BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Deskripsi Lokasi Penelitian

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Deskripsi Lokasi Penelitian"

Transkripsi

1 BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian 1. Gambaran Umum Kabupaten Sukoharjo Kabupaten Sukoharjo merupakan kabupaten terkecil kedua di Propinsi Jawa Tengah, secara geografis, terletak diantara Bagian ujung timur o Bujur Timur, Bagian Ujung Sebelah Barat o Bujur Timur, Bagian Ujung Sebelah Utara 7 32 o Lintang Selatan. Bagian Ujung Sebelah Utara 7 49 o o Lintang Selatan. Dengan luas 46,666 km 2, atau 1,43% luas wilayah Propinsi Jawa Tengah. Kabupaten Sukoharjo memiliki batas-batas wilayah administrasi sebagai berikut : Sebelah utara Sebelah Selatan : Kota Surakarta dan Kabupaten Karanganyar : Kabupaten Gunung Kidul (DIY) dan Kabupaten Wonogiri Sebelah Timur Sebelah Barat : Kabupaten Karanganyar : Kabupaten Boyolali dan Kabupaten Klaten Secara topografi terdiri atas daerah, dataran rendah dan perbukitan. Daerah dataran rendah merupakan kawasan di bagian Utara, daerah perbukitan merupakan kawasan di bagian Selatan dan Timur. Sesuai dengan letak geografis, dipengaruhi iklim daerah tropis yang dipengaruhi oleh angin muson dengan 2 musim, yaitu musim kemarau pada bulan April September dan musim penghujan antara bulan Oktober Maret. Curah hujan tahunan rata-rata sebesar mm, suhu udara berkisar antara 23 o C sampai dengan 34 o C, dengan kelembaban udara tahunan rata-rata 77%.

2 Kabupaten Sukoharjo dalam suatu sistem hidrologi, merupakan kawasan yang berada pada aliran sungai Bengawan Solo, mengalir beberapa sungai yang tergolong besar seperti yaitu Sungai Bengawan Solo, Sungai Proyek Waduk GM, Sebagai Daerah aliran, dengan sendirinya merupakan daerah limpasan debit air dari sungai yang melintas dan sering mengakibatkan terjadinya banjir pada musim penghujan. Pola tata guna lahan terdiri dari Perumahan, Tegalan, Kebun campuran, Sawah, Perusahaan, Jasa, Industri dan Penggunaan lainnya dengan sebaran sawah sebesar 45,26%, dan lahan bukan sawah 54,74%, dari lahan sawah tersebut terdiri dari 70,17% irigasi teknis, irigasi setengah teknis 8,98%, irigasi sederhana 9,17% dan sawah tadah hujan 11,67 % ( 2. Gambaran Umum Kantor Pertanahan Kabupaten Sukoharjo Kantor Pertanahan Kabupaten Sukoharjo mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas dan fungsi Badan Pertanahan Nasional dalam Wilayah Kabupaten yang bersangkutan. Tugas dan Fungsi tersebut adalah : a. Menyiapkan kegiatan dibidang pengaturan penguasaan tanah, penatagunaan tanah, pengurusan hak-hak atas tanah, serta pengukuran dan pendaftaran tanah. b. Melaksanakan kegiatan pelayanan dibidang pengaturan penguasaan tanah, penatagunaan tanah, pengurusan hak-hak atas tanah, pengukuran dan pendaftaran tanah. c. Melakukan urusan tata usaha dan rumah tangga. Misi dari pelayanan pertanahan : 1) Tertib pelayanan hukum pertanahan. a) Setiap objek hak (Perorangan, Badan Hukum, dan Instansi Pemerintah) harus melengkapi alas haknya. b) Tanahnya dikuasai secara fisik. c) Luas tanahnya tidak mempunyai batas maksimum dan atau

3 tidak melampaui kebutuhan nyata usahanya. d) Khusus tanah yang belum didaftarkan agar dimohonkan haknya. 2) Tertib pelayanan administrasi pertanahan. a) Peningkatan disiplin dan profesionalisme aparat. b) Penerbitan struktur organisasi dan uraian tugas yang jelas. c) Proses sertifikasi yang sederhana, lancar dan relatif murah. 3) Tertib pelayanan pengaturan penguasaan dan penggunaan tanah. a) Penggunaan tanah secara optimal dengan asas keseimbangan dan asas kelestarian. b) Digunakan sesuai dengan kemampuan dan peruntukannya. 4) Tertib pelayanan pengaturan pemeliharaan tanah dan lingkungan hidup. a) Mencegah kerusakan dan hilangnya kesuburan tanah, seperti bahaya banjir, tanah longsor dan tanah gersang. b) Penggunaan tanah disesuaikan dengan kondisi lingkungan hidup. Visi dari pelayanan pertanahan adalah mewujudkan pelayanan prima, antara lain : a. Tepat Waktu. b. Tepat Mutu, dalam arti jaminan kepastian hukum Hak Atas Tanah. Adapun kedudukan Kantor Pertanahan adalah sebagai instansi vertikal Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia di Kabupaten/Kota yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia melalui Kantor Wilayah. Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota dipimpin oleh seorang Kepala. Berdasarkan peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 tahun 2006 tersebut ditentukan tugas dan fungsi Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota. Adapun tugas Kantor Pertahanan Kabupaten/Kota adalah

4 melaksanakan sebagaian tugas dan fungsi Badan Pertanahan Nasional di Kabupaten/Kota yang bersangkutan. Dalam rangka untuk menjalankan tugas dan fungsi di bidang pertanahan, maka Badan Pertanahan Nasional Sukoharjo mempunyai Susunan Organisasi yang terdiri dari : a. Sub Bagian Tata Usaha b. Seksi Survey, Pengukuran dan Pemetaan c. Seksi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah d. Seksi Seksi Pengaturan dan Penataan Pertanhan e. Seksi Pengendalian dan Pemberdayaan f. Seksi Sengketa, Konflik dan Perkara

5 Gambar II Susunan Organisasi Kantor Pertanahan Kabupaten Sukoharjo Sumber Kantor Pertanahan Kabupaten Sukoharjo Tugas dari masing-masing sub bagian/seksi tersebut di atas adalah sebagai berikut: 1) Sub Bagian Tata Usaha mempunyai tugas memberikan pelayanan administratif kepada semua satuan organisasi Kantor Pertanahan, serta menyiapkan bahan evaluasi kegiatan, penyusunan program dan peraturan perundang-undangan 2) Seksi Survey, Pengukuran dan Pemetaan mempunyai tugas melakukan survey, pengukuran dan pemetaan bidang tanah, ruang dan perairan; perataan kerangka dasar, pengukuran batas kawasan/wilayah, pemetaan

6 tematik dan survey potensi tanah, penyiapan pembinaan surveyor berlisensi dan pejabat penilai tanah. 3) Seksi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah mempunyai tugas menyiapkan bahan dan melakukan penetapan hak dalam rangka pemberian, perpanjangan dan pembaruan hak tanah, pengadaan tanah, perijinan, pendataan dan penerbitan berkas tanahhak; pendaftaran, peralihan, pembebanan hak atas tanah serta pembinaan Pejabat Pembuatan Akta Tanah (PPAT) 4) Seksi Pengaturan dan Penataan Pertanahan mempunyai tugas menyiapkan bahan dan melakukan penatagunaan tanah, landreform, konsolidasi tanah, penataan pertanahan wilayah pesisir, pulau-pulau kecil, perbatasan dan wilayah tertentu lainnya. 5) Seksi Pengendalian dan Pemberdayaan mempunyai tugas menyiapkan bahan dan melakukan kegiatan pengendalian pertanahan, pengelolaan tanah negara, tanah terlantar dan kritis serta pemberdayaan masyarakat. 6) Seksi Sengketa, Konflik dan Perkara mempunyai tugas menyiapkan bahan dan melakukan kegiatan penanganan sengketa konflik dan perkara pertanahan.

7 B. Pelaksanaan Peningkatan Hak Atas Tanah Dari Hak Guna Bangunan Menjadi Hak Milik Di Kabupaten Sukoharjo Sebelum penulis membahas pelaksanaan Peningkatan Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik di Kabupaten Sukoharjo, penulis akan menguraikan terlebih dahulu pengertian Hak Guna Bangunan dan Hak Milik yang menjadi kajian utama dalam penulisan skripsi ini. Pertama, pengertian Hak Guna Bangunan dapat dilihat dalam Pasal 35 UUPA ayat (1) yaitu Hak guna bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun. Sedangkan didalam Pasal 37 UUPA, tentang terjadinya Hak Guna Bangunan, yang berbunyi : Hak Guna Bangunan terjadi : (1) Mengenai tanah yang dikuasai oleh Negara : karena penetapan Pemerintah. (2) Mengenai tanah milik, karena perjanjian yang berbentuk autentik anatara pemilik tanah yang bersangkutan dengan pihak yang akan memperoleh Hak Guna Bangunan tersebut. Kedua, pengertian Hak Milik dapat dilihat dalam Pasal 20 ayat (1) yaitu Hak Milik merupakan hak turun-temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan dalam pasal 6. Apabila dihubungkan dengan Pasal 22 UUPA mengenai terjadinya Hak Milik, yang berbunyi: (1) Terjadinya Hak Milik menurut hukum adat diatur dengan Peraturan Pemerintah. (2) Selain menurut cara sebagai yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, hak milik terjadi karena: a. Penetapan Pemerintah, menurut cara dan syarat-syarat yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. b. Ketentuan Undang-undang.

8 Hak Milik merupakan hak yang paling tinggi tingkatannya dari hakhak atas tanah yang lainnya dan berlaku untuk selama-lamanya (tidak ada batas waktunya) selama pemegang haknya masih memenuhi syarat sebagai subjek Hak Milik. Bagi Warga Negara Indonesia pemenuhan kebutuhan akan perumahan yang merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia akan lebih bermakna apabila hak atas tanahnya berstatus Hak Milik. Hak Milik merupakan Hak Atas Tanah yang bersifat terpenuh dan terkuat yang dapat dipunyai seseorang (Maria S.W, Sumardjono, ). Masyarakat pada khususnya mengiginkan hak atas tanahnya menjadi hak milik karena selain hal tersebut diatas, tanah dengan hak milik harganya lebih tinggi dibanding hak tanah lainya, salah satu yang mempengaruhi harga tanah yaitu letak tanah tersebut berada, seperti letak tanah di perkotaan. Tim Dixon, dalam tulisannya, berpendapat : In many developed countris, urban land is a major component of overall land use.understanding patterns of urban land and property ownership is important not only because the size and configuration of land holding affect urban morphology through new development, regeneration and refurbishment of existing land and property (Tim Dixon, 2009:44). Di banyak negara maju, lahan perkotaan merupakan komponen utama untuk digunakan. Pemahaman pola tata lahan perkotaan dan kepemilikan tanah tidak hanya penting karena ukuran dan bentuk lahan mempengaruhi morfologi perkotaan melalui pengembangan baru, pembaruan dan perbaikan dari keberadaan kepemilikan tanah. Upaya pemerintah untuk memberikan bantuan dan pelayanan yang lebih baik untuk masyarakat dalam rangka peningkatan hak atas tanah, khususnya peningkatan Hak Guna Bangunan menjadi hak Milik tidak lagi mengacu pada peraturan yang ada dalam Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960, tetapi mengacu pada beberapa Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional. Keputusan yang dimaksud antara lain:

9 Pertama, Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1997 tentang tentang Pemberian Hak Milik Atas Tanah Untuk Rumah Sangat Sederhana (RSS) dan Rumah Sederhana (RS). Beberapa pasal dari Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1997 tentang tentang Pemberian Hak Milik Atas Tanah Untuk Rumah Sangat Sederhana (RSS) dan Rumah Sederhana (RS) menyebutkan sebagai berikut: Pasal 1 Umum : Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan : a. Hak Guna Bangunan Induk adalah Hak Guna Bangunan atas tanah yang kemudian dipecah menjadi bidang-bidang tanah yang lebih kecil atau sebagiannya dipisahkan dipisahkan untuk didaftar sebagai bidang tanah tersendiri. b. Perubahan hak adalah penetapan pemerintah mengenai penegasan bahwa sebidang tanah yang semula dipunyai dengan Hak Guna Bangunan, atas permohonan pemegang haknya, menjadi tanah negara dan sekaligus memberikan tanah tersebut kepadanya dengan Hak Milik. c. Hak Pengelolaan adalah hak menguasai dari negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya. d. Tanah untuk RSS dan RS adalah bidang tanah yang memenuhi kriteria sebagai berikut: 1. Harga perolehan tanah dan rumah, dan, apabila atas bidang tanah tersebut sudah dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan, Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) Pajak Bumi dan Bangunan tanah rumah tersebut tidak lebih daripada Rp ,- (tiga puluh juta rupiah), 2. Luasnya tidak lebih daripada 200m 2, dan 3. Diatasnya telah dibangun rumah dalam rangka pembangunan perumahan massal atau komplek perumahan.

10 Pasal 2 Pemberian Hak Milik bagi tanah untuk RSS dan RS (1) Dengan keputusan ini : a. Hak Guna Bangunan atas tanah untuk RSS dan RS diatas tanah negara, termasuk diatas tanah Hak Pengelolaan, kepunyaan perseorangan warga negara Indonesia, atas permohonan pemegang hak atau kuasanya diubah menjadi Hak Milik; b. Tanah untuk RSS dan RS diatas tanah Hak Pengelolaan kepunyaan perseorangan warga negara Indonesia yang belum dipunyai dengan Hak Guna Bangunan diberikan dengan Hak Milik. (2) Untuk perubahan Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik dan perolehan Hak Milik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pendaftarannya pemohon wajib membayar uang administrasi kepada negara sebesar Rp ,-(sepuluh ribu) rupiah dan sumbangan pelaksanaan landreform sebesar Rp.5.000,-(lima ribu) rupiah dan biaya pendaftaran sesuai ketentuan peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun Pasal 3 Pendaftaran perubahan Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik : (1) Permohonan pendaftaran perubahan Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 (1) huruf a diajukan kepada Kepala Kantor Pertanahan setempat dengan disertai: a. Sertipikat Hak Guna Bangunan yang dimohon untuk diubah menjadi Hak Milik, b. Akta jual beli atau surat perolehan mengenai rumah beserta tanah yang bersangkutan, c. SPT Pajak Bumi dan Bangunan terakhir, apabila atas bidang tanah tersebut sudah dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan tersendiri, dan d. Surat Persetujuan dari pemegang Hak Tanggungan, apabila tanah tersebut dibebani Hak Tanggungan.

11 (2) Apabila tanah RSS dan RS yang bersangkutan sudah diperoleh dari pengembang akan tetapi belum dipisah dari Hak Guna Bangunan induk, maka permohonan sebagaimana dimaksud ayat (1) diajukan bersamaan dengan permohonan pendaftaran peralihan hak atas bidang tanah yang bersangkutan. (3) Dalam hal sebagaimana dimaksud ayat (2) sertipikat tanah hasil pemisahan bidang yang bersangkutan yang diterimakan kepada pemilik atau kuasanya adalah sertipikat Hak Milik. (4) Atas permohonan pendaftaran perubahan hak sebagaimana dimaksud ayat (1) Kepala Kantor Pertanahan mengeluarkan perintah setor pungutan sebagaimana dimaskud pada pasal 1 ayat (2). (5) Setelah diterima tanda bukti setor pungutan sebagaimana dimaksud ayat (4) Kepala Kantor Pertanahan mendaftar status tanah Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik dengan memberikan catatan dengan tinta merah atau cap pada halaman pendaftaran peralihan hak dalam Buku Tanah Hak Guna Bangunan yang bersangkutan dan sertipikatnya serta pada daftar umum lainnya, sebagai berikut: DENGAN KEPUTUSAN MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANIAN NASIONAL NOMOR... TANGGAL... HAK GUNA BANGUNAN NOMOR... DESA... DENGAN UANG ADMINISTRASI SEBESAR Rp ,- DAN SUMBANGAN PELAKSANAAN LANDREFORM Rp ,-..., tgl.... KEPALA KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN... (... ).

12 dan semua sebutan Hak Guna Bangunan beserta nomornya didalam Buku Tanah, sertipikat dan daftar umum lainnya dicoret dan diganti dengan sebutan Hak Milik dengan nomornya. Pasal 5 Pegurusan Permohonan Perubahan Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik lainnya : (1) Permohonan Hak Milik atas tanah untuk RSS dan RS yang sudah diterima sebelum tanggai ditetapkannya Keputusan ini dan masih dalam penyelesaian diproses berdasarkan Keputusan ini. (2) Permohonan Hak Milik atas tanah Hak Guna Bangunan untuk rumah yang tidak memenuhi kriteria sebagai tanah untuk RSS dan RS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 diproses menurut ketentuan umum yang berlaku untuk pemberian hak atas tanah. Kedua, Keputusan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 1998 Tentang Perluasan Pemberian Hak Milik Atas Tanah Untuk RSS/RS Menurut Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1997, pasal 1 keputusan menteri ini menyebutkan: Pasal 1 Mengubah kriteria tanah untuk RSS/RS sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 huruf d Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1997 tentang pemberian Hak Milik Atas Tanah untuk Rumah Sangat Sederhana (RSS) dan Rumah Sederhana (RS) sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 15 Tahun 1997, sehingga kriteria tersebut berbunyi sebagai berikut : d Tanah untuk RSS dan RS adalah bidang tanah yang memenuhi kiteria sebagai berikut : 1) Harga perolehan tanah dan rumah tidak lebih daripada Rp ,00 (tiga puluh juta rupiah), dan

13 2) Diatasnya telah dibangun rumah dalam rangka pembangunan perumahan massal atau kompleks perumahan. Ketiga, Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 1998 Tentang Pemberian Hak Milik Atas Tanah Untuk Rumah Tinggal Yang Telah Dibeli oleh Pegawai Negeri Dari Pemerintah. Pasal 2 ayat (1) dan (2) menyebutkan : Pasal 2 (1) Dengan Keputusan ini : a. Tanah untuk rumah tinggal yang telah dibeli oleh pegawai negeri dari pemerintah dan telah dilunasi harganya, diberikan kepada pegawai negeri yang bersangkutan dengan Hak Milik b. Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai atas tanah yang berasal dari tanah untuk rumah tinggal yang telah dibeli oleh pegawai negeri dari pemerintah dan masih atas nama pegawai negeri yang bersangkutan atau ahli warisnya, atas permohonan yang bersangkutan dihapus dan diberikan kembali kepada bekas pemegang haknya dengan Hak Milik c. Tanah Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai yang berasal dari tanah untuk rumah tinggal yang telah dibeli oleh pegawai negeri dari pemerintah yang sudah habis jangka waktunya dan masih dipunyai oleh pegawai negeri yang bersangkutan atau ahli warisnya diberikan dengan Hak Milik kepada pegawai negeri yang bersangkutan atau ahli warisnya (2) Untuk perolehan Hak Milik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan pendaftarannya, pemohon wajib membayar uang administrasi kepada Negara sebesar Rp ,00 (seratus lima puluh ribu rupiah) serta biaya pendaftaran sesuai ketentuan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun Keempat, Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 1998 Tentang Perubahan Hak Guna Bangunan atau

14 Hak Pakai atas tanah untuk rumah tinggal yang dibebani Hak Tanggungan menjadi Hak Milik. Pasal 2 ayat (1), (2), (3), (4), dan (5) menyebutkan: Pasal 2 (1) Perubahan Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai atas tanah untuk rumah tinggal yang dibebani Hak Tanggungan menjadi Hak Milik dilakukan atas permohonan pemegang hak dengan persetujuan dari pemegang Hak Tanggungan, dengan pernyataan persetujuan secara tertulis disertai penyerahan Sertipikat Hak Tanggungan yang bersangkutan. (2) Perubahan Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai menjadi Hak Milik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan hapusnya Hak Tanggungan yang membebani Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai tersebut. (3) Permohonan perubahan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku sebagai pernyataan pelepasan Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai dengan ketentuan bahwa tanah tersebut diberikan kembali kepada bekas pemegang hak dengan Hak Milik. (4) Persetujuan perubahan hak dari pemegang Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku sebagai persetujuan pelepasan Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 122 ayat (4) huruf c Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. (5) Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya mendaftarkan hapusnya Hak Tanggungan yang membebani Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai yang diubah menjadi Hak Milik yang bersangkutan. Terakhir, Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 6 Tahun 1998 Tentang Pemberian Hak Milik atas tanah untuk rumah tinggal. Pasal 1, Pasal 2, Pasal 3, dan Pasal 4 menyebutkan:

15 Pasal 1 (1) Dengan Keputusan ini : a. Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai atas tanah untuk rumah tinggal kepunyaan perseorangan warganegara Indonesia yang luasnya 600 m 2 atau kurang, atas permohonan yang besangkutan dihapus dan diberikan kembali kepada bekas pemegang haknya dengan Hak Milik b. Tanah Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai atas tanah untuk rumah tinggal kepunyaan perseorangan warganegara Indonesia yang luasnya 600 m 2 atau kurang yang sudah habis jangka waktunya dan masih dipunyai oleh bekas pemegang hak tersebut, atas permohonan yang bersangkutan diberikan Hak Milik kepada bekas pemegang hak. (2) Untuk pemberian Hak Milik tersebut penerima hak harus membayar uang pemasukan kepada Negara sesuai ketentuan yang berlaku. Pasal 2 (1) Permohonan pendaftaran Hak Milik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 diajukan kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya setempat dengan surat sesuai bentuk sebagaimana contoh dalamlampiran I Keputusan ini dengan disertai: a. sertipikat tanah yang bersangkutan b. bukti penggunaan tanah untuk rumah tinggal berupa: 1) fotocopy Izin Mendirikan Bangunan yang mencantumkan bahwa bangunan tersebut digunakan untuk rumah tinggal, atau 2) surat keterangan dari Kepala Desa/ Kelurahan setempat bahwa bangunan tersebut digunakan untuk rumah tinggal, apabila Izin Mendirikan Bangunan tersebut belum dikeluarkan oleh instansi yang berwenang. c. fotocopy SPPT PBB yang terakhir (khusus untuk tanah yang luasnya 200 m 2 atau lebih)

16 d. bukti identitas pemohon e. pernyataan dari pemohon bahwa dengan perolehan Hak Milik yang dimohon pendaftarannya itu yang bersangkutan akan mempunyai Hak Milik atas tanah untuk rumah tinggal tidak lebih dari 5 (lima) bidang yang seluruhnya meliputi luas tidak lebih dari 5000 (lima ribu) m 2, dengan menggunakan contoh sebagaimana Lampiran II Keputusan ini (2) Atas permohonan pendaftaran Hak Milik sebagaimana dimaksud ayat (1) Kepala Kantor Pertanahan mengeluarkan perintah setor pungutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) yang dibuat sesuai contoh sebagaimana Lampiran III Keputusan ini. (3) Setelah pungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibayar lunas, Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya: a. mendaftar hapusnya Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai yang bersangkutan dalam buku tanah dan sertipikatnya serta daftar umum lainnya, b. selanjutnya mendaftar Hak Milik atas tanah bekas Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai tersebut dengan membuatkan buku tanahnya dengan menyebutkan Keputusan ini sebagai dasar adanya Hak Milik tersebut dan menerbitkan sertipikatnya, dengan surat ukur yang dibuat berdasarkan data tisik yang digunakan dalam pendaftaran Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai. Pasal 3 (1) Permohonan perubahan Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai menjadi Hak Milik atas tanah untuk rumah tinggal kepunyaan perseorangan warganegara Indonesia yang luasnya 600 m 2 atau kurang yang pada waktu berlakunya keputusan ini sedang diproses di Badan Pertanahan Nasional, Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi dan Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya dan belum dilunasi uang pemasukannya dikembalikan kepada Kantor Pertanahan

17 Kabupaten/Kotamadya dan diproses menurut keputusan ini. (2) Permohonan perpanjangan jangka waktu atau pembaharuan Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai atas tanah untuk rumah tinggal kepunyaan perseorangan warganegara Indonesia yang luasnya 600 m 2 atau kurang yang pada waktu berlakunya keputusan ini sedang diproses di Badan. Pertanahan Nasional, Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi dan Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya dan belum dilunasi uang pemasukannya atas permohonan yang bersangkutan dikembalikan kepada Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya dan diproses menurut keputusan ini. Pasal 4 (1) Permohonan Hak Milik atas tanah untuk rumah tinggal yang tidak memenuhi syarat untuk diproses menurut Keputusan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1997 jo. Nomor 15 tahun 1997 dan Nomor 1 Tahun 1998 tentang pemberian Hak Milik atas tanah untuk Rumah Sangat Sederhana (RSS) dan Rumah Sederhana (RS), Keputusan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 1998 tentang Pemberian Hak Milik atas Tanah Untuk Rumah Tinggal yang telah dibeli oleh Pegawai Negeri dari Pemerintah dan Keputusan ini, diproses sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 1972 jo. Nomor 5 Tahun (2) Permohonan Hak Milik sebagaimana dimaksud ayat (1) dibatasi untuk tanah seluas maksimum 2000 (dua ribu) m 2.

18 Menurut Ibu Resminingsih pada tanggal 10 November 2015 selaku Kasubsi Penetapan Hak Tanah dan Pendaftaran Hak Tanah untuk wilayah Sukoharjo Peningkatan Hak Guna Bangunan Menjadi Hak Milik dilaksanakan dengan berdasarkan Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 6 Tahun 1998 tentang Pemberian Hak Milik Atas Tanah untuk Rumah Tinggal dan Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1997 tentang tentang Pemberian Hak Milik Atas Tanah Untuk Rumah Sangat Sederhana (RSS) dan Rumah Sederhana (RS). Permohonan peningkatan hak atas tanah dari Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik, menurut Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 6 Tahun 1998 tentang Pemberian Hak Milik atas tanah untuk rumah tinggal maka pemohon harus mengetahui terlebih dahulu ketentuan pemberian Hak Milik untuk rumah tinggal, antara lain adalah sebagai berikut: 1. Untuk setiap bidang tanah yang dimohon, luasnya tidak boleh lebih dari 600 m 2 dan untuk batas maksimum luas tanah yang akan dimohonkan Hak Milik adalah 2000 m 2, karena untuk tanah yang luasnya diatas 2000 m 2, dikenakan peraturan tersendiri dalam proses pendaftarannya yaitu sesuai dengan Surat Keputusan dari Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi untuk masingmasing daerah (Herman Hermit, 2004: 163). 2. Setiap pemohon dibatasi pemilikan Hak Milik atas tanah untuk rumah tinggal tidak boleh dari 5 (lima) bidang yang seluruhnya meliputi luas tidak boleh lebih dari 5000 m 2. Pemberian Hak Atas Tanah Untuk Rumah Tinggal untuk batas maksimum luas tanah yang akan dimohonkan Hak Milik adalah 2000 m 2, karena untuk tanah yang luasnya diatas 2000 m 2, dikenakan peraturan tersendiri dalam proses pendaftarannya yaitu sesuai dengan Surat Keputusan dari Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi untuk masing-masing daerah (Herman Hermit, 2004: 163). Berdasarkan wawancara

19 dengan Ibu Resminingsih pada tanggal 10 November selaku Kasubsi Penetapan Hak Tanah dan Pendaftaran Hak Tanah, pemohon yang memiliki tanah dengan luas diatas 2000 m 2 memerlukan biaya-biaya tambahan dalam proses peningkatan hak atas tanah dari Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik. Biaya-biaya yang diperlukan tersebut antara lain, adalah: 1. Biaya ukur untuk pemohon dengan buku tanah sertifikat baru, dengan demikian Surat Ukur yang dibutuhkan juga baru. Sedangkan untuk pemohon dengan buku tanah dan sertifikat lama, biaya yang diperlukan adalah untuk mendapatkan kutipan surat ukur. 2. Biaya untuk mendapatkan surat keterangan pendaftaran tanah. 3. Biaya untuk panitia pemeriksaan tanah dalam melakukan pemeriksaan permohonan pendaftaran Hak Milik atas tanah. Sedangkan menurut Keputusan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1998 tentang Pemberian Hak Milik Atas Tanah Untuk Rumah Sangat Sederhana (RSS) dan Rumah Sederhana (RS) maka pemohon harus mengetahui terlebih dahulu ketentuan pemberian Hak Milik untuk rumah tinggal, antara lain adalah sebagai berikut: 4. Harga perolehan tanah dan rumah, dan, apabila atas bidang tanah tersebut sudah dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan, Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) Pajak Bumi dan Bangunan tanah rumah tersebut tidak lebih daripada Rp ,- (tiga puluh juta rupiah), 5. Luasnya tidak lebih daripada 200 m 2, dan 6. Diatasnya telah dibangun rumah dalam rangka pembangunan perumahan massal atau komplek perumahan. Seandainya, untuk perumahan yang berada dalam kompleks, bagaimana apabila hanya salah satu kriteria yang dipenuhi, yakni luas tanah melebihi persyaratan tetapi harga perolehan tidak lebih dari Rp ,- (tiga puluh juta rupiah). Ada dua alternatif yang dapat diusulkan. Pertama, apabila faktor kepastian hukum hendak diutamakan, maka standar kriteria

20 tersebut dipertahankan, artinya perkecualian ditiadakan sama sekali. Kedua, namun apabila faktor kemanfaatan memperoleh pertimbangan, maka apabila harga perolehan tidak melebihi Rp ,- (tiga puluh juta rupiah), namun luas tanah melebihi persyaratan, dapat juga dipertimbangkan untuk diberikan Hak Milik dengan catatan prioritas pemrosesan tetap untuk mereka yang memenuhi syarat. Persyaratan yang tidak dapat diperlonggar adalah harga perolehan tanah dan bangunan, karena faktor inilah yang sesungguhnya menggambarkan daya beli masyarakat. Berdasarkan peraturan diatas pemegang Hak Guna Bangunan diberi kemungkinan untuk meningkatkan Hak Atas Tanahnya menjadi Hak Milik sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Mengingat arti penting terpenuhinya kebutuhan akan papan termasuk penguatan status hak atas tanahnya, maka pada masa mendatang secara bertahap kiranya dapat ditetapkan kebijaksanaan bahwa untuk perumahan, terhadap Warga Negara Indonesia (WNI) langsung dapat diberikan tanah dengan status Hak Milik (Maria S.W, Sumardjono, 2001: ). Berdasarkan wawancara dengan Ibu Resminingsih pada tanggal 10 November selaku Kasubsi Penetapan Hak Tanah dan Pendaftaran Hak Tanah, Pelaksanaan peningkatan Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik di Kabupaten Sukoharjo harus memenuhi persyaratan terlebih dahulu guna meningkatkan hak atas tanahnya. Persyaratan yang diperlukan antara lain: 1. Pemohon harus melampirkan sertipikat tanah (asli) yang bersangkutan dalam permohonan peningkatan hak atas tanah dari Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik karena sertipikat tersebut dapat memberikan kepastian hukum kepada pemegang hak yang bersangkutan dan sebagai alat bukti yang sah dalam kepemilikannya. 2. Bukti yang harus disertakan antara lain berupa berupa:

21 a. Mencantumkan foto copy Izin Mendirikan Bangunan dari Instansi yang berwenang yang menerangkan bahwa bangunan tersebut telah digunakan untuk rumah tinggal. b. Surat keterangan dari Kepala Desa atau Kelurahan letak tanah setempat yang menerangkan bahwa bangunan tersebut digunakan untuk rumah tinggal. 3. Permohonan harus disertai dengan melampirkan foto copy Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) dan foto copy Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). 4. Identitas pemohon yaitu Kartu Tanda Penduduk (KTP)/ Kartu Keluarga (KK) yang digunakan pemohon agar diperiksa tentang kepemilikan tanah yang dimohonkan tersebut. Keterangan tersebut terdapat dalam sertipikat yang dimohonkan peningkatan haknya. 5. Adanya Akte Jual Beli bukti perolehan hak atas tanah dan bangunan dimana bangunan tersebut berdiri. Pemeriksaan permohonan pendaftaran Hak Milik atas tanah tersebut dilakukan sebagai berikut: 1. Data yuridis dan data fisik tanah yang diberikan Hak Milik diperiksa dengan melihat sertipikat Hak Guna Bangunan atas tanah yang bersangkutan. Untuk keperluan ini tidak perlu dilakukan pengukuran ulang, pemeriksaan tanah atau pemeriksaan lainnya, maupun rekomendasi dari instansi lain 2. Jika tanah tersebut digunakan untuk rumah tinggal maka diperiksa dengan melihat Izin Mendirikan Bangunan yang menyebutkan penggunaan bangunan. Dalam hal Izin Mendirikan Bangunan tersebut tidak pernah atau belum dikeluarkan oleh instansi yang berwenang, maka diperlukan surat keterangan dari Kepala Desa atau Kelurahan bahwa benar bangunan yang berdiri diatas tanah tersebut dipergunakan sebagai rumah tinggal

22 3. Identitas pemohon diperiksa dari Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau paspor yang bersangkutan. Apabila syarat-syarat diatas sudah terpenuhi, maka selanjutnya pemohon akan dihadapkan dengan prosedur peningkatan hak atas tanahnya. Prosedur peningkatan hak atas tanah dari Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik, adalah sebagai berikut: 1. Pemohon mengisi formulir pendaftaran yang telah disediakan oleh kantor pertanahan. 2. Setelah syarat-syarat lengkap pemohon mendaftarkan di loket pendaftaran Kantor Pertanahan Kabupaten Sukoharjo. 3. Dokumen diteliti/diperiksa oleh petugas loket, berkas yang diteliti adalah kelengkapan yang menjadi syarat dalam permohonan peningkatan Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik. Setelah semua berkas yang diperlukan dinyatakan sudah lengkap dan memenuhi syarat untuk diproses, selanjutnya dibuatkan surat perintah setor untuk diberikan kepada pemohon. 4. Pemohon membayar biaya pendaftaran dan memperoleh kwitansi pembayaran. 5. Berkas dikirim ke pelaksana untuk diproses penerbitan sertifikat. 6. Setelah pengetikan sertifikat berkas diajukan kepada Kepala Sub Seksi Pendaftaran Hak untuk diperiksa dengan membubuhkan paraf, selanjutnya diajukan lagi kepada kepala Seksi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah untuk diperiksa dan membubuhkan paraf, selanjutnya maju ke Kepala Kantor untuk ditandatagani sertifikatnya. 7. Dari Kepala Kantor berkas dikirim ke pembukuan dan selanjutnya dikirim ke loket penyerahan sertifikat, dan pemohon bisa mengambil sertifikat. Permohonan peningkatan hak atas tanah dari Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik setelah didaftarkan maka keluarlah Surat Keputusan Pemberian Hak Milik oleh Kepala Kantor Badan Pertanahan Nasional

23 setempat, dimana dengan dikeluarkannya Surat Keputusan tersebut Hak Guna Bangunan dinyatakan hapus, dan status tanah secara otomatis berubah menjadi tanah dengan status Hak Milik. Pelaksanaan peningkatan status hak atas tanah dari Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik di Kabupaten Sukoharjo diakhiri dengan 2 (dua) cara, yaitu pertama dengan memberikan cap pada halaman pendaftaran perubahan hak dalam buku tanah, Hak Guna Bangunan yang bersangkutan dan sertipikatnya serta pada daftar umum lainnya, yang menyatakan telah terjadinya perubahan tersebut. Semua sebutan Hak Guna Bangunan beserta nomornya dalam buku tanah, sertipikat dan daftar umum lainnya dicoret dan diganti dengan sebutan Hak Milik dengan nomornya. Kedua, dengan memberikan buku tanah, sertipikat, dan daftar umum yang baru tentang status tanah yang bersangkutan dengan status Hak Milik (Boedi Harsono, 2002:307). Alur pelaksanaan Peningkatan Hak Guna Bangunan Menjadi Hak Milik di Kabupaten Sukoharjo, dapat digambarkan sebagai berikut: Gambar III Alur Peningkatan Hak Guna Bangunan Menjadi Hak Milik Sumber Kantor Pertanahan Kabupaten Sukoharjo Keterangan: 1. Pemohon mengajukan permohonan peningkatan hak atas tanahnya,

24 dengan melengkapi semua dokumen ke loket pelayanan untuk diperiksa. 2. Setelah dokumen dinyatakan lengkap, pemohon membayar biaya pendaftaran di loket pembayaran. 3. Kantor pertanahan memproses permohonan yang diajukan oleh pemohon. Kemudian setelah selesai dilakukan pencatatan dan pembukuan hak. 4. Kantor pertanahan menerbitkan sertifikat 5. Penyerahan sertifikat dengan keterangan Hak Milik atas tanah yang dimohonkan kepada pemohon. Peningkatan Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik di proses berdasarkan 2 (dua) jenis. Pertama, apabila jangka waktu Hak Guna Bangunan sudah habis (daluwarsa) dan kedua, belum daluwarsa jangka waktunya, yang membedakan dari dua hal tersebut adalah proses/ prosedur peningkatannya dan jangka waktunya dimana yang sudah daluwarsa prosesnya berbeda dan waktunya lebih lama. Berdasarkan wawancara dengan Ibu Resminingsih pada tanggal 17 November selaku Kasubsi Penetapan Hak Tanah dan Pendaftaran Hak Tanah Pemohon yang mengajukan peningkatan hak atas tanahnya dari Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik apabila jangka waktu sudah habis (daluwarsa) menurut Peraturan Pemerintah Pasal 35 Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah, ketika Hak Guna Bangunan tersebut hapus maka status tanahnya akan menjadi Tanah Negara, dimana tetap masih bisa ditingkatkan hak tanahnya menjadi Hak Milik tetapi prosesnya akan lebih lama dan biaya akan lebih mahal. Pemohon harus membayar biaya tambahan di antaranya adalah sebagai berikut: 1. Biaya pengukuran yang di sesuaikan dengan luas tanah pemohon hak. 2. Biaya tematik/pemetaan oleh petugas kantor pertanahan. 3. Biaya panitia ukur.

25 Jumlah pemohon yang meningkatkan hak atas tanahnya dari Hak Guna Banguan menjadi Hak Milik di Kabupaten Sukoharjo dari tahun ke tahun jumlahnya semakin berkurang. Keterangan dapat dilihat di bawah ini: Gambar IV Jumlah Pemohon Peningkatan HGB-HM Sumber Kantor Pertanahan Kabupaten Sukoharjo no Tahun Jumlah Biaya Peningkatan Hak Atas Tanah diatur oleh Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2010 tentang Jenis Dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Badan Pertanahan Nasional. Untuk biaya pendaftaran pemohon dikenakan biaya sebesar Rp ,-. Biaya perkara yang dikeluarkan akan berbeda disetiap daerah, karena biaya perkara mengacu pada peraturan pemerintah daerah dan luas lahan. Proses peningkatan Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik di Kabupaten Sukoharjo pada dasarnya sama dengan proses di Kabupaten lainnya di seluruh Indonesia, karena keseluruhannya mengacu pada peraturan diatas. Hal yang membedakan adalah besarnya batas minimum dalam penghitungan besarnya uang pemasukan kedalam kas negara. Batas minimum tersebut tidak sama di seluruh Indonesia karena ditentukan oleh Bupati atau Walikota dari masingmasing daerah. Kewenangan yang dimiliki oleh Bupati atau walikota tersebut merupakan bagian dari otonomi daerah yang wajib dilaksanakan (Herman Hermit, 2004: 86).

26 C. Hambatan-Hambatan Dalam Peningkatan Hak Atas Tanah Dari Hak Guna bangunan Menjadi Hak Milik Di Kabupaten Sukoharjo Didalam pelaksanaan peningkatan hak atas tanah dari Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik di Kabupaten Sukoharjo tentunya ada hambatan-hambatan dalam parktiknya. Disini penulis menuliskan hambatan yang terjadi dimana hambatan yang terjadi adalah sebagai berikut: 1. Dengan adanya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) maka pemerintah diamanatkan untuk membuka informasi terkait penyelenggaraan pemerintahan kepada masyarakat. Menurut Undang-Undang KIP, yang dimaksud dengan informasi publik adalah informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim, dan/atau diterima oleh suatu badan publik yang berkaitan dengan penyelenggara dan penyelenggaraan negara dan/atau penyelenggara dan penyelenggaraan badan publik lainnya yang sesuai dengan Undang-Undang ini serta informasi lain yang berkaitan dengan kepentingan publik. Di kantor pertanahan kabupaten Sukoharjo, penulis menganggap masih kurangnya transparansi dalam hal informasi seperti penghitungan biaya yang diperlukan dalam peningkatan hak atas tanah. 2. Sebagai instansi pemerintah yang berhubungan langsung dengan pertanahan pihak kantor pertanahan dituntut aktif. Kurangnya sosialisasi dari kantor pertanahan kepada masyarakat tentang peningkatan hak atas tanah dari Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik. 3. Surat Edaran No. 13/SE/VIII/2015 tentang Layanan Pertanahan Seluruh Kantor Pertanahan di Indonesia diinstruksikan untuk memilih jenis layanan dan jangka waktu layanan, untuk Peningkatan Hak dari Hak Guna Bangunan (HGB) ke Hak Milik (HM) di kantor pertanahan kabupaten Sukoharjo menetapkan kebijakan dalam jangka waktu 17 (tujuh belas) jam.

27 Pada praktiknya pemilihan layanan dan jangka waktu pelayanan tidak sesuai dengan surat edaran, bahkan dalam proses peningkatan Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik di Kabupaten Sukoharjo bisa memakan waktu hingga 10 hari bahkan lebih.

BAB II PROSES PELAKSANAAN PENINGKATAN STATUS TANAH DARI HAK GUNA BANGUNAN MENJADI HAK MILIK DI PERUMNAS MARTUBUNG MEDAN

BAB II PROSES PELAKSANAAN PENINGKATAN STATUS TANAH DARI HAK GUNA BANGUNAN MENJADI HAK MILIK DI PERUMNAS MARTUBUNG MEDAN BAB II PROSES PELAKSANAAN PENINGKATAN STATUS TANAH DARI HAK GUNA BANGUNAN MENJADI HAK MILIK DI PERUMNAS MARTUBUNG MEDAN A. Hak Guna Bangunan Ketentuan Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria Nomor

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPUTUSAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ NOMOR 9 TAHUN 1997 TENTANG PEMBERIAN HAK MILIK ATAS TANAH UNTUK RUMAH SANGAT SEDERHANA (RSS) DAN RUMAH SEDERHANA (RS) MENTERI NEGARA AGRARIA/,

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL KEPUTUSAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 6 TAHUN 1998 TENTANG PEMBERIAN HAK MILIK ATAS TANAH UNTUK RUMAH TINGGAL

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL KEPUTUSAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 21 TAHUN 1994 TENTANG TATA CARA PEROLEHAN TANAH BAGI PERUSAHAAN DALAM RANGKA PENANAMAN MODAL MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN

Lebih terperinci

8. PENDAFTARAN KARENA PERUBAHAN DATA YURIDIS

8. PENDAFTARAN KARENA PERUBAHAN DATA YURIDIS 8. PENDAFTARAN KARENA PERUBAHAN DATA YURIDIS A. Pendahuluan Berdasarkan ketentuan Pasal 36 Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997, pendaftaran tanah karena perubahan data yuridis termasuk dalam lingkup

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL KEPUTUSAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 2 TAHUN 1998 TENTANG

MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL KEPUTUSAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 2 TAHUN 1998 TENTANG MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL KEPUTUSAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 2 TAHUN 1998 TENTANG PEMBERIAN HAK MILIK ATAS TANAH UNTUK RUMAH TINGGAL

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. A.Kesimpulan. Pelaksanaan perubahan hak guna bangunan menjadi hak milik untuk

BAB III PENUTUP. A.Kesimpulan. Pelaksanaan perubahan hak guna bangunan menjadi hak milik untuk BAB III PENUTUP A.Kesimpulan Pelaksanaan perubahan hak guna bangunan menjadi hak milik untuk rumah tinggal dilakukan di Kantor Pertanahan Kabupaten Tabanan sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA AGRARIA/ BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI NEGARA AGRARIA/ BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI NEGARA AGRARIA/ BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 1 TAHUN 1993 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN PERPANJANGAN DAN PEMBAHARUAN HAK GUNA

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 5 TAHUN 1996 TENTANG PENDAFTARAN HAK TANGGUNGAN MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 5 TAHUN 1996 TENTANG

MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 5 TAHUN 1996 TENTANG MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 5 TAHUN 1996 TENTANG PENDAFTARAN HAK TANGGUNGAN MENTERI NEGARA AGRARIA/

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL KEPUTUSAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 21 TAHUN 1994 TENTANG TATA CARA PEROLEHAN TANAH BAGI PERUSAHAAN DALAM RANGKA PENANAMAN MODAL MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 19 TAHUN 2001 TENTANG IJIN MEMAKAI TANAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN

Lebih terperinci

Badan Pertanahan Nasional yang kemudian dipimpin oleh Ir.Soni Harsono. Pada saat itu terjadi perubahan yang signifikan karena merupakan awal

Badan Pertanahan Nasional yang kemudian dipimpin oleh Ir.Soni Harsono. Pada saat itu terjadi perubahan yang signifikan karena merupakan awal 16 Badan Pertanahan Nasional yang kemudian dipimpin oleh Ir.Soni Harsono. Pada saat itu terjadi perubahan yang signifikan karena merupakan awal terbentuknya Badan Pertanahan Nasional. Pada tahun 1998 masih

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 5 TAHUN 1998 TENTANG

MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 5 TAHUN 1998 TENTANG MENTERI NEGARA AGRARIA/ PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ NOMOR 5 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN HAK GUNA BANGUNAN ATAU HAK PAKAI ATAS TANAH UNTUK RUMAH TINGGAL YANG DIBEBANI HAK TANGGUNGAN MENJADI HAK MILIK

Lebih terperinci

BAB IV. A. Analisis Hukum Mengenai Implementasi Undang-Undang Nomor 5. Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

BAB IV. A. Analisis Hukum Mengenai Implementasi Undang-Undang Nomor 5. Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PERAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH DALAM PERALIHAN HAK ATAS TANAH TERHADAP WARGA NEGARA ASING BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960 TENTANG PERATURAN DASAR POKOK-POKOK

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 1 TAHUN 1996 TENTANG FORMASI PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1998 TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1998 TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1998 TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa semua hak atas tanah mempunyai fungsi

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA KEPUTUSAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN IZIN LOKASI WALIKOTA SURABAYA,

WALIKOTA SURABAYA KEPUTUSAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN IZIN LOKASI WALIKOTA SURABAYA, SALINAN WALIKOTA SURABAYA KEPUTUSAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN IZIN LOKASI WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan pasal 7 Peraturan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Sejarah Singkat Badan Pertanahan Nasional Provinsi Lampung

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Sejarah Singkat Badan Pertanahan Nasional Provinsi Lampung 24 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Sejarah Singkat Badan Pertanahan Nasional Provinsi Lampung Badan Pertanahan Nasional adalah suatu lembaga Pemerintah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Hak Guna Bangunan 1. Pengertian Hak Guna Bangunan Hak Guna Bangunan adalah salah satu hak atas tanah lainnya yang diatur dalam Undang Undang Pokok Agraria.

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 44 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 44 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 44 TAHUN 2016 TENTANG PENERBITAN IZIN LOKASI DAN PERSETUJUAN PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN SIDOARJO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2005 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2005 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2005 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa untuk memberikan

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KANTOR WILAYAH BADAN PERTANAHAN NASIONAL

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. menurut ketentuan yang diatur dengan peraturan pemerintah. Peraturan

II. TINJAUAN PUSTAKA. menurut ketentuan yang diatur dengan peraturan pemerintah. Peraturan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pendaftaran Tanah Pasal 19 ayat (1) UUPA menetapkan bahwa untuk menjamin kepastian hukum hak atas tanah diadakan pendaftaran tanah di seluruh Wilayah Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI LEMBAGA/INSTANSI

BAB III DESKRIPSI LEMBAGA/INSTANSI BAB III DESKRIPSI LEMBAGA/INSTANSI A. Sejarah Berdirinya Badan Pertanahan Nasional Badan Pertanahan Nasional pertama kali dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1988, telah beberapa kali

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG

PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KANTOR WILAYAH BADAN PERTANAHAN NASIONAL DAN KANTOR PERTANAHAN KEPALA BADAN PERTANAHAN

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN METERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN DAN PEMBATALAN HAK ATAS TANAH NEGARA

Lebih terperinci

Bab I PENDAHULUAN. dikoordinasikan oleh kantor menteri Agraria BPN. pertanahan berdasarkan kebijakan yang ditetapkan Presiden.

Bab I PENDAHULUAN. dikoordinasikan oleh kantor menteri Agraria BPN. pertanahan berdasarkan kebijakan yang ditetapkan Presiden. Bab I PENDAHULUAN 1.1 Bentuk, Bidang dan Perkembangan Usaha 1.1.1 Bentuk Organisasi Badan Pertanahan Nasional Badan Pertanahan Nasional (BPN) adalah instansi pemerintah Non Departemen yang berkedudukan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SRAGEN, Menimbang : a. bahwa untuk memberikan perlindungan,

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Kondisi Fisiografi 1. Letak Wilayah Secara Geografis Kabupaten Sleman terletak diantara 110 33 00 dan 110 13 00 Bujur Timur, 7 34 51 dan 7 47 30 Lintang Selatan. Wilayah

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PENGATURAN DAN TATA CARA PENETAPAN

Lebih terperinci

BUPATI SUMBAWA BARAT

BUPATI SUMBAWA BARAT BUPATI SUMBAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK KARTU TANDA PENDUDUK DAN AKTA CATATAN SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Bupati tentang Tata Cara Penerbitan, Penyampaian Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, Surat Ketetapan Pajak

Lebih terperinci

SURAT EDARAN NOMOR 9/SE/X/2017

SURAT EDARAN NOMOR 9/SE/X/2017 SURAT EDARAN NOMOR 9/SE/X/2017 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG PENDAFTARAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH DALAM

Lebih terperinci

MEKANISME PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN PERUMAHAN/PEMUKIMAN ZAIDAR, SH,MH. Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

MEKANISME PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN PERUMAHAN/PEMUKIMAN ZAIDAR, SH,MH. Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara MEKANISME PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN PERUMAHAN/PEMUKIMAN ZAIDAR, SH,MH Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara I. Pendahuluan GBHN 1993 mengamanatkan bahwa pembangunan perumahan dan pemukiman

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Pemerintah Daerah Kabupaten Tulungagung. Bupati pada saat itu, Bapak

BAB V PEMBAHASAN. Pemerintah Daerah Kabupaten Tulungagung. Bupati pada saat itu, Bapak BAB V PEMBAHASAN A. Pelaksanaan Redistribusi Tanah Milik TNI AD Pelaksanaan redistribusi milik Kodam V/Brawijaya diserahkan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Tulungagung. Bupati pada saat itu, Bapak Ir.Heru

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PELIMPAHAN KEWENANGAN PEMBERIAN HAK ATAS TANAH DAN KEGIATAN PENDAFTARAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA BLOKIR

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT NOMOR 07 TAHUN 2012 TENTANG IJIN MEMAKAI TANAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI BARAT, Menimbang : a. Bahwa

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2012

PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2012 PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA YOGYAKARTA, Menimbang : Mengingat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan tanah dewasa ini semakin meningkat sejalan dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan tanah dewasa ini semakin meningkat sejalan dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan tanah dewasa ini semakin meningkat sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk dan meningkatnya kebutuhan lain yang berkaitan dengan tanah. Hubungan

Lebih terperinci

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Deskripsi Lokasi Penelitian

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Deskripsi Lokasi Penelitian BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian 1. Gambaran Umum Kabupaten Karanganyar Karanganyar adalah sebuah kabupaten di Propinsi Jawa Tengah yang terletak 14 km sebelah timur

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 1 TAHUN 1996 TENTANG

MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 1 TAHUN 1996 TENTANG MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 1 TAHUN 1996 TENTANG FORMASI PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH MENTERI NEGARA

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun No.1112, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ATR/BPN. Blokir dan Sita. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL KEPUTUSAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 16 TAHUN 1997

MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL KEPUTUSAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 16 TAHUN 1997 MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPUTUSAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ NOMOR 16 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN HAK MILIK MENJADI HAK GUNA BANGUNAN ATAU HAK PAKAI DAN HAK GUNA BANGUNAN MENJADI HAK PAKAI MENTERI NEGARA

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Tanah Dan Pemberian Hak Atas Tanah. yaitu permukaan bumi atau lapisan bumi yang diatas sekali.

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Tanah Dan Pemberian Hak Atas Tanah. yaitu permukaan bumi atau lapisan bumi yang diatas sekali. 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tanah Dan Pemberian Hak Atas Tanah Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan pengertian mengenai tanah, yaitu permukaan bumi atau lapisan bumi yang diatas sekali.

Lebih terperinci

Upik Hamidah. Abstrak

Upik Hamidah. Abstrak Pembaharuan Standar Prosedure Operasi Pengaturan (SOP) Pelayanan Pendaftaran Peralihan Hak Milik Atas Tanah Karena Hibah Wasiat Berdasarkan Alat Bukti Peralihan Hak Upik Hamidah Dosen Bagian Hukum Administrasi

Lebih terperinci

RESUME PROSEDUR PEMECAHAN TANAH PERTANIAN DAN CARA-CARA KEPEMILIKAN TANAH ABSENTEE DI KANTOR BADAN PERTANAHAN NASIONAL KABUPATEN JOMBANG

RESUME PROSEDUR PEMECAHAN TANAH PERTANIAN DAN CARA-CARA KEPEMILIKAN TANAH ABSENTEE DI KANTOR BADAN PERTANAHAN NASIONAL KABUPATEN JOMBANG RESUME PROSEDUR PEMECAHAN TANAH PERTANIAN DAN CARA-CARA KEPEMILIKAN TANAH ABSENTEE DI KANTOR BADAN PERTANAHAN NASIONAL KABUPATEN JOMBANG Disusun Oleh : BANUN PRABAWANTI NIM: 12213069 PROGRAM STUDI MAGISTER

Lebih terperinci

JURNAL PELAKSANAAN PEMBERIAN HAK MILIK DARI TANAH NEGARA DAN PERLINDUNGAN HUKUMNYA DI KABUPATEN KUTAI TIMUR PROVINSI KALIMANTAN TIMUR.

JURNAL PELAKSANAAN PEMBERIAN HAK MILIK DARI TANAH NEGARA DAN PERLINDUNGAN HUKUMNYA DI KABUPATEN KUTAI TIMUR PROVINSI KALIMANTAN TIMUR. JURNAL PELAKSANAAN PEMBERIAN HAK MILIK DARI TANAH NEGARA DAN PERLINDUNGAN HUKUMNYA DI KABUPATEN KUTAI TIMUR PROVINSI KALIMANTAN TIMUR Diajukan Oleh: Novi Feniyati NPM : 100510447 Program Studi : Ilmu Hukum

Lebih terperinci

BAB III PRAKTEK PENDAFTARAN TANAH PEMELIHARAAN DATA DENGAN MENGGUNAKAN SURAT KUASA JUAL

BAB III PRAKTEK PENDAFTARAN TANAH PEMELIHARAAN DATA DENGAN MENGGUNAKAN SURAT KUASA JUAL 1 BAB III PRAKTEK PENDAFTARAN TANAH PEMELIHARAAN DATA DENGAN MENGGUNAKAN SURAT KUASA JUAL 3.1. PENGERTIAN PENDAFTARAN TANAH Secara general, pendaftaran tanah adalah suatu kegiatan administrasi yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB III PROFIL PERUSAHAAN

BAB III PROFIL PERUSAHAAN 24 BAB III PROFIL PERUSAHAAN 3.1. Tinjauan Umum Perusahaan Badan Pertanahan Nasional (BPN) awalnya adalah Akademi Agraria yang didirikan di Yogyakarta pada tahun 1963, kemudian didirikan lagi di Semarang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MUARO JAMBI NOMOR : 16 TAHUN 2009 TLD NO : 15

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MUARO JAMBI NOMOR : 16 TAHUN 2009 TLD NO : 15 1 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MUARO JAMBI NOMOR : 16 TAHUN 2009 TLD NO : 15 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARO JAMBI NOMOR 16 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDAFTARAN PENDUDUK DAN RETRIBUSI PENGGANTIAN

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN METERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN DAN PEMBATALAN HAK ATAS TANAH NEGARA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 19 TAHUN TENTANG IZIN PERUNTUKAN PENGGUNAAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 19 TAHUN TENTANG IZIN PERUNTUKAN PENGGUNAAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 19 TAHUN 2001. TENTANG IZIN PERUNTUKAN PENGGUNAAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, Menimbang : a. bahwa dengan semakin terbukanya peran swasta

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 03 Tahun : 2010 Seri : E

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 03 Tahun : 2010 Seri : E BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 03 Tahun : 2010 Seri : E PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG TATALAKSANA PELAYANAN UMUM SATU

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1998 TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1998 TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1998 TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa semua hak atas tanah mempunyai fungsi

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 53 TAHUN 2007 TENTANG IZIN PERUNTUKAN PENGGUNAAN TANAH DI KOTA YOGYAKARTA WALIKOTA YOGYAKARTA

WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 53 TAHUN 2007 TENTANG IZIN PERUNTUKAN PENGGUNAAN TANAH DI KOTA YOGYAKARTA WALIKOTA YOGYAKARTA WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 53 TAHUN 2007 TENTANG IZIN PERUNTUKAN PENGGUNAAN TANAH DI KOTA YOGYAKARTA WALIKOTA YOGYAKARTA Menimbang : a. bahwa Peraturan Walikota Nomor 32 Tahun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dilaksanakan BPN dikoordinasikan oleh kantor menteri Agraria BPN.

BAB 1 PENDAHULUAN. dilaksanakan BPN dikoordinasikan oleh kantor menteri Agraria BPN. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Bentuk, Bidang, dan Perkembangan Usaha 1.1.1. Bentuk Usaha Berdasarkan keputusan presiden nomor 96/M/1993 tentang pembentukan Kabinet Pembangunan IV kegiatan pertanahan yang dilaksanakan

Lebih terperinci

BUPATI MURUNG RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA NOMOR 19 TAHUN 2017

BUPATI MURUNG RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA NOMOR 19 TAHUN 2017 BUPATI MURUNG RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN DAN PEMBIAYAAN PENDAFTARAN TANAH SISTEMATIS LENGKAP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 21 TAHUN 2006 TENTANG

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 21 TAHUN 2006 TENTANG BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 21 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN LAMPIRAN PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL PADA KECAMATAN SE KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peningkatan pembangunan nasional yang berkelanjutan memerlukan dukungan

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL,

MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL, INSTRUKASI MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR : 5 TAHUN 1994 TENTANG KEWAJIBAN PEMBAYARAN PAJAK PENGHASILAN DARI PENGALIHAN HAK ATAS TANAH ATAU TANAH DAN BANGUNAN MENTERI NEGARA

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG

MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PENYELENGARAAN PENDAFTARAN TANAH SISTEMATIK DI DAERAH

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa peningkatan Pembangunan Nasional yang ber-kelanjutan memerlukan dukungan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa peningkatan Pembangunan Nasional yang berkelanjutan memerlukan dukungan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PENYELENGGARAAN IZIN LOKASI

PENYELENGGARAAN IZIN LOKASI PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN IZIN LOKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TULUNGAGUNG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa peningkatan Pembangunan Nasional yang berkelanjutan memerlukan dukungan

Lebih terperinci

5 Lidung Sarolangun Ladang Panjang Sarolangun Bernai Sarolangun Sungai Abang Sarolangun Panti Sarolangun

5 Lidung Sarolangun Ladang Panjang Sarolangun Bernai Sarolangun Sungai Abang Sarolangun Panti Sarolangun ABSTRAK Analisis Pelaksanaan Perubahan Status Hak Guna Bangunan (HGB) Menjadi Hak Milik (HM) Untuk Rumah Tinggal Pada Kantor Badan Pertanahan Kabupaten Sarolangun Menurut Peraturan Menteri Negara Agraria

Lebih terperinci

T E N T A N G PERUBAHAN ATAS PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 79 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN REKLAME WALIKOTA SURABAYA,

T E N T A N G PERUBAHAN ATAS PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 79 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN REKLAME WALIKOTA SURABAYA, SALINAN PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 76 TAHUN 2013 T E N T A N G PERUBAHAN ATAS PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 79 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN REKLAME WALIKOTA SURABAYA, Menimbang

Lebih terperinci

WALIKOTA SURAKARTA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG

WALIKOTA SURAKARTA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG WALIKOTA SURAKARTA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tanah memiliki peran yang

Lebih terperinci

KEPUTUSAN WALIKOTA TASIKMALAYA. NOMOR : 41 TAHUN 2004 LAMPIRAN : 1 (satu) berkas TENTANG TATA CARA PEMBERIAN IZIN LOKASI DI KOTA TASIKMALAYA

KEPUTUSAN WALIKOTA TASIKMALAYA. NOMOR : 41 TAHUN 2004 LAMPIRAN : 1 (satu) berkas TENTANG TATA CARA PEMBERIAN IZIN LOKASI DI KOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA KEPUTUSAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 41 TAHUN 2004 LAMPIRAN : 1 (satu) berkas TENTANG TATA CARA PEMBERIAN IZIN LOKASI DI KOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi kehidupan manusia karena fungsi dan peranannya mencakup berbagai aspek kehidupan dan penghidupan baik ekonomi,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 10 TAHUN 2006 PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG RETRIBUSI IZIN PERUNTUKAN PENGGUNAAN TANAH

LEMBARAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 10 TAHUN 2006 PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG RETRIBUSI IZIN PERUNTUKAN PENGGUNAAN TANAH LEMBARAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 10 TAHUN 2006 PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG RETRIBUSI IZIN PERUNTUKAN PENGGUNAAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DENPASAR,

Lebih terperinci

PERAN KEMENTERIAN ATR/BPN DALAM PROSES PEMBLOKIRAN, PENYITAAN, PERAMPASAN, DAN PERALIHAN

PERAN KEMENTERIAN ATR/BPN DALAM PROSES PEMBLOKIRAN, PENYITAAN, PERAMPASAN, DAN PERALIHAN KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/ BADAN PERTANAHAN NASIONAL Jakarta, 22 September 2016 PERAN KEMENTERIAN ATR/BPN DALAM PROSES PEMBLOKIRAN, PENYITAAN, PERAMPASAN, DAN PERALIHAN Rapat Koordinasi Tata Laksana

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG Nomor 02 Tahun 2006 Seri C PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PENDAFTARAN KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa Negara Republik

Lebih terperinci

BUPATI TANAH DATAR PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI TANAH DATAR PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG SALINAN BUPATI TANAH DATAR PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1998 TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1998 TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1998 TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa semua hak atas tanah mempunyai fungsi

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 11 TAHUN 2002 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 11 TAHUN 2002 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 11 TAHUN 2002 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDAFTARAN PENDUDUK DAN PENCATATAN SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, membayar pajak merupakan salah satu kewajiban dalam. mewujudkan peran sertanya dalam membiayai pembangunan secara

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, membayar pajak merupakan salah satu kewajiban dalam. mewujudkan peran sertanya dalam membiayai pembangunan secara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pajak adalah salah satu sumber penerimaan negara. Banyak negara, termasuk Indonesia mengandalkan penerimaan pajak sebagai sumber penerimaan negara utama. 1 Pajak

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 3 TAHUN 1996 TENTANG

MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 3 TAHUN 1996 TENTANG MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 3 TAHUN 1996 TENTANG BENTUK SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN, AKTA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA BATU

PEMERINTAH KOTA BATU PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BATU, Menimbang : a. bahwa pembinaan, pengawasan dan pengendalian yang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 2 TAHUN 2012 T E N T A N G PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 2 TAHUN 2012 T E N T A N G PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 2 TAHUN 2012 T E N T A N G PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGASEM, Menimbang : a. bahwa Pemerintah Kabupaten

Lebih terperinci

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 44 BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Umum Badan Pertanahan Nasional Badan Pertanahan Nasional (BPN) adalah Lembaga Pemerintah Non Kementrian yang berada di bawah dan

Lebih terperinci

TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK. Tahun. retribusi kewenangan. Daerah

TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK. Tahun. retribusi kewenangan. Daerah PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG UTARA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMPUNG UTARA, Menimbang Mengingat : a. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH Usaha Pemerintah di dalam mengatur tanah-tanah di Indonesia baik bagi perorangan maupun bagi badan hukum perdata adalah dengan melakukan Pendaftaran Tanah

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PELIMPAHAN KEWENANGAN PEMBERIAN HAK ATAS TANAH DAN KEGIATAN PENDAFTARAN TANAH TERTENTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PEMBERIAN HAK GUNA USAHA DAN HAK GUNA BANGUNAN : PROSES, SYARAT-SYARAT, HAK DAN KEWAJIBAN

PEMBERIAN HAK GUNA USAHA DAN HAK GUNA BANGUNAN : PROSES, SYARAT-SYARAT, HAK DAN KEWAJIBAN PEMBERIAN HAK GUNA USAHA DAN HAK GUNA BANGUNAN : PROSES, SYARAT-SYARAT, HAK DAN KEWAJIBAN Disampaikan pada Seminar dengan Tema HGU & HGB : Problem, Solusi dan Perlindungannya bedasarkan UU No. 25 Tahun

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa peningkatan pembangunan nasional yang berkelanjutan memerlukan dukungan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR: 5 TAHUN 2013

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR: 5 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR: 5 TAHUN 2013 TENTANG IZIN LOKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG, Menimbang : a. bahwa sebagai upaya pengendalian agar penggunaan tanah dalam

Lebih terperinci

BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN Undang-Undang No. 21 Tahun 1997 tanggal 29 Mei 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN Undang-Undang No. 21 Tahun 1997 tanggal 29 Mei 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN Undang-Undang No. 21 Tahun 1997 tanggal 29 Mei 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

PEMERINTAH KOTA SURABAYA SALINAN PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA Menimbang : a. bahwa pertumbuhan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGPINANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGPINANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGPINANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDAFTARAN PENDUDUK DAN PENCATATAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Sejarah Singkat Badan Pertanahan Nasional (BPN)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Sejarah Singkat Badan Pertanahan Nasional (BPN) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sejarah Singkat Badan Pertanahan Nasional (BPN) Badan Pertanahan Nasional (BPN) awalnya adalah Akademi Agraria yang didirikan di Yogyakarta pada tahun 1963, kemudian didirikan

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA JAMBI NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN PENGURANGAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERKOTAAN

PERATURAN WALIKOTA JAMBI NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN PENGURANGAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERKOTAAN PERATURAN WALIKOTA JAMBI NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN PENGURANGAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA JAMBI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PEWARISAN HAK ATAS TANAH DI KOTA SURAKARTA. ( Studi Kasus Penetapan Pengadilan Negeri Nomor : 170/Pdt.P/2014/PN.Skt

PELAKSANAAN PEWARISAN HAK ATAS TANAH DI KOTA SURAKARTA. ( Studi Kasus Penetapan Pengadilan Negeri Nomor : 170/Pdt.P/2014/PN.Skt PELAKSANAAN PEWARISAN HAK ATAS TANAH DI KOTA SURAKARTA ( Studi Kasus Penetapan Pengadilan Negeri Nomor : 170/Pdt.P/2014/PN.Skt Di Kantor Pertanahan Kota Surakarta ) Yulfitri Nurjanah Sarjana Hukum Program

Lebih terperinci

BADAN PERTANAHAN NASIONAL

BADAN PERTANAHAN NASIONAL BADAN PERTANAHAN NASIONAL KEPUTUSAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 19 TAHUN 1989 TENTANG TATA CARA PERMOHONAN DAN PEMBERIAN KONFIRMASI PENCADANGAN TANAH, IZIN LOKASI DAN PEMBEBASAN TANAH, HAK ATAS

Lebih terperinci

STANDAR PROSEDUR OPERASI PENGATURAN DAN PELAYANAN PEMERIKSAAN (PENGECEKAN) SERTIPIKAT DASAR HUKUM PERSYARATAN BIAYA WAKTU KETERANGAN

STANDAR PROSEDUR OPERASI PENGATURAN DAN PELAYANAN PEMERIKSAAN (PENGECEKAN) SERTIPIKAT DASAR HUKUM PERSYARATAN BIAYA WAKTU KETERANGAN LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BPN-RI NOMOR 6 TAHUN 2008 PEMERIKSAAN (PENGECEKAN) SERTIPIKAT 2. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 3. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2002 4. Peraturan Menteri Negara

Lebih terperinci