan mutu hasil tangkapan ditinjau dari spesies dan komposisi ukuran berdasarkan selektivitas alat Di Indonesia rumpon dikenal dengan berbagai sebutan seperti tendak (Jawa). onjen (Madura), rabo (Sumatera Barat), unjan tuasan (Sumatera Utara) dan rompong (Sulawesi) merupakan FAD skala kecil dan sederhana yang umumnya dibuat dari bahan tradisional, ditempatkan pada kedalaman perairan dangkal dengan jarak 5-10 mil laut ( km) dari pantai dan umumnya tidak lebih dari mil laut (35 km) dari pangkalan terdekat (Mathews et al. 1996). Rumpon di perairan Kei kecil, disebut juga tendak, merupakan rumpon laut dangkal yang sifatnya menetap. Prinsipnya hampir sama dengan jenis rumpon laut dangkal di wilayah lain tetapi keistimewaan pada rumpon ini penggantian dilakukan hanya pada bahan attraktor saja, yaitu apabila kondisi bahan attraktor sudah rusak, biasanya dilakukan dua minggu sekali. Subani (1972) menerangkan bahwa biasanya kegiatan penangkapan di sekitar rumpon dilakukan setelah sepuluh hari rumpon tersebut dipasang. Beberapa hari setelah rumpon ditanam dan bila diketahui bahwa di sekitar rumpon tersebut banyak kerumunan ikan kemudian baru dilakukan operasi penangkapan. Rumpon, baik rumpon laut dalam maupun rumpon laut dangkal secara garis besar terdiri dari empat komponen utama yaitu (1) pelampung atau float, (2) tali panjang atau rope, (3) pemikat ikan atau attraktor (4) pemberat atau sinker. Pada tali yang menghubungkan antara pemberat dan pelampung pada jarak tertentu disisip-sisipkan daun nyiur yang masih melekat pada pelepahnya setelah dibelah menjadi dua. Panjang tali bervariasi. tetapi pada umumnya adalah 1,5 kali kedalaman

29 10 laut tempat rumpon tersebut ditanam. Lebih jauh dikemukakan pula bahwa rumpon di laut dangkal umumnya dipasang pada kedalaman antara meter. Setelah dipasang kedudukan rumpon ini ada yang dapat diangkat-angkat, tetapi ada pula yang bersifat tetap tergantung pada pemberat yang digunakan (Subani 1986). Tim Pengkajian Rumpon Institut Pertanian Bogor (1987) mengemukakan bahwa persyaratan umum komponen-komponen dari konstruksi rumpon adalah : 1) Pelampung (float); mempunyai kemampuan mengapung yang cukup baik (bagian yang mengapung di atas 1/3 bagian), konstruksi cukup kuat, tahan terhadap gelombang, mudah dikenali dari jarak jauh dan bahan pembuatnya mudah diperoleh. 2) Pemikat (Attraktor); mempunyai daya pikat yang baik terhadap ikan, tahan lama, mempunyai bentuk seperti posisi potongan vertikal dengan arah ke bawah dan terbuat dari bahan yang kuat, tahan lama dan murah. 3) Tali-temali (rope); terbuat dari bahan yang kuat dan tidak mudah busuk, harga relatif murah, mempunyai daya apung yang cukup untuk mencegah gesekan terhadap benda-benda lainnya dan terhadap arus dan tidak bersimpul (less knot). 4) Pemberat (sinker); bahannya murah, kuat dan mudah diperoleh serta massa jenisnya besar, permukaannya tidak licin dan dapat mencengkeram. Boy dan Smith (1984) menerangkan bahwa appendage atau attraktor yang berupa daun kelapa. tyrewall, jaring dan kumpulan tali-temali yang diikatkan pada bagian rakit telah berhasil meningkatkan efektivitas runpon dalam memikat kelompok ikan. Idealnya, appendage diikatkan pada jarak 5 sampai 20 meter di bawah laut, sehingga pada keadaan ini merupakan daerah primary production dan permulaan terjadinya rantai makanan (food veb). Appendage akan menghimpun sumber makanan bagi ikan-ikan kecil yang kemudian akan dimangsa oleh ikan-ikan sedang pada akhirnya akan berkumpul ikan-ikan besar, termasuk cakalang dan tuna. Ikan-ikan akan mulai berkumpul pada daerah ini sekitar tiga sampai empat minggu setelah rumpon ditanam pada suatu lokasi perairan (De San 1982 yang diacu oleh Poeng 1987). Keng (1978) mengemukakan bahwa attraktor alami seperti daun kelapa (Cocos nucifera Linn), daun kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) dan daun aren (Arenga saccharifera Labill) masuk ke dalam famili yang sama yaitu famili Cycadaceae, hanya genus dan spesiesnya saja yang berbeda. Bentuk fisik diantara ketiganya

30 11 hampir sama, yaitu : pohon tinggi, bentuk daun pinnate atau palmate (seperti kipas), pelepah daun berserabut, tidak kasar dan bentuknya tidak tubular serta buah simetris. Soedharma (1994) menyatakan bahwa hal yang perlu diperhatikan pada rumpon adalah penggantian attraktor secara berkala, karena attraktor merupakan komponen yang paling mudah rusak dibandingkan komponen rumpon lainnya. Umumnya penggantian rumpon di perairan Teluk Lampung dilakukan dua bulan sekali. Attraktor yang digunakan adalah daun kelapa atau daun pinang. Daya tahan daun kelapa diperkirakan adalah 3-4 minggu. Attraktor yang terlalu lama diletakkan pada rumpon akan menyebabkan semakin sedikit ikan-ikan yang berkumpul di sekitanya. 2.2 Karakteristik Iklim dan Kondisi Perairan Maluku Tenggara Iklim merupakan gabungan berbagai kodisi sehari-hari dimana unsur penyusun iklim utama adalah temperatur dan curah hujan, sehingga untuk mengetahui tipe iklim suatu wilayah perlu mengetahui kerakteristik temperatur dan curah hujan. Suhu rata-rata terendah Kabupaten Maluku Tenggara dalam tahun ditemukan pada bulan Agustus yaitu 23,6 o C dan suhu tertinggi pada bulan Oktober - Nopember yakni 32,5 32,7 C. Suhu udara musim Barat berkisar dari 24,1 31,5 C, pada musim pancaroba 1 berkisar dari 31,3 31,4 C, pada musim Timur 30,1 30,5 C, dan musim Pancaroba 2 berkisar dari 24 32,7 C, sedangkan suhu udara dekat permukaan laut berkisar dari 23 23,5 C (rata-rata 23,3 C) (Rencana Tata Ruang Laut DKP Provinsi Maluku 2006) Iklim Kabupaten Maluku Tenggara adalah tipe A (nilai Q = 0.10) dengan 10 bulan basah, 1 bulan kering dan 1 bulan lembab. Curah hujan di daerah ini memiliki pola Monsun (musiman) dengan ciri distribusi curah hujan bulanan berbentuk V. Musim Barat berlangsung pada bulan Desember hingga Februari, musim Timur pada Juni hingga Agustus, Pancaroba 1 pada bulan Maret hingga Mei dan Pancaroba 2 pada bulan September hingga November. Pengurangan jumlah curah hujan terjadi saat pertengahan musim Timur (Juni-Agustus) hingga pertengahan musim Pancaroba 2 (Oktober), tetapi melimpah pada saat musim Barat hingga akhir Pancaroba 1. Nilai rata-rata curah hujan terendah dalam 5 tahun terakhir dicapai pada bulan Agustus yakni 50,8 mm. Terindikasi bahwa jumlah curah hujan Agustus September semakin menurun

31 12 sejak tahun 2007 sampai sekarang, dan dua bulan ini tergolong bulan sangat kering. Secara umum terlihat bahwa saat musim Barat dan Pancaroba 1, curah hujan melimpah sepanjang tahun dengan rata-rata > 300 mm dan hari hujan ratarata hari. 2.3 Alat Tangkap dan Metode Operasi Penangkapan Ikan di Sekitar Rumpon di Perairan Maluku Tenggara Alat tangkap yang biasanya dioperasikan dalam penangkapan ikan di sekitar rumpon antara lain adalah pancing, gillnet, huhate dan pukat cincin (Subani, 1986). Berdasarkan SK Mentan No. 51/Kpts/IK.250/I/97, pemanfaatan rumpon perairan dalam di Indonesia hanya dapat dilakukan oleh perusahaan perikanan dalam bentuk kerjasama dengan nelayan (pola perikanan inti rakyat). Alat tangkap yang digunakan adalah purse seine dan lokasi yang diperbolehkan adalah Zona Ekonomi Eklusif Indonesia dengan pemasangannya minimal 20 mil laut dari batas terluar laut wilayah. Pemanfaatan rumpon perairan dalam oleh nelayan kecil hanya boleh dilakukan dengan menggunakan pancing ulur (handline) atau pancing tonda Metode operasi penangkapan ikan dengan purse seine Pengoperasian pukat cincin pada umumnya masih berada sekitar perairan Maluku Tenggara di perairan Kei Besar, perairan Kei Kecil, perairan Kur yang berada dalam kedalaman m. Berdasarkan wawancara dengan nelayan di Maluku Tenggara mereka masih memperoleh hasil tangkapan yang relatif tinggi. Penangkapan dengan purse seine di daerah ini menggunakan alat bantu rumpon, sehingga dalam kegiatan pengoperasian nelayan sudah mengetahui daerah penangkapan yang jelas. Nelayan pukat cincin yang melakukan kegiatan penangkapan masih didasarkan pada kegiatan penangkapan sebelumnya, jika penangkapan sebelumnya memperoleh hasil tangkapan yang banyak maka penangkapan yang berikutnya tidak akan jauh dari daerah sebelumnya. Berdasarkan pengamatan langsung dalam 14 trip operasi penangkapan dan wawancara dengan nelayan pukat cincin, umumnya nelayan berangkat pada pagi hari (sekitar pukul WIT) hingga menjelang siang yaitu sekitar pukul 7.00 WIT dan selesai atau kembali ke pantai sekitar pukul 9.00 WIT. Informasi dalam metode operasi penangkapan pukat cincin dibagi kedalam beberapa tahap yaitu meliputi tahap persiapan, penurunan jaring dan penarikan jaring.

32 13 1) Tahap persiapan Tahap persiapan merupakan tahap yang harus dilakukan setiap sebelum penangkapan ikan. Tahap persiapan ini meliputi kegiatan pemeriksaan mesin baik mesin utama maupun mesin johnson, pemeriksaan alat tangkap, penyiapan bahan bakar, (minyak tanah, bensin, oli), es, serta bahan komsumsi. Hal ini dilakukan untuk memperlancar kegiatan penangkapan ikan. 2) Kapal pukat cincin berangkat menuju rumpon yang merupakan daerah penangkapan ikan (fishing ground). Pada umumnya membutukan waktu sekitar menit untuk menuju daerah penangkapan. Penentuan daerah penangkapan ikan (rumpon) yang tepat yang akan menjadi tujuan daerah penangkapan berdasarkan hasil pemantauan oleh nelayan pemantu yang telah dilakukan pada malam harinya sebelum kapal pukat cincin berangkat, dan jika kegiatan penangkapan sebelumnya mendapatkan hasil tangkapan yang banyak, maka kegiatan penangkapan berikutnya tidak akan jauh dari daerah penangkapan (rumpon). 3) Setting Setelah tiba di daerah penangkapan ikan (rumpon), kemudian dilakukan proses setting yang diawali dengan penurunan pukat cincin pada bagian kantong dari kapal utama yang berada di bagian buritan sebelah kiri. Tali selembar pada bagian pukat cincin dilemparkan pada kapal johnson untuk dilakukan proses setting. Kapal johnson menunggu proses setting hingga selesai untuk melakukan proses selanjutnya yaitu penarikan purse line. Proses pelingkaran gerombolan ikan oleh kapal utama harus dilakukan dengan kekuatan penuh. Hal ini dilakukan agar gerombolan ikan yang menjadi target tidak lolos baik dari arah horisontal maupun vertikal. Proses pelingkaran gerombolan ikan membutukan waktu sekitar 5-10 menit. Dalam satu trip nelayan pukat cincin melakukan setting atau tawur rata-rata sebanyak 1-2 kali. Hal ini sangat ditentukan oleh jumlah hasil tangkapan yang diperoleh. 4) Hauling Setelah proses pelingkaran gerombolan ikan selesai oleh kapal utama (lambut), salah satu nelayan yang berada pada kapal utama melempar purse

33 14 line dengan kekuatan penuh yang arahnya menjauh kapal utama. Pada saat dilakukan penarikan purse line oleh kapal johnson, proses penarikan pukat cincin juga dilakukan oleh nelayan pada kapal utama. Setelah proses penarikan purse line selesai, kapal johnson kembali dan mendekati pukat cincin yang sudah membentuk sebuah mangkok, kemudian dilakukan pengangkatan pelampung yang berada di kantong. Penarikan pukat cincin selesai hingga tersisa bagian kantong, maka dilakukan pengangkutan hasil tangkapan oleh nelayan yang berada pada kapal johnson untuk diletakan pada kapal johnson. Proses penarikan pukat cincin hingga selesai membutuhkan waktu menit. 5) Penanganan hasil tangkapan Penarikan pukat cincin hingga bagian kantong, ikan hasil tangkapan diambil oleh nelayan yang berada pada kapal johnson dengan menggunakan serok untuk ditempatkan pada kapal johnson. Pukat cincin yang selesai digunakan untuk kegiatan penangkapan ikan, disusun dan dirapikan kembali sebagai persiapan untuk kembali ke pantai Metode operasi penangkapan ikan dengan gillnet Pengoperasian gillnet permukaan meliputi 3 tahap, yaitu setting,soaking, dan hauling. Setting merupakan kegiatan menurunkan jaring ke perairan. Kegiatan ini biasanya dilakukan pada pagi hari pukul Soaking atau perendaman merupakan tahap selanjutnya yaitu alat tangkap jaring dibiarkan terendam atau terhanyut dalam air dengan posisi tegak lurus terhadap arus. Selanjutnya tahap terakhir hauling, yaitu proses penangkapan jaring yang dilakukan tiap piece. Kegiatan ini biasanya dilakukan pada siang hari pukul dan sore hari pukul WIT. Pengangkatan atau penarikanan jaring dilakukan mulai dari pangkalan jaring yang ditempatkan pada kapal dan berakhir pada ujung jaring yang berbeda dekat dengan pelampung tanda. Penarikan jaring pada alat tangkap jaring nilon dilakukan secara manual oleh nelayan (ABK). Ikan yang terjerat dilepaskan bersamaan dengan pengangkatan bagian jaring yang lainnya. Kemudiaan jaring yang sudah diangkat tersusun secara teratur pada badan kapal, disiapkan untuk setting selanjutnya.

34 15 Daerah operasi penangkapan gillnet permukaan meliputi perairan Kei Besar, Kei Kecil dan perairan Kur. Jarak dari fishing base ke finhing ground bisa mencapai 1 2 mil laut. Waktu yang diperlukan untuk mencapai fishing ground antara menit. Sementara itu kegiatan operasi penangkapan ikan dengan alat tangkap gillnet pemukaan dalam satu kali trip penangkapan berkisar 1 hari dihitung mulai dari awal keberangkatan sampai kembali ke fishing base Metode operasi penangkapan ikan dengan pancing tonda Pancing tonda di perairan Maluku Tenggara beroperasi pada bulan Juni sampai September. Kontruksi pancing tonda sangat sederhana dan mudah dioperasikan. Saat pengoperasian pancing tonda berlangsung, apabila ikan terpancing pada salah satu mata pancing, maka pancing yang lain juga harus digulung agar tidak tersangkut tali pancing yang umpannya tidak dimakan ikan. Oleh karena itu dalam satu perahu yang menggunakan tiga unit pancing tonda tidak akan mendapatkan ikan secara bersamaan dalam satu kali towing. Secara umum ukuran mata pancing nomor 5 memberikan hasil tangkapan lebih banyak dibandingkan dengan mata pancing nomor 6 dan nomor 4. Ukuran mata pancing nomor 5 dapat dikatakan lebih efektif untuk pancing tonda yang dioperasikan di perairan Maluku Tenggara, ukuran ini lebih sesuai untuk gerombolan ikan yang ditemui. Ukuran hasil tangkapan dari mata pancing nomor 6 lebih kecil dibandingkan dua ukuran mata pancing yang lain, karena ukuran mata pancing ini lebih kecil. Ukuran mata pancing nomor 5 memberikan hasil tangkapan tongkol yang lebih banyak dibandingkan ukuran mata pancing yang lain. Banyaknya tongkol yang tertangkap oleh mata pancing nomor 5 diduga karena ukuran mata pancing tersebut lebih tepat dibandingkan ukuran ukuran mata pancing lain dan jumlah kegagalan (lolos atau lepas) yang sedikit. Selama penelitian ini berlangsung kisaran waktu seting pertama antara pukul sedangkan kisaran waktu setting kedua berkisar antara pukul Hal ini disesuaikan dengan tingkah laku makan ikan tongkol, yang meningkat intensitas makannya pada pagi dan sore hari. Oleh karena itu, ikan tongkol lebih banyak tertangkap pada pagi dan pertengahan antara siang dan sore hari.

35 16 Hal lain yang perlu disampaikan adalah apabila salah satu ikan terpancing dan meronta-ronta hingga mengeluarkan darah, maka ikan yang berada di sekitarnya akan berenang menjauh dengan cepat. Hal ini menyebabkan sedikitnya jumlah hasil tangkapan pancing tonda dibandingkan dengan alat tangkap lainnya. Saat operasi penangkapan berlangsung benang pancing beberapa kali sempat terputus, dikarenakan tergigit oleh ikan besar yang tertangkap atau ukuran ikan yang telah besar. Oleh karena itu disarankan untuk menyiasati putusannya benang tersebut, yaitu dengan menambahkan kawat barlen pada pancing sehingga agak sulit tergigit ikan. 2.4 Ikan Pelagis Menurut Weyl (1970), organisme pelagis adalah organisme yang hidup dikolom perairan yang jauh dari dasar perairan. Selanjutnya Nybakken (1982) menambahkan bahwa organisme pelagis adalah organisme yang hidup di laut terbuka, lepas dari dasar perairan dan disebut sebagai kawasan pelagis. Zona yang masih dapat ditembus cahaya ( m), merupakan zona penting sebagi kawasan produktivitas primer yang disebut zona epipelagik. Zona dibawah epipelagik sampai kedalaman 700 m disebut zona mesopelagik, pada zona ini penetrasi cahaya kurang (keadaan gelap). Ikan-ikan yang terdapat pada kawasan pelagik terdiri dari dua kelompok, yaitu ikan holoepipelagik dan mesopelagik. Holoepipelagik adalah ikan-ikan yang menghabiskan seluruh hidupnya di daerah pelagik, seperti ikan cucut, ikan terbang, ikan tuna, ikan setuhuk dan ikan lemuru. Mesopelagik adalah ikan-ikan yang menghabiskan sebagian hidupnya dikawasan epipelagik seperti dolphin. Kedalaman renang kelompok ikan pelagis tergantung pada struktur suhu secara vertikal. Apabila suhu permukaan air menjadi lebih tinggi, maka jenis-jenis ikan pelagis akan berenang semakin dalam. Hampir semua ikan pelagis berada dalam satu kelompok dan akan naik ke lapisan permukaan pada sore hari. Selanjutnya setelah matahari terbenam, kelompok ikan tersebut menyebar di lapisan pertengahan perairan dan saat matahari terbit akan turun menuju lapisan yang lebih dalam (Gunarso 1985). Gunarso (1985) juga menambahkan bahwa kolom perairan tersebut diduga merupakan batas aman lapisan renang (swimming layer) dari pergerakan ikan pelagis kecil. Ikan pelagis kecil memiliki densitas lebih tinggi di perairan dangkal jika dibandingkan dengan laut dalam. Salah satu faktor yang mempengaruhi hal tersebut

36 17 adalah adanya pengaruh cahaya matahari terhadap ruaya vertikal harian dari kelompok ini. Ayodhyoa (1981), melaporkan hal yang sama dengan pengecualian pada daerah upwelling yang merupakan daerah subur akibat pengangkatan zat hara ke permukaan. Sumberdaya perikanan pelagis kecil diduga merupakan salah satu sumberdaya perikanan yang paling melimpah di perairan Indonesia. Sumberdaya ini merupakan sumberdaya neritik, yang mempunyai sifat hidup di sekitar permukaan, seperti di daerah perairan dekat pantai (Imawati 2003). Secara umum, hampir semua jenis ikan pelagis terdapat di seluruh perairan Indonesia kecuali ikan lemuru (Sardinella lemuru) yang hanya terdapat di Selat Bali dan sekitarnya. Musim penangkapan ikan pelagis kecil yang baik di perairan Indonesia umumnya berlangsung pada peralihan musim timur ke musim barat yaitu sekitar bulan Agustus sampai Desember (Nurhakim et al. 1988). Sama halnya dengan nelayan di perairan utara Jawa, nelayan di perairan Selat Sunda juga mengenal dan membagi musim penangkapan ikan menjadi tiga musim, masing-masing, musim barat, timur dan peralihan. Musim penangkapan ikan di daerah ini berlangsung hampir sepanjang tahun, sebab jenis alat tangkap yang digunakan relatif beragam dan musim ikan jenis tertentu juga berbeda-beda. Ikan-ikan yang berasosiasi di sekitar rumpon umumnya adalah ikan pelagis, seperti ikan layang bulat (Decapterus macrosoma.), layang panjang (Decapterus russelli), kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta.), kembung perempuan (Rastelliger macrosoma), selar hijau (Atule mate), selar kuning (Selaroides leptolepis), selar bentong (Selar crumenophthalmus), lemuru (Sardinella lemuru), tembang (Sardinella fimbriata), tongkol (Auxis thazard) dan lain-lain. Jenis-jenis ini termasuk perenang cepat, beruaya cukup jauh dan sifatnya bergerombol mengelompok. Salah satu sifat ikan pelagis yaitu suka bergerombol merupakan faktor penting bagi pemanfaatan usaha perikanan komersil. Adanya sifat mengelompok ini, menyebabkan ikan dapat ditangkap dalam jumlah besar (Gunarso 1985). Tingkah laku berkelompok pada ikan pelagis juga didasarkan atas jenis dan ukuran yang berbeda pula dimana hal ini akan mempengaruhi pola tingkah laku mengelompok pada suatu gerombolan ikan (Laevastu dan Hayes 1981).

37 18 Gunarso (1985) menyebutkan ada beberapa faktor yang menyebabkan ikan pelagis membentuk kelompok/ bergerombol, yaitu : 1) Sebagai perlindungan diri dari pemangsa (predator) 2) Mencari dan menangkap mangsa untuk tujuan pemijahan 3) Bertahan pada musim dingin 4) Untuk melakukan ruaya dan pergerakan serta karena adanya pengaruh dari faktor-faktor yang ada di sekitarnya. Menurut Mathews el al. (1996), rumpon menarik tiga spesies komersial penting yaitu : 1) Madidihang (yellowfin) Thunnus albacares umumnya juvenil, tertarik dalam jumlah yang banyak dan tertangkap oleh kapal hand line kecil; 2) Layang (Decapterus spp.) di Sulawesi Utara dikenal "malalugis" ditangkap di sekitar rakit oleh mini purse seine yang dikenal dengan "soma pajeko'' yang berukuran antara meter dengan mesin luar (motor tempel) HP dan panjang jaring yang tidak kurang dari 200 meter. 3) Cakalang (Katsuwonus pelamis L.) kecil yang tertangkap oleh soma pajeko sebagai suatu hal yang menarik, namun sangat tidak penting karena merupakan tangkapan sampingan dari malalugis (Decapterus spp.); cakalang dipasarkan secara terpisah. Seperti halnya produksi ikan pelagis di laut jawa, di perairan Pasuruan, Selat Sunda juga umumnya didominasi oleh beberapa jenis yang tegolong dalam tiga famili yaitu: Carangidae, Clupeidae dan Scombridae. Menurut Longhurst dan Pauly (1987), jenis-jenis karangid dan klupeid tersebut umumnya hidup di paparan benua (continental shelf) sedang sebagian jenis-jenis skombroid bersifat neritik Ikan layang Ikan layang merupakan salah satu sumber perikanan lepas pantai yang terdapat di Indonesia. Ada lima jenis ikan layang yang ditemukan di perairan Indonesia yaitu: Decapterus russelli, Decapterus makrosoma, Decapterus kuroides, Decapterus maruadsi, Decapterus lajang. Dari kelima jenis tersebut diketahui bahwa Decapterus russelli memiliki penyebaran yang paling luas yaitu mulai dari Kepulauan Seribu hingga Pulau Bawean dan Pulau Masalembo (Nontji 1993).

38 19 Ikan layang memiliki bentuk badan seperti cerutu dan sisiknya sangat halus. Bentuk yang demikian memungkinkan ikan tersebut untuk berenang dengan kecepatan tinggi di laut. Ikan layang, meskipun aktif berenang tetapi terkadang juga pasif yaitu pada saat membentuk gerombolan pada suatu daerah yang sempit atau di sekitar benda-benda terapung. Ikan layang sering ditemukan suka bergerombol di sekitar rumpon dengan posisi membelakangi rumpon dan senantiasa menghadap dan menentang arus (Asikin 1985). Makanan utamanya adalah jenis avertebrata berukuran kecil. Daerah penyebaran ikan layang ini biasanya mulai dari barat Sumatera, selatan Jawa, timur, selatan dan barat Kalimantan, Nusa Tenggara, Maluku serta Irian Jaya (Direktorat Jenderal Perikanan 1997). Klasifikasi ikan layang menurut Saanin (1984), adalah sebagai berikut; Phyllum : Chordata; Sub Phyllum : Vertebrata; Class : Pisces Sub Class : Teleostei; Ordo : Percomorphi; Sub Ordo : Percoidea; Divisi : Perciformes; Genus : Decapterus, Species : Decapterus russelli, (Rupped) Nama Indonesia : Layang Nama Kei : Momar Merah Gambar 2 Layang (Decapterus russelli) (Balai Penelitian Perikanan Laut, 1992).

39 Ikan selar Ikan selar termasuk dalam kelompok ikan pelagis kecil dari famili Carangidae. Menurut Direktorat Jenderal Perikanan (1997) terdapat dua jenis ikan selar yang umumnya tertangkap di perairan Indonesia yaitu selar kuning (Selaroides leptolepis) dan selar bentong (Selar crumenophthalmus). Ikan selar kuning (Selaroides leptolepis) memiliki bentuk badan yang lonjong, pipih. Bagian atas tubuhnya berwarna hijau kebiruan, bagian bawah berwarna putih keperakan. Terdapat pita warna kuning keemasan membujur mulai dari mata sampai sirip ekor. Pada tutup insang bagian atas terdapat bintik warna gelap. Ikan selar bentong (Selaroides leptolepis) memiliki bentuk badan dan warna yang sama dengan selar kuning tetapi memiliki mata yang lebih besar dan warna sirip keabu-abuan atau pucat. Ikan selar hijau (Atule mate) juga tennasuk famili Carangidae yang memiliki ciri hampir sama dengan ikan selar kuning. Perbedaanya pada ikan selar hijau terdapat pita warna hijau membujur mulai dari mata sampai sirip ekor. Memiliki adipose eyelid, kecuali pada bagian pipih yang terdapat vertical sin. Daerah penyebaran ikan selar hijau (Atule mate) selain di Indonesia ikan ini juga terdapat di Samudera Hindia bagian barat dan timur (FAO 2002). Ikan selar kuning (Selaroides leptolepis) dan selar bentong (Selar crumenophthalmus) menyebar di wilayah perairan timur Sumatera, utara Jawa, Selat Malaka, barat Sumatera, timur Kalimantan, utara dan selatan Sulawesi, Maluku serta irian Jaya (Direktorat Jenderal Perikanan 1997). Klasifikasi selar menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut: Phyllum : Chordata; Sub Phyllum : Vertebrata; Class : Pisces; Sub Class : Teleostei; Ordo : Percomorphi; Sub Ordo : Percoidea; Ordo : Percomorphi; Famili : Caranggidea;

40 21 Sub Famili : Caranginae; Genus : Caranx; Sub Genus : Selar Species : Selar crumenophthlmus; Selarouides leptolepsis Nama Indonesia : Selar Nama Kei : Kawalinya Gamabar 3 Selar (Selarroides leptolepsis) (Balai Penelitian Perikanan Laut, 1992) Ikan kembung Ada dua jenis ikan kembung yang terdapat di perairan Indonesia yaitu kembung lelaki/banyar (Rastrelliger kanagurta) dan kembung perempuan (Rastrelliger brachyosoma). Ikan kembung lelaki memiliki bentuk badan yang langsing, mempunyai warna lebih cerah, punggung berwarna kehijau-hijauan dan bagian bawahnya berwarna putih kekuningan, dihiasi bintik hitam pada bagian punggungnya dari depan ke belakang. Ikan kembung perempuan memiliki bentuk badan yang lebih lebar dan pendek, berwarna biru kehijauan pada bagian punggung dan putih keperakan pada bagian perutnya. Secara umum Saanin (1984) menggambarkan ikan kembung berbentuk cerutu, tubuh dan pipinya ditutupi sisik-sisik kecil, bagian dada agak lebih besar dari bagian lainnya. Ikan kembung (Rastelliger spp.) hidup dengan memakan, plankton (plankton feeder) sebagai makanannya. Ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) memakan plankton berukuran besar tapis insang yang lebih kasar dibandingkan tapis insang yang terdapat pada ikan kembung betina (Rastrelliger neglectus)

41 22 yang memakan plankton berukuran kecil seperti diatom dan larva kopepoda (Nontji 1993). Daerah penyebaran utama ikan kembung di Indonesia adalah perairan barat, timur dan selat kalimantan, selat malaka, barat dan timur Sumatera, utara dan selat jawa, nusa Tenggara utara dan selat Sulawesi Maluku serta Irian Jaya (Direktorat Jenderal perikanan 1979). Klasifikasi kembung menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut: Phyllum : Chordata; Sub Phyllum : Vertebrata; Class : Pisces; Sub Class : Teleostei; Ordo : Percomorphi; Sub Ordo : Percoidae; Famili : Caranggidae; Genus : Rastrelliger, Sub Genus : Selar Species : Rastrelliger brachyssoma, (Bleeker) Rastrelliger neglatus, (Van Kampen) Rastrelliger kanagurta, (Cuver) Nama Indonesia : Kembung Nama Kei : Lema Gambar 4 Ikan kembung lelaki (Rastrellige kanagurta) (Balai Penelitian perikanan laut, 1992).

42 Ikan tongkol Ikan tongkol termasuk dalam famili scombridae yang umumnya hidup bergerombol. Bentuk badannya secara umum seperti cerutu dan kulit yang licin, berwarna biru keperakan. Ikan ini dikenal sebagai ikan berenang cepat dan terkuat anara ikan-ikan laut yang ada disamping ikan tenggiri (Pakpahan 1999 dalam Imawati 2003). Ikan tongkol (Auxis thazard) memakan nekton dan zoobentos sebagai makanan utamanya. Daerah penyebaran ikan tongkol di Indonesia meliputi perairan Maluku, laut sawu, Samudara Indonesia, sebelah selatan Nusa tenggara dan barat Sumatera. Klasifikasi tongkol menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut: Phyllum : Chordata; Sub Phyllum : Vertebrata; Class : Pisces; Sub Class : Teleostei; Ordo : Percomorphi; Sub Ordo : Percoidae; Famili : Scombridae; Genus : Auxis thazard, Sub Genus : Tongkol Species : Auxis thazard (Lacepede, 1802) Nama Indonesia : Tongkol Nama Kei : Komu Gambar 5 Tongkol (Auxis thazard) (Balai Penelitian Perikanan Laut, 1992).

43 Ikan tenggiri Ikan tenggiri biasa juga disebut: Spaniard, Narrow-Barred Spanish Mackerel, Kingfish, King Makerel. Ikan tenggiri sangat digemari masyarakat baik nasional maupun internasional dan di Indonesia ikan tenggiri merupakan komoditas ekspor. Ikan tenggiri termasuk dalam kelas: Atinopterygii, Ordo: Percifformes, Famili: Scombridae, Genus: Scomberomorus, Spesies: Scomberomorus commerson. Distribusi ikan tenggiri di seluruh dunia tersebar pada daerah: Pasific Barat: Laut Merah dan Afrika Selatan sampai Asia Tengggara, Utara sampai ke Cina dan Jepang dan dari Australia Utara sampai Tenggara, Fiji serta laut Maditerania Timur, Tenggara Atlantik: Pulau St. Helena dengan lintang 40 U 45 S (Okiyama 1993), temperature C (65 88 Farenheit). Adanya ikan tenggiri di Laut Mediteranian bagian timur disebabkan migrasinya ikan-ikan yang berada di Laut Merah masuk ke perairan tersebut melalui Teruan Suez, yang dikenal dengan lessepian migration. Ikan tenggiri adalah salah satu ikan Lessepian dari 54 species ikan yang diketahui, nama tersebut diambil dari nama orang Perancis yang membangun terusan suez yaitu Ferdinand de Lesseps. Ikan tenggiri di daerah ini pertama kali dicatat sejak tahun 1935 dan sekarang umumnya didapatkan pada penangkapan dengan jarring dan pukat cincin (Golani 1988). Selanjutnya dikatakan bahwa tenggiri diderah mediteranian populasi semakin meningkat dan juga merupakan competitor dari indigenenous species Argyrosomus regius yang merupakan ikan yang biasa ditangkap sebagai ikan komersil di Israel, yang sejak tahun 1980 an sudah hampir punah. Kedua ikan ini merupakan picivora sehingga keduanya menggunakan niche yang sama. Klasifikasi tenggiri menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut: Phyllum : Chordata; Sub Phyllum : Vertebrata; Class : Pisces; Sub Class : Teleostei; Ordo : Percomorphi; Sub Ordo : Scombridea;

44 25 Famili : Scombridae; Genus : Scomberomorus commersoni, Sub Genus : Tenggiri Species : Scomberomorus commersoni (Lacepede, 1802) Nama Indonesia : Tenggiri Gambar 6 Tenggiri (Scomberomorus commersoni) (Balai Penelitian Perikanan Laut, 1992). 2.5 Tingkah Laku Ikan di Sekitar Rumpon Untuk mengembangkan usaha di bidang penangkapan ikan, maka sangat dibutuhkan pengetahuan yang cukup tentang tingkah laku ikan yang hendak ditangkap. Pengetahuan tentang tingkah laku ikan terutama faktor makanan, seperti apa saja yang menjadi makanan dan bagaimana ikan-ikan di sekitar rumpon makan menjadi sangat penting untuk keberhasilan dalam penangkapan. Ada beberapa pendapat tentang keberadaan ikan di sekitar rumpon seperti yang dikemukakan oleh Asikin (1985) sebagai berikut: 1) Ikan-ikan itu senang bersembunyi di bawah bayang-bayang daun rumpon; 2) Rumpon itu sebagai tempat berpijah bagi beberapa jenis ikan tertentu; 3) Rumpon sebagai tempat berteduh bagi beberapa jenis ikan tertentu; 4) Rumpon itu sebagai tempat berteduh bagi beberapa jenis ikan yang mempunyai sifat fototaksis negatif. Akan tetapi pendapat tersebut masih perlu dikaji, karena kurang tepat terutama alasan pada butir (4), karena semua ikan pada prinsipnya memiliki sifat fototaksis positif, sebab kalau tidak letak matanya harus berada di bagian bawah sisi

45 26 kepalanya. Kecuali jenis ikan yang hidup di muara-muara sungai dan membenamkan diri di lumpur atau ikan yang biasa hidup di sungai di bawah tanah (Subani 1986). Alasan pada butir (3), juga kurang tepat bagi sebagian besar ikan kecuali pengamatan berdasarkan penangkapan ikan torani yang menggunakan pakaja sebagai rumpon, yang saat itu tertangkap pada waktu bertelur. Teori tentang keberadaan ikan di sekitar rumpon juga dikemukakan oleh Samples dan Sproul (1985) sebagai berikut: 1) Rumpon sebagai tempat beteduh (shading place) bagi beberapa jenis ikan tertentu; 2) Rumpon tempat mencari makan (feeding ground) bagi ikan-ikan tertentu; 3) Rumpon sebagai tempat berlindung dan predator bagi ikan-ikan tertentu; 4) Rumpon sebagai titik acuan navigasi (reference point) bagi ikan-ikan tertentu yang beruaya. Selain itu, masih ada lagi pendapat lain yaitu rumpon sebagai tempat stasiun pembersih (cleaning place) bagi ikan-ikan tertentu, contohnya dolphin dewasa umumnya akan mendekati bagian bawah floating objects dan menggesekkan badannya (Gooding dan Magnuson 1967). Dari beberapa jurnal sejak tahun ( ) juga ada teori yang menyatakan rumpon sebagai tempat berasosiasi/bermain (association place) bagi jenis-jenis ikan tertentu. Menurut Subani (1972)dan, Sondita (1986), ikan yang berukuran kecil pertama kali tertarik di sekitar rumpon, kemudian disusul ikan berukuran besar. Rumpon merupakan arena makan (bodig ground) dan dimakan yang terjadi sesuai dengan rantai makanan. Permulaan terjadinya arena ini dimulai dengan tumbuhnya bakteri dan mikroalga ketika rumpon pertama kali dipasang. Kemudian makluk-mahluk renik ini bersama hewan-hewan kecil menarik perhatian ikan-ikan pelagis berukuran kecil. ikanikan pelagis ini menarik perhatian ikan-ikan yang berukuran besar untuk memakannya. Subani (1986) dalam tulisannya mensinyalir adanya pendapat lain tentang keberadaan ikan di sekitar rumpon yang berkenaan dengan faktor makanan yakni, ikanikan memakan daun nyiur (rumbai-rumbai attraktor) dan organisme yang menempel pada rumpon. Akan tetapi dalam kaitan ini seperti yang sudah dilaporkan sebelumnya oleh Subani (1972) menyatakan bahwa tidak benar ikan-ikan di sekitar rumpon memakan daun-daun rumpon (kelapa). Pernyataan ini diperkuat oleh Djatikusumo

46 27 (1977) berdasarkan atas pengamatan isi perut ikan di sekitar rumpon, yang diketahui ternyata makanan ikan berasal dan jenis-jenis plankton dan bukan daun-daun kelapa. Berdasarkan hal ini diduga bahwa rumpon merupakan tempat ikan berlindung dari serangan predator. Pendapat ini ditegaskan pula oleh pendapat Subani (1972) yang menyebutkan bahwa rumpon yang dipasang pada suatu perairan akan dimanfaatkan oleh kelompok ikan lemah (tidak memiliki alat pertahanan diri alami seperti duri-duri keras pada sirip, kepala, ekor atau bagian tubuh lainya, juga tidak memiliki gigi yang kuat pada mulutnya) sebagai tempat berlindung dari serangan predator. Kelompok jenis ini akan berenang dengan mengusahakan agar posisi tubuhnya selalu membelakangi bangunan rumpon. Teori tentang berkumpulnya ikan di sekitar rumpon oleh faktor makanan juga diperkuat oleh Soemarto (1962) yang mengungkapkan dalam area rumpon terdapat plankton yang merupakan makanan ikan yang lebih banyak dibandingkan di luar rumpon. Selanjutnya disebutkan juga bahwa perairan yang banyak planktonnya akan menarik ikan pemakan plankton untuk mendekat dan memakannya. Menurut Subani (1986) ikan-ikan yang berkumpul di sekitar rumpon laut dangkal umumnya jenis ikan pelagis kecil seperti : ikan layang (Decapterus spp.), kembung (Rastrelliger spp.), selar (Selaroides leptrolepis), lemuru (Sardinellta spp.), tongkol (Auxis thazard) dan bawal hitam (Formio niger). Ikan-ikan tersebut merangsang ikan pelagis besar untuk mendatangi gerombolan ikan itu dan memangsanya. Jenis ikan yang berkumpul pada rumpon laut dalam yaitu : cakalang (Katsuwonus pelamis), madidihang (Thunnus albacares), big eye (Thunnus obesus), tongkol (Euthynnus affinis), setuhuk (Makaira spp.), tenggiri (Scomberomorus spp.), lemadang (Corypaena hippurus). 2.6 Teknologi Penangkapan Ikan Tepat Guna Tujuan teknologi penangkapan ikan tepat guna adalah untuk mendapatkan jenis alat tangkap ikan yang mempunyai keragaman (performance) yang baik ditinjau dari aspek biologi, teknis, sosial dan ekonomi, sehingga merupakan alat tangkap yang cocok untuk dikembangkan. Haluan dan Nurani (1988) mengemukakan bahwa untuk

47 28 menentukan unit usaha perikanan tangkap pilihan digunakan metode skoring mencakup analisis terhadap aspek-aspek sebagai berikut : (1) Aspek biologi mencakup : ukuran mesh size jaring yang digunakan untuk menganalisa selektivitas alat tangkap, jumlah ikan layak tangkap, jumlah komposisi hasil tangkapan dan cara pengoperasian alat tanakap. (2) Aspek teknis mencakup : produksi per trip, produksi per tenaga kerja dan produksi per tahun. (3) Aspek sosial meliputi : jumlah tenaga kerja per unit penangkapan, tingkat penguasahan teknologi dan kemungkinan kepemilikan unit penangkapan ikan oleh nelayan yang diperoleh dari pendapatan nelayan per tahun dibagi inventasi dari unit penangkapan. (4) Aspek ekonomi mencakup : analisis aspek ekonomi dan finansial yaitu penerimaan bersih per tahun dan penerimahan per tenaga kerja per tahun. Sedangkan analisis finansial meliputi penilaian dengan Net Present Value (NPV), Benefit Cost Ratio (Net B/C) dan Internal Rate of Return (IRR). Prinsip dasar untuk penentuan cara skoring terhadap unit perikanan tangkap adalah untuk penilian pada kriteria yang mempunyai satuan berbeda dan penilaiannya dilakukan secara subyektif. Penilaian terhadap semua kriteria secara terpadu dan dilakukan standarisasi nilai dari kriteria masing-masing unit penangkapan ikan. Kemudian skor tersebut dijumlahkan, makin besar jumlah skor berarti lebih baik atau efesien dan sebaliknya ( Purbayanto 1991). Seleksi teknologi menurut Haluan dan Nurani (1993), dapat dilakukan melalui pengkajian-pengkajian aspek bio-tecnico-socio-economik-approach oleh karena itu ada empat aspek yang harus dipenuhi oleh semua jenis teknologi penangkapan yang akan dikembangkan, yaitu: (1) bila ditinjau dari segi biologi tidak merusak atau menggangu kelestarian sumberdaya, (2) secara teknis efektif digunakan, (3) dari segi sosial dapat diterima masyarakat nelayan, dan (4) secara ekonomi teknologi tersebut bersifat menguntungkan. Suata aspek tambahan yang tidak dapat diabaikan yaitu izin dari pemerintah (kebijakan dan peraturan pemerintah).

48 29 Apabila pengembangan perikanan di suatu wilayah perairan ditekankan pada perluasan kesempatan kerja, maka menurut Monintja (1987), teknologi yang perlu dikembangkan adalah jenis unit penangkapan ikan yang relatif dapat menyerap banyak tenaga kerja, dengan pendapatan pemelayan memadai. Selanjutnya menurut Monintja (1987), dalam kaitan dengan peralihan protein untuk masyarakat Indonesia, maka dipilih unit penangkapan ikan yang memiliki produktivitas unit serta produktivitas nelayan pertahun yang tinggi, namun masih dapat dipertanggung jawabkan secara biologis dan ekonomis. Pengembangan jenis teknologi penangkapan ikan di Indonesia perlu diarahkan agar dapat menunjang tujuan-tujuan pembangunan umum perikanan, apabila hal ini dapat disepakati, maka syarat-sayarat pengembangan teknologi penangkapan ikan Indonesia haruslah dapat : (1) Menyediakan kesempatan kerja yang banyak; (2) menjamin pendapatan yang memadai bagi para tenaga kerja atau nelayan; (3) menjamin jumlah produksi yang tinggi untuk menyediakan protein; (4) mendapatkan jenis ikan komoditi ekspor atau jenis ikan yang biasa diekspor; (5) tidak merusak kelestarian sumberdaya ikan. Intesifikasi untuk meningkatkan produksi di bidang perikanan, pada dasarnya adalah penerapan teknologi modern pada sarana dan teknik-teknik yang dipakai, termasuk alat penangkapan ikan, perahu atau kapal dan alat bantu lainnya yang disesuaikan dengan kondisi masing-masing tempat. Namun tidak semua modernisasi dapat menghasilkan peningkatkan produksi dan peningkatkan pendapatan bersih (net income) nelayan. Oleh karena itu, introduksi teknik-teknik penangkapan ikan yang baru harus didahului dengan penelitian dan percobaan secara intensif dengan hasil yang menyakinkan (Wisudo et al., 1994). 2.7 Efektivitas Efektivitas adalah tingkat pencapaian hasil yang telah dicapai terhadap suatu tujuan. Efektivitas (Ef) sama dengan hasil yang telah dicapai atau telah didapatkan dibandingkan dengan tujuan yang telah ditetapkan dan dinyatakan dalam persen (Gibson et al. 1990). Efektivitas dapat pula diartikan perbandingan perbandingan

49 30 antara hasil dengan tujuan dalam persen, dimana apabila nilai efektivitasnya diatas 100% maka dapat dikatakan cukup efektif, sedangkan apabila nilai efektivitasnya di bawah 100% dapat dikatakan kurang efektif. Dengan kata lain bahwa efektivitas sama dengan hasil yang telah dicapai atau telah didapatkan dibandingkan dengan tujuan yang telah ditetapkan dan diyatakan dalam persen. Efektivitas alat tangkap adalah suatu kemampuan alat tangkap untuk mendapatkan hasil tangkapan yang optimum sesuai dengan tujuan penangkapan. Nilai efektivitas alat tangkap bagan motor (lift net) dapat dikategorikan tiga, yaitu: apabila nilainya kurang dari 50% dapat dikatakan alat tangkap tersebut efektivitasnnya rendah, nilai 50% - 80% dikatakan alat tangkap yang cukup efektivitasnya tinggi (Baskoro et al. 2006). Menurut Fridman (1988) bahwa hasil tangkapan suatu alat tangkap dipengaruhi efektivitas alat dan efesiensi cara operasi. Lebih lanjut dijelaskan pula bahwa efektivitas alat tangkap secara umum tergantung pada faktor-faktor, anatara lain: parameter alat tangkap itu sendiri (rancang bagun dan konstruksi), pola tingkah laku ikan, ketersedian atau kelimpahan ikan dan kondisi oseanografi. Efektivitas daerah penangkapan adalah sebuah konsep dimana di cari perbandingan atau ratio dari hasil tangkapan rata-rata dengan upaya penangkapan rata-rata dalam satu lokasi penangkapan (Mukmimin et al. 2006).

50 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di perairan Maluku Tenggara Kecamatan Kei Kecil Tual selama 6 bulan, dimulai dari tahap persiapan sampai dengan penulisan tesis. Penelitian di lapangan dilakukan selama 3 bulan, dari bulan Agustus 2007 sampai dengan Oktober Lokasi penelitian terletak pada 131, ,95 0 BT dan LS, dengan batasannya sebagai berikut: (1) Sebelah utara berbatasan dengan Papua bagian selatan, (2) Sebelah selatan berbatasan dengan Laut Arafura, (3) Sebelah barat berbatasan dengan Laut Banda dan bagaian utara Kepulauan Tanimbar, (4) Sebelah timur berbatasan dengan Kepulauan Aru. Peta lokasi penelitian ini disajikan pada Gambar 7. Lokasi Rumpon Peta Penelitian Gambar 7 Peta lokasi penelitian.

51 Alat dan Bahan (1) Rumpon Dalam penelitian ini digunakan dua jenis rumpon, yaitu jenis rumpon rakit bambu dan rumpon drum plastik. Masing-masing jenis rumpon terdiri atas 2 unit rumpon, dan dioperasikan pada kedalaman 200 sampai 300 m. Adapun konstruksi masing masing jenis rumpon disajikan pada Gambar 8 dan Gambar Keterangan gambar 1. Tanda pengenal 2. Rakit bambu 3. Pelepah kelapa 4. Batu pemberat pelepah 5 A t 6 Gambar 8 Rumpon rakit bambu. 3 Gambar 4 Rumpon drum plastik. 4 Keterangan gambar : Rakit bambu 2. Drum plastik (pelampung) 3. Rumah jaga 4. Rangka kayu Gambar 9 Rumpon drum plastik.

52 33 (2) Purse seine Dalam pengambilan sampel digunakan satu unit alat tangkap purse seine yang dikhususkan untuk menangkap ikan pelagis besar dan kecil, dan yang menjadi daerah penangkapannya adalah perairan yang sudah dipasang rumpon. Jenis purse seine yang biasa dipakai oleh nelayan Maluku Tenggara biasa dinamakan jaring bobo dengan ukuran rata-rata m dengan lebar ratarata m. (3) Gillnet Lima piece gillnet merupakan alat tangkap yang banyak digunakan oleh nelayan Maluku Tenggara. Bentuk alat tangkap ini empat persegi panjang yang mempunyai ukuran mata jaring (mezh size) yang sama pada seluruh bagian jaring, yaitu berukuran 14,0 cm (5,5) panjang jaring 1 peace 190 m dan lebar 2-5 m. (4) Pancing tonda Satu unit pancing tonda merupakan alat tangkap yang banyak digunakan oleh nelayan Maluku Tenggara untuk menangkap ikan pelagis, daerah operasi alat tangkap ini biasanya di sekitar rumpon. (5) Plankton net Alat ini digunakan untuk memperoleh sampel fitoplankton, sedangkan untuk mengidentifikasi dan menghitung fitoplankton digunakan mikroskop elektron. (6) Timbangan Timbangan digunakan untuk mengetahui berat ikan hasil tangkapan dengan maksimum skala berat timbangan adalah 10 kg. (7) Papan ukur ikan Papan ukur ikan digunakan untuk mengukur panjang per-ekor ikan hasil tangkapan pada tiap rumpon yang berbeda. (8) Alat tulis dan kamera Alat ini digunakan untuk mencatat waktu operasi dan mengdokumentasikan proses operasi penangkapan pada rumpon maupun jenis hasil tangkapan.

53 Pengumpulan Data Alat tangkap yang digunakan untuk pengumpulan data adalah purse seine, gillnet, dan pancing tonda yang dioperasikan di sekitar rumpon. Sampel kapal ditentukan secara purposif sampling. Jumlah unit masing-masing alat tangkap tersebut adalah sebanyak satu unit purse seine, lima piece gillnet, dan satu unit pancing tonda. Setelah sampel unit penangkapan ditentukan, selanjutnya ditentukan sampel rumpon untuk mewakili dua jenis rumpon yang beroperasi di lokasi penelitian, yaitu rumpon rakit bambu dan rumpon drum plastik dengan jumlah masing-masing 2 unit rumpon. Pengumpulan data dilakukan melalui metode survei, yaitu dengan mengikuti penangkapan ikan, purse seine, gillnet dan pancing tonda di lokasi perairan pemasangan rumpon (pada kedalaman m) selama 14 kali trip operasi penangkapan. Pemilihan jenis alat tangkap purse seine, gillnet, pancing tonda sebagai sampel didasari oleh pemikiran bahwa ketiga alat tersebut dominan beroperasi di sekitar rumpon. Namun demikian komposisi hasil tangkapan, efektivitas diduga berbeda. Kegiatan penangkapan ikan dengan menggunakan ketiga jenis alat tangkap purse seine, gillnet dan pancing tonda dilakukan pula pada lokasi perairan yang tidak menggunakan rumpon. Data yang dikumpulkan meliputi data hasil tangkapan. Disamping melalui kegiatan operasi penangkapan ikan, data juga dikumpulkan melalui wawancara dengan nelayan non rumpon untuk menggali informasi tentang (1) komposisi dan ukuran hasil tangkapan sebelum ada rumpon (2) berbagai dampak negatif yang mungkin dialami setelah ada rumpon. Dengan terkumpulnya data tersebut, diharapkan dapat diketahui dampak pengoperasian rumpon terhadap nelayan sekitar. Data yang dikumpulkan setiap kali trip unit penangkapan meliputi : (1) Jenis dan skala usaha unit penangkapan ikan yang beroperasi pada rumpon yang berbeda (2) Cara pengoperasian ketiga jenis alat tangkap sampel (3) Waktu atau periode operasi penangkapan ikan (4) Tahapan kegiatan operasi penangkapan ikan dan waktu (lama) setiap tahapan

54 35 (5) Komposisi jenis dan jumlah hasil tangkapan (kg) (6) Komposisi ukuran panjang hasil tangkapan (cm) (7) Kondisi arah dan kecepatan arus dilokasi pemasangan rumpon (8) Desain dan konstruksi rumpon. 3.4 Analisis Data Komposisi hasil tangkapan Komposisi jenis hasil tangkapan dianalisis dengan pendekatan deskriptif Pendekatan ini ditujukan untuk mengkaji hasil tangkapan per trip. Hasil analisis disajikan dalam bentuk tabel atau grafik. Ukuran ikan yang diperoleh dari hasil tangkapan purse seine, gillnet dan pancing tonda dikelompokan berdasarkan posisi pemasangan rumpon (pada daerah penangkapan). Berdasarkan kisaran ukuran ikan yang paling dominan pada masing-masing rumpon. Ikan yang tertangkap pada masing-masing alat tangkap, diukur panjang total (cm) yang dibagi dalam dua kelas ukuran, yaitu kecil dan besar berdasarkan hasil tangkapan. ( Tabel 1). Tabel 1 Distribusi frekuensi panjang ikan No Jenis ikan Ukuran Jumlah ikan Keterangan (cm) (ekor) sumber pustaka 1 Kecil Layang < 25 Murniyati (2004) Tongkol < 40 Murniyati (2004) Tenggiri < 55 Pauly dan Martosubroto 2 Besar Layang 25 Murniyati (2004) Tongkol 40 Murniyati (2004) Tenggiri 55 Pauly dan Martosubroto Setelah diperoleh distribusi panjang ikan dari ketiga alat tangkap, dihitung proporsi masing-masing jenis ikan dominan tertangkap dan kelas ukuran ikan. Proporsi setiap jenis ikan, komposisi ukuran hasil tangkapan dihitung dengan rumus: ni P= N i x100%

55 36 Keterangan : n i = jumlah jenis ikan tertentu pada ukuran ke i N i = jumlah seluruh hasil tangkapan jenis tertentu Tabel 2 Persentase komposisi ukuran hasil tangkapan untuk jenis ikan tertentu No Kelas Ukuran Jumlah ikan % 1 kecil 2 besar Pendekatan studi Pengembangan purse seine, gillnet dan pancing tonda di Maluku Tenggara, menghadapi berbagai masalah sebagaimana yang telah di uraikan pada rumusan masalah di depan. Guna mengatasi permasalahan-permasalahan yang ada dalam pengembangan perikanan tangkap di Maluku Tenggara, dalam penelitian dilakukan pendekatan studi terhadap. Karakteristik unit penangkapan ikan serta karakteristik pola operasi setiap setting pada rumpon yang berbeda. ( Tabel 3). Tabel 3 Operasi penangkapan berdasarkan setting pada rumpon dan alat tangkp Operasi penangkapan ikan Trip Setting Purse seine Gillnet Pancing tonda Rumpon bambu Rumpon drum plastik Rumpon bambu Rumpon drum plastik Rumpon bambu Rumpon drum plastik total

56 Efektivitas rumpon Untuk menganalisis efektivitas rumpon yang diujicobakan, dihitung berdasarkan rasio antara ikan yang tertangkap oleh seluruh alat tangkap pada suatu jenis rumpon terhadap total hasil tangkapan dalam seluruh rumpon yang lain. Tingkat efektivitas rumpon ini dihitung dengan rumus berikut: Ei = Keterangan : Ei = efektivitas rumpon i n n j= 1 n i= 1 j= 1 hij X100% hij hij = hasil tangkapan rumpon i oleh alat tangkap j Sedangkan proporsi komposisi jenis hasil tangkapan dari rumpon dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: ni P = x 100 % N Keterangan : P = proporsi satu jenis ikan yang tertangkap pada rumpon n i N = jumlah jenis ikan ke-i = jumlah seluruh hasil tangkapan Efektivitas alat tangkap Menganalisis Efektivitas hasil tangkapan suatu alat tangkap, di definisikan sebagai ratio persentase alat tangkap dengan total tangkapan dari semua alat tangkap di lokasi penelitian. Dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: Ej = n n j= 1 n i= 1 j= 1 hij hij X 100%

57 38 Keterangan : Ej = efektivitas alat tangkap j Hij = hasil tangkapan rumpon i oleh alat tangkap j Teknologi penangkapan tepat guna Tujuan pemilihan teknologi penangkapan ikan tepat guna adalah untuk mendapatkan jenis alat tangkap ikan yang mempunyai keragaman (performance) yang baik ditijau dari aspek biologi, teknis, sosial, dan ekonomi, sehingga merupakan alat tangkap yang cocok untuk dikembangkan. Dalam menentukan teknologi penangkapan tepat guna untuk dioperasikan di rumpon, data hasil survei dievaluasi, melalui pendekatan Multi-Criteria Analysis (MCA), dengan langkahlangkah sebagai berikut: (1) Menentukan nilai skor kriteria Penentuan nilai skor dilakukan dengan skoring. Metode skoring ini digunakan untuk penilaian kriteria yang mempunyai satuan berbeda. Skoring diberikan pada setiap kriteria yang memiliki nilai terendah sampai nilai tetinggi. Dampak pengoperasian rumpon dikaji melalui analisis aspek ekologi, ekonomis, sosial terhadap 3 (tiga) jenis perikanan tangkap yang dianalisis yaitu purse seine, gillnet, dan pancing tonda. Berdasarkan masing-masing aspek tersebut ditetapkan kriteria penilaian, untuk aspek ekologi yang meliputi kecepatan arus, plankton, salinitas dan suhu. Keceptan arus mengakibatkan perpindahan horisontal massa air sehingga mempengaruhi penyebaran ikan dan juga menentukan pergeseran fishing ground. Keberadaan plankton berperan sebagai sumber makanan bagi ikan herbivora. Salinitas, faktor yang mempengaruhi secara langsung penyebaran ikan dan menentukan karakteristik perairan, sehingga keberadaan ikan pada suatu perairan dapat diprediksi. Suhu, faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ikan, aktifitas dan mobilitas gerakan, ruaya, penyebaran, kelimpahan, penggerombolan ikan pada daerah fishing ground. Kriteria aspek ekonomis meliputi penerimaan kotor per tahun, penerimaan kotor per trip, penerimaan kotor per tenaga kerja dan penerimaan kotor per tenaga penggerak kapal. Kriteria aspek sosial meliputi penyerapan tenaga kerja per unit

58 39 penangkapan penerimaan nelayan per unit penangkapan, dan kemungkinan kepemilikan unit penangkapan ikan oleh nelayan, sistim bagi hasil antara nelayan per unit penangkapan. Penililaian kriteria aspek ekologi dilakukan dengan melihat kecepatan arus keberadaan plankton, salinitas dan suhu pada saat operasi penangkapan purse seine, gillnet dan pancing tonda. Skor dan kriteria penilaian yang digunakan disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Kriteria penilaian aspek ekologi Skor Penilaian 1 Sangat mengganggu 2 Mengganggu 3 Cukup mengganggu 4 Tidak mengganggu 5 Tidak mengganggu sama sekali Pengukuran aspek sosial penilaiannya berdasarkan pada kriteria seperti penyerapan tenaga kerja, pendapatan nelayan pertahun dan kemungkinan kepemilikan. Kriteria penilaian penyerapan tenaga kerja yang terserap tiap unit penangkapan dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Kriteria penilaian aspek sosial berdasarkan tanaga kerja Skor Jumah tenaga kerja (ABK) Penilaian 1 3 Kurang baik 2 3 s.d 5 Sedikit baik 3 6 s.d. 8 Cukup baik 4 9 s.d. 11 Baik 5 12 Sangat baik Penilaian berdasarkan pada kriteria pendapan nelayan pertahun dilakukan dapat disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Kriteria penilaian aspek sosial berdasarkan pendapatan pertahun Skor Kisaran Pendapatan (Rp) s.d s.d s.d

59 40 Penilaian kepemilikan operasi penangkapan ikan selama satu tahun disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 Kriteria penilaian aspek sosial berdasarkan kepemilikan pertahun Skor Kisaran kepemilikan (Rp) s.d s.d s.d (2) Multi-Criteria Analysis (MCA) Untuk mengetahui tingkat ketergantungan nelayan Kei Kecil terhadap perikanan tangkap, data dianalisis dengan melakukan identifikasi terhadap indikator-indikator yang mempengaruhi ketergantungan nelayan : 1. Rasio pendapatan dari sektor perikanan dibandingkan dengan pendapatan keseluruhan. 2. Rasio total hari melaut dibandingkan dengan total hari seluruh kegiatan. 3. Rasio perbandingan aset dalam perikanan dengan total keseluruhan aset yang dimiliki. 4. Rasio jumlah anggota yang bekerja di sektor perikanan dibandingkan dengan sektor lain. Untuk mendapatkan satu kesimpulan tingkat ketergantungan nelayan, data dari masing-masing indikator kemudian dianalisis dengan menggunakan Multi Criteria Analysis (MCA). Dengan membuat penilaian, nilai relatif dari indikator yang digunakan diperkirakan dengan formula : W j = a j a j Keterangan : a j = rata-rata nilai dari indikator ke-j W j = nilai relatif dari indikator ke-j

60 41 Selanjutnya dilakukan analisis lanjutan untuk menguji indikator-indikator, dengan menggunakan Sustainability Indicator Score (SIC) dengan formula : Keterangan : SIC = indeks penyokong dari kriteria i S j W j = nilai dari indikator j = bobot relatif dari indikator j SIC = S j W j

61 4. HASIL PENELITIAN 4.1 Keragaman Unit Penangkapan Ikan Purse seine (1) Alat tangkap Pukat cincin (purse seine) di daerah Maluku Tenggara yang menjadi objek penelitian lebih dikenal dengan sebutan jaring bobo. Alat tangkap pukat cicin ini terdiri dari kantong (bund), badan jaring, sayap, jaring pada pinggir badan jaring. (selvedge), tali ris atas (floatline), tali ris bawah (leadline), pemberat (sinkers), pelampung (floats) dan cincin (purse rings). Panjang pukat cicin yang digunakan di Maluku Tenggara berkisar antara m dan lebar berkisar antara m. Kantong sebagai tempat berkumpul ikan terbuat dari bahan PA 210/D12 dan PA 210/D9 dengan ukuran mesh size 0,7 inci 1 inci. Badan jaring terbuat dari bahan PA 210/D6, PA 210/D9 dan PA/210/D12 dengan ukuran mesh size sebesar 1 inci. Bagian sayap yang berfungsi sebagai pagar pencegah gerombolan ikan untuk meloloskan diri atau mencengah ikan keluar dari bagian kantong, terbuat dari bahan PA 210/D6, PA 210/D9 dan PA 210/D12 dengan ukuran mesh size 1,25 inci. Jaring pada pinggir badan jaring (selvedge) terbuat dari bahan PVA 380/D15 dengan ukuran mata jaring (mesh size) 1 inci yang terdiri dari 3 mata untuk arah ke bawah. Tali ris atas (floatline) terbuat dari bahan PVA dengan panjang 410 m, dan diameter tali sebesar 14 mm, sedangkan tali ris bawah (leadline) terbuat dari bahan PVA dengan diameter tali sebesar 14 mm yang memiliki panjang 470 m. Jumlah pemberat dalam suatu unit pukat cincin terdiri dari 2200 buah, dengan berat 100 gr/buah. Pemberat pada pukat cincin memiliki panjang 2,9 cm dengan diameter tengah 2,8 cm yang terbuat dari bahan timah hitam. Jarak antara pemberat berkisar cm. Tali pemberat pada pukat cincin terbuat dari bahan PVA dengan diameter tali 12 mm. Jumlah pelampung dalam satu unit pukat cincin terdiri dari 1100 buah, dengan jarak antara pelampung sekitar cm. Pelampung pukat cincin berbentuk elips dengan panjang 12,7 cm dan diameter tengah 9,5 cm yang terbuat dari bahan sintesis rubber.

62 43 Jumlah cincin dalam satu unit pukat cincin rata-rata terdiri dari 50 buah. Cincin digunakan oleh nelayan pukat cincin di Maluku Tenggara memiliki diameter luar 10 cm dan diameter dalam 6,6 cm. Cincin yang digunakan terbuat dari bahan kuningan dengan jarak antar cincin berkisar 5-10 m. Purse line pada pukat cincin terbuat dari bahan PVA dengan diameter tali 20 mm yang memliki panjang 500 m. Desain jaring pukat cincin dapat di lihat pada Gambar 10. Keterangan : 1. Tali selembar 9. Singker line 2. Pelampung 10. Tali ris atas 3. Tali kolor 11. Tali ris bawah 4. Tali ring 12. Kantong 5. Ring 13. Sayap 6. Pemberat 14. Panjang jaring 7. Selvedge 15. Tinggi jaring 8 Float line Gambar 10 Desain jaring pukat cincin (purse seine) di Maluku Tenggara. (2) Kapal Kapal yang digunakan untuk mengoperasikan pukat cincin menggunakan dua tipe kapal di Maluku Tenggara tipe (two boat sytem) yaitu terdiri atas kapal utama (tipe lembut) yang berfungsi untuk melingkarkan pukat cincin pada saat operasi penangkapan berlangsung dan menarik purse line setelah pelingkaran pukat cincin selesai, dan kapal johnson (slep) yang berfungsi untuk membawa hasil tangkapan ke fishing base. Kedua kapal terbuat dari bahan kayu. Kapal utama (tipe lembut), memiliki ukuran berkisar 13,21-15,63 GT dengan panjang

63 44 (L) antara 17 m, lebar (B) 2,15 m dan dalam (D) 1,90 m (Gambar 11). Sedangkan untuk kapal johnson (slep) (Gambar 12) memiki ukuran 5,40-7,60 GT dengan panjang antara 13 m, lebar 2,20 m dan dalam 1,30 m. Tenaga peggerak yang digunakan untuk kedua kapal adalah sama yaitu menggunakan mesin tempel (outboard) masing-masing berjumlah dua buah dengan kekuatan 40 PK yang bermerek jamaha. Tenaga penggerak pada kedua kapal menggunakan bahan bakar campuran yaitu minyak tanah, bensin dan oli. Gambar 11 Kapal utama (tipe lembut). Gambar 12 Kapal johnson (tipe slep). Kapal utama dilengkapi dengan palka kapasitas dari kapal tersebut dapat memuat hasil tangkapan sekitar 2-3 ton. Palka ini hanya dipergunakan jika pada saat kegiatan penangkapan memperoleh hasil tangkapan yang banyak dan pada

64 45 kapal johnson tidak dapat lagi menampung hasil tangkapan, namun pada umumnya hasil tangkapan yang diperoleh akan diletakkan pada kapal johnson. Kapasitas hasil tangkapan untuk kapal johnson berkisar antara 4-6 ton. Perawatan kapal pukat cincin biasanya dilakukan setiap bulan pada saat tidak melakukan kegiatan penangkapan, yaitu pada saat bulan purnama. Kapal pukat cincin dalam sebulan tidak melakukan kegiatan penangkapan selama 7-10 hari. Perawatan yang dilakukan meliputi pengecetan atau perbaikan-perbaikan jika kerusakan pada apal. (3) Nelayan Anak buah kapal (ABK) kapal pukat cincin berkisar antara orang. Sebagian besar nelayan yang mengoperasikan pukat cincin merupakan penduduk asli daerah setempat. Nelayan merupakan mata pencarian utama dari penduduk setempat. Jika kapal tidak melakukan kegiatan penangkapan terutama pada saat musim kurang ikan. Dalam melakukan kegiatan penangkapan nelayan di bagi atas beberapa tugas mereka bekerja sampingan sebagai petani dan memancing. Pembagian tugas nelayan pukat cincin sebagai berikut: 1. Juragan laut (1 orang), bertugas sebagai penangung jawab dalam pengoperasian kapal utama (lembut) untuk melakukan kegiatan penangkapan ikan; 2. Juru tawur (2 orang ), bertugas melempar pukat cincin pada saat proses setting dilakukan; 3. Juru mesin (2 orang), bertugas dalam masalah mesin baik untuk mesin pada kapal utama maupun kapal johnson 4. Juru pantau (1 orang), bertugas mendeteksi gerombolan ikan 5. Juru pelampung (2 orang), bertugas megatur dan merapikan pelampung sebelum dan sesudah melakukan kegiatan penangkapan ikan; 6. Juru pemberat (2 orang), bertugas mengatur dan merapikan pemberat sebelum dan sesudah melakukan kegiatan penangkapan ikan; 7. Nelayan biasa, yang bertugas menarik merapikan dan memperbaiki pukan cincin jika ada kerusakan; 8. Juru mesin kapal johnson atau slep (1 orang), bertugas menyiapkan kapalnya untuk tempat penampungan ikan hasil tangkapan

65 46 9. Juru hasil tangkapan (2 orang), bertugas mengambil hasil tangkapan untuk ditempatkan pada kapal jhonson, dua orang tersebut berada di kapal johnson bersama juru mesin. Pembagian tugas tersebut sudah menjadi kesepakatan dalam satu unit pukat cincin. Tugas nelayan yang satu dapat dikerjakan juga oleh nelayan yang lain. Berdasarkan seperti pada saat penarikan pukat cincin, juru pelampung, juru pemberat dan juru pantau juga membantu melakukan tugas ini. Kepemilikannya nelayan pukat cincin di Maluku Tenggara terbagi menjadi nelayan pemilik dan nelayan buruh. Nelayan pemilik rata-rata berpendidikan terakhir SMP dan SMA, sedangakan nelayan buruh berpendidikan terakhir dari tingkat SD sampai SMA. Nelayan pemilik umumnya hanya memiliki masingmasing satu unit alat tangkap Gillnet (1) Alat tangkap Jaring insang hanyut yang digunakan dalam penelitian sebanyak 3 unit yang terdiri dari ukuran mata jaring 14,0 cm (5,5 inch) masing-masing sebanyak 3 unit dengan hanging ratio 0,6 (shortening = 0,4). Mezh opening (Mo) dari jaring tersebut diukur secara acak diukur dengan vernier calliper. Bahan jaring yang digunakan polyamid PA (nylon multifilament) D/21 dengan panjang terentang setiap pis 190 m dan lebar 140 mata pada setiap ukuran mata jaring. Pada setiap ujung tali ris atas di pasang pelampung tanda Hizex (PE) dengan diameter 30 cm yang dihubungkan dengan tali PE 5 mm sepanjang 200 cm. (Gambar 13).

66 47 Gambar 13 Desain jaring gillnet di Maluku Tenggara. (2) Kapal Kapal/perahu gillnet yang digunakan nelayan Maluku Tenggara untuk usaha penangkapan ikan umumnya perahu motor tempel yang berukuran kecil dengan panjang sekitar 10 meter dan lebar 1 meter. Kapal tersebut terbuat dari kayu dengan GT 3-5 ton. Tenaga penggerak yang digunakan untuk kapal gillnet adalah mesin tempel (outbord) dengan kekuatan 40 PK bermerek jamaha. Bahan bakar yang digunakan adalah bahan bakar campuran yaitu minyak tanah, bensin dan oli. Daya tahan kapal kurang lebih 7-8 tahun dan daya tahan mesin kurang lebih 6 tahun, tergantung dari perawatan dari pemakaian masing-masing nelayan (Gambat 14). (3) Nelayan Kapal gillnet dioperasikan oleh sekitar 4-6 orang dan sebagian besar nelayan yang mengoperasikan gillnet adalah penduduk asli desa setempat. Sebagai nelayan merupakan mata pencarian utama dari penduduk setempat, sedangkan jika pada saat kapal tidak melakukan kegiatan penangkapan, terutama pada saat musim kurang ikan, nelayan bekerja sampingan sebagai petani dan memancing. Pembagian tugas nelayan gillnet adalah sebagai berikut: 1. Juru mesin (1 orang), bertugas dalam masalah mesin pada kapal gillnet 2 Juru pantau (1 orang), bertugas mendeteksi gerombolan ikan 3. Juru tawur (2 orang), bertugas melempar gillnet pada proses setting dilakukan

67 48 4. Juru pemberat (1 orang), bertugas mengatur dan merapikan pemberat sebelum dan sesudah melakukan kegiatan penangkapan ikan 5. Juru pelampung (1 orang), bertugas mengatur dan merapikan pelampung sebelum dan sesudah melakukan kegiatan penangkapan ikan. Gambar 14 Kapal gillnet di Maluku Tenggara Pancing tonda (1) Alat tangkap Satu unit pancing tonda (Gambar 15) yang digunakan oleh nelayan Maluku Tenggara adalah: (1) Tali pancing terbuat dari polyamide (PA) monofilemen No.60 (2) Mata pancing terbuat dari bahan besi (3) Satu buah pemberat timah seberat 20 gram (4) Penggulung tali dari plastik berdiameter 15 cm (5) Umpan buatan bulu ayam berwarna putih

68 49 Gambar 15 Desain alat pancing tonda. Pemasangan bagian-bagian pancing dimulai dengan memasukkan umpan buatan ke tali pancing pada bagian porosnya, kemudian pemberat dipasang di atas mata pancing. Setelah itu mata pancing diikatkan ke tali pancing sehingga lengkaplah satu unit pancing tonda yang siap dioperasikan. Umpan buatan yang digunakan oleh nelayan setempat adalah bulu ayam berwarna putih. Bahan yang digunakan untuk membuat umpan buatan adalah :Bulu ayam berwarna putih bersih, diambil yang tidak terlalu kaku atau keras dan halus. Bulu demikian berasal dari bagian leher dan dekat bagian ekor ayam. Jumlah bulu yang digunakan sekitar 15 helai dengan panjang 8-12 cm. Pembuatan umpan dengan mengikat bulu ayam menggunakan benang jahit mengelilingi sedotan plastik atau batang bambu tidak terlihat. Satu mata pancing dapat menggunakan 1-3 buah umpan buatan sekaligus,disusun berdasarkan panjang bulu ayam pembentuk umpan. Mata pancing yang digunakan bernomor 4,5 dan 6. Ukuran mata pancing nomor 4 tinggi 6,5 cm dengan lebar 2,8 cm, mata pancing nomor 5 tinggi 5,9 dengan lebar 2,5 cm, mata pancing nomor 6 tinggi 5,2 cm dengan lebar 2,2 cm (Gambar 16).

69 50 Gambar 16 Ukuran mata pancing yang digunakan. (2) Kapal Kapal pancing tonda yang digunakan berukuran 13 X 1.20 X 1 m dengan tenaga penggerak berkekuatan 40 PK sebanyak 1 buah. Pada bagian dalam kapal digunakan untuk tempat peletakan jaring alat pancing tonda (Gambar 17). Gambar 17 Kapal pancing tonda di Maluku Tenggara. (3) Nelayan Nelayan pancing tonda berjumlah 1-2 orang dalam satu perahu. Pembagian tugas bagi nelayan adalah satu orang sebagai juru mudi merangkap sebagai pemancing di bagian buritan perahu, dan yang lain bertugas sebagai pemancing sekaligus mencari tanda-tanda keberadaan ikan.

EFEKTIVITAS PEMANFAATAN RUMPON DALAM OPERASI PENANGKAPAN IKAN DI PERAIRAN MALUKU TENGGARA BENEDIKTUS JEUJANAN

EFEKTIVITAS PEMANFAATAN RUMPON DALAM OPERASI PENANGKAPAN IKAN DI PERAIRAN MALUKU TENGGARA BENEDIKTUS JEUJANAN EFEKTIVITAS PEMANFAATAN RUMPON DALAM OPERASI PENANGKAPAN IKAN DI PERAIRAN MALUKU TENGGARA BENEDIKTUS JEUJANAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PEMANFAATAN RUMPON DALAM OPERASI PENANGKAPAN IKAN DI PERAIRAN MALUKU TENGGARA

EFEKTIVITAS PEMANFAATAN RUMPON DALAM OPERASI PENANGKAPAN IKAN DI PERAIRAN MALUKU TENGGARA EFEKTIVITAS PEMANFAATAN RUMPON DALAM OPERASI PENANGKAPAN IKAN DI PERAIRAN MALUKU TENGGARA Effectiveness of Fish Aggregating Devices In Finsh-Catching Activities In South East Maluku Waters Domu Simbolon

Lebih terperinci

Marine Fisheries ISSN Vol. 2, No. 1, Mei 2011 Hal: 19 28

Marine Fisheries ISSN Vol. 2, No. 1, Mei 2011 Hal: 19 28 Marine Fisheries ISSN 2087-4235 Vol. 2, No. 1, Mei 2011 Hal: 19 28 EFEKTIVITAS PEMANFAATAN RUMPON PADA OPERASI PENANGKAPAN IKAN DI PERAIRAN KEI KECIL, MALUKU TENGGARA (Effectiveness of Fish Aggregating

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI Perairan Selat Bali merupakan perairan yang menghubungkan Laut Flores dan Selat Madura di Utara dan Samudera Hindia di Selatan. Mulut selat sebelah Utara sangat sempit

Lebih terperinci

4. HASIL PENELITIAN 4.1 Keragaman Unit Penangkapan Ikan Purse seine (1) Alat tangkap

4. HASIL PENELITIAN 4.1 Keragaman Unit Penangkapan Ikan Purse seine (1) Alat tangkap 4. HASIL PENELITIAN 4.1 Keragaman Unit Penangkapan Ikan 4.1.1 Purse seine (1) Alat tangkap Pukat cincin (purse seine) di daerah Maluku Tenggara yang menjadi objek penelitian lebih dikenal dengan sebutan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sumberdaya Ikan Pelagis

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sumberdaya Ikan Pelagis 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sumberdaya Ikan Pelagis Ikan pelagis adalah ikan yang hidupnya di dekat permukaan laut. Salah satu sifat ikan pelagis yang paling penting bagi pemanfaatan usaha perikanan yang komersil

Lebih terperinci

PENGAMATAN ASPEK OPERASIONAL PENANGKAPAN PUKAT CINCIN KUALA LANGSA DI SELAT MALAKA

PENGAMATAN ASPEK OPERASIONAL PENANGKAPAN PUKAT CINCIN KUALA LANGSA DI SELAT MALAKA Pengamatan Aspek Operasional Penangkapan...di Selat Malaka (Yahya, Mohammad Fadli) PENGAMATAN ASPEK OPERASIONAL PENANGKAPAN PUKAT CINCIN KUALA LANGSA DI SELAT MALAKA Mohammad Fadli Yahya Teknisi pada Balai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Pustaka Wilayah laut Indonesia kaya akan ikan, lagi pula sebagian besar merupakan dangkalan. Daerah dangkalan merupakan daerah yang kaya akan ikan sebab di daerah dangkalan sinar

Lebih terperinci

BEBERAPA JENIS PANCING (HANDLINE) IKAN PELAGIS BESAR YANG DIGUNAKAN NELAYAN DI PPI HAMADI (JAYAPURA)

BEBERAPA JENIS PANCING (HANDLINE) IKAN PELAGIS BESAR YANG DIGUNAKAN NELAYAN DI PPI HAMADI (JAYAPURA) Tersedia online di: http://ejournal-balitbang.kkp.go.id/index.php/btl e-mail:btl.puslitbangkan@gmail.com BULETINTEKNIKLITKAYASA Volume 15 Nomor 2 Desember 2017 e-issn: 2541-2450 BEBERAPA JENIS PANCING

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Produktivitas 2.2 Musim

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Produktivitas 2.2 Musim 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Produktivitas Secara umum produktivitas diartikan sebagai hubungan antara hasil yang diperoleh secara nyata maupun fisik dengan masukan yang sebenarnya. Artinya produktivitas sama

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

3 METODE PENELITIAN. 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli sampai September 2010. Pengambilan data lapangan dilakukan di wilayah Kabupaten Maluku Tenggara, sejak 21 Juli

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara umum aktivitas perikanan tangkap di Indonesia dilakukan secara open access. Kondisi ini memungkinkan nelayan dapat bebas melakukan aktivitas penangkapan tanpa batas

Lebih terperinci

(Jaring Insang) Riza Rahman Hakim, S.Pi

(Jaring Insang) Riza Rahman Hakim, S.Pi GILL NET (Jaring Insang) Riza Rahman Hakim, S.Pi Pendahuluan Gill net (jaring insang) adalah jaring yang berbentuk empat persegi panjang yang dilengkapi dengan pemberat pada tali ris bawahnya dan pelampung

Lebih terperinci

PENGARUH JUMLAH LAMPU TERHADAP HASIL TANGKAPAN PUKAT CINCIN MINI DI PERAIRAN PEMALANG DAN SEKITARNYA

PENGARUH JUMLAH LAMPU TERHADAP HASIL TANGKAPAN PUKAT CINCIN MINI DI PERAIRAN PEMALANG DAN SEKITARNYA Pengaruh Lampu terhadap Hasil Tangkapan... Pemalang dan Sekitarnya (Nurdin, E.) PENGARUH JUMLAH LAMPU TERHADAP HASIL TANGKAPAN PUKAT CINCIN MINI DI PERAIRAN PEMALANG DAN SEKITARNYA Erfind Nurdin Peneliti

Lebih terperinci

TEKNIK PENANGKAPAN IKAN PELAGIS BESAR MEMAKAI ALAT TANGKAP FUNAI (MINI POLE AND LINE) DI KWANDANG, KABUPATEN GORONTALO

TEKNIK PENANGKAPAN IKAN PELAGIS BESAR MEMAKAI ALAT TANGKAP FUNAI (MINI POLE AND LINE) DI KWANDANG, KABUPATEN GORONTALO Teknik Penangkapan Ikan Pelagis Besar... di Kwandang, Kabupaten Gorontalo (Rahmat, E.) TEKNIK PENANGKAPAN IKAN PELAGIS BESAR MEMAKAI ALAT TANGKAP FUNAI (MINI POLE AND LINE) DI KWANDANG, KABUPATEN GORONTALO

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PUNGUTAN HASIL PERIKANAN (PHP) : STUDI KASUS PERIKANAN PURSE SEINE PELAGIS KECIL DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA (PPN) PEKALONGAN

KEBIJAKAN PUNGUTAN HASIL PERIKANAN (PHP) : STUDI KASUS PERIKANAN PURSE SEINE PELAGIS KECIL DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA (PPN) PEKALONGAN KEBIJAKAN PUNGUTAN HASIL PERIKANAN (PHP) : STUDI KASUS PERIKANAN PURSE SEINE PELAGIS KECIL DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA (PPN) PEKALONGAN EDDY SOESANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

8 SELEKSI ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU (Sardinella lemuru Bleeker 1853) DI SELAT BALI

8 SELEKSI ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU (Sardinella lemuru Bleeker 1853) DI SELAT BALI 131 8 SELEKSI ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU (Sardinella lemuru Bleeker 1853) DI SELAT BALI 8.1 Pendahuluan Mewujudkan sosok perikanan tangkap yang mampu mempertahankan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Perikanan Tangkap

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Perikanan Tangkap 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Perikanan Tangkap Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan menyatakan bahwa Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengolahan dan pemanfaatan sumberdaya

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS EKA SUPRIANI

KAJIAN EKONOMI SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS EKA SUPRIANI KAJIAN EKONOMI SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS EKA SUPRIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

Jaring Angkat

Jaring Angkat a. Jermal Jermal ialah perangkap yang terbuat dari jaring berbentuk kantong dan dipasang semi permanen, menantang atau berlawanlan dengan arus pasang surut. Beberapa jenis ikan, seperti beronang biasanya

Lebih terperinci

6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan

6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan 6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan Daerah penangkapan ikan kakap (Lutjanus sp.) oleh nelayan di Kabupaten Kupang tersebar diberbagai lokasi jalur penangkapan.

Lebih terperinci

PENGGUNAAN PANCING ULUR (HAND LINE) UNTUK MENANGKAP IKAN PELAGIS BESAR DI PERAIRAN BACAN, HALMAHERA SELATAN

PENGGUNAAN PANCING ULUR (HAND LINE) UNTUK MENANGKAP IKAN PELAGIS BESAR DI PERAIRAN BACAN, HALMAHERA SELATAN PENGGUNAAN PANCING ULUR (HAND LINE) UNTUK MENANGKAP IKAN PELAGIS BESAR DI PERAIRAN BACAN, HALMAHERA SELATAN Enjah Rahmat ) ) Teknisi Litkayasa pada Balai Riset Perikanan Laut, Muara Baru-Jakarta Teregristasi

Lebih terperinci

Erwin Tanjaya ABSTRAK

Erwin Tanjaya ABSTRAK PRODUKTIVITAS PERIKANAN PURSE SEINE MINI SELAMA MUSIM TIMUR DI PERAIRAN KABUPATEN MALUKU TENGGARA Erwin Tanjaya Program Studi Teknologi Penangkapan Ikan, Politeknik Perikanan Negeri Tual. Jl. Karel Sadsuitubun

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun memiliki hak yang sama untuk mengambil atau mengeksploitasi sumberdaya didalamnya. Nelayan menangkap

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS PANCING ULUR UNTUK PENANGKAPAN IKAN TENGGIRI (Scomberomorus commerson) DI PERAIRAN PULAU TAMBELAN KEPULAUAN RIAU

PRODUKTIVITAS PANCING ULUR UNTUK PENANGKAPAN IKAN TENGGIRI (Scomberomorus commerson) DI PERAIRAN PULAU TAMBELAN KEPULAUAN RIAU PRODUKTIVITAS PANCING ULUR UNTUK PENANGKAPAN IKAN TENGGIRI (Scomberomorus commerson) DI PERAIRAN PULAU TAMBELAN KEPULAUAN RIAU Productivity of Hand Line for Fishing of Mackerel (Scomberomorus commerson)

Lebih terperinci

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah laut Indonesia terdiri dari perairan teritorial seluas 0,3 juta km 2, perairan laut Nusantara seluas 2,8 juta km 2 dan perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas

Lebih terperinci

5 PEMBAHASAN 5.1 Unit Penangkapan Ikan

5 PEMBAHASAN 5.1 Unit Penangkapan Ikan 5 PEMBAHASAN 5.1 Unit Penangkapan Ikan Spesifikasi ketiga buah kapal purse seine mini yang digunakan dalam penelitian ini hampir sama antara satu dengan yang lainnya. Ukuran kapal tersebut dapat dikatakan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luas terumbu karang Indonesia kurang lebih 50.000 km 2. Ekosistem tersebut berada di wilayah pesisir dan lautan di seluruh perairan Indonesia. Potensi lestari sumberdaya

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Daerah Penelitian Kabupaten Kupang merupakan kabupaten yang paling selatan di negara Republik Indonesia. Kabupaten ini memiliki 27 buah pulau, dan 19 buah pulau

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Iluminasi cahaya Cahaya pada pengoperasian bagan berfungsi sebagai pengumpul ikan. Cahaya yang diperlukan memiliki beberapa karakteristik, yaitu iluminasi yang tinggi, arah pancaran

Lebih terperinci

5 PEMBAHASAN 5.1 Proses penangkapan pada bagan rambo

5 PEMBAHASAN 5.1 Proses penangkapan pada bagan rambo 58 5 PEMBAHASAN 5.1 Proses penangkapan pada bagan rambo Dalam pengoperasiannya, bagan rambo menggunakan cahaya untuk menarik dan mengumpulkan ikan pada catchable area. Penggunaan cahaya buatan yang berkapasitas

Lebih terperinci

SAMBUTAN. Jakarta, Nopember Kepala Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan

SAMBUTAN. Jakarta, Nopember Kepala Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan SAMBUTAN Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan hidayahnya serta kerja keras penyusun telah berhasil menyusun Materi Penyuluhan yang akan digunakan bagi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumberdaya ikan merupakan sumberdaya yang dapat pulih (renewable resources) dan berdasarkan habitatnya di laut secara garis besar dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki luas perairan wilayah yang sangat besar. Luas perairan laut indonesia diperkirakan sebesar 5,4 juta km 2 dengan garis pantai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Jumlah Armada Penangkapan Ikan Cirebon Tahun Tahun Jumlah Motor

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Jumlah Armada Penangkapan Ikan Cirebon Tahun Tahun Jumlah Motor BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Perikanan Tangkap di Cirebon Armada penangkapan ikan di kota Cirebon terdiri dari motor tempel dan kapal motor. Jumlah armada penangkapan ikan dikota Cirebon

Lebih terperinci

DINAMIKA PERIKANAN PURSE SEINE YANG BERBASIS DI PPN PEKALONGAN, JAWA TENGAH UMI CHODRIYAH

DINAMIKA PERIKANAN PURSE SEINE YANG BERBASIS DI PPN PEKALONGAN, JAWA TENGAH UMI CHODRIYAH DINAMIKA PERIKANAN PURSE SEINE YANG BERBASIS DI PPN PEKALONGAN, JAWA TENGAH UMI CHODRIYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

Alat bantu Gill net Pengertian Bagian fungsi Pengoperasian

Alat bantu Gill net Pengertian Bagian fungsi Pengoperasian Hand line: Pancing ulur merupakan suatu alat penangkap ikan yang terdiri dari seutas tali dengan mata pancing berbentuk seperti jangkar. Pada mata pancing diikatkan umpan. Berdasarkan klasifikasi DKP tahun

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 20 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Geografis, Letak Topografi dan Luas Sibolga Kota Sibolga berada pada posisi pantai Teluk Tapian Nauli menghadap kearah lautan Hindia. Bentuk kota memanjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Baik di dunia maupun di Indonesia, perikanan tangkap mendominasi hasil produksi perikanan walaupun telah terjadi over fishing diberbagai tempat. Kegiatan penangkapan

Lebih terperinci

Pengaruh warna umpan pada hasil tangkapan pancing tonda di perairan Teluk Manado Sulawesi Utara

Pengaruh warna umpan pada hasil tangkapan pancing tonda di perairan Teluk Manado Sulawesi Utara Jurnal Ilmu dan Teknologi Perikanan Tangkap 2(1): 9-13, Juni 2015 ISSN 2337-4306 Pengaruh warna umpan pada hasil tangkapan pancing tonda di perairan Teluk Manado Sulawesi Utara The effect of bait color

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Distribusi SPL secara Spasial dan Temporal Pola distribusi SPL sangat erat kaitannya dengan pola angin yang bertiup pada suatu daerah. Wilayah Indonesia sendiri dipengaruhi

Lebih terperinci

4 HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS KECIL DI PERAIRAN PANTAI BARAT SULAWESI SELATAN

4 HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS KECIL DI PERAIRAN PANTAI BARAT SULAWESI SELATAN 4 HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS KECIL DI PERAIRAN PANTAI BARAT SULAWESI SELATAN 4.1 Pendahuluan Perikanan tangkap merupakan kegiatan yang dilakukan dengan tujuan memanfaatkan sumberdaya ikan yang mempunyai

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 30 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 HASIL 5.1.1 Unit penangkapan Pancing rumpon merupakan unit penangkapan yang terdiri dari beberapa alat tangkap pancing yang melakukan pengoperasian dengan alat bantu rumpon.

Lebih terperinci

SELEKSI JENIS ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU DI SELAT BALI

SELEKSI JENIS ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU DI SELAT BALI BULETIN PSP ISSN: 0251-286X Volume 20. 1 Edisi Maret 2012 Hal. 89-102 SELEKSI JENIS ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU DI SELAT BALI Oleh: Himelda 1*, Eko Sri Wiyono

Lebih terperinci

Gambar 2. Konstruksi pancing ulur Sumber : Modul Penangkapan Ikan dengan Pancing Ulur

Gambar 2. Konstruksi pancing ulur Sumber : Modul Penangkapan Ikan dengan Pancing Ulur BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pancing Ulur Pancing Ulur (Gambar 2) merupakan salah satu jenis alat penangkap ikan yang sering digunakan oleh nelayan tradisional untuk menangkap ikan di laut. Pancing Ulur termasuk

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 36 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Teknik Unit penangkapan pancing rumpon merupakan unit penangkapan ikan yang sedang berkembang pesat di PPN Palabuhanratu. Berikut adalah penjelasan lebih rinci tentang

Lebih terperinci

PERIKANAN TUNA SKALA RAKYAT (SMALL SCALE) DI PRIGI, TRENGGALEK-JAWA TIMUR

PERIKANAN TUNA SKALA RAKYAT (SMALL SCALE) DI PRIGI, TRENGGALEK-JAWA TIMUR ABSTRAK PERIKANAN TUNA SKALA RAKYAT (SMALL SCALE) DI PRIGI, TRENGGALEK-JAWA TIMUR Erfind Nurdin Peneliti pada Balai Riset Perikanan Laut, Muara Baru-Jakarta Teregristrasi I tanggal: 18 September 2007;

Lebih terperinci

METODE PENANGKAPAN IKAN

METODE PENANGKAPAN IKAN METODE PENANGKAPAN IKAN ASEP HAMZAH FAKULTAS PERTANIAN JURUSAN PERIKANAN UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA TEXT BOOKS Today s Outline Class objectives Hook and line (handline, longlines, trolline, pole

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Perikanan Tangkap 4.1.1 Armada Kapal Perikanan Kapal penangkapan ikan merupakan salah satu faktor pendukung utama dalam melakukan kegiatan penangkapan

Lebih terperinci

4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas

4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas 26 4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi 4.1.1 Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas Menurut DKP Kabupaten Banyuwangi (2010) luas wilayah Kabupaten Banyuwangi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yang lokasinya di pantai Timur Sumatera Utara yaitu Selat Malaka. Kegiatan

PENDAHULUAN. yang lokasinya di pantai Timur Sumatera Utara yaitu Selat Malaka. Kegiatan PENDAHULUAN Latar Belakang Kotamadya Medan merupakan salah satu daerah penghasil ikan di Provinsi Sumatera Utara. Kecamatan penghasil ikan yang produktif di daerah ini ialah Kecamatan Medan Belawan. Kecamatan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. mata jaring ke arah panjang atau ke arah horizontal (mesh length) jauh lebih

TINJAUAN PUSTAKA. mata jaring ke arah panjang atau ke arah horizontal (mesh length) jauh lebih TINJAUAN PUSTAKA Alat Tangkap Jaring Insang (Gill net) Jaring insang (gill net) yang umum berlaku di Indonesia adalah salah satu jenis alat penangkapan ikan dari bahan jaring yang bentuknya empat persegi

Lebih terperinci

Alat Lain. 75 Karakteristik perikanan laut Indonesia: alat tangkap

Alat Lain. 75 Karakteristik perikanan laut Indonesia: alat tangkap Gambar 4.11 Alat tangkap Pukat Harimau atau Trawl (kiri atas); alat Mini-Trawl yang masih beroperasi di Kalimantan Timur (kanan atas); hasil tangkap Mini-Trawl (kiri bawah) dan posisi kapal ketika menarik

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan tangkap merupakan suatu sistem yang terdapat dalam sektor perikanan dan kelautan yang meliputi beberapa elemen sebagai subsistem yang saling berkaitan dan mempengaruhi

Lebih terperinci

MUHAMMAD SULAIMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

MUHAMMAD SULAIMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR PENDEKATAN AKUSTIK DALAM STUDI TINGKAH LAKU IKAN PADA PROSES PENANGKAPAN DENGAN ALAT BANTU CAHAYA (THE ACOUSTIC APPROACH TO FISH BEHAVIOUR STUDY IN CAPTURE PROCESS WITH LIGHT ATTRACTION) MUHAMMAD SULAIMAN

Lebih terperinci

SAMBUTAN. Jakarta, Nopember Kepala Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan

SAMBUTAN. Jakarta, Nopember Kepala Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan SAMBUTAN Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan hidayahnya serta kerja keras penyusun telah berhasil menyusun Materi Penyuluhan yang akan digunakan bagi

Lebih terperinci

ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M

ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

Lebih terperinci

V. KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

V. KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 40 V. KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 5.1. Kondisi Fisik Geografis Wilayah Kota Ternate memiliki luas wilayah 5795,4 Km 2 terdiri dari luas Perairan 5.544,55 Km 2 atau 95,7 % dan Daratan 250,85 Km 2 atau

Lebih terperinci

KEGIATAN PENANGKAPAN IKAN DI PESISIR BARAT SELATAN PULAU KEI KECIL KEPULAUAN KEI MALUKU TENGGARA

KEGIATAN PENANGKAPAN IKAN DI PESISIR BARAT SELATAN PULAU KEI KECIL KEPULAUAN KEI MALUKU TENGGARA Jurnal Galung Tropika, 3 (3) September 2014, hlmn. 127-131 ISSN 2302-4178 KEGIATAN PENANGKAPAN IKAN DI PESISIR BARAT SELATAN PULAU KEI KECIL KEPULAUAN KEI MALUKU TENGGARA Fishing Activity In South West

Lebih terperinci

G U B E R N U R SUMATERA BARAT

G U B E R N U R SUMATERA BARAT No. Urut: 11, 2016 G U B E R N U R SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PEMASANGAN DAN PEMANFAATAN RUMPON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 3. Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

Penangkapan Tuna dan Cakalang... Pondokdadap Sendang Biru, Malang (Nurdin, E. & Budi N.)

Penangkapan Tuna dan Cakalang... Pondokdadap Sendang Biru, Malang (Nurdin, E. & Budi N.) Penangkapan Tuna dan... Pondokdadap Sendang Biru, Malang (Nurdin, E. & Budi N.) PENANGKAPAN TUNA DAN CAKALANG DENGAN MENGGUNAKAN ALAT TANGKAP PANCING ULUR (HAND LINE) YANG BERBASIS DI PANGKALAN PENDARATAN

Lebih terperinci

TEKNIK PENGOPERASIAN PANCING TENGGIRI DENGAN MENGGUNAKAN ALAT BANTU CAHAYA

TEKNIK PENGOPERASIAN PANCING TENGGIRI DENGAN MENGGUNAKAN ALAT BANTU CAHAYA TEKNIK PENGOPERASIAN PANCING TENGGIRI DENGAN MENGGUNAKAN ALAT BANTU CAHAYA Agus Salim Teknisi Litkayasa pada Balai Riset Perikanan Laut, Muara Baru-Jakarta Teregistrasi I tanggal: 29 Mei 2008; Diterima

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL TANGKAPAN MINI PURSE SEINE MENGGUNAKAN JUMLAH LAMPU YANG BERBEDA. OLEH: AGUS SUHERMAN

ANALISIS HASIL TANGKAPAN MINI PURSE SEINE MENGGUNAKAN JUMLAH LAMPU YANG BERBEDA. OLEH: AGUS SUHERMAN ANALISIS HASIL TANGKAPAN MINI PURSE SEINE MENGGUNAKAN JUMLAH LAMPU YANG BERBEDA. OLEH: AGUS SUHERMAN PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2002 ABSTRAK AGUS SUHERMAN. Analisis Hasil Tangkapan Mini

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. jika dibandingkan dengan panjangnya, dengan perkataan lain jumlah mesh depth

TINJAUAN PUSTAKA. jika dibandingkan dengan panjangnya, dengan perkataan lain jumlah mesh depth TINJAUAN PUSTAKA Alat Tangkap Jaring Insang (Gillnet) Gillnet adalah jaring dengan bentuk empat persegi panjang, mempunyai mata jaring yang sama ukurannya pada seluruh jaring, lebar jaring lebih pendek

Lebih terperinci

4 HASIL 4.1 Proses penangkapan

4 HASIL 4.1 Proses penangkapan 30 4 HSIL 4.1 Proses penangkapan Pengoperasian satu unit rambo membutuhkan minimal 16 orang anak buah kapal (K) yang dipimpin oleh seorang juragan laut atau disebut dengan punggawa laut. Juragan laut memimpin

Lebih terperinci

KAPAL IKAN PURSE SEINE

KAPAL IKAN PURSE SEINE KAPAL IKAN PURSE SEINE Contoh Kapal Purse Seine, Mini Purse Seine, Pengoperasian alat tangkap. DESAIN KAPAL PURSE SEINE Spesifikasi kapal ikan yang perlu di perhatikan : 1. Spesifikasi teknis : khusus

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 27 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Geografis, Topografis dan Luas Wilayah Kabupaten Ciamis merupakan salah satu kota yang berada di selatan pulau Jawa Barat, yang jaraknya dari ibu kota Propinsi

Lebih terperinci

1) The Student at Faculty of Fisheries and Marine Sciences, University of Riau.

1) The Student at Faculty of Fisheries and Marine Sciences, University of Riau. THE COMPOSITION OF PURSE SEINE DURING THE DAY AND AT NIGHT IN THE SASAK JORONG PASA LAMO RANAH PASISIE, DISTRICT WEST PASAMAN, WEST SUMATERA PROVINCE BY : Agus Muliadi 1), ParengRengi, S.Pi, M.Si 2), and

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Alat ini umumnya digunakan untuk menangkap ikan menhaden (Brevoortia

TINJAUAN PUSTAKA. Alat ini umumnya digunakan untuk menangkap ikan menhaden (Brevoortia TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Perkembangan Purse Seine Purse seine pertama kali dipatenkan atas nama Barent Velder dari Bergent, Norwegia pada tanggal 12 Maret 1858. Tahun 1860 alat tangkap ini diperkenalkan

Lebih terperinci

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4.1. Letak Geografis Kabupaten Sukabumi yang beribukota Palabuhanratu termasuk kedalam wilayah administrasi propinsi Jawa Barat. Wilayah yang seluas 4.128 Km 2, berbatasan dengan

Lebih terperinci

STUDI PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP DI KABUPATEN NIAS SABAR JAYA TELAUMBANUA

STUDI PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP DI KABUPATEN NIAS SABAR JAYA TELAUMBANUA STUDI PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP DI KABUPATEN NIAS SABAR JAYA TELAUMBANUA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN PERIKANAN JARING BOBO DI OHOI SATHEAN KEPULAUAN KEI MALUKU TENGGARA. Jacomina Tahapary, Erwin Tanjaya

STRATEGI PENGEMBANGAN PERIKANAN JARING BOBO DI OHOI SATHEAN KEPULAUAN KEI MALUKU TENGGARA. Jacomina Tahapary, Erwin Tanjaya STRATEGI PENGEMBANGAN PERIKANAN JARING BOBO DI OHOI SATHEAN KEPULAUAN KEI MALUKU TENGGARA Jacomina Tahapary, Erwin Tanjaya Program Studi Teknologi Penangkapan Ikan, Politeknik Perikanan Negeri Tual. Jl.

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kabupaten Pati 4.1.1 Kondisi geografi Kabupaten Pati dengan pusat pemerintahannya Kota Pati secara administratif berada dalam wilayah Provinsi Jawa Tengah. Kabupaten

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2016 T E N T A N G PEMASANGAN DAN PEMANFAATAN RUMPON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2016 T E N T A N G PEMASANGAN DAN PEMANFAATAN RUMPON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2016 T E N T A N G PEMASANGAN DAN PEMANFAATAN RUMPON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP. Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan

VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP. Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali didasarkan atas kelompok ikan Pelagis Kecil, Pelagis Besar, Demersal

Lebih terperinci

5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum Kota Serang Kota Serang adalah ibukota Provinsi Banten yang berjarak kurang lebih 70 km dari Jakarta. Suhu udara rata-rata di Kota Serang pada tahun 2009

Lebih terperinci

5 HASIL TANGKAPAN DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU

5 HASIL TANGKAPAN DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU 5 HASIL TANGKAPAN DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU 5.1 Jenis dan Volume Produksi serta Ukuran Hasil Tangkapan 1) Jenis dan Volume Produksi Hasil Tangkapan Pada tahun 2006, jenis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. jenis merupakan sumber ekonomi penting (Partosuwiryo, 2008).

TINJAUAN PUSTAKA. jenis merupakan sumber ekonomi penting (Partosuwiryo, 2008). TINJAUAN PUSTAKA Sumberdaya Perikanan Indonesia terletak di titik puncak ragam jenis ikan laut dari perairan tropis Indo-Pasifik yang merupakan sistem ekologi bumi terbesar yang terbentang dari pantai

Lebih terperinci

PURSE SEINE (PUKAT CINCIN)

PURSE SEINE (PUKAT CINCIN) PURSE SEINE (PUKAT CINCIN) Guru Pengampu: ADZWAR MUDZTAHID TEKNIKA KAPAL PENANGKAP IKAN SMK NEGERI 3 TEGAL Hal-1 METODE PENANGKAPAN DAN ALAT TANGKAP PUKAT CINCIN (PURSE SEINE) PENDAHULUAN P ukat cincin

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: Jumlah tangkapan; struktur ukuran; jenis umpan; ikan demersal dan rawai dasar

ABSTRAK. Kata kunci: Jumlah tangkapan; struktur ukuran; jenis umpan; ikan demersal dan rawai dasar RESPON IKAN DEMERSAL DENGAN JENIS UMPAN BERBEDA TERHADAP HASIL TANGKAPAN PADA PERIKANAN RAWAI DASAR Wayan Kantun 1), Harianti 1) dan Sahrul Harijo 2) 1) Sekolah Tinggi Teknologi Kelautan (STITEK) Balik

Lebih terperinci

Tabel 1 Contoh spesifikasi kapal purse seine Pekalongan No. Spesifikasi Dimensi

Tabel 1 Contoh spesifikasi kapal purse seine Pekalongan No. Spesifikasi Dimensi 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Perikanan purse seine Pekalongan 4.1.1.1 Kapal purse seine Pekalongan Secara umum armada penangkapan ikan di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Pekalongan adalah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Malaysia, ZEE Indonesia India, di sebalah barat berbatasan dengan Kab. Pidie-

PENDAHULUAN. Malaysia, ZEE Indonesia India, di sebalah barat berbatasan dengan Kab. Pidie- PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah Pengelolaan Perikanan 571 meliputi wilayah perairan Selat Malaka dan Laut Andaman. Secara administrasi WPP 571 di sebelah utara berbatasan dengan batas terluar ZEE Indonesia

Lebih terperinci

Metode Menarik Perhatian Ikan (Fish Attraction) Muhammad Arif Rahman, S.Pi

Metode Menarik Perhatian Ikan (Fish Attraction) Muhammad Arif Rahman, S.Pi Metode Menarik Perhatian Ikan (Fish Attraction) Muhammad Arif Rahman, S.Pi Prinsip dari metode ini adalah mengumpulkan ikan dalam ruang lingkup suatu alat tangkap. Dalam menarik perhatian ikan, digunakan

Lebih terperinci

UJICOBA BEBERAPA WARNA UMPAN TIRUAN PADA PENANGKAPAN IKAN DENGAN HUHATE DI PERAIRAN BONE-BONE, KOTA BAU-BAU, SULAWESI TENGGARA HENDRAWAN SYAFRIE

UJICOBA BEBERAPA WARNA UMPAN TIRUAN PADA PENANGKAPAN IKAN DENGAN HUHATE DI PERAIRAN BONE-BONE, KOTA BAU-BAU, SULAWESI TENGGARA HENDRAWAN SYAFRIE UJICOBA BEBERAPA WARNA UMPAN TIRUAN PADA PENANGKAPAN IKAN DENGAN HUHATE DI PERAIRAN BONE-BONE, KOTA BAU-BAU, SULAWESI TENGGARA HENDRAWAN SYAFRIE SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

PENGARUH ATRAKTOR CUMI TERHADAP HASIL TANGKAPAN ALAT TANGKAP BAGAN TANCAP DI PERAIRAN JEPARA

PENGARUH ATRAKTOR CUMI TERHADAP HASIL TANGKAPAN ALAT TANGKAP BAGAN TANCAP DI PERAIRAN JEPARA Available online at Indonesian Journal of Fisheries Science and Technology (IJFST) Website: http://ejournal.undip.ac.id/index.php/saintek Jurnal Saintek Perikanan Vol.11 No.2: 134-139, Februari 2016 PENGARUH

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepulauan Mentawai adalah kabupaten termuda di Propinsi Sumatera Barat yang dibentuk berdasarkan Undang-undang No.49 Tahun 1999. Kepulauan ini terdiri dari empat pulau

Lebih terperinci

Sp.) DI PERAIRAN TIMUR SULAWESI TENGGARA

Sp.) DI PERAIRAN TIMUR SULAWESI TENGGARA PENENTUAN MUSIM PENANGKAPAN IKAN LAYANG (Decapterus Sp.) DI PERAIRAN TIMUR SULAWESI TENGGARA DETERMINATION OF FISHING CATCHING SEASON (Decapterus Sp.) IN EAST WATERS OF SOUTHEAST SULAWESI Eddy Hamka 1),

Lebih terperinci

WARNA UMPAN TIRUAN PADA HUHATE

WARNA UMPAN TIRUAN PADA HUHATE WARNA UMPAN TIRUAN PADA HUHATE Imitation Bait Colour of Skipjack Pole and Line Gondo Puspito 1 1 Staf Pengajar pada Bagian Teknologi Alat Penangkapan Ikan Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, FPIK

Lebih terperinci

6 HASIL DAN PEMBAHASAN

6 HASIL DAN PEMBAHASAN 6 HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Kondisi Riil Fasilitas Kebutuhan Operasional Penangkapan Ikan di PPN Karangantu Fasilitas kebutuhan operasional penangkapan ikan di PPN Karangantu dibagi menjadi dua aspek, yaitu

Lebih terperinci

PERIKANAN PANCING TONDA DI PERAIRAN PELABUHAN RATU *)

PERIKANAN PANCING TONDA DI PERAIRAN PELABUHAN RATU *) Perikanan Pancing Tonda di Perairan Pelabuhan Ratu (Rahmat, E. & A. Patadjangi) PERIKANAN PANCING TONDA DI PERAIRAN PELABUHAN RATU *) Enjah Rahmat 1) dan Asri Patadjangi 1) 1) Teknisi Litkayasa pada Balai

Lebih terperinci

4 HASIL. Gambar 18 Grafik kurva lestari ikan selar. Produksi (ton) Effort (trip) MSY = 5.839,47 R 2 = 0,8993. f opt = ,00 6,000 5,000 4,000

4 HASIL. Gambar 18 Grafik kurva lestari ikan selar. Produksi (ton) Effort (trip) MSY = 5.839,47 R 2 = 0,8993. f opt = ,00 6,000 5,000 4,000 126 4 HASIL 4.1 Status Pemanfaatan Sumberdaya Ikan 4.1.1 Produksi ikan pelagis kecil Produksi ikan pelagis kecil selama 5 tahun terakhir (Tahun 2001-2005) cenderung bervariasi, hal ini disebabkan karena

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 2 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Kepulauan Bangka Belitung merupakan daerah kepulauan dengan luas wilayah perairan mencapai 4 (empat) kali dari seluruh luas wilayah daratan Provinsi Kepulauan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Keadaan Umum Kota Cirebon Kota Cirebon merupakan kota yang berada di wilayah timur Jawa Barat dan terletak pada jalur transportasi Jawa Barat dan Jawa Tengah. Kota Cirebon secara

Lebih terperinci

Harry Kurniawan 1), Ir. Arthur Brown, M.Si 2), Dr. Pareg Rengi, S.Pi, M.Si 2) ABSTRAK

Harry Kurniawan 1), Ir. Arthur Brown, M.Si 2), Dr. Pareg Rengi, S.Pi, M.Si 2)   ABSTRAK KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN PUKAT TERI (PURSE SEINE) SEBELUM DAN SESUDAH TENGAH MALAM DI DESA KWALA GEBANG KECAMATAN GEBANG KABUPATEN LANGKAT PROVINSI SUMATERA UTARA Harry Kurniawan 1), Ir. Arthur Brown,

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN MATA PANCING GANDA PADA RAWAI TEGAK TERHADAP HASIL TANGKAPAN LAYUR

PENGARUH PENGGUNAAN MATA PANCING GANDA PADA RAWAI TEGAK TERHADAP HASIL TANGKAPAN LAYUR Pengaruh Penggunaan Mata Pancing.. terhadap Hasil Tangkapan Layur (Anggawangsa, R.F., et al.) PENGARUH PENGGUNAAN MATA PANCNG GANDA PADA RAWA TEGAK TERHADAP HASL TANGKAPAN LAYUR ABSTRAK Regi Fiji Anggawangsa

Lebih terperinci

6 BESARAN KERUGIAN NELAYAN DALAM PEMASARAN TANPA LELANG

6 BESARAN KERUGIAN NELAYAN DALAM PEMASARAN TANPA LELANG 66 6 BESARAN KERUGIAN NELAYAN DALAM PEMASARAN TANPA LELANG Hubungan patron-klien antara nelayan dengan tengkulak terjadi karena pemasaran hasil tangkapan di TPI dilakukan tanpa lelang. Sistim pemasaran

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap Kapal / Perahu

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap Kapal / Perahu 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkunganya, mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan

Lebih terperinci

KOREKSI KONSTRUKSI PERANGKAP JODANG PENANGKAP KEONG MACAN DI PALABUHANRATU, SUKABUMI, JAWA BARAT AYU ADHITA DAMAYANTI

KOREKSI KONSTRUKSI PERANGKAP JODANG PENANGKAP KEONG MACAN DI PALABUHANRATU, SUKABUMI, JAWA BARAT AYU ADHITA DAMAYANTI KOREKSI KONSTRUKSI PERANGKAP JODANG PENANGKAP KEONG MACAN DI PALABUHANRATU, SUKABUMI, JAWA BARAT AYU ADHITA DAMAYANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

2 GAMBARAN UMUM UNIT PERIKANAN TONDA DENGAN RUMPON DI PPP PONDOKDADAP

2 GAMBARAN UMUM UNIT PERIKANAN TONDA DENGAN RUMPON DI PPP PONDOKDADAP 6 2 GAMBARAN UMUM UNIT PERIKANAN TONDA DENGAN RUMPON DI PPP PONDOKDADAP Unit Penangkapan Ikan Kapal Pengoperasian kapal tonda atau yang dikenal dengan kapal sekoci oleh nelayan Sendang Biru dilakukan sejak

Lebih terperinci

STRATEGI PENGELOLAAN PERIKANAN JARING ARAD YANG BERBASIS DI KOTA TEGAL BENI PRAMONO

STRATEGI PENGELOLAAN PERIKANAN JARING ARAD YANG BERBASIS DI KOTA TEGAL BENI PRAMONO STRATEGI PENGELOLAAN PERIKANAN JARING ARAD YANG BERBASIS DI KOTA TEGAL BENI PRAMONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 ABSTRAK BENI PRAMONO. Strategi Pengelolaan Perikanan Jaring

Lebih terperinci